Penggunaan Negative Pressure Wound Therapy pada Luka Kronis
Definisi Luka
Luka adalah suatu cedera dimana kulit robek, terpotong atau tertusuk, atau trauma
benda tumpul yang menyebabkan kontusi. Luka dikategorikan dua jenis yaitu luka terbuka
dan tertutup. Luka terbuka diklasifikasikan berdasarkan obyek penyebab luka antara lain:
luka insisi, luka laserasi, luka abrasi, luka tusuk, luka penetrasi, dan luka tembak. Luka
tertutup dibagi menjadi tiga: kontusi, hematoma dan luka tekan. Luka tertutup memiliki
bahaya yang sama dengan luka terbuka. Selain itu terdapat pula beberapa jenis luka
lainnya seperti luka bakar, luka sengatan listrik, luka akibat zat kimia, cedera suhu dingin,
luka radiasi dan ionisasi serta luka gigit dan sengatan serangga.1,2
Fase Penyembuhan Luka
Dalam merespon luka, tubuh memiliki fungsi fisiologis penyembuhan luka. Proses
penyembuhan ini terdiri dari fase awal, intermediate/proliferasi dan fase
lanjut/remodelling. Masing – masing fase memiliki proses biologis dan peranan sel yang
berbeda.
A. Fase Awal (Hemostasis dan Inflamasi)
Ketika pembuluh darah pecah, proses pembekuan diawali dengan vasokonstriksi
untuk mencapai hemostasis. Kemudian proses pembekuan dimulai dari rangsangan
collagen terhadap platelet. Platelet menempel dengan platelet lainnya dimediasi oleh
protein fibrinogen dan faktor von Willebrand. Agregasi platelet bersama dengan eritrosit
akan menutup kapiler untuk menghentikan pendarahan.3
Saat platelet teraktivasi, membran fosfolipid berikatan dengan faktor pembekuan
V, dan berinteraksi dengan faktor pembekuan X. Aktivitas protrombinase dimulai,
memproduksi trombin secara eksponensial. Trombin kembali mengaktifkan platelet lain
dan mengkatalisasi pembentukan fibrinogen menjadi fibrin. Fibrin berlekatan dengan sel
darah merah membentuk bekuan darah dan menutup luka. Fibrin menjadi rangka untuk sel
endotel, sel inflamasi dan fibroblast.4
Fibronectin bersama dengan fibrin sebagai salah satu komponen rangka tersebut
dihasilkan fibroblast dan sel epitel. Fibronectin berperan dalam membantu perlekatan sel
dan mengatur perpindahan berbagai sel ke dalm luka. Rangka fibrin – fibronectin juga
mengikat sitokin yang dihasilkan pada saat luka dan bertindak sebagai penyimpan faktor –
faktor tersebut untuk proses penyembuhan.3
Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka.
Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat), dan
dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri yang
mengkontaminasi luka. Fase ini bertahan hingga 2 sampai 3 hari.3,4,5
1
B. Fase Intermediate (Proliferasi)
Dimulai pada hari ke-3, setelah fibroblas datang, dan bertahan hingga minggu ke-3.
Pada fase ini terjadi penurunan jumlah sel – sel inflamasi, tanda – tanda radang berkurang,
munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan pembuluh darah baru,
epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang dipenuhi platelet dan makrofag
mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi fibroblast. Fibroblast bermigrasi ke daerah
luka dan mulai berproliferasi hingga jumlahnya lebih dominan dibandingkan sel radang
pada daerah tersebut, mencapai jumlah terbanyak pada hari ke-7.3,5
Dalam melakukan migrasi, fibroblast mengeluarkan matriks mettaloproteinase
(MMP) untuk memecah matriks yang menghalangi migrasi. Fungsi utama dari fibroblast
adalah sintesis kolagen sebagai komponen utama ECM. Kolagen tipe I dan III adalah
kolagen utama pembentuk ECM dan normalnya ada pada dermis manusia. Kolagen tipe III
dan fibronectin dihasilkan fibroblast pada minggu pertama dan kemudian kolagen tipe III
digantikan dengan tipe I. Kolagen tersebut akan bertambah banyak dan menggantikan
fibrin sebagai penyusun matriks utama pada luka.4,6
Pembentukan pembuluh darah baru / angiogenesis adalah proses yang dirangsang
oleh kebutuhan energi yang tinggi untuk proliferasi sel. Selain itu angiogenesis juga
dierlukan untuk mengatur vaskularisasi yang rusak akibat luka dan distimulasi kondisi
laktat yang tinggi, kadar pH yang asam, dan penurunan tekanan oksigen di jaringan.4,6
Setelah trauma, sel endotel yang aktif karena terekspos berbagai substansi akan
mendegradasi membran basal dari vena postkapiler, sehingga migrasi sel dapat terjadi
antara celah tersebut. Migrasi sel endotel ke dalam luka diatur oleh fibroblast growth
factor (FGF), platelet-derived growth factor (PDGF), dan transforming growth factor-β
(TGF-β). Pembelahan dari sel endotel ini akan membentuk lumen. Kemudian deposisi dari
membran basal akan menghasilkan maturasi kapiler.4
Angiogenesis distimulasi dan diatur oleh berbagai sitokin yang kebanyakan
dihasilkan oleh makrofag dan platelet. Tumor necrosis factor-α (TNF-α) yang dihasilkan
makrofag merangsang angiogenesis dimulai dari akhir fase inflamasi. Heparin, yang bisa
menstimulasi migrasi sel endotel kapiler, berikatan dengan berbagai faktor angiogenik
lainnya. Vascular endothelial growth factor (VEGF) sebagai faktor angiogenik yang poten
dihasilkan oleh keratinosit, makrofag dan fibroblast selama proses penyembuhan.3
Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses pembentukan kembali lapisan
kulit yang rusak. Pada tepi luka, keratinosit akan berproliferasi setelah kontak dengan
ECM dan kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru terbentuk.
Ketika bermigrasi, keratinosis akan menjadi pipih dan panjang dan juga membentuk
tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM, mereka akan berikatan dengan kolagen tipe
I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin. Kolagenase yang dikeluarkan
2
keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari
matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi MMP lainnya ketika
bermigrasi.3
Matriks fibrin awal akan digantikan oleh jaringan granulasi. Jaringan granulasi
akan berperan sebagai perantara sel – sel untuk melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri dari
tiga sel yang berperan penting yaitu : fibroblast, makrofag dan sel endotel. Sel – sel ini
akan menghasilkan ECM dan pembuluh darah baru sebagai sumber energi jaringan
granulasi. Jaringan ini muncul pada hari keempat setelah luka. Fibroblast akan bekerja
menghasilkan ECM untuk mengisi celah yang terjadi akibat luka dan sebagai perantara
migrasi keratinosit. Matriks ini akan tampak jelas pada luka. Makrofag akan menghasilkan
growth factor yang merangsang fibroblast berproliferasi. Makrofag juga akan merangsang
sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru.6
Kontraksi luka adalah gerakan centripetal dari tepi leka menuju arah tengah luka.
Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15 tapi juga bisa berlanjut
apabila luka tetap terbuka. Luka bergerak ke arah tengah dengan rata – rata 0,6 sampai
0,75 mm / hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit sekitar yang longgar. Sel
yang banyak ditemukan pada kontraksi luka adalah myofibroblast. Sel ini berasal dari
fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen di sitoplasmanya.3,4
C. Fase Akhir (Remodelling)
Fase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses penyembuhan
Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Pembentukan kolagen akan mulai
menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan tahanan luka
hanya 15 % dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan
luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen tipe
I. Kolagen tipe I menggantikan kolagen tipe III hingga mencapai perbandingan 4:1 (seperti
pada kulit normal dan parut yang matang). Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan
pada minggu ketiga hingga minggu keenam setelah luka. Kekuatan luka meningkat sejalan
dengan reorganisasi kolagen sepanjang garis tegangan kulit dan terjadinya cross-link
kolagen. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai 90% dari kekuatan kulit normal.
Fibroblas dan miofibroblas menyebabkan kontraksi luka selama fase remodelling. Terjadi
penurunan aktivitas pembuluh darah.3,5
Gangguan Proses Penyembuhan Luka
Proses fisiologis yang kompleks dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh
beberapa faktor. Salah satu fase yang berkepanjangan dapat mempengaruhi hasil dari
penyembuhan luka yaitu jaringan parut yang terbentuk. Penyembuhan luka dapat
terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen),
3
penyebab tersebut antara lain kontaminasi bakteri atau benda asing, kekebalan tubuh yang
lemah, ganguan koagulasi, obat-obatan penekan sistem imun, paparan radiasi, dan
beberapa faktor lain. Suplai darah juga mempengaruhi proses penyembuhan, dimana suplai
darah pada ekstremitas bawah adalah yang paling sedikit pada tubuh dan suplai darah pada
wajah serta tangan cukup tinggi. Usia pasien yang tua juga memperpanjang proses
penyembuhan.1,4
Faktor lokal
A. Insufisiensi arteri
1. Iskemia lokal menyebabkan terhambatnya produksikolagen dan terjadi infeksi
2. Pemeriksaan ankle-brachial index harus dilakukan pada pasien dengan luka di
tungkai bawah dan pada pasien dengan risiko insufisiensi vaskuler
3. Koreksi kelainan yang mendasari iskemi dengan graftpintas atau penggunaan stent
sebelum penyembuhancedera iskemik dapat berlangsung
B. Insufisiensi vena
1. Peningkatan tekanan vena menyebabkan ekstravasasiprotein dan mengurangi difusi
oksigen
2. Peningkatan tekanan vena dapat menyebabkan edema
C. Edema
1. Menyebabkan iskemi dengan cara meningkatkan volumeekstrasel, mengurangi
difusi dan konsentrasi oksigen
2. Penting untuk melakukan kompresi dan elevasi
D. Infeksi
1. Infeksi invasif terjadi bila kuantitas bakteri lebih dari 105 per gram jaringan
2. Penyembuhan terganggu akibat berbagai mekanisme, termasuk peningkatan
pemecahan kolagen dan berkurangnya epitelisasi
3. Pembentukan parut hipertrofi meningkat
4. Penutupan menggunakan graft atau flap sulit berhasil
5. Luka terinfeksi yang terbuka harus ditangani dengan antibiotik yang tepat dan
dilakukan debridemen hingga konsentrasi bakteri kurang dari 105
Faktor sistemik
A. Diabetes mellitus
1. Gangguan mikrovaskular dan makrovaskular yang berhubungan dengan diabetes
mellitus dapat menyebabkan iskemi lokal
2. Hemoglobin terglikosilasi memiliki afinitas terhadap oksigen lebih tinggi dari
normal, sehingga pengantaran oksigen terganggu
3. Fungsi neutrofil terganggu, sehingga kemungkinan mendapat infeksi meningkat
4
4. Neuropati perifer menyebabkan peningkatan lama dan kuat tekanan pada jaringan
karena sinyal untuk mengurangi nyeri dan tekanan berkurang atau tidak ada
5. Bila luka memiliki vaskularisasi yang baik dan gula darah terkendali (<180
mg/dL), luka operasi pada pasien diabetes dapat sembuh secara baik
B. Malnutrisi
1. Persediaan protein yang cukup penting pada penyembuhan luka
a. Kadar albumin normal lebih dari 3,5 g/dL
b. Usia paruh albumin adalah 20 hari, sehingga tidak menggambarkan perubahan
nutrisi protein akut
c. Pengukuran kadar prealbumin lebih baik untuk mengetahui perubahan nutrisi
protein akut karena usia paruhnya lebih singkat (2-3 hari)
d. Kadar prealbumin kurang dari 17 g/dL (normal 17-45) menandakan adanya
malnutrisi protein
2. Orang dewasa sehat tanpa luka memerlukan 35 kcal perkg per hari untuk
mempertahankan berat badan, dan memerlukan 0,8-2 gram protein per kg per hari
3. Kebutuhan kalori dan protein meningkat pada penderitaluka kronis, cedera yang
luas, dan luka bakar
4. Secara umum penutupan luka kronis tidak boleh dilakukan kecuali kadar albumin
pasien normal
C. Defisiensi vitamin dan mineral
1. Vitamin C, Cu, zat besi, tiamin, dan zinc penting dalam penyembuhan luka
2. Pemberian suplemen vitamin atau mineral jarangd iperlukan dan tidak
memperbaiki penyembuhan lukakecuali jika diketahui ada defisiensi yang spesifik
a. Defisiensi vitamin C menyebabkan skorbut, dan gangguan penyembuhan luka
karena berkurangnya cross-linking kolagen
b. Tidak ada bukti bahwa pemberian vitamin C meningkatkan penyembuhan luka
pada pasien tanpaskorbut
3. Pemberian vitamin A dapat menguntungkan meski tanpa defisiensi. Pemberian
vitamin A baik secara oral maupun topikal (bersama dengan antimikroba topikal)
dapat mengurangi beberapa efek merugikan glukokortikoid pada penyembuhan
luka
D. Kemoterapi
1. Dengan menghambat kemampuan sumsum tulang untuk menghasilkan sel-sel
inflamasi, fase inflamasi pada penyembuhan luka terhambat
2. Infeksi luka juga meningkat
E. Merokok
5
1. Merokok meningkatkan karboksi hemoglobin, sehingga mengurangi pengantaran
oksigen ke jaringan perifer
2. Nikotin, termasuk patch dan permen karet nikotin, menyebabkan vasokonstriksi
perifer
3. Nikotin dapat menghambat penerimaan flap dan skingraft, di mana sangat
dibutuhkan vaskularisasi
4. Agar hasil optimal, pasien harus berhenti merokok setidaknya 2 minggu sebelum
pembedahan dan tidak merokok hingga luka sembuh
5. Kadar nikotin pada urin dapat diukur praoperasi untuk melihat kepatuhan pasien
F. Penuaan
1. Berkurangnya fase inflamasi pada orang tua menghambat proses penyembuhan
2. Baik kulit yang sehat maupun luka berkurang kekuatannya
3. Penuaan saja tidak menghambat penyembuhan luka, tapi dapat berkontribusi pada
gangguan penyembuhan luka bila dikombinasikan dengan faktor lainnya
4. Mengingat fase inflamasi berkurang, parut hipertrofik jarang terjadi
G. Glukokortikoid
1. Menghambat fase inflamasi pada penyembuhan luka
2. Menghambat sintesis kolagen oleh fibroblas, mengakibatkan berkurangnya
kekuatan luka
3. Penyembuhan dapat diperbaiki dengan pemberian vitamin A.5
Luka Kronis
Luka kronis adalah luka yang tidak menyembuh dalam waktu kurang lebih 3 bulan,
contohnya adalah ulkusdekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi
(pengeringan) lama, ulkus stasis vena, ulkus radiasi, luka traumatik atau luka operasi
lama.6Abnormalitas dari fase – fase pada proses penyembuhan dapat mempengaruhi masa
penyembuhan luka. Pada penelitian tentang luka kronis didapatkan bahwa aktivitas TNF-α
dan IL-1 mengalami peningkatan. Pada penyembuhan luka diperlukan adanya
keseimbangan degradasi proteolitik dari ECM dan restrukturisasi ECM untuk
memungkinkan perlekatan sel dan pembentukan membran basal. Apabila proses ini
terganggu, ECM akan mengalami kerusakan kemudian mencegah migrasi dan perlekatan
keratinosit, dan merusak jaringan yang terbentuk.7
Salah satu contoh dari luka kronis adalah pressure ulcers menunjukkan
peningkatan MMP, terutama MMP-1,2, 8, 9, dan penurunan kadar tissue inhibitors of
mettaloproteinase (TIMP). Hal ini membuktikan bahwa pada luka kronis terjadi
ketidakseimbangan antara degradasi dan restrukturisasi ECM. Proteolisis yang berlebihan
juga menyebabkan pemecahan jaringan ikat dan mengeluarkan produk yang merangsang
6
sel inflamasi kembali aktif. Inflamasi yang berkepanjangan juga menambah
kecenderungan penyembuhan luka menjadi lama.4,7
Penanganan Luka
Penanganan luka terdiri dari beberapa cara sesuai dengan keperluan luka. Seiring
berkembangnya ilmu tentang luka. Langkah awal dari penanganan luka adalah anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pastikan juga tidak ada bahaya lain yang lebih mengancam nyawa
pasien. Dalam anamnesis, dicari informasi penyebab luka, kapan terjadinya luka, apa saja
yang dilakukan untuk mengurangi luka. Perlu juga ditanya tentang kebiasaan merokok atau
pemakaian obat karena dapat mempengaruhi proses penyembuhan. Apabila ada masalah
atau penyakit tertentu yang dapat mengganggu penyembuhan lainnya juga perlu untuk
diketahui.4
A. Debridemen yang adekuat:
Luka kronis umumnyamemiliki banyak jaringan parut, debris, dan jaringannekrotik
yang menghambat penyembuhan
B. Penanganan infeksi:
1. Pada luka kronis harus dicurigai adanya infeksi
2. Kultur jaringan dan perhitungan kuantitatif sebaiknyadilakukan
C. Penutupan luka yang baik
1. Desikasi adalah faktor yang seringkali menyebabkangangguan penyembuhan luka
dan epitelisasi padaluka kronis
2. Penutup luka harus dapat menjaga luka tetap lembabdan tidak terjadi desikasi
3. Penutup luka juga dapat digunakan untuk melakukandebridemen, memberikan
antibiotik, atau menyerapeksudat sesuai keadaan luka
7
SIGN: Scottish Intercolegiate Guidelines Network
D. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapatmenghambat penyembuhan luka,
misalnya gangguanvaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan lokal, dangravitasi
E. Penggunaan vacuum assisted closure (VAC) atau negative pressure wound therapy
(NPWT)
1. VAC adalah suatu pendekatan noninvasif yangbertujuan membantu penutupan luka
melaluipemberian secara topikal tekanan sub-atmosferik atautekanan negatif ke
permukaan luka
2. Mekanisme kerja VAC adalah mengurangi eksudat,merangsang angiogenesis,
mengurangi kolonisasibakteri, dan meningkatkan pembentukan jaringangranulasi
3. Keuntungan menggunakan VAC adalah kita dapatmenutup luka dengan lebih
cepat, bahkan pada lukayang kecil dapat epitelisasi sendiri.5
Negative Pressure Wound Therapy (NPWT)
Terapi vakum telah digunakan untuk pengobatan luka terbuka sudah dilakukan
selama hampir satu abad. Dimulai pada tahun 1908 dengan Bier’s Hyperemic Treatment,
Para klinisi telah menerapkan vakum hisap untuk luka-luka infeksi, kronis, traumatik, dan
pasca bedah.Penggunaan lebih kontemporer dari vakumhisap digambarkan pada tahun
1970 di literatur Rusia dan diikuti dengan studi kasus yang dijelaskan oleh Chariker,
Jeter,dan Tintle pada tahun 1989.9Pada tahun 1993 FDA menyetujui penggunaan NPWT
sebagai metode perawatan luka sebagaimana dijabarkan oleh Fleischmann, et al, dimana
konsep dasar metode ini adalah mencegah pengumpulan darah dan serosa dari luka dengan
8
penerapan tekanan negatif.Hal iniditerapkan setelah dilakukan debridement dengan
menaruh sepotong busa di permukaan luka yang membantu mendistribusikan tekanan
negatif secara merata di seluruh permukaan luka sehingga mencegah terjadinya nekrosis
akibat adanya tekanan tinggi di satu tempat, dan penyalir yang dihububungkan dengan
pompa hisap yang akan menghilangkan timbunan darah, cairan limfe, serta edema,
kemudian ditutupdengan membran plastik semi permeabel sebagai barier untuk mencegah
kontaminasi dari lingkungan luar sekaligus menjaga kelembaban luka,sehingga
meningkatkan difusi interstitial oksigen ke dalam sel. NPWT juga menghilangkan enzim–
enzim kolagenase dan MMP yang kadarnya meningkat pada luka
kronis.3,7,10,11V.A.C.® Therapysendiri merupakan merk dagang NPWT yang diproduksi oleh
KCI (Kinetic Concepts Inc.)dari Amerika.9
Mekanisme penyembuhan NPWT didasarkan padaasumsi bahwa tekanan negatif
yangmerata akan memberikan tekanan mekanik tiga dimensional pada dasar luka. Tekanan
ini kemudian ditransmisikan ke tingkat sel dan cytoskeletal, menyebabkan aktivasi sinyal
jalur transduksi, yang memicu perekrutan sel, angiogenesis,ekspresi faktor pertumbuhan,
dan proliferasi sel. Sebagai hasilnya luka akan tampak segera mengkerut,pertumbuhan
jaringan granulasi, dan proses penyembuhan luka dapat berjalan pada tingkat yang lebih
cepatdibanding dengan perawatan luka secara lembab saja.11,12
Penelitian praklinis dan klinis telah menunjukkan bahwa NPWTmerangsang
angiogenesis dan meningkatkan aliran darah kulit tiga sampai lima kali lipat dalamtepi
luka yang berdekatan. Hal ini akan meningkatkan ketersediaan oksigen dan nutrisi penting
yang dibutuhkan untuk regenerasi jaringan. Penerapan tekanan negatif memiliki manfaat
tambahan menghilangkan eksudat lukadan bahan menular, yang pada gilirannya akan
mengurangi beban biologis danmenurunkan edema lokal yang dapat menyebabkan
penyempitan mikrovaskuar.Dengan membuang sitokin pro-inflamasi danMMP, tekanan
negatif dapatmengubah komposisi eksudat lukauntuk menghasilkan lingkungan yang
menguntungkan untuk penyembuhan. NPWT telah berhasil digunakan sebagai jembatan
untukpenutupan definitif pada luka yang mendalam dari semua jenis dan telahterbukti
mempersingkat waktu untuk persiapan dasar luka sebelumrekonstruksi skin graft. Dasar
luka yang terdiri dari jaringan granulasi dapat meningkatkan kesesuaian dasar luka
(misalnya dengan menutup struktur yang terkena,seperti tendon atau tulang) untuk
penutupan baik dengan flap maupun graft (L3). Dalam beberapa situasi, luka dengan defek
luas memungkinkanuntuk diisi sepenuhnya dengan jaringan granulasi yang diinduksi
melalui NPWT, sehingga prosedur rekonstruksi yang lebih kompleks (misalnya, flap
bebas) tidak diperlukan dan prosedur yang lebih sederhana seperti STSG dapat
diterapkan.NPWT dapat memberikan berbagai keuntungan yang luas sebagaimana
tercantum pada tabel 2.11,12
9
Tabel 2. Tujuan yang dicapai dengan NPWT
NPWT dapat meningkatkan outcome dari prosedur graft dengan efek memperkuat.
Aplikasi NPWT pada STSG dapat menurunkan insiden kegagalan graftatau prosedur re-
graft dibandingkan dengan teknik standar(L1), (L2). NPWT dapat memberikan
keuntungan lain,seperti membuang cairan secara aktif, yang memberikan kontribusi lebih
lanjutuntuk mengurangi pembentukan seroma (L3), memungkinkan mobilisasi dini (L2),
(L3), dan pemulangan dari rumah sakit lebih dini (L1), (L2), (L3). Efek stabilisasi luka ini
dapatmembantu untuk memobilisasi pasien dalam beberapa cara.11
Eksudat luka dapat dikelola dengan baik oleh NPWT sebagaimana disebut
diatas,dimana eksudat dialirkan dan ditampung dalam tabung. Hal ini tidak hanya
melindungitepi luka dan kulit di sekitarnya dari maserasi tapijuga mengurangi frekuensi
penggantian balutan dibandingkandengan balutan konvensional (L1). Hal ini menyebabkan
berkurangnyanyeri serta mengurangi frekuensipaparan dari luka dengan lingkungan
eksternal. Mobilisasi dini pasien juga berkontribusi terhadap pemulihan pasien, seperti
pada cangkok kulit yang rawat denganNPWT ( L3 ).11
Penggunaan NPWT telah terbukti mengurangi biaya dibandingkan dengan terapi
luka konvensional. Hal ini dapat dicapai melalui kombinasi antara peningkatan outcome
dan mengurangi penggunaan sumber daya keperawatan (sebagai akibat dari pemakaian
balutan yang lebih sedikit) dan telah dibuktikan dalam sejumlah penelitian level 1.
Penggunaan dari NPWT secara dini pada pasien trauma telah diklaim dapat mengurangi
biaya secara keseluruhan dibandingkan dengan penggunaan NPWT tertunda.11
Pemilihan WCL (Wound Contact Layer) dan bahan pengisi (filler material)
10
Dalam beberapa tahun terakhir, sejumlah pilihan untuk NPWT telah tersedia,
termasuk berbagai bahan WCL dan bahan pengisi luka yang berbeda (terutama busa hitam
poliuretan (PU), busa putih polivinilalkohol (PVA) dan kasa penyerap anti-mikroba.
Dalam hal hasil klinis, tidak ada perbedaan diamati di tingkat pengurangan
ukuranluka (L1) atau waktu penyembuhan (L1) yang diamati dalam dua uji klinis acak
terkontrol yang membandingkan busa PU dan gauzebased NPWT.
Tabel 3. Rekomendasi terkait dengan bahan pengisi dan penutup luka
Pemilihan level tekanan
Tekanan yang disarankan dalam terapiantara kisaran -40 mmHg sampai-150
mmHg.(grade D) seperti gambar 1; tabel 4.11
Literatur lain menyebutkan tekanan yang diberikan berkisar antara -50 sampai -125
mmHg. Tekanan negatif lebih tinggi, sampai -200 mmHg pada luka dengan kavitas yang
11
luas seperti pada luka trauma akut yang memproduksi banyak eksudat.13 Tekanan negative
dapat diberikan baik secara kontinyu maupun intermiten. Pemberian secara intermiten
dengan siklus 7 menit: 2 menit off dan 5 menit on.13 Penelitian lain menyebutkan siklus on
selama 1 – 10 menit dan off 1 – 5 menit.14
Gambar 2. Potongan melintang pemakaian NPWT pada luka
Jika tidak ada kontraindikasi, NPWT dapat dimulaisetelah status kesehatan dan
luka pasien telahsepenuhnya dioptimalkan.NPWT merupakan kontraindikasiketika
debridement tidak memadai, ada jaringan nekrotikdengan eschar, atau adanya
osteomyelitis yang tidak diobati atau infeksi pada area luka.NPWT juga merupakan
kontraindikasijika ada koagulopati yang tidak diobati, adanya ekspos organ vital atau
keganasan pada luka, atau jika pasien alergi terhadapkomponen penting dari NPWT.12
Tabel 5. Kontra indikasi dan pemakaian yang perlu perhatian menggunakan terapi tekanan negatif
12
NPWT harus dihentikanketika tingkat eksudat telah cukupdikurangi atau ketika
volume/ukuran luka telah menurun menjadititik bahwa luka dapat ditutup dengan
pembedahanatau dialihkan ke modalitas pengobatan lain
sepertipembalutanlembab.Jaringan granulasi baru harus bersih;bebas dari jaringan fibrotik,
nekrotik, dan jaringan nonviable lainnya; dandalam kasus osteomyelitis tulang harus
tertutup.
NPWT juga harus dihentikan jika luka tidak membaik atau bahkan memburuk. Hal
ini penting karenapenyembuhan setiap luka akan berbeda. Namun, hal ini jugapenting
untuk memantauperkembangan penyembuhan luka secara berkala. Secara umum,
tingkatperubahan volume luka harus berkurang sejalan dengan penyembuhan luka, dan
dasar luka harus menjadi dangkal dan tampak datar tanpa tanpa adanya terowongan.12
13
LAPORAN KASUS
Identitas
Nama : Tn Kasran
Umur : 69 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Swasta
Alamat : RT 3 /RW 4, Batursari, Mranggen, Demak
Telpon : 081325468868
MRS : 4 Mei 2015
KRS : 25-05-2015
Anamnesa
Keluhan utama: luka di tumit kiri tidak sembuh - sembuh
Riwayat Penyakit Sekarang
± 8 bulansmrspenderita merasakan benjolan (kapalan) di tumit kiri mulai terasa
nyeri. Nyeri hanya dirasakan saat berjalan/bertumpu, semakin lama nyeri semakin
bertambah saat berjalan, tidak nyeri saat tidak digunakan untuk menumpu. Kapan waktu
kapalan mulai timbul tidak diketahui dengan pasti. Warna seperti kulit sekitarnya, ada
bagian yang bintik tebal berwarna lebih pucat (mata) yang bila ditekan dengan keras terasa
sakit, perabaan benjolankenyal, riwayat trauma disangkal, demam disangkal. Kemudian
oleh penderita benjolan tersebut kadang–kadang dikikis/disayat menggunakan pisau
dengan maksud menipiskan kapalan tersebut.
± 7 bulan smrs, setelah beberapa hari sebelumnya mengikis benjolan, penderita
merasakan nyeri di tumit kiri yang terus menerus meskipun tidak dipakai untuk bertumpu,
benjolan tampak membengkak, kemerahan dan nyeri tekan,.penderita juga merasa
demam.Oleh keluarganya diantar berobat ke puskesmas, dikatakan terkena infeksi,
kemudian diberikan obat minum dan cairan kompres untuk benjolan di tumit. ± 5 hari
kemudian penderita sudah tidak demam tetapi benjolan pecah dan mengeluarkan cairan
kuning kental. Penderita kemudian berobat di RS Pelita Anugerah Demak, dan setelah
perawatan dirujuk ke RS dr Kariadi. Saat dirawat, pada tanggal 28/12/2014 dilakukan
operasi penutupan luka. Selama perawatan pasca operasi, ada bagian yang terbuka kembali
dan tidak sembuh-sembuh, Penderita kembali dirawat unuk operasi penutupan luka.
Riwayat Penyakit Dahulu
• Riwayat menderita kencing manis disangkal
• Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
• Riwayat sakit sampai harus dirawat di rumah sakit disangkal
14
• Riwayat minum obat/mendapatkan pengobatan untak jangka waktu lama disangkal
• Riwayat merokok sejak muda 6-12 batang per hari
• Riwayatberkurang nafsu makan dan penurunan berat badan disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga
• Riwayat keluarga menderita kencing manis disangkal
• Riwayat keluarga menderita sakit sepeerti ini disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi
• Penderita bekerja sebagai pekerja serabutan
• Pembiayaan menggunakan BPJS PBI, kesan sosial ekonomi kurang.
Pemeriksaan Fisik
KU : Baik
Tanda vital :
RR : 20x / mnt T : 130/80mmHg
N : 82 x / mnt t : 36,8OC
Skala nyeri VAS: 1
BB : 35 kg TB : 140 cm
Mata : konjunctiva palpebra pucat (-/-), sklera putih(-/-)
Hidung: discharge (-)
Telinga : discharge (-)
Leher : tidak didapatkan pembesaran limfonodi
Dada
Paru :
Inspeksi : simetris, statis dan dinamis
Palpasi : Stem fremitus kanan=kiri
Perkusi : Sonor seluruh lapangan paru
Auskultasi : SD Vesikuler, ST (-)
Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
Palpasi : Iktus kordis teraba di SIC V 2 cm medial LMCS
Perkusi : Konfigurasi jantung dbn
Auskultasi : Suara Jantung I-II murni, bising (-), Gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, benjolan (-)
Auskultasi : BU (+) N.
Perkusi : Timpani, PA (-), PH (+), PS (+) N
15
Palpasi : Supel, hepar/lien tidak teraba, NT (-)
Ekstremitas Superior Inferior
Edema -/- -/-
Sianosis -/- -/-
Akral dingin -/- -/-
Capillary. Refill <2 detik / <2 detik <2 detik / <2 detik
Parese -/- -/-
Pembesaran KGB inguinal -/-
Status lokalis: Plantar pedis sinistra (Calcaneus)
Inspeksi
Tampak luka ukuran 3 x 1 cm, tepi luka teratur, jaringan granulasi (+), nekrotik
(+), eksudat (+), bekas luka pasca operasibentuk seperti busur (+)
Palpasi
Suhu sama dengan sekitarnya, perabaan kenyal, nyeri tekan (-), ukuran 3x1,5x1 cm
Laboratorium
Hb : 12,7 gr% Na :137 mmol/L Ur : 21 mg/dl
L : 5.700/mm³ K : 3,9 mmol/L Cr : 0.73 mg/dl
T : 261.000/mm³ Cl : 106 mmol/L GDS: 96 gr%
PPT/K : 13,2” (13,5”)
aPTT/K : 28,0” (32,2”)
Diagnosis Kerja
Ulkus kronis regio plantar pedis sinistra (calcaneus), pasca rekonstruksi
denganrotation flap 5 bln yll (28-12-2014) a.i. Ulkus kronis regio plantar pedis e.c
luka sayatan terinfeksi (September 2014) e.c. c/ clavus
Terapi :
Dilakukan shaving pada luka, rawat luka/tutup dengan kassa lembab Nacl 0,9%
Rencana rekonstruksi
Tanggal 4/5/2015
Sebelum shaving Sesudah shaving
16
Pada tanggal 8/5/2015 dilakukanperawatan luka dengan NPWT, tekanan 100 mmHg
Tanggal 19/5/2015 dilakukan penutupan luka dengan skin graft (STSG
17
5/5/2015 6/5/2015
8/5/2015 13/5/2015
15/5/2015 18/5/2015
19/5/2015 19/5/2015
Selama perawatan pasca operasi luka tampak baik, sampai hari keenam graft take 100%,
penderita dipulangkan untuk kontrol rawat jalan
Diskusi
Penderita ini mengalami ulkus kronis setelah mengalami infeksi pada luka sayatan
yang dilakukan penderita sendiri. Faktor lokal yang mungkin menghambat penyembuhan
luka adalah lokasinya, perawatan luka yang kurang adekuat sehingga terjadi akumulasi
cairan luka dan jaringan nekrotik. Sementara faktor sistemik adalah faktor usia serta
kebiasaan merokok. Pada penderita ini tidak didapatkan riwayat penyakit lain yang
mempengaruhi penyembuhan luka seperti DM.
Penggunaan NPWT pada penderita ini memberikan hasil yang baik terhadap luka,
dimana ukuran mengecil, dan jaringan granulasi tumbuh dengan baik sehingga
mempercepat waktu untuk dilakukan penutupan luka secara operatif.
Kesimpulan
Penggunaan NPWT sebagai lini pertama atau terapi tambahan terbukti bermanfaat
bagi pengelolaanluka kronis.Ketika digunakan pada pasien, NPWT dapat menjadi sarana
efektif sebagai modalitas utama untuk penanganan penyembuhan luka maupun sebagai
persiapan untuk dilakukan penutupan secara operatif dengan biaya yang efisien.
18
22/5/2015 25/5/2015
Daftar Pustaka
1. Pusponegoro AD, 2005. Luka. Dalam: Sjamsuhidajat R, De Jong W, penyunting.
Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi ke-2. Jakarta: EGC, h. 66-88.
2. Eslami A, Gallant-Behm CL, Hart DA, Wiebe C, Honardoust D, Gardner H, dkk,
2009. Expression of Integrin αvβ6 and TGF-β in Scarless vs Scar-forming Wound
Healing. J Histochem Cytochem;57:543–57.
3. Suryadi IA, Asmarajaya AAGN, Maliawan S, 2013. Proses Penyembuhan dan
Penanganan Luka. Bagian/SMF Ilmu Penyakit Bedah Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana/Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah Denpasar. E-Jurnal Medika
Udayana, http//ojs.unud.ac.id.
4. Leong M, Phillips LG, 2012. Wound Healing. Dalam: Sabiston Textbook of Surgery.
Edisi ke-19. Amsterdam: Elsevier Saunders; h. 984-92
5. Sudjatmiko G
6. Gurtner GC, 2007. Wound Healing: Normal and Abnormal. Dalam: Thorne CH,
penyunting. Grabb and Smith’s Plastic Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott
Williams & Wilkins; h. 15-22.
7. Galiano RD, Mustoe TA, 2007. Wound Care. Dalam: Thorne CH, penyunting. Grabb
and Smith’s Plastic Surgery. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins;
h. 23-32.
8. Hom DB, Linzie BM, Huang TC, 2007. The Healing Effects of Autologous Platelet
Gel on Acute Human Skin Wounds. Arch Facial Plast Surg;9:174-83.
9. Gupta S, Jensen BB, Holloway A, Niezgoda J, Weir D, 2007. Differentiating Negative
Pressure Wound Therapy Devices: An Illustrative Case Series. Wounds;19(1
Suppl):1–9.
10. Siddha LV, Shetty SK, Varghese T. 2015. Efficacy of Modified Vacuum Assisted
Closure inWound Healing. International Journal of Scientific Study; Vol 2: Issue 11.
11. Sorensen HB, et al. 2011. Evidence-based recommendations for negative pressure
wound therapy: Treatment variables (pressure levels, wound filler and contact layer) -
Steps towards an international consensus. Journal of Plastic, Reconstructive &
Aesthetic Surgery;64:S1-S16.
12. Bollero D, et al. 2010. The Role of Negative PressureWound Therapy in the
Spectrumof Wound Healing. A Guidelines Document.
13. Pham C, Middleton P, Madden G. 2003. Vacuum-Assited Closure for the
Management of Wound: An Accelerated Systemic Review. The Royal Australian
College Surgeon.
14. Webb LX. 2002. New Techniques in Wound Management: Vacuum Assisted
Closure.Journal of the American Academy of Orthopaedic Surgeons. Vol. 10 No. 5.
19