Download - Global Warming Pemanasan Global
PEMANASAN GLOBAL(GLOBAL WARMING)
Oleh:
dr. Hendrik Sutopo L.NIK : 110852L
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG2008
BAB I
PENDAHULUAN
Pemanasan global atau global warming ini merupakan masalah dunia yang
tergolong baru. Pemanasan ini merupakan proses peningkatan suhu rata-rata dari
permukaan bumi yang diyakini dipercepat oleh aktivitas manusia melalui efek
rumah kaca. Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi saat ini telah meningkat
0.74 ± 0.18 °C selama seratus tahun terakhir, dan diperkirakan akan terus
meningkat secara cepat jika tidak dilakukan tindakan untuk mencegahnya.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan mambawa dampak yang
merugikan bagi kelangsungan seluruh makhluk hidup di dunia. Beberapa dampak
dari pemanasan global antara lain naiknya permukaan air laut, meningkatnya
intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, terpengaruhnya hasil pertanian, pelbagai
masalah kesehatan, juga punahnya berbagai jenis hewan. Bahkan kita sebagai
umat manusia masih diragukan apakah akan mampu beradaptasi atau tidak
terhadap perubahan ini (Zwillich, 2007).
Pemanasan global ini merupakan masalah global yang akibatnya akan
dirasakan oleh semua orang di dunia ini. Penanganan terhadap pemanasan global
ini tidak dapat dilakukan oleh pihak tertentu saja. Namun diperlukan pengertian
dan peran serta semua pihak di muka bumi ini untuk turut berpartisipasi
menangani pemanasan global ini.
Dengan mengerti secara lebih mendalam mengenai pemanasan global ini
dan penyebab-penyebabnya, maka diharapkan kita dapat mencegah proses
pemanasan global ini lebih lanjut. Pencegahan terhadap pemanasan global dapat
dilakukan oleh setiap orang dengan memberikan kontribusinya, yang walaupun
kecil, akan sangat bermanfaat bila dilakukan secara bersama-sama. Dengan tujuan
akhir agar dampak-dampak negative yang diakibatkan dari pemanasan global ini
dapat dihindari.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Pemanasan Global
Pemanasan global atau global warming adalah adanya proses peningkatan
suhu rata-rata dari permukaan bumi (Annonym A, 2008; EPA, 2008; Soleman,
2008).
Suhu rata-rata global pada permukaan Bumi telah meningkat 0.74 ±
0.18 °C selama seratus tahun terakhir. Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, "sebagian besar peningkatan temperatur
rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh
meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia” melalui
efek rumah kaca. Aktivitas manusia tersebut dipercaya dimulai terutama sejak era
industrialisasi pada akhir abad ke-19. Kesimpulan dasar dari efek rumah kaca ini
telah dikemukakan oleh setidaknya 30 badan ilmiah dan akademik, termasuk
semua akademi sains nasional dari negara-negara G8. Untuk sebagian besar
wilayah Indonesia sendiri, telah mengalami peningkatan suhu permukaan 0,5
hingga 1 °C dibandingkan suhu rata-rata tahun 1951-1980 (Donohoe, 2007;
Soleman, 2008; Wikipedia, 2008).
Model iklim yang dijadikan acuan oleh projek IPCC menunjukkan suhu
permukaan global akan meningkat 1.5 hingga 6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100.
Perbedaan angka perkiraan itu dikarenakan oleh penggunaan skenario-skenario
berbeda mengenai emisi gas-gas rumah kaca di masa mendatang, serta model-
model sensitivitas iklim yang berbeda. Walaupun sebagian besar penelitian
terfokus pada periode hingga 2100, pemanasan dan kenaikan muka air laut
diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat
emisi gas rumah kaca telah stabil. Ini mencerminkan besarnya kapasitas panas
dari lautan.
Meningkatnya suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-
perubahan yang lain seperti naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas
2
fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi.
Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian,
hilangnya gletser, masalah kesehatan, juga punahnya berbagai jenis hewan.
Gambar 1. Temperatur Rata-rata Tahun 1995-2004.(Sumber : http://naturematters.files.wordpress.com)
Beberapa hal-hal yang masih diragukan para ilmuan adalah mengenai
jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi di masa depan, dan bagaimana
pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari
satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perdebatan politik
dan publik di dunia mengenai apa, jika ada, tindakan yang harus dilakukan untuk
mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut atau untuk beradaptasi
terhadap konsekwensi-konsekwensi yang ada. Sebagian besar pemerintahan
negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto,
yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca (Wikipedia, 2008).
3
2.2 Penyebab Pemanasan Global
2.2.1 Efek Rumah Kaca
Segala sumber energi yang terdapat di Bumi berasal dari Matahari.
Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk
cahaya tampak. Ketika energi ini mengenai permukaan Bumi, ia berubah dari
cahaya menjadi panas yang menghangatkan Bumi. Permukaan Bumi, akan
menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas
ini sebagai radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun
sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah
gas rumah kaca yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini. Gas-gas ini
menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan Bumi
dan akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan Bumi. Hal tersebut
terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata tahunan bumi terus
meningkat (IPCC, 2007; Wikipedia, 2008)
Secara alami, gas rumah kaca ini hanya sekitar 1 persen dasi seluruh
atmosfer, tetapi memiliki peranan yang sangat signifikan sebagai “jaket” yang
membungkus dan menghangatkan bumi. Efek Rumah Kaca secara alami terjadi
dan memungkinkan kelangsungan hidup semua makhluk di bumi. Tanpa adanya
Gas Rumah Kaca, seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), atau dinitro
oksida (N2O), suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin. Tanpa
adanya gas rumah kaca, suhu bumi hanya -18 °C sehingga es akan menutupi
seluruh permukaan Bumi. Sejak awal jaman industrialisasi, awal akhir abad ke-
17, konsentrasi Gas Rumah Kaca meningkat drastis. Diperkirakan tahun 1880
temperatur rata-rata bumi meningkat 0.5 – 0.6 derajat Celcius akibat emisi Gas
Rumah Kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia. Semakin meningkatnya
konsentrasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di
bawahnya (Donohoe, 2007; UNFCCC, 2008).
Yang termasuk dalam kelompok Gas Rumah Kaca adalah karbondioksida
(CO2), metana (CH4), dinitro oksida (N2O), hidrofluorokarbon (HFC),
perfluorokarbon (PFC), dan sulfur heksafluorida (SF6). Jenis gas rumah kaca
4
yang memberikan sumbangan paling besar bagi misi gas rumah kaca adalah
karbondioksida (hampir 60%), metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar
dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di
sektor energi dan transport, penggundulan hutan , dan pertanian. Sementara, untuk
gas rumah kaca lainnya (HFC, PFC, SF6 ) hanya menyumbang kurang dari 1%
(UNFCCC, 2008).
Sumber-sumber emisi karbondioksida, yang merupakan komposisi
terbesar dari gas rumah kaca, secara global dihasilkan dari pembakaran bahan
bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) dengan princian :
- 36% dari industri energi (pembangkit listrik/kilang minyak, dll)
- 27% dari sektor transportasi
- 21% dari sektor industri
- 15% dari sektor rumah tangga & jasa
- 1% dari sektor lain -lain (UNFCCC, 2008).
Gambar 2. Efek Rumah Kaca(Sumber : http://unfccc.int/)
5
2.2.1.1 Kontributor Penting Terhadap Efek Rumah Kaca
2.2.1.1.1 Industrialisasi dan Transportasi.
Sejak jaman pra-industrialisasi hingga saaat ini, konsentrasi CO2 telah
meningkat sekitar 31%. Penyebab utama meningkatnya gas rumah kaca adalah
hasil pembakaran dari bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas alam.
Industrialisasi dan meningkatnya jumlah kendaraan yang tidak efisien juga secara
signifikan memiliki kontribusi terhadap polusi udara dan merusak lapisan ozon
(Donohoe, 2007).
Bidang transportasi merupakan contoh nyata dalam peran utama penyebab
pemanasan global. Untuk setiap galon bensin yang dihasilkan dan kemudian
digunakan pada kendaraan bermotor, menghasilkan sekitar 11 kilogram
karbondioksida. Di Amerika Serikat terdapat 1 mobil untuk setiap 2 orang, di
Meksiko terdapat 1 mobil untuk setiap 8 orang, dan di China terdapat 1 mobil
untuk setiap 100 orang. Jumlah penggunaan kendaraan untuk setiap orang pun
bertambah seiring dengan meluasnya pemukiman di daerah urban dan hubungan
antara jarak yang jauh yang semakin banyak ditempuh. Dan secara global,
diperkirakan jumlah kendaraan atau mobil akan meningkat dua kali lipat dalam 25
hingga 50 tahun kedepan (Donohoe, 2007).
Gambar 3. Polusi Kendaraan Bermotor. Polusi ini merupakan penyebab penting pemanasan global, dan jumlah kendaraan akan terus
bertambah tanpa bisa dibendung.(Sumber : www.kamase.org)
6
2.2.1.1.2 Penggundulan Hutan
Penggundulan hutan, yang dilakukan karena bertambahnya populasi
manusia di dunia, kemiskinan, praktek pertanian yang tidak tetap, dan
penggundulan besar-besaran untuk memenuhi kebutuhan kertas dan bahan
bangunan, telah memperparah keadaan pemanasan global, penurunan kualitas
tanah, dan membuat banyak spesies yang terancam punah. Penggundulan hutan
membuat bumi menjadi planet dengan kadar CO2 yang tinggi. Setengah dari
seluruh hutan tropis telah rusak bahkan hilang sama sekali; dan pada tahun 2010
diperkirakan 75%-nya akan hilang (Donohoe, 2007).
Gambar 4. Penggundulan Hutan. Penggundulan hutan besar-besaran telah memperparah pemanasan global.
(Sumber : www.abc.net.au)
2.2.1.1.3 Pembakaran untuk Memasak
Masalah lainnya yang berperan penting pada pemanasan global dan polusi
udara adalah pembakaran, oleh lebih dari 3 miliar orang di seluruh dunia, dari
batu bara dan biomass (kayu, arang, sisa-sisa panen, dan kotoran hewan) untuk
memasak, menghangatkan, dan mengawetkan makanan. Konsekwensi kesehatan
akibat polusi ini sangat besar akibatnya dan sering dijumpai di banyak Negara
berkembang (Donohoe, 2007).
7
2.2.2 Efek Umpan Balik
Efek-efek dari agen penyebab pemanasan global juga dipengaruhi oleh
berbagai proses umpan balik yang dihasilkannya. Sebagai contoh adalah pada
penguapan air. Pada kasus pemanasan akibat bertambahnya gas-gas rumah kaca
seperti CO2, pemanasan pada awalnya akan menyebabkan lebih banyaknya air
yang menguap ke atmosfer. Karena uap air sendiri merupakan gas rumah kaca,
pemanasan akan terus berlanjut dan menambah jumlah uap air di udara hingga
tercapainya suatu kesetimbangan konsentrasi uap air. Efek rumah kaca yang
dihasilkannya lebih besar bila dibandingkan oleh akibat gas CO2 sendiri.
(Walaupun umpan balik ini meningkatkan kandungan air absolut di udara,
kelembaban relatif udara hampir konstan atau bahkan agak menurun karena udara
menjadi menghangat). Umpan balik ini hanya dapat dibalikkan secara perlahan-
lahan karena CO2 memiliki usia yang panjang di atmosfer (IPCC, 2007).
Efek-efek umpan balik karena pengaruh awan sedang menjadi objek
penelitian saat ini. Bila dilihat dari bawah, awan akan memantulkan radiasi infra
merah balik ke permukaan, sehingga akan meningkatkan efek pemanasan.
Sebaliknya bila dilihat dari atas, awan tersebut akan memantulkan sinar Matahari
dan radiasi infra merah ke angkasa, sehingga meningkatkan efek pendinginan.
Apakah efek netto-nya pemanasan atau pendinginan tergantung pada beberapa
detail-detail tertentu seperti tipe dan ketinggian awan tersebut. Detail-detail ini
sulit direpresentasikan dalam model iklim, antara lain karena awan sangat kecil
bila dibandingkan dengan jarak antara batas-batas komputasional dalam model
iklim. Walaupun demikian, umpan balik awan berada pada peringkat dua bila
dibandingkan dengan umpan balik uap air dan dianggap positif (menambah
pemanasan) dalam semua model yang digunakan dalam Laporan Pandangan IPCC
ke Empat (IPCC, 2001; Wikipedia, 2008).
Umpan balik penting lainnya adalah hilangnya kemampuan memantulkan
cahaya (albedo) oleh es. Ketika temperatur global meningkat, es yang berada di
dekat kutub mencair dengan kecepatan yang terus meningkat. Bersama dengan
melelehnya es tersebut, daratan atau air dibawahnya akan terbuka. Baik daratan
8
maupun air memiliki kemampuan memantulkan cahaya lebih sedikit bila
dibandingkan dengan es, dan akibatnya akan menyerap lebih banyak radiasi
Matahari. Hal ini akan menambah pemanasan dan menimbulkan lebih banyak lagi
es yang mencair, menjadi suatu siklus yang berkelanjutan (Wikipedia, 2008).
2.2.3 Variasi Matahari
Terdapat hipotesa yang menyatakan bahwa variasi dari Matahari, dengan
kemungkinan diperkuat oleh umpan balik dari awan, dapat memberi kontribusi
dalam pemanasan saat ini. Namun hal ini masih merupakan perdebatan dan
diragukan oleh banyak ahli.
Gambar 5. Variasi Matahari Selama 30 Tahun Terakhir.(Sumber : www.globalwarmingart.com)
Pada tahun 2006, sebuah tim ilmuan dari Amerika Serikat, Jerman dan
Swiss menyatakan bahwa mereka tidak menemukan adanya peningkatan tingkat
"keterangan" dari Matahari pada seribu tahun terakhir ini. Siklus Matahari hanya
memberi peningkatan kecil sekitar 0,07% dalam tingkat "keterangannya" selama
30 tahun terakhir. Efek ini terlalu kecil untuk berkontribusi terhadap pemansan
global. Sebuah penelitian oleh Lockwood dan Fröhlich menemukan bahwa tidak
ada hubungan antara pemanasan global dengan variasi Matahari sejak tahun 1985.
9
Ada beberapa hasil penelitian yang menyatakan bahwa kontribusi
Matahari mungkin telah diabaikan dalam pemanasan global. Namun walaupun
demikian, mereka menyimpulkan bahwa bahkan dengan meningkatkan
sensitivitas iklim terhadap pengaruh Matahari sekalipun, sebagian besar
pemanasan yang terjadi pada dekade-dekade terakhir ini disebabkan oleh gas-gas
rumah kaca (Wikipedia, 2008).
2.2.4 Perubahan Sudut Poros Bumi
Kemiringan poros bumi yang sebelumnya diketahui oleh banyak orang
sebesar 23,50 sebenarnya telah bertambah, dan hal ini merupakan hal yang terjadi
dengan sendirinya dalam rentang waktu yang cukup lama. Pertambahan
kemiringan poros bumi sebesar 260 ini diyakini telah menyebabkan beberapa
kejadian global yang penting, terutama perubahan iklim. Namun para pakar jarang
membicarakan masalah ini karena dianggap tidak mempunya peran penting
terhadap pemanasan global, dan tidak banyak yang dapat kita lakukan
dibandingkan dengan memerangi pemanasan global.
Penambahan kemiringan poros bumi ini telah mengakibatkan banyaknya
perubahan iklim yang terjadi. Beberapa perubahan yang terjadi pada tahun 2007
diantaranya ialah pola cuaca dan musim yang aneh; bencana banjir yang tidak
pernah terjadi sebelumnya; meletusnya 7 gunung berapi dan 17 lainnya menjadi
aktif; perubahan warna daun ketika musim semi; terjadi 318 gempa bumi diatas
4,0 skara Richter antara 23 Juni hingga 23 Juli 2007; terjadi 21 gempa bumi diatas
6,0 skala Richter antara Januari hingga Juli 2007; hingga terganggunya teknologi
GPS (Global Positioning System) di seluruh dunia pada Desember 2006 hingga
April 2007.
10
(A) (B)
Gambar 6. Sumbu Kemiringan Bumi. Sumbu kemiringan 23,50 (A). Sumbu kemiringan telah bertambah 260 menjadi 49,50(B).
(Sumber : www.divulgence.net)
2.3 Mengukur Pemanasan Global
Pada awal 1896, para ilmuan beranggapan bahwa membakar bahan bakar
fosil akan mengubah komposisi atmosfer dan dapat meningkatkan temperatur
rata-rata global. Hipotesis ini dikonfirmasi tahun 1957 ketika para peneliti yang
bekerja pada program penelitian global yaitu International Geophysical Year,
mengambil sampel atmosfer dari puncak gunung Mauna Loa di Hawai. Hasil
pengukurannya menunjukkan terjadi peningkatan konsentrasi karbon dioksida di
atmosfer (Gambar 7). Setelah itu, komposisi dari atmosfer terus diukur dengan
cermat. Data-data yang dikumpulkan menunjukkan bahwa memang terjadi
peningkatan konsentrasi dari gas rumah kaca di atmosfer (Wikipedia, 2008).
Peningkatan temperatur terus bervariasi dari waktu ke waktu dan dari
lokasi yang satu ke lokasi lainnya. Perlu bertahun-tahun pengamatan iklim untuk
memperoleh data-data yang menunjukkan suatu kecenderungan (trend) yang jelas.
Catatan hingga akhir 1980-an memperlihatkan kecenderungan penghangatan ini,
akan tetapi data statistik ini hanya sedikit dan belum dapat dipercaya. Stasiun
cuaca pada awalnya, terletak di daerah perkotaan sehingga pengukuran temperatur
dipengaruhi oleh panas yang dipancarkan bangunan dan kendaraan, dan juga
panas yang disimpan oleh material bangunan dan jalan. Sejak 1957, data-data
diperoleh dari stasiun cuaca yang terpercaya (terletak jauh dari perkotaan), serta
11
dari satelit. Data-data ini memberikan pengukuran yang lebih akurat, terutama
pada 70 persen permukaan planet yang tertutup lautan. Data-data yang lebih
akurat ini menunjukkan bahwa kecenderungan menghangatnya permukaan Bumi
benar-benar terjadi. Jika dilihat pada akhir abad ke-20, tercatat bahwa sepuluh
tahun terhangat selama seratus tahun terakhir terjadi setelah tahun 1980, dan tiga
tahun terpanas terjadi setelah tahun 1990, dengan 1998 menjadi yang paling panas
(Jane, 2007).
Gambar 7. Hasil Pengukuran Konsentrasi CO2 di Mauna Loa, Hawai.(Sumber : http://naturematters.files.wordpress.com)
Dalam laporan yang dikeluarkannya tahun 2001, Intergovernmental Panel
on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa temperatur udara global telah
meningkat 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit) sejak 1861. IPCC
memprediksi peningkatan temperatur rata-rata global akan meningkat 1.5 hingga
6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100, jika pendekatan yang digunakan “melihat dan
menunggu, tanpa melakukan apa-apa” (wait and see, and do nothing) (Jane, 2007;
UNFCCC, 2008).
12
Gambar 8. Proyeksi Pemanasan Global.(Sumber : http://naturematters.files.wordpress.com)
IPCC juga mengatakan bahwa meskipun konsentrasi gas di atmosfer tidak
bertambah lagi sejak tahun 2100, iklim tetap terus menghangat selama periode
tertentu akibat emisi yang telah dilepaskan sebelumnya. karbon dioksida akan
tetap berada di atmosfer selama seratus tahun atau lebih sebelum alam mampu
menyerapnya kembali. Jika emisi gas rumah kaca terus meningkat, para ahli
memprediksi, konsentrasi karbondioksioda di atmosfer dapat meningkat hingga
tiga kali lipat pada awal abad ke-22 bila dibandingkan masa sebelum era industri.
Akibatnya, akan terjadi perubahan iklim secara dramatis (Wikipedia, 2008).
Berdasarkan catatan sejarah, temperature rata-rata dikutub utara telah
meningkat sebanyak dua kali dibandingkan peningkatan secara global. Bahkan
suhu lapisan es di kutub utara telah meningkat hingga 3°C sejak tahun 1980
(UNFCCC,2008).
13
Gambar 9. Prediksi Pemanasan Global.(Sumber : http://naturematters.files.wordpress.com)
2.4 Dampak Pemanasan Global
Para ilmuan menggunakan model komputer dari temperatur, pola
presipitasi, dan sirkulasi atmosfer untuk mempelajari pemanasan global.
Berdasarkan model tersebut, para ilmuan telah membuat beberapa prakiraan
mengenai dampak pemanasan global terhadap cuaca, tinggi permukaan air laut,
pantai, pertanian, kehidupan hewan liar dan kesehatan manusia (Wikipedia, 2008).
Dari berbagai dampak yang diakibatkan oleh pemanasan global ini,
tampaknya akibat kerusakan yang terjadi akan dirasakan lebih berat di negara-
negara berkembang, hal ini berhubungan dengan keterbatasan mereka.
Keterbatasan dalam hal ini meliputi keadaan sosial ekonomi, agrikultur, teknologi,
dan ketersediaan tenaga kerja yang memadai (EPA, 2008).
2.4.1 Cuaca
Para ilmuan memperkirakan bahwa selama pemanasan global, daerah
bagian Utara dari belahan Bumi Utara (Northern Hemisphere) akan memanas
14
lebih dari daerah-daerah lain di Bumi. Akibatnya, gunung-gunung es akan
mencair dan daratan akan mengecil. Akan lebih sedikit es yang terapung di
perairan Utara tersebut. Daerah-daerah yang sebelumnya mengalami salju ringan,
mungkin tidak akan mengalaminya lagi. Pada pegunungan di daerah subtropis,
bagian yang ditutupi salju akan semakin sedikit serta akan lebih cepat mencair.
Curah hujan yang tinggi akan sering terjadi, juga bersamaan dengan banjir.
Musim tanam akan lebih panjang di beberapa area. Temperatur pada musim
dingin dan malam hari akan cenderung untuk meningkat. Pola cuaca menjadi
tidak terprediksi dan lebih ekstrim (Donohoe, 2007; Wikipedia, 2008).
Daerah hangat akan menjadi lebih lembab karena lebih banyak air yang
menguap dari lautan. Para ilmuan belum begitu yakin apakah kelembaban tersebut
malah akan meningkatkan atau menurunkan pemanasan yang lebih jauh lagi. Hal
ini disebabkan karena uap air merupakan gas rumah kaca, sehingga
keberadaannya akan meningkatkan efek insulasi pada atmosfer. Akan tetapi, uap
air yang lebih banyak juga akan membentuk awan yang lebih banyak, sehingga
akan memantulkan cahaya matahari kembali ke angkasa luar, di mana hal ini akan
menurunkan proses pemanasan (lihat siklus air). Kelembaban yang tinggi akan
meningkatkan curah hujan, secara rata-rata, sekitar 1 persen untuk setiap derajat
Fahrenheit pemanasan (Curah hujan di seluruh dunia telah meningkat sebesar 1
persen dalam seratus tahun terakhir ini). Badai akan menjadi lebih sering. Selain
itu, air akan lebih cepat menguap dari tanah. Akibatnya beberapa daerah akan
menjadi lebih kering dari sebelumnya. Angin akan bertiup lebih kencang dan
mungkin dengan pola yang berbeda. Topan badai (hurricane) yang memperoleh
kekuatannya dari penguapan air, akan menjadi lebih besar.
Termasuk diantaranya El Nino yang merupakan fenomena alami yang
telah terjadi sejak berabad-abad yang lalu. El Nino ini merupakan gelombang
panas di garis
ekuator Samudera Pasifik. Kini, El Nino muncul setiap 2 – 7 tahun, lebih kuat
dan berkontribusi pada peningkatan temperatur bumi. Dampaknya dapat dirasakan
di seluruh dunia dan menunjukkan bahwa iklim di bumi benar -benar
berhubungan. Para ilmuwan menguji bagaimana Pemanasan Global yang
15
diakibatkan oleh aktivitas manusia dapat mempengaruhi El Nino, dan didapatkan
akumulasi Gas Rumah Kaca di atmosfer “membantu” menyuntikkan panas ke
Samudera Pasifik. Oleh karena itu, El Nino muncul lebih sering dan lebih ganas
dari sebelumnya (UNFCCC, 2008).
2.4.2 Perairan dan Tinggi Permukan Air Laut
Air akan semakin sulit didapat dan semakin langka di beberapa daerah.
Hal ini karena pemanasan global akan mempercepat penguapan air dari
permukaan tanah sehingga mudah terjadi kekeringan, dan juga mengakibatkan
kejenuhan air di udara pada dataran rendah menjadi tinggi sehingga curah hujan
yang tinggi terlokalisir di tempat tertentu. Dengan demikian “kiriman” hujan yang
sebelumnya tiba pada waktunya, akan terlambat atau bahkan tidak sampai sama
sekali. Hingga saat ini, danau-danau besar di Afrika, seperti di Nigeria, Senegal,
dan danau Chan, telah mengalami penyusutan jumlah airnya sebesar 40 hingga 60
persen (UNFCCC, 2008).
Ketika atmosfer menghangat, lapisan permukaan lautan juga akan
menghangat, sehingga volumenya akan membesar dan menaikkan tinggi
permukaan laut. Pemanasan ini akan mencairkan banyak es di kutub dan lapisan
gletser yang merupakan reservoir air, yang lebih memperbanyak volume air di
laut. Bahkan gletser di Switzerland telah berkurang hingga dua per tiganya.
Tinggi permukaan air laut di seluruh dunia telah meningkat 10 - 25 cm selama
abad ke-20 atau sejak era industri dimulai. Para ilmuan IPCC memprediksi
peningkatan lebih lanjut 9 - 88 cm akan terjadi pada abad ke-21 (UNFCCC,
2008).
16
Gambar 10. Gletser Berkurang Secara Signifikan pada Abad 21.(Sumber : www.unfccc.int)
Tinggi permukaan air laut rata-rata secara global meningkat dengan angka
rata-rata 1,8 mm setiap tahunnya antara tahun 1961 hingga 2003. Tetapi antara
tahun 1993 dan 2003 peningkatan tinggi permukaan air laut ini mencapai 3,1 mm
per tahun. Bila keadaan ini dibiarkan terus selama beberapa abad kedepan,
mencairnya es dikutub, terutama es yang saat ini dikenal dengan sebutan
Greenland, akan meningkatkan permukaan air laut hingga 7 meter (UNFCCC,
2008).
Gambar 11. Perubahan Tinggi Rata-rata Permukaan Air Laut.(Sumber : http://naturematters.files.wordpress.com)
17
Perubahan tinggi muka laut akan sangat mempengaruhi kehidupan di
ekosistem daerah pantai. Kenaikan 50 cm akan menenggelamkan separuh dari
rawa-rawa pantai di Amerika Serikat dan menutupi sebagian besar dari Florida
Everglades. Kenaikan 100 cm akan menenggelamkan 6 persen daerah Belanda,
17,5 persen daerah Bangladesh, dan banyak pulau-pulau lainnya didunia. Erosi
dari tebing, pantai, dan bukit pasir akan meningkat. Ketika tinggi lautan mencapai
muara sungai, banjir akibat air pasang akan meningkat di daratan. Negara-negara
kaya akan menghabiskan dana yang sangat besar untuk melindungi daerah
pantainya, sedangkan negara-negara miskin mungkin hanya dapat melakukan
evakuasi dari daerah pantai (EPA, 2008; Wikipedia, 2008).
Dampak yang ditimbulkan bagi negara Indonesia khususnya jika tanpa ada
upaya pencegahan maka Indonesia akan kehilangan 2.000 pulau karena air laut
akan naik pada ketinggian 90 cm. Tadinya Indonesia memiliki 17.504 pulau tapi
kini tinggal 17.480 pulau oleh sebab naiknya air laut dan usaha penambangan.
Sementara apbila terjadi, kehilangan asset 2.000 pulau akan luar biasa dampaknya
yang berujung pada penyempitan wilayah kedaulatan RI (Soleman, 2008).
Air garam yang berasal dari meningkatnya permukaan air laut akan
mengurangi kualitas dan kuantitas dari suplai air tawar yang bersih. Hal ini
merupakan masalah yang penting karena saat ini pun jutaan orang telah
kekurangan akses untuk mendapatkan air tawar yang bersih. Permukaan air laut
yang tinggi telah mencemari sumber mata air bawah tanah di Israel dan Thailand,
pulau-pulau kecil di lautan Pasifik, samudra India, dan lautan Caribia, dan
beberapa delta besar didunia, seperti Delta Yangtze di China dan Delta Mekong di
Vietnam (UNFCCC, 2008).
2.4.3 Pertanian
Banyak yang berpendapat bahwa bumi yang hangat akan menghasilkan
lebih banyak makanan dari sebelumnya, tetapi hal ini sebenarnya tidak sama di
beberapa tempat. Bagian Selatan Kanada, sebagai contoh, mungkin akan
mendapat keuntungan dari lebih tingginya curah hujan dan lebih lamanya masa
18
tanam. Di lain pihak, lahan pertanian tropis semi kering di beberapa bagian Afrika
mungkin tidak dapat tumbuh. Daerah pertanian gurun yang menggunakan air
irigasi dari gunung-gunung yang jauh dapat menderita jika snowpack (kumpulan
salju) musim dingin, yang berfungsi sebagai reservoir alami, akan mencair
sebelum puncak bulan-bulan masa tanam. Tanaman pangan dan hutan dapat
mengalami serangan serangga yang berkembang biak lebih cepat dan penyakit
yang lebih hebat (Wikipedia, 2008).
2.4.4 Hewan dan Tumbuhan
Hewan dan tumbuhan akan mengalami perubahan yang besar dalam
bentuk pola hidup dan kebiasaan mereka. Hewan dan tumbuhan menjadi makhluk
hidup yang sulit menghindar dari efek pemanasan ini karena sebagian besar lahan
telah dikuasai manusia. Dalam pemanasan global, hewan cenderung untuk
bermigrasi ke arah kutub atau ke atas pegunungan, mencari daerah yang suhunya
tetap sesuai untuk habitat mereka. Tumbuhan dan hewan-hewan akan mengubah
arah pertumbuhannya, mencari daerah baru karena habitat lamanya menjadi
terlalu hangat. Akan tetapi, pembangunan manusia akan menghalangi perpindahan
ini. Spesies-spesies yang gagal bermigrasi ke utara atau selatan karena terhalangi
oleh kota-kota atau lahan-lahan pertanian mungkin akan mati. Sementara
beberapa hewan yang memang hidup di daerah hangat, misalnya nyamuk
penyebab malaria, akan berkembang biak menjadi lebih cepat dan habitat mereka
menjadi lebih luas, yang pastinya akan membawa dampak merugikan bagi
manusia (Donohoe, 2007; UNFCCC, 2008).
Beberapa tipe spesies yang tidak mampu secara cepat berpindah menuju
kutub juga akan punah. Spesies yang jumlahnya terus berkurang, sekitar 25%
mamalia dan 12% burung, akan punah dalan beberapa decade kedepan sebagai
akibat dari pemanasan global. Pemanasan global akan mengubah keadaan hutan,
daerah rawa, dan jangkauan daerah dimana hewan tersebut menggantungkan
hidupnya (UNFCCC, 2008).
19
2.4.5 Kesehatan manusia
Pemanasan global memiliki dampak terhadap kesehatan manusia, baik
langsung maupun tidak langsung. Timbulnya penyakit dipengaruhi oleh empat
factor, yaitu perlaku (45%), lingkungan (40%), interupsi medis (20%), dan
penyakit bawaan (5%). Dampak langsung dari pemanasan global misalnya
gelombang panas yang akan mempengaruhi tubuh kita. Suhu lingkungan yang
lebih dari 27 oC akan membuat jantung memompa lebih cepat agar bisa
mendinginkan tubuh, juga kebutuhan suplai oksigen dan nutrisi sel akan
meningkat, dan hasilnya adalah peningkatan produksi keringat. Pada taraf awal
akan memicu terjadinya dehidrasi, dan pada taraf lanjut dapat menyebabkan shock
karena dehidrasinya ataupun oleh sebab lain. Dampak tidak langsung yaitu adanya
perubahan penyakit yang ditularkan oleh nyamuk atau hewan lainnya (zoonosis).
Diperkirakan jika suhu menngkat 3oC pada tahun 2100, maka akan terjadi proses
penularan penyakit oleh nyamuk sebanyak dua kali lipat. Misalnya malaria,
demam berdarah dengue, chikungunya, meningitis, dan filariasis. Penyakit avian
influenza, SARS (Severe Acut Respiratory Syndrome), virus Nipah, west nile
virus, dan beberapa penyakit akibat virus lainnya akan meningkat (Soleman,
2008).
Kerusakan hutan, perluasan kota, pembukaan lahan untuk pertanian dan
pertambangan, kualitas udara yang buruk, air yang sulit untuk didapat, kerusakan
ekosistem, dan bahkan lingkungan yang lebih mendukung untuk hidupnya hewan
atau serangga pembawa penyakit sangat berpotensial membawa dampak yang
besar bagi kesehatan manusia. Bahkan PBB meramalkan di tahun 2030 sebanyak
2,9 miliar manusia akan kekurangan pasokan air. Proyeksi perubahan iklim
menunjukkan adanya peningkatan intensitas hujan badai, gelombang panas, dan
banjir, yang menciptakan peluang menguntungkan untuk berkembangnya
patogen-patogen lama maupun baru sebagai penyebab penyakit (Kay, 2007;
Soleman, 2008).
Di dunia yang hangat, para ilmuan memprediksi bahwa lebih banyak
orang meninggal karena masalah yang berhubungan dengan pemanasan global,
20
kecelakaan akibat keadaan alam, penyakit infekasi, dan meninggal karena
kelainan yang berhubungan dengan stress. Dampak dari pemanasan global ini
diyakini oleh para ahli akan membawa akibat yang buruk, walaupun masih jauh
lebih banyak dampak yang belum diketahui dibandingkan dengan yang telah
ketahui (Kay, 2007; Zwillich, 2007; EPA, 2008).
2.4.5.1 Penyakit infeksi
Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko beberapa penyakit infeksi,
terutama penyakit yang memang berada pada daerah hangat dan disebarkan oleh
nyamuk dan serangga lainnya. Penyakit-penyakit tropis yang dapat menyebar
terutama malaria, demam dengue, demam kuning, dan encephalitis (EPA, 2008).
Suhu yang tinggi dapat mempermudah siklus hidup nyamuk malaria dan
nyamuk-nyamuk lainnya yang merupakan penyebar penyakit di daerah tropis.
Sejalan dengan pemanasan global, penyebaran nyamuk menjadi lebih luas, bahkan
ke daerah dataran tinggi. Dimana sebelumnya daerah tersebut terlalu dingin bagi
mereka. Saat ini telah didapatkan insidensi malaria yang meningkat pada dataran
tinggi, yang dipengaruhi oleh bertambahnya suhu pada daerah tersebut. Vektor
seperti Anopheles sp., selama ini dianggap hanya mampu berkembang biak pada
daerah tropis saja dengan daerah isoterm 16 derajat lintang utara dan lintang
selatan, dimana suhu tidak kurang dari 16 derajat Celcius dan pada ketinggian
kurang dari 1.000 meter. Namun saat ini, nyamuk tersebut dengan mudah dapat
ditemui pada daerah ketinggian 3.000 meter diatas permukaan air laut, walaupun
endemic malaria hanya didapatkan hingga daerah ketinggian 2.000 meter diatas
permukaan air laut (Kay, 2007; Reiter, 2007; Soleman, 2008).
Tahun 2006, sebuah penelitian di Barat sungai Nil, Illinois, Dakota,
Colorado dan Idaho, Reisen melaporkan bahwa temperatur yang lebih tinggi
membuat nyamuk menjadi lebih mudah untuk mentransmisikan penyakit dan
siklus hidup mereka menjadi lebih singkat. Saat ini, 45 persen penduduk dunia
tinggal di daerah di mana mereka dapat tergigit oleh nyamuk pembawa parasit
malaria; persentase itu akan meningkat menjadi 60 persen jika temperature
21
meningkat. IPCC telah memperingatkan daerah yang diprediksi terkena malaria
paling banyak, yaitu Afrika, Inggris, Australia, India, dan Portugal. Malaria itu
sendiri telah membunuh sekitar 1 juta orang setiap tahunnya, dan kebanyakan
mereka adalah anak-anak (Donohoe, 2007; Kay, 2007; Reiter, 2007; EPA, 2008;
UNFCCC, 2008).
Demikian pula virus Weissera meningitides yang dapat menyebabkan
meningitis, dapat menyebar dalam radius yang sangat luas melalui debu
(Soleman, 2008).
Sementara itu, penyakit Lyme merupakan penyakit yang penyebarannya
dibatasi oleh suhu dingin di daerah utara. Suhu lingkungan yang dingin telah
membatasi pergerakan tiks pembawa penyakit tersebut (sejenis kutu rusa), dan
akan semakin berkurang penyebarannya. Hal ini karena pergerakan tiks tadi
dihambat oleh lingkungan yang lebih hangat dan lembab. Studi-studi terbaru telah
menemukan bahwa batas cakupan penyebaran tiks akan semakin sempit dan
bergeser kearah utara sejauh 200 kilometer pada tahun 2020 dan 1,000 kilometer
pada 2080 (Kay, 2007; EPA, 2008).
2.4.5.2 Food- and Water-Borne Diseases
Sebuah penelitian dari Universitas Wisconsin melaporkan bahwa dari
semua Food- and water-borne diseases di dalam Amerika Serikat antara 1948 dan
1994 didapatkan bahwa dua pertiga dari kasus-kasus tersebut didahului oleh
adanya curah hujan yang tinggi (Kay, 2007).
Perkembangan bakteri Salmonella sangat berhubungan dan didukung oleh
temperatur-temperatur yang lebih tinggi. Penelitian di Kanada, Eropa dan
Australia telah menunjukkan suatu korelasi antara temperatur dan peningkatan
kasus karena Salmonella (Kay, 2007).
Peningkatan temperature pada permukaan laut dan ketinggian permukaan
air laut yang bertambah dapat meningkatkan insidensi water borne disease,
seperti Kolera dan keracunan kerang. Zooplankton dapat menyembunyikan
proliferasi kolera pada temperature yang hangat, dan merupakan reservoir dengan
22
keadaan yang potensial untuk penyakit ini. Kolera telah membunuh 120.000 orang
pada tahun 1995, dan kebanyakan mereka adalah anak-anak (EPA, 2008).
2.4.5.3 Dampak dari Bencana Alam
Dan pemanasan global dapat mengakibatkan peningkatan curah hujan
didaerah tertentu, yang bersama dengan rusaknya lingkungan mengakibatkan
seringnya bencana alam seperti banjir dan tanah longsor. Juga bencana banjir
yang dapat datang dari naiknya tinggi permukaan air laut, sehingga memudahkan
banjir terjadi pada saat pasang (Kay, 2007).
Dampak dari banjir ialah terbawanya sejumlah bakteri dan parasit
penyebab penyakit, seperti kholera, diare, thyphoid, dan leptospirosis. Ini belum
termasuk berbagai penyakit tidak menular yang diakibatkan oleh pencemaran
lingkungan dan bahan toksin. Pada saat banjir pula dapat dipastikan bahwa
pasokan air bersih akan terganggu. Sehingga penularan penyakit infeksi kulit,
saluran pernafasan maupun pencernaan akan semakin mudah. Dengan adanya
banjir, maka sampah-sampah atau limbah akan terbawa ke pemukiman manusia,
hal ini meningkatkan kemungkinan kontak antara manusia dengan hewan pengerat
sehingga meningkatkan kemungkinan terjadinya penyakit yang diperantarai
hewan pengerat.(Soleman, 2008).
Dampak lain dari bencana alam adalah timbulnya kecelakaan akibat
bencana, yang mungkin dapat mengakibatkan kecacatan yang menetap, bahkan
hingga kematian. Belum lagi gangguan psikologis dengan timbulnya stress pasca
trauma (Post Traumatik Stress Disorders), yang dapat menurunkan kualitas hidup
(Donohoe, 2007).
2.4.5.4 Penyakit Saluran Pernafasan
Menurut penelitian-penelitian dari Universitas Columbia dan Johns
Hopkins, kematian akibat masalah saluran pernapasan yang berhubungan dengan
23
perubahan iklim diperkirakan meningkat sekitar 4,5 % dari tahun 1990 hingga
tahun 2050 (Kay, 2007).
Para ilmuan juga memprediksi meningkatnya insiden alergi, asma, dan
masalah pernafasan karena polusi udara dan udara yang lebih hangat akan
memperbanyak polutan, spora dan serbuk sari (Zwilich, 2007).
Serbuk sari dan kontaminan udara lainnya yang merupakan penyebab
penting masalah saluran pernapasan, tampaknya akan turut meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu dan kadar karbondioksida. Sebuah penelitian
mengatakan bahwa penggandaan kadar karbondioksida akan merangsang produksi
tepung sari meningkat lebih dari 50%. Selain itu, rumput-rumputan menjadi lebih
cepat tumbuh, berbunga, dan secara signifikan memprodiksi serbuk sari lebih
banyak (Kay, 2007).
Polusi udara akan semakin bermasalah dan sering dijumpai seiring dengan
pemanasan global, karena akan semakin seringnya terjadi gelombang panas, tanah
kering berdebu, dan kebakaran hutan. Salah satu bentuk polusi udara yang
dikhawatirkan adalah banyaknya kabut asap dan partikel debu yang kecil. Partikel
debu dan kabut asap dapat merusak jaringan paru-paru, meningkatkan penyakit
pernapasan, penyakit jantung, bahkan kematian kematian. Bahkan peningkatan
kadar kabut asap yang rendah dapat memicu serangan asma pada anak-anak
(Zwillich, 2007; Kay, 2007).
Sumber polusi dari asap kendaraan bermotor dan pabrik berperan besar
meningkatkan insidensi penyakit infeksi pernapasan dan menurunkan kualitas
hidup seseorang. Polusi akibat industri dan kendaraan telah menyebabkan sekitar
800.000 kematian premature per tahun, dan 65%-nya terjadi di Negara
berkembang Asia (Donohoe, 2007; Soleman, 2008).
2.5 Pengendalian Pemanasan Global
Pemanasan global adalah masalah modern yang sangat kompleks,
mempengaruhi seluruh dunia, dan terikat erat dengan masalah berbeda seperti
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan polplasi. Penanganan dan
24
pengendalian pemanasan global ini tidak akan mudah, sementara tidak
mengacuhkannya akan membawa dampak yang lebih buruk bagi umat manusia
(EPA, 2008).
Konsumsi total bahan bakar fosil di dunia meningkat sebesar 1 persen per-
tahun, al ini akan mengakibatkan pemanasan global terus berlangsung. Langkah-
langkah yang dilakukan atau yang sedang diskusikan saat ini belum ada yang
dapat mencegah pemanasan global di masa depan. Tantangan yang ada saat ini
adalah mengatasi efek yang timbul sambil melakukan langkah-langkah untuk
mencegah semakin berubahnya iklim di masa depan (Wikipedia, 2008).
2.5.1 Pengendalian Dampak dari Pemanasan Global
Kerusakan yang parah dapat diatasi dengan berbagai cara, namun
penanganan tentu akan berbeda di setiap daerah. Daerah pantai dapat dilindungi
dengan dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Namun
pengendalian ini mungkin hanya dapat dilakukan oleh Negara-negara kaya untuk
melindungi pantainya. Sementara untuk banyak Negara yang tidak mampu
menyelamatkan pantainya, akan menghadapi gelombang pengungsian yang besar-
besaran dari daerah pantai, sehingga jalur dan daerah pengungsian harus mulai
diperhatikan (UNFCCC, 2008).
Cara lainnya, pemerintah dapat membantu populasi di daerah pantai dan
populasi lainnya yang hampir punah untuk dapat pindah ke daerah yang lebih
tinggi. Beberapa negara, seperti Amerika Serikat, dapat menyelamatkan tumbuhan
dan hewan dengan tetap menjaga koridor (jalur) habitatnya, mengosongkan tanah
yang belum dibangun dari selatan ke utara. Spesies-spesies dapat secara perlahan-
lahan berpindah sepanjang koridor ini untuk menuju ke habitat yang lebih dingin
tanpa terhalang oleh blok manusia (Wikipedia, 2008).
Meningkatnya insidensi penyakit infeksi parasit, gangguan kesehatan
karena pencemaran air, polusi udara, meningkatnya suhu lingkungan, dan
gangguan alam seperti banjir dan badai, juga masalah kesehatan pada daerah
pengungsian, memerlukan sistem penanganan kesehatan dan promosi kesehatan
25
masyarakat yang lebih baik. Akses pada pelayanan kesehatan harus dapat dijamin
dengan baik, terutama didaerah yang sebelumnya bukan merupakan endemis
suatu penyakit atau tidak familiar dengan keadaan baru akibat pemanasan global.
Dalam bidang kesehatan misalnya, agar tenaga kesehatan lebih waspada terhadap
penyakit infeksi daerah tropis seperti malaria, demam dengue, bahkan demam
berdarah dengue yang banyak menyebabkan kematian, karena pada dokter di
Amerika dan negara-negara lain hanya memiliki sedikit pengalaman
mendiagnosis dan menangani penyakit-penyakit tersebut. Sehingga diharapkan
kualitas tenaga kesehatan dan sistem kesehatan masyarakat yang baik dapat
mengurangi efek dari pemanasan global pada kesehatan manusia (IPCC, 2007;
Zwilich, 2007; EPA, 2008; Sierra, 2008).
2.5.2 Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya
gas rumah kaca. Pertama, mencegah gas rumah kaca dilepas ke atmosfer dengan
menyimpan gas tersebut atau komponen karbon-nya di tempat lain. Cara ini
disebut carbon sequestration (menghilangkan karbon). Kedua, mengurangi
produksi gas rumah kaca (Wikipedia, 2008).
2.5.2.1 Penanaman Pohon
Cara yang paling mudah untuk menghilangkan karbon dioksida di udara
adalah dengan memelihara pepohonan dan menanam pohon lebih banyak lagi.
Pohon, terutama yang muda dan cepat pertumbuhannya, menyerap karbon
dioksida yang sangat banyak, memecahnya melalui fotosintesis, menyimpan
karbon dalam kayunya, juga turut andil dalam menyerap panas matahari,
menghasilkan oksigen, nencegah erosi, dan banyak keuntungan lainnya. Di
seluruh dunia, tingkat perambahan hutan telah mencapai level yang
mengkhawatirkan. Di banyak area, tanaman yang tumbuh kembali sedikit sekali
karena tanah kehilangan kesuburannya ketika diubah untuk kegunaan yang lain,
26
seperti untuk lahan pertanian atau pembangunan rumah tinggal. Langkah untuk
mengatasi hal ini adalah dengan penghutanan kembali yang berperan dalam
mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca (EPA, 2008; UNFCCC,
2008).
Gambar 12. Pepohonan Pencegah Pemanasan Global.(Sumber : www.abc.net)
Menanam pohon tidak terbatas pada lahan pertanian, halaman rumah dan
sebagainya. Tetapi dapat juga ditanam pada atap rumah. Konsep ini diilhami dari
Taman Gantung Babilonia. Taman atap ini mampu menyerap panas dan
mengurangi karbon dioksida (Soleman, 2008).
2.5.2.2 Hentikan Produksi Gas Rumah Kaca
Gas rumah kaca yang dimaksud disini adalah karbon dioksida, karena
merupakan factor utama penyebab pemanasan global. Energy Information
Administration (EIA) mencatat tahun 2030 emisi karbon dioksida akan mencapai
8.000 juta metrik ton. Gas ini dapat dihilangkan secara langsung. Salah satu
caranya pada bidang perminyakan, dengan menyuntikkan (menginjeksikan) gas
tersebut ke sumur-sumur minyak untuk mendorong agar minyak bumi keluar ke
permukaan (lihat Enhanced Oil Recovery). Injeksi juga bisa dilakukan untuk
mengisolasi gas ini di bawah tanah seperti dalam sumur minyak, lapisan batubara
atau aquifer. Hal ini telah dilakukan di salah satu anjungan pengeboran lepas
pantai Norwegia, di mana karbon dioksida yang terbawa ke permukaan bersama
27
gas alam ditangkap dan diinjeksikan kembali ke aquifer sehingga tidak dapat
kembali ke permukaan (Wikipedia, 2008).
Pengolahan limbah berbasis karbon dapat dilakukan untuk mencegah
diproduksinya lebih banyak karbon, misalnya dengan mengubur limbah karbon
Mengubur merupakan langkah paling sederhana yang dapat dilakukan, misalnya
untuk aneka limbah elektronik. Namun ilmuwan masih belum yakin bahwa gas
berbahaya akan aman tersimpan. Tetapi kelak tetap akan muncul imbas negatifnya
bagi lingkungan (Soleman, 2008).
Sementara cara lainnya yaitu melakukan proses thermo-depolymerization
terhadap limbah berbasis karbon untuk menghasilkan minyak. Proses ini
merupakan proses yang sama dengan bagaimana alam memproduksi minyak dari
fosil. Limbah akan dipanaskan dan diberi tekanan tepat maka akan menghasilkan
minyak. Secara alami proses ini memakan waktu jutaan tahun. Dari penelitian
yang telah dilakukan didapatkan bahwa dari kotoran ayam kalkun dapat
diproduksi sekitar 600 pon petroleum (Soleman, 2008).
2.5.2.3 Mengganti Sumber Energi Ramah Lingkungan
PBB (Perserikatan Bangsa Bangsa) memperkirakan hingga tahun 2030
kebutuhan energi akan melonjak sebesar 60%. Ini merupakan tantangan tersendiri
dalam memerangi pemanasan global. Walaupun banyak sumber energi yang dapat
dimanfaatkan, namun sumber energi yang dominan hingga saat ini adalah tetap
bahan bakar fosil. Sehingga diharapkan untuk memenuhi kebutuhan energi dimasa
depan, dapat meningkatkan penggunaan sumber energi lainnya (Soleman, 2008).
Salah satu sumber penyumbang karbon dioksida adalah pembakaran bahan
bakar fosil. Penggunaan bahan bakar fosil mulai meningkat pesat sejak revolusi
industri pada abad ke-18. Pada saat itu, batubara menjadi sumber energi dominan
untuk kemudian digantikan oleh minyak bumi pada pertengahan abad ke-19. Pada
abad ke-20, energi gas mulai biasa digunakan di dunia sebagai sumber energi.
Perubahan tren penggunaan bahan bakar fosil ini sebenarnya secara tidak
langsung telah mengurangi jumlah karbon dioksida yang dilepas ke udara, karena
28
gas melepaskan karbon dioksida lebih sedikit bila dibandingkan dengan minyak
apalagi bila dibandingkan dengan batubara. Pengharapan yang ingin dicapai
sebagai sumber energi oleh para pakar saat ini adalah penggunaan sumber energi
yang bebas emisi atau sekecil mungkin emisi untuk menggantikan suplai energi
dari bahan bakar fosil (IPCC, 2007; UNFCCC, 2008).
Gambar 13. Polusi Akibat Pembakaran Bahan Bakar Fosil. Penggunaan bahan bakar fosil memiliki peranan besar terhadap
pemanasan global.(Sumber : www.unfccc.int)
Sejumlah teknologi yang menggunakan bahan bakar fosil perlu
diperhatikan agar dapat menggunakan bahan bakarnya lebih efisien, sehingga
biaya operasi dapat berkurang, polusi berkurang, dan yang terpenting jumlah
karbondioksida juga berkurang, sehingga pemanasan global dapat dikurangi.
Misalnya teknologi automotif dapat mengurangi emisi karbondioksida dengan
menggunakan teknologi “hybrid”, yang menggabungkan sumber energi dari
bahan bakar fosil dengan energi listrik atau cahaya matahari. Dan kendaraan
dengan teknologi hybrid ini telah tersedia dibeberapa negara, dan akan terus
dipasarkan, walaupun pada saat ini harganya masih mahal (UNFCCC, 2008).
29
Gambar 14. Mobil hybrid ramah lingkungan. Mobil ini menggunakan bensin dan baterai sebagai sumber tenaganya, mampu
menghemat penggunaan bensin lebih dari setengahnya.(Sumber : www.otakku.com)
Bahan bakar hidrogen dianggap sebagai bahan bakar alternatif bebas
polusi. Energi yang dihasilkan didapat antara perpaduan hydrogen dan oksigen.
Namun masalah pada sumber energi ini adalah bagaimana hydrogen itu
dihasilkan. Proses untuk menghasilkan hidrogen itu sendiri masih membutuhkan
energi besar. Namun setidaknya kemajuan teknologi ini telah memulai babak baru
penelitian untuk menghasilkan hidrogen dengan lebih sederhana (Soleman, 2008).
Energi matahari dan energi angin dapat digunakan untuk menggantikan
penggunaan bahan bakar fosil, dan akhir-akhir ini mulai banyak digunakan.
Perkembangan teknologi mendukung penggunaan kedua jenis sumber energi ini
menjadi cukup efisien dan mempermurah biaya operasi. Bahkan untuk energy
matahari, telah banyak perusahaan dan perumahan yang menggunakan aplikasi
ini. Kontribusi kedua sumber energy ini pada total energy global saat ini baru
mencapai kurang dari 2 persen (UNFCCC, 2008).
30
Gambar 15. Kincir Angin. Tenaga angin dapat menjadi sumber listrik alternative yang menjanjikan.
(Sumber : www.unfccc.int)
Gambar 16. Panel Surya. Panel ini bermanfaat untuk menangkap energy matahari.
(Sumber : media.arstechnica.com)
Penggunaan hydro-electric power, atau sumber listrik tenaga air, juga
dapat membuat kontribusi besar untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Jenis
sumber energy ini dapat dijumpai dibeberapa pedesaan di Negara kita. Bahkan
energy tenaga air dapat didapat dari gelombang air laut. Laut itu sendiri
melingkupi 70% permukaan bumi. Gelombangnya membawa energy besar yang
dapat menggerakan turbin untuk menghasilkan listrik. Sungai Timur kota New
31
York saat ini sedang menjadi proyek percobaan dengan enam turbin bertenaga
gelombang air. Sedangkan di Portugis telah mempraktekan teknologi ini dan
sukses menerangi lebih dari 1500 rumah. Akan tetapi penggunaan teknologi ini
masih terbatas pada keadaan lingkungan dan keadaan sungai daerah setempat
(UNFCCC, 2008).
Gambar 17. Kincir Air. Merupakan salah satu sumber energy yang ramah lingkungan.
(Sumber : www.radheika.com)
Sumber energi nuklir tidak melepas karbon dioksida sama sekali, dan
dapat turut mengurangi pelepasan karbon dioksida ke udara. Namun sumber
energi ini banyak menuai kontroversi, karena masalah limbahnya yang dapat
membahayakan banyak orang dan memakan waktu yang sangat lama untuk dapat
diurai. Namun peran energi nuklir sendiri telah mencapai 6,8% dari total suplai
energi global (UNFCCC, 2008).
2.5.2.4 Merubahan Kebiasaan dan Gaya Hidup
Banyak orang-orang belum memikirkan apapun tindakan mereka
berdasarkan efisiensi atau kesehatan untuk lingkungan. Mereka lebih condong
untuk melakukan apa yang sebelumnya telah menjadi kebiasaan, apa yang teman
atau tetangga mereka lakukan, dan apa yang sedang menjadi trend. Namun
32
sebenarnya semuanya itu merupakan pilihan yang dapat kita pilih dengan
mudahnya. Menggunakan mobil dengan kapasitas mesin besar dengan mesin kecil
(yang mengkonsumsi bahan bakar lebih sedikit), merupakan pilihan yang dapat
dilakukan oleh semua orang. Sama halnya dengan pilihan sering berganti
perangkat elektronik, seperti telepon genggam, dimana Indonesia merupakan
Negara dengan pengguna terbanyak di dunia. Pola hidup seperti ini merupakan
masalah besar karena meningkatkan produksi industri yang menghasiklan karbon
dan limbah berbasis karbon dikemudian hari. Dalam pemilihan kendaraan, alat-
alat elektronik, pemanas ruangan, dan penyejuk ruangan, merupakan pilihan yang
dapat diambil berdasarkan pertimbangan perubahan iklim yang akan
diakibatkannya. Dan apabila ribuan dan jutaan orang melakukan pilihan ini untuk
melawan pemanasan global, maka efeknya akan dapat dirasakan lebih nyata
(UNFCCC, 2008).
Gambar 18. Penggunaan Kendaraan Bermotor. Gaya hidup menggunakan kendaraan boros energi berperan penting terhadap
pemanasan global.(Sumber : www.unfccc.int)
Penebangan pohon juga dapat kita kurangi dengan merubah kebiasaan
untuk mengurangi penggunaan kertas. Penggunaan kertas seperti untuk surat-
menyurat, majalah, koran, buku pelajaran, kertas faks, hingga tisu toilet.
33
Mengirim surat dalam bentuk surat elektronik melalui internet atau email, buku
elektronik atau yang dikenal dengan e-book, penggunaan tisu secukupnya juga
merupakan pilihan dalam kebiasaan dan gaya hidup kita untuk mencegah
penebangan pohon lebih banyak lagi (Soleman, 2008).
Kurangnya kebutuhan pasar, lambatnya inovasi dan perkembangan
teknologi mengurangi perkembangan dari teknologi ramah lingkungan. Kuncinya
disini adalah “keinginan”. Jika para konsumen dan rakyat kebanyakan memiliki
keinginan yang kuat untuk melawan pemanasan global dan mereka mau membeli
produk yang ramah lingkungan, maka teknologi dan proses baru akan lebih
mudah berkembang dan melakukan inovasi untuk melahirkan produk-produk lain
yang ramah lingkngan. Karena teknologi yang kita temui dipasaran saat ini
menjadi laris karena adanya minat pembeli yang menggunakannya (UNFCCC,
2008).
2.5.2.5 Peran Peraturan Pemerintah
Hukum dan peraturan dapan membawa pengaruh besar terhadap emisi gas
rumah kaca karena dapat mempengaruhi perilaku bisnis dan kebiasaan rakyatnya.
Beberapa pemerintahan mendorong rakyatnya untuk menggunakan transportasi
masal, misalnya dengan pengaturan pajak, program pembangunan jalan, terutama
jalan tol, dan bahkan subsidi, yang mendorong pengurangan penggunaan bahan
bakar fosil. Salah satu cara untuk merubah kebiasaan adalah dengan membuatnya
menjadi illegal atau membuatnya menjadi mahal, baik melalui pajak atau denda
(UNFCCC, 2008).
Penerapan standar minimum untuk efisiensi energi pada bangunan baru
telah ditetapkan akhir-akhir ini di beberapa Negara, termasuk Austria, Prancis,
Jepang, New Zealand, dan Inggris. Standar ini mengatur ketentuan dinding dan
atap agar dapat menahan panas lebih baik dan sistem pencahayaan yang baik.
Sehingga kebutuhan akan tungku perapian dan sumber energi yang tidak ramah
34
lingkungan lainnya untuk memanaskan dan menerangi ruangan akan berkurang
(UNFCCC, 2008).
Penerapan standar efisiensi energi pada peralatan elektronik telah
ditetapkan oleh beberapa pemerintah. Suatu program dimulai di Jepang pada
tahun 1988 dan diharapkan dapat mengurangi kebutuhan energy untuk video
recorder rumahan sebesar 59%, lemari pendingin 30%, dan computer sebesar
80%. Penekanan ini sangat bervariasi di berbagai Negara, misalnya lebih ringan di
Belanda, tetapi lebih berat di kawasan Eropa. Beberapa Negara juga menerapkan
potongan harga bagi beberapa produk yang lebih efisien (UNFCCC, 2008).
Peraturan ekonomi dan fiscal dibuat agar jalur angkutan transportasi yang
sebelumnya menggunakan jalan raya umum menjadi jalan tol, kapal laut atau
menggunakan kereta api. Beberpa Negara mendorong penggunaan jalan tol dan
kereta api, serta meningkatkan investasi dibidang ini seperti Ausria, Jerman,
China, Slovenia, dan Belgia. Juga promosi untuk menggunakan kapal laut
dilakukan oleh Belgia, Switzerland, dan Jepang. Juga di beberapa Negara
penghasil mobil di Eropa dan Asia telah sepakat untuk mengurangi emisi karbon
dioksia dari mobil-mobil yang mereka produksi (UNFCCC, 2008).
Beberapa langkah telah diambil oleh beberapa Negara untuk sampah atau
limbah dari peternakan dan perkebunan, seperti di Switzerland dan Norwegia,
mereka menerapkan tingginya pajak perton sampah yang dihasilkan. Hal ini
dilakukan terutama untuk mengurangi produksi gas metana, yang merupakan
salah satu gas rumah kaca. Dan di Austria, pajak akan lebih tinggi bagi mereka
yang tidak memiliki fasilitas untuk menangani produksi metana (UNFCCC,
2008).
2.6 Perjanjian internasional
Kerjasama internasional diperlukan untuk mensukseskan pengurangan
emisi gas rumah kaca. Langkah pertama yang dilakukan adalah pembuatan
Kerangka Konvensi untuk Perubahan Iklim (Framework Convention on Climate
35
Change) tahun 1992 di Rio de Janeiro, Brazil. Pada Earth Summit di Rio de
Janeiro, Brazil tersebut, 150 negara berikrar untuk menghadapi masalah gas
rumah kaca dan setuju untuk menterjemahkan maksud ini dalam suatu perjanjian
yang mengikat. Kerangka konvensi ini mengikat secara moral semua negara-
negara industri untuk menstabilkan emisi karbondioksida mereka. Sayangnya,
hanya sedikit negara industri yang memenuhi target. Langkah selanjutnya berarti
membuat komitmen yang mengikat secara hukum dan memperkuatnya dalam
sebuah protokol. Pada tahun 1997 di Jepang, 160 negara merumuskan persetujuan
yang lebih kuat yang dikenal dengan Protokol Kyoto.
Perjanjian ini, menyerukan kepada 38 negara-negara industri yang
memegang persentase paling besar dalam melepaskan gas-gas rumah kaca untuk
memotong emisi mereka ke tingkat 5 persen di bawah emisi tahun 1990.
Pengurangan ini harus dapat dicapai paling lambat tahun 2012. Pada mulanya,
Amerika Serikat mengajukan diri untuk melakukan pemotongan yang lebih
ambisius, menjanjikan pengurangan emisi hingga 7 persen di bawah tingkat 1990;
Uni Eropa, yang menginginkan perjanjian yang lebih keras, berkomitmen 8
persen; dan Jepang 6 persen. Sisa 122 negara lainnya, sebagian besar negara
berkembang, tidak diminta untuk berkomitmen dalam pengurangan emisi gas.
Akan tetapi, pada tahun 2001, Presiden Amerika Serikat yang baru
terpilih, George W. Bush mengumumkan bahwa perjanjian untuk pengurangan
karbon dioksida tersebut menelan biaya yang sangat besar. Ia juga menyangkal
dengan menyatakan bahwa negara-negara berkembang tidak dibebani dengan
persyaratan pengurangan karbon dioksida ini. Kyoto Protokol tidak berpengaruh
apa-apa bila negara-negara industri yang bertanggung jawab menyumbang 55
persen dari emisi gas rumah kaca pada tahun 1990 tidak meratifikasinya.
Persyaratan itu berhasil dipenuhi ketika tahun 2004, Presiden Rusia Vladimir
Putin meratifikasi perjanjian ini, memberikan jalan untuk berlakunya perjanjian
ini mulai 16 Februari 2005.
Banyak orang mengkritik Protokol Kyoto terlalu lemah. Bahkan jika
perjanjian ini dilaksanakan segera, ia hanya akan sedikit mengurangi
bertambahnya konsentrasi gas-gas rumah kaca di atmosfer. Suatu tindakan yang
36
keras akan diperlukan nanti, terutama karena negara-negara berkembang yang
dikecualikan dari perjanjian ini akan menghasilkan separuh dari emisi gas rumah
kaca pada 2035. Penentang protokol ini memiliki posisi yang sangat kuat.
Penolakan terhadap perjanjian ini di Amerika Serikat terutama dikemukakan oleh
industri minyak, industri batubara dan perusahaan-perusahaan lainnya yang
produksinya tergantung pada bahan bakar fosil. Para penentang ini mengklaim
bahwa biaya ekonomi yang diperlukan untuk melaksanakan Protokol Kyoto dapat
menjapai 300 milyar dollar AS, terutama disebabkan oleh biaya energi.
Sebaliknya pendukung Protokol Kyoto percaya bahwa biaya yang diperlukan
hanya sebesar 88 milyar dollar AS dan dapat lebih kurang lagi serta dikembalikan
dalam bentuk penghematan uang setelah mengubah ke peralatan, kendaraan, dan
proses industri yang lebih effisien.
Pada suatu negara dengan kebijakan lingkungan yang ketat, ekonominya
dapat terus tumbuh walaupun berbagai macam polusi telah dikurangi. Akan tetapi
membatasi emisi karbon dioksida terbukti sulit dilakukan. Sebagai contoh,
Belanda, negara industrialis besar yang juga pelopor lingkungan, telah berhasil
mengatasi berbagai macam polusi tetapi gagal untuk memenuhi targetnya dalam
mengurangi produksi karbon dioksida.
Setelah tahun 1997, para perwakilan dari penandatangan Protokol Kyoto
bertemu secara reguler untuk menegoisasikan isu-isu yang belum terselesaikan
seperti peraturan, metode dan pinalti yang wajib diterapkan pada setiap negara
untuk memperlambat emisi gas rumah kaca. Para negoisator merancang sistem di
mana suatu negara yang memiliki program pembersihan yang sukses dapat
mengambil keuntungan dengan menjual hak polusi yang tidak digunakan ke
negara lain. Sistem ini disebut perdagangan karbon. Sebagai contoh, negara yang
sulit meningkatkan lagi hasilnya, seperti Belanda, dapat membeli kredit polusi di
pasar, yang dapat diperoleh dengan biaya yang lebih rendah. Rusia, merupakan
negara yang memperoleh keuntungan bila sistem ini diterapkan. Pada tahun 1990,
ekonomi Rusia sangat payah dan emisi gas rumah kacanya sangat tinggi. Karena
kemudian Rusia berhasil memotong emisinya lebih dari 5 persen di bawah tingkat
37
1990, ia berada dalam posisi untuk menjual kredit emisi ke negara-negara industri
lainnya, terutama mereka yang ada di Uni Eropa (EPA, 2008; Wikipedia, 2008).
38
BAB III
KESIMPULAN
Pemanasan global adalah proses peningkatan suhu rata-rata dari
permukaan bumi. Suhu rata-rata permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 °C
selama seratus tahun terakhir, terutama sejak era industrialisasi. Pemanasan global
ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia, dan apabila tidak dilakukan
tindakan apapun untuk mencegahnya, akan terjadi peningkatan suhu 1.5 hingga
6.4 °C antara tahun 1990 dan 2100.
Efek rumah kaca dianggap sebagai penyebab utama pemanasan global.
Sementara gas CO2 merupakan gas utama (hampir 60%) yang memberikan efek
rumah kaca tersebut. Gas CO2 tersebut banyak dihasilkan dari hasil aktivitas
manusia, yaitu pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak, dan gas
alam, seperti dalam dunia industri dan transportasi. Hal lain yang juga berperan
dalam pemanasan global adalah penggundulan hutan dan pembakaran yang
dilakukan untuk memasak, menghangatkan, dan mengawetkan makanan.
Dampak dari pemanasan global belum dapat diprediksi secara pasti.
Bahkan lebih sulit lagi untuk memprediksi apakah kita sebagai manusia akan
berhasil atau gagal untuk beradaptasi terhadap pemanasan global. Meningkatnya
suhu global akan menyebabkan perubahan-perubahan besar seperti perubahan
iklim, naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang
ekstrim, terpengaruhnya hasil perkebunan dan pertanian, pelbagai masalah
kesehatan, juga punahnya berbagai jenis hewan.
Pemanasan global merupakan masalah modern yang sangat kompleks,
mempengaruhi seluruh dunia, dan terikat erat dengan masalah berbeda seperti
kemiskinan, pertumbuhan ekonomi, dan pertumbuhan populasi. Penanganan dan
pengendaliannya tidaklah mudah, dan penanganannya pun tentu akan berbeda di
setiap daerah. Namun apapun tindakannya dan sekecil apapun itu, harus segera
dilakukan oleh semua pihak untuk mulai mengatasi pemanasan global ini sedini
mungkin.
39
Ada dua pendekatan utama untuk memperlambat semakin bertambahnya
gas rumah kaca, yaitu dengan mencegah dan mengurangi produksi gas rumah
kaca, terutama karbondioksida. Beberapa cara yang dapat dilakukan untuk
mengurangi laju pemanasan gobal, misalnya dengan melindungi dan menanam
pohon, menghentikan produksi gas rumah kaca, menggunakan sumber energi
yang ramah lingkungan, dan merubah kebiasaan dan gaya hidup agar lebih ramah
lingkungan. Pada intinya, peran nyata dan kerjasama semua pihak sangat
diperlukan dan memegang peran penting untuk mengatasi pemanasan global.
40
DAFTAR PUSTAKA
Annonym A. 2007. Pemanasan global. http://geo.ugm.ac.id/archives/28
Annonym B. 2008. Global warming. http://www.globalwarmingindonesia.co.cc/index.php?option=com_content&task=view&id=21&Itemid=32
Annonym C. 2008. Global warming. http://naturematters.files.wordpress.com/2006/11/global_warming_predictions.png
Annonym D. 2008. Earth's Axis Tilt . http://www.divulgence.net/
Donohoe M. 2007. Global warming: a public health crisis demanding immediate action. http://www.medscape.com/viewarticle/548985.htm
Environmental Protection Agency (EPA). 2008. Health and environmental effects. http://www.epa.gov/climatechange/effects/health.html
Gambar Kincir air (tenaga listrik) . http://www.radheika.com/files.php?file=kincir_449639892.jpg
Gambar Mobil hyrid. http://www.otakku.com/wp-content/uploads/2007/08/hybrid-car-hyper.jpg
Gambar Panel Surya. http://media.arstechnica.com/journals/science.media/solar_panel.jpg
Gambar Penggundulan Hutan. http://www.abc.net.au/reslib/200703/r134363_451924.jpg
Gambar Polusi Kendaraan Bermotor. http://kamase.org/wp-ontent/uploads/2008/01/polusi.jpg
Gambar Solar Cycle Variation. http://www.globalwarmingart.com/images/4/43/Solar_Cycle_Variations.png
41
Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC). 2007. Global warming : early warning sign. http://www.climatehotmap.org/
Jane K. 2007. Global warming health effects. http://www.truthout.org/article/global-warming-health-effects
Kay J. 2007. Global warming health effects. http://www.sfgate.com/templates/types/article/style/article41.css
Reiter P. 2007. Human ecology and human behavior, climate change and health in perspective. London, UK : International Policy Press. Hal 3-16
Sierra. 2008. Global warming impact. http://www.sierraclub.org/energy/health/disease.asp
Soleman E E. 2008. Bumi memanas, manusia terancam sakit. Dalam : Samaritan, Pemanasan global dan dunia medis. Yayasan Perkantas : Jakarta. Hal 5-9
United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). 2008. The Green House Effect. http://unfccc.int/essential_background/feeling_the_heat/items/3157.php
Wikipedia, the free encyclopedia. 2008. Global warming. http://en.wikipedia.org/wiki/global_warming
Zwillich T. 2007. Experts: global warming affects health. http://www.medscape.com/viewarticle/564806.html
42