si manis javanica yang hampir punah

49
PENDAHULUAN Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna yang melimpah. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas. Pelestarian keanekaragaman hayati melalui pemanfaatan secara positif, dapat bermakna sebagai pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam ilmu pengetahuan yang mendukung upaya konservasi. Seiring berjalannya waktu, banyak dilakukan praktek-praktek ilegal seperti penebangan hutan secara liar, kebakaran hutan, perburuan liar dan alih fungsi lahan. Hal ini dapat mengancam populasi satwa liar khusunya yang dilindungi, termasuk trenggiling. Beberapa faktor yang menjadi penyebab menurunnya populasi hewan ini terutama adalah perburuan liar dan kerusakan habitat. Maraknya perburuan liar trenggiling terutama disebabkan karena sisik dan daging hewan ini dipercaya memiliki khasiat obat, khususnya oleh komunitas masyarakat Cina. Trenggiling (Manis javanica) termasuk hewan langka yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, berdasarkan PP Nomor 7 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990. IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) memasukkan trenggiling ke dalam kategori critically endangered species, sehingga masuk dalam daftar Red List. Namun, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) yang mengatur perdagangan spesies satwa dan tumbuhan yang terancam punah, 1

Upload: portalunri

Post on 25-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan salah satu negara tropis dengan keanekaragaman hayati flora dan fauna yang melimpah. Oleh karena itu, Indonesia dikenal sebagai negara megabiodiversitas. Pelestarian keanekaragaman hayati melalui pemanfaatan secara positif, dapat bermakna sebagai pemanfaatan keanekaragaman hayati dalam ilmu pengetahuan yang mendukung upaya konservasi. Seiring berjalannya waktu, banyak dilakukan praktek-praktek ilegal seperti penebangan hutan secara liar, kebakaran hutan, perburuan liar dan alih fungsi lahan. Hal ini dapat mengancam populasi satwa liar khusunya yang dilindungi, termasuk trenggiling. Beberapa faktor yang menjadi penyebab menurunnya populasi hewan ini terutama adalah perburuan liar dan kerusakan habitat. Maraknya perburuan liar trenggiling terutama disebabkan karena sisik dan daging hewan ini dipercaya memiliki khasiat obat, khususnya oleh komunitas masyarakat Cina.

Trenggiling (Manis javanica) termasuk hewan langka yang dilindungi oleh Pemerintah Indonesia, berdasarkan PP Nomor 7 tahun 1999 dan UU No 5 tahun 1990. IUCN (International Union for the Conservation of Nature and Natural Resources) memasukkan trenggiling ke dalam kategori critically endangered species, sehingga masuk dalam daftar Red List. Namun, CITES (Convention on International Trade in Endangered Species) yang mengatur perdagangan spesies satwa dan tumbuhan yang terancam punah,

1

memasukkan trenggiling ke dalam daftar Appendix II yang artinya masih boleh diperdagangkan dengan batas kuotA. Indonesia sudah memberlakukan zero quota untuk perdagangan trenggiling sejak tahun 2000.

Populasi trenggiling di alam diduga semakin menurun akibat semakin maraknya perburuan dan perdagangan ilegal, serta kerusakan habitat. Maraknya perdagangan ilegal trenggiling disebabkan oleh permintaan pasar khususnya dari masyarakat Cina. Mereka mempercayai bahwa sisik trenggiling berkhasiat untuk menyembuhkan keracunan, inflamasi, scabies, dan rematik. Selain sisiknya, daging trenggiling juga dianggap bermanfaat bagi kesehatan dan menunjukkan status sosial konsumen, khususnya bagi masyarakat Asia Timur, khususnya Cina.

Oleh karena itu, berbagai upaya untuk menjaga kelestarian satwa ini perlu terus dilakukan. Trenggiling hidup di hutan tropis dataran rendah dan merupakan spesies yang unik diantara mamalia, karena sisik yang menutupi seluruh bagian atas tubuhnya yang membuatnya lebih mirip reptilia, memiliki ekor yang dapat dipergunakan untuk berpegangan serta tidak mempunyai gigi. Trenggiling memiliki cakar yang panjang pada setiap jarinya dan lidah yang menjulur hampir sama panjang dengan tubuhnya yang memungkinkan satwa ini mengambil semut dan rayap langsung dari sarangnya. Panjang tubuh trenggiling bisa mencapai 65 cm, berat tubuhnya bisa mencapai 10 kg dan penjuluran lidahnya bisa mencapai 56 cm. Trenggiling selalu menggulung tubuhnya pada saat merasa terancam dan pada umumnya menggali atau

2

membuat lubang di tanah atau di pohon untuk membuat sarang tempat tinggalnya. Karena berbagai kebiasaannya yang unik, Penulis ingin membahas lebih dalam tentang trenggiling dalam buku ini, baik dari segi morfologi trenggiling, reproduksi, konservasi dan lainnya.

3

BAB I

IDENTIFKASI TRENGGILING

Trenggiling merupakan salah satu mamalia yang dilindungi. Terdapat 7 spesies trenggiling yang tersebar di daerah Asia dan daerah tropis dan subtropis Afrika. Berdasarkan penelitian Gaubert dan Antunes pada tahun 2005 tentang karakteristik morfologi, terdapat penambahan satu spesies trenggiling baru di daerah Asia, sehingga jumlah spesies trenggiling di dunia saat ini adalah 8 spesies.

4

Gambar 1.1 Trenggiling

Klasifikasi Trenggiling

Trenggiling yang tersebar di daerah Asia adalah Manis crassicaudata (trenggiling India), M. pentadactyla (trenggiling Cina), Mans javanica (trenggiling Jawa), dan Manis culionensis (trenggiling Palawan). Empat spesies trenggiling yang terdapat di daerah tropis dan subtropis Afrika adalah Manis tricuspis (trenggiling perut putih Afrika), Manis temminckii (trenggiling Afrika Selatan), Manis tetradactyla (trenggiling perut hitam) dan Manis gigantea (trenggiling raksasa).

Klasifikasi Trenggiling sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Pholidota

Famili : Manidae

Genus : Manis

Spesies : Manis javanica

Trenggiling termasuk ke dalam ordo pholidota yang artinya bersisik banyak. Hewan ini memiliki 20 variasi spesies yang ada didunia, salah satu contohnya ialah Manis javanica yang hidup di hutan hujan tropis dataran rendah yang dapat ditemukan di Asia Tenggara

5

(Indonesia dan Malaysia). Trenggiling merupakan hewan unik karena memiliki kemampuan untuk menggulungkan tubuhnya.

Gambar 1.2 Proses menggulungkan badan trenggiling

Jenis-jenis Trenggiling

Adapun ketujuh spesies yang masih hidup adalah sebagai berikut :

6

1. Trenggiling India (Manis crassicaudata), terdapat di India dan Srilangka. Panjang tubuh dan kepala speses ini 60 cm, panjang ekor 45-50 cm. Sisik berwarna coklat muda kekuning-kuningan, kulitnya berwarna coklat.

2. Trenggiling Cina (M. Pentadactyla) , terdapat di Taiwan dan R.R.Cina Selatan. Panjang tubuh dan kepalanya 50-60 cm, ekor 30-40 cm. Warna sisik coklat kehitam-hitaman, sedangkan kulitnya berwarna putih kelabu.

3. Trenggiling Jawa ditemukan di Semenanjung Malaysia, Burma, Indocina (Vietnam, Laos, Kampuchea) dan pulau-pulau Sumatra, Kalimantan dan Jawa.

7

Trenggiling

Gambar 1.4 Trenggiling Cina (M. Pentadactyla)

Gambar 1.5 Trenggiling Jawa

Panjang kepala dan tubuh spesies ini 50-60 cm, ekor 50-80 cm. Warna sisik kuning sawo sampai coklat kehitam-hitaman dan kulit berwarna agak putih. Ketiga spesies ini berbeda dengan spesies Afrika, antara lain dengan adanya bulu-bulu diantara sisik.

8

4.Trenggiling-pohon-bersisik-kecil (M. tricuspis), terdapat di rimba raya tropis, mulai dari Sierra Leone sampai Afrika tengah. Panjang tubuh sampai kepala 35-45 cm, ekor 40-50 cm. Warna sisik kelabu kecoklat-coklatan sampai coklat tua dan kulitnya berwarna

9

Trenggiling pohon bersisik-kecil (M.

5. Trenggiling-berekor-panjang (M. tetradactyla) yang terdapat di daerah-hutan hujan Afrika lebih panjang dibandingkan dengan trenggiling –pohon-bersisik kecil. Panjang kepala dan tubuh hewan ini 30-35 cm, ekor 60-70 cm. Sisik berwarna coklat tua dengan pinggir kekuning-kuningan, sedangkan kulitnya berwarna coklat tua sampai agak hitam.

10

Trenggiling-berekor-panjang (M.

6. Trenggiling raksasa (M. giganteaTre) juga menghuni hutan-hujan tropis. Panjang tubuh dan kepala hewan ini 75-80 cm, ekor 55-65 cm. Sisik berwarna coklat keabu-abuan dan kulit berwarna agak putih.

7. Trenggiling Temminck (M. temminck) hidupnya di padang belukar Afrika timur, mulai dari Enthiopia sampai propinsi Cape.

11

Trenggiling raksasa (M. Gigantea)

Gambar 1.9 Trenggiling Temminck

BAB II

MORFOLOGI

Penampakan Tubuh

Berdasarkan penampakan fisiknya, Isnaeni mengatakan bahwa trenggiling betina lebih pendek dari trenggiling jantan. Trenggiling memiliki moncong dan hidung yang merupakan daerah sensitif dan aktif. Berdasarkan analisis skeleton dan limbus alveolaris, moncong hidung yang panjang dan lubang mulut yang sempit menandakan bahwa otot pengunyah tidak berkembang dengan baik sehingga makanan yang masuk kedalam mulutnya akan langsung ditelan dan dicerna di dalam lambung. Selain itu, tulang lidahnya (os hyoideus) yang berukuran panjang namun lebih sederhana dibandingkan dengan os hyoideus karnivora lainnya berfungsi untuk membantu menelan atau memasukkan makanan

Hewan ini juga memiliki morfologi tubuh yang unik. Permukaan tubuh bagian dorsal terdapat sisik-sisik yang keras dan diantara sisik tersebut terdapat rambut-rambut yang kasar. Sisik-sisiknya merupakan derivat

12

kulit yang berkembang dari lapisan basal epidermis. Sisik ini hanya tumbuh pada bagian dorsal tubuhnya dan berwarna coklat terang, sedangkan pada bagian ventral tubuhnya tidak terdapat sisik dan hanya terdapat rambut-rambut.

Keunikan Trenggiling

Trenggiling memiliki keunikan pada sistem pencernaannya. Hewan ini memiliki sistem pencernaan yang mirip dengan unggas. Pada rongga mulutnya tidak ditemukan gigi. Gigi geligi tersebut sebenarnya dapat ditemukan pada masa prenatal, kemudian menghilang sesuai dengan perkembangan trenggiling. Nisa’ (2005) menyebutkan bahwa penampakan lambung secara eksterior tidak berbeda dengan lambung mamalia monogastrik pada umumnya, yaitu berbentuk menyerupai kacang mede atau kacang merah. Perbedaan terlihat pada bagian internal lambung yaitu bagian berdinding otot tebal yang mirip gizzard pada sistem pencernaan unggas.

Menurut Farida, lidah pada trenggiling dapat menjulur panjang dan dihubungkan oleh otot-otot yang berkembang subur. Lidah trenggiling berbentuk ramping dan panjang. Lidah ini akan semakin menipis dan menyempit pada bagian apex (Sari 2007). Bentuk tersebut membuat lidah trenggiling menyerupai cacing (vermiform). Lidah yang panjang ini dan bersifat lengket, sehingga memudahkan trenggiling untuk mencari pakan.

13

Gambar 2.1 Trenggiling sedang menjulurkan lidahnya

Pada hewan jantan dan betina terdapat perbedaan, yaitu pada trenggiling jantan memiliki ukuran tubuh yang lebih besar dibandingkan dengan trenggiling betina. Rata-rata panjang tubuhnya adalah 75-150 cm dengan panjang ekor 45-65% dari panjang total tubuhnya. Berat tubuh trenggiling sekitar 2 kg. Memiliki ukuran kepala yang kecil dan mata yang kecil yang dilindungi oleh kelopak mata yang tebal. Kelopak mata ini berfungsi untuk melundungi mata dari gigitan semut. Trenggiling memiliki daun telinga berukuran kecil dan bentuknya seperti bulan sabit, juga memiliki lidah yang dapat menjulur panjang dan dapat dihubungkan oleh oto-otot. Lidah ini bentuknya ramping dan panjang. Bentuk dari lidahnya akan semakin menipis dan menyempit pada bagian apex, hal ini membuat lidahtrenggiling menyerupai cacing dan bersifat lengket, sehingga memudahkan trenggiling untuk mencari makan.

Menurut tipenya trenggiling memiliki 12-16 ruas tulang punggung, 5-6 ruas tulang pinggang, 2-4 ruas tulang kelangkang dan 21-47 ruas tulangh ekor. Trenggiling berekor panjang mempunyai ruas tulang belakang yang paling banyak (46-47) dari semua

14

binatang menyusui. Juga tonjolan berupa pedang tulang dada pada trenggiling malaysia, trenggiling cina. Pada trenggiling pohon bersisik kecil dan trenggiling berekor panjang tonjolan berbentuk pedang ini bermuara pada dua bagian bertulang rawan dan yang pada ujungnya tumbuh menjadi satu, kemudian pada kedua sisinya terdapat tonjolan bertulang rawan yang menjulur ke depan. Bentuk penyesuaian ini ada kaitan dengan lidahnya yang sangat panjang. Trenggiling tidak mempunyai tulang selangka. Kaki belakang yang bentuknya seperti tiang dengan sol yang besar berperan penting dalam gerakan hewan ini. Sering berjalan dengan sikap agak tegak dengan kaki depan hampir tak menyentuh tanah. Ekor yang diulurkan sedikit ke atas tanah bekerja sebgai alat keseimbangan. Bila hewan ini mengalami iklim yang buruk bagian depan tubuh yang diangkat, kaki belakang dan ekor dipakai untuk duduk di atasnya. Semua trenggiling mampu menggulung seperti bola.

Tubuh trenggiling ditunjang oleh empat kaki yang pendek yang tiap-tiap kaki dilengkapi lima jari dan kuku cakar yang panjang dan melengkung. Kuku cakar pada kaki depan biasanya lebih panjang berperan ketika trenggiling menggali lubang semut atau rayap.

Trenggiling memiliki kemampuan yang baik dalam memanjat dan menggali. Aktivitas ini melibatkan skeleton tungkai dan otot-ototnya. Sejauh ini penelitian mengenai skelet tungkai sudah dilakukan oleh, namun penelitian mengenai otot-otot daerah tungkai trenggiling pada daerah bahu dan lengan atas. Oleh karena itu, penelitian mengenai anatomi otot daerah panggul dan

15

paha trenggiling penting dilakukan untuk dapat menjelaskan kaitan antara struktur otot tersebut dengan fungsinya.

Alat gerak TrenggilingPada umumnya alat gerak dibentuk oleh dua

unsur, yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Bagian dari alat gerak pasif dibentuk oleh tulang, tulang rawan, ligamentum dan tendo. Tulang dan tulang rawan membentuk kerangka yang berfungsi untuk memberi bentuk tubuh, melindungi organ-organ tubuh serta menjadi tempat bertautnya otot-otot rangka. Ligamentum adalah suatu jaringan berbentuk pita yang tersusun atas serabut-serabut jaringan ikat yang liat. Jaringan ikat yang kenyal dan fleksibel ini berfungsi mengikat tulang satu dengan tulang lain. Sedangkan tendo merupakan jaringan yang menghubungkan otot dengan tulang, baik di bagian origo maupun di bagian insersio.

Sundawa mengatakanbahwa otot merupakan alat gerak aktif karena mempunyai fungsi kontraksi dan relaksasi. Berdasarkan morfologinya otot tubuh dibagi tiga tipe, yaitu otot rangka atau otot lurik, otot jantung dan otot polos. Otot rangka termasuk otot bergaris melintang yang diinervasi oleh syaraf somatomototris. Otot rangka bekerja secara sadar dan berfungsi sebagai alat lokomosi pada saat bergerak. Otot rangka disusun dari serabut-serabut otot yang disatukan oleh endomesium membentuk fasikulus dan dibungkus oleh perimisium. Gabungan fasikulus membentuk otot dan dibungkus oleh epimisium. Serabut otot tersusun atas miofibril-miofibril yang terdiri dari filamen-filamen.

16

Filamen tebal tersusun oleh miosin, sedangkan filamen tipis tersusun oleh aktin, tropomiosin dan troponin. Dalam fungsinya sebagai alat gerak, otot bekerja dengan cara berkontraksi dan berelaksasi sebagai proses untuk bergerak. Pada saat otot berkontraksi, filamen miosin dan aktin akan saling berdekatan sedangkan pada saat relaksasi akan berjauhan.

Pada saat membuang galian tanah, dibutuhkan fleksibilitas persendian lutut. Hal ini ditunjang oleh struktur m. biceps femoris, m. semitendinosus dan m. semimembranosus yang relatif tebal dan lebih panjang dengan insersio yang lebih ke distal pada os tibiae. Dengan struktur seperti ini, gerakan fleksio dan ekstensio persendian lutut dapat dilakukan secara maksimal. Gerakan fleksio persendian lutut juga didukung oleh m. gracilis dan m. abductor pada saat berkontraksi. Musculus biceps femoris pada trenggiling jawa memiliki kemiripan dengan pada landak jawa yaitu memiliki dua caput dengan ukuran yang tebal yaitu caput ischii dan caput sacrale. Musculus biceps femoris caput ischi merupakan otot yang berfungsi sebagai fleksor persendian lutut sedangkan m. biceps femoris caput sacrale merupakan otot ekstensor persendian paha yang sangat kuat karena ukurannya yang lebar dan tebal. Origo otot ini sama dengan origo m. semitendosus yang mencapai processus spinosus ossa vertebrae sacrale dan ossa vertebrae caudalis I-III. Kondisi tersebut diduga terkait sistem pertahanan trenggiling saat tubuh menggulung maka daerah panggul akan sangat kuat menggulung sehingga sulit dilepaskan.

17

BAB III

PERILAKU TRENGGILING

Perilaku hewan ini juga tergolong unik saat mencari makan. Trenggiling merupakan hewan plantigradi, yaitu hewan yang cara berjalannya dengan suluruh tapak kakinya diatas tanah, padahal seluruh kakinya dilengkapi oleh kuku-kuku yang panjang, namun ini tidak menghalangi trenggiling ketika bergerak. Kuku-kukunya akan dilipat ke dalam dan bertumpu pada bagian luar dari telapak kakinya.

Nilai Ekonomi

Trenggiling memiliki nilai yang cukup baik ditingkat ekologi, ekonomi maupun sosial budaya. Secara ekologi, trenggiling merupakan satwa yang bermanfaat dalam upaya penggemburan tanah. Hal ini dikarenakan dalam mendapatkan mangsanya tak jarang trenggiling menggali tanah atau membuat lubang di dalam tanah. Tanah yang sering tergali dan tertimbun kembali oleh cakaran trenggiling lama-kelamaan dapat menjadi lebih gembur karena di dalam tanah terjadi siklus oksigen yang baik bantuan dari aktivitas makan trenggiling. Trenggiling dapat menggali tanah untuk membuat sarang atau mencari makan dengan kedalaman 3,5 meter. Selain membantu menyuburkan dan menggemburkan tanah di dalam hutan, di Riau, trenggiling juga merupakan satwa pemangsa serangga perusak pohon seperti semut dan binatang halus lain yang sering menggerogoti pepohonan hingga mengalami

18

pengeroposan. Keberadaan trenggiling ini yang secara tidak langsung dapat menjaga kelangsungan regenerasi ratusan jenis pepohonan yang ada di hutan Riau.

Secara ekonomi, trenggiling termasuk sumberdaya alam hewani yang memiliki nilai jual tinggi dipasaran internasional. Hal ini dikarenakan manfaat secara sosial dan budaya yang diberikan trenggiling seperti penyediaan protein hewani, kebutuhan sebagai obat tradisional, dan kepentingan permintaan lain seperti tonics di beberapa Negara. Permintaan terhadap satwaliar cenderung meningkat sehingga mendorong harga daging trenggiling per kilogram di pasar Internasional mencapai USD 600. Harga satu ekor trenggiling di tingkat Internasional dapat mencapai puluhan juta atau seekor trenggiling hidup dijual seharga USD 2 per Kg. Di Indonesia, terutama di daerah-daerah yang memiliki daya ekonomi lemah, trenggiling malah dijual dengan harga yang cukup murah dari tangan pengumpul dan pemburu trenggiling lokal. Di wilayah Kalimantan Selatan dan Tengah trenggiling dihargai sekitar Rp 50.000,- per ekor. Sedangkan untuk trenggiling yang sudah dikuliti dapat dijual dengan harga tinggi, sekitar Rp 200.000,- sampai Rp 400.000,-.\

Pertahanan Diri

Keunikan yang dimiliki oleh trenggiling selain hal-hal diatas adalah upaya pertahanan diri dari predatornya. Trenggiling merupakan satwa yang menjadi mangsa beberapa jenis karnivora besar di habitat aslinya.

19

Oleh karena itu trenggiling membuat mekanisme pertahanan diri dengan cara menggulungkan tubuhnya jika terancam.

Gambar 3.1 trenggiling yang menggulungkan tubuhnya

Untuk melakukan gerakan berpindah tempat seperti berjalan dan berlari maka dibutuhkan sepasang kaki depan dan kaki belakang. Umumnya alat gerak tubuh dibentuk oleh dua unsur, yaitu alat gerak pasif dan alat gerak aktif. Tulang merupakan alat gerak pasif yang terbagi menjadi tulang, tulang rawan, ligamentum dan tendo. Tulang dan tulang rawan membentuk kerangka yang fungsinya untuk memberi bentuk pada tubuh, melindungi organ-organ tubuh yang lunak, dan tempat melekatnya otot-otot kerangka. Sedangkan tendo merupakan jaringan yang menghubungkan otot dengan tulang.

Otot merupakan alat gerak aktif, ketika otot-otot berkontraksi, otot akan menarik tulang yang

20

menyebabkan terjadinya gerakan. Alat gerak hewan dijalankan oleh tulang-tulang apendikular, yaitu tulang-tulang anggota gerak tubuh yang terdiri atas tulang pembentuk kaki depan dan kaki belakang. Kaki depan dan kaki belakang memiliki perbedaan yaitu kaki belakang memiliki persendian antar tulang dengan tubuh sedangkan kaki depan dihubungkan oleh otot-otot tubuh. Perbedaan ini dikarenakan fungsi dari kaki depan sebagai penunjang atau penahan berat tubuh.

Gambar 3.2 Trenggiling yang berenang

Kekuatan Trenggiling

Trenggiling yang hidup di tanah karena kekuatannya yang luar biasa mampu membongkar gundukan rayap yang paling keras. Serangga dijilat dengan lidahnya yang secara teratur dibasahi oleh cairan kelenjar ludah. Lambung bekerja sebagai alat pengunyah. Karena hewan ini tidak bergigi, semut dan rayap sampai di lambung secara utuh kemudian

21

dihaluskan disana. Untuk itu, lambung tidak dilapisi selaput lendir melainkan epitel pipih berlapis zat tanduk. Trenggiling pohon bersisik kecil dapat memakan serangga sampai 200 gram satu malam. Treenggiling raksasa dapat melahap lebih banyak lagi. Karena tidak hanya memakan serangga dari gundukan rayap, maka ia juga memakan berbagai jenis semut dan rayap yang lalu-lalang pada malam hari. Apabila makanan di darat sulit dicari, maka trenggiling akan beranjak ke perairan terdekat untuk mencari makan di air. Ia mampu bertahan selama 6 menit di dalam air. Dengan struktur kakinya yang kecil dan berat sisiknya, trenggiling mampu masuk ke dalam air dan berenang.

Trenggiling merupakan satwa yang menjadi mangsa beberapa jenis karnivora besar di habitat aslinya. Oleh karena itu trenggiling membuat mekanisme pertahanan diri dengan cara menggulungkan tubuhnya jika terancam. Sisik keratin kokoh ikut membantu pertahanan diri trenggiling. Beberapa spesies trenggiling memiliki 7 kelenjar perianal yang menghasilkan sekreta berbau tajam. Sekreta ini berbau menyerupai urin menyengat dan biasa digunakan untuk menandai teritori trenggiling.

Perubahan aktivitas trenggiling di penangkaran dapat diartikan sebagai akibat dari perubahan cara pemberian dan perolehan pakan. Di alam, trenggiling dapat menghabiskan waktunya terutama pada malam hari dengan aktivitas mencari mangsa di lubang-lubang pohon, di bawah akar, atau di batang pohon rubuh yang sudah lapuk untuk menemukan semut dan rayap. Sedangkan di penangkaran, pakan trenggiling disediakan

22

dan umumnya dilakukan oleh penangkar pada siang hari, sehingga secara brrtahap dalam proses adaptasinya dapat memungkinkan terjadinya perubahan pola aktivitas hariannya tersebut.

23

BAB IV

SARANG TRENGGILING

Gambar 4.1 Contoh salah satu sarang trenggiling

Trenggiling membuat sarang umunnya di tanah dengan menggali dan berbentuk terowongan. Panjang galian sampai tempat duduk trenggiling di dalam tarnh dapat mencapai 8 meter. Penggalian yang dilakukan pada salah satu sarang trenggiling menunjukkan bahwa jalur menuju sarang Uerisfiratet oleh fengrgilirg lidak secara garis lurus tetapi memiliki percabangan ke kiri dan kanan berliku-liku yang keduanya berujung pada lubang duduk. Hal ini dimungkinkan merupakan strategi trenggiling untuk mengetabui mangsa apabila terdesak. Beberapa sarang yang ditemukan yaitu di dalam tanah pada lubang pohon mali dan rongga dibawah pohon mati dan dibawah batu. Sarang-sarang tersebut memiliki diameter lubang berkisar 20-40 cm, kedalarnan mencapai 1 crn dan merniliki rongga yang cukup besar di bagian dalam- Strandar ukuran sarang trenggiling adalah ukuran

24

kepala dan sarang sesuai tonaiii atau struktur tanah- biasanya trenggiling dapat menggali tanah unfuk membuat sarang atau mencari makan dengan kedalaman 3,5 meter. Disamping itu menurut pemburu, trenggiling juga ditemukan pada pelepah aren dan dipercabangan pohon hidup. Umumnya sarang di dalam tanah ditemukan pada topografi berbukit atau miring. Menurut penangkap fenggiling tidak selalu membuat sarang tetapi sering kali menempati sarang satwa lainnya seperti yang ditempati lardak dan sigung. Trenggiling termasuk satwa nocturnal yakni aktif mencari makan pada malam hari. Umumnya ditemukan hidup soliter (sendiri). meskipun kadangkala diternukan hidup berpasangan. Sebagai satwa yang aktif pada malarn hari. maka trenggiling biasanya tidur sepanjang hari dalam lubang-lubang yang dibuat sendiri di tanah atau pada cabang dan batang pohon, dan pada malam hari mdai kduar dari lubangnya unhrk mencari mangsa berupa semut atau rayap.

Diwaktu siang Trenggiling bersembunyi di lubang sarangnya. Diantaranya ada yang tinggal diatas dahan pohon. Binatang ini suka bersarang pada lubang-lubang yang berada dibagian akar-akar pohon besar atau membuat lubang di dalam tanah yang digali dengan menggunakan cakar kakinya. Atau ia menempati lubang-lubang bekas hunian binatang lainnya. Pintu masuk kelubang sarang selalu ditutupnya.

25

BAB V

REPRODUKSI TRENGGILING

Trenggiling memiliki sepasang puting. Trenggiling berekor panjang dan trenggiling pohon bersisik kecil hidup sendiri-sendiri. Jantan dan betina hanya bertemu pada musim kawin. Pada tipe-tipe yang hidup di Asia nampak tinggal berpasangan di lubang atau goa bawah tanah. Dulu trenggiling dikelompokan sebagai Edentata bersama kus-kus, pemakan-pemakan semut lain, dan armadilo, tetapi sekarang dianggap sebagai ordo tersendiri, yakni pholidota.

Trenggiling memiliki struktur anatomi untuk reproduksi yang tidak berbeda dengan mamalia lainnya dan memiliki kelenjar susu sebanyak dua pasang. Trenggiling diperkirakan berkembangbiak pada musim gugur atau kemarau dan melahirkan dimusim hujan dan semi. Jumlah anak yang dilahirkan umumnya satu ekor dan lama kebuntingan rata-rata sekitar empat bulan. Masa sapih anak trenggiling sekitar tiga bulan dan kematangan seksual dicapai pada saat anak berumur satu tahun. Induk trenggiling diperkirakan dapat bereproduksi sepanajang tahun. Tidak banyak informasi yang dapat disampaikan mengenai reproduksi ini. Ini berhubungan dengan aktivitas makan dan minum pada trenggiling, yaitu defekasi dan urinasi. Defekasi ialah aktivitas membuang metabolisme dalam bentuk padat dan urinasi dilakukan dengan cara membuang metabolisme dalam bentuk cair.

26

Sistem Reproduksi Trenggiling Betina

Menurut Rachmawati organ reproduksi betina tersusun terdiri dari ovarium, tuba uterina, uterus (kornua dan korpus), serviks uteri, vagina dan organ reproduksi eksternal. Masing-masing organ reproduksi tersebut dapat memiliki perbedaan antar spesies mamalia. Adapun bagian-bagian dari organ reproduksi trenggilling betina yaitu ovarium, bursa ovari, tuba uterina, kornua uteri, korpus uteri, serviks uteri, vagina, dan jaringan penggantung.

Gambar 5.1 Organ Kelamin Trenggiling Betina

1. Ovarium

Ovarium merupakan organ penting dalam sistem reproduksi. Organ ini memiliki fungsi eksokrin karena menghasilkan sel telur (ovum) dan juga memiliki fungsi endokrin karena menghasilkan hormon reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Setiap hewan memiliki

27

sepasang ovarium yang letaknya berbeda pada setiap jenisnya, namun pada umumnya, ovarium kanan terletak di caudal ginjal kanan dan ovarium kiri terletak di caudal ginjal kiri

Bentuk ovarium bervariasi bergantung pada jenis hewan dan siklus birahi, tetapi secara umum bentuk ovarium dapat dideskripsikan sesuai dengan jenis kebuntingan pada hewan. Ovarium pada hewan politokosa (menghasilkan banyak keturunan dalam sekali kebuntingan) seperti anjing, kucing dan babi, memiliki beberapa folikel dan korpus luteum sehingga bentuk yang dihasilkan mirip dengan buah anggur dengan berbagai ukuran. Hewan monotokosa (menghasilkan satu keturunan dalam sekali kebuntingan) seperti sapi, memiliki ovarium yang berbentuk oval menyerupai telur.

2. Tuba Uterina

Tuba uterina (tuba Falopi) merupakan saluran tempat terjadinya fertilisasi. Sel telur yang dilepaskan ovarium ditangkap oleh infundibulum dan masuk ke dalam tuba uterina dan digerakkan menuju uterus oleh sel epitel tuba uterina yang bersilia. Tuba uterina memiliki tiga bagian, yaitu infundibulum, ampulla dan isthmus.

Infundibulum adalah bagian dari tuba uterina yang letaknya paling dekat dengan ovarium. Infundibulum berbentuk seperti corong yang memiliki bagian penangkap sel telur yang diovulasikan oleh ovarium yang disebut fimbrae. Fimbrae akan bergabung

28

menjadi stuktur tubular tunggal pada bagian akhir distal infundibulum, sebelum akhirnya bergabung menjadi ampulla.

Ampulla merupakan daerah tempat berlangsungnya fertilisasi. Pada bagian ini terdapat banyak lipatan mukosa. Ampulla kemudian menjadi isthmus yang memiliki lapisan muskular yang lebih tipis dibandingkan dengan ampulla. Selain itu, bagian isthmus memiliki percabangan yang lebih pendek pada lipatan mukosanya.

3. Uterus Uterus terbagi menjadi tiga bagian yaitu tanduk

uterus (kornua uteri), badan uterus (korpus uteri), dan leher uterus (serviks uteri). Terdapat tiga tipe uterus; Tipe dupleks memiliki sepasang korpus, serviks dan kornua uterus, yaitu bagian kanan dan kiri. Tipe bikornua memiliki sepasang kornua di bagian kanan dan kiri dan hanya memiliki satu korpus yang kecil dan serviks. Tipe simpleks memiliki sebuah korpus uteri yang besar dan serviks. Trenggiling Jawa memiliki uterus dengan tipe bikornua.

4. VaginaVagina merupakan saluran reproduksi yang

terletak di dalam rongga pelvis. Organ ini menghubungkan uterus dengan vestibula. Vagina memiliki beberapa fungsi dalam sistem reproduksi, diantaranya adalah sebagai organ kopulatoris. Semen yang dikeluarkan organ kelamin jantan pada saat kopulasi dideposisi di dalam vagina sebelum bergerak menuju sel telur.

29

Mukosa vagina terdiri dari epitel kubus banyak baris. Lapisan submukosa tersusun oleh jaringan ikat longgar yang memiliki sedikit kelenjar. Pada lapisan ini banyak ditemukan jaringan limfoid yang menyebar membentuk noduli. Lapisan submukosa di bagian luar dikelilingi oleh tunika muskularis yang terdiri dari otot polos melingkar di bagian dalam, dan otot polos longitudinal di bagian luar.

5. VestibulaVestibula merupakan bagian tubular antara vulva

dan vagina. Batas antara vestibula dengan vagina ditandai dengan adanya orificium urethralis externa.Di bagian kranial dari orificium tersebut terdapat hymen vestigial yang seringmempengaruhi proses kopulasi. Epitel yang melapisi vestibula adalah epitel kubus banyak baris. Pada hewan ruminansia dan kucing, epitel tersebut dibasahi oleh sekresi mukus dari kelenjar tubuloasinar, yaitu kelenjar vestibula mayor. Kelenjar ini memiliki fungsi yang homolog dengan kelenjar bulbourethralis pada organ kelamin jantan. Lokasi kelenjar ini adalah pada lapisan submukosa di dasar vestibula. Pada saat coitus, kelenjar ini berfungsi membasahi vestibula dan bagian kaudal vagina.

6. Vulva dan Klitoris Vulva dan klitoris merupakan bagian eksternal

dari organ kelamin betina. Vulva terentang dari batas vestibula hingga mencapai eksternal organ kelamin betina. Vulva terdiri dari dua pasang labia, commisura, dan fisura pudenda. Labia tersebut terdiri dari labia mayor dan labia minor. Letak labia mayor lebih lateral

30

dibandingkan dengan labia minor. Setiap jenis hewan memiliki bentuk, ukuran dan ketebalan labia yang berbeda beda.

Klitoris merupakan bentuk analogi dari penis pada hewan jantan yang mengalami rudimentasi pada masa embrional. Lokasi klitoris berada di bagian dasar vestibulum. Klitoris terdiri dari dua krura atau akar, badan klitoris yang mengandung korpus cavernosus, dan kepala klitoris (glans) yang mengandung korpus spongiosum dan fascia klitoriS. Klitoris terdiri dari jaringan erektil yang tertutup oleh epitel kubus banyak baris dan mendapat inervasi dari ujung ujung syaraf sensoris.

Sistem Reproduksi Trenggiling Jantan

Trenggiling memiliki organ reproduksi yang terdiri atas sepasang testes, epididymis dan ductus deferens yang selanjutnya bermuara ke urethra yang terdapat di dalam penis. Sepasang testes ascrotalis (tidak terbungkus oleh scrotum) terletak di subcutanea daerah inguinales. Testis dexter dan sinister memiliki bentuk dan ukuran yang relatif sama. Ukuran rata-rata testis adalah panjang 3.78 ± 0.12 cm, lebar 1.24 ± 0.02 cm, tebal 0.90 ± 0.03 cm, dan bobot 5.64 ± 0.04 g. Epididymis terdiri atas caput, corpus dan cauda, memiliki panjang rata-rata 4.78 ± 0.02 cm, dengan posisi menyilang craniomedial pada corpus testis. Panjang rata-rata ductus deferens 8.98 ± 0.31 cm, sedangkan penis memiliki ukuran rata-rata panjang dan diameter 5.39 ± 1,63 cm dan 0.64 ± 0.03 cm. Ditemukannya testes ascrotalis di subcutanea daerah inguinales merupakan

31

hasil yang menarik dari penelitian ini yang diduga terkait dengan perilaku trenggiling menggulung tubuh.

Gambar 5.2 Organ Kelamin Jantan

Testis tersusun atas tubuli seminiferi yang dipisahkan oleh jaringan interstisial. Dinding tubuli seminiferi disusun oleh membran basal tubuli, sel-sel epitel germinal (spermatogonia, spermatosit dan spermatid) dan sel-sel Sertoli. Epididymis tersusun atas epitel silindris sebaris bersilia yang dikelilingi ole jaringan ikat longgar sedangkan ductus deferens tersusun atas epitel silindris banyak baris semu bersilia yang dikelilingi oleh jaringan ikat longgar dan lapisan otot polos. Penis berukuran kecil, pendek, tidak memiliki glands penis dan bertipe.

1. Testis Testis merupakan organ kelamin primer pada

sistem reproduksi hewan jantan. Pada mamalia umumnya testis berada di luar tubuh dan di bungkus oleh

32

scrotum. Testis berjumlah sepasang, umumnya berbentuk oval dengan ukuran yang bervariasi bergantung spesie. Kambing dan domba memiliki testes berbentuk lonjong, berukuran panjang 0.75-1.15 cm, diameter 0.35-0.68 cm dan bobot 250-300 g. Ukuran testis dexter dan sinister rusa timor pada tahap ranggah keras adalah: panjang ±9.178 cm dan ±9.094 cm, diameter ±4.343 cm dan ±4.238 cm dan bobot ±187.85 g. Ruminansia lainnya yaitu kancil memiliki ukuran testis dengan panjang ±1.233 cm, diameter ±0.820 cm dan bobot ±0.81 g. Pada sapi, perkembangan testes secara pesat terjadi pada umur sembilan bulan dan terdapat korelasi positif antara berat testis dengan jumlah spermatozoa yang diproduksi.

Testis dibungkus oleh tunica albuginea dan tunica vaginalis. Tunica albuginea merupakan jaringan ikat berwarna putih, mengandung serabut fibrosa dan serabut-serabut otot licin yang langsung membungkus testis. Di bagian tengah testis, jaringan ikat ini berhubungan dengan mediastinum testis. Tunica vaginalis merupakan jaringan ikat yang membungkus testis di superfisial tunica albuginea. Fungsi dari testis terbagi menjadi dua, yaitu sebagai kelenjar endokrin yang menghasilkan hormon reproduksi jantan (androgen) yaitu testosteron dan sebagai kelenjar eksokrin yang menghasilkan spermatozoa dalam proses spermatogenesis. Spermatozoa akan membuahi oosit pada hewan betina sewaktu terjadi kopulasi dan fertilisasi. Testis disusun oleh jaringan parenkim yaitu tubuli seminiferi dan dipisahkan oleh jaringan intersisial membentuk lobuli testis. Tubuli seminiferi merupakan saluran-saluran kecil tempat berlangsungnya proses

33

spermatogenesis, dan didalamnya terdapat spermatogonia (germ cells) dan sel sertoli (nurse cells). Jaringan intersisial yang memisahkan tubulus seminiferus terdiri atas sel-sel interstisial, sel Leydig, pembuluh darah dan sel-sel makrofag. Sel Leydig dapat ditemukan sebagai sel-sel tunggal atau berkelompok, dan berfungsi untuk menghasilkan hormon testosteron. Pada bagian mediastinum testis, tubuli bergabung membentuk rete testis dan selanjutnya berhubungan dengan bagian caput epididymidis melalui ductus efferent. Testis digantung oleh funiculus spermaticus yang mengandung unsur-unsur seperti vena, saraf dan arteri dari cavum abdominalis ke dalam scrotum melalui canalis inguinalis.

2. Scrotum Scrotum adalah kulit berkantung yang ukuran,

bentuk dan lokasinya menyesuaikan dengan testis yang berada di dalamnya. Kulit scrotum tipis, lembut dan relatif kurang berambut. Di profundal dari kulit scrotum terdapat tunica dartos yang berkontraksi pada cuaca dingin dan membantu mempertahankan posisi terhadap dinding abdominal. Tunica dartos melintas bidang median antara dua testes dan membantu membentuk septum scrotalis, yang membagi testes menjadi dua bagian, yaitu testis dexter dan sinister. Scrotum pada domba lebih pendek dan tidak mempunyai leher dibandingkan dengan sapi. Scrotum berfungsi sebagai pengatur suhu (thermoregulator) untuk testis dan epididymis.

34

3. Ductus Deferens Ductus deferens menghubungkan cauda

epididymidis dengan urethra di bagian pelvis. Ductus deferens meninggalkan cauda epididymidis kemudian berjalan melalui canalis inguinalis. Selanjutnya sepasang ductus deferens bersatu dan bermuara ke urethra. Pada masing-masing pangkal ductus deferens yang bermuara ke urethra terdapat pembesaran, disebut ampulla dan terletak di atas vesica urinaria. Ampulla dapat mengandung kelenjar yang merupakan komponen pembentuk semen. Lapisan tebal dari otot halus pada dindingnya menyebabkan ductus deferens menjadi sangat kompak, untuk menunjang fungsinya mengangkut spermatozoa dari epididymis menuju ke urethra pada saat ejakulasi.

4.Kelenjar asesoris Kelenjar asesoris organ reproduksi jantan terdiri

dari ampulla, glandula vesicularis, prostata dan glandula bulbourethralis. Namun, tidak semua hewan jantan memiliki semua tipe kelenjar asesoris tersebut. Pada beberapa spesies hewan, kelenjar asesoris ini tidak sama perkembangannya. Kelenjar asesoris pada hewan jantan menghasilkan plasma semen sebagai media transport sperma, menyediakan nutrisi yang baik bagi sperma dan berperan sebagai buffer saat berada di saluran reproduksi betina yang bersifat asam.

Ampulla merupakan pembesaran di pangkal ductus deferens, yang berkembang baik pada kuda, sapi, domba, sedikit berkembang pada anjing, namun tidak ada pada babi. Panjang ampulla pada domba yaitu ±7.0 cm, rusa timor ±7.253 cm dan kancil ±1.733 cm.

35

Ampulla mengandung kelenjar yang bermuara ke dalam ductus deferens dan turut menghasilkan plasma semen. Hasil sekresi ampulla mengandung fruktosa dan asam sitrat, meskipun substansi ini lebih banyak dihasilkan oleh glandula vesicularis.

Glandula vesicularis terletak di sisi lateral dari pangkal ampulla. Saluran dari glandula vesicularis memasuki urethra pada daerah yang sama dengan ductus deferens. Glandula vesicularis terdapat pada hewan domestik kecuali anjing dan kucing. Ukuran glandula vesicularis domba adalah panjang 0.4 cm, lebar 0.2 cm, tinggi 0.15 cm dan bobot 5 g. Glandula vesicularis pada kancil berukuran panjang ±1.800 cm, tebal ±0.573 cm dan bobot ±0.029 g. Adapun glandula vesicularis pada rusa timor berukuran panjang ±4.536 cm. Hasil sekresi kelenjar ini mengandung heksosa, fruktosa dan asam sitrat dengan konsentrasi tinggi yang selanjutnya akan disekresikan ke coliculus seminalis.

Prostata merupakan kelenjar yang tidak berpasangan dan mengelilingi urethra di daerah pelvis. Prostata dapat ditemukan sebagai corpus prostat dan pars diseminata. Corpus prostat merupakan badan kompak yang berada pada bagian dorsal urethra, sedangkan pars diseminata tersebar di dalam dinding urethra. Pada anjing dan kucing, corpus prostat berukuran besar, berbentuk globular dan mengelilingi keseluruhan dinding urethra (anjing) atau sebagian besar dinding urethra (kucing). Kuda hanya memiliki corpus prostat yang berukuran besar dan terdiri atas dua lobus lateral yang dihubungkan oleh istmus. Sapi dan rusa timur memiliki corpus prostaat dan pars diseminata, sedangkan pada kambing dan domba, hanya memiliki

36

pars diseminata. Prostat pada kancil memiliki panjang ±1.733 cm, tebal ±0.653 cm dan bobot ±0.43 g, sedangkan pada rusa timor memiliki corpus prostat dengan panjang ±2.061 cm.

Glandula bulbourethralis yang dikenal dengan kelenjar Cowper, adalah sepasang kelenjar yang terletak di dorsal urethra di cranial dari arcus ischiadicus dan di caudal dari kelenjar asesoris lainnya. Glandula bulbourethralis ditemukan pada semua jenis hewan, kecuali anjing, berukuran sedang pada kuda dan ruminansia, serta berukuran besar pada babi. Kelenjar ini di lapisi oleh kapsula tebal yang turut membentuk septum kelenjar dan banyak mengandung otot polos untuk membantu mengeluarkan sekretanya. Glandula bulbourethralis pada domba berukuran panjang ±0.15 cm, lebar ±0.1 cm, tinggi ±0.1 cm dan bobot ±3 g, sedangkan pada kancil memiliki panjang ± 0.826 cm, tebal ±0.547 cm dan bobot ±0.86 g.

5. Epididymis Epididymis merupakan kumpulan dari ductus

epididymis yang dilapisi oleh jaringan ikat membentuk struktur memanjang yang bertaut rapat dengan testis. Epididymis menghubungkan ductus efferent pada testis dengan ductus deferens (vas deferens). Epididymis mempunyai peranan sebagai jalan spermatozoa dari tubuli seminiferi, penyimpanan sementara spermatozoa, tempat pematangan spermatozoa dan proses pengentalan (konsentrasi) spermatozoa. Pada ujung proksimal testis, caput epididymidis menjadi pipih dan bersambung ke corpus epididymidis. Pada ujung distal testis, corpus membentuk cauda epididymidis. Cauda epididymis

37

merupakan tempat penyimpanan spermatozoa dan mengandung sekitar 75% total spermatozoa epididymis. Secara umum di dalam epididymis ini spermatozoa akan mendapatkan energi dan mengalami perubahan baik morfologi maupun fisiokimia, sehingga sel spermatozoa ini mampu bergerak secara aktif.

6. Penis Penis merupakan alat kopulasi hewan jantan

berfungsi sebagai organ yang menyalurkan plasma semen ke dalam saluran reproduksi betina dan sebagai tempat pengeluaran urin. Penis dibungkus oleh kulit yang disebut preputium. Penis dapat dibagi atas radix penis, corpus penis dan glans penis. Corpus penis terdiri dari corpus cavernosum dan corpus cavernosum urethrae (corpus spongiosum). Ujung penis disebut glans penis.

Terdapat dua tipe penis yaitu tipe fibroelastic dan musculocavernosus. Penis bertipe fibroelastic dimiliki oleh hewan ruminansia dan babi dengan fleksura sigmoidea di bagian corpus penis. Pada saat ereksi fleksura sigmoidea akan meregang akibat relaksasi musculus retractor penis, sehingga penis keluar dari preputium dan sedikit membesar. Walaupun mengalami pembesaran, panjang dan diameternya hampir sama dengan kodisi relaksasi, karena jumlah jaringan erektil relatif sedikit dibandingkan dengan jumlah jaringan pengikat . Tipe muscolocavernosus terdapat pada kuda, manusia dan carnivora. Pada tipe ini tidak memiliki fleksura sigmoidea tapi memiliki corpus cavernosum yang lebih subur dibandingkan dengan tipe penis fibroelastic. Pada saat ereksi terjadi penambahan

38

diameter maupun panjang penis akibat sirkulasi darah arteri meningkat dan sirkulasi darah vena menurun, serta jaringan erektil (jaringan kavernosus) yang jumlahnya relatif lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tunica albugenia dan jaringan pengikat lainnya.

Penis domba berukuran panjang 35 cm dengan glans penis 5-7.5 cm, berdiameter relatif kecil 1.5-2 cm, dan mempunyai penjuluran sepanjang 4-5 cm yang merupakan bagian terminal urethra dan disebut processus urethralis. Penis rusa timor memiliki panjang ±43.75 cm dengan glans penis ±3.5cm. Penis kancil memiliki panjang ±14.233 cm dengan glans penis ±4.433 cm dan diameter 0.40 cm .

39

BAB VI

PERMASALAHAN, ANCAMAN, DAN GANGGUAN TERKINI

Trenggiling termasuk salah satu satwa yang sangat rentan terhadap ancaman kepunahan. Trenggiling merupakan satwa yang mudah diburu karena jika mendapatkan bahaya, ia menggulung tubuhnya seperti bola dan memudahkan para illegal hunter menangkapnya. Selain itu, sebagai satwa pemanjat, perangkap dalam bentuk tempat panjatpun mudah dibuat dan trenggiling dapat dengan mudah terperangkap ditempat itu. Jika di luar habitat aslinya atau di penangkaran, trenggiling sulit beradaptasi. Selain itu, satwa ini juga sulit bereproduksi dan berkembangbiak di penangkaran.

Gambar 6.1 trenggiling yang telah dikuliti

40

Perburuan trenggiling telah dilakukan sejak beberapa dekade tahun yang lalu. Hal ini dapat dikatakan lazim sehingga ekspor trenggiling secara besar-besaran telah bertahun-tahun dilakukan. Perdagangan trenggiling saat ini masih diawasi. Ekspor trenggiling terbesar saat ini dilakukan ke Negara China. Hal ini dikarenakan bahwa di China, trenggiling dimanfaatkan sebagai makanan, obat tradisional maupun obat penguat (tonics). Trenggiling merupakan salah satu jenis satwaliar yang paling sering dan paling banyak disita oleh aparat berwenang terkait dengan penyelundupan dan penjualan illegal. Di Vietnam, pada Maret 2008 yang lalu tertangkap sekitar 24 ton trenggiling beku yang berasal dari Indonesia. Pada bulan Juli 2008 juga ditemukan hasil sitaan polisi Sumatera sebanyak 14 ton pangolin.

Menurut Kompas (2010) Sebanyak 60 trenggiling hasil tangkapan polisi perairan Polda Jambi di perairan Tanjung Jabung Barat pada pekan lalu dilepasliarkan kembali di hutan restorasi Harapan Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi. trenggiling yang dilepasliarkan tersebut sempat dititipkan sementara di Kebun Binatang Taman Rimba Jambi. Puluhan trenggiling yang merupakan hewan langka dan dilindungi undang-undang tersebut akan dilepasliarkan di hutan restorasi di Desa Bungku, Kabupaten Batanghari, yang merupakan hutan dataran rendah di Provinsi Jambi. Pedagang yang membawa 18 ekor trenggiling pada salah satu kapal penumpang dari Mentawai ke Padang tertangkap oleh petugas.

41

BAB VII

KONSERVASI TRENGGILING

Konservasi In-Situ

Sesuai data dan pelaporan hasil penelitian di habitat aslinya, penemuan trenggiling secara umum hanya terbatas pada penemuan jenis. Penemuan dan penelitian mengenai populasi di alam belum banyak dilaporkan secara jelas. Hal ini sebenarnya menyulitkan para peneliti trenggiling untuk melakukan penelitian di habitat alaminya. Data tiga tahun terakhir yang dilakukan oleh LIPI hanya mengenai kuota penetapan perdagangan trenggiling yang diizinkan ekspor tidak lebih dari 10 ekor yang diambil langsung dari alam. Selain itu data lain hanya berisi tentang trafficking. Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya keberadaan populasi di alam dapat dikatakan sangat rendah atau bahkan belum dapat dipastikan secara langsung berapa jumlah aktual saat ini.

Setelah mengetahui data penurunan populasi trenggiling dan ketersediaannya di alam hendaknya pengelolaan dapat diarahkan dalam bentuk pengelolaan populasi trenggiling dan habitatnya di alam, baik dalam kawasan Cagar Alam, Suaka Margasatwa, maupun di kawasan-kawasan pelestarian alam seperti Taman Nasional. Namun upaya itu belum terlihat karena belum ada kawasan tertentu baik di Taman Nasional, Cagar Alam maupun Suaka Margasatwa yang benar-benar fokus pada trenggiling dan permasalahannya. Biasanya hanya ditemukan daftar jenis satwaliar secara umum dan

42

bentuk-bentuk pengelolaan habitat yang umum di alam. Penanggulangan masalah trenggiling secara in-situ sebenarnya dapat dengan mudah dilaksanakan jika seluruh stakeholder yang terkait dapat sepemahaman dan komitmen dalam mengelola populasinya. Pengawasan sangat diperlukan dalam hal ini. bukan hanya pengawasan terhadap bio-ekologi satwa yang dikelola, tetapi juga pengawasan terhadap sosio-ekonomi masyarakat di sekitar kawasan konservasi in-situ.

Konservasi Ex-Situ

Penangkaran dinas Kehutanan adalah suatu usaha atau kegiatan mengembangbiakkan jenis-jenis satwa liar yang bertujuan untuk memperbanyak populasinya dengan tetap mempertahankan kemurnian genetiknya di luar habitat alaminya. Usaha penangkaran trenggiling diketahui belum banyak dilaporkan. Hal ini menjadikan banyaknya kesulitan ditemukan dalam perolehan data dan informasi mengenai satwa ini di penangkaran. Trenggiling diketahui merupakan satwa yang sulit beradaptasi dengan lingkungan diluar habitat aslinya sehingga sulit pula melakukan perkembangbiakan (breeding) di penangkaran. Namun ada yang menyebutkan bahwa trenggiling dapat bertahan hidup dengan kuat dan sangat keras. Spesies Manis crassicaudata dilaporkan dapat hidup di penangkaran selama hampir 20 tahun.

Berdasarkan informasi dan penelitian terbatas, diketahui bahwa beberapa orang telah melakukan kegiatan konservasi untuk satwa ini dalam bentuk penangkaran. Penangkaran ini dilakukan dengan tujuan

43

untuk melindungi satwa ini dari kegiatan perdagangan liar satwa langka, terlebih lagi ada kebiasaan masyarakat Sibolga yang gemar memburu trenggiling dengan menggunakan jerat berpaku. Penggunaan alat tangkap ini tidak sesuai karena dapat melukai satwa. Dengan kondisi yang luka maka trenggiling yang telah ditangkap akan memiliki nilai jual yang jauh lebih rendah. Untuk itu muncullah ide untuk membeli seluruh trenggiling yang ada pada warga untuk ditangani atau diselamatkan (rescue) dan ditangkarkan sekaligus sebagai sarana penyadar-tahuan kepada masyarakat agar tidak lagi menangkap trenggiling di alam karena populasinya sudah mulai terbatas. Untuk kasus yang sama dengan Spesies Manis crassicaudata.

Berhasil atau tidaknya suatu kegiatan konservasi ex-situ bergantung pada teknik pemeliharaannya. Menurut Bismark, teknik pemeliharaan trenggiling menggunakan sistem kandang semi permanen (semi alami) dengan lantai tetap terbuat dari tanah dan atap kandang terbuat dari rumbia. Meskipun demikian, sanitasi yang baik tetap diperhatikan. Jenis pakan yang diberikan adalah kroto dan berbagai buah-buahan penarik semut. Aktivitas harian trenggiling di Habitat Insitu dan Eksitu. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, dalam kandang hampir tidak jauh berbeda dengan kondisi dan aktivitasnya di habitat asli trenggiling.

Kebijakan Konservasi Sama seperti perlindungan terhadap sumber daya

alam lainnya terutama satwa liar, perlindungan terhadap trenggiling juga termasuk dalam peraturan perundangan

44

yang ada di Indonesia. UU No.5 tahun 1990 yang mengatur tentang Konservasi Keanekaragaman Hayati dan Ekosistemnya dibentuk dengan tujuan untuk melindungi satwa liar dan tumbuhan beserta habitatnya. Melindungi berarti melakukan kegiatan pengelolaan. Untuk selanjutnya kegiatan pengelolaan dilakukan dengan berbagai peraturan lainnya yang tertuang dalam beberapa bentuk keputusan Menteri dan Kebijakan pemerintah setempat.

Kemudian Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 1999 berhasil dibuat dengan harapan dapat mengatur kegiatan pengawetan tumbuhan dan satwaliar. Pada peraturan perundangan ini, daftar jenis margasatwa yang dilindungi beserta konservasinya dilampirkan. Hingga sampai pada saat Indonesia ikut meratifikasi konvensi CITES dengan menjadi anggota di dalam CITES. Aksi ini sebenarnya telah menunjukkan bahwa sebenarnya dari segi peraturan perundangan telah banyak dilakukan upaya konservasi satwaliar. Dengan bantuan CITES, Indonesia dapat mengontrol perdagangan satwaliar dan tumbuhan, khususnya trenggiling.

Pada PP No. 7 tahun 1999 tentang Pengawetan jenis tumbuhan dan satwaliar, trenggiling termasuk pada status satwa dilindungi. Di dalam CITES, pada lampirannya, trenggiling termasuk dalam Appendix II sejak 1 Juli 1975 yang mengandung pengertian bahwa satwa ini dilarang diperdagangkan. Di Indonesia, perdagangan ini diatur oleh Management Authority (PHKA) dan Scientific Authority yang dipegang oleh LIPI. Seluruh perizinan untuk kegiatan perdagangan dan kuotanya diatur oleh kedua lembaga otoritas tersebut.

45

Namun demikian, izin yang berlaku hanya untuk keturunan kedua (F2) dan seterusnya dari trenggiling.

Pada IUCN tahun 2010, trenggiling termasuk dalam status Endangered (EN ver 3.1) yang berarti terancam punah dimasa yang akan datang. Hal ini dikarenakan kondisi populasi trenggiling di alam dari waktu ke waktu semakin menurun. Status trenggiling di IUCN semakin meningkat menuju kelangkaan setelah sebelumnya trenggiling menempati status sebagai satwa yang lower risk atau beresiko rendah (Near Threatened) di tahun 1996. Berbeda dengan di Indonesia, dibeberapa Negara lain seperti India, Nepal, Sri Lanka, dan USA, status trenggiling dalam CITES sudah berada pada Appendix I.

Pengembangan Kegiatan Konservasi

Kegiatan pengembangan kegiatan konservasi meliputi upaya-upaya pembinaan populasi trenggiling baik di alam maupun secara ex-situ. Upaya ini tidak dapat dilakukan oleh salah satu pihak saja. Pengembangan melibatkan seluruh stakeholder yang terkait. Oleh sebab itu diperlukan suatu pemahaman dan pegangan yang sama terhadap kegiatan konservasi. Pemahaman tersebut dapat berupa penyadar-tahuan akan kondisi populasi trenggiling di alam yang mendorong perubahan sikap agar tidak lagi melakukan penangkapan trenggiling di habitat aslinya dan mengupayakan terbangunnya suatu kegiatan penangkaran yang dapat memenuhi kebutuhan trenggiling secara lokal dan internasional.

46

Banyak pemahaman yang telah dilakukan, pembuatan nota kesepakatan atas perdagangan trenggiling dapat menjadi salah satu upaya pengembangan kegiatan konservasi satwa ini. Namun tetap saja terjadi banyak penyimpangan-penyimpangan yang berakibat pada terhambatnya pengembangan kegiatan konservasi trenggiling. Setiap Negara yang tergabung dalam CITES seharusnya menerapkan dan dan menegakkan peraturan serta sanksi yang ada dalam konvensi yang telah disepakati. Kewajiban menaati setiap kesepakatan dalam konvensi CITES ternyata masih minim. Masih banyak Negara yang tidak memenuhi kewajibannya sebagai Negara anggota CITES untuk mengawasi perdagangan trenggiling. Ditambah lagi, CITES juga belum memiliki legislasi yang kuat untuk menjadikan konvensi ini berlaku secara efektif pada Negara-negara anggotanya. Meskipun demikian, para anggota CITES bersepakat untuk terus mengadakan simposium terkait dengan pengembangan satwaliar di penangkaran, termasuk trenggiling. Rencana pendanaan pun sudah diatur sedemikian rupa agar dapat memenuhi seluruh kebutuhan penangkaran-penangkaran satwaliar.

Berbagai kebijakan konservasi dalam pengelolaan populasi trenggiling di alam dan dipenangkaran telah banyak ditemukan. Hanya saja dalam pelaksanaannya masih berbenturan dengan berbagai kepentingan yang lebih mengedepankan aspek ekonomi dari pemanfaatan trenggiling. Usaha-usaha penangkaran yang ada pun lebih banyak bertujuan untuk kegiatan ekonomi, memenuhi kebutuhan pasar lokal dan internasional terhadap trenggiling.

47

BAB VIII

KEMUNGKINAN PENANGKARAN TRENGGILING

Pengamatan terhadap perilaku dan aktivitas harian trenggiling yang dilakukan di penangkaran menunjukkan bahwa secara teknis, peluang keberhasilan pengembangan penangkaran trenggiling sangat mungkin dilakukan. Setidaknya ada dua alasan, yakni : (1) kemampuan trenggiling dapat beradaptasi dengan lingkungan kandang dan sistem pemeliharaanya di penangkaran atau lingkungan budidaya, terutama dari segi pemeliharaan dan pemberian pakan (jenis pakan dan waktu aktivitas makan), dan (2) kemampuan trenggiling berkembangbiak di penangkaran.

Sebagaimana dikemukakan bahwa secara alami, trenggiling adalah pemakan semut ataupun rayap, sementara di penangkaran ternyata trenggiling dapat beradaptasi dengan perubahan pola menu pakan yang diberikan. Contoh, di penangkaran, pakan diberikan dalam bentuk ransum berupa campuran antara kroto dan dedak, dan trenggiling menunjukkan kemampuan adaptasinya dengna daya konsumsi yang cukup baik. Agak berbeda dengan perlakuan pemberian pakan pada Manis pentadactyla yang dipelihara di penangkaran selama 1,5 tahun, yakni berupa bubuk biji psyllium, dua butir kuning telur mentah, dan 6 sendok makan esbilac, ternyata cukup untuk memenuhi kebutuhan gizi trenggiling selama dua hari.

48

Selain kemampuan adaptasi terhadap perubahan pola menu pakan dan pola aktivitas makan, ternyata trenggiling juga diketahui telah mampu berkembangbiak di penangkaran. Seperti diketahui indikator kunci (key indicator) keberhasilan penangkaran satwa adalah apabila penangkaran itu berhasil membesarkan dan mengembangbiakan satwanya. Sebagai contoh hasil pengamatan di penangkaran juga diketahui bahwa trenggiling yang ditangkarkan ternyata telah mampu berkembangbiak meskipun masih relatif rendah. Dari catatan diketahui bahwa selama ± 4 tahun kegiatan penangkaran, jumlah anak trenggiling yang berhasil lahir sebanyak 14 ekor dari tiga induk yang berbeda. Meskipun keberhasilan reproduksi cukup baik, namun ternyata tingkat kematian trenggiling di penangkaran juga cukup tinggi. Dari jumlah trenggiling yang dipelihara tahun 2007 sebanyak 110 ekor, ternyata karena masih terbatasnya informasi dan penguasaan teknik penangkaran (budidaya) menyebabkan tingkat kematiannya cukup tinggi, sehingga jumlah yang tercatat masih di penangkaran tahun 2009 menjadi 26 ekor, terdiri dari 12 ekor induk masing-masing 3 jantan dan 9 betina, dan 14 ekor anak (F1) terdiri dari 5 jantan dan 9 betina.

Berkenaan dengan kemungkinan upaya penangkaran trenggiling, maka paling tidak ada empat aspek teknis penangkaran (budidaya) yang perlu diperhatikan, yakni (1) perkandangan (habitat buatan), (2) manajemen pakan, (3) perawatan kesehatan dan pengendalian penyakit, dan (4) perkembangbiakan (breeding dan reproduksi).

49