Download - Abortus Spontan
ABORTUS SPONTAN
A. PENDAHULUAN
Abortus spontan atau keguguran adalah istilah yang digunakan untuk
kehamilan yang berakhir dengan sendirinya, dalam waktu 20 minggu pertama
kehamilan. Kebanyakan abortus spontan atau keguguran terjadi pada waktu 13
minggu pertama kehamilan. Untuk kehamilan yang berakhir setelah minggu ke-
20, disebut kelahiran premature.(1,2)
Abortus spontan merupakan yang paling umum terjadi pada kasus
berakhirnya kehamilan. Menurut American College of Obstetricians dan
Gynecologists (ACOG), studi menunjukkan bahwa antara 10-25% dari seluruh
kehamilan klinis berakhir dengan abortus spontan atau keguguran. Chemical
Pregnancy (kehamilan kimia) dapat terjadi 50-75% dari semua keguguran. Hal ini
terjadi ketika kehamilan hilang tidak lama setelah implantasi. Wanita mungkin
tidak menyadari bahwa ia mengandung ketika mengalami kehamilan kimia.
Kehamilan kimia dapat dideteksi secara tepat dengan mengukur kadar HCG
dalam darah.(1)
Kebanyakan keguguran disebabkan oleh masalah kromosom yang
membuat tidak mungkin bagi bayi untuk berkembang. Biasanya, masalah ini tidak
ada hubungannya dengan ibu atau gen ayah. Penyebab lain yang mungkin untuk
keguguran meliputi: obat-obatan, penggunaan alkohol, masalah hormonal, Infeksi,
Imunitas ibu, obesitas, organ reproduksi, rokok, dan paparan rascun dari
lingkungan.(3)
Gejala yang terjadi pada abortus spontan biasanya rasa sakit perut yang
terasa tajam atau kram, terdapat jaringan berbentuk gumpalan yang keluar dari
vagina, terdapat perdarahan pervagianam yang disertai rasa kram pada perut,
ataupun tanpa disertai rasa keram pada perut.(2)
Bila abortus spontan atau keguguran terjadi, jaringan yang keluar dari
vagina harus diperiksa untuk menentukan apakah itu adalah plasenta normal atau
mola hidatidosa. Hal ini juga penting untuk menentukan apakah jaringan
1
kehamilan masih di dalam rahim. Bila masih ada dapat diberikan obat seperti
misoprostol, atau bedah (D dan C).(2,4)
Aborsi yang terinfeksi dapat terjadi jika ada jaringan dari plasenta atau
janin tetap berada di rahim setelah keguguran. Gejala infeksi termasuk demam,
perdarahan vagina yang tidak berhenti, kram, dan keluarnya cairan berbau busuk
vagina. Infeksi bisa serius dan memerlukan perhatian medis segera. Komplikasi
dari keguguran lengkap jarang terjadi.(2,4)
Banyak keguguran yang disebabkan oleh penyakit tubuh-lebar (sistemik)
dapat dicegah dengan mendeteksi dan mengobati penyakit sebelum kehamilan
terjadi. Keguguran cenderung jika Anda menerima lebih awal, perawatan
kehamilan yang komprehensif dan menghindari bahaya lingkungan, seperti: x-ray,
obat-obatan dan alkohol, kadar kafein yang tinggi, dan penyakit menular.(2,5)
B. EPIDEMIOLOGI
Menurut American College of Obstetricians dan Gynecologists (ACOG),
studi menunjukkan bahwa antara 10-25% dari seluruh kehamilan berakhir dengan
abortus spontan atau keguguran. Chemical Pregnancy (kehamilan kimia) dapat
terjadi 50-75% dari semua keguguran. Hal ini terjadi ketika kehamilan hilang
tidak lama setelah implantasi. Wanita mungkin tidak menyadari bahwa ia
mengandung ketika mengalami kehamilan kimia. Kehamilan kimia dapat
dideteksi secara tepat dengan mengukur kadar HCG dalam darah.(1)
Keguguran terjadi pada 15% kehamilan yang diketahui. Antara 25% dan
50% dari semua wanita mengalami setidaknya satu kali keguguran, tetapi tidak
selalu menyadari mereka telah hamil. 85% dari keguguran spontan terjadi pada
trimester pertama. Adapun faktor resiko yang dapat menyebabkan keguguran,
yaitu (5)
Usia: sering terjadi pada wanita usia > 30 tahun dan lebih lagi sering
terjadi pada mereka yang berusia > 35 tahun (karena peningkatan risiko
kelainan kromosom acak).
Insiden meningkat dengan jumlah kelahiran: 6% pada kehamilan pertama
dan kedua serta 16% pada kehamilan lanjut.
Merokok.
2
Penyalahgunaan alkohol: risiko dua kali lipat dengan menggunakan
alkohol dua kali seminggu, serta tiga kali lipat dengan penggunaan
alkohol sehari-hari.
Penggunaan obat terlarang.
Operasi atau kelainan uteri, misalnya leher rahim yang tidak kompeten.
Gangguan jaringan ikat (lupus eritematosus sistemik, antibodi
antifosfolipid - lupus antikoagulan / anticardiolipin antibodi).
Diabetes Mellitus yang tidak terkontrol.
C. KLASIFIKASI
Aborsi spontan dapat diklasifikasikan secara klinis beberapa kelompok,
yaitu abortus imenen, abortus inkomplit , abortus komplit, abortus insipiens dan
missed abortion. Aborsi septik adalah kondisi ketika hasil konsepsi dan rahim
terinfeksi dan akhirnya terjadi keguguran.(3,6)
Abortus Imenen
Diagnosis abortus iminen ancaman terjadinya abortus. Dengan gejala klinis
seperti amenore, tanda-tanda hamil muda, perdarahan pervaginam sedikit,
nyeri/mules, ostium uteri internum tertutup. Pada pemeriksaan USG ditemukan
kantung gestasi utuh. Ini berkembang 20 sampai 25 persen wanita selama
kehamilan awal dan dapat bertahan selama berhari-hari atau berminggu-minggu.
Sekitar setengah dari kehamilan akan diterminasi, meskipun risikonya secara
substansial lebih rendah jika aktivitas jantung janin divisualisasikan.(3,6)
Abortus Inkomplit
Perdarahan terjadi kemudian ketika plasenta, secara keseluruhan atau
sebagian, terlepas dari rahim. Selama aborsi tidak lengkap, os servikalis interna
terbuka dan memungkinkan mengeluarkan darah. Janin dan plasenta dapat tetap
sepenuhnya dalam rahim atau sebagian dapat terlepas melalui os melebar.
Sebelum 10 minggu, janin dan plasenta biasanya dikeluarkan bersama-sama. Pada
beberapa wanita, dilatasi serviks tambahan diperlukan sebelum kuretase
dilakukan. Dalam banyak kasus, mempertahankan jaringan plasenta hanya terletak
longgar dalam kanalis servikalis, memungkinkan ekstraksi mudah dari os
3
eksternal terbuka dengan forsep cincin. Pada wanita klinis stabil, manajemen
hamil dari aborsi yang tidak lengkap juga bisa menjadi pilihan.(6)
Perdarahan dari aborsi yang tidak lengkap dari kehamilan lebih tua
kadang-kadang berat tapi jarang berakibat fatal. Oleh karena itu, pada wanita
dengan kehamilan yang lebih tua atau dengan perdarahan berat, evakuasi segera
dilakukan. Jika ada demam, antibiotik yang tepat diberikan sebelum kuretase.(6)
Abortus Komplit
Abortus Komplit adalah keguguran yang lengkap. Biasanya, riwayat
perdarahan vagina, nyeri perut, dan keluarnya bagian dari jaringan . Setelah keluar
pasien dapat merasakan berkurangnya rasa sakit dan perdarahan vagina secara
signifikan. Pada pemeriksaan ditemukan darah di vagina, ostium serviks tertutup,
dan ditemukan kekakuan pada leher rahim, rahim, adneksa, atau perut. USG
menunjukkan rahim yang kosong.(3)
Abortus Insipiens
Abortus insipens, ditandai dengan perdarahan pervaginam, nyeri/ mules
yang lebih sering dan lebih kuat. Pada pemeriksaan ditemukan serviks sudah
dilatasi namun hasil konsepsi belum ada yang keluar.(3)
Missed abortion
Missed Abortion ketika janin telah mati dalam kandungan (biasanya
beberapa minggu), namun tidak ada usaha dari uterus untuk mengeluarkan hasil
konsepsi. Ditandai dengan perdarahan, keluhan kehamilan hilang, tinggi fundus
uteri menetap bahkan bisa mengecil, pada dilakukan tes kehamilan ditemukan
hasil tes yang negative, kadang disertai flour berwarna coklat. Pada pemeriksaan
USG, ditemukan kesan janin mati.(3)
D. ETIOLOGI
Penyebab keguguran tidak selalu dapat ditentukan. Penyebab paling umum
terhadi pada kehamilan trimester pertama adalah kelainan kromosom, penyakit
kolagen vaskular seperti lupus, diabetes, masalah hormonal lainnya, infeksi, dan
kelainan bawaan (hadir sejak lahir) dari rahim. Kelainan kromosom janin adalah
4
penyebab paling umum dari keguguran awal, termasuk blighted ovum (lihat di
atas). Setiap penyebab akan dijelaskan di bawah ini.(7)
Sebanyak lebih dari 80% abortus spontan terjadi pada awal kehamilan 13
minggu. Sedikitnya setengah dari kejadian akibat kelainan kromosom. Faktor lain
adalah masalah hormonal, infeksi atau kesehatan ibu, proses implantasi hasil
konsepsi kedalam endometrium yang tidak berlangsung secara sempurna, usia
ibu, dan trauma.(6)
Gambar 1. Frekuensi kelainan kromosom dalam abortus dan lahir mati tiap trimester.
Persentase tiap trimester diperlihatkan pada grafik di atas.(6)
1. Genetik
a. Aneuploid
Abnormalitas kromosom yang paling sering adalah memiliki terlalu sedikit
atau terlalu banyak kromosom. Hal ini disebut aneuploid. Aneuploid selalu
dihubungkan dengan kelainan fisik atau mental. Memiliki satu kromosom ekstra
disebut trisomi dan kehilangan satu kromosom disebut monosomi. Jika kromosom
yang berlebih atau hilang adalah autosom (kromosom 1 sampai 22), embrio dapat
mengalami kesulitan implantasi atau perkembangannya terhenti segera setelah
implantasi sehingga dapat mengalami abortus spontan. Jika aneuploidi melibatkan
kromosom 13, 18, 21, X atau Y, embrio dapat berimplantasi dan lahir aterm.
Sindrom down (trisomi 21) adalah adanya tiga kopi kromosom 21. Sindroma
Patau adalah memiliki tiga kopi kromosom 13. Sindroma Edward (trisomi 18)
memiliki tiga kopi kromosom 18. Aneuploidi yang sering terlihat antara lain
5
sindrom Klinefelter dan sindromTurner. Sindrom Klinefelter adalah adanya
kromosom sex ekstra (47, XXY), sedangkan sindrom Turner adalah hilangnya
satu kromosom sex (45XX). Embrio dengan sindrom klinefelter dan turner dapat
mengalami abortus spontan.(6,8,9)
b. Kelainan Struktur Kromosom
Kromosom adalah komponen mikroskopis dari setiap sel dalam tubuh yang
membawa semua dari materi genetik yang menentukan warna rambut, warna
mata, dan penampilan kami secara keseluruhan dan makeup. Kromosom ini
menduplikasi diri mereka sendiri dan membagi berkali-kali selama proses
pembangunan, dan ada banyak poin sepanjang jalan di mana masalah dapat
terjadi. Kelainan genetik tertentu yang dikenal lebih umum pada pasangan yang
mengalami kerugian kehamilan berulang. Sifat-sifat genetik dapat disaring untuk
dengan pemeriksaan darah sebelum mencoba untuk hamil.(7)
Setengah dari keguguran trimester jaringan from1st janin mengandung
kromosom abnormal. Jumlah ini turun menjadi 20% dengan keguguran trimester
2. Dengan kata lain, kromosom abnormal lebih umum dengan 1st trimester
dibandingkan dengan keguguran trimester 2. Keguguran trimester pertama begitu
sangat umum bahwa kecuali mereka terjadi lebih dari sekali, mereka tidak
dianggap "normal" per se. Mereka tidak meminta evaluasi lebih lanjut kecuali
mereka terjadi lebih dari sekali. Sebaliknya, keguguran trimester 2 yang lebih
tidak biasa, dan karena itu mungkin memicu evaluasi bahkan setelah kejadian
pertama. Oleh karena itu jelas bahwa penyebab keguguran tampaknya bervariasi
sesuai dengan trimester.(7)
Kelainan kromosom juga menjadi lebih umum dengan penuaan, dan wanita di
atas usia 35 memiliki tingkat yang lebih tinggi keguguran dibanding wanita muda.
Memajukan usia ibu merupakan faktor risiko yang paling signifikan untuk awal
keguguran pada wanita yang sehat.(7)
Terdapat dua tipe kelainan struktural kromosom, Robertsonian dan translasi
resiprokal. Translokasi timbul ketika bagian-bagian kromosom tersambung
dengan kromosom yang salah.(8)
6
Translokasi Robertsonian
Translokasi Robertsonian adalah bergabungnya kromosom 13, 14, 15, 21,
atau 22. Orang dengan translokasi Robertsonian adalah normal karena mereka
memiliki jumlah material gen yang sesuai. Namun sel sperma dan sel telur dari
individu dengan Robertsonian dapat memiliki materi genetik yang sesuai
(balance) atau memiliki jumlah yang tidak sesuai (unbalance). Jika sel sperma
atau sel telur yang memiliki materi genetik tidak sesuai dibuahi maka hasilnya
adalah embrio memiliki terlalu banyak kopi atau bagian dari satu kromosom dan
terlalu sedikit dari yang lain. Hal ini dapat berakibat terlalu banyak atau terlalu
sedikit gen normal pada sebuah kromosom. Keadaan yang tidak seimbang pada
embrio dapat berujung pada keguguran atau lahirnya bayi hidup dengan kelainan
medis yang berat.(6,8)
Abnormalitas kromosom struktural ditemukan pada 3% abortus yang
abnormal secara sitogenetik. Abnormalitas ini paling banyak diwariskan oleh ibu.
Kelainan kromosom yang ditemukan pada pria membuat rendahnya konsentrasi
sperma dan infertilitas sehingga mengurangi angka kehamilan dan keguguran.(8)
Translasi Resiprokal
Translasi Resiprokal adalah pertukaran material kromosom antara
kromosom yang berlainan. Jika pertukaran ini merusak gen, maka orang ini akan
memiliki penyakit genetik. Bagaimanapun jika jumlah materi genetik yang ada
sama dengan individu normal, maka orang tersebut berada dalam keadaan
seimbang dan normal. Namun sperma atau sel telur dari individu ini dapat
membawa kromosom yang mengalami translasi resiprokal dan dalam resiko
menghasilkan embrio dengan jumlah materi genetik yang tidak seimbang. Seperti
translokasi resiprokal Robertsonian pasangan ini mengalami peningkatan resiko
terhadap abortus berulang atau melahirkan anak dengan kelainan genetik.(8,9)
2. Kelainan Anatomi
Kelainan anatomi uterus dapat mempredisposisi wanita untuk mengalami
masalah reproduksi, termasuk keguguran pada trimester awal dan kedua, kelahiran
prematur dan abnormalitas presentasi fetus. Insidens anomali uterus diperkirakan
1 per 200-600 wanita, tergantung metode yang digunakkan untuk diagnosis.
7
Bagaimanapun abnormalitas uteri terdapat hampir 27% pada wanita dengan
riwayat keguguran.(8,9)
Anatomi abnormal rahim juga dapat menyebabkan keguguran. Pada
beberapa wanita ada dapat menjadi jembatan jaringan (septum rahim), yang
bertindak seperti sebagian dinding membagi rongga rahim menjadi beberapa
bagian. Septum biasanya memiliki suplai darah yang sangat miskin, dan tidak
cocok untuk lampiran plasenta dan pertumbuhan. Oleh karena itu, embrio
menanamkan pada septum akan meningkatkan risiko keguguran.(7)
Kelainan struktural lainnya dapat hasil dari pertumbuhan jinak di rahim
disebut fibroid. Tumor fibroid (leiomyomata) adalah pertumbuhan jinak sel-sel
otot di dalam rahim. Sementara tumor fibroid yang paling tidak menyebabkan
keguguran, (pada kenyataannya, mereka adalah penyebab langka infertilitas),
beberapa dapat mengganggu implantasi embrio dan suplai darah janin, sehingga
menyebabkan keguguran.(7)
a. Defek uterus kongenital
Malformasi kongenital uterus paling umum yang telah dikaitkan dengan
abortus spontan adalah adanya uterus berseptum. Anomali ini terjadi pada awal
kehidupan janin karena tidak lengkapnya reabsorpsi septum di mana dua tanduk
uterus menyatu selama perkembangan. Secara embriologis uterus dan tuba fallopi
disebut sistem Mullerian, mulai keluar sebagai dua struktur berbentuk tanduk
yang terpisah dekat ginjal dan bermigrasi turun ke panggul janin dimana mereka
kemudian bergabung. Daerah dimana mereka bergabung adalah septum yang
terbuat dari jaringan fibrosa yang membentang dari bagian atas uterus hingga
sepertiga atas vagina. Jadi awalnya setelah terjadi fusi mullerian, terdapat septum
besar di semua janin perempuan. Tetapi pada beberapa wanita reabsorpsi septum
ini tidak lengkap dan pada sebagian besar kasus sudah terdapat selaput fibrosa
membentang satu sentimeter atau lebih ke dalam rongga intrauterin. Anomali ini
disebut septa uterus yang berbeda dari uterus bikornu sejati (bertanduk dua) yang
terjadi ketika ada fusi mullerian tidak lengkap. Uterus bikornu sejati biasanya
tidak berkaitan dengan keguguran, namun dikaitkan dengan kelahiran preterm
sementara uterus bersepta tidak terkait dengan kelahiran preterm, tetapi terkait
8
dengan keguguran dan pada beberapa kasus infertilitas. Implantasi dapat
mengalami kesulitan yang kemudian mengarah kepada infertilitas atau keguguran
yang terjadi akibat tidak adanya suplai darah ke septum ini.(8,9)
Kelainan rahim bawaan lain yang terkait dengan abortus dan mungkin
infertilitas adalah rahim berbentuk abnormal yang disebabkan oleh janin wanita
yang terpapar Diethylstilbesterol atau DES, estrogen sintetis yang dikonsumsi
untuk mencegah kelahiran prematur antara 1938 dan 1971. DES mungkin
menyebabkan uterus berbentuk huruf T pada wanita yang ibunya mengkonsumsi
obat ini selama kehamilan. Perempuan yang terkena DES dalam rahim cenderung
memiliki uterus yang lebih kecil (hypoplastic) dari normal. DES juga dikaitkan
dengan kanker serviks. Obat ini ditarik dari pasar pada tahun 1973 dan tidak lagi
diresepkan.(8,9)
Defek uterus secara anatomis termasuk uterus yang berseptum, unikornu,
bikornu, dan didelphik. Jumlah keguguran yang tinggi terdapat pada uterus
bikornu (47%) dibandingkan dengan uterus unikornu (17%), namun keduanya
sering dikaitkan dengan keguguran pada trimester dua dan persalinan preterm.
Wanita dengan uterus unikornu dan didelphik memiliki resiko tinggi untuk
kelahiran abnormal, sementara wanita dengan uterus berseptum memiliki 26%
resiko untuk mengalami keguguran.(6)
Gambar 2. A. Uterus duplex unicollis. B. Uterus duplex dengan double vagina. C. Uterus
didelphys. D. Uterus berseptumdengan single vagina. E. Uterus subseptus. F. Uterus arcuatus. G.
Uterus unicornis dengan rudimentary contralateral hemiuterus.(9)
9
b. Anomali Yang Didapat
Kelainan anatomi yang didapat berkaitan dengan abortus adalah lesi yang
sudah muncul sejak lahir. Kelainan ini melibatkan lesi yang meningkatkan atau
mengurangi konfigurasi intra-uterin. Lesi ini termasuk.(9)
- Adhesi Intrauterin
Trauma intra uterin akibat kuretase yang berlebihan atau endometritis
postabortus adalah penyebab tersering untuk terjadinya perlekatan. Sinekia
intrauterin atau sindrom Asherman adalah defek uterus didapat yang telah
dikaitkan dengan RPL. Keparahan pelekatan dapat berkisar dari minimal hingga
ablasi komplit rongga endometrium. Pelekatan ini dianggap mengurangi volume
rongga rahim, dan mungkin mengganggu plasentasi normal sehingga
mengakibatkan keguguran. Reproduksi wanita dengan sindrom Asherman
umumnya buruk. Tanpa terapi sekitar 40% kehamilan pada wanita ini berakhir
dengan aborsi spontan dan lainnya 23% mengakibatkan kelahiran preterm.(8,9)
- Abnormalitas Kavum Uteri
Kelainan rongga intrauterin, seperti leiomyoma dan polip dapat
berkontribusi untuk terjadinya abortus. Mioma adalah tumor jinak yang paling
umum pada wanita usia reproduksi, mempengaruhi 20-50% dari populasi ini.
Dikelompokkan berdasarkan lokasi anatomi dalam rahim dan dapat digambarkan
sebagai subserosa, intramural, dan submukosa. Fibroid dianggap subserosa jika
berada di bawah serosa dan jika kurang dari 50% dari tumor ditemukan menonjol
keluar dari permukaan serosa. Jika kurang dari 50% menonjol dan jika fibroid
terletak di myometrium dianggap intramural. Fibroid submukosa menonjol ke
dalam rongga rahim dan terletak berdekatan dengan endometrium.(8,9)
Terdapat beberapa hipotesis mengenai bagaimana fibroid mungkin
berkaitan dengan RPL. Tergantung pada ukuran fibroid dan lokasi, mungkin dapat
merusak sebagian atau mengubah kontur rongga intrauterin. Juga memberikan
vaskularisasi endometrium yang buruk untuk implantasi atau perkembangan
plasenta. Fibroid dan polip uteri mungkin menyebabkan endometritis subakut dan
oleh karena itu merusak migrasi sperma, sel telur, atau embrio. Sampai sekarang
diyakini bahwa hanya leiomioma submukosa yang harus dilakukan pembedahan
10
untuk upaya kehamilan. Namun, beberapa penelitian terbaru yang menyelidiki
tingkat implantasi pada wanita yang menjalani fertilisasi in vitro jelas telah
menunjukkan penurunan implantasi dengan adanya mioma intramural dalam
kisaran 30 mm.(8,9)
Dalam sebuah studi retrospektif, Li dkk menyimpulkan bahwa fibroid
uterus berkaitan dengan keguguran dengan menentukan bahwa wanita dengan
fibroid memiliki tingkat keguguran 60%, yang setelah miomektomi berkurang
hingga 24%. Demikian pula dalam studi retrospektif lain, Marchionni dkk
mengevaluasi 72 pasien dengan infertilitas dan mioma intramural dan subserosal
yang menjalani miomektomi. Mayoritas subyek memiliki satu hingga lima
mioma, ukuran berkisar dari 3 sampai 8 cm. Perbedaan yang signifikan secara
statistik ditemukan antara konsepsi sebelum operasi dan paskaoperasi tingkat
(28% dibanding 70%), tingkat kelahiran hidup (30% dibanding 75%) dan tingkat
keguguran (69% dibanding 25%). Para penulis berkomentar bahwa miomektomi
meningkatkan kemampuan reproduksi dalam penelitian ini, terutama jika mioma
tunggal telah dihilangkan dan ukuran mioma maupun lokasi adalah faktor penting
yang mengganggu kehamilan.(8,9)
- Inkompetensi Serviks
Diagnosis ditegakkan berdasarkan riwayat obstetri dari adanya keguguran
berulang pada trimester kedua atau ketiga awal, setelah terjadinya dilatasi serviks
yang tanpa rasa nyeri, prolaps, atau ruptur dari membran mengakibatkan
ketidakmampuan servik uterus untuk mempertahankan kehamilandan ekspulsi
dari fetus hidup dengan aktivitas uterus yang minimal. Dengan tidak adanya
keguguran berulang, insufisiensi serviks sering digunakan sebagai diagnosis kerja
berdasarkan kejadian tunggal dimana memiliki karakteristik yang sama setelah
mengecualikan kausa lain yang mungkin. Tanpa adanya keguguran pada trimester
kedua atau ketiga, tidak dibenarkan untuk menggunakan istilah insufisiensi
serviks jika hanya dihubungkan dengan serviks yang pendek atau pernah
mengalami trauma.Inkompetensi serviks sering menyebabkan keguguran pada
triwulan kedua. Mungkin terkait dengan kelainan bawaan seperti serviks yang
berseptum atau bikornu. Lebih jarang mungkin sebagai akibat paparan terhadap
11
DES. Namun kebanyakan merupakan kasus yang terjadi sebagai akibat dari
trauma misalnya akibat operasi.(9)
Gambar 3.Inkompetensi Serviks (9)
3. Infeksi
Infeksi saluran reproduksi telah dikaitkan dengan terjadinya abortus.
Mikoplasma, Ureaplasma, Klamidia, dan Streptococcus grup B telah diteliti
secara ekstensif. Bakterial vaginosis juga telah dikaitkan dengan abortus setelah
12 minggu kehamilan. Namun, studi prospektif yang melibatkan 70 pasien dengan
abortus tidak menemukan korelasi antara infeksi saat ini atau yang lalu dengan
salah satu bakteri ini.(9)
Virus tertentu juga telah dikaitkan dengan abortus, termasuk virus herpes
simplex (HSV) dan sitomegalovirus, yang secara langsung dapat menginfeksi
plasenta. Virus ini mungkin terlibat dalam gangguan pertumbuhan intrauterin,
ruptur prematur membran, dan kelahiran prematur, tapi peran mereka dalam
abortus masih spekulatif. Kondisi peradangan yang dikenal sebagai endometritis
yaitu adalah peradangan endometrium atau lapisan rahim juga telah dikaitkan
dengan infertilitas dan abortus. Endometritis dapat disebabkan oleh infeksi yang
baru atau di masa lalu. Apakah infeksi kronis adalah penyebab abortus secara
tepatnya tidak diketahui. Individu yang memiliki kerentanan terhadap infeksi
organisme mungkin menjadi faktor penentu dalam terjadinya abortus. Faktor lain
yang mungkin meliputi.(9)
12
Paparan infeksi selama awal kehamilan
Kemampuan agen menyebabkan infeksi uterus dan plasenta
Perkembangan tingkat infeksi
Keadaan imun orang yang terinfeksi
4. Kausa endokrin
Ovulasi, implantasi, dan tahap awal kehamilan tergantung pada sistem
regulasi endokrin maternal yang baik. Banyak perhatian yang diberikan terhadap
kelainan endokrin sistemik, abnormalitas fase luteal dan hormonal setelah
pembuahan, terutama kadar progesteron pada awal kehamilan.(8,9)
- Diabetes Mellitus
Wanita dengan diabetes mellitus yang memiliki kontrol metabolik yang
baik kecenderungan untuk mengalami aborsi sama saja dengan wanita normal
tanpa diabetes. Tetapi pada wanita dengan diabetes yang tidak terkontrol, secara
signifikan memiliki kecenderungan untuk keguguran atau terjadinya malformasi
fetus. Jumlah aborsi spontan meningkat 2-3 kali lipat pada wanita ini
dibandingkan dengan populasi secara umum. satu masalah yang paling penting
dari ibu dengan diabetes adalah ketoasidosis, dimana terdapat peningkatan
keasaman pada darah ibu. Kematian fetus meningkat sampai 50% dari kelainan
ini. Skrining untuk diabetes yang tidak terlihat pada wanita yang tidak mengalami
gejala tidak diperlukan. Kecuali jika pasien datang dengan meningkatnya GDS
atau memperlihatkan tanda lain dari DM atau adanya keguguran yang tidak dapat
dijelaskan pada trimester kedua.(9,10)
- Hipotiroid
Hipotiroid pada ibu dapat meningkatkan resiko pada kehamilan.
Hipotiroid yang tidak diobati berkaitan dengan resiko preeklampsia, bblr, abrupsi
plasenta, keguguran dan mortalitas perinatal. Baru-baru ini Idris dkk menemukan
bahwa hipotiroid (yang ditandakan oleh meningkatnya TSH serum)
meningkatkan jumlah persalinan dengan seksio sesarea. Peningkatan serum TSH
pada trimester kedua juga berhubungan dengan peningkatan jumlah kematian
janin setelah 16 minggu usia kehamilan.(9)
- Level Progesteron Yang Rendah
13
Progesteron adalah faktor penting yang bertanggung jawab untuk
differensiasi endometrium yang berploriferasi menuju fase sekretori, memberikan
kesiapan bagi endometrium untuk implantasi. Level progesteron yang rendah
telah diasumsikan berhubungan dengan kejadian abortus. Dukungan korpus
luteum sangat berfungsi penting sampai paling tidak umur kehamilan7 minggu,
pada waktu dimana trofoblast plasenta memiliki kemampuan steroidgenik yang
mampu mendukung kelangsungan kehamilan. Pada pasien yang korpus luteumnya
hilang sebelum kehamilan 7 minggu, dapat berakibat abortus. Jika progesteron
diberikan pada pasien ini maka kehamilan kemungkinan dapat dipertahankan.
Penelitian terakhir dengan RU486 (sebuah antiprogestin) telah menunjukkan
bahwa perlakuan ini dapat secara efektif menghentikan kehamilan sampai 56 hari
dari menstruasi periode terakhir.(10)
- Defek Fase Luteal
Fase luteal normal dicirikan oleh produksi hormon yang memadai oleh
korpus luteum dan respon yang adekuat dari endometrium terhadap hormon ini.
Teori untuk defek fase luteal meliputi perkembangan folikular yang terganggu,
penurunan produksi progesteron oleh korpus luteum, dan disfungsi endometrium
dalam menanggapi progesteron yang terbentuk. Metode yang digunakan untuk
mendiagnosis defek fase luteal antara lain pengukuran suhu basal, evaluasi
konsentrasi progesteron, dan pemeriksaan histologi dari biopsi endometrium.(9,10)
Kriteria standar dalam diagnosis LPD adalah karakteristik histologis dari
biopsi endometrium pada fase luteal yang dua hari lebih lambat daripada normal.
Bagaimanapun karena belum terdapat metode yang baik dalam mendiagnosis
kelainan ini maka terjadi kontroversi pada defenisi maupun diagnosisnya sendiri.
Banyak bias dalam penelitian yang terjadi karena seringnya menggunakan periode
menstruasi yang berikutnya sebagai patokan kapan wanita tersebut akan
berovulasi, dengan mengasumsikan siklus normal 28 hari.(9,10)
- Sindroma Ovarium Polikistik
Diperkirakan yang 40% kehamilan pada wanita dengan PCOS akan
berakhir pada keguguran.PCOS adalah gangguan yang kompleks yang melibatkan
interaksi antara pankreas, hipotalamus / pituitary, indung telur, hati, dan jaringan
14
adiposa. Perempuan dengan PCOS umumnya memperlihatkan menstruasi yang
tidak teratur, obesitas, bukti laboratorium dari peningkatan androgen, peningkatan
kadar LH, resistensi insulin, dan hyperinsulinemia. Tidak semua wanita dengan
PCOS menampilkan semua kelainan inidan fenotip gangguan ini merupakan hasil
dari kombinasi bermacam etiologi dan kelainan. Menariknya, wanita dengan
PCOS memiliki prevalensi autoimmunitas tiroid tiga kali lipat lebih tinggi bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol.(8,9)
5. Faktor imunologi
Yetman dan Kutteh melaporkan bahwa sekitar 15% dari 1000 wanita
dengan abortus memiliki faktor autoimun. Terdapat dua patofisiologi primer yang
menjelaskan kejadian tersebut yaitu teori autoimun (imunitas yang menyerang diri
sendiri) dan teori alloimun (imunitas yang menyerang pihak lain).(9)
a. Faktor autoimun
Abortus lebih sering terjadi pada wanita dengan SLE. Kebanyakan dari
wanita tersebut memiliki antibodi antifosfolipid yang merupakan kelompok
autoantibodi yang mengikat fosfolipid muatan negatif, phospholipids-binding
proteins, atau kombinasi keduanya. Antibodi tersebut dapat juga ditemukan pada
wanita tanpa lupus. Memang pada lebih dari 5% wanita dengan kehamilan
normal, lupus antikoagulan (LAC), dan antibodi antikardiolipin (ACA)
berhubungan dengan gangguan kehamilan berat. Dibandingkan dengan kejadian
abortus, LAC, dan ACA lebih banyak dihubungkan dengan kematian fetus setelah
pertengahan trimester kehamilan. Oleh sebab itu, kematian fetus merupakan salah
satu kriteria diagnosis sindrom antifosfolipid. Wanita yang memiliki riwayat
abortus dan kadar antibodi yang tinggi mungkin berpotensi mengalami abortus
sekitar 70%.(9,10)
- Sindrom Antibodi Antiphospholipid (APS)
Abortus berkaitan dengan beberapa penyakit autoimun. Salah satu dari
penyakit itu adalah sindrom antibodi antiphospholipid (APS), juga dikenal sebagai
sindrom lupus antikoagulan dan sindrom Hugh. Kelainan ini dicirikan oleh
adanya antibodi APL, yang mana sering berhubungan dengan keguguran pada
masa preembrionik (<6 minggu), embrionik (6-9 minggu), dan fetal (≥ 10
15
minggu). 10-20% wanita dengan keguguran dini memiliki antibodi
antiphospholipid yang positif.(10)
Tiga kelas antibodi APL yang signifikan telah diidentifikasi :
antikardiolipin(aCL), Lupus antikoagulan (LAC), dan antibodi anti β2
glycoprotein I. APS didiagnosis ketika didapatkan temuan medis, obstetris, dan
laboratorium. Diagnosis APS membutuhkan adanya paling tidak satu kriteria
klinis dan paling tidak satu kriteria laboratorium.(10)
a. Kriteria klinis(9,10)
Thrombosis vaskular
Terdapat satu atau lebih episode trombosis di arteri, vena atau
pembuluh darah kecil, di jaringan atau organ. Diagnosis trombosis
menggunakan pemeriksaan radiologi, pemeriksaan doppler atau
histopatologi.
Morbiditas kehamilan
- 3 atau lebih keguguran yang berurutan tanpa kausa anatomis, genetik,
dan hormonal sebelum usia kehamilan 10 minggu.
- Satu atau lebih kematian kematian pada fetus yang telah memiliki
morfologi normal pada atau setelah 10 minggu umur kehamilan.
- Satu atau lebih kelahiran prematur pada neonatus dengan morfologi
normal pada atau sebelum 34 minggu kehamilan yang berkaitan
dengan preeklamsia berat atau insufisiensi plasenta berat.
b. Kriteria laboratorium(9,10)
aCL : terdapatnya isotipe imunoglobulin G (IgG) dan / atau
imunoglobulin M (IgM) dalam titer yang tiggi atau sedang pada 2 atau
lebih waktu, yang berjarak 6 minggu atau lebih.
Koagulasi phospholipid dependent yang memanjang pada tes skrining.
Kegagalan untuk memperbaiki hasil tes yang memanjang dengan
mencampur plasma sampel dengan platelet yang normal.
Pemendekan atau perbaikan hasil skrining yang memanjang dengan
menambahkan banyak phospolipid.
16
Ekslusi dari faktor penyebab koagulopati yang lain (mis: inhibitor faktor
VIII) dan penggunaan heparin.
Antibodi ini dapat ditunjukkan dengan enzym linked immunosorbent
assay (ELISA) atau jika pada tes koagulasi untuk LAC positif. Pasien
dengan kombinasi titer APLA yang tinggi dan isotipe IgG memiliki
prognosis yang lebih buruk dibandingkan dengan mereka yang
kombinasi APLA rendah dan titer isotipe IgM. Namun jenis APLA (aCL,
LAC, atau anti-beta-2 glikoprotein I) tidak mempengaruhi
prognosis.APLAs ditemukan pada kurang dari 2% wanita hamil yang
sehat, pada kurang dari 20% dari wanita hamil dengan abortus, dan lebih
dari 33% wanita dengan sistemik lupus eritematosus (SLE).
- Sistemik Lupus Eritematosus
Sistemik lupus eritematosus (SLE) adalah penyakit yang sejauh ini
berkaitan dengam APS. Pasien dengan SLE memiliki 12-30% prevalensi antibodi
ACL, dan 15-34% antibodi LAC. SLE sebagaimana hubungannya dengan
antibodi antiphospholipid telah dikaitkan dengan meningkatnya jumlah
keguguran. Tiga faktor yang prediktif terhadap kehamilan pasien dengan lupus
eritematosus.(6)
Penyakit sebelum pembuahan
Onset SLE selama kehamilan
Penyakit ginjal
Kelainan obstetri dan medis yang terkait dengan APLA sebagai berikut1
o Preeklamsia
o Gangguan perkembangan janin dalam rahim
o Tidak normalnya denyut jantung janin
o Kelahiran preterm
b. Faktor Alloimun
Kehamilan yang normal memerlukan pembentukan faktor yang mencegah
rejeksi maternal terhadap antigen asing fetus yang diperoleh secara paternal.
Seorang wanita tidak akan menghasilkan faktor penghambat serum ini jika dia
memiliki HLA yang mirip dengan suaminya. Gangguan alloimun lainnya juga
17
menyebabkan abortus temasuk perubahan aktivitas sel NK dan peningkatan
antibodi limfositotoksik. Berbagai terapi untuk memperbaiki gangguan ini telah
disarankan untuk dilakukan termasuk imunisasi dengan menggunakan sel
paternal, third party donor leukocytes, infus membran trofoblast dan
immunoglobulin intravena. Kebanyakan dari terapi imunologi ini membahayakan
pasien sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Salah satu terapi yang mungkin
dapat dilakukan adalah terapi immunoglobulin intravena.(6,10)
6. Defek hematologis
a. Perubahan hematologis dan kehamilan
Banyak abortus dicirikan oleh adanya defek pada plasentasi dan
mikrotrombi pada vaskularisasi plasenta. Sebagai tambahan, beberapa kelainan
yang diturunkan yang merupakan predisposisi untuk timbulnya trombus pada
pembuluh darah vena dan arteri digolongkan sebagai penyebab thrombophilik
untuk abortus. Beberapa komponen jalur koagulasi dan fibrinolitik penting untuk
implantasi embrionik, implantasi trofoblas dan plasentasi.(6)
b. Kehamilan normal dikaitkan dengan keadaan hiperkoagulasi
Pada kehamilan normal terdapat peningkatan level prokoagulan seperti
faktor VII, VIII, X, dan fibrinogen, timbul paling cepat pada minggu 12 gestasi.
Walapun demikian trombogenitas ini tidak diimbangi oleh peningkatan
antikoagulan alami (antitrombin III, protein C dan S). Faktanya kadar protein S
menurun sebanyak 40-50% sementara antitrombin III dan protein C cenderung
konstan.(6,10)
Aktivitas fibrinolitik juga menurun, dengan peningkatan progresif level
dari plasminogen activator inhibitor-1 (PAI-1), yang diproduksi oleh sel endotel,
dan plasminogen aktivator inhibitor-2 (PAI-2), diproduksi oleh trofoblas selama
kehamilan. Efek dari PAI-1 dan PAI-2 dilokalisasikan pada trofoblas invasif yang
tampaknya diregulasi oleh keseimbangan antara aktivator plasminogen dan
inaktivatornya. Aktivasi platelet dan meningkatnya produksi tromboksan
sebagaimana menurunnya sensitivitas terhadap efek antiagregasi dari prostasiklin
meningkatkan status prothrombin pada kehamilan. Vasorelaksasi dan akibat dari
stasis aliran darah vena lebih jauh memicu koagulasi.(11)
18
Urokinase plasminogen aktivator (uPA), yang aktif selama jangka waktu
implantasi, memicu produksi lokal dari plasmin, yang kemudian mengkatalisasi
penghancuran matriks ekstraselular dan memfasilitasi implantasi. uPA juga
ditemukan pada sinus-sinus vena maternal dan dengan demikian memainkan
peranan dalam mempertahankan patensi chanel ini. Reseptor uPA juga
diekspresikan pada sel trofoblast trimester pertama, bekerja untuk membatasi
deposisi fibrin pada ruang intervilli.(6)
c. Perubahan yang berkaitan dengan kehamilan abnormal
Gestasi yang abnormal berkaitan dengan beberapa faktor misalnya sitokin
yang dapat merubah endotel yang thromboresistan menjadi lebih thrombogenik.
Gestasi yang abnormal memiliki distribusi fibrin yang abnormal pada villi
korionik yang membuat kontak allogenik ke jaringan maternal. Sel endotel pada
daerah ini kurang baik dalam perannya pada jalur antikoagulan thrombin-
thrombomodulin, membuat daerah ini lebih cenderung untuk terbentuk bekuan
darah. Defek dari invasi trofoblas pada arteri spiralis ditemukan pada biopsi
bantalan plasenta yang dilakukan pada wanita setelah keguguran dan pada pasien
yang preeklamsia atau gangguan pertumbuhan janin dalam rahim.(6)
Studi besar yang dilakukan pada 116 wanita yang tidak hamil dengan
abortus yang hasil tesnya negatif untuk LAC dan aCLS menunjukkan bahwa 64%
paling tidak punya 1 kelainan fibrinolisis kebanyakan pada tingginya level PAI-1.
Tidak ada defek yang ditemukan pada kelompok kontrol, yang terdiri dari 90
wanita subur tanpa riwayat keguguran. Pada tahun 1994 Patrassi dkk menemukan
bahwa 67% pasien, tanpa memandang bahwa mereka memiliki aCL positif atau
tidak terdapat defek pada jalur fibrinolitik mereka.(6)
d. Resistensi terhadap proteinC aktif (faktor V Leiden)
Faktor V adalah faktor koagulasi yang secara normal dibatasi dan
dinonaktifkan oleh protein C aktif (APC). Pasien dengan mutasi pada gen yang
mengkode produksi faktor V mengakibatkan produksi faktor 5 yang abnormal
(disebut faktor V Leiden) yang resisten terhadap inaktivasi APC, berakibat
meningkatnya produksi trombin dan status hiperkoagulasi. Gen yang bermutasi ini
diwariskan sebagai gen autosom dominan dan penyebab tersering dari
19
thrombophilia familial dengan prevalensi 3-5% dari populasi umum. Pada pasien
dengan riwayat trombosis vena rasio prevalensinya mencapai 40%. (6)
e. Metabolisme Abnormal Dari Homosistein
Homosistein adalah asam amino yang dibentuk selama konversi metionin
menjadi sistein. Hiperhomosisteinemia dapat terjadi kongenital atau didapat,
berkaitan dengan trombosis dan penyakit pembuluh darah. Kondisi ini juga
berhubungan dengan keguguran. Dalam sebuah studi, 21% wanita dengan riwayat
peningkatan homosistein mengalami keguguran berulang. Dalam kelainan gen
diwariskan dalam bentuk autosomal resesif. Sedangkan dalam bentuk yang
didapat terjadi karena adanya defesiensi asam folat. Bagi pasien ini, pemberian
asam folat membantu peningkatan level homosistein dalam beberapa hari.(6)
E. GAMBARAN KLINIS
Perdarahan dan kram vagina adalah gejala yang paling umum dengan
melihat aborsi spontan. The kram dan pendarahan mungkin sangat ringan, sedang,
atau berat. Tidak ada pola tertentu untuk berapa lama gejala akan berlangsung.
Perdarahan vagina selama awal kehamilan sering disebut sebagai "aborsi
terancam." Aborsi mengancam Istilah ini digunakan karena keguguran tidak selalu
mengikuti perdarahan vagina pada awal kehamilan, bahkan setelah episode
berulang atau dalam jumlah besar perdarahan. Penelitian telah menunjukkan
bahwa 90% sampai 96% dari kehamilan dengan menunjukkan aktivitas jantung
janin yang mengakibatkan perdarahan vagina pada 7 sampai 11 minggu
kehamilan akan mengakibatkan kehamilan yang sedang berlangsung.(7)
F. PEMERIKSAAN
1. Anamnesis
Dokter harus mengevaluasi keguguran sebelumnya, khususnya yang
berkaitan dengan usia kehamilan saat konsepsus mati. Riwayat medis dan obstetri
harus mencakup pada ada tidaknya setiap gambaran yang sugestif untuk
antiphospholipid sindrom ( misalnya riwayat trombosis atau kematian janin) atau
kemungkinan malformasi uterus (misalnya, presentasi bokong). Diabetes yang
kurang terkontrol atau penyakit tiroid, obesitas, merokok, alkohol, dan konsumsi
kafein mungkin terkait dengan abortus. (1,10)
20
Diagnosis inkompetensi serviks sering dibuat berdasarkan anamnesis,
dimana jika didapatkan 1 kali atau lebih riwayat abortus pada trimester kedua,
riwayat persalinan prematurus dini, riwayat terminasi kehamilan pervaginam pada
trimester pertama dengan dilatasi lebar pada serviks, riwayat laserasi pada serviks
akibat tindakan obstetri maupun ginekologi. Akan tetapi riwayat tersebut bukan
merupakan kriteria absolut untuk diagnosis.(1)
2. Pemeriksaan Fisis
Evaluasi pembesaran thyroid, evaluasi terhadap mamma untuk melihat
adanya galaktorrhea, dan pemeriksaan adanya hirsutisme, dapat menunjukkan
disfungsi tiroid pada pasien atau hiperprolaktinemia. Pemeriksaan pelvis harus
mencakup evaluasi terhadap leher rahim jika pasien yang mungkin telah terpapar
DES atau memiliki riwayat operasi serviks rahim atau operasi. Uterus yang
membesar mungkin berhubungan dengan fibroid, dan ovarium yang membesar
dapat mengindikasikan sindrom ovarium polikistik.(10)
Pada inkompetensi serviks pemeriksaan seri oleh klinikus yang sama sangat
penting artinya. Dilatasi serviks yang lebih dari 50% tanpa adanya tanda-tanda
persalinan preterm merupakan kriteria diagnostik yang lazim digunakan. Pada
kehamilan trimester kedua, terlihat adanya kulit ketuban menonjol tanpa adanya
tanda-tanda persalinan preterm sangat mendukung adanya serviks inkompeten.(9)
3. Pemeriksaan Penunjang
Ultrasound:(5)
Sebagian besar wanita akan membutuhkan USG transvaginal (TVS) dan
98% dari keguguran lengkap dapat didiagnosis dengan cara ini.
Sejumlah perempuan dengan tes kehamilan positif, tidak ada tanda-tanda
kehamilan intrauterin atau ekstrauterin atau tanpa produk konsepsi. Jumlah
tersebut dapat dikurangi dengan pelatihan peningkatan ultrasonographers. Kasus-
kasus seperti ini kadang-kadang disebut 'kehamilan lokasi yang tidak diketahui'.
Sekitar 10% lebih dari perempuan akan memiliki kantung intrauterin
diameter <20 mm berarti tanpa kantung kuning telur atau janin yang jelas, atau
echocardiography janin <6 mm, panjang tanpa aktivitas jantung janin yang jelas.
Ini disebut 'kehamilan viabilitas pasti'. Scan ulang pada interval minimal satu
21
minggu akan diminta untuk mengkonfirmasi. USG perut kadang-kadang
diperlukan sebagai tambahan untuk TVS.
HCG Serum:(5)
Urine berbasis tes hCG dapat digunakan di sebagian besar wanita
menghadiri Epau. Penggunaan utama dari tes ini adalah untuk mengecualikan
kehamilan ektopik pada wanita dengan keguguran lengkap (atau kehamilan lokasi
yang tidak diketahui), ditentukan oleh Tes USG.
Serial akan sering diperlukan. Pada tingkat atas 1500 IU / L kehamilan
ektopik biasanya akan terlihat dengan TVS. Tingkat bawah 1000 IU / L yang
terlihat pada kehamilan dari lokasi yang tidak diketahui atau menyelesaikan
keguguran namun peningkatan pesat (sering dua kali lipat tingkat awal) sangat
curiga terhadap kehamilan ektopik.
Langka dari hCG mengangkat juga harus diingat, termasuk penyakit
trofoblas gestasional atau kuman sel tumor kranial, yang harus dipertimbangkan.
Serum progesteron:(5)
- Ini bisa menjadi tambahan membantu ketika USG menunjukkan
kehamilan dari lokasi yang tidak diketahui.
- tingkat di bawah 25 nmol / L menunjukkan kehamilan non-layak.
- tingkat di atas 25 nmol / L cenderung menunjukkan kehamilan yang layak.
- Jika level di atas 60 nmol / L, kehamilan normal adalah sangat mungkin.
- tingkat di bawah 20 nmol / L menunjukkan bahwa kehamilan lokasi yang
tidak diketahui adalah resorbing spontan dan ini dapat membantu untuk
mengkonfirmasi apakah manajemen hamil cukup atau apakah evakuasi
uterus harus dipertimbangkan.
- kadar progesteron serum dalam diri mereka sendiri tidak diagnostik dan
perlu didukung oleh tes lain seperti hCGs serial dan USG.
Pemeriksaan histologi jaringan janin: jika wanita keguguran bayi di
rumah, setiap jaringan lulus harus dikirim untuk mengkonfirmasi bahwa
itu adalah janin berasal dari, untuk mengecualikan kehamilan ektopik dan
penyakit trofoblas gestasional.
22
G. PENATALAKSANAAN
Terapi harus didasarkan pada hasil pemeriksaan dan sesuai dengan jenis-jenis
abortus spontan.
No. Jenis-jenis Abortus Spontan Penatalaksanaan 1. Abortus Iminen Tirah baring minimal 2X24 jam
Fenobarbital 3X30 mg/hari kalauPerlu
2. Abortus inkomplit Perbaiki keadaan umum Kosongkan uterus dengan kuret Amoxycillin 3X500mg/5-7 hari/oral Metyhl ergometrin 3X1/oral/5 hari Hematinik
3. Abortus komplit Methyl ergometrin 3X1/hari Hematinik
4. Abortus insipiens Kehamilan > 12 minggu biladiterapi sesuai abortus komplit,bilainkomplit di terapi sesuaiab.inkomplit Kehamilan < 12 minggu bilakomplit diterapi sesuai abortuskomplit, bila inkomplit diterapisesuai ab. Inkomplit
5. Missed Abortion Periksa CT,BT, Trombosit,Fibrinogen,Hb dan leukosit normal,transfusi darah Dilatasi serviks Bila kehamilan < 12 minggulakukan kuret Bila kehamilan > 12 minggudiberikan tetesan Oksitosin 20 -30udalam 500cc Dextrose 5% mulai20 tetes/menit bila tidak timbulkontraksi uterus, dosis dinaikkan10 u tiap 30 menit tanpa mengubahkecepatan tetesan sampai timbulkontraksi uterus dan inidipertahankan, dosis tertinggi 140 u Bila dengan dosis tersebut tidakberhasil,diulangi lagi setelahistirahat 24 - 48 jam.
6. Abortus Septik Periksa biakan darah dan teskepekaan Procaine PenicillineG 10 juta
23
unit/6 jam im Streptomycin 0,5 gr/12jam IM Metronidazol 0,5gr/infusdilanjutkan 1 gr/oral, kemudian 3 X0,5 gr/oral/hari ( 5 hari ) Bila perdarahan terus, segera kuret Bila tidak berdarah,kuret 6 jamsetelah pemberian obat Dilakukan histerektomi total bilagagal kuret, infeksi oleh Cl.Welchii, ada tanda- tanda perforasiuterus, kerusakan alat abdomen.(6)
a. Terapi anomali uterus
Kebanyakan ahli merekomendasikan reseksi dengan histeroskopi dari
septum uteri pada wanita dengan abortus, rekomendasi ini berdasarkan data
retrospektif tidak terkontrol dan studi-studi kasus. Namun, data uji coba yang
didesain dengan baik dan mendukung praktik ini sangat kurang, septum juga
terdeteksi pada wanita dengan kehamilan normal.(12)
Reseksi histeroskopi dari adhesi intrauterin dan septum uteri
dilakukan hanya jika kelainan ini teridentifikasi. Miomektomi dilakukan jika
terdapat fibroid submukosa atau fibroid apapun yang lebih besar dari 5 cm.(9,11)
b. Insufisiensi serviks
Setelah dikonfirmasi, inkompetensi serviks diatasi dengan pembuatan
serklase dimana dilakukan tindakan operasi memperkuat kelemahan serviks
dengan jahitan melingkar.(6)
Gambar 4. Teknik serklase 1
24
Gambar 5. Menunjukkan tigatingkat utama/jenis serklase : (1) serklase transvaginal biasanya di persimpangan dari leher
rahim dan forniks, (2) serklase transvaginal tinggi setelah membuka forniks dan (3) serklase transabdominal di level
ostium uteri internal. Tingkat efektivitas serklase ini belum secara sistematis dipelajari . Dari sudut pandang / klinis
mekanis, serklaseservikoisthmik lebih unggul dibanding serklases lain karena dijahit pada tingkat internal os servikalis dan
karena itu mencegah funneling (pembukaan kanalis servikalis dari internal os ).(6)
Prosedur Serklase
- Teknik McDonalds
Gambar 6. Prosedur Serklase McDonald untuk inkompetensi serviks. A. Dimulai dari prosedur serklase
dengan suture monofilamen nomor 2 yang ditempatkan dalam korpus dari serviks sangat dekat tingkat ostium
interna. B. Melanjutkan jahitan dalam tubuh serviks untuk melingkari ostium. C. penyelesaian lingkaran. D.
suture diperketat di kanalserviks cukup untuk mengurangi diameter kanal sebesar 5-10 mm, dan kemudian
suture diikat.(6)
25
- Teknik Modifikasi Shirodkar
Gambar 7. Teknik Modifikasi Shirodkar(6)
c. Intervensi genetik
Pasangan yang mengalami keguguran oleh karena aneuploidi dapat
menjalani fertilisasi in vitro. Blastosit kemudian dievaluasi dan diimplantasi
hanya jika secara kromosom normal.(10)
d. Terapi DM dan Hipotiroid
Hipotiroid dapat diterapi dengan pergantian hormon. Sementara pasien
dengan diabetes dilakukan kontrol terhadap glukosa darah.(12)
H. KOMPLIKASI
Aborsi septik:(5)
Hal ini biasanya menyajikan dengan keputihan berbau busuk merah muda
dan demam (80% dari kasus-kasus di mana infeksi terbatas pada desidua).
26
Dalam bentuk yang lebih parah yang menyebar ke dinding rahim, ada
perut lembut rendah dan rahim, berlumpur lembut. Takikardia biasanya
hadir. Kadang-kadang, shock dan koagulasi intravaskular diseminata
mungkin terjadi.
Ambil swab vagina / serviks tinggi untuk budaya. Jika ada suhu di atas
38,4 ° C, mengirim darah untuk kultur.
Sebagian besar kasus disebabkan oleh infeksi dengan bakteri Escherichia
coli, streptokokus dan / atau anaerob. Mulai metronidazole dengan
antibiotik spektrum luas, misalnya co-amoxiclav. Jika perlu, memodifikasi
perawatan sesuai dengan sensitivitas.
Evakuasi isi rahim 12 jam kemudian (setelah pasien telah stabil), atau
lebih awal jika pendarahan parah.
Histerektomi mungkin diperlukan jika infeksi tidak terkendali.
Perdarahan biasanya berhenti setelah aborsi selesai dalam waktu 10 hari.
Jika bagian dari plasenta tetap, perdarahan dapat terus dengan kram.
Konfirmasikan dengan USG, kuret lagi dan mengirim jaringan untuk
histopatologi, untuk mengecualikan koriokarsinoma.(5)
I. PROGNOSIS
Prognosis individu tergantung dari kausa yang mendasari. Koreksi
kelainan endokrin, APA, dan anomali anatomi memiliki tingkat kesuksesan paling
tinggi, paling kurang 60-90%. Pasien dengan kelainan sitogenetik tingkat
keberhasilan berkisar 20-80% tergantung dari tipe kelainan yang ada. Secara
keseluruhan abortus dapat diterapi.(12)
J. PREVENTIF
Banyak keguguran yang disebabkan oleh penyakit tubuh-lebar (sistemik)
dapat dicegah dengan mendeteksi dan mengobati penyakit sebelum kehamilan
terjadi. Keguguran cenderung jika Anda menerima lebih awal, perawatan
kehamilan yang komprehensif dan menghindari bahaya lingkungan, seperti: x-ray,
obat-obatan dan alkohol, kadar kafein yang tinggi, dan penyakit menular.(3,5)
27
28