permohonan izin poligami
TRANSCRIPT
PERMOHONAN IZIN POLIGAMI KARENA CALON ISTRI KEDUA HAMIL DI LUAR NIKAH
(Studi Analisis Putusan Nomor: 1051/Pdt.G/2012/PA.Ambarawa dan Nomor: 0520/Pdt.G/2011/PA.Purbalingga )
SKRIPSI
Oleh:ULINNUHA
NIM. 102321029
PROGRAM STUDI HUKUM KELUARGA ISLAMJURUSAN SYARIAH DAN EKONOMI ISLAMSEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PURWOKERTO 2014
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Proses perkembangan manusia di dunia mengalami tiga peristiwa penting.
Peristiwa itu adalah waktu kelahirkan, waktu perkawinanan dan waktu meninggal
dunia. Peristiwa kelahiran seseorang mengakibatkan akibat hukum dalam
keluarganya yang dalam artian sosiologis sebagai pengemban hak dan kewajiban.
Begitu pula pada peristiwa perkawinan akan menimbulkan akibat hukum.
Sehingga memiliki hak dan kewajiban antara suami dan istri, maupun dengan
anak-anaknya dan berbagai pihak lainnya. Dalam hal ini perkawinan merupakan
salah satu sunnatullah yang ditetapkan Allah sekaligus perintahNya kepada yang
mampu agar segera melaksanakannya. Pernikahan adalah suatu akad antara
seorang calon mempelai pria degan calon mempelai wanita atas dasar kerelaan
dan kesukaan kedua belah pihak, yang dilakukan oleh pihak lain (wali) menurut
sifat dan syarat yang telah ditetapkan syara’ untuk menghalalkan pencampuran
antara keduaya, sehigga satu sama lain saling membutuhkan menjadi sekutu
sebagai teman hidup dalam rumah tangga. 1 Dalam al-Quran sendiri telah di
sebutkan antara laki laki dan perempuan diciptakan untuk hidup berpasang-
pasangan. Hal itu merupakan naluri segala makhluk Allah, termasuk diantaranya
adalah manusia, sebagimana firmanNya surat Yasin ayat 36 di sebutkan:
1 Beni ahmad Saebani, Perkawinan dalam Hukum Islam da Undang-Undang (dalam Prespektif Fiqh muakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya), (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm.14
1
1
ا يعلمون ا تنبت الرضا ومن انفسهم ومم كلها مم
سبحن الذئ خلق االزواج
Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan pasagan semuanya, baik apa yang ditumbuhkan dari bumi dan dari diri mereka maupun apa yang tidak mereka ketahui.2
Ketentuan Hukum tentang keabsahan perkawinan di Indonesia diatur
dalam pasal 2 ayat (1) undang-undang perkawinan yang berbunyi: “Perkawinan
adalah sah apabila dilakukan menurut hukum masing masing agamanya dan
kepercayaannya itu” Ayat (2) mengungkapkan: “Tiap-tiap perkawinan dicatat
menurut perundang undangan yang berlaku”3 Mendirikan keluarga yang sakinah,
mawadah dan warahmah dalam ikatan perkawinan merupakan tujuan bagi setiap
pasangan yang berumah tangga. Selain itu dalam undang-undang No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan menyebutkan bahwasanya tujuan perkawinan adalah
membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.4 Dalam hal ini filosof Imam al-Ghozali, membagi
tujuan dan faedah pernikahan kepada lima hal sebagai berikut:5
1. Memperoleh keturunan yang sah, yang akan melangsungkan serta
mengembangkan keturunan suku-suku bangsa manusia.
2. Memenuhi tuntutan naruliah hidup manusia
3. Memelihara manusia dari kejahatan dan kerusakan
2 Departenen Agama Republik Indonesia, Al-Alim Edisi Ilmu Pengetahuan, (Bandung: Al-Mizan Publishing House), hlm. 443
3 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 84 Wasma & Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Perbandingan Fiqih
dan Hukum Positif, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 375 Ibid. hlm. 38
2
4. Membentuk dan mengatur rumah tangga yang menjadi basis pertama yang
besar di atas dasar kecitaan dan kasih sayang.
5. Membubuhkan kesungguhan berusaha untuk mencari rizki yang halal dan
memperbesar rasa tanggung jawab.
Dewasa ini, salah satu bentuk perkawinan yang sering diperbincangkan
dalam masyarakat adalah tentang poligami. Walaupun pada dasarnya asas dalam
pernikahan adalah monogami, dimana seorang suami hanya diperbolehkan
mempunyai satu orang istri. Dalam monogami, si istri maupun si suami
memandang perasaan, kasih sayang, dan pelayaanan seksual mereka sebagai
milik dan hak timbal balik masing-masing.6 Tapi dalam masyarakat sendiri,
Poligami masih mengundang pandangan yang kontroversial. Apabila orang
berbicara poligami, maka yang terbenak pertama kali adalah bahwa agama Islam
adalah sebagai pelopor poligami. Padahal poligami dalam pandangan agama
islam merupakan pintu darurat yang sewaktu waktu saja dapat dipergunakan.7
Adanya Poligami jauh sebelum Islam datang seperti bangsa terdahulu Yahudi
juga telah memperbolehkan penganutya untuk poligami. Pada dasarnya kata kata
Poligami terdiri dari kata poli dan gami. Secara etimologi, poli artinya banyak
dan gami artinya istri yang dapat di artikan menjadi berisrti banyak.8 Poligami
juga dapat di artikan sebagai ikatan perkawinan dalam hal mana suami
mengawini lebih dari satu istri dalam waktu yang sama.9
6 Murtadha Muthahhari, Duduk Perkara Poligami, (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2007) hlm. 9
7 Ali Hasan, Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah Masalah Kontemporer Hukum Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2000), hlm. 19
8 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta Timur: Kencana, 2003), hlm. 1299 Siti Musadah Mulia, Islam Menggugat Poligami, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2004),
hlm. 44
3
Dalam Undang-Undang Nomor 1 / 1974 tentang Perkawinan terdapat
alasan-alasan yudiris yang dapat diterima Pengadilan Agama untuk memeberikan
izin kepada seseorang yang hendak berpoligami yaitu:10
1. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri2. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan3. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Masalah Poligami ini dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan pada
pasal 55 yang berbunyi:11
1. Beristeri lebih dari satu orang pada waktu bersamaan, terbatas hanya sampai empat orang isteri
2. Syarat utama beristeri lebih dari seorang, suami harus mampu berlaku adil terhadap isteri isteri dan anak anaknya
3. Apabila syarat utama yang disebutkan pada ayat 2 tidak mungkin dipenuhi, suami dilarag beristeri lebih dari seorang.
Seorang suami yang bermaksud untuk beristri lebih dari seorang, maka ia
harus wajib mengajukan permohonan izin poligami kepada Pengadilan Agama,
kemudian di Pengadilan Agama akan memberikan keputusan apakah
permohonan tersebut dikabulkankan atau ditolak. Dalam memberikan
keputusannya pengadilan harus benar benar mempertimbangkan keputusannya,
karena masalah poligami menyangkut kebahagiaan dan kesejahteraan rumah
tangga. Pengadilan Agama dalam tugasnya memberikan putusan tentang
permohonan poligami, berpedoman pada aturan yang berlaku. Yaitu Undang-
Undang No. 1 Tahun 1974, Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 1975 serta
Kompilasi Hukum Islam pasal 55-59
10 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm. 4711 Putra Akbar, Undang Undang Perkawinan Indonesia Dilengkapi Kompilasi Hukum Islam,
(Jakarta: Wacana Intelektual, 2007), hlm. 189
4
Pengadilan agama mempunyai kekuasaan mengadili atau menangani
perkara (Absolute Coupetensial). Kekuasaan absolute artinya kekuasaan
pengadilan yang berhubugan dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau
tingkatan pengadilan, dalam perbedaan dengan jenis perkara atau jenis
pengadilan atau tingkatan pengadilan lainnya.12 Dalam hal ini pengadilan
mempunyai kekuasaan dalam mengadili maupun menangani masalah
permohonan izin poligami yang mana hakim harus menafsirkan dan
menimbangkan tentang putusan ataupun penetapan yang akan diambilnya.
Dalam perkara permohonan poligami ini meupakan pekara contentious.
Banyak hal yang melatarbelakangi seseorang mengajukan permohonan
poligami yang diterima dan dikabulkan oleh Pengadilan Agama yang terjadi
dalam masyarakat kita pada umumnya adalah alasan-alasan yang terdapat pada
UU No 1/1974 tentang pernikahan seperti seorang istri yang tidak bisa melayani
suami karena cacat atau penyakit berat bahkan dengan alasan tidak dapat
memperoleh keturunan. Akan tetapi ada alasan-alasan lain yang tidak sesuai
dengan UU yang disebutkan di atas, dimana alasan yang melatarbelakangi
seseorang mengajukan permohonan izin berpoligami diantaranya seperti calon
istri telah hamil di luar nikah. Hamil di luar nikah adalah seorang wanita yang
hamil sebelum melangsungkan akad nikah atau perkawinan. Dalam hal ini
seorang wanita melakukan hubungan seksual dengan seorang laki-laki hingga
hamil tanpa adanya ikatan pernikahan terlebih dahulu. Seperti halnya putusan
No: 0520/Pdt.G/2011/PA. Purbalingga dimana calon istri telah hamil 4 bulan
12 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Realita, (Malang: UIN-Malang Press, 2009), hlm. 204
5
dan menuntut calon suami untuk bertanggung jawab untuk segara menikahinya.
Dalam kasus tersebut setelah melakukan proses persidangan menentukan
bahwasanya permohonan izin poligami tidak dapat diterima. Sedangkan pada
kasus serupa juga terjadi pada putusan dengan No:1051/Pdt.G/2012/PA.
Ambarawa dimana seorang suami mengajukan izin poligami karena telah
menjalin cinta dengan calon istri keduanya hingga hamil. Hal itu mengakibatkan
calon istri keduanya meminta kepada laki-laki yang menghamilinya untuk
bertanggung jawab dan segera menikahinya. Status seorang laki-laki tersebut
yang sudah menikah dan mempunyai istri memaksanya untuk mengajukan
permohonan poligami kepada Pengadilan apabila ia akan menikahi calon istri
keduanya. Adanya permohonan poligami karena calon istri hamil di luar nikah,
setelah disidangkan di Pengadilan Agama Ambarawa menyatakan bahwa
permohonan tersebut dikabulkan yang artinya diperbolehkan untuk berpoligami.
Pada sejatinya telah dijelaskan mengenai tujuan perkawinan, yaitu untuk
menentramkan (menenangkan) jiwa, melestarikan keturunan, memenuhi
kebutuhan biologis dan melakukan latihan praktis memikul tanggung jawab.13
Adanya permohoanan poligami dengan alasan calon istri hamil di luar nikah
tentunya berbeda dari tujuan dari pernikahan. Bila terjadi pernikahan tersebut,
dilakukan karena si pria dituntut bertanggung jawab atas perbuatannya
melakukan hubungan seks dengan seorang wanita hingga hamil sebelum
terjadinya akad nikah. Di sisi lain dalam pasal 53 Kompilasi Hukum Islam
mengatur perkawinan, sebagaimana diungkapkan di bawah ini:14
13 Ali Hasan, Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam, (Jakarta: Siraja, 2006), hlm. 25314 Ibid, hlm. 260
6
1. Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2. Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
3. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang di kandungnya lahir.
Sedangakan dalam putusan dengan No: 1051/Pdt.G/2012/PA.Amb dan
No: 0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg juga menjelaskan bahwasanya permohonan
poligami dengan alasan adanya calon istri kedua hamil di luar nikah . Para istri
pertama dari kedua perkara tersebut tidak memenuhi alasan-alasan yudiris untuk
dipoligami sesuai dengan UU No. 1/1974 tentang perkawinan. Hal itu berarti
bahwasanya istri pertama dari perkara tersebut dapat menjalankan kewajiban
sebagai seorang istri, tidak memiliki cacat badan atau penyakit berat dan dapat
mempunyai keturuanan. Hal ini yang menjadi pertentangan dimana seorang
suami harus bertanggung jawab akan perbuatannya menghamili seorang wanita
di luar pernikahan sedangkan masih memiliki istri pertama yang secara alasan
yudiris tidak memenuhi untuk dipoligami.
Berdasarkan hal di atas, Pengadilan Agama merupakan salah satu wadah
bagi umat islam dalam mencari keadilan dan merealisasikan rasa keadilan
mereka sesuai ketentuan syariat Islam.15 Di sinilah peran hakim agama akan
memutus perkara sesuai dengan jenis perkaranya dengan pertimbangan-
pertimbangannya serta kriteria-kriteria dalam mengabulkan permohonan izin
poligami berdasarkan peraturan perundangan-undangan yang ada dengan
penafsiran penafsirannya. Dimana adanya perbedaan hasil putusan antara pekara
15 Erfaniah Zuhriah, Peradilan Agama Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Realita, (Malang: UIN – Malang Press, 2009 ), hlm.265
7
dengan No: 1051/Pdt.G/2012/PA.Amb yang mengabulkan permohonan
poligami dan Perkara No: 0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg yang menolak izin poligami.
Berdasarkan uraian tersebut di atas maka penulis tertarik untuk
mengadakan penelitian dengan judul “Permohonan Izin Poligami Karena
Calon Istri Hamil di Luar Nikah (Studi Analisis Putusan Nomor:
1051/Pdt.G/2012/PA.Ambarawa dan Nomor: 0520/Pdt.G/2011/PA.
Purbalingga)”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penulis dapat
mengumukaan rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimanakah pertimbangan hakim & dasar Hukum dalam mengabulkan
permohonan izin poligami di Pengadilan Agama Kabupaten Purbalingga dan
Pengadilan Agama Ambarawa ?
2. Bagaimana Akibat hukum yang terjadi setelah adanya putusan dari
Pengadilan Agama Purbalingga dan Ambarawa?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai penelitian ini adalah:
a. Untuk mengetahui bagaimana pertimbangan hakim dalam memutuskan
permohonan izin poligami karena calon istri hamil di luar nikah di
Pengadilan Agama Purbalingga dan Pengadilan Agama Ambarawa.
8
b. Untuk mengetahui akibat hukum setelah adanya putusan dari Pengadilan
Agama Purbalingga dan Ambarawa.
2. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat, baik bagi penulis
maupun bagi pihak lainnya. Adapun manfaat penelitian ini adalah ;
a. Manfaat teoritis
Bagi perkembangan ilmu hukum, hasil penelitian ini diharapkan dapat
berguna dan bermanfaat untuk memberikan masukan bagi perkembangan
ilmu pengetahuan bidang Hukum Islam pada umumnya dan bidang
Hukum Pernikahan Islam yang berlaku di Indonesia pada khususnya.
b. Manfaat praktis
1) Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan bahan teori
tambahan dan informasi khususnya pada pihak-pihak yang akan
mengajukan permohonan izin poligami.
2) Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu
bahan masukan dan melengkapi referensi yang belum ada.
D. Kajian Pustaka
Dalam sebuah penelitian, telaah pustaka merupakan sesuatu yang sangat
penting untuk memberikan sumber data yang dapat memberikan penjelasan
terhadap permasalahan yang diangkat sehingga menghindari adanya duplikasi,
serta mengetahui makna penting penelitian yang sudah ada dan yang akan diteliti.
Kajian pustaka digunakan untuk mengemukakan teori-teori yang relevan dengan
9
masalah yang akan diteliti ataupun bersumber dari peneliti terdahulu. Selain itu,
beberapa literatur pustaka menjadi landasan berpikir penyusun.
Wasman dan Wardah Nuroniyah dalam bukunya yang berjudul “Hukum
Perkawinan Islam di Indonesia Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif”
menjelaskan bahwasanya perkawinan merupakan ikatan lahir batin yang artinya
bahwa secara formal (lahiriyah) kedua pasangan suami istri yang benar benar
mempunyai niat (batin) untuk hidup bersama sama sebagai suami istri dengan
tujuan membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. 16 Dalam undang – undang
No. 1 tahun 1974 mengenati perkawinan mempunyai aturan tentang prinsip atau
asas-asasnya. Salah satunya ialah asas perkawinan monogami, kecuali bagi suami
yang agamanya memperbolehkan kawin lebih dari satu tetapi tetap dengan seizin
pengadilan. Perkawian seorang suami lebih dari satu istri kita kenal dengan
perkawinan poligami. Buku karya Achmad Kuzari yang berjudul “Nikah Sebagai
Perikatan” menerangkan kata monogami dapat dipasangkan dengan poligami
sebagaimana antonim. Monogami adalah perkawinan dengan istri tunggal,
artinya seorang laki laki menikah dengan seorang perempuan, sedangkan
poligami adalah perkawinan dengan dua orang perempuan atau lebih dalam
waktu yang sama. Dengan demikian makna ini mempunyai dua kemungkinan
pengertian: seorang laki laki menikah dengan banyak perempuan atau seorang
perempuan menikah dengan banyak laki laki. Kemungkinan pertama disebut
polygini dan kemugkinan kedua disebut polyandry. Hanya saja yang berkembang
16 Wasma & Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif, ( Yogyakarta: Teras, 2011 ), hlm 32
10
pengertian itu mengalami pergeseran sehingga poligami dipakai untuk makna laki
laki beristri banyak, sedangkan kata polygini sendiri tidak lazim di pakai.17
Buku karya Abd. Rahman Ghazaly, yang diterbitkan oleh Prenada Media
yang berjudul “Fiqh Munakahat”, dalam buku tersebut membahas masalah
poligami secara lengkap mulai dari pengertian poligami, prosedur poligami
maupun hikmah poligami.18 Karya lain yang membahas masalah poligami yaitu
dalam buku “Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap” karya Tihami dan
Sohari Sahamari” dalam buku ini membahas lebih rinci masalah poligami di
mulai dari sejarah poligami, dasar hukum poligami, polgami dalam islam, batasan
poligami serta prosedur poligami. 19 Adapun hikah berpoligami di antaranya
adalah merupakan karunia Allah dan Rahmat-Nya kepada manusia, yaitu
diperbolehkannya berpoligami dan membatasinya sampai dengan empat. Dalam
buku lain, karya Dono Baswardo yang berjudul “Poligami itu Selingkuh”
menyebutkan bahwasanya seorang pria yang telah beristri yang hendak memiliki
istri kedua dan seterusnya, telah berdusta, berkhianat, berselingkuh terhadap istri
pertamanya.20 Hal itu di sebabkan karena seorang pria tersebut telah melanggar
komitmen dengan istri pertamanya, berbagi rahasia rahasia hidup dan
keluarganya kepada wanita lain di luar ikatan pernikahan.
Buku berjudul “ Perkawinan dalam Hukum Islam dan Undang Undang
(Perspektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan
Problematikanya)” buah karya Beni Ahmad Saebani menerangkaan tentang
17 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1995), hlm. 159
18 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat, (Jakarta: Prenada Media, 2003), hlm. 12919 Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Lengkap, (Jakarta: Raja
Grafindo, 2010), hlm. 35120 Dono Basardono, Poligami itu Selingkuh, (Jakarta: Galang Press, 2007), hlm 48
11
alasan pembenaran poligami dan perceraian dalam UU No. 1/1974 dan PP. No.
0/1975. Dalam hal seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang,
sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) Undang -Undang ini, maka ia wajib
mengajukan permohonan kepada Pengadilan di daerah tempat tinggalnya.21
Karya lain dari Beni Ahmad Saebani dalam bukunya yang berjudul “ Fiqih
Munakahat 2” juga membahas tentang alasan alasan seorang suami berpoligami
menjadi dua bagian alasan yaitu alasan yudiris dan alasan syar’iyah. Dalam
alasan yudiris menyebutkan bahwa, meskipun poligami menurut undang-undang
diperbolehkan, beratnya persyaratan yang harus ditempuh mengisyaratkan bahwa
pelaksanaan poligami di Pengadilan Agama menganut prinsip menutup pintu
terbuka, artinya poligami itu tidak dibuka, kalau memang tidak diperlukan dan
hanya dalam hal atau keadaan tertentu pintu dibuka.22
Buku berjudul “Fikih Aktual Kajian Atas Persoalan Persoalan Hukum
Islam Kontemporer” buah karya Ajat Sudarajat membahas tentang menikahi
wanita hamil. Dalam suatu ikatan pernikahan idealnya seorang laki-laki
mengawini seorang wanita yang masih perawan atau setatus belum menikah, atau
bisa juga menikah dengan janda yang telah putus tali pernikahannya dan dalam
keadaan atau kondisi suci. Namun dalam keadaan saat ini tidak sedikit di
masyarakat yang terjadi sebaliknya, dimana wanita dinikahi bukan hanya dalam
kondisi suci lagi, akan tetapi sudah mengandung atau keadaan hamil. Perkawinan
seperti ini biasanya dilakukan secara keterpaksaan karena dituntut untuk
bertanggung jawab serta pernikahan di laksanakan dalam kondisi hamil. Ada
21 Beni Ahmad Saebani, Perkainan dalam Hukum Islam dan Undang-Undang (Prespektif Fiqh Munakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya), (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 65
22 Beni Ahmad Saebani, Fikih Munaqahat 2, (Bandung: Pustaka Media, 2001), hlm. 163
12
beberapa pendapat para ulama fiqh, di antaranya Imam Hanafi, Imam Maliki,
Imam Syafi’I dan Imam Hambali, menurut mereka bahwa perkawinan keduanya
sah dan boleh bercampur sebagaimana suami istri, dengan ketentuan, bila si pria
itu yang menghamilinya kemudian ia mengawininya.23
Skripsi yang disusun oleh Nur Faiziah mahasiswa jurusan Syari’ah prodi
al-Ahwal al-Syakhshiyyah pada tahun 2009 dengan judul “Poligami Tanpa Izin
Pengadilan Agama sebagai Alasan Pembatalan Perkawinan (Studi Kasus
Putusan Pengadilan Agama Purokerto No: 865/Pdt.G/2007/Pa.Pwt)”. Skripsi ini
membahas tentang analisis putusan pengadilan untuk membatalkan perkawinan
poligami karena tidak adanya izin poligami dari pengadilan agama, karena
sejatinya seseorang yang ingin berpoligami harus mendapatkan izin dari istri
terdahulu, juga harus mendapat izin Pengadilan Agama. 24 Penelitian Skripsi yang
lain, yang disusun oleh Umi Hasanah pada tahun 2008 dengan judul “ Presepsi
Masyarakat Desa Plasa Kulon Kec. Somagede Kab. Banyumas terhadap
masalah poligami”. Adapun fokus dari penelitian ini adalah bagaimana respon
masyarakat desa tersebut terhadap masalah poligami. Adapun kesimpulan dalam
skripsi tersebut menjelaskan bagaimana masyarakat desa Plasa Kulon Kec.
Somagede Kab. Banyumas menolak adanya praktek poligami.25 Skripsi dengan
judul “Teori Batas Muhamad Syahrur dalam Kasus Poligami” yang disusun
pada tahun 2006 oleh Yulia Wulandari, membahas tentang pemikiran Muhamad
23 Ajat Sudarajat, Fikih Aktual Kajian Persoalan Persoalan Hukum Islam Kontemporer, (Ponorogo: STAIN Ponorogo Press, 2008), hlm. 73
24 Nur Faizah, Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama sebagai Alasan Pembatalan Perkawinan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Purwokerto No: 865/Pdt.G/2007/PA.PWT), (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 2009), hlm. 8
25 Umi Hasanah, Presepsi Masyarakat Desa Plasa Kulon Kec. Somagede Kab. Bayumas terhadap Masalah Poligami, (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 2008), hlm. 67
13
Syahrur tentag teori batasnya dalam kasus poligami. Syahrur berpendapat pada
prinsipnya mengakui adanya poligami sebagai bagian dari Syari’at Islam, akan
tetapi dalam prakteknya berbeda dengan ulama lainnya. Poligamii menurut
syahrur terbatas secara kuantitatif yaitu terbatas pada empat orang sedangkan
secara kualitatif harus janda beranak yatim dan juga harus adil.26
Berdasarkan penelusuran hasil penelitian terdahulu, dapat diketahui
bahwa belum ada pembahasan ataupun penelitian yang dilakukan secara spesifik
mengenai tinjauan Analisis hukum tentang bagaimana permohonan izin poligami
yang di karenakan calon istri hamil di luar nikah.
E. Metodologi Penelitian
Dalam melaksanakan penelitian ini, penyusun akan menggunakan
beberapa metode yang mendukung tercapainya penelitian ini. Penelitian ini
memofokuskan pada suatu objek penelitian dimana sumber datanya berasal dari
berbagai metode pengumpulan data.
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini termasuk dalam kategori penelitian kepustakaan (library
research) yaitu suatu bentuk penelitian yang sumber datanya diperoleh dari
kepustakaan yang berkaitan dengan pokok bahasan ini dan juga literatul-
literatul lainnya.27 Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan buku-buku
yang terkait dengan masalah yang sedang dibahas dalam penelitian ini dan
juga literatul-literatul lainnya, kemudian dibandingan dan dianalisis menjadi
26 Yulia Wulandari, Teori Batas Muhamad Syahrur dalam Kasus Poligami, (Purwokerto: STAIN Purwokerto, 2006 ), hlm. 5
27 Abuddin Nata, Metode Studi Islam, cet IV (Jakarta: Grafind Persada, 2001), hal. 125.
14
sebuah kesimpulan. Untuk melacak pembahasan tersebut penulis melakukan
studi terhadap Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Nomor:
0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg dan Putusan Pengadilan Ambarawa Nomor:
1051/Pdt.G/2012/PA.Ambarawa tentang permohonan poligami karena calon
istri hamil di luar nikah.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian kasus permohonan poligami karena calon istri hamil di luar
nikah di Pengadilan Agama dengan menggunakan metode pendekatan
Yuridis Normatif. Penelitian berupa perundang-undangan yang berlaku,
berupaya mencari asas-asas atau dasar falsafah dari perundang-undangan
tersebut, keputusan-keputusan pengadilan, teori-teori hukum, dan pendapat-
pendapat para sarjana hukum terkemuka.28 Pendekatan yang penulis lakukan
adalah pendekatan yuridis yaitu cara mendekati masalah yang diteliti dengan
mendasarkan pada semua tata aturan perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia yang dikenal dengan hukum positif. Dalam hal ini hukum positif
yang mengatur tentang perkawinan pada umumnya dan permohonan poligami
dalam perkawinan pada khususnya. Seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974, Kompilasi Hukum Islam, KUH Perdata serta Hukum Islam serta
dilengkapi dengan berbagai temuan dari objek penelitian di Pengadilan
Agama Purbalingga dan Ambarawa dalam rangka mengungkap permasalahan
pembatalan perkawinan di Pengadilan Agama Purbalingga dan Ambarawa.
Itu pula sebabnya penelitian ini digunakan analisis kualitatif, karena datanya
28 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum (Jakarta: Granit, 2005), hlm. 92.
15
berupa kualitatif.29 Sehingga bisa diperjelas bahwa penelitian ini
menggunakan metode penelitian hukum normatif.
3. Sumber Data
Dalam mencari dan mengumpulkan data-data yang diperlukan yang
difkuskan pada pokok-pokok permasalahan yang ada, supaya tidak terjadi
penyimpangan dan pengkaburan dalam pembahasan penelitian. Sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu dapat berupa sebagai berikut;
a. Sumber Data Primer
Data primer adalah data yang langsung diperoleh dari sumber data
oleh penyelidik untuk tujuan khusus.30 Berdasarkan teori di atas, maka
bahan hukum primer yang penulis gunakan adalah:
1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 tahun 1974 tentang
Perkawinan
2) Kompilasi Hukum Islam
3) Putusan Pengadilan Agama Purbalingga Nomor: 0520/Pdt.G/2011/
PA.PBG dan Putusan Pengadilan Agama Ambarawa Nomor:
1051/Pdt.G/2012/PA. Ambarawa
b. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber yang memberikan penjelasan
mengenai sumber data primer.31 Atau data yang diperoleh pihak lain, tidak
diperoleh langsung oleh peneliti dari subjek penelitiannya.
29 Rianto Adi, Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, hlm. 92 30 Winarno Surakhmad, Pengantar penelitian Ilmiah (Bandung:Tarsito, 1994), hlm. 13431 Burhan Ashofa, Metode Penelitian Hukum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006),
hlm. 103.
16
Sumber sekunder merupakan sumber yang mendukung bukan
sumber utama. Yang merupakan sumber data yang mendukung proses
penelitian. Data sekunder ini peneliti gali dari buku-buku tentang
Perkawinan dan dari wawancara dengan majelis hakim yang melakukan
persidangan perkara Nomor: 0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg dan Nomor:
1051/Pdt.G/2012/PA.Ambarawa. Dalam hal ini penulis akan menganalisa
rumusan masalah yang diperoleh dari Putusan Hakim, literatu-literatur
hukum, serta semua bahan yang terkait dengan permasalahan yang
dibahas dan pada akhirnya dikaitkan berdasarkan UU.
4. Metode Pengumpulan Data
Untuk memperoleh data yang cukup jelas yang di butuhkan oleh
penulis yang sesuai dengan permasalahan penelitian, maka penulis
menggunakan teknik pengumpulan data dengan:
a. Penelitian Kepustakaan
Penelitian pustaka merupakan kegiatan untuk mengkaji secara
kritis bahan-bahan yang berkaitan dengan masalah yang diangkat dalam
penelitian, bahan-bahan pustaka yang dikaji tersebut kemudian dirinci
secara sistematis dan dianalisis secara deduktif.32
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data sekunder
mengenai permasalahan yang ada relevansinya dengan obyek yang diteliti,
dengan cara menelaah atau membaca buku literatur, peraturan perundang-
32 Bahder Johan Nasution, Metode Penelitian Hukum (Bandung: Mandar Maju, 2008), hlm. 101.
17
undangan, maupun kumpulan atau hal-hal yang ada hubungannya dengan
masalah yang dibahas.
b. Wawancara
Metode wawancara adalah teknik pengumpulan data melalui proses
tanya jawab lisan yang berlangsung satu arah, artinya pertanyaan datang
dari pihak yang mewawancarai dan jawaban diberikan oleh yang
diwawancara.33 Wawancara dilakukan dengan cara tanya jawab secara
langsung dimana semua pertanyaan disusun secara sistematis. Dengan
menggunakan proses percakapan dengan maksud untuk mengkontruksi
mengenai orang, kejadian, kegiatan, organisasi, motivasi, perasaan yang
dilakukan oleh dua belah pihak yaitu pewawancara (interviwer) yang
merupakan pengaju pertanyaan dengan orang yang diwawancarai
(interviewee).34 Untuk menggali dan memperkuat karya tulis ini, penulis
menggunakan metode wawancara dalam penggalian data, walaupuan yang
telah di sebutkan di atas jenis penelitian dalam karya tulis ini adalah
library research.
Adapun wawancara penulis dalam hal ini dilakukan wawancara
dengan Hakim Pengadilan Agama Purbalingga dan Ambarawa yang
menyidangkan perkara dan Panitera Pengadilan Agama Purbalingga dan
Ambarawa untuk memperoleh keterangan tentang perkara yang
berhubungan dengan Permohonan Poligami yang penulis teliti.
33 Abdurrahmat Fathoni, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), hlm. 104
34 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Kualitataif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Variasi Kontemporer, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2006), hlm.143.
18
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan suatu proses dalam mengumpulkan data
dengan melihat atau mancatat laporan yang sudah tesedia. Yang bersumber
dari data-data dalam bentuk dokumen mengenai hal-hal yang sesuai
dengan tema penelitian, baik berupa karya ilmiah, buku, makalah, surat
kabar, majalah, atau jurnal serta laporan-laporan.35
Pengumpulan data yang peneliti lakukan berupa dokumen atau
berkas atas persidangan dengan Nomor: 0520/Pdt.G/2011/PA. Purbalingga
dan Nomor: 1051/Pdt.G/2012/PA .Ambarawa yang berhubungan dengan
penelitian.
5. Teknik Analisis Data
Tahap selanjutnya setelah mengumpulkan data-data selesai adalah
menganalisis data. Karena dengan analisis data, data yang diperoleh bisa
diolah sehingga bisa mendapatkan jawaban dari permasalahan yang ada.
dalam menganalisis data, penulis menggnakan analisis isi (content analisys).
Dimana analisis diartikan sebagai teknik apapun yang dapat digunakan untuk
menarik kesimpulan melalui usaha karakteristik pesan dan dilaksanakan
secara objektif dan sisitematis.36
Data yang diperoleh selama proses penelitian baik itu data primer
maupun data sekunder dianalisis secara kualitatif. Dengan dianalisis secara
kualitatif bertujuan untuk mencapai kejelasan dan gambaran tentang masalah
yang diteliti. Kemudian disajikan secara deskriptif yaitu suatu analisis data 35 Suharsimi Arikunto, Managemen Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 2005), hlm. 14436 Soerjono dan Abdurrohman, Metode Penelitian dan Penerapan (Jakarta: Rineka Cipta,
1997), hlm. 8.
19
dari suatu pengetahuan yang bersifat umum mengambarkan, menguraikan,
menjelaskan sesuai dengan permasalahan yang erat kaitannya dengan
penelitian ini pada laporan akhir penelitian dalam bentuk tugas akhir atau
skripsi.
F. Sistematika Pembahasan
Untuk memudahkan peneliti dalam penyusunan skripsi ini, maka peneliti
membuat sistematika penulisan yang terdiri dari lima bab dengan perincian
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan, dalam bab ini berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan kegunaan, kajian pustaka, jenis penelitian, sumber data,
teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data serta sistematika pembahasan.
Bab II berisi tinjauan umum tentang poligami, dasar , syarat dan
prosedur poligami, hikmah poligami.
Bab III tentang Gambaran Umum Pengadilan Agama Purbalingga dan
Ambarawa, serta salinan putusan permohona izin poligami di Pengadilan Agama
Purbalingga dan Ambarawa.
Bab IV membahas tentang analisis terhadap perkara No:
0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg. di Pengadilan Agama Purbalingga dan No:
1051/Pdt.G/2012/PA.Ambarawa yang meliputi: Analisis terhadap dasar hukum
pertimbangan Majlis Hakim dalam putusan No: 1150/Pdt.G/2013/PA.Pbg. di
Pengadilan Agama Purbalingga dan No: 1051/Pdt.G/2012/PA.Ambarawa serta
analisis akibat hukum dari putusan tersebut.
20
Bab V merupakan bab terakhir yang merupakan penutup, yang berisi
kesimpulan dan saran. Setelah bab penutup dilengkapi dengan daftar pustaka dan
dilengkapi pula dengan berbagai lampiran
21
BAB II
POLIGAMI & PERKAWINAN WANITA HAMIL
A. Poligami Dalam Islam
1. Pengertian Poligami
Kata poligami, secara etimologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu
polus yang berarti banyak dan gamous yang berarti perkawinan.37 Jadi,
Poligami memiliki arti suatu perkawinan yang banyak atau lebih dari
seseorang. Sistem perkawinan bahwa seorang laki-laki mempunyai lebih
seorang isri dalam waktu yang bersamaan, atau seorang perempuan
mempunyai suami lebih dari seorag dalam waktu yang bersamaan, pada
dasarnya disebut poligami.38 Pegertian poligami menuruut kamus besar
bahasa Indonesia, adalah ikatan perkawinan dimana seorang laki-laki boleh
mengawini wanita dalam waktu yang sama.
Secara terminologi sendiri, poligami terbagi menjadi dua istilah yaitu,
poligini dan polyandry. Poligini merupakan perkawinan seorang laki-laki
yang menikah dengan banyak perempuan/istri, sedangkan polyandry meiliki
arti suau perkawinan seorang perempuan meikah dengan banyak laki-laki
(lebih dari seorang). Hanya saja yang berkembang saat ini pegertian itu
mengalami pergeseran sehingga poligami dipakai untuk memaknai laki-laki
yang berisri banyak, sedangkan kata poligini sendiri tidak lazim dipakai.39
Dari beberapa arti kata di aas dapat disipulkan bahwasanya poligami 37 Timahi & Sohari Saharni, Fikih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap …, hlm.35138 Ibid. 39 Achmad Kuzari, Nikah Sebagai Perikatan…, hlm. 159
22
22
merupakan ikatan perkawinan dimana seorang suami mempunyai beberapa
orang istri dalam waktu yang bersamaan.
2. Dasar Hukum Poligami
Dasar hukum merupakan pijakan yang dijadikan tempat keluarnya
suatu ketentuan yang berlaku untuk perbuatan tertentu. Berkaitan dengan
masalah poligami. Adapun dasar hukum yang berkaitan di antaranya adalah:
Kaitannya dengan dasar hukum adanya poligami adalah al-Quran
surat An-Nisa Ayat 3 :
وان خفتم اال تقس��طوا فى اليتمى ف��انكحوا م��ا ط��اب لكم من النساء مثنى و ثلث و ربع، فان خفتم اال تعدلوا فواحدة
(٣او ما ملكت ايمانكم، ذالك ادنى اال تعولوا. )النساء : Artinya :
“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bila kamu mengawininya), maka kawinlah wanita-wanita lain yang kamu senangi , dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinlah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki, yang demikian itu lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya”40
Ayat tersebut menurut Khazin Nasuha merupakan ayat yang
memberikan pilihan kepada kaum laki-laki untuk menikahi anak yatim
dengan rasa takut tidak berlaku adil karna keyatimannya atau menikahi
perempuan yang disenangi hingga jumlahnya empat istri. Akan tetapi, jika di
hantui oleh rasa takut tidak bisa berlaku adil, lebih baik menikah dengan
seorang perempuan atau hamba sahaya, karena hal itu menjauhkan diri dari
berbuat aniyaya.41
40 Departenen Agama Republik Indonesia, Al-Alim Edisi Ilmu Pengetahuan, (Bandung: Al-Mizan Publishing House), hlm
41 Beni Setiawan Achmad, Fiqh Munakahat 2…, hlm. 155
23
ولن تستطيعوا ان تعدلوا بين النساء ولو حرصتم فال تميل��وا كل الميل فتدروها كالمعلقة، وان تصلحوا و تتقوا فان الله
ك���ان غفورا رحيما (١٢٩)النساء :
Artinya :
“Dari kamu sekali-kali tidak akan dapat berlaku adil di antara istri-istri (mu), walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu cenderung (kepada yang kamu cintai) sehingga kamu biarkan yang lain terkatung-katung dan jika kamu mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari kecurangan), maka sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” 42
Dasar Hukum poligami yang lainnya adalah Al-Hadis diantaranya yaitu : الله صلرسول قالعن ابن مسعود رضي الله عنه قال����:
من استطاع منكم الب��اءةالشباب يامعشرالله عليه وسلم: ومن لم يس��تطع احصن للف��رجو للبصرفليتزوج فانه اغض
(مسلم و البخار رواهفعليه با لصوم فا نه له وجاء )Arinya :
“Dari Abdullah bin Mas’ud r.a ia berkata, “Rasulullah SAW, bersabda kepada kami, Hai kaum pemuda, apabila di antara kalian kuasa untuk kawin, hendaklah ia kawin, sebab kawin itu lebih kuasa untuk menjaga mata dan kemaluan; dan barang siapa yang tidak kuasa, hendaklah berpuasa sebab puasa iu jadi penjaga baginya.”43
Hadis riwayat Abu Dawud:
عن أبى هريرة أن النبي صلى الله عليه و س��لم ق��ال : من كانت له امرأت��ان فم��ال الى إحداه���ما ج��اء ي��وم القيام��ة و
ش�قه مائل )رواه أبو داود(
Artinya :
42 Departenen Agama Republik Indonesia, Al-Alim Edisi Ilmu Pengetahuan, (Bandung: Al-Mizan Publishing House), hlm.
43 Beni Setiawan Achmad, Fiqh Munakahat 2…, hlm. 155
24
“Dari Abu Hurairah, seseungguhnya Nabi SAW bersabda, “Barang siapa punya dua orang istri, lalu memberatkan salah satunya, ia akan datang pada hari kiama nanti dengan batu miring”44
Hadis riwayat Abu Dawud dari Siti Aisyah: كان رسول الل))ه ص))لى الل))ه علي))ه و س))لم يقس))م فيعدل و يقول: اللهم هذا قسمي فيم)ا أمل)ك فال تلمنى فيما تملك وال أملك. ق))ال أب))و داود :يع))نى
القلب. ) رواه أبو داود عن عائش)ة(Artinya:
“Rasulullah SAW selalu membagi giliran sesama istrinya dengan adil dan beliau pernah berdoa,“Ya Allah! Ini bagiku yang dapat aku kerjakan. Karena itu, janganlah Engkau mencelaku tentang apa yang Engkau kuasai, sedangkan aku tidak menguasainya. “Abu Dawud berkata, “Yang dimaksud dengan Engkau kuasai, tetapi aku tidak menguasainya, adalah hati”
3. Poligami dalam Sejarah
Poligami dalam kehidupan manusia merupakan model keluarga
(suami-istri) yang telah menyejarah, dilakukan oleh raja-raja dan kalangan
kerajaan, utusan Allah, sahabat nabi, dan rakyat biasa. 45 Hampir seluruh
bangsa di dunia, sejak zaman dahulu sudah mengenal dengan isilah poligami.
Diantaranya poligami sudah di kenal oleh bangsa Israel, orang-orang Hindu,
Persia, Arab, Romawi, Babilonia, Tunisia dan lain-lain. Bangsa-bangsa kuna
seperti Yahudi juga memperbolehkan penganutya berpoligami bahkan tanpa
batas. Seperti yang diutarakan di atas bahwasanya poligami sama tuanya
dengan sejarah umat manusia, yaitu sebelum Islam datang. Pada agama
44 Ibid 45 Abd. Rahman Ghazaly, Fiqh Munakahat…, hlm. 129
25
Kristen pun tidak melarang poligami, sebab dalam injil tidak ada satu ayat
pun yang melarangnya dengan tegas. 46
Di negara barat, kebanyakan orang menyikapi poligami dengan
kebencian dan menentang adaya praktek poligami. Sebagian besar bangsa-
bangsa di sana menganggap bahwa poligami adalah hasil dari perbuatan cabul
dan oleh karenanya dianggap sebagai tindakan yang tidak bermoral.47 Namun
kenyataanya menunjukan hal yang lain dimana merajalelanya praktek-praktek
poligami secara liar. Contoh nyatanya dari kalangan orang-orang besar Eropa
yang melakukan praktek poligami secara illegal adalah Hendrik II, Hendrik
IV, Lodeewijk XV, Rechlieu dan Napoleon I. Bahkan, pendeta-pendata
Nasarani yang telah bersumpah tidak akan kawin selama hidupnya, tidak
malu-malunya membiasakan juga kebiasaan memelihara istri-istri gelap
dengan “Izin sederhana” dari uskup atau kepala-kepala gereja.48 Melihat
realita yang terjadi pada saat itu para sarjana, penganjur poligami maupun
masyarakatnya sendiri mulai terbuka dan bersikap lunak dengan adanya
poligami. Dr. Gustav Le Bon pernah berkata : “Pada masa-masa yang akan
datang nani, undang-undang bangsa Eropa akan melegalisasi poligami”.
Sedangkan menurut M. Letourbeau juga mengutarakan pendapanya berupa:
“Hingga sampai saat ini belum juga dapat diyakini bahwa sistem monogamy
itu yang paling baik.”
46Ajat Sudarajat, Fikih Aktual: Kajian Atas Persoalan-Persoalan Hukum Islam Kontemporer…, hlm. 62
47 Timahi & Sohari Saharni, Fikih Munakahat Kajian Fiqih Nikah Lengkap…, hlm. 48 Ibid
26
Di Indonesia sendiri, kabar tenang adanya praktek poligami terdengar
pada tahun 1928. Kabar-kabar enang poligami bersumber dari organisasi-
organisasi kaum wanita di luar Islam, seperi ‘Putri Indonesia’ dan lain-lain.
Sejak saat itu poligami mulai banyak dibicarakan orang dan menimbulkan
pro conra di masyarakat. Masyarakat yang menentang adanya poligami
mereka beranggapan bahwasanya poligami merendahkan deraja kaum wania,
menyebabkan merajalelanya perzinaan, dan poligami menyebabkan kacau
balaunya rumah tangga, sebab, biasanya cinta suami akan teruju ke isri yang
baru.
Di dalam Islam sendiri poligami sudah dipraktikkan umat manusia
jauh sebelum Islam datang. Rasulullah Saw. Membatasi poligami sampai
empat orang isteri. Sebelum adanya pembatasan ini para sahabat sudah
banyak yang mempraktikkan poligami melebihi dari empat isteri, seperti lima
isteri, sepuluh isteri, bahkan lebih dari itu. Mereka melakukan hal itu sebelum
mereka memeluk Islam, seperti art hadis di bawah ini.
ان الن��بي ص��لى الل��ه علي��ه و س��لم ق��ال لغيالن بن امي��ة السقفي و قد أسلم و تحته عشر نسوة اختر منهن اربعا و
فارق سائرهن )رواه الترمذى( “ Dari Ibn Umar r.a berkata : Ghilan bin Salamah ats Tsaqafi masuk Islam dan memiliki sepuluh istri pada massa Jahiliyah (sebelum masuk Islam), bersamanya mereka juga masuk Islam, lalu Nabi meyuruhnya unuk memilih empat orang saja dari mereka (Riwayat at-Turmudzi).”49
49 Faqihuddin Abdul Qodir, Memilih Monogami : Pembacaan Atas Al-Quran dan Hadits Nabi, (Yogyakarta: PT LKis Pelangi Aksara, 2005), Hlm. 153
27
4. Alasan Poligami dalam Islam
Poligami ialah perkawinan antara seorang laik-laki dengan lebih dari
seorang wanita dalam waku yang sama. Mengawini wanita lebih dari satu ini
menurut hukum Islam diperbolehkan dengan dibatasi paling banyak empat
orang. Pembolehan pernikahan lebih dari datu orang adlah merupakan suatu
pengecualian. Dihubungkan dengan masalah perkawinan dapat dikemukaan
macam-macam keadaan yang menjadikan alasan untuk diperbolehkanya suatu
poligami diantaranya adalah:50
a. Apabila ada ,mseorang laki-laki yang kuat syahwatnya, baginya seorang
istri belum memadai, apakah ia dipaksa harus hanya beristri satu orang,
dan untuk mencukupkan kebutuhannya dibiarkan berhubungan dengan
orang lain di luar perkawinan. Dalam hal ini agar hidupnya tetap bersih,
kepadanya diberi kesempatan untuk berpoligami asal syarat akan dapat
berbuat adil dapa terpenuhi.
b. Apabila ada seorang suami benar-benar ingin mempunyai anak
(keturunan) padahal istrinya ternyata mandul apakah suami itu harus
mengorbankan keinginannya unuk memenuhi tuntutan naluri hidup suami
yang beristri mandul, ia dibenarkan kawin lagi dengan perempuan subur
yang mampu berketurunan.
c. Apabila ada istri yang menderia saki sehingga tidak mampu melayani
suaminya, apakah suami harus menahan saja tuntutan biologisnya untuk
50 Ahmad Azhar B, Hukum Perkawinan Islam, (Yogyakarta: UII Press, 1999), hlm. 38
28
memungkinkan suami terpenuhi hasrat nalurinya dengan jalan halal
kepadanya diberi kesempatan kawin lagi.
d. Apabila suatu ketiaka terjadi dalam suatu masyaraka dalam jumlah
perempuan lebih besar dari jumlah laki-laki. Apakah akan
dipertahankanya laki-laki hanya boleh kawin dengan seorang istri saja.
Bagaimana dengan nasib perempuan yang tidak sempat memperoleh
suami dan dalam waktu yang sama dapat menjamin kehidupan yang lebih
stabil jangan sampai terjadi tindakan sewenang-wenang.
5. Batasan dalam Poligami
Islam membolehkan poligami dengan jumlah wanita yang terbatas dan
tidak mengharuskan umatnya untuk melakukan monogami mutlak dengan
pengertian seorang laki-laki hanya boleh beristri seorang wanita dalam
keadaan dan situasi apa pun dan tidak pandang bulu apakah laki-laki itu kaya
atau miskin, hiposeks atau hiperseks, adil atau tidak adil secara lahiriyah.
Islam pada dasarnya, menganut sistem monogami dengan memberikan
kelonggaran dibolehkannya poligami terbatas. Pada prinsipnya, pernikahan
seorang laki-laki dengan seorang perempuan maupun sebaliknya seorang istri
memiliki seorang suami. Tetapi, Islam tidak menutup diri adanya
kecenderungan laki-laki beristri banyak sebagaimana yang sudah berjalan
sejak dahulu kala. Islam tidak menutup rapat kemugkinan adanya laki-laki
tertentu poligami, tetapi tidak semua laki-laki harus berbuat demikian karena
tidak semuanya mempunyai kemampuan untuk berpoligami. Poligami dalam
29
Islam dibatasi dengan syarat-syarat tertentu, baik jumlah maksimal maupun
persyaratan lain seperti :
a. Jumlah istri yang boleh dipoligami paling banyak empat orang wanita.
Seandainya salah satu di antaranya ada yang meninggal atau diceraikan,
suami dapat mencari ganti yang lain asalkan jumlahnya tidak melebihi
empat orang pada waktu yang bersamaan.
b. Laki-laki itu dapat berlaku adil terhadap istri-istri dan anak-anaknya, yang
menyangkut masalah-masalah lahiriyah seperi pembagian waktu jika
pemberian nafkah, dan hal-hal yang menyangkut kepeningan lahir.
Sedangkan masalah batin, tentu saja, selamanya manusia tidak mugkin
dapat berbuat adil secara hakiki.
Adapun hikmah dilarangnya nikah lebih dari empat istri (bagi
manusisa biasa adalah :51
a. Batas maksimal berisrti bagi manusia biasa adalah empat istri. Jika lebih
dari empa istri berarti melampaui batas kemampuan, baik dari
kemampuan fisik, mental, maupun tanggung jawab, sehingga nantinya
akan repot sendiri, bingung sendiri, dan akhirnya akan menimbulkan
gangguan kejiwaan.
b. Karena melampaui batas kemampuan, maka ia akan terseret melakukan
kezaliman (aniyaya), baik terhadap dirinya sendiri maupun terhadap
dirinya maupun terhadap istri-istrinya.
51 Abd. Rahman, Fiqh Munakahat,… , hlm. 140
30
c. Manusia biasa pada umumnya didominasi oleh nafsu syahwanya, yang
cenderung melakukan penyimpangan-penyimpangan, sehingga ia idak
mempunyai kekuatan untuk memberikan hak-haknya kepada istri-istrinya.
6. Hikmah Poligami
Islam adalah agama yang diridhai oleh Allah bagi hamba-hambabnya.
Allah mengajak mereka untuk masuk kedalamnya dan mendekatkan diri
dengannya. Disyariatkan aturan-aturan poligami dalam Islam disebabkan oleh
hikmah-hikmah yang banyak.52 Mengenai hikmah diizinkan berpoligami
(dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil) antara lain adalah sebagai
berikut:
a. Mendapatkan keturunan bagi suami yang subur dan istri yang mandul.
b. Menjaga keutuhan keluarga tanpa menceraikan istri, sekalipun istri tidak
dapat menjalankan fungsinya sebagai istri, atau ia mendapat cacat badan
atau penyakit yang tidak dapat di sembuhkan.
c. Untuk menyelamatkan suami dari yang Hyperseks dari perbuatan zina dan
krisis akhlak lainnya.
d. Untuk menyelamatkan kaum wanita dari krisis akhlak yang tinggal di
Negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak dari
kaum prianya.
52 Kholid Bin Abdurrachman, Keutamaan-keutamaan Poligami, (Yogyakarta: Sajadah Press, 2006), hlm. 79
31
B. Poligami dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan &
Kompilasai Hukum Islam
Pada dasarnya undang-undang perkawinan di Indonesia menganu asas
monogami di dalam perkawinan.53 Hal ini dijelaskan pada Undang-Undang
Perkawinan pasal 3 ayat 1 yang berbunyi : “Pada asasnya seorang pria hanya
boleh mempunyai seorang istri seorang istri hanya boleh mempunyai seorang
suami”. Akan tetapi asas monogamy dalam undang-undang perkawinan ini tidak
bersifat mulak, tetapi hanya sifat pengarahan kepada pembenukan perkawinan
monogamy dengan jalan mempersulit dan mempersempit penggunaan lembaga
poligami dan bukan menghapuskan sama sekali sistem poligami. 54 Dengan
demikian UU No. 1/1974 menganu asas perkawianan monogamy. Pada pasal 3
ayat (1) tersebut selaras dengan pasal 27 KUH Perdata (BW) yang menjelaskan
bahwa dalam waktu yang sama seorang laki-laki hanya dibolehkan mempunyai
seorang perempuan sebagai istrinya, dan seorang perempuan mempunyai seorang
laki-laki sebagai suaminya.55
Perbedaan terletak pada pasal 3 ayat (2) UU No. 1/1974 menyatakan
didalam penjelasannya bahwa “pengadilan dapat member izin kepada seorang
suami unuk berisri lebih dari seorang apabila dikehendaki oleh pihak-pihak yang
bersangkutan”. Dengan adanya pasal ini maka UU No 1/1974 menganut asas
monogamy terbuka, karena tidak menutup kemungkinan dalam keadaan terpaksa
suami melakukan poligami yang sifatnya tertutup atau poligami yang tidak begitu
53 Soeiyati, Hukum Perkawinan Islam dan Undang-Undang Perkawinan, (Yogyakarta: Liberty, 2007), hlm. 77
54 Zainudin Ali, Hukum Perdata Islam di Indonesia…, hlm.47 55 Wasman & Wardah Nuroniyah, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Perbandingan
Fiqh dan Hukum Positif, hlm. 316
32
saja dapat dibuka tanpa pengawasan hakim. Oleh karena itu sebagimana pasal 3
ayat (2) UU No. 1/1974 menyatakan di dalam penjelasannya, bahwa pengadilan
dalam memberikan putusan selain memeriksa apakah syarat yang tersebut dalam
pasal 4 dan 5 telah terpenuhi, dan juga apakah ketenuan-ketentuan hukum
perkawinan dari calon suami mengizikan adanya poligami.
Apabila seorang suami akan beristri lebih dari satu orang , maka ia wajib
mengajukan permohonan kepada pengadilan didaerah tempat tinggalnya.
Kemudian pengadilan hanya member izin kepada seorang suami yang beristri
lebih dari satu di jelaskan pada Undang-Undang Perkawinan pasal 4 ayat (1) &
(2), poligami boleh dilakukan oleh seseorang dengan alasan:
1. Dalam hal seorang suami akan berisri lagi lebih dari seorang, sebagaimana tersebut dalam pasal 3 ayat (2) UU ini, maka ia wajib mengajukan permohonan kepada pengadilan di daerah tempat tinggalnya.
2. Pengadilan dimaksud dalam ayat (1) pasal ini hanya membolehkan memberikan izin kepada seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang apabila:a. Istri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai istri.b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan.c. Istri tidak dapat melahirkan keturunan
Apabila di perhatikan alasan pemberian izin melakukan poligami di atas,
dapat dipahami bahwa alasanya mengacu kepada tujuan pokok pelaksanakan
perkawinan, yaitu membenuk rumah tangga yang berharga dan kekal atau
sakinah, mawadah dan rahmah berdasarkan ketuhanan Yang Maha Esa. Apalagi
tiga alasan yang disebutkan di atas menimpa suami suami istri maka dapat
dianggap rumah tangga tersebut tidak akan mampu menciptakan keluarga
bahagia.
33
Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 pasal 5 menjelaskan tentang
pesyaratan terhadap seorang suami yang akan beristri lebih dari seorang sebagai
berikut.
1. Untuk dapat mengajukan permohonan kepada Pengadilan Agama sebagaimana dimaksudkan dalam pasal 4 ayat (1) undang-undang ini harus dipenuhi syarat-syarat sebagai berikut:a. Adanya persetujuan dari istrib. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan-keperluan
hidup istri-istri dan anak-anak mereka.c. Adanya jaminan bahwa suami akan berlaku adil terhadap istri-istri dan
anak-anak mereka.2. Persetujuan yang dimaksudkan pada ayat (1) huruf a pasal ini tidak
diperlukan bagi seorang suami apabila istri-istrinya tidak mungkin dimintai persetujuannya dan tidak dapat menjadi pihak dalam perjanjian, atau apabila tidak ada kabar dari istrinya selama sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, atau karena sebab-sebab lainnya yang perlu mendapat penilaian dari dari hukum Pengadilan Agama.
Prosedur polgami menurut pasal 40 Peraturan Pemerintahan Nomor 9
ahun 1975 menyebutkan bahwa apabila seorang suami bermaksud unuk beristri
lebih dari seorang, maka ia wajib mengajukan permohonan secara terulis kepada
pengadilan.56 Hal ini diatur lebih laju dalam pasal 56, 57, dan 58 Kompilasi
Hukum Islam.
Mengenai prosedur poligami di Indonesia dalam Kompilasi Hukum
Islam, pasal 56 mengatur enang hal tersebut :57
a. Suami yang hendak beristri lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama, yang pengajuannya telah diatur dengan Peraturan Pemerinah.
b. Perkawinan yang dapa dilakukan dengan istri kedua, keiga atau keempat tanpa izin pengadilan agama tidak mempunyai kekuatan hukum.
56 Ibid, hlm. 4857 Anonim, Kompilsi Hukum Islam, (Fokus Media : Bandung, 2010) , hlm. 58
34
Pasal 57 KHI
Pengadilan Agama hanya memberikan izin kepada suami yang akan
beristri lebih dari seseorang apabila :58
a. Istri tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai istri.b. Istri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkanc. Istri tidak dapat melahirkan keturunan.
Kalau pengadilan Agama sudah menerima permohonan izin poligami,
kemudian ia memeriksa berdasarkan pasal 57 KHI :
a. Ada atau tidakya alasan yang memungkinkan seseorang suami kawin lagi b. Ada atau tidaknya persetujuan bagi istri, baik persetujuan lisan maupun
tulisan, apabila persetujuan itu merupakan perseujuan lisan, persetujuan iu harus diucapkan di depan sidang pengadilan.
c. Ada atau tidaknya kemampuan suami untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak dengan memperhatikan :i. Surat keterangan mengenai penghasilan suami yang ditandaangani
bendahara tempat bekerja, atauii. Surat keterangan pajak penghasilan, atauiii.Surat keerangan lain yang dapat diterima oleh pengadilan.
Pasal 58 yang berbunyi:59
1. Selain syarat utama yang disebut pada 55 ayat (2) maka untuk memperoleh izin pengadilan agama, harus pula dipenuhi syarat-syarat yang ditentukan pada pasal 5 undang-undang No. 1 Tahun 1974, yaitu:a. Adanya persetujuan istri.b. Adanya kepastian bahwa suami mampu menjamin keperluan hidup isri-
istri dan anak-anak mereka.2. Dengan tidak mengurangi ketentuan pasal 41 huruf b Peraturan Pemerintah
No. 9 Tahun 1975, persetujuan istri aau isri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan atau isri-istri dapat diberikan secara tertulis atau dengan lisan, tetapi sekalian telah ada persetujuan tertulis, persetujuan ini dipertegas dengan perseujuan lisan istri pada sidang Pengadilan Agama.
Demikian aturan-aturan dalam berpoligami menurut undang-undang di
Indonesia. Pada prinsipnya di Indonesia menganut asas monogami terbuka yaitu
idak menutup kemungkinan dalam keadaan terpaksa suami melakukan poligami
58 Ibid 59 Ibid, hlm. 22
35
yang sifatnya tertutup atau poligami yang tidak begitu saja dapat dibuka tanpa
pengawasan hakim.
C. Perkawinan Wanita Hamil
Idealnya seorang laki-laki mengawini seorang perempuan yang masih
perawan atau status belum nikah, atau bisa juga dengan janda yang telah putus
tali perkawinannya dan dalam keadaan suci. Namun tidak sedikit di masyarakat
yang terjadi sebaliknya, wanita yang hamil dikawini bukan hanya tidak suci lagi,
akan tetapi sudah mengandung atau dalam keadaan hamil. Pekawinan seperi ini
biasanya dilakukan karena terpaksa. Perkawinan wanita hamil adalah seorang
wanita yang hamil sebelum melangsungkan akad nikah, kemudian dinikahi oleh
pria yang menghamilinya.60 Pada pasal 53 Kompilasi Hukum Islam mengatur
tentang perkawinan wanita hamil di luar nikah diantaranya adalah:
1) Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.
2) Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu terlebih dahulu kelahiran anaknya.
3) Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Dasar pertimbangan Kompilasi Hukum Islam terhadap perkawinan wanita
hamil adalah Surat An-Nur (24) ayat 3 yang berbunyi:
Artinya:60 Zaenuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia…, hlm. 45
36
Laki laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan berzina, atau perempuan yang musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini, melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki yang musyrik, dan yang demikian iu diharamkan atas orang-orang yang mu’min.
Penjelasan dari ayat di atas, bahwasanya menunjukan adanya kebolehan
antara perempuan hamil dengan laki-laki yang menghamilinya merupakan
pengecualian. Oleh karena itulah tepat untuk menjadi suaminya. Selain itu,
pengidentifikasian dengan laki-laki musyrik menunjukan keharaman wanita yang
hamil dimaksud menjadi syarat larangan terhadap laki-laki yang baik unuk
mengawininya. Persyaratan tersebut dikuatkan lagi dengan kalimat penutup pada
ayat Al Quran dalam Surat Al-Baqarah (2) ayat 221 bahwasanya selain laki-laki
yang menghamilinya perempuan yang hamil diharamkan oleh Allah untuk
menikahinya.61
Berdasarkan sebab turunya Surah An-Nur (24) ayat 3, dapat diketahui
bahwa Allah mengharamkan seorang laki-laki yang bukan menghamili
mengawini wanita hamil karena zina. Hal ini bertujuan untuk menjaga
kehormatan laki-laki yang beriman. Selain itu, untuk mengetahui status hukum
anak yang lahir sebagai akibat perzinaan, yaitu hanya diakui oleh hukum Islam
mempunyai hubungan kekerabatan dengan ibu yang melahirkan dan keluarga
ibunya, sedangkan ayahnya secara biologis tidak diakui mempunyai hubungan
kekerabatan.
Ada beberapa pendpata para ulama fiqh mengenai perkawinan wanita
hamil menikah dengan seorang laki-laki yang menghamilinya. Diantaranya Imam
Hanafi, Imam Maliki, Imam Syafi’I dan Imam Hanbali, menurut mereka bahwa
61 Zaenuddin Ali, Hukum Perdata Islam Indonesia…, hlm. 46
37
perkawinan keduanya dianggap sah dan boleh bercampur sebagaimana suami
istri, dengan ketentuan, bila si pria itu yang menghamilinya dan kemudian
mengawininya. Namun tetap keduanya dicap sebagai pezina, dan pendapat para
ulama yang mungkin berdasarkan ayat al- Quran, bahwa laki-laki penzina halal
menikahi perempuan penzina.62 Selanjutnya pernikahan bukan dengan pria yang
menghamilinya, mengenai hal ini elah terjadi perbedaan pendapat para ulama:63
1. Abu Yusuf mengatakan bahwa keduanya tidak boleh dikawinkan, sebab kalau
dikawinkan maka pernikahan itu batal. Pendapa beliau berdasar pada surat an-
Nur ayat 3. Abu Yusuf berpendapat juga bahwanya seorang laki-laki tidak
boleh mengawini seorang wanita yang diketahui telah berbuat zina dengan
orang lain kecuali dengan syarat, wanita tersebut telah melahirkan bila ia
keadaan hamil & wanita tersebut telah menjalankan dera baik ia hamil atau
tidak.
2. Imam Abu Hanifah dan Imam Syafi’I mengatakan bahwa perkawinan itu
dipandang sah, karena tidak terikat dengan perkawinan dengan orang lain
(tidak ada masa idah), wanita itu boleh juga dicampuri, karena tidak mungkin
nasab bayi yang terkandung ternoda oleh sperma suaminya.
3. Imam Muhammad Bin al-Hasan al-Syabani mengatakan bahwa pernikahnya
itu sah, tapi haram baginya bercampur selama bayi yang terkandung belum
lahir.
BAB III
62 Ajat Sudarajat, Fiqh Aktual …, hlm. 73 63 Ibid, hlm. 74-76
38
DESKRIPSI PENETAPAN HAKIM PENGADILAN AGAMA AMBARAWA &
PURBALINGGA NOMOR:1051/Pdt.G/2012/PA.Amb
& NOMOR: 0520/Pdt.G/2010/PA.Pbg
A. Gambaran Umum Pengadilan Agama Ambarawa
1. Letak Geografis Pengadilan Agama Ambarawa
Pengadilan Agama Ambarawa pada awal berdirinya menempati
sebuah gedung yang terletak di Jl. Ki Sarino Mangunpranoto No. 2 Ungaran,
dengan luas tanah 1.009 m2 dan luas bangunan 250 m2 dengan status Hak
Milik Negara (Departemen Agama) yang diperoleh dari Bagian Proyek
Pembangunan Balai Sidang Pengadilan Agama Ambarawa, dengan Berita
Acara tertanggal 7 Nopember 1985 Nomor : Bagpro/PA/105/XI/1985. 64
Dalam perkembangannya Pengadilan Agama Ambarawa di Ungaran
kemudian dipindah ke Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Kepala
Urusan Administrasi Mahkamah Agung Republik Indonesia Nomor :
46/BUA-PL/S-KEP/XII/2006, tanggal 13 Desember 2006 Tentang
Pengalihan Fungsi Penggunaan Bangunan Kantor Lama Pengadilan Negeri
Ungaran di Ambarawa menjadi Kantor Pengadilan Agama Ambarawa, yang
ditindak lanjuti dengan penyerahan sertifikat tanah sesuai berita acara serah
terima tanggal 14 April tahun 2008, maka diserahkanlah sertifikat tanah Hak
Pakai Nomor 11 Tahun 1996 Luas tanah 3.948 M2 dengan nama Pemegang
Hak Departemen Kehakiman RI Cq Pengadilan Negeri Ambarawa yang
64 www.pa-ambarawa.go.id diakses pada tanggal 13 November 2014.
39
39
terletak di Jl. Mgr. Soegiyopranoto No. 105 Kelurahan Ngampin, Kecamatan
Ambarawa yang telah dialihfungsikan berdasarkan Peraturan Bersama
Menteri Keuangan dan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia Nomor : 186/PMK.06/2009, No. 24 Tahun 2009 tgl 18/II/2009 (DI.
208 3209 tgl 28 Februari 2013, DI 307 6310 tgl 28 Februari 2013) atas nama
Pemerintah Republik Indonesia c.q. Mahakamah Agung RI, dengan batas-
batas sebagai berikut :
Sebelah Utara : Lapangan
Sebelah Timur : Jalan ke Lapangan
Sebelah Selatan : Jalan raya Semarang-Magelang
Sebelah Barat : Kebun milik perorangan.
2. Visi & Misi Pengadilan Agama Ambarawa
Adapun Visi Pengadilan Agama Ambarawa dalam menjalankan
tugasnya adalah:
Terwujudnya putusan yang adil dan berwibawa sehingga kehidupan
masyarakat menjadi tenang, tertib dan damai, di bawah lindungan Allah
SWT.
Sedangkan Misi Pengadilan Agama Ambarawa adalah:
Menerima, memeriksa, mengadili dan menyelesaikan perkara-perkara yang
di ajukan oleh umat islam indonesia, di bidang perkawinan, waris, wasiat, hibah,
wakaf, zakat, infaq, sadaqoh, sadaqoh dan ekonomi syariah, secara cepat, sederhana
dan biaya ringan.
3. Sejarah Pengadilan Agama Ambarawa
40
Pengadilan Agama Ambarawa adalah Pengadilan Agama yang berada
di wilayah kabupaten Semarang. Adapun sejarah berdirinya pengadilan
Agama Ambarawa sejalan .dengan sejarah keberadaan Kabupaten Semarang.
Sejak hampir 5 abad yang lalu di masa Pajang Mataram, Kabupaten
Semarang telah ada, dan waktu itu yang menjadi ibukota adalah Semarang.
Pada jaman itu “GEMENTE ( Kotapraja )” Semarang belum terbentuk.
Sebagai Bupati Semarang yang pertama adalah Ki Pandan Arang II
atau dikenal sebagai Raden Kaji Kasepuhan yang dinobatkan pada tanggal 2
Mei 1547 dan berkuasa hingga tahun 1574 serta mendapat pengesahan Sultan
Hadiwijaya. Pada masa itu beliau berhasil membuat bangunan yang
dipergunakan sebagai pusat kegiatan Pemerintah Kabupaten. Ringkasnya
sampailah pada tahun 1906 yaitu pada jaman Pemerintahan Bupati R.M.
SOEBIJONO, lahirlah “GEMENTE (Kotapraja)” Semarang, sesuai
Staatblaad tahun 1906 S.O 120. Pemerintah Kabupaten Semarang dipimpin
oleh seorang Bupati dan Pemerintah Kotapraja untuk wilayah Semarang
dipimpin oleh seorang Burgenmester. Semenjak itulah terjadi pemisahan
antara Kabupaten Semarang dengan Kotapraja Semarang hingga saat ini.
Berdasarkan Undang-undang No: 13 tahun 1950 Tentang
Pembentukan Kabupaten – Kabupaten dalam lingkungan Propinsi Jawa
Tengah, Kota Semarang ditetapkan sebagai Ibukota Kabupaten Semarang,
namun kota Semarang adalah Kotamadya yang memiliki Pemerintahan
sendiri.Pada saat berdirinya Kabupaten Semarang Pengadilan Agama untuk
wilayah hukum Kabupaten Semarang belum terbentuk, oleh karenanya para
41
pencari keadilan di wilayah Kabupaten Semarang yang akan mengajukan
perkara harus ke Pengadilan Agama Salatiga, karena wilayah hukum
Pengadilan Agama Salatiga meliputi Kota Salatiga dan Kabupaten Semarang.
Dari segi Pemerintahan, Kota Semarang sebagai ibukota Kabupaten
sangatlah kurang menguntungkan, maka timbullah gagasan untuk
memindahkan ibukota Kabupaten Semarang ke Kota Ungaran yang pada saat
itu masih dalam status Kawedanan.Sementara dilakukan pembenahan, pada
tanggal 30 juli 1979 oleh Bupati Kepala Daerah Tk. II Semarang diusulkanlah
ke Pemerintah Pusat melalui Gubernur, agar Kota Ungaran secara definitif
ditetapkan sebagai Ibukota Pemerintah Kabupaten Dati II Semarang.
Sementara itu telah terbentuk Pengadilan Negeri yang terletak di Ambarawa
sehingga disebut Pengadilan Negeri Ambarawa. Dalam perjalanannya
kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama Nomor : 96 tahun
1982 maka dibentuklah Pengadilan Agama Kabupaten Semarang dengan
sebutan Pengadilan Agama Ambarawa karena menyesuaikan dengan
penyebutan Pengadilan Negeri, namun Pengadilan Agama berkedudukan di
Kota Ungaran. Selanjutnya dengan Peraturan Pemerintah Nomor 29 tahun
1983 Tentang Penetapan Status Kota Ungaran sebagai Ibukota Pemerintah
Kabupaten Dati II Semarang, yang berlaku peresmiannya tanggal 20
Desember 1983 pada saat Pemerintahan Bupati Ir.Soesmono Martosiswojo
( 1979-1985 ), maka Kota Ungaran secara definitif sebagai Ibukota
Kabupaten Semarang.
42
Oleh karena Ibukota Semarang telah dipusatkan di Ungaran, maka
berangsur-angsur semua instansi pindah ke Kota Ungaran, termasuk
Pengadilan Negeri Ambarawa, sesuai dengan Surat Keputusan Menteri
Kehakiman Nomor : 14.03.AT.01.01 Tentang Pemindahan Pengadilan Negeri
Ambarawa ke Kota Ungaran dengan sebutan Pengadilan Negeri Ungaran
dengan wilayah hukum sebagaimana wilayah Kabupaten Semarang. Namun
tidak demikian halnya dengan Pengadilan Agama Ambarawa. Pengadilan
Agama tetap bernama Pengadilan Agama Ambarawa meskipun berada di
Kota Ungaran, dan wilayah hukumnya tidak sebagaimana Pengadilan Negeri,
yaitu sesuai dengan SK Menteri Agama Nomor 76 Tahun 1983 Tentang
Penetapan dan Perubahan wilayah hukum Pengadilan, bahwa Pengadilan
Agama Ambarawa adalah meliputi sebagian wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II Semarang, yang terdiri dari 7 (tujuh) Kecamatan dan sampai
sekarang telah mengalami pengembangan menjadi 10 Kecamatan, yaitu :
a. Kecamatan Ungaran Barat;
b. Kecamatan Ungaran Timur;
c. Kecamatan Bergas;
d. Kecamatan Pringapus;
e. Kecamatan Bawen;
f. Kecamatan Ambarawa;
g. Kecamatan Sumowono;
h. Kecamatan Banyubiru;
i. Kecamatan Jambu;
j. Kecamatan Bandungan;
43
4. Struktur Organisasi Pengadilan Agama Ambarawa
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Ambarawa tahun 2014 adalah:
Ketua : Drs.H. Effendi Ramli, MH
Wakil Ketua : Drs. H. Abdul Syukur, SH. MH
Hakim : Drs.H. Fuad
Drs.H. Salim, SH.MH
Drs. Sapari, MSI
Drs. Syamsuri
H.Abdul Kholiq, SH., MH
Panitera/Sekretaris : Subandriyo, SHI
Wakil Panitera : Hj. Robikah Maskimayah, SH
Wakil sekertaris : Siti Kalimah, SH
Panitera Muda Permohonan : M. Adib Fajrudin, S.Ag
Panitera Muda Gugatan : Saefudin, SH.
Panitera Muda Hukum : Mu’asyarotul Azizah, SH.
Panitera Pengganti : Dra. Hj Siti Zulaikah
Panitera Pengganti : Maskuri, SH.
Panitera Pengganti : Siti Novida S, SH.
Panitera Pengganti : Hj. Dahlia, SH.
Jurusita : Gogod Widiyantoro, SH.
Jurusita : Naliatu’saadah, A.md
Jurusita Pengganti : Saiful Rijal, A.md
Jurusita Pengganti : Ana Jatmikowati, S.Pd.I
Jurusita Pengganti : Adnani
44
B. Penetapan Pengadilan Agama Ambarawa Nomor: 1051/Pdt.G/2012/PA.Amb
tentang Permohonan Ijin Poligami Karena Calon Istri Kedua Hamil di Luar Nikah
1. Permohonan Ijin Poligani Nomor: 1051/Pdt.G/2012/PA.Amb
Pengadilan Agama Ambarawa yang memeriksa dan mengadili perkara
perdata dalam tingkat pertama telah menjatuhkan putusan sebagai berikut
dalam yang diajukan oleh: Pemohon, umur 31 tahun, agama Islam, pekerjaan
dagang, tempat tinggal di Kabupaen Semarang, yang dalam hal ini di
wakilkan oleh kuasa hukumnya, Muqorrobin, SH, Advokat dan Penasehat
Hukum, alamat di lingkungan seneng nomor 4 Rt 04 Rw 04 Desa Ngampin
Kecamatan Ambarawa Kabupaten Semarang, berdasarkan surat kuasa
tertanggal 03 Desember 2012, selanjutnya disebut sebagai Pemohon.
------------------------------- Melawan ------------------------------------
Termohon, umur 27 tahun, agama Islam, Pekerjaan Karyawan PT,
tempat tinggal di Kabupaten Semarang, selanjutnya disebut sebagai
Termohon.
Bahwa Pemohon dalam surat permohonannya tertanggal 10 Desember
2012 yang telah terdaftar di Kepaniteraan Pengadilan Agama Ambarawa
dengan registrasi nomor: 1051/Pdt.G/2012/PA.Amb., telah mengajukan hal-
hal sebagai berikut:65
a. Bahwa pada tanggal 21 Mei 1981, Pemohon dan Termohon telah
melangsungkan perkawinan yang ddihadapan Pegawai Penatt Nikah
sesuai dengan kutipan Akta Nikah Nomor - tanggal 18 Maret 2003 yang
65 Putusan Nomor: 1051/Pdt.G/2012/PA.Ambarawa
45
dikeluarkan oleh Kantor Urusan Agama Kecamatan Bawen, Kabupaen
Semarang.
b. Bahwa dari perkawinan tersebut Pemohon dan Termohon telah dikaruniai
seorang anak yang berumur 9 tahun.
c. Bahwa Pemohon bemaksud akan menikahi lagi dengan seorang
perempuan yang bernama Calon Istri Kedua, umur 25 tahun, agama
Islam, pekerjaan karyawai, alamat Kabupaten Magelang, yang bersetatus
perawan.
d. Bahwa Pemohon akan menikahi Calon Istri Kedua tersebut karena Calon
Istri Kedua telah hamil 5 bulan dan memina unuk dinikahi secara resmi.
e. Bahwa Pemohon khawair akan berbuat berbua dosayang lebih jauh lagi
dengan Calon Istri Kedua karena sudah saling mencnai dan sudah siap
berumah tangga setelah mendapa ijin dari Pengadilan Agama.
f. Bahwa anara Pemohon dan Calon Istri Kedua tidak ada hubungan
keluarga dan tidak ada larangan utuk melangsungkan perkawinan baik
scara agama maupun undang-undang.
g. Bahwa Pemohon sanggup memenuhi kebuuhan kehidupan isteri-isteri dan
anak-anaknya, karena Pemohon seorang pedagang yang penghasilannya
sebulan rata-rata Rp.10.000.000,-.
h. Bahwa Pemohon sanggup berlaku adil terhadap isteri-isterinya.
i. Bahwa Termohon rela kalou Pemohon menikah lagi denga Calon Istri
Kedua
46
j. Bahwa Calon Istri Kedua tidak menyatakan tidak akan mengganggu gugat
harta benda antara Pemohon dan Termohon yang sudah ada selama ini,
melainkan tetap utuh sebagai harta bersama antara Pemohon dan Termohon.
k. Bahwa orang tua dan seluruh keluarga Termohon dan Calon Istri Kedua
rela atau tidak keberatan apabila Pemohon menikah dengan Calon Istri
Kedua
Berdasarkan alasan/dalil-dalil di atas, Pemohon memohon agar Ketua
Pengadilan Agama Ambarawa segera memeriksa dan mengadili perkara ini,
selanjutnya mengabulkan putusan yang amarnya sebagi berikut:
a. Mengabulkan Permohonan Pemohon.
b. Memberi izin kepada Pemohon untuk menikah lagi / poligami dengan
Calon Iseri Kedua.
c. Membebankan biaya perkara menurut hukum.
d. Atau memjatuhkan putusan lain yang seadil-adilnya.
2. Proses Penyelesain Perkara Nomor: 1051/Pdt.G/2012/PA.Amb
Ketika hari sidang telah ditetapkan dan Termohon dan Pemohon telah
hadir dalam persidangan untuk tetap melanjutkan perkaranya. Adapun para
hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama Ambarawa untuk
memproses perkara pembatalan perkawinan tersebut diantaranya :
a. Hakim Ketua : Drs. Mashur Huda, SH.,MH
b. Hakim Anggota I : Drs. H.Adul Syukur, SH.,MH
c. Hakim Anggota II : Drs. H. Fuad
d. Panitera Pengganti : DRA. Farkha
47
Bahwasanya, Majelis Hakim telah menasehati kepada pemohon agar
tidak melakukan poligami, akan tetapi pemohon tetap pada pendiriannya pada
permohonanannya. Dalam proses pembukitian, pemohon telah mengajukan
bukti surat yang berupa fotokopi untuk keperluan permohonan izin poligami.
Pemohon juga mengajukan 2 orang saksi dalam persidangan tersebut.
Dalam proses persidangan tersebut Termohon juga memberikan
keterangan secara lisan berupa bahwasanya Termohon telah rela pemohon
akan berpoligami, dan bahwasanya Termohon menyaakan tidak sanggup
melanyai kebutuhan suaminya dikarenakan sibuk bekerja dari jam 08:00
sampai dengan 20:00 WIB.
3. Pertimbangan Hakim
Menimbang, berdasarkan permohonan pemohon yang dibenarkan oleh
termohon dipersidangan dan dikuatkan dengan bukti surat (P1-P5) serta
keterangan dua orang saksi, maka majelis hakim telah menemukan fakta-
fakta yang pada pokonya sebagai berikut :
a. Bahwa Pemohon dan Termohon terikat dalam pernikahan yag sah.
b. Bahwa Pemohon dan Termohon telah hidup rukun dan telah dikaruniai
seorang anak.
c. Bahwa Pemohon akan menikah lagi dengan seorang perempuan yang
bernama Calon Istri Kedua, bersetatus perawan karena Termohon kurang
dapat melayani Pemohon karena sibuk dengan pekerjaan.
d. Bahwa Calon Istri Kedua Pemohon sudah hamil 5 bulan dan segera minta
dinikahi secara resmi.
48
e. Bahwa Termohon telah memberikan ijin kepada Pemohon untuk
berpoligami dan Pemohon bersedia berlaku adil dan mempunya peghasilan
yang cukup untuk membiayayi kehidupan 2 orang isteri dan anak-anaknya.
f. Bahwa atara Pemohon dan Calon Istri Kedua tidak ada hubungan keluarga
dan tidak ada hubungan sepersusuan.
4. Dasar Hukum
Menimbang, bahwa dari fakta-fakta tersebut majelis hakim
berpendapat permohonan Pemohon untuk berpoligami telah memenuhi syarat
alternative dan syarat komulatif yang ditentukan dalam pasal 4 dan 5 Undang-
Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan tidak ada larangan perkawinan
sebagaimana yang ditentukan dalam pasal 8 Undang-Undang nomor 1 Tahun
1974 jo pasal 39, 57 dan 58 Kompilasi Hukum Islam. Menimbang, bahwa
Allah Swt. Berfirman dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat 3 :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, Maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
Menimbang bahwa karena perkara ini termasuk dalam bidang
perkawinan, sesuai dengan pasal 89 ayat (1) Undang-Undang Nomot 7 Tahun
1989 yang diubah kedalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
49
perubahan kedua Undang-Undang Nomor 50 Tahun 2009, maka semua biaya
dibebankan kepada Pemohon.
5. Penetapan Majlis Hakim Nomor; 1051/Pdt.G/2012/PA.Amb
Mengingat segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan
dalil syari’ yang bersangkutan dengan perkara ini maka majlis hakim
menetapkan ketetapan sebagai berikut:
a. Mengabulkan permohonan Pemohon.
b. Memberi izin kepada Pemohon untuk menikah lagi dengan calon isteri
kedua Pemohon.
c. Memebebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang
hingga kini sebesar Rp. 231.000,- (dua ratus tiga puluh satu ribu rupiah).
C. Gambaran Umum Pengadilan Agama Purbalingga
1. Letak Geografis Pengadilan Agama Purbalingga
Pengadilan Agama Purbalingga beralamatkan di Jl. Mayjend
Panjaitan No. 177 Purbalingga, Jawa Tengah 53311, Telepon dan Fax nomor
0281-891174, dengan alamat website:www.pa-purbalingga.go.id dan e-mail:
[email protected]. Pengadilan Agama Purbalingga didirikan
berdasarkan Statsblad Tahun 1882 Nomor 152 jo Statsblad Tahun 1937,
nomor 116.Secara geografis, Pengadilan Agama Purbalingga terletak di 1’
10” – 7’ 29” LS dan 101’ 11” – 109’ 35” BT, dengan wilayah hukum di
Kecamatan 18 (delapan belas), desa/kelurahan 238 (dua ratus tiga puluh
delapan). Batas wilayahnya adalah di bagian selatan berbatasan dengan
50
Kabupaten Banjarnegara, bagian barat berbatasan dengan Kabupaten
Banyumas, bagian utara berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan, bagian
timur berbatasan dengan Kabupaten Banjarnegara, dan bagian barat laut
berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan.66
Pengadilan Agama Purbalingga memang sudah ada jauh sebelum
kemerdekaan, yang mana hakimnya adalah penghulu kabupaten. Namun
Pengadilan Agama Purbalingga baru diketahui keberadaannya mulai tahun
1947, yakni pada masa Ketua Pengadilan Agama dijabat oleh K.H.
Iskandar.67Pada waktu itu masih berkantor di rumah pribadi KH Iskandar
Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 65 Purbalingga dan pada tahun 1979 baru
pindah di gedung Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 117 Purbalingga.
2. Visi dan Misi Pengadilan Agama Purbalinga
a. Visi Pengadilan Agama Purbalingga
Terwujudnya Pengadilan Agama Purbalingga yang Agung
b. Misi Pengadilan Agama Purbalingga
1) Meningkatkan profesionalisme pengadilan agama purblingga
2) Mewujudkan manajemen pengadilan agama yang modern
3) Menigkatakan kualitas sistem pemberkasan perkara
3. Sejarah Pengadilan Agama Purbalingga
Keberadaan Pengadilan Agama Purbalingga memang jauh sebelum
masa kemerdekan bahkan seiring dengan masuknya agama Islam di
Purbalingga sudah berjalan. Namun baru dapat diketahui keberadaan tersebut
66 www. pa-purbalingga.go.id diakses pada tanggal 13 November 2014.67Ibid.
51
secara struktural mulai tahun 1947, yakni pada masa Ketua Pengadilan Agama
Purbalingga dijabat oleh KH Iskandar dengan Hakim Anggota terdiri dari :
a. KH Abdul Muin.
b. KH Ahmad Bahori.
c. KH Sobrowi.
d. KH Taftazani.
e. KH Syahri.
f. KH M. Hisyam Karimullah.
g. KH Baidlowi.
h. KH Ahmad Danun.
Pada waktu itu masih berkantor di rumah pribadi KH Iskandar Jalan
Mayjen Panjaitan Nomor 65 Purbalingga dan pada tahun 1979 baru pindah di
gedung Jalan Mayjen Panjaitan Nomor 117 Purbalingga. Semenjak itu secara
pereodik Pengadilan Agama Purbalingga dipimpin oleh Ketua secara
berturut-turut :
1. KH Iskandar ( 1947 - 1960 )
2. KH Siradj Chazin ( 1960 - 1970 )
3. Drs. Solihin ( 1970 - 1981 )
4. Drs. Amir Hasan Asy - Plt. 4 th. ( 1981 - 1987 )
5. Drs. H. Agus Salim, S.H. ( 1987 - 1992 )
6. Drs. H. Muhaimin MS., S.H. ( 1992 - 2003 )
7. Drs. H. Nawawi Kholil, S.H. ( 2003 - 2005 )
8. Dra. Hj. Siti Muniroh, S.H. – Plt. ( 2005 - 2007 )
9. Drs. H. Syadzali Musthofa, S.H. ( 2007 - 2010 )
52
10. Drs. H. NOOR KHOLIL, MH. ( 2010 - 2012 )
11. H. Hasanuddin, SH., MH. ( 2012 - ....... )
Sedangkan untuk jabatan Wakil Ketua Pengadilan Agama Purbalingga
baru dapat diketahui sejak KH A. Miftah Idris. Semenjak itu secara pereodik
Wakil Ketua dijabat secara berturut-turut :
1. KH. A. Miftah Idris ( 1984 – 2000 )
2. Dra. Hj. Siti Muniroh, S.H. ( 2000 - 2007 )
3. Drs. H. Sudarmadi, S.H. ( 2007 - 2010 )
4. Drs, ABD. ROZAQ, MH. ( 2010 - ....... )
4. Sruktur Organisasi Pengadilan Agama Purbalingga
Struktur Organisasi Pengadilan Agama Purbalingga tahun 2011
adalah:
Ketua : Drs. H. Noor Kholil, MH.
Wakil Ketua : Drs, Abd. Rozaq, MH.
Hakim : Drs. H. Nangim, MH.
Drs. Syahrial, SH.
Drs. Ahmad Faiz, SH., MSI
Drs. Al Mahdiy, SH.
Munif Wagio, S.Ag., SH.
Drs. A. Latif
Panitera/Sekretaris : Drs. Akhsin Munthohar
Wakil Panitera : Elvi Setianingsih
Wakil sekertaris : Warni, SH.
53
Panitera Muda Permohonan : Heru Wahyono, SH.
Panitera Muda Gugatan : Mawardi, SH.
Panitera Muda Hukum : Rosiful, S.Ag.
Panitera Pengganti : Sutrisno, SH.
Panitera Pengganti : Moh. Fahrudin, SH.
Panitera Pengganti : Maroddin, SH.
Panitera Pengganti : Miftahul Hilal, SH.
Jurusita : Chisan Al Fais, SH.
Jurusita : Yetty Aristianila, SH.
Jurusita Pengganti : Abas
Jurusita Pengganti : Nur Aflahah
Jurusita Pengganti : Ahmad Fahrudin
Jurusita Pengganti : Susnto
Jurusita Pengganti : Arif Rahadi Tridasa
D. Penetapan Pengadilan Agama Purbalingga Nomor:
0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg tentang Permohonan Ijin Poligami Karena Calon
Istri Kedua Hamil di Luar Nikah
1. Permohonan Ijin Poligani Nomor: 0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg
Pengadilan Agama Purbalingga yang memeriksa perkara perdata Izin
Poligami dalam tingkat pertama dengan persidangan Majlis telah
memutuskan sebagai berikut dalam perkara antara:
54
Pemohon, Umur 43 tahun, agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan
buruh tani, tempat kediaman di Kabupaten Purbalingga, selanjutnya disebut
sebagai Pemohon.
-------------------------------- Melawan ----------------------------------
Termohon, umur 32 tahun , agama Islam, pendidikan SD, pekerjaan
buruh tani, tempat kediaman di Kabupaten Purbalingga, selanjutnya di sebut
dengan Termohon.
Bahwa Pemohon berdasarkan surat permohonan tertanggal 30 Maret
2011 yang didaftarkan di Kepanitraan Pengadilan Agama Purbalingga
Register Nomor: 0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg tertanggal 21 Maret 2011, telah
mengajukan hal-hal sebagai berikut: 68
a. Bahwa pada tanggal 30 September 1999, Pemohon dengan Termohon
melangsungkan pernikahan yang dicatat Pegawai Pencatat Nikah Kantor
Urusan Agama Kecamatan Karangreja, Kabupaen Purbalingga (Kutipan
Akta Nikah Nomor: 278/39/IX/99 tanggal 30 September 1999).
b. Bahwa seelah pernikahan tersebut Pemohon dengan Termohon bertempat
tinggal di rumah orang tua Termohon selama 6 bulan, kemudian pindah
dan bertempat kediaman bersama di Kutasari sampai sekarang, selama
pernikahan tersebut Pemohon dan Termohon telah hidup rukun
sebagaimana layaknya suami dan istri dan dikaruniai 2 orang anak yang
berumur 12 tahun dan 4 tahun.
68 Salinan Putusan Nomor: 0520/Pdt.G/2011/PA.Pbg
55
c. Bahwa termohon hendak menikah lagi (poligami) dengan seorang
perempuan : CALON ISTRI KEDUA PEMOHON, Umur 16 tahun,
pekerjaan tidak bekerja, bertempat tinggal xxxxx Kabupaten Purbalingga,
sebagai calon istri kedua Pemohon, yang akan dilangsungkan pernikahan
dan dicatatkan dihdapan Pegawai Pencatat Nikah Kantor Urusan Agama
Kutasari.
d. Bahwa Pemohon sudah menjalin hubungan yang sangat akrab dengan
calon isteri kedua bahkan sekarang sudah hamil 4 bulan, oleh karenanya
Pemohon hendak melakukan Poligami.
e. Bahwa Pemohon mampu memenuhi kebuuhan hidup isteri-isteri
Pemohon beserta anak-anak, karena Pemohon bekerja sebagai buruh tani
dan mempunyai penghasilan setiap bulan rata-rata sebesar Rp. 900.000
(Sembilan ratus ribu rupiah).
f. Bahwa Pemohon sanggup berlaku adil terhadap isteri-isteri Pemohon.
g. Bahwa pemohon menyatakan rela dan tidak keberatan apabila pemohon
menikah lagi dengan calon iseri kedua pemohon tersebut.
h. Bahwa calon isteri kedua Pemohon menyatakan tidak mengganggu gugat
harta benda yang sudah ada selama ini, melainkan teaputuh sebagai harta
bersama anara Pemohon dan Termohon.
i. Bahwa Orang tua dan para keluarga Termohon dan Calon Isteri Kedua
Termohon menyatakan rela atau tidak keberatan apabila Pemohon
menikah dengan calon isteri kedua Pemohon.
56
j. Bahwa antara Pemohon dan Calon Isteri Kedua Pemohon tidak ada
larangan melakukan perkawinan, baik menurut syariat islam maupun
peraturan perundang-undangan yang berlaku yakni :
1) Calon isteri kedua pemohon dengan Termohon bukan saudara dan
bukan susuan, begitupun antara pemohon dengan calon iseri kedua
Pemohon.
2) Calon isteri kedua Pemohon berstatus perawan dalam usia 16 tahun
dan tidak terkait pertunangan dengan laki-laki lain.
3) Wali nikah calon isteri kedua Pemohon bersedia untuk menikahkan
Pemohon dengan calon isteri Kedua Pemohon.
k. Bahwa Pemohon sanggup membayar seluruh biaya yang timbul akibat
perkara ini.
l. Berdasarkan alasan/dalil-dalil di atas, Pemohon mohon agar Ketua
Pengadialan Agama Purbalingga segera mengambil pihak-pihak dalam
perkara ini, selanjutnya memeriksa dan mengadili perkara ini dengan
menjatuhkan putusan yang amarnya berbunyi sebagai berikut:
Primer :
a. Mengabulkan permohonan Pemohon.
b. Menetapkan, memberi ijin kepada Pemohon untuk menikah lagi
(Poligami) dengan calon isteri kedua Pemohon bernama Calon Isteri
Kedua Pemohon.
c. Membebankan biaya perkara kepada Pemohon.
57
2. Proses Penyelesaian Perkara Nomor:
Ketika hari sidang telah ditetapkan dan Termohon dan Pemohon telah
hadir dalam persidangan untuk tetap melanjutkan perkaranya. Adapun para
hakim yang ditunjuk oleh ketua Pengadilan Agama Amba untuk memproses
perkara pembatalan perkawinan tersebut diantaranya :
a. Hakim Ketua : Drs. Abd Rozaq, MH
b. Hakim Anggota I : Drs. Syahrial, SH
c. Hakim Anggota II : Drs. H. Nangim, M.H
d. Panitera Pengganti : Heru Wahyono, SH
Bahwasanya antara Pemohon mengajukan permohonan izin poligami
Calon Istri Kedua yang sedang dalam keadaan hamil di luar nikah. Bahwa
sesaui dengan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 01 Tahun 2008 kedua
belah pihak antara pemohon dan termohon telah melakukan mediasi dengan
mediator Drs. Al Mahdy, SH namun gagal. Bahwasanya ini permohonan
Pemohon adalah ingin berstri lagi dengan alasan bahwa Pemohon telah
menjalin hubungan yang sangat akrab dengan Calon Istri Keduanya yang
telah hamil 4 bulan.
Dalam proses persidangan, bahwasanya Termohon memberiakan
jawaban pokoknya mengakui permohonan Pemohon, namun Termohon
keberatan untuk dimadu karena masih mampu melaksanakan kewajiban
sebagai seorang isteri.
58
3. Pertimbangan Hukum
Pada proses persidangan Majelis hakim telah menemukan fakta-fakta
yang pada pokonya sebagai berikut :
a. Bahwa Pemohon dan Termohon terikat dalam pernikahan yag sah.
b. Bahwa Pemohon dan Termohon telah hidup rukun dan telah dikaruniai dua
orang anak.
c. Bahwa calon isteri Pemohon sudah hamil 4 bulan dan segera minta
dinikahi secara resmi.
d. Bahwa sesuai keterangan Termohon bahwa surat pernyataan bersedia
dimadu tertanggal 28 Maret 2011 telah dicabut, karena pada waktu
menandatangani terpaksa dan tidak membaca terlebih dahulu karena
disuruh oleh Kaur, demikian juga surat pernyataan tertulis sebagaimana
tersebut harus dipertegas lagi dalam persidangan, ternyata Termohon tidak
bersedia untuk dimadu.
e. Bahwa untuk menjamin keperluan hidup istri-istri dan anak-anak,
Pemohon memepunyai rumah dan sepeda motor sesuai bukti P.5 demikian
juga pemohon bekerja sebagai Petani yang berpenghasilan setiap bulan
sebesar Rp. 900.000,- (Sembilan ratus ribu rupiah).
4. Dasar Hukum
Menimbang, bahwa berdasarkan hal tersebut maka syarat alternative
dan komulatif sebagai mana pasal 4 dan 5 Undang-Undang Nomor 1 Tahun
1974 jo pasal 57 dan pasal 58 Kompilasi Hukum Islam tidak terpenuhi.
59
Menimbang, bahwa apabila Pemohon melangsungkan pernikahan lagi
akan timbul madharat yang lebih besar dari pada manfaat yang diharapkan,
oleh sebab itu majelis sependapat dengan kaidah ushul Fiqh yang berbunyi:
Artinya:
Menolak mafsadah didahulukan dibandingkan memperoleh kemaslahatan.
Menimbang, bahwa berdasarkan kepada pertimabangan-pertimbangan
tersebut diatas maka permohonan Pemohon patut untuk tidak diterima.
Menimbang, bahwa sesuai pasal 89 Undang-undang Nomor 7 Tahun
1989 yang telah diubah dengan Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 dan
Undang-undang Nomor 50 Tahun 2009 biaya perkara dibebankan kepada
Pemohon.
5. Penetapan
Mengingat segala ketentuan perundang-undangan yang berlaku, dan
dalil syari’ yang bersangkutan dengan perkara ini maka majlis hakim
menetapkan ketetapan sebagai berikut:
a. Menyatakan permohonan pemohon tidak dapa diterima.
b. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara ini yang
hingga kini dihitung sebesar Rp. 291.000,- (dua ratus Sembilan puluh satu
ribu rupiah)
60
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Qodir, Faqihuddin.2005. Memilih Poligami Pembacaan Atas Al-Quran dan Hadis Nabi. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.
Ahmad Saebani, Beni. 2008. Perkawinan dalam Hukum Islam da Undang – Undang (dalam Prespektif Fiqh muakahat dan UU No. 1/1974 tentang Poligami dan Problematikanya). Bandung: Pustaka Setia.
____________. 2001. Fiqh Munakahat 2. Bandung: Pustaka Setia.
Ali, Zainudin. 2007. Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Sinar Grafika.
Akbar, Putra. 2007. Undang Undang Perkawinan Indonesia Dilengkapi Kompilasi Hukum Islam. Jakarta: Wacana Intelektual.
Arikunto,Suharsimi. 2005. Managemen Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.
Ashofa, Burhan. 2006. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Basardono, Dono. 2007. Poligami itu Selingkuh. Jakarta: Galang Press.
Bungin, Burhan. 2006. Metodologi Penelitian Kualitataif Aktualisasi Metodologis Ke Arah Ragam Variasi Kontemporer. Jakarta: Rajagrafindo Persada.
Ghazaly, Abd Rahman. 2003. Fiqh munakahat. Jakarta Timur: Kencana.
Faizah, Nur. 2009. Poligami Tanpa Izin Pengadilan Agama sebagai Alasan Pembatalan Perkawinan (Studi Kasus Putusan Pengadilan Agama Purwokerto No: 865/Pdt.G/2007/PA.PWT). Skripsi. STAIN Purwokerto: Purwokerto.
Fathoni, Abdurahmat. 2006. Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Hasan, Ali. 2000. Masail Fiqhiyah Al-Haditsah Pada Masalah Masalah Kontemporer Hukum Islam. Jakarta: Raja Grafindo.
Hasanah, Umi. 2008. Presepsi Masyarakat Desa Plasa Kulon Kec. Somagede Kab. Bayumas terhadap Masalah Poligami, Skripsi. STAIN Purwokerto: STAIN Purwokerto.
__________. 2006. Pedoman Hidup Berumah Tangga dalam Islam. Jakarta: Siraja Prenada Media Group.
Johan Nasution, Bahder. 2008. Metode Penelitian Hukum. Bandung: Mandar Maju.
62
Kuzari, Achmad. 1995. Nikah Sebagai Perikatan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Manan, Abdul. 2006. Aneka Masalah Hukum Perdata Islam di Indonesia. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.
Mulia. Siti Mufsadah. 2004. Islam Menggugat Poligami. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Muthahhari, Murtadha. 2007. Duduk Perkara Poligami. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta.
Nuruddin. 2005. Hak & Kewajiban Perempuan Mempertanyakan: Ada Apa dengan Wanita ?. Yogyakarta: Bina Media.
Soerjono dan Abdurrohman. 1997. Metode Penelitian dan Penerapan. Jakarta: Rineka Cipta.
Sudarajat, Ajat. 2008. Fikih Aktual Kajian Persoalan Persoalan Hukum Islam Kontemporer. Ponorogo: STAIN Ponorogo Press.
Syahrial. Pokok-Pokok Bahan Perkuliahan Hukum Acara Peradilan Agama. Jakarta: Mahkamah Agung
Timahi & Sohari Sahrani. 2010. Fikih Munakahat Kajian Fikih Nikah Langkap. Jakarta: Rajawali Press.
Wasma & Wardah Nuroniyah. 2011. Hukum Perkawinan Islam di Indonesia: Perbandingan Fiqih dan Hukum Positif. Yogyakarta: Teras.
Wulandari, Yuli. 2006. Teori Batas Muhamad Syahrur dalam Kasus Poligami. Skripsi. Purwokerto: STAIN Purwokerto.
Zuhriah, Erfaniah. 2009. Peradilan Agama Indonesia: Sejarah Pemikiran dan Realita. Malang: UIN – Malang Press.
63