laporan teknologi pengolahan pakan

41
1 BAB I PEDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pakan merupakan bahan yang dapat dimakan, dicerna dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan tidak menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu kesehatan ternak yang mengkonsumsinya. Bahan pakan yang diberikan kepada ternak adalah hijauan karena hijauan berguna untuk memenuhi serat kasar yang dibutuhkan ternak ruminansia khususnya. Ketersediaan hijauan pakan di Indonesia masih kurang, mengingat di Indonesia terdapat dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Saat musim hujan ketersediaan hijauan sangat banyak dan saat musim kemarau ketersediaan hijauan sangat sedikit, hal ini yang membuat para peternak menggunakan cara untuk menyediakan pakan hijauan. Cara yang digunakan untuk memenuhi hijauan bagi ternak ruminansia yaitu dengan cara membuat silase, amoniasi dan fermentasi.

Upload: undip

Post on 20-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAB I

PEDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pakan merupakan bahan yang dapat dimakan, dicerna

dan diserap baik secara keseluruhan atau sebagian dan

tidak menimbulkan keracunan atau tidak mengganggu

kesehatan ternak yang mengkonsumsinya. Bahan pakan yang

diberikan kepada ternak adalah hijauan karena hijauan

berguna untuk memenuhi serat kasar yang dibutuhkan

ternak ruminansia khususnya. Ketersediaan hijauan pakan

di Indonesia masih kurang, mengingat di Indonesia

terdapat dua musim yaitu musim hujan dan kemarau. Saat

musim hujan ketersediaan hijauan sangat banyak dan saat

musim kemarau ketersediaan hijauan sangat sedikit, hal

ini yang membuat para peternak menggunakan cara untuk

menyediakan pakan hijauan. Cara yang digunakan untuk

memenuhi hijauan bagi ternak ruminansia yaitu dengan

cara membuat silase, amoniasi dan fermentasi.

2

1.2. Tujuan dan manfaat

Tujuan dari praktikum Teknologi Pengolahan Pakan

yaitu praktikan mampu meningkatkan dan mengetahui

kualitas hijauan pakan dengan proses silase, amoniasi

dan fermentasi. Manfaat dari praktikum Teknologi

Pengolahan Pakan yaitu praktikan mengetahui proses

pembuatan dan ciri-ciri silase, amoniasi dan fermentasi

yang baik untuk digunakan hijauan pakan.

BAB IIMATERI DAN METODE

Praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dilaksanakan

pada hari Minggu tanggal 4 Mei sampai 25 Mei 2014 pukul

09.00-11.00 WIB dengan materi silase dan amoniasi,

sedangkan pada hari Rabu tanggal 21 Mei 2014 pukul

19.00-20.00 WIB dengan materi fermentasi di

Laboratorium Teknologi Pakan Fakultas Peternakan dan

Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

2.1. Materi

3

Materi praktikum Teknologi Pengolahan Pakan dengan

menggunakan alat yaitu plastik sebagai tempat

penyimpanan selama proses silase, amoniasi dan

fermentasi, alat pemotong untuk memotong bahan pakan,

timbangan untuk menimbang bahan-bahan yang akan

digunakan, pH meter untuk mengukur pH bahan yang

digunakan, lakban untuk menutup plastik agar lebih

padat, kertas label untuk menandai sampel, gelas ukur

untuk mengukur air yang digunakan untuk fermentasi,

nampan untuk tempat pencampuran bahan-bahan, serta alat

tulis untuk mencatat hasil pengamatan. Sedangkan bahan

yang digunakan yaitu rumput raja untuk bahan silase,

dedak padi untuk bahan aditif pada silase, klobot

jagung untuk bahan amoniasi, urea untuk bahan aditif

pada amoniasi, tepung ikan untuk bahan fermentasi,

serta ragi tape untuk starter fermentasi.

2.2. Metode

Metode yang dilakukan pada praktikum teknologi

pengolahan pakan dengan materi silase yaaitu memotong

4

hijauan berupa rumput raja dan melayukannya dengan

kadar air ± 60%. Menimbang hijauan berat 100 gram

sebanyak tiga kali dan bahan aditif dedak padi berat 3

gram sebanyak tiga kali. Mencampur hijauan dan bahan

aditif yang telah ditimbang pada masing masing sampel

hijauan hingga homogen. Mengambil sampel untuk

dilakukan organoleptik dan memasukkan sampel yang telah

homogen kedalam plastik dan memadatkan serta menutupnya

hingga rapat dan menyimpannya dengan aman. Melakukan

pemeraman selama 3 minggu, dan melakukan pengamatan

organoleptik meliputi warna, bau, rasa, tekstur dan pH

pada setiap minggunya.

Metode yang dilakukan pada praktikum teknologi

pengolahan pakan dengan materi amoniasi yaitu memotong

klobot jagung dan melayukannya. Menimbang klobot jagung

dengan berat 100 gram sebanyak 3 kali dan bahan aditif

urea dengan berat 4,35 gram sebanyak tiga kali.

Mencampur urea dengan klobot jagung pada masing-masing

sampel hingga homogen. Ambil sampel untuk dilakukan

organoleptik dan memasukkan sampel yang telah homogen

5

kedalam plastik dan memadatkannya serta menutup hingga

rapat dan menyimpannya dengan aman. Melakukan pemeraman

selama 3 minggu, dan melakukan pengamatan organoleptik

meliputi warna, bau, rasa, tekstur dan pH pada setiap

minggunya.

Metode yang dilakukan pada praktikum teknologi

pengolahan pakan dengan materi fermentasi yaitu

menimbang starter berupa ragi tape sebanyak 4 gram.

Menimbang tepung ikan sebanyak 200 gram dan

memasukkannya pada nampan. Menggerus ragi tape hingga

lembut dan mencampurkannya pada tepung ikan hingga

homogen. Menambahkan air pada campuran tepung ikan dan

ragi tape sebanyak 383,3 ml. Membagi campuran menjadi 4

bagian dan memasukkannya pada kantong plastik dan

menutupnya dengan rapat dam menyimpannya. Melakukan

pemeraman selama 4 hari. Melakukan pengamatan

organoleptis meliputi warna, bau, rasa, tekstur dan pH

setiap hari.

6

BAB III

7

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Silase

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 1. Pengamatan organoleptik silaseUji

organoleptik

Minggu0

Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

Tekstur Kasar Sedang Sedang SedangWarna Hijau Hijau

daun rebus

Hijau daunrebus

Hijau daun rebus

Bau Khas Sedang Sangat busuk dan merangsang

Sangat busuk dan merangsang

Jamur Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Sedikit

pH 7 6,05 6,03 8,64Penggumpalan

Tidak ada

Tidak ada Tidak ada Tengah

3.1.1. Tekstur

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil silase

rumput raja dengan tekstur yaitu sedang atau mendekati

seperti hijauan segar, hal ini menunjukkan hasil silase

yang sedang. Perubahan tektur sedang silase pada

8

minggu ke-0 sampai minggu ke-1 disebabkan oleh

fermentasi subtrat padat pada bahan pakan oleh

mikroorganisme yang menurunkan kandungan serat. Hal ini

sesuai dengan Yulistiani (2012) bahwa fermentasi

substrat padat pada bahan pakan lignoselulosa

menggunakan mikroorganisme dapat menurunkan kandungan

serat (selulosa dan hemiselulosa, NDS, ADS), oleh

karenanya tekstur menjadi remah. Mugawati et

al. (2013) menambahkan bahwa silase yang baik memenuhi

kriteria dengan tektur yng lembut dan bila dikepal

tidak keluar air dan bau.

3.1.2. Warna

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil silase

rumput raja dengan warna seperti daun direbus atau

hijau kekuning coklatan, hal ini menunjukkan hasil

dari proses ensilase yang bagus. Hal ini sesuai dengan

pendapat Mugawati et al. (2013)

yang menyatakan bahwa silase yang baik memenuhi

kriteria dengan warna hijau kekuningan. Perubahan warna

9

silase dari minggu ke-0 sampai minggu ke-1

disebabkan oleh proses respirasi aerobik pada hijauan

yang berlangsung selama oksigen didalam silo masih ada

sehingga warna hijauan menjadi hijau kekuning coklatan.

Menurut Hidayat (2014) bahwa perubahan warna yang

terjadi proses ensilase disebabkan oleh perubahan-

perubahan yang terjadi dalam tanaman karena proses

respirasi aerobik yang berlangsung selama persediaan

oksigen masih ada, sampai gula tanaman habis.

3.1.3. Bau

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan

diperoleh hasil bahwa hasil silase rumput raja pada

minggu ke-1 memiliki bau sedang, pada minggu ke-2

memiliki bau sangat busuk dan merangsang dan pada

minggu ke-3 hasil silase rumput raja yang dibuat

memiliki bau yang sangat busuk dan merangsang. Hal ini

menyebabkan hasil silase yang dibuat memiliki kualitas

yang jelek. Silase dengan kualitas baik memiliki bau

asam. Hal ini sesuai dengan pendapat Subekti et al.

10

(2013) yang menyatakan bahwa silase yang baik memiliki

ciri-ciri berbau harum agak kemanis-manisan. Bau busuk

dan menyengat pada silase diakibatkan Aktivitas

mikroorganisme aerob yang merombak protein dalam bahan

pakan menjadi amonia (NH3). Hal ini sesuai Hermanto

(2011) bahwa bau busuk pada silase menunjukkan bahwa

kandungan asam laktat dalam silase sedikit, dan bakteri

yang ada dalam silo didominasi oleh bakteri pembusuk

serta banyak terjadi pembongkaran protein menjadi

amonia dan asam butirat.

3.1.4............................................Jamur

Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan

diperoleh hasil bahwa hasil silase rumput raja pada

minggu ke-1 dan minggu ke-2 tidak terdapat jamur, namun

pada minggu ke-3 tedapat sedikit jamur, sehingga silase

yang dibuat memiliki kualitas jelek. Silase yang

memiliki kualitas baik adalah silase yang tidak

terdapat jamur didalamnya. Hal ini sesuai dengan

pendapat Subekti et al. (2013) yang

11

menyatakan bahwa silase yang baik memiliki ciri-ciri

tidak berjamur. Jamur yang timbul pada silase

diakibatkan oleh kandungan air bahan pakan yang tinggi.

Hal ini sesuai dengan Iriani (2004) bahwa proses

pembuatan silase yang tidak disimpan dalam keadaan

steril dan masih mengandung air yang tinggi akan

menyebabkan pertumbuhan jamur.

3.1.5. Penggumpalan

Berdasarkan hasil pengamatan penggumpalan rumput

raja pada minggu ke-0 tidak terjadi penggumpalan,

minggu ke-1 tidak terjadi penggumpalan, minggu ke-2

tidak terjadi penggumpalan dan minggu ke-3 terjadi

penggumpalan. Penggumpalan terjadi akibat dari

terdenaturasinya protein karena adanya kegiatan mikroba

dan pada saat pemadatan bahan kurang sempurna sehingga

masih ada udara yang masuk. Pengumpalan pada silase

disebabkan oleh adanya pertumbuhan jamur akibat dari

silase yang tidak tertutup rapat sehingga oksigen dalam

silo masih ada. Hal ini sesuai pendapat Supriyanto dan

12

Santoso (2010) bahwa secara visual, kapang dan

jamur yang tumbuh pada bagian atas silase sangat

sedikit. Penggumpalan pada silase tersebut dapat

dicegah dengan pemadatan yang sempurna sehingga tidak

ada lagi udara yang dimanfaatkan mikroorganisme yang

dapat menyebabkan kerusakan silase. Yuni (2009)

menjelaskan bahwa silase yang baik adalah silase yang

tidak terjadi penggumpalan pada bahan pakanya karena

suasana yang asam akan mencegah mikroba penyebab

penggumpalan tidak dapat berkembangbiak.

3.1.6. pH

Berdasarkan hasil pengamatan pH pada proses silase

pada minggu ke-1 hingga minggu ke-2 menghasilkan pH

6,05 dan 6,03 menunjukan hasil yang baik karena dalam

keadaan asam sedangkan pada minggu ke-3 terjadi

kenaikan pH yaitu 8,64 hasil tersebut tidak baik karena

menunjukan dalam keadaan basa. Kenaikan pH tersebut

kemungkinan terjadi karenakan asam laktat yang terdapat

pada ensilase tersebut tidak berkembang dengan baik.

13

Hal ini sesuai dengan pendapat McDonald et al. (2002)

yang menyatakan bahwa proses ensilase pada tanaman akan

menyebabkan berkembangnya bakteri asam laktat, dimana

fermentasi karbohidrat tersedia akan menghasilkan asam

organik, khususnya asam laktat yang akan menurunkan pH.

Hidayat (2014) menambahkan bahwa silase yang baik dapat

terjadi apabila pH silase telah mencapai kurang dari

4,5.

3.2. Amoniasi

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 2 . Hasil pengamatan organoleptik amoniasi jeramipadi dengan urea

KriteriaMinggu

0Minggu 1 Minggu 2

Minggu

3

Sko

rWarna Coklat

mudaKuningKecoklatan

CoklatTua

Coklattua

8

Bau Khas AmoniaTidakMenyengat

AmoniaMenyengat

AmoniaMenyengat

8

Tekstur Kasar AgakRemah

AgakRemah

Remah 4

pH 7 9,07 9,31 9,32 9

14

Jamur Tidakada

Tidak ada Tidakada

Tidakada

9

Penggumpal

an

Tidakada

Tidak ada Tidakada

Tidakada

9

3.2.1. Tekstur

Berdasarkan hasil pengamatan parameter tesktur

kulit jagung yang diamoniasi dan disimpan pada minggu

ke-0 bertekstur kasar, pada minggu ke-1 dan minggu ke-2

agak remah dan minggu ke-3 tekstur menjadi remah. Hal

ini sesuai dengan Zain (2009) bahwa amoniasi

menyebabkan teksur menjadi lebih lunak dibandingkan

dengan sebelum diamoniasi. Wina (2005) menambahkan

bahwa proses amoniasi mampu melunakkan serat-serat

jerami sehingga serat menjadi lebih mudah disusupi

mikroba, sehingga kemudian mudah didegradasi Tekstur

kulit jagung yang remah karena amoniasi tersebut

bersifat alkali melarutkan hemiselulosa, lignin dan

silika. Hal ini sesuai dengan Zulkarnaini

(2009) bahwa penambahan alkali dapat meregangkan ikatan

15

lignoselulosa dan lignohemiselulosa sehingga tekstur

akhir amoniasi kulit jagung berupa remahan.

3.2.2. Warna

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap parameter

warna kulit jagung yang diamoniasi, pada minggu ke-0

jerami berwarna coklat muda, pada minggu ke-1 berwarna

kuning kecoklatan, minggu ke-2 dan minggu ke-3 berwarna

coklat tua dan mendapat skor 8. Perubahan ini terjadi

karena adanya alkali yang terkandung didalam urea

sehingga merubah warna kulit jagung menjadi coklat

menunjukan bahwa perubahan warna amoniasi ini baik

karena sesuai dengan perubahan warna yang terjadi. Hal

ini sesuai dengan pendapat Rahadi (2009) yang

menyatakan bahwa amoniasi merubah warna kulit jagung

yaitu dari kuning kecoklatan menjadi coklat tua.

Zulkarnaini (2009) menambahkan bahwa proses ammonia

yang sempurna ditandai dengan warna amoniasi kulit

jagung adalah coklat tua, hal ini menunjukkan adanya

reaksi dari alkali.

16

3.2.3. Bau

Berdasarkan hasil pengamatan parameter bau dan

rasa amoniasi kulit jagung didapatkan hasil yaitu pada

minggu ke-0 berbau khas kulit jagung, minggu ke-2

memiliki bau ammonia tidak menyengat, minggu ke-2

berbau amoniasi menyengat, minggu ke-3 jerami berbau

amoniak menyengat sehingga mendapat skor 9 untuk

parameter tersebut. Bau amoniak tersebut berasal dari

urea yang merupakan sumber gas amonia. Hal ini sesuai

dengan pendapat Hanafi (2008) bahwa bau amonia

menyengat pada saat di buka. Rahadi (2009) menambahkan

bahwa yang menyatakan bahwa urea atau CO(NH2)2 merupakan

sumber gas amonia karena urea adalah bahan padat yang

berbentuk kristal dan bersifat alkali yang dibuat

secara sintesis dengan menggabungkan gas amonia dan

CO2, di udara bebas NH3 akan terikat oleh H2O lalu

membentuk NH4OH, urea bila ditambah air dan bila

terdapat mikroorganisme yang mengelurakan enzim urease

maka akan diurai menjadi amonia dan karbondioksida.

17

3.2.4. Jamur

Berdasarkan hasil praktikum bahwa amoniasi pada

klobot jagung tidak terdapat jamur dan memperoleh skor

9. Menunjukkan bahwa amoniasi yang dilakukan masuk

dalam kategori sangat bagus. Sumarsih dan Tampoebolon

(2003) bahwa bahan amoniasi yang baik yaitu tidak

berjamur. Tidak terdapatnya jamur dikarenakan oleh

proses pemadatan yang sempurna dan tidak adanya celah

oksigen yang dapat masuk. Hal ini sesuai dengan Hanafi

(2004) yang menyatakan bahwa kurang sempurnanya

pemadatan dapat memungkinkan pengikatan oksigen,

sehingga dapat mempercepat mikrobia masuk dan

menyebabkan pertumbuhan jamur.

3.2.5. Penggumpalan

18

Berdasarkan hasil praktikum bahwa amoniasi pada

klobot jagung tidak terdapat penggumpalan sehingga

memperoleh skor 9. Menunjukkan bahwa amoniasi yang

dilakukan termasuk dalam kategori sangat bagus. Hal ini

sesuai dengan Sumarsih dan Tampoebolon (2003) bahwa

ciri-ciri moniasi yang baik yaitu tidak terjadi

penggumpalan. Penggumplan pada amoniasi disebabkan oleh

pengemasan yang tidak sempurna sehingga udara dapat

masuk dan populasi jamur ada. Hal ini sesuai dengan

Murni (2008) bahwa pada amoniasi jika oksigen dapat

masuk maka populasi yeast dan jamur akan meningkat dan

menyebabkan panas karena proses respirasi sehingga

dapat menyebabkan penggumpalan.

3.2.6. pH

Berdasarkan hasil pengamatan pH amoniasi pada

minggu ke-1 adalah 9,07, minggu ke-2 9,31 dan minggu

ke-3 9,32 mendapatkan skor 9. Terjadi peningkatan pH

yang bersifat basa sehingga hasil tersebut baik, proses

amoniasi dengan urea mengalami perubahan ureolitik

19

menjadi amonia dan CO2. Hal ini sesuai dengan pendapat

Sumarsih dan Tampoebolon (2003) yang menyatakan bahwa

bahan pakan hasil amoniasi lebih lembut dibandingkan

bahan pakan aslinya, tidak berjamur atau menggumpal,

tidak berlendir dan pH yang dihasilkan sekitar 8 atau

lebih. Noferdiman et al. (2008) menambahkan bahwa urea

yang ditambahkan ke dalam suatu bahan akan mengalami

ureolitik menjadi ammonia (NH3) dan CO2, dimana bersama

air NH3 membentuk basa NH4OH.

3.3. Fermentasi

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil sebagai

berikut:

Tabel 3 . Hasil pengamatan tepung ikan dengan ragi tapeKriteria Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4 Skor

BauKhas tepungikan

Sedang Menyengat

Busuk menyengat

Asam sedang 5

Tekstur

Kasar encer Sedang Sedang Kasar Lembek 3

Warna CoklatKuning kecoklatan

Kuning kecoklatan

CoklatCoklatkeputihan

9

20

Jamur Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada Sedikit Tidak

ada 9

penggumpalan

Tidak ada

Tidak ada

Tidak ada

Sedikitlengket

Tidak ada -

pH 5,63 5,83 5,95 6,12 6,42 3

3.3.1. Tekstur

Berdasarkan hasil pengamatan pada fermentasi

tepung ikan diperoleh hasil bahwa tepung ikan yang

difermentasi memiliki skoring tekstur 3. Angka 3

menunjukkan bahwa tekstur fermentasi tepung ikan masuk

dalam kategori jelek. Tekstur yang lembek menunjukkan

adanya penambahan air sehingga tepung ikan yang diberi

air semakin lembek dibandingkan dengan tepung ikan

tanpa air. Hal ini sesuai dengan pendapat Julendra et al.

(2007) tekstur pakan yang lembek kemungkinan disebabkan

oleh kandungan kadar air yang tinggi. Rosida (2010)

menambahkan bahwa banyaknya starter cair yang

ditambahkan, sehingga akan menambah kadar air produk

tepung ikan makin banyak starter cair yang ditambahkan

akan menghasilkan produk tepung ikan lebih lembek

21

dibandingkan dengan yang tanpa starter (tekstur lebih

keras).

3.3.2. Warna

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa perubahan warna dari hari ke-0 sampai

hari ke-4 sangat terlihat nyata pada proses fermentasi

yang dilakukan. Penyebab perubahan warna terjadi karena

metabolisme ragi yang menghasilkan panas. Hal ini

sesuai dengan pendapat Ratnasari (2009) yang menyatakan

bahwa nilai organoleptik dari warna menunjukkan

perbedaan yang nyata hal ini karena metabolisme ragi

menghasilkan panas. Panas yang berasal dari metabolisme

ragi maupun dari proses pengukusan dapat menyebabkan

perubahan warna. Proses metabolisme ragi pada makanan

berperan dalam perubahan warna. Lestari et al., (2013)

menambahkan bahwa ada penambahan sumber karbon 30% dan

50% hasil fermentasi berbau khas fermentasi, berwarna

coklat tua.

3.3.3. Bau

22

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa bau yang dihasilkan pada minggu ke-1

sedang, pada minggu ke-2 dan ke-3 bau yang dihasilkan

sangat menyengat dan berbau asam sedang, skor yang

diperoleh adalah 5. Bau busuk disebabkan karena bau

asam disebabkan adanya aktivitas mikroorganisme dan

lama waktu fermentasi juga mempengaruhi bau asam. Hal

ini sesuai dengan pendapat Syahrul et al. (2009)

menambahkan bahwa bau asam disebabkan karena adanya

aktivitas mikroorganisme yaitu asam laktat, asam

asetat, dan lain-lain. Pradini dan Hariastuti (2009)

menambahkan bahwa kadar asam laktat akan semakin

meningkat seiring dengan lamanya waktu fermentasi.

3.3.4. Jamur

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan

menunjukkan bahwa tidak terdapat jamur pada proses

fermentasi ini sehingga mendapatkan skor 9. Tidak

terjadi kerusakan mikrobiologis yang menyebabkan

pembusukkan dan mikroba yang ada didalamnya bekerja

23

optimal sehingga tidak ada jamur pada fermentasi ini.

Hal ini sesuai dengan pendapat Heruwati (2002) yang

menyatakan bahwa kerusakan mikrobiologis dapat

menyebabkan pembusukan produk baik oleh bakteri atau

jamur yang patogen maupun oleh racun yang dihasilkan.

Sulistyanto and Nugroho (2009) menambahkan bahwa

Pertumbuhan optimal mikroorganisme dipengaruhi oleh

beberapa faktor, diantaranya temperatur lingkungan, pH,

suplai nutrisi, aktivitas air dan ketersediaan oksigen.

3.3.5. pH

Berdasarkan hasil pengamatan pH fermentasi pada

hari pertama hingga keempat mengalami peningkatan

tetapi masih dalam keadaan asam, didapatkan hasil

sebagai berikut hari pertama pH 5,83, hari ke-2 pH

5,95, hari ke-3 pH 6,12 dan hari ke-4 pH 6,48. Pada pH

(derajat asam) fermentasi setiap harinya mengalami

kenaikkan. Sedangkan dalam proses fermentasi dikatakan

berhasil jika pH mengalami penurunan yang cepat. Hal

ini sesuai dengan Murtidjo (2001) bahwa fermentasi

24

dikatakan berhasil jika pH dapat terjadi penurunan

dengan cepat dan pH fermentasi tetap rendah. pH

fermentasi yang tetap asam disebabkan ragi tape

terdapat Saccharomyces cerevisiae yang menghasilkan alkohol

dalam proses fermentasi sehingga pH tetap asam. Azizah

et al. (2012) menambahkan bahwa gas CO2 sering disebut

gas asam (acid whey) karena gas CO2 memiliki sifat asam,

oleh karena itu gas CO2 juga

berkontribusi terhadap nilai pH.

25

BAB IV

SIMPULAN DAN SARAN

4.1. Simpulan

Simpulan dari hasil silase adalah memiliki

kualitas yang jelek karena pH pada keadaan tersebut

basa dan terjadi penggumpalan seharusnya pH dalam

keadaan asam dan tidak ada penggumpalan. Silase yang

bagus memiliki ciri-ciri berbau harum agak kemanis-

manisan, tidak berjamur, tidak menggumpal, berwarna

kehijau-hijauan dan memiliki pH antara 4 sampai 4.5.

26

Hasil dari amoniasi sangat bagus jika dilihat dari bau

dan warna sangat bagus, penggumpalan dan jamur tidak

ada, pH pada amoniasi bersifat basa sesuai dengan

kondisi yang diharapkan. Amoniasi yang bagus memiliki

ciri-ciri berbau amonia menyengat, berwarna coklat atau

coklat tua, tidak berjamur, bertekstur remah dan pHnya

basa. Hasil fermentasi termasuk sedang karena bau,

tekstur, warna sangat bagus dan tidak timbul jamur,

terjadi peningkatan pH pada proses ini walaupun masih

dalam keadaan asam. Fermentasi yang bagus memiliki

ciri-ciri tekstur lembek, berbau menyengat, berwarna

coklat muda, tidak berjamur dan pHnya asam.

4.2. Saran

Saat pengemasa sebaiknya silase harus benar-benar

terbebas dari udara yang masuk dan pada saat pengemasan

fermentasi juga harus dipastikan terbebas udara dan

tidak menganduk banyak gelembung udara. Sehingga pada

proses silase dan fermentasi tidak terdapat oksigen

yang memicu pertumbuhan jamur dan bakteri pembusuk yang

27

menyebabkan penggumpalan dan pembusukan bahan pakan.

Jadi silase dan fermentasi yang dihasilkan bagus dan

dapat disimpat lebih lama.

28

DAFTAR PUSTAKA

Azizah, N., A. N. Al-Baarri dan S. Mulyani. 2012.Pengaruh lama fermentasi terhadap kadar alkohol,pH, dan produksi gas pada proses fermentasibioetanol dari whey dengan substitusi kulit nanas.Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan. 1 (2): 72-77.

Coker, R.D. 1998. The Chemical Detoxification ofAflatoxin Contaminated Animal Feed. Nat. ToxicansFood. 284-298.

Hanafi, N.D. 2004. Perlakuan silase dan amoniasi daunkelapa sawit sebagai bahan baku pakan domba.Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Hanafi, Nevy Diana. 2008. Teknologi Pengawetan PaknaTernak. Program Sarjana Universitas Sumatera Utara,Medan. (Karya Ilmiah Fakultas Pertanian DepartemenPeternakan).

Hermanto. 2011. Sekilas Agribisnis PeternakanIndonesia. konsep pengembangan peternakan, menujuperbaikan ekonomi rakyat serta meningkatkan gizigenerasi mendatang melalui pasokan protein hewaniasal peternakan.

Heruwati Endang S., 2002. Pengolahan Ikan SecaraTradisional: Prospek dan Peluang pengembangan.Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial EkonomiKelautan dan Perikanan, Jl. K.S. Tubun PetamburanVI, Jakarta. Jurnal Litbang Pertanian. 21 (3).

29

Hidayat, N. 2014. Karakteristik dan kualitas silaserumput raja menggunakan berbagai sumber dan tingkatpenambahan karbohidrat fermentable. Agripet 14(1):42-49.

Iriani, N. 2004. Perubahan kandungan oksalat selamaproses silase rumput setaria. Prosiding Temu TeknisNasional Tenaga Fungsional Pertanian: 104-109.

Julendra, H., E. Damayanti, A. Sofyan dan A.Febrisiantosa. 2007. Karakteristik fisiko-kimia danmikrobiologis pakan berbahan dasar onggokfermentasi selama penyimpanan. J. Sains MIPA. 13(1): 1-5.

Lestari Indarti P., Yudi Sastro, dan Ana F. C. Irawat.2013. Kajian Teknologi Fermentasi Limbah IkanSebagai Pupuk Organik. Balai Pengkajian TeknologiPertanian Jakarta.

McDonald, P., R.A. Edwards, J.F.D. Greenhalgh & C.A.Morgan. 2002. Animal Nutrition. Prentice HallEngland, England

Mugiawati, R. E., Suwarno, dan N. Hidayat. 2013. KadarAir Dan Ph Silase Rumput Gajah Pada Hari Ke - 21Dengan Penambahan Jenis Additive Dan Bakteri Asam.Jurnal Ilmiah Peternakan 1(1) : 201-207.

Murni, R., Suparjo., Akmal dan B.L. Ginting. 2008.Teknologi pemanfaatan limbah untuk pakan.Laboratorium Makanan Ternak Fakultas PeternakanUniversitas Jambi.

Murtidjo, B. A. 2001. Beberapa Metode Pengolahan TepungIkan. Kanisius. Yogyakarta.

30

Noferdiman, Rizal, Mirzah, Heryandi, dan Marlida 2008.Penggunaan urea sebagai sumber nitrogen padaproses biodegadasi substrat lumpur sawit olehjamur Phanerochaete chrysosporium. Jurnal Ilmiah Ilmu-Ilmu Peternakan. 11(4) : 75–82.

Oktavia Ambarwaty D., Djumali Mangunwidjaja, SinggihWibowo, Titi Candra Sunarti dan MulyoriniRahayuningsih. 2012. Pengolahan Limbah CairPerikanan Menggunakan Konsorsium Mikroba IndigenousProteolitik dan Lipolitik. Agrointek. 6 (2).

Rahadi, S. 2009. Teknik Pembuatan Amonisi Urea JeramiPadi Sebagai Pakan Ternak. Seminar NasionalTeknologi Peternakan dan Veteriner.

Ratnasari Ida. 2009. Kajian Penambahan Ragi TapeTerhadap Pengurangan Kekerasan Duri Daging PindangIkan Bandeng (Chanos chanos). Program StudiPengolahanHasil Perikanan, Fakultas PertanianUniversitas Palangka Raya. Journal of TropicalFisheries. 3 (2): 15 – 24.

Rosida dan Eny, K.B.S. 2010. Pengaruh KonsentrasiStarter Lactobacillus plantarum dan Lama Fermentasiterhadap Kualitas dan Kerusakan ProdukTerasi.Jurnal Protein hal : 72-76.

Sianipar, J. dan K. Simanihuruk. 2009. PerformansKambing Sedang Tumbuh Yang Mendapat Pakan TambahanMengandung Silase Kulit Buah Kakao. LokaPenelitian Kabing Potong, PO Box 1, Sei Putih,Galang 20585, Sumatera Utara.

Subekti, G., Suwarno dan Nur H. 2013. Penggunaanbeberapa aditif dan bakteri asam laktat terhadapkarakteristik fisik silase rumput gajah pada harike- 14. Jurnal Ilmiah Peternakan 1 (3): 835-841.

31

Sulistyanto, B dan K. Nugroho. 2009. Physical andMicrobiological Performance of Acidified Fish MealMade by Diping Into Extract Solution of Saukreaut.J. Indonesian Trop. Anim. Agric. 34 (4) : 248 –252.

Sumarsih, S dan B. I. M. Tampoebolon. 2003. Pengaruharas urea dan lama pemeraman yang berbeda tehadapsifat fisik eceng gondok teramoniasi. JurnalPengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.

Sumarsih, S. dan B. I. Tampoebolon. 2003. Pengaruharasurea dan lama pemeraman yang berbeda terhadapsifat fisik eceng gondok teramoniasi. J.Pengembangan Peternakan Tropis. 4: 298-301.

Syahrul, Dewita, dan Diana A. 2009. Pengaruh PenggunaanCrude Enzim Pyloric Caeca Dan Lama FermentasiTerhadap Mutu Bekasem Ikan Bilih (MystacoleucusPadangensis). Vol. 37. No.1. Riau.

Wina, E. 2005. Teknologi pemanfaatan mikroorganismedalam pakan untuk meningkatkan produktivitas ternakruminansia di Indonesia : Sebuah review. JurnalWartazoa 15 (4).

Yulistiani, D., W. Puastuti., E. Wina dan Supriati.2012. Pengaruh berbagi pengolahan terhadap nilainutrisi tongkol jagung: komposisi kimia dankecernaan in vitro. Balai Penelitian Ternak, Bogor.JITV 17 (1) : 59-66.

Yuni, A. R. 2009. Laporan Pembuatan Silase danAmoniasi. Seminar Nasional Teknologi Peternakan danVeteriner.

Zulkarnaini. 2009. Pengaruh Suplementasi Mineral Fosfordan Sulfur pada Jerami Padi Amoniasi Terhadap

32

Kecernaan NDF, ADF, Selulosa dan Hemiselulosa.Jurnal Ilmiah Tambua. 8 (3) : 473-477.

LAMPIRAN

Lampiran 1. Penghitungan Kadar Air Silase

Berat awal rumput raja = 600 grKadar air rumput raja = 65%Kadar air dalam bahan yang akan disilase = 600 gr x65%

= 390 gr airBerat akhir rumput raja = 510 grSelisih bobot awal dengan bobot akhir = 600 gr – 510gr

= 90 grBobot air = 390 gr – 90 gr

33

= 300 gr

Kadar air bahan yang akan disilase = 390510 x 100%= 76,47%

Kadar air yang dibutuhkan =

(%KA x gram pakan )+ agram pakan+a

x 100%

60% = (76,47% x 100) + a100 + a x

100%

60 + 0,6 a = 76,47 + a

0,6a – a = 7647 - 60

-0,4 = 7587

a = -75870,4 = -18967,5 ml

Lampiran 2. Penghitungan Kadar Air Amoniasi

34

Berat awal klobot jagung = 800 gr

Kadar air klobot jagung = 40%

Kadar air dalam bahan yang akan diamoniasi = 800 gr x

40%

= 320 gr air

Berat akhir klobot jagung = 690 gr

Selisih bobot awal dengan bobot akhir = 800 gr – 690gr

= 110 grBobot air = 320 gr – 110 gr

= 210 gr

Kadar air bahan yang akan diamoniasi = 320690 x 100%= 46,38%

Kadar air yang dibutuhkan =

(%KA x gram pakan )+ agram pakan+a

x 100%

40% = (46,38% x 100) + a100 + a x

100%

40 + 0,4 a = 4638 + a

0,4a – a = 4638 + 40a

-0,6a = 4598

35

a = -45980,6 = -766,3 ml

jadi air tidak perlu ditambahkan pada amoniasi

36

Lampiran 3. Penghitungan Kadar Air Fermentasi

Kadar air yang dibutuhkan =

(%KA x gram pakan )+ agram pakan+a

x 100%

70% = (12,5% x 200) + a200 + a x

100%

0,7 = 25 + a200 + a

0,7 (200 + a) = 25 + a

140 + 0,7a = 25 + a

140 – 25 = a – 0,7a

115 = 0,3a

a = 1150,3 = 383,3ml

jadi air yang ditambahkan untuk fermentasi sebesar 383,3

ml

37

Lampiran 4. Penghitungan pH awal Silase

pH air = 6,99pH campuran = 7,00pH bahan = pH campuran – (pH air – pH campuran)

= 7,00 – (6,99 – 7,00)= 7,01

38

Lampiran 5. Penghitungan pH awal Amoniasi

pH air = 6,99pH campuran = 7,00pH bahan = pH campuran – (pH air – pH campuran)

= 7,00 – (6,99 – 7,00)= 7,01

39

Lampiran 6. Gambar Pengamatan Silase

Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

40

Lampiran 7. Gambar Pengamatan Amoniasi

Minggu 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3

41

Lampiran 8. Gambar Pengamatan Fermentasi

Hari 0 Hari 1 Hari 2 Hari 3 Hari 4