pengaruh sistem kekerabatan terhadap pemilukada (sosiologi komunikasi)
TRANSCRIPT
Makalah Sosiologi
Pengaruh Pilgub Terhadap
Sistem Kekerabatan
Disusun OlehNur Inayah Yushar
50700112014
Ilmu Komunikasi A
1
ILMU KOMUNIKASI
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI ALAUDDIN MAKASSAR
2012/2013
DAFTAR ISI
Sampul.................................................1
Daftar isi.............................................2
BAB I PENDAHULUAN......................................3
a. Latar Belakang....................................3
b. Rumusan Masalah...................................5
c. Tujuan............................................5
BAB II PEMBAHASAN......................................6
a. Manuver yusuf kalla di pilkada SulSel, signal
meninggalkan golkar...............................6
b. Yusuf kalla prediksi pilgub SulSel Satu putaran...7
c. Pelaksanaan pilkada/ pemilukada...................8
BAB III PENUTUP........................................13
a. Kesimpulan........................................13
2
b. Saran.............................................13
DAFTAR PUSTAKA.........................................14
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945, wilayah kesatuan Republik
Indonesia dibagi atas daerah provinsi dan daerah
provinsi dibagi lagi atas daerah kabupaten dan kota,
yang masing-masing sebagai daerah otonomi. Sebagai daerah
otonomi, daerah provinsi, kabupaten/kota memiliki
pemerintahan daerah yang melaksanakan, fungsi-fungsi
pemerintahan daerah, yakni Pemerintahan Daerah dan DPRD.
Kepala Daerah adalah Kepala Pemerintahan Daerah baik
didaerah provinsi, maupun kabupaten/kota yang merupakan
3
lembaga eksekutif di daerah, sedangkan DPRD, merupakan
lembaga legislatif di daerah baik di provinsi, maupun
kabupaten/kota. Kedua-duanya dinyatakan sebagai unsur
penyelenggaraan pemerintahan di daerah (Pasal 40 UU No.
32/2004) .
Sejalan dengan semangat desentralisasi, sejak tahun
2005 Pemilu Kepala Daerah dilaksanakan secara langsung
(Pemilukada/Pilkada). Semangat dilaksanakannya pilkada
adalah koreksi terhadap system demokrasi tidak langsung
(perwakilan) di era sebelumnya, dimana kepala daerah dan
wakil kepala daerah dipilih oleh DPRD, menjadi demokrasi
yang berakar langsung pada pilihan rakyat (pemilih).
Melalui pilkada, masyarakat sebagai pemilih berhak untuk
memberikan suaranya secara langsung sesuai dengan
kehendak hati nuraninya, tanpa perantara, dalam memilih
kepala daerah.
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan daerah
diterapkan prinsip demokrasi. Sesuai dengan pasal 18 ayat
4 UUD 1945, kepala daerah dipilih secara demokratis.
Dalam UU NO.32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah,
diatur mengenai pemilihan kepala daerah dan wakil kepala
daerah yang dipilih secara langsung oleh rakyat, yang
diajukan oleh partai politik atau gabungan parpol.
Sedangkan didalam perubahan UU No.32 Tahun 2004, yakni UU
4
No.12 Tahun 2008, Pasal 59 ayat 1b, calon kepala daerah
dapat juga diajukan dari calon perseorangan yang didukung
oleh sejumlah orang. Secara ideal tujuan dari
dilakukannya pilkada adalah untuk mempercepat konsolidasi
demokrasi di Republik ini. Selain itu juga untuk
mempercepat terjadinya good governance karena rakyat bisa
terlibat langsung dalam proses pembuatan kebijakan. Hal
ini merupakan salah satu bukti dari telah berjalannya
program desentralisasi. Daerah telah memiliki otonomi
untuk mengatur dirinya sendiri , bahkan otonomi ini telah
sampai pada taraf otonomi individu.
Selain semangat tersebut, sejumlah argumentasi dan
asumsi yang memperkuat pentingnya pilkada adalah:
Pertama, dengan Pilkada dimungkinkan untuk mendapatkan
kepala daerah yang memiliki kualitas dan akuntabilitas.
Kedua, Pilkada perlu dilakukan untuk menciptakan
stabilitas politik dan efektivitas pemerintahan di
tingkat lokal. Ketiga, dengan Pilkada terbuka kemungkinan
untuk meningkatkan kualitas kepemimpinan nasional karena
makin terbuka peluang bagi munculnya pemimpin-pemimpin
nasional yang berasal dari bawah dan/atau daerah.
Sejak diberlakukannya UU No.32 Tahun 2004, mengenai
Pilkada yang dipilih langsung oleh rakyat, telah banyak
menimbulkan persoalan, diantaranya waktu yang sangat
5
panjang, sehingga sangat menguras tenaga dan pikiran,
belum lagi biaya yang begitu besar , baik dari segi
politik (issue perpecahan internal parpol, issue tentang
money politik, issue kecurangan dalam bentuk
penggelembungan suara yang melibatkan instansi resmi) ,
social (issue tentang disintegrasi social walaupun
sementara, black campaign dll.) maupun financial. Hal
ini kita lihat pada waktu pemilihan kepala daerah di
sejumlah daerah seperti di Sulawesi Selatan dan Jawa
Timur. Di Sulsel, pemilihan gubernur langsung
diselenggarakan sebanyak dua putaran karena ketidakpuasan
salah satu calon atas hasil penghitungan suara akhir.
Masalah pemenangan Pilkada mengandung latar belakang
multidimensional. Ada yang bermotif harga diri pribadi
(adu popularitas); Ada pula yang bermotif mengejar
kekuasaan dan kehormatan; Terkait juga kehormatan Parpol
pengusung; Harga diri Ketua Partai Daerah yang sering
memaksakan diri untuk maju. Di samping tentu saja ada
yang mempunyai niat luhur untuk memajukan daerah, sebagai
putra daerah. Dalam kerangka motif kekuasaan bisa
difahami, karena “politics is the struggle over
allocation of values in society”.(Politik merupakan
perjuangan untuk memperoleh alokasi kekuasan di dalam
masyarakat). Pemenangan perjuangan politik seperti
6
pemilu legislative atau pilkada eksekutif sangat penting
untuk mendominasi fungsi-fungsi legislasi, pengawasan
budget dan kebijakan dalam proses pemerintahan (the
process of government) . Dalam kerangka ini cara-cara
“lobbying, pressure, threat, batgaining and compromise”
seringkali terkandung di dalamnya. Namun dalam Undang-
undang tentang Partai Poltik UU No. 2/2008, yang telah
dirubah dengan UU No.2 Tahun 2011, selalu dimunculkan
persoalan budaya dan etika politik. Masalah lainnya
sistem perekrutan calon KDH (Bupati, Wali kota, Gubernur)
bersifat transaksional, dan hanya orang-orang yang
mempunyai modal financial besar, serta popularitas
tinggi, yang dilirik oleh partai politik, serta beban
biaya yang sangat besar untuk memenangkan
pilkada/pemilukada, akibatnya tidak dapat dielakan
maraknya korupsi di daerah, untuk mengembalikan modal
politik sang calon,serta banyak Perda-Perda yang
bermasalah,dan memberatkan masyarakat dan iklim
investasi.
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana Manuver Jusuf Kalla di Pilkada SulSel,
Signal Meninggalkan Golkar?
7
2. Bagaimana Jusuf Kalla Prediksi Pilgub Sulsel Satu
Putaran ?
3. Bagaimana pelaksanaan pilgup/ pilkada di Sulawesi
selatan ?
C. Tujuan
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui Manuver Jusuf
Kalla di Pilkada SulSel, Signal Meninggalkan Golkar.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui Prediksi
Pilgub Sulsel Satu Putaran.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui pelaksanaan
pilgup/ pilkada di Sulawesi selatan.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Manuver Jusuf Kalla di Pilkada SulSel, Signal
Meninggalkan Golkar.
Nama besar Jusuf Kalla untuk Indonesia Timur masih
terbilang cukup didengar dan punya pengaruh yang kuat.
Dalam PILKADA SulSel yang akan berlangsung di bulan
Januari 2013, justru membawa sosok figur Jusuf Kalla
mengambil andil besar dalam menentukan Pemimpin SulSel
kelak.
Mengapa saya katakan demikian ? Pertarungan sosok
parpol baik dari Demokrat mau pun dari Golkar ini akan
8
membawa pengaruh di Pemilihan Presiden 2014.Apalagi figur
Jusuf Kalla saat ini masih berniat untuk maju bertarung
untuk memperebutkan 01 Indonesia.
Dalam berbagai Pilkada baik di Ibukota maupun di
daerah, Jusuf Kalla lebih cenderung mengusung kader
diluar GOLKAR, padahal Jusuf Kalla sendiri merupakan
kader murni Golkar.Manuver Jusuf Kalla tersebut merupakan
sikap setelah partai Golkar yang menutup peluangnya
sebagai calon Presiden dari partai Golkar tahun 2014
nanti.
Di PILKADA DKI Jakarta, Jusuf Kalla punya andil besar
untuk seorang JOKOWI-AHOK, meski tidak secara langsung
tetapi saran dan masukan Jusuf Kalla sangat besar
pengaruhnya. Begitu juga di PILKADA Sulawesi Selatan yang
notabene merupakan basis Jusuf Kalla dari partai Golkar
dulu. Tetapi di tanah kelahirannya pun, Jusuf Kalla
justru bermanuver mendukung kandidat dari partai Demokrat
yakni Ilham Arief Sirajuddin untuk Gubernur Sulawesi
Selatan serta Andi Irsan Idris Galigo sebagai calon
Bupati Bone di tahun 2013 ini.
Disela-sela kunjungannya meresmikan PLTU di Sulawesi
Selatan, Jusuf Kalla menyempatkan diri menemui Ilham
Arief Sirajuddin di wisma Kalla di Jl. Sam Ratulangi
makassar. Dalam pertemuan tersebut, Ilham Arief
9
Sirajuddin banyak berdiskusi tentang perpolitikan di
Sulawesi Selatan pasca pendaftaran di KPU SulSel.
Direncanakan pula Jusuf Kalla akan mudik meresmikan
sekolah barunya di Kabupaten Bone sekaligus menyempatkan
diri menemui putra Idris Galigo yakni Andi Irsan Idris
Galigo yang juga maju sebagai Calon Bupati Bone lewat
jalur independent.Putra Idris Galigo ini yang dikenal
dengan sebutan ACC atau Andi Cicang, merupakan figur
kader Golkar murni.Tetapi setelah birokrasi GOLKAR
menetapkan figur lain untuk diusung menjadi Calon Bupati,
maka ACC menentukan sikap keluar dari Golkar dan
mencalonkan diri lewat jalur independent.
Melihat manuver Jusuf Kalla ini, justru mencerminkan
bahwa di tahun 2014 kelak, Insya Allah Jusuf Kalla maju
sebagai Calon Presiden, tetapi bukan dari partai GOLKAR.
Jusuf Kalla telah menyusun strategi dengan atau melalui
beberapa PILKADA di tiap-tiap daerah nantinya.
B. Jusuf Kalla Prediksi Pilgub Sulsel Satu Putaran
Jeneponto, Sulsel (ANTARA News) - Mantan Presiden H M
Jusuf Kalla memprediksi pemilhan gubernur (Pilgub)
Sulawesi Selatan pada Januari 2013 hanya berlangsung satu
putaran. "Saya yakin Pilgub Sulsel hanya satu putaran
saja, tidak akan ada dua putaran, karena di prediksi
10
hanya akan ada dua calon yang lolos," sebutnya di sela
kunjungan proyek Bosowa Energi PLTU di Desa Punagaya,
Kecamatan Bangkala, Jeneponto, Minggu. Ketua PMI Pusat
ini menyebutkan, memang ada tiga bakal calon yaksi
pasangan Ilham Arief Sirajuddin-Aziz Qahhar Mudzakkar
(IA) kemudian incumbent Syahrul Yasin Limpo-Agus Arifin
Nu'mang Sayang, serta Rudiyanto Asapa-Andi Nawir
Pasinringi (Garuda Na).Namun dia menyatakan, salah satu
dari tiga pasangan yang sudah disebutkan tadi, tidak akan
lolos karena masih akan di verifikasi di tingkat KPU
Sulsel terkait dukungan keabsahan pendukung partai yang
dinilai ada yang ganda.
Apabila nantinya ada bakal calon yang tidak memenuhi
syarat, dipastikan hanya dua pasangan calon akan
bertarung. Berarti untuk menang jumlah suara satu calon
pasangan harus diatas 50%, dan dia yakin itu bisa
dipenuhi salah satu dari dua pasangan calon yang akan
bertarung nanti.JK menuturkan bahwa kedua pasangan yang
nantinya lolos adalah sama-sama kuat, dan sama-sama
memiliki peluang yang cukup besar menang dan menjadi
gubernur dan wakil gubernur Sulsel periode 2013-
2018."Tetapi siapa pun pasangan yang terpilih nanti,
pastilah adalah pasangan yang terbaik. Kalau nantinya ada
11
yang menang, dipastikan hanya menang tipis, karena kedua
pasangan sama-sama kuat," tuturnya.
C. Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada
Pelaksanaan Pilkada/Pemilukada yang telah berlangsung
sejak Juni 2005 s/d saat ini secara umum telah
berlangsung secara aman, tertib, dan demokratis dengan
tingkat partisipasi yang cukup tinggi. Meskipun demikian
dalam penyelenggaraan Pilkada ke depan masih perlu
dilakukan berbagai penyempurnaan untuk memperbaiki
beberapa kekurangan yang terjadi dalam penyelenggaraan
Pilkada, yaitu :
1. Peningkatan akurasi daftar pemilih.
Dari segi regulasi, pengaturan data pemilih yang ada
dalam Pasal 70 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 32 Tahun
2004 sebetulnya sudah cukup memadai. Kunci penyelesaian
dari daftar pemilih yang kurang akurat adalah pelibatan
RT/RW secara resmi dan intensif baik dalam up dating
data penduduk maupun perbaikan data pemilih.
2. Peningkatan akuntabilitas proses pencalonan.
Dari segi regulasi, pengaturan tahapan pencalonan yang
ada dalam Pasal 59 sampai dengan pasal 64 Undang-Undang
Nomor 32 Tahun 2004 belum cukup memadai. Untuk mengatasi
12
kekurangan ini, ke depan pasangan calon perlu diberi
ruang untuk mengajukan keberatan ke pengadilan, jika
dalam proses pencalonan dirugikan KPUD.
3. Masa kampanye yang lebih memadai.
Dari segi regulasi, pengaturan mengenai kampanye yang
diatur dalam pasal 75 sampai dengan pasal 85 Undang-
Undang Nomor 32 Tahun 2004 belum member! waktu yang
cukup, yaitu hanya 14 (empat belas) hari, sehingga tidak
cukup bagi masyarakat untuk mendapatkan informasi lengkap
para calon. Untuk itu perlu pengaturan masa kampanye yang
cukup dan peningkatan kualitas kampanye agar dapat
mendidik pemilih untuk menilai para calon dari segi
program.
4. Peningkatan akuntabilitas penghitungan dan
rekapitulasi hasil penghitungan suara.
Dari segi regulasi, pengaturan mengenai penghitungan
dan rekapitulasi hasil penghitungan suara sebagaimana
yang diatur dalam Pasal 96 s/d Pasal 101 UU No. 32 Tahun
2004 masih mengandung celah terjadi manipulasi pada
pembuatan berita acara dan sertifikat penghitungan suara
yang tidak sama dengan hasil penghitungan suara yang
disaksikan oleh masyaakat, karena tidak semua peserta
13
Pilkada menempatkan saksi di setiap TPS dan keterbatasan
jangkauan Panwaslu mengawasi penghitungan suara di setiap
TPS. Selain itu pengumuman hasil penghitungan suara yang
dipasang di setiap TPS hanya selama TPS ada (tidak lebih
dari sehari), sehingga para saksi peserta Pilkada
kesulitan untuk mengakses hasil penghitungan suara di
setiap TPS. Untuk itu perlu pengaturan yang memungkinkan
adanya kontrol dari masyarakat/para saksi calon untuk
mengakses hasil penghitungan suara di TPS maupun hasil
rekapitulasi hasil penghitungan suara di setiap
tingkatan.
5. Peningkatan penyelenggara Pemilu yang adil dan netral
Keberpihakan penyelenggara pemilu kepada salah satu
pasangan calon terjadi karena kriteria dalam sistem
seleksi para anggota penyelenggara pemilu baru belum
menjangkau sikap mental yang diperlukan bagi
penyelenggara pemilu yang antara lain harus netral,
obyektif, mempunyai integritas tinggi,
kesukarelaan/keterpanggilan dalam tugas, dan tidak tidak
mudah mengeluarkan statement. Untuk itu dalam revisi UU
No. 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu perlu
penambahan kriteria sikap mental dimaksud dalam system
seleksi anggota penyelenggara pemilu.
14
6. Minimalisasi Putusan MK yang menimbulkan kontroversi
di masyarakat.
Meskipun UU No. 32 Tahun 2004 dan UU No. 12 Tahun 2008
telah membatasi kewenangan pengadilan/mahkamah dalam
sengketa Pilkada hanya sebatas sengketa hasil
penghitungan suara, namun pengadilan sering menabrak
aturan tersebut dan menimbulkan kontroversi. Untuk itu
dalam revisi Undang-Undang yang terkait dengan
Pilkada masalah ini masalah kontroversi
putusan Mahkamah Konstitusi perlu dicarikan jalan
keluarnya.
7. Putusan-putusan MK yang membatalkan UU No. 32 Tahu
2004 dan UU No. 12 Tahun 2008 terkait dengan
pelaksanaan Pilkada.
a. Putusan MK Nomor 072-073/PUU-ii/2004 telah
menganulir Pasal-pasal yang ada dalam Undang-Undang
No 32 Tahun 2004 sebagai berikut:
1) Pasal 57 ayat (1) sepanjang anaka kalimat
"...yang bertanggung jawab kepada DPRD",
2) Pasal 66 ayat (3) huruf e"...meminta
pertanggungjawaban pelaksanaan tugas KPUD",
15
3) Pasal 67 ayat (1) huruf e sepanjang anak
kalimat"... kepada DPRD",
4) Pasal 82 ayat (2) Sepanjang anak kalimat "...
oleh DPRD".
b. Putusan MK Nomor No 22/PUU-VII/2009 membatalkan
Pasal 58 huruf o Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004.
Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam revisi
Undang-Undang yang terkait dengan Pilkada masalah ini
masalah substansi yang telah dibatalkan tersebut untuk
tidak diatur lagi.
8. Penyesuaian tata cara pemungutan suara dan penggunaan
KTP sebagai kartu pemilih dengan Pemilu DPR, DPD, dan
DPRD dan Pemilu Presiden dan Wakil Presiden.
Berkenaan dengan pelaksanaan Pemilu DPR, DPD, dan
DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil Presiden tahun 2009
dalam pemberian suara sudah tidak lagi mencoblos tapi
menconteng serta penggunaan KTP juga sebagai kartu
pemilu, maka untuk tidak menimbulkan kebingungan di
masyarakat perlu dilakukan penyerasian. Untuk itu
ketentuan dalam UU No. 32 Tahun 2004 terkait dengan tata
cara pemberian suara dan penggunaan kartu pemilih dalam
pelaksanaan Pilkada perlu disesuaikan dengan pelaksanaan
16
Pemilu DPR, DPD, dan DPRD serta Pemilu Presiden dan Wakil
Presiden Tahun 2009.
9. Minimalisasi politisasi birokrasi oleh kepala
daerah/wakil kepala daerah incumbent dalam Pilkada.
Dalam rangka menjaga kesetaraan (fairness) dan
menjaga netralitas Pegawai Negeri Sipil (PNS) dalam
Pilkada, kepala daerah/wakil kepala daerah yang akan
mencalonkan diri sebagai kepala daerah dan/atau wakil
kepala daerah harus aktif.
10. Penggabungan PILKADA (Pilkada serentak).
Optimasi penggabungan Pilkada di Indonesia yang
paling optimal berdasar kriteria kontinuitas jalannya
pemerintahan daerah, kesiapan aparat keamanan, dampak
isu yang akan muncul terhadap dan efisiensi biaya
didapat alternatif yang memiliki skor terbaik, yaitu :
"Kepala daerah yang berakhir dalam tahun yang sama
dilaksanakan Pilkada secara bersamaan".
11. Peninjauan sistem pemilihan Gubernur.
Seiring dengan kewenangan gubernur sebagai kepala
daerah yang sudah sangat terbatas dan menempatkan peran
gubernur sebagai wakil pemerintah yang besar, maka
17
berdasar tinjauan yuridis, filosofis, politis,
sosiologis, dan praktis sistem pemilihan gubernur secara
langsung sudah dapat dipertahankan lagi dan akan lebih
efektif jika pemilihannya dilakukan melalui sistem
perwakilan.
12. Peninjauan sistem pemilihan wakil kepala daerah.
Pemilihan wakil kepala daerah dilakukan secara
langsung berpasangan dengan kepala daerah, pada banyak
daerah telah menimbulkan hubungan yang tidak sinergi
dalam menjalankan tugas dan fungsi. Hal terjadi karena
latar belakang politik wakil kepala daerah yang juga
sarat dengan kepentingan politik menjadikan kedua belah
saling waspada atas kemungkinan terjadi manuver politik
yang saling menjatuhkan. Berkenaan dengan tersebut perlu
dilakukan perumusan ulang sistem pemilhan wakil kepala
daerah, agar tidak mengganggu penyelenggaraan
pemerintahan daerah dan dapat menempatkan wakil kepala
daerah sebagai pembantu untuk perkuatan kepala daerah.
18
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Evaluasi pelaksanaan Pilkada ini dilakukan seoptimal
mungkin dalam rangka menyempurnaan pelaksanaan Pilkada
yang telah berjalan lebih dari 5 tahun. Hasil evaluasi
19
Pilkada ini diharapkan dapat menjadi bahan acuan dalam
rangka penyempurnaan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 jo
Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 tentang Pemerintahan
Daerah.
Dinamika politik selama lebih dari sepuluh tahun telah
memberikan peran politik local cukup signifikan. Namun
penyempurnaan masih harus dilakukan agar pemerintahan
daerah sebagai aktualisasi dari dinamika politik lokal
semakin menghasilkan kebijakan yang bermanfaat bagi
masyarakat. Oleh sebab itu pengaturan suatu struktur atau
institusi perlu memperhatikan pertimbangan filosofis,
yuridis, sosiologis, politis, dan praktis.
Sementara itu susunan pemerintahan daerah akan menjadi
dasar bagi pembangunan interaksi di antara mereka.
Demikian pula, susunan pemerintahan tersebut juga dapat
menjadi konteks dari peranan yang dimainkan oleh masing-
masing susunan pemerintahan dalam pemberian pelayanan
kepada masyarakat dan implikasinya terhadap pendidikan
politik masyarakat. Pendidikan politik masyarakat yang
terbangun melalui pemilu kepala daerah diharapkan
menciptakan sistem politik yang demokratis di tingkat
lokal dan pada gilirannya akan dapat memberikan
kontribusi bagi terwujudnya sistem politik demokratis di
tingkat nasional.
20
Yang terlebih penting lagi adalah konsolidasi
demokrasi yang harus merupakan konsensus untuk
menyempurnakan system demokrasi, khususnya pemahaman
“legal system” di atas, baik yang berkaitan dengan
substansi, struktur dan budaya hukum, yang
penyempurnaannya harus merupakan usaha yang tidak pernah
henti (the endless effort).
Daftar Pustaka
Dirjen Otda Depdagri, 2009, Evaluasi Pemilu Kepala Daerah
Periode 2005-2008.
Sentosa Sembiring. 2009. Himpunan Peraturan Perundang-
undangan Republik Indonesia: Pemerintahan Daerah (Pemda).
Bandung: Nuansa Aulia
Nugroho Dewanto. 2006. Pancasila dan UUD 1945. Bandung,:
Nuansa Aulia.
Pradhanawati, Ari. 2005. Pilkada Langsung: Tradisi Baru Demokrasi
Lokal. Surakarta: KOMPIP.
Kaligis,OC. 2009. Perkara-Perkara Politik dan Pilkada di Pengadilan.
Bandung: PT. Alumni.
21
Jurnal Intelijen & Kontra Intelijen, 2008, vol.1 No.25,
Center For The Study Of Intelligence And
Counterintelligence.
Undang-Undang Pemilu dan Partai Politik 2008, Jogjakarta,
Gradien Mediatama.
www.wikipedia.com
22