proposal penelitian hukum

27
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA (Identifikasi Indikator-indikator Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan Peraturan Desa di Desa Pulau Betung, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi) HERIJUN FAHLEPI B10011112

Upload: independent

Post on 17-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN

PERATURAN DESA

(Identifikasi Indikator-indikator Partisipasi

Masyarakat dalam Penyusunan Peraturan Desa di Desa

Pulau Betung, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari,

Provinsi Jambi)

HERIJUN FAHLEPIB10011112

UNIVERSITAS JAMBI

2014

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah atas segala rahmat dan

karunia-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan

makalah yang berjudul “PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM

PENYUSUNAN PERATURAN DESA(Identifikasi Indikator-

indikator Partisipasi Masyarakat dalam Penyusunan

Peraturan Desa di Desa Pulau Betung, Kecamatan

Pemayung, Kabupaten Batanghari, Provinsi Jambi).

Dalam proses penyelesaian makalah ini , tentunya

penulis mendapatkan bimbingan, arahan, koreksi dan

saran, untuk itu rasa terima kasih yang dalam-dalamnya

penulis sampaikan”: Dr. Elita Rahmi SH, MH., selaku

dosen mata kuliah “Metode Penulisan Karya Ilmiah”,

Rekan-rekan mahasiwa yang telah banyak memberikan

masukan untuk makalah ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan

dari makalah ini, maka dari itu penulis mengharapkan

kritik dan saran yang konstruktif dari para pembaca

demi kesempurnaan makalah ini.

Jambi, 25 Januari 2014

Herijun Fahlepi

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan MasalahC. Tujuan dan Manfaat PenelitianD. Metode Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian MasyarakatB. Pengertian Partisipasi MasyarakatC. Pengertian Peraturan Desa D. Manfaat Peraturan Desa

E. Jenis-Jenis Peraturan DesaF. Manfaat Peraturan Desa

BAB III PEMBAHASAN

A. Mekanisme Partisipasi Masyarakat DalamPembentukan Peratruan Desa.

B. Upaya Peningkatan Partisipasi MasyarakatC. Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam PenyusunanPeraturan Desa

BAB IV KESIMPULAN DAN SARANA. KesimpulanB. Saran

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam konteks sistem pemerintahan Negara Republik

Indonesia yang membagi daerah Indonesia atas daerah-

daerah besar dan daerah kecil, dengan bentuk dan

susunan tingkatan pemerintahan terendah adalah desa

atau kelurahan.Dalam konteks ini, pemerintahan desa

adalah merupakan sub sistem dari sistem penyelenggaraan

pemerintahan nasional yang langsung berada di bawah

pemerintah kabupaten.

Desa adalah desa dan desa adat atau yang disebut

dengan nama lain, selanjutnya disebut Desa, adalah

kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah

yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan

pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat

berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul,

dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati

dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik

Indonesia1. Penyelenggaraan pemerintahan desa harus

menghormati sistem nilai yang berlaku pada masyarakat

setempat termasuk dalam pembangunan desa dengan

mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara. Sistem nilai tersebut harus

terakomodasi dalam bentuk peraturan desa atau produk

hukum desa lainya sebagai sebuah prinsip dasar dan

pedoman bagi pemerintah desa untuk menjalankan urusan

dan kewenangan desa.

Partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan

pembangunan (desa) merupakan salah satu syarat mutlak

dalam era kebebasan dan keterbukaan ini. Pengabaian

terhadap faktor ini, telah menyebabkan terjadinya

deviasi yang cukup signifikan terhadap tujuan

pembangunan itu sendiri yaitu keseluruhan upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakat. 

1 Pasal 1Ayat 1 UU No 6 Tahun 2014 tentang Desa

Partisipasi masyarakat dalam pembangunan sering

hanya dipandang sebagai suatu pendekatan dan bukan

sebagai tujuan. Sebagai pendekatan maka partisipasi

masyarakat hanya dijadikan sarana untuk mencapai tujuan

tertentu, sehingga studi-studi yang dilakukan acapkali

berputar-putar disekitar bagaimana menumbuhkan dan

melaksanakan partisipasi tersebut daripada studi

mengenai bagaimana menganalisis partisipasi masyarakat itu

sendiri, yaitu dengan cara melihat atau menelaah

partisipasi masyarakat sebagai tujuannya sendiri.

Sehubungan dengan hal tersebut, dalam Pasal 96

UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan dan Pasal 7 ayat (1) Peraturan

Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 tentang

Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan

Desa telah memberikan kesempatan kepada masyarakat

untuk ikut serta dalam proses pembentukan suatau

peraturan perundang-undangan termasuk peraturan

desa.

Atas dasar latar belakang diatas maka penulis

tertarik untuk melaksanakan penelitian dalam bentuk

tulisan makalah dengan judul: PARTISIPASI

MASYARAKAT DALAM PENYUSUNAN PERATURAN DESA(Identifikasi Indikator-indikator Partisipasi

Masyarakat dalam Penyusunan Peraturan Desa di Desa

Pulau Betung, Kecamatan Pemayung, Kabupaten Batanghari,

Provinsi Jambi).

B. Perumusan Masalah

Dari uraian latar belakang masalah diatas,

permasalahan yang akan dikaji lebih lanjut adalah:

1. Apa saja bentuk-bentuk partisipasi masyarakat

dalam program pembangunan di bidang hukum,

khususnya dalam penyusunan peraturan-

peraturan desa?

2. Apa saja upaya-upaya yang dapat dilakukan

dalam melakukan peningkatan partisipasi

masyarakat dalam penyusunan peraturan-

peraturan desa?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

a. Tujuan Penelitian

1. Untuk Mengetahui apa saja bentuk-bentuk

partisipasi masyarakat dalam program

pembangunan di bidang hukum, khususnya dalam

penyusunan peraturan-peraturan desa.

2. Untuk mengetahui apa saja upaya-upaya yang

dapat dilakukan dalam melakukan peningkatan

partisipasi masyarakat dalam penyusunan

peraturan-peraturan desa.

b. Manfaat Penelitian

1. Untuk menambah literature dalam memperluas

pengetahuan hukum kepada masyarakat.

2. Untuk memberikan kontribusi pengatahuan bagi

seluruh masyarakat dibidang ilmu hukum,

khususnya tentang kehadiran lembaga-lembaga

pemerintahan Desa.

3. Untuk memberikan pengetahuan tentang

pelaksanaan penyusunan peraturan desa.

Khususnya bagi seluruh masyarakat Desa Pulau

Betung.

D. Metode Penelitian

Untuk memudahkan membahas setiap permasalahan

dalam penulisan ini maka perlu dilakukan

penelitian. Dalam penulisan ini penulis menggunakan

metode sebagai berikut :

a. Jenis Penelitian

Sesuai dengan judul yang telah dibuat

maka penelitian ini adalah penelitian

sosiologis atau penelitian empiris.

Penelitian Non Doctrinal yaitu berupa studi-

studi empiris untuk menemukan masalah dan

penyelesaiannya mengenai proses terjadinya

dan mengenai proses bekerjanya hukum didalam

masyarakat/Socio Legal Research Yaitu

menganalisa tentang partisipasi masyarakat

akan penyusunan peraturan daerah.

b. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Pulau

Betung Kecamatan Pemayung Kabupaten

Batanghari Provinsi Jambi.

c. Sumber Data

Guna memudahkan penelitian, maka diambil

data dari :

o Data primer merupakan bahan penelitian

yang berupa fakta-fakta empiris yang

dikumpulkan peneliti langsung dari

sumber data. Data primer diperoleh

secara langsung dari lokasi penelitian

yaitu dengan cara wawancara langsung

dan observasi atau pengamatan secara

langsung dilapangan.

o Data sekunder merupakan bahan hukum

dalam penelitian yang di ambil dari

studi kepustakaan yang terdiri dari

bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan non hukum. Data

sekunder diperoleh dengan studi

dokumentasi dan penelusuran literatur

yang berkaitan dengan Peraturan Daerah

dan Peraturan Desa khususnya. Dari

sumber data sekunder yaitu terdiri dari

:

Bahan hukum primer adalah bahan

hukum yang bersifat autoritatif

artinya memiliki suatu autoritas

mutlak dan mengikat. Berupa

ketentuan hukum yang mengikat

seperti, peraturan perundang-

undangan, catatan resmi dan lain-

lain yang berkaitan dengan peraturan

desa.

Bahan hukum sekunder adalah bahan

hukum yang memberikan penjelasan

terhadap/ mengenai bahan hukum

primer. Seperti doktrin, jurnal,

karya ilmiah dibidang peraturan

daerah khususnya peraturan desa.

Bahan hukum tersier ( non hukum)

adalah bahan hukum yang relevan

seperti kamus hukum, ensiklopedia

dan kamus hukum lain yang masih

relevan.

d. Tehnik Pengumpulan Data

Di dalam jenis penelitian secara studi

survey, maka teknik pengumpulan data guna

memudahkan memecahkan rumusan masalah

dipakai responden yaitu bagian dari

populasi, ialah orang-orang yang terlibat

langsung dalam peristiwa atau kejadian yang

sedang diteliti, dia akan memberikan

keterangan jawaban spontan dan bersifat

subjektif.

e. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Pengolahan Data

Didalam penelitian studi kasus, data

diolah dengan beberapa tahapan yaitu :

Editing Data, atau pemeriksaan

data yaitu proses mengoreksi data

yang terkumpul apakah sudah cukup

lengkap, sudah benar dan sudah

sesuai dengan masalah.

Coding, atau penandaan data yaitu

proses memberi catatan atau tanda

sehingga dapat menyatakan jenis

data, sumbernya atau sesuai dengan

kebutuhan peneliti.

Tabulating, pada tahap ini data

dapat dianggap telah selesai

diproses dan data yang ada siap

untuk berbicara.

2. Analisa Data

Metode analisa data didalam survey

dilakukan dengan cara analisa

kuantitatif, yaitu suatu teknik analisa

data dengan menafsirkan data yang

diperoleh sesuai dengan yang

direncanakan dalam penelitian, sehingga

pada akhirnya akan memperoleh simpulan

penelitian secara deduktif yaitu

menarik kesimpulan dari hal yang

bersifat umum menjadikan hal yang

bersifat khusus.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Masyarakat

Terminologi masyarakat yang sering dipergunakan

umum mencakup tiga komponen, yaitu : (1) kelompok

individu yang hidup dalam satu wilayah tertentu, (2)

adanya hubungan antar individu di luar rumah tangga

yang bersifat hubungan sosial dan saling membantu,

serta (3) adanya kesamaan norma dan nilai sehingga

menimbulkan rasa solidaritas dan kegiatan bersama

(Greenblat, 1981). Batasan itu menonjolkan lokalitas

bersama, dan jaringan hubungan antara anggota

masyarakat, tetapi tidak menunjukkan adanya dinamika

dari suatu masyarakat, padahal masyarakat itu selalu

berkembang walaupun kecepatan perkembangan tersebut

berbeda antara satu masyarakat dengan masyarakat

lainnya.

Berbagai batasan tersebut tidak menunjukkan adanya

dinamika masyarakat dan perbedaan peran tiap anggota

masyarakat. Pandangan para ahli yang terlibat dalam

pengembangan masyarakat, menambah batasan tersebut

dengan indikator adanya kemampuan para anggotanya dalam

mengorganisasikan kelompok mereka sedemikian rupa,

sehingga kelompok tersebut mampu menanggulangi setiap

perubahan dan situasi yang meengancam kebersamaan dan

stabilitas mereka. Pengorganisasian tersebut

menimbulkan stratifikasi dari anggota masyarakat

sehingga terjadi suatu pola hubungan tertentu antar

anggotanya yang mencegah terjadinya pertentangan antara

satu individu dengan individu lainnya dalam upayanya

mencapai tujuan bersama (Clelland, 1974; Greenblat,

1981).

Stratifikasi juga menunjukkan posisi tiap anggota

masyarakat dalam struktur kemasyarakatan yang

dihubungkan dengan tanggung jawab mereka, terutama

dalam proses pengambilan keputusan. Kegiatan tersebut

akhirnya akan menghasilkan pertumbuhan dan perkembangan

dari masyarakat tersebut (Bates & Julian, 1975). Di

samping itu masyarakat juga selalu berubah. Perubahan

tersebut tidak hanya pada jumlah anggotanya saja,

tetapi menyangkut juga perubahan kebutuhan berdasarkan

berbagai pengalaman tiap anggota masyarakat.

Konsep terakhir tersebut menunjukkan adanya usaha

pencapaian kebutuhan masyarakat secara mandiri yang

selalu berubah mengikuti berbagai pengalaman masyarakat

itu (Upgalde, 1985). Konsep itu juga lebih cocok

dipakai dalam studi yang bertujuan untuk menganalisis

partisipasi masyarakat sebagai suatu proses dinamis.

Batasan tersebut juga telah mencakup kedua pengertian

yang disebut terdahulu, disamping juga mendukung

kenyataan bahwa masyarakat bukanlah penerima pasif dari

suatu kegiatan, melainkan merupakan mitra kerja dalam

setiap kegiatan pembangunan. Oleh sebab itu, untuk

menelaah partisipasi masyarakat perlu diperhatikan

peran masing-masing anggota masyarakat yang ikut

terlibat dalam proses pembangunan, termasuk bagaimana

peran tersebut dilaksanakan.

B. Pengertian Partisipasi Masyarakat

Istilah partisipasi (participation) atau partisipasi

atau juga mempunyai arti yang luas. Sering istilah

tersebut diasumsikan hanya sebagai ‘kontribusi’

finansial, material, dan tenaga dalam suatu program.

Partisipasi masyarakat telah sekian lama

diperbincangkan dan didengungkan dalam berbagai forum

dan kesempatan. Intinya adalah agar masyarakat ikut

serta dengan pemerintah memberi bantuan guna

meningkatkan, memperlancar, mempercepat, dan menjamin

berhasilnya usaha pembangunan. Maka secara umum

partisipasi dapat diartikan sebagian “pengikutsertaan”

atau pengambil bagian dalam kegiatan bersama.

Batasan itu mengandung tiga pengertian : (1)

keterlibatan masyarakat yang terkena dampak pengambilan

keputusan tentang hal-hal yang harus dikerjakan dan

cara mengerjakannya, (2) keterlibatan tersebut berupa

kontribusi dari masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan

yang telah diputuskan, dan (3) bersama-sama

memanfaatkan hasil program sehingga masyarakat

mendapatkan keuntungan dari program tersebut (Rifkin,

1990).

Dari beberapa pengertian tentang masyarakat dan

partisipasi masyarakat tersebut dapat disimpulkan bahwa

yang dimaksud partisipasi masyarakat dalam porgram

pembangunan adalah:

“Suatu proses keterlibatan yang bertanggungjawab dalam suatu

kegiatan dari suatu kelompok individu yang merupakan suatu unit

kegiatan (unit of action) dalam proses pengambilan keputusan,

kontribusi dalam pelaksanaannya dan pemanfaatan hasil kegiatan,

sehingga terjadi peningkatan kemampuan kelompok tersebut dalam

mempertahankan perkembangan yang telah dicapai secara

mandiri.”

Dalam operasionalisasinya, batasan-batasan tersebut

perlu dijelaskan bagaimana dan dengan cara apa proses

tersebut berlangsung, kegiatan-kegiatan apa saja yang

dilakukan dan seberapa jauh kegiatan tersebut dilakukan

sehingga dapat dipakai sebagai dasar untuk menentukan

indikator dan pengukurannya.

C. Pengertian Peraturan Desa

Peraturan Desa adalah peraturan perundang-undangan

yang ditetapkan oleh Kepala Desa bersama Badan

Permusyawaratan Desa2. Peraturan ini berlaku di wilayah

desa tertentu. Peraturan Desa merupakan penjabaran

lebih lanjut dari peraturan perundangundangan yang

lebih tinggi dengan memperhatikan kondisi sosial budaya

masyarakat desa setempat. Peraturan Desa dilarang

bertentangan dengan kepentingan umum dan/atau peraturan

perundang-undangan yang lebih tinggi. Masyarakat berhak

memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam

rangka penyiapan atau pembahasan Rancangan Peraturan

Desa.

D. Manfaat Peraturan Desa

1.Sebagai pedoman kerja bagi semua pihak dalam

penyelenggaraan kegiatan di desa

2.Terciptanya tatanan kehidupan yang serasi, selaras

dan seimbang di desa

3.Memudahkan pencapaian tujuan

4.Sebagai acuan dalam rangka pengendalian dan

pengawasan

5.Sebagai dasar .pengenaan sanksi atau hukuman

6.Mengurangi kemungkinan terjadinya penyimpangan

atau kesalahan

E. Jenis-Jenis Peraturan Desa

Jenis dan ragam Peraturan Desa yang disusun dan

ditetapkan bergantung pada kebutuhan penyelenggara

pemerintahan di desa. Untuk itu diharapkan kepada

Pemerintah Desa dan BPD agar dapat mengidentifikasi

topik-topik yang perlu dibuat sebagai Peraturan Desa.

Tingkat kepentingan ini hendaknya dilihat dalam

kerangka kepentingan sebagian besar masyarakat agar

Peraturan Desa yang dibuat benar-benar aspiratif.

Peraturan Desa juga perlu dibuat karena adanya

perintah atau keharusan yang ditetapkan melalui

peraturan yang lebih tinggi. Peraturan Desa seperti ini

biasanya merupakan penjabaran dan pengukuhan dari

peraturan yang lebih tinggi tersebut.

2 Pasal 1Ayat 8 Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa.

BAB III

PEMBAHASAN

A. Mekanisme Partisipasi Masyarakat Dalam Pembentukan

Peratruan Desa.

Dalam perspektif sistem hukum Indonesia,

Peraturan desa merupakan salah satu subsistem yang akan

menjadi sambungan dan pelengkap dari peraturan

perundang-undangan tingkat pusat. Khusus mengenai

peraturan desa, berdasarkan Pasal 3 Peraturan Menteri

Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2006 Tentang Pedoman

Pembentukan Dan Mekanisme Penyusunan Peraturan Desa,

Jenis Peraturan Perundang-undangan pada tingkat Desa

meliputi :

1. Peraturan Desa; dan

2. Peraturan Kepala Desa.

Materi muatan Peraturan Desa sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 3 huruf a adalah seluruh materi muatan

dalam rangka penyelenggaraan Pemerintahan Desa,

pembangunan desa, dan pemberdayaan masyarakat, serta

penjabaran lebih lanjut dari ketentuan Peraturan

Perundang-undangan yang lebih tinggi. Sedangkan Materi

muatan Peraturan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 3 huruf b adalah penjabaran pelaksanaan Peraturan

Desa yang bersifat pengaturan.

Sebagaimana halnya dalam pembentukan peraturan

perundang-undangan tingkat pusat, pembentukan peraturan

perundang-undangan daerah juga dilakukan melalui proses

dan tahapan-tahapan tertentu. Persoalannya adalah pada

tahapan mana masyarakat dapat berpartisipasi.

B. Bentuk Partisipasi Masyarakat Dalam Penyusunan

Peraturan Desa

Secara ekplisit Pasal 7 Permendagri No. 29 Tahun

2006 juga telah menjamin, bahwa masyarakat berhak

memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam

rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-

undang dan rancangan peraturan daerah.

Dengan demikian kiranya jelas, bahwa dari sisi

politik hukum pembentukan perundang-undangan,

partisipasi masyarakat merupakan satu sisi dari proses

yang harus dipenuhi. Persoalan selanjutnya bagaimana

caranya jika masyarakat ingin menyampaikan aspirasinya

dalam proses tersebut.

Berikut adalah bentuk-bentuk Partisipasi

Masyarakat dalam proses penyusunan peraturan desa:

a.     Pada tahap pengidentifikasian dan pengagendaan

masalah

- Masyarakat dapat berpartisipasi dengan cara

menyampaikan kebutuhan dan masalah-masalah yang

sedang dihadapinya kepada pemerintah Desa.

b.     Pada Tahap Perumusan (Formulasi) Rancangan

Peraturan

-        Pada tahap perumusan ini, masyarakat dapat

memberikan opini, masukan, atau mengkritik

rancangan Peraturan tersebut.

c.      Pada Tahap Pelaksanaan

-        Masyarakat mendukung dan melaksanakan

Peraturan Desa dengan konsekuen dan sepenuh hati.

d.     Pada Tahap Evaluasi

-        Masyarakat memberikan masukan atau kritik

terhadap PerDes yang sudah dilaksanakan.

C. Upaya Peningkatan Partisipasi Masyarakat

Untuk membina dan meningkatkan partisipasi

masyarakat dalam keikiutsertaannya dalam pembuatan

produk hukum desa diperlukan usaha-usaha nyata dengan

berbagai jalan, dengan harapan lama-kelamaan

partisipasi aktif masyarakat akan tumbuh dengan   

sendirinya. upaya dan cara untuk menumbuhkan

partisipasi aktif masyarakat dalam pembangunan dapat

dilakukan antara lain dikemukakan oleh Ndraha (1987 :

27-28) sebagai berikut :

1. Memberi stimulasi kepada masyarakat dengan

mengharapkan timbulnya responce yang dikehendaki,

antara lain dalam inpres bantuan pembangunan desa,

inpres lomba desa dan sebagainya.

2. Menyesuaikan program pemerintah dengan kebutuhan

(keinginan) yang telah lama dirasakan oleh

masyarakat desa yang bersangkutan.

3. Menumbuhkan dan menanamkan kesadaran akan 

kebutuhan dan atau perlunya perubahan di dalam

masyarakat  dan dalam diri anggota masyarakat 

sedemikian rupa sehingga timbul kesediaan

berpartisipasi.

Partisipasi demikian tidak datang dengan

sendirinnya. dibutuhkan usaha-usaha untuk

menumbuhkannya dengan kemampuan, ketekunan dan waktu.

untuk dapat tumbuh dan berkembang secara wajar

tersebut, salah satu segi yang perlu mendapat perhatian

adalah komunikasi. Semakin baik komunikasi antara

pemerintah desa dengan masyarakat maka akan semakin

mudah rasa berpartisipasi masyarakat tumbuh.

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan :

Banyaknya manfaat dengan ke ikut sertaannya

masyarakat dala penyusunan peraturan daerah.

Masih kurangnya kesadaran masyarakat untuk

ikut berpartisipasi dalam proses penyusunan

suatu peraturan desa dan Masyarakat

seringkali tidak mengetahui dan memahami hak-

haknya untuk berpartisipasi dalam pembentukan

peraturan perundang-undangan daerah. untuk

mengatasi masalah ini diperlukan

optimalisasi komunikasi hukum, baik pada

tahap penyusunan perencanaan pembentukan

peraturan perundang-undangan

Kurangnya sosialisasi dari pihak pemerintah

desa dalam proses penyusunan peraturan desa.

B. Saran

Diharapkan bagi pembaca khususnya masyarakat

untuk tidak angkat tangan dalam proses

penyusunan suatu peraturan daerah, khususnya

peraturan desa.

Kepada pemerintah/pemerintah

daerah/pemerintah desa, untuk lebih terbuka

dan perbanyaak sosialisasi dalam penyusunan

suatu peraturan.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Nasution, Faisal Akbar. 2002. Beberapa Pemikiran tentang

Pemerintahan Daerah (Otonomi Daerah), dalam Majalah

Hukum Volume 7 Nomo2 Agustus 2002. Fakultas Hukum

Sumatera Utara.

Wirjosoegito, Soebono. 2004. Proses dan Perencanaan

Peraturan Perundang-undangan. Ghalia Indonesia,

Jakarta.

Soekanto, Soerjono. Prihal Kaedah Hukum. Alumni,

Bandung.

B. Peraturan Perundang-undangan.

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Desa. UU Nomor 6

Tahun 2014

Republik Indonesia, Undang-Undang Tentang Pembentukan

Peraturan Perundang-Undangan. UU Nomor 12 Tahun

2011.

Republik Indonesia, Peraturan Pemerintah tentang Pokok-Pokok

Pengaturan Desa.PP Nomor 72 Tahun 2005.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang

Pedoman Pembentukan dan Mekanisme Penyusunan Peraturan

Desa. Permendagri Nomor 29 Tahun 2006.

C. Jurnal

Oktaviani, Tri Eva. 2013. Pelaksanaan Pembentukan Peraturan

Desa Yangberkualitas Pasca Pengesahan Undang-Undang Nomor

12 Tahun 2011 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan. Malang Universitas Brawijaya.