GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK
PADA KARYAWAN LAKI-LAKI BERSTATUS GIZI
OBESITAS DI PT. INDOCEMENT CITEUREUP
FITRIA NURJANAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Gaya Hidup dan
Kejadian Sindrom Metabolik pada Karyawan Laki-laki Berstatus Gizi Obesitas di
PT. Indocement Citeureup adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2014
Fitria Nurjanah
NIM I14100037
ABSTRAK
FITRIA NURJANAH. Gaya Hidup dan Kejadian Sindrom Metabolik pada
Karyawan Laki-laki Berstatus Gizi Obesitas di PT. Indocement Citeureup.
Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA.
Tujuan penelitian ini adalah menganalisis gaya hidup dan kejadian sindrom
metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi obesitas di PT. Indocement
Citeureup. Desain penelitian adalah cross sectional dengan purposive sampling dan
melibatkan 59 karyawan laki-laki obes yang dipilih berdasarkan kriteria inklusi.
Sebanyak 49.15% contoh mengalami sindrom metabolik dengan prevalensi
penanda sindrom metabolik tertinggi adalah obesitas sentral (96.55%), diikuti oleh
hipertrigliseridemia (82.76%), kadar kolesterol High Density Lipoprotein (HDL)
rendah (72.41%), kadar glukosa darah puasa tinggi (62.07%) dan hipertensi
(55.17%). Tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik menurut
umur, riwayat kegemukan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tingkat
aktivitas fisik maupun perilaku makan (p>0.05). Semakin banyak jumlah rokok
yang dikonsumsi berkorelasi signifikan (p<0.05) dengan tekanan darah diastol yang
rendah dan ukuran lingkar perut yang besar. Perilaku makan yang tidak sehat
berkorelasi signifikan dengan rendahnya kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku
konsumsi cemilan berkorelasi dengan tingginya kadar glukosa darah puasa
(p<0.05).
Kata kunci: gaya hidup, obesitas, sindrom metabolik
ABSTRACT
FITRIA NURJANAH. Life Style and Incidence of Metabolic Syndrome among
Obese Male Employees in PT. Indocement Citeureup. Supervised by KATRIN
ROOSITA.
The objectives of this study were to analyze life style and incidence of
metabolic syndrome among obese male employees in PT. Indocement Citeureup.
The cross sectional design was applied in this study, with purposive sampling
involving 59 male obese employees selected by inclusion criteria. As much 49.15%
sample has metabolic syndrome with the highest prevalence of metabolic syndrome
marker was central obesity (96.55%), followed by hipertriglyceridemia (82.76%),
low level of High Density Lipoprotein (HDL) (72.41%), high level of fasting blood
glucose (62.07%) and hypertension (55.17%). There is no significant difference in
proportion of metabolic syndrome incidence according to age, history of obesity,
smoking habits, excercise habits, physical activity level and eating behavior
(p>0.05). High consumption of cigarettes significantly correlated (p<0.05) with
lower diastolic blood pressure and greater abdominal circumference. Unhealthy
eating behavior also significantly correlated with lower level of HDL cholesterol,
while snacking behavior correlated with high level of fasting blood glucose
(p<0.05).
Keywords: life style, obesity, metabolic syndrome
GAYA HIDUP DAN KEJADIAN SINDROM METABOLIK
PADA KARYAWAN LAKI-LAKI BERSTATUS GIZI
OBESITAS DI PT. INDOCEMENT CITEUREUP
FITRIA NURJANAH
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi
dari Program Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2014 ini ialah obesitas
dan sindrom metabolik, dengan judul Gaya Hidup dan Kejadian Sindrom Metabolik
pada Karyawan Laki-Laki Berstatus Gizi Obesitas di PT. Indocement Citeureup.
Tersusunnya skripsi ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak, oleh
karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr. Katrin Roosita, SP., M.Si selaku dosen pembimbing akademik
sekaligus pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu dan pikirannya,
memberikan arahan, nasihat, serta motivasi kepada penulis selama
melaksanakan kuliah maupun dalam menyelesaikan skripsi.
2. Ibu dr. Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Sc selaku dosen pemandu seminar
dan penguji skripsi yang memberikan banyak masukan dalam penyelesaian
skripsi.
3. Ibu dr. Devi Dwirantih, M.KKK selaku pembimbing lapangan di Health Care
Section PT. Indocement Citeureup yang telah membantu dan memberikan
arahan, dukungan dan saran selama pengumpulan data.
4. Umi dan Abi tercinta, beserta Mbak Indah dan Mbak Sari, atas kasih sayang
dan kehangatan, dukungan dan doa yang tak ada hentinya diberikan pada
penulis di sepanjang perjalanan kehidupan, serta menjadi penyemangat dalam
kejenuhan.
5. Dini ‘baggy’, Ita, Mimi, Almira, Dhini, Wilda, Faridh, Andhika, Kadek, Ali,
Occi, Bibah, Kiki Thoif, Restu dan seluruh teman seperjuangan di Gizi
Masyarakat 47, 46, 48, dan 49 atas bantuan, keceriaan, motivasi, dan kenangan
yang tercipta selama masa kuliah.
6. Mbak Widy, Mas Puji, Mbak Selfi, Mbak Nelly, Pak Darminto, Pak Sunu dan
Mbak Yeni, yang telah menerima dan membantu penulis selama proses
pengumpulan data di Health Care Section PT. Indocement Citeureup.
7. Seluruh karyawan PT. Indocement Citeureup yang telah membantu kelancaran
proses penelitian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Oktober 2014
Fitria Nurjanah
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iv
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN iv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 2
Manfaat Penelitian 2
KERANGKA PEMIKIRAN 2
METODE PENELITIAN 3
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian 3
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh 4
Jenis dan Cara Pengumpulan Data 5
Pengolahan dan Analisis Data 5
Definisi Operasional 7
HASIL DAN PEMBAHASAN 8
Profil Perusahaan 8
Karakteristik Contoh 9
Status Gizi 10
Gaya Hidup 11
Kejadian Sindrom Metabolik (MetS) 16
Korelasi Antar Variabel 17
SIMPULAN DAN SARAN 22
Simpulan 22
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 23
LAMPIRAN 26
RIWAYAT HIDUP 28
DAFTAR TABEL
1 Perilaku makan pada orang obes setelah modifikasi beserta skor 6
2 Deskripsi karakteristik contoh 10
3 Sebaran contoh menurut IMT dan risiko komorbiditas 11
4 Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok 12
5 Sebaran contoh menurut jenis, durasi dan frekuensi olahraga 13
6 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik hari kerja 14
7 Sebaran contoh menurut perilaku makan 15
8 Persentase komponen penanda sindrom metabolik pada contoh
yang mengalami sindrom metabolik
17
9 Sebaran contoh berdasarkan komponen penanda sindrom metabolik 17
10 Sebaran contoh menurut umur dan kejadian sindrom metabolik 18
11 Sebaran contoh menurut riwayat kegemukan dan kejadian sindrom
metabolik
18
12 Sebaran contoh menurut status merokok dan kejadian sindrom
metabolik
18
13 Sebaran contoh menurut aktivitas olahraga dan kejadian sindrom
metabolik
19
14 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik dan kejadian sindrom
metabolik
20
15 Sebaran contoh menurut perilaku makan dan kejadian sindrom
metabolik
20
DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka pemikiran penelitian 3
2 Alur penarikan contoh 4
3 Sebaran kejadian sindrom metabolik 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji korelasi beberapa variabel 27
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi yang dicapai Indonesia tak terlepas dari peran industri
yang terus berkembang. Perkembangan industri yang semakin pesat menuntut
perusahaan untuk dapat mengelola dan memanfaatkan sumberdaya yang
dimilikinya secara optimal, salah satunya adalah sumberdaya tenaga kerja.
Perusahaan membutuhkan tenaga kerja yang sehat, produktif dan berkualitas
sebagai salah satu modal utama dalam menghadapi persaingan pasar. Oleh karena
itu diperlukan manajemen yang baik, khususnya berkaitan dengan kesehatan
pekerja agar produktivitasnya tetap terjaga.
Terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja, salah
satunya adalah status gizi dan kesehatan pekerja. Menurut Supariasa et al. (2001),
masalah kekurangan maupun kelebihan gizi pada orang dewasa merupakan masalah
penting karena selain menimbulkan resiko terhadap penyakit tertentu, masalah gizi
juga dapat mengurangi produktivitas kerja. Aziiza (2008) dalam penelitiannya
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara status gizi dengan
produktivitas kerja yang mengindikasikan bahwa pekerja dengan status gizi baik
akan memiliki produktivitas kerja yang baik, begitu pula sebaliknya.
Salah satu faktor penurun produktivitas kerja adalah status gizi obesitas.
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak
dalam jaringan adiposa. Prevalensi obesitas terus meningkat. Secara global,
terdapat 1.5 milyar orang dewasa yang mengalami kelebihan berat badan dan
obesitas. Jumlah ini diperkirakan akan mencapai 3 milyar pada tahun 2030 (WHO
2000). Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007 melaporkan bahwa
prevalensi obesitas pada orang dewasa di Indonesia mencapai 19.1%. Angka ini
terus meningkat menjadi 21.7% pada tahun 2010 dan 28.9% pada tahun 2013.
Selain itu, hasil Riskesdas 2010 memperlihatkan bahwa prevalensi obesitas
cenderung lebih tinggi di daerah perkotaan dibandingkan perdesaan serta lebih
dominan terjadi pada kelompok penduduk usia produktif (35-60 tahun),
berpendidikan lebih tinggi, bekerja sebagai PNS/TNI/Polri/Pegawai dan memiliki
pendapatan lebih tinggi.
Selain berpengaruh terhadap produktivitas kerja, obesitas merupakan salah
satu faktor risiko utama terjadinya gangguan metabolik atau dikenal dengan
sindrom metabolik. Sindrom metabolik merupakan sekelompok kondisi yang
terjadi bersama-sama dan meningkatkan risiko terjadinya penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung (cardiovascular disease), diabetes melitus tipe 2, struk,
maupun beragam jenis kanker (Hu 2008). Saat ini, tercatat prevalensi sindrom
metabolik di dunia mencapai 20% (Lechleitner 2008), sedangkan di Jakarta sebagai
ibu kota negara Indonesia, prevalensi sindrom metabolik mencapai 28.4%
(Soewondo 2010). Selain itu, hasil penelitian Muherdiyantiningsih (2008) terhadap
laki-laki dewasa gemuk di Bogor mencatat bahwa prevalensi sindrom metabolik
mencapai 44%. Pemahaman mengenai sindrom metabolik menjadi penting
mengingat bahwa sindrom metabolik berkaitan erat dengan perubahan metabolisme
tubuh, stres oksidatif, inflamasi, resistensi insulin, dislipidemia, aktivitas fisik,
umur, genetik dan ras (IDF 2006). Perubahan gaya hidup yang mengarah pada
2
sedentary life style dan pola makan tidak sehat diketahui menjadi faktor risiko
timbulnya obesitas yang memicu sindrom metabolik (Lee et al. 2011).
Salah satu industri yang mendorong perekonomian Indonesia adalah PT.
Indocement. Berdasarkan data Health Care Section perusahaan tahun 2013,
diketahui bahwa lebih dari 10.4% karyawan mengalami obesitas dan berisiko
terhadap berkembangnya sindrom metabolik. Kejadian ini telah menjadi masalah
kesehatan yang perlu diteliti lebih lanjut terkait penyebab dan solusi
penanggulangannya. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
terkait gaya hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki
berstatus gizi obesitas di PT. Indocement Citeureup.
Tujuan
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hubungan gaya
hidup dan kejadian sindrom metabolik pada karyawan laki-laki berstatus gizi
obesitas di PT. Indocement Citeureup. Adapun tujuan khusus penelitian ini
meliputi:
1. Menganalisis gaya hidup contoh meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.
2. Menganalisis kejadian sindrom metabolik.
3. Menganalisis hubungan karakteristik contoh (umur dan riwayat kegemukan)
dan gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan
perilaku makan) dengan kejadian sindrom metabolik.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak,
antara lain:
1. Bagi PT. Indocement Citeureup dapat memberikan informasi sebagai bahan
pertimbangan dalam perencanaan program pencegahan dan penanggulangan
masalah kesehatan, khususnya masalah gizi lebih dan sindrom metabolik pada
karyawan.
2. Bagi masyarakat umum dapat meningkatkan wawasan tentang gaya hidup dan
sindrom metabolik.
3. Bagi peneliti lain, diharapkan dapat menambah referensi tentang kaitan gaya
hidup dan kejadian sindrom metabolik pada kelompok obesitas.
KERANGKA PEMIKIRAN
Sindrom metabolik hadir sebagai bentuk interaksi antara obesitas yang
disertai pola hidup tidak sehat. Obesitas didefinisikan sebagai akumulasi lemak
eksesif yang dapat memperburuk kesehatan. Obesitas dapat disebabkan oleh
ketimpangan dalam keseimbangan energi, dimana asupan kalori lebih besar
daripada energi yang dikeluarkan. Hal tersebut dapat merupakan dampak dari
3
modernisasi yang memungkinkan meningkatnya asupan pangan padat energi yang
sarat dengan lemak dan kalori. Sejalan dengan peningkatan asupan kalori dan lemak,
berkembang pula kehidupan sedenter yang penuh dengan hipoaktivitas. Hal ini
berkaitan dengan majunya teknologi sehingga memudahkan berbagai aktivitas yang
dilakukan.
Keterangan:
: Variabel yang diteliti : Variabel yang tidak diteliti
: Hubungan yang diteliti : Hubungan yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study.
Penelitian dilaksanakan di PT. Indocement yang berlokasi di Citeureup, Bogor,
Gaya Hidup
Kebiasaan merokok
Kebiasaan olahraga
Aktivitas fisik
Perilaku makan
Karakteristik Contoh
Umur
Riwayat kegemukan
Konsumsi Pangan
Status Gizi Obesitas
Indeks Massa Tubuh ≥27.0 kg m-2
(Kemenkes 2010)
Sindrom Metabolik
(Alberti et al. 2009)
Lingkar perut ≥90 cm
Tekanan darah sistolik ≥130 mmHg dan/atau diastolik ≥85 mmHg
Glukosa darah puasa ≥100 mg dL-1
Trigliserida ≥150 mg dL-1
Kolesterol HDL <40 mg dL-1
4
Jawa Barat. Pemilihan lokasi dilakukan secara purposive dengan pertimbangan
kemudahan akses. Penelitian dilaksanakan pada bulan Mei hingga September 2014,
sedangkan pengumpulan data dilaksanakan pada bulan Juni 2014.
Jumlah dan Cara Pengambilan Contoh
Penentuan jumlah contoh yang dibutuhkan dalam penelitian dilakukan
menggunakan rumus perhitungan jumlah contoh minimal menurut Lemeshow et al.
(1991). Berikut adalah rumus perhitungan jumlah sampel minimal.
n≥z∝
2×p(1-p)
d2
Keterangan:
n = jumlah contoh minimal yang dibutuhkan dalam penelitian
𝑧∝ = tingkat signifikansi pada α=0.05 (1.96)
p = proporsi laki-laki usia dewasa berstatus gizi obesitas dan bekerja sebagai
pegawai/PNS/TNI/Polri (17.5% atau 0.175) (Kemenkes RI 2010)
d = estimasi galat (0.1)
Berdasarkan hasil perhitungan, didapatkan jumlah contoh minimal sejumlah
55 orang yang ditingkatkan menjadi 59 orang untuk mengantisipasi contoh yang
drop out. Proses penarikan contoh yang terlibat dalam penelitian ini disesuaikan
dengan kondisi perusahaan. Dalam hal ini, PT. Indocement Citeureup rutin
mengadakan medical checkup bagi karyawan tetap yang dilaksanakan setiap bulan
di sepanjang tahun. Sehingga, karyawan yang terlibat dalam penelitian adalah
karyawan yang melakukan medical checkup saat dilakukan pengumpulan data,
yakni pada bulan Juni 2014. Selanjutnya, pemilihan karyawan yang menjadi contoh
dilakukan secara purposive (non probability sampling) menggunakan kriteria
inklusi, yakni berjenis kelamin laki-laki, berusia 30-64 tahun, berstatus gizi obesitas
(IMT ≥27.0 kg m-2) (Kemenkes RI 2010), tidak sedang menjalani terapi diet
penurunan berat badan serta bersedia menjadi contoh penelitian. Berikut adalah alur
penarikan contoh yang dilakukan dalam penelitian.
Gambar 2 Alur penarikan contoh
Karyawan PT. Indocement Citeureup
(2800 karyawan)
Karyawan yang melakukan medical
checkup pada bulan Juni 2014
(257 karyawan)
Kriteria Inklusi
Contoh terpilih
(59 karyawan)
5
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan terdiri atas data primer dan data sekunder. Data
primer diperoleh melalui wawancara terstruktur menggunakan kuesioner,
sedangkan data sekunder diperoleh dari profil perusahaan dan hasil medical
checkup karyawan bulan Juni 2014. Data primer meliputi karakteristik contoh
(umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan, golongan karyawan, masa
kerja dan riwayat kegemukan) dan gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan
olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan). Data sekunder meliputi gambaran
umum PT. Indocement Citeureup dan data hasil medical checkup contoh yakni hasil
pengukuran berat badan, tinggi badan, lingkar perut, tekanan darah, kadar
trigliserida, kolesterol HDL (High Density Lipoprotein) serta kadar glukosa darah
puasa (GDP).
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh di lapangan kemudian dipindahkan ke bentuk e-file dan
diolah sesuai dengan kategori pengukuran masing-masing data menggunakan
perangkat lunak Microsoft Excel 2013. Selanjutnya, dilakukan analisis data secara
statistik menggunakan perangkat lunak SPSS 16.0 for Windows. Data status gizi
ditentukan dengan indeks massa tubuh (IMT) yang dihitung berdasarkan rumus
berat badan (kg)/tinggi badan (m2). Penggunaan cut off IMT untuk status gizi
obesitas ialah ≥27.00 kg m-2 (Kemenkes RI 2010), kemudian dilakukan
penggolongan risiko komorbiditas berdasarkan IMT menurut WHO (2004).
Data karakteristik contoh dianalisis secara deskriptif kemudian disajikan
dalam bentuk distribusi frekuensi dan persentase. Umur diklasifikasikan
berdasarkan Soetardjo (2011) menjadi 2 kelompok yaitu dewasa madya (30-49
tahun) dan dewasa akhir (≥50 tahun). Data tingkat pendidikan dikelompokkan
menjadi SMP/sederajat, SMA/sederajat, D3, dan S1. Data besar keluarga
dikelompokkan menjadi 3, yakni keluarga kecil (≤4 orang), keluarga sedang (5-6
orang) dan keluarga besar (≥7 orang) (BKKN 1997). Data pendapatan contoh per
bulan dikelompokkan menggunakan rumus interval kelas (Slamet 1993) menjadi 3
kelompok, yaitu rendah (4 000 000-12 666 667 rupiah), sedang (12 666 668-21 333
333 rupiah) dan tinggi (21 333 334-30 000 000 rupiah).
Kelas 1 (rendah) : Nilai terendah (NR) s/d (Nilai Terendah + IK)
Kelas 2 (sedang) : (NR + IK) + 1 s/d (NR + 2 IK)
Kelas 3 (tinggi) : (NR + 2 IK) + 1 s/d Nilai Tertinggi (NT)
Data golongan karyawan dikelompokkan menjadi empat berdasarkan posisi
kerja yang diberlakukan perusahaan. Golongan 1 meliputi karyawan dengan posisi
kerja sebagai department head; golongan 2 meliputi superintendent, supervisor,
engineer, dan senior inspector; golongan 3 meliputi foreman, inspector, senior
clerk, senior operator; serta golongan 4 meliputi pelaksana, operator, patroller dan
driver. Golongan 1 menunjukkan posisi kerja yang lebih tinggi dari golongan 2 dan
seterusnya. Data masa kerja dalam tahun dianalisis secara deskriptif. Data riwayat
kegemukan dalam keluarga dikelompokkan menjadi 3 menurut Hidayati et al.
(2006), yakni tidak ada riwayat kegemukan, ada riwayat kegemukan pada salah satu
6
orangtua (ayah atau ibu) dan ada riwayat kegemukan pada kedua orangtua (ayah
dan ibu).
Gaya hidup contoh meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas
fisik dan perilaku makan. Data seputar kebiasaan merokok meliputi status merokok,
jumlah rokok yang dikonsumsi sehari dan jenis rokok. Data status merokok
dikelompokkan menjadi tiga, yakni bukan perokok, mantan perokok dan perokok.
Data jumlah rokok yang dihabiskan dalam sehari dikelompokkan menjadi empat,
yakni ≤5 batang, 6-10 batang, 11-15 batang, dan >15 batang (Sari 2011).
Data kebiasaan olahraga contoh meliputi aktivitas olahraga, frekuensi
olahraga dalam seminggu, jenis olahraga yang dilakukan serta durasi tiap kali
berolahraga. Data frekuensi olahraga per minggu dikelompokkan menjadi 1-2 kali,
3-4 kali, 5-6 kali, dan ≥7 kali. Durasi olahraga dikelompokkan menjadi <30 menit,
30-60 menit, dan >60 menit. Data aktivitas fisik contoh pada hari kerja yang
dikumpulkan meliputi jenis aktivitas dan durasi aktivitas fisik selama 1x24 jam.
Jenis aktivitas fisik dikelompokkan berdasarkan sebaran jawaban contoh. Lama
aktivitas fisik diukur dalam berapa jumlah jam selama melakukan masing-masing
jenis aktivitas. Tingkat aktivitas fisik dinyatakan dalam Physical Activity Level
(PAL) yang dikategorikan menjadi tiga kategori, yaitu ringan (1,40≤PAL≤1,69),
sedang (1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001).
Berikut merupakan rumus menghitung PAL.
PAL=∑ (PAR×alokasi waktu tiap aktivitas)
24 jam
Informasi tentang perilaku makan contoh didapatkan dari hasil wawancara
menggunakan kuesioner. Jenis pertanyaan perilaku makan yang tertera pada
kuesioner mengacu pada Obesity-Related Eating Behavior dalam penelitian Mesas
et al. (2012) dengan modifikasi seperti yang tertera pada Tabel 1.
Tabel 1 Perilaku makan pada orang obes setelah modifikasi beserta skor
No. Perilaku Makan Skor
1 Merencanakan seberapa banyak makanan yang akan
dimakan saat itu
Tidak=1 ; Ya=0
2 Mengatur jumlah dan jenis makanan yang disajikan pada
piring makan
Tidak=1 ; Ya=0
3 Melakukan sarapan pagi Tidak=1 ; Ya=0
4 Konsumsi makanan kalengan dan atau makanan instan Tidak=0 ; Ya=1
5 Konsumsi kudapan/cemilan Tidak=0 ; Ya=1
6 Konsumsi produk makanan cepat saji Tidak=0 ; Ya=1
7 Memilih makanan rendah kalori Tidak=1 ; Ya=0
8 Membuang lemak yang terlihat/gajih pada hidangan
olahan daging
Tidak=1 ; Ya=0
9 Membuang kulit ayam pada hidangan olahan ayam Tidak=1 ; Ya=0
10 Makan siang dan atau makan malam sambil menonton TV Tidak=0 ; Ya=1
11 Menunda waktu makan Tidak=0 ; Ya=1
12 Makan dalam waktu cepat Tidak=0 ; Ya=1
Kejadian sindrom metabolik ditegakkan menggunakan kriteria menurut
Alberti et al. (2009) yang menetapkan terjadinya sindrom metabolik pada laki-laki
jika terdapat tiga dari lima kondisi berikut, lingkar perut ≥90 cm, kadar trigliserida
≥150 mg dL-1, kadar kolesterol HDL (k-HDL) <40 mg dL-1, kadar glukosa darah
7
puasa (GDP) ≥100 mg dL-1, dan tekanan darah (sistol ≥130 mmHg dan/atau diastol
≥85 mmHg).
Analisis data dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak SPSS versi
16.0 for windows. Berikut merupakan jenis analisis yang dilakukan.
1. Analisis deskriptif (univariat) meliputi:
a. Karakteristik contoh (umur, tingkat pendidikan, besar keluarga, pendapatan,
golongan karyawan dan masa kerja)
b. Kebiasaan merokok (status merokok, jumlah dan jenis rokok)
c. Kebiasaan Olahraga (aktivitas olahraga, jenis, frekuensi dan durasi olahraga)
d. Tingkat aktivitas fisik
e. Perilaku makan
f. Kejadian sindrom metabolik
2. Analisis bivariat dengan Chi-Square test untuk melihat hubungan variabel
kategorikal, meliputi hubungan variabel umur, riwayat kegemukan, kebiasaan
merokok, olahraga, tingkat aktivitas fisik dan perilaku makan dengan kejadian
sindrom metabolik.
3. Analisis bivariat dengan Spearman test untuk mengetahui derajat keeratan
hubungan dan arah hubungan dua variabel numerik, meliputi hubungan umur,
riwayat kegemukan, jumlah rokok, durasi dan frekuensi olahraga, tingkat
aktivitas fisik dan perilaku makan terhadap kelima komponen penanda sindrom
metabolik.
Definisi Operasional
Aktivitas fisik adalah seluruh jenis dan lama kegiatan yang melibatkan fisik
(tubuh) dan diperoleh melalui recall aktivitas 1x24 jam (hari kerja). Aktivitas
fisik dikategorikan menjadi ringan (1,40≤PAL≤1,69), sedang
(1,70≤PAL≤1,99), dan berat (2,00≤PAL≤2,39) (FAO/WHO/UNU 2001).
Contoh adalah karyawan PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. Citeureup yang
mengikuti medical checkup selama bulan Juni 2014 dan memenuhi kriteria
inklusi meliputi berjenis kelamin laki-laki, berusia 30-64 tahun, berstatus gizi
obesitas (IMT ≥27.0 kg m-2) (Kemenkes RI 2010), tidak sedang menjalani
terapi diet penurunan berat badan.
Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari serentetan interaksi sosial, budaya,
dan keadaan. Gaya hidup dalam penelitian ini menggambarkan kebiasaan
merokok, kebiasaan olahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.
Perilaku makan adalah pola perilaku yang berhubungan dengan makan dan
makanan. Perilaku makan pada penelitian mengacu pada perilaku makan
terkait obesitas menurut Mesas et al. (2012) yang dapat menggambarkan
perilaku makan tidak sehat. Perilaku makan yang tidak sehat diantaranya
tidak merencanakan banyaknya makanan yang akan dikonsumsi, tidak
menentukan jumlah dan jenis makanan yang akan dikonsumsi, melewatkan
sarapan, konsumsi makanan instan, makanan cepat saji dan makanan padat
kalori, tidak membuang lemak/gajih pada daging, tidak membuang kulit
ayam, makan sambil menonton televisi, menunda waktu makan, serta makan
dalam waktu cepat.
8
Kebiasaan merokok adalah pola merokok contoh yang meliputi status merokok,
jumlah rokok yang dihisap dalam sehari, dan jenis rokok yang dihisap.
Kebiasaan olahraga adalah kebiasaan olahraga karyawan yang meliputi aktivitas
olahraga, jenis, frekuensi dan durasi berolahraga setiap kalinya.
Obesitas atau kegemukan adalah suatu keadaan dimana terjadi penumpukan lemak
yang berlebihan di dalam tubuh yang diekspresikan dengan perbandingan
berat badan serta tinggi badan (IMT) yang meningkat dan ditandai oleh IMT
≥27.0 kg m-2 (Kemenkes RI 2010).
Pendapatan adalah jumlah uang yang dimiliki per bulan dari hasil kerja karyawan,
baik dari pekerjaan utama maupun sampingan.
Sindrom metabolik adalah suatu kondisi gangguan metabolik yang ditegakkan jika
dijumpai tiga dari lima kondisi berikut: lingkar perut ≥90 cm, kadar
trigliserida ≥150 mg dL-1, kadar kolesterol HDL <40 mg dL-1, kadar gula
darah puasa (GDP) ≥100 mg dL-1, dan tekanan darah (sistol ≥130 mmHg;
diastol ≥85 mmHg) (Alberti et al. 2009).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Profil Perusahaan
PT. Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. merupakan produsen bahan bangunan
terbesar di Indonesia yang memproduksi berbagai jenis semen yang dipasarkan
dengan merek dagang Semen Tiga Roda. PT. Indocement didirikan pada tahun
1975 dan dioperasikan secara terpadu dengan total kapasitas produksi per tahun
mencapai 18.6 juta ton per tahun. Saat ini, PT. Indocement mengoperasikan 12
pabrik, sembilan di antaranya berlokasi di Citeureup, Bogor, dua pabrik di
Palimanan, Cirebon, dan satu pabrik di Tarjun, Kota Baru, Kalimantan Selatan.
Jumlah karyawan PT Indocement per tahun 2013 mencapai 7900 karyawan.
Hierarki karyawan membagi tingkatan karyawan menjadi tujuh level, yakni
General Manager, Manager (eselon 1), Department Head (eselon 2),
Planner/Section Head (eselon 3), Superintendent/ Supervisor/Engineer/Senior
Inspector (eselon 4), Foreman/Inspector/ Senior Clerk/Senior Operator (eselon 5),
dan Pelaksana/Operator/Patroller/Driver (eselon 6). Waktu kerja karyawan
dikelompokkan menjadi dua macam, yakni waktu kerja non shift dan shift. Waktu
kerja non shift diperuntukkan bagi karyawan eselon 1 hingga eselon 4, sedangkan
waktu kerja shift diperuntukkan bagi karyawan eselon 5 dan 6. Waktu kerja non
shift menganut sistem 5 hari kerja dalam seminggu, yaitu senin hingga jumat pukul
8 00-17 00. Berbeda dengan waktu kerja non shift, karyawan dengan waktu kerja
shift bekerja secara bergiliran dalam 24 jam kerja. Masing-masing shift bekerja
selama delapan jam, sehingga terdapat empat shift yakni shift A, B, C, dan D. Shift
A bekerja mulai pukul 07 00-15 00, shift B pukul 15 00-23 00, shift C pukul 23 00-
07 00, sedangkan shift D adalah waktu libur. Sehingga, dalam 24 jam terdapat tiga
shift yang bekerja, sedang satu shift lainnya libur.
9
Aktivitas makan siang karyawan mayoritas dilakukan di kantin maupun di
kantor, bagi karyawan yang membawa bekal. Hal ini dikarenakan tidak tersedianya
kegiatan penyelenggaraan makan bagi karyawan. Terdapat kantin di sekitar wilayah
pabrik yang menjual masakan sunda, soto dan sop, masakan padang, nasi goreng,
dan sebagainya. PT. Indocement memiliki beragam upaya dalam meningkatkan
derajat kesehatan karyawan, beberapa di antaranya yaitu mengadakan senam
aerobik rutin tiap 2 kali/minggu, menyediakan fasilitas fitness room yang tersebar
hampir di seluruh divisi, penyuluhan seputar keselamatan dan kesehatan kerja pada
karyawan, serta pengadaan medical checkup rutin bagi karyawan di setiap tahunnya.
Karakteristik Contoh
Deskripsi terhadap karakteristik contoh berdasarkan umur, tingkat
pendidikan, besar keluarga, pendapatan, golongan karyawan, masa kerja dan
riwayat kegemukan tertera pada Tabel 2. Seluruh contoh dalam penelitian
merupakan karyawan PT. Indocement Citeureup yang berjenis kelamin laki-laki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa umur contoh berkisar antara 30 hingga 55
tahun, dengan mayoritas contoh (61.02%) tergolong sebagai dewasa madya.
Pendidikan merupakan salah satu alat ukur untuk mengetahui status sosial dan
ekonomi contoh. Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa sebagian besar
contoh (77.97%) menamatkan pendidikan hingga ke jenjang SMA/sederajat,
namun terdapat sejumlah contoh yang menamatkan pendidikannya hingga ke
jenjang perguruan tinggi (15.25%).
Menurut BKKBN (1997), keluarga dikategorikan sebagai keluarga kecil jika
jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang, keluarga sedang jika beranggotakan 5-6 orang,
dan keluarga besar jika ≥ 7 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir
separuh jumlah contoh (49.15%) termasuk dalam kategori keluarga sedang, 45.76%
termasuk dalam keluarga kecil dan hanya 5.08% termasuk dalam kategori keluarga
besar. Berdasarkan pendapatan, diketahui bahwa pendapatan per bulan contoh
berkisar antara 4 000 000-30 000 000 rupiah. Namun, sebanyak 89.83% contoh
tergolong memiliki pendapatan rendah yang berkisar antara 4 000 000 hingga 12
666 667 rupiah.
Lebih dari separuh jumlah contoh (61.02%) termasuk dalam karyawan
golongan 4 yang memiliki posisi kerja sebagai pelaksana, operator, patroller
maupun driver. Masa kerja contoh sebagai karyawan tetap di PT. Indocement
Citeureup berkisar antara 6-34 tahun dengan rata-rata masa kerja 23.90±6.75 tahun.
Sebaran contoh menurut riwayat kegemukan dalam keluarga hampir merata pada
kedua kategori. Sebanyak 45.76% contoh tidak memiliki riwayat kegemukan dalam
keluarga, sedangkan 54.23% contoh memiliki riwayat kegemukan baik dari ayah
atau ibu (42.37%) maupun dari ayah dan ibu (11.86%).
10
Tabel 2 Deskripsi karakteristik contoh
Karakteristik Jumlah (n) Persentase (%)
Umur (tahun)
Dewasa madya (30-49) 36 61.02
Dewasa akhir (>50) 23 38.98
Total 59 100.00
Rata-rata ± SD 45.10±0.88
Tingkat Pendidikan
SMP 4 6.78
SMA 46 77.97
D3 1 1.69
S1 8 13.56
Total 59 100.00
Besar Keluarga
Kecil (≤4) 27 45.76
Sedang (5-6) 29 49.15
Besar (≥7) 3 5.08
Total 59 100.00
Pendapatan (Rupiah/bulan)
Rendah (4 000 000-12 666 667) 53 89.83
Sedang (12 666 668-21 333 333) 5 8.47
Tinggi (21 333 334-30 000 000) 1 1.69
Total 59 100.00
Rata-rata ± SD 8 733 333±3 999 999
Min-Maks 4 000 000-30 000 000
Golongan Karyawan*
1 (Department Head) 1 1.69
2 (Superintendent/Supervisor/Engineer/
Senior Inspector) 9 15.25
3 (Foreman/Inspector/Senior Clerk/
Senior Operator) 13 22.03
4 (Pelaksana/Operator/Patroller/Driver) 36 61.02
Masa Kerja
Rata-rata ± SD 23.90±6.75
Min-Maks 6-34
Riwayat Kegemukan
Tidak Ada 27 45.76
Ada
Ada (Ayah/Ibu) 25 42.37
Ada (Ayah & Ibu) 7 11.86
Total 59 100.00
Status Gizi
Penilaian status gizi contoh dilakukan menggunakan perhitungan indeks
massa tubuh (IMT). Dalam penelitian ini, karyawan yang diikutsertakan sebagai
11
contoh adalah karyawan dengan IMT ≥27.00 kg m-2 yang tergolong bersatus gizi
obesitas (Kemenkes RI 2010). Hasil penelitian menunjukkan bahwa IMT contoh
berkisar antara 27.00-37.20 kg m-2 dengan rata-rata 29.65±0.31 kg m-2.
Selain mudah dalam pengukuran, penilaian status gizi dengan IMT
memberikan kelebihan lain, yakni hasil pengukuran berkorelasi kuat dengan tingkat
lemak dalam tubuh (Hu 2008) serta berhubungan langsung dengan risiko kesehatan
dan tingkat kematian di berbagai populasi (WHO 2004). WHO (2004) menekankan
bahwa kenaikan berat badan pada orang dewasa berkaitan dengan peningkatan
morbiditas dan mortalitas. Penyakit degeneratif seperti diabetes melitus tipe 2 dan
penyulit kardiovaskular serta peningkatan tingkat kematian adalah dampak yang
paling penting dari kelebihan berat badan dan kegemukan, selain dampak kesehatan
seperti gangguan sistem muskuloskeletal, menurunnya fungsi respirasi dan
menurunnya fungsi fisik dan kualitas hidup.
Sebaran contoh berdasarkan IMT dan risiko komorbiditas menurut WHO
(2004) tertera pada Tabel 3. Peningkatan IMT menjadi 25.00-29.00 kg m-2
berpeluang meningkatkan risiko komorbid, dan apabila IMT meningkat melebihi
30.00 kg m-2 tingkat risiko komorbid meningkat lebih tinggi. Berdasarkan Tabel 3,
dapat diketahui bahwa contoh yang tergolong pre-obesitas (66.10%) memiliki
peningkatan risiko komorbiditas, sedangkan contoh yang tergolong obesitas kelas
1 (28.81%) memiliki risiko komorbiditas sedang (moderate co-morbidity) dan
contoh yang tergolong obesitas kelas 2 (5.08%) memiliki risiko komorbiditas yang
parah (severe co-morbidity).
Tabel 3 Sebaran contoh menurut IMT dan risiko komorbiditas
Klasifikasi IMT (kg m-2) Risiko Komorbiditas n %
Pre-obesitas ≤29.99 Meningkat 39 66.10
Obesitas kelas 1 30.00-34.99 Sedang 17 28.81
Obesitas kelas 2 35.00-39.99 Parah 3 5.08
Total 59 100.00
Gaya Hidup
Usia dewasa merupakan rentang waktu kronologis kehidupan yang panjang
dan, seperti fase kehidupan lainnya, kondisi yang dialami pada usia dewasa
merupakan hasil dari interaksi faktor fisiologis, perkembangan dan faktor sosial
selama bertahun-tahun (Mahan dan Escott-Stump 2008). Bersama-sama dengan
faktor genetik dan sosial, kondisi yang dialami oleh orang dewasa merupakan
akumulasi dari faktor perilaku atau gaya hidup dan faktor lingkungan. Gaya hidup
hadir sebagai hasil interaksi antara berbagai faktor budaya dan lingkungan hidup
yang dapat mempengaruhi pola konsumsi seseorang (Madanijah 2004). Gaya hidup
contoh yang diteliti dalam penelitian ini meliputi kebiasaan merokok, kebiasaan
berolahraga, aktivitas fisik dan perilaku makan.
Kebiasaan Merokok
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya terdapat 28.81% contoh yang
merokok dan 22.03% contoh merupakan mantan perokok. Jika ditelaah lebih lanjut,
hampir separuh jumlah contoh yang merokok dapat mengkonsumsi lebih dari 15
12
batang rokok perhari (47.06%). Menurut Martini dan Hendrati (2004), kelompok
yang merokok dengan jumlah rokok 10-20 batang perhari menunjukkan perbedaan
risiko hipertensi 3.02 kali lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok yang
merokok kurang dari 10 batang perhari. Kandungan zat kimia beracun seperti
nikotin yang masuk ke dalam tubuh akan memberikan rangsangan pada pelepasan
norepinefrin dan epinefrin yang mampu meningkatkan tekanan darah sistolik
maupun diastolik. Nikotin dan karbon monoksida yang masuk ke dalam aliran
darah dapat merusak endotel pembuluh darah arteri dan mengakibatkan proses
aterosklerosis dan tekanan darah tinggi (Kaplan 2002). Jenis rokok yang paling
banyak dikonsumsi oleh contoh yang merokok adalah rokok filter (82.35%).
Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok tertera pada Tabel 4.
Tabel 4 Sebaran contoh menurut kebiasaan merokok
Kebiasaan Merokok Jumlah (n) Persentase (%)
Status Merokok
Tidak merokok
Bukan perokok 29 49.15
Mantan perokok 13 22.03
Merokok 17 28.81
Total 59 100.00
Jumlah rokok yang dikonsumsi
≤5 batang 3 17.65
6-10 batang 3 17.65
11-15 batang 3 17.65
>15 batang 8 47.06
Total 17 100.00
Jenis rokok
Rokok kretek 1 5.88
Rokok filter 14 82.35
Rokok mild 2 11.76
Total 17 100.00
Chiolero et al. (2008) menyatakan bahwa seorang perokok dapat mengalami
penurunan nafsu makan yang merupakan efek dari nikotin dalam jangka pendek.
Akan tetapi, perokok dapat memiliki nafsu makan yang lebih tinggi saat tidak
merokok. Begitu pula terjadi pada mantan perokok (smoking cessation) yang
berpotensi mengalami obesitas dikarenakan hilangnya efek ganda merokok, yakni
meningkatkan pengeluaran energi dan menurunkan nafsu makan (Chiolero et al.
2008; McGovern dan Bernowitz 2011).
Kebiasaan Olahraga
Olahraga merupakan bagian aktivitas fisik yang terencana, terstruktur dan
melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang, serta ditujukan untuk
meningkatkan kebugaran jasmani (Karim 2002). Kebiasaan olahraga contoh dalam
penelitian ini dinilai dari aktivitas olahraga, jenis, frekuensi, dan durasi berolahraga.
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa 61.02% contoh melakukan aktivitas
olahraga. Jika ditelaah lebih lanjut, terlihat bahwa jenis olahraga yang sering
dilakukan oleh contoh adalah jogging (27.78%), jalan santai (27.78%) dan aerobik
(22.22%). Contoh kerap melakukan aktivitas olahraga pada hari libur dan hari kerja,
13
baik saat sebelum bekerja maupun sepulang kerja. Selain itu, sejumlah contoh juga
kerap mengikuti kegiatan senam aerobik yang dilaksanakan oleh perusahaan setiap
dua kali seminggu. Suatu review dan studi meta analisis oleh Vissers et al. (2013)
memperlihatkan bahwa latihan aerobik intensitas sedang atau berat tanpa disertai
dengan diet hipokalorik memiliki potensi tinggi dalam menurunkan jaringan lemak
viseral pada laki-laki dewasa.
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa sebagian besar contoh melakukan
olahraga dengan frekuensi 1-2 kali per minggu (66.67%), namun terdapat contoh
yang melakukan olahraga hingga lebih dari 7 kali per minggu (5.56%). Durasi per
tiap kali olahraga yang dilakukan contoh dikelompokkan menjadi 3 kategori,
dengan mayoritas contoh melakukan sekali olahraga selama 30-60 menit (55.56%).
Sebaran jenis, frekuensi dan durasi olahraga dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 5 Sebaran contoh menurut jenis, durasi dan frekuensi olahraga
Kebiasaan Olahraga Jumlah (n) Persentase (%)
Jenis Olahraga
Jogging 10 27.78
Jalan santai 10 27.78
Aerobik 8 22.22
Badminton 8 22.22
Bersepeda 4 11.21
Fitness 4 11.21
Lainnya* 9 25.00
Frekuensi Olahraga
1-2 kali/minggu 24 66.67
3-4 kali/minggu 5 13.89
5-6 kali/minggu 5 13.89
≥7 kali/minggu 2 5.56
Total 36 100.00
Durasi Olahraga
<30 menit 5 13.89
30-60 menit 20 55.56
>60 menit 11 30.56
Total 36 100.00
* Futsal (2.78%), voli/basket (0%), tenis (2.78%), tenis meja (5.56%), karate (5.56%), senam
pernapasan (5.56%), dan renang (5.56%).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot
rangka sebagai suatu pengeluaran tenaga, yang meliputi pekerjaan, waktu senggang
dan aktivitas sehari-hari. Dalam melakukan aktivitas fisik, diperlukan usaha ringan,
sedang atau berat yang dapat menyebabkan perbaikan kesehatan bila dilakukan
secara teratur (Adisapoetra 2005). Aktivitas fisik contoh pada hari kerja sebagian
besar tergolong ke dalam aktivitas fisik tingkat ringan (64.41%) dan hanya sebagian
kecil yang tergolong ke dalam aktivitas fisik sedang (35.59%). Bentuk aktivitas
fisik yang dilakukan contoh saat bekerja di antaranya memonitor alat/panel, duduk,
menulis dan membaca laporan, berjalan santai di dalam ruang kantor,
mengoperasikan komputer, berjalan kaki di sekitar lokasi pabrik, mengendarai
14
mobil/motor, mengoperasikan alat berat, membersihkan kerak/coating semen pada
alat penggiling, naik dan turun tangga, serta berjalan dengan atau tanpa beban.
Tabel 6 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik hari kerja
Tingkat Aktivitas Fisik Jumlah (n) Persentase (%)
Ringan 38 64.41
Sedang 21 35.59
Berat 0 0.00
Total 59 100.00
FAO (2001) mengklasifikasikan gaya hidup berdasarkan tingkat kebutuhan
energi menjadi gaya hidup aktivitas ringan atau sedenter (menetap), gaya hidup
aktif atau cukup aktif, gaya hidup yang sangat aktif (vigorously active) dan aktivitas
yang ekstrim (tingkat aktivitas terlalu rendah atau tinggi). Gaya hidup sedenter
memperlihatkan aktivitas seseorang yang tidak memerlukan banyak upaya fisik,
tidak perlu berjalan jauh, umumnya menggunakan kendaraan bermotor untuk
transportasi, menghabiskan sebagian besar waktu luang untuk duduk atau berdiri
dengan perpindahan posisi tubuh yang minim. Hal ini menunjukkan bahwa
sebagian besar contoh dalam penelitian memiliki gaya hidup yang sedenter atau
kurang aktif.
Hasil analisis lanjut memperlihatkan bahwa terdapat kaitan antara tingkat
aktivitas fisik dengan golongan karyawan. Contoh pada golongan 1 cenderung
memiliki tingkat aktivitas fisik yang lebih ringan dibandingkan dengan contoh pada
golongan dibawahnya. Hal ini memperlihatkan bahwa karyawan dengan posisi
tinggi (golongan 1) cenderung memiliki aktivitas fisik yang ringan, dikarenakan
mayoritas pekerjaan yang dilakukan tidak memerlukan banyak upaya fisik dan
minimnya perpindahan posisi tubuh.
Perilaku Makan
Perilaku makan muncul sebagai faktor risiko obesitas yang terkait dengan
gaya hidup (Lee et al. 2011). Perilaku makan contoh dianalisis menggunakan
perilaku makan pada orang obesitas atau disebut Obesity-Related Eating Behavior
(OREB) yang mengacu pada penelitian Mesas et al. (2012). Mesas et al. (2012)
menyatakan bahwa perilaku makan pada orang obesitas cenderung mengambarkan
pola yang hampir sama di berbagai wilayah. Sebanyak 12 perilaku makan yang
dianalisis, terdapat sembilan perilaku makan tidak sehat dengan persentase kejadian
melebihi 50% jumlah contoh, yakni tidak melakukan perencanaan makan, tidak
melakukan pengaturan jumlah dan jenis makanan, mengkonsumsi makanan
kalengan dan/atau makanan instan, mengkonsumsi cemilan, mengkonsumsi
makanan cepat saji, tidak memilih makanan rendah kalori, makan sambil menonton
TV, menunda waktu makan, dan makan dalam waktu cepat. Jika dilakukan
pembobotan skor perilaku makan secara keseluruhan, rata-rata contoh memiliki
skor perilaku makan tidak sehat sebesar 8 poin, dengan skor terendah 4 poin dan
tertinggi 11 poin. Hal ini memperlihatkan buruknya perilaku makan contoh.
Hasil menunjukkan bahwa sebagian besar contoh tidak memiliki perilaku
perencanaan maupun pengaturan jumlah dan jenis makanan yang akan dikonsumsi.
Perilaku tidak merencanakan maupun mengantur jumlah dan jenis makanan yang
dikonsumsi erat kaitannya dengan perilaku tidak mengontrol konsumsi pangan
maupun perilaku diet pada seseorang. Penelitian Hays et al. (2002) pada wanita usia
15
dewasa menemukan bahwa perilaku tidak membatasi konsumsi pangan berkorelasi
kuat dengan peningkatan berat badan dan IMT tinggi, sedangkan perilaku diet
(dietary restraint) untuk mengatur konsumsi pangan dapat mengurangi efek
tersebut.
Tabel 7 Sebaran contoh menurut perilaku makan
Perilaku Makan* Ya Tidak
n % n %
Merencanakan seberapa banyak makanan yang akan
dimakan saat itu
9 15.25 50 84.75
Mengatur jumlah dan jenis makanan yang disajikan
pada piring makan
9 15.25 50 84.75
Melakukan sarapan pagi 55 93.22 4 6.78
Konsumsi makanan kalengan dan/atau makanan
instan
53 89.83 6 10.17
Konsumsi kudapan/cemilan 58 98.31 1 1.69
Konsumsi produk makanan cepat saji 39 66.10 20 33.90
Memilih makanan rendah kalori 16 27.12 43 72.88
Membuang lemak yang terlihat/gajih pada makanan
olahan daging
44 74.58 15 25.42
Membuang kulit ayam pada makanan olahan ayam 43 72.88 16 27.12
Makan siang dan/atau makan malam sambil menonton
TV
42 71.19 17 28.81
Menunda waktu makan 39 66.10 20 33.90
Makan dalam waktu cepat** 51 86.44 8 13.56
*Perilaku makan menurut Obesity-Related Eating Behavior (OREB) dalam Mesas et al. (2012).
**Makan dalam waktu cepat jika akumulasi lama waktu makan dalam sehari (sarapan, makan siang
dan malam) ≤35 menit dan lama jika >35 menit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perilaku sarapan pagi pada contoh
penelitian cukup tinggi (93.22%). Hal ini dapat disebabkan tidak adanya kegiatan
penyelenggaraan makan bagi karyawan, sehingga mayoritas karyawan melakukan
sarapan pagi sebelum bekerja. Sarapan pagi bermanfaat untuk menyediakan energi
bagi tubuh untuk melakukan aktivitas harian. Dengan sarapan, tubuh terhindar dari
lemah, letih, lesu, dan kurang konsentrasi akibat kurangnya asupan gizi. Selain itu,
sarapan dengan asupan gizi yang tepat dapat menghindarkan tubuh dari kegemukan
akibat kemungkinan makan berlebih (overeating) di sepanjang hari (Timlin dan
Pereira 2007).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa lebih dari 50% contoh memiliki
perilaku mengkonsumsi makanan kalengan dan/atau makanan instan (89.83%),
cemilan (98.31%) dan makanan cepat saji (66.10%). Kebanyakan contoh mengaku
mongkonsumsi cemilan dan makanan instan saat bekerja maupun saat bersantai di
rumah. Mesas et al. (2012) mengemukakan bahwa berat badan dapat meningkat
apabila seseorang memiliki perilaku mengkonsumsi makanan cepat saji dan
cemilan. Meskipun demikian, contoh yang telah mengalami kegemukan belum
menghindari perilaku makan tersebut.
Menurut Mesas et al. (2012) terdapat beberapa perilaku makan yang berhati-
hati (mindful eating behavior) seperti memilih makanan rendah kalori, membuang
gajih atau lemak dan kulit ayam. Namun, berdasarkan hasil penelitian diperoleh
bahwa terdapat 72.88% contoh belum mempertimbangkan untuk memilih makanan
16
yang rendah kalori. Berkebalikan dengan hal tersebut, sebanyak 74.58% contoh
telah memiliki perilaku membuang gajih/lemak daging dan 72.88% contoh
memiliki perilaku membuang kulit ayam.
Mayoritas contoh memiliki perilaku makan siang dan/atau makan malam
sambil menonton televisi (71.19%). Perilaku makan sambil menonton televisi
terbukti dapat menyebabkan peningkatan berat badan. Ini dikarenakan proses
makan menjadi terganggu karena perhatian teralihkan saat menonton televisi,
sehingga efektivitas sinyal rasa kenyang dalam tubuh berkurang dan menunda rasa
kenyang (Blass et al. 2006). Lebih dari separuh jumlah contoh memiliki perilaku
menunda makan (66.10%). Selain menimbulkan gangguan lambung, perilaku
menunda makan dapat menyebabkan kegemukan. Perilaku menunda makan
memiliki dampak yang sama seperti melewatkan sarapan pagi dimana dapat timbul
efek makan berlebih (overeating) di sepanjang hari (Timlin dan Pereira 2007).
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar contoh memiliki
perilaku makan dalam waktu cepat (86.44%). Makan dengan cepat diartikan
sebagai waktu yang digunakan untuk sarapan, makan siang, dan makan malam tidak
lebih dari 35 menit , dengan cut off sarapan lima menit serta makan siang dan makan
malam masing-masing 15 menit (Mesas et al. 2012). Dalam hasil penelitiannya,
Mesas et al. (2012) menyatakan bahwa makan dengan cepat dapat memicu
konsumsi makanan dalam jumlah yang lebih banyak. Jika tidak diimbangi dengan
pengeluaran energi, perilaku makan dengan cepat dapat menimbulkan kegemukan.
Hasil penelitian Lee et al. (2011) menemukan bahwa remaja yang makan dengan
cepat memiliki risiko tiga kali lebih besar untuk mengalami overweight. Laju
makan yang abnormal (terlalu cepat) membuat seseorang makan lebih banyak
sebelum perut merasa kenyang dan asupan energi meningkat (Otsuka et al. 2006).
Kejadian Sindrom Metabolik (MetS)
Sindrom metabolik dianggap sebagai faktor risiko kardiovaskular yang
bersifat kompleks dengan tiap komponen faktor risiko memiliki potensi
menginduksi kejadian patologik tersendiri (Dekker et al. 2005). Sindrom metabolik
secara tipikal ditandai oleh obesitas sentral, dislipidemia aterogenik seperti
hipertrigliseridemia dan penurunan kolesterol HDL, hipertensi dan disglisemia.
Dalam penelitian ini, kriteria diagnosis sindrom metabolik didasarkan pada Alberti
et al. (2009). Hasil penelitian menunjukkan prevalensi sindrom metabolik di antara
contoh cukup tinggi, yakni mencapai 49.15%. Angka ini lebih tinggi jika
dibandingkan dengan prevalensi sindrom metabolik pada laki-laki dewasa gemuk
di Bogor sebesar 44% (Muherdiyantiningsih 2008).
Gambar 3 Sebaran kejadian sindrom metabolik
Tidak
51%
Ya
49%
17
Analisis lanjutan yang dilakukan terhadap contoh yang mengalami sindrom
metabolik menunjukkan bahwa obesitas sentral merupakan komponen penanda
sindrom metabolik yang dominan terjadi, yakni sebesar 96.55%, diikuti oleh
hipertrigliseridemia (82.76%), kolesterol HDL rendah (71.41%), kadar GDP tinggi
(62.07%), dan tekanan darah tinggi (55.17%). Dengan meningkatnya obesitas
sentral, lemak viseral akan berkembang sehingga berperilaku seperti organ
endokrin yang mampu mensekresikan adipokin pro inflamatorik (TNF-𝛼 dan IL-6)
yang disertai dengan penurunan adipokin anti inflamatorik adiponektin. Hal ini
memicu timbulnya stres oksidatif yang berpeluang menimbulkan kerusakan DNA,
sel maupun jaringan dan berimplikasi pada perkembangan resistensi insulin
maupun penyulit kardiovaskular (Effendi et al. 2013).
Tabel 8 Persentase komponen penanda sindrom metabolik pada contoh yang
mengalami sindrom metabolik
Penanda Sindrom Metabolik Jumlah (n) Persentase (%)
Tekanan darah (sistol ≥130 dan/atau diastol ≥85 mmHg) 16 55.17
Lingkar perut (≥90 cm) 28 96.55
Gula Darah Puasa (≥100 mg/dL) 18 62.07
Kolesterol HDL (<40 mg/dL) 21 72.41
Trigliserida (≥150 g/dL) 24 82.76
Jika dianalisis pada keseluruhan contoh mengenai tiap komponen penanda
sindrom metabolik, kejadian obesitas sentral tetap menduduki posisi paling tinggi
(84.75%), diikuti oleh hipertrigliseridemia (49.15%), rendahnya kolesterol HDL
(44.07%), tekanan darah tinggi (38.98%) serta kadar GDP tinggi (33.90%).
Tabel 9 Sebaran contoh berdasarkan komponen penanda sindrom metabolik
Penanda Sindrom Metabolik Ya Tidak Total
n % n % n %
Tekanan darah (sistol ≥130 dan/atau
diastol ≥85 mmHg)
23 38.98 36 61.02 59 100.0
Lingkar perut (≥90 cm) 50 84.75 9 15.25 59 100.0
Gula Darah Puasa (≥100 mg/dL) 20 33.90 39 66.10 59 100.0
Kolesterol HDL (<40 mg/dL) 26 44.07 33 55.93 59 100.0
Trigliserida (≥150 g/dL) 29 49.15 30 50.85 59 100.0
Korelasi Antar Variabel
Karakteristik Contoh dan Sindrom Metabolik
Tabulasi silang antara umur dengan kejadian sindrom metabolik tertera pada
Tabel 10. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 50.00% contoh yang tergolong
sebagai dewasa madya mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang
tergolong sebagai dewasa akhir terdapat 47.83% contoh yang mengalami sindrom
metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=1.00 maka disimpulkan
tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh usia
dewasa madya dengan contoh usia dewasa akhir.
18
Tabel 10 Sebaran contoh menurut umur dan kejadian sindrom metabolik
Umur
Sindrom Metabolik Total
P value Tidak Ya
n % n % n %
Dewasa madya 18 50.00 18 50.00 36 100.00 1.00 Dewasa akhir 12 52.17 11 47.83 23 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Tabulasi silang antara riwayat kegemukan dalam keluarga dengan kejadian
sindrom metabolik tertera pada Tabel 11. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak
51.85% contoh yang tidak memiliki riwayat kegemukan mengalami sindrom
metabolik, sedangkan pada contoh yang memiliki riwayat kegemukan terdapat
46.86% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square
diperoleh nilai p=0.91 maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi
kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak memiliki maupun contoh
yang memiliki riwayat kegemukan.
Tabel 11 Sebaran contoh menurut riwayat kegemukan dan kejadian sindrom
metabolik
Riwayat Kegemukan
Sindrom Metabolik Total
P value Tidak Ya
n % n % n %
Tidak ada 13 48.15 14 51.85 27 100.00 0.91 Ada 17 53.12 15 46.86 32 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa umur dan riwayat
kegemukan tidak berkorelasi secara signifikan terhadap kelima komponen penanda
sindrom metabolik. Namun, ditemukan kecenderungan positif antara riwayat
kegemukan dengan ukuran lingkar perut, dimana contoh yang memiliki riwayat
kegemukan dari kedua orangtua cenderung memiliki ukuran lingkar perut yang
lebih besar (p>0.05).
Kebiasaan Merokok dan Sindrom Metabolik
Tabulasi silang antara status merokok dengan kejadian sindrom metabolik
tertera pada Tabel 12. Hasil memperlihatkan bahwa terdapat 47.62% contoh yang
tidak merokok mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang
merokok, terdapat 52.94% contoh yang mengalami sindrom metabolik.
Tabel 12 Sebaran contoh menurut status merokok dan kejadian sindrom metabolik
Status Merokok
Sindrom Metabolik Total
P value Tidak Ya
n % n % n %
Tidak merokok 22 52.38 20 47.62 42 100.00 0.93 Merokok 8 47.06 9 52.94 17 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
19
Hasil uji korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=0.93 maka disimpulkan tidak
terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak
merokok maupun contoh yang merokok. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan
bahwa jumlah rokok yang dihisap berkorelasi negatif signifikan dengan tekanan
darah diastol (p<0.05) namun berkorelasi positif dengan lingkar perut (p<0.05),
dimana semakin banyak jumlah rokok yang dikonsumsi maka tekanan darah diastol
cenderung lebih rendah dan ukuran lingkar perut cenderung lebih besar. Hal ini
sejalan dengan hasil review oleh Chiolero et al. (2008), yang menyatakan bahwa
kebiasaan merokok berhubungan dengan peningkatan akumulasi lemak pusat. Xu
et al. (2007) melalui hasil penelitiannya, menyatakan bahwa kebiasaan merokok
berhubungan berhubungan dengan peningkatan ukuran lingkar perut pada laki-laki.
Kebiasaan Olahraga dan Sindrom Metabolik
Tabulasi silang antara kebiasaan olahraga dengan kejadian sindrom metabolik
tertera pada Tabel 13. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 47.83% contoh yang
tidak berolahraga mengalami sindrom metabolik, sedangkan pada contoh yang
berolahraga terdapat 50.00% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji
korelasi Chi-Square diperoleh nilai p=1.00 maka disimpulkan tidak terdapat
perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik antara contoh yang tidak
berolahraga maupun contoh yang berolahraga.
Tabel 13 Sebaran contoh menurut aktivitas olahraga dan kejadian sindrom
metabolik
Aktivitas Olahraga
Sindrom Metabolik Total
P value Tidak Ya
n % n % n %
Tidak olahraga 12 52.17 11 47.83 23 100.00 1.00 Olahraga 18 50.00 18 50.00 36 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Olahraga adalah suatu bentuk aktivitas fisik yang terencana dan terstruktur
serta melibatkan gerakan tubuh yang berulang-ulang dengan tujuan meningkatkan
kebugaran jasmani. Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan terdapat
kecenderungan yang negatif antara frekuensi berolahraga dalam seminggu dan
durasi berolahraga terhadap ukuran lingkar perut meskipun tidak mencapai level
signifikan (p>0.05). Olahraga berperan pada penurunan lemak tubuh khususnya
lemak perut (Irwin et al. 2003). Olahraga dengan durasi 370 menit per minggu pada
laki-laki juga terbukti menurunkan obesitas sentral (McTiernan et al. 2007).
Aktivitas Fisik dan Sindrom Metabolik
Tabulasi silang antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian sindrom
metabolik tertera pada Tabel 14. Hasil memperlihatkan bahwa sebanyak 42.11%
contoh yang memiliki tingkat aktivitas fisik ringan mengalami sindrom metabolik,
sedangkan pada contoh yang memiliki tingkat aktivitas fisik sedang, terdapat
61.90% contoh yang mengalami sindrom metabolik. Hasil uji korelasi Chi-Square
diperoleh nilai p=0.236 maka disimpulkan tidak terdapat perbedaan proporsi
kejadian sindrom metabolik antara contoh dengan tingkat aktivitas fisik ringan
maupun sedang.
20
Tabel 14 Sebaran contoh menurut tingkat aktivitas fisik dan kejadian sindrom
metabolik
Tingkat Aktivitas
Fisik
Sindrom Metabolik Total
P value Tidak Ya
n % n % n %
Ringan 22 57.89 16 42.11 38 100.00 0.24 Sedang 8 38.10 13 61.90 21 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Tingkat aktivitas fisik contoh tidak berkorelasi secara signifikan terhadap
kelima komponen penanda sindrom metabolik. Namun demikian, terdapat
kecenderungan negatif antara tingkat aktivitas fisik dengan ukuran lingkar perut,
dimana semakin ringan aktivitas fisik maka ukuran lingkar perut cenderung lebih
besar. Hal ini sejalan dengan beberapa penelitian sebelumnya yang menyatakan
bahwa penurunan aktivitas fisik berhubungan dengan peningkatan lingkar perut
(Zhang et al. 2007; Besson et al. 2009; Mustelin et al. 2009).
Perilaku Makan dan Sindrom Metabolik
Tabulasi silang 12 perilaku makan dengan kejadian sindrom metabolik tertera
pada Tabel 15. Hasil uji korelasi Chi-Square seluruh variabel perilaku makan
terhadap kejadian sindrom metabolik diperoleh nilai p>0.05. Maka disimpulkan
bahwa tidak terdapat perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik pada kedua
kelompok contoh, baik yang menjawab ‘ya’ maupun ‘tidak’ pada seluruh perilaku
makan. Mesas et al. (2012) menemukan bahwa perilaku makan terkait obesitas
berhubungan dengan buruknya kualitas diet. Dalam penelitian ini, tidak ditemukan
korelasi yang signifikan antara total skor perilaku makan contoh dengan kejadian
sindrom metabolik (p>0.05). Namun demikian, ditemukan kecenderungan semakin
buruk perilaku makan contoh, maka kadar kolesterol HDL semakin rendah (p<0.05).
Jika dilakukan analisis perilaku makan secara terpisah, didapatkan bahwa
sejumlah perilaku makan berkorelasi signifikan dengan komponen penanda
sindrom metabolik. Perilaku tidak merencanakan dan mengatur jumlah maupun
jenis makanan yang dikonsumsi maupun perilaku tidak membuang lemak atau gajih
pada makanan olahan daging diperoleh berkorelasi signifikan dengan rendahnya
kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku konsumsi cemilan berkorelasi signifikan
dengan tingginya kadar glukosa darah puasa (p<0.05).
21
Tabel 15 Sebaran contoh menurut perilaku makan dan kejadian sindrom metabolik
Perilaku Makan
Sindrom Metabolik Total
P value Tidak Ya
n % n % n %
Perencanaan makan
1.00 Tidak 25 50.00 25 50.00 50 100.00
Ya 5 55.56 4 44.44 9 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Pengaturan makan
Tidak 25 50.00 25 50.00 50 100.00
Ya 5 55.56 4 44.44 9 100.00 1.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Sarapan
Tidak 2 50.00 2 50.00 4 100.00
1.00 Ya 28 50.91 27 49.09 55 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Konsumsi makanan instan
Tidak 2 33.33 4 66.67 6 100.00
0.42 Ya 28 52.83 25 47.17 53 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Konsumsi kudapan/cemilan
Tidak 0 0.00 1 100.00 1 100.00 0.49
Ya 30 51.72 28 48.28 58 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Konsumsi fast food
Tidak 8 40.00 12 60.00 20 100.00
0.36 Ya 22 56.41 17 43.59 39 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Memilih low caloric food
Tidak 20 46.51 23 53.49 43 100.00
0.42 Ya 10 62.50 6 37.50 16 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Membuang lemak/gajih
Tidak 7 46.67 8 53.33 15 100.00
0.94 Ya 23 52.27 21 47.73 44 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Membuang kulit ayam
Tidak 10 62.50 6 37.50 16 100.00
0.42 Ya 20 46.51 23 53.49 43 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Makan sambil menonton TV
Tidak 8 47.06 9 52.94 17 100.00
0.93 Ya 22 52.38 20 47.61 42 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Menunda waktu makan
Tidak 11 55.00 9 45.00 20 100.00
0.86 Ya 19 48.72 20 51.28 39 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
Makan dalam waktu cepat
Tidak 3 37.50 5 62.50 8 100.00
0.47 Ya 27 52.94 24 47.06 51 100.00
Total 30 50.85 29 49.15 59 100.00
22
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Gaya hidup contoh dapat dikatakan sebagai gaya hidup yang sedenter
(menetap). Hal ini terlihat dari rendahnya tingkat aktivitas fisik contoh dan
mayoritas pekerjaan contoh telah dibantu oleh alat bermotor/mesin maupun
elektronik yang menyebabkan perpindahan posisi tubuh cukup minim. Kebiasaan
merokok contoh tergolong rendah. Sebagian besar contoh memiliki kebiasaan
olahraga dengan jenis olahraga yang paling sering dilakukan adalah jogging, jalan
santai dan aerobik.
Terdapat 9 dari 12 perilaku makan tidak sehat yang terjadi dengan persentase
melebihi 50% jumlah contoh, yakni tidak melakukan perencanaan makan (84.75%),
tidak melakukan pengaturan jumlah dan jenis makanan (84.75%), mengkonsumsi
makanan kalengan dan/atau makanan instan (89.83%), mengkonsumsi cemilan
(98.31%), mengkonsumsi makanan cepat saji (66.10%), tidak memilih makanan
rendah kalori (72.88%), makan sambil menonton TV (71.19%), menunda waktu
makan (66.10%), dan makan dengan cepat (86.44%). Rata-rata contoh memiliki
skor perilaku makan tidak sehat sebesar 8 poin, dengan skor terendah 4 poin dan
tertinggi 11 poin. Hal ini memperlihatkan buruknya perilaku makan contoh.
Sebanyak 49.15% contoh mengalami sindrom metabolik dengan prevalensi
penanda sindrom metabolik tertinggi adalah obesitas sentral, diikuti oleh
hipertrigliseridemia, kadar kolesterol HDL rendah, kadar glukosa darah puasa
tinggi dan hipertensi. Hasil uji korelasi Chi-Square menunjukkan tidak terdapat
perbedaan proporsi kejadian sindrom metabolik dilihat dari umur, riwayat
kegemukan, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, tingkat aktivitas fisik maupun
perilaku makan.
Hasil uji korelasi Spearman memperlihatkan bahwa contoh yang memiliki
riwayat kegemukan pada kedua orangtua cenderung memiliki ukuran lingkar perut
lebih besar. Selain itu, contoh dengan frekuensi olahraga, durasi olahraga dan
tingkat aktivitas fisik yang rendah cenderung memiliki ukuran lingkar perut yang
lebih besar. Hasil uji turut memperlihatkan bahwa semakin banyak jumlah rokok
yang dikonsumsi, maka tekanan darah diastol akan lebih rendah dan ukuran lingkar
perut akan lebih besar. Perilaku makan yang tidak sehat berkorelasi dengan
rendahnya kadar kolesterol HDL, sedangkan perilaku konsumsi cemilan berkorelasi
dengan tingginya kadar glukosa darah puasa.
Saran
Penelitian ini masih terbatas hanya pada contoh dengan status gizi obesitas.
Bagi penelitian selanjutnya, dianjurkan untuk meneliti contoh dengan status gizi
kurang dan normal. Selain itu, bagi penelitian selanjutnya dapat ditambahakan
variabel konsumsi pangan untuk menganalisis asupan zat gizi secara kuantitatif
agar hasil penelitian lebih komprehensif.
Bagi masyarakat, penting membudayakan gaya hidup aktif dan sehat tanpa
rokok, rutin berolahraga serta menghindari perilaku makan tidak sehat untuk
mempertahankan berat badan ideal dan mencegah obesitas yang memicu sindrom
23
metabolik. Bagi karyawan PT. Indocement Citeureup yang mengalami kegemukan,
dianjurkan untuk mulai mengubah perilaku makan yang tidak sehat menjadi
perilaku makan yang sehat. Salah satunya, dengan mulai merencanakan dan
mengatur jumlah maupun jenis makanan yang akan dikonsumsi untuk mengatur
konsumsi pangan sesuai kebutuhan. Selain itu, bagi karyawan yang kegemukan
dapat mengurangi konsumsi karbohidrat, lemak, gula dan garam serta
meningkatkan konsumsi buah dan sayur.
Orang dewasa membutuhkan kurang lebih 30 menit aktivitas sedang setiap
hari dalam seminggu untuk mendapatkan tubuh yang sehat dan berat badan yang
ideal. Mengingat sebagian besar karyawan memiliki tingkat aktivitas fisik yang
ringan pada hari kerja, PT. Indocement Citeureup dapat menciptakan lingkungan
kerja yang mampu meningkatkan aktivitas fisik karyawan. Selain menyediakan
fitness room, upaya yang dapat dilakukan di antaranya menyediakan jalur pejalan
kaki ataupun jogging track yang aman serta terlindung dari panas dan hujan. Selain
itu, perlunya menyediakan fasilitas shower atau kamar mandi yang memadai
sehingga memungkinkan karyawan untuk membersihkan diri/berganti pakaian
setelah berolahraga. Dalam upaya meningkatkan kesadaran karyawan akan
pentingnya gaya hidup aktif dan sehat, perlu diadakan program penyuluhan tentang
gaya hidup dan perilaku makan yang sehat kepada karyawan sebagai bentuk
pencegahan dan penanggulangan masalah karyawan obesitas, beserta dampak yang
dapat ditimbulkan jika membudayakan gaya hidup yang tidak sehat.
DAFTAR PUSTAKA
Adiningrum RD. 2008. Karakteristik kegemukan pada anak sekolah dan remaja di
Medan dan Jakara Selatan [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.
Adisapoetra. 2005. Hubungan Antara Aktivitas Fisik dengan Status Kegemukan
pada Kohort Anak Tahun 2001 di Kota Bogor [tesis]. Jakarta (ID):
Universitas Indonesia.
Alberti KGMM, Eckel RH, Grundy SM, Zimmet PZ, Cleeman JI, Donato KA,
Fruchart JC, James WPT, Loria CM, Smith SC. 2009. Harmonizing the
metabolic syndrome: a joint interim statement of the International Diabetes
Federation Task Force on Epidemiology and Prevention; National Heart,
Lung, And Blood Institute; American Heart Association; World Heart
Federation; International Atherosclerosis Society; and International
Association for the Study Obesity. Circulation. 120:1640-1645.
Aziiza F. 2008. Analisis aktivitas fisik, konsumsi pangan dan status gizi dengan
produktivitas kerja pekerja wanita di industri konveksi [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Besson H, Ekelund U, Luan J, May AM, Sharp S, Travier N, Agudo A, Slimani N,
Rinaldi S, Jenab M et al. 2009. A cross-sectional analysis of physical activity
and obesity indicators in European participants of The EPIC-PANACEA
study. Int J Obes. 33:497-506.
24
[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Kamus Istilah
Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN.
Blass EM, Anderson DR, Kirkorian HL, Pempek TA, Price I, Koleini MF. 2006.
On the road to obesity: television viewing increases intake of high density of
foods. Physiol Behav. 88:597-604.
Chiolero A, David F, Fred P, Jacques C. 2008. Consequences of smoking for body
weight, body fat distribution, and insulin resistance. Am J Clin Nutr. 87:801-
09.
Dekker JM, Girman C, Rhodes T, Nijpels G, Stehouwer C, Boutter LM, Heine RJ.
2005. Metabolic syndrome and 10-year cardiovascular disease risk in the
Hoorn Study. Circulation. 112:666-673.
Effendi AT, Hardinsyah, Effendi YH, Dewi M, Nurdin NM. 2013. Nutrigenomik
Resistensi Insulin Sindrom Metabolik Prediabetes. Bogor (ID): IPB Press.
[FAO] Food And Nutrition Technical Report Series. 2001. Energi Requirements of
Adults. [Internet] 2001; [diunduh pada 18 Februari 2014].
http://www.fao.org./docrep/007/y56 86e/5686 e07.htm#bm07.3
Hays NP, Bathalon GP, McCory MA, Roubenoff R, Lipman R, Roberts SB. 2002.
Eating behavior correlates of adult weight gain and obesity in healthy women
aged 55-65y. Am J Clin Nutr. 75:476-83.
Hidayati, Irawan R, Hidayat B. 2006. Obesitas pada Anak [Internet]. 2010-2014
[diunduh pada 20 Februari 2014]. http://www.pediatrik.com
Harper, Deaton, Driskel. 1986. Pangan, Gizi, Pertanian. Suhardjo (penerjemah).
Jakarta (ID): UI Press. Terjemahan dari: Food, Nutrition, and Agriculture.
Hu FB. 2008. Metabolic concequences of obesity. Di dalam: Hu FB, editor. Obesity
Epidemiology. New York (US): Oxford University Press.
[IDF] International Diabetes Foundation. 2006. The IDF consensus worldwide
definition of the metabolic syndrome. Belgium: IDF.
Irwin ML, Yasui Y, Ulrich C, Bowen D, Rudolph R, Schwartz RS, Yukawa M,
Aiello E, Potter JD, McTiernan. 2003. Effect of excercise on total and intra
abdominal body fat in postmeopausal women: a randomized controlled trial.
JAMA. 289(3):323-30.
Kaplan NM. 2002. Clinical Hypertension 8th ed. Lippincott (US): Williams
&Wilkins.
Karim F. 2002. Panduan Kesehatan Olahraga bagi Ptugas Kesehatan. Jakarta (ID):
Kesehatan Komunitas.
[Kemenkes RI] Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Laporan Riset
Kesehatan Dasar Tahun 2007. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan.
_____. 2010. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2010. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
_____. 2013. Laporan Riset Kesehatan Dasar Tahun 2013. Jakarta: Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Lechleitner M. 2008. Obesity and metabolic syndrome in the elderly: a mini review.
Gerontology. 54:253-259.
Lee HA, Lee WK, Kong KA, Chang N, Ha EH, Hong YS, Park H. 2011. The effect
of eating behavior on being overweight or obese during preadolescence. J
Prev Med Public Health. 44(5):226-233.
25
Lemeshow S, Lwanga SK. 1991. Sampel Size Determination in Health Studies: A
Practical Manual. Geneva: WHO Library Cataloguing in Publication Data.
Madanijah S. 2004. Pola konsumsi pangan. Di dalam Baliwati YF, Khomsan A,
Dwiriani CM, editor. Pengantar Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Penebar
Swadaya.
Mahan LK, Escott-Stump S. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy 12th
edition. Philadelphia: Saunders Elsevier.
Martini S, Hendrati LY. 2004. Perbedaan risiko kejadian hipertensi menurut pola
merokok. Jurnal Penelitian Medika Eksakta. 5(2):169-181.
McGovern JA, Benowitz NL. 2011. Cigarette smoking, nicotine, and body weight.
Clin Pharmacol Ther. 90(1):164-168.
McTiernan A, Sorensen B, Irwin ML, Morgan A, Yasui Y, Rudolph RE, Surawicz
C, Lampe JW, Lampe PD, Ayub K, et al. 2007. Excercise effect on weight
and body fat in men and women. Obesity. 15:1496-1512.
Mesas AE, Castillon PG, Munoz LM, Graciani A, Garcia EL, Fisac JLG, Banegas
JR, Artalejo FR. 2012. Obesity-related eating behaviors are associated with
low physical activity and poor diet quality in spain. J Nutr. 142:1321-
1328.doi:10.3945/jn.112.158154.
Muherdiyantiningsih, Ernawati F, Effendi R, Herman S. 2008. Sindrom metabolik
pada orang dewasa gemuk di wilayah Bogor. Penel Gizi Makan. 31(2):75-81.
Mustelin L, Silventoinen K, Pietilainen K, Rissanen A, Kaprio J. 2009. Physical
activity reduces the influence of genetic effects on BMI and waist
circumference: a study in young adullt twins. Int J Obes. 33:29-36.
Otsuka R, Tamakoshi K, Yatsuya H, Murata C, Sekiya A, Wada K, Zhang HM,
Matsushita K, Sugiura K, Takefuji S, et al. Eating fast leads to obesity:
findings based on self administered questionnaires among middle-aged
Japanese men and women. J Epidemiol. 16(3): 117-124.
Pradono J, Suparmi, Sihombing N. 2013. Prevalensi dan determinan hipertensi
kelompok umur 15-60 tahun di kota Bogor, Prov. Jawa Barat. Jurnal Ekologi
Kesehatan. 12(3):171-179.
Sari, DM. 2011. Gaya hidup, intake zat gizi dan morbiditas orang dewasa yang
berstatus gizi obes dan normal [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Slamet Y. 1993. Analisis Kuantitatif untuk Data Sosial. Solo (ID): Dabara Publisher.
Soetardjo. 2011. Gizi usia dewasa. Di dalam: Almatsier S; editor. Gizi Seimbang
dalam Daur Kehidupan. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama.
Soewondo P, Purnamasari D, Oemardi M, Waspadji S, Soegondo S. 2010.
Prevalence of metabolic syndrome using NCEP/ATP III criteria in Jakarta,
Indonesia: the Jakarta primary non communicable disease risk factors
surveillance 2006. Acta Med Indones. 42(4):199-203.
Timlin MT, Pereira MA. 2007. Breakfast frequency and quality in the etiology of
adult obesity and chronic diseases. Nutr Rev. 65:268-81.
Vissers D, Hens W, Taeymans J, Baeyens JP, Poortmans J, Gaal LV. 2013. The
effect of exercise on visceral adipose tissue in overweight adults: a systematic
review and meta-analysis. PloS ONE. 8(2): e56415. doi:10.1371/
journal.pone0056415.
Xu F, Yin XM, Wang Y. 2007. The association between amount of cigarettes
smoked, overweight, and central obesity among chinese adults in Nanjing,
China. Asia Pac J Clin Nutr. 16(2):240-247.
26
Zhang X, Shu XO, Yang G, Li H, Cai H, Gao YT, Zheng W. 2007. Abdominal
adiposity and mortality in Chinese women. Arch Intern Med.167:886-892.
[WHO] World Health Organization. 2000. Obesity: Preventing and Managing the
Global Epidemic. Report of a WHO consultation. Geneva, Switzerland.
[WHO] World Health Organization, Expert Consultation. 2004. Appropriate body-
mass index for Asian populations and its implications for policy and
intervention strategies. Lancet. 363:157-63.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel
Lingkar
Perut
Gula Darah
Puasa
Kolesterol
HDL Trigliserida Sistol Diastol
Umur r .001 .173 .094 -.140 .195 .244
p .993 .189 .480 .289 .139 .062
n 59 59 59 59 59 59
Riwayat
Kegemukan
r .288 .103 -.130 .031 .140 -.045
p .083 .438 .327 .814 .289 .733
n 59 59 59 59 59 59
Jumlah Rokok r .348** -.150 -.216 -.023 -.217 -.477**
p .007 .258 .101 .862 .098 .000
n 59 59 59 59 59 59
Frekuensi
Olahraga
r -.234 .222 -.113 .095 .013 .046
p .074 .091 .395 .476 .922 .732
n 59 59 59 59 59 59
Durasi Olahraga r -.066 .218 -.118 .044 .000 .038
p .620 .097 .375 .741 .995 .777
n 59 59 59 59 59 59
Tingkat
Aktivitas Fisik
r -.199 .044 -.080 .188 .022 .057
p .130 .738 .548 .154 .866 .688
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
perencanaan
makan
r -.022 -.058 -.271* -.010 .188 -.029
p .867 .662 .038 .942 .153 .825
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
pengaturan
makan
r -.022 -.058 -.271* -.010 .188 -.029
p .867 .662 .038 .942 .153 .825
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
sarapan
r .034 .067 -.154 .128 -.092 -.011
p .795 .614 .243 .333 .489 .936
n 59 59 59 59 59 59
27
Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman beberapa variabel (lanjutan)
Lingkar
Perut
Gula Darah
Puasa
Kolesterol
HDL Trigliserida Sistol Diastol
Skor perilaku
konsumsi
makanan instan
r .143 -.207 .017 .010 .049 .135
p .281 .115 .897 .943 .712 .306
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
konsumsi
cemilan
r -.003 .258* -.152 .148 .201 .203
p .983 .049 .250 .262 .127 .123
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
konsumsi fast
food
r .078 .010 .176 -.008 -.178 .022
p .559 .939 .183 .951 .177 .869
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
memilih
makanan rendah
kalori
r .101 .052 -.203 .015 -.014 -.174
p .448 .698 .123 .912 .913 .188
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
membuang
lemak/gajih
r -.234 -.028 -.264* .108 .225 .163
p .075 .832 .043 .417 .086 .217
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
membuang kulit
ayam
r -.206 -.071 -.026 -.085 .058 .051
p .118 .591 .848 .520 .663 .700
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
makan sambil
menonton TV
r -.025 .169 .053 .098 -.118 -.018
p .853 .201 .689 .458 .373 .891
N 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
menunda waktu
makan
r .140 -.173 -.048 -.041 -.057 -.082
p .290 .189 .717 .758 .666 .535
n 59 59 59 59 59 59
Skor perilaku
makan dalam
waktu cepat
r -.148 -.077 .209 -.157 -.058 -.138
p .264 .561 .113 .235 .663 .297
n 59 59 59 59 59 59
r = koefisien korelasi; p = signifikansi; n = jumlah contoh
**Korelasi signifikan pada p<0.01
*Korelasi signifikan pada p<0.05
28
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 5 Maret 1992 dari ayah Sugeng
Widodo dan ibu Sumarsih. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara. Penulis
mengawali pendidikan di TK Islam Al-Munawwar Bogor tahun 1997-1998,
kemudian melanjutkan sekolah dasar di SD Negeri Ciriung 2 Cibinong tahun 1998-
2004. Tahun 2004-2007, penulis menjalani pendidikan menengah pertama di SMP
Bina Insani Bogor. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA
Negeri 2 Bogor tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis diterima menjadi
mahasiswa Program Studi Ilmu Gizi di Departemen Gizi Masyarakat IPB melalui
jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjalani masa perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi himpunan
mahasiswa HIMAGIZI sebagai sekretaris divisi Pemberdayaan Sumber Daya
Mahasiswa (PSDM) tahun 2011-2013. Penulis juga aktif dalam berbagai acara
seperti Gebyar Nusantara (2011), Nutrition Fair (2012), Masa Perkenalan
Departemen Gizi Masyarakat (2012) dan Nutrition Fair (2013). Selain itu, penulis
juga aktif menjadi asisten dalam praktikum mata kuliah Ilmu Bahan Makanan
(2012/2013), Kulinari dan Gizi (2013/2014), Dietetika Penyakit Degeneratif
(2013/2014), dan Dietetika Penyakit Infeksi dan Defisiensi Gizi (2014/2015). Pada
bulan Juni-Juli 2013 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa
Curugbitung, Kecamatan Nanggung Kabupaten Bogor dan pada Februari 2014
penulis mengikuti Internship Dietetic di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta.
Selama menjalani masa kuliah, penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan
Prestasi Akademik (PPA) tahun 2011-2012, beasiswa Indocement tahun 2013 dan
beasiswa Djarum Bakti Pendidikan tahun 2011-2012.