paper competition - hmt-itb

110
1 PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara, serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian Pemodelan CFD mengenai Pengaruh Variasi Laju Aliran Massa Udara terhadap Profil Temperatur Rotary Kiln pada Proses Roasting Bijih Nikel Muhammad Fatih Ar Rizqy [1] , Rizqi Dharma Hendrawan [2] , Achmad Zanuar Reza [3] [1,2,3] Institut Teknologi Bandung ABSTRAK Rotary kiln memegang peranan penting dalam serangkaian proses pengolahan bijih nikel dengan metode Rotary Kiln-Electric Furnace (RKEF). Perpindahan panas merupakan aspek terpenting yang menentukan unjuk kerja dari rotary kiln dalam proses roasting dan pre-reduction bijih nikel yang akan dikonversi menjadi ferronikel, nikel-matte maupun nickel-pig iron (NPI). Perpindahan panas ini mencakup profil temperatur di sepanjang rotary kiln maupun temperatur nyala api yang dihasilkan dari pembakaran pada burner. Proses yang terjadi di dalam rotary kiln, meliputi penghilangan air permukaan, penghilangan air kristal, reduksi sebagian NiO menjadi Ni, reduksi Fe2O3 menjadi FeO dan reduksi sebagian FeO menjadi Fe, serta produksi kalsin. Penelitian ini akan membahas mengenai simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk mengetahui pengaruh variasi laju aliran massa udara terhadap profil temperatur rotary kiln. CFD merupakan metode pemodelan digital yang memiliki berbagai fungsi, salah satunya untuk mengetahui suatu aliran secara akurat dengan cara menyelesaikan persamaan fenomena transpor. Dengan adanya CFD, pengamatan terhadap profil temperatur pada rotary kiln dapat dilakukan dengan mudah dibandingkan pengamatan langsung di lapangan yang membutuhkan banyak waktu dan biaya, serta proses yang lebih rumit karena harus mempertimbangkan berbagai parameter lain yang sulit dikontrol, tapi turut memengaruhi proses dalam rotary kiln. Simulasi CFD dilakukan melalui perangkat lunak Ansys SpaceClaim untuk membuat geometri rotary kiln yang diasumsikan berlaku axi-symmetric, serta Ansys Fluent yang menerapkan Finite Volume Method untuk memperoleh data berupa kontur suhu, kecepatan, dan fraksi massa dalam berbagai variasi λ, yaitu nilai yang menyatakan rasio O2 berlebih. Variasi λ dilakukan pada 2,5; 5; 7,5; 10; 12,5 dengan suhu input udara dan bahan bakar berupa CH4 pada 293 K. Pengumpulan data melalui studi literatur juga dilakukan untuk mengumpulkan data pendukung, seperti dimensi alat dan model turbulen K-ε. Melalui simulasi ini dapat diperoleh profil temperatur yang sesuai berdasarkan data literatur agar reaksi yang terjadi selama proses roasting bijih nikel dapat berlangsung dengan optimum. Hasil simulasi menunjukkan bahwa profil temperatur yang paling sesuai diperoleh pada variasi laju aliran massa udara sekunder 6,71 kg/s dengan λ = 10. Profil temperatur yang sesuai tidak hanya berpengaruh pada proses roasting yang lebih optimum, tetapi juga dapat memperpanjang umur pakai dari lapisan refraktori yang berdampak pada penurunan biaya operasi. Kata Kunci: CFD, laju aliran massa, nikel, profil temperatur, rotary kin 1.PENDAHULUAN Mastorakos, et. al. menjelaskan simulasi CFD pada cement/rotary kiln dapat digunakan untuk mempelajari perpindahan panas, reaksi kimia pada klinker, maupun pemodelan nyala api [13] . Kendati demikian, pemodelan dan simulasi CFD mengenai perpindahan panas pada rotary kiln yang ada saat ini belum sepenuhnya dapat menjelaskan mengenai perpindahan panas untuk proses lain, misalnya proses roasting dan pre-reduction pada pengolahan nikel laterit. Dalam penelitian ini, penulis melakukan simulasi CFD 2D untuk mengetahui pengaruh variasi laju aliran massa udara terhadap profil temperatur di dalam rotary kiln dengan bahan bakar berupa CH4. Dari beberapa pilihan variasi yang ada kemudian dapat ditentukan berapa laju aliran udara yang dibutuhkan untuk menghasilkan profil temperatur yang sesuai dengan data literatur yang telah ada sebelumnya. Profil temperatur yang sesuai diperlukan agar reaksi yang terjadi selama proses roasting bijih nikel dapat terjadi dengan optimum. Selain itu, profil temperatur yang sesuai juga dapat memperpanjang umur pakai dari lapisan refraktori pada rotary kiln yang berdampak pada penurunan biaya operasi. 2. TEORI DASAR Rotary kiln banyak digunakan dalam berbagai proses pengolahan mineral, mulai dari produksi semen, produksi spodumene (litium), reduksi bijih

Upload: khangminh22

Post on 17-Mar-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara, serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian

Pemodelan CFD mengenai Pengaruh Variasi Laju Aliran Massa Udara

terhadap Profil Temperatur Rotary Kiln pada Proses Roasting Bijih Nikel Muhammad Fatih Ar Rizqy[1], Rizqi Dharma Hendrawan[2], Achmad Zanuar Reza[3]

[1,2,3] Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Rotary kiln memegang peranan penting dalam serangkaian proses pengolahan bijih nikel dengan metode Rotary

Kiln-Electric Furnace (RKEF). Perpindahan panas merupakan aspek terpenting yang menentukan unjuk kerja

dari rotary kiln dalam proses roasting dan pre-reduction bijih nikel yang akan dikonversi menjadi ferronikel,

nikel-matte maupun nickel-pig iron (NPI). Perpindahan panas ini mencakup profil temperatur di sepanjang rotary

kiln maupun temperatur nyala api yang dihasilkan dari pembakaran pada burner. Proses yang terjadi di dalam

rotary kiln, meliputi penghilangan air permukaan, penghilangan air kristal, reduksi sebagian NiO menjadi Ni,

reduksi Fe2O3 menjadi FeO dan reduksi sebagian FeO menjadi Fe, serta produksi kalsin. Penelitian ini akan

membahas mengenai simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk mengetahui pengaruh variasi laju

aliran massa udara terhadap profil temperatur rotary kiln. CFD merupakan metode pemodelan digital yang

memiliki berbagai fungsi, salah satunya untuk mengetahui suatu aliran secara akurat dengan cara menyelesaikan

persamaan fenomena transpor. Dengan adanya CFD, pengamatan terhadap profil temperatur pada rotary kiln

dapat dilakukan dengan mudah dibandingkan pengamatan langsung di lapangan yang membutuhkan banyak

waktu dan biaya, serta proses yang lebih rumit karena harus mempertimbangkan berbagai parameter lain yang

sulit dikontrol, tapi turut memengaruhi proses dalam rotary kiln. Simulasi CFD dilakukan melalui perangkat lunak

Ansys SpaceClaim untuk membuat geometri rotary kiln yang diasumsikan berlaku axi-symmetric, serta Ansys

Fluent yang menerapkan Finite Volume Method untuk memperoleh data berupa kontur suhu, kecepatan, dan fraksi

massa dalam berbagai variasi λ, yaitu nilai yang menyatakan rasio O2 berlebih. Variasi λ dilakukan pada 2,5; 5;

7,5; 10; 12,5 dengan suhu input udara dan bahan bakar berupa CH4 pada 293 K. Pengumpulan data melalui studi

literatur juga dilakukan untuk mengumpulkan data pendukung, seperti dimensi alat dan model turbulen K-ε.

Melalui simulasi ini dapat diperoleh profil temperatur yang sesuai berdasarkan data literatur agar reaksi yang

terjadi selama proses roasting bijih nikel dapat berlangsung dengan optimum. Hasil simulasi menunjukkan bahwa

profil temperatur yang paling sesuai diperoleh pada variasi laju aliran massa udara sekunder 6,71 kg/s dengan λ

= 10. Profil temperatur yang sesuai tidak hanya berpengaruh pada proses roasting yang lebih optimum, tetapi juga

dapat memperpanjang umur pakai dari lapisan refraktori yang berdampak pada penurunan biaya operasi.

Kata Kunci: CFD, laju aliran massa, nikel, profil temperatur, rotary kin

1.PENDAHULUAN

Mastorakos, et. al. menjelaskan simulasi CFD

pada cement/rotary kiln dapat digunakan untuk

mempelajari perpindahan panas, reaksi kimia pada

klinker, maupun pemodelan nyala api[13]. Kendati

demikian, pemodelan dan simulasi CFD mengenai

perpindahan panas pada rotary kiln yang ada saat

ini belum sepenuhnya dapat menjelaskan

mengenai perpindahan panas untuk proses lain,

misalnya proses roasting dan pre-reduction pada

pengolahan nikel laterit. Dalam penelitian ini,

penulis melakukan simulasi CFD 2D untuk

mengetahui pengaruh variasi laju aliran massa

udara terhadap profil temperatur di dalam rotary

kiln dengan bahan bakar berupa CH4. Dari

beberapa pilihan variasi yang ada kemudian dapat

ditentukan berapa laju aliran udara yang

dibutuhkan untuk menghasilkan profil temperatur

yang sesuai dengan data literatur yang telah ada

sebelumnya. Profil temperatur yang sesuai

diperlukan agar reaksi yang terjadi selama proses

roasting bijih nikel dapat terjadi dengan optimum.

Selain itu, profil temperatur yang sesuai juga dapat

memperpanjang umur pakai dari lapisan refraktori

pada rotary kiln yang berdampak pada penurunan

biaya operasi.

2. TEORI DASAR

Rotary kiln banyak digunakan dalam berbagai

proses pengolahan mineral, mulai dari produksi

semen, produksi spodumene (litium), reduksi bijih

2

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

besi, ferrovanadium, nikel karbonat sampai nikel

laterit[16]. Dalam proses pengolahan nikel laterit,

rotary kiln digunakan dalam proses Rotary Kiln-

Electric Furnace (RKEF) bersama dengan rotary

dryer dan electric furnace untuk mengolah nikel

laterit menjadi ferronikel, nikel-matte maupun

nickel-pig iron (NPI). RK-EF merupakan proses

utama yang digunakan dalam industri pengolahan

nikel laterit saat ini[10]. Dengan adaptabilitas yang

baik, RK-EF dapat digunakan untuk mengolah

berbagai variasi bijih nikel laterit[10]. RK-EF juga

menawarkan keuntungan, seperti kemampuan

produksi skala besar, kematangan proses yang

sudah terjamin, serta kualitas produk akhir yang

baik[10].

Pada RK-EF, rotary kiln memegang peranan

penting dalam proses roasting dan pre-reduction

bijih nikel[10]. Proses ini mencakup penghilangan

air permukaan pada suhu sekitar 300 oC,

penghilangan air kristal pada suhu sekitar 600 –

700 oC (dekomposisi garnierite dan goethite),

reduksi sebagian NiO (20 – 25%) menjadi Ni,

Fe2O3 menjadi Fe dan FeO (±5%) menjadi Fe,

serta produksi kalsin pada suhu sekitar 750 – 900 oC[6]. Proses roasting dan pre-reduction pada

rotary kiln akan menghasilkan produk yang

disebut kalsin.

Reaksi dekomposisi garnierite dan goethite [15]:

Ni3Mg3Si4O10(OH)8 (s) + panas → 3 NiO(s) +

3 MgO + 4SiO2 (s) + 4 H2O (g) (1)

2 FeO(OH) (s) + panas → Fe2O3 (s) + H2O (g) (2)

Reaksi reduksi sebagian [15]:

NiO (s) + C (s)→Ni (s) + CO (g) (3)

NiO (s) + CO (g)→Ni (s) + CO2 (s) (4)

C (s) + CO2 (g)→2 CO (g) (5)

Fe2O3 (s) + CO (g)→2 FeO (s) + CO2 (g) (6)

Dalam berbagai proses di industri, rotary kiln

diperlukan untuk beroperasi pada kondisi

temperatur yang sangat panas mencapai lebih dari

800 oC. Dalam merancang desain suatu rotary kiln,

terdapat empat aspek utama yang harus

diperhatikan, meliputi perpindahan panas, aliran

material melalui rotary kiln, perpindahan massa

gas-padat, serta reaksi yang terjadi di dalam rotary

kiln[4]. Perpindahan panas merupakan aspek

terpenting karena dalam banyak kasus unjuk kerja

rotary kiln ditentukan oleh perpindahan panas

selama proses berlangsung di dalam rotary kiln[7].

Perpindahan panas pada rotary kiln merupakan

suatu proses yang sangat kompleks[5]. Dalam hal

ini, berbagai penelitian telah dilakukan untuk

mempelajari perpindahan panas, termasuk dengan

pembuatan persamaan matematis untuk

mempermudah pemahaman mengenai

perpindahan panas pada rotary kiln. Perpindahan

panas dalam hal ini dapat mencakup mengenai

profil temperatur di sepanjang rotary kiln maupun

temperatur nyala api yang dihasilkan dari

pembakaran pada burner. Ghoshdastidar and

Anandan Unni menjelaskan pemodelan

perpindahan panas saat kondisi tunak untuk proses

pengeringan dan pre-heating dengan rotary kiln

pada produksi semen[8]. Sementara Locher

menjelaskan tentang pemodelan matematika untuk

proses pembakaran klinker pada produksi

semen[11,12]. Kendati demikian, hanya sedikit

persamaan matematis yang bisa menjelaskan

mengenai keterkaitan perpindahan panas dengan

proses lain dalam rotary kiln, seperti pembakaran

bahan bakar maupun reaksi-reaksi kimia yang

terjadi selama proses berlangsung. Di lain sisi,

penelitian di lapangan dengan cara mengamati dan

menghitung perpindahan panas pada rotary kiln

secara langsung bukanlah metode yang tepat

karena akan banyak membutuhkan waktu, serta

biaya. Penelitian secara langsung di lapangan juga

merupakan metode yang rumit karena harus

mempertimbangkan berbagai parameter yang turut

memengaruhi proses pada rotary kiln[5].

Salah satu metode penelitian yang terus

dikembangkan saat ini adalah pemodelan

computational fluid dynamic (CFD). CFD

merupakan metode pemodelan digital untuk

membuat pemodelan suatu aliran secara akurat

dengan cara menyelesaikan persamaan transpor[7].

CFD memaksimalkan penggunaan komputer

sebagai alat analisis dan desain untuk

menyimulasikan fenomena aliran fluida, transfer

massa dan panas, reaksi kimia, reaksi fluida dan

padatan, serta fenomena terkait lainnya[9]. Dalam

hal ini, CFD dapat digunakan untuk merancang

desain terbaik dari suatu rotary kiln agar proses

yang berlangsung di dalam rotary kiln dapat

berjalan dengan optimum.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Metode Penelitian

Pada penelitian ini digunakan metode analisis

berbasis simulasi Computational Fluid Dynamics

(CFD) memanfaatkan perangkat lunak Ansys

SpaceClaim dan Ansys Software untuk

memprediksi distribusi suhu yang terjadi dalam

rotary kiln dalam pengolahan nikel. Ansys

3

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

digunakan untuk menentukan bagaimana suatu

produk berfungsi dengan spesifikasi yang

berbeda, tanpa melakukan pengujian nyata[3].

Berikut tahapan metode penelitian yang

dilakukan dalam penelitian ini:

1. Identifikasi Masalah

Metode yang digunakan adalah studi literatur

dengan melakukan pengkajian terhadap

buku, literatur, catatan, dan laporan untuk

menentukan masalah yang terjadi dalam

proses metalurgi, khususnya dalam proses

pengolahan nikel menggunakan rotary kiln

yang akan dimodelkan untuk

mengidentifikasi proses yang terjadi.

2. Pembuatan Geometri Rotary Kiln

Geometri dibuat memanfaatkan perangkat

lunak Ansys SpaceClaim yang termasuk ke

dalam tools Ansys Software. Ansys

SpaceClaim membantu dalam membuat

geometri dan mendapatkan simulasi lebih

cepat yang terintegrasi dengan tools Ansys

lainnya, termasuk Ansys Fluent[2]. Dalam

penelitian ini, Ansys SpaceClaim digunakan

untuk memodelkan geometri rotary kiln 3D

dengan diameter 4 m dan panjang 40 m yang

disederhanakan menjadi 2D dengan dimensi

2 x 40 m dengan asumsi berlaku axi-

symmetric. Lampiran 1 merupakan bentuk

geometri yang digunakan dalam penelitian

ini. Gambar atas pada lampiran 1 merupakan

keseluruhan bentuk, sementara gambar

bawah merupakan perbesaran di daerah inlet.

Tabel 1. Keterangan ukuran dimensi 2D

rotary kiln

3. Proses Meshing

Meshing adalah proses membagi geometri

yang telah dibuat menggunakan Ansys

SpaceClaim yang mengubah 2D/3D model

menjadi elemen yang lebih kecil dan lebih

halus dalam bentuk hexahedron untuk

mendapatkan hasil konvergensi dan

perhitungan yang lebih baik. Meshing

dilakukan dengan memanfaatkan Ansys

Fluent yang memiliki konsep Finite Volume

Method (FVM) dalam menyelesaikan

persamaan diferensial parsial (Navier-

Stokes) [1,14]. Ansys Fluent sendiri merupakan

perangkat lunak yang digunakan untuk

mensimulasikan model komputer dari

struktur, elektronik, atau komponen mesin

untuk menganalisis kekuatan, ketangguhan,

elastisitas, distribusi suhu,

elektromagnetisme, aliran fluida, dan analisis

lainnya[1]. Lampiran 2 merupakan informasi

terkait hasil meshing dari geometri 2D rotary

kiln.

4. Set-Up Pemodelan

Terdapat beberapa variabel yang harus diatur

pada Ansys Fluent sebelum dilakukan

perhitungan untuk mendapatkan hasil yang

sesuai dengan target. Variabel-variabel

tersebut terdiri dari model turbulen, fuel,

oxidizer, λ (rasio O2 berlebih), dan beberapa

variabel yang terdapat pada lampiran 3.

5. Perhitungan Solusi dan Analisis

Perhitungan dilakukan dengan iterasi dengan

jumlah tertentu dalam rentang 1000-2000x

untuk mendapatkan hasil yang konvergen.

Hasil pemodelan yang akan didapatkan

berupa kontur kecepatan, temperatur, dan

fraksi massa komponen di dalam rotary kiln.

Terdapat juga data berupa angka yang dapat

diolah lebih lanjut untuk mengetahui

hubungan antara temperatur, fraksi massa

oksigen, fraksi massa karbon dioksida, dan

fraksi massa komponen lainnya.

6. Asumsi-asumsi simulasi

Asumsi berikut diterapkan pada kasus

penelitian ini, antara lain[7] :

• Kecepatan udara dan bahan bakar akan

berfluktuasi terhadap waktu, tetapi

diasumsikan tidak berpengaruh

signifikan terhadap kontur nyala api

atau dalam kondisi tunak.

• Dalam kasus ini, kecepatan rotasi dan

bed percent fill memiliki efek yang

tidak signifikan pada bentuk dan

turbulensi nyala api. Umumnya,

kecepatan rotasi rotary kiln adalah

sekitar 1 rpm, kecepatan aksial lebih

tinggi dari kecepatan tangensial. Jadi,

kecepatan putaran tidak berpengaruh

signifikan terhadap perilaku nyala api.

• Dinding diasumsikan dalam kondisi

adiabatic yang artinya tidak ada

kehilangan panas melalui dinding

dalam kasus simulasi ini.

Keterangan Panjang (Mm)

H4 40000

V3 2000

V5 25

V6 32.5

4

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

3.1. Hasil Penelitian

Dari simulasi yang telah dilakukan, hasil dari

simulasi tersebut ditampilkan pada bab ini.

Berdasarkan teori pembakaran, perbandingan

massa antara CH4 dengan O2 untuk pembakaran

sempurna adalah 1:4 atau dengan kata lain apabila

terdapat 1 kg CH4 maka diperlukan 4 kg O2 atau

tepatnya 17,16 kg udara untuk membakar CH4

secara sempurna. Untuk menganalisis profil

temperatur di rotary kiln akibat dari proses

pembakaran, penulis membuat bidang pada

permukaan geometri 2D. Bidang tersebut dapat

dianalogikan sebagai perumakaan yang terlihat

apabila rotary kiln dibelah menjadi 2 bagian sama

besar. Gambar 1 dibawah ini merupakan

pengaruh dari variasi laju aliran massa

udara/jumlah oksigen berlebih terhadap profil

temperatur pada bidang tersebut. Jumlah oksigen

berlebih sebanding dengan aliran massa udara

karena didalam udara terdapat 23,3% oksigen.

Gambar 1. Pengaruh variasi laju aliran massa

udara/jumlah oksigen berlebih terhadap profil

temperatur (Data primer dari Ansys, 2021)

Dapat dilihat pada gambar 1 bahwa semakin

besar nilai λ atau semakin banyak oksigen berlebih,

maka temperatur pada ujung rotary kiln akan

semakin rendah. Hal tersebut disebabkan karena

udara memiliki kecepatan yang tinggi sehingga

udara sisa serta gas buang yang dihasilkan tidak

sempat terpanaskan dengan sempurna. Selain makin

tingginya nilai kecepatan udara, jumlah udara masuk

yang semakin besar juga mengakibatkan penurunan

temperatur di ujung rotary kiln karena panas yang

dihasilkan tidak cukup untuk memanaskan udara

sisa serta gas buang yang dihasilkan dari

pembakaran.

Untuk mengetahui berapa kecepatan udara di

dalam rotary kiln, maka penulis membuat garis 8

dengan koordinat awal x,y (0,1.9) m dan koordinat

akhir x,y (40, 1.9) m serta garis 9 dengan koordinat

awal x,y (0,0.2) m dan koordinat akhir x,y (40, 0.2)

m. Garis 8 terletak di dekat dinding rotary kiln

sementara garis 9 terletak dekat dengan centerline

dari rotary kiln. Kurva pada lampiran 4

membuktikan bahwa semakin besar nilai λ atau

dengan kata lain laju aliran massa (mass flow rate)

udara tinggi, maka semakin tinggi pula kecepatan

udara tersebut. Hal tersebut sesuai dengan rumus

debit. Apabila debit meningkat. tetapi luas

penampang tetap, maka kecepatan zat tersebut akan

meningkat.

λ=2,5

λ=5

λ=7,5

λ=12,5

λ=10

5

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Untuk mengetahui lebih pasti nilai temperatur di

sepanjang rotary kiln pada semua variasi oksigen

berlebih, kurva pada gambar 2 dan 3 berisi informasi

perbandingan pengaruh nilai oksigen berlebih (λ)

terhadap profil temperatur di sepanjang rotary kiln.

Dari kelima variasi tersebut, nilai λ = 10 merupakan

profil temperatur yang paling sesuai dengan literatur

dalam proses roasting bijih nikel di dalam rotary

kiln. Meskipun profil temperatur di dekat centerline

(garis 9) dengan nilai λ=12,5 memiliki nilai yang

mirip dengan profil temperatur dengan nilai λ=10,

tetapi temperatur di dekat dinding (garis 8) pada

nilai λ=12,5 lebih rendah dari temperatur dengan

nilai λ=10. Jumlah kebutuhan udara yang lebih

sedikit lebih dipilih karena akan lebih

menguntungkan dari segi ekonomi.

Gambar 2. Profil temperatur di sepanjang rotary

kiln pada garis 8 (Data primer dari Ansys, 2021)

Gambar 3. Profil temperatur di sepanjang rotary

kiln pada garis 9 (Data primer dari Ansys, 2021)

Dalam proses pembakaran CH4 menggunakan

udara, beberapa produk yang mungkin dihasilkan

antara lain CO, CO2, H2, dan H2O. Selain itu juga

terdapat beberapa sisa udara karena jumlah udara

yang digunakan melebihi nilai stoikiometri. Kurva

pada gambar 4,5, dan 6 merupakan data fraksi massa

komponen yang ada di dalam rotary kiln saat proses

pembakaran berlangsung. Kurva tersebut

merupakan data saat nilai λ = 10 karena menurut

penulis profil temperatur pada nilai λ tersebut sesuai

dengan literatur. Data fraksi massa komponen

tersebut merupakan data pada garis 8 dan garis 9.

Berdasarkan gambar 4 sampai 6, fraksi massa

dari produk reaksi yang besar berada di dekat

centerline (garis 9) dari rotary kiln. Hanya terdapat

sedikit CO2 dan H2O di dekat dinding rotary kiln

(garis 8). Fraksi massa oksigen dan nitrogen di dekat

dinding rotary kiln cenderung tetap, hanya terdapat

sedikit penurunan fraksi dari oksigen dan nitrogen

karena terbentuknya CO2 dan H2O. Fraksi massa

dari H2 dan CO di dekat dinding cenderung

mendekati 0 karena proses pembakaran berlangsung

pada kondisi oksigen berlebih.

Fraksi massa dari CO, CO2, H2, dan H2O yang

relatif lebih besar berada di dekat centerline atau

berada di nyala api saat reaksi berlangsung.

Terdapat produk seperti CO dan H2 karena CH4

akan bereaksi dengan udara primer yang jumlahnya

kurang dari stoikiometri. Setelah itu CO dan H2

beraksi dengan udara sekunder sehingga fraksi

massa dari kedua gas tersebut di dekat dinding

mendekati 0. Fraksi massa oksigen di dekat

centerline pada jarak sekitar 3-6 m dari inlet

mendekati 0 karena oksigen bereaksi dengan CH4.

Setelah jarak lebih dari 6 m dari inlet, fraksi massa

oksigen cenderung naik kembali karena sudah tidak

ada lagi CH4 pada jarak tersebut. Sementara itu,

fraksi massa nitrogen ikut turun karena terbentuknya

produk reaksi. Nitrogen merupakan gas inert

sehingga tidak mungkin bereaksi dengan CH4.

Pada saat proses roasting bijih nikel, terjadi

beberapa reaksi salah satu contohnya reduksi

sebagian dari nikel oksida menjadi nikel akibat

bereaksi dengan gas CO yang bersifat reduktif.

Dapat dilihat dari kurva pada gambar 6 bahwa fraksi

massa CO paling tinggi berada pada jarak kurang

dari 5 m dari inlet dimana pada jarak tersebut

temperatur juga tinggi sehingga memungkinkan

terjadinya reaksi reduksi sebagian dari nikel oksida.

Maka dari itu kebutuhan batubara untuk mereduksi

nikel oksida di dalam rotary kiln tidak terlalu tinggi.

200400600800

1000120014001600180020002200

0 10 20 30 40 50

Tem

pera

tur (

K)

X (m)

Profil temperatur di sepanjang rotary kiln - Garis 9

Lamda =10

Lamda =2.5

Lamda =5

Lamda =7.5

Lamda=12.5

200300400500600700800900

10001100120013001400

0 10 20 30 40 50

Tem

pera

tur (

K)

X (m)

Profil temperatur di sepanjang rotary kiln - Garis 8

Lamda =10Lamda =2.5Lamda =5Lamda =7.5Lamda=12.5

6

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 4. Fraksi massa O2 dan N2 di sepanjang

rotary kiln pada garis 8 (Data primer dari Ansys,

2021)

Gambar 5. Fraksi massa produk reaksi di sepanjang

rotary kiln pada garis 8 (Data primer dari Ansys,

2021)

Gambar 6. Fraksi massa gas di sepanjang rotary

kiln pada garis 9 (Data primer dari Ansys, 2021)

4. KESIMPULAN

Hasil menunjukkan bahwa profil temperatur

pada variasi laju aliran massa udara sekunder 6.71

kg/s (nilai λ=10) sesuai dengan literatur dalam

proses roasting bijih nikel di dalam rotary kiln.

Jumlah kebutuhan udara yang lebih sedikit lebih

dipilih karena akan lebih menguntungkan dari segi

ekonomi. Selain itu produk reaksi yang dihasilkan

juga dapat menunjang proses roasting bijih nikel

di dalam rotary kiln.

DAFTAR PUSTAKA

[1] ANSYS (2017): Fluent Theory Guide. Orlando,

United States of America.

[2] ANSYS (n.d): Ansys SpaceClaim 3D Modeling

Software, data diperoleh melalui situs

internet:

https://www.ansys.com/products/3d-

design/ansys-spaceclaim. Diakses pada

tanggal 30 Agustus 2021.

[3] ANSYS Inc (2010): International Directory of

Company Histories. St. James Press, 115,

23 - 25.

[4] Barr, P.V. (1986): Heat transfer processes in

rotary kilns. Disertasi Program Doktor, The

University of Britisch Columbia.

[5] Bhad, T.P., Sarkar, S., Kaushik., and

Herwadkar, S.V. (2009): CFD Modeling

of a Cement Kiln with Multi Channel

Burner for Optimization of Flame Profile.

Seventh International Conference on CFD

in the Minerals and Process Industries,

Australia.

[6] Crundwell, F.K, Moats, M., Ramachandran, V.,

Robinson, T. and Davenport, W.G. (2011):

Extractive Metallurgy of Nickel, Cobalt

and Platinum Group Metals. Elsevier.

[7] Elattar, H.F.M. (2011): Flame Simulation in

Rotary Kilns Using Computational Fluid

Dynamics. Disertasi Program Doktor, Otto

von Guericke University, Germany.

[8] Ghoshdastidar, P.S., Anandan Unni, V.K.

(1999): Heat transfer in the nonreacting

zone of a cement rotary kiln. ASME J. Eng.

Ind., 118 (1), 169 - 171.

[9] Kidane, H. (2021): Numerical Modelling and

Study of Combustion Behaviour of Rotary

Cement Kiln Using Computational Fluid

Dynamics. Department of Mechanical

Engineering, Hawassa University Institute

of Technology.

[10] Liu, P., Li, B., Cheung, S. C. P. and Wu,

W. (2016): Material and energy flows in

rotary kiln-electric furnace smelting of

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 10 20 30 40 50

Fra

ksi M

assa

X (m)

Fraksi massa gas di sepanjang rotary kiln - Garis 9

O2

N2

CO

CO2

H2

H2O

0

0.005

0.01

0.015

0.02

0 10 20 30 40 50

Fra

ksi M

assa

X (m)

Fraksi massa gas di sepanjang rotary kiln - Garis 8

CO

CO2

H2

H2O

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0 20 40

Fra

ksi M

assa

X (m)

Fraksi massa gas di sepanjang rotary kiln - Garis 8

O2

N2

7

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

ferronickel alloy with energy saving.

Applied Thermal Engineering, 109, 542 -

559.

[11] Locher, G. (2002): Mathematical models

for the cement clinker burning process. Part

1: Reactions and unit operations. ZKG Int,

55 (1), 29 - 38.

[12] Locher, G. (2002): Mathematical models

for the cement clinker burning process. Part

2: Rotary kiln. ZKG Int, 55 (3), 68 - 80.

[13] Mastorakos, E., Massias, A. and

Tsakiroglou, C.D. (1999): CFD predictions

for cement kilns including flame

modelling, heat transfer and clinker

chemistry. Appl. Math. Modelling, 23, 55 -

76.

[14] Randall, L. (2002): Finite Volume

Methods for Hyperbolic Problems. ISBN:

9780511791253.

[15] Tyroler, G.P. and Landolt, C.A. (1998):

Extractive Metallurgy of Nickel and

Cobalt. New York: The Metallurgical

Society.

[16] Wang, S., Lu, J., Li, W., Li, J. and Hu, Z.

(2006): Modeling of Pulverized Coal

Combustion in Cement Rotary Kiln.

Energy & Fuels, 20, 2350 - 2356

8

LAMPIRAN

Lampiran 1. Bentuk geometri 2D Rotary Kiln

Lampiran 2. Hasil Meshing dan Zona-Zona pada 2D Rotary Kiln

9

Nomor Keterangan Ukuran (mm)

1 Inlet secondary air 1942,5

2 Inlet primary air 32,5

3 Inlet fuel 25

4 Axis 40000

5 Outlet 40000

6 Wall 2000

Lampiran 3. Set-up Pemodelan dan Variasi Boundary Condition

Type Pressure-Based

Time Steady

2D Space Axi-symmetric

Energy On

Model Turbulen Realizable k-ε

Near-Wall Treatment Standard Wall

Functions

Combustion Non-premixed

combustion

Fuel CH4 (mass fraction

=1)

Oxidizer Udara (Mass

fraction N2:O2 =

0.767:0.233)

Solution Method Simple

Variasi Zona Komponen λ Mass Flow

Rate (kg/s)

Temperatur

(K)

1

Inlet fuel CH4

2.5

0.0393

293 Inlet primary air Udara 0.0393

Inlet secondary air Udara 1.65

2

Inlet fuel CH4

5

0.0393

293 Inlet primary air Udara 0.0393

Inlet secondary air Udara 3.33

3

Inlet fuel CH4

7.5

0.0393

293 Inlet primary air Udara 0.0393

Inlet secondary air Udara 5.02

4

Inlet fuel CH4

10

0.0393

293 Inlet primary air Udara 0.0393

Inlet secondary air Udara 6.71

5

Inlet fuel CH4

12.5

0.0393

293 Inlet primary air Udara 0.0393

Inlet secondary air Udara 8.39

2

3

4

5

6

1

1

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian

Pendekatan Digital Image Processing pada Otomatisasi Analisis Kadar

pada Endapan Timah Aluvial Mohammad Army[1], Muhammad Alif Ikhsan[2], Muhammad Durra Hibatul Wafi[3]

[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [2] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [3] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan

ABSTRAK

Setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi, wajib melaksanakan peningkatan nilai tambah

terhadap produknya, salah satunya melalui proses pengolahan bijih mineral. Kadar dari bijih yang akan diolah

merupakan salah satu parameter penting dalam proses pengolahan. Maka dari itu, sangatlah penting untuk

melakukan grade sampling selama atau sebelum proses pengolahan. Salah satu metode estimasi kadar bijih yang

masih digunakan hingga saat ini berupa metode grain counting. Metode ini banyak digunakan karena selain

mudah, juga dirasa masih cukup representatif dalam menaksir kadar bijih untuk mineral tertentu. Tetapi dalam

implementasinya, metode ini dirasa masih kurang efektif dan efisien mengingat perhitungan dari butir-butir

dilakukan satu persatu secara manual. Maka dari itu perlu adanya suatu teknologi yang dapat

mengimplementasikan metode ini dengan lebih efektif dan efisien. Teknologi Digital Image Processing dapat

diaplikasikan pada permasalahan tersebut melalui suatu metode penginderaan visual yang lebih cepat, akurat,

efektif, dan efisien. Pada penelitian kali ini, akan disusun suatu metode penginderaan visual yang dapat menaksir

kadar bijih dengan metode grain counting secara otomatis. Metode penginderaan yang telah disusun kemudian

akan diaplikasikan ke dalam suatu algoritma pemrograman. Algoritma pemrograman yang telah dibuat kemudian

akan diuji menggunakan 100 gambar butir-butir bijih pada endapan timah aluvial untuk melihat akurasinya dalam

menaksir kadar bijih. Endapan timah aluvial dipilih karena penaksiran kadar dari endapan tersebut, terkadang

masih dilakukan menggunakan metode grain counting. Selain itu, endapan timah aluvial juga menjadi salah satu

pembawa logam tanah jarang atau Rare Earth Element (REE) (dalam hal ini Monazite, Zircon, dan Xenotime),

menyebabkan endapan timah aluvial sedang menjadi primadona karena merupakan bahan baku teknologi masa

depan yang bernilai ekonomi tinggi. Maka dari itu, diharapkan algoritma pemrograman yang dibuat dapat

memberikan performa yang memuaskan, sehingga dapat segera diterapkan sebagai metode analisis kadar bijih

pada endapan timah aluvial untuk mendukung kegiatan peningkatan nilai tambah sesuai amanat dari UU No.3

Tahun 2020.

Kata Kunci: digital image processing, grain counting, rare earth element, nilai tambah

1.PENDAHULUAN

Tahun 2020 menjadi sejarah baru bagi industri

pertambangan di Indonesia, melalui pengesahan

Undang - undang (UU) nomor 3 Tahun 2020 yang

merupakan perubahan dari UU nomor 4 Tahun 2009

tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.

Terdapat beberapa poin penting yang mengalami

perubahan pada undang-undang ini, salah satunya

adalah mengenai peningkatan nilai tambah atau

hilirisasi dari komoditas mineral dan batubara. Hal

ini tercantum pada Pasal 102 yang berisi pemegang

Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha

Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan

operasi produksi wajib meningkatkan nilai tambah

Mineral dalam kegiatan Usaha Pertambangan

melalui, Pengolahan dan Pemurnian untuk

komoditas tambang Mineral logam; Pengolahan

untuk komoditas tambang Mineral bukan logam;

dan/atau Pengolahan untuk komoditas tambang

batuan.

Serta tercantum pula pada Pasal 103 ayat 1 yang

berbunyi “Pemegang IUP atau IUPK pada tahap

kegiatan Operasi Produksi Mineral sebagaimana

dimaksud dalam Pasal 102 wajib melakukan

Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral hasil

Penambangan di dalam negeri”. Dari pasal-pasal

tersebut sudah sangat menjelaskan pentingnya

peningkatan nilai tambah atau hilirisasi dari

pertambangan, yaitu melalui proses pengolahan dan

pemurnian.

Tujuan dari proses pengolahan dan pemurnian

adalah adanya peningkatan kadar dari mineral yang

diinginkan atau bernilai ekonomis tinggi, serta

pengurangan gangue mineral. Oleh karena itu, harus

dilakukan perhitungan kadar dengan tepat dan cepat

2

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

dari tiap proses pengolahan dan pemurnian. Salah

satu metode perhitungan kadar yang digunakan pada

industri adalah dengan metode grain counting yang

merupakan metode yang digunakan untuk

mengetahui kadar dari suatu sampel (konsentrat,

sayatan poles, maupun sayatan tipis), dengan

menghitung perbandingan antara volume mineral

tertentu terhadap seluruh mineral. Biasanya

perhitungan dilakukan secara manual dengan

menghitung jumlah butir dari mineral yang disebar

pada kotak berbentuk persegi yang memiliki luas

yang sama (jumlah kotak tiga untuk mineral berbutir

halus, hingga lima untuk mineral berbutir kasar) dan

tersusun secara diagonal. Perlu diketahui pula

kondisi mineral pada butir yang dihitung, apakah

mineral tersebut berada pada kondisi bebas atau

terikat dengan mineral lainnya.

Namun, terdapat beberapa kekurangan dari

penggunaan metode ini, yaitu pengerjaannya yang

dilakukan secara manual membutuhkan waktu yang

lama, serta kesalahan pengamat dalam

menginterpretasikan persen liberasi dari butir-butir

mineral berakibat pada ketidakakuratan kadar yang

dihitung. Oleh karena itu, untuk mempercepat

proses perhitungan grain counting dan menghindari

kesalahan dalam pengamatan dibutuhkan suatu

instrumen yang digunakan untuk menggantikan

peran manusia dalam mengerjakan metode ini. Salah

satu bentuk perubahan yang dapat dibuat adalah

dengan cara pendekatan digital image processing

yang akan dibahas pada paper ini.

Pada paper ini, akan dibahas mengenai

pembuatan suatu algoritma pemrograman yang

dapat melakukan perhitungan jumlah butir dan juga

kadar dengan input-an berupa foto dari butir-butir

mineral. Digunakan metode digital image

processing dalam membangun algoritma

pemrograman yang nantinya akan digunakan.

Metode ini dipilih karena telah terbukti dapat

menyelesaikan permasalahan-permasalahan serupa

terkait deteksi objek pada gambar digital.

Pada penelitian kali ini algoritma pemrograman

yang telah dibuat kemudian diuji menggunakan data

berupa foto dari butir-butir mineral pada timah

aluvial. Digunakan 20 gambar butir-butir mineral

yang telah dihitung jumlah butir dan kadarnya

secara manual. kemudian nilai yang diperoleh

menggunakan algoritma pemrograman akan

dibandingkan dengan nilai perhitungan secara

manual menggunakan berbagai parameter error.

Semakin kecil nilai error, maka semakin akurat

algoritma pemrograman yang dibuat. Besar harapan

bagi penulis melalui penelitian ini, dapat

terciptanya sebuah sistem yang dapat mempercepat

serta meningkatkan akurasi dari proses grain

counting.

2. TEORI DASAR

2.1. Alur Penelitian

Alur analisis yang sistematis sangatlah penting

pada penelitian ini, karena merupakan acuan yang

akan digunakan dalam pengerjaan algoritma

pemrograman. Adapun alur analisis yang dilakukan

dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar

dibawah ini.

Gambar 2.1.1. Alur Penelitian

2.2. Timah Aluvial

Endapan aluvial merupakan endapan yang relatif

berumur muda (Kuarter) yang berada di atas batuan

dasar yang jauh lebih tua (Tersier atau Pra-Tersier).

Keterdapatan timah di dalam endapan aluvial inilah

yang menjadikan paradigma eksplorasi timah

berkembang dimulai teori mother rock hunting dan

teori valley hunting. Dalam dunia pertimahan di

Indonesia, pada endapan timah aluvial ada yang

dikenal dengan istilah kaksa dan mincan. Kaksa

merupakan lapisan endapan timah aluvial yang kaya

dengan mineral kasiterit (SnO2) yang terletak di atas

batuan dasar (bedrock), sedangkan mincan

3

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

merupakan lapisan endapan timah aluvial yang

terbentuk secara berulang setelah terbentuknya

lapisan kaksa (Osberger, 1965). Penampang

klasifikasi endapan aluvial dapat dilihat pada

Gambar 2.2.1. Model lapisan kaksa dan mincan

dapat dilihat pada Gambar 2.2.2.

Gambar 2.2.1. Penampang klasifikasi endapan

aluvial

Gambar 2.2.2. Model lapisan kaksa dan mincan

Teori tersebut berkembang karena untuk

mendapatkan endapan aluvial yang kaya akan

potensi mineral timah maka harus ada sumber yang

menghasilkan mineral tersebut selanjutnya harus

ada proses pelapukan, erosi dan transportasi serta

yang terpenting adalah adanya tempat terjadinya

akumulasi. Dengan demikian tidak semua endapan

aluvial kaya akan kandungan timah, dengan kata

lain tidak semua lembah menjadi perangkap timah

yang ekonomis. Dengan kata lain bahwa kita akan

mendapatkan timah aluvial jika terpenuhi tiga

kriteria yaitu adanya batuan sumber pembawa

timah, media transportasi, dan tempat akumulasi.

2.3. Data

Data yang digunakan dalam pembuatan paper ini

berupa gambar butir-butir mineral dari konsentrat

endapan timah aluvial yang mengandung beberapa

jenis mineral berbeda dengan ukuran yang

bervariasi. Data ini terdiri dari 20 foto berbeda yang

telah ditaksir nilai kadar masing masing mineralnya

nya menggunakan metode grain counting secara

manual. Data ini akan digunakan untuk

mengevaluasi algoritma pemrograman yang dibuat

nantinya. Contoh dari data yang digunakan dapat

dilihat gambar 2.3.1 dibawah ini.

Gambar 2.3.1. Contoh data yang digunakan

2.4. Grain counting

Grain counting adalah salah satu cara yang

paling sederhana untuk menentukan kadar dalam

mineral dengan menggunakan bantuan alat seperti

milimeter blok berukuran tertentu dengan adanya

pemisahan mineral yang memiliki sifat visual dan

fisik yang berbeda. Proses identifikasi butiran

biasanya dilakukan dengan menggunakan

mikroskop binokuler (Wills, 2006). Analisis grain

counting dilakukan dengan cara menghitung jumlah

butir tiap jenis mineral yang ditebarkan pada area-

area berbentuk bujur sangkar memiliki luas area

yang sama (tiga atau lima kotak) dan tersusun secara

diagonal. Metode yang umum digunakan adalah

metode lima kotak untuk butiran yang relatif kasar

dan metode tiga kotak untuk butiran yang relatif

halus (Wills, 2006).

2.5. Gambar Digital

Gambar digital merupakan matriks dari banyak

elemen kecil atau titik yang disebut sebagai pixels.

Setiap pixels pada Gambar digital diwakili oleh

suatu nilai numerik. Secara umum nilai pixels

berkaitan dengan kecerahan atau warna dari suatu

titik yang ada pada gambar. Contoh gambar digital

beserta nilai yang mewakili warna nya dapat dilihat

pada Gambar 2.5.1 dibawah ini.

Gambar 2.5.1. Matrix pada gambar digital.

2.6. Digital Image Processing

Pengolahan citra digital (Digital Image

Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang

mempelajari tentang teknik-teknik mengolah citra.

Citra yang dimaksud disini adalah gambar diam

(foto) maupun gambar bergerak (yang berasal dari

webcam). Sedangkan digital disini mempunyai

4

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

maksud bahwa pengolahan citra atau gambar

dilakukan secara digital menggunakan computer

(Ariono, 2013). Teknik-teknik pengolahan citra

mentransformasikan citra ke citra yang lain. Jadi

masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra,

namun citra keluaran atau hasil mempunyai kualitas

lebih baik dari pada citra masukan. Pengolahan citra

bertujuan untuk :

1. Memperbaiki kualitas gambar, dilihat dari

aspek radiometric dan aspek geometric.

Aspek radiometric terdiri dari peningkatan

kontras, restorasi citra, dan transformasi

warna sedangkan aspek geometric terdiri

dari rotasi, skala, translasi, dan

transformasi geometri.

2. Melakukan proses penarikan informasi

atau deskripsi objek atau pengenalan objek

yang terkandung pada citra.

3. Melakukan pemilihan citra ciri (feature

images) yang optimal untuk tujuan analisis.

4. Melakukan kompresi atau reduksi data

untuk tujuan penyimpanan data, transmisi

data, dan waktu proses data serta

melakukan kompresi atau reduksi data

untuk tujuan penyimpanan data, transmisi

data, dan waktu proses data.

2.7. Algoritma Watershed

Salah satu metode yang digunakan dalam

segmentasi citra yang membagi citra menjadi area-

area yang berbeda dengan menggambarkan citra

sebagai relief topografi disebut juga dengan

algoritma watershed. Metode yang diperkenalkan

oleh Beucher dan Meyer di tahun 1993 ini mulai

dipelajari dengan tujuan untuk mengatasi masalah

segmentasi citra. Penggunaan metode ini juga

bertujuan dalam meningkatkan detail dari citra.

Namun, terdapat beberapa kekurangan dari metode

algoritma watershed ini, salah satunya adalah

munculnya efek over segmentation, yaitu kondisi

ketika area-area yang diidentifikasi terlalu banyak,

sehingga menyebabkan bagian-bagian objek yang

seharusnya menyatu menjadi terpisah. Algoritma

watershed diilustrasikan oleh gambar di bawah ini:

Gambar 2.7.1. Ilustrasi algoritma watershed

Dalam implementasinya, pertama - tama perlu

ditentukan terlebih dahulu zona pengaruh

Euclidean menggunakan persamaan berikut :

𝑓𝐼𝑍(𝐱) = argmin𝑖 {𝑑𝑖(𝐱)}𝑖=1𝑘

= {𝑖 ∣ dist(𝐱,𝐾𝑖)

≤ dist(𝐱,𝐾𝑗),∀𝑗}

Kemudian digunakan The four theorem dan fungsi

jarak topografi dengan formulasi sebagai berikut :

𝐶𝑖 = ∪ 𝐾𝑗𝑓𝑟(𝐾𝑗)=𝑖, 𝑖 = 1,2,3,4.

𝐿𝑖(x) = 𝑖𝑛𝑓𝑦∈𝐶1

 𝐿(x, y)𝑖 = 1,2,3,4

𝐸(Ω1, … , Ω𝑘) =∑  

𝑘

𝑖=1

∫  Ω𝑖

{𝛼𝑖 + 𝐿𝑖(x)}𝑑x

2.8. Metode Hue, Saturation, and Value (HSV)

Rentang warna HSV (Hue, Saturation, Value)

biasanya lebih sering digunakan dalam

penginderaan menggunakan komputer karena

kinerjanya yang lebih unggul dibandingkan dengan

rentang warna RGB dalam berbagai tingkat

pencahayaan. Keunggulan dari metode ini adalah

objek dari citra yang memiliki warna tertentu dapat

dideteksi dan pengaruh dari intensitas cahaya luar

dapat dikurangi. Thresholding dan masking sering

kali dilakukan dalam rentang warna HSV, sehingga

sangat penting untuk mengetahui nilai HSV dari

warna yang ingin difilter.

Rentang warna RGB dapat dikonversi menjadi

HSV tanpa menghilangkan informasi. Berikut ini

adalah persamaan yang dapat digunakan dalam

konversi RGB menjadi HSV menggunakan

persamaan berikut :

𝑉 = 𝑀𝑎𝑥(𝑅,𝐺, 𝐵)

𝑆 = {𝑉 −𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵)

𝑉0, 𝑉 = 0

, 𝑉 ≠ 0

Jika S = 0, maka H = 0 dan Jika R = V, maka:

𝐻 =

{

60(𝐺 − 𝐵)

𝑉 − 𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵), 𝐺 ≥ 𝐵

360 +60(𝐺 − 𝐵)

𝑉 − 𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵), 𝐺 < 𝐵

Jika G = V, maka

𝐻 = 120 +60(𝐵 − 𝑅)

𝑉 −𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵)

Jika B = V, maka

5

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

𝐻 = 240 +60 × (𝑅 − 𝐵)

𝑉 −𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵)

2.9. Cara Kerja algoritma pemrograman

Algoritma pemrograman yang dibuat bertujuan

untuk mengkalkulasi kadar dari masing-masing

mineral yang ada pada suatu gambar butir - butir

mineral. Untuk mencapai tujuan tersebut,

dibutuhkan beberapa tahapan pemrosesan yang

berurutan. Berikut ini merupakan gambaran umum

dari tahapan-tahapan cara kerja algoritma

pemrograman.

1. Algoritma pemrograman akan diberikan

suatu inputan berupa butir butir mineral

seperti terlihat pada Gambar 9 di bawah ini.

Gambar 2.9.1. Contoh gambar butir butir

mineral

2. Gambar butir butir mineral kemudian

diubah kedalam format grayscale atau

gambar hitam putih seperti pada gambar di

bawah

Gambar 2.9.2. Contoh gambar butir butir

mineral dalam hitam putih

3. Kemudian dilakukan pemetaan permukaan

menggunakan algoritma watershed

sehingga diperoleh gambar sebagai berikut.

Gambar 2.9.3. Contoh gambar butir butir

mineral hasil algoritma watershed

4. Berdasarkan gambar hasil keluaran

algoritma watershed, akan dibuat garis

batas untuk masing-masing butir mineral

seperti yang ada pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.9.4. Contoh gambar garis batas

5. Kemudian masing-masing butir mineral

akan dipisahkan seperti yang ada pada

gambar.

Gambar 2.9.5. Butir mineral yang telah

dipisahkan

6. Masing - masing butir mineral akan

dianalisis menggunakan metode HSV

untuk mengidentifikasi jenis mineralnya

berdasarkan warna.

7. Setelah semua butir teridentifikasi akan

dihitung kadar dari masing-masing mineral

yang ada pada gambar yang diinputkan.

Tahapan diatas kemudian diimplementasikan

dalam bahasa pemrograman sehingga didapatkan

sebuah algoritma pemrograman yang siap

digunakan. Adapun diagram alir dari cara kerja

algoritma pemrograman dapat dilihat pada gambar

berikut ini.

6

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 2.9.6. Diagram Alir cara kerja

algoritma pemrograman

2.10. Parameter Error

Mean Absolute Error (MAE) dan Mean

Absolute Percentage Error (MAPE) adalah salah

satu besaran yang dapat mengukur tingkat

keakuratan suatu model prediksi. Nilai MAE

merepresentasikan rata – rata kesalahan absolut atau

Absolute Error (AE) antara hasil prediksi dengan

nilai sebenarnya. Sedangkan nilai MAPE

merepresentasikan rata – rata persentase kesalahan

absolut atau Absolute Percentage Error (APE)

antara hasil prediksi dengan nilai sebenarnya. Pada

penelitian ini akan ditentukan nilai MAE, AE,

MAPE, dan APE dari perhitungan kadar dan jumlah

butir yang dilakukan oleh algoritma pemrograman.

Nilai sebenarnya dari kadar dan jumlah butir

diperoleh dari perhitungan secara manual,

sedangkan nilai kadar dan jumlah butir yang

diperoleh dari algoritma pemrograman sebagai hasil

prediksi. Nilai MAE sendiri dapat dinyatakan dalam

persamaan sebagai berikut.

MAE =1

𝑛∑  𝑛𝑖=1 |𝑦𝑖 − 𝑥𝑖|

nilai AE dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai

berikut.

AE = |𝑦𝑖 − 𝑥𝑖|

nilai MAPE dapat dinyatakan dalam persamaan

sebagai berikut.

MAPE =100%

𝑛∑ 

𝑛

𝑖=1

|𝑦𝑖 − 𝑥𝑖𝑥𝑖

|

dan nilai APE dapat dinyatakan dalam persamaan

sebagai berikut.

APE = 100% ×|𝑦𝑖 − 𝑥𝑖𝑥𝑖

|

Dengan 𝑦𝑖 adalah nilai prediksi, 𝑥𝑖 adalah nilai

sebenarnya, dan n adalah banyaknya pasangan 𝑦𝑖

dan𝑥𝑖.

2.11. Pengujian algoritma pemrograman

Pada tahap ini, algoritma pemrograman yang

telah dibuat akan diuji untuk mengukur akurasinya

dalam mengkalkulasi jumlah butir dan kadar

mineral. Pengujian dilakukan dengan menggunakan

data berupa 20 gambar butir butir mineral yang

terdiri dari beberapa mineral berbeda yang telah

dikalkulasi nilai kadar nya secara manual.

Kemudian dihitung nilai Mean Absolute Error

(MAE), Absolute Error (AE), Mean Absolute

Percentage Error (MAPE), dan Absolute

Percentage Error (APE) menggunakan persamaan

sebelumnya untuk melihat seberapa besar perbedaan

antara hasil perhitungan menggunakan algoritma

pemrograman dengan hasil perhitungan secara

manual. Semakin kecil nilai MAE, AE, MAPE ,dan

APE semakin akurat algoritma pemrograman dalam

mengkalkulasi jumlah butir dan kadar. Diagram alir

dari tahap pengujian algoritma pemrograman dapat

dilihat pada Gambar 2.11.1 di bawah ini.

Gambar 2.11.1. Diagram alir pengujian algoritma

pemrograman.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Algoritma pemrograman yang telah dibuat

akan diuji untuk melihat performanya dalam

mengkalkulasi jumlah butir dan kadar dari segi

kekuatannya. Pengujian dilakukan dengan

menggunakan data berupa gambar dari 20 butir butir

mineral yang telah di hitung jumlah butir dan kadar

dari masing masing mineral. Foto yang digunakan

diasumsikan hanya mengandung 3 jenis mineral

yaitu Kuarsa, Siderit, dan Kasiterit. Dari data

tersebut, akan dikalkulasi kadar dan jumlah butirnya

menggunakan algoritma pemrograman yang telah

dibuat yang kemudian dicatat dan dianalisis.

Jumlah butir dan kadar dari masing-masing

mineral yang diperoleh secara otomatis

menggunakan algoritma pemrograman, kemudian

diplot bersama dengan nilai yang diperoleh secara

manual, seperti yang terlihat pada gambar 12. Garis

lurus putus-putus menggambarkan garis prediksi

sempurna (perfect-prediction). Dari gambar tersebut

dapat dilihat bahwa titik-titik berada di sekitar garis

putus-putus. Hal ini mengindikasikan bahwa

algoritma pemrograman yang dibuat dapat

mengkalkulasi jumlah butir dan kadarnya dengan

baik.

7

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 3.1. Jumlah butir dan kadar dari masing-masing mineral yang diperoleh secara manual (horizontal) dan

otomatis (vertikal)

Diperoleh juga beberapa komponen

statistika deskriptif hasil perhitungan. Jumlah butir

dan kadar dari masing masing mineral secara

manual dan otomatis, yang dapat dilihat pada tabel

1 dibawah ini. Diketahui bahwa jumlah masing-

masing butir mineral pada data memiliki rentang

yang bervariasi dilihat dari nilai standar deviasi yang

cukup tinggi, dan juga perbedaan nilai minimum dan

maksimum yang terpaut relatif jauh. Sehingga data

yang digunakan dirasa cukup representatif dalam

mengevaluasi algoritma pemrograman yang dibuat.

Tabel 3.1. Statistika deskriptif jumlah butir dan kadar dari masing-masing mineral

Metode Komponen Jumlah Butir Kadar

Kuarsa Siderit Kasiterit Total Kuarsa Siderit Kasiterit

Manual

Rata-Rata 22.45 92.15 4.75 119.35 0.206 0.756 0.038

Standar deviasi 14.60 76.55 4.38 93.94 0.059 0.059 0.016

Nilai Terbesar 6 28 1 40 0.072 0.657 0.014

Nilai Terkecil 59 296 16 371 0.288 0.904 0.069

Otomatis

Rata-Rata 23.70 90.30 4.85 118.85 0.221 0.737 0.042

Standar deviasi 15.03 79.37 3.90 94.31 0.077 0.078 0.019

Nilai Terbesar 5 22 1 34 0.052 0.631 0.015

Nilai Terkecil 61 359 16 420 0.354 0.927 0.081

Kemudian, dihitung nilai Mean Absolute

Error (MAE) dan Mean Absolute Percentage Error

(MAPE) untuk melihat akurasi dari hasil

perhitungan secara otomatis. Semakin kecil nilai

MAE maka semakin akurat algoritma pemrograman

yang dibuat. Diperoleh nilai MAE dan MAPE dari

perhitungan. Jumlah butir dan kadar dari masing

masing mineral secara otomatis dapat dilihat pada

tabel 2 di bawah ini.

8

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Tabel 3.2. Jumlah butir hasil grain counting

Error Jumlah Butir Kadar

Kuarsa Siderit Kasiterit Total Kuarsa Siderit Kasiterit

MAE 3.6500 13.6500 0.7000 12.0000 0.0334 0.0366 0.0085

MAPE 15.38% 13.19% 18.51% 9.67% 17.50% 4.85% 23.26%

Dapat dilihat pada tabel diperoleh nilai MAE

yang relatif kecil baik pada perhitungan jumlah butir

ataupun perhitungan kadar untuk tiap tiap jenis

mineral. Tetapi pada perhitungan MAPE diperoleh

nilai yang cukup tinggi, khususnya pada perhitungan

kadar Kasiterit dimana diperoleh MAPE sebesar

23.26%. hal ini disebabkan oleh jumlah mineral

Kasiterit pada gambar sampel yang sangat sedikit,

sehingga kesalahan dalam mendeteksi satu butir

saja, dapat berpengaruh besar dalam persentase

error-nya.

Dihitung pula nilai Absolute Error (AE) dan

Absolute Percentage Error (APE) untuk Jumlah

butir dan kadar dari masing-masing mineral secara

otomatis menggunakan persamaan sebelumnya

yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.2.

9

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 3.2. Nilai Absolute Error (AE) dan Absolute Percentage Error (APE) perhitungan otomatis

Dapat dilihat pada grafik di atas bahwa nilai

galat cukup bervariasi, baik pada perhitungan kadar

ataupun perhitungan jumlah butir untuk masing-

masing mineral. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh

kualitas gambar yang berbeda-beda. Pada gambar

dengan kualitas yang kurang baik, segmentasi butir

seringkali mengalami kesalahan. Kesalahan yang

dimaksud dapat berupa kesalahan pada segmentasi

batas butir, karena terkadang suatu butir dihitung

lebih dari satu kali. Selain butir yang tidak

terdeteksi, kemungkinan juga terjadi pada mineral

dengan warna yang mirip dengan warna latar

belakang, hal ini disebabkan sulitnya menentukan

batas butir pada gambar dengan kualitas yang

kurang baik.

4. KESIMPULAN

Dari hasil penelitian ini, diperoleh beberapa

kesimpulan sebagai berikut:

4.1 Algoritma pemrograman yang dibuat dapat

melakukan perhitungan jumlah butir dan

kadar dari mineral dengan cukup akurat

berdasarkan parameter-parameter error

yang dipilih.

4.2 Warna mineral yang mirip dengan latar

belakang dan juga kualitas gambar yang

kurang baik, dapat menyebabkan error pada

perhitungan.

Dari beberapa kesimpulan di atas,

diharapkan algoritma pemrograman yang dibuat

dapat terus dikembangkan dan diperbaiki sehingga

dapat diterapkan dalam industri pertambangan

kedepan.

DAFTAR PUSTAKA

Castleman, K. R. (2004). Digital Image Processing.

Vol. 1. Ed.2. Prentice Hall: New Jersey.

Louis Kirkaldie, Ed., American Society for Testing

and Materials: Philadelphia, 91-101.

Gonzalez, R. dan Woods, R. (1992). Digital Image

Processing. Addison Wesley, 414 - 428.

Gunawan, dkk. (2011). Perangkat Lunak

Segmentasi Citra dengan Metode

Watershed. JSIFO STMIK Mikroskil:

Medan, 79 - 83.

Hodneland, E., Tai, X.-C., Weickert, J., &

Bukoreshliev, N. (2007). Level Set Methods

for Watershed Image Segmentation.

Osberger, R. (1965). On The Geology of The

Indonesian Part of The Great Southeast

Asian Tin Gridle Billiton Tin Mining

Company. American Journal of Obstetrics

and Gynecology, (4) : 403-418.

Smirnov, Vladimir Ivanovich. (1976). Geology of

Mineral Deposits. MIR Publishers, (3) : 78-

98

Wills, BA and Napier-Munn Team. (2006). Mineral

Processing Technology An Introduction To

Practical Aspect of Ore Treatment and

Mineral Recovery. John Wiley and Sons Inc,

(2): 93-103.

1

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan Geoteknik dan Hidrogeologi Tambang

Microbiologically Induced Calcite Precipitation Sebagai Alternatif

Perkuatan Lereng Timbunan Bomer Lumbantoruan [1]

[1] Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Keselamatan kerja merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam melakukan pekerjaan apapun. Dalam operasi

penambangan, salah satu aspek yang berkaitan dengan keselamatan kerja adalah kestabilan lereng, baik lereng

alami maupun lereng timbunan. Kestabilan lereng merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam

kegiatan penambangan yang aman dan produktif serta berwawasan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk

memberikan metode alternatif dalam perkuatan lereng timbunan pada proses penambangan menggunakan metode

Microbiologically Induced Calcite Precipitation (MICP). Dalam hal kestabilan lereng, ada dua komponen yang

berpengaruh yaitu gaya atau momen penggerak (stress) serta gaya atau momen penahan (strength). Untuk

menjaga kestabilan lereng, tindakan yang umum dilakukan adalah memperbesar gaya atau momen penahan

(strength). Contoh perkuatan lereng yang biasa dilakukan adalah menggunakan bronjong, retaining wall, soil

nailing, shotcrete dan lain lain. Metode-metode perkuatan ini tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.

Microbiologically Induced Calcite Precipitation merupakan suatu metode yang memanfaatkan bakteri alami

untuk memperkuat ikatan antar partikel tanah melalui presipitasi CaCO3. Kalsit (CaCO3) ini diperoleh melalui

proses hidrolisis urea. MICP merupakan proses yang tidak beracun dan ramah lingkungan sehingga memiliki

keunggulan dibandingkan metode konvensional lain. Microbiologically Induced Calcite Precipitation dapat

meningkatkan nilai kekuatan tanah. Salah satu parameter yang umum digunakan adalah UCS (Uniaxial

Compressive Strength). Hal ini terjadi karena kristal CaCO3 yang dihasilkan oleh MICP membentuk jembatan

antara partikel, sehingga meningkatkan kekuatan dan kekakuan tanah. Selain UCS, kekakuan (stiffness) tanah

dapat meningkat dan permeabilitasnya dapat berkurang secara signifikan. Metode MICP ini sudah banyak

diterapkan untuk proses perkuatan tanah pada konstruksi sipil. Proses ini banyak memiliki keunggulan yaitu

ramah lingkungan, dan daya guna atau efek dari proses MICP ini bertahan cukup lama. Berdasarkan keunggulan-

keunggulan tersebut, proses ini tentu dapat menjadi suatu alternatif yang sangat menjanjikan untuk metode

perkuatan lereng timbunan pada lokasi penambangan.

Kata Kunci: kestabilan, tanah, perkuatan, MICP.

1. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Aktivitas penambangan akan selalu berkaitan

dengan kegiatan penggalian dan penimbunan.

Kegiatan penggalian dan penimbunan ini, pada

akhirnya, bertujuan untuk membentuk suatu

geometri lereng yang akan mendukung keberjalanan

proses penambangan sumberdaya mineral dan

batubara. Oleh karena itu, kestabilan lereng

merupakan suatu hal yang sangat penting dalam

kegiatan penambangan yang aman, produktif serta

berwawasan lingkungan.

Dalam aktivitas penambangan, permasalahan

kestabilan lereng umumnya ditemukan pada

kegiatan tambang terbuka dan lereng timbunan

(overburden disposal). Kestabilan lereng ini

dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya

: karakteristik fisik dan mekanik material

pembentuk lereng, faktor geometri lereng, kondisi

air, bidang lemah, getaran, dan tegangan. Jika terjadi

ketidakstabilan pada lereng dan menyebabkan

kerusakan bahkan korban jiwa, kegiatan produksi

akan terhenti.

Untuk menyatakan tingkat kestabilan lereng

digunakan Faktor Keamanan. Faktor Keamanan ini

merupakan perbandingan antara gaya atau momen

penahan agar lereng tetap stabil terhadap momen

atau gaya penggerak yang akan membuat lereng

bergerak/longsor. Salah satu usaha dalam menjaga

stabilitas lereng adalah dengan melakukan

perkuatan. Dengan adanya perkuatan ini, gaya

penahan pada lereng akan semakin besar sehingga

dapat meningkatkan nilai FK. Tindakan perkuatan

pada lereng timbunan dapat dilakukan dengan

menggunakan bronjong, tembok penahan, tiang

pancang, atau tanah bertulang (soil nailing). Microbiologically Induced Calcite Precipitation

(MICP) merupakan suatu metode yang

memanfaatkan bakteri alami untuk memperkuat

ikatan antar partikel tanah melalui presipitasi

2

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

CaCO3. Kalsit (CaCO3) ini diperoleh melalui proses

hidrolisis urea. Metode ini dapat digunakan untuk

meningkatkan kestabilan lereng karena dapat

meningkatkan parameter fisik dan mekanik

material. Metode MICP ini sudah banyak diterapkan

untuk proses perkuatan tanah pada konstruksi sipil.

Proses ini banyak memiliki keunggulan yaitu ramah

lingkungan, serta daya guna dari proses MICP ini

bertahan cukup lama. Oleh karena itu, proses ini

tentu dapat menjadi suatu alternatif yang sangat

menjanjikan untuk perkuatan lereng timbunan pada

lokasi penambangan.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah lereng

timbunan dikategorikan sebagai lereng tanah dan

data yang diperoleh dari studi literatur merupakan

hasil uji skala laboratorium.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah :

a. Menentukan pengaruh proses MICP terhadap

kekuatan sifat fisik dan mekanik material tanah.

b. Menentukan kemungkinan penerapan metode

MICP pada lereng timbunan penambangan.

Manfaat dari penelitian ini adalah :

a. Memberikan alternatif metode perkuatan lereng

timbunan.

b. Sebagai referensi dan bahan bagi penulis lain.

2. Teori Dasar

2.1. Kestabilan Lereng

Lereng merupakan bagian dari permukaan bumi

yang membentuk sudut dengan kemiringan tertentu

dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk

secara alami maupun dengan buatan manusia.

Lereng yang terbentuk secara alami misalnya:

lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng

buatan manusia antara lain: galian dan timbunan,

tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang

terbuka (Arief, 2007). Berdasarkan material

penyusunnya, lereng dibedakan menjadi 2, yaitu

lereng batuan dan lereng tanah, meskipun pada

kenyataannya lereng tambang merupakan gabungan

dari material tanah dan batuan. Pendekatan

penyelesaian kestabilan lereng tanah tentu akan

berbeda dengan lereng batuan.

Kestabilan lereng dipengaruhi oleh banyak

faktor, misalnya : faktor geometri lereng, sifat fisik

dan mekanik material pembentuk lereng, kondisi air

(hidrologi dan hidrogeologi), struktur bidang lemah,

faktor pembebanan, dan getaran. Oleh karena itu,

faktor-faktor ini harus sangat diperhatikan dalam

menjaga kestabilan lereng.

Untuk menyatakan tingkat kestabilan lereng

digunakan Faktor Keamanan. Faktor Keamanan ini

merupakan perbandingan antara gaya atau momen

penahan agar lereng tetap stabil terhadap momen

atau gaya penggerak yang akan membuat lereng

bergerak/longsor.

Gambar 1 Diagram gaya pada bidang miring

𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛

𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘

Jika FK < 1 benda akan bergerak

FK = 1 benda dalam keadaan seimbang

FK > 1 benda akan diam

Faktor keamanan terhadap longsoran adalah

perbandingan kekuatan geser maksimum yang

dimiliki tanah di bidang longsor dengan tahanan

geser yang diperlukan untuk keseimbangan

(Octavian, 2014). Coulomb (1776) mendefinisikan:

𝝉 = 𝑐 + 𝜎 tan Ø

Dimana,

𝝉 = kuat geser tanah (kN/m2)

c = kohesi (kN/m2)

Ø = sudut gesek dalam (derajat)

𝜎 = tegangan normal (kN/m2)

Sifat fisik dan mekanik batuan atau tanah

merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

kestabilan dari lereng karena akan mempengaruhi

nilai kekuatan geser dimana pergerakan yang

dialami pada lereng merupakan peristiwa

keruntuhan geser.

2.2 Metode Stabilisasi Lereng

Hoek dan Bray (1981) mengategorikan metode

stabilisasi menjadi 3, yaitu:

a. Metode stabilisasi dengan mengurangi gaya

penggerak

b. Metode stabilisasi dengan memperbesar gaya

penahan

c. Metode perlindungan lereng

Metode stabilisasi dengan mengurangi gaya

penggerak dapat dilakukan dengan mengubah

geometri lereng dan melakukan drainase air

permukaan (surface drainage). Dengan adanya

pengurangan gaya penggerak ini, diharapkan nilai

FK dapat meningkat.

Metode stabilisasi dengan memperbesar gaya

penahan dapat dilakukan dengan membangun

bronjong, tembok penahan, tiang pancang, serta

tanah bertulang (soil nailing).

3

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 2. Perkuatan soil nailing (sumber:

https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0

263224115003085)

Metode perlindungan lereng dapat dilakukan

dengan membangun selokan (ditch) dan

pemasangan jaring kawat (wiremesh). Metode

perlindungan lereng ini bertujuan untuk melindungi

lereng dari jatuhan batu atau bongkah yang lepas

dari lereng.

2.3 Microbiologically Induced Calcite Precipitation

Microbiologically Induced Calcite Precipitation

merupakan suatu metode yang memanfaatkan

bakteri alami untuk memperkuat ikatan antar

partikel tanah melalui presipitasi CaCO3.Proses ini

menyebabkan butiran tanah akan terikat bersama

dengan kalsit sehingga meningkatkan sifat mekanik

dari tanah (Wen, et al., 2019; Rahman, et al., 2020).

Gambar 3. Skema presipitasi CaCO3 di ruang pori

matriks tanah melalui MICP. (Rahman et al, 2020)

Pada prinsipnya bakteri akan menghasilkan

enxyme urease yang nantinya akan terhidrolisis

bersama dengan air membentuk ion NH4+ dan

CO32-. Selanjutnya CO32- akan bereaksi dengan

bereaksi dengan ion Ca2+ dan menghasilkan kalsit

CaCO3. Pada saat kalsit mengendap pada ruang pori

tanah dan mengisi rongganya maka sifat mekanik

tanah akan mengalami peningkatan (Cheng, et al.,

2014; Tsesarsky, et al., 2017; Raveh-Amit dan

Tsesarsky, 2020).

Gambar 4. Reaksi presipitasi Kalsit

Produksi kalsium karbonat melalui hidrolisis

urea oleh bakteri ureolitik adalah proses MICP yang

paling mudah dikontrol dan dapat menghasilkan

sejumlah besar kalsium karbonat dalam waktu

singkat.

Bakteri urease yang paling banyak digunakan

dalam beberapa penelitian sebelumnya adalah S.

pasteurii, Spoloactobacilus, Clostridium dan

Desulfotomakulum. S. pasteurii merupakan salah

satu bakteri yang paling efektif dan efisien dan telah

banyak digunakan digunakan.

MICP dianggap ramah lingkungan karena

memungkinkan infiltrasi air untuk menjaga pasokan

air tanah. Berdasarkan hasil penelitian Yasuhara et

al (2012). Pada sampel tanah berpasir yang

distabilisasi dengan metode MICP terjadi penurunan

rasio pori (0,44 menjadi 0,43). Hal ini menunjukkan

bahwa bio-sementasi dengan metode MICP dapat

meningkatkan kekuatan tanah dan tidak mengubah

sifat-sifat tanah sedemikian rupa sehingga menjadi

impermeabel.

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. MICP sebagai alternatif metode perkuatan

Microbiologically Induced Calcite Precipitation

dapat menjadi alternatif yang menjanjikan untuk

metode stabilisasi lereng dengan meningkatkan

kualitas properti sifat mekanik material penyusun

lereng tersebut. MICP cocok diterapkan untuk

kegiatan yang membutuhkan pengurangan

porositas/permeabilitas (menstabilkan pondasi

bangunan, perbaikan retakan, membatasi

kontaminasi, pencegahan erosi) (Abo-El-Enein and

Ali, 2012; DeJong et al., 2010; Montoya et al., 2013;

Mousavi and Ghayoomi, 2019; Mujah et al., 2017;

Zamani et al., 2020). Tidak menutup kemungkinan

juga bahwa metode ini dapat diterapkan pada lereng

timbunan tambang untuk meningkatkan

kestabilannya.

Iffah Fadliah (2013) dalam “Eksperimental

Stabilisasi Biogrouting Bacillus Subtilis Pada Tanah

Lempung Kepasiran”, menjelaskan bahwa kuat

geser tanah akan meningkat setelah dilakukan

proses MICP. Dalam penulisan ini digunakan tanah

lempung kepasiran yang kemudian dilakukan proses

MICP untuk menganalisa permeabilitas dan kuat

geser langsung. Berdasarkan penelitian beliau,

diketahui nilai untuk uji geser langsung (sudut gesek

dalam) tanah yang tidak terinjeksi bakteri sebesar

4.46º. Kemudian, setelah dilakukan proses MICP

selama 28 hari, sudut gesek dalam meningkat

menjadi 35º. Selain itu, permeabilitas tanah juga

mengalami penurunan setelah dilakukan proses

MICP. Nilai awal untuk permeabilitas tanah yang

tidak terinjeksi bakteri sebesar 2.49.10-4 cm/dtk dan

setelah dilakukan proses MICP selama 28 hari, nilai

permeabilitasnya turun menjadi sebesar 4.91.10-6

cm/dtk.

Angelina Lynda (2013) dalam “Karekteristik

Kuat Geser Tanah Dengan Metode Stabilisasi

Biogrouting Bakteri Bacillus Subtilis”, menjelaskan

4

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

proses bio-grouting dapat meningkatkan kestabilan

tanah. Karakteristik mekanik tanah mengalami

perubahan pada parameter kuat gesernya, yaitu

terjadi peningkatan nilai kohesi sebesar 297%

terhadap nilai kohesi sampel tanah asli. Selain itu,

terjadi peningkatan nilai sudut geser dalam sebesar

6,86 % terhadap nilai sudut geser dalam tanah asli.

Animesh Sharmaa dan Ramkrishnan R. (2016)

dalam “Study on effect of Microbial Induced Calcite

Precipitates on strength of finegrained soils”,

menjelaskan bahwa proses MICP dapat

meningkatkan nilai UCS material tanah. Sampel

tanah yang digunakan berasal dari Chennai (Tamil

Nadu, India) dan bakteri yang digunakan adalah B.

Pasteurii. Nilai UCS tanah untuk sampel tanah

awalnya 1,28 kg/cm2. Setelah dilakukan proses

dengan MICP, nilainya semakin meningkat.

Tabel 1. Hasil proses MICP (Animesh Sharmaa

dan Ramkrishnan R., 2016)

Dengan meningkatnya sifat mekanik tanah, maka

akan berdampak pula terhadap kekuatan tanah.

Coulomb (1776) mendefinisikan 𝝉 = 𝑐 + 𝜎 tan Ø.

Dengan proses MICP, nilai C dan Ø dapat

meningkat sehingga akan meningkatkan kekuatan

geser tanah. Selain itu, MICP juga terbukti dapat

meningkatkan nilai UCS tanah. Hal ini

menyebabkan nilai gaya penahan pada tanah

semakin besar dan dapat meningkatkan nilai Faktor

Keamanan.

3.2 Peluang penerapan MICP pada lereng

timbunan tambang

Keberhasilan penerapan MICP tentu akan

dipengaruhi banyak faktor. Beberapa faktor

termasuk konsentrasi bakteri, reaktan kimia (urea

dan kalsium klorida), dan pH dapat dipertimbangkan

untuk memungkinkan penggunaan dan kontrol

MICP (Hammes et al., 2003).

Suhu juga dapat menjadi salah satu faktor

penentu dalam penerapan metode MICP. Suhu di

wilayah penambangan umumnya berkisar antara 25

– 33 °C. Hal ini tentu dapat menjadi faktor yang

berpengaruh dalam penerapan MICP.

Menurut Whiffin 2004; van Paassen 2009,

peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan

aktivitas urease hingga suhu 60°C. Hamed A.

Keykha, Afshin Asadi & Mohsen Zareian (2017)

menjelaskan hubungan antara temperatur dengan

hasil UCS dari proses MICP. Grafik menunjukkan

kekuatan maksimal terjadi pada 40 °C dan mulai

turun ketika mencapai 50 °.

Grafik 1. Perbandingan Temperatur dengan UCS

hasil MICP (Abdeh Keykha et al, 2017)

MICP dapat dilakukan pada wilayah

penambangan karena MICP dapat dilakukan pada

suhu ruaangan hingga mencapai suhu 40°C yang

tentunya sesuai dengan kondisi di wilayah

penambangan.

pH awal tanah memiliki dampak yang signifikan

terhadap kuat tekan akhir sampel yang diproses.

Kondisi keasaman dan alkalinitas memiliki efek

negatif pada sampel yang diolah, menghasilkan

penurunan kinerja kekuatan bahkan dengan adanya

kandungan kristal CaCO3 yang tinggi. Seperti

disebutkan oleh banyak peneliti (misalnya

Sanderson et al. 1996; McWhirter et al. 2002;

Harkes et al. 2010), nilai pH dapat mempengaruhi

transportasi dan adhesi bakteri, yang merupakan

faktor penting untuk mencapai kekuatan yang

ditingkatkan secara homogen dari tanah yang diolah.

pH awal juga dapat mempengaruhi pembentukan

kristal, karena kelarutan CaCO3 bervariasi sesuai

dengan nilai pH.

Grafik 2. Nilai UCS terhadap CaCO3 dari

sampel yang diperlakukan dengan pH awal yang

berbeda (Cheng et al, 2014)

Kuat tekan sampel tanah akan meningkat terus

dari pH 5 sampai 9. Dengan demikian, dapat

disimpulkan bahwa pH lingkungan merupakan

faktor yang signifikan dalam presipitasi yang

diinduksi secara mikrobiologis. pH di lereng

tambang pada kondisi normal tentu akan bervariasi

tergantung material penyusun lereng itu sendiri.

Namun, secara umum pH 5-9 ini sudah dapat

merepresentasikan bahwa metode MICP dapat

dilaksanakan untuk lereng tambang karena pada

kondisi normal, pH di lereng timbunan tentu akan

mendekati normal (tidak terlalu asam maupun tidak

terlalu basa). Meskipun terdapat lereng tambang

yang memiliki pH kurang dari rentang 5-9, pH

UCS(kg/cm2)

Hari ke 0 Hari ke 3 Hari ke 7

1.47 1.53 1.85

1.6 1.82 2.03

1.7 1.71 1.88

Bacillus Pasteurii Cementation reagent

0.25 M

0.5 M

0.7 M

1 x 10 5 cfu/ml

5

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

lereng tersebut dapat dikondisikan agar pHnya naik

(misalnya dengan menyebarkan urea).

Distribusi material juga menjadi hal yang penting

karena akan mempengaruhi efektivitas metode

MICP. Untuk meningkatkan kekuatan tanah secara

keseluruhan, material perlu didistribusikan secara

merata. Hal ini tentunya dapat dilakukan saat proses

penimbunan material saat pembentukan lereng.

(Cheng dan Cord Ruwisch, 2014) melakukan

penelitian untuk menyelidiki distribusi bahan MICP

menggunakan metode perkolasi permukaan.

Hasilnya, metode MICP cocok untuk digunakan di

lapangan. Metode perkolasi permukaan cocok untuk

digunakan pada tanah yang sangat permeabel seperti

kerikil dan pasir kasar hingga kedalaman

konsolidasi 2 m.

4. KESIMPULAN

4.1 Microbiologically Induced Calcite Precipitation

dapat meningkatkan sifat mekanik material tanah

berupa kohesi, sudut gesek dalam, dan kuat tekan

uniaksial. Dengan adanya peningkatan sifat

mekanik ini, maka kestabilan tanah akan meningkat.

4.2 Microbiologically Induced Calcite Precipitation

dapat diterapkan pada lereng timbunan tambang

karena faktor temperatur dan pH di wilayah

penambangan dapat mendukung keberjalanan

metode MICP.

DAFTAR PUSTAKA

Abdeh Keykha, Hamed & ASADI, Afshin &

Zareian, Mohsen. (2017). Environmental

Factors Affecting the Compressive Strength

of Microbiologically Induced Calcite

Precipitation-Treated Soil. Geomicrobiology

Journal.34.0.1080/01490451.2017.1291772.

Cheng, Liang & Shahin, Mohamed & Cord-

Ruwisch, Ralf & Addis, M & Hartanto, Tomi

& Elms, C. (2014). Soil Stabilisation by

Microbial-Induced Calcite Precipitation

(MICP): Investigation into Some Physical

and Environmental Aspects.

Fadliah, I. (2013). Studi Eksperimental Stabilisasi

Biogrouting Bacillus subtilis pada Tanah

Lempung Kepasiran (Doctoral dissertation,

Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas

Hasanuddin, Makassar).

Rahman, Md Mizanur & Hora, Reena & Ahenkorah,

Isaac & Beecham, Simon & Karim, Md &

Iqbal, Asif. (2020). State-of-the-Art Review

of Microbial-Induced Calcite Precipitation

and Its Sustainability in Engineering

Applications. Sustainability. 12. 6281.

10.3390/su12156281.

Sharma, Animesh & Ramabhadran, Ramkrishnan.

(2016). Study on effect of Microbial Induced

Calcite Precipitates on strength of finegrained

soils. Perspectives in Science. 8.

10.1016/j.pisc.2016.03.017.

Wahyuni, Hasnidar (2021). Pengaruh Microbially

Induced Calcite Precipitation (MICP)

Terhadap Perilaku Kuat Geser Tanah

Terkontaminasi Batubara. Program Sarjana

Departemen Teknik Sipil Universitas

Hasanuddin, Makassar.

1

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambagan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Perencanaan dan Operasi Tambang

Evaluasi Kapasitas Megapond dan Kolam Pengendapan Air Tambang

Terhadap Penambahan Luas Catchment Area IPD Tahun 2021-2022 di PT

Mifa Bersaudara Sarah Hasanah[1]

[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan

ABSTRAK

Dalam menjalankan operasi pertambangan diperlukannya suatu sistem perencaanaan tambang yang baik sesuai

dengan Kepmen ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik

Pertambangan yang Baik. Salah satu aspek yang harus direncanakan dengan baik adalah sistem penyaliran air

tambang. Hal ini dikarenakan air dalam jumlah besar di wilayah pertambangan dapat mengganggu stabilitas kerja

sehingga diperlukannya perencanaan sistem penyaliran tambang yang baik agar tidak terjadi banjir saat curah

hujan maksimum. Pada hakikatnya air mengalir dari titik tertinggi ke titik terendah yang selanjutnya akan

terkumpul dalam suatu tempat sebelum dialirkan menuju daerah aliran sungai. Air yang tertampung di megapond

berasal dari air permukaan dan air tanah. Megapond merupakan kolam besar dengan kapasitas 300.000 m3 yang

diharapkan dapat menampung air dari curah hujan maksimum dan air pompa. Seiring bertambahnya luas

catchment area maka jumlah air yang masuk ke dalam megapond juga akan bertambah sehingga perlu dilakukan

evaluasi terhadap kapasitas daya tampung megapond agar tidak terjadi banjir di wilayah pertambangan. Hal

pertama yang perlu dilakukan adalah analisis pemodelan curah hujan dan perhitungan luas catchment area untuk

mendapatkan debit dan volume air limpasan. Selanjutnya dilakukan perhitungan volume air pompa dari sump pit

tambang sehingga didapatkan volume air total yang tertampung di megapond dari hasil penjumlahan volume air

limpasan dan air pompa. Untuk mengetahui kapasitas daya tampung megapond maka diperlukannya pengaturan

debit masuk dan keluar sehingga didapatkan grafik water balanced. Pada grafik tersebut terdapat parameter jumlah

air masuk dan keluar serta jumlah air yang tertinggal di megapond. Dalam penelitian ini adanya inovasi yang

dibuat oleh peneliti berupa grafik check flood yang berguna untuk mencegah terjadinya banjir di wilayah tambang.

Parameter yang digunakan berupa penambahan luas catchment area dan volume maksimum air yang tertinggal di

megapond. Selain itu, cara lain yang digunakan untuk mencegah terjadinya banjir akibat kurangnya kapasitas daya

tampung megapond adalah dengan membuat neraca air setiap bulannya. Hal tersebut berguna untuk mengetahui

potensi terjadinya banjir pada bulan tertentu sehingga dapat dilakukan langkah pencegahan banjir di sekitar

megapond. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini berupa rekomendasi untuk PT Mifa Bersaudara agar tidak

terjadi banjir di wilayah pertambangan serta mempermudah perusahaan dalam melakukan prediksi air maksimum

yang tertinggal di megapond dari pengaruh penambahan luas catchment area IPD pada tahun 2021-2022.

Kata Kunci: Air permukaan, catchment area, air pompa, kapasitas daya tampung megapond, banjir, water

balanced, check flood, dan neraca air

1. PENDAHULUAN

PT Mifa Bersaudara merupakan

perusahaan tambang batubara dengan

menerapkan metode tambang terbuka yang

berlokasi di Kecamatan Meureubo, Kabupaten

Aceh Barat. Penelitian ini membahas tentang

volume air total yang masuk ke megapond pada

saat curah hujan maksimum. Air tersebut dapat

berasal dari hasil pemompaan sump pit tambang

maupun air hujan. Megapond adalah kolam

retensi sementara sebelum dialirkan menuju

kolam pengendapan. Air yang tertampung pada

megapond belum mengalami water treatment.

Hal tersebut dikarenakan jumlah air pada

megapond terlalu besar sehingga tidak efektif

dilakukkan pengolahan. Kapasitas megapond

merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.

Dengan adanya pengontrolan dan evaluasi pada

kapasitas megapond dapat mencegah terjadinya

banjir di wilayah pertambangan. Oleh karena itu,

dilakukannya evaluasi kapasitas ppada

megapond saat terjadinya curah hujan

maksimum dan penambahan luas IPD tahun

2021-2022.

2

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 1 Tampak atas Megapond dan Kolam

Pengendapan

1.1. Rumusan Masalah

a. Berapakah curah hujan maksimum

yang mungkin terjadi di sekitar wilayah

pertambangan?

b. Berapa volume dan debit air total yang

terdapat di megapond pada kondisi

curah hujan maksimum?

c. Bagaimana pengaruh penambahan luas

IPD terhadap volume air maksimum di

megapond?

1.2. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengevaluasi kapasitas

megapond agar dapat menampung

volume air saat curah hujan

maksimum.

b. Untuk mengetahui pengaruh

penambahan luas catchment area IPD

terhadap kapasitas megapond.

c. Terdapatnya inovasi dalam mencegah

terjadinya banjir di wilayah

pertambangan dengan adanya check

flood graphic.

1.3. Batasan Masalah

a. Tidak memperhitungkan air tanah dan

evaporasi.

b. Kapasitas megapond dihitung saat

kondisi optimum.

1.4. Manfaat Penelitian

a. Bagi Perusahaan

Menciptakan inovasi baru, yaitu

check flood graphic untuk

mempermudah pekerja dalam

mitigasi banjir.

Dapat dipakai sebagai bahan

pertimbangan dalam evaluasi

kapasitas megapond saat curah

hujan maksimum.

b. Bagi Mahasiswa

Melihat langsung permasalahan di

lapangan sehingga menjadi sebuah

pengalaman berharga.

Dapat mengimplementasikan teori

yang dipelajari di kuliah secara

langsung di lapangan

2. TEORI DASAR

Dalam penelitian ini digunakan beberapa

rumus perhitungan sebagai berikut:

2.1 Curah Hujan

Perhitungan curah hujan tahunan

menggunakan distribusi gumbel sebagai

berikut:

𝑋𝑇 = �̅� + (𝑌𝑇 − 𝑌𝑀𝑆𝑀

) 𝑆

Keterangan:

XT: Perkiraan nilai curah hujan yang terjadi

untuk periode ulang hujan T tahun

(mm/hari)

�̅�: Curah hujan rata – rata (mm/hari)

S: Standar deviasi data sampel curah hujan

YT: Reduce variate, mempunyai nilai yang

berbeda pada setiap periode ulang

YM: Reduced mean, yang tergantung pada

jumlah data (n)

SM: Reduced standard deviation

berdasarkan dari jumlah data (n)

Distribusi Gumbel adalah suatu teori

dengan harga ekstrim yang menunjukan

bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1,

X2, X3, ..., Xn, dimana samplenya sama

besar, dan X merupakan variabel

berdistribusi eksponensial, maka

probabilitas kumulatifnya P dalam nama

sebarang harga di antara n buah harga Xn

akan lebih kecil dari harga tertentu.

2.2 Intensitas Hujan

Suroso (2006) menyatakan bahwa

intensitas curah hujan adalah ketinggian

curah hujan yang terjadi pada suatu kurun

waktu di mana air tersebut terkonsentrasi,

dengan satuan mm/jam. Satu milimeter

hujan berarti air hujan yang turun di

wilayah seluas satu meter persegi akan

memiliki ketinggian satu milimeter jika air

hujan tidak meresap, mengalir, atau

menguap. Ambang batas nilai yang

digunakan untuk menentukan intensitas

hujan sebagai berikut:

Tabel 1 Klasifikasi Intensitas Hujan

Menurut BMKG

Kriteria Hujan Intensitas Hujan (mm/hari)

Berawan 0

Ringan 0.5 – 20

Normal 20 -50

Lebat 50-100

Sangat Lebat 100-150

Ekstrem >150

Berikut adalah persamaan Mononobe yang

digunakan dalam penelitian:

𝐼 =𝑅2424

(24

𝑡)

23

Keterangan:

I: Intensitas curah hujan (mm/jam)

t: Lamanya waktu hujan / waktu konstan

(jam)

R24: Curah hujan maksimum (mm)

3

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

2.3 Debit dan Volume Air

Untuk menghitung jumlah air

limpasan permukaan dari daerah tangkapan

hujan digunakan rumus rasional, yaitu:

𝑄 = 0.278 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴

𝑄 = 𝑉 × 𝐴

𝑄 = 𝑉/𝑡 Keterangan:

Q: Debit (m3/s)

C: Koefisien limpasan

I: Intensitas hujan (mm/h)

A: Luas daerah (km2)

V: Volume (m3)

t : Waktu (s)

Berikut adalah tabel nilai

koefisien limpasan berdasarkan daerahnya:

Tabel 2 Nilai Koefisien Limpasan

Sumber: Diktat Sistem Penyaliran

Tambang ITB Prodi Teknik Pertambangan

3. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di panel

selatan PT Mifa Bersaudara yang berlokasi

di Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh

Barat.

3.2. Metode Penelitian

Metode yang digunakan adalah

metode kuantitatif dengan pendekatan

deskriptif dan analitis

3.3. Data Penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua

jenis data yang dikumpulkan, yaitu:

a. Data Primer yang diperoleh secara

langsung dari perusahaan PT Mifa

Bersaudara.

b. Data Sekunder berupa data yang telah

diolah terlebih dahulu dan sebagai

informasi tambahan dalam penelitian.

3.4. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini

menggunakan teknik analisis data

kuantitatif deskriptif. Berikut adalah alur

penelitian yang dilakukan oleh peneliti:

Gambar 2 Diagram Alir Penelitian

4. PENGOLAHAN DATA

4.1. Data Curah Hujan

Pada penelitian ini digunakan data

curah hujan dari BMKG Kabupaten Aceh

Barat yang terdapat pada lampiran 1.

Dengan adanya data tersebut maka dapat

dilakukan pemodelan curah hujan tahunan

dengan distribusi gumbel dan intensitas

hujan dengan menggunakan persamaan

mononobe yang terdapat pada lampiran 2

dan 3. Data curah hujan berjumlah 38 tahun

(1982-2019) menggunakan perhitungan

annual series. Periode ulang yang

digunakan adalah 5 tahun dengan

probability 20%. Berikut adalah

pemodelan curah hujan tahunan PT Mifa

Bersaudara:

Gambar 3 Grafik Pemodelan Curah Hujan

y = 147,06x0,3804

y = 199,53x0,3769y = 234,27x0,3754y = 253,87x0,3748y = 267,6x0,3744y = 278,17x0,3741

y = 310,73x0,3733

0

200

400

600

800

1000

1200

1400

0 20 40

CH

Hari

2th

5th

10th

15th

20th

25th

50th

4

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 4 Grafik Intensitas Hujan

Berdasarkan pengolahan data

yang dilakukan maka didapatkan hasil

sebagai berikut:

Curah Hujan : 191,25 mm

Intensitas Hujan : 7,97 mm/hari

4.2. Catchment Area IPD

Penelitian ini dilakukan di panel

selatan wilayah tambang dengan catchment

area berupa in pit dump seluas 120 Ha.

Berikut adalah peta situasi tambang dan

catchment area PT Mifa Bersaudara:

Gambar 5 Peta Situasi Tambang PT Mifa

Bersaudara

Gambar 6 Peta Catchment Area IPD

Gambar 7 Aliran Air di Wilayah

Pertambangan

Gambar 8 Luas Catchment Area IPD

4.3. Data Pompa

Pompa yang digunakan di panel

selatan wilayah pertambangan PT Mifa

Bersaudara adalah MF 385 dan MF 380

dengan debit masing-masing pompa secara

berurutan adalah 120 l/s dan 100 l/s. Kedua

pompa tersebut memompa air yang berasal

dari sump pit tambang menuju megapond

dengan debit total 0,16 m3/s.

4.4. Debit dan Volume Air Total

Berdasarkan perhitungan dengan

menggunakan Q = 0,278 x C x I x A maka

didapatkan debit dan volume air sebagai

berikut:

Debit air limpasan: 2,66 m3/s

Debit pompa: 0,16 m3/s

Volume air limpasan: 229.680 m3

Volume air pompa: 11.455 m3

Sehingga debit dan volume total air adalah

2,78 m3/s dan 241.135 m3.

4.5. Kapasitas Megapond dan Kolam

Pengendapan

a. Kapasitas Megapond

Berdasarkan data yang didapatkan

dari perusahaan maka diketahui volume

megapond sebesar 300.000 m3.

b. Kapasitas Kolam Pengendapan

Tabel 3 Volume Kolam Pengendapan

Kolam Volume (m3)

Kolam 1 1250

Kolam 2 1250

Kolam 3 4461

Kolam 4 1250

Kolam 5 1250

Total 9461

0

20

40

60

80

100

120

0 10 20 30

Inte

nsi

tas

Hu

jan

Waktu Konsentrasi

2(tahun)5(tahun)10(tahun)20(tahun)25(tahun)50(tahun)

5

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 9 Layout Kolam Pengendapan

5. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Water Balnaced

Eq (Periode ulang 5 thn):

A : 120 Ha

Air tanah : 0 m3/Ha/hari

Debit pompa aktual : 0,16 m3/s

Waktu pemompaan : 20,4 jam

Outflow megapond : 0,45 m3/s

Waktu air keluar dari megapond: 22,8 jam

Kapasitas megapond : 300000 m3

Setelah dilakukan pengolahan

data dengan menggunakan data diatas

maka didapatkan grafik water balanced

seperti dibawah ini:

Gambar 10 Water Balanced

Dari grafik diatas dapat dilihat

bahwa dengan curah hujan maksimum

191,25 mm, air yang masuk ke megapond

melebihi kapasitas pada hari ke 4-12

sehingga dapat menyebabkan megapond

meluap dan terjadi banjir. Data

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4

5.2. Check Flood Graphic

Pada penelitian ini menggunakan

variasi penambahan luas IPD yang

terlampir pada lampiran 5

Gambar 11 Check Flood Graphic

Grafik diatas dapat mempermudah

dalam pengecekan banjir di sekitar megapond

dengan mengatur debit keluar megapond

menuju kolam pengendapan. Selain itu,

semakin bertambah luas IPD maka volume air

maksimal yang tertinggal di megapond juga

semakin besar sehingga diperlukan debit keluar

yang besar pula agar kapasitas megapond

sebesar 300000 m3 masih dapat menampung air

limpasan dan pompa agar tidak meluap.

5.3. Neraca Air

Gambar 12 Grafik Neraca Air Tahun 2021

Water Balanced

Vol Air Masuk (m3)Volume Air Keluar (m3)Volume Air Tertinggal di MegapondKapasitas Megapond

0

200000

400000

600000

800000

1000000

1200000

1400000

0 50 100 150 200

Vo

lum

e M

aksi

mal

(m

3)

Luas Catchment Area (m2)

Check Flood

Volume air maksimal di megapond 0,35 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,45 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,7 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,9 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 1,2 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 1,5 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,25 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,2 m3/s (m3)

-600000

-400000

-200000

0

200000

400000

600000

800000

Jan

uar

i

Feb

ruar

i

Mar

et

Ap

ril

Mei

Jun

i

Juli

Agu

stu

s

Sep

tem

ber

Okt

ob

er

No

vem

ber

Des

emb

er

Vo

lum

e A

khir

(m

3)

Bulan

Neraca Air Thn 2021

y = 199,53x0,3769

6

PAPER COMPETITION

Indonesian Student Mining Competition XIII

Dengan adanya neraca air maka

pihak perusahaan dapat melakukan

pengontrolan pada megapond di bulan apa

saja harus dikurangi air nya agar bulan

selanjutnya saat volume air meningkat

masih dapat menampung sesuai dengan

kapasitas megapond. Data volume air per

bulan akan dilampirkan pada lampiran 6.

6. KESIMPULAN

6.1. Perhitungan curah hujan dengan distribusi

gumbel dan periode ulang 5 tahun

didapatkan curah hujan maksimum per hari

sebesar 191,25 mm sedangkan intensitas

hujan dengan persamaan mononobe

sebesar 7,97 mm/hari.

6.2. Berdasarkan perhitungan curah hujan,

maka didapatkan volume limpasan 229.680

m3, Q limpasan 2,66 m3/s dan volume air

pompa sebesar 11.455 m3 sehingga total

volume air dan debit air sebesar 241.135 m3

dan 2,78 m3/s.

6.3. Penambahan luas IPD untuk 5 tahun

kedepan dapat meningkatkan volume air

sehingga diperlukannya pengaturan debit

pada inlet kolam pengendapan hingga 1,5

m3/s agar air masih dapat tertampung di

megapond dengan kapasitas 300.000 m3.

7. Saran

7.1. Melakukan penambahan tinggi pada

tanggul megapond.

7.2. Melakukan pengaturan pada debit air di

inlet kolam pengendapan dengan

menambahkan pompa pada inlet kolam

pengendapan.

7.3. Melakukan penambahan saluran air dari

megapond ke kolam pengendapan.

7.4. Memindahkan letak treatment kualitas air

agar jarak dan waktu yang dibutuhkan TSS

untuk mengendap juga bertambah.

DAFTAR PUSTAKA

Buku:

Gumbel E. J., 1958, Statistic of Extremes, Colombia

University Press, New York, USA.

Ponce, V.M., 1989, Engineering Hydrology.

Prentice Hall, New Jersey, USA.

Sayoga, R.(1999). Sistem Penyaliran Tambang.

Bandung: Institut Teknologi Bandung.

Endriantho, M.(2013). Perencanaan Sistem

Penyaliran Tambang Terbuka Batubara. Jurnal

Teknik Pertambangan. Universitas Hasanuddin. 9

(1) 2-9.

Jurnal:

Khoirullah, dkk, 2015, Perencanaan Kolam Retensi

dan Saluran Drainase Primer Daerah Bukit Sangkal

Palembang, Politeknik Negeri Sriwijaya

Website:

https://www.bmkg.go.id/cuaca/probabilistik-curah-

hujan.bmkg (diakses tanggal 28 November 2021)

Ragil, 2015, Sistem Pengendalian Banjir,

www.academia.edu/29908707/SISTEM

_PENGENDALIAN_BANJIR (diakses tanggal 01

Desember 2021)

7

LAMPIRAN

Lampiran 1 Data Curah Hujan Tahunan Maksimum Kabupaten Aceh Barat

Tahun 1d 2d 3d 4d 5d 6d 7d 8d 9d 10d 11d 12d 13d 14d 21d 31d

1982 174 185 205 211,1 296,1 296,1 297,1 305,1 327,1 328,1 328,1 399,1 461,1 462,1 485,1 560,1

1983 161 162 229 249 253 282 298,3 302,3 331,3 333 335 341,1 382,3 384,3 468,4 505,3

1984 126 150 210 213 236 284 306 321 321 338 354 369 369 374 447 470

1985 115 130 135 211 241 241 251 251 251 264,5 277 277 277 285 333,5 370,5

1986 270 311 335 388 389 407 410 429 507 507 519 519 519 519 519 545

1987 166 275 305 347 390 412 455 489 495,6 506 508 571 605 611,6 718,7 780,8

1988 209 335 370 371 415 452,1 485,1 488,1 532,1 552,2 602,2 605,2 605,2 644,2 733 1035,9

1989 170 221 255 255 260 275 380 423 454 455 455 477 520 532 560 596,1

1990 148 248 298 343 355 355 367 379 379 380 380 423 468 480 527 560

1991 184 193 228 247 253 260 286 305 317 345 364 369 373 388 493 618

1992 200 325 335 335 391 391 536 536 566,1 606 606 626 626 626 738,1 1001

1993 110 185 222,1 241,1 267 304,1 306,1 308,1 312,1 373 410,1 420,1 423,1 437,1 510,8 564,2

1994 210 316 334 409,9 479,9 543,9 558,9 572,9 587,9 610,9 611,9 639,9 643,9 664 742 842

1995 227 278,1 305 358 422,8 422,8 473,5 524,6 542,6 552,6 560,6 560,6 560,6 619,9 790,3 1109,8

1996 132 263,1 266,1 288,2 290,2 290,2 290,2 293,2 297,2 299,2 330,2 350,3 357,3 361,3 527,2 592,3

1997 220 329 385,1 466,1 485,1 487,1 524,1 578,2 610,2 629,2 629,2 639,2 669,1 688,1 832,3 1033,3

1998 235 369,9 390,9 403,9 440,9 482,8 541,8 554,8 558,9 577,9 585,9 589,9 600,9 603,9 685 730,1

1999 130 146 175 219 222 245 268 268 272 295 299 300 300 302 355 414

2000 140 189 217 242,9 243,9 245,9 265,9 287,9 297,9 322,9 322,9 324,9 324,9 349,9 373 415

2001 179 261 323 338 358 360 360 363 365 365 365 371 371 373 384 548,1

2002 152 196 242 331 341 411 416 437 442 485 490 493 493 493 497,9 520,9

2003 152 206 301,8 311,8 329,8 338,8 343,8 351,8 353,8 354,8 355,8 387,9 389,9 414,8 487 564

2004 185 225 245 250 260 275 295 327 353,9 367,9 380,9 391,1 399,1 399,1 426 554,9

2005 103 173 200 200 267,1 267,1 267,1 267,1 280 295 312 359 404 408 479 567

2006 130 180 217 252 288 290 296 330,1 341,1 346,2 351,2 352,2 406,1 427,1 544,2 579,2

2007 158 232 292 333 349 353,1 430 458 474 517 533 549 553,1 553,1 596,1 611,1

2008 196 232 287 287 296 314 328 393 438 452 453 458 468 513 576 628

2009 125 150 197 205 228 275 281 314 361 404 405 440 450 451 586 657,8

2010 233 239 283 332 426 426 426 440 443 470 473 476 478 480 489 707

2011 240 286 298 319 321 321 336 352 366 478 481 620 634 634 689 775

2012 151 168 255 302 322 343 351 370 379 386 401 416 418 419 538 639

2013 105,2 185,7 187,7 221,7 255,2 288,2 288,2 310,2 343,2 343,2 351,2 359,3 359,3 371,5 429,5 465

2014 193 365,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 537,7 558,7 582,6 645,9 758,9

2015 143 207 207 207 255 279 279 279 286 286 304 304 304 304 440 461

2016 169 247 292 305,5 331,5 358 379 386,5 407 412 416 416 419 435 490 576,3

2017 125 187,3 247,3 266,3 289,3 308,3 351,4 370,4 370,4 370,4 380,4 399,4 417,9 417,9 448 453,3

2018 133 176 200,5 241 270,1 271,6 309,1 314,6 358,6 408,6 449,6 476,1 514,6 543,7 609,2 747,7

2019 109,5 109,5 111 118 133 134 142,23 142,23 142,23 162,5 162,5 162,7 211,5 211,5 223,4 234,8

Xbar 166,02 227,29 265,71 292,9 320,04 336,86 360,25 377,18 394,08 412,89 422,46 441,3 456,17 467,47 537,28 626,12

S 42,97 67,08 76,55 80,57 84,2 86,98 96,78 101,54 106,26 108,94 108,78 114,06 112,97 117,18 134,6 190,14

8

Lampiran 2 Tabel Data Curah Hujan tahunan Ditribusi Gumbel

Perhitungan Curah Hujan dengan Periode Ulang T (Xt)

Keterangan :

X = Curah hujan rata -rata

S = Standar Deviasi Sampel

Yt = Koreksi Variansi

Ym= Koreksi Variansi Rata - Rata

Sm = Standar Deviasi dari Ym

T = Periode Ulang

T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 21 31

2 143,29 191,81 225,23 250,28 275,5 290,85 309,06 323,47 337,87 355,27 364,92 380,98 396,42 405,48 466,09 525,54

5 191,25 266,68 310,66 340,2 369,48 387,93 417,07 436,8 456,46 476,85 486,32 508,27 522,5 536,27 616,3 737,75

10 223 316,25 367,22 399,74 431,7 452,21 488,58 511,83 534,98 557,34 566,7 592,55 605,97 622,86 715,75 878,25

15 240,91 344,22 399,14 433,33 466,81 488,47 528,93 554,16 579,28 602,76 612,04 640,1 653,07 671,71 771,87 957,52

20 253,46 363,8 421,48 456,85 491,39 513,86 557,18 583,8 610,29 634,56 643,8 673,39 686,04 705,92 811,15 1013

25 263,12 378,89 438,69 474,97 510,32 533,42 578,94 606,63 634,18 659,05 668,25 699,04 711,44 732,26 841,42 1055,8

50 292,88 425,35 491,71 530,77 568,64 593,67 645,97 676,96 707,78 734,51 743,59 778,03 789,68 813,43 934,64 1187,5

Lampiran 3 Data Intensitas Hujan dengan Persamaan Mononbe

Intensitas Hujan Per Hari [dengan Persamaan Mononobe]

Keterangan :

It = intensitas hujan untuk durasi hujan t jam [mm/jam]

R24 = intensitas hujan durasi 24

jam atau curah hujan harian

[mm]

m = konstanta, di Indonesia m = 2/3

t = waktu konsentasi hujan (asumsi = 12 jam )

Intensitas Hujan Mononobe

Periode Ulang/

Waktu

Konsentrasi

2 (tahun) 5 (tahun) 10 (tahun) 15 (tahun) 20 (tahun) 25 (tahun) 50 (tahun)

1 49,67567256 66,301672 77,309531 83,52007184 87,868533 91,21799 101,53608

2 31,29371276 41,767436 48,701953 52,6143483 55,353707 57,463733 63,963721

3 23,88157247 31,87452 37,166546 40,15226258 42,242785 43,853035 48,813455

4 19,71380372 26,311836 30,680308 33,14496248 34,870651 36,199883 40,29462

5 16,98884104 22,674853 26,439488 28,56346278 30,050616 31,196114 34,72485

6 15,04444793 20,079689 23,413457 25,29434041 26,611287 27,625681 30,75055

7 13,5751633 18,118648 21,12683 22,8240214 24,012351 24,927677 27,747362

8 12,41891814 16,575418 19,327383 20,88001796 21,967133 22,804497 25,38402

9 11,48106254 15,323671 17,867812 19,30319448 20,308213 21,08234 23,467062

10 10,70229922 14,284262 16,655834 17,99385401 18,930702 19,65232 21,875285

11 10,04342789 13,404873 15,630442 16,88608881 17,765261 18,442454 20,528565

12 9,477408315 12,649411 14,749554 15,93443596 16,76406 17,403089 19,371633

13 8,984933233 11,992109 13,983122 15,106434 15,892948 16,498771 18,365023

14 8,551816996 11,414033 13,309069 14,3782325 15,126833 15,703452 17,479742

9

15 8,167382898 10,900932 12,71078 13,73188064 14,446829 14,997527 16,693967

16 7,823428191 10,441859 12,175488 13,15358708 13,838427 14,365933 15,99093

17 7,513537786 10,028251 11,69321 12,63256607 13,290279 13,79689 15,357521

18 7,232616187 9,6533076 11,256016 12,16025053 12,793372 13,281042 14,783322

19 6,976560345 9,3115522 10,85752 11,72974197 12,340449 12,810854 14,259949

20 6,742026036 8,9985214 10,492518 11,33541772 11,925595 12,380186 13,780566

21 6,52625781 8,7105375 10,156721 10,97264502 11,543934 11,983977 13,33954

22 6,326963104 8,4445406 9,8465612 10,63756937 11,191413 11,618018 12,932186

23 6,142217604 8,1979625 9,5590445 10,32695541 10,864627 11,278775 12,55457

24 5,970393117 7,9686299 9,2916365 10,03806564 10,560696 10,963259 12,203364

Lampiran 4 Tabel Perhitungan Water Balanced

Hari Acc CH

(mm)

Volume Air

Permukaan

(m3)

Volume Air

Pompa (m3)

Vol Air

Masuk (m3)

Volume Air

Keluar (m3)

Volume Air

Tertinggal di

Megapond

Kapasitas

Megapond

(m3)

1 199,53 239436,00 11750,4 251186,40 36936 214250,40 300000

2 259,10 310919,28 23500,8 334420,08 73872 260548,08 300000

3 301,88 362256,72 35251,2 397507,92 110808 286699,92 300000

4 336,45 403743,79 47001,6 450745,39 147744 303001,39 300000

5 365,97 439168,56 58752 497920,56 184680 313240,56 300000

6 392,01 470407,95 70502,4 540910,35 221616 319294,35 300000

7 415,46 498547,91 82252,8 580800,71 258552 322248,71 300000

8 436,90 524280,93 94003,2 618284,13 295488 322796,13 300000

9 456,73 548079,36 105753,6 653832,96 332424 321408,96 300000

10 475,23 570281,72 117504 687785,72 369360 318425,72 300000

11 492,62 591140,01 129254,4 720394,41 406296 314098,41 300000

12 509,04 610847,58 141004,8 751852,38 443232 308620,38 300000

13 524,63 629556,48 152755,2 782311,68 480168 302143,68 300000

14 539,49 647388,69 164505,6 811894,29 517104 294790,29 300000

15 553,70 664443,79 176256 840699,79 554040 286659,79 300000

16 567,34 680804,27 188006,4 868810,67 590976 277834,67 300000

17 580,45 696539,34 199756,8 896296,14 627912 268384,14 300000

18 593,09 711707,69 211507,2 923214,89 664848 258366,89 300000

19 605,30 726359,60 223257,6 949617,20 701784 247833,20 300000

20 617,12 740538,52 235008 975546,52 738720 236826,52 300000

21 628,57 754282,27 246758,4 1001040,67 775656 225384,67 300000

22 639,69 767624,02 258508,8 1026132,82 812592 213540,82 300000

23 650,49 780593,03 270259,2 1050852,23 849528 201324,23 300000

24 661,01 793215,27 282009,6 1075224,87 886464 188760,87 300000

25 671,26 805513,90 293760 1099273,90 923400 175873,90 300000

26 681,26 817509,68 305510,4 1123020,08 960336 162684,08 300000

27 691,02 829221,30 317260,8 1146482,10 997272 149210,10 300000

28 700,55 840665,67 329011,2 1169676,87 1034208 135468,87 300000

29 709,88 851858,09 340761,6 1192619,69 1071144 121475,69 300000

30 719,01 862812,54 352512 1215324,54 1108080 107244,54 300000

10

Lampiran 5 Tabel Graphic Check Flood

Tahun Luas

Kapasitas

Megapond

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

0,1 m3/s

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

0,2 m3/s

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

0,25 m3/s

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

0,35 m3/s

(m3)

2012 0 300000 106272 -4665,6 -8769,6 -16977,6

2013 15 300000 214123,5678 31805,5742 21325,71006 12951,9

2014 30 300000 321975,1355 96736,31986 65944,14044 43774,62011

2015 45 300000 429826,7033 185481,3259 126603,3614 84913,46967

2016 60 300000 537678,271 291438,271 200919,943 134696,2809

2017 75 300000 645529,8388 399289,8388 287444,5752 192749,2437

2018 85 300000 717430,884 471190,884 351390,4156 235544,8618

2019 100 300000 825282,4517 579042,4517 455922,4517 305863,0716

2020 110 300000 897183,4969 650943,4969 527823,4969 356384,6395

2021 120 300000 969084,5421 722844,5421 599724,5421 409779,7859

2022 135 300000 1076936,11 830696,1099 707576,1099 495074,3464

2023 150 300000 1184787,678 938547,6776 815427,6776 586323,2405

2024 175 300000 1364540,291 1118300,291 995180,2905 750885,8684

2025 190 300000 1472391,858 1226151,858 1103031,858 856791,8583

Tahun Luas

Kapasitas

Megapond

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

0,45 m3/s

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

0,7 m3/s

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

0,9 m3/s

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

1,2 m3/s

(m3)

Volume air

maksimal di

megapond

1,5 m3/s

(m3)

2012 0 300000 -25185,6 -45705,6 -62121,6 -86745,6 -111369,6

2013 15 300000 4743,9 -15776,1 -32192,1 -56816,1 -81440,1

2014 30 300000 34673,4 14153,4 -2262,6 -26886,6 -51510,6

2015 45 300000 66223,53017 44082,9 27666,9 3042,9 -21581,1

2016 60 300000 105571,5596 74012,4 57596,4 32972,4 8348,4

2017 75 300000 151597,471 103941,9 87525,9 62901,9 38277,9

2018 85 300000 185242,7871 128823,2903 107478,9 82854,9 58230,9

2019 100 300000 240893,0269 167688,2004 137408,4 112784,4 88160,4

2020 110 300000 280703,0508 194951,8592 160766,1404 132737,4 108113,4

2021 120 300000 322796,1343 225139,9191 186676,0805 152690,4 128066,4

2022 135 300000 389918,8843 271389,3678 225540,9905 182619,9 157995,9

2023 150 300000 461883,4075 321857,342 266456,0989 215157,9006 187925,4

2024 175 300000 591510,1004 411926,1526 341926,2487 279932,7507 237807,9

2025 190 300000 674970,4919 470578,991 390774,6065 318797,6607 269549,6607

11

Lampiran 6 Tabel Neraca Air

No Bulan

Volume Akhir di

Megapond

dengan Outflow

0,15 m3/s (m3)

Volume Akhir

di Megapond

dengan Outflow

0,2 m3/s (m3)

Volume Akhir

di Megapond

dengan Outflow

0,3 m3/s (m3)

Volume Akhir

di Megapond

dengan Outflow

0,45 m3/s (m3)

Kapasitas

Megapond

(m3)

1 Januari 437405,6021 314285,6021 68045,60214 -301314,3979 300000

2 Februari 398812,4608 275692,4608 123120,00 -339907,5392 300000

3 Maret 529378,8896 406258,8896 160018,8896 -209341,1104 300000

4 April 577226,3732 454106,3732 207866,3732 -161493,6268 300000

5 Mei 519804,1178 396684,1178 150444,1178 -218915,8822 300000

6 Juni 288254,5594 165134,5594 -81105,44063 -450465,4406 300000

7 Juli 411405,0757 288285,0757 42045,07568 -327314,9243 300000

8 Agustus 430882,6219 307762,6219 61522,62193 -307837,3781 300000

9 September 598890,0551 475770,0551 229530,0551 -139829,9449 300000

10 Oktober 591043,3646 467923,3646 221683,3646 -147676,6354 300000

11 November 676285,8495 553165,8495 306925,8495 -62434,15047 300000

12 Desember 502571,1485 379451,1485 133211,1485 -236148,8515 300000

Lampiran 7 Data Annual Series

Tahun Xbar

1982 332,519

1983 313,581

1984 305,5

1985 244,406

1986 443,313

1987 477,231

1988 527,206

1989 393,006

1990 380,625

1991 326,438

1992 527,763

1993 337,125

1994 548

1995 519,3

1996 326,763

1997 575,331

1998 522,031

1999 263,125

2000 285,244

12

2001 355,256

2002 402,55

2003 352,738

2004 333,431

2005 303,025

2006 333,15

2007 436,969

2008 394,938

2009 345,613

2010 426,313

2011 446,875

2012 366,125

2013 304,019

2014 514,925

2015 284,063

2016 377,488

2017 337,688

2018 376,5

2019 156,912

Lampiran 8 Tabel Perhitungan Reduce Mean (Ym)

Perhitungan Reduce Mean (Ym)

Keterangan :

n = Jumlah data 38

m = Urutan data

m ym

1 3,65060202

2 2,94420807

3 2,52519494

4 2,22364837

5 1,98630739

6 1,78943766

7 1,62036872

8 1,47152794

9 1,33802142

10 1,2164982

11 1,10455852

12 1,0004205

13 0,90272046

14 0,81038727

15 0,72255989

16 0,63853129

13

17 0,55770902

18 0,47958667

19 0,40372257

20 0,32972333

21 0,25723061

22 0,18591003

23 0,11544124

24 0,04550854

25 -0,0242089

26 -0,0940478

27 -0,164374

28 -0,2355988

29 -0,3082025

30 -0,3827675

Average 0,90368751

Std. Dev 1,01557324

Lampiran 9 Tabel Perhitungan Reduced Variate (Yt)

Perhitungan Reduced Variate (Yt)

Keterangan :

T = Periode Ulang Hujan

T Yt

1 -

2 0,3665

3 0,9027

4 1,2459

5 1,4999

6 1,7020

7 1,8698

8 2,0134

9 2,1389

10 2,2504

15 2,6738

20 2,9702

25 3,1985

35 3,5409

50 3,9019

1

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat

PROGRAM PEMBANGUNAN SDM DALAM MENGOPTIMALKAN

PERAN INDUSTRI PERTAMBANGAN YANG BERSINERGI DAN

BERKELANJUTAN DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH

MINERAL DAN BATUBARA

Putri Rizka Sania[1]

[1]Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya/Jurusan Teknik Pertambangan

ABSTRAK

Dalam mengoptimalkan industri pertambangan yang bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak dalam mewujudkan ketercapaian tersebut. Pada era revolusi

industri 4.0 seperti saat ini, peran dari industri pertambangan dalam mengoptimalkan pengelolaan mineral dan

batubara merupakan bagian yang krusial dalam mewujudkannya. Keberlangsungan industri pertambangan

memiliki peran penting dalam membangun peradaban manusia yang semakin maju. Pembangunan sumber daya

manusia merupakan perihal yang mendasar dan menjadi fokus utama dalam membangun sumber daya manusia

yang berkualitas, bersinergi dan menguasai IPTEK yang semakin maju berlingkup global. Sumber daya manusia

berperan sebagai salah satu aspek yang paling strategis sehingga dapat menunjang aspek-aspek lainnya yang

berkaitan. Sumber daya manusia inilah yang akan berperan dalam keberlanjutan pengelolaan sumber daya mineral

dan batubara yang akan memberikan kontribusi maksimal dalam jangka panjang untuk Indonesia. Saat inilah

merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia terdidik dalam mengembangkan

kemampuan dan kompetensi dalam pengelolaan sumber daya alam dalam lingkup pertambangan. Maka dari itu

diperlukan usaha yang strategis, diantaranya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berawal dari

unskilled menjadi knowledge worker. Meningkatnya kebutuhan akan bahan galian tambang yang seiring dengan

berkembangnya populasi manusia dan pengaruh revolusi industri 4.0 dalam kehidupan manusia seiring dengan

orientasi pada teknologi, menjadikan industri pertambangan di Indonesia berupaya dalam mengimplementasikan

teknologi yang semakin efisien dan canggih dalam penerapannya. Maka dari itu, dibutuhkan adanya suatu

program dalam meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara yang bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan

lingkungan, seperti contohnya hilirisasi sumber daya mineral, pengembangan minat dan kontribusi generasi muda

dalam mengoptimalkan peran industri pertambangan, tentunya dengan program-program yang menunjang seperti

sertifikasi, pelatihan, pengembangan kompetensi, program magang di perusahaan pertambangan dan lain

sebagainya, sehingga program tersebut memiliki sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Dengan adanya program

ini diharapkan sumber daya manusia khususnya generasi muda dapat memberikan kontribusi terbaik sehingga

dapat mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan industri pertambangan yang lebih baik kedepannya, bahkan

semakin maju dan dapat melakukan pengelolaan berkelanjutan secara efektif. dan efisien.

Kata Kunci: Pembangunan SDM, Pengelolaan Mineral dan Batubara, Industri Pertambangan, Program

Pembangunan

ABSTRACT

In optimizing the mining industry that is synergistic, sustainable and environmentally friendly, cooperation

from various parties is needed in realizing this achievement. In the era of the industrial revolution 4.0 as it is

today, the role of the mining industry in optimizing mineral and coal management is a crucial part in making it

happen. The sustainability of the mining industry has an important role in building an increasingly advanced

human civilization. Human resource development is a fundamental matter and becomes the main focus in building

quality human resources, synergizing and mastering science and technology that is increasingly advanced in a

global scope. Human resources play a role as one of the most strategic aspects so that it can support other related

aspects. These human resources will play a role in the sustainability of mineral and coal resource management

which will provide maximum contribution in the long term for Indonesia. This is the right time to increase

educated human resources in developing capabilities and competencies in natural resource management in the

2

mining sector. Therefore, strategic efforts are needed, including improving the quality of human resources

starting from unskilled to knowledge workers. The increasing need for mining minerals along with the

development of the human population and the influence of the industrial revolution 4.0 in human life along with

the orientation to technology, has made the mining industry in Indonesia strive to implement increasingly efficient

and sophisticated technology in its application. Therefore, a program is needed to increase the added value of

minerals and coal that is synergistic, sustainable and environmentally friendly, such as downstreaming of mineral

resources, developing the interests and contributions of the younger generation in optimizing the role of the

mining industry, of course with supporting programs such as certification, training, competency development,

internship program in mining companies and so on, so that the program has goals and objectives to be achieved.

With this program, it is expected that human resources, especially the younger generation, can make the best

contribution so that they can achieve the common goal of improving the mining industry in the future, even more

advanced and able to carry out sustainable management effectively. and efficient.

Keywords: Human Resources Development, Mineral and Coal Management, Mining Industry, Development

Programs

A. PENDAHULUAN

Dalam rangka mempersiapkan Industri

pertambangan yang semakin maju berlingkup

global, dibutuhkan persiapan semaksimal mungkin

dalam meningkatkan pola pikir pendidikan dan

pembangunan perspektif masa depan dengan tujuan

untuk mewujudkan generasi muda yang

berintegritas, berkarakter unggul dan berkualitas.

Melalui SDM yang berkualitas dan unggul secara

mental maupun fisik maka peningkatan daya saing

dan kemandirian bangsa dapat tercipta. Dalam

cakupan pendidikan, keberhasilan dapat diraih dan

tentunya dapat memberikan kontribusi yang besar

pula terhadap pencapaian tujuan pembangunan yang

menyeluruh, termasuk dalam cakupan ilmu

pertambangan. Keberhasilan lingkup pendidikan

mencakup dimensi yang sangat besar didalamnya

diantaranya yaitu sosial, ekonomi, budaya dan

politik. Dalam meningkatkan nilai tambah mineral

dan batubara, kualitas sumber daya manusia (SDM)

sangat begitu penting demi kelancaran upaya

Indonesia dalam menyongsong era pembangunan

Industri pertambangan yang lebih baik dari segi

pengolahan hingga pemasaran. Seiring dengan

perkembangan era global, keberlanjutan dalam

industri pertambangan menjadi hal yang krusial.

Keberlanjutan dalam industri pertambangan selalu

menjadi fokus utama dalam pembangunan.

Meningkatnya kebutuhan akan komoditas tambang

sangat berdampak besar terhadap kehidupan

manusia. Melalui perkembangan zaman dan riset,

sejumlah besar industri memberikan perhatian pada

proses dan dampak dalam perspektif lingkungan dan

ekonomi. Pada era global seperti saat ini, kita sudah

mulai tersadar akan pentingnya kelestarian dan

ketahanan lingkungan. Fokus utama ditujukan

terhadap permintaan akan kebutuhan yang semakin

meningkat seiring dengan sumber daya yang

diperlukan seperti energi dan air selama proses

ekstraksi pertambangan, peningkatan polusi juga

harus diperhatikan seiring dengan keberlanjutan

lingkungan. Peluang kesempatan belajar seluruh

penduduk Indonesia khususnya generasi muda yang

memasuki usia produktif akan terjamin apabila

kualitas pendidikan tersebar secara merata dan

inklusif, yang merupakan tujuan dari pembangunan

secara berkelanjutan. Dengan tekad yang kuat

pembangunan SDM dapat tercipta seiring dengan

berkembangnya populasi manusia.

Pada tahun 2045 Indonesia telah memasuki

masa emasnya tepat pada 100 tahun Indonesia

merdeka. Pada periode tersebut jumlah penduduk

Indonesia mencapai populasi sejumlah 309 juta

orang yang didominasi oleh penduduk usia produktif

sehingga populasi usia produktif inilah yang akan

menjadi sumber modal dalam membangun

“Generasi Emas” pada tahun 2045. Dengan

kesempatan emas ini apabila dapat dikelola dan

dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin maka

populasi tersebut dapat menjadi peluang positif dan

menjadi bonus demografi yang sangat besar. Namun

dapat pula hal tersebut dapat menjadi suatu bencana

atau kerugian yang terbilang cukup besar apabila

tidak dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan secara

maksimal. Maka dari itu dengan kesempatan yang

sangat bernilai dan berharga inilah dibutuhkan

pengelolaan dan pemanfaatan yang baik demi

mewujudkan sumber daya manusia yang cerdas,

berkarakter, kompetitif dan dapat menghadapi

tantangan dan prolematika di masa yang akan

dating. Dalam mencapai generasi emas 2045,

dibutuhkan fondasi yang kuat dalam mewujudkan

kemandirian dan cita-cita Indonesia menuju negara

yang berdaulat dan makmur, yaitu sumber daya

manusia (SDM) yang unggul dan berintegritas.

Dalam mewujdukan generasi yang unggul dan

produktif dibutuhkan keberhasilan pembangunan

dalam berbagai aspek, salah satunya yaitu ekonomi.

3

Sumber daya manusi (SDM) yang unggul menjadi

peranan yang penting sebagai investasi menuju

Indonesia yang lebih maju, mandiri dan sejahtera.

Modal utama dari setiap usaha, apalagi dalam

sebuah industri pertambangan adalah sumber daya

manusia (SDM), maka dari itu sebuah perusahaan

menanamkan waktu dan modal yang tidak sedikit

pula dalam melatih, merekrut dan mengembangkan

sumber daya manusia agar mampu mengemban

tugas demi sebuah pencapaian perusahaan.

Pembangunan sumber daya manusia dalam skala

nasional merupakan bagian dalam proses untuk

mencapai tujuan dalam pembangunan nasional

Indonesia. Dengan demikian, pemikiran mengenai

pembangunan yang berkembang di era globalisasi

saat ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,

salah satunya yaitu kesadaran dalam diri. Berkaitan

dengan hal tersebut, beberapa hal menjadi fokus

utama pengembangan kualitas sumber daya

manusia, termasuk sistem pendidikan yang

berkualitas. Dalam mencapai tujuan tersebut

dibutuhkan penataan terutama berkaitan dengan

kualitas pendidikan serta relevansinya terhadap

dunia kerja khususnya dalam industri pertambangan,

dilakukan terhadap sistem pendidikan secara

keseluruhan. Dalam hal tersebut, pemerintah

berperan penting untuk menyelenggarakan sistem

pendidikan yang efisien dan efektif yang

berorientasikan pada penguasaan IPTEK yang sama

dan menyeluruh di seluruh Indonesia. Dalam

pengembangan sumber daya manusia (SDM)

dibutuhkan peningkatan SDM tidak hanya kuantitas,

tetapi juga kualitasnya, melalui berbagai pelatihan

kompetensi, diklat, sharing knowledge, dan

sebagainya. Pemerintah memegang peranan penting

dalam mempersiapkan program-program yang

strategis dan utama guna menghasilkan sumber daya

manusia (SDM) yang berkualitas, siap dalam

menghadapi dunia kerja dan tantangan global.

Generasi muda memiliki peranan yang

krusial dalam mewujudkan pembangunan bangsa,

dibutuhkan upaya semaksimal mungkin dalam

mewujudkannnya. Sehingga dibutuhkan persiapan

semaksimal mungkin dalam menyiapkan generasi

muda yang kreatif, inovatif dan unggul. Dalam

waktu yang bersamaan, bangsa Indonesia juga

menghadapi berbagai tantangan agar dapat mengejar

ketinggalan dari bangsa-bangsa yang lebih dahulu

maju. Mahasiswa termasuk generasi muda yang

digolongkan sebagai “elit”. Mahasiswa menjadi elit

generasi muda karena secara historis mereka

memainkan peran penting dalam semua perubahan

yang dibawa oleh generasi muda, baik di seluruh

dunia maupun di Indonesia. Tidak berlebihan jika

dikatakan bahwa mahasiswa mendapat predikat

Agen Perubahan, Direktur Perubahan, Minoritas

Kreatif (Elite Minority), dan Pemimpin Masa

Depan.

Pendidikan diyakini sebagai salah satu

bidang yang berguna saing dalam pembangunan

sumber daya manusia dan pembangunan suatu

bangsa yang bermartabat. Hal ini tertuang dalam

UUD 1945 mencakup peran penting dari pendidikan

dalam pembangunan sumber daya manusia. Peranan

strategis yang dimiliki oleh pendidikan merupakan

investasi yang sangat penting untuk dilakukan

rekonturksi dan reformulasi perencanaan

pendidikan untuk lebih mendukung terciptanya

generasi emas di masa yang akan datang.

Pemerataan kualitas pendidikan juga menjadi dasar

dalam mewujudkan pembangunan nasional secara

berkelanjutan dan dalam jangka panjang. Belum

sinkronnya blue print perencanaan jangka panjang

atas dasar pembangunan pendidikan yang bersifat

visioner dan strategis merupakan salah satu

hambatan dalam kemajuan pendidikan pada lingkup

internasional mengikuti perkembangan global yang

mengakibatkan pembangunan pendidikan nasional

cenderung berorientasi jangka pendek dan

pragmatis.

Generasi muda dan pendidikan adalah dua

konteks yang memiliki cakupan berbeda, namun

memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam konteks

tersebut, generasi muda secara garis besar tumbuh

dan berkembang melalui pendidikan atau dapat

dikatakan sebagai wahana pengembangan diri

generasi muda. Maka dari itu, dalam menghadapi

tantangan dan problematika global sangat

dibutuhkan sumber daya manusia yang

berkompetensi dalam pencapaian tersebut melalui

proses pengembangan. Oleh karena itu pendidikan

memiliki pengaruh besar dalam pengembangan

sumber daya manusia bagi milenial, begitupun

sebaliknya. Pendidikan mencakup suatu sistem yang

terbagi atas komponen-komponen yang saling

berkaitan demi terciptanya peningkatan kualitas

sumber daya manusia. Adapun komponen yang

tercipta didalamnya, yaitu SDM, Kebijakan, Sarana

dan Prasarana. Dari keempat komponen tersebut,

komponen yang paling strategis dan berperan sangat

penting adalah komponen SDM, terciptanya sumber

daya manusia yang berkualitas akan berguna dalam

meningkatkan daya guna komponen lainnya seperti

kebijakan, sarana maupun prasarana. Dengan

adanya pembangunan SDM maka sumber daya

manusia yang berkualitas dapat terwujud dengan

maksimal. Keterkaitan antara generasi muda dan

revolusi digital 4.0 tidak dapat dipungkiri. Dampak

4

perubahan fundamental dan dirupsi akibat adanya

revolusi industri 4.0 telah sukses mendorong

inovasi-inovasi teknologi terhadap kehidupan

masyarakat, sehingga perlu ditingkatkan

pemanfaatannya melalui sistem aplikasi berbasis

internet sebagaimana untuk kepentingan mobilitas.

Hasil akhirnys berupa dampak, dari penggunaan

mobilitas digital terhadap penerapan dari perubahan

globalisasi yang terjadi, diperlukan sebuah sistem

dalam mendukung revolusi digital.

Dalam hukum pertambangan Indonesia,

mineral dan batubara (minerba) merupakan bagian

dari kekayaan alam yang tidak dapat diperbarui,

sumber daya alam tersebut memiliki peran penting

dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Untuk

memberikan nilai tambah bagi perekonomian negara

dalam skala nasional demi terwujudnya

kesejahteraan rakyat, maka negara memiliki

kewenangan dalam melakukan pengelolaan mineral

dan batubara. Menurut Undang-Undang Nomor 4

Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan

Batubara (UU Minerba), apabila pengelolaan dan

pemurnian dapat dikelola di dalam negeri maka

dapat dihasilkan nilai tambah secara maksimal.

Dilakukannya upaya pengolahan dan pemurnian di

dalam negeri dapat berguna dalam meningkatkan

nilai ekonomi produk pertambangan mineral dan

batubara, meningkatkan nilai tambah, menciptakan

lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan

ekonomi nasional. Dalam beberapa periode,

Indonesia memiliki sejarah dalam pengelolaan

sumber daya alam di Indonesia, khususnya sumber

daya mineral, hingga saat ini sebagian besar masih

diekspor dalam bentuk bahan mentah, tanpa pra-

pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Dalam

meningkatan nilai tambah mineral, UU Minerba

memerlukan upaya strategis dan kewajiban dalam

mengatur politik hukum melalui beberapa proses

pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.

Kebijakan terrsebut diatur dalam Pasal 102 UU

Mineral.

Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki

banyak sekali cadangan mineral dan batubara yang

terkandung dalam bumi dengan cakupan jangka

panjang yang dimiliki, namun sejauh ini Indonesia

belum sepenuhnya memaksimalkan hal tersebut

terutama dalam pengolahan dan pemurnian. Dulu

Indonesia hanya melakukan penambangan saja

kemudian bahan galian tambang mentah tersebut di

ekspor ke luar negeri, namun sayangnya setelah

diolah di luar negeri, nilai jual yang diterima

Indoneisa semakin tinggi, dibandingkan harga jual

bahan material mentah,

B. PEMBAHASAN

Meningkatnya kebutuhan akan bahan galian

tambang yang seiring dengan berkembangnya

populasi manusia dan pengaruh revolusi industri 4.0

dalam kehidupan manusia seiring dengan orientasi

pada teknologi, menjadikan industri pertambangan

di Indonesia berupaya dalam mengimplementasikan

teknologi yang semakin efisien dan canggih dalam

penerapannya. Pada era globalisasi, terlebih disaat

pandemi Covid-19 seperti saat ini, teknologi kian

marak dan berkembang cukup pesat terlebih dalam

lingkup generasi muda saat ini, karena teknologi

sudah erat kaitanya dengan aktivitas kegiatan dari

generasi muda yang mengharuskan mereka

menggunakan teknologi digital dalam

kesehariannya. Teknologi kian berperan penting dan

strategis dalam mendukung perkembangan sumber

daya manusia terutama generasi muda. Dengan

berkembangnya teknologi banyak hal positif

maupun negatif yang dapat kita rasakan, tidak

menutup kemungkinan di era industri 4.0

kemungkinan teknologi dapat mengurangi tenaga

kerja manusia, namun demikian pada era industri 4.0

akan lebih banyak terbentuk profesi baru yang

mengikuti inovasi teknologi seperti pengoperasian

alat berat, pengawasan kerja, penggerak teknis dan

lain sebagainya. Maka dari itu generasi muda

ditutntut dalam memahami dan menggunakan

teknologi sebaik mungkin agar dapat

diimplementasikan terhadap teknologi saat ini

maupun di masa yang akan datang. Revolusi industri

4.0 tidak hanya memberikan peluang tetapi juga

memberikan tantangan kepada generasi muda.

Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi

dalam revolusi 4.0 turut diikuti dengan implikasi

lain yang terjadi yaitu tuntutan kompetensi yang

semakin beragam dan tinggi, kompetisi antara

manusia dan teknologi serta tingkat pengangguran

yang semakin tinggi apabila tidak diimbangi dengan

ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai.

Maka dari itu pembangunan sumber daya manusia

dibutuhkan seiring dengan berkembangnya IPTEK

pada revolusi industri 4.0 baik di masa saat ini

maupun di masa mendatang.

Dalam pembangunan nasional dibutuhkan

peran sumber daya manusia didalamnya, tentunya

dibutuhkan pula sebuah program dalam

mengembangkan potensi sumber daya manusia

sebagai pelaku utama yang sangat krusial dalam

mewujudkannya, diimbangi dengan peran IPTEK

yang semakin maju berlingkup global dengan begitu

Indonesia emas 2045 dapat terwujud. Persiapan

dalam mewujudkan Indonesia emas 2045 dilakukan

seirjng dengan persiapan Indonesia dalam

5

menghadapi bonus demografi yang dilakukan

dengan tahapan dan upaya secara maksimal. Industri

pertambangan memiliki potensi dan peluang yang

besar dalam mewujudkan harapan tersebut menuju

Indonesia emas 2045, maka dari itu saat inilah waktu

yang tepat dalam menggerakan roda pembangunan

jangka panjang berkelelanjutan dalam lingkup

global. Melalui kerjasama dan tekad yang kuat maka

tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai. Program

yang dapat menunjang peningkatan kualitas sumber

daya manusia yang pertama dalam lingkup

mahasiswa yakni kuliah tamu, dimana program

tersebut diperuntukan untuk mahasiswa yang sedang

menjalankan program studi teknik pertambangan

dengan pemateri yang sangat handal dan

berpengalaman dalam industri pertambangan, maka

dari itu dengan adanya program kuliah tamu,

diharapkan dapat memberikan gambaran secara

tidak langsung mengenai lingkup kerja tanpa harus

terjun langsung di lapangan maupun di perusahaan

pertambangan tersebut, serta dapat memberikan

motivasi pula kepada mahasiswa yang sedang

menempuh pendidikan perkuliahan agar mereka

memiliki semangat dan ambisi dalam menempuh

harapan yang cerah pada industri pertambangan.

Program selanjutnya yakni program magang

bersertifikat di perusahaan pertambangan, program

tersebut dapat berasal dari naungan kemendikbud

yakni program magang kampus merdeka maupun

program langsung dari kerjasama antara pihak

perguruan tinggi yang menaungi dengan perusahaan

pertambangan, dari adanya program tersebut

diharapkan pemerintah dapat berkontribusi pula

dalam menghimbau dan memberikan arahan kepada

setiap instansi atau perusahaan untuk dapat

menerima mahasiswa untuk dapat magang dalam

perusahaan tersebut, selain itu dengan adanya

program ini dapat memberikan peluang kepada

mahasiswa untuk dapat aktif, kreatif dan selalu

berinovasi dalam menggerakan roda pembangunan

nasional, tentunya dengan tujuan untuk mencapai

Indonesia emas 2045. Dengan adanya program

magang kampus merdeka maupun program magang

lainnya, maka mahasiswa dapat menggali informasi

dan ilmu secara fleksibel tanpa adanya batasan

jangkauan dan tidak terpangku dengan prosedur

mata kuliah yang ada pada perguruan tinggi tersebut,

dengan begitu akan memberikan warna dan ruang

baru pada mahasiswa untuk dapat berkecimpung

secara langsung dalam industri pertambangan.

Terlebih lagi saat ini era digital sangat membantu

setiap peserta didik untuk mendapatkan ilmu

pengetahuan secara luas dan fleksibel. Selain dari

perguruan tinggi dan perusahaan, peran ikatan

alumni sangat dibutuhkan untuk memberikan

knowledge atas pencapaian yang telah dicapai oleh

para alumni, sehingga dapat memberikan motivasi

pula kepada adik-adik yang masih berada di bangku

kuliah, maka dari itu diperlukan program-program

yang menunjang untuk mengoptimalkan sumber

daya manusia di lingkup industri pertambangan

khususnya generasi muda sebagai cikal bakal dalam

mengelola industri pertambangan untuk dapat

mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia

lebih baik lagi bahkan hasil dari pengelolaan

tersebut dapat berguna dalam meningkatkan

ekonomi Indonesia lebih sejahtera lagi dan lebih

maju. Program-program pengembangan sumber

daya manusia yang berkaitan dengan alumni

tersebut dapat berupa forum diskusi (forum

discussion) yaitu ruang aktif untuk bersosialisasi,

menyampaikan aspirasi serta berdiskusi bersama

seluruh alumni tambang, alumni community dan

berguna untuk menghubungkan, berinteraksi dan

bersosialisasi secara online, miners development

center berguna dalam memberi ilmu pertambangan,

pengalaman, professional dan entrepreneurship dari

para alumni, job vacancy berguna dalam

memberikan informasi pekerjaan yang

menghubungkan perusahaan-perusahaan dengan

lulusan tambang, bisnis alumni memuat daftar-

daftar bisnis yang dikembangkan oleh alumni yang

berguna untuk memotivasi semanagat dalam

berwirausahaan, dan sharing knowledge dari alumni

yang berguna sekali dalam memberikan informasi

dan materi pendidikan yang relevansi dengan

kurikulum jurusan Teknik Pertambangan kepada

adik-adik mahasiswa pada perguruan tinggi tersebut,

serta berguna dalam memberikan gambaran mengai

industri pertambangan secara luas dan berdasarkan

pengalaman pribadi masing-masing. Adapula

program-program yang menunjang dalam

meningkatkan kompetensi mahasiswa ataupun

karyawan baru melalui program-program seperti

penyelenggaraan diklat berbasis kompetensi,

widyaiswara yang professional, pelatihan dan

pengembangan kompetensi berupa pelatihan

sertifikasi, teknis/fungsional, manajerial,

pengembangan karakter dan kepribadian (pelatihan

dasar) dan pendidikan leadership. Pembangunan

dapat tercipta dengan semaksimal mungkin apabila

memiliki niat dan tekad dalam mencapai tujuan

bersama, tentunya dengan saling bekerjasama untuk

mencapai tujuan tersebut.

Dalam memajukan Industri pertambangan

menuju Indonesia emas 2045, tentunya dibutuhkan

kerjasama pula antara perusahaan dan masyarakat

Indonesia, hingga saat ini pertambangan masih

6

belum cukup umum di kalangan masyarakat dan

merusak lingkungan, maka dari itu saat inilah waktu

yang tepat untuk mahasiswa dapat memberikan

informasi positif mengenai pertambangan. Kian

maraknya pertambangan illegal yang ada di

Indonesia menyebabkan banyaknya opini negatif

beredar di kalangan masyarakat mengenai hal

terseut, seringkali opini beredar bahwasannya

pertambangan selalu berdampak pada kerusakan

lingkungan, karena masih banyaknya opini negatif

yang berkembang, maka solusi terbaik dalam

menangani hal tersebut dapat berupa sosialiasi atau

pemberian pemahaman dengan memberikan edukasi

atau penyelesaian perihal permasalahan tersebut

sehingga dapat diatasi dengan sebaik mungkin,

perlahan dan pasti semua akan berubah dan industri

pertambangan dapat menjalin hubungan yang

harmonis dengan masyarakat setempat. Oleh karena

itu, generasi muda menjadi salah satu peran dari

SDM yang sangat krusial dalam mewujudkan

keterbaharuan tersebut. Dengan dukungan dan

kerjasama dari semua pihak yang terlibat, maka

pertambangan Indonesia dapat berkembang menuju

Indonesia yang lebih maju dan dapat menaikan roda

pembangunan nasional dengan memanfaatkan

potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia.

Namun dalam mewujudkannya hal tersebut,

dibutuhkan persyaratan mengenai ketersediaan dan

mutu dari infrastruktur yang memadai, kemudian

dibutuhkan kualitas sumber daya manusia yang

baik, kemampuan dan inovasi untuk memanfaaatkan

teknologi secara maksimal, penataan mobilitas yang

efisien dak efektif, stabilitas ekonomi, politik dan

tata kelola hukum secara maksimal.

Dengan demikian, peran sumber daya

manusia sangat dibutuhkan sekali dalam

memanfaatkan sumber daya alam yang ada,

contohnya saja dalam industri pertambangan

terdapat serangkaian proses dalam mengelola dan

memanfaatkan sumber daya yang ada melalui

serangkaian proses yakni pengolahan, produksi

bahkan hingga pemasaran, semua proses tersebut

selalu membutuhkan peran sumber daya manusia

dan tentunya diimbangi dengan inovasi teknologi

yang cukup membantu manusia dalam mengerjakan

hal tersebut. Dengan adanya program tersebut

diharapkan mahasiswa dapat menjadi pribadi yang

unggul, mandiri, kreatif, inovatif dan tentunya dapat

bersaing tidak hanya dalam lingkup nasional tetapi

juga lingkup internasional. Dalam era globalisasi

seperti saat ini yaitu di era new normal dan industri

4.0, maka seluruh sumber daya manusia bidang

pertambangana harus memiliki kompetensi yang

mumpuni dan juga penguasaan teknologi informasi.

Adapun kompetensi umum yang dibutuhkan dalam

industri pertambangan antara lain :

1. Health and Safety Management

2. Environmental Management System

3. Mining Maintenance System

4. System of Explosive Activities

5. System of Fastening and Mining Activities

Strategi pendidikan dibangun berdasarkan dari

tujuan-tujuan strategis pendidikan berdasarkan

SDG’s dengan tujuan untuk :

1. Mencapai kemitraan yang inklusif dan efektif

2. Memastikan sistem pendidikan yang bermutu

dan memiliki visi misi Bersama dalam

mewujudkan generasi yang unggul

sebagai bekal dalam bonus demografi

3. Memperbaiki kebijakan pendidikan

4. Mengelola sumber daya dalam pendanaan

pendidikan yang memadai

5. Melakukan pemantauan, evaluasi dan tindak

lanjut terhadap seluruh target

Dalam mengoptimalkan keberlangsungan

program pembangunan SDM menuju Indonesia

emas 2045, telah diselenggarakan program-program

yang menunjang pembangunan SDM dalam lingkup

nasional. Pembangunan SDM diperlukan dalam

rangka upaya untuk meningkatkan mutu sumber

daya manusia yang selama ini hanya dalam lingkup

tertentu saja, dengan adanya program tersebut

pendekatan pembelajaran dapat berlangsung secara

fleksibel dengan ilmu yang memadai karena

memiliki lingkup yang luas sehingga mahasiswa

dapat menjadi aktif, kreatif dan inovatif. Dalam

rangka menuju Indoensia emas 2045, pendidikan

yang berkualitas dibutuhkan negara Indonesia dalam

mempersiapkan bonus demografi, maka dari itu hal

ini haruslah disiapkan dengan matang dan sungguh-

sungguh. Apabila hal tersebut tidak disiapkan

dengan sungguh-sungguh maka bonus demografi

yang ditunggu-tunggu dapat menjadi bala bencana

untuk Indonesia. Peran pemerintah, perguruan tinggi

dan industri pertambangan sangat dibutuhkan dalam

hal tersebut, dimana pihak terkait harus beradaptasi

cepat dalam menyiapkan kompetensi, kreativitas

dan inovasi yang unggul sehingga mahasiswa dapat

mengikuti dan menghadapi berbagai tantangan dan

problematika yang ada. Dalam hal tersebut

dibutuhkan pula sinergi antara perguruan tinggi dan

industri khususnya dalam ranah pertambangan.

Industri pertambangan memiliki peran yang begitu

besar pula dalam mewujudkan Indonesia emas 2045.

Sumber daya alam yang melimpah dapat

dimanfaatkan oleh industri pertambangan untuk

dapat dikelola semaksimal mungkin, sehingga hasil

yang didapat juga akan lebih maksimal, hal ini

7

tentunya harus didukung pula dengan sumber daya

manusia dan teknologi yang memadai. Melalui

program tersebut diharapkan dapat mengembangkan

potensi mahasiswa dalam menghadapi berbagai

tantangan global yang akan terjadi di masa depan.

Selain dari lingkup perguruan tinggi, dapat pula

dikerahkan oleh instansi. Pada era globalisasi,

perkembangan IPTEK semakin berkembang,

termasuk daya saing antar perusahaan dan

peningkatan permintaan sumber daya dari

konsumen, sehingga perusahaan berupaya

melakukan pengolahan dan pengoptimalan sumber

daya sebaik mungkin untuk dapat dimanfaatkan baik

di dalam negeri dan dapat di ekspor ke luar negeri

yang dapat menaikan perekonomian perusahaan

maupun negara. Sumber daya manusia (SDM)

merupakan salah satu pemangku kepentingan dan

memegang peranan penting dalam keberhasilan

perusahaan. SDM selalu dianggap sebagai mitra

strategis untuk kegiatan bisnis. Oleh karena itu,

setiap perusahaan harus selalu berusaha untuk

mengelola dan meningkatkan kemampuannya agar

dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif

untuk mengoptimalkan kinerja sumber daya

manusia sehingga dapat beroperasi secara efisien.

Sumber daya manusia merupakan salah satu

pemangku kepentingan dan berperan penting dalam

mewujudkan visi dan menjalankan misi. SDM

sebagai mitra bisnis strategis. Kehadiran karyawan

yang kompeten, profesional dan jujur dapat

memberikan landasan yang kuat bagi perusahaan

untuk berkembang dan mencapai tujuannya. Hal ini

menunjukkan bahwa peran sumber daya manusia

merupakan salah satu hal yang penting bagi

perusahaan dalam mencapai tujuan bersama. Sejalan

dengan berkembangnya industri timah yang

mengalami peningkatan sehingga memerlukan

peningkatan kompetensi dari seluruh pihak terkait.

Maka dari itu, setiap perusahaan mulai menyusun

dan melaksanakan serangkaian program untuk

meningkatkan kompetensi karyawan sekaligus

berupaya pula untuk memenuhi kesejahteraan

karyawan. Dalam mengembangkan sumber daya

manusia dibutuhkan peran manajemen sumber daya

manusia dalam mengelola dan mengatur sistem agar

berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis. Dalam

pengelolaan diperlukan beberapa aspek yang

penting seperti pelatihan, motivasi dan aspek

lainnya. Hal ini menjadikan manajemen sumber

daya manusia sebagai salah satu indikator penting

dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.

Untuk memastikan bahwa fungsi SDM berjalan dan

mampu memberikan kontribusi dalam mencapai

target keberhasilan, maka dari itu harus dilakukan

evaluasi terhadap pelaksanaan program-program

untuk meningkatkan kualitas SDM yang telah

dijalankan, sehingga dapat mencapai tujuan secara

keseluruhan.

Sumber daya manusia di seluruh perusahaan

adalah orang-orang yang bekerja di perusahaan,

biasa disebut karyawan. Sumber daya manusia

merupakan bagian penting dari operasi bisnis.Tanpa

sumber daya manusia, bahkan di era globalisasi saat

ini, teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi lebih

matang, dan sumber daya yang dikelola tidak dapat

memberikan manfaat atau nilai bagi perusahaan.

Salah satu dimensi terpenting dalam suatu

perusahaan adalah manusia, sehingga penempatan

faktor manusia dalam perusahaan nampaknya telah

mendapat perhatian yang besar sebagai sumber

modal untuk mencapai tujuan perusahaan. Pada

dasarnya, manajemen sumber daya manusia

didasarkan pada konsep bahwa setiap karyawan

adalah orang, bukan mesin, dan bukan sumber daya

bisnis. Manajemen sumber daya manusia terkait

dengan praktik dan kebijakan yang perlu diterapkan

oleh para pemimpin atau manajer perusahaan dalam

aspek sumber daya manusia dari manajemen kerja.

Pengembangan sumber daya manusia dapat dicapai

melalui orientasi pelatihan dan pendidikan.

Peran dari generasi muda sangat berguna

dalam membangun industri pertambangan lebih baik

lagi, sehingga sumber daya alam yang melimpah ini

dapat dikelola dan dimanfaaatkan sendiri oleh

Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia

dapat dilakukan melalui orientasi pelatihan dan

pendidikan. Pada dasarnya, kualifikasi untuk

bekerja baik sekarang atau di masa depan dirancang

untuk melengkapi persyaratan atau kualifikasi yang

diperlukan. Pengembangan bertujuan untuk dapat

secara merata meningkatkan dan meningkatkan

keterampilan dan kinerja seluruh karyawan. Dengan

kemajuan teknologi, pengetahuan profesional

karyawan terwujud. Selain itu, diketahui bahwa

pembangunan dapat dilakukan secara formal yang

berguna untuk meningkatkan kinerja karyawan di

perusahaan tersebut, oleh karena itu karyawan

ditugaskan oleh perusahaan untuk mengikuti

pendidikan dan pelatihan guna menambah

pengetahuan, keahlian, keterampilan dan

kemampuan serta membina karakter agar lebih baik

dalam lingkup kerja.

SDM yang berkualitas didapatkan melalui

sebuah proses, sehingga dibutuhkan program

pelatihan dan pendidikan untukmengembangkan

dan mempersiapkan kualitas SDM yang lebih

unggul dan memiliki nilai nilai indigenous.

8

Terpenuhinya pencapaian tersebut dapat melalui

pengembangan SDM. Upaya peningkatan kualitas

pada sumber daya manusia harus dilandaskan

dengan prinsip dari kualitas dan kemampuan kerja

yang ditingkatkan. Adapun tujuan dari

pengembangan SDM diantaranya yakni:

Mengembangkan kompetensi secara teknikal dan

konseptual, meningkatkan efisiensi dan efektivitas,

meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan

karakter moral, meningkatkan pelayanan terhadap

klient dan meningkatkan karir dan status kerja.

C. KESIMPULAN

Peran dari generasi muda sangat berguna

dalam membangun industri pertambangan lebih baik

lagi, sehingga sumber daya alam yang melimpah ini

dapat dikelola dan dimanfaaatkan sendiri oleh

Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia

dapat dilakukan melalui orientasi pelatihan dan

pendidikan. Pada dasarnya, kualifikasi untuk

bekerja baik sekarang atau di masa depan dirancang

untuk melengkapi persyaratan atau kualifikasi yang

diperlukan. Pengembangan bertujuan untuk dapat

secara merata meningkatkan dan meningkatkan

keterampilan dan kinerja seluruh karyawan. Dengan

kemajuan teknologi, pengetahuan profesional

karyawan terwujud. Selain itu, diketahui bahwa

pembangunan dapat dilakukan secara formal.

Program yang dapat menunjang peningkatan

kualitas sumber daya manusia yang pertama dalam

lingkup mahasiswa yakni kuliah tamu, dimana

program tersebut diperuntukan untuk mahasiswa

yang sedang menjalankan program studi teknik

pertambangan dengan pemateri yang sangat handal

dan berpengalaman dalam industri pertambangan.

Program selanjutnya yakni magang di perusahaan

pertambangan, dari adanya program tersebut

diharapkan pemerintah dapat berkontribusi pula

dalam menghimbau dan memberikan arahan kepada

setiap perusahaan untuk dapat menerima mahasiswa

untuk dapat magang dalam perusahaan tersebut,

selain itu dengan adanya program ini dapat

memberikan peluang kepada mahasiswa untuk dapat

aktif, kreatif dan selalu berinovasi dalam

menggerakan roda pembangunan nasional. Selain

dari perguruan tinggi dan perusahaan, peran ikatan

alumni sangat dibutuhkan untuk memberikan

knowledge atas pencapaian yang telah dicapai oleh

para alumni. Berbagai macam program

pengembangan sumber daya manusia yang

berkaitan dengan alumni tersebut dapat berupa

forum diskusi (forum discussion) yaitu ruang aktif

untuk bersosialisasi, menyampaikan aspirasi serta

berdiskusi bersama seluruh alumni tambang, alumni

community dan berguna untuk menghubungkan,

berinteraksi dan bersosialisasi secara online, miners

development center berguna dalam memberi ilmu

pertambangan. Adapula program-program yang

menunjang dalam meningkatkan kompetensi

mahasiswa ataupun karyawan baru melalui

program-program seperti penyelenggaraan diklat

berbasis kompetensi, widyaiswara yang

professional, pelatihan dan pengembangan

kompetensi berupa pelatihan sertifikasi,

teknis/fungsional, manajerial, pendidikan

leadership serta pengembangan kepribadian dan

karakter (pelatihan dasar). Pembangunan dapat

tercipta dengan semaksimal mungkin apabila

memiliki niat dan tekad dalam mencapai tujuan

bersama, tentunya dengan saling bekerjasama untuk

mencapai tujuan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Murwaningsih, Tri. 2005. Manajemen Sumber Daya

Manusia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pengembangan

Sumber Daya Manusia, PT. Rineka Cipta.

Jakarta.

Siagian, Sondang, P, 2002.Kiat Meningkatkan

Produktivitas Kerja, Rineka Cipta, Jakarta.

Siagian, Sondang, P, 1996.Manajemen Sumber

Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.

Suarta, I R Gede. 2016. “Mengelola Sumber Daya

Manusia.” : 1–20.

Tirtia, Angie, and Anton Arisman. “AUDIT

MANAJEMEN ATAS FUNGSI SUMBER

DAYA MANUSIA (Studi Kasus Pada PT.

Dwidaya Tour Palembang).” Core.Ac.Uk: 1–14.

Wati, Enny. 2019. “Konsep Dasar Manajemen

Sumber Daya Manusia.” : 1–51.

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta MewujudkanKetahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat

Implementasi Work-Life Balance sebagai Upaya Optimalisasi Proses Regenerasi TenagaKerja Muda di Industri Pertambangan

M Fachrel Kiandra[1], Klareza Putri Djajadiwangsa[2], Inayah Nurwulan[3]

[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan

[2] Universitas Indonesia/Manajemen

[3] Universitas Indonesia/Ilmu Kesejahteraan Sosial

ABSTRAK

Demografi menunjukkan bahwa dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang, tenaga kerja pada industri pertambangan akanmemasuki masa pensiun. Fenomena ini tidak hanya akan meninggalkan kesenjangan potensial bagi perusahaan saja, namun juga akanmenimbulkan kesenjangan demografi dimana tidak tersedianya tenaga kerja muda yang cukup untuk menggantikan mereka.Manajemen sumber daya manusia di industri pertambangan pun menghadapi tantangan baru dalam menentukan strategi yang tepatguna menunjang stabilitas perusahaan dan kinerja tenaga kerja di dalamnya, khususnya dalam menentukan metode terbaik untukmenciptakan minat di kalangan tenaga kerja muda dalam berkarir di industri pertambangan. Penentuan metode ini penting agarindustri pertambangan memiliki sumber daya yang cukup untuk regenerasi, serta memperoleh tenaga kerja muda terampil untukmencapai tujuan perusahaan dan memperoleh keuntungan yang maksimal. Salah satu metode untuk menciptakan minat tenaga kerjamuda adalah dengan implementasi work-life balance. Studi ini menekankan pentingnya melakukan dan mengimplementasikanwork-life balance di industri pertambangan, untuk dapat memperoleh daya tarik dari tenaga kerja muda sehingga mereka dapat secaraefektif menggantikan tenaga kerja yang akan memasuki masa pensiun. Meningkatnya minat calon tenaga kerja muda terhadap industripertambangan dapat memudahkan proses regenerasi dan mewujudkan ketahanan energi nasional. Berdasarkan survei yang dilakukanoleh Mining People International (MPI) terhadap 800 responden, diketahui bahwa work-life balance masih menjadi prioritas utamadalam hal aspek yang diinginkan para pekerja. Sebagian besar responden survei (39,8%) memberikan peringkat tertinggi untukwork-life balance ketika ditanya mengenai apa yang diprioritaskan saat mencari pekerjaan di industri pertambangan. Disampingaspirasi karir tenaga kerja muda yang mencakup keinginan tinggi untuk work-life balance, pekerjaan pertambangan justru memilikibanyak aspek yang tidak menarik, termasuk lokasi kerja terpencil, jauh dari keluarga, waktu cuti yang sedikit, dan lingkungan kerjayang penuh tekanan dan tuntutan. Hal ini menjadi perhatian utama karena pengaruhnya terhadap kualitas kehidupan kerja dankehidupan non-kerja. Maka, perusahaan di industri pertambangan harus meninjau kembali aspek work-life balance yang ada danmementingkan kemampuan perusahaan dalam memberikan work-life balance, sehingga memiliki keunggulan kompetitif yang dapatmenjadi daya tarik bagi tenaga kerja muda dan mendukung proses regenerasi. Mengingat persoalan ini merupakan tantangan dalamproses rekrutmen saat ini, maka mengimplementasikan work-life balance di industri pertambangan dapat selaras dengan aspirasi karircalon tenaga kerja muda. Dengan melakukan hal tersebut, industri pertambangan dapat berkompetisi dengan sektor lainnya dalammemperoleh tenaga kerja muda sehingga regenerasi pada industri pertambangan dapat berjalan dengan baik dan dapat mewujudkanketahanan energi nasional.

Kata Kunci: Pemberdayaan Tenaga Kerja Muda, Work-Life Balance di Industri Pertambangan, Regenerasi Tenaga Kerja

1.PENDAHULUANTidak dapat dipungkiri bahwa industri pertambangan

akan mengalami ketidakpastian masa depan, terutama karenafakta bahwa industri ini akan mengalami kekurangan tenagakerja di masa yang akan mendatang. Fenomena ini tentunyaakan menciptakan komplikasi di bidang sumber daya manusia

(SDM), termasuk dengan adanya faktor lain sepertimodernisasi industri, tenaga kerja pensiun, dan kebutuhanakan sumber daya manusia yang memiliki pengalamanmumpuni untuk dapat mengisi lowongan pekerjaan di industripertambangan. Survei yang dilakukan Mercer terkait industripertambangan di Amerika Utara menemukan bahwa 67%

1

responden mengatakan mereka khawatir tentang angkatankerja tua yang akan memasuki masa pensiun (Mercer, 2019).

Salah satu populasi terbesar di industri pertambangandalam menentukan keberhasilan operasional bisnis terdiri darimanajer lokasi, mandor, dan pengawas. Data survei dariMercer menyebutkan bahwa 20% dari populasi tersebutberusia di atas 60 tahun (Mercer, 2019). Selain itu, hanya 56%peserta survei yang mengatakan bahwa mereka merasapercaya diri dengan bakat dan kemampuan mereka dalambidangnya, yang mana berarti bahwa hampir setengah darimereka tidak percaya diri (Mercer, 2019). Oleh karenanya,dibutuhkan pertimbangan dalam mengevaluasi cara menarikdan mempertahankan bakat-bakat di industri pertambanganagar dapat bersaing dengan industri lain.

Regenerasi sulit dilakukan karena banyak calon pekerjapertambangan berpandangan bahwa bekerja di duniapertambangan memiliki work-life balance (WLB) yang buruk.Terbukti berdasarkan survei yang dilakukan oleh MiningPeople International (MPI) mengenai hal yang diprioritaskansaat mencari pekerjaan pertambangan pada tahun 2016, 2018,dan 2019, sebagian besar responden survei memberi jawabankeseimbangan kehidupan kerja dengan rata-rata sebesar42,5067% dan menjadikan hal tersebut menjadi persentasetertinggi dari hasil survei (Vella, 2019). Hal hal yang disorotiterkait work-life balance (WLB) yang buruk pada duniapertambangan antara lain waktu cuti yang sedikit dariperusahaan, bekerja jauh dari keluarga, dan eksploitasi pekerjaseperti waktu kerja yang terlalu lama, dan tekanan sertatuntunan bekerja yang tinggi dari atasan (Vella, 2019).

Australian Coal and Energy Survey, yang dilaksanakansebagai bagian dari Australian Research Council LinkageGrant bekerja sama dengan Construction, Forestry, Miningand Energy Union (CFMEU), menyurvei 2566 pekerja dan1915 mitra pekerja pertambangan dan energi (Clement, 2012).Setengah dari karyawan yang disurvei mengatakan merekabekerja lebih lama dari yang mereka inginkan, selain itubanyak juga yang melaporkan depresi, penggunaan obat tidur,dan penyakit umum (Clement, 2012).

Keseimbangan antara work dan life adalah ketikaterdapat kesesuaian fungsi di tempat kerja dan di rumah,dengan minimnya konflik peran (Meenakshi et al., 2013).WLB didefinisikan sebagai "Jumlah waktu yang dihabiskanuntuk bekerja dibandingkan dengan jumlah waktu yangdihabiskan bersama keluarga dan melakukan kegiatan yangdisukai" (Cambridge University Press, 2021). Terdapat faktabahwa orang-orang yang memasuki dunia kerja saat ini lebihmenekankan pentingnya WLB, dibandingkan para tenagakerja sebelumnya. Meski demikian, sejauh manakeseimbangan ini dicapai jauh lebih sedikit dari yangdiinginkan. Faktanya, para peneliti mengatakan bahwa lulusanbaru kini bekerja dengan jam kerja yang semakin lamasehingga tidak memiliki keseimbangan antara home-life danwork-life (Meenakshi et al., 2013).

Ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan dannon-pekerjaan menimbulkan konflik dan akibatnya pekerjamengalami kurangnya WLB. Penelitian menunjukkan bahwapekerja yang tidak punya waktu untuk kehidupan pribadimerasa terkuras dan terganggu dalam menjalankanpekerjaannya. Selain itu, kehidupan pribadi yang tergangguoleh aspek negatif pekerjaan dapat menyebabkan jobexhaustion, terganggunya hubungan keluarga dan pertemanan,hilangnya kesenangan, dan peningkatan stres (Meenakshi etal., 2013).

WLB adalah tentang menciptakan danmempertahankan lingkungan kerja yang mendukung dansehat, sehingga dapat memperkuat loyalitas dan produktivitaspekerja (Meenakshi et al., 2013). Disamping itu, WLB yangbaik juga dapat meningkatkan motivasi pekerja, meningkatkanretention rates, mengurangi ketidakhadiran, menarik kandidatbaru, dan mengurangi stres karyawan (DVV MediaInternational, 2021) dimana pada akhirnya dapat membantumengoptimalisasi proses regenerasi. Maka dari itu, dalammendorong peningkatan penerapan praktik WLB, artikel inimembahas pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimanacara mengimplementasikan WLB di industri pertambanganguna mengoptimalisasi regenerasi tenaga kerja muda?

2. TEORI DASARPraktik Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

Manajemen sumber daya manusia (MSDM)merupakan proses untuk mengelola bakat dan potensi individudalam mencapai tujuan organisasi (Snell & Bohlander, 2013).Dalam praktiknya, MSDM bertanggung jawab untukmenganalisis dan merancang pekerjaan, melakukanperencanaan tenaga kerja, memproses rekrutmen,mengembangkan pelatihan, manajemen kinerja, mengaturkompensasi, hingga memastikan bahwa semua fungsi berjalandengan baik. Jika fungsi-fungsi dikelola secara efektif, makadalam gilirannya akan membawa konsekuensi positif sepertimeningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan,mengembangkan komitmen karyawan terhadap organisasi,mempromosikan keterlibatan karyawan, dan meningkatkanwork-life balance, (Mayes dkk., 2016).

Dalam pendekatannya, work-life balance di sebuahorganisasi ditekankan berdasarkan dua dimensi yaitupendekatan organisasi dan pendekatan individu (Joshi dkk,.2002) Secara tradisional, work-life balance dalam kerangkaorganisasi didefinisikan sebagai apa yang organisasi lakukanterhadap individu, sedangkan pendekatan individu diartikansebagai apa yang individu lakukan untuk mereka sendiridalam menyeimbangi kehidupan pribadi dan kehidupan ditempat kerja.

Lebih lanjut, perhatian MSDM dalam meningkatkanwork-life balance dipusatkan agar seseorang dapat mencapaikualitas kehidupan kerja yang baik. Organisasi yang gagalmerespon kebutuhan dan memusatkan perhatian merekaterhadap tenaga kerja akan menghadapi masalah krusial dankehilangan tenaga kerja profesional yang mereka miliki

2

(Dunne & Teg, 2007). Tanpa adanya work-life balance,seseorang akan sulit untuk meluangkan waktu dan menikmatikehidupan pribadinya di luar kehidupan pekerjaan dan tempatkerja. Hal ini akan menciptakan kondisi dimana mereka tidaktersedia untuk anggota keluarga dan teman-temannya. Lebihparahnya, tidak tercapainya work-life balance dapatmenimbulkan gangguan fisik akibat stres berkepanjangan,seperti: penyakit jantung, ketergantungan alkohol, hinggadiabetes (Meenakshi dkk., 2013).

Work-Life BalanceMenurut Schermerhorn (2005), work-life balance

(WLB) adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkanantara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dankeluarganya. Individu yang dapat menyeimbangkan perannyadengan baik, meskipun individu tersebut mempunyai tuntutantugas dan tanggung jawab dalam dua peran baik dalamorganisasi maupun di luar organisasi. Dalam menunjangkebutuhan karyawan, baik dalam organisasi maupun dalamkebutuhan psikologis, karyawan tersebut harus memilikikemampuan untuk mengatur waktu yang dibutuhkan dalamkedua peran yang berbeda tersebut, jika kebutuhan dantuntutan dari seorang karyawan tersebut sudah terpenuhi,dapat dikatakan bahwa karyawan tersebut memiliki work-lifebalance (Andiri & Surjanti, 2017).

Manfaat Implementasi Work-Life Balance bagi Organisasidan Karyawan

Pengaruh praktik work-life balance terhadap sikap danpersepsi karyawan meliputi job satisfaction, organizationalcommitment, job stress, dan turnover intention. Seluruh faktortersebut mempengaruhi job performance, direct and indirectabsenteeism costs, biaya terkait loss and replacement ataskaryawan berkinerja baik, customer satisfaction, danorganizational productivity. Pengukuran terhadaporganizational outcomes meliputi:

Gambar 1. Manfaat bagi organisasidari praktik of work-life balanceSumber: European Research Studies, 2010: The Role of Work-Life Balance

Practices in Order to Improve Organizational Performance

Gambar 2. Manfaat bagi karyawan dari praktik of work-life balanceSumber: European Research Studies, 2010: The Role of Work-Life Balance

Practices in Order to Improve Organizational Performance

Pengurangan biaya – terutama terkait penguranganketidakhadiran dan turnover. Ketidakhadiran dan tingkatturnover yang tinggi dalam organisasi merupakan indikasi darisemangat kerja yang rendah dan adanya job stress.Berdasarkan praktik di Capital One Financial, implementasiwork-life balance mengurangi turnover dan meningkatkanproduktivitas serta kepuasan karyawan.

Peningkatan citra organisasi dan retensi atas“desirable” employees: Praktik work-life balance yanginovatif memungkinkan organisasi untuk meningkatkanreputasi organisasi di pandangan publik. Hal ini menandakanbahwa organisasi juga memiliki posisi yang baik untukmenarik dan mempertahankan lebih banyak job applicantsserta dapat memilih lebih banyak karyawan dengan kualifikasiyang lebih baik. Arup Laboratories melaporkan bahwamenawarkan flexible scheduling membantu merekamengurangi turnover dari 22% menjadi 11% (Hartel et al2007). SC Johnson, perusahaan family-owned consumer goodsdi Selandia Baru, mengatakan peningkatan retensi staf sebagaihasil dari inisiatif work-life balance dapat menghematperusahaan lebih dari $200.000 setahun(www.worklifebalance.com, 2004).

Peningkatan produktivitas dan kinerja karyawan:Praktik work-life balance umumnya memiliki dampak positifpada produktivitas individu dan organisasi. Pfizer Canadamelaporkan adanya peningkatan produktivitas sebesar 30% ditranslation department ketika karyawan diberi kesempatanuntuk melakukan telecommuting. KPMG melaporkan bahwamengizinkan karyawan mengambil cuti darurat untukmemenuhi care responsibilities telah menciptakan kekuatanorganisasi berupa retensi dan ‘superlative services’.

Organisasi yang menawarkan praktik work-life balanceyang lebih luas memiliki peringkat yang lebih tinggi dari segikinerja organisasi serta mampu menarik essential employees,memiliki kualitas hubungan yang baik antara manajemen dankaryawan, serta memiliki kualitas produk yang baik.

3

Gambar 3. Hubungan antara produktivitas dan work-life balanceSumber: Working families, 2005: Is less more? Productivity, flexible working

and Management.

3. HASIL DAN PEMBAHASANKondisi Kesehatan Mental di Industri Pertambangan

Industri pertambangan adalah salah satu industridengan profesi yang menuntut kekuatan fisik, khususnyakarena industri ini memiliki jenis pekerjaan yang berat danberbahaya. Profesi di industri pertambangan kerap kalimenjadi sebuah tantangan bukan hanya bagi tubuh, namunbagi pikiran dan mental para tenaga kerja. Jika kondisi inidibiarkan terus menerus, maka akan timbul masalah kesehatanmental yang bukan hanya mengganggu para tenaga kerja,namun juga akan menjadi masalah besar bagi perusahaan.Kesehatan mental merupakan topik yang kompleks, terutamakarena gangguan kesehatan mental dapat dipengaruhi olehberbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhigangguan kesehatan mental bagi seorang pekerja adalahlingkungan kerjanya. Hal ini utamanya dikarenakan parapekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untukbekerja, sehingga lingkungan kerja menjadi pengaruh besarbagi kehidupan seorang pekerja.

Sebagai industri yang didominasi dengan tenaga kerjalaki-laki, industri pertambangan sering kali dicirikan denganbudaya maskulin dan adanya stigma seputar penyakit mentalyang menjadi penghalang bagi industri untuk memberikanfokusnya terhadap isu kesehatan mental (Tynan dkk., 2018).Diantara faktor yang banyak ditemui di industri pertambanganyang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraanpekerjanya termasuk dengan: jam kerja yang panjang,pembagian kerja dengan sistem shift, tempat kerja yangmemiliki jarak cukup jauh dari rumah, tuntutan untukmeninggalkan keluarga, serta lokasi kerja di daerah terpencilyang memiliki layanan profesional terbatas (Tynan dkk.,2018).

Analisis deskriptif yang dilakukan oleh Keown (2005)mengindikasikan bahwa 28,5% pria dan 18,6% wanita diindustri pertambangan didiagnosis mengalami depresi,kecemasan, dan/atau stres. Hampir 1 dari 6 orang denganpersentase sebesar 17,4% menderita depresi, kecemasan ataustres. Selain itu, 1 dari 20 menderita kombinasi keduanyadengan persentase sebesar 5,1% atau ketiganya dengan

persentase sebesar 4,3%. Sedangkan studi yang dilakukanHarris dkk., (2021) mengindikasikan bahwa penambang diAmerika mengalami beberapa gangguan kesehatan mental ditempat kerja. 37,4% pekerja mengidentifikasikan diri danmelaporkan gejala depresi mayor yang konsisten, termasuk11,4% diantaranya memiliki suicidal thoughts atau ide untukbunuh diri yang aktif. Selain itu, 38,9% pekerja memilikikecemasan yang signifikan dan 26,2% lainnya memiliki gejalaPost-traumatic Stress Disorder (PSTD).

Kondisi Worker ShortageSalah satu aspek yang selalu menjadi yang tersulit bagi

industri pertambangan adalah mengelola dan mempertahankantenaga kerja yang terampil. Sementara itu, dalam industripertambangan, sumber daya manusia dan dampaklangsungnya sangat berimplikasi terhadap laba (CaterpillarGlobal Mining, n.d.).

Penambang di Australia pun menghadapi tantangankurangnya pekerja dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkanturunnya jumlah produksi dan pengiriman karena bersaingdengan industri lain dalam memperoleh talenta baru(Matsumoto & Masuda, 2021). Perusahaan-perusahaanpertambangan di Australia telah memperingatkan bahwaterdapat worker shortage yang berimplikasi pada tertahannyainvestasi di sektor pertambangan. Kepala eksekutifAssociation of Mining and Exploration Companies (AMEC),Warren Pearce, mengatakan worker shortage menjadi semakinparah dan perusahaan pengeboran serta operator laboratoriumtidak dapat menemukan pekerja untuk melakukan pekerjaantersebut. Kim Wallis dari Wallis Drilling mengatakan bahwaperusahaan telah mengiklankan informasi pekerjaan dalamjumlah besar, namun tidak ada tanggapan. Wallis menekankanbahwa industri pengeboran tidak memiliki cukup pekerjauntuk memenuhi permintaan dari perusahaan eksplorasi(Thompson, 2021).

Tambang batubara Amerika juga kehabisan tenagakerja ketika permintaan sedang booming. Tepat ketika duniamenuntut lebih banyak batubara, pemasok di Amerikamenghadapi kekurangan tenaga kerja penambang (Wade,2021). Di masa depan, akan terus tercipta persaingan untuksumber daya mineral dan kemungkinan akan meningkatkanpermintaan. Namun, tidak ada pekerja tambang yang cukupterampil untuk memenuhi permintaan ini selama 20 tahun kedepan (Society for Mining, Metallurgy & Exploration, 2014).Jumlah penambang batu bara di Amerika telah merosotselama bertahun-tahun, dan turun sekitar 8,6% dari sebelumpandemi. Pekerja muda menjadi lebih waspada untukmengambil pekerjaan di industri pertambangan. Bahkandengan harga batu bara yang melonjak di seluruh dunia,kekurangan tenaga kerja akan menyebabkan adanya kesulitanuntuk menopang cadangan energi. Perusahaan di Amerika kinimencoba mengisi sekitar 300 posisi penambangan. Namunmenarik penambang telah menjadi persoalan yang sulit.(Wade, 2021).

4

Di Canada sendiri, meskipun jika sektor pertambangantidak mengalami pertumbuhan, Canada membutuhkan 87.000pekerja baru selama 10 tahun ke depan. Minerals Council ofAustralia mengatakan bahwa pada tahun 2015 Australiamembutuhkan 70.000 pekerja tambahan dari 120.000 pekerjayang ada saat ini, untuk dapat memenuhi permintaan.Diperkirakan 75.000 pekerja dibutuhkan untuk bekerja disektor pertambangan di negara-negara Amerika Selatan. Halini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, permintaanakan tenaga kerja terampil di industri pertambangan akanterus ada (Caterpillar Global Mining, n.d.).

Berdasarkan data Basic Life Support (BLS) yangdimodelkan oleh EIA, industri pertambangan ASdiproyeksikan akan terus tumbuh setidaknya dalam sepuluhtahun ke depan. Meski begitu, pensiun di industri ini akanmenciptakan kebutuhan tenaga kerja yang signifikan danmendesak (Society for Mining, Metallurgy & Exploration,2014). Saat ini, usia rata-rata pekerja produksi dipertambangan mendekati 50 tahun yang mana akan memasukiusia pensiun (Caterpillar Global Mining, n.d.). EnergyInformation Administration (EIA) memperkirakan bahwapada tahun 2019 terdapat pertumbuhan pekerja di industripertambangan, dengan jumlah sekitar 50.000 pekerja. Meskibegitu, industri akan membutuhkan tambahan 78.000 pekerjapengganti karena adanya pensiun, dengan total 128.000 posisibaru pada 2019. Pada 2029, lebih dari setengah tenaga kerjasaat ini, akan pensiun dan digantikan, dengan jumlah sekitar221.000 pekerja. Hal ini menciptakan kesenjanganketerampilan dan pengetahuan yang menjadi tantangan bagiindustri untuk dapat mengakomodasinya.

Ernie Thrasher, chief executive officer Xcoal Energy &Resources LLC, memperkirakan bahwa beberapa perusahaanpertambangan menaikkan gaji 10% hingga 12% pada 2019.Dengan lembur, seorang penambang saat ini dapatmenghasilkan hampir $100.000 setahun, atau setara dengansekitar Rp1,4 milyar. Thrasher sebagai CEO di perusahaanyang menjual batubara, bekerja sama dengan berbagaipemasok dan ia menyampaikan bahwa pemasoknyamengalami kesulitan berupa penurunan sekitar 200 pekerjadari sebelum pandemi dan belum dapat memikat kembali parapekerja baru meski telah meningkatkan gaji (Wade, 2021).

Selain karena pensiunnya baby-boomer dengan banyakpengetahuan yang belum diturunkan ke generasi muda diindustri pertambangan, kekurangan tenaga kerja jugadisebabkan oleh industri lain dan para pekerja yang kinimenunjukkan minat lebih pada karir yang menawarkanwork-life balance yang lebih baik (Caterpillar Global Mining,n.d.). Penyebab lainnya dari kelangkaan ini meliputi lokasiterpencil dari operasi penambangan serta kekhawatiran dalammengelola gaya hidup yang sulit dari industri pertambangan(Wade, 2021).

Implementasi Work-Life Balance di IndustriPertambangan

Guna berinvestasi dalam menangani masalah kesehatanmental bagi tenaga kerja di dalamnya, industripertambangangan di Indonesia dapat mengimplementasikanrencana komprehensif terkait bagaimana cara untukmeningkatkan kesehatan mental, termasuk denganmenganalisis dan mengidentifikasi masalah terkait kesehatanmental pada pekerja dan mengimplementasikan solusi yangditemukan, yaitu dengan mengupayakan praktik work-lifebalance (WLB) di tempat kerja. Implementasi work-lifebalance (WLB) yang dapat dilakukan sebagai optimalisasiproses regenerasi tenaga kerja muda di industri pertambanganantara lain menerapkan jam kerja yang fleksibel, melakukansistem kerja telecommuting, kerja paruh waktu dengan sistemyang baik, pembagian pekerjaan yang baik, serta sistem cutiyang baik.

Waktu fleksibel memungkinkan karyawan untukmenentukan (atau terlibat dalam menentukan) waktu mulaidan akhir hari kerja mereka, asalkan sejumlah jam kerjatertentu. Ini dapat memungkinkan mereka untuk memenuhikebutuhan keluarga dan pribadi (memungkinkan karyawanuntuk merespon keadaan yang dapat diprediksi dan tidakdapat diprediksi) atau untuk mengurangi waktu perjalananmereka dengan memulai dan mengakhiri pekerjaan sebelumatau sesudah jam sibuk (Lazar et al., 2010).

Telecommuting menjadi semakin umum bagi oranguntuk melakukan setidaknya beberapa pekerjaan rutin merekadari rumah daripada pergi ke kantor. Telecommuting dapatmenguntungkan bagi karyawan dengan memungkinkanmereka mengatur hari kerja mereka sesuai dengan kebutuhanpribadi dan keluarga mereka untuk mengurangi biaya terkaitpekerjaan, untuk mengurangi waktu perjalanan, dan untukbekerja di lingkungan yang tidak terlalu membuat stres danmengganggu. Ini juga dapat membantu untuk mengakomodasikaryawan yang mengalami cacat tertentu dan tidak dapatmeninggalkan rumah. Fakta bahwa karyawan yang bekerjajarak jauh dapat menggunakan fleksibilitas tambahan ini untukmemanfaatkan periode produktivitas puncak pribadi merekajuga dapat mempengaruhi keuntungan perusahaan. Terlepasdari manfaat ini dan perhatian yang telah ditarik olehtelecommuting di media, sangat sedikit kesepakatan bersamayang memuat ketentuan telework.

Pekerjaan paruh waktu juga dapat memungkinkanorang dengan masalah kesehatan, penyandang disabilitas, atauwaktu luang yang terbatas untuk berpartisipasi dalamangkatan kerja, mengembangkan keterampilan mereka, danmemperoleh pengalaman kerja. Dari sudut pandang pemberikerja, penggunaan pekerja paruh waktu, jika memungkinkan,dapat membantu memaksimalkan penggunaan sumber dayamanusia dan meningkatkan fleksibilitas operasional, denganmenyediakan cakupan tambahan selama periode puncak.Pekerjaan paruh waktu juga dapat dipertimbangkan tidakmemuaskan bagi karyawan yang lebih suka bekerja lebih lama

5

untuk meningkatkan pendapatan mereka, sehinggamemastikan standar hidup yang lebih tinggi untuk keluargamereka. Survei Kondisi Kerja Eropa menemukan bahwa 85%dari mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per minggumerasa puas dengan keseimbangan kehidupan kerja mereka.Pekerjaan paruh waktu adalah salah satu strategi yang seringdigunakan oleh pekerja yang ingin lebih menyeimbangkanpekerjaan dan kehidupan keluarga mereka. Pekerjaan paruhwaktu harus dipromosikan di lebih banyak pekerjaan tingkatyang lebih tinggi, misalnya, Daimler Chrysler di Jermanmempromosikan pekerjaan paruh waktu di posisi terdepan diperusahaan (Lazar et al., 2010).

Pembagian pekerjaan adalah pengaturan yangmemungkinkan dua (atau lebih) karyawan untukbersama-sama mengisi satu pekerjaan penuh waktu, dengantanggung jawab dan waktu kerja dibagi di antara mereka.Berbagi pekerjaan mungkin tepat jika peluang untuk pekerjaanparuh waktu atau pengaturan lain terbatas. Terlepas darikeuntungan yang jelas dari memberikan karyawan lebihbanyak waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarga danpribadinya, berbagi pekerjaan juga memfasilitasipengembangan kemitraan, di mana pembagian kerja dapatbelajar dari satu sama lain sambil memberikan dukungantimbal balik. Ini dapat menguntungkan pemberi kerja jugadengan meningkatkan retensi staf, meningkatkan produktivitasdan menggabungkan lebih banyak keterampilan danpengalaman dalam satu pekerjaan. Dalam beberapa kasus,pengaturan seperti itu juga dapat memberikan pertanggungantambahan selama periode sibuk, sambil memastikankontinuitas pertanggungan ketika salah satu pasangan sedangcuti sakit atau hari libur (Lazar et al., 2010).

Sistem cuti yang baik dapat dilakukan denganmemberikan opsi pemadatan minggu kerja kepada karyawansehingga karyawan bekerja lebih lama dengan imbalanpengurangan jumlah hari kerja dalam siklus kerja mereka(misalnya setiap minggu atau dua mingguan). Hal ini dapatbermanfaat bagi karyawan dalam hal hari libur tambahan(misalnya akhir pekan yang lebih panjang yangmemungkinkan “liburan mini”) dan mengurangi waktuperjalanan, sedangkan pemberi kerja dapat memperpanjangjam operasional harian mereka, dengan lebih sedikit perlumenggunakan waktu lembur. Pengaturan pemadatan minggukerja mungkin sangat berguna bagi karyawan yang inginmengurangi jumlah hari per minggu yang dihabiskan ditempat kerja, tetapi tidak mampu secara finansial untukmengurangi jam kerja mereka (Lazar et al., 2010).

Faktor kontekstual yang mempengaruhi keberhasilanpengaturan kerja tersebut adalah dukungan manajemen danbudaya organisasi yang mendukung adanya praktikmanajemen sumber daya manusia formal mengenaipengaturan kerja dan bantuan dalam pelaksanaan pengaturantersebut.

4. KESIMPULANPekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi tidak hanya

menghambat kemampuan tenaga kerja untuk menyelaraskanpekerjaan dan kehidupan diluar pekerjaan, tetapi juga terkaitdengan risiko kesehatan mental. Data menunjukkan bahwatenaga kerja di industri pertambangan rentan mengalamidepresi, kecemasan, dan/atau stres. Persoalan tersebut tidakdapat diabaikan mengingat profesi di industri pertambanganmemiliki tantangan tersendiri bagi pikiran dan mental parapekerja. Mengelola dan mempertahankan tenaga kerja yangterampil pun merupakan aspek yang selalu menjadi yangtersulit bagi industri pertambangan. Persoalan tersebutmenimbulkan adanya worker shortage yang juga didukungoleh pensiunnya baby-boomer serta industri lain dan parapekerja yang kini menunjukkan minat lebih pada karir yangmenawarkan work-life balance yang lebih baik.

Maka, agar suatu organisasi dapat berhasil, dibutuhkanketerlibatan, komitmen, serta kepuasan tenaga kerja didalamnya. Implementasi work-life balance (WLB) dapatdilakukan dengan beberapa cara. Pertama, menerapkan jamkerja yang fleksibel sehingga pekerja dapat menentukan waktumulai dan akhir hari kerja. Yang kedua, menerapkan sistemkerja telecommuting, dimana karyawan memperolehfleksibilitas bekerja dari segi tempat dan waktu kerja denganbantuan teknologi telekomunikasi. Yang ketiga, menerapkankerja paruh waktu dengan sistem yang baik sehinggamembantu memaksimalkan penggunaan SDM danmeningkatkan fleksibilitas operasional. Yang keempat,menerapkan pembagian pekerjaan yang baik yaitu pengaturanyang memungkinkan dua (atau lebih) karyawan untukbersama-sama mengisi satu pekerjaan penuh waktu, dengantanggung jawab dan waktu kerja dibagi di antara mereka.Terakhir, menerapkan sistem cuti yang baik sepertimemberikan opsi pemadatan minggu kerja kepada karyawan.

Berdasarkan data-data yang telah dihimpun, dapatdisimpulkan bahwa perubahan dalam manajemen sumber dayamanusia di industri pertambangan terutama pada waktu kerja,fleksibilitas lokasi kerja, sistem cuti yang baik, sertapembagian pekerjaan yang adil dapat berkontribusi padapeningkatan keseimbangan kehidupan kerja. Penerapanwork-life balance pada industri pertambangan telah terbuktimemiliki dampak yang positif pada karyawan dalam halrekrutmen, pergantian karyawan, komitmen dan kepuasan,pengurangan ketidakhadiran, produktivitas dan pengurangantingkat kecelakaan. Dengan diterapkannya work-life balancepada industri pertambangan, perusahaan menyadari bahwakesejahteraan karyawan akan mempengaruhi bisnisperusahaan. Oleh karenanya, implementasi dari work-lifebalance merupakan keuntungan bagi kedua belah pihak baikitu perusahaan maupun karyawan, dimana tujuan organisasiakan tercapai dan terpenuhi dengan sukses bersamaan dengankebutuhan pribadi karyawan. Hal ini juga turut mendukungindustri pertambangan untuk berkompetisi dengan sektor

6

lainnya terutama dalam proses regenerasi tenaga kerja untukdapat mewujudkan ketahanan energi nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Andiri, I., & Surjanti, J. (2017). JURNAL ILMUMANAJEMEN (JIM). PENGARUH WORK-LIFEBALANCE DAN KOMITMEN AFEKTIF TERHADAPKEPUASAN KARIR PADA PT. SINAR KARYA DUTAABADI, 5(3), 3.https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jim/article/view/20965/19231

Cambridge University Press. (2021). Definition of work-lifebalance. Cambridge Dictionary. Retrieved November5, 2021, fromhttps://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/work-life-balance

Caterpillar Global Mining. (n.d.). Mining industry employscreative solutions to solve skills shortage: Workforcedevelopment is critical focus for many companies.viewpoint. Retrieved November 19, 2021, fromhttp://viewpointmining.com/article/mining-industry-employs-creative-solutions-to-solve-skills-shortage

DVV Media International. (2021). WORK-LIFE BALANCE.Personnel Today. Retrieved November 5, 2021, fromhttps://www.personneltoday.com/hr-practice/work-life-balance/

Lazar, I., Osoian, C., & Ratiu, P. (2010). European ResearchStudies. The Role of Work-Life Balance Practices inOrder to Improve Organizational Performance, 8(1), 6.https://www.ersj.eu/repec/ers/papers/10_1_p14.pdf

Matsumoto, F., & Masuda, H. (2021, Juli 19). Australianmining industry digs deep for labor shortage answers.Nikkei Asia. Retrieved November 19, 2021, fromhttps://asia.nikkei.com/Business/Markets/Commodities/Australian-mining-industry-digs-deep-for-labor-shortage-answers

Meenakshi, S., C. V., V. S., & Ravichandran, K. (2013,Desember). The Importance of Work-Life-Balance.Journal of Business and Management, 14(3), 31-35.IOSR. Retrieved November 5, 2021, fromhttps://www.iosrjournals.org/iosr-jbm/papers/Vol14-issue3/F01433135.pdf

Mercer. (2019, Januari 11). American Mining Companies andThe Aging Workforce. Retrieved November 6, 2021,fromhttps://www.imercer.com/articleinsights/american-mining-companies-and-the-agingcater-workforce

Society for Mining, Metallurgy & Exploration. (2014,Februari 19). Workforce Trends in the U.S. MiningIndustry. SME. Retrieved November 19, 2021, fromhttps://www.smenet.org/What-We-Do/Technical-Briefings/Workforce-Trends-in-the-US-Mining-Industry

Thompson, B. (2021, Juli 8). Worker shortage hits miningexploration. The Australian Financial Review.Retrieved November 19, 2021, fromhttps://www.afr.com/companies/mining/worker-shortage-hits-mining-exploration-20210708-p587z8

Vella, H. (2019, Juni 5). What is motivating miningjobseekers? Mining Technology. Retrieved November

6, 2021, fromhttps://www.mining-technology.com/features/mining-jobs-salary/

Wade, W. (2021, Oktober 6). U.S. Coal Mines Are RunningOut of Miners Just as Demand Booms. The BloombergGreen. Retrieved November 19, 2021, fromhttps://www.bloomberg.com/news/articles/2021-10-06/coal-producers-in-u-s-lack-miners-to-meet-surging-global-demand

Working Families. (2005). Is less more? Productivity, flexibleworking and Management. Granfield UniversitySchool of Management.

7

1

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

K3 dan Lingkungan Pertambangan

GEOTOUR SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PEMANFAATAN KAWASAN LAHAN KARS CITATAH

Irfan Aji Ramadzan[1] [1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan

ABSTRAK Karst merupakan bentang alam khas yang terbentuk akbat dari proses pelarutan batuan karbonat pada skala yag besar dan jangka waktu yang lama. Salah satu kawasan karst yang berada di Provinsi Jawa Barat adalah Kawasan Karst Citatah yang membentang sepanjang 27 km dari Rajamandala menuju Padalarang. Kawasan Karst Citatah memiliki luas wilayah sebesar 10320 ha atau setara dengan 0,98% total luas wilayah di Kabupaten Bandung Barat. Saat ini banyak sekali kegiatan penambangan kapur yang mengancam keberadaan karst Citatah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada warga di Desa Citatah, mata pencaharian mereka bergantung pada pertambangan kapur karena tidak memiliki pilihan lain untuk memanfaatkan lahan karst Citatah. Apabila terlalu banyak penambangan yang dilakukan, kawasan karst Citatah akan akan rusak dan berangsur-angsur timbul masalah lngkungan lainnya seperti kekurangan air dan kekeringan. Apabila pertambangan telah berakhir, warga juga akan kehilangan pekerjaannya. Dalam rangka antisipasi turunnya kegiatan ekonomi pada masa pascatambang, perlu kiranya dipersiapkan kegiatan ekonomi alternatif, sebagai penganti kegiatan tambang, dengan memanfaatkan lahan pascatambang dan kawasan sekitarnya. Oleh karena itu, penulis memiliki gagasan utuk memanfaatkan kawasan karst Citatah menjadi daerah geowisata. Kawasan karst Citatah akan dikembangkan menjadi daerah wisata yang memanfaatkan kenampakan alam yang ada serta situs-situs purba yang terdapat di kawasan tersebut. Selain itu, akan dilakukan revitalisasi lahan pascatambang batukapur yang sudah ditinggalkan dengan menjadikan lokasi geowisata mengenai pertambangan kapur Citatah. Dengan adanya kawasan wisata ini akan memanfaatkan sumber daya manusia yang berada di kawasan tersebut, geotour budaya sunda diharapkan dapat menyelamatkan ekosistem karst Citatah dari kerusakan permanen. Kata Kunci: budaya, geotour, karst.

1. PENDAHULUAN Bentang alam karst adalah bentang alam yang

terjadi akibat proses pelarutan pada batuan karbonatan sehingga menghasilkan bentuk permukaan bumi tertentu. Salah satu contoh dari kawasan karst adalah di daerah Citatah, Bandung, Jawa Barat. Kawasan karst Citatah memiliki luas sebesar 10.320 ha. Sebagian besar dari luas tersebut digunakan untuk aktivitas pertambangan, khususnya pertambangan kapur. Namun, akibat pertambangan ini menimbulkan permasalahan lingkungan seperti kurangnya air dan kekeringan. Mayoritas pekerjaan masyarakat sekitar daerah Citatah yang berada di sektor pertambangan kapur membuat penulis berinisiatif untuk memanfaatkan lahan bekas pertambangan kapur untuk daerah geowisata.

Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membantu menemukan solusi dan cara dalam mengatasi dan memanfaatkan lahan bekas pertambangan bagi masyarakat dan kehidupan. Semua barang tambang yang diambil pada suatu saat nanti akan habis sehingga perlu dipikirkan

rencana mengenai pemanfaatan lahan bekas tambang di daerah Citatah ini. Salah satu caranya dengan menjadikan kawasan geotour budaya sunda di daerah bekas tambang kapur Citatah.

Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan ini yaitu dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat yang membaca tulisan ini, dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya masyarakat daerah Citatah mengenai pemanfaatan lahan bekas tambang, dapat dijadikan pertimbangan untuk pemerintah atau pihak terkait dalam memanfaatkan area bekas tambang khususnya tambang kapur.

2. TEORI DASAR 2.1. Pengertian Bentang Alam Karst

Bentang alam karst merupakan bentang alam yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, seperti batu gamping, sehingga menunjukkan relief yang khas hasil dari peralutan dari air hujan maupun air tanah. Bentang alam karst terbilang sangat mudah dikenal karena batuan yang menyusunnya biasanya adalah batuan

2

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

yang mengandung karbonatan, paling dikenal dengan sebutan batu gamping.

Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya bentang alam karst antara lain yaitu faktor fisik, faktor kimiawi, faktor biologis, dan faktor iklim dan lingkungan. Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan karst yaitu:

a. Ketebalan batugamping Ketebalan batu gamping yang baik adalah batu gamping yang tebal dan massif.

b. Porositas dan permealitas Porositas dan permealitas yang baik akan mempengaruhi sirkulasi air dalam batuan, sehingga proses kasrtifikasi semakin lancar.

c. Intensitas struktur Adanya kekar dapat memperlancar pelarutan dan erosi karena air dapat masuk melalui kekar-kekar tersebut.

Sementara faktor kimiawinya didasarkan dalam kondisi kimia batuan. Diperlukan paling sedikit 60% kandungan karbonat dan paling baik diperlukan 90% kandungan karbonat. Mineral yang umum ditemukan adalah mineral kalsit. Kalsit tidak mudah larut dalam air, tetapi kalsit mudah larut dalam air asam. Air hujan yang mengikat karbon dioksida (CO2) akan bersifat asam sehingga dapat melarutkan batuan karbonatan.

Faktor biologis yang mempengaruhi adalah aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi. Aktivitas tersebut menghasilkan humus yang menutup batuan dasar. Hal ini mengakibatkan kondisi anaerobic, mengakibatkan air permukaan masuk ke zona anaerobic, sehingga tekanan parsial meningkat menyebabkan kelarutan air meningkat.

Faktor iklim dan lingkungan yang mendukung seperti adanya lembah yang mengelilingi tempat tinggi, terdiri atas batuan mudah larut (gamping), dan ada kekar secara intensif.

Batuan yang mendukung untuk terbentuknya bentang alam karst yaitu batuan yang mudah larut serta berada di dekat permukaan. Batuan massif, tebal, dan terdapat kekar juga mendukung terbentuknya bentang alam tersebut. Selain itu, daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi serta dikelilingi lembah juga mendukung terjadinya bentang alam karst.

Dalam proses pelarutan batu gamping dapat meninggalkan morfologi sisa yang dapat dibagi menjadi 4 fase sebagai berikut.

a. Batuan yang terkekarkan mengalami pelarutan sehingga membentuk lembah. Lembah tersebut adalah zona yang lebih cepat mengalami pelarutan.

Gambar 1. Fase pertama

b. Zona yang membentuk lembah tersebut mengalami pelarutan yang cepat sehingga akan terbentuk lembah yang lebih dalam lagi, mengakibatkan adanya dataran tinggi pada daerah yang sulit mengalami pelarutan.

Gambar 2. Fase kedua

c. Pelarutan terus berlanjut dan mulai terbentuk kerucut-kerucut karst. Pada fase ini erosi vertikal pada kerucut karst lebih kecil dibandingkan lembah.

Gambar 3. Fase ketiga

Gambar 4. Fase keempat

3

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

d. Pada fase ini erosi masih berlanjut dan menyisakan morfologi sisa yaitu beberapa menara karst.

2.2. Daerah Tujuan Wisata dan Geowisata Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia

(KBBI), wisata adalah berpergian bersama-sama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya. Daerah tujuan wisata adalah daerah yang menjadi incaran para wisatawan untuk melakukan wisatanya karena memiliki daya Tarik untuk dikunjungi. Syarat-syarat daerah tujuan wisata dapat menjadi daerah wisata yang baik yaitu sebagai berikut. a. Daerah tersebut memiliki daya tarik

yang lain atau berciri khas, baik itu objek wisatanya atau atraksi yang ditampilkan.

b. Terdapat fasilitas penunjang lainnya seperti permainan.

c. Terdapat tempat berbelanja seperti cendramata dan tempat jualan makanan khas.

d. Adanya fasillitas umum vital seperti toilet, tempat parker, dan tempat makan.

Istilah geowisata pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Tom Hose di Geologicas Society pada 1996. (Dirgantara, 2012). Geowisata merupakan pariwisata dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam. Geowisata merupakan pariwisata minat khusus dengan fokus utamanya tentang kenampakan geologis permukaan bumi. Pengembangan geowisata menawarkan konsep wisata alam yang menghadirkan keindahan, keunikan, kelangkaan, dan keajaiban suatu fenomena alam yang berkaitan dengan gejala geologi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Geomorfologi dan Geologi Daerah Citatah

Geomorfologi daerah Citatah dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu sebagai berikut.

a. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan

Pada satuan ini struktur geologi berupa perlipatan dan patahan dominan mengontrol dengan arah perbukitan memanjang relative barat-timur. Satuan ini memiliki kemiringan lereng antara 4o – 55o serta berada pada ketinggian 400 – 965 meter di atas permukaan laut. Proses geomorfologi yang dijumpai adalah pelapukan

batuan berupa tanah serta proses erosi saluran (drainage erosion). Kawasan ini berada pada tahapan geomorfik dewasa berdasarkan bentuk bentang alam yang mengalami perubahan seperti perbuktian antiklin yang sudah berubah menjadi lembah antiklin akibat pelapukan dan erosi yang intensif.

b. Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst Perbukitan yang dibangun oleh

batu gamping dan terdapat ciri adanya gua-gua, lembah uvala, dan dolina sebagai hasil pelarutan oleh air mengontrol satuan ini. Satuan ini berada pada kemiringan berkisar 15o – 55o serta ketinggian 575 – 930 meter di atas permukaan air laut. Proses geomorfologi yang ada yaitu pelapukan batuan berupa tanah dengan tebal 0,2 – 2 m serta adanya proses erosi drainase (ravine drainase). Kawasan ini berada pada tahapan geomorfik dewasa yang sudah mengalami perubahan akibat proses pelapukan dan pelarutan batuan oleh air sehingga menghasilkan gua-gua.

c. Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi Pengendapan material piroklastik

hasil erupsi gunung api mengontrol satuan ini. Endapan material piroklastik berasal dari erupsi gunung api serta bagian dari kaki gunung api Tangkuban Perahu. Satuan ini ditempati oleh batuan breksi vulkanik. Satuan berada pada kemiringan 8o – 35o serta berada pada ketinggian 350 – 927 meter di atas permukaan laut. Proses geomorfologi yang ada yaitu pelapukan batuan berupa tanah dengan tebal 0,7 – 2 m serta terdapat erosi drainase (ravine erosion). Kawasan ini berada pada tahapan geomorfik muda yang belum mengalami perubahan karena proses erosi masih belum merubah bentuk bentang alam.

Peta geologi kawasan Citatah dapat dilihat pada Lampiran 1. Dapat dilihat bahwa kawasan karst Citatah merupakan petunjuk adanya cekungan Bandung. Hal ini karena kawasan karst yang terdiri dari batuan karbonatan khususnya batu gamping dulunya berasal dari lingkungan laut dangkal. Pemanfaatan dari kondisi geologi Citatah yang kaya akan batu gamping adalah untuk diolah menjadi kapur dan bahan kosmetik.

3.2. Pekerjaan Penduduk di Sekitar Citatah

4

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Jumlah penduduk di kawasan Citatah ada sebanyak 149.149,6 jiwa yang terdiri dari 74.738,9 jiwa penduduk laki-laki dan 74.429,72 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio 99,6%. Kawasan atau wilayah dengan kepadatan tertinggi ada pada Kecamatan Padalarang, tepatnya di Desa Padalarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.

Mata pencaharian utama masyarakat Citatah adalah di sector pertanian, pertambangan batu, perdagangan dan buruh pabrik. Hanya sebagian kecil saja kepala keluarga yang memiliki pekerjaan tambahan. Pekerjaan tambahan mereka utamanya masih di sektor pertanian seperti buruh tani. Selain itu pekerjaan tambahan lainnya adalah sebagai buruh tambang. Para anggota rumah tangga di masyarakat Citatah yang bekerja juga terhitung sedikit. Beberapa bekerja sebagai pegawai pabrik di Kecamatan Padalarang. Sedangkan lainnya mayoritas bekerja sebagai petani, membuka warung, dan buruh tambang. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan tambang di kawasan Citatah masih menjadi pekerjaan utama untuk mencari uang dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.

3.3. Pertambangan di Citatah

Pertambangan di Citatah sudah ada sejak tahun 1970-an. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 – 2029, potensi galian tambang mineral bukan logam dalam pemanfaatan ruang untuk budidaya du Kabupaten Bandung Barat antara lain kalsit, marmer, tanah liat, tanah urug, andesit, batu gamping (batu kapur), laterit (tanah merah), batu kali, batu gunung, kerikil, dan pasir. Peta kawasan pertambangan di daerah Citatah dapat dilihat pada Lampiran 3.

Pertambangan pada kawasan karst sampai saat ini masih massif dilakukan di beberapa lokasi. Hanya gunung pawon dan gunung masigit yang masih utuh karena terdapat peraturan daerah mengenai larangan kegiatan pertambangan di lokasi tersebut karena terdapat situs purbakala. Aktivitas pertambangan menggunakan alat berat serta peledak dalam kegiatannya. Dampak dari penggunaan alat tersebut adalah adanya korban karena pantulan batu yang meledak. Lahan bekas tambang juga dibiarkan begitu saja terlantar, tidak produktif dan menimbulkan bencana alam seperti longsor. Hal ini karena penambangan yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah penambangan yang baik.

Dampak dari aktivitas penambangan yang dilakukan secara massif dan tidak terkendali telah menimbulkan dampak antara lain hilangnya mata air bersih, udara yang kotor akibat polusi dari pertambangan dan pengolahan kapur, hancurnya bentang alam, serta hilangnya kawasan lindung geologi. Mengenai penggunaan air dan lain-lain di kawasan Citatah oleh masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 4.

3.4. Potensi Daerah Wisata di Citatah

Kawasan pertambangan kapur tidak akan selamanya dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sekitar daerah Citatah. Bahan tambang akan habis apalagi ditambah proses pertambangan yang tidak sesuai dengan semestinya yang malah merusak lingkungan dak kehidupan, menambah urgensi untuk mencari cara membuka lapangan kerja di kawasan karst Citatah. Salah satunya dengan menjadikan kawasan karst Citatah menjadi wisata geotour dan budaya sunda.

Masyarakat di sekitar dapat merencanakan

untuk menjadikan kawasan karst Citatah untuk menjadi kawasan geotour budaya sunda. Kawasan karst Citatah memiliki pemandangan yamg indah dan pasti akan membuat wisatawan yang hobi berfoto tertarik untuk mengunjunginya. Didukung di era saat ini sosial media khususnya instagram dapat membuat pecintanya untuk mencari spot foto terbaik. Selain dalam bidang hiburan kepada masyarakat, kawasan karst Citatah juga dapat digunakan untuk pendidikan. Geotour kepada siswa dan mahasiswa dapat dilakukan di kawasan karst Citatah mengingat kawasan ini salah satu petunjuk adanya cekungan Bandung. Masyarakat dapat menjadi guide untuk menjelaskan manfaat apa saja dari kawasan karst Citatah dahulu. Selain itu, kawasan ini dapat dimanfaatkan dalam bidang budaya sunda, seperti membuat pertunjukan dan tarian tradisional yang dilaksanakan di kawasan karst

Gambar 5. Pemandangan Karst Citatah

5

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Citatah. Hal ini pasti akan menambah pengetahuan tentang budaya sunda dan secara tidak langsung akan melestarikan budaya sunda sendiri. Kawasan tebing-tebing karst di Citatah dapat juga dimanfaatkan untuk olahraga panjat tebing. Dengan menambah fasilitas pendukung yang baik, maka kawasan bekas tambang kapur di Citatah akan menjadi kawasan yang terkenal dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.

4. KESIMPULAN

Dari informasi-informasi yang telah disampaikan, dapat ditarik kesimpulan antara lain sebagai berikut. 4.1. Kawasan karst Citatah merupakan salah satu

petunjuk bagi keberadaan cekungan Bandung dan merupakan kawasan berharga bagi masyarakat sekitar Citatah.

4.2. Kawasan pertambangan kapur di karst Citatah tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan merusak lingkungan sehingga bekas penambangan tidak ada tindak lanjutnya.

4.3. Kawasan bekas pertambangan kapur di karst Citatah dapat dimanfaatkan dengan menjadikannya sebagai kawasan wisata geotour dan budaya sunda. Dapat juga dijadikan kawasan panjat tebing di beberapa tebing di kawasan karst Citatah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembangunan fasilitas agar rencana tersebut dapat berlangsung baik.

DAFTAR PUSTAKA Gunawan, M. I., Luthfi, M. dan Kadarisman, D. S.

(2017). Geologi Daerah Citatah dan Sekitarnya. Jurnal Online Mahasiswa Bidang Teknik Geologi, 1, 1-14.

Sania, P. R., dkk. (2020). Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang PT Semen Indonesia Sebagai Destinasi Wisata Taman Reklamasi “Bukit Daun” Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Prosiding, 2, 277 – 282.

Hermawan, H., dan Ghani, Y. A. (2018). Geowisata Solusi Pemanfaatan Kekayaan Geologi yang Berwawasan Lingkungan. INA-Rxiv, 1, 1 – 14.

Adji, T.N., dan Haryono, E. (2017). Kawasan Karst dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. INA-Rxiv, 3, 121 – 131.

Irianto, S., Solihin, dan Nasihin, Z. (2020). Identifikasi Bentang Alam Karst untuk Penentuan Kawasan Konservasi dan Budidaya Daerah Cibarani dan Sekitarnya, Kecamatan Cirinteun, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jurnal Teknik, 21, 47 – 53.

Ismayanti. (2010). Pengantar Pariwisata. Jakarta: Grasindo.

Puspasari, D. (21 September 2012). Gunung Karst Paling Dahsyat di Bandung Barat. Diakses melalui https://travel.detik.com/destination/d-2029177/gunung-karst-paling-dahsyat-di-bandung-barat pada tanggal 21 November 2021.

Kustiasih, R. (12 September 2010). Kawasan Karst Citatah Menanjti Ajal. Diakses melalui https://tekno.kompas.com/read/2010/07/12/02554991/Kawasan.Karst.Citatah.Menanti.Ajal?page=1 pada tanggal 21 November 2021

Gambar 6. Pemanjat Tebing di Karst Citatah

6

LAMPIRAN

Lampiran 1

Lampiran 2

7

Lampiran 3

Lampiran 4

Sumber Air Warga di Kawasan Karst Citatah

8

Kualitas Air Bersih yang Digunakan Warga di Kawasan Karst Citatah

1

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Energi Bersih dan Energi Non-Konvensional

Studi Pemanfaatan Air dengan Metode Elektrolisis sebagai Sumber Bahan Bakar Hidrogen pada Alat Berat Tambang dalam Rangka Mempercepat

Net-Zero Emission di Sektor Pertambangan Muhammad Adam Gana [1], Ifa Aulia Chusna[2], Wahyu Idi Pangestu[3]

[1] UPN “Veteran” Yogyarakta/ Teknik Pertambangan [2] UPN “Veteran” Yogyarakta/ Teknik Pertambangan [3] UPN “Veteran” Yogyarakta/ Teknik Pertambangan

ABSTRAK Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada industri pertambangan dibutuhkan dalam jumlah yang besar sehingga faktor utama biaya operasional yang tinggi berasal dari kebutuhan BBM tersebut. Selain itu, penggunaan BBM juga menghasilkan emisi gas buang, seperti karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) yang berbahaya terhadap lingkungan. Terdapat suatu energi baru terbarukan yang tergolong dalam energi bersih dengan efisiensi tinggi dan berpotensi diterapkan pada alat berat tambang, energi tersebut adalah bahan bakar hidrogen. Tujuan penelitian ini adalah memberikan pandangan mengenai perkembangan alat berat menuju transisi energi dan implementasi bahan bakar hidrogen sebagai bahan bakar yang berasal dari air tambang berdasarkan aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu, rekomendasi juga diberikan dalam bentuk rencana implementasi hidrogen hijau yang telah disusun oleh pemerintah sebagai langkah strategis menyiapkan energi masa depan. Penelitian ini menggunakan metode korelasi dan komparasi data yang berasal dari studi literatur pada penelitian dan penggunaan bahan bakar hidrogen yang sudah diterapkan. Korelasi dan komparasi pada penelitian ini membahas penggunaan bahan bakar hidrogen pada alat berat berdasarkan transportasi sejenis dengan bahan bakar yang berbeda. Perusahaan-perusahaan alat berat telah berkomitmen untuk mencegah perubahan iklim melalui perencanaan produksi alat berat yang mendukung trasnsisi energi. Air tambang berpotensi menjadi bahan baku dalam proses elektrolisis air dengan bantuan arus listrik untuk memecah air menjadi komponen unsurnya, yaitu hidrogen (H2) dan oksigen (O2). H2 tersebut akan direaksikan di fuel cell alat berat dengan O2 untuk menghasilkan listrik yang mampu menggerakkan motor alat berat. H2 yang dihasilkan melalui proses yang ramah lingkungan ini disebut hidrogen hijau. Implementasi H2 sebagai bahan bakar alat berat dilakukan dengan membangun fasilitas pendukung operational alat berat dan sistem mesin alat berat berupa fuel cell. Berdasarkan dampak lingkungan yang dihasilkan, emisi dari penggunaan H2 hanya berupa uap air dan panas, sedangkan emisi yang dihasilkan dari penggunaan alat berat konvensional dan alat berat listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menyumbang emisi gas rumah kaca. Jadi, perwujudan net-zero emission sektor pertambangan harus diupayakan dari sektor hulu sampai hilir dalam menghasilkan dan menggunakan energi terbarukan. Pada aspek teknis, komponen-komponen pada alat berat yang dilengkapi dengan fuel cell adalah motor traksi, fuel cell stack, hydrogen storage tank, baterai, dan controller, serta converter. Berdasarkan perhitungan ekonomi, operasional alat berat berbahan bakar hidrogen mampu menghemat sebesar 78,89%. Rekomendasi penerapan hidrogen di sektor pertambangan dapat dilakukan persiapan melalui pilot project terlebih dahulu dan persiapan dari sektor investasi dan industri hulu penghasil hidrogen. Kata Kunci: Air, Elektrolisis, Hidrogen, Net-Zero Emission

1.PENDAHULUAN Bangkitnya negara-negara di dunia akibat pandemi menyebabkan kebutuhan energi menjadi hal yang utama di semua sektor industri, bahkan menyebabkan krisis energi di Eropa dan Cina. Salah satu jenis energi fosil yang paling dibutuhkan dalam mengatasi krisis ini adalah batubara. Peningkatan penggunaan batubara ini menunjukkan tingginya ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil. Hal

ini berpotensi menghambat langkah strategis terhadap pencapaian tujuan Paris Agreement untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global dibawah 2oC. Pada tahun 2021, berbagai negara terus berupaya untuk mengendalikan perubahan iklim dengan membagun kerja sama melalui 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26). Hasil pertemuan tersebut menyepakati adanya pengurangan penggunaan batubara sebagai energi

2

dilakukan secara bertahap, penerapan teknologi bersih seperti Carbon Captured Storage (CCS)/ Carbon Capture Utilization Storage (CCUS)/ Carbon Capture Utilization (CCU), dan energi terbarukan hingga bioenergy (Siaran Pers MenLHK, 2021). Peningkatan penduduk secara global berkorelasi positif dengan kebutuhan energi yang saat ini masih sangat bergantung pada energi fosil. Oleh karena itu, penggunaan energi alternatif perlu menjadi bahan pertimbangan.

Aktivitas manusia di sektor industri merupakan salah satu bentuk kegiatan yang membutuhkan energi yang besar untuk mendukung operasional kegiatan industri. Pertambangan adalah salah satu kegiatan dari sektor industri yang memiliki kebutuhan energi tinggi. Kebutuhan energi tersebut dibagi menjadi beberapa aktivitas, seperti penambangan (gali-muat-angkut) dan pengolahan-pemurnian pada komoditas mineral dan pemanfaatan-pengembangan pada komoditas batubara, misalnya PT. Aneka Tambang memerlukan sekitar 75.000 MW untuk memasok listrik di smelter feronikel, Halmaher Timur (kontan.co.id/2020). Selain itu, tambang tembaga yang berlokasi di Timika, Papua dengan target produksi sekitar 800.000 ton/tahun memerlukan 36.000.000 liter Bahan Bakar Minyak (BBM) berupa solar setiap bulan (Kompas.com, 2014) (Investor.id, 2013). Ironisnya, kegiatan pertambangan juga merupakan kegiatan utama dalam menghasilkan sumber energi, seperti batubara sehingga terdapat korelasi antara kebutuhan energi dengan target produksi tambang. Salah satu alternatif energi untuk peralatan produksi adalah penggunaan biodiesel B20 yang dicanangkan guna menjaga keberlanjutan energi fosil (Waluyo dkk, 2020). Selain biodiesel, peralatan pertambangan juga dapat memanfaatkan bahan bakar alternatif lain seperti hidrogen.

Hidrogen sebagai bahan bakar dapat berasal dari air, hidrokarbon, dan limbah. Berdasarkan jumlah dan alternatif sumbernya yang melimpah, bahan bakar hidrogen dapat menjadi bahan bakar yang prospek di masa depan (Siregar, 2010). Bahan bakar jenis ini menjadi salah satu jenis energi baru dan dapat terbentuk dari limbah atau bahan yang tidak terbarukan. Bahan bakar dan energi terbarukan hanya tercipta melalui proses produksi dan penggunaannya menggunakan komponen yang terbarukan. Misalnya, 95% bahan bakar hidrogen saat ini, dihasilkan melalui proses steam reforming dari gas alam. Begitu pula mobil listrik yang masih menggunakan batubara sebagai penghasil listrik untuk menyuplai energi. Kedua contoh tersebut menunjukkan adanya konsep terbarukan yang kurang sesuai sehingga hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan energi

terbarukan adalah melalui penggunaan energi dan produksi bahan bakar melalui proses yang bersih serta menggunakan komponen yang terbarukan.

Berdasarkan proses terbentuknya hidrogen, hidrogen didapatkan melalui dua cara, yaitu biologi dan kimiawi. Proses biologi yang dimaksud adalah bioteknologi melalui proses teknik pendayagunaan organisme untuk memodifikasi dan/ atau memproduksi produk yang diinginkan, seperti energi, farmasi, dan pangan (Siregar, 2010). Limbah yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen melalui proses biologi adalah tandan kosong sawit dan limbah biomassa kekayuan. Proses kimiawi dilakukan dengan elektrolisis yaitu proses penguraian elektrolit pada suatu sel dengan bantuan arus listrik, misalnya dekomposisi metana dengan nikel, penggunaan limbah kaleng aluminium dan bungkus makanan aluminium foil menjadi aluminium alkali dan fuel cell alumunium alkali, serta elektrolisis air dilakukan dengan reaksi fotokatalis oksinitrida (proses percepatan reaksi dengan bantuan cahaya atau sinar pada katalis TiO2) (Pratiwi, 2014) (Purwanto, 2005) (Kulakov dan Ross, 2007) (Maeda dkk, 2006). Sifat bahan bakar hidrogen yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan emisi, serta pembakaran bahan bakar hidrogen yang memiliki energi pembakaran per kilogram lebih tinggi dari bahan bakar lainnya, hal ini menjadikan bahan bakar hidrogen sebagai bahan bakar yang berpotensi menggantikan secara penuh solar sebagai kebutuhan bahan bakar alat berat di sector pertambangan.

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pandangan terkait penerapan bahan bakar hidrogen berdasarkan perkembangan industri alat berat menuju transisi energi dan pandangan mengenai bahan baku pembentukan hidrogen, yaitu air tambang. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis penerapan bahan bakar hidrogen dan rencana implementasi berdasarkan aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan. Rencana implementasi juga dilengkapi dengan rekomendasi dalam rangka percepatan pencapaian net-zero emission di sektor pertambangan.

2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode korelasi dan komparasi data yang bersumber dari studi literatur pada penelitian terdahulu terkait penggunaan dan penerapan bahan bakar hidrogen pada kendaraan. Analisis korelasi dan komparatif kualitatif dilakukan dari segi teknis, lingkungan, dan ekonomi terkait konversi energi dengan bahan bakar hidrogen. Aspek teknis membahas mengenai sistem yang berpotensi

3

diterapkan untuk mengkonversi energi dan melakukan pertimbangan berdasarkan efisiensi elektrolisis dan mesin diesel pada suatu alat berat. Aspek lingkungan disusun untuk memberikan pandangan mengenai kebutuhan, ketersediaan energi, dan emisi pada perbedaan penggunaan bahan bakar, sedangkan aspek ekonomi memberikan pandangan mengenai biaya operasional pada perbedaan penggunaan bahan bakar. Selanjutnya, analisis dan perhitungan dari korelasi dan komparasi disusun untuk memberikan rekomendasi terkait percepatan penerapan net-zero emission di sektor pertambangan berdasarkan perencanaan transisi energi di Indonesia. Adapun, rekomendasi yang diberikan mengarah pada implementasi di sektor pertambangan dan Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) untuk memercepat perwujudan net-zero emission.

Gambar 1. Diagram Alir Penelitian

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Perkembangan Pemanfaatan Bahan Bakar Hidrogen Beberapa perusahaan alat berat mulai menyusun strategi dalam mengatasi permasalahan iklim di dunia. Salah satu langkah yang dilakukan adalah menyediakan produk yang memiliki transisi energi dan produk berbahan bakar ramah lingkungan. Selain itu, upgrading produk juga dilakukan melalui peningkatan efisiensi dan penurunan emisi. Bahan bakar yang diarahkan adalah bahan bakar hidrogen. Menurut dewan hidrogen global, bahan bakar ini dapat memenuhi 18% permintaan energi global pada 2050 mendatang dengan target lainnya yang berupa pendapatan dari pasar sebesar US$ 5 Triliun pertahun dan diperkirakan akan membuka 30 juta lapangan pekerjaan, serta pengurangan emisi CO2 sebesar 6 giga ton (Hydrogen Council, 2017). Perusahaan-perusahaan yang telah mempersiapkan produksi alat berat secara massal dengan bahan bakar hidrogen, antara lain Caterpillar Inc., Hyundai Construction Equipment (HCE), Anglo American plc, dan

Komatsu Ltd (Hyundai Ltd, 2021) (Hydrogen Council, 2021).

Caterpillar Inc. bekerja sama dengan Broken Hill Propietary (BHP) Group untuk pengembangan truk pertambangan berbahan bakar hidrogen di tahun 2030. Komatsu juga berupaya untuk memperkenalkan truk dengan diesel berbahan bakar hidrogen di tahun 2030, selain itu Anglo American juga sedang mengembangkan truk angkut tambang berbahan bakar hidrogen terbesar di dunia. HCE yang berkerja sama dengan Hyundai Motors mulai mengembangkan forklift dan excavator bertenaga hidrogen untuk didistribusikan secara massal di tahun 2023 (Hyundai-ce.com, 2021). 3.1.1. Elektrolisis Air Elektrolisis air adalah peristiwa penguraian air (H2O) menjadi gas hidrogen (H2) dan oksigen (O2) dengan menggunakan arus listrik yang melalui air tersebut (Gambar 2). Pada katoda, dua molekul air bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidroksida (OH-). Sementara itu pada anoda, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katoda. Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air. Reaksi keseluruhan yang setara dari elektrolisis air dapat dituliskan sebagai berikut:

2H2O(l) 2H2(g) + O2(g) Gas H2 dan O2 yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung pada elektroda dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan H2 dan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan hidrogen (Otto dan Tulus, 2013). Elektroda merupakan salah satu komponen yang sangat penting pada proses elektrolisis air. Elektroda berfungsi sebagai penghantar arus listrik dari sumber tegangan ke air yang dielektrolisis. Pada elektrolisis yang menggunakan arus DC, elektroda terbagi menjadi dua kutub yaitu positif sebagai anoda dan negatif sebagai katoda. Pada proses elektrolisis air, katalis yang digunakan adalah larutan elektrolit. Larutan tersebut berfungsi sebagai konduktor listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebas. Arus listrik dibawa oleh pergerakan ion. Dengan melarutkan elektrolit di dalam air dapat meningkatkan konduktivitas listrik karena dengan penambahan elektrolit dapat menurunkan energi yang dibutuhkan sehingga laju reaksi pemecahan molekul air menjadi lebih cepat (Dewi, 2011). Penguraian air melalui proses elektrolisis berlangsung lambat sehingga membutuhkan katalis untuk mempercepat reaksi dan dapat menambah jumlah gas hidrogen yang diproduksi. Elektrolisis

4

terjadi ketika aliran arus listrik melalui senyawa ionik dan mengalami reaksi kimia.

Gambar 2. Proses Elektrolisis pada Fuel Cell

3.1.2. Potensi Pemanfaatan Air Tambang sebagai Bahan Bakar Hidrogen Air tambang adalah air yang berada di lokasi dan/atau berasal dari proses kegiatan pertambangan, baik penambangan maupun pengolahan, termasuk air larian atau limpasan di area pertambangan (Keputusan Menteri ESDM 1827/2018, Lampiran II). Terdapat dua jenis air di alam, yaitu air tanah dan air permukaan yang keberadaannya berpotensi di wilayah pertambangan. Air permukaan dan air tanah bersumber dari komponen yang sama, yaitu hujan. Air akan mengalir ke arah yang lebih rendah, baik di permukaan maupun terserap sebagian ke dalam tanah membentuk air tanah (Danaryanto dkk, 2005). Sistem tambang terbuka yang membentuk suatu bukaan tambang berpotensi menjadi lokasi akumulasi air permukaan, sedangkan kemajuan pertambangan yang dilakukan secara vertikal berpotensi memotong aliran air tanah. Air permukaan dan air tanah yang berada di wilayah pertambangan perlu dikelola agar tidak mengganggu kegiatan penambangan.

Air permukaan yang masuk ke bukaan tambang melalui air limpasan harus dialirkan melalui saluran terbuka, baik di luar bukaan tambang mapun di dalam tambang. Saluran terbuka di luar bukaan dapat dialirkan ke kolam pengendapan, sedangkan saluran yang berada di dalam bukaan dialirkan menuju ke cerukan yang berada di pit bottom. Air yang berada di pit bottom, selanjutnya dipompa menuju ke kolam pengendapan. Pada air tanah, pengambilan air tanah yang terpotong menjadi mata air (drain) dapat dilakukan dengan menerapkan vertical atau horizontal drill hole yang selanjutnya air dialirkan menuju ke kolam pengendapan.

Air tambang tersebut akan diendapkan sehingga air yang dikeluarkan dari wilayah pertambangan dapat aman bagi lingkungan. Baku mutu air yang disyaratkan untuk air buangan tambang adalah kelas

II (PP 22/2021). Peruntukan air tersebut digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, budidaya air tawar, peternakan air, dan pengairan pertanian yang dibedakan berdasarkan jenis air permukaannya (Lampiran VI) (PP 22/2021). Air dengan baku mutu tersebut berpotensi menjadi bahan baku pada fasilitas elektrolisis air dalam menghasilkan bahan bakar hidrogen untuk alat berat. 3.1.3. Rencana Implementasi Bahan Bakar Hidrogen sebagai Bahan Bakar Alat Berat di Sektor Pertambangan Implementasi bahan bakar hidrogen di sector pertambangan dapat dilaksanakan melalui skema berikut ini: 1. Air tambang yang berasal dari saluran terbuka

dan cerukan dialirkan ke kolam pengendapan. Pada kolam pengendapan tersebut, terjadi sedimentasi material yang terbawa oleh air. Kolam pengendapan dapat diperhitungkan untuk menentukan kualitas air yang dihasilkan berdasarkan jumlah partikel material yang terbawa dan waktu pengerukan.

2. Air hasil sedimentasi sebagian dialirkan ke aliran permukaan terdekat dan sebagian lagi dibawa ke fasilitas pengolahan air sebagai bahan baku elektrolisis air untuk menghasilkan hidrogen.

3. Elektrolisis air dilakukan untuk menghasilkan gas H2 dan O2. Selanjutnya, H2 didistribusikan ke stasiun pengisian hidrogen, sedangan O2 akan dilepas ke atmosfer.

4. Stasiun pengisian hidrogen menyediakan H2 yang akan diisi pada tangki hidrogen yang berada di sisi kiri truk.

5. Pada saat alat berat beroperasi, hidrogen akan dikeluarkan sedikit demi sedikit kedalam fuel cell dan bereaksi dengan O2 yang didapatkan melalui blower yang dipasang pada dibagian depan truk. H2 yang bertemu dengan O2 akan menghasilkan air dan disimpan ke tangki air yang berada di sisi kanan truk.

6. Setelah shift kerja berakhir, air yang tersimpan di tangka akan disimpan di fasilitas pengolahan dan elektrolisis air sebagai bahan baku hidrogen.

Siklus air pada produksi dan penggunaan hidrogen untuk alat berat dilakukan secara berulang sehingga renewable komponen dapat terbentuk di sektor pertambangan (Gambar 4).

5

Gambar 3. Rencana Implementasi dan Siklus Air pada Produksi dan Penggunaan Bahan Bakar Hidrogen

3.2. Analisis Rencana Implementasi Analisis yang dilakukan pada rencana

implementasi dilakukan pada tiga pertimbangan yaitu pertimbangan lingkungan, teknis, dan ekonomi sehingga dapat memberikan pandangan yang utuh pada penerapan bahan bakar hidrogen di alat berat pertambangan. 3.2.1. Pertimbangan Aspek Lingkungan

Bahan Bakar hidrogen termasuk bahan bakar yang ramah lingkungan. Bahan bakar hidrogen tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca ataupun debu halus, melainkan menghasilkan uap air dan panas. Berdasarkan nilai energi hydrogen yang lebih tinggi dan massa yang lebih ringan sebanyak 14 kali dari udara, menyebabkan hidrogen menghasilkan energi yang nilainya dua sampai tiga kali lebih tinggi dari bahan bakar yang digunakan saat ini. Penggunaan BBM saat ini sering disebut sebagai Euro2 atau bahan bakar yang masih menjadi mayoritas di dunia, seperti solar dengan kadar sulfur di bawah 500 ppm. Bahan bakar solar menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu penurunan kualitas udara. Gas yang dihasilkan kendaraan berbahan solar menghasilkan emisi gas buang yang berdampak pada meningkatnya efek rumah kaca, seperti Metana (CH2), Karbon Monosikda (CO), Karbon Dioksida (CO2), dan senyawa Nitrogen Oksida (NOx) (Gambar 4). CO dan NOx yang berlebihan akan berdampak pada menurunnya kemampuan paru-paru dalam menyerap oksigen dan gangguan sistem pernafasan. Sektor energi menghasilkan emisi CO2

yang cukup tinggi, yaitu sebesar 734 gr CO2/kWh (IESR, 2019). CO2 dan CH4 yang berlebihan akan menghalangi pemancaran panas dari bumi ke atmosfer sehingga panas dipantulkan kembali ke bumi. Kontribusi penyumbang gas rumah kaca pada beberapa alternatif energi (Gambar 4) menunjukkan

bahwa bahan bakar Euro2 memiliki kontribusi tertinggi, diikuti dengan Ultra Low Emission Vehicle (ULEV), methanol, bahan bakar hidrogen dari gas alam, dan yang tidak beremisi dalah hidrogen dari air. Kebutuhan solar indsutri dan perkapalan untuk tahun 2021 diprediksi sebesar 12,74 juta kiloliter dengan persentase terbesar digunakan oleh industry pertambangan dan perkebunan dengan jumlah 29% (Pertamina, 2021). Dengan proyeksi kebutuhan yang meningkat dari tahun 2020 sebesar 0,91 juta kiloliter, maka potensi emisi dan pencemaran udara yang dihasilkan semakin besar sehingga peneerapan gas hidrogen melalui hidrogen hijau tentunya mempercepat pencapaian net-zero emission di sektor pertambangan tentunya dapat dicapai dengan penerapan penggunaan hidrogen pada ala berat. 3.2.2. Pertimbangan Aspek Teknis

Alat berat berbahan bakar hidrogen menggunakan prinsip teknologi fuell cell untuk menghasilkan listrik. Listrik tersebut dipakai untuk mengaktifkan motor alat berat.

Gambar 4. Perbandingan Emisi Kendaraan

Berdasarkan Produksi Bahan Bakar (Konservasi Alam dan Keselamatan Nuklir, Jerman, 2.6.1999)

0

20

40

60

80

100

Perc

ent (

%)

CO2 CO NOX SO2 CH4

Gambar 5. Susunan Komponen Fuel-Cell Mobil Listrik Tampak Bawah (Omazaki.co.id, 2021)

Adapun, komponen alat berat berbahan bakar hidrogen pada umumnya terdiri dari (Gambar 5): 1. Motor traksi

Motor listrik yang dimaksud adalah dinamo listrik yang berfungsi menggerakkan transmisi dan roda. Motor ini menggantikan fungsi Internal Combustion Engine (ICE). 2. Fuel-cell stack

Fuel cell adalah alat yang mampu menghasilkan listrik arus searah. Alat ini terdiri dari dua buah elektroda, yaitu anoda dan katoda yang dipisahkan oleh sebuah membrane polymer yang berfungsi sebagai elektrolit. Membran ini sangat tipis dengan ketebalan hanya beberapa mikrometer. Hidrogen dialirkan ke dalam fuel cell pada bagian anoda, sedangkan oksigen dialirkan ke bagian katoda, dengan adanya membran, maka gas hidrogen tidak akan bercampur dengan oksigen. Membran dilapisi oleh platina tipis yang berfungsi sebagai katalisator yang mampu memecah atom hidrogen menjadi elektron dan proton. Proton mengalir melalui membran, sedang elektron tidak dapat menembus membran, sehingga elektron akan menumpuk pada anoda, sedang pada katoda terjadi penumpukan ion bermuatan positif. Apabila anoda dan katoda dihubungkan dengan sebuah penghantar listrik, maka akan terjadi pengaliran elektron dari anoda ke katoda, sehingga terdapat arus listrik. Elektron yang mengalir ke katoda akan bereaksi dengan proton dan oksigen pada sisi katoda dan membentuk air. Untuk mengalirkan hidrogen, oksigen atau udara ke dalam fuel cell, maka lapisan luar dari cell ini dibuat dari lembaran bipolar yang diberi kanal-kanal untuk lewatnya gas maupun air pendingin agar temperatur fuel cell dapat selalu terkendali. Satu unit fuel cell tidak terlalu besar, tebalnya ada yang hanya 2 mm, untuk menghasilkan energi yang cukup, maka beberapa fuel cell harus ditumpuk menjadi satu disebut fuel cell stack. 3. Hydrogen storage tank

Tangki penyimpanan hidrogen yang masuk ke fuel cell diatur tekanannya menjadi 69 kPa (10 psi). Selain itu, kelembaban hidrogen sebelum masuk fuel cell harus dikendalikan, karena air yang masuk ke

dalam cell dapat merusak cell. Hidrogen sendiri harus memiliki kadar kelembaban tertentu pada saat masuk kedalam cell. Hal ini dilakukan di dalam humidification chamber yaitu dengan menyemprotkan kabut air pada aliran hidrogen. 4. Baterai

Baterai berfungsi untuk menyimpan dan mengalirkan arus listrik yang dihasilkan oleh fuel cell dan listrik yang dihasilkan dari sistem regeneratif motor listrik. Selain itu, ketika H2 dalam tangki habis, maka baterai akan mengalirkan listrik untuk menggerakkan motor. Sistem regeneratif ini dapat menghasilkan dan menyimpan listrik sebesar 8% dari kapasitas baterai. 5. Converter dan controller

Arus listrik DC yang didapatkan dari baterai traksi bersifat tegangan tinggi sehingga diperlukan DC converter untuk mengubahnya menjadi arus listrik bertegangan rendah. Tujuannya agar listrik tersebut bisa dimanfaatkan oleh komponen Dump Truck (DT) lainnya yang membutuhkan listrik bertegangan rendah. DC converter juga berfungsi sebagai alat untuk mengisi daya listrik pada baterai, sedangkan controller berfungsi sebagai pengatur daya listrik yang tersalurkan dari baterai menuju inverter dan menggerakkan motor. Sinyal yang dikirimkan oleh controller ini berasal dari pedal yang diinjak oleh pengemudi. Pedal juga mengatur berapa banyak tekanan maupun frekuensi pada mesin sehingga mempengaruhi laju DT. Penelitian ini menggunakan spesifikasi DT Komatsu HD605 berbahan bakar solar dan DT Komatsu HB 605-7 bertenaga listrik sebagai pembanding. Operasional DT Komatsu HD605 membutuhkan solar rata-rata sebanyak 38 liter/jam. Waktu operasi alat berat selama 8 jam membutuhkan solar sebanyak 304 liter (Tabel 1) (Komatsu, 1999). Pada DT Komatsu HB 605-7 menggunakan baterai yang mampu menampung daya sebesar 600 kWh yang rata-rata dapat digunakan untuk beroperasi selama 18 jam atau dibutuhkan daya sebesar 33,3 kWh /jam. Selain itu, HB 605-7 memiliki kemampuan regenerative braking system yang mampu mengubah energi kinetik saat pengereman menjadi energi listrik yang mampu mengisi daya baterai hingga 8% (Tabel 1) (Komatsu, 2018). Penelitian ini mengasumsikan penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar DT yang diubah menjadi tenaga listrik dengan asumsi kebutuhan daya listrik yang sama seperti DT Komatsu 605-7 yaitu sebesar 33,3 kWh/jam. 1 kg hidrogen dapat menghasilkan daya listrik sebesar 33,3-39,4 kWh sehingga operasional DT selama 1 jam diperlukan

6

hidrogen sebanyak 1-1,18 kg hidrogen yang berasal dari 6,48 kg air dalam kondisi setimbang (Stolzenburg, 2013) (Rimbawati, dkk, 2021).

Tabel 1. Perbandingan Teknis DT Komatsu HD605 dengan DT Komatsu HB 605-7

Parameter DT HD605 DT HB605-7 Bahan bakar Solar Listrik Kapasitas munjung 40 m3 Full tank / batery 780 liter 600 kW Horse power 533 kW 533 kW Kebutuhan bahan bakar

38 liter/jam 33,3

kWh/jam Durasi operasional 20,5 jam 18 jam Regenerative braking system

- 8%

Sumber: (Komatsu, 2018); (Komatsu, 1999) 3.2.3. Pertimbangan Aspek Ekonomi Berdasarkan pertimbangan aspek teknis, DT HB 605 membutuhkan solar untuk beroperasi selama 8 jam/hari sebesar 304 liter. Apabila diasumsikan dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja, maka dibutuhkan solar sebesar 7.296 liter/bulan. Pada DT HB 605-7 kebutuhan daya listrik untuk beroperasi selama 8 jam/hari diketahui sebesar 266,4 kWh sehingga hidrogen yang dibutuhkan setidaknya sebanyak 6,76 - 8 kg hidrogen per hari, diasumsikan dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja, maka dibutuhkan setidaknya 162,27 kg hidrogen per bulan (Tabel 2). Biaya kebutuhan bahan bakar, DT HD605 membutuhkan solar sebanyak 304 liter/hari dan diasumsikan harga solar industri Rp. 9.600/liter, maka besar biaya yang dibutuhkan untuk beroperasi per hari sebesar Rp2.918.400,-/hari atau dalam satu bulan sebesar Rp70.041.600,-/bulan. Pada DT berbahan bakar hidrogen membutuhkan hidrogen sebanyak 6,76 kg/hari, apabila 1 kg gas hidrogen membutuhkan biaya produksi sebesar $ 5.50/kg atau dalam rupiah sebesar Rp77.000,-/kg, maka biaya yang dibutuhkan untuk beroperasi per hari sebesar Rp616.000,-/hari sehingga biaya operasional selama satu bulan membutuhkan biaya sebesar Rp14.784.000,-/bulan. Berdasarkan perhitungan di atas, penggunaan hidrogen fuel cell pada DT dapat menghemat biaya produksi sebesar 78,89%.

Tabel 2. Tabel Kebutuhan dan Biaya Bahan Bakar Parameter DT HD605 DT HB 605-7

Bahan bakar Solar Listrik

Konversi H2 Jumlah bahan bakar

/jam 38 liter 33,3 kW 8 jam/hr 304 liter 266,4 kW 24 hr/bln 7296 liter 6393,6 kW

Biaya bahan bakar (Rp)

/hr 2.918.400 616.000

/bln 70.041.600 14.784.000

3.2.4. Rekomendasi untuk Pelaksanaan Implementasi dalam Rangka Percepatan Penerapan net-zero emission Strategi transisi energi rendah karbon di Indonesia dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase dekarbonasi, fase desentralisasi, dan fase digitalisasi. Saat ini, Indonesia berada di fase dekarbonisasi (KESDM, 2021). Pada fase ini, terdapat langkah-langkah yang dapat diterapkan secara bertahap, yaitu: 1. Penggunaan energi fosil dan penerapan

teknologi bersih, yaitu CCU, CCUS, dan net-carbon sink.

2. Percepatan pengembangan EBT dan kendaraan listrik tenaga hidrogen

3. Smart grid dan energy, serta konsevasi energi. Jenis penggunaan energi-energi tersebut dapat dilakukan secara bertahap untuk mencapai akhir fase dekarbonasi. Roadmap menuju net zero emission sampai 2060 di Indonesia (Gambar 6), menunjukkan bahwa penerapan hidrogen sebagai energi akan dimulai di tahun 2031 sebagai salah satu supply energi listrik. Pada tahun 2051, hidrogen akan diterapkan secara masif atau skala besar (KESDM, 2021).

Hidrogen yang direncanakan penerapannya di Indonesia adalah hidrogen hijau. Hidrogen jenis ini dihasilkan melalui pengembangan hirogen dengan sumber daya terbarukan, seperti angin, hidro, dan surya untuk mengelektrolisis air dengan emisi rendah, bahkan nol emisi (DEN, 2021). Saat ini, pemerintah sedang mematangkan peraturan dan regulasi yang mengatur mengenai pengembangan hidrogen hijau dengan mempertimbangkan standar-standar internasional. Selain berdampak pada percepatan dekarbonasi, pengembangan hidrogen hijau secara tepat dapat meningkatkan lapangan pekerjaan sehingga memberikan nilai ekonomi pada penerapannya. Pengembangan proyek juga dilaksanakan pemerintah yang bekerja sama dengan EXPLORE dan HDF Energy untuk pre-feasibility study Pembangkit Listrik Tanaga Surya (PLTS) dan hidrogen hijau secara hybrid di Wilayah Kalimantan Utara dan Sumatera Utara (Ditjen EBTKE, 2021). Persiapan dari implementasi penerapan energi hidrogen, sejatinya harus dilaksanakan secara bertahap dam sinergi dari berbagai pihak karena energi ini tergolong baru, jika dibandingkan dengan energi fosil yang telah diterapkan secara massif di dunia. Pemerintah juga telah mempertimbangkan faktor realitas pada kebutuhan energi dan keekonomian yang wajar dengan memberikan kesempatan pertama bagi EBT. Kebijakan-kebijakan kedepannya juga harus diarahkan menuju penyelarasan energi, keunangan, dan lingkungan

7

untuk mempercepat dan meningkatkan investasi karbon rendah dan ketahanan iklim (DEN, 2021). Hidrogen hijau berpotensi diterapkan di pertambangan khususnya sebagai substitusi bahan bakar alat berat, disamping berkembangnya industri alat berat menuju transisi energi. Sektor pertambangan dapat menjadi sektor utama dalam penerapan hidrogen hijau pada alat berat pertambangan di Indonesia. Proyek ini dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan antara

pemerintah, badan penelitian, dan persusahaan dalam rangka penerapan pilot project di Indonesia. Namun, pengembangan alat berat bertenaga hidrogen harus terus dilakukan karena efisiensi mesinnya lebih rendah daripada efisiensi mesin dengan listrik. Efisiensi mesin dengan tenaga listrik berkisar 70-90%, sedangkan efisiensi mesin berbahan bakar hidrogen berkisar 25-35% (insideevs.com/2020).

Gambar 6. Roadmap Map Menuju Net Zero Emission (KESDM, 2021)

Penerapan alat berat pertambangan bertenaga hidrogen perlu didukung dengan investasi yang memadai, baik di perusahaan pertambangan tersebut maupun di sektor industri hulu sebagai penyedia hidrogen. Investasi di pertambangan dilakukan untuk pembelian alat berat dan pembangunan fasilitas-fasilitas yang mendukung penggunaan alat berat bertenaga hidrogen. Selain itu, sumber daya manusia juga diperlukan untuk kegiatan perawatan alat berat yang dilakukan periodik. Investasi di sektor industri hulu perlu diarahkan untuk mendukung program hidrogen hijau di Indonesia sehingga dari hulu sampai hilir, penggunaan energi yang diterapkan adalah terbarukan. Apabila pembangunan sektor hulu sudah dapat mencukupi kebutuhan pasar, maka pemerintah dapat menerapkan alat transportasi umum bertenaga hidrogen di beberapa kota. Percepatan penggunaan hidrogen melalui langkah yang bertahap untuk mencapai roadmap menuju net zero emission perlu melibatkan beberapa industri yang penting dan memiliki permintaan terhadap energi yang besar.

4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat didapatkan pada

pembahasan adalah: 4.1. Alat-alat berat telah memulai komitmen menuju transisi energi melalui penggunaan energi terbarukan pada alat yang direncanakan produksi.

4.2. Pemanfaatan air tambang berpotensi menjadi alternatif bahan bakar hidrogen yang ramah lingkungan pada alat berat tambang dan mendukung upaya percepatan net-zero emission di sektor pertambangan. 4.3. Fasilitas pendukung dapat dibangun untuk mendukung operasional alat berat dengan bahan bakar hidrogen. 4.4. Penggunaan hidrogen membutuhkan sistem yang berbeda dengan alat berat konvesional dan memberikan penghematan sebesar 78,89%. 4.5. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah merencanakan pilot project alat berat tambang berbahan bakar hidrogen dan membangun industri hulu penghasil hidrogen yang ramah lingkungan.

DAFTAR PUSTAKA Aneka tambang butuh pasokan listrik 75 MW untuk

smelter feronikel di Halmahera Timur pada industri.kontan.co.id. (2 Juli 2020). Diakses pada 22 November 2021 pada link:https://industri.kontan.co.id/news/aneka-tambang-butuh-pasokan-listrik-75-mw-untuk-smelter-feronikel-di-halmahera-timur

Battey electric hydrogen fuel cell pada insideevs.com. (28 Maret 2020). Diakses pada 20 November 2021 melalui:https://insideevs.com/news/406676/battery-electric-hydrogen-fuel-cell-efficiency-comparison/

7

8

Damaryanto. 2005. Air Tanah di Indonesia dan Pengelolaannya. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral

Dewan Energi Nasional. 28 November 2021. Talkshow Energy Nasional oleh Geological Total Action 2021

Dewi, EL. 2011. “potensi Hidrogen sebahai Bahan Bakar untuk Kelistrikan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia

Hydrogen insight 2021 pada hydrogencouncil.com. (15 Juli 2021). Diakses pada 19 November 2021 melalui:https://hydrogencouncil.com/en/hydrogen-insights-2021/

Kantongin izin kembali pada kompas.com. (10 Juli 2013). Diakses pada 14 November 2021 melalui:https://money.kompas.com/read/2013/07/10/0417546/Kantongi.Izin.Kembali.Garap.Tambang.Freeport.Pangkas.Target.Produksi

Kementerian ESDM. 28 November 2021. Talkshow Energy Nasional oleh Geological Total Action 2021

Kementerian ESDM. 7 Mei 2018. Keputusan Menteri 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pertambangan yang Baik.

Komatsu.Ltd. 1999. Pada Buku Manajemen Alat Berat. Web.ipb.ac.id

Komatsu.Ltd. 2018. Spesific Produk DT HD 650 Kulakov, E., & Ross, A. F. (2007). Aluminum

energy for Fuel cells. Altek Fuel Group Inc. Maeda,K., dkk. (2006). Photocatalyst releasing

hydrogen from water. Nature,440, 295-295. National Institute of Standards & Technology

(NIST). 2001. Methane. News Hyundai pada Hyundai-ce.com. (2 Februari

2002). Diakses pada 14 November 2021 pada link:https://www.hyundai-ce.com/en/media/englishNews/47

Pengembangan hidrogen hijau pada ebtke.esdm.go,id. (12 November 2021). Diakses pada 20 November 2021 melalui:https://ebtke.esdm.go.id/post/2021/11/14/3011/pengembangan.hidrogen.hijau.guna.pencapaian.target.penurunan.emisi

Pertamina pasok solar ke freeport pada investor.id. (2 Juli 2013). Diakses 20 November 2021 melalui:https://investor.id/archive/pertamina-pasok-solar-ke-freeport-rp-25-triliun-per-tahun

Pratiwi, N. A. (2014). Prarancangan Pabrik Hidrogen Peroksida Dari Hidrogen, Udara, dan Ethyl-Anthraquinone Dengan Kapasitas 45.000 Ton/Tahun (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).

Purwanto dkk. 2005. Production Hydrogen and Nanocarbon via Methane Decompostion using Ni-based Catalys. Makara Teknologi. Vol 9. No 2 (48-52)

Republik Indonesia. 2 Februari 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Rimbawati, R., dkk. (2021). Pengujian Air Bersih Menjadi Hidrogen Untuk Energi Alternatif Dengan Menggunakan Arduino. CIRCUIT:

Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, 5(1), 65-74.

Sebastian, O., & Sitorus, T. B. (2013). Analisa Efisiensi Elektrolisis Air dari Hydrofill pada Sel Bahan Bakar. Jurnal Dinamis, (12).

Siaran Pers pada ppid.menlhk,go.id. (23 Maret 2021). Diakses 23 November 2021 melalui link:http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/5878/presiden-cop-26-unfccc-indonesia-climate-super-power

Siregar, Y. D. I. (2010). Produksi Gas Hidrogen Dari Limbah Alumunium. Jurnal Kimia Valensi, 2(1).

Stolzenburg, K., dkk (2013). Efficient liquefaction of hydrogen: results of the IDEALHY project. Fuel Cells and Hydrogen Joint Undertaking (FCH JU).

Types of electrical cars pada omazaki.co.id. (4 Agustus 2021). Diakses 14 November 2021 melalui:https://www.omazaki.co.id/en/types-of-electric-cars-and-working-principles/

Waluyo A dkk. 2017. Analisis Perbandingan Penggunaan bahan bakar Solar dan Biodiesel B20 terhadap Performasi engine Volvo D9B 380. Smeinar Nasional Inoevasi dan Aplikasi Teknologi Industri. Malang(26.1-26.6).

8

9

1

“Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan”

Energi Bersih dan Energi Non-Konvensional

Analisis Potensi Hilirisasi Batubara Kalori Rendah Menjadi Pembangkit

Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dengan Teknologi IGCC (Integrated

Gasification Combined Cycle) di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat

Jerhikma[1], Muthia Nabila Tsamara Firtania[2], Tri Mayang Yunitha Ayu Pratiwi [3]

[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan

[2] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [3] Institut Teknologi Bandung/Teknik Kimia

ABSTRAK

Berdasarkan Kementerian ESDM 2018, jumlah cadangan batubara Indonesia mencapai 37 miliar ton dan jumlah

sumberdaya batubara Indonesia sebesar 166 miliar ton. Dari data tersebut, hanya 30% dari batubara Indonesia

yang memiliki nilai kalori (CV) lebih dari 4500 kcal/kg. Sebanyak 50% dari total sumberdaya batubara

Indonesia adalah batubara kalori rendah, khususnya di wilayah Sumatera. Menurut data ESDM tahun 2005,

jumlah cadangan batubara kalori rendah di daerah Sumatera sebesar 2.426 juta ton. Di Kabupaten Aceh Barat,

terdapat 700 juta ton sumberdaya batubara yang memiliki nilai kalori rendah sekitar 3000-5000 kcal/kg. Namun,

pemanfaatan batubara kalori rendah di Kabupaten Aceh Barat belum optimal. Oleh karena itu, pemanfaataan

batubara kalori rendah di Kabupaten Aceh Barat perlu dioptimalkan. Batubara kalori rendah memiliki kadar

abu, klorin, belerang, dan logam alkali yang tinggi serta memiliki titik leleh abu yang rendah. Sifat tersebut

mengakibatkan batubara kalori rendah kurang cocok untuk digunakan pada pembangkit uap. Akan tetapi, sifat

tersebut kurang berpengaruh dalam pengoperasian gasifier, khususnya pada gasifier aliran entrained. Oleh

karena itu, batubara kalori rendah dapat dimanfaatkan dengan mengonversikannya menjadi gas sintesis melalui

proses gasifikasi. Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC) merupakan paduan dua tahapan proses, yakni

teknologi gasifikasi batubara yang mengonversi batubara menjadi gas sintetis (syngas) dan teknologi combined

cycle yang merupakan metode efisien untuk produksi listrik. Dengan IGCC, batubara dapat dimanfaatkan dalam

Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). Teknologi IGCC merupakan teknologi yang rendah emisi

SOX dan NOX, emisi gas rumah kaca, serta meminimalkan adanya limbah padat. Komersialisasi teknologi

IGCC telah diterapkan di beberapa negara seperti Jepang pada proyek Nakoso dengan kapasitas 540 MW dan

pada proyek Hirono dengan kapasitas 540 MW. Di Indonesia sendiri, PLN mempertimbangkan penggunaan

teknologi Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun,

dalam menerapkan teknologi IGCC di Indonesia tentu diperlukan tinjauan mengenai beberapa aspek krusial,

seperti aspek teknologi, ekonomi, dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

potensi penerapan hilirisasi batubara kalori rendah menjadi pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU)

dengan menerapkan IGCC (integrated gasification combined cycle) di Daerah Meulaboh, Kabupaten Aceh

Barat dari aspek teknologi, ekonomi, dan lingkungan. Adapun metodologi yang digunakan oleh penulis yaitu

dengan melakukan kajian literatur, kemudian dianalisis sesuai dengan data-data yang didapatkan. Hasil analisis

potensi hilirisasi batubara kalori rendah menjadi pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dengan

teknologi IGCC di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat diharapkan dapat mendorong terwujudnya kemandirian

energi nasional yang berwawasan lingkungan.

Kata kunci : Aceh Barat, batubara, hilirisasi, IGCC, PLTGU

2

1. PENDAHULUAN

Jumlah cadangan batubara Indonesia mencapai 37

miliar ton dan jumlah sumberdaya batubara

Indonesia sebesar 166 miliar ton (Berdasarkan

Kementerian ESDM 2018). Dari data tersebut,

hanya 30% dari batubara Indonesia yang memiliki

nilai kalori (CV) lebih dari 4500 kcal/kg. Sebanyak

50% dari total sumberdaya batubara Indonesia

adalah batubara kalori rendah, khususnya di

wilayah Sumatera. Menurut data ESDM tahun

2005, jumlah cadangan batubara kalori rendah di

daerah Sumatera sebesar 2.426 juta ton. Di

Kabupaten Aceh Barat, terdapat 700 juta ton

sumberdaya batubara yang memiliki nilai kalori

rendah sekitar 3000-5000 kcal/kg. Batubara kalori

rendah memiliki kadar abu, klorin, belerang, dan

logam alkali yang tinggi serta memiliki titik leleh

abu yang rendah. Sifat tersebut mengakibatkan

batubara kalori rendah kurang cocok untuk

digunakan pada pembangkit uap. Akan tetapi, sifat

tersebut kurang berpengaruh dalam pengoperasian

gasifier, khususnya pada gasifier aliran entrained.

Oleh karena itu, batubara kalori rendah dapat

dimanfaatkan dengan mengonversikannya menjadi

gas sintesis melalui proses gasifikasi seperti

menggunakan teknologi Integrated Gasification

Combined Cycle (IGCC), dimana teknologi

tersebut merupakan paduan dua tahapan proses,

yakni teknologi gasifikasi batubara yang

mengonversi batubara menjadi gas sintetis

(syngas) dan teknologi combined cycle yang

merupakan metode efisien untuk produksi listrik.

Dengan IGCC, batubara dapat dimanfaatkan dalam

Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).

Teknologi IGCC merupakan teknologi yang rendah

emisi SOX dan NOX, emisi gas rumah kaca, serta

meminimalkan adanya limbah padat. Di Indonesia

sendiri, PLN mempertimbangkan penggunaan

teknologi Integrated Gasification Combined Cycle

(IGCC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.

Namun, dalam menerapkan teknologi IGCC di

Indonesia tentu diperlukan tinjauan mengenai

beberapa aspek krusial, seperti aspek teknologi,

ekonomi, dan lingkungan. Oleh karena itu,

penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

potensi penerapan hilirisasi batubara kalori rendah

di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat menjadi

pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU)

dengan menerapkan IGCC (integrated gasification

combined cycle) di Daerah Meulaboh, Kabupaten

Aceh Barat dari aspek teknologi, ekonomi, dan

lingkungan.

2. TEORI DASAR

2.1 Batubara

Batubara merupakan batuan sedimen organik yang

berasal dari tumbuhan yang dapat terbakar

memiliki warna coklat hingga hitam, yang sejak

pengendapannya mengalami proses fisika dan

kimia sehingga mengakibatkan pengkayaan

kandungan karbonnya. Proses pembentukan

batubara dapat melalui proses sedimentasi dan

skala waktu geologi. Karakterisasi batubara

berbeda-beda sesuai dengan coal field dan coal

seam, sehingga batubara memiliki tingkat

variabilitas tinggi baik fisik maupun kimia, dan

tidak hanya bervariasi secara vertical namun juga

horizontal. Akibat variabilitasnya ini dilakukanlah

parameterisasi kualitas batubara untuk

memudahkan pemanfaatannya, yang lazim

digunakan adalah kadar kelembaban, kandungan

zat terbang, kadar karbon, kadar abu, kadar sulfur

dan nilai kalor (Komariah, 2012). Batubara dapat

dikategorikan ke dalam 4 peringkat berdasarkan

nilai kalorinya. Nilai kalori Batubara untuk low

calorie quality kurang dari 5.100 kal/gram, untuk

medium calorie quality sebesar 5.100 - 6.100

kal/gram, untuk high calorie quality sebesar 6.100 -

7100 kal/gram, dan untuk very high calorie quality

lebih dari 7.100 kal/gram.

2.2 IGCC

Tujuan utama IGCC (Integrated Gasification

Combined Cycle) adalah menggunakan bahan

bakar hidrokarbon dalam fase padat atau cair untuk

menghasilkan tenaga listrik dengan cara yang lebih

bersih dan efisien melalui gasifikasi. Bahan bakar

hidrokarbon biasanya mencakup batubara,

biomassa, residu dasar kilang (seperti kokas

minyak bumi, aspal, dan tar visbreaker),serta

limbah kota. Produksi tenaga yang “lebih bersih”

dicapai dengan mengubah bahan bakar padat/cair

menjadi gas terlebih dahulu, sehingga dapat

dibersihkan (dengan menghilangkan kandungan

partikulat, belerang, merkuri, dan komponen

berbahaya lainnya) sebelum dibakar. Gas yang

telah dibersihkan(gas sintetis atau syngas) memiliki

kandungan utama karbon monoksida (CO) dan

hidrogen (H2), selanjutnya dikirim ke combined

cycle konvensional untuk menghasilkan listrik.

Secara garis besar, teknologi IGCC terdiri dari tiga

proses utama yakni gasifikasi, pembersihan gas,

dan pembangkit listrik. disajikan pada gambar 1.

3

Gambar 1. Skema teknologi IGCC

2.2.1 Gasifikasi

Gasifikasi adalah proses konversi termokimia

bahan bakar padat yang menghasilkan gas yang

mudah terbakar (Qin et al., 2012). Pada gasifikasi,

bahan bakar padat dikonversikan menjadi gas

mampu bakar (terutama mengandung CO, CH4,

CO2, dan H2) melalui proses pembakaran yang

dilakukan dengan suplai udara terbatas

(Trifiananto, 2015). Bahan bakar yang dapat

digunakan sebagai umpan gasifikasi adalah

material yang mengandung hidrokarbon

(carbonaceous solid fuels) seperti batubara,

petcoke (petroleum coke), dan biomassa

(Trifiananto, 2015). Material yang mengandung

hidrokarbon direaksikan dengan gas oksigen (O2),

udara, steam, atau campurannya menjadi terutama:

karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), metan

(CH4), karbondioksida (CO2), sedikit hidrokarbon

(Susanto, 2018). Pada proses gasifikasi, terdapat

beberapa tahap yang dilalui oleh batubara agar

dapat terkonversi menjadi gas mampu bakar.

Mekanisme gasifikasi dapat berbeda untuk setiap

gasifier (Trifiananto, 2015). Meskipun mekanisme

gasifikasi berbeda untuk setiap teknologi proses,

batubara sebagai umpan gasifikasi akan mengalami

lima tahap utama, yakni pengeringan, pirolisis,

char decomposition, volatile combustion, dan

gasifikasi. Reaksi dalam proses gasifikasi disaikan

dalam lampiran B.

Tujuan dari tahap pengeringan adalah

menghilangkan kandungan air yang terdapat pada

padatan yang direaksikan. Pada proses ini, sebagian

kandungan air dalam bahan baku akan menguap.

Pirolisis bertujuan untuk dekomposisi batubara

untuk menghasilkan gas-gas, uap senyawa organik,

tar, dan arang. Char decomposition digunakan

untuk mendekomposisi char menjadi C, H2, O2,

N2, S, dan ash. Volatile combustion digunakan

untuk membakar zat-zat volatil yang dihasilkan

dari pirolisis. Zat volatil terdiri dari CO, H2, CO2,

H2O, H2S, N2, CH4, dan tar. Dalam pemodelan,

biasanya tar diwakilkan oleh C6H6. Pada proses

gasification terjadi reaksi reaksi arang-oksigen,

reaksi arang-steam, reaksi arang-karbon dioksida,,

reaksi pembakaran hidrogen, reaksi pembakaran

CO, dan reaksi pembakaran metana reaksi arang-

hidrogen, reaksi water gas-shift, dan reaksi

methane-steam.

Reaksi water-gas shift (WGS) bertujuan untuk

mengubah karbon monoksida dan uap menjadi

hidrogen dan karbon dioksida. Laju reaksi WGS

biasanya lambat tanpa menggunakan katalis. Akan

tetap, dalam gasifier, laju reaksi biasanya

ditingkatkan oleh efek katalitik dari komponen

logam dalam batubara.

2.2.2 Syngas cooling

Syngas mentah yang keluar dari gasifier berada

pada suhu tinggi, terutama untuk gasifier aliran

entrained. Suhu syngas mentah bisa mencapai

sekitar 1480°C (2700°F).

2.2.3 Gas cleanup system

Polutan dari syngas umunya terdiri dari partikulat,

karbonil sulfida (COS), hidrogen sulfida (H2S),

sulfur dioksida (SO2), amonia (NH3), hidrogen

sianida (HCN), merkuri (Hg), fosfor (P), dan jejak

berat lainnya. unsur logam, seperti arsenik (As),

selenium (Se), kadmium (Cd), dan antimon (Sb).

Sebagian besar kandungan klorin dari bahan baku

diubah menjadi gas hidrogen klorida (HCl) dan

beberapa klorida fase partikulat.

Ada banyak cara berbeda untuk membersihkan

syngas, tetapi, biasanya, semuanya mencakup

proses berikut: penghilangan partikulat kering atau

basah, scrubbing basah (untuk penghilangan

partikulat, klorin, dan NH3), hidrolisis (untuk

konversi COS menjadi H2S, dan HCN ke NH3),

lapisan karbon aktif untuk menghilangkan merkuri

dan logam yang mudah menguap, dan sistem gas

asam (menggunakan pelarut fisik atau kimia) untuk

menghilangkan belerang (Wang, 2017).

2.2.4 WGS application for pre-combustion CO2

capture

Selain terjadi pada gasifier, WGS juga

diaplikasikan pada hilir yakni untuk mengubah

semua CO ke CO2 untuk memudahkan

penangkapan CO2. Proses menangkap CO2 sebelum

4

syngas dibakar di GT disebut sebagai pre-

combustion CO2 capture (Wang, 2017).

2.2.5 Combined cycle power

Combined cycle terdiri dari tiga komponen utama:

Gas turine (GT), generator uap pemulihan panas

(heat recovery steam generator atau HRSG), dan

turbin uap. Syngas yang telah dibersihkan dikirim

ke GT untuk dibakar sehingga menghasilkan

tenaga listrik melalui generator. Selain itu, knalpot

GT digunakan untuk menghasilkan uap melalui

HRSG. Uap tersebut digunakan untuk

menggerakkan turbin uap (ST) untuk menghasilkan

tenaga listrik yang lebih besar (Wang, 2017).

3.PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik batubara meulaboh

Secara regional menurut penyelidikan oleh N.R

Cameron dan kawan-kawan (1983), daerah Aceh

barat dan sekitarnya termasuk di dalam salah satu

cekungan Busur muka sedimentasi Neogen Aceh

Barat, dimana cekungan ini dibentuk oleh

sedimentasi yang lingkungan pengendapannya

Fluviatil sampai Sub Litoral. Batuannya yaitu

batupasir, batulanau, serpih, sedimen konglomerat,

dan batugamping. Kualitas batubara merupakan

sifat fisika dan kimia dari batubara yang

mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas

batubara ditentukan oleh maseral dan mineral

matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification

(rank). Umumnya, untuk menentukan kualitas

batubara dilakukan analisa kimia pada batubara

yang diantaranya berupa analisis proksimat.

Analisis proksimat merupakan analisis pengujian

kimia terhadap moisture, kandungan abu,

kandungan zat terbang, dan kadar karbon yang

ditentukan dari serangkaian metode pengujian

standar (standart test methods). Di Kabupaten Aceh

Barat sendiri, terdapat sekitar 700 juta ton

sumberdaya batubara yang memiliki nilai kalori

rendah sekitar 3000-5000 kcal/kg. Berdasarkan

Wijaya (2007), pada Cekungan Meulaboh terdapat

tipikal data dalam basis as received (ar) untuk tiap

parameternya sebagai berikut: EM diperoleh pada

rentang 44-52% dan IM terletak pada interval 6-

10%. Sementara itu, untuk tipikal data AC dari

sampel berkisar 2-3% dan VM terdapat pada

interval 26-28%. Sedangkan FC dan TS masing-

masing terdapat pada interval 22-24% dan 0,060-

0,090%, sementara untuk tipikal CV sebesar 3100-

3300 cal/gr (Wijaya et al., 2007). Berdasarkan nilai

CV batubara yang ada di Meulaboh dapat

dikategorikan sebagai batubara kalori yang rendah.

3.2 Teknologi Penambangan Batubara Kalori

Rendah

Batubara kalori rendah Meulaboh akan diolah

menggunakan metode integrated gasification

combined cycle (IGCC). Pada metode IGCC

dibutuhkan feed batubara berukuran kerikil. Oleh

karena itu, batubara kalori rendah di daerah

Meulaboh akan ditambang menggunakan tambang

terbuka. Di wilayah Meulaboh terdapat 15 lapisan

dengan kedalaman mencapai 100 meter. Lapisan

batubara tersebut memiliki ketebalan sekitar 0,5 –

9,5 meter dengan kedalaman 80 meter.

Dengan batuan samping berupa batupasir,

penambangan akan dilakukan menggunakan

peledakan untuk batubara dan material waste yang

tediri dari batupasir dan kerikil. Penggunaan

peledakan dirasa lebih optimal daripada

menggunakan metode ripping. Setelah melakukan

peledakan, batubara akan diangkut menggunakan

excavator dan dump truck. Selanjutnya, batubara

akan dilakukan pencucian terlebih dahulu. Setelah

itu, batubara hasil peledakan yang masih berukuran

bongkah akan diolah terlebih dahulu agar

ukurannya sesuai dengan ukuran feed dari proses

IGCC. Batubara kalori rendah tersebut akan di-

crushing menggunakan jaw crusher dengan sistem

closed circuit. Jika tidak lolos ayakan ukuran

tertentu, batubara akan dilakukan proses crushing

lagi. Jika butiran batubara sudah lolos ayakan

ukuran tertentu, akan dilakukan proses grinding.

Proses grinding akan menggunakan ball mill

dengan sistem closed circuit. Setelah batubara hasil

grinding lolos ayakan ukuran tertentu, batubara

siap diproses menggunakan metode IGCC.

3.3 Perhitungan biaya tambang batubara kalori

rendah di Meulaboh

Tabel Perhitungan biaya produksi batubara kalori

rendah di daerah Meulaboh tertera pada lampiran.

Pada tabel tersebut, batubara memiliki kalori

sebesar 3100-3300 kalori/gram. Dari hasil

penambangan batubara dapat dikatakan layak

secara ekonomi jika SR penambangan kurang dari

4.17

3.4 Analisis lingkungan untuk menambang

batubara kalori rendah meulaboh

5

Aktivitas kegiatan pertambangan yang meliputi

beberapa tahapan kegiatan yaitu tahap pra-

konstruksi, meliputi aktivitas pengelolaan

sumberdaya manusia, pembebasan lahan,

penyelidikan umum serta aktivitas eksplorasi dan

pengeboran. Lalu berikutnya tahap konstruksi,

meliputi aktivitas pembukaan lahan, pembuatan

akses jalan, pembangunan sarana/prasarana serta

penyediaan peralatan tambang. Tahapan berikutnya

ialah tahap operasi, meliputi proses penggalian,

pemuatan dan penimbunan masing-masing top soil

serta overburden, lalu aktivitas penambangan,

pengangkutan dan penimbunan batubara.

Berikutnya ialah tahap pasca operasi, meliputi

aktivitas reklamasi serta rehabilitasi lahan,

pemindahan dan pemanfaatan prasaran tambang

dan juga pemanfaatan lahan bekas tambang. Dari

tahapan tahapan diatas terdapat beberapa masalah

yang muncul yakni: masalah terkait pencemaran

lingkungan hidup, penurunan produktivitas lahan,

pencemaran air, pencemaran udara, gerakan tanah

dan longsor serta dampak terhada flora dan fauna.

Secara umum, Upaya pencegahan dan

penanggulangan terhadap dampak yang

ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat

ditempuh dengan beberapa pendekatan. Pertama

pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi

preventif (control/protective) yaitu pengembangan

sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu

bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah

transportasi. Lalu menggunakan masker debu (dust

masker) agar meminimalkan risiko

terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).

Kedua, pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi

penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari

kerugian yang dapat menimbulkan kerusakan

lingkungan. Selain itu, upaya reklamasi dan

penghijauan kembali bekas penambangan batu bara

perlu dilakukan. Ketiga, pendekatan administratif

yang mengikat semua pihak dalam kegiatan

pengusahaan penambangan batu bara tersebut

untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku

(law enforcement) dan keempat pendekatan

edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta

dikembangkan untuk membina dan memberikan

penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi

perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran

untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.

3.5 Tinjauan Aspek Teknologi IGCC Dengan

Umpan Batubara Peringkat Rendah

Salah satu teknologi Integrated Gasification

Combined Cycle dengan umpan batubara peringkat

rendah adalah Teknologi Transport Integrated

Gasification (TRIG™), yang dikembangkan oleh

KBR dan Southern Company di China. TRIG™

merupakan salah satu clean coal technology untuk

batubara peringkat rendah. Batubara yang

digunakan sebagai umpan adalah batubara lignit

dari Mongolia, yang merupakan batubara peringkat

rendah dengan kadar air tinggi (30+%) dan nilai

kalor rendah. Karakteristik batubara lignit

Mongolia disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Karakteristik Batubara Lignit Mongolia

(Zhuang et al., 2015)

Parameter Unit As

received

As fed

LHV MJ/Kg 14,34 17,4

Moisture

content

wt.% 34,1 20

Ash content wt.% 11,22 13,16

Volatile

conten

wt.% 23,77 28,86

Elemental

analysis

C wt.% 39,71 48,20

H wt.% 2,59 3,14

N wt.% 0,62 0,75

S wt.% 1 1,21

O wt.% 10,79 13,08

Moisture content pada batubara lignit Mongolia

yang tersaji dalam Tabel 1 memiliki nilai yang

tingi yakni 34,1%. Untuk mengatasi moisture

content yang tinggi, terdapat proses drying atau

pengeringan untuk menghilangkan kandungan air

yang berlebihan ke tingkat yang sesuai untuk

operasi gasifier TRIG™. Skema blok diagram

TRIG™ IGCC plant disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Blok Diagram TRIG™ IGCC Plant

(Zhuang et al., 2015)

6

Dari fasilitas penyimpanan batubara, batubara

diangkut dengan belt conveyer ke crusher atau

penghancur batubara untuk dihancurkan hingga di

bawah 300 mm sebelum masuk ke seksi drying.

Seksi drying terdiri dari kiln yang menggunakan

uap LP sebagai media pemanas dengan kontak

tidak langsung dan dalam aliran countercurrent

dengan batubara untuk. Kondensat yang diperoleh

dari seksi drying diambil dan dimanfaatkan

kembali sebagai recovered water. Batubara yang

dikeringkan disalurkan ke peralatan milling untuk

digiling hingga di bawah 1000 mikron.

Selanjutnya, batubara diumpankan melalui sistem

umpan batubara bertekanan tinggi ke dalam

gasifier. Udara yang dibutuhkan untuk reaksi

gasifikasi dikompresi ke tekanan yang diinginkan

bersama dengan udara ekstraksi yang diambil dari

kompresor turbin gas. Ekstraksi menyediakan

sekitar 40% dari udara yang dibutuhkan. Sebagian

besar udara terkompresi dialirkan ke gasifier.

Selain itu, udara terkompresi juga digunakan untuk

sistem pengumpanan batubara (feeding) (Zhuang et

al., 2015).

Setelah gasifikasi, syngas mentah yang keluar dari

gasifiers pada 950oC didinginkan di Syngas

Coolers sehingga terjadi pertukaran panas angtara

syngas mentah dengan air aliran boiler HP

(''BFW'') dan menghasilkan uap superheated

bertekanan tinggi diintegrasikan ke turbin uap pada

combined cycle. Setelah didinginkan hingga sekitar

320oC, syngas mentah disalurkan fines removal

untuk menghilangkan partikel abu halus yang

tersisa. Abu halus dalam syngas mentah berkurang

menjadi 60,1 ppm basis berat. Abu halus dari fines

removal dibuang ke sistem penanganan abu atau

ash handling. Syngas mentah bebas abu mengalir

ke unit syngas clean up and LTOC untuk

membersihkan kotoran gas seperti COS, amonia,

merkuri, CO2, dan H2S sehingga dapat

menghasilkan syngas bersih untuk pembakaran

dalam turbin gas di combined cycle. Syngas

keluaran syngas clean up and LTOC selanjutnya

diumpankan ke Acid Gas Removal Unit (AGRU).

H2S yang dipisahkan dari AGRU dan aliran

overhead kecil dari Sour Water Stripping Unit

(SWS) dialirkan ke Sulphur Recovery Unit (''SRU'')

di mana H2S diubah menjadi unsur belerang untuk

dijual. Aliran gas yang meninggalkan SRU diolah

di unit pengolahan gas ekor (TGTU) untuk

menghindari emisi gas berbahaya. Syngas yang

meninggalkan Acid Gas Removal Unit (AGRU)

dipanaskan sebelum memasuki ruang bakar turbin

gas (Zhuang et al., 2015).

Syngas selanjutnya dibakar pada turbin

pembakaran syngas kelas GE Frame 9 yang

terintegrasi dengan dua Heat Recovery Steam

Generator (HRSG) untuk memulihkan panas dari

turbin pembakaran. Hasil pembakaran syngas pada

turbin gas ini menghasilkan energi listrik.

Selanjutnya, uap yang berbeda yang HRSG

diarahkan ke turbin uap untuk menghasilkan listrik

di generator turbin uap. Selain itu, pabrik nitrogen

kecil dirancang untuk menyediakan nitrogen yang

dibutuhkan untuk mempertahankan pengoperasian

unit proses dan instrumentasi (Zhuang et al., 2015).

3.6 Performa teknologi TRIG™ IGCC plant

Performa dari TRIG™ IGCC plant disajikan pada

Tabel 2

Tabel 2. Performa TRIG™ IGCC plant (Zhuang et

al., 2015)

Parameter Unit Nilai

Konsumsi batubara, as

received dengan 34%

moisture content

TPD 11.740

Konsumsi batubara, as

fed dengan 20%

moisture content

TPD 9670

Output power

GT output/ unit MW 295

ST output MW 424

Combined cycle

output, gross

MW 1014

Aux. power

consumption

MW 166

Power output, net MW 848

Net heat rate of IGCC kJ kWh 8234

Net efficiency of IGCC

(LHV basis)

% 43.68

Tabel 2 menunjukkan bahwa TRIG™ IGCC

memiliki keluaran listrik kotor sebesar 1014 MW

dan keluaran bersih sebesar 848 MW. Konsumsi

daya tambahan internal oleh kompresor, pompa,

dan pengguna lain di seluruh pembangkit TRIG™

IGCC adalah 157 MW .

3.7 Tinjauan aspek ekonomi TRIG™ IGCC

plant

Capital cost untuk TRIG™ IGCC plant yang

diestimasi pada juli 2012 berdasarkan pasar cina

disajikan pada tabel 3

7

Tabel 3. Capital cost untuk TRIG™ IGCC plant

(Zhuang et al., 2015)

Cost estimate items RMB (mm)

Major process units in

gasification

2588

Nitrogen unit 120

Air compression unit 295

Gasification unit 1597

Syngas clean up unit 232

Acid gas removal and sulfur

recovery unit

272

Flare 47

Auxiliaries for gasification

Island

25

Major systems in power Island 2799

Combined cycle system 1879

Fuels supply system 277

Water supply and treatment

system

370

Electric and I&C system 210

Auxiliaries for power Island 63

Others

(development/management,

Land and siting related,

Engineering Services,

technology related, startup etc.)

1092

Contingency 483

Grand total 6982

Dalam perkiraan ini, gasifikasi menyumbang

sekitar 36% dari total investasi modal untuk proyek

dan pembaangkit listrik menyumbang sekitar 41%

dari total biaya.

3.8 Tinjauan aspek lingkungan TRIG™ IGCC

plant

Teknologi IGCC secara umum memiliki

keunggulan emisi yang rendah jika dibandingkan

dengan teknologi berbahan bakar batubara

konvensional. Emisi seperti SOx, NOx, merkuri,

dan partikel dari TRIG™ IGCC plant cukup

rendah. Studi dilakukan dengan membandingkan

emisi TRIG™ IGCC plant dengan standar emisi

(Guobiao atau GB) natural gas combined cycle

(NGCC) dan pembangkit listrik konvensional USC

(Ultra super critical coal-fired power plant). Hasil

perbandingan emisi TRIG™ IGCC plant dengan

standar emisi (Guobiao atau GB) natural gas

combined cycle (NGCC) dan pembangkit listrik

konvensional USC disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Perbandingan Emisi TRIG™ IGCC Plant

dengan Standar Emisi

Polutan Unit TRIG

IGCC

GB

untuk

NGCC

GB

untuk

1000

MW

USC

SO2 mg/N

m3

2,95 35 97,1

NOx (no

SCR)

mg/N

m3

47 50 80

Mercury mg/m

3

0,001

3

0,03 -

Particulat

e matter

mg/N

m3

- 5 29,31

Tabel 4 menunjukkan bahwa emisi dari LRC

TRIG™ IGCC rendah daripada emisi untuk proyek

pembangkit listrik tenaga gas alam dan standar

emisi konvensional USC (Ultra super critical coal-

fired power plant).

3.9 Analisis keenomian penggunaan batubara

meulaboh untuk proses TRIG IGCC

Tabel 5. Asumsi Operasi Pabrik

Parameter Nilai Unit

Umur pabrik 20 tahun

cadangan

coal

Kebutuhan

coal

11740 ton/hari

Operasi 340 hari/tahun

Total hari

operasi

dalam 20

tahun

6800

Kebutuhan

batubara

dalam 20

tahun

8E+07 ton

8

Pabrik IGCC akan beroperasi selama 20 tahun

dengan total hari kerja per tahunnya sebesar 340

tahun. Kebutuhan batubara sebagai feed proses

IGCC sebesar 11.740 ton/hari sehingga kebutuhan

batubara selama proyek berlangsung adalah

79.832.000 ton.

Tabel 6. Analisis Keenomian Penggunaan Batubara

Meulaboh untuk Proses TRIG IGCC

Parameter Nilai Unit

Capital cost 6982 RMB(mm)*

Operating

cost (harga

coal 1 tahun)

978 RMB

(mm)*

Total 1327.1 RMB

(mm)*

Produk listrik

yang

dihasilkan

perhari

848 MW

848000 KW

Produk 1

tahun

288320 MW

Biaya

produksi 1

tahun

3,E+12 RP

Harga

produk

10425,78 Rp/Kw

*mm = juta

Nilai capital cost didapatkan berdasarkan

pembahasan bagian IGCC sehingga didapatkan

nilai sebesar 6.982 juta RMB. Nilai operating cost

diasumsikan sebagai nilai beli batubara yang

didapatkan dengan mengalikan HPB rata-rata yang

telah didapatkan sebelumnya dengan kebutuhan

batubara per tahun pada proses IGCC sehingga

didapatkan operating cost sebesar 978 juta RMB.

Total biaya produksi untuk satu tahun sebesar

1.327,1 juta RMB atau sekitar 3.005.963.649.430.

Pada bagian performa teknologi TRIG™ IGCC

plant yang telah disebutkan sebelumnya,

didapatkan produk listrik sebesar 848 MV sehingga

produk listrik per tahunnya sebesar 288.320 MW.

Dengan membagi biaya produksi listrik per tahun

dengan produk listrik yang dihasilkan, didapatkan

harga listrik per Kwh sebesar Rp10.425. Harga

listrik di Indonesia untuk daya 900 VA sebesar

Rp1.352/kWh, untuk daya 1.300 VA sebesar

Rp1.444,70/kWh, untuk daya 2.200 VA sebesar

Rp1.444,70/kWh, dan untuk daya 3.500-5.500 VA

sebesar Rp1.444,70/kWh. Harga listrik dari proses

IGCC jauh di atas harga listrik di pasaran. Oleh

karena itu, proses IGCC dengan menggunakan

batubara kalori rendah di daerah Meulaboh untuk

produksi listrik massal masih sangat mahal dan

belum ekonomis.

KESIMPULAN

1. Penambangan batubara kalori rendah di

daerah Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat

dikatakan layak jika SR yang digunakan

kurang dari BESR-nya, yaitu 4.17

2. Batubara kalori rendah di daerah

Meulaboh diproses menggunakan

teknologi TRIG™ IGCC

3. Harga listrik dari proses IGCC sebesar

Rp10.425/kWh yang mana masih jauh

lebih besar dari pada harga listrik di

Indonesia. Harga listrik di Indonesia untuk

daya 900 VA sebesar Rp1.352/kWh,

untuk daya 1.300 VA sebesar

Rp1.444,70/kWh, untuk daya 2.200 VA

sebesar Rp1.444,70/kWh, dan untuk daya

3.500-5.500 VA sebesar Rp1.444,70/kWh.

SARAN

Untuk memanfaatkan batubara kalori rendah di

Indonesia dengan proses IGCC, perlu adanya

kajian literatur dan kajian teknis lebih mendalam

agar biaya produksi tidak terlalu tinggi dan harga

listrik tidak terlalu jauh dari harga listrik di

pasaran.

9

DAFTAR PUSTAKA

Higman, C., "Gasification process technology", Advances in Clean Hydrocarbon Fuel Processing: Science and

Technology (2011), 155–185.

Higman, Christopher; dan Burgt, M. van der, "Gasification", (2008), 2 ed., Elsevier.

Kaiho, M.; dan Kodera, Y., "Coal gasification", Coal Production and Processing Technology (2015), 285–336.

Qin, K., Lin, W., Jensen, P. A., & Jensen, A. D. (2012). High-temperature entrained flow gasification of

biomass. Fuel, 93, 589–600. https://doi.org/10.1016/j.fuel.2011.10.063

Susanto, H. (2018). Pengembangan teknologi Gasifikasi Untuk Mendukung Kemandirian Energi dan Industri

Kimia. In Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (Issue November).

Trifiananto, M. (2015). Equivalence Ratio Updraft Coal Gasification Characterization With Varying. Program

Magister Bidang Keahlian Rekayasa Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri

Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.

Wang, T. (2017). An overview of IGCC systems. In Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC)

Technologies. Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-100167-7.00001-9

Wijaya, T., Hidayat, R., & Kelompok Program Penelitian Energi Fosil. (2007). Pusat Sumber Daya Geologi

Survey Pendahuluan Bitumen Padat Di Daerah Aceh Barat Kabupaten Aceh Barat. Pemaparan Hasil

Kegiatan Lapangan Dan Non Lapangan Tahun 2007, Pusat Sumber Daya Geologi, 12.

Zhuang, Q., Biondi, M., Yan, S., Bhagat, K., Vansickle, R., Chen, C., Tan, H., Zhu, Y., You, W., & Xia, W.

(2015). TRIGTM: An advanced gasification technology to utilize low rank coals for power. Fuel,

152(December), 103–109. https://doi.org/10.1016/j.fuel.2014.12.011

Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7424 K/30/MEM/2016 tentang Patokan Besaran

Komponen Biaya Produksi Untuk Perhitungan Harga Dasar Batubara Untuk Pembangkit Listrik Mulu

10

LAMPIRAN A

PERHITUNGAN ONGKOS PRODUKSI BATUBARA MEULABOH

Tabel A.1 Perhitungan ongkos produksi batubara kalori rendah di Daerah Meulaboh

11

LAMPIRAN B

REAKSI DALAM PROSES GASIFIKASI

Proses pengeringan

Batubara + panas → batubara kering + H2O

Proses pirolisis

𝐶𝑜𝑎𝑙 → 𝐶ℎ𝑎𝑟 + (CO + H2 + H2O + CO2 + CH4 + H2S + N2 + 𝑡𝑎𝑟)

Proses char decomposition.

𝐶ℎ𝑎𝑟 → C + H2 + O2 + N2 + S + 𝑎𝑠ℎ

Proses volatile combustion

CO + 0,5O2 → CO2

H2 + 0,5O2 → H2O

CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O

C6H6 + 7,5O2 → 6CO2 + 3H2𝑂

Pada proses gasification

Karbon +1

𝜙O2 → 2(1 −

1

𝜙) 𝐶𝑂 + (

2

𝜙− 1) CO2

CαHβOγNδSϵA + (α − γ)H2O⟶ αCO + (α − γ +β

2− ϵ)H2 + ϵH2S +

δ

2N2 + ash

CαHβOγNδSϵA + αCO2 → 2αCO +γ

2H2O + (

β

2− ϵ − γ)H2 + ϵH2S +

δ

2N2 + ash

H2 +1

2O2 → H2O (x.d)

CO +1

2O2 → CO2 (x.e)

CH4 + 2O2 → CO2 + 3H2 (x.f)

CαHβOγNδSϵA + (2α + γ + ϵ −β

2)H2 → αCH4 + γH2O + ϵH2S +

δ

2N2 + ash (x.g)

CO + H2O ⇌ CO2 + H2 (x.h)

CH4 + H2O ⇌ CO + 3H2 (x.i)

1

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara

serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian

Dekarbonisasi Dalam Pembuatan Baja Dengan Menggunakan Biomassa

Sebagai Cara Untuk Menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor

Industri Baja Devi Kamaratih[1]

[1] Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Baja banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari contohnya dalam konstruksi jalan, infrastruktur, kendaraan,

mesin, dan perkakas rumah tangga. Dalam pembuatannya, baja banyak menggunakan energi mulai dari proses

mengubah bijih besi menjadi besi lalu besi menjadi baja. Pembuatan baja juga bertanggung jawab atas sekitar 8%

dari semua emisi global. Sebagian besar emisi ini dihasilkan selama proses industri yang mengubah bijih besi -

bahan mentah - menjadi logam. Diperlukan adanya teknologi inovatif untuk pembuatan baja yang lebih ramah

lingkungan yaitu dekarbonisasi dalam pembuatan baja dengan menggunakan biomassa berkelanjutan bukan batu

bara kokas, teknologi ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi emisi global. Dalam

proses penelitian, butiran halus bijih besi dicampur dengan bahan biomassa mentah yang berkelanjutan seperti

limbah pertanian (jerami, kayu bekas, gandum, ampas jagung dan tebu, rumput laut, serta ganggang), teknologi

ini menggunakan bahan tanaman yang dikenal sebagai biomassa lignoselulosa. Bahan ini dipadatkan untuk

membuat briket seukuran bola golf. Briket lalu dipanaskan dengan menggunakan kombinasi gas yang dipanaskan

oleh biomassa dan gelombang mikro, mengubah bijih besi menjadi besi metalik. Untuk membuat baja, besi

dimurnikan lebih lanjut dan ditambahkan logam mangan atau nikel untuk menciptakan nilai berbeda untuk

kegunaan yang berbeda. Biomassa ini tidak menghasilkan emisi bahan bakar fosil dan biomassa yang tumbuh

cepat menawarkan sumber energi karbon-netral. Prosesnya tidak menggunakan makanan seperti gula dan jagung,

dan tidak menggunakan sumber biomassa yang mendukung penebangan hutan tua. Dari penjelasan yang telah

dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa usaha dekarbonisasi dalam pembuatan baja dengan menggunakan biomassa

dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor industri baja.

Kata Kunci: baja, biomassa, dekarbonisasi

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap ton baja yang diproduksi pada tahun

2018 mengeluarkan rata-rata 1,85 ton karbon

dioksida, setara dengan sekitar 8 persen emisi

karbon dioksida global (World Steel Association).

Angka ini menunjukkan bahwa industri besi baja di

dunia semakin menghadapi tantangan

dekarbonisasi. Perkembangan teknologi

memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi energi

dan mengurangi emisi CO2 di sektor ini. Namun,

prinsip pembuatan baja tidak berubah secara

mendasar selama bertahun-tahun. Dilihat dari proses

pembuatannya, baja diperoleh dari proses

pengolahan bijih besi yang ada di tambang maupun

dari proses daur ulang baja. Proses pembuatan besi

dari bijih besi merupakan proses utama dalam

produksi baja. Pada prosesnya, bijih besi yang

berasal dari penambangan akan dihancurkan,

kemudian ukurannya diklasifikasikan, kemudian

diakukan proses perlakuan awal dilanjutkan proses

peleburan (smelting) dan dimurnikan. (Fakhreza

Abdul , dkk., 2020). Dari semua teknologi dalam

proses pembuatan baja dari bijih besi, teknologi

Blast Furnace-Basic Oxygen Furnace (BF-BOF)

masih paling banyak digunakan (sekitar 71,6% dari

total produksi baja kasar dunia) karena memiliki

tingkat produktivitas yang tinggi dan relatif lebih

murah.

Gambar 1. Kemungkinan terbentuknya CO2 yang

akan menjadi gas rumah (Fakhreza Abdul, 2020)

2

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Menurut EU Roadmap 2050, emisi CO2 dalam

industri besi dan baja harus dikurangi sekitar 85%.

Untuk mencapai tujuan utama ini, teknologi

pembuatan baja karbon rendah harus dilakukan.

Pada tahun 2003, Asosiasi Baja Dunia meluncurkan

'Program Terobosan CO2', sebuah inisiatif untuk

menyediakan forum bagi berbagai program

penelitian dan pengembangan nasional dan regional

dalam mengidentifikasi teknologi terobosan dalam

pembuatan besi dan baja untuk bertukar informasi.

Salah satu program tersebut adalah program

ULCOS (Ultra-Low CO2 Steelmaking)

(www.ulcos.org). Lebih dari 100 teknologi baru

telah diidentifikasi di bawah Program Terobosan

CO2) dan prediksi pengurangan emisi gas rumah

kaca (gate-to-gate) untuk beberapa teknologi ini

dibandingkan dengan blast furnace baseline

ditunjukkan pada gambar 1.

Gambar 2. Perbandingan estimasi gas rumah kaca

dalam teknologi pembuatan baja (after birat, 2007)

Gambar tersebut menunjukkan bahwa biomassa

memiliki potensi yang besar dalam mengurangi

emisi gas rumah kaca dalam produksi baja.

1.2 Batasan Masalah

Batasan masalah dari penelitian ini adalah

biomassa yang digunakan adalah limbah pertanian

(jerami, kayu bekas, gandum, ampas jagung dan

tebu, rumput laut, serta ganggang) yang merupakan

biomassa lignoselulosa. Selain itu, penelitian ini

masih berskala laboratorium dan dapat diteliti lebih

lanjut untuk skala komersial.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah

a. Mengetahui produksi biomassa sebagai

bahan bakar campuran dalam proses

pembuatan baja dan tantangan ekonomi

yang dihadapinya

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah

a. Sebagai referensi bagi semua pihak dalam

menyusun strategi dekarbonisasi dengan

biomasaa pada industri baja

b. Sebagai sumber dan bahan masukan bagi

penulis lain untuk menggali dan melakukan

eksperimen tentang biomassa sebagai sumber

berkelanjutan untuk pembuatan baja serta

kontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah

kaca.

2. TEORI DASAR

2.1 Biomassa Lignoselulosa

Biomassa adalah bahan organik terbarukan yang

datang dari tumbuhan dan hewan, mengandung

energi kimia yang tersimpan yang bersumber dari

matahari. Tanaman menghasilkan biomassa melalui

fotosintesis. Biomassa dapat dibakar langsung untuk

panas atau diubah menjadi bahan bakar cair dan gas

terbarukan melalui berbagai proses, atau digunakan

dalam proses industri pembuatan baja.

Sumber energi biomassa meliputi:

• Kayu dan limbah pengolahan kayu - kayu

bakar, pelet kayu dan serpihan kayu, serbuk

gergaji kayu dan pabrik mebel dan limbah,

serta minuman keras hitam dari pabrik pulp

dan kertas

• Tanaman pertanian dan bahan limbah - jagung,

kedelai, tebu, switchgrass, ganggang tanaman

berkayu, dan tanaman dan sisa pengolahan

makanan

• Bahan biogenik dalam limbah padat perkotaan

- kertas, kapas dan produk wol, dan sisa

makanan, pekarangan dan kayu

• Kotoran hewan dan kotoran manusia

• Gas TPA

• Bahan bakar nabati yang terbuat dari alkohol

biogenik

Beberapa bahan baku biomassa telah ditemukan

cocok untuk memproduksi zat pereduksi padat

untuk keperluan pembuatan besi dan baja.

3

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 3. Sumber biomassa untuk produk

bioenergy (Elsayed Mousa, dkk., 2016)

Lignoselulosa adalah komponen organik

terdapat di alam secara berlimpah dan terdiri dari

tiga tipe polimer, yaitu selulosa, hemiselulosa dan

lignin. Lignoselulosa bisa diperoleh diperoleh dari

bahan kayu, jerami, rumput-rumputan, limbah

pertanian/hutan, limbah industri industri (kayu,

kertas) dan bahan berserat berserat lainnya.

Biomassa terdiri dari karbon (C), hidrogen (H),

oksigen (O), nitrogen (N) dan belerang (S). Bagian

karbon dalam kayu adalah sekitar 50% berat (bahan

kering, dm), tergantung pada jenis kayu dan bagian

kayu (kulit dan batang). Kandungan karbonnya

rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil

seperti batu bara, kokas atau minyak yang

digunakan dalam pembuatan besi dan baja. Bagian

oksigen dalam kayu adalah sekitar 40% berat (dm).

Keberadaan oksigen dalam biomassa menurunkan

kandungan energinya. Kandungan karbon tetap

dalam biomassa rendah, sekitar 10–16 wt% (dm),

sedangkan volatile matter adalah 84–88 wt% (dm)

dan kandungan abu (A) 0,4–0,6 wt% (dm).

Kandungan sulfur dalam biomassa kayu rendah

sekitar 0,01-0,1 wt% (dm) [35]. Kandungan sulfur

yang rendah menguntungkan untuk pembuatan besi

tanur tinggi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Biomassa dapat digunakan di seluruh pembuatan

baja terintegrasi sebagai sumber bahan bakar atau

reduktor, pengganti batu bara atau bahan bakar

lainnya dalam proses sintering, sebagai komponen

campuran dalam produksi kokas, sebagai pengganti

langsung kokas atau sebagai injektan untuk

menggantikan batu bara bubuk yang disuntikkan.

dalam tanur tinggi, dan sebagai sumber karbon

dalam proses pembuatan baja. Jika bersumber dari

sumber daya terbarukan, biomassa berpotensi

mengurangi intensitas emisi hingga 50% di seluruh

proses pembuatan baja terintegrasi. Sementara

biomassa dapat memainkan peran kecil dalam

dekarbonisasi industri baja, karena kurangnya

ketersediaan sumber biomassa yang berkelanjutan

dan permintaan yang bersaing untuk apa yang ada

dari sektor lain. Butiran halus bijih besi dicampur

dengan bahan biomassa mentah yang berkelanjutan

seperti limbah pertanian (jerami, kayu bekas,

gandum, ampas jagung dan tebu, rumput laut, serta

ganggang), teknologi ini menggunakan bahan

tanaman yang dikenal sebagai biomassa

lignoselulosa. Bahan ini dipadatkan untuk membuat

briket seukuran bola golf. Briket lalu dipanaskan

dengan suhu 600C dengan menggunakan

kombinasi gas yang dipanaskan oleh biomassa dan

microwaves. Karbon yang tersisa di briket memicu

reaksi kimia, dan oksigen tersangkut dari bijih besi,

mengubahnya menjadi besi metalik. Briket logam

dipindahkan ke tungku listrik, di mana dilebur untuk

membentuk terak cair yang memungkinkan logam

dipisahkan dari kotoran untuk membuat besi. Untuk

membuat baja, besi dimurnikan lebih lanjut, dan

logam lain - seperti mangan atau nikel - dapat

ditambahkan untuk menciptakan nilai yang berbeda

untuk kegunaan yang berbeda.

Adapun keuntungan dari biomassa adalah

• Tidak menghasilkan emisi bahan bakar fosil.

Dalam proses baru ini, bijih besi halus

dicampur dengan bahan baku biomassa yang

berkelanjutan (seperti limbah pertanian) dan

dipanaskan menggunakan kombinasi gas yang

dilepaskan oleh biomassa dan gelombang

mikro efisiensi tinggi, mengubah bijih besi

menjadi besi metalik.

• Biomassa menawarkan sumber energi netral

karbon.

Biomassa akan melepaskan karbon dioksida

saat digunakan, hal ini diimbangi dengan

penggunaan tanaman cepat tumbuh sebagai

sumber biomassa. Ini karena jumlah karbon

dioksida yang diserap dalam fotosintesis

hampir sama ketika tanaman ditumbuhkan

kembali. Jika hanya menggunakan tanaman

dan tidak menumbuhkannya kembali, atau jika

tanaman tumbuh lambat, seperti pohon di

hutan tua CO2 akan tetap berada di atmosfer.

Jadi menggunakan sumber biomassa yang

tumbuh cepat dan berkelanjutan adalah

penting.

• Dapat menjadi solusi yang berkelanjutan

Bagian jerami, batang, dan daun mengandung

bahan yang disebut lignoselulosa yang

4

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

memiliki jenis karbon yang dibutuhkan untuk

proses tersebut.

• Biomassa yang digunakan dalam proses ini

tidak termasuk sumber makanan.

Dalam prosesnya, tidak bisa menggunakan

makanan seperti gula dan jagung karena tidak

ramah lingkungan dan berdampak negatif pada

ketahanan pangan.

Gambar 4. Siklus hidup emisi gas rumah kaca

(gCO2e/produk MJ) dari reduksi berbasis biomassa

(Hannu Suopajärvi, 2013)

Tantangan yang dihadapi oleh biomassa dalam

industri baja

Gambar 5. Contoh dari produksi charcoal di

Finlandia (Elsayed Mousa, 2016)

Biomassa mentah harus ditingkatkan kualitas

propertinya sebelum digunakan dalam setiap proses.

Biasanya, langkah-langkah peningkatan yang lebih

banyak akan membutuhkan pengeluaran operasional

(OPEX) dan modal (CAPEX) yang tinggi, yang

menyebabkan biaya produksi yang tinggi. Selain itu,

biaya tambahan seperti pemanenan, penanganan

material, transportasi, pengeringan, dll membuat

produk biomassa tidak kompetitif secara ekonomi

dengan bahan bakar fosil seperti batu bara. Pajak

karbon akan memainkan peran penting untuk

implementasi biomassa di industri besi dan baja.

Kolaborasi universitas/lembaga, industri besi dan

baja, industri berbasis biomassa, sektor transportasi

dan masyarakat mampu mengatasi hambatan yang

dihadapi dari penerapan biomassa dalam pembuatan

baja dan membantu bergerak menuju industri yang

lebih efisien dan lingkungan yang bersih.

4. KESIMPULAN

Biomassa dapat dipertimbangkan sebagai

sumber daya bebas karbon pada proses pembuatan

baja, ini bisa menjadi daya tarik pilihan untuk

mengurangi emisi dari produksi besi dan baja.

Namun, rantai pasokan penuh perlu

dipertimbangkan, dan semua yang terkait dengan

pemanenan, produksi, penanganan material,

pengeringan, pemrosesan, transportasi dan

penggunaan bioenergi, perlu diperhitungkan dengan

baik untuk menunjang energi yang berkelanjutan.

DAFTAR PUSTAKA

Alla Toktarova, I. K. (27 July 2020). Pathways for

Low-Carbon Transition of the Steel

Industry—A Swedish Case Study.

Energies 2020, 13, 3840, 1-18.

Association, W. S. (September 2021 ). Biomass in

steelmaking.

Christian Hoffmann, M. V. (3 Juni 2020).

Decarbonization challenge for steel.

McKinsey&Company.

Decarbonising steel making with new technologies.

(n.d.).

https://www.riotinto.com/news/stories/dec

arbonising-steel-making.

Elsayed Mousa, C. W. (2016). Biomass applications

in iron and steel industry: An overview of

challenges and opportunities. Renewable

and Sustainable Energy Reviews 65 (2016)

1247–1266, 1247–1266.

Faizinal Abidin, S. H. ( 24 November 2018).

Pemanfaatan Karbon Biomassa sebagai

Reduktor dalam Ekstraksi Fe-Ni dari Bijih

Nikel Laterit. Vol. 3, 2018, ISSN No. 2502-

8782, 1 - 5.

Fakhreza Abdul, S. P. (2020). Proses Pembuatan

Besi Menggunakan Injeksi Gas Hidrogen

ke Dalam Blast Furnace: Sebuah Alternatif

untuk Mengurangi Emisi CO2. JURNAL

TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN:

2337-3539 (2301-9271 Print), 386-392.

Hannu Suopajärvi, E. P. (2013). The potential of

using biomass-based reducing agents in the

blast furnace: A review of thermochemical

conversion technologies andassessments

related to sustainability. Renewable and

5

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Sustainable Energy Reviews 25 (2013)

511–528, 511 - 528.

Hofbauer, M. H. ( 9 September 2020). Evaluation of

biomass-based production of below zero

emission reducing gas for the iron and steel

industry. Biomass Conversion and

Biorefinery (2021) 11:169–187, 169 - 185.

Juan Correa Laguna, J. D.-H. (PE 690.008 – April

2021). Carbon-free steel production: Cost

Reduction Options and Usage of existing

Gas Infrastructure. European

Parliamentary Research Service (EPRS),

15.

Proses Pembuatan Besi Menggunakan Injeksi Gas

Hidrogen ke Dalam Blast Furnace: Sebuah

Alternatif untuk Mengurangi Emisi CO2.

(2020). JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No.

2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271

Print), 386-392.

Terry NORGATE, *. N. (February 17, 2012).

Biomass as a Source of Renewable Carbon

for Iron and Steelmaking. ISIJ

International, Vol. 52 (2012), No. 8, pp.

1472–1481, 1472-1481.

PAPER COMPETITION

Indonesian Mining Student Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Kebijakan Pertambangan

UU Nomor 3 Tahun 2020 Langkah Awal Percepatan Industri

Pertambangan Dalam Hirilisasi, Eksplorasi, Dan Berwawasan Lingkungan Rahul Gonzales[1]

[1] Universitas Negeri Padang/Jurusan Teknik Pertambangan

ABSTRAK

Menurut undang-undang nomor 3 tahun 2020 pasal 1 ayat 1 pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan

kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,

eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan

dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Seperti kebanyakan industri

lainnya, industri pertambangan juga terkena dampak dari pandemi Covid-19. Akibatnya, aktivitas pertambangan

berjalan tidak sesuai dengan rencana awal yang telah ditetapkan. Agar industri ini tetap dapat berjalan maksimal

dan berkontribusi bagi kepentingan nasional, maka diperlukan upaya seperti memperbanyak kegiatan eksplorasi,

meningkatkan nilai jual bahan galian, dan membentuk pertambangan yang berwawasan lingkungan. Ketiga hal

tersebut menjadi pembahasan dalam undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang

nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Eksplorasi adalah kegiatan yang dilakukan

untuk mencari endapan bahan galian yang ekonomis untuk ditambang. Adanya eksplorasi diharapkan dapat

menstabilkan jumlah sumber daya dan cadangan bahan galian sehingga ketahanan energi nasional terjaga.

Semakin tingginya nilai sumber daya dan cadangan bahan galian diharapkan dapat memicu semangat Investor

dan Pengusaha untuk ikut terlibat dalam memaksimalkan industri pertambangan dari tahapan awal hingga akhir.

Pada undang-undang nomor 3 tahun 2020 terdapat sembilan belas pasal yang membahas tentang eksplorasi.

Setelah melalui berbagai tahapan usaha pertambangan dari penyelidikan umum sampai penambangan maka

didapatkan bahan galian yang diinginkan, selanjutnya dalam tahapan pengolahan dan/atau pemurnian atau

pengembangan dan/atau pemanfaatan dapat dilakukan upaya meningkatkan nilai jual bahan galian melalui

kegiatan hirilisasi. Wujud dari upaya ini adalah pemerintah menargetkan pembangunan 53 smelter hingga tahun

2024 yang mana 30 diantaranya adalah smelter nikel. Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan nikel nomor

satu di dunia. Memaksimalkan potensi ini dinilai dapat meningkatkan pendapatan nasional dari industri

pertambangan dan mempercepat industri ini agar dapat berperan penting untuk kepentingan nasional. Dalam

undang-undang nomor 3 tahun 2020 terdapat sepuluh pasal yang membahas tentang rencana pengelolaan mineral

dan batubara atau hirilisasi. Setelah meningkatkan jumlah sumber daya dan cadangan melalui kegiatan eksplorasi

dan peningkatan nilai jual bahan galian melalui hirilisasi, selanjutnya adalah membentuk industri pertambangan

yang berwawasan lingkungan agar keuntungan dari aktivitas pertambangan juga dapat dirasakan oleh masyarakat

di sekitar area pertambangan. Selain itu, industri pertambangan yang ramah lingkungan juga akan menarik minat

Investor dan pengusaha dari luar untuk berinvestasi di Indonesia karena Indonesia ramah environmental, social,

and governance (ESG). Dalam undang-undang nomor 3 tahun 2020 terdapat tujuh belas pasal yang membahas

tentang lingkungan.

Kata Kunci : Pertambangan, Undang-undang, Eksplorasi, Hirilisasi, Lingkungan

1. PENDAHULUAN

Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber

daya baik sumber daya alam dan sumber daya manusia.

Lokasi yang strategis berada di pertemuan lempeng

tektonik dan daerah cincin berapi pasifik mengakibatkan

Indonesia kaya akan potensi sumber daya alam berupa

bahan galian. Bahan galian adalah mineral dan batubara

yang ekonomis untuk ditambang. Bahan galian yang ada

di Indonesia dicari dan diambil melalui kegiatan

pertambangan.

Sektor pertambangan adalah salah satu sektor

yang menjadi tumpuan utama ekonomi setiap negara di

dunia. Negara-negara yang memiliki potensi sumber daya

dan cadangan bahan galian yang tinggi jika bisa

memanfaatkannya dengan baik maka potensi tersebut

akan mampu meningkatkan perekonomian negaranya.

Namun, adanya pandemi covid-19 menghambat kegiatan

pertambangan sehingga percepatannya terganggu

sehingga mengakibatkan keuntungan di sektor ini

menurun. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh

pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan potensi

bahan galian melalui pengesahan undang-undang nomor

3 tahun 2020 yang merupakan undang-undang mineral

dan batubara terbaru agar dapat berperan penting dalam

perekonomian nasional adalah pembahasan utama dalam

paper ini.

a. Gambaran Umum Paper

Paper ini membahas tentang percepatan sektor

pertambangan Indonesia yang terganggu akibat pandemi

covid-19 yang mengakibatkan keuntungan di sektor ini

menurun yang diakibatkan oleh turunnya harga

komoditas tambang. Hal ini berdampak kepada minat

berinvestasi di sektor minerba menurun. Dari

permasalahan tersebut, pemerintah mencoba

memaksimalkan kembali sektor pertambangan melalui

pengesahan undang-undang nomor 3 tahun 2020 yang

merupakan amandemen atas undang-undang nomor 4

tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.

Dalam undang-undang ini terdapat solusi untuk

memaksimalkan kembali potensi pertambangan melalui

kewajiban eksplorasi, kewajiban hirilisasi, dan

menciptakan kegiatan pertambangan yang berwawasan

lingkungan melalui kewajiban reklamasi dan pasca

tambang. Melalui kewajiban eksplorasi, diharapkan

kuantitas sumber daya dan cadangan bahan galian di

Indonesia tetap stabil. Hal ini diwujudkan dengan cara

mewajibkan pemegang izin usaha pertambangan yang

sudah melakukan kegiatan produksi untuk melakukan

eksplorasi setiap tahunnya dan menyiapkan anggaran

untuk dana ketahanan cadangan. Seiring dengan

meningkatnya potensi sumber daya dan cadangan bahan

galian, maka hasil pertambangan dalam negeri akan

semakin meningkat. Sumber daya dan cadangan bahan

galian yang didapatkan dari hasil eksplorasi harus

ditambang secara maksimal untuk kepentingan nasional

dan meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti yang

diamanatkan dalam undang-undang dasar negara republik

Indonesia tahun 1945. Agar hasil penambangan

memberikan manfaat yang besar untuk kemakmuran

rakyat, maka hasil penambangan tersebut harus

ditingkatkan nilai jualnya melalui kewajiban hirilisasi

agar keuntungan yang didapatkan dari sektor ini

meningkat. Dengan melakukan ekspor bahan galian jadi

atau setengah jadi, maka keuntungan yang didapatkan

oleh negara akan lebih besar dibandingkan dengan

menjualnya dalam keadaan mentah. Tingginya

keuntungan yang didapatkan dari hasil hirilisasi

hendaknya tidak hanya memberikan manfaat untuk

pengusaha namun juga untuk kemakmuran rakyat di

sekitar area penambangan. Oleh karena itu, dalam

undang-undang nomor 3 tahun 2020, pemerintah

menekankan kembali kepada pemilik izin agar lebih

peduli lagi terhadap aspek lingkungan. Terdapat

kewajiban melakukan reklamasi dan pasca tambang bagi

pemilik izin agar area pertambangan tidak terbangkalai

saat dan sesudah dilakukannya aktivitas pertambangan.

Selain itu juga ada hukuman pidana dan denda seratus

milliar rupiah bagi pemilik izin yang tidak melakukan

kewajiban tersebut. Dengan ketiga kewajiban tersebut,

diharapkan percepatan sektor pertambangan dapat

terealisasi sehingga sektor ini dapat memberikan manfaat

secara maksimal kepada negara untuk kemakmuran

rakyat.

b. Batasan Masalah

1. Penulis hanya mengidentifikasi bagaimana undang-

undang nomor 3 tahun 2020 dapat meningkatkan

percepatan di sektor pertambangan agar sektor ini

dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk

negeri

2. Penulis hanya mengidentifikasi bagaimana

kewajiban eksplorasi, kewajiban hirilisasi dan

kewajiban reklamasi dapat meningkatkan percepatan

di sektor pertambangan

c. Tujuan Penulisan

1. Memahami bagaimana keadaan industri

pertambangan di tengah pandemi Covid-19 yang

dimulai dengan mengetahui latar belakang

diberlakukannnya undang-undang nomor 3 tahun

2020

2. Memahami bagaimana undang-undang nomor 3

tahun 2020 dapat berperan penting dalam percepatan

industri pertambangan di Indonesia

3. Memahami seberapa jauh dampak dari kewajiban

melakukan eksplorasi, hirilisasi, dan reklamasi untuk

percepatan industri pertambangan di Indonesia

d. Manfaat Yang Ingin Dicapai Dari Penulisan

1. Memahami bagaimana dampak pandemi covid-19

terhadap industri pertambangan

2. Memahami peran undang-undang nomor 3 tahun

2020 terhadap percepatan industri pertambangan

3. Memahami manfaat diberlakukannya kewajiban

eksplorasi, hirilisasi, dan reklamasi terhadap

percepatan industri pertambangan

2. TEORI DASAR

Undang-undang adalah sekelompok aturan yang

mengatur dan membatasi kegiatan suatu kelompok atau

industri. Dalam industri pertambangan Indonesia dikenal

undang-undang mineral dan batubara (Minerba) yang

merupakan aturan yang mengatur dan membatasi

kegiatan di industri pertambangan. Pada tanggal 10 Juni

2020 lalu bapak Presiden Joko Widodo mengesahkan

undang-undang nomor 3 tahun 2020 yang merupakan

amandemen atas undang-undang nomor 4 tahun 2009

tentang pertambangan mineral dan batubara. Undang-

undang ini berlaku sejak enam bulan setelah disahkan. Itu

berarti undang-undang ini sudah berlaku sejak tanggal 10

Desember 2020.

[10] Menurut undang-undang nomor 3 tahun 2020,

pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan

kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan

mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,

eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,

pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan

dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta

kegiatan pascatambang. Dari pengertian tersebut

diketahui bahwa kegiata pertambangan dilakukan sejak

dilakukannya eksplorasi sampai kegiatan pasca tambang.

[10] Dalam pasal 1 ayat 15 undang-undang

minerba dijelaskan bahwa Eksplorasi adalah tahapan

kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh

informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,

bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya

terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai

lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Kegiatan

eksplorasi merupakan tahap awal dilakukannya aktivitas

pertambangan. Berjalan atau tidaknya tahapan usaha

pertambangan lainnya ditentukan dalam kegiatan

eksplorasi. Eksplorasi bertujuan untuk mencari dan

menemukan bahan galian untuk kemudian dapat

dilakukan penambangan secara ekonomis.

Kegiatan penambangan adalah inti dari aktivitas

pertambangan. Besar kecilnya keuntungan yang

didapatkan dalam aktivitas pertambangan ditentukan dari

seberapa besar kemampuan pelaku industri untuk

melakukan penambangan. Aktivitas penambangan akan

menghasilkan bahan galian dalam keadaan mentah. Jika

ingin meningkatkan nilai jual bahan galian maka bahan

galian mentah tersebut harus diolah terlebih dahulu

menjadi produk jadi maupun setengah jadi.

Kegiatan pengolahan bahan galian menjadi produk

jadi maupun setengah jadi dilakukan dalam tahapan

pengolahan dan pemurnian. [10] Menurut undang-undang

nomor 3 tahun 2020, pengolahan adalah upaya

meningkatkan mutu komoditas tambang mineral untuk

menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang

tidak berubah dari sifat komoditas tambang asal untuk

dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri.

Pemurnian adalah upaya untuk meningkatkan mutu

komoditas tambang Mineral melaiui proses fisika maupun

kimia serta proses peningkatan kemurnian lebih lanjut

untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia

yang berbeda dari komoditas tambang asal sampai dengan

produk logam sebagai bahan baku industri.

Pengembangan dan/atau pemanfaatan adalah upaya untuk

meningkatkan mutu batubara dengan atau tanpa merubah

sifat fisik dan kimia batuan asal. Tahapan pengolahan

bahan galian atau hirilisasi adalah kunci untuk

meningkatkan nilai jual bahan galian sehingga

keuntungan yang didapatkan semakin tinggi.

Dengan meningkatnya keuntungan dari kegiatan

hirilisasi, diharapkan pemilik izin dapat menunaikan

kewajibannya dalam melakukan reklamasi dan pasca

tambang untuk membentuk industri pertambangan yang

berwawasan lingkungan. Kewajiban melakukan

eksplorasi, hirilisasi, dan reklamasi diharapkan dapat

meningkatkan percepatan industri pertambangan untuk

memberikan manfaat secara maksimal untuk kepentingan

nasional dan kemakmuran rakyat.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1. Potensi Sumber Daya Dan Cadangan Bahan Galian

Indonesia

Sumber daya dan cadangan mineral dan batubara

di Indonesia tersebar dibanyak tempat di tanah air,

jumlahnya berbeda-beda tergantung jenis komoditasnya.

Dibandingkan negara-negara lainnya, jumlah sumber

daya dan cadangan tujuh komoditas tambang di Indonesia

menduduki tujuh besar dalam jumlah sumber daya dan

cadangan bahan galian yang dimiliki oleh berbagai negara

di dunia. [3] Komoditas tersebut adalah batubara yang

menempati peringkat enam, nikel yang menempati

peringkat satu, tembaga yang menempati peringkat tujuh,

emas yang menempati peringkat empat, perak yang

menempati peringkat enam, bauksit yang menempati

peringkat enam dan timah yang menempati peringkat dua

dalam sumber daya dan cadangan bahan galian di dunia.

Tabel 1. Potensi Sumberdaya dan Cadangan Minerba di Indonesia

No. Komoditi Sumber daya Cadangan Posisi Indonesia di

Dunia

1. Batubara 149.009,59 Juta Ton 37.604,66 Juta Ton Peringkat 6

2. Nikel 11,7 Miliar Ton 4,5 Miliar Ton Peringkat 1

3. Tembaga Bijih : 14.795,66 Juta Ton Bijih : 2.631,64 Juta Ton

Peringkat 7

Logam : 63,69 Juta Ton Logam : 23,79 Juta Ton

4. Emas Bijih : 14.963,73 Juta Ton Bijih : 3.565,70 Juta Ton

Peringkat 4

Logam : 0,01 Juta Ton Logam : 0,005 Juta Ton

5. Perak Bijih : 7.569,20 Juta Ton Bijih : 2.851,07 Juta Ton

Peringkat 6

Logam : 0,08 Juta Ton Logam : 0,01 Juta Ton

6. Bauksit Bijih : 1700 Juta Ton Bijih : 821 Juta Ton

Peringkat 6

Logam : 640 Juta Ton Logam : 299 Juta Ton

7. Timah Bijih : 10.784,62 Juta Ton Bijih : 2.292,14 Juta Ton

Peringkat 2

Logam : 2,88 Juta Ton Logam : 2,23 Juta Ton

(Sumber : Badan geologi 2020 – Status Data Desember 2019)

3.2. Kendala Percepatan Industri Pertambangan di

Tengah Pandemi

Besarnya potensi sumber daya dan cadangan

bahan galian dalam negeri harus dikelola dengan

baik untuk kepentingan nasional dan kemakmuran

rakyat seperti yang diamanatkan dalam undang-

undang dasar negara republik Indonesia pasal 33

ayat 3. Potensi tersebut dicari dan diambil melalui

kegiatan pertambangan. Namun, pandemi covid-19

yang melanda negara-negara di dunia termasuk

Indonesia menghambat aktivitas di industri

pertambangan.

Pembatasan aktivitas manusia mengakibatkan

kebutuhan akan bahan galian menurun. Hal ini

berdampak pada menurunnya harga komoditas

tambang yang berakibat pada kurangnya pendapatan

dari sektor ini. Selain itu, perizinan yang rumit di

sektor mineral dan batubara juga menurunkan minat

berinvestasi. Contohnya [7] Terdapat lima puluh

lima perusahaan tambang yang tersebar di dua puluh

kabupaten di dalam negeri kerap memberikan dana

dua puluh milliar eupiah kepada pemerintah

setempat. Namun, sistem perizinan masih dipersulit.

Hal ini diungkapkan oleh Indonesian Mining

Institute (IMI), lembaga survei penyelenggaraan

usaha di sektor pertambangan. Perizinan yang sulit

mengakibatkan usaha pertambangan tidak ekonomis

untuk dilakukan. Dua puluh Kabupaten tersebut

adalah Muara Enim, Bangka, Barito Utara, Tanah

Bambu, Ketapang, Kutai Kartanegara, Balangan,

Tabalong, Samarinda, Berau, Nunukan, Kutai

Timur, Kolaka, Luwu Timur, Morowali, Minahasa

Utara, Halmahera Timur, Mimika dan Sumbawa

Barat. Seringkali ditemukan, berbeda lokasi syarat

perizinannya jauh berbeda. Kebanyakan Investor

sering mengeluhkan ketidakpastian administrasi

perizinan, yakni persyaratan pengurusan izin

pendirian usaha. Tak hanya itu, perizinan ganda

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga

menjadi penghambat investasi. Sering kali Investor

harus urus izin yang sama di dua lembaga. Sangat

tidak efisien dan high cost (biaya tinggi). Hal ini

mengakibatkan nilai investasi di sektor minerba

tidak stabil. Investasi menurun dari 7.486 juta dolar

amerika di tahun 2018 menjadi 6.502 Juta dolar

amerika di tahun 2019. Perizinan yang rumit dan

dampak dari covid-19 mengakibatkan angka

investasi semakin menurun sehingga menjadi 4.242

juta dolar amerika pada tahun 2020.

Gambar 1. Grafik Nilai Investasi di Sektor Minerba (Dalam Satuan Juta USD)

(sumber : esdm.go.id)

3.3. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah

Indonesia untuk melakukan percepatan industri

pertambangan

Menyadari permasalahan turunnya harga

komoditas tambang dan minat berinvestasi di sektor

mineral dan batubara, pemerintah melakukan

pengesahan undang-undang nomor 3 tahun 2020

yang merupakan perubahan atau amandemen atas

undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang

pertambangan mineral dan batubara. Melalui

undang-undang ini pemerintah berupaya untuk

memaksimalkan kembali sektor pertambangan agar

dapat memberikan manfaat secara maksimal untuk

negeri. Upaya-upaya percepatan industri

pertambangan yang tercantum dalam undang-

undang nomor 3 tahun 2020 adalah sebagai berikut

:

3.3.1. Sistem Perizinan Satu Pintu

Dari permasalahan menurunnya investasi

di sektor mineral dan batubara, pemerintah

melakukan perubahan sistem perizinan yaitu

perizinan satu pintu. Hal ini tercantum dalam

undang-undang nomor 3 tahun 2020 pasal 4 ayat 2

yang menjelaskan bahwa penguasaan mineral dan

batubara yang pada undang-undang nomor 4 tahun

2009 dikuasai oleh pemerintah pusat dan

pemerintah daerah sekarang menjadi kewenangan

pemerintah pusat saja.

Perubahan kewenangan ini menjadi

pembahasan utama dalam undang-undang nomor 3

tahun 2020 yang mana terdapat empat puluh delapan

perubahan dari undang-undang nomor 4 tahun 2009

yang menyangkut tentang kewenangan pengelolaan

mineral dan batubara yang sekarang diselenggrakan

oleh pemerintah pusat. Penguatan peran pemerintah

pusat dilakukan baik dengan penambahan dan

perubahan pasal maupun penghapusan pasal-pasal

yang menyangkut kewenangan pemerintah daerah.

Sistem perizinan satu pintu yang mana

pemilik izin hanya perlu mengurus perizinan ke

pemerintah pusat diharapkan dapat meningkatkan

minat berinvestasi di sektor mineral dan batubara.

Tingginya nilai investasi di sektor ini akan

berdampak pada percepatan industri pertambangan

agar dapat memberikan manfaat secara maksimal.

Setelah diberi izin, pemilik izin juga diberikan

jaminan kepastian hukum berupa jaminan

perpanjangan KK dan PKP2B menjadi IUPK

sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian

seperti yang dijelaskan pada pasal 169A.

Memberikan kemudahan dalam perizinan

merupakan langkah awal untuk meningkatkan

percepatan industri pertambangan dalam negeri.

Langkah selanjutnya adalah meningkatkan kuantitas

kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan dan

menstabilkan kuantitas sumber daya dan cadangan

bahan galian dalam negeri.

3.3.2. Kewajiban Melakukan Kegiatan

Eksplorasi

Kuantitas sumber daya dan cadangan

bahan galian yang dimiliki oleh suatu negara dapat

diketahui dari kegiatan eksplorasi. [10] Dalam

6,138

7,486

6,502

4,242

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

2017 2018 2019 2020

Jum

lah

Tahun

undang-undang nomor 3 tahun 2020 dijelaskan

eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha

pertambangan untuk memperoleh informasi secara

terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi,

sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari

bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan

sosial dan lingkungan hidup. Pada undang-undang

ini terdapat sembilan belas pasal yang membahas

tentang kewajiban melakukan eksplorasi yaitu pasal

1 ayat 15, pasal 83, pasal 83A, pasal 36A, pasal 39

bagian E, pasal 42, pasal 42A bagian 1, pasal 46,

pasal 52, pasal 55 ayat 1, pasal 58 ayat 1, pasal 61,

pasal 83, pasal 83 ayat 1, pasal 93 ayat 1 dan 2, pasal

123, dan pasal 160 ayat 1.

Untuk menjaga jumlah sumber daya dan

cadangan bahan galian di Indonesia, pemerintah

melalui pasal 36A mewajibkan pemegang IUP dan

IUPK untuk menyediakan anggaran dan melakukan

eksplorasi setiap tahun. Selain itu, pemegang IUP

dan IUPK juga wajib menyediakan anggaran untuk

dana ketahanan cadangan seperti yang dijelaskan

pada pasal 46. Dengan kebijakan ini diharapkan

jumlah sumber daya dan cadangan komoditas

tambang di Indonesia selalu stabil dan terjaga

ketersediaannya sehingga manfaatnya dapat

dirasakan oleh generasi penerus bangsa di masa

mendatang.

Meningkat atau stabilnya kuantitas sumber

daya dan cadangan bahan galian akan berdampak

pada meningkatnya hasil produksi bahan galian

hasil dari kegiatan penambangan. Setekah tahapan

penambangan, percepatan industri pertambangan

selanjutnya dilakukan dengan cara meningkatkan

kualitas bahan galian sehingga keuntungan yang

didapatkan saat penjualan lebih tinggi.

3.3.3. Kewajiban Melakukan Hirilisasi Bahan

Galian

Hirilisasi adalah upaya yang dilakukan

untuk meningkatkan kualitas bahan galian sehingga

harga jualnya juga bertambah. Selama ini Indonesia

sering mengekspor bahan galian dalam keadaan

mentah. Hal ini dinilai cukup merugikan mengingat

keuntungan yang didapatkan akan sedikit

dibandingkan dnegan melakukan ekspor bahan

galian yang sudah diolah. Menyadari hal ini

pemerintah menilai perlunya hirilisasi bahan galian

untuk meningkatkan nilai jual dari bahan galian

tersebut.

Contoh hirilisasi dapat dilakukan misalnya pada

komoditas batubara seperti gasifikasi batubara

bawah tanah, gasifikasi batubara, pencarian

batubara, kokas batubara, briket batubara, campuran

air dan batubara serta upgrade kalori batubara. Hasil

hirilisasi batubara berupa kokas batubara nantinya

juga dapat dimanfaatkan untuk hirilisasi bahan

galian logam berupa pengolahan untuk menambah

nilai tambah bahan galian tersebut.

Upaya hirilisasi bahan galian sebelumnya

sudah dilakukan seiring dengan diberlakukannya

PP nomor 1 tahun 2014, PP nomor 77 tahun 2014,

Permen ESDM nomor 8 tahun 2015, PP nomor 1

tahun 2017, Permen ESDM nomor 5 tahun 2017,

Permen ESDM nomor 6 tahun 2017, Permen ESDM

nomor 25 tahun 2018, Permen ESDM nomor 50

tahun 2018, Kepmen ESDM nomor

154K/30/MEM/2019, dan Permen ESDM nomor 11

tahun 2019. Kemudian hal ini kembali dibahas

dalam sepuluh pasal pada undang-undang nomor 3

tahun 2020 yaitu pasal 6 ayat 1 bagian a, BAB IVA,

pasal 8A ayat 3, pasal 18 ayat 1, pasal 62A, pasal

83A ayat 1, pasal 83B ayat 3, pasal 96 bagian c,

pasal 112A, dan pasal 172 B dan E.

Tujuan dari pemberlakuan kewajiban ini

adalah meningkatkan nilai tambah sekaligus

menciptakan lapangan pekerjaan. Sebab,

perusahaan pertambangan diwajibkan membangun

pabrik pengolahan atau smelter di dalam negeri.

Dengan begitu akan terbuka lapangan pekerjaan

baru bagi masyarakat.

[4] Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, hilirisasi merupakan

kunci untuk mengoptimalkan produk pertambangan

minerba. Produk-produk hirilisasi setengah jadi saja

sudah menghasilkan devisa yang besar. Misalnya

untuk nikel, dari produk ini bisa didapatkan devisa

sebesar US$ 10 miliar. Penerimaan dari mineral ini

akan terus bertambah besar seiring dengan

meningkatnya kualitas dari produk bahan galian

tersebut. Untuk mengoptimalkan produk minerba

melalui hirilisasi, Kementerian ESDM menargetkan

pada tahun 2022 nanti ada 52 unit smelter yang

beroperasi yang terdiri dari 29 buah smelter nikel, 9

buah smelter bauksit, 4 buah smelter besi, 4 buah

smelter tembaga, 2 buah smelter mangan, serta 4

buah smelter seng dan timbal. Pembangunan smelter

ini akan mendatngkan keuntungan yang sangat

besar. Sebaga perbandingan, [11] untung yang

didapatkan dari penjualan nikel mentah adalah 350

juta dolar amerika per tahun sedangkan jika

menjualnya dalam bentuk stainless steel maka

keuntungan yang didapatkan mencapai 7,5 milliar

dolar amerika.

Sistem perizinan satu pintu, kewajiban

melakukan eksplorasi, kewajiban melakukan

hirilisasi adalah upaya yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan percepatan industri pertambangan

yang ditawarkan oleh undang-undang nomor 3

tahun 2020. Upaya percepatan industri

pertambangan harus tetap berpedoman dengan

kaidah pertambangan yang baik yaitu “good mining

practice”. Dalam undang-undang nomor 3 tahun

2020 juga terdapat upaya untuk mewujudkan

industri pertambangan yang berwawasan

lingkungan.

3.3.4. Kewajiban Melaksanakan Aktivitas

Pertambangan yang Berwawasan

Lingkungan

Isu lingkungan adalah hal yang tidak pernah

terpisahkan dari kegiatan pertambangan. Dari

tahapan awal usaha pertambangan seperti eksplorasi

sampai tahapan akhir seperti pengangkutan dan

penjualan semua aktivitas pertambangan selalu

berhubungan dengan aspek lingkungan. Berbagai

aspek lingkungan yang terganggu akibat usaha

pertambangan adalah :

3.3.4.1. Tanah

[2] Dilansir dari CNCB Indonesia

(diposting pada 29 Januari 2021), Jaringan Advokasi

Tambang (Jatam) mencatat pada 2020 ada sebanyak

3.092 lubang tambang yang tidak direklamasi di

Indonesia, termasuk 814 diantaranya terdapat di

Kalimantan Selatan.

3.3.4.2. Air

[8] Dilansir dari NusaDaily.com (diposting

pada 10 Oktober 2020), di Blitar, warga kekurangan

pasokan air bersih sebagai akibat pengelolaan

tambang galian C.

3.3.4.3. Udara

[6] Dilansir dari langgam.id (diposting

pada 12 Maret 2020), masyarakat Sijantang,

Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto mengadu ke

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)

Sumatera Barat terkait pelanggaran hak kesehatan

akibat dampak limbah Pembangkit Listrik Tenaga

Uap (PLTU) Ombilin.

3.3.4.4. Hutan

[1] Dilansir ANTARANEWS (diposting

16 Januari 2021), Wahana Lingkungan Hidup

(Walhi) Aceh mencatat seluas 5.000 hektare hutan

lindung yang tersebar di sejumlah kecamatan

Kabupaten Aceh Barat sejak kurun lima tahun

terakhir rusak akibat maraknya aktivitas tambang

emas ilegal.

3.3.4.5. Laut

[9] Dilansir dari Pena Sultra (diposting

pada 7 April 2020), akibat dari aktivitas yang

dilakukan sejumlah perusahaan tambang di Desa

Latowu, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka

Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara berdampak pada

pencemaran lingkungan di wilayah sekitarnya.

Salah satunya pencemaran pantai dan laut di Desa

Lawata Kecamatan Pakue Utara.

3.3.4.6. Jalan

[5] Menurut Laela Nur (2020), Masuknya

truk tambang ke jalan yang biasa digunakan oleh

masyarakat mengakibatkan jalan menjadi rusak. Di

Kabupaten Blitar, Jawa Timur, terdapat kerusakan

jalan pada ruas Jalan Raya Babadan.

Menyadari banyaknya kasus pencemaran

lingkungan di sepanjang tahapan usaha

pertambangan, melalui undang-undang nomor 3

tahun 2020 pemerintah berupaya menciptakan

industri pertambangan yang berwawasan

lingkungan. Dalam undang-undang ini terdapat

empat belas pasal yang membahas tentang upaya

pemerintah dalam melestarikan lingkungan yaitu

pasal 8A ayat 1 bagian b, pasal 51, pasal 60, pasal

70 bagian b, pasal 73 ayat 2 bagian b, pasal 75 ayat

5, pasal 96, pasal 99, pasal 100, pasal 108, pasal

123A, pasal 133, pasal 141 ayat 1 poin g, pasal

161B. Pada pasal 123A dijelaskan bahwa pemegang

IUP atau IUPK wajib melaksanakan reklamasi

100% (seratus persen) sebelum IUP atau IUPK

dikembalikan. Selanjutnya pada pada pasal 161B

dijelaskan bahwa pemegang IUP atau IUPK yang

dicabut atau berakhir tapi tidak melakukan

reklamasi dan penempatan dana reklamasi akan

dipidana dengan pidana 5 tahun dan didenda dengan

denda seratus miliar rupiah. Dua pasal ini menjadi

tumpuan utama untuk menciptakan industri

prttambangan yang berwawasan lingkungan.

4. KESIMPULAN

4.1. Pandemi covid-19 yang merambah ke berbagai

negara termasuk Indonesia memberikan

dampak negatif terhadap industri

pertambangan. Hal ini dibuktikan dengan

menurunnya nilai investasi di sektor mineral

dan batubara yang dimulai dari tahun 2018

sampai 2020. Hal ini awalnya disebabkan oleh

rumitnya sistem perizinan yang memiliki

tingkatan tertentu dan sistem yang berbeda

antara satu daerah dengan daerah lainnya.

4.2. Untuk memaksimalkan peran industri

pertambangan dalam negeri, pemerintah

melakukan perubahan terhadap undang-undang

mineral dan batubara yang awalnya undang-

undang nomor 4 tahun 2009 menjadi undang-

undang nomor 3 tahun 2020. Untuk menyiasati

turunnya nilai invetasi di sektor mineral dan

batubara, pemerintah dalam undang-undang ini

mengubah sistem perizinan yang mana saat ini

perizinan di industri pertambangan menjadi hak

dan wewenang pemerintah pusat. Sistem ini

diharapkan dapat meningkatkan minat

berinvestasi di sektor mineral dan batubara.

Setelah mendapatkan izin, pemilik izin

diwajibkan untuk melakukan eksplorasi setiap

tahun dan menyediakan anggaran dana

ketahanan cadangan. Selanjutnya pemilik izin

juga diwajibkan melakukan hirilisasi bahan

galian untuk meningkatkan keuntungan dari

hasil penjualan. Upaya percepatan juga

dilakukan dengan menjaga ekosistem

lingkungan yang mana pemilik izin wajib

melakukan reklamasi dan pasca tambang

sebelum izin dikembalikan.

4.3. Kewajiban melakukan eksplorasi akan

meningkatkan dan menstabilkan kuantitas

sumber daya dan cadangan bahan galian di

Indonesia. Dengan ini maka kekayaan alam

berupa bahan galian akan bisa dimanfaatkan di

setiap generasi yang akan datang. Kewajiban

hirilisasi akan mendatangkan keuntungan yang

sangat besar. Keuntungan ini dapat

meningkatkan kontribusi industri

pertambangan dalam negeri untuk kepentingan

nasional dan kemakmuran rakyat. Kewajiban

reklamasi dan pasca tambang akan bermanfaat

bagi masyarakat di sekitar area pertambangan.

Jadi, rakyat juga merasakan keuntungan dari

kekayaan alam di tanah mereka sendiri.

DAFTAR PUSTAKA

[1] ANTARANEWS.com. (2021, 16 Januari).

Walhi : Kerusakan Hutan di Aceh Barat akibat

Tambang Ilegal. Diakses dari

https://m.antaranews.com/berita/1950508/wal

hi-kerusakan-hutan-di-aceh-barat-akibat-

tambang-ilegal (Diakses pada 21 November

2021)

[2] CNCB INDONESIA.com. (2021, 29 Januari).

Ribuan Lubang Tambang Tak Direklamasi?

Begini Kata ESDM. Diakses dari

https://www.cnbcindonesia.com/news/202101

29141759-4-219673/ribuan-lubang-tambang-

tak-direklamasi-begini-data-esdm (Diakses

pada 21 November 2021)

[3] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.

Badan Geologi. https://geologi.esdm.go.id/.

Diakses pada 24 September 2021.

[4] Kontan.co.id. (2020, 24 September). Dimas

Andi. Hirilisasi Akan Jadi Kunci Pemanfaatan

Hasil tambang Minerba.

https://industri.kontan.co.id/news/hilirisasi-

akan-jadi-kunci-optimalisasi-pemanfaatan-

hasil-tambang-minerba. (Diakses pada 21

November 2021)

[5] Laela Nur Indah Sari. 2020. DAMPAK

TAMBANG PASIR TERHADAP

KERUSAKAN JALAN DI DESA

BABADAN KECAMATAN WLINGI

KABUPATEN BLITAR. Swara Bumi.

Volume V Nomor 8. Diakses Pada 21

November 2021.

[6] Langgam.id. (2020, 12 Maret). Akibat

Limbah PLTU Ombilin, Masyarakat

Mengadu ke DPRD Sumbar. Diakses dari

https://langgam.id/akibat-limbah-pltu-

ombilin-masyarakat-sawahlunto-mengadu-ke-

dprd-sumbar/. (Diakses pada 21 November

2021)

[7] Merdeka.com. (2015, 18 April). Henny

Rachma Sari. Investor Pertambangan

Keluhkan Sulitnya Urus Perizinan di

Indonesia.

https://www.merdeka.com/uang/investor-

pertambangan-keluhkan-sulitnya-urus-

perizinan-di-indonesia.html . Diakses pada 25

November 2021.

[8] NusaDaily.com. (2020, 10 Oktober). Blitar

Utara Kekurangan Air Bersih Dampak

Tambang Galian C. Diakses dari

https://nusadaily.com/regional/blitar-utara-

kekurangan-air-bersih-dampak-tambang-

galian-c.html. (Diakses pada 20 November

2021)

[9] PENASULTRA.com. (2020, 27 April). Akibat

Aktivitas Sejumlah Perusahaan Tambang,

Laut di Pesisir Desa Lawata Mulai Tercemar.

Diakses dari https://penasultra.com/akibat-

aktivitas-sejumlah-perusahaan-tambang-laut-

di-pesisir-desa-lawata-mulai-tercemar/.

(Diakses pada 20 November 2021)

[10] Undang-undang republik indonesia nomor 3

tahun 2020 tentang perubahan atas undang-

undang nomor 4 tahun 2009 tentang

pertambangan mineral dan batubara.

https://jdih.esdm.go.id/storage/document/UU

%20No.%203%20Thn%202020.pdf Accessed

19 November 2021. (Diakses pada 19

November 2021)

[11] VIVA. (2020, 17 April). Catatan Ringan :

Mengejutkan, Indonesia termasuk Eksportir

Stainlees Ssteel Terbesar di Dunia. Diakses

dari https://www.viva.co.id/vstory/opini-

vstory/1211286-catatan-ringan-mengejutkan-

indonesia-termasuk-eksportir-stainless-steel-

terbesar-di-dunia. (Diakses pada 25

November 2021)

LAMPIRAN

Lampiran 1 – Perubahan undang-undang nomor 4 tahun 2009 menjadi undang-undang nomor 3 tahun 2020

tentang kewenangan pengelolaan mineral dan batubara

1. Dijelaskan dalam perubahan ke-2 pada Pasal 4 ayat 2, bahwa penguasaan mineral dan batubara yang pada

UU No. 4 Tahun 2009 dikuasai oleh pemerintah dan atau pemerintah pusat menjadi pemerintah pusat saja.

Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan

ketentuan Undang-Undang ini.

2. Perubahan ke-3 Pasal 5, bahwa kewenangan pada pasal 5 hanya menjelaskan kewenangan pemerintah pusat

dengan menghilangkan pemerintah daerah pada UU No. 4 Tahun 2009.

3. Perubahan ke-4 pada pasal 6, dijelaskan wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah lagi.

4. Perubahan ke-5, Pasal 7 dihapus (Kewenangan Provinsi dihapus)

5. Perubahan ke-6, Pasal 8 dihapus (Kewenangan Kabupaten dihapus)

6. Perubahan ke-7, penambahan bab IVA, Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara ditetapkan oleh Menteri

7. Perubahan ke-8, antara pasal 8 dan 9 disisipkan pasal 8A dan 8B, Wewenang pemerintah Kabupaten

digantikan oleh keterangan Menteri menetapkan rencana pengelolaan mineral dan batubara

8. Perubahan ke-26, pasal 35 dirubah, izin semuanya ke pusat

9. Perubahan ke-27, pasal 39 dihapus, yang isinya IUP diberikan oleh Bupati, Gubernur, dan Menteri. Sekarang

semuanya ke pusat.

10. Perubahan ke-35, pasal 43 di hapus tentang IUP eksplorasi jika menemukan minerba wajib lapor ke pemberi

IUP (sekarang pemberi IUP hanya Menteri)

11. Perubahan ke-36, Pasal 44 dihapus, isinya izin sementara diberikan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati

(Dihapus, semua izin sekarang dikembalikan ke pusat)

12. Perubahan ke-37, Pasal 45 di hapus, pasal ini berkaitan dengan pasal 43, karena pasal 43 dihapus, maka pasal

ini juga dihapus

13. Perubahan ke-38, pasal 46 di ubah, setiap IUP eksplorasi dijamin dapat IUP produksi dengan syarat-syarat

tertentu.

14. Perubahan ke-40, pasal 48 dihapus, memuat IUP diberikan oleh Bupati, Gubernur, dan Menteri

15. Perubahan ke-43, pasal 54 diubah, IUP bukan logam izinnya ke Menteri

16. Perubahan ke-45, Pasal 57 diubah, WIUP Batuan diberikan dengan permohonan ke Menteri

17. Perubahan ke-52, Pasal 67 dirubah. Izin Pertambangan Rakyat ke Menteri (Bupati dan Gubernur dihapus)

18. Perubahan ke-56, Pasal 72 diubah, ketentuan pemberi IPR diatur oleh pemerintah, bukan lagi Kabupaten /

Kota

19. Perubahan ke-57, Pasal diubah, Menteri bertanggungjawab terhadap IPR, bukan lagi Kabupaten / Kota

20. Perubahan ke-58, pasal 75 diubah, ada penambahan 1 ketentuan pemberian IUPK, yaitu diatur oleh

pemerintah

21. Perubahan ke-59, pasal 81 di hapus, dalam eksplorasi jika mendapatkan mineral wajib lapor ke Menteri, yang

ingin menjual wajib punya izin, izin diberikan oleh Menteri

22. Perubahan ke-60, pasal 82 di hapus, pasal ini berkaitan dengan pasal 81, karena pasal 81 di hapus maka pasal

ini dihapus juga

23. Perubahan ke-62, Penambahan pasal 83A dan 83B, 83A perpanjangan IUP Eksplorasi diurus ke Menteri. 83B

Perluasan WIUPK diatur oleh peraturan pemerintah

24. Perubahan ke-65, Penambahan pasal 87A – 87D, informasi dan hasil penyelidikan diserahkan ke Menteri

(Penguatan peran Menteri)

25. Perubahan ke-89, Pasal 89 diubah, ketentuan penyelidikan dan penelitian diatur oleh pemerintah

26. Perubahan ke-79, penambahan pasal 104A dan 104B, pasal 102 (peningkatan nilai tambah), pasal 103

(pemurnian) dan pasal 104 di atur oleh pemerintah

27. Perubahan ke-80, pasal 105 di ubah, badan usaha yang akan menjual bahan galian wajib punya IUP penjualan,

dan ini diberikan oleh Menteri (Gubernur dan Bupati tidak bisa lagi)

28. Perubahan ke-85, pasal 113 di ubah, pengehentian IUP dan IUPK sementara izin ke Menteri (bukan lagi ke

Gubernur dan Bupati)

29. Perubahan ke-86, pasal 114 di ubah, jika IUP dan IUPK produksi ingin melakukan kegiatan sebelum waktu

yang ditentukan, makai zin dulu ke Menteri (bukan lagi ke Gubernur dan Bupati)

30. Perubahan ke-87, pasal 118 di ubah, pengembalian IUP dan IUPK di urus ke Menteri (bukan lagi ke Gubernur

atau Bupati)

31. Perubahan ke-88, pasal 119 di ubah, alasan IUP IUPK dicabut oleh Menteri (bukan lagi oleh Gubernur atau

Bupati)

32. Perubahan ke-89, pasal 121 di ubah, eks pemegang IUP dan IUPK wajib menyelesaikan kewajibannya dan

di urus ke Menteri (bukan lagi ke Gubernur atau Bupati)

33. Perubahan ke-90, pasal 122 di ubah, IUP IUPK berakhir diserahkan ke Menteri (bukan lagi Gubernur atau

Bupati)

34. Perubahan ke-91, pasal 123 di ubah, IUP dan IUPK berakhir, eks pemegannya harus menyerahkan data ke

Menteri (bukan lagi ke Gubernur atau Bupati)

35. Perubahan ke-98, penambahan pasal 137A, pemerintah pusat melakukan penyelesaian terhadap permasalahan

hak atas tanah

36. Perubahan ke-99, pasal 139 di ubah, Menteri bertanggungjawab terhadap IUP dan IUPK (bukan lagi Provinsi

dan Kabupaten/Kota)

37. Perubahan ke-100, Pasal 140 di ubah, Menteri mengawas pertambangan (tidak lagi dilimpahkan ke Provinsi

dan Kabupaten/Kota)

38. Perubahan ke-101, Pasal 141 di ubah, pengawasan dilakukan oleh inspektur tambang, Menteri dan pejabat

pengurus pertambangan

39. Perubahan ke-102, penambahan pasal 141A, pembinaan dan pengawasan dilakukan sesuai Peraturan

Pemerintah

40. Perubahan ke-103, pasal 142 dihapus, memuat kewajiban Gubernur dan Bupati dihapus (semua sudah ke

Menteri)

41. Perubahan ke-104, pasal 143 dihapus (Bupati mengurus pertambangan rakyat sesuai peraturan kabupaten

dihapus)

42. Perubahan ke-106, pasal 151 di ubah, Menteri berhak memberikan sanksi administratif dan denda kepada

pemegang IUP dan IUPK (bukan lagi Gubernur dan Bupati)

43. Perubahan ke-107, pasal 152 di hapus, memuat kewajiban pemerintah daerah yang di pasal 151, karena

Gubernur dan Bupati sudah dihapus, maka tidak ada lagi pasal 152 (Dihapus)

44. Perubahan ke-108, pasal 156 di ubah, besaran denda, mekanisme dan tata cara denda di pasal 151 diperjelas

45. Perubahan ke-109, pasal 157 dihapus, Pemerintah daerah yang tidak melakukan sesuai ketentuan diberi

sanksi, pasal ini dihapus

46. Perubahan ke-118, pasal 168 di ubah, pemerintah pusat dapat memberikan keringanan untuk meningkatkan

investasi tambang

47. Perubahan ke-119, penambahan pasal 169A, 169B dan 169C, Sietem perizinan dikuasai oleh Menteri

169C – semua kewenangan Pemerintah daerah dalam UU Nomor 4 tahun 2009 diberikan ke pusat

48. Perubahan ke-121, penambahan pasal 171A, Wilayah eks KK dan PKP2B ditetapkan sebagai WIUPK atau

WPN sesuai evaluasi Menteri

Lampiran 2 - UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Eksplorasi

1. Pasal 1 Ayat 15 – Pengertian eksplorasi

2. Pasal 83 – Luas WIUP mineral logam 100.000 ha, luas WIUP batubara 50.000 ha, jangka waktu eksplorasi

mineral logam delapan tahun dan jangka waktu eksplorasi batubara tujuh tahun

3. Pasal 83A

Jangka waktu kegiatan Eksplorasi mineral logam dan batubara bisa diperpanjang selama satu tahun setelah

memenuhi persyaratan

4. Pasal 36 Ayat 1 – IUP dibagi dua yaitu IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi

5. Pasal 36A – Pemegang IUP operasi produksi wajib melakukan eksplorasi setiap tahun dan menyediakan

anggaran

6. Pasal 39 Bagian E

kewajiban menempatkan jaminan kesungguhan Eksplorasi

7. Pasal 42

Jangka waktu kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a diberikan selama:

a. 8 (delapan) tahun untuk Pertambangan Mineral logam

b. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam

c. 7 tujuh) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu

d. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan batuan; atau

e. 7 (tujuh) tahun untuk Pertambangan Batubara.

8. Pasal 42 A bagian 1 – Jangka waktu kegiatan eksplorasi dapat diberikan perpanjangan satu tahun setelah

memenuhi persyaratan

9. Pasal 46 – Pemegang IUP yang telah menyelesaikan eksplorasi diberikan jaminan untuk mendapatkan IUP

operasi produksi

10. Pasal 52 – WIUP eksplorasi mineral logam diberikan 100.000 ha.

11. Pasal 55 ayat 1 – WIUP eksplorasi mineral bukan logam diberikan 25.000 ha

12. Pasal 58 ayat 1 – WIUP eksplorasi batuan diberikan 5.000 ha

13. Pasal 61 – WIUP eksplorasi batubara 50.000 ha

14. Pasal 83 – Satu WIUP eksplorasi pertambangan mineral logam 100.000 ha, pertambangan batubara 50.000

ha, operasi produksi mineral logam berdasarkan evaluasi mentetri, jangka wkatu eksplorasi mineral logam

selama delapan tahun, batubara tujuh tahun, eksplorasi mineral logam dan batubara maksimal dua puluh

tahun

15. Pasal 83 Ayat 1 – jangka waktu eksplorasi dapat diperpanjang selama satu tahun setelah memenuhi

persyaratan

16. Pasal 93 Ayat 1 dan 2 – Pemegang IUP atau IUPK dilarang memindahtangankan izin tanpa persetujuan

menteri

17. Pasal 93A ayat 1 dan 2 – Pemegang IUP dan IUPK dilarang mengalihkan kepemilikan saham tanpa

persetujuan menteri

18. Pasal 123 – Pemilik IUP dan IUPK wajib memberikan data eksplorasi dan produksi kepada Menteri setelah

izin berakhir

19. Pasal 160 Ayat 2 – Pemegang izin eksplorasi jika melakuakn produksi tanpa izin didenda seratus milliar

rupiah

Lampiran 3 – UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Hirilisasi

1. Pasal 6 ayat 1 bagian a - Menteri menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional

2. Penambahan BAB IV A (Diantara BAB IV dan BAB V) tentang Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara

Pasal 8A dan 8B

Pasal 8A

(1) Rencana pengelolaan mineral dan batubara nasional ditetapkan oleh menteri

(2) Penyusunan rencana pengelolaan mineral dan batubara mempertimbangkan :

a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan

b. pelestarian lingkungan hidup

c. rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi

d. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi

e. tingkat pertumbuhan ekonomi

f. prioritas pemberian komoditas tambang

g. jumlah dan luas WP

h. ketersediaan lahan Pertambangan

i. kuantitas sumber daya dan cadangan Mineral atau Batubara dan

j. ketersediaan sarana dan prasarana.

(3) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara disesuaikan dengan:

a. rencana pembangunan nasional; dan

b. rencana pembangunan daerah.

(4) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional ebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan

sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pengelolaan Mineral dan Batubara.

Pasal 8B

(1) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A paling

sedikit memuat strategi dan kebijakan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.

(2) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A wajib

diintegrasikan dengan rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka

menengah nasional.

(3) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A ditetapkan

untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.

3. Pasal 8A ayat 3

Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus

mempertimbangkan :

a. rencana pembangunan nasional dan

b. rencana pembangunan daerah.

4. Pasal 18 Ayat 1

Penetapan luas dan batas WIUP Mineral logam dan batubara harus disesuaikan dengan:

a. rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional

b. ketersediaan data sumber daya dan cadangan Mineral atau Batubara

5. Pasal 62A – Pemegang IUP dan IUPK dapat mengajukan permohonan perluasan WIUP kepada Menteri

6. Pasal 83A ayat 1 – Penetapan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara oleh Menteri dilakukan secara

sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.

7. Pasal 83B yat 3 – Rencana pengelolaan mineral dan batubara ditetapkan dalam jangka waktu lima tahun dan

dapat ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun

8. Pasal 96 bagian c

Dalam penerapan kaidah teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP atau IUPK wajib melaksanakan:

a. ketentuan keselamatan Pertambangan

b. pengelolaan dan pemantauan lingkungan termasuk kegiatan Reklamasi dan Pascatambang

c. upaya konservasi Mineral dan Batubara dan

d. pengelolaan sisa tambang harus memenuhi standar baku mutu sebelum dilepas ke lingkungan.

9. Pasal 112A – Pemegang IUP operasi produksi wajib menyediakan dana ketahanan cadangan yang digunakan

untuk penemuan cadangan baru yang nantinya akan diatur dalam peraturan pemerintah

10. Pasal 172D dan E – Pemegang IUP dan IUPK yang melakukan peningkatan nilai tambah Mineral logam atau

Batubara sejak sebelum berlakunya undang-undang ini akan mendapatkan jangka waktu dan luas wilayah

sesuai dengan undang-undang ini. Rencana pengelolaan mineral dan batubara ditetapkan dua tahun sejak

undang-undang ini berlaku

Lampiran 4 – Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Lingkungan

1. Pasal 8A ayat 1 bagian b

Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional disusun dengan mempertimbangkan:

a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan

b. pelestarian lingkungan hidup

2. Pasal 51

Lelang WIUP Mineral logam dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

a. luas WIUP Mineral logam yang akan dilelang

b. kemampuan administratif/manajemen

c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan dan

d. kemampuan finansial.

3. Pasal 60

Lelang WIUP Batubara dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

a. luas WIUP Batubara yang akan dilelang

b. kemampuan administratif/manajemen

c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan dan

d. kemampuan finansial.

4. Pasal 70 bagian b

Pemegang IPR wajib :

a. melakukan kegiatan Penambangan paling lambat tiga bulan setelah izin diterbitkan

b. mematuhi peraturan perundang-undangan terutama di bidang keselamatan Pertambangan,

pengelolaan lingkungan dan memenuhi standar yang berlaku

5. Pasal 73 ayat 2 bagian b

Menteri bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kaidah teknis izin pertambangan rakyat yang meliputi:

a. keselamatan Pertambangan dan

b. pengelolaan lingkungan hidup termasuk Reklamasi dan Pascatambang.

6. Pasal 75 ayat 5

Lelang WIUPK dilakukan oleh Menteri dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan:

a. luas WIUPK yang akan dilelang

b. kemampuan administratif/manajemen

c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan dan

d. kemampuan linansial.

7. Pasal 96

Untuk melaksanakan kaidah teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP atau IUPK wajib

melaksanakan:

a. ketentuan keselamatan Pertambangan

b. pengelolaan dan pemantauan lingkungan termasuk kegiatan Reklamasi dan Pascatambang

c. upaya konservasi Mineral dan Batubara dan

d. pengelolaan sisa tambang harus memenuhi standar baku mutu sebelum dilepas ke lingkungan

8. Pasal 99

Kewajiban IUP IUPK melakukan reklamasi dan pasca tambang. Lahan Pascatambang diberikan kepada

Menteri sesuai peraturan perundang-undangan.

9. Pasal 100

IUP IUPK wajib memberikan dana jaminan reklamasi dan Menteri berhak menunjuk pihak ke tiga untuk

melakukan reklamasi

10. Pasal 108

Pemegang IUP IUPK wajib mengalokasikan dana pemberdayaan masyarakat

11. Pasal 123A

IUP IUPK wajib reklamasi 100% sebelum IUP IUPK dikembalikan

12. Pasal 133

Pembagian penerimaan bukan pajakl lebih adil dengan memperhatikan dampak ke daerah

13. Pasal 141 ayat 1 poin g

Pengawasan atas kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IUPK, IUPK

sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, antara lain :

g. Pengelolan Lingkungan Hidup, Reklamasi, dan Pascatambang

14. Pasal 161B

Pasal 161B, IUP IUPK dicabut atau berakhir taoi tidak melakukan reklamasi dan penempatan dana

reklamasi di denda 5 tahun 100 milliar

PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta

Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Energi Bersih dan Energi Non-Konvensional

Konversi Batubara Kalori Rendah menjadi Dimethyl Ether sebagai Inovasi

Pengganti LPG untuk Mendukung Ketahanan Energi Nasional Masa

Mendatang Ozan Bagas Suseno[1], Akmal Yahya Hidayat[2], Rita Purnamasari[3]

[1] ITB/Teknik Pertambangan [2] ITB/Teknik Pertambangan [3] ITB/Teknik Pertambangan

ABSTRAK

Sumber daya dan cadangan batubara Indonesia sangat melimpah serta didominasi dengan kalori rendah hingga

kalori sedang. Industri batubara nasional masih sangat berorientasi pada ekspor sehingga akan sangat tergantung

pada kondisi permintaan global. Seiring perubahan zaman, potensi batubara yang tak termanfaatkan akan semakin

besar serta penggunaan secara konvensional akan semakin terbatas. Sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045,

potensi batubara Indonesia yang besar dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk turunan melalui kegiatan

hilirisasi. Produk turunan dari batubara dapat berupa dimethyl ether (DME), kokas, synthetic gas, ataupun coal

water mixture. Pada tahun 2018, konsumsi LPG mencapai 7,5 juta ton yang dipenuhi dari produksi LPG dalam

negeri sebesar 2 juta ton (26%) dan impor 5,5 juta ton (74%). Meningkatnya konsumsi LPG dalam negeri sebagai

salah satu produk energi primer batubara dan gas bumi berbanding terbalik dengan kebutuhannya yang sebagian

besar masih dipenuhi dengan mengimpor. Sehingga produk hilirisasi konversi batubara peringkat rendah menjadi

DME (Dimethyl Ether) diharapkan dapat mengatasi masalah pemenuhan LPG. DME dibuat dengan bahan baku

syngas yang dihasilkan melalui proses gasifikasi batubara. Gasifikasi batubara merupakan proses mengubah

batubara menjadi bentuk gas. Produk syngas ditransformasikan ke DME melalui jalur tidak langsung atau

langsung. Syngas yang dibuat dengan gasifikasi katalitik dengan K2CO3 atau Ca(OH)2 menunjukkan konsumsi

energi yang lebih rendah daripada gasifikasi konvensional. Pemerintah perlu melakukan substitusi LPG mulai

tahun 2025 dengan DME (20%), jargas (4,7 juta SR) dan kompor listrik induksi (0,5% dari permintaan LPG di

sektor rumah tangga) untuk mengurangi ketergantungan impor minimal sebesar 5% pada tahun 2025 dan 45%

pada tahun 2050. Tujuan penelitian ini adalah meninjau proses konversi batubara kalori rendah menjadi dimethyl

ether sebagai bahan pengganti LPG dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional. Metodologi yang

digunakan adalah studi literatur dengan pokok bahasan alokasi pemenuhan energi di Indonesia, proses dan metode

konversi batubara kalori rendah menjadi DME, serta permasalahan dan solusi. Dengan demikian dapat dihasilkan

rekomendasi pengembangan DME dari batubara di Indonesia agar terciptanya ketahanan energi nasional.

Kata Kunci: Batubara, Dimethyl Ether, Ketahanan Energi, Kalori Rendah

1. PENDAHULUAN

Batubara adalah endapan senyawa organik

karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa

tumbuh-tumbuhan (UU No. 3 Tahun 2020). Batu

Bara sudah menjadi sumber energi utama beberapa

dekade ke belakang. Batu bara Indonesia didominasi

dengan kalori rendah dan sedang (KESDM, 2020).

Namun dengan adanya pembangkit listrik dengan

bahan bakar utama batu bara, timbul masalah yang

cukup pelik yaitu masalah lingkungan berupa emisi.

Dengan gasifikasi batu bara, setidaknya dapat

diatasi masalah keekonomian dari batu bara

berkalori rendah dan lingkungan dari pembakaran

batu bara. Batasan masalah pada karya ilmiah ini

adalah penggunaan sumber daya batu bara berkalori

rendah yang ada di Indonesia. Salah satu

pemanfaatan batu bara berkalori rendah adalah

dibentuk olahan DME. Di India, DME turunan batu

bara untuk bahan bakar sedang diselidiki dan

dihasilkan memproduksi DME turunan batu bara

menjadi mungkin saat harga minyak lebih besar dari

72 USD/barrel (Johannes, 2017). Sehingga harga

komoditas yang lain pun akan berpengaruh pada

keekonomian dari DME turunan batu bara. Tujuan

dari penulisan karya ilmiah ini adalah meninjau

proses konversi batubara kalori rendah menjadi

dimethyl ether sebagai bahan pengganti LPG dalam

rangka mendukung ketahanan energi nasional

2. TEORI DASAR

2.1 Batu Bara Indonesia

Dalam pembentukan batu bara, tahap yang

penting dibedakan adalah penggambutan dan

pembatubaraan (Wolf, 1984; Anggayana, 2005).

Gambut adalah batuan sedimen yang organik yang

PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII

Syngas

Metanol

Gasifikasi

Batu Bara

DME

dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau

bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam

kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak padat,

kandungan air lebih dari 75% dan kandungan

mineral lebih kecil yang kurang dari 50% jika dalam

kondisi kering. Sementara itu, batu bara adalah

batuan sedimen yang dapat terbakar yang seiring

dengan pengendapannya akan mengalai proses

fisika dan kimia yang mengakayakan kandungan

karbonnya. Syarat terbentuknya gambut adalah

terdapatnya cekungan, tumbuhan, air sebagai media

pengawetan, dan terjadinya kesetimbangan

biotektonik.

Batu Bara Indonesia terbentuk pada zaman

tersier yang terbagi dalam tiga babak episode

tektonik yaitu syn-rift depositional phase, post-rift

transgression, dan syn-orogenic regressive phase

(Koesoemadinata, 2001). Batu Bara di Indonesia

umumnya didominasi dengan kalori rendah dan

sedang. Batu bara peringkat rendah terdiri atas lignit

dan subbituminus.

Tabel 1. Karakteristik Batu Bara dari Berbagai

Cekungan (Koesoemadinata, 2001 dalam Rosyid

dan Adachi, 2016)

Cekungan

Nilai

Kalori (kCal/kg)

Kandungan

Air dan Abu

Kandungan

Sulfur

Ombilin 7000 Rendah Rendah

Barito -

Tanjung 6000 Rendah Tinggi

Bengkulu <5000 Tinggi Rendah

Sumatera

Selatan <5000 Tinggi Rendah

Sumatera

Tengah <5000 Tinggi Rendah

Barito -

Warukin <5000 Tinggi Rendah

Kutai dan

Tarakan <5000 Tinggi Rendah

Penggambutan mencakup proses mikrobial dan

antrasit, low volatile, medium volatile, high volatile

A, high volatile B, high volatile C, subbituminus A,

subbituminus B, subbituminus C, lignit A, dan lignit

B.

2.3 Gasifikasi Batu Bara

Gasifikasi adalah proses mengubah bahan baku

seperti batu bara, biomass, minyak berat, atau

limbah yang dioksidasi dalam lingkungan uap dan

oksigen untuk memproduksi gas sintetik (syngas)

yang merupakan campuran CO dan H2 (Ozer, 2017).

Gasifikasi juga dapat diartikan sebagai proses

konversi batu bara mejadi produk gas yang memiliki

nilai kalor (Higman, 2008). Berdasarkan bahan baku

dan tipe oksidan, gasifier komersial secara kasar

diklasifikasikan menjadi tiga jenis. Moving bed

(dikenal juga sebagai fixed bed), fluidized bed, dan

entrained flow gasifier. Proses gasifikasi memiliki

hasil yang berbeda dengan pembakaran pada

umumnya.

Tabel 2. Hasil Pembakaran dan Gasifikasi (Ozer,

2017)

Sumber Pembakaran Gasifikasi

Karbon CO2 CO

Hidrogen H2O H2

Nitrogen NO, NO2

HCN, NH3, atau

N2

Sulfur SO2 atau

SO3 H2S atau COS

Air H2O H2

Gasifikasi mengonsumsi oksigen yang lebih

sedikit dibandingkan pembakaran biasa. Selain itu,

produk gasnya dapat dimanfaatkan kembali menjadi

sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi.

Syngas dan DME mempunyai potensi dalam sektor

energi bahan bakar yang berasal dari batu bara

peringkat rendah. Dengan gasifikasi katalitik,

syngas dapat diproduksi dengan konsumsi energi

yang lebih rendah (Masudi, dkk., 2020). Gasifikasi

perubahan kimia yang selanjutnya diikuti oleh

proses pembatubaraan geokimia (bakteri tidak ikut

berperan). Ketika tidak terdapat bakteri, proses yang

terjadi hanyalah perubahan kimia saja (primarily

condensation, polymerization, dan reaksi reduksi).

Semakin dalam lokasi pemendaman, tekanan dan

temperatur yang diberikan akan semakin besar

sehingga mengubah material secara kimiawi dan

fisik.

2.2 Klasifikasi Batu Bara

Batu Bara diklasifikasikan berdasarkan beberapa

sifatnya untuk menentukan peringkatnya. Standar

yang umum digunakan adalah ASTM D-388. Dalam

standar tersebut, diurutkan dari kelas paling tinggi

ke rendah terdapat meta-antrasit, antrasit, semi-

batu bara sangat bergantung pada agen gasifikasi

yang berakibat pada kualitas dan kuantitas dari gas.

Dalam pembuatan DME, dapat melalui dua jalur,

yaitu jalur langsung dan tak langsung. Pada jalur tak

langsung, syngas dibentuk dahulu menjadi metanol

lalu ke DME.

Gambar 1. Skema Pembuatan DME

PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Jumlah penduduk Indonesia akan terus

meningkat dan mencapai angkat sekitar 311-318

juta jiwa pada tahun 2045 (BPS, 2018). Dengan

melihat proyeksi tersebut, konsumsi energi juga

seharusnya juga meningkat. Jumlah produksi LPG

dari oil refinery dan gas refinery dari tahun 2010

sampai 2020 terus menurun, sementara itu impor

juga terus meningkat (ESDM, 2021). Apabila tidak

mencari alternatif lain maka dapat menjadi masalah

dalam pemenuhan energi Indonesia.

Batu bara Indonesia yang masih banyak berupa

LRC (batu bara peringkat rendah) mempunyai

potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Penggunaan

konvensional batu bara peringkat rendah adalah

untuk pembangkitan listrik. Hal ini akhir-akhir ini

banyak menimbulkan permasalahan pada

lingkungan khususnya emisi. Diversifikasi

pemanfaatan batu bara peringkat rendah perlu

dilakukan menimbang dapat menaikan nilai

keekonomiannya. Sumber daya batu bara yang

tercatat oleh ESDM sebesar 143,7 miliar ton dan

Cadangan 38,8 miliar ton.

Sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045,

potensi batubara Indonesia yang besar dapat

dimanfaatkan menjadi berbagai produk turunan

melalui kegiatan hilirisasi. Produk turunan dari

batubara dapat berupa dimethyl ether (DME), kokas,

synthetic gas, ataupun coal water mixture. Pada

tahun 2018, konsumsi LPG mencapai 7,5 juta ton

yang dipenuhi dari produksi LPG dalam negeri

sebesar 2 juta ton (26%) dan impor 5,5 juta ton

(74%). Meningkatnya konsumsi LPG dalam negeri

sebagai salah satu produk energi primer batubara

dan gas bumi berbanding terbalik dengan

kebutuhannya yang sebagian besar masih dipenuhi

dengan mengimpor. Sehingga produk hilirisasi

konversi batubara peringkat rendah menjadi DME

(Dimethyl Ether) diharapkan dapat mengatasi

masalah pemenuhan LPG. DME dibuat dengan

bahan baku syngas yang dihasilkan melalui proses

gasifikasi batubara.

Pemanfaatan batu bara peringkat rendah

memiliki keuntungan rendah biaya dan rendah

pengotor walaupun mempunyai biaya tambahan

pada transportasi (Pawlak-Kruczek, 2017).

Gasifikasi juga dapat dikombinasikan dengan

pirolisis. Dengan kombinasi tersebut maka dapat

menghasilkan syngas yang lebih kaya (Chen, dkk.,

2015). Syngas yang dibuat dengan gasifikasi

katalitik dengan K2CO3 atau Ca(OH)2

menunjukkan konsumsi energi yang lebih rendah

daripada gasifikasi konvensional (Masudi, dkk.,

2020). DME merupakan hasil olahan atau

pemrosesan dari batubara berkalori rendah. Program

gasifikasi batubara atau DME, dapat meningkatkan

nilai tambah batubara.

Sebenarnya, proses gasifikasi batu bara tidak

hanya menghasilkan DME, tetapi juga bahan bakar

lain dan bahan baku industri kimia. DME berasal

dari berbagai sumber, baik bahan bakar fosil

maupun yang dapat diperbarui. DME juga diklaim

tidak merusak ozon, tidak menghasilkan particulate

matter (PM) dan NOx, tidak mengandung sulfur,

dan mempunyai nyala api biru.

DME mempunyai kesetaraan energi dengan

LPG berkisar 1,58-1,76, dengan nilai kalor atau

panas sebesar 30,5 MJ/kg.

Pada proses Coal to Methanol, produksi metanol

meningkat 124,67% melalui pemanfaatan CO2.

Selain itu penambahan green hydrogen

menghasilkan pengurangan emisi CO2 sebesar

85,64% dan peningkatan efisiensi energi sebesar

10,52%. Biaya produksi turun sebesar 23,95% yang

mengakibatkan kenaikan tingkat pengembalian

internal sebesar 47,37%. Pengenalan hidrogen hijau

mewujudkan pemanfaatan CO2 dan konversi bersih

batubara (Dongliang, dkk., 2021). Dengan metode

yang diintegrasikan dengan chemical looping

technology, batu bara yang dikonsumsi berkurang

dari 1.45t menjadi 0.75t dan meningkatkan efisiensi

dari 38.4% menjadi 56.1% (Xiang, dkk., 2020).

Dalam uji coba yang dilakukan, efisiensi kompor

LPG berkisar 53,75-59,13 persen dan efisiensi

kompor DME sekitar 64,7-68,9 persen. Sebagai

tambahan informasi, proyek coal to DME dilakukan

oleh PT Bukit Asam yang bekerjasama dengan PT

Pertamina dan Air Conduct di Tanjung Enim,

Sumatera Selaan.

Pemerintah perlu melakukan substitusi LPG

mulai tahun 2025 dengan DME (20%), jargas (4,7

juta SR) dan kompor listrik induksi (0,5% dari

permintaan LPG di sektor rumah tangga) untuk

mengurangi ketergantungan impor minimal sebesar

5% pada tahun 2025 dan 45% pada tahun 2050.

Dengan demikian, DME dapat menjadi alternatif

utama yang menjanjikan.

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam proyek

Coal to DME adalah pada sektor fiskal dan ilmu

pengetahuan. Sejauh ini teknologi di Indonesia

masih belum cukup baik sehingga untuk proyek ini

akan membutuhkan dana yang besar. Pembuatan

pusat riset tentang gasifikasi dan pembuatan peta

jalan transformasi DME pengganti LPG akan

memperjelas pengembangan Coal to DME di

Indonesia. Kebijakan fiskal pada perusahaan-

perusahaan juga sebaiknya dilakukan agar dapat

menjadi insentif sehingga terdapat dorongan untuk

perusahaan batu bara melakukan kegiatan hilirisasi.

Contohnya dengan menerapkan 0% royalti dan PPN.

Kemudian, menurut perhitungan Institute for

Energy Economics and Financial Analysis, DME ini

justru akan mengalami kerugian Rp 5,3 triliun per

PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII

tahun. Tak hanya rugi secara finansial, menurut

kajian Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat dalam

rilis 15 November 2020, DME ini juga akan melepas

emisi 4,26 juta ton setara CO2.

Jumlah emisi sebesar itu hampir sama dengan

polusi yang dilepas 2 juta knalpot mobil atau

membutuhkan penyerapan oleh hamparan gambut

seluas 150.000 hektare. Di tengah upaya

menurunkan emisi hingga 27,3% pada 2024, proyek

ini menjadi tantangan berat pemerintah mencapai

pembangunan rendah karbon.

Dalam perhitungan AEER, jumlah emisi gas

rumah kaca proyek DME tersebut berasal dari total

jumlah energi yang digunakan untuk menghasilkan

DME, seperti uap panas, heat, dan listrik serta emisi

gas rumah kaca yang dihasilkan langsung oleh

proses produksi seperti karbon dioksida (CO2),

metana (CH4), sulfur heksafluorida (SF6), hidro

fluorokarbon (HFCs) dan nitrat oksida (N2O).

Emisi tersebut terlepas pada tahap eksplorasi dan

ekstraksi batu bara, proses pembuatan DME,

penggunaan produk, dan limbahnya. Emisi hanya

dihitung pada ekstraksi batu bara, dan proses

pembuatan, serta perhitungan gas emisi setara CO2.

Menurut rilis AEER, faktor emisi juga sudah

mempertimbangkan lokasi pabrik di samping kajian

literatur. Misalnya, faktor emisi pada listrik yang

dipakai untuk menghitung total emisi pada produksi

DME sebanyak 0,877-ton setara CO2 per megawatt

jam.

Jumlah emisi bakal lebih meningkat jika proses

yang dipilih adalah dehidrasi metanol sebelum

diubah menjadi DME. Dehidrasi metanol dari

gasifikasi batu bara lebih besar dibanding LPG.

Dehidrasi metanol sebesar 2,965-kilogram setara

CO2 per kilogram menghasilkan emisi 3 juta ton

setara CO2. Sementara emisi menghasilkan LPG

dengan kapasitas yang sama sebanyak 1,4 juta ton

hanya sebesar 824.000-ton setara CO2 per tahun.

Artinya, dengan jumlah yang sama, memproduksi

LPG menghasilkan 1/5 emisi produksi DME.

Menurut AEER, energi LPG 1,4 kali lebih tinggi

dibanding DME.

AEER memprediksi substitusi DME sebagai

bahan bakar akan naik karena pada 2050 permintaan

energi di sektor komersial akan naik.

4. KESIMPULAN

Kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini

adalah sebagai berikut.

4.1 Batu bara Indonesia semuanya berumur tersier

yang didominasi dengan batu bara berkalori rendah

– sedang.

4.2 Batu bara berkalori rendah yang melimpah

sangat potensial apabila dikembangkan menjadi

produk turunan contohnya berupa DME untuk

menggantikan LPG.

4.3 Pembuatan DME melalui proses gasifikasi yang

dapat melalui proses langsung dan tak langsung.

Gasifikasi juga dapat dikombinasikan dengan

pirolisi dan diberi katalis agar dapat semakin efisien.

4.4 Kebijakan gasifikasi juga harus mendukung

contohnya dengan pembuatan peta transisi energi

yang jelas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan

insentif bagi perusahaan batu bara.

DAFTAR PUSTAKA

Jurnal :

Dongliang, W., Wenliang, M., Huairong, Z.,

Guixian, L., Yong, Y., & Hongwei, L. (2021).

Green hydrogen coupling with CO2

utilization of coal-to-methanol for high

methanol productivity and low CO2

emission. Energy, 231, 120970.

doi:10.1016/j.energy.2021.120970

Grové, Johannes; Lant, Paul A.; Greig, Chris R.;

Smart, Simon (2017). Can coal-derived DME

reduce the dependence on solid cooking fuels

in India?. Energy for Sustainable

Development, 37(), 51–59.

doi:10.1016/j.esd.2017.01.001

Koesoemadinata, R.P. (2001) Outline of Tertiary

Coal Basin of Indonesia. Berita

Sedimentologi, 15, 1-27.

Masudi, Ahmad; Che Jusoh, Nurfatehah Wahyuny;

Muraza, Oki (2020). Recent progress on low

rank coal conversion to dimethyl ether as

clean fuel: A critical review. Journal of

Cleaner Production, 277(), 124024–.

doi:10.1016/j.jclepro.2020.124024

Pawlak-Kruczek, Halina (2017). Low-Rank Coals

for Power Generation, Fuel and Chemical

Production || Properties of low rank coals and

resulting challenges in their utilization. 23–

40. doi:10.1016/B978-0-08-100895-

9.00002-4

Rosyid, Fadhila & Adachi, Tsuyoshi. (2016).

Forecasting on Indonesian Coal Production

and Future Extraction Cost: A Tool for

Formulating Policy on Coal Marketing.

Natural Resources. 07. 677-696.

10.4236/nr.2016.712054.

Xiang, Dong; Li, Peng; Yuan, Xiaoyou; Cui, Peizhe;

Huang, Weiqing (2020). Highly efficient

carbon utilization of coal-to-methanol

process integrated with chemical looping

hydrogen and air separation technology:

PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII

process modeling and parameter

optimization. Journal of Cleaner Production,

(), 120910–.

doi:10.1016/j.jclepro.2020.120910

Z. Chen; D. Lai; L. Bai; Y. Tian; S. Gao; G. Xu; A.

Tsutsumi (2015). Methane-rich syngas

production in an integrated fluidized bed by

coupling pyrolysis and gasification of low-

rank coal. Fuel Processing Technology

doi:10.1016/j.fuproc.2015.08.028

Buku :

Anggayana, K. (2005). Diktat Kuliah TE-4211

Eksplorasi Batubara. Bandung: Teknik

Pertambangan ITB

Badan Pusat Statistik. (2018). Proyeksi Penduduk

Indonesia 2015-2045 Hasil SUPAS 2015.

Jakarta: BPS RI

Higman, Christopher (2008). Gasification ||

Introduction. 1–9. doi:10.1016/b978-0-7506-

8528-3.00001-8

Ozer, M. (2017). Integrated Gasification Combined

Cycle (IGCC) Technologies || Effect of coal

nature on the gasification process. 257–304.

doi:10.1016/B978-0-08-100167-7.00007-X

1

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan

Perencanaan dan Operasi Tambang

Analisis Penanggulangan Coal Loss di Jalan Hauling PT XYZ dengan Sistem GPS Tracking & Weight Tracking Pada Dump Truck

Petra Adinda Tanaya Wiyadi[1], Timothy Thimanta Tarigan[2], Wasti Lumbantobing[3] [1]Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [2]Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [3]Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan

ABSTRAK

Jarak jalan dari area penambangan menuju lokasi penyimpanan suatu tambang batubara pada umumnya cukup jauh. Oleh karena itu, pada perjalanan menuju lokasi penyimpanan terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan coal loss atau kehilangan batubara, baik faktor kesengajaan maupun ketidaksengajaan. Jumlah kehilangan batubara akibat faktor kesengajaan umumnya relatif lebih signifikan daripada akibat ketidaksengajaan. Kehilangan dalam jumlah yang signifikan ini menyebabkan jumlah produksi batubara berkurang sehingga dapat berdampak pada keuntungan perusahaan. Salah satu faktor kesengajaan penyebab kehilangan batubara adalah pencurian batubara yang dilakukan di jalan hauling. Pada PT XYZ, kecurangan ini dilakukan oleh pegawai saat proses pengangkutan batubara, yang mana sejumlah batubara di dalam dump truck tersebut dijual secara pribadi kepada tengkulak yang berada di sepanjang jalan hauling. Untuk mengganti berat batubara yang diambil, pegawai tersebut menambahkan air pada dump truck agar beratnya sama dengan berat dump truck ketika keluar dari jembatan timbang menuju jalan hauling. Kecurangan ini dapat terjadi akibat minimnya pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan pengangkutan di sepanjang jalan hauling dikarenakan rentang jaraknya yang cukup jauh.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meminimalkan terjadinya kehilangan batubara di jalan hauling yang disebabkan faktor kesengajaan tersebut sehingga dapat meningkatkan keuntungan yang diterima oleh perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengawasan secara real-time terhadap lokasi dan berat dari dump truck pengangkut batubara di sepanjang jalan hauling. Untuk mendeteksi lokasi dari dump truck, penulis memiliki ide untuk menerapkan GPS Tracking. GPS (Global Positioning System) Tracking adalah sistem GPS yang memanfaatkan sistem satelit, yang mana kita bisa melakukan pengecekan lokasi kendaraan secara real-time dengan menggunakan sebuah server. GPS Tracking ini memanfaatkan fungsi dari GPS dan Google Maps yang biasa kita gunakan sehari-hari. Dengan memanfaatkan sistem tersebut, dapat diperoleh data lokasi kendaraan berupa koordinat pada server. Sedangkan untuk mendeteksi berat dari dump truck tersebut secara real-time dapat digunakan weight tracking. Sistem weight tracking ini merupakan sistem peninjauan berat muatan dump truck dengan menggunakan sensor load cell. Data yang didapatkan melalui sensor tersebut akan ditampilkan pada server. Dengan data real-time koordinat dan berat dump truck yang diperoleh dapat dilakukan pengecekan dan pengawasan secara berkala dengan mudah terhadap lokasi dan berat dump truck. Melalui penelitian ini diharapkan bahwa kejadian kehilangan batubara akibat faktor kesengajaan ini bisa diatasi. Tentunya usaha tersebut diimbangi dengan penelitian sehingga diperoleh sistem yang memudahkan pengawasan yang bisa dilakukan dimana saja secara real-time. Kata Kunci: Coal Loss, Jalan Hauling, Dump Truck, GPS Tracking, Weight Tracking

1.PENDAHULUAN Pertambangan merupakan industri yang

sangat kompleks dengan biaya yang cukup besar. Alat transportasi merupakan parameter penting yang mendukung produktivitas pertambangan dan salah satu transportasi yang digunakan adalah dump truck. Dump truck ini digunakan untuk memindahkan atau mengangkut batubara dan tanah penimbun ke tempat lain. Karena dump truck merupakan parameter penting dan biayanya relatif mahal, maka

diperlukan suatu pengawasan dan manajemen yang baik dalam menggunakan alat tersebut.

Dalam penelitian ini, kami melakukan pengamatan untuk dump truck yang sedang mengangkut batubara menuju stockpile sebelum batubara tersebut dipasarkan. Umumnya lokasi stockpile dari front tambang sangat jauh, sekitar sepuluh kilometer. Oleh karena itu minim pengawasan saat dump truck menempuh perjalanan

2

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

dari front tambang menuju stockpile sehingga terdapat batubara yang hilang baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Hilangnya batubara tersebut dapat menyebabkan kerugian pada perusahaan. Di beberapa tempat, keadaan ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menjual batubara di tengkulak yang berada di sepanjang jalan tersebut.

Oleh karena itu diperlukan suatu alat untuk mendeteksi pergerakan dump truck dan berapa jumlah batubara yang diangkut pada dump truck sejak keluar dari front tambang menuju stockpile tersebut. Untuk mendeteksi pergerakannya, alat tersebut menerapkan teknologi informasi dan telekomunikasi yaitu GPS Tracker sebagai alat bantu navigasi. Dengan perangkat GPS, perusahaan dapat memperoleh informasi posisi dump truck dan bisa melakukan tracking rute yang telah dilalui. Sedangkan untuk mendeteksi berat batubaranya digunakan sistem load cell. Harapannya, melalui sistem ini kejadian coal loss secara disengaja dapat berkurang sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan lebih maksimal.

2. TEORI DASAR 2.1. Global Positioning System

Global Positioning System merupakan sistem yang berfungsi untuk menunjukkan lokasi sebuah benda dengan menggunakan sinyal satelit, contohnya mengetahui lokasi kendaraan dengan menggunakan bantuan sinkronisasi dengan sinyal satelit. GPS Tracker menggunakan teknologi AVL (Automated Vehicle Locater) dimana dapat melacak lokasi kendaraan tersebut secara real time. Teknologi ini merupakan kolaborasi teknologi GPS dan GSM untuk menentukan koordinat objek. Setelah itu, koordinat tersebut dapat dipresentasikan dalam bentuk peta digital (Romansyah, A. 2015).

GPS memanfaatkan General Packet Radio Service dan Google Maps. General Packet Radio Service (GPRS) merupakan paket komunikasi data yang bergerak pada layanan GSM. GPRS memiliki berbagai jenis layanan seperti Short Message Service (SMS), Multimedia Messaging Service (MMS), Wireles Aplication Protocol (WAP), dan untuk layanan data seperti email dan World Wide Web (www). Sedangkan Google Maps adalah peta online yang bisa diakses dimanapun secara gratis yang menyediakan lokasi dan gambar satelit yang dapat diintegrasikan di dalam sistem yang sebelumnya telah terdaftar. Google Maps API (Aplication Program Interface) merupakan layanan untuk mengintegrasikan Google Maps pada halaman situs yang dikembangkan secara mandiri. API dapat menyediakan fungsi-fungsi untuk

memanipulasi peta dan menambahkan konten pada peta. Layanan ini dikembangkan dalam beberapa versi seperti Javascript dan Flash (Widyantara, I. M. O. 2015).

Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, pengguna kini mampu memantau secara langsung ataupun mengoperasikan kendaran dari jarak jauh. Karena memiliki banyak fungsi dan kemudahan dalam penggunaannya, maka teknologi ini mulai banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri dimana salah satunya adalah industri pertambangan. Penggunaan GPS Tracking di industri pertambangan banyak digunakan di beberapa kendaraan hauling, yaitu Dump Truck, Excavator, dan Hauler Dump.

Batubara yang diangkut pada dump truck tidak hanya rawan dicuri, melainkan pengangkutan material melebihi kapasitas dapat menjadi penyebab kecelakaan. Bila terjadi kecelakaan, tentunya harus ada bukti kuat yang menjadi alasan mengapa kendaraan bisa sampai celaka dan proses pengecekan tersebut dapat menghambat produktivitas penambangan batubara tersebut. Penggunaan GPS Tracking dengan fitur perekam pada dump truck merupakan salah satu solusi jika mencari bukti bila terjadi kecelakaan. Fitur lain, seperti SOS yang dapat mengirimkan peringatan darurat dari sopir ke kantor pusat, juga bisa dimanfaatkan ketika dump truck mengalami kecelakaan agar perusahaan dapat mengetahui secara real time kejadian tersebut. Manajemen armada pengangkutan yang kurang baik juga menyebabkan terjadinya penyalahgunaan, seperti pengangkutan material untuk dikirim ke tempat lain tanpa sepengetahuan perusahaan yang tentunya merugikan. 2.2. Weight Tracking

Dalam pengukuran berat pada truk digunakan suatu sensor bernama load cell. Load cell merupakan sensor yang dirancang untuk mendeteksi tekanan atau berat sebuah beban. Pada load cell, terdapat empat kabel dengan warna dan fungsi yang berbeda-beda. Kabel merah digunakan untuk input tegangan sensor, kabel hitam digunakan untuk input ground sensor, kabel hijau digunakan untuk output positif sensor, dan kabel putih digunakan untuk output ground sensor (Fauzi, N. A. 2015).

3

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Gambar 2.2.1. Load Cell

Kapasitas yang dimiliki load cell ini sangat beragam, mulai dari dalam satuan kilogram hingga satuan ton. Load cell yang digunakan dalam mendeteksi berat batubara yang diangkut memiliki kapasitas 10 - 50 ton dengan bahan dasar besi baja stainless steel yang dilas dan ditutup sehingga kedap udara. Hal ini ditujukan agar load cell tidak berkarat dan terlindung dari tegangan listrik tinggi.

Load cell menggunakan prinsip tekanan dan Jembatan Wheatstone. Selama proses penimbangan akan terjadi reaksi terhadap elemen logam pada load cell sehingga menimbulkan gaya elastis. Gaya yang ditimbulkan oleh regangan ini dikonversi ke dalam sinyal elektrik oleh pengukur regangan (strain gauge) yang terpasang pada load cell. Strain gauge ini berfungsi sebagai sensor untuk mengukur berat benda atau batang dalam ukuran besar.

Sedangkan untuk mengirimkan data load cell pada aplikasi yang digunakan oleh pengguna perlu diberi rangkaian tambahan. Modul yang digunakan untuk mengirimkan data adalah modul HX711. Modul HX711 merupakan modul amplifier (penguat sinyal) untuk menangkap sinyal analog dari sensor load cell yang kemudian diubah menjadi sinyal digital. Kemudian digunakan juga arduino uno yang merupakan mikrokontroler yang berfungsi untuk membaca output besar berat yang dikirimkan melalui sensor load cell. Untuk proses penyimpanan data pada database digunakan ethernet shield sehingga database tersebut dapat tersedia secara online (Ayuningtyas, N. 2018).

3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Global Positioning System (GPS) Tracking

Aplikasi GPS Tracking pada dump truck pengangkut batubara dibuat untuk mengawasi setiap dump truck dalam proses pengangkutan batubara dari tambang ke stockpile. Berikut adalah skema sistem perancangan dari proses GPS Tracking pada dump truck pengangkut batubara.

Gambar 3.1.1 Sistem Perancangan GPS Tracking

Pada aplikasi client-server ini, proses pengiriman data dari client menggunakan aplikasi yang mengirimkan data ke server, kemudian data-data tersebut dipindai serta ditampilkan ke dalam peta digital untuk dipantau menggunakan web server. Informasi yang didapat dari aplikasi server yaitu informasi berupa letak posisi truk, data truk dan sopir, dan data lintasan kendaraan. Aplikasi yang akan dibangun merupakan sistem aplikasi yang berjalan pada sistem operasi Android.

Model dalam aplikasi ini menggunakan GPS Tracker type TR06 yang terpasang pada dump truck. GPS Tracker mendapatkan koordinat-koordinat dari satelit GPS. Untuk mengirimkan data koordinat ke server GPS, perangkat GPS Tracker pada kendaraan dipasang simcard GSM untuk mengaktifkan layanan GPRS. Dengan mode ini, data dapat dikirimkan sebagai paket data pada jaringan internet. Selanjutnya, server GPS akan merekonstruksi data yang diterima dari GPS Tracker untuk diproses menjadi informasi lokasi. 3.2. Weight System Tracking

Berikut adalah sistem perancangan dari pengukuran berat pada dump truck pengangkut batubara.

Gambar 3.2.1. Diagram Alur Pengukuran Berat

Bak Dump Truck dengan Sistem Weight Tracking

Mulai

Sensor load cell mendeteksi berat pada bak dump truck

Modul HX711 menangkap dan mengubah tegangan digital menjadi tegangan analog

Arduino Uno membaca output besar berat yang dikirimkan

Besar berat per satuan waktu tertampil dalam

bentuk grafik

Selesai

4

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Terdapat tiga langkah utama dalam sistem weight tracking ini, yaitu input data, processing, dan output. Input data merupakan proses dimana load cell mendeteksi berat pada bak dump truck kemudian menghasilkan nilai berat dalam tegangan digital. Kemudian processing merupakan proses pengubahan tegangan digital menjadi tegangan analog oleh modul HX711. Tegangan analog tersebut dibaca oleh arduino uno dan menjadi hasil dari output. Terakhir, bagian output menampilkan hasil olahan data yang dilakukan oleh mikrokontroler sehingga dapat tertampilkan grafik rekaman berat pada bak dump truck per satuan waktu. Grafik tersebut merupakan bahan dari perusahaan untuk memonitor berat batubara yang sedang diangkut oleh dump truck. Selain itu, dibutuhkan ethernet shield untuk menyimpan data dalam database online.

Pembacaan berat pada bak dump truck memanfaatkan prinsip Jembatan Wheatstone dengan contoh sebagai berikut.

Gambar 3.2.2. Contoh Rangkaian Jembatan

Wheatstone Pada Gambar 3.2.2 menunjukkan rangkaian Jembatan Wheatstone dalam kondisi normal. Penjumlahan arus tegangan antara R1 dan R3 memiliki besar yang sama dengan penjumlahan arus yang mengalir di R2 dan R4 karena semua resistor sama dan tidak ada perbedaan tegangan. Jika rangkaian tersebut diberi beban, maka terjadi perubahan nilai resistansi menjadi penjumlahan arus tegangan R1 dan R4 besarnya sama dengan penjumlahan R2 dan R3. Hal ini menyebabkan sensor load cell dalam keadaan tidak seimbang sehingga terdapat beda potensial, dimana beda potensial ini menjadi output. Nilai resitansi R1 dan R3 akan turun, sedangkan nilai resistansi R2 dan R4 akan naik. Untuk menghitung tegangan output tersebut maka formula yang digunakan adalah sebagai berikut.

𝑉𝑉𝑉𝑉 = �𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑥𝑥 �𝑅𝑅1

𝑅𝑅1 + 𝑅𝑅4�� − �𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑥𝑥 �

𝑅𝑅2𝑅𝑅2 + 𝑅𝑅3

��

3.3. Aplikasi Dump Truck Monitoring

Hasil akhir penelitian yang dilakukan penulis adalah berupa aplikasi Dump Truck

Monitoring dengan konsep IoT (internet of things), dimana hasil GPS Tracking dan Weight Tracking dari Dump Truck ditransmisikan melalui jaringan ke perangkat Android untuk diawasi. Tampilan awal aplikasi merupakan halaman login dan register. Pada halaman ini terdapat form username dan password akun staff perusahaan, serta tombol login untuk masuk ke aplikasi.

Gambar 3.3.1. Tampilan Awal Dump Truck

Monitoring Setelah login, pada bagian atas aplikasi akan

terdapat monitoring map, dan pada bagian bawah terdapat tiga pilihan menu, yaitu Weight Tracking, GPS Tracking, dan Input Data.

Gambar 3.3.2. Tampilan Monitoring Map

5

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Monitoring maps adalah peta yang menunjukkan posisi semua dump truck yang sedang beroperasi pada peta jalur hauling ketika kita membuka aplikasi. Input data adalah halaman untuk memasukkan data dump truck yang ditransmisikan dengan konsep IoT. Pada halaman ini perlu memasukkan Contractor’s Name dan Nomor Dump Truck untuk memanggil data lewat jaringan.

Gambar 3.3.3. Halaman Input Data

Halaman Weight Tracking adalah halaman untuk memperoleh grafik weight tracking. Untuk memperoleh grafik, perlu diisi data dump truck yang diinginkan pada Gambar 3.3.4.

Gambar 3.3.4. Tampilan Input Weight Tracking

Kemudian dipilih search lalu diperoleh grafik weight tracking dengan time sebagai sumbu x dan

massa sebagai sumbu y, dimana satuan waktu dapat dipilih detik, menit, atau jam dan satuan massa dapat dipilih kilogram, atau ton.

Gambar 3.3.5. Tampilan Grafik Weight Tracking

Dengan menggunakan grafik weight tracking dapat dianalisa jika seandainya terdapat pengurangan berat batubara atau coal loss yang signifikan, dimana bisa jadi diakibatkan oleh kecurangan berupa pencurian batubara dari dump truck.

Kemudian pada halaman GPS Tracking kita bisa memperoleh peta jalur perjalanan dump truck dari tambang hingga stockpile. Untuk melihat GPS Tracking Maps sebelumnya perlu diisi halaman data dump truck seperti pada gambar 3.3.4.

Gambar 3.3.6. Tampilan GPS Tracking Map

6

PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII

Kemudian dipilih search, lalu diperoleh GPS Tracking Maps. Dari peta dapat dilihat track atau jalur yang dilewati dump truck dari tambang hingga hingga stockpile. Dengan menggunakan GPS Tracking Maps dapat dianalisa jika terdapat dump truck yang track-nya keluar dari jalur hauling, dimana terdapat potensi kecurangan berupa pencurian batubara dari dump truck.

Jika terdapat pengurangan berat batubara yang signifikan dapat dilakukan analisa lokasi Dengan mencocokkan waktu terjadinya pengurangan berat batubara yang signifikan yang diperoleh dari grafik weight tracking dengan posisi dump truck pada waktu tersebut pada GPS Tracking. Aplikasi ini hanya merupakan aplikasi yang membantu untuk mengawasi batubara yang sedang dipindahkan dengan dump truck. Apabila terjadi kecurangan, perlu mendapat perhatian secara terpisah dari perusahaan yang bersangkutan. 4. KESIMPULAN 4.1. Aplikasi Dump Truck Monitoring dengan konsep IoT (internet of things) bisa diperoleh Monitoring Map, grafik Weight Tracking, dan GPS Tracking Map untuk menganalisa kemungkinan pencurian batubara di jalan hauling. 4.2. Dalam pembuatan grafik Weight Tracking digunakan suatu sensor bernama load cell yang mendeteksi berat pada bak dump truck yang kemudian diproses dari tegangan digital menjadi tegangan analog oleh modul HX711 dan dibaca oleh arduino uno sehingga menghasilkan grafik rekaman berat pada bak dump truck dalam bentuk grafik per satuan waktu. 4.3. GPS Tracking pada aplikasi memanfaatkan sistem dari Google Maps, GPS, dan GPRS yang sudah ada. Kartu GSM yang tertanam pada kendaraan akan mengirimkan titik lokasi dump truck tersebut dengan sistem GPRS. Lokasi tersebut diintegrasikan dengan Google Maps sehingga bisa didapat lokasi terkini dari dump truck tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ayuningtyas, N. (2018). Sistem monitoring berat

pada alat pemilah sampah logam dan nonlogam dengan sensor berat (load cell) berbasis programmable logic controller (PLC). Universitas Diponegoro. 45-58.

Fauzi, N. A., Hapsari, G. I., dkk. (2015). Prototipe

sistem monitoring berat muatan truk. Universitas Telkom, 5(3), 2433.

Load Cell: (2021). Retrieved from https://www.jembatantimbangindonesia.com/load-cell/#page-content (Accessed 27 November 2021)

Memahami Sensor Berat Load Cell: (2018, June 7).

Retrieved from https://www.hmeftuntirta.com/2018/06/memahami-sensor-berat-load-cell/ (Accessed 27 November 2021)

Romansyah, A. (2015). Aplikasi sistem pelacakan

kinerja pengiriman pada truk pengangkut barang berbasis android. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 6-9.

Widyantara, I. M. O., Warmayana, I. G. A. K., dkk.

(2015). Penerapan teknologi GPS tracker untuk identifikasi kondisi traffik jalan raya. Jurnal Teknologi Elektro, 14(1), 1-5.