pemberdayaan radio komunitas sebagai media informasi di

87
5 Vol. 08/No.01/April 2015 ABSTRACT The existence of community radio broadcast in Indonesia growing rapidly, as more open access to information, technology advances, and the community the opportunity to use the media for solving the problems of the community, including in the border region with neighboring Indonesia. However, community radio has a number of issues including, lack of community participation itself, a factor of Human Resources, lack of budget, and lack of infrastructure. The purpose of this research is to get an idea of empowerment ‘Suara Kerom’ community radio in Asyaman as a medium of information at the border between Indonesia and Papua New Guinea. This study uses a case study method with a qualitative approach. The study concluded that the Human Resources ‘Suara Kerom’ was minimal and limited. Infrastructure which is the assistance of the Ministry of Communications and Information Technology sufficient. While the broadcast content is good for such a talk show about family, local governments and entertainment events. Unfortunately, because of damage to the equipment so that the radio transmitter is no longer on the air a few months, so that can not be empowered to carry out its role and function as a medium of information as appropriate. Keywords: Community Radio, Media Information, Border Region. PEMBERDAYAAN RADIO KOMUNITAS SEBAGAI MEDIA INFORMASI DI TAPAL BATAS PAPUA Christiany Juditha Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar Kementerian Komunikasi dan Informatika RI PENDAHULUAN Radio komunitas resmi mulai dikenal di Indonesia sejak keberadaannya mulai dima- sukkan dalam Undang-Undang Penyiaran No. 32 tahun 2002. Radio komunitas pun mulai berkembang sejak itu. Perkembangan radio ko- munitas juga selalu dihubungkan sebagai buah dari reformasi 1998 yang ditandai dengan di- bubarkannya Departemen Penerangan sebagai otoritas tunggal pengendali media di tangan pemerintah. Dalam UU Penyiaran Nomor 32 Tahun 2002 radio komunitas termasuk dalam lembaga penyiaran komunitas, dimana dalam penjelasannya pada Pasal 21 ayat 1, lembaga penyiaran komunitas merupakan lembaga pe- nyiaran yang berbentuk badan hukum Indone-

Upload: khangminh22

Post on 27-Jan-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

5Vol. 08/No.01/April 2015

ABSTRACT

The existence of community radio broadcast in Indonesia growing rapidly, as more open access toinformation, technology advances, and the community the opportunity to use the media for solving the problemsof the community, including in the border region with neighboring Indonesia. However, community radio has anumber of issues including, lack of community participation itself, a factor of Human Resources, lack ofbudget, and lack of infrastructure. The purpose of this research is to get an idea of empowerment ‘SuaraKerom’ community radio in Asyaman as a medium of information at the border between Indonesia and PapuaNew Guinea. This study uses a case study method with a qualitative approach. The study concluded that theHuman Resources ‘Suara Kerom’ was minimal and limited. Infrastructure which is the assistance of theMinistry of Communications and Information Technology sufficient. While the broadcast content is good forsuch a talk show about family, local governments and entertainment events. Unfortunately, because of damageto the equipment so that the radio transmitter is no longer on the air a few months, so that can not be empoweredto carry out its role and function as a medium of information as appropriate.

Keywords: Community Radio, Media Information, Border Region.

PEMBERDAYAAN RADIO KOMUNITASSEBAGAI MEDIA INFORMASI

DI TAPAL BATAS PAPUA

Christiany JudithaBalai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI)

Makassar Kementerian Komunikasi dan Informatika RI

PENDAHULUANRadio komunitas resmi mulai dikenal

di Indonesia sejak keberadaannya mulai dima-sukkan dalam Undang-Undang Penyiaran No.32 tahun 2002. Radio komunitas pun mulaiberkembang sejak itu. Perkembangan radio ko-munitas juga selalu dihubungkan sebagai buahdari reformasi 1998 yang ditandai dengan di-

bubarkannya Departemen Penerangan sebagaiotoritas tunggal pengendali media di tanganpemerintah. Dalam UU Penyiaran Nomor 32Tahun 2002 radio komunitas termasuk dalamlembaga penyiaran komunitas, dimana dalampenjelasannya pada Pasal 21 ayat 1, lembagapenyiaran komunitas merupakan lembaga pe-nyiaran yang berbentuk badan hukum Indone-

6Jurnal Komunikasi PROFETIK

sia. Didirikan oleh komunitas tertentu, bersifatindependen, dan tidak komersil, dengan dayapancar rendah, luas jangkauan wilayah terbatas,serta untuk melayani kepentingan komunitas-nya.

Saat ini perkembangan radio komuni-tas di Indonesia kian pesat, seiring semakinterbukanya akses informasi, kemajuan tekno-logi, kesempatan dan keinginan masyarakat un-tuk menggunakan media dalam penyelesaianpersoalan-persoalan komunitasnya. JaringanRadio Komunitas Indonesia (JRKI) menye-butkan bahwa ada sekitar 700 stasiun radiokomunitas yang tersebar di 20 provinsi diIndonesia (Seneviratne, 2012). Sebagian dian-tara radio komunitas ini telah mengorganisa-sikan diri dalam oraganisasi Jaringan RadioKomunitas Indonesia (JRKI), Jaringan Inde-penden Radio Komunitas (JIRAK Celebes),Forum Radio Kampus Bandung, dan lain-lain.

Radio komunitas sebagai salah satu ba-gian dari sistem penyiaran Indonesia secarapraktek ikut berpartisipasi dalam penyampaianinformasi yang dibutuhkan komunitasnya, baikmenyangkut aspirasi warga masyarakat mau-pun program-program yang dilakukan peme-rintah untuk bersama-sama menggali masalahdan mengembangkan potensi yang ada di ling-kungannya. Keberadaaan radio komunitas jugasalah satunya adalah untuk terciptanya tata pe-merintahan yang baik dengan memandangasas-asas diantaranya Hak Asasi Manusia(HAM) dimana kemerdekaan menyampaikanpendapat dan memperoleh informasi melaluipenyiaran sebagai perwujudan hak asasi ma-nusia dalam kehidupan bermasyarakat, ber-bangsa dan bernegara, dilaksanakan secara ber-tanggungjawab, selaras dan seimbang antarakebebasan dan kesetaraan menggunakan hakantar elemen di Indonesia.

Selanjutnya adalah berhubungan ma-salah keadilan. Dimana untuk menjaga inte-grasi nasional, kemajemukan masyarakat danterlaksananya otonomi daerah maka perlu di-bentuk sistem penyiaran nasional yang men-jamin terciptanya tatanan sistem penyiaranyang adil, merata dan seimbang guna mewu-

judkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat In-donesia. Pengelolaan, pengalokasian dan peng-gunaan spektrum frekuensi radio harus tetapberlandaskan pada asas keadilan bagi semualembaga penyiaran dan pemanfaatannya diper-gunakan untuk kemakmuran masyarakat se-luas-luasnya, sehingga terwujud diversity ofownership dan diversity of content dalam dunia pe-nyiaran. Dan yang ketiga adalah Informasidimana lembaga penyiaran (radio) merupakanmedia informasi dan komunikasi yang mem-punyai peran penting dalam penyebaran infor-masi yang seimbang dan setimpal di masyara-kat, memiliki kebebasan dan tanggungjawabdalam menjalankan fungsinya sebagai mediainformasi, pendidikan, hiburan, kontrol sertaperekat sosial.

Sebagai Promosi Budaya Lokal, Radiokomunitas memiliki peran yang cukup pentingdalam mempromosikan budaya lokal tempatradio komunitas didirikan. Dan sebagai Kon-trol Pembangunan, peran radio komunitas jugamempunyai fungsi kontrol terhadap kinerjapemerintah didaerah tempat radio komunitasdidirikan. Diversivikasi Media Radio Komu-nitas, untuk melakukan mempererat hubungandan tukar-menukar informasi antar radio ko-munitas maka CRI (Combine Resource Institution)memperkenalkan sistem informasi antar ko-munitas yang disebut dengan SIAR (SaluranInformasi Akar Rumput). Sistem ini menghu-bungkan radio-radio komunitas melalui tek-nologi internet sehingga selain siaran merekajuga meng-upload materi siara melalui web sua-ra komunitas (Gespalink, 2013).

Keberadaan radio komunitas ini diha-dang sejumlah masalah diantaranya, keterba-tasan frekuensi dan jangkauan. Radio komu-nitas saat ini hanya diperbolehkan beroperasipada tiga kanal. Menurut ketentuan Kepmen-hub no 15 tahun 2002 dan no 15A tahun 2003yakni di frekuensi FM 107,7 Mhz; 107,8 Mhz;107,9 Mhz, dengan jangkauan yang terbatasyaitu power maskimal 50 watt dan jangkauanlayanan maksimal 2,5 km. Masalah lain adalahminimnya partisipasi komunitas itu sendiri,faktor Sumber Daya Manusia (SDM), minim-

7Vol. 08/No.01/April 2015

nya anggaran, terbatasanya infrastruktur danlain sebagainya.

Wilayah perbatasan Indonesia dengannegara tetangga juga menyimpan berbagai per-masalahan, diantaranya tidak meratanya pro-yek pembangunan di wilayah ini. Termasuk di-dalamnya adalah kesenjangan informasi. Pa-dahal dengan menguasai informasi, sebuahmasyarakat dapat berkembang untuk mema-jukan hidup mereka. Salah satu program ung-gulan dari Kementeraian Kominfo adalah De-sa Informasi yang dibangun di wilayah terpen-cil termasuk wilayah perbatasan dengan negaratetangga. Tujuan Desa Informasi ini adalahuntuk memperkecil kesenjangan informasidan membentuk masyarakat berpengetahuansecara merata dalam mencapai masyarakat in-formasi yang sejahtera, melalui pembangunaninfrastruktur teknologi informasi dan komu-nikasi. Salah satu bagian dari Desa Informasiini adalah radio komunitas. Hanya saja kenya-taan di lapangan banyak juga program radiokomunitas ini tidak berjalan secara maksimaldengan berbagai kendala. Di antaranya perso-alan penggangaran, sumber daya manusia sertainfrastruktur yang kurang memadai.

Peran teknologi dan informasi antaralain radio komunitas ini, sebenarnya memilikiandil dalam perkembangan ekonomi dan ke-tahanan sosial masyarakat termasuk di wilayahperbatasan sebagai wilayah terdepan Indone-sia. Karena teknologi dan informasi memilikiperan penting dalam pertumbuhan ekonomisuatu bangsa antara lain dapat menciptakan,lapangan kerja, memberikan kontribusi untuk,diversifikasi ekonomi, mempromosikan ino-vasi lokal, dan meningkatkan akses semua ang-gota masyarakat untuk peluang pengemba-

perbatasan, tidak cukup dengan pembangunaninfrastuktur saja. Juga dibutuhkan pengelolaankonten di dalamnya. Salah satunya, perlunyaperan media penyiaran di wilayah perbatasanyang kontennya berbasis 3E+1N atau pendi-dikan (Education), pemberdayaan (Empowering),pencerahan (Enlightening), NKRI (Nasionalism).Yang keseluruhannya untuk pembentukan

opini yang sentral dalam prinsip kebangsaandan pengembangan ekonomi (KPI, 2014).

Berdasarkan latar belakang tersebut di-atas, penelitian ini bermaksud hendak melacakbagaimana pemberdayaan radio komunitasdesa Asyaman sebagai media informasi diperbatasan RI-Papua Nugini, dan untukmendapatkan gambaran tentang pemberdaya-an radio komunitas desa Asyaman sebagai me-dia informasi di perbatasan RI-Papua Nugini.

TINJAUAN PUSTAKARadio Komunitas sebagai MediaInformasi

Berdasarkan UU Penyiaran No. 32/2002, radio komunitas melayani kepentingankomunitas yang secara geografis terbatas. Ra-dio komunitas, badan hukum yang mengan-dalkan pemilikan, pendanaan dan pengelolaandari faktor loyalitas komunitas. Segenap olahsiar radio komunitas tidak bermaksud mencarikeuntungan finansial sebagaimana radiokomersial; dan muncul atas inisiatif komunitasberdasarkan kebutuhan setempat.

Radio komunitas juga sering disebutsebagai radio sosial, radio pendidikan atau ra-dio alternatif. Dan merupakan lembaga penyi-aran yang memberikan pengakuan secara sig-nifikan terhadap peran supervisi dan evaluasioleh anggota komunitasnya melalui sebuahlembaga supervisi yang khusus didirikan untuktujuan tersebut, dimaksudkan untuk melayanikomunitas tertentu saja dan memiliki daerahjangkauan yang terbatas (Gazali, 2002:72). Ra-dio komunitas merupakan lembaga layanannirlaba yang dimiliki dan dikelola oleh komu-nitas tertentu, umumnya melalui yayasan atauasosiasi. Tujuannya adalah untuk melayani danmemberikan manfaat kepada komunitas di-mana lembaga penyiaran tersebut berada(Fraser dkk, 2001). Radio komunitas adalahstasiun siaran radio yang dimiliki, dikelola, di-peruntukkan, diinisiatifkan dan didirikan olehsebuah komunitas.

Sementara itu Tabing (1998) mende-finisikan radio komunitas sebagai suatu stasiun

8Jurnal Komunikasi PROFETIK

radio yang dioperasikan di suatu lingkungan,wilayah atau daerah tertentu yang diperun-tukkan khusus bagi warga setempat, berisi aca-ra dengan ciri utama informasi daerah setem-pat (local content), diolah dan dikelola wargasetempat. Wilayah yang dimaksud bisa didasar-kan atas faktor geografi (kategori teritori kota,desa), wilayah kepulauan, bisa juga berdasarkankumpulan masyarakat tertentu yang bertujuansama dan karenanya tidak harus tinggal disuatu geografis tertentu.

Karakteristik radio komunitas dalamkonteks sosial (Tabing, 1998) yaitu: (1) Ber-skala lokal, terbatas pada komunitas tertentu;(2) Bersifat partisipatif atau memberi kesem-patan setiap inisiatif anggota komunitas tum-buh dan tampil setara sejak proses perumusanacara, manajerial hingga pemilikan; (3) Tek-nologi siaran sesuai dengan kemampuan eko-nomi komunitas bukan bergantung pada ban-tuan alat pihak luar; (4) Dimotivasi oleh cita-cita tentang kebaikan bersama dalam komu-nitas bukan mencapai tujuan komersial; dan(5) Selain mempromosikan masalah-masalahkrusial bersama, dalam proses siaran radiokomunitas harus mendorong keterlibatan aktifkomunitas dalam proses mencari solusinya.

Sedangkan dalam konteks demokrati-sasi menurut Dominick (2001), radio komu-nitas merupakan derivasi dari konsep diversitas(diversity) kepemilikan dan penguasaan frekuen-si, diversitas bentuk dan isi siaran dan proseslokalisme atau otonomisasi khalayak. Karenamendahulukan pemenuhan aspirasi komuni-tas, radio komunitas berpeluang mendorongproses demokrasi lokal. Tujuan media komu-nitas menurut McQuail (Masduki, 2004) ada-lah (1) memberikan pelayanan informasi isu-isu dan problem universal, tidak sektoral danprimordial (2) pengembangan budaya interaksiyang pluralistik, (3) penguatan eksistensikelompok minoritas dalam masyarakat, (4)bentuk fasilitasi atas proses menyelesaikan ma-salah menurut cara pandang lokal. Di negarakepulauan seperti Indonesia, radio dipandangpaling berpeluang untuk memenuhi semuatujuan tersebut.

Menurut Tabing (1998) dalam pendi-rian radio komunitas, urgensinya harus me-ngacu pada dua aspek yaitu pertama, jaminankeberadaan komunitas secara permanen dilingkup batas geografis tertentu yang bersediaaktif dalam mengelola radio; dan kedua pelu-ang partisipasi tiap individu di komunitas se-cara setara baik dalam pemilikan, produksi sia-ran maupun selaku pihak pendengar yang ha-rus terlayani hak dan kepentingannya. Semakinkecil cakupan geografis radio semakin banyakindividu yang terlayani sebagai subyek siaran,covering isu-isu lokal merata. Radio yang luascakupan siarannya akan cenderung elitis danmakin sulit dikontrol oleh tiap individu pen-dengar.

Manajemen Siaran RadioKomunitas

Terry dalam bukunya “Principle of Ma-nagemen” mengatakan bahwa manajemen me-rupakan proses yang terdiri dari tindakan-tin-dakan perencanaan, pengorganisasian, peng-gerakan dan pengawasan yang dilakukan untukmenentukan serta mencapai sarana-saranayang telah ditetapkan melalui pemanfaatansumber daya manusia serta sumber lainnya(Winardi, 1986). Sedangkan menurut kamusbahasa Indonesia, siaran adalah sesuatu yangdisiarkan. Sehingga yang dimaksud manaje-men siaran adalah upaya pengelolaan siaransuatu acara yang didukung oleh sumber dayamanusia dan peralatan siaran yang saling ter-gantung untuk mencapai tujuan yang telah di-tetapkan antara lain menjadikan radio komu-nitas Suara Kerom sebagai media Informasi.

Sedangkan Wahyudi (1994:39) dalambukunya “Dasar-dasar Manajemen Penyiaran”,mengungkapkan bahwa manajemen penyiarandapat diartikan sebagai kemampuan seseoranguntuk memanfaatkan keterampilan orang lain,untuk merencanakan, memproduksi, dan me-nyiarkan siaran, dalam usaha mencapai tujuanbersama. Output penyelenggaraan penyiaranadalah siaran yang berdampingan dengan tu-juan yang hendak dicapai yaitu memberikan

9Vol. 08/No.01/April 2015

informasi, pendidikan, dan hiburan kepadamasyarakat. Dalam pencapaian tujuan siaranini membutuhkan tim untuk memperlancarjalannya acara tersebut.

Berbagai teori dan konsep-konsepyang telah dipaparkan diatas kemudian diben-tuk menjadi kerangka konsep sesuai denganpertanyaan penelitian yaitu untuk melihat pem-berdayaan manajemen siaran radio komunitasSuara Kerom sebagai media informasi di wi-layah perbatasan Papua. Adapun kerangkakonsep yang digunakan diadaptasi dari konsepyang dipaparkan oleh para ahli diatas, dapatdilihat dalam Gambar 1.

Kerangka konsep tersebut dapat di-jelaskan sebagai berikut, yaitu radio komunitasDesa Asyaman dibangun oleh KementerianKominfo sebagai salah satu bentuk bantuanDesa Informasi di wilayah perbatasan Indone-sia-Papua Nugini. Dalam penelitian ini hendakmelihat pemberdayaan manajemen siaran ra-kom Suara Kerom sebagai media informasibagi masyarakat yang tinggal di desa Asyaman.Adapun variabel pendukung proses manaje-men siaran rakom yang akan dikaji yaitu Sum-ber Daya Manusia, Infrastruktur dan KontenSiaran. Ketiga variabel ini akan mendukungproses akhir pencapaian fungsi dari radio ko-

munitas sebagai media informasi dimanamampu memberikan pelayanan informasi ke-pada masyarakat yang tinggal di perbatasan.

METODOLOGI PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode

penelitian studi kasus dengan pendekatan kua-litatif. Adapun metode penelitian studi kasus

vidu yang dilakukan secara integratif dan kom-prehensif agar diperoleh pemahaman yangmendalam tentang individu/institusi tersebutbeserta masalah yang dihadapinya dengan tu-juan masalahnya dapat terselesaikan dan mem-peroleh perkembangan diri yang baik(Rahardjo dkk. 2011: 250).

Penelitian ini juga menggunakan tipedeskriptif kualitatif yang bertujuan untukmengumpulkan informasi secara aktual danterperinci, mengidentifikasikan masalah,membuat perbandingan atau evaluasi, sertamenentukan apa yang dilakukan orang laindalam menghadapi masalah yang sama dan be-lajar dari pengalaman mereka untuk menetap-kan rencana dan keputusan pada waktu yangakan datang (Moloeng, 2009).

Adapun objek dalam penelitian yaituRadio Komunitas Desa Asyaman yang meru-

RADIO KOMUNITASSUARA KEROM

MANAJEMEN SIARAN :· SDM· INFRASTRUKTUR· KONTEN SIARAN

Gambar 1.Kerangka Konsep Pemberdayaan Manajemen Radio Komunitas Suara Kerom sebagai

Media Informasi

MEDIA INFORMASI :MEMBERIKAN PELAYANANINFORMASI BAGIKOMUNITASNYA

10Jurnal Komunikasi PROFETIK

pakan bagian dari Desa Informasi di wilayahperbatasan Indonesia dengan negara tetanggaPapua Nugini. Sedangkan teknik pengumpulandata dalam penelitian ini adalah dengan wa-wancara dengan sumber informan yang ber-hubungan dengan masalah yang akan dijawabdalam penelitian ini diantaranya, penanggung-jawab Radio, penyiar, serta masyarakat desaAsyaman. Disamping itu untuk kelengkapandata juga digunakan data-data yang di temukanselama observasi di lapangan, media massa,internet, buku serta literatur lainnya.

Teknik pengolahan dan analisis data da-lam penelitian ini yaitu dengan mengkoding ke-seluruhan data yang dikumpulkan baik dari ha-sil wawancara, data yang diperoleh dilapangandan literatur lainnya kemudian di kategorikanberdasarkan masalah yang akan dijawab. Data-data tersebut kemudian dideskripsikanberdasarkan kebutuhan penelitian. Dalampenelitian ini juga digunakan triangulasi yaituteknik pemeriksaan keabsahan data yang me-manfaatkan sesuatu yang lain di luar data ituuntuk keperluan pengecekan atau pembandingterhadap data itu (Moleong, 2009:330). Denkin(Rahardjo, 2012) berpendapat triangulasisebagai gabungan atau kombinasi berbagai me-tode yang dipakai untuk mengkaji fenomenayang saling terkait dari sudut pandang dan pers-pektif yang berbeda meliputi empat hal, yaitumetode, antar-peneliti, sumber data, dan teori.

HASIL DAN PEMBAHASANDesa Informasi merupakan pengem-

bangan layanan telekomunikasi broadcasting me-lalui Radio Komunitas (Rakom), layanan aksesinternet dan desa dering di daerah-daerah ter-tentu. Adapun pengembangan Radio Komu-nitas melalui penyediaan alat dan perangkatradio komunitas di daerah perbatasan dandaerah terpencil. Penyediaan ini berdasarkanInstruksi Menteri Komunikasi dan Informa-tika nomor 01/INS/M.KOMINFO/01/2010tentang pelaksanaan program Desa Informasidi wilayah perbatasan Indonesia dengan negaratetangga. Target Penyediaan Radio Komunitas

merupakan penyediaan bertahap, yang telahdiatur berdasarkan Peraturan MenteriNomor:02/PER/M.KOMINFO/1/2010tentang Rencana Strategis Kementerian Ko-munikasi dan Informatika Tahun 2010-2014,dimana Jumlah Desa Informasi yang dileng-kapi radio komunitas (BP3TI, 2010).

Radio komunitas yang berdiri di desaAsyaman, juga merupakan bantuan dari Ke-menterian Kominfo. Radio ini berdiri di desaAsyaman, Kecamatan Arso, Kabupaten Kerom,Provinsi Papua. Radio ini awalnya diberi namaRadio Komunitas Sumber Kasih yang ke-mudian berubah nama menjadi Suara Kerom.Radio ini juga memiliki motto ‘Ini Radio Kita’.

Gambar 2. Radio Komunitas Suara Keromdi Desa Asyaman Kecamatan Arso

Kabupaten Kerom, Papua.

Sumber Daya Manusia RadioKomunitas Suara Kerom

Sumber Daya Manusia (SDM) yang be-kerja di Radio Suara Kerom, merupakan o-rang-orang yang dengan suka rela melaksana-kan tugas penyiaran agar tujuan penyiaran da-pat tercapai yaitu menyediakan informasi yangdibutuhkan oleh masyarakat khususnya komu-nitasnya. Penanggungjawab Rakom Suara Ke-rom, Lumbardus Warome (yang berprofesi se-bagai Pegawai Negeri Sipil) mengatakan bahwaorang-orang yang bekerja di radio ini tidak di-bayar, dan secara suka rela menjadi foluntirradio komunitas.

“Kita disini ada 2 orang penyiar yang saling

11Vol. 08/No.01/April 2015

bergantian menyiar atau memutar lagu/ pro-gram acara melalui CD. Ada juga yangbertindak sebagai teknisi. Dan saya sendirisebagai penanggungjawab.”(Wawancaradengan Penanggungjawab Rakom SuaraKerom, Lumbardus Warome, Juni 2014).

Kondisi SDM ini memang sangat ter-batas dan berkesan apa adanya. Mengingatbahwa radio komunitas ini juga berdiri karenabantuan dari Kementerian Kominfo. Sehinggaaparat daerah juga berupaya merekrut orangyang bisa menjalankan tugas penyiaran secarasuka rela tanpa dibayar agar masyarakat bisamemperoleh informasi.

Keadaan ini tidak hanya dialami olehRakom Suara Kerom, tetapi juga radio komu-nitas secara umum. Sebuah penelitian yang di-lakukan Dwiana dkk (2013) dengan judul “Ra-dio Komunitas untuk Pemberdayaan Perempu-an” studi kasus radio komunitas Hapsari di DeliSerdang juga terkendala dalam masalah SDM.Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa dalamoperasionalisasi siaran radio tersebut terkendalaoleh rendahnya kapasitas SDM sehingga radiotersebut tidak maksimal dalam memberikankontribusi terhadap pemberdayaan perempuan.Minimnya kualitas SDM menyebabkan porsiwaktu untuk siaran penguatan perempuansangat sedikit sehingga radio tersebut lebih ba-nyak menyiarkan acara hiburan. Akibatnya ko-munitas perempuan tidak mampu membangunsikap profesional dalam bermedia.

Kenyataan ini seperti yang dikemuka-kan oleh Masduki (2004) bahwa memang ra-dio komunitas di Indonesia menghadapi be-berapa masalah besar salah satunya adalah per-soalan SDM. Pengelolaan radio komunitasyang bermodalkan semangat saja, dan bertum-pu pada kepentingan sesaat beberapa warga,penyaluran hobi dan aktualisasi diri tidak tepatdan terjamin regularitasnya. Idealnya radio ko-munitas muncul dari motivasi yang kuat (ad-vanced needs) untuk menjadikan radio sebagaibagian dari upaya pemenuhan hak-hak wargayang dirampas rezim ekonomi dan politik disemua arah kekuasaan sepanjang hampir 35

tahun. Sama halnya yang diungkapkanTambing (1998) bahwa radio komunitas ber-sifat partisipatif atau memberi kesempatan se-tiap inisiatif anggota komunitas tumbuh dantampil setara sejak proses perumusan acara,manajerial hingga pemilikan.

Hasil penelitian terhadap rakom SuaraKerom juga menunjukkan bahwa minimnyapartisipasi publik atau masyarakat desa Asya-man terhadap keberadaan rakom ini. Ini terli-hat hampir tidak ada aktifitas berarti yang lang-sung diberikan oleh masyarakat yang menjadikomunitasnya dalam wujud nyata mendukungrakom ini dan hanya beberapa orang saja yangterlibat. Padahal keberadaan radio komunitasini sebenarnya juga merupakan upaya untukmemberdayakan masyarakat lokal komunitas,meski hal tersebut sulit dilakukan. Seperti yangdiungkapkan Masduki (2007:30) bahwa tolokukur keberhasilan pengelolaan radio komuni-tas adalah partisipasi warga dalam berbagaibentuk, tidak hanya berupa dana, tetapi jugapemikiran, kebijakan atau keterlibatan lang-sung dalam proses siaran. Disamping mem-butuhkan dukungan partisipasi komunitas da-lam memproduksi program siaran juga diper-lukan cara memproduksi program acara yangberkualitas, karena masyarakat mendengarkanradio komunitas tidak hanya karena bagian darikomunitasnya, tetapi juga karena tersedianyaprogram acara yang berkualitas (Mtimdedkk,1998:21).

Infrastruktur Radio KomunitasSuara Kerom

Sebelumnya sudah digambarkanbahwa infrastruktur radio komunitas SuaraKerom merupakan bantuan dari KementerianKominfo yang diberikan bagi pemerintah ka-bupaten yang berada di wilayah perbatasan.Untuk wilayah perbatasan Indonesia- PapuaNugini, dibangun di desa Asyaman, kecamatanArso, Kabupaten Kerom. Infratruktur radiokomunitas ini terdiri dari microfon, ampliphier,mixer, audio processor, transmitter , antena(pemancar), input audio (microphone, tape, cd player,

12Jurnal Komunikasi PROFETIK

dan komputer).Menurut Penanggungjawab Rakom

Suara Kerom, Lumbardus Warome, sejak ban-tuan ini diberikan, telah berjalan dengan baikuntuk memenuhi kebutuhan informasi dan hi-buran masyarakat di desa Asyaman. Namunsaat ini (waktu penelitian ini dilaksanakan, Juni2014), Rakom Suara Kerom sudah beberapabulan tidak mengudara, ini dikarenakan anten-na dari rakom tersebut disambar petis dan se-dang mengalami kerusakan.

“Sudah tiga bulan ini tidak mengudara,karena antenanya disambar petir dan rusak.Kami juga tidak memiliki anggaran khususjika terjadi hal-hal mendadak seperti ini.”(Wawancara dengan PenanggungjawabRakom Suara Kerom, LumbardusWarome, Juni 2014).

Hal tersebut juga diperkuat denganpernyataan teknisi Rakom Suara Kerom,Turiman yang mengatakan bahwa pemancarradio tersebut rusak disambar petir dan hal initelah tiga kali terjadi sejak radio ini berdiri.

“Ada gangguan di pemancar radio karenaantenanya disambar petir beberapa waktulalu. Ini merupakan ketiga kalinya. Namunkita berupaya mengirim alat yang rusaktersebut ke Surabaya, mudah-mudahan bisacepat baik dan radio suara Kerom bisamengudara lagi.” (Wawancara denganTeknisi Rakom Suara Kerom,Turiman, Juni 2014).

Hal lain yang dialami masyarakat di de-sa Asyaman adalah kebanyakan dari merekajuga tidak memiliki pesawat radio, sehinggajarang juga mendengarkan siaran radio. Bebe-rapa masyarakat yang ditanya soal siaran ra-dio komunitas Suara Kerom, mengatakan halyang sama bahwa radio tersebut sudah lamatidak mengudara sehingga mereka juga sudahtidak pernah mendengarkan siarannya. Hasilpenelitian yang dilakukan oleh BBPPKI Ma-kassar (2014:67) menyebutkan bahwa sebagianbesar responden di desa Asyaman KabupatenKerom tidak lagi mendengarkan radio hanya

sekitar 19 persen yang menyempatkan men-dengarkan radio di rumah sendiri selama ku-rang dari 1 jam/hari Adapun stasiun radio yangsering didengarkan adalah RRI yang tujuannyaadalah untuk mendengarkan berita, dan men-dapatkan hiburan. Karena itu acara yang seringdidengarkan adalah acara musik dan informasiumum. Sementara untuk siaran radio komu-nitasi yang dibangun di Desa Informasi, faktamenunjukkan bahwa hanya 3 persen respon-den yang mengaku mendengarkan radiotersebut.

Memang harus diakui bahwa peman-faatan radio dari tahun ke tahun mulai menu-run. Hasil penelitian riset Broadcasting Board ofGovernors ebagaima-na dikutip laman RRI Semarang (Romeltea-media, 2014) mengungkapkan jumlah pende-ngar radio di Indonesia menurun drastis. Hasilriset yang dipublikasikan VOA Indonesia je-lang akhir 2012 itu juga menunjukkan bahwahanya 11% memperoleh informasi dari radio.Berdasarkan hasil riset tersebut disimpulkanbahwa masa keemasan radio lambat lain mulaimemudar. Hampir semua keunggulan mediaradio yaitu cepat, gudang lagu, dan portable (mo-bile, fleksible) telah diungguli oleh internet. Saatini orang hanya mendengarkan radio ketikaberkendaran saja (mobil) dan hanya untukmendengarkan lagu/mencari hiburan sematadan juga untuk mendengarkan info lalu-lintas.

Hal ini juga dikuatkan dengan hasil pe-nelitian yang dilakukan oleh Nielsen (2011)menunjukkan bahwa radio yang merupakansalah satu media massa hingga kini masih di-konsumsi oleh 30% dari populasi di 9 kotabesar di Indonesia. Dan mayoritas pendengarradio adalah hanya kaum muda yang berusiaantara 20-39 tahun). Meski demikian, jammendengarkan radio di segmen ini cenderungberkurang seiring dengan meningkatnya akti-vitas harian mereka, mulai dari bekerja, ber-belanja, berekreasi, menghabiskan waktu ber-sama keluarga hingga mengkonsumsi mediaselain radio. Hasil penelitian yang dilakukanoleh BBPPKI Makassar (2014:68) meng-ungkapkan bahwa radio komunitas juga jarang

13Vol. 08/No.01/April 2015

didengar oleh masyarakat di desa Asyaman,dimana radio komunitas dibangun di sana.

Jika mendiskusikan masalah tentang ra-dio komunitas, maka ada beberapa hal yangbisa dibahas, pertama dari sisi yang menggem-birakan dimana dengan adanya radio komu-nitas di berbagai daerah di Indonesia, menun-jukkan adanya kesadaran masyarakat akan de-mokratisasi komunikasi di tingkat lokal. Halkedua adalah minimnya dukungan dari berba-gai pihak termasuk pemerintah setempat se-hingga tidak sedikit radio komunitas yang ke-mudian berguguran. Selanjutnya adalah ma-salah anggaran.

Seperti diketahui bahwa radio komu-nitas memang berdiri bukan untuk mencari ke-untungan dan keseluruhan anggaran operasio-nalnya murni berasal dari komunitasnya.Namun diakui bagi rakom-rakom yang tidakterlampau ‘kuat’, hal ini justru menjadi kendalaterbesar saat kerusakan peralatan terjadi sepertiyang dialami oleh Rakom Suara Kerom. Hasilperolehan data dari lapangan, menunjukkanbahwa pengelolah Rakom berharap anggarankerusakan peralatan dapat ditanggulangi olehpihak yang menghibahkan peralatan tersebut.Padahal syarat sebuah radio komunitas sepertiyang diungkapkan Tambing (1998) teknologisiaran yang digunakan disesuaikan dengan ke-mampuan ekonomi komunitas bukan bergan-tung pada bantuan alat pihak luar.

Kondisi kerusakan peralatan dan mi-nimnya anggaran untuk pemeliharaan tersebutmenjadikan rakom tidak dapat mengudara se-lama berbulan-bulan. Jika terus-menerus terja-di hal tersebut maka radio komunitas tidak bi-sa mengudara lagi dan gugur di tengah jalan.Padahal seperti yang diungkapkan Tambing(1989) dalam pendirian radio komunitas, urgen-sinya harus mengacu kepada salah satu aspekyaitu jaminan keberadaan komunitas secarapermanen di lingkup batas geografis tertentuyang bersedia aktif dalam mengelola radio.

Konten Siaran Radio KomunitasSuara Kerom

Radio memiliki peran sebagai mediainformasi dan komunikasi. Fungsinya untuk me-nyalurkan informasi dari sumbernya ke parapenggunanya. Semua media informasi dan ko-munikasi memiliki fungsi yang sama yaitumengumpulkan, mengolah dan menyebarkaninformasi dan komukasi ke berbagai pihak dantempat. Sebagai media siaran yang diseleng-garakan dari, oleh dan untuk komunitas itu sen-diri, radio komunitas dapat berperan maksimalsebagai media informasi, pendidikan dan hi-buran yang dibutuhkan.

Rakom Suara Kerom, hadir juga seba-gai media informasi dan komunikasi. Berbagaiinformasi yang dibutuhkan masyarakat desaAsyaman juga disiarkan diantaranya acara talkshow tentang keluarga. Menurut penanggung-jawab Rakom Suara Kerom, Lumbardus Wa-rome, rakom Suara Kerom mendapat bantuankonten yang berisikan talk show tentang topicyang membahas keluarga dari sebuah LSM.Dan hal ini sangat membantu masyarakat diperbatasan mendapatkan informasi untuk me-nambah pengetahuan mereka.

“Kita setiap beberapa bulan mendapat kirimanCD yang berisi talk show tentang keluarga.Informasi seperti ini sangat dibutuhkan olehmasyarakat di desa ini.” (Wawancara de-ngan Penanggungjawab Rakom SuaraKerom, Lumbardus Warome, Juni 2014).

Selain acara talk show yang siarkan seti-ap hari, Rakom Suara Kerom juga menyiarkanlagu-lagu sebagai bentuk memenuhi fungsi hi-buran dari media massa. Ada beberapa mataacara yang juga disiarkan oleh radio ini yaituacara bincang-bincang dengan Bupati Keromsetiap 1 bulan sekali sedangkan dengan SKPDkabupaten Kerom setiap seminggu sekali. Tu-juan acara ini agar pemerintah kabupaten dapatmenyampaikan program-program kerja mere-ka untuk bisa diketahui oleh masyarakat di wi-layah setempat. Sebaliknya masyarakat juga bi-sa langsung memberikan respon balik kepaapemerintah.

“Setiap satu bulan satu kali ada acara bin-

14Jurnal Komunikasi PROFETIK

cang-bincang dengan bupati dan denganSKPD set iap 1 ming gu sekali.”(Wawancara dengan PenanggungjawabRakom Suara Kerom, LumbardusWarome, Juni 2014).

Gambar 3. CD Talk Show Masalah Keluargayang disiarkan Radio Komunitas Suara

Kerom Desa Asyaman

Secara umum program yang disiarkanoleh radio komunitas yang berorientasi non-profit, lebih menitikberatkan pada program-program pembelajaran serta pemberdayaanmasyarakat di tingkat kelurahan atau desa. Ha-sil penelitian ini menunjukkan bahwa RakomSuara Kerom telah berusaha juga untuk me-menuhi kebutuhan masyarakat. Namun seha-rusnya keadaan ini dapat menumbuhkan ke-butuhan masyarakat untuk mengekspresikanpendapat dan kepentingannya. Media rakomdiharapkan mampu menyentuh dan menjawabkebutuhan rakyat sesuai konteks lokalnya(Haryanto dkk, 2009:14).

Hadirnya konten-konten lokal yang di-siarkan radio komunitas merupakan bagianpenting bagi pembangungan masyarakat lokalkhususnya di perbatasan dengan negara tetang-ga. Karena tidak semua anggota masyarakatdapat menjangkau siaran yang ada. Masih ba-nyak anggota masyarakat yang tidak kena ter-paan media massa secara umum dan diharap-kan kebutuhan informasi ini dapat terpenuhidari radio komunitas. Disamping itu, menurutMcQuail (Masduki, 2004) kehadiran media ko-munitas diharapkan dapat memberikan pela-

yanan informasi isu-isu dan problem univer-sal, pengembangan budaya interaksi yang plu-ralistik, penguatan eksistensi kelompok mino-ritas dalam masyarakat, dan sebagai bentukfasilitasi atas proses menyelesaikan masalahmenurut cara pandang lokal.

Sepaham dengan yang dikemukakanoleh McQuail diatas dengan hasil penelitianyang dilakukan oleh Lilis dkk (2012) berjudul“Mengusung Radio Komunitas Sebagai BasisKearifan Lokal”. Hasil penelitian ini menye-butkan bahwa radio komunitas tidak lagi di-pandang sebelah mata, karena memiliki peranpenting dalam mengubah ketidakseimbanganfungsi media mainstream dalam mengangkatisu-isu lokal. Keberadaan radio komunitas da-pat menyuarakan berbagai aspirasi, persoalanserta peristiwa lokal dengan menyentuh kehi-dupan nyata masyarakat komunitas. Sehinggatidak bisa dipungkiri, radio komunitas bisa me-representasikan dan mempromosikan masya-rakat madani (civil society) dengan muatan bu-daya dan identitas yang berbasis kearifan lokal.

Selain itu menurut Miglioretto(Hakam, 2011: 73) pemanfaatan radio komu-nitas sebagai media komunikasi yang baru me-rupakan sesuatu yang potensial dalam me-nyukseskan pembangunan desa-kota dan me-rupakan sebuah strategi untuk membantu war-ga menempatkan komunitas pada posisi yanglebih baik dalam menerapkan proyek pemba-ngunan, membantu mata pencahariannya danmemberdayakan warga untuk memperbaikikehidupannya, memberikan dasar kepada ko-munitas untuk berdiskusi dan membicarakanstrategi pembangunan juga pemerintah lokaluntuk menginformasikan kepada warga me-ngenai program-program baru dalam kontekslokal

Sayangnya apa yang sedang dialami ra-kom Suara Kerom yang tidak mengudara lagikarena kerusakan peralatan, menjadi kendalaterbesar bagi masyarakat di wilayah perbatasanuntuk bisa memperoleh informasi-informasiyang bersifat lokalistik untuk membangun edu-kasi, hiburan maupun semangat nasionalismemereka. Untungnya, hasil observasi di lapa-

15Vol. 08/No.01/April 2015

ngan menunjukkan bahwa media televisi ter-masuk media utama yang dikonsumsi oleh ma-syarakat di wilayah ini sehingga paling tidakada media lain yang bisa memenuhi kebutuhanmasyarakat terhadap informasi dan hiburanmeski isi konten televisi cenderung lebih sen-tralistik. Hal ini juga diperkuat oleh hasil pe-nelitian yang dilakukan oleh BBPPKI Makas-sar (2014) tentang literasi media masyarakatdi wilayah perbatasan Papua yang menyimpul-kan bahwa masyarakat sangat literat terhadapmedia televisi berada pada level 3 (menegah).Bahkan televisi telah menjadi media utamabagi masyarakat di wilayah perbatasan Papua.

Melihat kondisi di lapangan ini, mema-ng harus diakui bahwa masalah radio komu-nitas merupakan hal yang tidak mudah dipe-cahkan. Apa yang telah dipaparkan di atas me-nunjukkan bahwa masalah radio komunitasmerupakan masalah yang dari tahun ke tahuntidak pernah berlalu dengan gampang. Padahalmengambil contoh di kabupaten Kerom, desaAsyaman mayoritas pendudukan yang tinggaldi sana adalah transmigran dari Jawa yang ber-profesi sebagai petani, sehingga pemberdayaankomunitas tani dan sejenisnya tetap bisa di-pertahankan melalui media-media lokal/ko-munitas seperti radio komunitas. Diperlukankomitmen yang kuat dari berbagai pihak baikpengelola rakom itu sendiri, partisipasi masya-rakat yang menjadi komunitasnya, pemerintah,serta kelompok-kelompok peduli rakom untukterus menerus mempertahankan media-medialokal dan komunitas. Agar informasi yang ber-sifat lokal serta sangat penting bagi pemba-ngunan komunitas terutama masyarakat di wi-layah perbatasan. Tidak hanya sebagai pem-berdayaan masyarakat komunitas namun jugasebagai pertahanan ideologi kebangsaan di wi-layah perbatasan. Seperti yang disampaikanoleh Dirjen IKP Kemkominfo, Freddy Tulungbahwa dibutuhkan institusi-institusi yang ber-peran mengembangkan dan menyebarkan ga-gasan kebangsaan, seperti sekolah, organisasikeagamaan, media massa, yang kesemunya me-rupakan prasyarat yang penting untuk men-sosialisasikan dan mempertahankan ideologi

atau gagasan kebangsaan dengan kearifan lo-kal. Serta dibutuhkan usaha meningkatkan pe-mahaman masyarakat tentang pemanfaatanmedia secara sehat dalam rangka penguatansadar media. Kemudian penguatan kelemba-gaan media penyiaran di wilayah perbatasandalam menyelenggarakan siaran yang bermua-tan Empat Konsensus Dasar RepublikIndonesia, yakni Pancasila, Undang-undangDasar Negara Republik Indonesia 1945, Bhi-neka Tunggal Ika, dan Negara Kesatuan Re-publik Indonesia (KPI, 2014).

Jika keberadaan radio komunitas di wi-layah-wilayah perbatasan ini dapat dipeliharadengan baik dan terus dimaksimalkan denganmeminimalkan sumber-sumber permasalahanseperti masalah keuangan, infrastruktur dansumber daya manusia, maka media ini dapatmenjalankan fungsinya dengan baik sebagaimedia informasi masyarakat desa di perbata-san. Seperti hasil penelitian yang dilakukan Ju-ditha (2012) berjudul “Peran dan Fungsi Ra-dio Komunitas Desa Silawan Sebagai MediaInformasi bagi Masyarakat di Perbatasan RI-Timor Leste”. Hasil studi menyimpulkan bah-wa radio komunitas desa Silawan telah menja-lankan fungsi dan perannya sebagai media pe-nyampai aspirasi warga dan informasi yang di-butuhkan warga setempat/komunitas, dan se-bagai media penyampai program pemerintahdesa/dusun/kelurahan maupun kecamatan.Namun media ini belum berperan dan ber-fungsi sebagai media yang dapat menggali ma-salah serta mengembangkan potensi desa dankomunitas yang ada di desa Silawan.

Menurut Masduki (2007) radio komu-nitas sebagai salah satu bagian dari sistem pe-nyiaran Indonesia secara praktek ikut berparti-sipasi dalam penyampaian informasi yang di-butuhkan komunitasnya, baik menyangkut as-pirasi warga masyarakat maupun program-pro-gram yang dilakukan pemerintah untuk ber-sama-sama menggali masalah dan mengem-bangkan potensi yang ada di lingkungannya.

Keberadaaan radio komunitas juga un-tuk menciptakan tata pemerintahan yang baikdengan memandang asas-asas yaitu, 1. Hak Asa-

16Jurnal Komunikasi PROFETIK

si Manusia yaitu kemerdekaan menyampaikanpendapat dan memperoleh informasi melaluipenyiaran; 2. Keadilan yaitu bahwa untukmenjaga integrasi nasional, kemajemukan ma-syarakat dan terlaksananya otonomi daerahmaka perlu dibentuk sistem penyiaran nasionalyang menjamin terciptanya tatanan sistem pe-nyiaran yang adil, merata dan seimbang gunamewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyatIndonesia. Pengelolaan, pengalokasian danpenggunaan spektrum frekuensi radio harustetap berlandaskan pada asas keadilan bagisemua lembaga penyiaran dan pemanfaatannyadipergunakan untuk kemakmuran masyarakatseluas-luasnya, sehingga terwujud diversity ofownership dan diversity of content dalam duniapenyiaran. 3. Informasi yaitu bahwa lembagapenyiaran (radio) merupakan media informasidan komunikasi yang mempunyai peran pentingdalam penyebaran informasi yang seimbang dansetimpal di masyarakat, memiliki kebebasan dantanggungjawab dalam menjalankan fungsinyasebagai media informasi, pendidikan, hiburan,kontrol serta perekat sosial. 4. Radio Based Com-munity Development and Disaster Risk Reduction yaituperan radio komunitas telah dikembangkanmenjadi sarana pengembangan komunitas danprogram pengurangan risiko. 5. SebagaiPromosi Budaya Lokal yaitu radio komunitasmemiliki peran yang cukup penting dalammempromosikan budaya lokal tempat radiokomunitas didirikan. Dan 6. Sebagai KontrolPembangunan yaitu Peran radio komunitas jugamempunyai fungsi kontrol terhadap kinerjapemerintah di daerah tempat radio komunitasdidirikan (Masduki, 2007).

Hanya saja kondisi saat ini lebih banyakradio komunitas yang berada di wilayah per-batasan cenderung mandeg. Keberadaannyayang mulai marak sejak 2009 dinilai sejumlahpihak belum efektif. Radio komunitas yang

isme masyarakat perbatasan dinilai belummaksimal. Pasalnya, banyak radio komunitasperbatasan yang berhenti beroperasi meski be-lum lama dibuka. Ketua Jaringan Radio Ko-munitas Indonesia (JRKI), Sinam M Sutarno

(Solopos, 2012) menjelaskan mereka mendu-kung adanya radio komunitas perbatasan. Na-mun, pelaksanaan program kerja radio tersebutperlu dievaluasi. Terutama persiapan sosialisasidan organisasi radio. Kaderisasi juga sangatpenting agar pembuatan radio tersebut tak se-kadar program pemerintah yang kemudian takada evaluasi.

Ketua Komisi Penyiaran Indonesia(KPI) Pusat, Mochamad Riyanto (Solopos,2012) juga berpendapat bahwa radio komuni-tas yang berada di wilayah perbatasan memangperlu didampingi oleh Jaringan Radio Komu-nitas Indonesia (JRKI). Mengingat keberadaanradio itu yang cukup penting untuk memper-tahankan nasionalisme serta untuk menyelamat-

batasan. Sekaligus sebagai alat untuk menya-lurkan informasi dari pusat ke daerah-daerahpelosok tersebut. Karena itu dibutuhkan jugaperaturan daerah untuk mewajibkan hasil rapatdan pengumuman dari pejabat terkait untukdisiarkan secara langsung di radio komunitas.

PENUTUPAda 3 hal penting yang dikaji dalam

penelitian ini yaitu berhubungan dengan ma-najemen produksi siaran radio komunitas yaituSDM, Infrastruktur dan Konten Media. Ke-simpulan yang dapat ditarik dari hasil peneli-tian ini adalah Sumber Daya Manusia RadioKomunitas Suara Kerom sangat minim danterbatas serta berkesan apa adanya. Mengingatbahwa radio komunitas ini juga berdiri karenabantuan dari Kementerian Kominfo. Sehinggaaparat daerah juga berupaya merekrut orangyang bisa menjalankan tugas penyiaran secarasuka rela tanpa dibayar agar masyarakat bisamemperoleh informasi.

Infrastruktur radio komunitas SuaraKerom merupakan bantuan dari KementerianKominfo yang diberikan bagi pemerintah ka-bupaten yang berada di wilayah perbatasan.Untuk wilayah perbatasan Indonesia-PapuaNugini. Kondisi infrastruktur ini lengkap saatpenyerahan bantuan yang terdiri dari microfon,

17Vol. 08/No.01/April 2015

ampliphier, mixer, audio processor, transmitter, an-tena (pemancar), input audio (microphone, tape,cd player, dan komputer). Hanya saja radiokomunitas ini sudah beberapa lama tidakmengudara karena kondisi peralatan pemancaryang rusak (disambar petir). Hal lain yang di-alami masyarakat di desa Asyaman adalah ke-banyakan dari mereka juga tidak memiliki pe-sawat radio, sehingga jarang juga mendengar-kan siaran radio. Beberapa masyarakat yangditanya soal siaran radio komunitas Suara Ke-rom, mengatakan hal yang sama bahwa radiotersebut sudah lama tidak mengudara sehinggamereka juga sudah tidak pernah mendengar-kan siarannya.

Sedangkan konten siaran radio komu-nitas suara kerom selama ini meliputi acara talkshow tentang keluarga, acara bincang-bincangdengan Bupati Kerom setiap 1 bulan sekalisedangkan dengan SKPD kabupaten Keromsetiap seminggu sekali. Tujuan acara ini agarpemerintah kabupaten dapat menyampaikanprogram-program kerja mereka untuk bisadiketahui oleh masyarakat di wilayah setempat.Sebaliknya masyarakat juga bisa langsungmemberikan respon balik kepada pemerintah.Sayangnya karena kerusakan peralatansehingga radio ini tidak dapat menjalankanperan dan fungsinya secara semestinya.

Penelitian ini memberikan beberapa re-komendasi yaitu diperlukan komitmen yangtinggi bagi pengelolah radio komunitas untukterus mempertahankan media ini sebagai me-dia informasi yang bersifat lokalistik untuk me-menuhi kebutuan masyarakat yang menjadi ko-munitasnya. Perlu juga pelatihan-pelatihankhusus tentang penyiaran misalnya manajemenpenyiaran radio komunitas, teknis penyiaran,pelatihan teknis bagi teknisi rakom dan SDMrakom yang diberikan dari baik LSM yang be-kerjasama dengan pemerintah setempat. Di-perlukan juga perhatian dari pemerintah danSKPD di kabupaten terkait untuk membantuagar media-media komunitas dapat tetap eksisguna pemberdayaan masyarakat di wilayah per-batasan. Diperlukan juga sumbangsih dan pe-

ran serta masyarakat komunitas untuk dapatmembantu agar pemberdayaan media komu-nitas ini tetap bisa eksis.

DAFTAR PUSTAKABBPPKI Makassar. (2014). Peran Program

Desa Informasi Dalam PeningkatanLiterasi Media Pada Masyarakat diWilayah Perbatasan Papua dan NusaTenggara Timur. Laporan HasilPenelitian. Makassar.

BP3TI. (2010). Radio Komunitas. http://bp3ti.kominfo.go.id/id/index.php?categoryid=32, diakses 2 Desember

Dominick, Yoseph. (2001). Broadcasting, Cable,The Internet and Beyond, An Introductionto The Modern Electronic Media.Singapore: Mcgrawhill Book & Co.

Dwiana, Ressi & Hermin Indah Wahyuni.(2013). Radio Komunitas untuk Pem-berdayaan Perempuan. Jurnal IPTEKKOM, Vol. 15 No. 2, Desember 2013Jogjakarta: BPPKI Kemkominfo.

Fraser, Colin & Sonia Estrepo Estrada.(2001).Buku Panduan Radio Komunitas.Jakarta: Unesco Jakarta Office.

Gazali, Effendi. (2002).Penyiaran AlternatifTetapi Mutlak; Sebuah Acuan TentangPenyiaran Publik dan Komunitas.Jakarta: Jurusan Ilmu KomunikasiFISIP, Universitas Indonesia.

Gespalink.com. (13 Oktober 2013). Apa ItuRadio Komunitas. www.gespalink.com/2013/10/radio-komunitas.html,diakses 28 November 2014.

Haryanto, Ignatius & Juventius JudyRamdojo. (2009). Dinamika RadioKomunitas. Jakarta: LSSP dan YayasanTifa.

Hakam, Ulil. (2011). Konvergensi Media DalamRadio Komunitas. Jurnal Penelitian

18Jurnal Komunikasi PROFETIK

IPTEK-KOM, Volume 13, No. 1, Juni2011.

Juditha, Christiany. (2012). Peran dan FungsiRadio Komunitas Desa Silawan SebagaiMedia Informasi bagi Masyarakat diPerbatasan RI-Timor Leste. JurnalKomunikasi dan Opini Publik, Vol.16 No.2-Agustus 2012. Manado:BPPKI Manado.

KPI. (23 Juni 2014). Penguatan Teknologi danInformasi di Wilayah Perbatasan. http://www.kpi.go.id/index.php/lihat-terkini/38-dalam-negeri/32139-penguatan-teknologi-dan-informasi-di-wilayah-perbatasan, diakses 28November 2014.

Lilis, Dede Ch. & Nova Yuliati. (2011).Mengusung Radio Komunitas SebagaiBasis Kearifan Lokal. MenggagasPencitraan Berbasis Kearifan Lokal.

Masduki. (2004). Perkembangan DanProblematika Radio Komunitas di Indone-sia. Jurnal Ilmu Komunikasi Volume1, Nomor 1, Juni 2004. Yogjakarta :Universitas Atmajaya. http://jurnal.uajy.ac.id/jik/files/2012/05/JIK-Vo2-No2-2005_4.pdf, diakses28 November 2014.

Masduki. (2007). Radio Komunitas Belajar DariLapangan. Jakarta: Kantor PerwakilanBank Dunia di Indonesia.

Masduki. (2007). Regulasi Penyiaran: dariOtoriter ke Liberal. Yogyakarta:Penerbit LKiS Yogyakarta.

Metodologi PenelitianKualitatif. Bandung: RemajaRosdakarya.

Mtimde, Lumko, Marie-Helene Bonin,Nkopane Maphiri, Kodjo Nyamaku.(1998). What Is Community Radio? aResource Guide. Sout Afrika: AMARCAfrica dan Panos Southern Africa.

Nielsen Newsletter. Edisi 15-31 Maret 2011.http://agbnielsen.com/Uploads/Indonesia/Nielsen_Newsletter_Mar_2011-Ind.pdf, diakses 8 November 2014.

Rahardjo, Mudjia. (2012). Triangulasi dalamPenelitian Kualitatif.www.mudjiarahardjo.com/artikel/270.html?task=view, diakses 2

Rahardjo, Susilo & Gudnanto. (2011).Pemahaman Individu Teknik Non Tes.Kudus: Nora MediaEnterprise.Hal.250.

Romelteamedia.(April 2014). Jumlah PendengarRadio Menurun Drastis.www.romelteamedia.com/2014/04/jumlah-pendengar-radio-menurun-drastis.html, diakses 20 November2014.

Tabing, Louie N. 1998. Programming Tips for aCommunity Radio Stations. UNESCO-DANIDA Tambuli Project.

Seneviratne. (2012). Kalinga Peoples’ Voices,Peoples’ Empowerment. Singapore:AMIC.

Solopos. (19 Oktober 2012). Radio KomunitasPerbatasan Belum Efektif.www.solopos.com/2012/10/19/radio-komunitas-perbatasan-belum-efektif-340527 diakses 8 November2014.

Undang-Undang No. 32 tahun 2002 tentangPenyiaran.

Wahyudi, JB. (1994). Dasar-DasarManajemen Penyiaran. Jakarta:PT.Gramedia Pustaka Utama.

Winardi. (1986). Asas-Asas Manajemen.Bandung: Alumni.

19Vol. 08/No.01/April 2015

Latar BelakangPembangunan dalam terminologi

Paolo Freire adalah pembebasan. Perspektifini berasal dari teologi pembebasan yang mem-prioritaskan individu dan komunal agar bebasdari tekanan, sebagai kunci pemberdayaan dankepercayaan diri yang menjadi tujuan pemba-ngunan (Melkote and Steeves, 2006). Olehkarena itu pembangunan masyarakat seyogya-nya dilaksanakan dengan pendekatan yang

FASILITATOR DALAM KOMUNIKASIPEMBERDAYAAN MASYARAKAT

Jumrana & Megawati Asrul TawuloDosen Ilmu Komunikasi dan Dosen Sosiologi Universitas Haluoleo Kendari

ABSTRACTThis study attempted to describe the methods of communication used facilitators in community develop-

ment and its role as an agent of development. The method used was a combination method. Data were collectedthrough a survey of the community, and interviews in the facilitator. Research has been conducted in threevillages in Kendari are considered successful in community development activities

This method of communication conducted in interactions between facilitators and communities in com-munity development activities have contributed to the success of the program despite the rare interactions.Communication through the individuals who play a role in the more intensive group, it is proven effective todisseminate information to members and other community groups through informal communication. Neverthe-less, there is a gap between the role played by facilitators and the role of the facilitators is expected by society.People not only want facilitators becomes consultant or mediator, but they expect facilitators can help them solvevarious problems and facilitate their program proposals to the government. In fact, at this stage, the communityhas been quite independent in planning and managing community development activities.

Community channel, communication group, empowerment, facilitator

holistik dengan melihat karakterisitk dan ke-butuhan masyarakat sehingga tidak terjadidampak yang merugikan masyarakat sasaran.Isu-isu penting terkini dalam pembangunanmasyarakat adalah penguatan kelembagaan gu-na meningkatkan keberdayaan masyarakat me-lalui saluran komunikasi yang tepat.

Komunikasi bagi pembangunan adalahsebuah desain dan penggunaan yang sistematikdari aktifitas partisipatif, pendekatan komuni-

20Jurnal Komunikasi PROFETIK

kasi, metode dan media untuk berbagi infor-masi dan pengetahuan diantara para pihak da-lam sebuah proses pembangunan untuk me-mastikan saling pengertian dan konsensusyang mengarah pada pelaksanaan kegiatan(Anyaegbunam et.all, 2004). Komunikasi men-jadi penting karena keberhasilan dalam setiaptahap pemberdayaan masyarakat bergantungpada pengelolaan metode dan teknik komu-nikasi yang digunakan dalam menyampaikaninformasi dan pengetahuan pada masyarakat.

Penelitian-penelitian mengenai pem-berdayaan masyarakat terdahulu lebih banyakmelakukan kajian dalam aspek kinerja, kelem-bagaan sosial, peningkatan taraf hidup, kepas-tian hukum, dan pembangunan fisik. Hinggasaat ini, pemberdayaan masyarakat dalam per-spektif komunikasi masih kurang diteliti. Pen-elitian Widarti (2008) misalnya yang menelitifaktor-faktor yang mempengaruhi kinerja ke-lembagaan masyarakat dalam pemberdayaanmasyarakat, tidak memasukkan indikator ko-munikasi sebagai faktor penentu. Penelitian-penelitian Amiarta (2005) dan Azis (2005) le-bih diarahkan untuk mengkaji pengaruh pro-gram pemberdayaan masyarakat dalam me-ningkatkan pendapatan masyarakat.

Pada tahun 2006, Usuli melakukan pe-nelitian mengenai implementasi pemberda-yaan masyarakat dengan mengkaji proses pem-belajaran, sosialisasi, perencanaan partisipatifdan pengembangan kapasitas. Namun pen-elitian ini lebih fokus pada pelaksanaan pem-belajaran dan manajemen sosialisasi. Tidakmenyentuh metode pembelajaran dan sosial-isasi sehingga permasalahan komunikasi ku-rang mendapat perhatian.

Studi mengenai jaringan komunikasidan penguatan kelembagaan terhadap perilakuberdaya masyarakat dilakukan oleh Jumrana(2010). Penelitian ini memberikan gambaranmengenai jaringan komunikasi informasi pem-berdayaan dalam kelembagaan masyarakat danperan-peran yang terbentuk di dalamnya, sertadialektika komunikasi dalam kelembagaan ma-syarakat tersebut.

Salah satu peran dalam perspektifkomunikasi dalam pemberdayaan masyarakatadalah opinion leader, opinion leader dapatberasal dari tokoh agama, tokoh masyarakat,tokoh pemuda, pimpinan formal di suatu dae-rah, dan juga fasilitator. Dalam menjalankanperannya, seringkali terjadi kesenjangan antaraperan yang dilaksanakan opinion leader denganperan yang diharapkan oleh masyarakat(Jumrana, 2011). Lebih lanjut, dikatakan bah-wa kesenjangan ini mempengaruhi proses bel-ajar bersama masyarakat dan penerimaan in-formasi oleh masyarakat.

Metode-metode komunikasi yang dila-kukan untuk menyebarkan informasi pember-dayaan masyarakat dilakukan dalam rapat danpertemuan yang bersifat formal di kelurahan.Sementara penyebaran informasi biasanyamelalui diskusi informal dengan kelompok ma-syarakat, kegiatan arisan warga, dan majelistaklim. Arah komunikasi masih bersifat topdown (Jumrana, 2011). Mengingat pelaksanaanpemberdayaan masyarakat secara terpadu sudahdilaksanakan sejak tahun 2005, seharusnya telahterjadi perubahan dalam perilaku komunikasidalam pemberdayaan masyarakat. Aksesinformasi terbuka dan alternatif teknologi yangdigunakan untuk mencari informasi mem-berikan kemudahan dalam mendapatkan infor-masi. Situasi ini seharusnya menjadikan diskusidengan masyarakat semacam sharing penge-tahuan dan pengalaman. Komunikasi tidak lagibersifat instruktif tapi dialog dan konsultasi.Dialog memungkinkan terjadinya komunikasidua arah antara masyarakat dan pemerintah,atau antara masyarakat dan agen pembangunandalam perencanaan program yang sesuai(Jumrana, 2012). Dialog antara para pihak yangterlibat dalam kegiatan pemberdayaanmasyarakat telah menjadi kajian para ahli (Diaz-Bordenave (1989); Ascroft and Masilela (1989)dalam Melkote and Steeves (2006)).

Oleh karena itu, tulisan ini berusahauntuk memaparkan hasil penelitian mengenaibentuk interaksi yang digunakan fasilitator da-lam komunikasi pemberdayaan masyarakatserta perannya sebagai agen pembangunan.

21Vol. 08/No.01/April 2015

METODE PENELITIANPenelitian ini menggunakan metode

gabungan (mixed methods) untuk mengkaji ko-munikator dan metode dalam pemberdayaanmasyarakat. Pendekatan penelitian multi stra-tegi ini menggunakan metode triangulasi yangmerupakan suatu perencanaan kegiatan yangakan menjaga peneliti agar bebas dari bias per-sonal yang mengakar dari metodologi tunggaldan dapat mengimbangi fakta-fakta yang tidakmemiliki persetujuan umum dalam penelitian(Denzin, 1989). Dengan demikian metode ga-bungan mencoba menunjukkan secara tepatnilai-nilai suatu fenomena dengan akurat me-lalui pengamatan dalam sudut pandang meto-dologi yang berbeda (Henn et al., 2006).

Merujuk pada metode penggabungandan kebutuhan pengkajian maka penelitian inicenderung memadukan kedua metode denganmenggunakan metode kuantitatif untuk me-ngembangkan penelitian kualitatif. Salah satudari empat skenario penggabungan metodepenelitian yang disampaikan Ulin et al., (dalamTashakkori and Teddlie, (1998)).

Penelitian ini berusaha mengidentifi-kasi komunikator pembangunan yang diharap-kan masyarakat dengan menggunakan metodesurvei. Alat analisis yang digunakan adalah alatukur psikologi dengan metode perbandinganpasangan. Menurut Suryabrata (1999), metodeini adalah model skala perangsang untuk me-ngetahui kecenderungan pilihan respondenpenelitian. Sementara identifikasi metode di-lakukan melalui pendekatan kualitatif denganmenggunakan alat analisis domain. Analisisini digunakan untuk menganalisis gambaran-gambaran riset secara umum atau menganalisisdi tingkat permukaan, namun relative utuh ten-tang objek riset tersebut (Bungin, 2001). Tek-nik ini dapat digunakan untuk mendapatkangambaran yang utuh mengenai objek riset tan-pa harus membuat rincian yang detail meng-enai unsur-unsur yang ada pada objek.

Pengumpulan data dilakukan denganteknik survai, observasi non partisipan, danwawancara mendalam di tiga kelurahan di Kota

Kendari, yaitu Kelurahan Anggoeya, Ang-galomelai, dan Kambu. Di pilihnya ketiga ke-lurahan tersebut karena ketiganya merupakankelurahan-kelurahan yang dianggap berhasildalam melaksanakan kegiatan pemberdayaanmasyarakat.

Sampel dalam penelitian ini dibagimenjadi dua; (1) untuk keperluan survei, sam-pel dipilih secara acak (random sampling) ter-hadap masyarakat yang terlibat dalam kegiatanatau menerima manfaat dari program pember-dayaan masyarakat (2) untuk mengumpulkandata kualitatif, sampel dipilih secara purposif(purposive sampling), dalam hal ini informan da-lam penelitian adalah para pihak yang terlibatdalam kegiatan pemberdayaan masyarakat; pe-merintah daerah, fasilitator, dan pemerintahandi tingkat kelurahan.

Sampel yang merupakan respondendalam kegiatan survei di tetapkan sebanyak 150orang untuk ketiga kelurahan, dengan perin-cian setiap kelurahan, responden yang ditemuiberjumlah 50 orang; Kelurahan Anggaoeya 50responden, Kelurahan Anggalomelai 50 res-ponden, dan Kelurahan Kambu 50 responden.Semua responden ditanya mengenai proses ko-munikasi yang dilakukan oleh fasilitator dalamperencanaan, sosialisasi, dan pelaksanaan ke-giatan pemberdayaan masyarakat, serta per-sepsi dan harapan terhadap peran yang dila-kukan oleh fasilitator sebagai agen pemba-ngunan. Sementara itu, sampel yang merupa-kan informan dalam penelitian terdiri darienam fasilitator kelurahan, tiga ketua kelom-pok masyarakat, tiga kepala kelurahan atau pe-rangkat kelurahan, dan pemerintah kota.

PEMBAHASAN1. Interaksi Fasilitator dengan

Warga dalam PemberdayaanMasyarakat

Fasilitator merupakan agen pembangu-nan yang bertugas untuk mendampingi masya-rakat dalam kegiatan pemberdayaan masya-rakat. Fasilitator mempunyai tanggung jawabuntuk membimbing, membina, dan mengarah-

22Jurnal Komunikasi PROFETIK

kan masyarakat agar mandiri dan mampu meng-organisir diri dalam kelembagaan masyarakatyang kuat. Dalam melaksanakan tanggung jawabtersebut, fasilitator bertugas untuk; (1)Menerapkan aturan main dalam daerah dam-pingan, (2) Melaksanakan kegiatan sesuai de-ngan prosedur yang ditentukan oleh petunjukteknis, (3) Menangani masalah, pelatihan, danpenguatan kelompok. Tugas-tugas tersebutmengharuskan fasilitator untuk berinteraksisecara aktif dengan masyarakat.

Bentuk-bentuk interaksi yang dilaku-kan oleh fasilitator dalam kegiatan pemberda-yaan masyarakat adalah dengan komunikasitatap muka dan melalui papan informasi yangditempatkan di kantor kelurahan. Komunikasitatap muka ini dilakukan secara formal daninformal. Secara formal biasanya di laksanakandalam sebuah forum rapat dan sosialisasiumum yang melibatkan perangkat kelurahandan seluruh lapisan masyarakat dalam wilayahdampingannya. Komunikasi yang bersifat in-formal biasanya dilaksanakan melalui salurankomunikasi komunitas, komunikasi kelompok,dan komunikasi antar persona. Interaksi ko-munikasi yang aktif antara fasilitator dan ma-syarakat dapat diukur dari intensitas komu-nikasi tatap muka yang dilakukan dan aksesuntuk melakukan komunikasi.

Interaksi komunikasi yang aktif antarafasilitator dan masyarakat dapat diketahui daripengetahuan masyarakat mengenai fasilitatoryang bertugas menjadi pendamping di wilayahtempat tinggalnya. Dari survei yang dilakukanpada 150 responden ditemukan bahwa se-bagian besar atau 82% responden mengakupernah bertemu dan menjalin komunikasi de-ngan fasilitator, baik di dalam rapat dan per-temuan di kelurahan maupun saat berinteraksidalam pertemuan dengan kelompok swadayamasyarakat. Sementara 8% lainnya tidak tahudan tidak mengenal fasilitator. Hal tersebutmenunjukkan bahwa terdapat sekelompokkecil masyarakat yang tidak pernah berinteraksidengan fasilitator. Dengan demikian, merekaini adalah warga masyarakat yang tak pernah

terlibat dalam kegiatan pemberdayaanmasyarakat.

Aktifitas komunikasi juga dapat dilihatdari intensitas pertemuan antara warga masya-rakat dengan fasilitator. Secara keseluruhan,hasil survei pada tabel 1 menunjukkan inten-sitas interaksi fasilitator dan masyarakat padatiga kelurahan. Pada tabel dilihat, warga tigakelurahan menyatakan bahwa interaksi fasili-tator melalui saluran komunikasi jarang dila-kukan oleh fasilitator, hal ini disampaikan oleh48,67% responden dan 21,33% responden me-ngatakan tidak pernah. Sementara 30% lainnyamenyatakan interaksi dengan cara saluran ko-munitas sering dilaksanakan oleh fasilitatorkepada masyarakat.

Pada bagian ini juga, pernyataan res-ponden ketiga kelurahan menujukkan inter-aksi fasilitator dengan kelompok-kelompokmasyarakat atau kelompok swadaya masya-rakat jarang dilakukan. Sebanyak 42,67% di-antaranya menyatakan fasilitator jarang berko-munikasi dengan kelompok masyarakat ataukelompok swadaya masyarakat. Bahkan ter-dapat 24,67% responden menyatakan tidakpernah. Sebagian responden lainnya, 32,67%menyatakan komunikasi dan interaksi fasili-tator sering dilakukan dengan kelompok-ke-lompok masyarakat dan kelompok swadayamasyarakat lainnya.

Sebagian besar responden atau 42,67%menyatakan tidak pernah mengetahui dantidak pernah mengalami berkomunikasi danmelakukan interaksi secara personal denganfasilitator. 31,33% responden lainnya menga-takan komunikasi personal semacam itu jarangdilakukan. Hanya 26% responden yangmengatakan komunikasi personal anatara fasi-litator dan masyarakat sering dilakukan.

Di Kelurahan Anggoeya, 47,33% res-ponden menyatakan frekuensi interaksi antarafasilitator dengan masyarakat jarang dilaksa-nakan. Persentase ini terbilang tinggi dibandingdua kelurahan penelitian. Hal ini menunjukkanbahwa Intensitas komunikasi antara fasilitatordan masyarakat paling rendah di kelurahan ini.

23Vol. 08/No.01/April 2015

Bentuk interaksi yang dianggap seringdilakukan oleh fasilitator adalah interaksidengan kelompok, sekitar 26% respondenmenyatakan hal tersebut, meskipun lebihbanyak responden yang menyanggah, dan me-nyatakan jarang dilaksanakan oleh fasilitator.Interaksi dalam saluran komunitas dan komu-nikasi personal jarang dilakukan oleh fasilitatordi kelurahan ini, bahkan 46% respondenmengaku tidak pernah tahu jika fasilitator me-lakukan komunikasi personal dengan wargadalam rangka pemberdayaan masyarakat.

Di Kelurahan Anggalomelai, sebagianbesar atau 38,67% responden mengakui bahwafasilitator jarang melakukan interaksi denganmasyarakat. Bahkan terdapat 27,33% respon-den menyatakan fasilitator tidak pernah me-lakukan komunikasi dengan warga. Diantara

Tabel 1. Intensitas Interaksi Fasilitator dan Warga Masyarakat

Bentuk Interaksi Frekuensi Interaksidengan Fasilitator

Sering % Jarang % T.Pernah %

Kelurahan AnggoeyaSaluran komunitas 12 24 27 54 11 22 50

Komunikasi kelompok 13 26 28 56 9 18 50

Komunikasi perorangan 11 22 16 32 23 46 50

Jumlah 36 24 71 47,33 43 28,67

Kelurahan AnggalomelaiSaluran komunitas 15 30 16 32 19 38 50

Komunikasi kelompok 20 40 22 44 8 16 50

Komunikasi perorangan 16 32 20 40 14 28 50

Jumlah 51 34 58 38,67 41 27,33

Kelurahan KambuSaluran komunitas 18 36 30 60 2 4 50

Komunikasi kelompok 16 32 14 28 20 40 50

Komunikasi perorangan 12 24 11 22 27 54 50

Jumlah 46 30,67 55 36,67 49 32,67

Ketiga KelurahanSaluran komunitas 45 30,00 73 48,67 32 21,33 150

Komunikasi kelompok 49 32,67 64 42,67 37 24,67 150

Komunikasi perorangan 39 26,00 47 31,33 64 42,67 150

Jumlah

Sumber: Analisis data primer tahun 2015

tiga bentuk interaksi antara fasilitator dan war-ga, yang paling sering dilakukan adalah komu-nikasi kelompok, 40% responden menyatakanhal tersebut. Namun, responden yang menga-ku hal itu jarang dilakukan juga tinggi. Selainkomunikasi kelompok, menurut respondenkomunikasi pribadi juga jarang dilakukan olehfasilitator kepada warga.

Secara umum, di Kelurahan Kambu,interaksi fasilitator dengan warga juga rendah,hal ini ditandai dengan persentase respondenyang menyatakan interaksi jarang dilakukan se-besar 36,67%. Bahkan responden yang meng-aku tidak tahu sekitar 32,67%. Saluran komu-nitas lebih sering dilakukan oleh fasilitator da-lam berinteraksi dengan warga namun tidakbanyak warga yang berpartisipasi dalam ke-giatan tersebut. Hal ini ditandai dengan ting-

24Jurnal Komunikasi PROFETIK

ginya jumlah responden yang menyatakan salu-ran komunitas jarang dilakukan oleh fasilitator,sekitar 60%. Responden yang menyatakankomunikasi personal tidak pernah dilakukanjuga sangat tinggi, yaitu 54%.

Secara umum, saluran komunitas me-mang jarang dilakukan. Interaksi dengan caratersebut biasanya dilakukan pada saat sosial-isasi pengenalan program, diseminasi meng-enai perencanaan kegiatan dan pada saat eva-luasi kegiatan. Dalam situasi yang luar biasa,terdapat permasalahan dalam kegiatan pem-berdayaan masyarakat, maka saluran komu-nitas merupakan metode yang paling efektifuntuk digunakan (Berdasarkan wawancarapenulis dengan Mus-damin, seorang fasili-tator (14 Juni 2014).

Meskipun Bealdan Bohlen, dalamCruz (1992) menye-butkan media sangatefektif dalam me-nanamkan kesadaran,pengetahuan, dan me-nimbulkan ketertarikanpada proses adopsidan sumber informasi.Namun pada tingkatlokal, masyarakat di le-vel akar rumput hal ter-sebut tidak berpeng-aruh. Faktor kede-katan sumber infor-masi menjadi sangat penting untuk menum-buhkan kepercayaan masyarakat agar menerima,mengadopsi, dan melaksanakan sebuah program.

Fasilitator biasanya menggunakan inter-aksi dalam bentuk komunikasi personal denganperangkat organisasi di kelurahan dan individu-individu yang memiliki peran penting dalamkelompok-kelompok masyarakat. Kelemah-annya adalah, dalam situasi seperti ini tidaksemua warga memiliki kesempatan untuk me-lakukan komunikasi dengan fasilitator. Melaluiindividu-individu dalam kelompok ini infor-

masi dapat disebar ke seluruh masyarakat. Itulahsebabnya, responden yang menyatakan per-temuan kelompok dan komunikasi personalsering dilakukan oleh fasilitator, teridentifikasisebagai pengurus lembaga masyarakat atau or-ang-orang penting dalam kelompok, yang dalamkapasitas tersebut melakukan interaksi secaraintensif dengan fasilitator. Sementara respondenyang mengatakan tidak tahu, merupakanindividu-individu yang mendapatkan informasidari pengurus kelompok masyarakat atauanggota-anggota kelompok masyarakat lainnya.Alur komunikasi antara fasilitator denganmasyarakat akan nampak seperti diagramberikut:

Pada diagram dapat dilihat bahwa fasili-tator berkomunikasi secara personal denganorang-orang yang memiliki pengaruh terhadapkomunitas dan kelompok. Pada bagian lainfasilitator juga berkomunikasi dengan ke-lompok-kelompok masyarakat. Alur komuni-kasinya menunjukkan bahwa orang-orang yangberpengaruh dan anggota kelompok menye-barkan informasi tersebut kepada masyarakatluas. Ascroft dan Malilea (dalam Melkote andSteeve, 2006) memetakan bahwa dalam komu-nikasi penunjang pembangunan, media yang

(hasil modifikasi penulis berdasarkan analisis data primer, 2015)

Individu pentingdalam kelompok

Kelompok(melibatkan

anggota)

Fasilitataor

Warga

Warga

Warga

Warga

Warga

Warga

Gambar 1. Diagram Alur Penyebaran Informasi dalamKomunikasi Pemberdayaan Masyarakat

25Vol. 08/No.01/April 2015

disarankan untuk digunakan pada masyarakatdi level akar rumput diantaranya adalah komu-nikasi kelompok dan komunikasi antar per-sonal.

Dalam bagian itu pula, Ascroft danMalilea (dalam Melkote and Steeves, 2006) me-nyebutkan tujuan penggunaan media tersebutuntuk menciptakan iklim saling pengertian an-tara orang-orang yang terlibat dalam sebuahkegiatan. Pada kenyataannya, pengaruh peng-gunaan saluran komunikasi kelompok dan per-sonal lebih dari itu, bahkan mampu meyakin-kan masyarakat untuk terlibat dalam kegiatanpemberdayaan masyarakat dengan pendekatanyang persuasif. Interaksi dengan bentuk komu-nikasi seperti ini, menyebabkan fasilitator tidakselalu harus bertemu dengan setiap wargamasyarakat.

Pertemuan fasilitator dengan masya-rakat seharusnya dapat dilakukan 4 kali dalamsebulan karena tugas fasilitator mensyaratkanperlunya komunikasi intensif dengan masya-rakat, bukan hanya pengurus kelompok.Namun pada kenyataannya, interaksi jarangterjadi. Dalam sebulan, interaksi hanya terjadisekali (Berdasarkan wawancara penulis denganMusdamin, seorang fasilitator (14 Juni 2014)).

Hal tersebut dikarenakan oleh bebankerja fasilitator yang tinggi, selain mendampingilebih dari satu kelurahan, juga mengerjakan hal-hal yang bersifat administratif. Untuk mensiasatihal tersebut biasanya fasilitator dipilih dariwarga yang tinggal di kelurahan tersebut.Beberapa fasilitator tinggal di kelurahan lain,agar komunikasi menjadi lebih mudah makaseringkali komunikasi dilakukan melalui salurantelepon (Berdasarkan wawancara penulisdengan Wahab, seorang fasilitator (29 Juni2014)).

Nampaknya, bagi masyarakat faktorkedekatan (proximity) dan kesamaan (enclosure)sangat penting dalam berinteraksi denganfasilitator. Kedekatan ini dapat berdimensi fisikmaupun psikologi. Umumnya fasilitator yangbertempat tinggal di wilayah yang sama dengandaerah dampingannya lebih mudah untuk di-

terima dan membangun hubungan komunikasidengan warga. Secara fisik, mudah untuk dite-mui dan cepat untuk mendapatkan konfirmasiatas sebuah informasi. Secara psikologis, fasili-tator yang tinggal di wilayah dampingan, biasa-nya mudah diterima karena merupakan anggotamasyarakat itu sendiri.

Faktor kesamaan memungkinkan fasili-tator memahami kondisi masyarakat setempat,baik kondisi sosial, ekonomi, budaya, danpolitik. Hal ini tentu saja memudahkan dalamproses komunikasi dalam rangka pemberdayaanmasyarakat. Fasilitator yang memiliki kesamaandengan masyarakat setempat dapat melakukanpendekatan komunikasi yang sesuai.

Terminologi proximity dan enclosuredalam komunikasi ini lebih sering digunakandalam proses persepsi terhadap orang lain dandiri sendiri (baca Devito, 2000). Dalam prosesmemahami orang lain, persepsi positif akanmengarahkan pada penerimaan terhadap or-ang lain. Dalam konteks inilah kedua prinsiptersebut dapat digunakan dalam menguraikanpemahaman dan penerimaan masyarakat ter-hadap fasilitator.

2. Peran Fasilitator dalamKomunikasi PemberdayaanMasyarakat

Dalam pendekatan Botton up, menurutBordinave (1989) orang-orang dibujuk untukmengambil bagian di dalam aktivitas mandiri,tetapi penyelesaian permasalahan lokal yangmendasar dipilih oleh agen pembangunan eks-ternal. Partisipasi orang-orang diarahkan.Padahal sasaran partisipasi tidak hanya bersifatpragmatis tapi juga lebih kepada kemandirianmasyarakat. Keberadaan fasilitator sebagaiagen pembangunan di satu sisi memberi kon-tribusi posisitf dalam membina dan berbagaipengetahuan dengan masyarakat, namun di sisilain hal ini membuat masyarakat menjadi ber-gantung pada fasilitator.

Dalam melaksanakan tugasnya, fasili-tator memiliki sejumlah peran pada saat beker-ja di masyarakat. Seringkali peran yang

26Jurnal Komunikasi PROFETIK

Tabel 2. Matriks Popularitas Perangsang Untuk Peran Fasilitator

Tk. Peran KeteranganPopularitas

1 Mendorong dan memotivasi untuk berperan serta dalam Motivasiberbagai kegiatan

2 Memfasilitasi berbagai kegiatan yang dilakukan Fasilitasimasyarakat

3 Menyampaikan semua informasi yang lengkap dan jelas Komunikasi

4 Memberikan nasehat dan pertimbangan mengenai hal-hal Konsultasiyang perlu dilakukan dalam kegiatan pemberdayaanmasyarakat

5 Menghubungkan masyarakat dengan pemerintah Mediasi

1 Memberikan nasehat dan pertimbangan mengenai hal-hal Konsultasiyang perlu dilakukan dalam kegiatan pemberdayaanmasyarakat

2 Membantu mencari solusi permasalahan dalam Pemberi solusikegiatan pemberdayaan masyarakat

3 Membantu membimbing dan melatih masyarakat Asistensi

4 Memfasilitasi berbagai kegiatan yang dilakukan masyarakat Fasilitasi

5 Menghubungkan masyarakat dengan pemerintah Mediasi

Sumber: Analisis data primer tahun 2015

dilakukan tidak seperti yang diharapkan olehmasyarakat. Untuk mengidentifikasi peran-peran yang dimainkan fasilitataor dalam ke-giatan pemberdayaan masyarakat, dilakukansurvei pra penelitian kepada responden. Hasilsurvei mengidentifikasi beberapa peran yangdianggap sering dilakoni oleh fasilitator dalamkegiatan pemberdayaan masyarakat, yaitu (1)Menyampaikan semua informasi yang lengkapdan jelas mengensi kegiatan pemberdayaanmasyarakat, (2) Mendorong dan memotivasiuntuk berperan serta dalam berbagai kegiatanpemberdayaan masyarakat, (3) Memberikannasehat dan pertimbangan mengenai hal-halyang perlu dilakukan dalam kegiatan pember-dayaan masyarakat, (4) Menghubungkan ma-syarakat dengan pemerintah dalam kegiatanapemberdayaan masyarakat, (5) Menghubung-kan masyarakat dengan lembaga keuangan, ko-

perasi dan bank, (6) Membantu mencari solusipermasalahan dalam kegiatan pemberdayaanmasyarakat, (7) Memfasilitasi berbagai kegiatanyang dilakukan masyarakat, dan (8) Membantumembimbing dan melatih masyarakat dalamrangka pemberdayaan masyarakat.

Untuk membandingkan antara peranyang dilaksanakan (the played role) dan peranyang diharapkan (expectation role), maka dila-kukan survei lanjutan. Survei dilakukan denganmeminta semua responden, yang berjumlah 150orang untuk memilih peran yang dianggap pal-ing sering dilakukan oleh fasilitator dan peranyang paling diharapkan sering dilakukan olehfasilitator.

Dari delapan peran yang dimainkanoleh fasilitator tersebut kemudian dirangkingdan dipilih lima peran yang paling sering dila-koni. Demikian juga, pada peran fasilitator

27Vol. 08/No.01/April 2015

P = ½ X 5 (5-1) = 10Pasangan-pasangan inilah yang menjadi

perangkat perhitungan skala berpasangan. Se-telah data ditemukan, maka frekuensi pilihandihitung dan dibuatkan tabel seperti padatabel 3.

Pada tabel 3 ditemukan Z score ter-tinggi untuk peran yang dilakukan oleh fasili-tator adalah peran mediasi yaitu menghubung-kan masyarakat dengan pemerintah. Lalu ber-turut-turut adalah memberikan nasehat dan per-timbangan mengenai hal-hal yang perlu di-lakukan dalam kegiatan pemberdayaan masya-rakat (konsultasi), menyampaikan semua infor-masi yang lengkap dan jelas (komunikator),mendorong dan memotivasi untuk berperanserta dalam berbagai kegiatan (motivasi), danmemfasilitasi berbagai kegiatan yang dilakukanmasyarakat (fasilitasi).

Peran 1 Peran 2 Peran 3 Peran 4 Peran 5Peran 1 75 62 74 77 89

Peran 1 88 75 80 85 70

Peran 1 76 70 75 74 78

Peran 1 73 65 76 75 75

Peran 1 61 80 72 75 75

f 373 352 377 386 387

P 0,497 0,469 0,503 0,515 0,516

Z -0,008 -0,078 0,008 0,038 0,04

Zc 0,07 0 0,086 0,116 0,118

Peran 1 Peran2 Peran 3 Peran 4 Peran 5Peran 1 75 74 58 89 47

Peran 1 76 75 53 63 45

Peran 1 92 97 75 80 56

Peran 1 61 87 70 75 42

Peran 1 103 105 94 108 75

f 407 438 350 415 265

P 0,543 0,584 0,467 0,553 0,353

Z 0,108 0,212 -0,083 0,133 -0,377

Zc 0,485 0,589 0,294 0,510 0Sumber Analisis data primer tahun 2015

Tabel 3. Matriks Kerja Perbandingan Pasangan (N=150)

yang diharapkan, kedelapan peran yang di-harapkan oleh masyarakat dirangking, kemu-dian dipilih lima peran yang paling diharapkan.Masing-masing kelima peran fasilitator terse-but, baik yang dilakukan dan yang diharapkankemudian disajikan dalam bentuk matriks po-pularitas perangsang, seperti pada tabel 2.

Pada tabel 2 nampak bahwa beberapaperan yang dianggap sering dilakukan olehfasilitator tidak terdapat pada peran-peran yangdiharapkan oleh masyarakat. demikian juga se-baliknya, ada peran-peran yang diharapkanoleh masyarakat, namun tidak dilakukan olehfasilitator.

Pada bagian peran yang dilakukan olehfasilitator, terdapat tiga peran yang diharapkanoleh masyarakat, yaitu fasilitasi, konsultasi, danmediasi. Sementara peran-peran seperti memo-tivasi dan komunikasi yang sering dilakukanoleh fasilitator kurang mendapat apresiasi danperhatian dari warga. Peran-peran seperti men-jadi pemberi solusi dan asis-tensi, menurut respondenadalah dua peran yangseringkali tidak dilakukanoleh fasilitator. Padahal duaperan tersebut seringkalidibutuhkan oleh masya-rakat.

Kelima peran - baikpada peran yang dilakukanfasilitator maupun peranfasilitator yang diharapkanmasyarakat - disebut se-bagai perangsang. Masing-masing, kelima peran laludipasang-pasangkan. Setiapperangsang dipasangkandengan keempat perang-sang lainnya. Banyaknyapasangan perangsang dihitung dengan rumus:

P = ½ k (k-1) jika k = 5 maka

jumlah pasangan perang-sang adalah:

28Jurnal Komunikasi PROFETIK

Dengan demikian, ditemukan bahwafasilitator dalam kegiatan pemberdayaan ma-syarakat lebih sering berperan untuk melakukanmediasi dalam kegiatan pemberdayaanmasyarakat. Artinya, berbagai kegiatan yangdiusulkan oleh masyarakat berusaha untukdisampaikan kepada pemerintah agar dapatterealisasi. Disamping peran tersebut, fasili-tator cenderung lebih sering menempatkan dirisebagai tempat konsultasi masyarakat dalamberbagai hal terkait pemberdayaan masyarakat.Hal ini berbeda dengan perhitungan analisis Zscore untuk peran yang diharapkan masyarakatdapat dilakukan oleh fasilitator. Pada bagianperan yang diharapkan terlihat bahwa peransebagai pemecah masalah atau pemberi solusidalam kegiatan pemberdayaan masyarakatmemiliki score tertinggi. Selanjutnya berturut-turut adalah memfasilitasi berbagai kegiatanyang dilakukan masyarakat, memberikannasehat dan pertimbangan mengenai hal-halyang perlu dilakukan dalam kegiatanpemberdayaan masyarakat (konsultasi),membantu membimbing dan melatih masya-rakat (Asistensi), dan Menghubungkan masya-rakat dengan pemerintah (Mediasi).

Hasil ini menggambarkan bahwa ma-syarakat sangat mengharapkan fasilitator dapatmemecahkan berbagai permasalahan yangdihadapi oleh masyarakat terkait berbagaikegiatan pemberdayaan masyarakat. Disam-ping itu dapat memfasilitasi berbagai usulankegiatan yang dibutuhkan masyarakat, se-hingga berbagai hasil rapat dan pertemuanyang dihasilkan dapat terealisasi.

Dengan membandingkan antara peranyang dimainkan oleh fasilitator dan peran yangdiharapkan dapat dilakukan oleh fasilitator di-temukan gap, ketidaksesuaian antara harapanmasyarakat dan kenyataan di lapangan. Selamaini peran fasilitator yang dirasakan oleh masya-rakat cenderung hanya sebagai penghubungantara masyarakat dengan pemerintah, dan se-bagai konsultan yang memberi nasehat danpertimbangan mengenai hal-hal yang perlu di-lakukan dalam kegiatan pemberdayaan masya-

rakat. Sementara harapan masyarakat adalahfasilitator dapat menjadi problem solver yangmembantu menyelesaikan masalah dalamkegiatan pemberdayaan masyarakat dan mem-fasilitasi berbagai usulan kegiatan agar dapatditerima dan dilaksanakan.

Walaupun diharapkan oleh masyarakat,menjadi problem solver, mungkin sebaiknya tidakdilakukan fasilitator dalam jangka waktu yangpanjang. Peran ini hanya dapat dilakukan dalamrangka affirmative yang bersifat sementara. Kedepan masyarakatlah yang harus dilatih untukmenjadi decision maker dan problem solver agardapat menyelesaikan permasalahan secaramandiri. Fasilitator sebaiknya dapat meng-hilangkan ketergantungan masyarakat ter-hadap keberadaannya. Ascroft and Malileamenyatakan bahwa dalam pemberdayaanmasyarakat, warga masyarakat aktif dalamprogram dan proses pembangunan, merekamemberikan kontribusi gagasan, mengambilinisiatif, menyatakan kebutuhan dan per-masalahannya, dan menegaskan otonominya(Melkote dan Steeves, 2006). Dengan presisitersebut, maka kerangka Bottom up sebagai-mana yang disarankan oleh Diaz-Bordenave(1989), belum menjadi model ideal dari komu-nikasi pemberdayaan masyarakat. kurangnyadialog antara fasilitator dengan masyarakat men-jadikan hubungan keduanya menjadi timpang.

Peran agen pembangunan adalah mem-bantu masyarakat dengan menjadi fasilitator.Dialektika antara keduanya muncul disebabkanoleh perbedaan-perbedaan pengetahuan danpenampilan antara fasilitator, masyarakat danpemimpin lokal. Hal ini dapat dipecahkandengan dua cara menurut Fals-Borda, (1991),yaitu (1) komitmen pelaksanaan dari fasilitatoreksternal pada tujuan bentuk perubahan sosial.Ini dapat dicapai bila cara-cara yangdiperkenalkan fasilitator diadopsi olehmasyarakat, (2) Penolakan atas hubungan asi-metris antara fasilitator dari luar dan masya-rakat. Untuk itu dibutuhkan kepekaan, pe-renungan dan sikap rendah hati fasilitatorkarena hal ini tidaklah gampang. Pada akhirnya

29Vol. 08/No.01/April 2015

proses ini akan manghasilkan kegiatan yangpartisipatori endogeneous, dimana masyarakat lokalmelaksanakan program yang dipilih sesuaidengan kebutuhannya, dengan metode-me-todenya sendiri dalam memecahkan persoalanyang bersifat lokal.

Oleh karena itu, pendekatan salurankomunikasi, baik saluran komunitas, komuni-kasi kelompok, dan komunikasi antar personadigunakan untuk menghasilkan dialog antarafasilitator dengan masyarakat, antara masya-rakat itu sendiri. Dialog membantu masyarakatuntuk saling memahami satu sama lain danmengidentifikasi permasalahan mereka secarakolektif. Mengambil keputusan terkait pemi-lihan prioritas kebutuhan dan pelaksanaan,serta penyelesaian masalah dengan cara meng-embangkan fungsi komunikasi, yaitu meng-embangkan anggota kelompok dan masya-rakat untuk turut serta mengubah kondisimereka. Dialog mendorong masyarakat untukterlibat sebagai partisipan aktif dalam komu-nikasi pemberdayaan masyarakat.

KESIMPULANIntensitas interaksi antara fasilitator

dengan masyarakat secara langsung jarang di-lakukan, baik melalui saluran komunitas, komu-nikasi kelompok, dan komunikasi antar persona.Intensitas komunikasi yang tinggi justrudilakukan dengan individu-individu tertentudalam kelompok yang mampu melakukandiseminasi informasi kepada anggota kelompoklainnya dan masyarakat luas. Dalam situasikomunikasi antar persona seperti ini terjadi dia-log, komunikasi dua arah antara fasilitator danindividu-individu dalam kelompok sebagaiwakil masyarakat. Meskipun pertemuan jarangdilaksanakan, namun bentuk interaksi semacamini cukup efektif. Masyarakat menerima setiapinformasi yang disampaikan oleh fasilitatormelalui individu-individu tertentu.

Dalam melaksanakan tugasnya, fasili-tator telah mulai mengurangi intervensinya da-lam kegiatan pemberdayaan masyarakat, danmasyarakat sudah semakin mandiri. Namun ter-

dapat kesan bahwa masyarakat masih bergan-tung pada fasilitator. Hal ini ditandai denganharapan masyarakat yang menginginkn fasili-tator dapat menjadi problem solver. Masya-rakat masih belum cukup percaya diri untukmengambil keputusan dan menyelesaikanpermasalahan bersama. Termasuk dalam halfasilitasi usulan program dan kegiatan. Mes-kipun pada kenyataannya masyarakat telah ber-ada pada tahap yang mulai mandiri dalammerencanakan dan mengelola program dankegiatan. Ada perbedaan antara fasilitator danmasyarakat dalam mengartikulasikan peranfasilitator pada tahap ini.

DAFTAR PUSTAKAAmiarta, Dady Sudrajat (2005) Dampak

Proyek Penanggulangan kemiskinana diperkotaan (P2KP) terhadap pendapatanpenerima bantuan (Studi kasus diKelurahan Menteng Dalam, Kec. Tebet,Jakarta Selatan) 2000-2003.Yogyakarta: Tesis Program MagisterEkonomi Pembangunan UniversitasGadjah Mada.

Azis, Abdul (2005) Dampak Proyek Penang-gulangan Kemiskinan di Perkotaan(P2KP) terhadap pendapatan masyarakat(Studi kasus di Desa MenjanganKecamatan Bojong Kabupaten Pekalongan)2004. Yogyakarta: Tesis ProgramMagister Ekonomi PembangunanUniversitas Gadjah Mada.

Diaz-Bordenave, Juan (1989) “ParticipativeCommunication as a Part of the Buildingof participative Society”, Paper preparedof the Seminar Participation: A KeyConcept in Communication forChange and Development, Pune-India.

Bungin, Burhan (2001) Metode PenelitianSosial: Format-Format Kuantitatif danKualitatif. Surabaya: Airlangga Uni-versity Press

30Jurnal Komunikasi PROFETIK

Crus, Frederico A. (1992) Adoption andDiffusion of Agricultural Innovation. inJaime B. Valera, Vicente A. Martinez,and Ramiro F. Plopino (eds) In AnIntroduction to Extention DeliverySystems Manila: Island PublishingHouse Inc. pp 97-127

Denzin, Norman (1989) The Research Art: ATheoretical Introduction to SociologicalMethods. 3rd edition. New York:McGraw-Hill

Devito, Joseph A. (1997) Komunikasi AntarManusia: Kuliah Dasar. Edisi Ke-5.Jakarta: Professional Books

Falz Borda O (1991). Some Basic Ingredients.In O. Fals Borda and M.A. Rahman(eds.) Action and Knowledge: Break-ing of Monopoly with ParticipatoryAction Research. New York: ApexPress. Pp 3-12

Henn, M., Weinstein, M., and Foard, N.(2006) A. Short Introduction to SocialResearch. London-Thousand Oaks-New Delhi: Sage Publication

Jumrana (2011) Jaringan Komunikasi dalamProgram PMU P2KP pada BKM WonuaMorini Kota Kendari. Jurnal KomunikasiProfetik. Vol. 04/ No. 01/ April2011 hal: 1-15

Jumrana (2012) Penguatan Dimensi Komunikasiuntuk Perubahan Sosial dalam DesainPerencanaan Pembangunan. JurnalKomunikasi Stimuli. Edisi III, Jan-Jun. 2012 hal: 1-16

Melkote, Srinivas R. and Leslie H. Steeves(2006) Communication for Development inThe Third World: Theory and Practice forEmpowerment 2nd edition, 8th printing.New Delhi: Sage Publication. Lon-don: Thousands Oaks

Singarimbun,Masri (1996) Penduduk danPerubahan. Yogyakarta: PustakaPelajar.

Suryabrata,S. (1999) Pengembangan Alat UkurPsikologis. Yogyakarta: Andi Offset

Tashakkori, Abbas and Charles Teddlie(1998) Mixed Methodology: CombiningQualitative and Quantitative Approaches.Applied Social Research Methods Series.London: Thousand Oaks – NewDelhi: Sage Publication

Usuli, Agussalim (2006) UpayaPenanggulangan Kemiskinan (Studi KasusImplementasi P2KP pada Desa PentadioTimur dan Desa Dunu di KabupatenGorontalo). Makassar: TesisPascasarjana UniversitasHasanuddin. Tidak dipublikasikan

Widarti, Surati Rini (2008) PenguatanKelembagaan Masyarakat dalamPengentasan Kemiskinan (Studi PeranBKM dalam Pelaksanaan P2KP danPNPM di Kelurahan DemanganKecamatan Gondokusuman KotaYogyakarta) Yogyakarta: Tesis Magis-ter Ekonomi Pembangunan Universi-tas Gadjah Mada

31Vol. 08/No.01/April 2015

LATAR BELAKANGTrilogi Kerukunan Umat Beragama

yang dikembangkan Kementerian Agama ke-tika dipimpin Prof. DR. H. A. Mukti Ali meng-embangkan forum musyawarah antar umatberagama kemudian dilanjutkan oleh H. Alam-syah Ratu Perwiranegara dengan membentukBadan Musyawarah Antar Umat Beragamadan mengembangkan konsep trilogi ke-rukunan, yaitu kerukunan intern umat ber-agama, kerukunan antar umat beragama, dankerukunan antara umat beragama dengan pe-merintah (Muhammad, 2013:125-128). Bilabangsa Indonesia tidak pandai mengelola ke-anekaragaman agama dan budaya maka bisa

ABSTRACT

This qualitative research was conducted in the indigenous javanese communities at Pekuncen villageJatilawang District of Banyumas Regency. Data was collected through interviews, observation, documentation,and FGD. This research describes the spread of traditional Javanese by Ki Bonokeling which has a variety ofrituals such as unggahan and udunan can be an inspiration for the instructor of religion to build or strengthenfaith in religious harmony. Although the presence of the instructor of religion have not optmal yet in entering thereligius coaching space in indigenous communities because still found some problems are: structural problems,problems of guidance materials, coaching strategies effectiveless, and religious harmony issues.

Keywords Kejawen, Bonokeling, Unggahan, Udunan, The Instructor of Religion

PENYULUHAN AGAMA BAGI KOMUNITASMASYARAKAT ADAT KEJAWEN

DI KABUPATEN BANYUMAS

Arnis RachmadhaniPeneliti Balai Litbang Agama Semarang

terjadi gesekan-gesekan kultural yang berujungketidakstabilan politik dan integrasi bangsa danIndonesia bisa terpecah menjadi negara-negarakecil (Hayat, 2012:10). Maka tidak menutup ke-mungkinan akan hilangnya spirit berbangsayang berbasis multikultur, sehingga sangatmengganggu keutuhan bangsa (Muhammad,2013:107).

Berbagai upaya telah dilakukan olehpemerintah untuk mewujudkan kerukunan,namun kenyataanya masih banyak konflik.Hubungan antar umat beragama semakin ke-hilangan rasa saling percaya dan renggangnyajaringan sosial antar kelompok ataupun umatberagama yang berdampak berkurang fungsi

32Jurnal Komunikasi PROFETIK

norma dan nilai-nilai sosial. Padahal tigaelemen tadi merupakan modal sosial untukmembangun masyarakat dan bangsa (Rudito,2013:57; Priyatna, 2013:104). Oleh karena itu,komunitas budaya perlu saling mengem-bangkan kearifan lokalnya sebagai modal sosialuntuk menumbuhkan rasa persaudaraan yangkuat antar kelompok umat beragama (AbdulRozaki dan Arya Hadi dalam Jati, 2004:396).Elemen perekat sosial dalam kehidupan lintasagama, lintas kepercayaan, lintas budaya di-antaranya terdapat dalam tradisi, nilai, dannorma yang telah hidup di masyarakat, yangdikenal sebagai kearifan lokal. Kearifan lokalini sebagai sistem pengetahuan dan acuan tin-dakan masyarakat memiliki fungsi penting da-lam integrasi dan kohesi sosial sehingga dapatmemberi warna kebersamaan secara dinamisdan damai dalam masyarakat yang plural(Salman, 2012:114).

Kementerian Agama Republik Indo-nesia memiliki program Pembangunan BidangAgama. Penyuluhan agama merupakan salahsatu bentuk satuan kegiatan yang memiliki nilaistrategis, khususnya dalam menjalankan fungsimemperlancar pelaksanaan pembangunan dibidang keagamaan (KMA Nomor 2 tahun2010). Penyuluh agama selaku aparatur Ke-menterian Agama memiliki peran strategis ber-kaitan dengan tugas, tanggung jawab, dan we-wenang penyuluh agama untuk melakukanbimbingan dan penyuluhan agama dan pem-bangunan melalui bahasa agama. Peran ter-sebut selaras dengan tujuan penyuluhan agamaagar setiap warga negara dapat merefleksikandan mengaktualisasikan pemahaman, peng-hayatan, dan pengamalan nilai-nilai keimanandan ketaqwaan disertai wawasan multikultur.

Wawasan multikultur bagi penyuluhsangat penting agar bisa melakukan pembina-an dan penyuluhan agama dan pembangunankepada masyarakat tanpa mengalami hambat-an kultural. Jadi, penting bagi penyuluh untukmemahami nilai-nilai yang fungsional dalammasyarakat setempat yang bisa digunakanuntuk mendukung kegiatan penyuluhan,

utamanya penyuluhan di bidang pembangun-an dengan bahasa agama. Pengembangan wa-wasan multikultural bagi umat beragama me-rupakan implementasi arah kebijakan pem-bangunan kerukunan Kementerian Agamadengan melakukan perubahan paradigma danpendekatan, yaitu dari paradigma formal-biro-kratis menjadi paradigma humanis-kultural,dari pendekatan top down yang cenderung daripemerintah kepada masyarakat yang bersifatmemaksa, menjadi pendekatan yang lebihmendorong adanya partisipasi dan inisiatif daribawah/masyarakat (botom up). Hal tersebut di-landasi pada kenyataan bahwa dalam masya-rakat sendiri sesungguhnya memiliki nilai-nilaikultural berupa kearifan lokal yang sangatmendukung terwujudnya kehidupan yang ru-kun dan harmoni. Hasil akhir yang ingin di-capai dari penyuluhan agama pada hakekatnyaialah terwujudnya kehidupan masyarakat yangmemiliki pemahaman mengenai agamanya se-cara memadai yang ditunjukkan melaui peng-amalannya yang penuh komitmen dan kosistendisertai wawasan multi cultural, untuk mewujud-kan tatanan kehidupan yang harmonis dansaling menghargai satu sama lain.

Untuk mengetahui bagaimana peranpenyuluh agama ketika melakukan pembinaankeagamaan di komunitas adat yang masyara-katnya meyakini ajaran kejawen sebagai pe-doman hidupnya, maka perlu dilakukan kajianmelalui penelitian. Alasan pemilihan Desa Pe-kuncen menjadi tempat kajian penelitian ada-lah mayoritas penduduknya merupakan peng-hayat kejawen yang di dalam siklus kehidupansehari-harinya selalu berkaitan dengan ritualselametan. Wacana tentang agama dan kebuda-yaan merupakan kajian yang penting dalamdisiplin ilmu sosial, oleh karena itu, tulisan inimendeskripsikan antara lain Pertama, bagai-mana penyebaran ajaran kejawen di Desa Pe-kuncen; Kedua, ragam ritual yang dilakukanoleh komunitas adat kejawen di Desa Pekun-cen dengan mendeskripsikan ritual komunitasadat kejawen yang sarat dengan nilai sakral,keramat, dan penuh simbol yang digunakan

33Vol. 08/No.01/April 2015

namun di dalamnya terdapat kegiatan praktiksosial yang mampu menjadi elemen pem-bangun dan penguat kerukunan antar masyara-kat; Ketiga, bagaimana penyuluh agama mema-suki ruang pembinaan keagamaan di komuni-tas masyarakat adat kejawen.

Penelitian ini bertujuan untuk meng-eksplorasi suatu fenomena penyuluhan agamaberbalut budaya lokal bernuansa Islam Jawadengan mendeskripsikan pemahaman ke-agamaan dan budaya dari komunitas adat ke-jawen di Desa Pekuncen sehingga dapat ditemu-kan hasilnya yaitu siapakah yang menyebarkanajaran kejawen pertama kali dan perkembang-an ajarannya; bagaimana ragam ritual yang didalamnya terdapat praktik sosial yang dapatmembangun dan memperkuat kerukunanantarmasyarakat; dan mengetahui bagaimanapenyuluh agama dalam membina keagamaandi komunitas masyarakat adat kejawen.

METODE PENELITIANPenelitian ini adalah penelitian kuali-

tatif deskriptif, artinya dalam penelitian inipeneliti mencari deskripsi yang menyeluruh,mendalam, dan cermat (Strauss dan Juliet Cor-bin, 2007:5). Penelitian secara kualitatif di-harapkan dapat memahami makna, baik daripemikiran maupun tindakan dari objek pen-elitian (Saidi, 2004). Penelitian ini dilakukandengan menggunakan pendekatan sosiologiagama (Connolly (Ed.), 2002:267). Pada pen-elitian ini, agama menjadi bagian dari kehidup-an nyata pemeluknya yang terlihat dalam ke-hidupan keseharian pemeluk agama, gagasan,aktifitas, dan karya pemeluk agama (Kahmad,2002:88). Dengan kata lain pendekatan sosio-logi agama mempelajari aspek sosial agama(Suprayogo dan Tabrani, 2003:61).

Pengumpulan data dilakukan denganInterview (Hadari, 1990:60), Observasi (Hadari,1990:100) dan Dokumentasi (Priyadi, 2011:79).Interview dilakukan secara mendalam denganmewawancarai pimpinan/sesepuh komunitasadat kejawen, penganut kejawen, pejabat ke-menterian agama Kabupaten Banyumas, pe-

nyuluh agama kementerian agama KabupatenBanyumas, tokoh agama, serta tokoh masya-rakat. Observasi dimaksudkan untuk memper-oleh data tentang interaksi sosial dan hubung-an umat beragama di Kabupaten Banyumas.Dokumentasi dipergunakan untuk mendukunghasil observasi dan wawancara, terutama datadari penyuluh agama dan kelompok masya-rakat adat kejawen tentang sejarah penyebaranajaran kejawen. Data penelitian melalui wawan-cara, observasi, dan dokumentasi diproses me-lalui pencatatan yang kemudian disusun dalambentuk teks (Miles and Huberman, 1992:15).

Dari hasil pengumpulan data tersebut,kemudian dilakukan analisis. Pada akhir kegiat-an analisis, dilakukan focus group discussion(FGD) yang berfungsi menemukan kebenaraninformasi dan data yang diperoleh melalui tri-angulasi informan. Analisis penelitian ini tidakhanya dijelaskan dengan kalimat-kalimat yangdideskripsikan, tetapi sedapat mungkin mem-beri kejelasan obyek penelitian (Moleong,2000:36). Data dianalisis dengan tiga tahap,yaitu reduksi data, penyajian data, dan penarik-an kesimpulan (Miles and Huberman,1992:16). Teknik analisis data yang digunakandalam studi ini adalah model analisis interaktifyang meliputi tiga tahapan yaitu reduksi data,penyampaian data, dan penarikan kesimpulan(Saidi, 2004).

KERANGKA TEORIVan Den Ban, dan Hawkins (1999:25)

mengartikan penyuluhan sebagai keterlibatanseseorang untuk melakukan komunikasi infor-masi secara sadar dengan tujuan membantusesamanya memberikan pendapat sehinggabisa membuat keputusan yang benar. Olehkarena itu, penyuluhan adalah proses mem-berikan bantuan berupa; informasi, memecah-kan masalah yang dihadapi, pengambilan ke-putusan kepada masyarakat supaya proses pe-ningkatan mutu masyarakat dan kualitas hidupdapat berjalan lancar.

Penyuluhan agama adalah usaha pe-nyampaian ajaran kepada umat manusia oleh

34Jurnal Komunikasi PROFETIK

seseorang atau kelompok orang secara sadardan terencana, dengan berbagai methode yangbaik dan sesuai dengan sasaran penyuluhan,sehingga berubahlah keadaan umat itu kepadayang lebih baik, untuk memperoleh kebaha-giaan di dunia dan di akhirat. Dari pembakuanistilah penyuluh agama telah memberikanmakna yang strategis bagi penyuluh agama itusendiri untuk lebih berkiprah dalam melakukanpembimbingan dan penyuluhan guna mem-berikan pencerahan kepada umat sehinggaumat merasa terbimbing dengan kehadiran pe-nyuluh agama dalam rangka membangun men-tal, moral dan nilai ketakwaan umat serta turutmendorong peningkatan kualitas kehidupanumat beragama dalam berbagai bidang.

Penyuluh agama adalah pembimbingumat beragama dalam rangka pembinaan men-tal, moral dan ketaqwaan kepada Tuhan. Pe-nyuluh agama yang berasal dari PNS sebagai-mana yang diatur dalam keputusan Menkowas-bangpan No.54/KP/MK.WASPAN/9/1999,adalah Pegawai Negri Sipil yang diberi tugastanggung jawab, wewenang, dan hak secarapenuh oleh pejabat yang berwenang untuk me-lakukan kegiatan bimbingan atau penyuluhanagama dan pembangunan melalui bahasa aga-ma. Jadi penyuluh agama adalah para juru pe-nerang penyampai pesan bagi masyarakat me-ngenai prinsip-prinsip dan etika nilai kebera-gaman yang baik. Disamping itu, penyuluhagama merupakan ujung tombak dari kemen-terian agama dalam pelaksanaan tugas mem-bimbing umat dalam mencapai kehidupanyang bermutu dan sejahtera lahir batin. Olehkarena itu, penyuluh agama memiliki peran-

pembangunan melalui bahasa agama kepadamasyarakat. Setiap penyuluh agama merupa-kan komponen utama yang mempengaruhikinerja tugas operasional penerangan agama.

Pengalaman keagamaan dapat terwu-jud dalam tiga dimensi, yaitu dimensi pemi-kiran keagamaan, dimensi peribadatan atau ri-tual keagamaan, dan dimensi kemasyarakatanatau sosial kemasyarakatan (Wach, 1983:108).

Terkait dimensi sosial kemasyarakatan itu,Durkheim menyatakan bahwa fungsi sosialagama adalah menjamin social cohesion (dayarekat masyarakat). Ajaran agama juga diwujud-kan dalam ritual yang sakral yang mengubahkekuatan moral masyarakat ke dalam simbolagamis yang mengikat individu penganutnyake dalam kelompok (Ritzer, 2012:167-169).Hal tersebut berkaitan dengan fungsi komu-nitas sebagai identifikasi dan ruang interaksisosial yang dibangun dengan berbagai dimensikebutuhan fungsional. Ruang interaksi terse-but dilengkapi nilai-nilai tersebut yang akanmenjadi landasan hubungan mereka atau men-jadi acuan tingkah laku mereka (Ridwan, 2007).

Geertz menyatakan bahwa setiapkomunitas memiliki kearifan lokal yang me-rupakan entitas yang sangat menentukan har-kat dan martabat manusia dalam komunitas-nya. Hal itu berarti kearifan lokal yang berisiunsur kecerdasan, kreativitas, dan pengetahuanlokal dari para elit dan masyarakatnya akan me-nentukan pembangunan peradaban masyara-katnya. Kearifan lokal menurut Tiezzi danRossini merupakan pengetahuan yang eksplisityang muncul dari periode panjang yang ber-evolusi bersama-sama masyarakat dan ling-kungannya dalam sistem lokal yang sudah di-alami secara bersama-sama (Ridwan, 2007).

Kearifan lokal memiliki fungsi pentingsebagai media resolusi konflik keagamaan(Haba dalam Abdullah, 2008:334-335). Selainberfungsi untuk mengembangkan kerukunandan memelihara kerukunan, kearifan lokal ter-kadang bisa memicu konflik. Hal tersebut po-tensial terjadi pada masyarakat yang sudah ber-campur dan multikultur, terutama yang telahterpolarisasi karena agamanya (Rasyidin dalamRohimin, 2009:220-229).

TEMUAN DAN PEMBAHASANPenyebaran Aliran Kejawen diDesa Pekuncen

Pekuncen adalah sebuah desa yang ter-letak di wilayah Kecamatan Jatilawang Kabu-paten Banyumas. Pekuncen sebuah desa yang

35Vol. 08/No.01/April 2015

bermakna kesucian. Desa Pekuncen memilikibatas wilayah yaitu di sebelah utara berbatasandengan Desa Kedungwringin; di sebelah se-latan berbatasan dengan Kabupaten Cilacap;di sebelah barat daya berbatasan dengan DesaGunung Wetan; dan di sebelah timur berbatas-an dengan Desa Karang Lewas. Desa Pekun-cen memiliki tiga dusun yaitu Dusun Pekun-cen, Dusun Kalisalak, dan Dusun Kalilirip.Luas Desa Pekuncen mencapai 506,73 ha.Desa yang memiliki jumlah kepala keluargamencapai sebanyak 1.356 KK, secara keselu-ruhan total jumlah penduduk mencapai seba-nyak 5.163 orang, yang terdiri atas laki-laki se-banyak 2.542 orang dan perempuan sebanyak2.621 orang. Jika dilihat agamanya, jumlah pen-duduk yang beragama Islam sebanyak 5.158orang dan penduduk yang beragama Kristensebanyak 5 orang.

Sejarah Desa Pekuncen dikenal sebagaidesa yang memiliki komunitas masyarakat adatkejawen. Seorang tokoh yang diyakini sebagaiorang pertama penyebar ajaran kejawen ber-nuansa nilai-nilai agama Islam Sinkritisme adalahKi Bonokeling. Konon, dia adalah tokohpenyebar Islam di Jatilawang yang memadukanIslam dan unsur kejawen yang sangat kuat. Aja-ran yang diberikan oleh Ki Bonokeling belumsempurna pada masa itu, namun Ki Bonoke-ling sudah dipanggil menghadap Tuhan. Olehpengikutnya, Ki Bonokeling dimakamkan ditempat yang dihuni oleh pengikutnya secaraturun temurun (Soewanto, 2009:20-21).

Ki Bonokeling merupakan sosok yangberasal dari Kadipaten Pasir Luhur yang beradadi bawah Kerajaan Pejajaran atau Galuh-Ka-wali. Ki Bonokeling adalah putra seorangbangsawan Kadipaten Pasirluhur yang meni-nggalkan kadipaten karena adanya perbedaanprinsip dengan ayahandanya, yakni AdipatiBanyak Blanak. Perbedaan tersebut karena KiBonokeling tidak mau atau menolak masukagama Islam. Pada masa itu, Kadipaten PasirLuhur di bawah pimpinan Adipati RadenBanyak Blanak dan patihnya bernama Wira-kencana alias Raden Banyak Glek. Ketika ter-

jadi islamisasi di daerah ini, nampaknya belumberhasil secara sempurna sehingga Islam tidakberkembang secara utuh. Akibat pertentangantersebut, akhirnya ayahanda dikubur hidup-hi-dup di daerah Cimelang, sedangkan Ki Bono-keling melarikan diri hingga akhirnya menetapdan membuka lahan pertanian di Pekuncendan mengajarkan tata cara bercocok tanam danbeternak (Ridwan, 2008:64-65). Ajaran KiBonokeling masih dijaga secara turun temurundengan sistem kekerabatan yang sangat ketat.Mereka membangun komunitas dengan ber-basis pada ajaran leluhurnya. Di daerah ini di-kenal adanya ketua adat (bonggol) yang mengu-asai tradisi lokal bercorak kejawen. Itulahsebabnya, masyarakat Bonokeling lebih sukadisebut sebagai “Islam Jawa” yang sangatkental dengan tradisi-tradisi lokal.

Di Pekuncen, juru kunci yang pernahmenjabat dari awal hingga sekarang adalah se-bagai berikut: 1). Cakra Pada, 2). Soka Candra,3). Candrasari, 4). Raksa Candra, 5). Praya Ba-ngsa, 6). Pada Sari, 7). Singa Pada, 8). JayaPada, 9). Partareja, 10). Arsapada, 11). Karya-sari, 12). Mejasari, 13). Kartasari. Saat ini komu-nitas adat kejawen di Desa Pekuncen dipimpinseorang kyai kunci, yaitu Kyai Kartasari yangdibantu oleh lima orang wakil kyai kunci, yaituKyai Wangsapada, Kyai Padawirya, Kyai Naya-leksana, Kyai Wiryatpada, dan Kyai Padawitana.Kyai kunci merupakan pemimpin spiritualitastertinggi di kalangan komunitas Islam kejawenPekuncen yang memiliki tanggung jawabmengayomi dan melestarikan adat istiadat danatau nilai-nilai agama lokal (wawancara denganKi Sumitro tanggal 16 Maret 2014).

Ritual Komunitas Masyarakat AdatKejawen di Desa Pekuncen

Masyarakat di Desa Pekuncen masihmeyakini tradisi sinkretisme yaitu keyakinan dantradisi yang bercorak nilai-nilai keagamaanHindu Budha, namun bersentuhan dengannuansa ajaran agama Islam dalam proses per-kembangannya. Masyarakat masih melakukansistem ritual yang di dalamnya terdapat ber-

36Jurnal Komunikasi PROFETIK

bagai macam varian praktik sosial yang mampuberfungsi sebagai elemen pembangun dan pere-kat kerukunan antarwarga yaitu sebagai berikut:

Kegiatan unggahan atau sadran sebagaipersiapan bagi para petani dalam menghadapimusim tanam padi. Tradisi unggahan adalahsuatu tradisi yang dilakukan oleh ribuan anakputu dan oleh masyarakat penganut Bonoke-ling Pekuncen untuk menyongsong datangnyabulan Puasa atau Romadhon. Kegiatan padabulan Ruwah ini dikenal dengan “sadran” atau“perlon unggahan”. Kegiatan ini dilaksanakanpada hari Jumat Kliwon (Jumat terakhir) di bu-lan Ruwah, menjelang bulan Romadhon. Se-hari sebelumnya, para tamu datang dari ber-bagai daerah, seperti Daun Lumbung, Kesu-gihan, Kalikudi, Adiraja, Adipala, Kroya, Bina-ngun, Jeruk Legi, dan sebagainya. Mereka ber-jumlah tidak hanya ratusan, tetapi ribuan. Me-reka datang dengan membawa bahan makananuntuk dimasak dalam perhelatan unggahan ter-sebut, seperti beras, hasil bumi, binatang pia-raan, dan sebagainya. Sementara itu, komu-nitas anak putu yang datang dari Jatilawangyang dikenal dengan “Sukuraja”, antara lainberasal dari Tinggar Jaya, Gunung Wetan,Genta Wangi, dan Pekuncen. Mereka datangke makam Eyang Bonokeling dengan jalankaki untuk melestarikan tradisi budaya warisanpara leluhurnya mengenakan pakaian khas adatJawa. Bagi perempuan mengenakan kain jaritdengan selendang warna putih dan laki-lakimemakai jarit atau sarung serta kepalanya me-makai kain iket atau blangkon. Simbol-simboltersebut memiliki makna filosofs yang men-cerminkan kehidupan masyarakat sehari-hari.Kain iket melambangkan simbol sebagaikomitmen mempererat kerukunan antar wargaserta menjaga tradisi kepada anak cucu. Se-dangkan pakaian kain jarit atau sarung sertaselendang melambangkan simbol kesederha-naan. Ritual jalan kaki sebagai lambang kehar-monisan dengan alam lingkugan. Hal tersebutdimaksudkan untuk melestarikan tradisi bu-daya leluhur atau sesepuhnya. Pada hari jumatsiang, mereka mempersiapkan diri untuk zia-

rah ke Makam Eyang Bonokeling. Sebelumnaik ke makam Eyang Bonokeling, merekamengambil air suci di plataran bagian bawah,lalu naik ke plataran kedua satu per satu. Se-belum masuk ke makam Eyang Bonokeling,mereka sungkem atau duduk bersimpuh sepertiorang mnyembah dengan kedua tangannya un-tuk menghadap ke makam Eyang Bonokeling.Dengan selesainya prosesi ziarah, mereka ber-kumpul di Bale Mangu untuk mengadakan sela-metan dan doa bersama yang dipimpin olehjuru kunci. Dengan selesainya selametan, me-reka yang rumahnya dekat bisa segera pulang,tetapi bagi mereka yang rumahnya jauh, makamereka baru pulang hari Sabtu pagi. Setelahtamu pulang, masyarakat Desa Pekuncen me-ngadakan perlon rikat takir, dengan member-sihkan sampah kegiatan saat ritual sadran atauunggahan.

Tradisi ritual yang diselenggarakan olehkomunitas Islam Aboge di Desa Pekuncen ma-sih sangat kuat dan masih tergolong semarakdilakukan oleh masyarakat. Hal ini terlihat, se-luruh masyarakat Pekuncen mendukungnya,baik tua ataupun muda. Mereka tidak bekerjaatau bepergian ke luar desa, melainkan gotong-royong saling membantu. Pekerjaan dimulaidari penjemputan (methuk) hingga prosesi ma-sak, bahkan hingga pelaksanaan selametan ser-ta kepulangan ke daerahnya masing-masing.Nilai adat semacam ini berjalan dengan baik,karena pada hakikatnya hampir sama dengannilai ziarah ke makam wali untuk mengingat-kan pada kematian seseorang.

Pada hari Jumat atau Minggu setelahsyawal dilaksanakan upacara ritual turunan.Makna kegiatan udunan atau turunan sebagaitanda syukur dalam menghadapi musim panenpadi. Tradisi udunan atau turunan juga merupa-kan suatu tradisi yang dilakukan oleh masya-rakat penganut Ki Bonoeling untuk meng-hormati usainya bulan Romadhon. Dalam bu-lan Syawal, ada dua kegiatan ritual yang dilaku-kan oleh komunitas penganut Bonokeling,yaitu ritual bada atau riyaya dan ritual turunanatau udunan. Kegiatan bada atau riyaya dilak-

37Vol. 08/No.01/April 2015

sanakan pada tanggal 1 Syawal (kalender Aboge)dan diikuti oleh sebagian masyarakat, terutamabagi yang mampu. Riyaya wajib diikuti oleh kyaikunci dan kyai lurah beserta perangkatnya sertawakil kyai kunci (bedogol) di Kasepuhan Bono-keling. Kegiatan ini dilaksanakan di rumah ke-diaman lurah. Peserta yang mengikuti kegiatanini berjumlah 70 orang KK atau sekitar 200orang anak putu.

Kegiatan ini dimulai sekitar pukul07.00 wib dengan menyelenggarakan rikat ataubersih-bersih di sekitar makam terlebih dahulu.Setelah itu, mereka mengambil air wudhu danlangsung menuju ke makam untuk nyekar ter-hadap Eyang Bonokeling. Kemudian merekaberkumpul di setiap bedogol untuk menuju kerumah kyai kunci, dan dari sinilah mereka ber-kunjung ke rumah kediaman lurah bersama-sama. Mereka mengadakan salambekti atau ber-salam-salaman untuk saling meminta maafatas segala kesalahan yang telah dilakukan se-belumnya. Proses salambekti dimulai dari lurahkepada kyai kunci dan para bedogol terlebihdahulu, kemudian secara berurutan diikuti olehpara perangkat desa, seperti carik, kadus, danperangkat desa lainnya. Setelah itu diikuti olehtokoh masyarakat dan masyarakat umum atauanak putu di kasepuhan. Sebagai penutup, di-selenggarakan selametan yang dipimpin olehkyai kunci dengan bertawassul (mujudaken) ter-hadap arwah leluhur dan diakhiri dengan doaoleh kayim (modin).

Pada hakikatnya, kegiatan ini sebagairangkaian kegiatan unggahan atau sadran dalammenghadapi bulan Romadhon, dan sebagaitanda selesainya adalah turunan. Namun, adasebagaian pendapat mengatakan bahwa ke-giatan unggahan atau sadran sebagai persiapanbagi para petani dalam menghadapi musim ta-nam padi, sedangkan kegiatan turunan sebagaitanda syukur dalam menghadapi musim panenpadi. Hal ini menggambarkan dialog budayapetani dengan budaya Islam sebagaimana se-jarah awal tokoh leluhur yang bertujuan untukmembuka lahan pertanian dan sekaligus dalammenyebarkan agama Islam.

Kegiatan turunan tidak seramai kegiatanunggahan karena masing-masing daerah menye-lenggarakan sendiri, seperti Daun Lumbung(Cilacap), Adiraja (Cilacap), dan Genta Wangi(Jatilawang). Di daerah ini kegiatan turunan se-lama tiga hari, yaitu hari Rabu, hari Kamis, danhari Jumat. Pada hari Rabu, kegiatan dimulaidengan acara memet godhong yaitu memetik daunpisang dan daun jati untuk persiapan selametanpada puncak acara turunan. Pada hari Kamis,para tamu (dayoh) dari luar daerah Jatilawangdatang ke Pekuncen untuk mengikuti upacaraturunan. Mereka sebagian berjalan kaki sepertisaat acara unggahan atau sadranan, dan sebagianmengendarai kendaraan roda empat.

Sebagai inti ritual turunan ini adalah dzi-kiran yang disebut neduh atau muji. Dzikiranini dilaksanakan pada malam jumat, sekitar pu-kul 24.00 atau 2.00 malam hingga 02.00 pagi.Kemudian pada hari Jum’at pagi dilaksanakantradisi bersih-bersih (rikat) di makam EyangBonokeling dan makam Eyang Gunung. Anakputu bekerja bakti membuat pagar (jaro) daribambu di sekitar makam Eyang Bonokeling.Pada hari Jum’at siang dilaksanakan nyekar atausowan ke Eyang Panembahan. Kemudian padasore harinya, mereka berkumpul di Bale Pase-muan untuk melaksanakan selametan yang di-mulai dengan ujudan atau mujudaken oleh kyaikunci. Pada saat ujudan ini, anak putu yang me-miliki hajat (perlon) sesuai dengan niatnya, yangkebanyakan adalah nadzar karena sakit dan ke-pentingan ekonomi, seperti keberhasilan dal-am usaha. Ritual ini dimeriahkan anak putudengan menyembelih seekor sapi, enam ekorkambing, dan beberapa puluh ekor ayam(wawancara dengan Ki Sumitro tanggal 16Maret 2014).

Penyuluhan PembinaanKeagamaan di Komunitas AdatKejawen Pekuncen

Penyuluh agama memiliki tanggungjawab untuk membawa masyarakat binaannyakearah kehidupan yang lebih baik dan sejah-tera, lahiriyah maupun batiniyah, sesuai dengan

38Jurnal Komunikasi PROFETIK

ajaran Islam. sebagaimana dinyatakan dalam

516 tahun 2003 tentang Petunjuk Teknis Pelak-sanaan Jabatan Penyuluh Fungsional, yaitubahwa fungsi utama penyuluh agama adalahmelakukan dan mengembangkan kegiatanbimbingan atau penyuluhan agama dan pem-bangunan melalui bahasa agama kepada ma-syarakat. Keberhasilan seorang penyuluh aga-ma dalam melaksanakan tugas di masyarakatdipengaruhi oleh komponen strategi dakwahyang dipilih dan dirumuskan.

Pelaksanaan tugas bimbingan dan pe-nyuluhan sebenarnya merupakan tugas beratyang menuntut kompetensi dan keahlian da-lam penguasaan materi atau pesan yang akandisampaikan kepada sasaran, metode penyam-paian, dan kemampuan komunikasi yang ber-kualitas, termasuk kualitas pengetahuan mau-pun kualitas moralnya. Jika dikaji, sebenarnyaada sejumlah persyaratan yang harus dimilikipenyuluh agama, diantaranya penyuluh agamahendaknya memiliki pribadi yang menarik, ser-ta rasa berdedikasi tinggi dalam tugasnya. Se-lain itu penyuluh agama harus mempunyai ke-yakinan bahwa kelompok binaan sebagai ter-suluh memiliki kemungkinan yang besar mem-peroleh kemampuan untuk berkembang se-baik-baiknya bila disediakan kondisi dan ke-sempatan yang mendukung. Penyuluh agamajuga hendaknya mempunyai kepedulian ter-hadap nilai-nilai kemanusiaan.

Belajar dari peranan penyuluh itu, pe-nyuluh agama seharusnya juga memiliki ke-mampuan untuk mengadakan komunikasi baikdengan tersuluh, bersifat terbuka, ulet dalamtugasnya, memiliki rasa cinta terhadap oranglain, dan suka bekerja sama. Penyuluh agamahendaknya memiliki pribadi yang disukai olehorang lain karena dapat diterima oleh masya-rakat sekitar. Penyuluh agama perlu peka ter-hadap kepentingan tersuluh, memiliki kecekat-an berpikir dan cerdas sehingga mampu me-mahami kehendak tersuluh. Penyuluh agamajuga hendaknya memiliki kepribadian yangutuh, kematangan jiwa, dan suka belajar

khususnya ilmu pengetahuan yang berhubung-an dengan tugasnya. Penyuluh agama yang ber-tugas dibidang pembinaan agama atau penyu-luh agama, sudah tentu penyuluh tersebut ha-rus memiliki pengetahuan agama, berakhlakmulia, dan aktif menjalankan ajaran agamasecara benar dan konsisten.

Penyuluh senantiasa memiliki sopansantun atau beradab, berlaku adil, dan lapangdada atau toleran (tasamuh). Penyuluh mampumemilih perkataan yang baik dan mulia sertasenantiasa menghindari hal-hal yang menyebab-kan perkataannya tidak jelas. Dalam kaitan ini,menekankan pribadi penyuluh agama yang me-miliki persyaratan psikologis seperti diuraikandi atas, perlu dipelihara dan dikembangkan,karena sebagai penyuluh agama persyaratantersebut akan mampu mempengaruhi tersuluhuntuk menjadi manusia yang beragama sebagai-mana penyuluh agama itu sendiri. Menyuluhdan membimbing atau mendidik memangmengandung nilai-nilai yang lebih dalam me-nyentuh hati nurani tersuluh dari pada meng-ajarkan ilmu pengetahuan belaka. Dalam aspekinilah bimbingan dan penyuluhan agama haruslebih banyak mendapatkan tekanan pokoknya.

Penyuluh agama selaku aparatur Ke-menterian Agama memiliki peran strategisuntuk mewujudkan tatanan kehidupan keaga-maan masyarakat dalam berbangsa dan ber-negara secara harmonis, toleran, dan salingmenghargai satu sama lain. Hal itu berkaitandengan tugas, tanggung jawab, dan wewenangpenyuluh agama untuk melakukan bimbinganpenyuluhan dan pembangunan melalui bahasaagama. Peran tersebut selaras dengan tujuanpenyuluhan agama agar setiap warga negaradapat merefleksikan dan mengaktualisasikanpemahaman, penghayatan, dan pengamalan ni-lai-nilai keimanan dan ketaqwaan disertai wa-wasan multikultur. Wawasan multikultur bagipenyuluh sangat penting agar bisa melakukanpembinaan dan penyuluhan agama dan pem-bangunan kepada masyarakat tanpa meng-alami hambatan kultural. Jadi, penting bagi pe-nyuluh untuk memahami nilai-nilai yang fung-

39Vol. 08/No.01/April 2015

sional dalam masyarakat setempat yang bisa di-gunakan untuk mendukung kegiatan penyu-luhan, utamanya penyuluhan di bidang pem-bangunan dengan bahasa agama.

Kemajemukan masyarakat Indonesiayang terdiri dari berbagai suku, ras, tradisi, ba-hasa, serta status sosial ekonomi yang berbeda-beda. Menghadapi kondisi ini seorang penyu-luh harus mampu menyusun strategi yangtepat dalam pelaksanaan tugas kepenyuluh-annya demi tercapainya tujuan tugas itu. Selainitu materi penyuluhan tergantung pada tujuanyang hendak dicapai, namun secara global da-patlah dikatakan bahwa materi penyuluhan da-pat diklasifikasikan menjadi tiga hal pokok,yaitu masalah keimanan (aqidah), masalah ke-islaman (syari‘ah) dan masalah budi pekerti(akhlakul karimah). Selain itu, faktor yang mem-pengaruhi keberhasilan penyuluhan adalah: (1).keadaan pribadi sasaran, (2). keadaan lingku-ngan fisik, (3). keadaan sosial dan budaya ma-syarakat, (4). keadaan dan macam aktivitas ke-lembagaan yang tersedia sekaligus dapat me-nunjang kegiatan penyuluhan (Setiana, 2005).

Hasil focus group discussion (FGD) antaraPeneliti dengan para penyuluh-penyuluh aga-ma Islam, Kristen, Katholik, Buddha, Hindu,dan perwakilan dari Majelis Khonghucu Indo-nesia (MAKIN) di ruang aula Kantor Kemen-terian Agama Kabupaten Banyumas pada tang-gal 21 Mei 2014, tanggal 22 Mei 2014, dan tang-gal 3 Juni 2014 dalam rangka mengidentifikasikebutuhan penyuluh ditemukan beberapapermasalahan. Pertama, problem struktural, dimana jalur pembinaan kerukunan berada padaSub Bagian Hukum dan KUB di tingkat Kan-tor Wilayah Kementerian Agama dan KepalaSub Bagian Tata Usaha di Kantor Kemente-rian Agama Kabupaten/Kota, bukan pada Bi-dang Bimbingan Masyarakat atau Seksi Bim-bingan Masyarakat di Kementerian AgamaKabupaten/Kota yang belum tersedia penyu-luh untuk masing-masing agama; belum ada-nya klausul tugas dan fungsi secara khusus bagipenyuluh dalam hal pembinaan kerukunanberagama.

Kedua, permasalahan bahan pembinaan,yaitu yang terkait dengan kurangnya kesadaranbudaya, pengetahuan, dan apresiasi penyuluhterhadap kekayaan budaya dan kearifan lokal;belum adanya buku pedoman pembinaanmaupun buku materi sebagai bahan pembinaankerukunan bagi penyuluh berbasis kearifanlokal; serta tidak adanya pengendalian terhadapkinerja penyuluh dalam inventarisasi kearifanlokal.

Ketiga, strategi pembinaan yang kurangefektif, terkait kurangnya integrasi antara pem-binaan kerukunan dengan praktik tradisi yangdilakukan penyuluh; tidak adanya jaringan pe-nyuluh lintas agama, tokoh seagama, tokohlintas agama, tokoh/pelaku budaya; kurang in-tensifnya program penyuluhan agama denganpemanfaatan nilai-nilai budaya lokal.

Keempat, persoalan-persoalan kerukun-an umat beragama. Keragaman corak pemikir-an atau aliran keagamaan masyarakat dan mun-culnya faham radikal yang kurang toleran ter-hadap tradisi, berpotensi menjadi sumberkonflik.

Tugas pembinaan kerukunan umat ber-agama sampai saat ini belum dilaksanakan olehpetugas khusus, misalnya tenaga fungsionalkerukunan beragama, tetapi masih dibebankankepada penyuluh agama. Indonesia masihsangat kekurangan penyuluh agama. Kondisiitu menyebabkan pembinaan agama, terutamadi pelosok-pelosok daerah, belum optimal danmerata. Berbagai penyimpangan ajaran agamapun masih terjadi. Pemerintah pusat belummampu melakukan pembinaan hinggapedalaman-pedalaman. Kompleksitas danbeban tugas penyuluh menjadi dilema bagi pe-nyuluh itu sendiri. Banyak penyuluh harus ber-tugas di luar jam kerja. Pembinaan atau penyu-luhan kepada masyarakat dilakukan di luar jamkerja karena sebagian besar dilakukan pada wak-tu sore hari dan malam hari. Kondisi ini tentudibutuhkan penghayatan dan dedikasi yangtinggi bagi seorang penyuluh. Oleh karena itu,perlu membangun kesepahaman antarpenyuluh yang dapat dirinci sebagai berikut:

40Jurnal Komunikasi PROFETIK

SIMPULANDi Desa Pekuncen, seorang tokoh yang

diyakini sebagai orang pertama menyebarkanajaran kejawen bernuansa nilai-nilai agama Is-lam Sinkritisme adalah Ki Bonokeling. Ragamritual yang dilakukan oleh komunitas adat keja-wen di Desa Pekuncen yang mampu sebagaielemen pembangun dan perekat kerukunanumat beragama adalah tradisi unggahan danudunan yang di dalamnya terdapat praktik sosialgotong royong, sambatan, selametan, dan kerjasamaantarwarga. Kehadiran penyuluh dalam mema-suki ruang pembinaan keagamaan di komuni-tas adat kejawen di Desa Pekuncen ditemukanbebeapa permasalahan yaitu: problem struk-tural, permasalahan bahan pembinaan, strategipembinaan yang kurang efektif, dan persoalan-persoalan kerukunan umat beragama sehinggamenyebabkan pembinaan agama terutama dipelosok-pelosok daerah, belum optimal danmerata.

SARAN-SARANBerdasar simpulan tersebut di atas,

terdapat nilai-nilai kearifan lokal yang dapatmenjadi penguat kerukunan umat beragamabaik kerukunan intern maupun antarumatberagama. Hasil penelitian ini menjadi cukuppenting sebagai inspirasi bagi penyuluh agamamaupun bagi pelaku kerukunan umatberagama dalam membangun kerukunan umatberagama. Atas dasar itulah maka Penelitimengajukan rekomendasi sebagai berikut:

1. Pemerintah Republik Indonesia Cq.Kementerian Agama Republik Indo-nesia Cq. Direktorat Jenderal Bim-bingan Masyarakat Islam perlu meru-muskan kebijakan dalam membangunkerukunan umat beragama berbasiskearifan lokal.

2. Pemerintah Republik Indonesia Cq.Kementerian Agama Cq. DirektoratJenderal Bimbingan Masyarakat Islamdiharapkan dapat merumuskan kebi-jakan terkait strategi komunikasi ke-agamaan dengan menerbitkan buku sa-

1. Tradisi yang masih hidup di masyarakatdapat berfungsi sebagai sarana untukmembangun solidaritas dan kohesisosial sehingga penyuluh perlu mema-hami pentingnya tradisi dalam memba-ngun kerukunan masyarakat;

2. Penyuluh perlu memahami cara kerjatradisi dan adat istiadat di wilayah kerjasebagai model pembinaan keagamaandan kerukunan umat beragama;

3. Seorang penyuluh perlu menjalin ko-munikasi dengan tokoh budaya, tokohseagama maupun tokoh lintas agamadan tokoh setempat dalam rangkamembina kerukunan;

4. Penyuluh perlu bersikap akomodatifterhadap budaya agar bisa menda-patkan peluang untuk membangunkerukunan umat beragama;

5. Penyuluh perlu memandang positifterhadap tradisi yang berkembang dimasyarakat sehingga membuka pe-luang terhadap rekacipta yang memba-ngun kerukunan;

6. Penyuluh perlu bersikap netral jika ter-jadi permasalahan yang kontradiktifantara agama dan tradisi, tidak terburu-buru memberikan fatwa hukum (justifi-kasi) tertentu terhadap praktek tradisitersebut, namun mengkaji secara hati-hati;

7. Penyuluh perlu menguasai nilai-nilaikearifan dalam berbagai ungkapan dantradisi yang disampaikan dalam bahasalokal;

8. Penyuluh agar mengoptimalkan lang-kah-langkah managemen penyuluhandalam rangka membangun harmoni dimasyarakat;

9. Penyuluh perlu melakukan pendekatanyang inovatif dan kreatif dalam mela-kukan pembinaan kerukunan melaluimedia kearifan lokal. (Tim Peneliti Bi-dang Kehidupan Keagamaan, 2014:67).

41Vol. 08/No.01/April 2015

ku penyuluhan kerukunan umat ber-agama yang menjadi buku pedomanbagi penyuluh agama fungsional mau-pun penyuluh agama honorer dalammelaksanakan pembinaan keagamaanbagi komunitas adat kejawen.

DAFTAR PUSTAKAAbdullah, Irwan. 2008. Agama dan Kearifan

Lokal dalam Tantangan Global.Yogjakarta : Pustaka Pelajar.

Connolly, Peter (Ed.). 2002. Approaches to TheStudy of Religion, (Terj. Imam Khoiri.Aneka Pendekatan Studi Agama.Yogyakarta: LKiS.

Haba, John. 2007. Revitalisasi Kearifan Lokal :Studi Resolusi Konflik di KalimantanBarat, Maluku, dan Poso. Jakarta: ICIPdan Eropean Commision.

Hayat, Bahrul. 2012. Mengelola KemajemukanUmat Beragama. Jakarta: PT SaadahCipta Mandiri.

Jati, Wasisto Raharjo. 2013. Kearifan LokalSebagai Resolusi Konflik Keagamaan.Jurnal Walisongo Vol. 21 Nomor 2Tahun 2013. Semarang: IAINWalisongo.

Kahmad, Dadang. 2002. Sosiologi Agama.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor516 Tahun 2003 Tentang PetunjukTeknis Pelaksanaan Jabatan PenyuluhFungsional. Jakarta: KementerianAgama Republik Indonesia.

Keputusan Menteri Agama (KMA) Nomor2 Tahun 2010.

Miles, MB dan Huberman AM. 1992.Analisis Data Kualitatif. Bandung:Refika Aditama.

Moleong, Lexy J. 2000. Metode PenelitianKualitatif. Bandung: Rosda Karya.

Muhammad, Afif. 2013. Agama dan KonflikSosial: Studi Pengalaman Indonesia.Bandung: Marja.

Nawawi, Hadari. 1990. Metode PenelitianBidang Sosial. Yogyakarta: UGMPress.

Priyadi, Supriyadi. 2011. Metode PenelitianSejarah. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

——————————. 2011. SejarahLokal. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Priyatna, Haris. 2013. Kamus Sosiologi:Deskriptif dan Mudah Dipahami.Bandung: Nuansa Cendikia.

Ridwan, dkk, 2008, Islam Kejawen, SistemKeyakinan dan Ritual Anak Cucu KiBonokeling. Purwokerto : STAINPurwokerto Press

Ridwan, Nurma Ali. 2007. “LandasanKeilmuan Kearifan Lokal”. Jurnal StudiIslam dan Budaya Ibda’ Vol.5/No.1/Januari-Juni 2007. Purwokerto: P3MSTAIN Purwokerto.

Ritzer, George. 2011. Edisi Kedelapan TeoriSosiologi: Dari Sosiologi Klasik SampaiPerkembangan Terahir Postmodern.Diterjemahkan oleh Saut Pasaribu,dkk. (2012). Yogyakarta: PustakaPelajar.

Rohimin, dkk. 2009. Harmonisasi Agama danBudaya di Indonesia. Jakarta: BalaiLitbang Agama Jakarta.

Rudito, Bambang dan Melia Famiola. 2013.Social Mapping: Metode Pemetaan Sosial.Bandung: Rekayasa Sain.

Saidi, Anas. 2004. Makalah pada WorkshopPengembangan Penelitian Non-PositivistikBagi Dosen-Dosen Ptai Se-Indonesia,Wisma Haji Armina DonohudanBoyolali, P3M STAIN Surakarta-Ditjen Binbaga Islam Depag RI.

42Jurnal Komunikasi PROFETIK

Salman, Darmawan. 2012. Sosiologi Desa;Revolusi Senyap dan Tarian Kompleksitas.Makassar: Penerbit Ininnawa.

Soewanto, Edy. 2009, PeninggalanKepurbakalaan Sejarah dan Nilai TradisiDi Kabupaten Banyumas,Purwokerto : Dinas Kebudayaan danPariwisata Kabupaten Banyumas.

Straus, Anselm. dan Juliet Corbin. 2007.Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif; TataLangkah dan Teknik-Teknik TeoritisasiData. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Suprayogo, Imam. dan Tabrani. 2003.Metodologi Penelitian Sosial Agama,Bandung: Rosda Karya.

Tim Peneliti Bidang Kehidupan Keagamaan.2014. Membangun Harmoni denganKearifan Lokal: Model PembinaanKerukunan Umat Beragama bagiPenyuluh Agama. Semarang: BalaiLitbang Agama Semarang.

Wach, Joachiem. 1983. Sosiology of Religion.Chicago: The University of ChicagoPress.

43Vol. 08/No.01/April 2015

PENDAHULUANKehidupan dalam sebuah organisasi,

baik itu organisasi bisnis maunpun non-bis-nis akan selalu ada warna warni kehidupan ang-gota-anggota yang ada di dalamnya. Warna-warni kehidupan ini menjadikan dinamika da-lam organisasi tersebut, yang dapat berupakonflik. Keberadaan konflik sendiri dalam se-buah organisasi tidak dapat terhindarkan, kon-flik akan hadir tanpa kita hendaki dan kehadir-annya tidak dapat dielakkan.

Konflik dapat diartikan sebagai suatuperselisihan atau perbedaan paham antara se-seorang pada orang lain atau seorang pada

MANAJEMEN KONFLIK ORGANISASIDALAM PERSPEKTIF ISLAM

Yani Tri Wijayanti, Asep Suryana, Mien Hidayat dan Funny Mustikasari(Program Studi Doktor Ilmu Komunikasi FIKOM Universitas Padjadjaran)

ABSTRACT

An organizatin made up of people who become members of the organization, they interact witheach other. Conflict occurs within an organization when there are two conflicting parties.Conflict can be positiveand negative effect, it depends on how the leadership of the organization is able to manage existing conflicts.Effective conflict management can improve organizational effectiveness, one way is to negotiate. Islam alsoteaches to negotiate in resolving disputes. This article provides resolution of conflicts within the organization inthe Islamic perspective with negotiating.

Keywords : conflict management, organizational, negotiations, Islamic perspective

kelompok dan sebaliknya sehingga melahir-kan ketidakharmonisan dalam komunikasi or-ganisasi (Masmuh,2010:293). Manajemen(mengelola) konflik menjadi tugas pentingseorang pimpinan organisasi, setiap pimpinanpasti akan menghadapinya karena adanya ke-tidaksesuaian hubungan antar pribadi paraanggota organisasi yang dia pimpin.

Adanya konflik dalam organisasi me-munculkan berbagai pertanyaan, apakah kon-flik itu berbahaya bagi organisasi? Apakah kon-flik diperlukan oleh organisasi? Sejauhmanakonflik berpengaruh pada kinerja organisasi?Bagaimana solusi konflik? Bagaimana konflik

44Jurnal Komunikasi PROFETIK

dalam pandangan Islam? Bagaimana manaje-men konflik dalam pandangan Islam? Dalamtulisan ini, penulis akan membahas terkaitdengan pertanyaan-pertanyaan tersebut. Pen-dekatan Islam menjadi dasar manajemen kon-flik yang efektif, dan bisa dipertimbangkan se-bagai alternatif solusi mengelola konflik dalamorganisasi.

KONFLIKMendengar istilah konflik, membuat

kita selalu perpikiran pada hal yang negatif.Konflik dapat diartikan sebagai bentuk perasa-an yang tidak beres yang melanda hubunganantara satu bagian dengan bagian lain, satuorang dengan orang lain, satu kelompokdengan kelompok lain. Robbins (2006:545)menyatakan konflik sebagai proses yang ber-mula ketika satu pihak merasakan bahwa pihaklain telah mempengaruhi secara negatif, atauakan segera mempengaruhi secara negatif, se-suatu yang menjadi keperdulian pihak pertama.

Luthans (1985), konflik merupakan ke-tidaksesuaian nilai atau tujuan antara anggotaorganisasi, sebagaimana dikemukakan berikut: “conflict has been defined as the condition of objec-tive incompatibility between values or goal, as the be-havior of deliberately interfering with another’s goalachievement and emotionally in term of hostility”(Romli,2011:106).

Konflik organisasi digunakan untukmenjelaskan suasana ketengangan yang adadalam sistem organisasi. Seperti yang dikemu-kakan oleh Dahrendorf (1959), konflik organ-isasi dapat diamati melalui perbandingan kerjadi antara departemen atau satuan kerja, antarastaf atau para pekerja/karyawan, jaringan komu-nikasi dan struktur organisasi (Liliweri,1997:128).

Konflik organisasi (organizational conflict)adalah ketidaksesuaian antara dua atau lebihanggota-anggota atau kelompok-kelompok or-ganisasi yang timbul karena adanya kenyataanbahwa mereka harus membagi sumber daya-sumber daya yang terbatas atau kegiatan-ke-giatan kerja dan/atau karena kenyataan bahwamereka mempunyai perbedaan status, tujuan,

nilai dan persepsi (Zainal,dkk:2014:279).Konflik menurut Frost dan Wilmot

(1978), sebagai suatu “perjuangan yang dieks-presikan antara sekurang-kurangnya dua pihakyang saling bergantung, yang mempersepsi tu-juan-tujuan yang tidak sepadan, imbalan yanglangka dan gangguan dari pihak lain dalammencapai tujuan mereka” (Pace dan Faules,-2006:369). Di dalam “perjuangan” tersebutmenggambarkan adanya perbedaan dan per-selisihan antara kedua belah pihak. Konflikakan terjadi bila perbedaan tersebut telah di-komunikasikan, baik itu dengan cara diam-diam ataupun dengan cara langsung/terang-terangan, baik secara verbal maupun secaranon verbal. Ketika terjadi ketegangan, tanda-tanda ketidaksepakatan akan mulai dimuncul-kan, seperti melalui keluh kesah, mimik wajah,perilaku, sikap, bahkan sampai pada ucapan-ucapan dengan nada ketus.

Mitchell dan Rahmi (2001) dalamRomli (2011:105), menjelaskan bahwa konflikatau pertentangan pada kondisi tertentu mam-pu mengidentifikasikan sebuah proses penge-lolaan lingkungan dan sumber daya yang tidakberjalan secara efektif, mempertajam gagasan,bahkan dapat menjelaskan kesalahpahaman.Stone dan Wankel (dalam Masmuh,2010:294),mendefinisikan konflik organisatoris adalahsuatu ketidaksesuaian paham antara dua ang-gota organisasi atau lebih, yang timbul karenafakta bahwa mereka harus berbagi dalam halmendapatkan sumber daya yang langka, atauaktivitas-aktivitas pekerjaan, dan atau karenafakta bahwa mereka memiliki status-status,tujuan-tujuan, nilai-nilai atau persepsi-persepsiyang berbeda.

Terdapat berbagai definisi mengenaikonflik, meskipun maknanya berbeda tetapiterdapat kesamaan dari berbagai definisi yaituadanya pertentangan atau ketidakselarasan. Se-hingga definisi konflik dapat disimpulkan se-bagai sebuah proses yang dimulai ketika satupihak memiliki persepsi bahwa pihak lain telahmempengaruhi secara negatif, atau akan mem-pengaruhi secara negatif, sesuatu yang menjadi

45Vol. 08/No.01/April 2015

kepedulian atau kepentingan pihak pertama.Definisi sengaja dibuat luas, mecakup beragamkonflik yang orang alami dalam organisasi, ke-tidakselarasan tujuan, perbedaan interpretasifakta, ketidaksepahaman yang disebabkan olehekspektasi perilaku, dan sebagainya. Definisikonflik mencakup beragam tingkatan konflik,dari tindakan terang-terangan dan keras sam-pai ke bentuk-bentuk ketidaksepakatan yangtidak terlihat (Robbins,2011:175).

Sedangkan Alo Liliweri (2005:249-251), menetapkan unsur-unsur yang terdapatdalam konflik yaitu : (1) ada dua pihak ataulebih yang terlibat. Jadi, ada interaksi antaramereka yang terlibat; (2) ada tujuan yang di-jadikan sasaran konflik. Tujuan itulah yangmenjadi sumber konflik; (3) ada perbedaan pi-kiran, perasaan, tindakan diantara pihak yangterlibat untuk mendapatkan atau mencapai tu-juan atau sasaran; dan (4) ada situasi konflikantara dua pihak yang bertentangan. Ini me-liputi situasi antarpribadi, antar kelompok, danantar organisasi.

Veithzal Rivai Zainal (2014:283), me-nyatakan secara umum konflik terdiri atas tigakomponen, yaitu :

1. Interest (kepentingan), yakni sesuatuyang memotivasi orang untuk melaku-kan atau tidak melakukan sesuatu. Mo-tivasi ini tidak hanya dari bagian ke-inginan pribadi seseorang, tetapi jugadari peran dan statusnya.

2. Emotion (emosi), yang sering diwujud-kan melalui perasaan yang menyertaisebagian besar interaksi manusia seper-ti marah, kebencian, takut, dan peno-lakan.

3. Values (nilai), yakni komponen konflikyang paling susah dipecahkan karenanilai itu merupakan hal yang tidak bisadiraba dan dinyatakan secara nyata. Ni-lai berada pada kedalaman akar pemi-kiran dan perasaan tentang benar dansalah, baik dan buruk yang mengarah-kan dan memelihara perilaku manusia.

Konflik dibedakan berdasarkan dariberbagai macam perspektif. Dalam kehidupanorganisasi, lebih spesifik konflik dibedakanberdasarkan pihak-pihak yang saling berten-tangan, terdapat lima jenis yaitu:

1. Konflik dalam diri individu, yang terjadijika seorang individu menghadapi ke-tidakpastian tentang pekerjaan yang diaharapkan untuk melaksanakannya, bilaberbagai permintaan pekerjaan salingbertentangan, atau bila individu di-harapkan untuk melakukan lebih dari-pada kemampuannya.

2. Konflik antar individu dalam organisasi yangsama, dimana hal ini sering diakibatkanoleh perbedaan-perbedaan kepribadin.Konflik ini juga berasal dari adanyakonflik antar peranan (seperti antaramanajer dan bawahan).

3. Konflik antara individu dan kelompok, yangberhubungan dengan cara individu me-nanggapi tekanan untuk keseragamanyang dipaksakan oleh kelompok kerjamereka. Misalnya, seorang individumungkin dihukum atau diasingkanoleh kelompok kerjanya karena me-langgar norma-norma kelompok.

4. Konflik antar kelompok dalam organisasiyang sama, karena terjadi pertetangankepentingan antar kelompok.

5. Konflik antar organisasi, yang timbul se-bagai akibat bentuk persaingan eko-nomi dalam sistem perekonomiansuatu negara. Konflik ini telah meng-arahkan timbulnya pengembanganproduk baru, teknologi, dan jasa, har-ga-harga lebih rendah dan penggunaansumber daya lebih efisien (Rekso-hadiprodjo dan Handoko,1992:233).

Smith, Mazzarella dan Piele (1981)dalam Sopiah (2008:60), melihat konflik darisumber terjadinya adalah (1) masalah komu-nikasi, yang bisa terjadi pada masing-masingatau gabungan dari unsur-unsur komunikasiyaitu sumber komunikasi, pesan, penerima pe-

46Jurnal Komunikasi PROFETIK

san dan saluran; (2) struktur organisasi, yangsecara potensial dapat memunculkan konflik.Tiap departemen/fungsi dalam organisasimempunyai tujuan, kepentingan dan programsendiri-sendiri yang seringkali berbeda denganyang lain; (3) faktor manusia, sifat dan kepri-badian manusia satu dengan yang lain berbedadan unik. Hal ini berpotensi memunculkankonflik.

Konflik juga dapat dibedakan ber-dasarkan jenis peristiwa dan proses. Masmuh(2010:300-301), membedakan konflik ber-dasarkan jenis peristiwa dikenal berberapa tipekonflik, yaitu :

1. Konflik biasa, adalah konflik yang ter-jadi hanya karena kesalahpahaman aki-bat distorsi informasi, melibatkan hu-bungan antarpersonal yang sejawat,awalnya didorong oleh faktor emosi.

2. Konflik luar biasa, adalah konflik yangtidak berstruktur karena sebelumnyakita tidak mempunyai catatan me-ngenai modus operandi.

3. Konflik zero-sum (game), adalah bentukkonflik yang hasilnya adalah satu pihakmenang dan pihak lain kalah (win-lose)

4. Konflik merusak, adalah konflik yangdari proses sampai hasilnya merusaksistem relasi sosial.

5. Konflik yang dapat dipecahkan, ada-lah konflik substantif karena dapat di-pecahkan melalui sebuah keputusanbersama.

Selanjutnya dari berbagai pendapat,Sopiah (2008:302-307) membuat kesimpulanmengenai faktor-faktor penyebab terjadinyakonflik dalam organisasi, terdapat 18 faktoryaitu sebagai berikut ini :

1. Konflik nilai, konflik terjadi karena per-bedaan nilai. Konflik bersumber padaperbedaan rasa percaya, keyakinan,bahkan ideologi atas apa yang dipere-butkan.

2. Kurangnya komunikasi, kegagalan komu-nikasi karena dari kedua pihak tidak

dapat menyampaikan pikiran, perasa-an, dan tindakan, sehingga membukajurang perbedaan informasi.

3. Kepemimpinan yang kurang efektif ataupengambilan keputusan yang tidak adil,konflik bisa terjadi karena kepemim-pinan yang kurang efektif membuatanggota organisasi bebas bergerak.

4. Ketidakcocokan peran, konflik ini terjadikarena ketidakcocokan peran dengankemampuan yang dimiliki oleh sese-orang, hal ini kadang dibarengi denganpersepsi yang berbeda terhadap peranmasing-masing.

5. Produktivitas rendah, konflik terjadikarena out put dan out come dari duapihak atau lebih yang bekerja sama ti-dak atau kurang mendapatkan keun-tungan dari kerja sama tersebut.

6. Perubahan keseimbangan, perubahan inimisalnya adanya mutasi atau rotasi danpromosi dan seterusnya.

7. Konflik yang belum terpecahkan, konflikterjadi karena ada konflik di antara duapihak yang sebelumnya tidak terselesai-kan. Tidak ada proses “saling memaaf-kan” dan “saling mengampuni”. Ke-adaan ini seperti api dalam sekam, yangsetiap saat bisa timbul dan menghasil-kan konflik yang lebih besar (Liliweri,2005:261-263).

8. Kebutuhan untuk membagi sumber-sumberdaya yang terbatas, konflik terjadi karenaanggota atau kelompok organisasi ber-saing memperebutkan bagian terbesarsumber daya-sumber daya yang terse-dia.

9. Perbedaan-perbedaan dalam berbagai tujuan,konflik terjadi karena kelompok-ke-lompok organisasi cenderung menjaditerspesialisasi atau dibedakan karenamereka mengembangkan berbagai tu-juan, tugas dan personalia yang tidaksama.

10. Saling ketergantungan kegiatan-kegiatan ker-ja, konflik terjadi karena antara satu de-

47Vol. 08/No.01/April 2015

ngan yang lain (individu-individu ataukelompok-kelompok) saling melempartanggung jawab atau saling tergantungsatu dengan yang lain untuk menye-lesaikan tugas-tugas repetitif mereka.

11. Kemenduaan organisasional, konflik yangterjadi karena adanya tanggung jawabyang dirumuskan secara mendua (am-biguous) dan tujuan-tujuan yang tidakjelas.

12. Ketegangan dan saingan pribadi serta per-tentangan-pertentangan sosial, konflik yangterjadi karena sejumlah orang memilikilatar belakang yang berbeda masing-masing membawa pengalaman serta la-tar belakang sosialnya.

13. Problem organisasi yang ditimbulkan olehbentuk resminya, konflik terjadi karenastruktur dengan pembagian dan penye-baran wewenang serta kekuasaan yangdipermasalahkan.

14. Perkembangan dan kemajuan teknologi,ketika organisasi atau perusahaanmenggunakan dan memanfaatkan ke-majuan teknologi sebagai alat produksimaka muncul gelombang protes bagigenerasi lama (karyawan atau bawah-an).

15. Syarat-syarat kerja, konflik terjadi karenadisebabkan beberapa kesukaran dalammelaksanakan pekerjaan dalam suatuorganisasi.

16. Organisasi atau instansi sebagai struktursosial, ekonomi, hukum dan teknik, konflikterjadi disebabkan karena begitu kom-pleksitas fungsi organisasi atau instansi.

17. Hubungan timbal balik antara atasan danbawahan, konflik karena atasan adalahseorang yang muda sementara bawah-annya adalah seorang yang lebih tuadan lebih lama bekerja di instansi.

18. Pendelegasian wewenang, konflik terjadiketika wewenang telah didelegasikankepada seorang bawahan, maka atasantidak dapat lagi mencampuri hal yangtelah didelegasikannya dan tidak dapat

mengadakan kontak kerja langsungmengenai bidang yang didelegasikandengan orang-orang yang ditentukan.

PANDANGAN TENTANGKONFLIK

Setiap orang atau organisasi mem-punyai pandangan yang berbeda-beda meng-enai konflik, ada yang berpandangan positifdan sebaliknya memandang konflik sebagai se-suatu yang negatif dan harus dihindari. Dalambukunya Perilaku Organisasional, Sopiah (20-08:58), menyatakan terdapat tiga pandanganmengenai konflik, yaitu :

1. Pandangan Tradisional Menurut pandangan tradisional, me-

nyatakan bahwa konflik harus dihindarikarena akan menimbulkan kerugian.Aliran ini juga memandang konflik se-bagai sesuatu yang buruk, tidak meng-untungkan dan selalu merugikan organ-isasi. Oleh karena itu konflik harus di-cegah dan dihindari sebisa mungkin de-ngan mencari akar permasalahannya(Muhyadi, 1989).

Pendapat tersebut selaras denganpendapat dari Gibson (1996), pandang-an tradisional menganggap konflik se-bagai peristiwa yang negatif dan ber-usaha untuk meniadakan konflik. De-mikian juga Robbins (1990), meng-asumsikan setiap konflik berdampaknegatif terhadap keefektifan organisasidan tugas manajer mencegah terjadinyakonflik (Romli,2011:112).

Menurut Zainal (2014:280), pandangantradisional tentang konflik, akibat ada-nya ketidaklancaran komunikasi dan ti-dak adanya kepercayaan, serta ketidak-terbukaan dari berbagai pihak yang sa-ling berhubungan.

2. Pandangan Hubungan Kemanusiaan Pandangan aliran behavioral ini

menyatakan bahwa konflik merupakansesuatu yang wajar, alamiah dan tidakterelakkan dalam setiap kelompok ma-

48Jurnal Komunikasi PROFETIK

Tabel 1Perbedaan Pandangan Tradisional dan Kontemporer tentang Konflik Organisasi

nusia. Konflik tidak selalu buruk karenamemiliki potensi kekuatan yang positifdi dalam menentukan kinerja kelom-pok. Konflik tidak selamanya merugi-kan, bahkan bisa menguntungkan, yangoleh karena itu konflik harus dikeloladengan baik.

3. Pandangan Interaksionis Dalam pandangan interaksionis,

menyatakan bahwa konflik bukan se-kedar sesuatu kekuatan positif dalamsuatu kelompok, melainkan juga mutlakperlu untuk suatu kelompok agar dapatberkinerja positif. Oleh karena itu kon-flik harus diciptakan. Pandangan ini di-dasari keyakinan bahwa organisasi yangtenang, harmonis, damai ini justru akanmembuat organisasi itu menjadi statis,stagnan dan tidak inovatif. Dampaknyaadalah kinerja organisasi menjadirendah.

Menurut Robbins (1990), meyakinisuatu organisasi yang bebas dari konflikmerupakan organisasi yang statis, apa-tis, dan tidak tanggap terhadapkebutuhan untuk perubahan (Romli,2011:112-113).

Perbedaan pandangan mengenai kon-flik juga dilihat dari pandangan tradisional de-ngan pandangan kontemporer. Aldag dan

Konflik dari sudut pandang tradisonal Konflik dari sudut pandang kontemporer

Sumber : Khomsahrial Romli,2011:113

1. Konflik adalah hal yang buruk dan harusdihilangkan atau dikurangi

2. Konflik tidak perlu terjadi3. Konflik berasal dari kesalahan komunikasi,

kurangnya saling pengertian, kepercayaan, danketerbukaan antar grup/kelompok

4. Manusia i tu pada dasarnya baik, benar,kooperatif dan menyenangi kebaikan

1. Konflik adalah hal baik dan harus didorong,konflik juga harus diatur, oleh karena itu konflikdapat ditangani

2. Konflik pasti terjadi3. Konflik berasal dari perjuangan untuk men-

dapatkan penghargaan yang terbatas, per-saingan dan tekanan potensial. Tekanan poten-sial untuk sebuah tujuan merupakan kondisiyang biasa terjadi dalam sebuah organisasi

4. Pada dasarnya manusia tidak selalu jelek, akantetapi perlu diarahkan agar berprestasi dan maubersaing.

Stearns (1987) menampilkan perbedaan pen-dekatan tradisional dengan pendekatan kon-temporer tentang konflik dalam organisasipada tabel 1.

Pandangan tradisional menganggapkonflik tidak menguntungkan dan harus di-tiadakan. Peristiwa konflik oleh pandanganlama dianggap sebagai adanya kesalahan dalamkomunikasi, dan manusia pada dasarnya baik,benar, kooperatif serta menyenangi kebaikan.Sedangkan pandangan kontemporer berpen-dapat bahwa konflik itu baik dan harus dido-rong agar tetap muncul. Pandangan masa kinimenganggap konflik merupakan kompetisiuntuk mendapatkan penghargaan. Konflik se-bagai peristiwa alami organisasi.

Melihat berbagai pandangan mengenaikonflik, dimana masing-masing pandanganmempunyai pendapat yang saling berten-tangan terhadap konflik, maka bila terjadi kon-flik pimpinan organisasi dapat mengelola kon-flik secara tepat, konflik bisa saja distimulasi-kan maupun dipecahkan atau diatasi. Bahkankonflik menjadi strategi untuk membuat ino-vasi pada organisasi, dan membuat organisasimenjadi lebih dinamis.

Mengelola konflik atau yang lebih biasakita sebut dengan manajemen konflik meru-pakan tugas dan tanggung jawab dari pimpinanorganisasi, yaitu dengan menemukan strategidan metode yang tepat dalam penyelesaian

49Vol. 08/No.01/April 2015

konflik dalam organisasi yang dia pimpin. Ke-berhasilan seorang pimpinan organisasi dalammanajemen konflik akan menjadi prestasi ter-sendiri oleh pimpinan tersebut, tetapi apabilagagal dalam menyelesaian konflik yang ada,bisa jadi jabatan yang diembannya menjaditaruhannya.

MANAJEMEN KONFLIKManajemen konflik merupakan cara

yang dilakukan oleh pimpinan dalam mensti-mulasi konflik, mengurangi konflik dan me-nyelesaikan konflik yang bertujuan untuk me-ningkatkan performasi kerja individu dan pro-duktivitas organisasi (Romli,2011:153). Pem-bahasan mengenai manajemen konflik ber-manfaat bagi para manajer atau pimpinanorganisasi dalam memberikan respons padasetiap konflik yang muncul dalam organisasi,karena konflik kadangkala datang tanpa di-duga. Dan saat terjadi konflik, tugas pimpinanadalah mengelola konflik agar tetap produktif.

Merujuk pada pandangan-pandanganmengenai konflik yang sudah dijelaskan padasub sebelumnya, maa konflik dalam organisasimempunyai dua pandangan yang mengatakanbahwa konflik itu berdampak positif dan juganegatif. Konflik yang membawa dampak po-sitif dapat dikatakan konflik mempunyai efekfungsional. Konflik yang fungsional yaitu kon-flik yang berdampak positif dan menguntung-kan bagi efektivitas organisasi. Sebagai contoh,dua bagian dalam organisasi sama-sama ber-

sikeras dan mempertahankan bahwa metodekerjanyalah yang terbaik untuk organisasi. Jikapemimpin organisasi mengelola konflik secaratepat, maka tidak mustahil kelak akan dida-patkan satu metode yang teruji secara nyatapaling baik di antara keduanya. Konflik ber-akibat fungsional, yaitu : (a) meningkatnya ke-terlibatan orang lain; (b) menggerakkan per-tumbuhan; (c) definisi relasi makin jelas; (d)mengurangi stress, kecemasan, frustasi, rasamarah; (e) meningkatnya kohesi dalam kelom-pok (Masmuh,2010:307).

Sedangkan konflik yang mempunyaiefek disfungsional adalah konflik yang ber-dampak destruktif dan merusak efektivitasorganisasi. Contohnya, dalam organisasi ada-nya perilaku orang-orang yang tidak bertang-gung jawab dan cenderung mengganggu danmerusak harmonisasi keberlangsungan organ-isasi (sabotase, boikot, jegal-menjegal di antaraunsur-unsur di dalam organisasi). Dalam kon-disi ini konflik berakibat disfungsional danmenghambat pencapaian tujuan, yaitu : (a)orang tidak berminat untuk bekerja; (b) terjadiancaman atas relasi yang menghancurkan ke-percayaan dan keadilan; (c) menyinggung pri-badi, perasaan, sakit hati; (d) orang dipaksakonformis, orang dipaksa ikut keputusan(Nimron,1999:72-73). Maka konflik yang ber-efek disfungsional pada efektivitas organisasi,hendaknya dihindari karena tidak membawamanfaat bagi organisasi. Pemimpin organisasidituntut mempunyai keahlian untuk bisa mem-berikan efek positif bagi organisasi.

Tabel 2Hubungan Konflik dengan Prestasi Kerja

Sumber : Sopiah,2008:63

Kondisi Tingkat Konflik Karakteristik Perilaku Sifat Konflik Kinerja

A Rendah atau Apatis, stagnan, tidak responsif terhadap Disfungsional Rendahtidak ada perubahan, kurang ide-ide baru

B Optimal Bersemangat, inovatif, dorongan melakukan Fungsional Tinggi ,perubahan mencari cara pemecahan masalah

C Tinggi Kekacauan, tidak ada kerja sama, Disfungsional Rendahtidak ada koordinasi

50Jurnal Komunikasi PROFETIK

Terkait konflik yang mempunyai efekfungsional dan disfungsional, tentunya akanberhubungan dengan kinerja. Pada tabel 2akan menjelaskan secara singkat tentang apayang terjadi ketika terjadi konflik dengan ting-katan konflik terhadap kinerja.

Manajemen atau mengelola konflikharus mempunyai strategi yang tepat dalampenyelesaian konflik. Pemimpin organisasi da-

pat memilih metode yang dirasa tepat dan bisamengakomodir keinginan dari kedua belak pi-hak yang bertentangan. Menurut Alo Liliweri,secara umum upaya mengakhiri konflik me-lalui strategi manajemen konflik terdapat tigaasumsi, yaitu : (1) Kalah-Kalah : setiap orangyang terlibat dalam konflik akan kehilangantuntutannya jika konflik terus berlanjut; (2) Ka-lah-Menang : salah satu pihak pasti kalah karena

Tabel 3Strategi Penanganan Konflik dan Situasi

Sumber : Umar Nimron,1999:76-78

Strategi Penanganan Situasi yang Cocok

Kompetisi 1. Bila langkah cepat, desisif amat dibutuhkan2. Menyangkut perkara penting dimana tindakan yang tak popular perlu diterapkan3. Menyangkut perkara yang penting bagi kesejahteraan organisasi dan Anda

yakin bahwa Anda benar4. Melawan orang yang menganbil keuntungan dari perilaku yang tidak kompetitif

Kolaborasi 1. Mencari solusi terpadu jika ada dua masalah yang terlalu penting untukdikompromikan 2. Jika tujuan Anda adalah untuk belajar

3. Untuk menggabungkan pandangan dari orang-orang dengan sudut pandangyang berbeda

4. Mendapatkan komimen dengan memasukkan hal-hal yang penting menjadikonsensus

5. Berkaitan dengan pearasaan yang telah ikut terlibat dalam suatu hubungan

Penghindaran 1. Jika suatu perkara itu pelik, atau ada perkara lebih penting yang mendesakatau penolakan 2. Jika And pandang tidak ada peluang untuk memuaskan keinginan Anda

3. Jika gangguan potensial lebih kuat dari keuntungan penyelesaian yang bakaldidapat

4. Memberikan kesempatan orang lain untuk tenang dan medapatkan pikiranyang jernih

5. Jika mengumpulkan informasi lebih diperlukan daripada keputusan yang tepat6. Jika orang lain dapat mengatasi konflik dengan lebih efektif7. Jika isu yang muncul nampak sebagai gejala dari isu yang lain

Akomodasi 1. Jika Anda sadar bahwa Anda salah untuk mendapatkan posisi yang lebih baikuntuk didengar, belajar dan menunjukkan bahwa Anda rasional

2. Jika isu tertentu lebih penting untuk orang lain daripada untk diri Anda untukmemuaskan orang lain, memelihara kerja sama

3. Untuk menciptakan kepercayaan sosial bagi isu yang akan datang4. Meminimalkan kerugian jika Anda rasa tidak sepadan dan kalah5. Jika harmonis dan stabilitas sangat penting6. Memberikan kesempatan belajar dari kesalahan

Kompromi 1. Jika tujuan adalah penting, tetapi tidak seimbang dengan usaha atau adanyapotensi gangguan yang lebih kuat

2. Jika lawan dengan kekuatan sama rela berkorban untuk tujuan yang berbeda3. Mencapai penyelesaian sementara atas isu yang rumit4. Mencapai pemecahan yang tepat sesaat dengan tekanan waktu5. Sebagai cadangan untuk berjaga-jaga jika kolaborasi atau kompetesi tidak

berhasil

51Vol. 08/No.01/April 2015

sistem penggajian, menetapkan standar kiner-ja. Sedangkan resolusi konflik dapat dilakukanmelalui cara musyawarah, campur tangan pi-hak ketiga, konfrontasi, tawar menawar, kom-promi. Untuk mengurangi konflik dapat dila-kukan dengan mengadakan kegiatan bersama,menetapkan peraturan, mutasi jabatan, meng-gabungkan unit yang konflik dan membukaforum dialog (Romli,2011:159-160). Meng-elola konflik dengan baik, dengan menemukanstrategi yang tepat dalam menyelesaikan kon-flik, mampu menemukan peluang yang positifdari konflik yang bisa diolah menjadi suatu halyang postif bagi perusahaan.

Menjadi tanggung jawab pimpinanorganisasi ketika konflik sudah terjadi di dalamorganisasi. Ada beberapa cara yang dapat di-lakukan oleh seorang pemimpin dalam meng-atasi atau mengendalikan konflik yaitu (1)memberikan kesempatan kepada semua ang-gota kelompok untuk mengemukakan penda-patnya tentang kondisi-kondisi penting yangdiinginkan yang menurut persepsi masing-ma-sing harus dipenuhi dengan pemanfaatan ber-bagai sumber daya dan dana yang tersedia; (2)meminta satu pihak menempatkan diri padaposisi orang lain, dan memberikan argumentasikuat mengenai posisi tersebut. Kemudianposisi peran tersebut dibalik, pihak yang tadi-nya mengajukan argumentasi dan sebaliknyapihak yang tadinya menentang satu gagasanseolah-olah mendukungnya. Setelah itu ma-sing-masing pihak diberi kesempatan untukmelihat posisi orang lain dari sudut pandangorang lain; dan (3) kewenangan pimpinan se-bagai sumber kekuatan kelompok. Seorangmanajer yang bertugas memimpin suatu ke-lompok, untuk mengambil keputusan, ataumemecahkan masalah secara efektif, perlu me-miliki kemahiran menggunakan kekuasaanatau kewenangan yang melekat pada perannya(Zainal,2014:286).

Romli dalam bukunya Komunikasi Or-ganisasi (2011: 148), gaya penyelesaian konf-lik dengan cara kompromi dikategorikan efek-tif bila isu konflik sangat komplek dan keduapihak yang terlibat konflik mempunyai ke-

dia kehilangan tuntutannya, dan pihak lain pas-ti menang. Indikasi selanjutnya adalah jika pi-hak yang kalah kurang menerima keputusandengan sepenuh hati, maka dikemudian hariakan timbul konflik baru; (3) Menang-Menang :dua pihak menang. Ini terjadi jika dua pihakkehilangan sedikit tuntutannya, namun hasilakhir memuaskan dua pihak. Jika kedua pihakmenerima keputusan dengan lapang dada, ma-ka akan mencegah terjadinya konflik yang ber-sumber pada masalah yang sama (Liliweri,20-05:294-295).

Setiap konflik yang berbeda akar ma-salahnya belum tentu bisa ditangani atau dise-lesaikan dengan strategi manajemen konflikyang sama. Kita harus tahu situasi konflik yangseperti apa yang sedang kita hadapi sekarang,dan menentukan metode penanganan konflikyang tepat. Thomas mengemukakan stategimenangani konflik yang dikaitkan dengan kri-teria situasi, dapat dilihat pada tabel 3.

Konflik dalam organisasi tidak hanyaharus dikelola dengan baik, tetapi juga harusdidorong. Hal ini mengacu pada padangan in-teraksionis. Karena konflik bisa menjadi ke-kuatan bagi organisasi untuk melakukan pe-rubahan dan juga kemajuan. Edelman (1997)menegaskan bahwa, jika konflik dikelola secarasistematis dapat berdampak positif yaitu mem-perkuat hubungan kerja sama, emingkatkankepercayaan dan harga diri, mempertinggikreativitas dan produktivitas, dan meningkat-kan kepuasan kerja. Akan tetapi sebaliknya,menurut Owens (1991) menyatakan manaje-men konflik yang tidak efektif dengan caramenerapkan sangsi yang berat bagi penentang,dan berusahan menekan bawahan yang me-nentang kebijakan sehingga iklim organisasisemakin buruk dan meningkatkan sifat inginmerusak (Romli,2011:133).

Manajemen konflik meliputi kegiatan-kegiatan, menstimulasi konflik, mengurangiatau menumbuhkan konflik, dan mengenda-likan konflik. Dalam menstimulasi konflik da-pat dilakukan dengan memberikan penghar-gaan prestasi, mengadakan evaluasi kinerja se-cara terpadu, memotivasi karyawan, mengubah

52Jurnal Komunikasi PROFETIK

kuatan yang berimbang. Hal senada juga di-sampaikan oleh Hardjana (1994), Winardi (19-94) yang sama-sama menyatakan bahwa kom-promi sebagai metode yang efektif dalam me-nyelesaikan konflik. Melalui kompromi, keduabelah pihak mampu bekerja sama untuk me-nyelesaikan konflik, hasilnya dapat memuas-kan kedua pihak yang berselisih. Kesepakatanyang dicapai melalui kompromi dapat meng-urangi kekecewaan pihak-pihak yang berten-tangan dan mendorong kedua pihak untuk be-kerja sama (Romli,2011:148-150).

Perundingan, kompromi atau negosiasiakan mewarnai interaksi para anggota organ-isasi. Di dalamnya ada proses kedua pihak un-tuk saling bertukar pendapat, melakukan peng-urangan keinginan pribadi, melakukan kese-pakatan perdamaian, menyepakati kerja samasampai dengan menyelesaikan masalah yangsedang dihadapi.

Seorang pimpinan yang handal, mam-pu melakukan negosiasi dengan baik untuk bi-sa mempertemukan kemauan dari kedua pihakyang bertentangan, sehingga akan didapatkanhasil yang memuaskan untuk kepentingan ber-sama. Pimpinan dapat membuat tim kerja yangkuat, saling mendukung sehingga konflik inter-nal organisasi dapat diminimalisir.

MANAJEMEN KONFLIKDALAM PERSPEKTIF ISLAM

Konflik dalam kehidupan organisasi ti-dak bisa dihindari, setiap saat kita akan berha-dapan dengan konflik. Baik konflik antar ang-gota dalam organisasi maupun antara pim-pinan dengan anggota organisasi atau bawah-an, bahkan tidak menutup kemungkinan ada-nya konflik dengan pihak eksternal organisasi.Konflik dalam terminologi Al-Qur’an sepadandengan kata “ikhtilaf” yang berarti berselisih/berlainan. Konflik yang berarti perselisihan ter-tuang dalam ayat Al-Qur’an, diantaranya dalamSurat Ali Imran Ayat 105 :

Dan janganlah kamu menyerupai orang-orangyang bercerai-berai dan berselisih sesudah datangketerangan yang jelas kepada mereka. merekaItulah orang-orang yang mendapat siksa yangberat (QS Ali Imran : 105).

Islam mengajarkan kita bagaimana caramengatasi konflik, dan cara-cara ini telah di-tuangkan dalam ayat-ayat Qur’an yang diturun-kan kepada Rasulullah SAW, yang selanjutnyakita sebagai manusia dapat mentauladani cara-cara beliau dalam menyelesaikan konflik salahsatu cara dalam menyelesaikan konflik yaitudengan negosiasi atau perundingan.

Tindakan menyangkut pandanganbahwa penyelesaian konflik dapat dilakukanoleh orang-orang yang berkonflik secara ber-sama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga. Ke-lompok tidak mencari pencapaian solusi dalamterm satu aturan, tetapi membuat aturan yangdapat mengorganisasi hubungannya denganpihak lain (Zainal,dkk:2011:287). Firman Al-lah SWT menjelaskan metode negosiasi ini da-lam Surat Asy-Syuura:37-38 :

Dan (bagi) orang-orang yang menjauhi dosa-dosabesar dan perbuatan- perbuatan keji, dan apabilamereka marah mereka memberi maaf. Dan(bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi)seruan Tuhannya dan mendirikan shalat, sedangurusan mereka (diputuskan) dengan musyawaratantara mereka; dan mereka menafkahkan se-bagian dari rezki yang Kami berikan kepadamereka (QS Asy Syuura :37-38).

53Vol. 08/No.01/April 2015

Negosiasi atau perundingan merupa-kan proses tawar menawar antara pihak-pihakyang terlibat dalam konflik. Dalam perunding-an ini diharapkan ada kesepakatan nilai antarakedua kelompok tersebut. Menurut Robbins(1999) dalam Sopiah (2008:64) menawarkandua strategi perundingan yang meliputi : (1)tawar menawar distributif, artinya perundinganyang berusaha untuk membagi sejumlah tetapsumberdaya (situasi kalah menang); dan (2)tawar menawar integratif, yaitu perundingan yangmengusahakan satu penyelesaian atau lebihyang dapat menciptakan pemecahan menang-menang.

Perundingan mempertemukan duapihak dengan kepentingan yang berbeda atauberkonflik, bersama-sama untuk mencapai se-buah persetujuan. Para pemimpin dalamorganisasi menunjukkan fungsi yang sama me-lakukan perundingan secara kontinu, berun-ding dengan bawahan, atasan, pemasok (ven-dors) dan pelanggan sehari-hari (Zainal,dkk:2014:300). Hal ini sesuai dengan firmanAllah SWT dalam Surat Yusuf ayat 80, yaitu :

Maka tatkala mereka berputus asa dari pada(putusan) Yusuf mereka menyendiri sambil ber-unding dengan berbisik-bisik. berkatalah yangtertua diantara mereka: “Tidakkah kamu ke-tahui bahwa Sesungguhnya ayahmu telah meng-ambil janji dari kamu dengan nama Allah dansebelum itu kamu telah menyia-nyiakan Yusuf.sebab itu aku tidak akan meninggalkan negeriMesir, sampai ayahku mengizinkan kepadaku(untuk kembali), atau Allah memberi keputu-san terhadapku. dan Dia adalah hakim yangsebaik-baiknya” (QS Yusuf:80)

Mengatasi konflik dengan cara nego-siasi atau perundingan, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut ini yaitu (1) berkompromidalam hal bahwa semua pihak berpengaruhmeninggalkan perasaan seperti mereka telahmemenangkannya dan (2) tugas sebelum ber-unding yaitu dengan cara memahami pihak la-in, dan mengetahui semua pilihan (Zainal,-2014:301).

Dari berbagai pendapat mengenai ne-gosiasi, maka negosiasi dapat dikatakan se-bagai tindakan yang menyangkut pandanganbahwa penyelesaian konflik dapat dilakukanoleh orang-orang yang berkonflik secara ber-sama-sama tanpa melibatkan pihak ketiga,yang diakhiri dengan perdamaian, hal ini di-jelaskan dalam Surat Al-Hujuraat ayat 9 :

Dan kalau ada dua golongan dari mereka yangberiman itu berperang hendaklah kamu damai-kan antara keduanya! tapi kalau yang satu me-langgar Perjanjian terhadap yang lain, hendak-lah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangisampai surut kembali pada perintah Allah. ka-lau Dia telah surut, damaikanlah antara ke-duanya menurut keadilan, dan hendaklah kamuBerlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintaiorang-orang yang Berlaku adil (QS Al-Hujuraat:9)

Pimpinan organisasi yang mengelolakonflik pada kedua pihak yang bertentangandengan melakukan negosiasi haruslah memi-liki sifat sabar. Penyelesaian konflik dilakukandengan cara musyawarah mufakat, melakukankompromi atau perundingan yang hasilnya da-pat memuaskan kedua pihak. Ketika seorangpimpinan berhasil melakukan negosiasi, dia

54Jurnal Komunikasi PROFETIK

akan mendapatkan pahala yang besar dari Al-lah SWT, hal ini tertuang dalam Surat AliImran ayat 159 :

Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamuBerlaku lemah lembut terhadap mereka. Seki-ranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar,tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelili-ngmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohon-kanlah ampun bagi mereka, dan ber-musya-waratlah dengan mereka dalam urusan itu. Ke-mudian apabila kamu telah membulatkan te-kad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Se-sungguhnya Allah menyukai orang-orang yangbertawakkal kepada-Nya.

Dari uraian yang telah disampaikan diatas, dapat memberikan pemahaman kepadakita, bahwa negosiasi merupakan salah satucara efektif dalam menyelesaikan konflik didalam organisasi. Dalam pandangan Islamyang tertuang dalam ayat-ayat Al-Qur’an mem-berikan kita pedoman untuk bisa menyele-saikan konflik dengan melakukan kompromi/perundingan/negosiasi. Dengan negosiasi per-tentangan kedua pihak dapat diselesaikandengan baik, dan kedua pihak tidak ada yangdirugikan dengan kesepakatan dari keduanya.Bahkan dari hasil negosiasi tersebut dapat di-rumuskan strategi manajemen konflik yang le-bih baik, sebagai panduan bila nantinya terjadikonflik yang berakar pada masalah yang sama.

PENUTUPKonflik dalam organisasi adalah hal

yang tidak bisa dihindarkan. Konflik adalahsarana untuk membuat perubahan. Konflik bi-sa menjadi masalah serius dalam sebuah organ-isasi dan bahkan dapat merusak organisasi itu

sendiri, maka harus segera ditangani denganbaik. Tetapi di pihak lain, konflik dapat mem-bawa dampak positif bagi organisasi.

Konflik bersifat konstruktif bila kon-flik dapat memperbaiki kualitas keputusan,merangsang kreativitas dan inovasi, mendoro-ng perhatian dan keingitahuan di kalangan ang-gota kelompok, menjadi saluran yang merupa-kan sarana penyampai masalah dan peredaanketegangan dan memupuk lingkungan eva-luasi-diri serta perubahan (Robbins,2006:558).Konflik dapat meningkatkan efektivitas ke-lompok dan organisasi, dengan adanya rang-sangan konflik memulai pencarian upaya-upa-ya dan sasaran baru dan memberikan rang-sangan untuk berinovasi (Robbins,2006:574).Oleh karenanya perlu manajemen konflik.

Tujuan manajemen konflik adalah ada-lah mencapai kinerja organisasi yang optimaldengan cara mengelola konflik, memeliharakonflik, menumbuhkan konflik yang bisa di-ambil fungsi positifnya bagi efektivitas organ-isasi dan meminimalkan akibat dari konflikyang dapat merugikan organisasi. Dari berba-gai cara dalam mengelola konflik, negosiasimenjadi salah satu cara yang dapat digunakanuntuk menyelesaikan konflik dengan efektif.

Negosiasi adalah suatu upaya yang da-pat dilakukan oleh pihak-pihak yang sedangberkonflik dengan tujuan untuk mencari jalankeluar dari permasalahan dan pertentangan di-antara kedua pihak dengan melakukan kese-pakatan bersama. Dalam perspektif Islam pun,negosiasi menjadi salah satu solusi dalam pe-nyelesaian perselisihan diantara kedua pihak,seperti yang telah tertuang dalam beberapa ayatAl Qur’an, dan tentunya bisa menjadi pedo-man kita sebagai umat muslim dalam manaje-men konflik.

DAFTAR PUSTAKALiliweri, Alo. (1997). Sosiologi Organisasi.

Bandung : Citra Aditya Bakti.

————— (2005). Prasangka dan KonflikKomunikasi Lintas Budaya MasyarakatMultikultur. Yogyakarta : Lkis.

55Vol. 08/No.01/April 2015

Masmuh, Abdullah. (2010). KomunikasiOrganisasi dalam Perspektif Teori danPraktek. Malang : UMM Press.

Nimron, Umar. (1999). Perilaku Organisasi.Surabaya : Citra Media.

Pace, R. Wayne dan Don. F. Faules. (2006).Komunikasi Organisasi. StrategiMeningkatkan Kinerja Perusahaan.Bandung : Remaja Rosdakarya.

Reksohadiprodjo, Sukanto dan T. HaniHandoko. (1992). OrganisasiPerusahaan Teori Struktur dan Perilaku.Yogyakarta : BPFE.

Robbins, Stephen P. (2006). PerilakuOrganisasi Ed. 10. Jakarta : Indeks

————— dan Timothy A. Judge (2011).Perilaku Organisasi. Jakarta : SalembaEmpat.

Romli, Khomsahrial. (2011). KomunikasiOrganisasi Lengkap. Jakarta : Grasindo.

Sopiah. (2008). Perilaku Organisasional.Yogyakarta : Andi.

Zainal, Veithzal Rivai, dkk (2014).Kepemimpinan dan Perilaku Organisasi.Jakarta : Rajawali Pres.

56Jurnal Komunikasi PROFETIK

57Vol. 08/No.01/April 2015

Rama KertamuktiDosen Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

See attitude ahok in reality and being displayed in instagram strengthen the identity of human beings thatcould have been capricious hanging from the interaction with others, instagram used as the merger characteristicof personal and objectives to others through the show that made. With the concept of the theory of dramaturgyused in uncover ahok is very right , role-play which a person does it will create the conditions the interaction thatthen give them the meaning of its own. In purport visual on instagram dramaturgis with the concept of ,depends also purport with background social society that the handling, in the concept of visual called an imagethat was captured and perceived.

Keywords: Ahok, Dramaturgi, Instagram, Visual

ABSTRACT

INSTAGRAM DAN PEMBENTUKAN CITRA(Studi Kualitatif Komunikasi Visual dalamPembentukan Personal Karakter Account

Instagram @basukibtp)

Latar BelakangKegiatan pencitraan pada tokoh politik

haruslah tersusun secara terarah dan efek-tif.Media sosial sebagai media yang banyak di-anut dan diikuti banyak orang menjadi mediayang sangat signifikan dan potensial merubahopini masyarakat dalam berbagai hal.Kegiatansosial atau kegiatan yang dapat menaikkanopini dibentuk untuk menambah citra sese-orang. Media bisa menjadi sekutu kuat dalammendapatkan pesan dan menyebarkan pesan,memahami peran media dan membangun hu-bungan yang kuat sebagai ujung tombak pen-

citraan. Media sosial sebagai media online da-pat kapan pun diakses oleh masyarakat dapatmembentuk sebuah opini tersendiri, bila me-dia online tersebut mempunyai tujuan sebagaialat pencitraan bila strategi yang dilakukansangat efektif maka personal karakter akanmudah terbangun. Persepsi masyarakat diben-tuk untuk memahami personal karakter terse-but.Persepsi lahir dari adanya pengalamanmasa lalu yang dipertajam oleh nilai-nilai bu-daya, nilai-nilai yang dianut, serta berita-beritayang berkembang (Nova, 2014: 145).Media so-sial yang digunakan sebagai alat pembentukancitra seseorang menjadi stimuli untuk persepsi

58Jurnal Komunikasi PROFETIK

berkembang. Intepretasi akan dilahirkan ben-tukan dari stimuli berupa penggunaan mediasebagai alat pencitraan dan persepsi dari ma-syarakat. Intepretasi inilah yang menghadirkanpendirian seseorang. Pendirian adalah apa yangsebenarnya dirasakan seseorang (what the indivi-dual really feels). Pendirian, sering disebut jugasebagai sikap, merupakan opini yang masih ter-sembunyi di dalam batin seseorang (latent opin-ion) (Nova, 2014 : 145).

Media sosial seperti Instagram mem-bentuk visualisasi seseorang dengan segalaaktivitasnya.Media seperti ini dapat memben-tuk dan membangun pendapat umum dengancara visualisasi yang baik dan sesuai denganpengharapan masyarakat. Pencitraan positifmelalui media sangatlah penting, komunikasidibangun dengan baik. Begitupula, Ahok atauBasuki Tjahya Purnama yang sekarang meng-gantikan Joko Widodo sebagai Gubernur Ja-karta Periode 2014-2017, walau gubernur DKIini pernah marah-marah dengan media ketikadiwawancarai TVOne, sehingga disapa denganAhok penakluk media (Nova, 2014:114),beliau menggunakan instagram sebagai caravisual beliau menyapa rakyat ibukota denganmedia sosial Instagram. Didasari dengan itubagaimanakah citra yang divisualisasikanAhok dalam instagram miliknya.

InstagramInstagram adalah sebuah aplikasi untuk

berbagi foto yang dapat dilihat oleh Follow-ers dari pengunggah foto tersebut dan dapatsaling memberikan komentar antara sesama-nya. Nama Instagram sendiri berasal dari instadan gram, “insta” yang berasal dari kata instantdan “gram” yang berasal dari telegram, dapatdisimpulkan dari namanya yang berarti meng-informasikan atau membagikan foto kepadaorang lain dengan cepat. Salah satu yang unikdari Instagram adalah foto yang berbentuk per-segi, ini terlihat seperti kamera Polaroid dankodak Instamatic bukan seperti foto umumnyayang menggunakan rasio 4:3.Instagram dapatdiartikan menampilkan dan menyampaikan

informasi berupa foto atau gambar secara cepatlewat aplikasi yang dapat diakses oleh orang lain.Tentunya, agar dapat menggunakan aplikasiInstagram, selain meng-install melalui Play Storemilik Google atau Apple Store, sobat perluterhubung terlebih dahulu dengan koneksiinternet.

Selain itu aplikasi yang satu ini berbedadengan aplikasi pengeditan foto lainnya yangterdapat pada internet kebanyakan. Banyakorang menggunakannya karena selain mudahmenggunakannnya terdapat banyak efek tam-bahan. Efek tersebut dapat memanipulasi wa-jah menjadi beda dari aslinya, meski demikian,ada dampak yang positif juga yang dimbulkanyaitu kita dapat merubah foto kita menjadi le-bih bagus. Tambahannya kita bisa men-sharefoto instagram ke facebook ataupun twitterdengan satu langkah yang mudah. Kita jugabisa menjadi suatu network dengan semua te-man yang ada di dalam instagram itu sendiri.Sebagai suatu aplikasi di media sosial instagrambanyak memiliki manfaat dan kelebihannya,tetapi juga mempunyai suatu dampak yangburuk pula.Citra diri dapat terbentuk ketikakita mengunggah sebuah foto mengenai dirikita di halaman Instagram kita.

Instagram adalah bagian dari komuni-kasi visual yang dapat membangun citra sese-orang. Citra merupakan hasil evaluasi dalamdiri seseorang berdasarkan persepsi dan pe-mahaman terhadap gambaran yang telah di-olah, diorganisasikan, dan disimpan dalam be-nak seseorang. Citra dapat diukur melalui pen-dapat, kesan atau respon seseorang dengan tu-juan untuk mengetahui secara pasti apa yangada dalam pikiran setiap individu mengenaisuatu objek, bagaimana mereka memahaminyadan apa yang mereka sukai atau yang tidak di-sukai dari objek tersebut. Suatu citra bisasangat kaya makna atau sederhana saja.Citradapat berjalan stabil dari waktu ke waktu atausebaliknya bisa berubah dinamis, diperkayaoleh jutaan pengalaman dan berbagai jalan pi-kiran asosiatif. Setiap orang bisa melihat citrasuatu objek berbeda-beda, tergantung pada

59Vol. 08/No.01/April 2015

persepsi yang ada pada dirinya mengenai objektersebut atau sebaliknya citra bisa diterima re-latif sama pada setiap anggota masyarakat, iniyang biasa disebut opini publik.

Media Sosial sebagai MediaKomunikasi

Persepsi masyarakat dapat dibentukdengan media komunikasi dapat berbentukmedia massa maupun online seperti halnya ins-tagram sebagai media sosial. media dapatmembentuk pendapat umum dengan carapemberitaan yang sensasional dan berkesinam-bungan. Hasil dari pemberitaan adalah penci-traan yang positif, karena media memiliki fung-si dalam pembentukan opini publik sepertiyang diutarakan Alexis S. Tan (dalam Nurudin,2013: 65) adalah sebagai berikut:

1. Fungsi Memberi Informasi, mempela-jari ancaman dan peluang, memahamilingkungan, menguji kenyataan, meraihkeputusan.

2. Fungsi Mendidik, media memperolehpengetahuan dan keterampilan yangberguna memfungsikan dirinya secaraefektif dalam masyarakatnya, mempe-lajari nilai, tingkah laku yang cocok agarditerima masyarakatnya..

3. Fungsi Mempersuasi, media memberikeputusan, mengadopsi nilai, tingkahlaku dan aturan yang cocok agar dite-rima dalam masyarakatnya.

4. Fungsi Menyenangkan, MemuaskanKebutuhan Komunikan, Menggembi-rakan, mengendorkan urat syaraf,menghibur dan mengalihkan perhatiandari masalah yang dihadapi.Sehingga bila dilihat media berperan

besar dalam membentuk opini di tengah-tengah masyarakat, pembentukan citra sangat-lah mudah dibentuk secara sistematis. Kehadir-an media sosial digunakan sebagai media yangmempublikasikan konten profil, aktivitas, bah-kan pendapat pengguna dan juga sebagai me-dia yang memberikan ruang bagi komunikasidan interaksi dalam jejaring sosial di ruang

cyber (Nasrullah, 2014:37).

Citra dalam VisualDalam bukunya, Paul A. Argenti me-

nyatakan citra adalah perusahaan di mata parakonstituen.Sebuah organisasi dapat memilikibeberapa citra yang berbeda-beda dimatakonstituen yang berbeda-beda pula (2010-:60).Selain itu definisi lain tentang citra adalahsebuah cerminan dari identitas sebuah orga-nisasi. Dengan kata lain, citra adalah organisasisebagaimana terlihat dari sudut pandang kons-tituennya. Tergantung pada kostituen manayang terlibat, sebuah organisasi dapat memilikibanyak citra yang berbeda. Dengan begitu, un-tuk mengerti identitas dan citra sama denganmengetahui seperti apa organisasi itu sebenar-nya dan kemana ia menuju (2010:78).

Citra dalam definisi yang lain juga di-kemukakan oleh Elvinaro Ardianto (Ardianto,2011: 62-68), yang menyebutkan citra adalahbagaimana pihak lain memandang sebuah per-usahaan, seseorang, suatu komite atau suatuaktivitas.

Menurut Frank Jefkins dalam (Jefkins,2004: 20-23) ada beberapa jenis citra yang di-pelajari dalam kegiatan pencitraan:

a. Citra bayangan ()

Citra bayangan adalah citra ataupandangan orang dalam perusahaanmengenai pandangan masyarakat ter-hadap organisasinya.Citra ini seringkalitidaklah tepat bahkan hanya sekedarilusi sebagai akibat dari tidak mema-dainya informasi, pengetahuan, ataupemahaman yang dimiliki oleh kalang-an dalam organisasi ini mengenai pen-dapat atau pandangan dari pihak luar.

b. Citra yang berlaku ()

Kebalikan dari citra bayangan, citrayang berlaku adalah citra atau pandang-an orang luar mengenai suatu organi-sasi. Namun sama halnya dengan citra

60Jurnal Komunikasi PROFETIK

bayangan, citra yang terbentuk belumtentu sesuai dengan kenyataan. Biasa-nya citra ini cenderung negatif.

c. Citra yang diharapkan ()

Citra harapan adalah citra yang di-inginkan oleh perusahaan. Citra inijuga tidak sama dengan citra sebenar-nya. Biasanya citra yang diharapkan le-bih baik daripada citra sesungguhnya.

d.Citra perusahaan ()

Citra perusahaan adalah citra darisuatu organisasi secara keseluruhan.Bukan hanya citra atas produk danpelayanannya. Citra perusahaan ter-bentuk dari banyak hal seperti sejarahatau kinerja perusahaan, stabilitas ke-uangan, kualitas produk, dan lain-lain.

e. Citra majemuk ()

Banyaknya jumlah pegawai (indivi-du), cabang, atau perwakilan dari se-buah perusahaan atau organisasi dapatmemunculkan suatu citra yang belumtentu sama dengan citra organisasi atauperusahaan tersebut secara keseluruh-an. Jumlah citra yang dimiliki suatu pe-rusahaan boleh dikatakan samabanyaknya dengan banyaknya jumlahpegawai yang dimilikinya.

f. Citra yang baik dan buruk( ).

Seorang public figure dapat menyan-dang reputasi baik atau buruk. Kedua-nya bersumber dari adanya citra-citrayang berlaku (current image) yang bersi-fat negatif atau positif.Citra yang idealadalah kesan yang benar yakni se-penuhnya berdasarkan pegalaman, pe-ngetahuan, serta pemahaman atas ke-nyataan yang sesungguhnya. Ini berarticitra tidak dapat “ dipoles agar lebihindah dari warna aslinya “ (karena halitu justru dapat mengacaukannya).

Suatu citra yang lebih baik sebenarnyadapat dimunculkan kapan saja, terma-suk di tengah terjadinya musibah atausesuatu yang buruk.

Persepsi VisualPersepsi Visual sendiri merupakan

pengolahan citra oleh mata dan pengolahanlebih lanjut oleh otak ketika mereka berkomu-nikasi menggunakan bahasa visual. Persepsivisual dapat terjadi karena adanya sel-sel sarafyang terdapat pada mata dan otak yang disusununtuk merespon pola-pola tertentu dalam ben-tuk image pada retina mata. Sel yang sensitifterhadap cahaya dalam retina merupakan su-sunan lapisan sel saraf yang diterima mata ke-mudian dikirim ke otak. Terdapat 100 juta selyang sensitif terhadap cahaya dalam retinayang meliputi lapisan sel saraf yang awalnyaditerima mata kemudian dikirim ke otak. Selpada korteks akan menerima input di daerahsekitar retina lalu beberapa input akan menjadiwarna yang jelas dibeberapa retina, misalnyawarna putih meskipun yang lain hitam. Berikutmerupakan proses penangkapan objek olehmata:

Gambar 1.Proses penengkapan objek olehmata dan mempersepsikannya

Dalam psikologi, persepsi visual dime-ngerti sebagai kemampuan untuk menterje-mahkan apa yang dilihat oleh mata, yaitu ja-tuhnya cahaya masuk ke retina mata. Hasil daripersepsi tersebut dikenal dengan istilah: peng-lihatan (eyesight/sight/vision). Beragam kompo-nen psikologis yang melibatkan penglihatanitulah yang secara keseluruhan disebut sebagaisistem visual.

Benda

Citra yang ditangkap

Mata

61Vol. 08/No.01/April 2015

Dramaturgi dalam Menilai SosokPenelitian mengenai Ahok ini meng-

gunakan Dramaturgi sebagai pengungkapvisual yang dihadirkan Ahok pada Instagram-nya. Dramaturgi kental dengan pengaruh dra-ma atau teater, memahami bahwa dalam inte-raksi antar manusia ada “kesepakatan” perilakuyang disetujui yang dapat mengantarkan ke-pada tujuan akhir dari maksud interaksi sosialtersebut. Bermain peran merupakan salah satualat yang dapat mengacu kepada tercapainyakesepakatan tersebut.pertamakali memperke-nalkan tentang dramaturgi, sebuah teori dasartentang bagaimana individu tampil di duniasosial. Dalam pandangan Goffman, diri bu-kanlah milik aktor tetapi lebih sebagai hasilinteraksi dramatis antara aktor dan audien. Diriadalah pengaruh dramatis yang muncul darisuasana yang ditampilkan. Dramaturgi Goff-man memperhatikan proses yang dapat men-cegah gangguan atas penampilan diri. Meskisebagian besar bahasannya ditekankan pada in-teraksi dramaturgis ini, Goffman menunjukanbahwa pelaksanaannya adalah sukses. Hasilnyaadalah bahwa dalam keadaan biasa, diri yangserasi dengan pelakunya,penampilannya ber-asal dari pelaku (Poloma, 2010: 14).

Dalam teori Dramaturgi, manusia ada-lah aktor yang berusaha menggabungkan ka-rakteristik personal dan tujuan kepada oranglain. Teori melihat manusia sebagai individudan masyarakat (Goffman dalam Poloma,2010:233). Dalam teori ini manusia berbedadengan binatang karena mempunyai kemam-puan berpikir, bisa mempelajari dan mengubahmakna dan simbol, melakukan tindakan danberinteraksi. Teori ini muncul dari keteganganyang terjadi antara “I dan Me” (gagasan Mead).Ada kesenjangan antara dirikita dan diri kitayang tersosioalisasi. Konsep “I” merujuk padaapa adanya dan konsep “me” merujuk padadiri orang lain(Wagiyo, 2004: 107). Keteganganberasal dari perbedaan antara harapan orangterhadap apa yang mesti kita harapkan. Pen-dekatan dramaturgi adalah bukan apa yangorang lakukan, atau mereka melakukan tetapi

bagaimana mereka melakukannya. Kehidupanmenurut teori dramaturgi adalah ibarat teater,interaksi sosial yang mirip pertunjukan drama,yang menampilkan peran. Dalam memainkanperan menggunakan bahasa verbal dan peri-laku non verbal dan mengenakanatribut ter-tentu. kehidupan sosial dibagi menjadi wilayahdepan” (front region) yang merujuk peristiwasosial bahwa individu bergaya menampilkanperannya dan wilayahbelakang(back region) yangmerujuk tempat dan peristiwayang memung-kinkan mempersiapkan perannya di wilayahdepan. Teori Dramaturgi adalah teori yangmenjelaskan bahwa interaksi sosial dimaknaisama dengan pertunjukan teater atau dramadi atas panggung. Manusia adalah aktor yangberusaha untuk menggabungkan kartakteristikpersonal dan tujuan kepada orang lain, melaluipertunjukan dramanya sendiri (Widodo,2010:167).

Visualisasi Ahok dalam InstagramBanyak kegiatan Ahok dalam aktivitas-

nya ketika sebagai wakil gubernur dan setelahmenjadi Gubernur menggantikan Joko-wi.Ahok dalam Instagram ingin memperlihat-kan bahwa semua orang dapat menciptakan“arti” dalam aktivitasnya. Semua orang tiaphari melakukan komunikasi baik berbicaralangsung, maupun menggunakan media. Da-lam proses komunikasi melibatkan produksimakna (production of meaning), melalui penggu-naan kata, gambar, lambang, dan tindakan(Nova, 2014:92). Dengan dramaturgi kita akandapat melihat dari sudut penerima pesan ataupengkonsumsi makna (consumtion of meaning),ada makna yang ingin disampaikan dan maknaitu diinginkan menjadi nilai bagi masyarakatyang melihat visual Ahok di Instagrammya.

Dalam account Instagram @basuki-btp, Basuki Tjahya Purnama yang sering disapaAhok menghadirkan foto-foto sebagai buktikegiatannya di Balai Gubernur maupun ketikamemimpin rapat di kantor atau di luar kantor.Fungsi amplifikasi dibentuk dalam visualisasidi foto-foto dalam instagram, citra yang

62Jurnal Komunikasi PROFETIK

diharapkan dibentuk.Visualisasi ini dianalisamenggunakan teori Dramaturgi menjelaskanbahwa identitas manusia adalah tidak stabil dansetiap identitas itu merupakan bagian kejiwaanpsikologi yang mandiri. Identitas manusia bisasaja berubah-ubah tergantung interaksi dariorang lain. Disinilah Dramaturgi masuk,bagaimana kita menguasai interaksi tersebut.Dalam dramaturgi, interaksi sosial dimaknaisama dengan pertunjukan teater. Manusia adalahaktor yang berusaha untuk menggabungkankarekteristik personal dan tujuan kepada oranglain melalui pertunjukan dramanya sendiri.Dengan konsep teori dramaturgi danpermainan peran yang dilakukan oleh manusia,terciptalah suasana- suasana dan kondisiinteraksi yang memberikan makna tersendiri.Munculnya pemaknaan ini sangat tergantungpada latar belakang sosial masyarakat itu sen-diri. Dramaturgi dianggap masuk kedalam per-spektif obyektif karena teori ini cenderung me-lihat manusia sebagai mahkluk pasif. Meskipunpada awal ingin memasuki peran tertentumanusia memiliki kemampuan untuk subyektifatau kemampuan untuk memilih, namun padasaat menjalankan peran tersebut manusiaberlaku objektif, berlaku natural, mengikutialur. Ahok sebagai individu yang meledak-ledaktergambarkan sebagai sosok yang ramah dansangat bersahaja, dalam foto instagram Ahokberusaha untuk menggabungkan karekteristikpersonal dan tujuan kepada orang lain.

Gambar 2. Instagram layer 2 @basukibtp

Dalam gambar 2, diperlihatkan Ahokbersama-sama masyarakat, adanya interaksiantar manusia ada kesepakatan perilaku yangdisetujui yang dapat mengantarkan kepada tu-juan akhir dari maksud visual tersebut (Polo-ma, 2010: 234).Deretan visual di account ahokingin bercerita dan menampilkan Ahok sebagaivisual pemimpin bagi masyarakat, Goffmanmenerangkan bahwa individu dapat menyaji-kan suatu pertunjukkan (show) bagi orang lain,tetapi kesan si pelaku terhadap pertunjukkanini bisa berbeda-beda. Masyarakat dapat meli-hat Ahok dalam proses interaksi kesehariandengan melihat tindakannya. Ada dua bidangpenampilan yang perlu dibedakan dalam me-lihat sosok Ahok; yaitu dalam dramaturgi perludibedakan antara panggung depan (front stage)dengan panggung belakang (back stage). Pang-gung depan adalah bagian penampilan individuyang secara teratur berfungsi sebagai cara un-tuk tampil didepan umum sebagai sosok yangideal. Sedangkan panggung belakang adalahbagian penampilan individu yang tidak sepe-nuhnya dapat dilihat, hal ini dapat memung-kinkan bahwa tradisi dan karakter pelakusangat berbeda dengan apa yang dipentaskan.(Poloma, 2010:235). Goffman membagi pang-gung depan (front stage) ini menjadi dua bagianyaitu, front pribadi (personal front) dan settingfront pribadi. Personal front mencakup bahasaverbal dan bahasa tubuh pelaku.Misalnya, ber-bicara dengan sopan, pengucapan istilah-istilahasing, berbicara dengan intonasi tertentu, ben-tuk tubuh, ekspresi wajah, pakaian, dan seba-gainya. Sedangkan setting front pribadi seperti

Gambar 1.Instagram @basukibtp

63Vol. 08/No.01/April 2015

alat-alat yang dianggap sebagai perlengkapanyang dibawa pelaku ke dalam penampilannya(Supardan, 2007:158).Kegiatan ini termasuk pe-nampilan dengan memberikan stimuli berupasimbol-simbol yang mencerminkan Ahok or-ang nomor satu di DKI.

Melihat sikap Ahok di kenyataan danyang ditampilkan di Instagram menguatkanbahwa identitas manusia bisa saja berubah-ubah tergantung dari interaksi dengan oranglain, instagram digunakan sebagai pengga-bungan karakteristik personal dan tujuankepada orang lain melalui pertunjukkan yangdibuat dengan konsep dramaturgi dan per-mainan peran yang dilakukan seseorang akantercipta suasana-suasana dan kondisi interaksiyang kemudian memberikan makna tersendiri.Sikap Ahok yang meledak-ledak di media mas-sa khususnya di Televisi ditanggapi sangat po-sitif oleh masyarakat, seperti dikutip dalam ha-rian Merdeka 12 Maret 2015, Direktur opiniCyrus Network Hafizul Mizan menyatakan ha-sil survei menunjukkan citra Ahok di mata ma-syarakat cukup baik. “Hasil survei kita terkaitcitra Ahok di mata publik yang paling melekatadalah tegas dan berani sebesar 50,3 persen,arogan dan temperamen 17,5 persen semen-tara untuk etnis dan agama (China dan Kristen)7,0 persen dan anti korupsi 3,1 persen.” Dilihatdari kenyataan itu aspek visual dalam insta-gram adalah menjadi peneguh citra Ahok se-bagai panggung depan, karena memperlihat-kan pakaian dan gimmick yang ada dalam vi-sual foto tersebut.

Dalam pemaknaan visual di instagramdengan konsep dramaturgis, tergantung jugadengan pemaknaan latar belakang sosial ma-syarakat yang memaknai, dalam konsep visualdisebut citra yang ditangkap dan dipersepsikan.Dalam konsep ini pemaknaan sangat subjektifdalam mempersepsi karena dalam teori ini ma-nusia dilihat sebagai makhluk pasif. Pada awalmemasuki peran seseorang memiliki kemam-puan untuk menjadi subjektif (kemampuan un-tuk memilih) tetapi pada saat menjalankan pe-ran manusia berlaku objektif, natural dan meng-

ikuti alur. Pada kasus Ahok, ia menjalanirutinitas sebagai orang nomer satu DKI danmengikuti alur sebagai kepala birokrasi distruktur pemerintahan Gubernuran. Dan sering-kali menemukan hal-hal yang keluar dari jalurkebijakan yang Ahok pimpin dan seringkali pulaia marah dan terekam meledak-ledak. Prosessubjektif ini akan beralih menjadi objektif saatAhok menjalani peran Gubernur yang ia jalani.Ahok mengerti segala tingkah lakunyaseharusnya menjadi contoh bagi bawahan danmasyarakat yang beliau pimpin. Dramaturgismerupakan teori yang mempelajari proses dariperilaku dan bukan hasil dari perilaku.Objektivitas yang digunakan disini adalahkarena institusi tempat dramaturgi berperan(Gubernuran) adalah memang institusi yangterukur dan membutuhkan peran-peran yangsesuai dengan semangat institusi tersebut. Padabukti yang nyata bahwa terjadi permainan pe-ran yang dilakukan Ahok dengan mengguna-kan media Instagram dan dapat dilihat masya-rakat. Ahok menciptakan sebuah mekanismedimana permainan peran dapat Ahok tampil-kan dengan sosok tertentu yang dapat di per-sepsikan baik oleh masyarakat.

Kesepakatan PeranMemahami bahwa dalam interaksi

antar manusia ada “kesepakatan” perilaku yangdisetujui yang dapat mengantarkan kepada tu-juan akhir dari maksud interaksi sosial terse-but.Bermain peran merupakan salah satu alatyang dapat mengacu kepada tercapainya ke-sepakatan tersebut. Citra yang dibangun olehAhok sudah mendapatkan peran pada masya-rakat, karena personal image Ahok sudah ter-bangun oleh media massa tinggal Ahok memo-lesnya di media sosial seperti Instagram. Dalampersonal brand (Haroen, 2014: 73) bukan hanyamenghadirkan personal image, tetapi yang lebihpenting tokoh menghadirkan realita dan janjisebagai tokoh publik haruslah ditepati. Sebuahpolitik pencitraan yang tidak didukung denganbukti dan realisasi, sama artinya dengan bunuhdiri.

64Jurnal Komunikasi PROFETIK

Tubuh seorang pemimpin dibangunoleh Ahok dalam foto-fotonya di Instagram, ke-pemimpinan terdiri atas atribut tertentu yangmelekat pada diri pemimpin atau sifat personalyang membedakan dengan masyarakat ataupunpengikutnya. Stephen Zaccaro di dalam bukuPersonal Branding (Haroen, 2014: 86), me-nyimpulkan ada sejumlah sifat dominan yangdimiliki oleh seorang pemimpin, yaitu:

1. Cerdas, pemimpin cenderung memilikikecerdasan dalam hal kemampuan ber-bicara, bernalar dan menafsir lebihkuat.

2. Percaya Diri, pemimpin cenderungmemiliki keyakinan akan kompetensikeahlian yang dimiliki dan juga meliputiharga diri serta keyakinan diri

3. Jujur, pemimpin cenderung memilikikualitas kejujuran dan dapat dipercaya.Kejujuran membuat seorang pemim-pin dapat dipercaya dan layak untukdiberi kepercayaan oleh pengikutnya.

4. Determinatif, adalah hasrat menyele-saikan pekerjaan yang meliputi ciri se-perti inisiatif, gigih, serta dapat mem-pengaruhi dan mengarahkan.

5. Interaktif, pemimpin cenderung memi-liki sifat dapat menjalani hubunganyang menyenangkan dengan individulainnya. Pemimpin yang menunjukkansifat interaktif cenderung bersahabat,ramah, sopan, bijaksana dan diploma-tis. Mereka sensitif terhadap kebutuh-an orang lain dan menunjukkan per-hatian atas kehidupan mereka.

Pemimpin seperti Ahok harus mem-punyai karakter, ia harus mampu memadukanrealitas emosi dengan apa yang mereka lihatsehingga meghasilkan pengaruh yang menda-lam bagi pengikutnya dan menjadikan visi yangmampu membangkitkan inspirasi. Robert E.Kaplan (Haroen, 2014: 87), pemimpin ber-karakter terbaik memiliki kecakapan yang da-pat membangkitkan daya cipta orang lain dan

mengilhami mereka untuk bergerak ke arahyang dikehendaki, dalam kasus penampilanAhok di Instagram itu sudah cukup membawaperan ke arah itu.

Gambar 2. Ahok dalam Inspeksi Mendadakdi Instagram

Penampilan Ahok yang seperti itumenciptakan reputasi pemimpin yang tanggapdan mempunyai estetika yang baik. Penampil-an yang selalu rapi memperlihatkan juga ke-percayaan diri yang baik dan dan pemimpinyang berkredibilitas. Dalam foto yang tampak,pemimpin yang cerdas, mempunyai kepercaya-an diri, jujur, determinatif terbukti pada gam-bar latar di belakangnya yang sedang menyidaklingkungan di DKI, dan interaktif selalu ber-komunikasi dengan bawahan dan masyarakatdalam arti siap menerima informasi apa pun.

Grooming perlu dilakukan, grooming ada-lah tata cara menjaga penampilan supaya selalumenari, terjaga dan rapi.Menurut Goffman diawal, ada dua bidang penampilan yang perludibedakan: panggung depan (front region) danpanggung belakang (back stage). Panggung de-pan adalah bagian penampilan individu yang se-cara teratur berfungsi didalam mode yangumum dan tetap untuk mendefinisikan situasibagi mereka yang menyaksikan penampilan itu.Di dalamnya termasuk setting dan personal front,yang selanjutnya dapat dibagi menjadi penam-pilan (appearance) dan gaya (manner). Dalamkaitannya dengan kehidupan dalam online, ke-tika seseorang sedang di instagram, maka se-seorang perlu menjaga penampilannya dalamberinteraksi agar mereka kelihatan bagus saat

65Vol. 08/No.01/April 2015

di on line dan tidak menyebabkan flame agar si-tuasi kehidupan yang terdapat didalamnya da-pat berjalan sesuai dengan apa yang diinginkan.Disamping panggung depan, terdapat jugadaerah dibelakang layar. Pengidentifikasiandaerah belakang ini tergantung pada penontonyang bersangkutan.Kegiatan di belakang

menggunakan istilah team sebagai “Sejumlahindividu yang bekerja sama mementaskan suaturout ine”. Agar pertunjukkan berjalansebagaimana yang diinginkan maka team akanmelakukan tindakan-tindakan yang bersifatprotektif yakni dengan membuat naskah. Baiksi pelaku maupun para penonton yakin bahwadaerah belakang tersebut tidak mudah di-masuki. Demi kepentingan “social establishment”maka si pelaku harus bertindak sedemikianrupa sehingga pertunjukkan tersebut berjalanmulus.Perspektif dramaturgis melihat “Self”sebagai produk yang ditentukan oleh situasisosial. (Poloma, 2004:234).

Dramaturgi menekankan dimensi eks-presif/impresif aktivitas manusia, yakni bahwamakna kegiatan manusia terdapat dalam caramereka mengekspresikan diri dalam interaksidengan orang lain yang juga ekspresif. Olehkarena perilaku manusia bersifat ekspresif ini-lah maka perilaku manusia bersifat dramatik.Pendekatan dramaturgis Goffman berintikanpandangan bahwa ketika manusia berinteraksidengan sesamanya, ia ingin mengelola pesanyang ia harapkan tumbuh pada orang lain ter-hadapnya. Untuk itu, setiap orang melakukanpertunjukan bagi orang lain. Dilihat dari itukonsep dramaturgis Ahok, ia sedang di ataspanggung metaforis yang sedang memainkanperan pemimpin yang baik.

Daftar PustakaBungin, Burhan.2008. Kontruksi Sosial Media

Massa. Prenada Media Group, Jakarta.

Goffman, Erving. 1959. The Presentation of

Self in Everyday Life. DoubledayAnchor, Garden City, New York.

Haroen, Dewi. 2014. Personal Branding: KunciKesuksesan Berkiprah di Dunia Politik.Pt. Gramedia, Jakarta.

Masri, Andry. 2010. Strategi Visual. Jalasutra,Yogyakarta.

Nurudin. 2013. Pengantar Komunikasi Massa.PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Poloma, Margaret. 2010. Sosiologi Kontemporer.PT Rajagrafindo Persada, Jakarta.

Saverin, Werner J. 2005. Teori Komunikasi:Sejarah, Metode, dan terapan di dalamMedia Massa. Ed. Kelima. PrenadaMedia, Jakarta.

Soekanto, Soerjono, 2006. Sosiologi SuatuPengantar. Gramedia, Jakarta.

Sumartini, Sri, 2010. Anatomi dan Perkembang-an Teori Sosial, Aditya Media, Malang.

Supardan, Dadang, 2007. Pengantar Ilmu Sosial:Sebuah Kajian Pendekatan Struktural,Jakarta.

Widodo, Suko, 2010. Anatomi dan Perkembang-an Teori Sosial. Aditya Media Publi-shing, Malang.

Wignyosoebroto, Soetandiyo, 2008. Teori-TeoriSosial. Aditya Media Publishing,Malang.

66Jurnal Komunikasi PROFETIK

67Vol. 08/No.01/April 2015

PENDAHULUANKetertarikan peneliti mengangkat

tema strategi komunikasi integrasi interkoneksidalam meningkatkan kualitas skripsi maha-siswa berparadigma integrasi interkoneksi ter-inspirasi dari tesis peneliti berjudul “StrategiKomunikasi Pemasaran Perguruan Tinggi

STRATEGI KOMUNIKASI INTEGRASIINTERKONEKSI DALAM MENINGKATKAN

KUALITAS SKRIPSI MAHASISWA(Studi Pada Dosen Program Studi IlmuKomunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan

Humaniora UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Mokhamad MahfudDosen Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

ABSTRACTThid research tend to describe the basic principals of the integration-interconnection paradigm oblige any

researcher to use four kinds of view in writing and reading integrated-interconnected researchs. Those are: first,triple hadarah (hadarah an-nas [religion], hadarah al-falsafah [philosphy], wa hadarah al-‘ilm [science]); sec-ond, “spider web” (religious knowledge, Islamic thought, and Islamic studies); third, “spheres and models” andforth, eight point views (summary, sense of academic crisis, importance of topic, prior research on topic, approachand methodology, limitation and key assumptions, contribution to knowledge, and logical squence).

The communication strategy used by the lecturers of the Communication Science Department to advisethe students in finishing their thesis is a way which is ethical and emancipathoric. The lecturers always advise thestudents in a humanist and elegant manner. The communication strategy is also educating, enlightening, empow-ering, and moving on.

Key Words : Integration Interconnection, Communication Strategy, Ethical Emancipathoric

(Studi Deskriptif Kualitatif Strategi Promosidan Perencanaan Komunikasi PemasaranUniversitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta)”.

Jargon integratif-interkonektif yangmenggunakan metode sirkularistik-abduktif(intersubjektifikasi), bedakan dengan jargon

68Jurnal Komunikasi PROFETIK

islamisasi ilmu yang menggunakan metodestrukturalistik-deduktif (subjektifikasi) danilmuisasi Islam atau pengilmuan Islam yangmenggunakan metode strukturalistik-induktif(objektifikasi), sangat populer di dengarterutama bagi kalangan civitas akademikaI”A”IN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang telahbertransformasi menjadi U”I”N Sunan Kalija-ga pada tahun 2004. Transformasi (PTAIN)ini tidak hanya transformasi kelembagaannya(building transformation) saja, tetapi yang lebihpenting adalah transformasi keilmuannya(knowledge transformation). Sebab, membangunepistemologi keilmuan lebih berat dibanding-kan dengan membangun gedung-gedungperkuliahan. Jargon integrasi-interkoneksi initidak hanya sekedar jargon pasca peralihanIAIN Sunan Kalijaga menjadi UIN—denganmenghilangkan kata “Agama” (huruf “A” padaIAIN), dan hanya meninggalkan kata “Islam”(huruf “I” pada UIN) Sunan Kalijaga padatahun 2004, tetapi lebih dari itu menjadi corevalues (Integrasi-Interkoneksi, Dedikatif-Inovatif,Inklusif, Continuous Improvement dan paradigmayang akan dikembangkan oleh UIN SunanKalijaga yang mengisyaratkan tidak ada lagidikotomi antara ilmu-ilmu keagamaan (religioussciences)—bedakan antara istilah “religion”, “re-ligious”, dan “religiousity”—dan ilmu-ilmuumum (social sciences, natural sciences, and humani-ties). Cara berpikir seperti ini (the way of think-ing) harus merasuk dalam dan mendarahdaging disetiap “otak” peneliti dan pem-bimbing penelitian, misalnya.

Gagasan dan pemikiran keilmuan yangintegratif dan interkonektif—oleh WaryaniFajar Riyanto (2013) telah di kembangkanmenjadi paradigma keilmuan integratif-inter-konektif yang di istilahkan dengan “INTer-koneksitas Ilmu”, yang disingkat dengan istilah“INT-I”; kata “interkoneksi”nya diambil darikalimat “Integrasi-Interkoneksi”-nya M. AminAbdullah, sedangkan kata “ilmu”-nya Waryaniambil dari kalimat “Ilmuisasi Islam”-nyaKuntowijoyo; jadi, model “INT-I” adalah ben-tuk sintesis antara Amin (sirkularis-intersub-

jektivikasi) dan Kunto (strukturalis-objektivi-kasi)”—ini muncul dari sebuah “kegelisahan”Amin (sejak tahun 1990-an) terkait dengantantangan perkembangan zaman yang sede-mikian pesatnya yang dihadapi oleh umat Is-lam saat ini (itu) (al-Jami’ah No. 61, 1998). Tek-nologi—sebagai penjembatan antara ilmu (sci-ence) dan seni (art)—yang semakin canggihsehingga tidak ada lagi sekat-sekat antar bangsadan budaya, persoalan migrasi, revolusiIPTEK (IMTAQ), genetika, pendidikan,hubungan antar agama, gender, HAM, dan lainsebagainya (Saeed, 2006 : 45).

Perkembangan zaman mau tidak maumenuntut perubahan (world view) dalam segalabidang tanpa tekecuali epistemologi pen-didikan keislaman, karena tanda adanya responyang cepat melihat perkembangan yang adamaka umat muslimin (bukan kaum Islam) akansemakin jauh tertinggal dan hanya akan men-jadi penonton, konsumen, bahkan korban ditengah ketatnya persaingan global tersebut(Abdullah, 2012 : 12) —Keith Ward (2004 :45), misalnya, menyebutkan empat tahap per-kembangan pemikiran manusia, yaitu: “local,canonical, critical, and global”; sedangkan Kunto-wijoyo (2001 : 34-40), misalnya, membaginyamenjadi tiga tahap perkembangan (sejarahkesadaran keagamaan umat Islam di Indone-sia), yaitu: mitos, ideologi, dan ilmu.

Menghadapi tantangan era globalisasiini, umat Islam tidak hanya sekedar butuhuntuk survive tetapi bagaimana bisa menjadigarda terdepan perubahan. Hal ini kemudiandibutuhkan reorientasi pemikiran dalamepistemologi pendidikan Islam, rekonstruksisistem kelembagaan, dan pengembanganpenelitian. Jika dilihat dari karya-karyanyahingga tahun 2012, misalnya, setidaknya adadua pemikiran besar seorang M. Amin Abdul-lah yang pada dasarnya kedua-duanya merupa-kan respon dari konteks dan persoalan yangsedang dihadapi oleh kaum muslimin, yaitu:dialektika antara normativitas dan historisitas(Abdullah, 1996) —Fazlur Rahman, misalnya,menyebutnya dengan istilah “normative Islam”

69Vol. 08/No.01/April 2015

dan “historical Islam”; Lakatos: “hard core” dan“protective belt”; Popper: “context of justification”dan “context of discovery”; Kuhn: “normal science”dan “revolutionary science”; dan Sultan Agung:“sastra” (religion) dan “gending” (culture): SastraGending—dan trialektis/triadik integratif-interkonektif (Abdullah, 2006 : 92-93),(hadarah an-nas [religion], hadarah al-falsafah [phi-losophy], dan hadarah al-’ilm [science], dan dalamBuku Kedua Biografi Intelektual M. AminAbdullah (terbit September 2013) halamanxliv, Waryani menyebutkan bahwa AminAbdullah telah beraliran tetralektis/tetradikyakni (hadarah an-nas [religion /filsafat etis],hadarah al-falsafah [philosophy /filsafat etis], danhadarah al-’ilm [science/ burhani baru], denganmenambahkan satu yakni energi ‘irfani yangWaryani istilahkan dengan hadarah at-tasawwuf[spiritualitas sains].

Dengan paradigma ini juga, maka tigawilayah pokok dalam ilmu pengetahuan (knowl-edge), yakni: natural sciences, social sciences (for ex-ample: anthropology), dan humanities (Kayam, 1989: 37), tidak lagi berdiri sendiri tetapi akan salingterkait satu dengan lainnya. Ketiganya jugaakan menjadi semakin cair meski tidak akanmenyatukan ketiganya, tetapi paling tidak akanada lagi superioritas dan inferioritas dalamkeilmuan, tidak ada lagi klaim kebenaran ilmupengetahuan sehingga dengan paradigma inipara ilmuwan yang menekuni keilmuan ini jugaakan mempunyai sikap dan cara berfikir yangberbeda dari sebelumnya.

Salah satu pilar trialektis TridarmaPerguruan Tinggi adalah penelitian. Secaraformalis-strukturalis, ada tiga level penelitian(degress) di dalam perguruan tinggi, yaitu: skripsi(level sarjana), tesis (level magister), dandisertasi (level doktor). Pada level programstrata 1 (S1) karya akhir mahasiswa berupaskripsi seharusnya dipandang sebagai karyamonumental mahasiswa, kecenderungan yangada saat ini seakan-akan justru hanya menjadisebuah permainan “birokratik” dan ritual aka-demik yang bersifat seremonial. Usaha, kerjakeras serta semangat mahasiswa yang ter-

cermin berada di balik proses pembuatanskripsi, tesis, dan disertasi, sirna denganbermunculannya “bisnis penelitian”, misalnya.Dengan kata lain, seolah-olah hasil penelitianskripsi hanyalah pragmatis, kalau tidak untukdi katakan hanya formalitas saja dan tidakmengutamakan substansi. Bahwa kini peneliti-an skripsi hanyalah formalitas untuk lulus dariperguruan tinggi setempat, tanpa melihatkualitas dan substansi yang terkandung didalamnya.

Kajian ini bermaksud mengetahui kua-litas skripsi mahasiswa Prodi Ilmu KomunikasiFakultas Ilmu Sosial dan Humaniora UINSunan Kalijaga Yogyakarta dengan paradigmaintegrasi interkoneksi. Setelah gambaran kua-litas skripsi tersebut diketahui, hal tersebutdigunakan sebagai bahan evaluasi buat prodidalam rangka mencari strategi komunikasiintegrasi interkoneksi yang tepat dalammeningkatkan kualitas pembimbingan skripsioleh dosen pembimbing skripsi sekaligus me-ningkatkan kualitas skripsi mahasiswa denganmetode deskriptif kualitatif, pengumpulandatanya secara observasi dan mewancarai pe-ngelola prodi dan dosen pembimbing skripsi.

RUMUSAN MASALAHBerdasarkan uraian latar belakang

masalah tersebut, maka peneliti mengajukanrumusan masalah sebagai berikut : “Bagaima-nakah strategi komunikasi integrasi interko-neksi yang di lakukan oleh Dosen ProgramStudi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosialdan Humaniora UIN Sunan Kalijaga dalammeningkatkan kualitas skripsi mahasiswa agarberparadigma Integrasi Interkoneksi?”

PENDEKATAN DANLANDASAN TEORI

Strategi Komunikasi adalah rujukandari communication planning (perencanaan komu-nikasi) sekaligus communication management ataumanajemen untuk mencapai sasaran/ goalyang di harapkan. Untuk mencapai tujuan ter-sebut strategi komunikasi harus mampu

70Jurnal Komunikasi PROFETIK

menunjukkan langkah-langkah operasionalnyasecara taktis, dalam arti kata bahwa pendekatan(approach) bisa berbeda-beda sewaktu tergan-tung dari situasi dan kondisi.

Strategi komunikasi sangat di butuhkandalam perencanaan komunikasi dengan mana-jemen komunikasi untuk mencapai tujuan yangtelah di tentukan. Strategi komunikasi harusdilakukan, dalam arti kata bahwa pendekatan-nya bisa berbeda sewaktu-waktu bergantungpada situasi dan kondisinya. Komponen-kom-ponen dalam strategi komunikasi terdiri dari :komunikator, pesan, media, khalayak dan efekserta tujuan yang hendak di capai oleh komuni-kator. Tujuan komunikasi itu perlu dinyatakansecara tegas sebelum pelaksanaan komunikasi-nya, sehingga jelaslah siapa khalayak sasaran(target audience) dan siapa pula kelompoksasarannya (target group). Namun di dalam pe-nentuan target audience dan target group tantang-annya berkaitan dengan beberapa aspek, seper-ti sosiologis, psikologis, politis dan ekonomis(Effendy, 1986 : 32-33).

Dalam membuat strategi komunikasiperlu di perhatikan beberapa hal, yakni di mulaidari pertama, mengetahui dengan tepat sasarankomunikasi, kedua, pemilihan media yang tepatsebagai penyampaian komunikasi yang lebihefektif, ketiga, pengkajian dan pemikiran secarakritis dari tujuan-tujuan pesan komunikasi yangnantinya disampaikan pada audience, serta peranpemberi pesan (komunikator) dalam komuni-kasi tersebut.

Laurence Brennan sebagai salah satutokoh ahli komunikasi menemukan formulayang di nyatakan sebagai landasan dalampembuatan strategi komunikasi sebagai berikut: “the communication with a purpose and an Occa-sion give expression to an idea with he Channels tosome receiver from whom the gains a respons”. Ko-munikasi dengan satu tujuan dan suatu peris-tiwa memberikan fungsinya yaitu ekspresi padasuatu ide yang ia salurkan kepada sejumlahkomunikan dari siapa yang memperoleh tang-gapan (Effendy, 1986 : 309).

Strategi komunikasi integrasi interko-

neksi dalam penelitian adalah strategi mengko-munikasikan pesan paradigma integrasiinterkoneksi yang dikembangkan UIN SunanKalijaga kepada target audience (mahasiswa, khu-susnya mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi)melalui beragam media agar khalayak (maha-siswa) memahami dengan utuh paradigmatersebut serta mampu mengaplikasikannyadalam penelitian khususnya skripsi mahasiswa.

Terkait Integrasi Interkoneksi dalamPenelitian (Skripsi, Tesis dan Desertasi), makaperlu dipahami Integrasi Interkoneksi dalamLandasan Teologisnya. Landasan teologis (ha-darat an-nas) implementasi paradigma IntegrasiInterkoneksi (I-kon) dalam ranah akademikkurikulum didasarkan pada salah satu ayat al-Qur’an berikut ini :

Hai orang-orang beriman apabila dikatakankepadamu: “Berlapang-lapanglah dalammajlis”, Maka lapangkanlah niscaya Allahakan memberi kelapangan untukmu. danapabila dikatakan: “Berdirilah kamu”, Makaberdirilah, niscaya Allah akan meninggikanorang-orang yang beriman di antaramu dan or-ang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapaderajat, dan Allah Maha mengetahui apa yangkamu kerjakan.

Berdasarkan ayat dan gambar di atas,salah satu kunci yang dikembangkan dalam im-plementasi paradigma Integrasi Interkoneksi(I-kon) adalah istilah majalis (Riyanto, 2013 :

71Vol. 08/No.01/April 2015

1282). Amin menyebut terma majalis ini identikdengan zona “in between” atau zona inter-subjektivitas. Kim Knott, misalnya, menye-butnya dengan zona “participant as observer” dan“observer as participant” atau zona “rapprochment”(to bring together), zona inklusif. Jadi landasanteologis dalam paradigma integrasi-interko-neksi dengan triple hadarah-nya, di paralelisasi-kan dengan prinsip iman untuk hadarat an-nas,ilmu untuk hadarat al-‘ilm, dan amal untukhadarat al-falsafat. Ketiganya teranyam secarasirkularistik, bukan strukturalistik.

Salah satu pilar trialektis Tridarma Per-guruan Tinggi adalah penelitian. Penelitianatau research diartikan secara luas sebagai suatupemeriksaan atau pengujian yang diteliti dankritis dalam mencari fakta atau prinsip-prinsippenyelidikan yang tekun guna memastikansuatu hal. Secara umum, riset memiliki tigaunsur penting, yaitu: sasaran (goal atau resultatau contribution to knowledge), usaha untuk men-capai sasaran (approach), dan metode ilmiahyang sering pula secara harfiah disebut denganmetodologi penelitian (Koeswinarno, 2010 :49) — menurut Peirce (modifikasi dari War-yani), misalnya, ada tiga rukun dalam riset,yaitu: case (problem), rule (theoretical frame workand methodology), dan result (contribution to knowl-edge)—. Secara formalis-strukturalis, ada tigalevel penelitian (degress) di dalam perguruantinggi, yaitu: skripsi (level sarjana), tesis (levelmagister), dan disertasi (level doktor). Biasa-nya, penelitian skripsi bersifat menjelaskan,tesis bersifat mengkritik, dan disertasi bersifatmenemukan.

Secara normatif, Perguruan Tinggimengenal tiga level pendidikan: Sarjana, Mag-ister, dan Doktoral. Tingkatan ini menunjuk-kan pula tingkat penguasaan ilmu. MenurutMinhaji, Sarjana adalah “memahami aturandan teori sesuai dengan bidang yang ditekuni”(to understand the norms and theories), dan sering-kali ia disebut sebagai “seorang yang belajar”(rajulun yata’allam). Magister adalah “mengkri-tisi aturan dan teori” (to criticize the norms andtheories) dengan cara melakukan pengecekan

(tahqiq), ia sering disebut sebagai muhaqqiq.Sedangkan doktor adalah menyajikan hal-halatau teori baru melalui proses ijtihad (to pro-vide a new or alternative theory), dan ia disebutsebagai mujtahid yang setara dengan dua istilahlainnya, yaitu: ‘alim-‘ulama’ dan faqih-fuqaha’(Minhaji, 2009 : 109). Berdasarkan kategorisasiini, menurut Waryani Fajar Riyanto (2013 : 12)(model “IK2”), penelitian skripsi identik de-ngan model informatif—descriptively—, tesisdengan model kritis—productively—, dandisertasi dengan model kreatif (imajinatif)—discovery—.

Hubungan ketiga jenis penelitian initidak hanya bersifat strukturalis, tetapi jugasirkularis. Artinya, secara strukturalis, tesislebih mendalam dari skripsi, dan disertasi lebihtajam daripada tesis. Namun kenyataannya dilapangan, dengan metode sirkularis, ada jugaskripsi yang lebih baik dari tesis, dan tesis yanglebih baik dari disertasi. Bahkan, ada jugaskripsi yang lebih baik dari disertasi. Sehinggahubungan strukturalis-sirkularis antara tigalevel penelitian tersebut terlihat dalam gambaryang dibuat Riyanto di bawah ini:

Gambar 1Hubungan strukturalis-sirkularis antara tiga

level penelitian

Menurut Riyanto (2013 : 14), untukmemperbarui mutu penelitian skripsi, tesis,dan disertasi, perlunya ada kerjasama sistemik

DISERTASI (KREATIF-DISCOVERY)

THESIS (KRITIS - PRODUCTIVELY)

SKRIPSI (INFORMATIF-DESCRIPTELY)

72Jurnal Komunikasi PROFETIK

trialektis antara unsur fakultas, mahasiswa, dandosen pembimbing, agar penelitian-penelitiantersebut tidak “berakhir” hanya di ruang per-pustakaan saja. Perlu ada semacam “uji publik”untuk semua jenis penelitian. Fakultas perlumenyediakan fasilitas dalam bentuk intensif-intensif yang mendukung dan mendorongpublikasi-publikasi skripsi, tesis, dan disertasi,baik publikasi privat (memajang hasil-hasilskripsi, tesis, dan disertasi yang sudah dibuku-kan di rak-rak lemari yang di pajang di depanfakultas masing-masing) maupun publikasi diruang publik (di-publish secara luas di toko-tokobuku).

Format skripsi, tesis, dan disertasi puntidak harus berbentuk seperti buku-buku lapor-an, tetapi bisa dirubah seperti bentuk cetakanbuku. Untuk meningkatkan kreativitas, gambarcover depan simbol perguruan tinggi setempat,misalnya, dapat dimodifikasi sesuai dengankreasi masing-masing mahasiswa. Ke depan,hubungan trialektis antara institusi, pem-bimbing, dan mahasiswa tidak boleh hanya ber-sifat strukturalistik saja, tetapi juga dapatmengadopsi model hubungan sirkularistik.

Berdasarkan prinsip-prinsip dasar pe-nelitian integrasi-interkoneksi dalam LaporanPenelitian tersebut di atas, Riyanto kemudianmencoba merumuskan perlunya empat kaca-mata baca dalam menulis dan membaca pene-litian integrasi-interkoneksi, yaitu: pertama,triple hadarah (hadarah an-nas [religion], hadarahal-falsafah [philosphy], wa hadarah al-‘ilm [science]);kedua, “spider web” (religious knowledge, Islamicthought, and Islamic studies); ketiga, “spheres andmodels” (informatif, konfirmatif, kritis, dankreatif); dan keempat, delapan kacamata point(summary, sense of academic crisis, importance oftopic, prior research on topic, approach and methodol-ogy, limitation and key assumptions, contribution toknowledge, and logical squence).

Selain perlunya empat (4) kacamatabaca integrasi-interkoneksi tersebut, Riyantojuga menggagas tentang tiga indikator atau tiga(3) parameter untuk membaca, meneliti, danmenilai, apakah sebuah penelitian telah atau

belum menerapkan prinsip-prinsip integrasi-interkoneksi? Ketiga prinsip itu disebut olehpenelitinya dengan istilah “SAH”: (S)irku-larisasi, (A)bduktifikasi, dan (H)ermeneutisasi.

PEMBAHASANHasil pengamatan (observasi) peneliti

yang lama dan intensif terhadap proses pem-bimbingan skripsi antara dosen pembimbingskripsi dengan mahasiswa memperlihatkanberagama cara, bentuk atau pola dan strategikomunikasi yang di lakukan oleh dosen cukupbervariatif. Namun secara umum seperti hasilwawancara mendalam dengan Kaprodi IlmuKomunikasi dan dosen pembimbing skripsilainnya, mereka menyampaikan bahwa ter-dapat kesamaan pola pembimbingan, yaknisetelah secara resmi (administratif) melaluipengendali skripsi, dosen di tunjuk sebagaipembimbing skripsi mahasiswa, mereka (do-sen pembimbing skripsi) meminta mahasiswamenyusun proposal skripsi di mulai dari men-cari permasalan atau fenomena terkait denganIlmu Komunikasi apa yang di temukan, kemu-dian menyusun rumusan masalah, tujuan(kegunaan dan manfaat) / kontribusi peneli-tian, telaah pustaka, menyusun landasan teori,kerangka pikir (jika ada) dan metodologi yangdi gunakan.

Setelah proposal selesai, baru mahasis-wa menghadap, kemudian berdiskusi dengandosen, dosen biasanya meminta waktu bebe-rapa hari untuk mempelajarinya, mengkoreksi,setelah bertemu kembali memberi masukan-masukan yang sifatnya membangun/ me-nyempurnakan proposal tersebut baik secarateknis penulisan ataupun content (substansi)proposal skripsi.

Kemudian sebagai dosen pembimbingskripsi, Kaprodi Ilmu Komunikasi dan pem-bimbing skripsi yang lainnya mengutarakandalam pola/ bentuk/ cara atau strategi pem-bimbingan skripsi menurut analisa peneliti su-dah berupaya melakukan pembimbingan seca-ra etis emansipatoris yakni selalu memberipengarahan secara humanis dan elegan (tidak

73Vol. 08/No.01/April 2015

menggurui) pada mahasiswa serta menciptakanpola/bentuk/cara/ strategi komunikasi yangeducating (mendidik), enlightening (mencerahkan),empowering (memberdayakan) serta moving on(menggerakkan) mahasiswa, terlihat dari,pertama, dalam proses pembimbingan skripsiselalu beorientasi pada hasil (kualitas skripsi),kedua, sedang buat frekuensi para dosenpembimbing skripsi memperlihatkan inklusifitas(keterbukaan) kepada mahasiswa, mahasiswaboleh bimbingan sewaktu-waktu, bahkan diperkenankan pembimbingan skripsi dilakukandi rumah, justru kalau pembimbingan dirumah, Kaprodi Ilmu Komunikasi danpembimbing skripsi lainnya menyampaikan,akan memberikan pembimbingan yang maksi-mal agar hasil/kualitas skripsi mahasiswa jugalebih maksimal.

Dari jawaban Kaprodi Ilmu Komuni-kasi dan pembimbing skripsi yang lainnya diatas, dapat di di ketahui kalau dalam melakukanstrategi pembimbingan skripsi mahasiswa agarberparadigma integrasi interkoneksi sifatnyamasih ‘normatif ’ saja, dalam arti mahasiswadiminta banyak mengaji dengan artian mem-pelajari juga ilmu ke-Islaman secara umumagar dalam penelitian/ skripsinya bisa di integ-rasi dan di interkoneksikan dengan ilmu umumyang sudah mahasiswa peroleh dari semester1 sampai 7. Ilmu umum yang di maksud ten-tunya terkait dengan Ilmu Komunikasi, sehing-ga dengan mahasiswa mengaji (ilmu ke-Islam-an) terus menerus, maka nantinya mahasiswabisa menganalisa fenomena-fenomena komu-nikasi dengan ilmu agama (ke-Islaman). Se-dang kalau pembimbing dan mahasiswa sama-sama belum bisa sampai titik temu terkaitskripsi berparadigma integrasi interkoneksi,maka mahasiswa diminta untuk konsultasi de-ngan dosen yang di anggap menguasai pa-radigma integrasi interkoneksi, seperti denganRiyanto sebagai penulis buku biografi intelek-tual integrasi interkoneksi Prof. Amin Abdul-lah misalnya. Namun sebagai upaya atau usahamengkoneksikan antara fenomena IlmuKomunikasi dan Ke-Islam-an dalam skripsi

mahasiswa sudah di lakukan oleh pembimbingskripsi dan ini perlu di apresiasi.

Jika di tinjau dari paradigma integrasiinterkoneksi yang di kembangkan UIN SunanKalijaga (paradigma yang di populerkan olehAmin Abdullah), bahwa penelitian (skripsi)mahasiswa idealnya terintegrasi interkoneksiyakni triadik antara hadarah an-nas [religion],hadarah al-falsafah [philosophy], dan hadarah al-’ilm [science], dan dalam Buku Kedua BiografiIntelektual M. Amin Abdullah (terbit Septem-ber 2013) halaman xliv, Waryani menyebutkanbahwa Amin Abdullah telah beraliran tetralek-tis/tetradik yakni (hadarah an-nas [religion /filsafat etis], hadarah al-falsafah [philosophy /filsafat etis], dan hadarah al-’ilm [science/ burhanibaru], dengan menambahkan satu yakni energi‘irfani yang Riyanto istilahkan dengan hadarahat-tasawwuf [spiritualitas sains], maka strategiyang dilakukan oleh Kaprodi Ilmu Komunikasidan pembimbing skripsi yang lainnya masihbercorak diadik belum triadik apalagi tetradik,karena masih terbatas mengarahkan mahasis-wa hanya pada menghubungkan antara hadarahan-nas [religion] yakni mengaji (ilmu agama Is-lam) dan di koneksikan dengan hadarah al-’ilm[science] fenomena-fenomena komunikasi,sedang hadarah al-falsafah [philosophy] yaknifilsafat ilmu-nya (dari ontologis, epistemologisdan aksiologis) penelitian belum sepenuhnyaterintegrasi dengan penelitian mahasiswa.

Sehingga bisa di katakan kalau skripsimahasiswa baru berupaya untuk meng-inter-koneksikan hanya antara fenomena komuni-kasi dengan agama Islam, belum sampai peng-integrasian dengan filsafat ilmunya. Namundemikian upaya/ usaha/ ikhtiar/ strategi yangdilakukan pembimbing skripsi sangat perlu diapresiasi dalam meningkatkan kualitas skrispsimahasiswa berparadigma integrasi interko-neksi, karena dengan kejujuran pembimbingskripsi, bahwa antara dosen pembimbingmahasiswa sudah ‘mentok’ (tidak bisa lagimengintegrasi interkoneksikan ketiga hadarah)dalam skripsi mahasiswa, maka akan di tanya-kan kepada dosen yang berkompeten dalam

74Jurnal Komunikasi PROFETIK

integrasi interkoneksi.Riyanto ketika peneliti wawancarai

menyampaikan beberapa masukan, yakni :a. Judul penelitian yang di angkat peneliti

tentang strategi komunikasi integrasiinterkoneksi dosen dalam meningkat-kan kualitas skripsi mahasiswa ini sebe-narnya lebih tepat judulnya adalah“Upaya” dosen dalam meningkatkankualitas skripsi mahasiswa, bukan stra-tegi karena jika strategi itu sudah adaupaya/ usaha yang berkesinambungandan telah menemukan pola/ modelyang menjadi aturan/ sistem yang telahdijalankan, sedang “upaya” adalah ada-nya langkah-langkah atau usaha untukmembuat dan menemukan pola/ mo-del dan menjadi strategi untuk kedepannya menjadi aturan/ sistem ter-sendiri.

b. Untuk meneliti karya ilmiah penelitianmahasiswa khususnya skripsi (levelpemula) yang sifatnya informatif dandeskriptif di tinjau dari paradigmaintegrasi interkoneksi, maka terdapatdua hal, yakni pertama bisa berangkatdari “Judul” skripsi, apakah dari judulskripsi tersebut memperlihatkan integ-rasi interkoneksi atau belum. Kedua,dari isi skripsi itu sendiri, yakni bagai-manakah ketajaman analisa dari maha-siswa/ peneliti dalam skripsinya apakahsudah memperlihatkan integrasiinterkoneksi atau belum.Berdasarkan hasil wawancara dan

masukan dari Riyanto tersebut, peneliti men-coba menganalisa kualitas skripsi mahasiswaProdi Ilmu Komunikasi berparadigma integ-rasi interkoneksi dengan kedua langkah ter-sebut, yakni dari sisi judul skripsi dan isi/con-tent skripsi. Namun berhubung banyaknyaskripsi dari mahasiswa Prodi Ilmu Komuni-kasi, maka peneliti hanya mengambil skrispiyang dibimbing oleh informan utama (6dosen), dengan memberi data skripsi tersebut,serta membuat contoh satu skripsi mahasiswa

yang di analisa secara mendalam dengan caradibuat tabulasi sederhana baru di interpre-tasikan.

Apa yang di sampaikan oleh KaprodiIlmu Komunikasi dan pembimbing skripsiyang lainnya terkait upaya/ strategi komuni-kasi dalam meningkatkan kualitas skripsimahasiswa berparadigma integrasi interko-neksi dapat di lihat dari beberapa judul danhasil skripsi mahasiswa yang dibimbingnyadalam tabel 1.

Dari seluruh judul skripsi mahasiswabimbingan Kaprodi Ilmu Komunikasi di atasdi tinjau dari paradigma integrasi interkoneksiakan nampak coraknya seperti pada tabel 2

Dari contoh di atas, nampaklah bahwajudul skripsi Maria Ulfah, hanya bercorak mo-nadik, yakni sebatas meneliti dari hadarah al-’ilm [science] yakni hanya mengkaji dari sisi IlmuKomunikasi saja yakni Marketing Public Rela-tions yang dalam Ilmu Komunikasi sebagai ba-gian dari kajian Public Relations (PR) serta Me-ningkatkan Jumlah Customer dalam Ilmu Ko-munikasi sebagai bagian dari kajian PerilakuKonsumen, yang kebetulan peneliti adalahdosen pengampu mata kuliah perilaku konsu-men tersebut, sehingga dari tabulasi sederhanadi atas nampaklah bahwa skripsi tersebut se-cara substantif belum mendapat sentuhan dariIlmu Ke-Islama-an dan Filsafat Ilmu, dan se-telah peneliti membaca skripsi tersebut di per-pustakaan Prodi Ilmu Komunikasi, dari con-tent / isi skripsi tersebut memang masih ber-corak monadik/ single science saja.

Memang terdapat ayat Al-Qur’an, na-mun peneliti melihat bahwa hal tersebut barubersifat normatif teologis saja, belum mampusecara mendalam mengkoneksikan apalagi me-ngintegrasikan dengan kedua ilmu lain, untuktidak mengatakan “tempel ayat” dan buat kelaspemula S1 skripsi tersebut baru sebatas infor-matif saja, belum konfirmatif apalagi korektif,seperti terlihat dalam foto (hasil observasipeneliti) salah satu halaman dari skripsi MariaUlfah pada gambar 2.

75Vol. 08/No.01/April 2015

No Nama NIM Judul Skipsi Nilai Tahun

1 Maria Ulfah 06730004 STRATEGI MARKETING PUBLIC RELATIONS 83,66 (B+) 2010DALAM MENINGKATKAN JUMLAH CUSTOMER

2 Gita Indah 07730093 PENGARUH STRATEGI KOMUNIKASI TERHA- 75 (B) 2011Purnama DAP MINAT PEMILIHAN UNIVERSITAS

(Survei pada Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial danHumaniora UIN Sunan Kalijaga YogyakartaAngkatan 2010)

3 Abdullah 07730052 MEMBANGUN CITRA PARTAI POLITIK MASA 2011DEPAN (Studi Deskriptif Strategi Humas PartaiPersatuan Pembangunan Sleman

4 Muhammad 06730015 ANALISIS PELAKSANAAN PROMOTION 2011Abdul Haris MIX PADA OMUS YOGYAKARTA

5 M. Cholil 06730023 PELAKSANAAN FUNGSI-FUNGSI PUBLIC 87,66 (A/B) 2011Abdul Hapid RELATIONS DALAM PERUSAHAAN SKALA

KECIL (Studi Deskriptif Kualitatif di PerusahaanMoviebox Yogyakarta)

6 Rifa’atul 07730019 PENGARUH IKLAN PON’S WHITE BEAUTY 81 (B+) 2012Mufidah VERSI ISTIRAHAT KULIAH TERHADAP

PERSEPSI CANTIK (Studi Pada MahasiswaProgram Studi Ilmu Komunikasi IUN SunanKalijaga Angkatan 2010-2011)

7 Ima Nuzulia 07730045 PENGARUH IKLAN XL TEMBOK RUMAH 84,66 (B+) 2012TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN (SurveyPada Warga Dusun Sandreyan, KelurahanSrimulyo, Kecamatan Piyungan, Bantul,Daerah Istimewa Yogyakarta)

8 Dimas Rimbi 06730027 KORELASI ANTARA IKLAN AXIS PADA TELEVISI 80 (B+) 2012Atmaja VERSI PRO UNLIMITED DAN LOYALITAS

KONSUMEN (Survey pada Siswa SMK Negeri5 Yogyakarta)

9 Aqiel Aula 07730034 IKLAN XL VERSI XLALU DI TELEVISI 81, 66 (B+) 2012TERHADAP BRAND EQUITY (Survei PadaPelajar Sekolah Menengah Kejuruan KatolikDiponegoro di Kota Blitar)

10 Naiyrotun 08730007 PENGARUH IKLAN TELEVISI LARUTAN 84,33 (B+) 2012Najihah CAP KAKI TIGA VERSI “MAMAH DEDEH”

TERHADAP TINGKAT KEPERCAYAANMASYARAKAT (Survei pada Ibu Rumah TanggaDaerah Mojopetung Dukun Gresik)

10 Ari Asthofa 06730024 PENGARUH AURA MEREK SHAMPO 2012Pamungkas SUNSILK TERHADAP LOYALITAS

KONSUMEN (Survey pada Mahasiswa MAN IIIYogyakarta Angkatan 2011/2012)

11 Sulastri 08730062 PERSEPSI MAHASISWA TERHADAP 86,67 (A/B) 2012PEMBERITAAN TERORISME DI TELEVISI(Studi Pada Mahasiswa JurusanPerbandingan Agama, Fakultas Unsuludin, StudiAgama dan Pemikiran Islam, Universitas IslamNegeri Sunan Kalijaga Yogyakarta)

12 Sya’bani 07730002 BRAND EVALUATION PRODUK DALAM FILM 86,33 (A/B) 2011Takdir (Studi Eksperimen Product Placement Dalam

Film Alangkah Lucunnya Negeri Ini TerhadapMahasiswa Fakultas ilmu Sosial dan HumanioraAngkatan 2010 UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta)

Sumber : Data Skripsi Prodi Ilmu Komunikasi yang telah di olah peneliti.

Tabel 1 Data Penulisan Judul Skripsi MahasiswaDengan Dosen Pembimbing Drs. Bono Setyo, M. Si

76Jurnal Komunikasi PROFETIK

Gambar 2Contoh Isi/Content Skripsi Maria Ulfah

Walau terkesan tempel ayat, tetapskripsi tersebut perlu di apresiasi karena sudahada upaya memberikan sentuhan ayat Al-Qur’-an dalam penelitiannya. Jadi, di lihat dari ting-katan paradigama integrasi interkoneksi” (I-kon) keilmuan di UIN Sunan Kalijaga makaskripsi Maria Ulfah dapat di simpulkan belumberparadigma integrasi interkoneksi secara ide-alistik, baru sebatas sebagai kelas pemula yangsifatnya informatif, yakni suatu disiplin ilmu(Ilmu Komunikasi, Public Relations/PR khusus-nya Marketing Public Relations/MPR) diperkaya

dengan informasi yang dimiliki oleh disiplin il-mu lain (Ke-ilmuan Islam dengan mengutipAyat Al-Qur’an).

PENUTUPSeperti yang telah dikemukakan dalam

Pendahuluan dan Rumusan Masalah, bahwapenelitian ini bermaksud untuk meneliti danmendeskripsikan strategi komunikasi integrasiinterkoneksi yang di lakukan oleh Dosen Pro-gram Studi Ilmu Komunikasi Fakultas IlmuSosial dan Humaniora UIN Sunan Kalijaga da-lam meningkatkan kualitas skripsi mahasiswaagar berparadigma Integrasi Interkoneksi.

Dalam penelitian ini ditemukan kenya-taan bahwa hampir semua skripsi mahasiswaProgram Studi Ilmu Komunikasi yang di bim-bing oleh keenam dosen pembimbing yangmenjadi informan utama, bahkan setelah pen-eliti mengecek, membaca, dan mengkritisiskripsi-skripsi yang di bimbing oleh kesemuadosen pembimbing skripsi yang lain dapat disimpulkan skripsi mahasiswa Prodi IlmuKomunikasi baru/sebatas bercorak/berpara-digma/bermodel monadik hadarah al-’ilm [sci-ence] yakni hanya mengkaji dari sisi Ilmu Ko-munikasi saja, belum bercorak diadik antara

JUDUL SKRIPSI CORAK/MODEL

Bercorak monadikhadarah al-’ilm [science]yakni hanya mengkajidari sisi IlmuKomunikasi saja.Mengangkat temapublic relations.

CORAK/MODEL

Bercorak diadik antarahadarah al-’ilm [science] danhadarah an-nas [religion]yakni mengkaji hanya duakeilmuan, dari sisi IlmuKomunikasi di koneksikandengan Ilmu Ke-Islam-ansaja atau antara hadarah al-’ilm[science] dan hadarah al-falsafah [philosophy] yaknimengkaji hanya dua keilmuan,dari sisi Ilmu Komunikasi dikoneksikan dengan FilsafatIlmu

CORAK/MODEL

Bercorak triadikhadarah al-’ilm[science] dan hadarahan-nas[religion]serta hadarahal-falsafah[philosophy] yaknimengkaji secara idealtiga keilmuan,dari sisi IlmuKomunikasi di konek-sikan dengan IlmuKe-Islam-an serta Fil-safat Ilmu serta peng-integrasian ketiganya.

STRATEGI MAR-KETING PUBLICRELATIONS DALAMMENINGKATKANJUMLAH CUS-TOMER

Tabel 2Contoh Tabulasi Sederhana Judul Skripsi Mahasiswa Di Tinjau Dari Paradigma Integrasi

Interkoneksi

Sumber : Olahan peneliti.

77Vol. 08/No.01/April 2015

hadarah al-’ilm [science] dan hadarah an-nas [religion]yakni mengkaji dua keilmuan, dari sisi IlmuKomunikasi di koneksikan dengan Ilmu Ke-Is-lam-an saja atau antara antara hadarah al-’ilm [sci-ence] dan hadarah al-falsafah [philosophy] yaknimengkaji dua keilmuan, dari sisi Ilmu Ko-munikasi di koneksikan dengan Filsafat Ilmu,dan masih jauh dari berrcorak triadik hadarahal-’ilm [science] dan hadarah an-nas [religion] sertahadarah al-falsafah [philosophy] yakni mengkajisecara ideal tiga keilmuan, dari sisi Ilmu Ko-munikasi di koneksikan dengan Ilmu Ke-Islam-an serta Filsafat Ilmu serta pengintegrasianketiganya.

Hal tersebut di atas peneliti bisa fahamidan di maklumi, mayoritas dosen tetap dandosen pembimbing skripsi Prodi Ilmu Komu-nikasi adalah lulusan jurusan/program studiIlmu Komunikasi (monadik/ single science/ ha-darat ‘ilm saja yakni Ilmu Komunikasi).

Namun sebagai upaya yang di arahkanmenjadi cara/bentuk/pola bahkan model sertastrategi komunikasi integrasi interkoneksi da-lam meningkatkan kualitas skripsi mahasiswaberparadigma integrasi interkoneksi sudah dilakukan oleh semua dosen pembimbing skrip-si, yakni secara informal dengan cara mem-bentuk semacam “team teaching” dengan tenagaahli/pakar integrasi interkoneksi dan meng-arahkan mahasiswa untuk meminta pengara-han terhadap tenaga ahli/pakar integrasi in-terkoneksi tersebut, agar skripsi mahasiswameningkat kualitasnya dan tidak lepas dari pa-radigma integrasi interkoneksi., bahkan adaupaya dari Prodi Ilmu Komunikasi ketika ujianskripsi/munaqosah dewan penguji mendatang-kan tenaga ahli/ pakar integrasi interkoneksiuntuk ikut menguji skripsi mahasiswa, walau-pun langkah ini belum menjadi kebijakan dariFakultas/ Universitas karena kendala admin-istratif.

Strategi komunikasi yang lain yakni,dosen pembimbing skripsi mahasiswa selalumengecek dan mengarahkan mahasiswa agardalam penelitiannya mengkoneksikan fenome-na Ilmu Komunikasi dengan Islamic Studies /

Studi Ke-Islam-an (ayat Al-Qur’an) yang ber-corak diadik, namun peneliti melihat bahwahal tersebut baru bersifat normatif teologissaja, belum mampu secara mendalam meng-koneksikan apalagi mengintegrasikan dengankedua ilmu lain, untuk tidak mengatakan“tempel ayat” dan buat kelas pemula S1 skripsitersebut baru sebatas informatif saja, belumkonfirmatif apalagi korektif.

DAFTAR PUSTAKAAbdullah, M. Amin, “Aspek Epistemologi

Filsafat Islam”, disampaikan dalamSimposium “Sosok dan PerspektifFilsafat Islam”, Kelompok PengkajianFilsafat Islam, IAIN Sunan Kalijaga,Wisma Sejahtera, Yogyakarta, 28September, 1991.

—————, “Desain Pengembangan AkademikIAIN Menuju UIN Sunan Kalijaga: DariPola Pendekatan Dikotomis-Atomistik keArah Integratif-Interdisciplinary”, dalamZainal Abdidin Bagir, Jarot Wahyudi,dan Afnan Anshori (eds.), Integrasi Ilmudan Agama: Interpretasi dan Aksi,Yogyakarta: Suka Press, 2005.

—————, “Metodologi Penelitian UntukPengembangan Studi Islam: PerspektifDelapan Poin Sudut Pandang”, Religia:Jurnal Studi-studi Agama, Vol. IV, No.1, Januari 2005.

—————, “Metodologi Penelitian UntukPengembangan Studi Islam”, dalamDudung Abdurrahman (ed.),Metodologi Penelitian Agama: PendekatanMultidisipliner, Yogyakarta: Lemlit,2006.

—————, Islamic Studies di Perguruan Tinggi:Paradigma Integratif-Interkonektif,Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006.

Effendy, Onong Uchjana, “DinamikaKomunikasi”, Bandung : PT.Rosdakarya, 1986.

78Jurnal Komunikasi PROFETIK

Koeswinarno, “Kehidupan Beragama WariaMuslim di Yogyakarta”, Disertasi,Yogyakarta: Pascasarjana UGM, 2007.

—————, “Pemetaan Paradigma Integrasi-Interkoneksi Skripsi Mahasiswa UINSunan Kalijaga”, dalam LaporanPenelitian Unggulan, Yogyakarta:Lemlit, 2010.

Kriyantono, Rachmat, “Teknik Praktis RisetKomunikasi”, Jakarta : KencanaPrenada Media Group, 2006.

Pawito, “Penelitian Komunikasi Kualitatif ”,Yogyakarta : LkiS, 2007.

Riyanto, Waryani Fajar, “Sistem Kekerabatandalam al-Qur’an: PerspektifAntropolinguistik, Disertasi, Yogyakarta:Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga,2011.

—————, “Implementasi Paradigma Integrasi-Interkoneksi dalam Penelitian Tiga (3)Disertasi Dosen UIN Sunan KalijagaYogyakarta”, Laporan Penelitian,Yogyakarta: Lemlit, 2012.

—————, “Melacak Akar-akar FilsafatIlmu dalam Integrasi-Interkoneksi”:Membaca “Interconnected” denganKacamata “Intersubjective Testabil-ity” dan “Semipermeable”, 2012.

—————, Epistemologi Relasional:Mempertautkan antara “Interconnected”dalam Epistemologi Hermeneutis-SirkularisM. Amin Abdullah dan “Inter-connected”dalam Epistemologi Strukturalis-Transendentalis Kuntowijoyo, 2012.

——————, Integrasi-Interkoneksi Keilmuan :Biografi Intelektual M. Amin Abdullah(1953-...), Yogyakarta: Suka Press,2013.

——————, Pendekatan IntegrasiInterkoneksi dalam Penelitian, MakalahYogyakarta, 2012.

Skripsi

Maulyawati, Rita Karyani, “Strategi KomunikasiKemntrian Luar Negeri Republik Indonesiadalam Mengembalikan Citra Indonesia diDunia Internasional Pasca Bom Bali II”,Yogyakarta : Prodi Ilmu KomunikasiFakultas Ilmu Sosial dan HumanioraUIN Sunan Kalijaga, 2012.

Tesis

Mahfud, Mokhamad, “ Strategi KomunikasiPemasaran Perguruan Tinggi (StudiDeskriptif Kualitatif Strategi Promosi danPerencanaan Komunikasi PemasaranUniversitas Islam Negeri Sunan KalijagaYogyakarta)”, Surakarta : UniversitasNegeri Sebelas Maret, 2011.

79Vol. 08/No.01/April 2015

This research was conducted to describe the role of Kulon Progo Public Relations in managing conflicts,related to the International Airport development plan in Temon. Because Goverment of Kulon Progo regencywas responsible for the conflict about International Airport development plan. Based on the issuing of presidencialinstruction No. 2, 2013 about home security handling, the government of Kulon Progo plays a role to handlethe social conflicts in Temon.

This research is a descriptive study in a government agency by using qualitative research methods withthe primary and secondary data sources. Data collection techniques used in this study were interviews, observa-tion, and documentation. PR does socialization, negotiation, and approaching informally towards people whowill be affected by this airport mega project. Pr also forms of deliberation with police, legislative, sub districthead, and village heads of the five regions who affected by the airport mega project. Pr gives information inaccordance with actual situation to the public and media about Airport Development plan in Temon andapplying additional punishment for residents who commit vandalism.

PERAN HUMAS DALAM MENGELOLAKONFLIK

Keywords : The Role of Public Relations, Social Conflict, International Airport Development Plan.

ABSTRACT

(Studi Deskriptif Kualitatif Rencana Pembangunan BandaraInternasional di Kecamatan Temon Kabupaten Kulon Progo

Periode April - Oktober 2014)

Ujang Rusli SuherliAlumni Prodi Ilmu Komunikasi UIN Sunan Kalijaga

PENDAHULUANKebutuhan sarana transportasi disebuah

negara sangat penting untuk berlangsungnyakehidupan bermasyarakat. Era globalisasimenjadi sebuah tantangan bagi suatu negarakarena batas-batas antar negara dan provinsiyang terpisah-pisah. Mengetahui atau mengikutiperkembangan zaman menjadi suatu kewajibanbagi sebuah negara karena persaingan yang

semakin ketat baik dalam bidang teknologi,perekonomian, maupun pembangunan,termasuk sarana transportasi. Sarana trans-portasi yang erat kaitannya dengan perkem-bangan dan kemajuan suatu negara, menjadikanIndonesia sebagai salah satu negara ber-kembang dan sebagai salah satu negara kepu-lauan yang besar tentunya membutuhkan saranatransportasi yang memadai khususnya sarana

80Jurnal Komunikasi PROFETIK

transportasi udara untuk menjangkau satuwilayah dengan wilayah lainnya.

Yogyakarta sebagai kota pendidikan,budaya, dan pariwisata, setiap tahunnya terusmengalami peningkatan jumlah kunjungandari segi moda transportasi udara. Namun, haltersebut kurang didukung dengan infrastrukturBandara yang bertaraf internasional yangmemadai. Semakin tingginya tingkat kunjung-an dan pariwisata ke Yogyakarta dengan meng-gunakan jasa penerbangan membuat BandaraAdisutjipto sebagai salah satu Bandara Inter-nasional terpadat di Indonesia sudah tidak bisalagi mampu menampung penerbangan baikDomestik maupun Internasional yang setiaptahunnya terus meningkat.

Grafik 1. Data Penumpang Domestik

Sumber data: General Affair and CommunicationPT. Angkasa Pura I (Persero) Yogyakarta

Grafik 2. Data Penumpang Internasional

Sumber data: General Affair and CommunicationPT. Angkasa Pura I (Persero) Yogyakarta

Dari data tersebut, dapat dilihat adanyapeningkatan jumlah pergerakan pesawat di Ban-dara Adisutjipto setiap tahunnya. Persoalan yangdialami Bandara Adisutjipto saat ini yaitu hanyadapat menampung 1,2 juta penumpang pertahun. Berdasarkan data trafik tahun 2013,Bandara Adisutjipto telah melayani 64,9 jutapergerakan pesawat, 5,7 juta penumpang, serta14,5 juta kilogram kargo.

Tabel 1. Data Pergerakan Penumpang,Pesawat dan Kargo 2009-2013

Sumber data: General Affair and CommunicationPT. Angkasa Pura I (Persero) Yogyakarta

Kapasitas sisi darat (land side) dan sisiudara (air side) Bandara Adisutjipto pun sudahtidak dapat menampung trafik yang ada. Haltersebut menunjukkan bahwa Bandara Adisu-tjipto telah mengalami over capacity. Selain itu,penggunaan Bandara Adisutjipto saat ini ber-sama dengan TNI AU sehingga terjadi pem-batasan akses (limitasi) dalam penerbangan ko-mersial. Landasan pacu (run way) sepanjang2.200 meter pun sudah tidak bisa diperpanjanglagi karena terdapat jembatan layang Janti dansungai di sisi barat serta Gunung Boko di sisitimur (Sumber data: angkasapura1.co.id 9/4/14pukul 19.48 WIB).

Over capacity nya Bandara InternasionalAdisutjipto membuat Pemerintah dan PT.Angkasa Pura I (Persero) berencana memba-ngun sebuah Bandara Internasional baru diKecamatan Temon, Kabupaten Kulon Progosebagai pengganti Bandara Adisutjipto.

Namun, rupanya rencana pembangu-nan Bandara Internasional tersebut menimbul-kan pertentangan dari warga yang akan terkenadampak mega proyek Bandara. Masyarakatpesisir selatan Kecamatan Temon yang akan

81Vol. 08/No.01/April 2015

terkena dampak mega proyek Bandara menolakkeras rencana pembangunan Bandara In-ternasional tersebut, seperti yang dilansir Tri-bunnews.com pada Hari Kamis, 10 April 2014pukul 12.24 WIB:

- Ratusan warga menda-tangi kantor Kecamatan Temon untuk melaku-kan aksi unjuk rasa, Kamis (10/4/2014). Me-reka membawa sejumlah spanduk dan poster ber-tuliskan sikap penolakan warga terhadap rencanapembangunan bandara tersebut. Di antaranya‘Kaum petani, menolak perampasan tanah’,‘Pejabat ra mikirke rakyat’, ‘bandara bikinsengsara’, ‘Kami menolak data fiktif 550 kk’,‘MP3EI adalah proyek kapitalis’. Warga jelas-jelas sudah menolak itu karena sampai sekarangbelum ada penjelasan dari pemerintah.” (dikutipdari tribunnews.com 6/5/14 pukul 7.12 WIB).

Warga yang tergabung dalam kelom-pok Wahana Tri Tunggal (WTT) sebagai kelom-pok masyarakat yang kontra terhadap rencanapembangunan Bandara melakukan aksi de-

montrasi menuntut pemerintah untuk memba-talkan rencana pembangunan Bandara yangakan dibangun di wilayah Kecamatan Temontersebut.

Gambar 1Lokasi Mega Proyek Bandara Baru

Sumber data: General Affair and Communication PT. Angkasa Pura I (Persero) Yogyakarta

Gambar 2. Bentuk Penolakan WargaSumber data: Hasil Observasi Peneliti di

Lapangan

82Jurnal Komunikasi PROFETIK

Warga memasang spanduk, papan, dantampah yang berluliskan ancaman dan kritikan-kritikan yang ditujukan kepada Pemkab KulonProgo dan PT. Angkasa Pura I (Persero) disepanjang Jalan Glagah Kecamatan Temon.

Adanya penolakan tersebut sampai saatini pembangunan Bandara Internasionalbelum bisa dimulai dan terancam molor darijadwal yang telah ditargetkan yaitu pada awaltahun 2015. Pendirian Bandara Internasionaldi Kabupaten Kulon Progo ini penting gunamemenuhi kapasitas penumpang yang terusmeningkat di Bandara Adisutjipto. Selain itu,pembangunan Bandara baru di Kecamatan Te-mon, Kabupaten Kulon Progo merupakan ba-gian dari program pemerintah untuk mening-katkan Pendapatan Asli Daerah serta mening-katkan kesejahteraan rakyat.

Penolakan pendirian Bandara Interna-sional di Kabupaten Kulon Progo disebabkankarena warga resah dan takut rumah serta sum-ber penghidupannya hilang akibat pembang-unan Bandara. Pasalnya, sebagian besar lokasipembangunan Bandara adalah tanah pertanianyang subur dan produktif, sehingga warga me-nolak rencana pembangunan Bandara Inter-nasional di Kabupaten Kulon Progo. Wargayang kontra melakukan aksi-aksi penolakan,

diantaranya: menolak pembebasan lahan, me-nolak sosialisasi, memblokade jalan raya, men-cabut patok-patok batas Bandara, serta mela-kukan penyegelan Balai Desa Glagah. Akibat-nya sampai saat ini PT. Angkasa Pura I (Per-sero) belum bisa memulai pembangunan Ban-dara Internasional tersebut.

Konflik muncul setelah rencana pemba-ngunan Bandara Internasional di KecamatanTemon, Kabupaten Kulon Progo menyeruakdikalangan masyarakat. Konflik semakin me-manas ketika pejabat Desa dan pejabat Keca-matan Temon tidak bisa memenuhi keinginanwarganya ketika diminta untuk menandatanganipernyataan menolak Bandara. Warga yang akanterkena dampak mega proyek Bandara punricuh dan mengamuk di Kecamatan Temonketika berunjukrasa menolak pendataan terkaitpembebasan lahan yang akan dijadikan megaproyek Bandara. Warga menganggapdianaktirikan oleh Pemerintah KabupatenKulon Progo maupun Pemerintah DaerahIstimewa Yogyakarta. Karena, suara penolakanwarga yang akan terkena dampak mega proyekBandara tidak didengar dan cenderungdiabaikan (Sumber data: liputan6 petang diakses11/5/2014 pukul 8.56 WIB).

Konflik terkait rencana pembangunan

Gambar 3. Warga Sedang Melakukan Aksi DemontrasiSumber Data: PPID Kulon Progo

83Vol. 08/No.01/April 2015

Bandara Internasional di Kabupaten KulonProgo sekarang ini sedang menjadi bahandiskusi khususnya di pemerintahan Daerah Is-timewa Yogyakarta. Sri Sultan Hamengku Bu-wono X, selaku Gubernur Daerah IstimewaYogyakarta mengatakan di salah satu media on-line yaitu koransindonews.com pada 14/01/2014:

“Pihak yang berwenang untuk menyelesaikanmasalah ini adalah Pemkab Kulon Progo”. Pe-merintah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakartatidak akan ikut campur dengan penolakan wargatersebut. Sultan meyakini Pemkab Kulon Progomasih mampu menyelesaikan pertentangan wargatersebut. Pemerintah Provinsi akan mengambilalih penanganan masalah ini jika Pemerintah Ka-bupaten Kulon Progo sudah tidak sanggup lagimenangani penolakan warganya.

Dhika, seorang Humas PT. AngkasaPura I (Persero) Cabang Yogyakarta pada saatdiwawancarai peneliti 12/06/2014 14.39 me-ngatakan:

“pihak yang bertanggungjawab menangani kon-flik terkait rencana pembangunan Bandara Inter-nasional di Kecamatan Temon adalah PemkabKulon Progo.” PT. Angkasa Pura I (Persero)hanya bertanggungjawab mengganti kerugianwarga yang akan terkena dampak mega proyekBandara.

Pemerintah Kabupaten Kulon Progoselaku pihak yang berwenang dan bertanggung-jawab untuk segera bertindak menangani kon-flik yang terjadi agar konflik tidak berkepan-jangan dan berlarut-larut. Masyarakat akansangat sensitive jika permasalahan ini menyang-kut dengan lahan atau tanah pertanian yang bisamenimbulkan hilangnya sumber penghidupanmereka akibat pembangunan Bandara. Karenabagi mereka tanah merupakan sebuah hartayang tak ternilai harganya.

Perlu ada pihak yang berkompetenuntuk menangani konflik yang sedang terjadi dimasyarakat terkait rencana pembangunan Ban-dara Internasional tersebut. Pihak yang dimak-sud adalah Hubungan Masyarakat Pemerintah

Kabupaten Kulon Progo yang selanjutnyadisebut Humas. Humas dalam instansi pe-merintahan harus mampu menjadi pemecahmasalah atau konflik di wilayahnya, serta mem-berikan penerangan dan informasi tentang apayang telah diupayakan oleh Pemerintah Kabu-paten Kulon Progo terkait rencana pembangu-nan Bandara Internasional di KecamatanTemon.

Alloh SWT berfirman dalam Surat Al-Hujurât ayat 9:

“Dan kalau ada dua golongan dari mereka yangberiman itu berperang hendaklah kamu damai-kan antara keduanya! Tapi kalau yang satu me-langgar perjanjian terhadap yang lain, hendaklahyang melanggar perjanjian itu kamu perangisampai surut kembali pada perintah Allah. Ka-lau dia telah surut, damaikanlah antara kedua-nya menurut keadilan, dan hendaklah kamuberlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai or-ang-orang yang berlaku adil”.

Dari ayat tersebut, dapat diambil pe-ngertian bahwa dalam konflik perlu ada pihakyang menjadi penengah dan juga mediatoruntuk mendamaikan keduanya dengan cara ber-sikap netral dan adil sehingga bisa mencapaikesepakatan dan saling menguntungkan keduabelah pihak. Jika dikaitkan dengan konflik sosialyang terjadi terkait rencana pembangunanBandara Internasional di Kecamatan Temon,pihak yang dimaksud menjadi penengah adalahHumas Pemerintah Kabupaten Kulon Progo.

Humas Pemerintah Kabupaten KulonProgo merupakan pihak yang berwenang danbertanggungjawab untuk menangani perma-salahan yang terjadi di Kecamatan Temon.Karena, Humas Pemerintah Kabupaten KulonProgo merupakan suatu alat atau saluran untukmemperlancar jalanya interaksi dan penyebar-an informasi mengenai publikasi pembangun-an nasional di Kabupaten Kulon Progo.

Tulisan ini bermaksud hendak mema-parkan peran yang dilakukan oleh HumasPemkab Kulon Progo dalam mengelola kon-flik terkait rencana pembangunan bandara in-

84Jurnal Komunikasi PROFETIK

ternasional di Kecamatan Temon periode April– Oktober 2014. Dalam penelitian ini datadikumpulkan dengan menggunakan hasil ob-servasi, wawancara, dan dokumentasi di-lapangan.

TUJUAN PENELITIANTujuan penelitian ini adalah untuk me-

ngetahui Peran Humas Pemkab Kulon ProgoDalam Mengelola Konflik Terkait RencanaPembangunan Bandara Internasional di Keca-matan Temon periode April – Oktober 2014.

LANDASAN TEORI1. Peran Hubungan Masyarakat

Rosady Ruslan dalam bukunya yangberjudul “Manajemen Public Relations dan MediaKomunikasi” (2007: 20-21), menjelaskan bahwadalam menjalankan kegiatanya Hubungan Ma-syarakat berperan sebagai berikut:

a. Penasihat AhliSeorang praktisi pakar Public Relationsyang berpengalaman dan memiliki ke-mampuan tinggi dapat membantu men-carikan solusi dalam penyelesaian ma-salah hubungan dengan publiknya (pu-blic relationship).

b. Fasilitator KomunikasiPraktisi Public Relations bertindak seba-gai komunikator atau mediator untukmembantu pihak manajemen dalam haluntuk mendengar apa yang diinginkandan diharapkan oleh publiknya.

c. Fasilitator Proses PemecahanMasalahPeranan praktisi Public Relations dalamproses pemecahan persoalan Public Re-lations ini merupakan bagian dari timmanajemen. Hal ini dimaksudkan untukmembantu pimpinan organisasi baiksebagai penasihat (adviser) hingga meng-ambil tindakan eksekusi (keputusan)dalam mengatasi persoalan atau krisisyang tengah dihadapi secara rasionaldan professional.

d. Teknisi KomunikasiBerbeda dengan tiga peranan praktisiPublic Relations Profesional sebelumnyayang terkait erat dengan fungsi dan pe-ranan manajemen organisasi. PerananCommunication Technican ini menjadikanpraktisi Public Relations sebagai journal-ist in resident yang hanya menyediakanlayanan teknis komunikasi atau dikenaldengan method of communication.

2. Tahapan KonflikMenurut Fisher, dkk (2001: 19), ada

lima tahap konflik, diantaranya:a. Prakonflik

Ini merupakan periode di mana terda-pat suatu ketidaksesuaian sasaran dian-tara dua pihak atau lebih, sehingga tim-bul konflik. Konflik tersembunyi daripandangan umum, meskipun satu pihakatau lebih mungkin mengetahui potensiterjadinya konfrontasi. Mungkin terda-pat ketegangan hubungan diantara bebe-rapa pihak atau keinginan untukmenghindari kontak satu sama lain.

b. KonfrontasiPada tahap ini semakin terbuka. Jika sa-tu pihak yang ada merasa masalah, mu-ngkin para pendukungnya mulai me-lakukan aksi demontrasi atau perilakukonfrontatif lainnya. Kadang pertikaianatau kekerasan pada tingkat rendahlainnya terjadi di antara dua belah pi-hak. Masing-masing pihak mungkin me-ngumpulkan sumber daya dan kekuat-an.

c. KrisisIni merupakan puncak konflik, ketika ke-tegangan dan kekerasan terjadi hebat.Komunikasi normal di antara keduapihak kemungkinan putus. Pernyataan-pernyataan umum cenderung menuduhdan menentang pihak lainnya.

d. AkibatSuatu krisis pasti akan menimbulkan sua-tu akibat. Suatu pihak mungkin menye-

85Vol. 08/No.01/April 2015

rah atau menyerah atas desakan pihaklain. Kedua pihak mungkin setuju ber-negosiasi, dengan atau tanpa bantuanperantara. Suatu pihak yang mempunyaiotoritas atau pihak ketiga lainnya yanglebih berkuasa mungkin memaksa keduabelah pihak menghentikan pertikaian.Apa pun keadaanya, tingkat ketegangan,konfrontasi dan kekerasan pada tahap iniagak menurun, dengan kemungkinanadanya penyelesaian.

e. PascakonflikAkhirnya, situasi diselesaikan dengancara mengakhiri berbagai konfrontasikekerasan, ketegangan berkurang danhubungan mengarah ke lebih normal diantara dua belah pihak. Namun, jika isu-isu dan masalah-masalah yang timbulkarena sasaran mereka yang saling ber-tentangan tidak diatasi dengan baik, ta-hap ini sering kembali lagi menjadi si-tuasi prakonflik.

3. Pengelolaan KonflikMenurut Moore dalam Susan Novri

(2003: 6-12), ada beberapa bentuk pengelolaankonflik, diantaranya :

a. AvoidancePihak-pihak berkonflik saling menghin-dari dan mengharapkan konflik bisa ter-selesaikan dengan sendirinya.

b. Informal Problem SolvingPihak-pihak yang berkonflik setuju de-ngan pemecahan masalah yang diper-oleh secara informal.

c. NegotiationKetika konflik masih terus berlanjut,maka para pihak berkonflik perlu me-lakukan negosiasi. Artinya, mencari ja-lan keluar dan pemecahan masalah se-cara formal. Hasil negosiasi bersifat pro-cedural yang mengikat semua pihak yangterlibat dalam negosiasi.

d. MediationMunculnya pihak ketiga yang diterimaoleh kedua pihak karena bisa dipandang

membantu para pihak yang berkonflikdalam penyelesaian konflik secara damai.

e. Executive Dispute Resolutions Ap-proachKemunculan pihak lain yang memberisuatu bentuk penyelesaian konflik.

f. ArbitrationSuatu proses tanpa paksaan dari pihakberkonflik untuk mencari pihak ketigayang dipandang netral atau imparsial.

g. Judical ApproachTerjadinya intervensi yang dilakukanoleh lembaga-lembaga berwenang da-lam memberi kepastian hukum.

h. Legislative ApproachIntervensi melalui musyawarah politikdari lembaga perwakilan rakyat, kasus-kasus konflik kebijakan sering menggu-nakan pendekatan ini.

i. Extra Legal ApproachPenanganan yang dilakukan oleh pihakyang memiliki kekuatan legal dan mung-kin tidak dimiliki oleh pihak lawan. Salahsatu pihak bisa memanfaatkan kekuatanuntuk menciptakan nonviolent action danviolence.

PEMBAHASANDalam penelitian ini peneliti menggu-

nakan metode Deskriptif Kualitatif, denganmenganalisa hasil dari observasi, wawancara,dan dokumentasi dari penelitian yang sudahpeneliti lakukan di Pemkab Kulon Progo. Didalam bab ini peneliti akan memaparkan lan-dasan-landasan teori yang akan menjadi acuanpenelitian, diantaranya adalah:

1. Peran Humas PemerintahKabupaten Kulon Progo

a. Penasihat AhliDalam mengelola konflik yang terjadidi Kecamatan Temon terkait rencanapembangunan Bandara InternasionalHumas Pemkab Kulon Progo berperansebagai Penasihat Ahli yaitu denganmembantu memberikan solusi dalam

86Jurnal Komunikasi PROFETIK

pemecahan masalah serta memberikanpernyataan kepada Bupati mengenai tin-dakan yang seharusnya dilakukan.

Hal senanda diungkapankanoleh Rosady Ruslan (2007: 341) Humaspemerintah bertugas memberi nasihatatau sumbang saran untuk menggapaiapa yang sebaiknya dilakukan oleh ins-tansi/lembaga pemerintah seperti yangdikehendaki publiknya.

Humas Pemkab Kulon Progobertindak cepat ketika terjadi konflik.Hal ini juga dikuatkan dengan pernya-taan informan sebagai kroscek pembe-naran. Informan tersebut menyatakansebagai berikut:

Selama ini sebetulnya Pemkab jugasudah mengadakan pendekatan-pendekatan baik melalui masyarakatbawah, kelompok-kelompok tertentu,organisasi-organisasi tertentu, baiklangsung melalui Bupati maupun lewatSKPD Kulon Progo. (Bapak Agus,Kepala Desa Glagah, wawancara11 November 2014).

Humas sebagai Penasihat Ahlisangat berperan penting dalam prosespemecahan masalah yang dihadapi olehPemkab Kulon Progo. Bupati langsungmelakukan pendekatan-pendekatandengan warga yang menolak rencanapembangunan Bandara Internasional diKecamatan Temon sesuai dengan yangdisarankan oleh Humas.

b. Fasilitator KomunikasiDalam Peran Humas sebagai FasilitatorKomunikasi, Peran Humas PemkabKulon Progo dalam mengelola konflikterkait rencana pembangunan BandaraInternasional di Kecamatan Temonyaitu berkoordinasi dan bernegosiasidengan para awak media sertamemberikan informasi yang benar ten-tang proses pembangunan Bandara, de-ngan tujuan agar media tidak terlalumembesar-besarkan pemberitaan me-

ngenai pembangunan Bandara di wila-yah Temon agar konflik tidak semakinmemanas dikalangan masyarakat. Hu-mas berperan sebagai Komunikator da-lam kegiatan sosialisasi terkait rencanapembangunan Bandara Internasional diKecamatan Temon.

Humas membantu pihak Pem-kab untuk mendengarkan apa yang di-inginkan dan diharapkan oleh warganya,serta memberikan penerangan-pene-rangan menganai dampak-dampak po-sitif jika ada Bandara di Kabupaten Ku-lon Progo. Dengan adanya sosialisasidiharapankan warga bisa memahami,mendukung, serta menciptakan toleransiyang baik.

Hal ini senada dengan yang diungkapkan Dimcok dan Koening dalamRuslan (2007: 341), Humas memberikanpenerangan atau informasi tentang apayang telah diupayakan oleh suatulembaga atau instansi pemerintahanyang bersangkutan.

c. Fasilitator Proses PemecahanMasalahSebagai Fasilitator Proses PemecahanMasalah Humas Pemkab Kulon Progoberperan membantu Bupati dalampemecahan masalah yaitu dengan caramembuat tim, mengadakan rapat de-ngan kepala Desa, memberikan bantu-an kepada warga, mengadakan perte-muan antara Pemkab dengan masyara-kat guna membahas tuntutan-tuntutanwarga, mencarikan lahan pengganti un-tuk warga yang terkena dampak megaproyek Bandara dan berupaya membe-rikan pelatihan-pelatihan pendidikanyang tepat kepada warga sesuai dengankemampuanya. Tujuanya adalah ketikaada Bandara mereka bisa terserap men-jadi tenaga kerja lokal di Bandara.

d. Teknisi KomunikasiPeran Humas yang terakhir sebagai tek-nisi komunikasi atau method of commu-

87Vol. 08/No.01/April 2015

nication in organization. Dalam hal iniHumas Pemkab Kulon Progo berperanmempublikasikan kegiatan yang dila-kukan Pemkab dan PT. Angkasa Pura I(Persero) terkait rencana pembangun-an Bandara Internasional di Kecamat-an Temon seperti mempublikasikan ke-giatan sosialisasi pembangunan Banda-ra melalui media internet dengan mem-buat press release, dan newsleatter.

2. Tahapan Konflika. Pra Konflik

Prakonflik yang terjadi terkait rencanapembangunan Bandara Internasional diKecamatan Temon, Kabupaten KulonProgo, yaitu disebabkan oleh faktorkomunikasi, terdapat ketidaksesuaianinformasi yang didapat oleh wargamasyarakat serta adanya unsur profokasidari pihak-pihak yang tidak berke-pentingan. Warga tidak memahamidampak positif dari pembangunanBandara tersebut. Hal ini dikarenakanwarga tidak mendapatkan informasisecara utuh dari pemerintah mengenairencana pembangunan Bandara. Komu-nikasi yang tidak efektif menimbulkanpersepsi negatif dimata warga.

Hal senada juga diungkapkanoleh Agus M. Hardjana (1994: 24)apapun alasannya, komunikasi yanggagal membuat isi berita atas pesantidak lengkap dan tidak jelas, lengkapdan jelas tetapi tidak sampai pada sipenerima tidak baik dan tepat padawaktuya, sampai dengan baik dan tepatpada waktunya tetapi tidak diterima danditangkap utuh. Karena itu hasilnya ada-lah salah pengertian dan salah paham,dan itu menyebabkan konflik. SumberDaya Manusia yang rendah membuatwarga masyarakat lebih mudah untukdipengaruhi dan diprofokasi oleh pihakluar untuk menolak rencana pemba-ngunan Bandara di Kecamatan Temontersebut.

b. KonfrontasiPada tahap Konfrontasi, konflik terkaitrencana pembangunan Bandara Inter-nasional di Kecamatan Temon, Ka-bupaten Kulon Progo, semakin menye-ruak dikalangan masyarakat. Konflikpun semakin memanas ketika PejabatDesa Glagah tidak bisa memenuhikeinginan warganya untuk mendukungmenolak pembangunan Bandara. Wargayang tergabung dalam kelompok WTTpun ricuh dan mengamuk sertamelakukan aksi penyegelan Balai DesaGlagah.

Aksi penyegelan dan perusakanBalai Desa Glagah yang dilakukan olehkelompok WTT sebagai kelompokyang kontra terhadap rencana pemba-ngunan Bandara Internasional di Keca-matan Temon, mengakibatkan pelaya-nan publik terganggu. Aksi demontrasidan ketegangan-ketegangan antara war-ga masyarakat dengan pemerintah ter-jadi saat berlangsungnya sosialisasi ren-cana pembangunan Bandara Interna-sional baru di Kecamatan Temon. Ma-sa memblokir akses jalan raya di sepan-jang jalan Glagah. Aksi penolakan war-ga merupakan bentuk luapan emosiwarga, warga merasa di anak tirikanoleh Pemerintah Kabupaten Kulon Pro-go, maupun Pemerintah Daerah Isti-mewa Yogyakarta. Suara penolakanwarga yang tidak ditanggapi oleh peme-rintah baik oleh Pemkab Kulon Progomaupun Pemda DIY membuat wargakesal dan emosi, sehingga warga turunke jalan untuk melakukan aksi de-montrasi dan memblokir akses jalan disepanjang jalan Glagah untuk menolakrencana pembangunan Bandara Inter-nasional di Kecamatan Temon.

c. KrisisKonflik terkait rencana pembangunanBandara Internasional di KecamatanTemon, Kabupaten Kulon Progo, juga

88Jurnal Komunikasi PROFETIK

mengakibatkan krisis, yaitu krisis ke-percayaan masyarakat terhadap peme-rintah. Komunikasi antara kedua belahpihak pun terputus dan cenderung me-nuduh serta menentang pemerintah.Masyarakat yang menolak rencanapembangunan Bandara Internasional diKecamatan Temon tidak mempercayaihal-hal yang disampaikan oleh PemkabKulon Progo maupun PT. AngkasaPura I (Persero).

d. AkibatAkibat yang ditimbulkan dari konflikterkait rencana pembangunan BandaraInternasional di Kecamatan Temon,Kabupaten Kulon Progo, yaitu krisissosial. Masyarakat yang pro dan kontrasaling bermusuhan, keresahan warga,penyegelan Balai Desa, pemblokadeanjalan raya, dan lain-lain.

Tidak hanya itu, akibat yang di-timbulkan dari konflik yaitu adanya aksipenyegelan Balai Desa Glagah. Akibatdari penyegelan Balai Desa yang dila-kukan oleh warga penolak Bandara inimengakibatkan anggota WTT dipang-gil oleh pihak kepolisian terkait dugaanpenyegelan dan perusakaan fasilitas De-sa Glagah. Pemkab Kulon Progo mau-pun Pemerintah Desa Glagah menye-rahkan semuanya kepada pihak yangberwajib, yaitu pihak kepolisisan untukmenangani kasus tersebut. Akibat yangditimbulkan dari konflik terkait rencanapembangunan Bandara Internasional diKecamatan Temon, Kabupaten KulonProgo, yaitu krisis sosial dan aksi penye-gelan serta pengrusakan fasilitas BalaiDesa Glagah yang mengakibatkanpelayanan publik terganggu yangdilakukan oleh kelompok WTT yangberunjung dengan pemanggilan 7terduga untuk diproses lebih lanjut.

e. PascakonflikKonflik terkait rencana pembangunanBandara Internasional di Kecamatan

Temon, Kabupaten Kulon Progosampai saat ini masih terus berlangsung.Aksi-aksi penolakan pun masih sajadilakukan oleh kelompok WTT. Na-mun, pihak Pemkab Kulon Progo ber-upaya melakukan pendekatan-pende-katan dengan warga baik yang pro mau-pun yang kontra terkait rencana pem-bangunan Bandara Internasional ter-sebut harapan konflik ini bisa terse-lesaikan dengan baik.

Humas Pemkab Kulon Progotelah berusaha melakukan pendekatan-pendekatan melalui hati ke hati kepadawarganya yang akan terdampak Banda-ra dengan cara memberikan informasi-informasi, penerangan dan pemahamanyang sebenar-benarnya serta apa adanyamengenai proyek pembangunanBandara Internasional di KecamatanTemon, dengan harapan masyarakatbisa mendukung dan menyetujui proyekpembangunan Bandara tersebut.

3. Pengelolaan Konflika. Avoidance

Humas tidak melakukan penghindaranatau menghindari konflik yang terjadi diKecamatan Temon terkait rencanapembangunan Bandara Internasional.Humas berperan melakukan pen-dekatan-pendekatan kepada warga ma-syarakat dengan tujuan untuk bisa me-ngetahui tuntutan dan keinginan-ke-inginan warganya yang akan terkenadampak mega proyek Bandara.

b. Informal Problem SolvingHumas berperan memberikan sumbangsaran kepada Bupati untuk melakukanpendekatan secara informal di wilayahyang akan terkena dampak mega proyekBandara, yaitu dengan cara ber-silaturahmi dengan warga melalui ke-giatan safari ramadhan, syawalan, mem-berikan bantuan, dan takziah ketika adawarganya yang meninggal dunia baik itu

89Vol. 08/No.01/April 2015

warga yang netral, pro, maupun yangkontra.

c. NegotiationHumas berperan melakukan negosiasikepada warganya yang menolak dengancara mendatangi langsung kelompokWTT sebagai kelompok yang kontraterhadap rencana pembangunan Ban-dara dengan didampingi Kepala Desasetempat. Humas melakukan pen-dekatan-pendekatan dengan perwakilanwarga, dan organisasi-organisasikemasyarakatan.

d. MediationHumas dalam hal ini tidak berperan se-bagai mediator terkait rencana pem-bangunan Bandara Internasional di Ke-camatan Temon. Hal ini dikarenakanwarga yang menolak rencana pembang-unan Bandara sudah menutup diri dantidak mau berkomunikasi dengan pe-merintah. Warga penolak Bandara ber-prinsip pokoknya tidak! Terkait pem-bangunan Bandara di wilayah Temon,ini lah yang membuat Humas kesulitanuntuk memediasi warganya.

e. Executive Dispute Resolutions Ap-proachHumas belum bisa menghadirkan pihakketiga untuk memberi suatu bentukpenyelesaian konflik yang terjadi diKecamatan Temon terkait rencana pem-bangunan Bandara Internasional. Wargayang kontra tidak mau diajak ber-komunikasi dengan siapapun baik itupemerintah maupun PT. Angkasa Pura I(Persero). Unsur profokasi yang mem-buat warga tidak mau berkomunikasi lagidengan aparat pemerintah, baik ituPemerintah Provinsi, Kabupaten,maupun Pemerintah Desa setempat.

f. ArbitrationHumas belum bisa menghadirkan pihakketiga yang dianggap netral atau im-prasial, ini disebabkan warga yang kon-tra terhadap rencana pembangunan

Bandara sudah menutup diri, tidak maubertemu dan dipertemukan denganpihak manapun, baik pihak aparat pe-merintahan maupun pihak PT. Angka-sa Pura I (Persero). Warga yang kontraberprinsip pokoke Bandara harus diba-talkan. Warga takut Bandara hanya akanmembuat masyarakat sengsara, karenaBandara akan dibangun diatas lahanpertanian warga yang subur dan pro-duktif.

g. Judical ApproachHumas berperan melakukan pendeka-tan dengan pihak kepolisian untuk mem-beri kepastian hukum terkait penyegelandan pengrusakan Balai Desa Glagahyang dilakukan oleh kelompok WTTsebagai kelompok yang kontra terhadaprencana pembangunan BandaraInternasional yang mengakibatkan pe-layanan publik terganggu.

h. Legislative ApproachHumas berperan melakukan pendeka-tan legislatif melalui musyawarah de-ngan lembaga perwakilan rakyat yaituDPRD, Camat, dan Kepala Desa setem-pat yang wilayahnya akan terkena dam-pak mega proyek Bandara guna me-mecahkan permasalahan yang terjadi diKecamatan Temon terkait rencanapembangunan Bandara Internasional.

i. Extra Legal ApproachPemkab Kulon Progo telah menerap-kan tindakan tegas kepada siapapun baikitu warga yang pro maupun kontra, yangberbuat vandalisme. Tindakan inidilakukan untuk mengantisipasi hal-halyang tidak di inginkan saat berlangsung-nya konslutasi publik. Pemkab KulonProgo menginginkan konsultasi publikberjalan lancar dan kondusif sehinggasemua masyarakat baik pro maupunkontra bisa memahami maksud, tujuan,serta manfaat dibangunya BandaraInternasional di Kecamatan Temon.Dalam hal ini Humas berperan sebagai

90Jurnal Komunikasi PROFETIK

penasihat ahli dengan memberikansumbang saran dan pernyataan kepadaBupati tentang apa yang seharusnyadilakukan ketika terjadi konflik secaralangsung.

KESIMPULANPeran Humas Pemkab Kulon Progo

bertanggung jawab dalam mengelola konflik diKecamatan Temon terkait rencana pembangu-nan Bandara Internasional. Humas melakukansosialisasi dan pemecahan masalah secara infor-mal dengan melakukan pendekatan-pendekatanterhadap warga yang akan terkena dampakmega proyek Bandara yang dikemas dalambentuk kegiatan safari ramadhan, syawalan,takziah, memberi bantuan sarana dan prasaranakepada masyarakat, melakukan negosiasiterhadap warga dan media, melakukan pen-dekatan judical dan legislative dengan pihakkepolisian, DPRD, Camat, dan Kepala Desadari lima wilayah terdampak Bandara dalambentuk musyawarah guna merumuskan solusipemecahan masalah yang sedang terjadi. Sertamemberikan informasi yang aktual sesuai de-ngan keadaan yang sebenarnya kepada masya-rakat dan media terkait pembangunan Bandaradi Kecamatan Temon dan menerapkan hukumtambahan bagi warga yang berbuat vandalisme.

SARANAda beberapa saran yang peneliti ha-

rapkan bisa menjadi masukan, meskipun sa-ran ini jauh dari sempurna. Adapun saran yangdimaksud sebagai berikut:

1. Bagi PT. Angkasa Pura I (Persero)a. Alangkah baiknya jika PT. Angkasa Pura

I (Persero) selaku pembangun dan pe-ngelola Bandara turun tangan langsungmenangani konflik yang terjadi. Sehing-ga masyarakat akan mendapatkaninformasi yang detail langsung darisumbernya mengenai konsep Bandarayang akan dibangun di wilayah Temon.

b. Diharapkan PT. Angkasa Pura I (Perse-

ro) membuat program-program CSRyang berkelanjutan di wilayah yang akanterkena dampak mega proyek Bandara.Tujuanya untuk mendekatkan diridengan masyarakat sehingga diharap-kan bisa menciptakan hubungan yangsaling pengertian, menghargai, dan men-dukung.

2. Bagi Pemerintah Provinsi DIY danPemkab Kulon Progo

a. Peneliti berharap alangkah baiknya SriSultan Hamengku Buwono X dan SriPaduka Paku Alam IX selaku Raja se-kaligus Gubernur dan Wakil GubernurDaerah Istimewa Yogyakarta berkenanturun ke masyarakat, berbicara lang-sung kepada warga dengan memberi-kan pemahaman dan penerangan ten-tang dampak positif pembangunanBandara Internasional di KecamatanTemon. Sebab, penolakan yang terjadisemakin memanas.

b. Dalam proses menyakinkan masyara-kat yang akan terkena dampak megaproyek Bandara, Pemkab harus mem-punyai metode komunikasi khusus se-hingga tidak hanya terpaku pada Un-dang – Undang No. 2 Tahun 2010 me-ngenai pengadaan lahan bagi kepenti-ngan publik saja. Dengan begitu diha-rapkan warga yang akan terkena dam-pak mega proyek Bandara memahamiserta mendukung program pemerintahini.

DAFTAR PUSTAKAAl-Qur’an dan Terjemahannya. 2009.

Diterjemahkan oleh Lajnah PentashihMushaf Al-Qur’an DepartemenAgama Republik Indonesia. Bandung:Syaamil Al-Qur’an.

Agus M. Hardjana. 1994. Konflik Di TempatKerja. Yogyakarta: Kanisius

91Vol. 08/No.01/April 2015

Bungin, Burhan. 2007. Penelitian Kualitatif(Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publikdan Ilmu Sosial Lainnya). Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Bungin, Burhan. 2004. Metodologi PenelitianKualitatif. Jakarta: PT Raja GrafindoPersada

Fisher, Simon, dkk. 2001: Mengelola KonflikKeterampilan Dan Strategi UntukBertindak. Jakarta: The British Council,Zed Books.

Ismail Nawawi. 2009. Manajemen KonflikIndustrial. Surabaya: ITSPress

Kriyantono, Rakhmat. 2006. Teknis PraktisRiset Komunikasi. Jakarta: Kencana

Moleong. 2005. Metode Penelitian Kualitatif.Bandung: PT Remaja Rosdakarya

Novri, Susan. 2010. Pengantar Sosiologi Konflikdan Isu-isu Konflik Kontemporer. Jakarta:Kencana Prenada Media Group

Pawito, Ph. D. 2007. Penelitian KomunikasiKualitatif. Yogyakarta: LkiS

Roy J. Lewicki, dkk. 2012. Negosiasi Negotia-tion. Jakarta: Salemba Humanika,

Ruslan, Rosadi. 2007. Manajemen PublicRelations dan Media Komunikasi. Jakarta:PT. RajaGrafindo Persada.

Wirawan. 2010. Konflik dan Manajemen Konflik:Teori, Aplikasi dan Penelitian. Jakarta:Salemba Humanika.

Sumber Internet:

http://www.angkasapura1.co.id/ Diaksespada 9 April 2014 pukul 19.48 WIB.

http://www.koran-sindo.com/node/358469Diakses pada 7 September 2014 pukul13.24 WIB.

http://www.tribunnews.com/regional/2014/04/10/warga-demo-tolak-pembangunan-bandara-temonDiakses pada 6 Mei 2014 pukul 07.12WIB.

http://video.liputan6.com/read/2035482/ricuh-penolakan-pembangunan-bandara-kulon-progo diakses 11/5/2014 pukul 8.56 WIB.