Download - Fluor Albus
Referat
Fluor Albus
Disusun oleh:
M. Fahrezha110.2008.313
Pembimbing:
Dr. Dadang Hidayat Sp.OG
SMF Ilmu Kebidanan & Kandungan
FK Universitas Yarsi & RSUD Gunung Jati
Juni 2012
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nyalah
sehingga referat ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Referat ini disusun untuk memenuhi salah satu persyaratan kelulusan dari SMF Ilmu
Kebidanan dan Penyakit Kandungan, Fakultas Kedokteran Universitas YARSI / RSUD
Gunung Jati. Dalam penyusunan referat yang berjudul “Fluor albus” ini saya memperoleh
bimbingan, petunjuk serta bantuan moral dari berbagai pihak. Adalah tidak mungkin wujud
tulisan ini tanpa peran dan bantuan mereka. Untuk itu melalui kesempatan ini, saya ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua yang telah memberikan
masukan, bantuan dan informasi dalam pengumpulan bahan tinjauan pustaka.
Menyadari masih terdapat banyak kekurangan, saya mengharapkan kritik dan saran
dari semua pihak demi kesempurnaan referat ini. Akhir kata, saya ingin sekali agar referat ini
berguna baik dalam bidang pendidikan maupun untuk menambah pengetahuan masyarakat.
Cirebon, Juni 2012
FLUOR ALBUS
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah keputihan sering kali digunakan sebagai referensi umum untuk menjelaskan sekresi
vaginal, baik yang normal maupun abnormal. Karena tidak ada istilah lain dalam bahasa
Indonesia yang umum dipakai untuk sekresi vaginal. Dalam istilah medis, keputihan ini biasa
disebut dengan fluor albus, atau bisa juga disebut dengan leukorhea.
Namun banyak sekali hal-hal yang merupakan penyebab dari keputihan ini. Keputihan atau
fluor albus bisa terjadi pada saat tubuh dalam keadaan sehat atau saat tubuh dalam keadaan
terinfeksi oleh mikroorganisme tertentu. Leukorea merupakan salah satu masalah yang
banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia muda sampai usia tua.
Masalah leukorea ini bagi wanita terasa sangat mengganggu baik dalam kehidupannya sehari-
hari maupun dalam hubungan dengan suami. Lebih dari sepertiga penderita yang berobat ke
klinik-klinik ginekologidi Indonesia mengeluh adanya leukorea (fluor albus) dan lebih dari
80%. Di antaranya adalah yang merupakan keputihan patologis.
BAB II
PEMBAHASAN
DEFINISI
Leukorea (white discharge, fluor albus, keputihan) adalah nama gejala yang diberikan kepada
cairan yang dikeluarkan dari alat-alat genital yang bersifat berlebihan, namun tidak berupa
darah. Dalam kondisi normal, kelenjar pada serviks menghasilkan suatu cairan jernih yang
keluar, bercampur dengan bakteri, sel-sel vagina yang terlepas dan sekresi dari kelenjar
Bartolin. Selain itu sekret vagina juga disebabkan karena aktivitas bakteri yang hidup pada
vagina yang normal. Pada perempuan, sekret vagina ini merupakan suatu hal yang alami dari
tubuh untuk membersihkan diri, sebagai pelicin dan pertahanan dari berbagai infeksi.
Secara normal, selalu seseorang wanita mengeluarkan cairan dari alat kemaluannya yang
berasal dari:
1. Transudat dinding vagina.
2. Lendir cervix.
3. Lendir kelenjar-kelenjar Bartholini dan Skene.
Dalam kondisi normal, sekret vagina tersebut tampak jernih, putih keruh atau berwarna
kekuningan ketika mengering pada pakaian. Sekret ini non-iritan, tidak mengganggu, tidak
terdapat darah, dan memiliki pH 3,5-4,5. Flora normal vagina meliputi Lactobacillus sp
(dominan), Streptococcus, Staphylococcus, dan Gardnella vaginalis. Lingkungan dengan pH
asam memberikan fungsi perlindungan yang dihasilkan oleh lactobacilli.
EPIDEMIOLOGI
Sekret vagina sering tampak sebagai suatu gejala genital. Proporsi perempuan yang
mengalami flour albus bervariasi antara 1 -15% dan hampir seluruhnya memiliki aktifitas
seksual yang aktif, tetapi jika merupakan suatu gejala penyakit dapat terjadi pada semua
umur. Seringkali fluor albus merupakan indikasi suatu vaginitis, lebih jarang merupakan
indikasi dari servisitis tetapi kadang kedua-duanya muncul bersamaan. Infeksi yang sering
menyebabkan vaginitis adalah Trikomoniasis, Vaginosis bacterial, dan Kandidiasis. Sering
penyebab noninfeksi dari vaginitis meliputi atrofi vagina, alergi atau iritasi bahan kimia.
Servisitis sendiri disebabkan oleh Gonore dan Klamidia. Prevalensi dan penyebab vaginitis
masih belum pasti karena sering didiagnosis dan diobati sendiri. Selain itu vaginitis seringkali
asimptomatis dan dapat disebabkan lebih dari satu penyebab.
ETIOLOGI
Fluor albus atau leukorea merupakan gejala yang paling sering dijumpai pada penderita
ginekologik, adanya gejala ini diketahui penderita karena mengotori celananya.
Sumber cairan ini dapat berasal dari sekresi vulva, cairan vagina, sekresi serviks, sekresi
uterus, atau sekresi tuba falopii, yang dipengaruhi fungsi ovarium. Dapat dibedakan antara
leukorea yang fisiologik dan yang patologik. Leukorea fisiologik terdiri atas cairan yang
kadang-kadang berupa mukus yang mengandung banyak epitel dengan leukosit yang jarang
sedang pada leukorea patologik terdapat banyak leukosit.
Penyebab paling penting dari leukorea patologik ialah infeksi. Di sini cairan mengandung
banyak leukosit dan warnanya agak kekuning-kuningan sampai hijau, seringkali lebih kental
dan berbau. Radang vulva, vagina, serviks dan kavum uteri dapat menyebabkan leukorea
patologik; pada adneksitis gejala tersebut dapat pula timbul. Selanjutnya leukorea ditemukan
pada neoplasma jinak atau ganas, apabila tumor itu dengan permukaannya untuk sebagian
atau seluruhnya memasuki lumen saluran alat-alat genital.
Fluor albus dapat disebabkan karena:
1. Infeksi yang biasanya menimbulkan fluor yang berwarna kuning atau hijau.
2. Bertambahnya sekret yang normal.
Cairan tersebut di atas disebut luar biasa kalau:
1. Menimbulkan bercak-bercak pada celana (berwarna kuning atau hijau).
2. Berbau.
3. Menyebabkan keluhan-keluhan seperti gatal dan panas pada vulva.
KLASIFIKASI
Fluor albus fisiologis pada perempuan normalnya hanya ditemukan pada daerah porsio
vagina. Sekret patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina.
Fluor albus fisiologis ditemukan pada:
a. Bayi baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari: disini sebabnya ialah pengaruh
estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin.
b. Waktu disekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen. Leukorea disini
hilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan keresahan pada orang tuanya.
c. Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus, disebabkan oleh
pengeluaran transudasi dari dinding vagina.
d. Waktu disekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri menjadi
lebih encer.
e. Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah pada wanita
dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada wanita dengan ektropion
porsionis uteri.
Fluor albus patologis ditemukan pada:
1. Konstitusionil: pada keadaan astheni, anemia, nefritis kronis dan pada bendungan
umum. (decompensatio cordis, cirrhosis hepatis)
2. Kelainan endokrin seperti pada functional bleeding (kadar estrogen tinggi), pada
kehamilan (karena hydraemia dan pengaruh endokrin).
3. Infeksi:
a. Vulvitis – vulvovaginitis
b. Vaginitis (Kolpitis)
c. Cervicitis
d. Endometritis
e. Salpingitis
Vulvitis
Disebabkan oleh:
Kuman-kuman: Streptooccus, Staphylococcus, Haemophilus vaginalis, Bacil
TBC, bacil coli.
Protozoa: Trichomonas vaginalis
Fungus: Monila
Cacing: Oxyuris (pada anak)
Vaginitis
Vagina pada wanita dewasa agak resistensi terhadap infeksi yang ditimbulkan oleh
bacil Doderlein, micrococcus catarrhalis, dan bacil coli. Kemungkinan infeksi lebih
besar pada anak dan wanita dalam menopause (vaginitis senilis).
Cervicitis
Oleh gonococcus, staphylococ, dan streptococ.
Endometritis
Terutama terjadi kalau ada sisa plasenta atau neoplasma.
Salpingitis
Gonococ, streptococ, staphylococ, bac tbc.
Sebab lain seperti:
Corpus alienum:
Pessarium
Rambut kemaluan
Rambut wol
Kain atau kapas
Alat-alat atau obat kontrasepsi.
Fistula (fistula vesicovaginalis, fistula rectovaginalis).
PATOGENESIS
Meskipun banyak variasi warna, konsistensi, dan jumlah dari sekret vagina bisa dikatakan
suatu yang normal, tetapi perubahan itu selalu diinterpretasikan penderita sebagai suatu
infeksi, khususnya disebabkan oleh jamur. Beberapa perempuan pun mempunyai sekret
vagina yang banyak sekali. Dalam kondisi normal, cairan yang keluar dari vagina
mengandung sekret vagina, sel-sel vagina yang terlepas dan mucus serviks, yang akan
bervariasi karena umur, siklus menstruasi, kehamilan, penggunaan pil KB.
Lingkungan vagina yang normal ditandai adanya suatu hubungan yang dinamis antara
Lactobacillus acidophilus dengan flora endogen lain, estrogen, glikogen, pH vagina dan hasil
metabolit lain. Lactobacillus acidophilus menghasilkan endogen peroksida yang toksik
terhadap bakteri pathogen. Karena aksi dari estrogen pada epitel vagina, produksi glikogen,
lactobacillus (Doderlein) dan produksi asam laktat yang menghasilkan pH vagina yang
rendah sampai 3,8-4,5 dan pada level ini dapat menghambat pertumbuhan bakteri lain.
Peran Lactobacillu
s
Meningkatkan pH vagina
Faktor anti bakteri
Kandidiasis vaginalis merupakan infeksi vagina yang disebabkan oleh Candida sp. terutama
C. albicans. Infeksi Candida terjadi karena perubahan kondisi vagina. Sel ragi akan
berkompetisi dengan flora normal sehingga terjadi kandidiasis. Hal-hal yang mempermudah
pertumbuhan ragi adalah penggunaan antibiotik yang berspektrum luas, penggunaan
kontrasepsi, kadar estrogen yang tinggi, kehamilan, diabetes yang tidak terkontrol, pemakaian
pakaian ketat, pasangan seksual baru dan frekuensi seksual yang tinggi.
Perubahan lingkungan vagina seperti peningkatan produksi glikogen saat kehamilan atau
peningkatan hormon esterogen dan progesterone karena kontrasepsi oral menyebabkan
perlekatan Candida albicans pada sel epitel vagina dan merupakan media bagi pertumbuhan
jamur. Candida albicans berkembang dengan baik pada lingkungan pH 5-6,5. Perubahan ini
bisa asimtomatis atau sampai sampai menimbulkan gejala infeksi. Penggunaan obat
immunosupresan juga menjadi faktor predisposisi kandidiasis vaginalis.
Pada penderita dengan Trikomoniasis, perubahan kadar estrogen dan progesterone
menyebabkan peningkatan pH vagina dan kadar glikogen sehingga berpotensi bagi
pertumbuhan dan virulensi dari Trichomonas vaginalis.
Vaginitis sering disebabkan karena flora normal vagina berubah karena pengaruh bakteri
patogen atau adanya perubahan dari lingkungan vagina sehingga bakteri patogen itu
mengalami proliferasi. Antibiotik kontrasepsi, hubungan seksual, stress dan hormon dapat
merubah lingkungan vagina tersebut dan memacu pertumbuhan bakteri patogen. Pada
vaginosis bacterial, diyakini bahwa faktor-faktor itu dapat menurunkan jumlah hidrogen
peroksida yang dihasilkan oleh Lactobacillus acidophilus sehingga terjadi perubahan pH dan
memacu pertumbuhan Gardnerella vaginalis, Mycoplasma hominis dan Mobiluncus yang
normalnya dapat dihambat. Organisme ini menghasilkan produk metabolit misalnya amin,
yang menaikkan pH vagina dan menyebabkan pelepasan sel-sel vagina. Amin juga
merupakan penyebab timbulnya bau pada flour albus pada vaginosis bacterial.
Flour albus mungkin juga didapati pada perempuan yang menderita tuberculosis, anemia,
menstruasi, infestasi cacing yang berulang, juga pada perempuan dengan keadaan umum
yang jelek , higiene yang buruk dan pada perempuan yang sering menggunakan pembersih
vagina, disinfektan yang kuat.
GEJALA KLINIS
Segala perubahan yang menyangkut warna dan jumlah dari sekret vagina meerupakan suatu
tanda infeksi vagina. Infeksi vagina adalah sesuatu yang sering kali muncul dan sebagian
besar perempuan pernah mengalaminya dan akan memberikan beberapa gejala fluor albus:
- Keputihan yang disertai rasa gatal, ruam kulit dan nyeri.
- Sekret vagina yang bertambah banyak
- Rasa panas saat kencing
- Sekret vagina berwarna putih dan menggumpal
- Berwarna putih kerabu-abuan atau kuning dengan bau yang menusuk
Vaginosis bacterial memiliki sekret vagina yang keruh, encer, putih abu-abu hingga
kekuning-kuningan dengan bau busuk atau amis. Bau semakin bertambah setelah hubungan
seksual.
Trikomoniasis Sekret vagina biasanya sangat banyak kuning kehijauan, berbusa dan berbau
amis.
Kandidiasis Sekret vagina menggumpal putih kental. Gatal dari sedang hingga berat dan rasa
terbakar kemerahan dan bengkak di daerah genital.
DIAGNOSIS
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan dalam
serta pemeriksaan laboratorium.
Anamnesis
Yang harus diperhatikan dalam anamnesis adalah:
a. Usia. Harus diperkirakan kaitannya dengan pengaruh estrogen. Bayi wanita atau pada
wanita dewasa, leukorea yang terjadi mungkin karena pengaruh estrogen yang tinggi
dan merupakan leukorea yang fisiologis. Wanita dalam usia reproduksi harus
dipikirkan kemungkinan suatu penyakit hubungan seksual (PHS) dan penyakit infeksi
lainnya. Pada wanita dengan usia yang lebih tua harus dipikirkan kemungkinan
terjadinya keganasan terutama kanker serviks.
b. Metode kontrasepsi yang dipakai. Pada penggunaan kontrasepsi hormonal dapat
meningkatkan sekresi kelenjar serviks. Keadaan ini dapat diperberat dengan adanya
infeksi jamur. Pemakaian IUD juga dapat menyebabkan infeksi atau iritasi pada
serviks yang meragsang sekresi kelenjar serviks menjadi meningkat.
c. Kontak seksual. Untuk mengantisipasi leukorea akibat PHS seperti gonorea,
kondiloma akuminata, herpes genitalis, dan sebagainya. Hal yang perlu ditanyakan
adalah kontak seksual terakhir dan dengan siapa dilakukan.
d. Perilaku. Pasien yang tinggal di asrama atau bersama dengan teman-temannya
kemungkinan tertular penyakit infeksi yang menyebabkan terjadinya leukorea cukup
besar. Contoh kebiasaan yang kurang baik adalah tukar menukar peralatan mandi atau
handuk.
e. Sifat leukorea. Hal yang harus ditanyakan adalah jumlah, bau, warna, dan
konsistensinya, keruh/jernih, ada/tidaknya darah, frekuensinya dan telah berapa lama
kejadian tersebut berlangsung. Hal ini perlu ditanyakan secara detail karena dengan
mengetahui hal-hal tersebut dapat diperkirakan kemungkinan etiologinya.
f. Menanyakan kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi. Pada kedua keadaan
ini leukorea yang terjadi biasanya merupakan hal yang fisiologis.
g. Masa inkubasi. Bila leukorea timbulnya akut dapat diduga akibat infeksi atau
pengaruh zat kimia ataupun pengaruh rangsangan fisik.
Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan dalam
Pemeriksaan fisik secara umum dilakukan untuk mendeteksi adanya kelainan penyakit
kronis, gagal ginjal, infeksi saluran kemih dan infeksi lainnya yang mungkin berkaitan
dengan leukorea. Pemeriksaan yang khusus harus dilakukan adalah pemeriksaan genitalia
yang meliputi: inspeksi dan palpasi genitalia eksterna; pemeriksaan spekulum untuk
melihat vagina dan serviks; pemeriksaan pelvis bimanual. Untuk menilai cairan dinding
vagina, hindari kontaminasi dengan lendir serviks.
Pada infeksi karena gonokokkus, kelainan yang dapat ditemui adalah orifisium uretra
eksternum merah, edema dan sekret yang mukopurulen, labio mayora dapat bengkak,
merah, dan nyeri tekan. Kadang-kadang kelenjar Bartolini ikut meradang dan terasa nyeri
waktu berjalan atau duduk. Pada pemeriksaan melalui spekulum terlihat serviks merah
dengan erosi dan sekret mukopurulen.
Pada Trichomonas vaginalis dinding vagina tampak merah dan sembab. Kadang
terbentuk abses kecil pada dinding vagina dan serviks yang tampak sebagai granulasi
berwarna merah dan dikenal sebagai strawberry appearance. Bila sekret banyak
dikeluarkan dapat menimbulkan iritasi pada lipat paha atau sekitar genitalia eksterna.
Infeksi Gardnerella vaginalis memberikan gambaran vulva dan vagina yang berwarna
hiperemis, sekret yang melekat pada dinding vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau
berkilau. Pada pemeriksaan serviks dapat ditemukan erosi yang disertai lendir bercampur
darah yang keluar dari ostium uteri internum.
Pada kandidiasis vagina, dapat ditemukan peradangan pada vulva dan vagina, pada
dinding vagina sering terdapat membran-membran kecil berwarna putih, yang jika
diangkat meninggalkan bekas yang agak berdarah.
Pada kanker serviks awal akan terlihat bercak berwarna merah dengan permukaan yang
tidak licin. Gambaran ini dapat berkembang menjadi granuler, berbenjol-benjol dan
ulseratif disertai adanya jaringan nekrotik. Disamping itu tampak sekret yang kental
berwarna coklat dan berbau busuk. Pada kanker serviks lanjut, serviks menjadi nekrosis,
berbenjol-benjol, ulseratif dan permukaannya bergranuler, memberikan gambaran seperti
bunga kol.
Adanya benda asing dapat dilihat dengan adanya benda yang mengiritasi seperti IUD,
tampon vagina, pesarium, kondom yang tertinggal dan sebagainya.
Pemeriksaan laboratorium
Beberapa pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan adalah:
a. Penentuan pH. Penentuan pH dengan indikator pH (3,0 – 4,5)
b. Penilaian sediaan basah. Penilaian diambil untuk pemeriksaan sediaan basah dengan
KOH 10%, dan pemeriksaan sediaan basah dengan garam fisiologis. Trichomonas
vaginalis akan terlihat jelas dengan garam fisiologis sebagai parasit berbentuk lonjong
dengan flagelanya dan gerakannya yang cepat. Sedangkan kandida albikans dapat
dilihat jelas dengan KOH 10% tampak sel ragi (blastospora) atau hifa semu. Vaginitis
nonspesifik yang disebabkan Gardnerella vaginalis pada sediaan dapat ditemukan
beberapa kelompok basil, leukosit yang tidak seberapa banyak, dan banyak sel-sel
epitel yang sebagian besar permukaannya berbintik-bintik. Sel-sel ini disebut clue cell
yang merupakan ciri khas infeksi Gardnerella vaginalis.
c. Pewarnaan gram. Neisseria gonorrhoeae memberikan gambaran adanya gonokokkus
intra dan ekstraseluler. Gardnerella vaginalis memberikan gambaran batang-batang
berukuran kecil gram negatif yang tidak dapat dihitung jumlahnya dan banyak sel
epitel dengan kokobasil, tanpa ditemukan laktobasil.
d. Kultur. Dengan kultur akan dapat ditemukan kuman penyebab secara pasti, tetapi
seringkali kuman tidak tumbuh sehingga harus hati-hati dalam penafsiran.
e. Pemeriksaan serologis. Pemeriksaan ini dapat digunakan untuk mendeteksi herpes
genitalis dan Human Papilloma Virus dengan pemeriksaan ELISA.
f. Tes Pap Smear. Pemeriksaan ini ditujukan untuk mendeteksi adanya keganasan pada
serviks.
PENATALAKSANAAN
Preventif
Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya:
a. Memakai alat pelindung. Hal ini dilakukan untuk mencegah kemungkinan tertularnya
penyakit karena hubungan seksual, salah satunya dengan menggunakan kondom.
Kondom dinilai cukup efektif dalam mencegah penularan PHS.
b. Pemakaian obat atau cara profilaksis. Pemakaian antiseptik cair untuk membersihkan
vagina pada hubungan yang dicurigai menularkan penyakit kelamin relatif tidak ada
manfaatnya jika tidak disertai dengan pengobatan terhadap mikroorganisme
penyebab penyakitnya. Pemakaian obat antibiotik dengan dosis profilaksis atau dosis
yang tidak tepat juga akan merugikan karena selain kuman tidak terbunuh juga
terdapat kemungkinan kebal terhadap obat jenis tersebut. Pemakain obat
mengandung estriol baik krem maupun obat minum bermanfaat pada pasien
menopause dengan gejala yang berat.
c. Pemeriksaan dini. Kanker serviks dapat dicegah secara dini dengan melakukan
pemeriksaan pap smear secara berkala. Dengan pemeriksaan pap smear dapat diamati
adanya perubahan sel-sel normal menjadi kanker yang terjadi secara berangsur-
angsur, bukan secara mendadak.
Kuratif
Terapi leukorea harus disesuaikan dengan etiologinya
a. Parasit. Pada infeksi Trichomonas vaginalis diberikan metronidazol 3x250 mg peroral
selama 10 hari. Karena sering timbul rekurens, maka dalam terapi harus diperhatikan
adanya infeksi kronis yang menyertainya, pemakaian kondom dan pengobatan
pasangannya. Selain itu dapat juga digunakan sediaan klotrimazol 1x100 mg
intravaginal selama 7 hari.
b. Jamur. Pada infeksi Candida albicans dapat diberikan mikostatin 10.000 unit
intravaginal selama 14 hari. Untuk mencegah timbulnya residif tablet vaginal
mikostatin ini dapat diberikan seminggu sebelum haid selama beberapa bulan. Obat
lainnya adalah itrakonazol 2x200 mg peroral dosis sehari.
c. Bakteri.
1. Untuk gonokokkus dapat diberikan: tetrasiklin 4x250 mg peroral/hari selama
10 hari atau dengan kanamisin dosis 2 gram IM. Obat lainnya adalah
sefalosporin dengan dosis awal 1 gram selanjutnya 2x500 mg/hari selama 2
hari. Sedangkan pada wanita hamil dapat diberikan eritromisin 4x250 mg
peroral/hari selama 10 hari atau spektinomisin dosis 4 gram IM.
2. Gardnerella vaginalis dapat diberikan clindamycin 2x300 mg peroral/ hari
selama 7 hari. Obat lainnya metronidazole 3x250 mg peroral/hari selama 7
hari (untuk pasien dan suaminya).
3. Chlamidia trachomatis diberikan tetrasiklin 4x500 mg peroral/hari selama 7
– 10 hari.
4. Treponema pallidum diberikan Benzatin Penisilin G 2,4 juta unit IM dosis
tunggal atau Doksisiklin 2x200 mg peroral selama 2 minggu.
d. Virus.
1. Virus Herpes tipe 2: dapat diberikan obat anti virus dan simtomatis untuk
mengurangi rasa nyeri dan gatal, serta pemberian obat topikal larutan neutral
red 1% atau larutan proflavin 0,1%.
2. Human papiloma virus: pemberian vaksinasi mungkin cara pengobatan yang
rasional untuk virus ini, tetapi vaksin ini masih dalam penelitian.
3. Condyloma akuminata dapat diobati dengan menggunakan suntikan
interferon suatu pengatur kekebalan. Dapat diberikan obat topikal podofilin
25% atau podofilotoksin 0,5% di tempat dimana kutil berada. Bila kondiloma
berukuran besar dilakukan kauterisasi.
e. Vaginitis lainnya.
1. Vaginitis atropika. Pengobatan yang diberikan adalah pemberian krem
estrogen dan obat peroral yaitu stilbestrol 0,5 mg/hari selama 25 hari
persiklus atau etinil estradiol 0,01 mg/hari selama 21 hari persiklus.
2. Vaginitis kronis/rekurens. Perlu diperhatikan semua faktor predisposisi
timbulnya keluhan leukorea serta pengobatan pada pasangannya. Bila pada
kultur ditemukan hasil positif sebaiknya diberikan pengobatan sebelum
menstruasi selama 3 bulan berturut-turut dengan clotrimazole 1x100 mg
intravaginal selama 5 hari atau ketokonazole 2x200 mg dimulai hari pertama
haid.
3. Vaginitis alergika. Pengobatan pada kasus ini adalah dengan menghindari
alergen penyebabnya, misalnya terhadap tissue, sabun, tampon, pembalut
wanita. Pada kasus yang dicurigai vaginitis alergika tetapi tidak diketahui
penyebabnya dapat diberikan antihistamin.
4. Vaginitis psikosomatis. Untuk mengobati pasien ini perlu pendekatan
psikologis bahwa ia sebenarnya tidak menderita kelainan yang berarti dan hal
tersebut timbul akibat konflik emosional. Pendekatan yang memandang
pasien sebagai manusia seutuhnya yang tidak terlepas dari lingkungannya
harus dipikirkan.
PROGNOSIS
Vaginosis bakterial mengalami kesembuhan rata-rata 70 – 80% dengan regimen
pengobatan yang telah dibahas sebelumnya.
Kandidiasis mengalami kesembuhan rata-rata 80 - 95%.
Trikomoniasis mengalami kesembuhan rata-rata 95%.
BAB III
KESIMPULAN
Fluor albus adalah salah satu masalah yang banyak dikeluhkan wanita mulai dari usia muda
sampai usia tua. Leukorea (fluor albus/white discharge/keputihan/vaginal discharge/duh
tubuh vagina) adalah pengeluaran cairan dari alat genitalia yang tidak berupa darah.
Kebanyakan duh tubuh vagina adalah normal. Akan tetapi, jika duh tubuh yang keluar tidak
seperti biasanya baik warna ataupun penampakannya, atau keluhannya disertai dengan nyeri,
kemugkinan itu merupakan tanda adanya sesuatu yang salah. Duh tubuh vagina merupakan
kombinasi dari cairan dan sel yang secara berkelanjutan melewati vagina. Fungsi dari duh
tubuh vagina adalah untuk membersihkan dan melindungi vagina.
Etiologi leukorea sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga disebut
multifaktorial. Leukorea fisiologis adalah cairan yang keluar dari vagina yang bukan darah
dengan sifat yang bermacam-macam baik warna, bau, maupun jumlahnya. Leukorea
fisiologis terdapat pada bayi yang baru lahir sampai umur kira-kira 10 hari, karena pengaruh
estrogen dari plasenta terhadap uterus dan vagina janin; saat menarche, karena pengaruh
estrogen dan biasanya akan hilang dengan sendirinya; rangsangan seksual sebelum dan pada
waktu koitus akibat transudasi dinding vagina; saat ovulasi, berasal dari sekret kelenjar
serviks uteri yang menjadi lebih encer; saat kehamilan, mood (perasaan hati), stress; saat
pemakaian kontrasepsi hormonal; pembilasan vagina secara rutin. Leukorea patologis
disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur, parasit, virus, benda asing, menopause,
neoplasma/keganasan pada alat genitalia, dan erosi. Infeksi oleh bakteri diantaranya
gonokokkus, klamidia trakomatis, gardnerella vaginalis, treponema pallidum. Leukorea
patologis oleh jamur biasanya disebabkan oleh spesies kandida, cairan yang keluar dari
vagina biasanya kental, berwarna putih susu, dan sering disertai rasa gatal, vagina tampak
kemerahan akibat peradangan.
Diagnosis ditegakkan dengan melakukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
dalam serta pemeriksaan laboratorium. Yang harus diperhatikan dalam anamnesis adalah
usia, metode kontrasepsi yang dipakai, kontak seksual, perilaku, sifat leukorea, menanyakan
kepada pasien kemungkinan hamil atau menstruasi, masa inkubasi. Pada pemeriksaan fisik
dan pemeriksaan dalam yang perlu diperhatikan adalah ciri-ciri duh tubuh di alat reproduksi
wanita tersebut yang akan disesuaikan dengan penyebabnya. Sedangkan pemeriksaan
laboratorium yang perlu dilakukan adalah penentuan pH, penilaian sediaan basah, pewarnaan
gram, kultur, pemeriksaan serologis, tes pap smear.
Penatalaksanaan leukorea meliputi preventif dan kuratif. Preventif diantaranya
memakai alat pelindung, pemakaian obat atau cara profilaksis, dan pemeriksaan dini.
Sedangkan terapi kuratif harus disesuaikan dengan etiologinya.
DAFTAR PUSTAKA
1. Prawirohardjo, Sarwono (2008). “Ilmu Kandungan”. Jakarta: PT. Bina Pustaka
2. Sastrawinata, Sulaiman (2010). “Ginekologi Edisi 2”. Bandung: FK Universitas
Padjadjaran
3. Price, Sylvia A. (2007). “Patofisiologi Volume 2”. Jakarta: EGC
4. Mansjoer, Arif (2008). “Kapita Selekta Kedokteran”. Jakarta: Penerbit FKUI