pemanfaatan komoditas ubi kayu sebagai sumber pangan lokal di nusa tenggara timur
TRANSCRIPT
PEMANFAATAN KOMODITAS UBI KAYU SEBAGAI SUMBER PANGAN ALTERNATIF DI NUSA TENGGARA
TIMUR
Makalah
disusun sebagai tugas mata kuliah Pengentar Teknologi Pangan
oleh
Muhammad Musyafa’ Al Faruq 203131756630400
Program Studi Nutrition and Food Technology
Fakultas Life Sciences
Surya University
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nusa Tenggara Timur merupakan sebuah provinsi Indonesia yang terletak
di tenggara Indonesia. Provinsi ini terdiri dari beberapa pulau, antara lain Flores,
Sumba, Timor, Alor, Lembata, Rote, Sabu, Adonara, Solor, Komodo dan Palue.
Ibukotanya terletak di Kupang. Provinsi Nusa Tenggara Timur dikenal beriklim
kering. Musim kemarau berlangsung selama 8 (delapan) bulan, yakni periode
bulan April sampai Nopember, sedangkan periode musim hujan hanya
berlangsung selama 4 (empat) bulan yaitu berkisar antara bulan Desember
sampai Maret.
Saat terjadi musim kemarau, NTT sangat beresiko mengalami situasi
rawan pangan karena hampir setiap kabupaten di NTT mengalami kekeringan.
NTT sudah beberapa kali berada dalam krisis pangan karena gagal memenuhi
ketersediaan konsumsi makanan sehari-hari penduduk. Hal ini diperparah
dengan adanya perubahan paradigma masyarakat tentang pangan. Saat ini
makanan pokok masyarakat NTT telah beralih dari umbi-umbian menjadi beras.
Masyarakat NTT menganggap jika mereka belum makan nasi maka mereka
belum makan. Untuk memenuhi kebutuhan akan beras, pemerintah NTT
mendatangkan beras dari daerah lain.
Jika keadaan ini terus berlanjut, maka ketahanan pangan di NTT akan
semakin terancam karena peningkatan kebutuhan tidak sebanding dengan
1
jumlah produksi beras, mengingat kondisi alam di NTT yang tidak begitu
mendukung untuk pertanian beras.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya untuk membangun ketahanan pangan
di NTT, salah satunya adalah dengan merubah paradigma masyarakat agar mau
kembali ke pangan lokal. Salah satu bahan pangan lokal yang dapat menjadi
alternatif adalah ubi kayu. Selain dapat ditanam di daerah dengan iklim kering,
ubi kayu juga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi serta harganya yang
relatif murah. Oleh karena itu, ubi kayu sangat cocok untuk dijadikan bahan
pangan alternatif pengganti beras.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, ada tiga rumusan masalah. Pertama,
apakah ubi kayu dapat dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif di NTT?
Kedua, apakah ubi kayu layak dimanfaatkan sebagai sumber pangan alternatif?
Ketiga, apakah ubi kayu dapat diterima oleh masyarakat sebagai bahan
makanan pokok?
1.3 Tujuan Penulisan Makalah
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui apakah ubi kayu
dapat digunakan sebagai bahan pangan alternatif pengganti beras di Provinsi
NTT serta mengetahui apakah ubi kayu dapat diterima oleh masyarakat sebagai
bahan makanan pokok.
1.4 Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan makalah ini adalah metode studi
pustaka. Penulis mempelajari topik dari beberapa buku referensi, jurnal, dan
internet (online) yang dibahas dalam makalah ini.
2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Ketahanan Pangan di Nusa Tenggara Timur
Nusa Tenggara Timur merupakan salah satu dari beberapa provinsi di
Indonesia yang mengalami rawan pangan. Berdasarkan Peta Ketahanan
Pangan dan Kerentanan Pangan Indonesia tahun 2009, NTT memiliki daerah
atau kabupaten berstatus rawan pangan dengan jumlah yang tinggi. Meskipun
sebenarnya beberapa daerah di NTT merupakan daerah surplus pangan dalam
produksi Serealia atau kacang-kacangan, akan tetapi produksi pangan tidak
merata, masih banyak kabupaten dan kecamatan mengalami defisit bahan
pangan pokok.1
1 Rhesa Ivan Lorca, “NTT, Fokus Kerja WFP dalam Hal Ketahanan Pangan.”, Pedoman News, 06 April 2013, http://pedomannews.com/green-life-health/20702-ntt-fokus-kerja-wfp-dalam-hal-ketahanan-pangan
*berdasarkan survey terakhir tahun 2009 Sumber : http://bkp. deptan.go.id/ Peta_ Ketahanan_ dan_ Kerentanan_ Pangan_ Indonesia_2009
3
Hampir setiap tahun NTT megalami krisis pangan. Infrastruktur pertanian
yang tidak memadai maupun kondisi alam yang tidak baik sering dijadikan
alasan kegagalan tersebut.2 Provinsi Nusa Tenggara Timur memang dikenal
beriklim kering. Musim kemarau berlangsung selama 8 bulan. Suhu udara
maksimum rata-rata berkisar antara 30°C s/d 36°C dengan curah hujan rata–
rata adalah 1.164 mm/tahun.3 Musim kemarau yang panjang serta curah hujan
yang minim sangat beresiko menimbulkan gagal panen bagi beberapa
komoditas pangan.
Perubahan paradigma masyarakat tentang makanan pokok yang semula
adalah jagung dan umbi-umbian menjadi beras semakin memperburuk keadaan.
Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional angka konsumsi beras di
NTT mencapai 113 kilogram per orang selama satu tahun.4 Ini menunjukkan
bahwa tingkat konsumsi beras penduduk NTT cukup tinggi.
Sementara itu, produksi beras di NTT tidak mampu untuk mencukupi
kebutuhan masyarakat. Untuk memenuhi kebutuhan akan beras, pemerintah
NTT mendatangkan beras dari Jawa dan Sulawesi.5 Akibatnya ketergantungan
beras dari daerah lain semakin besar. Ketergantungan pada beras menjadi
berbahaya ketika masyarakat tidak memiliki alternatif lain untuk memenuhi
kebutuhan makanan. Jika produksi beras mengalami gangguan, secara
langsung ketahanan pangan juga akan terganggu.
No. Tahun Luas Panen (Ha) Produktivitas (Ku/Ha) Produksi (Ton)2 “Perkuat Pangan NTT dengan Diversivikasi Pangan.” Surya, 12 Mei 2010, www.surya.co.id.3 “Kondisi Geografis Provinsi Nusa Tenggara Timur.”, http://nttprov.go.id/, diakses 28 November 20134 “Pemda NTT Gencar Kampane Kembali ke Pangan Lokal”, Portal KBR, 18 Oktober 2013, http://www.portalkbr.com/nusantara/nusatenggara/2982395_4265.html.5 Ibid.
4
1. 2010 174674.00 31.80 555493.00
2. 2011 195201.00 30.30 591371.00
3. 2012 200094.00 34.91 698566.00
Tabel : Luas Panen- Produktivitas- Produksi Tanaman Padi Provinsi Nusa Tenggara Timur*Sumber : bps.go.id
Laju pertumbuhan penduduk yang tinggi di NTT menjadi tantangan lain
yang perlu dihadapi dalam pemenuhan kebutuhan pangan. Tahun 2015
penduduk provinsi NTT diperkirakan akan mencapai 5.1 juta jiwa. Untuk
mengatasi masalah rawan pangan ini, perbaikan-perbaikan harus dilakukan,
khususnya dalam merubah pola konsumsi masyarakat agar tidak terlalu
tergantung kepada beras.
Gambar : Proyeksi Penduduk NTT Menurut Pulau dan Provinsi Tahun 2005 – 2015
*Sumber : FSVA Report of Nusa Tenggara Timur 2010
2.2 Kandungan Gizi Ubi Kayu
5
6
Ubi kayu atau singkong (Mannihot esculenta) berasal dari Brazil, Amerika
Selatan, menyebar ke Asia pada awal abad ke-17 dibawa oleh pedagang
Spanyol dari Mexico ke Philipina. Kemudian menyebar ke Asia Tenggara,
termasuk Indonesia. Ubi kayu termaasuk tumbuhan berbatang pohon lunak atau
getas (mudah patah), berbatang bulat, dan bergerigi yang terjadi dari bekas
pangkal tangkai daun, bagian tengahnya bergabus dan termasuk tumbuhan
yang tinggi. Ubi kayu bisa mencapai ketinggian 1-4 meter.
Ubi kayu sangat cocok untuk dijadikan sebagai bahan pangan pokok. Ubi
kayu merupakan salah satu sumber karbohidrat yang berasal dari kelompok
umbi-umbian. Meskipun kalori yang dihasilkan ubi kayu lebih rendah
dibandingkan beras, ubi kayu memiliki kandungan zat gizi lain yang penting bagi
tubuh, seperti : zat besi, fosfor, kalsium, dan vitamin.
Tabel : Perbandingan Gizi Ubi Kayu dan Beras
*Sumber : Departemen Kesehatan RI, (1992)
Selain itu, ubi kayu juga memiliki kandungan serat yang tinggi. Serat
merupakan salah satu komponen gizi yang sangat penting bagi tubuh. Serat pangan
memiliki manfaat-manfaat bagi kesehatan diantaranya untuk melancarkan
pencernaan, pencegahan kanker kolon, serta membantu dalam program diet6.6 Clara M. Kusharto, “Serat Makanan dan Perannya Bagi Kesehatan”, Jurnal Gizi dan Pangan, November 2006 1(2) : 45-54.
Informasi Gizi Beras Ubi kayuKalori (kal) 365 146Karbohidrat (gr) 79 34,7Protein (gr) 7,13 1,2Lemak (gr) 0,66 0,3Kalsium (mg) 28 33Fosfor (mg) 1,15 40Besi (mg) - 0,7Vitamin A (SI) - 0Vitamin B1 (mg) - 0,006Vitamin C (mg) - 30Serat 0,4 1,6Air (gr) 11,62 62,5
Nilai Kalori ubi kayu memang lebih rendah dibandingkan beberapa
sumber karbohidrat lain. Untuk itu, kebutuhan kalori cukup 50% saja yang
diperoleh dari karbohidrat. Untuk seorang pekerja berat rata-rata membutuhkan
3600 kalori per hari. Dengan mengkonsumsi 11,69 gram ubi kayu maka dapat
diperoleh sekitar 1800 kalori. Sisa kebutuhan kalori dapat diperoleh dari protein
dan lemak yang dimakan7.
2.3 Potensi Ubi Kayu di NTT
Ubi kayu merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat yang
memiliki produktivitas paling tinggi per satuan luas lahan bila dibandingkan
dengan tanaman padi, jagung dan ubi jalar. Meskipun demikian peranan ubi
kayu sebagai penyedia karbohidrat masih lebih rendah dibanding dengan padi,
dan jagung.
Tabel : Produktivitas Rata-rata Bahan Pangan di Indonesia 2012
Komoditas Produktivitas (Ku/Ha)
Ubi Kayu 220
Ubi Jalar 119
Padi 47
Jagung 45
*diolah dari data bps.go.id
Ubi kayu sebenarnya bukanlah bahan pangan baru bagi masyarakat
Nusa Tenggara Timur. Ubi kayu adalah salah satu makanan pokok lokal di NTT.
Namun, seiring perkembangan dunia, makanan pokok tersebut bergeser jauh
dan masyarakat mulai melupakan ubi kayu dan mengonsumsi beras.
7 “Ubi Kayu, Sumber Pangan Alternatif”, http://bkp.kalselprov.go.id/det_halaman.php?berita=169, diakses 30 November 2013
Kebanyakan masyarakat menganggap ubi adalah makanan kuno, masyarakat
lebih tertarik mengkonsumsi beras.
Beras yang saat ini menjadi makanan pokok sebenarnya dapat digantikan
dengan produk lain yang dapat dihasilkan oleh masyarakat lokal seperti ubi
kayu. NTT sendiri sebenarnya memiliki potensi yang besar sebagai daerah
produsen ubi kayu. Tanaman ubi kayu dapat beradaptasi luas di daerah beriklim
panas. Kondisi iklim yang ideal untuk pertumbuhan ubi kayu adalah daerah yang
bersuhu minimum 10°C dengan curah hujan 700 mm – 1500 mm/tahun. Hampir
semua jenis tanah pertanian cocok ditanami ubi kayu karena tanaman ini toleran
terhadap berbagai jenis dan tipe tanah. Jenis tanah yang yang paling ideal
adalah jenis aluvial, latosol, podsolik merah kuning, mediteran, grumosol dan
andosol8.
Syarat-syarat tumbuh ubi kayu tersebut telah dimiliki NTT. Provinsi Nusa
Tenggara Timur beriklim kering dengan suhu udara maksimum rata-rata berkisar
antara 30°C s/d 36°C dan curah hujan rata–rata adalah 1.164 mm/tahun.
Adapun jenis-jenis tanah pertanian di NTT meliputi mediteran (Manggarai,
Sumba, Kupang, Flores Timur, Sikka, Ende dan Ngada), latosol (semua
kabupaten kecuali Ende), alluvial (Belu, Sumba, Kupang, TTS dan Ngada),
grumosol (Kupang, TTS, TTU, Belu), regosol (Sikka, Ende, Flores Timur)9.
Dengan kondisi yang mendukung tersebut NTT dapat menjadi daerah sentra
produksi ubi kayu di Indonesia.
Sementara itu, akibat perubahan pola konsumsi masyarakat yang beralih
ke beras, produksi ubi di NTT mengalami fluktuasi. Para petani mulai
8 Ir. H. Rahmat Rukmana, MBA., M.Sc., 2002, Ubi Kayu, Budidaya dan Pasca Panen, Kanisius, Yogyakarta, hlm 36 – 37.9 Dati Nawastuti Lewoema, S.Pt., “Mampukah Lahan Kering NTT Berproduksi”, http://www.eputobi.net/page42.html, diakses 28 November 2013
meninggalkan ubi kayu dan menanam padi. Mereka menganggap menanam
padi lebih menguntungkan karena lebih diminati masyarakat.
Gambar : Produksi Ubi Kayu NTT Berdasarkan Provinsi Tahun 2005 – 2009
*Sumber :FSVA Report of Nusa Tenggara Timur 2010
Saat ini, lahan pertanian yang digunakan untuk budidaya ubi kayu di NTT
baru seluas 89.282 Ha, padahal ada sekitar 3.351.241 hektar lahan kering yang
tersedia. Dari lahan seluas hampir 3,5 juta hektar tersebut ternyata baru 34%
yang telah dikelola oleh masyarakat untuk sektor pertanian.10 Ini berarti potensi
untuk mengembangkan ubi kayu di NTT masih sangat terbuka lebar. Apabila
lahan yang ada dapat dimaksimalkan untuk menanam ubi kayu, maka
kebutuhan masyarakat NTT akan makanan pokok dapat tercukupi.
2.4 Pemanfaatan Ubi Kayu Sebagai Makanan Pokok di NTT
Seperti yang telah disebutkan di atas, ubi kayu sebenarnya merupakan
makanan lokal penduduk NTT. Namun, popularitas ubi kayu mulai menurun sejak
10 Ibid.
masyarakat mengenal beras. Beras yang saat ini menjadi makanan pokok
masyarakat tidak dapat diproduksi sendiri dalam jumlah yang cukup di provinsi
NTT akibat berbagai faktor, terutama kondisi iklim yang tidak mendukung. Untuk
memenuhi kebutuhan, pemerintah NTT terpaksa mendatangkan beras dari daerah
lain. Keadaan ini tentunya tidak menguntungkan provinsi NTT karena akan
mengakibatkan ketergantungan terhadap daerah lain. Hal ini akan berdampak
terhadap ketahanan pangan di NTT.
Salah satu yang dapat dilakukan untuk memperbaiki ketahanan pangan
NTT adalah dengan mengubah pandangan masyarakat terhadap makanan pokok
dengan mencari bahan pangan alternatif yang dapat diproduksi sendiri oleh
provinsi NTT. Ubi kayu merupakan salah satu bahan pangan yang dapat menjadi
solusi.
Namun, satu hal yang menjadi masalah adalah mengubah paradigma
masyarakat NTT agar mau kembali mengonsumsi ubi kayu. Untuk mewujudkan hal
tersebut, upaya pemerintah dalam menyadarkan masyarakat akan potensi pangan
lokal, terutama ubi kayu, sangat diperlukan. Pemerintah harus dapat meyakinkan
masyarakat bahwa ubi kayu tidak kalah baiknya dengan beras jika dijadikan
makanan pokok. Masyarakat harus diberikan pemahaman dengan memberikan
fakta-fakta yang mendukung ubi kayu sebagai makanan pokok, salah satunya
tentang kandungan gizi ubi kayu itu sendiri. Ubi kayu memiliki kandungan gizi yang
tinggi, terutama kandungan mineral, vitamin, dan serat yang menjadikan ubi kayu
sebagai makanan yang sehat untuk dikonsumsi.
Sebagai bahan pangan, ubi kayu dapat diolah melalui serangkaian proses
menjadi berbagai macam makanan untuk meningkatkan nilai tambah. Ubi kayu
dapat diolah menjadi ubi rebus, ubi goreng, ubi bakar, getuk, tape keripik dan lain
sebagainya11. Selain itu, ubi kayu juga dapat diolah menjadi produk intermediet
untuk diolah kembali sebagai bahan baku industri, seperti tepung kasava dan
tepung tapioka. Selain itu, ampas yang dihasilkan dari pengolahan ubi kayu,
khususnya tepung tapioka, dapat dijadikan pakan ternak, bahkan ampas tapioka
tersebut dapat dimanfaatkan kembali menjadi makanan dengan cara dijemur,
kemudian dikukus dan disantap bersama lauk dan sayur, seperti halnya yang
dilakukan oleh masyarakat di Cirendeu, Cimahi, Kabupaten Bandung, masyarakat
di sana menyebutnya Rasi12. Disamping itu, ubi kayu memiliki keunggulan lain
dibandingkan bahan pangan pokok lain, yaitu harganya yang relatif lebih murah.
Dengan fakta-fakta tersebut semestinya ubi kayu dapat diterima oleh masyarakat
NTT sebagai bahan pangan yang sehat dan murah, sehingga masyarakat mulai
mau kembali mengonsumsi ubi kayu.
Tabel : Harga Komoditas Pangan NTT 19 Desember 2013
Komoditas Pangan Harga per Kg (Rp)Beras Premium 9.000Beras Bulog 7.400Jagung 5.500Ubi Kayu 2.200
*Sumber : http://pip.kementan.org/
11 Ir. H. Rahmat Rukmana, MBA., M.Sc. & Hj. Yuyun Yuniarsih, SP., MBA., MM., 2001, “Aneka Olahan Ubi Kayu” Kanisius, Yogyakarta, hlm 7.12 Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, “Inovasi Pengolahan Singkong Meningkatkan Pendapatan dan Diversifikasi Pangan”, Agro Inovasi, Edisi 4-10 Mei 2011 No. 3404\ tahun XLI.