pengolahan tapioka

45
PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA DITREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASIL PERTANIAN

Upload: ugm

Post on 22-Apr-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN USAHA PENGOLAHAN

TEPUNG TAPIOKA

DITREKTORAT PENGOLAHAN DAN PEMASARAN HASILPERTANIAN

DIREKTORAT JENDERAL BINA PENGOLAHAN DANPEMASARAN HASIL PERTANIAN

DEPARTEMEN PERTANIAN-JAKARTA2005

Pendahuluan - PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

Singkong (manihot utilissima) disebut juga ubi kayu atau

ketela pohon. Singkong merupakan bahan baku berbagai produk

industri seperti industri makanan, farmasi, tekstil dan

lain-lain. Industri makanan dari singkong cukup beragam

mulai dari makanan tradisional seperti getuk, timus,

keripik, gemblong, dan berbagai jenis makanan lain yang

memerlukan proses lebih lanjut. Dalam industri makanan,

pengolahan singkong, dapat digolongkan menjadi tiga yaitu

hasil fermentasi singkong (tape/peuyem), singkong yang

dikeringkan (gaplek) dan tepung singkong atau tepung tapioka

Foto 1.1: Singkong

Sumber : http://www.iptek.net.id/ind/terapan/images

1

Pada industri tepung tapioka, teknologi yang digunakan dapat

dikelompokkan menjadi tiga yaitu: pertama; tradisional yaitu

industri pengolahan tapioka yang masih mengandalkan sinar

matahari dan produksinya sangat tergantung pada musim,

kedua; semi modern yaitu industri pengolahan tapioka yang

menggunakan mesin pengering (oven) dalam melakukan proses

pengeringan dan yang ketiga; full otomate yaitu industri

pengolahan tapioka yang menggunakan mesin dari proses awal

sampai produk jadi. Industri tapioka yang menggunakan

peralatan full otomate ini memiliki efisiensi tinggi, karena

proses produksi memerlukan tenaga kerja yang sedikit, waktu

lebih pendek dan menghasilkan tapioka berkualitas.

Selain menghasilkan tepung, pengolahan tapioka juga

menghasilkan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.

Limbah padat seperti kulit singkong dapat dimanfaatkan untuk

pakan ternak dan pupuk, sedangkan onggok (ampas) dapat

digunakan sebagai sebagai bahan baku pada industri pembuatan

saus, campuran kerupuk, obat nyamuk bakar dan pakan ternak.

Limbah cair dapat dimanfaatkan untuk pengairan sawah dan

ladang, selain itu limbah cair pengolahan tapioka dapat

diolah menjadi minuman nata de cassava.

Peluang pasar untuk tapioka cukup potensial baik pasar dalam

negeri maupun luar negeri. Permintaan dalam negeri terutama

berasal dari wilayah Pulau Jawa seperti Bogor, Tasikmalaya,

2

Indramayu. Sementara permintaan pasar luar negeri berasal

dari beberapa negara ASEAN dan Eropa.

Di Indonesia, industri tepung tapioka memiliki asosiasi

yaitu Assosiasi Tepung Tapioka Indonesia (ATTI) yang

berpusat di Jakarta. Keberadaan asosiasi ini belum begitu

dirasakan oleh pihak-pihak terkait terutama petani yang

tidak dapat menikmati harga singkong sesuai dengan

kesepakatan antara pemda, petani dan pengusaha. Sementara

pengusaha tidak dapat memperoleh bahan baku secara langsung

dari petani. Asosiasi ini diharapkan dapat berperan dalam

pengendalian harga pasar tepung tapioka, harga bahan baku

serta akses permodalan bagi pengusaha, sehingga industri

tapioka dapat berkembang dalam rangka memenuhi permintaan

pasar dalam negeri dan pasar luar negeri.

Industri tapioka mulai marak tahun 1980-an. Dalam melakukan

usaha selama ini, industri pengolahan tapioka menggunakan

modal sendiri dan sebagian menggunakan modal dari perbankan

dan bantuan dari BUMN serta kemitraan. Di kabupaten Lampung

Timur usaha ini cukup berkembang dan pemerintah telah

mempermudah perizinan dan aktif melakukan pembinaan,

disamping itu hampir seluruh perbankan di Lampung Timur

membiayai usaha ini.

Industri tapioka yang terdapat di Propinsi Lampung, terutama

yang berada di Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah

survei dalam penyusunan buku ini, pada tahun 2003 memiliki

3

38.964 hektar lahan untuk penanaman singkong yang

menghasilkan 592.358 ton singkong dan memiliki 31 perusahaan

menengah besar yang terdaftar di Dinas Pertanian, disamping

puluhan perusahaan menengah kecil yang merupakan industri

tapioka rakyat (Dinas Pertanian Lampung Timur, 2004).

Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

4

Profil Usaha

Ubi kayu atau singkong merupakan bahan baku utama industri

tapioka. Di Propinsi Lampung, pabrik tapioka dapat mengolah

sekitar 4000-5000 ton perhari. Kabupaten Lampung Timur

merupakan salah satu wilayah penghasil utama singkong. Tabel

berikut ini menyajikan perkembangan luas areal dan jumlah

produksi pada tahun 2003.

Tabel 2.1: Luas Areal dan Jumlah Produksi Singkong

Kecamatan Luas(hektar)

Produksi(ton)

Metro Kibang           

  512            

9,417

Batanghari           

  344           

11,325

Sekampung           

  710            

9,375

Marga Tiga         

2,755           

30,488

Sekampung Udik         

1,468           

28,207

Jabung         

1,433           

13,978

Pasir Sakti           

    98            

1,140

Waway Karya           

  919           

11,450

Labuhan Maringgai           

  563            

5,003

Mataram baru             

325            

4,973

Bandar SriBawono           

  616           

10,792 Melinting                       

5

  578 9,042

Gunung Pelindung           

    55            

1,838

Way Jepara           

  485            

6,350

Braja  Selebah           

  515            

8,025

Labuhan Ratu         

3,789           

54,145

Sukadana         

9,810          147,838

Bumi Agung         

1,740           

31,924

Batanghari Nuban         

8,269          135,992

Pekalongan             

936            

8,858

Raman Utara         

2,261           

37,745

Purbolinggo           

  144            

3,310

Way Bungur           

  639           

11,183

Jumlah       38,964

       592,398

Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur

Jumlah perusahaan tepung tapioka yang tercatat pada Dinas

Pertanian Lampung Timur saat ini sebanyak 31 perusahaan

dengan kapasitas 56.927,08 ton. Tabel 2.2. menyajikan

perusahaan tapioka di Kabupaten Lampung Timur dengan

kapasitas produksinya.

Tabel 2.2.: Perusahaan, Kapasitas Produksi, dan Sumber Dana

Kecamatan Nama Perusahaan Kapasitas(ton)

SumberDana

Batanghari PT Wira Kencana Adi Perdana            

6,500.00 Swasta  PT Eka Inti Tapioka              Swasta

6

6,000.00

  PT Sumber Agung            

1,600.00 Swasta

  Hendra Sumardi            

1,350.00 Swasta

  Sumber Maju              

  547.20 Swasta

  Anugrah Jaya              

  547.20 Swasta

  Sejahtera Mandiri              

  820.80 Swasta

  Tohalo              

  410.40 Swasta

  Kopastara                   n.a   n.a 

Pekalongan Ngudi Makmur              

 820.00 Swasta

  Wahyu Utama              

  382.04 Swasta

  Surya Perdana              

  383.04 Swasta

  Warga Sehati I              

  339.00 Swasta

  Warga Sukabumi              

  n.a   Swasta

  Warga Sehati II              

  665.00 Swasta

  Sinar Metro            

1,440.00 Swasta

  Wonosari              

  630.00 Swasta

  Mini Surya Pudana            

1,200.00 Pembanguna

n

Sukadana Muara jaya                    n.a   Swasta

  Sido Rukun              

  638.40 Swasta

  Rukun Santosa              

  912.00 Swasta

  Sido Rukun            

1,200.00 Pembanguna

n

Bumi Agung Harapan Sejahtera              

  684.00 SwastaLabuhan Ratu Surya Perdana                Swasta

7

  450.00

  Lestari Jaya                     n.a-  

Pembangunan

Way Jepara PT Bumi Acid           12,500.00 Swasta

Sekampung Udik PT Umas Jaya           15,084.00 Swasta

Raman Utara Sentral Intan                      n.a   Swasta

  Way Raman                      n.a   Swasta

  Waliyem                

912.00 Swasta

Way Bungur Subur Jaya              

  912.00 SwastaJumlah 31 perusahaan 56,927.08 

Sumber: Dinas Pertanian Lampung Timur

Dari tabel tersebut diketahui sebagian besar sumber

pendanaan usaha berasal dari swasta. Sumber pendanaan yang

berasal dari pembangunan merupakan dana pemerintah yang

disalurkan melalui dinas pertanian.

Sementara industri tapioka yang disurvei belum tercatat di

Dinas Pertanian Lampung Timur. Industri tapioka tersebut

tergabung pada asosiasi industri tapioka rakyat yaitu

Industri Tapioka Rakyat atau ITTARA Mandiri. Sumber

pendanaan industri tapioka yang tergabung pada ITTARA

Mandiri dari perbankan yaitu BRI, Bank Mandiri, kemitraan

dan Pertamina.

Pola Pembiayaan Pengolahan Tapioka

8

Dalam menjalankan usaha pengolahan tapioka, sumber modal

pengusaha terdiri dari modal sendiri, kredit perbankan dan

Pertamina. Pembiayaan yang berasal dari perbankan meliputi

kredit modal kerja dan investasi. Untuk modal investasi,

pengusaha wajib memiliki 30% modal investasi dan pihak bank

membiayai 70% modal investasi. Tingkat bunga kredit yang

disalurkan perbankan di Wilayah Lampung Timur adalah 13%

(Bank Mandiri) dan 22% (BRI) per tahun dengan sistem

angsuran bulanan, dengan jangka waktu 12 bulan dengan

pembayaran efektif menurun. Tingkat bunga kredit yang

diperoleh dari BUMN sebesar 6% per tahun dengan jangka waktu

12 bulan, angsuran per bulan dengan pinjaman maksimal 50

juta.

Usaha pengolahan singkong di wilayah Lampung Timur telah

banyak dilakukan. Berkaitan dengan hal tersebut, Dinas

Pertanian Lampung Timur telah mengeluarkan kebijakan tentang

harga beli bahan baku di tingkat petani, namun Dinas

Industri dan Perdagangan Lampung Timur belum memiliki

peraturan khusus yang mengatur perdagangan tapioka terutama

kebijakan mengenai harga jual, standar produk serta

pemasaran tepung tapioka

9

Aspek Pemasaran

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

Permintaan dan Penawaran Tepung Tapioka

(1). Pasar Dalam Negeri

Permintaan tepung tapioka di Indonesia cenderung meningkat

karena peningkatan jumlah industri makanan yang menggunakan

bahan baku tapioka. Selama ini, sebagian besar hasil

produksi tapioka hanya mampu memenuhi kebutuhan beberapa

wilayah di Indonesia, antara lain Surabaya, Bogor, Indramayu

dan Tasikmalaya.

Pada tahun 1996 sampai 2001 Indonesia menghasilkan rata-rata

15 sampai 16 juta ton tapioka dari industri tapioka yang

berlokasi di Sumatra, Jawa, dan Sulawesi. Jumlah produksi

tapioka yang terserap pasar dalam negeri sebanyak 13 juta

ton dan permintaan dalam negeri mengalami peningkatan 10%

per tahun. Saat ini, produksi tapioka Indonesia belum dapat

memenuhi pasar dengan maksimal karena setiap tahun meningkat

10% atau 1,3 juta ton pertahun. Sementara 70% produksi

dihasilkan dari Pulau Sumatra, sedangkan 30% merupakan

produksi Pulau Jawa dan Sulawesi. (foodmarketexchange.com).

Hal tersebut mengindikasikan masih luasnya potensi usaha dan

permintaan tapioka di Indonesia.

10

Tepung tapioka Indonesia sangat berpeluang untuk meraih

pasar Asia dan Eropa. Ketersediaan lahan dan bahan baku

serta tenaga yang murah menyebabkan produk Indonesia mampu

bersaing dalam harga.

(2). Pasar Ekspor

Ekspor tapioka Indonesia telah menjangkau berbagai negara di

Asia dan Eropa, dengan ekspor terbesar ke Korea (54%) dan

Cina (30%) dari total ekspor (Tabel 3.1). Luasnya negara

tujuan ekspor di beberapa negara Asia dan Eropa menunjukkan

bahwa ekspor komoditi ini sangat potensial.

Tabel 3.1. Ekspor Tapioka Indonesia Tahun 1997

Negara Tujuan Total Ekspor (DariBerbagai Bentuk) (kg)

Nilai Ekspor(FOB) (US$)

Korea 120.797.083 12.125.792Cina 67.502.292 5.473.891Belanda 20.400.000 1.371.550Malaysia 2.342.962 436.884Jerman 4.500.000 328.000Swiss 3.000.000 165.000Jepang 762.000 154.570Pilipina 558.000 107.884Taiwan 570.000 85.500Inggris 26.600 57.399Singapura 247.000 53.106Vietnam 697.920 41.875

Sumber: Biro Pusat Statistik 1997

(3). Penawaran

Seperti dikemukakan pada bab sebelumnya, produksi tepung

tapioka di Lampung Timur pada tahun 2003 mencapai 56 927,08

11

ton (yang tercatat pada Dinas Pertanian) di mana produksi

tersebut belum mampu memenuhi pasar dalam negeri.

Selain Kabupaten Lampung Timur terdapat beberapa daerah

produksi tapioka lainnya seperti Lampung Tengah, Jawa barat,

Jawa Tengah, Jawa Timur maupun Sulawesi. Wilayah nusantara

yang subur dan tanaman singkong yang mudah tumbuh

menyebabkan potensi pengolahan tepung tapioka semakin

terbuka lebar.

Persaingan dan Peluang Pasar

Indonesia adalah produsen nomor dua di Asia setelah

Thailand. Produksi rata-rata tapioka Indonesia mencapai 15-

16 ton, sedangkan Thailand 30 juta ton tapioka pertahun dan

Vietnam berada pada urutan ketiga yaitu 2-3 juta ton tapioka

per tahun.

Perdagangan bebas yang akan dilaksanakan di masa mendatang

akan memberikan dampak positif terhadap produk pertanian

Indonesia, termasuk industri tapioka. Ditinjau dari segi

harga dan kualitas, tapioka Indonesia dapat bersaing dengan

Thailand. Sebagaimana diungkapkan foodmarketexchange.com,

bahwa tapioka Indonesia merupakan salah satu ancaman bagi

pasar tapioka Thailand.

Peluang pasar tapioka Indonesia masih sangat terbuka

terutama pasar Eropa seperti Spanyol, Belanda, Jerman,

12

Prancis dan Portugal. Disamping itu pasar dalam negeri yang

sampai saat ini belum dapat terpenuhi.

Harga

Harga tepung tapioka ditentukan oleh kualitas tepung tapioka

dan harga bahan baku, yakni singkong. Kualitas tepung yang

baik adalah tepung tapioka yang berwarna putih dan empuk. Di

Kabupaten Lampung Timur yang menjadi daerah survei regulasi

yang mengatur perdagangan singkong dan tepung tapioka belum

ada sehingga menyebabkan terjadinya kesenjangan harga yang

lebar pada tingkat produsen dan petani.

Harga singkong di tingkat petani Rp 80,- per kilogram,

sementara industri tepung tapioka mampu membeli singkong

dengan harga antara Rp 165 hingga Rp 225 per kilogram.

Regulasi tersebut dimaksudkan agar petani sebagai produsen

bahan baku dapat membiayai dan tetap melangsungkan usahanya.

Sementara regulasi perdagangan tapioka dimaksudkan agar

terjadi kestabilan harga. Penurunan harga tapioka ditingkat

produsen di Kabupaten Lampung Timur tersebut disebabkan oleh

tidak adanya regulasi perdagangan tapioka. Pedagang

perantara memiliki peran yang signifikan terhadap penentuan

harga tersebut.

13

Tabel 3.2. menunjukkan perkembangan harga tepung tapioka ditingkat produsen dengan kualitas baik mengalami penurunan dalam 5 tahun terakhirini.

Tabel 3.2 Perkembangan Harga Tapioka

Tahun Harga (Rp/kg)2004

525 – 1.3002003 800 – 1.6002002 1.350 – 1.7002001 1.700 – 1.800

Sumber: Data primer, diolah

Harga tepung tapioka Rp 525 sampai Rp 1.300 per kilogram di

tingkat pengusaha, sedangkan harga rata-rata Rp 800 sampai

Rp 900 per kg, dan harga pada tingkat konsumen akhir

mencapai Rp 2.300,- per kilogram.

Jalur Pemasaran Produk

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari hasil survei,

jalur pemasaran produk tapioka di Lampung Timur masih

sederhana. Alur pemasaran tapioka tersebut dapat dilihat

pada bagan berikut ini:

Bagan 3.1: Alur Pemasaran Produk

Sumber: Data Primer

Dalam memasarkan tapioka, pengusaha menjual ke pedagang

perantara yang kemudian dijual ke pengepul. Dari pengepul

14

tersebut, tapioka didistribusikan ke pasar di Jawa, industri

pengolahan yang menggunakan bahan baku tapioka dan pedagang

pengecer di pasar.

Kendala Pemasaran

Salah satu kendala pemasaran tapioka terletak pada minimnya

informasi mengenai harga dan jumlah permintaan pasar yang

dapat diperoleh pengusaha. Selain tidak memiliki informasi

pasar yang sempurna, belum adanya regulasi mengenai

perdagangan seperti standar produk dan pemasaran juga

menjadi kendala usaha ini.

Disamping itu, mutu bahan baku juga menentukan kualitas

tapioka. Kualitas bahan baku sering tidak selalu baik,

karena masih banyak petani yang menerapkan pola panen

singkong yang tidak optimal, di mana petani sering kali

memanen singkong lebih dini dari usia panen yang seharusnya

yakni singkong belum berumur 7 bulan. Padahal singkong yang

menghasilkan mutu tapioka yang baik berumur lebih dari 7

bulan. Menurunnya kualitas tapioka tersebut menyebabkan

rendahnya harga jual tapioka dan tepung tidak bertahan lama.

Untuk mengatasi kendala tersebut diperlukan pembinaan dari

peyediaan bahan baku sampai pada pemasaran produk. Dalam

peyediaan bahan baku diperlukan kemitraan antara petani dan

pengusaha agar ketersediaan dan kualitas bahan baku tetap

15

terjaga. Dalam hal pemasaran produk diperlukan regulasi dan

pembinaan akses pasar bagi pengusaha industri tapioka.

Aspek Produksi

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

Lokasi Usaha

Lokasi pengolahan tapioka sebaiknya dipilih wilayah yang

memiliki sumber air dan akses yang baik terhadap panas

matahari. Panas matahari merupakan faktor produksi yang

penting bagi industri pengolahan tapioka, dengan demikian,

lokasi usaha yang memiliki akses yang baik terhadap panas

matahari akan mendukung keberhasilan usaha pengolahan

tapioka, karena umumnya pengusaha kecil pada bidang

pengolahan tapioka belum mampu menyediakan teknologi

16

pengeringan tapioka. Ketersediaan air juga sangat penting,

terutama untuk pencucian dan penyaringan tepung.

Fasilitas Produksi dan Peralatan

Untuk memproduksi tapioka, dengan kapasitas 30 ton singkong

per hari dibutuhkan fasilitas dan peralatan produksi

sebagaimana disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel. 4.1 Fasilitas dan Peralatan Produksi

No Asumsi Satuan Jumlah/nilai

1MesinPenggerak/Generator buah 2

2 Mesin Parut buah 23 Mesin Pompa buah 24 Mesin Ayakan buah 105 Bak Kaca M2 256 Bak Penampung buah 47 Alat Semprot buah 18 Saringan buah 109 Bambu buah 100010 Pipa set 111 Rak M2 1612 Tambir buah 10.00013 Mesin Induk buah 114 Timbangan buah 2

Sumber: Data Primer, diolah

Dari tabel diatas dapat dilihat dengan jelas fasilitas dan

peralatan produksi yang digunakan. Masing-masing peralatan

memiliki fungsi yang bebeda. Mesin induk merupakan mesin

yang menjadi pusat dari seluruh proses produksi.

Bahan Baku

17

Bahan baku tepung tapioka adalah singkong yang diperoleh

melalui pemasok. Singkong yang dipanen setelah berumur 7

sampai 10 bulan akan menghasilkan tapioka berkualitas baik.

Tenaga Kerja

Tenaga kerja pada industri tapioka tidak memerlukan keahlian

khusus. Jumlah tenaga kerja ditentukan oleh kapasitas

produksi dan teknologi yang digunakan. Besarnya penyerapan

tenaga kerja pada industri pengolahan tapioka ditentukan

oleh volume produksi. Semakin tinggi volume produksi semakin

besar jumlah tenaga kerja yang diserap. Tenaga kerja yang

dibutuhkan meliputi seluruh proses produksi dari pengupasan

sampai pada pengeringan produk.

Teknologi

Pengolahan tapioka memiliki beberapa tingkatan teknologi.

Tingkatan teknologi tersebut adalah tradisional atau mekanik

sederhana, semi modern, dan full otomate. Perbedaan

teknologi pengolahan tapioka dapat dilihat pada tabel 4.2

berikut ini

Tabel 4.2 : Perbedaan Tekonologi Pengolahan Tapioka

Proses Tradisional Semi Modern FullOtomate

Pengupasan Manual Manual MesinPencucian Manual Manual MesinPemarutan Mesin Mesin MesinPemerasan Mesin Mesin Mesin

18

Pengendapan Manual Manual MesinPengeringan Sinar Matahari Oven Mesin

Sumber: Data Primer

Untuk pembuatan tapioka pada industri kecil menggunakan

teknologi mekanik sederhana. Pada teknologi ini, sebagian

proses produksi menggunakan mesin penggerak untuk melakukan

pemarutan dan pengepresan, sedangkan pengeringan masih

mengandalkan bantuan sinar matahari.

Proses Produksi Tepung Tapioka

1. Pengupasan

Pengupasan dilakukan dengan cara manual yang bertujuan

untuk memisahkan daging singkong dari kulitnya. Selama

pengupasan, sortasi juga dilakukan untuk memilih

singkong berkualitas tinggi dari singkong lainnya.

Singkong yang kualitasnya rendah tidak diproses menjadi

tapioka dan dijadikan pakan ternak.

2. Pencucian

Pencucian dilakukan dengan cara manual yaitu dengan

meremas-remas singkong di dalam bak yang berisi air,

yang bertujuan memisahkan kotoran pada singkong.

Foto 4.1 : Pencucian Singkong

19

3. Pemarutan

Parut yang digunakan ada 2 macam yaitu :

a. Parut manual, dilakukan secara tradisional dengan

memanfaatkan tenaga manusia sepenuhnya.

b. Parut semi mekanis, digerakkan dengan generator

4. Pemerasan/Ekstraksi

Pemerasan dilakukan dengan 2 cara yaitu:

a. Pemerasan bubur singkong yang dilakukan dengan

cara manual menggunakan kain saring, kemudian

diremas dengan menambahkan air di mana cairan yang

diperoleh adalah pati yang ditampung di dalam

ember.

b. Pemerasan bubur singkong dengan saringan goyang

(sintrik). Bubur singkong diletakkan di atas

saringan yang digerakkan dengan mesin. Pada saat

saringan tersebut bergoyang, kemudian ditambahkan

20

air melalui pipa berlubang. Pati yang dihasilkan

ditampung dalam bak pengendapan.

Foto 4.2: Pemerasan/Pengepresan

5. Pengendapan

Pati hasil ekstraksi diendapkan dalam bak pengendapan

selama 4 jam. Air di bagian atas endapan dialirkan dan

dibuang, sedangkan endapan diambil dan dikeringkan.

Foto 4.3: Tepung hasil endapan yang siap dikeringkan

21

6. Pengeringan

Sistem pengeringan menggunakan sinar matahari dilakukan

dengan cara menjemur tapioka dalam nampan atau widig

atau tambir yang diletakkan di atas rak-rak bambu

selama 1-2 hari (tergantung dari cuaca). Tepung tapioka

yang dihasilkan sebaiknya mengandung kadar air 15-19%.

Foto 4.4: Pengeringan tapioka dengan sinar matahari

Jenis dan Mutu Produksi

22

Untuk menghasilkan tepung tapioka yang berkualitas,

dibutuhkan singkong yang memiliki kadar tepung tinggi yaitu

singkong yang dipanen setelah berusia lebih dari 7 bulan.

Foto 4.5: Tepung Tapioka

Produksi Optimal

Produksi optimal tepung tapioka ditentukan oleh kualitas

bahan baku. Dengan kualitas bahan baku yang baik, satu ton

singkong dapat menghasilkan 400 kilogram tapioka dan 160

kilogram onggok.

Kendala Produksi

Kendala dalam industri pengolahan singkong ini adalah

ketersediaan bahan baku. Ketersediaan bahan baku sangat

penting karena apabila terjadi kelangkaan bahan baku maka

produksi akan macet. Untuk itu, kemitraan dengan petani

sebagai pemasok bahan baku sangat diperlukan. Disamping

23

untuk menjamin ketersediaan bahan baku, kemitraan ini juga

untuk menjamin kualitas bahan baku.

Aspek Keuangan

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

Pemilihan Usaha

Usaha pengolahan tapioka harus memperhatikan ketersediaan

bahan baku, musim dan modal. Untuk usaha yang menggunakan

mesin pengering, faktor alam seperti sinar matahari dan

musim tidak menjadi kendala yang berarti, namun baik

teknologi sederhana, semi modern maupun full otomate faktor

ketersediaan air harus tetap diperhatikan. Usaha pengolahan

tepung tapioka di Indonesia masih potensial untuk

dilaksanakan karena Indonesia masih memiliki lahan yang

potensial untuk penanaman singkong, sehingga ketersediaan

bahan baku untuk industri tapioka dapat terjamin. Disamping

itu, industri pengolahan tapioka dapat dilakukan dengan

teknologi yang sederhana dan tidak membutuhkan tenaga kerja

yang memiliki keahlian khusus.

Asumsi

24

Analisis keuangan suatu proyek terdiri dari proyeksi

penerimaan dan pengeluaran selama periode proyek. Analisis

keuangan perlu dilakukan untuk mengetahui gambaran mengenai

pendapatan dan biaya, kemampuan melunasi kredit dan

kelayakan proyek.

Penyusunan analisa keuangan dalam buku ini menggunakan

beberapa asumsi yang didasarkan pada hasil pengamatan

lapangan serta masukan dari instansi terkait seperti Dinas

Pertanian dan Dinas Perdagangan serta referensi yang

mendukung dalam penentuan parameter yang digunakan. Tabel

5.1. menyajikan asumsi dan parameter yang digunakan dalam

analisis keuangan.

Tenaga kerja tetap, termasuk di dalamnya tenaga kerja

manajerial, berjumlah 6 orang dengan upah Rp 750.000 per

orang per bulan. Dari hasil survai, pemilik usaha kecil

pengolahan tapioka sekaligus bertindak sebagai tenaga

manajerial yang gajinya sama dengan tenaga kerja tetap.

Tabel 5.1 : Asumsi dan Parameter untuk Analisis Keuangan

No Asumsi Satuan Jumlah/Nilai1 Periode proyek tahun 52 Luas tanah hektar 33 Hari kerja per bulan hari 25

  - Bulan kerja per tahun bulan 12  - Hari kerja tenaga borongan hari 3004 Produksi dan Harga    

  - Kapasitas maksimum per hari ton 30

25

  - Produksi per  bulan ton 195  - Produksi per tahun ton 2.340  - Harga tapioka per ton Rp 900.000  - Produksi Onggok per bulan ton 62  - Harga onggok Rp/ton 300.0005 Rendemen per ton bahan baku    

  - Tapioka % 25%  - Onggok % 8%6 Penggunaan tenaga kerja    

  - Tenaga Manajerial orang     - Tenaga kerja tetap orang 6  - Tenaga kerja borongan orang 207 Upah tenaga kerja per hari    

  - Tenaga Manajerial Rp/org     - Tenaga kerja tetap Rp/org 25.000  - Tenaga kerja borongan Rp/org 15.0008 Bahan baku per bulan ton 7809 Harga bahan baku Rp/ton 195.00010 Discount factor/suku bunga % 13%

Sumber : Lampiran 1

Komponen Biaya Investasi dan Biaya Operasional

a. Biaya Investasi

Biaya investasi merupakan biaya tetap (fixed cost) untuk

melakukan pengolahan tepung tapioka. Biaya investasi

industri pengolahan tapioka meliputi perizinan, sewa tanah

dan bangunan, mesin dan peralatan.

Jumlah biaya investasi yang dibutuhkan pada tahun ke-0

sebesar Rp 265.000.000. Selama periode proyek, terdapat

26

beberapa komponen biaya investasi yang harus melakukan

reinvestasi pada tahun-tahun berikutnya, antara lain sewa

tanah dan bangunan serta peralatan lain seperti kain

saringan, bambu, dan tambir.

Tabel 5.2: Komponen Biaya Investasi Pengolahan tapioka

No Jenis Biaya Nilai Penyusutan

1 Perijinan              

   - 0

2 Sewa tanah dan bangunan   

30.000.000 03 Mesin/Peralatan   235.000.000 40.369.048

  Jumlah   265.000.000 40.369.0484 Sumber dana investasi dari % Rp

  Kredit 70% 185.500.000  Dana sendiri 30% 79.500.000

Sumber : Lampiran 2

b. Biaya Operasional

Biaya operasional merupakan biaya tidak tetap (variable

cost) yang besarnya tergantung pada jumlah produk. Komponen

biaya operasional dalam pengolahan tapioka ini meliputi

biaya bahan baku, tenaga kerja, dan biaya overhead. Tabel

5.3. menunjukkan biaya operasional yang dibutuhkan untuk

industri pengolahan tapioka ini.

Tabel 5.3: Biaya Operasional Pengolahan Tapioka

No Input Satuan Jumlah Harga (persatuan)

Nilai perbulan Nilai per th

1 Tenaga Kerja          

27

  a. tetaporang/bln 6 750.000 4.500.000 54.000.000

  b. tidak tetap orang/

bln20 15.000 7.500.000 90.000.000

  Sub Jumlah       12.000.000 144.000.0002 Bahan Baku             a. Singkong ton 780 195.000 152.100.000 1.825.200.000  Sub Jumlah       152.100.000 1.825.200.0003 Biaya Overhead          

  a. solar liter/

hari25 1.850 1.156.250 13.875.000

  b. Listrik bulan 1 400.000 400.000 4.800.000  c. Telpon Bulan 1 2.000.000 2.000.000 24.000.000  Sub Jumlah       3.556.250 42.675.0004 Transportasi           5 Penjualan output ton/

bulan195 10.000 1.950.000 23.400.000

  Perbaikan dan Pemeliharaan alat

bulan 1 250.000 250.000 3.000.000

Jumlah Total Biaya       169.856.250 2.038.275.000

Sumber : Lampiran 3

Total biaya operasional yang dibutuhkan pada tahun pertama

sejumlah Rp 2.038.275.000. Biaya variabel pada tahun

selanjutnya diasumsikan konstan karena kapasitas mesin yang

tetap, biaya bahan baku merupakan harga yang telah

disepakati antara petani, Pemerintah Daerah dan pengusaha.

Jumlah tenaga kerja tidak tetap yang terlibat dalam usaha

ini tergantung pada kapasitas mesin dan jumlah produksi

sedangkan upah tenaga kerja tetap tidak mengalami kenaikan

karena menyesuaikan dengan upah minimum propinsi.

Kebutuhan Dana untuk Investasi dan Modal Kerja

28

Dana yang dibutuhkan untuk usaha pengolahan tapioka terdiri

dari modal investasi dan modal kerja, komposisi dana

tersebut seperti disajikan pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Kebutuhan Modal Kerja dan Investasi

No Rincian Biaya Proyek Total Biaya1 Dana investasi yang bersumber dari  

  a. Kredit 185.500.000  b. Dana sendiri 79.500.000  Jumlah dana investasi 265.000.000

2 Dana modal kerja yang bersumber dari     a. Kredit 76.435.313  b. Dana sendiri 178.349.063  Jumlah dana modal kerja 254.784.375

3 Total dana proyek yang bersumber dari     a. Kredit 261.935.313  b. Dana sendiri 257.849.063

Jumlah dana proyek 519.784.375

Sumber : Lampiran 5

Pada tabel 5.4 menunjukkan rincian kebutuhan dana untuk

investasi dan modal kerja dalam setahun. Untuk investasi

dibutuhkan dana sebesar Rp 265.000.000. Untuk kredit

investasi bank mensyaratkan perbandingan: 70% persen kredit

bank dan 30% persen dana sendiri. Dengan perbandingan

tersebut, kredit investasi yang dibutuhkan adalah Rp

185.500.000 sedangkan dana sendiri untuk investasi sebesar

Rp 79.500.000.

Untuk modal kerja dibutuhkan dana sebesar Rp 254.784.375

dengan perbandingan 30% kredit bank dan 70% dana sendiri.

29

Dengan perbandingan tersebut, kredit modal kerja yang

dibutuhkan adalah sebesar Rp 76.435.313 sedangkan dana

sendiri untuk modal kerja sebesar Rp 178.349.063.

Berikut ini adalah asumsi yang digunakan untuk penghitungan

angsuran kredit untuk usaha ini, baik angsuran pokok maupun

angsuran bunga.

Jangka waktu pinjaman selama 4 tahun

Bunga 13%, per tahun dengan sistem perhitungan efektif

menurun

Angsuran pokok dan bunga dibayarkan setiap bulan

Tabel 5.5 Angsuran Pokok dan Angsuran Bunga

Tahun Kredit Angsuran Angsuran Total Saldo SaldoPokok Bunga Angsuran Awal Akhir

0 261.935.31

3      261.935.313 261.935.313

1   122.810.31

3 26.734.143 149.544.455 261.935.313 139.125.0002   46.375.000 15.323.073 61.698.073 139.125.000 92.750.0003   46.375.000 9.294.323 55.669.323 92.750.000 46.375.0004   46.375.000 3.265.573 49.640.573 46.375.000 0

Sumber : Lampiran 6

Produksi dan Pendapatan

Output usaha pengolahan tapioka adalah onggok dan tepung

tapioka. Dari penjualan output tersebut diperoleh pendapatan

sebesar Rp 2.330.640.000 yang diperoleh dari produksi tepung

tapioka sebanyak 2.340 ton per tahun dengan harga jual Rp

30

900/kg dan 749 ton per tahun onggok dengan harga jual Rp

300/kg. Proyeksi pendapatan dan biaya selengkapnya bisa

dilihat di lampiran 4 dan 7.

Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point

Proyeksi laba rugi menunjukkan bahwa pada tahun pertama

usaha pengolahan tapioka mampu memperoleh laba sebesar Rp

87.083.772 dengan rata-rata profit margin tiap tahun sebesar

6,88% per tahun dan BEP rata-rata Rp 826.499.976 atau BEP

produksi rata-rata 918 ton. Tabel 5.6. menyajikan proyeksi

laba/rugi per tahun dari usaha pengolahan tapioka.

31

Tabel 5.6 : Proyeksi Rugi/Laba Per Tahun

No Uraian T A H U N1 2 3 4 5 Jumlah

1 Pendapatan2.330.640.0

002.330.640.

0002.330.640.0

002.330.640.

0002.330.640.

00011.653.200.

000                2 Pengeluaran            

  a. Biaya operasional

2.038.275.000

2.038.275.000

2.038.275.000

2.038.275.000

2.038.275.000

10.191.375.000

  b. Penyusutan 40.369.048 40.369.048 40.369.048 40.369.048 40.369.048 201.845.238

  c.Angsuran pokok 122.810.313 46.375.000 46.375.000 46.375.000   261.935.313

  d.Bunga bank 26.734.143 15.323.073 9.294.323 3.265.573   54.617.112

  Jumlah2.228.188.5

032.140.342.

1212.134.313.3

712.128.284.

6212.078.644.

04810.709.772.

662

  Laba sebelum pajak 102.451.497

190.297.879 196.326.629

202.355.379

251.995.952 943.427.338

  e. Pajak % 15.367.725 28.544.682 29.448.994 30.353.307 37.799.393 141.514.101               

3 Laba rugi 87.083.772161.753.19

8 166.877.635172.002.07

3214.196.56

0 801.913.237               

4Profit margin 15% 3.74% 6.94% 7.16% 7.38% 9.19% 6.88%

               

  BEP (nilai penjualan)

 1.513.929.528

 813.646.346 765.587.084

717.527.823

321.809.099

 4.132.499.8

80

32

  BEP (produksi ) 1.682 904 851 797 358             

  4.592

  BEP Rp/ton berdasarkan            

    - Biaya operasional 871.058 871.058 871.058 871.058 871.058 871.058

    - Total biaya 952.217 914.676 912.100 909.523 888.309 915.365   BEP rata-rata            

   - Nilai penjualan (Rp) 826.499.976          

   - Produksi (ton) 918          

Sumber : Lampiran 8

33

Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Arus kas usaha pengolahan tapioka ini dapat dilihat pada

lampiran 9. Dalam analisis kas dilakukan perhitungan Net

Benefit/Cost Ratio (Net B/C Ratio), Net Present Value (NPV),

Internal Rate of Return (IRR) dan Pay Back Period (PBP).

Hasil perhitungan menunjukkan bahwa pengolahan tapioka

merupakan usaha yang menguntungkan karena pada tingkat bunga

13% per tahun, net B/C ratio 1,81 dan NPV Rp 373.307.965,-

dan IRR sebesar 39,63% artinya proyek ini layak dilaksanakan

sampai tingkat bunga pinjaman sebesar 39,63%.

Tabel 5.7 Kelayakan Pengolahan Tapioka

No Kriteria Kelayakan Nilai

1 Net B/C ratio pada DF 13% 1,722 NPV pada DF 13% (Rp) 373.307.9653 IRR (%) 39,634 PBP (usaha) 3 tahun 3

bulan5 PBP (kredit) 1 tahun 9

bulan

Sumber : Lampiran 9

Dari hasil analisis kelayakan keuangan tersebut dapat

disimpulkan bahwa semua biaya investasi yang ditanamkan pada

usaha ini akan kembali pada tahun ke-3, pendapatan tahun ke-

4 dan selanjutnya merupakan pendapatan bersih. Sementara,

berdasarkan jumlah kredit usaha tersebut, investasi yang

ditanam akan kembali pada tahun kedua

Analisis Sensitivitas Kelayakan Proyek

Proyeksi penerimaan dan biaya didasarkan pada asumsi dan

proyeksi yang memiliki ketidakpastian. Untuk itu diperlukan

analisis sensitivitas untuk menguji seberapa jauh proyek

yang dilaksanakan sensitif terhadap perubahan harga input

maupun output, kesalahan dalam pembangunan sarana fisik dan

operasional ataupun kelemahan estimasi produksi.

Analisis sensitivitas yang dilakukan dengan menggunakan 3

skenario yaitu:

1. Skenario I

Pendapatan mengalami penurunan sebesar 3% dan 4%,

sedangkan biaya investasi dan biaya operasional tetap.

Penurunan pendapatan dapat terjadi karena harga jual

tepung tapioka mengalami penurunan atau jumlah produksi

tidak tercapai.

2. Skenario II

Biaya operasional mengalami kenaikan sebesar 4% dan 5%,

sedangkan biaya investasi dan pendapatan dianggap

tetap. Kenaikan biaya operasional dapat terjadi apabila

harga input meningkat. Dalam hal ini komponen terbesar

adalah bahan baku, maka biaya operasional sensitif

terhadap kenaikan bahan baku singkong.

35

3. Skenario III

Skenario ini merupakan gabungan dari skenario I dan II

yaitu diasumsikan pendapatan menurun sebesar 2% dan 3%

dan pada saat yang sama biaya operasional mengalami

kenaikan sebesar 2% dan 3%, sedangkan biaya investasi

dianggap tetap.

Hasil analisis terhadap ketiga skenario di atas diringkas

pada tabel berikut ini.

Tabel 5.8 Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario I

No Kriteria Kelayakan Penerimaan Turun3% 4%

1 Net B/C ratio pada DF 13% 1,25 1,09

2 NPV pada DF 13% (Rp) 127.385.969 45.411.9713 IRR (%) 22,56 16,484 PBP (usaha) 4 tahun 3

bulan6 tahun 1bulan

5 PBP (kredit) 2 tahun 11bulan

3 tahun 11bulan

Sumber : Lampiran 10 dan Lampiran 11

Tabel 5.9 Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario II

No Kriteria Kelayakan Biaya Operasional Naik4% 5%

1 Net B/C ratio pada DF 13% 1,17 1,03

2 NPV pada DF 13% (Rp) 86.544.583 14.853.7383 IRR (%) 19,56 14,154 PBP (usaha) 4 tahun 9

bulan6 tahun 2bulan

5 PBP (kredit) 3 tahun 4bulan

3 tahun 8bulan

36

Sumber : Lampiran 12 dan Lampiran 13

Tabel 5.10 Hasil Analisis Sensitivitas Proyek Skenario III

No Kriteria KelayakanPenerimaan Turun dan biaya

naik2% 3%

1 Net B/C ratio pada DF 13% 1,13 0,83

2 NPV pada DF 13% (Rp) 65.978.277 (87.686.567)3 IRR (%) 18,03 5,994 PBP (usaha) 4 tahun 11

bulan6 tahun 9bulan

5 PBP (kredit)3 tahun 7 bulan

5 tahun 3bulan

Sumber : Lampiran 14 dan Lampiran 15

Pada skenario I, pada saat pendapatan turun sebesar 3%

dengan tingkat bunga 13%, diperoleh Net B/C Ratio lebih

besar dari satu, NPV positif dan IRR mencapai 22,56%. Dapat

disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan sebesar 3%

proyek tersebut layak dilaksanakan. Pada penurunan

pendapatan sebesar 4%, diperoleh Net B/C Ratio sebesar 1,09,

NPV Rp 45.411.971,-, IRR 16,48%. Jika dilihat dari kriteria

investasi, penurunan pendapatan sebesar 4% ini usaha

pengolahan tapioka masih layak dilaksanakan. Tetapi jika

dilihat dari jangka waktu pengembalian investasi, usaha ini

tidak layak dilaksanakan karena payback periodnya melebihi

periode proyek yang hanya 5 tahun.

Pada skenario II, biaya operasional mengalami kenaikan

dengan asumsi biaya investasi dan pendapatan tetap. Pada

kenaikan biaya operasional sebesar 4%, diperoleh Net B/C

37

Ratio lebih besar dari satu, NPV positif dan IRR mencapai

19,56%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dengan suku

bunga 13%, pada kenaikan biaya operasional sebesar 4% proyek

ini masih layak dilaksanakan. Pada kenaikan biaya mencapai

5% proyek ini tidak layak dilaksanakan karena Payback period

melebihi umur proyek dengan jangka waktu pengembalian

investasi selama 6 tahun 2 bulan.

Pada skenario III, diasumsikan terjadi penurunan pendapatan

dan kenaikan biaya operasional. Pada penurunan dan kenaikan

biaya operasional masing-masing sebesar 2%, proyek tersebut

masih layak dilaksanakan, karena pada saat suku bunga 13%

Net B/C ratio lebih dari satu dan NPV positif serta IRR

mencapai 18,03%. Namun bila penerimaan dan biaya naik

sebesar 3%, maka proyek ini tidak layak dilaksanakan karena

IRR lebih kecil dari suku bunga yaitu 5,99% dan PBP melebihi

umur proyek.

Hasil analisis keuangan tersebut menunjukkan bahwa

pengolahan tapioka merupakan proyek yang menguntungkan,

karena banyak pihak yang mendapatkan manfaat dari proyek

ini, antara lain petani, masyarakat dan pengusaha. Di

samping memiliki manfaat sosial, usaha pengolahan tapioka

ini juga memiliki manfaat ekonomi yang cerah di masa

mendatang sehingga usaha ini layak mendapatkan pembiayaan

dari perbankan.

38

Aspek Sosial Ekonomi

PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

Dilihat dari aspek ekonomi dan sosial, usaha pengolahan

tapioka memiliki dampak yang positif. Banyak pihak yang

memperoleh manfaat dari usaha ini, diantaranya adalah petani

singkong, masyarakat, dan pengusaha itu sendiri. Pihak-pihak

yang terkait tersebut dapat memperoleh kenaikan penghasilan

dari usaha tersebut. Dampak lain selain kenaikan pendapatan

adalah bahwa usaha pengolahan tapioka mampu menyerap tenaga

kerja. Tenaga kerja pengolahan tapioka diperoleh dari

masyarakat sekitar sehingga secara tidak langsung mengurangi

jumlah pengangguran.

39

Aspek Dampak Lingkungan

Usaha pengolahan tepung tapioka ini menghasilkan limbah

padat, cair dan udara. Sebagian limbah ini ada yang dapat

dimanfaatkan lagi secara ekonomis. Limbah padat atau sering

disebut onggok merupakan bahan baku pembuat saus dan obat

nyamuk bakar. Limbah padat yang lain adalah kulit singkong

yang banyak dimanfaat untuk pupuk dan pakan ternak. Limbah

40

cair dari usaha ini digunakan untuk mengairi sawah sekitar

lokasi pabrik sehingga keberadaan industri tepung tapioka

ini sangat bermanfaat bagi petani. Polusi udara yang

dihasilkan tidak mengganggu masyarakat karena terletak jauh

dari pemukiman masyarakat. Dengan demikian dapat disimpulkan

bahwa tidak ada limbah dari usaha pengolahan tapioka ini

yang merugikan baik makhluk hidup maupun lingkungan yang

tinggal di sekitarnya.

Kesimpulan - PENGOLAHAN TEPUNG TAPIOKA

41

Kesimpulan

1. Peluang pasar komoditi tepung tapioka baik untuk ekspor maupun

pemenuhan dalam negeri masih terbuka dan berpotensi memberikan

peluang bagi pengembangan dan peningkatan produksi tapioka di

Indonesia. Dilihat dari potensinya, sumber daya lahan dan sumber

daya manusia untuk pengembangan produksi tapioka di Indonesia

masih banyak tersedia di berbagai daerah.

2. Kendala yang dihadapi oleh pengusaha dalam pengembangan usaha

tapioka antara lain masalah bahan baku dan pemasaran tapioka.

Masalah bahan baku disebabkan oleh harga jual singkong dari petani

yang rendah sehingga petani tidak dapat membiayai usaha penanaman

singkong, sedangkan masalah pemasaran tapioka disebabkan oleh

minimnya informasi yang diperoleh pengusaha mengenai harga dan

jumlah permintaan pasar.

3. Kredit usaha yang dibutuhkan meliputi kredit modal kerja dan

kredit investasi. Jumlah kredit modal kerja sebesar Rp 76.435.313,

dan kredit investasi sebesar Rp 185.500.000.

4. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan menunjukkan

bahwa proyek ini sensitif terhadap penurunan penerimaan sampai

dengan 4%, dengan asumsi biaya investasi dan operasional adalah

tetap. Pada tingkat penurunan penerimaan tersebut proyek ini tidak

layak untuk dilaksanakan.

5. Analisis sensitivitas terhadap perubahan biaya operasional

menunjukkan bahwa proyek ini sensitif terhadap kenaikan biaya

operasional sampai dengan 5%, dengan asumsi biaya investasi dan

penerimaan adalah tetap. Pada tingkat kenaikan biaya operasional

tersebut proyek ini tidak layak untuk dilaksanakan.

6. Analisis sensitivitas terhadap perubahan penerimaan sekaligus

kenaikan biaya operasional menunjukkan bahwa proyek ini sensitif

terhadap penurunan penerimaan dan kenaikan biaya operasional

sampai dengan 3%, dengan asumsi biaya investasi tetap. Pada

42

tingkat penurunan penerimaan sekaligus kenaikan biaya operasional

sebesar 3%, proyek tidak layak untuk dilaksanakan.

7. Hasil analisis keuangan tersebut menunjukkan bahwa pengolahan

tapioka merupakan proyek yang menguntungkan, karena banyak pihak

yang mendapatkan manfaat dari proyek ini, antara lain petani,

masyarakat dan pengusaha. Disamping secara sosial memiliki

manfaat, secara ekonomi usaha ini juga memiliki masa depan yang

cerah dan layak dibiayai perbankan.

Saran

1. Untuk menjaga kestabilan harga baik harga bahan baku dan harga

tapioka pengusaha harus mengoptimalkan fungsi asosiasi atau

perkumpulan pengusaha tepung tapioka.

2. Untuk menjaga ketersediaan bahan baku dan keberlangsungan usaha,

setiap pengusaha diharapkan bermitra dengan petani, dengan

memberikan perhatian terhadap masalah penanaman ubi yang

menentukan kualitas tapioka dengan menyertakan pemberian pupuk

organik di samping pupuk anorganik (seperti urea) dan

mengembalikan sisa-sisa tanaman ke dalam tanah serta memperhatikan

umur tanam ubi.

3. Meskipun usaha ini layak dibiayai oleh bank, namun bank perlu

untuk melakukan analisis kredit yang lebih komprehensif

berdasarkan prinsip kehati-hatian bank.

43

44