pengaruh filsafat al kindi terhadap dunia islam
TRANSCRIPT
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, kami ingin mengucapkan puji dan syukur kepada
Tuhan yang Maha Esa yang telah memberi nikmat pada kami sehingga
Makalah ini dapat diselesaikan. Kami juga ingin mengucapkan
terima kasih bagi seluruh pihak yang telah membantu kami dalam
pembuatan Makalah ini dan berbagai sumber yang telah kami pakai.
Kami mengakui bahwa kami adalah manusia yang mempunyai
keterbatasan dalam berbagai hal. Oleh karena itu tidak ada hal
yang dapat diselesaikan dengan sangat sempurna. Begitu pula
dengan makalah ini yang telah kami selesaikan. Tidak semua hal
dapat kami deskripsikan dengan sempurna dalam makalah ini. Kami
melakukannya semaksimal mungkin dengan kemampuan yang kami
miliki, karena kami juga memiliki keterbatasan kemampuan.
Maka dari itu seperti yang telah dijelaskan bahwa penulis
memiliki keterbatasan dan juga kekurangan, penulis bersedia
menerima kritik dan saran dari pembaca yang budiman. Penulis akan
menerima semua kritik dan saran tersebut sebagai batu loncatan
yang dapat memperbaiki makalah kami di masa datang. Semoga
makalah berikutnya dan makalah yang lain dapat diselesaikan
dengan hasil yang lebih baik.
Dengan menyelesaikan makalah ini penulis mengharapkan banyak
manfaat yang dapat dipetik dan diambil dari makalah ini. Semoga
dengan adanya materi dalam makalah ini dapat menambah wawasan
kita semua.
1
Banda Aceh, 22 Juni 2014
Penulis
Maksalmina
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR....................................... i
DAFTAR ISI .......................................... ii
BAB SATU : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................... 1B. Rumusan Masalah............................ 2C. Tujuan Penelitian......................... 2
BAB DUA : PEMBAHASAN............................. 3
A. Biografi Al-Kindi.......................... 3B. Pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi 4C. Konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi. 6D. Konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi...... 7E. Pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam
9
2
BAB TIGA : PENUTUP................................. 11
A. Kesimpulan................................... 11
DAFTAR PUSTAKA...................................... 12
3
BAB SATUPENDAHULUAN
Falsafat atau filsafat adalah merupakan kata yang berasal
dari bahasa yunani yaitu philosophia sebagai gabungan dari philein
yang berarti ”cinta“ dan shoppos yang berarti “hikmah“. Kemudian
philosophia masuk kedalam bahasa arab menjadi falsafat yang berarti
cara berfikir menurut kogika dengan bebas, sedalam-dalamnya
sampai kepada dasar persoalan.
Dari segi praktisnya berfilsafat berarti “berfikir“ . filsafat
berarti “alam fikiran“ atau alam berfikir”. Namun demikian tidak
semua berfikir berarti berfilsafat. Sidi Gazalba mengartikan
“berfilsafat“ berarti mencari kebenaran untuk kebenaran tentang
segala sesuatu yang dimasalahkan, berfikir secara radikal,
sistematis,dan universal. Dapatlah dikatakan bahwa intisari
filsafat ialah berfikir secara logika dengan bebas (tidak terikat
pada tradisi, dogma dan agama) dan dengan sedalam-dalamnya
sehingga sampai ke dasar-dasar persoalan.
Agama yang berarti menguasai diri seorang dan membuat ia
tunduk dan patuh kepada tuhan dengan menjalankan ajaran agama.
intisari yang terkandung didalamnya adalah “ ikatan“. Agama
mengandung arti ikatan-ikatan yang harus dipegang dan dipatuhi
manusia. Karena mempunyai pengaruh dalam aktivitas manusia. Dan
ikatan itu, mempunyai kekuatan gaib yang tak dapat ditangkap
dengan panca indra.
Filsafat bagi al-kindi ialah pengetahuan tentang yang benar.
Disinilah terdapat persamaan filsafat dan agama. Tujuan agama
4
ialah menerangkan apa yang benar apa yang baik.demikian halnya
filsafat. Agama, disamping wahyu, mempergunakan akal,dan filsafat
juga menggunakan akal. Yang benar pertama bagi Al-Kindi ialah
Tuhan dan filsafat yang paling tinggi ialah filsafat tentang
Tuhan. Bahkan Al-Kindi berani mengatakan bagi orang yang menolak
filsafat, telah mengingkari kebenaran, dan menggolongkannya
kepada “kafir”, karena orang-orang tersebut telah jauh dari
kebenaran, walaupun menganggap dirinya paling benar. Karena
keselarasan antara filsafat dan agama didasarkan pada tiga
alasan:(1) ilmu agama merupakan bagian dari filsafat, (2) wahyu
yang diturunkan kepada nabi dan kebenaran filsafat saling
bersesuaian dan,(3) menurut ilmu, secara logika, diperintahkan
dalam Agama.
Filsafat Islam memiliki karakteristik yang berbeda dengan
filsafat mana pun di dunia. Lahirnya filsafat didasarkan pada
Alquran sebagai sumber dorongan dan sumber informasi. Akan
tetapi, banyak kesalah fahaman dan anggapan bahwa filsafat Islam
itu bertentangan dengan Alquran dan hadis. Padahal, yang
dibicarakan di dalamnya adalah masalah-masalah yang belum
ditemukan dan masih bisa di cari kebenarannya tentunya yang
bersumber dari Alquran dan hadis.
Terkait dengan hal diatas maka perlu di ungkapkan beberapa
bentuk dari filsafat Islam yang juga terlahir dari khasanah
pemikiran orang-orang Islam. Salah satu contoh filosof dari orang
Islam adala Al-Kindi yang akan di jelaskan lanjut di dalam
pembahasan di bawah ini.
5
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana biografi Al-Kindi?
2. Bagaimana pemaduan filsafat dan agama menurut Al-Kindi?
3. Bagaimana konsep filsafat ketuhanan menurut Al-Kindi?
4. Bagaimana konsep filsafat jiwa menurut Al-Kindi?
5. Bagaimana pengaruh Filsafat Al-Kindi terhadap dunia Islam?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk menjelaskan bagaimana biografi Al-Kindi?
2. Untuk menjelaskan bagaimana pemaduan filsafat dan agama
menurut Al-Kindi?
3. Untuk menjelaskan bagaimana konsep filsafat ketuhanan
menurut Al-Kindi?
4. Untuk menjelaskan bagaimana konsep filsafat jiwa menurut
Al-Kindi?
5. Untuk menjelaskan bagaimana pengaruh Filsafat Al-Kindi
terhadap dunia Islam?
6
BAB DUAPEMBAHASAN
A. Biografi Al-Kindi
Al-Kindi, nama lengkapnya adalah Abu Yusuf Ya’cup Ibnu Ishaq
Ibnu Al-Shabbah Ibnu Imron Ibnu Muhammad Ibnu Asy’as Ibnu Qais
Al-Kindi. Al-Kindi dilahirkan di Kufah sekitar tahun 185 H (801
M) dari keluarga kaya dan terhormat. Sedikit sekali informasi
yang kita peroleh tentang pendidikannya. Ia pindah dari Kufah ke
Basrah, sebuah pusat studi bahasa dan teologi Islam. Kemudian
selagi masih muda, ia menetap di Baghdad, ibu kota kerajaan Bani
Abbas, yang juga sebagai jantung kehidupan intelektual pada masa
itu.1
Ia sangat tekun mempelajari berbagai disiplin ilmu. Oleh
karena itu, tidaklah heran ia dapat menguasai ilmu astronomi,
ilmu ukur, ilmu alam, astrologi, ilmu pasti, ilmu seni musik,
meteorology, optika, kedokteran, matematika, filsafat, dan
politik. Penguasaannya terhadap filsafat dan disiplin ilmu
lainnya telah menempatkan ia menjadi orang Islam pertama yang
berkebangsaan Arab dalam jajaran para filosof terkemuka. Karena
itu pulalah ia dinilai pantas menyandang gelar Failasuf al ‘Arab
(filosof berkebangsaan Arab).
Al-Kindi hidup di era kejayaan Islam Baghdad di bawah
kekuasaan Dinasti Abbasiyah. Tak kurang dari lima periode
khalifah dilaluinya yakni, Al-Amin, Al-Ma’mun, Al-Mu’tasim, Al-
Wasiq dan dan Mutawakkil. Al-Kindi termasuk seorang yang kreatif1 Sirajudin Zar, Filsafat Islam Filosof dan filsafatnya, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2004), h.37.
7
dan produktif dalam kegiatan tulis menulis. Untuk lebih jelasnya
di bawah ini dikemukakan beberapa karya tulis Al-Kindi.2
1. Fi al falsafat al-‘Ula
2. Kitab al-Hassi ‘ala Ta’allum al-Fasafat
3. Risalat ila al-Ma’mun fi al-‘illat wa Ma’lu
4. Risalat fi Ta’lif al-A’dad
Unsur-unsur filsafat pada pemikiran al-kindi ialah:
1. Aliran Pythagoras tentang matemaika sebagai jalan kearah
filsafat
2. Pikiran-pikiran Aristoteles dalam soal-soal fisika dan
metafisika meskipun al-kindi tidak sepakat dengan Aristoeles
tenang qadimnya alam.
3. Pikiran-pikiran Plato salam soal kejiwaan.
4. Pikiran-pikiran Plato dan Aristoteles bersama-sama dalam
soal etika.
5. Wahyu dan iman (ajaran –ajaran agama) dalam soal-soal yang
berhubungan dengan Tuhan dan sifat-sifat-Nya.
6. Aliran Mu’tazilah dalam memuja kekuatan akal manusia dan
dalm menakwilkan ayat-ayat Quran.
B. Pemaduan Filsafat dan Agama
Salah satu usaha Al-Kindi memperkenalkan filsafat ke dalam
dunia Islam dengan cara mengetuk hati umat supaya menerima
kebenaran walaupun dari mana sumbernya. Menurutnya, mengakui
kebenaran tidak ada sesuatu yang lebih tinggi nilainya selain
2 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 43.
8
kebenaran itu sendiri dan tidak pernah meremehkan dan merendahkan
martabat orang yang menerimanya.3
Al-Kindi adalah orang Islam yang pertama yang mengupayakan
pemaduan atau keselarasan antara filsafat dan agama, atau antara
akal dan wahyu. Menurutnya keduanya tidaklah bertentangan karena
masing-masing marupakan ilmu tentang kebenaran. Sedangkan
kebenaran itu adalah satu (tidak banyak). Ilmu filsafat meliputi
ketuhanan, keesaannya, dan keutamaan serta ilmu-ilmu yang
mengajarkan bagaimana jalan memperoleh apa-apa yang bermanfaat.
Hal seperti ini juga dibawa oleh para Rasul Allah dan juga mereka
menetapkan keesaan Allah dan memastikan keutamaan yang diridloi-
Nya.
Usaha yang ia lakukan cukup menarik dan bijaksana. Ia mulai
membicarakan kebenaran. Menurutnya kita tidak boleh malu untuk
mengakui kebenaran dan mengambilnya, dari manapun datangnya,
meskipun dari bangsa lain ataupun orang asing.4 Sesuai dengan
anjuran agama yang mengajarkan bahwa kita wajib menerima
kebenaran dengan sepenuh hati tanpa mempersoalkan sumbernya,
sekalipun sumber tersebut dari orang asing. Kemudian, usaha
berikutnya ia masuk pada persoalan pokok, yakni filsafat. Dalam
usaha pemaduannya ini,
Al-Kindi juga membawakan ayat-ayat Alquran. Menurutnya
menerima dan mempelajari filsafat sejalan dengan Alquran yang
memerintahkan pemeluknya untuk meneliti dan membahas segala3 Sirajudin Zar, Filsafat Islam, h. 43-44.
4 Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993),h. 104.
9
fenomena di alam semesta ini. Di antara ayat-ayatnya adalah
sebagai berikut:
“Maka ambillah (Kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, Hai orang-
orang yang mempunyai wawasan.” (Al Hasyr: 2)
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih
bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut
membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah
turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu dia hidupkan
bumi sesudah mati (kering)-nya dan dia sebarkan di bumi itu
segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan yang
dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-
tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”
(Al-Baqarah: 164).
Dengan demikian, Al-Kindi telah membuka pintu bagi
penafsiran filosof terhadap Alquran, sehingga menghasilkan
persesuaian antara wahyu dan akal serta antara filsafat dan
agama. Lebih lanjut ia kemukakan bahwa pemaduan antara filsafat
dan agama didasarkan pada tiga alasan berikut.5
1. Ilmu agama merupakan bagian dari filsafat.
2. Wahyu yang diturunkan kepada Nabi dan kebenaran filsafat
saling bersesuaian.
3. Menuntut ilmu, secara logika, diperintahkan dalam agama.
Al-Kindi juga mengemukakan perbedaan antara filsafat dan
agama sebagai berikut:6
5 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 47.
6 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 48-49.
10
a. Filsafat adalah ilmu kemanusiaan yang dicapai oleh filosof
dengan berpikir, belajar, dan usaha manusiawi. Sementara
itu, agama adalah ilmu ketuhanan yang menempati peringkat
tertinggi karena diperoleh tanpa proses belajar, berpikir,
dan usaha manusiawi, melainkan hanya dikhususkan bagi para
Rasul yang dipilih Allah dengan mensucikan jiwa mereka dan
memberinya wahyu.
b. Jawaban filsafat menunjukkan ketidakpastian (semu) dan
memerlukan pemikiran atau perenungan. Sementara itu, agama
(Alquran) jawabannya menunjukkan kepastian (mutlak benar)
dan tidak memerlukan pemikiran atau perenungan.
c. Filsafat menggunakan metode logika sedangkan agama
menggunakan metode keimanan.
Kesimpulannya, Al-Kindi merupakan pionir dalam melakukan
usaha pemaduan antara filsafat dan agama atau antara akal
dan wahyu. Ia melapangkan jalan bagi Al-Farabi, Ibnu Sina,
dan Ibnu Rusd yang dating kemudian. Dalam hal ini dapat
dikatakan bahwa Al-Kindi telah memainkan peran penting di
pentas filsafat Islam.
C. Fisafat Ketuhanan
Pandang Al-Kindi tentang ketuhanan sudah disesuaikan dengan
ajaran Islam. Hal ini bertentangan dengan pendapat-pendapat
filosof Yunani sebelumnya. Al-Kindi berpendapat bahwa Tuhan itu
ada (wujud) yang sebenar-benarnya, bukan berasal dari tiada
11
kemudian ada. Ia mustahil tidak ada dan selalu ada dan akan ada
selamanya. Tuhan adalah wujud yang sempurna dan tidak didahului
wujud yang lain. Wujud-Nya tidak berakhir, sedangkan wujud lain
disabakan wujud-Nya. Ia Maha Esa dan tidak dapat dibagi-bagi dan
tidak ada zat lain yang menyamai-Nya dalam segala aspek. Ia tidak
melahirkan dan dilahirkan. Dan Tuhan yang Maha Esa itu adala
Allah.
Menrut Al-Kindi benda-benda yang ada di alam ini mepunyai
dua hakikat yaitu hakikat juz’iyyah atau aniyah (sebagian) dan
hakikat kulliyah atau mahiyyah (keseluruhan).7 Allah dalam
filsafat AI-Kindi, tidak mempunyai hakikat dalam arti 'aniah dan
mahiah. Tidak 'aniah karena Allah bukan benda yang mempunyai
sifat fisik dan tidak pula termasuk dalam benda-benda di alam
ini. Allah tidak tersusun dari mater dan bentuk. Akan tetapi,
Allah juga tidak mempunyai hakikat dalam bentuk mahiyah. Bagi Al-
Kindi, Allah adalah unik. Ia hanya satu dan tidak ada yang setara
dengan-Nya. Dialah Ying Benar Pertama (al-Haqq al-Awwal) dan Yang
Benar Tunggal (al-Haqq al-Wahid). Selain dari-Nya, semuanya
mengandung arti banyak.8
Sesuai dengan paham yang ada dalam Islam, Allah bagi Al-
Kindi, adalah Pencipta alam semesta dan mengaturnya, yang disebut
dengan ibda'. Pendapatnya ini berbeda dengan pandangan
Aristoteles yang mengatakan bahwa Allah sebagai Penggerak Pertama
yang tidak bergerak. Di sini terlihat Al-Kindi sekalipun
7 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 47.
8 Harun Nasution, Islam Rasional, (Bandung: Mizan, 1996), h. 356.
12
terpengaruh oleh filsafat Yunani, ia tidak begitu saja menerima
ide-ide yang ada di dalamnya, tetapi ia menyesuaikannya. dengan
ajaran Islam. Untuk membuktikan adanya Allah, Al-Kindi memajukan
tiga argumen:
1. Baharunya alam
2. Keanekaragaman dalam wujud
3. Kerapian alam.
Tentang dalil atau argumen baharunya alam telah lazim
dikenal di kalangan kaum teolog sebelum Al-Kindi. Akan tetapi,
Al-Kindi mengemukakannya secara filosofis. Ia berangkat dari
pertanyaan, apakah mungkin sesuatu menjadi sebab bagi wujud
dirinya? Dengan tegas Al-Kindi menjawab, bahwa itu tidak mungkin
karena alam ini mempunyai permulaan waktu dan setiap yang
mempunyai permulaan akan berkesudahan. Justru itu setiap benda,
ada yang menyebabkan wujudnya dan mustahil benda itu sendiri yang
menjadi sebabnya. Ini berarti bahwa alam semesta baharu dan
diciptakan dari tiada oleh yang menciptakannya, yakni Allah.9
Tentang argumen yang kedua, keanekaragaman dalam wujud, kata
Al-Kindi dalam alam empiris ini tidak mungkin ada keanekaragaman
tanpa keseragaman atau sebaliknya. Terjadinya keanekaragaman dan
keseragaman ini bukan secara kebetulan, tetapi ada yang
menyebabkan atau yang merancangnya. Sebagai penyebabnya mustahil
alam itu sendiri, dan jika alam yang menjadi sebabnya akan
terjadi rangkaian yang tidak akan habis-habisnya. Sementara itu,
sesuatu yang tidak berakhir tidak mungkin terjadi. Justru itu,
9 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 53.
13
sebabnya harus yang berada di luar alam sendiri, yakni Zat Yang
Maha Baik, Maha Mulia, dan lebih dahulu adanya dari alam, yang
disebut dengan Allah SWT.10
Dalam uraian di atas, Al-Kindi menyebut dua sebab: pertama,
sebab yang sebenarnya dan aksinya adalah ciptaan dari ketiadaan.
Ia adalah Allah Yang Maha Esa, Pencipta Tunggal alam semesta.
Kedua, sebab yang tidak sebenarnya. Sebab ini adanya lantaran,
sebab lain dan sebab-sebab itu sendiri adalah sebab-sebab dari
efek-efek lain. Sebab-sebab seperti ini jelas berkehendak dan
membutuhkan yang lain tanpa berkesudahan. la bukanlah dinamakan
sebab yang menciptakan alam ini.
Tentang argumen yang ketiga, kerapian alam, Al-Kindi
menegaskan bahwa alam empiris ini tidak mungkin teratur dan
terkendali begitu saja tanpa ada yang mengatur dan
mengendalikannya. Pengatur dan pengendalinya tentu yang berada di
luar alam dan tidak sama dengan alam. Zat itu tidak terlihat,
tetapi dapat diketahui dengan melihat tanda-tanda atau fenomena
yang terdapat di alam ini. Zat itulah yang disebut dengan Allah
SWT.11
D. Filsafat Jiwa
Kaum filosof Muslim memakai kata jiwa (al-nafs) pada apa
yang diistilahkan Alquran dengan al-ruh. Kata ini telah masuk ke
dalam bahasa Indonesia dalam bentuk nafsu, nafas, dan roh. Akan
10 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 53.
11 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 54.
14
tetapi, kata nafsu dalam pemakaian sehari-hari berkonotasi dengan
dorongan untuk melakukan perbuatan yang kurang baik sehingga kata
ini sering dirangkaikan menjadi satu dengan kata hawa, yakni hawa
nafsu.
Al-Quran dan hadis Nabi Muhammad SAW tidak menjelaskan
secara tegas tentang roh atau jiwa. Bahkan Al-Quran sebagai
sumber pokok ajaran Islam menginformasikan bahwa manusia tidak
akan mengetahui hakikat roh karena itu adalah urusan Allah dan
bukan urusan manusia (pada surah Al-Isra’: 85) Justru itu, kaum
filosof Muslim membahas jiwa mendasarkannya pada filsafat jiwa
yang dikemukakan para filosof Yunani, kemudian mereka selaraskan
dengan ajaran Islam.
Sebagaimana jiwa dalam filsafat Yunani, Al-Kindi juga
mengatakan bahwa jiwa adalah jauhar basith (tunggal, tidak
tersusun, tidak panjang, dalam, dan lebar). Jiwa mempunyai arti
penting, sempurna, dan mulia. Substansinya berasal dari substansi
Allah. Hubungannya dengan Allah sama dengan hubungan cahaya
dengan inatahari. Jiwa mempunyai wujud tersendiri, terpisah, dan
berbeda dengan jasad atau badan. Jiwa bersifat rohani.12
Argumen tentang bedanya jiwa dengan badan, menurut Al-Kindi
ialah jiwa menentang keinginan hawa nafsu. Apabila nafsu marah
mendorong manusia untuk melakukan kejahatan, maka jiwa
menentangnya. Hal ini dapat dijadikan indikasi bahwa jiwa sebagai
yang melarang tentu tidak sama dengan hawa nafsu sebagai yang
dilarang.
12 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 59.
15
Al-Kindi menolak pendapat Aristoteles yang mengatakan bahwa
jiwa manusia sebagaimana benda-benda, tersusun dari dua unsur,
materi dan bentuk. Materi ialah badan dan bentuk ialah jiwa
manusia. Hubungan jiwa dengan badan sama dengan hubungan bentuk
dengan materi. Bentuk atau jiwa tidak bisa mempunyai wujud tanpa
materi atau badan dan begitu pula sebaliknya materi atau badan
tidak pula bisa wujud tanpa bentuk atau jiwa.
Dalam hal ini pendapat Al-Kindi lebih dekat pada pendapat Plato
yang mengatakan bahwa kesatuan antara jiwa dan badan adalah
kesatuan acciden, binasanya badan tidak membawa binasa pada jiwa.
Al-Kindi juga menjelaskan bahwa pada jiwa manusia terdapat
tiga daya yaitu daya bernafsu yang terdapat di perut, daya marah
yang terdapat di dada, dan daya pikir yang berpusat dikepala.13
Al-Kindi dalam risalahnya menjelaskan akal. la gambarkan akal
sebagai suatu potensi sederhana yang dapat mengetahui hakikat-
hakikat sebenarnya dari benda-benda. Akal, menurutnya, terbagi
menjadi tiga macam yaitu:14
1. Akal yang selamanya dalam aktualitas. Akal pertama ini berada
di luar jiwa manusia, bersifat Ilahi, dan selamanya dalam
aktualitas. Karena selalu berada dalam aktualitas, akal inilah
yang membuat akal yang bersifat potensi dalam jiwa manusia
menjadi aktual. Sifat-sifat akal ini ialah sebagai berikut:
a. Ia adalah Akal Pertama
b. Ia selamanya dalam aktualitas
c. Ia membuat akal potensial menjadi aktual berpikir
13 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 60.14 Sirajudin Zar, Filsafat Islam….., h. 61-62.
16
d. Ia tidak sama dengan akal potensial, tetapi lain daripadanya
2. Akal yang bersifat potensial, yakni akal murni yang ada dalam
diri manusia yang masih merupakan potensi dan belum menerima
bentuk-bentuk indrawi dan yang akali.
3. Akal yang bersifat perolehan. Ini adalah akal yang telah
keluar dari potensialitas ke dalam aktualitas, dan mulai
memperlihatkan pemikiran abstraksinya. Akan perolehan ini dapat
dicontohkan dengan kemampuan positif yang diperoleh orang dengan
belajar, misalnya tentang bagaimana cara menulis.
E. Pengaruh Filsafat Al-Kindi Terhadap Dunia Islam
Al-Kindi sebagai kunci pertama pembuka gerbang filsafat
dunia islam. Melalui usahanya ini Al-Kindi berhasil membuka jalan
bagi kaum muslimin untuk menerima filsafat. Al-Kindi memiliki
pengaruh dan kostribusi besar terhadap perkembangan ilmu
pengetahuan di dunia islam. Sejarah membuktikan, prestasi yang
telah di ukir Al-Kindi menjadikan dirinya dinobatkan sebagai
filosof muslim kenamaan yang sejajar dengan para pemikir raksasa
lainnya. Ia adalah filosof pertama islam yang menyelaraskan agama
dengan filsafat.
Ia melicinkan jalan bagi al-farabi, Ibn Sina, dan Ibn Rusyd.
Ia memberikan dua pandangan yang berbeda. Yang pertama mengikuti
jalur ahli logika, dan memfilsafatkan agama. Yang kedua,
memandang agama sebagai ilmu ilahiyah dan menempatkannya di atas
17
filsafat. Ilmu ilahiyah diketahui lewat jalur para nabi. Tetapi
melalui penafsiran para filosofis, agama jadi selaras dengan
filsafat. Kebesaran Al-Kindi telah dibuktikan dengan pengaruh Al-
Kindi terhadap kemajuan peradaban islam, kemajuan ilmu
pengetahuan di dunia islam yang dipelopori oleh Al-Kindi ini
telah mengantarkan Al-Kindi dan karya-karyanya menghiasi kerajaan
Al- Mu’tasim. Pemikiran Al-Kindi telah banyak menginspirasikan
banyak para pemikir lain pada masa itu. Hal itu dibuiktikan oleh
Gerad dari Cremona ke dalam bahasa latin. Karya-karya itu sangat
mempengaruhi Eropa pada abad pertengahan.15
15 Ahmad dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 40.
18
BAB TIGAPENUTUP
A. Kesimpulan
Sebagaimana telah diketahui, Al-Kindi banyak mempelajari
filsafat Yunani, maka dalam pemikirannya banyak kelihatan unsur-
unsur filsafat Yunani itu. Oleh karena pemikiran Al-Kindi banyak
mendapat pengaruh filsafat Yunani, maka sebagian penulis
berpendapat bahwa al-Kindi mengambil alih seluruh filsafat
Yunani.
Tetapi bila pemikirannya dipelajari dengan seksama, tampak
bahwa pada mulanya Al-Kindi mendapat pengaruh pikiran filsafat
Yunani, tetapi akhirnya ia mempunyai posisi sendiri. Yang
diadopsi oleh al-Kinī adalah peminjaman istilah seperti istilah
Filsafat Pertama oleh al-Kindī dalam karyanya dinamakan al-
Falsafah al-‘Ūlā, sifat Tuhan diungkapkan dengan ungkapan-
ungkapan negative, serta pembagian alam atas dan alam bawah, agen
pertama sebagai Sebab Pertama adalah teori yang diambil dari
Neoplatinus. Kesimpulan genaralnya, yang dilakukan al-Kindi
adalah adapsi, buktinya ia memiliki gagasan-gagasan baru yang
ternyata bersebrangan dengan Aristoteles. Ternyata, sumber utama
perbedaaan tersebut pada aspek yang sangat elementer dalam
filsafat, yakni konsep Tuhan. Filsafat Ketuhanan al-Kindi berasas
metafisika, sedangan filsafat Aristoteles di bangun di atas teori
fisika belaka. Ini berarti, konsep Tuhan al-Kindi berdasarkan
wahyu sedangan pandangan Aristoteles yang anti-metafisik
menelurkan sekularisme.
19
Karena sumber perbedaan itu dari hal yang paling mendasar,
maka secara otomatis konsep-konsep lainnya juga akan berbeda.
Sebab, bagi al-Kindi, filsafat paling utama adalah mencari yang
benar, yakni konsep tentang ketuhanan. Dari beberapa pemikiran
filsafat yang ditekuni, akhirnya Al-Kindi berkesimpulan bahwa
filsafat Ketuhananlah yang mendapat derajat atau kedudukan yang
paling tinggi dibandingkan dengan lainnya. Ia memandang
pembahasan mengenai Tuhan adalah sebagai bagian filsafat yang
paling tinggi kedudukannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad dan Mudzakir Syadali, Filsafat Umum, Bandung: Pustaka Setia, 1999.
Hanafi, Pengantar Filsafat Islam. Jakarta: Bulan Bintang, 2004.
Nurcholis Majid, Khasanah Intelektual Islam, Jakarta: Bulan Bintang,1987.
Nasution, Harun Nasution, Islam Rasional, Bandung: Mizan, 1996.
Poerwantana, Seluk Beluk Filsafat Islam. Bandung: Remaja Rosdakarya,1993.
20