penyebaran biji tumbuhan oleh orangutan kalimantan
TRANSCRIPT
PENYEBARAN BIJI TUMBUHAN OLEH ORANGUTAN KALIMANTAN
(Pongo pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808)
DI STASIUN RISET CABANG PANTI,
TAMAN NASIONAL GUNUNG PALUNG,
KALIMANTAN BARAT
AHMAD RIZAL
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M/1442 H
ii
PENYEBARAN BIJI TUMBUHAN OLEH ORANGUTAN KALIMANTAN
(Pongo pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808)
DI STASIUN RISET CABANG PANTI,
TAMAN NASIONAL GUNUNG PALUNG,
KALIMANTAN BARAT
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
Pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
AHMAD RIZAL
11150950000073
PROGRAM STUDI BIOLOGI
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021 M/1442 H
iii
PENYEBARAN BIJI TUMBUHAN OLEH ORANGUTAN KALIMANTAN
(Pongo pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808)
DI STASIUN RISET CABANG PANTI,
TAMAN NASIONAL GUNUNG PALUNG,
KALIMANTAN BARAT
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Sains
pada Program Studi Biologi Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
AHMAD RIZAL
11150950000073
Menyetujui,
Pembimbing I,
Dr. Fahma Wijayanti, M. Si
NIP. 196903172003122001
Pembimbing II,
Dr. Tatang Mitra Setia, M. Si
NIDN. 0326105801
Mengetahui,
Ketua Program Studi Biologi
Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Priyanti, M. Si
NIP. 197505262000122001
iv
PENGESAHAN UJIAN
Skripsi yang berjudul “Penyebaran Biji Tumbuhan Oleh Orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808) Di Stasiun Riset
Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat” yang
ditulis oleh Ahmad Rizal, NIM 11150950000073 telah diuji dan dinyatakan
LULUS dalam Sidang Munaqasah Program Studi Biologi, Fakultas Sains dan
Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 19
Februari 2021. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
sarjana Strata satu (S1) Program Studi Biologi.
Menyetujui,
Pembimbing 1
Dr. Fahma Wijayanti, M. Si
NIP. 196903172003122001
Mengetahui,
Penguji II,
Dr. Nani Radiastuti, M. Si
NIP. 19650902200112001
Ketua Program Studi Biologi
Dr. Priyanti, M. Si
NIP. 197505262000122001
Pembimbing II,
Dr. Tatang Mitra Setia, M. Si
NIDN. 0326105801
Dekan Fakultas Sains dan Teknologi
Nashrul Hakiem, S. Si., M.T., Ph.D
NIP. 197106082005011005
Penguji I,
Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud
NIP. 196904042005012005
vi
ABSTRAK
Ahmad Rizal. Penyebaran Biji Tumbuhan Oleh Orangutan Kalimantan
(Pongo pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808) Di Stasiun Riset Cabang Panti,
Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat. Skripsi. Program Studi
Biologi. Fakultas Sains dan Teknologi. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2021. Dibimbing oleh Fahma Wijayanti dan Tatang
Mitra Setia.
Penyebaran biji merupakan proses perpindahan biji dari pohon induk ke lokasi baru
dan berperan sebagai regenerasi hutan. Keberadaan orangutan Kalimantan semakin
terancam punah dan terus mengalami kehilangan habitat. Penelitian bertujuan
mengidentifikasi jenis dan jumlah biji tumbuhan pada sampel kotoran orangutan
Kalimantan dan menghitung jarak penyebaran biji melalui jelajah harian orangutan
di Stasiun Riset Cabang Panti (SRCP). Penelitian dilaksanakan pada bulan April-
Oktober 2019 dengan metode survei dan metode inventarisasi biji jenis tumbuhan
melalui kotoran orangutan Kalimantan. Hasil penelitian diperoleh total 127 sampel
kotoran orangutan Kalimantan terdapat biji di dalamnya dari total 156 sampel
kotoran dan 10 individu orangutan. Total jenis biji yang di temukan sebanyak 15
jenis biji dengan jumlah total biji yang dikoleksi ± 19.186 biji, dengan jumlah jenis
terbanyak Tetramerista glabra (1.060 biji), Dillenia sp. (2.500 biji), Ficus sp,
(6.650 biji) dan Pternandra sp. (7.000 biji). Rata-rata jarak jelajah harian orangutan
di SRCP sejauh 1.070 m. Berdasarkan hasil ini, disimpulkan bahwa potensi
orangutan Kalimantan sebagai penyebar biji tumbuhan melalui kotoran sebesar
81,4% dengan jarak penyebaran biji sejauh 1.070 m.
Kata kunci: Kotoran; Orangutan Kalimantan; Penyebaran biji
vii
ABSTRACT
Ahmad Rizal. Seeds Dispersal by Bornoe orangutans (Pongo pygmaeus
wurmbii Tiedemann, 1808) at Cabang Panti Research Station, Gunung Palung
National Park, West Kalimantan. Undergraduate Thesis. Department of
Biologi. Faculty of Science and Technology. State Islamic University Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2021. Advised by Fahma Wijayanti and Tatang Mitra
Setia.
Seed dispersal is a process of transferring seeds from the parent tree to a new
location and acts as the regeneration of forest. The existence of Borneo orangutans
is increasingly threatened with extinction and habitat loss. The research conducted
to identify types and number of plant seeds found in Borneo orangutans faeces
samples and to calculate the range of seed dispersal by orangutans through the day
range of orangutans at Cabang Panti Research Station (CPRS). The research
conducted in April-October 2019 using the survey method and inventory method
the seeds of plant species through Borneo orangutans faeces. The results obtained
a total of 127 samples of orangutans faeces there are seeds in it from a total of 156
faeces samples and 10 individual orangutans. Types of seeds collected as many 15
types of seeds with a total number of seeds collected ± 19186 seeds with the largest
number of species Tetramerista glabra (1060 seeds), Dillenia sp. (2500 seeds),
Ficus sp, (6650 seeds) and Pternandra sp. (7000 seeds). The average of orangutan
daily range distance is 1070 m. Based on these results, it concluded that the potential
of Borneo orangutans as a spreader of plant seeds through faeces was 81.4% with a
potential dispersal of seeds as far 1070 m.
Keywords: Bornoe orangutans; Faeces; Seed dispersal
viii
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah puji syukur senantiasa terucap untuk Tuhan Yang Maha Esa
Allah SWT, berkat rahmat, ridho, dan berkah-Nya, penulis dapat menyelesaikan
skripsi sebagai syarat meraih gelar sarjana strata satu (S1). Sholawat serta salam
semoga senantiasa tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW beserta keluarga,
sahabat, dan pengikut beliau sampai yaumil akhir.
Skripsi ini berjudul “Penyebaran Biji Tumbuhan oleh Orangutan
Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808) di Stasiun Riset
Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung, Kalimantan Barat”, disusun
sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan sarjana S1 pada Program Studi
Biologi, Fakultas Sains dan Teknologi, Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam waktu penelitian, penyusunan, dan penulisan skripsi
baik secara materil atau nonmateril, antara lain kepada:
1. Nashrul Hakiem, S. Si., M.T., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sains dan Teknologi,
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah beserta staff.
2. Dr. Priyanti, M. Si, selaku Ketua Program Studi Biologi dan Narti Fitriana, M.
Si selaku Sekretaris Prodi dan Pembimbing Akademik serta seluruh jajaran
dosen Program Studi Biologi.
3. Dr. Fahma Wijayanti, M. Si dan Dr. Tatang Mitra Setia, M. Si selaku
pembimbing pertama dan kedua yang telah memberikan pengajaran, pendidikan,
bimbingan, dan kritik serta saran yang membangun terhadap penyusunan
proposal penelitian, penelitian dan penulisan skripsi.
4. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env.Stud dan Dr. Nani Radiastuti, M. Si
selaku penguji sidang munaqosah skripsi serta Dr. Priyanti, M. Si dan Dr. Iwan
Aminudin, M. Si selaku penguji seminar proposal dan seminar hasil skripsi.
5. Prof. Cheryl D. Knott dari Departement of Anthropology Boston University,
USA, selaku Direktur Eksekutif dan Wahyu Susanto, M. Si selaku Direktur
Penelitian Gunung Palung Orangutan Project yang telah memberikan
ix
kesempatan dan dukungan materi dan non materi untuk melaksanakan
penelitian.
6. Balai Taman Nasional Gunung Palung (BTNGP), terimakasih atas izin yang
diberikan serta saran dan masukan selama penulis berada di Stasiun Riset
Cabang Panti (SRCP) BTNGP.
7. Keluarga besar Biologi 2015, senior dan sahabat kos’an serta keluarga Stasiun
Riset Cabang Panti khususnya Andrea Blackburn (research partner) Boston
University yang selalu memberi pengetahuan baru dan dukungan pada peneliti
ketika pengambilan data.
8. Orang tua dan keluarga besar tercinta dan tersayang, Bapak Masijan dan Ibu
Tadjem yang tiada lelah memberi dukungan moril dan materi serta Rizqi Rabbi
yang selalu memberi semangat dan motivasi bagi penulis.
Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca dalam
meningkatkan ilmu dan pengetahuan mengenai konservasi dan berkontribusi untuk
perkembangan ilmu sains dan konservasi. Penulis berharap kritik dan saran dari
pembaca sebagai pembangun motivasi penulis dalam menulis karya tulis ilmiah
lainnya.
Jakarta, Mei 2021
Penulis
Penulis
x
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK..............................................................................................................vi
ABSTRACT .......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii
DAFTAR ISI ......................................................................................................... xii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ xiv
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ....................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................. 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................... 3
1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................. 3
1.5 Kerangka Berpikir ................................................................................ 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 5
2.1 Bio-Ekologi Orangutan .......................................................................... 5
2.2 Perilaku Makan Orangutan .................................................................... 9
2.3 Morfologi Sistem Pencernaan Orangutan ............................................ 10
2.4 Jelajah Harian (Day Range) Orangutan ............................................... 11
2.5 Stasiun Riset cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung ............12
BAB III METODE PENELITIAN........................................................................ 15
3.1 Waktu dan Tempat ............................................................................... 15
3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 17
3.3 Metode Penelitian ................................................................................ 17
3.3.1 Pencarian Individu Orangutan .................................................... 17
3.3.2 Identifikasi Kelompok umur dan Jenis Kelamin Orangutan ....... 18
3.3.3 Pengambilan Data Lokasi Orangutan .......................................... 19
3.3.4 Koleksi dan Proses Sampel Kotoran Orangutan .......................... 20
3.3.5 Inventarisasi dan Identifikasi Sampel Biji Tumbuhan ................. 21
3.3.6 Jarak Jelajah Harian Orangutan ................................................... 22
xi
3.4 Analisis Data ........................................................................................ 22
3.4.1 Analisis Deskriptif ....................................................................... 22
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................. 23
4.1 Individu Orangutan dan Sampel .......................................................... 23
4.2 Analisis Biji Tumbuhan Pada Sampel Kotoran Orangutan ................. 26
4.2.1 Persentase Sampel Kotoran Mengandung Biji Tumbuhan .......... 26
4.2.2 Jenis Biji Pada Sampel Kotoran Orangutan ................................. 30
4.2.3 Jumlah Biji Setiap Jenis Tumbuhan dalam Kotoran .................... 33
4.2.4 Potensi Penyebaran Biji Berdasarkan Pohon Pakan .................... 35
4.3 Jarak Penyebaran Biji Tumbuhan Berdasarkan Jarak Jelajah Harian
Orangutan ................................................................................................ 39
BAB V SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 41
5.1 Simpulan .............................................................................................. 41
5.2 Saran .................................................................................................... 41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 44
LAMPIRAN .......................................................................................................... 47
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Kerangka berpikir ................................................................................ 4
Gambar 2. Orangutan Kalimantan jantan.............................................................. 8
Gambar 3. Morfologi sistem pencernaan orangutan ........................................... 10
Gambar 4. Gambaran habitat wilayah SRCP (Yayasan Palung, 2020) .............. 14
Gambar 5. Peta lokasi Stasiun Riset Cabang Panti, Taman Nasional Gunung
Palung; Garis biru; Jalur pengamatan orangutan di Stasiun Riset
Cabang panti (Tim Peneliti Cabang Panti, 2019) ............................... 16
Gambar 6. Persentase sampel kotoran mengandung biji tumbuhan ................... 26
Gambar 7. Persentase biji tumbuhan masing-masing individu orangutan .......... 28
Gambar 8. Data jumlah total setiap jenis biji tumbuhan dalam kotoran ............. 34
Gambar 9. Jenis pohon pakan yang paling banyak dikonsumsi orangutan......... 36
Gambar 10. Rata-rata jarak jelajah harian individu orangutan ........................... 39
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Data jenis kelamin-kelompok umur orangutan, hari ikut, dan sampel . 19
Tabel 2. Individu orangutan dan sampel ............................................................. 24
Tabel 3. Jenis biji pada sampel kotoran orangutan ............................................. 30
Tabel 4. Jenis dan pemanfaatan tumbuhan pakan ............................................... 37
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Dokumentasi orangutan Kalimantan .............................................. 49
Lampiran 2. Foto buah dan biji tumbuhan .......................................................... 50
Lampiran 3. Tumbuhan pakan orangutan ........................................................... 54
Lampiran 4. Data kandungan biji tumbuhan per satu sampel kotoran ................ 55
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyebaran biji merupakan proses perpindahan biji dari pohon induk ke
lokasi baru di luar kanopi pohon induk (Pijl, 1982). Perpindahan biji tumbuhan
merupakan sarana perkembangbiakan dan regenerasi dari tumbuhan yang tersebar
bijinya (Atmanto, Dewi, & Nurcahyani, 2014). Menurut Setia (2008), penyebaran
biji tumbuhan oleh primata juga berperan penting dalam pemeliharaan serta
pembangunan ekosistem hutan. Perpindahan biji secara efektif akan berakibat pada
berkurangnya kompetisi tumbuh antara pohon induk dengan keturunannya serta
memberi kemungkinan jenis pohon tersebut tumbuh di lokasi baru (Setia, 2008).
Kehadiran satwa liar dalam suatu habitat mempunyai pengaruh penting untuk
membantu proses penyebaran biji tumbuhan (Basalamah, Tobing, & Hasmar
Rusmendo, 2005). Jika tidak ada satwa liar yang menyebar biji, biji tumbuhan akan
banyak tumbuh di bawah pohon induk. Peristiwa jatuhnya biji di bawah pohon
induk dapat menimbulkan persaingan dalam mendapatkan unsur hara sehingga
akan mengganggu proses regenerasi hutan (Deshmukh, 1992).
Menurut Ewusie (1990), penyebaran biji dilakukan oleh beberapa jenis satwa
liar, salah satunya melalui terbuangnya biji bersamaan dengan kotoran dari satwa
liar tersebut, diantaranya contoh satwa liar yang berperan menyebar biji melalui
kotorannya adalah burung, kera, tupai, dan kelelawar. Penyebaran biji dilakukan
oleh beberapa jenis primata pemakan buah (Fuzessy, Janson, & Silveira, 2018).
Primata yang terbukti berperan aktif dan efektif sebagai penyebar biji tumbuhan
melalui kotoran adalah orangutan (Fuzessy et al., 2018).
Orangutan merupakan salah satu primata yang disebut sebagai umbrella
spesies, yaitu primata yang memiliki persebaran luas dan membutuhkan banyak
spesies lain dalam suatu habitat. Orangutan mempunyai peran penting di
habitatnya, menurut Suhandi (1988), orangutan berperan dalam menjaga
keseimbangan habitatnya dengan meyebarkan biji tumbuhan yang di makan. Peran
tersebut tidak lepas dari fakta bahwa persentase makan orangutan liar dapat
mencapai 100% dihabiskan untuk memakan buah ketika pohon pakan sedang
2
memproduksi buah yang berlimpah (Knott, 1998). Berdasarkan penelitian lain
disebutkan bahwa persentase jenis makanan orangutan umumnya adalah 34-92%
buah, 4-69% daun, 0-28% bunga, 3-5% kulit pohon, 0-23% intisari, dan 0-31%
umbut (Russon et al., 2009).
Penelitian sebelumnya di Tanjung Puting, Kalimantan Tengah
menyimpulkan bahwa orangutan Kalimantan Pongo pygmaeus wurmbii memiliki
peran dalam menyebarkan biji dari buah yang mereka makan dari hasil analisis
kotorannya (Galdikas, 1982). Menurut Tarszisz (2016), di hutan rawa gambut
Sebangau Kalimantan Tengah orangutan Kalimantan P. pygmaeus wurmbii
memiliki potensi sebagai penyebar biji dengan ditemukan 73% kotorannya
mengandung biji tumbuhan. Informasi yang masih belum diketahui adalah
bagaimana peran orangutan Kalimantan dalam penyebaran biji di hutan liar dengan
tipe habitat lebih beragam (McConkey, 2018a). Pengambilan data penyebaran biji
oleh orangutan Kalimantan di SRCP yang memiliki keberagaman tipe habitat
berbeda masih belum dilakukan.
Keberadaan orangutan sebagai salah satu primata penyebar biji tumbuhan
memiliki ancaman serius, hal ini terlihat dari status konservasi orangutan yang
terancam punah (McConkey, 2018b). Status konservasi orangutan Kalimantan P.
pygmaeus wurmbii menurut International Union for Conservation of Nature (IUCN
Red-list) tergolong terancam punah (Ancrenaz et al., 2016b). Menurut Ancrenaz et
al. (2016b), status tersebut ditinjau dari perkiraan penurunan jumlah populasi
orangutan Kalimantan sebanyak 86% selama 75 tahun (1950-2025) terakhir.
Populasi orangutan Kalimantan menurut catatan terakhir di tahun 2017 sebanyak
55.538 individu (Atmoko et al., 2017). Penurunan jumlah orangutan disebabkan
oleh adanya deforestasi, fragmentasi habitat, dan buruknya pengelolaan habitat
hutan (Ancrenaz et al., 2016b).
Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) merupakan taman nasional yang
menjadi tempat tinggal ± 2.500 individu Pongo pygmaeus wurmbii yang di
dalamnya terdapat Stasiun Riset Cabang Panti (SRCP). Area SRCP memiliki 8 tipe
habitat yang berbeda dan saling berkesinambungan yang menjadi habitat orangutan
Kalimantan (P. pygmaeus wurmbii) (Wardhana et al., 2018). Pengambilan data
penyebaran biji oleh orangutan Kalimantan di SRCP di fokuskan di 5 tipe habitat.
3
Pengambilan data tidak di lakukan pada keseluruhan habitat karena lokasi yang
curam dan berbatu. Menurut (Prasetyo & Sugardjito, 2010) kepadatan orangutan
Kalimantan di TNGP Sebanyak 3,7 indv/Km2. Bertambahnya aktivitas manusia
berupa penebangan liar, konversi hutan dan perburuan liar menyebabkan Taman
Nasional Gunung Palung dan wilayah SRCP khususnya mengalami ancaman
kerusakan hutan dan penurunan populasi orangutan (Prasetyo & Sugardjito, 2011).
Potensi dan ancaman yang dimiliki Stasiun Riset Cabang Panti, Taman
Nasional Gunung Palung sebagai habitat alami orangutan Kalimantan perlu
dilakukan upaya penelitian berkelanjutan sebagai data konservasi orangutan dan
habitat alaminya. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan informasi mengenai
potensi orangutan Kalimantan dalam menyebarkan biji tumbuhan di hutan dengan
tipe habitat yang lebih beragam di SRCP Taman Nasional Gunung Palung melalui
analisis kotoran.
1.2 Rumusan Masalah
a. Biji jenis tumbuhan apa saja yang dibantu penyebarannya oleh orangutan
Kalimantan di SRCP?
b. Berapa jarak penyebaran biji tumbuhan oleh orangutan Kalimantan di SRCP?
1.3 Tujuan Penelitian
a. Identifikasi biji dan jumlah biji tumbuhan yang terdapat pada sampel kotoran
orangutan Kalimantan di SRCP.
b. Menghitung jarak penyebaran biji yang dilakukan oleh orangutan Kalimantan
di SRCP melalui jelajah harian orangutan.
1.4 Manfaat Penelitian
a. Sebagai sumber data mengenai jenis tumbuhan yang bijinya disebarkan oleh
orangutan dan jarak orangutan dalam menyebarkan biji tersebut.
b. Memberikan informasi ilmiah mengenai penyebaran biji oleh orangutan
sehingga dapat menjadi data pertimbangan oleh lembaga pemerintah atau non
pemerintah dalam kegiatan dan aksi konservasi orangutan dan pengelolaan
habitat orangutan yaitu kelestarian hutan.
4
1.5 Kerangka Berpikir
Gambar 1. Kerangka berpikir
Penyebaran biji tumbuhan melalui
primata membantu regenerasi hutan
Orangutan primata penyebar biji
dengan status terancam punah
Potensi dan ancaman Stasiun Riset
Cabang Panti, TNGP sebagai
habitat orangutan Kalimantan
Pengambilan data penyebaran biji
tumbuhan oleh orangutan Kalimantan
(Pongo pygmaeus wurmbii)
Identifikasi jenis biji dalam
kotoran orangutan
Jenis tumbuhan dan jarak
penyebaran oleh orangutan
output
Konservasi orangutan dan habitat
orangutan
Pengambilan data jelajah
harian orangutan
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bio-Ekologi Orangutan
Orangutan merupakan salah satu primata kera besar yang dapat ditemukan di
Indonesia. Indonesia sendiri memiliki tiga spesies orangutan. Pongo abelii dan
Pongo tapanuliensis merupakan spesies yang tersebar dihutan Sumatera, sementara
itu Pongo pygmaeus merupakan jenis yang berada di hutan Kalimantan (Reese,
2017). Populasi orangutan di Kalimantan dibagi menjadi tiga subspesies, pertama
subspesies Pongo pygmaeus pygmaeus merupakan jenis yang menghuni hutan
Kalimantan bagian barat laut. Subspesies selanjutnya adalah Pongo pygmaeus
morio, subspesies yang dapat ditemui di hutan Kalimantan bagian Timur.
Subspesies terakhir yang tercatat adalah Pongo pygmaeus wurmbii yang tersebar di
Kalimantan Tengah dan Kalimantan bagian Barat Daya (Knott, 1999).
Populasi orangutan liar menurut data yang ada diperkirakan tersisa 54.567
individu di Kalimantan dan sekitar 6.667 individu di wilayah Sumatera (Soehartono
et al., 2007). Populasi orangutan di wilayah Taman Nasional Gunung Palung
tercatat sebanyak 2.500 individu merupakan jenis Pongo pygmaeus wurmbii atau
sekitar 14% dari populasi liar di Kalimantan (Johnson, Knott, Pamungkas, Pasaribu,
& Marshall, 2005). Jumlah populasi orangutan di Taman Nasional Gunung Palung
terus mengalami penurunan. Penurunan populasi orangutan yang terus terjadi
disebabkan berkurangnya habitat asli orangutan, dimana hutan semakin
terfragmentasi dan rusak akibat penebangan, konversi lahan, kebakaran hutan, dan
tata kelola hutan yang tidak tepat. Penurunan populasi orangutan selain disebabkan
oleh faktor diatas juga banyak disebabkan oleh tingginya kasus perburuan dan
perdagangan (Meijaard, Rijksen, & Kartikasari, 2001).
Orangutan di Indonesia merupakan salah satu primata yang mendapat
perlindungan tingkat nasional, melalui Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.53/Menhut-IV/2007, selain itu perlindungan hukum nasional tertuang menurut
UU No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistem
dan melalui PP No.7 tahun 1999 tentang Pengawetan Jenis Tumbuhan dan Satwa
serta terbaru melalui Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor
6
P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa
yang dilindungi. Sementara untuk perlindungan orangutan ditingkat Interasional,
orangutan memiliki status menurut IUCN Red-list yaitu Critically endengared (CR)
atau terancam punah, status ini berlaku untuk seluruh spesies orangutan di
Indonesia (Ancrenaz et al., 2016). Kemudian dalam Convention on Intrnasional of
Wild Fauna and Flora (CITES), orangutan merupakan satwa yang telah tergolong
pada Appendix I yang berarti orangutan merupakan spesies yang dilarang untuk
diperjualbelikan secara internasional (CITES, 2020).
Orangutan kalimantan mempunyai klasifikasi yaitu, kingdom Animalia, filum
Chordata, kelas Mamalia, ordo Primata, famili Hominidae, genus Pongo dan
spesies Pongo pygmaeus (Brandon-Jones et al., 2004). Warna kulit yang dimiliki
oleh orangutan berwarna abu-abu dengan morfologi rambut identik warna
kemerahan panjang. Wajah orangutan tidak tertutup oleh rambut namun terdapat
janggut dan kumis. Orangutan jantan memiliki badan yang lebih besar jika
dibandingkan dengan ukuran tubuh betina dengan rata-rata berat jantan dewasa 86,3
kg sementara betina hanya 38,5 kg (Brandon-Jones et al., 2004),
Perilaku dan morfologi orangutan dipengaruhi oleh perbedaan kelas umur dan
jenis kelamin, menurut Noordwijk et al. (2018), membaginya menjadi sebagai
berikut:
1. Bayi (infant)
Bayi orangutan mempunyai warna rambut lebih terang, pada bagian
sekeliling mata dan mulut berwarna putih dan memiliki bercak-bercak di seluruh
tubuh. Orangutan yang berada pada kelompok ini berusia 0-3 tahun dengan berat
tubuh kurang lebih 2-6 kg. Perilaku bayi orangutan dalam beraktivitas bergantung
dan mengikuti induknya, baik dalam mendapatkan makanan (menyusu) dan
pergerakan (selalu berpegang pada induk).
2. Anak (juvenile)
Orangutan pada kelompok anak mempunyai warna kulit wajah lebih gelap
dibandingkan kelompok bayi, selain itu bercak pada tubuh sudah semakin
menghilang. Orangutan pada kelompok anak berusia 3-7 tahun, dengan memiliki
berat tubuh berkisar dari 6-15 kg. Anak orangutan dalam beraktivitas (berpindah
pohon) masih mengikuti induknya tetapi sudah tidak lagi berpegangan pada induk.
7
Anak orangutan masih menggunakan sarang yang sama dengan induk dan masih
menyusu.
3. Remaja (adolescent)
Orangutan kelompok remaja memiliki wajah yang terlihat lebih terang jika
dibandingkan dengan orangutan dewasa, selain itu pada sekitar wajah tumbuh
rambut yang panjang. Orangutan pada kelompok remaja berusia 7-14 tahun dengan
berat badan berkisar 15-30 kg. Pergerakan orangutan remaja telah lepas dari
induknya atau individu lainnya. Orangutan remaja mempunyai tingkat sosial yang
tinggi. Pada masa remaja betina sudah mencari pasangan dimasa birahi, orangutan
betina di alam memasuki masa kematangan seksual pada usia 11-15 tahun.
Sementara jantan memasuki usia kematangan seksual pada usia 7-10 tahun,
sehingga jantan ketika sudah masuk masa birahi akan memilih betina yang
memiliki tingkat sosial tinggi dan akan berusaha melakukan kopulasi dengan betina
pilihannya.
4. Dewasa (adult)
Orangutan dewasa memiliki warna wajah yang terlihat lebih gelap, warna
rambut terlihat lebih gelap. Orangutan termasuk sudah dewasa pada usia 12-35
tahun. Individu dewasa jantan memiliki ciri umum berat badan perkiraan lebih dari
50 kg, sementara untuk dewasa betina 30-50 kg. Betina orangutan dewasa biasanya
sudah memiliki anak dan akan selalu membawa anaknya kemana saja orangutan
betina dewasa pergi sementara itu orangutan jantan lebih cenderung hidup soliter
kecuali bila sedang berpasangan dengan betina tanggap seksual (Galdikas, 1984).
Orangutan merupakan hewan arboreal yaitu hewan yang menggunakan
keempat alat geraknya sebagai lokomosi untuk aktivitasnya berpindah dari pohon
satu ke pohon lainnya dengan mencengkram pohon tersebut. Orangutan memiliki
ukuran lengan dan tangan yang sangat panjang, dimana ukurannya dua kali lebih
panjang dari tubuhnya, selain itu orangutan memiliki jari yang panjang dan
melengkung. Kaki orangutan sendiri ukurannya setengah dari panjang lengannya.
Orangutan merupakan hewan arboreal terbesar (Delgado, Carel, & Schaik, 2000).
Orangutan merupakan primata dengan interval kelahiran terpanjang, dimana
waktu yang dibutuhkan bisa mencapai 8 tahun. Masa yang panjang disebabkan
karena anak orangutan akan tinggal bersama induknya selama minimal 6 tahun
8
(Delgado et al., 2000). Tedapat dua tipe orangutan jantan yaitu, tipe jantan belum
berpipi dan jantan berpipi. Bantalan pipi terbentuk dari jaringan lemak berserat.
Orangutan jantan kalimantan memiliki bentuk pipi melengkung kearah depan,
dengan bentuk membulat (Gambar 2) (Delgado et al., 2000).
Gambar 2. Orangutan kalimantan jantan: jantan belum berpipi (a); jantan berpipi
(b) (Dok. Yayasan Palung dan Siwi) (Skala Gambar: 5,97 x 3,94 cm)
Orangutan hidup diberbagai tipe habitat, mulai dari habitat hutan hujan tropis
dataran rendah, rawa-rawa dan hutan perbukitan (Supriatna & Wahyono, 2000).
Habitat merupakan bagian yang mempunyai fungsi penting bagi penunjang
kehidupan orangutan, habitat merupakan penyuplai makanan, air, dan perlindungan
bagi orangutan. Komponen habitat terpenting yang harus ada adalah pohon (Muin,
2007). Menurut Meijaard et al. (2001), habitat optimal bagi orangutan minimal
mencakup dua tipe lahan utama yaitu tepi sungai dan dataran tinggi kering yang
berdekatan. Hutan Kalimantan sendiri pada umumnya memiliki lima tipe habitat
yang ditempati oleh orangutan, yaitu habitat dataran banjir dan rawa gambut, hutan
aluvial/ daerah sepanjang sungai, dataran tinggi di kaki bukit, hutan subpegunungan
dan pegunungan, serta hutan tebang pilih/hutan sekunder (Meijaard et al., 2001).
Distribusi orangutan sangat dipengaruhi oleh kualitas habitat, dimana
ketersediaan pakan pada habitat tersebut mempengaruhi keberadaan orangutan.
Orangutan akan bermigrasi ke suatu habitat yang masih produktif dalam
menyediakan pakan sepanjang tahun dan akan meninggalkan habitat sebelumnya
(Buij, Wich, Lubis, & Sterck, 2002). Menurut Meijaard et al. (2001), beberapa
individu orangutan akan meninggalkan habitat yang sudah tidak lagi produktif
dalam menghasilkan pakannya, namun ada beberapa individu yang bertahan
dihabitat tersebut meskipun ketersediaan pakan yang ada sangat rendah.
b a
9
Orangutan merupakan kera besar pemakan buah (frugivorous) (Andrew J
Marshall et al., 2009). Dalam setahun komposisi makanan orangutan terdiri oleh
lebih banyak buah (Knott, 1998). Menurut Galdikas (1984), buah merupakan
komposisi makanan yang lebih dominan dikonsumsi oleh orangutan, sehingga
kehidupan orangutan sangat tergantung terhadap kondisi habitatnya. Saat
ketersedian buah menurun atau sedang tidak musim, orangutan akan cenderung
mengganti pakannya dengan kulit kayu, daun, serangga, dan umbut sebagai upaya
bertahan hidup. Sesekali orangutan menggunakan serangga sebagai pakan dalam
jumlah kecil, hal itu digunakan sebagai upaya memenuhi kebutuhan protein
(Khakim, 2015).
Konsumsi buah sebagai pakan utama orangutan yang begitu besar membuat
orangutan mempunyai fungsi sebagai salah satu primata penyebar biji tumbuhan
sisa konsumsinya. Orangutan merupakan primata yang berpotensi dalam
memencarkan biji (Tarszisz, 2016). Menurut McConkey (2018b), peran penting
primata sebagai penyebar biji sangat berfungsi dalam upaya pemeliharaan dan
peremajaan hutan. Dengan demikian orangutan mempunyai peran penting dalam
memencar biji dan meregenerasi hutan (Schupp, Jordano, & Gómez, 2010).
2.2 Perilaku Makan Orangutan
Orangutan merupakan primata omnivora, pada habitatnya orangutan
mengkonsumsi lebih dari 400 jenis sumber pakan. Saat buah-buahan sulit untuk
didapatkan, orangutan mengkonsumsi daun, biji, kulit kayu, kambium, dan akar
tumbuhan (Rodman, 1977). Sering ditemui orangutan memakan serangga untuk
memenuhi kebutuhan protein (Galdikas, 1984).
Pencatatan perilaku makan orangutan pada umumnya terdiri dari pendataan
jenis pakan, kecepatan makan (mengambil makan, meggigit, mengunyah, menelan,
sampai mengambil kembali), dan teknik makan. Menurut Yohana (2004), cara
makan orangutan berdasar jenis pakan berupa buah dapat dilakukan dengan
berbagai teknik diantaranya adalah pertama dengan menarik ranting, dahan, cabang
baru memakan buah, kedua orangutan melakukannya dengan memetik ranting,
buah, daun atau bunga, ketiga orangutan membawa buah dan dimakan, selanjutnya
dengan teknik two tree yaitu memegang 2 pohon untuk memetik buah, kemudian
10
dengan teknik juicy yaitu memeras air dari buah, orangutan melakukan dengan
teknik bipedal tree dengan memakan buah sambil berdiri diantara cabang , selain
itu terdapat teknik twist yaitu teknik menahan buah dengan pergelangan tangan,
dan teknik selanjutnya adalah eat all yaitu memakan buah semuanya tanpa sisa.
2.3 Morfologi Sistem Pencernaan Orangutan
Kelompok primata pada umumnya memiliki sistem pencernaan atau lambung
yang cukup sederhana dengan dinding licin, saluran usus kecil pendek dan memiliki
sekum (Atmanto et al., 2014). Selanjutnya banyak primata yang kemudian
beradaptasi sistem pencernaanya sehingga sistem banyak terdiri dari lambung,
sekum dan atau kolon (Atmanto et al., 2014). Sistem pencernaan orangutan tidak
jauh berbeda dengan primata lainnya. Orangutan menggunakan sistem pencernaan
melalui sistem fermentasi usus besar dengan perut yang sederhana, usus kecil dan
besar yang panjang (Caton, Hume, Hill, & Harper, 1999). Orangutan merupakan
primata herbivora, sehingga rata-rata makanan yang dimakan terdiri dari tumbuhan,
sehingga usus besar orangutan dalam mencerna makanan mengandalkan bantuan
atau simbiosis dengan bakteri pada usus untuk fermentasi (Tarszisz, 2016).
Gambar 3. Morfologi sistem pencernaan orangutan (Caton et al., 1999)
11
Sistem pencernaan orangutan yang sederhana memungkinkan biji dari buah yang
dimakan oleh orangutan tidak hancur selama proses pencernaan (Gambar 3).
2.4 Jelajah Harian (Day Range) Orangutan
Menurut Galdikas (1984), jelajah harian orangutan merupakan penjelajahan
dalam sehari yang didefenisikan sebagai jarak yang benar-benar ditempuh oleh
orangutan. Jarak jelajah harian dihitung semenjak orangutan keluar dari sarang
malam pada pagi hari sampai orangutan masuk kembali ke sarang tidur di malam
hari. Jelajah harian orangutan sangat luas, dimana pada umumnya jelajah harian
orangutan mengikuti keberadaan pohon produksi pakan (buah) yang menyediakan
pakan sepanjang tahun yang kemudian disebut sebagai habitat berkualitas tinggi,
selain itu jelajah harian orangutan berada di habitat kualitas rendah yang produksi
pakan (buah) hanya tersedia sementara waktu dan hanya bisa digunakan oleh
komunitas kecil (Meijaard et al., 2001).
Kebutuhaan untuk menjelajah pada orangutan adalah hasil kombinasi dari
beberapa kondisi yang mempengaruhi secara dinamis, seperti kondisi ekologi dan
sosial–reproduksi (Meijaard et al., 2001). Kondisi ekologi seperti habitat hutan
heterogen cenderung mempengaruhi penjelajahan orangutan dikarenakan
tersedianya pohon pakan yang tinggi (Singleton, Knott, Morrogh-Bernard, & Wich,
2009). Lokasi sumber pakan (food patch) yang berlimpah pada suatu habitat dapat
mempengaruhi pola jelajah harian orangutan, terutama pada orangutan betina
dewasa yang memiliki wilayah jelajah tetap (philopatric) (Van Noordwijk et al.,
2012).
Rodman & Mitani (1987), mengelompokkan orangutan ke dalam 3 kelas,
terdiri dari jantan dewasa yang bersifat soliter (jantan berpipi, jantan tidak berpipi),
betina dewasa dengan keturunannya dan betina atau jantan remaja yang bersifat
soliter. Ketiga kelas orangutan terkadang terlihat bersama dalam suatu kumpulan
sementara (temporary association) di pohon pakan (feeding group) dan dalam
penjelajahan atau begerak (travel group) serta berjalan berpasangan (Consortship)
sehingga adanya bentuk sosial yang terjadi di antara mereka (S. S. U. Atmoko et
al., 2009).
Interaksi sosial yang terbentuk pada orangutan dapat mempengaruhi pola
jelajah individu orangutan, selain itu mempengaruhi perilaku untuk
12
memperebutkan pakan (Stries, 2000). Kemudian, (Rijksen & Meijaard, 1999),
mengungkapkan pola penjelajahan orangutan secara umum terdiri atas tiga tipe,
yaitu pertama tipe orangutan penetap, orangutan selama beberapa tahun dengan
sebagian besar waktunya berada di satu wilayah tertentu. Biasanya terjadi pada
orangutan betina dewasa yang telah memiliki anak dan bersifat (philopatric).
Kedua tipe penglaju, orangutan secara teratur dalam beberapa minggu atau
beberapa bulan pada setiap tahunnya hidup berpindah-pindah (nomadis) atau
keberadaanya tidak tetap pada suatu wilayah tertentu. Biasanya terjadi pada
orangutan jantan atau betina remaja yang masih dalam tahap pertumbuhan.
Seelanjutnya orangutan ke tiga merupakan tipe pengembara, keberadaan orangutan
tidak pernah atau hanya sesekali kembali ke tempat semula dalam waktu paling
sedikit 3 tahun. Biasanya terjadi pada orangutan jantan berpipi yang menetap di
suatu wilayah tertentu pada saat produksi buah dan kehadiran betina reproduktif
sedang tinggi di wilayah tersebut. Setelah itu, orangutan jantan akan kembali
mengembara untuk mencari wilayah lain yang memiliki kondisi serupa dengan
kondisi wilayah sebelumnya.
2.5 Stasiun Riset Cabang Panti, Taman Nasional Gunung Palung
Stasiun Riset Cabang Panti (SRCP) merupakan stasiun penelitian di lokasi
Taman Nasional Gunung Palung yang dibangun pada tahun 1980. Luas area SRCP
yaitu 2.100 ha dari total luas 108.000 ha area Taman Nasional Gunung Palung.
Berdasarkan letak geografis SRCP terletak pada koordinat 1º13’ LS, 101º07’ BT
dan berdasar garis administrasi masuk pada daerah Kabupaten Kayong Utara,
Kalimantan Barat. SRCP merupakan stasiun penelitian yang aktif melakukan studi
mengenai orangutan dan habitatnya (Delgado et al., 2000).
Menurut (Wardhana et al., 2018), menjelaskan bahwa SRCP mempunyai
delapan tipe habitat hutan diantaranya adalah rawa gambut, rawa air tawar, tanah
aluvial, batu berpasir dataran rendah, granit dataran rendah, granit dataran tinggi,
pegunungan, dan kerangas. Keberadaan habitat tersebut menunjang untuk
terdapatnya keanekaragaman flora dan fauna di dalamnya termasuk primata
orangutan Kalimantan.
13
Hutan rawa gambut (peat swamp), merupakan hutan dengan kondisi tanah
yang terdiri dari tanah rawa yang tertutupi gambut atau timbunan bahan organik.
Kedalaman rawa mulai dari beberapa sentimeter hingga puluhan meter. Air dihutan
ini mempunyai derajat keasaman (pH) yang rendah berkisar kurang dari 4. Hutan
ini terletak pada ketinggian 5-20 m dpl.
Hutan rawa air tawar (freshwater swamp), merupakan hutan yang kaya akan
mineral dan memiliki kandungan nutrisi yang cukup tinggi. Tanah pada hutan ini
cenderung digenangi oleh air bening dengan pH lebih dari 6, dan di daerah hutan
ini sering terjadi banjir musiman. Secara geografis, hutan ini sebagaimana hutan
rawa gambut yang terletak pada ketinggian 5-20 m dpl.
Hutan tanah aluvial (alluvial bench), tanah pada hutan ini merupakan tanah
endapan yang subur. Hutan ini memiliki keanekaragaman jenis tumbuhan yang
tinggi. Tanah pada hutan ini sering tergenang oleh luapan air dari sungai, namun air
tersebut mengalir meninggalkan tanah yang semula tergenang. Hutan ini terdapat
di sepajang aliran sungai air putih, pada ketinggian 5-50 m dpl. Hutan batu berpasir
dataran rendah (lowland sandstone), merupakan hutan yang tanahnya mengandung
batuan pasir berlapis tanah lempung dan serpihan batu yang tipis. Hutan ini berada
pada ketinggian 20-200 m dpl.
Hutan granit dataran rendah (lowland granite), merupakan hutan yang
habitatnya di dataran rendah yang kondisi tanahnya berbatu. Hutan ini berada pada
ketinggian 200-400 m dpl. Hutan granit dataran tinggi (upland granite), hutan yang
habitatnya berada di dataran tinggi dengan kondisi tanah berbatu, berada pada
ketinggian 350-800 m dpl.
Hutan pegunungan (montaine), habitat hutan yang berada pada ketinggian
750-1100 m dpl. Habitat hutan ini terdiri dari lapisan granit namun kebanyakan
tanah terlapisi substansial kering dan tanah berpasir (hasil pelapukan substrat
granit) sama seperti yang ditemukan pada hutan rawa gambut. Selanjutnya, hutan
kerangas (Heath Forest), habitat hutan yang berada pada ketinggian 40-50 m dpl.
Habitat merupakan daerah yang miskin akan hara dengan tanah berpasir. Pohon-
pohon pada habitat ini lebih cenderung kecil dan seragam.
Tipe habitat di SRCP mempunyai karakteristik tertentu dan berbeda. Letak
kedelapan tipe habitat di SRCP berdekatan, sehingga hal tersebut menjadi daya
14
tarik tersendiri untuk wilayah penelitian SRCP. Delapan tipe habitat yang terdapat
di SRCP merupakan habitat asli orangutan Kalimantan, hal ini disebabkan terdapat
perjumpaan orangutan dan keseluruhan habitat merupakan wilayah jelajah
orangutan (Gambar 4).
Gambar 4. Gambaran habitat wilayah SRCP (Yayasan Palung, 2020)
Taman Nasional Gunung Palung berada pada wilayah perlindungan Gunung
Palung dan Gunung Panti, Kalimantan Barat. Taman Nasional Gunung Palung
merupakan taman nasional terlengkap yang mewakili seluruh tipe ekosistem di
Kalimantan (Johnson et al., 2005). Taman Nasional Gunung Palung ditetapkan
dengan dikeluarkannya Surat keputusan Menteri Kehutanan No. 6186/Kpts-II/2002
tanggal 10 Juni 2002 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Taman Nasional yang
berkedudukan di Kabupaten Ketapang, Provinsi Kalimantan Barat. Secara historis
Taman Nasional Gunung Palung, pertama berstatus kawasan Suaka Alam melalui
Staat Blaat No.4/13IB/1937 pada tanggal 29 April 1937 dengan luas 30.000 Ha.
Selanjutnya dengan SK Menteri Pertanian No. 101A/Kpts/VIII/12/1981 menjadi
kawasan Suaka Margasatwa Gunung Palung dengan luas 90.000 Ha. Kemudian
Gunung Palung menjadi Taman Nasional setalah dideklarasi di acara Pekan
Konservasi Alam Nasional III di Bali tanggal 24 Maret 1990 melalui Pernyataan
Menteri Kehutanan No. 448/Menhut-VI/1990 tanggal 6 Maret 1990. Tahun 2014
berdasarkan SK.4191/Menhut-VII/KUH/2014 Tentang Penetapan kawasan hutan
15
Taman Nasional Gunung Palung seluas 108.043.90 (Seratus Delapan Ribu Empat
Puluh Tiga dan Sembilan puluh Seratus).
Kawasan Taman Nasional Gunung Palung (TNGP) merupakan Taman
Nasional dengan potensi sumberdaya hayati yang tinggi. Wilayah Taman Nasional
Gunung Palung mempunyai kurang lebih 4000 jenis pohon berkayu, 71 jenis
Mamalia, dan 250 jenis burung. Habitat Taman Nasional Gunung Palung
didominasi oleh tumbuhan famili Dipterocarpaceae, kurang lebih 70 jenis
diantaranya adalah meranti (Shorea sp.) dan kruing (Dipterocarpus sp.). Tumbuhan
lain yang banyak di jumpai adalah jenis durian (Durio carinatus), rambutan hutan
(Nephelium sp.) dan ara (Ficus sp.). Taman Nasional Gunung Palung selain kaya
dengan jenis flora juga kaya akan jenis fauna. Jenis-jenis fauna yang dapat di jumpai
di TNGP yaitu, subspesies orangutan Kalimantan (Pongo pygmaeus wurmbii),
kelampiau (Hylobates albibarbis), kelasi (Presbytis rubicunda), bekantan (Nasalis
larvatus), kijang (Muntiacus muntjak pleiharicus), beruang madu (Helarctos
malayanus euryspilus), beruk (Macaca nemestrina nemestrina), kukang (Nyticebus
coucang borneanus), rangkong badak (Buceros rhinoceros borneoensis), kancil
(Tragulus napu borneanus), ayam hutan (Gallus gallus), enggang gading
(Rhinoplax vigil), buaya siam (Crocodylus siamensis), kura-kura gading (Orlitia
borneensis), dan penyu tempayan (Caretta caretta), serta tupai kenari
(Rheithrosciurusmacrotis) (Prasetyo & Sugardjito, 2010).
16
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat
Pengambilan data penelitian dilaksanakan selama 6 bulan, dimulai dari bulan
April - Oktober 2019. Pengambilan sampel kotoran, biji, identifikasi biji dan
pengambilan data jelajah harian dilakukan di lokasi penelitian (Gambar 5).
Penelitian dilakukan di Stasiun Riset Cabang Panti (SRCP), luas area wilayah
SRCP yang digunakan penelitian sebesar 2.100 ha yang berada di dalam wilayah
Balai Taman Nasional Gunung Palung. Luas area penelitian merupakan luas
keseluruhan meliputi 8 tipe habitat di SRCP. Secara geografis wilayah SRCP
terletak pada koordinat 1º 13’ LS, 101º 07’ BT dan terletak pada wilayah
administrasi di Kabupaten Kayong Utara, Kalimantan Barat.
Gambar 5. Peta Lokasi Stasiun Riset Cabang Panti, Taman Nasional Gunung
Palung; Garis biru; Jalur pengamatan orangutan di Stasiun Research
Cabang Panti (Susanto, 2012).
Pengambilan data di fokuskan di 5 tipe habitat di SRCP yang tersebar mulai
dari ketinggian 5 mdpl sampai 200 mdpl, diantaranya adalah hutan rawa gambut,
hutan rawa air tawar, hutan kerangas, hutan tanah aluvial dan hutan batu pasir
dataran rendah. Penjelasan lebih lanjut mengenai tipe habitat dapat di lihat di bab
II. Tiga tipe habitat yang tidak di ambil datanya meliputi hutan granit dataran
17
rendah, hutan granit dataran tinggi dan pegunungan. Pengambilan data tidak
dilakukan di habitat tersebut dikarenakan akses habitat yang berbahaya dengan di
dominasi batu besar dan curam.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian diantaranya Ipad, Global Positioning
System (GPS) Garmin 62 CSx, kamera Canon Kiss X4, handycam Panasonic HC-
V380, binokuler Bushnell, plastik sampel ukuran 1 kg, flagging tape, spatula,
sarung tangan, label dan alat tulis, cawan petri, pinset, saringan diameter < 2 mm,
saringan diameter >2 mm, sendok dan piring cuci sampel, aluminium foil, dan
digital caliper Neiko. Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah kotoran
orangutan, alkohol 70%, dan antiseptik.
3.3 Metode Penelitian
3.3.1 Pencarian Individu Orangutan
Pencarian orangutan menggunakan metode survei. Metode ini dilakukan
dengan berjalan menelusuri jalur yang tedapat di lokasi penelitian SRCP (Gotama,
2016). Penentuan lokasi pencarian orangutan dengan menelusuri ke daerah jelajah
orangutan dalam kurun waktu dekat melalui informasi data proyek orangutan
SRCP. Lokasi pencarian orangutan selanjutnya berdasarkan data pohon pakan
orangutan di lokasi penelitian yang sedang berbuah. Pencarian dilakukan dengan
berjalan pelan menelusuri jalur atau menunggu di persimpangan jalur selama 15-30
menit, selain itu pencarian dapat dilakukan dengan menunggu di bawah pohon
pakan orangutan yang sedang berbuah dengan kisaran waktu 30-60 menit (Gotama,
2016). Ciri-ciri yang dijadikan tanda keberadaan orangutan adalah suara yang
ditimbulkan oleh aktivitas makan dan goyangan pohon ketika orangutan berpindah
tempat, bau urin dan kotoran, serta vokalisasi orangutan.
Orangutan yang ditemukan dalam proses pencarian selajutnya diikuti sampai
orangutan membuat sarang malam dan tidur. Selama proses mengikuti orangutan
harus diambil data foto atau video dan pencatatan perilaku serta ciri-ciri fisik
orangutan. Pengambilan data bertujuan untuk mengetahui pembeda individu.
Beberapa ciri-ciri morfologi yang biasa diamati dan dicatat adalah bentuk dan
warna wajah orangutan, selain itu juga dicatat morfologi yang tampak berbeda yang
18
ditemukan selama pengamatan contohnya adalah adanya bekas luka pada tubuh
orangutan. Lokasi sarang malam orangutan yang sudah dipastikan kemudian diberi
nomer tagging dan tanda flagging tape pada pohon sarang, selanjutnya dengan GPS
dibuat waypoint pada lokasi dengan kode SMA (sarang malam) (Gotama, 2016).
Pengamatan dilakukan dengan mengikuti orangutan selama maksimal 5 hari
sesuai dengan prosedur dari proyek orangutan Kalimantan di SRCP. Batas waktu
pengamatan berfungsi menjaga orangutan dari stress, terhabituasi dan selalu
berperilaku liar. Pengamatan dimulai dari waktu orangutan bangun tidur sekitar jam
5-6 pagi sampai membuat sarang yaitu sekitar jam 4-6 sore (dari sarang ke sarang)
(Gotama, 2016). Selanjutnya pencarian orangutan baru dilakukan ketika orangutan
yang telah diikuti telah mencapai batas maksimal waktu diikuti dan atau saat
mengikuti orangutan, individu hilang karena keluar dari batas lokasi stasiun
penelitian dan orangutan tidak berada di sarang pagi.
3.3.2 Identifikasi Kelompok umur dan Jenis Kelamin Orangutan
Orangutan yang ditemukan selanjutnya diidentifikasi kelompok umur-jenis
kelamin melalui data dokumentasi gambar dan video serta catatan perilaku dan ciri
fisik orangutan. Identifikasi dilakukan dengan melihat semua data individu
orangutan dari lapangan dan dicocokan dengan database orangutan yang sudah
tercatat di proyek orangutan di SRCP yang sudah di ketahui kelompok umur-jenis
kelamin orangutan. Proses identifikasi juga bertujuan untuk mengetahui nama atau
ID orangutan yang sudah tercatat di SRCP yang selanjutnya akan mempermudah
pencatatan data.
Kelompok yang diamati dalam penelitian terbagi menjadi lima kelompok
yaitu betina remaja, betina dewasa, betina ibu-anak, jantan belum berpipi dan jantan
berpipi (Gotama, 2016). Ciri-ciri setiap kelompok yang diamati yaitu betina remaja
adalah orangutan yang biasanya berjalan sendiri atau dengan orangutan lain yang
bukan ibu mereka. Betina remaja dalam penelitian merupakan individu betina muda
yang belum pernah melahirkan dan banyak menggunakan 50% waktu beraktivitas
jauh dari ibu (jarak lebih dari 50 m) (Gotama, 2016). Betina dewasa dalam
penelitian merupakan kelompok orangutan betina yang sudah pernah hamil namun
selama pengamatan tidak sedang mengasuh anak. Betina ibu-anak adalah betina
19
dewasa yang ditemukan saat penelitian sedang mengasuh bayi atau juvenile yang
selama beraktivitas selalu bersama dan tidur di sarang yang sama. Jantan belum
berpipi merupakan orangutan jantan yang belum memiliki karakteristik seksual
sekunder berupa pipi lemak, tidak dapat memproduksi vokalisasi long-call dan
memiliki ukuran tubuh yang lebih kecil daripada jantan berpipi. Jantan belum
berpipi meskipun tidak memiliki ciri seksual sekunder, mereka masih dapat kawin
dan memiliki keturunan (O’Connell, 2018). Jantan berpipi adalah jantan yang
memiliki pipi lemak dan dapat memproduksi vokalisasi long-call. Data jumlah
orangutan dan jumlah sampel dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Data jenis kelamin-kelompok orangutan dan jumlah individu sampel
No Jenis kelamin-kelompok umur
Jumlah
Individu
Sampel
1 Betina, remaja 1
2 Betina, dewasa (hamil) 1
3 Betina, ibu-anak 3
4 Jantan, dewasa belum berpipi 2
5 Jantan, dewasa berpipi 3
Total 10
3.3.3 Pengambilan Data Lokasi Orangutan
Pengambilan data lokasi orangutan menggunakan Global Positioning System
(GPS) Garmin 62 CSx yang sebelumnya sudah diinstal peta track SRCP.
Pengambilan data lokasi orangutan dilakukan dengan tujuan mengetahui
pergerakan individu orangutan selama proses pengamatan dari orangutan bangun
tidur dan keluar sarang pagi sampai membuat sarang malam dan tidur (sarang ke
sarang) (Susanto, 2012). Pengambilan data lokasi juga digunakan sebagai data
untuk menghitung jarak jelajah harian dan jarak orangutan dalam menyebarkan biji
dari pohon induk lokasi makan.
Pengambilan data lokasi diawali dengan mengaktifkan track dan pilih
“record, show on map” pada menu di GPS untuk mendapatkan data pergerakan
orangutan, secara otomatis data akan tercatat dalam GPS. Selanjutnya data lokasi
orangutan diperoleh dari pengambilan data titik-titik koordinat lokasi keberadaan
orangutan, yaitu dengan membuat waypoint pada menu di GPS. Pengambilan data
20
waypoint dilakukan dengan menandai titik lokasi menggunakan tombol mark di
GPS.
Pencatatan titik waypoint pada GPS menggunakan kode tertentu yang dibuat
mengikuti aturan dalam proyek orangutan di SRCP. Beberapa lokasi yang diambil
waypoint yaitu lokasi sarang pagi dengan kode SPA, sarang siang (SSI), sarang
malam (SMA), lokasi orangutan makan di pohon pakan (M), lokasi orangutan
membuang kotoran (D), lokasi keberadaan orangutan per 30 menit (L), dan
orangutan hilang atau keluar rintis (H). Pengambilan data waypoint ini bertujuan
untuk megetahui lokasi keberadaan dan aktivitas harian yang dilakukan oleh
orangutan. Data waypoint lokasi orangutan per 30 menit (L) juga digunakan untuk
analisis lebih lanjut untuk mengetahui data jelajah harian orangutan (Wartmann
dkk. 2010). Pengambilan lokasi berupa data track dan waypoint dimulai dari lokasi
sarang pagi orangutan.
3.3.4 Koleksi dan Proses Sampel Kotoran Orangutan
Sampel kotoran yang di koleksi merupakan kotoran segar orangutan yang
diambil saat orangutan melakukan defekasi. Pengambilan kotoran dilakukan
dengan menggunakan sarung tangan kemudian dimasukkan ke dalam kantong
plastik sampel ukuran 1 kg (Wirawan, Kusumaningrum, & Oetaman, 2015). Plastik
sampel diberi label berisi informasi tanggal pengambilan sampel, ID orangutan,
nomer defekasi orangutan, dan persentase jumlah kotoran yang diambil (Karimah,
2019).
Data lokasi kotoran selanjutnya diambil titik atau waypoint koordinat lokasi
dengan menggunakan GPS. Sampel kotoran yang diambil dapat berasal dari
orangutan yang sama. Kemudian sampel dibawa ke basecamp SRCP untuk diproses
di laboratorium. Sampel kemudian ditimbang untuk mendapatkan data berat koleksi
sampel. Berat yang ditimbang diantaranya adalah berat kotoran dengan plastik,
berat kotoran tanpa plastik, berat plastik sampel. Kotoran yang sudah ditimbang
kemudian dipindahkan ke aluminium foil dan selanjutnya dicuci untuk memisahkan
kotoran dari biji yang ada di dalam kotoran.
Pencucian sampel menggunakan air mengalir dan sampel dimasukan dalam
saringan. Saringan yang digunakan adalah dua tingkat, saringan pertama posisi
21
diatas dengan diameter lebih besar dari 2mm, tempat diletakkannya kotoran,
selanjutnya saringan dibawahnya dengan diameter lebih kecil dari 2mm.
Penggunaan saringan bertingkat dilakukan untuk memisahkan biji yang berukuran
lebih besar dan biji dengan ukuran lebih kecil sesuai dengan ukuran diameter
saringan yang digunakan, selain itu juga menghindari terbuangnya biji yang
berukuran kecil, sementara dengan bantuan air mengalir dalam mencuci sampel
dapat membantu mempercepat proses pembersihan dan penyaringan biji tumbuhan.
3.3.5 Inventarisasi dan Identifikasi Sampel Biji Tumbuhan
Inventarisasi sampel biji tumbuhan didapatkan dari proses pencucian sampel
kotoran segar yang telah dikoleksi dari lapangan. Biji tumbuhan yang di
inventarisasi adalah biji yang hanya ditemukan dalam kotoran orangutan. Biji
tumbuhan yang dikoleksi untuk analisis lebih lanjut merupakan biji tumbuhan yang
dalam keadaan utuh atau tidak rusak dan pecah. Biji tumbuhan yang di inventarisasi
kemudian diidentifikasi untuk mengetahui jenis dari biji tumbuhan tersebut.
Identifikasi sampel biji tumbuhan dilakukan dengan melihat dari morfologi
biji tumbuhan hasil inventarisasi dan selanjutnya melalui morfologi yang teramati
dicari jenis biji melalui database jenis biji laboratorium SRCP. Nama jenis
tumbuhan dan biji tumbuhan yang dikoleksi di SRCP sudah tervalidasi oleh ahli
botani dan peneliti-peneliti SRCP selama 20 tahun proyek berjalan. Proses
pencocokan atau identifikasi nama jenis biji juga berdasarkan pengamatan oleh
asisten laboratorium dan asisten peneliti di SRCP.
Biji tumbuhan yang dikoleksi kemudian di timbang berat dari biji. Proses
penimbangan dilakukan dengan menimbang berat total semua biji yang telah
ditemukan, kemudian sampel biji dihitung jumlah total yang didapatkan dan sesuai
kelompok per jenis, selanjutnya dilakukan pengukuran panjang dan lebar biji,
pengukuran sampel biji menggunakan sampel biji yang diambil dan didapat dari
koleksi per jenis. Biji dengan ukuran lebih kecil dari 2mm dihitung dengan
mengestimasi menggunakan interval (0-10, 10-100, 100-1000, 1000+). Semua data
yang diambil dicatat dalam buku data penelitian dan disalin dalam tabulasi data di
komputer menggunakan excel windows 2017.
22
3.3.6 Jarak Jelajah Harian Orangutan
Pengambilan data jarak jelajah harian merupakan pengambilan data
pergerakan harian orangutan selama ikut orangutan sehari dari sarang pagi menuju
sarang malam (nest to nest). Data pergerakan orangutan tidak semua track
pergerakan orangutan digunakan untuk menghitung jarak jelajah harian. Data
pergerakan orangutan yang dapat dianalisis adalah pergerakan penuh orangutan
dalam satu hari, yaitu dimulai dari orangutan keluar SPA sampai masuk ke SMA
dan tidur. Sementara itu, data pergerakan yang tidak penuh seperti kehilangan jejak
orangutan, menemukan orangutan baru atau terlambat mengikuti orangutan dari
SPA, tidak dapat digunakan untuk menghitung jarak jelajah harian (Susanto, 2012).
Pengambilan data jarak jelajah harian di peroleh dari data track dan waypoint
harian dari masing-masing individu orangutan yang tersimpan di dalam GPS
kemudian dipindahkan ke dalam komputer. Data waypoint yang digunakan adalah
lokasi SPA, L, dan SMA orangutan setelah semua data terkumpul, data-data
tersebut kemudian dianalisis untuk menghitung jarak jelajah harian orangutan
dalam melakukan pergerakan selama satu hari. Analisis yang digunakan untuk
menghitung jarak jelajah harian orangutan dengan menggunakan program
pemetaan di aplikasi MapSource yang secara otomatis akan membaca data jarak
pergerakan yang telah ditempuh oleh orangutan melalui data track dan waypoint
dari GPS yang diinput.
3.4 Analisis Data
3.4.1 Analisis Deskriptif
Analisis data dilakukan secara deskriptif. Data jumlah orangutan, sampel
yang dikoleksi, dan biji yang ditemukan dalam kotoran dicatat dan di analisis di
Microsoft excel 2013. Data biji yang didapat dari kotoran ditabulasikan berdasarkan
tanggal ditemukan biji, ID orangutan, jenis biji tumbuhan, dan jumlah biji
tumbuhan. Data kemudian diolah dengan Microsoft excel 2013 untuk mengetahui
jumlah total sampel biji dan jumlah masing-masing biji sesuai dengan kelompok
genus. Data jarak biji disebarkan oleh orangutan dan data jelajah harian orangutan
diolah menggunakan MapSource yang didapat dari pengambilan data melalui GPS,
pengolahan data untuk mengetahui jarak orangutan dalam menyebarkan biji melalui
23
defekasi dan jarak jelajah harian orangutan. Data yang sudah di proses kemudian
diolah kembali di Microsoft Excel 2013 untuk mendapatkan data yang lebih rapi
dan mendapatkan nilai rata-rata jarak. Seluruh data yang diolah kemudian diuraikan
dan dideskripsikan secara singkat, padat dan jelas.
24
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Individu Orangutan dan Sampel
Sebanyak 10 individu orangutan kalimantan Pongo pygmaeus wurmbii dari 5
kelompok yang berbeda berdasarkan jenis kelamin-kelompok umur berhasil
diamati dan dilakukan pengambilan sampel. Total jumlah hari mengikuti orangutan
selama penelitian selama 55 hari, dengan jumlah total hari ikut penuh (sarang ke
sarang) selama 49 hari. Sampel kotoran yang berhasil dikoleksi selama penelitian
total berjumlah 156 sampel dengan jumlah 127 sampel mengandung biji tumbuhan.
Jumlah sampel yang didapatkan dari masing-masing individu berbeda (Tabel 2) dan
dokumentasi individu orangutan dapat dilihat pada Lampiran 2.
Tabel 2. Individu orangutan dan sampel
Jenis kelamin, kelompok
umur Individu
∑ Hari
ikut
∑ Hari
ikut
penuh
∑ Sampel
kotoran
yang
dikoleksi
∑ Sampel
kotoran
dengan biji
Betina, remaja Berani 3 2 5 4
Betina, dewasa (hamil) Walimah 5 5 20 20
Betina, dewasa dengan
anak Walimah 1 10 10 31 30
Bibi 9 8 34 22
Tari 10 10 29 22
Jantan, belum berpipi Tunjuk 5 5 7 5
UML15may19 3 2 7 7
Jantan, berpipi Alfred 4 3 14 9
Gordon 3 2 3 2
Prabu 3 2 6 6
Total 55 49 156 127
Perjumpaan individu orangutan Kalimantan yang didapatkan selama
penelitian tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Karimah (2019),
yang berhasil mencatat sebanyak 10 individu orangutan Kalimantan, yang mela-
25
kukan penelitian di lokasi dan dengan kurun lama waktu penelitian yang sama.
Menurut Susanto (2012), keberadaan orangutan liar di suatu habitat dipengaruhi
oleh produktivitas pohon pakan di habitat tersebut. Pengamatan langsung selama di
lapangan rata-rata di setiap habitat hanya terdapat beberapa jenis tumbuhan yang
menyediakan sumber makanan untuk orangutan.
Menurut Marshall (2004), habitat di SRCP merupakan hutan yang didominasi
oleh jenis tumbuhan Dipterocarpaceae. Hutan yang didominasi pohon
Dipterocarpaceae akan memiliki produktivitas buah musiman yang kemudian
diikuti oleh siklus mast fruiting (Cannon, Lisa, & Marshall, 2007). Siklus mast
fruiting ditandai dengan adanya produktivitas bunga dan buah dari pohon
Dipterocarpaceae yang terjadi 4-5 tahun sekali (Morrogh-bernard et al., 2009) dan
diikuti oleh respon peningkatan aktivitas satwa termasuk orangutan (Knott, 1998).
Hutan area SRCP berdasarkan pemantauan berkala asisten peneliti di lokasi telah
terjadi mast fruiting pada bulan Desember 2018 sampai Februari 2019.
Masa produktivitas buah yang tinggi di hutan SRCP yang sudah lewat di
waktu pengamatan menjadi salah satu faktor perjumpaan orangutan di habitat
SRCP. Pengamatan di lapangan ketersedian makanan sudah berkurang dan hanya
menyisakan beberapa pohon yang masih menyediakan makanan di lapangan.
Faktor lain yang diduga mempengaruhi perjumpaan orangutan adalah SRCP
merupakan habitat alami dan liar bagi orangutan P. pygmaeus wurmbii, sehingga
orangutan yang dijumpai juga merupakan orangutan yang masih memiliki perilaku
hewan liar, meskipun ada beberapa orangutan yang sudah terhabituasi oleh
kehadiran manusia.
Orangutan yang dijumpai selama proses pencarian kemudian diikuti selama
maksimal 5 hari untuk dilakukan pengambilan sampel kotoran dan data jelajah
harian. Selama penelitian, dari 9 individu orangutan yang ditemui jumlah total hari
ikut selama 55 hari dengan jumlah total 49 hari ikut secara penuh dengan jumlah
hari yang berbeda-beda dari masing-masing individu orangutan (Tabel 2). Sampel
kotoran yang dikoleksi selanjutnya dianalisis lebih lanjut di laboratorium camp
26
SRCP untuk melihat keberadaan biji tumbuhan dari pohon pakan yang dimakan
oleh orangutan.
4.2 Analisis Biji Tumbuhan Pada Sampel Kotoran Orangutan
4.2.1 Persentase Sampel Kotoran Mengandung Biji Tumbuhan
Biji tumbuhan yang dicatat hanyalah biji yang terlihat secara morfologi masih
dalam keadaan baik dan utuh (lampiran 4) yang diasumsikan masih bisa
berkecambah. Persentase kotoran pada total sampel dari orangutan yang terdapat
biji tumbuhan di dalamnya dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Persentase sampel kotoran mengandung biji tumbuhan
Orangutan di SRCP menunjukan potensi sebagai primata penyebar biji cukup
tinggi dengan persentase 81,4% atau 127 sampel kotoran dari total 156 sampel
kotoran ditemukan mengandung biji tumbuhan. Kotoran orangutan lainnya
sebanyak 18,6% atau 29 sampel kotoran tidak teridentifikasi biji di dalamnya.
Penelitian lain mengenai analisis biji tumbuhan pada kotoran orangutan Pongo
pygmaeus morio di Sabah Malaysia 80% kotoran orangutan ditemukan biji di
dalamnya (Ancrenaz et al., 2006), selain itu Tarszisz (2016) mengungkapkan dalam
penelitiannya di hutan rawa gambut Sebangau Kalimantan Tengah menunjukan
orangutan P. pygmaeus wurmbii 73% kotorannya mengandung biji di dalamnya.
Sementara jika dibandingkan dengan kera jenis lain, penelitian sebelumnya
menemukan 73,6% (n=87) kotoran gorilla mengandung biji tumbuhan di dalamnya
27
(Haurez, Petre, Brostaux, & Doucet, 2017), kemudian 74,2% (n=178) kotoran
sympanse mengandung biji tumbuhan di dalamnya (Poulsen, Clark, & Smith,
2001).
Besarnya persentase ditemukannya biji tumbuhan pada sampel kotoran
orangutan dikarenakan orangutan merupakan primata frugivor yang sehari-harinya
bisa menghabiskan waktu lebih banyak untuk memakan buah (Knott, 1998), selain
itu Setia (2008) menambahkan bahwasanya proporsi terbanyak isi kotoran primata
adalah biji buah dari makanan yang di konsumsi. Hasil pengamatan di lapangan
juga menunjukan orangutan selalu melakukan aktivitas makan, aktivitas makan
tersebut relatif banyak yang dikonsumsi adalah buah. Orangutan liar menggunakan
aktivitas makan untuk makan buah sebanyak 34-92% (Russon et al., 2009), selain
itu sebelumnya Maple (1980), mengungkapkan orangutan liar memenuhi asupan
makan berupa buah sebanyak 53%.
Aktivitas harian dalam membuang kotoran juga mempengaruhi persentase
biji pada kotoran orangutan. Pengamatan di lapangan orangutan Kalimantan dapat
melakukan aktivitas membuang kotoran lebih dari 3 kali dalam sehari. Banyaknya
kotoran yang dibuang oleh orangutan Kalimantan menambah peluang diperolehnya
biji tumbuhan lebih banyak didalamnya. Orangutan rata-rata dapat menyebarkan
1.17 genera biji tumbuhan dalam satu sampel kotoran, dengan rata-rata 3 kali
membuang kotoran setiap hari (Blackburn, Rizal, Susanto, Setia, & Cheryl D.
Knott, 2019).
Keberadaan biji pada masing-masing orangutan menunjukkan peran individu
orangutan Kaliamantan dalam menyebarkan biji tumbuhan di hutan. Biji tumbuhan
pada kotoran masing-masing individu orangutan Kalimantan disajikan pada
Gambar 7. Data pada gambar yang ditampilkan menunjukan beberapa individu
orangutan 100% terdapat biji tumbuhan di dalam sampel kotoran. Orangutan yang
keseluruhan sampel kotorannya terdapat biji tumbuhan adalah Walimah orangutan
betina dewasa (hamil), UML15MAY19 orangutan jantan belum berpipi dan Prabu
orangutan jantan berpipi. Sementara itu, persentase keberadaan biji paling sedikit
adalah Alfred orangutan jantan berpipi sebanyak 64,30% dan bibi orangutan betina,
dewasa dengan anak sebanyak 65%. Walimah betina dewasa (hamil) merupakan
28
orangutan yang saat ditemukan di bulan pertama (1 Mei 2019) pengamatan sedang
hamil tua, selanjutnya dibulan (7 juli 2019) ditemukan kembali sudah melahirkan
sehingga pengambilan datanya dikelompokkan berbeda.
Gambar 7. Persentase biji tumbuhan masing-masing individu orangutan
UML15MAY19 orangutan jantan dewasa belum berpipi dan Prabu orangutan
jantan dewasa berpipi memiliki persentase 100% kotorannya ditemukan biji
tumbuhan di dalamnya. Tingginya persentase biji tumbuhan pada kotoran
orangutan jantan dapat disebabkan oleh proporsi aktivitas makan, luasnya jelajah
harian orangutan jantan dan tersedianya makanan di habitat tersebut. Pengamatan
di lapangan ditemukan kedua orangutan banyak melakukan aktivitas makan buah.
Jelajah harian yang panjang juga memperluas lokasi habitat yang dikunjungi
orangutan sehingga orangutan berkesempatan menemukan makanan lebih banyak
jika makanan pada satu habitat telah habis. Menurut Knott (1999), menemukan
bahwa orangutan jantan dalam melakukan aktivitas harian lebih banyak
menggunakannya untuk makan dan pergerakan.
Walimah orangutan betina dewasa (hamil) juga ditemukan seluruh sampel
kotorannya terdapat biji di dalamnya. Orangutan betina menurut Kuncoro et al.
(2008), lebih banyak menggunakan aktivitas hariannya untuk bersosial meskipun
juga banyak melakukan aktivitas makan. Kondisi Walimah yang sedang hamil
80%
100% 97%
65%75.90% 71.40%
100%
64.30% 66.70%
100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
Bera
ni
Wal
imah
Wal
imah
1
Bib
i
Tar
i
Tunju
k
UM
L15m
ay19
Alf
red
Gord
on
Pra
bu
Betina,
remaja
Betina,
dewasa
hamil
Betina, dewasa dengan
anak
Jantan, belum
berpipi
Jantan, berpipi
(%)
Ko
tora
n d
engan
bij
i
Kelompok dan individu orangutan
29
kemungkinan mempengaruhi aktivitas harian walimah. Walimah banyak
menghabiskan waktunya untuk beristirahat dan mencari makan. Keadaan tubuh
yang sedang hamil membuat Walimah harus memenuhi kebutuhan nutrisi dalam
tubuh yang didapatkan dari konsumsi makananan yang tepat. Buah merupakan
makanan utama orangutan yang dapat memenuhi kebutuhan nutrisi orangutan
dengan baik (Auliah, 2018). Pengamatan di lapangan juga terlihat Walimah banyak
mengkonsumsi buah setelah selesai beristirahat. Habitat ditemukannya Walimah
juga terdapat tumbuhan yang masih menyisakan buah untuk dikonsumsi, sehingga
memungkinkan banyaknya biji pada kotoran Walimah.
Sementara itu Alfred orangutan jantan berpipi kotorannya mengandung
64,30% biji tumbuhan dan bibi orangutan betina, dewasa dengan anak sebanyak
65%. Belum diketahui secara pasti penyebab rendahnya persentase biji tumbuhan
pada kotoran orangutan. Pengamatan di lapangan menunjukan lokasi habitat
ditemukannya orangutan juga sama dengan individu lain. Sehingga ketersediaan
pohon pakan diperkirakan tidak berbeda. Terlihat dari pengamatan di lapangan
orangutan juga banyak melakukan aktivitas makan. Kemungkinan yang
mempengaruhi keberadaan biji pada masing-masing sampel kotoran adalah sistem
pencernaan dari orangutan. Ukuran biji tumbuhan juga mempengaruhi lama waktu
biji bertahan di pencernaan orangutan dan keluar melalui kotoran (Blackburn et al.,
2019).
Berdasarakan data Gambar 7 belum diketahui apakah ada pengaruh jenis
kelamin dan kelompok umur orangutan terhadap perbedaan persentase keberadaan
biji tumbuhan dalam kotoran orangutan. Pada data dapat dilihat orangutan yang
kotorannya tinggi mengandung biji tumbuhan atau dengan persentase rendah
berasal dari jenis kelamin dan kelompok umur berbeda. Komposisi kotoran primata
dipengaruhi oleh proporsi sumber makan pada primata (Setia, 2008) dan
ketersedian pakan di lokasi habitat keberadaan orangutan (Kuncoro et al., 2008).
Menurut Atmanto et al. (2014), tingkat kematangan buah dan biji pada buah pohon
pakan yang dikonsumsi oleh primata mempengaruhi biji untuk bertahan pada
sistem pencernaan primata dan keluar di kotoran. Secara umum orangutan
merupakan primata frugivore, yang secara ekologi tidak terdapat perbedaan
mengenai pola makan antara jenis kelamin orangutan (Kuncoro et al., 2008).
30
Jenis kelamin dan kelompok umur orangutan secara langsung tidak
mempengaruhi persentase biji pada sampel kotoran orangutan. Pengalaman dan
kecerdasan atau kemampuan dalam mengingat pada individu orangutan terhadap
lokasi jelajah pada habitat yang menyediakan sumber makanan yang kemudian
mempengaruhi proporsi makan orangutan yang selanjutnya menentukan
keberadaan biji pada kotoran orangutan. Keberadaan sumber makanan berupa buah
yang berlimpah pada habitat jelajah orangutan juga diperkirakan dapat
mempengaruhi persentase biji tumbuhan pada kotoran orangutan (Kuncoro et al.,
2008).
4.2.2 Jenis Biji Pada Sampel Kotoran Orangutan
Berdasarkan analisis jenis biji yang terdapat di dalam kotoran orangutan
ditemukan 15 jenis biji tumbuhan yang keseluruhannya teridentifikasi. Jenis biji
tumbuhan yang didapatkan diantaranya adalah biji dari Grewia sp., Diallium sp.,
Tetramerista glabra, Dillenia sp., Ficus sp., Garcinia sp., Pternandra sp.,
Artabotrys sp., Ampelocissus sp., Gnetum sp., Dracontomelon sp., Baccaurea sp.,
Aporusa sp., Willughbeia sp., dan Artocarpus sp. Hasil dari jenis biji tumbuhan
yang ditemukan disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Jenis biji tumbuhan pada sampel kotoran orangutan
Jenis kelamin,
kelompok
umur
Individu
∑
Sampel
kotoran
dengan
biji
Jenis biji tumbuhan
Betina,
remaja Berani 4 Grewia sp., Diallium sp.
Betina,
dewasa
(hamil)
Walimah 20 Tetramerista glabra
Betina,
dewasa
dengan anak
Walimah 1 30 Dillenia sp.
Bibi 23 Diallium sp., Ficus sp., Garcinia sp.,
Tetramerista glabra
Tari 22
Pternandra sp., Artabotrys sp.,
Ampelocissus sp., Garcinia sp.,
Tetramerista glabra
Jantan, belum
berpipi
Tunjuk 5 Ficus sp.
UML15may19 7 Grewia sp., Gnetum sp., Dracontomelon sp.
Alfred 9 Garcinia sp., Baccaurea sp., Aporusa sp.
31
Jantan,
berpipi
Gordon 2 Willughbeia sp., Garcinia sp., Artocarpus
sp.
Prabu 6 Aporusa sp., Baccaurea sp.
Total 127 15 Jenis biji tumbuhan
Jumlah jenis biji yang ditemukan dalam penelitian ini lebih banyak jika
dibandingkan dengan (Nielsen, Jacobsen, Graham, & Morrogh-bernard, 2011) yang
menemukan 5 jenis biji tumbuhan pada kotoran orangutan di Hutan Rawa Gambut,
Sebangau, Kalimantan Tengah. Hasil tersebut lebih banyak jika dibandingkan
dengan primata lain dari penelitian oleh Basalamah et al., (2005) yang menemukan
12 jenis biji tumbuhan dari kotoran Hylobates agilis albibarbis di Stasiun Penelitian
Tuanan, Kalimantan Tengah. Potensi banyaknya ditemukan biji tumbuhan yang
disebarkan oleh orangutan di SRCP dikarenakan hutan SRCP merupakan salah satu
habitat satwa liar yang didukung keanekaragaman pakan yang cukup tinggi, Russon
et al. (2009), menejelaskan bahwa di habitat RSCP terdapat 183 jenis pohon pakan
yang di konsumsi oleh orangutan.
Orangutan bernama Tari pada Tabel 3 menunjukan di dalam kotorannya
paling banyak ditemukan biji tumbuhan. Sebanyak 5 jenis biji tumbuhan ditemukan
di dalam kotoran Tari , yaitu Pternandra sp., Artabotrys sp., Ampelocissus sp.,
Garcinia sp. dan Tetramerista glabra. Banyaknya biji tumbuhan yang ditemukan
dalam kotoran diperkirakan oleh lokasi ditemukannya orangutan berada di habitat
peat swamp forest dan freshwater swamp. Menurut Wardhana et al. (2018), habitat
peat swamp forest dan freshwater swamp di SRCP berada di ketinggian 5-10 m dpl,
tutupan vegetasi habitat banyak di jumpai jenis tumbuhan yang menjadi pakan
orangutan. Habitat tersebut di SRCP merupakan habitat yang banyak dimanfaatkan
oleh orangutan dalam melakukan aktivitas harian terutama mencari makan
(Susanto, 2012). Menurut Daryono (2009), peat swamp forest merupakan hutan
yang memiliki habitat dan ekosistem unik dan memiliki keanekaragaman tumbuhan
dan hewan yang tinggi. Berdasarkan pengamatan di lapangan jalur yang dilalui oleh
Tari juga banyak ditemui jenis pohon pakan yang masih memproduksi buah yang
dimakan oleh Tari diantaranya adalah Pternandra sp. dan Tetramerista glabra.
Ketersediaan sumber makanan berupa buah dalam suatu habitat mempunyai
peran penting bagi orangutan dalam melakukan penyebaran biji tumbuhan.
Orangutan dalam melakukan jelajah harian salah satunya juga dipengaruhi oleh
32
keberadaan sumber makanan dalam habitat tersebut (Susanto, 2012). Pengamatan
di lapangan pada Tabel 3 menemukan orangutan Walimah, Walimah 1 dan Tunjuk
masing-masing hanya ditemukan satu jenis biji tumbuhan yang teridentifikasi yaitu
Tetramerista glabra, Dillenia sp., dan Ficus sp..
Berdasarkan pengamatan lapangan Walimah cenderung melakukan jelajah
harian yang tidak jauh dan lokasi jelajah harian Walimah banyak ditemukan pohon
Tetramerista glabra yang masih dalam keadaan berbuah. Pengamatan langsung di
lapangan juga menunjukan Walimah banyak mengkonsumsi buah Tetramerista
glabra. Pengamatan lapangan selanjutnya data Walimah 1 juga menunjukan
orangutan cenderung tidak banyak melakukan jelajah harian. Lokasi jelajah harian
juga banyak ditemukan pohon Dillenia sp. yang masih berbuah, dan Walimah 1
juga secara pengamatan di lapangan memanfaatkan buah dari pohon Dillenia sp.
untuk dikonsumsi. Pemilihan lokasi habitat yang masih menyediakan makanan bagi
orangutan dan kecendrungan jelajah harian yang tidaklah luas dikarenakan
orangutan Walimah sedang dalam keadaan hamil besar dan saat ditemukan kembali
Walimah 1 merupakan data orangutan sudah melahirkan bayi. Tunjuk dalam
pengamatan di lapangan juga banyak memnfaatkan satu tumbuhan Ficus sp. yang
sedang banyak berbuah, dan selama pengamatan Tunjuk hanya sedikit menjelajah
dan kembali di lokasi Ficus sp. untuk melakukan aktivitas makan.
Keberadaan jenis biji tumbuhan yang ditemukan dalam kotoran orangutan
merupakan pengaruh dari keberadaan pohon pakan di lokasi habitat orangutan.
Keberadaan sumber makanan yang berlimpah dalam habitat tersebut juga
mempengaruhi orangutan dalam menemukan sumber makanan. Orangutan sendiri
dalam mencari makan juga dipenngaruhi oleh kemampuan dan pengalaman perr
individu orangutan (Kuncoro et al., 2008). Jenis kelamin dan kelompok umur
orangutan tidak terlalu berpengaruh untuk orangutan melakukan dan memilih jenis
makanan. Orangutan jantan menghabiskan sebanyak 47,82% dan betina 44,85%
untuk aktivitas makan dalam kesehariannya (Kuncoro et al., 2008).
Biji tumbuhan yang disebarkan oleh primata melalui kotoron memiliki
potensi tumbuh yang lebih cepat jika dibandingkan dengan biji yang jatuh langsung
dari pohon induk (Setia, 2008). Menurut Ancrenaz et al. (2006), biji tumbuhan dari
33
jenis Dracontomelon dao yang disebarkan orangutan melalui kotoran mempunyai
presentase tumbuh sebesar 50% dengan waktu tumbuh lebih cepat. Selanjutnya
Basalamah et al. (2005) menemukan biji dari jenis Willughbeia sp. memiliki
presentase berkecambah sebesar 67,69% yang disebarkan melalui kotoran kelawat
(Hylobates agilis albibarbis). Jenis-jenis biji yang ditemukan dalam penelitian
sebelumnya ditemukan juga dalam kotoran orangutan Kalimantan di SRCP.
4.2.3 Jumlah Biji Setiap Jenis Tumbuhan dalam Kotoran
Orangutan dalam melakukan aktivitas makan selama pengamatan, khususnya
buah memanfaatkan bagian-bagian tertentu dari buah seperti biji, daging buah dan
bahkan kulit buah untuk memenuhi kebutuhan makanannya. Biji dapat dikunyah,
disemburkan, dijatuhkan dan bahkan ditelan yang kemudian akan keluar kembali
bersama kotoran melalui proses pencernaan. Biji yang ditelan dapat juga hancur
dalam proses pencernaan dalam tubuh orangutan, sehingga hal tersebut juga dapat
mempengaruhi banyaknya jumlah biji yang keluar kembali bersama kotoran. Biji
tumbuhan yang hancur dan rusak dalam pencernaan orangutan tidak mempunyai
potensi untuk menjadi tumbuhan baru, sehingga banyaknya buah yang dikonsumsi
orangutan jika bijinya hancur dalam pencernaan orangutan tersebut tidaklah
mendukung potensi orangutan dalam menyebarkan biji tumbuhan.
Jenis biji tumbuhan yang sudah dianalisis selanjutnya dilakukan perhitungan
jumlahnya dalam setiap kotoran. Biji tumbuhan yang dihitung merupakan biji
tumbuhan yang masih dalam keadaan utuh dan tidak dalam keadaan rusak.
Penghitungan biji tumbuhan dalam hal ini dibedakan menjadi dua kategori ukuran,
yaitu ukuran > 2mm dan ukuran di bawah <2mm. Penghitungan jumlah biji
tumbuhan >2mm, dilakukan secara manual menghitung satu persatu sampel biji,
sementara untuk biji tumbuhan dengan ukuran <2mm dihitung dengan
memperkirakan jumlah sampel. Data jumlah masing-masing jenis biji tumbuhan
yang ditemukan pada sampel kotoran orangutan dapat dilihat pada Gambar 7.
34
Gambar 8. Data jumlah total setiap jenis biji tumbuhan dalam kotoran
Data pada Gambar 7 menyajikan jumlah total dari masing-masing jenis biji
tumbuhan yang ditemukan selama penelitian dari 9 individu orangutan. Banyaknya
jumlah biji masing-masing jenis tumbuhan merupakan informasi yang penting,
sehingga dapat terlihat bagaimana peran orangutan sebagai salah satu primata
penyebar biji tumbuhan. Secara keseluruhan didapat ± 19186 biji tumbuhan dari
dalam kotoran 9 individu orangutan, yang berasal dari 15 jenis tumbuhan. Data
pada Gambar 8 menunjukan beberapa jenis biji tumbuhan yang mempunyai jumlah
>1000, diantaranya adalah Tetramerista glabra (1060 biji), Dillenia sp. (2500 biji),
Ficus sp, (6650 biji) dan Pternandra sp. (7000 biji) (Lampiran 3).
Berdasarkan pengamatan di lapangan banyaknya jumlah biji kemungkinan
dipengaruhi oleh karakteristik morfologi dari biji. Tetramerista glabra (1060 biji)
dan Dillenia sp. (2500 biji) contohnya secara morfologi biji terlihat mempunyai
pelindung biji yang keras dengan ukuran lebih dari 2mm, sementara untuk jenis
Ficus sp, (6650 biji) dan Pternandra sp. (7000 biji) ukuran biji yang relatif kecil
yaitu kurang dari 2mm, sehingga mengakibatkan biji tumbuhan ikut tertelan dalam
jumlah yang banyak ketika orangutan melakukan aktivaitas makan buah. Menurut
Blackburn et al. (2019) dalam penelitiannya menemukan bahwa orangutan
Kalimantan dapat menyebarkan biji melalui kotoran yang berukuran relatif besar
2
7
386
2500
741
15
85
7000
6650
16
226
493
1060
2
3
0 1000 2000 3000 4000 5000 6000 7000 8000
Artabotrys sp.Willughbeia sp.
Garcinia sp.Dillenia sp.
Diallium sp.Gnetum sp.Grewia sp.
Pternandra sp.Ficus sp.
Artocarpus sp.Baccaureasp. Aporusa sp.
Tetramerista sp.Ampelocissus sp.
Dracontomelon sp.
Total biji
Jenis
bij
itu
mb
uhan
35
dengan panjang 32,5mm dan lebar 21,5mm. Selanjutnya Blackburn et al. (2019),
menambahkan bahwa orangutan Kalimantan diperkirakan menyebarkan biji
melalui kotoran sebanyak 99 biji tumbuhan setiap hari per individu, dengan rata-
rata membuang kotoran 3 kali setiap hari.
Biji tumbuhan dapat bertahan melewati proses pencernaan dan sampai keluar
bersama kotoran orangutan dipegerahui oleh faktor-faktor tertentu. Kelompok
primata frugivora memiliki lambung yang relatif sederhana dan dinding yang licin,
saluran usus kecil yang panjang serta memiliki sekum (NRC, 2003). Orangutan
memiliki sistem pencernaan yang sama dengan primata frugivora lainnya. Sistem
pencernaan orangutan terdiri dari perut yang sederhana, usus kecil yang panjang,
disini tempat penyerapan produk hasil pencernaan dan usus besar tersegmentasi
luas yang merupakan lokasi fermentasi (Caton et al., 1999). Sistem pencernaan
orangutan yang sederhana menjadikan peluang biji tumbuhan yang ditelan atau
tertelan tidak hancur selama melewati proses pencernaan. Selain faktor tersebut
menurut Atmanto et al. (2014), buah pada tumbuhan memiliki biji yang dilapisi
kulit ari (epidermis) yang terlindungi oleh kulit tanduk yang keras, sehingga
memungkinkan untuk biji tumbuhan dapat bertahan dan tidak hancur dalam
melewati proses pencernaan orangutan.
4.2.4 Potensi Penyebaran Biji Berdasarkan Pohon Pakan
Jenis pohon pakan yang dikonsumsi oleh orangutan Pongo pygmaeus
wurmbii selama penelitian sebanyak 40 jenis tumbuhan (Lampiran 4). Jenis
tumbuhan yang tercatat merupakan hasil dari pengamatan waktu orangutan
melakukan aktivitas makan. Penelitian sebelumnya Karimah (2019), mendapatkan
42 jenis tumbuhan yang dikonsumsi oleh orangutan selama pengamatan di SRCP.
Selanjutnya, jika dibandingkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Aprilinayati
(2006) di Stasiun Penelitian Tuanan, Kalimantan Tengah menemukan 55 jenis buah
yang dikonsumsi oleh orangutan. Jumlah jenis tumbuhan yang dimakan P. p
wurmbii di SRCP selama pengamatan lebih sedikit jika dibandingkan dengan jenis
tumbuhan yang dikonsumsi oleh Hylobates agilis albibabris sebanyak 58 jenis
tumbuhan di Stasiun Penelitian Tuanan, Kalimantan Tengah (Basalamah et al.,
2005).
36
Pohon pakan yang teridentifikasi cukup beragam, ditemukan 40 jenis yang
berbeda. Keberagaman jenis makanan yang ditemukan, dikarenakan habitat di
SRCP memiliki keanekaragaman jenis pohon yang cukup tinggi, sehingga habitat
tersebut juga menyediakan sumber pakan yang beragam yang di manfaatkan oleh
orangutan (Susanto, 2012). Penelitian sebelumnya oleh Susanto (2012),
mengidentifikasi sebanyak 116 genus pohon pakan yang dikonsumsi oleh
orangutan di SRCP.
Gambar 9. Jenis pohon pakan yang paling banyak dikonsumsi orangutan
Hasil pada Gambar 8, terdapat dua jenis pohon pakan yaitu Artocarpus sp.
dan Garcinia sp. yang paling banyak di manfaatkan oleh orangutan untuk di
konsumsi. Setidaknya, ada 5 individu orangutan berbeda selama pengamatan
mengunjungi jenis pohon Artocarpus sp. dan Garcinia sp. untuk dikonsumsi.
Walimah 1, Bibi, Tunjuk, Alfred dan Gordon selama pengamatan aktvitas harian
tercatat mengkunjungi dan memanfaatkan Artocarpus sp. sebagai pohon pakan.
Sementara orangutan yang memanfaatkan pohon pakan Garcinia sp., diantaranya
adalah Bibi, Tari, Alfred, Gordon dan Prabu. Berdasarkan hasil pengamatan
langsung di lapangan, habitat di SRCP pada bulan di periode penelitian sudah tidak
memasuki musim buah, hanya ada beberapa pohon yang masih meninggalkan buah
di pohonnya diantaranya pohon yang masih memproduksi buah adalah Artocarpus
sp. dan Garcinia sp. sehingga orangutan banyak memanfaatkan kedua jenis pohon
tersebut.
Orangutan
Artocarpus sp. Garcinia sp.
37
Selanjutnya data 40 jenis pohon pakan yang ditemukan selama penelitian
diketahui berasal dari 21 famili. Berdasarkan pengamatan di lapangan orangutan
tidak hanya memanfaatkan bagian buah saja dari pohon pakan untuk dikonsumsi,
terdapat bagian-bagian lain yang juga di konsumsi oleh orangutan. Bagian-bagian
lain yang di konsumsi oleh orangutan diantaranya adalah buah, daun, bunga, dan
kulit (Tabel 4).
Tabel 4. Jenis dan pemanfaatan tumbuhan pakan
Family Jenis tumbuhan
Bagian yang dimakan
Habitus Buah Daun Bunga Kulit
Achariaceae Hydnocarpus sp. √ Pohon
Annonaceae Polyalthia sp. √ Pohon
Artabotrys sp. √ Pohon
Uvaria sp. √ Liana
Xylopia sp. √ Pohon
Apocynaceae Willughbeia sp. √ Liana
Alstonia sp. √ Pohon
Clusiaceae Garcinia sp. √ √ Pohon
Connaraceae Connarus sp. √ Liana
Agelaea sp. √ Pohon
Dilleniaceae Dillenia sp. √ √ Pohon
Ebanaceae Diospyros sp. √ √ Pohon
Euphorbiaceae Chaetocarpus sp. √ Pohon
Blumeodendron
sp. √ Pohon
Trigonop sp. √ Pohon
Macaranga sp. √ Pohon
Fabaceae Spatholobus sp. √ Liana
Diallium sp. √ Pohon
Koompassia sp. √ Pohon
Sindora sp. √ Pohon
Gnetaceae Gnetum sp. √ √ Liana
Loganiaceae Strychnos sp. √ Liana
Malvaceae Grewia sp. √ √ Liana
Durio sp. √ √ Pohon
Sterculia sp. √ Pohon
Neesia sp. √ Pohon
Scaphium sp. √ Pohon
Melastomataceae Pternandra sp. √ Pohon
Moraceae Ficus sp. √ Liana
Artocarpus sp. √ √ Pohon
38
Lanjutan...
Myristicaceae Knema sp. √ Pohon
Myrtaceae Eugenia sp. √ Pohon
Syzygium sp. √ Pohon
Phyllanthaceae Baccaurea sp. √ Pohon
Aporusa sp. √ Pohon
Polygalaceae
Xanthophyllum
sp. √ Pohon
Sapotaceae Madhuca sp. √ Pohon
Palaquium sp. √ Pohon
Tetrameristaceae
Tetramerista
glabra √ Pohon
Vitaceae Ampelociss sp. √ Liana
Total terdapat 30 jenis pohon pakan yang bagian buahnya di konsumsi oleh
orangutan yang berpotensi untuk disebarkan bijinya oleh orangutan. Selanjutnya 7
jenis pohon pakan dikonsumsi pada bagian daun, kemudian 3 jenis pohon pakan
dimanfaatkan bagian bunganya untuk dikonsumsi dan 6 jenis tumbuhan pakan
dimanfaatkan kulit dari batang pohonnya untuk dikonsumsi. Hasil pada Tabel 4
juga menunjukan bahwa juga terdapat beberapa jenis tumbuhan yang dimanfaatkan
oleh orangutan untuk dikonsumsi pada beberapa bagian tidak hanya buah, daun,
bunga dan kulitnya saja. Menurut Agustina (2019), anak orangutan juga
memanfaatkan buah, daun, bunga, dan kulit untuk dikonsumsi sehingga hal
demikian juga dilakukan oleh orangutan remaja dan dewasa, dikarenakan konsumsi
pakan anak orangutan mengikuti konsumsi dari induknya.
Tumbuhan pakan yang buahnya di konsumsi oleh orangutan tidak semuanya
berpeluang disebarkan bijinya melalui kotoran atau endozoochory. Primata juga
berpeluang menyebarkan biji tumbuhan melalui buah-buah yang jatuh ketika
dimakan atau dalam proses pengambilan makanan. Sebelumnya pada Tabel 3,
hanya ditemukan 15 jenis biji tumbuhan yang berpotensi disebarkan orangutan dari
sampel kotoran atau endozoochory. Tidak diketahui pasti baagaimana biji buah
dapat bertahan dalam sistem pencernaan orangutan dan keluar melalui kotoran
secara utuh atau hancur. Menurut Atmanto, Dewi, & Nurcahyani (2014), perilaku
primata dalam memakan buah dapat mempengaruhi keberhasilan biji bertahan utuh
sampai kotoran, selanjutnya Setia (2008), menambahkan tingkat pemilihan
kematangan buah yang di konsumsi primata juga mempengaruhi kekuatan biji
39
untuk bertahan melewati pencernaan primata dan keluar bersama kotoran secara
utuh.
4.3 Jarak Penyebaran Biji Tumbuhan Berdasarkan Jarak Jelajah Harian
Orangutan
Penyebaran biji melalui kotoran orangutan menyebabkan biji tumbuhan hasil
konsumsi harus melewati sistem pencernaan orangutan terlebih dahulu dan keluar
bersama kotoran sebelum jatuh ke tanah. Biji tumbuhan membutuhkan waktu yang
lama untuk jatuh ke tanah atau keluar dari sistem pencernaan orangutan. Peristiwa
tersebut mengakibatkan adanya peluang biji tumbuhan tersebar jauh dari pohon
induk lokasi orangutan mendapatkan makanan, lokasi jatuhnya biji melalui kotoran
akan mengikuti jauhnya pergerakan orangutan.
Biji tumbuhan membutuhkan waktu kurang lebih 76,42 ± 26,62 jam untuk
melewati sistem pencernaan dalam tubuh orangutan, waktu yang bisa dibilang
cukup lama (Tarszisz, 2016). Sementara jika dibandingkan dengan primata
frugivore lainnya McConkey (2000), melakukan penelitian pada Hylobates mulleri
x agilis dan mendapatkan hasil biji keluar dari pencernaannya selama 27,8 ± 10,7
jam. Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Caton et al., (1999) orangutan
membutuhkan waktu 24,2 ± 0,8 jam untuk mengeluarkan biji tumbuhan dari sistem
pencernaannya yang memiliki waktu lebih cepat. Hasil rata-rata jelajah harian dari
seluruh individu yang diamati dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 10. Rata-rata jarak jelajah (meter) harian individu orangutan
1100
487.6646.8 581.5
1046
481
1147
910.5
21002200
0
500
1000
1500
2000
2500
Jara
k je
laja
h h
aria
n (
met
er)
Orangutan
Betina, remaja
Betina, dewasa (hamil)
Betina, ibu-anak
Jantan, belumbelimbingJantan, belimbing
40
Menurut Atmanto et al., (2014), jarak penyebaran biji oleh primata melalui
kotoran dipengaruhi juga oleh jarak jelajah harian keberadaan satwa. Jarak jelajah
harian orangutan merupakan penjelajahan yang dilakukan oleh orangutan selama
bergerak satu hari penuh dari sarang ke sarang (nest to nest). Orangutan pada
umumnya melakukan perjalanan atau pergerakan dalam setiap harinya untuk
mencari makanan.
Hasil pada Gambar 9 menunjukan rata-rata jelajah harian dari orangutan
selama pengamatan. Berdasarkan individu yang diamati Berani rata-rata melakukan
penjelajahan dengan jarak 1100 meter (N=2), Walimah 487,6 meter (N=5),
Walimah 1 646,8 meter (N=10), Tari 581,5 meter (N=10), Bibi 1046 meter (N=8),
Tunjuk 481 meter (N=5), UML15May19 1147 meter (N=2), Prabu 910,5 meter
(N=2), Alfred 2100 meter (N=2) dan Gordon 2200 meter. Lokasi sumber pakan
yang tersebar pada suatu habitat tempat tinggal orangutan dapat mempengaruhi
jelajah pergerakan individu orangutan (Van Noordwijk et al., 2012). Berdasarkan
pengamatan di lapangan pergerakan orangutan dalam menjelajah lebih cenderung
untuk mendapatkan sumber makanan.
Pergerakan orangutan dipengaruhi oleh kebutuhan pada kondisi ekologis,
sosial dan reproduksi, dalam hal ini faktor paling besar adalah faktor ekologis yaitu
salah satunya keanekragaman tumbuhan pakan pada habitat orangutan (Singleton
et al., 2009). Berani orangutan betina (remaja) mempunyai nilai jarak jelajah harian
lebih jauh dibandingkan betina kelompok umur lainnya. Jarak jelajah harian
orangutan remaja yang jauh dikarenakan orangutan remaja tidak mempunyai beban
untuk menjelajah, selain itu orangutan remaja aktif dalam melakukan pergerakan
sebagai perilaku dalam mencari dan mengenali habitat disekitarnya (Susanto,
2012). Sementara itu Walimah, orangutan betina (hamil) mempunyai nilai rata-rata
jarak jelajah harian tidak cukup jauh. keadaan tubuh yang sedang hamil tua
menjadikan orangutan lebih banyak menghabiskan waktu beristirahat dan tidak
banyak melakukan pergerakan. Adanya beban pada orangutan dalam melakukan
pergerakan menjadi salah satu penyebab jarak orangutan dalam menempuh jelajah
harian (Susanto, 2012).
Orangutan betina dewasa di area SRCP pada umumnya mempunyai jarak
jelajah harian 762 meter/hari (Susanto, 2012). Jarak jelajah orangutan betina
41
dewasa pada Gambar 9 tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya.
Orangutan betina dewasa yang memiliki bayi dan anak dalam melakukan
pergerakan harian sangat dipengaruhi oleh keberadaan bayi dan anak (Susanto,
2012). Adanya bayi atau anak pada induk mengharuskan induk untuk selalu
menjaga setiap pergerakannya termasuk menggendong bayi atau anak saat
melakukan jelajah harian. Anak orangutan akan aktif melakukan pergerakannya
sendiri setalah mendapat pembelajaran dari induk pada umur 6-7 tahun menginjak
remaja (Noordwijk et al., 2018) dan menjadikan induk akan melakukan jelajah
harian secara normal.
Jarak jelajah harian orangutan jantan terlihat lebih jauh jika dibandingkan
dengan orangutan betina pada Gambar 9. Jarak jelajah harian tersebut tidak jauh
berbeda dengan hasil penelitian dari Susanto (2012), bahwa orangutan jantan di
SRCP rata-rata memiliki jarak jelajah harian sejauh 756 meter. Pergerakan jelajah
harian orangutan jantan dapat berubah lebih jauh ketika orangutan dalam keadaan
consort atau jalan berpasangan (Utami, Bruford, Ruiter, & Hooff, 1999), orangutan
jantan dalam keadaan consort di SRCP mempunyai jarak jelajah harian sejauh 1261
meter (Susanto, 2012). Namun data pada Gambar 9, orangutan jantan tidak
ditemukan dalam keadaan consort. Orangutan jantan dalam melakukan jelajah
harian juga dipengaruhi oleh luas daerah jelajah individu orangutan. Luasnya
daerah jelajah mengharuskan orangutan untuk melakukan pergerakan sebagai
upaya menjaga daerah jelajah orangutan dari jantan lain (Susanto, 2012)
Jarak jelajah harian keseluruhan individu orangutan rata-rata tanpa melihat
kelompok umur dan jenis kelamin sejauh 1070 meter (N=10). Jarak jelajah harian
tersebut lebih jauh jika dibandingkan dengan jelajah harian siamang yang
merupakan primata frugivore lain di TNBBS sejauh 670 meter (Nurcahyo, 1999).
Jelajah harian yang lebih luas yang dimiliki oleh orangutan dibandingkan dengan
primata frugivore lain menjadikan orangutan mempunyai peluang sebagai salah
satu primata penyebar biji terbaik pada habitatnya, selain dari jelajah harian ukuran
tubuh yang lebih besar dan perilaku makan orangutan dalam mengkonsumsi
makanan berupa buah dan biji yang lebih banyak juga menjadikan orangutan lebih
42
baik dalam menyebarkan biji tumbuhan dibanding primata lainnya (Tarszisz,
Tomlinson, Harrison, Morrogh-bernard, & Munn, 2018).
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Potensi biji jenis tumbuhan yang disebarkan oleh orangutan Kalimantan
melalui kotoran sebesar 81,4%, sebanyak 15 jenis (Grewia sp., Diallium sp.,
Tetramerista glabra, Dillenia sp., Ficus sp., Garcinia sp., Pternandra sp.,
Artabotrys sp., Ampelocissus sp., Gnetum sp., Dracontomelon sp., Baccaurea sp.,
Aporusa sp., Willughbeia sp., dan Artocarpus sp.) dengan total jumlah biji ± 19186
biji dengan jumlah jenis terbanyak Tetramerista glabra (1.060 biji), Dillenia sp.
(2.500 biji), Ficus sp, (6.650 biji) dan Pternandra sp. (7.000 biji). Jarak penyebaran
biji tumbuhan yang dilakukan orangutan Kalimantan di SRCP berdasarkan rata-rata
jarak jelajah harian orangutan sejauh 1070 m.
5.2 Saran
Penelitian mengenai potensi penyebaran biji tumbuhan oleh orangutan
Kalimantan di hutan SRCP masih perlu dilakukan. Saran untuk penelitian
selanjutnya bisa melihat bagaimana persentase keberhasilan tumbuh dari masing-
masing jenis biji tumbuhan yang disebarkan oleh orangutan Kalimantan di hutan
SRCP di berbagai tipe habitat. Saran tersebut diambil karena hutan SRCP
mempunyai 8 tipe habitat yang berbeda yang menyediakan banyak pohon pakan.
44
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, U. (2019). Perilaku Makan Anak Orangutan Kalimantan (Pongo
pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808) Di Stasiun Penelitian Cabang Panti,
Taman Nasional Gunung Palung. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah.
Ancrenaz, M., Gumal, M., Marshall, A. J., Meijaard, E., Wich, S. A., & Husson, S.
(2016a). Pongo pygmaeus, Bornean Orangutan. 8235.
Ancrenaz, M., Gumal, M., Marshall, A. J., Meijaard, E., Wich, S. A., & Husson, S.
(2016b). Pongo pygmaeus ssp. wurmbii, Southwest Bornean Orangutan. 8235.
Ancrenaz, Marc, Lackman-Ancrenaz, I., & Elahan, H. (2006). Seed spitting and
seed swallowing by wild orangutans (Pongo pygmaues morio) in Sabah,
Malaysia. 2, 65–70.
Aprilinayati, F. (2006). Perilaku Mengkonsumsi Buah dan Potensi Tumbuhnya Biji
Jenis-jenis Tumbuhan yang Dipencarkan Oleh Orangutan (Pongo pygmaeus
wurmbii) di Stasiun Penelitian Tuanan, Kalimantan Tengah. Universitas
Nasional.
Atmanto, A. dwi, Dewi, B. sari, & Nurcahyani, N. (2014). Peran Siamang
(Hylobates syndactylus) Sebagai Pemencar Biji di Resort Way Kanan Taman
Nasional Way Kambas Lampung. 2(1), 49–58.
Atmoko, S. S. U., Setia, T. M., Goossens, B., James, S. S., Knott, C. D., Morrogh-
bernard, H. C., … Noordwijk, M. A. van. (2009). Orangutan mating behavior
and strategis. (January). https://doi.org/10.5167/uzh-29620
Atmoko, S. U., Traylor, H., Rifqi, M. A., Siregar, P. G., Achmad, B., Priadjati, A.,
… Lees, C. M. (2017). Orangutan Population and Habitat Viability
Assesment: Final Report (A. V. Group, IUCN/SSC Conservation Breeding
Specialist, Ed.).
Auliah, N. L. (2018). Analisis Jenis Pohon Pakan dan Kandungan Nutrisi Buah
Sumber Pakan Orangutan Sumatera ( Pongo abelii ) di Kawasan Taman
Nasional Gunung Leuser.
Basalamah, F., Tobing, I. S. ., & Hasmar Rusmendo. (2005). Peran Kelawat
(Hylobates agilis albibarbis) Sebagai Penyebar Biji di Stasiun Penelitian
Tuanan, Kalimantan Tengah. Universitas Nasional.
Blackburn, A., Rizal, A., Susanto, T. W., Setia, T. M., & Cheryl D. Knott. (2019).
A comparative perspective on orangutans (Pongo pygmaeus) as seed
dispersers. Jakarta: Universitas Nasional.
Brandon-Jones, D., Eudey, A. A., Geissmann, T., Groves, C. P., Melnick, D. J.,
Morales, J. C., … Stewart, C. (2004). Asian Primate Classification. 25(1), 97–
164.
Buij, R., Wich, S. A., Lubis, A. H., & Sterck, E. H. M. (2002). Seasonal movements
in the Sumatran orangutan (Pongo pygmaeus abelii) and consequences for
conservation. Biological Conservation, 107(1), 83–87.
45
https://doi.org/10.1016/S0006-3207(02)00048-4
Cannon, C. H., Lisa, M., & Marshall, A. J. (2007). Long-term reproductive
behaviour of woody plants across seven Bornean forest types in the Gunung
Palung National Park ( Indonesia ): suprannual synchrony , temporal
productivity and fruiting diversity. 956–969. https://doi.org/10.1111/j.1461-
0248.2007.01089.x
Caton, J. M., Hume, I. D., Hill, D. M., & Harper, P. (1999). Digesta Retention in
the Gastro-intestinal Tract of the Orang Utan ( Pongo pygmaeus ). Primates,
40(4), 551–558.
Delgado, R. A., Carel, J. A., & Schaik, P. Van. (2000). The behavioral ecology and
conservation of the orangutan ( Pongo pygmaeus ): A tale of two islands.
https://doi.org/10.1002/1520-6505(2000)9
Deshmukh, I. (1992). Ekologi Dan Biologi Tropika. Jakarta: Yayasan Obor
Indonesia.
Ewusie, J. Y. (1990). Pengantar Ekologi Tropika. Bandung: ITB-Bandung.
Fuzessy, L. F., Janson, C., & Silveira, F. A. O. (2018). Acta Oecologica Effects of
seed size and frugivory degree on dispersal by Neotropical frugivores. Acta
Oecologica, 93(June), 41–47. https://doi.org/10.1016/j.actao.2018.10.004
Galdikas, B. M. F. (1984). Adaptasi Orangutan di Suaka Tanjung Puting,
Kalimantan Tengah. Jakarta: Universitas Indonesia Press.
Galdikas, Birute M F. (1982). Orangutans as seed dispersers at Tanjung Puting,
Central Kalimantan: implications for conservation. 1956–1960.
Gotama, R. (2016). Pengambilan Data Orangutan. Ketapang: GPOCP.
Haurez, B., Petre, N. T. C., Brostaux, Y., & Doucet, A. B. J. (2017). Seed dispersal
effectiveness of the western lowland gorilla ( Gorilla gorilla Seed dispersal
effectiveness of the western lowland gorilla ( Gorilla gorilla gorilla ) in
Gabon. (October 2018). https://doi.org/10.1111/aje.12449
Johnson, A. E., Knott, C. D., Pamungkas, B., Pasaribu, M., & Marshall, A. J.
(2005). A survey of the orangutan ( Pongo pygmaeus wurmbii ) population in
and around Gunung Palung National Park , West Kalimantan , Indonesia
based on nest counts. 121, 495–507.
https://doi.org/10.1016/j.biocon.2004.06.002
Karimah, I. F. (2019). Soil-Transmitted helminths Pada orangutan (Pongo
pygmaeus wurmbii Tiedemann, 1808) di Stasiun Penelitian Cabang Panti,
Taman Nasional Gunung palung. Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Khakim, M. F. R. (2015). Ekologi Makan Orangutan Sumatera (Pongo abelii,
Lesson 1827) Di Hutan Batang Toru Blok Barat Sumatera Utara. Institut
Pertanian Bogor.
Knott, C. D. (1998). Changes in Orangutan Caloric Intake , Energy Balance , and
46
Ketones in Response to Fluctuating Fruit Availability. 19(6), 1061–1079.
Knott, C. D. (1999). Orangutan Behavior and Ecology. (June).
Kuncoro, P., Sudaryanto, & Yuni, L. P. E. . (2008). Perilaku dan jenis pakan orang
utam kalimantan (Pongo pygmaeus Linnaesus, 19760) di Kalimantan. Jurnal
Biologi, 21(2), 64–69.
Maple, T. L. (1980). Orangutan Behavior (Van Nostrand and Rainhold Primate
Behavior and Development series). New York: Van Nostrand Reinhold
Company.
Marshall, A. J. (2004). The Population ecology of gibbons and leaf monkeys across
a gradient of Bornean forest types. Harvard University, Cambridge.
Marshall, Andrew J, Brearley, F. Q., Fredriksson, G. M., Heydon, M., Husson, S.
J., Mcconkey, K. R., … Wich, S. A. (2009). The effects of forest phenology
and floristics on populations of Bornean and Sumatran orangutans. (May), 1–
29. https://doi.org/10.1093/acprof
McConkey, K. R. (2018a). Seed Dispersal by Primates in Asian Habitats: From
Species, to Communities, to Conservation. International Journal of
Primatology, 39(3), 466–492. https://doi.org/10.1007/s10764-017-0013-7
McConkey, K. R. (2018b). Seed Dispersal by Primates in Asian Habitats: From
Species, to Communities, to Conservation. International Journal of
Primatology, 39(3), 466–492. https://doi.org/10.1007/s10764-017-0013-7
Meijaard, E., Rijksen, H. D., & Kartikasari, S. N. (2001). Di Ambang Kepunahan!
Kondisi Orangutan liar di Awal Abad ke-21. Jakarta: The Gibbon Foundation
Indonesia.
Morrogh-bernard, H. C., Husson, S. J., Knott, C. D., Wich, S. A., Schaik, C. P. Van,
Noordwijk, M. A. Van, … Sakong, R. (2009). Orangutan activity budgets and
diet A comparison between species , populations and habitats. 119–133.
Muin, A. (2007). Analisis Tipologi Pohon Tempat Bersarang dan Karakteristik
Sarang Orangutan (Pongo pygmaeus wurmbii , Groves 2001) di Taman
Nasional Tanjung Puting Kalimantan Tengah. Institut Pertanian Bogor.
Nielsen, N. H., Jacobsen, M. W., Graham, L. L. L. B., & Morrogh-bernard, H. C.
(2011). perkecambahan sukses biji berikut perjalanan melalui nyali orang
utan.
Noordwijk, M. A. Van, Utami, S. S., Knott, C. D., Kuze, N., Morrogh-bernard, H.
C., Oram, F., … Willems, E. P. (2018). The slow ape : High infant survival
and long interbirth intervals in wild orangutans. Journal of Human Evolution,
125, 38–49. https://doi.org/10.1016/j.jhevol.2018.09.004
NRC. (2003). Nutrient requirements of Nonhuman Primates. Washington DC: The
National Academies Press.
Nurcahyo, A. (1999). Studi Perilaku Harian Siamang (Hylobates syndactylus) di
Taman Nasional Bukit Barisan Selatan, Lampung. UGM Yogyakarta.
47
O’Connell, C. (2018). The Cost and Benefits of Sociality Explored in Wild Bornean
Orangutans (Pongo pygmaeus wurmbii). Boston University.
Pijl, L. van der. (1982). Principles of Dispersal in Higher Plants. Berlin:
SpringerVerlag.
Poulsen, J. R., Clark, C. J., & Smith, T. B. (2001). Seed Dispersal by a Diurnal
Primate Community in the Dja Reserve , Cameroon. 17(6), 787–808.
Prasetyo, D., & Sugardjito, J. (2010). Status Populasi Satwa Primata di Taman
Nasional Gunung Palung dan. 7(2), 60–68.
Prasetyo, D., & Sugardjito, J. (2011). Nest density as determinants for habitat
utilizations of Bornean orangutan ( Pongo pygmaeus wurmbii ) in degraded
forests of Gunung Palung National Park , West Kalimantan. 12(3), 164–170.
https://doi.org/10.13057/biodiv/d120306
Reese, A. (2017). New orangutan species identified. Nature, 551, 151.
Rijksen, H. D., & Meijaard, E. (1999). Our Vanishing Relative : The Status of Wild
Orang-Utans at the Close of the Twentieth Century.
https://doi.org/10.1007/978-94-010-9020-9
Rodman, P. S. (1977). Feeding behaviour of orangutans of the Kutai Nature
Reserve, East Kalimantan (Primate ec). New York: New York Academic
Press.
Rodman, P. S., & Mitani, C. J. (1987). Orang utan: sexual dimorphism in asolitary
species. Chicago: The University of Chicago Press.
Russon, A. E., Wich, S. A., Ancrenaz, M., Kanamori, T., Knott, C. D., Kuze, N.,
… Schaik, C. P. Van. (2009). Geographic variation in orangutan diets. 135–
156.
Schupp, E. W., Jordano, P., & Gómez, J. M. (2010). Seed dispersal effectiveness
revisited: A conceptual review. New Phytologist, 188(2), 333–353.
https://doi.org/10.1111/j.1469-8137.2010.03402.x
Setia, T. M. (2008). Penyebaran biji oleh satwa liar di kawasan pusat pendidikan
konservasi alam Bodogol. Vis Vatalis, 01(1), 1–8.
Singleton, I., Knott, C. D., Morrogh-Bernard, H., & Wich, S. (2009). Ranging
behavior of orangutan females and social organization. (January).
https://doi.org/10.5167/uzh-31342
Soehartono, T., Susilo, H. D., Andayani, N., Atmoko, S. S. U., Sihite, J., Saleh, C.,
& Sutrisno, A. (2007). Strategi dan Rencana Aksi Konservasi Orangutan
Indonesia. Jakarta: DIRJEND PHKA KEMENHUT RI.
Stries, K. B. (2000). Primate Behavior Ecology and Conservation. Boston:
Universitas of Wisconsin-Madison.
Suhandi, A. S. (1988). Regenerasi Jenis-jenis Tumbuhan yang Dipencarkan Oleh
Orangutan Sumatera (Pongo abelii) di Hutan Tropika Gunung Leuser.
48
Universitas Nasional.
Supriatna, J., & Wahyono, E. H. (2000). Panduan Lapangan Primata Indonesia.
Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Susanto, T. W. (2012). Pola Jelajah dan Pemanfaatan Habitat Orangutan (Pongo
pygmaeus wurmbii) di Stasiun Penelitian Cabang Panti, Taman Nasional
Gunung Palung, Kalimantan Barat. xv+73.
Tarszisz, E. (2016). The ecophysiology of seed dispersal by Orangutans in Bornean
peat swamp forest. 275.
Tarszisz, E., Tomlinson, S., Harrison, M. E., Morrogh-bernard, H. C., & Munn, A.
J. (2018). Model ecophysiologically diberitahu tentang penyebaran benih oleh
orangutan : menghubungkan gerakan hewan dengan berlalunya usus
melintasi waktu dan ruang. 6, 1–15.
Utami, S. S., Bruford, M. W., Ruiter, J. R. De, & Hooff, J. A. R. A. M. Van. (1999).
Male bimaturism and reproductive success in Sumatran orang-utans. 13(5),
643–652.
Van Noordwijk, M. A., Arora, N., Willems, E. P., Dunkel, L. P., Amda, R. N.,
Mardianah, N., … Schaik, C. P. van. (2012). Female philopatry and its social
benefits among Bornean orangutans. 823–834.
https://doi.org/10.1007/s00265-012-1330-7
Wardhana, D., Susmianto, A., Triono, T., Widyaningrum, I. K., Susanto, W. T., &
Setiawan, E. (2018). Rencana Pengelolaan Stasiun Riset Cabang Panti ,
Taman Nasional Gunung Palung. Kayong Utara: Balai Taman Nasional
Gunung Palung.
Wirawan, I. G. K. O., Kusumaningrum, D., & Oetaman, A. B. (2015). Keragaman
Endoparasit Gastrointestinal pada Macaca fascicularis di Taman Wisata Goa
Monyet Tenau Kota , Kupang. 33(1), 94–102.
Yohana, T. (2004). Kode dan Deskripsi Teknik Makan Orangutan di Stasiun
Penelitian Tuanan, Kalimantan Tengah. Jakarta: Fakultas Biologi Universitas
Nasinoal.
49
LAMPIRAN
Lampiran 1. Dokumentasi orangutan Kalimantan
Berani
Tunjuk
Tari Bibi Walimah+bayi
Alfred
Walimah (hamil)
UML15may19 Prabu Gordon
50
Lampiran 2. Foto buah dan biji tumbuhan
Tetramerista glabra Dillenia sp. Pternandra sp. Ficus sp.
54
Lampiran 3. Tumbuhan pakan orangutan
0
1
2
3
4
5
6A
gel
aea
sp.
Als
ton
ia s
p.
Am
pel
oci
ss s
p.
Apo
rusa
sp.
Art
abo
try
s sp
.
Art
oca
rpu
s sp
.
Bac
cau
rea
sp.
Blu
meod
endro
n s
p.
Chae
toca
rpu
s sp
.
Con
nar
us
sp.
Dia
lliu
m s
p.
Dil
lenia
sp
.
Dio
spy
ros
sp.
Duri
o s
p.
Eug
enia
sp
.
Fic
uss
p.
Gar
cin
ia s
p.
Gnet
um
sp
.
Gre
wia
sp
.
Hyd
no
carp
us
sp.
Knem
a sp
.
Koo
mpas
sia
sp.
Mac
aran
ga
sp.
Mad
hu
ca s
p.
Nee
sia
sp.
Pal
aqu
ium
sp
.
Poly
alth
ia s
p.
Pte
rnan
dra
sp
.
Sca
phiu
m s
p.
Sin
dora
sp
.
Spat
ho
lobu
s sp
.
Ste
rcu
lia
sp.
Str
ych
no
s sp
.
Syzy
giu
m s
p.
Tet
ram
eris
ta s
p.
Tri
gon
op
sp.
Uvar
ia s
p.
Wil
lug
hb
eia
sp.
Xan
tho
ph
yll
um
sp
.
Xylo
pia
sp
.
Jum
lah o
ranguta
n
Jenis Tumbuhan
Betina, remaja Berani Betina, dewasa Walimah Betina, dewasa dengan anak Walimah 1
Betina, dewasa dengan anak Bibi Betina, dewasa dengan anak Tari Jantan, belum berpipi Tunjuk
Jantan, belum berpipi UML15may19 Jantan, berpipi Alfred Jantan, berpipi Gordon
Jantan, berpipi Prabu
55
Lampiran 4. Data kandungan biji tumbuhan per satu sampel kotoran
OH GP
SD
DEFE
KASI
JM
L
BI
JI
IND
V.
TAR
GET
Biji 1 Biji
2
Biji
3
Biji 4 Biji
5
Bij
i 6
Biji
7
Biji 8 Biji 9 Biji 10 Biji
11
Biji
12
Biji
13
Biji 14 Biji 15
Tetram
erista
glabra
Gre
wia
sp
Gnet
um
sp
Dracont
omelon
sp
Diall
ium
sp
fic
us
sp
Dille
nia
sp
Pterna
ndra
sp
Artab
otrys
sp
Ampel
ociss
sp
Garc
inia
sp
Bacca
urea
sp
Apor
usa
sp
Artoc
arpus
sp
Willug
hbeia
sp
WALIM
AH
519 1 11 fl
(betin
a
sendir
i)
11 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
520 2 5 fl
(betin
a
sendir
i)
5 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
521 3 13 fl
(betin
a
sendir
i)
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
522 4 25 fl
(betin
a
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
0
56
sendir
i)
WALIM
AH
524 1 25 fl
(betin
a
sendir
i)
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
525 2 28 fl
(betin
a
sendir
i)
28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
526 3 25 fl
(betin
a
sendir
i)
25 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
527 4 9 fl
(betin
a
sendir
i)
9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
528 1 13 fl
(betin
a
13 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
57
sendir
i)
WALIM
AH
529 2 6 fl
(betin
a
sendir
i)
6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
530 3 30 fl
(betin
a
sendir
i)
30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
531 1 30 fl
(betin
a
sendir
i)
30 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
532 2 10 fl
(betin
a
sendir
i)
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
533 3 19 fl
(betin
a
19 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
58
sendir
i)
WALIM
AH
534 4 22 fl
(betin
a
sendir
i)
22 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
535 5 32 fl
(betin
a
sendir
i)
32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
536 1 54 fl
(betin
a
sendir
i)
54 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
537 2 61 fl
(betin
a
sendir
i)
61 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
WALIM
AH
538 3 41 fl
(betin
a
41 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
59
sendir
i)
WALIM
AH
539 4 37 fl
(betin
a
sendir
i)
37 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 540 2 20 ibu
dan
anak
20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 541 3 17 ibu
dan
anak
17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 542 4 7 ibu
dan
anak
7 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 547 1 66 ibu
dan
anak
66 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 548 2 29 ibu
dan
anak
29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 549 3 53 ibu
dan
anak
53 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
60
TARI 552 1 78 ibu
dan
anak
78 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 564 1 24 ibu
dan
anak
24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 565 2 10 ibu
dan
anak
10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 569 1 164 ibu
dan
anak
164 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 570 2 34 ibu
dan
anak
34 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
TARI 571 3 62 ibu
dan
anak
62 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
UML15
MAY19
579 1 8 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 6 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
61
UML15
MAY19
580 2 6 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 3 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
UML15
MAY19
581 3 24 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 21 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
UML15
MAY19
582 4 13 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 12 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
UML15
MAY19
583 5 12 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
62
UML15
MAY19
584 1 12 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 12 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
UML15
MAY19
585 2 11 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 8 3 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Berani 587 1 10 fl
(betin
a
sendir
i)
0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Berani 588 1 8 fl
(betin
a
sendir
i)
0 7 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
berani 589 2 1 fl
(betin
a
0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
63
sendir
i)
Berani 561 1 0 fl
(betin
a
sendir
i)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Berani 562 2 2 fl
(betin
a
sendir
i)
0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Berani 563 3 8 fl
(betin
a
sendir
i)
0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 608 1 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 609 2 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
64
BIBI 610 3 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 611 4 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 614 1 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 618 2 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 615 3 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 616 4 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 619 5 0 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 622 1 600 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 600 0 0 0 0 0 0 0 0 0
65
BIBI 623 2 150 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 624 1 150 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 150 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 625 2 450 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 450 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 626 3 300 betina
dg
anak
0 0 0 0 0 300 0 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
635 1 0 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
636 1 43 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 43 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
637 1 32 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 32 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
638 2 136 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 136 0 0 0 0 0 0 0 0
66
walimah
dg anak
639 1 76 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 76 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
640 2 42 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 42 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
641 3 15 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
642 1 8 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
643 2 22 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 22 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
644 3 35 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 35 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
650 1 12 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
651 2 11 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 0 0 0
67
walimah
dg anak
652 3 5 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
653 4 66 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 66 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
654 1 14 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
655 2 46 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 46 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
656 1 116 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 116 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
657 2 49 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 49 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
658 3 136 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 136 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
659 4 106 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 106 0 0 0 0 0 0 0 0
68
walimah
dg anak
660 1 59 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 59 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
661 2 166 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 166 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
662 3 283 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 283 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
663 4 126 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 126 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
673 1 200 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 200 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
674 2 102 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 102 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
675 3 120 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 120 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
676 4 87 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 87 0 0 0 0 0 0 0 0
69
walimah
dg anak
680 5 122 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 122 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
681 6 135 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 135 0 0 0 0 0 0 0 0
walimah
dg anak
682 7 130 betina
dg
bayi
0 0 0 0 0 0 130 0 0 0 0 0 0 0 0
Tari 664 1 0 ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tari 665 2 >5
00
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >500 1 0 0 0 0 0 0
Tari 667 3 >5
00
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >500 1 2 0 0 0 0 0
Tari 668 1 >5
00
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >500 0 0 0 0 0 0 0
Tari 669 2 >1
000
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >1000 0 0 0 0 0 0 0
Tari 677 3 >1
000
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >1000 0 0 0 0 0 0 0
Tari 678 4 >1
000
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >1000 0 0 0 0 0 0 0
Tari 679 5 >1
000
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >1000 0 0 20 0 0 0 0
70
Tari 687 1 >5
00
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >500 0 0 26 0 0 0 0
Tari 688 2 1 ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0
Tari 689 3 3 ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0
Tari 690 4 2 ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0
Tari 697 1 0 ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0
Tari 705 1 >5
00
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >500 0 0 0 0 0 0 0
Tari 706 2 >5
00
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >500 0 0 0 0 0 0 0
Tari 707 3 >5
00
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 >500 0 0 0 0 0 0 0
Tunjuk 730 2 0 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tunjuk 0 0 0 UML
(Janta
n
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
71
belum
berpi
pi)
Tunjuk 0 0 0 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tunjuk 744 1 100
-
100
0
UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 0 0 0 100
-
100
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tunjuk 746 2 >1
000
UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 0 0 0 <1
000
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tunjuk 747 3 >1
000
UML
(Janta
n
belum
0 0 0 0 0 >1
000
0 0 0 0 0 0 0 0 0
72
berpi
pi)
Tunjuk 748 4 >1
000
UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 0 0 0 >1
000
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tunjuk 749 1 100
-
100
0
UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 0 0 0 100
-
100
0
0 0 0 0 0 0 0 0 0
Tunjuk No
sam
pel
2 0 UML
(Janta
n
belum
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Alfred 344 1 17 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17 0 0 0 0
73
Alfred 345 1 25 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 0 0 0 0
Alfred 346 2 67 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 65 2 0 0 0
Alfred 347 3 143 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 36 4 103 0 0
Alfred 348 4 141 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 19 5 117 0 0
Alfred 349 5 88 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 16 1 71 0 0
74
Alfred 352 1 no
see
d
ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Alfred Nod
ata
2 no
see
d
ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Alfred 353 3 no
see
d
ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Alfred 354 4 16 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 14 0 0 0
Alfred 355 5 7 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 5 0 0
75
Alfred 356 6 no
see
d
ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Alfred no
data
1 no
see
d
ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Alfred 357 2 23 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 22 1 0 0 0
Alfred 358 3 48 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 48 0 0 0 0
Gordon 376 1 no
see
d
ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
76
Gordon 377 2 11 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 2 0 0 7 2
Gordon 378 1 21 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 9 5
Prabu 449 1 262 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 34 228 0 0
Prabu 450 2 278 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 51 227 0 0
Prabu 451 3 60 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 13 47 0 0
77
Prabu 452 4 281 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 48 228 0 0
Prabu 453 1 157 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 42 110 0 0
Prabu
(LOST)
454 1 111 ML
(Janta
n
berpi
pi)
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 102 0 0
BIBI 492 1 9 ibu
anak
0 0 0 0 9 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI no
data
2 no
see
d
ibu
anak
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 493 3 26 ibu
anak
0 0 0 0 26 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 494 4 53 ibu
anak
0 0 0 0 53 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
78
BIBI 495 5 58 ibu
anak
0 0 0 0 58 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 496 6 204 ibu
anak
0 0 0 0 204 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 497 7 147 ibu
anak
0 0 0 0 147 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 498 1 24 ibu
anak
0 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 499 2 32 ibu
anak
0 0 0 0 32 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 500 3 17 ibu
anak
0 0 0 0 17 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 504 1 33 ibu
anak
0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 21 0 0 0 0
BIBI 501 2 42 ibu
anak
0 0 0 0 42 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 502 3 18 ibu
anak
0 0 0 0 18 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 503 4 29 ibu
anak
0 0 0 0 29 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
BIBI 505 1 27 ibu
anak
0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0
BIBI 506 2 20 ibu
anak
0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0