Transcript
Page 1: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

REFERAT PATOLOGI ANATOMIBLOK SISTEM NEFROURINARI

“GLOMERULONEFRITIS KRONIK”

Disusun oleh :

Kelompok 2

Imelda Widyasari Situmorang G1A011002

Gilang Rara Amrullah G1A011004

Raditya Bagas Wicaksono G1A011006

Asisten:

Rizka Amalia Fulinda

G1A010105

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAANJURUSAN KEDOKTERAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATANUNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

PURWOKERTO

2013

Page 2: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

2

HALAMAN PENGESAHAN

REFERAT PATOLOGI ANATOMIBLOK SISTEM NEFROURINARI

GLOMERULONEFRITIS KRONIK

Disusun oleh :

Kelompok 2

Imelda Widyasari Situmorang G1A011002

Gilang Rara Amrullah G1A011004

Raditya Bagas Wicaksono G1A011006

Disusun untuk memenuhi persyaratan mengikuti ujian identifikasi

laboratorium Patologi Anatomi blok Sistem Nefrourinari pada Jurusan Kedokteran

Fakultas Kedokteran dan Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Jenderal Soedirman

Purwokerto.

Diterima dan disahkan,

Purwokerto, 26 September 2013

Asisten,

Rizka Amalia Fulinda

G1A010105

Page 3: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

3

I. PENDAHULUAN

Glomerolunefritis kronis adalah suatu kondisi peradangan yg lama dari sel-sel

glomerolus. Kelainan ini dapat terjadi akibat glomerolonefritis akut yg tidak membaik

atau timbul secara spontan (Arif & Kumala Sari, 2011).

Ginjal terbungkus oleh selaput tipis yang disebut kapsula renalis. Lapisan

luar terdapat korteks renalis dan lapisan sebelah dalam disebut medula renalis. Di

dalam ginjal terdapat nefron yang merupakan bagian terkecil dari ginjal. Nefron

terbentuk dari 2 komponen utama yaitu (Salifu, 2012):

1. Glomerulus dan kapsul Bowman’s sebagai tempat air dan larutan difiltrasi

dari darah.

2. Tubulus yaitu tubulus proksimal, ansa henle, tubulus distalis dan tubulus kola-

gentes yang mereabsorpsi material penting dari filtrat yang memungkinkan

bahan-bahan sampah dan material yang tidak dibutuhkan untuk tetap dalam

filtrat dan mengalir ke pelvis renalis sebagai urin.

Kapiler glomerulus secara relatif bersifat impermeable terhadap pro-

tein plasma yang lebih besar dan cukup permeable terhadap air dan larutan yang lebih

kecil seperti elektrolit, asam amino, glukosa dan sisa nitrogen. Kapiler glomerulus

mengalami kenaikan tekanan darah (90 mmHg). Kenaikan ini terjadi karena arteriole

aferen yang mengarah ke kapiler glomerulus mempunyai diameter yang lebih besar

dan memberikan sedikit tahanan daripada kapiler yang lain. Tekanan darah terhadap

dinding pembuluh ini disebut tekanan hidrostatik (TH). Gerakan masuk ke dalam

kapsula Bowman’s disebut filtrasi glomerulus dan materi yang masuk ke dalam kap-

sula Bowman’s disebut filtrat . Tekanan osmotik adalah tekanan yang dikeluarkan

oleh air (pelarut lain) pada membran semi permeable sebagai usaha untuk menembus

membran ke dalam area yang mengandung lebih banyak molekul yang tidak dapat

melewati membran semi permeable (Muttaqin, 2011).

Page 4: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

4

II. PEMBAHASAN

A. Definisi

Glomerulonefritis kronik adalah suatu gejala yang menggambarkan

penyakit peradangan pada glomerulos tahap akhir, yang ditandai dengan

kerusakan glomerulos secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang

perkembangannya perlahan – lahan dan membahayakan serta berlangsung lama

(10 – 30 tahun). Peradangan lama di sel-sel glomerulus. Kelainan ini dapat terjadi

akibat glomerulonefritis akut yang tidak membaik atau timbul secara spontan.

Glomerulonefritis kronis sering timbul beberapa tahun setelah cedera dan

peradangan glomerulus subklinis yang disertai oleh hematuria (darah dalam urin)

dan proteinuria (protein dalam urin) ringan (Muttaqin, 2011).

Glomerulonefritis adalah sindrom yang ditandai oleh peradangan dari

glomerulus diikuti pembentukan beberapa antigen. Secara umum

glomerulonefritis dibagi menjadi dua, yaitu (Arif & Kumala Sari, 2011):

1. Glomerulonefritis akut

2. Glomerulonefritis kronik 

Glomerulus memegang peranan utama dalam anatomi dan fisiologi ginjal.

Dan penyakit glomeruler merupakan salah satu masalah terpenting yang dihadapi

dalam bidang nefrologi. Glomerulonefritis (GN) adalah penyakit yang sering

dijumpai dalam praktik klinik sehari-hari dan merupakan penyebab penting

penyakit ginjal tahap akhir (PGTA). Berdasarkan sumber terjadinya kelainan, GN

dibedakan primer dan sekunder. Glomerulonefritis primer apabila penyakit

dasarnya berasal dari ginjal sendiri sedangkan GN sekunder apabila kelainan

ginjal terjadi akibat penyakit sistemik lain seperti diabetes mellitus, lupus

eritematosus sistemik (LES), myelomamultiple, atau amilodosis (Arif & Kumala

Sari, 2011).

Page 5: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

5

B. Etiologi

Menurut Muttaqin (2011), Penyebab dari Glomerulonefritis Kronis yaitu :

1. Lanjutan GNA, seringkali tanpa riwayat infeksi (Streptococcus beta

hemoliticus group A).

2. Keracunan.

3. Diabetes Melitus.

4. Trombosis vena renalis.

5. Hipertensi Kronis.

6. Penyakit kolagen.

7. Penyebab lain yang tidak diketahui yang ditemukan pada stadium lanjut.

Penyebab paling sering adalah diabetes melitus dan hipertensi kronis. Ke-

dua penyakit ini berkaitan dengan cedera glomerulus yang bermakna dan beru-

lang. Hasil akhir dari peradangan tersebut adalah pembentukan jaringan parut dan

menuruunnya fungsi glomerulus. Kerusakan glomerulus sering diikuti oleh atrifu

tubulus. Para pengidap glomerulonefritis kronis yang disertai diabetes atau yang

mungkin mengalami hipertensi ringan, memiliki prognosis fungsi ginjal jangka

panjang yang kurang baik. Glomerulonefritis kronis juga dapat menyertai lupus

eritematosus sistemik sekunder (Muttaqin, 2011).

C. Epidemiologi tambahiiiiiin!!!!!!!!

Glomerulonefritis kronik merupakan peringkat ketiga dari penyebab end\

tage renal disease, meliputi 10% pasien dialisis di Amerika Serikat. Jepang dan

Negara-negara Asia lainnya menunjukkan 40% pasien dialisis merupakan pasien

glomerulonefritis kronik. Penyakit ini memiliki persebaran yang merata antara

pria, wanita, pada semua umur. (Nakai et al, 2006). Indonesia pada tahun 1980,

menunjukkan data glomerulonefritis sebagai peringkat pertama sebagai penyebab

penyakit ginjal tahap akhir, mencakup 55% penderita yang mengalami hemodiali-

sis (Himawan, 1998).

Page 6: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

6

D. Faktor Risiko

Faktor risiko penyakit glomerulonephritis kronik (Rasyid dan Sitti, 2009):

1. Usia

Penurunan fungsi ginjal berdasarkan pertambahan umur tiap dekade adalah

sekitar 10mL/menit/1,73 m2. Setelah dekade keempat diperkirakan telah ter-

jadi kerusakan ginjal dengan GFR 60-89mL/menit/1,73 m2 (penurunan fungsi

ginjal 10% dari normal).

2. Riwayat keluarga terkena penyakit ginjal.

3. Riwayat terkena penyakit infeksi virus/streptokokus.

4. Hipertensi

E. Tanda dan Gejala

Pasien biasanya mengeluhkan rasa lelah, lemah, kehilangan energy,

anoreksia, penurunan berat bedan, pruritus, nausea dan vomitus, perubahan sen-

sasi rasa, perubahan pola tidur, neuropati perifer, seizure dan tremor. Edema dan

hipertensi menunjukkan retensi volume. Dispneu dan nyeri dada menunjukkan

adanya overfload cairan tubuh dan pericarditis. Kram tungkai menunjukkan

hipokalsemia atau abnormalitas elektrolit. Biasanya dapat ditemukan tanda antara

lain distensi vena jugular, ronki pulmoner, pericardial friction rub, nyeri epigas-

trik, darah pada feses, penurunan sensasi, dan asterixis (Kawasaki, 2011).

F. Penegakan Diagnosis

1. Hipertensi

2. Proteinuria (>3,5gr/dL)

3. Hematuria

4. Penurunan GFR (< 60mL/ menit dalam ≥3 bulan)

5. Kelainan ginjal abnormal ditemukan pada USG

6. Azotemia

7. Peningkatan serum creatinin (Normal : 0,7mg/dL dan BUN (Normal : 7-

20mg/dL)

8. Anemia

Page 7: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

7

9. Edema

10. Laboratorium : albumin (+), silinder (+), LED meningkat

11. Pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran penipisan korteks renalis,

obliterasi hyalin di glomerulus, sklerosis arteri dan arteriol, atrofi tubulus

(Robbins and Cotran, 2005).

G. Patogenesis

Tidak diketahui namun terjadi perubahan pada parenkim ginjal

berhubungan dengan hipertensi infeksi intermitan atau sering kambuh pada

parenkim. Tampilannya jaringan ginjal atrofi dan fungsi masa nefron menurun

secara bermakna, parenkim cortex tipis tetapi calculus dan pelvis normal, pada

biopsi atrofi tahap akhir menunjukan hyalinisasi glomerulus, tubulus berkurang,

fibrosis intersititium, pada pemeriksaan mikroskopik terdapat efek – efek sisa

endapan immune kompleks (Wiguno, 2009).

Adanya periode laten antara infeksi streptokok dengan gambaran klinis

dari kerusakan glomerulus menunjukan bahwa proses imunologi memegang

peranan penting dalam patogenesis glomerulonefritis. Glomerulonefritis akut

pasca streptokok merupakan salah satu contoh dari penyakit komplek imun

(Wiguno, 2009).

Pada penyakit komplek imun, antibodi dari tubuh (host) akan bereaksi

dengan antigen-antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen) dan

komplemen untuk membentuk circulating immunne complexes. Untuk

pembentukkan circulating immunne complexes ini diperlukan antigen dan

antibodi dengan perbandingan 20 : 1. Jadi antigen harus lebih banyak atau

antibodi lebih sedikit (Wiguno, 2009).

Page 8: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

8

Antigen yang beredar dalam darah (circulating antigen), bukan berasal

dari glomerulus seperti pada penyakit anti GBM, tetapi bersifat heterolog baik

eksogen maupun endogen. Kompleks imune yang beredar dalam darah dalam

jumlah banyak dan waktu yang singkat menempel/melekat pada kapiler-kapiler

glomeruli dan terjadi proses kerusakan mekanis melalui aktivasi sistem

komplemen, reaksi peradangan dan mikrokoagulasi (Wiguno, 2009).

Page 9: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

9

H. Patofisiologi

↓tekanan perfusi ke a.aferen

↓tekanan perfusi ke a.aferen

Infeksi

Inflamasi membran basalis

glomerulus

Kompleks Ag-Ab

Proteinuria

⬆permeabilitas membran basalis

Kerusakan struktur ren

Aktivasi komplemen

↓eritropoiesis

Defisiensi eritropoietin

Anemia Hipoalbuminemia

⬆tekanan osmotik

Transudasi cairan intravaskular ke ekstravaskular

↓GFR

Retensi Na, H2O

⬆volume ECF

⬆tekanan darah

Hipovolemia

↓perfusi ginjal

↓tekanan perfusi ke a.aferen

Edema

Page 10: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

10

Gambar 1. Mekanisme Patofisiologi Glomerulonefritis Kronik (Robbins and Cotran,

2005)

↓tekanan perfusi ke a.aferen Pelepasan renin ⬆

Angiotensinogen

Angiotensinogen I

Angiotensinogen II

Vasokonstriksi perifer

Page 11: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

11

I. Gambaran Histopatologi dan Penjelasannya

Glomerulonefritis kronik menunjukkan stadium akhir dengan perubahan

jaringan kea rah yang kurang baik. Biasanya terkait dengan kondisi hipertensi

sitemik (Danciu et al, 2009).

Gambar 2. Histopatologi glomerulonefritis kronis

Terlihat mayoritas glomeruli mengalami efek penyakit glomerulonephri-

tis. Terdapat hyalinisasi dengan derajat yang berbeda-beda, dimana glomeruli dan

Bowmann’s space tergantikan oleh jaringan hyaline secara total pada stadium

yang lebih parah. Hyalin merupakan materi amorf berwarna merah muda, ho-

mogeny, dan terbentuk dari kombinasi protein plasma, peningkatan matriks

mesangial, dan kolagen (Danciu et al, 2009).

Pada glomeruli yang terhyalinisasi total, glomeruli biasanya mengalami

atrofi dengan kapiler yang berkurang, sehingga bersifat non fungsional. Beberapa

Obstruksi aliran darah menyebabkan atrofi tubuler sekunder, fibrosis interstisial,

dan penebalan dinding arteri dengan deposit hyaline. Di dalam interstisium dapat

Page 12: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

12

dijumpai inflitrat sel inflamasi yang banyak, terutama limfosit (Danciu et al,

2009).

Gambar 3. Histopatologi glomerulonefritis kronis

Page 13: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

13

Gambar 4. Histopatologi glomerulonefritis kronis

Terlihat nefron yang fungsional memiliki tubulus yang berdilatasi dengan

hyaline di lumen. Dapat terlihat sebukan sel limfosit di jaringan interstisium dan

hyalinisasi total glomerulus (Danciu et al, 2009).

J. Terapi Lama

Glomerulonefritis kronis merupakan proses perjalanan infeksi yang se-

makin lama semakin memburuk. Namun jika dilakukan pengobatan dengan pe-

mutusan perjalanan infeksi penyakit, maka perjalanan penyakit akan berakhir.

Karena penyakit ini hasil dari infeksi maka pengobatan dapat diberikan antibiotic

yang sesuai dengan mikroorganisme penyebab infeksi. Serta pemberian obat di-

uretic untuk mengatasi keluhan edem, pemberian obat anti hipertensi dan obat

simptomatik lainnya. Selain itu pengobatan ditujukan pada gejala klinik dan gang-

guan elektrolit serta pengobatan untuk aktivitas sehari-hari sesuai batas kemam-

puan pasien (Wirya, 2002).

Page 14: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

14

K. Terapi Baru

Karena telah terjadi insufisiensi ginjal pada glomerulonefritis kronik,

dapat terjadi perjalanan penyakit kearah yang lebih buruk yaitu gagal ginjal

sehingga perlu dilakukan hemodialisa ketika sudah timbul gejala menuju penyakit

gagal ginjal untuk memperpanjang harapan hidup penderita. Jika perjalanan

semakin memburuk maka dapat dilakukan dialysis peritoneum dan transplantasi

ginjal (Wirya, 2002).

L. Komplikasi

Beberapa komplikasi yang muncul dan perlu untuk dilakukan

hemodialysis segera adalah (Salifu et al, 2012):

1. Asidosis metabolik

2. Edema pulmoner

3. Perikarditis

4. Enselofati uremik

5. Perdarahan gastrointestinal uremik

6. Neuropati uremik

7. Hipokalsemia dan anemia berat

8. Hiperkalemia

M. Prognosis

Apabila penanganan dan terapi terhadap pasien adekuat, maka akan

membantu perbaikan fungsi ginjal dan menurunkan komplikasi terburuk yang

akan terjadi seperti edukasi terhadap pasien, terapi dialisa, terapi farmakologi

serta transplantasi (Salifu, 2012).

Page 15: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

15

III. KESIMPULAN

1. Glomerulonefritis kronik adalah suatu gejala yang menggambarkan penyakit

peradangan pada glomerulos tahap akhir, yang ditandai dengan kerusakan

glomerulos secara progresif lambat akibat glomerulonefritis yang

perkembangannya perlahan – lahan dan membahayakan serta berlangsung lama

(10 – 30 tahun).

2. Penegakan diagnosis untuk glomerulonephritis meliputi tanda dan gejala antara

lain hipertensi, proteinuria (>3,5gr/dl), hematuria, penurunan GFR (< 60ml/ menit

dalam ≥3 bulan), kelainan ginjal abnormal ditemukan pada USG, azotemia,

peningkatan serum creatinin (normal : 0,7mg/dl dan bun (normal : 7-20mg/dl),

anemia, edema , dan laboratorium : albumin (+), silinder (+), LED meningkat .

3. Pemeriksaan histopatologi didapatkan gambaran penipisan korteks renalis,

obliterasi hyalin di glomerulus, sklerosis arteri dan arteriol, atrofi tubulus .

4. Penatalaksanaan untuk glomerulonephritis meliputi antibiotik, diuretic, dialisis,

dan transplantasi ginjal.

Page 16: Referat Glomerulonefritis Kronik (Revisi)

16

DAFTAR PUSTAKA

Danciu M, Mihailovici MS, Plamadeala P, Ferariu D, Teleman S, Florea N, et al. 2009. Atlas of Pathology. 2nd Edition. Grigore T Popa: Universitatea de Medicina si Farmacie.

Kawasaki Y. Mechanism of onset and exacerbation of chronic glomerulonephritis and its treatment. Pediatr Int. Dec 2011;53(6):795-806.

Muttaqin A, Sari K. 2011. Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.

Nakai S, Wada A, et al. An overview of regular dialysis treatment in Japan (as of 31 December 2004). Ther Apher Dial. 2006;10:476-97.

Rasyid, Haerani., Sitti, Wahyuni. 2009. Immnunomechanism of Glomerulonephritis. Medical Faculty of Hasanuddin University : Tamalanrea. Available at http://med.unhas.ac.id/jurnal/phocadownload/Jurnal2009_Vol1_no9/TP-2-Immunomechanisme_Haerani.pdf

Robbins C, et al. 2005. Pathologic Basis of Disease. Elsevier : Unites States

Salifu M, et al. 2012. Chronic Glomerulonephritis. Medscape; 2012 Jul 31: 239392

Himawan S. 1998. Patologi. Jakarta: FK UI.

Wiguno P, et al. 2009. Glomerulonefritis dalam : Ilmu Penyakit Dalam II. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Wirya W. 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak Edisi 2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia.


Top Related