pendidikan kewarganegaraan bela negara di wilayah perbatasan negara indonesia kelompok iii/a

27
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN BELA NEGARA DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA INDONESIA Kelompok III/a : 1. Indah Septiasari NIM. 13222729 2. Maria Hutami Anggorowati NIM. 13222733 3. Novia Atika Sari NIM. 13222740 4. Tiomarida Sinaga NIM. 13222745

Upload: independent

Post on 28-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAANBELA NEGARA DI WILAYAH PERBATASAN

NEGARA INDONESIA

Kelompok III/a :

1. Indah Septiasari NIM.132227292. Maria Hutami Anggorowati NIM.132227333. Novia Atika Sari NIM.132227404. Tiomarida Sinaga NIM.13222745

SEKOLAH TINGGI PERTANAHAN NASIONALYOGYAKARTA

2013BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apakah bela negara itu? Bela Negara adalah kewajiban

dasar manusia. Juga kehormatan bagi tiap warga negara

yang penuh kesadaran, tanggung jawab dan rela berkorban

kepada Negara dan bangsa. Dan menurut Prof. H. Kaelan,

M.S bela negara itu adalah tekad, sikap, dan tindakan

warga negara yang teratur, menyeluruh, terpadu, dan

berlanjut yang dilandasi oleh kecintaan pada tanah air

serta kesadaran hidup berbangsa dan bernegara. Menteri

Pertahanan RI, Purnomo Yusgiantoro, pernah mengatakan,

karakter bangsa adalah watak atau sifat hakiki suatu

bangsa.Sedangkan jatidiri bangsa merupakan cirri khas

yang dimiliki oleh suatu bangsa yang membedakan dengan

bangsa lain.

Beberapa dasar hukum dan peraturan tentang wajib bela

negara yaitu :

1. TAP MPR No. VI Tahun 1973 tentang konsep wawasan

Nusantara dan Keamanan Nasional.

2. Undang-undang No. 29 tahun 1954 tentang pokok-pokok

perlawanan rakyat

3. Undang-undang No. 20 tahun 1982, tentang ketentuan

pokok Hankam Negara RI. Diubah oleh Undang-undang No.

1 tahun 1988

4. TAP MPR No. VI tahun 2000, tentang pemisahan

TNIdengan POLRI

5. TAP MPR No. VII tahun 2000 tentang peranan TNI dan

POLRI

6. Amandemen UUD 1945 pasal 30 ayat 1-5 dan pasal 27

ayat 3

7. Undang-undnag No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan

Negara

8. Undang-undang No. 56 tahun 1999 tentang Rakyat

Terlatih

Beberapa contoh bela negara dalam kehidupan nyata,

yakni siskamling, menjaga kebersihan, mencegah bahaya

narkoba, mencegah perkelahian antar perorangan sampai

dengan antar kelompok, meningkatkan hasil pertanian

sehingga dapat mencukupi ketersediaan pangan daerah dan

nasional, cinta produksi dalam negeri agar dapat

meningkatkan hasil eksport, melestarikan budaya

Indonesia dan tampil sebagai anak bangsa yang

berprestasi baik nasional maupun internasional.Kesadaran

bela negara itu hakikatnya kesediaan berbakti pada

negara dan kesediaan berkorban membela negara. Spektrum

bela negara itu sangat luas, dari yang paling halus,

hingga yang paling keras. Mulai dari hubungan baik

sesama warga negara sampai bersama-sama menangkal

ancaman nyata musuh bersenjata. Tercakup di dalamnya

adalah bersikap dan berbuat yang terbaik bagi bangsa dan

negara.

Bela Negara biasanya selalu dikaitkan dengan militer

atau militerisme, seolah-olah kewajiban dan tanggung

jawab untuk membela negara hanya terletak pada Tentara

Nasional Indonesia. Padahal berdasarkan Pasal 30 UUD

1945, bela negara merupakan hak dan kewajiban setiap

warga negara Republik Indonesia.

Semakin maju suatu bangsa akan semakin sulit juga

bangsa tersebut untuk melindungi negaranya dari ancaman-

ancaman yang selalu datang. Diarus globalisasi dan

moderalisasi dunia ini suatu negara akan semakin mudah

untuk digoyahkan, bukan di negara yang sedang berkembang

saja namun negara yang sudah maju pun mendapati ancaman,

ancaman tersebut ancaman dari luar maupun ancaman dari

dalam Negara itu sendiri. Bangsa tersebut seharusnya

mempunyai rasa nasionalisme yang kuat untuk melindungi

dan membela negaranya dari negara lain yang lebih

berwawasan intelektual luas.

Suatu Negara akan semakin kuat pertahanannya bila

saja bangsa tersebut bersatu padu untuk memperjuangkan

negara dalm melindungi dan membela hak hak yang dimiliki

di dalam suatu negara itu sendiri. Dalam dasar Negara

Indonesia pun sudah diterangkan tentang rasa bela negara

yaitu terkandung dalam sila pancasila yang menjadi dasar

pedoman hidup bangsa Indonesia. Namun semakin

berkembangnya dan semakin maraknya arus globalisasi

dunia membuat bangsa lalai akan kesadaran untuk

melindungi dan membela negaranya dari ancaman yang

terjadi.

Meskipun demikian, tujuan bangsa Indonesia yang

terkandung dalam sila pancasila tersebut memang

memerlukan proses yang sangat sulit untuk mewujudkannya,

kesulitan tersebut tentunya berdasar pada kesadaran

masing-masing masyarakat akan pentingnya melindungi dan

membela negara ini. Namun, mereka mementingkan

kepentingan mereka pribadi dibandingkan dengan

kepentingan bangsanya, mereka mengira kepentingan

tersebut bukan untuk mereka melainkan untuk para

petinggi-petinggi daerah dan negara.

Mengacu fenomena-fenomena yang terjadi pada

masyarakat umumnya saat ini, kami memandang perlu untuk

mengangkat tema “Bela Negara” dalam tugas mata kuliah

pendidikan Kearganegaraan ini, tentunya untuk

menyadarkan masyarakat semua betapa pentingnya

melindungi dan membela Negara dari berbagai ancaman.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana mengatasi permasalahan daerah perbatasan ?

BAB II

PEMBAHASAN

A. Beratnya Permasalahan dan Kemampuan yang Terbatas

Melalui konferensi PBB tentang Hukum Laut

Internasional yang ke-3 tahun 1982, pokok-pokok asas negara

kepulauan diakui dan dicantumkan dalam UNCLOS 82 (United

Nation Convention On The Law Of The Sea atau Konvensi

Perserikatan Bangsa-bangsa tentang hukum laut). Setelah itu

Indonesia meratifikasi UNCLOS 1982 tersebut melalui Undang-

undang No. 17 tahun 1985 pada tanggal 31 Desember 1985,

tetapi belum begitu banyak tugas-tugas tersebut di atas

telah dirampungkan. Masalahnya adalah, kita tidak memiliki

ahli hukum laut yang cukup dan anggaran/finansial yang

sangat terbatas, padahal tugas-tugas tersebut memerlukan

biaya sangat besar. Di lain pihak begitu luas dan panjangnya

perbatasan darat dan perairan negara-negara yang harus

ditetapkan/ dikukuhkan dengan kesepakatan bersama. Ada 3

negara yang berbatasan darat dengan NKRI yaitu Malaysia,

Papua Nugini dan Timor Leste, serta 10 negara yang

berbatasan laut dengan NKRI yaitu : Malaysia, Singapura,

Thailand, India, Singapura, Papua Nugini, Australia,

Vietnam, Filipina dan Laos. Sebagian besar negara-negara

tersebut berada di sebelah utara NKRI yang relatif

penduduknya lebih padat dari pada penduduk pulau- pulau

Indonesia yang berbatasan dengan negara-negara tersebut

yaitu : Kalimantan, Sulawesi, Kepulauan Maluku dan Papua.

Permasalahan kawasan perbatasan darat dirasakan lebih

berat dan lebih rumit. Penegasan garis batas (border lines)

antara RI Malaysia di Pulau Kalimantan yang telah dikerjakan

sejak 1975, hingga saat ini belum tuntas diundangkan, karena

ada permasalahan (perbedaan pandangan) pada sejumlah segmen

batas yang belum disepakati. Demikian pula dengan

perbatasan darat RI Papua Nugini di Papua dan Timor Leste di

Pulau Timor. Padahal keberadaan garis batas yang sudah sah

secara hukum adalah sangat penting karena border lines ini

merupakan prasarana utama penegakan wilayah kedaulatan

negara sekaligus merupakan sarana perekat kesatuan bangsa.

Penetapan batas wilayah negara di darat lebih sulit, karena

menyangkut banyak faktor kendala yaitu :

1. Sumber daya alam (SDA),

2. Kesamaan etnik penduduk, beserta tradisi masyarakat di

bidang ekonomi, sosial,

budaya dan agama/ kepercayaan,

3. Kondisi geografis/geomorfologis zona perbatasan dan

Perbedaan pandangan dari dua

negara yang berbatasan.

Namun bagaimanapun batas negara adalah sesuatu yang wajib

adanya, karena menjadi satu persyaratan berdirinya sebuah

negara yang menyebutkan adanya suatu wilayah yang pasti,

yang tentunya jelas batas-batasnya. Bilamana batas yang

legal/tetap belum dapat diwujudkan, paling tidak harus ada

kesepakatan batas sementara. Tanpa adanya border lines,

pelanggaran dan kejahatan yang terjadi di zona perbatasan

akan sangat susah dicegah dan diberantas.

B. Faktor-faktor Penyebab Lemahnya Kondisi Perbatasan

Negara.

a. Wilayah perbatasan jauh dari pusat pemerintahan,

menyebabkan rentang kendali (span of control) dan

pengawasan pemerintah terhadap wilayah perbatasan

sangat lemah.

b. Masih ada beberapa segmen batas (darat dan laut) yang

bermasalah (belum ada kesepakatan kedua belah pihak).

Sementara itu garis batas yang sudah ditegaskan

diukur dan diberi patok batas juga belum ditetapkan

secara hukum

c. Keterbatasan kemampuan dan kekuatan aparatur keamanan

perbatasan menyebabkan lemahnya pencegahan,

penangkalan dan pemberantasan aktivitas pelanggaran

batas dan kejahatan yang terjadi di daerah

perbatasan.

d. Medan yang berat dan jauhnya kawasan perbatasan dari

pusat-pusat pemerintahan serta permukiman penduduk,

memberikan peluang yang besar terjadinya border

crimes seperti : illegal logging/mining/fishing,

human trafficking, penyelundupan

senjata/narkoba/miras/sembako, illegal immigration,

perompakan (piracy) dan lain-lain.

e. Rendahnya kesadaran geografi maritim, sehingga

masyarakat kita tidak memiliki kebanggaan atas

wilayah perairan yang luas dan kaya sumberdaya. Hal

ini terbukti dengan hanya sedikitnya penduduk

Indonesia yang berkiprah/bermata pencaharian di laut.

10

f. Lemahnya hukum dan peraturan perundang-undangan

perbatasan. Hal ini tidak lepas dari belum absahnya

(legal) garis batas negara karena peraturan

perundang- undangan tersebut, salah satu rujukan

utamanya adalah garis batas negara yang sudah

tetap/absah belum ada. 3

g. Kevakuman aktivitas di kawasan perbatasan. Penduduk

perbatasan yang sangat jarang menyebabkan rendahnya

aktivitas penduduk bahkan pada kawasan pedalaman

perbatasan darat dan kawasan perbatasan laut yang

letaknya sangat jauh dari pulau-pulau berpenduduk

sama sekali tidak ada aktivitas.

Selama puluhan tahun sejak kemerdekaan, masyarakat

perbatasan hampir tidak mengalami kemajuan yang berarti,

selama itu pula sebagai daerah khusus tidak ada program

pembangunan khusus untuk meningkatkan keberdayaan kawasan

perbatasan. Selama ini kawasan perbatasan diperlakukan

sebagai daerah belakang (periphery areas). Itulah yang

menyebabkan penduduk perbatasan kita khususnya di

Kalimantan, Sulawesi dan Maluku, tingkat kesejahteraannya

jauh lebih rendah daripada penduduk perbatasan Malaysia,

Vietnam dan Filipina, yang mengalami tingkat kemajuan yang

lebih pesat. Oleh karena itulah dapat dipahami kalau

kawasan perbatasan kita baik di darat maupun di laut sering

menjadi ajang kegiatan kriminal yang dari waktu ke waktu

semakin marak. Hal ini dipengaruhi oleh posisi NKRI yang

strategis sebagai wilayah perlintasan perdagangan antara

Barat (Eropa) dan Timur (Asia Timur).

C. Strategi Penanggulangan Pelanggaran dan Kejahatan Di

Wilayah Perbatasan.

Pencurian kekayaan alam kita dari laut khususnya ikan

yang bernilai puluhan trilyun rupiah pertahun cenderung

semakin meningkat. Hal ini disebabkan para pencuri itu

semakin meningkat jumlahnya, mereka menggunakan wahana

dan sarana penangkapan ikan yang semakin canggih dan

modern. Disisi lain aparat Keamanan Laut kita tidak

mengalami kemajuan yang signifikan. Untuk itu diperlukan

strategi penanggulangan kejahatan perairan perbatasan

yang efektif, sistematis dan handal. Dalam strategi

penanggulangan ini meliputi : pencegahan, penangkalan

dan pemberantasan. Melalui strategi pencegahan dan

penanggulangan bertujuan untuk mencegah atau setidaknya

meminimalkan terjadinya kejahatan.

Strategi penanggulangan kejahatan maritim di kawasan

perbatasan ini hanya mungkin dapat dibangun dengan

melibatkan banyak pihak yang terkait dalam suatu

kerjasama yang sinergis, dirancang secara konsepsional,

terpadu melibatkan instansi/ lembaga departemen/nondep,

perguruan tinggi dan LSM yang terkait. Keterlibatan LSM

(peminat/pecinta kelautan) dan perguruan tinggi

diperlukan karena dalam membangun strategi ini perlu

menggunakan pendekatan kajian ilmiah dan penerapan ilmu

pengetahuan dan teknologi.

Hal ini merupakan suatu tuntutan yang diharapkan

dapat menjawab tantangan para pelaku kriminal yang

menggunakan kapal, sarana dan perlengkapan yang semakin

canggih. Selain mencuri ikan, mereka juga mengincar

kekayaan laut yang lain seperti harta karun, endapan

mineral, koral dan lain-lain. Hingga saat ini kita

ketahui baru sedikit sumber kekayaan laut nusantara yang

sudah dieksplorasi dan dieksploitasi, karena kemampuan

kita yang rendah dihadapkan pada perairan yang begitu

luas. Beberapa temuan spektakuler sumberdaya mineral

bawah air seperti sumber minyak bumi bawah laut sebagian

besar dilaksanakan dari hasil kerjasama dengan

perusahaan negara asing. Selain minyak bumi, banyak

lubuk dan palung laut kita kaya dengan endapan mangan,

timah, pasir besi, cebakan emas, perak dan lain-lain

dengan kandungan sangat besar.

Tetapi dikarenakan Indonesia belum memiliki kemampuan

yang memadai hingga saat ini sumber mineral berharga

tersebut masih tetap tersimpan di dasar laut.

Sehubungan dengan itu, upaya-upaya yang disarankan untuk

dilakukan adalah sebagai berikut :

1. Menambah jumlah dan meningkatkan kemampuan serta

pemberdayaan aparat keamanan yang ditempatkan di

wilayah perbatasan darat dan laut. Untuk kesatuan TNI

misalnya melalui TMMD (TNI Manunggal Masuk Desa),

Karya Bhakti dan Operasi Bhakti untuk membantu

meningkatkan kesejahteraan masyarakat guna

menumbuhkan kesadaran bela negara serta rasa

kebangsaan.

2. Menuntaskan penyelesaian masalah penetapan garis

perbatasan dan masalah- masalah krusial lainnya yang

sering terjadi di kawasan perbatasan darat seperti

para pelintas batas tradisional dari kedua negara,

kolaborasi antara penduduk perbatasan dengan cukong-

cukong dari negara tetangga untuk perbuatan jahat

seperti illegal logging, illegal mining, human

trafficking, smugling, dan lain-lain. Untuk

perbatasan laut, melanjutkan kembali pertemuan

bilateral guna menyelesaikan atau mencapai

kesepakatan perbatasan laut kedua negara dan

meningkatkan kegiatan patroli terkoordinasi dengan

negara-negara tetangga.

3. Menambah jumlah penduduk perbatasan terutama pada

lokasi strategis, wilayah rawan kejahatan dan pulau-

pulau terpencil. Penambahan ini dapat dilakukan

melalui program transmigrasi atau relokasi penduduk

dari wilayah perbatasan yang padat ke wilayah yang

kosong namun cukup potensial untuk berkembang.

Program transmigrasi yang disarankan adalah program

transmigrasi pola PIR (Perkebunan Inti Rakyat) dan

atau pola NIR (Nelayan Inti Rakyat) untuk daerah

perbatasan pantai dan pulau-pulau terpencil. Dengan

demikian, bersama-an dengan itu harus dibangun

perusahaan inti perkebunan dan nelayan yang

melibatkan perusahaan BUMN, BUMD dan Swasta nasional.

4. Mengubah paradigma dan pandangan yang selama ini

memandang dan memperlakukan wilayah perbatasan

sebagai daerah belakang (periphery areas) menjadi

daerah depan (frontier areas). Dengan paradigma baru

tersebut diharap-kan daerah perbatasan mendapat

kesempatan/prioritas dalam pembangunan dan pembinaan

khusus di segala bidang. Dampak dari pembangunan dan

pembinaan wiltas ini akan dapat meningkatkan

kesejahteraan penduduk, yang pada gilirannya dapat

meningkatkan rasa kebangsaan, cinta tanah air dan

kesiapan bela negara serta kepercayaan diri dan

kebanggaan sebagai bangsa Indonesia.

5. Menambah porsi pelajaran geografi nasional, termasuk

grografi maritim Indonesia pada kurikulum pendidikan

mulai tingkat dasar (SD) dan lanjutan (SMP dan SMU).

Tujuannya agar semua WNI sejak dini sudah mengenal

wilayah tanah airnya yang luas dengan lokasinya

strategis dalam konstelasi/interelasi hubungan Barat

dan Timur, sehingga karenanya memiliki nilai

geopolitik yang tinggi.

6. Mengembangkan produk hukum, peraturan dan perundang-

undangan yang mengenai problematika daerah

perbatasan, baik darat maupun laut serta perjanjian

perbatasan antara RI dengan negara tetangga dalam

menangani kejahatan lintas negara (transborder

crimes) seperti smugling (penyelundupan), human

trafficking dan terrorism. Untuk perbatasan wilayah

perairan banyak produk hukum yang dapat dibuat dengan

cara mengelaborasi dan menjabarkan pasal-pasal dan

kaidah hukum yang bersumber dari Hukum Laut

Internasional (UNCLOS 1982).

7. Pelibatan berbagai pihak (stokeholders) dari kalangan

pemerintah dan masyarakat guna membangun kebersamaan

dan kesatuan dalam menghadapi segala bentuk ancaman

dan gangguan keamanan dan kejahatan bersenjata maupun

non bersenjata. Kegiatannya dapat dilakukan dalam

bentuk penyuluhan- penyuluhan di bidang hukum,

keamanan, ketertiban dan ketahanan masyarakat.

D. Kondisi dan Pemberdayaan Perbatasan Negara

Untuk menjadikan nilai strategis wilayah perbatasan

agar berdayaguna, maka wilayah perbatasan tersebut harus

dibangun, dibina, dan diberdayakan. Artinya ada upaya

yang sungguh-sungguh dan terprogram, sehingga dari tahun

ke tahun wilayah perbatasan mengalami kemajuan.

Berbicara tentang zona wilayah perbatasan negara,

meliputi segala sumberdaya yang ada didalamnya, yaitu

sumberdaya alam (SDA), sumberdaya buatan (SDB),

sumberdaya manusia (SDM), sarana prasarana (Sarpras),

tata nilai, Iptek dan wilayah itu sendiri sebagai ruang.

Dalam ”bahasa” Binter (pembinaan teritorial), SDA, SDB,

Sarpras dan wilayah termasuk dalam ranah ”geografi”, SDM

masuk dalam ranah ”demografi” dan sumberdaya yang

lainnya termasuk ke dalam ranah ”kondisi sosial”.

Pemberdayaan sumberdaya yang satu dengan sumberdaya yang

lainnya saling mempengaruhi secara positif, demikian

pula sebaliknya kerusakan terhadap salah satu sumberdaya

akan berpengaruh negatif terhadap sumberdaya lainnya.

Oleh karena itu perbedaan ketiga ranah Binter itu tidak

bisa dilakukan secara parsial, tetapi harus secara

bersamaan, sinergis, dan terkendali.

Kondisi Perbatasan

1. Kondisi Geografi (wilayah, SDA, SDB, Sarpras).

Kondisi zona perbatasan darat NKRI pada umumnya

relatif lemah. Wilayah yang terdiri dari medan dengan

topografi kasar, terbukit/bergunung yang dicabik-

cabik oleh lembah aliran sungai. SDA-nya secara

homogen didominasi oleh hutan alam (primer dan

sekunder) dengan kondisi lahan yang miskin. SDB nya

sangat terbatas, berupa jaringan jalan sederhana dan

jalan setapak. Jalan diperkeras/aspal sangat terbatas

pada akses ke Poslintas Batas. Medan yang berat

sangat menyulitkan pembuatan jalan raya. Sarprasnya

berupa permukiman dengan prasarana yang sangat

sederhana. Pilar-pilar batas sebagai sarana penegakan

hukum dan kedaulatan wilayah negara (berupa pilar

tipe A s/d tipe D), jumlahnya masih sangat sedikit

sehingga dari satu pilar ke pilar yang lain jaraknya

rata-rata > 100 m (data Ditwilhan Dephan,2003)

2. Kondisi Demografi (SDM). Kepadatan penduduk zona

wilayah perbatasan sangat rendah. Penduduk umumnya

mengelompok disepanjang aliran sungai, dataran rendah

dan di kanan-kiri jalan akses ke batas negara.

Tingkat pendidikan mereka sangat rendah (rata-rata

hanya tamat SD, bahkan banyak yang buta huruf) dengan

tingkat kesejahteraan yang rendah. Agama yang

dianut : Islam, Kristen (Katholik dan Protestan) dan

sebagian di pedalaman masih menganut Animisme. Mata

pencaharian penduduk sebagian besar

berladang/bertani, mengambil hasil hutan, mencari

ikan, berdagang dan buruh tani/perkebunan.

3. Kondisi Sosial (Ipoleksosbud, tata nilai & Iptek).

Terdiri dari masyarakat yang sederhana yang menganut

pola hubungan sosial yang diikat oleh tata nilai

budaya tradisional. Hanya sebagian kecil masyarakat

perbatasan yang ”melek” iptek dan budaya luar yaitu

mereka yang relatif lebih sejahtera dan memiliki

sarana komunikasi seperti radio, TV dan HP serta

sepeda motor. Mereka itulah yang memiliki mobilitas

tinggi, kelompok ini umumnya berdomisili di sekitar

jalan akses ke kota atau ke perbatasan. Kondisi

masyarakat yang miskin dan adanya keterikatan

kekerabatan/kesamaan etnik dengan penduduk negara

tetangga, sering dimanfaatkan oleh cukong pelaku

illegal logging dari negara tetangga (Malaysia)

menjadi tenaga buruh kasar penebang kayu.

Upaya Pemberdayaan

Dalam keterbatasan potensi aspek geografi, nilai

positif yang dapat dieksploitasi adalah sumberdaya air

yang mengalir dari sungai-sungai yang memiliki gradien

tinggi sehingga cukup kaya dengan air terjun. Air terjun

ini mengalir hampir sepanjang tahun dapat dimanfaatkan

untuk pembangkit listrik tenaga air (PLTA) sederhana

yang dikenal dengan pembangkit listrik mikro hidro

(Pikit Hidro). Pikit Hidro ini merupakan modal dasar

untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat perbatasan

yang tersebar di pedalaman. Guna memberdayakan kondisi

demografi yang begitu lemah, dapat dilakukan melalui

transmigrasi terintegrasi, yaitu menggabungkan

pembinaan penduduk transmigran dengan penduduk asli

setempat sehingga penduduk asli dapat belajar dari

pendatang trans dalam satu pola kegiatan PIR (Perusahaan

Inti Rakyat) atau NIR (Nelayan Inti Rakyat).

Dikatakan ”terintegrasi” karena yang membina mereka

bukan hanya dari Deptrans, melainkan juga Departemen-

departemen lain yang terkait, Pemda dan LSM. Tentu saja

”Transmigrasi terintegrasi” ini perlu didukung dengan

ketersediaan SDB dan Sarpras yang diperlukan seperti :

bendungan beserta jaringan irigasinya, areal lahan

perkebunan/pesawahan, dan sarana produksi pertanian

lainnya. Sarana pengolahan hasil dan pemasaran produksi

juga harus menjadi suatu paket perencanaan dalam program

transmigrasi terpadu sebagaimana dirancang dalam

transmigrasi pola PIR.

Kebodohan dan kemiskinan telah membelenggu masyarakat

perbatasan, sehingga mereka begitu apatis, masa bodoh

dan tidak memiliki semangat juang untuk menyetarakan

diri dengan penduduk negara tetangga. Maka untuk

memberdayakan penduduk wilayah perbatasan harus dimulai

dengan pembebasan dari dua faktor (kebodohan dan

kemiskinan) itu melalui cara-cara yang pas untuk mereka.

Untuk mengangkat mereka dari kemiskinan harus dilakukan

dengan pendampingan dan percontohan oleh pengusaha

sukses yang memiliki semangat wiraswasta dan oleh aparat

pemerintah terkait sebagai fasilitator penyedia sarana,

modal dan pemasaran produksi.

Dari interaksi penduduk lokal wilayah perbatasan

dengan para pembimbingnya selama proses pendampingan

usaha akan terjadi proses pembelajaran, yang secara

bertahap akan membebaskan penduduk lokal wilayah

perbatasan dari kebodohan. Sejalan dengan itu akan

mempermudah proses pemberdayaan mereka dalam bidang-

bidang yang lain sehingga karenanya akan terjadi

akselerasi pembangunan di kawasan perbatasan.

Para pelintas batas ilegal penduduk wilayah perbatasan

disebabkan oleh beberapa faktor kemudahan sarana dan

prasarana yang tersedia di negara tetangga seperti

jalan, pasar, Puskesmas dan lain-lain. Oleh karena itu,

untuk mengurangi illegal crossing ini kita harus

memperbanyak dan meningkatkan kualitas sarana prasarana

tersebut di atas dan lapangan usaha baru yang sesuai

dengan potensi daerah.

Melalui pembinaan masyarakat perbatasan yang

terintegrasi dalam satu komunitas warga perbatasan,

diharapkan dapat mempermudah pemberdayaan masyarakat

dalam bidang ekonomi, guna meningkatkan taraf

kesejahteraan mereka. Dengan semakin baiknya tingkat

kesejahteraan, diharapkan kesadaran idiologi, politik,

pendidikan, hukum dan lain-lain yang menyangkut

kewarganegaraan yang baik dapat dibangun, dibina dan

dikembangkan. Pada gilirannya harapan atas masyarakat

perbatasan yang sejahtera, cinta tanah air Indonesia,

bangga menjadi warga negara Indonesia dan siap membela

negara akan terwujud. Pembinaan untuk mewujudkan

masyarakat wilayah perbatasan seperti itu hanya mungkin

dilakukan sekali lagi melalui Program Pemberdayaan

Wilayah Perbatasan Terpadu.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wilayah perbatasan NKRI yang dibingkai oleh garis

batas negara memiliki nilai strategis karena wilayah

perbatasan yang merupakan pengikat dan penegas wilayah

NKRI berfungsi sebagai sarana penegakan kedaulatan

wilayah NKRI terhadap segala bentuk ancaman dan gangguan

pihak luar negeri, baik di darat maupun di laut.

Sehubungan dengan itu, wilayah perbatasan harus memiliki

kemampuan dan daya tangkal yang tinggi terhadap segala

bentuk ancaman dan gangguan bersenjata dan non

bersenjata.

Kondisi faktual wilayah perbatasan NKRI masih jauh

dari yang diharapkan. Sebagian besar wilayah perbatasan

(darat) berupa hutan dengan kondisi topografi

bergelombang hingga bergunung sehingga sangat jarang

dihuni penduduk. Sumber daya alam yang tersedia

didominasi oleh hutan primer dan sekunder, serta sungai-

sungai yang mengalir hampir sepanjang tahun. Sungai-

sungai ini potensial dikembangkan untuk PLTA Mikro

hidro, pengairan sawah dan kolam ikan. Sumber daya

buatan, sarana dan prasarana yang tersedia sangat

terbatas. Jumlah penduduknya sedikit dengan sebaran

tidak merata, tingkat pendidikan dan kesejahteraan

masyarakat yang umumnya rendah/ miskin menyebabkan

mereka apatis dan masa bodoh terhadap masalah yang

terjadi di sekitarnya.

Kondisi geografi dan demografi yang digambarkan di

atas kurang mendukung terciptanya dinamika kehidupan

masyarakat wilayah perbatasan baik di bidang politik,

ekonomi, sosial budaya maupun Hankam. Sehubungan dengan

itu, masyarakat wilayah perbatasan sulit mengalami

kemajuan yang signifikan, dari tahun ke tahun tidak

banyak perubahan. Kondisi demikian menyebabkan wilayah

perbatasan tidak memiliki daya tangkal, sangat rentan

terhadap ancaman militer maupun non militer dari luar.

Untuk meningkatkan kemampuan wilayah perbatasan agar

memiliki daya tangkal yang tinggi terhadap segala

ancaman dan gangguan perlu dibangun dan dibina melalui

pendekatan interdepartemen dan interdisiplin dengan

pendanaan dan pengelolaan secara terpadu melibatkan

multi stakeholder.

B. Saran

Penyelesaian permasalahan garis batas RI - Malaysia

(pada sepuluh segmen batas) yang sudah lama menggantung

perlu segera dituntaskan karena hal ini menjadi kendala

penetapan batas kedua negara. Perlu pelibatan Pemda dan

masyarakat perbatasan dalam memelihara dan mengawasi

pilar (tugu) batas negara dan penambahan pilar-pilar

baru guna perapatannya yang selama ini hanya

dilaksanakan pemerintah pusat.

Untuk penetapan batas laut perlu segera menentukan

base points dan base lines sebagai pangkal penarikan

garis batas laut dan segera mendepositkannya ke Sekjen

PBB guna pengesahannya. Menjadikan kawasan perbatasan

yang tidak memungkinkan dibudidayakan untuk pertanian

sebagai Taman Nasional bersama dengan negara tetangga

yang diawasi bersama. Contoh yang sudah ada Taman

Nasional Kayan Mentarang (Kabupaten Malinau dan

Kabupaten Nunukan Propinsi Kalimantan Timur)

Perlu ada prioritas pembangunan, pemberdayaan dan

pengawasan terhadap penduduk pulau-pulau terpencil yang

lebih dekat dengan pusat pemerintahan dan permukiman

negara tetangga karena mereka menggunakan uang asing dan

bahasa negara tetangga dalam transaksi ekonomi. Mereka

lebih banyak mendengarkan/ menonton siaran radio/TV

asing. Penduduk pulau-pulau terpencil itu perlu mendapat

bantuan (tunjangan/subsidi), karena kebutuhan pokok yang

sulit diperoleh dan sangat mahal.

BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

Kaelan dan Zubaidi Achmad, 2010. Pendidikan Kewarganegaraan untuk

Perguruan Tinggi.Yogyakarta: Paradigma

Klinken Gerry Van, 2007. Perang Kota Kecil Kekerasan Komunal dan

Demokratisasi di Indonesia.Jakarta: Yayasan Obor Indonesia

Sumarsono, dkk, 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT.

Gramedia