profil ilmuan muslim klasik; muhammad bin ismail al-bukhari

23
1 PROFIL ILMUAN MUSLIM KLASIK; MUHAMMAD BIN ISMAIL AL-BUKHARI Oleh: Muhammad Rozali A. Pendahuluan Negeri Bukhara yang terletak di sebelah utara Afghanistan dan sebelah selatan Kazakhistan, negeri yang banyak melahirkan ulama hadis dan ulama fiqih. Negeri ini banyak menyimpan kenang-kenangan bersejarah, lewat perjuangan para ulama- ulama dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan baik al-Qur’an maupun al-Hadis. Dapat disebutkan di sini, para ulama hadis yang lahir dan dibesarkan di negeri Bukhara antara lain adalah: Abdullah bin Muhammad Abu Ja’far al-Musnadi al-Bukhari yang meninggal dunia di negeri tersebut pada hari Kamis bulan Dzulqa’dah tahun 220 H. kemudian juga lahir di Bukhara, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari yang lahir pada tahun 194 H. wafat pada tahun 256 H. di sebuah desa bernama Khortanak. Juga lahir dan dibesarkan di negeri ini Abi Nasr Ahmad bin Muhammad bin al-Husain al-Kalabadzi al-Bukhari yang lahir tahun 323 H. wafat tahun 398 H. dan masih banyak lagi deretan para ulama hadis yang menghiasi indahnya sejarah negeri Bukhara. Tetapi di masa kini kaum Muslimin, apabila disebut al- Bukhari, maka yang dipahami hanyalah ulama hadis dari negeri Bukhara yang bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah al-Bukhari saja. Hal ini dikarenakan karya beliau yang sangat terkenal yaitu: Al-Jami’us Shahih al-Musnad min Hadisi Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyamihi, kemudian terkenal dengan nama Shahih al-Bukhari, yang merupakan pencetus dari salah

Upload: anu

Post on 10-Dec-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PROFIL ILMUAN MUSLIM KLASIK;MUHAMMAD BIN ISMAIL AL-BUKHARI

Oleh: Muhammad Rozali

A. Pendahuluan

Negeri Bukhara yang terletak di sebelah utara Afghanistan dan sebelah selatan Kazakhistan, negeri yang banyak melahirkan ulama hadis dan ulama fiqih. Negeri ini banyak menyimpan kenang-kenangan bersejarah, lewat perjuangan para ulama-ulama dalam berbagai bidang ilmu pengetahuan baik al-Qur’an maupun al-Hadis. Dapat disebutkan di sini, para ulama hadis yang lahir dan dibesarkan di negeri Bukhara antara lain adalah: Abdullah bin Muhammad Abu Ja’far al-Musnadi al-Bukhari yang meninggal dunia di negeri tersebut pada hari Kamis bulan Dzulqa’dah tahun 220 H. kemudian juga lahir di Bukhara, Abu Abdillah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim al-Bukhari yang lahir pada tahun 194 H. wafat pada tahun 256 H. di sebuah desa bernama Khortanak. Juga lahir dan dibesarkan di negeri ini Abi Nasr Ahmad bin Muhammad bin al-Husain al-Kalabadzi al-Bukhari yang lahir tahun 323 H. wafat tahun 398 H. dan masih banyak lagi deretan para ulama hadis yang menghiasi indahnya sejarah negeri Bukhara.

Tetapi di masa kini kaum Muslimin, apabila disebut al-Bukhari, maka yang dipahami hanyalah ulama hadis dari negeri Bukhara yang bernama Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin Bardizbah al-Bukhari saja. Hal ini dikarenakan karya beliau yang sangat terkenal yaitu: Al-Jami’us Shahih al-Musnad min Hadisi Rasulillah wa Sunanihi wa Ayyamihi, kemudian terkenal dengan nama Shahih al-Bukhari, yang merupakan pencetus dari salah

2

satu kitab hadis yang enam (al-Kutub al-Sittah) dalam hadis dan menjadi yang paling utama.1 Imam Nawawi mengatakan dalam kitab Syarah Muslim: “Para ulama telah sepakat bahwa kitab-kitab yang paling shahih setelah al-Qur’an yaitu Shahih Bukhari dan Shahih Muslim.2 Kitab Shahih Bukhari mempunyai banyak syarah yang oleh pengarang kitab Kasyf adh-Dhunun disebutkan 82 syarah diantaranya. Tetapi yang paling utama adalah syarah Ibnu Hajar al-Asqalani yang bernama Fath al-Bari, kemudian syarah al-Aini Umdat al-Qari.3

Kata “Bukhari” itu sendiri maknanya ialah: Orang dari negeri Bukhara. Jadi kalau dikatakan “Imam Bukhari” maknanya ialah seorang tokoh dari negeri Bukhara. Tempat beliau lahir tersebut kini termasuk wilayah Uzbekistan, yang waktu itu memang menjadi pusat kebudayaan ilmu pengetahuan Islam sesudah Madinah, Damaskus dan Baghdad. Daerah itu pula telah melahirkan filosof-filosof besar seperti al-Farabi dan Ibnu Sina. Bahkan ulama-ulama besar seperti Zamachsari, al-Durdjani, al-Bairuni dan lain-lain, juga dilahirkan di Asia Tengah.

1 Al-Hanaifi. Musthofa bin Abdullah al-Qostantini al-Rumi, Kasfu adh-Dhunnun (Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah, 1992), jil. 1, h. 541.

2 Nawawi. Imam Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syarif, Shahih Muslim (Kairo: Mausuah al-Mukhtar, 2001), jil. 1, h.5.

3 Al-Hanaifi. Musthofa bin Abdullah al-Qostantini al-Rumi, Kasfu adh-Dhunnun…, h. 541-542.

3

Gambar 1.4

Gambar 2.5

Gambar 3.6

4 Peta Bukhara (Uzbekistan) dikutip dari halaman website: www.maps-asia.blogspot.com5 Makam Imam Bukhari, dikutip pada hari Minggu, tanggal 3 Juni 2012, pukul 19.20

WIB. Dari halaman web: www.newsindonesiaonline.co.cc/2011/03/mengenal-imam-bukhari-ahli-hadist.html

6 Ibid., Saat ditemukan makam dalam kondisi tidak terurus, Presiden Soekarno meminta pemerintah Uni Soviet agar segera memperbaikinya. Ia bahkan sempat menawarkan agar makam dipindahkan ke Indonesia apabila Uni Soviet tidak mampu merawat dan menjaga makam tersebut. Emas seberat makam Imam Bukhari akan diberikan sebagai gantinya.

4

B. Biografi Intlektual al-Bukhari

Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad bin Ismail bin Ibrahim bin al-Mughirah bin Badrdizbah7 al-Ju'fiy al-Bukhari8, namun beliau lebih dikenal dengan nama al-Bukhari yang dalam bahasa arab berarti al-Zira’.9 Beliau lahir di Bukhara10 pada hari Jum’at, tepatnya pada tanggal 13 Syawal 194 H.11 (21 Juli 810 M.). Ayahnya, Ismail, adalah seorang ulama hadis juga yang berguru pada beberapa ulama termasyhur, seperti Malik bin Anas, Hammad bin Zaid dan Mubarak, namun ia meninggal pada saat imam Bukhari masih kecil.12 Kakeknya, Mughirah, telah memeluk Islam di bawah asuhan al-Yaman al-Ja’fiy, sedangkan Kakeknya, Bardizbah, berasal dari Parsi dan pemeluk Majusi agama kaumnya.

Sebenarnya masa kecil Imam Bukhari penuh dengan keprihatinan, ayahnya wafat ketika Bukhari masih kecil,13 di samping menjadi anak yatim, ia juga tidak dapat melihat kerana mengalami kebutaan di saat kecil, namun dengan izin dan kurnia Allah, menjelang usia 10 tahun matanya sembuh secara menyeluruh.

7 Ibnu Kasir, Al-Bidayah wa al-Nihayah (Kairo: Dar al-Hadis, 1998), jil. 11, h. 24.8 Al-Dzahabi. Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Usman, Siaru A’lam al-

Nubula’ (Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993), jil. 12, h. 392.9 Al-Baghdadi. Ahmad bin Ali Abu Bakar al-Khatib, Tarikh Baghdad (Beirut: Dar al-

Kitab al-Ilmiah, 1930), jil. 2, h. 11.10 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam (Jakarta: Ictiar Baru van Hoeve, 2003), h. 259.11 Ibrahim. Adil bin Muhammad Wisam, Tahzib al-Kamal fi Asmai al-Rizal (Kairo: Al-

Faruq al-Hadisah, 2001), jil. 3, h. 1170.12 Abu Syuhbah. Muhammad Muhammad, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub al-Shihhah al-

Sittah (Kairo: Majma’ al-Buhus al-Islamiyah, 1981), h. 37.13 Al-Qusthulani. Abi Abbas Sihabuddin Ahmad, Irsyad al-Sari (Beirut: Dar al-Fikr,

1990), jil. 1, h. 502.

5

a)Pendidikannya

Bukhari dididik dalam keluarga ulama yang taat beragama, ayahnya adalah seorang ulama besar bermazhab Maliki, dalam kitab As-Siqat, Ibnu Hibban menulis bahwa ayahnya dikenal sebagai seorang yang wara', dalam arti berhati-hati terhadap hal-hal yang bersifat syubhat, apalagi terhadap hal-hal yang sifatnya haram. Dibesarkan di lingkungan ulama dan orang-orang shaleh maka wajar saja pada usianya yang masih muda ia telah hafal al-Qur’an dan mahir dalam membaca dan menulis.14

Kemudian pada usia sepuluh tahun, Muhammad kecil mulai bersemangat mendatangi majelis-majelis ilmu hadis yang tersebar di berbagai tempat di negeri Bukhara. Maka pada usia sebelas tahun, dia sudah mampu menegur seorang guru ilmu hadis yang salah dalam menyampaikan urut-urutan periwayatan hadis (sanad). Usia kanak-kanak beliau dihabiskan dalam kegiatan menghafal ilmu dan memahaminya sehingga ketika menginjak usia remaja, beliau telah hafal kitab-kitab karya ulama-ulama hadis dari kalangan tabi’it tabi’in, seperti karya Abdullah bin al-Mubarak, Waqi’ bin al-Jarrah, dan ia sangat memahami betul kitab-kitab tersebut.

Usia kanak-kanak Muhammad bin Ismail berlalu dengan agenda belajar yang sangat padat. Kesibukannya dalam menghafal dan memahami ilmu, mengantarkannya kepada masa remaja yang cemerlang dan menakjubkan. Kini ia menjadi remaja yang amat diperhitungkan setiap orang di majelis manapun yang dihadirinya. Karena dalam usia belasan tahun seperti ini ia telah hafal luar kepala 70.000 hadis lengkap dengan sanadnya.

14 Awadhillah. Abd Wahab al-Sayid, Al-Mu’jam al-Wasith (Kairo: Muthaba, 1999), h. 775.

6

Ia memulai menimba ilmu di negerinya sendiri yaitu Bukhara, ia belajar dengan beberapa syeikh diantaranya: Muhammad bin Salam al-Baikandi yang hidup pada masa Imam Malik, Abdullah bin Muhammad al-Musnadi, Ibrahim bin al-As’as.15 Bukhari juga berguru kepada Syekh Ad-Dakhili,16 ulama ahli hadis yang masyhur di Bukhara. Pada usia 16 tahun ia bersama keluarganya mengunjungi kota suci Makkah dan Madinah, dimana di kedua kota suci itu beliau mengikuti kuliah para guru-guru besar ahli hadis.17

Bersama gurunya Syekh Ishaq, beliau mengumpulkan hadis-hadis shahih dalam satu kitab, di mana dari 1.000.000 hadis yang diriwayatkan oleh 80.000 perawi diseleksi lagi menjadi 7.275 hadis. Selain itu ada 289 ahli hadis yang hadisnya dikutip dalam kitab Shahih-nya. Ketika Bukhari berjumpa dengan sekelompk kalangan atba’ut tabi’in muda, maka ia pun meriwayatkan hadis dari mereka, sebagaimana ia juga meriwayatkan dengan jumlah yang sangat besar dari kalangan selain mereka. Dalam masalah ini beliau bertutur: “Aku telah menulis dari sekitar 1.080 jiwa yang semuanya dari kalangan ahlul hadis”.

Akhirnya ia dikenal sebagai ahli hadis yang termasyhur diantara para ahli hadis sejak dulu hingga kini bersama dengan Imam Ahmad, Imam Muslim, Abu Dawud, Tirmidzi, an-Nasa’i, dan Ibnu Majah. Bahkan dalam kitab-kitab fiqih dan hadis, di samping itu hadis-hadis beliau memiliki derajat yang sangat tinggi. Sebagian menyebutnya dengan julukan Amirul Mukminin fi al-

15 Abdul Majid. Mahmud, Fiqh Imam al-Bukhari fi al-Buyu’ wa al-Salam min Jami’ al-Shohih (Makkah: Ummul Qura, 1993), h, 49.

16 Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam…, h. 260.17 Al-Hanafi. Al-Hafiz ‘Alauddin Maghluthai bin Qulaij, Tahzib al-Kamal (Kairo: Al-

Faruq Hadisah, 2001), jil. 24, h. 440.

7

Hadis. Dalam bidang ini, hampir semua ulama di dunia merujuk kepadanya.

b)Guru-gurunya

Imam Bukhari belajar dan mengambil hadis dari sejumlah ulama dari berbagai daerah, mulai dari Bukhara, Baghdad, Makkah dan Madinah. Dari guru yang begitu banyak maka wajar saja Imam Bukhari memiliki wawasan yang sangat luas dalam bidang hadis, di antara para gurunya yang terkemuka adalah:

1. Ali bin al-Madyanin2. Ahmad bin Hanbal3. Yahya bin Mu’in4. Muhammad bin Yusuf al-Faryabi18

5. Abu ‘Ashim An-Nabil6. Makki bin Ibrahim7. Muhammad bin ‘Isa bin Ath-Thabba’8. Ubaidullah bin Musa9. Muhammad bin Salam al-Baikandi10. Ishaq bin Manshur11. Khallad bin Yahya bin Shafwan12. Ayyub bin Sulaiman bin Bilal13. Ahmad bin Isykab

Masih banyak lagi di antara guru-guru beliau dalam memperoleh hadis dan ilmu hadis antara lain adalah Makki bin Ibrahim al-Bakhi, Muhammad bin Yusuf al-Baykandi Ibnu Rahwahih dan banyak lagi yang lainnya, namun tidak dapat

18 Al-Bukhari. Abi Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari (Mansyurah: Dar al-Ghad al-Gadeed, 2011), h. 6.

8

disebutkan satu persatu, adapun jumlahnya sampai 289 orang.19

Imam al-Hakim menyebutkan bahwa imam Bukhari setiap kali singgah di sebuah kota ia menyempatkan belajar kepada guru-guru yang ada di kota tersebut. 20

c)Metode Ilmiahnya Dalam Penulisan Hadis

Melihat latar belakang penulisan hadis yang secara resmi baru terjadi pada akhir masa tabi'in. Hal ini dilakukan karena banyak cendikiawan Islam yang telah menyebar ke berbagai penjuru dan banyak juga yang sudah meninggal dunia. Pada waktu itu sudah banyak bermunculan hadis-hadis palsu, yang di mulai dengan meninggalnya Ali bin Abi Thalib. Pengkodifikasian hadis dimulai pada tahun 100 H. atas inisiatif dan titah Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Maka di berbagai daerah berlangsunglah penelitian dan pembukuan oleh ulama-ulama setempat. Buku-buku hadis yang ditulis dimasa ini tidak sampai kepada kita, meskipun isinya kebanyakan sudah dimasukkan kedalam buku-buku yang lebih belakangan.

Kegiatan itu semakin ramai, dan berlanjut pada masa kekhalifahan berikutnya. Maka, tesebutlah di antara para penghimpun hadis generasi ketiga (thabaqat Tsalitsah): Imam Malik di Madinah, Abu Muhammad Abd al-Malik ibnu Abd al-Aziz ibnu Juraij di Mekah, al-Auza'i  di Syam, Abu Abdillah Sufyan ibnu Sa'id Atsauri di Kufah, dan masih banyak lagi.

Ketika Bukhari mulai mempelajari hadis dan menguasainya lalu ia melihat karya-karya mereka maka timbullah niat dihatinya untuk melakukan pengetatan dalam penyusunan hadis.

19 Ibid.20 Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, al-Imam al-Bukhari, Muhadditsan wa Faqihan,

(Kairo: Dar al-Qaumiyyah, t.t), h. 32-36.

9

Menurutnya karya-karya generasi terdahulu masih kurang memperhatikan unsur validitas suatu hadis, yaitu Shahih, Hasan dan Dha'if, hal itu sangat kelihatan dari ciri-ciri masing-masing yang masih mencampuradukan antara ketiga hadis tersebut, bahkan mereka juga memasukan fatwa-fatwa sahabat dan tabi'in. Maka Itulah yang menjadi pekerjaan besar Bukhari, yang telah memberinya nama luar biasa besar pula dikalangan ahli hadis. Dalam memilih dan penulisan hadis Bukhari menerapkan proses selektifitas yang sangat ketat. Ia melakukan penelitian mendalam atas setiap hadis yang ditemuinya, baik dari aspek sanad maupun matan. Aspek metodologinya memang kuat, selain itu dia juga berdo'a dan melakukan istikharah. Ibn Hajar, memberikan uraian singkat tentang metode Bukhari. Ia menyebutkan bahwa metode yang dikembangkan Imam Bukhari dapat dilihat dari dua sisi: Pertama, dilihat dari penamaan kitabnya al-Jami’ al-Shahih, dan Kedua, langkah-langkah Bukhari dalam melakukan kajian dan penelitian (al-Istiqra) terhadap hadis.21 Kata al-Jami’ dalam ilmu hadis mengandung pengertian bahwa kitab tersebut menghimpun hadis dari berbagai bidang diantaranya aqidah, hukum, tafsir dan tarikh, imam Bukhari memasukkan semua hadis shahih yang berkaitan dengan al-Ahkam, al-Fadha’il, al-Akhbar masa lalu dan masa yang akan datang.22 Sedangkan kata al-Shahih mengandung maksud bahwa imam Bukhari tidak memasukkan hadis-hadis dha’if , bahkan ia menegaskan dengan pernyataan: “ Aku tidak memasukkan ke dalam al-Jami’ kecuali yang shahih”.

Dalam menentukan sahih dan tidaknya sebuah hadis Bukhari mengemukakan dua syarat. Meskipun hanya dua, namun

21 Ibn Hajar, Al-Nukat ‘ala Kitab Ibn al-Shalah (Beirut: Dar al-Kutub al-ilmiyah, 1993), h.121.

22 Al-Khatib. Muhammad ‘Ajjaj, Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu (Beirut: Dar al-Fikr, 1989), h. 313.

10

syarat ini sangat berat sekali untuk dipenuhi. Pertama, perawi harus memenuhi tingkat kriteria yang paling tinggi dalam hal watak pribadi, keilmuwan dan standar akademis. Kedua, harus ada informasi positif tentang para perawi yang memastikan bahwa mereka saling bertemu muka, dan para murid mendengar langsung dari gurunya (muttashil). Itulah dua syarat yang ditetapkan imam Bukhari, terutama yang kedua, dikenal sebagai syartul Bukhari: murid dan guru benar-benar bertemu, bukan hanya mungkin bertemu.23 Inilah yang membedakan Bukhari dengan periwayat lain.

Maka sebagian ulama mengatakan bahwa Bukhari memiliki dua syarat: mu’asharah dan Isytirath al-Liqa’. Selain itu Bukhari juga menetapkan kriteria tingkat perawi (thabaqat al-Ruwat) dalam hadisnya, penjelasannya sebagai berikut:

1. Tingkatan pertama adalah para perawi yang terkenal ‘adil, dhabith, dan lama bersama gurunya.

2. Tingkatan kedua adalah para perawi yang terkenal ‘adil, dhabith, tetapi sebentar bersama gurunya.

3. Tingkatan ketiga adalah para perawi yang lama bersama gurunya, tetapi kurang kedhabithannya.

4. Tingkatan Keempat adalah para perawi yang sebentar bersama gurunya dan kurang kedhabithannya.

5. Tingkatan kelima adalah para perawi yang terdapat cacat atau cela pada dirinya.24

Dari kelima tingkatan perawi (Thabaqat al-Ruwat) di atas, Bukhari mengambil tingkatan pertama dari para perawi hadis untuk diambil hadis darinya. Dengan demikian baik syarat (syuruth al-Shihhah) hadis maupun tingkatan perawinya Bukhari tampaknya selalu mengambil kriteria yang tertinggi. Di samping lima hal tersebut ada juga lima syarat yang lain yaitu:

23 Al-Husaini Abdul Majid Hasyim, al-Imam al-Bukhari…, h. 28-29.24 Hammam Abdurrahim, al-Fikr al-Manhaji ‘Inda al-Muhadditsin, (Qatar: Kitab al-

Ummat, 1408), h. 119.

11

1. Ittishalus sanad, yaitu sebuah hadis dapat dimasukkan dalam definisi shahih jika sanadnya benar-benar bersambung dari gurunya ke guru, gurunya hingga bersambung kepada Rasulullah Saw.

2. Adalatur riwayah, yaitu perawainya harus seorang Muslim, mukallaf, selamat dari kefasikan atau dosa besar dan tidak terus menerus melakukan dosa kecil. Maksudnya perawi harus seorang yang benar-benar istiqamah dalam menjaga ketaqwaan dan berakhlak mulia.

3. Tamamud dhabth, yaitu seorang perawinya benar-benar kuat dalam menjaga hafalan dan perawatan naskah hadis. Tamamud dhabth ini dibagi dua, yaitu Dhabth shadr; lekatnya hafalan hadis yang sudah didengar dari gurunya dan ia ingat terhadap hafalannya itu kapan saja diperlukan. Dhabtu kitab; seorang perawi sangat teliti dalam menjaga teks hadis yang dipelajari dari gurunya dan selalu mentashihnya atau membacanya berulang-ulang dan memperdengarkannya kepada guru.

4. Khuluwwum mis syudzudz, yaitu perawinya tidak bertolak belakang dan bertentangan dengan perawi hadis yang se zaman dengannya. Sebuah hadis dikategorikan shahih jika diriwayatkan oleh perawi yang benar-benar sempurna dari perselisihan riwayat dengan teman selevelnya.

5. Khuluwwun min ‘illah, hadis shahih harus selamat dari ’ilah,yaitu sebuah sifat samar-samar yang jika diteliti dengan benar dan jelindapat merusak seshahihan hadis tersebut, sekalipun secara nyata kelihatan aman-aman saja.

Di dalam menyusun kitab Al-Jami’ as-Shahih Ada kisah unik yang terjadi, suatu malam Bukhari bermimpi bertemu dengan

12

Rasulullah, seolah-olah Rasulullah berdiri dihadapannya. Bukhari lalu menanyakan makna mimpi itu kepada ahli mimpi. Jawabannya adalah beliau akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan yang disertakan orang dalam sejumlah hadis Rasul. Mimpi inilah, antara lain yang mendorong beliau untuk menulis kitab “Al-Jami ‘as-Shahih”.25

Di belakang hari, para ulama hadis menyatakan, dalam menyusun kitab Al-Jami’ as-Shahih, Imam Bukhari selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan paling tinggi dan tidak akan turun dari tingkat tersebut, kecuali terhadap beberapa hadis yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab.

Menurut Ibnu Shalah, dalam kitab Muqaddimah, kitab Shahih Bukhari itu memuat 7.275 hadis. Selain itu ada hadis-hadis yang dimuat secara berulang, dan ada 4.000 hadis yang dimuat secara utuh tanpa pengulangan. Penghitungan itu juga dilakukan oleh Syekh Muhyiddin an- Nawawi dalam kitab at-Taqrib. Dalam hal itu, Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kata pendahuluannya untuk kitab Fath al-Bary menulis, semua hadis shahih yang dimuat dalam Shahih al-Bukhari (setelah dikurangi dengan hadis yang dimuat secara berulang) sebanyak 2.602 buah. Sedangkan hadis yang mu’allaq (ada kaitan satu dengan yang lain) namun marfu ada 159 buah. Adapun jumlah semua hadis shahih termasuk yang dimuat berulang sebanyak 7.397 buah. Perhitungan berbeda diantara para ahli hadis tersebut dalam mengomentari kitab Shahih Bukhari semata-mata karena perbedaan pandangan mereka dalam ilmu hadis.26

25 Al-asqalany. Imam al-Hafiz Ahmad bin Aly bin Hajar, Fath al-Bary (Kairo: Dar al-Hadis, 1998), Muqadimah, h. 10.

26 Ibid.

13

d)Karya-karya Utamanya

Di samping terkenal sebagai penghafal hadis, imam Bukhari juga terkenal sebagai pengarang yang produktif. Salah satu hasil karya Imam Bukhari yang terkenal adalah Shahih al-Bukhari, kitab ini telah disyarakhkan oleh beberapa ulama terkenal seperti Ibnu Hajar al-Asqalani dalam kitab Fath al-Bary, Badr al-Din Mahmud dalam kitab ‘Umdat al-Qari, Qasthallani dalam kitab Irsyad al-Sair.27

Adapun karangan beliau yang juga tidak kalah terkenal di antaranya sebagai berikut:

1. Al-Adab al-Mufrad, kitab ini merupakan kumpulan hadis yang berkaitan dengan adab dan akhlak.

2. At-Tarikh al-Kabir,28 kitab ini merupakan salah satu karangan yang paling indah dan baik mengikut bab begitu juga pembahasannya. Perawi hadis-perawi hadis semenjak zaman sahabat sampai pada zaman imam Bukhari, kitab ini juga mengandung pembahasan tentang kecacatan-kecacatan hadis, Jarrah dan Ta’dil.

3. Raf’ul Yadain fi ash-Sholah, kitab ini dikenal dengan juz raf’al yadain, di dalam kitab ini imam Bukhari membahas tentang orang yang shalat dengan mengangkat kedua tangan ketika melakukan takbiratul ihram maupun pada perpindahan rukun.

27 Nawir Yuslem, Sembilan Kitab Induk Hadis (Jakarta: Hijri Pustaka Utama, 2011), hal. 59.

28 Al-Bukhari. Abi Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari…, h. 6.

14

4. Kitab ad-Dhu’afa, kitab ini terdiri dari dua jilid dengan nama shogir dan kabir mengandung kumpulan beberapa nama perawi hadis yang lemah (dho’if).

5. Al-Qira`ah Khalfa al-Imam, dikenal dengan juz al-Qira’at. Membahas tentang masalah bacaan makmum di belakang imam dan mendukung dalil tentang diwajibkan membaca al-Fatihah pada setiap raka’at dalam keadaan apa saja. Sekalipun ia sebagai imam, makmum maupun sendirian, baik dalam sholat dhohir maupun siir, dan tidak dihitung satu raka’at apabila tidak membacanya.

6. Khalqu Af’al al-Ibad,29 kitab ini membahas permasalahan perbuatan-perbuatan seorang hamba yang merupakan makhluk dan kalam Allah yaitu al-Qur’an yang bukan makhluk. Faktor yang mendorong beliau menulis kitab ini untuk menjawab persoalan-persoalan yang berhubungan dengan kedua hal tersebut.

7. At-Tarikh ash-Shaghir8. At-Tarikh al-Awsath9. At-Tafsir al-Kabir10. Al-Musnad al-Kabir11. Kitab al-‘Ilal12. Kitab al-Kuna13. Asma’ al-Shahabah14. Birru al-Walidain15. Kitab al-Asyribah16. Al-Wuhdan17. Al-Fawa`id18. Qadhaya ash-Shahabah wa at-Tabi’in19. Masyiikhah

29 Kafi. Abu Bakar, Manhaj al-Imam al-Bukhari (Beirut: Dar Ibnu Hizam, 2000), jil. 1, h. 38-41.

15

20. Al-Fawa’id30

Ini adalah beberapa karangan beliau yang paling terkenal, ada beberapa kitab lain yang tidak dapat disebutkan karena sumber yang kurang jelas maka penulis tidak mencantumkannya.

e)Pengaruhnya

Imam Bukhari memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kaum muslimin di seluruh dunia disebabkan sumbangsihnya dalam dunia keilmuan maupun dari hasil temuannya dalam mengumpulkan hadis-hadis shahih. Karya-karya beliau dalam bidang hadis terus mengalir dan beredar di dunia Islam. Sehingga memberikan manfaat pada generasi berikutnya dalam melakukan kajian atau penelitian terhadap hadis-hadis rasulullah yang dijamin keshahihannya. Kemudian beliau juga memberikan motifasi yang sangat besar bagi generasi berikutnya dalam dunia keintlektualan yang dilakukan pada usia dini dan memberikan semangat dalam penulisan di berbagai bidang, sebagaimana yang ia contohkan dalam berbagai kitab karangannya.

Imam Muhammad bin Abi Hatim meriwayatkan: “Para ulama Ahli Hadis di Bashrah pada zaman imam Bukhari masih hidup, merasa lebih rendah pengetahuannya dalam hadis dibanding imam Bukhari. Padahal beliau ini masih sangat muda. Sehingga pernah ketika beliau berjalan di kota Bashrah, beliau dikerumuni para penuntut ilmu. Akhirnya beliau dipaksa duduk di pinggir jalan dan dikerumuni orang ramai yang menanyakan kepada beliau berbagai masalah agama. Padahal ia masih sangat muda dan belum tumbuh kumis.”

30 Mahrus. Ridwan Abd Aziz, Dirasat fi Manahij al-Muhaddisin (Kairo: al-Fajr al-Jadid, 1992), h. 127.

16

Hal ini terlihat dari kepiawaiannya dalam menyampaikan atau menerangankan bagaimana rumitnya persoalan-persoalan yang berhubungan dengan hadis Rasulullah, sehingga ia dengan mudah membedakan yang mana hadis shahih dengan yang bukan. Manfaat yang begitu besar itu bisa kita rasakan sampai saat ini.

f) Pelajaran dari karakter personal dan karirnya sebagai ilmuan

Beliau dikenal sebagai sosok yang ulet dan bersungguh-sungguh dalam menuntut ilmu yang member manfaat baik untuk dirinya maupun orang lain. Minatnya yang begitu besar pada ilmu hadis, hingga ia sanggup melakukan pertualangan kebeberapa daerah untuk berjumpa dengan ulama-ulama hadis dan mendapatkan ilmu dari mereka. Semenjak usia dini ia sudah rajin belajar dan mengikuti halaqah hadis Rasul dan mengumpulkannya dalam tulisannya. Sehingga ia memiliki akhlak yang mulia dan tekad yang kuat disertai iman yang kokoh. Kemudian dalam menuntut ilmu hadis ia mempelajarinya dari para ahli hadis tidak hanya di negerinya sendiri tapi di beberapa negeri31 seperti Bashrah, Makkah dan Madinah. Selain itu beliau juga dikenal sebagai seorang ilmuan yang kritis dalam bidangnya, hal ini dapat dilihat pada usianya yang begitu muda, namun ia mampu menegur gurunya ketika salah dalam menyampaikan urutan periwayat hadis.

Meskipun Imam Bukhari sibuk dengan menuntut ilmu dan menyebarkannya, tetapi dia merupakan individu yang mengamalkan ilmu yang dimilikinya. Ia merupakan pribadi yang

31 Al-Hamui. Yaqut bin Abdullah, Mu’jam al-Buldan (Beirut: Dar al-Fikr, tt), jil. 2, h. 350.

17

banyak mengerjakan sholat, khusu’ dalam ibadah dan banyak membaca al-Qur’an. Muhammad bin Abi Hatim menuturkan: “Ia selalu melaksanakan sholat di waktu sahur sebanyak tiga belas raka’at, dan menutupnya dengan melaksanakan sholat witir dengan satu raka’at”. Yang lainnya menuturkan: “Apabila malam pertama di bulan Ramadhan, murid-murid imam Bukhari berkumpul kepadanya, maka dia pun memimpin sholat mereka. Di setiap raka’at dia membaca dua puluh ayat, amalan ini beliau lakukan sampai dapat mengkhatamkan al-Qur’an.

Disamping itu pula beliau adalah sosok yang senang menafkahkan hartanya di jalan Allah, banyak berbuat baik, sangat dermawan, tawadhu’ dan wara.” Para ulama Bashrah mengatakan: “Tidak ada di dunia ini orang yang seperti Muhammad bin Ismail al-Bukhari dalam masalah ilmu dan akhlak.” Muhammad bin Yahya adz-Dzuhli mengatakan kepada penduduk Naisabur ketika Bukhari berkunjung ke negeri Naisabur: “Pergilah kalian kepada laki-laki yang shaleh tersebut dan dengarlah hadis darinya.”

Al-Husain bin Muhammad as-Samarqandi berkata: “Muhammad bin Ismail al-Bukhari dikhususkan dengan tiga sifat terpuji: sedikit berbicara, tidak rakus terhadap sesuatu yang ada di tangan manusia, tidak sibuk dengan urusan orang lain dan seluruh kesibukan beliau adalah dalam masalah ilmu.”

Sulaiman bin Mujahid berkata: “Belum pernah aku melihat dengan mata kepala sendiri semenjak 60 tahun yang lalu orang yang paling faqih, paling wara’ dan paling zuhud di dunia dari pada Muhammad bin Ismail.” al-Imam al-Bukhari mengkhatamkan al-Qur’an setiap siang hari di bulan Ramadhan. Kemudian di waktu malam harinya beliau mengkhatamkannya setiap tiga malam sekali pada waktu sholat Tarawih. Beliau rajin

18

melaksanakan sholat malam sebanyak 13 rakaat pada waktu sahur setiap hari.

Pernah ia diundang oleh muridnya, kemudian ia melaksanakan sholat Zhuhur dan sholat sunnah bersama mereka. Maka tatkala selesai sholat, beliau mengangkat ujung pakaiannya kemudian berkata kepada seseorang: “Tolong lihatlah apakah ada sesuatu di bawah pakaianku?” Ternyata seekor kumbang besar telah menyengat beliau sebanyak 16 atau 17 sengatan. Yang menyebabkan bengkak pada tubuh beliau. Kemudian ada seseorang yang berkata kepada beliau: “Mengapa engkau tidak membatalkan sholat ketika kumbang tersebut mulai pertama kali menyengat?” Kata beliau: “Aku saat itu sedang membaca surat, dan aku tidak ingin memutus surat tersebut.”

Dari sini kita dapat melihat bahwa imam Bukhari di samping seorang yang rajin menuntut ilmu dan mengajarkannya beliau juga seorang yang rajin beribadah.

C. Kesimpulan

Menelusuri kehidupan seorang ulama hadis baik dari sisi biografi pendidikan, guru-gurunya, metode, pengaruh dan karakternya sebagai ilmuan adalah suatu hal yang sangat menarik bagi penulis, karena merupakan suatu pembahasan yang bernuansa ilmiah dan religious. Ilmiah karena meliputi pembahasan bernilai akademis, religious karena pesan-pesan yang terdapat di dalam pembahasan itu bernilai sebuah kebenaran. Dari uraian di atas maka dapat penulis simpulkan sebagai berikut:

19

1. Imam Bukhari adalah sosok pribadi yang terkenal atas keintlektualannya juga dikenal dengan ketakwaan dan kewara’annya. Beliau banyak sekali memberikan sumbangan pemikiran yang cemerlang sehingga mewarnai dunia pendidikan dengan nuansa yang baru, kemudian ia juga meninggalkan warisan yang begitu berharga buat kaum muslimin dewasa ini, atas jerih payahnya mengumpulkan hadis-hadis Rasulullah yang dijamin keshahihannya. Ia seorang figur yang memiliki reputasi yang tinggi dalam bidang hadis, tidak hanya mempunyai kemampuan hafalan yang tinggi, namun kajian dan penelitiannya terhadap hadis membedakan antara dirinya dengan yang lain.

2. Kitab al-Jami’ al-Shahih atau Shahih al-Bukhari merupakan karya monumental dalam bidang hadis, kitab yang dijamin keasliannya setelah al-Qur’an, di dalamnya memuat ribuan hadis-hadis shahih.

3. Dengan mempelajari metode Bukhari dalam menseleksi hadis nabi yang disebut metode Tashhih dan Tadh’if yang banyak dibicarakan oleh para para ulama muhadisin maka akan diketahui bagaimana sebenarnya metode Bukhari dalam menyusun hadis. Dalam mengumpulkan dan menulis hadis Bukhari memiliki Metode yang dapat dilihat dari dua hal, pertama: Dalam tulisan kitabnya, Al-Jami’ al-Shahih, dan kedua, dari segi kajian dan penelitiannya yang dikenal ketat dan teliti, di mana ia menggunakan standarisasi dalam menentukan shahih atau tidaknya sebuah hadis. Bukhari hanya menilai shahih sebuah hadis jika sanad hadis tersebut benar-benar shahih dan tidak ada kemungkinan cacat, walaupun diriwayatkan oleh banyak

20

periwayat. Karena, menurutnya yang menjadi pertimbangan adalah keshahihan sanad bukan pada jumlah sanadnya.

Pada masa akhir hidupnya, imam Bukhari banyak mengalami kekerasan dan dipaksa oleh pemerintah untuk meninggalkan negaranya. Ada suatu hal yang luar biasa terjadi menjelang wafatnya imam Bukhari sebagaimana diceritakan oleh Muhammad bin Muhammad bin Makki al-Jarjani: Aku mendengar dari Abdul Wahid bin Adam al-Thawawisy ia berkata: Aku melihat Nabi Saw di dalam mimpi, bersama beliau sekumpulan dari kalangan sahabat, dan beliau berhenti pada suatu tempat, lalu aku memberi salam dan beliau menjawab salamku, kemudian aku bertanya: mengapa kamu berhenti di situ wahai Rasulullah? Beliau menjawab: “Aku menunggu Muhammad bin Ismail al-Bukhari.” Maka setelah berlalu beberapa hari dari mimpi itu sampailah berita kematiannya. Maka aku memperhatikan saat kematiannya itu bertepatan pada saat Rasulullah mengatakan di dalam mimpiku.32 Semoga Allah selalu merahmati dan ridha kepadanya.

32: : يقول الطواويسي آدم بن الواحد عبد سمعت الجرجاني مكي بن محمد بن محمد وقالفسلمت موضع، في واقف وهو أصحابه، من جماعة ومعه النوم، في وسلم عليه الله صلى النبي رأيت

. : : البخاري إسماعيل بن محمد أنتظر قال ؟ الله رسول يا وقوفك ما فقلت السالم، علي فرد عليه،أيام بعد كان في فلما مات قد فإذا فنظرت موته، عليه بلغني الله صلى النبي رأيت التي الساعة

. فيها وسلمLihat: Al-Baghdadi. Ahmad bin Ali Abu Bakar al-Khatib, Tarikh Baghdad…, jil. II, h. 34.

21

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Majid. Mahmud, Fiqh Imam al-Bukhari fi al-Buyu’ wa al-Salam min

Jami’ al-Shohih, Makkah: Ummul Qura, 1993.

Abu Syuhbah. Muhammad Muhammad, Fi Rihab al-Sunnah al-Kutub

al-Shihhah al-Sittah, Kairo: Majma’ al-Buhus al-Islamiyah, 1981.

Al-Asqalany. Imam al-Hafiz Ahmad bin Aly bin Hajar, Fath al-Bary, Kairo:

Dar al-Hadis, 1998.

Al-Baghdadi. Ahmad bin Ali Abu Bakar al-Khatib, Tarikh Baghdad, Beirut:

Dar al-Kitab al-Ilmiah, 1930.

Al-Bukhari. Abi Abdullah Muhammad bin Ismail, Shahih al-Bukhari,

Mansyurah: Dar al-Ghad al-Gadeed, 2011.

Al-Dzahabi. Imam Syamsuddin Muhammad bin Ahmad bin Usman, Siaru

22

A’lam al-Nubula’, Beirut: Muassasah al-Risalah, 1993.

Al-Hanaifi. Musthofa bin Abdullah al-Qostantini al-Rumi, Kasfu adh

Dhunnun, Beirut: Dar al-Kutub Ilmiah, 1992.

Al-Hamui. Yaqut bin Abdullah, Mu’jam al-Buldan, Beirut: Dar al-Fikr, tt.

Al-Hanafi. Al-Hafiz ‘Alauddin Maghluthai bin Qulaij, Tahzib al-Kamal,

Kairo: Al-Faruq Hadisah, 2001.

Al-Husaini. Abdul Majid Hasyim, al-Imam al-Bukhari, Muhadditsan wa

Faqihan, Kairo: Dar al-Qaumiyyah.Al-Khatib. Muhammad ‘Ajjaj, Ushul al-Hadis ‘Ulumuhu wa Musthalahuhu,

Beirut: Dar al-Fikr, 1989.

Al-Qusthulani. Abi Abbas Sihabuddin Ahmad, Irsyad al-Sari, Beirut: Dar

al-Fikr, 1990.

Awadhillah. Abd Wahab al-Sayid, Al-Mu’jam al-Wasith, Kairo: Muthaba,

1999.

Dewan Redaksi, Ensiklopedi Islam, Jakarta: Ictiar Baru van Hoeve, 2003.

Hammam Abdurrahim, al-Fikr al-Manhaji ‘Inda al-Muhadditsin, Qatar:

Kitab al-Ummat, 1408 H.

Ibn Hajar, Al-Nukat ‘ala Kitab Ibn al-Shalah,Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah,

1993

Ibnu Kasir, Al-Bidayah wa al-Nihayah, Kairo: Dar al-Hadis, 1998.

23

Ibrahim. Adil bin Muhammad Wisam, Tahzib al-Kamal fi Asmai al-Rizal,

Kairo: Al-Faruq al-Hadisah, 2001.

Kafi. Abu Bakar, Manhaj al-Imam al-Bukhari, Beirut: Dar Ibnu Hizam, 2000.

Mahrus. Ridwan Abd Aziz, Dirasat fi Manahij al-Muhaddisin, Kairo: Al-Fajr

al-Jadid, 1992.

Nawawi. Imam Muhyiddin Abi Zakaria Yahya bin Syarif, Shahih Muslim,

Kairo: Mausuah al-Mukhtar, 2001.

Yuslem. Nawir, Sembilan Kitab Induk Hadis, Jakarta: Hijri Pustaka Utama,

2011.

www.maps-asia.blogspot.com

www.newsindonesiaonline.co.cc