PENGARUH SINERGI Trichoderma spp. DAN EKSTRAK RIMPANGZINGIBERACEAE TERHADAP PENYAKIT BULAI
(Skripsi)
Oleh
MUHAMMAD SAIFUL ANWAR SODIQ
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
i
ABSTRAK
PENGARUH SINERGI Trichoderma spp. DAN EKSTRAK RIMPANGZINGIBERACEAE TERHADAP PENYAKIT BULAI
Oleh
Muhammad Saiful Anwar Sodiq
Jagung merupakan salah satu tanaman serealia penting sebagai sumber pangan,
pakan, dan energi. Produksi jagung di Indonesia mengalami fluktuasi. Fluktuasi
produksi disebabkan salah satunya yitu penyakit bulai yang disebabkan oleh
Peronosclerospora sorghi. Pengendalian penyakit tersebut sering dilakukan
dengan cara kimia yaitu dengan menggunakan fungisida berbahan aktif metalaksil
yang dapat menyebabkan resistensi patogen. Alternatif pengendalian yang dapat
dilakukan yaitu dengan menggunakan fungisida nabati dan agensia
pengendalian hayati.
Tujuan penelitian ini yaitu 1). Mengetahui pengaruh aplikasi Trichoderma spp.
dan ekstrak rimpang zingiberaceae dalam mengendalikan penyakit bulai jagung.
2). Mendapatkan Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang zingiberaceae yang
terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai jagung. Hipotesis dalam penelitian
ini yaitu 1). Terdapat Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang zingiberaceae
ii
mampu mengendalikan penyakit bulai jagung. 2). Terdapat sinergi terbaik antara
Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang zingiberaceae yang mampu
mengendalikan penyakit bulai jagung.
Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 di
Laboratorium Proteksi Tanaman Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan perlakuan Trichoderma (T) dan fungisida nabati (F). Dua isolat
Trichoderma yang digunakaan yaitu Trichoderma sp. (T1) berasal dari NTF
Lampung Timur dan Trichoderma sp. (T2) berasal dari Laboratorium Klinik
Tanaman Universitas lampung. Fungisida nabati yang digunakan berasal dari
ekstrak jahe (F1), kunyit (F2), lengkuas (F3), kencur (F4), temulawak (F5), dan
temu ireng (F6).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sinergi Trichoderma spp. dan ekstrak
rimpang zingiberaceae mampu mengendalikan penyakit bulai. Sinergi
Trichoderma NTF dengan kunyit, lengkuas, dan temu ireng, serta sinergi
Trichoderma klinik dengan jahe, lengkuas ,dan temulawak (T1F2, T1F3, T1F4, T1F6,
T2F1, T2F3, T2F5). tidak berbeda nyata dalam menekan keterjadian penyakit bulai.
Namun, perlakuan tersebut lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya dan
kontrol.
Kata Kunci: Ekstrak zingiberaceae jagung, Peronosclerospora sorghi.,Trichoderma spp.
Muhammad Saiful Anwar Sodiq
iii
PENGARUH SINERGI Trichoderma spp. DAN EKSTRAK RIMPANGZINGIBERACEAE TERHADAP PENYAKIT BULAI
Oleh
MUHAMMAD SAIFUL ANWAR SODIQ
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai GelarSARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan AgroteknologiFakultas Pertanian Universitas Lampung
FAKULTAS PERTANIANUNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG2017
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak keenam dari delapan bersaudara pasangan Bapak Rasdi
dan Ibu Siti Isti Damah. Penulis dilahirkan di Labuhan Ratu Lampung Timur pada
29 Maret 1995. Penulis menyelesaikan Sekolah Dasar di MIN 2 Gunung Terang
Labuhan Ratu pada tahun 2007, Sekolah Menengah Pertama di SMP PGRI 2
Labuhan Ratu pada tahun 2010, dan Sekolah Menengah Atas di SMAN 1 Labuhan
Ratu pada tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa di Program Studi
Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2013 melalui
jalur Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan akademik dan organisasi.
Penulis pernah menjabat sebagai anggota bidang Penelitian dan Pengembangan
Keilmuan di Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (Permaagt) 2015/2016. Selain
itu penulis juga pernah menjadi asisten dosenuntuk mata kuliah Dasar-Dasar
Perlindungan Tanaman pada tahun ajaran 2015/2016, dan Karantina Tumbuhan
pada tahun ajaran 2016/2017.
Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata (KKN) sebagai mata kuliah wajib dan
pengabdian kepada masyarakat di Desa Dente Makmur Kecamatan Dente Teladas
Tulang Bawang pada bulan Januari-Maret 2016. Penulis melaksanakan Praktik
Umum (PU) sebagai mata kuliah wajib di PTPN VII Unit Pagar Alam Sumatra
viii
Selatan dengan judul “Pengelolaan Hama dan Penyakit Penting pada Tanaman
Teh (Camellia sinensis L.) di PT Perkebunan Nusantara VII Unit Pagar Alam
Sumatera Selatan” pada bulan Juli-Agustus 2016. Penulis melaksanakan
penelitian pada bulan Desember 2016-februari 2017 di Laboratorium Proteksi
Tanaman Universitas Lampung.
ix
Dengan penuh rasa syukur kepada Allah SWT, ku persembahkan karya ini untuk
Kedua orang tuaku tercinta, Ayahanda Rasdi dan Ibunda Siti Isti Damah yang
telah mengorbankan segalanya untukku, selalu memberikan semangat dan selalu
menjadi inspirasi terbaikku.
Kakak-kakakku Siti Nur Hidayah, Siti Nikmaturrohmah, Siti Anjar Suprihatin,
Muhammad Ikhsan Almaarif, Siti Nur Yulianti, adik-adikku Muhammad Imron
Asari, dan siti Khoirul Solikhatunnazilla.yang selalu memotivasiku untuk terus
berjuang menggapai cita.
Dosen pembimbing dan penguji, Keluarga Agroteknologi 2013 serta untuk
Almamater tercinta, Universitas Lampung.
x
“Waktu itu bagaikan pedang, jika kamu tidak menggunakannya untuk memotong,
ia akan memotongmu (menggilasmu)”
(HR. Muslim)
“Manusia yang paling lemah adalah orang yang tidak mampu mencari teman.
Namun yang lebih lemah dari itu adalah orang yang mendapatkan teman tetapi
menyia-nyiakannya”
(Ali bin Abi Thalib)
“Banyak kegagalan dalam hidup ini dikarenakan orang-orang tidak menyadari
betapa dekatnya mereka dengan keberhasilan saat mereka menyerah”
(Thomas Alva Edison)
“Dimanapun kamu berada selau bawalah kebaikan bersamamu”
(Muhammad Saiful Anwar Sodiq)
xi
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat
dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi. Selama melaksanakan penelitian sampai tersusunya skripsi ini, penulis
banyak mendapatkan bimbingan, arahan, petunjuk dan saran serta bantuan moril
maupun materil dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung.
Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis banyak mengucapkan terimakasih
kepada:
1. Ir. Joko Prasetyo, M.P., selaku pembimbing utama yang telah memberikan
kesempatan dan dengan sabarnya memberikan pengarahan dan bimbingan
selama proses penelitian dan penulisa nskripsi ini.
2. Dr. Ir. Suskandini Ratih D., S.P., M.P., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan arahan, bimbingan dan saran serta kesabaran selama proses
penelitian hingga menyelesaikan skripsi ini.
3. Radik Suharjo, S.P., M.Agr., Ph.D., selaku pembahas atas saran, nasihat,
bimbingan dan kritik yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
4. Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banuwa, M.Si., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung.
5. Prof. Dr. Ir. Sri Yusnaini, M.Si., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi.
xii
6. Prof. Dr. Ir. Purnomo, M. S., selaku Ketua Jurusan Hama dan Penyakit
Tanaman.
7. Dr. Ir. Tumiar K. Manik, M.Sc., selaku Pembimbing Akademik (PA) atas
saran dan bimbingannya selama perkuliahan.
8. Kedua orang tua dan Keluarga Besar Ky. H. Slamet Habib dan Hj. Siti
Muntamah ayahanda Rasdi, Ibunda Siti Isti Damah, Kakak-kakakku Siti Isti
damah, Siti Nik Maturrohmah, Siti Anjar Suprihatin, Muhammad Ikhsan
Alma Arif, Siti Nur Yulianti, adik-adikku Muhammad Imron Asari, dan Siti
Khoirul Solikhatunnazilla terimakasih atas doa, pengorbanan, dukungan,
motivasi, nasihat, semangat, perhatian, segala bentuk bantuan serta cinta dan
kasih sayang kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat tercinta Marledyana Fitri, S.P., Margaretha Handayani, S.P.,
Mawadah Warohmah, S.P., Fitriana Aksuri,S.P., M. Maruf Firdaus, S.P.,
semangat, pengalaman, keceriaan dan kerjasama yang baik yang telah
diberikan dari awal perkuliahan hingga saat ini.
10. Sahabat-sahabat Muhammad Iben Sardio, S.P., Nur Kholis, S.P., M. Arif
Suryadi, S.P., M. Ikhwan Alrasyid, S.P., Rindang Wicaksono, S.P., Mayuda
Santana, S.P., Resky Ramadan, S.P., Muhammad Sofarizano karilah, S.P.,
Nurhidayat, S.P., Rian Adi Nata, S.P., dan Yosep Riando Kusuma, S.P.
Thion Indarto, S.P.
11. Teman-teman Pagar Alam Squad Erisa Setyowati, S.P., Ichwan Surya
Nugraha, S.P., Dian Ratna Kusuma Ningtias, S.P., Edah Martianingsih, S.P.
12. Teman-teman seperjuangan yang saling memotivasi Davit Irvanto, S.P., dan
Mahmud Rifa’i, S.P.
xiii
13. Teman-teman satu penelitian Faris Faishol Nur Sudiharta, S.P.dan Isti Putri
Utami, S.P. atas kerjasama dan semngat.
14. Teman satu Pembimbing Akademik Muhammad Saifudin, S.P. dan Nenden
Amelia Sari, S.P.
14. Keluarga besar CAPSLOCK, dan Agroteknologi 2013, atas kebersamaannya
selama ini.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk pembaca. Penulis selalu menantikan
kritik dan saran yang membangun.
Bandar Lampung,
Penulis,
Muhammad Saiful Anwar Sodiq
xiv
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xvii
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah......................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 4
1.3 Kerangka Pemikiran...................................................................... 4
1.4 Hipotesis ....................................................................................... 6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Jagung................................................................ 7
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung.................................................. 8
2.3 Bulai Jagung.................................................................................. 9
2.4 Trichoderma.................................................................................. 10
2.5 Fungisida Nabati Ekstrak Rimpang Zingiberaceae....................... 122.5.1 Jahe........................................................................................ 122.5.2 Kunyit.................................................................................... 132.5.3 Kencur ................................................................................... 142.5.4 Laos ....................................................................................... 152.5.5 Temulawak............................................................................ 152.5.6 Temu Ireng ............................................................................ 16
xv
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................... 18
3.2 Bahan dan Alat.............................................................................. 18
3.3 Metode Penelitian ......................................................................... 18
3.4 Pelaksanaan Penelitian.................................................................. 193.4.1 Persiapan media tanama........................................................ 193.4.2 Penanaman ............................................................................ 193.4.3 Pembuatan fungisida nabati .................................................. 203.4.4 Perbanyakan isolat Trichoderma spp. .................................. 213.4.5 Aplikasi Trichoderma spp..................................................... 213.4.6 Penyiapan suspensi Peronosclerospora sorghi..................... 223.4.7 Inokulasi Peronosclerospora sorghi ..................................... 223.4.8 Pengamatan dan pengumpulan data ...................................... 22
3.5 Analisis Data ................................................................................. 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil .............................................................................................. 244.1.1 Gejala penyakit Bulai ............................................................ 244.1.2 Keterjadian penyakit bulai .................................................... 254.1.3 Masa inkubasi penyakit bulai................................................ 274.1.4 Tinggi tanaman jagung.......................................................... 284.1.5 Bobot kering brangkasan tanaman jagung ............................ 30
4.2 Pembahasan................................................................................... 31
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan ....................................................................................... 36
5.2 Saran ............................................................................................. 36
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 37
LAMPIRAN
Tabel .................................................................................................. 39-45
xvi
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Keterjadian penyakit bulai pada tanaman jagung 21 HSI........... 26
2. Masa Inkubasi penyakit bulai...................................................... 28
3. Tinggi tanaman jagung dari minggu (cm)................................... 30
4. Bobot kering brangkasan tanaman jagung .................................. 31
xvii
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
1. Tata letak perlakuan disetiap percobaan ..................................... 20
2. Gejala penyakit bulai dan konidia Peronosclerospora sorghi .... 24
3. Perkembangan penyakit bulai 1-21 HSI .................................... 25
4. Tinggi tanaman jagung minggu ke-1 sampai 4 .......................... 29
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Jagung merupakan salah satu tanaman serealia penting sebagai sumber pangan,
pakan, dan energi. Berdasarkan urutan sebagai bahan makanan pokok dunia,
jagung menduduki urutan ketiga setelah gandum dan padi. Jagung merupakan
salah satu sumber karbohidrat yang dapat digunakan untuk menggantikan beras.
Sebagai sumber karbohidrat, sebagian masyarakat memanfaatkan jagung untuk
makanan pokok sehari-hari. Oleh sebab itu, tidak heran apabila kebutuhan jagung
dari tahun ke tahun terus meningkat. Selain sebagai bahan makanan pokok,
jagung juga digunakan sebagai bahan olahan minyak goreng, tepung maizena,
etanol, asam organik, dan industri pakan ternak, sehingga sangat diusahakan
peningkatan produksi melalui sumberdaya manusia dan sumberdaya alam,
ketersediaan lahan maupun potensi hasil dan teknologi.
Menurut Badan Pusat Statistika (2016), produksi jagung pipilan kering di
Indonesia dari tahun 2010-2015 mengalami fluktuasi produksi yaitu pada tahun
2010 jumlah produksi jagung mencapai 18.327.636 ton, pada tahun 2011
mengalami penurunan yaitu jumlah produksi jagung hanya 17.643.250, produksi
jagung pada tahun 2012 mengalami peningkatan dengan produksi mencapai
19.387.022 ton, pada tahun 2013 kembali mengalami penurunan dengan produksi
2
mencapai 18.511.853 ton, sedangkan pada tahun 2014 dan 2015 produksi
mengalami peningkatan dengan jumlah produksi jagung mencapai 19.008.426 ton
dan 19.612.435 ton.
Provinsi Lampung merupakan salah satu penghasil jagung di Indonesia. Namun
produksi jagung pipilan kering di provinsi tesebut menurut BPS (2016),
mengalami fluktuasi juga dari tahun 2010-2015. Tahun 2010 mencapai 2.126.571
ton, pada tahun 2011 dan 2012 produksi jagung mengalami penurunan yaitu
mencapai 1.817.906 ton dan 1.760.275 ton, tahun 2013 produksi pipilan jagung
kering mencapai 1.760.278 ton, sedangkan pada tahun 2014 dan 2015 produksi
pipilan jagung kering mengalami penurunan dengan produksi mencapai 1.719.386
ton dan 1.502.800 ton.
Fluktuasi produksi jagung tersebut selain disebabkan oleh luas panen yang
menurun, disebabkan juga oleh organisme pengganggu tanaman salah satunya
yaitu penyakit bulai pada tanaman jagung. Penyakit tersebut menurut Semangun
(2004), dapat menurunkan hasil produksi sebesar 90%. Penyakit bulai pada
pertanaman jagung disebabkan oleh Peronosclerospora sorghi.
Pengendalian penyakit tersebut masih sering dilakukan dengan cara kimia yaitu
dengan menggunakan fungisida berbahan aktif metalaksil. Penggunaan fungisida
tersebut yang dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan resistensi
patogen. Menurut Surtikanti (2013), penggunaaan fungisida berbahan metalaksil
di Purbolinggo Jawa Timur diduga telah menyebabkan resistensi penyakit bulai
jagung. Di daerah Kalimantan menurut Burhanudin (2009), pengggunaan
fungisida saromil berbahan aktif Metalaksil 35% sudah tidak efektif
3
mengendalikan penyakit bulai pada pertanaman jagung di Kabupaten
Bengkawang. Selain itu, penggunaan fungisida kimia akan berdampak buruk
terhadap lingkungan bahkan kesehatan manusia karena bahan kimia tersebut
bersifat karsinogenik jika dikonsumsi dalam jangka waktu yang panjang. Oleh
sebab itu, perlu dicari alternatif pengendalian lain untuk mengendalikan penyakit
bulai yang efektif dan efisien serta tidak mengganggu kesimbangan lingkungan
dan aman bagi kesehatan manusia.
Alternatif pengendalian yang dapat dilakukan yaitu dengan menggunakan
fungisida nabati dan agensia pengendalian hayati. Penggunaan fungisida nabati
dapat menghambat serangan patogen. Selain itu, pengendalian dengan fungisida
nabati tidak mengganggu keseimbangan lingkungan juga aman untuk kesehatan
manusia karena mudah terurai serta tidak meninggalkan residu pada produk yang
dihasilkan.
Pengendalian patogen Peronosclerospora sorghi dengan menggunakan fungisida
nabati dapat menggunakan beberapa jenis tumbuhan seperi jahe, kunyit, kencur,
lengkuas, temulawak, dan temu ireng. Tumbuhan tersebut mengandung senyawa
kimia yang berfungsi sebagai antibakteri dan antifungi sehingga berpotensi dalam
mengendalikan petogen tersebut. Salah satu zat yang terkandung dalam
tumbuhan tersebut adalah tanin. Menurut Yendi (2015), tanin memiliki
kemampuan mengganggu proses terbentuknya komponen struktur dinding sel
jamur dengan cara menghambat sintesis kitin dalam sel jamur, selain itu
kandungan sineol dan saponin dalam rimpang kencur memiliki efek antifungi
dalam merusak membran sel jamur.
4
Selain menggunakan fungisida nabati pengendalian lain yang dapat dilakukan
yaitu dengan memberikan suatu faktor yang dapat menginduksi tanaman sehingga
ketahanan tanaman menjadi meningkat terhadap serangan patogen. Istilah ini
dikenal dengan istilah ketahanan sistemik atau imunisasi (Harsanti, 2001).
Imunisasi tanaman terhadap berbagai penyakit dapat dilakukan dengan
menggunakan agensia penginduksi abiotik dan biotik. Salah satu agensia
penginduksi biotik adalah jamur Trichoderma spp. Jamur tersebut berpotensi
sebagai Plant Grow Promoting Fungi (PGPF) dan meningkatkan ketahanan
tanaman terhadap serangan patogen.
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengetahui sinergi Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang zingiberaceae
dalam mengendalikan penyakit bulai jagung.
2. Mendapatkan sinergi Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang zingiberaceae
yang terbaik dalam mengendalikan penyakit bulai jagung.
1.3 Kerangka Pemikiran
Menurut Ariyanta et al. (2015), aplikasi jamur Trichoderma dan penyambungan
secara tunggal dapat menurunkan intensitas penyakit utama hawar daun tomat
serta meningkatkan produksi tanaman tomat. Menurut Sudantha (2010), aplikasi
jamur saprofit T. harzianum isolat SAPRO-07, jamur endofit T. viride isolat
ENDO-06 dan campuran keduanya, pemberian serasah daun gamal, serasah daun
lamtoro dan serasah daun kopi efektif mengendalikan penyakit busuk batang serta
5
dapat meningkatkan ketahanan terinduksi tanaman vanili terhadap penyakit busuk
batang fusarium.
Menurut Sudantha dan Ernawati (2014), jamur endofit T. viride isolat ENDO-20,
T. koningii isolat ENDO-21 dan T. polysporum isolat ENDO-22 yang
diaplikasikan pada bibit pisang dengan cara perendaman bonggol bibit pisang
pada suspensi isolat Trichoderma dan aplikasi formulasi Trichoderma berbentuk
tablet pada media tanam dapat meningkatkan imunitas terhadap penyakit layu
fusarium.
Menurut Gusnawaty et al. (2014), Trichoderma sp. memiliki efektifitas dalam
mengendalikan penyakit layu fusarium dan meningkatkan pertumbuhan serta
produksi tanaman tomat. Menurut Harsanti (2001), perendaman benih tomat dan
akar tomat dalam suspensi Aspergillus spp.,Trichoderma spp., atau Penicillium
spp. dengan kerapatan spora 105 spora /ml meningkatkan ketahanan tanaman
tomat terhadap penyakit bercak coklat dengan persentase penghambatan berturut-
turut sebesar 36% dan 39%, 50% dan 51%, 66% dan 68%.
Hasil penelitian Yendi (2015), secara in-vitro menunjukkan bahwa pemberian
ekastrak rimpang tanaman zingiberaceae berpengaruh dalam menekan
pertumbuhan koloni C. musae dan perkembangan sporanya. Salah satu zat aktif
yang terkandung di dalam tanaman zingiberaceae yaitu tanin yang memiliki
kemampuan mengganggu proses terbentuknya komponen struktur dinding sel
jamur. Struktur dinding sel jamur yang dihambat adalah sintesis kitin sel jamur.
Selain itu ada juga kandungan sineol dan saponin dalam rimpang kencur memiliki
efek antifungi dalam merusak membran sel jamur.
6
Menurut Darmawan dan Anggraeni (2012), ekstraksi sederhana dari bahan
rimpang lengkuas, kencur, dan kunyit memiliki kemampuan mengendalikan
pertumbuhan Pythium sp. penyebab penyakit lodoh pada persemaian tanaman
hutan secara in-vitro. Hal tersebut dikarenakan salah satu kandungan yang
terdapat didalamnya yaitu saponin. Saponin dalam jumlah yang cukup menjadi
faktor penting dalam pertahanan tanaman dari serangan patogen.
1.3 Hipotesis
Berdasarkan tujuan dan kerangka pemikiran diatas maka hipotesis yang akan
diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat sinergi Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang zingiberaceae mampu
mengendalikan penyakit bulai jagung.
2. Terdapat sinergi terbaik antara Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang
zingiberaceae yang mampu mengendalikan penyakit bulai jagung.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman Jagung
Menurut Purwono dan Hartono (2007), jagung termasuk tanaman berakar serabut
yang terdiri dari tiga tipe akar, yaitu akar seminal, akar adventif, dan akar udara.
Akar seminal tumbuh dari radikula dan embrio. Akar adventif disebut juga akar
tunjang yang tumbuh dari buku paling bawah. Akar udara adalah akar yang
keluar dari dua atau lebih buku terbawah dekat dengan permukaan tanah.
Perkembangan akar jagung tergantung dari varietas, kesuburan tanah, dan keadaan
air tanah.
Batang jagung tidak bercabang, berbentuk silinder, dan terdiri dari beberapa ruas
dan buku ruas. Pada buku ruas akan muncul tunas yang berkembang menjadi
tongkol. Tinggi batang jagung tergantung varietas dan tempat penanaman,
umumnya berkisar 60 sampai 300 cm. Daun jagung memanjang dan keluar dari
buku-buku batang. Jumlah daun terdiri dari 8 sampai 48 helai. Antara kelopak
dan helaian terdapat lidah daun yang disebut ligula. Fungsi ligula adalah
mencegah air masuk ke dalam kelopak daun dan batang.
Bunga jagung tidak mempunyai petal dan sepal sehingga disebut bunga tidak
lengkap. Bunga jagung disebut bunga tidak sempurna karena bunga jantan dan
betina berada pada bunga yang berbeda. Bunga jantan terdapat diujung batang,
8
sedangkan bunga betina terdapat diketiak daun keenam atau kedelapan bunga
jantan. Penyerbukan pada jagung terjadi bila serbuk sari dari bunga jantan jatuh
dan menempel pada rambut tongkol. Tanaman jagung umumnya terjadi
penyerbukan silang. Penyerbukan terjadi dari serbuk sari tanaman lain. Biji
jagung tersusun rapi pada tongkol, setiap satu tongkol terdapat 200 sampai 400
biji. Biji jagung terdiri dari tiga bagian, bagian paling luar disebut pericarp,
lapisan kedua disebut endosperm, sementara bagian paling dalam yaitu embrio
atau lembaga.
2.2 Syarat Tumbuh Tanaman Jagung
Tanaman jagung dapat dibudidayakan di dataran rendah maupun dataran tinggi,
pada lahan sawah atau tegalan. Suhu optimal antara 21-34 °C, pH tanah antara
5,6-7,5 dengan ketinggian antara 1000-1800 m dpl dengan ketinggian optimum
antara 50-600 m dpl (Murni dan Arif, 2008).
Tanaman jagung membutuhkan air sekitar 100-140 mm perbulan oleh karena itu
waktu penanaman harus memperhatikan curah hujan dan penyebarannya.
Penanaman dimulai bila curah hujan sudah mencapai 100 mm/bulan untuk
mengetahui ini perlu dilakukan pengamatan curah hujan dan pola distribusinya
selama 10 tahun ke belakang agar waktu tanam dapat ditentukan dengan baik dan
tepat (Murni dan Arif, 2008), jagung menghendaki tanah yang subur untuk dapat
berproduksi dengan baik, hal ini dikarenakan tanaman jagung membutuhkan
unsur hara terutama nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K) dalam jumlah yang
banyak.
9
2.3 Bulai Jagung
Penyakit bulai pada tanaman jagung disebabkan oleh Peronosclerospora spp.
Peronosclerospora di Indonesia menurut Rustiani et al. (2015), terdapat 3 jenis patogen
Peronosclerospora yaitu P. maydis, P. sorghi, P. philippinensis. Ciri morfologi dari P.
maydis yaitu konidiofor bercabang tiga sampai empat kali, berukuran 111-410 μm
dilengkapi dengan sterigmata berujung konidia. Konidia berdinding tipis dengan
bentuk sperikal dan subsperikal, berdiameter 12-23 x 25-44 μm. Ciri morfologi P.
sorghi yaitu konidiofor hyaline berukuran 183-300 μm namun jumlah
percabangan hanya sebanyak dua kali. Konidia berdinding tebal dengan ketebalan
1-2 μm, berbentuk spherical, berdiameter 9-10 x 10-11 μm. Sedangkan, sel
konidiafor yang dimiliki oleh P. philippinensis yaitu sel hyaline, menyempit ke
arah basal, determinate dengan jumlah percabangan tiga kali, berukuran 150-300
μm, dan konidia berbentuk oval berdiameter 11-15 x 15-40 μm (Rustiani et al.,
2015).
Perbedaan deskripsi morfologi ketiga spesies Peronosclerospora pada jagung
tersebut tampak pada bentuk kondia, jumlah percabangan konidiofor, serta ukuran
konidia dan konidiofor. Konidia ketiga spesies diamati tidak mengalami
percabangan pada saat berkecambah (Rustiani et al., 2015).
Gejala khas penyakit bulai adalah adanya warna klorotik memanjang sejajar
tulang daun, dengan batas yang jelas dari daun yang masih sehat berwarna hijau
normal, daun permukaan bawah dan atas terdapat warna putih seperti tepung, hal
ini sangat tampak dipagi hari. Tanaman jagung yang terserang penyakit bulai
sejak umur muda sekitar (10-15 HST), maka akan terjadi infeksi yang sistemik
10
dan intensitas serangan berat, sehingga dapat menyebabkan kegagalan panen
Gejala lainnya adalah tanaman akan terhambat pertumbuhannya, termasuk
pembentukan tongkol, bahkan sama sekali tongkol jagung tidak terbentuk.
Selanjutnya daun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubah menjadi
masa daun yang berlebihan dan daun mengalami sobek-sobek.
Proses infeksi jamur Peronosclerospora spp. dimulai dari konidia yang terlepas
pada tangkai konidia (konidiofor), kemudian disebarkan oleh angin dan jatuh pada
permukaan daun jagung berumur muda. Selanjutnya konidia akan berkecambah
dengan membentuk apressoria, lalu masuk kedalam jaringan tanaman melalui
stomata. Kecepatan infeksi cendawan ini sangat ditentukan oleh tingkat
ketahanan varietas, ketersediaan sumber inokolum (konidia) bulai, kondisi
lingkungan terutama suhu dan kelembaban serta adanya air gutasi pada corong
tanaman jagung. Selanjutnya akan terjadi lesion lokal dan berkembang sampai
pada titik tumbuh yang menyebabkan infeksi sistemik keseluruh bagian daun
tanaman jagung, sehingga terbentuk gejala khas yaitu terjadinya klorotik
dipermukaan dan bawah daun.
2.4 Trichoderma
Jamur Trichoderma spp. saat ini banyak diteliti dan dikembangkan sebagai
agensia pengendali patogen yang bersifat tular tanah. Hal ini disebabkan
beberapa sifat yang penting seperti mudah diisolasi dan dibiakkan, mempunyai
kisaran mikroparasitisme yang cukup luas, dapat tumbuh cepat pada berbagai
substrat, umumnya tidak bersifat patogenik terhadap tanaman, mempunyai
11
kemampuan kompetisi yang baik terhadap ruang dan makanan, seperti
menghasilkan antibiotik dan enzim yang dapat mengalahkan lingkungan (BPTP,
2012).
Salah satu aspek dari pengelolaan penyakit terutama penyakit yang terbawa tanah
yaitu dengan menggunakan mikroorganisme antagonis dalam sistem pertanian.
Jamur Trichoderma spp. sudah terbukti sebagai antagonis yang efektif dalam
mengendalikan jamur patogen pada tanaman sebagai Agens Pengendali Hayati
(APH), Trichoderma spp. cukup efektif terhadap beberapa jamur patogen
diantaranya Fusarium, Sclerotium, Rhizoctonia, Pytium, Phytopthora, Armilaria,
Colletotrichum, Rigidoporus (BPTP, 2012).
Beberapa cara organisme bekerja dalam mengendalikan patogen yaitu kolonisasi
dengan cepat mendahului patogen atau kemudian berkompetisi, juga
memproduksi antibiotik, mikroparasit, melisis patogen. Pertumbuhan miselium
Trichoderma spp. akan membelit dan memenuhi tempat disekitar hifa dari jamur
inang, kemudian hifa patogen menjadi kosong.
T. harzianum dan T. hamatum berperan sebagai mikoparasit trerhadap
Rhizoctonia solani dan Sclerotium rolfsii dengan memproduksi β – (1-3)
glukonase dan kitinase yang menyebabkan exolisis pada hifa inang. T. hamatum
juga memproduksi selulose yang dapat memperjelas kemampuannya untuk
memarasit Pytium sp. Beberapa isolat dari Trichoderma ada yang memproduksi
antibiotik, terutama pada pH rendah. T. viride menghasilkan antibiotik gliotoksin
dan firidin. Antibiotika tahan dalam tanah yang bereaksi masam, tetapi cepat
terurai bila tanah bereaksi alkalis (BPTP, 2012).
12
2.4 Fungisida Nabati Ekstrak Rimpang Zingiberaceae
2.4.1 Jahe
Terna berbatang semu, tinggi 30 cm sampai 1 m, rimpang bila dipotong berwarna
kuning atau jingga, daun sempit, panjang 15-23 mm, lebar 8-15 mm, tangkai daun
berbulu, panjang 2-4 mm, bentuk lidah daun memanjang, panjang 7,5-10 mm,
dan tidak berbulu, seludang agak berbulu.
Bunga berupa malai yang keluar dari permukaan tanah, berbentuk tongkat atau
bundar telur yang sempit 2,75-3 kali lebarnya, sangat tajam, panjang malai
3,5-5 cm, lebar 1,5-1,75 cm, gagang bunga hampir tidak berbulu, panjang 25 cm,
sisik pada gagang terdapat 5-7 buah, berbentuk lanset, letaknya berdekatan atau
rapat, hampir tidak berbulu, panjang sisik 3-5 cm. Daun pelindung berbentuk
bundar telur terbalik, bundar pada ujungnya, tidak berbulu, berwarna hijau cerah,
panjang 2,5 cm, lebar 1-1,75 cm. Mahkota bunga berbentuk tabung 2-2,5 cm,
helainya agak sempit, berbentuk tajam, berwarna kuning kehijauan, panjang
1,5-2,5 mm, lebar 3-3,5 mm, bibir berwarna ungu, gelap, berbintik-bintik
berwarna putih kekuningan, panjang 12-15 mm, kepala sari berwarna ungu,
panjang 9 mm, dan bertangkai putik (Prihatman, 2000).
Tanaman jahe diduga dapat berperan sebagai pestisida nabati, karena rimpang
tanaman jahe mengandung 2-3% minyak atsiri, 20-60% pati, damar, asam
organik, asam malat, asam oksalat serta gingerin (Mursito dalam Mujim, 2010).
13
2.4.2 Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica Val.) merupakan salah satu tanaman obat potensial,
selain sebagai bahan baku obat juga dipakai sebagai bumbu dapur dan zat
pewarna alami. Tanaman tersebut tumbuh membentuk rumpun, memiliki batang
semu yang tegak berbentuk bulat dan menyimpan banyak air di dalamnya.
Batang semu ini berwarna hijau kekuningan, terdiri dari beberapa pelepah daun
dengan batang tanaman kunyit antara 75-100 cm. Daun tanaman kunyit
berbentuk lanset dengan panjang 10-40 cm dan lebar 8-13 cm. Tulang daun
menyirip, berwarna hijau pucat dengan bagian ujung dan pangkal daun meruncing
serta tepi daun rata. Satu tanaman kunyit terdiri dari 6-10 lembar daun yang
tersusun berselang-seling (Anggun, 2012).
Berdasarkan hasil survei tahun 2003, kebutuhan rimpang kunyit berdasarkan
jumlahnya yang diserap oleh industri obat tradisional di Jawa Timur menduduki
peringkat pertama dan di Jawa Tengah termasuk lima besar bersama-sama dengan
bahan baku obat lainnya. Rimpangnya sangat bermanfaat sebagai antikoagulan,
menurunkan tekanan darah, obat cacing, obat asma, penambah darah, mengobati
sakit perut, penyakit hati, karminatif, stimulan, gatal-gatal, gigitan serangga, diare,
dan, rematik (Rahardjo dan Rostriana, 2005).
Kandungan utama di dalam rimpangnya terdiri dari minyak atsiri, kurkumin,
resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, dan bidesmetoksikurkumin, damar, gom,
lemak, protein, kalsium, fosfor dan besi. Zat warna kuning (kurkumin)
dimanfaatkan sebagai pewarna untuk makanan manusia dan ternak. Kandungan
kimia minyak atsiri kunyit terdiri dari ar-tumeron, α dan β–tumeron, tumerol,
14
α–atlanton, β–kariofilen, linalol, 1,8 sineol sehingga dapat digunakan sebagai anti
mikroba (Rahardjo dan Rostriana, 2005).
2.2.3 Kencur
Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan tanaman terna aromatik yang
tergolong kedalam zingiberaceae. Pembeda utama kencur dengan tanaman
temu-temuan lainnya adalah daunnya yang menutup tanah. Tanaman ini sudah
berkembang di Pulau Jawa dan di luar Jawa seperti Sumatera Barat, Sumatera
Utara, dan Kalimantan Selatan. Sampai saat ini karakteristik utama yang dapat
dijadikan sebagai pembeda kencur adalah daun dan rimpang. Berdasarkan ukuran
daun dan rimpangnya, dikenal 2 tipe kencur, yaitu kencur berdaun lebar dengan
ukuran rimpang besar dan kencur berdaun sempit dengan ukuran rimpang lebih
kecil. Biasanya kencur berdaun lebar dengan bentuk bulat atau lonjong,
mempunyai rimpang dengan ukuran besar pula, tetapi kandungan minyak
atsirinya lebih rendah daripada kencur yang berdaun kecil berbentuk jorong
dengan ukuran rimpang lebih kecil (Rostriana et al, 2005)
Menurut Gholib (2009), kencur (Kaempferia galanga) merupakan satu di antara
tanaman yang telah dikaji dan dimanfaatkan sebagai fungisida alami. Penelitian
terdahulu melaporkan bahwa ekstrak tanaman kencur (Kaempferia galanga)
mengandung komponen zat aktif yaitu minyak atsiri, flavonoid, saponin,
methyl-p-methoxycinnamate, methyl-cinnamate, carvone, eucalyptol, dan
pentadecane yang berperan sebagai biofungisida bagi pertumbuhan jamur
Trichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans.
15
2.4.4 Lengkuas
Lengkuas merupakan tanaman berumur panjang dan anggota zingiberaceae.
Tanaman lengkuas memiliki pelepah daun-daun yang tersusun berseling-seling
yang menutupi batang dan rimpangnya keras, mengkilap serta memiliki warna
bersisik putih atau kemerahan. Rimpang lengkuas banyak digunakan sebagai
penyedap masakan karena memiliki rasa pedas dan aroma sedap.
Lengkuas memiliki kandungan senyawa yang terdiri dari α –bergamotene,
trans-β-farnesene, β-bisabolene, galangin, dan minyak atsiri yang mengandung 15
methyl cinnamate, sineol, kamfer, α-pinene, eugenol, dan seskuiterpen galangol
(Kartasapoetra dalam Yendi, 2015).
2.4.5 Temulawak
Tanaman terna berbatang semu dengan tinggi hingga lebih dari 1 m tetapi kurang
dari 2 m, berwarna hijau atau coklat gelap. Akar rimpang terbentuk dengan
sempurna dan bercabang kuat, berwarna hijau gelap. Tiap batang mempunyai
daun 2-9 helai dengan bentuk bundar memanjang sampai bangun lanset, warna
daun hijau atau coklat keunguan terang sampai gelap, panjang daun 31-84 cm dan
lebar 10-18 cm, panjang tangkai daun termasuk helaian 43-80 cm (Rahardjo dan
Rostriana, 2005).
Perbungaan lateral, tangkai ramping dan sisik berbentuk garis, panjang tangkai
9-23 cm dan lebar 4-6 cm, berdaun pelindung banyak yang panjangnya melebihi
atau sebanding dengan mahkota bunga. Kelopak bunga berwarna putih berbulu,
panjang 8-13 mm, mahkota bunga berbentuk tabung dengan panjang keseluruhan
16
4,5 cm, helaian bunga berbentuk bundar memanjang berwarna putih dengan ujung
yang berwarna merah dadu atau merah, panjang 1,25-2 cm dan lebar 1 cm.
Rimpang dari tanaman tersebut mengandung 48-59,64% zat tepung, 1,6-2,2%
kurkumin, dan 1,48-1,63% minyak atsiri. Kandungan minyak atsiri tersebut
mampu digunakan sebagai antimikroba.
2.4.6 Temu Ireng
Terna tahunan ini mempunyai tinggi 1-2 m, berumbi batang, berbatang semu yang
tersusun atas kumpulan pelepah daun tegak dan berbentuk rimpang, berwarna
hijau atau cokelat gelap. Daun tunggal, bertangkai panjang, 2-9 helai helaian
daun bentuknya bundar memanjang sampai lanset, ujung dan pangkal runcing,
tepi rata, pertulangan menyirip, warnanya hijau tua dengan sisi kiri kanan ibu
tulang daun terdapat semacam pita memanjang berwarna merah gelap atau
lembayung, panjang 31-84 cm, lebar 10-18 cm. Bunganya merupakan bunga
majemuk berbentuk bulir yang tandannya keluar langsung dari rimpang, panjang
tandan 20-25 cm, bunga mekar secara bergiliran dari kantong-kantong daun
pelindung yang besar, pangkal daun pelindung berwarna putih, ujung daun
pelindung berwarna ungu kemerahan, serta mahkota bunga berwarna kuning
(TPC, 2012).
Rimpangnya cukup besar dan merupakan umbi batang. Rimpang juga
bercabang-cabang, jika rimpang tua dibelah secara vertikal, tampak lingkaran
berwarna biru kehitaman di bagian luarnya, pada rimpang anakan, atau rimpang
cabang, warna kehitaman ini tidak akan terlalu tampak, meskipun memang sedikit
17
terlihat apabila diperhatikan dengan seksama. Warna biru kehitaman inilah yang
menyebabkan tanaman ini diberi nama temu hitam (TPC, 2012).
Minyak atsiri yang terkandung dalam rimpang temu ireng berpotensi sebagai
pestisida organik. Kandungan bahan aktif temu hitam antara lain adalah senyawa
kimia yang disebut sebagai curcuminoid. Curcuminoid ditemukan mempunyai
sifat antioksidan dan antiradang. Rimpang temu ireng mengandung minyak atsiri,
tanin, kurkumol, kurkumenol, isokurkumenol, kurzerenon, kurdion,
kurkumalakton, germakron, linderazulene, kurkumin, demethyoxy kurkumin dan
bisdemethyoxy kurkumin (Rosa, 2016).
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat Peneltian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2016 hingga Februari 2017 di
Laboratorium Proteksi Tanaman Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian
Universitas Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah F2 benih tanaman
jagung P27, isolat Trichoderma spp., pupuk kandang kotoran kambing, aquades,
media PSA, jahe, kunyit, kencur, lengkuas, temulawak, dan temu ireng.
Sedangkan Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah mikroskop majemuk,
erlenmeyer, kertas saring, pipet tetes, polybag, cawan petri, rotary mixer, beaker
glass, dirgalski, autoclave, cangkul, bor gabus, sentrifus, meteran, karet, plastik
tahan panas, pena, lampu senter.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
perlakuan Trichoderma (T) dan fungisida nabati (F). Dua isolat Trichoderma
yang digunakaan yaitu Trichoderma sp. (T1) berasal dari NTF Lampung Timur
dan Trichoderma sp. (T2) berasal dari Laboratorium Klinik Tanaman Universitas
19
Lampung. Fungisida nabati yang digunakan berasal dari ekstrak jahe (F1), kunyit
(F2), kencur (F3), lengkuas (F4), temulawak (F5), dan temu ireng (F6).
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persiapan media tanam
Media tanam yang digunakan adalah tanah yang diambil di sekitar Laboratorium
Proteksi Tanaman Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Lampung. Tanah selanjutkan diautoklaf dengan tujuan supaya tidak ada
Trichoderma spp. yang hidup dan berkembang selain Trichoderma spp. yang
diaplikasikan. Selanjutnya tanah dimasukan kedalam polybag yang berukuran 5
kg.
3.4.2 Penanaman
Benih jagung yang digunakan adalah benih jagung F2 varietas P27. Benih
tersebut ditanam pada polybag. Setiap perlakuan terdapat tiga polybag masing-
masing polybag ditanam 2 benih. Setiap ulangan terdapat 13 perlakuan sehingga
total polybag yang digunakan untuk semua ulangan adalah 117 polybag.
Dilakukan tindakan pemeliharaan yaitu berupa penyiraman, serta pengendalian
gulma yang tumbuh. Berikut merupakan tata letak percobaan dengan penentuan
ulangan diacak dengan menggunakan gulungan kertas.
20
Blok 1 Blok 2 Blok 3
Gambar 1. Tata letak percobaan, (K) kontrol, (T) Trichoderma,dan (F) fungisida nabati
3.4.3 Pembuatan fungisida nabati
Jahe, kunyit, kencur, lengkuas, temulawak, dan temu ireng masing-masing
ditimbang sebanyak 200 g kemudian dibersihkan dengan air steril dan dipotong
T1F6 K T1F4
K T2F$ T1F6
T1F5
T2F6
T2F1
T1F1
T2F3
T2F2
T1F2
T1F1
T2F2
T1F4
T2F1T2F1
T2F3
T1F3T1F4
T2F2 T2F4
T1F2
T1F2
T2F4
T1F3
T2F5
T1F6
T2F5
T2F6
T1F5
T1F5
T2F3
T2F6
K
T1F4 T1F3 T2F5
21
kecil-kecil kemudian dikeringanginkan. Selanjutnya dioven pada suhu 50°C
selama 36 jam. Masing-masing bahan pestisida nabati kemudian diblender dan
diayak untuk mendapatkan tepung yang halus. Selanjutnya dilakukan pembuatan
larutan induk fungisida yaitu dengan cara melarutkan tepung rimpang
zingiberaceae sebanyak 10 g ke dalam 100 ml air steril kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring. Selanjutnya disentrifus selama 10 menit dengan
kecepatan 300 rpm kemudian diambil supernatannya (Sekarsari et al., 2012).
3.4.4 Perbanyakan isolat Trichoderma spp.
Perbanyakan isolat Trichoderma sp. dilakukan di Laboratorium Proteksi
Tanaman. Isolat tersebut diperoleh dari Laboratorium Klinik Tanaman
Universitas Lampung. Jamur tersebut dilakukan reisolasi ke dalam media PSA
(Potato Succrose Agar) pada cawan petri. Perbanyakan isolat Trichoderma spp.
dilakukan dengan mengambil biakan dengan bor gabus yang kemudian
dipindahkan ke media PSA baru dan diinkubasikan selama tujuh hari.
3.4.5 Aplikasi Trichoderma spp.
Sebelum dilakukan inokulasi, disuspensikan Trichoderma spp. yang telah
berumur tujuh hari dengan menggunakan air steril sebanyak 100 ml dan dihitung
kerapatan seporanya. Jumlah kerapatan spora pada isolat yang bersasal dari NTF
Lampung Timur sebesar 2,4x106 spora/ml dan pada isolat yang berasal dari
Laboratorium Klinik Tanaman sebesar 2,9x106 spora/ml. Inokulasi dilakukan
dengan cara menyiramkan suspensi Trichoderma spp. ke pangkal tanaman jagung
yang berumur 5 HST dengan dosis 10 ml per tanaman..
22
3.4.6 Penyiapan suspensi konidia Peronosclerospora sorghi
Spora jamur tersebut diambil dengan cara meneteskan air steril pada permukaan
bawah daun yang bergejala kemudian diserut dengan menggunakan spatula agar
konidia yang terbawa air tersebut langsung masuk ke gelas ukur yang telah
disiapkan, kemudian dihomogenkan dengan menggunakan rotary mixer lalu
dihitung kerapatan konidia (4,8x 10 konidia/ml) (Sekarsari et al., 2012).
3.4.7 Inokulasi Peronosclerospora sorghi
Inokulasi dilakukan scaracara buatan yaitu dilakukan dengan cara meneteskan
suspensi spora Peronosclerospora sorghi yang telah direndam dengan masing-
masing jenis fungisida nabati selama 1 jam pada titik tumbuh tanaman uji yang
berumur 12 HST sebanyak 3 tetes pertanaman. Perbandingan antara aquadea,
konidia, dan fungisida yang digunakan yaitu 1:1:1. Inokulasi dilakukan pada
pukul 02.00-03.00 WIB.
3.4.8 Pengamatan dan pengumpulan data
Pengamatan dilakukan setiap hari selama empat minggu. Variabel yang diamati
adalah keterjadian penyakit, masa inkubasi, tinggi tanaman.
1. Keterjadian penyakit
Keterjadian penyakit dihitung dengan rumus (Ginting, 2013) :TP = nN × 100 %Keterangan :TP : keterjadian penyakit (%)n : jumlah tanaman terserangN : jumlah seluruh tanaman diamati
23
2. Masa inkubasi
Masa inkubasi merupakan selang waktu dari saat inokulasi sampai munculnya
gejala awal sakit pada tanaman. Pengamatan dilakuakan setiap hari hingga
muncul gejala awal penyakit bulai.
3. Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur dari permukaan tanah hingga ujung daun tertinggi tanaman
dengan menggunakan meteran.
4. Bobot kering brangkasan
Tanaman jagung dicabut dari media tanam kemudian dibersihkan dari kotoran
yang melekat seperti tanah, selanjutnya brangkasan dipotong-potong dan
dimasukkan ke dalam amplop untuk dioven dengan suhu 80 °C selama 3 hari
sampai bobot brangkasan telah konstan.
3.5 Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian dianalisis ragam. Homogenitas ragam diuji
dengan uji bartlett. Perbedaan nilai tengah perlakuan diuji dengan Uji Beda
Nyata Terkecil (BNT) pada taraf kepercayaan 5%.
V. SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa:
1. Sinergi Trichoderma spp. dan ekstrak rimpang zingiberaceae mampu
mengendalikan penyakit bulai.
2. Sinergi Trichoderma NTF dengan kunyit, lengkuas, dan temu ireng, serta
sinergi Trichoderma klinik dengan jahe, lengkuas ,dan temulawak (T1F2, T1F3,
T1F4, T1F6, T2F1, T2F3, T2F5). tidak berbeda nyata dalam menekan keterjadian
penyakit bulai. Namun, perlakuan tersebut lebih baik dibandingkan dengan
perlakuan lainnya dan kontrol.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan beberapa taraf
konsentrasi dalam penggunaan fungisida nabati ekstrak rimpang zingiberaceae.
DAFTAR PUSTAKA
Anggun, C. 2012. Budidaya Tanaman Kunyit (Curcuma Domestica Val) danKhsiatnya Sebagi Obat Tradisional Di PT. Indomira Citra Tani Nusantara jl.Kaliurang Km. 16.3 Sleman Yogyakarta. Tugas Akhir. Fakultas pertanian.Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Ariyantha, I.P.B., Sudiarta, I.P., Widyaningsih, D., Sumiartha, I.K., Wirya,G.A.S., & Utama, M.S. 2015. Penggunaan Trichoderma sp. danpenyambungan untuk mengendalikan penyakit utama tanaman tomat(Lycopersicum esculantum Mill.) di Desa Bangli, Kecamatan Baturiti,Tabanan. E-Jurnal Agroteknologi Tropika. 4(1):1-15.
Badan Pusat Statistika (BPS). 2016. Produksi Jagung Menurut Provinsi (ton),1993-2015. https://www.bps.go.id. Diakses tanggal 18 September 2016.
(BPTP) Balai Penelitian Tanaman Pangan. 2012. Jamur Antagonis Trichodermaharizianum: Pengendalian Penyakit Pada Tanaman Perkebunan. DinasPerkebunan Profinsi Jawa Tengah.
Burhanuddin. 2009. Fungisida metalaksil tidak efektif menekan penyakit bulai(Peronosclerospora maydis) di Kalimantan Barat dan alternatifpengendaliannya dalam Prosiding seminar nasional serealia 2009. Hlm395-399.
Contreras-Cornejo, H.A., Macias-Rodriguez, L., Cortes-Penagos, C., & Lopez-Bucio, J. 2009. Trichoderma virens, a plant benefical fungus, enhancesbiomass production and promotes lateral root growth through an auxin-dependentmechanism in arabidopsis. Plant Physiology. 149:1579-1592.
Charisma, A.M., Rahayu, Y.S., & Isnawati. 2012. Pengaruh kombinasi komposTrichoderma dan mikoriza vesikular arbuskular (MVA) terhadappertumbuhan tanaman kedelai (Glycine max (L.) Merill) pada media tanamtanah kapur. Lentera Biologi. 1(3):111-116.
Darmawan, U.W., & Anggraeni, I. 2012. Pengaruh ekstrak rimpang kunyit(Curcuma domestica Vol.) Stunz, lengkuas (Languas galanga L.), dankencur (Kaempera Galanga L.) terhadap Pythium sp. secara in vitro. JurnalPenelitian Hutan Tanaman. 9(3):135-140.
37
Gholib, D. 2009. Daya hambat ekstrak kencur (Kaempferia galanga) terhadapTrichophyton mentagrophytes dan Cryptococcus neoformans jamurpenyebab penyakit kurap pada kulit dan penyakit panu. Buletin PenelitianTanaman Rempah dan Obat. Littro. 20(1):59-67.
Ginting, C. 2013. Ilmu Penyakit Tumbuhan Konsep dan Aplikasi. LembagaPenelitian Universitas Lampung. Bandar Lampung. 199 hlm.
Ginting, C., Mujim, S. & Evizal, R. 2004. Uji pendahuluan pengaruh ekstrak airdari tumbuhan terhadap keterjadian karat pada cakram daun kopi dilaboratorium. Jurnal Hama dan Penyakit Tumbuhan Tropika. 4(1): 47-51.
Harman, G.E. 2000. Changes in perceptions derived from research onTrichoderma harzianum T-22. Plant Disease. 84(4):377-392.
Harsanti. 2001. Pengujian kemampuan Aspergillus spp., Trichoderma spp.,Pinicillium spp. dalam meningkatkan ketahanan tanaman tomat terhadappenyakit bercak coklat (Alternaria solani Sor.). Jurnal Bionatura. 4(3):131-136.
HS, Gusnawati.,Taufik, M., Syair & Esmin. 2014. Efektifitas Trichodermaindigenus hasil perbanyakan pada berbagai media dalam mengendalikanpenyakit layu fusarium dan meningkatkan pertumbuhan serta produksitanaman tomat (Lycopersicum esculantum Mill.). Agriplus. 24(02):99-110.
Jasmine, R., Selvakumar, & Daisy. 2011. Investigating the mechanism of actionof terpenoids and the effect of interfering substances on an indianmedicinal plant extract demonstrating antibacterial activity. InternationalJurnal of Pharmaceutical Science and Research. 2:19-24.
Mujim, S. 2010. Pengaruh ekstrak rimpang jahe (Zingiber oficinale Rosc.)terhadap pertumbuhan Pythium sp. penyebab penyakit rebah kecambahmentimun secara in vitro. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman Tropika10(1):59-63.
Murni, A.M. & Arief, R.W. 2008. Teknologi Budidaya Jagung. DisuntingIrawan, B.E. Balai Besar Pengakajian Dan Pengembangan TeknologiPertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 17 hlm.
Prihatman, K. 2000. Budidaya Jahe. Sistem Informasi MenejemenPembangunan Di Pedesaan. BAPPENAS. Jakarta.
Purwono & Hartono, R. 2007. Bertanam Jagung Unggul. Penebar Swadaya.Jakarta. 64 hlm.
Rahardjo, M. & Rostriana, O. 2005. Budidaya Tanaman Kunyit. BadanPenelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obatdan Aromatika. 6 hlm.
38
Rahardjo, M & Rostriana, O. 2005. Standar Prosedur Operasional Temulawak.Badan Penelitian Dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian TanamanObat dan Aromatika. 9 hlm.
Rosa. 2016. Herbal sehat alami. http://www.naturelifeshop.com/temu-ireng.html. Diakses pada 15 november 2016.
Rostriana, O., Rosita, SMD., & Rahardjo, M. 2005. Standar Prosedur BudidayaTanaman Kencur. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. BalaiPenelitian Tanaman Obat dan Aromatika. 11 hlm.
Rustiani, U.S., Sinaga, M.S., Hidayat, S.H., & Wiyono, S. 2015. Tiga sepesiesPeronosclerospora penyebab penyakit bulai jagung di Indonesia. BeritaBiologi. 14(1):29-37.
Sasmita, M. 2015. Skrining Plant Growth Promoting Rhizobacteria sebagaiAgens Pengendali Hayati Antraknosa (Colletotrichum dematium Var.truncatum) pada Kedelai. Skripsi. Departemen Proteksi Tanaman FakultasPertanian Institut Pertanian Bogor.
Sekarsari, R.A., Prasetyo, J., & Maryono, T. 2012. Pengaruh beberapa fungisidanabati terhadap keterjadian penyakit bulai pada jagung manis (Zea mayssaccharata). Jurnal Agrotek Tropika. 1(10):98-101.
Semangun, H. 2004. Penyakit-Penyakit Tanaman Pangan di Indonesia. GajahMada University Press. Yogyakarta. 429 hlm.
Sudantha, I.M. 2010. Pengaruh aplikasi jamur Trichoderma spp. dan serasahdalam meningkatkan ketahanan terinduksi tanaman vanili terhadap penyakitbusuk batang fusarium. Agronomi Teknologi dan Sosial Ekonom. 20(1):9-18.
Sudantha, I.M. & Ernawati, N.M.L. 2014. Peran jamur endofit Trichoderma spp.untuk meningkatkan ketahanan terinduksi bibit pisang terhadap penyakitlayu fusarium. Agronomi Teknologi dan Sosial Ekonom. 24(3):145-152.
Surtikanti. 2013. Cendawan Peronosclerospora sp. Penyebab penyakit bulai diJawa Timur dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi TeknologiPertanian 2013. Hal 57-67.
Talanca, A.H. 2013. Status penyakit bulai dan tanaman jagung danpengendaliannya dalam Prosiding Seminar Nasional Inovasi TeknologiPertanian. Balai Penelitian Tanaman Serealia. Hlm 76-87.
Tropical Plant Curriculum (TPC). 2012. Modul Tanaman Obat Herba danBerakar Rimpang. Southest Asian food and Agricultural Sience ndTechnology. Institut Pertanian Bogor.
39
Wakman & burhanuddin. 2007. Jagung, Teknik produksi dan Pengembangan.Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian danPengembangan Tanaman Pangan. Hlm. 305-335.
Wasilah, F., Syulasmi,A., & Hamdiyati, Y. 2004. Pengaruh Ekstrak RimpangKunyit (Curcuma domestica Val.) Terhadap Pertumbuhan Jamur Fusariumoxysporum Schlect Secara In Vitro. Skripsi. Jurusan Pendidikan BiologiFPMIPA. Uiversitas Pendidikan Indonesia.
Wiyatiningsih, S., & Wuryandari, Y. 1998. Pengaruh ekstrak rimpang kencur(Kaempferia galanga l.) terhadap jamur Colletotrichum capsici penyebabpenyakit antraknosa pada buah cabai. MIP. UPN ”Veteran” Jawa Timur.7(17). 67-71.
Yedidia, I., Benhamou, N. and Chet, I. 1999. Induction of cucumber plants(Cucumis sativus L.) by the biocontrol agent Trichoderma harzianum.Applied and Environmental Microbiology. 65(3):1061-1070
Yendi, T.P., 2015. Pengaruh Ekstrak Beberapa Tanaman Famili ZingiberaceaeTerhadap Penyakit Antraknosa Pada Buah Pisang. Skripsi. FakultasPertanian Universitas Lampung.
Yulia, E., Suganda, T., Widiantini, F., & Prasetyo, I.P. 2015. Uji keefektifanantijamur ekstrak air rimpang lengkuas (Alpinia galanga [L] willd.) sebagaiperlakuan pratanam untuk mengendalikan Colletotrichum spp. pada kedelai(Glycine max L.). Jurnal Agrikultura. 26(2):104-110.
Yuharmen, Eryanti, Y., & Nurbalatif. 2002. Uji Aktivitas Antimikroba MinyakAtsiri dan Ekstrak Metanol Lengkuas (Alpinia galanga). Skripsi. JurusanKimia FMIPA Universitas Riau.