terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa
TRANSCRIPT
i
TERAPI ZIKIR UNTUK MEMBERIKAN KETENANGAN JIWA PADA
LANSIA DI PANTI DHUAFA LANSIA NGASINAN JETIS PONOROGO
SKRIPSI
Oleh:
MAIFIR BADRIYAH
NIM. 211517022
Pembimbing :
MUHAMAD NURDIN, M.Ag
NIP. 197604132005011001
JURUSAN BIMBINGAN PENYULUHAN ISLAM
FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2021
vi
ABSTRAK
Badriyah, Maifir 2021, Terapi Zikir Untuk Memberikan Ketenangan Jiwa pada
Lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Skripsi,
Jurusan Bimbingan Penyuluhan Islam Fakultas Ushuluddin Adab Dan
Dakwah Institut Agama Islam Negeri Ponorogo. Pembimbing,
Muhamad Nurdin, M. Ag
Kata kunci : Terapi Zikir, Ketenangan Jiwa, Lansia
Penulis menemukan anggota lansia yang mengalami permasalahan pada
kondisi ketenangan jiwa di lingkungan Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo. Lansia mengalami depresi terhadap tekanan kehidupan sehari-hari,
mengalami kesepian akibat di tinggal keluarga atau orang di sayang, gangguan
mental emosional belum stabil, serta gangguan kecemasan.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Bagaimana kondisi
kejiwaan lansia, bagaimana proses terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa
pada lansia, bagaimana hasil terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada
lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Adapun tujuan penelitian
ini adalah mendeskripsikan kondisi kejiwaan lansia, mendeskripsikan proses
terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada lansia, mendeskripsikan hasil
terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada lansia.
Untuk menjawab pertanyaan di atas, metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian deskriptif Kualitatif. Pendekatan kualitatif ini
dengan mengumpulkan sumber data dari proses wawancara yang di peroleh pada
objek penelitian, serta melakukan obsevasi dan dokumentasi. Kemudian dilakukan
analisis dengan cara mendeskripsikan data informan. Mereduksi data sesuai
kebutuhan penelitian. Objek yang terlibat dalam penelitian ada 7 orang pengurus
panti, laki-laki berjumlah 5 orang dan perempuan 2 orang sedangkan subjeknya
berjumlah 6 orang laki-laki.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi kejiwaan lansia di Panti
Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo mengalami depresi, mengalami kesepian,
gangguan mental emosional belum stabil, serta gangguan kecemasan.
Permasalahan tersebut dialami lansia sebelum dilakukan kegiatan terapi zikir.
Proses terapi zikir pada lansia di panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
diberikan setelah selesai melaksanakan ibadah shalat, namun setiap saat kegiatan
dzikir dapat dilakukan setiap aktivitas lansia. Hasil dari proses terapi zikir untuk
memberikan ketenangan jiwa pada lansia yaitu lansia menjadi sabar, merasa
optimis, dan merasa dekat dengan Allah sehingga dapat menimbulkan rasa yakin
dan nyaman dalam kehidupan bermasyarakat.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Usia lanjut merupakan periode akhir dari seluruh rentang kehidupan
yang identik dengan perubahan yang bersifat menurun dan merupakan masa
kritis untuk mengevaluasi kesuksesan dan kegagalan seseorang menghadapi
masa kini dan masa depan. Masyarakat awam memandang masa lansia
sebagai masa seseorang mengalami penurunan dalam segala aspek. Terutama
berkaitan dengan aspek kesehatan dan harapan hidupnya yang semakin
pendek. Kondisi udzur lansia menyebabkan perasaan tak berdaya dalam
menghadapi kematian. Terlebih jika lansia kurang menyadari perjalanan
hidupnya, dan kurang menaati ajaran agamanya. 1
Proses menua atau aging adalah suatu proses alami pada semua
makhluk hidup. Lastet menyatakan bahwa menjadi tua (aging) merupakan
proses perubahan biologis secara terus-menerus yang dialami manusia pada
semua tingkatan umur dan waktu, sedangkan usia lanjut (old age) adalah
istilah untuk tahap akhir dari proses penuaan tersebut. Semua makhluk hidup
memiliki siklus kehidupan menuju tua yang diawali dengan proses kelahiran,
1 Supriadi, “Lanjut Usia dan Permasalahannya”, Jurnal Ppkn dan Hukum, Volume 10,
Nomer 2, (IAIN Bukittinggi, Oktober, 2015), 84.
2
kemudian tumbuh menjadi dewasa dan berkembang biak, selanjutnya menjadi
semakin tua dan akhirnya akan meninggal.2
Lansia merupakan masa kritis untuk mengevaluasi diri dengan
meningkatkan ketaatan beribadah melalui kegiatan keagamaan yakni dengan
terapi zikir. Tujuan, keutamaan, dan tugas dalam zikir, pada dasarnya setiap
perbuatan pasti didasari dengan adanya sebuah motivasi ataupun tujuan
tertentu. Usia diatas 60 tahun, banyak menimbulkan masalah baru dalam
kehidupan seseorang. Meskipun masih banyak waktu luang yang dapat
dinikmati, namun karena penurunan fisik atau penyakit yang melemahkan
telah membatasi kegiatan dan membuat orang merasa tak berdaya.3
Selain hal tersebut seorang lansia juga mengalami kesepian.
Pemutusan sosial yang menyertai kehidupan menjanda atau menduda,
memberikan implikasi bahwa perasaan kesepian dapat menjadi masalah yang
penting. Bagi lansia kesepian adalah masalah terbesar mereka. Kesepian
sendiri merupakan suatu keadaan mental dan emosional yang dicirikan
adanya perasaan terasing dan kurangnya hubungan yang bermakna dengan
orang lain.
Di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo, jumlah lansia
tersebut adalah 110 orang, mayoritas beragama Islam. Sejak berdiri tahun
2016 sampai sekarang panti ini telah banyak mengalami perkembangan dan
2 Siti Partini, “Psikologi Lanjut Usia”, (Yogyakarta: Gadah Mada University Press,
2011), 1.
3 Krina Dinda Kinasih, “Peran Pendampingan Spiritual Terhadap Motivasi Kesembuhan
pada Pasien Lanjut Usia” Jurnal Stikes, Volume 5, Nomer 1, (STIKES RS. Baptis Kediri, Juli,
2012), 2-6.
3
kemajuan berkat dukungan dan dorongan oleh berbagai pihak. Adapun
kegiatan yang ada di panti tersebut yaitu untuk menumbuhkan semangat
beribadah. Kegiatan tersebut berupa kegiatan bimbingan keagamaan,
tujuannya untuk meningkatkan ibadah para lansia dengan cara berdzikir. Saat
ini dengan adanya bimbingan keagamaan sudah mulai termotivasi untuk
melakukan ibadah tersebut. Contohnya ketika memasuki waktu shalat
sebagian lansia bergegas untuk melaksanakan shalat. Pada dasarnya lansia
mengalami perubahan pada perilaku dalam menghadapi kejadian yang
dialami, misalkan lansia tersebut lupa dengan waktu shalat, sehingga perlu
diingatkan oleh relawan. Selain itu para lansia disana sering kali ngobrol
dengan sendirinya tanpa jelas apa yang dibicarakan.
Lansia kerapkali dianggap tidak mandiri dengan permasalahan umum
yang dialami lansia karena keluarga atau orang terdekat akan memperlakukan
mereka seperti halnya anak kecil. Hal ini secara tidak langsung dapat
membuat lansia kehilangan kepercayaan dirinya. Seseorang kehilangan
posisi/jabatan tertentu sehingga membuat ia merasa tidak dihargai atau
dihormati yang kadang dapat memicu keadaan psikisnya.
Lansia identik dengan berbagai penurunan status kesehatan terutama
risiko biologi. Termasuk risiko pada lanjut usia yaitu terjadinya berbagai
penurunan fungsi biologi akibat proses menua. Risiko sosial dan lingkungan
pada lanjut usia yaitu adanya lingkungan yang memicu stres. Risiko perilaku
atau gaya hidup seperti pola kebiasaan kurangnya aktivitas fisik dan
4
konsumsi makanan yang tidak sehat dapat memicu terjadinya penyakit dan
kematian.4
Secara umum, masalah yang sering terjadi pada lansia dibedakan
menjadi masalah fisik dan fisiologis serta masalah psikologis. Permasalahan
dari aspek fisiologis terjadi perubahan normal pada fisik lanjut usia yang
dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan medik. Perubahan
tersebut akan terlihat dalam jaringan dan organ tubuh seperti kulit menjadi
kering dan keriput, rambut beruban dan rontok, penglihatan menurun
sebagian atau menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun,
daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena proses
osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk, tulang keropos,
massanya dan kekuatannya berkurang dan mudah patah, elastisitas paru
berkurang, nafas menjadi pendek, terjadi pengurangan fungsi organ didalam
perut, dinding pembuluh darah menebal sehingga tekanan darah tinggi, otot
jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ reproduksi terutama
pada wanita, otak dan reaksi menjadi lambat terutama pada pria, serta
seksualitas tidak terlalu menurun. Sedangkan permasalahan dari aspek
psikologis antara lain kesepian, duka cita (bereavement), depresi, gangguan
cemas, psikosis pada lanjut usia, parafrenia, sindroma diagnose.5
4 Stefanus Mendes Kiik dkk, ”Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia”, Jurnal
Keperawatan Indonesia, 2, (Juli, 2018), 110.
5 Rahmah, Pendekatan Konseling Spiritual pada Lanjut Usia (Lansia), jurnal “Al-Hiwar”,
5,(juni, 2015), 38-39.
5
Dari hasil pengamatan atau observasi di Panti Dhuafa Lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo, penulis menemukan permasalahan. Permasalahan
yang dialami pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
berupa seorang lansia mengalami depresi terhadap tekanan kehidupan sehari-
hari, mengalami kesepian akibat di tinggal keluarga atau orang di sayang.
Lansia juga mengalami gangguan mental emosional belum stabil, dan
gangguan kecemasan. Sehingga mengakibatkan lansia hidupnya belum
tenang.
Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai unit
pelaksanaan teknis dinas kesehatan dan kesejahteraan sosial Ponorogo yang
memberikan pelayanan kepada masyarakat yang berumur diatas 60 tahun,
khususunya yang kurang beruntung. Secara sosial panti ini memberikan
pelayanan terhadap lansia. Ditempat ini para lansia mendapatkan cinta kasih,
perawatan jasmani dan rohani. Sehingga mereka dapat menikmati hari tuanya
dan mendapatkan ketentraman lahir dan batinnya.
Pada dasarnya lansia harus mampu menerima keadaan terhadap
lingkungan dan berusaha mengatasi dengan sendiri dampak dari masalah
yang dialami, misalnya dengan berserah diri kepada Tuhan. Semangat
bertahan hidup dapat dilihat dari kemampuan individu untuk bertahan dari
tekanan lingkungan, bangkit terhadap keterpurukan, dan selalu berusaha
mengatasi masalah. Pentingnya melalui kegiatan religius dan kemandirian
dapat menunjukkan sejauh mana seseorang mampu bertahan hidup, karena
6
kebanyakan orang mendapat tantangan dari lingkungan untuk menguji
bagaimana kemampuan seseorang dalam mengatasinya.6
Berdasarkan uraian diatas peneliti mempunyai ketertarikan untuk
mengkaji lebih dalam mengenai judul skripsi yang diambil yaitu “Terapi
Zikir Untuk Memberikan Ketenangan Jiwa pada Lansia di Panti Dhuafa
Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo”.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi kejiwaan lansia di Panti Dhuafa Lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo?
2. Bagaimana proses terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa
pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo?
3. Bagaimana hasil terapi zikir untuk memberikan ketenangan jiwa
pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai dalam proses penelitian
ini adalah:
1. Untuk mendeskripsikan kondisi kejiwaan lansia di Panti Dhuafa
Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.
2. Untuk mendeskripsikan proses terapi dzikir untuk memberikan
ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo.
6 Lucky Ade Sessiani, “Studi Fenomenologis Tentang Pengalaman Kesepian dan
Kesejahreraan Subjektif Pada Janda Lanjut Usia”, Jurnal Studi Gender, 2, (Juli, 2018), 221-223.
7
3. Untuk mendeskripsikan hasil terapi dzikir untuk memberikan
ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo.
D. Kegunaan Penelitian
Manfaat melakukan pengajuan proposal ini adalah sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritik
Manfaat teoritik yang dapat diambil dari penelitian ini
antara lain:
a. Untuk menambah ilmu pengetahuan dan akademik khususnya
dalam membantu suatu penelitian dan analisa khusus.
b. Memberikan referensi dan bahan pembandingan dalam
kegiatan yang ada hubungannya dengan pelayanan pada lansia.
c. Memberikan sumbangsih dalam memperkaya dan memperluas
ilmu pengetahuan tentang terapi zikir untuk memberikan
ketenangan jiwa pada lansia.
2. Manfaat Praktis
Manfaat praktis yang di dapat dari penelitian ini antara lain:
a. Bagi relawan, sebagai acuan untuk memotivasi supaya lebih
berperan aktif mendukung para lansia untuk memberikan
kegiatan terapi zikir di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo.
8
b. Bagi panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo, penelitian
ini dapat dijadikan sebagai pijakan pengurus Panti Dhuafa
Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.
c. Bagi lansia, dengan mendapat dukungan secara moral,
diharapkan lansia menjadi lebih bersemangat aktif dalam
kegiatan terapi zikir.
d. Bagi peneliti, karya tulis ini diharapkan dapat digunakan untuk
peneliti selanjutnya sebagai referensi melihat lebih lanjut
permasalahan yang terjadi pada lansia.
E. Telaah Pustaka
Telaah pustaka terdahulu merupakan literatur atau kajian terhadap
penelitian terdahulu yang berkaitan dan relevan dengan topik penelitian ini.
Peneliti berhasil menemukan beberapa penelitian yang berkaitan dengan topik
permasalahan yang diangkat.
Pertama, skripsi yang berjudul Dampak Dzikir Terhadap
Ketenangan Jiwa di Gampong Baet Kecamatan Baitussalam Kabupaten Aceh
Barat yang disusun oleh Tarwalis jurusan bimbingan dan konseling Islam
tahun 2017. Dalam skripsi ini menjelaskan bahwa dampak yang terlihat
ketika selesai berdzikir adalah dapat menimbulkan rasa ketenangan di dalam
jiwa, menghilangkan stres, meringankan badan, lebih tawaduk rendah hati,
memperbaiki akhlak hingga apabila ada musibah atau ujian yang datang dari
9
Allah maka akan timbul kesabaran dan selalu berserah diri kepada Allah.7
Persamaan antara penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan peneliti
lakukan adalah meneliti mengenai dampak yang terlihat ketika selesai
berdzikir terhadap ketenangan jiwa. Untuk perbedaannya adalah tarwalis
meneliti mengenai kendala-kendala diantaranya terdapat faktor dari luar
seperti suara kebisingan sepeda motor yang menyebabkan hilangnya
konsentrasi dalam berdzikir, sempitnya lokais tetmpat berdzikir, banyak anak
kecil yang berkeliaran diperkarangan munasah. Sedangkan kendala yang
ditemui peneliti antara lansia yang mengalami cacat fisik, kurangnya
responsif lansia.
Kedua, Jurnal penelitian yang berjudul efektivitas pelatihan dzikir
dalam meningkatkan ketenangan jiwa pada lansia penderita hipertensi oleh
Olivia Dwi Kumala pada tahun 2017. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
dengan terapi dzikir ini memberikan dampak positif dalam meningkatkan
kesejahteraan jiwa. Kesejahteraan jiwa diperoleh setelah melakukan dzikir.
Dzikir itu juga memberikan control emosi yang baik terhadap responden
dalam hal menyikapi kecemasan yang berlebih serta mampu memberikan
control dalam hal pemikiran yang menyimpang.8 Persamaan penelitian di atas
menghasilkan efektivitas dalam meredam potensi maslaah dan kondisi
ketenangan jiwa pada lansia. Perbedaannya dalam menerapi telaah pustaka
7 Tarwalis, “Dampak Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa di Gampong Baet Kecamatan
Baitussalaam Kabupaten Aceh Besar”, (Skripsi, UIN, Banda Aceh, 2017), 9.
8 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan
Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, Jurnal Ilmiah Psikologi, 1, (Juni, 2017), 55.
10
terdahulu menggunakan terapi behavioral dan spirual. Sedangkan yang diteliti
lebih fokus menggunakan terapi spiritual.
Ketiga, skripsi yang berjudul Upaya Meningkatkan Ketenangan Jiwa
Para Lansia melalui Pengajian Wirid Shalawat Kubra di Kelurahan Bulu Kota
Semarang oleh Sholichatul Adaiyah tahun 2019. Dalam skripsi ini
menjalaskan bahwa kondisi ketenangan jiwa para lansia sebelum dan sesudah
mengikuti pengajian, sebelum mengikuti pengajian majlis taklim kondisi
lansia ini diliputi rasa ketidaktenangan jiwa, kesepian, merasa kehilangan,
minimnya pengetahuan tentang agama. Setelah mengikuti pengajian yang
mengajarkan banyak hal tentang agama dan di bimbing satu persatu jamaah
menjadi lebih terbuka dengan masalah yang dihadapinya sehingga menjadi
lebih sabar, optimis merasa dekat dengan Allah SWT dalam kehidupan
kesehariannya.9 Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian yang akan
penulis teliti adalah mengenai kondisi ketenangan jiwa para lansia sebelum
dan sesudah mengikuti terapi dzikir. Sebelum mengikuti terapi zikir kondisi
lansia ini diliputi ketidaktenangan jiwa, kesepian, merasa kehilangan,
minimnya pengetahuan tentang agama. Setelah mengikuti para lansia lebih
terbuka dengan masalah yang dihadapi sehingga lebih bersabar, optimis, dan
merasa dekat dengan Allah. Perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian
yang akan penulis teliti adalah keinginan dan kemauan lansia untuk
mengikuti terapi dzikir, belum semua lansia bisa mengikuti.
9 Sholichatul Adaiyah, “Upaya Meningkatkan Ketenangan Jiwa pada Lansia Melalui
Pengajian Wirid Shalawat Kubra di Kelurahan Bulu Kota Semarang”, (Skripsi UIN, Semarang,
2019), 9.
11
F. Metode Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian dengan metode
deskriptif merupakan penelitian yang menggambarkan situasi, proses atau
permasalahan tertentu yang diamati. Penelitian yang menggunakan
metode kualitatif bertujuan untuk menggambarkan, meringkas, berbagai
kondisi dan situasi serta fenomena realita sosial yang ada pada lansia di
Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo yang menjadi penelitian
dan berupaya menarik realita itu kepermukaan sebagai suatu ciri, karakter,
model, tanda atau gambaran tentang kondisi dan fenomena tertentu.
2. Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian merupakan tempat dimana peneliti melakukan
penelitian guna mendapatkan data-data yang diperlukan. Penelitian ini
dilakukan di Unit Cabang Dinas Sosial Ponorogo yaitu Panti Dhuafa
Lansia RT 02 RW 01 Dukuh Mantup, Desa Ngasinan, Kecamatan Jetis,
Kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa Timur.
3. Data dan Sumber Data
Data adalah sekumpulan informasi tentang objek penelitian.10
Data dibutuhkan peneliti untuk memecahkan masalah yang menjadi
pokok pembahasan. Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah hal
10 Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha Ilmu,
2010), 8.
12
– hal mengenai terapi dzikir untuk memberikan ketenangan jiwa pada
lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.
Data dalam penelitian ini bisa didapatkan melalui sumber -
sumber data. Dalam penelitian kualitatif sumber data dibedakan menjadi
dua yaitu sumber data utama dan sumber data tambahan. Sumber data
utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan tindakan, selebihnya
adalah data tambahan seperti dokumen dan lain -lain.11
Selain itu, Berdasarkan sumber datanya, maka pengumpulan data
dapat menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer
merupakan sumber data yang langsung memberikan data kepada
pengumpul data dan sumber data sekunder merupakan sumber data yang
tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data, misalnya
melalui orang lain atau lewat dokumen.12
Sumber data primer yang digunakan dalam penelitian ini adalah
keterangan yang didapat dari narasumber yaitu lansia dan pengurus di
Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Informan yang di libatkan
dalam penelitian ini meliputi pengurus Panti Dhuafa berjumlah 7 orang
yang terdiri dari bidang kerohanian, bidang lapangan, ketua panti,
sekertaris, bidang sarana prasarana dan 6 lansia di Panti Dhuafa Lansia
Ngasianan Jetis Ponorogo. Untuk lansia wanita tidak terlibat dalam
11Wahyu Purhantara, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis, 157.
12Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R D, (Bandung: Alfabeta,
2016), 137.
13
penelitian dengan alasan sudah tidak bisa di wawancarai karena faktor
usia dan penurunan fungsi tubuh lansia.
Sedangkan sumber data sekunder yang dipakai adalah sumber
tertulis seperti dokumen, foto, sumber buku, majalah ilmiah, dan
dokumen dari arsip-arsip di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini meliputi observasi
berperan serta (participant observasion), wawancara mendalam (indepth
interview), dokumentasi dan dimengerti maknanya secara baik, apabila
dilakukan interaksi dengan subjek melalui wawancara dan observasi.
Dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu yang terjadi,
dimana fenomena tersebut berlangsung dan disamping itu untuk
melengkapi data di perlukan dokumentasi.
a. Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Maksud digunakan wawancara antara lain adalah: (a)
mengontruksi mengenai orang, kejadian, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lain-lain, (b) merekontruksi kebetulan-
kebetulan demikian sebagai yang telah dialami masa lalu, (c)
memproyeksikan kebetulan-kebetulan sebagai yang telah diharapkan
untuk dialami pada masa yang akan mendatang, (d) memverifikasi,
mengubah, dan memperluas informasi yang diperoleh dari orang
lain, (e) memverifikasi, mengubah, dan memperluas kontruksi yang
14
dikembangkan oleh peneliti sebagai pengecekan anggota.13 Dalam
metode wawancara ini penulis akan mencari data tentang penelitian
kualitatif tentang terapi dzikir untuk memberikan ketenangan jiwa
pada lansia. Orang yang dijadikan informan dalam penelitian ini ada
dua yang diambil secara purposif, yaitu:
1). Pengurus Panti
Untuk mendapatkan informasi terkait terapi dzikir untuk
memberikan ketenangan jiwa pada lansia.
2). Lansia
Untuk mengetahui kondisi permasalahan pada lansia.
b. Observasi
Ada beberapa alasan mengapa teknik observasi atau
pengamatan digunakan dalam penelitian ini. Pertama, pengamatan
didasarkan atau pengalam secara langsung. Kedua, pengamatan
memungkinkan peneliti untuk melihat dan mengamati sendiri,
kemudian mencatat perilaku, dan kejadian sebagai yang terjadi pada
keadaan sebenarnya. Dalam penelitian ini observasi dilakukan di
Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Pada proses terapi
zikir lansia dilakukan dengan cara dzikir lisan dan pendekatan
secara emosional. Proses terapi zikir pada lansia dilakukan pada saat
waktu shalat. Ada jam khusus yang sudah terjadwal dalam proses
berdzikir lansia lebih konsentrasi dan lebih khusyuk yaitu pada saat
13 Junaidi Ghony, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media, 2012),
163.
15
shalat maghrib sampai selesai. Durasi yang diterapkan pada proses
terapi zikir selama kurang lebih 1 jam dengan membaca dzikir wirid,
sholawat dan membaca tahlil. Secara umum penerapan terapi yang
lebih mengena terhadap kondisi maupun pengaruh terhadap lansia
adalah terapi wirid. Karena mudah dilakukan lansia dan
mengarahkan lansia untuk selalu mengingat kepada sang pencipta.
Pada akhirnya lansia akan muncul rasa yakin, tenteram, dan merasa
nyaman dalam berkehidupan sehari-hari.
Metode observasi ini penulis digunakan untuk melihat
secara langsung objek yang sedang diteliti dan melihat secara
langsung pelaksanaan pengamatanya sehingga diperoleh hasil data
yang konkret.14
c. Teknik Dokumentasi
Tidak kalah penting dari metode-metoode lain, adalah
metode dokumentasi, mencari data mengenai hal-hal atau variabel
yang berupa catatan, transkip, agenda, dan sebagainya. Di
bandingkan metode lain, metode dokumentasi tidaklah terlalu rumit
dari pada metode lain, dalam artian apabila ada kekeliruan sumber
datanya masih tetap, belum berubah. Dengan metode dokumentasi
yang diamati bukanlah benda hidup tetapi benda mati.15
14 Afifuddin, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia,2009), 134.
15 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rineka
Cipta, 1993), 107.
16
5. Teknik Pengolahan Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dan bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya
dapat diinformasikan kepada orang lain.16 Analisis data dalam penelitian
kualitatif akan berlangsung bersamaan dengan bagian-bagian dari
pengembangan penelitian kualitatif, yaitu pengumpulan data dan
penulisan temuan. Tidak semua informasi dapat digunakan dalam
penelitian kualitatif sehingga dalam analisis data, peneliti perlu
memisahkan data yaitu memfokuskan pada sebagian data dan
mengabaikan bagian-bagian lainnya.17
6. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
dokumentasi. Sehingga dapat mudah dipahami dan temuanya dapat
diinformasikan kepada orang lain.18 Teknik analisis data kualitatif,
mengikuti konsep yang diberikan miles dan huberman menemukan bahwa
aktivitas dalam analisa data kualitatif dilakukan secara interaktif dan
berlangsung secara terus menerus pada setiap tahap penelitian sehingga
16 Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, 334.
17 John W. Creswell, Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif dan
Campuran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016), 260.
18 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998), 3.
17
sampai tuntas, dan datanya sampai jenuh. Adapun langkah-langkah
analisisnya adalah:
a. Reduksi Data
Mereduksi data dalam konteks penelitian yang dimaksud
adalah merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan
pada hal-hal yang penting, membuat ketegori. Dengan demikian
data yang telah direduksi memberikan gambaran yang lebih jelas
dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data
selanjutnya.
b. Penyajian Data
Penyajian data yaitu menyajikan data kedalam pola yang
dilakukan dalam bentuk uraian, bagan, grafik, matrik, network, dan
card. Bila pola-pola yang ditemukan telah didukung oleh data
selama peneliti, maka pola tersebut menjadi pola yang baku yang
selanjutnya akan didisplaykan pada laporan akhir peneliti. Dengan
mendisplaykan data, maka mempermudah memahami apa yang
dipahami tersebut.19
c. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan yaitu analisis data yang terus-
menerus baik selama maupun sesudah pengumpulan data, untk
penarikan kesimpulan yang dapat menggambarkan pola apa yang
terjadi. Awal yang dikemukakan masih bersifat sementara, dan
19 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D, (Bandung,
Alfabeta,2006), 333-335.
18
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang
mendukung pada tahap pengumpulan data.20 Di sini penulis bisa
mengambil kesimpulan mengenai terapi dzikir untuk memberikan
ketenangan jiwa pada lansia di panti dhuafa Ngasinan Jetis
Ponorogo.
7. Pengecekan Keabsahan Temuan
Keabsahan temuan data merupakan konsep yang penting yang
diperbarui dari konsep kesahihan (validitas) dan keandalan (reliabilitas).
Derajat keabsahan data kredibilitas data dapat diadakan pengecekan
dengan teknik pengamatan yang tekun dan triangulasi. Ketekunan
pengamatan adalah menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam situasinya
relevan dengan persoalan atau isu yang sedang dicari.21
Teknik triangulasi berguna untuk melakukan pengecekan data
dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunaan jenis triangulasi sumber yakni dengan cara melakukan
pengecekan data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber.
Dalam penelitian kualitatif, kriteria utama terhadap data hasil
penelitian adalah valid, reliable, objektif. Data yang valid adalah data
yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan data
yang sesungguhnya terjadi pada objek penelitian. Uji kredibilitas data
terhadap data hasil penelitian kualitatif dilakukan dengan perpanjangan
20Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D, 341-345.
21 Lexy J. Moleong, Metodelogi Penelitian kualitatif (Bandung: Remaja Rosdakarya,
1998), 171.
19
keikutsertaan, ketekunan pengamatan, trianguasi, pengecekan sejawat,
kecukupan reverensi, kajian khusus negatif, dan pengecekan anggota.22
G. Sistematika Pembahasan
Penulisan skripsi ini disusun dalam lima bab yang secara sistematis
dapat dijabarkan sebagai berikut:
BAB I: Pendahuluan
Pada bab ini menjelaskan mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, tujuan penelitian, kegunaan penelitian, telaah
pustaka, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.
BAB II: Landasan Teori
Pada bab kajian landasan teori ini, dikupas berbagai
pembahasan teori yang menjadi landasan teoritik penelitian: terapi
zikir, ketenangan jiwa, lansia
BAB III: Temuan Penelitian
Pada bab ini mendeskripsikan hasil-hasil temuan penelitian
yang terjadi di lapangan, yang meliputi data umum dan data khusus.
Data umum berisi tentang deskripsi singkat Panti Lansia Duafa
Ngasinan Jetis Ponorogo. Adapun data khusus berupa temuan yang
diperoleh yang mencakup terapi zikir untuk memberikan ketenangan
jiwa pada lansia.
22 Sugiono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kualitatif dan R&D, 363.
20
BAB IV: Analisis Data
Dalam bab ini berisi mengenai analisa data-data yang diperoleh
dari hasil penelitian di lapangan tentang terapi zikir untuk memberikan
ketenangan jiwa pada lansia.
BAB V: Penutup
Pada bab ini berisi tentang kesimpulan yang berupa jawaban
rumusan masalah yang telah dikemukakan, dan saran berupa masukan-
masukan terkait penelitian untuk pihak terkait
21
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Terapi Dzikir
1. Pengertian Terapi Dzikir
Terapi adalah upaya pengobatan yang ditunjukkan untuk
penyembuhan kondisi psikologis. Terapi juga dapat berarti upaya
sistematis dan terencana dalam menanggulangi masalah-masalah yang
dihadapi mursyadbih (klien) dengan tujuan mengembalikan, memelihara,
menjaga, dan mengembangkan kondisi klien agar akal dan hatinya berada
dalam kondisi dan posisi yang proposional.23
Secara etimologi dzikir berasal dari kata “dzakara” yang berarti
menyebut, mensucikan, menggabungkan, menjaga, mengerti,
mempelajari, memberi, dan nasihat. Oleh karena itu dzikir juga diartikan
mensucikan, mengagungkan, juga dapat diartkan menyebut dan
mengucapkan nama Allah atau menjaga dalam ingatan (mengingat). 24
Dalam kamus tasawuf yang ditulis oleh Solihin dan Rosihin Anwar
menjelaskan dzikir merupakan kata yang digunakan untuk menunjuk
setiap bentuk pemusatan pikiran kepada Tuhan , dzikir pun merupakan
prinsip awal untuk seseorang yang berjalan menuju Tuhan (suluk).25
23 M. Sholihin, Terapi Sufistik, (Bandung: Pustaka Setia, 2004), 82-83.
24 Fadli Ramadhan, Dzikir Pagi Petang, (Yogyakarta: Fillah, 2019),1.
25 Solihin dan Rosihin Anwar, Kamus Tasawuf, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2002),
36.
22
Secara terminologi dzikir adalah perbuatan mengingat Allah SWT
dan keagungannya yang hampir meliputi semua bentuk ibadah dan
perbuatan baik seperti tasbih, tahmid, sholawat, membaca Al-Qur’an,
berdo’a, melakukan perbuatan baik dan menghindarkan diri dari
kemaksiatan.26
Dzikir menurut tuntunan syariat Islam dan Al-Qur’an adalah
menyebut nama, dan mengingat Allah dalam setiap keadaan. Tujuannya
adalah untuk menjalin ikatan batin (kejiwaan) antara hamba dengan Sang
Pencipta (Khalik) sehingga timbul rasa hormat dan jiwa muroqobah
(merasa dekat dan diawasi oleh Allah). Maka dengan dzikir iman
seseorang jadi hidup, terjalin rasa kedekatan dengan Allah.27
Dzikir merupakan ibadah hati dan lisan yang tidak mengenal
batasan waktu. Bahkan Allah menyifati ulil albab kepada mereka yang
senantiasa menyebut Rabb-Nya, baik dalam keadaan berdiri, duduk,
bahkan juga berbaring. Oleh karenanya dzikir bukan hanya ibadah yang
bersifat lisaniyah, namun juga qolbiyah. Imam nawawi menyatakan
bahwa yang afdhal adalah dilakukan bersamaan di lisan dan di hati. Jika
harus salah satunya, maka dzikir di hati jauh lebih utama. Meskipun
26 Hanna Djumhana Bastaman, Integrasi Psikologi Islam, Pustaka Belajar: Yogyakarta,
1997), 158.
27 Simuh, Tasawuf dan Perkembangan dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2002), 109-110.
23
demikian, menghadirkan maknanya dalam hati, memahami maksudnya
merupakan suatu hal yang harus diupayakan dalam berdzikir.28
Penelitian yang dilakukan Craigie, Greendwold, Larson, Sherrill,
Lyons, dan Thielman menemukan bahwa kegiatan agama seperti berdoa
dan berdzikir dapat meningkatkan kesehatan mental dan mencegah
seseorang menderita penyakit hipertensi. Terapi zikir ini dapat digunakan
untuk mengurangi ketegangan secara fisik, emosi, kognitif dan perilaku
yang dapat mengakibatkan tekanan darah meningkat. Terapi zikir ini
membantu individu untuk berkonsentrasi kepada ketegangan yang
dirasakan lalu melatih individu tersebut untuk relaks.29
Sedangkan, terapi dzikir merupakan upaya perlakuan yang
mencakup aktivitas mengingat, menyebut nama, dan keagungan Allah
SWT secara berulang, yang disertai kesadaran akan Allah SWT dengan
tujuan untuk menyembuhkan keadaan patologis.30
Menurut Teungku Muhammad Hasbi Ash Shidieqi, dzikir ialah
menyebut Allah dengan tasbih (Subhanallah), membaca tahlil
(Lailahaillallah) membaca tahmid (Alhamdulillah) membaca taqdis
(Quddusun), membaca takbir ( Allahuakbar), membaca hauqalah
(hasbiyallahu) membaca basmalah (bismillahirahmanirraahiim)
28 Fadli Ramadhan, Dzikir Pagi Petang, 4-5.
29 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan
Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, 59.
30 Tri Widyastuti, “Terapi Zikir Sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kecemasan pada
Lansia “, E-Jurnal Gamajpp, 2 , (Oktober, 2019), 49.
24
membaca Al-Qur’anul Majid dan membaa do’a-do’a matsur, yaitu do’a-
do’a yang diterima dari Nabi Shalallahu Alaihi Wasallam.31
2. Pembagian Dzikir
Sedangkan pembagian dzikir terbagi menjadi beberapa bagian
diantaranya sebagai berikut:
Dzikir dapat dibagi menjadi tiga bagian, yaitu:
1). Dzikru Bil Lisan, yaitu sebuah bentuk zikir yang realisasi
pelaksanaannya dilakukan dengan cara melafadzkan kalimat-
kalimat tauhid, seperti tahlil, tahmid, tasbih dan lain-lain. Zikir
dengan lisan ialah menyebut Allah dengan berhuruf dan bersuara.
Imam fathurrozi mengatakan bahwa yang dimaksud dengan zikir
lisan ialah mengucapkan kalimat suci dengan lidah seperti
mengucapkan tasbih subhanallah, alhamdulillah, lailahaillallah,
Allahu akbar
2). Zikru Bil Qolb, yaitu sebuah bentuk zikir yang dilaksanakan dengan
media bertafakkur, merenungkan tanda-tanda kebesaran Allah dan
rahasia-rahasia Ilahiah yang tersirat melalui ciptaan-Nya. Zikir
secara qolbi ialah mengingat atau menyebut Allah dalam hati, tidak
berhuruf dan tidak bersuara, seperti tafakkur mengingat Allah,
merenungi rahasia ciptaan-Nya secara mendalam dan merenungi
zat dan sifat Allah Yang Maha Mulia.
31 Fadli Ramadhan, Dzikir Pagi Petang, 1-3.
25
3). Zikru Bil Jawarih, yaitu bentuk zikir yang direalisasikan dengan
cara mengerahkan segala kekuatan dan kemampuan yang terdapat
dalam jasmani sebagai manifestasi dari bentuk menaati seluruh
perintah Allah dan berusaha semaksimal mungkin dalam rangka
menjauhi larangan-larangan-Nya.
3. Bentuk-Bentuk Zikir
a. Zikir tahlil
يعلم بك وللمؤمنين والمؤمنت وللاه واستغفر لذن متقلبكم ومثوىكم فاعلم انه ل اله ال للاه
Artinya : “Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnhya tidak
ada Tuhan (sesembahan, Tuhan) selain Allah, dan mohonlah
ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-
laki dan perempuan dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha
dan tempat kamu tinggal”. (QS. Muhammad 19)
Sabda Rasulullah SAW: barang siapa yang mengucapkan la
ilaha illallah, dengan ikhlas, maka ia masuk syurga. Ikhlas yang
dimaksud disini yaitu menjadi penghalangmu dari berbuat yang
diharamkan Allah. H.R Thabrani.
b. Zikir tasbih
Dari Sa’id Bin Abi Waqash ra, ia berkata: “kami berada
bersama Rasulullah SWT, beliau bersabda: apakah salah seorang
dari kalian merasa tidak mampu untuk memperoleh seribu
kebaikan setiap hari? Maka salah seorang dari orang yang ikut
duduk bertanya: bagaimana caranya kami bisa memperoleh 1000
26
kebaikan ya Rasul? Rasul menjawab: bertasbihlah 100 kali, maka
akan ditulis baginya seribu kebaikan, atau dihapus darinya seribu
dosa”. ((HR. Muslim).
c. Zikir sholawat
يايها الذين امنوا صلوا عليه وسل موا ىكته يصلون على النبي ومل تسليماان للاه
Artinya: “Sesungguhnya Allah dan para malaikat-
malaikat-Nya bersalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang
beriman! Bersalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam
dengan penuh penghormatan kepadanya”. (QS. Al Ahzab 56)
Sabda Rasulullah: “Tidak duduk sesuatu kaum didalam
suatu majlis sedang mereka menyebut nama Allah dan tidak
bersholawat kepada Nabi-Nya, melainkan mereka menderita
kekurangan dan jika Allah menghendakinya niscaya Allah akan
mengazab mereka dan jika Allah menghendaki niscaya akan
mengampuni mereka”. (HR. Tumuzi dan Abu Daud)
d. Zikir dalam bentuk do’a
وقال ربكم ٱدعونى أستجب لكم إن ٱلذين يستكبرون عن عبادتى سيدخلون جهنم داخ رين
Artinya: “Dan Tuhanmu berfirman: “Berdo’alah kepada-
ku, niscaya akan kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-
orang yang menyombongkan diri dari menyembah-ku (berdo’a
kepadaku) akan masuk neraka jahannam dalam keadaan hina
dina”. (QS al- Mukmin: 60)
27
Dari tunjukan ayat ini Allah SWT menyuruh hambanya
berdo’a, karena do’a seorang hambanya di dengar oleh Allah SWT
dan barangsiapa yang enggan berdo’a kehadirat Allah, maka Allah
akan murka kepadanya dan dicap dia sebagai orang yang sombong
dan akan ditempatkan pada neraka jahannam dalam keadaan yang
sangat hina.
e. Zikir dalam kalimat hauqolah
ة ال بالله ل قو ولدا ولول اذ دخلت جنتك قلت ما شاء للاه ان ترن انا اقل منك مال و
Artinya: “Dan mengapa kamu tidak mengatakan waktu
kamu memasuki kebunmu: masya Allah, laa quwwata illa billah
(sungguh atas kehendak Allah semua ini terwujud, tiada kekuatan
kecuali dengan pertolongan Allah). Sekiranya kamu anggap aku
lebih sedikit darimu dalam hal harta dan keturunan”. (QS. Al
Kahfi: 39).
Tidak ada daya dan kekuatan melainkan dengan
pertolongan Allah, maksudnya adalah kita mengetahui bahwa tidak
ada yang dapat memalingkan hamba dari maksiat selain dari Allah
sendiri, dan tidak ada kekuatan bagi hamba untuk melaksanakan
ketaatan melainkan dengan taufiq-Nya juga.
f. Zikir dengan kalimat basmalah
Atas nama Allah sebagai permohonan akan keberkahan
pada permulaan bacaan, dengan nama Allah yang maha pengasih
lagi maha penyayang, maksudnya saya membaca atau saya
28
memulai sesuatu berdasar perintah Allah, bukan karena nafsu,
menyertakan nama Allah zat yang wajib adanya atau wajibul
wujud. Fadilah basmallah diantaranya:
a). Sebagai tabarruk, mencari dan mendapatkan berkah
b). Mengusir syaitan, karena ia akan lari jika disebut nama
Allah, dan jika dibaca sebanyak 21 kali, ketika akan mau
tidur, insya Allah pada malam itu ia dijaga oleh Allah
dari gangguan syaithan, dari kecurian dan mati
mendadak.
c). Untuk meremehkan orang zalim, baca 50 kali
dihadapannya, insya Allah orang zalim itu akan
diremehkan oleh Allah.
g. Zikir dalam bentuk istighfar
درارا فقلت استغفروا ربكم انه كان غفارا ء عليكم م ل وبنين يرسل السما ويمددكم بأمو
را ت ويجعل لكم أنه ويجعل لكم جن
Artinya: “Maka Aku (Nabi Nuh) katakana kepada mereka:
“Mohonlah ampunan kepada Tuhanmu, Sungguh, Dia Maha
Pengampun, niscaya Dia akan menurunkan hujan yang lebat dari
langit kepadamu. Dan membanyakkan harta dan anak-anakmu,
dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di
dalamnya) untukmu sungai-sungai”. (QS. Nuh 10-12).
Kata istighfar berasal dari bahasa Arab yatu ghofaro artinya
menutup, jadi beristighfar berarti berusaha untuk menutup dosa-
29
dosa yang ada, karena dosa seorang hamba itu adakalanya ditutupi,
ada kalanya dihapus dirubah oleh Allah SAW. Fadhilah keutamaan
istighfar:
a) Mensucikan diri dari kesalahan dan menghapus dosa
b) Menawarkan hati yang gundah, karena dosa
c) Menghilangkan duka, menumbuhkan inisiatif dan mendapat
rezeki dari jalan yang tidak diduga.
d) Menjadikan sebab diterimanya taubat dan memperoleh
husnul khotimah.
e) Meruntuhkan tipu daya iblis dan menghancurkan kesesatan
yang diperintahkannya
f) Mendekatkan diri kepada Allah SWT
g) Membersihkan hati dari lalai dan melicinkan hati dari
kelupaan.
h. Zikir dengan kalimat takbir
ن الذل وكب ره لم يكن له شريك فى المل ك ولم يكن له ولي م الذي لم يتخذ ولدا و وقل الحمد لله
تكبيرا
Artinya: “Dan katakanlah, Segala puji bagi Allah yang
tidak mempunyai anak dan tidak (pula) mempunyai sekutu dalam
kerajaan-Nya dan dia bukan pula hina yang memerlukan
penolong dan agungkanlah dia dengan pengagung yang sebesar-
besarnya”. (QS. Al Israk: 111)
30
Allah Maha Besar, artinya kekuasaan Allah tidak terhingga
besarnya meliputi seluruh alam, baik alam syahadah yang dapat
dilihat kasat mata maupun alam ghoibah yang tidak bisa dilihat dan
disaksikan oleh kasat mata manusia. Maka dengan bertakbir berarti
kita mengakui akan kebesaran Allah SWT Tuhan yang
menciptakan alam.
i. Zikir dengan bacaan tahmid atau hamdalah
Ucapan tahmid atau hamdalah artinya Segala Puji Bagi
Allah, segala bentuk puji-pujian milik dan ditujukan kepada Allah,
Dialah Tuhan yang memelihara seluruh alam. Maksudnya berzikir
dengan lafaz tahmid ini ialah kita menyatakan pujian dan
kesyukuran kehadirat Allah Tuhan semesta alam. Kalimat tahmid
ini digunakan untuk menyatakan puji dan syukur kepada Allah
SWT, karena dalam segala situasi dan kondisi apapun kepada-Nya
pujian tertumpu.
j. Zikir dalam bentuk kalimat hasbalah
ونعم الوكيل قالوا حسبنا للاه الذين قال لهم الناس ان الناس قد جمعوا لكم فاخشوهم فزادهم ايمان ا و
Artinya: “(Yaitu) orang-orang (yang menaati Allah dan
Rasul) yang ketika ada orang-orang mengatakan kepadanya,
“Orang-orang (Quraisy) telah mengumpulkan pasukan untuk
menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka,” ternyata
(ucapan) itu menambah (kuat) iman mereka dan mereka
31
menjawab, “Cukuplah Allah (menjadi penolong) bagi kami dan
Dia sebaik-baik pelindung”. (QS. Ali Imran 173)
Kalimat “hasbalah” ialah : “Hasbiyallahuwani’mal wakil”,
atau “Hasbunallah Wani’mal wakil”. Allah SWT telah cukup
bagiku, aku tidak perlu kepada selain-Nya dan Dialah sebaik-baik
penjaga yang menjaga segala kemaslahatan dan kemanfaatan.
Maksudnya kiita mengaku sekaligus menyakini dengan seyakin-
yakinya bahwa tempat berpegang dan bergantung seorang hamba
hanya kepada Allah saja. Dan bahwa berpegang kepada Allah itu
sudah mencukupi dan mumpuni, tidak memerlukan kepada
sesuaatu pegangan yang lain.
k. Zikir dengan ismul A’zom
Zikir dengan ismul a’zom ialah menzikirkan nama-nama
Allah yang agung, seperti menzikirkan asmaul husna, firman Allah
SWT:
سيجزون ما كانوا يعملون ىه ء الحسنى فادعوه بها وذروا الذين يلحدون في اسما السما ولله
Artinya: “Dan Allah memiliki Asma'ul-husna (nama-nama
yang terbaik), maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebutnya
Asma'ul-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyalah
artikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan mendapat balasan
terhadap apa yang telah mereka kerjakan”. (QS. Al-A’raf: 180)
32
Dengan mengamalkan zikir asmaul husna dengan
mengucapkan “ya rohman” sebanyak 100 kali setiap selesai shalat
fardhu, maka orang yang membacanya akan dilindungi dan seluruh
makhluk akan mengasihinya.
4. Fungsi Dzikir
Dzikir berfungsi sebagai membentuk akhlak/perilaku melalui
proses pembersihan hati (tathiri al-qalb) dari sifat-sifat tidak terpuji.
Dengan dzikir, hati menjadi tenang dan menurut ibnu Athaillah dzikir
merupakan cara untuk membersihkan hati dari sifat-sifat tercela bagi para
salik dalam menempuh jalan tasawuf dan menghiasi diri dengan sifat-sifat
terpuji. Dengan berdzikir mampu mengatasi keterikatan dari segala sesuatu
selain Allah dengan cara mengosongkan hati dari kecintaan pada dunia
serta menghilangkan segenap pikiran buruk dan tidak baik.
Imam Ibnu Qoyyim al jauziyyah di dalam kitabnya al waaabilus
syayyib dan pada kitab rafi’ul kalimat at Tayyib menerangkan ada tujuh
fungsi zikir, yaitu:
a. Zikir dapat mengusir, mengalahkan dan menghinakan
syaitan,
orang yang berzikir Allah Yang Maha Rahman akan rela
kepadanya.
b. Zikir bisa menyebabkan haati menjadi gembira, berbahagia,
dan tentram.
33
c. Dengan zikir, manusia akan dipermudah Allah jalan
rezekinya,
d. Dengan berzikir, bisa akan terbuka baginya pintu pintu
yang agung, yaitu pintu pintu pengampunan
e. Dengan memperbanyak zikir bisa menyelamatkan diri dari
siksa api neraka
f. Zikir merupakan ibadah yang paling ringan.32
5. Tujuan Dzikir
Tujuan utama dzikir adalah untuk mengingat Allah dalam setiap
saat dan menjalin hubungan kejiwaan antara manusia dan Allah agar arus
kesadaran kepada-Nya stabil, sehingga akan tumbuh rasa dekat, cinta dan
hormat kepada-Nya. Artinya, dengan aktivitas zikir, iman seseorang
sebagai respon manusia terhadap Allah SWT menjadi dinamis dan hidup.
Dengan iman yang dinamis dan hidup, maka seseorang akan menjadi
pribadi yang memberikan manfaat bagi kehidupan nyata dengan tampilan
amal-amal salih baik dalam rangka hubungan vertical dengan Allah
maupun dalam hubungan horizontal dengan sesama manusia.
Dzikir kepada Allah SWT bertujuan untuk memperbaiki diri dan
menenangkan hati dari sifat-sifat hasud, khawatir, cemas dan belenggu
(jeratan) hawa nafsu dan syahwat. Oleh karena itu, ketika manusia
berdzikir kepada Allah SWT dengan baik dan benar maka hal tersebut
dapat menjadikan hati tenang serta hawa nafsu dapat dkendalikan. Lebih
32 Muniruddin, “Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehidupan Seorang Muslim”, Jurnal
Pengembangan Masyarakat, 5, (Oktober, 2018), 2-16.
34
lanjut Amir Najar menjelaskan bahwa seseorang yang senantiasa berdzikir
kepada Allah SWT akan menemukan ketenangan, kenyamanan,
kedamaian dalam hati dan pikirannya (al-insanu az-zikru tajiduhu
mutmainna al-qalb mustarima al-bala). Hatinya bersih (suci) semata-mata
hanya Allah di dalamnya, dan menghilangkan segala sesuatu dari selain-
Nya, serta menghilangkan sifat-sifat tercela yang menjadi kotoran-kotoran
hati, seperti sifat dendam, benci, dengki (hasud) kikir, riya, sombong,
angkuh, dan lain sebagainya.33
6. Zikir Sebagai Terapi
a. Bacaan Zikir
Bacaan zikir yang diulang-ulang merupakan salah satu cara
untuk memusatkan pikiran seseorang dalam makna dzikir. Kalimat
dzikir sendiri mengandung makna positif, sehingga pikiran negatif
yang dialami seseorang yang cemas akan digantikan dengan pikiran
positif ketika orang tersebut berfokus pada kalimat dzikir. Ketika
seseorang yang selalu mengucapkan kalimat positif maka kalimat
positif di yakini mampu untuk menghasilkan pikiran serta emosi
positif.
Kalimat dzikir sendiri mengandung makna positif, sehingga
pikiran negatif yang dialami seseorang yang cemas akan digantikan
dengan pikiran positif ketika orang tersebut berfokus pada kalimat
dzikir. Ketika seseorang selalu mengucapkan kalimat positif maka
33 Muhammad Basyrul Muvid, Manajemen Tasawuf, (Yogyakarta: FORUM Grup Relasi
Inti Media, 2020), 95-108.
35
diyakini mampu untuk menghasilkan pikiran serta emosi positif.
Emosi positif mampu merangsang kerja limbik untuk menghasilkan
endorphine. Endorphine mampu menimbulkan perasaan bahagia,
nyaman, menciptakan ketenangan dan memperbaiki suasana, terapi
dzikir yang dilakukan selama 10 menit secara berulang dengan
membaca kalimat tasbih, tahmid, dan takbir masing-masing 33 kali
efektif untuk menurunkan tingkat kecemasan pasien
b. Cara Terapi Zikir
Ada banyak cara yang dilakukan untuk berdzikir, bisa dengan
membaca ayat-ayat al-Qur’an, menyebut nama Allah berulang kali
baik ismu zat (nama Allah), maupun nama-nama Allah yang baik dan
indah (asmaul husna). Sebagian dengan memperbanyak sholawat
kepada Rasulullah, membaca istighfar, takbir, tahmid, tasbih, tahlil,
hauqolah.34
7. Pengertian Wirid
Kata wirid dalam kitab-kitab klasik seperti ihya ulumuddin
sebagai sub judul yang didalamnya juga dibahas tentang macam-
macam dzikir. Hanya saja bila diamati makna dzikir lebih umum
daripada wirid, sedangkan wirid adalah bagian dari dzikir. Titik
perbedaan dari kedua lafad tersebut adalah kata wirid lebih digunakan
untuk menjelaskan aktifitas amal perbuatan dan dzikir yang dilakukan
secara rutin berulang-ulang. Karena itu shalat lima waktu maktubah itu
34 Zetty Azizatun Ni’mah, Elan Dzikir sebagai Generator Perubahan Sosial, (Kuningan:
Goresan Pena, 2016), 61.
36
juga bisa disebut dengan wirid karena dilakukan secara rutin dan
berulang-ulang. Selain itu bila wirid dikaitkan dengan bacaan-bacaan
dzikir, maka wirid adalah bacaan-bacaan yang dibaca secara rutin,
pada waktu-waktu tertentu, dengan bilangan-bilangan tertentu, dan
cara-cara tertentu. Bahkan terkadang masih membutuhkan ijazah dari
seorang guru atau ahli dzikir. Misalnya seperti wirdul lathif, ratibul
haddad, wirid thariqah, dan hizib-hizib. Secara sederhana wirid lebih
khusus dan terkait sementara dzikir adalah mutlak tidak terikat dengan
waktu, tempat dan cara-cara tertentu.35
Secara umum amalan wirid terdiri dari tiga unsur pokok yaitu
istighfar, sholawat, dan kalimah tahlil. Istighfar pada hakikatnya suatu
proses upaya menghilangkan noda-noda rohaniyah. Sholawat menjadi
materi pengisian setelah penyucian jiwa yang mengantarkan manusia
dalam bermunajat mendekatkan diri kepada Allah.36
8. Adab Berdzikir
Orang yang melakukan zikir dianjurkan dalam keadaan paling
sempurna. Jika ia sambil duduk disuatu tempat, hendaklah
menghadapkan dirinya kearah kiblat, dan duduk dengan sikap yang
penuh rasa khusyuk, merendahkan diri, tenang, anggun, dan
menundukkan kepala. Jikalau ia melakukan zikir bukan dengan cara
tersebut, diperbolehkan, dan tidak makruh bila hal tersebut
35 Rusydi, “Konsep Dzikir dan Doa Perspektif Al-Qur’an", Jurnal Pendidikan dan
Keislaman, 1, (Februari, 2019), 64.
36Muhammad Basyrul Muvid, Pendidikan Tasawuf, (Jombang: Pustaka Idea, 2019), 445.
37
dilakukannya karena uzur, tetapi jika tanpa uzur, berarti ia
meninggalkan hal yang paling afdal.37 Adab atau etika dalam berdzikir
diantara lain, yaitu:
1) Ikhlas kepada Allah SWT.
2) Bila kita mengetahui keutamaan suatu amal, hendaknya
mempraktikannya, minimal sekalian.
3) Zikir yang utama ialah dilakukan bersamaan antara lisan
dan hati.
4) Keutamaan zikir tidak hanya terbatas pada tasbih, tahlil,
tahmid, dan sejenisnya
5) Berdzikir lebih utama dilakukan dalam keadaan tenang,
khusyuk, dan dengan cara merendahkan diri di hadapan
Allah SWT.
6) Tempat yang digunakan untuk berzikir hendaknya bersih
dan sunyi (dari apa yang dapat mengganggu orang yang
berzikir).
7) Orang yang berzikir hendaknya menghadirkan hati, dengan
merenungi zikir yang dibaca, memahami, dan mengetahui
maknanya.
8) Zikir-zikir yang diisyaratkan dalam shalat dan lainnya, baik
zikir wajib maupun sunnah, tidak dianggap zikir sampai
dilafalkan dan dapat didengar oleh dirinya sendiri, jika dia
37 Imam Nawawi, Buku Induk Doa dan Zikir, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2018), 19.
38
Mempunyai pendengaran yang normal dan tidak
terganggu.38
9. Keutamaan Berdzikir
Berdzikir kepada Allah merupakan suatu rangka dari rangkaian
iman dan Islam yang mendapat perhatian khusus dan istimewa dari Al
Quran dan sunnah. Dzikrullah mrupakan peringkat doa yang paling tinggi ,
yang di dalamnya tersimpan hikmah serta manfaat yang besar bagi hidup
dan kehidupan dunia dan akhirat. Di antara berbagai keutamaan dan
keistimewaan dzikrullah adalah sebagai berikut:
1) Dzikrullah menunjukkan tanda baik sangka kepada Allah
2) Dzikrullah menghasilkan rahmat dan inayah Allah.
3) Dengan dzikrullah, seorang akan di sebut-sebut Allah di
hadapan hamba-hamba pilihan-Nya.
4) Dzikrulah akan membimbing hati dengan mengingat dan
menyebut Allah.
5) Dzikrullah memberikan sinaran kepada hati dan
menghilangkan kekeruhan jiwa
6) Dzikrullah dapat melepaskan diri dari resah dan gelisah
7) Dzikrullah membuat hati kita menjadi tenang dan
tenteram.39
38 M. Rojaya, Zikir Zikir Pembersih dan Penentram Hati, ( Bandung: PT Mizan Pustaka,
2009), 40-42.
39 Samsul Munir Amin, Etika Berdzikir Berdasarkan Alquran dan Sunnah, (Jakarta:
AMZAH, 2011), 2-3
39
10. Proses Terapi Islam
Therapy (dalam bahasa Inggris) bermakna pengobatan dan
penyembuhan. Terapi juga dapat diartikan sebagai upaya sistematis dan
terencana dalam menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi oleh
klien dengan tujuan mengembalikan, memelihara, dan mengembangkan
kondisi dan posisi yang proporsional. Manusia yang akal dan qolbunya
proporsional merupakan sosok manusia yang sehat serta bahagia dunia dan
akhirat.
Terapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan dengan
melalui bimbingan Al-Qur’an dan As Sunnah Nabi Muhammad SAW atau
secara empirik adalah melalui bimbingan dan pengajaran Allah, Malaikat-
Malaikat-Nya Rasul-Nya.
Proses terapi dan penyembuhan melalui pendekatan islami sering
disebut dengan istilah istisfa’. Salah satu metodenya adalah do’a. Menurut
Isep Zainal, terapi Islam dapat diistilahkan sebagai al-istisfa’ bil al-
Qur’an wa al-du’a, yaitu penyembuhan terhadap penyakit-penyakit dan
gangguan psikis yang didasarkan kepada tuntunan nilai-nilai Al-Qur’an
dan do’a. Dalam proses terapi islam harus melalui beberapa tahapan yaitu:
1) Wawancara awal
Pada tahap ini perlu dirumuskan tentang apa yang
akan terjadi selama terapi berlangsung aturan-aturan apa
saja yang harus diketahui dan akan dilaksanakanm oleh
konseli/klien. Dalam tahap awal ini perlu dibina rapport
yaitu hubungan yang menimbulkan keyakinan dan
40
kepercayaan klien bahwa ia akan dapat ditolong. Dalam
tahap awal ini juga klien harus bersedia mengutarakan
pikiran dan perasaannya kepada konselor.
2) Proses terapi
Pada tahap ini, terapis (konselor) perlu mengkaji dan
mendalami pengalaman masa lalu selama hal itu relevan
dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien. Hal yang
tidak kalah pentingnya adalah menghidupkam suasana
keakraban dan komunikasi dua arah.
3) Tindakan
Pada tahap ini, baik terapis maupun klien mengkaji
ulang kembali apa yang telah dipelajari klien selama terapi
berlangsung, dan apa yang akan diterapkannya nantinya
dalam kehidupannya. Hal yang sangat penting dilakukan
adalah agar tujuan terapi yang telah disepakati bersama
dapat tercapai.
4) Mengakhiri terapi
Terapi dapat berakhir kalau tujuan telah disepakati,
namun bisa juga terapi berakhir apabila klien tidak
melanjutkan terapi.
Tetapi juga bisa berakhir apabila tidak dapat
menolong kliennya, namun terapis sebaliknya merujuk
kliennya kepada ahli lain sesuai dengan jenis
41
masalah/problem yang dihadapi oleh klien tersebut. Terapis
harus menghilangkan sedikit demi sedikit ketergantungan
klien terhadap dirinya, karena klien akan menghadapi
lingkungannya tanpa bantuan terapis (konselor).40
11. Hasil Terapi Zikir
Hasil terapi zikir pada lansia antara lain sebagai berikut:
1. Meningkatkan ketenangan jiwa pada lansia untuk
mengetahui apakah terdapat penurunan tekanan darah dan
peningkatan ketenangan jiwa setelah diberikan terapi zikir
pada lansia. Meningkatnya tekanan darah berhubungan
dengan buruknya managemen emosi pada individu. Hal ini
disebabkan emosi-emosi negatif ini menjadi stressor yang
berdampak kesejahteraan subjektif dan ketenangan.41
2. Mempengaruhi kualitas tidur lansia. Kualitas tidur
merupakan suatu keadaan tidur yang dijalani seseorang
yang menghasilkan kesegaran atau kebugaran saat
terbangun. Dampak karena kualitas tidur yang buruk adalah
stres yang meningkat dan sering lupa. Salah satu untuk
40 Sattu Alang, “Manajemen Terapi Islam dan Prosedur Pelayanannya”, Jurnal
Bimbingan Penyuluhan Islam, 1, (Juli, 2020), 81-84.
41 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan
Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, 55.
42
meningkatkan kualitas tidur adalah dengan melafadzkan
dzikir. 42
3. Dzikir membantu individu membentuk persepsi yang lain
selain ketakutan, yaitu keyakinan bahwa semua konflik,
masalah akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan
Allah SWT. Saat seorang membiasakan berdzikir, ia akan
merasa dirinya dekat dengan Allah, berada dalam
lindungan-Nya yang kemudian akan membangkitkan
percaya diri, kekuatan, perasaan aman, tentram dan
bahagia. Umat Islam percaya bahwa menyebut asma Allah
secara berulang (berdzikir) dapat menyembuhkan jiwa dan
menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam berdzikir merasa
dalam penjagaan dan lindungan dari Allah SWT .43
B. Ketenangan Jiwa
1. Kondisi Kejiwaan Lansia
Pada proses penuaan terjadi berbagai hal yang mengakibatkan
berbagai fungsi tubuh menurun yang dapat menimbulkan berbagai
masalah kesehatan dan merupakan faktor risiko terjadinya gangguan
mental emosional. Gangguan mental emosional merupakan suatu
42 Retno Yuli Hastuti, “Pengaruh Melafalkan Dzikir Terhadap Kualitas Tidur lansia”,
Jurnal Keperawatan Jiwa, 3, (November, 2019), 303.
43 Citra Y Perwitaningrum,” Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan pada Penderita Dispepsia”, Jurnal Intervensi Psikologi, 2, (Desember, 2016),
154.
43
keadaan yang mengindikasikan adanya perubahan emosional pada
individu yang dapat berkembang pada keadaan patologis.
Pada lansia aspek intelegensi, ingatan, serta bentuk lain dari
fungsi mental akan menurun drastis dengan bertambahnya usia. Lansia
cenderung sulit untuk menemukan maupun mengeja kata-kata yang
umum, perubahan seperti ini seringkali menyebabkan lansia menjadi
terganggu dan frustasi.
Selain aspek intelegensi , ingatan serta fungsi mental yang
menurun, adanya faktor lain dapat menimbulkan gangguan mental
emosional bagi lansia. Faktor individu, faktor sosial ekonomi, serta
faktor lingkungan dapat mempengaruhi keadaan mental emosional
lansia.
Faktor individu seperti karakteristik sosio demografi , penyakit
kronis, ketidakmandirian fisik, status gizi, serta genetik dapat
menyebabkan gangguan mental emosional bagi lansia. Perubahan yang
terjadi pada lansia seperti penurunan keadaan fisik , sosial, maupun
emosional.
Pada proses menua terjadi berbagi fungsi tubuh menurun.
Berbagai fungsi tubuh yang menurun in menyebabkan berbagai macam
penyakit dapat menyerang lansia. Naiknya insidensi penyakit
degenerasi maupun non degenerasi dapat berakibat dengan perubahan
dalam asupan makanan, perubahan dalam absorbs dan pemanfaatan zat
gizi di tingkat jaringan, dapat menyebabkan masalah gizi pada lansia.
44
Selain itu, adanya penyakit kronis, kelemahan atau kerapuhan,
kehilangan kemampuan untuk melaksanakn aktivitas sehari-hari dan
dikarenakan masalah mental maupun fisik yang lainnya juga daqpat
menyebabkan terjadinya gangguan mentak emosional pada lansia.
Kesehatan mental memiliki dampak bagi kesehatan fisik dan
sebaliknya.
Faktor sosio ekonomi yang sering menimpa lansia seperti
kesepian, kemiskinan, konflik di dalam keluarga seringkali menjadi
factor yang menyebabkan gangguan mental emosional pada lansia.
Lansia sering mengalami kehilangan, seperti kehilangan pasangan
hidup, teman, maupun sahabat, hal ini menyebabkan lansia merasa
kesepian. Lanjut usia juga rentan untuk mengalami peristiwa kematian,
penurunan status sosial ekonomi melalui pensiun maupun terjadinya
kecatatan.44
2. Pengertian Ketenangan Jiwa
Ketenangan berasal dari kata “tenang”. ketenangan secara
etimologi berarti menatap, tidak gasar, yaitu suasana jiwa yang berada
dalam keseimbangan sehingga menyebabkan seseorang tidak terburu-
buru atau gelisah. Tenang juga berarti diam, tidak berubah-ubah, tidak
gelisah, tidak gugup dan cemas betapa pun keadaan gawat, tidak
tergesa-gesa.
44 Nabilah Qonitah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan Gangguan
Mental Emosional Pada Lansia”, Jurnal Berkala Epidemiologi, 1, (Januari, 2015), 2-3.
45
Sedangkan kata jiwa dalam bahasa inggris disebut psyche yang
berarti jiwa, nyawa atau alat untuk berfikir. Sedangkan dalam bahasa
Arab jiwa sering disebut dengan “ al nafs” oleh Imam Al Qazali
dimaknai bahwa jiwa adalah segala hakekat kejiwaannya, itulah
pribadi dan zat kejiwaannya.
Jiwa adalah roh manusia yang ada dalam ambu dan
menyebabkan hidup. Jiwa yang dimaknai sebagai seluruh kehidupan
batin manusia berupa perasaan, pikiran, dan sebagainya. Jiwa dalam
agama adalah sebahagian dari kerohanian manusia yaitu kesanggupan
merasakan sesuatu. Seseorang dikatakan berjiwa jika sanggup
mengalami, merasakan berkemauan dan lain sebagainya. Dengan
demikian jiwa yang dimaksud disini adalah segala hal yang meliputi
dan dimiliki oleh manusia yang meliputi hati, pikiran, dan perasaan.
Dalam psikologi, jiwa lebih dihubungkan dengan tingkah laku
sehingga yang diselidiki oleh para psikologi adalah perbuatan yang
dipandang sebagai gejala-gejala dalam jiwa.
Menurut derajad mengemukakan bahwa ketenangan jiwa
seseorang dapat di lihat di antaranya:
1) Kesehatan mental adalah terhindarnya seseorang dari
gejala-gejala gangguan jiwa (neurose) dan dari gejala-
gejala penyakit jiwa (psychose).
46
2) Kesehatan mental adalah kemampuan untuk
menyesuaikan diri sendiri dan dengan orang lain dan
masyarakat serta lingkungan dimana ia hidup.
3) Kesehatan mental adalah pengetahuan dan perbuatan yang
bertujuan untuk mengembangkan dan memanfaatkan
segala potensi, bakat, dan pembawaan yang semaksimal
mungkin sehingga membawa kepada kebahagiaan diri dari
orang lain.
4) Kesehatan mental adalah terwujudnya keharmonisan yang
sesungguh-sungguhnya antara fungsi jiwa, serta
mempunyai kesanggupan menghadapi problem yang
dihadapinya untuk melahirkan ketenangan jiwa dan
kebahagiaan pada dirinya.
Sedangkan manusia yang memiliki ketenangan jiwa menurut
Zakiyah Derajat manusia yang memiliki ketenangan jiwa mulai dari
tingkat yang paling ringan sampai tingkat yang paling parah sehingga
mengarah pada depresi dan kegilaan. Hal itu dapat dilihat dari beberapa
segi yaitu:
a) Dari segi perasaan diantara gangguan perasaan yang
disebabkan karena ketenangan mental adalah rasa
cemas, gelisah, bimbang dan ragu.
47
b) Dari segi pikiran, gejala itu dapat dilihat berupa
sering lupa, tidak dapat berkonsentrasi , kemampuan
berfikir melawan, dan merasa pikirannya buntu.
c) Dari segi perilaku dan kelakukan, gejala yang
nampak adalah adanya penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan sehingga
menyebabkan dirinya dan orang lain menderita
seperti tindak kriminal, agresif (menyerang),
deskruktif (merusak) dan lain-lain.45
Disisi lain bahwa ketenangan jiwa dapat dipengaruhi oleh dua
faktor utama yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal
sangat dipengaruhi oleh tingkat keimanan dan ketaqwaan, sikap dalam
menghadapi problema hidup, rutinitasnya dalam berzikir dan kondisi
jiwa lainnya yang stabil, memiliki rasa syukur-syukur dan sabar, tidak
mudah putus asa dan mudah beradaptasi dengan orang lain dengan
berbagai kebahagiaan. Sedangkan faktor eksternal atau kondisi luar
yang melingkupi seseorang seperti kondisi lingkungan, tingkat
pendidikan, keadaan ekonomi dan keadaan sosial, politik, dan faktor
lainnya. Namun dari kedua faktor tersebut, yang paling menentukan
45 Susilawati, “ Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjad”, (Skripsi, UIN, Raden Intan
Lampung, 2017), 81-82
48
adalah faktor internal yang akan mengantar manusia meraih ketenangan
jiwa. 46
Memang jika dilihat, kebanyakan orang-orang yang terkena
kekuatan mental (mental disorder), adalah mereka yang jauh dari
norma-norma agama, sebaliknya orang yang senantiasa mengingat
kepada Allah akan mampu mengontrol dan mengendalikan segala
pikiran, emosi, dan perbuatannya, sehingga apabila tidak meraih apa
yang diinginkan, tidak akan terganggu jiwanya.
Ketenangan jiwa adalah jiwa yang diwarnai sifat-sifat yang
menyebabkan selamat dan bahagia. Sifat-sifat tersebut adalah syukur,
sabar, takut dosa/ siksa, cinta Allah, mengharapkan pahala Allah, dan
memperhitungkan amal perbuatan dirinya selama hidup.
Jiwa yang tenang dalam konteks spiritual berkaitan dengan
thuma’ninah (ketenangan). Thuma’ninah merupakan kondisi spiritual
seorang hamba yang akalnya kokoh, imannya kuat, ilmunya mendalam,
dzikirnya jernih dan hakikatnya tertancap kokoh. Menurut As Sarraj,
kondisi thuma’ninah dapat dibedakan menjadi tiga kondisi, antara lain:
1) Ketenangan jiwa kaum awam dimana ketika berdzikir
mengingat Allah, mereka merasa tenang dengan berdsikir
kepada-Nya. Maka bagian yang mereka dapatkan dari
dzikir tersebut adalah dikanulkannya do’a-do’a mereka
dengan diperluas rezekinya dan dihindarkan dari bencana.
46 Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa”, Jurnal Media Intelektual Muslim dan
Bimbingan Rohani, 1, (Juni, 2020), 20-22.
49
2) Ketenangan bagi orang-orang khusus dimana mereka rela
dan senang atas keputusan takdir-Nya, sabar atas cobaan-
Nya, ikhlas, takwa, tenang, dan merasa mantap sesuai
dalam kebersamaannnya dengan Allah maka ketenangan
mereka bercampur dengan penglihatan mereka pada
ketaatan yang mereka lakukan. Golongan yang paling
khusus dimana mereka tahu bahwa rahasia-rahasia hati
mereka tidak sanggup merasa tenteram kepada-Nya dan
tidak bisa tenang karena kewibawaan dan keagungannya.
3) Kondisi jiwa yang tenang atau thuma’ninah merupakan
pintu gerbang menuju kondisi spiritual yang lebih tinggi
yaitu musyahadah atau kehadiran hati atau penyaksian.47
3. Kriteria Ketenangan Jiwa
Adapun kriteria ketenangan jiwa antara lain sebagai berikut:
1) Sabar, merasa ridho dan ikhlas terhadap segala sesuatu
yang tidak disenangi menimpa dirinya dan kemudian
berserah diri kepada Allah. Sabar juga merupakan usaha
dengan hati yang mantap pada Allah untuk
mengusahakan Sabar juga merupakan usaha dengan hati
yang mantap pada Allah untuk mengusahakan Sabar
juga merupakan usaha dengan hati yang mantap pada
Allah untuk mengusahakan Sabar juga merupakan
47 Atmonadi, Kun Fayakun, (Jakarta:Atmoon Self Publishing, 2018), 60-61.
50
usaha dengan hati yang mantap pada Allah untuk
mengusahakan tercapainya sesuatu.
2) Optimis, memiliki semangat, keyakinan akan harapan
yang mampu menumbuhkan cinta dan kebaikan dalam
tubuh manusia dan berkembang pandangannya tentang
kehidupan.
3) Merasa dekat dengan Allah, individu yang selalu
merasa dekat dengan Allah akan selalu merasa diawasi
dan dilindungi oleh Allah. Oleh karena itu individu
akan berhati-hati dalam bertindak dan merasa
terlindungi dan dijaga oleh Allah.48
C. Pengertian Lanjut Usia
1. Lanjut Usia
Lanjut usia adalah tahap akhir perkembangan pada kehidupan
manusia yang di mulai dari usia 60 tahun. Adapun lanjut usia dapat
diklasifikasi, lansia awal (65 hingga 74 tahun), dan lansia akhir (85 tahun
atau lebih). Lanjut usia merupakan suatu keadaan yang tidak dapat
dihindari sebagai salah satu tahapan perkembangan yang harus dilewati
dalam rentang kehidupan manusia.
Usia lanjut dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada
daur kehidupan manusia. Sedangkan menurut pasal 1 ayat 2,3,4 UU
48 Olivia Dwi Kumala, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan Ketenangan
Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, 58.
51
No.13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun.49
Seseorang dikatakan lanjut usia apabila usianya 65 tahun ke atas.
Lansia bukan suatu penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu
proses kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemampuan tubuh
untuk beradabtasi dengan stress lingkungan . lansia adalah keadaan yang
ditandai oleh kegagalan seseorang untuk mempertahankan keseimbangan
terhadap kondisi stress fisiologis. Kegagalan ini berkaitan dengan
penurunan daya kemampuan untuk hidup serta peningkatan kepekaan
secara individual.50
2. Batasan-Batasan Lanjut Usia
Batasan umur pada usia lanjut dari waktu ke waktu berbeda.
Menurut World Health Organitation (WHO) lansia meliputi:
a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45 sampai 59 tahun.
b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60 sampai 74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75 sampai 90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) di atas usia 90 tahun.
49 Siti Maryam, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Salemba Medika,
2008), 32.
50 Ferry Effendi, Keperawatan Kesehatan Komunitas, (Jakarta: Salemba Medika, 2009),
243.
52
3. Penuaan
Penuaan adalah proses alamiah yang tidak dapat dihindari,
berjalan terus menerus, dan berkesinambungan. Tujuan hidup manusia
adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy aging). Healthy aging
artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Keadaan sehat pada lanjut usia
dibutuhkan upaya pelayanan kesehatan yaitu promosi kesehatan dan
pencegahan penyakit yang juga harus dimulai sendiri mungkin dengan
cara dan gaya hidup sehat. Prevensi yang dimaksudkan adalah mencegah
agar proses menua tidak disertai dengan proses patologik. Kesehatan
pada lanjut usia (Healthy aging), akan dipengaruhi oleh dua faktor antara
lain:
a. Faktor endogenik (endogenik aging), dimulai dengan cellular
aging lewat tissue dan anatomical aging kearah proses
menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus
berputar.
b. Faktor eksogenik (Exogenic factor), dibagi dalam penyebab
lingkungan (environment) dimasa seseorang hidup dan faktor
sosio-ekonomi, sosio budaya, atau yang paling tepat disebut
gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging tadi, kini lebih
dikenal sebagai faktor risiko dari berbagai penyakit
degenerative.
Menjadi tua merupakan proses alamiah yang berarti seseorang
telah melalui tiga tahap kehidupannya yaitu masa anak, masa dewasa,
53
masa tua. Tiga tahap ini berbeda baik biologis maaupun psikologis. Masa
lansia bisa disebut dengan masa kecemasan merupakan masa dimana
lansia belum tentu mampu melewati, lansia membutuhkan perawatan dan
bermanfaat bagi diri sendiri dan lingkungannya.51
Setiap manusia yang berumur panjang akan mengalami berbagai
perubahan dari berbagai sisi mulai sejak lahir hingga akhir hayatnya.
Perubahan tersebut adalah sebuah keniscayaan yang tidak bisa ditolak
oleh siapapun hingga masa senja. Menurut Hariadi proses menua dalam
blognya “sehat harmoni Indonesia”, dialami sejak 30 dan di atas 60 tahun
yang mulai menunjukkan masalah seperti gangguan fisik. Gejala tersebut
dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu, antara lain:
a. Faktor Gizi
Masalah gizi bisa timbul karea gangguan pencernaan
ketika masa pertumbuhan maupun masa tua. Gangguan
tersebut sering terjadi sehubungan dengan masalah gizi, yakni
ketatnya seseorang dalam berdiet.
b. Faktor lingkungan
Akibat pengaruh dari keluarga, pekerjaan dan
pergaulan dapat menekan pikiran seseorang dan berakibat
terjadinya stress. Jika berlangsung dalam jangka lama, maka
akan berakibat pada proses menua seseorang.
51 Pipit Festi W, Lanjut Usia Perspektif dan Masalah, (Surabaya: UM Surabaya
Publishing, 2018), 5-7.
54
c. Faktor Gen
Rambut beruban, gigi rontok, kelemahan tubuh dapat
dialami seseorang pada usia muda akibat pengaruh dalam
tubuh seseorang. Namun umumnya, gejala tersebut akan
tampak pada usia 65 tahun.
4. Perubahan Akibat Proses Menua
Secara umum, menjadi tua ditandai oleh kemunduran biologis yang
terlihat sebagai gejala-gejala kemunduran fisik, antara lain:
a. Kulit mulai mengendur dan wajah mulai keriput serta
garis-garis yang menetap
b. Rambut kepala mulai memutih atau beruban
c. Gigi mulai lepas (ompong)
d. Penglihatan dan pendengaran berkurang
e. Mudah lelah dan mudah jatuh
f. Gerakan menjadi lamban dan kurang lincah
g. Pola tidur berubah
Sedangkan juga terjadi kemunduran kognitif pada lansia
diantaranya:
a. Suka lupa, ingatan tidak berfungsi dengan baik.
b. Ingatan terhadap hal-hal di masa muda lebih baik
daripada hal-hal yang baru saja terjadi
c. Seting adanya disorientasi terhadap waktu, tempat, dan
orang
55
d. Sulit menerima ide-ide baru.52
5. Permasalahan Umum Lansia
Secara umum, masalah yang sering terjadi pada lansia
dibedakan menjadi masalah fisik dan fisiologis serta masalah psikologis.
Masalah ini akan dijelaskan di bawah ini:
a. Permasalahan dari Aspek Fisiologis
Terjadinya perubahan normal pada fisik lanjut usia
yang dipengaruhi oleh faktor kejiwaan sosial, ekonomi dan
medik. Perubahan tersebut akan terlihat dalam jaringan dan
organ tubuh seperti kulit menjadi kering dan keriput, rambut
beruban dan rontok, penglihatan menurun sebagian atau
menyeluruh, pendengaran berkurang, indra perasa menurun,
daya penciuman berkurang, tinggi badan menyusut karena
proses osteoporosis yang berakibat badan menjadi bungkuk,
tulang keropos, massanya dan kekuatannya berkurang dan
mudah patah, elastisitas paru berkurang, nafas menjadi pendek,
terjadi pengurangan fungsi organ didalam perut, dinding
pembuluh darah menebal sehingga tekanan darah tinggi, otot
jantung bekerja tidak efisien, adanya penurunan organ
reproduksi terutama pada wanita, otak dan reaksi menjadi
52 Dewi Pandji, Menembus Dunia Lansia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo, 2012),
3-8.
56
lambat terutama pada pria, serta seksualitas tidak terlalu
menurun.
b. Permasalahan dari Aspek Psikologis
Menurut Hadi Martono dalam Darmojo53, beberapa
masalah psikologis lanjut usia antara lain:
1) Kesepian (loneliness), yang dialami oleh lanjut usia pada
saat meninggalnya pasangan hidup, terutama bila dirinya
saat itu mengalami penurunan status kesehatan seperti
menderita penyakit fisik berat, gangguan mobilitas atau
gangguan sensorik terutama gangguan pendengaran
harus dibedakan antara kesepian dengan hidup sendiri.
Banyak lanjut usia hidup sendiri tidak mengalami
kesepian karena aktivitas sosialnya tinggi, lansia yang
hidup dilingkungan yang beranggota keluarga yang
cukup banyak tetapi mengalami kesepian. Pada
umumnya masalah yang paling banyak terjadi pada
lanjut usia adalah kesepian.
2) Duka cita (bereavement), pada periode duka cita ini
merupakan periode yang sangat rawan bagi lanjut usia.
meninggalnya pasangan hidup, teman dekat, atau bahkan
hewan kesayangan bisa meruntuhkan ketahanan
kejiwaan yang sudah rapuh dari seorang lanjut usia, yang
53 Rahmah, Pendekatan Konseling Spiritual pada Lanjut Usia (Lansia), 38-39.
57
selanjutnya memicu terjadinya gangguan fisik dan
kesehatannya.
3) Depresi, persoalan hidup yang mendera lanjut usia
seperti kemiskinan, usia, stress yang berkepanjangan,
penyakit fisik yang tidak kunjung sembuh, perceraian
atau kematian pasangan, keturunan yang tidak bisa
merawatnya dan sebagainya dapat menyebabkan
terjadinya depresi. Gejala depresi pada usia lanjut sedikit
berbeda dengan dewasa muda, dimana pada usia lanjut
terdapat gejala somatic. Pada usia lanjut rentan untuk
terjadi: episode depresi berat dengan ciri melankolik,
harga diri rendah, penyalahan diri sendiri, ide bunuh diri,
penyebab terjadinya depresi merupakan gabungan antara
faktor-faktor psikologik, sosial dan biologik. Seorang
usia lanjut yang mengalami depresi bisa saja
mengeluhkan mood yang menurun, namun kebanyakan
menyangkal adanya depresi. Yang sering terlihat adalah
hilangnya tenaga/energi, hilangnya rasa senang, tidak
bisa tidur atau keluhan rasa sakit dan nyeri kecemasan
dan perlambatan motorik.
4) Gangguan cemas, terbagi dalam beberapa golongan yaitu
fobia, gangguan panik, gangguan cemas umum,
gangguan stress setelah trauma dan gangguan obstetif
58
kompulsif. Pada lanjut usia gangguan cemas merupakan
kelanjutan dari dewasa muda dan biasanya berhubungan
dengan sekunder akibat penyakit medis, depresi, efek
samping obat atau gejala penghentian mendadak suatu
obat.
5) Psikosis pada lanjut usia, dimana terbagi dalam bentuk
psikosis bisa terjadi pada lanjut usia, baik sebagai
kelanjutan keadaan dari dewasa muda atau yang timbul
pada lanjut usia.
6) Parafrenia, merupakan suatu bentuk skizofrenia lanjut
yang sering terdapat pada lanjut usia yang ditandai
dengan waham (curiga) yang sering lansia merasa
tetangganya mencuri barang-barangnya atau tetangga
berniat membunuhnya. Parafrenia biasanya terjadi pada
lanjut usia yang terisolasi atau diisolasi atau menarik diri
dari kegiatan sosial.
7) Sindroma diagnose, merupakan suatu keadaan dimana
lanjut usia menunjukkan penampilan perilaku yang
sangat mengganggu. Rumah atau kamar yang kotor serta
berbau karena lansia ini sering bermain-main dengan
urin dan fesesnya. Lanjut usia sering menumpuk barang-
barangnya dengan tidak teratur.
59
BAB III
PAPARAN DATA
A. Dekripsi Data Umum
1. Sejarah Berdirinya Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
Sejarah asal mula Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo atau sering disebut Lks Lu Panti Dhuafa Lansia Ponorogo.
Panti yang di dirikan seorang yang dikenal dengan nama Rama Philips
yang dulunya berlatar belakang seorang pemulung di wilayah kota
Ponorogo. Awal berdirinya panti duafa Ngasinan Jetis Ponorogo
karena atas dasar rasa kemanusiaan. Tujuannya agar bisa bermanfaat
bagi orang lain. Dari riwayat hidup bapak rama sendiri pernah
mengalami kesulitan hidup jadi orang pinggiran. Selama 8 tahun jadi
pemulung sampah dipinggir jalan karena kebutuhan sangat berkurang,
dan kehabisan semangat untuk menjalani kehidupan.
Di saat jadi seorang pemulung bapak Rama kehidupanya
sangat kesulitan dalam ekonomi untuk mencukupi kebutuhan 2 anak
dan istrinya. Beliau hanya mengandalkan dari memungut barang
bekas ditengah kota Ponorogo. Karena hasil jadi pemulung tidak
cukup untuk kehidupan sehari-hari, akhirnya bapak Rama
memberikan air tajin atau air rebusan beras sebagai pengganti susu
formula anak-anaknya. Mirisnya lagi disaat istrinya sakit dan butuh
60
biaya yang cukup besar sehingga istri yang beliau sayangi meninggal
dunia. Singkat cerita saat mulung bapak Rama menemukan bekas
lampu jari yang sudah mati beliau bongkar di situ beliau menemukan
inisiatif untuk mencoba memperbaikinya dan akhirnya berhasil dan
dari situ bapak Rama mulai beralih jadi tukang jual dan servis lampu
bekas yang di bantu istri keduanya. Dengan provesi tersebut ekonomi
bapak Rama mulai ada peningkatan dan di kenal dengan nama Rama
Philips. Pada saat beliau menjual lampu bekas di pasar sawo, bapak
Rama menjumpai seorang lansia yang sangat memprihatinkan.
Dengan adanya lansia tersebut bapak Rama teringat masa sulitnya
dimasa lalu. Kemudian bapak Rama memutuskan untuk merawat
lansia tersebut dan didukung kedua anaknaya dan istrinya. Pada saat
itu bapak Rama masih ngontrak rumah. Dengan hal itu beliau melihat
banyaknya lansia terlantar di wilayah ponorogo bapak rama pada
tahun 2016 mengontrak rumah lagi untuk mendirikan Rumah Singgah
Dhuafa Ponorogo dengan tujuan memberi makan orang yang
kelaparan dan memberi selimut orang kedinginan.
Di tahun 2017 di tengah bomingnya batu akik bapak Rama
menggeluti bisnis batu akik dari modal 80.000 ( delapan puluh ribu )
hingga menjadi ratusan ribu. Dari situ bapak Rama mulai bisa
membeli rumah yang cukup sederhana. Kemudian ada sisa tanah di
belakang rumah bapak Rama untuk membangun sebuah tampungan di
belakangnya yang berkapasitas 35 jiwa, dan disitu banyak lansia yang
61
dirawat oleh beliau. Karena banyaknya lansia yang dirawat bapak
Rama mulai berdatangan relawan sosial yang membantunya merawat
lansia. Pada akhir tahun 2017 bapak Rama mulai dikenal dari
kalangan pihak terkait dan di sarankan untuk melegalkan Rumah
Singahnya menjadi LKS.
Pertama kali dibangun panti lansia tempatnya di Turi Jetis
Ponorogo dengan kapasitas 24 orang. Berjalan 1 Tahun ada 35 orang
sampai melebihi kapasitas. Pada akhirnya membangun tempat di
Ngasinan Jetis Ponorogo untuk keseluruhan menampung 110 orang
sampai sekarang. awalnya berinisiatif untuk menampung lansia yang
terlantar dan ternyata banyak berbagai macam orang akhirnya
menampung orang dalam gangguan jiwa. Tujuannya untuk
memberikan kenyamanan yang layak.54 Di dalam panti lansia tersebut
terdapat berbagai macam kamar yaitu kamar lansia produktif, kamar
ODGJ (orang dalam gangguan jiwa), kamar lansia betres, dan kamar
lansia subsidi (khusus lansia yang kena stroke). Semua dibedakan
antara kamar laki-laki dan perempuan. Tujuannya supaya mudah
mendapatkan pelayanan dan perawatan lebih baik.55
Di awal tahun 2018 bapak Rama melegalkan rumah
singgahnya sehingga menjadi Lks Panti Dhuafa Lansia Ponorogo.
Dari situ Lks yang di kelola beliau mulai berkembang pesat dengan
54Dokumen data (Lembaga Kesejahteraan Sosial Panti Dhuafa Lansia Ponorogo 2019), 1
55 Hasil wawancara dengan ketua panti lansia Dukuh Mantup, Desa Ngasinan,
Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo pada tanggal 23 Maret 2021.
62
dana sumber daya masyarakat. Meskipun beliau tidak pernah galang
dana melalui kotak amal ataupun di lampu merah, beliau hanya
mengugah kegiatannya merawat para lansia terlantar di akun
facebook. Tujuannya agar ada donatur yang ikhlas untuk membantu
pengembangan panti. Dari situ kesuksesan mulai di gapai oleh bapak
Rama.
Meskipun sudah sukses beliau tidak pernah lupa siapa dirinya
dulu. Sehingga beliau tetap berpegang teguh dengan tujuan awal
mendirikan panti dhuafa dan lansia. Beliau melebarkan jangkuan
dengan berkerjasama dengan Dinas Sosial P3A Ponorogo. Selain itu
juga menjalin MOU bersama Dinas Sosial Luar Kota Ponorogo
dengan tujuan agar Republik Indonesia ini terbebas dari orang
terlantar. Pada akhirnya panti duafa Ngasinan Ponorogo menjadi
solusi untuk mereka dhuafa dan lansia yang terlantar dan membantu
program dari pemerintah dalam pelaksanaan Undang Undang Pasal 34
ayat 1 yang bunyinya ( Fakir miskin dan anak terlantar di pelihara
oleh negara ) Atau dalam UU 13 Tahun 2011 tentang penanganan
fakir miskin.56
2. Profil Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
Panti lansia dhuafa Ngasinan Jetis Ponorogo adalah sebuah
nama yang berdiri dan berjalan sendiri dari perintis perseorangan dan
56 Dokumen data (Lembaga Kesejahteraan Sosial Panti Dhuafa Lansia Ponorogo 2019), 1.
63
tidak tergabung dengan grub ataupun komunitas manapun, kami
berjalan sendiri berlandaskan murni dari hati nurani dan rasa welas
asih terhadap sesama insan manusia.
3. Visi dan Misi Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
Visi: Memberikan sandang pangan papan dan memperhatikan kondisi
kesehatan bagi saudara kita yang kurang beruntung terutama
bagi para dhuafa dan lansia terlantar dengan landasan rasa
kemanusiaan dan welas asih untuk kesejahteraan mereka,
memberikan motivasi/bimbingan para dhuafa agar mereka bisa
bersosialisasi dengan masyarakat dan bisa kembali ke
masyarakat layak pada umumnya, memberikan
motivasi/bimbingan bagi para lansia agar selalu menjaga
kesehatan dan selalu mendekatkan diri kepada Tuhan YME.
Misi: Panti Dhuafa Lansia Ponorogo bergerak di bidang bakti sosial
bagi saudara saudara kita yang nasibnya kurang beruntung
terutama bagi para lansia / orang tua yang sudah tidak mampu
bekerja lagi tanpa ada yang perduli serta hidup sebatang kara
tanpa sanak saudara, dengan niat dan tekad kami yang membara
kami akan berusaha berjuang untuk saling berbagi kepada
mereka dengan landasan rasa kemanusiaan dan welas asih.
64
4. Tujuan Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
Mewadahi kaum duafa karena welas asih yang dimasa tuanya
tidak ada yang merawat, disitulah timbul hati nurani untuk
menampung kaum dhuafa.
5. Program Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
a. Pengembangan kemandirian di daerah terpencil serta untuk
meningkatkan kemandirian gelandangan, pengemis, anjal, lansia,
serta orang yang mengalami keterbelakangan mental dan
desabilitas biar bisa mandiri untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya, maka perlu diadakan penyuluhan dalam berbagai aspek
kehidupan dan penghidupannya agar mampu menanggapi
perubahan Sosial Budaya dan lingkungan.
b. Meningkatkan dan meratakan pelayanan sosial yang lebih adil
dalam arti bahwa setiap warga negara yang berhak untuk
memperoleh pelayanan sosial yang sebaik baiknya.
c. Pemberdayaan warga negara dalam segala aspek kehidupan agar
mereka dapat hidup secara wajar baik jasmani, rohani dan sosial
sehingga dapat berperan aktif dalam pembangunan.
6. Letak geografis
Dari arah Utara di Jalan Ahmad Yani. Terus kearah selatan
menemui jalan pertigaan dekat Agen SR12 desa Ngasinan, kecamatan
Jetis Kabupaten Ponorogo kemudian belok ke barat terdapat baliho
65
Panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Melanjutkan ke arah barat
jarak 100 meter. Memasuki Dukuh Mantup, RT 02 RW 01, Desa
Ngasinan, Kecamatan Jetis, kabupaten Ponorogo, Provinsi Jawa timur.
7. Keadaan pengurus Panti Dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
Keadaan panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
berjumlah 16 pengurus yaitu :1 orang ketua Panti, 2 orang sekertaris,
1 orang bendahara, 4 orang pengasuh, 2 orang keamanan, 3 orang
bagian dapur atau memasak, 2 orang Seksi kerohanian, dan 2 orang
seksi apangan. Sedangkan tingkat pendidikan akhir 3 orang
berpendidikan tingkat SD, 2 orang berpendidikan tingkat SMP, 9
orang berpendidikan tingkat SMA. Secara lebih detail, keadaan
pengurus panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo bisa di lihat di
lampiran data pengurus pendidikan.
8. Sarana dan Prasarana
a. Kantor
b. Aula
c. Kamar
d. Dipan (tempat tidur + Kasur)
e. Kamar mandi
f. Selimut
g. Kursi Roda
h. Spiker aktif
66
i. Ambulan
j. Komputer
k. Kipas angin.57
9. Kegiatan Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo
1) Kegiatan harian melakukan senam pagi untuk melatih otot-otot
yang kaku agar tetap sehat meskipun sudah lanjut usia.
2) Kegiatan mingguan melakukan jalan-jalan pagi, potong kuku,
ro’an dan siraman rohani.
3) Kegiatan bulanan melakukan fogging nyamuk dan potong
rambut.
4) Kegiatan tahunan mengadakan pengajian untuk menguatkan
jiwa kerohanian para lansia. 58
57 Lihat Data Dokumen 2020-2021, Panti Dhuafa Lansia Ngasinan, Jetis, Ponorogo, 1-6.
58 Hasil Wawancara dengan Pengurus Panti Lansia Dukuh Mantup, Desa Ngasinan,
Kecamatan Jetis, Kabupaten Ponorogo Pada Tanggal 23 Maret 2021.
67
B. Dekripsi Data Khusus
1. Kondisi kejiwaan Lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo
Peristiwa ini terjadi pada lansia yang ada di Panti Dhuafa Lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo. Dimana yang sedang dialami oleh bapak Jani
dan bapak Sumaji yang berumur sekitar 80 tahun mengalami
permasalahan terkait kedekatan dengan pasangan hidupnya. Kedekatan
memungkinkan seseorang untuk mengenal secara mendalam dan
membentuk kekaguman akan sifat dan watak pasangan hidupnya. seperti
yang dikatakan oleh bapak Jani sebagai berikut:
“Hati saya gundah gelisah mbak masih kepikiran istri saya.
Istri saya itu baik, istri yang selalu mengalah kalau misalnya ada
kesulitan kita selalu berunding, dan istri saya selalu menghendaki.
Istri saya itu orangnya tidak mementingkan dirinya sendiri, apa-apa
untuk anak. Pasangan hidup yang sangat menghargai kerja keras
suami yang tidak kenal lelah mencari nafkah untuk keluarganya.
Setelah kehilangan sosok orang yang sangat saya sayangi diri saya
mengalami kesepian, sedih dan gundah hati saya karena sudah
tidak ada yang memperhatikan saya dan saya merasa sendiri ”.59
59 Lihat Transkip Wawancara No. 01/W/23-III/2021
68
Permasalahan tersebut juga dialami oleh bapak Sumaji sebagai
berikut:
“Saya masih kepikiran istri saya, di panti saya merasa
kesepian biasanya ada teman ngobrol dan sekarang merasa sepi
tidak punya teman untuk ngobrol. Kedekatan yang terjalin dalam
sebuah hubungan setelah sekian lama, rasanya juga sangat sedih
sekali, rindu, dan bingung, karena istri saya sudah tidak ada, dan
saya kehilangan sosok orang yang penting bagi hidup saya. Tapi
bagaimana lagi harus saya ikhlaskan karena yang kuasa sudah
mengaturnya kita tinggal menerima takdir yang Allah kehendaki
seperti ini”.60
Pendapat yang disampaikan lansia tersebut dikuatkan oleh pak
Agus Setyo Pramono selaku pengurus panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo tentang permasalahan yang dialami lansia di panti tersebut
adalah kehilangan pasangan hidup yang menimbulkan kesepian
diantaranya sebagai berikut:
“Memang yang saya ketahui permasalahan yang dialami oleh
kedua lansia tersebut itu tentang kondisi kejiwaannya mengalami
kesepian. Ditinggal pasangan hidupnya yang semasa hidupnya
memiliki kedekatan emosional yang diperkuat oleh perasaan cinta
antara mereka. Kedekatan ini memungkinkan keduanya mengenal
pasangan mereka, karena seringnya berinteraksi akan
60 Lihat Transkip Wawancara, No.02/W/23-III/2021.
69
memunculkan kekaguman. Kegiatan sehari-hari biasanya kumpul
bersama keluarga, anak dan saudara seperti ngobrol, canda tawa,
dan susah senang bersama keluarga. Dengan keadaan saat ini
berbeda sekali dengan keadaan yang ada di panti dhuafa lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo. Teringat keluarga yang banyak kenangan
dilewati bersama, namun sudah tidak ada lagi keluarganya karena
meninggal dunia dan anaknya sudah tinggal bersama suaminya dan
sibuk dengan pekerjaannya”.61
Perasaan kehilangan serta krisis identitas dalam keluarga
dibeberapa budaya yang berbeda diperoleh gambaran bahwa kepergian
anak meninggalkan orang tuanya untuk mencari nafkah ditempat lain dan
hidup berpisah dari orang tua dapat menimbulkan perasaan terancam
pada diri orang tua karena mereka merasa kehilangan kendali atas diri
anak-anak mereka dan status mereka sebagai orang tua menjadi
terancam. Hal tersebut juga dirasakan oleh lansia dari pak Jemari sebagai
berikut:
“Sebenarnya setiap orang tua mengharapkan anak-anaknya
kelak dapat membaktikan diri mereka bagi orang tuanya, menantu
mereka juga dapat membantu mertuanya yang diharapkan dapat
turut menunjang kesejahteraan hidup orang tua, termasuk dengan
61 Lihat Transkip Wawancara, No. 03/W/23-III/2021.
70
memberikan bantuan dukungan keluarga dalam menghadapi
berbagai masalah”.62
Keberdayaan serta identitas diri merupakan hal yang amat penting
bagi diri seseorang, dan pada berbagai kasus lansia. Hilangnya perasaan
berdaya dan terkikisnya identitas diri memicu munculnya rasa
ketidakberdayaan dan tidak kebermaknaan diri yang mendasari perasaan
hamba pada diri lansia. Ketidakberdayaan ini terkait dengan masalah
keterbatasan, seperti keterbatasan kemampuan fisik dan keterbatasan
untuk mengingat akibat bertambahnya usia, sementara ketidak
bermaknaan terkait dengan pengikisan eksistensi diri yang meraka
rasakan apalagi jika mereka membandingkannya dengan sejumlah orang
lain yang masih lebih mudah dari mereka dan tengah merawat mereka.
Sama hal nya yang dirasakan oleh lansia yang bernama pak Suryono
sebagai berikut:
“Terkadang kondisi jiwa terasa hampa dengan bertambahnya
umur melakukan suatu kegiatan menemui masalah dalam hal
keterbatasan seperti kemampuan fisik dan terkadang muncul rasa
minder atas keterbatasan lansia dibanding dengan orang yang
masih muda. Terkadang saya dihantui oleh kecemasan menghadapi
kematian”. Melalui pendekatan spiritual yang dilaksanakan oleh
pengurus panti, biasanya kesadaran lansia lebih diarahkan pada hal-
62 Lihat Transkip Wawancara, No. 04/W/10-VI/2021.
71
hal yang terarah pada kegiatan-kegiatan keagamaan termasuk
melakukan ritual-ritual keagamaan tertentu secara lebih taat”.63
Beberapa pandangan pendapat pengurus panti dhuafa lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo tentang kondisi kejiwaan lansia, sebagaimana
hal tersebut disampaikan oleh Eka Maria Francisca selaku pengurus
lapangan panti, berpendapat mengenai kondisi kejiwaan lansia di Panti
Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai berikut:
“Kondisi kejiwaan lansia yang ada di Panti Dhuafa Lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo mengalami tekanan pada pikiran
dikarenakan lingkungan yang tidak mendukung, sehingga
menyebabkan ketidaknyamanan didalam bersosialisasi dengan
anggota lansia yang lain. Sering terjadi ketegangan antara lansia
yang mempunyai kemauan membela kepentinganya sendiri”.64
Menurut pernyataan yang dialami oleh lansia yang bernama pak
Didik menyampaikan tentang kondisi kejiwaannya, sebagai berikut:
“Pelayanan yang sepenuhnya belum mencukupi kebutuhan
hidup pribadi, sehingga rasa ketidak nyamanan pada saat saya
dipanti membuat keinginan untuk keluar dari panti. Lingkungan
panti yang selalu membuat kecemasan dan timbul rasa gelisah
selalu melekat pada diri saya. Lansia yang lain sering menggangu
disaat kegiatan yang saya lakukan”.65
63 Lihat Transkip Wawancara, No. 05/W/10-VI/2021.
64 Lihat Transkip Wawancara, No. 06/W/23-III/2021.
65 Lihat Transkip Wawancara, No. 07/W/10-IV/2021.
72
Hal yang sama dialami oleh lansia yang bernama pak Untung
menyampaikan tentang kondisi kejiwaannya, sebagai berikut:
“Suasana hati yang saya alami sering timbul perasaan
keinginan seperti orang lansia pada umumnya yang dimana selalu
diperhatikan oleh keluarganya. Rasa sakit yang saya alami secara
lahir dan batin mengganggu kondisi kejiwaaan pribadi saya.
Memandang diri merasa tidak berdaya seperti berkeringat, gemetar,
pusing, berdebar-debar, mual dan mulut kering. Saya disini cuma
pasrah dan tawakkal kepada Allah SWT”.66
Pendapat lain dari pak Aris Prasetya selaku relawan panti dhuafa
lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai berikut:
“Beberapa lansia mengalami ketidaknyamanan dengan
lingkungan disekitarnya yang menimbulkan gangguan kecemasan.
Lansia merasa gugup, gelisah dan tegang karena merasa dirinya
sedang dalam bahaya, memicu kecemasan hingga mengalami
kesulitan tidur. Kehilangan minat pada ativitas sehari-hari akan
mengalami perubahan perilaku maupun suasana hati mereka”.67
Pendapat yang lain dari Rama selaku ketua panti dhuafa lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo, sebagai berikut:
“Kondisi kejiwaan yang dialami lansia di panti dhuafa lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo yaitu: a). Teringat keluarga, lansia yang
ada di panti masih teringat keluarganya. Kegiatan sehari-harinya
66 Lihat Transkip Wawancara, No. 08/W/10-IV/2021.
67 Lihat Transkip Wawancara,No. 09/W/24-III/2021.
73
hanya melamun, tidak mau beraktifitas, dan ingin pulang.
Semenjak diberikan di panti keluarganya belum ada yang
mengunjunginya. Karena keluarga dan anak-anaknya sudah sibuk
dengan pekerjaan dan ada yang sudah pindah di kota yang lain.
Terkadang lansia ingin di perlakukan seperti keluarga yang lain
yang diberikan perhatian. b). Depresi, lansia yang mengalami
depresi terhadap tekanan hidup sehari-hari disebabkan karena
merasa kehilangan atau terpisah dari keluarganya, merasa kesepian,
diasingkan, sedih, menangis dan merasa tidak berguna lagi. c).
Kesepian , lansia mengalami kesepian karena kehilangan pasangan
hidup, dan kehilangan anggota keluarganya. d). Masalah kesehatan,
lansia juga mengalami gangguan kesehatan, berbagai macam
masalah kesehatan pada lansia di panti antara lain: hipertensi, sakit
sendi, diabetes, batuk, sesak nafas, gatal-gatal, masalah psikis
antara lain insomnia, stres dan depresi”.68
Sehingga dapat ditarik kesimpulan bahwa kondisi kejiwaan lansia
di Panti Dhuafa Ngasinan Jetis Ponorogo mengalami kesepian yang
karena di tinggal oleh keluarga atau orang yang di sayang, seorang lansia
mengalami depresi terhadap tekanan kehidupan sehari-hari, lansia
mengalami gangguan mental emosional belum stabil, dan kecemasan
akibat adanya sebagian lansia yang lebih mendominasi yang dapat
menimbulkan rasa tidak nyaman, prihatin dan tidak berdaya.
68 Lihat Transkip Wawancara, 10/W/24-III/2021.
74
2. Proses terapi zikir pada lansia dipanti dhuafa lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo
Kegiatan dan keterikatan dalam kelompok akan menghadirkan
nuansa kegembiraan lansia pada saat pertemuan berlangsung. Setidaknya
para lansia memiliki agenda kapan bisa bertemu dengan teman sebayanya
untuk saling bertukar informasi dan bersenda gura. Kegiatan seperti
membaca dzikir, pengajian, serta kegiatan keagamaan yang lain dapat
membangkitkan semangat hidup lansia agar kehidupannya lebih
bermakna. Hal ini dikatakan oleh lansia yang bernama pak Jani sebagai
berikut:
“Dengan adanya kegiatan terapi zikir memiliki arti penting
bagi keberlangsungan hidup saya dalam hal ini untuk
meningkatkan kualitas hidup baik fisik maupun psikis. Kegiatan
tersebut, juga dapat membantu atau memberikan kemudahan bagi
saya dalam berkomunikasi membicarakan sesuatu pembahasan
yang menarik”.69
Hal ini sama dengan yang dirasakan oleh pandangan dari
pengurus panti sebagaimana hal tersebut:
Menurut ibu Lany Khatmilah selaku pengurus bidang kerohanian
berpendapat sebagai berikut:
“Proses terapi yang diberikan kepada lansia biasanya
melihat kondisi ketenangan jiwanya, dikarenakan lebih
69 Lihat Transkip Wawancara, 11/W/22-III/2021.
75
memudahkan dalam menerima asupan keagamaan dan proses
terapi. Dilakukan pada saat masuk waktu ibadah shalat, terutama
pada waktu shalat 5 waktu. Terapi yang dilakukan dengan cara
pendekatan emosional secara terus-menerus, dapat mempererat
kedekatan lansia. Terapi lansia dilaksanakan pada saat ibadah
shalat dengan dilanjutkan berzikir bersama mengingat kepada
Allah”.70
Menurut pendapat lain dari pengurus panti oleh pak Agus Setyo
Pramono sebagai berikut:
“Pada proses terapi zikir pemberian pertemuan pertama
pemberian materi zikir mengenai makna dzikir, bacaan dzikir serta
artinya dan manfaatnya. Lansia diberi pemahaman mengenai arti
bacaan dzikir yang diucapkan. Lansia juga diberi tugas untuk
melakukan dzikir setiap selesai shalat dan sebelum tidur”.71
Sebelum kegiatan terapi zikir dilaksanakan para lansia di berikan
pengarahan lebih mendalam akan tujuan dari terapi zikir, meluruskan niat
hanya kepada Allah SWT. Hal tersebut disampaikan oleh pengurus panti
oleh pak Eka Maria Fransiska sebagai berikut:
“Pada tahapan pelaksanaan zikir pengurus panti
menjelaskan arti dari setiap ucapan zikir kepada lansia agar bisa
memahami setiap makna bacaan zikir yang diajarkan, sehingga
tujuan yang akan di capai bisa menghasilkan apa yang diharapkan
70 Lihat Transkip Wawancara, 13/W/23-III/2021.
71 Lihat Transkip Wawancara, No. 14/W/23-III/2021.
76
bersama. Setiap lansia memiliki pemahaman yang berbeda-beda
yang harus di tangani secara khusus”.72
Dikuatkan lagi dari pendapat dari Aris Prasetya selaku relawan
mengatakan bahwa :
“Pada saat kegiatan terapi berlangsung para lansia cukup
tertib, dilakukan secara bersama-sama sehingga dengan mudah
untuk proses beribadah. Satu persatu lansia disuruh untuk
membaca lafadz Allah salah satunya membaca tasbih, tahmid, dan
sholawat. Dengan adanya terapi zikir para lansia mengalami
pemikiran kearah bahwasanya mereka juga nanti akan menemui
sebuah kematian. Maka dari itu lansia merasa ketakutan disaat
proses terapi zikir berlangsung, mengingat akan datangnya
kematian. Yang dirasakan setelah terapi, lansia mulai mencoba
memperbaiki dirinya untuk bekal dimasa tuanya ”.73
Pendapat lain dari pak Rochmin Kadirun selaku bidang
kerohanian terkait proses terapi pada lansia yaitu:
“Aktivitas lansia di panti diarahkan pada perubahan sikap mental
keagamaan. Keadaaan yang tadinya belum rajin beribadah menjadi mau
beribadah, yang semula menutup diri menjadi mudah berinteraksi dengan
teman-temannya, yang tadinya tidak peduli dengan lingkungannya
menjadi tumbuh jiwa sosialnya. Penting dilakukan pembinaan bagi para
72 Lihat Transkip Wawancara, No. 15/W/23-III/2021.
73 Lihat Transkip Wawancara, No. 16/W/24-III/2021.
77
lansia secara sistematis dan terarah. Yang diharapkan dapat diberikan
secara kontinu sesuai dengan sarana yang mendukung kegiatan.
Dalam proses terapi dilakukan lansia mendapatkan petunjuk
untuk menjadi lebih baik. Semangat untuk mengalami perubahan untuk
dirinya sendiri dalam membaca lafal asma Allah masih bisa didengar
secara jelas dan baik. Disini untuk proses berdzikir dilakukan pada saat
ibadah shalat dilanjutkan berdzikir, tahlil, dan sholawatan. Aktivitas
sehari-hari lansia juga membaca Al-Quran, shalat tahajud, mendengarkan
radio pengajian-pengajian, dan sholawatan ”.74
Dari berbagai pendapat pengurus panti diatas penulis menarik
kesimpulan bahwa dalam proses terapi zikir dilakukan pada saat waktu
ibadah shalat dengan menambah kegiatan kerohanian berupa kajian-
kajian keIslaman. Penguatan mengenai pentingnya dalam berzikir dan
memahami ajaran-ajaran islam kepada lansia sebagai bekal dimasa
tuanya. Dibarengi semangat untuk mengalami perubahan untuk diri
lansia. Motivasi dalam meningkatkan ibadah ditunjang dengan
lingkungan dan fasilitas yang ada di panti serta tingkat kemauan lansia
sangat kuat dalam ibadah.
Perlu adanya pendekatan secara emosional dalam proses terapi
antara pengurus dan lansia sangat penting salah satunya yang dirasakan
oleh bapak Suryono penghuni panti mengatakan bahwa:
74 Lihat Transkip Wawancara, No. 17/W/23-III/2021.
78
“Relawan panti mengajak saya untuk selalu mengingat
Allah SWT dengan melaksanakan ibadah sholat serta memberikan
tindakan berupa kegiatan terapi dengan berdzikir membaca
kalimat-kalimat Tuhan seperti tasbih, tahmid, tahlil dan takbir
seraya mendekatkan diri dan memiliki sikap pasrah terhadap Allah
SWT. Setiap segala aktivitas sehari-hari diingatkan untuk selalu
berdzikir. Setelah melakukan kegiatan berdzikir hati saya juga
merasakan ketentraman. Merasa didalam diri penuh dengan dosa
yang telah saya perbuat. Yang sering saya baca itu istighfar untuk
setiap waktu. Selain itu yang saya rasakan setalah mengikuti
kegiatan terapi zikir merasa lebih tenang, yakin akan semua
kehidupan tuhan yang sudah mengaturnya. Selain itu juga dengan
mengikuti terapi zikir oleh relawan panti mengingatkan akan setiap
manusia pasti akan mengalami sebuah kematian”75
Pendapat lain dari lansia yang dikatakan oleh bapak Sumaji
sebagai berikut:
“Dalam proses berdzikir saya merasakan kondisi jiwa lebih
terasa tenang dan merasa dingin hati saya dan menjadikan saya
ingat kematian. Pengurus selalu membimbing untuk shalat,
berdzikir dan bersholawat. Ada juga melalui media elektronik
berupa pemutaran musik sholawat setiap hari. Setelah
mendengarkan sholawat saya mencoba mengikuti secara terus-
75 Lihat Transkip Wawancara, No. 18/W/10-VI/2021.
79
menerus agar bisa tenang dan damai hati saya. Kegiatan terapi zikir
dilakukan juga secara individu untuk melatih kemandirian masing-
masing lansia, serta lebih meresapi asupan keagaman yang telah
diberikan pengurus panti. Sehingga rasa dalam keinginan
meningkatkan kualitas hidup akan lebih semangat lagi.”76
Penguatan lain yang sudah disampaikan lansia juga dikuatkan
oleh pernyataan relawan dari pak Bondan prakoso sebagai berikut:
“Di panti terdapat beberapa fasilitas yang mendukung terapi
zikir berupa kitab Al-Quran, tempat ibadah yang nyaman,
seperangkat alat sholat yang memadai dan sound sistem
dimanfaatkan untuk mendengarkan musik religi/sholawat. Saya
setiap hari memutarkannya agar lansia selalu berzikir untuk
ketenangan jiwanya yang bertujuan untuk selalu mengingat Allah
SWT dan mencegah perilaku tercela. Karena dengan adanya daya
pendukung di panti tersebut dapat memberikan rasa aman, nyaman
dan ketentraman kepada lansia serta lebih mudah dalam
mengikutinya”77
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa proses terapi
zikir lansia dilakukan dengan cara dzikir lisan dan pendekatan secara
emosional, karena respon dari lansia dengan metode tersebut lebih
memudahkan dalam menerima terapi. Proses terapi zikir pada lansia
dilakukan pada saat waktu shalat. Pada saat berdzikir dilakukan bersama-
76 Lihat Transkip Wawancara, No. 19/W/10-VI/2021.
77 Lihat Transkip Wawancara, No. 20/W/24-III/2021.
80
sama agar lebih bisa berhidmat. Kegiatan zikir ada yang dikerjakan
secara individu agar lebih khitmat. Ada jam khusus yang sudah terjadwal
dalam proses berdzikir lansia lebih konsentrasi dan lebih khusyuk yaitu
pada saat shalat maghrib sampai selesai. Durasi yang diterapkan pada
proses terapi zikir selama kurang lebih 1 jam dengan membaca dzikir
wirid, sholawat dan membaca tahlil. Secara umum penerapan terapi yang
lebih mengena terhadap kondisi maupun pengaruh terhadap lansia adalah
dzikir wirid. Karena mudah dilakukan lansia dan mengarahkan lansia
untuk selalu mengingat kepada sang pencipta. Pada akhirnya lansia akan
muncul rasa yakin, tenteram, dan merasa nyaman dalam berkehidupan
sehari-hari.
3. Hasil Terapi Zikir Untuk Memberikan Ketenangan Jiwa Pada Lansia
Di panti Dhuafa Lansia Ngasinana Jetis Ponorogo
Melalui terapi zikir di peroleh efek ketenangan bagi lansia. Hal ini
yang dirasakan oleh lansia yang bernama bapak Sumaji mempunyai
pandangan sebagaimana hal tersebut:
“Setelah melakukan proses dzikir diri saya merasakan
semangat untuk menjalani sebuah kehidupan dimasa tua sekarang.
Dengan terapi zikir dapat menciptakan sebuah dampak positif
terhadap kehidupan sehari-hari dan diharapkan dapat
meningkatkan kualitas hidup, namun juga dapat meningkatkan
kesehatan mental dan kesejahteraan hidup saya. Lebih yakin lagi
81
dengan agama yang saya anut dan percaya akan ketentuan dari
Allah SWT.”78
Pandangan dari pengurus panti dhuafa lansia terkait hasil terapi
zikir sebagaimana diungkapkan oleh ibu Lany Khamilah selaku bidang
kerohanian mengatakan bahwa:
“Pengaruh terapi zikir terhadap kualitas hidup lansia
mempengaruhi kejiwaan menjadi lebih tenang dan nyaman pada
saat hendak tidur mempermudah kualitas tidur lansia. Lansia
mengaku lebih tenang, lebih tentram, tidur lebih nyenyak, lebih
lapang dan lebih optimis melalui bacaan dzikir. Melibatkan serta
mengaktifkan indra penglihatan, indra pendengaran dan indra
perasaan. Dengan melakukan terapi zikir lansia akan memperoleh
rasa semangat baru untuk menjalani sebuah kehidupan dimasa
tuanya. Dalam memecahkan masalah dan mengatasi kesulitan
untuk menghadapinya dengan pikiran yang positif.”79
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan hasil terapi zikir akan
menghasilkan perubahan pada lansia pada aspek kualitas tidurnya dan
ketenangan. Terapi zikir akan mempengaruhi panca indra lebih aktif untuk
melaksanakan setiap makna dari kalimat dzikir dengan penuh arti setiap
lafadnya.
Pandangan dari relawan panti mengenai hasil dari proses terapi
zikir yang disampaikan oleh Rokhmin Kadirun sebagai berikut:
78 Lihat Transkip Wawancara, No. 21/W/22-III/2021.
79 Lihat Transkip Wawancara, No. 22/W/23-III/2021.
82
“Proses berzikir dilaksanakan secara khusyuk dan ikhlas
oleh lansia mempunyai makna yang sangat berarti sehingga
meresap kedalam jiwa atau hati. Saat berzikir relawan memberikan
asumsi kepada lansia agar selalu setiap tindakan dilandasi dengan
sikap pasrah diri kepada Allah SWT. Ucapan kata yang baik dalam
memanjatkan doa atau pujian akan menurukan efek negatif
terhadap tindakan lansia”.80
Sebagaimana yang dirasakan oleh lansia bernama pak Jemari
menyampaikan pandangan terhadap hasil terapi zikir sebagai berikut:
“Yang saya rasakan setelah mengikuti kegiatan dzikir,
pikiran lebih tenang dari pada sebelumnya. Setelah dilakukan
dengan sungguh-sungguh menimbulkan efek baik pada jiwa yang
bersih dan dapat dipertahankan. Dengan memohon ampun kepada
Allah SWT atas segala kesalahan dan mencari ridhanya berharap
dimudahkan segala urusan. Dengan banyak melakukan dzikir
menjadikan hati tentram, tenang dan damai, serta tidak mudah
digoyahkan oleh pengaruh lingkungan”.81
Mayoritas lansia setelah melakukan kegiatan proses terapi zikir
mengalami perubahan pada dirinya yang signifikan. Dikatakan oleh
pengurus panti pak Agus Setyo Pramono sebagai berikut:
“Setelah melaksanakan terapi zikir dengan sungguh-
sungguh lansia merasakan ketenangan di dalam hati. Sebelumnya
80 Lihat Transkip Wawancara, No. 23/W/23-III/2021.
81 Lihat Transkip Wawancara, No. 24/W/10-VI/2021.
83
lansia rata-rata mengalami kegelisahan saat hendak tidur, selalu
berfikir tentang sesuatu yang menimbulkan kecemasan bagi
mereka. Seluruh lansia mengungkapkan perbedaan tingkat
ketenangan jiwa sebelum dan sesudah terapi zikir. Individu yang
senantiasa melakukan dzikir dapat merubah timbulnya
ketegangan”.82
Peran zikir maupun doa memiliki potensi untuk menumbuhkan
pemikiran positif yang dapat mendorong seseorang berbuat yang lebih
baik dan dapat merubah kekuatan fisik maupun psikis. Hal tersebut
dirasakan oleh lansia yang bernama pak Didik sebgaai berikut:
“Setelah mengikuti kegiatan zikir dengan baik dapat
mengubah cara berfikir saya mengenai sesuatu atau memaknai
suatu hal, mampu mengatasi gangguan pada permasalahan yang di
alami. Terapi zikir juga dianggap memberikan solusi bagi
kecemasan yang di derita di panti secara lebih efektif dengan hasil
yang lebih maksimal”.83
Pernyataan lain dari lansia yang bernama pak Suryono sebagai
berikut:
“Tidak dapat di pungkiri ketika saya dan lansia lain
melakukan dzikir dalam kondisi yang khusyuk, maka akan
membawa pengaruh yang positif pada seluruh sistem fisik maupun
82 Lihat Transkip Wawancara, No. 25/W/23-III/2021.
83 Lihat Transkip Wawancara, No. 26/W/23-III/2021.
84
psikis, sehingga berdampak pada ketenangan, kebahagiaan,
kekuatan, harapan, kepasrahan yag menentramkan dan serangkaian
kondisi mental yang positif”.84
Pengaruh lain yang di rasakan lansia dengan melakukan dzikir
dapat mengatasi gangguan pola tidur lansia, di buktikan dengan jumlah
kualitas tidur baik pada lansia mengalami peningkatan. Hal tersebut juga
di sampaikan oleh pengurus panti yang bernama pak Bondan Prakoso
sebagai berikut:
“Kualitas tidur lansia menjadi baik setelah diberikan terapi
zikir dan nilai-nila religiusitas sehingga lansia merasa lebih rileks,
nyaman, tidak merasa sendirian, tidak takut dalam kondisi dan
situasi apapun serta tingkat ibadah yang semakin meningkat. Efek
terapi zikir menumbuhkan matangnya lansia dalam kehidupan
keagamaan dan kepercayaan yang terintegrasi dalam kehidupan
dan terlihat dalam pola berfikir serta bertindak sehari hari”.85
Dari wawancara diatas dapat disimpulkan bahwa hasil terapi zikir
memberikan ketenangan jiwa pada lansia adalah lansia menjadi sabar,
lansia menjadi optimis, dan lansia merasa dekat dengan Allah. Ketenangan
secara perlahan-lahan akan melemahkan keadaan yang penuh ketegangan.
Kalimat zikir yang diucapkan berulang-ulang merupakan stimulus
munculnya keadaan santai pada keadaan tegang.
84 Lihat Transkip Wawancara, No. 27/W/10-VI/2021.
85 Lihat Transkip Wawancara, 28/W/24-III/2021.
85
BAB IV
ANALISA TERAPI ZIKIR UNTUK MEMBERIKAN KETENANGAN
JIWA PADA LANSIA DI PANTI DHUAFA LANSIA NGASINAN JETIS
PONOROGO
Dalam bab ini berisi tentang pembahasan mengenai hasil dari penelitian
yang telah penulis lakukan. Penelitian ini berkaitan tentang terapi zikir untuk
memberikan ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo. Pada bab ini membahas tiga masalah yakni kondisi kejiwaan lansia,
proses terapi zikir pada lansia serta hasil terapi zikir pada lansia di Panti Dhuafa
Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Dalam penelitian ini melibatkan relawan dan
lansia yang berkaitan dengan penelitian ini. Setelah melakukan proses
pemgumpulan data, maka peneliti berhasil mendeskripsikan data sesuai dengan
hasil penelitian sebagai berikut
A. Analisa Kondisi Kejiwaan Lansia Di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo
Berdasarkan hasil analisis data peneliti mengemukakan kondisi
kejiwaan lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo. Kondisi
lansia mengalami sebuah gejala kejiwaan yang tidak stabil, sering terjadi rasa
tidak nyaman di panti dan merasa dibedakan dengan lansia yang lain.
Munculnya permasalahan pada lansia disebabkan tidak diperhatikan oleh
orang-orang terdekat disekitarnya, merasa tersisih dari kelompoknya, tidak
ada seseorang untuk tempat berbagai rasa dan pengalaman sehingga lansia
86
mengalami kondisi jiwa yang tidak tenang. Sehingga kondisi kejiwaan lansia
mengalami kesepian. Kesepian adalah perasaan tidak menyenangkan dalam
diri seseorang akibat kualitas dan kuantitas dalam hubungan sosial yang tidak
memuaskan serta adanya ketidaksesuaian antara hubungan sosial yang
diharapkan dengan hubungan sosial pada kenyataannya. Kesepian yang
dialami oleh lansia juga disebabkan karena lansia hidup sendiri tanpa
mempunyai pasangan.86
Gangguan mental emosional merupakan suatu keadaan yang
mengindikasikan adanya perubahan emosional pada individu yang dapat
berkembang pada keadaan patologis. Permasalahan yang dihadapi pada lansia
terjadi disebabkan gangguan mental mengakibatkan masalah pada kejiwaan
lansia disertai perubahan emosi, pikiran, dan perilaku oleh lanjut usia.
Kondisi seperti ini menyebabkan lansia mengalami kesepian. Perubahan
suasana hati secara ekstrem dan penyakit kejiwaan yang tidak bisa
membedakan khayalan dan kenyataan.87
Kondisi yang ada di panti lansia merasa terganggu ketenangannya
dengan adanya sebagian lansia yang agresif seenaknya sendiri dalam
bertindak, misalnya ada salah satu lansia pada saat pembagian jatah makan
yang merasa kurang dan ada juga sebagian lansia yang mempunyai sifat
arogan ingin menguasai dan menang sendiri. Perilaku tersebut menimbulkan
86 Iwan Sulistio Wibowo, “Tingkat Kesepian pada Lansia di Unit Rehabilitasi Sosial Panti
Wening Wardoyo Ungaran dan Lansia yang Tinggal Dikomunitas” Jurnal Keperawatan
Komunitas, 2, (November, 2014), 77.
87 Nabilah Qonitah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan Gangguan
Mental Emosional pada Lansia”, 2-3.
87
kegaduhan antar lansia. Perubahan emosi tidak bisa dihindarkan dengan
adanya keadaan yang memprihatinkan. Gangguan emosi adalah suatu
kekacauan dalam ketidak relefanan, kerusakan, ketidakgembiraan, tidak
terorganisasi, dan perilaku yang tidak efektif, misalnya tidak dapat merasakan
apa yang dirasakan orang lain, kadang tertawa sendiri, menangis atau marah
tanpa sebab. 88
Pada lansia sudah tidak heran lagi terhadap penyakit-penyakit yang
dideritanya. Masalah lain yang dihadapi lansia juga disebabkan dari faktor
keluarga. Keluarganya tidak bisa mengurus dipengaruhi oleh keluarga atau
anak-anaknya sudah memiliki kesibukan dalam pekerjaannya dan mengurusi
rumah tangganya masing-masing. Maka dari itu menjadikan keluarganya
menitipkan lansia tersebut di panti dhuafa lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.
Bagi lansia yang masih baru masuk panti dalam proses sosialnya belum
begitu aktif, perlu adanaya adaptasi yang lebih intens sehingga tidak merasa
sendiri dan seperti terasingkan.
B. Analisa Proses Terapi Zikir Lansia Di Panti Dhuafa Lansia Ngasianan
Jetis Ponorogo
Terapi dzikir merupakan upaya perlakuan yang mencakup aktivitas
mengingat, menyebut nama, dan keagungan Allah SWT secara berulang,
yang disertai kesadaran akan Allah SWT dengan tujuan untuk
menyembuhkan keadaan patologis. Dzikir merupakan sebuah aktivitas berupa
88 Puri Aquarisnawati, “Gangguan Emosi”, Jurnal Ilmiah Psikologi Kelauan-
Kemaritiman, Volume 9, Nomor 2, (Universitas Hang Tuah, Juli 2015, 4.
88
ucapan lisan, perbuatan ataupun getaran hati dengan tujuan untuk berpaling
dalam keadaan lupa dan lalai dengan cara selalu mengingat Allah SWT.89
Dalam proses terapi islam harus melalui beberapa tahapan yaitu:
1. Wawancara awal
Pada tahap ini perlu dirumuskan tentang apa yang akan
terjadi selama terapi berlangsung aturan-aturan apa saja yang
harus diketahui dan akan dilaksanakanm oleh konseli/klien.
Dalam tahap awal ini perlu dibina rapport yaitu hubungan yang
menimbulkan keyakinan dan kepercayaan klien bahwa ia akan
dapat ditolong. Dalam tahap awal ini juga klien harus bersedia
mengutarakan pikiran dan perasaannya kepada konselor.
2. Proses terapi
Pada tahap ini, terapis (konselor) perlu mengkaji dan
mendalami pengalaman masa lalu selama hal itu relevan
dengan permasalahan yang dihadapi oleh klien. Hal yang tidak
kalah pentingnya adalah menghidupkam suasana keakraban
dan komunikasi dua arah.
89 Tri Widyastuti, “Terapi Zikir sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kecemasan pada
Lansia “, 49-50.
89
3. Tindakan
Pada tahap ini, baik terapis maupun klien mengkaji
ulang kembali apa yang telah dipelajari klien selama terapi
berlangsung, dan apa yang akan diterapkannya nantinya dalam
kehidupannya. Hal yang sangat penting dilakukan adalah agar
tujuan terapi yang telah disepakati bersama dapat tercapai.
4. Mengakhiri terapi
Terapi dapat berakhir kalau tujuan telah disepakati,
namun bisa juga terapi berakhir apabila klien tidak melanjutkan
terapi, tetapi juga bisa berakhir apabila tidak dapat menolong
kliennya. Namun terapis dapat merujuk kliennya kepada ahli
lain sesuai dengan jenis masalah atau problem yang dihadapi
oleh klien tersebut. Terapis harus menghilangkan sedikit demi
sedikit ketergantungan klien terhadap dirinya, karena klien
akan menghadapi lingkungannya tanpa bantuan terapis
(konselor).90
Pada proses terapi zikir di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo terhadap lansia yang dilakukan oleh pengurus panti dengan cara
pertama membimbing individu dan kelompok dengan diberi pendekatan
secara berbicara untuk menjalin hubungan secara emosional serta
merefleksikan pembicaraan yang sudah diutarakan oleh lansia. Di berikan
90 Sattu Alang, “Manajemen Terapi Islam dan Prosedur Pelayanannya”, Jurnal
Bimbingan Penyuluhan Islam, 1, (Juli, 2020), 81-84.
90
saran untuk menjadikan kondisi lansia agar tidak mengalami penurunan
kesehatan. Selanjutnya secara kelompok lansia diajak untuk bersama-sama
melakukan kegiatan keagamaan berupa membaca sholawat bersama-sama.
Dengan terapi zikir mengajak lansia untuk selalu mengingat sebuah kematian
dan selalu meningkatkan rasa keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT.
Pada waktu ibadah sholat para pengurus panti mengajak lansia untuk
bergegas melaksanakan shalat secara berjamaah di sambung dengan
membaca dzikir wirid secara bergantian. Lansia dianjurkan untuk
memperbanyak membaca istighfar, sholawat dan menyebut Nama-Nama
Tuhan. Pada saat praktek zikir dilaksanakan kurang lebihnya 1 jam dengan
zikir yang mudah difahami lansia yaitu tasbih, tahmid, tahlil dan takbir. Yang
bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan lansia kepada Allah
dalam menumbuhkan rasa keyakinan, ketenangan, dan ketentraman lansia.
Kegiatan keagamaan lain yang menunjang dalam proses terapi zikir yaitu
bimbingan rohani Islam proses pemberian bantuan yang terarah dan
berkesinambungan kepada setiap individu agar ia dapat mengembangkan
potensinya atau fitrah beragama yang dimilikinya secara optimal melalui
internalisasi nilai-nilai yang terkandung dalam al-Qur’an dan hadis ke dalam
diri, sehingga ia dapat hidup selaras dan sesuai dengan tuntanan agama Islam.
Sebagai materi bimbingan membahas tentang sifat-sifat yang harus
dimiliki oleh orang mukmin agar ibadah yang dilakukan dapat istiqomah
antara lain yang fokus berhubungan dengan lansia adalah qowiyul jismi
(kekuatan jasmani). Kekuatan jasmani berarti seorang muslim harus memiliki
91
daya tahan tubuh yang sehat, sehingga dapat melaksanakan ajaran Islam
secara optimal dengan fisiknya yang kuat. Materi tersebut diberikan pengurus
panti untuk menguatkan kondisi jasmani lansia supaya di dalam
melaksanakan ibadah bisa secara maksimal.
Kegiatan terapi di panti dhuafa lansia terus berjalan secara
berkelanjutan sebagai pembiasaan terapi untuk lansia dalam menghilangkan
ketergantungan dirinya terhadap orang lain. Terapi memberikan dampak yang
baik bagi lansia, sehingga mampu mengobati dari berbagai permasalahan
yang dihadapinya.
C. Analisa Hasil Terapi Zikir Pada Lansia di Panti Dhuafa Lansia
Ngasinan Jetis Ponorogo
Meningkatkan ketenangan jiwa Menurut Dr Zakiyah Darajad91
mengemukakan bahwa manusia yang memiliki ketenangan jiwa mulai dari
tingkat yamg paling ringan sampai tingkat yang paling parah sehingga
mengarah pada depresi dan kegilaan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa segi
yaitu:
1. Segi perasaan
Diantara gangguan perasaan yang disebabkan karena ketenangan
mental adalah rasa cemas, gelisah, bimbang dan ragu.
91 Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa”, 21-23.
92
2. Segi pikiran
Gejala itu dapat dilihat berupa sering lupa, tidak dapat
berkonsentrasi, kemampuan berfikir melawan dan merasa
pikirannya buntu.
3. Segi perilaku dan kelakuan
Gejala yang nampak adalah adanya penyimpangan-
penyimpangan yang dilakukan sehingga menyebabkan dirinya dan
orang lain seperti tindakan kriminal merusak dll. Disisi lain bahwa
ketenangan jiwa lansia di panti dipengaruhi oleh tingkat keamanan
dan kenyamanan,sikap dalam menghadapi problem hidup,
rutinitasnya dalam berdzikir dan kondisi jiwa lainnya yang stabil,
memiliki rasa syukur dan sabar dan tidak mudah putus asa.
Adapun kriteria ketenangan jiwa antara lain, sabar, merasa ikhlas
terhadap segala sesuatu yang tidak disennegani nmenimpa dirinya dan
kemudian berserah diri kepada Allah, optimis, memiliki semangat, keyakinan
harapan yang menumbuhkan cinta dan kebaikan, meraswa dekat dengan
Allah selalu dalam tindakannya mempunyai prinsip berhati-hati. Memang jika
dilihat, kebanyakan orang-orang yang terkena kekuatan mental adalah mereka
yang jauh dari norma-norma agama, sebaliknya orang yang senantiasa
mengingat kepada Allah akan mampu mengontrol dan mengendalikan segala
pikiran, emosi, dan perbuatannya, sehingga apabila tidak meraih apa yang
diinginkan, tidak akan terganggu jiwanya.
93
Berikut ini adalah penyebab yang ditimbulkan:
1) Mempengaruhi kualitas tidur lansia. Kualitas tidur adalah
suatu keadaan dimana tidur yang dijalani seorang individu
menghasilkan kesegaran dan kebugaran ketika terbangun.
Kualitas tidur mencakup aspek kuantitatif seperti durasi
tidur, latensi tidur, serta aspek subjektif seperti tidur dalam
dan istirahat. Gangguan tidur yang sering dialami lansia
disebabkan karena adanya proses degenerative dan dapat
berdampak pada masalah fisik dan psikologis sehingga
dapat menurunkan kualitas kesehatan lansia. Tidur
merupakan bentuk aktivitas yang mempengaruhi kualitas
kesehatan individu. Insomnia merupakan gejala yang dapat
mengganggu aktivitas dan produktifitas lansia. Oleh karena
itu, lansia harus mendapatkan terapi yang sesuai dengan
cara dzikir menjadi pilihan karena biaya lebih murah dan
lebih efektif.
2) Dzikir membantu individu membentuk persepsi yang lain
selain ketakutan, yaitu keyakinan bahwa semua konflik,
masalah akan dapat dihadapi dengan baik dengan bantuan
Allah SWT. Saat seorang membiasakan berdzikir, ia akan
merasa dirinya dekat dengan Allah, berada dalam
lindungan-Nya yang kemudian akan membangkitkan
percaya diri, kekuatan, perasaan aman, tentram dan bahagia.
94
Umat Islam percaya bahwa menyebut asma Allah secara
berulang (berdzikir) dapat menyembuhkan jiwa dan
menyembuhkan berbagai penyakit. Dalam berdzikir merasa
dalam penjagaan dan lindungan dari Allah SWT .92
92 Citra Y Perwitaningrum, “Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan pada Penderita Dispepsia”, 154.
95
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dikumpulkan dan dipaparkan
dapat ditarik kesimpulan tentang terapi zikir untuk memberikan ketenangan
jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo sebagai
berikut.
Kondisi kejiwaan lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis
Ponorogo sebelum adanya terapi zikir mengalami depresi terhadap tekanan
kehidupan sehari-hari, mengalami kesepian akibat di tinggal keluarga atau
orang di sayang, gangguan mental emosional belum stabil, serta gangguan
kecemasan. Sehingga harus dilakukan proses terapi zikir pada lansia. Di
laksanakan masuk waktu ibadah shalat, khususnya setelah shalat maghrib.
Kegiatan tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketaqwaan dan keimanan
lansia kepada Allah dalam menumbuhkan rasa keyakinan, ketenangan, dan
ketentraman lansia. Kegiatan terapi di panti dhuafa lansia terus berjalan
secara berkelanjutan sebagai pembiasaan terapi untuk lansia dalam
menghilangkan ketergantungan dirinya terhadap orang lain. Terapi
memberikan dampak yang baik bagi lansia, sehingga mampu mengobati dari
berbagai permasalahan yang dihadapinya. Hasil terapi zikir untuk
memberikan ketenangan jiwa pada lansia adalah lansia menjadi sabar,
menjadi optimis, dan merasa dekat dengan Allah SWT sehingga dapat
96
menimbulkan rasa keyakinan, ketentraman, kenyamanan dalam kehidupan
bermasyarakat.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, tentang terapi zikir untuk memberikan
ketenangan jiwa pada lansia di Panti Dhuafa Lansia Ngasinan Jetis Ponorogo.
Berikut beberapa saran yang direkomendasikan:
1. Disarankan kepada lansia untuk selalu menjaga kondisi ketenangan
jiwa dengan cara melakukan proses zikir dan kegiatan keagamaan
yang lain agar terciptanya keberlangsungan hidup yang lebih baik.
2. Disarankan untuk lansia agar selalu mengikuti proses kegiatan di
panti dan lebih membiasakan diri dengan menyibukkan diri dalam
menumbuhkan rasa keyakinan, ketenangan dan ketenteraman
kondisi jiwa.
3. Setelah dilaksanakan kegiatan terapi zikir lansia mengalami
perubahan dalam kondisi ketenangan jiwa yang lebih baik.
Menjadi sabar, menjadi optimis, dan merasa dekat Allah SWT
sehingga dapat menimbulkan rasa yakin dan nyaman dalam
kehidupan bermasyarakat.
97
DAFTAR PUSTAKA
Adaiyah, Sholichatul, “Upaya Meningkatkan Ketenangan Jiwa pada Lansia
Melalui Pengajian Wirid Shalawat Kubra di Kelurahan Bulu Kota
Semarang”, (Skripsi UIN, Semarang, 2019).
Afifuddin, Metodelogi Penelitian Kualitatif (Bandung: Pustaka Setia,2009)
Alang, Sattu, “Manajemen Terapi Islam dan Prosedur Pelayanannya”, Jurnal
Bimbingan Penyuluhan Islam, 1, (Juli, 2020).
Amin, Samsul Munir, Etika Berdzikir Berdasarkan Alquran dan Sunnah, (Jakarta:
AMZAH, 2011).
Aquarisnawati, Puri, “Gangguan Emosi”, Jurnal Ilmiah Psikologi Kelauan-
Kemaritiman, Volume 9, Nomor 2, (Universitas Hang Tuah, Juli 2015).
Arikunto, Suharsimi, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta:
Rineka Cipta, 1993)
Atmonadi, Kun Fayakun, (Jakarta:Atmoon Self Publishing, 2018).
Bastaman, Hanna Djumhana, Integrasi Psikologi Islam, Pustaka Belajar:
Yogyakarta, 1997).
Burhanuddin, “Zikir dan Ketenangan Jiwa”, Jurnal Media Intelektual Muslim dan
Bimbingan Rohani, 1, (Juni, 2020).
Creswell, John W., Research Design Pendekatan Metode Kualitatif, Kuantitatif
dan Campuran (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2016).
Effendi, Ferry, Keperawatan Kesehatan Komunitas, (Jakarta: Salemba Medika,
2009).
Ghony, Junaidi, Metodelogi Penelitian Kualitatif, (Yogyakarta: Ar-ruzz Media,
2012)
Hastuti, Retno Yuli, “Pengaruh Melafalkan Dzikir Terhadap Kualitas Tidur
lansia”, Jurnal Keperawatan Jiwa, 3, (November, 2019).
Kiik, Stefanus Mendes, et al, ”Peningkatan Kualitas Hidup Lanjut Usia”, Jurnal
Keperawatan Indonesia, 2, (Juli, 2018).
Kinasih, Krina Dinda, “Peran Pendampingan Spiritual Terhadap Motivasi
Kesembuhan pada Pasien Lanjut Usia” Jurnal Stikes, Volume 5, Nomer
1, (STIKES RS. Baptis Kediri, Juli, 2012).
98
Kumala, Olivia Dwi, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan
Ketenangan Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”.
Kumala, Olivia Dwi, “Efektivitas Pelatihan Dzikir dalam Meningkatkan
Ketenangan Jiwa pada Lansia Penderita Hipertensi”, Jurnal Ilmiah
Psikologi, 1, (Juni, 2017).
Maryam, Siti, Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, (Jakarta: Salemba
Medika, 2008).
Moleong, Lexy J., Metodelogi Penelitian kualitatif (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 1998).
Muniruddin, “Bentuk Zikir dan Fungsinya dalam Kehidupan Seorang Muslim”,
Jurnal Pengembangan Masyarakat, 5, (Oktober, 2018).
Muvid, Muhammad Basyrul, Manajemen Tasawuf, (Yogyakarta: FORUM Grup
Relasi Inti Media, 2020).
Nawawi, Imam, Buku Induk Doa dan Zikir, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2018).
Ni’mah, Zetty Azizatun, Elan Dzikir sebagai Generator Perubahan Sosial,
(Kuningan: Goresan Pena, 2016).
Pandji, Dewi, Menembus Dunia Lansia, (Jakarta: PT Elex Media Komputindo,
2012).
Partini, Siti, “Psikologi Lanjut Usia”, (Yogyakarta: Gadah Mada University Press,
2011)
Perwitaningrum, Citra Y,” Pengaruh Terapi Relaksasi Zikir Terhadap Penurunan
Tingkat Kecemasan pada Penderita Dispepsia”, Jurnal Intervensi
Psikologi, 2, (Desember, 2016).
Purhantara, Wahyu, Metode Penelitian Kualitatif untuk Bisnis (Yogyakarta: Graha
Ilmu, 2010)
Qonitah, Nabilah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan
Gangguan Mental Emosional Pada Lansia”, Jurnal Berkala
Epidemiologi, 1, (Januari, 2015).
Qonitah, Nabilah, “Hubungan Antara Imt dan Kemandirian Fisik dengan
Gangguan Mental Emosional pada Lansia”.
Rahmah, Pendekatan Konseling Spiritual pada Lanjut Usia (Lansia), jurnal “Al-
Hiwar”, 5,(juni, 2015)
99
Ramadhan, Fadli, Dzikir Pagi Petang, (Yogyakarta: Fillah, 2019).
Rojaya, M., Zikir Zikir Pembersih dan Penentram Hati, (Bandung: PT Mizan
Pustaka, 2009)
Rusydi, “Konsep Dzikir dan Doa Perspektif Al-Qur’an", Jurnal Pendidikan dan
Keislaman, 1, (Februari, 2019).
Sessiani, Lucky Ade, “Studi Fenomenologis Tentang Pengalaman Kesepian dan
Kesejahreraan Subjektif Pada Janda Lanjut Usia”, Jurnal Studi Gender,
2, (Juli, 2018).
Sholihin, M., Terapi Sufistik, (Bandung: Pustaka Setia, 2004).
________, dan Rosihin Anwar, Kamus Tasawuf, (Bandung: Remaja Rosda Karya,
2002).
Simuh, Tasawuf dan Perkembangan dalam Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2002)
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R D, (Bandung:
Alfabeta, 2016).
Supriadi, “Lanjut Usia dan Permasalahannya”, Jurnal Ppkn dan Hukum, Volume
10, Nomor 2, (IAIN Bukittinggi, Oktober, 2015)
Susilawati, “ Kesehatan Mental Menurut Zakiah Daradjad”, (Skripsi, UIN, Raden
Intan Lampung, 2017).
Tarwalis, “Dampak Dzikir Terhadap Ketenangan Jiwa di Gampong Baet
Kecamatan Baitussalaam Kabupaten Aceh Besar”, (Skripsi, UIN, Banda
Aceh, 2017).
W, Pipit Festi, Lanjut Usia Perspektif dan Masalah, (Surabaya: UM Surabaya
Publishing, 2018).
Wibowo, Iwan Sulistio, “Tingkat Kesepian pada Lansia di Unit Rehabilitasi
Sosial Panti Wening Wardoyo Ungaran dan Lansia yang Tinggal
Dikomunitas” Jurnal Keperawatan Komunitas, 2, (November, 2014).
Widyastuti, Tri, “Terapi Zikir Sebagai Intervensi untuk Menurunkan Kecemasan
pada Lansia “, E-Jurnal Gamajpp, 2 , (Oktober, 2019).