laporan teknologi pengolahan pakan
TRANSCRIPT
1
BAB I
PEDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pakan merupakan bahan yang dapat dimakan, dicerna
dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan
tidak menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu
kesehatan ternak yang mengkonsumsinya. Bahan pakan yang
diberikan kepada ternak adalah hijauan karena hijauan
berguna untuk memenuhi serat kasar yang dibutuhkan
ternak ruminansia khususnya. Ketersediaan hijauan pakan
di Indonesia masih kurang, mengingat di Indonesia
terdapat dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Saat
musim hujan ketersediaan hijauan sangat banyak dan saat
musim kemarau ketersediaan hijauan sangat sedikit, hal
ini yang membuat para peternak menggunakan cara untuk
menyediakan pakan hijauan. Cara yang digunakan untuk
memenuhi hijauan bagi ternak ruminansia yaitu dengan
cara membuat silase, amoniasi dan fermentasi.
2
1.2. Tujuan dan manfaat
Tujuan dari praktikum Teknologi Pengolahan Pakan
yaitu praktikan mampu meningkatkan dan mengetahui
kualitas hijauan pakan dengan proses silase, amoniasi
dan fermentasi. Manfaat dari praktikum Teknologi
Pengolahan Pakan yaitu praktikan mengetahui proses
pembuatan dan ciri-ciri silase, amoniasi dan fermentasi
yang baik untuk digunakan hijauan pakan.
BAB IIMATERI DAN METODE
Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dilaksanakan
pada hari Minggu tanggal 4 Mei sampai 25 Mei 2014 pukul
09.00-11.00 WIB dengan materi silase dan amoniasi,
sedangkan pada hari Rabu tanggal 21 Mei 2014 pukul
19.00-20.00 WIB dengan materi fermentasi di
Laboratorium Teknologi Pakan Fakultas Peternakan dan
Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.
2.1. Materi
3
Materi praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dengan
menggunakan alat yaitu plastik sebagai tempat
penyimpanan selama proses silase, amoniasi dan
fermentasi, alat pemotong untuk memotong bahan pakan,
timbangan untuk menimbang bahan-bahan yang akan
digunakan, pH meter untuk mengukur pH bahan yang
digunakan, lakban untuk menutup plastik agar lebih
padat, kertas label untuk menandai sampel, gelas ukur
untuk mengukur air yang digunakan untuk fermentasi,
nampan untuk tempat pencampuran bahan-bahan, serta alat
tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Sedangkan bahan
yang digunakan yaitu rumput raja untuk bahan silase,
dedak padi untuk bahan aditif pada silase, klobot
jagung untuk bahan amoniasi, urea untuk bahan aditif
pada amoniasi, tepung ikan untuk bahan fermentasi,
serta ragi tape untuk starter fermentasi.
2.2. Metode
Metode yang dilakukan pada praktikum teknologi
pengolahan pakan dengan materi silase yaaitu memotong
4
hijauan berupa rumput raja dan melayukannya dengan
kadar air ± 60%. Menimbang hijauan berat 100 gram
sebanyak tiga kali dan bahan aditif dedak padi berat 3
gram sebanyak tiga kali. Mencampur hijauan dan bahan
aditif yang telah ditimbang pada masing masing sampel
hijauan hingga homogen. Mengambil sampel untuk
dilakukan organoleptik dan memasukkan sampel yang telah
homogen kedalam plastik dan memadatkan serta menutupnya
hingga rapat dan menyimpannya dengan aman. Melakukan
pemeraman selama 3 minggu, dan melakukan pengamatan
organoleptik meliputi warna, bau, rasa, tekstur dan pH
pada setiap minggunya.
Metode yang dilakukan pada praktikum teknologi
pengolahan pakan dengan materi amoniasi yaitu memotong
klobot jagung dan melayukannya. Menimbang klobot jagung
dengan berat 100 gram sebanyak 3 kali dan bahan aditif
urea dengan berat 4,35 gram sebanyak tiga kali.
Mencampur urea dengan klobot jagung pada masing-masing
sampel hingga homogen. Ambil sampel untuk dilakukan
organoleptik dan memasukkan sampel yang telah homogen
5
kedalam plastik dan memadatkannya serta menutup hingga
rapat dan menyimpannya dengan aman. Melakukan pemeraman
selama 3 minggu, dan melakukan pengamatan organoleptik
meliputi warna, bau, rasa, tekstur dan pH pada setiap
minggunya.
Metode yang dilakukan pada praktikum teknologi
pengolahan pakan dengan materi fermentasi yaitu
menimbang starter berupa ragi tape sebanyak 4 gram.
Menimbang tepung ikan sebanyak 200 gram dan
memasukkannya pada nampan. Menggerus ragi tape hingga
lembut dan mencampurkannya pada tepung ikan hingga
homogen. Menambahkan air pada campuran tepung ikan dan
ragi tape sebanyak 383,3 ml. Membagi campuran menjadi 4
bagian dan memasukkannya pada kantong plastik dan
menutupnya dengan rapat dam menyimpannya. Melakukan
pemeraman selama 4 hari. Melakukan pengamatan
organoleptis meliputi warna, bau, rasa, tekstur dan pH
setiap hari.
7
HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Silase
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 1. Pengamatan organoleptik silaseUji
organoleptik
Minggu0
Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3
Tekstur Kasar Sedang Sedang SedangWarna Hijau Hijau
daun rebus
Hijau daunrebus
Hijau daun rebus
Bau Khas Sedang Sangat busuk dan merangsang
Sangat busuk dan merangsang
Jamur Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Sedikit
pH 7 6,05 6,03 8,64Penggumpalan
Tidak ada
Tidak ada Tidak ada Tengah
3.1.1. Tekstur
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil silase
rumput raja dengan tekstur yaitu sedang atau mendekati
seperti hijauan segar, hal ini menunjukkan hasil silase
yang sedang. Perubahan tektur sedang silase pada
8
minggu ke-0 sampai minggu ke-1 disebabkan oleh
fermentasi subtrat padat pada bahan pakan oleh
mikroorganisme yang menurunkan kandungan serat. Hal ini
sesuai dengan Yulistiani (2012) bahwa fermentasi
substrat padat pada bahan pakan lignoselulosa
menggunakan mikroorganisme dapat menurunkan kandungan
serat (selulosa dan hemiselulosa, NDS, ADS), oleh
karenanya tekstur menjadi remah. Mugawati et
al. (2013) menambahkan bahwa silase yang baik memenuhi
kriteria dengan tektur yng lembut dan bila dikepal
tidak keluar air dan bau.
3.1.2. Warna
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil silase
rumput raja dengan warna seperti daun direbus atau
hijau kekuning coklatan, hal ini menunjukkan hasil
dari proses ensilase yang bagus. Hal ini sesuai dengan
pendapat Mugawati et al. (2013)
yang menyatakan bahwa silase yang baik memenuhi
kriteria dengan warna hijau kekuningan. Perubahan warna
9
silase dari minggu ke-0 sampai minggu ke-1
disebabkan oleh proses respirasi aerobik pada hijauan
yang berlangsung selama oksigen didalam silo masih ada
sehingga warna hijauan menjadi hijau kekuning coklatan.
Menurut Hidayat (2014) bahwa perubahan warna yang
terjadi proses ensilase disebabkan oleh perubahan-
perubahan yang terjadi dalam tanaman karena proses
respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan
oksigen masih ada, sampai gula tanaman habis.
3.1.3. Bau
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa hasil silase rumput raja pada
minggu ke-1 memiliki bau sedang, pada minggu ke-2
memiliki bau sangat busuk dan merangsang dan pada
minggu ke-3 hasil silase rumput raja yang dibuat
memiliki bau yang sangat busuk dan merangsang. Hal ini
menyebabkan hasil silase yang dibuat memiliki kualitas
yang jelek. Silase dengan kualitas baik memiliki bau
asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti et al.
10
(2013) yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki
ciri-ciri berbau harum agak kemanis-manisan. Bau busuk
dan menyengat pada silase diakibatkan Aktivitas
mikroorganisme aerob yang merombak protein dalam bahan
pakan menjadi amonia (NH3). Hal ini sesuai Hermanto
(2011) bahwa bau busuk pada silase menunjukkan bahwa
kandungan asam laktat dalam silase sedikit, dan bakteri
yang ada dalam silo didominasi oleh bakteri pembusuk
serta banyak terjadi pembongkaran protein menjadi
amonia dan asam butirat.
3.1.4............................................Jamur
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan
diperoleh hasil bahwa hasil silase rumput raja pada
minggu ke-1 dan minggu ke-2 tidak terdapat jamur, namun
pada minggu ke-3 tedapat sedikit jamur, sehingga silase
yang dibuat memiliki kualitas jelek. Silase yang
memiliki kualitas baik adalah silase yang tidak
terdapat jamur didalamnya. Hal ini sesuai dengan
pendapat Subekti et al. (2013) yang
11
menyatakan bahwa silase yang baik memiliki ciri-ciri
tidak berjamur. Jamur yang timbul pada silase
diakibatkan oleh kandungan air bahan pakan yang tinggi.
Hal ini sesuai dengan Iriani (2004) bahwa proses
pembuatan silase yang tidak disimpan dalam keadaan
steril dan masih mengandung air yang tinggi akan
menyebabkan pertumbuhan jamur.
3.1.5. Penggumpalan
Berdasarkan hasil pengamatan penggumpalan rumput
raja pada minggu ke-0 tidak terjadi penggumpalan,
minggu ke-1 tidak terjadi penggumpalan, minggu ke-2
tidak terjadi penggumpalan dan minggu ke-3 terjadi
penggumpalan. Penggumpalan terjadi akibat dari
terdenaturasinya protein karena adanya kegiatan mikroba
dan pada saat pemadatan bahan kurang sempurna sehingga
masih ada udara yang masuk. Pengumpalan pada silase
disebabkan oleh adanya pertumbuhan jamur akibat dari
silase yang tidak tertutup rapat sehingga oksigen dalam
silo masih ada. Hal ini sesuai pendapat Supriyanto dan
12
Santoso (2010) bahwa secara visual, kapang dan
jamur yang tumbuh pada bagian atas silase sangat
sedikit. Penggumpalan pada silase tersebut dapat
dicegah dengan pemadatan yang sempurna sehingga tidak
ada lagi udara yang dimanfaatkan mikroorganisme yang
dapat menyebabkan kerusakan silase. Yuni (2009)
menjelaskan bahwa silase yang baik adalah silase yang
tidak terjadi penggumpalan pada bahan pakanya karena
suasana yang asam akan mencegah mikroba penyebab
penggumpalan tidak dapat berkembangbiak.
3.1.6. pH
Berdasarkan hasil pengamatan pH pada proses silase
pada minggu ke-1 hingga minggu ke-2 menghasilkan pH
6,05 dan 6,03 menunjukan hasil yang baik karena dalam
keadaan asam sedangkan pada minggu ke-3 terjadi
kenaikan pH yaitu 8,64 hasil tersebut tidak baik karena
menunjukan dalam keadaan basa. Kenaikan pH tersebut
kemungkinan terjadi karenakan asam laktat yang terdapat
pada ensilase tersebut tidak berkembang dengan baik.
13
Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2002)
yang menyatakan bahwa proses ensilase pada tanaman akan
menyebabkan berkembangnya bakteri asam laktat, dimana
fermentasi karbohidrat tersedia akan menghasilkan asam
organik, khususnya asam laktat yang akan menurunkan pH.
Hidayat (2014) menambahkan bahwa silase yang baik dapat
terjadi apabila pH silase telah mencapai kurang dari
4,5.
3.2. Amoniasi
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 2 . Hasil pengamatan organoleptik amoniasi jeramipadi dengan urea
KriteriaMinggu
0Minggu 1 Minggu 2
Minggu
3
Sko
rWarna Coklat
mudaKuningKecoklatan
CoklatTua
Coklattua
8
Bau Khas AmoniaTidakMenyengat
AmoniaMenyengat
AmoniaMenyengat
8
Tekstur Kasar AgakRemah
AgakRemah
Remah 4
pH 7 9,07 9,31 9,32 9
14
Jamur Tidakada
Tidak ada Tidakada
Tidakada
9
Penggumpal
an
Tidakada
Tidak ada Tidakada
Tidakada
9
3.2.1. Tekstur
Berdasarkan hasil pengamatan parameter tesktur
kulit jagung yang diamoniasi dan disimpan pada minggu
ke-0 bertekstur kasar, pada minggu ke-1 dan minggu ke-2
agak remah dan minggu ke-3 tekstur menjadi remah. Hal
ini sesuai dengan Zain (2009) bahwa amoniasi
menyebabkan teksur menjadi lebih lunak dibandingkan
dengan sebelum diamoniasi. Wina (2005) menambahkan
bahwa proses amoniasi mampu melunakkan serat-serat
jerami sehingga serat menjadi lebih mudah disusupi
mikroba, sehingga kemudian mudah didegradasi Tekstur
kulit jagung yang remah karena amoniasi tersebut
bersifat alkali melarutkan hemiselulosa, lignin dan
silika. Hal ini sesuai dengan Zulkarnaini
(2009) bahwa penambahan alkali dapat meregangkan ikatan
15
lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga tekstur
akhir amoniasi kulit jagung berupa remahan.
3.2.2. Warna
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap parameter
warna kulit jagung yang diamoniasi, pada minggu ke-0
jerami berwarna coklat muda, pada minggu ke-1 berwarna
kuning kecoklatan, minggu ke-2 dan minggu ke-3 berwarna
coklat tua dan mendapat skor 8. Perubahan ini terjadi
karena adanya alkali yang terkandung didalam urea
sehingga merubah warna kulit jagung menjadi coklat
menunjukan bahwa perubahan warna amoniasi ini baik
karena sesuai dengan perubahan warna yang terjadi. Hal
ini sesuai dengan pendapat Rahadi (2009) yang
menyatakan bahwa amoniasi merubah warna kulit jagung
yaitu dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua.
Zulkarnaini (2009) menambahkan bahwa proses ammonia
yang sempurna ditandai dengan warna amoniasi kulit
jagung adalah coklat tua, hal ini menunjukkan adanya
reaksi dari alkali.
16
3.2.3. Bau
Berdasarkan hasil pengamatan parameter bau dan
rasa amoniasi kulit jagung didapatkan hasil yaitu pada
minggu ke-0 berbau khas kulit jagung, minggu ke-2
memiliki bau ammonia tidak menyengat, minggu ke-2
berbau amoniasi menyengat, minggu ke-3 jerami berbau
amoniak menyengat sehingga mendapat skor 9 untuk
parameter tersebut. Bau amoniak tersebut berasal dari
urea yang merupakan sumber gas amonia. Hal ini sesuai
dengan pendapat Hanafi (2008) bahwa bau amonia
menyengat pada saat di buka. Rahadi (2009) menambahkan
bahwa yang menyatakan bahwa urea atau CO(NH2)2 merupakan
sumber gas amonia karena urea adalah bahan padat yang
berbentuk kristal dan bersifat alkali yang dibuat
secara sintesis dengan menggabungkan gas amonia dan
CO2, di udara bebas NH3 akan terikat oleh H2O lalu
membentuk NH4OH, urea bila ditambah air dan bila
terdapat mikroorganisme yang mengelurakan enzim urease
maka akan diurai menjadi amonia dan karbondioksida.
17
3.2.4. Jamur
Berdasarkan hasil praktikum bahwa amoniasi pada
klobot jagung tidak terdapat jamur dan memperoleh skor
9. Menunjukkan bahwa amoniasi yang dilakukan masuk
dalam kategori sangat bagus. Sumarsih dan Tampoebolon
(2003) bahwa bahan amoniasi yang baik yaitu tidak
berjamur. Tidak terdapatnya jamur dikarenakan oleh
proses pemadatan yang sempurna dan tidak adanya celah
oksigen yang dapat masuk. Hal ini sesuai dengan Hanafi
(2004) yang menyatakan bahwa kurang sempurnanya
pemadatan dapat memungkinkan pengikatan oksigen,
sehingga dapat mempercepat mikrobia masuk dan
menyebabkan pertumbuhan jamur.
3.2.5. Penggumpalan
18
Berdasarkan hasil praktikum bahwa amoniasi pada
klobot jagung tidak terdapat penggumpalan sehingga
memperoleh skor 9. Menunjukkan bahwa amoniasi yang
dilakukan termasuk dalam kategori sangat bagus. Hal ini
sesuai dengan Sumarsih dan Tampoebolon (2003) bahwa
ciri-ciri moniasi yang baik yaitu tidak terjadi
penggumpalan. Penggumplan pada amoniasi disebabkan oleh
pengemasan yang tidak sempurna sehingga udara dapat
masuk dan populasi jamur ada. Hal ini sesuai dengan
Murni (2008) bahwa pada amoniasi jika oksigen dapat
masuk maka populasi yeast dan jamur akan meningkat dan
menyebabkan panas karena proses respirasi sehingga
dapat menyebabkan penggumpalan.
3.2.6. pH
Berdasarkan hasil pengamatan pH amoniasi pada
minggu ke-1 adalah 9,07, minggu ke-2 9,31 dan minggu
ke-3 9,32 mendapatkan skor 9. Terjadi peningkatan pH
yang bersifat basa sehingga hasil tersebut baik, proses
amoniasi dengan urea mengalami perubahan ureolitik
19
menjadi amonia dan CO2. Hal ini sesuai dengan pendapat
Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang menyatakan bahwa
bahan pakan hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan
bahan pakan aslinya, tidak berjamur atau menggumpal,
tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8 atau
lebih. Noferdiman et al. (2008) menambahkan bahwa urea
yang ditambahkan ke dalam suatu bahan akan mengalami
ureolitik menjadi ammonia (NH3) dan CO2, dimana bersama
air NH3 membentuk basa NH4OH.
3.3. Fermentasi
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai
berikut:
Tabel 3 . Hasil pengamatan tepung ikan dengan ragi tapeKriteria Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Skor
BauKhas tepungikan
Sedang Menyengat
Busuk menyengat
Asam sedang 5
Tekstur
Kasar encer Sedang Sedang Kasar Lembek 3
Warna CoklatKuning kecoklatan
Kuning kecoklatan
CoklatCoklatkeputihan
9
20
Jamur Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada Sedikit Tidak
ada 9
penggumpalan
Tidak ada
Tidak ada
Tidak ada
Sedikitlengket
Tidak ada -
pH 5,63 5,83 5,95 6,12 6,42 3
3.3.1. Tekstur
Berdasarkan hasil pengamatan pada fermentasi
tepung ikan diperoleh hasil bahwa tepung ikan yang
difermentasi memiliki skoring tekstur 3. Angka 3
menunjukkan bahwa tekstur fermentasi tepung ikan masuk
dalam kategori jelek. Tekstur yang lembek menunjukkan
adanya penambahan air sehingga tepung ikan yang diberi
air semakin lembek dibandingkan dengan tepung ikan
tanpa air. Hal ini sesuai dengan pendapat Julendra et al.
(2007) tekstur pakan yang lembek kemungkinan disebabkan
oleh kandungan kadar air yang tinggi. Rosida (2010)
menambahkan bahwa banyaknya starter cair yang
ditambahkan, sehingga akan menambah kadar air produk
tepung ikan makin banyak starter cair yang ditambahkan
akan menghasilkan produk tepung ikan lebih lembek
21
dibandingkan dengan yang tanpa starter (tekstur lebih
keras).
3.3.2. Warna
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa perubahan warna dari hari ke-0 sampai
hari ke-4 sangat terlihat nyata pada proses fermentasi
yang dilakukan. Penyebab perubahan warna terjadi karena
metabolisme ragi yang menghasilkan panas. Hal ini
sesuai dengan pendapat Ratnasari (2009) yang menyatakan
bahwa nilai organoleptik dari warna menunjukkan
perbedaan yang nyata hal ini karena metabolisme ragi
menghasilkan panas. Panas yang berasal dari metabolisme
ragi maupun dari proses pengukusan dapat menyebabkan
perubahan warna. Proses metabolisme ragi pada makanan
berperan dalam perubahan warna. Lestari et al., (2013)
menambahkan bahwa ada penambahan sumber karbon 30% dan
50% hasil fermentasi berbau khas fermentasi, berwarna
coklat tua.
3.3.3. Bau
22
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa bau yang dihasilkan pada minggu ke-1
sedang, pada minggu ke-2 dan ke-3 bau yang dihasilkan
sangat menyengat dan berbau asam sedang, skor yang
diperoleh adalah 5. Bau busuk disebabkan karena bau
asam disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme dan
lama waktu fermentasi juga mempengaruhi bau asam. Hal
ini sesuai dengan pendapat Syahrul et al. (2009)
menambahkan bahwa bau asam disebabkan karena adanya
aktivitas mikroorganisme yaitu asam laktat, asam
asetat, dan lain-lain. Pradini dan Hariastuti (2009)
menambahkan bahwa kadar asam laktat akan semakin
meningkat seiring dengan lamanya waktu fermentasi.
3.3.4. Jamur
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan
menunjukkan bahwa tidak terdapat jamur pada proses
fermentasi ini sehingga mendapatkan skor 9. Tidak
terjadi kerusakan mikrobiologis yang menyebabkan
pembusukkan dan mikroba yang ada didalamnya bekerja
23
optimal sehingga tidak ada jamur pada fermentasi ini.
Hal ini sesuai dengan pendapat Heruwati (2002) yang
menyatakan bahwa kerusakan mikrobiologis dapat
menyebabkan pembusukan produk baik oleh bakteri atau
jamur yang patogen maupun oleh racun yang dihasilkan.
Sulistyanto and Nugroho (2009) menambahkan bahwa
Pertumbuhan optimal mikroorganisme dipengaruhi oleh
beberapa faktor, diantaranya temperatur lingkungan, pH,
suplai nutrisi, aktivitas air dan ketersediaan oksigen.
3.3.5. pH
Berdasarkan hasil pengamatan pH fermentasi pada
hari pertama hingga keempat mengalami peningkatan
tetapi masih dalam keadaan asam, didapatkan hasil
sebagai berikut hari pertama pH 5,83, hari ke-2 pH
5,95, hari ke-3 pH 6,12 dan hari ke-4 pH 6,48. Pada pH
(derajat asam) fermentasi setiap harinya mengalami
kenaikkan. Sedangkan dalam proses fermentasi dikatakan
berhasil jika pH mengalami penurunan yang cepat. Hal
ini sesuai dengan Murtidjo (2001) bahwa fermentasi
24
dikatakan berhasil jika pH dapat terjadi penurunan
dengan cepat dan pH fermentasi tetap rendah. pH
fermentasi yang tetap asam disebabkan ragi tape
terdapat Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan alkohol
dalam proses fermentasi sehingga pH tetap asam. Azizah
et al. (2012) menambahkan bahwa gas CO2 sering disebut
gas asam (acid whey) karena gas CO2 memiliki sifat asam,
oleh karena itu gas CO2 juga
berkontribusi terhadap nilai pH.
25
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN
4.1. Simpulan
Simpulan dari hasil silase adalah memiliki
kualitas yang jelek karena pH pada keadaan tersebut
basa dan terjadi penggumpalan seharusnya pH dalam
keadaan asam dan tidak ada penggumpalan. Silase yang
bagus memiliki ciri-ciri berbau harum agak kemanis-
manisan, tidak berjamur, tidak menggumpal, berwarna
kehijau-hijauan dan memiliki pH antara 4 sampai 4.5.
26
Hasil dari amoniasi sangat bagus jika dilihat dari bau
dan warna sangat bagus, penggumpalan dan jamur tidak
ada, pH pada amoniasi bersifat basa sesuai dengan
kondisi yang diharapkan. Amoniasi yang bagus memiliki
ciri-ciri berbau amonia menyengat, berwarna coklat atau
coklat tua, tidak berjamur, bertekstur remah dan pHnya
basa. Hasil fermentasi termasuk sedang karena bau,
tekstur, warna sangat bagus dan tidak timbul jamur,
terjadi peningkatan pH pada proses ini walaupun masih
dalam keadaan asam. Fermentasi yang bagus memiliki
ciri-ciri tekstur lembek, berbau menyengat, berwarna
coklat muda, tidak berjamur dan pHnya asam.
4.2. Saran
Saat pengemasa sebaiknya silase harus benar-benar
terbebas dari udara yang masuk dan pada saat pengemasan
fermentasi juga harus dipastikan terbebas udara dan
tidak menganduk banyak gelembung udara. Sehingga pada
proses silase dan fermentasi tidak terdapat oksigen
yang memicu pertumbuhan jamur dan bakteri pembusuk yang
27
menyebabkan penggumpalan dan pembusukan bahan pakan.
Jadi silase dan fermentasi yang dihasilkan bagus dan
dapat disimpat lebih lama.
28
DAFTAR PUSTAKA
Azizah, N., A. N. Al-Baarri dan S. Mulyani. 2012.Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol,pH, dan produksi gas pada proses fermentasibioetanol dari whey dengan substitusi kulit nanas.Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 (2): 72-77.
Coker, R.D. 1998. The Chemical Detoxification ofAflatoxin Contaminated Animal Feed. Nat. ToxicansFood. 284-298.
Hanafi, N.D. 2004. Perlakuan silase dan amoniasi daunkelapa sawit sebagai bahan baku pakan domba.Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Hanafi, Nevy Diana. 2008. Teknologi Pengawetan PaknaTernak. Program Sarjana Universitas Sumatera Utara,Medan. (Karya Ilmiah Fakultas Pertanian DepartemenPeternakan).
Hermanto. 2011. Sekilas Agribisnis PeternakanIndonesia. konsep pengembangan peternakan, menujuperbaikan ekonomi rakyat serta meningkatkan gizigenerasi mendatang melalui pasokan protein hewaniasal peternakan.
Heruwati Endang S., 2002. Pengolahan Ikan SecaraTradisional: Prospek dan Peluang pengembangan.Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial EkonomiKelautan dan Perikanan, Jl. K.S. Tubun PetamburanVI, Jakarta. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3).
29
Hidayat, N. 2014. Karakteristik dan kualitas silaserumput raja menggunakan berbagai sumber dan tingkatpenambahan karbohidrat fermentable. Agripet 14(1):42-49.
Iriani, N. 2004. Perubahan kandungan oksalat selamaproses silase rumput setaria. Prosiding Temu TeknisNasional Tenaga Fungsional Pertanian: 104-109.
Julendra, H., E. Damayanti, A. Sofyan dan A.Febrisiantosa. 2007. Karakteristik fisiko-kimia danmikrobiologis pakan berbahan dasar onggokfermentasi selama penyimpanan. J. Sains MIPA. 13(1): 1-5.
Lestari Indarti P., Yudi Sastro, dan Ana F. C. Irawat.2013. Kajian Teknologi Fermentasi Limbah IkanSebagai Pupuk Organik. Balai Pengkajian TeknologiPertanian Jakarta.
McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh & C.A.Morgan. 2002. Animal Nutrition. Prentice HallEngland, England
Mugiawati, R. E., Suwarno, dan N. Hidayat. 2013. KadarAir Dan Ph Silase Rumput Gajah Pada Hari Ke - 21Dengan Penambahan Jenis Additive Dan Bakteri Asam.Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1) : 201-207.
Murni, R., Suparjo., Akmal dan B.L. Ginting. 2008.Teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan.Laboratorium Makanan Ternak Fakultas PeternakanUniversitas Jambi.
Murtidjo, B. A. 2001. Beberapa Metode Pengolahan TepungIkan. Kanisius. Yogyakarta.
30
Noferdiman, Rizal, Mirzah, Heryandi, dan Marlida 2008.Penggunaan urea sebagai sumber nitrogen padaproses biodegadasi substrat lumpur sawit olehjamur Phanerochaete chrysosporium. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 11(4) : 75–82.
Oktavia Ambarwaty D., Djumali Mangunwidjaja, SinggihWibowo, Titi Candra Sunarti dan MulyoriniRahayuningsih. 2012. Pengolahan Limbah CairPerikanan Menggunakan Konsorsium Mikroba IndigenousProteolitik dan Lipolitik. Agrointek. 6 (2).
Rahadi, S. 2009. Teknik Pembuatan Amonisi Urea JeramiPadi Sebagai Pakan Ternak. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner.
Ratnasari Ida. 2009. Kajian Penambahan Ragi TapeTerhadap Pengurangan Kekerasan Duri Daging PindangIkan Bandeng (Chanos chanos). Program StudiPengolahanHasil Perikanan, Fakultas PertanianUniversitas Palangka Raya. Journal of TropicalFisheries. 3 (2): 15 – 24.
Rosida dan Eny, K.B.S. 2010. Pengaruh KonsentrasiStarter Lactobacillus plantarum dan Lama Fermentasiterhadap Kualitas dan Kerusakan ProdukTerasi.Jurnal Protein hal : 72-76.
Sianipar, J. dan K. Simanihuruk. 2009. PerformansKambing Sedang Tumbuh Yang Mendapat Pakan TambahanMengandung Silase Kulit Buah Kakao. LokaPenelitian Kabing Potong, PO Box 1, Sei Putih,Galang 20585, Sumatera Utara.
Subekti, G., Suwarno dan Nur H. 2013. Penggunaanbeberapa aditif dan bakteri asam laktat terhadapkarakteristik fisik silase rumput gajah pada harike- 14. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (3): 835-841.
31
Sulistyanto, B dan K. Nugroho. 2009. Physical andMicrobiological Performance of Acidified Fish MealMade by Diping Into Extract Solution of Saukreaut.J. Indonesian Trop. Anim. Agric. 34 (4) : 248 –252.
Sumarsih, S dan B. I. M. Tampoebolon. 2003. Pengaruharas urea dan lama pemeraman yang berbeda tehadapsifat fisik eceng gondok teramoniasi. JurnalPengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.
Sumarsih, S. dan B. I. Tampoebolon. 2003. Pengaruharasurea dan lama pemeraman yang berbeda terhadapsifat fisik eceng gondok teramoniasi. J.Pengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.
Syahrul, Dewita, dan Diana A. 2009. Pengaruh PenggunaanCrude Enzim Pyloric Caeca Dan Lama FermentasiTerhadap Mutu Bekasem Ikan Bilih (MystacoleucusPadangensis). Vol. 37. No.1. Riau.
Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganismedalam pakan untuk meningkatkan produktivitas ternakruminansia di Indonesia : Sebuah review. JurnalWartazoa 15 (4).
Yulistiani, D., W. Puastuti., E. Wina dan Supriati.2012. Pengaruh berbagi pengolahan terhadap nilainutrisi tongkol jagung: komposisi kimia dankecernaan in vitro. Balai Penelitian Ternak, Bogor.JITV 17 (1) : 59-66.
Yuni, A. R. 2009. Laporan Pembuatan Silase danAmoniasi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan danVeteriner.
Zulkarnaini. 2009. Pengaruh Suplementasi Mineral Fosfordan Sulfur pada Jerami Padi Amoniasi Terhadap
32
Kecernaan NDF, ADF, Selulosa dan Hemiselulosa.Jurnal Ilmiah Tambua. 8 (3) : 473-477.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Penghitungan Kadar Air Silase
Berat awal rumput raja = 600 grKadar air rumput raja = 65%Kadar air dalam bahan yang akan disilase = 600 gr x65%
= 390 gr airBerat akhir rumput raja = 510 grSelisih bobot awal dengan bobot akhir = 600 gr – 510gr
= 90 grBobot air = 390 gr – 90 gr
33
= 300 gr
Kadar air bahan yang akan disilase = 390510 x 100%= 76,47%
Kadar air yang dibutuhkan =
(%KA x gram pakan )+ agram pakan+a
x 100%
60% = (76,47% x 100) + a100 + a x
100%
60 + 0,6 a = 76,47 + a
0,6a – a = 7647 - 60
-0,4 = 7587
a = -75870,4 = -18967,5 ml
Lampiran 2. Penghitungan Kadar Air Amoniasi
34
Berat awal klobot jagung = 800 gr
Kadar air klobot jagung = 40%
Kadar air dalam bahan yang akan diamoniasi = 800 gr x
40%
= 320 gr air
Berat akhir klobot jagung = 690 gr
Selisih bobot awal dengan bobot akhir = 800 gr – 690gr
= 110 grBobot air = 320 gr – 110 gr
= 210 gr
Kadar air bahan yang akan diamoniasi = 320690 x 100%= 46,38%
Kadar air yang dibutuhkan =
(%KA x gram pakan )+ agram pakan+a
x 100%
40% = (46,38% x 100) + a100 + a x
100%
40 + 0,4 a = 4638 + a
0,4a – a = 4638 + 40a
-0,6a = 4598
36
Lampiran 3. Penghitungan Kadar Air Fermentasi
Kadar air yang dibutuhkan =
(%KA x gram pakan )+ agram pakan+a
x 100%
70% = (12,5% x 200) + a200 + a x
100%
0,7 = 25 + a200 + a
0,7 (200 + a) = 25 + a
140 + 0,7a = 25 + a
140 – 25 = a – 0,7a
115 = 0,3a
a = 1150,3 = 383,3ml
jadi air yang ditambahkan untuk fermentasi sebesar 383,3
ml
37
Lampiran 4. Penghitungan pH awal Silase
pH air = 6,99pH campuran = 7,00pH bahan = pH campuran – (pH air – pH campuran)
= 7,00 – (6,99 – 7,00)= 7,01
38
Lampiran 5. Penghitungan pH awal Amoniasi
pH air = 6,99pH campuran = 7,00pH bahan = pH campuran – (pH air – pH campuran)
= 7,00 – (6,99 – 7,00)= 7,01