penanganan jalan longsor dengan geogrid
TRANSCRIPT
1
PENANGANAN BENCANA ALAM JALAN NASIONAL PADANG – SOLOK
RUAS SIMPANG HARU – LUBUK SELASIH SITINJAU LAUT (PANORAMA) KM 17+800 DAN KM 18+000
Kontraktor
PT. Waskita Karya (Persero) Wilayah Sumatera, Padang
Desain & Penyedia Geosintetik
PT. Brema Brata
Karinda Plaza B1 no 18 Raya Karang Tengah, Lebak Bulus
Jakarta 12440
2
BAB I PENDAHULUAN
Provinsi Sumatera Barat berada di antara pertemuan dua lempeng benua besar (lempeng Eurasia dan lempeng Indo-‐Australia) dan patahan (sesar) Semangko. Di dekat pertemuan lempeng terdapat patahan Mentawai. Ketiganya merupakan daerah seismik aktif. Menurut catatan ahli gempa wilayah Sumatera Barat memiliki siklus 200 tahunan gempa besar yang pada awal abad ke-‐21 telah memasuki masa berulangnya siklus. Gempa Bumi Sumatera Barat 2009 terjadi dengan kekuatan 7,6 Skala Richter di lepas pantai Sumatera Barat pada pukul 17:16:10 WIB tanggal 30 September 2009. Gempa ini terjadi di lepas pantai Sumatera, sekitar 50 km barat laut Kota Padang. Gempa menyebabkan kerusakan parah di beberapa wilayah di Sumatera Barat seperti Kabupaten Padang Pariaman, Kota Padang, Kabupaten Pesisir Selatan, Kota Pariaman, Kota Bukittinggi, Kota Padangpanjang, Kabupaten Agam, Kota Solok, dan Kabupaten Pasaman Barat. Menurut data Satkorlak PB, banyaknya 6.234 orang tewas akibat gempa ini yang tersebar di 3 kota & 4 kabupaten di Sumatera Barat, korban luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang. Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, & 78.604 rumah rusak ringan. Gempa Bumi Sumatera Barat tahun 2009 tersebut banyak mempengaruhi struktur tanah batuan di sekitar provinsi Sumatera Barat, termasuk di ruas jalan Padang – Solok, di daerah Sitinjau Laut atau dikenal dengan nama daerah Panorama. Terdapat dua longsoran yang sangat besar dan tinggi yaitu di KM17+800 dan KM18+000, kedua longsoran tersebut mengakibatkan berkurangnya badan jalan utama.
Figure 1, Badan Jalan Berkurang Akibat Longsoran
3
Figure 2, Terjadi Kemacetan di Sekitaran Sitinjau Laut
Figure 3, Lokasi Longsoran pada Peta Google
4
BAB II ANALISA
II. 1 Pengamatan di Lapangan Terjadi kedua longsoran hampir bersamaan, yaitu setelah terdapat hujan seharian yang berturut-‐turut di lokasi Sitinjau Laut. Bahan reruntuhan lereng tampaknya menjadi pasir, lanau dan kerikil dari pelapukan dari tufa pumiceous. Kehadiran batu kerikil ukuran terlihat di seluruh permukaan geser terbuka dan sebagian lereng menunjukkan kadar air tinggi. Kemungkinan terdapat aliran air permukaan yang memasuki badan jalan hingga membuat daerah gelinciran/ garis runtuhan yang dapat menimbulkan kejadian longsoran tersebut. Adanya rekahan-‐rekahan tanah di badan jalan yang diakibatkan oleh gempa bumi Sumatera Barat tahun 2009.
Figure 4, Terdapat Aliran Air Permukaan yang Masuk ke Dalam Badan Jalan Akibat Rekahan Gempa
Sumatera Barat 2009
Figure 5, Longsoran 1
5
Figure 6, Diawali Miringnya Pohon-‐Pohon di Lereng Badan Jalan
Figure 7, Terjadi Kelongsoran di Kedua Titik Sitinjau Laut
Kejadian kelongsoran ini dijadikan bencana alam nasional, yang ‘hampir’ memutuskan ruas jalan nasional Padang – Solok secara keseluruhan. Sebagai tindakan tanggap darurat, tidak diperbolehkan menggunakan material yang permanen, seperti halnya: konstruksi beton, konstruksi baja dan lain sebagainya. PT. Brema Brata mengusulkan dengan penggunaan material geosintetik yaitu berupa geogrid (untuk perkuatan), geotextile (untuk saringan dan separator) dan pipa perforated (untuk drainase bawah tanah). Rencana konstruksi geosintetik seperti yang tertera pada gambar di bawah ini.
6
Figure 8, Longsoran 2
Figure 9, Rencana Penanganan Lereng dengan Konstruksi Geosintetik
II. 2. Pengamatan di Laboratorium Sebagai bagian dari bantuan rekonstruksi UNPAR di Padang, beberapa lubang bor, CPT, dan survei CPTU dilakukan (Rahardjo, 2009). Gambar 11, menunjukkan hasil tipikal CPTU oleh Universitas Katolik Parahyangan. CPTus Lebih sedang berlangsung saat ini dalam menanggapi membantu bangunan sekolah, rumah sakit, masjid dan gereja yang runtuh saat gempa Padang 30 September 2009. Hasil penelitian menunjukkan bahwa lapisan pasir atas adalah longgar untuk pasir sedang, underlain oleh tanah liat lunak. Keuntungan menggunakan CPTu adalah bahwa respon tekanan pori penetrasi CPT dapat dipisahkan dari perlawanan ujung total dan tabel air yang ada dapat dideteksi dengan mudah. Tanah liat dapat dibedakan dari tanah berpasir dari respon tekanan pori mereka.
7
Figure 10, Peta Lokasi Bantuan CPT dari Unpar (2009)
Figure 11, CPT Summary KM 18 (Rahardjo, 2009)
Dari CPT yang dilakukan oleh Unpar, secara garis besar bahwa di kedalaman 0 – 2 m nilai daya dukung (qc) 0 – 3 Mpa, tetapi pada kedalaman di atas 2 daya dukung hingga 50 Mpa (tanah keras). Sangat besar longsoran terjadi pada ketebalan 2m saja. Bahan reruntuhan lereng tampaknya menjadi pasir, lanau dan kerikil dari pelapukan dari tufa pumiceous. Kehadiran batu kerikil ukuran terlihat di seluruh permukaan geser terbuka dan sebagian lereng menunjukkan kadar air tinggi.
8
Penyelidikan tanah juga dilakukan oleh Widiarso (2009). Penyelidikan tanah yang dilaksanakan terdiri dari penyelidikan tanah di lapangan dan di penelitian laboratorium. Penyelidikan tanah di lapangan dimulai pada tanggal 23 Oktober 2009 sampai dengan tanggal 13 Desember 2009 untuk 5 (lima) titik pemboran.
II. 2. 1 Pemboran B1 Pemboran B1 dilaksanakan di 00°57’07,4” S dan 100°30’16,3” E pada elevasi 469,272m mulai tanggal 23 Oktober 2009 sampai dengan 9 Nopember 2009. Pemboran mencapai kedalaman -‐42m dari permukaan tanah. Lapisan permukaan terdiri dari tanah timbunan, lempung dan boulder hingga kedalaman -‐2m. Nilai N-‐SPT teramati sebesar 18. Pada kedalaman -‐2m sampai dengan -‐6m terdiri dari tanah lempung kelanauan, konsistensi teguh, warna abu-‐abu dengan hasil uji N-‐SPT pada kedalaman -‐4 adalah 50. Pada kedalaman yang lebih besar nilai N-‐SPT teramati >50 hingga akhir pemboran dengan kondisi tanah didominasi oleh jenis tanh lempung kelanauan, kecuali pada kedalaman -‐31,5m sampai dengan -‐33m terdapat lapisan lanau berpasir warna abu-‐abu kekuningan dan di kedalaman -‐38m sampai akhir pemboran adalah boulder. Muka air tanah teramati pada kedalaman -‐6m. II. 2. 2 Pemboran B2 Pemboran B2 dilaksanakan di 00°57’04,0” S dan 100°30’14,1” E pada elevasi 391,729m mulai tanggal 9 sampai 15 Nopember 2009. Pemboran mencapai kedalaman -‐20m dari permukaan tanah. Kondisi
Figure 12, Lokasi Bor Hole (Widiarso, 2009)
9
tanah di pemboran B2 sebagian besar adalah tanah lempung dengan kandungan lanau atau pasir, kecuali di akhir pemboran teramati adanya boulder. Lapisan permukaan terdiri dari tanah lempung kelalauan hingga kedalaman sekitar -‐5m. lapisn di bawahnya terdapat lempung berpasir sampai kedalaman -‐7,5m. Selanjutnya lempung berlanau hingga kedalaman sekitar -‐15m, lempung berlanau dan lempung berpasir di kedalaman berikutnya hingga lapisan boulder pada kedalaman -‐18m sampai akhir pemboran. Pada kedalaman 0 sampai dengan -‐9m nilai N-‐SPT berkisar antara 3 – 5, kecuali pada kedalaman -‐3m sampai -‐5m nilai N-‐SPT 19 – 20. Nilai N-‐ SPT yang >50 teramati mulai kedalaman -‐12m. Muka air tanah teramati pada kedalaman -‐12m. II. 2. 3 Pemboran B3 Pemboran B3 dilaksanakan di 00°57’08,8” S dan 100°30’14,3” E pada elevasi 434,729m mulai tanggal 16 sampai 22 Nopember 2009. Pemboran mencapai kedalaman -‐30m dari permukaan tanah. Kondisi tanah di pemboran B2 sebagian besar adalah tanah lempung berlanau, kecuali di kedalaman -‐21 dan di akhir pemboran teramati adanya boulder. Pada kedalaman 0 sampai dengan -‐6m nilai N-‐SPT bertambah secara linear hingga nilai 10. Nilai N-‐SPT yang >50 teramati mulai kedalaman -‐9m. Muka air tanah teramati pada kedalaman -‐6m. II. 2. 4 Pemboran B4 Pemboran B4 dilaksanakan di 00°57’06,6” S dan 100°30’15,3” E pada elevasi 460,008m mulai tanggal 23 Nopember sampai dengan 7 Desember 2009. Pemboran mencapai kedalaman -‐40m dari permukaan tanah. Kondisi tanah di pemboran B2 sebagian besar adalah tanah lempung dengan kandungan lanau atau gravel, kecuali di akhir pemboran teramati adanya boulder + gravel. Pada kedalaman 0 sampai dengan -‐5m nilai N-‐SPT bertambah secara linear hingga >50 pada kedalaman -‐5m. selanjutnya nilai N-‐SPT turun menjadi 40 di kedalaman -‐6m. di kedalaman selanjutnya hingga akhir pemboran nilai N-‐SPTnya >50. Muka air tanah teramati pada kedalaman -‐6,5m.
Figure 13, Bor Hole 2
10
II. 2. 5 Pemboran B5 Pemboran B5 dilaksanakan di 00°57’06,6” S dan 100°30’15,3” E pada elevasi 460,008m mulai tanggal 8 sampai 13 Desember 2009. Pemboran mencapai kedalaman -‐38m dari permukaan tanah. Kondisi tanah di pemboran B2 sebagian besar adalah tanah lempung berlanau atau berpasir, kecuali di akhir pemboran teramati adanya boulder. Lapisan permukaan terdiri dari tanah lempung berlanau sampai kedalaman sekitar -‐5,5m, kemudian lempung berpasir hingga kedalaman sekitar -‐7m. Selanjutnya lempung berlanau sampai -‐-‐36 kecuali di kedalaman -‐11 terdapat tanah lempung. Lapisan boulder pada kedalaman -‐ 36,5m sampai akhir pemboran. Pada kedalaman 0 sampai dengan -‐9m nilai N-‐SPT berkisar antara 3 – 5, kecuali pada kedalaman -‐3m sampai -‐5m nilai N-‐SPT 19 – 20. Nilai N-‐SPT yang >50 teramati mulai kedalaman -‐6m hinga -‐9m, namun menurun di kedalaman -‐11sampai dengan -‐12 di nilai 40 dan 46. Selanjutnya N-‐SPT >50 hingga akhir pemboran. Muka air tanah teramati pada kedalaman -‐5,5m.
Figure 14, Hasil Resume Penyelidikan Tanah (Widiarso, 2009)
Tetapi sangat disayangkan test Tri-‐Axial tidak dilakukan di Laboratorium untuk mendapatkan nilai C, sudut geser dalam, berat jenis tanah setempat. Untuk mendapatkan nilai tersebut dipakai sistem pendekatan berikut ini: II. 2. 6 Longsoran 1 (BH1 dan BH3)
Antara BH1 (elevasi +469.272) dan BH3 (elevasi +434.739) mempunyai kemiripan struktur lapisan tanah yaitu :
11
- lapisan tanah kaku (stiff) BH1 antara kedalaman 0 – 4m adalah lempung berlanau dengan nilai N-‐SPT berkisar antara 0 – 22
- lapisan lempung lunak (soft) BH3 antara kedalaman 0 – 2m adalah lapisan hasil longsoran, dan lapisan tanah menengah-‐kaku antara kedalaman 2 – 9m
- lapisan tanah sangat keras (very hard) BH1 dimulai kedalaman 4m dan BH3 dimulai kedalaman 9m, akan tetapi lapisan ini bukan berarti lapisan batu pejal karena masih terdapat lempung berlanau di antara batu bouldernya, lapisan ini yang sangat mudah lepas bila terkena rembesan air tanah. Oleh karena itu perlu diwaspadai permasalahan drainase permukaan maupun bawah tanah untuk konstruksi penanggulangan longsoran.
- lapisan batu pejal pada dasar lereng longsoran selebar pijakan konstruksi (elevasi +414.671)
II. 2. 7 Longsoran 2 (BH4 dan BH2)
Antara BH4 (elevasi +460.729) dan BH2 (elevasi +391.729) mempunyai kemiripan struktur lapisan tanah yaitu :
- lapisan tanah kaku (stiff) BH4 antara kedalaman 0 – 4m adalah lempung berlanau dengan nilai N-‐SPT berkisar antara 5 – 25
- lapisan lempung lunak (soft) BH2 antara kedalaman 0 – 9m adalah lapisan hasil longsoran, dan lapisan tanah menengah-‐kaku antara kedalaman 2 – 9m
- lapisan tanah sangat keras (very hard) BH4 dimulai kedalaman 4m dan BH2 dimulai kedalaman 9m, akan tetapi lapisan ini bukan berarti lapisan batu pejal karena masih terdapat lempung berlanau di antara batu bouldernya, lapisan ini yang sangat mudah lepas bila terkena rembesan air tanah. Oleh karena itu perlu diwaspadai permasalahan drainase permukaan maupun bawah tanah untuk konstruksi penanggulangan longsoran.
- tidak terdapat lapisan batu pejal pada dasar lereng longsoran selebar pijakan konstruksi (elevasi +391.729)
Konsistensi tanah Taksiran harga
kekuatan geser undrained, Cu
Taksiran harga SPT,
harga N
Taksiran harga tahanan conus, qc
(dari Sondir)
kPa ton/ m2 kg/cm2 kPa Sangat lunak (very soft) 0 – 12.5 0 – 1.25 0 – 2 0 – 10 0 – 1000
Lunak (soft) 12.5 – 25 1.25 – 2.5 2 – 4 10 – 20 1000–2000
Menengah (medium) 25 – 50 2.5 – 5. 4 – 8 20– 40 2000 –4000
Kaku (stiff) 50 – 100 5.0 – 10. 8 – 15 40 –75 4000 – 7500
Sangat kaku (very stiff) 100 – 200 10. – 20. 15 – 30 75– 150 7500 – 15000
Keras (hard) 200 -‐ 400 20. – 40. 30 -‐ 50 150 -‐ 250 15000-‐25000
Sangat keras (very hard) > 400 > 40. ≥ 50 ≥ 250 ≥ 25000
Tabel 1. Konsistensi tanah (untuk tanah dominan lanau dan lempung)
12
II. 3. Tanah Timbunan
Tanah timbunan diambil dari hasil ledakan (blasting) dari quarry PT. Semen Padang, Indarung. Tanah tersebut berupa tanah silika atau biasa disebut klinker. Kuat geser drained tanah timbunan yang diperoleh dari data hasil pengujian. Triaxial memiliki nilai kohesi tanah efektif berkisar anatar 55 kPa, sedangkan sudut geser dalam tanah mempunyai nilai berkisar antara 29.32°. Sedangkan nilai kuat geser drained berdasarkan hasil pengujian Direct Shear, menunjukkan nilai kohesi c, tanah berkisar 63 kPa dan nilai sudut geser dalam Ø, pada tanah sebesar 35°. Berat jenis saat kepadatan 50% adalah 18 kN/m3.
13
BAB III TEORI PERHITUNGAN
III.1. STABILITAS TIMBUNAN
Selama ini metoda perhitungan stabilitas lereng yang paling banyak dipakai adalah metoda milik Bishop (1955). Metoda ini dikenal dengan metoda perhitungan dengan menggunakan potongan-‐potongan segmen tanah, yang dapat mempermudah dalam perhitungan (bahkan program stabilitas di komputer juga menggunakan metoda ini).
Figure 15, Perhitungan Umum Metoda Potongan Bishop (1955)
Gambar 14 meng-‐ilustrasikan perhitungan umum metoda potongan untuk analisa stabilitas lereng dengan menggunakan permukaan lengkung runtuh. Potensial keruntuhan masa tanah di atas dibagi menurut nomor potongan (total = N), dan potongan ke-‐n terlihat di gambar itu. Bagian potongan tidak harus vertical tetapi akan mengikuti garis lengkung keruntuhan dan merekalah yang akan membantu menahan. Keruntuhan yang terjadi adalah keruntuhan menyeluruh (global stability) dari berat tanah yang menyebabkan momen penggerak. Dilihatkan bahwa gaya luar terjadi digambarkan dalam bentuk potongan berat (Wn), gaya normal di dasar potongan (Pn), dan gaya geser di dasar potongan (Sn). Semuanya diperlukan untuk membuat asumsi bahwa Pn penggerak melewati titik tengah dasar potongan (TT) dan juga Wn melewati TT. Lalu semua gaya-‐gaya tersebut menimbulkan momen-‐momen terhadap titik pusat lingkaran runtuh, maka dapat dikatakan:
Momen penggerak = Wn.R sin αn
Momen penahan = R. Sn
Pn tidak memiliki momen karena gaya tersebut tepat melewati titik pusat lingkaran runtuh
Jika semua momen yang terjadi dijumlahkan, maka menghasilkan persamaan:
Σ Momen penggerak = Σ Momen penahan
Σ Wn . R sin αn = Σ R .ln .Sn
14
Sedangkan Sn = ln.Su (dimana Su adalah dinyatakan sebagai kuat geser undrained). Maka persamaan tersebut dibandingkan antara momen penahan / momen penggerak adalah besaran angka keamanan (FS) dari global stability lereng:
𝐹𝑆 = ! !!.!"! !! !"#!!
[1]
Persamaan di atas hanya digunakan untuk keadaan tanah yang undrained saja, meskipun hampir semua kejadian runtuhan diperlukan adanya kuat geser efektif yang didasari oleh C’ dan φ’, dari situ semua tegangan harus dihitung dengan tegangan efektifnya. Persamaan Mohr Coulomb mendefinisikan kuat geser (s) dengan parameter C’ dan φ’ dalam rumus:
s = C’ + (σ-‐u) tan φ’, dimana σ adalah total tegangan geser dan u adalah tekanan air pori.
Unruk lereng yang ditambahkan perkuatan geosintetik, semua potongan di dalam garis lingkaran runtuh (internal forces) dan perkuatan yang terpotong garis lingkaran runtuh yang menambah tahanan momen (external force), dapat dilihat dalam gambar 16.
Tambahan kuat tarik geosintetik Ti=1 dengan lengan momen y i=1 menghasilkan momen penahan M i=1 dan seterusnya, maka persamaan [1] dapat dinyatakan seperti ini:
𝐹𝑆 = (!! !"#∅!!.!" ) !! !".!"!!!!
!!!!
(! !"#∝!!!!! ) !
[2]
Dimana:
𝑁! = (𝑊! sin ∝!) − 𝑢! un = pore water pressure Ti = kuat tarik ijin lapisan geosintetik ke-‐i yi = jarak lengan momen ke-‐i terhadap titik pusat runtuhan
Figure 16, Tambahan Gaya Tarik T dari Geogrid
15
Sedangkan untuk panjang penyaluran [Le] dinyatakan dengan rumus:
Le = Tijin / (2.C.µ) [3]
dimana:
C = kohesi tanah µ = koef. gesek tanah dengan geosintetik (0.6 -‐ 0.9)
Untuk penentuan besaran kuat tarik ijin [Tijin] atau disebut juga kuat tarik rencana [Tdesain], diperlukan faktor-‐faktor pengali, diantaranya adalah faktor rangkak selama 120 tahun, pemasangan, sambungan dan lingkungan sebagai berikut:
γ1
4321
××××
==∑ AAAA
TA
TT ultimateultijin [4]
dimana: Tultimate = karakteristik geogrid pada desain jangka pendek (tertera pada brosur geogrid) A1 = faktor pengurangan rangkak (creep) interpolasi 120 tahun rencana A2 = faktor pengurangan rusak pada saat pemasangan A3 = faktor pengurangan di sambungan A4 = faktor pengurangan karena lingkungan γ = tergantung dengan standar dan kondisi beban
Sehingga bila terdapat geogrid dengan kuat tarik 400kN/m (tertera pada brosur geogrid), faktor pengurangan rangkak 3.3, faktor rusak pada saat pemasangan 1.02, faktor pengurangan di sambungan 1.0 dan faktor pengaruh lingkungan 1.0, maka sesuai dengan persamaan [4] geogrid tersebut dalam perencanaan hanya mempunyai kuat tarik = 118.83 kN/m!
Faktor pengurangan untuk geogrid atau geotextile A1 [-‐]
A2 [-‐]
A3 [-‐]
A4 [-‐]
dmax < 32 mm dmax < 32 mm
pH 2.0 – pH 4.0 pH 4.1 – pH 8.9 pH 9.0 – pH 9.5
1.56 1.02 1.1 1.0 1.1 1.0 1.15
3.30 1.02 1.1 1.0 1.0 1.0 1.0
• Referensi dari Muller-‐Rochholz • interpolasi pada 120 tahun • rekomendasikan menggunakan tanah dmax < 32 mm, untuk desain awal dapat
menggunakan 32 mm < dmax < 63 mm • pada arah tegangan tidak terdapat sambungan
16
Figure 17, Kurva Perencanaan Lereng dengan Perkuatan Geosintetik untuk PWP = 0 (Jewel, 1960)
Akan tetapi perhitungan akan dilakukan dengan menggunakan program khusus yaitu GGU-‐STABILITY. PT. Brema Brata memiliki lisensinya yaitu: License Num 1-‐1186514
17
III.2. SPESIFIKASI III.2.1 SPESIFIKASI TANAH DASAR DAN TIMBUNAN Soil properties
Soil phi c gamma pw Designation [-‐] [°] [kN/m²] [kN/m³] [-‐] 1 30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Existing 2 29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
Tanah timbunan dipadatkan dengan nilai CBR kisaran 50% dengan menggunakan siraman air dan track excavator. III.2.2 BESARAN PERCEPATAN GEMPA
Figure 18, Peta Percepatan Gempa
18
Menurut perkembangan terbaru, PBA di Padang harus berada di kisaran 0,30-‐0,4 g, berbeda dengan 0,25g ditentukan dalam SNI 1726 2002. III.2.3 SPESIFIKASI GEOGRID UMUM
Penyedia jasa harus menyediakan dan memasang geogrid P150 seperti yang tertera pada gambar atau ditentukan oleh direksi/pengawas. Pemakaian geogrid P150 dipertimbangkan sebagai material perkuatan timbunan dan lereng. Selain itu karena terbuat dari material sintetik akan terhindar resiko adanya masalah degradasi kekuatan dikarenakan kondisi tanah yang ada.
BAHAN
Geogrid P150 harus terbuat dari polyester dengan sambungan khusus, type uniaxial yaitu kekuatan tarik utama adalah searah mesin (MD = Machine Direction). Sambungan harus dilas lebih dari 75% kontak area diantara batangan melintang maupun membujur. Batangan monolitik arah melintang/ transversal terdapat 2 (dua) batang yang menjepit batangan arah memanjang/ longitudinal.Batangan polyester dilapisi oleh PVC untuk memperpanjang umur pakai geogrid.
Geogrid P150 harus memiliki properti seperti tertera dalam tabel berikut ini:
Property Test Method Unit Value Material Ultimate Tensile Strength, MD Tensile Strength (at 5% strain), Creep Reduced Strength, Long Term Allowable Design Load, Elongation, Mass/Unit Area, Roll width, Roll length,
ASTM D6637 ASTM D6637 ASTM D5262 GRI GG-‐4
ASTM D6637
ASTM D5261
kN/m kN/m kN/m kN/m % g/m2 m m
Polyester > 158 > 59 > 102 > 98 < 12
589 4 -‐ 6 100
GAMBAR
MD
19
KUAT RENCANA JANGKA PANJANG/LONG TERM DESIGN STRENGTH (LTDS)
LTDS harus dihitung dengan memperhatikan faktor-‐faktor reduksi terhadap rangkak, kerusakan pada saat pemasangan, terkontaminasi material-‐material biologis ataupun kimia (pengaruh lingkungan). LTDS juga harus memperhitungkan permasalahan terkritis untuk jangka pendek (disebut juga yang terpenting) yaitu kuat tarik saat mulai putus. Besaran agregat yang akan digunakan di site menentukan faktor reduksi untuk kerusakan pada saat pemasangan untuk mendapatkan LTDS. Dalam pelaksanaannya faktor keselamatan juga penting untuk diperhatikan.
KARAKTERISTIK RANGKAK
Karakteristik rangkak harus diukur pada batangan-‐batangan yang homogen dari geogrid P150. Jangan didasarkan pada komponen-‐komponen batangan. Supplier harus memberikan hasil tes independen untuk menunjukkan faktor reduksi untuk rangkak sampai 120 tahun, untuk material mentah yang digunakan.
KERUSAKAN PADA SAAT PEMASANGAN
Produsen harus menyediakan agregat yang digunakan untuk mendapatkan faktor reduksi kerusakan pemasangan yang direkomendasikan bagi tipe-‐tipe geogrid P150 yang dipesan. Jika diperlukan, produsen harus menyediakan cakupan faktor-‐faktor reduksi untuk ukuran-‐ukuran agregat yang berbeda.
FAKTOR REDUKSI LINGKUNGAN
Produsen harus menyediakan hasil tes independen yang menunjukkan bahwa lebih dari 95% kekuatan yang menentukan ditahan oleh geogrid P150 seperti disyaratkan ketika diletakkan dalam medium dengan pH ~ 12.5 untuk 28 hari pada suhu 50°C dan diuji tanpa penutup. Geogrid P150 tidak boleh memiliki komponen dengan solvent atau pelarut pada suhu lingkungan. Geogrid P150 harus tahan terhadap garam, asam dan alkali, serta non organik.
PENGAWASAN KEMULURAN PRODUK
Geogrid P150 yang diadakan tidak boleh ada yang mulur dan harus masih asli sesuai yang baru diproduksi.
IDENTIFIKASI PRODUK
Rol-‐rol geogrid P150 disediakan dengan tertera label untuk menunjukkan nama pabrik, material mentah yang digunakan untuk jenis produk, nomor dan jumlah, lebar dan panjang rol.
PERSETUJUAN
Kontraktor harus mengajukan persetujuan pengadaan material kepada konsultan/ pemilik dengan disertai brosur, teknikal data dan sample yang telah disambung. Kontraktor tidak dibenarkan untuk melakukan pembelian material sebelum ada persetujuan dari konsultan/pemilik proyek. Dalam pengajuan persetujuan material, kontraktor harus memberikan waktu yang cukup untuk prosedur pengajuan tersebut dan juga harus mempertimbangkan waktu pengadaan barang (impor), waktu
20
produksi hingga pengiriman ke lapangan. Keterlambatan yang disebabkan karena masalah persetujuan dan pengadaan barang akan menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari kontraktor.
PERALATAN
Peralatan yang digunakan untuk memasang geogrid P150 harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
PELAKSANAAN
Material dalam roll harus ditangani dengan hati-‐hati sehingga terhindar dari kerusakan. Material di lapangan seharusnya tidak ditumpuk melebih 4 roll dan jika akan disimpan dalam sementara waktu diharuskan ditutup dengan plastic tarpaulin.
Material digelar dengan cara yang tidak menimbulkan kerusakan pada material. Overlap minimum untuk semua overlap tergantung pada kondisi tanah dasar, metode instalasi, ukuran butiran tanah dan tebal timbunan di atas geogrid P150. Minimum overlap harus mendapat persetujuan dari engineer yaitu sebesar 500 mm.
III.2.4 SPESIFIKASI GEOTEXTILE NON WOVEN UMUM
Penyedia jasa harus menyediakan dan memasang geotextile non woven B20 seperti yang tertera pada gambar atau ditentukan oleh direksi/pengawas. Pemakaian geotextile non woven B20 sudah umum dalam pekerjaan teknik sipil, diantaranya: sebagai filter, lapisan pelindung, lapisan pemisah tanah untuk mencegah bercampurnya tanah/material timbunan dengan tanah lunak, dan drainase di bawah tanah.
BAHAN
Bahan geotextile non woven B20 adalah geotextile non woven yang diikat dengan cara needle-‐punched staple fibre yang dirancang khusus dengan ketebalan tinggi, tahan terhadap coblosan (puncture) tinggi dan kapasitas mulur (elongation) yang tinggi sehingga dapat mengikuti deformasi tanah akibat beban besar.
Geotextile non woven B20 harus memiliki properti seperti tertera dalam tabel berikut ini: Properties Test Method B20
Mass (gr/m2) Thickness 2kPa (mm) Widestrip Tensile Strength (kN/m) MD Widestrip Tensile Strength (kN/m) CD Elongation at Maximum Load (%) MD Elongation at Maximum Load (%) CD Grab Strength (kN/m) MD Grab Strength (kN/m) CD Grab Elongation (%) MD Grab Elongation (%) CD CBR Punctrure Resistance (N)
ASTM D 3770 ASTM D 1777 EN ISO 10319 ASTM D 4595 EN ISO 10319 ASTM D 4595 ASTM D 4632 ASTM D 4632 EN ISO 12230/
200 3.0 17.0 16.0 45 83 1.05 1.03 40 80
3,000
21
Trapezoidal Tear Strength (N) Drop Cone Test (mm/ Hole) Pore Size O90 (Microns) Water Flow (L/ m2/sec)
• 50 mm head • 100 mm head
Permaebility (k) (m/ s) UV Resistance
DIN 54307 ASTM D4833 DIN EN 29073-‐3 ASTM D 4533 EN 018 ASTM D 4753 EN ISO 11058 EN ISO 11058 ASTM D 4355
650
350
24 110-‐90
85 180
3 x 10-‐3 90% strength recentetion after 500 hours outdoor
weathering GAMBAR
PERALATAN
Peralatan yang digunakan untuk memasang geotextile non woven B20 harus disetujui terlebih dahulu oleh Direksi Pekerjaan.
PELAKSANAAN
Setiap rol geotextile non woven B20 yang dikirim ke site dilapis lembar polyethylene dan diberi label untuk detail identifikasi produk, panjang, lebar, dan berat.
Pengiriman, penyimpanan dan penanganan geotextile non woven B20 harus mengikuti petunjuk-‐petunjuk pabrik.
Pemilihan area harus dipersiapkan untuk penyimpanan rol-‐rol geotextile non woven B20 di site. Area tersebut harus aman, kokoh, kering dan terlindung dari material yang dapat merusak geotextile non woven B20.
Kontraktor harus menjamin tempat dan peralatan yang digunakan untuk menangani geotextile tidak akan merusak geotextile non woven B20 dan lapis pelindungnya. Rol-‐rol geotextile non woven B20 disimpan dan ditangani sedemikian rupa sehingga tidak sampai terjadi kerusakan. Untuk melindungi geotextile non woven B20 dari cuaca, semua rol harus ditutup dengan tarpaulin atau lembar plastik tambahan. Bila ada beberapa rol yang lapis pelindungnya rusak harus ditandai untuk diperiksa kemudian. Lapis pelindung harus segera diperbaiki secepatnya. Dan sebaiknya pemasangan jangan dilakukan pada saat ada angin kencang.
22
BAB IV PERHITUNGAN
IV.1. STABILITAS TIMBUNAN LONGSORAN 1
Longsoran 1 terlatak pada KM18+000, Ruas Jalan Nasional Padang – Solok. Terjadi longsoran permukaan setinggi (V) 65.060m, sepanjang (H) 89.755m.
Penyebab kelongsoran: -‐ Curah hujan yang tinggi, air permukaan masuk ke dalam tanah lereng sehingga merubah
parameter tanah menjadi lebih berat, sudut geser mengecil. -‐ Aliran air dalam tanah memasuki tanah lereng, diperkirakan air dari bukit di atasnya, yang
merubah parameter tanah menjadi lebih berat, sudut geser mengecil. -‐ Soil properties Soil phi c gamma pw Designation [-‐] [°] [kN/m²] [kN/m³] [-‐] 1 30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Existing 2 29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan -‐ Percepatan gempa 0.25 -‐ Software GGU Stability, License Num 1-‐1186514
23
IV. 1. 1. Non Gempa Perhitungan Program GGU Stability
Slope stability analysis to DIN 4084 (old) using circular slip surfaces Unfavourable slip circle Circle xm ym Radius Slices FOS [m] [m] [m] [-‐] [-‐] 9 38.2670 -‐12.4314 17.1752 50 1.6591 Numerator = 69846.491 Denominator = 42099.196
5.00
10.00
15 .0020.00
2 5.0 030.00
35.00
35.00
40.0045 .00
50 .005 5.00
6 0.0 065.0 0
w w
Soil d owels 1/e 1:20 .0/e2:20.0Soil dow els 2 /e1:20.0/e2:20.0Soil dowel s 3/e1:20.0/e 2:2 0.0
Soi l dowels 4/e1:20.0 /e2 :20.0Soil dow els 5 /e1:20.0/e2:20.0Soi l dowels 6/e1:20.0 /e2 :20.0
Soil dow els 7 /e1:20.0/e2:20.0Soi l dowels 8/e1:20.0 /e2 :20.0
Soil dow els 9 /e1:20.0/e2:20.0Soil dowe ls 10 /e1 :20.0/e2:20.0Soil dow els 1 1/e1 :20 .0/e2:20.0Soil dow els 1 2/e1 :20 .0/e2:20.0Soil dow els 1 3/e1 :20 .0/e2:20.0Soi l dowels 14/e1:20.0/e 2:20 .0Soi l dowels 15/e1:20.0/e 2:20 .0
Soi l dowels 16/e1:20.0/e 2:20 .0Soi l dowels 17/e1:10.0/e 2:10 .0Soil dow els 1 8/e1 :10 .0/e2:10.0Soi l dowels 19/e1:10.0/e 2:10 .0
Soi l dowels 20/e1:10.0/e 2:10 .0
G eos 1/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 2/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 3/µ :0.60/m xT:100.0Ge os 4/µ:0.60/m xT :100 .0
Ge os 5/µ:0.60/m xT :100 .0Ge os 6/µ: 0.60/m xT :100 .0
G eos 7/µ :0.60/m xT:100.0G eos 8/µ :0.60/m xT:100.0
Ge os 9/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 10/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 11/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 12/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 13/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 14/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 15/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 16/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 17/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 18/µ: 0.60/m xT :100 .0
Geo s 19/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 20/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 21/µ :0.60/m xT:100.0G eos 22/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 23/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 24/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 25/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 26/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 27/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 28/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 29/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 30/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 31/µ:0.60/m xT :100 .0G eos 32/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 33/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 34/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 35/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 36/µ: 0.60/m xT :100 .0
Geo s 37/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 38/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 39/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 40/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 41/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 42/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 43/µ:0.60/m xT :100 .0G eos 44/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 45/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 46/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 47/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 48/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 49/µ:0.60/m xT :100 .0G eos 50/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 51/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 52/µ: 0.60/m xT :100 .0
Geo s 53/µ:0.60/m xT :100 .0Geos 54/µ:0.6 0/m xT:100.0
Geo s 55/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 56/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 57/µ :0.60/m xT:100.0
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
2.32
kS
kS
1.66
10.39
kS
kS
1.81
2.16
6.2 2
kS
kS
kS
1.95
1.74
1.93
2.85
4.17
39 .87
34 .08
2.62
2.35
2 .06
1.97
2.08
2.5 3
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kSkS
kS
kS
kS
kS
kS
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
Longsoran # 1Non Earthquake calculation datah
m in = 1.66xm = 38.27 mym = -12.43 mR = 17.18 m
24
IV. 1. 2. Gempa Perhitungan Program GGU Stability
Slope stability analysis to DIN 4084 (old) using circular slip surfaces
Unfavourable slip circle Circle xm ym Radius Slices FOS [m] [m] [m] [-‐] [-‐] 33 59.3740 -‐18.2709 30.3584 50 1.2006 Numerator = 220325.150 Denominator = 183508.970
2.0 0
4 .00
6 .00
8 .00
1 0.0012.0 01 4.0016.0018.002 0.0 022 .0024.0026.00
w w
Soil d owels 1/e 1:20 .0/e2:20.0Soil dow els 2 /e1:20.0/e2:20.0Soil dowel s 3/e1:20.0/e 2:2 0.0
Soi l dowels 4/e1:20.0 /e2 :20.0Soil dow els 5 /e1:20.0/e2:20.0Soi l dowels 6/e1:20.0 /e2 :20.0
Soil dow els 7 /e1:20.0/e2:20.0Soi l dowels 8/e1:20.0 /e2 :20.0
Soil dow els 9 /e1:20.0/e2:20.0Soil dowe ls 10 /e1 :20.0/e2:20.0Soil dow els 1 1/e1 :20 .0/e2:20.0Soil dow els 1 2/e1 :20 .0/e2:20.0Soil dow els 1 3/e1 :20 .0/e2:20.0Soi l dowels 14/e1:20.0/e 2:20 .0Soi l dowels 15/e1:20.0/e 2:20 .0
Soi l dowels 16/e1:20.0/e 2:20 .0Soi l dowels 17/e1:10.0/e 2:10 .0Soil dow els 1 8/e1 :10 .0/e2:10.0Soi l dowels 19/e1:10.0/e 2:10 .0
Soi l dowels 20/e1:10.0/e 2:10 .0
G eos 1/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 2/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 3/µ :0.60/m xT:100.0Ge os 4/µ:0.60/m xT :100 .0
Ge os 5/µ:0.60/m xT :100 .0Ge os 6/µ: 0.60/m xT :100 .0
G eos 7/µ :0.60/m xT:100.0G eos 8/µ :0.60/m xT:100.0
Ge os 9/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 10/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 11/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 12/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 13/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 14/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 15/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 16/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 17/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 18/µ: 0.60/m xT :100 .0
Geo s 19/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 20/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 21/µ :0.60/m xT:100.0G eos 22/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 23/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 24/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 25/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 26/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 27/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 28/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 29/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 30/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 31/µ:0.60/m xT :100 .0G eos 32/µ :0.60/m xT:100.0
G eos 33/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 34/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 35/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 36/µ: 0.60/m xT :100 .0
Geo s 37/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 38/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 39/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 40/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 41/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 42/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 43/µ:0.60/m xT :100 .0G eos 44/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 45/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 46/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 47/µ :0.60/m xT:100.0Geo s 48/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 49/µ:0.60/m xT :100 .0G eos 50/µ :0.60/m xT:100.0
Geo s 51/µ:0.60/m xT :100 .0Geo s 52/µ: 0.60/m xT :100 .0
Geo s 53/µ:0.60/m xT :100 .0Geos 54/µ:0.6 0/m xT:100.0
Geo s 55/µ:0.60/m xT :100 .0
Geo s 56/µ:0.60/m xT :100 .0
G eos 57/µ :0.60/m xT:100.0
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
Soi l dowels 4/e1:20.0 /e2 :20.0/ -22.9
Soil dow els 9 /e1:20.0/e2:20.0/-81 .5Soil dowe ls 10 /e1 :20.0/e2:20.0/-78 .3Soil dow els 1 1/e1 :20 .0/e2:20.0/-7 8.0Soil dow els 1 2/e1 :20 .0/e2:20.0/-8 4.5Soil dow els 1 3/e1 :20 .0/e2:20.0/-7 9.1Soi l dowels 14/e1:20.0/e 2:20 .0/ -78.1Soi l dowels 15/e1:20.0/e 2:20 .0/ -77.4Soi l dowels 20/e1:10.0/e 2:10 .0/ -32.3
Geo s 33/µ:0.60/m xt :14 7.27 /m xT:100.0/T:81.3G eos 3 4/µ :0.60/m xt :148.56/mxT :10 0.0/T :100 .0
G eos 3 5/µ :0.60/m xt :147.77/mxT :10 0.0/T :100 .0G eos 3 6/µ :0.60/m xt :152.90/mxT :10 0.0/T :100 .0
G eos 3 7/µ :0.60/m xt :161.13/mxT :10 0.0/T :100 .0
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
2.60
5.4 2
kS
kS
kS
kS
1.20
1.51
2.15
2.89
2 6.88
13.53
9.82
1.50
1.35
1.2 5
1.27
1.34
1 .53
1.8 3
kS
1.9 0
1.74
kS
kS
kS
kS
kS
kS
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan70.00 25.00 22.00 0.00 Batu
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
-70
-60
-50
-40
-30
-20
-10
0
Longsoran # 1Earthquake calculation datah
m in = 1.20xm = 59.37 mym = -18.27 mR = 30.36 mErdbebenbeschleunigung:Horizontal eh/g = 0.2500Vert ical ev/g = 0.0000
25
IV.2. STABILITAS TIMBUNAN LONGSORAN 2
Longsoran 2 terlatak pada KM17+800, Ruas Jalan Nasional Padang – Solok. Terjadi longsoran permukaan setinggi (V) 80.775m, sepanjang (H) 149.527m.
Penyebab kelongsoran: -‐ Curah hujan yang tinggi, air permukaan masuk ke dalam tanah lereng sehingga merubah
parameter tanah menjadi lebih berat, sudut geser mengecil. -‐ Aliran air dalam tanah memasuki tanah lereng, diperkirakan air dari bukit di atasnya, yang
merubah parameter tanah menjadi lebih berat, sudut geser mengecil. -‐ Soil properties Soil phi c gamma pw Designation [-‐] [°] [kN/m²] [kN/m³] [-‐] 1 30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Existing 2 29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan -‐ Percepatan gempa 0.25 -‐ Software GGU Stability, License Num 1-‐1186514
26
IV. 2. 1. Non Gempa
Perhitungan Program GGU Stability Slope stability analysis to DIN 4084 (old) using circular slip surfaces Unfavourable slip circle Circle xm ym Radius Slices FOS [m] [m] [m] [-‐] [-‐] 6 109.3412 -‐44.5219 45.4408 51 1.9849 Numerator = 845361.644 Denominator = 425900.709
2 .00
2. 50
3.00
3 .0 0
3.5 0
3.50
4.004. 00
4. 50
4 . 505 .0 0
5. 50
6. 00
6.50
7.00
7 .50ww
w
w
w
w
w
S oil dowe ls 1 /e1:20.0/e2:20.0Soi l d owels 2/e1:2 0.0 /e2:20.0Soil dowel s 3/e1:20.0/e 2:2 0.0
So il dowel s 4/e1:20.0/e 2:20 .0Soi l dowels 5/e1:20.0 /e2 :20.0Soil dow els 6 /e1 :20.0/e2:20.0
Soi l d owels 7/e 1:2 0.0/e2:20.0Soi l d owels 8/e 1:2 0.0/e2:20.0So il dowel s 9/e1:20.0/e 2:20 .0
G eos 1/µ:0.60/mxT :12 0.0Geos 2/µ:0.60 /m xT:120.0
Ge os 3/µ: 0.60/m xT :120 .0Geo s 4/µ:0.60 /m xT:120.0
G eos 5 /µ :0.60/m xT :1 20.0Ge os 6/µ:0.60/mxT :120 .0G eos 7/µ :0.60/m xT :1 20.0
G eos 8 /µ :0.60/m xT :1 20.0Ge os 9/µ:0.60/mxT :120 .0G eos 10/µ:0 .60 /m xT:120.0Geo s 11/µ:0.60/m xT:120 .0G eos 12/µ:0 .60 /m xT:120.0Geos 13/µ:0.6 0/m xT:120.0Geos 14/µ:0.6 0/m xT:120.0Geos 15/µ:0.6 0/m xT:120.0Geo s 16/µ: 0.60/m xT:120 .0G eos 17/µ:0 .60/m xT:120.0G eos 1 8/µ :0.60/m xT:120.0Geos 19/µ:0 .60 /m xT:120.0Geo s 20/µ:0.6 0/m xT:120 .0Geo s 21/µ:0.60/mxT :120 .0G eos 2 2/µ :0.60/m xT:120.0G eos 23 /µ :0.60/m xT :1 20.0Geo s 24/µ:0.6 0/m xT:120 .0G eos 25/µ:0 .60/m xT:120.0G eos 2 6/µ :0.60/m xT:120.0G eos 27 /µ:0.60/mxT :1 20.0G eos 28/µ:0 .60 /m xT:120.0Ge os 29/µ: 0.60/mxT :12 0.0Geos 30/µ:0.6 0/m xT:120.0Ge os 31 /µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 32 /µ:0.60/mxT :1 20.0Geos 33/µ:0.6 0/m xT:120.0G eos 34/µ:0 .60 /m xT:120.0Geos 35/µ:0.6 0/m xT:120.0
Geo s 36/µ:0.60/mxT :120 .0Geo s 37/µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 38/µ :0.60/m xT:120.0G eos 39 /µ :0.60/m xT :1 20.0G eos 40/µ :0 .60/m xT:120.0Geo s 41/µ:0.60/m xT:120 .0G eos 42/µ:0 .60 /m xT:120.0
G eos 4 3/µ :0.60/m xT :1 20.0Geo s 44/µ:0.60/m xT :120 .0G eos 45/µ:0 .60 /m xT:120.0G eos 4 6/µ :0.60/m xT :120.0Ge os 47 /µ:0.60/mxT :1 20.0Geos 48/µ:0.6 0/m xT:120.0Geos 49/µ:0 .60 /m xT:120.0Ge os 50 /µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 51 /µ :0.60/m xT :1 20.0G eos 52 /µ:0.60/mxT :1 20.0G eos 5 3/µ :0.60/m xT :120.0G eos 54/µ :0 .60/m xT:120.0
G eos 5 5/µ :0.60/m xT :1 20.0Ge os 56 /µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 57/µ:0 .60 /m xT:120.0Geo s 58/µ:0.6 0/m xT:120 .0Geo s 59/µ:0.6 0/m xT:120 .0
G eos 60/µ :0.60/m xT:120.0G eos 6 1/µ :0.60/m xT :1 20.0Geo s 62/µ:0.60/mxT :120 .0Geo s 63/µ:0.60/mxT :120 .0
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
Soi l d owels 7/e 1:2 0.0/e2:20.0/ -3.3
kS
kS
kS
1.98
2.03
4.81
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
5.87
3.6 5
5.41
kS
kS
kS
kS
kS
6.03
B t
2.63
kS
kS
kS
kS
kS
7.5 5
kS
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
-40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
-80
-60
-40
-20
0
20
40 Longsoran # 2Non Earthquake Calculation Datah
m in = 1.98xm = 109.34 mym = -44.52 mR = 45.44 m
27
IV. 2. 2. Gempa Perhitungan Program GGU Stability
Slope stability analysis to DIN 4084 (old) using circular slip surfaces Unfavourable slip circle Circle xm ym Radius Slices FOS [m] [m] [m] [-‐] [-‐] 6 109.3412 -‐44.5219 45.4408 51 1.2041 Numerator = 780611.629 Denominator = 648278.594
1 .4 0
1 . 60
1.80
1.80
2. 00
2.00
2. 20
2.20
2. 40
2. 4
0
2 . 60
2.6 0
2 .80
2 .80
3 .0 0
3. 00
3. 20
3.20
3.4 0
3.40
3.60
3.80
ww
w
w
w
w
w
S oil dowe ls 1 /e1:20.0/e2:20.0Soi l d owels 2/e1:2 0.0 /e2:20.0Soil dowel s 3/e1:20.0/e 2:2 0.0
So il dowel s 4/e1:20.0/e 2:20 .0Soi l dowels 5/e1:20.0 /e2 :20.0Soil dow els 6 /e1 :20.0/e2:20.0
Soi l d owels 7/e 1:2 0.0/e2:20.0Soi l d owels 8/e 1:2 0.0/e2:20.0So il dowel s 9/e1:20.0/e 2:20 .0
G eos 1/µ:0.60/mxT :12 0.0Geos 2/µ:0.60 /m xT:120.0
Ge os 3/µ: 0.60/m xT :120 .0Geo s 4/µ:0.60 /m xT:120.0
G eos 5 /µ :0.60/m xT :1 20.0Ge os 6/µ:0.60/mxT :120 .0G eos 7/µ :0.60/m xT :1 20.0
G eos 8 /µ :0.60/m xT :1 20.0Ge os 9/µ:0.60/mxT :120 .0G eos 10/µ:0 .60 /m xT:120.0Geo s 11/µ:0.60/m xT:120 .0G eos 12/µ:0 .60 /m xT:120.0Geos 13/µ:0.6 0/m xT:120.0Geos 14/µ:0.6 0/m xT:120.0Geos 15/µ:0.6 0/m xT:120.0Geo s 16/µ: 0.60/m xT:120 .0G eos 17/µ:0 .60/m xT:120.0G eos 1 8/µ :0.60/m xT:120.0Geos 19/µ:0 .60 /m xT:120.0Geo s 20/µ:0.6 0/m xT:120 .0Geo s 21/µ:0.60/mxT :120 .0G eos 2 2/µ :0.60/m xT:120.0G eos 23 /µ :0.60/m xT :1 20.0Geo s 24/µ:0.6 0/m xT:120 .0G eos 25/µ:0 .60/m xT:120.0G eos 2 6/µ :0.60/m xT:120.0G eos 27 /µ:0.60/mxT :1 20.0G eos 28/µ:0 .60 /m xT:120.0Ge os 29/µ: 0.60/mxT :12 0.0Geos 30/µ:0.6 0/m xT:120.0Ge os 31 /µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 32 /µ:0.60/mxT :1 20.0Geos 33/µ:0.6 0/m xT:120.0G eos 34/µ:0 .60 /m xT:120.0Geos 35/µ:0.6 0/m xT:120.0
Geo s 36/µ:0.60/mxT :120 .0Geo s 37/µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 38/µ :0.60/m xT:120.0G eos 39 /µ :0.60/m xT :1 20.0G eos 40/µ :0 .60/m xT:120.0Geo s 41/µ:0.60/m xT:120 .0G eos 42/µ:0 .60 /m xT:120.0
G eos 4 3/µ :0.60/m xT :1 20.0Geo s 44/µ:0.60/m xT :120 .0G eos 45/µ:0 .60 /m xT:120.0G eos 4 6/µ :0.60/m xT :120.0Ge os 47 /µ:0.60/mxT :1 20.0Geos 48/µ:0.6 0/m xT:120.0Geos 49/µ:0 .60 /m xT:120.0Ge os 50 /µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 51 /µ :0.60/m xT :1 20.0G eos 52 /µ:0.60/mxT :1 20.0G eos 5 3/µ :0.60/m xT :120.0G eos 54/µ :0 .60/m xT:120.0
G eos 5 5/µ :0.60/m xT :1 20.0Ge os 56 /µ:0.60/mxT :12 0.0G eos 57/µ:0 .60 /m xT:120.0Geo s 58/µ:0.6 0/m xT:120 .0Geo s 59/µ:0.6 0/m xT:120 .0
G eos 60/µ :0.60/m xT:120.0G eos 6 1/µ :0.60/m xT :1 20.0Geo s 62/µ:0.60/mxT :120 .0Geo s 63/µ:0.60/mxT :120 .0
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
Soi l d owels 7/e 1:2 0.0/e2:20.0/ -3.3
kS
kS
kS
1.20
1.27
3.51
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
kS
3.19
2.6 4
3.89
kS
kS
kS
kS
kS
2.97
B t
1.75
kS
kS
kS
kS
kS
3.1 6
kS
j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
Soil j c g pw[°] [kN/m²] [kN /m³] [-] Designation
30.00 22.00 20.00 0.00 Tanah Ex isting29.32 55.00 18.80 0.00 Tanah Timbunan
-40 -20 0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
-80
-60
-40
-20
0
20
40 Longsoran # 2Earthquake Calculation Datah
m in = 1.20xm = 109.34 mym = -44.52 mR = 45.44 mErdbebenbeschleunigung:Horizontal eh/g = 0.2500Vert ical ev/g = 0.0000
28
BAB V PELAKSANAAN
V.1. PENGUPASAN MATERIAL LONGSORAN
Figure 19, Material Longsoran Harus Dibersihkan Sampai Ketemu Tanah Asli
29
V.2. PEMASANGAN CERUCUK KELAPA
Figure 22, Pemasangan Cerucuk Kelapa untuk Meningkatkan Daya Dukung Tanah Dasar dan Menambah Stabilitas Global Konstruksi Lereng
30
V.3. PEMASANGAN DRAINASE BAWAH TANAH
Figure 23, Drainase Bawah Tanah Dipasang Terdalam Bagian Konstruksi untuk Mencegah Tekanan Aktif Tanah Jenuh Air
31
Figure 24, Perforated-‐Corrugated Pipe Dipasang Untuk Mempercepat Keluarnya Air Tanah dari Mata Air Setempat
Figure 20, Batu Belah Dibungkus Geotextile Dipasang Memanjang Konstruksi Guna Mempercepat Keluarnya Air Tanah Dari Rembesan / Mata Air Setempat
32
V.4. PEMASANGAN BRONJONG PIJAKAN PADA LONGSORAN 2
Figure 26, Bronjong Kawat Dipasang Sebagai Pondasi Konstruksi Geogrid pada Longsoran 2, dan Dipasang Pada Ujung Akhir Geogrid
34
Figure 28, Lapisan -‐ Lapisan Tekukan Geogrid
Figure 29, Konstruksi Geogrid Diatas Pondasi Bronjong
35
V.6. TANAH TIMBUNAN
Figure 30, Ditebari Tanah Timbunan Setiap 20 cm Tebal yang Dipadatkan oleh Excavator
Figure 31, Penimbunan dilakukan hingga mencapai ketebalan yang diinginkan, dengan menggunakan front-‐end loader atau excavator
36
Figure 32, Setelah Sesuai Ketebalan Lapisan Geogrid, Excavator Membentuk Permukaan Sesuai Kemiringan Lereng Rencana
Figure 33, Pekerja Menarik Geogrid untuk Lapisan Kuncian Atas Sepanjang 2.5 m
38
Figure 34, Penanaman Rumput Dilakukan Secara Manual
Figure 215, Sebagian Lereng Sudah Tertanami Rumput (2011)
39
V.7. KONSTRUKSI GEOGRID JADI
Figure 22, Lereng Setinggi 72 m Sudah Siap Ditanami Rumput (2009)
Figure 37, Rumput Sudah Tumbuh Indah
43
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
VI.1. KESIMPULAN
1. Konstruksi geogrid pada lereng sangat tepat untuk penanganan ini, karena bersifat ringan, dapat bertahan hingga 120 tahun, pelaksanaan cepat, pelaksanaan mudah dan relatif murah
2. Konstruksi geogrid pada lereng termasuk menjadi alternatif untuk proyek penanganan tanggap darurat (bukan termasuk konstruksi permanen)
3. Sumber material timbunan dari hasil ledakan Pabrik Semen Padang di Indarung yaitu berupa pasir silika / klinker adalah material yang sangat bagus untuk konstruksi lereng ini, yang mana memiliki nilai kohesi yang tinggi, nilai sudut geser dalam yang tinggi pula
4. Kuat tarik ultimate geogrid sebesar 400 kN/m dan dituangkan dalam desain perencanaan adalah sebesar 118,83 kN/m dengan memperhatikan faktor pengurangan rangkak (creep) interpolasi 120 tahun rencana, faktor pengurangan rusak pada saat pemasangan, faktor pengurangan di sambungan, dan faktor pengurangan karena lingkungan
5. Ditentukan percepatan gempa di daerah Padang 0,25g sesuai peraturan SNI 1726 2002 6. FOS (Factor of Safety) Longsoran 1 tanpa adanya percepatan gempa 1.6591 7. FOS (Factor of Safety) Longsoran 1 dengan adanya percepatan gempa 1.2006 8. FOS (Factor of Safety) Longsoran 2 tanpa adanya percepatan gempa 1.9849 9. FOS (Factor of Safety) Longsoran 2 dengan adanya percepatan gempa 1.2041 10. Perbaikan lereng Sitinjau Laut (Panorama) dengan menggunakan geogrid pada ruas Jalan
Simpang Haru – Lubuk Selasih di KM 17+800 setinggi 72m dan KM 18+000 setinggi 74m, adalah tertinggi di Indonesia, bahkan mungkin di dunia!
VI.2. SARAN
1. Diperlukan drainase bawah tanah di konstruksi lereng, agar air dalam tanah secepatnya keluar dari konstruksi lereng ini
2. Diperlukan drainase permukaan di pinggir konstruksi lereng, agar air permukaan tidak sempat meresap ke dalam badan timbunan
3. Perkuatan lereng yang ringan untuk tidak memperberat konstruksi lereng 4. Pada longsoran 2 diperlukan konstruksi pijakan dasar yang kuat (dengan bronjong) 5. Pada longsoran 1 terdapat batuan yang cukup kuat untuk menahan konstruksi lereng
PT. Brema Brata®