REVIEW JURNAL
Take Home Exam
(Disusun untuk memenuhi Ujian Akhir Semester I pada Mata Kuliah Akuntansi Forensik)
Oleh
SRI APRIYANTI HUSAIN (NIM: 2014240926)
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG, 2015
AKUNTANSI FORENSIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA
KORUPSI
I DEWA NYOMAN WIRATMAJA
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14074&val=945
Korupsi telah menjadi isu yang fenomenal dan selalu menarik untuk dibicarakan di Indonesia.
Korupsi telah dianggap sebagai akar penyebab masalah nasional, seperti ekonomi biaya tinggi,
pertumbuhan ekonomi, dan hambatan investasi. Artikel ini berfokus pada kesempatan menerapkan
konsep akuntansi Forensik dalam memberikan bukti untuk mendukung keputusan pengadilan.
Diskusi ini bertujuan untuk mengkaji peran Forensik akuntansi melalui pencegahan, detektif, dan
pendekatan korektif untuk mencegah dan menangani korupsi di Indonesia. Model Cressey tentang
segitiga penipuan digunakan untuk memetakan peran akuntansi Forensik dalam mencegah korupsi.
Akuntansi forensik merupakan formulasi yang dapat dikembangkan sebagai strategi
preventif, detektif dan persuasif melalui penerapan prosedur audit forensik dan audit investigatif
yang bersifat litigation suport untuk menghasilkan temuan dan bukti yang dapat digunakan
dalam proses pengambilan putusan di pengadilan. Belum tersedianya institusi yang menghasilkan
tenaga akuntansi forensik dan audit forensik memerlukan upaya dari institusi penyelenggara
pendidikan dalam menyediakan kurikulum yang membekali lulusan dengan kompetensi akuntansi
forensik. Belum tersedianya lembaga dan standar profesi auditor dan akuntan forensik merupakan
tantangan bagi profesi akuntansi di Indonesia untuk mengoptimalkan peran profesi dalam
penanganan masalah nasional khususnya pengungkapan dan penanganan kasus korupsi.
AUDITING FORENSIK DAN VALUE FOR MONEY AUDIT
Dwi Sudaryati
Nafi’ Inayati Zahro
http://eprints.umk.ac.id/152/1/AUDITING_FORENSIK_DAN_VALUE_FOR_MONEY_AUDIT.p
df
Perkembangan dunia usaha yang demikian kompleks dan bervariasi dewasa ini, membuat
kemajuan di bidang ekonomi cenderung diiringi pula dengan munculnya kejahatan-kejahatan. Hal
tersebut menuntut para auditor khususnya, harus dapat memahami fraud audit. Fraud audit yang
proaktif menilai sistem yang ada untuk mengetahui resiko atau potensi terjadinya tindakan
kecurangan. Identifikasi atau pemetaan wilayah yang rawan “fraud” dikomunikasikan pada instansi
yang bertanggung jawab. dalam good corporate governance, instansi ini adalah komite audit.
Penegakan goog governance tidak mudah dan banyak menghadapi tantangan. Lingkungan usaha
dan perubahan-perubahan dalam pemerintahan melahirkan terlalu banyak insentif dan motivasi
untuk korupsi. Oleh karena itu, diperlukan Akuntansi forensik yang merupakan penerapan disiplin
akuntansi dalam memecahkan masalah hukum di dalam maupun diluar pengadilan.
Adanya Surat Ketetapan Bersama (SKB) Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) Nomor: Juklak.001/JA/1989 dan Kep-145/K/1989 Tanggal 25 Februari 1989
tentang upaya menetapkan kerjasama Kejaksaan dan BPKP dalam penanganan kasus berindikasi
Tindak Pidana Korupsi (TPK) dan dikeluarkannya Undang-Undang No. 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Korupsi membuktikan bahwa pemerintah benar-benar serius dalam
menangani kasus tindak pidana korupsi. BPKP sebagai sebuah lembaga pemerintah memang
bertugas untuk memeriksa apakah ada suatu tindakan atau perbuatan yang melanggar hukum seperti
korupsi atau tidak. Tetapi BPKP tidak berhak untuk melakukan penyidikan atau mengadili pihak
yang melanggar hukum tersebut. Penegak hukum seperti Kejaksaan dan Kepolisian yang
berwenang untuk memproses secara hukum. Hal ini sebagaimana tertuang dalam SPAP-SA Seksi
317 tentang Unsur Tindakan Pelanggaran Hukum Oleh Klien. Konsep auditing forensik yang
merupakan jenis audit khusus seharusnya dapat memberikan dorongan bagi para akuntan
pemerintah (BPKP) untuk selalu optimis dalam menghadapi tindakan korupsi. Para akuntan
pemerintah dapat mengaplikasikan konsep auditing forensik dan konsep value for money audit pada
pelaksanaan pemeriksaan keuangan di lingkungan lembaga pemerintahan. Meskipun untuk
menghilangkan sama sekali praktek korupsi sangatlah kecil sekali harapannya, namun paling tidak
metode dalam auditing yaitu auditing forensik dan value for money audit tersebut akan memberikan
hasil yang lebih baik.
AKUNTANSI FORENSIK DAN PROSPEKNYA TERHADAP PENYELESAIAN
MASALAHMASALAH HUKUM DI INDONESIA
Jumansyah
Nunik Lestari Dewi
Tan Kwang En
http://repository.maranatha.edu/22/1/Akuntansi%20Forensik%20dan%20Prospeknya%20terhadap
%20Penyelesaian%20Masa.pdf
Integrasi akuntansi, audit, dan keterampilan investigasi dapat bersatu dalam akuntansi
forensik. Akuntansi forensik terdiri dari dukungan litigasi dan akuntansi investigasi. Penelitian ini
bertujuan untuk meninjau kasus-kasus hukum di Indonesia menggunakan perspektif akuntansi
forensik. Kasus hukum yang telah digunakan dalam penelitian ini dibagi kepada tiga kelompok,
yaitu korupsi, penyalahgunaan aset dan penipuan laporan keuangan). Makalah ini menguraikan
kemungkinan untuk memecahkan kasus hukum yang menggunakan akuntansi forensik.
Perkembangan tiga kasus hukum kelompok membuat akuntansi forensik profesi menjadi lebih
terang. Rekomendasi penelitian ini adalah untuk memperkuat profesi akuntan forensik
menggunakan kolaborasi ilmiah antara studi akuntansi dan hukum.
Kesimpulan dari paper ini adalah bahwa akuntansi forensik dapat membantu menyelesaikan
kasus-kasus hukum dengan cara (1) Membantu para penegak hukum untuk melakukan perhitungan
dan pengungkap kos kecurangan, meskipun di Indonesia masih terdapat banyak kendala, karena
kecurangan seringkali dilakukan secara bersama-sama (berjamaah) sehingga sulit untuk memulai
dari mana akan diungkap. (2) Akuntan forensik dapat mendeteksi penyebab terjadinya kecurangan.
Terdapat tiga kategori utama kecurangan yaitu korupsi, asset misappropriation, dan kecurangan
laporan keuangan. Ketiga kategori kecurangan ini menimbulkan kerugian bagi negara dan keuangan
negara. (3) Akuntansi forensik dapat menemukan petunjuk awal (indicia of fraud) terjadinya
kecurangan, membantu kepolisian untuk penyelesaian kasus-kasus hukum dengan mengumpulkan
bukti dan barang bukti untuk proses pengadilan, kreatif dalam menerapkan teknik investigatif.
Akuntansi forensik melakukan pemeriksaan dari dalam dan menggunakan pendekatan prosedural
audit. Sehingga lebih mudah mendeteksi daripada penyelidikan oleh kepolisian. (4) Akuntan
forensik mendeteksi kira-kira waktu kecurangan dapat terungkap dan membedakan kecurangan
yang terungkap melalui tip atau secara kebetulan. Akuntan forensik membuat pencegahan terhadap
keurangan dengan menerapkan anti-fraud controls. Akuntan forensik menilai keefektifan
pengendalian intern karena merupakan bagian sangat penting untuk diinvestigasi saat melakukan
prosedur audit. Akuntan forensik harus dapat berspekulasi secara cerdas siapa yang berpotensi
menjadi pelaku kecurangan atau otak pelaku kecurangan, apakah pemilik (eksekutif), manajer, atau
karyawan.
Berdasarkan pembahasan paper ini menunjukkan bahwa prospek profesi akuntan forensik
untuk ikut serta dalam penyelesaian kasus-kasus hukum di Indonesia sangat besar dan penting.
Kasus-kasus hukum di Indonesia khususnya yang berhubungan dengan kecurangan perlu
melibatkan akuntan forensik dalam penyelesaiannya, karena akuntan forensik dapat membantu para
ahli dan para penegak hukum dalam mengumpulkan bukti dan barang bukti untuk menentukan
potensi kerugian yang timbul akibat adanya kecurangan. Selain itu prospek akuntan forensik lebih
besar karena pada prinsipnya orang yang bekerja di lembaga keuangan, perlu memahami tentang
akuntansi forensik ini, untuk memahami apa yang ada di balik laporan keuangan debitur, apa yang
dibalik laporan hasil analisis yang disajikan. Sehingga dapat dilakukan pendeteksian sejak dini,
agar masalah tidak terlanjur melebar dan sulit diatasi.
PERAN AUDIT FORENSIK DALAM UPAYA PEMBERANTASAN
KORUPSI DI INDONESIA
Ni Putu Sri Astuti
http://ejournal.unesa.ac.id/index.php/jurnal-akuntansi/article/view/6673/3456
Tindakan penipuan diklasifikasikan menjadi tiga kelompok, yaitu korupsi, aset
penyalahgunaan, dan penipuan laporan keuangan. Kasus korupsi bukanlah hal yang aneh, terutama
di Indonesia, banyak kasus korupsi dan terjadi di hampir setiap daerah. Artikel ini bertujuan untuk
menjelaskan peran audit forensik dalam memerangi korupsi. Pemberantasan korupsi merupakan
tujuan penting untuk mencapai yang baik pemerintahan yang bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Satu upaya pemerintah dalam memerangi korupsi adalah melalui forensik sebuah audit.
Audit forensik menekankan proses pencarian bukti dan bukti penilaian kesesuaian dengan ukuran
bukti yang diperlukan dalam hukumproses.
Data-data yang diperoleh dari Transparency International Indonesia, CPI Indonesia tahun
2012 sebesar 32 menduduki posisi ke 118 dari 176 negara dan termasuk negara yang korup apabila
dibandingkan dengan negara-negara ASEAN. Oleh karena itu, diperlukan audit forensik yang
mempunyai keahlian dalam menginvestigasi indikasi adanya korupsi atau tindak penyelewengan
lainnya di sebuah perusahaan atau instansi negara. Akuntan forensik menggunakan
pengetahuannya tentang akuntansi, studi hukum, investigasi, dan kriminologi untuk mengungkap
fraud, menemukan bukti dan selanjutnya bukti tersebut dibawa ke pengadilan, sedangkan audit
forensik meliputi prosedur-prosedur tertentu yang dilakukan dengan maksud untuk menghasilkan
bukti dengan menggunakan teknik-teknik untuk mengidentifikasi dan menggabungkan bukti-bukti.
Peran audit forensik ditunjukkan dengan keberhasilan mengumpulan bukti-bukti fraud pada
kasus korupsi komples seperti hambalang dan bank century. Strategi preventif, detektif, dan represif
yang diterapkan dalam audit forensik diharapkan mampu mengurangi kasus korupsi di Indonesia.
Dukungan serta peran pemerintah mewujudkan good governance yang bebas dari KKN juga akan
sangat membantu melalui peningkatan pengendalin internal (SPIP).
PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, DAN PROFESIONALISME TERHADAP
KEMAMPUAN AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN (FRAUD)
Marcellina Widiyastuti
Sugeng Pamudji
http://jurnal.unimus.ac.id/index.php/vadded/article/view/687/740
Penelitian ini dilaksanakan untuk menguji pengaruh kompetensi, idependensi, dan
profesionalisme terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Berdasarkan
hasil analisis data yang telah dilakukan, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: (1)
Kompetensi berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan
(fraud). Hal ini berdasarkan hasil pengujian nilai t statistik variabel kompetensi sebesar 2,376 yang
lebih besar dari 1,96 dan nilai koefisien parameter yang positif (0,275). (2) Independensi
berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Hal ini
terIihat pada nilai t statistik yang lebih besar dari 1,96 yaitu 2,587 dan nilai koefisien parameter
yang positif (0,289). (3) Profesionalisme berpengaruh positif terhadap kemampuan auditor dalam
mendeteksi kecurangan (fraud). Hal ini berdasarkan hasil pengujian nilai t statistik yang lebih
besar dari yang disyaratkan (l,96) yaitu hanya sebesar 4,204 dan nilai koefisien parameter yang
positif (0,298). (4) Hasil penelitian ini tidak berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang
menggunakan auditor independen, yang mana dalam penelitian ini menggunakan auditor
pemerintah. Ini juga berarti tidak ada perbedaan antara sikap kompetensi, sikap kompetensi,
independesi, dan profesionalisme antara auditor independen dengan auditor pemerintah terhadap
kemampuan auditor dalam mendeteksi kecurangan (fraud). Penelitian ini meupakan penelitian yang
baru dilakukan sehingga masih terdapat kekurangan yang terjadi, seperti pertanyaan yang diajukan
kurang mengindikasikan variabel yang akan diteliti, selringga ada beberapa pertanyaan yang tidak
valid, yang selanjutnya pertanyaan-pertanyaan tersebut dihapus dan tidak digunakan sebagai bahan
analisis. Responden dalam penelitian ini hanya meliputi auditor yang bekerja di Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK-RI) di Jakarta selringga hasil penelitian ini hanya mencerminkan kondisi auditor
yang bekerja di BPK-RI, Jakarta. Waktu penyebaran kuesioner bertepatan dengan waktu auditor
sedang sibuk bekerja (masa audit) sehingga banyak auditor tidak berada di tempat dan ini
mengakibatkan data yang diperoleh kurang proposional. Penelitian ini hanya menguji beberapa
sikap yang harus dimiliki auditor dalam menjalankan tugasnya, terlebih dalam mendeteksi adanya
kecurangan yang dapat terjadi dalam tugas auditnya. Penelitian ini menggunakan metode analisis
data Partial Least Square (PLS), dimana metode ini hanya dapat menganalisis pengamh atau
korelasi tetapi tidak menyebutkan tingkat kuantitas pengaruh tersebut. PLS juga memi1iki
kelemahan lain, PLS hanya memberikan hasil secara parsial, tidak ada hasil secara simultan.
PENDETEKSIAN KECURANGAN (FRAUD) LAPORAN KEUANGAN OLEH AUDITOR
EKSTERNAL
Tri Ramaraya Koroy
http://puslit2.petra.ac.id/gudangpaper/files/1828.pdf
Tujuan makalah ini adalah mengidentifikasi dan menguraikan permasalahan dalam
pendeteksian kecurangan dalam audit atas laporan keuangan oleh auditor eksternal. Meskipun
pendeteksian kecurangan penting untuk meningkatkan nilai pengauditan, namun terdapat banyak
masalah yang dapat menghalangi implementasi dari pendeteksian yang tepat. Berdasarkan telaah
atas berbagai penelitian yang telah dilakukan, ada terdapat empat faktor penyebab besar yang
diidentifikasikan melalui makalah ini. Pertama, karakteristik terjadinya kecurangan sehingga
menyulitkan proses pendeteksian. Kedua, standar pengauditan belum cukup memadai untuk
menunjang pendeteksian yang sepantasnya. Ketiga, lingkungan kerja audit dapat mengurangi
kualitas audit dan keempat metode dan prosedur audit yang ada tidak cukup efektif untuk
melakukan pendeteksian kecurangan. Berdasarkan permasalahan ini, perbaikan yang perlu
disarankan untuk diterapkan.
Dari uraian permasalahan-permasalahan dalam pendeteksian kecurangan yang dikemukakan
di depan, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut: 1) Pertimbangan atas kecurangan dalam
pelaporan keuangan yang semakin meningkat belakangan ini timbul dari adanya upaya
mempersempit kesenjangan harapan antara pengguna dengan pihak penyedia jasa pengauditan.
Disamping untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat atas profesi akuntan publik dan
mengurangi biaya-biaya litigasi, 2) pendeteksian kecurangan dalam audit laporan keuangan oleh
auditor perlu dilandasi dengan pemahaman atas sifat, frekuensi dan kemampuan pendetek sian oleh
auditor. Sifat terjadinya kecurangan yang melibatkan penyembunyian dan frekuensinya jarang
dihadapi auditor, seharusnya tidak membuat auditor berpuas diri dengan pengauditan yang ada
sekarang. Permasalahan bahwa terdapat keterbatasan auditor dalam pelaksanaan pendeteksian
kecurangan merupakan tantangan yang perlu dihadapi pihak profesi dan akademisi, 3) sejauh ini
standar pengauditan mengenai pendeteksian kecurangan telah terus-menerus diupayakan untuk
memperbaiki praktek pengauditan yang berjalan. Patokan yang selalu diacu adalah efektivitas dari
standar ini dalam mengarahkan keberhasilan pendeteksian kecurangan.
Beberapa standar terdahulu kurang memberikan pedoman dalam memberikan arah
pendeteksian kecurangan. Standar terbaru diharapkan membawa harapan baru dengan mengatasi
kelemahan-kelemahan sebelumnya. Perlu lebih banyak riset-riset empiris yang mendukung validitas
atas efektivitas standar baru ini, seperti disarankan Bedard et al. (2001) dan diperlihatkan oleh riset
Carpenter (2007). Khusus untuk di Indonesia, mengingat kegunaannya, ada baiknya Ikatan Akuntan
Indonesia segera mengadopsi SAS No. 99 untuk menggantikan PSA No. 70 agar praktik
pendeteksian kecurangan yang terbaru dapat diarahkan penerapannya, 4) permasalahan yang
terdapat pada lingkungan pekerjaan audit bila tidak ditangani dengan baik akan berakibat buruk
pada kualitas audit. Adanya tekanan kompetisi, tekanan waktu dan tekanan hubungan dengan klien
demikian juga dapat berdampak pada keberhasilan pendeteksian kecurangan. Pihak KAP perlu
terus-menerus menyadari masalah ini dan konsekuensinya serta menjaga agar tekanan-tekanan
dalam lingkungan ini tidak bertambah buruk.
Hal yang masih banyak dikerjakan ke masa depan adalah mencari dan memperbaiki metode
dan prosedur yang paling tepat dalam melakukan pendeteksian kecurangan. Metode dan prosedur
tradisional tidaklah memadai dalam usaha pendeteksian kecurangan, sehingga riset-riset mendatang
perlu menjawab tantangan ini.
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERTIMBANGAN
AKUNTAN PUBLIK DALAM MENDETEKSI KECURANGAN MANAJEMEN
(Studi Kasus Pada 14 Kantor Akuntan Publik Di Semarang)
Dhiyas Widigjaya
Drs. Anies Chariri, M.Com Ph.D, Akt
http://eprints.undip.ac.id/26524/1/JURNAL.pdf
Penelitian ini menguji faktor-faktor hubungan menjadi pertimbangan audit dalam mendeteksi
penipuan manajemen. Analisisnya didasarkan pada jawaban responden yang diperoleh dari 14
masyarakat kantor akuntan di Semarang.
Dalam penelitian ini, ada 3 hipotesis, yaitu H1: Kondisi klien memiliki berpengaruh positif
terhadap pertimbangan audit dalam mendeteksi manajemen penipuan, H2: Motivasi berpengaruh
positif terhadap pengelolaan pertimbangan audit dalam mendeteksi fraud manajemen, H3: Sikap
manajemen berpengaruh positif terhadap pertimbangan mengaudit untuk mendeteksi manajemen
penipuan.
Hasil menunjukkan bahwa adanya kondisi buruk yang semakin besar klien. Perusahaan akan
menyediakan manajemen deteksi penipuan yang lebih tinggi, motivasi dari manajemen untuk
tindakan penipuan yang tinggi akan meningkatkan deteksi penipuan yang dilakukan oleh
manajemen, dan sikap yang tinggi dari manajemen tentang penipuan akan meningkatkan deteksi
penipuan yang dibuat oleh manajemen.
Hasil pengujian mendapatkan bahwa kondisi manajemen memiliki pengaruh positif terhadap
kecurangan manajemen. Semakin tinggi kondisi buruk perusahaan klien maka deteksi akan adanya
kecurangan manajemen auditor akan semakin besar. Hasil pengujian mendapatkan bahwa motivasi
manajemen memiliki pengaruh positif terhadap kecurangan manajemen. Semakin besar tingkat
motivasi manajemen maka deteksi akan adanya kecurangan manajemen akan semakin besar. Hasil
pengujian mendapatkan bahwa sikap manajemen memiliki pengaruh positif terhadap kecurangan
manajemen. Semakin besar sikap manajemen mengenai kecurangan maka deteksi akan adanya
kecurangan manajemen akan semakin besar.
PRAKTIK KECURANGAN AKUNTANSI DALAM PERUSAHAAN
Yuniarti Hidayah Suyoso Putra
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=115829&val=5275
Makalah ini menjelaskan penipuan akuntansi di perusahaan. Penelitian sebelumnya
menunjukkan beberapa faktor didorong penipuan akuntansi seperti kesempatan, paparan, aspek
individu, lemahnya pengendalian internal, dan penempatan dan model pengelolaan yang tidak
efektif karyawan. Kekambuhan penipuan akuntansi terjadi baik karena direncanakan dengan baik
dan pelaku dipaksa untuk melakukannya. Namun, metode yang beragam dapat dilakukan untuk
mendeteksi dan mencegah penipuan akuntansi dan didukung oleh komitmen moral yang tinggi dan
penegakan hukum.
Praktik kecurangan akuntansi dalam perusahaan hanya bisa dicegah dan dibasmi apabila ada
komitmen tinggi untuk tidak melakukan berbagai bentuk kecurangan dari masing-masing
individu pelaku, manajemen maupun pihak lain yang terlibat. Krisis moral pada saat ini memang
menjadi masalah utama dan berbagai cara memang bisa ditempuh untuk mendeteksi dan mencegah
kecurangan termasuk dengan mengefektifkan pengendalian internal, penegakan hukum,
melaksanakan good governance, tetapi jika moral tidak berubah dan sikap komitmen yang tinggi
terhadap pemberantasan segala praktik kecurangan tidak terlaksana maka semua langkah
pemberantasan yang ditempuh tidak akan berguna.
Ke depan penelitian dan publikasi terkait dengan praktik-praktik kecurangan yang terjadi
sangat perlu terus dilakukan dengan metode yang tepat termasuk metode-metode dalam
mendeteksi dan mencegah kecurangan, sehingga mampu memberikan informasi yang adil dan
dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat luas, menunjukkan komitmen yang tinggi dari
para akademisi maupun praktisi, yang pada akhirnya dapat mendorong pemerintah melakukan
penegakan hukum yang adil sehingga memberikan efek jera kepada pelaku kecurangan.
PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN PENGENDALIAN INTERNAL
TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI: STUDI
EKSPERIMEN PADA KONTEKS PEMERINTAHAN DAERAH
Novita Puspasari
Eko Suwardi
http://asp.trunojoyo.ac.id/wp-content/uploads/2014/03/102-SIPE-38.pdf
Paper ini bertujuan untuk menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian internal
terhadap kecenderungan individu untuk melakukan kecurangan akuntansi di sektor pemerintahan.
Moralitas individu dan pengendalian internal dihipotesiskan saling berinteraksi dalam
mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi. Individu yang memiliki level moral tinggi
dihipotesiskan tidak akan melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi ada dan tidak ada elemen
pengendalian internal. Individu yang memiliki level moral rendah dihipotesiskan akan melakukan
kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Untuk menguji hal
tersebut dilakukan eksperimen faktorial 2x2 dengan melibatkan 57 mahasiswa pascasarjana
Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terdapat interaksi antara moralitas individu dan pengendalian internal. Kondisi elemen pengendalian
internal tidak mempengaruhi individu dengan level moral tinggi untuk cenderung tidak melakukan
kecurangan akuntansi. Sedangkan individu dengan level moral rendah cenderung melakukan
kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membandingkan kecenderungan melakukan
kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan level
penalaran moral tinggi dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat
elemen dan pengendalian internal. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat interaksi
antara level moral individu dengan pengendalian internal. Artinya perubahan pada satu level faktor
level moral atau pada kondisi pengendalian internal, akan menyebabkan perubahan individu dalam
melakukan kecurangan akuntansi. Hal ini dapat terlihat dari hipotesis pertama.
Hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan bahwa individu yang memiliki level penalaran
moral tinggi cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi baik dalam kondisi terdapat elemen
pengendalian internal maupun dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal di
organisasi. Hasil dari pengujian hipotesis kedua menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang
signifikan pada individu dengan level penalaran moral tinggi untuk tidak melakukan kecurangan
akuntansi, baik dalam kondisi ada maupun tidak ada elemen pengendalian internal di organisasi.
Elemen pengendalian internal dapat menjadi alat yang mampu mengurangi kecenderungan
melakukan kecurangan akuntansi bagi individu dengan level penalaran moral rendah. Hasil
pengujian hipotesis ketiga dan keempat membuktikan bahwa dalam kondisi terdapat elemen
pengendalian internal, individu yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung tidak
melakukan kecurangan akuntansi. Sebaliknya dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian
internal, individu dengan level penalaran moral rendah akan cenderung melakukan kecurangan
akuntansi.
Ada dua implikasi penting dari penelitian ini. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
memasukkan variabel-variabel yang terkait demografis responden (gender, posisi di organisasi,
pengalaman bekerja, usia, dan pendidikan) untuk melihat pengaruh variabel-variabel tersebut
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian selanjutnya juga disarankan untuk lebih
fokus pada desain eksperimen yang lebih sempurna agar lebih dapat menggambarkan kondisi yang
lebih nyata.Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya terkait semua
informasi yang menggambarkan elemen pengendalian internal organisasi kemungkinan tidak
tersedia di dalam skenario yang diberikan karena elemen pengendalian internal di sektor
pemerintahan di dunia nyata lebih kompleks. Partisipan dalam penelitian ini adalah mahasiswa S-2
Program Magister Ekonomika Pembangunan Universitas Gadjah Mada, harus berhati-hati untuk
menggeneralisir hasil penelitian ini untuk situasi lainnya karena hasilnya belum tentu sama pada
partisipan lain.
INTEGRITY, UNETHICAL BEHAVIOR, AND TENDENCY OF FRAUD
Gugus Irianto, dkk
http://www.stiesia.ac.id/jurnal/index.php/journal/list_journal/2/1/E2012162
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh integritas, dan sistem
kompensasi terhadap perilaku tidak etis, dan pengaruh perilaku tidak etis terhadap kecenderungan
kecurangan keuangan. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah staf bagian keuangan,
dan pengadaan barang dari suatu lembaga pendidikan tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
integritas tidak berpengaruh pada perilaku tidak etis, sementara sistem kompensasi memiliki
pengaruh terhadap perilaku tidak etis. Hasil lain menunjukkan bahwa lingkungan yang beretika
dapat mendorong keputusan yang dilandasi oleh prinsip-prinsip etika daripada keputusan yang
didasarkan pada kepentingan pribadi; atau dengan kata lain tendency kecurangan keuangan dapat
dikurangi manakala berada dalam lingkungan yang beretika. Hasil penelitian ini selanjutnya dapat
diartikan bahwa sistem yang baik, integritas, dan lingkungan yang beretika adalah faktor penentu
perilaku etis seseorang.
FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERILAKU TIDAK ETIS DAN
KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI SERTA AKIBATNYA TERHADAP
KINERJA ORGANISASI
Siti Thoyibatun
http://www.stiesia.ac.id/jurnal/index.php/journal/list_journal/2/1/E2012162
Kecenderungan kecurangan akuntansi (KKA) ditandai dengan adanya tindakan dan kebijakan
menghilangkan atau penyembunyian informasi yang sebenarnya untuk tujuan manipulasi. Anehnya,
KKA kadang malah dipilih karena menjanjikan keuntungan yang lebih besar bagi dirinya sendiri,
namun beberapa pihak tidak menyetujui KKA. Penelitian ini dilaksakan di Perguruan Tinggi
Negeri se Jawa Timur yang berada di bawah naungan Depatemen Pendidikan Nasional dan
Depatemen Agama dengan desain penelitian survey dan kuesioner sebagai instrumen. Penelitian ini
berfokus pada studi keperilakuan dengan unit analisis pejabat dan semua staf yang mendapat
delegasi wewenang sebagai pengguna anggaran, penyelenggara akuntansi, dan pembuat laporan
akuntabilitas di PTN. Dari 360 buah kuesioner yang dikirim ada 146 yang kembali, ini berarti
bahwa tingkat respon mencapai 40,56%. Mereka dari 19 Perguruan Tinggi Negeri. 130 kuesioner
yang diterima dinyatakan memenuhi syarat sebanyak 130 dan dianalisis dengan teknik regresi, 16
kuesioner yang terisi tidak dianalisis karena tidak lengkap pegisiannya. Hasil studi menunjukkan
bahwa 1) kesesuaian sistem pengendalian intern, sistem kompensasi, dan ketataan aturan akuntansi
berpengaruh terhadap perilaku tidak etis, 2) kesesuaian sistem pengendalian intern, sistem
kompensasi, ketataan aturan akuntansi, dan perilaku tidak etis berpengaruh terhadap KKA, 3) KKA
tidak berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja. Sistem kompensasi dan ketaatan aturan akuntansi
merupakan faktor yang efektif untuk mengendalikan perilaku tidak etis dan KKA. Hasil studi ini
memberikan saran bahwa 1) sistem pengendalian intern yang diterapkan hendaknya
mempertimbangakn kebermanfaatannya untuk mengendalikan keamanan aset dan informasi
organisasi, 2) sebaiknya dipertimbangkan masalah pelanggaran etis yang pernah dilakukan
karyawan sebagai dasar dalam penentuan tugas yang pada akhirnya nanti akan dijadikan sebagai
pertimbangan dalam menentukan honorarium.
KKA dipengaruhi kejadiannya oleh faktor kesesuaian SPI, sistem kompensasi, ketaatan
terhadap aturan, dan perilaku tidak etis. Dari keempat faktor tersebut ketaatan terhadap aturan dan
perilaku tidak etis merupakan faktor yang berpengaruh positif. Kesesuaian SPI dan sistem
kompensasi merupakan faktor yang berpengaruh negatif terhadap KKA. Perilaku tidak etis sebagai
salah satu faktor kuat yang berpengaruh terhadap semakin naiknya KKA dipengaruhi kejadiannya
oleh faktor kesesuaian SPI, sistem kompensasi, dan ketaatan terhadap aturan akuntansi. KKA
berpengaruh terhadap akuntabilitas kinerja tidak terbukti dalam penelitian ini. Kemungkinan hal ini
disebabkan bahwa akuntabilitas yang dijaring belum menggambarkan akuntabilitas yang
sebenarnya, sebab akuntabilitas diukur hanya berdasar hal-hal yang berhubungan dengan uang saja.
Pengukuran untuk semua variabel unobsevable didasarkan atas indikator pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan di perusahaan yang memiliki tujuan utama mencari laba, sedangkan
penelitian ini dilakukan pada lembaga pendidikan milik negara yang tidak memiliki prioritas pada
tujuan mencari laba. Ketepatan indikator yang dipilih lebih didasarkan pada pertimbangan apakah
indikator merupakan unsur pembentuk variabel secara tepat ataukah tidak. Mengingat ada
perbedaan tujuan tersebut, pemilihan indikator sebaiknya juga didasarkan hasil studi di lapangan
yang ditujukan untuk menguji ketepatan tiap indikator.
PENGARUH MODIFIED AUDIT OPINION TERHADAP BORROWING CASH FLOW
DAN INVESTMENT CASH FLOW
Puspita Hardina Cahyaningrum
Fitriany
Penelitian ini bertujuan untuk melihat konsekuensi ekonomis dari modified audit opinion
yang diperoleh perusahaan terhadap tingkat borrowing cash flow dan pengeluaran investasi
perusahaan tersebut. Modified audit opinion dalam penelitian ini dibagi menjadi empat opini, yaitu
wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kurang konsistennya penggunaan
prinsip akuntansi, going concern, dan terlibatnya auditor lain serta opini disclaimer. Sampel
penelitian ini adalah 132 perusahaan publik selain institusi keuangan yang tercatat di BEI dengan
periode observasi dari tahun 2008 sampai 2010.
Hasil penelitian ini yakni modified audit opinion yang diperoleh perusahaan tidak terbukti
mempengaruhi kemampuan perusahaan mendapatkan pinjaman. Hal ini berarti opini audit tidak
mempengaruhi keputusan kreditor untuk memberikan pinjaman. Namun, dari semua jenis modified
audit opinion, hanya opini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai going
concern yang mempengaruhi keputusan kreditor dalam memberikan pinjaman secara negatif. Hal
ini berarti perusahaan yang mendapatkanopini wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan
mengenai going concern akan memperoleh pinjaman yang lebih sedikit dibandingkan dengan
perusahaan yang mendapatkan opini lainnya.
Perusahaan yang mendapatkan modified audit opinion terbukti menggunakan lebih banyak
kas internal (operating cash flow) untuk membiayai pembelian aset dibandingkan dengan
perusahaan yang mendapatkan opini wajar tanpa pengecualianbentuk baku. Modified audit opinion
tersebut adalah wajar tanpa pengecualian dengan paragraf penjelasan mengenai kurang
konsistennya penggunaan prinsip akuntansi dan going concern.Hal ini menandakan bahwa
perusahaan yang mendapatkan modified audit opinion, khususnya opini wajar tanpa pengecualian
dengan paragraf penjelasan mengenai kurang konsistennya penggunaan prinsip akuntansi dan
going concern, menghadapi financial constraint dan efek informasi asimetri lebih besar
dibandingkan dengan efek soft budget.
Pertumbuhan penjualan terbukti mempengaruhi pengeluaran investasi dan borrowing cash
flow secara positif dan signifikan. Hal ini diduga karena perusahaan terlihat semakin bertumbuh
sehingga kreditor percaya bahwa perusahaan dapat membayar pokok utang beserta bunganya di
masa depan. Ukuran perusahaan tidak terbukti mempengaruhi pengeluaran investasi untuk model
1b. Namun, hasil ini tidak konsisten untuk model 2b yang menunjukkan bahwa ukuran perusahaan
terbukti mempengaruhi pengeluaran investasi secara negatif dan signifikan. Ukuran perusahaan
terbukti berpengaruh positif dan signifikan terhadap borrowing cash flow perusahaan. Perusahaan
yang memiliki total aset yang besar akan cenderung mendapatkan pinjaman lebih besar karena
mereka memiliki aset yang besar yang dapat digunakan sebagai jaminan bagi kreditor.
Profitabilitas tidak terbukti berpengaruh signifikan terhadap borrowing cash flow. Hal ini
diduga karena kredior dalam mengevaluasi calon peminjam, mereka menilai kemampuan untuk
membayar obligasi di masa depan dengan mengestimasi distribusi probabilitas arus kas masa depan
yang tersedia dan jaminan. Leverage memberikan cukup bukti bahwa perusahaan di Indonesia yang
memiliki leverage besar akan mendapatkan kas pinjaman yang lebih besar dibandingkan dengan
yang memiliki leverage kecil. Hal ini diduga karena rasio leverage yang tinggi menunjukkan sifat
agresif perusahaan dalam menggunakan pembiayaan dengan utang dan kreditor berekspektasi
perusahaan mampu menghasilkan keuntungan di masa depan darihasil penggunaan utang untuk
pertumbuhan perusahaan. Pengeluaran investasi terbukti berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap borrowing cash flow. Hal ini diduga karena perusahaan menggunakan kas internal untuk
belanja aset dan menunjukkan bahwa tidak mudah mendapatkan pinjaman dari bank dan perusahaan
finansial lainnya yang digunakan untuk membeli aset, khususnya aset tidak lancar.
Adapun beberapa keterbatasan dalam penelitian ini menyangkut beberapa hal. Pertama,
jangka waktu penelitian yang hanya mengambil periode observasi selama 3 tahun karena
keterbatasan waktu penelitian. Disarankan kepada penelitian selanjutnya untuk menambah jangka
waktu penelitian agar semakin banyak data perusahaan yang dapat dijadikan sampel sehingga data
semakin valid. Kedua, sampel diambil dari jenis-jenis industri yang menghasilkan produk yang
berbeda sehingga mungkin menimbulkan perbedaan risiko industri yang dipertimbangkan oleh
kreditor dalam memberikan pinjaman. Ketiga, pada penelitian sebelumnya, digunakan variabel
koneksi politik yang diwakili oleh kepemilikan pemerintah yang mewakili efek soft budget. Dalam
penelitian ini, sampel yang digunakan hanya lah perusahaan yang memiliki kepemilikan saham
terbesarnya sebesar 50% (memiliki controlling shareholder) untuk mewakili efek soft budget
sehingga kurang menjelaskan efek soft budget itu sendiri. Disarankan kepada penelitian
selanjutnya jika ingin menggunakan variabel koneksi politik sebagai cerminan dari soft budget
view, maka perlu dilakukan penelitian terlebih dahulu terkait keberadaan hubungan politik pada
perusahaan publik di Indonesia agar penelitian semakin valid.
ROTASI DAN KUALITAS AUDIT: EVALUASI ATAS KEBIJAKAN MENTERI
KEUANGAN KMK NO. 423/KMK.6/2002 TENTANG JASA AKUNTAN PUBLIK
Sylvia Veronica Siregar
Fitriany
Arie Wibowo
Viska Anggraita
Penelitian ini bermaksud untuk meneliti efektivitas KMK Nomor 423/KMK.06/2002 tentang
Jasa Akuntan Publik tanggal 30 September 2002 yang mengatur rotasi AP dan KAP dilihat dari
pengaruh rotasi tersebut dan juga jangka waktu penugasan auditor terhadap kualitas audit. Selain itu
akan dilakukan analisis dengan membandingkan pengaruh rotasi KAP dan AP terhadap kualitas
audit sebelum dan sesudah diterapkannya KMK Nomor 423/KMK.06/2002 untuk menilai efektiftas
dari KMK tersebut. Kualitas laba yang merupakan ukuran kualitas audit akan diukur menggunakan
manajemen laba (yaitu nilai absolut akrual diskresioner yang terkandung dalam laba perusahaan).
Semakin besar manajemen laba, maka semakin rendah kualitas audit. Ukuran kualitas audit
menggunakan manajemen laba (akrual diskresioner) ini sudah dipergunakan oleh beberapa
penelitian sebelumnya, baik di luar negeri (Johnson et al. 2002; Chen et al., 2004) maupun di
Indonesia (Fitriany 2010; Siregar et al. 2011).
Penelitian ini memberikan kontribusi terhadap penelitian mengenai rotasi dan jangka waktu
audit, dengan menguji adanya hubungan non linier antara jangka waktu audit dan kualitas audit.
Berdasarkan telaah literatur yang dilakukan, belum banyak penelitian yang meneliti hubungan non
linier antara jangka waktu audit dan kualitas audit dengan menggunakan pendekatan kuadratik,
seperti yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai
hubungan non linier tersebut biasanya menggunakan pendekatan piecewise regression. Seperti
yang dilakukan Johnson et al. (2002) yang meneliti hubungan jangka waktu audit dengan akrual
diskresioner, dengan membagi jangka waktu audit menjadi jangka pendek (2-3 tahun), jangka
menengah (4-8 tahun), dan jangka panjang (lebih dari 9 tahun). Davis et al. (2005) membagi jangka
waktu audit menjadi jangka pendek (< 3 tahun) dan jangka panjang (> 15 tahun).
ANALISIS PENGARUH KUALITAS AUDIT, DEBT DEFAULT DAN OPINION
SHOPPING TERHADAP PENERIMAAN OPINI GOING CONCERN
Mirna Dyah Praptitorini
Indira Januarti
Dalam penelitian ini hanya variabel debt default yang terbukti berpengaruh positif terhadap
penerimaan opini audit going concern. Sedangkan variabel kualitas audit yang diproksi dengan
auditor industry specialization dan opinion shopping tidak berpengaruh terhadap penerimaan opini
audit going concern. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini dipilih secara purposive
sampling, sehingga sampel yang digunakan dalam penelitian ini merupakan representasi dari
populasi sampel yang ada serta sesuai dengan tujuan dari penelitian. Berdasarkan kriteria sampel
yang telah ditetapkan maka diperoleh sebanyak 348 auditee sektor manufaktur. Sampel yang
dikelompokkan ke dalam dua kelompok berdasarkan atas jenis opini audit yang diterimanya, yaitu
kelompok auditee dengan opini audit going concern (GCAO) dan auditee dengan opini audit non
going concern (NGCAO) selama tahun pengamatan.
Keterbatasan yang dihadapi dalam penelitian ini hanya menggunakan tiga variabel, yaitu satu
variabel keuangan (debt default) dan dua variabel non keuangan (kualitas audit dan opinion
shopping) dengan R square yang masih kecil 43% dan 57,5%. Periode pengamatan hanya enam
tahun, sehingga belum cukup lama untuk menentukan tren penerbitan opini going concern oleh
auditor dalam jangka panjang. Penentuan batasan akan masa krisis moneter dengan kondisi normal
yang tidak jelas.
Saran yang dapat diberikan yaitu menambah variabel lain, seperti strategi action perusahaan,
memperpanjang rentang waktu penelitian, dan meneliti tentang praktik opinion shopping di
Indonesia setelah dikeluarkannya peraturan BAPEPAM No Kep-20/PM/2002 tanggal 12 Nopember
2002 serta SK Menteri Keuangan No. 423/KMK-06/2002 yang berisi pembatasan hubungan audite
dan auditor selama jangka waktu tertentu untuk membuktikan tingkat kepatuhan audite.
PERANAN ETIKA, PEMERIKSAAN, DAN DENDA PAJAK UNTUK MENINGKATKAN
KEPATUHAN WAJIB PAJAK ORANG PRIBADI
Nur Cahyonowati
Dwi Ratmono
Faisal
Penelitian ini betujuan menguji determinan kepatuhan wajib pajak Indonesia seperti variabel
pemeriksaan pajak, denda pajak, dan etika. Penelitian ini mengajukan hipotesis bahwa kepatuhan
pajak tidak hanya dipengaruhi deterrence factors seperti pemeriksaan dan denda pajak namun juga
aspek keperilakuan wajib pajak yaitu tingkat etika mereka. Dihipotesiskan bahwa pengaruh
pemeriksaan dan denda terhadap kepatuhan pajak tergantung pada standar etika wajib pajak orang
pribadi. Penelitian ini menggunakan desain eskperimen 2x2 between subjects untuk menguji
hipotesis. Partisipan dari penelitian eksperimental adalah 40 wajib pajak di Kota Semarang. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa terdapat sebuah interaksi antara variabel denda pajak dan etika
dalam mempengaruhi kepatuhan pajak. Namun, tidak terdapat bukti empiris adanya interaksi antara
pemeriksaan pajak dan etika dalam mempengaruhi kepatuhan pajak. Penelitian ini menggunakan
desain eksperimen untuk meningkatkan validitas internal dan obyektivitas data.
Hasil eksperimen menunjukkan hipotesis 1 yang menyatakan bahwa pengaruh pemeriksaan
pajak terhadap kepatuhan pajak tergantung pada standar etika wajib pajak orang pribadi, tidak
didukung oleh bukti empiris penelitian ini. Interpretasi terhadap hasil ini adalah sebagai berikut.
Hasil pengujian menunjukkan bahwa main effect variabel etika signifkan, sedangkan interaction
effect antara variabel pemeriksaan dan etika tidak signifkan terhadap kepatuhan.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat etika saja sudah cukup memengaruhi tingkat kepatuhan
wajib pajak orang pribadi. Wajib pajak yang telah mempunyai tingkat etika yang tinggi tidak perlu
diancam akan diaudit agar mereka patuh. Temuan ini sesuai dengan teori tahapan penalaran moral
dari Kohlberg (1969) bahwa seseorang yang telah berada tahap post conventional akan berperilaku
patuh karena ia sadar bahwa perilaku tersebut memang seharusnya ia lakukan. Kepatuhan tersebut
bukan karena ketakukan akan ancaman diperiksa. Kepatuhan tersebut berasal dari kesadaran
pribadi, bukan karena ancaman hukuman seperti pada tahap pre-conventional.
Hipotesis 2 yang menyebutkan bahwa pengaruh denda pajak terhadap kepatuhan pajak
tergantung pada standar etika wajib pajak orang pribadi didukung oleh bukti empiris pada tingkat
signifkansi 10%. Hasil analisis tambahan juga menunjukkan interaksi pemeriksaan dan denda pajak
tidak berpengaruh signifkan terhadap kepatuhan pajak. Hasil ini menunjukkan dukungan terhadap
argumen bahwa determinan utama kepatuhan pajak adalah standar etika wajib pajak pribadi.
Variabel pemeriksaan dan denda pajak beserta interaksinya tidak cukup untuk meningkatkan
kepatuhan pajak. Sesuai dengan teori moral reasoning (Kohlberg 1969), wajib pajak dengan
standar etika tinggi secara intrinsik akan memiliki kepatuhan yang tinggi tanpa harus diancam
dengan denda dan pemeriksaan pajak.
Hasil penelitian ini menun-jukkan bahwa faktor terpenting untuk upaya peningkatan
kepatuhan pajak sukarela (voluntary tax compliance) adalah peningkatan etika dan moral wajib
pajak. Rekomendasi ini juga didukung oleh hasil empiris pengujian setiap variabel. Hasil
eksperimen menunjukkan hanya variabel etika yang berperan signifkan dalam meningkatkan
kepatuhan pajak. Variabel denda pajak berpengaruh signifkan terhadap kepatuhan pajak jika wajib
pajak mempunyai standar etika rendah.
Penelitian ini terbatas pada wajib pajak yang menerima penghasilan hanya dari satu pemberi
kerja, meskipun pada awalnya penelitian ini dirancang untuk mengetahui kepatuhan wajib pajak
pribadi terhadap peraturan pajak penghasilan secara umum. Hal ini karena wajib pajak pribadi yang
memiliki usaha tidak bersedia dan relatif sulit untuk dijadikan subjek penelitian. Hasil penelitian ini
mungkin hanya bisa berlaku untuk setting eksperimen wajib pajak PPh Pasal 21.
Penelitian mendatang sebaiknya dapat menggunakan wajib pajak pribadi yang juga pemilik
usaha sebagai subjek penelitian. Material eskperimen sebaiknya juga dirancang untuk mengetahui
kepatuhan pajak terhadap pajak penghasilan jenis tertentu.
PENGARUH UKURAN KAP DAN AUDITOR TENURE TERHADAP
VALUE RELEVANCE DARI NILAI WAJAR
Taufk Hidayat
Penelitian ini bertujuan untuk menguji relevansi nilai atas nilai wajar dan apakah relevansi
nilai atas nilai wajar yang diukur dengan kuotasi pasar aktif lebih tinggi dibandingkan yang diukur
dengan teknik penilaian. Penelitian ini juga menguji apakah relevansi nilai atas nilai wajar yang
diukur dengan teknik penilaian dapat meningkat jika tenure auditor lebih panjang atau laporan
keuangan diaudit oleh KAP Big Four. Pengujian dilakukan dengan data panel berdasarkan model
Ohlson (1995). Menggunakan sampel 147 perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia pada
tahun 2008-2011, menghasilkan kesimpulan umum bahwa nilai wajar memiliki relevansi nilai,
dimana relevansi nilai atas nilai wajar yang diukur dengan kuotasi pasar aktif lebih tinggi
dibandingkan yang diukur dengan teknik penilaian. Relevansi nilai atas nilai wajar yang diukur
dengan teknik penilaian akan meningkat ketika tenure KAP lebih panjang atau laporan keuangan
diaudit oleh KAP Big Four.
IMPLEMENTASI KINERJA KEUANGAN TERHADAP NILAI SPIRITUALITAS
PRIBADI
Whedy Prasetyo
Penelitian ini berangkat dari ide pemikiran pertanyaan diri, yaitu bisakah hasil keuangan
dalam bisnis mempengaruhi “sikap jujur” dan “kesuksesan” dalam bisnis?. Pertanyaan yang
didasarkan padatimbulnya kebohongan skandal bisnis yang telah meruntuhkan perusahaan
terkemuka yaitu Enron, Worldcom, Global Crossing, HIH, dan Tyco (Imung, 2002). Lebih lanjut
fenomena penyalahgunaan melalui kebohongan atas penyajian informasi laporan keuangan pada
Bank Lippo, PT Citra Marga Nusapala, Bank Duta, PT Kimia Farma Tbk, PT Telkom, PT
Merck, Xerox (Arrozi, 2009) dan Lehman Brother (Mc Donald dan Robinson, 2010:12), dan
kasus rekayasa laporan keuangan 2010 PT Asuransi Kredit Indonesia (Persero) atau Askrindo.
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, menunjukkan kinerja keuangan dengan
indikator Operating Ratio (OR) memenuhi syarat sebagai nilai OR yang baik. Namun atas
pengungkapan GCG, menunjukkan bahwa rata-rata GCG pada 15 perusahaan sampel penelitian
tergolong ke dalam level menengah dengan predikat “terpercaya” artinya, perusahaan belum
menerapkan secara efektif dan efisien. Penerapan CSR juga menunjukkan, bahwa rata-rata
perusahaan mengungkapkan kurang dari setengah yaitu 6 item dari total 15 item CSR yang
ditetapkan, menunjukkan bahwa perusahaan belum memberikan perhatian yang optimal dalam
pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunannya yang mempengaruhi nilai spiritualitas
pribadi dalam menjalankan akuntabilitas, value for money, kejujuran dalam mengelola keuangan,
transparansi, pengendalian, dan bebas konflik kepentingan (independence).
Dengan menggunakan Spiritualitas Value sebagai proksi dari nilai spiritualitas pribadi,
menunjukkan nilai spiritualitas lebih besar dari 1 sebagai syarat dari nilai spiritualitas yang
baik, sehingga perusahaan mampu memberikan kepercayaan perolehan pendapatan dari
produksinya dengan tingkat kepercayaan yang sesuai harga Perolehan aktivanya, serta
mengindikasikan perusahaan memiliki prospek pertumbuhan yang baikdan memiliki
kemampulabaan dan Market value yang menarik, sehingga direspon baik oleh pasar. Kinerja
keuangan dalam hal ini OR berpengaruh signifikan terhadap nilai spiritualitas pribadi. Hasil uji
t regresi berganda Moderated Regression Analysis (MRA) untuk variabel GCG diperoleh hasil,
bahwa GCG mampu memoderasi hubungan kinerja keuangan dengan nilai spiritualitas pribadi.
Namun untuk variabel pengungkapan CSR diperoleh hasil tidak mampu memoderasi hubungan
kinerja keuangan dengan nilaispiritualitas pribadi.
Implikasi hasil penelitian ini, menunjukkan bahwa skor GCG perception index yang
relatif terpercaya meskipun belum optimal, sehingga perlu kesesuaian pelaksanaan pada
perusahaan-perusahaan, namun mampu me- moderasi hubungan antara kinerja keuangan dengan
nilai spiritualitas pribadi. Hasil penelitian ini dapat memotivasi perusahaan untuk meningkatkan
praktik kinerja yang optimal, sehingga akan meningkatkan kinerja perusahaan dan respon positif
pasar. Implikasi bagi investor, bahwa informasi di luar laporan keuangan (yang memuat kinerja
keuangan), antara lain informasi mengenai praktik kinerja dapat di jadikan sebagai informasi
tambahan dalam pengambilan keputusan berinvestasi, sehingga dapat meminimalkan risiko
yang akan terjadi. Selanjutnya bagi pemerintah, bahwa kesadaran perusahaan untuk
mengungkapkan tanggung jawab sosialnya dalam laporan tahunan akan berdampak pada nilai
spiritualitas pribadi, sebagaimana yang telah diuraikan dalam fenomena penelitian. Oleh karena
itu, rendahnya skor CSR dapat mendorong pemerintah untuk mewajibkan pengungkapan
tanggung jawab sosial dalam laporan tahunan untuk menjaga kelangsungan perusahaan dan
respon positif investor.
PENGARUH KEEFEKTIFAN PENGENDALIAN INTERNAL DAN KEPUASAN KERJA
TERHADAP KECENDERUNGAN KECURANGAN AKUNTANSI PADA DINAS
PENDAPATAN PENGELOLAAN KEUANGAN ASET DAERAH ISTIMEWA
YOGYAKARTA
Ananda Aprishella Parasmita Ayu Putri
Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal dan Kepuasan Kerja terhadap Kecenderungan
Kecurangan Akuntansi pada Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Istimewa
Yogyakarta. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui: (1) Pengaruh Keefektifan Pengendalian
Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada DPKKA Daerah Istimewa
Yogykarta. (2) Pengaruh Kepuasan Kerja terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada
DPKKA Daerah Istimewa Yogykarta. (3) Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal dan
Kepuasan Kerja terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada DPKKA Daerah Istimewa
Yogyakarta. Populasi pada penelitian ini adalah 78 pegawai yang ada pada DPPKA Daerah
Istimewa Yogyakarta yang masih aktif bekerja. Kuesioner diuji validitas dan reliabilitasnya
sebelum dilakukan pengumpulan data penelitian. Uji prasyarat analisis yang meliputi uji instrumen
dan uji asumsi klasik yang meliputi uji normalitas, uji multikolonieritas, uji heteroskedastisitas dan
uji linearitas. Metode analisis data yang digunakan adalah analisis regresi sederhana dan analisis
regresi berganda. Hasil dari penelitian ini adalah: (1) Terdapat pengaruh negatif dan signifikan
antara Keefektifan Pengendalian Internal terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada
DPKKA Daerah Istimewa Yogykarta, hal ini ditunjukkan oleh nilai thitung variabel Keefektifan
Pengendalian Internal sebesar 2,985 > dari nilai ttabel 1,665 dan nilai signifikansi pada tabel
sebesar 0,004 (di bawah 0,05). (2) Terdapat pengaruh negatif dan signifikan antara Kepuasan Kerja
terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi pada DPKKA Daerah Istimewa Yogykarta, hal ini
ditunjukkan oleh nilai thitung variabel Kepuasan Kerja sebesar 3,129 > dari nilai ttabel 1,665 dan
nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,002 (di bawah 0,05). (3) Terdapat negatif dan signifikan
antara Keefektifan Pengendalian Internal dan Kepuasan Kerja terhadap Kecenderungan Kecurangan
Akuntansi pada DPKKA Daerah Istimewa Yogykarta, hal ini ditunjukkan oleh nilai Fhitung sebesar
16,245 > nilai Ftabel sebesar 3,12 dan nilai signifikansi pada tabel sebesar 0,000 (di bawah 0,05).
PENGARUH KEADILAN ORGANISASI DAN SISTEM PENGENDALIAN INTERN
TERHADAP KECURANGAN
(Studi Empiris pada Kantor Cabang Utama Bank Pemerintah di Kota Padang)
Lisa Amelia Herman
Penelitian ini bertujuan untuk menguji: 1) Pengaruh keadilan organisasi terhadap kecurangan,
dan 2) Pengaruh sistem pengendalian intern terhadap kecurangan. Penelitian ini digolongkan pada
penelitian yang bersifat kausatif. Populasi dalam penelitian ini adalah kantor cabang bank
pemerintah di Kota Padang. Pemilihan sampel dengan menggunakan teknik simple random
sampling. Responden dihitung dengan menggunakan rumus slovin. Data yang digunakan dalam
penelitian ini berupa data primer. Teknik pengumpulan data dengan teknik survei, yaitu dengan
menyebarkan kuesioner kepada karyawan/i yang bekerja pada kantor cabang utama bank
pemerintah di Kota Padang. Metode analisis yang digunakan adalah analisis regresi berganda.
Hasil penelitian membuktikan bahwa: 1) Keadilan organisasi berpengaruh signifikan negative
terhadap kecurangan, dan 2) Sistem pengendalian intern berpengaruh signifikan negatif terhadap
kecurangan. Dalam penelitian ini disarankan: 1) Untuk peneliti berikutnya yang tertarik meneliti
judul yang sama sebaiknya menambahkan variabel lain, karena dari model penelitian yang
digunakan, diketahui bahwa variabel penelitian yang digunakan hanya dapat menjelaskan sebesar
22%. 2) Bagi kantor cabang utama bank pemerintah di Kota Padang disarankan untuk lebih
meningkatkan keadilan dan sistem pengendalian intern dalam perusahaan agar dapat mencegah
terjadinya tindak kecurangan. Selain itu, sistem pengendalian intern harus diberlakukan untuk
semua sumber daya manusia yang ada di perusahaan.
SKEPTISME PROFESIONAL AUDITOR DALAM MENDETEKSI KECURANGAN
Suzy Noviyanti
http://journal.ui.ac.id/index.php/jaki/article/viewFile/2886/2266
Profesional skeptisisme adalah sikap yang mencakup pikiran pertanyaan dan penilaian kritis
bukti audit. Auditor harus mempertahankan tingkat tertentu skeptisisme profesional dalam
mendeteksi kecurangan laporan keuangan sejak pelaku menyembunyikan penyimpangan yang
dihasilkan. Dua percobaan dilakukan. Pertama, 3x3 sebuah antara subjek desain eksperimen
dilakukan untuk mengetahui bagaimana risiko penipuan. Penilaian mempengaruhi tingkat
skeptisisme profesional pada berbagai tingkat kepercayaan dalam hubungan auditor-klien. Peserta
secara acak ditugaskan untuk salah satu dari Sembilan kondisi. Kedua, dalam waktu desain
eksperimen subjek dilakukan untuk menguji pengaruh tipe kepribadian un skeptisisme profesional.
Sebanyak 118 junior, senior yang dan auditor pengawas dari Kantor Akuntan Publik berpartisipasi
dalam percobaan.
Hasil Analisis of Variance (ANOVA) menunjukkan bahwa auditor dengan identifikasi
kepercayaan berbasis pada kelompok penilaian risiko fraud tinggi lebih skeptis daripada
dikelompok penilaian risiko fraud yang rendah. Sedangkan auditor dengan kepercayaan kalkulus
berbasis menunjukkan tidak ada perbedaan sikap skeptis antara kelompok tinggi dan risiko fraud
rendah Kelompok penilaian. Auditor dengan ST (Sensing-Thinking) dan NT (Intuitive-Thinking)
jenis kepribadian yang lebih skeptis daripada jenis lainnya. Penelitian ini berusaha untuk
menjelaskan teori disonansi kognitif dari Festinger yang terjadi dalam setting auditing yang dapat
mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor. Untuk itu dilakukan pengujian empiris dengan
melihat pengaruh penaksiran risiko kecurangan pada auditor yang memiliki berbagai tingkat
kepercayaan terhadap klien terhadap sikap skeptisme profesional auditor. Selain itu juga diuji
apakah tipe kepribadian auditor akan mempengaruhi sikap skeptismenya.
Terdapat 2 temuan dalam penelitian ini: Pertama, terdapat dukungan data yang signifikan
secara statistik untuk hipotesis 1, yang menyatakan bahwa auditor dengan tingkat kepercayaan
berbasis identifikasi (identification-based trust) jika diberi penaksiran risiko kecurangan yang
tinggi akan menunjukkan skeptisme profesional yang lebih tinggi dalam mendeteksi kecurangan.
Hal ini membuktikan bahwa ketika mengalami disonansi kognitif auditor memilih bersikap sesuai
dengan petunjuk dari atasannya. Oleh karena itu auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan
yang tinggi lebih skeptis dibanding auditor yang tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan
auditor yang diberi penaksiran risiko kecurangan yang rendah. Sedangkan auditor dengan tingkat
kepercayaan berbasis kalkulus (calculus-based trust) meskipun diberi penaksiran risiko kecurangan
yang rendah akan menunjukkan skeptisme profesional yang tidak berbeda dengan auditor yang
tidak diberi penaksiran risiko kecurangan dan dengan auditor yang diberi penaksiran risiko
kecurangan yang tinggi. Dengan kata lain, pada saat auditor tidak mengalami disonansi kognitif,
tinggi rendahnya tingkat penaksiran risiko kecurangan tidak mempengaruhi skeptismenya. Auditor
tetap dapat mempertahankan sikap skeptisnya sesuai dengan norma dan tingkat kepercayaannya
terhadap klien. Kedua, terdapat dukungan data yang signifikan secara statistik untuk hipotesis 2
yang mengatakan bahwa tipe kepribadian mempengaruhi sikap skeptisme profesional auditor. Hasil
temuan dalam penelitian ini bermanfaat dalam memperkaya literatur akuntansi keperilakuan dengan
membuktikan adanya disonansi kognitif dalam setting auditing dan membuktikan adanya pengaruh
karakteristik personal yaitu tipe kepribadian terhadap sikap seseorang. Temuan ini juga memberikan
kontribusi bagi praktisi terutama bagi pimpinan kantor akuntan publik untuk meningkatkan kualitas
audit.
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INDEPENDENSI AKUNTAN PUBLIK
(Studi Empiris: Kantor Akuntan Publik di Jawa Timur)
Merlyana Dwinda Yanthi
Made Sudarma
M. Achsin
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis pengaruh dari kepentingan keuangan
obligasi dan hubungan bisnis dengan klien, kompetisi di antara akuntan publik, ukuran of publik
akuntan dan audit yang fee dari kemerdekaan dari akuntan publik. Penelitian ini yang dilakukan
dalam sebuah akuntan publik di Jawa Timur pada tahun 2012. The metode analisis data terdiri dari
metode statistik deskriptif, uji asumsi klasik (tes untuk normality, uji multikolinieritas, dan
heterokedastisitas uji), pengujian hipotesis, dan multiple metode regresi linear. The Hasil penelitian
menunjukkan bahwa obligasi kepentingan keuangan dan hubungan bisnis dengan klien (X1),
persaingan di antara akuntan publik (X2), dan the audit fee (X4) secara signifikan mempengaruhi
independensi dari akuntan publik. Sementara hanya ukuran variabel dari akuntan publik (X3) yang
tidak secara signifikan mempengaruhi independensi dari akuntan publik. Hal ini dapat disimpulkan
bahwa variabel-variabel bahwa sebagian besar mempengaruhi independensi dari akuntan publik di
Jawa Timur Akuntan Publik diurutan bila dilihat dari koefisien regresi (β) adalah kompetisi di
antara publik akuntan, fee audit, kepentingan-kepentingan keuangan dan hubungan bisnis dengan
klien, dan ukuran dari akuntan publik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari intellectual capital, audit quality,
Penelitian ini menguji faktor-faktor yang memengaruhi independensi akuntan publik di Kantor
Akuntan Publik di Jawa Timur. Adapun faktor-faktor yang diteliti dalam penelitian ini antara lain
ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien, persaingan antar kantor akuntan
publik, ukuran kantor akuntan publik, dan audit fee.
Ikatan kepentingan keuangan dan hubungan usaha dengan klien berpengaruh signifikan
terhadap independensi akuntan publik. Persaingan antar kantor akuntan publik berpengaruh
signifikan terhadap independensi akuntan publik. Ukuran kantor akuntan publik tidak berpengaruh
signifikan terhadap independensi akuntan publik. Dan Audit fee berpengaruh terhadap independensi
akuntan publik
PENGARUH PERAN KOMITE AUDIT, PENGENDALIAN INTERNAL, AUDIT INTERNAL
DAN PELAKSANAAN TATA KELOLA PERUSAHAAN TERHADAP PENCEGAHAN
KECURANGAN
Gusnardi
Kebutuhan untuk tata kelola perusahaan yang baik dalam sepuluh tahun terakhir telah
dibuktikan, terutama setelah kegagalan beberapa perusahaan besar. Di Indonesia, perusahaan yang
baik pemerintahan menjadi lebih penting karena negara ini mengalami multi dimensi Krisis di
pertengahan tahun 1997, di mana semua agen pemerintah dan perusahaan swasta diminta untuk
menerapkan tata kelola perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengeksplorasi
pengaruh peran komite audit, pengendalian internal, audit internal, dan baik penerapan tata kelola
perusahaan secara bersamaan dan sebagian pada pencegahan penipuan atas perusahaan milik
negara. Penelitian ini dilakukan dengan metode sensus lebih dari 13 BUMN publik di Indonesia.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang dikumpulkan oleh kuesioner.
Responden penelitian ini adalah pemeriksaan ketua panitia, direktur keuangan, pemeriksaan ketua
departemen internal dan sekretaris perusahaan. Validitas dan reliabilitas data diuji sebelum
pengujian hipotesis. Analisis data untuk pengujian hipotesis adalah analisis jalur. Penelitian ini
menyimpulkan audit peran komite, pengendalian internal, audit internal, dan implementasi tata
kelola perusahaan yang baik berpengaruh terhadap Penipuan pencegahan yang signifikan
perusahaan milik negara di Indonesia. Dari penelitian ini terungkap bahwa optimal dari peran
komite audit, latihan pengendalian internal, audit internal dan pelaksanaan tata kelola perusahaan
yang baik dapat mencegah terjadinya pencegahan penipuan terhadap perusahaan milik negara di
Indonesia.
Peran Komite Audit, Pengendalian Internal, Audit Internal dan Pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan berpengaruh terhadap Pencegahan Kecurangan, artinya peran yang optimal dari Komite
Audit, penerapan Pengendalian Internal, Audit Internal dan Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan
dapat mencegah terjadinya Kecurangan dalam perusahaan. Secara parsial, variabel Pelaksanaan
Tata Kelola Perusahaan mempunyai pengaruh terbesar terhadap pencegahan Kecurangan. Besarnya
pengaruh Peran Komite Audit, Pengendalian Internal, Audit Internal dan Pelaksanaan Tata Kelola
Perusahaan secara simultan, mengindikasikan bahwa Kecurangan pada BUMN Tbk. di Indonesia
dapat dicegah jika Komite Audit, penerapan Pengendalian Internal, Audit Internal serta
Pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan dapat berperan sesuai yang disyaratkan baik melalui piagam
Komite Audit, piagam Audit Internal, PSA 62 tentang Pengendalian Internal, KepMen BUMN
maupun Bapepam LK dan Bursa Efek Jakarta (BEJ) tentang penerapan Tata Kelola
Perusahaan pada BUMN Tbk. di Indonesia.