Download - Makalah Skrining

Transcript
Page 1: Makalah Skrining

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam beberapa dekade, angka penderita kanker leher rahim di negara-negara

maju mengalami penurunan yang tajam. Di Amerika Serikat, dalam 50 tahun

terakhir insiden kanker leher rahim turun sekitar 70%. Hal tersebut

dimungkinkan karena adanya program deteksi dini dan tatalaksana yang baik.

Sebaliknya, di negara-negara berkembang, angka penderita penyakit ini tidak

mengalami penurunan, bahkan justru meningkat akibat populasi yang meningkat

(Eaker et al., 2001).

Banyak alasan yang menyebabkan masih tingginya angka penderita. Diantara

alasan tersebut adalah belum adanya sistem pelayanan yang terorganisasi baik

mulai dari deteksi dini sampai penanganan kanker leher rahim stadium lanjut.

Selain itu terbatasnya sarana dan prasana termasuk tenaga ahli yang kompeten

menangani penyakit ini secara merata menjadi tantangan tersendiri (Eaker et al.,

2001).

Screening atau uji tapis adalah suatu usaha mendeteksi atau menemukan

penderita penyakit tertentu yang tanpa gejala atau tidak tampak dalam suatu

masyarakat atau kelompok penduduk tertentu melalui suatu tes atau pemeriksaan

secara singkat dan sederhana untuk dapat memisahkan mereka yang betul-betul

sehat terhadap mereka yang kemungkinan besar menderita (Noor, 2008).

Screening test merupakan suatu tes yang sederhana dan relatif murah yang

diterapkan pada sekelompok populasi tertentu (yang relatif sehat) dan bertujuan

untuk mendeteksi mereka yang mempunyai kemungkinan cukup tinggi menderita

penyakit yang sedang diamati (disease under study) sehingga kepada mereka

dapat dilakukan diagnosis lengkap dan selanjutnya bagi mereka yang menderita

penyakit tersebut dapat diberikan pengobatan secara dini (Noor, 2008).

Strategi paling efektif dalam menanggulangi kanker payudara adalah

pencegahan sekunder, yaitu upaya deteksi dini dan pengobatan segera. Penemuan

1

Page 2: Makalah Skrining

mammografi adalah terobosan terbesar dalam sejarah penanganan kanker

payudara. Pemeriksaan mammografi dapat menemukan kanker payudara sebelum

timbul keluhan atau disebut dengan stadium praklinis. Oleh karena itu screening

test merupakan cara yang paling tepat dalam usaha pencegahan penyakit

berbahaya yang terkadang tanpa menunjukkan gejala.

B. Tujuan

1. Mengetahui definisi skrining

2. Mengetahui tujuan dan manfaat skrining

3. Mengetahui syarat skrining

4. Mengetahui proses pelaksanaan skrining

5. Mengetahui kriteria evaluasi

2

Page 3: Makalah Skrining

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Skrining

Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau

sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang

diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit (Rajab, 2009). Tes skrining

merupakan salah satu cara yang dipergunakan pada epidemiologi untuk

mengetahui prevalensi suatu penyakit yang tidak dapat didiagnosis atau keadaan

ketika angka kesakitan tinggi pada sekelompok individu atau masyarakat berisiko

tinggi serta pada keadaan yang kritis dan serius yang memerlukan penanganan

segera. Namun demikian, masih harus dilengkapi dengan pemeriksaan lain untuk

menentukan diagnosis definitif (Chandra, 2009).

Berbeda dengan diagnosis, yang merupakan suatu tindakan untuk

menganalisis suatu permasalahan, mengidentifikasi penyebabnya secara tepat

untuk tujuan pengambilan keputusan dan hasil keputusan tersebut dilaporkan

dalam bentuk deskriptif (Yang dan Embretson, 2007). Skrining bukanlah

diagnosis sehingga hasil yang diperoleh betul-betul hanya didasarkan pada hasil

pemeriksaan tes skrining tertentu, sedangkan kepastian diagnosis klinis dilakukan

kemudian secara terpisah, jika hasil dari skrining tersebut menunjukkan hasil

yang positif (Noor, 2008).

Uji skrining digunakan untuk mengidentifikasi suatu penanda awal

perkembangan penyakit sehingga intervensi dapat diterapkan untuk menghambat

proses penyakit. Selanjutnya, akan digunakan istilah “penyakit” untuk menyebut

setiap peristiwa dalam proses penyakit, termasuk perkembangannya atau setiap

komplikasinya. Pada umumnya, skrining dilakukan hanya ketika syarat-syarat

terpenuhi, yakni penyakit tersebut merupakan penyebab utama kematian dan

kesakitan, terdapat sebuah uji yang sudah terbukti dan dapat diterima untuk

mendeteksi individu-individu pada suatu tahap awal penyakit yang dapat

3

Page 4: Makalah Skrining

dimodifikasi, dan terdapat pengobatan yang aman dan efektif untuk mencegah

penyakit atau akibat-akibat penyakit (Morton, 2008).

B. Tujuan dan Manfaat Skrining

Skrining mempunyai tujuan diantaranya (Rajab, 2009):

1. Menemukan orang yang terdeteksi menderita suatu penyakit sedini mungkin

sehingga dapat dengan segera memperoleh pengobatan.

2. Mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat.

3. Mendidik dan membiasakan masyarakat untuk memeriksakan diri sedini

mungkin.

4. Mendidik dan memberikan gambaran kepada petugas kesehatan tentang sifat

penyakit dan untuk selalu waspada melakukan pengamatan terhadap gejala

dini.

5. Mendapatkan keterangan epodemiologis yang berguna bagi klinis dan

peneliti.

Beberapa manfaat tes skrining di masyarakat antara lain, biaya yang

dikeluarkan relatif murah serta dapat dilaksanakan dengan efektif, selain itu

melalui tes skrining dapat lebih cepat memperoleh keterangan tentang sifat dan

situasi penyakit dalam masyarakat untuk usaha penanggulangan penyakit yang

akan timbul. Skrining juga dapat mendeteksi kondisi medis pada tahap awal

sebelum gejala ditemukan sedangkan pengobatan lebih efektif ketika penyakit

tersebut sudah terdeteksi keberadaannya (Chandra, 2009).

C. Syarat Skrining

Untuk dapat menyusun suatu program penyaringan, diharuskan memenuhi

beberapa kriteria atau ketentuan-ketentuan khusus yang merupakan persyaratan

suatu tes penyaringan, antara lain (Noor, 2008):

a. Penyakit yang dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti dalam

masyarakat dan dapat mengancam derajat kesehatan masyarakat tersebut.

4

Page 5: Makalah Skrining

b. Tersediannya obat yang potensial dan memungkinkan pengobatan bagi

mereka yang dinyatakan menderita penyakit yang mengalami tes. Keadaan

penyediaan obat dan jangkauan biaya pengobatan dapat mempengaruhi

tingkat atau kekuatan tes yang dipilih.

c. Tersediannya fasilitas dan biaya untuk diagnosis pasti bagi mereka yang

dinyatakan positif serta tersediannya biaya pengobatan bagi mereka yang

dinyatakan positif melalui diagnosis klinis.

d. Tes penyaringan terutama ditujukan pada penyakit yang masa latennya cukup

lama dan dapat diketahui melalui pemeriksaan atau tes khusus.

e. Tes penyaringan hanya dilakukan bila memenuhi syarat untuk tingkat

sensitivitas dan spesifitasnya karena kedua hal tersebut merupakan standard

untuk mengetahui apakah di suatu daerah yang dilakukan skrining berkurang

atau malah bertambah frekuensi endemiknya.

f. Semua bentuk atau teknis dan cara pemeriksaan dalam tes penyaringan harus

dapat diterima oleh masyarakat secara umum.

g. Sifat perjalanan penyakit yang akan dilakukan tes harus diketahui dengan

pasti.

h. Adanya suatu nilai standar yang telah disepakati bersama tentang mereka

yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.

i. Biaya yang digunakan dalam melaksanakan tes penyaringan sampai pada titik

akhir pemeriksaan harus seimbang dengan resiko biaya bila tanpa melakukan

tes tersebut.

j. Harus dimungkinkan untuk diadakan pemantauan (follow up) terhadap

penyakit tersebut serta penemuan penderita secara berkesinambungan.

Melihat hal tersebut penyakit HIV/AIDS dan Ca paru serta penyakit yang

tidak diketahui pasti perjalanan penyakitnya tidak dibenarkan untuk dilakukan

skrining namun jika dilihat dari sisi lamanya perkembangan penyakit, HIV/AIDS

merupakan penyakit yang memenuhi persyaratan skrining (Noor, 2008).

5

Page 6: Makalah Skrining

D. Proses Pelaksanaan Skrining

Bagan proses pelaksanaan skrining (Noor, 2008).

Pada sekelompok individu yang tampak sehat dilakukan pemeriksaan (tes)

dan hasil tes dapat positif dan negatif. Individu dengan hasil negatif pada suatu

saat dapat dilakukan tes ulang, sedangkan pada individu dengan hasil tes positif

dilakukan pemeriksaan diagnostik yang lebih spesifik dan bila hasilnya positif

dilakukan pengobatan secara intensif, sedangkan individu dengan hasil tes negatif

dapat dilakukan tes ulang dan seterusnya sampai penderita semua penderita

terjaring.

Tes skrining pada umumnya dilakukan secara masal pada suatu kelompok

populasi tertentu yang menjadi sasaran skrining. Namun demikian bila suatu

penyakit diperkirakan mempunyai sifat risiko tinggi pada kelompok populasi

tertentu, maka tes ini dapat pula dilakukan secara selektif (misalnya khusus pada

wanita dewasa) maupun secara random yang sarannya ditujukan terutama kepada

mereka dengan risiko tinggi. Tes ini dapat dilakukan khusus untuk satu jenis

penyakit tertentu, tetapi dapat pula dilakukan secara serentak untuk lebih dari satu

penyakit (Noor, 2008).

Uji skrining terdiri dari dua tahap, tahap pertama melakukan pemeriksaan

terhadap kelompok penduduk yang dianggap mempunyai resiko tinggi menderita

penyakit dan bila hasil tes negatif maka dianggap orang tersebut tidak menderita 6

Page 7: Makalah Skrining

penyakit. Bila hasil tes positif maka dilakukan pemeriksaan tahap kedua yaitu

pemeriksaan diagnostik yang bila hasilnya positif maka dianggap sakit dan

mendapatkan pengobatan, tetapi bila hasilnya negatif maka dianggap tidak sakit

dan tidak memerlukan pengobatan. Bagi hasil pemeriksaan yang negatif

dilakukan pemeriksaan ulang secara periodik. Ini berarti bahwa proses skrining

adalah pemeriksaan pada tahap pertama (Budiarto dan Anggraeni, 2003).

Pemeriksaan yang biasa digunakan untuk uji tapis dapat berupa pemeriksaan

laboratorium atau radiologis, misalnya :

a. Pemeriksaan gula darah.

b. Pemeriksaan radiologis untuk uji skrining penyakit TBC.

Pemeriksaan diatas harus dapat dilakukan :

1. Dengan cepat tanpa memilah sasaran untuk pemeriksaan lebih lanjut

(pemeriksaan diagnostik).

2. Tidak mahal.

3. Mudah dilakukan oleh petugas kesehatan

4. Tidak membahayakan yang diperiksa maupun yang memeriksa (Budiarto dan

Anggraeni, 2003).

Contoh pemanfaatan skrining :

Mammografi untuk mendeteksi ca mammae

Pap smear untuk mendeteksi ca cervix

Pemeriksaan Tekanan darah untuk mendeteksi hipertensi

Pemeriksaan reduksi untuk mendeteksi deabetes mellitus

Pemeriksaan urine untuk mendeteksi kehamilan

Pemeriksaan EKG untuk mendeteksi Penyakit Jantung Koroner (Bustan,

2000).

E. Kriteria Evaluasi

Suatu alat (test) skrining yang baik adalah mempunyai tingkat validitas dan

reliabilitas yang tinggi, yaitu mendekati 100%. Selain kedua nilai tersebut, dalam

memilih tes untuk skrining dibutuhkan juga nilai prediktif (Predictive Values).

7

Page 8: Makalah Skrining

1. Validitas

Validitas adalah kemampuan dari tes penyaringan untuk memisahkan mereka

yang benar-benar sakit terhadap yang sehat. Validitas merupakan petunjuk

tentang kemampuan suatu alat ukur (test) dapat mengukur secara benar dan tepat

apa yang akan diukur. Validitas mempunyai 2 komponen, yaitu:

1. Sensitivitas: kemampuan untuk menentukkan orang sakit.

2. Spesifisitas: kemampuan untuk menentukan orang yang tidak sakit.

Besarnya nilai kedua parameter tersebut tentunya ditentukan dengan alat

diagnostik di luar tes penyaringan. Kedua nilai tersebut saling mempengaruhi

satu dengan yang lainnya, yakni bila sensitivitas meningkat, maka spesifisitas

akan menurun, begitu pula sebaliknya. Untuk menentukan batas standar yang

digunakan pada tes penyaringan, harus ditentukan tujuan penyaringan, apakah

mengutamakan semua penderita terjaring termasuk yang tidak menderita,

ataukah mengarah pada mereka yang betul-betul sehat.

Nilai prediktif adalah besarnya kemungkinan dengan menggunakan nilai

sensitivitas dan spesivitas serta prevalensi dengan proporsi penduduk yang

menderita. Nilai prediktif dapat positif artinya mereka dengan tes positif juga

menderita penyakit, sedangkan nilai prediktif negatif artinya mereka yang

dinyatakan negatif juga ternyata tidak menderita penyakit. Nilai prediktif positif

sangat dipengaruhi oleh besarnya prevalensi penyakit dalam masyarakat dengan

ketentuan, makin tinggi prevalensi penyakit dalam masyarakat, makin tinggi pula

nilai prediktif positif dan sebaiknya.

Disamping nilai sensitivitas dan nilai spesifisitas, dapat pula diketahui

beberapa nilai lainnya seperti:

a. True positive, yang menunjuk pada banyaknya kasus yang benar-benar

menderita penyakit dengan hasil tes positif pula.

b. False positive, yang menunjukkan pada banyaknya kasus yang sebenarnya

tidak sakit tetapi test menunjukkan hasil yang positif.

c. True negative, menunjukkan pada banyaknya kasus yang tidak sakit

dengan hasil test yang negatif pula.

8

Page 9: Makalah Skrining

d. False negative, yang menunjuk pada banyaknnya kasus yang sebenarnya

menderita penyakit tetapi hasil test negatif.

Contoh “Dari suatu penyaringan yanng dilakukan untuk penyakit A dengan

mempergunakan jenis pemeriksaan B ditemukan hasil sebagai berikut:”

PENYAKIT JUMLAH

POSITIF

(F/T)

NEGATIF

(F/T)

HASIL

PEMERIKSAAN

POSITIF A B A+B

NEGATIF C D C+D

JUMLAH A+C B+D A+B+C+D

Dari tabel diatas dapat dihitung nilai-nilai yang dimaksud yakni :

a. Sensitivitas : x 100 %

b. Spesifisitas : x 100 %

c. True positive : A

d. False positive : B → % False positive : x 100 %

e. True negative : D

f. False negative : C → % False negative : x 100 %

g. Positive predictive value : x 100 %

h. Negative predictive value : x 100 %

Contoh soal 1:

9

Page 10: Makalah Skrining

64.810 wanita usia 40-46 tahun mengikuti program skrining untuk mendeteksi

kanker payudara melalui mamografi dengan pemeriksaan fisik. Setelah 5

tahun, dari 1115 hasil tes skrining yang positif dikonfirmasi 132 terdiagnosis

pasti kanker payudara.Sementara pada 63.695 peserta yang hasil tes

skriningnya negatif, ternyata hanya 45 orang yang menderita kanker payudara.

Hitunglah

a. Jumlah positif palsu

b. Nilai sensitivitas tes

c. Jumlah negatif palsu

d. Nilai spesifisitas tes

e. Nilai prediktif (+)

f. Nilai prediktif (-)

Kanker payudara JUMLAH

POSITIF NEGATIF

TES

MAMOGRAFI

POSITIF 132 983 1115

NEGATIF 45 63.650 63.695

JUMLAH 177 64.633 64.810

a. Jumlah positif palsu = 983

b. Sensitivitas = x 100 % = x 100 % = x 100 % = 74,576 %

c. Jumlah negatif palsu = 45

d. Spesifisitas = x 100 % = x 100 % = x 100 % = 1,52 %

e. Nilai prediktif (+) = x 100 % = x 100 % =

11,838 %

10

Page 11: Makalah Skrining

f. Nilai prediktif (-) = x 100 % = x 100 %

= 99,929 %

Contoh soal 2:

Hubungan penyakit kanker serviks dengan tes IVA positif

Kanker serviks JUMLAH

POSITIF NEGATIF

TES IVA POSITIF 6 24 30

NEGATIF 3 67 70

JUMLAH 9 91 100

Hitunglah nilai-nilainya.

a. Sensitivitas = x 100 % = x 100 % = 66,67 %

b. Spesifisitas = x 100 % = x 100 % = 73,62 %

c. True positive = 6

d. False positive = 24 → %FP = x 100% = 26,37%

e. True negative = 67

f. False negative = 3 → %FN = x 100% = 33,33%

g. Positive predictive value = x 100% = x 100%

= 20%

11

Page 12: Makalah Skrining

h. Negative predictive value = x 100% = x

100% = 95,7%

2. Reliabilitas

Bila tes yang dilakukan berulang-ulang menunjukkan hasil yang

konsisten, dikatakan reliabel. Variliabilitas ini dipengaruhi oleh beberapa

faktor berikut (Budiarto, 2003):

1. Variabilitas alat yang dapat ditimbulkan oleh:

a. Stabilitas reagen

b. Stabilitas alat ukur yang digunakan

Stabilitas reagen dan alat ukur sangat penting karena makin stabil reagen

dan alalt ukur, makin konsisten hasil pemeriksaan.Oleh karena itu, sebelum

digunakan hendaknya kedua hasil tersebut ditera atau diuji ulang

ketepatannya.

2. Variabilitas orang yang diperiksa. Kondisi fisik, psikis, stadium penyakit

atau penyakit dalam masa tunas. Misalnya: lelah, kurang tidur, marah,

sedih, gembira, penyakit yang berat, penyakit dalam masa tunas.

Umumnya, variasi ini sulit diukurterutama faktor psikis.

3. Variabilitas pemeriksa. Variasi pemeriksa dapat berupa:

a. Variasi interna, merupakan variasi yang terjadi pada hasil pemeriksaan

yang dilakukan berulang-ulang oleh orang yang sama.

b. Variasi eksterna ialah variasi yang terjadi bila satu sediaan dilakukan

pemeriksaan oleh beberapa orang.

Upaya untuk mengurangi berbagai variasi diatas dapat dilakukan dengan

mengadakan:

1. Standarisasi reagen dan alat ukur.

2. Latihan intensif pemeriksa.

3. Penentuan kriteria yang jelas.

4. Penerangan kepada orang yang diperiksa.

12

Page 13: Makalah Skrining

5. Pemeriksaan dilakukan dengan cepat.

3. Yield

Yield merupakan jumlah penyakit yang terdiagnosis dan diobati sebagai

hasil dari uji tapis. Hasil ini dipengaruhi oleh beberapa faktor berikut (Budiarto,

2003):

1. Sensitivitas alat uji tapis.

2. Prevalensi penyakit yang tidak tampak.

3. Uji tapis yang dilakukan sebelumnya.

4. Kesadaran masyarakat.

Bila alat yang digunakan untuk uji tapis mempunyai sensitivitas yang

rendah, akan dihasilkan sedikit negatif semu yang berarti sedikit pula penderita

yang tidak terdiagnosis. Hal ini dikatakan bahwa uji tapis dengan yield yang

rendah. Sebaliknya, bila alat yang digunakan mempunyai sensitivitas yang

tinggi, akan menghasilkan yield yang tinggi. Jadi, sensitivitas alat dan yield

mempunyai korelasi yang positif.

Makin tinggi prevalensi penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat

akan meningkatkan yield, terutama penyakit-penyakit kronis seperti TBC,

karsinoma, hipertensi, dan diabetes melitus. Bagi penyakit-penyakit yang jarang

dilakukan uji tapis akan mendapatkan yield yang tinggi karena banyaknya

penyakit tanpa gejala yang terdapat di masyarakat. Sebaliknya, bila suatu

penyakit telah dilakukan uji tapis sebelumnya maka yield akan rendah karena

banyak penyakit tanpa gejala yang telah terdiagnosis.

Kesadaran yang tinggi terhadap masalah kesehatan di masyarakat akan

meningkatkan partisipasi dalam uji tapis hingga kemungkinan banyak penyakit

tanpa gejala yang dapat terdeteksi dan dengan demikian yield akan meningkat

(Budiarto, 2003).

13

Page 14: Makalah Skrining

BAB III

KESIMPULAN

1. Skrining merupakan suatu pemeriksaan asimptomatik pada satu atau

sekelompok orang untuk mengklasifikasikan mereka dalam kategori yang

diperkirakan mengidap atau tidak mengidap penyakit.

2. Tujuan skrining adalah menemukan orang terkena penyakit sedini mungkin,

mencegah meluasnya penyakit dalam masyarakat, membiasakan masyarakat

untuk memeriksakan diri sedini mungkin, dan mendapatkan keterangan

epodemiologis yang berguna bagi klinis dan peneliti. Sedangkan manfaat

skrining adalah biaya yang dikeluarkan relatif murah, mendeteksi kondisi

medis pada tahap awal sebelum gejala menyajikan sedangkan pengobatan

lebih efektif daripada untuk nanti deteksi.

3. Syarat yang harus diperhatikan dalam proses skrining adalah penyakit yang

dituju harus merupakan masalah kesehatan yang berarti, tersediannya obat

yang potensial, fasilitas dan biaya untuk diagnosis, ditujukan pada penyakit

14

Page 15: Makalah Skrining

kronis seperti kanker, adanya suatu nilai standar yang telah disepakati

bersama tentang mereka yang dinyatakan menderita penyakit tersebut.

4. Proses skrining dilakukan dengan mengacu pada kriteria sensitivitas dan

spesifisitas.

5. Kriteria evaluasi dalam skrining terdiri dari validitas, reliabilitas dan yield.

DAFTAR PUSTAKA

Budiarto dan Anggraeni, 2003.Pengantar Epidemiologi Edisi 2. Jakarta: Penerbit

Buku Kedokteran EGC.

Bustan. 2000. Pengantar Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Chandra, Budiman. 2009. Ilmu Kedokteran Pencegahan & Komunitas. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Eaker, E. D., Jaros L, Viekant R. A., Lantz P., Remington P. L., 2001. “A Controlled

Community Intervention to Increase Breast and Cervical Cancer Screening:

Women’s Health Alliance Intervention Study.” Journal Public Health

Management Practice.

Morton, Richard, Richard Hebel, dan Robert J. McCarter. 2008. Panduan Studi

Epidemiologi dan Biostatistika. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Noor, Nur Nasry. 2008. Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Rajab, Wahyudin. 2009. Buku Ajar Epidemiologi untuk Mahasiswa Kebidanan.

Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

15

Page 16: Makalah Skrining

Yang dan Embretson. 2007. Construct Validity and Cognitive Diagnostic

Assessment: Theory and Applications. New York: Cambridge University Press.

16


Top Related