Transcript
Page 1: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

KERAJAAN HINDHU-BUDHA YANG

MEMPENGARUHI MASUKNYA AGAMA HINDHU

BUDHA DI INDONESIA

Disusun Oleh :

1. Fenanda Muhammad Baharudin

2. Feriza Herdiyanto

3. Fiki Husnia

4. Galih Candra Mayatanti

5. Galuh Aimi

SMA NEGERI 1 PATI

TAHUN AJARAN 2012/2013

Page 2: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang,

karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga makalah ini dapat terlaksanakan.

Makalah ini kami susun untuk memenuhi tugas pelajaran Sejarah.

Dalam penyusunan makalah ini, tidak akan lupa saya ucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Suparno Hadi sebagai Kepala Sekolah SMA N 1 Pati.

2. Bapak Amal Hamzah sebagai guru Sejarah.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, walaupun kami

telah bekerja keras untuk menyusun makalah ini namun tidak akan mungkin menjadi lebih

baik tanpa masukan dari Bapak/Ibu guru dan siswa-siswa .Untuk itu kami mengharapkan

kritik dan saran kepada semua Bapak/Ibu guru dan siswa-siswa agar memberikan berbagai

masukan dan kesempurnaan makalah ini.

Penulis

Page 3: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

DAFTAR ISI

Halaman Judul…………………………………………………………………….i

Kata Pengantar……………………………………………………………………ii

Daftar isi…………………………………………………………………………..iii

Bab I Pendahuluan

I. Latar Belakang Sejarah……………………………………1

II. Rumusan Masalah…………………………………………1

III. Tujuan……………………………………………………..1

Bab II Pembahasan

I. Pengertian Sejarah…………………………………………2

II. Prinsip-Prinsip Dasar Penelitian Sejarah…………………..2

Bab III Penutup

I. Kesimpulan

II. Saran

Page 4: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

BAB I

PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang Masalah

Disini kami akan membahas tentang Kerajaan Mataram Kuno, Kerajaan Medang,

Kerajaan Kahuripan dan Kerajaan Kediri. Pada umumnya, istilah Kerajaan medang hanya

lazim dipakai untuk menyebut periode Jawa Timur saja, padahal berdasarkan prastasti –

prastasti yang telah ditemukan, nama Medang sudah dikenal sejak periode sebelumnyanyaitu

periode Jawa Tengah.  Sementara itu, nama yang lazim dipakai untuk menyebut Kerajaan

Medang periode Jawa Tengah adalah Kerajaan Mataram, yaitu merujuk kepada salah daerah

ibu kota kerajaan ini. Kadang untuk membedakannya dengan Kerajaan Mataram Islam yang

berdiri pada abad ke-16, Kerajaan Medang periode Jawa Tengah biasa pula disebut dengan

nama Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan Mataram Hindu.

Sedangkan  Kahuripan adalah nama yang lazim dipakai untuk sebuah kerajaan di Jawa

Timur (Bedakan Kerajaan Kuripan di Kalimantan.) yang didirikan oleh Airlangga pada tahun

1009. Kerajaan ini dibangun sebagai kelanjutan Kerajaan Medang yang runtuh tahun 1006.

Kemudian Kerajaan Kadiri atau Kerajaan Panjalu, adalah sebuah kerajaan yang terdapat di

Jawa Timur antara tahun 1042-1222. Kerajaan ini berpusat di kota Daha, yang terletak di

sekitar Kota Kediri sekarang.

Kerajaan Kediri memiliki Peradaban kebudayaan yang tinggi bahkan pada masa

Kerajaan Kediri sudah menghasilkan beberapa karya sastra. Seperti cerita khakawin Barata-

Yudha yang di terjemahkan dari kitab Bharata-Yudha ke bahasa jawa kuno, dan dengan cerita

yang agak berbeda dari cerita-cerita sebelumnya yaitu menceritakan tentang perang saudara

antara Panjalu dan Janggala.

1.2    Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan beberapa permsalahan sebagai

berikut :

a.    Bagaimana kerajaan Medang terbentuk?

b.   Kapan kerajaan Medang mencapai masa kejayaan?

c.    Mengapa kerajaan Sriwijaya mengalami masa kemunduran?

d.   Bagaimana Kerajaan Kahuripan terbentuk?

Page 5: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

e.    Kapan Kerajaan Kahuripan mencapai tujuan?

f.    Mengapa kerajaan Kahuripan mengalami masa Kemunduran?

g.   Bagaimana kerajaan Kediri terbentuk?

h.   Kapan kerajaan Kediri mencapai masa kejayaan?

i.     Mengapa kerajaan Kediri mengalami masa kemunduran?

1.3    Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini adalah agar penulis dan pembaca dapat mengetahui mulai

dari awal terbentuknya kerajaan Medang, Kahuripan, dan Kediri, kapan masa kejayaannya,

sumber – sumber sejarahnya, dan mengetahui kapan kerajaan – kerajaan tersebut mengalami

kemunduran dan apa factor yang menyebabkan kemunduran tersebut.

1.4    Manfaat penulisan

Manfaat dari penulisan makalah ini adalah agar penulis dan membaca dapat lebih

memahami akan latar belakang dari kerajaan Medang, Kahuripan, dan Kediri, mulai dari

masa terbentuknya , masa kejayaannya, sumber – sumber sejarahnya, serta mengetahui kapan

kerajaan – kerajaan tersebut mengalami masa kemunduran. Selain itu manfaat dari penulisan

makalah ini adalah agar dapat dijadikan rujukan atau  referensi dalam mata kuliah Sejarah

Nasional Indonesia.

Page 6: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Kerajaan Mataram Kuno

Kerajaan Mataram Kuno (abad ke-8) adalah kerajaan Hindu di Jawa (Jawa Tengah dan Jawa

Timur). Berdasarkan catatan yang terdapat pada prasassti yang ditemukan, Kerajaan Mataram

Kuno bermula sejak pemerintahan Raja Sanjaya yang bergelar Rakai Mataram Sang Ratu

Sanjaya. Ia memerintah Kerajaan Mataram Kuno hingga 732M.

Kerajaan Mataram Kuno diperkirakan berdiri sejak awal abad ke-8. Pada awal berdirinya,

kerjaan ini berpusat di Jawa Tengah. Akan tetapi, pada abad ke-10 pusat Kerajaan Mataram

Kuno pindah ke Jawa Timur. Kerajaan Mataram Kuno mempunyai dua latar belakang

keagamaan yang berbedaa, yakni agama Hindu dan Buddha.

Peninggalan bangunan suci dari keduanya antara lain ialah Candi Geding Songo, kompleks

Candi Dieng, dan kompleks Candi Prambanan yang berlatar belakang Hindu. Adapun yang

berlatar belakang agama Buddha antara lain ialah Candi Kalasan, Candi Borobudur, Candi

Mendut, Candi Sewu, dan Candi Plaosan.

2.1.1 Kerajaan Mataram di Jawa Tengah

Kerajaan Mataram Kuno yang berpusat di Jawa Tengah terdiri dari dua wangsa(keluarga),

yaitu wangsa Sanjaya dan Sailendraa. Pendiri wangsa Sanjaya adalah Raja Sanjaya. Ia

menggantikan raja sebelumnya, yakni Raja Sanna. Konon, Raja Sanjaya telah

menyelamatkan Kerajaan Mataram Kuno dari kehancuran setelah Raja Sanna wafat.

Setelah Raha Sanjaya wafat, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno dipegang oleh Dapunta

Sailendra, pendiri wangsa Sailendra. Para raja keturunan wangsaSanjaya seperti Sri Maharaja

Rakai Panangkaran, Sri Maharaja Rakai Panunggalan, Sri Maharaja Rakai Warak, dan Sri

Maharaja Rakai Garung merupakan raja bawahan dari wangsa Sailendra. Oleh Karena

adanya perlawanan yang dilakukan oleh keturunan Raja Sanjaya, Samaratungga

(raja wangsaSailendra) menyerahkan anak perempuannya, Pramodawarddhani, untuk

dikawinkan dengan anak Rakai Patapan, yaitu Rakai Pikatan (wangsa Sanjaya).

Page 7: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Rakai Pikatan kemudian menduduki takhta Kerajaan Mataram Kuno. Melihat keadaan ini,

adik Pramodawarddhani, yaitu Balaputeradewa, mengadakan perlawanan namun kalah dalam

peperangan. Balaputeradewa kemudian melarikan diri ke P. SUmatra dan menjadi raja

Sriwijaya.

Pada masa Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung Dharmodaya Mahasambu berkuasa,

terjadi perebutan kekuasaan di antara para pangeran Kerajaan Mataram Kuno. Ketika Sri

Maharaja Rakai Sumba Dyah Wawa berkuasa, kerajaan ini berakhir dengan tiba-tiba. Diduga

kehancuran kerajaan ini akibat bencana alam karena letusan G. Merapi, Magelang, Jawa

Tengah.

Menurut prasasti Kedu Raja Sanjaya bergelar Rakai Mataram sang Ratu Sanjaya.

Menurut prasasti Kedu pula tahun 907, tertulislah daftar raja-raja Mataram yaitu :

1.       Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya

2.       Sri Maharaja Rakai Panakaran

3.       Sri Maharaja Rakai Panunggalan

4.       Sri Maharaja Rakai Warak

5.       Sri Maharaja Rakai Gunung

6.       Sri Maharaja Rakai Pikatan

7.       Sri Maharaja Rakai Kayuwangi

8.       Sri Maharaja Rakai Watukumalang

9.       Sri Maharaja Rakai Watukura Dyah Balitung

Page 8: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Raja tersebut diatas memerintah di Jawa Tengah sampai abad 10 M. Sejak tahun 778 di

Mataram Jawa Tengah ini telah berkembang kekuasaan pemerintahan baru ialah keluarga raja

Syailendra yang beragama Budha. Menurut prasasti Kalasan, raja Panakaran disebut juga

Syailendra Sri Maharaja Dyah Pancapana Rakai Panakaran. Jadi Panakaran dan raja-raja

keturunan Sanjaya adalah keluarga Syailendra.

Setelah Panakaran di Jawa tengah kekuasaan Sylendra pecah menjadi dua. Jawa Tengah

bagian selatan untuk keluarga Syailendra yang beragama Budha. Sedang Jawa tengah bagian

Utara dan sekitar Dieng untuk keluarga Syailendra yang beragama Hindu. Jadi kerajaan

Mataram berbentuk dua yaitu Indonesia Budha dan Indonesia Hindu. Raja-raja yang

beragama Budha ialah Bhanu Wisnu yang bergelar Sri Dharma Tungga Indra bergelar Sri

Sangga-madananjaya Smaratungga dan Balaputradewa. Mereka memerintah pada tahun 750-

800. Pada waktu itu dibangunkanlah candi-candi Kalasan, Sewu, Pawon, Sari, Borobudur,

dan Mendut.

Diantara candi-candi itu candi Borobudurlah yang merupakan candi yang besar dan megah,

yang baru selesai dipugar pada tahun yang lalu 1978. Raja-raja yang beragama Hindu

membangun candi Sewu dan candi Prambanan (candi Lorojongkrang), yang merupakan candi

untuk kebaktian kepada Dewa Shiwa Mahakala, Syiwa Mahaguru, Batari Durgha

(Lorojongkrang isteri Syiwa), dan Ganesya (putera Dewa Syiwa).

Ketiganya dilukiskan dalam bentuk patung yang megah. Di samping itu pada candi

Prambanan terdapat pula relief ceritera Ramayana. Di bawah pemerintah Rakai Pikatan,

Mataram dibangun dan di perluas wilayah kekuasaanya meliputi Jawa Tengah dan Jawa

Timur. Raja Mataram yang terkenal ialah Balitung yang bergelar Rakai Watukura.

Pemerintahannya berlangsung tahun 898-910. Wilayah kekuasaannya meliputi daerah-daerah

Jawa Timur terutama daerah lembah sungai Brantas yang sangat subur dan sangat baik untuk

pelayaran dan perdagangan.

Kerajaan pada waktu itu menjadi semakin penting kedudukannya. Dan akhirnya pada sekitar

tahun 925 pusat ibukota kerajaan dipindahkan ke daerah Jawa Timur di daerah subur sungai

Brantas dengan Empu Sendok sebagai raja pertama dan bergelar Sri Isyana (929-947)

2.1.2 Kerajaan Mataram di Jawa Timur

Page 9: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Setelah terjadinya bencana alam yang dianggap sebagai peristiwapralaya, maka sesuai

dengan landasan kosmologis harus dibangun kerajaan baru dengan wangsa yang baru pula.

Pada abad ke-10, cucu Sri Maharaja Daksa, Mpu Sindok, membangun kembali kerajaan ini di

Watugaluh (wilayah antara G. Semeru dan G. Wilis), Jawa Timur. Mpu Sindok naik takhta

kerajaan pada 929 dan berkuasa hingga 948. Kerajaan yang didirikan Mpu SIndok ini tetap

bernama Mataram. Dengan demikian Mpu Sindok dianggap sebagai cikal bakal wangsabaru,

yaitu wangsa Isana. Perpindahan kerajaan ke Jawa Timur tidak disertai dengan penaklukan

karena sejak masa Dyah Balitung, kekuasaan Kerajaan Mataram Kuno telah meluass hingga

ke Jawa Timur. Setelah masa pemerintahan Mpu Sindok terdapat masa gelap sampai masa

pemerintahan Dharmawangsa Airlangga (1020). Sampai pada masa ini Kerajaan Mataram

Kuno masih menjadi saatu kerajaan yang utuh. Akan tetapi, untuk menghindari perang

saudara, Airlangga membagi kerajaan menjadi dua, yaitu Kerajaan Pangjalu dan Janggala. 

II.1.3 Dinasti Sanjaya dan Dinasti Syailendra

Mataram Kuno atau Mataram (Hindu) merupakan sebutan untuk dua dinasti, yakni Dinasti

Sanjaya dan Dinasti Syailendra, yang berkuasa di Jawa Tengah bagian selatan. Dinasti

Sanjaya yang bercorak Hindu didirikan oleh Sanjaya pada tahun 732. Beberapa saat

kemudian, Dinasti Syailendra yang bercorak Buddha Mahayana didirikan oleh Bhanu pada

tahun 752. Kedua dinasti ini berkuasa berdampingan secara damai. Nama Mataram sendiri

pertama kali disebut pada prasasti yang ditulis di masa raja Balitung.

Page 10: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Dinasti Syailendra

Dinasti Syailendra diduga berasal dari daratan Indocina (sekarang Thailand dan Kemboja).

Dinasti ini bercorak Budha Mahayana, didirikan oleh Bhanu pada tahun 752. Pada awal era

Mataram Kuno, Dinasti Syailendra cukup dominan dibanding Dinasti Sanjaya. Pada masa

pemerintahan raja Indra (782-812), Syailendra mengadakan ekspedisi perdagangan

ke Sriwijaya. Ia juga melakukan perkawinan politik: puteranya, Samaratungga, dinikahkan

dengan Dewi Tara, puteri raja Sriwijaya. Pada tahun 790, Syailendra menyerang dan

mengalahkan Chenla (Kamboja), kemudian sempat berkuasa di sana selama beberapa tahuan.

Peninggalan terbesar Dinasti Syailendra adalah Candi Borobudur yang selesai dibangun pada

masa pemerintahan raja Samaratungga (812-833).

Dinasti Sanjaya

Tak banyak yang diketahui sejarah Dinasti Sanjaya sejak sepeninggal Raja Sanna. Rakai

Pikatan, yang waktu itu menjadi pangeran Dinasti Sanjaya, menikah

dengan Pramodhawardhani (833-856), puteri raja Dinasti Syailendara Samaratungga. Sejak

itu pengaruh Sanjaya yang bercorak Hindu mulai dominan di Mataram, menggantikan Agama

Buddha. Rakai Pikatan bahkan mendepak Raja Balaputradewa (putera Samaratungga dan

Dewi Tara). Tahun 850, era Dinasti Syailendra berakhir yang ditandai dengan larinya

Balaputradewa ke Sriwijaya.

Pada tahun 910, Raja Tulodong mendirikan Candi Prambanan. Prambanan merupakan

kompleks candi Hindu terbesar di Asia Tenggara. Pada masa ini, ditulis karya

sastra Ramayana dalam Bahasa Kawi. Tahun 928, Raja Mpu Sindok memindahkan istana

Kerajaan Mataram dari Jawa Tengah ke Jawa Timur (Medang). Perpindahan ini diduga

akibat letusan Gunung Merapi, atau mendapat serangan dari Sriwijaya.

Page 11: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

2.2    Kerajaan Medang

Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan

Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8,

kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Kerajaan Medang kamulan merupakan

Kerajaan lanjutan dari Mataram Lama di Jawa Tengah. Para raja kerajaan ini banyak

meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa

Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha.

Berdasarkan penemuan beberapa prasasti, dapat diketahui bahwa Kerajaan Medang

Kamulan terletak di Jawa Timur, yaitu di muara sungai Brantas.ibu kotanya bernama Watan

Mas ( diperkirakan di daerah Ploso—antara Jombang dan Lamongan ). Kerajaan ini didirikan

oleh Mpu Sindok, setelah ia memindahkan pusat pemerintahannya dari Jawa Tengah ke Jawa

Timur. Namun, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan pada masa pemerintahan Mpu

Sindok mencakup daerah Nganjuk disebelah barat, daerah Pasuruan di sebelah timur, daerah

Surabaya di sebelah utara, dan daerah Malang di sebelah selatan. Dalam perkembangan

selanjutnya, wilayah kekuasaan Kerajaan Medang Kamulan mencakup hampir seluruh

wilayah Jawa Timur.

Sesungguhnya, pusat Kerajaan Medang pernah mengalami beberapa kali perpindahan,

bahkan sampai ke daerah Jawa Timur sekarang. Beberapa daerah yang pernah menjadi lokasi

istana Medang berdasarkan prasasti-prasasti yang sudah ditemukan antara lain :

a)        Medang i Bhumi Mataram (zaman Sanjaya)

b)        Medang i Mamrati (zaman Rakai Pikatan)

c)        Medang i Poh Pitu (zaman Dyah Balitung)

d)       Medang i Bhumi Mataram (zaman Dyah Wawa)

e)        Medang i Tamwlang (zaman Mpu Sindok)

f)         Medang i Watugaluh (zaman Mpu Sindok)

g)        Medang i Wwatan (zaman Dharmawangsa Teguh)

Menurut perkiraan, Mataram terletak di daerah Yogyakarta sekarang. Mamrati dan

Poh Pitu diperkirakan terletak di daerah Kedu. Sementara itu, Tamwlang sekarang disebut

dengan nama Tembelang, sedangkan Watugaluh sekarang disebut Megaluh. Keduanya

terletak di daerah Jombang. Istana terakhir, yaitu Wwatan, sekarang disebut dengan nama

Wotan, yang terletak di daerah Madiun.

2.2.1  Awal Berdirinya Kerajaan Medang

Prastasti Mantyasih tahun 907 atas nama Dyah Balitung menyebutkan dengan jelas

bahwa raja pertama Kerajaan Medang (Rahyang ta rumuhun ri Medang ri Poh Pitu) adalah

Page 12: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Rakai Mataram Sang Ratu Sanjaya. Sanjaya sendiri mengeluarkan prasasti

Canggal tahun 732, namun tidak menyebut dengan jelas apa nama kerajaannya. Ia hanya

memberitakan adanya raja lain yang memerintah pulau Jawasebelum dirinya, bernama Sanna.

Sepeninggal Sanna, negara menjadi kacau. Sanjaya kemudian tampil menjadi raja, atas

dukungan ibunya, yaitu Sannaha, saudara perempuan Sanna.

Sanna, juga dikenal dengan nama "Sena" atau "Bratasenawa", merupakan

raja Kerajaan Galuhyang ketiga (709 - 716 M). Bratasenawa alias Sanna atau Sena

digulingkan dari tahta Galuh oleh Purbasora (saudara satu ibu Sanna) dalam tahun 716 M.

Sena akhirnya melarikan diri ke Pakuan, meminta perlindungan pada Raja Tarusbawa.

Tarusbawa yang merupakan raja pertama Kerajaan Sunda (setelah Tarumanegara pecah

menjadi Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh) adalah sahabat baik Sanna. Persahabatan ini

pula yang mendorong Tarusbawa mengambil Sanjaya menjadi menantunya.

Sanjaya, anak Sannaha saudara perempuan Sanna, berniat menuntut balas terhadap

keluarga Purbasora. Untuk itu ia meminta bantuan Tarusbawa (mertuanya yangg merupakan

sahabat Sanna). Hasratnya dilaksanakan setelah menjadi Raja Sunda yang memerintah atas

nama isterinya. Akhirnya Sanjaya menjadi penguasa Kerajaan Sunda, Kerajaan Galuh dan

Kerajaan Kalingga (setelah Ratu Shima mangkat). Dalam tahun 732 M Sanjaya mewarisi

tahta Kerajaan Mataram dari orangtuanya. Sebelum ia meninggalkan kawasan Jawa Barat, ia

mengatur pembagian kekuasaan antara puteranya, Tamperan, dan Resi Guru Demunawan.

Sunda dan Galuh menjadi kekuasaan Tamperan, sedangkan Kerajaan Kuningan dan

Galunggung diperintah oleh Resi Guru Demunawan, putera bungsu Sempakwaja. Kisah

hidup Sanjaya secara panjang lebar terdapat dalam Carita Parahyangan yang baru ditulis

ratusan tahun setelah kematiannya, yaitu sekitar abad ke-16.

2.2.2  Dinasti Yang Berkuasa

Pada umumnya para sejarawan menyebut ada tiga dinasti yang pernah pernah

berkuasa di Kerajaan Medang, yaitu Wangsa Sanjaya dan Wangsa Sailendra pada

periode Jawa Tengah   . serta Wangsa Isyana pada periode   Jawa Timur.

Istilah Wangsa Sanjaya merujuk pada nama raja pertama Medang, yaitu Sanjaya.

Dinasti ini menganut agama Hindu aliran Siwa. Menurut teori van Naerssen pada masa

pemerintahan Rakai Panangkaran (pengganti Sanjaya sekitar tahun 770-an), kekuasaan atas

Medang direbut oleh Wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana.

Page 13: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Mulai saat itu Wangsa Sailendra berkuasa di Pulau Jawa, bahkan berhasil pula

menguasai Kerajaan Sriwijaya di Pulau Sumatra. Sampai akhirnya sekitar tahun 840-an,

seorang keturunan Sanjaya bernama Rakai Pikatan berhasil menikahi Pramodawardhani

putrid mahkota Wangsa Sailendra. Berkat perkawinan itu ia bisa menjadi raja Medang, dan

memindahkan istananya ke Mamrati. Peristiwa tersebut dianggap sebagai awal kebangkitan

kembali Wangsa Sanjaya.

Menurut teori Bosch, nama raja-raja Medang dalam Prasasti Mantyasih dianggap

sebagai anggota Wangsa Sanjaya secara keseluruhan. Sementara itu Slamet

Muljana berpendapat bahwa daftar tersebut adalah daftar raja-raja yang pernah berkuasa di

Medang, dan bukan daftar silsilah keturunan Sanjaya. Contoh yang diajukan Slamet Muljana

adalah Rakai Panangkaran yang diyakininya bukan putra Sanjaya. Alasannya ialah, prasasti

Kalasan tahun 778 memuji Rakai Panangkaran sebagai “permata wangsa Sailendra”

(Sailendrawangsatilaka). Dengan demikian pendapat ini menolak teori van Naerssen tentang

kekalahan Rakai Panangkaran oleh seorang raja Sailendra.

Menurut teori Slamet Muljana, raja-raja Medang versi Prasasti Mantyasih mulai

dari Rakai Panangkaran sampai dengan Rakai Garungadalah anggota Wangsa Sailendra.

Sedangkan kebangkitan Wangsa Sanjaya baru dimulai sejak Rakai Pikatan naik takhta

menggantikan Rakai Garung. Istilah Rakai pada zaman Medang identik dengan Bhre pada

zaman Majapahit, yang bermakna “penguasa di”. Jadi, gelar Rakai Panangkaran sama artinya

dengan “Penguasa di Panangkaran”. Nama aslinya ditemukan dalam prasasti Kalasan, yaitu

Dyah Pancapana.

Slamet Muljana kemudian mengidentifikasi Rakai Panunggalan sampai Rakai

Garung dengan nama-nama raja Wangsa Sailendra yang telah diketahui,

misalnya Dharanindra ataupun Samaratungga. yang selama ini cenderung dianggap bukan

bagian dari daftar para raja versi Prasasti Mantyasih. Sementara itu, dinasti ketiga yang

berkuasa di Medang adalah Wangsa Isana yang baru muncul pada ‘’periode Jawa Timur’’.

Dinasti ini didirikan oleh Mpu Sindok yang membangun istana baru di Tamwlang sekitar

tahun 929. Dalam prasasti-prasastinya, Mpu Sindok menyebut dengan tegas bahwa

kerajaannya adalah kelanjutan dari Kadatwan Rahyangta i Medang i Bhumi Mataram.

2.2.3  Daftar Raja-Raja Medang

Page 14: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Daftar nama-nama raja yang pernah berkuasa di kerajaan Medang, yaitu sebagai

berikut:

1.        Sanjaya, pendiri Kerajaan Medang

2.        Rakai Panangkaran, awal berkuasanya Wangsa Syailendra

3.        Rakai Panunggalan alias Dharanindra

4.        Rakai Warak alias Samaragrawira

5.        Rakai Garung alias Samaratungga

6.        Rakai Pikatan suami Pramodawardhani, awal kebangkitan Wangsa Sanjaya

7.        Rakai Kayuwangi alias Dyah Lokapala

8.        Rakai Watuhumalang

9.        Rakai Watukura Dyah Balitung

10.    Mpu Daksa

11.    Rakai Layang Dyah Tulodong

12.    Rakai Sumba Dyah Wawa

13.    Mpu Sindok, awal periode Jawa Timur

14.    Sri Lokapala suami Sri Isanatunggawijaya

15.    Makuthawangsawardhana

16.    Dharmawangsa Teguh, Kerajaan Medang berakhir

Pada daftar di atas hanya Sanjaya yang memakai gelar Sang Ratu, sedangkan raja-

raja sesudahnya semua memakai gelar Sri Maharaja.

2.2.4   Struktur Pemerintahan

Raja merupakan pemimpin tertinggi kerajaan Medang. Sanjaya sebagai raja

pertama memakai gelar Ratu. Pada zaman itu istilah Ratubelum identik dengan kaum

Page 15: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

perempuan. Gelar ini setara dengan Datu yang berarti "pemimpin". Keduanya merupakan

gelar asliIndonesia.

Ketika Rakai Panangkaran dari Wangsa Sailendra berkuasa, gelar   Ratu dihapusnya

dan diganti dengan gelar   Sri Maharaja. Kasus yang sama terjadi pada Kerajaan Sriwijaya

dimana raja – rajanya semula bergelar Dapunta Hyang, dan setelah dikuasai Wangsa

Sailendra juga berubah menjadi Sri Maharaja. Pemakaian gelar Sri Maharaja di Kerajaan

Medang tetap dilestarikan oleh Rakai Pikatan meskipun Wangsa Sanjaya berkuasa kembali.

Hal ini dapat dilihat dalam daftar raja-raja versi Prasasti Mantyasih yang menyebutkan hanya

Sanjaya yang bergelar Sang Ratu.

Jabatan tertinggi sesudah raja ialah Rakyan Mahamantri I Hino atau kadang

ditulis Rakryan Mapatih Hino. Jabatan ini dipegang oleh putra atau saudara raja yang

memiliki peluang untuk naik takhta selanjutnya. Misalnya, Mpu Sindok merupakan Mapatih

Hino   pada masa pemerintahan     Dyah Wawa .

Jabatan Rakryan Mahapatih Hino pada zaman ini berbeda dengan Rakryan

Mapatih pada zaman Majapahit. Patih zaman Majapahit setara dengan perdana

menteri namun tidak berhak untuk naik takhta. Jabatan sesudah Mahamantri i Hino secara

berturut-turut adalah Mahamantri i Halu dan Mahamantri i Sirikan. Pada zaman Majapahit

jabatan-jabatan ini masih ada namun hanya sekadar gelar kehormatan saja. Pada

zaman Wangsa Isana berkuasa masih ditambah lagi dengan jabatanMahamantri

Wka dan Mahamantri Bawang.

Jabatan tertinggi di Medang selanjutnya ialah Rakyan Kanuruhan sebagai

pelaksana perintah raja. Mungkin semacam perdana menteri pada zaman sekarang atau setara

dengan Rakryan Mapatih pada zaman Majapahit. Jabatan Rakryan Kanuruhan pada zaman

Majapahit memang masih ada, namun kiranya setara dengan menteri dalam negeri pada

zaman sekarang.

2.2.5 Keadaan Penduduk

Penduduk Medang sejak periode Bhumi Mataram sampai periode Wwatan pada

umumnya bekerja sebagai petani. Kerajaan Medang memang terkenal sebagai negara agraris,

sedangkan saingannya, yaitu Kerajaan Sriwijaya merupakan negara maritim.

Agama resmi Kerajaan Medang pada masa pemerintahan Sanjaya adalah Hindu

aliran Siwa. Ketika Sailendrawangsa berkuasa, agama resmi kerajaan berganti menjadi

Page 16: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Buddha aliran Mahayana. Kemudian pada saat Rakai Pikatan dari Sanjayawangsa berkuasa,

agama Hindu dan Buddha tetap hidup berdampingan dengan penuh toleransi.

2.2.6 Runtuhnya Kerajaan Medang

Mahapralaya adalah peristiwa hancurnya istana Medang di Jawa Timur

berdasarkan berita dalam prasasti Pucangan. Tahun terjadinya peristiwa tersebut tidak dapat

dibaca dengan jelas sehingga muncul dua versi pendapat. Sebagian sejarawan menyebut

Kerajaan Medang runtuh pada tahun 1006, sedangkan yang lainnya menyebut tahun 1016.

Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik

Cina dari Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk

menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan

Sumatra semakin memanas saat itu.Pada tahun 1006 (atau 1016) Dharmawangsa lengah.

Ketika ia mengadakan pesta perkawinan putrinya, istana Medang di Wwatan diserbu oleh Aji

Wurawari dari Lwaram yang diperkirakan sebagai sekutu Kerajaan Sriwijaya. Dalam

peristiwa tersebut, Dharmawangsa tewas.

Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos

dariMahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang.

Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok.

Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.

2.3    Kerajaan Kahuripan

Raja Kerajaan Medang yang terakhir bernama Dharmawangsa Teguh, saingan

berat Kerajaan Sriwijaya. Pada tahun 1006 Raja Wurawari dari Lwaram (sekutu Sriwijaya)

menyerang Watan, ibu kota Kerajaan Medang, yang tengah mengadakan pesta perkawinan

Dharmawangsa Teguh tewas, sedangkan keponakannya yang bernama Airlangga lolos dalam

serangan itu.

Airlangga adalah putera pasangan Mahendradatta (saudari Dharmawangsa Teguh) dan

Udayana raja Bali. Ia lolos ditemani pembantunya yang bernama  Narotama. Sejak saat

itu Airlangga menjalani kehidupan sebagai pertapa di hutan pegunungan (wanagiri).

2.3.1 Awal Berdirinya Kerajaan Kahuripan

Page 17: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Pada tahun 1009, datang para utusan rakyat meminta agar Airlangga membangun

kembali Kerajaan Medang. Karena kota Watan sudah hancur, maka, Airlangga pun

membangun ibu kota baru bernama Watan Mas di dekat Gunung Penanggungan.

Pada mulanya wilayah kerajaan yang diperintah Airlangga hanya meliputi

daerah Gunung Penanggungan dan sekitarnya, karena banyak daerah-daerah

bawahan Kerajaan Medang yang membebaskan diri. Baru setelah Kerajaan

Sriwijaya dikalahkan Rajendra Coladewa raja Colamandala dari India tahun 1023. Airlangga

merasa leluasa membangun kembali kejayaan Wangsa Isyana.

Peperangan demi peperangan dijalani Airlangga. Satu demi satu kerajaan-kerajaan

di Jawa Timur dapat ditaklukkannya. Namun pada tahun 1032 Airlangga kehilangan kota

Watan Mas karena diserang oleh raja wanita yang kuat bagai raksasa. Airlangga kemudian

membangun ibu kota baru bernama Kahuripan di daerah Sidoarjo sekarang. Musuh wanita

dapat dikalahkan, bahkan kemudian Raja Wurawari pun dapat dihancurkan pula. Saat itu

wilayah kerajaan mencakup hampir seluruh Jawa Timur.

Nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang

dipimpin Airlangga, sama halnya nama Singhasariyang sebenarnya cuma nama ibu kota,

lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang dipimpin Kertanegara. Pusat kerajaan Airlangga

kemudian dipindah lagi ke Daha bedasarkan prastasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon

Arang.

2.3.2  Pembangunan Kerajaan

Kerajaan yang baru dengan pusatnya di Kahuripan, Sidoarjo ini, wilayahnya

membentang dari Pasuruan di timur hingga Madiun di barat. Pantai utara Jawa, terutama

Surabaya dan Tuban, menjadi pusat perdagangan yang penting untuk pertama kalinya.

Airlangga naik tahta dengan gelar abhiseka Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa

Airlangga Anantawikramottunggadewa. Airlangga juga memperluas wilayah kerajaan hingga

ke Jawa Tengah, bahkan pengaruh kekuasaannya diakui sampai ke Bali. Menurut prasasti

Pamwatan (1042), pusat kerajaan kemudian pindah ke Daha (Kediri).

Setelah keadaan aman, Airlangga mulai mengadakan pembangunan-pembangunan

demi kesejahteraan rakyatnya. Pembangunan yang dicatat dalam prasasti-prasasti

peninggalannya antara lain:

Page 18: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

a.         Membangun Sri Wijaya Asrama tahun 1036.

b.         Membangun bendungan Waringin Sapta tahun 1037 untuk mencegah banjir musiman.

c.         Memperbaiki pelabuhan Hujung Galuh, yang letaknya di muara Kali Brantas, dekat

Surabaya sekarang.

d.        Membangun jalan-jalan yang menghubungkan daerah pesisir ke pusat kerajaan.

e.         Meresmikan pertapaan Gunung Pucangan tahun 1041.

f.          Memindahkan ibu kota dari Kahuripan ke Daha

Ketika itu, Airlangga dikenal atas toleransi beragamanya, yaitu sebagai pelindung

agama Hindu Syiwa dan Buddha. Airlangga juga menaruh perhatian terhadap seni sastra.

Tahun 1035 Mpu Kanwa menulis Arjuna Wiwaha, yang diadaptasi dari epic Mahabharata.

Kitab tersebut menceritakan perjuangan Arjunamengalahkan Niwatakawancaka, sebagai

kiasan Airlangga mengalahkan Wurawari.

2.3.3 Pembelahan kerajaan

Pada tahun 1042 Airlangga turun takhta menjadi pendeta, ia bergelar Resi Aji

Paduka Mpungku Sang Pinaka Catraning Bhuwana. Berdasarkan cerita rakyat, putri mahkota

Airlangga menolak menjadi raja dan memilih hidup sebagai pertapa bernama Dewi Kili Suci.

Nama asli putri tersebut dalam prasasti Cane (1021) sampai prasasti Turun Hyang (1035)

adalah Sanggramawijaya Tunggadewi. Menurut Serat Calon Arang, Airlangga kemudian

bingung memilih pengganti karena kedua putranya bersaing memperebutkan takhta.

Mengingat dirinya juga putra raja Bali, maka ia pun berniat menempatkan salah satu putranya

di pulau itu. Gurunya yang bernama Mpu Bharada berangkat ke Bali mengajukan niat

tersebut namun mengalami kegagalan. Fakta sejarah menunjukkan Udayana digantikan putra

keduanya yang bernama Marakata sebagai raja Bali, dan Marakata kemudian digantikan adik

yang lain yaitu Anak Wungsu..

Airlangga lalu membagi dua wilayah kerajannya. Mpu Bharada ditugasi

menetapkan perbatasan antara bagian barat dan timur. Peristiwa pembelahan ini tercatat

dalam Serat Calon Arang, Nagarakretagama, dan prasasti Turun Hyang II. Maka terciptalah

dua kerajaan baru. Kerajaan barat disebut Kadiri berpusat di kota baru, yaitu Daha, diperintah

Page 19: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

oleh Sri Samarawijaya. Sedangkan kerajaan timur disebut Janggala berpusat di kota lama,

yaitu Kahuripan, diperintah oleh Mapanji Garasakan.

Dalam prasasti Pamwatan, 20 November 1042, Airlangga masih bergelar

Maharaja, sedangkan dalam prasasti Gandhakuti, 24 November 1042, ia sudah bergelar Resi

Aji Paduka Mpungku. Dengan demikian, peristiwa pembelahan kerajaan diperkirakan terjadi

di antara kedua tanggal tersebut. Tidak diketahui dengan pasti kapan Airlangga meninggal.

Prasasti Sumengka (1059) peninggalanKerajaan Janggala hanya menyebutkan, Resi Aji

Paduka Mpungku dimakamkan di tirtha atau pemandian. Kolam pemandian yang paling

sesuai dengan berita prasasti Sumengka adalah Candi Belahan di lerengGunung

Penanggungan. Pada kolam tersebut ditemukan arca Wisnu disertai dua dewi. Berdasarkan

prasasti Pucangan (1041) diketahui Airlangga adalah penganut Hindu Wisnu yang taat.

Maka, ketiga patung tersebut dapat diperkirakan sebagai lambang Airlangga dengan dua

istrinya, yaitu ibu Sri Samarawijaya dan ibu Mapanji Garasakan.

2.4 Kerajaan Kediri

Kerajaan Kediri adalah sebuah kerajaan besar di Jawa Timur yang berdiri pada abad ke-

12. Kerajaan ini merupakan bagian dari Kerajaan Mataram Kuno. Pusat kerajaanya terletak di

tepi S. Brantas yang pada masa itu telah menjadi jalur pelayaran yang ramai.

2.4.1 Berdirinya Kerajaan Kediri

Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai peninggalan

Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak informasi tentang

kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca yang ditemukan di

desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya ditemukan patung

Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.

Pada tahun 1041 atau 963 M Raja Airlangga memerintahkan membagi kerajaan

menjadi dua bagian.  Pembagian kerajaan tersebut dilakukan oleh seorang Brahmana yang

terkenal akan kesaktiannya yaitu Mpu Bharada. Kedua kerajaan tersebut dikenal

dengan Kahuripan menjadi Jenggala (Kahuripan) dan Panjalu (Kediri) yang dibatasi oleh

gunung Kawi dan sungai Brantas dikisahkan dalam prasasti Mahaksubya (1289 M), kitab

Negarakertagama (1365 M), dan kitab Calon Arang (1540 M). Tujuan pembagian kerajaan

menjadi dua agar tidak terjadi pertikaian.

Page 20: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Kerajaan Jenggala meliputi daerah Malang dan delta sungai Brantas dengan

pelabuhannya Surabaya, Rembang, dan Pasuruhan, ibu kotanya Kahuripan, sedangkan

Panjalu kemudian dikenal dengan nama Kediri meliputi Kediri, Madiun, dan ibu kotanya

Daha. Berdasarkan prasasti-prasasti yang ditemukan masing-masing kerajaan saling merasa

berhak atas seluruh tahta Airlangga sehingga terjadilah peperangan.

Pada akhir November 1042, Airlangga terpaksa membelah wilayah kerajaannya karena

kedua putranya bersaing memperebutkan takhta. Putra yang bernama Sri

Samarawijaya mendapatkan kerajaan barat bernama Panjalu yang berpusat di kota baru, yaitu

Daha. Sedangkan putra yang bernama Mapanji Garasakan mendapatkan kerajaan timur

bernama Janggala yang berpusat dikota lama,   yaitu Kahuripan. Panjalu dapat dikuasai

Jenggala dan diabadikanlah nama Raja Mapanji Garasakan (1042 – 1052 M) dalam prasasti

Malenga. Ia tetap memakai lambang Kerajaan Airlangga, yaitu Garuda Mukha.

Pada awalnya perang saudara tersebut, dimenangkan oleh Jenggala tetapi pada

perkembangan selanjutnya Panjalu/Kediri yang memenangkan peperangan dan menguasai

seluruh tahta Airlangga. Dengan demikian di Jawa Timur berdirilah kerajaan Kediri dimana

bukti-bukti yang menjelaskan kerajaan tersebut, selain ditemukannya prasasti-prasasti juga

melalui kitab-kitab sastra. Dan yang banyak menjelaskan tentang kerajaan Kediri adalah hasil

karya berupa kitab sastra. Hasil karya sastra tersebut adalah kitab Kakawin Bharatayudha

yang ditulis Mpu Sedah dan Mpu Panuluh yang menceritakan tentang kemenangan

Kediri/Panjalu atas Jenggala.

2.4.2 Perkembangan Kerajaan Kediri

Dalam perkembangannya Kerajaan Kediri yang beribukota Daha tumbuh menjadi

besar, sedangkan Kerajaan Jenggala semakin tenggelam. Diduga Kerajaan Jenggala

ditaklukkan oleh Kediri. Akan tetapi hilangnya jejak Jenggala mungkin juga disebabkan oleh

tidak adanya prasasti yang ditinggalkan atau belum ditemukannya prasasti yang ditinggalkan

Kerajaan Jenggala. Kejayaan Kerajaan Kediri sempat jatuh ketika Raja Kertajaya (1185-

1222) berselisih dengan golongan pendeta. Keadaan ini dimanfaatkan oleh Akuwu Tumapel

Tunggul Ametung.

Namun kemudian kedudukannya direbut oleh Ken Arok. Diatas bekas Kerajaan

Kediri inilah Ken Arok kemudian mendirikan Kerajaan Singasari, dan Kediri berada di

bawah kekuasaan Singasari. Ketika Singasari berada di bawah pemerintahan Kertanegara

Page 21: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

(1268 1292), terjadilah pergolakan di dalam kerajaan. Jayakatwang, raja Kediri yang selama

ini tunduk kepada Singasari bergabung dengan Bupati Sumenep (Madura) untuk menjatuhkan

Kertanegara. Akhirnya pada tahun 1292 Jayakatwang berhasil mengalahkan Kertanegara dan

membangun kembali kejayaan Kerajaan Kediri.

2.4.3 Perkembangan politik kerajaan Kediri

Mapanji Garasakan memerintah tidak lama. Ia digantikan Raja Mapanji

Alanjung (1052 – 1059 M). Mapanji Alanjung kemudian diganti lagi oleh Sri

Maharaja Samarotsaha. Pertempuran yang terus menerus antara Jenggala dan Panjalu

menyebabkan selama 60 tahun tidak ada berita yang jelas mengenai kedua kerajaan tersebut

hingga munculnya nama Raja Bameswara (1116 – 1135 M) dari Kediri.

Pada masa itu ibu kota Panjalu telah dipindahkan dari Daha ke Kediri sehingga

kerajaan ini lebih dikenal dengan nama Kerajaan Kediri. Raja Bameswara menggunakan

lencana kerajaan berupa tengkorak bertaring di atas bulan sabit yang biasa disebut

Candrakapala.  Setelah Bameswara turun takhta, ia digantikan Jayabaya yang dalam masa

pemerintahannya itu berhasil mengalahkan Jenggala. Berturut-turut raja-raja Kediri sejak

Jayabaya sebagai berikut.

Pada tahun 1019 M Airlangga dinobatkan menjadi raja Medang Kamulan.

Airlangga berusaha memulihkan kembali kewibawaan Medang Kamulan, setelah

kewibawaan kerajaan berahasil dipulihkan, Airlangga memindahkan pusat pemerintahan dari

Medang Kamulan ke Kahuripan. Berkat jerih payahnya , Medang Kamulan mencapai

kejayaan dan kemakmuran. Menjelang akhir hayatnya , Airlangga memutuskan untuk

mundur dari pemerintahan dan menjadi pertapa dengan sebutan Resi Gentayu. Airlangga

meninggal pada tahun 1049 M.

Pewaris tahta kerajaan Medang Kamulan seharusnya seorang putri yaitu Sri

Sanggramawijaya yang lahir dari seorang permaisuri. Namun karena memilih menjadi

pertapa, tahta beralih pada putra Airlangga yang lahir dari selir. Untuk menghindari perang

saudara, Medang Kamulan dibagi menjadi dua yaitu kerajaan Jenggala dengan ibu kota

Kahuripan, dan kerajaan Kediri (Panjalu) dengan ibu kota Dhaha. Tetapi upaya tersebut

mengalami kegagalan. Hal ini dapat terlihat hingga abad ke 12 , dimana Kediri tetap menjadi

kerajaan yang subur dan makmur namun tetap tidak damai sepenuhnya dikarenakan

dibayang- bayangi Jenggala yang berada dalam posisi yang lebih lemah. Hal itu menjadikan

Page 22: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

suasana gelap, penuh kemunafikan dan pembunuhan berlangsung terhadap pangeran dan raja

– raja antar kedua negara. Namun perseteruan ini berakhir dengan kekalahan jenggala,

kerajaan kembali dipersatukandi bawah kekuasaan Kediri.

2.4.4 Sistem Pemerintahan Kerajaan Kediri

Sistem pemerintahan kerajaan Kediri terjadi beberapa kali pergantian kekuasaan ,

adapun raja – raja yang pernah berkuasa pada masa kerajaan Kediri adalah:

1.      Shri Jayawarsa Digjaya Shastraprabhu

Jayawarsa adalah raja pertama kerajaan Kediri dengan prasastinya yang berangka tahun 1104.

Ia menamakan dirinya sebagai titisan Wisnu.

2.      Kameshwara

Raja ke dua kerajaan Kediri yang bergelar Sri Maharajarake Sirikan Shri Kameshwara

Sakalabhuwanatushtikarana Sarwwaniwaryyawiryya Parakrama Digjayottunggadewa, yang

lebih dikenal sebagai kameshwara I (1115 – 1130 ). Lancana kerajaanya adalah tengkorak

yang bertaring disebut Candrakapala. Dalam masa pemerintahannya Mpu Darmaja telah

mengubah kitab samaradana. Dalam kitab ini sang raja di puji–puji sebagai titisan dewa

Kama, dan ibukotanya yang keindahannya dikagumi seluruh dunia bernama Dahana.

Permaisurinya bernama Shri Kirana, yang berasal dari Janggala.

3.    Jayabaya

Raja kediri ketiga yang bergelar Shri Maharaja Shri Kroncarryadipa Handabhuwanapalaka

Parakramanindita Digjayotunggadewanama Shri Gandra. Dengan prasatinya pada tahun

1181. Raja Kediri paling terkenal adalah Prabu Jayabaya, di bawah pemerintahannya Kediri

mencapai kejayaan. Keahlian sebagai pemimpin politik yang ulung Jayabaya termasyur

dengan ramalannya. Ramalan–ramalan itu dikumpulkan dalam satu kitab yang berjudul

jongko Joyoboyo. Dukungan spiritual dan material dari Prabu Jayabaya dan hal budaya dan

kesusastraan tidak tanggung–tanggung. Sikap merakyat dan visinya yang jauh kedepan

menjadikan prabu Jayabaya layak dikenang.

4.    Prabu Sarwaswera

Sebagai raja yang taat beragama dan budaya, prabu Sarwaswera memegang teguh prinsip tat

wam asi yang artinya Dikaulah itu, , dikaulah (semua) itu , semua makhluk adalah engkau .

Page 23: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Tujuan hidup manusia menurut prabu Sarwaswera yang terakhir adalah mooksa, yaitu

pemanunggalan jiwatma dengan paramatma. Jalan yang benar adalah sesuatu yang menuju

kearah kesatuan , segala sesuatu yang menghalangi kesatuan adalah tidak benar.

5.    Prabu Kroncharyadipa

Namanya yang berarti beteng kebenaran, sang prabu memang senantiasa berbuat adil pada

masyarakatnya. Sebagai plemeluk agama yang taat mengendalikan diri dari pemerintahannya

dengan prinsip , sad kama murka, yakni enam macam musuh dalam diri manusia. Keenam itu

adalah kroda (marah), moha (kebingungan), kama (hawa nafsu),loba (rakus),mada (mabuk),

masarya (iri hati).

6.    Srengga Kertajaya

Srengga Kertajaya tak henti–hentinya bekerja keras demi bangsa negaranya. Masyarakat

yang aman dan tentram sangat dia harapkan. Prinsip kesucian prabu Srengga menurut para

dalang wayang dilukiskan oleh prapanca.

7.    Pemerintahan Kertajaya

Raja terakhir pada masa Kediri. Kertajaya raja yang mulia serta sangat peduli dengan rakyat.

Kertajaya dikenal dengan catur marganya yang berarti empat jalan yaitu darma, arta, kama,

moksa.

2.4.5 Kehidupan sosial masyarakat kerajaan kediri

Kehidupan sosial masyarakat Kediri cukup baik karena kesejahteraan rakyat

meningkat masyarakat hidup tenang, hal ini terlihat dari rumah-rumah rakyatnya yang baik,

bersih, dan rapi, dan berlantai ubin yang berwarna kuning, dan hijau serta orang-orang Kediri

telah memakai kain sampai di bawah lutut. Dengan kehidupan masyarakatnya yang aman dan

damai maka seni dapat berkembang antara lain kesusastraan yang paling maju adalah seni

sastra. Hal ini terlihat dari banyaknya hasil sastra yang dapat Anda ketahui sampai sekarang.

Hasil sastra tersebut, selain seperti yang telah dijelaskan pada uraian materi

sebelumnya juga masih banyak kitab sastra yang lain yaitu seperti kitab Hariwangsa dan

Gatotkacasraya yang ditulis Mpu Panuluh pada masa Jayabaya, kitab Simaradahana karya

Mpu Darmaja, kitab Lubdaka dan Wertasancaya karya Mpu Tan Akung, kitab Kresnayana

Page 24: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

karya Mpu Triguna dan kitab Sumanasantaka karya Mpu Monaguna. Semuanya itu

dihasilkan pada masa pemerintahan Kameswara.

Penemuan Situs Tondowongso pada awal tahun 2007, yang diyakini sebagai

peninggalan Kerajaan Kadiri diharapkan dapat membantu memberikan lebih banyak

informasi tentang kerajaan tersebut. Beberapa arca kuno peninggalan Kerajaan Kediri. Arca

yang ditemukan di desa Gayam, Kediri itu tergolong langka karena untuk pertama kalinya

ditemukan patung Dewa Syiwa Catur Muka atau bermuka empat.

Kehidupan sosial kemasyarakatan pada zaman Kerajaan Kediri dapat kita lihat

dalam kitab Ling-Wai-Tai-Ta yang disusun oleh Chou Ku-Fei pada tahun 1178 M.  Kitab

tersebut menyatakan bahwa masyarakat Kediri memakai kain sampai bawah lutut dan

rambutnya diurai. Rumah-rumahnya rata-rata sangat bersih dan rapi. Lantainya dibuat dari

ubin yang berwarna kuning dan hijau. Pemerintahannya sangat memerhatikan keadaan

rakyatnya sehingga pertanian, peternakan, dan perdagangan mengalami kemajuan yang

cukup pesat.

Golongan-golongan dalam masyarakat Kediri dibedakan menjadi tiga berdasarkan

kedudukan dalam pemerintahan kerajaan.

1.    Golongan masyarakat pusat (kerajaan), yaitu masyarakat yang terdapat dalam  lingkungan

raja dan beberapa kaum kerabatnya serta kelompok pelayannya.

2.    Golongan masyarakat thani (daerah), yaitu golongan masyarakat yang terdiri atas para

pejabat atau petugas pemerintahan di wilayah thani (daerah).

3.    Golongan masyarakat nonpemerintah, yaitu golongan masyarakat yang tidak mempunyai

kedudukan dan hubungan dengan pemerintah secara resmi atau masyarakat wiraswasta.

Kediri memiliki 300 lebih pejabat yang bertugas mengurus dan mencatat semua penghasilan

kerajaan. Di samping itu, ada 1.000 pegawai rendahan yang bertugas mengurusi benteng dan

parit kota, perbendaharaan kerajaan, dan gedung persediaan makanan.

Kerajaan Kediri lahir dari pembagian Kerajaan Mataram oleh Raja Airlangga

(1000-1049). Pemecahan ini dilakukan agar tidak terjadi perselisihan di antara anak-anak

selirnya. Tidak ada bukti yang jelas bagaimana kerajaan tersebut dipecah dan menjadi

beberapa bagian. Dalam babad disebutkan bahwa kerajaan dibagi empat atau lima bagian.

Tetapi dalam perkembangannya hanya dua kerajaan yang sering disebut, yaitu Kediri

Page 25: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

(Pangjalu) dan Jenggala. Samarawijaya sebagai pewaris sah kerajaan mendapat ibukota lama,

yaitu Dahanaputra, dan nama kerajaannya diubah menjadi Pangjalu atau dikenal juga sebagai

Kerajaan Kediri.

2.4.6 Kondisi Ekonomi pada Jaman Kerajaan Kadiri

Perekonomian Kediri bersumber atas usaha perdagangan, peternakan, dan

pertanian. Kediri terkenal sebagai penghasil beras, kapas dan ulat sutra. Dengan demikian

dipandang dari aspek ekonomi, kerajaan Kediri cukup makmur. Hal ini terlihat dari

kemampuan kerajaan memberikan penghasilan tetap kepada para pegawainya dibayar dengan

hasil bumi. Keterangan ini diperoleh berdasarkan kitab Chi-Fan-Chi dan kitab Ling-wai-tai-

ta.

2.4.7 Karya Sastra dan Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri

Prasasti pada Jaman Kerajaan Kadiri diantaranya yaitu:

1.      Prasasti Banjaran yang berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atau

Kadiri atas Jenggala

2.      Prasasti Hantang tahun 1135 atau 1052 M menjelaskan Panjalu atau Kadiri pada masa Raja

Jayabaya.Pada prasasti ini terdapat semboyan Panjalu Jayati yang artinya Kadiri

Menang.Prasasti ini di keluarkan sebagai piagam pengesahan anugerah untuk penduduk Desa

Ngantang yang setia pada Kadiri selama perang dengan Jenggala.Dan dari Prasasti tersebut

dapat di ketahui kalau Raja Jayabhaya adalah raja yang berhasil mengalahkan Janggala dan

mempersatukannya kembali dengan Kadiri.

3.      Prasasti Jepun 1144 M

4.      Prasasti Talan 1136 M Seni sastra juga mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan

Kadiri. Pada tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan

Mpu Panuluh. Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas

Korawa, sebagai kiasan,kemenangan.

Seni sastra mendapat banyak perhatian pada zaman Kerajaan Panjalu-Kadiri. Pada

tahun 1157 Kakawin Bharatayuddha ditulis oleh Mpu Sedah dan diselesaikan Mpu Panuluh.

Kitab ini bersumber dari Mahabharata yang berisi kemenangan Pandawa atas Korawa,

sebagai kiasan kemenangan Sri Jayabhaya atas Janggala.

Page 26: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Selain itu, Mpu Panuluh juga menulis Kakawin

Hariwangsa danGhatotkachasraya. Terdapat pula pujangga zaman pemerintahan Sri

Kameswara bernama Mpu Dharmaja yang menulis Kakawin Smaradahana. Kemudian pada

zaman pemerintahan Kertajaya terdapat pujangga bernama Mpu Monaguna yang

menulisSumanasantaka dan Mpu Triguna yang menulis Kresnayana.

Di samping kitab sastra maupun prasasti tersebut di atas, juga ditemukan berita

Cina yang banyak memberikan gambaran tentang kehidupan masyarakat dan pemerintahan

Kediri yang tidak ditemukan dari sumber yang lain. Berita Cina tersebut disusun melalui

kitab yang berjudul Ling-mai-tai-ta yang ditulis oleh Cho-ku-Fei tahun 1178 M dan kitab

Chu-Fan-Chi yang ditulis oleh Chau-Ju-Kua tahun 1225 M. Dengan demikian melalui

prasasti, kitab sastra maupun kitab yang ditulis orang-orang Cina tersebut perkembangan

Kediri.

2.4.8  Runtuhnya Kediri

Runtuhnya kerajaan Kediri dikarenakan pada masa pemerintahan Kertajaya, terjadi

pertentangan dengan kaum Brahmana. Meraka menganggap Kertajaya telah melanggar

agama dan memaksa menyambahnya sebagai dewa. Kemudian kaum Brahmana meminta

perlindungan Ken Arok , akuwu Tumapel. Perseteruan memuncak menjadi pertempuran di

desa Ganter, pada tahun 1222 M. Dalam pertempuarn itu Ken Arok dapat mengalahkan

Kertajaya, pada masa itu menandai berakhirnya kerajaan Kediri.

Setelah berhasil mengalah kan Kertanegara, Kerajaan Kediri bangkit kembali di

bawah pemerintahan Jayakatwang. Salah seorang pemimpin pasukan Singasari, Raden

Wijaya, berhasil meloloskan diri ke Madura. Karena perilakunya yang baik, Jayakatwang

memperbolehkan Raden Wijaya untuk membuka Hutan Tarik sebagai daerah tempat

tinggalnya. Pada tahun 1293, datang tentara Mongol yang dikirim oleh Kaisar Kubilai Khan

untuk membalas dendam terhadap Kertanegara. Keadaan ini dimanfaatkan Raden Wijaya

untuk menyerang Jayakatwang. Ia bekerjasama dengan tentara Mongol dan pasukan Madura

di bawah pimpinan Arya Wiraraja untuk menggempur Kediri. Dalam perang tersebut pasukan

Jayakatwang mudah dikalahkan. Setelah itu tidak ada lagi berita tentang Kerajaan Kediri.

Page 27: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

BAB III

PENUTUP

3.1     Kesimpulan

Kerajaan Medang (atau sering juga disebut Kerajaan Mataram Kuno atau Kerajaan

Mataram Hindu) adalah nama sebuah kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah pada abad ke-8,

kemudian berpindah ke Jawa Timur pada abad ke-10. Kerajaan Medang kamulan merupakan

Kerajaan lanjutan dari Mataram Lama di Jawa Tengah. Para raja kerajaan ini banyak

meninggalkan bukti sejarah berupa prasasti-prasasti yang tersebar di Jawa Tengah dan Jawa

Timur, serta membangun banyak candi baik yang bercorak Hindu maupun Buddha.

Raja terakhir Medang adalah Dharmawangsa Teguh, cicit Mpu Sindok. Kronik Cina dari

Dinasti Song mencatat telah beberapa kali Dharmawangsa mengirim pasukan untuk

menggempur ibu kota Sriwijaya sejak ia naik takhta tahun 991. Permusuhan antara Jawa dan

Sumatra semakin memanas saat itu.

Tiga tahun kemudian, seorang pangeran berdarah campuran Jawa–Bali yang lolos

dariMahapralaya tampil membangun kerajaan baru sebagai kelanjutan Kerajaan Medang.

Pangeran itu bernama Airlangga yang mengaku bahwa ibunya adalah keturunan Mpu Sindok.

Kerajaan yang ia dirikan kemudian lazim disebut dengan nama Kerajaan Kahuripan.

Nama Kahuripan inilah yang kemudian lazim dipakai sebagai nama kerajaan yang

dipimpin Airlangga Pusat kerajaan Airlangga kemudian dipindah lagi ke Daha bedasarkan

prastasti Pamwatan, 1042 dan Serat Calon Arang.

pada tahun 1042 M Raja Airlangga memasuki masa kependetaan. Tahta kerajaan

diserahkan kepada seorang putrinya yang terlahir dari permaisuri, tetapi putrinya telah

memilih menjadi seorang pertapa dengan gelar Ratu Giri Putri, maka tahta kerajaan

diserahkan kepada kedua orang putra yang terlahir dari selir Airlangga. Selanjutnya, Kerajaan

Medang Kamulan terbagi dua, untuk menghindari perang saudara, yaitu Kerajaan Jenggala

dan Kerajaan Kediri (Panjalu).

Kerajaan Kediri / Panjalu yang merupakan kerajaan hasil bagi dari kerajaanKahuripan di

Jawa Timur pada masa raja Airlangga merupakan kerajaan yang patut diperhitungkan.

Kerajaan yang berada disekitar wilayah Kediri (sekarang) ini mengalami masa puncak

kejayaan pada masa raja Jayabaya yang sangat terkenal dengan ilmu dan keahliannya dalam

membaca masa depan atau meramal. Tak hanya cakap dalam meramal, bahkan raja Jayabaya

Page 28: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

yang membawa kemakmuran bagi Kediri telah mampu mengelola dan memimpin

kerajaannya dengan sangat baik.

3.2  Kritik dan Saran

Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca, serta menambah pengetahuan

tentang bagaimana terbentuknya dan fase kejayaan serta factor yang menyebabkan

keruntuhan kerajaan Medang, Kahuripan dan Kediri. Makalah ini tidak luput dari kesalahan

dalam penulisan maupun dalam tata bahasa, untuk itu kami minta kritik dan saran dari para

pembaca untuk memperbaiki makalah kami, agar kedepannya makalah kami lebih baik lagi

dari makalah yang sekarang ini.

Page 29: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Daftar Pustaka :

Wikipedia.com

Sumber : Syukur, Abdul, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar , Jilid 6, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005. Halaman 161.

Sumber : Syukur, Abdul, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar , Jilid 5, Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve, 2005. Halaman 115.

Page 30: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

LAMPIRAN

Komplek Candi Dieng di Wonosobo, Jawa Tengah, merupakan peninggalan candi Hindu

pada masa Kerajaan Mataram Kuno.

Candi Plaosan di Klaten, Jawa Tengah, salah satu peninggalan Kerajaan Mataram Kuno

yang berlatar agama Buddha. 

Arca Raja Airlangga, raja terakhir Kerajaan Mataram Kuno Jawa Timur, di Candi Belahan.

Arca ini kini disimpan di Museum Trowulan.

Page 31: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Candi Borobudur, salah satu peninggalan Dinasti Syailendra.

Candi Gedong Songo di Ungaran, Jawa Tengah, merupakan candi peninggalan Kerjaan Mataram Kuno.

Page 32: Makalah Sejarah Kerajaan Hindhu Budha

Arca Syiwa ini dibangun pada masa Kerajaan Kediri yang bercorak Hindu sebagai persembahan kepada Dewa Syiwa.

Arca Wishnu, berasal dariKediri, abad ke-12 dan ke-13.

Arca Buddha Vajrasattva zaman Kadiri, abad X/XI, koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem,

Jerman.


Top Related