terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa

105
i TERAPI ZIKIR UNTUK MEMBERIKAN KETENANGAN JIWA PADA LANSIA DI PANTI DHUAFA LANSIA NGASINAN JETIS PONOROGO SKRIPSI Oleh: MAIFIR BADRIYAH NIM. 211517022 Pembimbing : MUHAMAD NURDIN, M.Ag NIP. 197604132005011001 JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO 2021

Upload: khangminh22

Post on 02-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

i

TERAPI ZIKIR UNTUK MEMBERIKAN KETENANGAN JIWA PADA

LANSIA DI PANTI DHUAFA LANSIA NGASINAN JETIS PONOROGO

SKRIPSI

Oleh:

MAIFIR BADRIYAH

NIM. 211517022

Pembimbing :

MUHAMAD NURDIN, M.Ag

NIP. 197604132005011001

JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM

FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

2021

ii

iii

iv

v

vi

ABSTRAK

Badriyah, Maifir 2021, Terapi Zikir Untuk Memberikan Ketenangan Jiwa pada

Lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Skripsi,

Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Ushuluddin Adab Dan

Dakwah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing,

Muhamad Nurdin, M. Ag

Kata kunci : Terapi Zikir, Ketenangan Jiwa, Lansia

Penulis menemukan anggota lansia yang mengalami permasalahan pada

kondisi ketenangan jiwa di lingkungan Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo. Lansia mengalami depresi terhadap tekanan kehidupan sehari-hari,

mengalami kesepian akibat di tinggal keluarga atau orang di sayang, gangguan

mental emosional belum stabil, serta gangguan kecemasan.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kondisi

kejiwaan lansia, bagaimana proses terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa

pada lansia, bagaimana hasil terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada

lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Adapun tujuan penelitian

ini adalah mendeskripsikan kondisi kejiwaan lansia, mendeskripsikan proses

terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada lansia, mendeskripsikan hasil

terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada lansia.

Untuk menjawab pertanyaan di atas, metode yang digunakan dalam

penelitian ini adalah penelitian deskriptif Kualitatif. Pendekatan kualitatif ini

dengan mengumpulkan sumber data dari proses wawancara yang di peroleh pada

objek penelitian, serta melakukan obsevasi dan dokumentasi. Kemudian dilakukan

analisis dengan cara mendeskripsikan data informan. Mereduksi data sesuai

kebutuhan penelitian. Objek yang terlibat dalam penelitian ada 7 orang pengurus

panti, laki-laki berjumlah 5 orang dan perempuan 2 orang sedangkan subjeknya

berjumlah 6 orang laki-laki.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi kejiwaan lansia di Panti

Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo mengalami depresi, mengalami kesepian,

gangguan mental emosional belum stabil, serta gangguan kecemasan.

Permasalahan tersebut dialami lansia sebelum dilakukan kegiatan terapi zikir.

Proses terapi zikir pada lansia di panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

diberikan setelah selesai melaksanakan ibadah shalat, namun setiap saat kegiatan

dzikir dapat dilakukan setiap aktivitas lansia. Hasil dari proses terapi zikir untuk

memberikan ketenangan jiwa pada lansia yaitu lansia menjadi sabar, merasa

optimis, dan merasa dekat dengan Allah sehingga dapat menimbulkan rasa yakin

dan nyaman dalam kehidupan bermasyarakat.

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Usia lanjut merupakan periode akhir dari seluruh rentang kehidupan

yang identik dengan perubahan yang bersifat menurun dan merupakan masa

kritis untuk mengevaluasi kesuksesan dan kegagalan seseorang menghadapi

masa kini dan masa depan. Masyarakat awam memandang masa lansia

sebagai masa seseorang mengalami penurunan dalam segala aspek. Terutama

berkaitan dengan aspek kesehatan dan harapan hidupnya yang semakin

pendek. Kondisi udzur lansia menyebabkan perasaan tak berdaya dalam

menghadapi kematian. Terlebih jika lansia kurang menyadari perjalanan

hidupnya, dan kurang menaati ajaran agamanya. 1

Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua

makhluk hidup. Lastet menyatakan bahwa menjadi tua (aging) merupakan

proses perubahan biologis secara terus-menerus yang dialami manusia pada

semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia lanjut (old age) adalah

istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut. Semua makhluk hidup

memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali dengan proses kelahiran,

1 Supriadi, “Lanjut Usia dan Permasalahannya”, Jurnal Ppkn dan Hukum, Volume 10,

Nomer 2, (IAIN Bukittinggi, Oktober, 2015), 84.

2

kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, selanjutnya menjadi

semakin tua dan akhirnya akan meninggal.2

Lansia merupakan masa kritis untuk mengevaluasi diri dengan

meningkatkan ketaatan beribadah melalui kegiatan keagamaan yakni dengan

terapi zikir. Tujuan, keutamaan, dan tugas dalam zikir, pada dasarnya setiap

perbuatan pasti didasari dengan adanya sebuah motivasi ataupun tujuan

tertentu. Usia diatas 60 tahun, banyak menimbulkan masalah baru dalam

kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat

dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan

telah membatasi kegiatan dan membuat orang merasa tak berdaya.3

Selain hal tersebut seorang lansia juga mengalami kesepian.

Pemutusan sosial yang menyertai kehidupan menjanda atau menduda,

memberikan implikasi bahwa perasaan kesepian dapat menjadi masalah yang

penting. Bagi lansia kesepian adalah masalah terbesar mereka. Kesepian

sendiri merupakan suatu keadaan mental dan emosional yang dicirikan

adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan

orang lain.

Di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo, jumlah lansia

tersebut adalah 110 orang, mayoritas beragama Islam. Sejak berdiri tahun

2016 sampai sekarang panti ini telah banyak mengalami perkembangan dan

2 Siti Partini, “Psikologi Lanjut Usia”, (Yogyakarta: Gadah Mada University Press,

2011), 1.

3 Krina Dinda Kinasih, “Peran Pendampingan Spiritual Terhadap Motivasi Kesembuhan

pada Pasien Lanjut Usia” Jurnal Stikes, Volume 5, Nomer 1, (STIKES RS. Baptis Kediri, Juli,

2012), 2-6.

3

kemajuan berkat dukungan dan dorongan oleh berbagai pihak. Adapun

kegiatan yang ada di panti tersebut yaitu untuk menumbuhkan semangat

beribadah. Kegiatan tersebut berupa kegiatan bimbingan keagamaan,

tujuannya untuk meningkatkan ibadah para lansia dengan cara berdzikir. Saat

ini dengan adanya bimbingan keagamaan sudah mulai termotivasi untuk

melakukan ibadah tersebut. Contohnya ketika memasuki waktu shalat

sebagian lansia bergegas untuk melaksanakan shalat. Pada dasarnya lansia

mengalami perubahan pada perilaku dalam menghadapi kejadian yang

dialami, misalkan lansia tersebut lupa dengan waktu shalat, sehingga perlu

diingatkan oleh relawan. Selain itu para lansia disana sering kali ngobrol

dengan sendirinya tanpa jelas apa yang dibicarakan.

Lansia kerapkali dianggap tidak mandiri dengan permasalahan umum

yang dialami lansia karena keluarga atau orang terdekat akan memperlakukan

mereka seperti halnya anak kecil. Hal ini secara tidak langsung dapat

membuat lansia kehilangan kepercayaan dirinya. Seseorang kehilangan

posisi/jabatan tertentu sehingga membuat ia merasa tidak dihargai atau

dihormati yang kadang dapat memicu keadaan psikisnya.

Lansia identik dengan berbagai penurunan status kesehatan terutama

risiko biologi. Termasuk risiko pada lanjut usia yaitu terjadinya berbagai

penurunan fungsi biologi akibat proses menua. Risiko sosial dan lingkungan

pada lanjut usia yaitu adanya lingkungan yang memicu stres. Risiko perilaku

atau gaya hidup seperti pola kebiasaan kurangnya aktivitas fisik dan

4

konsumsi makanan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya penyakit dan

kematian.4

Secara umum, masalah yang sering terjadi pada lansia dibedakan

menjadi masalah fisik dan fisiologis serta masalah psikologis. Permasalahan

dari aspek fisiologis terjadi perubahan normal pada fisik lanjut usia yang

dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik. Perubahan

tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi

kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun

sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun,

daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses

osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos,

massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru

berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam

perut, dinding pembuluh darah menebal sehingga tekanan darah tinggi, otot

jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi terutama

pada wanita, otak dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta

seksualitas tidak terlalu menurun. Sedangkan permasalahan dari aspek

psikologis antara lain kesepian, duka cita (bereavement), depresi, gangguan

cemas, psikosis pada lanjut usia, parafrenia, sindroma diagnose.5

4 Stefanus Mendes Kiik dkk, ”Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia”, Jurnal

Keperawatan Indonesia, 2, (Juli, 2018), 110.

5 Rahmah, Pendekatan Konseling Spiritual pada Lanjut Usia (Lansia), jurnal “Al-Hiwar”,

5,(juni, 2015), 38-39.

5

Dari hasil pengamatan atau observasi di Panti Dhuafa Lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo, penulis menemukan permasalahan. Permasalahan

yang dialami pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

berupa seorang lansia mengalami depresi terhadap tekanan kehidupan sehari-

hari, mengalami kesepian akibat di tinggal keluarga atau orang di sayang.

Lansia juga mengalami gangguan mental emosional belum stabil, dan

gangguan kecemasan. Sehingga mengakibatkan lansia hidupnya belum

tenang.

Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai unit

pelaksanaan teknis dinas kesehatan dan kesejahteraan sosial Ponorogo yang

memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berumur diatas 60 tahun,

khususunya yang kurang beruntung. Secara sosial panti ini memberikan

pelayanan terhadap lansia. Ditempat ini para lansia mendapatkan cinta kasih,

perawatan jasmani dan rohani. Sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya

dan mendapatkan ketentraman lahir dan batinnya.

Pada dasarnya lansia harus mampu menerima keadaan terhadap

lingkungan dan berusaha mengatasi dengan sendiri dampak dari masalah

yang dialami, misalnya dengan berserah diri kepada Tuhan. Semangat

bertahan hidup dapat dilihat dari kemampuan individu untuk bertahan dari

tekanan lingkungan, bangkit terhadap keterpurukan, dan selalu berusaha

mengatasi masalah. Pentingnya melalui kegiatan religius dan kemandirian

dapat menunjukkan sejauh mana seseorang mampu bertahan hidup, karena

6

kebanyakan orang mendapat tantangan dari lingkungan untuk menguji

bagaimana kemampuan seseorang dalam mengatasinya.6

Berdasarkan uraian diatas peneliti mempunyai ketertarikan untuk

mengkaji lebih dalam mengenai judul skripsi yang diambil yaitu “Terapi

Zikir Untuk Memberikan Ketenangan Jiwa pada Lansia di Panti Dhuafa

Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo”.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kondisi kejiwaan lansia di Panti Dhuafa Lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo?

2. Bagaimana proses terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa

pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo?

3. Bagaimana hasil terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa

pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo?

C. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam proses penelitian

ini adalah:

1. Untuk mendeskripsikan kondisi kejiwaan lansia di Panti Dhuafa

Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.

2. Untuk mendeskripsikan proses terapi dzikir untuk memberikan

ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo.

6 Lucky Ade Sessiani, “Studi Fenomenologis Tentang Pengalaman Kesepian dan

Kesejahreraan Subjektif Pada Janda Lanjut Usia”, Jurnal Studi Gender, 2, (Juli, 2018), 221-223.

7

3. Untuk mendeskripsikan hasil terapi dzikir untuk memberikan

ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo.

D. Kegunaan Penelitian

Manfaat melakukan pengajuan proposal ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritik

Manfaat teoritik yang dapat diambil dari penelitian ini

antara lain:

a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan akademik khususnya

dalam membantu suatu penelitian dan analisa khusus.

b. Memberikan referensi dan bahan pembandingan dalam

kegiatan yang ada hubungannya dengan pelayanan pada lansia.

c. Memberikan sumbangsih dalam memperkaya dan memperluas

ilmu pengetahuan tentang terapi zikir untuk memberikan

ketenangan jiwa pada lansia.

2. Manfaat Praktis

Manfaat praktis yang di dapat dari penelitian ini antara lain:

a. Bagi relawan, sebagai acuan untuk memotivasi supaya lebih

berperan aktif mendukung para lansia untuk memberikan

kegiatan terapi zikir di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo.

8

b. Bagi panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo, penelitian

ini dapat dijadikan sebagai pijakan pengurus Panti Dhuafa

Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.

c. Bagi lansia, dengan mendapat dukungan secara moral,

diharapkan lansia menjadi lebih bersemangat aktif dalam

kegiatan terapi zikir.

d. Bagi peneliti, karya tulis ini diharapkan dapat digunakan untuk

peneliti selanjutnya sebagai referensi melihat lebih lanjut

permasalahan yang terjadi pada lansia.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka terdahulu merupakan literatur atau kajian terhadap

penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan dengan topik penelitian ini.

Peneliti berhasil menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik

permasalahan yang diangkat.

Pertama, skripsi yang berjudul Dampak Dzikir Terhadap

Ketenangan Jiwa di Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh

Barat yang disusun oleh Tarwalis jurusan bimbingan dan konseling Islam

tahun 2017. Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa dampak yang terlihat

ketika selesai berdzikir adalah dapat menimbulkan rasa ketenangan di dalam

jiwa, menghilangkan stres, meringankan badan, lebih tawaduk rendah hati,

memperbaiki akhlak hingga apabila ada musibah atau ujian yang datang dari

9

Allah maka akan timbul kesabaran dan selalu berserah diri kepada Allah.7

Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan peneliti

lakukan adalah meneliti mengenai dampak yang terlihat ketika selesai

berdzikir terhadap ketenangan jiwa. Untuk perbedaannya adalah tarwalis

meneliti mengenai kendala-kendala diantaranya terdapat faktor dari luar

seperti suara kebisingan sepeda motor yang menyebabkan hilangnya

konsentrasi dalam berdzikir, sempitnya lokais tetmpat berdzikir, banyak anak

kecil yang berkeliaran diperkarangan munasah. Sedangkan kendala yang

ditemui peneliti antara lansia yang mengalami cacat fisik, kurangnya

responsif lansia.

Kedua, Jurnal penelitian yang berjudul efektivitas pelatihan dzikir

dalam meningkatkan ketenangan jiwa pada lansia penderita hipertensi oleh

Olivia Dwi Kumala pada tahun 2017. Hasil dari penelitian ini menunjukkan

dengan terapi dzikir ini memberikan dampak positif dalam meningkatkan

kesejahteraan jiwa. Kesejahteraan jiwa diperoleh setelah melakukan dzikir.

Dzikir itu juga memberikan control emosi yang baik terhadap responden

dalam hal menyikapi kecemasan yang berlebih serta mampu memberikan

control dalam hal pemikiran yang menyimpang.8 Persamaan penelitian di atas

menghasilkan efektivitas dalam meredam potensi maslaah dan kondisi

ketenangan jiwa pada lansia. Perbedaannya dalam menerapi telaah pustaka

7 Tarwalis, “Dampak Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa di Gampong Baet Kecamatan

Baitussalaam Kabupaten Aceh Besar”, (Skripsi, UIN, Banda Aceh, 2017), 9.

8 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan

Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, Jurnal Ilmiah Psikologi, 1, (Juni, 2017), 55.

10

terdahulu menggunakan terapi behavioral dan spirual. Sedangkan yang diteliti

lebih fokus menggunakan terapi spiritual.

Ketiga, skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan Ketenangan Jiwa

Para Lansia melalui Pengajian Wirid Shalawat Kubra di Kelurahan Bulu Kota

Semarang oleh Sholichatul Adaiyah tahun 2019. Dalam skripsi ini

menjalaskan bahwa kondisi ketenangan jiwa para lansia sebelum dan sesudah

mengikuti pengajian, sebelum mengikuti pengajian majlis taklim kondisi

lansia ini diliputi rasa ketidaktenangan jiwa, kesepian, merasa kehilangan,

minimnya pengetahuan tentang agama. Setelah mengikuti pengajian yang

mengajarkan banyak hal tentang agama dan di bimbing satu persatu jamaah

menjadi lebih terbuka dengan masalah yang dihadapinya sehingga menjadi

lebih sabar, optimis merasa dekat dengan Allah SWT dalam kehidupan

kesehariannya.9 Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan

penulis teliti adalah mengenai kondisi ketenangan jiwa para lansia sebelum

dan sesudah mengikuti terapi dzikir. Sebelum mengikuti terapi zikir kondisi

lansia ini diliputi ketidaktenangan jiwa, kesepian, merasa kehilangan,

minimnya pengetahuan tentang agama. Setelah mengikuti para lansia lebih

terbuka dengan masalah yang dihadapi sehingga lebih bersabar, optimis, dan

merasa dekat dengan Allah. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian

yang akan penulis teliti adalah keinginan dan kemauan lansia untuk

mengikuti terapi dzikir, belum semua lansia bisa mengikuti.

9 Sholichatul Adaiyah, “Upaya Meningkatkan Ketenangan Jiwa pada Lansia Melalui

Pengajian Wirid Shalawat Kubra di Kelurahan Bulu Kota Semarang”, (Skripsi UIN, Semarang,

2019), 9.

11

F. Metode Penelitian

1. Pendekatan dan Jenis Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dengan metode

deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan situasi, proses atau

permasalahan tertentu yang diamati. Penelitian yang menggunakan

metode kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas, berbagai

kondisi dan situasi serta fenomena realita sosial yang ada pada lansia di

Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo yang menjadi penelitian

dan berupaya menarik realita itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter,

model, tanda atau gambaran tentang kondisi dan fenomena tertentu.

2. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan

penelitian guna mendapatkan data-data yang diperlukan. Penelitian ini

dilakukan di Unit Cabang Dinas Sosial Ponorogo yaitu Panti Dhuafa

Lansia RT 02 RW 01 Dukuh Mantup, Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis,

Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.

3. Data dan Sumber Data

Data adalah sekumpulan informasi tentang objek penelitian.10

Data dibutuhkan peneliti untuk memecahkan masalah yang menjadi

pokok pembahasan. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah hal

10 Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha Ilmu,

2010), 8.

12

– hal mengenai terapi dzikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada

lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.

Data dalam penelitian ini bisa didapatkan melalui sumber -

sumber data. Dalam penelitian kualitatif sumber data dibedakan menjadi

dua yaitu sumber data utama dan sumber data tambahan. Sumber data

utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen dan lain -lain.11

Selain itu, Berdasarkan sumber datanya, maka pengumpulan data

dapat menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer

merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada

pengumpul data dan sumber data sekunder merupakan sumber data yang

tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya

melalui orang lain atau lewat dokumen.12

Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah

keterangan yang didapat dari narasumber yaitu lansia dan pengurus di

Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Informan yang di libatkan

dalam penelitian ini meliputi pengurus Panti Dhuafa berjumlah 7 orang

yang terdiri dari bidang kerohanian, bidang lapangan, ketua panti,

sekertaris, bidang sarana prasarana dan 6 lansia di Panti Dhuafa Lansia

Ngasianan Jetis Ponorogo. Untuk lansia wanita tidak terlibat dalam

11Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis, 157.

12Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R D, (Bandung: Alfabeta,

2016), 137.

13

penelitian dengan alasan sudah tidak bisa di wawancarai karena faktor

usia dan penurunan fungsi tubuh lansia.

Sedangkan sumber data sekunder yang dipakai adalah sumber

tertulis seperti dokumen, foto, sumber buku, majalah ilmiah, dan

dokumen dari arsip-arsip di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi observasi

berperan serta (participant observasion), wawancara mendalam (indepth

interview), dokumentasi dan dimengerti maknanya secara baik, apabila

dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara dan observasi.

Dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu yang terjadi,

dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk

melengkapi data di perlukan dokumentasi.

a. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.

Maksud digunakan wawancara antara lain adalah: (a)

mengontruksi mengenai orang, kejadian, perasaan, motivasi,

tuntutan, kepedulian dan lain-lain, (b) merekontruksi kebetulan-

kebetulan demikian sebagai yang telah dialami masa lalu, (c)

memproyeksikan kebetulan-kebetulan sebagai yang telah diharapkan

untuk dialami pada masa yang akan mendatang, (d) memverifikasi,

mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang

lain, (e) memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang

14

dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.13 Dalam

metode wawancara ini penulis akan mencari data tentang penelitian

kualitatif tentang terapi dzikir untuk memberikan ketenangan jiwa

pada lansia. Orang yang dijadikan informan dalam penelitian ini ada

dua yang diambil secara purposif, yaitu:

1). Pengurus Panti

Untuk mendapatkan informasi terkait terapi dzikir untuk

memberikan ketenangan jiwa pada lansia.

2). Lansia

Untuk mengetahui kondisi permasalahan pada lansia.

b. Observasi

Ada beberapa alasan mengapa teknik observasi atau

pengamatan digunakan dalam penelitian ini. Pertama, pengamatan

didasarkan atau pengalam secara langsung. Kedua, pengamatan

memungkinkan peneliti untuk melihat dan mengamati sendiri,

kemudian mencatat perilaku, dan kejadian sebagai yang terjadi pada

keadaan sebenarnya. Dalam penelitian ini observasi dilakukan di

Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Pada proses terapi

zikir lansia dilakukan dengan cara dzikir lisan dan pendekatan

secara emosional. Proses terapi zikir pada lansia dilakukan pada saat

waktu shalat. Ada jam khusus yang sudah terjadwal dalam proses

berdzikir lansia lebih konsentrasi dan lebih khusyuk yaitu pada saat

13 Junaidi Ghony, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012),

163.

15

shalat maghrib sampai selesai. Durasi yang diterapkan pada proses

terapi zikir selama kurang lebih 1 jam dengan membaca dzikir wirid,

sholawat dan membaca tahlil. Secara umum penerapan terapi yang

lebih mengena terhadap kondisi maupun pengaruh terhadap lansia

adalah terapi wirid. Karena mudah dilakukan lansia dan

mengarahkan lansia untuk selalu mengingat kepada sang pencipta.

Pada akhirnya lansia akan muncul rasa yakin, tenteram, dan merasa

nyaman dalam berkehidupan sehari-hari.

Metode observasi ini penulis digunakan untuk melihat

secara langsung objek yang sedang diteliti dan melihat secara

langsung pelaksanaan pengamatanya sehingga diperoleh hasil data

yang konkret.14

c. Teknik Dokumentasi

Tidak kalah penting dari metode-metoode lain, adalah

metode dokumentasi, mencari data mengenai hal-hal atau variabel

yang berupa catatan, transkip, agenda, dan sebagainya. Di

bandingkan metode lain, metode dokumentasi tidaklah terlalu rumit

dari pada metode lain, dalam artian apabila ada kekeliruan sumber

datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi

yang diamati bukanlah benda hidup tetapi benda mati.15

14 Afifuddin, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia,2009), 134.

15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka

Cipta, 1993), 107.

16

5. Teknik Pengolahan Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya

dapat diinformasikan kepada orang lain.16 Analisis data dalam penelitian

kualitatif akan berlangsung bersamaan dengan bagian-bagian dari

pengembangan penelitian kualitatif, yaitu pengumpulan data dan

penulisan temuan. Tidak semua informasi dapat digunakan dalam

penelitian kualitatif sehingga dalam analisis data, peneliti perlu

memisahkan data yaitu memfokuskan pada sebagian data dan

mengabaikan bagian-bagian lainnya.17

6. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,

dokumentasi. Sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat

diinformasikan kepada orang lain.18 Teknik analisis data kualitatif,

mengikuti konsep yang diberikan miles dan huberman menemukan bahwa

aktivitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan

berlangsung secara terus menerus pada setiap tahap penelitian sehingga

16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 334.

17 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan

Campuran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 260.

18 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1998), 3.

17

sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Adapun langkah-langkah

analisisnya adalah:

a. Reduksi Data

Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud

adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan

pada hal-hal yang penting, membuat ketegori. Dengan demikian

data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas

dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data

selanjutnya.

b. Penyajian Data

Penyajian data yaitu menyajikan data kedalam pola yang

dilakukan dalam bentuk uraian, bagan, grafik, matrik, network, dan

card. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data

selama peneliti, maka pola tersebut menjadi pola yang baku yang

selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir peneliti. Dengan

mendisplaykan data, maka mempermudah memahami apa yang

dipahami tersebut.19

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan yaitu analisis data yang terus-

menerus baik selama maupun sesudah pengumpulan data, untk

penarikan kesimpulan yang dapat menggambarkan pola apa yang

terjadi. Awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan

19 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D, (Bandung,

Alfabeta,2006), 333-335.

18

akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang

mendukung pada tahap pengumpulan data.20 Di sini penulis bisa

mengambil kesimpulan mengenai terapi dzikir untuk memberikan

ketenangan jiwa pada lansia di panti dhuafa Ngasinan Jetis

Ponorogo.

7. Pengecekan Keabsahan Temuan

Keabsahan temuan data merupakan konsep yang penting yang

diperbarui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas).

Derajat keabsahan data kredibilitas data dapat diadakan pengecekan

dengan teknik pengamatan yang tekun dan triangulasi. Ketekunan

pengamatan adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasinya

relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.21

Teknik triangulasi berguna untuk melakukan pengecekan data

dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Dalam penelitian ini, peneliti

menggunaan jenis triangulasi sumber yakni dengan cara melakukan

pengecekan data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.

Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil

penelitian adalah valid, reliable, objektif. Data yang valid adalah data

yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data

yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Uji kredibilitas data

terhadap data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan perpanjangan

20Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D, 341-345.

21 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,

1998), 171.

19

keikutsertaan, ketekunan pengamatan, trianguasi, pengecekan sejawat,

kecukupan reverensi, kajian khusus negatif, dan pengecekan anggota.22

G. Sistematika Pembahasan

Penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab yang secara sistematis

dapat dijabarkan sebagai berikut:

BAB I: Pendahuluan

Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah,

rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah

pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

BAB II: Landasan Teori

Pada bab kajian landasan teori ini, dikupas berbagai

pembahasan teori yang menjadi landasan teoritik penelitian: terapi

zikir, ketenangan jiwa, lansia

BAB III: Temuan Penelitian

Pada bab ini mendeskripsikan hasil-hasil temuan penelitian

yang terjadi di lapangan, yang meliputi data umum dan data khusus.

Data umum berisi tentang deskripsi singkat Panti Lansia Duafa

Ngasinan Jetis Ponorogo. Adapun data khusus berupa temuan yang

diperoleh yang mencakup terapi zikir untuk memberikan ketenangan

jiwa pada lansia.

22 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D, 363.

20

BAB IV: Analisis Data

Dalam bab ini berisi mengenai analisa data-data yang diperoleh

dari hasil penelitian di lapangan tentang terapi zikir untuk memberikan

ketenangan jiwa pada lansia.

BAB V: Penutup

Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang berupa jawaban

rumusan masalah yang telah dikemukakan, dan saran berupa masukan-

masukan terkait penelitian untuk pihak terkait

21

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Terapi Dzikir

1. Pengertian Terapi Dzikir

Terapi adalah upaya pengobatan yang ditunjukkan untuk

penyembuhan kondisi psikologis. Terapi juga dapat berarti upaya

sistematis dan terencana dalam menanggulangi masalah-masalah yang

dihadapi mursyadbih (klien) dengan tujuan mengembalikan, memelihara,

menjaga, dan mengembangkan kondisi klien agar akal dan hatinya berada

dalam kondisi dan posisi yang proposional.23

Secara etimologi dzikir berasal dari kata “dzakara” yang berarti

menyebut, mensucikan, menggabungkan, menjaga, mengerti,

mempelajari, memberi, dan nasihat. Oleh karena itu dzikir juga diartikan

mensucikan, mengagungkan, juga dapat diartkan menyebut dan

mengucapkan nama Allah atau menjaga dalam ingatan (mengingat). 24

Dalam kamus tasawuf yang ditulis oleh Solihin dan Rosihin Anwar

menjelaskan dzikir merupakan kata yang digunakan untuk menunjuk

setiap bentuk pemusatan pikiran kepada Tuhan , dzikir pun merupakan

prinsip awal untuk seseorang yang berjalan menuju Tuhan (suluk).25

23 M. Sholihin, Terapi Sufistik, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 82-83.

24 Fadli Ramadhan, Dzikir Pagi Petang, (Yogyakarta: Fillah, 2019),1.

25 Solihin dan Rosihin Anwar, Kamus Tasawuf, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),

36.

22

Secara terminologi dzikir adalah perbuatan mengingat Allah SWT

dan keagungannya yang hampir meliputi semua bentuk ibadah dan

perbuatan baik seperti tasbih, tahmid, sholawat, membaca Al-Qur’an,

berdo’a, melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari

kemaksiatan.26

Dzikir menurut tuntunan syariat Islam dan Al-Qur’an adalah

menyebut nama, dan mengingat Allah dalam setiap keadaan. Tujuannya

adalah untuk menjalin ikatan batin (kejiwaan) antara hamba dengan Sang

Pencipta (Khalik) sehingga timbul rasa hormat dan jiwa muroqobah

(merasa dekat dan diawasi oleh Allah). Maka dengan dzikir iman

seseorang jadi hidup, terjalin rasa kedekatan dengan Allah.27

Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal

batasan waktu. Bahkan Allah menyifati ulil albab kepada mereka yang

senantiasa menyebut Rabb-Nya, baik dalam keadaan berdiri, duduk,

bahkan juga berbaring. Oleh karenanya dzikir bukan hanya ibadah yang

bersifat lisaniyah, namun juga qolbiyah. Imam nawawi menyatakan

bahwa yang afdhal adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Jika

harus salah satunya, maka dzikir di hati jauh lebih utama. Meskipun

26 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Islam, Pustaka Belajar: Yogyakarta,

1997), 158.

27 Simuh, Tasawuf dan Perkembangan dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

2002), 109-110.

23

demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya

merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalam berdzikir.28

Penelitian yang dilakukan Craigie, Greendwold, Larson, Sherrill,

Lyons, dan Thielman menemukan bahwa kegiatan agama seperti berdoa

dan berdzikir dapat meningkatkan kesehatan mental dan mencegah

seseorang menderita penyakit hipertensi. Terapi zikir ini dapat digunakan

untuk mengurangi ketegangan secara fisik, emosi, kognitif dan perilaku

yang dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat. Terapi zikir ini

membantu individu untuk berkonsentrasi kepada ketegangan yang

dirasakan lalu melatih individu tersebut untuk relaks.29

Sedangkan, terapi dzikir merupakan upaya perlakuan yang

mencakup aktivitas mengingat, menyebut nama, dan keagungan Allah

SWT secara berulang, yang disertai kesadaran akan Allah SWT dengan

tujuan untuk menyembuhkan keadaan patologis.30

Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqi, dzikir ialah

menyebut Allah dengan tasbih (Subhanallah), membaca tahlil

(Lailahaillallah) membaca tahmid (Alhamdulillah) membaca taqdis

(Quddusun), membaca takbir ( Allahuakbar), membaca hauqalah

(hasbiyallahu) membaca basmalah (bismillahirahmanirraahiim)

28 Fadli Ramadhan, Dzikir Pagi Petang, 4-5.

29 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan

Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, 59.

30 Tri Widyastuti, “Terapi Zikir Sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kecemasan pada

Lansia “, E-Jurnal Gamajpp, 2 , (Oktober, 2019), 49.

24

membaca Al-Qur’anul Majid dan membaa do’a-do’a matsur, yaitu do’a-

do’a yang diterima dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam.31

2. Pembagian Dzikir

Sedangkan pembagian dzikir terbagi menjadi beberapa bagian

diantaranya sebagai berikut:

Dzikir dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:

1). Dzikru Bil Lisan, yaitu sebuah bentuk zikir yang realisasi

pelaksanaannya dilakukan dengan cara melafadzkan kalimat-

kalimat tauhid, seperti tahlil, tahmid, tasbih dan lain-lain. Zikir

dengan lisan ialah menyebut Allah dengan berhuruf dan bersuara.

Imam fathurrozi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zikir

lisan ialah mengucapkan kalimat suci dengan lidah seperti

mengucapkan tasbih subhanallah, alhamdulillah, lailahaillallah,

Allahu akbar

2). Zikru Bil Qolb, yaitu sebuah bentuk zikir yang dilaksanakan dengan

media bertafakkur, merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah dan

rahasia-rahasia Ilahiah yang tersirat melalui ciptaan-Nya. Zikir

secara qolbi ialah mengingat atau menyebut Allah dalam hati, tidak

berhuruf dan tidak bersuara, seperti tafakkur mengingat Allah,

merenungi rahasia ciptaan-Nya secara mendalam dan merenungi

zat dan sifat Allah Yang Maha Mulia.

31 Fadli Ramadhan, Dzikir Pagi Petang, 1-3.

25

3). Zikru Bil Jawarih, yaitu bentuk zikir yang direalisasikan dengan

cara mengerahkan segala kekuatan dan kemampuan yang terdapat

dalam jasmani sebagai manifestasi dari bentuk menaati seluruh

perintah Allah dan berusaha semaksimal mungkin dalam rangka

menjauhi larangan-larangan-Nya.

3. Bentuk-Bentuk Zikir

a. Zikir tahlil

يعلم بك وللمؤمنين والمؤمنت وللاه واستغفر لذن متقلبكم ومثوىكم فاعلم انه ل اله ال للاه

Artinya : “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnhya tidak

ada Tuhan (sesembahan, Tuhan) selain Allah, dan mohonlah

ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-

laki dan perempuan dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha

dan tempat kamu tinggal”. (QS. Muhammad 19)

Sabda Rasulullah SAW: barang siapa yang mengucapkan la

ilaha illallah, dengan ikhlas, maka ia masuk syurga. Ikhlas yang

dimaksud disini yaitu menjadi penghalangmu dari berbuat yang

diharamkan Allah. H.R Thabrani.

b. Zikir tasbih

Dari Sa’id Bin Abi Waqash ra, ia berkata: “kami berada

bersama Rasulullah SWT, beliau bersabda: apakah salah seorang

dari kalian merasa tidak mampu untuk memperoleh seribu

kebaikan setiap hari? Maka salah seorang dari orang yang ikut

duduk bertanya: bagaimana caranya kami bisa memperoleh 1000

26

kebaikan ya Rasul? Rasul menjawab: bertasbihlah 100 kali, maka

akan ditulis baginya seribu kebaikan, atau dihapus darinya seribu

dosa”. ((HR. Muslim).

c. Zikir sholawat

يايها الذين امنوا صلوا عليه وسل موا ىكته يصلون على النبي ومل تسليماان للاه

Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-

malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang

beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam

dengan penuh penghormatan kepadanya”. (QS. Al Ahzab 56)

Sabda Rasulullah: “Tidak duduk sesuatu kaum didalam

suatu majlis sedang mereka menyebut nama Allah dan tidak

bersholawat kepada Nabi-Nya, melainkan mereka menderita

kekurangan dan jika Allah menghendakinya niscaya Allah akan

mengazab mereka dan jika Allah menghendaki niscaya akan

mengampuni mereka”. (HR. Tumuzi dan Abu Daud)

d. Zikir dalam bentuk do’a

وقال ربكم ٱدعونى أستجب لكم إن ٱلذين يستكبرون عن عبادتى سيدخلون جهنم داخ رين

Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-

ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-

orang yang menyombongkan diri dari menyembah-ku (berdo’a

kepadaku) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina

dina”. (QS al- Mukmin: 60)

27

Dari tunjukan ayat ini Allah SWT menyuruh hambanya

berdo’a, karena do’a seorang hambanya di dengar oleh Allah SWT

dan barangsiapa yang enggan berdo’a kehadirat Allah, maka Allah

akan murka kepadanya dan dicap dia sebagai orang yang sombong

dan akan ditempatkan pada neraka jahannam dalam keadaan yang

sangat hina.

e. Zikir dalam kalimat hauqolah

ة ال بالله ل قو ولدا ولول اذ دخلت جنتك قلت ما شاء للاه ان ترن انا اقل منك مال و

Artinya: “Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu

kamu memasuki kebunmu: masya Allah, laa quwwata illa billah

(sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan

kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku

lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan”. (QS. Al

Kahfi: 39).

Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan

pertolongan Allah, maksudnya adalah kita mengetahui bahwa tidak

ada yang dapat memalingkan hamba dari maksiat selain dari Allah

sendiri, dan tidak ada kekuatan bagi hamba untuk melaksanakan

ketaatan melainkan dengan taufiq-Nya juga.

f. Zikir dengan kalimat basmalah

Atas nama Allah sebagai permohonan akan keberkahan

pada permulaan bacaan, dengan nama Allah yang maha pengasih

lagi maha penyayang, maksudnya saya membaca atau saya

28

memulai sesuatu berdasar perintah Allah, bukan karena nafsu,

menyertakan nama Allah zat yang wajib adanya atau wajibul

wujud. Fadilah basmallah diantaranya:

a). Sebagai tabarruk, mencari dan mendapatkan berkah

b). Mengusir syaitan, karena ia akan lari jika disebut nama

Allah, dan jika dibaca sebanyak 21 kali, ketika akan mau

tidur, insya Allah pada malam itu ia dijaga oleh Allah

dari gangguan syaithan, dari kecurian dan mati

mendadak.

c). Untuk meremehkan orang zalim, baca 50 kali

dihadapannya, insya Allah orang zalim itu akan

diremehkan oleh Allah.

g. Zikir dalam bentuk istighfar

درارا فقلت استغفروا ربكم انه كان غفارا ء عليكم م ل وبنين يرسل السما ويمددكم بأمو

را ت ويجعل لكم أنه ويجعل لكم جن

Artinya: “Maka Aku (Nabi Nuh) katakana kepada mereka:

“Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha

Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari

langit kepadamu. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu,

dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di

dalamnya) untukmu sungai-sungai”. (QS. Nuh 10-12).

Kata istighfar berasal dari bahasa Arab yatu ghofaro artinya

menutup, jadi beristighfar berarti berusaha untuk menutup dosa-

29

dosa yang ada, karena dosa seorang hamba itu adakalanya ditutupi,

ada kalanya dihapus dirubah oleh Allah SAW. Fadhilah keutamaan

istighfar:

a) Mensucikan diri dari kesalahan dan menghapus dosa

b) Menawarkan hati yang gundah, karena dosa

c) Menghilangkan duka, menumbuhkan inisiatif dan mendapat

rezeki dari jalan yang tidak diduga.

d) Menjadikan sebab diterimanya taubat dan memperoleh

husnul khotimah.

e) Meruntuhkan tipu daya iblis dan menghancurkan kesesatan

yang diperintahkannya

f) Mendekatkan diri kepada Allah SWT

g) Membersihkan hati dari lalai dan melicinkan hati dari

kelupaan.

h. Zikir dengan kalimat takbir

ن الذل وكب ره لم يكن له شريك فى المل ك ولم يكن له ولي م الذي لم يتخذ ولدا و وقل الحمد لله

تكبيرا

Artinya: “Dan katakanlah, Segala puji bagi Allah yang

tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam

kerajaan-Nya dan dia bukan pula hina yang memerlukan

penolong dan agungkanlah dia dengan pengagung yang sebesar-

besarnya”. (QS. Al Israk: 111)

30

Allah Maha Besar, artinya kekuasaan Allah tidak terhingga

besarnya meliputi seluruh alam, baik alam syahadah yang dapat

dilihat kasat mata maupun alam ghoibah yang tidak bisa dilihat dan

disaksikan oleh kasat mata manusia. Maka dengan bertakbir berarti

kita mengakui akan kebesaran Allah SWT Tuhan yang

menciptakan alam.

i. Zikir dengan bacaan tahmid atau hamdalah

Ucapan tahmid atau hamdalah artinya Segala Puji Bagi

Allah, segala bentuk puji-pujian milik dan ditujukan kepada Allah,

Dialah Tuhan yang memelihara seluruh alam. Maksudnya berzikir

dengan lafaz tahmid ini ialah kita menyatakan pujian dan

kesyukuran kehadirat Allah Tuhan semesta alam. Kalimat tahmid

ini digunakan untuk menyatakan puji dan syukur kepada Allah

SWT, karena dalam segala situasi dan kondisi apapun kepada-Nya

pujian tertumpu.

j. Zikir dalam bentuk kalimat hasbalah

ونعم الوكيل قالوا حسبنا للاه الذين قال لهم الناس ان الناس قد جمعوا لكم فاخشوهم فزادهم ايمان ا و

Artinya: “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan

Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya,

“Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk

menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata

(ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka

31

menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan

Dia sebaik-baik pelindung”. (QS. Ali Imran 173)

Kalimat “hasbalah” ialah : “Hasbiyallahuwani’mal wakil”,

atau “Hasbunallah Wani’mal wakil”. Allah SWT telah cukup

bagiku, aku tidak perlu kepada selain-Nya dan Dialah sebaik-baik

penjaga yang menjaga segala kemaslahatan dan kemanfaatan.

Maksudnya kiita mengaku sekaligus menyakini dengan seyakin-

yakinya bahwa tempat berpegang dan bergantung seorang hamba

hanya kepada Allah saja. Dan bahwa berpegang kepada Allah itu

sudah mencukupi dan mumpuni, tidak memerlukan kepada

sesuaatu pegangan yang lain.

k. Zikir dengan ismul A’zom

Zikir dengan ismul a’zom ialah menzikirkan nama-nama

Allah yang agung, seperti menzikirkan asmaul husna, firman Allah

SWT:

سيجزون ما كانوا يعملون ىه ء الحسنى فادعوه بها وذروا الذين يلحدون في اسما السما ولله

Artinya: “Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama

yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya

Asma'ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah

artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan

terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-A’raf: 180)

32

Dengan mengamalkan zikir asmaul husna dengan

mengucapkan “ya rohman” sebanyak 100 kali setiap selesai shalat

fardhu, maka orang yang membacanya akan dilindungi dan seluruh

makhluk akan mengasihinya.

4. Fungsi Dzikir

Dzikir berfungsi sebagai membentuk akhlak/perilaku melalui

proses pembersihan hati (tathiri al-qalb) dari sifat-sifat tidak terpuji.

Dengan dzikir, hati menjadi tenang dan menurut ibnu Athaillah dzikir

merupakan cara untuk membersihkan hati dari sifat-sifat tercela bagi para

salik dalam menempuh jalan tasawuf dan menghiasi diri dengan sifat-sifat

terpuji. Dengan berdzikir mampu mengatasi keterikatan dari segala sesuatu

selain Allah dengan cara mengosongkan hati dari kecintaan pada dunia

serta menghilangkan segenap pikiran buruk dan tidak baik.

Imam Ibnu Qoyyim al jauziyyah di dalam kitabnya al waaabilus

syayyib dan pada kitab rafi’ul kalimat at Tayyib menerangkan ada tujuh

fungsi zikir, yaitu:

a. Zikir dapat mengusir, mengalahkan dan menghinakan

syaitan,

orang yang berzikir Allah Yang Maha Rahman akan rela

kepadanya.

b. Zikir bisa menyebabkan haati menjadi gembira, berbahagia,

dan tentram.

33

c. Dengan zikir, manusia akan dipermudah Allah jalan

rezekinya,

d. Dengan berzikir, bisa akan terbuka baginya pintu pintu

yang agung, yaitu pintu pintu pengampunan

e. Dengan memperbanyak zikir bisa menyelamatkan diri dari

siksa api neraka

f. Zikir merupakan ibadah yang paling ringan.32

5. Tujuan Dzikir

Tujuan utama dzikir adalah untuk mengingat Allah dalam setiap

saat dan menjalin hubungan kejiwaan antara manusia dan Allah agar arus

kesadaran kepada-Nya stabil, sehingga akan tumbuh rasa dekat, cinta dan

hormat kepada-Nya. Artinya, dengan aktivitas zikir, iman seseorang

sebagai respon manusia terhadap Allah SWT menjadi dinamis dan hidup.

Dengan iman yang dinamis dan hidup, maka seseorang akan menjadi

pribadi yang memberikan manfaat bagi kehidupan nyata dengan tampilan

amal-amal salih baik dalam rangka hubungan vertical dengan Allah

maupun dalam hubungan horizontal dengan sesama manusia.

Dzikir kepada Allah SWT bertujuan untuk memperbaiki diri dan

menenangkan hati dari sifat-sifat hasud, khawatir, cemas dan belenggu

(jeratan) hawa nafsu dan syahwat. Oleh karena itu, ketika manusia

berdzikir kepada Allah SWT dengan baik dan benar maka hal tersebut

dapat menjadikan hati tenang serta hawa nafsu dapat dkendalikan. Lebih

32 Muniruddin, “Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehidupan Seorang Muslim”, Jurnal

Pengembangan Masyarakat, 5, (Oktober, 2018), 2-16.

34

lanjut Amir Najar menjelaskan bahwa seseorang yang senantiasa berdzikir

kepada Allah SWT akan menemukan ketenangan, kenyamanan,

kedamaian dalam hati dan pikirannya (al-insanu az-zikru tajiduhu

mutmainna al-qalb mustarima al-bala). Hatinya bersih (suci) semata-mata

hanya Allah di dalamnya, dan menghilangkan segala sesuatu dari selain-

Nya, serta menghilangkan sifat-sifat tercela yang menjadi kotoran-kotoran

hati, seperti sifat dendam, benci, dengki (hasud) kikir, riya, sombong,

angkuh, dan lain sebagainya.33

6. Zikir Sebagai Terapi

a. Bacaan Zikir

Bacaan zikir yang diulang-ulang merupakan salah satu cara

untuk memusatkan pikiran seseorang dalam makna dzikir. Kalimat

dzikir sendiri mengandung makna positif, sehingga pikiran negatif

yang dialami seseorang yang cemas akan digantikan dengan pikiran

positif ketika orang tersebut berfokus pada kalimat dzikir. Ketika

seseorang yang selalu mengucapkan kalimat positif maka kalimat

positif di yakini mampu untuk menghasilkan pikiran serta emosi

positif.

Kalimat dzikir sendiri mengandung makna positif, sehingga

pikiran negatif yang dialami seseorang yang cemas akan digantikan

dengan pikiran positif ketika orang tersebut berfokus pada kalimat

dzikir. Ketika seseorang selalu mengucapkan kalimat positif maka

33 Muhammad Basyrul Muvid, Manajemen Tasawuf, (Yogyakarta: FORUM Grup Relasi

Inti Media, 2020), 95-108.

35

diyakini mampu untuk menghasilkan pikiran serta emosi positif.

Emosi positif mampu merangsang kerja limbik untuk menghasilkan

endorphine. Endorphine mampu menimbulkan perasaan bahagia,

nyaman, menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana, terapi

dzikir yang dilakukan selama 10 menit secara berulang dengan

membaca kalimat tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali

efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien

b. Cara Terapi Zikir

Ada banyak cara yang dilakukan untuk berdzikir, bisa dengan

membaca ayat-ayat al-Qur’an, menyebut nama Allah berulang kali

baik ismu zat (nama Allah), maupun nama-nama Allah yang baik dan

indah (asmaul husna). Sebagian dengan memperbanyak sholawat

kepada Rasulullah, membaca istighfar, takbir, tahmid, tasbih, tahlil,

hauqolah.34

7. Pengertian Wirid

Kata wirid dalam kitab-kitab klasik seperti ihya ulumuddin

sebagai sub judul yang didalamnya juga dibahas tentang macam-

macam dzikir. Hanya saja bila diamati makna dzikir lebih umum

daripada wirid, sedangkan wirid adalah bagian dari dzikir. Titik

perbedaan dari kedua lafad tersebut adalah kata wirid lebih digunakan

untuk menjelaskan aktifitas amal perbuatan dan dzikir yang dilakukan

secara rutin berulang-ulang. Karena itu shalat lima waktu maktubah itu

34 Zetty Azizatun Ni’mah, Elan Dzikir sebagai Generator Perubahan Sosial, (Kuningan:

Goresan Pena, 2016), 61.

36

juga bisa disebut dengan wirid karena dilakukan secara rutin dan

berulang-ulang. Selain itu bila wirid dikaitkan dengan bacaan-bacaan

dzikir, maka wirid adalah bacaan-bacaan yang dibaca secara rutin,

pada waktu-waktu tertentu, dengan bilangan-bilangan tertentu, dan

cara-cara tertentu. Bahkan terkadang masih membutuhkan ijazah dari

seorang guru atau ahli dzikir. Misalnya seperti wirdul lathif, ratibul

haddad, wirid thariqah, dan hizib-hizib. Secara sederhana wirid lebih

khusus dan terkait sementara dzikir adalah mutlak tidak terikat dengan

waktu, tempat dan cara-cara tertentu.35

Secara umum amalan wirid terdiri dari tiga unsur pokok yaitu

istighfar, sholawat, dan kalimah tahlil. Istighfar pada hakikatnya suatu

proses upaya menghilangkan noda-noda rohaniyah. Sholawat menjadi

materi pengisian setelah penyucian jiwa yang mengantarkan manusia

dalam bermunajat mendekatkan diri kepada Allah.36

8. Adab Berdzikir

Orang yang melakukan zikir dianjurkan dalam keadaan paling

sempurna. Jika ia sambil duduk disuatu tempat, hendaklah

menghadapkan dirinya kearah kiblat, dan duduk dengan sikap yang

penuh rasa khusyuk, merendahkan diri, tenang, anggun, dan

menundukkan kepala. Jikalau ia melakukan zikir bukan dengan cara

tersebut, diperbolehkan, dan tidak makruh bila hal tersebut

35 Rusydi, “Konsep Dzikir dan Doa Perspektif Al-Qur’an", Jurnal Pendidikan dan

Keislaman, 1, (Februari, 2019), 64.

36Muhammad Basyrul Muvid, Pendidikan Tasawuf, (Jombang: Pustaka Idea, 2019), 445.

37

dilakukannya karena uzur, tetapi jika tanpa uzur, berarti ia

meninggalkan hal yang paling afdal.37 Adab atau etika dalam berdzikir

diantara lain, yaitu:

1) Ikhlas kepada Allah SWT.

2) Bila kita mengetahui keutamaan suatu amal, hendaknya

mempraktikannya, minimal sekalian.

3) Zikir yang utama ialah dilakukan bersamaan antara lisan

dan hati.

4) Keutamaan zikir tidak hanya terbatas pada tasbih, tahlil,

tahmid, dan sejenisnya

5) Berdzikir lebih utama dilakukan dalam keadaan tenang,

khusyuk, dan dengan cara merendahkan diri di hadapan

Allah SWT.

6) Tempat yang digunakan untuk berzikir hendaknya bersih

dan sunyi (dari apa yang dapat mengganggu orang yang

berzikir).

7) Orang yang berzikir hendaknya menghadirkan hati, dengan

merenungi zikir yang dibaca, memahami, dan mengetahui

maknanya.

8) Zikir-zikir yang diisyaratkan dalam shalat dan lainnya, baik

zikir wajib maupun sunnah, tidak dianggap zikir sampai

dilafalkan dan dapat didengar oleh dirinya sendiri, jika dia

37 Imam Nawawi, Buku Induk Doa dan Zikir, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,

2018), 19.

38

Mempunyai pendengaran yang normal dan tidak

terganggu.38

9. Keutamaan Berdzikir

Berdzikir kepada Allah merupakan suatu rangka dari rangkaian

iman dan Islam yang mendapat perhatian khusus dan istimewa dari Al

Quran dan sunnah. Dzikrullah mrupakan peringkat doa yang paling tinggi ,

yang di dalamnya tersimpan hikmah serta manfaat yang besar bagi hidup

dan kehidupan dunia dan akhirat. Di antara berbagai keutamaan dan

keistimewaan dzikrullah adalah sebagai berikut:

1) Dzikrullah menunjukkan tanda baik sangka kepada Allah

2) Dzikrullah menghasilkan rahmat dan inayah Allah.

3) Dengan dzikrullah, seorang akan di sebut-sebut Allah di

hadapan hamba-hamba pilihan-Nya.

4) Dzikrulah akan membimbing hati dengan mengingat dan

menyebut Allah.

5) Dzikrullah memberikan sinaran kepada hati dan

menghilangkan kekeruhan jiwa

6) Dzikrullah dapat melepaskan diri dari resah dan gelisah

7) Dzikrullah membuat hati kita menjadi tenang dan

tenteram.39

38 M. Rojaya, Zikir Zikir Pembersih dan Penentram Hati, ( Bandung: PT Mizan Pustaka,

2009), 40-42.

39 Samsul Munir Amin, Etika Berdzikir Berdasarkan Alquran dan Sunnah, (Jakarta:

AMZAH, 2011), 2-3

39

10. Proses Terapi Islam

Therapy (dalam bahasa Inggris) bermakna pengobatan dan

penyembuhan. Terapi juga dapat diartikan sebagai upaya sistematis dan

terencana dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi oleh

klien dengan tujuan mengembalikan, memelihara, dan mengembangkan

kondisi dan posisi yang proporsional. Manusia yang akal dan qolbunya

proporsional merupakan sosok manusia yang sehat serta bahagia dunia dan

akhirat.

Terapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan dengan

melalui bimbingan Al-Qur’an dan As Sunnah Nabi Muhammad SAW atau

secara empirik adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah, Malaikat-

Malaikat-Nya Rasul-Nya.

Proses terapi dan penyembuhan melalui pendekatan islami sering

disebut dengan istilah istisfa’. Salah satu metodenya adalah do’a. Menurut

Isep Zainal, terapi Islam dapat diistilahkan sebagai al-istisfa’ bil al-

Qur’an wa al-du’a, yaitu penyembuhan terhadap penyakit-penyakit dan

gangguan psikis yang didasarkan kepada tuntunan nilai-nilai Al-Qur’an

dan do’a. Dalam proses terapi islam harus melalui beberapa tahapan yaitu:

1) Wawancara awal

Pada tahap ini perlu dirumuskan tentang apa yang

akan terjadi selama terapi berlangsung aturan-aturan apa

saja yang harus diketahui dan akan dilaksanakanm oleh

konseli/klien. Dalam tahap awal ini perlu dibina rapport

yaitu hubungan yang menimbulkan keyakinan dan

40

kepercayaan klien bahwa ia akan dapat ditolong. Dalam

tahap awal ini juga klien harus bersedia mengutarakan

pikiran dan perasaannya kepada konselor.

2) Proses terapi

Pada tahap ini, terapis (konselor) perlu mengkaji dan

mendalami pengalaman masa lalu selama hal itu relevan

dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien. Hal yang

tidak kalah pentingnya adalah menghidupkam suasana

keakraban dan komunikasi dua arah.

3) Tindakan

Pada tahap ini, baik terapis maupun klien mengkaji

ulang kembali apa yang telah dipelajari klien selama terapi

berlangsung, dan apa yang akan diterapkannya nantinya

dalam kehidupannya. Hal yang sangat penting dilakukan

adalah agar tujuan terapi yang telah disepakati bersama

dapat tercapai.

4) Mengakhiri terapi

Terapi dapat berakhir kalau tujuan telah disepakati,

namun bisa juga terapi berakhir apabila klien tidak

melanjutkan terapi.

Tetapi juga bisa berakhir apabila tidak dapat

menolong kliennya, namun terapis sebaliknya merujuk

kliennya kepada ahli lain sesuai dengan jenis

41

masalah/problem yang dihadapi oleh klien tersebut. Terapis

harus menghilangkan sedikit demi sedikit ketergantungan

klien terhadap dirinya, karena klien akan menghadapi

lingkungannya tanpa bantuan terapis (konselor).40

11. Hasil Terapi Zikir

Hasil terapi zikir pada lansia antara lain sebagai berikut:

1. Meningkatkan ketenangan jiwa pada lansia untuk

mengetahui apakah terdapat penurunan tekanan darah dan

peningkatan ketenangan jiwa setelah diberikan terapi zikir

pada lansia. Meningkatnya tekanan darah berhubungan

dengan buruknya managemen emosi pada individu. Hal ini

disebabkan emosi-emosi negatif ini menjadi stressor yang

berdampak kesejahteraan subjektif dan ketenangan.41

2. Mempengaruhi kualitas tidur lansia. Kualitas tidur

merupakan suatu keadaan tidur yang dijalani seseorang

yang menghasilkan kesegaran atau kebugaran saat

terbangun. Dampak karena kualitas tidur yang buruk adalah

stres yang meningkat dan sering lupa. Salah satu untuk

40 Sattu Alang, “Manajemen Terapi Islam dan Prosedur Pelayanannya”, Jurnal

Bimbingan Penyuluhan Islam, 1, (Juli, 2020), 81-84.

41 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan

Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, 55.

42

meningkatkan kualitas tidur adalah dengan melafadzkan

dzikir. 42

3. Dzikir membantu individu membentuk persepsi yang lain

selain ketakutan, yaitu keyakinan bahwa semua konflik,

masalah akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan

Allah SWT. Saat seorang membiasakan berdzikir, ia akan

merasa dirinya dekat dengan Allah, berada dalam

lindungan-Nya yang kemudian akan membangkitkan

percaya diri, kekuatan, perasaan aman, tentram dan

bahagia. Umat Islam percaya bahwa menyebut asma Allah

secara berulang (berdzikir) dapat menyembuhkan jiwa dan

menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam berdzikir merasa

dalam penjagaan dan lindungan dari Allah SWT .43

B. Ketenangan Jiwa

1. Kondisi Kejiwaan Lansia

Pada proses penuaan terjadi berbagai hal yang mengakibatkan

berbagai fungsi tubuh menurun yang dapat menimbulkan berbagai

masalah kesehatan dan merupakan faktor risiko terjadinya gangguan

mental emosional. Gangguan mental emosional merupakan suatu

42 Retno Yuli Hastuti, “Pengaruh Melafalkan Dzikir Terhadap Kualitas Tidur lansia”,

Jurnal Keperawatan Jiwa, 3, (November, 2019), 303.

43 Citra Y Perwitaningrum,” Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Terhadap Penurunan

Tingkat Kecemasan pada Penderita Dispepsia”, Jurnal Intervensi Psikologi, 2, (Desember, 2016),

154.

43

keadaan yang mengindikasikan adanya perubahan emosional pada

individu yang dapat berkembang pada keadaan patologis.

Pada lansia aspek intelegensi, ingatan, serta bentuk lain dari

fungsi mental akan menurun drastis dengan bertambahnya usia. Lansia

cenderung sulit untuk menemukan maupun mengeja kata-kata yang

umum, perubahan seperti ini seringkali menyebabkan lansia menjadi

terganggu dan frustasi.

Selain aspek intelegensi , ingatan serta fungsi mental yang

menurun, adanya faktor lain dapat menimbulkan gangguan mental

emosional bagi lansia. Faktor individu, faktor sosial ekonomi, serta

faktor lingkungan dapat mempengaruhi keadaan mental emosional

lansia.

Faktor individu seperti karakteristik sosio demografi , penyakit

kronis, ketidakmandirian fisik, status gizi, serta genetik dapat

menyebabkan gangguan mental emosional bagi lansia. Perubahan yang

terjadi pada lansia seperti penurunan keadaan fisik , sosial, maupun

emosional.

Pada proses menua terjadi berbagi fungsi tubuh menurun.

Berbagai fungsi tubuh yang menurun in menyebabkan berbagai macam

penyakit dapat menyerang lansia. Naiknya insidensi penyakit

degenerasi maupun non degenerasi dapat berakibat dengan perubahan

dalam asupan makanan, perubahan dalam absorbs dan pemanfaatan zat

gizi di tingkat jaringan, dapat menyebabkan masalah gizi pada lansia.

44

Selain itu, adanya penyakit kronis, kelemahan atau kerapuhan,

kehilangan kemampuan untuk melaksanakn aktivitas sehari-hari dan

dikarenakan masalah mental maupun fisik yang lainnya juga daqpat

menyebabkan terjadinya gangguan mentak emosional pada lansia.

Kesehatan mental memiliki dampak bagi kesehatan fisik dan

sebaliknya.

Faktor sosio ekonomi yang sering menimpa lansia seperti

kesepian, kemiskinan, konflik di dalam keluarga seringkali menjadi

factor yang menyebabkan gangguan mental emosional pada lansia.

Lansia sering mengalami kehilangan, seperti kehilangan pasangan

hidup, teman, maupun sahabat, hal ini menyebabkan lansia merasa

kesepian. Lanjut usia juga rentan untuk mengalami peristiwa kematian,

penurunan status sosial ekonomi melalui pensiun maupun terjadinya

kecatatan.44

2. Pengertian Ketenangan Jiwa

Ketenangan berasal dari kata “tenang”. ketenangan secara

etimologi berarti menatap, tidak gasar, yaitu suasana jiwa yang berada

dalam keseimbangan sehingga menyebabkan seseorang tidak terburu-

buru atau gelisah. Tenang juga berarti diam, tidak berubah-ubah, tidak

gelisah, tidak gugup dan cemas betapa pun keadaan gawat, tidak

tergesa-gesa.

44 Nabilah Qonitah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan Gangguan

Mental Emosional Pada Lansia”, Jurnal Berkala Epidemiologi, 1, (Januari, 2015), 2-3.

45

Sedangkan kata jiwa dalam bahasa inggris disebut psyche yang

berarti jiwa, nyawa atau alat untuk berfikir. Sedangkan dalam bahasa

Arab jiwa sering disebut dengan “ al nafs” oleh Imam Al Qazali

dimaknai bahwa jiwa adalah segala hakekat kejiwaannya, itulah

pribadi dan zat kejiwaannya.

Jiwa adalah roh manusia yang ada dalam ambu dan

menyebabkan hidup. Jiwa yang dimaknai sebagai seluruh kehidupan

batin manusia berupa perasaan, pikiran, dan sebagainya. Jiwa dalam

agama adalah sebahagian dari kerohanian manusia yaitu kesanggupan

merasakan sesuatu. Seseorang dikatakan berjiwa jika sanggup

mengalami, merasakan berkemauan dan lain sebagainya. Dengan

demikian jiwa yang dimaksud disini adalah segala hal yang meliputi

dan dimiliki oleh manusia yang meliputi hati, pikiran, dan perasaan.

Dalam psikologi, jiwa lebih dihubungkan dengan tingkah laku

sehingga yang diselidiki oleh para psikologi adalah perbuatan yang

dipandang sebagai gejala-gejala dalam jiwa.

Menurut derajad mengemukakan bahwa ketenangan jiwa

seseorang dapat di lihat di antaranya:

1) Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari

gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-

gejala penyakit jiwa (psychose).

46

2) Kesehatan mental adalah kemampuan untuk

menyesuaikan diri sendiri dan dengan orang lain dan

masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.

3) Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang

bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan

segala potensi, bakat, dan pembawaan yang semaksimal

mungkin sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dari

orang lain.

4) Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang

sesungguh-sungguhnya antara fungsi jiwa, serta

mempunyai kesanggupan menghadapi problem yang

dihadapinya untuk melahirkan ketenangan jiwa dan

kebahagiaan pada dirinya.

Sedangkan manusia yang memiliki ketenangan jiwa menurut

Zakiyah Derajat manusia yang memiliki ketenangan jiwa mulai dari

tingkat yang paling ringan sampai tingkat yang paling parah sehingga

mengarah pada depresi dan kegilaan. Hal itu dapat dilihat dari beberapa

segi yaitu:

a) Dari segi perasaan diantara gangguan perasaan yang

disebabkan karena ketenangan mental adalah rasa

cemas, gelisah, bimbang dan ragu.

47

b) Dari segi pikiran, gejala itu dapat dilihat berupa

sering lupa, tidak dapat berkonsentrasi , kemampuan

berfikir melawan, dan merasa pikirannya buntu.

c) Dari segi perilaku dan kelakukan, gejala yang

nampak adalah adanya penyimpangan-

penyimpangan yang dilakukan sehingga

menyebabkan dirinya dan orang lain menderita

seperti tindak kriminal, agresif (menyerang),

deskruktif (merusak) dan lain-lain.45

Disisi lain bahwa ketenangan jiwa dapat dipengaruhi oleh dua

faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal

sangat dipengaruhi oleh tingkat keimanan dan ketaqwaan, sikap dalam

menghadapi problema hidup, rutinitasnya dalam berzikir dan kondisi

jiwa lainnya yang stabil, memiliki rasa syukur-syukur dan sabar, tidak

mudah putus asa dan mudah beradaptasi dengan orang lain dengan

berbagai kebahagiaan. Sedangkan faktor eksternal atau kondisi luar

yang melingkupi seseorang seperti kondisi lingkungan, tingkat

pendidikan, keadaan ekonomi dan keadaan sosial, politik, dan faktor

lainnya. Namun dari kedua faktor tersebut, yang paling menentukan

45 Susilawati, “ Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjad”, (Skripsi, UIN, Raden Intan

Lampung, 2017), 81-82

48

adalah faktor internal yang akan mengantar manusia meraih ketenangan

jiwa. 46

Memang jika dilihat, kebanyakan orang-orang yang terkena

kekuatan mental (mental disorder), adalah mereka yang jauh dari

norma-norma agama, sebaliknya orang yang senantiasa mengingat

kepada Allah akan mampu mengontrol dan mengendalikan segala

pikiran, emosi, dan perbuatannya, sehingga apabila tidak meraih apa

yang diinginkan, tidak akan terganggu jiwanya.

Ketenangan jiwa adalah jiwa yang diwarnai sifat-sifat yang

menyebabkan selamat dan bahagia. Sifat-sifat tersebut adalah syukur,

sabar, takut dosa/ siksa, cinta Allah, mengharapkan pahala Allah, dan

memperhitungkan amal perbuatan dirinya selama hidup.

Jiwa yang tenang dalam konteks spiritual berkaitan dengan

thuma’ninah (ketenangan). Thuma’ninah merupakan kondisi spiritual

seorang hamba yang akalnya kokoh, imannya kuat, ilmunya mendalam,

dzikirnya jernih dan hakikatnya tertancap kokoh. Menurut As Sarraj,

kondisi thuma’ninah dapat dibedakan menjadi tiga kondisi, antara lain:

1) Ketenangan jiwa kaum awam dimana ketika berdzikir

mengingat Allah, mereka merasa tenang dengan berdsikir

kepada-Nya. Maka bagian yang mereka dapatkan dari

dzikir tersebut adalah dikanulkannya do’a-do’a mereka

dengan diperluas rezekinya dan dihindarkan dari bencana.

46 Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa”, Jurnal Media Intelektual Muslim dan

Bimbingan Rohani, 1, (Juni, 2020), 20-22.

49

2) Ketenangan bagi orang-orang khusus dimana mereka rela

dan senang atas keputusan takdir-Nya, sabar atas cobaan-

Nya, ikhlas, takwa, tenang, dan merasa mantap sesuai

dalam kebersamaannnya dengan Allah maka ketenangan

mereka bercampur dengan penglihatan mereka pada

ketaatan yang mereka lakukan. Golongan yang paling

khusus dimana mereka tahu bahwa rahasia-rahasia hati

mereka tidak sanggup merasa tenteram kepada-Nya dan

tidak bisa tenang karena kewibawaan dan keagungannya.

3) Kondisi jiwa yang tenang atau thuma’ninah merupakan

pintu gerbang menuju kondisi spiritual yang lebih tinggi

yaitu musyahadah atau kehadiran hati atau penyaksian.47

3. Kriteria Ketenangan Jiwa

Adapun kriteria ketenangan jiwa antara lain sebagai berikut:

1) Sabar, merasa ridho dan ikhlas terhadap segala sesuatu

yang tidak disenangi menimpa dirinya dan kemudian

berserah diri kepada Allah. Sabar juga merupakan usaha

dengan hati yang mantap pada Allah untuk

mengusahakan Sabar juga merupakan usaha dengan hati

yang mantap pada Allah untuk mengusahakan Sabar

juga merupakan usaha dengan hati yang mantap pada

Allah untuk mengusahakan Sabar juga merupakan

47 Atmonadi, Kun Fayakun, (Jakarta:Atmoon Self Publishing, 2018), 60-61.

50

usaha dengan hati yang mantap pada Allah untuk

mengusahakan tercapainya sesuatu.

2) Optimis, memiliki semangat, keyakinan akan harapan

yang mampu menumbuhkan cinta dan kebaikan dalam

tubuh manusia dan berkembang pandangannya tentang

kehidupan.

3) Merasa dekat dengan Allah, individu yang selalu

merasa dekat dengan Allah akan selalu merasa diawasi

dan dilindungi oleh Allah. Oleh karena itu individu

akan berhati-hati dalam bertindak dan merasa

terlindungi dan dijaga oleh Allah.48

C. Pengertian Lanjut Usia

1. Lanjut Usia

Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada kehidupan

manusia yang di mulai dari usia 60 tahun. Adapun lanjut usia dapat

diklasifikasi, lansia awal (65 hingga 74 tahun), dan lansia akhir (85 tahun

atau lebih). Lanjut usia merupakan suatu keadaan yang tidak dapat

dihindari sebagai salah satu tahapan perkembangan yang harus dilewati

dalam rentang kehidupan manusia.

Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada

daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat 2,3,4 UU

48 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan

Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, 58.

51

No.13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah

seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.49

Seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun ke atas.

Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu

proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh

untuk beradabtasi dengan stress lingkungan . lansia adalah keadaan yang

ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan

terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan

penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan

secara individual.50

2. Batasan-Batasan Lanjut Usia

Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.

Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi:

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old) di atas usia 90 tahun.

49 Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Salemba Medika,

2008), 32.

50 Ferry Effendi, Keperawatan Kesehatan Komunitas, (Jakarta: Salemba Medika, 2009),

243.

52

3. Penuaan

Penuaan adalah proses alamiah yang tidak dapat dihindari,

berjalan terus menerus, dan berkesinambungan. Tujuan hidup manusia

adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging

artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Keadaan sehat pada lanjut usia

dibutuhkan upaya pelayanan kesehatan yaitu promosi kesehatan dan

pencegahan penyakit yang juga harus dimulai sendiri mungkin dengan

cara dan gaya hidup sehat. Prevensi yang dimaksudkan adalah mencegah

agar proses menua tidak disertai dengan proses patologik. Kesehatan

pada lanjut usia (Healthy aging), akan dipengaruhi oleh dua faktor antara

lain:

a. Faktor endogenik (endogenik aging), dimulai dengan cellular

aging lewat tissue dan anatomical aging kearah proses

menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus

berputar.

b. Faktor eksogenik (Exogenic factor), dibagi dalam penyebab

lingkungan (environment) dimasa seseorang hidup dan faktor

sosio-ekonomi, sosio budaya, atau yang paling tepat disebut

gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging tadi, kini lebih

dikenal sebagai faktor risiko dari berbagai penyakit

degenerative.

Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang

telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa,

53

masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik biologis maaupun psikologis. Masa

lansia bisa disebut dengan masa kecemasan merupakan masa dimana

lansia belum tentu mampu melewati, lansia membutuhkan perawatan dan

bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.51

Setiap manusia yang berumur panjang akan mengalami berbagai

perubahan dari berbagai sisi mulai sejak lahir hingga akhir hayatnya.

Perubahan tersebut adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak

oleh siapapun hingga masa senja. Menurut Hariadi proses menua dalam

blognya “sehat harmoni Indonesia”, dialami sejak 30 dan di atas 60 tahun

yang mulai menunjukkan masalah seperti gangguan fisik. Gejala tersebut

dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, antara lain:

a. Faktor Gizi

Masalah gizi bisa timbul karea gangguan pencernaan

ketika masa pertumbuhan maupun masa tua. Gangguan

tersebut sering terjadi sehubungan dengan masalah gizi, yakni

ketatnya seseorang dalam berdiet.

b. Faktor lingkungan

Akibat pengaruh dari keluarga, pekerjaan dan

pergaulan dapat menekan pikiran seseorang dan berakibat

terjadinya stress. Jika berlangsung dalam jangka lama, maka

akan berakibat pada proses menua seseorang.

51 Pipit Festi W, Lanjut Usia Perspektif dan Masalah, (Surabaya: UM Surabaya

Publishing, 2018), 5-7.

54

c. Faktor Gen

Rambut beruban, gigi rontok, kelemahan tubuh dapat

dialami seseorang pada usia muda akibat pengaruh dalam

tubuh seseorang. Namun umumnya, gejala tersebut akan

tampak pada usia 65 tahun.

4. Perubahan Akibat Proses Menua

Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang

terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain:

a. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta

garis-garis yang menetap

b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban

c. Gigi mulai lepas (ompong)

d. Penglihatan dan pendengaran berkurang

e. Mudah lelah dan mudah jatuh

f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah

g. Pola tidur berubah

Sedangkan juga terjadi kemunduran kognitif pada lansia

diantaranya:

a. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik.

b. Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik

daripada hal-hal yang baru saja terjadi

c. Seting adanya disorientasi terhadap waktu, tempat, dan

orang

55

d. Sulit menerima ide-ide baru.52

5. Permasalahan Umum Lansia

Secara umum, masalah yang sering terjadi pada lansia

dibedakan menjadi masalah fisik dan fisiologis serta masalah psikologis.

Masalah ini akan dijelaskan di bawah ini:

a. Permasalahan dari Aspek Fisiologis

Terjadinya perubahan normal pada fisik lanjut usia

yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan

medik. Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan

organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut

beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau

menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun,

daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena

proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk,

tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan

mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek,

terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding

pembuluh darah menebal sehingga tekanan darah tinggi, otot

jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ

reproduksi terutama pada wanita, otak dan reaksi menjadi

52 Dewi Pandji, Menembus Dunia Lansia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012),

3-8.

56

lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu

menurun.

b. Permasalahan dari Aspek Psikologis

Menurut Hadi Martono dalam Darmojo53, beberapa

masalah psikologis lanjut usia antara lain:

1) Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lanjut usia pada

saat meninggalnya pasangan hidup, terutama bila dirinya

saat itu mengalami penurunan status kesehatan seperti

menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau

gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran

harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.

Banyak lanjut usia hidup sendiri tidak mengalami

kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang

hidup dilingkungan yang beranggota keluarga yang

cukup banyak tetapi mengalami kesepian. Pada

umumnya masalah yang paling banyak terjadi pada

lanjut usia adalah kesepian.

2) Duka cita (bereavement), pada periode duka cita ini

merupakan periode yang sangat rawan bagi lanjut usia.

meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan

hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan

kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lanjut usia, yang

53 Rahmah, Pendekatan Konseling Spiritual pada Lanjut Usia (Lansia), 38-39.

57

selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan

kesehatannya.

3) Depresi, persoalan hidup yang mendera lanjut usia

seperti kemiskinan, usia, stress yang berkepanjangan,

penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh, perceraian

atau kematian pasangan, keturunan yang tidak bisa

merawatnya dan sebagainya dapat menyebabkan

terjadinya depresi. Gejala depresi pada usia lanjut sedikit

berbeda dengan dewasa muda, dimana pada usia lanjut

terdapat gejala somatic. Pada usia lanjut rentan untuk

terjadi: episode depresi berat dengan ciri melankolik,

harga diri rendah, penyalahan diri sendiri, ide bunuh diri,

penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara

faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik. Seorang

usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja

mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan

menyangkal adanya depresi. Yang sering terlihat adalah

hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak

bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri kecemasan

dan perlambatan motorik.

4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu

fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum,

gangguan stress setelah trauma dan gangguan obstetif

58

kompulsif. Pada lanjut usia gangguan cemas merupakan

kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan

dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek

samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu

obat.

5) Psikosis pada lanjut usia, dimana terbagi dalam bentuk

psikosis bisa terjadi pada lanjut usia, baik sebagai

kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang timbul

pada lanjut usia.

6) Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut

yang sering terdapat pada lanjut usia yang ditandai

dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa

tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga

berniat membunuhnya. Parafrenia biasanya terjadi pada

lanjut usia yang terisolasi atau diisolasi atau menarik diri

dari kegiatan sosial.

7) Sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana

lanjut usia menunjukkan penampilan perilaku yang

sangat mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta

berbau karena lansia ini sering bermain-main dengan

urin dan fesesnya. Lanjut usia sering menumpuk barang-

barangnya dengan tidak teratur.

59

BAB III

PAPARAN DATA

A. Dekripsi Data Umum

1. Sejarah Berdirinya Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

Sejarah asal mula Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo atau sering disebut Lks Lu Panti Dhuafa Lansia Ponorogo.

Panti yang di dirikan seorang yang dikenal dengan nama Rama Philips

yang dulunya berlatar belakang seorang pemulung di wilayah kota

Ponorogo. Awal berdirinya panti duafa Ngasinan Jetis Ponorogo

karena atas dasar rasa kemanusiaan. Tujuannya agar bisa bermanfaat

bagi orang lain. Dari riwayat hidup bapak rama sendiri pernah

mengalami kesulitan hidup jadi orang pinggiran. Selama 8 tahun jadi

pemulung sampah dipinggir jalan karena kebutuhan sangat berkurang,

dan kehabisan semangat untuk menjalani kehidupan.

Di saat jadi seorang pemulung bapak Rama kehidupanya

sangat kesulitan dalam ekonomi untuk mencukupi kebutuhan 2 anak

dan istrinya. Beliau hanya mengandalkan dari memungut barang

bekas ditengah kota Ponorogo. Karena hasil jadi pemulung tidak

cukup untuk kehidupan sehari-hari, akhirnya bapak Rama

memberikan air tajin atau air rebusan beras sebagai pengganti susu

formula anak-anaknya. Mirisnya lagi disaat istrinya sakit dan butuh

60

biaya yang cukup besar sehingga istri yang beliau sayangi meninggal

dunia. Singkat cerita saat mulung bapak Rama menemukan bekas

lampu jari yang sudah mati beliau bongkar di situ beliau menemukan

inisiatif untuk mencoba memperbaikinya dan akhirnya berhasil dan

dari situ bapak Rama mulai beralih jadi tukang jual dan servis lampu

bekas yang di bantu istri keduanya. Dengan provesi tersebut ekonomi

bapak Rama mulai ada peningkatan dan di kenal dengan nama Rama

Philips. Pada saat beliau menjual lampu bekas di pasar sawo, bapak

Rama menjumpai seorang lansia yang sangat memprihatinkan.

Dengan adanya lansia tersebut bapak Rama teringat masa sulitnya

dimasa lalu. Kemudian bapak Rama memutuskan untuk merawat

lansia tersebut dan didukung kedua anaknaya dan istrinya. Pada saat

itu bapak Rama masih ngontrak rumah. Dengan hal itu beliau melihat

banyaknya lansia terlantar di wilayah ponorogo bapak rama pada

tahun 2016 mengontrak rumah lagi untuk mendirikan Rumah Singgah

Dhuafa Ponorogo dengan tujuan memberi makan orang yang

kelaparan dan memberi selimut orang kedinginan.

Di tahun 2017 di tengah bomingnya batu akik bapak Rama

menggeluti bisnis batu akik dari modal 80.000 ( delapan puluh ribu )

hingga menjadi ratusan ribu. Dari situ bapak Rama mulai bisa

membeli rumah yang cukup sederhana. Kemudian ada sisa tanah di

belakang rumah bapak Rama untuk membangun sebuah tampungan di

belakangnya yang berkapasitas 35 jiwa, dan disitu banyak lansia yang

61

dirawat oleh beliau. Karena banyaknya lansia yang dirawat bapak

Rama mulai berdatangan relawan sosial yang membantunya merawat

lansia. Pada akhir tahun 2017 bapak Rama mulai dikenal dari

kalangan pihak terkait dan di sarankan untuk melegalkan Rumah

Singahnya menjadi LKS.

Pertama kali dibangun panti lansia tempatnya di Turi Jetis

Ponorogo dengan kapasitas 24 orang. Berjalan 1 Tahun ada 35 orang

sampai melebihi kapasitas. Pada akhirnya membangun tempat di

Ngasinan Jetis Ponorogo untuk keseluruhan menampung 110 orang

sampai sekarang. awalnya berinisiatif untuk menampung lansia yang

terlantar dan ternyata banyak berbagai macam orang akhirnya

menampung orang dalam gangguan jiwa. Tujuannya untuk

memberikan kenyamanan yang layak.54 Di dalam panti lansia tersebut

terdapat berbagai macam kamar yaitu kamar lansia produktif, kamar

ODGJ (orang dalam gangguan jiwa), kamar lansia betres, dan kamar

lansia subsidi (khusus lansia yang kena stroke). Semua dibedakan

antara kamar laki-laki dan perempuan. Tujuannya supaya mudah

mendapatkan pelayanan dan perawatan lebih baik.55

Di awal tahun 2018 bapak Rama melegalkan rumah

singgahnya sehingga menjadi Lks Panti Dhuafa Lansia Ponorogo.

Dari situ Lks yang di kelola beliau mulai berkembang pesat dengan

54Dokumen data (Lembaga Kesejahteraan Sosial Panti Dhuafa Lansia Ponorogo 2019), 1

55 Hasil wawancara dengan ketua panti lansia Dukuh Mantup, Desa Ngasinan,

Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo pada tanggal 23 Maret 2021.

62

dana sumber daya masyarakat. Meskipun beliau tidak pernah galang

dana melalui kotak amal ataupun di lampu merah, beliau hanya

mengugah kegiatannya merawat para lansia terlantar di akun

facebook. Tujuannya agar ada donatur yang ikhlas untuk membantu

pengembangan panti. Dari situ kesuksesan mulai di gapai oleh bapak

Rama.

Meskipun sudah sukses beliau tidak pernah lupa siapa dirinya

dulu. Sehingga beliau tetap berpegang teguh dengan tujuan awal

mendirikan panti dhuafa dan lansia. Beliau melebarkan jangkuan

dengan berkerjasama dengan Dinas Sosial P3A Ponorogo. Selain itu

juga menjalin MOU bersama Dinas Sosial Luar Kota Ponorogo

dengan tujuan agar Republik Indonesia ini terbebas dari orang

terlantar. Pada akhirnya panti duafa Ngasinan Ponorogo menjadi

solusi untuk mereka dhuafa dan lansia yang terlantar dan membantu

program dari pemerintah dalam pelaksanaan Undang Undang Pasal 34

ayat 1 yang bunyinya ( Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara

oleh negara ) Atau dalam UU 13 Tahun 2011 tentang penanganan

fakir miskin.56

2. Profil Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

Panti lansia dhuafa Ngasinan Jetis Ponorogo adalah sebuah

nama yang berdiri dan berjalan sendiri dari perintis perseorangan dan

56 Dokumen data (Lembaga Kesejahteraan Sosial Panti Dhuafa Lansia Ponorogo 2019), 1.

63

tidak tergabung dengan grub ataupun komunitas manapun, kami

berjalan sendiri berlandaskan murni dari hati nurani dan rasa welas

asih terhadap sesama insan manusia.

3. Visi dan Misi Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

Visi: Memberikan sandang pangan papan dan memperhatikan kondisi

kesehatan bagi saudara kita yang kurang beruntung terutama

bagi para dhuafa dan lansia terlantar dengan landasan rasa

kemanusiaan dan welas asih untuk kesejahteraan mereka,

memberikan motivasi/bimbingan para dhuafa agar mereka bisa

bersosialisasi dengan masyarakat dan bisa kembali ke

masyarakat layak pada umumnya, memberikan

motivasi/bimbingan bagi para lansia agar selalu menjaga

kesehatan dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan YME.

Misi: Panti Dhuafa Lansia Ponorogo bergerak di bidang bakti sosial

bagi saudara saudara kita yang nasibnya kurang beruntung

terutama bagi para lansia / orang tua yang sudah tidak mampu

bekerja lagi tanpa ada yang perduli serta hidup sebatang kara

tanpa sanak saudara, dengan niat dan tekad kami yang membara

kami akan berusaha berjuang untuk saling berbagi kepada

mereka dengan landasan rasa kemanusiaan dan welas asih.

64

4. Tujuan Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

Mewadahi kaum duafa karena welas asih yang dimasa tuanya

tidak ada yang merawat, disitulah timbul hati nurani untuk

menampung kaum dhuafa.

5. Program Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

a. Pengembangan kemandirian di daerah terpencil serta untuk

meningkatkan kemandirian gelandangan, pengemis, anjal, lansia,

serta orang yang mengalami keterbelakangan mental dan

desabilitas biar bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhan

hidupnya, maka perlu diadakan penyuluhan dalam berbagai aspek

kehidupan dan penghidupannya agar mampu menanggapi

perubahan Sosial Budaya dan lingkungan.

b. Meningkatkan dan meratakan pelayanan sosial yang lebih adil

dalam arti bahwa setiap warga negara yang berhak untuk

memperoleh pelayanan sosial yang sebaik baiknya.

c. Pemberdayaan warga negara dalam segala aspek kehidupan agar

mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani dan sosial

sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.

6. Letak geografis

Dari arah Utara di Jalan Ahmad Yani. Terus kearah selatan

menemui jalan pertigaan dekat Agen SR12 desa Ngasinan, kecamatan

Jetis Kabupaten Ponorogo kemudian belok ke barat terdapat baliho

65

Panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Melanjutkan ke arah barat

jarak 100 meter. Memasuki Dukuh Mantup, RT 02 RW 01, Desa

Ngasinan, Kecamatan Jetis, kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa timur.

7. Keadaan pengurus Panti Dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

Keadaan panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

berjumlah 16 pengurus yaitu :1 orang ketua Panti, 2 orang sekertaris,

1 orang bendahara, 4 orang pengasuh, 2 orang keamanan, 3 orang

bagian dapur atau memasak, 2 orang Seksi kerohanian, dan 2 orang

seksi apangan. Sedangkan tingkat pendidikan akhir 3 orang

berpendidikan tingkat SD, 2 orang berpendidikan tingkat SMP, 9

orang berpendidikan tingkat SMA. Secara lebih detail, keadaan

pengurus panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo bisa di lihat di

lampiran data pengurus pendidikan.

8. Sarana dan Prasarana

a. Kantor

b. Aula

c. Kamar

d. Dipan (tempat tidur + Kasur)

e. Kamar mandi

f. Selimut

g. Kursi Roda

h. Spiker aktif

66

i. Ambulan

j. Komputer

k. Kipas angin.57

9. Kegiatan Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo

1) Kegiatan harian melakukan senam pagi untuk melatih otot-otot

yang kaku agar tetap sehat meskipun sudah lanjut usia.

2) Kegiatan mingguan melakukan jalan-jalan pagi, potong kuku,

ro’an dan siraman rohani.

3) Kegiatan bulanan melakukan fogging nyamuk dan potong

rambut.

4) Kegiatan tahunan mengadakan pengajian untuk menguatkan

jiwa kerohanian para lansia. 58

57 Lihat Data Dokumen 2020-2021, Panti Dhuafa Lansia Ngasinan, Jetis, Ponorogo, 1-6.

58 Hasil Wawancara dengan Pengurus Panti Lansia Dukuh Mantup, Desa Ngasinan,

Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo Pada Tanggal 23 Maret 2021.

67

B. Dekripsi Data Khusus

1. Kondisi kejiwaan Lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo

Peristiwa ini terjadi pada lansia yang ada di Panti Dhuafa Lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo. Dimana yang sedang dialami oleh bapak Jani

dan bapak Sumaji yang berumur sekitar 80 tahun mengalami

permasalahan terkait kedekatan dengan pasangan hidupnya. Kedekatan

memungkinkan seseorang untuk mengenal secara mendalam dan

membentuk kekaguman akan sifat dan watak pasangan hidupnya. seperti

yang dikatakan oleh bapak Jani sebagai berikut:

“Hati saya gundah gelisah mbak masih kepikiran istri saya.

Istri saya itu baik, istri yang selalu mengalah kalau misalnya ada

kesulitan kita selalu berunding, dan istri saya selalu menghendaki.

Istri saya itu orangnya tidak mementingkan dirinya sendiri, apa-apa

untuk anak. Pasangan hidup yang sangat menghargai kerja keras

suami yang tidak kenal lelah mencari nafkah untuk keluarganya.

Setelah kehilangan sosok orang yang sangat saya sayangi diri saya

mengalami kesepian, sedih dan gundah hati saya karena sudah

tidak ada yang memperhatikan saya dan saya merasa sendiri ”.59

59 Lihat Transkip Wawancara No. 01/W/23-III/2021

68

Permasalahan tersebut juga dialami oleh bapak Sumaji sebagai

berikut:

“Saya masih kepikiran istri saya, di panti saya merasa

kesepian biasanya ada teman ngobrol dan sekarang merasa sepi

tidak punya teman untuk ngobrol. Kedekatan yang terjalin dalam

sebuah hubungan setelah sekian lama, rasanya juga sangat sedih

sekali, rindu, dan bingung, karena istri saya sudah tidak ada, dan

saya kehilangan sosok orang yang penting bagi hidup saya. Tapi

bagaimana lagi harus saya ikhlaskan karena yang kuasa sudah

mengaturnya kita tinggal menerima takdir yang Allah kehendaki

seperti ini”.60

Pendapat yang disampaikan lansia tersebut dikuatkan oleh pak

Agus Setyo Pramono selaku pengurus panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo tentang permasalahan yang dialami lansia di panti tersebut

adalah kehilangan pasangan hidup yang menimbulkan kesepian

diantaranya sebagai berikut:

“Memang yang saya ketahui permasalahan yang dialami oleh

kedua lansia tersebut itu tentang kondisi kejiwaannya mengalami

kesepian. Ditinggal pasangan hidupnya yang semasa hidupnya

memiliki kedekatan emosional yang diperkuat oleh perasaan cinta

antara mereka. Kedekatan ini memungkinkan keduanya mengenal

pasangan mereka, karena seringnya berinteraksi akan

60 Lihat Transkip Wawancara, No.02/W/23-III/2021.

69

memunculkan kekaguman. Kegiatan sehari-hari biasanya kumpul

bersama keluarga, anak dan saudara seperti ngobrol, canda tawa,

dan susah senang bersama keluarga. Dengan keadaan saat ini

berbeda sekali dengan keadaan yang ada di panti dhuafa lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo. Teringat keluarga yang banyak kenangan

dilewati bersama, namun sudah tidak ada lagi keluarganya karena

meninggal dunia dan anaknya sudah tinggal bersama suaminya dan

sibuk dengan pekerjaannya”.61

Perasaan kehilangan serta krisis identitas dalam keluarga

dibeberapa budaya yang berbeda diperoleh gambaran bahwa kepergian

anak meninggalkan orang tuanya untuk mencari nafkah ditempat lain dan

hidup berpisah dari orang tua dapat menimbulkan perasaan terancam

pada diri orang tua karena mereka merasa kehilangan kendali atas diri

anak-anak mereka dan status mereka sebagai orang tua menjadi

terancam. Hal tersebut juga dirasakan oleh lansia dari pak Jemari sebagai

berikut:

“Sebenarnya setiap orang tua mengharapkan anak-anaknya

kelak dapat membaktikan diri mereka bagi orang tuanya, menantu

mereka juga dapat membantu mertuanya yang diharapkan dapat

turut menunjang kesejahteraan hidup orang tua, termasuk dengan

61 Lihat Transkip Wawancara, No. 03/W/23-III/2021.

70

memberikan bantuan dukungan keluarga dalam menghadapi

berbagai masalah”.62

Keberdayaan serta identitas diri merupakan hal yang amat penting

bagi diri seseorang, dan pada berbagai kasus lansia. Hilangnya perasaan

berdaya dan terkikisnya identitas diri memicu munculnya rasa

ketidakberdayaan dan tidak kebermaknaan diri yang mendasari perasaan

hamba pada diri lansia. Ketidakberdayaan ini terkait dengan masalah

keterbatasan, seperti keterbatasan kemampuan fisik dan keterbatasan

untuk mengingat akibat bertambahnya usia, sementara ketidak

bermaknaan terkait dengan pengikisan eksistensi diri yang meraka

rasakan apalagi jika mereka membandingkannya dengan sejumlah orang

lain yang masih lebih mudah dari mereka dan tengah merawat mereka.

Sama hal nya yang dirasakan oleh lansia yang bernama pak Suryono

sebagai berikut:

“Terkadang kondisi jiwa terasa hampa dengan bertambahnya

umur melakukan suatu kegiatan menemui masalah dalam hal

keterbatasan seperti kemampuan fisik dan terkadang muncul rasa

minder atas keterbatasan lansia dibanding dengan orang yang

masih muda. Terkadang saya dihantui oleh kecemasan menghadapi

kematian”. Melalui pendekatan spiritual yang dilaksanakan oleh

pengurus panti, biasanya kesadaran lansia lebih diarahkan pada hal-

62 Lihat Transkip Wawancara, No. 04/W/10-VI/2021.

71

hal yang terarah pada kegiatan-kegiatan keagamaan termasuk

melakukan ritual-ritual keagamaan tertentu secara lebih taat”.63

Beberapa pandangan pendapat pengurus panti dhuafa lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo tentang kondisi kejiwaan lansia, sebagaimana

hal tersebut disampaikan oleh Eka Maria Francisca selaku pengurus

lapangan panti, berpendapat mengenai kondisi kejiwaan lansia di Panti

Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai berikut:

“Kondisi kejiwaan lansia yang ada di Panti Dhuafa Lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo mengalami tekanan pada pikiran

dikarenakan lingkungan yang tidak mendukung, sehingga

menyebabkan ketidaknyamanan didalam bersosialisasi dengan

anggota lansia yang lain. Sering terjadi ketegangan antara lansia

yang mempunyai kemauan membela kepentinganya sendiri”.64

Menurut pernyataan yang dialami oleh lansia yang bernama pak

Didik menyampaikan tentang kondisi kejiwaannya, sebagai berikut:

“Pelayanan yang sepenuhnya belum mencukupi kebutuhan

hidup pribadi, sehingga rasa ketidak nyamanan pada saat saya

dipanti membuat keinginan untuk keluar dari panti. Lingkungan

panti yang selalu membuat kecemasan dan timbul rasa gelisah

selalu melekat pada diri saya. Lansia yang lain sering menggangu

disaat kegiatan yang saya lakukan”.65

63 Lihat Transkip Wawancara, No. 05/W/10-VI/2021.

64 Lihat Transkip Wawancara, No. 06/W/23-III/2021.

65 Lihat Transkip Wawancara, No. 07/W/10-IV/2021.

72

Hal yang sama dialami oleh lansia yang bernama pak Untung

menyampaikan tentang kondisi kejiwaannya, sebagai berikut:

“Suasana hati yang saya alami sering timbul perasaan

keinginan seperti orang lansia pada umumnya yang dimana selalu

diperhatikan oleh keluarganya. Rasa sakit yang saya alami secara

lahir dan batin mengganggu kondisi kejiwaaan pribadi saya.

Memandang diri merasa tidak berdaya seperti berkeringat, gemetar,

pusing, berdebar-debar, mual dan mulut kering. Saya disini cuma

pasrah dan tawakkal kepada Allah SWT”.66

Pendapat lain dari pak Aris Prasetya selaku relawan panti dhuafa

lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai berikut:

“Beberapa lansia mengalami ketidaknyamanan dengan

lingkungan disekitarnya yang menimbulkan gangguan kecemasan.

Lansia merasa gugup, gelisah dan tegang karena merasa dirinya

sedang dalam bahaya, memicu kecemasan hingga mengalami

kesulitan tidur. Kehilangan minat pada ativitas sehari-hari akan

mengalami perubahan perilaku maupun suasana hati mereka”.67

Pendapat yang lain dari Rama selaku ketua panti dhuafa lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo, sebagai berikut:

“Kondisi kejiwaan yang dialami lansia di panti dhuafa lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo yaitu: a). Teringat keluarga, lansia yang

ada di panti masih teringat keluarganya. Kegiatan sehari-harinya

66 Lihat Transkip Wawancara, No. 08/W/10-IV/2021.

67 Lihat Transkip Wawancara,No. 09/W/24-III/2021.

73

hanya melamun, tidak mau beraktifitas, dan ingin pulang.

Semenjak diberikan di panti keluarganya belum ada yang

mengunjunginya. Karena keluarga dan anak-anaknya sudah sibuk

dengan pekerjaan dan ada yang sudah pindah di kota yang lain.

Terkadang lansia ingin di perlakukan seperti keluarga yang lain

yang diberikan perhatian. b). Depresi, lansia yang mengalami

depresi terhadap tekanan hidup sehari-hari disebabkan karena

merasa kehilangan atau terpisah dari keluarganya, merasa kesepian,

diasingkan, sedih, menangis dan merasa tidak berguna lagi. c).

Kesepian , lansia mengalami kesepian karena kehilangan pasangan

hidup, dan kehilangan anggota keluarganya. d). Masalah kesehatan,

lansia juga mengalami gangguan kesehatan, berbagai macam

masalah kesehatan pada lansia di panti antara lain: hipertensi, sakit

sendi, diabetes, batuk, sesak nafas, gatal-gatal, masalah psikis

antara lain insomnia, stres dan depresi”.68

Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi kejiwaan lansia

di Panti Dhuafa Ngasinan Jetis Ponorogo mengalami kesepian yang

karena di tinggal oleh keluarga atau orang yang di sayang, seorang lansia

mengalami depresi terhadap tekanan kehidupan sehari-hari, lansia

mengalami gangguan mental emosional belum stabil, dan kecemasan

akibat adanya sebagian lansia yang lebih mendominasi yang dapat

menimbulkan rasa tidak nyaman, prihatin dan tidak berdaya.

68 Lihat Transkip Wawancara, 10/W/24-III/2021.

74

2. Proses terapi zikir pada lansia dipanti dhuafa lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo

Kegiatan dan keterikatan dalam kelompok akan menghadirkan

nuansa kegembiraan lansia pada saat pertemuan berlangsung. Setidaknya

para lansia memiliki agenda kapan bisa bertemu dengan teman sebayanya

untuk saling bertukar informasi dan bersenda gura. Kegiatan seperti

membaca dzikir, pengajian, serta kegiatan keagamaan yang lain dapat

membangkitkan semangat hidup lansia agar kehidupannya lebih

bermakna. Hal ini dikatakan oleh lansia yang bernama pak Jani sebagai

berikut:

“Dengan adanya kegiatan terapi zikir memiliki arti penting

bagi keberlangsungan hidup saya dalam hal ini untuk

meningkatkan kualitas hidup baik fisik maupun psikis. Kegiatan

tersebut, juga dapat membantu atau memberikan kemudahan bagi

saya dalam berkomunikasi membicarakan sesuatu pembahasan

yang menarik”.69

Hal ini sama dengan yang dirasakan oleh pandangan dari

pengurus panti sebagaimana hal tersebut:

Menurut ibu Lany Khatmilah selaku pengurus bidang kerohanian

berpendapat sebagai berikut:

“Proses terapi yang diberikan kepada lansia biasanya

melihat kondisi ketenangan jiwanya, dikarenakan lebih

69 Lihat Transkip Wawancara, 11/W/22-III/2021.

75

memudahkan dalam menerima asupan keagamaan dan proses

terapi. Dilakukan pada saat masuk waktu ibadah shalat, terutama

pada waktu shalat 5 waktu. Terapi yang dilakukan dengan cara

pendekatan emosional secara terus-menerus, dapat mempererat

kedekatan lansia. Terapi lansia dilaksanakan pada saat ibadah

shalat dengan dilanjutkan berzikir bersama mengingat kepada

Allah”.70

Menurut pendapat lain dari pengurus panti oleh pak Agus Setyo

Pramono sebagai berikut:

“Pada proses terapi zikir pemberian pertemuan pertama

pemberian materi zikir mengenai makna dzikir, bacaan dzikir serta

artinya dan manfaatnya. Lansia diberi pemahaman mengenai arti

bacaan dzikir yang diucapkan. Lansia juga diberi tugas untuk

melakukan dzikir setiap selesai shalat dan sebelum tidur”.71

Sebelum kegiatan terapi zikir dilaksanakan para lansia di berikan

pengarahan lebih mendalam akan tujuan dari terapi zikir, meluruskan niat

hanya kepada Allah SWT. Hal tersebut disampaikan oleh pengurus panti

oleh pak Eka Maria Fransiska sebagai berikut:

“Pada tahapan pelaksanaan zikir pengurus panti

menjelaskan arti dari setiap ucapan zikir kepada lansia agar bisa

memahami setiap makna bacaan zikir yang diajarkan, sehingga

tujuan yang akan di capai bisa menghasilkan apa yang diharapkan

70 Lihat Transkip Wawancara, 13/W/23-III/2021.

71 Lihat Transkip Wawancara, No. 14/W/23-III/2021.

76

bersama. Setiap lansia memiliki pemahaman yang berbeda-beda

yang harus di tangani secara khusus”.72

Dikuatkan lagi dari pendapat dari Aris Prasetya selaku relawan

mengatakan bahwa :

“Pada saat kegiatan terapi berlangsung para lansia cukup

tertib, dilakukan secara bersama-sama sehingga dengan mudah

untuk proses beribadah. Satu persatu lansia disuruh untuk

membaca lafadz Allah salah satunya membaca tasbih, tahmid, dan

sholawat. Dengan adanya terapi zikir para lansia mengalami

pemikiran kearah bahwasanya mereka juga nanti akan menemui

sebuah kematian. Maka dari itu lansia merasa ketakutan disaat

proses terapi zikir berlangsung, mengingat akan datangnya

kematian. Yang dirasakan setelah terapi, lansia mulai mencoba

memperbaiki dirinya untuk bekal dimasa tuanya ”.73

Pendapat lain dari pak Rochmin Kadirun selaku bidang

kerohanian terkait proses terapi pada lansia yaitu:

“Aktivitas lansia di panti diarahkan pada perubahan sikap mental

keagamaan. Keadaaan yang tadinya belum rajin beribadah menjadi mau

beribadah, yang semula menutup diri menjadi mudah berinteraksi dengan

teman-temannya, yang tadinya tidak peduli dengan lingkungannya

menjadi tumbuh jiwa sosialnya. Penting dilakukan pembinaan bagi para

72 Lihat Transkip Wawancara, No. 15/W/23-III/2021.

73 Lihat Transkip Wawancara, No. 16/W/24-III/2021.

77

lansia secara sistematis dan terarah. Yang diharapkan dapat diberikan

secara kontinu sesuai dengan sarana yang mendukung kegiatan.

Dalam proses terapi dilakukan lansia mendapatkan petunjuk

untuk menjadi lebih baik. Semangat untuk mengalami perubahan untuk

dirinya sendiri dalam membaca lafal asma Allah masih bisa didengar

secara jelas dan baik. Disini untuk proses berdzikir dilakukan pada saat

ibadah shalat dilanjutkan berdzikir, tahlil, dan sholawatan. Aktivitas

sehari-hari lansia juga membaca Al-Quran, shalat tahajud, mendengarkan

radio pengajian-pengajian, dan sholawatan ”.74

Dari berbagai pendapat pengurus panti diatas penulis menarik

kesimpulan bahwa dalam proses terapi zikir dilakukan pada saat waktu

ibadah shalat dengan menambah kegiatan kerohanian berupa kajian-

kajian keIslaman. Penguatan mengenai pentingnya dalam berzikir dan

memahami ajaran-ajaran islam kepada lansia sebagai bekal dimasa

tuanya. Dibarengi semangat untuk mengalami perubahan untuk diri

lansia. Motivasi dalam meningkatkan ibadah ditunjang dengan

lingkungan dan fasilitas yang ada di panti serta tingkat kemauan lansia

sangat kuat dalam ibadah.

Perlu adanya pendekatan secara emosional dalam proses terapi

antara pengurus dan lansia sangat penting salah satunya yang dirasakan

oleh bapak Suryono penghuni panti mengatakan bahwa:

74 Lihat Transkip Wawancara, No. 17/W/23-III/2021.

78

“Relawan panti mengajak saya untuk selalu mengingat

Allah SWT dengan melaksanakan ibadah sholat serta memberikan

tindakan berupa kegiatan terapi dengan berdzikir membaca

kalimat-kalimat Tuhan seperti tasbih, tahmid, tahlil dan takbir

seraya mendekatkan diri dan memiliki sikap pasrah terhadap Allah

SWT. Setiap segala aktivitas sehari-hari diingatkan untuk selalu

berdzikir. Setelah melakukan kegiatan berdzikir hati saya juga

merasakan ketentraman. Merasa didalam diri penuh dengan dosa

yang telah saya perbuat. Yang sering saya baca itu istighfar untuk

setiap waktu. Selain itu yang saya rasakan setalah mengikuti

kegiatan terapi zikir merasa lebih tenang, yakin akan semua

kehidupan tuhan yang sudah mengaturnya. Selain itu juga dengan

mengikuti terapi zikir oleh relawan panti mengingatkan akan setiap

manusia pasti akan mengalami sebuah kematian”75

Pendapat lain dari lansia yang dikatakan oleh bapak Sumaji

sebagai berikut:

“Dalam proses berdzikir saya merasakan kondisi jiwa lebih

terasa tenang dan merasa dingin hati saya dan menjadikan saya

ingat kematian. Pengurus selalu membimbing untuk shalat,

berdzikir dan bersholawat. Ada juga melalui media elektronik

berupa pemutaran musik sholawat setiap hari. Setelah

mendengarkan sholawat saya mencoba mengikuti secara terus-

75 Lihat Transkip Wawancara, No. 18/W/10-VI/2021.

79

menerus agar bisa tenang dan damai hati saya. Kegiatan terapi zikir

dilakukan juga secara individu untuk melatih kemandirian masing-

masing lansia, serta lebih meresapi asupan keagaman yang telah

diberikan pengurus panti. Sehingga rasa dalam keinginan

meningkatkan kualitas hidup akan lebih semangat lagi.”76

Penguatan lain yang sudah disampaikan lansia juga dikuatkan

oleh pernyataan relawan dari pak Bondan prakoso sebagai berikut:

“Di panti terdapat beberapa fasilitas yang mendukung terapi

zikir berupa kitab Al-Quran, tempat ibadah yang nyaman,

seperangkat alat sholat yang memadai dan sound sistem

dimanfaatkan untuk mendengarkan musik religi/sholawat. Saya

setiap hari memutarkannya agar lansia selalu berzikir untuk

ketenangan jiwanya yang bertujuan untuk selalu mengingat Allah

SWT dan mencegah perilaku tercela. Karena dengan adanya daya

pendukung di panti tersebut dapat memberikan rasa aman, nyaman

dan ketentraman kepada lansia serta lebih mudah dalam

mengikutinya”77

Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa proses terapi

zikir lansia dilakukan dengan cara dzikir lisan dan pendekatan secara

emosional, karena respon dari lansia dengan metode tersebut lebih

memudahkan dalam menerima terapi. Proses terapi zikir pada lansia

dilakukan pada saat waktu shalat. Pada saat berdzikir dilakukan bersama-

76 Lihat Transkip Wawancara, No. 19/W/10-VI/2021.

77 Lihat Transkip Wawancara, No. 20/W/24-III/2021.

80

sama agar lebih bisa berhidmat. Kegiatan zikir ada yang dikerjakan

secara individu agar lebih khitmat. Ada jam khusus yang sudah terjadwal

dalam proses berdzikir lansia lebih konsentrasi dan lebih khusyuk yaitu

pada saat shalat maghrib sampai selesai. Durasi yang diterapkan pada

proses terapi zikir selama kurang lebih 1 jam dengan membaca dzikir

wirid, sholawat dan membaca tahlil. Secara umum penerapan terapi yang

lebih mengena terhadap kondisi maupun pengaruh terhadap lansia adalah

dzikir wirid. Karena mudah dilakukan lansia dan mengarahkan lansia

untuk selalu mengingat kepada sang pencipta. Pada akhirnya lansia akan

muncul rasa yakin, tenteram, dan merasa nyaman dalam berkehidupan

sehari-hari.

3. Hasil Terapi Zikir Untuk Memberikan Ketenangan Jiwa Pada Lansia

Di panti Dhuafa Lansia Ngasinana Jetis Ponorogo

Melalui terapi zikir di peroleh efek ketenangan bagi lansia. Hal ini

yang dirasakan oleh lansia yang bernama bapak Sumaji mempunyai

pandangan sebagaimana hal tersebut:

“Setelah melakukan proses dzikir diri saya merasakan

semangat untuk menjalani sebuah kehidupan dimasa tua sekarang.

Dengan terapi zikir dapat menciptakan sebuah dampak positif

terhadap kehidupan sehari-hari dan diharapkan dapat

meningkatkan kualitas hidup, namun juga dapat meningkatkan

kesehatan mental dan kesejahteraan hidup saya. Lebih yakin lagi

81

dengan agama yang saya anut dan percaya akan ketentuan dari

Allah SWT.”78

Pandangan dari pengurus panti dhuafa lansia terkait hasil terapi

zikir sebagaimana diungkapkan oleh ibu Lany Khamilah selaku bidang

kerohanian mengatakan bahwa:

“Pengaruh terapi zikir terhadap kualitas hidup lansia

mempengaruhi kejiwaan menjadi lebih tenang dan nyaman pada

saat hendak tidur mempermudah kualitas tidur lansia. Lansia

mengaku lebih tenang, lebih tentram, tidur lebih nyenyak, lebih

lapang dan lebih optimis melalui bacaan dzikir. Melibatkan serta

mengaktifkan indra penglihatan, indra pendengaran dan indra

perasaan. Dengan melakukan terapi zikir lansia akan memperoleh

rasa semangat baru untuk menjalani sebuah kehidupan dimasa

tuanya. Dalam memecahkan masalah dan mengatasi kesulitan

untuk menghadapinya dengan pikiran yang positif.”79

Dari wawancara diatas dapat disimpulkan hasil terapi zikir akan

menghasilkan perubahan pada lansia pada aspek kualitas tidurnya dan

ketenangan. Terapi zikir akan mempengaruhi panca indra lebih aktif untuk

melaksanakan setiap makna dari kalimat dzikir dengan penuh arti setiap

lafadnya.

Pandangan dari relawan panti mengenai hasil dari proses terapi

zikir yang disampaikan oleh Rokhmin Kadirun sebagai berikut:

78 Lihat Transkip Wawancara, No. 21/W/22-III/2021.

79 Lihat Transkip Wawancara, No. 22/W/23-III/2021.

82

“Proses berzikir dilaksanakan secara khusyuk dan ikhlas

oleh lansia mempunyai makna yang sangat berarti sehingga

meresap kedalam jiwa atau hati. Saat berzikir relawan memberikan

asumsi kepada lansia agar selalu setiap tindakan dilandasi dengan

sikap pasrah diri kepada Allah SWT. Ucapan kata yang baik dalam

memanjatkan doa atau pujian akan menurukan efek negatif

terhadap tindakan lansia”.80

Sebagaimana yang dirasakan oleh lansia bernama pak Jemari

menyampaikan pandangan terhadap hasil terapi zikir sebagai berikut:

“Yang saya rasakan setelah mengikuti kegiatan dzikir,

pikiran lebih tenang dari pada sebelumnya. Setelah dilakukan

dengan sungguh-sungguh menimbulkan efek baik pada jiwa yang

bersih dan dapat dipertahankan. Dengan memohon ampun kepada

Allah SWT atas segala kesalahan dan mencari ridhanya berharap

dimudahkan segala urusan. Dengan banyak melakukan dzikir

menjadikan hati tentram, tenang dan damai, serta tidak mudah

digoyahkan oleh pengaruh lingkungan”.81

Mayoritas lansia setelah melakukan kegiatan proses terapi zikir

mengalami perubahan pada dirinya yang signifikan. Dikatakan oleh

pengurus panti pak Agus Setyo Pramono sebagai berikut:

“Setelah melaksanakan terapi zikir dengan sungguh-

sungguh lansia merasakan ketenangan di dalam hati. Sebelumnya

80 Lihat Transkip Wawancara, No. 23/W/23-III/2021.

81 Lihat Transkip Wawancara, No. 24/W/10-VI/2021.

83

lansia rata-rata mengalami kegelisahan saat hendak tidur, selalu

berfikir tentang sesuatu yang menimbulkan kecemasan bagi

mereka. Seluruh lansia mengungkapkan perbedaan tingkat

ketenangan jiwa sebelum dan sesudah terapi zikir. Individu yang

senantiasa melakukan dzikir dapat merubah timbulnya

ketegangan”.82

Peran zikir maupun doa memiliki potensi untuk menumbuhkan

pemikiran positif yang dapat mendorong seseorang berbuat yang lebih

baik dan dapat merubah kekuatan fisik maupun psikis. Hal tersebut

dirasakan oleh lansia yang bernama pak Didik sebgaai berikut:

“Setelah mengikuti kegiatan zikir dengan baik dapat

mengubah cara berfikir saya mengenai sesuatu atau memaknai

suatu hal, mampu mengatasi gangguan pada permasalahan yang di

alami. Terapi zikir juga dianggap memberikan solusi bagi

kecemasan yang di derita di panti secara lebih efektif dengan hasil

yang lebih maksimal”.83

Pernyataan lain dari lansia yang bernama pak Suryono sebagai

berikut:

“Tidak dapat di pungkiri ketika saya dan lansia lain

melakukan dzikir dalam kondisi yang khusyuk, maka akan

membawa pengaruh yang positif pada seluruh sistem fisik maupun

82 Lihat Transkip Wawancara, No. 25/W/23-III/2021.

83 Lihat Transkip Wawancara, No. 26/W/23-III/2021.

84

psikis, sehingga berdampak pada ketenangan, kebahagiaan,

kekuatan, harapan, kepasrahan yag menentramkan dan serangkaian

kondisi mental yang positif”.84

Pengaruh lain yang di rasakan lansia dengan melakukan dzikir

dapat mengatasi gangguan pola tidur lansia, di buktikan dengan jumlah

kualitas tidur baik pada lansia mengalami peningkatan. Hal tersebut juga

di sampaikan oleh pengurus panti yang bernama pak Bondan Prakoso

sebagai berikut:

“Kualitas tidur lansia menjadi baik setelah diberikan terapi

zikir dan nilai-nila religiusitas sehingga lansia merasa lebih rileks,

nyaman, tidak merasa sendirian, tidak takut dalam kondisi dan

situasi apapun serta tingkat ibadah yang semakin meningkat. Efek

terapi zikir menumbuhkan matangnya lansia dalam kehidupan

keagamaan dan kepercayaan yang terintegrasi dalam kehidupan

dan terlihat dalam pola berfikir serta bertindak sehari hari”.85

Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa hasil terapi zikir

memberikan ketenangan jiwa pada lansia adalah lansia menjadi sabar,

lansia menjadi optimis, dan lansia merasa dekat dengan Allah. Ketenangan

secara perlahan-lahan akan melemahkan keadaan yang penuh ketegangan.

Kalimat zikir yang diucapkan berulang-ulang merupakan stimulus

munculnya keadaan santai pada keadaan tegang.

84 Lihat Transkip Wawancara, No. 27/W/10-VI/2021.

85 Lihat Transkip Wawancara, 28/W/24-III/2021.

85

BAB IV

ANALISA TERAPI ZIKIR UNTUK MEMBERIKAN KETENANGAN

JIWA PADA LANSIA DI PANTI DHUAFA LANSIA NGASINAN JETIS

PONOROGO

Dalam bab ini berisi tentang pembahasan mengenai hasil dari penelitian

yang telah penulis lakukan. Penelitian ini berkaitan tentang terapi zikir untuk

memberikan ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo. Pada bab ini membahas tiga masalah yakni kondisi kejiwaan lansia,

proses terapi zikir pada lansia serta hasil terapi zikir pada lansia di Panti Dhuafa

Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Dalam penelitian ini melibatkan relawan dan

lansia yang berkaitan dengan penelitian ini. Setelah melakukan proses

pemgumpulan data, maka peneliti berhasil mendeskripsikan data sesuai dengan

hasil penelitian sebagai berikut

A. Analisa Kondisi Kejiwaan Lansia Di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo

Berdasarkan hasil analisis data peneliti mengemukakan kondisi

kejiwaan lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Kondisi

lansia mengalami sebuah gejala kejiwaan yang tidak stabil, sering terjadi rasa

tidak nyaman di panti dan merasa dibedakan dengan lansia yang lain.

Munculnya permasalahan pada lansia disebabkan tidak diperhatikan oleh

orang-orang terdekat disekitarnya, merasa tersisih dari kelompoknya, tidak

ada seseorang untuk tempat berbagai rasa dan pengalaman sehingga lansia

86

mengalami kondisi jiwa yang tidak tenang. Sehingga kondisi kejiwaan lansia

mengalami kesepian. Kesepian adalah perasaan tidak menyenangkan dalam

diri seseorang akibat kualitas dan kuantitas dalam hubungan sosial yang tidak

memuaskan serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang

diharapkan dengan hubungan sosial pada kenyataannya. Kesepian yang

dialami oleh lansia juga disebabkan karena lansia hidup sendiri tanpa

mempunyai pasangan.86

Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang

mengindikasikan adanya perubahan emosional pada individu yang dapat

berkembang pada keadaan patologis. Permasalahan yang dihadapi pada lansia

terjadi disebabkan gangguan mental mengakibatkan masalah pada kejiwaan

lansia disertai perubahan emosi, pikiran, dan perilaku oleh lanjut usia.

Kondisi seperti ini menyebabkan lansia mengalami kesepian. Perubahan

suasana hati secara ekstrem dan penyakit kejiwaan yang tidak bisa

membedakan khayalan dan kenyataan.87

Kondisi yang ada di panti lansia merasa terganggu ketenangannya

dengan adanya sebagian lansia yang agresif seenaknya sendiri dalam

bertindak, misalnya ada salah satu lansia pada saat pembagian jatah makan

yang merasa kurang dan ada juga sebagian lansia yang mempunyai sifat

arogan ingin menguasai dan menang sendiri. Perilaku tersebut menimbulkan

86 Iwan Sulistio Wibowo, “Tingkat Kesepian pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Panti

Wening Wardoyo Ungaran dan Lansia yang Tinggal Dikomunitas” Jurnal Keperawatan

Komunitas, 2, (November, 2014), 77.

87 Nabilah Qonitah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan Gangguan

Mental Emosional pada Lansia”, 2-3.

87

kegaduhan antar lansia. Perubahan emosi tidak bisa dihindarkan dengan

adanya keadaan yang memprihatinkan. Gangguan emosi adalah suatu

kekacauan dalam ketidak relefanan, kerusakan, ketidakgembiraan, tidak

terorganisasi, dan perilaku yang tidak efektif, misalnya tidak dapat merasakan

apa yang dirasakan orang lain, kadang tertawa sendiri, menangis atau marah

tanpa sebab. 88

Pada lansia sudah tidak heran lagi terhadap penyakit-penyakit yang

dideritanya. Masalah lain yang dihadapi lansia juga disebabkan dari faktor

keluarga. Keluarganya tidak bisa mengurus dipengaruhi oleh keluarga atau

anak-anaknya sudah memiliki kesibukan dalam pekerjaannya dan mengurusi

rumah tangganya masing-masing. Maka dari itu menjadikan keluarganya

menitipkan lansia tersebut di panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.

Bagi lansia yang masih baru masuk panti dalam proses sosialnya belum

begitu aktif, perlu adanaya adaptasi yang lebih intens sehingga tidak merasa

sendiri dan seperti terasingkan.

B. Analisa Proses Terapi Zikir Lansia Di Panti Dhuafa Lansia Ngasianan

Jetis Ponorogo

Terapi dzikir merupakan upaya perlakuan yang mencakup aktivitas

mengingat, menyebut nama, dan keagungan Allah SWT secara berulang,

yang disertai kesadaran akan Allah SWT dengan tujuan untuk

menyembuhkan keadaan patologis. Dzikir merupakan sebuah aktivitas berupa

88 Puri Aquarisnawati, “Gangguan Emosi”, Jurnal Ilmiah Psikologi Kelauan-

Kemaritiman, Volume 9, Nomor 2, (Universitas Hang Tuah, Juli 2015, 4.

88

ucapan lisan, perbuatan ataupun getaran hati dengan tujuan untuk berpaling

dalam keadaan lupa dan lalai dengan cara selalu mengingat Allah SWT.89

Dalam proses terapi islam harus melalui beberapa tahapan yaitu:

1. Wawancara awal

Pada tahap ini perlu dirumuskan tentang apa yang akan

terjadi selama terapi berlangsung aturan-aturan apa saja yang

harus diketahui dan akan dilaksanakanm oleh konseli/klien.

Dalam tahap awal ini perlu dibina rapport yaitu hubungan yang

menimbulkan keyakinan dan kepercayaan klien bahwa ia akan

dapat ditolong. Dalam tahap awal ini juga klien harus bersedia

mengutarakan pikiran dan perasaannya kepada konselor.

2. Proses terapi

Pada tahap ini, terapis (konselor) perlu mengkaji dan

mendalami pengalaman masa lalu selama hal itu relevan

dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien. Hal yang tidak

kalah pentingnya adalah menghidupkam suasana keakraban

dan komunikasi dua arah.

89 Tri Widyastuti, “Terapi Zikir sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kecemasan pada

Lansia “, 49-50.

89

3. Tindakan

Pada tahap ini, baik terapis maupun klien mengkaji

ulang kembali apa yang telah dipelajari klien selama terapi

berlangsung, dan apa yang akan diterapkannya nantinya dalam

kehidupannya. Hal yang sangat penting dilakukan adalah agar

tujuan terapi yang telah disepakati bersama dapat tercapai.

4. Mengakhiri terapi

Terapi dapat berakhir kalau tujuan telah disepakati,

namun bisa juga terapi berakhir apabila klien tidak melanjutkan

terapi, tetapi juga bisa berakhir apabila tidak dapat menolong

kliennya. Namun terapis dapat merujuk kliennya kepada ahli

lain sesuai dengan jenis masalah atau problem yang dihadapi

oleh klien tersebut. Terapis harus menghilangkan sedikit demi

sedikit ketergantungan klien terhadap dirinya, karena klien

akan menghadapi lingkungannya tanpa bantuan terapis

(konselor).90

Pada proses terapi zikir di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo terhadap lansia yang dilakukan oleh pengurus panti dengan cara

pertama membimbing individu dan kelompok dengan diberi pendekatan

secara berbicara untuk menjalin hubungan secara emosional serta

merefleksikan pembicaraan yang sudah diutarakan oleh lansia. Di berikan

90 Sattu Alang, “Manajemen Terapi Islam dan Prosedur Pelayanannya”, Jurnal

Bimbingan Penyuluhan Islam, 1, (Juli, 2020), 81-84.

90

saran untuk menjadikan kondisi lansia agar tidak mengalami penurunan

kesehatan. Selanjutnya secara kelompok lansia diajak untuk bersama-sama

melakukan kegiatan keagamaan berupa membaca sholawat bersama-sama.

Dengan terapi zikir mengajak lansia untuk selalu mengingat sebuah kematian

dan selalu meningkatkan rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.

Pada waktu ibadah sholat para pengurus panti mengajak lansia untuk

bergegas melaksanakan shalat secara berjamaah di sambung dengan

membaca dzikir wirid secara bergantian. Lansia dianjurkan untuk

memperbanyak membaca istighfar, sholawat dan menyebut Nama-Nama

Tuhan. Pada saat praktek zikir dilaksanakan kurang lebihnya 1 jam dengan

zikir yang mudah difahami lansia yaitu tasbih, tahmid, tahlil dan takbir. Yang

bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan lansia kepada Allah

dalam menumbuhkan rasa keyakinan, ketenangan, dan ketentraman lansia.

Kegiatan keagamaan lain yang menunjang dalam proses terapi zikir yaitu

bimbingan rohani Islam proses pemberian bantuan yang terarah dan

berkesinambungan kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan

potensinya atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal melalui

internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadis ke dalam

diri, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntanan agama Islam.

Sebagai materi bimbingan membahas tentang sifat-sifat yang harus

dimiliki oleh orang mukmin agar ibadah yang dilakukan dapat istiqomah

antara lain yang fokus berhubungan dengan lansia adalah qowiyul jismi

(kekuatan jasmani). Kekuatan jasmani berarti seorang muslim harus memiliki

91

daya tahan tubuh yang sehat, sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam

secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Materi tersebut diberikan pengurus

panti untuk menguatkan kondisi jasmani lansia supaya di dalam

melaksanakan ibadah bisa secara maksimal.

Kegiatan terapi di panti dhuafa lansia terus berjalan secara

berkelanjutan sebagai pembiasaan terapi untuk lansia dalam menghilangkan

ketergantungan dirinya terhadap orang lain. Terapi memberikan dampak yang

baik bagi lansia, sehingga mampu mengobati dari berbagai permasalahan

yang dihadapinya.

C. Analisa Hasil Terapi Zikir Pada Lansia di Panti Dhuafa Lansia

Ngasinan Jetis Ponorogo

Meningkatkan ketenangan jiwa Menurut Dr Zakiyah Darajad91

mengemukakan bahwa manusia yang memiliki ketenangan jiwa mulai dari

tingkat yamg paling ringan sampai tingkat yang paling parah sehingga

mengarah pada depresi dan kegilaan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa segi

yaitu:

1. Segi perasaan

Diantara gangguan perasaan yang disebabkan karena ketenangan

mental adalah rasa cemas, gelisah, bimbang dan ragu.

91 Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa”, 21-23.

92

2. Segi pikiran

Gejala itu dapat dilihat berupa sering lupa, tidak dapat

berkonsentrasi, kemampuan berfikir melawan dan merasa

pikirannya buntu.

3. Segi perilaku dan kelakuan

Gejala yang nampak adalah adanya penyimpangan-

penyimpangan yang dilakukan sehingga menyebabkan dirinya dan

orang lain seperti tindakan kriminal merusak dll. Disisi lain bahwa

ketenangan jiwa lansia di panti dipengaruhi oleh tingkat keamanan

dan kenyamanan,sikap dalam menghadapi problem hidup,

rutinitasnya dalam berdzikir dan kondisi jiwa lainnya yang stabil,

memiliki rasa syukur dan sabar dan tidak mudah putus asa.

Adapun kriteria ketenangan jiwa antara lain, sabar, merasa ikhlas

terhadap segala sesuatu yang tidak disennegani nmenimpa dirinya dan

kemudian berserah diri kepada Allah, optimis, memiliki semangat, keyakinan

harapan yang menumbuhkan cinta dan kebaikan, meraswa dekat dengan

Allah selalu dalam tindakannya mempunyai prinsip berhati-hati. Memang jika

dilihat, kebanyakan orang-orang yang terkena kekuatan mental adalah mereka

yang jauh dari norma-norma agama, sebaliknya orang yang senantiasa

mengingat kepada Allah akan mampu mengontrol dan mengendalikan segala

pikiran, emosi, dan perbuatannya, sehingga apabila tidak meraih apa yang

diinginkan, tidak akan terganggu jiwanya.

93

Berikut ini adalah penyebab yang ditimbulkan:

1) Mempengaruhi kualitas tidur lansia. Kualitas tidur adalah

suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu

menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun.

Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi

tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam

dan istirahat. Gangguan tidur yang sering dialami lansia

disebabkan karena adanya proses degenerative dan dapat

berdampak pada masalah fisik dan psikologis sehingga

dapat menurunkan kualitas kesehatan lansia. Tidur

merupakan bentuk aktivitas yang mempengaruhi kualitas

kesehatan individu. Insomnia merupakan gejala yang dapat

mengganggu aktivitas dan produktifitas lansia. Oleh karena

itu, lansia harus mendapatkan terapi yang sesuai dengan

cara dzikir menjadi pilihan karena biaya lebih murah dan

lebih efektif.

2) Dzikir membantu individu membentuk persepsi yang lain

selain ketakutan, yaitu keyakinan bahwa semua konflik,

masalah akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan

Allah SWT. Saat seorang membiasakan berdzikir, ia akan

merasa dirinya dekat dengan Allah, berada dalam

lindungan-Nya yang kemudian akan membangkitkan

percaya diri, kekuatan, perasaan aman, tentram dan bahagia.

94

Umat Islam percaya bahwa menyebut asma Allah secara

berulang (berdzikir) dapat menyembuhkan jiwa dan

menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam berdzikir merasa

dalam penjagaan dan lindungan dari Allah SWT .92

92 Citra Y Perwitaningrum, “Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Terhadap Penurunan

Tingkat Kecemasan pada Penderita Dispepsia”, 154.

95

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan dipaparkan

dapat ditarik kesimpulan tentang terapi zikir untuk memberikan ketenangan

jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai

berikut.

Kondisi kejiwaan lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis

Ponorogo sebelum adanya terapi zikir mengalami depresi terhadap tekanan

kehidupan sehari-hari, mengalami kesepian akibat di tinggal keluarga atau

orang di sayang, gangguan mental emosional belum stabil, serta gangguan

kecemasan. Sehingga harus dilakukan proses terapi zikir pada lansia. Di

laksanakan masuk waktu ibadah shalat, khususnya setelah shalat maghrib.

Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan

lansia kepada Allah dalam menumbuhkan rasa keyakinan, ketenangan, dan

ketentraman lansia. Kegiatan terapi di panti dhuafa lansia terus berjalan

secara berkelanjutan sebagai pembiasaan terapi untuk lansia dalam

menghilangkan ketergantungan dirinya terhadap orang lain. Terapi

memberikan dampak yang baik bagi lansia, sehingga mampu mengobati dari

berbagai permasalahan yang dihadapinya. Hasil terapi zikir untuk

memberikan ketenangan jiwa pada lansia adalah lansia menjadi sabar,

menjadi optimis, dan merasa dekat dengan Allah SWT sehingga dapat

96

menimbulkan rasa keyakinan, ketentraman, kenyamanan dalam kehidupan

bermasyarakat.

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas, tentang terapi zikir untuk memberikan

ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.

Berikut beberapa saran yang direkomendasikan:

1. Disarankan kepada lansia untuk selalu menjaga kondisi ketenangan

jiwa dengan cara melakukan proses zikir dan kegiatan keagamaan

yang lain agar terciptanya keberlangsungan hidup yang lebih baik.

2. Disarankan untuk lansia agar selalu mengikuti proses kegiatan di

panti dan lebih membiasakan diri dengan menyibukkan diri dalam

menumbuhkan rasa keyakinan, ketenangan dan ketenteraman

kondisi jiwa.

3. Setelah dilaksanakan kegiatan terapi zikir lansia mengalami

perubahan dalam kondisi ketenangan jiwa yang lebih baik.

Menjadi sabar, menjadi optimis, dan merasa dekat Allah SWT

sehingga dapat menimbulkan rasa yakin dan nyaman dalam

kehidupan bermasyarakat.

97

DAFTAR PUSTAKA

Adaiyah, Sholichatul, “Upaya Meningkatkan Ketenangan Jiwa pada Lansia

Melalui Pengajian Wirid Shalawat Kubra di Kelurahan Bulu Kota

Semarang”, (Skripsi UIN, Semarang, 2019).

Afifuddin, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia,2009)

Alang, Sattu, “Manajemen Terapi Islam dan Prosedur Pelayanannya”, Jurnal

Bimbingan Penyuluhan Islam, 1, (Juli, 2020).

Amin, Samsul Munir, Etika Berdzikir Berdasarkan Alquran dan Sunnah, (Jakarta:

AMZAH, 2011).

Aquarisnawati, Puri, “Gangguan Emosi”, Jurnal Ilmiah Psikologi Kelauan-

Kemaritiman, Volume 9, Nomor 2, (Universitas Hang Tuah, Juli 2015).

Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:

Rineka Cipta, 1993)

Atmonadi, Kun Fayakun, (Jakarta:Atmoon Self Publishing, 2018).

Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi Islam, Pustaka Belajar:

Yogyakarta, 1997).

Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa”, Jurnal Media Intelektual Muslim dan

Bimbingan Rohani, 1, (Juni, 2020).

Creswell, John W., Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif

dan Campuran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016).

Effendi, Ferry, Keperawatan Kesehatan Komunitas, (Jakarta: Salemba Medika,

2009).

Ghony, Junaidi, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media,

2012)

Hastuti, Retno Yuli, “Pengaruh Melafalkan Dzikir Terhadap Kualitas Tidur

lansia”, Jurnal Keperawatan Jiwa, 3, (November, 2019).

Kiik, Stefanus Mendes, et al, ”Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia”, Jurnal

Keperawatan Indonesia, 2, (Juli, 2018).

Kinasih, Krina Dinda, “Peran Pendampingan Spiritual Terhadap Motivasi

Kesembuhan pada Pasien Lanjut Usia” Jurnal Stikes, Volume 5, Nomer

1, (STIKES RS. Baptis Kediri, Juli, 2012).

98

Kumala, Olivia Dwi, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan

Ketenangan Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”.

Kumala, Olivia Dwi, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan

Ketenangan Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, Jurnal Ilmiah

Psikologi, 1, (Juni, 2017).

Maryam, Siti, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Salemba

Medika, 2008).

Moleong, Lexy J., Metodelogi Penelitian kualitatif (Bandung: Remaja

Rosdakarya, 1998).

Muniruddin, “Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehidupan Seorang Muslim”,

Jurnal Pengembangan Masyarakat, 5, (Oktober, 2018).

Muvid, Muhammad Basyrul, Manajemen Tasawuf, (Yogyakarta: FORUM Grup

Relasi Inti Media, 2020).

Nawawi, Imam, Buku Induk Doa dan Zikir, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,

2018).

Ni’mah, Zetty Azizatun, Elan Dzikir sebagai Generator Perubahan Sosial,

(Kuningan: Goresan Pena, 2016).

Pandji, Dewi, Menembus Dunia Lansia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,

2012).

Partini, Siti, “Psikologi Lanjut Usia”, (Yogyakarta: Gadah Mada University Press,

2011)

Perwitaningrum, Citra Y,” Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Terhadap Penurunan

Tingkat Kecemasan pada Penderita Dispepsia”, Jurnal Intervensi

Psikologi, 2, (Desember, 2016).

Purhantara, Wahyu, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha

Ilmu, 2010)

Qonitah, Nabilah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan

Gangguan Mental Emosional Pada Lansia”, Jurnal Berkala

Epidemiologi, 1, (Januari, 2015).

Qonitah, Nabilah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan

Gangguan Mental Emosional pada Lansia”.

Rahmah, Pendekatan Konseling Spiritual pada Lanjut Usia (Lansia), jurnal “Al-

Hiwar”, 5,(juni, 2015)

99

Ramadhan, Fadli, Dzikir Pagi Petang, (Yogyakarta: Fillah, 2019).

Rojaya, M., Zikir Zikir Pembersih dan Penentram Hati, (Bandung: PT Mizan

Pustaka, 2009)

Rusydi, “Konsep Dzikir dan Doa Perspektif Al-Qur’an", Jurnal Pendidikan dan

Keislaman, 1, (Februari, 2019).

Sessiani, Lucky Ade, “Studi Fenomenologis Tentang Pengalaman Kesepian dan

Kesejahreraan Subjektif Pada Janda Lanjut Usia”, Jurnal Studi Gender,

2, (Juli, 2018).

Sholihin, M., Terapi Sufistik, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).

________, dan Rosihin Anwar, Kamus Tasawuf, (Bandung: Remaja Rosda Karya,

2002).

Simuh, Tasawuf dan Perkembangan dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada, 2002)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R D, (Bandung:

Alfabeta, 2016).

Supriadi, “Lanjut Usia dan Permasalahannya”, Jurnal Ppkn dan Hukum, Volume

10, Nomor 2, (IAIN Bukittinggi, Oktober, 2015)

Susilawati, “ Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjad”, (Skripsi, UIN, Raden

Intan Lampung, 2017).

Tarwalis, “Dampak Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa di Gampong Baet

Kecamatan Baitussalaam Kabupaten Aceh Besar”, (Skripsi, UIN, Banda

Aceh, 2017).

W, Pipit Festi, Lanjut Usia Perspektif dan Masalah, (Surabaya: UM Surabaya

Publishing, 2018).

Wibowo, Iwan Sulistio, “Tingkat Kesepian pada Lansia di Unit Rehabilitasi

Sosial Panti Wening Wardoyo Ungaran dan Lansia yang Tinggal

Dikomunitas” Jurnal Keperawatan Komunitas, 2, (November, 2014).

Widyastuti, Tri, “Terapi Zikir Sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kecemasan

pada Lansia “, E-Jurnal Gamajpp, 2 , (Oktober, 2019).