paper competition - hmt-itb
TRANSCRIPT
1
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara, serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian
Pemodelan CFD mengenai Pengaruh Variasi Laju Aliran Massa Udara
terhadap Profil Temperatur Rotary Kiln pada Proses Roasting Bijih Nikel Muhammad Fatih Ar Rizqy[1], Rizqi Dharma Hendrawan[2], Achmad Zanuar Reza[3]
[1,2,3] Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Rotary kiln memegang peranan penting dalam serangkaian proses pengolahan bijih nikel dengan metode Rotary
Kiln-Electric Furnace (RKEF). Perpindahan panas merupakan aspek terpenting yang menentukan unjuk kerja
dari rotary kiln dalam proses roasting dan pre-reduction bijih nikel yang akan dikonversi menjadi ferronikel,
nikel-matte maupun nickel-pig iron (NPI). Perpindahan panas ini mencakup profil temperatur di sepanjang rotary
kiln maupun temperatur nyala api yang dihasilkan dari pembakaran pada burner. Proses yang terjadi di dalam
rotary kiln, meliputi penghilangan air permukaan, penghilangan air kristal, reduksi sebagian NiO menjadi Ni,
reduksi Fe2O3 menjadi FeO dan reduksi sebagian FeO menjadi Fe, serta produksi kalsin. Penelitian ini akan
membahas mengenai simulasi Computational Fluid Dynamics (CFD) untuk mengetahui pengaruh variasi laju
aliran massa udara terhadap profil temperatur rotary kiln. CFD merupakan metode pemodelan digital yang
memiliki berbagai fungsi, salah satunya untuk mengetahui suatu aliran secara akurat dengan cara menyelesaikan
persamaan fenomena transpor. Dengan adanya CFD, pengamatan terhadap profil temperatur pada rotary kiln
dapat dilakukan dengan mudah dibandingkan pengamatan langsung di lapangan yang membutuhkan banyak
waktu dan biaya, serta proses yang lebih rumit karena harus mempertimbangkan berbagai parameter lain yang
sulit dikontrol, tapi turut memengaruhi proses dalam rotary kiln. Simulasi CFD dilakukan melalui perangkat lunak
Ansys SpaceClaim untuk membuat geometri rotary kiln yang diasumsikan berlaku axi-symmetric, serta Ansys
Fluent yang menerapkan Finite Volume Method untuk memperoleh data berupa kontur suhu, kecepatan, dan fraksi
massa dalam berbagai variasi λ, yaitu nilai yang menyatakan rasio O2 berlebih. Variasi λ dilakukan pada 2,5; 5;
7,5; 10; 12,5 dengan suhu input udara dan bahan bakar berupa CH4 pada 293 K. Pengumpulan data melalui studi
literatur juga dilakukan untuk mengumpulkan data pendukung, seperti dimensi alat dan model turbulen K-ε.
Melalui simulasi ini dapat diperoleh profil temperatur yang sesuai berdasarkan data literatur agar reaksi yang
terjadi selama proses roasting bijih nikel dapat berlangsung dengan optimum. Hasil simulasi menunjukkan bahwa
profil temperatur yang paling sesuai diperoleh pada variasi laju aliran massa udara sekunder 6,71 kg/s dengan λ
= 10. Profil temperatur yang sesuai tidak hanya berpengaruh pada proses roasting yang lebih optimum, tetapi juga
dapat memperpanjang umur pakai dari lapisan refraktori yang berdampak pada penurunan biaya operasi.
Kata Kunci: CFD, laju aliran massa, nikel, profil temperatur, rotary kin
1.PENDAHULUAN
Mastorakos, et. al. menjelaskan simulasi CFD
pada cement/rotary kiln dapat digunakan untuk
mempelajari perpindahan panas, reaksi kimia pada
klinker, maupun pemodelan nyala api[13]. Kendati
demikian, pemodelan dan simulasi CFD mengenai
perpindahan panas pada rotary kiln yang ada saat
ini belum sepenuhnya dapat menjelaskan
mengenai perpindahan panas untuk proses lain,
misalnya proses roasting dan pre-reduction pada
pengolahan nikel laterit. Dalam penelitian ini,
penulis melakukan simulasi CFD 2D untuk
mengetahui pengaruh variasi laju aliran massa
udara terhadap profil temperatur di dalam rotary
kiln dengan bahan bakar berupa CH4. Dari
beberapa pilihan variasi yang ada kemudian dapat
ditentukan berapa laju aliran udara yang
dibutuhkan untuk menghasilkan profil temperatur
yang sesuai dengan data literatur yang telah ada
sebelumnya. Profil temperatur yang sesuai
diperlukan agar reaksi yang terjadi selama proses
roasting bijih nikel dapat terjadi dengan optimum.
Selain itu, profil temperatur yang sesuai juga dapat
memperpanjang umur pakai dari lapisan refraktori
pada rotary kiln yang berdampak pada penurunan
biaya operasi.
2. TEORI DASAR
Rotary kiln banyak digunakan dalam berbagai
proses pengolahan mineral, mulai dari produksi
semen, produksi spodumene (litium), reduksi bijih
2
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
besi, ferrovanadium, nikel karbonat sampai nikel
laterit[16]. Dalam proses pengolahan nikel laterit,
rotary kiln digunakan dalam proses Rotary Kiln-
Electric Furnace (RKEF) bersama dengan rotary
dryer dan electric furnace untuk mengolah nikel
laterit menjadi ferronikel, nikel-matte maupun
nickel-pig iron (NPI). RK-EF merupakan proses
utama yang digunakan dalam industri pengolahan
nikel laterit saat ini[10]. Dengan adaptabilitas yang
baik, RK-EF dapat digunakan untuk mengolah
berbagai variasi bijih nikel laterit[10]. RK-EF juga
menawarkan keuntungan, seperti kemampuan
produksi skala besar, kematangan proses yang
sudah terjamin, serta kualitas produk akhir yang
baik[10].
Pada RK-EF, rotary kiln memegang peranan
penting dalam proses roasting dan pre-reduction
bijih nikel[10]. Proses ini mencakup penghilangan
air permukaan pada suhu sekitar 300 oC,
penghilangan air kristal pada suhu sekitar 600 –
700 oC (dekomposisi garnierite dan goethite),
reduksi sebagian NiO (20 – 25%) menjadi Ni,
Fe2O3 menjadi Fe dan FeO (±5%) menjadi Fe,
serta produksi kalsin pada suhu sekitar 750 – 900 oC[6]. Proses roasting dan pre-reduction pada
rotary kiln akan menghasilkan produk yang
disebut kalsin.
Reaksi dekomposisi garnierite dan goethite [15]:
Ni3Mg3Si4O10(OH)8 (s) + panas → 3 NiO(s) +
3 MgO + 4SiO2 (s) + 4 H2O (g) (1)
2 FeO(OH) (s) + panas → Fe2O3 (s) + H2O (g) (2)
Reaksi reduksi sebagian [15]:
NiO (s) + C (s)→Ni (s) + CO (g) (3)
NiO (s) + CO (g)→Ni (s) + CO2 (s) (4)
C (s) + CO2 (g)→2 CO (g) (5)
Fe2O3 (s) + CO (g)→2 FeO (s) + CO2 (g) (6)
Dalam berbagai proses di industri, rotary kiln
diperlukan untuk beroperasi pada kondisi
temperatur yang sangat panas mencapai lebih dari
800 oC. Dalam merancang desain suatu rotary kiln,
terdapat empat aspek utama yang harus
diperhatikan, meliputi perpindahan panas, aliran
material melalui rotary kiln, perpindahan massa
gas-padat, serta reaksi yang terjadi di dalam rotary
kiln[4]. Perpindahan panas merupakan aspek
terpenting karena dalam banyak kasus unjuk kerja
rotary kiln ditentukan oleh perpindahan panas
selama proses berlangsung di dalam rotary kiln[7].
Perpindahan panas pada rotary kiln merupakan
suatu proses yang sangat kompleks[5]. Dalam hal
ini, berbagai penelitian telah dilakukan untuk
mempelajari perpindahan panas, termasuk dengan
pembuatan persamaan matematis untuk
mempermudah pemahaman mengenai
perpindahan panas pada rotary kiln. Perpindahan
panas dalam hal ini dapat mencakup mengenai
profil temperatur di sepanjang rotary kiln maupun
temperatur nyala api yang dihasilkan dari
pembakaran pada burner. Ghoshdastidar and
Anandan Unni menjelaskan pemodelan
perpindahan panas saat kondisi tunak untuk proses
pengeringan dan pre-heating dengan rotary kiln
pada produksi semen[8]. Sementara Locher
menjelaskan tentang pemodelan matematika untuk
proses pembakaran klinker pada produksi
semen[11,12]. Kendati demikian, hanya sedikit
persamaan matematis yang bisa menjelaskan
mengenai keterkaitan perpindahan panas dengan
proses lain dalam rotary kiln, seperti pembakaran
bahan bakar maupun reaksi-reaksi kimia yang
terjadi selama proses berlangsung. Di lain sisi,
penelitian di lapangan dengan cara mengamati dan
menghitung perpindahan panas pada rotary kiln
secara langsung bukanlah metode yang tepat
karena akan banyak membutuhkan waktu, serta
biaya. Penelitian secara langsung di lapangan juga
merupakan metode yang rumit karena harus
mempertimbangkan berbagai parameter yang turut
memengaruhi proses pada rotary kiln[5].
Salah satu metode penelitian yang terus
dikembangkan saat ini adalah pemodelan
computational fluid dynamic (CFD). CFD
merupakan metode pemodelan digital untuk
membuat pemodelan suatu aliran secara akurat
dengan cara menyelesaikan persamaan transpor[7].
CFD memaksimalkan penggunaan komputer
sebagai alat analisis dan desain untuk
menyimulasikan fenomena aliran fluida, transfer
massa dan panas, reaksi kimia, reaksi fluida dan
padatan, serta fenomena terkait lainnya[9]. Dalam
hal ini, CFD dapat digunakan untuk merancang
desain terbaik dari suatu rotary kiln agar proses
yang berlangsung di dalam rotary kiln dapat
berjalan dengan optimum.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Metode Penelitian
Pada penelitian ini digunakan metode analisis
berbasis simulasi Computational Fluid Dynamics
(CFD) memanfaatkan perangkat lunak Ansys
SpaceClaim dan Ansys Software untuk
memprediksi distribusi suhu yang terjadi dalam
rotary kiln dalam pengolahan nikel. Ansys
3
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
digunakan untuk menentukan bagaimana suatu
produk berfungsi dengan spesifikasi yang
berbeda, tanpa melakukan pengujian nyata[3].
Berikut tahapan metode penelitian yang
dilakukan dalam penelitian ini:
1. Identifikasi Masalah
Metode yang digunakan adalah studi literatur
dengan melakukan pengkajian terhadap
buku, literatur, catatan, dan laporan untuk
menentukan masalah yang terjadi dalam
proses metalurgi, khususnya dalam proses
pengolahan nikel menggunakan rotary kiln
yang akan dimodelkan untuk
mengidentifikasi proses yang terjadi.
2. Pembuatan Geometri Rotary Kiln
Geometri dibuat memanfaatkan perangkat
lunak Ansys SpaceClaim yang termasuk ke
dalam tools Ansys Software. Ansys
SpaceClaim membantu dalam membuat
geometri dan mendapatkan simulasi lebih
cepat yang terintegrasi dengan tools Ansys
lainnya, termasuk Ansys Fluent[2]. Dalam
penelitian ini, Ansys SpaceClaim digunakan
untuk memodelkan geometri rotary kiln 3D
dengan diameter 4 m dan panjang 40 m yang
disederhanakan menjadi 2D dengan dimensi
2 x 40 m dengan asumsi berlaku axi-
symmetric. Lampiran 1 merupakan bentuk
geometri yang digunakan dalam penelitian
ini. Gambar atas pada lampiran 1 merupakan
keseluruhan bentuk, sementara gambar
bawah merupakan perbesaran di daerah inlet.
Tabel 1. Keterangan ukuran dimensi 2D
rotary kiln
3. Proses Meshing
Meshing adalah proses membagi geometri
yang telah dibuat menggunakan Ansys
SpaceClaim yang mengubah 2D/3D model
menjadi elemen yang lebih kecil dan lebih
halus dalam bentuk hexahedron untuk
mendapatkan hasil konvergensi dan
perhitungan yang lebih baik. Meshing
dilakukan dengan memanfaatkan Ansys
Fluent yang memiliki konsep Finite Volume
Method (FVM) dalam menyelesaikan
persamaan diferensial parsial (Navier-
Stokes) [1,14]. Ansys Fluent sendiri merupakan
perangkat lunak yang digunakan untuk
mensimulasikan model komputer dari
struktur, elektronik, atau komponen mesin
untuk menganalisis kekuatan, ketangguhan,
elastisitas, distribusi suhu,
elektromagnetisme, aliran fluida, dan analisis
lainnya[1]. Lampiran 2 merupakan informasi
terkait hasil meshing dari geometri 2D rotary
kiln.
4. Set-Up Pemodelan
Terdapat beberapa variabel yang harus diatur
pada Ansys Fluent sebelum dilakukan
perhitungan untuk mendapatkan hasil yang
sesuai dengan target. Variabel-variabel
tersebut terdiri dari model turbulen, fuel,
oxidizer, λ (rasio O2 berlebih), dan beberapa
variabel yang terdapat pada lampiran 3.
5. Perhitungan Solusi dan Analisis
Perhitungan dilakukan dengan iterasi dengan
jumlah tertentu dalam rentang 1000-2000x
untuk mendapatkan hasil yang konvergen.
Hasil pemodelan yang akan didapatkan
berupa kontur kecepatan, temperatur, dan
fraksi massa komponen di dalam rotary kiln.
Terdapat juga data berupa angka yang dapat
diolah lebih lanjut untuk mengetahui
hubungan antara temperatur, fraksi massa
oksigen, fraksi massa karbon dioksida, dan
fraksi massa komponen lainnya.
6. Asumsi-asumsi simulasi
Asumsi berikut diterapkan pada kasus
penelitian ini, antara lain[7] :
• Kecepatan udara dan bahan bakar akan
berfluktuasi terhadap waktu, tetapi
diasumsikan tidak berpengaruh
signifikan terhadap kontur nyala api
atau dalam kondisi tunak.
• Dalam kasus ini, kecepatan rotasi dan
bed percent fill memiliki efek yang
tidak signifikan pada bentuk dan
turbulensi nyala api. Umumnya,
kecepatan rotasi rotary kiln adalah
sekitar 1 rpm, kecepatan aksial lebih
tinggi dari kecepatan tangensial. Jadi,
kecepatan putaran tidak berpengaruh
signifikan terhadap perilaku nyala api.
• Dinding diasumsikan dalam kondisi
adiabatic yang artinya tidak ada
kehilangan panas melalui dinding
dalam kasus simulasi ini.
Keterangan Panjang (Mm)
H4 40000
V3 2000
V5 25
V6 32.5
4
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
3.1. Hasil Penelitian
Dari simulasi yang telah dilakukan, hasil dari
simulasi tersebut ditampilkan pada bab ini.
Berdasarkan teori pembakaran, perbandingan
massa antara CH4 dengan O2 untuk pembakaran
sempurna adalah 1:4 atau dengan kata lain apabila
terdapat 1 kg CH4 maka diperlukan 4 kg O2 atau
tepatnya 17,16 kg udara untuk membakar CH4
secara sempurna. Untuk menganalisis profil
temperatur di rotary kiln akibat dari proses
pembakaran, penulis membuat bidang pada
permukaan geometri 2D. Bidang tersebut dapat
dianalogikan sebagai perumakaan yang terlihat
apabila rotary kiln dibelah menjadi 2 bagian sama
besar. Gambar 1 dibawah ini merupakan
pengaruh dari variasi laju aliran massa
udara/jumlah oksigen berlebih terhadap profil
temperatur pada bidang tersebut. Jumlah oksigen
berlebih sebanding dengan aliran massa udara
karena didalam udara terdapat 23,3% oksigen.
Gambar 1. Pengaruh variasi laju aliran massa
udara/jumlah oksigen berlebih terhadap profil
temperatur (Data primer dari Ansys, 2021)
Dapat dilihat pada gambar 1 bahwa semakin
besar nilai λ atau semakin banyak oksigen berlebih,
maka temperatur pada ujung rotary kiln akan
semakin rendah. Hal tersebut disebabkan karena
udara memiliki kecepatan yang tinggi sehingga
udara sisa serta gas buang yang dihasilkan tidak
sempat terpanaskan dengan sempurna. Selain makin
tingginya nilai kecepatan udara, jumlah udara masuk
yang semakin besar juga mengakibatkan penurunan
temperatur di ujung rotary kiln karena panas yang
dihasilkan tidak cukup untuk memanaskan udara
sisa serta gas buang yang dihasilkan dari
pembakaran.
Untuk mengetahui berapa kecepatan udara di
dalam rotary kiln, maka penulis membuat garis 8
dengan koordinat awal x,y (0,1.9) m dan koordinat
akhir x,y (40, 1.9) m serta garis 9 dengan koordinat
awal x,y (0,0.2) m dan koordinat akhir x,y (40, 0.2)
m. Garis 8 terletak di dekat dinding rotary kiln
sementara garis 9 terletak dekat dengan centerline
dari rotary kiln. Kurva pada lampiran 4
membuktikan bahwa semakin besar nilai λ atau
dengan kata lain laju aliran massa (mass flow rate)
udara tinggi, maka semakin tinggi pula kecepatan
udara tersebut. Hal tersebut sesuai dengan rumus
debit. Apabila debit meningkat. tetapi luas
penampang tetap, maka kecepatan zat tersebut akan
meningkat.
λ=2,5
λ=5
λ=7,5
λ=12,5
λ=10
5
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Untuk mengetahui lebih pasti nilai temperatur di
sepanjang rotary kiln pada semua variasi oksigen
berlebih, kurva pada gambar 2 dan 3 berisi informasi
perbandingan pengaruh nilai oksigen berlebih (λ)
terhadap profil temperatur di sepanjang rotary kiln.
Dari kelima variasi tersebut, nilai λ = 10 merupakan
profil temperatur yang paling sesuai dengan literatur
dalam proses roasting bijih nikel di dalam rotary
kiln. Meskipun profil temperatur di dekat centerline
(garis 9) dengan nilai λ=12,5 memiliki nilai yang
mirip dengan profil temperatur dengan nilai λ=10,
tetapi temperatur di dekat dinding (garis 8) pada
nilai λ=12,5 lebih rendah dari temperatur dengan
nilai λ=10. Jumlah kebutuhan udara yang lebih
sedikit lebih dipilih karena akan lebih
menguntungkan dari segi ekonomi.
Gambar 2. Profil temperatur di sepanjang rotary
kiln pada garis 8 (Data primer dari Ansys, 2021)
Gambar 3. Profil temperatur di sepanjang rotary
kiln pada garis 9 (Data primer dari Ansys, 2021)
Dalam proses pembakaran CH4 menggunakan
udara, beberapa produk yang mungkin dihasilkan
antara lain CO, CO2, H2, dan H2O. Selain itu juga
terdapat beberapa sisa udara karena jumlah udara
yang digunakan melebihi nilai stoikiometri. Kurva
pada gambar 4,5, dan 6 merupakan data fraksi massa
komponen yang ada di dalam rotary kiln saat proses
pembakaran berlangsung. Kurva tersebut
merupakan data saat nilai λ = 10 karena menurut
penulis profil temperatur pada nilai λ tersebut sesuai
dengan literatur. Data fraksi massa komponen
tersebut merupakan data pada garis 8 dan garis 9.
Berdasarkan gambar 4 sampai 6, fraksi massa
dari produk reaksi yang besar berada di dekat
centerline (garis 9) dari rotary kiln. Hanya terdapat
sedikit CO2 dan H2O di dekat dinding rotary kiln
(garis 8). Fraksi massa oksigen dan nitrogen di dekat
dinding rotary kiln cenderung tetap, hanya terdapat
sedikit penurunan fraksi dari oksigen dan nitrogen
karena terbentuknya CO2 dan H2O. Fraksi massa
dari H2 dan CO di dekat dinding cenderung
mendekati 0 karena proses pembakaran berlangsung
pada kondisi oksigen berlebih.
Fraksi massa dari CO, CO2, H2, dan H2O yang
relatif lebih besar berada di dekat centerline atau
berada di nyala api saat reaksi berlangsung.
Terdapat produk seperti CO dan H2 karena CH4
akan bereaksi dengan udara primer yang jumlahnya
kurang dari stoikiometri. Setelah itu CO dan H2
beraksi dengan udara sekunder sehingga fraksi
massa dari kedua gas tersebut di dekat dinding
mendekati 0. Fraksi massa oksigen di dekat
centerline pada jarak sekitar 3-6 m dari inlet
mendekati 0 karena oksigen bereaksi dengan CH4.
Setelah jarak lebih dari 6 m dari inlet, fraksi massa
oksigen cenderung naik kembali karena sudah tidak
ada lagi CH4 pada jarak tersebut. Sementara itu,
fraksi massa nitrogen ikut turun karena terbentuknya
produk reaksi. Nitrogen merupakan gas inert
sehingga tidak mungkin bereaksi dengan CH4.
Pada saat proses roasting bijih nikel, terjadi
beberapa reaksi salah satu contohnya reduksi
sebagian dari nikel oksida menjadi nikel akibat
bereaksi dengan gas CO yang bersifat reduktif.
Dapat dilihat dari kurva pada gambar 6 bahwa fraksi
massa CO paling tinggi berada pada jarak kurang
dari 5 m dari inlet dimana pada jarak tersebut
temperatur juga tinggi sehingga memungkinkan
terjadinya reaksi reduksi sebagian dari nikel oksida.
Maka dari itu kebutuhan batubara untuk mereduksi
nikel oksida di dalam rotary kiln tidak terlalu tinggi.
200400600800
1000120014001600180020002200
0 10 20 30 40 50
Tem
pera
tur (
K)
X (m)
Profil temperatur di sepanjang rotary kiln - Garis 9
Lamda =10
Lamda =2.5
Lamda =5
Lamda =7.5
Lamda=12.5
200300400500600700800900
10001100120013001400
0 10 20 30 40 50
Tem
pera
tur (
K)
X (m)
Profil temperatur di sepanjang rotary kiln - Garis 8
Lamda =10Lamda =2.5Lamda =5Lamda =7.5Lamda=12.5
6
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 4. Fraksi massa O2 dan N2 di sepanjang
rotary kiln pada garis 8 (Data primer dari Ansys,
2021)
Gambar 5. Fraksi massa produk reaksi di sepanjang
rotary kiln pada garis 8 (Data primer dari Ansys,
2021)
Gambar 6. Fraksi massa gas di sepanjang rotary
kiln pada garis 9 (Data primer dari Ansys, 2021)
4. KESIMPULAN
Hasil menunjukkan bahwa profil temperatur
pada variasi laju aliran massa udara sekunder 6.71
kg/s (nilai λ=10) sesuai dengan literatur dalam
proses roasting bijih nikel di dalam rotary kiln.
Jumlah kebutuhan udara yang lebih sedikit lebih
dipilih karena akan lebih menguntungkan dari segi
ekonomi. Selain itu produk reaksi yang dihasilkan
juga dapat menunjang proses roasting bijih nikel
di dalam rotary kiln.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ANSYS (2017): Fluent Theory Guide. Orlando,
United States of America.
[2] ANSYS (n.d): Ansys SpaceClaim 3D Modeling
Software, data diperoleh melalui situs
internet:
https://www.ansys.com/products/3d-
design/ansys-spaceclaim. Diakses pada
tanggal 30 Agustus 2021.
[3] ANSYS Inc (2010): International Directory of
Company Histories. St. James Press, 115,
23 - 25.
[4] Barr, P.V. (1986): Heat transfer processes in
rotary kilns. Disertasi Program Doktor, The
University of Britisch Columbia.
[5] Bhad, T.P., Sarkar, S., Kaushik., and
Herwadkar, S.V. (2009): CFD Modeling
of a Cement Kiln with Multi Channel
Burner for Optimization of Flame Profile.
Seventh International Conference on CFD
in the Minerals and Process Industries,
Australia.
[6] Crundwell, F.K, Moats, M., Ramachandran, V.,
Robinson, T. and Davenport, W.G. (2011):
Extractive Metallurgy of Nickel, Cobalt
and Platinum Group Metals. Elsevier.
[7] Elattar, H.F.M. (2011): Flame Simulation in
Rotary Kilns Using Computational Fluid
Dynamics. Disertasi Program Doktor, Otto
von Guericke University, Germany.
[8] Ghoshdastidar, P.S., Anandan Unni, V.K.
(1999): Heat transfer in the nonreacting
zone of a cement rotary kiln. ASME J. Eng.
Ind., 118 (1), 169 - 171.
[9] Kidane, H. (2021): Numerical Modelling and
Study of Combustion Behaviour of Rotary
Cement Kiln Using Computational Fluid
Dynamics. Department of Mechanical
Engineering, Hawassa University Institute
of Technology.
[10] Liu, P., Li, B., Cheung, S. C. P. and Wu,
W. (2016): Material and energy flows in
rotary kiln-electric furnace smelting of
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0 10 20 30 40 50
Fra
ksi M
assa
X (m)
Fraksi massa gas di sepanjang rotary kiln - Garis 9
O2
N2
CO
CO2
H2
H2O
0
0.005
0.01
0.015
0.02
0 10 20 30 40 50
Fra
ksi M
assa
X (m)
Fraksi massa gas di sepanjang rotary kiln - Garis 8
CO
CO2
H2
H2O
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0 20 40
Fra
ksi M
assa
X (m)
Fraksi massa gas di sepanjang rotary kiln - Garis 8
O2
N2
7
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
ferronickel alloy with energy saving.
Applied Thermal Engineering, 109, 542 -
559.
[11] Locher, G. (2002): Mathematical models
for the cement clinker burning process. Part
1: Reactions and unit operations. ZKG Int,
55 (1), 29 - 38.
[12] Locher, G. (2002): Mathematical models
for the cement clinker burning process. Part
2: Rotary kiln. ZKG Int, 55 (3), 68 - 80.
[13] Mastorakos, E., Massias, A. and
Tsakiroglou, C.D. (1999): CFD predictions
for cement kilns including flame
modelling, heat transfer and clinker
chemistry. Appl. Math. Modelling, 23, 55 -
76.
[14] Randall, L. (2002): Finite Volume
Methods for Hyperbolic Problems. ISBN:
9780511791253.
[15] Tyroler, G.P. and Landolt, C.A. (1998):
Extractive Metallurgy of Nickel and
Cobalt. New York: The Metallurgical
Society.
[16] Wang, S., Lu, J., Li, W., Li, J. and Hu, Z.
(2006): Modeling of Pulverized Coal
Combustion in Cement Rotary Kiln.
Energy & Fuels, 20, 2350 - 2356
8
LAMPIRAN
Lampiran 1. Bentuk geometri 2D Rotary Kiln
Lampiran 2. Hasil Meshing dan Zona-Zona pada 2D Rotary Kiln
9
Nomor Keterangan Ukuran (mm)
1 Inlet secondary air 1942,5
2 Inlet primary air 32,5
3 Inlet fuel 25
4 Axis 40000
5 Outlet 40000
6 Wall 2000
Lampiran 3. Set-up Pemodelan dan Variasi Boundary Condition
Type Pressure-Based
Time Steady
2D Space Axi-symmetric
Energy On
Model Turbulen Realizable k-ε
Near-Wall Treatment Standard Wall
Functions
Combustion Non-premixed
combustion
Fuel CH4 (mass fraction
=1)
Oxidizer Udara (Mass
fraction N2:O2 =
0.767:0.233)
Solution Method Simple
Variasi Zona Komponen λ Mass Flow
Rate (kg/s)
Temperatur
(K)
1
Inlet fuel CH4
2.5
0.0393
293 Inlet primary air Udara 0.0393
Inlet secondary air Udara 1.65
2
Inlet fuel CH4
5
0.0393
293 Inlet primary air Udara 0.0393
Inlet secondary air Udara 3.33
3
Inlet fuel CH4
7.5
0.0393
293 Inlet primary air Udara 0.0393
Inlet secondary air Udara 5.02
4
Inlet fuel CH4
10
0.0393
293 Inlet primary air Udara 0.0393
Inlet secondary air Udara 6.71
5
Inlet fuel CH4
12.5
0.0393
293 Inlet primary air Udara 0.0393
Inlet secondary air Udara 8.39
2
3
4
5
6
1
1
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian
Pendekatan Digital Image Processing pada Otomatisasi Analisis Kadar
pada Endapan Timah Aluvial Mohammad Army[1], Muhammad Alif Ikhsan[2], Muhammad Durra Hibatul Wafi[3]
[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [2] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [3] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan
ABSTRAK
Setiap pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) operasi produksi, wajib melaksanakan peningkatan nilai tambah
terhadap produknya, salah satunya melalui proses pengolahan bijih mineral. Kadar dari bijih yang akan diolah
merupakan salah satu parameter penting dalam proses pengolahan. Maka dari itu, sangatlah penting untuk
melakukan grade sampling selama atau sebelum proses pengolahan. Salah satu metode estimasi kadar bijih yang
masih digunakan hingga saat ini berupa metode grain counting. Metode ini banyak digunakan karena selain
mudah, juga dirasa masih cukup representatif dalam menaksir kadar bijih untuk mineral tertentu. Tetapi dalam
implementasinya, metode ini dirasa masih kurang efektif dan efisien mengingat perhitungan dari butir-butir
dilakukan satu persatu secara manual. Maka dari itu perlu adanya suatu teknologi yang dapat
mengimplementasikan metode ini dengan lebih efektif dan efisien. Teknologi Digital Image Processing dapat
diaplikasikan pada permasalahan tersebut melalui suatu metode penginderaan visual yang lebih cepat, akurat,
efektif, dan efisien. Pada penelitian kali ini, akan disusun suatu metode penginderaan visual yang dapat menaksir
kadar bijih dengan metode grain counting secara otomatis. Metode penginderaan yang telah disusun kemudian
akan diaplikasikan ke dalam suatu algoritma pemrograman. Algoritma pemrograman yang telah dibuat kemudian
akan diuji menggunakan 100 gambar butir-butir bijih pada endapan timah aluvial untuk melihat akurasinya dalam
menaksir kadar bijih. Endapan timah aluvial dipilih karena penaksiran kadar dari endapan tersebut, terkadang
masih dilakukan menggunakan metode grain counting. Selain itu, endapan timah aluvial juga menjadi salah satu
pembawa logam tanah jarang atau Rare Earth Element (REE) (dalam hal ini Monazite, Zircon, dan Xenotime),
menyebabkan endapan timah aluvial sedang menjadi primadona karena merupakan bahan baku teknologi masa
depan yang bernilai ekonomi tinggi. Maka dari itu, diharapkan algoritma pemrograman yang dibuat dapat
memberikan performa yang memuaskan, sehingga dapat segera diterapkan sebagai metode analisis kadar bijih
pada endapan timah aluvial untuk mendukung kegiatan peningkatan nilai tambah sesuai amanat dari UU No.3
Tahun 2020.
Kata Kunci: digital image processing, grain counting, rare earth element, nilai tambah
1.PENDAHULUAN
Tahun 2020 menjadi sejarah baru bagi industri
pertambangan di Indonesia, melalui pengesahan
Undang - undang (UU) nomor 3 Tahun 2020 yang
merupakan perubahan dari UU nomor 4 Tahun 2009
tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Terdapat beberapa poin penting yang mengalami
perubahan pada undang-undang ini, salah satunya
adalah mengenai peningkatan nilai tambah atau
hilirisasi dari komoditas mineral dan batubara. Hal
ini tercantum pada Pasal 102 yang berisi pemegang
Izin Usaha Pertambangan (IUP) atau Izin Usaha
Pertambangan Khusus (IUPK) pada tahap kegiatan
operasi produksi wajib meningkatkan nilai tambah
Mineral dalam kegiatan Usaha Pertambangan
melalui, Pengolahan dan Pemurnian untuk
komoditas tambang Mineral logam; Pengolahan
untuk komoditas tambang Mineral bukan logam;
dan/atau Pengolahan untuk komoditas tambang
batuan.
Serta tercantum pula pada Pasal 103 ayat 1 yang
berbunyi “Pemegang IUP atau IUPK pada tahap
kegiatan Operasi Produksi Mineral sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 102 wajib melakukan
Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral hasil
Penambangan di dalam negeri”. Dari pasal-pasal
tersebut sudah sangat menjelaskan pentingnya
peningkatan nilai tambah atau hilirisasi dari
pertambangan, yaitu melalui proses pengolahan dan
pemurnian.
Tujuan dari proses pengolahan dan pemurnian
adalah adanya peningkatan kadar dari mineral yang
diinginkan atau bernilai ekonomis tinggi, serta
pengurangan gangue mineral. Oleh karena itu, harus
dilakukan perhitungan kadar dengan tepat dan cepat
2
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
dari tiap proses pengolahan dan pemurnian. Salah
satu metode perhitungan kadar yang digunakan pada
industri adalah dengan metode grain counting yang
merupakan metode yang digunakan untuk
mengetahui kadar dari suatu sampel (konsentrat,
sayatan poles, maupun sayatan tipis), dengan
menghitung perbandingan antara volume mineral
tertentu terhadap seluruh mineral. Biasanya
perhitungan dilakukan secara manual dengan
menghitung jumlah butir dari mineral yang disebar
pada kotak berbentuk persegi yang memiliki luas
yang sama (jumlah kotak tiga untuk mineral berbutir
halus, hingga lima untuk mineral berbutir kasar) dan
tersusun secara diagonal. Perlu diketahui pula
kondisi mineral pada butir yang dihitung, apakah
mineral tersebut berada pada kondisi bebas atau
terikat dengan mineral lainnya.
Namun, terdapat beberapa kekurangan dari
penggunaan metode ini, yaitu pengerjaannya yang
dilakukan secara manual membutuhkan waktu yang
lama, serta kesalahan pengamat dalam
menginterpretasikan persen liberasi dari butir-butir
mineral berakibat pada ketidakakuratan kadar yang
dihitung. Oleh karena itu, untuk mempercepat
proses perhitungan grain counting dan menghindari
kesalahan dalam pengamatan dibutuhkan suatu
instrumen yang digunakan untuk menggantikan
peran manusia dalam mengerjakan metode ini. Salah
satu bentuk perubahan yang dapat dibuat adalah
dengan cara pendekatan digital image processing
yang akan dibahas pada paper ini.
Pada paper ini, akan dibahas mengenai
pembuatan suatu algoritma pemrograman yang
dapat melakukan perhitungan jumlah butir dan juga
kadar dengan input-an berupa foto dari butir-butir
mineral. Digunakan metode digital image
processing dalam membangun algoritma
pemrograman yang nantinya akan digunakan.
Metode ini dipilih karena telah terbukti dapat
menyelesaikan permasalahan-permasalahan serupa
terkait deteksi objek pada gambar digital.
Pada penelitian kali ini algoritma pemrograman
yang telah dibuat kemudian diuji menggunakan data
berupa foto dari butir-butir mineral pada timah
aluvial. Digunakan 20 gambar butir-butir mineral
yang telah dihitung jumlah butir dan kadarnya
secara manual. kemudian nilai yang diperoleh
menggunakan algoritma pemrograman akan
dibandingkan dengan nilai perhitungan secara
manual menggunakan berbagai parameter error.
Semakin kecil nilai error, maka semakin akurat
algoritma pemrograman yang dibuat. Besar harapan
bagi penulis melalui penelitian ini, dapat
terciptanya sebuah sistem yang dapat mempercepat
serta meningkatkan akurasi dari proses grain
counting.
2. TEORI DASAR
2.1. Alur Penelitian
Alur analisis yang sistematis sangatlah penting
pada penelitian ini, karena merupakan acuan yang
akan digunakan dalam pengerjaan algoritma
pemrograman. Adapun alur analisis yang dilakukan
dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar
dibawah ini.
Gambar 2.1.1. Alur Penelitian
2.2. Timah Aluvial
Endapan aluvial merupakan endapan yang relatif
berumur muda (Kuarter) yang berada di atas batuan
dasar yang jauh lebih tua (Tersier atau Pra-Tersier).
Keterdapatan timah di dalam endapan aluvial inilah
yang menjadikan paradigma eksplorasi timah
berkembang dimulai teori mother rock hunting dan
teori valley hunting. Dalam dunia pertimahan di
Indonesia, pada endapan timah aluvial ada yang
dikenal dengan istilah kaksa dan mincan. Kaksa
merupakan lapisan endapan timah aluvial yang kaya
dengan mineral kasiterit (SnO2) yang terletak di atas
batuan dasar (bedrock), sedangkan mincan
3
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
merupakan lapisan endapan timah aluvial yang
terbentuk secara berulang setelah terbentuknya
lapisan kaksa (Osberger, 1965). Penampang
klasifikasi endapan aluvial dapat dilihat pada
Gambar 2.2.1. Model lapisan kaksa dan mincan
dapat dilihat pada Gambar 2.2.2.
Gambar 2.2.1. Penampang klasifikasi endapan
aluvial
Gambar 2.2.2. Model lapisan kaksa dan mincan
Teori tersebut berkembang karena untuk
mendapatkan endapan aluvial yang kaya akan
potensi mineral timah maka harus ada sumber yang
menghasilkan mineral tersebut selanjutnya harus
ada proses pelapukan, erosi dan transportasi serta
yang terpenting adalah adanya tempat terjadinya
akumulasi. Dengan demikian tidak semua endapan
aluvial kaya akan kandungan timah, dengan kata
lain tidak semua lembah menjadi perangkap timah
yang ekonomis. Dengan kata lain bahwa kita akan
mendapatkan timah aluvial jika terpenuhi tiga
kriteria yaitu adanya batuan sumber pembawa
timah, media transportasi, dan tempat akumulasi.
2.3. Data
Data yang digunakan dalam pembuatan paper ini
berupa gambar butir-butir mineral dari konsentrat
endapan timah aluvial yang mengandung beberapa
jenis mineral berbeda dengan ukuran yang
bervariasi. Data ini terdiri dari 20 foto berbeda yang
telah ditaksir nilai kadar masing masing mineralnya
nya menggunakan metode grain counting secara
manual. Data ini akan digunakan untuk
mengevaluasi algoritma pemrograman yang dibuat
nantinya. Contoh dari data yang digunakan dapat
dilihat gambar 2.3.1 dibawah ini.
Gambar 2.3.1. Contoh data yang digunakan
2.4. Grain counting
Grain counting adalah salah satu cara yang
paling sederhana untuk menentukan kadar dalam
mineral dengan menggunakan bantuan alat seperti
milimeter blok berukuran tertentu dengan adanya
pemisahan mineral yang memiliki sifat visual dan
fisik yang berbeda. Proses identifikasi butiran
biasanya dilakukan dengan menggunakan
mikroskop binokuler (Wills, 2006). Analisis grain
counting dilakukan dengan cara menghitung jumlah
butir tiap jenis mineral yang ditebarkan pada area-
area berbentuk bujur sangkar memiliki luas area
yang sama (tiga atau lima kotak) dan tersusun secara
diagonal. Metode yang umum digunakan adalah
metode lima kotak untuk butiran yang relatif kasar
dan metode tiga kotak untuk butiran yang relatif
halus (Wills, 2006).
2.5. Gambar Digital
Gambar digital merupakan matriks dari banyak
elemen kecil atau titik yang disebut sebagai pixels.
Setiap pixels pada Gambar digital diwakili oleh
suatu nilai numerik. Secara umum nilai pixels
berkaitan dengan kecerahan atau warna dari suatu
titik yang ada pada gambar. Contoh gambar digital
beserta nilai yang mewakili warna nya dapat dilihat
pada Gambar 2.5.1 dibawah ini.
Gambar 2.5.1. Matrix pada gambar digital.
2.6. Digital Image Processing
Pengolahan citra digital (Digital Image
Processing) adalah sebuah disiplin ilmu yang
mempelajari tentang teknik-teknik mengolah citra.
Citra yang dimaksud disini adalah gambar diam
(foto) maupun gambar bergerak (yang berasal dari
webcam). Sedangkan digital disini mempunyai
4
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
maksud bahwa pengolahan citra atau gambar
dilakukan secara digital menggunakan computer
(Ariono, 2013). Teknik-teknik pengolahan citra
mentransformasikan citra ke citra yang lain. Jadi
masukannya adalah citra dan keluarannya juga citra,
namun citra keluaran atau hasil mempunyai kualitas
lebih baik dari pada citra masukan. Pengolahan citra
bertujuan untuk :
1. Memperbaiki kualitas gambar, dilihat dari
aspek radiometric dan aspek geometric.
Aspek radiometric terdiri dari peningkatan
kontras, restorasi citra, dan transformasi
warna sedangkan aspek geometric terdiri
dari rotasi, skala, translasi, dan
transformasi geometri.
2. Melakukan proses penarikan informasi
atau deskripsi objek atau pengenalan objek
yang terkandung pada citra.
3. Melakukan pemilihan citra ciri (feature
images) yang optimal untuk tujuan analisis.
4. Melakukan kompresi atau reduksi data
untuk tujuan penyimpanan data, transmisi
data, dan waktu proses data serta
melakukan kompresi atau reduksi data
untuk tujuan penyimpanan data, transmisi
data, dan waktu proses data.
2.7. Algoritma Watershed
Salah satu metode yang digunakan dalam
segmentasi citra yang membagi citra menjadi area-
area yang berbeda dengan menggambarkan citra
sebagai relief topografi disebut juga dengan
algoritma watershed. Metode yang diperkenalkan
oleh Beucher dan Meyer di tahun 1993 ini mulai
dipelajari dengan tujuan untuk mengatasi masalah
segmentasi citra. Penggunaan metode ini juga
bertujuan dalam meningkatkan detail dari citra.
Namun, terdapat beberapa kekurangan dari metode
algoritma watershed ini, salah satunya adalah
munculnya efek over segmentation, yaitu kondisi
ketika area-area yang diidentifikasi terlalu banyak,
sehingga menyebabkan bagian-bagian objek yang
seharusnya menyatu menjadi terpisah. Algoritma
watershed diilustrasikan oleh gambar di bawah ini:
Gambar 2.7.1. Ilustrasi algoritma watershed
Dalam implementasinya, pertama - tama perlu
ditentukan terlebih dahulu zona pengaruh
Euclidean menggunakan persamaan berikut :
𝑓𝐼𝑍(𝐱) = argmin𝑖 {𝑑𝑖(𝐱)}𝑖=1𝑘
= {𝑖 ∣ dist(𝐱,𝐾𝑖)
≤ dist(𝐱,𝐾𝑗),∀𝑗}
Kemudian digunakan The four theorem dan fungsi
jarak topografi dengan formulasi sebagai berikut :
𝐶𝑖 = ∪ 𝐾𝑗𝑓𝑟(𝐾𝑗)=𝑖, 𝑖 = 1,2,3,4.
𝐿𝑖(x) = 𝑖𝑛𝑓𝑦∈𝐶1
𝐿(x, y)𝑖 = 1,2,3,4
𝐸(Ω1, … , Ω𝑘) =∑
𝑘
𝑖=1
∫ Ω𝑖
{𝛼𝑖 + 𝐿𝑖(x)}𝑑x
2.8. Metode Hue, Saturation, and Value (HSV)
Rentang warna HSV (Hue, Saturation, Value)
biasanya lebih sering digunakan dalam
penginderaan menggunakan komputer karena
kinerjanya yang lebih unggul dibandingkan dengan
rentang warna RGB dalam berbagai tingkat
pencahayaan. Keunggulan dari metode ini adalah
objek dari citra yang memiliki warna tertentu dapat
dideteksi dan pengaruh dari intensitas cahaya luar
dapat dikurangi. Thresholding dan masking sering
kali dilakukan dalam rentang warna HSV, sehingga
sangat penting untuk mengetahui nilai HSV dari
warna yang ingin difilter.
Rentang warna RGB dapat dikonversi menjadi
HSV tanpa menghilangkan informasi. Berikut ini
adalah persamaan yang dapat digunakan dalam
konversi RGB menjadi HSV menggunakan
persamaan berikut :
𝑉 = 𝑀𝑎𝑥(𝑅,𝐺, 𝐵)
𝑆 = {𝑉 −𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵)
𝑉0, 𝑉 = 0
, 𝑉 ≠ 0
Jika S = 0, maka H = 0 dan Jika R = V, maka:
𝐻 =
{
60(𝐺 − 𝐵)
𝑉 − 𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵), 𝐺 ≥ 𝐵
360 +60(𝐺 − 𝐵)
𝑉 − 𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵), 𝐺 < 𝐵
Jika G = V, maka
𝐻 = 120 +60(𝐵 − 𝑅)
𝑉 −𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵)
Jika B = V, maka
5
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
𝐻 = 240 +60 × (𝑅 − 𝐵)
𝑉 −𝑀𝑖𝑛(𝑅, 𝐺, 𝐵)
2.9. Cara Kerja algoritma pemrograman
Algoritma pemrograman yang dibuat bertujuan
untuk mengkalkulasi kadar dari masing-masing
mineral yang ada pada suatu gambar butir - butir
mineral. Untuk mencapai tujuan tersebut,
dibutuhkan beberapa tahapan pemrosesan yang
berurutan. Berikut ini merupakan gambaran umum
dari tahapan-tahapan cara kerja algoritma
pemrograman.
1. Algoritma pemrograman akan diberikan
suatu inputan berupa butir butir mineral
seperti terlihat pada Gambar 9 di bawah ini.
Gambar 2.9.1. Contoh gambar butir butir
mineral
2. Gambar butir butir mineral kemudian
diubah kedalam format grayscale atau
gambar hitam putih seperti pada gambar di
bawah
Gambar 2.9.2. Contoh gambar butir butir
mineral dalam hitam putih
3. Kemudian dilakukan pemetaan permukaan
menggunakan algoritma watershed
sehingga diperoleh gambar sebagai berikut.
Gambar 2.9.3. Contoh gambar butir butir
mineral hasil algoritma watershed
4. Berdasarkan gambar hasil keluaran
algoritma watershed, akan dibuat garis
batas untuk masing-masing butir mineral
seperti yang ada pada gambar di bawah ini.
Gambar 2.9.4. Contoh gambar garis batas
5. Kemudian masing-masing butir mineral
akan dipisahkan seperti yang ada pada
gambar.
Gambar 2.9.5. Butir mineral yang telah
dipisahkan
6. Masing - masing butir mineral akan
dianalisis menggunakan metode HSV
untuk mengidentifikasi jenis mineralnya
berdasarkan warna.
7. Setelah semua butir teridentifikasi akan
dihitung kadar dari masing-masing mineral
yang ada pada gambar yang diinputkan.
Tahapan diatas kemudian diimplementasikan
dalam bahasa pemrograman sehingga didapatkan
sebuah algoritma pemrograman yang siap
digunakan. Adapun diagram alir dari cara kerja
algoritma pemrograman dapat dilihat pada gambar
berikut ini.
6
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 2.9.6. Diagram Alir cara kerja
algoritma pemrograman
2.10. Parameter Error
Mean Absolute Error (MAE) dan Mean
Absolute Percentage Error (MAPE) adalah salah
satu besaran yang dapat mengukur tingkat
keakuratan suatu model prediksi. Nilai MAE
merepresentasikan rata – rata kesalahan absolut atau
Absolute Error (AE) antara hasil prediksi dengan
nilai sebenarnya. Sedangkan nilai MAPE
merepresentasikan rata – rata persentase kesalahan
absolut atau Absolute Percentage Error (APE)
antara hasil prediksi dengan nilai sebenarnya. Pada
penelitian ini akan ditentukan nilai MAE, AE,
MAPE, dan APE dari perhitungan kadar dan jumlah
butir yang dilakukan oleh algoritma pemrograman.
Nilai sebenarnya dari kadar dan jumlah butir
diperoleh dari perhitungan secara manual,
sedangkan nilai kadar dan jumlah butir yang
diperoleh dari algoritma pemrograman sebagai hasil
prediksi. Nilai MAE sendiri dapat dinyatakan dalam
persamaan sebagai berikut.
MAE =1
𝑛∑ 𝑛𝑖=1 |𝑦𝑖 − 𝑥𝑖|
nilai AE dapat dinyatakan dalam persamaan sebagai
berikut.
AE = |𝑦𝑖 − 𝑥𝑖|
nilai MAPE dapat dinyatakan dalam persamaan
sebagai berikut.
MAPE =100%
𝑛∑
𝑛
𝑖=1
|𝑦𝑖 − 𝑥𝑖𝑥𝑖
|
dan nilai APE dapat dinyatakan dalam persamaan
sebagai berikut.
APE = 100% ×|𝑦𝑖 − 𝑥𝑖𝑥𝑖
|
Dengan 𝑦𝑖 adalah nilai prediksi, 𝑥𝑖 adalah nilai
sebenarnya, dan n adalah banyaknya pasangan 𝑦𝑖
dan𝑥𝑖.
2.11. Pengujian algoritma pemrograman
Pada tahap ini, algoritma pemrograman yang
telah dibuat akan diuji untuk mengukur akurasinya
dalam mengkalkulasi jumlah butir dan kadar
mineral. Pengujian dilakukan dengan menggunakan
data berupa 20 gambar butir butir mineral yang
terdiri dari beberapa mineral berbeda yang telah
dikalkulasi nilai kadar nya secara manual.
Kemudian dihitung nilai Mean Absolute Error
(MAE), Absolute Error (AE), Mean Absolute
Percentage Error (MAPE), dan Absolute
Percentage Error (APE) menggunakan persamaan
sebelumnya untuk melihat seberapa besar perbedaan
antara hasil perhitungan menggunakan algoritma
pemrograman dengan hasil perhitungan secara
manual. Semakin kecil nilai MAE, AE, MAPE ,dan
APE semakin akurat algoritma pemrograman dalam
mengkalkulasi jumlah butir dan kadar. Diagram alir
dari tahap pengujian algoritma pemrograman dapat
dilihat pada Gambar 2.11.1 di bawah ini.
Gambar 2.11.1. Diagram alir pengujian algoritma
pemrograman.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Algoritma pemrograman yang telah dibuat
akan diuji untuk melihat performanya dalam
mengkalkulasi jumlah butir dan kadar dari segi
kekuatannya. Pengujian dilakukan dengan
menggunakan data berupa gambar dari 20 butir butir
mineral yang telah di hitung jumlah butir dan kadar
dari masing masing mineral. Foto yang digunakan
diasumsikan hanya mengandung 3 jenis mineral
yaitu Kuarsa, Siderit, dan Kasiterit. Dari data
tersebut, akan dikalkulasi kadar dan jumlah butirnya
menggunakan algoritma pemrograman yang telah
dibuat yang kemudian dicatat dan dianalisis.
Jumlah butir dan kadar dari masing-masing
mineral yang diperoleh secara otomatis
menggunakan algoritma pemrograman, kemudian
diplot bersama dengan nilai yang diperoleh secara
manual, seperti yang terlihat pada gambar 12. Garis
lurus putus-putus menggambarkan garis prediksi
sempurna (perfect-prediction). Dari gambar tersebut
dapat dilihat bahwa titik-titik berada di sekitar garis
putus-putus. Hal ini mengindikasikan bahwa
algoritma pemrograman yang dibuat dapat
mengkalkulasi jumlah butir dan kadarnya dengan
baik.
7
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 3.1. Jumlah butir dan kadar dari masing-masing mineral yang diperoleh secara manual (horizontal) dan
otomatis (vertikal)
Diperoleh juga beberapa komponen
statistika deskriptif hasil perhitungan. Jumlah butir
dan kadar dari masing masing mineral secara
manual dan otomatis, yang dapat dilihat pada tabel
1 dibawah ini. Diketahui bahwa jumlah masing-
masing butir mineral pada data memiliki rentang
yang bervariasi dilihat dari nilai standar deviasi yang
cukup tinggi, dan juga perbedaan nilai minimum dan
maksimum yang terpaut relatif jauh. Sehingga data
yang digunakan dirasa cukup representatif dalam
mengevaluasi algoritma pemrograman yang dibuat.
Tabel 3.1. Statistika deskriptif jumlah butir dan kadar dari masing-masing mineral
Metode Komponen Jumlah Butir Kadar
Kuarsa Siderit Kasiterit Total Kuarsa Siderit Kasiterit
Manual
Rata-Rata 22.45 92.15 4.75 119.35 0.206 0.756 0.038
Standar deviasi 14.60 76.55 4.38 93.94 0.059 0.059 0.016
Nilai Terbesar 6 28 1 40 0.072 0.657 0.014
Nilai Terkecil 59 296 16 371 0.288 0.904 0.069
Otomatis
Rata-Rata 23.70 90.30 4.85 118.85 0.221 0.737 0.042
Standar deviasi 15.03 79.37 3.90 94.31 0.077 0.078 0.019
Nilai Terbesar 5 22 1 34 0.052 0.631 0.015
Nilai Terkecil 61 359 16 420 0.354 0.927 0.081
Kemudian, dihitung nilai Mean Absolute
Error (MAE) dan Mean Absolute Percentage Error
(MAPE) untuk melihat akurasi dari hasil
perhitungan secara otomatis. Semakin kecil nilai
MAE maka semakin akurat algoritma pemrograman
yang dibuat. Diperoleh nilai MAE dan MAPE dari
perhitungan. Jumlah butir dan kadar dari masing
masing mineral secara otomatis dapat dilihat pada
tabel 2 di bawah ini.
8
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Tabel 3.2. Jumlah butir hasil grain counting
Error Jumlah Butir Kadar
Kuarsa Siderit Kasiterit Total Kuarsa Siderit Kasiterit
MAE 3.6500 13.6500 0.7000 12.0000 0.0334 0.0366 0.0085
MAPE 15.38% 13.19% 18.51% 9.67% 17.50% 4.85% 23.26%
Dapat dilihat pada tabel diperoleh nilai MAE
yang relatif kecil baik pada perhitungan jumlah butir
ataupun perhitungan kadar untuk tiap tiap jenis
mineral. Tetapi pada perhitungan MAPE diperoleh
nilai yang cukup tinggi, khususnya pada perhitungan
kadar Kasiterit dimana diperoleh MAPE sebesar
23.26%. hal ini disebabkan oleh jumlah mineral
Kasiterit pada gambar sampel yang sangat sedikit,
sehingga kesalahan dalam mendeteksi satu butir
saja, dapat berpengaruh besar dalam persentase
error-nya.
Dihitung pula nilai Absolute Error (AE) dan
Absolute Percentage Error (APE) untuk Jumlah
butir dan kadar dari masing-masing mineral secara
otomatis menggunakan persamaan sebelumnya
yang hasilnya dapat dilihat pada gambar 3.2.
9
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 3.2. Nilai Absolute Error (AE) dan Absolute Percentage Error (APE) perhitungan otomatis
Dapat dilihat pada grafik di atas bahwa nilai
galat cukup bervariasi, baik pada perhitungan kadar
ataupun perhitungan jumlah butir untuk masing-
masing mineral. Hal ini mungkin dipengaruhi oleh
kualitas gambar yang berbeda-beda. Pada gambar
dengan kualitas yang kurang baik, segmentasi butir
seringkali mengalami kesalahan. Kesalahan yang
dimaksud dapat berupa kesalahan pada segmentasi
batas butir, karena terkadang suatu butir dihitung
lebih dari satu kali. Selain butir yang tidak
terdeteksi, kemungkinan juga terjadi pada mineral
dengan warna yang mirip dengan warna latar
belakang, hal ini disebabkan sulitnya menentukan
batas butir pada gambar dengan kualitas yang
kurang baik.
4. KESIMPULAN
Dari hasil penelitian ini, diperoleh beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
4.1 Algoritma pemrograman yang dibuat dapat
melakukan perhitungan jumlah butir dan
kadar dari mineral dengan cukup akurat
berdasarkan parameter-parameter error
yang dipilih.
4.2 Warna mineral yang mirip dengan latar
belakang dan juga kualitas gambar yang
kurang baik, dapat menyebabkan error pada
perhitungan.
Dari beberapa kesimpulan di atas,
diharapkan algoritma pemrograman yang dibuat
dapat terus dikembangkan dan diperbaiki sehingga
dapat diterapkan dalam industri pertambangan
kedepan.
DAFTAR PUSTAKA
Castleman, K. R. (2004). Digital Image Processing.
Vol. 1. Ed.2. Prentice Hall: New Jersey.
Louis Kirkaldie, Ed., American Society for Testing
and Materials: Philadelphia, 91-101.
Gonzalez, R. dan Woods, R. (1992). Digital Image
Processing. Addison Wesley, 414 - 428.
Gunawan, dkk. (2011). Perangkat Lunak
Segmentasi Citra dengan Metode
Watershed. JSIFO STMIK Mikroskil:
Medan, 79 - 83.
Hodneland, E., Tai, X.-C., Weickert, J., &
Bukoreshliev, N. (2007). Level Set Methods
for Watershed Image Segmentation.
Osberger, R. (1965). On The Geology of The
Indonesian Part of The Great Southeast
Asian Tin Gridle Billiton Tin Mining
Company. American Journal of Obstetrics
and Gynecology, (4) : 403-418.
Smirnov, Vladimir Ivanovich. (1976). Geology of
Mineral Deposits. MIR Publishers, (3) : 78-
98
Wills, BA and Napier-Munn Team. (2006). Mineral
Processing Technology An Introduction To
Practical Aspect of Ore Treatment and
Mineral Recovery. John Wiley and Sons Inc,
(2): 93-103.
1
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan Geoteknik dan Hidrogeologi Tambang
Microbiologically Induced Calcite Precipitation Sebagai Alternatif
Perkuatan Lereng Timbunan Bomer Lumbantoruan [1]
[1] Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Keselamatan kerja merupakan suatu hal yang sangat krusial dalam melakukan pekerjaan apapun. Dalam operasi
penambangan, salah satu aspek yang berkaitan dengan keselamatan kerja adalah kestabilan lereng, baik lereng
alami maupun lereng timbunan. Kestabilan lereng merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
kegiatan penambangan yang aman dan produktif serta berwawasan lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk
memberikan metode alternatif dalam perkuatan lereng timbunan pada proses penambangan menggunakan metode
Microbiologically Induced Calcite Precipitation (MICP). Dalam hal kestabilan lereng, ada dua komponen yang
berpengaruh yaitu gaya atau momen penggerak (stress) serta gaya atau momen penahan (strength). Untuk
menjaga kestabilan lereng, tindakan yang umum dilakukan adalah memperbesar gaya atau momen penahan
(strength). Contoh perkuatan lereng yang biasa dilakukan adalah menggunakan bronjong, retaining wall, soil
nailing, shotcrete dan lain lain. Metode-metode perkuatan ini tentu memerlukan biaya yang tidak sedikit.
Microbiologically Induced Calcite Precipitation merupakan suatu metode yang memanfaatkan bakteri alami
untuk memperkuat ikatan antar partikel tanah melalui presipitasi CaCO3. Kalsit (CaCO3) ini diperoleh melalui
proses hidrolisis urea. MICP merupakan proses yang tidak beracun dan ramah lingkungan sehingga memiliki
keunggulan dibandingkan metode konvensional lain. Microbiologically Induced Calcite Precipitation dapat
meningkatkan nilai kekuatan tanah. Salah satu parameter yang umum digunakan adalah UCS (Uniaxial
Compressive Strength). Hal ini terjadi karena kristal CaCO3 yang dihasilkan oleh MICP membentuk jembatan
antara partikel, sehingga meningkatkan kekuatan dan kekakuan tanah. Selain UCS, kekakuan (stiffness) tanah
dapat meningkat dan permeabilitasnya dapat berkurang secara signifikan. Metode MICP ini sudah banyak
diterapkan untuk proses perkuatan tanah pada konstruksi sipil. Proses ini banyak memiliki keunggulan yaitu
ramah lingkungan, dan daya guna atau efek dari proses MICP ini bertahan cukup lama. Berdasarkan keunggulan-
keunggulan tersebut, proses ini tentu dapat menjadi suatu alternatif yang sangat menjanjikan untuk metode
perkuatan lereng timbunan pada lokasi penambangan.
Kata Kunci: kestabilan, tanah, perkuatan, MICP.
1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Aktivitas penambangan akan selalu berkaitan
dengan kegiatan penggalian dan penimbunan.
Kegiatan penggalian dan penimbunan ini, pada
akhirnya, bertujuan untuk membentuk suatu
geometri lereng yang akan mendukung keberjalanan
proses penambangan sumberdaya mineral dan
batubara. Oleh karena itu, kestabilan lereng
merupakan suatu hal yang sangat penting dalam
kegiatan penambangan yang aman, produktif serta
berwawasan lingkungan.
Dalam aktivitas penambangan, permasalahan
kestabilan lereng umumnya ditemukan pada
kegiatan tambang terbuka dan lereng timbunan
(overburden disposal). Kestabilan lereng ini
dipengaruhi oleh banyak faktor, diantaranya
: karakteristik fisik dan mekanik material
pembentuk lereng, faktor geometri lereng, kondisi
air, bidang lemah, getaran, dan tegangan. Jika terjadi
ketidakstabilan pada lereng dan menyebabkan
kerusakan bahkan korban jiwa, kegiatan produksi
akan terhenti.
Untuk menyatakan tingkat kestabilan lereng
digunakan Faktor Keamanan. Faktor Keamanan ini
merupakan perbandingan antara gaya atau momen
penahan agar lereng tetap stabil terhadap momen
atau gaya penggerak yang akan membuat lereng
bergerak/longsor. Salah satu usaha dalam menjaga
stabilitas lereng adalah dengan melakukan
perkuatan. Dengan adanya perkuatan ini, gaya
penahan pada lereng akan semakin besar sehingga
dapat meningkatkan nilai FK. Tindakan perkuatan
pada lereng timbunan dapat dilakukan dengan
menggunakan bronjong, tembok penahan, tiang
pancang, atau tanah bertulang (soil nailing). Microbiologically Induced Calcite Precipitation
(MICP) merupakan suatu metode yang
memanfaatkan bakteri alami untuk memperkuat
ikatan antar partikel tanah melalui presipitasi
2
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
CaCO3. Kalsit (CaCO3) ini diperoleh melalui proses
hidrolisis urea. Metode ini dapat digunakan untuk
meningkatkan kestabilan lereng karena dapat
meningkatkan parameter fisik dan mekanik
material. Metode MICP ini sudah banyak diterapkan
untuk proses perkuatan tanah pada konstruksi sipil.
Proses ini banyak memiliki keunggulan yaitu ramah
lingkungan, serta daya guna dari proses MICP ini
bertahan cukup lama. Oleh karena itu, proses ini
tentu dapat menjadi suatu alternatif yang sangat
menjanjikan untuk perkuatan lereng timbunan pada
lokasi penambangan.
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah lereng
timbunan dikategorikan sebagai lereng tanah dan
data yang diperoleh dari studi literatur merupakan
hasil uji skala laboratorium.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
a. Menentukan pengaruh proses MICP terhadap
kekuatan sifat fisik dan mekanik material tanah.
b. Menentukan kemungkinan penerapan metode
MICP pada lereng timbunan penambangan.
Manfaat dari penelitian ini adalah :
a. Memberikan alternatif metode perkuatan lereng
timbunan.
b. Sebagai referensi dan bahan bagi penulis lain.
2. Teori Dasar
2.1. Kestabilan Lereng
Lereng merupakan bagian dari permukaan bumi
yang membentuk sudut dengan kemiringan tertentu
dengan bidang horizontal. Lereng dapat terbentuk
secara alami maupun dengan buatan manusia.
Lereng yang terbentuk secara alami misalnya:
lereng bukit dan tebing sungai, sedangkan lereng
buatan manusia antara lain: galian dan timbunan,
tanggul dan kanal sungai serta dinding tambang
terbuka (Arief, 2007). Berdasarkan material
penyusunnya, lereng dibedakan menjadi 2, yaitu
lereng batuan dan lereng tanah, meskipun pada
kenyataannya lereng tambang merupakan gabungan
dari material tanah dan batuan. Pendekatan
penyelesaian kestabilan lereng tanah tentu akan
berbeda dengan lereng batuan.
Kestabilan lereng dipengaruhi oleh banyak
faktor, misalnya : faktor geometri lereng, sifat fisik
dan mekanik material pembentuk lereng, kondisi air
(hidrologi dan hidrogeologi), struktur bidang lemah,
faktor pembebanan, dan getaran. Oleh karena itu,
faktor-faktor ini harus sangat diperhatikan dalam
menjaga kestabilan lereng.
Untuk menyatakan tingkat kestabilan lereng
digunakan Faktor Keamanan. Faktor Keamanan ini
merupakan perbandingan antara gaya atau momen
penahan agar lereng tetap stabil terhadap momen
atau gaya penggerak yang akan membuat lereng
bergerak/longsor.
Gambar 1 Diagram gaya pada bidang miring
𝐹𝑎𝑘𝑡𝑜𝑟 𝐾𝑒𝑎𝑚𝑎𝑛𝑎𝑛 = 𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑃𝑒𝑛𝑔𝑔𝑒𝑟𝑎𝑘
Jika FK < 1 benda akan bergerak
FK = 1 benda dalam keadaan seimbang
FK > 1 benda akan diam
Faktor keamanan terhadap longsoran adalah
perbandingan kekuatan geser maksimum yang
dimiliki tanah di bidang longsor dengan tahanan
geser yang diperlukan untuk keseimbangan
(Octavian, 2014). Coulomb (1776) mendefinisikan:
𝝉 = 𝑐 + 𝜎 tan Ø
Dimana,
𝝉 = kuat geser tanah (kN/m2)
c = kohesi (kN/m2)
Ø = sudut gesek dalam (derajat)
𝜎 = tegangan normal (kN/m2)
Sifat fisik dan mekanik batuan atau tanah
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
kestabilan dari lereng karena akan mempengaruhi
nilai kekuatan geser dimana pergerakan yang
dialami pada lereng merupakan peristiwa
keruntuhan geser.
2.2 Metode Stabilisasi Lereng
Hoek dan Bray (1981) mengategorikan metode
stabilisasi menjadi 3, yaitu:
a. Metode stabilisasi dengan mengurangi gaya
penggerak
b. Metode stabilisasi dengan memperbesar gaya
penahan
c. Metode perlindungan lereng
Metode stabilisasi dengan mengurangi gaya
penggerak dapat dilakukan dengan mengubah
geometri lereng dan melakukan drainase air
permukaan (surface drainage). Dengan adanya
pengurangan gaya penggerak ini, diharapkan nilai
FK dapat meningkat.
Metode stabilisasi dengan memperbesar gaya
penahan dapat dilakukan dengan membangun
bronjong, tembok penahan, tiang pancang, serta
tanah bertulang (soil nailing).
3
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 2. Perkuatan soil nailing (sumber:
https://www.sciencedirect.com/science/article/abs/pii/S0
263224115003085)
Metode perlindungan lereng dapat dilakukan
dengan membangun selokan (ditch) dan
pemasangan jaring kawat (wiremesh). Metode
perlindungan lereng ini bertujuan untuk melindungi
lereng dari jatuhan batu atau bongkah yang lepas
dari lereng.
2.3 Microbiologically Induced Calcite Precipitation
Microbiologically Induced Calcite Precipitation
merupakan suatu metode yang memanfaatkan
bakteri alami untuk memperkuat ikatan antar
partikel tanah melalui presipitasi CaCO3.Proses ini
menyebabkan butiran tanah akan terikat bersama
dengan kalsit sehingga meningkatkan sifat mekanik
dari tanah (Wen, et al., 2019; Rahman, et al., 2020).
Gambar 3. Skema presipitasi CaCO3 di ruang pori
matriks tanah melalui MICP. (Rahman et al, 2020)
Pada prinsipnya bakteri akan menghasilkan
enxyme urease yang nantinya akan terhidrolisis
bersama dengan air membentuk ion NH4+ dan
CO32-. Selanjutnya CO32- akan bereaksi dengan
bereaksi dengan ion Ca2+ dan menghasilkan kalsit
CaCO3. Pada saat kalsit mengendap pada ruang pori
tanah dan mengisi rongganya maka sifat mekanik
tanah akan mengalami peningkatan (Cheng, et al.,
2014; Tsesarsky, et al., 2017; Raveh-Amit dan
Tsesarsky, 2020).
Gambar 4. Reaksi presipitasi Kalsit
Produksi kalsium karbonat melalui hidrolisis
urea oleh bakteri ureolitik adalah proses MICP yang
paling mudah dikontrol dan dapat menghasilkan
sejumlah besar kalsium karbonat dalam waktu
singkat.
Bakteri urease yang paling banyak digunakan
dalam beberapa penelitian sebelumnya adalah S.
pasteurii, Spoloactobacilus, Clostridium dan
Desulfotomakulum. S. pasteurii merupakan salah
satu bakteri yang paling efektif dan efisien dan telah
banyak digunakan digunakan.
MICP dianggap ramah lingkungan karena
memungkinkan infiltrasi air untuk menjaga pasokan
air tanah. Berdasarkan hasil penelitian Yasuhara et
al (2012). Pada sampel tanah berpasir yang
distabilisasi dengan metode MICP terjadi penurunan
rasio pori (0,44 menjadi 0,43). Hal ini menunjukkan
bahwa bio-sementasi dengan metode MICP dapat
meningkatkan kekuatan tanah dan tidak mengubah
sifat-sifat tanah sedemikian rupa sehingga menjadi
impermeabel.
3. Hasil dan Pembahasan
3.1. MICP sebagai alternatif metode perkuatan
Microbiologically Induced Calcite Precipitation
dapat menjadi alternatif yang menjanjikan untuk
metode stabilisasi lereng dengan meningkatkan
kualitas properti sifat mekanik material penyusun
lereng tersebut. MICP cocok diterapkan untuk
kegiatan yang membutuhkan pengurangan
porositas/permeabilitas (menstabilkan pondasi
bangunan, perbaikan retakan, membatasi
kontaminasi, pencegahan erosi) (Abo-El-Enein and
Ali, 2012; DeJong et al., 2010; Montoya et al., 2013;
Mousavi and Ghayoomi, 2019; Mujah et al., 2017;
Zamani et al., 2020). Tidak menutup kemungkinan
juga bahwa metode ini dapat diterapkan pada lereng
timbunan tambang untuk meningkatkan
kestabilannya.
Iffah Fadliah (2013) dalam “Eksperimental
Stabilisasi Biogrouting Bacillus Subtilis Pada Tanah
Lempung Kepasiran”, menjelaskan bahwa kuat
geser tanah akan meningkat setelah dilakukan
proses MICP. Dalam penulisan ini digunakan tanah
lempung kepasiran yang kemudian dilakukan proses
MICP untuk menganalisa permeabilitas dan kuat
geser langsung. Berdasarkan penelitian beliau,
diketahui nilai untuk uji geser langsung (sudut gesek
dalam) tanah yang tidak terinjeksi bakteri sebesar
4.46º. Kemudian, setelah dilakukan proses MICP
selama 28 hari, sudut gesek dalam meningkat
menjadi 35º. Selain itu, permeabilitas tanah juga
mengalami penurunan setelah dilakukan proses
MICP. Nilai awal untuk permeabilitas tanah yang
tidak terinjeksi bakteri sebesar 2.49.10-4 cm/dtk dan
setelah dilakukan proses MICP selama 28 hari, nilai
permeabilitasnya turun menjadi sebesar 4.91.10-6
cm/dtk.
Angelina Lynda (2013) dalam “Karekteristik
Kuat Geser Tanah Dengan Metode Stabilisasi
Biogrouting Bakteri Bacillus Subtilis”, menjelaskan
4
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
proses bio-grouting dapat meningkatkan kestabilan
tanah. Karakteristik mekanik tanah mengalami
perubahan pada parameter kuat gesernya, yaitu
terjadi peningkatan nilai kohesi sebesar 297%
terhadap nilai kohesi sampel tanah asli. Selain itu,
terjadi peningkatan nilai sudut geser dalam sebesar
6,86 % terhadap nilai sudut geser dalam tanah asli.
Animesh Sharmaa dan Ramkrishnan R. (2016)
dalam “Study on effect of Microbial Induced Calcite
Precipitates on strength of finegrained soils”,
menjelaskan bahwa proses MICP dapat
meningkatkan nilai UCS material tanah. Sampel
tanah yang digunakan berasal dari Chennai (Tamil
Nadu, India) dan bakteri yang digunakan adalah B.
Pasteurii. Nilai UCS tanah untuk sampel tanah
awalnya 1,28 kg/cm2. Setelah dilakukan proses
dengan MICP, nilainya semakin meningkat.
Tabel 1. Hasil proses MICP (Animesh Sharmaa
dan Ramkrishnan R., 2016)
Dengan meningkatnya sifat mekanik tanah, maka
akan berdampak pula terhadap kekuatan tanah.
Coulomb (1776) mendefinisikan 𝝉 = 𝑐 + 𝜎 tan Ø.
Dengan proses MICP, nilai C dan Ø dapat
meningkat sehingga akan meningkatkan kekuatan
geser tanah. Selain itu, MICP juga terbukti dapat
meningkatkan nilai UCS tanah. Hal ini
menyebabkan nilai gaya penahan pada tanah
semakin besar dan dapat meningkatkan nilai Faktor
Keamanan.
3.2 Peluang penerapan MICP pada lereng
timbunan tambang
Keberhasilan penerapan MICP tentu akan
dipengaruhi banyak faktor. Beberapa faktor
termasuk konsentrasi bakteri, reaktan kimia (urea
dan kalsium klorida), dan pH dapat dipertimbangkan
untuk memungkinkan penggunaan dan kontrol
MICP (Hammes et al., 2003).
Suhu juga dapat menjadi salah satu faktor
penentu dalam penerapan metode MICP. Suhu di
wilayah penambangan umumnya berkisar antara 25
– 33 °C. Hal ini tentu dapat menjadi faktor yang
berpengaruh dalam penerapan MICP.
Menurut Whiffin 2004; van Paassen 2009,
peningkatan suhu akan mengakibatkan peningkatan
aktivitas urease hingga suhu 60°C. Hamed A.
Keykha, Afshin Asadi & Mohsen Zareian (2017)
menjelaskan hubungan antara temperatur dengan
hasil UCS dari proses MICP. Grafik menunjukkan
kekuatan maksimal terjadi pada 40 °C dan mulai
turun ketika mencapai 50 °.
Grafik 1. Perbandingan Temperatur dengan UCS
hasil MICP (Abdeh Keykha et al, 2017)
MICP dapat dilakukan pada wilayah
penambangan karena MICP dapat dilakukan pada
suhu ruaangan hingga mencapai suhu 40°C yang
tentunya sesuai dengan kondisi di wilayah
penambangan.
pH awal tanah memiliki dampak yang signifikan
terhadap kuat tekan akhir sampel yang diproses.
Kondisi keasaman dan alkalinitas memiliki efek
negatif pada sampel yang diolah, menghasilkan
penurunan kinerja kekuatan bahkan dengan adanya
kandungan kristal CaCO3 yang tinggi. Seperti
disebutkan oleh banyak peneliti (misalnya
Sanderson et al. 1996; McWhirter et al. 2002;
Harkes et al. 2010), nilai pH dapat mempengaruhi
transportasi dan adhesi bakteri, yang merupakan
faktor penting untuk mencapai kekuatan yang
ditingkatkan secara homogen dari tanah yang diolah.
pH awal juga dapat mempengaruhi pembentukan
kristal, karena kelarutan CaCO3 bervariasi sesuai
dengan nilai pH.
Grafik 2. Nilai UCS terhadap CaCO3 dari
sampel yang diperlakukan dengan pH awal yang
berbeda (Cheng et al, 2014)
Kuat tekan sampel tanah akan meningkat terus
dari pH 5 sampai 9. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa pH lingkungan merupakan
faktor yang signifikan dalam presipitasi yang
diinduksi secara mikrobiologis. pH di lereng
tambang pada kondisi normal tentu akan bervariasi
tergantung material penyusun lereng itu sendiri.
Namun, secara umum pH 5-9 ini sudah dapat
merepresentasikan bahwa metode MICP dapat
dilaksanakan untuk lereng tambang karena pada
kondisi normal, pH di lereng timbunan tentu akan
mendekati normal (tidak terlalu asam maupun tidak
terlalu basa). Meskipun terdapat lereng tambang
yang memiliki pH kurang dari rentang 5-9, pH
UCS(kg/cm2)
Hari ke 0 Hari ke 3 Hari ke 7
1.47 1.53 1.85
1.6 1.82 2.03
1.7 1.71 1.88
Bacillus Pasteurii Cementation reagent
0.25 M
0.5 M
0.7 M
1 x 10 5 cfu/ml
5
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
lereng tersebut dapat dikondisikan agar pHnya naik
(misalnya dengan menyebarkan urea).
Distribusi material juga menjadi hal yang penting
karena akan mempengaruhi efektivitas metode
MICP. Untuk meningkatkan kekuatan tanah secara
keseluruhan, material perlu didistribusikan secara
merata. Hal ini tentunya dapat dilakukan saat proses
penimbunan material saat pembentukan lereng.
(Cheng dan Cord Ruwisch, 2014) melakukan
penelitian untuk menyelidiki distribusi bahan MICP
menggunakan metode perkolasi permukaan.
Hasilnya, metode MICP cocok untuk digunakan di
lapangan. Metode perkolasi permukaan cocok untuk
digunakan pada tanah yang sangat permeabel seperti
kerikil dan pasir kasar hingga kedalaman
konsolidasi 2 m.
4. KESIMPULAN
4.1 Microbiologically Induced Calcite Precipitation
dapat meningkatkan sifat mekanik material tanah
berupa kohesi, sudut gesek dalam, dan kuat tekan
uniaksial. Dengan adanya peningkatan sifat
mekanik ini, maka kestabilan tanah akan meningkat.
4.2 Microbiologically Induced Calcite Precipitation
dapat diterapkan pada lereng timbunan tambang
karena faktor temperatur dan pH di wilayah
penambangan dapat mendukung keberjalanan
metode MICP.
DAFTAR PUSTAKA
Abdeh Keykha, Hamed & ASADI, Afshin &
Zareian, Mohsen. (2017). Environmental
Factors Affecting the Compressive Strength
of Microbiologically Induced Calcite
Precipitation-Treated Soil. Geomicrobiology
Journal.34.0.1080/01490451.2017.1291772.
Cheng, Liang & Shahin, Mohamed & Cord-
Ruwisch, Ralf & Addis, M & Hartanto, Tomi
& Elms, C. (2014). Soil Stabilisation by
Microbial-Induced Calcite Precipitation
(MICP): Investigation into Some Physical
and Environmental Aspects.
Fadliah, I. (2013). Studi Eksperimental Stabilisasi
Biogrouting Bacillus subtilis pada Tanah
Lempung Kepasiran (Doctoral dissertation,
Thesis. Program Pasca Sarjana Universitas
Hasanuddin, Makassar).
Rahman, Md Mizanur & Hora, Reena & Ahenkorah,
Isaac & Beecham, Simon & Karim, Md &
Iqbal, Asif. (2020). State-of-the-Art Review
of Microbial-Induced Calcite Precipitation
and Its Sustainability in Engineering
Applications. Sustainability. 12. 6281.
10.3390/su12156281.
Sharma, Animesh & Ramabhadran, Ramkrishnan.
(2016). Study on effect of Microbial Induced
Calcite Precipitates on strength of finegrained
soils. Perspectives in Science. 8.
10.1016/j.pisc.2016.03.017.
Wahyuni, Hasnidar (2021). Pengaruh Microbially
Induced Calcite Precipitation (MICP)
Terhadap Perilaku Kuat Geser Tanah
Terkontaminasi Batubara. Program Sarjana
Departemen Teknik Sipil Universitas
Hasanuddin, Makassar.
1
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambagan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Perencanaan dan Operasi Tambang
Evaluasi Kapasitas Megapond dan Kolam Pengendapan Air Tambang
Terhadap Penambahan Luas Catchment Area IPD Tahun 2021-2022 di PT
Mifa Bersaudara Sarah Hasanah[1]
[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan
ABSTRAK
Dalam menjalankan operasi pertambangan diperlukannya suatu sistem perencaanaan tambang yang baik sesuai
dengan Kepmen ESDM Nomor 1827 K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Kaidah Teknik
Pertambangan yang Baik. Salah satu aspek yang harus direncanakan dengan baik adalah sistem penyaliran air
tambang. Hal ini dikarenakan air dalam jumlah besar di wilayah pertambangan dapat mengganggu stabilitas kerja
sehingga diperlukannya perencanaan sistem penyaliran tambang yang baik agar tidak terjadi banjir saat curah
hujan maksimum. Pada hakikatnya air mengalir dari titik tertinggi ke titik terendah yang selanjutnya akan
terkumpul dalam suatu tempat sebelum dialirkan menuju daerah aliran sungai. Air yang tertampung di megapond
berasal dari air permukaan dan air tanah. Megapond merupakan kolam besar dengan kapasitas 300.000 m3 yang
diharapkan dapat menampung air dari curah hujan maksimum dan air pompa. Seiring bertambahnya luas
catchment area maka jumlah air yang masuk ke dalam megapond juga akan bertambah sehingga perlu dilakukan
evaluasi terhadap kapasitas daya tampung megapond agar tidak terjadi banjir di wilayah pertambangan. Hal
pertama yang perlu dilakukan adalah analisis pemodelan curah hujan dan perhitungan luas catchment area untuk
mendapatkan debit dan volume air limpasan. Selanjutnya dilakukan perhitungan volume air pompa dari sump pit
tambang sehingga didapatkan volume air total yang tertampung di megapond dari hasil penjumlahan volume air
limpasan dan air pompa. Untuk mengetahui kapasitas daya tampung megapond maka diperlukannya pengaturan
debit masuk dan keluar sehingga didapatkan grafik water balanced. Pada grafik tersebut terdapat parameter jumlah
air masuk dan keluar serta jumlah air yang tertinggal di megapond. Dalam penelitian ini adanya inovasi yang
dibuat oleh peneliti berupa grafik check flood yang berguna untuk mencegah terjadinya banjir di wilayah tambang.
Parameter yang digunakan berupa penambahan luas catchment area dan volume maksimum air yang tertinggal di
megapond. Selain itu, cara lain yang digunakan untuk mencegah terjadinya banjir akibat kurangnya kapasitas daya
tampung megapond adalah dengan membuat neraca air setiap bulannya. Hal tersebut berguna untuk mengetahui
potensi terjadinya banjir pada bulan tertentu sehingga dapat dilakukan langkah pencegahan banjir di sekitar
megapond. Hasil yang didapatkan dari penelitian ini berupa rekomendasi untuk PT Mifa Bersaudara agar tidak
terjadi banjir di wilayah pertambangan serta mempermudah perusahaan dalam melakukan prediksi air maksimum
yang tertinggal di megapond dari pengaruh penambahan luas catchment area IPD pada tahun 2021-2022.
Kata Kunci: Air permukaan, catchment area, air pompa, kapasitas daya tampung megapond, banjir, water
balanced, check flood, dan neraca air
1. PENDAHULUAN
PT Mifa Bersaudara merupakan
perusahaan tambang batubara dengan
menerapkan metode tambang terbuka yang
berlokasi di Kecamatan Meureubo, Kabupaten
Aceh Barat. Penelitian ini membahas tentang
volume air total yang masuk ke megapond pada
saat curah hujan maksimum. Air tersebut dapat
berasal dari hasil pemompaan sump pit tambang
maupun air hujan. Megapond adalah kolam
retensi sementara sebelum dialirkan menuju
kolam pengendapan. Air yang tertampung pada
megapond belum mengalami water treatment.
Hal tersebut dikarenakan jumlah air pada
megapond terlalu besar sehingga tidak efektif
dilakukkan pengolahan. Kapasitas megapond
merupakan hal yang penting untuk diperhatikan.
Dengan adanya pengontrolan dan evaluasi pada
kapasitas megapond dapat mencegah terjadinya
banjir di wilayah pertambangan. Oleh karena itu,
dilakukannya evaluasi kapasitas ppada
megapond saat terjadinya curah hujan
maksimum dan penambahan luas IPD tahun
2021-2022.
2
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 1 Tampak atas Megapond dan Kolam
Pengendapan
1.1. Rumusan Masalah
a. Berapakah curah hujan maksimum
yang mungkin terjadi di sekitar wilayah
pertambangan?
b. Berapa volume dan debit air total yang
terdapat di megapond pada kondisi
curah hujan maksimum?
c. Bagaimana pengaruh penambahan luas
IPD terhadap volume air maksimum di
megapond?
1.2. Tujuan Penelitian
a. Untuk mengevaluasi kapasitas
megapond agar dapat menampung
volume air saat curah hujan
maksimum.
b. Untuk mengetahui pengaruh
penambahan luas catchment area IPD
terhadap kapasitas megapond.
c. Terdapatnya inovasi dalam mencegah
terjadinya banjir di wilayah
pertambangan dengan adanya check
flood graphic.
1.3. Batasan Masalah
a. Tidak memperhitungkan air tanah dan
evaporasi.
b. Kapasitas megapond dihitung saat
kondisi optimum.
1.4. Manfaat Penelitian
a. Bagi Perusahaan
Menciptakan inovasi baru, yaitu
check flood graphic untuk
mempermudah pekerja dalam
mitigasi banjir.
Dapat dipakai sebagai bahan
pertimbangan dalam evaluasi
kapasitas megapond saat curah
hujan maksimum.
b. Bagi Mahasiswa
Melihat langsung permasalahan di
lapangan sehingga menjadi sebuah
pengalaman berharga.
Dapat mengimplementasikan teori
yang dipelajari di kuliah secara
langsung di lapangan
2. TEORI DASAR
Dalam penelitian ini digunakan beberapa
rumus perhitungan sebagai berikut:
2.1 Curah Hujan
Perhitungan curah hujan tahunan
menggunakan distribusi gumbel sebagai
berikut:
𝑋𝑇 = �̅� + (𝑌𝑇 − 𝑌𝑀𝑆𝑀
) 𝑆
Keterangan:
XT: Perkiraan nilai curah hujan yang terjadi
untuk periode ulang hujan T tahun
(mm/hari)
�̅�: Curah hujan rata – rata (mm/hari)
S: Standar deviasi data sampel curah hujan
YT: Reduce variate, mempunyai nilai yang
berbeda pada setiap periode ulang
YM: Reduced mean, yang tergantung pada
jumlah data (n)
SM: Reduced standard deviation
berdasarkan dari jumlah data (n)
Distribusi Gumbel adalah suatu teori
dengan harga ekstrim yang menunjukan
bahwa dalam deret harga-harga ekstrim X1,
X2, X3, ..., Xn, dimana samplenya sama
besar, dan X merupakan variabel
berdistribusi eksponensial, maka
probabilitas kumulatifnya P dalam nama
sebarang harga di antara n buah harga Xn
akan lebih kecil dari harga tertentu.
2.2 Intensitas Hujan
Suroso (2006) menyatakan bahwa
intensitas curah hujan adalah ketinggian
curah hujan yang terjadi pada suatu kurun
waktu di mana air tersebut terkonsentrasi,
dengan satuan mm/jam. Satu milimeter
hujan berarti air hujan yang turun di
wilayah seluas satu meter persegi akan
memiliki ketinggian satu milimeter jika air
hujan tidak meresap, mengalir, atau
menguap. Ambang batas nilai yang
digunakan untuk menentukan intensitas
hujan sebagai berikut:
Tabel 1 Klasifikasi Intensitas Hujan
Menurut BMKG
Kriteria Hujan Intensitas Hujan (mm/hari)
Berawan 0
Ringan 0.5 – 20
Normal 20 -50
Lebat 50-100
Sangat Lebat 100-150
Ekstrem >150
Berikut adalah persamaan Mononobe yang
digunakan dalam penelitian:
𝐼 =𝑅2424
(24
𝑡)
23
Keterangan:
I: Intensitas curah hujan (mm/jam)
t: Lamanya waktu hujan / waktu konstan
(jam)
R24: Curah hujan maksimum (mm)
3
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
2.3 Debit dan Volume Air
Untuk menghitung jumlah air
limpasan permukaan dari daerah tangkapan
hujan digunakan rumus rasional, yaitu:
𝑄 = 0.278 × 𝐶 × 𝐼 × 𝐴
𝑄 = 𝑉 × 𝐴
𝑄 = 𝑉/𝑡 Keterangan:
Q: Debit (m3/s)
C: Koefisien limpasan
I: Intensitas hujan (mm/h)
A: Luas daerah (km2)
V: Volume (m3)
t : Waktu (s)
Berikut adalah tabel nilai
koefisien limpasan berdasarkan daerahnya:
Tabel 2 Nilai Koefisien Limpasan
Sumber: Diktat Sistem Penyaliran
Tambang ITB Prodi Teknik Pertambangan
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilakukan di panel
selatan PT Mifa Bersaudara yang berlokasi
di Kecamatan Meureubo, Kabupaten Aceh
Barat.
3.2. Metode Penelitian
Metode yang digunakan adalah
metode kuantitatif dengan pendekatan
deskriptif dan analitis
3.3. Data Penelitian
Pada penelitian ini terdapat dua
jenis data yang dikumpulkan, yaitu:
a. Data Primer yang diperoleh secara
langsung dari perusahaan PT Mifa
Bersaudara.
b. Data Sekunder berupa data yang telah
diolah terlebih dahulu dan sebagai
informasi tambahan dalam penelitian.
3.4. Teknik Analisis Data
Dalam penelitian ini
menggunakan teknik analisis data
kuantitatif deskriptif. Berikut adalah alur
penelitian yang dilakukan oleh peneliti:
Gambar 2 Diagram Alir Penelitian
4. PENGOLAHAN DATA
4.1. Data Curah Hujan
Pada penelitian ini digunakan data
curah hujan dari BMKG Kabupaten Aceh
Barat yang terdapat pada lampiran 1.
Dengan adanya data tersebut maka dapat
dilakukan pemodelan curah hujan tahunan
dengan distribusi gumbel dan intensitas
hujan dengan menggunakan persamaan
mononobe yang terdapat pada lampiran 2
dan 3. Data curah hujan berjumlah 38 tahun
(1982-2019) menggunakan perhitungan
annual series. Periode ulang yang
digunakan adalah 5 tahun dengan
probability 20%. Berikut adalah
pemodelan curah hujan tahunan PT Mifa
Bersaudara:
Gambar 3 Grafik Pemodelan Curah Hujan
y = 147,06x0,3804
y = 199,53x0,3769y = 234,27x0,3754y = 253,87x0,3748y = 267,6x0,3744y = 278,17x0,3741
y = 310,73x0,3733
0
200
400
600
800
1000
1200
1400
0 20 40
CH
Hari
2th
5th
10th
15th
20th
25th
50th
4
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 4 Grafik Intensitas Hujan
Berdasarkan pengolahan data
yang dilakukan maka didapatkan hasil
sebagai berikut:
Curah Hujan : 191,25 mm
Intensitas Hujan : 7,97 mm/hari
4.2. Catchment Area IPD
Penelitian ini dilakukan di panel
selatan wilayah tambang dengan catchment
area berupa in pit dump seluas 120 Ha.
Berikut adalah peta situasi tambang dan
catchment area PT Mifa Bersaudara:
Gambar 5 Peta Situasi Tambang PT Mifa
Bersaudara
Gambar 6 Peta Catchment Area IPD
Gambar 7 Aliran Air di Wilayah
Pertambangan
Gambar 8 Luas Catchment Area IPD
4.3. Data Pompa
Pompa yang digunakan di panel
selatan wilayah pertambangan PT Mifa
Bersaudara adalah MF 385 dan MF 380
dengan debit masing-masing pompa secara
berurutan adalah 120 l/s dan 100 l/s. Kedua
pompa tersebut memompa air yang berasal
dari sump pit tambang menuju megapond
dengan debit total 0,16 m3/s.
4.4. Debit dan Volume Air Total
Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan Q = 0,278 x C x I x A maka
didapatkan debit dan volume air sebagai
berikut:
Debit air limpasan: 2,66 m3/s
Debit pompa: 0,16 m3/s
Volume air limpasan: 229.680 m3
Volume air pompa: 11.455 m3
Sehingga debit dan volume total air adalah
2,78 m3/s dan 241.135 m3.
4.5. Kapasitas Megapond dan Kolam
Pengendapan
a. Kapasitas Megapond
Berdasarkan data yang didapatkan
dari perusahaan maka diketahui volume
megapond sebesar 300.000 m3.
b. Kapasitas Kolam Pengendapan
Tabel 3 Volume Kolam Pengendapan
Kolam Volume (m3)
Kolam 1 1250
Kolam 2 1250
Kolam 3 4461
Kolam 4 1250
Kolam 5 1250
Total 9461
0
20
40
60
80
100
120
0 10 20 30
Inte
nsi
tas
Hu
jan
Waktu Konsentrasi
2(tahun)5(tahun)10(tahun)20(tahun)25(tahun)50(tahun)
5
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 9 Layout Kolam Pengendapan
5. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Water Balnaced
Eq (Periode ulang 5 thn):
A : 120 Ha
Air tanah : 0 m3/Ha/hari
Debit pompa aktual : 0,16 m3/s
Waktu pemompaan : 20,4 jam
Outflow megapond : 0,45 m3/s
Waktu air keluar dari megapond: 22,8 jam
Kapasitas megapond : 300000 m3
Setelah dilakukan pengolahan
data dengan menggunakan data diatas
maka didapatkan grafik water balanced
seperti dibawah ini:
Gambar 10 Water Balanced
Dari grafik diatas dapat dilihat
bahwa dengan curah hujan maksimum
191,25 mm, air yang masuk ke megapond
melebihi kapasitas pada hari ke 4-12
sehingga dapat menyebabkan megapond
meluap dan terjadi banjir. Data
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4
5.2. Check Flood Graphic
Pada penelitian ini menggunakan
variasi penambahan luas IPD yang
terlampir pada lampiran 5
Gambar 11 Check Flood Graphic
Grafik diatas dapat mempermudah
dalam pengecekan banjir di sekitar megapond
dengan mengatur debit keluar megapond
menuju kolam pengendapan. Selain itu,
semakin bertambah luas IPD maka volume air
maksimal yang tertinggal di megapond juga
semakin besar sehingga diperlukan debit keluar
yang besar pula agar kapasitas megapond
sebesar 300000 m3 masih dapat menampung air
limpasan dan pompa agar tidak meluap.
5.3. Neraca Air
Gambar 12 Grafik Neraca Air Tahun 2021
Water Balanced
Vol Air Masuk (m3)Volume Air Keluar (m3)Volume Air Tertinggal di MegapondKapasitas Megapond
0
200000
400000
600000
800000
1000000
1200000
1400000
0 50 100 150 200
Vo
lum
e M
aksi
mal
(m
3)
Luas Catchment Area (m2)
Check Flood
Volume air maksimal di megapond 0,35 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,45 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,7 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,9 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 1,2 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 1,5 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,25 m3/s (m3)Volume air maksimal di megapond 0,2 m3/s (m3)
-600000
-400000
-200000
0
200000
400000
600000
800000
Jan
uar
i
Feb
ruar
i
Mar
et
Ap
ril
Mei
Jun
i
Juli
Agu
stu
s
Sep
tem
ber
Okt
ob
er
No
vem
ber
Des
emb
er
Vo
lum
e A
khir
(m
3)
Bulan
Neraca Air Thn 2021
y = 199,53x0,3769
6
PAPER COMPETITION
Indonesian Student Mining Competition XIII
Dengan adanya neraca air maka
pihak perusahaan dapat melakukan
pengontrolan pada megapond di bulan apa
saja harus dikurangi air nya agar bulan
selanjutnya saat volume air meningkat
masih dapat menampung sesuai dengan
kapasitas megapond. Data volume air per
bulan akan dilampirkan pada lampiran 6.
6. KESIMPULAN
6.1. Perhitungan curah hujan dengan distribusi
gumbel dan periode ulang 5 tahun
didapatkan curah hujan maksimum per hari
sebesar 191,25 mm sedangkan intensitas
hujan dengan persamaan mononobe
sebesar 7,97 mm/hari.
6.2. Berdasarkan perhitungan curah hujan,
maka didapatkan volume limpasan 229.680
m3, Q limpasan 2,66 m3/s dan volume air
pompa sebesar 11.455 m3 sehingga total
volume air dan debit air sebesar 241.135 m3
dan 2,78 m3/s.
6.3. Penambahan luas IPD untuk 5 tahun
kedepan dapat meningkatkan volume air
sehingga diperlukannya pengaturan debit
pada inlet kolam pengendapan hingga 1,5
m3/s agar air masih dapat tertampung di
megapond dengan kapasitas 300.000 m3.
7. Saran
7.1. Melakukan penambahan tinggi pada
tanggul megapond.
7.2. Melakukan pengaturan pada debit air di
inlet kolam pengendapan dengan
menambahkan pompa pada inlet kolam
pengendapan.
7.3. Melakukan penambahan saluran air dari
megapond ke kolam pengendapan.
7.4. Memindahkan letak treatment kualitas air
agar jarak dan waktu yang dibutuhkan TSS
untuk mengendap juga bertambah.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Gumbel E. J., 1958, Statistic of Extremes, Colombia
University Press, New York, USA.
Ponce, V.M., 1989, Engineering Hydrology.
Prentice Hall, New Jersey, USA.
Sayoga, R.(1999). Sistem Penyaliran Tambang.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Endriantho, M.(2013). Perencanaan Sistem
Penyaliran Tambang Terbuka Batubara. Jurnal
Teknik Pertambangan. Universitas Hasanuddin. 9
(1) 2-9.
Jurnal:
Khoirullah, dkk, 2015, Perencanaan Kolam Retensi
dan Saluran Drainase Primer Daerah Bukit Sangkal
Palembang, Politeknik Negeri Sriwijaya
Website:
https://www.bmkg.go.id/cuaca/probabilistik-curah-
hujan.bmkg (diakses tanggal 28 November 2021)
Ragil, 2015, Sistem Pengendalian Banjir,
www.academia.edu/29908707/SISTEM
_PENGENDALIAN_BANJIR (diakses tanggal 01
Desember 2021)
7
LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Curah Hujan Tahunan Maksimum Kabupaten Aceh Barat
Tahun 1d 2d 3d 4d 5d 6d 7d 8d 9d 10d 11d 12d 13d 14d 21d 31d
1982 174 185 205 211,1 296,1 296,1 297,1 305,1 327,1 328,1 328,1 399,1 461,1 462,1 485,1 560,1
1983 161 162 229 249 253 282 298,3 302,3 331,3 333 335 341,1 382,3 384,3 468,4 505,3
1984 126 150 210 213 236 284 306 321 321 338 354 369 369 374 447 470
1985 115 130 135 211 241 241 251 251 251 264,5 277 277 277 285 333,5 370,5
1986 270 311 335 388 389 407 410 429 507 507 519 519 519 519 519 545
1987 166 275 305 347 390 412 455 489 495,6 506 508 571 605 611,6 718,7 780,8
1988 209 335 370 371 415 452,1 485,1 488,1 532,1 552,2 602,2 605,2 605,2 644,2 733 1035,9
1989 170 221 255 255 260 275 380 423 454 455 455 477 520 532 560 596,1
1990 148 248 298 343 355 355 367 379 379 380 380 423 468 480 527 560
1991 184 193 228 247 253 260 286 305 317 345 364 369 373 388 493 618
1992 200 325 335 335 391 391 536 536 566,1 606 606 626 626 626 738,1 1001
1993 110 185 222,1 241,1 267 304,1 306,1 308,1 312,1 373 410,1 420,1 423,1 437,1 510,8 564,2
1994 210 316 334 409,9 479,9 543,9 558,9 572,9 587,9 610,9 611,9 639,9 643,9 664 742 842
1995 227 278,1 305 358 422,8 422,8 473,5 524,6 542,6 552,6 560,6 560,6 560,6 619,9 790,3 1109,8
1996 132 263,1 266,1 288,2 290,2 290,2 290,2 293,2 297,2 299,2 330,2 350,3 357,3 361,3 527,2 592,3
1997 220 329 385,1 466,1 485,1 487,1 524,1 578,2 610,2 629,2 629,2 639,2 669,1 688,1 832,3 1033,3
1998 235 369,9 390,9 403,9 440,9 482,8 541,8 554,8 558,9 577,9 585,9 589,9 600,9 603,9 685 730,1
1999 130 146 175 219 222 245 268 268 272 295 299 300 300 302 355 414
2000 140 189 217 242,9 243,9 245,9 265,9 287,9 297,9 322,9 322,9 324,9 324,9 349,9 373 415
2001 179 261 323 338 358 360 360 363 365 365 365 371 371 373 384 548,1
2002 152 196 242 331 341 411 416 437 442 485 490 493 493 493 497,9 520,9
2003 152 206 301,8 311,8 329,8 338,8 343,8 351,8 353,8 354,8 355,8 387,9 389,9 414,8 487 564
2004 185 225 245 250 260 275 295 327 353,9 367,9 380,9 391,1 399,1 399,1 426 554,9
2005 103 173 200 200 267,1 267,1 267,1 267,1 280 295 312 359 404 408 479 567
2006 130 180 217 252 288 290 296 330,1 341,1 346,2 351,2 352,2 406,1 427,1 544,2 579,2
2007 158 232 292 333 349 353,1 430 458 474 517 533 549 553,1 553,1 596,1 611,1
2008 196 232 287 287 296 314 328 393 438 452 453 458 468 513 576 628
2009 125 150 197 205 228 275 281 314 361 404 405 440 450 451 586 657,8
2010 233 239 283 332 426 426 426 440 443 470 473 476 478 480 489 707
2011 240 286 298 319 321 321 336 352 366 478 481 620 634 634 689 775
2012 151 168 255 302 322 343 351 370 379 386 401 416 418 419 538 639
2013 105,2 185,7 187,7 221,7 255,2 288,2 288,2 310,2 343,2 343,2 351,2 359,3 359,3 371,5 429,5 465
2014 193 365,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 510,7 537,7 558,7 582,6 645,9 758,9
2015 143 207 207 207 255 279 279 279 286 286 304 304 304 304 440 461
2016 169 247 292 305,5 331,5 358 379 386,5 407 412 416 416 419 435 490 576,3
2017 125 187,3 247,3 266,3 289,3 308,3 351,4 370,4 370,4 370,4 380,4 399,4 417,9 417,9 448 453,3
2018 133 176 200,5 241 270,1 271,6 309,1 314,6 358,6 408,6 449,6 476,1 514,6 543,7 609,2 747,7
2019 109,5 109,5 111 118 133 134 142,23 142,23 142,23 162,5 162,5 162,7 211,5 211,5 223,4 234,8
Xbar 166,02 227,29 265,71 292,9 320,04 336,86 360,25 377,18 394,08 412,89 422,46 441,3 456,17 467,47 537,28 626,12
S 42,97 67,08 76,55 80,57 84,2 86,98 96,78 101,54 106,26 108,94 108,78 114,06 112,97 117,18 134,6 190,14
8
Lampiran 2 Tabel Data Curah Hujan tahunan Ditribusi Gumbel
Perhitungan Curah Hujan dengan Periode Ulang T (Xt)
Keterangan :
X = Curah hujan rata -rata
S = Standar Deviasi Sampel
Yt = Koreksi Variansi
Ym= Koreksi Variansi Rata - Rata
Sm = Standar Deviasi dari Ym
T = Periode Ulang
T 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 21 31
2 143,29 191,81 225,23 250,28 275,5 290,85 309,06 323,47 337,87 355,27 364,92 380,98 396,42 405,48 466,09 525,54
5 191,25 266,68 310,66 340,2 369,48 387,93 417,07 436,8 456,46 476,85 486,32 508,27 522,5 536,27 616,3 737,75
10 223 316,25 367,22 399,74 431,7 452,21 488,58 511,83 534,98 557,34 566,7 592,55 605,97 622,86 715,75 878,25
15 240,91 344,22 399,14 433,33 466,81 488,47 528,93 554,16 579,28 602,76 612,04 640,1 653,07 671,71 771,87 957,52
20 253,46 363,8 421,48 456,85 491,39 513,86 557,18 583,8 610,29 634,56 643,8 673,39 686,04 705,92 811,15 1013
25 263,12 378,89 438,69 474,97 510,32 533,42 578,94 606,63 634,18 659,05 668,25 699,04 711,44 732,26 841,42 1055,8
50 292,88 425,35 491,71 530,77 568,64 593,67 645,97 676,96 707,78 734,51 743,59 778,03 789,68 813,43 934,64 1187,5
Lampiran 3 Data Intensitas Hujan dengan Persamaan Mononbe
Intensitas Hujan Per Hari [dengan Persamaan Mononobe]
Keterangan :
It = intensitas hujan untuk durasi hujan t jam [mm/jam]
R24 = intensitas hujan durasi 24
jam atau curah hujan harian
[mm]
m = konstanta, di Indonesia m = 2/3
t = waktu konsentasi hujan (asumsi = 12 jam )
Intensitas Hujan Mononobe
Periode Ulang/
Waktu
Konsentrasi
2 (tahun) 5 (tahun) 10 (tahun) 15 (tahun) 20 (tahun) 25 (tahun) 50 (tahun)
1 49,67567256 66,301672 77,309531 83,52007184 87,868533 91,21799 101,53608
2 31,29371276 41,767436 48,701953 52,6143483 55,353707 57,463733 63,963721
3 23,88157247 31,87452 37,166546 40,15226258 42,242785 43,853035 48,813455
4 19,71380372 26,311836 30,680308 33,14496248 34,870651 36,199883 40,29462
5 16,98884104 22,674853 26,439488 28,56346278 30,050616 31,196114 34,72485
6 15,04444793 20,079689 23,413457 25,29434041 26,611287 27,625681 30,75055
7 13,5751633 18,118648 21,12683 22,8240214 24,012351 24,927677 27,747362
8 12,41891814 16,575418 19,327383 20,88001796 21,967133 22,804497 25,38402
9 11,48106254 15,323671 17,867812 19,30319448 20,308213 21,08234 23,467062
10 10,70229922 14,284262 16,655834 17,99385401 18,930702 19,65232 21,875285
11 10,04342789 13,404873 15,630442 16,88608881 17,765261 18,442454 20,528565
12 9,477408315 12,649411 14,749554 15,93443596 16,76406 17,403089 19,371633
13 8,984933233 11,992109 13,983122 15,106434 15,892948 16,498771 18,365023
14 8,551816996 11,414033 13,309069 14,3782325 15,126833 15,703452 17,479742
9
15 8,167382898 10,900932 12,71078 13,73188064 14,446829 14,997527 16,693967
16 7,823428191 10,441859 12,175488 13,15358708 13,838427 14,365933 15,99093
17 7,513537786 10,028251 11,69321 12,63256607 13,290279 13,79689 15,357521
18 7,232616187 9,6533076 11,256016 12,16025053 12,793372 13,281042 14,783322
19 6,976560345 9,3115522 10,85752 11,72974197 12,340449 12,810854 14,259949
20 6,742026036 8,9985214 10,492518 11,33541772 11,925595 12,380186 13,780566
21 6,52625781 8,7105375 10,156721 10,97264502 11,543934 11,983977 13,33954
22 6,326963104 8,4445406 9,8465612 10,63756937 11,191413 11,618018 12,932186
23 6,142217604 8,1979625 9,5590445 10,32695541 10,864627 11,278775 12,55457
24 5,970393117 7,9686299 9,2916365 10,03806564 10,560696 10,963259 12,203364
Lampiran 4 Tabel Perhitungan Water Balanced
Hari Acc CH
(mm)
Volume Air
Permukaan
(m3)
Volume Air
Pompa (m3)
Vol Air
Masuk (m3)
Volume Air
Keluar (m3)
Volume Air
Tertinggal di
Megapond
Kapasitas
Megapond
(m3)
1 199,53 239436,00 11750,4 251186,40 36936 214250,40 300000
2 259,10 310919,28 23500,8 334420,08 73872 260548,08 300000
3 301,88 362256,72 35251,2 397507,92 110808 286699,92 300000
4 336,45 403743,79 47001,6 450745,39 147744 303001,39 300000
5 365,97 439168,56 58752 497920,56 184680 313240,56 300000
6 392,01 470407,95 70502,4 540910,35 221616 319294,35 300000
7 415,46 498547,91 82252,8 580800,71 258552 322248,71 300000
8 436,90 524280,93 94003,2 618284,13 295488 322796,13 300000
9 456,73 548079,36 105753,6 653832,96 332424 321408,96 300000
10 475,23 570281,72 117504 687785,72 369360 318425,72 300000
11 492,62 591140,01 129254,4 720394,41 406296 314098,41 300000
12 509,04 610847,58 141004,8 751852,38 443232 308620,38 300000
13 524,63 629556,48 152755,2 782311,68 480168 302143,68 300000
14 539,49 647388,69 164505,6 811894,29 517104 294790,29 300000
15 553,70 664443,79 176256 840699,79 554040 286659,79 300000
16 567,34 680804,27 188006,4 868810,67 590976 277834,67 300000
17 580,45 696539,34 199756,8 896296,14 627912 268384,14 300000
18 593,09 711707,69 211507,2 923214,89 664848 258366,89 300000
19 605,30 726359,60 223257,6 949617,20 701784 247833,20 300000
20 617,12 740538,52 235008 975546,52 738720 236826,52 300000
21 628,57 754282,27 246758,4 1001040,67 775656 225384,67 300000
22 639,69 767624,02 258508,8 1026132,82 812592 213540,82 300000
23 650,49 780593,03 270259,2 1050852,23 849528 201324,23 300000
24 661,01 793215,27 282009,6 1075224,87 886464 188760,87 300000
25 671,26 805513,90 293760 1099273,90 923400 175873,90 300000
26 681,26 817509,68 305510,4 1123020,08 960336 162684,08 300000
27 691,02 829221,30 317260,8 1146482,10 997272 149210,10 300000
28 700,55 840665,67 329011,2 1169676,87 1034208 135468,87 300000
29 709,88 851858,09 340761,6 1192619,69 1071144 121475,69 300000
30 719,01 862812,54 352512 1215324,54 1108080 107244,54 300000
10
Lampiran 5 Tabel Graphic Check Flood
Tahun Luas
Kapasitas
Megapond
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
0,1 m3/s
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
0,2 m3/s
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
0,25 m3/s
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
0,35 m3/s
(m3)
2012 0 300000 106272 -4665,6 -8769,6 -16977,6
2013 15 300000 214123,5678 31805,5742 21325,71006 12951,9
2014 30 300000 321975,1355 96736,31986 65944,14044 43774,62011
2015 45 300000 429826,7033 185481,3259 126603,3614 84913,46967
2016 60 300000 537678,271 291438,271 200919,943 134696,2809
2017 75 300000 645529,8388 399289,8388 287444,5752 192749,2437
2018 85 300000 717430,884 471190,884 351390,4156 235544,8618
2019 100 300000 825282,4517 579042,4517 455922,4517 305863,0716
2020 110 300000 897183,4969 650943,4969 527823,4969 356384,6395
2021 120 300000 969084,5421 722844,5421 599724,5421 409779,7859
2022 135 300000 1076936,11 830696,1099 707576,1099 495074,3464
2023 150 300000 1184787,678 938547,6776 815427,6776 586323,2405
2024 175 300000 1364540,291 1118300,291 995180,2905 750885,8684
2025 190 300000 1472391,858 1226151,858 1103031,858 856791,8583
Tahun Luas
Kapasitas
Megapond
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
0,45 m3/s
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
0,7 m3/s
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
0,9 m3/s
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
1,2 m3/s
(m3)
Volume air
maksimal di
megapond
1,5 m3/s
(m3)
2012 0 300000 -25185,6 -45705,6 -62121,6 -86745,6 -111369,6
2013 15 300000 4743,9 -15776,1 -32192,1 -56816,1 -81440,1
2014 30 300000 34673,4 14153,4 -2262,6 -26886,6 -51510,6
2015 45 300000 66223,53017 44082,9 27666,9 3042,9 -21581,1
2016 60 300000 105571,5596 74012,4 57596,4 32972,4 8348,4
2017 75 300000 151597,471 103941,9 87525,9 62901,9 38277,9
2018 85 300000 185242,7871 128823,2903 107478,9 82854,9 58230,9
2019 100 300000 240893,0269 167688,2004 137408,4 112784,4 88160,4
2020 110 300000 280703,0508 194951,8592 160766,1404 132737,4 108113,4
2021 120 300000 322796,1343 225139,9191 186676,0805 152690,4 128066,4
2022 135 300000 389918,8843 271389,3678 225540,9905 182619,9 157995,9
2023 150 300000 461883,4075 321857,342 266456,0989 215157,9006 187925,4
2024 175 300000 591510,1004 411926,1526 341926,2487 279932,7507 237807,9
2025 190 300000 674970,4919 470578,991 390774,6065 318797,6607 269549,6607
11
Lampiran 6 Tabel Neraca Air
No Bulan
Volume Akhir di
Megapond
dengan Outflow
0,15 m3/s (m3)
Volume Akhir
di Megapond
dengan Outflow
0,2 m3/s (m3)
Volume Akhir
di Megapond
dengan Outflow
0,3 m3/s (m3)
Volume Akhir
di Megapond
dengan Outflow
0,45 m3/s (m3)
Kapasitas
Megapond
(m3)
1 Januari 437405,6021 314285,6021 68045,60214 -301314,3979 300000
2 Februari 398812,4608 275692,4608 123120,00 -339907,5392 300000
3 Maret 529378,8896 406258,8896 160018,8896 -209341,1104 300000
4 April 577226,3732 454106,3732 207866,3732 -161493,6268 300000
5 Mei 519804,1178 396684,1178 150444,1178 -218915,8822 300000
6 Juni 288254,5594 165134,5594 -81105,44063 -450465,4406 300000
7 Juli 411405,0757 288285,0757 42045,07568 -327314,9243 300000
8 Agustus 430882,6219 307762,6219 61522,62193 -307837,3781 300000
9 September 598890,0551 475770,0551 229530,0551 -139829,9449 300000
10 Oktober 591043,3646 467923,3646 221683,3646 -147676,6354 300000
11 November 676285,8495 553165,8495 306925,8495 -62434,15047 300000
12 Desember 502571,1485 379451,1485 133211,1485 -236148,8515 300000
Lampiran 7 Data Annual Series
Tahun Xbar
1982 332,519
1983 313,581
1984 305,5
1985 244,406
1986 443,313
1987 477,231
1988 527,206
1989 393,006
1990 380,625
1991 326,438
1992 527,763
1993 337,125
1994 548
1995 519,3
1996 326,763
1997 575,331
1998 522,031
1999 263,125
2000 285,244
12
2001 355,256
2002 402,55
2003 352,738
2004 333,431
2005 303,025
2006 333,15
2007 436,969
2008 394,938
2009 345,613
2010 426,313
2011 446,875
2012 366,125
2013 304,019
2014 514,925
2015 284,063
2016 377,488
2017 337,688
2018 376,5
2019 156,912
Lampiran 8 Tabel Perhitungan Reduce Mean (Ym)
Perhitungan Reduce Mean (Ym)
Keterangan :
n = Jumlah data 38
m = Urutan data
m ym
1 3,65060202
2 2,94420807
3 2,52519494
4 2,22364837
5 1,98630739
6 1,78943766
7 1,62036872
8 1,47152794
9 1,33802142
10 1,2164982
11 1,10455852
12 1,0004205
13 0,90272046
14 0,81038727
15 0,72255989
16 0,63853129
13
17 0,55770902
18 0,47958667
19 0,40372257
20 0,32972333
21 0,25723061
22 0,18591003
23 0,11544124
24 0,04550854
25 -0,0242089
26 -0,0940478
27 -0,164374
28 -0,2355988
29 -0,3082025
30 -0,3827675
Average 0,90368751
Std. Dev 1,01557324
Lampiran 9 Tabel Perhitungan Reduced Variate (Yt)
Perhitungan Reduced Variate (Yt)
Keterangan :
T = Periode Ulang Hujan
T Yt
1 -
2 0,3665
3 0,9027
4 1,2459
5 1,4999
6 1,7020
7 1,8698
8 2,0134
9 2,1389
10 2,2504
15 2,6738
20 2,9702
25 3,1985
35 3,5409
50 3,9019
1
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Pengembangan Sumberdaya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat
PROGRAM PEMBANGUNAN SDM DALAM MENGOPTIMALKAN
PERAN INDUSTRI PERTAMBANGAN YANG BERSINERGI DAN
BERKELANJUTAN DALAM MENINGKATKAN NILAI TAMBAH
MINERAL DAN BATUBARA
Putri Rizka Sania[1]
[1]Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya/Jurusan Teknik Pertambangan
ABSTRAK
Dalam mengoptimalkan industri pertambangan yang bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dibutuhkan kerjasama dari berbagai pihak dalam mewujudkan ketercapaian tersebut. Pada era revolusi
industri 4.0 seperti saat ini, peran dari industri pertambangan dalam mengoptimalkan pengelolaan mineral dan
batubara merupakan bagian yang krusial dalam mewujudkannya. Keberlangsungan industri pertambangan
memiliki peran penting dalam membangun peradaban manusia yang semakin maju. Pembangunan sumber daya
manusia merupakan perihal yang mendasar dan menjadi fokus utama dalam membangun sumber daya manusia
yang berkualitas, bersinergi dan menguasai IPTEK yang semakin maju berlingkup global. Sumber daya manusia
berperan sebagai salah satu aspek yang paling strategis sehingga dapat menunjang aspek-aspek lainnya yang
berkaitan. Sumber daya manusia inilah yang akan berperan dalam keberlanjutan pengelolaan sumber daya mineral
dan batubara yang akan memberikan kontribusi maksimal dalam jangka panjang untuk Indonesia. Saat inilah
merupakan waktu yang tepat untuk meningkatkan sumber daya manusia terdidik dalam mengembangkan
kemampuan dan kompetensi dalam pengelolaan sumber daya alam dalam lingkup pertambangan. Maka dari itu
diperlukan usaha yang strategis, diantaranya meningkatkan kualitas sumber daya manusia yang berawal dari
unskilled menjadi knowledge worker. Meningkatnya kebutuhan akan bahan galian tambang yang seiring dengan
berkembangnya populasi manusia dan pengaruh revolusi industri 4.0 dalam kehidupan manusia seiring dengan
orientasi pada teknologi, menjadikan industri pertambangan di Indonesia berupaya dalam mengimplementasikan
teknologi yang semakin efisien dan canggih dalam penerapannya. Maka dari itu, dibutuhkan adanya suatu
program dalam meningkatkan nilai tambah mineral dan batubara yang bersinergi, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan, seperti contohnya hilirisasi sumber daya mineral, pengembangan minat dan kontribusi generasi muda
dalam mengoptimalkan peran industri pertambangan, tentunya dengan program-program yang menunjang seperti
sertifikasi, pelatihan, pengembangan kompetensi, program magang di perusahaan pertambangan dan lain
sebagainya, sehingga program tersebut memiliki sasaran dan tujuan yang akan dicapai. Dengan adanya program
ini diharapkan sumber daya manusia khususnya generasi muda dapat memberikan kontribusi terbaik sehingga
dapat mencapai tujuan bersama dalam meningkatkan industri pertambangan yang lebih baik kedepannya, bahkan
semakin maju dan dapat melakukan pengelolaan berkelanjutan secara efektif. dan efisien.
Kata Kunci: Pembangunan SDM, Pengelolaan Mineral dan Batubara, Industri Pertambangan, Program
Pembangunan
ABSTRACT
In optimizing the mining industry that is synergistic, sustainable and environmentally friendly, cooperation
from various parties is needed in realizing this achievement. In the era of the industrial revolution 4.0 as it is
today, the role of the mining industry in optimizing mineral and coal management is a crucial part in making it
happen. The sustainability of the mining industry has an important role in building an increasingly advanced
human civilization. Human resource development is a fundamental matter and becomes the main focus in building
quality human resources, synergizing and mastering science and technology that is increasingly advanced in a
global scope. Human resources play a role as one of the most strategic aspects so that it can support other related
aspects. These human resources will play a role in the sustainability of mineral and coal resource management
which will provide maximum contribution in the long term for Indonesia. This is the right time to increase
educated human resources in developing capabilities and competencies in natural resource management in the
2
mining sector. Therefore, strategic efforts are needed, including improving the quality of human resources
starting from unskilled to knowledge workers. The increasing need for mining minerals along with the
development of the human population and the influence of the industrial revolution 4.0 in human life along with
the orientation to technology, has made the mining industry in Indonesia strive to implement increasingly efficient
and sophisticated technology in its application. Therefore, a program is needed to increase the added value of
minerals and coal that is synergistic, sustainable and environmentally friendly, such as downstreaming of mineral
resources, developing the interests and contributions of the younger generation in optimizing the role of the
mining industry, of course with supporting programs such as certification, training, competency development,
internship program in mining companies and so on, so that the program has goals and objectives to be achieved.
With this program, it is expected that human resources, especially the younger generation, can make the best
contribution so that they can achieve the common goal of improving the mining industry in the future, even more
advanced and able to carry out sustainable management effectively. and efficient.
Keywords: Human Resources Development, Mineral and Coal Management, Mining Industry, Development
Programs
A. PENDAHULUAN
Dalam rangka mempersiapkan Industri
pertambangan yang semakin maju berlingkup
global, dibutuhkan persiapan semaksimal mungkin
dalam meningkatkan pola pikir pendidikan dan
pembangunan perspektif masa depan dengan tujuan
untuk mewujudkan generasi muda yang
berintegritas, berkarakter unggul dan berkualitas.
Melalui SDM yang berkualitas dan unggul secara
mental maupun fisik maka peningkatan daya saing
dan kemandirian bangsa dapat tercipta. Dalam
cakupan pendidikan, keberhasilan dapat diraih dan
tentunya dapat memberikan kontribusi yang besar
pula terhadap pencapaian tujuan pembangunan yang
menyeluruh, termasuk dalam cakupan ilmu
pertambangan. Keberhasilan lingkup pendidikan
mencakup dimensi yang sangat besar didalamnya
diantaranya yaitu sosial, ekonomi, budaya dan
politik. Dalam meningkatkan nilai tambah mineral
dan batubara, kualitas sumber daya manusia (SDM)
sangat begitu penting demi kelancaran upaya
Indonesia dalam menyongsong era pembangunan
Industri pertambangan yang lebih baik dari segi
pengolahan hingga pemasaran. Seiring dengan
perkembangan era global, keberlanjutan dalam
industri pertambangan menjadi hal yang krusial.
Keberlanjutan dalam industri pertambangan selalu
menjadi fokus utama dalam pembangunan.
Meningkatnya kebutuhan akan komoditas tambang
sangat berdampak besar terhadap kehidupan
manusia. Melalui perkembangan zaman dan riset,
sejumlah besar industri memberikan perhatian pada
proses dan dampak dalam perspektif lingkungan dan
ekonomi. Pada era global seperti saat ini, kita sudah
mulai tersadar akan pentingnya kelestarian dan
ketahanan lingkungan. Fokus utama ditujukan
terhadap permintaan akan kebutuhan yang semakin
meningkat seiring dengan sumber daya yang
diperlukan seperti energi dan air selama proses
ekstraksi pertambangan, peningkatan polusi juga
harus diperhatikan seiring dengan keberlanjutan
lingkungan. Peluang kesempatan belajar seluruh
penduduk Indonesia khususnya generasi muda yang
memasuki usia produktif akan terjamin apabila
kualitas pendidikan tersebar secara merata dan
inklusif, yang merupakan tujuan dari pembangunan
secara berkelanjutan. Dengan tekad yang kuat
pembangunan SDM dapat tercipta seiring dengan
berkembangnya populasi manusia.
Pada tahun 2045 Indonesia telah memasuki
masa emasnya tepat pada 100 tahun Indonesia
merdeka. Pada periode tersebut jumlah penduduk
Indonesia mencapai populasi sejumlah 309 juta
orang yang didominasi oleh penduduk usia produktif
sehingga populasi usia produktif inilah yang akan
menjadi sumber modal dalam membangun
“Generasi Emas” pada tahun 2045. Dengan
kesempatan emas ini apabila dapat dikelola dan
dimanfaatkan dengan semaksimal mungkin maka
populasi tersebut dapat menjadi peluang positif dan
menjadi bonus demografi yang sangat besar. Namun
dapat pula hal tersebut dapat menjadi suatu bencana
atau kerugian yang terbilang cukup besar apabila
tidak dilakukan pengelolaan dan pemanfaatan secara
maksimal. Maka dari itu dengan kesempatan yang
sangat bernilai dan berharga inilah dibutuhkan
pengelolaan dan pemanfaatan yang baik demi
mewujudkan sumber daya manusia yang cerdas,
berkarakter, kompetitif dan dapat menghadapi
tantangan dan prolematika di masa yang akan
dating. Dalam mencapai generasi emas 2045,
dibutuhkan fondasi yang kuat dalam mewujudkan
kemandirian dan cita-cita Indonesia menuju negara
yang berdaulat dan makmur, yaitu sumber daya
manusia (SDM) yang unggul dan berintegritas.
Dalam mewujdukan generasi yang unggul dan
produktif dibutuhkan keberhasilan pembangunan
dalam berbagai aspek, salah satunya yaitu ekonomi.
3
Sumber daya manusi (SDM) yang unggul menjadi
peranan yang penting sebagai investasi menuju
Indonesia yang lebih maju, mandiri dan sejahtera.
Modal utama dari setiap usaha, apalagi dalam
sebuah industri pertambangan adalah sumber daya
manusia (SDM), maka dari itu sebuah perusahaan
menanamkan waktu dan modal yang tidak sedikit
pula dalam melatih, merekrut dan mengembangkan
sumber daya manusia agar mampu mengemban
tugas demi sebuah pencapaian perusahaan.
Pembangunan sumber daya manusia dalam skala
nasional merupakan bagian dalam proses untuk
mencapai tujuan dalam pembangunan nasional
Indonesia. Dengan demikian, pemikiran mengenai
pembangunan yang berkembang di era globalisasi
saat ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor,
salah satunya yaitu kesadaran dalam diri. Berkaitan
dengan hal tersebut, beberapa hal menjadi fokus
utama pengembangan kualitas sumber daya
manusia, termasuk sistem pendidikan yang
berkualitas. Dalam mencapai tujuan tersebut
dibutuhkan penataan terutama berkaitan dengan
kualitas pendidikan serta relevansinya terhadap
dunia kerja khususnya dalam industri pertambangan,
dilakukan terhadap sistem pendidikan secara
keseluruhan. Dalam hal tersebut, pemerintah
berperan penting untuk menyelenggarakan sistem
pendidikan yang efisien dan efektif yang
berorientasikan pada penguasaan IPTEK yang sama
dan menyeluruh di seluruh Indonesia. Dalam
pengembangan sumber daya manusia (SDM)
dibutuhkan peningkatan SDM tidak hanya kuantitas,
tetapi juga kualitasnya, melalui berbagai pelatihan
kompetensi, diklat, sharing knowledge, dan
sebagainya. Pemerintah memegang peranan penting
dalam mempersiapkan program-program yang
strategis dan utama guna menghasilkan sumber daya
manusia (SDM) yang berkualitas, siap dalam
menghadapi dunia kerja dan tantangan global.
Generasi muda memiliki peranan yang
krusial dalam mewujudkan pembangunan bangsa,
dibutuhkan upaya semaksimal mungkin dalam
mewujudkannnya. Sehingga dibutuhkan persiapan
semaksimal mungkin dalam menyiapkan generasi
muda yang kreatif, inovatif dan unggul. Dalam
waktu yang bersamaan, bangsa Indonesia juga
menghadapi berbagai tantangan agar dapat mengejar
ketinggalan dari bangsa-bangsa yang lebih dahulu
maju. Mahasiswa termasuk generasi muda yang
digolongkan sebagai “elit”. Mahasiswa menjadi elit
generasi muda karena secara historis mereka
memainkan peran penting dalam semua perubahan
yang dibawa oleh generasi muda, baik di seluruh
dunia maupun di Indonesia. Tidak berlebihan jika
dikatakan bahwa mahasiswa mendapat predikat
Agen Perubahan, Direktur Perubahan, Minoritas
Kreatif (Elite Minority), dan Pemimpin Masa
Depan.
Pendidikan diyakini sebagai salah satu
bidang yang berguna saing dalam pembangunan
sumber daya manusia dan pembangunan suatu
bangsa yang bermartabat. Hal ini tertuang dalam
UUD 1945 mencakup peran penting dari pendidikan
dalam pembangunan sumber daya manusia. Peranan
strategis yang dimiliki oleh pendidikan merupakan
investasi yang sangat penting untuk dilakukan
rekonturksi dan reformulasi perencanaan
pendidikan untuk lebih mendukung terciptanya
generasi emas di masa yang akan datang.
Pemerataan kualitas pendidikan juga menjadi dasar
dalam mewujudkan pembangunan nasional secara
berkelanjutan dan dalam jangka panjang. Belum
sinkronnya blue print perencanaan jangka panjang
atas dasar pembangunan pendidikan yang bersifat
visioner dan strategis merupakan salah satu
hambatan dalam kemajuan pendidikan pada lingkup
internasional mengikuti perkembangan global yang
mengakibatkan pembangunan pendidikan nasional
cenderung berorientasi jangka pendek dan
pragmatis.
Generasi muda dan pendidikan adalah dua
konteks yang memiliki cakupan berbeda, namun
memiliki keterkaitan satu sama lain. Dalam konteks
tersebut, generasi muda secara garis besar tumbuh
dan berkembang melalui pendidikan atau dapat
dikatakan sebagai wahana pengembangan diri
generasi muda. Maka dari itu, dalam menghadapi
tantangan dan problematika global sangat
dibutuhkan sumber daya manusia yang
berkompetensi dalam pencapaian tersebut melalui
proses pengembangan. Oleh karena itu pendidikan
memiliki pengaruh besar dalam pengembangan
sumber daya manusia bagi milenial, begitupun
sebaliknya. Pendidikan mencakup suatu sistem yang
terbagi atas komponen-komponen yang saling
berkaitan demi terciptanya peningkatan kualitas
sumber daya manusia. Adapun komponen yang
tercipta didalamnya, yaitu SDM, Kebijakan, Sarana
dan Prasarana. Dari keempat komponen tersebut,
komponen yang paling strategis dan berperan sangat
penting adalah komponen SDM, terciptanya sumber
daya manusia yang berkualitas akan berguna dalam
meningkatkan daya guna komponen lainnya seperti
kebijakan, sarana maupun prasarana. Dengan
adanya pembangunan SDM maka sumber daya
manusia yang berkualitas dapat terwujud dengan
maksimal. Keterkaitan antara generasi muda dan
revolusi digital 4.0 tidak dapat dipungkiri. Dampak
4
perubahan fundamental dan dirupsi akibat adanya
revolusi industri 4.0 telah sukses mendorong
inovasi-inovasi teknologi terhadap kehidupan
masyarakat, sehingga perlu ditingkatkan
pemanfaatannya melalui sistem aplikasi berbasis
internet sebagaimana untuk kepentingan mobilitas.
Hasil akhirnys berupa dampak, dari penggunaan
mobilitas digital terhadap penerapan dari perubahan
globalisasi yang terjadi, diperlukan sebuah sistem
dalam mendukung revolusi digital.
Dalam hukum pertambangan Indonesia,
mineral dan batubara (minerba) merupakan bagian
dari kekayaan alam yang tidak dapat diperbarui,
sumber daya alam tersebut memiliki peran penting
dalam memenuhi hajat hidup orang banyak. Untuk
memberikan nilai tambah bagi perekonomian negara
dalam skala nasional demi terwujudnya
kesejahteraan rakyat, maka negara memiliki
kewenangan dalam melakukan pengelolaan mineral
dan batubara. Menurut Undang-Undang Nomor 4
Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan
Batubara (UU Minerba), apabila pengelolaan dan
pemurnian dapat dikelola di dalam negeri maka
dapat dihasilkan nilai tambah secara maksimal.
Dilakukannya upaya pengolahan dan pemurnian di
dalam negeri dapat berguna dalam meningkatkan
nilai ekonomi produk pertambangan mineral dan
batubara, meningkatkan nilai tambah, menciptakan
lapangan kerja, dan mendorong pertumbuhan
ekonomi nasional. Dalam beberapa periode,
Indonesia memiliki sejarah dalam pengelolaan
sumber daya alam di Indonesia, khususnya sumber
daya mineral, hingga saat ini sebagian besar masih
diekspor dalam bentuk bahan mentah, tanpa pra-
pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Dalam
meningkatan nilai tambah mineral, UU Minerba
memerlukan upaya strategis dan kewajiban dalam
mengatur politik hukum melalui beberapa proses
pengolahan dan pemurnian di dalam negeri.
Kebijakan terrsebut diatur dalam Pasal 102 UU
Mineral.
Seperti yang kita ketahui, Indonesia memiliki
banyak sekali cadangan mineral dan batubara yang
terkandung dalam bumi dengan cakupan jangka
panjang yang dimiliki, namun sejauh ini Indonesia
belum sepenuhnya memaksimalkan hal tersebut
terutama dalam pengolahan dan pemurnian. Dulu
Indonesia hanya melakukan penambangan saja
kemudian bahan galian tambang mentah tersebut di
ekspor ke luar negeri, namun sayangnya setelah
diolah di luar negeri, nilai jual yang diterima
Indoneisa semakin tinggi, dibandingkan harga jual
bahan material mentah,
B. PEMBAHASAN
Meningkatnya kebutuhan akan bahan galian
tambang yang seiring dengan berkembangnya
populasi manusia dan pengaruh revolusi industri 4.0
dalam kehidupan manusia seiring dengan orientasi
pada teknologi, menjadikan industri pertambangan
di Indonesia berupaya dalam mengimplementasikan
teknologi yang semakin efisien dan canggih dalam
penerapannya. Pada era globalisasi, terlebih disaat
pandemi Covid-19 seperti saat ini, teknologi kian
marak dan berkembang cukup pesat terlebih dalam
lingkup generasi muda saat ini, karena teknologi
sudah erat kaitanya dengan aktivitas kegiatan dari
generasi muda yang mengharuskan mereka
menggunakan teknologi digital dalam
kesehariannya. Teknologi kian berperan penting dan
strategis dalam mendukung perkembangan sumber
daya manusia terutama generasi muda. Dengan
berkembangnya teknologi banyak hal positif
maupun negatif yang dapat kita rasakan, tidak
menutup kemungkinan di era industri 4.0
kemungkinan teknologi dapat mengurangi tenaga
kerja manusia, namun demikian pada era industri 4.0
akan lebih banyak terbentuk profesi baru yang
mengikuti inovasi teknologi seperti pengoperasian
alat berat, pengawasan kerja, penggerak teknis dan
lain sebagainya. Maka dari itu generasi muda
ditutntut dalam memahami dan menggunakan
teknologi sebaik mungkin agar dapat
diimplementasikan terhadap teknologi saat ini
maupun di masa yang akan datang. Revolusi industri
4.0 tidak hanya memberikan peluang tetapi juga
memberikan tantangan kepada generasi muda.
Semakin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam revolusi 4.0 turut diikuti dengan implikasi
lain yang terjadi yaitu tuntutan kompetensi yang
semakin beragam dan tinggi, kompetisi antara
manusia dan teknologi serta tingkat pengangguran
yang semakin tinggi apabila tidak diimbangi dengan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasai.
Maka dari itu pembangunan sumber daya manusia
dibutuhkan seiring dengan berkembangnya IPTEK
pada revolusi industri 4.0 baik di masa saat ini
maupun di masa mendatang.
Dalam pembangunan nasional dibutuhkan
peran sumber daya manusia didalamnya, tentunya
dibutuhkan pula sebuah program dalam
mengembangkan potensi sumber daya manusia
sebagai pelaku utama yang sangat krusial dalam
mewujudkannya, diimbangi dengan peran IPTEK
yang semakin maju berlingkup global dengan begitu
Indonesia emas 2045 dapat terwujud. Persiapan
dalam mewujudkan Indonesia emas 2045 dilakukan
seirjng dengan persiapan Indonesia dalam
5
menghadapi bonus demografi yang dilakukan
dengan tahapan dan upaya secara maksimal. Industri
pertambangan memiliki potensi dan peluang yang
besar dalam mewujudkan harapan tersebut menuju
Indonesia emas 2045, maka dari itu saat inilah waktu
yang tepat dalam menggerakan roda pembangunan
jangka panjang berkelelanjutan dalam lingkup
global. Melalui kerjasama dan tekad yang kuat maka
tujuan tersebut akan lebih mudah tercapai. Program
yang dapat menunjang peningkatan kualitas sumber
daya manusia yang pertama dalam lingkup
mahasiswa yakni kuliah tamu, dimana program
tersebut diperuntukan untuk mahasiswa yang sedang
menjalankan program studi teknik pertambangan
dengan pemateri yang sangat handal dan
berpengalaman dalam industri pertambangan, maka
dari itu dengan adanya program kuliah tamu,
diharapkan dapat memberikan gambaran secara
tidak langsung mengenai lingkup kerja tanpa harus
terjun langsung di lapangan maupun di perusahaan
pertambangan tersebut, serta dapat memberikan
motivasi pula kepada mahasiswa yang sedang
menempuh pendidikan perkuliahan agar mereka
memiliki semangat dan ambisi dalam menempuh
harapan yang cerah pada industri pertambangan.
Program selanjutnya yakni program magang
bersertifikat di perusahaan pertambangan, program
tersebut dapat berasal dari naungan kemendikbud
yakni program magang kampus merdeka maupun
program langsung dari kerjasama antara pihak
perguruan tinggi yang menaungi dengan perusahaan
pertambangan, dari adanya program tersebut
diharapkan pemerintah dapat berkontribusi pula
dalam menghimbau dan memberikan arahan kepada
setiap instansi atau perusahaan untuk dapat
menerima mahasiswa untuk dapat magang dalam
perusahaan tersebut, selain itu dengan adanya
program ini dapat memberikan peluang kepada
mahasiswa untuk dapat aktif, kreatif dan selalu
berinovasi dalam menggerakan roda pembangunan
nasional, tentunya dengan tujuan untuk mencapai
Indonesia emas 2045. Dengan adanya program
magang kampus merdeka maupun program magang
lainnya, maka mahasiswa dapat menggali informasi
dan ilmu secara fleksibel tanpa adanya batasan
jangkauan dan tidak terpangku dengan prosedur
mata kuliah yang ada pada perguruan tinggi tersebut,
dengan begitu akan memberikan warna dan ruang
baru pada mahasiswa untuk dapat berkecimpung
secara langsung dalam industri pertambangan.
Terlebih lagi saat ini era digital sangat membantu
setiap peserta didik untuk mendapatkan ilmu
pengetahuan secara luas dan fleksibel. Selain dari
perguruan tinggi dan perusahaan, peran ikatan
alumni sangat dibutuhkan untuk memberikan
knowledge atas pencapaian yang telah dicapai oleh
para alumni, sehingga dapat memberikan motivasi
pula kepada adik-adik yang masih berada di bangku
kuliah, maka dari itu diperlukan program-program
yang menunjang untuk mengoptimalkan sumber
daya manusia di lingkup industri pertambangan
khususnya generasi muda sebagai cikal bakal dalam
mengelola industri pertambangan untuk dapat
mengelola sumber daya alam yang ada di Indonesia
lebih baik lagi bahkan hasil dari pengelolaan
tersebut dapat berguna dalam meningkatkan
ekonomi Indonesia lebih sejahtera lagi dan lebih
maju. Program-program pengembangan sumber
daya manusia yang berkaitan dengan alumni
tersebut dapat berupa forum diskusi (forum
discussion) yaitu ruang aktif untuk bersosialisasi,
menyampaikan aspirasi serta berdiskusi bersama
seluruh alumni tambang, alumni community dan
berguna untuk menghubungkan, berinteraksi dan
bersosialisasi secara online, miners development
center berguna dalam memberi ilmu pertambangan,
pengalaman, professional dan entrepreneurship dari
para alumni, job vacancy berguna dalam
memberikan informasi pekerjaan yang
menghubungkan perusahaan-perusahaan dengan
lulusan tambang, bisnis alumni memuat daftar-
daftar bisnis yang dikembangkan oleh alumni yang
berguna untuk memotivasi semanagat dalam
berwirausahaan, dan sharing knowledge dari alumni
yang berguna sekali dalam memberikan informasi
dan materi pendidikan yang relevansi dengan
kurikulum jurusan Teknik Pertambangan kepada
adik-adik mahasiswa pada perguruan tinggi tersebut,
serta berguna dalam memberikan gambaran mengai
industri pertambangan secara luas dan berdasarkan
pengalaman pribadi masing-masing. Adapula
program-program yang menunjang dalam
meningkatkan kompetensi mahasiswa ataupun
karyawan baru melalui program-program seperti
penyelenggaraan diklat berbasis kompetensi,
widyaiswara yang professional, pelatihan dan
pengembangan kompetensi berupa pelatihan
sertifikasi, teknis/fungsional, manajerial,
pengembangan karakter dan kepribadian (pelatihan
dasar) dan pendidikan leadership. Pembangunan
dapat tercipta dengan semaksimal mungkin apabila
memiliki niat dan tekad dalam mencapai tujuan
bersama, tentunya dengan saling bekerjasama untuk
mencapai tujuan tersebut.
Dalam memajukan Industri pertambangan
menuju Indonesia emas 2045, tentunya dibutuhkan
kerjasama pula antara perusahaan dan masyarakat
Indonesia, hingga saat ini pertambangan masih
6
belum cukup umum di kalangan masyarakat dan
merusak lingkungan, maka dari itu saat inilah waktu
yang tepat untuk mahasiswa dapat memberikan
informasi positif mengenai pertambangan. Kian
maraknya pertambangan illegal yang ada di
Indonesia menyebabkan banyaknya opini negatif
beredar di kalangan masyarakat mengenai hal
terseut, seringkali opini beredar bahwasannya
pertambangan selalu berdampak pada kerusakan
lingkungan, karena masih banyaknya opini negatif
yang berkembang, maka solusi terbaik dalam
menangani hal tersebut dapat berupa sosialiasi atau
pemberian pemahaman dengan memberikan edukasi
atau penyelesaian perihal permasalahan tersebut
sehingga dapat diatasi dengan sebaik mungkin,
perlahan dan pasti semua akan berubah dan industri
pertambangan dapat menjalin hubungan yang
harmonis dengan masyarakat setempat. Oleh karena
itu, generasi muda menjadi salah satu peran dari
SDM yang sangat krusial dalam mewujudkan
keterbaharuan tersebut. Dengan dukungan dan
kerjasama dari semua pihak yang terlibat, maka
pertambangan Indonesia dapat berkembang menuju
Indonesia yang lebih maju dan dapat menaikan roda
pembangunan nasional dengan memanfaatkan
potensi sumber daya alam yang ada di Indonesia.
Namun dalam mewujudkannya hal tersebut,
dibutuhkan persyaratan mengenai ketersediaan dan
mutu dari infrastruktur yang memadai, kemudian
dibutuhkan kualitas sumber daya manusia yang
baik, kemampuan dan inovasi untuk memanfaaatkan
teknologi secara maksimal, penataan mobilitas yang
efisien dak efektif, stabilitas ekonomi, politik dan
tata kelola hukum secara maksimal.
Dengan demikian, peran sumber daya
manusia sangat dibutuhkan sekali dalam
memanfaatkan sumber daya alam yang ada,
contohnya saja dalam industri pertambangan
terdapat serangkaian proses dalam mengelola dan
memanfaatkan sumber daya yang ada melalui
serangkaian proses yakni pengolahan, produksi
bahkan hingga pemasaran, semua proses tersebut
selalu membutuhkan peran sumber daya manusia
dan tentunya diimbangi dengan inovasi teknologi
yang cukup membantu manusia dalam mengerjakan
hal tersebut. Dengan adanya program tersebut
diharapkan mahasiswa dapat menjadi pribadi yang
unggul, mandiri, kreatif, inovatif dan tentunya dapat
bersaing tidak hanya dalam lingkup nasional tetapi
juga lingkup internasional. Dalam era globalisasi
seperti saat ini yaitu di era new normal dan industri
4.0, maka seluruh sumber daya manusia bidang
pertambangana harus memiliki kompetensi yang
mumpuni dan juga penguasaan teknologi informasi.
Adapun kompetensi umum yang dibutuhkan dalam
industri pertambangan antara lain :
1. Health and Safety Management
2. Environmental Management System
3. Mining Maintenance System
4. System of Explosive Activities
5. System of Fastening and Mining Activities
Strategi pendidikan dibangun berdasarkan dari
tujuan-tujuan strategis pendidikan berdasarkan
SDG’s dengan tujuan untuk :
1. Mencapai kemitraan yang inklusif dan efektif
2. Memastikan sistem pendidikan yang bermutu
dan memiliki visi misi Bersama dalam
mewujudkan generasi yang unggul
sebagai bekal dalam bonus demografi
3. Memperbaiki kebijakan pendidikan
4. Mengelola sumber daya dalam pendanaan
pendidikan yang memadai
5. Melakukan pemantauan, evaluasi dan tindak
lanjut terhadap seluruh target
Dalam mengoptimalkan keberlangsungan
program pembangunan SDM menuju Indonesia
emas 2045, telah diselenggarakan program-program
yang menunjang pembangunan SDM dalam lingkup
nasional. Pembangunan SDM diperlukan dalam
rangka upaya untuk meningkatkan mutu sumber
daya manusia yang selama ini hanya dalam lingkup
tertentu saja, dengan adanya program tersebut
pendekatan pembelajaran dapat berlangsung secara
fleksibel dengan ilmu yang memadai karena
memiliki lingkup yang luas sehingga mahasiswa
dapat menjadi aktif, kreatif dan inovatif. Dalam
rangka menuju Indoensia emas 2045, pendidikan
yang berkualitas dibutuhkan negara Indonesia dalam
mempersiapkan bonus demografi, maka dari itu hal
ini haruslah disiapkan dengan matang dan sungguh-
sungguh. Apabila hal tersebut tidak disiapkan
dengan sungguh-sungguh maka bonus demografi
yang ditunggu-tunggu dapat menjadi bala bencana
untuk Indonesia. Peran pemerintah, perguruan tinggi
dan industri pertambangan sangat dibutuhkan dalam
hal tersebut, dimana pihak terkait harus beradaptasi
cepat dalam menyiapkan kompetensi, kreativitas
dan inovasi yang unggul sehingga mahasiswa dapat
mengikuti dan menghadapi berbagai tantangan dan
problematika yang ada. Dalam hal tersebut
dibutuhkan pula sinergi antara perguruan tinggi dan
industri khususnya dalam ranah pertambangan.
Industri pertambangan memiliki peran yang begitu
besar pula dalam mewujudkan Indonesia emas 2045.
Sumber daya alam yang melimpah dapat
dimanfaatkan oleh industri pertambangan untuk
dapat dikelola semaksimal mungkin, sehingga hasil
yang didapat juga akan lebih maksimal, hal ini
7
tentunya harus didukung pula dengan sumber daya
manusia dan teknologi yang memadai. Melalui
program tersebut diharapkan dapat mengembangkan
potensi mahasiswa dalam menghadapi berbagai
tantangan global yang akan terjadi di masa depan.
Selain dari lingkup perguruan tinggi, dapat pula
dikerahkan oleh instansi. Pada era globalisasi,
perkembangan IPTEK semakin berkembang,
termasuk daya saing antar perusahaan dan
peningkatan permintaan sumber daya dari
konsumen, sehingga perusahaan berupaya
melakukan pengolahan dan pengoptimalan sumber
daya sebaik mungkin untuk dapat dimanfaatkan baik
di dalam negeri dan dapat di ekspor ke luar negeri
yang dapat menaikan perekonomian perusahaan
maupun negara. Sumber daya manusia (SDM)
merupakan salah satu pemangku kepentingan dan
memegang peranan penting dalam keberhasilan
perusahaan. SDM selalu dianggap sebagai mitra
strategis untuk kegiatan bisnis. Oleh karena itu,
setiap perusahaan harus selalu berusaha untuk
mengelola dan meningkatkan kemampuannya agar
dapat menciptakan lingkungan kerja yang kondusif
untuk mengoptimalkan kinerja sumber daya
manusia sehingga dapat beroperasi secara efisien.
Sumber daya manusia merupakan salah satu
pemangku kepentingan dan berperan penting dalam
mewujudkan visi dan menjalankan misi. SDM
sebagai mitra bisnis strategis. Kehadiran karyawan
yang kompeten, profesional dan jujur dapat
memberikan landasan yang kuat bagi perusahaan
untuk berkembang dan mencapai tujuannya. Hal ini
menunjukkan bahwa peran sumber daya manusia
merupakan salah satu hal yang penting bagi
perusahaan dalam mencapai tujuan bersama. Sejalan
dengan berkembangnya industri timah yang
mengalami peningkatan sehingga memerlukan
peningkatan kompetensi dari seluruh pihak terkait.
Maka dari itu, setiap perusahaan mulai menyusun
dan melaksanakan serangkaian program untuk
meningkatkan kompetensi karyawan sekaligus
berupaya pula untuk memenuhi kesejahteraan
karyawan. Dalam mengembangkan sumber daya
manusia dibutuhkan peran manajemen sumber daya
manusia dalam mengelola dan mengatur sistem agar
berjalan secara efektif, efisien dan ekonomis. Dalam
pengelolaan diperlukan beberapa aspek yang
penting seperti pelatihan, motivasi dan aspek
lainnya. Hal ini menjadikan manajemen sumber
daya manusia sebagai salah satu indikator penting
dalam mencapai tujuan secara efektif dan efisien.
Untuk memastikan bahwa fungsi SDM berjalan dan
mampu memberikan kontribusi dalam mencapai
target keberhasilan, maka dari itu harus dilakukan
evaluasi terhadap pelaksanaan program-program
untuk meningkatkan kualitas SDM yang telah
dijalankan, sehingga dapat mencapai tujuan secara
keseluruhan.
Sumber daya manusia di seluruh perusahaan
adalah orang-orang yang bekerja di perusahaan,
biasa disebut karyawan. Sumber daya manusia
merupakan bagian penting dari operasi bisnis.Tanpa
sumber daya manusia, bahkan di era globalisasi saat
ini, teknologi dan ilmu pengetahuan menjadi lebih
matang, dan sumber daya yang dikelola tidak dapat
memberikan manfaat atau nilai bagi perusahaan.
Salah satu dimensi terpenting dalam suatu
perusahaan adalah manusia, sehingga penempatan
faktor manusia dalam perusahaan nampaknya telah
mendapat perhatian yang besar sebagai sumber
modal untuk mencapai tujuan perusahaan. Pada
dasarnya, manajemen sumber daya manusia
didasarkan pada konsep bahwa setiap karyawan
adalah orang, bukan mesin, dan bukan sumber daya
bisnis. Manajemen sumber daya manusia terkait
dengan praktik dan kebijakan yang perlu diterapkan
oleh para pemimpin atau manajer perusahaan dalam
aspek sumber daya manusia dari manajemen kerja.
Pengembangan sumber daya manusia dapat dicapai
melalui orientasi pelatihan dan pendidikan.
Peran dari generasi muda sangat berguna
dalam membangun industri pertambangan lebih baik
lagi, sehingga sumber daya alam yang melimpah ini
dapat dikelola dan dimanfaaatkan sendiri oleh
Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia
dapat dilakukan melalui orientasi pelatihan dan
pendidikan. Pada dasarnya, kualifikasi untuk
bekerja baik sekarang atau di masa depan dirancang
untuk melengkapi persyaratan atau kualifikasi yang
diperlukan. Pengembangan bertujuan untuk dapat
secara merata meningkatkan dan meningkatkan
keterampilan dan kinerja seluruh karyawan. Dengan
kemajuan teknologi, pengetahuan profesional
karyawan terwujud. Selain itu, diketahui bahwa
pembangunan dapat dilakukan secara formal yang
berguna untuk meningkatkan kinerja karyawan di
perusahaan tersebut, oleh karena itu karyawan
ditugaskan oleh perusahaan untuk mengikuti
pendidikan dan pelatihan guna menambah
pengetahuan, keahlian, keterampilan dan
kemampuan serta membina karakter agar lebih baik
dalam lingkup kerja.
SDM yang berkualitas didapatkan melalui
sebuah proses, sehingga dibutuhkan program
pelatihan dan pendidikan untukmengembangkan
dan mempersiapkan kualitas SDM yang lebih
unggul dan memiliki nilai nilai indigenous.
8
Terpenuhinya pencapaian tersebut dapat melalui
pengembangan SDM. Upaya peningkatan kualitas
pada sumber daya manusia harus dilandaskan
dengan prinsip dari kualitas dan kemampuan kerja
yang ditingkatkan. Adapun tujuan dari
pengembangan SDM diantaranya yakni:
Mengembangkan kompetensi secara teknikal dan
konseptual, meningkatkan efisiensi dan efektivitas,
meningkatkan kesejahteraan, meningkatkan
karakter moral, meningkatkan pelayanan terhadap
klient dan meningkatkan karir dan status kerja.
C. KESIMPULAN
Peran dari generasi muda sangat berguna
dalam membangun industri pertambangan lebih baik
lagi, sehingga sumber daya alam yang melimpah ini
dapat dikelola dan dimanfaaatkan sendiri oleh
Indonesia. Pengembangan sumber daya manusia
dapat dilakukan melalui orientasi pelatihan dan
pendidikan. Pada dasarnya, kualifikasi untuk
bekerja baik sekarang atau di masa depan dirancang
untuk melengkapi persyaratan atau kualifikasi yang
diperlukan. Pengembangan bertujuan untuk dapat
secara merata meningkatkan dan meningkatkan
keterampilan dan kinerja seluruh karyawan. Dengan
kemajuan teknologi, pengetahuan profesional
karyawan terwujud. Selain itu, diketahui bahwa
pembangunan dapat dilakukan secara formal.
Program yang dapat menunjang peningkatan
kualitas sumber daya manusia yang pertama dalam
lingkup mahasiswa yakni kuliah tamu, dimana
program tersebut diperuntukan untuk mahasiswa
yang sedang menjalankan program studi teknik
pertambangan dengan pemateri yang sangat handal
dan berpengalaman dalam industri pertambangan.
Program selanjutnya yakni magang di perusahaan
pertambangan, dari adanya program tersebut
diharapkan pemerintah dapat berkontribusi pula
dalam menghimbau dan memberikan arahan kepada
setiap perusahaan untuk dapat menerima mahasiswa
untuk dapat magang dalam perusahaan tersebut,
selain itu dengan adanya program ini dapat
memberikan peluang kepada mahasiswa untuk dapat
aktif, kreatif dan selalu berinovasi dalam
menggerakan roda pembangunan nasional. Selain
dari perguruan tinggi dan perusahaan, peran ikatan
alumni sangat dibutuhkan untuk memberikan
knowledge atas pencapaian yang telah dicapai oleh
para alumni. Berbagai macam program
pengembangan sumber daya manusia yang
berkaitan dengan alumni tersebut dapat berupa
forum diskusi (forum discussion) yaitu ruang aktif
untuk bersosialisasi, menyampaikan aspirasi serta
berdiskusi bersama seluruh alumni tambang, alumni
community dan berguna untuk menghubungkan,
berinteraksi dan bersosialisasi secara online, miners
development center berguna dalam memberi ilmu
pertambangan. Adapula program-program yang
menunjang dalam meningkatkan kompetensi
mahasiswa ataupun karyawan baru melalui
program-program seperti penyelenggaraan diklat
berbasis kompetensi, widyaiswara yang
professional, pelatihan dan pengembangan
kompetensi berupa pelatihan sertifikasi,
teknis/fungsional, manajerial, pendidikan
leadership serta pengembangan kepribadian dan
karakter (pelatihan dasar). Pembangunan dapat
tercipta dengan semaksimal mungkin apabila
memiliki niat dan tekad dalam mencapai tujuan
bersama, tentunya dengan saling bekerjasama untuk
mencapai tujuan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Murwaningsih, Tri. 2005. Manajemen Sumber Daya
Manusia. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Pengembangan
Sumber Daya Manusia, PT. Rineka Cipta.
Jakarta.
Siagian, Sondang, P, 2002.Kiat Meningkatkan
Produktivitas Kerja, Rineka Cipta, Jakarta.
Siagian, Sondang, P, 1996.Manajemen Sumber
Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.
Suarta, I R Gede. 2016. “Mengelola Sumber Daya
Manusia.” : 1–20.
Tirtia, Angie, and Anton Arisman. “AUDIT
MANAJEMEN ATAS FUNGSI SUMBER
DAYA MANUSIA (Studi Kasus Pada PT.
Dwidaya Tour Palembang).” Core.Ac.Uk: 1–14.
Wati, Enny. 2019. “Konsep Dasar Manajemen
Sumber Daya Manusia.” : 1–51.
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta MewujudkanKetahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Pengembangan Sumber Daya Manusia dan Pemberdayaan Masyarakat
Implementasi Work-Life Balance sebagai Upaya Optimalisasi Proses Regenerasi TenagaKerja Muda di Industri Pertambangan
M Fachrel Kiandra[1], Klareza Putri Djajadiwangsa[2], Inayah Nurwulan[3]
[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan
[2] Universitas Indonesia/Manajemen
[3] Universitas Indonesia/Ilmu Kesejahteraan Sosial
ABSTRAK
Demografi menunjukkan bahwa dalam lima sampai sepuluh tahun mendatang, tenaga kerja pada industri pertambangan akanmemasuki masa pensiun. Fenomena ini tidak hanya akan meninggalkan kesenjangan potensial bagi perusahaan saja, namun juga akanmenimbulkan kesenjangan demografi dimana tidak tersedianya tenaga kerja muda yang cukup untuk menggantikan mereka.Manajemen sumber daya manusia di industri pertambangan pun menghadapi tantangan baru dalam menentukan strategi yang tepatguna menunjang stabilitas perusahaan dan kinerja tenaga kerja di dalamnya, khususnya dalam menentukan metode terbaik untukmenciptakan minat di kalangan tenaga kerja muda dalam berkarir di industri pertambangan. Penentuan metode ini penting agarindustri pertambangan memiliki sumber daya yang cukup untuk regenerasi, serta memperoleh tenaga kerja muda terampil untukmencapai tujuan perusahaan dan memperoleh keuntungan yang maksimal. Salah satu metode untuk menciptakan minat tenaga kerjamuda adalah dengan implementasi work-life balance. Studi ini menekankan pentingnya melakukan dan mengimplementasikanwork-life balance di industri pertambangan, untuk dapat memperoleh daya tarik dari tenaga kerja muda sehingga mereka dapat secaraefektif menggantikan tenaga kerja yang akan memasuki masa pensiun. Meningkatnya minat calon tenaga kerja muda terhadap industripertambangan dapat memudahkan proses regenerasi dan mewujudkan ketahanan energi nasional. Berdasarkan survei yang dilakukanoleh Mining People International (MPI) terhadap 800 responden, diketahui bahwa work-life balance masih menjadi prioritas utamadalam hal aspek yang diinginkan para pekerja. Sebagian besar responden survei (39,8%) memberikan peringkat tertinggi untukwork-life balance ketika ditanya mengenai apa yang diprioritaskan saat mencari pekerjaan di industri pertambangan. Disampingaspirasi karir tenaga kerja muda yang mencakup keinginan tinggi untuk work-life balance, pekerjaan pertambangan justru memilikibanyak aspek yang tidak menarik, termasuk lokasi kerja terpencil, jauh dari keluarga, waktu cuti yang sedikit, dan lingkungan kerjayang penuh tekanan dan tuntutan. Hal ini menjadi perhatian utama karena pengaruhnya terhadap kualitas kehidupan kerja dankehidupan non-kerja. Maka, perusahaan di industri pertambangan harus meninjau kembali aspek work-life balance yang ada danmementingkan kemampuan perusahaan dalam memberikan work-life balance, sehingga memiliki keunggulan kompetitif yang dapatmenjadi daya tarik bagi tenaga kerja muda dan mendukung proses regenerasi. Mengingat persoalan ini merupakan tantangan dalamproses rekrutmen saat ini, maka mengimplementasikan work-life balance di industri pertambangan dapat selaras dengan aspirasi karircalon tenaga kerja muda. Dengan melakukan hal tersebut, industri pertambangan dapat berkompetisi dengan sektor lainnya dalammemperoleh tenaga kerja muda sehingga regenerasi pada industri pertambangan dapat berjalan dengan baik dan dapat mewujudkanketahanan energi nasional.
Kata Kunci: Pemberdayaan Tenaga Kerja Muda, Work-Life Balance di Industri Pertambangan, Regenerasi Tenaga Kerja
1.PENDAHULUANTidak dapat dipungkiri bahwa industri pertambangan
akan mengalami ketidakpastian masa depan, terutama karenafakta bahwa industri ini akan mengalami kekurangan tenagakerja di masa yang akan mendatang. Fenomena ini tentunyaakan menciptakan komplikasi di bidang sumber daya manusia
(SDM), termasuk dengan adanya faktor lain sepertimodernisasi industri, tenaga kerja pensiun, dan kebutuhanakan sumber daya manusia yang memiliki pengalamanmumpuni untuk dapat mengisi lowongan pekerjaan di industripertambangan. Survei yang dilakukan Mercer terkait industripertambangan di Amerika Utara menemukan bahwa 67%
1
responden mengatakan mereka khawatir tentang angkatankerja tua yang akan memasuki masa pensiun (Mercer, 2019).
Salah satu populasi terbesar di industri pertambangandalam menentukan keberhasilan operasional bisnis terdiri darimanajer lokasi, mandor, dan pengawas. Data survei dariMercer menyebutkan bahwa 20% dari populasi tersebutberusia di atas 60 tahun (Mercer, 2019). Selain itu, hanya 56%peserta survei yang mengatakan bahwa mereka merasapercaya diri dengan bakat dan kemampuan mereka dalambidangnya, yang mana berarti bahwa hampir setengah darimereka tidak percaya diri (Mercer, 2019). Oleh karenanya,dibutuhkan pertimbangan dalam mengevaluasi cara menarikdan mempertahankan bakat-bakat di industri pertambanganagar dapat bersaing dengan industri lain.
Regenerasi sulit dilakukan karena banyak calon pekerjapertambangan berpandangan bahwa bekerja di duniapertambangan memiliki work-life balance (WLB) yang buruk.Terbukti berdasarkan survei yang dilakukan oleh MiningPeople International (MPI) mengenai hal yang diprioritaskansaat mencari pekerjaan pertambangan pada tahun 2016, 2018,dan 2019, sebagian besar responden survei memberi jawabankeseimbangan kehidupan kerja dengan rata-rata sebesar42,5067% dan menjadikan hal tersebut menjadi persentasetertinggi dari hasil survei (Vella, 2019). Hal hal yang disorotiterkait work-life balance (WLB) yang buruk pada duniapertambangan antara lain waktu cuti yang sedikit dariperusahaan, bekerja jauh dari keluarga, dan eksploitasi pekerjaseperti waktu kerja yang terlalu lama, dan tekanan sertatuntunan bekerja yang tinggi dari atasan (Vella, 2019).
Australian Coal and Energy Survey, yang dilaksanakansebagai bagian dari Australian Research Council LinkageGrant bekerja sama dengan Construction, Forestry, Miningand Energy Union (CFMEU), menyurvei 2566 pekerja dan1915 mitra pekerja pertambangan dan energi (Clement, 2012).Setengah dari karyawan yang disurvei mengatakan merekabekerja lebih lama dari yang mereka inginkan, selain itubanyak juga yang melaporkan depresi, penggunaan obat tidur,dan penyakit umum (Clement, 2012).
Keseimbangan antara work dan life adalah ketikaterdapat kesesuaian fungsi di tempat kerja dan di rumah,dengan minimnya konflik peran (Meenakshi et al., 2013).WLB didefinisikan sebagai "Jumlah waktu yang dihabiskanuntuk bekerja dibandingkan dengan jumlah waktu yangdihabiskan bersama keluarga dan melakukan kegiatan yangdisukai" (Cambridge University Press, 2021). Terdapat faktabahwa orang-orang yang memasuki dunia kerja saat ini lebihmenekankan pentingnya WLB, dibandingkan para tenagakerja sebelumnya. Meski demikian, sejauh manakeseimbangan ini dicapai jauh lebih sedikit dari yangdiinginkan. Faktanya, para peneliti mengatakan bahwa lulusanbaru kini bekerja dengan jam kerja yang semakin lamasehingga tidak memiliki keseimbangan antara home-life danwork-life (Meenakshi et al., 2013).
Ketidaksesuaian antara tuntutan pekerjaan dannon-pekerjaan menimbulkan konflik dan akibatnya pekerjamengalami kurangnya WLB. Penelitian menunjukkan bahwapekerja yang tidak punya waktu untuk kehidupan pribadimerasa terkuras dan terganggu dalam menjalankanpekerjaannya. Selain itu, kehidupan pribadi yang tergangguoleh aspek negatif pekerjaan dapat menyebabkan jobexhaustion, terganggunya hubungan keluarga dan pertemanan,hilangnya kesenangan, dan peningkatan stres (Meenakshi etal., 2013).
WLB adalah tentang menciptakan danmempertahankan lingkungan kerja yang mendukung dansehat, sehingga dapat memperkuat loyalitas dan produktivitaspekerja (Meenakshi et al., 2013). Disamping itu, WLB yangbaik juga dapat meningkatkan motivasi pekerja, meningkatkanretention rates, mengurangi ketidakhadiran, menarik kandidatbaru, dan mengurangi stres karyawan (DVV MediaInternational, 2021) dimana pada akhirnya dapat membantumengoptimalisasi proses regenerasi. Maka dari itu, dalammendorong peningkatan penerapan praktik WLB, artikel inimembahas pertanyaan penelitian sebagai berikut: Bagaimanacara mengimplementasikan WLB di industri pertambanganguna mengoptimalisasi regenerasi tenaga kerja muda?
2. TEORI DASARPraktik Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)
Manajemen sumber daya manusia (MSDM)merupakan proses untuk mengelola bakat dan potensi individudalam mencapai tujuan organisasi (Snell & Bohlander, 2013).Dalam praktiknya, MSDM bertanggung jawab untukmenganalisis dan merancang pekerjaan, melakukanperencanaan tenaga kerja, memproses rekrutmen,mengembangkan pelatihan, manajemen kinerja, mengaturkompensasi, hingga memastikan bahwa semua fungsi berjalandengan baik. Jika fungsi-fungsi dikelola secara efektif, makadalam gilirannya akan membawa konsekuensi positif sepertimeningkatkan kepuasan kerja dan kinerja karyawan,mengembangkan komitmen karyawan terhadap organisasi,mempromosikan keterlibatan karyawan, dan meningkatkanwork-life balance, (Mayes dkk., 2016).
Dalam pendekatannya, work-life balance di sebuahorganisasi ditekankan berdasarkan dua dimensi yaitupendekatan organisasi dan pendekatan individu (Joshi dkk,.2002) Secara tradisional, work-life balance dalam kerangkaorganisasi didefinisikan sebagai apa yang organisasi lakukanterhadap individu, sedangkan pendekatan individu diartikansebagai apa yang individu lakukan untuk mereka sendiridalam menyeimbangi kehidupan pribadi dan kehidupan ditempat kerja.
Lebih lanjut, perhatian MSDM dalam meningkatkanwork-life balance dipusatkan agar seseorang dapat mencapaikualitas kehidupan kerja yang baik. Organisasi yang gagalmerespon kebutuhan dan memusatkan perhatian merekaterhadap tenaga kerja akan menghadapi masalah krusial dankehilangan tenaga kerja profesional yang mereka miliki
2
(Dunne & Teg, 2007). Tanpa adanya work-life balance,seseorang akan sulit untuk meluangkan waktu dan menikmatikehidupan pribadinya di luar kehidupan pekerjaan dan tempatkerja. Hal ini akan menciptakan kondisi dimana mereka tidaktersedia untuk anggota keluarga dan teman-temannya. Lebihparahnya, tidak tercapainya work-life balance dapatmenimbulkan gangguan fisik akibat stres berkepanjangan,seperti: penyakit jantung, ketergantungan alkohol, hinggadiabetes (Meenakshi dkk., 2013).
Work-Life BalanceMenurut Schermerhorn (2005), work-life balance
(WLB) adalah kemampuan seseorang untuk menyeimbangkanantara tuntutan pekerjaan dengan kebutuhan pribadi dankeluarganya. Individu yang dapat menyeimbangkan perannyadengan baik, meskipun individu tersebut mempunyai tuntutantugas dan tanggung jawab dalam dua peran baik dalamorganisasi maupun di luar organisasi. Dalam menunjangkebutuhan karyawan, baik dalam organisasi maupun dalamkebutuhan psikologis, karyawan tersebut harus memilikikemampuan untuk mengatur waktu yang dibutuhkan dalamkedua peran yang berbeda tersebut, jika kebutuhan dantuntutan dari seorang karyawan tersebut sudah terpenuhi,dapat dikatakan bahwa karyawan tersebut memiliki work-lifebalance (Andiri & Surjanti, 2017).
Manfaat Implementasi Work-Life Balance bagi Organisasidan Karyawan
Pengaruh praktik work-life balance terhadap sikap danpersepsi karyawan meliputi job satisfaction, organizationalcommitment, job stress, dan turnover intention. Seluruh faktortersebut mempengaruhi job performance, direct and indirectabsenteeism costs, biaya terkait loss and replacement ataskaryawan berkinerja baik, customer satisfaction, danorganizational productivity. Pengukuran terhadaporganizational outcomes meliputi:
Gambar 1. Manfaat bagi organisasidari praktik of work-life balanceSumber: European Research Studies, 2010: The Role of Work-Life Balance
Practices in Order to Improve Organizational Performance
Gambar 2. Manfaat bagi karyawan dari praktik of work-life balanceSumber: European Research Studies, 2010: The Role of Work-Life Balance
Practices in Order to Improve Organizational Performance
Pengurangan biaya – terutama terkait penguranganketidakhadiran dan turnover. Ketidakhadiran dan tingkatturnover yang tinggi dalam organisasi merupakan indikasi darisemangat kerja yang rendah dan adanya job stress.Berdasarkan praktik di Capital One Financial, implementasiwork-life balance mengurangi turnover dan meningkatkanproduktivitas serta kepuasan karyawan.
Peningkatan citra organisasi dan retensi atas“desirable” employees: Praktik work-life balance yanginovatif memungkinkan organisasi untuk meningkatkanreputasi organisasi di pandangan publik. Hal ini menandakanbahwa organisasi juga memiliki posisi yang baik untukmenarik dan mempertahankan lebih banyak job applicantsserta dapat memilih lebih banyak karyawan dengan kualifikasiyang lebih baik. Arup Laboratories melaporkan bahwamenawarkan flexible scheduling membantu merekamengurangi turnover dari 22% menjadi 11% (Hartel et al2007). SC Johnson, perusahaan family-owned consumer goodsdi Selandia Baru, mengatakan peningkatan retensi staf sebagaihasil dari inisiatif work-life balance dapat menghematperusahaan lebih dari $200.000 setahun(www.worklifebalance.com, 2004).
Peningkatan produktivitas dan kinerja karyawan:Praktik work-life balance umumnya memiliki dampak positifpada produktivitas individu dan organisasi. Pfizer Canadamelaporkan adanya peningkatan produktivitas sebesar 30% ditranslation department ketika karyawan diberi kesempatanuntuk melakukan telecommuting. KPMG melaporkan bahwamengizinkan karyawan mengambil cuti darurat untukmemenuhi care responsibilities telah menciptakan kekuatanorganisasi berupa retensi dan ‘superlative services’.
Organisasi yang menawarkan praktik work-life balanceyang lebih luas memiliki peringkat yang lebih tinggi dari segikinerja organisasi serta mampu menarik essential employees,memiliki kualitas hubungan yang baik antara manajemen dankaryawan, serta memiliki kualitas produk yang baik.
3
Gambar 3. Hubungan antara produktivitas dan work-life balanceSumber: Working families, 2005: Is less more? Productivity, flexible working
and Management.
3. HASIL DAN PEMBAHASANKondisi Kesehatan Mental di Industri Pertambangan
Industri pertambangan adalah salah satu industridengan profesi yang menuntut kekuatan fisik, khususnyakarena industri ini memiliki jenis pekerjaan yang berat danberbahaya. Profesi di industri pertambangan kerap kalimenjadi sebuah tantangan bukan hanya bagi tubuh, namunbagi pikiran dan mental para tenaga kerja. Jika kondisi inidibiarkan terus menerus, maka akan timbul masalah kesehatanmental yang bukan hanya mengganggu para tenaga kerja,namun juga akan menjadi masalah besar bagi perusahaan.Kesehatan mental merupakan topik yang kompleks, terutamakarena gangguan kesehatan mental dapat dipengaruhi olehberbagai faktor. Salah satu faktor yang mempengaruhigangguan kesehatan mental bagi seorang pekerja adalahlingkungan kerjanya. Hal ini utamanya dikarenakan parapekerja menghabiskan sebagian besar waktunya untukbekerja, sehingga lingkungan kerja menjadi pengaruh besarbagi kehidupan seorang pekerja.
Sebagai industri yang didominasi dengan tenaga kerjalaki-laki, industri pertambangan sering kali dicirikan denganbudaya maskulin dan adanya stigma seputar penyakit mentalyang menjadi penghalang bagi industri untuk memberikanfokusnya terhadap isu kesehatan mental (Tynan dkk., 2018).Diantara faktor yang banyak ditemui di industri pertambanganyang berdampak pada kesehatan mental dan kesejahteraanpekerjanya termasuk dengan: jam kerja yang panjang,pembagian kerja dengan sistem shift, tempat kerja yangmemiliki jarak cukup jauh dari rumah, tuntutan untukmeninggalkan keluarga, serta lokasi kerja di daerah terpencilyang memiliki layanan profesional terbatas (Tynan dkk.,2018).
Analisis deskriptif yang dilakukan oleh Keown (2005)mengindikasikan bahwa 28,5% pria dan 18,6% wanita diindustri pertambangan didiagnosis mengalami depresi,kecemasan, dan/atau stres. Hampir 1 dari 6 orang denganpersentase sebesar 17,4% menderita depresi, kecemasan ataustres. Selain itu, 1 dari 20 menderita kombinasi keduanyadengan persentase sebesar 5,1% atau ketiganya dengan
persentase sebesar 4,3%. Sedangkan studi yang dilakukanHarris dkk., (2021) mengindikasikan bahwa penambang diAmerika mengalami beberapa gangguan kesehatan mental ditempat kerja. 37,4% pekerja mengidentifikasikan diri danmelaporkan gejala depresi mayor yang konsisten, termasuk11,4% diantaranya memiliki suicidal thoughts atau ide untukbunuh diri yang aktif. Selain itu, 38,9% pekerja memilikikecemasan yang signifikan dan 26,2% lainnya memiliki gejalaPost-traumatic Stress Disorder (PSTD).
Kondisi Worker ShortageSalah satu aspek yang selalu menjadi yang tersulit bagi
industri pertambangan adalah mengelola dan mempertahankantenaga kerja yang terampil. Sementara itu, dalam industripertambangan, sumber daya manusia dan dampaklangsungnya sangat berimplikasi terhadap laba (CaterpillarGlobal Mining, n.d.).
Penambang di Australia pun menghadapi tantangankurangnya pekerja dalam jumlah besar. Hal ini menyebabkanturunnya jumlah produksi dan pengiriman karena bersaingdengan industri lain dalam memperoleh talenta baru(Matsumoto & Masuda, 2021). Perusahaan-perusahaanpertambangan di Australia telah memperingatkan bahwaterdapat worker shortage yang berimplikasi pada tertahannyainvestasi di sektor pertambangan. Kepala eksekutifAssociation of Mining and Exploration Companies (AMEC),Warren Pearce, mengatakan worker shortage menjadi semakinparah dan perusahaan pengeboran serta operator laboratoriumtidak dapat menemukan pekerja untuk melakukan pekerjaantersebut. Kim Wallis dari Wallis Drilling mengatakan bahwaperusahaan telah mengiklankan informasi pekerjaan dalamjumlah besar, namun tidak ada tanggapan. Wallis menekankanbahwa industri pengeboran tidak memiliki cukup pekerjauntuk memenuhi permintaan dari perusahaan eksplorasi(Thompson, 2021).
Tambang batubara Amerika juga kehabisan tenagakerja ketika permintaan sedang booming. Tepat ketika duniamenuntut lebih banyak batubara, pemasok di Amerikamenghadapi kekurangan tenaga kerja penambang (Wade,2021). Di masa depan, akan terus tercipta persaingan untuksumber daya mineral dan kemungkinan akan meningkatkanpermintaan. Namun, tidak ada pekerja tambang yang cukupterampil untuk memenuhi permintaan ini selama 20 tahun kedepan (Society for Mining, Metallurgy & Exploration, 2014).Jumlah penambang batu bara di Amerika telah merosotselama bertahun-tahun, dan turun sekitar 8,6% dari sebelumpandemi. Pekerja muda menjadi lebih waspada untukmengambil pekerjaan di industri pertambangan. Bahkandengan harga batu bara yang melonjak di seluruh dunia,kekurangan tenaga kerja akan menyebabkan adanya kesulitanuntuk menopang cadangan energi. Perusahaan di Amerika kinimencoba mengisi sekitar 300 posisi penambangan. Namunmenarik penambang telah menjadi persoalan yang sulit.(Wade, 2021).
4
Di Canada sendiri, meskipun jika sektor pertambangantidak mengalami pertumbuhan, Canada membutuhkan 87.000pekerja baru selama 10 tahun ke depan. Minerals Council ofAustralia mengatakan bahwa pada tahun 2015 Australiamembutuhkan 70.000 pekerja tambahan dari 120.000 pekerjayang ada saat ini, untuk dapat memenuhi permintaan.Diperkirakan 75.000 pekerja dibutuhkan untuk bekerja disektor pertambangan di negara-negara Amerika Selatan. Halini menunjukkan bahwa dalam jangka panjang, permintaanakan tenaga kerja terampil di industri pertambangan akanterus ada (Caterpillar Global Mining, n.d.).
Berdasarkan data Basic Life Support (BLS) yangdimodelkan oleh EIA, industri pertambangan ASdiproyeksikan akan terus tumbuh setidaknya dalam sepuluhtahun ke depan. Meski begitu, pensiun di industri ini akanmenciptakan kebutuhan tenaga kerja yang signifikan danmendesak (Society for Mining, Metallurgy & Exploration,2014). Saat ini, usia rata-rata pekerja produksi dipertambangan mendekati 50 tahun yang mana akan memasukiusia pensiun (Caterpillar Global Mining, n.d.). EnergyInformation Administration (EIA) memperkirakan bahwapada tahun 2019 terdapat pertumbuhan pekerja di industripertambangan, dengan jumlah sekitar 50.000 pekerja. Meskibegitu, industri akan membutuhkan tambahan 78.000 pekerjapengganti karena adanya pensiun, dengan total 128.000 posisibaru pada 2019. Pada 2029, lebih dari setengah tenaga kerjasaat ini, akan pensiun dan digantikan, dengan jumlah sekitar221.000 pekerja. Hal ini menciptakan kesenjanganketerampilan dan pengetahuan yang menjadi tantangan bagiindustri untuk dapat mengakomodasinya.
Ernie Thrasher, chief executive officer Xcoal Energy &Resources LLC, memperkirakan bahwa beberapa perusahaanpertambangan menaikkan gaji 10% hingga 12% pada 2019.Dengan lembur, seorang penambang saat ini dapatmenghasilkan hampir $100.000 setahun, atau setara dengansekitar Rp1,4 milyar. Thrasher sebagai CEO di perusahaanyang menjual batubara, bekerja sama dengan berbagaipemasok dan ia menyampaikan bahwa pemasoknyamengalami kesulitan berupa penurunan sekitar 200 pekerjadari sebelum pandemi dan belum dapat memikat kembali parapekerja baru meski telah meningkatkan gaji (Wade, 2021).
Selain karena pensiunnya baby-boomer dengan banyakpengetahuan yang belum diturunkan ke generasi muda diindustri pertambangan, kekurangan tenaga kerja jugadisebabkan oleh industri lain dan para pekerja yang kinimenunjukkan minat lebih pada karir yang menawarkanwork-life balance yang lebih baik (Caterpillar Global Mining,n.d.). Penyebab lainnya dari kelangkaan ini meliputi lokasiterpencil dari operasi penambangan serta kekhawatiran dalammengelola gaya hidup yang sulit dari industri pertambangan(Wade, 2021).
Implementasi Work-Life Balance di IndustriPertambangan
Guna berinvestasi dalam menangani masalah kesehatanmental bagi tenaga kerja di dalamnya, industripertambangangan di Indonesia dapat mengimplementasikanrencana komprehensif terkait bagaimana cara untukmeningkatkan kesehatan mental, termasuk denganmenganalisis dan mengidentifikasi masalah terkait kesehatanmental pada pekerja dan mengimplementasikan solusi yangditemukan, yaitu dengan mengupayakan praktik work-lifebalance (WLB) di tempat kerja. Implementasi work-lifebalance (WLB) yang dapat dilakukan sebagai optimalisasiproses regenerasi tenaga kerja muda di industri pertambanganantara lain menerapkan jam kerja yang fleksibel, melakukansistem kerja telecommuting, kerja paruh waktu dengan sistemyang baik, pembagian pekerjaan yang baik, serta sistem cutiyang baik.
Waktu fleksibel memungkinkan karyawan untukmenentukan (atau terlibat dalam menentukan) waktu mulaidan akhir hari kerja mereka, asalkan sejumlah jam kerjatertentu. Ini dapat memungkinkan mereka untuk memenuhikebutuhan keluarga dan pribadi (memungkinkan karyawanuntuk merespon keadaan yang dapat diprediksi dan tidakdapat diprediksi) atau untuk mengurangi waktu perjalananmereka dengan memulai dan mengakhiri pekerjaan sebelumatau sesudah jam sibuk (Lazar et al., 2010).
Telecommuting menjadi semakin umum bagi oranguntuk melakukan setidaknya beberapa pekerjaan rutin merekadari rumah daripada pergi ke kantor. Telecommuting dapatmenguntungkan bagi karyawan dengan memungkinkanmereka mengatur hari kerja mereka sesuai dengan kebutuhanpribadi dan keluarga mereka untuk mengurangi biaya terkaitpekerjaan, untuk mengurangi waktu perjalanan, dan untukbekerja di lingkungan yang tidak terlalu membuat stres danmengganggu. Ini juga dapat membantu untuk mengakomodasikaryawan yang mengalami cacat tertentu dan tidak dapatmeninggalkan rumah. Fakta bahwa karyawan yang bekerjajarak jauh dapat menggunakan fleksibilitas tambahan ini untukmemanfaatkan periode produktivitas puncak pribadi merekajuga dapat mempengaruhi keuntungan perusahaan. Terlepasdari manfaat ini dan perhatian yang telah ditarik olehtelecommuting di media, sangat sedikit kesepakatan bersamayang memuat ketentuan telework.
Pekerjaan paruh waktu juga dapat memungkinkanorang dengan masalah kesehatan, penyandang disabilitas, atauwaktu luang yang terbatas untuk berpartisipasi dalamangkatan kerja, mengembangkan keterampilan mereka, danmemperoleh pengalaman kerja. Dari sudut pandang pemberikerja, penggunaan pekerja paruh waktu, jika memungkinkan,dapat membantu memaksimalkan penggunaan sumber dayamanusia dan meningkatkan fleksibilitas operasional, denganmenyediakan cakupan tambahan selama periode puncak.Pekerjaan paruh waktu juga dapat dipertimbangkan tidakmemuaskan bagi karyawan yang lebih suka bekerja lebih lama
5
untuk meningkatkan pendapatan mereka, sehinggamemastikan standar hidup yang lebih tinggi untuk keluargamereka. Survei Kondisi Kerja Eropa menemukan bahwa 85%dari mereka yang bekerja kurang dari 30 jam per minggumerasa puas dengan keseimbangan kehidupan kerja mereka.Pekerjaan paruh waktu adalah salah satu strategi yang seringdigunakan oleh pekerja yang ingin lebih menyeimbangkanpekerjaan dan kehidupan keluarga mereka. Pekerjaan paruhwaktu harus dipromosikan di lebih banyak pekerjaan tingkatyang lebih tinggi, misalnya, Daimler Chrysler di Jermanmempromosikan pekerjaan paruh waktu di posisi terdepan diperusahaan (Lazar et al., 2010).
Pembagian pekerjaan adalah pengaturan yangmemungkinkan dua (atau lebih) karyawan untukbersama-sama mengisi satu pekerjaan penuh waktu, dengantanggung jawab dan waktu kerja dibagi di antara mereka.Berbagi pekerjaan mungkin tepat jika peluang untuk pekerjaanparuh waktu atau pengaturan lain terbatas. Terlepas darikeuntungan yang jelas dari memberikan karyawan lebihbanyak waktu untuk memenuhi kebutuhan keluarga danpribadinya, berbagi pekerjaan juga memfasilitasipengembangan kemitraan, di mana pembagian kerja dapatbelajar dari satu sama lain sambil memberikan dukungantimbal balik. Ini dapat menguntungkan pemberi kerja jugadengan meningkatkan retensi staf, meningkatkan produktivitasdan menggabungkan lebih banyak keterampilan danpengalaman dalam satu pekerjaan. Dalam beberapa kasus,pengaturan seperti itu juga dapat memberikan pertanggungantambahan selama periode sibuk, sambil memastikankontinuitas pertanggungan ketika salah satu pasangan sedangcuti sakit atau hari libur (Lazar et al., 2010).
Sistem cuti yang baik dapat dilakukan denganmemberikan opsi pemadatan minggu kerja kepada karyawansehingga karyawan bekerja lebih lama dengan imbalanpengurangan jumlah hari kerja dalam siklus kerja mereka(misalnya setiap minggu atau dua mingguan). Hal ini dapatbermanfaat bagi karyawan dalam hal hari libur tambahan(misalnya akhir pekan yang lebih panjang yangmemungkinkan “liburan mini”) dan mengurangi waktuperjalanan, sedangkan pemberi kerja dapat memperpanjangjam operasional harian mereka, dengan lebih sedikit perlumenggunakan waktu lembur. Pengaturan pemadatan minggukerja mungkin sangat berguna bagi karyawan yang inginmengurangi jumlah hari per minggu yang dihabiskan ditempat kerja, tetapi tidak mampu secara finansial untukmengurangi jam kerja mereka (Lazar et al., 2010).
Faktor kontekstual yang mempengaruhi keberhasilanpengaturan kerja tersebut adalah dukungan manajemen danbudaya organisasi yang mendukung adanya praktikmanajemen sumber daya manusia formal mengenaipengaturan kerja dan bantuan dalam pelaksanaan pengaturantersebut.
4. KESIMPULANPekerjaan dengan tingkat stres yang tinggi tidak hanya
menghambat kemampuan tenaga kerja untuk menyelaraskanpekerjaan dan kehidupan diluar pekerjaan, tetapi juga terkaitdengan risiko kesehatan mental. Data menunjukkan bahwatenaga kerja di industri pertambangan rentan mengalamidepresi, kecemasan, dan/atau stres. Persoalan tersebut tidakdapat diabaikan mengingat profesi di industri pertambanganmemiliki tantangan tersendiri bagi pikiran dan mental parapekerja. Mengelola dan mempertahankan tenaga kerja yangterampil pun merupakan aspek yang selalu menjadi yangtersulit bagi industri pertambangan. Persoalan tersebutmenimbulkan adanya worker shortage yang juga didukungoleh pensiunnya baby-boomer serta industri lain dan parapekerja yang kini menunjukkan minat lebih pada karir yangmenawarkan work-life balance yang lebih baik.
Maka, agar suatu organisasi dapat berhasil, dibutuhkanketerlibatan, komitmen, serta kepuasan tenaga kerja didalamnya. Implementasi work-life balance (WLB) dapatdilakukan dengan beberapa cara. Pertama, menerapkan jamkerja yang fleksibel sehingga pekerja dapat menentukan waktumulai dan akhir hari kerja. Yang kedua, menerapkan sistemkerja telecommuting, dimana karyawan memperolehfleksibilitas bekerja dari segi tempat dan waktu kerja denganbantuan teknologi telekomunikasi. Yang ketiga, menerapkankerja paruh waktu dengan sistem yang baik sehinggamembantu memaksimalkan penggunaan SDM danmeningkatkan fleksibilitas operasional. Yang keempat,menerapkan pembagian pekerjaan yang baik yaitu pengaturanyang memungkinkan dua (atau lebih) karyawan untukbersama-sama mengisi satu pekerjaan penuh waktu, dengantanggung jawab dan waktu kerja dibagi di antara mereka.Terakhir, menerapkan sistem cuti yang baik sepertimemberikan opsi pemadatan minggu kerja kepada karyawan.
Berdasarkan data-data yang telah dihimpun, dapatdisimpulkan bahwa perubahan dalam manajemen sumber dayamanusia di industri pertambangan terutama pada waktu kerja,fleksibilitas lokasi kerja, sistem cuti yang baik, sertapembagian pekerjaan yang adil dapat berkontribusi padapeningkatan keseimbangan kehidupan kerja. Penerapanwork-life balance pada industri pertambangan telah terbuktimemiliki dampak yang positif pada karyawan dalam halrekrutmen, pergantian karyawan, komitmen dan kepuasan,pengurangan ketidakhadiran, produktivitas dan pengurangantingkat kecelakaan. Dengan diterapkannya work-life balancepada industri pertambangan, perusahaan menyadari bahwakesejahteraan karyawan akan mempengaruhi bisnisperusahaan. Oleh karenanya, implementasi dari work-lifebalance merupakan keuntungan bagi kedua belah pihak baikitu perusahaan maupun karyawan, dimana tujuan organisasiakan tercapai dan terpenuhi dengan sukses bersamaan dengankebutuhan pribadi karyawan. Hal ini juga turut mendukungindustri pertambangan untuk berkompetisi dengan sektor
6
lainnya terutama dalam proses regenerasi tenaga kerja untukdapat mewujudkan ketahanan energi nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Andiri, I., & Surjanti, J. (2017). JURNAL ILMUMANAJEMEN (JIM). PENGARUH WORK-LIFEBALANCE DAN KOMITMEN AFEKTIF TERHADAPKEPUASAN KARIR PADA PT. SINAR KARYA DUTAABADI, 5(3), 3.https://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/jim/article/view/20965/19231
Cambridge University Press. (2021). Definition of work-lifebalance. Cambridge Dictionary. Retrieved November5, 2021, fromhttps://dictionary.cambridge.org/dictionary/english/work-life-balance
Caterpillar Global Mining. (n.d.). Mining industry employscreative solutions to solve skills shortage: Workforcedevelopment is critical focus for many companies.viewpoint. Retrieved November 19, 2021, fromhttp://viewpointmining.com/article/mining-industry-employs-creative-solutions-to-solve-skills-shortage
DVV Media International. (2021). WORK-LIFE BALANCE.Personnel Today. Retrieved November 5, 2021, fromhttps://www.personneltoday.com/hr-practice/work-life-balance/
Lazar, I., Osoian, C., & Ratiu, P. (2010). European ResearchStudies. The Role of Work-Life Balance Practices inOrder to Improve Organizational Performance, 8(1), 6.https://www.ersj.eu/repec/ers/papers/10_1_p14.pdf
Matsumoto, F., & Masuda, H. (2021, Juli 19). Australianmining industry digs deep for labor shortage answers.Nikkei Asia. Retrieved November 19, 2021, fromhttps://asia.nikkei.com/Business/Markets/Commodities/Australian-mining-industry-digs-deep-for-labor-shortage-answers
Meenakshi, S., C. V., V. S., & Ravichandran, K. (2013,Desember). The Importance of Work-Life-Balance.Journal of Business and Management, 14(3), 31-35.IOSR. Retrieved November 5, 2021, fromhttps://www.iosrjournals.org/iosr-jbm/papers/Vol14-issue3/F01433135.pdf
Mercer. (2019, Januari 11). American Mining Companies andThe Aging Workforce. Retrieved November 6, 2021,fromhttps://www.imercer.com/articleinsights/american-mining-companies-and-the-agingcater-workforce
Society for Mining, Metallurgy & Exploration. (2014,Februari 19). Workforce Trends in the U.S. MiningIndustry. SME. Retrieved November 19, 2021, fromhttps://www.smenet.org/What-We-Do/Technical-Briefings/Workforce-Trends-in-the-US-Mining-Industry
Thompson, B. (2021, Juli 8). Worker shortage hits miningexploration. The Australian Financial Review.Retrieved November 19, 2021, fromhttps://www.afr.com/companies/mining/worker-shortage-hits-mining-exploration-20210708-p587z8
Vella, H. (2019, Juni 5). What is motivating miningjobseekers? Mining Technology. Retrieved November
6, 2021, fromhttps://www.mining-technology.com/features/mining-jobs-salary/
Wade, W. (2021, Oktober 6). U.S. Coal Mines Are RunningOut of Miners Just as Demand Booms. The BloombergGreen. Retrieved November 19, 2021, fromhttps://www.bloomberg.com/news/articles/2021-10-06/coal-producers-in-u-s-lack-miners-to-meet-surging-global-demand
Working Families. (2005). Is less more? Productivity, flexibleworking and Management. Granfield UniversitySchool of Management.
7
1
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
K3 dan Lingkungan Pertambangan
GEOTOUR SEBAGAI SALAH SATU LANGKAH PEMANFAATAN KAWASAN LAHAN KARS CITATAH
Irfan Aji Ramadzan[1] [1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan
ABSTRAK Karst merupakan bentang alam khas yang terbentuk akbat dari proses pelarutan batuan karbonat pada skala yag besar dan jangka waktu yang lama. Salah satu kawasan karst yang berada di Provinsi Jawa Barat adalah Kawasan Karst Citatah yang membentang sepanjang 27 km dari Rajamandala menuju Padalarang. Kawasan Karst Citatah memiliki luas wilayah sebesar 10320 ha atau setara dengan 0,98% total luas wilayah di Kabupaten Bandung Barat. Saat ini banyak sekali kegiatan penambangan kapur yang mengancam keberadaan karst Citatah. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada warga di Desa Citatah, mata pencaharian mereka bergantung pada pertambangan kapur karena tidak memiliki pilihan lain untuk memanfaatkan lahan karst Citatah. Apabila terlalu banyak penambangan yang dilakukan, kawasan karst Citatah akan akan rusak dan berangsur-angsur timbul masalah lngkungan lainnya seperti kekurangan air dan kekeringan. Apabila pertambangan telah berakhir, warga juga akan kehilangan pekerjaannya. Dalam rangka antisipasi turunnya kegiatan ekonomi pada masa pascatambang, perlu kiranya dipersiapkan kegiatan ekonomi alternatif, sebagai penganti kegiatan tambang, dengan memanfaatkan lahan pascatambang dan kawasan sekitarnya. Oleh karena itu, penulis memiliki gagasan utuk memanfaatkan kawasan karst Citatah menjadi daerah geowisata. Kawasan karst Citatah akan dikembangkan menjadi daerah wisata yang memanfaatkan kenampakan alam yang ada serta situs-situs purba yang terdapat di kawasan tersebut. Selain itu, akan dilakukan revitalisasi lahan pascatambang batukapur yang sudah ditinggalkan dengan menjadikan lokasi geowisata mengenai pertambangan kapur Citatah. Dengan adanya kawasan wisata ini akan memanfaatkan sumber daya manusia yang berada di kawasan tersebut, geotour budaya sunda diharapkan dapat menyelamatkan ekosistem karst Citatah dari kerusakan permanen. Kata Kunci: budaya, geotour, karst.
1. PENDAHULUAN Bentang alam karst adalah bentang alam yang
terjadi akibat proses pelarutan pada batuan karbonatan sehingga menghasilkan bentuk permukaan bumi tertentu. Salah satu contoh dari kawasan karst adalah di daerah Citatah, Bandung, Jawa Barat. Kawasan karst Citatah memiliki luas sebesar 10.320 ha. Sebagian besar dari luas tersebut digunakan untuk aktivitas pertambangan, khususnya pertambangan kapur. Namun, akibat pertambangan ini menimbulkan permasalahan lingkungan seperti kurangnya air dan kekeringan. Mayoritas pekerjaan masyarakat sekitar daerah Citatah yang berada di sektor pertambangan kapur membuat penulis berinisiatif untuk memanfaatkan lahan bekas pertambangan kapur untuk daerah geowisata.
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk membantu menemukan solusi dan cara dalam mengatasi dan memanfaatkan lahan bekas pertambangan bagi masyarakat dan kehidupan. Semua barang tambang yang diambil pada suatu saat nanti akan habis sehingga perlu dipikirkan
rencana mengenai pemanfaatan lahan bekas tambang di daerah Citatah ini. Salah satu caranya dengan menjadikan kawasan geotour budaya sunda di daerah bekas tambang kapur Citatah.
Manfaat yang ingin dicapai dari penulisan ini yaitu dapat memberikan informasi dan pengetahuan kepada masyarakat yang membaca tulisan ini, dapat memberikan gambaran kepada masyarakat khususnya masyarakat daerah Citatah mengenai pemanfaatan lahan bekas tambang, dapat dijadikan pertimbangan untuk pemerintah atau pihak terkait dalam memanfaatkan area bekas tambang khususnya tambang kapur.
2. TEORI DASAR 2.1. Pengertian Bentang Alam Karst
Bentang alam karst merupakan bentang alam yang terbentuk pada daerah dengan litologi berupa batuan yang mudah larut, seperti batu gamping, sehingga menunjukkan relief yang khas hasil dari peralutan dari air hujan maupun air tanah. Bentang alam karst terbilang sangat mudah dikenal karena batuan yang menyusunnya biasanya adalah batuan
2
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
yang mengandung karbonatan, paling dikenal dengan sebutan batu gamping.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terbentuknya bentang alam karst antara lain yaitu faktor fisik, faktor kimiawi, faktor biologis, dan faktor iklim dan lingkungan. Faktor fisik yang mempengaruhi pembentukan karst yaitu:
a. Ketebalan batugamping Ketebalan batu gamping yang baik adalah batu gamping yang tebal dan massif.
b. Porositas dan permealitas Porositas dan permealitas yang baik akan mempengaruhi sirkulasi air dalam batuan, sehingga proses kasrtifikasi semakin lancar.
c. Intensitas struktur Adanya kekar dapat memperlancar pelarutan dan erosi karena air dapat masuk melalui kekar-kekar tersebut.
Sementara faktor kimiawinya didasarkan dalam kondisi kimia batuan. Diperlukan paling sedikit 60% kandungan karbonat dan paling baik diperlukan 90% kandungan karbonat. Mineral yang umum ditemukan adalah mineral kalsit. Kalsit tidak mudah larut dalam air, tetapi kalsit mudah larut dalam air asam. Air hujan yang mengikat karbon dioksida (CO2) akan bersifat asam sehingga dapat melarutkan batuan karbonatan.
Faktor biologis yang mempengaruhi adalah aktivitas tumbuhan dan mikrobiologi. Aktivitas tersebut menghasilkan humus yang menutup batuan dasar. Hal ini mengakibatkan kondisi anaerobic, mengakibatkan air permukaan masuk ke zona anaerobic, sehingga tekanan parsial meningkat menyebabkan kelarutan air meningkat.
Faktor iklim dan lingkungan yang mendukung seperti adanya lembah yang mengelilingi tempat tinggi, terdiri atas batuan mudah larut (gamping), dan ada kekar secara intensif.
Batuan yang mendukung untuk terbentuknya bentang alam karst yaitu batuan yang mudah larut serta berada di dekat permukaan. Batuan massif, tebal, dan terdapat kekar juga mendukung terbentuknya bentang alam tersebut. Selain itu, daerah yang memiliki curah hujan yang tinggi serta dikelilingi lembah juga mendukung terjadinya bentang alam karst.
Dalam proses pelarutan batu gamping dapat meninggalkan morfologi sisa yang dapat dibagi menjadi 4 fase sebagai berikut.
a. Batuan yang terkekarkan mengalami pelarutan sehingga membentuk lembah. Lembah tersebut adalah zona yang lebih cepat mengalami pelarutan.
Gambar 1. Fase pertama
b. Zona yang membentuk lembah tersebut mengalami pelarutan yang cepat sehingga akan terbentuk lembah yang lebih dalam lagi, mengakibatkan adanya dataran tinggi pada daerah yang sulit mengalami pelarutan.
Gambar 2. Fase kedua
c. Pelarutan terus berlanjut dan mulai terbentuk kerucut-kerucut karst. Pada fase ini erosi vertikal pada kerucut karst lebih kecil dibandingkan lembah.
Gambar 3. Fase ketiga
Gambar 4. Fase keempat
3
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
d. Pada fase ini erosi masih berlanjut dan menyisakan morfologi sisa yaitu beberapa menara karst.
2.2. Daerah Tujuan Wisata dan Geowisata Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), wisata adalah berpergian bersama-sama untuk memperluas pengetahuan, bersenang-senang, dan sebagainya. Daerah tujuan wisata adalah daerah yang menjadi incaran para wisatawan untuk melakukan wisatanya karena memiliki daya Tarik untuk dikunjungi. Syarat-syarat daerah tujuan wisata dapat menjadi daerah wisata yang baik yaitu sebagai berikut. a. Daerah tersebut memiliki daya tarik
yang lain atau berciri khas, baik itu objek wisatanya atau atraksi yang ditampilkan.
b. Terdapat fasilitas penunjang lainnya seperti permainan.
c. Terdapat tempat berbelanja seperti cendramata dan tempat jualan makanan khas.
d. Adanya fasillitas umum vital seperti toilet, tempat parker, dan tempat makan.
Istilah geowisata pertama kali diperkenalkan oleh ilmuwan Tom Hose di Geologicas Society pada 1996. (Dirgantara, 2012). Geowisata merupakan pariwisata dengan memanfaatkan seluruh potensi sumber daya alam. Geowisata merupakan pariwisata minat khusus dengan fokus utamanya tentang kenampakan geologis permukaan bumi. Pengembangan geowisata menawarkan konsep wisata alam yang menghadirkan keindahan, keunikan, kelangkaan, dan keajaiban suatu fenomena alam yang berkaitan dengan gejala geologi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Geomorfologi dan Geologi Daerah Citatah
Geomorfologi daerah Citatah dibagi menjadi tiga satuan geomorfologi, yaitu sebagai berikut.
a. Satuan Geomorfologi Perbukitan Lipat Patahan
Pada satuan ini struktur geologi berupa perlipatan dan patahan dominan mengontrol dengan arah perbukitan memanjang relative barat-timur. Satuan ini memiliki kemiringan lereng antara 4o – 55o serta berada pada ketinggian 400 – 965 meter di atas permukaan laut. Proses geomorfologi yang dijumpai adalah pelapukan
batuan berupa tanah serta proses erosi saluran (drainage erosion). Kawasan ini berada pada tahapan geomorfik dewasa berdasarkan bentuk bentang alam yang mengalami perubahan seperti perbuktian antiklin yang sudah berubah menjadi lembah antiklin akibat pelapukan dan erosi yang intensif.
b. Satuan Geomorfologi Perbukitan Karst Perbukitan yang dibangun oleh
batu gamping dan terdapat ciri adanya gua-gua, lembah uvala, dan dolina sebagai hasil pelarutan oleh air mengontrol satuan ini. Satuan ini berada pada kemiringan berkisar 15o – 55o serta ketinggian 575 – 930 meter di atas permukaan air laut. Proses geomorfologi yang ada yaitu pelapukan batuan berupa tanah dengan tebal 0,2 – 2 m serta adanya proses erosi drainase (ravine drainase). Kawasan ini berada pada tahapan geomorfik dewasa yang sudah mengalami perubahan akibat proses pelapukan dan pelarutan batuan oleh air sehingga menghasilkan gua-gua.
c. Satuan Geomorfologi Kaki Gunungapi Pengendapan material piroklastik
hasil erupsi gunung api mengontrol satuan ini. Endapan material piroklastik berasal dari erupsi gunung api serta bagian dari kaki gunung api Tangkuban Perahu. Satuan ini ditempati oleh batuan breksi vulkanik. Satuan berada pada kemiringan 8o – 35o serta berada pada ketinggian 350 – 927 meter di atas permukaan laut. Proses geomorfologi yang ada yaitu pelapukan batuan berupa tanah dengan tebal 0,7 – 2 m serta terdapat erosi drainase (ravine erosion). Kawasan ini berada pada tahapan geomorfik muda yang belum mengalami perubahan karena proses erosi masih belum merubah bentuk bentang alam.
Peta geologi kawasan Citatah dapat dilihat pada Lampiran 1. Dapat dilihat bahwa kawasan karst Citatah merupakan petunjuk adanya cekungan Bandung. Hal ini karena kawasan karst yang terdiri dari batuan karbonatan khususnya batu gamping dulunya berasal dari lingkungan laut dangkal. Pemanfaatan dari kondisi geologi Citatah yang kaya akan batu gamping adalah untuk diolah menjadi kapur dan bahan kosmetik.
3.2. Pekerjaan Penduduk di Sekitar Citatah
4
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Jumlah penduduk di kawasan Citatah ada sebanyak 149.149,6 jiwa yang terdiri dari 74.738,9 jiwa penduduk laki-laki dan 74.429,72 jiwa penduduk perempuan dengan sex ratio 99,6%. Kawasan atau wilayah dengan kepadatan tertinggi ada pada Kecamatan Padalarang, tepatnya di Desa Padalarang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Lampiran 2.
Mata pencaharian utama masyarakat Citatah adalah di sector pertanian, pertambangan batu, perdagangan dan buruh pabrik. Hanya sebagian kecil saja kepala keluarga yang memiliki pekerjaan tambahan. Pekerjaan tambahan mereka utamanya masih di sektor pertanian seperti buruh tani. Selain itu pekerjaan tambahan lainnya adalah sebagai buruh tambang. Para anggota rumah tangga di masyarakat Citatah yang bekerja juga terhitung sedikit. Beberapa bekerja sebagai pegawai pabrik di Kecamatan Padalarang. Sedangkan lainnya mayoritas bekerja sebagai petani, membuka warung, dan buruh tambang. Hal ini menunjukkan bahwa pekerjaan tambang di kawasan Citatah masih menjadi pekerjaan utama untuk mencari uang dalam memenuhi kebutuhannya sehari-hari.
3.3. Pertambangan di Citatah
Pertambangan di Citatah sudah ada sejak tahun 1970-an. Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bandung Barat Tahun 2009 – 2029, potensi galian tambang mineral bukan logam dalam pemanfaatan ruang untuk budidaya du Kabupaten Bandung Barat antara lain kalsit, marmer, tanah liat, tanah urug, andesit, batu gamping (batu kapur), laterit (tanah merah), batu kali, batu gunung, kerikil, dan pasir. Peta kawasan pertambangan di daerah Citatah dapat dilihat pada Lampiran 3.
Pertambangan pada kawasan karst sampai saat ini masih massif dilakukan di beberapa lokasi. Hanya gunung pawon dan gunung masigit yang masih utuh karena terdapat peraturan daerah mengenai larangan kegiatan pertambangan di lokasi tersebut karena terdapat situs purbakala. Aktivitas pertambangan menggunakan alat berat serta peledak dalam kegiatannya. Dampak dari penggunaan alat tersebut adalah adanya korban karena pantulan batu yang meledak. Lahan bekas tambang juga dibiarkan begitu saja terlantar, tidak produktif dan menimbulkan bencana alam seperti longsor. Hal ini karena penambangan yang dilakukan tidak sesuai dengan kaidah penambangan yang baik.
Dampak dari aktivitas penambangan yang dilakukan secara massif dan tidak terkendali telah menimbulkan dampak antara lain hilangnya mata air bersih, udara yang kotor akibat polusi dari pertambangan dan pengolahan kapur, hancurnya bentang alam, serta hilangnya kawasan lindung geologi. Mengenai penggunaan air dan lain-lain di kawasan Citatah oleh masyarakat dapat dilihat pada Lampiran 4.
3.4. Potensi Daerah Wisata di Citatah
Kawasan pertambangan kapur tidak akan selamanya dapat bertahan untuk memenuhi kebutuhan hidup masyarakat sekitar daerah Citatah. Bahan tambang akan habis apalagi ditambah proses pertambangan yang tidak sesuai dengan semestinya yang malah merusak lingkungan dak kehidupan, menambah urgensi untuk mencari cara membuka lapangan kerja di kawasan karst Citatah. Salah satunya dengan menjadikan kawasan karst Citatah menjadi wisata geotour dan budaya sunda.
Masyarakat di sekitar dapat merencanakan
untuk menjadikan kawasan karst Citatah untuk menjadi kawasan geotour budaya sunda. Kawasan karst Citatah memiliki pemandangan yamg indah dan pasti akan membuat wisatawan yang hobi berfoto tertarik untuk mengunjunginya. Didukung di era saat ini sosial media khususnya instagram dapat membuat pecintanya untuk mencari spot foto terbaik. Selain dalam bidang hiburan kepada masyarakat, kawasan karst Citatah juga dapat digunakan untuk pendidikan. Geotour kepada siswa dan mahasiswa dapat dilakukan di kawasan karst Citatah mengingat kawasan ini salah satu petunjuk adanya cekungan Bandung. Masyarakat dapat menjadi guide untuk menjelaskan manfaat apa saja dari kawasan karst Citatah dahulu. Selain itu, kawasan ini dapat dimanfaatkan dalam bidang budaya sunda, seperti membuat pertunjukan dan tarian tradisional yang dilaksanakan di kawasan karst
Gambar 5. Pemandangan Karst Citatah
5
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Citatah. Hal ini pasti akan menambah pengetahuan tentang budaya sunda dan secara tidak langsung akan melestarikan budaya sunda sendiri. Kawasan tebing-tebing karst di Citatah dapat juga dimanfaatkan untuk olahraga panjat tebing. Dengan menambah fasilitas pendukung yang baik, maka kawasan bekas tambang kapur di Citatah akan menjadi kawasan yang terkenal dan bermanfaat bagi masyarakat sekitar.
4. KESIMPULAN
Dari informasi-informasi yang telah disampaikan, dapat ditarik kesimpulan antara lain sebagai berikut. 4.1. Kawasan karst Citatah merupakan salah satu
petunjuk bagi keberadaan cekungan Bandung dan merupakan kawasan berharga bagi masyarakat sekitar Citatah.
4.2. Kawasan pertambangan kapur di karst Citatah tidak sesuai dengan kaidah pertambangan yang baik dan merusak lingkungan sehingga bekas penambangan tidak ada tindak lanjutnya.
4.3. Kawasan bekas pertambangan kapur di karst Citatah dapat dimanfaatkan dengan menjadikannya sebagai kawasan wisata geotour dan budaya sunda. Dapat juga dijadikan kawasan panjat tebing di beberapa tebing di kawasan karst Citatah. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembangunan fasilitas agar rencana tersebut dapat berlangsung baik.
DAFTAR PUSTAKA Gunawan, M. I., Luthfi, M. dan Kadarisman, D. S.
(2017). Geologi Daerah Citatah dan Sekitarnya. Jurnal Online Mahasiswa Bidang Teknik Geologi, 1, 1-14.
Sania, P. R., dkk. (2020). Pemanfaatan Lahan Pasca Tambang PT Semen Indonesia Sebagai Destinasi Wisata Taman Reklamasi “Bukit Daun” Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Prosiding, 2, 277 – 282.
Hermawan, H., dan Ghani, Y. A. (2018). Geowisata Solusi Pemanfaatan Kekayaan Geologi yang Berwawasan Lingkungan. INA-Rxiv, 1, 1 – 14.
Adji, T.N., dan Haryono, E. (2017). Kawasan Karst dan Prospek Pengembangannya di Indonesia. INA-Rxiv, 3, 121 – 131.
Irianto, S., Solihin, dan Nasihin, Z. (2020). Identifikasi Bentang Alam Karst untuk Penentuan Kawasan Konservasi dan Budidaya Daerah Cibarani dan Sekitarnya, Kecamatan Cirinteun, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Jurnal Teknik, 21, 47 – 53.
Ismayanti. (2010). Pengantar Pariwisata. Jakarta: Grasindo.
Puspasari, D. (21 September 2012). Gunung Karst Paling Dahsyat di Bandung Barat. Diakses melalui https://travel.detik.com/destination/d-2029177/gunung-karst-paling-dahsyat-di-bandung-barat pada tanggal 21 November 2021.
Kustiasih, R. (12 September 2010). Kawasan Karst Citatah Menanjti Ajal. Diakses melalui https://tekno.kompas.com/read/2010/07/12/02554991/Kawasan.Karst.Citatah.Menanti.Ajal?page=1 pada tanggal 21 November 2021
Gambar 6. Pemanjat Tebing di Karst Citatah
1
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Energi Bersih dan Energi Non-Konvensional
Studi Pemanfaatan Air dengan Metode Elektrolisis sebagai Sumber Bahan Bakar Hidrogen pada Alat Berat Tambang dalam Rangka Mempercepat
Net-Zero Emission di Sektor Pertambangan Muhammad Adam Gana [1], Ifa Aulia Chusna[2], Wahyu Idi Pangestu[3]
[1] UPN “Veteran” Yogyarakta/ Teknik Pertambangan [2] UPN “Veteran” Yogyarakta/ Teknik Pertambangan [3] UPN “Veteran” Yogyarakta/ Teknik Pertambangan
ABSTRAK Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) pada industri pertambangan dibutuhkan dalam jumlah yang besar sehingga faktor utama biaya operasional yang tinggi berasal dari kebutuhan BBM tersebut. Selain itu, penggunaan BBM juga menghasilkan emisi gas buang, seperti karbon monoksida (CO) dan karbon dioksida (CO2) yang berbahaya terhadap lingkungan. Terdapat suatu energi baru terbarukan yang tergolong dalam energi bersih dengan efisiensi tinggi dan berpotensi diterapkan pada alat berat tambang, energi tersebut adalah bahan bakar hidrogen. Tujuan penelitian ini adalah memberikan pandangan mengenai perkembangan alat berat menuju transisi energi dan implementasi bahan bakar hidrogen sebagai bahan bakar yang berasal dari air tambang berdasarkan aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan. Selain itu, rekomendasi juga diberikan dalam bentuk rencana implementasi hidrogen hijau yang telah disusun oleh pemerintah sebagai langkah strategis menyiapkan energi masa depan. Penelitian ini menggunakan metode korelasi dan komparasi data yang berasal dari studi literatur pada penelitian dan penggunaan bahan bakar hidrogen yang sudah diterapkan. Korelasi dan komparasi pada penelitian ini membahas penggunaan bahan bakar hidrogen pada alat berat berdasarkan transportasi sejenis dengan bahan bakar yang berbeda. Perusahaan-perusahaan alat berat telah berkomitmen untuk mencegah perubahan iklim melalui perencanaan produksi alat berat yang mendukung trasnsisi energi. Air tambang berpotensi menjadi bahan baku dalam proses elektrolisis air dengan bantuan arus listrik untuk memecah air menjadi komponen unsurnya, yaitu hidrogen (H2) dan oksigen (O2). H2 tersebut akan direaksikan di fuel cell alat berat dengan O2 untuk menghasilkan listrik yang mampu menggerakkan motor alat berat. H2 yang dihasilkan melalui proses yang ramah lingkungan ini disebut hidrogen hijau. Implementasi H2 sebagai bahan bakar alat berat dilakukan dengan membangun fasilitas pendukung operational alat berat dan sistem mesin alat berat berupa fuel cell. Berdasarkan dampak lingkungan yang dihasilkan, emisi dari penggunaan H2 hanya berupa uap air dan panas, sedangkan emisi yang dihasilkan dari penggunaan alat berat konvensional dan alat berat listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) menyumbang emisi gas rumah kaca. Jadi, perwujudan net-zero emission sektor pertambangan harus diupayakan dari sektor hulu sampai hilir dalam menghasilkan dan menggunakan energi terbarukan. Pada aspek teknis, komponen-komponen pada alat berat yang dilengkapi dengan fuel cell adalah motor traksi, fuel cell stack, hydrogen storage tank, baterai, dan controller, serta converter. Berdasarkan perhitungan ekonomi, operasional alat berat berbahan bakar hidrogen mampu menghemat sebesar 78,89%. Rekomendasi penerapan hidrogen di sektor pertambangan dapat dilakukan persiapan melalui pilot project terlebih dahulu dan persiapan dari sektor investasi dan industri hulu penghasil hidrogen. Kata Kunci: Air, Elektrolisis, Hidrogen, Net-Zero Emission
1.PENDAHULUAN Bangkitnya negara-negara di dunia akibat pandemi menyebabkan kebutuhan energi menjadi hal yang utama di semua sektor industri, bahkan menyebabkan krisis energi di Eropa dan Cina. Salah satu jenis energi fosil yang paling dibutuhkan dalam mengatasi krisis ini adalah batubara. Peningkatan penggunaan batubara ini menunjukkan tingginya ketergantungan dunia terhadap bahan bakar fosil. Hal
ini berpotensi menghambat langkah strategis terhadap pencapaian tujuan Paris Agreement untuk menahan kenaikan suhu rata-rata global dibawah 2oC. Pada tahun 2021, berbagai negara terus berupaya untuk mengendalikan perubahan iklim dengan membagun kerja sama melalui 26th UN Climate Change Conference of the Parties (COP26). Hasil pertemuan tersebut menyepakati adanya pengurangan penggunaan batubara sebagai energi
2
dilakukan secara bertahap, penerapan teknologi bersih seperti Carbon Captured Storage (CCS)/ Carbon Capture Utilization Storage (CCUS)/ Carbon Capture Utilization (CCU), dan energi terbarukan hingga bioenergy (Siaran Pers MenLHK, 2021). Peningkatan penduduk secara global berkorelasi positif dengan kebutuhan energi yang saat ini masih sangat bergantung pada energi fosil. Oleh karena itu, penggunaan energi alternatif perlu menjadi bahan pertimbangan.
Aktivitas manusia di sektor industri merupakan salah satu bentuk kegiatan yang membutuhkan energi yang besar untuk mendukung operasional kegiatan industri. Pertambangan adalah salah satu kegiatan dari sektor industri yang memiliki kebutuhan energi tinggi. Kebutuhan energi tersebut dibagi menjadi beberapa aktivitas, seperti penambangan (gali-muat-angkut) dan pengolahan-pemurnian pada komoditas mineral dan pemanfaatan-pengembangan pada komoditas batubara, misalnya PT. Aneka Tambang memerlukan sekitar 75.000 MW untuk memasok listrik di smelter feronikel, Halmaher Timur (kontan.co.id/2020). Selain itu, tambang tembaga yang berlokasi di Timika, Papua dengan target produksi sekitar 800.000 ton/tahun memerlukan 36.000.000 liter Bahan Bakar Minyak (BBM) berupa solar setiap bulan (Kompas.com, 2014) (Investor.id, 2013). Ironisnya, kegiatan pertambangan juga merupakan kegiatan utama dalam menghasilkan sumber energi, seperti batubara sehingga terdapat korelasi antara kebutuhan energi dengan target produksi tambang. Salah satu alternatif energi untuk peralatan produksi adalah penggunaan biodiesel B20 yang dicanangkan guna menjaga keberlanjutan energi fosil (Waluyo dkk, 2020). Selain biodiesel, peralatan pertambangan juga dapat memanfaatkan bahan bakar alternatif lain seperti hidrogen.
Hidrogen sebagai bahan bakar dapat berasal dari air, hidrokarbon, dan limbah. Berdasarkan jumlah dan alternatif sumbernya yang melimpah, bahan bakar hidrogen dapat menjadi bahan bakar yang prospek di masa depan (Siregar, 2010). Bahan bakar jenis ini menjadi salah satu jenis energi baru dan dapat terbentuk dari limbah atau bahan yang tidak terbarukan. Bahan bakar dan energi terbarukan hanya tercipta melalui proses produksi dan penggunaannya menggunakan komponen yang terbarukan. Misalnya, 95% bahan bakar hidrogen saat ini, dihasilkan melalui proses steam reforming dari gas alam. Begitu pula mobil listrik yang masih menggunakan batubara sebagai penghasil listrik untuk menyuplai energi. Kedua contoh tersebut menunjukkan adanya konsep terbarukan yang kurang sesuai sehingga hal yang perlu dilakukan untuk mewujudkan energi
terbarukan adalah melalui penggunaan energi dan produksi bahan bakar melalui proses yang bersih serta menggunakan komponen yang terbarukan.
Berdasarkan proses terbentuknya hidrogen, hidrogen didapatkan melalui dua cara, yaitu biologi dan kimiawi. Proses biologi yang dimaksud adalah bioteknologi melalui proses teknik pendayagunaan organisme untuk memodifikasi dan/ atau memproduksi produk yang diinginkan, seperti energi, farmasi, dan pangan (Siregar, 2010). Limbah yang dapat dimanfaatkan untuk menghasilkan hidrogen melalui proses biologi adalah tandan kosong sawit dan limbah biomassa kekayuan. Proses kimiawi dilakukan dengan elektrolisis yaitu proses penguraian elektrolit pada suatu sel dengan bantuan arus listrik, misalnya dekomposisi metana dengan nikel, penggunaan limbah kaleng aluminium dan bungkus makanan aluminium foil menjadi aluminium alkali dan fuel cell alumunium alkali, serta elektrolisis air dilakukan dengan reaksi fotokatalis oksinitrida (proses percepatan reaksi dengan bantuan cahaya atau sinar pada katalis TiO2) (Pratiwi, 2014) (Purwanto, 2005) (Kulakov dan Ross, 2007) (Maeda dkk, 2006). Sifat bahan bakar hidrogen yang ramah lingkungan dan tidak menimbulkan emisi, serta pembakaran bahan bakar hidrogen yang memiliki energi pembakaran per kilogram lebih tinggi dari bahan bakar lainnya, hal ini menjadikan bahan bakar hidrogen sebagai bahan bakar yang berpotensi menggantikan secara penuh solar sebagai kebutuhan bahan bakar alat berat di sector pertambangan.
Penelitian ini bertujuan untuk memberikan pandangan terkait penerapan bahan bakar hidrogen berdasarkan perkembangan industri alat berat menuju transisi energi dan pandangan mengenai bahan baku pembentukan hidrogen, yaitu air tambang. Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis penerapan bahan bakar hidrogen dan rencana implementasi berdasarkan aspek teknis, ekonomi, dan lingkungan. Rencana implementasi juga dilengkapi dengan rekomendasi dalam rangka percepatan pencapaian net-zero emission di sektor pertambangan.
2. METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini menggunakan metode korelasi dan komparasi data yang bersumber dari studi literatur pada penelitian terdahulu terkait penggunaan dan penerapan bahan bakar hidrogen pada kendaraan. Analisis korelasi dan komparatif kualitatif dilakukan dari segi teknis, lingkungan, dan ekonomi terkait konversi energi dengan bahan bakar hidrogen. Aspek teknis membahas mengenai sistem yang berpotensi
3
diterapkan untuk mengkonversi energi dan melakukan pertimbangan berdasarkan efisiensi elektrolisis dan mesin diesel pada suatu alat berat. Aspek lingkungan disusun untuk memberikan pandangan mengenai kebutuhan, ketersediaan energi, dan emisi pada perbedaan penggunaan bahan bakar, sedangkan aspek ekonomi memberikan pandangan mengenai biaya operasional pada perbedaan penggunaan bahan bakar. Selanjutnya, analisis dan perhitungan dari korelasi dan komparasi disusun untuk memberikan rekomendasi terkait percepatan penerapan net-zero emission di sektor pertambangan berdasarkan perencanaan transisi energi di Indonesia. Adapun, rekomendasi yang diberikan mengarah pada implementasi di sektor pertambangan dan Energi Baru Terbarukan dan Konversi Energi (EBTKE) untuk memercepat perwujudan net-zero emission.
Gambar 1. Diagram Alir Penelitian
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Perkembangan Pemanfaatan Bahan Bakar Hidrogen Beberapa perusahaan alat berat mulai menyusun strategi dalam mengatasi permasalahan iklim di dunia. Salah satu langkah yang dilakukan adalah menyediakan produk yang memiliki transisi energi dan produk berbahan bakar ramah lingkungan. Selain itu, upgrading produk juga dilakukan melalui peningkatan efisiensi dan penurunan emisi. Bahan bakar yang diarahkan adalah bahan bakar hidrogen. Menurut dewan hidrogen global, bahan bakar ini dapat memenuhi 18% permintaan energi global pada 2050 mendatang dengan target lainnya yang berupa pendapatan dari pasar sebesar US$ 5 Triliun pertahun dan diperkirakan akan membuka 30 juta lapangan pekerjaan, serta pengurangan emisi CO2 sebesar 6 giga ton (Hydrogen Council, 2017). Perusahaan-perusahaan yang telah mempersiapkan produksi alat berat secara massal dengan bahan bakar hidrogen, antara lain Caterpillar Inc., Hyundai Construction Equipment (HCE), Anglo American plc, dan
Komatsu Ltd (Hyundai Ltd, 2021) (Hydrogen Council, 2021).
Caterpillar Inc. bekerja sama dengan Broken Hill Propietary (BHP) Group untuk pengembangan truk pertambangan berbahan bakar hidrogen di tahun 2030. Komatsu juga berupaya untuk memperkenalkan truk dengan diesel berbahan bakar hidrogen di tahun 2030, selain itu Anglo American juga sedang mengembangkan truk angkut tambang berbahan bakar hidrogen terbesar di dunia. HCE yang berkerja sama dengan Hyundai Motors mulai mengembangkan forklift dan excavator bertenaga hidrogen untuk didistribusikan secara massal di tahun 2023 (Hyundai-ce.com, 2021). 3.1.1. Elektrolisis Air Elektrolisis air adalah peristiwa penguraian air (H2O) menjadi gas hidrogen (H2) dan oksigen (O2) dengan menggunakan arus listrik yang melalui air tersebut (Gambar 2). Pada katoda, dua molekul air bereaksi dengan menangkap dua elektron, tereduksi menjadi gas H2 dan ion hidroksida (OH-). Sementara itu pada anoda, dua molekul air lain terurai menjadi gas oksigen (O2), melepaskan 4 ion H+ serta mengalirkan elektron ke katoda. Ion H+ dan OH- mengalami netralisasi sehingga terbentuk kembali beberapa molekul air. Reaksi keseluruhan yang setara dari elektrolisis air dapat dituliskan sebagai berikut:
2H2O(l) 2H2(g) + O2(g) Gas H2 dan O2 yang dihasilkan dari reaksi ini membentuk gelembung pada elektroda dan dapat dikumpulkan. Prinsip ini kemudian dimanfaatkan untuk menghasilkan H2 dan hidrogen peroksida (H2O2) yang dapat digunakan sebagai bahan bakar kendaraan hidrogen (Otto dan Tulus, 2013). Elektroda merupakan salah satu komponen yang sangat penting pada proses elektrolisis air. Elektroda berfungsi sebagai penghantar arus listrik dari sumber tegangan ke air yang dielektrolisis. Pada elektrolisis yang menggunakan arus DC, elektroda terbagi menjadi dua kutub yaitu positif sebagai anoda dan negatif sebagai katoda. Pada proses elektrolisis air, katalis yang digunakan adalah larutan elektrolit. Larutan tersebut berfungsi sebagai konduktor listrik karena mengandung ion-ion yang dapat bergerak bebas. Arus listrik dibawa oleh pergerakan ion. Dengan melarutkan elektrolit di dalam air dapat meningkatkan konduktivitas listrik karena dengan penambahan elektrolit dapat menurunkan energi yang dibutuhkan sehingga laju reaksi pemecahan molekul air menjadi lebih cepat (Dewi, 2011). Penguraian air melalui proses elektrolisis berlangsung lambat sehingga membutuhkan katalis untuk mempercepat reaksi dan dapat menambah jumlah gas hidrogen yang diproduksi. Elektrolisis
4
terjadi ketika aliran arus listrik melalui senyawa ionik dan mengalami reaksi kimia.
Gambar 2. Proses Elektrolisis pada Fuel Cell
3.1.2. Potensi Pemanfaatan Air Tambang sebagai Bahan Bakar Hidrogen Air tambang adalah air yang berada di lokasi dan/atau berasal dari proses kegiatan pertambangan, baik penambangan maupun pengolahan, termasuk air larian atau limpasan di area pertambangan (Keputusan Menteri ESDM 1827/2018, Lampiran II). Terdapat dua jenis air di alam, yaitu air tanah dan air permukaan yang keberadaannya berpotensi di wilayah pertambangan. Air permukaan dan air tanah bersumber dari komponen yang sama, yaitu hujan. Air akan mengalir ke arah yang lebih rendah, baik di permukaan maupun terserap sebagian ke dalam tanah membentuk air tanah (Danaryanto dkk, 2005). Sistem tambang terbuka yang membentuk suatu bukaan tambang berpotensi menjadi lokasi akumulasi air permukaan, sedangkan kemajuan pertambangan yang dilakukan secara vertikal berpotensi memotong aliran air tanah. Air permukaan dan air tanah yang berada di wilayah pertambangan perlu dikelola agar tidak mengganggu kegiatan penambangan.
Air permukaan yang masuk ke bukaan tambang melalui air limpasan harus dialirkan melalui saluran terbuka, baik di luar bukaan tambang mapun di dalam tambang. Saluran terbuka di luar bukaan dapat dialirkan ke kolam pengendapan, sedangkan saluran yang berada di dalam bukaan dialirkan menuju ke cerukan yang berada di pit bottom. Air yang berada di pit bottom, selanjutnya dipompa menuju ke kolam pengendapan. Pada air tanah, pengambilan air tanah yang terpotong menjadi mata air (drain) dapat dilakukan dengan menerapkan vertical atau horizontal drill hole yang selanjutnya air dialirkan menuju ke kolam pengendapan.
Air tambang tersebut akan diendapkan sehingga air yang dikeluarkan dari wilayah pertambangan dapat aman bagi lingkungan. Baku mutu air yang disyaratkan untuk air buangan tambang adalah kelas
II (PP 22/2021). Peruntukan air tersebut digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, budidaya air tawar, peternakan air, dan pengairan pertanian yang dibedakan berdasarkan jenis air permukaannya (Lampiran VI) (PP 22/2021). Air dengan baku mutu tersebut berpotensi menjadi bahan baku pada fasilitas elektrolisis air dalam menghasilkan bahan bakar hidrogen untuk alat berat. 3.1.3. Rencana Implementasi Bahan Bakar Hidrogen sebagai Bahan Bakar Alat Berat di Sektor Pertambangan Implementasi bahan bakar hidrogen di sector pertambangan dapat dilaksanakan melalui skema berikut ini: 1. Air tambang yang berasal dari saluran terbuka
dan cerukan dialirkan ke kolam pengendapan. Pada kolam pengendapan tersebut, terjadi sedimentasi material yang terbawa oleh air. Kolam pengendapan dapat diperhitungkan untuk menentukan kualitas air yang dihasilkan berdasarkan jumlah partikel material yang terbawa dan waktu pengerukan.
2. Air hasil sedimentasi sebagian dialirkan ke aliran permukaan terdekat dan sebagian lagi dibawa ke fasilitas pengolahan air sebagai bahan baku elektrolisis air untuk menghasilkan hidrogen.
3. Elektrolisis air dilakukan untuk menghasilkan gas H2 dan O2. Selanjutnya, H2 didistribusikan ke stasiun pengisian hidrogen, sedangan O2 akan dilepas ke atmosfer.
4. Stasiun pengisian hidrogen menyediakan H2 yang akan diisi pada tangki hidrogen yang berada di sisi kiri truk.
5. Pada saat alat berat beroperasi, hidrogen akan dikeluarkan sedikit demi sedikit kedalam fuel cell dan bereaksi dengan O2 yang didapatkan melalui blower yang dipasang pada dibagian depan truk. H2 yang bertemu dengan O2 akan menghasilkan air dan disimpan ke tangki air yang berada di sisi kanan truk.
6. Setelah shift kerja berakhir, air yang tersimpan di tangka akan disimpan di fasilitas pengolahan dan elektrolisis air sebagai bahan baku hidrogen.
Siklus air pada produksi dan penggunaan hidrogen untuk alat berat dilakukan secara berulang sehingga renewable komponen dapat terbentuk di sektor pertambangan (Gambar 4).
5
Gambar 3. Rencana Implementasi dan Siklus Air pada Produksi dan Penggunaan Bahan Bakar Hidrogen
3.2. Analisis Rencana Implementasi Analisis yang dilakukan pada rencana
implementasi dilakukan pada tiga pertimbangan yaitu pertimbangan lingkungan, teknis, dan ekonomi sehingga dapat memberikan pandangan yang utuh pada penerapan bahan bakar hidrogen di alat berat pertambangan. 3.2.1. Pertimbangan Aspek Lingkungan
Bahan Bakar hidrogen termasuk bahan bakar yang ramah lingkungan. Bahan bakar hidrogen tidak menghasilkan emisi gas rumah kaca ataupun debu halus, melainkan menghasilkan uap air dan panas. Berdasarkan nilai energi hydrogen yang lebih tinggi dan massa yang lebih ringan sebanyak 14 kali dari udara, menyebabkan hidrogen menghasilkan energi yang nilainya dua sampai tiga kali lebih tinggi dari bahan bakar yang digunakan saat ini. Penggunaan BBM saat ini sering disebut sebagai Euro2 atau bahan bakar yang masih menjadi mayoritas di dunia, seperti solar dengan kadar sulfur di bawah 500 ppm. Bahan bakar solar menghasilkan dampak negatif terhadap lingkungan yaitu penurunan kualitas udara. Gas yang dihasilkan kendaraan berbahan solar menghasilkan emisi gas buang yang berdampak pada meningkatnya efek rumah kaca, seperti Metana (CH2), Karbon Monosikda (CO), Karbon Dioksida (CO2), dan senyawa Nitrogen Oksida (NOx) (Gambar 4). CO dan NOx yang berlebihan akan berdampak pada menurunnya kemampuan paru-paru dalam menyerap oksigen dan gangguan sistem pernafasan. Sektor energi menghasilkan emisi CO2
yang cukup tinggi, yaitu sebesar 734 gr CO2/kWh (IESR, 2019). CO2 dan CH4 yang berlebihan akan menghalangi pemancaran panas dari bumi ke atmosfer sehingga panas dipantulkan kembali ke bumi. Kontribusi penyumbang gas rumah kaca pada beberapa alternatif energi (Gambar 4) menunjukkan
bahwa bahan bakar Euro2 memiliki kontribusi tertinggi, diikuti dengan Ultra Low Emission Vehicle (ULEV), methanol, bahan bakar hidrogen dari gas alam, dan yang tidak beremisi dalah hidrogen dari air. Kebutuhan solar indsutri dan perkapalan untuk tahun 2021 diprediksi sebesar 12,74 juta kiloliter dengan persentase terbesar digunakan oleh industry pertambangan dan perkebunan dengan jumlah 29% (Pertamina, 2021). Dengan proyeksi kebutuhan yang meningkat dari tahun 2020 sebesar 0,91 juta kiloliter, maka potensi emisi dan pencemaran udara yang dihasilkan semakin besar sehingga peneerapan gas hidrogen melalui hidrogen hijau tentunya mempercepat pencapaian net-zero emission di sektor pertambangan tentunya dapat dicapai dengan penerapan penggunaan hidrogen pada ala berat. 3.2.2. Pertimbangan Aspek Teknis
Alat berat berbahan bakar hidrogen menggunakan prinsip teknologi fuell cell untuk menghasilkan listrik. Listrik tersebut dipakai untuk mengaktifkan motor alat berat.
Gambar 4. Perbandingan Emisi Kendaraan
Berdasarkan Produksi Bahan Bakar (Konservasi Alam dan Keselamatan Nuklir, Jerman, 2.6.1999)
0
20
40
60
80
100
Perc
ent (
%)
CO2 CO NOX SO2 CH4
Gambar 5. Susunan Komponen Fuel-Cell Mobil Listrik Tampak Bawah (Omazaki.co.id, 2021)
Adapun, komponen alat berat berbahan bakar hidrogen pada umumnya terdiri dari (Gambar 5): 1. Motor traksi
Motor listrik yang dimaksud adalah dinamo listrik yang berfungsi menggerakkan transmisi dan roda. Motor ini menggantikan fungsi Internal Combustion Engine (ICE). 2. Fuel-cell stack
Fuel cell adalah alat yang mampu menghasilkan listrik arus searah. Alat ini terdiri dari dua buah elektroda, yaitu anoda dan katoda yang dipisahkan oleh sebuah membrane polymer yang berfungsi sebagai elektrolit. Membran ini sangat tipis dengan ketebalan hanya beberapa mikrometer. Hidrogen dialirkan ke dalam fuel cell pada bagian anoda, sedangkan oksigen dialirkan ke bagian katoda, dengan adanya membran, maka gas hidrogen tidak akan bercampur dengan oksigen. Membran dilapisi oleh platina tipis yang berfungsi sebagai katalisator yang mampu memecah atom hidrogen menjadi elektron dan proton. Proton mengalir melalui membran, sedang elektron tidak dapat menembus membran, sehingga elektron akan menumpuk pada anoda, sedang pada katoda terjadi penumpukan ion bermuatan positif. Apabila anoda dan katoda dihubungkan dengan sebuah penghantar listrik, maka akan terjadi pengaliran elektron dari anoda ke katoda, sehingga terdapat arus listrik. Elektron yang mengalir ke katoda akan bereaksi dengan proton dan oksigen pada sisi katoda dan membentuk air. Untuk mengalirkan hidrogen, oksigen atau udara ke dalam fuel cell, maka lapisan luar dari cell ini dibuat dari lembaran bipolar yang diberi kanal-kanal untuk lewatnya gas maupun air pendingin agar temperatur fuel cell dapat selalu terkendali. Satu unit fuel cell tidak terlalu besar, tebalnya ada yang hanya 2 mm, untuk menghasilkan energi yang cukup, maka beberapa fuel cell harus ditumpuk menjadi satu disebut fuel cell stack. 3. Hydrogen storage tank
Tangki penyimpanan hidrogen yang masuk ke fuel cell diatur tekanannya menjadi 69 kPa (10 psi). Selain itu, kelembaban hidrogen sebelum masuk fuel cell harus dikendalikan, karena air yang masuk ke
dalam cell dapat merusak cell. Hidrogen sendiri harus memiliki kadar kelembaban tertentu pada saat masuk kedalam cell. Hal ini dilakukan di dalam humidification chamber yaitu dengan menyemprotkan kabut air pada aliran hidrogen. 4. Baterai
Baterai berfungsi untuk menyimpan dan mengalirkan arus listrik yang dihasilkan oleh fuel cell dan listrik yang dihasilkan dari sistem regeneratif motor listrik. Selain itu, ketika H2 dalam tangki habis, maka baterai akan mengalirkan listrik untuk menggerakkan motor. Sistem regeneratif ini dapat menghasilkan dan menyimpan listrik sebesar 8% dari kapasitas baterai. 5. Converter dan controller
Arus listrik DC yang didapatkan dari baterai traksi bersifat tegangan tinggi sehingga diperlukan DC converter untuk mengubahnya menjadi arus listrik bertegangan rendah. Tujuannya agar listrik tersebut bisa dimanfaatkan oleh komponen Dump Truck (DT) lainnya yang membutuhkan listrik bertegangan rendah. DC converter juga berfungsi sebagai alat untuk mengisi daya listrik pada baterai, sedangkan controller berfungsi sebagai pengatur daya listrik yang tersalurkan dari baterai menuju inverter dan menggerakkan motor. Sinyal yang dikirimkan oleh controller ini berasal dari pedal yang diinjak oleh pengemudi. Pedal juga mengatur berapa banyak tekanan maupun frekuensi pada mesin sehingga mempengaruhi laju DT. Penelitian ini menggunakan spesifikasi DT Komatsu HD605 berbahan bakar solar dan DT Komatsu HB 605-7 bertenaga listrik sebagai pembanding. Operasional DT Komatsu HD605 membutuhkan solar rata-rata sebanyak 38 liter/jam. Waktu operasi alat berat selama 8 jam membutuhkan solar sebanyak 304 liter (Tabel 1) (Komatsu, 1999). Pada DT Komatsu HB 605-7 menggunakan baterai yang mampu menampung daya sebesar 600 kWh yang rata-rata dapat digunakan untuk beroperasi selama 18 jam atau dibutuhkan daya sebesar 33,3 kWh /jam. Selain itu, HB 605-7 memiliki kemampuan regenerative braking system yang mampu mengubah energi kinetik saat pengereman menjadi energi listrik yang mampu mengisi daya baterai hingga 8% (Tabel 1) (Komatsu, 2018). Penelitian ini mengasumsikan penggunaan hidrogen sebagai bahan bakar DT yang diubah menjadi tenaga listrik dengan asumsi kebutuhan daya listrik yang sama seperti DT Komatsu 605-7 yaitu sebesar 33,3 kWh/jam. 1 kg hidrogen dapat menghasilkan daya listrik sebesar 33,3-39,4 kWh sehingga operasional DT selama 1 jam diperlukan
6
hidrogen sebanyak 1-1,18 kg hidrogen yang berasal dari 6,48 kg air dalam kondisi setimbang (Stolzenburg, 2013) (Rimbawati, dkk, 2021).
Tabel 1. Perbandingan Teknis DT Komatsu HD605 dengan DT Komatsu HB 605-7
Parameter DT HD605 DT HB605-7 Bahan bakar Solar Listrik Kapasitas munjung 40 m3 Full tank / batery 780 liter 600 kW Horse power 533 kW 533 kW Kebutuhan bahan bakar
38 liter/jam 33,3
kWh/jam Durasi operasional 20,5 jam 18 jam Regenerative braking system
- 8%
Sumber: (Komatsu, 2018); (Komatsu, 1999) 3.2.3. Pertimbangan Aspek Ekonomi Berdasarkan pertimbangan aspek teknis, DT HB 605 membutuhkan solar untuk beroperasi selama 8 jam/hari sebesar 304 liter. Apabila diasumsikan dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja, maka dibutuhkan solar sebesar 7.296 liter/bulan. Pada DT HB 605-7 kebutuhan daya listrik untuk beroperasi selama 8 jam/hari diketahui sebesar 266,4 kWh sehingga hidrogen yang dibutuhkan setidaknya sebanyak 6,76 - 8 kg hidrogen per hari, diasumsikan dalam satu bulan terdapat 24 hari kerja, maka dibutuhkan setidaknya 162,27 kg hidrogen per bulan (Tabel 2). Biaya kebutuhan bahan bakar, DT HD605 membutuhkan solar sebanyak 304 liter/hari dan diasumsikan harga solar industri Rp. 9.600/liter, maka besar biaya yang dibutuhkan untuk beroperasi per hari sebesar Rp2.918.400,-/hari atau dalam satu bulan sebesar Rp70.041.600,-/bulan. Pada DT berbahan bakar hidrogen membutuhkan hidrogen sebanyak 6,76 kg/hari, apabila 1 kg gas hidrogen membutuhkan biaya produksi sebesar $ 5.50/kg atau dalam rupiah sebesar Rp77.000,-/kg, maka biaya yang dibutuhkan untuk beroperasi per hari sebesar Rp616.000,-/hari sehingga biaya operasional selama satu bulan membutuhkan biaya sebesar Rp14.784.000,-/bulan. Berdasarkan perhitungan di atas, penggunaan hidrogen fuel cell pada DT dapat menghemat biaya produksi sebesar 78,89%.
Tabel 2. Tabel Kebutuhan dan Biaya Bahan Bakar Parameter DT HD605 DT HB 605-7
Bahan bakar Solar Listrik
Konversi H2 Jumlah bahan bakar
/jam 38 liter 33,3 kW 8 jam/hr 304 liter 266,4 kW 24 hr/bln 7296 liter 6393,6 kW
Biaya bahan bakar (Rp)
/hr 2.918.400 616.000
/bln 70.041.600 14.784.000
3.2.4. Rekomendasi untuk Pelaksanaan Implementasi dalam Rangka Percepatan Penerapan net-zero emission Strategi transisi energi rendah karbon di Indonesia dibagi menjadi tiga fase, yaitu fase dekarbonasi, fase desentralisasi, dan fase digitalisasi. Saat ini, Indonesia berada di fase dekarbonisasi (KESDM, 2021). Pada fase ini, terdapat langkah-langkah yang dapat diterapkan secara bertahap, yaitu: 1. Penggunaan energi fosil dan penerapan
teknologi bersih, yaitu CCU, CCUS, dan net-carbon sink.
2. Percepatan pengembangan EBT dan kendaraan listrik tenaga hidrogen
3. Smart grid dan energy, serta konsevasi energi. Jenis penggunaan energi-energi tersebut dapat dilakukan secara bertahap untuk mencapai akhir fase dekarbonasi. Roadmap menuju net zero emission sampai 2060 di Indonesia (Gambar 6), menunjukkan bahwa penerapan hidrogen sebagai energi akan dimulai di tahun 2031 sebagai salah satu supply energi listrik. Pada tahun 2051, hidrogen akan diterapkan secara masif atau skala besar (KESDM, 2021).
Hidrogen yang direncanakan penerapannya di Indonesia adalah hidrogen hijau. Hidrogen jenis ini dihasilkan melalui pengembangan hirogen dengan sumber daya terbarukan, seperti angin, hidro, dan surya untuk mengelektrolisis air dengan emisi rendah, bahkan nol emisi (DEN, 2021). Saat ini, pemerintah sedang mematangkan peraturan dan regulasi yang mengatur mengenai pengembangan hidrogen hijau dengan mempertimbangkan standar-standar internasional. Selain berdampak pada percepatan dekarbonasi, pengembangan hidrogen hijau secara tepat dapat meningkatkan lapangan pekerjaan sehingga memberikan nilai ekonomi pada penerapannya. Pengembangan proyek juga dilaksanakan pemerintah yang bekerja sama dengan EXPLORE dan HDF Energy untuk pre-feasibility study Pembangkit Listrik Tanaga Surya (PLTS) dan hidrogen hijau secara hybrid di Wilayah Kalimantan Utara dan Sumatera Utara (Ditjen EBTKE, 2021). Persiapan dari implementasi penerapan energi hidrogen, sejatinya harus dilaksanakan secara bertahap dam sinergi dari berbagai pihak karena energi ini tergolong baru, jika dibandingkan dengan energi fosil yang telah diterapkan secara massif di dunia. Pemerintah juga telah mempertimbangkan faktor realitas pada kebutuhan energi dan keekonomian yang wajar dengan memberikan kesempatan pertama bagi EBT. Kebijakan-kebijakan kedepannya juga harus diarahkan menuju penyelarasan energi, keunangan, dan lingkungan
7
untuk mempercepat dan meningkatkan investasi karbon rendah dan ketahanan iklim (DEN, 2021). Hidrogen hijau berpotensi diterapkan di pertambangan khususnya sebagai substitusi bahan bakar alat berat, disamping berkembangnya industri alat berat menuju transisi energi. Sektor pertambangan dapat menjadi sektor utama dalam penerapan hidrogen hijau pada alat berat pertambangan di Indonesia. Proyek ini dapat dilakukan dengan membuat kesepakatan antara
pemerintah, badan penelitian, dan persusahaan dalam rangka penerapan pilot project di Indonesia. Namun, pengembangan alat berat bertenaga hidrogen harus terus dilakukan karena efisiensi mesinnya lebih rendah daripada efisiensi mesin dengan listrik. Efisiensi mesin dengan tenaga listrik berkisar 70-90%, sedangkan efisiensi mesin berbahan bakar hidrogen berkisar 25-35% (insideevs.com/2020).
Gambar 6. Roadmap Map Menuju Net Zero Emission (KESDM, 2021)
Penerapan alat berat pertambangan bertenaga hidrogen perlu didukung dengan investasi yang memadai, baik di perusahaan pertambangan tersebut maupun di sektor industri hulu sebagai penyedia hidrogen. Investasi di pertambangan dilakukan untuk pembelian alat berat dan pembangunan fasilitas-fasilitas yang mendukung penggunaan alat berat bertenaga hidrogen. Selain itu, sumber daya manusia juga diperlukan untuk kegiatan perawatan alat berat yang dilakukan periodik. Investasi di sektor industri hulu perlu diarahkan untuk mendukung program hidrogen hijau di Indonesia sehingga dari hulu sampai hilir, penggunaan energi yang diterapkan adalah terbarukan. Apabila pembangunan sektor hulu sudah dapat mencukupi kebutuhan pasar, maka pemerintah dapat menerapkan alat transportasi umum bertenaga hidrogen di beberapa kota. Percepatan penggunaan hidrogen melalui langkah yang bertahap untuk mencapai roadmap menuju net zero emission perlu melibatkan beberapa industri yang penting dan memiliki permintaan terhadap energi yang besar.
4. KESIMPULAN Kesimpulan yang dapat didapatkan pada
pembahasan adalah: 4.1. Alat-alat berat telah memulai komitmen menuju transisi energi melalui penggunaan energi terbarukan pada alat yang direncanakan produksi.
4.2. Pemanfaatan air tambang berpotensi menjadi alternatif bahan bakar hidrogen yang ramah lingkungan pada alat berat tambang dan mendukung upaya percepatan net-zero emission di sektor pertambangan. 4.3. Fasilitas pendukung dapat dibangun untuk mendukung operasional alat berat dengan bahan bakar hidrogen. 4.4. Penggunaan hidrogen membutuhkan sistem yang berbeda dengan alat berat konvesional dan memberikan penghematan sebesar 78,89%. 4.5. Langkah strategis yang perlu dilakukan adalah merencanakan pilot project alat berat tambang berbahan bakar hidrogen dan membangun industri hulu penghasil hidrogen yang ramah lingkungan.
DAFTAR PUSTAKA Aneka tambang butuh pasokan listrik 75 MW untuk
smelter feronikel di Halmahera Timur pada industri.kontan.co.id. (2 Juli 2020). Diakses pada 22 November 2021 pada link:https://industri.kontan.co.id/news/aneka-tambang-butuh-pasokan-listrik-75-mw-untuk-smelter-feronikel-di-halmahera-timur
Battey electric hydrogen fuel cell pada insideevs.com. (28 Maret 2020). Diakses pada 20 November 2021 melalui:https://insideevs.com/news/406676/battery-electric-hydrogen-fuel-cell-efficiency-comparison/
7
8
Damaryanto. 2005. Air Tanah di Indonesia dan Pengelolaannya. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
Dewan Energi Nasional. 28 November 2021. Talkshow Energy Nasional oleh Geological Total Action 2021
Dewi, EL. 2011. “potensi Hidrogen sebahai Bahan Bakar untuk Kelistrikan Nasional. Prosiding Seminar Nasional Teknik Kimia
Hydrogen insight 2021 pada hydrogencouncil.com. (15 Juli 2021). Diakses pada 19 November 2021 melalui:https://hydrogencouncil.com/en/hydrogen-insights-2021/
Kantongin izin kembali pada kompas.com. (10 Juli 2013). Diakses pada 14 November 2021 melalui:https://money.kompas.com/read/2013/07/10/0417546/Kantongi.Izin.Kembali.Garap.Tambang.Freeport.Pangkas.Target.Produksi
Kementerian ESDM. 28 November 2021. Talkshow Energy Nasional oleh Geological Total Action 2021
Kementerian ESDM. 7 Mei 2018. Keputusan Menteri 1827K/30/MEM/2018 tentang Pedoman Pelaksanaan Pertambangan yang Baik.
Komatsu.Ltd. 1999. Pada Buku Manajemen Alat Berat. Web.ipb.ac.id
Komatsu.Ltd. 2018. Spesific Produk DT HD 650 Kulakov, E., & Ross, A. F. (2007). Aluminum
energy for Fuel cells. Altek Fuel Group Inc. Maeda,K., dkk. (2006). Photocatalyst releasing
hydrogen from water. Nature,440, 295-295. National Institute of Standards & Technology
(NIST). 2001. Methane. News Hyundai pada Hyundai-ce.com. (2 Februari
2002). Diakses pada 14 November 2021 pada link:https://www.hyundai-ce.com/en/media/englishNews/47
Pengembangan hidrogen hijau pada ebtke.esdm.go,id. (12 November 2021). Diakses pada 20 November 2021 melalui:https://ebtke.esdm.go.id/post/2021/11/14/3011/pengembangan.hidrogen.hijau.guna.pencapaian.target.penurunan.emisi
Pertamina pasok solar ke freeport pada investor.id. (2 Juli 2013). Diakses 20 November 2021 melalui:https://investor.id/archive/pertamina-pasok-solar-ke-freeport-rp-25-triliun-per-tahun
Pratiwi, N. A. (2014). Prarancangan Pabrik Hidrogen Peroksida Dari Hidrogen, Udara, dan Ethyl-Anthraquinone Dengan Kapasitas 45.000 Ton/Tahun (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
Purwanto dkk. 2005. Production Hydrogen and Nanocarbon via Methane Decompostion using Ni-based Catalys. Makara Teknologi. Vol 9. No 2 (48-52)
Republik Indonesia. 2 Februari 2021. Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Rimbawati, R., dkk. (2021). Pengujian Air Bersih Menjadi Hidrogen Untuk Energi Alternatif Dengan Menggunakan Arduino. CIRCUIT:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Teknik Elektro, 5(1), 65-74.
Sebastian, O., & Sitorus, T. B. (2013). Analisa Efisiensi Elektrolisis Air dari Hydrofill pada Sel Bahan Bakar. Jurnal Dinamis, (12).
Siaran Pers pada ppid.menlhk,go.id. (23 Maret 2021). Diakses 23 November 2021 melalui link:http://ppid.menlhk.go.id/berita/siaran-pers/5878/presiden-cop-26-unfccc-indonesia-climate-super-power
Siregar, Y. D. I. (2010). Produksi Gas Hidrogen Dari Limbah Alumunium. Jurnal Kimia Valensi, 2(1).
Stolzenburg, K., dkk (2013). Efficient liquefaction of hydrogen: results of the IDEALHY project. Fuel Cells and Hydrogen Joint Undertaking (FCH JU).
Types of electrical cars pada omazaki.co.id. (4 Agustus 2021). Diakses 14 November 2021 melalui:https://www.omazaki.co.id/en/types-of-electric-cars-and-working-principles/
Waluyo A dkk. 2017. Analisis Perbandingan Penggunaan bahan bakar Solar dan Biodiesel B20 terhadap Performasi engine Volvo D9B 380. Smeinar Nasional Inoevasi dan Aplikasi Teknologi Industri. Malang(26.1-26.6).
8
9
1
“Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan”
Energi Bersih dan Energi Non-Konvensional
Analisis Potensi Hilirisasi Batubara Kalori Rendah Menjadi Pembangkit
Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU) dengan Teknologi IGCC (Integrated
Gasification Combined Cycle) di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat
Jerhikma[1], Muthia Nabila Tsamara Firtania[2], Tri Mayang Yunitha Ayu Pratiwi [3]
[1] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan
[2] Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [3] Institut Teknologi Bandung/Teknik Kimia
ABSTRAK
Berdasarkan Kementerian ESDM 2018, jumlah cadangan batubara Indonesia mencapai 37 miliar ton dan jumlah
sumberdaya batubara Indonesia sebesar 166 miliar ton. Dari data tersebut, hanya 30% dari batubara Indonesia
yang memiliki nilai kalori (CV) lebih dari 4500 kcal/kg. Sebanyak 50% dari total sumberdaya batubara
Indonesia adalah batubara kalori rendah, khususnya di wilayah Sumatera. Menurut data ESDM tahun 2005,
jumlah cadangan batubara kalori rendah di daerah Sumatera sebesar 2.426 juta ton. Di Kabupaten Aceh Barat,
terdapat 700 juta ton sumberdaya batubara yang memiliki nilai kalori rendah sekitar 3000-5000 kcal/kg. Namun,
pemanfaatan batubara kalori rendah di Kabupaten Aceh Barat belum optimal. Oleh karena itu, pemanfaataan
batubara kalori rendah di Kabupaten Aceh Barat perlu dioptimalkan. Batubara kalori rendah memiliki kadar
abu, klorin, belerang, dan logam alkali yang tinggi serta memiliki titik leleh abu yang rendah. Sifat tersebut
mengakibatkan batubara kalori rendah kurang cocok untuk digunakan pada pembangkit uap. Akan tetapi, sifat
tersebut kurang berpengaruh dalam pengoperasian gasifier, khususnya pada gasifier aliran entrained. Oleh
karena itu, batubara kalori rendah dapat dimanfaatkan dengan mengonversikannya menjadi gas sintesis melalui
proses gasifikasi. Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC) merupakan paduan dua tahapan proses, yakni
teknologi gasifikasi batubara yang mengonversi batubara menjadi gas sintetis (syngas) dan teknologi combined
cycle yang merupakan metode efisien untuk produksi listrik. Dengan IGCC, batubara dapat dimanfaatkan dalam
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU). Teknologi IGCC merupakan teknologi yang rendah emisi
SOX dan NOX, emisi gas rumah kaca, serta meminimalkan adanya limbah padat. Komersialisasi teknologi
IGCC telah diterapkan di beberapa negara seperti Jepang pada proyek Nakoso dengan kapasitas 540 MW dan
pada proyek Hirono dengan kapasitas 540 MW. Di Indonesia sendiri, PLN mempertimbangkan penggunaan
teknologi Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun,
dalam menerapkan teknologi IGCC di Indonesia tentu diperlukan tinjauan mengenai beberapa aspek krusial,
seperti aspek teknologi, ekonomi, dan lingkungan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
potensi penerapan hilirisasi batubara kalori rendah menjadi pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU)
dengan menerapkan IGCC (integrated gasification combined cycle) di Daerah Meulaboh, Kabupaten Aceh
Barat dari aspek teknologi, ekonomi, dan lingkungan. Adapun metodologi yang digunakan oleh penulis yaitu
dengan melakukan kajian literatur, kemudian dianalisis sesuai dengan data-data yang didapatkan. Hasil analisis
potensi hilirisasi batubara kalori rendah menjadi pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU) dengan
teknologi IGCC di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat diharapkan dapat mendorong terwujudnya kemandirian
energi nasional yang berwawasan lingkungan.
Kata kunci : Aceh Barat, batubara, hilirisasi, IGCC, PLTGU
2
1. PENDAHULUAN
Jumlah cadangan batubara Indonesia mencapai 37
miliar ton dan jumlah sumberdaya batubara
Indonesia sebesar 166 miliar ton (Berdasarkan
Kementerian ESDM 2018). Dari data tersebut,
hanya 30% dari batubara Indonesia yang memiliki
nilai kalori (CV) lebih dari 4500 kcal/kg. Sebanyak
50% dari total sumberdaya batubara Indonesia
adalah batubara kalori rendah, khususnya di
wilayah Sumatera. Menurut data ESDM tahun
2005, jumlah cadangan batubara kalori rendah di
daerah Sumatera sebesar 2.426 juta ton. Di
Kabupaten Aceh Barat, terdapat 700 juta ton
sumberdaya batubara yang memiliki nilai kalori
rendah sekitar 3000-5000 kcal/kg. Batubara kalori
rendah memiliki kadar abu, klorin, belerang, dan
logam alkali yang tinggi serta memiliki titik leleh
abu yang rendah. Sifat tersebut mengakibatkan
batubara kalori rendah kurang cocok untuk
digunakan pada pembangkit uap. Akan tetapi, sifat
tersebut kurang berpengaruh dalam pengoperasian
gasifier, khususnya pada gasifier aliran entrained.
Oleh karena itu, batubara kalori rendah dapat
dimanfaatkan dengan mengonversikannya menjadi
gas sintesis melalui proses gasifikasi seperti
menggunakan teknologi Integrated Gasification
Combined Cycle (IGCC), dimana teknologi
tersebut merupakan paduan dua tahapan proses,
yakni teknologi gasifikasi batubara yang
mengonversi batubara menjadi gas sintetis
(syngas) dan teknologi combined cycle yang
merupakan metode efisien untuk produksi listrik.
Dengan IGCC, batubara dapat dimanfaatkan dalam
Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan Uap (PLTGU).
Teknologi IGCC merupakan teknologi yang rendah
emisi SOX dan NOX, emisi gas rumah kaca, serta
meminimalkan adanya limbah padat. Di Indonesia
sendiri, PLN mempertimbangkan penggunaan
teknologi Integrated Gasification Combined Cycle
(IGCC) untuk mengurangi emisi gas rumah kaca.
Namun, dalam menerapkan teknologi IGCC di
Indonesia tentu diperlukan tinjauan mengenai
beberapa aspek krusial, seperti aspek teknologi,
ekonomi, dan lingkungan. Oleh karena itu,
penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
potensi penerapan hilirisasi batubara kalori rendah
di Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat menjadi
pembangkit listrik tenaga gas dan uap (PLTGU)
dengan menerapkan IGCC (integrated gasification
combined cycle) di Daerah Meulaboh, Kabupaten
Aceh Barat dari aspek teknologi, ekonomi, dan
lingkungan.
2. TEORI DASAR
2.1 Batubara
Batubara merupakan batuan sedimen organik yang
berasal dari tumbuhan yang dapat terbakar
memiliki warna coklat hingga hitam, yang sejak
pengendapannya mengalami proses fisika dan
kimia sehingga mengakibatkan pengkayaan
kandungan karbonnya. Proses pembentukan
batubara dapat melalui proses sedimentasi dan
skala waktu geologi. Karakterisasi batubara
berbeda-beda sesuai dengan coal field dan coal
seam, sehingga batubara memiliki tingkat
variabilitas tinggi baik fisik maupun kimia, dan
tidak hanya bervariasi secara vertical namun juga
horizontal. Akibat variabilitasnya ini dilakukanlah
parameterisasi kualitas batubara untuk
memudahkan pemanfaatannya, yang lazim
digunakan adalah kadar kelembaban, kandungan
zat terbang, kadar karbon, kadar abu, kadar sulfur
dan nilai kalor (Komariah, 2012). Batubara dapat
dikategorikan ke dalam 4 peringkat berdasarkan
nilai kalorinya. Nilai kalori Batubara untuk low
calorie quality kurang dari 5.100 kal/gram, untuk
medium calorie quality sebesar 5.100 - 6.100
kal/gram, untuk high calorie quality sebesar 6.100 -
7100 kal/gram, dan untuk very high calorie quality
lebih dari 7.100 kal/gram.
2.2 IGCC
Tujuan utama IGCC (Integrated Gasification
Combined Cycle) adalah menggunakan bahan
bakar hidrokarbon dalam fase padat atau cair untuk
menghasilkan tenaga listrik dengan cara yang lebih
bersih dan efisien melalui gasifikasi. Bahan bakar
hidrokarbon biasanya mencakup batubara,
biomassa, residu dasar kilang (seperti kokas
minyak bumi, aspal, dan tar visbreaker),serta
limbah kota. Produksi tenaga yang “lebih bersih”
dicapai dengan mengubah bahan bakar padat/cair
menjadi gas terlebih dahulu, sehingga dapat
dibersihkan (dengan menghilangkan kandungan
partikulat, belerang, merkuri, dan komponen
berbahaya lainnya) sebelum dibakar. Gas yang
telah dibersihkan(gas sintetis atau syngas) memiliki
kandungan utama karbon monoksida (CO) dan
hidrogen (H2), selanjutnya dikirim ke combined
cycle konvensional untuk menghasilkan listrik.
Secara garis besar, teknologi IGCC terdiri dari tiga
proses utama yakni gasifikasi, pembersihan gas,
dan pembangkit listrik. disajikan pada gambar 1.
3
Gambar 1. Skema teknologi IGCC
2.2.1 Gasifikasi
Gasifikasi adalah proses konversi termokimia
bahan bakar padat yang menghasilkan gas yang
mudah terbakar (Qin et al., 2012). Pada gasifikasi,
bahan bakar padat dikonversikan menjadi gas
mampu bakar (terutama mengandung CO, CH4,
CO2, dan H2) melalui proses pembakaran yang
dilakukan dengan suplai udara terbatas
(Trifiananto, 2015). Bahan bakar yang dapat
digunakan sebagai umpan gasifikasi adalah
material yang mengandung hidrokarbon
(carbonaceous solid fuels) seperti batubara,
petcoke (petroleum coke), dan biomassa
(Trifiananto, 2015). Material yang mengandung
hidrokarbon direaksikan dengan gas oksigen (O2),
udara, steam, atau campurannya menjadi terutama:
karbon monoksida (CO), hidrogen (H2), metan
(CH4), karbondioksida (CO2), sedikit hidrokarbon
(Susanto, 2018). Pada proses gasifikasi, terdapat
beberapa tahap yang dilalui oleh batubara agar
dapat terkonversi menjadi gas mampu bakar.
Mekanisme gasifikasi dapat berbeda untuk setiap
gasifier (Trifiananto, 2015). Meskipun mekanisme
gasifikasi berbeda untuk setiap teknologi proses,
batubara sebagai umpan gasifikasi akan mengalami
lima tahap utama, yakni pengeringan, pirolisis,
char decomposition, volatile combustion, dan
gasifikasi. Reaksi dalam proses gasifikasi disaikan
dalam lampiran B.
Tujuan dari tahap pengeringan adalah
menghilangkan kandungan air yang terdapat pada
padatan yang direaksikan. Pada proses ini, sebagian
kandungan air dalam bahan baku akan menguap.
Pirolisis bertujuan untuk dekomposisi batubara
untuk menghasilkan gas-gas, uap senyawa organik,
tar, dan arang. Char decomposition digunakan
untuk mendekomposisi char menjadi C, H2, O2,
N2, S, dan ash. Volatile combustion digunakan
untuk membakar zat-zat volatil yang dihasilkan
dari pirolisis. Zat volatil terdiri dari CO, H2, CO2,
H2O, H2S, N2, CH4, dan tar. Dalam pemodelan,
biasanya tar diwakilkan oleh C6H6. Pada proses
gasification terjadi reaksi reaksi arang-oksigen,
reaksi arang-steam, reaksi arang-karbon dioksida,,
reaksi pembakaran hidrogen, reaksi pembakaran
CO, dan reaksi pembakaran metana reaksi arang-
hidrogen, reaksi water gas-shift, dan reaksi
methane-steam.
Reaksi water-gas shift (WGS) bertujuan untuk
mengubah karbon monoksida dan uap menjadi
hidrogen dan karbon dioksida. Laju reaksi WGS
biasanya lambat tanpa menggunakan katalis. Akan
tetap, dalam gasifier, laju reaksi biasanya
ditingkatkan oleh efek katalitik dari komponen
logam dalam batubara.
2.2.2 Syngas cooling
Syngas mentah yang keluar dari gasifier berada
pada suhu tinggi, terutama untuk gasifier aliran
entrained. Suhu syngas mentah bisa mencapai
sekitar 1480°C (2700°F).
2.2.3 Gas cleanup system
Polutan dari syngas umunya terdiri dari partikulat,
karbonil sulfida (COS), hidrogen sulfida (H2S),
sulfur dioksida (SO2), amonia (NH3), hidrogen
sianida (HCN), merkuri (Hg), fosfor (P), dan jejak
berat lainnya. unsur logam, seperti arsenik (As),
selenium (Se), kadmium (Cd), dan antimon (Sb).
Sebagian besar kandungan klorin dari bahan baku
diubah menjadi gas hidrogen klorida (HCl) dan
beberapa klorida fase partikulat.
Ada banyak cara berbeda untuk membersihkan
syngas, tetapi, biasanya, semuanya mencakup
proses berikut: penghilangan partikulat kering atau
basah, scrubbing basah (untuk penghilangan
partikulat, klorin, dan NH3), hidrolisis (untuk
konversi COS menjadi H2S, dan HCN ke NH3),
lapisan karbon aktif untuk menghilangkan merkuri
dan logam yang mudah menguap, dan sistem gas
asam (menggunakan pelarut fisik atau kimia) untuk
menghilangkan belerang (Wang, 2017).
2.2.4 WGS application for pre-combustion CO2
capture
Selain terjadi pada gasifier, WGS juga
diaplikasikan pada hilir yakni untuk mengubah
semua CO ke CO2 untuk memudahkan
penangkapan CO2. Proses menangkap CO2 sebelum
4
syngas dibakar di GT disebut sebagai pre-
combustion CO2 capture (Wang, 2017).
2.2.5 Combined cycle power
Combined cycle terdiri dari tiga komponen utama:
Gas turine (GT), generator uap pemulihan panas
(heat recovery steam generator atau HRSG), dan
turbin uap. Syngas yang telah dibersihkan dikirim
ke GT untuk dibakar sehingga menghasilkan
tenaga listrik melalui generator. Selain itu, knalpot
GT digunakan untuk menghasilkan uap melalui
HRSG. Uap tersebut digunakan untuk
menggerakkan turbin uap (ST) untuk menghasilkan
tenaga listrik yang lebih besar (Wang, 2017).
3.PEMBAHASAN
3.1 Karakteristik batubara meulaboh
Secara regional menurut penyelidikan oleh N.R
Cameron dan kawan-kawan (1983), daerah Aceh
barat dan sekitarnya termasuk di dalam salah satu
cekungan Busur muka sedimentasi Neogen Aceh
Barat, dimana cekungan ini dibentuk oleh
sedimentasi yang lingkungan pengendapannya
Fluviatil sampai Sub Litoral. Batuannya yaitu
batupasir, batulanau, serpih, sedimen konglomerat,
dan batugamping. Kualitas batubara merupakan
sifat fisika dan kimia dari batubara yang
mempengaruhi potensi kegunaannya. Kualitas
batubara ditentukan oleh maseral dan mineral
matter penyusunnya, serta oleh derajat coalification
(rank). Umumnya, untuk menentukan kualitas
batubara dilakukan analisa kimia pada batubara
yang diantaranya berupa analisis proksimat.
Analisis proksimat merupakan analisis pengujian
kimia terhadap moisture, kandungan abu,
kandungan zat terbang, dan kadar karbon yang
ditentukan dari serangkaian metode pengujian
standar (standart test methods). Di Kabupaten Aceh
Barat sendiri, terdapat sekitar 700 juta ton
sumberdaya batubara yang memiliki nilai kalori
rendah sekitar 3000-5000 kcal/kg. Berdasarkan
Wijaya (2007), pada Cekungan Meulaboh terdapat
tipikal data dalam basis as received (ar) untuk tiap
parameternya sebagai berikut: EM diperoleh pada
rentang 44-52% dan IM terletak pada interval 6-
10%. Sementara itu, untuk tipikal data AC dari
sampel berkisar 2-3% dan VM terdapat pada
interval 26-28%. Sedangkan FC dan TS masing-
masing terdapat pada interval 22-24% dan 0,060-
0,090%, sementara untuk tipikal CV sebesar 3100-
3300 cal/gr (Wijaya et al., 2007). Berdasarkan nilai
CV batubara yang ada di Meulaboh dapat
dikategorikan sebagai batubara kalori yang rendah.
3.2 Teknologi Penambangan Batubara Kalori
Rendah
Batubara kalori rendah Meulaboh akan diolah
menggunakan metode integrated gasification
combined cycle (IGCC). Pada metode IGCC
dibutuhkan feed batubara berukuran kerikil. Oleh
karena itu, batubara kalori rendah di daerah
Meulaboh akan ditambang menggunakan tambang
terbuka. Di wilayah Meulaboh terdapat 15 lapisan
dengan kedalaman mencapai 100 meter. Lapisan
batubara tersebut memiliki ketebalan sekitar 0,5 –
9,5 meter dengan kedalaman 80 meter.
Dengan batuan samping berupa batupasir,
penambangan akan dilakukan menggunakan
peledakan untuk batubara dan material waste yang
tediri dari batupasir dan kerikil. Penggunaan
peledakan dirasa lebih optimal daripada
menggunakan metode ripping. Setelah melakukan
peledakan, batubara akan diangkut menggunakan
excavator dan dump truck. Selanjutnya, batubara
akan dilakukan pencucian terlebih dahulu. Setelah
itu, batubara hasil peledakan yang masih berukuran
bongkah akan diolah terlebih dahulu agar
ukurannya sesuai dengan ukuran feed dari proses
IGCC. Batubara kalori rendah tersebut akan di-
crushing menggunakan jaw crusher dengan sistem
closed circuit. Jika tidak lolos ayakan ukuran
tertentu, batubara akan dilakukan proses crushing
lagi. Jika butiran batubara sudah lolos ayakan
ukuran tertentu, akan dilakukan proses grinding.
Proses grinding akan menggunakan ball mill
dengan sistem closed circuit. Setelah batubara hasil
grinding lolos ayakan ukuran tertentu, batubara
siap diproses menggunakan metode IGCC.
3.3 Perhitungan biaya tambang batubara kalori
rendah di Meulaboh
Tabel Perhitungan biaya produksi batubara kalori
rendah di daerah Meulaboh tertera pada lampiran.
Pada tabel tersebut, batubara memiliki kalori
sebesar 3100-3300 kalori/gram. Dari hasil
penambangan batubara dapat dikatakan layak
secara ekonomi jika SR penambangan kurang dari
4.17
3.4 Analisis lingkungan untuk menambang
batubara kalori rendah meulaboh
5
Aktivitas kegiatan pertambangan yang meliputi
beberapa tahapan kegiatan yaitu tahap pra-
konstruksi, meliputi aktivitas pengelolaan
sumberdaya manusia, pembebasan lahan,
penyelidikan umum serta aktivitas eksplorasi dan
pengeboran. Lalu berikutnya tahap konstruksi,
meliputi aktivitas pembukaan lahan, pembuatan
akses jalan, pembangunan sarana/prasarana serta
penyediaan peralatan tambang. Tahapan berikutnya
ialah tahap operasi, meliputi proses penggalian,
pemuatan dan penimbunan masing-masing top soil
serta overburden, lalu aktivitas penambangan,
pengangkutan dan penimbunan batubara.
Berikutnya ialah tahap pasca operasi, meliputi
aktivitas reklamasi serta rehabilitasi lahan,
pemindahan dan pemanfaatan prasaran tambang
dan juga pemanfaatan lahan bekas tambang. Dari
tahapan tahapan diatas terdapat beberapa masalah
yang muncul yakni: masalah terkait pencemaran
lingkungan hidup, penurunan produktivitas lahan,
pencemaran air, pencemaran udara, gerakan tanah
dan longsor serta dampak terhada flora dan fauna.
Secara umum, Upaya pencegahan dan
penanggulangan terhadap dampak yang
ditimbulkan oleh penambang batu bara dapat
ditempuh dengan beberapa pendekatan. Pertama
pendekatan teknologi, dengan orientasi teknologi
preventif (control/protective) yaitu pengembangan
sarana jalan/jalur khusus untuk pengangkutan batu
bara sehingga akan mengurangi keruwetan masalah
transportasi. Lalu menggunakan masker debu (dust
masker) agar meminimalkan risiko
terpapar/terekspose oleh debu batu bara (coal dust).
Kedua, pendekatan lingkungan yang ditujukan bagi
penataan lingkungan sehingga akan terhindar dari
kerugian yang dapat menimbulkan kerusakan
lingkungan. Selain itu, upaya reklamasi dan
penghijauan kembali bekas penambangan batu bara
perlu dilakukan. Ketiga, pendekatan administratif
yang mengikat semua pihak dalam kegiatan
pengusahaan penambangan batu bara tersebut
untuk mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku
(law enforcement) dan keempat pendekatan
edukatif, kepada masyarakat yang dilakukan serta
dikembangkan untuk membina dan memberikan
penyuluhan/penerangan terus menerus memotivasi
perubahan perilaku dan membangkitkan kesadaran
untuk ikut memelihara kelestarian lingkungan.
3.5 Tinjauan Aspek Teknologi IGCC Dengan
Umpan Batubara Peringkat Rendah
Salah satu teknologi Integrated Gasification
Combined Cycle dengan umpan batubara peringkat
rendah adalah Teknologi Transport Integrated
Gasification (TRIG™), yang dikembangkan oleh
KBR dan Southern Company di China. TRIG™
merupakan salah satu clean coal technology untuk
batubara peringkat rendah. Batubara yang
digunakan sebagai umpan adalah batubara lignit
dari Mongolia, yang merupakan batubara peringkat
rendah dengan kadar air tinggi (30+%) dan nilai
kalor rendah. Karakteristik batubara lignit
Mongolia disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Batubara Lignit Mongolia
(Zhuang et al., 2015)
Parameter Unit As
received
As fed
LHV MJ/Kg 14,34 17,4
Moisture
content
wt.% 34,1 20
Ash content wt.% 11,22 13,16
Volatile
conten
wt.% 23,77 28,86
Elemental
analysis
C wt.% 39,71 48,20
H wt.% 2,59 3,14
N wt.% 0,62 0,75
S wt.% 1 1,21
O wt.% 10,79 13,08
Moisture content pada batubara lignit Mongolia
yang tersaji dalam Tabel 1 memiliki nilai yang
tingi yakni 34,1%. Untuk mengatasi moisture
content yang tinggi, terdapat proses drying atau
pengeringan untuk menghilangkan kandungan air
yang berlebihan ke tingkat yang sesuai untuk
operasi gasifier TRIG™. Skema blok diagram
TRIG™ IGCC plant disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Blok Diagram TRIG™ IGCC Plant
(Zhuang et al., 2015)
6
Dari fasilitas penyimpanan batubara, batubara
diangkut dengan belt conveyer ke crusher atau
penghancur batubara untuk dihancurkan hingga di
bawah 300 mm sebelum masuk ke seksi drying.
Seksi drying terdiri dari kiln yang menggunakan
uap LP sebagai media pemanas dengan kontak
tidak langsung dan dalam aliran countercurrent
dengan batubara untuk. Kondensat yang diperoleh
dari seksi drying diambil dan dimanfaatkan
kembali sebagai recovered water. Batubara yang
dikeringkan disalurkan ke peralatan milling untuk
digiling hingga di bawah 1000 mikron.
Selanjutnya, batubara diumpankan melalui sistem
umpan batubara bertekanan tinggi ke dalam
gasifier. Udara yang dibutuhkan untuk reaksi
gasifikasi dikompresi ke tekanan yang diinginkan
bersama dengan udara ekstraksi yang diambil dari
kompresor turbin gas. Ekstraksi menyediakan
sekitar 40% dari udara yang dibutuhkan. Sebagian
besar udara terkompresi dialirkan ke gasifier.
Selain itu, udara terkompresi juga digunakan untuk
sistem pengumpanan batubara (feeding) (Zhuang et
al., 2015).
Setelah gasifikasi, syngas mentah yang keluar dari
gasifiers pada 950oC didinginkan di Syngas
Coolers sehingga terjadi pertukaran panas angtara
syngas mentah dengan air aliran boiler HP
(''BFW'') dan menghasilkan uap superheated
bertekanan tinggi diintegrasikan ke turbin uap pada
combined cycle. Setelah didinginkan hingga sekitar
320oC, syngas mentah disalurkan fines removal
untuk menghilangkan partikel abu halus yang
tersisa. Abu halus dalam syngas mentah berkurang
menjadi 60,1 ppm basis berat. Abu halus dari fines
removal dibuang ke sistem penanganan abu atau
ash handling. Syngas mentah bebas abu mengalir
ke unit syngas clean up and LTOC untuk
membersihkan kotoran gas seperti COS, amonia,
merkuri, CO2, dan H2S sehingga dapat
menghasilkan syngas bersih untuk pembakaran
dalam turbin gas di combined cycle. Syngas
keluaran syngas clean up and LTOC selanjutnya
diumpankan ke Acid Gas Removal Unit (AGRU).
H2S yang dipisahkan dari AGRU dan aliran
overhead kecil dari Sour Water Stripping Unit
(SWS) dialirkan ke Sulphur Recovery Unit (''SRU'')
di mana H2S diubah menjadi unsur belerang untuk
dijual. Aliran gas yang meninggalkan SRU diolah
di unit pengolahan gas ekor (TGTU) untuk
menghindari emisi gas berbahaya. Syngas yang
meninggalkan Acid Gas Removal Unit (AGRU)
dipanaskan sebelum memasuki ruang bakar turbin
gas (Zhuang et al., 2015).
Syngas selanjutnya dibakar pada turbin
pembakaran syngas kelas GE Frame 9 yang
terintegrasi dengan dua Heat Recovery Steam
Generator (HRSG) untuk memulihkan panas dari
turbin pembakaran. Hasil pembakaran syngas pada
turbin gas ini menghasilkan energi listrik.
Selanjutnya, uap yang berbeda yang HRSG
diarahkan ke turbin uap untuk menghasilkan listrik
di generator turbin uap. Selain itu, pabrik nitrogen
kecil dirancang untuk menyediakan nitrogen yang
dibutuhkan untuk mempertahankan pengoperasian
unit proses dan instrumentasi (Zhuang et al., 2015).
3.6 Performa teknologi TRIG™ IGCC plant
Performa dari TRIG™ IGCC plant disajikan pada
Tabel 2
Tabel 2. Performa TRIG™ IGCC plant (Zhuang et
al., 2015)
Parameter Unit Nilai
Konsumsi batubara, as
received dengan 34%
moisture content
TPD 11.740
Konsumsi batubara, as
fed dengan 20%
moisture content
TPD 9670
Output power
GT output/ unit MW 295
ST output MW 424
Combined cycle
output, gross
MW 1014
Aux. power
consumption
MW 166
Power output, net MW 848
Net heat rate of IGCC kJ kWh 8234
Net efficiency of IGCC
(LHV basis)
% 43.68
Tabel 2 menunjukkan bahwa TRIG™ IGCC
memiliki keluaran listrik kotor sebesar 1014 MW
dan keluaran bersih sebesar 848 MW. Konsumsi
daya tambahan internal oleh kompresor, pompa,
dan pengguna lain di seluruh pembangkit TRIG™
IGCC adalah 157 MW .
3.7 Tinjauan aspek ekonomi TRIG™ IGCC
plant
Capital cost untuk TRIG™ IGCC plant yang
diestimasi pada juli 2012 berdasarkan pasar cina
disajikan pada tabel 3
7
Tabel 3. Capital cost untuk TRIG™ IGCC plant
(Zhuang et al., 2015)
Cost estimate items RMB (mm)
Major process units in
gasification
2588
Nitrogen unit 120
Air compression unit 295
Gasification unit 1597
Syngas clean up unit 232
Acid gas removal and sulfur
recovery unit
272
Flare 47
Auxiliaries for gasification
Island
25
Major systems in power Island 2799
Combined cycle system 1879
Fuels supply system 277
Water supply and treatment
system
370
Electric and I&C system 210
Auxiliaries for power Island 63
Others
(development/management,
Land and siting related,
Engineering Services,
technology related, startup etc.)
1092
Contingency 483
Grand total 6982
Dalam perkiraan ini, gasifikasi menyumbang
sekitar 36% dari total investasi modal untuk proyek
dan pembaangkit listrik menyumbang sekitar 41%
dari total biaya.
3.8 Tinjauan aspek lingkungan TRIG™ IGCC
plant
Teknologi IGCC secara umum memiliki
keunggulan emisi yang rendah jika dibandingkan
dengan teknologi berbahan bakar batubara
konvensional. Emisi seperti SOx, NOx, merkuri,
dan partikel dari TRIG™ IGCC plant cukup
rendah. Studi dilakukan dengan membandingkan
emisi TRIG™ IGCC plant dengan standar emisi
(Guobiao atau GB) natural gas combined cycle
(NGCC) dan pembangkit listrik konvensional USC
(Ultra super critical coal-fired power plant). Hasil
perbandingan emisi TRIG™ IGCC plant dengan
standar emisi (Guobiao atau GB) natural gas
combined cycle (NGCC) dan pembangkit listrik
konvensional USC disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Perbandingan Emisi TRIG™ IGCC Plant
dengan Standar Emisi
Polutan Unit TRIG
IGCC
GB
untuk
NGCC
GB
untuk
1000
MW
USC
SO2 mg/N
m3
2,95 35 97,1
NOx (no
SCR)
mg/N
m3
47 50 80
Mercury mg/m
3
0,001
3
0,03 -
Particulat
e matter
mg/N
m3
- 5 29,31
Tabel 4 menunjukkan bahwa emisi dari LRC
TRIG™ IGCC rendah daripada emisi untuk proyek
pembangkit listrik tenaga gas alam dan standar
emisi konvensional USC (Ultra super critical coal-
fired power plant).
3.9 Analisis keenomian penggunaan batubara
meulaboh untuk proses TRIG IGCC
Tabel 5. Asumsi Operasi Pabrik
Parameter Nilai Unit
Umur pabrik 20 tahun
cadangan
coal
Kebutuhan
coal
11740 ton/hari
Operasi 340 hari/tahun
Total hari
operasi
dalam 20
tahun
6800
Kebutuhan
batubara
dalam 20
tahun
8E+07 ton
8
Pabrik IGCC akan beroperasi selama 20 tahun
dengan total hari kerja per tahunnya sebesar 340
tahun. Kebutuhan batubara sebagai feed proses
IGCC sebesar 11.740 ton/hari sehingga kebutuhan
batubara selama proyek berlangsung adalah
79.832.000 ton.
Tabel 6. Analisis Keenomian Penggunaan Batubara
Meulaboh untuk Proses TRIG IGCC
Parameter Nilai Unit
Capital cost 6982 RMB(mm)*
Operating
cost (harga
coal 1 tahun)
978 RMB
(mm)*
Total 1327.1 RMB
(mm)*
Produk listrik
yang
dihasilkan
perhari
848 MW
848000 KW
Produk 1
tahun
288320 MW
Biaya
produksi 1
tahun
3,E+12 RP
Harga
produk
10425,78 Rp/Kw
*mm = juta
Nilai capital cost didapatkan berdasarkan
pembahasan bagian IGCC sehingga didapatkan
nilai sebesar 6.982 juta RMB. Nilai operating cost
diasumsikan sebagai nilai beli batubara yang
didapatkan dengan mengalikan HPB rata-rata yang
telah didapatkan sebelumnya dengan kebutuhan
batubara per tahun pada proses IGCC sehingga
didapatkan operating cost sebesar 978 juta RMB.
Total biaya produksi untuk satu tahun sebesar
1.327,1 juta RMB atau sekitar 3.005.963.649.430.
Pada bagian performa teknologi TRIG™ IGCC
plant yang telah disebutkan sebelumnya,
didapatkan produk listrik sebesar 848 MV sehingga
produk listrik per tahunnya sebesar 288.320 MW.
Dengan membagi biaya produksi listrik per tahun
dengan produk listrik yang dihasilkan, didapatkan
harga listrik per Kwh sebesar Rp10.425. Harga
listrik di Indonesia untuk daya 900 VA sebesar
Rp1.352/kWh, untuk daya 1.300 VA sebesar
Rp1.444,70/kWh, untuk daya 2.200 VA sebesar
Rp1.444,70/kWh, dan untuk daya 3.500-5.500 VA
sebesar Rp1.444,70/kWh. Harga listrik dari proses
IGCC jauh di atas harga listrik di pasaran. Oleh
karena itu, proses IGCC dengan menggunakan
batubara kalori rendah di daerah Meulaboh untuk
produksi listrik massal masih sangat mahal dan
belum ekonomis.
KESIMPULAN
1. Penambangan batubara kalori rendah di
daerah Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat
dikatakan layak jika SR yang digunakan
kurang dari BESR-nya, yaitu 4.17
2. Batubara kalori rendah di daerah
Meulaboh diproses menggunakan
teknologi TRIG™ IGCC
3. Harga listrik dari proses IGCC sebesar
Rp10.425/kWh yang mana masih jauh
lebih besar dari pada harga listrik di
Indonesia. Harga listrik di Indonesia untuk
daya 900 VA sebesar Rp1.352/kWh,
untuk daya 1.300 VA sebesar
Rp1.444,70/kWh, untuk daya 2.200 VA
sebesar Rp1.444,70/kWh, dan untuk daya
3.500-5.500 VA sebesar Rp1.444,70/kWh.
SARAN
Untuk memanfaatkan batubara kalori rendah di
Indonesia dengan proses IGCC, perlu adanya
kajian literatur dan kajian teknis lebih mendalam
agar biaya produksi tidak terlalu tinggi dan harga
listrik tidak terlalu jauh dari harga listrik di
pasaran.
9
DAFTAR PUSTAKA
Higman, C., "Gasification process technology", Advances in Clean Hydrocarbon Fuel Processing: Science and
Technology (2011), 155–185.
Higman, Christopher; dan Burgt, M. van der, "Gasification", (2008), 2 ed., Elsevier.
Kaiho, M.; dan Kodera, Y., "Coal gasification", Coal Production and Processing Technology (2015), 285–336.
Qin, K., Lin, W., Jensen, P. A., & Jensen, A. D. (2012). High-temperature entrained flow gasification of
biomass. Fuel, 93, 589–600. https://doi.org/10.1016/j.fuel.2011.10.063
Susanto, H. (2018). Pengembangan teknologi Gasifikasi Untuk Mendukung Kemandirian Energi dan Industri
Kimia. In Forum Guru Besar Institut Teknologi Bandung (Issue November).
Trifiananto, M. (2015). Equivalence Ratio Updraft Coal Gasification Characterization With Varying. Program
Magister Bidang Keahlian Rekayasa Konversi Energi Jurusan Teknik Mesin Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya.
Wang, T. (2017). An overview of IGCC systems. In Integrated Gasification Combined Cycle (IGCC)
Technologies. Elsevier Ltd. https://doi.org/10.1016/B978-0-08-100167-7.00001-9
Wijaya, T., Hidayat, R., & Kelompok Program Penelitian Energi Fosil. (2007). Pusat Sumber Daya Geologi
Survey Pendahuluan Bitumen Padat Di Daerah Aceh Barat Kabupaten Aceh Barat. Pemaparan Hasil
Kegiatan Lapangan Dan Non Lapangan Tahun 2007, Pusat Sumber Daya Geologi, 12.
Zhuang, Q., Biondi, M., Yan, S., Bhagat, K., Vansickle, R., Chen, C., Tan, H., Zhu, Y., You, W., & Xia, W.
(2015). TRIGTM: An advanced gasification technology to utilize low rank coals for power. Fuel,
152(December), 103–109. https://doi.org/10.1016/j.fuel.2014.12.011
Keputusan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 7424 K/30/MEM/2016 tentang Patokan Besaran
Komponen Biaya Produksi Untuk Perhitungan Harga Dasar Batubara Untuk Pembangkit Listrik Mulu
10
LAMPIRAN A
PERHITUNGAN ONGKOS PRODUKSI BATUBARA MEULABOH
Tabel A.1 Perhitungan ongkos produksi batubara kalori rendah di Daerah Meulaboh
11
LAMPIRAN B
REAKSI DALAM PROSES GASIFIKASI
Proses pengeringan
Batubara + panas → batubara kering + H2O
Proses pirolisis
𝐶𝑜𝑎𝑙 → 𝐶ℎ𝑎𝑟 + (CO + H2 + H2O + CO2 + CH4 + H2S + N2 + 𝑡𝑎𝑟)
Proses char decomposition.
𝐶ℎ𝑎𝑟 → C + H2 + O2 + N2 + S + 𝑎𝑠ℎ
Proses volatile combustion
CO + 0,5O2 → CO2
H2 + 0,5O2 → H2O
CH4 + 2O2 → CO2 + 2H2O
C6H6 + 7,5O2 → 6CO2 + 3H2𝑂
Pada proses gasification
Karbon +1
𝜙O2 → 2(1 −
1
𝜙) 𝐶𝑂 + (
2
𝜙− 1) CO2
CαHβOγNδSϵA + (α − γ)H2O⟶ αCO + (α − γ +β
2− ϵ)H2 + ϵH2S +
δ
2N2 + ash
CαHβOγNδSϵA + αCO2 → 2αCO +γ
2H2O + (
β
2− ϵ − γ)H2 + ϵH2S +
δ
2N2 + ash
H2 +1
2O2 → H2O (x.d)
CO +1
2O2 → CO2 (x.e)
CH4 + 2O2 → CO2 + 3H2 (x.f)
CαHβOγNδSϵA + (2α + γ + ϵ −β
2)H2 → αCH4 + γH2O + ϵH2S +
δ
2N2 + ash (x.g)
CO + H2O ⇌ CO2 + H2 (x.h)
CH4 + H2O ⇌ CO + 3H2 (x.i)
1
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara
serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Pengolahan dan Pemurnian Bahan Galian
Dekarbonisasi Dalam Pembuatan Baja Dengan Menggunakan Biomassa
Sebagai Cara Untuk Menurunkan Emisi Gas Rumah Kaca dari Sektor
Industri Baja Devi Kamaratih[1]
[1] Institut Teknologi Bandung
ABSTRAK
Baja banyak ditemukan dalam kehidupan sehari-hari contohnya dalam konstruksi jalan, infrastruktur, kendaraan,
mesin, dan perkakas rumah tangga. Dalam pembuatannya, baja banyak menggunakan energi mulai dari proses
mengubah bijih besi menjadi besi lalu besi menjadi baja. Pembuatan baja juga bertanggung jawab atas sekitar 8%
dari semua emisi global. Sebagian besar emisi ini dihasilkan selama proses industri yang mengubah bijih besi -
bahan mentah - menjadi logam. Diperlukan adanya teknologi inovatif untuk pembuatan baja yang lebih ramah
lingkungan yaitu dekarbonisasi dalam pembuatan baja dengan menggunakan biomassa berkelanjutan bukan batu
bara kokas, teknologi ini dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk mengurangi emisi global. Dalam
proses penelitian, butiran halus bijih besi dicampur dengan bahan biomassa mentah yang berkelanjutan seperti
limbah pertanian (jerami, kayu bekas, gandum, ampas jagung dan tebu, rumput laut, serta ganggang), teknologi
ini menggunakan bahan tanaman yang dikenal sebagai biomassa lignoselulosa. Bahan ini dipadatkan untuk
membuat briket seukuran bola golf. Briket lalu dipanaskan dengan menggunakan kombinasi gas yang dipanaskan
oleh biomassa dan gelombang mikro, mengubah bijih besi menjadi besi metalik. Untuk membuat baja, besi
dimurnikan lebih lanjut dan ditambahkan logam mangan atau nikel untuk menciptakan nilai berbeda untuk
kegunaan yang berbeda. Biomassa ini tidak menghasilkan emisi bahan bakar fosil dan biomassa yang tumbuh
cepat menawarkan sumber energi karbon-netral. Prosesnya tidak menggunakan makanan seperti gula dan jagung,
dan tidak menggunakan sumber biomassa yang mendukung penebangan hutan tua. Dari penjelasan yang telah
dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa usaha dekarbonisasi dalam pembuatan baja dengan menggunakan biomassa
dapat menurunkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh sektor industri baja.
Kata Kunci: baja, biomassa, dekarbonisasi
1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap ton baja yang diproduksi pada tahun
2018 mengeluarkan rata-rata 1,85 ton karbon
dioksida, setara dengan sekitar 8 persen emisi
karbon dioksida global (World Steel Association).
Angka ini menunjukkan bahwa industri besi baja di
dunia semakin menghadapi tantangan
dekarbonisasi. Perkembangan teknologi
memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi energi
dan mengurangi emisi CO2 di sektor ini. Namun,
prinsip pembuatan baja tidak berubah secara
mendasar selama bertahun-tahun. Dilihat dari proses
pembuatannya, baja diperoleh dari proses
pengolahan bijih besi yang ada di tambang maupun
dari proses daur ulang baja. Proses pembuatan besi
dari bijih besi merupakan proses utama dalam
produksi baja. Pada prosesnya, bijih besi yang
berasal dari penambangan akan dihancurkan,
kemudian ukurannya diklasifikasikan, kemudian
diakukan proses perlakuan awal dilanjutkan proses
peleburan (smelting) dan dimurnikan. (Fakhreza
Abdul , dkk., 2020). Dari semua teknologi dalam
proses pembuatan baja dari bijih besi, teknologi
Blast Furnace-Basic Oxygen Furnace (BF-BOF)
masih paling banyak digunakan (sekitar 71,6% dari
total produksi baja kasar dunia) karena memiliki
tingkat produktivitas yang tinggi dan relatif lebih
murah.
Gambar 1. Kemungkinan terbentuknya CO2 yang
akan menjadi gas rumah (Fakhreza Abdul, 2020)
2
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Menurut EU Roadmap 2050, emisi CO2 dalam
industri besi dan baja harus dikurangi sekitar 85%.
Untuk mencapai tujuan utama ini, teknologi
pembuatan baja karbon rendah harus dilakukan.
Pada tahun 2003, Asosiasi Baja Dunia meluncurkan
'Program Terobosan CO2', sebuah inisiatif untuk
menyediakan forum bagi berbagai program
penelitian dan pengembangan nasional dan regional
dalam mengidentifikasi teknologi terobosan dalam
pembuatan besi dan baja untuk bertukar informasi.
Salah satu program tersebut adalah program
ULCOS (Ultra-Low CO2 Steelmaking)
(www.ulcos.org). Lebih dari 100 teknologi baru
telah diidentifikasi di bawah Program Terobosan
CO2) dan prediksi pengurangan emisi gas rumah
kaca (gate-to-gate) untuk beberapa teknologi ini
dibandingkan dengan blast furnace baseline
ditunjukkan pada gambar 1.
Gambar 2. Perbandingan estimasi gas rumah kaca
dalam teknologi pembuatan baja (after birat, 2007)
Gambar tersebut menunjukkan bahwa biomassa
memiliki potensi yang besar dalam mengurangi
emisi gas rumah kaca dalam produksi baja.
1.2 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah
biomassa yang digunakan adalah limbah pertanian
(jerami, kayu bekas, gandum, ampas jagung dan
tebu, rumput laut, serta ganggang) yang merupakan
biomassa lignoselulosa. Selain itu, penelitian ini
masih berskala laboratorium dan dapat diteliti lebih
lanjut untuk skala komersial.
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah
a. Mengetahui produksi biomassa sebagai
bahan bakar campuran dalam proses
pembuatan baja dan tantangan ekonomi
yang dihadapinya
Adapun manfaat dari penelitian ini adalah
a. Sebagai referensi bagi semua pihak dalam
menyusun strategi dekarbonisasi dengan
biomasaa pada industri baja
b. Sebagai sumber dan bahan masukan bagi
penulis lain untuk menggali dan melakukan
eksperimen tentang biomassa sebagai sumber
berkelanjutan untuk pembuatan baja serta
kontribusi dalam mengurangi emisi gas rumah
kaca.
2. TEORI DASAR
2.1 Biomassa Lignoselulosa
Biomassa adalah bahan organik terbarukan yang
datang dari tumbuhan dan hewan, mengandung
energi kimia yang tersimpan yang bersumber dari
matahari. Tanaman menghasilkan biomassa melalui
fotosintesis. Biomassa dapat dibakar langsung untuk
panas atau diubah menjadi bahan bakar cair dan gas
terbarukan melalui berbagai proses, atau digunakan
dalam proses industri pembuatan baja.
Sumber energi biomassa meliputi:
• Kayu dan limbah pengolahan kayu - kayu
bakar, pelet kayu dan serpihan kayu, serbuk
gergaji kayu dan pabrik mebel dan limbah,
serta minuman keras hitam dari pabrik pulp
dan kertas
• Tanaman pertanian dan bahan limbah - jagung,
kedelai, tebu, switchgrass, ganggang tanaman
berkayu, dan tanaman dan sisa pengolahan
makanan
• Bahan biogenik dalam limbah padat perkotaan
- kertas, kapas dan produk wol, dan sisa
makanan, pekarangan dan kayu
• Kotoran hewan dan kotoran manusia
• Gas TPA
• Bahan bakar nabati yang terbuat dari alkohol
biogenik
Beberapa bahan baku biomassa telah ditemukan
cocok untuk memproduksi zat pereduksi padat
untuk keperluan pembuatan besi dan baja.
3
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 3. Sumber biomassa untuk produk
bioenergy (Elsayed Mousa, dkk., 2016)
Lignoselulosa adalah komponen organik
terdapat di alam secara berlimpah dan terdiri dari
tiga tipe polimer, yaitu selulosa, hemiselulosa dan
lignin. Lignoselulosa bisa diperoleh diperoleh dari
bahan kayu, jerami, rumput-rumputan, limbah
pertanian/hutan, limbah industri industri (kayu,
kertas) dan bahan berserat berserat lainnya.
Biomassa terdiri dari karbon (C), hidrogen (H),
oksigen (O), nitrogen (N) dan belerang (S). Bagian
karbon dalam kayu adalah sekitar 50% berat (bahan
kering, dm), tergantung pada jenis kayu dan bagian
kayu (kulit dan batang). Kandungan karbonnya
rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil
seperti batu bara, kokas atau minyak yang
digunakan dalam pembuatan besi dan baja. Bagian
oksigen dalam kayu adalah sekitar 40% berat (dm).
Keberadaan oksigen dalam biomassa menurunkan
kandungan energinya. Kandungan karbon tetap
dalam biomassa rendah, sekitar 10–16 wt% (dm),
sedangkan volatile matter adalah 84–88 wt% (dm)
dan kandungan abu (A) 0,4–0,6 wt% (dm).
Kandungan sulfur dalam biomassa kayu rendah
sekitar 0,01-0,1 wt% (dm) [35]. Kandungan sulfur
yang rendah menguntungkan untuk pembuatan besi
tanur tinggi.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Biomassa dapat digunakan di seluruh pembuatan
baja terintegrasi sebagai sumber bahan bakar atau
reduktor, pengganti batu bara atau bahan bakar
lainnya dalam proses sintering, sebagai komponen
campuran dalam produksi kokas, sebagai pengganti
langsung kokas atau sebagai injektan untuk
menggantikan batu bara bubuk yang disuntikkan.
dalam tanur tinggi, dan sebagai sumber karbon
dalam proses pembuatan baja. Jika bersumber dari
sumber daya terbarukan, biomassa berpotensi
mengurangi intensitas emisi hingga 50% di seluruh
proses pembuatan baja terintegrasi. Sementara
biomassa dapat memainkan peran kecil dalam
dekarbonisasi industri baja, karena kurangnya
ketersediaan sumber biomassa yang berkelanjutan
dan permintaan yang bersaing untuk apa yang ada
dari sektor lain. Butiran halus bijih besi dicampur
dengan bahan biomassa mentah yang berkelanjutan
seperti limbah pertanian (jerami, kayu bekas,
gandum, ampas jagung dan tebu, rumput laut, serta
ganggang), teknologi ini menggunakan bahan
tanaman yang dikenal sebagai biomassa
lignoselulosa. Bahan ini dipadatkan untuk membuat
briket seukuran bola golf. Briket lalu dipanaskan
dengan suhu 600C dengan menggunakan
kombinasi gas yang dipanaskan oleh biomassa dan
microwaves. Karbon yang tersisa di briket memicu
reaksi kimia, dan oksigen tersangkut dari bijih besi,
mengubahnya menjadi besi metalik. Briket logam
dipindahkan ke tungku listrik, di mana dilebur untuk
membentuk terak cair yang memungkinkan logam
dipisahkan dari kotoran untuk membuat besi. Untuk
membuat baja, besi dimurnikan lebih lanjut, dan
logam lain - seperti mangan atau nikel - dapat
ditambahkan untuk menciptakan nilai yang berbeda
untuk kegunaan yang berbeda.
Adapun keuntungan dari biomassa adalah
• Tidak menghasilkan emisi bahan bakar fosil.
Dalam proses baru ini, bijih besi halus
dicampur dengan bahan baku biomassa yang
berkelanjutan (seperti limbah pertanian) dan
dipanaskan menggunakan kombinasi gas yang
dilepaskan oleh biomassa dan gelombang
mikro efisiensi tinggi, mengubah bijih besi
menjadi besi metalik.
• Biomassa menawarkan sumber energi netral
karbon.
Biomassa akan melepaskan karbon dioksida
saat digunakan, hal ini diimbangi dengan
penggunaan tanaman cepat tumbuh sebagai
sumber biomassa. Ini karena jumlah karbon
dioksida yang diserap dalam fotosintesis
hampir sama ketika tanaman ditumbuhkan
kembali. Jika hanya menggunakan tanaman
dan tidak menumbuhkannya kembali, atau jika
tanaman tumbuh lambat, seperti pohon di
hutan tua CO2 akan tetap berada di atmosfer.
Jadi menggunakan sumber biomassa yang
tumbuh cepat dan berkelanjutan adalah
penting.
• Dapat menjadi solusi yang berkelanjutan
Bagian jerami, batang, dan daun mengandung
bahan yang disebut lignoselulosa yang
4
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
memiliki jenis karbon yang dibutuhkan untuk
proses tersebut.
• Biomassa yang digunakan dalam proses ini
tidak termasuk sumber makanan.
Dalam prosesnya, tidak bisa menggunakan
makanan seperti gula dan jagung karena tidak
ramah lingkungan dan berdampak negatif pada
ketahanan pangan.
Gambar 4. Siklus hidup emisi gas rumah kaca
(gCO2e/produk MJ) dari reduksi berbasis biomassa
(Hannu Suopajärvi, 2013)
Tantangan yang dihadapi oleh biomassa dalam
industri baja
Gambar 5. Contoh dari produksi charcoal di
Finlandia (Elsayed Mousa, 2016)
Biomassa mentah harus ditingkatkan kualitas
propertinya sebelum digunakan dalam setiap proses.
Biasanya, langkah-langkah peningkatan yang lebih
banyak akan membutuhkan pengeluaran operasional
(OPEX) dan modal (CAPEX) yang tinggi, yang
menyebabkan biaya produksi yang tinggi. Selain itu,
biaya tambahan seperti pemanenan, penanganan
material, transportasi, pengeringan, dll membuat
produk biomassa tidak kompetitif secara ekonomi
dengan bahan bakar fosil seperti batu bara. Pajak
karbon akan memainkan peran penting untuk
implementasi biomassa di industri besi dan baja.
Kolaborasi universitas/lembaga, industri besi dan
baja, industri berbasis biomassa, sektor transportasi
dan masyarakat mampu mengatasi hambatan yang
dihadapi dari penerapan biomassa dalam pembuatan
baja dan membantu bergerak menuju industri yang
lebih efisien dan lingkungan yang bersih.
4. KESIMPULAN
Biomassa dapat dipertimbangkan sebagai
sumber daya bebas karbon pada proses pembuatan
baja, ini bisa menjadi daya tarik pilihan untuk
mengurangi emisi dari produksi besi dan baja.
Namun, rantai pasokan penuh perlu
dipertimbangkan, dan semua yang terkait dengan
pemanenan, produksi, penanganan material,
pengeringan, pemrosesan, transportasi dan
penggunaan bioenergi, perlu diperhitungkan dengan
baik untuk menunjang energi yang berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA
Alla Toktarova, I. K. (27 July 2020). Pathways for
Low-Carbon Transition of the Steel
Industry—A Swedish Case Study.
Energies 2020, 13, 3840, 1-18.
Association, W. S. (September 2021 ). Biomass in
steelmaking.
Christian Hoffmann, M. V. (3 Juni 2020).
Decarbonization challenge for steel.
McKinsey&Company.
Decarbonising steel making with new technologies.
(n.d.).
https://www.riotinto.com/news/stories/dec
arbonising-steel-making.
Elsayed Mousa, C. W. (2016). Biomass applications
in iron and steel industry: An overview of
challenges and opportunities. Renewable
and Sustainable Energy Reviews 65 (2016)
1247–1266, 1247–1266.
Faizinal Abidin, S. H. ( 24 November 2018).
Pemanfaatan Karbon Biomassa sebagai
Reduktor dalam Ekstraksi Fe-Ni dari Bijih
Nikel Laterit. Vol. 3, 2018, ISSN No. 2502-
8782, 1 - 5.
Fakhreza Abdul, S. P. (2020). Proses Pembuatan
Besi Menggunakan Injeksi Gas Hidrogen
ke Dalam Blast Furnace: Sebuah Alternatif
untuk Mengurangi Emisi CO2. JURNAL
TEKNIK ITS Vol. 9, No. 2, (2020) ISSN:
2337-3539 (2301-9271 Print), 386-392.
Hannu Suopajärvi, E. P. (2013). The potential of
using biomass-based reducing agents in the
blast furnace: A review of thermochemical
conversion technologies andassessments
related to sustainability. Renewable and
5
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Sustainable Energy Reviews 25 (2013)
511–528, 511 - 528.
Hofbauer, M. H. ( 9 September 2020). Evaluation of
biomass-based production of below zero
emission reducing gas for the iron and steel
industry. Biomass Conversion and
Biorefinery (2021) 11:169–187, 169 - 185.
Juan Correa Laguna, J. D.-H. (PE 690.008 – April
2021). Carbon-free steel production: Cost
Reduction Options and Usage of existing
Gas Infrastructure. European
Parliamentary Research Service (EPRS),
15.
Proses Pembuatan Besi Menggunakan Injeksi Gas
Hidrogen ke Dalam Blast Furnace: Sebuah
Alternatif untuk Mengurangi Emisi CO2.
(2020). JURNAL TEKNIK ITS Vol. 9, No.
2, (2020) ISSN: 2337-3539 (2301-9271
Print), 386-392.
Terry NORGATE, *. N. (February 17, 2012).
Biomass as a Source of Renewable Carbon
for Iron and Steelmaking. ISIJ
International, Vol. 52 (2012), No. 8, pp.
1472–1481, 1472-1481.
PAPER COMPETITION
Indonesian Mining Student Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Kebijakan Pertambangan
UU Nomor 3 Tahun 2020 Langkah Awal Percepatan Industri
Pertambangan Dalam Hirilisasi, Eksplorasi, Dan Berwawasan Lingkungan Rahul Gonzales[1]
[1] Universitas Negeri Padang/Jurusan Teknik Pertambangan
ABSTRAK
Menurut undang-undang nomor 3 tahun 2020 pasal 1 ayat 1 pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan
dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pascatambang. Seperti kebanyakan industri
lainnya, industri pertambangan juga terkena dampak dari pandemi Covid-19. Akibatnya, aktivitas pertambangan
berjalan tidak sesuai dengan rencana awal yang telah ditetapkan. Agar industri ini tetap dapat berjalan maksimal
dan berkontribusi bagi kepentingan nasional, maka diperlukan upaya seperti memperbanyak kegiatan eksplorasi,
meningkatkan nilai jual bahan galian, dan membentuk pertambangan yang berwawasan lingkungan. Ketiga hal
tersebut menjadi pembahasan dalam undang-undang nomor 3 tahun 2020 tentang perubahan atas undang-undang
nomor 4 tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara. Eksplorasi adalah kegiatan yang dilakukan
untuk mencari endapan bahan galian yang ekonomis untuk ditambang. Adanya eksplorasi diharapkan dapat
menstabilkan jumlah sumber daya dan cadangan bahan galian sehingga ketahanan energi nasional terjaga.
Semakin tingginya nilai sumber daya dan cadangan bahan galian diharapkan dapat memicu semangat Investor
dan Pengusaha untuk ikut terlibat dalam memaksimalkan industri pertambangan dari tahapan awal hingga akhir.
Pada undang-undang nomor 3 tahun 2020 terdapat sembilan belas pasal yang membahas tentang eksplorasi.
Setelah melalui berbagai tahapan usaha pertambangan dari penyelidikan umum sampai penambangan maka
didapatkan bahan galian yang diinginkan, selanjutnya dalam tahapan pengolahan dan/atau pemurnian atau
pengembangan dan/atau pemanfaatan dapat dilakukan upaya meningkatkan nilai jual bahan galian melalui
kegiatan hirilisasi. Wujud dari upaya ini adalah pemerintah menargetkan pembangunan 53 smelter hingga tahun
2024 yang mana 30 diantaranya adalah smelter nikel. Indonesia memiliki sumber daya dan cadangan nikel nomor
satu di dunia. Memaksimalkan potensi ini dinilai dapat meningkatkan pendapatan nasional dari industri
pertambangan dan mempercepat industri ini agar dapat berperan penting untuk kepentingan nasional. Dalam
undang-undang nomor 3 tahun 2020 terdapat sepuluh pasal yang membahas tentang rencana pengelolaan mineral
dan batubara atau hirilisasi. Setelah meningkatkan jumlah sumber daya dan cadangan melalui kegiatan eksplorasi
dan peningkatan nilai jual bahan galian melalui hirilisasi, selanjutnya adalah membentuk industri pertambangan
yang berwawasan lingkungan agar keuntungan dari aktivitas pertambangan juga dapat dirasakan oleh masyarakat
di sekitar area pertambangan. Selain itu, industri pertambangan yang ramah lingkungan juga akan menarik minat
Investor dan pengusaha dari luar untuk berinvestasi di Indonesia karena Indonesia ramah environmental, social,
and governance (ESG). Dalam undang-undang nomor 3 tahun 2020 terdapat tujuh belas pasal yang membahas
tentang lingkungan.
Kata Kunci : Pertambangan, Undang-undang, Eksplorasi, Hirilisasi, Lingkungan
1. PENDAHULUAN
Indonesia adalah negara yang kaya akan sumber
daya baik sumber daya alam dan sumber daya manusia.
Lokasi yang strategis berada di pertemuan lempeng
tektonik dan daerah cincin berapi pasifik mengakibatkan
Indonesia kaya akan potensi sumber daya alam berupa
bahan galian. Bahan galian adalah mineral dan batubara
yang ekonomis untuk ditambang. Bahan galian yang ada
di Indonesia dicari dan diambil melalui kegiatan
pertambangan.
Sektor pertambangan adalah salah satu sektor
yang menjadi tumpuan utama ekonomi setiap negara di
dunia. Negara-negara yang memiliki potensi sumber daya
dan cadangan bahan galian yang tinggi jika bisa
memanfaatkannya dengan baik maka potensi tersebut
akan mampu meningkatkan perekonomian negaranya.
Namun, adanya pandemi covid-19 menghambat kegiatan
pertambangan sehingga percepatannya terganggu
sehingga mengakibatkan keuntungan di sektor ini
menurun. Bagaimanakah upaya yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia untuk memaksimalkan potensi
bahan galian melalui pengesahan undang-undang nomor
3 tahun 2020 yang merupakan undang-undang mineral
dan batubara terbaru agar dapat berperan penting dalam
perekonomian nasional adalah pembahasan utama dalam
paper ini.
a. Gambaran Umum Paper
Paper ini membahas tentang percepatan sektor
pertambangan Indonesia yang terganggu akibat pandemi
covid-19 yang mengakibatkan keuntungan di sektor ini
menurun yang diakibatkan oleh turunnya harga
komoditas tambang. Hal ini berdampak kepada minat
berinvestasi di sektor minerba menurun. Dari
permasalahan tersebut, pemerintah mencoba
memaksimalkan kembali sektor pertambangan melalui
pengesahan undang-undang nomor 3 tahun 2020 yang
merupakan amandemen atas undang-undang nomor 4
tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batubara.
Dalam undang-undang ini terdapat solusi untuk
memaksimalkan kembali potensi pertambangan melalui
kewajiban eksplorasi, kewajiban hirilisasi, dan
menciptakan kegiatan pertambangan yang berwawasan
lingkungan melalui kewajiban reklamasi dan pasca
tambang. Melalui kewajiban eksplorasi, diharapkan
kuantitas sumber daya dan cadangan bahan galian di
Indonesia tetap stabil. Hal ini diwujudkan dengan cara
mewajibkan pemegang izin usaha pertambangan yang
sudah melakukan kegiatan produksi untuk melakukan
eksplorasi setiap tahunnya dan menyiapkan anggaran
untuk dana ketahanan cadangan. Seiring dengan
meningkatnya potensi sumber daya dan cadangan bahan
galian, maka hasil pertambangan dalam negeri akan
semakin meningkat. Sumber daya dan cadangan bahan
galian yang didapatkan dari hasil eksplorasi harus
ditambang secara maksimal untuk kepentingan nasional
dan meningkatkan kesejahteraan rakyat seperti yang
diamanatkan dalam undang-undang dasar negara republik
Indonesia tahun 1945. Agar hasil penambangan
memberikan manfaat yang besar untuk kemakmuran
rakyat, maka hasil penambangan tersebut harus
ditingkatkan nilai jualnya melalui kewajiban hirilisasi
agar keuntungan yang didapatkan dari sektor ini
meningkat. Dengan melakukan ekspor bahan galian jadi
atau setengah jadi, maka keuntungan yang didapatkan
oleh negara akan lebih besar dibandingkan dengan
menjualnya dalam keadaan mentah. Tingginya
keuntungan yang didapatkan dari hasil hirilisasi
hendaknya tidak hanya memberikan manfaat untuk
pengusaha namun juga untuk kemakmuran rakyat di
sekitar area penambangan. Oleh karena itu, dalam
undang-undang nomor 3 tahun 2020, pemerintah
menekankan kembali kepada pemilik izin agar lebih
peduli lagi terhadap aspek lingkungan. Terdapat
kewajiban melakukan reklamasi dan pasca tambang bagi
pemilik izin agar area pertambangan tidak terbangkalai
saat dan sesudah dilakukannya aktivitas pertambangan.
Selain itu juga ada hukuman pidana dan denda seratus
milliar rupiah bagi pemilik izin yang tidak melakukan
kewajiban tersebut. Dengan ketiga kewajiban tersebut,
diharapkan percepatan sektor pertambangan dapat
terealisasi sehingga sektor ini dapat memberikan manfaat
secara maksimal kepada negara untuk kemakmuran
rakyat.
b. Batasan Masalah
1. Penulis hanya mengidentifikasi bagaimana undang-
undang nomor 3 tahun 2020 dapat meningkatkan
percepatan di sektor pertambangan agar sektor ini
dapat memberikan manfaat yang maksimal untuk
negeri
2. Penulis hanya mengidentifikasi bagaimana
kewajiban eksplorasi, kewajiban hirilisasi dan
kewajiban reklamasi dapat meningkatkan percepatan
di sektor pertambangan
c. Tujuan Penulisan
1. Memahami bagaimana keadaan industri
pertambangan di tengah pandemi Covid-19 yang
dimulai dengan mengetahui latar belakang
diberlakukannnya undang-undang nomor 3 tahun
2020
2. Memahami bagaimana undang-undang nomor 3
tahun 2020 dapat berperan penting dalam percepatan
industri pertambangan di Indonesia
3. Memahami seberapa jauh dampak dari kewajiban
melakukan eksplorasi, hirilisasi, dan reklamasi untuk
percepatan industri pertambangan di Indonesia
d. Manfaat Yang Ingin Dicapai Dari Penulisan
1. Memahami bagaimana dampak pandemi covid-19
terhadap industri pertambangan
2. Memahami peran undang-undang nomor 3 tahun
2020 terhadap percepatan industri pertambangan
3. Memahami manfaat diberlakukannya kewajiban
eksplorasi, hirilisasi, dan reklamasi terhadap
percepatan industri pertambangan
2. TEORI DASAR
Undang-undang adalah sekelompok aturan yang
mengatur dan membatasi kegiatan suatu kelompok atau
industri. Dalam industri pertambangan Indonesia dikenal
undang-undang mineral dan batubara (Minerba) yang
merupakan aturan yang mengatur dan membatasi
kegiatan di industri pertambangan. Pada tanggal 10 Juni
2020 lalu bapak Presiden Joko Widodo mengesahkan
undang-undang nomor 3 tahun 2020 yang merupakan
amandemen atas undang-undang nomor 4 tahun 2009
tentang pertambangan mineral dan batubara. Undang-
undang ini berlaku sejak enam bulan setelah disahkan. Itu
berarti undang-undang ini sudah berlaku sejak tanggal 10
Desember 2020.
[10] Menurut undang-undang nomor 3 tahun 2020,
pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka, pengelolaan dan pengusahaan
mineral atau batubara yang meliputi penyelidikan umum,
eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan/atau pemurnian atau pengembangan
dan/atau pemanfaatan, pengangkutan dan penjualan, serta
kegiatan pascatambang. Dari pengertian tersebut
diketahui bahwa kegiata pertambangan dilakukan sejak
dilakukannya eksplorasi sampai kegiatan pasca tambang.
[10] Dalam pasal 1 ayat 15 undang-undang
minerba dijelaskan bahwa Eksplorasi adalah tahapan
kegiatan usaha pertambangan untuk memperoleh
informasi secara terperinci dan teliti tentang lokasi,
bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumber daya
terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai
lingkungan sosial dan lingkungan hidup. Kegiatan
eksplorasi merupakan tahap awal dilakukannya aktivitas
pertambangan. Berjalan atau tidaknya tahapan usaha
pertambangan lainnya ditentukan dalam kegiatan
eksplorasi. Eksplorasi bertujuan untuk mencari dan
menemukan bahan galian untuk kemudian dapat
dilakukan penambangan secara ekonomis.
Kegiatan penambangan adalah inti dari aktivitas
pertambangan. Besar kecilnya keuntungan yang
didapatkan dalam aktivitas pertambangan ditentukan dari
seberapa besar kemampuan pelaku industri untuk
melakukan penambangan. Aktivitas penambangan akan
menghasilkan bahan galian dalam keadaan mentah. Jika
ingin meningkatkan nilai jual bahan galian maka bahan
galian mentah tersebut harus diolah terlebih dahulu
menjadi produk jadi maupun setengah jadi.
Kegiatan pengolahan bahan galian menjadi produk
jadi maupun setengah jadi dilakukan dalam tahapan
pengolahan dan pemurnian. [10] Menurut undang-undang
nomor 3 tahun 2020, pengolahan adalah upaya
meningkatkan mutu komoditas tambang mineral untuk
menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia yang
tidak berubah dari sifat komoditas tambang asal untuk
dilakukan pemurnian atau menjadi bahan baku industri.
Pemurnian adalah upaya untuk meningkatkan mutu
komoditas tambang Mineral melaiui proses fisika maupun
kimia serta proses peningkatan kemurnian lebih lanjut
untuk menghasilkan produk dengan sifat fisik dan kimia
yang berbeda dari komoditas tambang asal sampai dengan
produk logam sebagai bahan baku industri.
Pengembangan dan/atau pemanfaatan adalah upaya untuk
meningkatkan mutu batubara dengan atau tanpa merubah
sifat fisik dan kimia batuan asal. Tahapan pengolahan
bahan galian atau hirilisasi adalah kunci untuk
meningkatkan nilai jual bahan galian sehingga
keuntungan yang didapatkan semakin tinggi.
Dengan meningkatnya keuntungan dari kegiatan
hirilisasi, diharapkan pemilik izin dapat menunaikan
kewajibannya dalam melakukan reklamasi dan pasca
tambang untuk membentuk industri pertambangan yang
berwawasan lingkungan. Kewajiban melakukan
eksplorasi, hirilisasi, dan reklamasi diharapkan dapat
meningkatkan percepatan industri pertambangan untuk
memberikan manfaat secara maksimal untuk kepentingan
nasional dan kemakmuran rakyat.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1. Potensi Sumber Daya Dan Cadangan Bahan Galian
Indonesia
Sumber daya dan cadangan mineral dan batubara
di Indonesia tersebar dibanyak tempat di tanah air,
jumlahnya berbeda-beda tergantung jenis komoditasnya.
Dibandingkan negara-negara lainnya, jumlah sumber
daya dan cadangan tujuh komoditas tambang di Indonesia
menduduki tujuh besar dalam jumlah sumber daya dan
cadangan bahan galian yang dimiliki oleh berbagai negara
di dunia. [3] Komoditas tersebut adalah batubara yang
menempati peringkat enam, nikel yang menempati
peringkat satu, tembaga yang menempati peringkat tujuh,
emas yang menempati peringkat empat, perak yang
menempati peringkat enam, bauksit yang menempati
peringkat enam dan timah yang menempati peringkat dua
dalam sumber daya dan cadangan bahan galian di dunia.
Tabel 1. Potensi Sumberdaya dan Cadangan Minerba di Indonesia
No. Komoditi Sumber daya Cadangan Posisi Indonesia di
Dunia
1. Batubara 149.009,59 Juta Ton 37.604,66 Juta Ton Peringkat 6
2. Nikel 11,7 Miliar Ton 4,5 Miliar Ton Peringkat 1
3. Tembaga Bijih : 14.795,66 Juta Ton Bijih : 2.631,64 Juta Ton
Peringkat 7
Logam : 63,69 Juta Ton Logam : 23,79 Juta Ton
4. Emas Bijih : 14.963,73 Juta Ton Bijih : 3.565,70 Juta Ton
Peringkat 4
Logam : 0,01 Juta Ton Logam : 0,005 Juta Ton
5. Perak Bijih : 7.569,20 Juta Ton Bijih : 2.851,07 Juta Ton
Peringkat 6
Logam : 0,08 Juta Ton Logam : 0,01 Juta Ton
6. Bauksit Bijih : 1700 Juta Ton Bijih : 821 Juta Ton
Peringkat 6
Logam : 640 Juta Ton Logam : 299 Juta Ton
7. Timah Bijih : 10.784,62 Juta Ton Bijih : 2.292,14 Juta Ton
Peringkat 2
Logam : 2,88 Juta Ton Logam : 2,23 Juta Ton
(Sumber : Badan geologi 2020 – Status Data Desember 2019)
3.2. Kendala Percepatan Industri Pertambangan di
Tengah Pandemi
Besarnya potensi sumber daya dan cadangan
bahan galian dalam negeri harus dikelola dengan
baik untuk kepentingan nasional dan kemakmuran
rakyat seperti yang diamanatkan dalam undang-
undang dasar negara republik Indonesia pasal 33
ayat 3. Potensi tersebut dicari dan diambil melalui
kegiatan pertambangan. Namun, pandemi covid-19
yang melanda negara-negara di dunia termasuk
Indonesia menghambat aktivitas di industri
pertambangan.
Pembatasan aktivitas manusia mengakibatkan
kebutuhan akan bahan galian menurun. Hal ini
berdampak pada menurunnya harga komoditas
tambang yang berakibat pada kurangnya pendapatan
dari sektor ini. Selain itu, perizinan yang rumit di
sektor mineral dan batubara juga menurunkan minat
berinvestasi. Contohnya [7] Terdapat lima puluh
lima perusahaan tambang yang tersebar di dua puluh
kabupaten di dalam negeri kerap memberikan dana
dua puluh milliar eupiah kepada pemerintah
setempat. Namun, sistem perizinan masih dipersulit.
Hal ini diungkapkan oleh Indonesian Mining
Institute (IMI), lembaga survei penyelenggaraan
usaha di sektor pertambangan. Perizinan yang sulit
mengakibatkan usaha pertambangan tidak ekonomis
untuk dilakukan. Dua puluh Kabupaten tersebut
adalah Muara Enim, Bangka, Barito Utara, Tanah
Bambu, Ketapang, Kutai Kartanegara, Balangan,
Tabalong, Samarinda, Berau, Nunukan, Kutai
Timur, Kolaka, Luwu Timur, Morowali, Minahasa
Utara, Halmahera Timur, Mimika dan Sumbawa
Barat. Seringkali ditemukan, berbeda lokasi syarat
perizinannya jauh berbeda. Kebanyakan Investor
sering mengeluhkan ketidakpastian administrasi
perizinan, yakni persyaratan pengurusan izin
pendirian usaha. Tak hanya itu, perizinan ganda
antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah juga
menjadi penghambat investasi. Sering kali Investor
harus urus izin yang sama di dua lembaga. Sangat
tidak efisien dan high cost (biaya tinggi). Hal ini
mengakibatkan nilai investasi di sektor minerba
tidak stabil. Investasi menurun dari 7.486 juta dolar
amerika di tahun 2018 menjadi 6.502 Juta dolar
amerika di tahun 2019. Perizinan yang rumit dan
dampak dari covid-19 mengakibatkan angka
investasi semakin menurun sehingga menjadi 4.242
juta dolar amerika pada tahun 2020.
Gambar 1. Grafik Nilai Investasi di Sektor Minerba (Dalam Satuan Juta USD)
(sumber : esdm.go.id)
3.3. Usaha yang dilakukan oleh pemerintah
Indonesia untuk melakukan percepatan industri
pertambangan
Menyadari permasalahan turunnya harga
komoditas tambang dan minat berinvestasi di sektor
mineral dan batubara, pemerintah melakukan
pengesahan undang-undang nomor 3 tahun 2020
yang merupakan perubahan atau amandemen atas
undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batubara. Melalui
undang-undang ini pemerintah berupaya untuk
memaksimalkan kembali sektor pertambangan agar
dapat memberikan manfaat secara maksimal untuk
negeri. Upaya-upaya percepatan industri
pertambangan yang tercantum dalam undang-
undang nomor 3 tahun 2020 adalah sebagai berikut
:
3.3.1. Sistem Perizinan Satu Pintu
Dari permasalahan menurunnya investasi
di sektor mineral dan batubara, pemerintah
melakukan perubahan sistem perizinan yaitu
perizinan satu pintu. Hal ini tercantum dalam
undang-undang nomor 3 tahun 2020 pasal 4 ayat 2
yang menjelaskan bahwa penguasaan mineral dan
batubara yang pada undang-undang nomor 4 tahun
2009 dikuasai oleh pemerintah pusat dan
pemerintah daerah sekarang menjadi kewenangan
pemerintah pusat saja.
Perubahan kewenangan ini menjadi
pembahasan utama dalam undang-undang nomor 3
tahun 2020 yang mana terdapat empat puluh delapan
perubahan dari undang-undang nomor 4 tahun 2009
yang menyangkut tentang kewenangan pengelolaan
mineral dan batubara yang sekarang diselenggrakan
oleh pemerintah pusat. Penguatan peran pemerintah
pusat dilakukan baik dengan penambahan dan
perubahan pasal maupun penghapusan pasal-pasal
yang menyangkut kewenangan pemerintah daerah.
Sistem perizinan satu pintu yang mana
pemilik izin hanya perlu mengurus perizinan ke
pemerintah pusat diharapkan dapat meningkatkan
minat berinvestasi di sektor mineral dan batubara.
Tingginya nilai investasi di sektor ini akan
berdampak pada percepatan industri pertambangan
agar dapat memberikan manfaat secara maksimal.
Setelah diberi izin, pemilik izin juga diberikan
jaminan kepastian hukum berupa jaminan
perpanjangan KK dan PKP2B menjadi IUPK
sebagai kelanjutan operasi kontrak/perjanjian
seperti yang dijelaskan pada pasal 169A.
Memberikan kemudahan dalam perizinan
merupakan langkah awal untuk meningkatkan
percepatan industri pertambangan dalam negeri.
Langkah selanjutnya adalah meningkatkan kuantitas
kegiatan eksplorasi untuk meningkatkan dan
menstabilkan kuantitas sumber daya dan cadangan
bahan galian dalam negeri.
3.3.2. Kewajiban Melakukan Kegiatan
Eksplorasi
Kuantitas sumber daya dan cadangan
bahan galian yang dimiliki oleh suatu negara dapat
diketahui dari kegiatan eksplorasi. [10] Dalam
6,138
7,486
6,502
4,242
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
7,000
8,000
2017 2018 2019 2020
Jum
lah
Tahun
undang-undang nomor 3 tahun 2020 dijelaskan
eksplorasi adalah tahapan kegiatan usaha
pertambangan untuk memperoleh informasi secara
terperinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi,
sebaran, kualitas dan sumber daya terukur dari
bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan
sosial dan lingkungan hidup. Pada undang-undang
ini terdapat sembilan belas pasal yang membahas
tentang kewajiban melakukan eksplorasi yaitu pasal
1 ayat 15, pasal 83, pasal 83A, pasal 36A, pasal 39
bagian E, pasal 42, pasal 42A bagian 1, pasal 46,
pasal 52, pasal 55 ayat 1, pasal 58 ayat 1, pasal 61,
pasal 83, pasal 83 ayat 1, pasal 93 ayat 1 dan 2, pasal
123, dan pasal 160 ayat 1.
Untuk menjaga jumlah sumber daya dan
cadangan bahan galian di Indonesia, pemerintah
melalui pasal 36A mewajibkan pemegang IUP dan
IUPK untuk menyediakan anggaran dan melakukan
eksplorasi setiap tahun. Selain itu, pemegang IUP
dan IUPK juga wajib menyediakan anggaran untuk
dana ketahanan cadangan seperti yang dijelaskan
pada pasal 46. Dengan kebijakan ini diharapkan
jumlah sumber daya dan cadangan komoditas
tambang di Indonesia selalu stabil dan terjaga
ketersediaannya sehingga manfaatnya dapat
dirasakan oleh generasi penerus bangsa di masa
mendatang.
Meningkat atau stabilnya kuantitas sumber
daya dan cadangan bahan galian akan berdampak
pada meningkatnya hasil produksi bahan galian
hasil dari kegiatan penambangan. Setekah tahapan
penambangan, percepatan industri pertambangan
selanjutnya dilakukan dengan cara meningkatkan
kualitas bahan galian sehingga keuntungan yang
didapatkan saat penjualan lebih tinggi.
3.3.3. Kewajiban Melakukan Hirilisasi Bahan
Galian
Hirilisasi adalah upaya yang dilakukan
untuk meningkatkan kualitas bahan galian sehingga
harga jualnya juga bertambah. Selama ini Indonesia
sering mengekspor bahan galian dalam keadaan
mentah. Hal ini dinilai cukup merugikan mengingat
keuntungan yang didapatkan akan sedikit
dibandingkan dnegan melakukan ekspor bahan
galian yang sudah diolah. Menyadari hal ini
pemerintah menilai perlunya hirilisasi bahan galian
untuk meningkatkan nilai jual dari bahan galian
tersebut.
Contoh hirilisasi dapat dilakukan misalnya pada
komoditas batubara seperti gasifikasi batubara
bawah tanah, gasifikasi batubara, pencarian
batubara, kokas batubara, briket batubara, campuran
air dan batubara serta upgrade kalori batubara. Hasil
hirilisasi batubara berupa kokas batubara nantinya
juga dapat dimanfaatkan untuk hirilisasi bahan
galian logam berupa pengolahan untuk menambah
nilai tambah bahan galian tersebut.
Upaya hirilisasi bahan galian sebelumnya
sudah dilakukan seiring dengan diberlakukannya
PP nomor 1 tahun 2014, PP nomor 77 tahun 2014,
Permen ESDM nomor 8 tahun 2015, PP nomor 1
tahun 2017, Permen ESDM nomor 5 tahun 2017,
Permen ESDM nomor 6 tahun 2017, Permen ESDM
nomor 25 tahun 2018, Permen ESDM nomor 50
tahun 2018, Kepmen ESDM nomor
154K/30/MEM/2019, dan Permen ESDM nomor 11
tahun 2019. Kemudian hal ini kembali dibahas
dalam sepuluh pasal pada undang-undang nomor 3
tahun 2020 yaitu pasal 6 ayat 1 bagian a, BAB IVA,
pasal 8A ayat 3, pasal 18 ayat 1, pasal 62A, pasal
83A ayat 1, pasal 83B ayat 3, pasal 96 bagian c,
pasal 112A, dan pasal 172 B dan E.
Tujuan dari pemberlakuan kewajiban ini
adalah meningkatkan nilai tambah sekaligus
menciptakan lapangan pekerjaan. Sebab,
perusahaan pertambangan diwajibkan membangun
pabrik pengolahan atau smelter di dalam negeri.
Dengan begitu akan terbuka lapangan pekerjaan
baru bagi masyarakat.
[4] Menurut Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Arifin Tasrif, hilirisasi merupakan
kunci untuk mengoptimalkan produk pertambangan
minerba. Produk-produk hirilisasi setengah jadi saja
sudah menghasilkan devisa yang besar. Misalnya
untuk nikel, dari produk ini bisa didapatkan devisa
sebesar US$ 10 miliar. Penerimaan dari mineral ini
akan terus bertambah besar seiring dengan
meningkatnya kualitas dari produk bahan galian
tersebut. Untuk mengoptimalkan produk minerba
melalui hirilisasi, Kementerian ESDM menargetkan
pada tahun 2022 nanti ada 52 unit smelter yang
beroperasi yang terdiri dari 29 buah smelter nikel, 9
buah smelter bauksit, 4 buah smelter besi, 4 buah
smelter tembaga, 2 buah smelter mangan, serta 4
buah smelter seng dan timbal. Pembangunan smelter
ini akan mendatngkan keuntungan yang sangat
besar. Sebaga perbandingan, [11] untung yang
didapatkan dari penjualan nikel mentah adalah 350
juta dolar amerika per tahun sedangkan jika
menjualnya dalam bentuk stainless steel maka
keuntungan yang didapatkan mencapai 7,5 milliar
dolar amerika.
Sistem perizinan satu pintu, kewajiban
melakukan eksplorasi, kewajiban melakukan
hirilisasi adalah upaya yang dapat dilakukan untuk
meningkatkan percepatan industri pertambangan
yang ditawarkan oleh undang-undang nomor 3
tahun 2020. Upaya percepatan industri
pertambangan harus tetap berpedoman dengan
kaidah pertambangan yang baik yaitu “good mining
practice”. Dalam undang-undang nomor 3 tahun
2020 juga terdapat upaya untuk mewujudkan
industri pertambangan yang berwawasan
lingkungan.
3.3.4. Kewajiban Melaksanakan Aktivitas
Pertambangan yang Berwawasan
Lingkungan
Isu lingkungan adalah hal yang tidak pernah
terpisahkan dari kegiatan pertambangan. Dari
tahapan awal usaha pertambangan seperti eksplorasi
sampai tahapan akhir seperti pengangkutan dan
penjualan semua aktivitas pertambangan selalu
berhubungan dengan aspek lingkungan. Berbagai
aspek lingkungan yang terganggu akibat usaha
pertambangan adalah :
3.3.4.1. Tanah
[2] Dilansir dari CNCB Indonesia
(diposting pada 29 Januari 2021), Jaringan Advokasi
Tambang (Jatam) mencatat pada 2020 ada sebanyak
3.092 lubang tambang yang tidak direklamasi di
Indonesia, termasuk 814 diantaranya terdapat di
Kalimantan Selatan.
3.3.4.2. Air
[8] Dilansir dari NusaDaily.com (diposting
pada 10 Oktober 2020), di Blitar, warga kekurangan
pasokan air bersih sebagai akibat pengelolaan
tambang galian C.
3.3.4.3. Udara
[6] Dilansir dari langgam.id (diposting
pada 12 Maret 2020), masyarakat Sijantang,
Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto mengadu ke
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
Sumatera Barat terkait pelanggaran hak kesehatan
akibat dampak limbah Pembangkit Listrik Tenaga
Uap (PLTU) Ombilin.
3.3.4.4. Hutan
[1] Dilansir ANTARANEWS (diposting
16 Januari 2021), Wahana Lingkungan Hidup
(Walhi) Aceh mencatat seluas 5.000 hektare hutan
lindung yang tersebar di sejumlah kecamatan
Kabupaten Aceh Barat sejak kurun lima tahun
terakhir rusak akibat maraknya aktivitas tambang
emas ilegal.
3.3.4.5. Laut
[9] Dilansir dari Pena Sultra (diposting
pada 7 April 2020), akibat dari aktivitas yang
dilakukan sejumlah perusahaan tambang di Desa
Latowu, Kecamatan Batu Putih, Kabupaten Kolaka
Utara, Provinsi Sulawesi Tenggara berdampak pada
pencemaran lingkungan di wilayah sekitarnya.
Salah satunya pencemaran pantai dan laut di Desa
Lawata Kecamatan Pakue Utara.
3.3.4.6. Jalan
[5] Menurut Laela Nur (2020), Masuknya
truk tambang ke jalan yang biasa digunakan oleh
masyarakat mengakibatkan jalan menjadi rusak. Di
Kabupaten Blitar, Jawa Timur, terdapat kerusakan
jalan pada ruas Jalan Raya Babadan.
Menyadari banyaknya kasus pencemaran
lingkungan di sepanjang tahapan usaha
pertambangan, melalui undang-undang nomor 3
tahun 2020 pemerintah berupaya menciptakan
industri pertambangan yang berwawasan
lingkungan. Dalam undang-undang ini terdapat
empat belas pasal yang membahas tentang upaya
pemerintah dalam melestarikan lingkungan yaitu
pasal 8A ayat 1 bagian b, pasal 51, pasal 60, pasal
70 bagian b, pasal 73 ayat 2 bagian b, pasal 75 ayat
5, pasal 96, pasal 99, pasal 100, pasal 108, pasal
123A, pasal 133, pasal 141 ayat 1 poin g, pasal
161B. Pada pasal 123A dijelaskan bahwa pemegang
IUP atau IUPK wajib melaksanakan reklamasi
100% (seratus persen) sebelum IUP atau IUPK
dikembalikan. Selanjutnya pada pada pasal 161B
dijelaskan bahwa pemegang IUP atau IUPK yang
dicabut atau berakhir tapi tidak melakukan
reklamasi dan penempatan dana reklamasi akan
dipidana dengan pidana 5 tahun dan didenda dengan
denda seratus miliar rupiah. Dua pasal ini menjadi
tumpuan utama untuk menciptakan industri
prttambangan yang berwawasan lingkungan.
4. KESIMPULAN
4.1. Pandemi covid-19 yang merambah ke berbagai
negara termasuk Indonesia memberikan
dampak negatif terhadap industri
pertambangan. Hal ini dibuktikan dengan
menurunnya nilai investasi di sektor mineral
dan batubara yang dimulai dari tahun 2018
sampai 2020. Hal ini awalnya disebabkan oleh
rumitnya sistem perizinan yang memiliki
tingkatan tertentu dan sistem yang berbeda
antara satu daerah dengan daerah lainnya.
4.2. Untuk memaksimalkan peran industri
pertambangan dalam negeri, pemerintah
melakukan perubahan terhadap undang-undang
mineral dan batubara yang awalnya undang-
undang nomor 4 tahun 2009 menjadi undang-
undang nomor 3 tahun 2020. Untuk menyiasati
turunnya nilai invetasi di sektor mineral dan
batubara, pemerintah dalam undang-undang ini
mengubah sistem perizinan yang mana saat ini
perizinan di industri pertambangan menjadi hak
dan wewenang pemerintah pusat. Sistem ini
diharapkan dapat meningkatkan minat
berinvestasi di sektor mineral dan batubara.
Setelah mendapatkan izin, pemilik izin
diwajibkan untuk melakukan eksplorasi setiap
tahun dan menyediakan anggaran dana
ketahanan cadangan. Selanjutnya pemilik izin
juga diwajibkan melakukan hirilisasi bahan
galian untuk meningkatkan keuntungan dari
hasil penjualan. Upaya percepatan juga
dilakukan dengan menjaga ekosistem
lingkungan yang mana pemilik izin wajib
melakukan reklamasi dan pasca tambang
sebelum izin dikembalikan.
4.3. Kewajiban melakukan eksplorasi akan
meningkatkan dan menstabilkan kuantitas
sumber daya dan cadangan bahan galian di
Indonesia. Dengan ini maka kekayaan alam
berupa bahan galian akan bisa dimanfaatkan di
setiap generasi yang akan datang. Kewajiban
hirilisasi akan mendatangkan keuntungan yang
sangat besar. Keuntungan ini dapat
meningkatkan kontribusi industri
pertambangan dalam negeri untuk kepentingan
nasional dan kemakmuran rakyat. Kewajiban
reklamasi dan pasca tambang akan bermanfaat
bagi masyarakat di sekitar area pertambangan.
Jadi, rakyat juga merasakan keuntungan dari
kekayaan alam di tanah mereka sendiri.
DAFTAR PUSTAKA
[1] ANTARANEWS.com. (2021, 16 Januari).
Walhi : Kerusakan Hutan di Aceh Barat akibat
Tambang Ilegal. Diakses dari
https://m.antaranews.com/berita/1950508/wal
hi-kerusakan-hutan-di-aceh-barat-akibat-
tambang-ilegal (Diakses pada 21 November
2021)
[2] CNCB INDONESIA.com. (2021, 29 Januari).
Ribuan Lubang Tambang Tak Direklamasi?
Begini Kata ESDM. Diakses dari
https://www.cnbcindonesia.com/news/202101
29141759-4-219673/ribuan-lubang-tambang-
tak-direklamasi-begini-data-esdm (Diakses
pada 21 November 2021)
[3] Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral.
Badan Geologi. https://geologi.esdm.go.id/.
Diakses pada 24 September 2021.
[4] Kontan.co.id. (2020, 24 September). Dimas
Andi. Hirilisasi Akan Jadi Kunci Pemanfaatan
Hasil tambang Minerba.
https://industri.kontan.co.id/news/hilirisasi-
akan-jadi-kunci-optimalisasi-pemanfaatan-
hasil-tambang-minerba. (Diakses pada 21
November 2021)
[5] Laela Nur Indah Sari. 2020. DAMPAK
TAMBANG PASIR TERHADAP
KERUSAKAN JALAN DI DESA
BABADAN KECAMATAN WLINGI
KABUPATEN BLITAR. Swara Bumi.
Volume V Nomor 8. Diakses Pada 21
November 2021.
[6] Langgam.id. (2020, 12 Maret). Akibat
Limbah PLTU Ombilin, Masyarakat
Mengadu ke DPRD Sumbar. Diakses dari
https://langgam.id/akibat-limbah-pltu-
ombilin-masyarakat-sawahlunto-mengadu-ke-
dprd-sumbar/. (Diakses pada 21 November
2021)
[7] Merdeka.com. (2015, 18 April). Henny
Rachma Sari. Investor Pertambangan
Keluhkan Sulitnya Urus Perizinan di
Indonesia.
https://www.merdeka.com/uang/investor-
pertambangan-keluhkan-sulitnya-urus-
perizinan-di-indonesia.html . Diakses pada 25
November 2021.
[8] NusaDaily.com. (2020, 10 Oktober). Blitar
Utara Kekurangan Air Bersih Dampak
Tambang Galian C. Diakses dari
https://nusadaily.com/regional/blitar-utara-
kekurangan-air-bersih-dampak-tambang-
galian-c.html. (Diakses pada 20 November
2021)
[9] PENASULTRA.com. (2020, 27 April). Akibat
Aktivitas Sejumlah Perusahaan Tambang,
Laut di Pesisir Desa Lawata Mulai Tercemar.
Diakses dari https://penasultra.com/akibat-
aktivitas-sejumlah-perusahaan-tambang-laut-
di-pesisir-desa-lawata-mulai-tercemar/.
(Diakses pada 20 November 2021)
[10] Undang-undang republik indonesia nomor 3
tahun 2020 tentang perubahan atas undang-
undang nomor 4 tahun 2009 tentang
pertambangan mineral dan batubara.
https://jdih.esdm.go.id/storage/document/UU
%20No.%203%20Thn%202020.pdf Accessed
19 November 2021. (Diakses pada 19
November 2021)
[11] VIVA. (2020, 17 April). Catatan Ringan :
Mengejutkan, Indonesia termasuk Eksportir
Stainlees Ssteel Terbesar di Dunia. Diakses
dari https://www.viva.co.id/vstory/opini-
vstory/1211286-catatan-ringan-mengejutkan-
indonesia-termasuk-eksportir-stainless-steel-
terbesar-di-dunia. (Diakses pada 25
November 2021)
LAMPIRAN
Lampiran 1 – Perubahan undang-undang nomor 4 tahun 2009 menjadi undang-undang nomor 3 tahun 2020
tentang kewenangan pengelolaan mineral dan batubara
1. Dijelaskan dalam perubahan ke-2 pada Pasal 4 ayat 2, bahwa penguasaan mineral dan batubara yang pada
UU No. 4 Tahun 2009 dikuasai oleh pemerintah dan atau pemerintah pusat menjadi pemerintah pusat saja.
Penguasaan Mineral dan Batubara oleh negara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan
ketentuan Undang-Undang ini.
2. Perubahan ke-3 Pasal 5, bahwa kewenangan pada pasal 5 hanya menjelaskan kewenangan pemerintah pusat
dengan menghilangkan pemerintah daerah pada UU No. 4 Tahun 2009.
3. Perubahan ke-4 pada pasal 6, dijelaskan wewenang pemerintah pusat, bukan pemerintah lagi.
4. Perubahan ke-5, Pasal 7 dihapus (Kewenangan Provinsi dihapus)
5. Perubahan ke-6, Pasal 8 dihapus (Kewenangan Kabupaten dihapus)
6. Perubahan ke-7, penambahan bab IVA, Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara ditetapkan oleh Menteri
7. Perubahan ke-8, antara pasal 8 dan 9 disisipkan pasal 8A dan 8B, Wewenang pemerintah Kabupaten
digantikan oleh keterangan Menteri menetapkan rencana pengelolaan mineral dan batubara
8. Perubahan ke-26, pasal 35 dirubah, izin semuanya ke pusat
9. Perubahan ke-27, pasal 39 dihapus, yang isinya IUP diberikan oleh Bupati, Gubernur, dan Menteri. Sekarang
semuanya ke pusat.
10. Perubahan ke-35, pasal 43 di hapus tentang IUP eksplorasi jika menemukan minerba wajib lapor ke pemberi
IUP (sekarang pemberi IUP hanya Menteri)
11. Perubahan ke-36, Pasal 44 dihapus, isinya izin sementara diberikan oleh Menteri, Gubernur dan Bupati
(Dihapus, semua izin sekarang dikembalikan ke pusat)
12. Perubahan ke-37, Pasal 45 di hapus, pasal ini berkaitan dengan pasal 43, karena pasal 43 dihapus, maka pasal
ini juga dihapus
13. Perubahan ke-38, pasal 46 di ubah, setiap IUP eksplorasi dijamin dapat IUP produksi dengan syarat-syarat
tertentu.
14. Perubahan ke-40, pasal 48 dihapus, memuat IUP diberikan oleh Bupati, Gubernur, dan Menteri
15. Perubahan ke-43, pasal 54 diubah, IUP bukan logam izinnya ke Menteri
16. Perubahan ke-45, Pasal 57 diubah, WIUP Batuan diberikan dengan permohonan ke Menteri
17. Perubahan ke-52, Pasal 67 dirubah. Izin Pertambangan Rakyat ke Menteri (Bupati dan Gubernur dihapus)
18. Perubahan ke-56, Pasal 72 diubah, ketentuan pemberi IPR diatur oleh pemerintah, bukan lagi Kabupaten /
Kota
19. Perubahan ke-57, Pasal diubah, Menteri bertanggungjawab terhadap IPR, bukan lagi Kabupaten / Kota
20. Perubahan ke-58, pasal 75 diubah, ada penambahan 1 ketentuan pemberian IUPK, yaitu diatur oleh
pemerintah
21. Perubahan ke-59, pasal 81 di hapus, dalam eksplorasi jika mendapatkan mineral wajib lapor ke Menteri, yang
ingin menjual wajib punya izin, izin diberikan oleh Menteri
22. Perubahan ke-60, pasal 82 di hapus, pasal ini berkaitan dengan pasal 81, karena pasal 81 di hapus maka pasal
ini dihapus juga
23. Perubahan ke-62, Penambahan pasal 83A dan 83B, 83A perpanjangan IUP Eksplorasi diurus ke Menteri. 83B
Perluasan WIUPK diatur oleh peraturan pemerintah
24. Perubahan ke-65, Penambahan pasal 87A – 87D, informasi dan hasil penyelidikan diserahkan ke Menteri
(Penguatan peran Menteri)
25. Perubahan ke-89, Pasal 89 diubah, ketentuan penyelidikan dan penelitian diatur oleh pemerintah
26. Perubahan ke-79, penambahan pasal 104A dan 104B, pasal 102 (peningkatan nilai tambah), pasal 103
(pemurnian) dan pasal 104 di atur oleh pemerintah
27. Perubahan ke-80, pasal 105 di ubah, badan usaha yang akan menjual bahan galian wajib punya IUP penjualan,
dan ini diberikan oleh Menteri (Gubernur dan Bupati tidak bisa lagi)
28. Perubahan ke-85, pasal 113 di ubah, pengehentian IUP dan IUPK sementara izin ke Menteri (bukan lagi ke
Gubernur dan Bupati)
29. Perubahan ke-86, pasal 114 di ubah, jika IUP dan IUPK produksi ingin melakukan kegiatan sebelum waktu
yang ditentukan, makai zin dulu ke Menteri (bukan lagi ke Gubernur dan Bupati)
30. Perubahan ke-87, pasal 118 di ubah, pengembalian IUP dan IUPK di urus ke Menteri (bukan lagi ke Gubernur
atau Bupati)
31. Perubahan ke-88, pasal 119 di ubah, alasan IUP IUPK dicabut oleh Menteri (bukan lagi oleh Gubernur atau
Bupati)
32. Perubahan ke-89, pasal 121 di ubah, eks pemegang IUP dan IUPK wajib menyelesaikan kewajibannya dan
di urus ke Menteri (bukan lagi ke Gubernur atau Bupati)
33. Perubahan ke-90, pasal 122 di ubah, IUP IUPK berakhir diserahkan ke Menteri (bukan lagi Gubernur atau
Bupati)
34. Perubahan ke-91, pasal 123 di ubah, IUP dan IUPK berakhir, eks pemegannya harus menyerahkan data ke
Menteri (bukan lagi ke Gubernur atau Bupati)
35. Perubahan ke-98, penambahan pasal 137A, pemerintah pusat melakukan penyelesaian terhadap permasalahan
hak atas tanah
36. Perubahan ke-99, pasal 139 di ubah, Menteri bertanggungjawab terhadap IUP dan IUPK (bukan lagi Provinsi
dan Kabupaten/Kota)
37. Perubahan ke-100, Pasal 140 di ubah, Menteri mengawas pertambangan (tidak lagi dilimpahkan ke Provinsi
dan Kabupaten/Kota)
38. Perubahan ke-101, Pasal 141 di ubah, pengawasan dilakukan oleh inspektur tambang, Menteri dan pejabat
pengurus pertambangan
39. Perubahan ke-102, penambahan pasal 141A, pembinaan dan pengawasan dilakukan sesuai Peraturan
Pemerintah
40. Perubahan ke-103, pasal 142 dihapus, memuat kewajiban Gubernur dan Bupati dihapus (semua sudah ke
Menteri)
41. Perubahan ke-104, pasal 143 dihapus (Bupati mengurus pertambangan rakyat sesuai peraturan kabupaten
dihapus)
42. Perubahan ke-106, pasal 151 di ubah, Menteri berhak memberikan sanksi administratif dan denda kepada
pemegang IUP dan IUPK (bukan lagi Gubernur dan Bupati)
43. Perubahan ke-107, pasal 152 di hapus, memuat kewajiban pemerintah daerah yang di pasal 151, karena
Gubernur dan Bupati sudah dihapus, maka tidak ada lagi pasal 152 (Dihapus)
44. Perubahan ke-108, pasal 156 di ubah, besaran denda, mekanisme dan tata cara denda di pasal 151 diperjelas
45. Perubahan ke-109, pasal 157 dihapus, Pemerintah daerah yang tidak melakukan sesuai ketentuan diberi
sanksi, pasal ini dihapus
46. Perubahan ke-118, pasal 168 di ubah, pemerintah pusat dapat memberikan keringanan untuk meningkatkan
investasi tambang
47. Perubahan ke-119, penambahan pasal 169A, 169B dan 169C, Sietem perizinan dikuasai oleh Menteri
169C – semua kewenangan Pemerintah daerah dalam UU Nomor 4 tahun 2009 diberikan ke pusat
48. Perubahan ke-121, penambahan pasal 171A, Wilayah eks KK dan PKP2B ditetapkan sebagai WIUPK atau
WPN sesuai evaluasi Menteri
Lampiran 2 - UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Eksplorasi
1. Pasal 1 Ayat 15 – Pengertian eksplorasi
2. Pasal 83 – Luas WIUP mineral logam 100.000 ha, luas WIUP batubara 50.000 ha, jangka waktu eksplorasi
mineral logam delapan tahun dan jangka waktu eksplorasi batubara tujuh tahun
3. Pasal 83A
Jangka waktu kegiatan Eksplorasi mineral logam dan batubara bisa diperpanjang selama satu tahun setelah
memenuhi persyaratan
4. Pasal 36 Ayat 1 – IUP dibagi dua yaitu IUP eksplorasi dan IUP operasi produksi
5. Pasal 36A – Pemegang IUP operasi produksi wajib melakukan eksplorasi setiap tahun dan menyediakan
anggaran
6. Pasal 39 Bagian E
kewajiban menempatkan jaminan kesungguhan Eksplorasi
7. Pasal 42
Jangka waktu kegiatan Eksplorasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) huruf a diberikan selama:
a. 8 (delapan) tahun untuk Pertambangan Mineral logam
b. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam
c. 7 tujuh) tahun untuk Pertambangan Mineral bukan logam jenis tertentu
d. 3 (tiga) tahun untuk Pertambangan batuan; atau
e. 7 (tujuh) tahun untuk Pertambangan Batubara.
8. Pasal 42 A bagian 1 – Jangka waktu kegiatan eksplorasi dapat diberikan perpanjangan satu tahun setelah
memenuhi persyaratan
9. Pasal 46 – Pemegang IUP yang telah menyelesaikan eksplorasi diberikan jaminan untuk mendapatkan IUP
operasi produksi
10. Pasal 52 – WIUP eksplorasi mineral logam diberikan 100.000 ha.
11. Pasal 55 ayat 1 – WIUP eksplorasi mineral bukan logam diberikan 25.000 ha
12. Pasal 58 ayat 1 – WIUP eksplorasi batuan diberikan 5.000 ha
13. Pasal 61 – WIUP eksplorasi batubara 50.000 ha
14. Pasal 83 – Satu WIUP eksplorasi pertambangan mineral logam 100.000 ha, pertambangan batubara 50.000
ha, operasi produksi mineral logam berdasarkan evaluasi mentetri, jangka wkatu eksplorasi mineral logam
selama delapan tahun, batubara tujuh tahun, eksplorasi mineral logam dan batubara maksimal dua puluh
tahun
15. Pasal 83 Ayat 1 – jangka waktu eksplorasi dapat diperpanjang selama satu tahun setelah memenuhi
persyaratan
16. Pasal 93 Ayat 1 dan 2 – Pemegang IUP atau IUPK dilarang memindahtangankan izin tanpa persetujuan
menteri
17. Pasal 93A ayat 1 dan 2 – Pemegang IUP dan IUPK dilarang mengalihkan kepemilikan saham tanpa
persetujuan menteri
18. Pasal 123 – Pemilik IUP dan IUPK wajib memberikan data eksplorasi dan produksi kepada Menteri setelah
izin berakhir
19. Pasal 160 Ayat 2 – Pemegang izin eksplorasi jika melakuakn produksi tanpa izin didenda seratus milliar
rupiah
Lampiran 3 – UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Hirilisasi
1. Pasal 6 ayat 1 bagian a - Menteri menetapkan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional
2. Penambahan BAB IV A (Diantara BAB IV dan BAB V) tentang Rencana Pengelolaan Mineral dan Batubara
Pasal 8A dan 8B
Pasal 8A
(1) Rencana pengelolaan mineral dan batubara nasional ditetapkan oleh menteri
(2) Penyusunan rencana pengelolaan mineral dan batubara mempertimbangkan :
a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan
b. pelestarian lingkungan hidup
c. rencana tata ruang wilayah dan/atau rencana zonasi
d. perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
e. tingkat pertumbuhan ekonomi
f. prioritas pemberian komoditas tambang
g. jumlah dan luas WP
h. ketersediaan lahan Pertambangan
i. kuantitas sumber daya dan cadangan Mineral atau Batubara dan
j. ketersediaan sarana dan prasarana.
(3) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara disesuaikan dengan:
a. rencana pembangunan nasional; dan
b. rencana pembangunan daerah.
(4) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional ebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan
sebagai pedoman dalam penyelenggaraan pengelolaan Mineral dan Batubara.
Pasal 8B
(1) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A paling
sedikit memuat strategi dan kebijakan di bidang Pertambangan Mineral dan Batubara.
(2) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A wajib
diintegrasikan dengan rencana pembangunan jangka panjang dan rencana pembangunan jangka
menengah nasional.
(3) Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8A ditetapkan
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat ditinjau kembali 1 (satu) kali dalam 5 (lima) tahun.
3. Pasal 8A ayat 3
Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus
mempertimbangkan :
a. rencana pembangunan nasional dan
b. rencana pembangunan daerah.
4. Pasal 18 Ayat 1
Penetapan luas dan batas WIUP Mineral logam dan batubara harus disesuaikan dengan:
a. rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional
b. ketersediaan data sumber daya dan cadangan Mineral atau Batubara
5. Pasal 62A – Pemegang IUP dan IUPK dapat mengajukan permohonan perluasan WIUP kepada Menteri
6. Pasal 83A ayat 1 – Penetapan rencana pengelolaan Mineral dan Batubara oleh Menteri dilakukan secara
sistematis, terpadu, terarah, menyeluruh, transparan, dan akuntabel.
7. Pasal 83B yat 3 – Rencana pengelolaan mineral dan batubara ditetapkan dalam jangka waktu lima tahun dan
dapat ditinjau kembali satu kali dalam lima tahun
8. Pasal 96 bagian c
Dalam penerapan kaidah teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP atau IUPK wajib melaksanakan:
a. ketentuan keselamatan Pertambangan
b. pengelolaan dan pemantauan lingkungan termasuk kegiatan Reklamasi dan Pascatambang
c. upaya konservasi Mineral dan Batubara dan
d. pengelolaan sisa tambang harus memenuhi standar baku mutu sebelum dilepas ke lingkungan.
9. Pasal 112A – Pemegang IUP operasi produksi wajib menyediakan dana ketahanan cadangan yang digunakan
untuk penemuan cadangan baru yang nantinya akan diatur dalam peraturan pemerintah
10. Pasal 172D dan E – Pemegang IUP dan IUPK yang melakukan peningkatan nilai tambah Mineral logam atau
Batubara sejak sebelum berlakunya undang-undang ini akan mendapatkan jangka waktu dan luas wilayah
sesuai dengan undang-undang ini. Rencana pengelolaan mineral dan batubara ditetapkan dua tahun sejak
undang-undang ini berlaku
Lampiran 4 – Undang-undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Lingkungan
1. Pasal 8A ayat 1 bagian b
Rencana pengelolaan Mineral dan Batubara nasional disusun dengan mempertimbangkan:
a. daya dukung sumber daya alam dan lingkungan
b. pelestarian lingkungan hidup
2. Pasal 51
Lelang WIUP Mineral logam dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Mineral logam yang akan dilelang
b. kemampuan administratif/manajemen
c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan dan
d. kemampuan finansial.
3. Pasal 60
Lelang WIUP Batubara dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Batubara yang akan dilelang
b. kemampuan administratif/manajemen
c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan dan
d. kemampuan finansial.
4. Pasal 70 bagian b
Pemegang IPR wajib :
a. melakukan kegiatan Penambangan paling lambat tiga bulan setelah izin diterbitkan
b. mematuhi peraturan perundang-undangan terutama di bidang keselamatan Pertambangan,
pengelolaan lingkungan dan memenuhi standar yang berlaku
5. Pasal 73 ayat 2 bagian b
Menteri bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kaidah teknis izin pertambangan rakyat yang meliputi:
a. keselamatan Pertambangan dan
b. pengelolaan lingkungan hidup termasuk Reklamasi dan Pascatambang.
6. Pasal 75 ayat 5
Lelang WIUPK dilakukan oleh Menteri dan dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUPK yang akan dilelang
b. kemampuan administratif/manajemen
c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan dan
d. kemampuan linansial.
7. Pasal 96
Untuk melaksanakan kaidah teknik Pertambangan yang baik, pemegang IUP atau IUPK wajib
melaksanakan:
a. ketentuan keselamatan Pertambangan
b. pengelolaan dan pemantauan lingkungan termasuk kegiatan Reklamasi dan Pascatambang
c. upaya konservasi Mineral dan Batubara dan
d. pengelolaan sisa tambang harus memenuhi standar baku mutu sebelum dilepas ke lingkungan
8. Pasal 99
Kewajiban IUP IUPK melakukan reklamasi dan pasca tambang. Lahan Pascatambang diberikan kepada
Menteri sesuai peraturan perundang-undangan.
9. Pasal 100
IUP IUPK wajib memberikan dana jaminan reklamasi dan Menteri berhak menunjuk pihak ke tiga untuk
melakukan reklamasi
10. Pasal 108
Pemegang IUP IUPK wajib mengalokasikan dana pemberdayaan masyarakat
11. Pasal 123A
IUP IUPK wajib reklamasi 100% sebelum IUP IUPK dikembalikan
12. Pasal 133
Pembagian penerimaan bukan pajakl lebih adil dengan memperhatikan dampak ke daerah
13. Pasal 141 ayat 1 poin g
Pengawasan atas kegiatan Usaha Pertambangan yang dilakukan oleh pemegang IUP, IUPK, IUPK
sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, IPR, antara lain :
g. Pengelolan Lingkungan Hidup, Reklamasi, dan Pascatambang
14. Pasal 161B
Pasal 161B, IUP IUPK dicabut atau berakhir taoi tidak melakukan reklamasi dan penempatan dana
reklamasi di denda 5 tahun 100 milliar
PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta
Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Energi Bersih dan Energi Non-Konvensional
Konversi Batubara Kalori Rendah menjadi Dimethyl Ether sebagai Inovasi
Pengganti LPG untuk Mendukung Ketahanan Energi Nasional Masa
Mendatang Ozan Bagas Suseno[1], Akmal Yahya Hidayat[2], Rita Purnamasari[3]
[1] ITB/Teknik Pertambangan [2] ITB/Teknik Pertambangan [3] ITB/Teknik Pertambangan
ABSTRAK
Sumber daya dan cadangan batubara Indonesia sangat melimpah serta didominasi dengan kalori rendah hingga
kalori sedang. Industri batubara nasional masih sangat berorientasi pada ekspor sehingga akan sangat tergantung
pada kondisi permintaan global. Seiring perubahan zaman, potensi batubara yang tak termanfaatkan akan semakin
besar serta penggunaan secara konvensional akan semakin terbatas. Sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045,
potensi batubara Indonesia yang besar dapat dimanfaatkan menjadi berbagai produk turunan melalui kegiatan
hilirisasi. Produk turunan dari batubara dapat berupa dimethyl ether (DME), kokas, synthetic gas, ataupun coal
water mixture. Pada tahun 2018, konsumsi LPG mencapai 7,5 juta ton yang dipenuhi dari produksi LPG dalam
negeri sebesar 2 juta ton (26%) dan impor 5,5 juta ton (74%). Meningkatnya konsumsi LPG dalam negeri sebagai
salah satu produk energi primer batubara dan gas bumi berbanding terbalik dengan kebutuhannya yang sebagian
besar masih dipenuhi dengan mengimpor. Sehingga produk hilirisasi konversi batubara peringkat rendah menjadi
DME (Dimethyl Ether) diharapkan dapat mengatasi masalah pemenuhan LPG. DME dibuat dengan bahan baku
syngas yang dihasilkan melalui proses gasifikasi batubara. Gasifikasi batubara merupakan proses mengubah
batubara menjadi bentuk gas. Produk syngas ditransformasikan ke DME melalui jalur tidak langsung atau
langsung. Syngas yang dibuat dengan gasifikasi katalitik dengan K2CO3 atau Ca(OH)2 menunjukkan konsumsi
energi yang lebih rendah daripada gasifikasi konvensional. Pemerintah perlu melakukan substitusi LPG mulai
tahun 2025 dengan DME (20%), jargas (4,7 juta SR) dan kompor listrik induksi (0,5% dari permintaan LPG di
sektor rumah tangga) untuk mengurangi ketergantungan impor minimal sebesar 5% pada tahun 2025 dan 45%
pada tahun 2050. Tujuan penelitian ini adalah meninjau proses konversi batubara kalori rendah menjadi dimethyl
ether sebagai bahan pengganti LPG dalam rangka mendukung ketahanan energi nasional. Metodologi yang
digunakan adalah studi literatur dengan pokok bahasan alokasi pemenuhan energi di Indonesia, proses dan metode
konversi batubara kalori rendah menjadi DME, serta permasalahan dan solusi. Dengan demikian dapat dihasilkan
rekomendasi pengembangan DME dari batubara di Indonesia agar terciptanya ketahanan energi nasional.
Kata Kunci: Batubara, Dimethyl Ether, Ketahanan Energi, Kalori Rendah
1. PENDAHULUAN
Batubara adalah endapan senyawa organik
karbonan yang terbentuk secara alamiah dari sisa
tumbuh-tumbuhan (UU No. 3 Tahun 2020). Batu
Bara sudah menjadi sumber energi utama beberapa
dekade ke belakang. Batu bara Indonesia didominasi
dengan kalori rendah dan sedang (KESDM, 2020).
Namun dengan adanya pembangkit listrik dengan
bahan bakar utama batu bara, timbul masalah yang
cukup pelik yaitu masalah lingkungan berupa emisi.
Dengan gasifikasi batu bara, setidaknya dapat
diatasi masalah keekonomian dari batu bara
berkalori rendah dan lingkungan dari pembakaran
batu bara. Batasan masalah pada karya ilmiah ini
adalah penggunaan sumber daya batu bara berkalori
rendah yang ada di Indonesia. Salah satu
pemanfaatan batu bara berkalori rendah adalah
dibentuk olahan DME. Di India, DME turunan batu
bara untuk bahan bakar sedang diselidiki dan
dihasilkan memproduksi DME turunan batu bara
menjadi mungkin saat harga minyak lebih besar dari
72 USD/barrel (Johannes, 2017). Sehingga harga
komoditas yang lain pun akan berpengaruh pada
keekonomian dari DME turunan batu bara. Tujuan
dari penulisan karya ilmiah ini adalah meninjau
proses konversi batubara kalori rendah menjadi
dimethyl ether sebagai bahan pengganti LPG dalam
rangka mendukung ketahanan energi nasional
2. TEORI DASAR
2.1 Batu Bara Indonesia
Dalam pembentukan batu bara, tahap yang
penting dibedakan adalah penggambutan dan
pembatubaraan (Wolf, 1984; Anggayana, 2005).
Gambut adalah batuan sedimen yang organik yang
PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII
Syngas
Metanol
Gasifikasi
Batu Bara
DME
dapat terbakar, berasal dari tumpukan hancuran atau
bagian dari tumbuhan yang terhumifikasi dan dalam
kondisi tertutup udara (di bawah air), tidak padat,
kandungan air lebih dari 75% dan kandungan
mineral lebih kecil yang kurang dari 50% jika dalam
kondisi kering. Sementara itu, batu bara adalah
batuan sedimen yang dapat terbakar yang seiring
dengan pengendapannya akan mengalai proses
fisika dan kimia yang mengakayakan kandungan
karbonnya. Syarat terbentuknya gambut adalah
terdapatnya cekungan, tumbuhan, air sebagai media
pengawetan, dan terjadinya kesetimbangan
biotektonik.
Batu Bara Indonesia terbentuk pada zaman
tersier yang terbagi dalam tiga babak episode
tektonik yaitu syn-rift depositional phase, post-rift
transgression, dan syn-orogenic regressive phase
(Koesoemadinata, 2001). Batu Bara di Indonesia
umumnya didominasi dengan kalori rendah dan
sedang. Batu bara peringkat rendah terdiri atas lignit
dan subbituminus.
Tabel 1. Karakteristik Batu Bara dari Berbagai
Cekungan (Koesoemadinata, 2001 dalam Rosyid
dan Adachi, 2016)
Cekungan
Nilai
Kalori (kCal/kg)
Kandungan
Air dan Abu
Kandungan
Sulfur
Ombilin 7000 Rendah Rendah
Barito -
Tanjung 6000 Rendah Tinggi
Bengkulu <5000 Tinggi Rendah
Sumatera
Selatan <5000 Tinggi Rendah
Sumatera
Tengah <5000 Tinggi Rendah
Barito -
Warukin <5000 Tinggi Rendah
Kutai dan
Tarakan <5000 Tinggi Rendah
Penggambutan mencakup proses mikrobial dan
antrasit, low volatile, medium volatile, high volatile
A, high volatile B, high volatile C, subbituminus A,
subbituminus B, subbituminus C, lignit A, dan lignit
B.
2.3 Gasifikasi Batu Bara
Gasifikasi adalah proses mengubah bahan baku
seperti batu bara, biomass, minyak berat, atau
limbah yang dioksidasi dalam lingkungan uap dan
oksigen untuk memproduksi gas sintetik (syngas)
yang merupakan campuran CO dan H2 (Ozer, 2017).
Gasifikasi juga dapat diartikan sebagai proses
konversi batu bara mejadi produk gas yang memiliki
nilai kalor (Higman, 2008). Berdasarkan bahan baku
dan tipe oksidan, gasifier komersial secara kasar
diklasifikasikan menjadi tiga jenis. Moving bed
(dikenal juga sebagai fixed bed), fluidized bed, dan
entrained flow gasifier. Proses gasifikasi memiliki
hasil yang berbeda dengan pembakaran pada
umumnya.
Tabel 2. Hasil Pembakaran dan Gasifikasi (Ozer,
2017)
Sumber Pembakaran Gasifikasi
Karbon CO2 CO
Hidrogen H2O H2
Nitrogen NO, NO2
HCN, NH3, atau
N2
Sulfur SO2 atau
SO3 H2S atau COS
Air H2O H2
Gasifikasi mengonsumsi oksigen yang lebih
sedikit dibandingkan pembakaran biasa. Selain itu,
produk gasnya dapat dimanfaatkan kembali menjadi
sehingga menghasilkan efisiensi yang lebih tinggi.
Syngas dan DME mempunyai potensi dalam sektor
energi bahan bakar yang berasal dari batu bara
peringkat rendah. Dengan gasifikasi katalitik,
syngas dapat diproduksi dengan konsumsi energi
yang lebih rendah (Masudi, dkk., 2020). Gasifikasi
perubahan kimia yang selanjutnya diikuti oleh
proses pembatubaraan geokimia (bakteri tidak ikut
berperan). Ketika tidak terdapat bakteri, proses yang
terjadi hanyalah perubahan kimia saja (primarily
condensation, polymerization, dan reaksi reduksi).
Semakin dalam lokasi pemendaman, tekanan dan
temperatur yang diberikan akan semakin besar
sehingga mengubah material secara kimiawi dan
fisik.
2.2 Klasifikasi Batu Bara
Batu Bara diklasifikasikan berdasarkan beberapa
sifatnya untuk menentukan peringkatnya. Standar
yang umum digunakan adalah ASTM D-388. Dalam
standar tersebut, diurutkan dari kelas paling tinggi
ke rendah terdapat meta-antrasit, antrasit, semi-
batu bara sangat bergantung pada agen gasifikasi
yang berakibat pada kualitas dan kuantitas dari gas.
Dalam pembuatan DME, dapat melalui dua jalur,
yaitu jalur langsung dan tak langsung. Pada jalur tak
langsung, syngas dibentuk dahulu menjadi metanol
lalu ke DME.
Gambar 1. Skema Pembuatan DME
PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Jumlah penduduk Indonesia akan terus
meningkat dan mencapai angkat sekitar 311-318
juta jiwa pada tahun 2045 (BPS, 2018). Dengan
melihat proyeksi tersebut, konsumsi energi juga
seharusnya juga meningkat. Jumlah produksi LPG
dari oil refinery dan gas refinery dari tahun 2010
sampai 2020 terus menurun, sementara itu impor
juga terus meningkat (ESDM, 2021). Apabila tidak
mencari alternatif lain maka dapat menjadi masalah
dalam pemenuhan energi Indonesia.
Batu bara Indonesia yang masih banyak berupa
LRC (batu bara peringkat rendah) mempunyai
potensi yang besar untuk dimanfaatkan. Penggunaan
konvensional batu bara peringkat rendah adalah
untuk pembangkitan listrik. Hal ini akhir-akhir ini
banyak menimbulkan permasalahan pada
lingkungan khususnya emisi. Diversifikasi
pemanfaatan batu bara peringkat rendah perlu
dilakukan menimbang dapat menaikan nilai
keekonomiannya. Sumber daya batu bara yang
tercatat oleh ESDM sebesar 143,7 miliar ton dan
Cadangan 38,8 miliar ton.
Sejalan dengan visi Indonesia Emas 2045,
potensi batubara Indonesia yang besar dapat
dimanfaatkan menjadi berbagai produk turunan
melalui kegiatan hilirisasi. Produk turunan dari
batubara dapat berupa dimethyl ether (DME), kokas,
synthetic gas, ataupun coal water mixture. Pada
tahun 2018, konsumsi LPG mencapai 7,5 juta ton
yang dipenuhi dari produksi LPG dalam negeri
sebesar 2 juta ton (26%) dan impor 5,5 juta ton
(74%). Meningkatnya konsumsi LPG dalam negeri
sebagai salah satu produk energi primer batubara
dan gas bumi berbanding terbalik dengan
kebutuhannya yang sebagian besar masih dipenuhi
dengan mengimpor. Sehingga produk hilirisasi
konversi batubara peringkat rendah menjadi DME
(Dimethyl Ether) diharapkan dapat mengatasi
masalah pemenuhan LPG. DME dibuat dengan
bahan baku syngas yang dihasilkan melalui proses
gasifikasi batubara.
Pemanfaatan batu bara peringkat rendah
memiliki keuntungan rendah biaya dan rendah
pengotor walaupun mempunyai biaya tambahan
pada transportasi (Pawlak-Kruczek, 2017).
Gasifikasi juga dapat dikombinasikan dengan
pirolisis. Dengan kombinasi tersebut maka dapat
menghasilkan syngas yang lebih kaya (Chen, dkk.,
2015). Syngas yang dibuat dengan gasifikasi
katalitik dengan K2CO3 atau Ca(OH)2
menunjukkan konsumsi energi yang lebih rendah
daripada gasifikasi konvensional (Masudi, dkk.,
2020). DME merupakan hasil olahan atau
pemrosesan dari batubara berkalori rendah. Program
gasifikasi batubara atau DME, dapat meningkatkan
nilai tambah batubara.
Sebenarnya, proses gasifikasi batu bara tidak
hanya menghasilkan DME, tetapi juga bahan bakar
lain dan bahan baku industri kimia. DME berasal
dari berbagai sumber, baik bahan bakar fosil
maupun yang dapat diperbarui. DME juga diklaim
tidak merusak ozon, tidak menghasilkan particulate
matter (PM) dan NOx, tidak mengandung sulfur,
dan mempunyai nyala api biru.
DME mempunyai kesetaraan energi dengan
LPG berkisar 1,58-1,76, dengan nilai kalor atau
panas sebesar 30,5 MJ/kg.
Pada proses Coal to Methanol, produksi metanol
meningkat 124,67% melalui pemanfaatan CO2.
Selain itu penambahan green hydrogen
menghasilkan pengurangan emisi CO2 sebesar
85,64% dan peningkatan efisiensi energi sebesar
10,52%. Biaya produksi turun sebesar 23,95% yang
mengakibatkan kenaikan tingkat pengembalian
internal sebesar 47,37%. Pengenalan hidrogen hijau
mewujudkan pemanfaatan CO2 dan konversi bersih
batubara (Dongliang, dkk., 2021). Dengan metode
yang diintegrasikan dengan chemical looping
technology, batu bara yang dikonsumsi berkurang
dari 1.45t menjadi 0.75t dan meningkatkan efisiensi
dari 38.4% menjadi 56.1% (Xiang, dkk., 2020).
Dalam uji coba yang dilakukan, efisiensi kompor
LPG berkisar 53,75-59,13 persen dan efisiensi
kompor DME sekitar 64,7-68,9 persen. Sebagai
tambahan informasi, proyek coal to DME dilakukan
oleh PT Bukit Asam yang bekerjasama dengan PT
Pertamina dan Air Conduct di Tanjung Enim,
Sumatera Selaan.
Pemerintah perlu melakukan substitusi LPG
mulai tahun 2025 dengan DME (20%), jargas (4,7
juta SR) dan kompor listrik induksi (0,5% dari
permintaan LPG di sektor rumah tangga) untuk
mengurangi ketergantungan impor minimal sebesar
5% pada tahun 2025 dan 45% pada tahun 2050.
Dengan demikian, DME dapat menjadi alternatif
utama yang menjanjikan.
Beberapa tantangan yang dihadapi dalam proyek
Coal to DME adalah pada sektor fiskal dan ilmu
pengetahuan. Sejauh ini teknologi di Indonesia
masih belum cukup baik sehingga untuk proyek ini
akan membutuhkan dana yang besar. Pembuatan
pusat riset tentang gasifikasi dan pembuatan peta
jalan transformasi DME pengganti LPG akan
memperjelas pengembangan Coal to DME di
Indonesia. Kebijakan fiskal pada perusahaan-
perusahaan juga sebaiknya dilakukan agar dapat
menjadi insentif sehingga terdapat dorongan untuk
perusahaan batu bara melakukan kegiatan hilirisasi.
Contohnya dengan menerapkan 0% royalti dan PPN.
Kemudian, menurut perhitungan Institute for
Energy Economics and Financial Analysis, DME ini
justru akan mengalami kerugian Rp 5,3 triliun per
PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII
tahun. Tak hanya rugi secara finansial, menurut
kajian Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat dalam
rilis 15 November 2020, DME ini juga akan melepas
emisi 4,26 juta ton setara CO2.
Jumlah emisi sebesar itu hampir sama dengan
polusi yang dilepas 2 juta knalpot mobil atau
membutuhkan penyerapan oleh hamparan gambut
seluas 150.000 hektare. Di tengah upaya
menurunkan emisi hingga 27,3% pada 2024, proyek
ini menjadi tantangan berat pemerintah mencapai
pembangunan rendah karbon.
Dalam perhitungan AEER, jumlah emisi gas
rumah kaca proyek DME tersebut berasal dari total
jumlah energi yang digunakan untuk menghasilkan
DME, seperti uap panas, heat, dan listrik serta emisi
gas rumah kaca yang dihasilkan langsung oleh
proses produksi seperti karbon dioksida (CO2),
metana (CH4), sulfur heksafluorida (SF6), hidro
fluorokarbon (HFCs) dan nitrat oksida (N2O).
Emisi tersebut terlepas pada tahap eksplorasi dan
ekstraksi batu bara, proses pembuatan DME,
penggunaan produk, dan limbahnya. Emisi hanya
dihitung pada ekstraksi batu bara, dan proses
pembuatan, serta perhitungan gas emisi setara CO2.
Menurut rilis AEER, faktor emisi juga sudah
mempertimbangkan lokasi pabrik di samping kajian
literatur. Misalnya, faktor emisi pada listrik yang
dipakai untuk menghitung total emisi pada produksi
DME sebanyak 0,877-ton setara CO2 per megawatt
jam.
Jumlah emisi bakal lebih meningkat jika proses
yang dipilih adalah dehidrasi metanol sebelum
diubah menjadi DME. Dehidrasi metanol dari
gasifikasi batu bara lebih besar dibanding LPG.
Dehidrasi metanol sebesar 2,965-kilogram setara
CO2 per kilogram menghasilkan emisi 3 juta ton
setara CO2. Sementara emisi menghasilkan LPG
dengan kapasitas yang sama sebanyak 1,4 juta ton
hanya sebesar 824.000-ton setara CO2 per tahun.
Artinya, dengan jumlah yang sama, memproduksi
LPG menghasilkan 1/5 emisi produksi DME.
Menurut AEER, energi LPG 1,4 kali lebih tinggi
dibanding DME.
AEER memprediksi substitusi DME sebagai
bahan bakar akan naik karena pada 2050 permintaan
energi di sektor komersial akan naik.
4. KESIMPULAN
Kesimpulan dari penulisan karya ilmiah ini
adalah sebagai berikut.
4.1 Batu bara Indonesia semuanya berumur tersier
yang didominasi dengan batu bara berkalori rendah
– sedang.
4.2 Batu bara berkalori rendah yang melimpah
sangat potensial apabila dikembangkan menjadi
produk turunan contohnya berupa DME untuk
menggantikan LPG.
4.3 Pembuatan DME melalui proses gasifikasi yang
dapat melalui proses langsung dan tak langsung.
Gasifikasi juga dapat dikombinasikan dengan
pirolisi dan diberi katalis agar dapat semakin efisien.
4.4 Kebijakan gasifikasi juga harus mendukung
contohnya dengan pembuatan peta transisi energi
yang jelas, pengembangan ilmu pengetahuan, dan
insentif bagi perusahaan batu bara.
DAFTAR PUSTAKA
Jurnal :
Dongliang, W., Wenliang, M., Huairong, Z.,
Guixian, L., Yong, Y., & Hongwei, L. (2021).
Green hydrogen coupling with CO2
utilization of coal-to-methanol for high
methanol productivity and low CO2
emission. Energy, 231, 120970.
doi:10.1016/j.energy.2021.120970
Grové, Johannes; Lant, Paul A.; Greig, Chris R.;
Smart, Simon (2017). Can coal-derived DME
reduce the dependence on solid cooking fuels
in India?. Energy for Sustainable
Development, 37(), 51–59.
doi:10.1016/j.esd.2017.01.001
Koesoemadinata, R.P. (2001) Outline of Tertiary
Coal Basin of Indonesia. Berita
Sedimentologi, 15, 1-27.
Masudi, Ahmad; Che Jusoh, Nurfatehah Wahyuny;
Muraza, Oki (2020). Recent progress on low
rank coal conversion to dimethyl ether as
clean fuel: A critical review. Journal of
Cleaner Production, 277(), 124024–.
doi:10.1016/j.jclepro.2020.124024
Pawlak-Kruczek, Halina (2017). Low-Rank Coals
for Power Generation, Fuel and Chemical
Production || Properties of low rank coals and
resulting challenges in their utilization. 23–
40. doi:10.1016/B978-0-08-100895-
9.00002-4
Rosyid, Fadhila & Adachi, Tsuyoshi. (2016).
Forecasting on Indonesian Coal Production
and Future Extraction Cost: A Tool for
Formulating Policy on Coal Marketing.
Natural Resources. 07. 677-696.
10.4236/nr.2016.712054.
Xiang, Dong; Li, Peng; Yuan, Xiaoyou; Cui, Peizhe;
Huang, Weiqing (2020). Highly efficient
carbon utilization of coal-to-methanol
process integrated with chemical looping
hydrogen and air separation technology:
PAPER COMPETITION Indonesian Mining Student Competition XIII
process modeling and parameter
optimization. Journal of Cleaner Production,
(), 120910–.
doi:10.1016/j.jclepro.2020.120910
Z. Chen; D. Lai; L. Bai; Y. Tian; S. Gao; G. Xu; A.
Tsutsumi (2015). Methane-rich syngas
production in an integrated fluidized bed by
coupling pyrolysis and gasification of low-
rank coal. Fuel Processing Technology
doi:10.1016/j.fuproc.2015.08.028
Buku :
Anggayana, K. (2005). Diktat Kuliah TE-4211
Eksplorasi Batubara. Bandung: Teknik
Pertambangan ITB
Badan Pusat Statistik. (2018). Proyeksi Penduduk
Indonesia 2015-2045 Hasil SUPAS 2015.
Jakarta: BPS RI
Higman, Christopher (2008). Gasification ||
Introduction. 1–9. doi:10.1016/b978-0-7506-
8528-3.00001-8
Ozer, M. (2017). Integrated Gasification Combined
Cycle (IGCC) Technologies || Effect of coal
nature on the gasification process. 257–304.
doi:10.1016/B978-0-08-100167-7.00007-X
1
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Akselerasi Industri Pertambangan dalam Meningkatkan Nilai Tambah Mineral dan Batubara serta Mewujudkan Ketahanan Energi Nasional yang Berwawasan Lingkungan
Perencanaan dan Operasi Tambang
Analisis Penanggulangan Coal Loss di Jalan Hauling PT XYZ dengan Sistem GPS Tracking & Weight Tracking Pada Dump Truck
Petra Adinda Tanaya Wiyadi[1], Timothy Thimanta Tarigan[2], Wasti Lumbantobing[3] [1]Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [2]Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan [3]Institut Teknologi Bandung/Teknik Pertambangan
ABSTRAK
Jarak jalan dari area penambangan menuju lokasi penyimpanan suatu tambang batubara pada umumnya cukup jauh. Oleh karena itu, pada perjalanan menuju lokasi penyimpanan terdapat banyak hal yang dapat menyebabkan coal loss atau kehilangan batubara, baik faktor kesengajaan maupun ketidaksengajaan. Jumlah kehilangan batubara akibat faktor kesengajaan umumnya relatif lebih signifikan daripada akibat ketidaksengajaan. Kehilangan dalam jumlah yang signifikan ini menyebabkan jumlah produksi batubara berkurang sehingga dapat berdampak pada keuntungan perusahaan. Salah satu faktor kesengajaan penyebab kehilangan batubara adalah pencurian batubara yang dilakukan di jalan hauling. Pada PT XYZ, kecurangan ini dilakukan oleh pegawai saat proses pengangkutan batubara, yang mana sejumlah batubara di dalam dump truck tersebut dijual secara pribadi kepada tengkulak yang berada di sepanjang jalan hauling. Untuk mengganti berat batubara yang diambil, pegawai tersebut menambahkan air pada dump truck agar beratnya sama dengan berat dump truck ketika keluar dari jembatan timbang menuju jalan hauling. Kecurangan ini dapat terjadi akibat minimnya pengawasan yang dilakukan terhadap kegiatan pengangkutan di sepanjang jalan hauling dikarenakan rentang jaraknya yang cukup jauh.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk meminimalkan terjadinya kehilangan batubara di jalan hauling yang disebabkan faktor kesengajaan tersebut sehingga dapat meningkatkan keuntungan yang diterima oleh perusahaan. Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengawasan secara real-time terhadap lokasi dan berat dari dump truck pengangkut batubara di sepanjang jalan hauling. Untuk mendeteksi lokasi dari dump truck, penulis memiliki ide untuk menerapkan GPS Tracking. GPS (Global Positioning System) Tracking adalah sistem GPS yang memanfaatkan sistem satelit, yang mana kita bisa melakukan pengecekan lokasi kendaraan secara real-time dengan menggunakan sebuah server. GPS Tracking ini memanfaatkan fungsi dari GPS dan Google Maps yang biasa kita gunakan sehari-hari. Dengan memanfaatkan sistem tersebut, dapat diperoleh data lokasi kendaraan berupa koordinat pada server. Sedangkan untuk mendeteksi berat dari dump truck tersebut secara real-time dapat digunakan weight tracking. Sistem weight tracking ini merupakan sistem peninjauan berat muatan dump truck dengan menggunakan sensor load cell. Data yang didapatkan melalui sensor tersebut akan ditampilkan pada server. Dengan data real-time koordinat dan berat dump truck yang diperoleh dapat dilakukan pengecekan dan pengawasan secara berkala dengan mudah terhadap lokasi dan berat dump truck. Melalui penelitian ini diharapkan bahwa kejadian kehilangan batubara akibat faktor kesengajaan ini bisa diatasi. Tentunya usaha tersebut diimbangi dengan penelitian sehingga diperoleh sistem yang memudahkan pengawasan yang bisa dilakukan dimana saja secara real-time. Kata Kunci: Coal Loss, Jalan Hauling, Dump Truck, GPS Tracking, Weight Tracking
1.PENDAHULUAN Pertambangan merupakan industri yang
sangat kompleks dengan biaya yang cukup besar. Alat transportasi merupakan parameter penting yang mendukung produktivitas pertambangan dan salah satu transportasi yang digunakan adalah dump truck. Dump truck ini digunakan untuk memindahkan atau mengangkut batubara dan tanah penimbun ke tempat lain. Karena dump truck merupakan parameter penting dan biayanya relatif mahal, maka
diperlukan suatu pengawasan dan manajemen yang baik dalam menggunakan alat tersebut.
Dalam penelitian ini, kami melakukan pengamatan untuk dump truck yang sedang mengangkut batubara menuju stockpile sebelum batubara tersebut dipasarkan. Umumnya lokasi stockpile dari front tambang sangat jauh, sekitar sepuluh kilometer. Oleh karena itu minim pengawasan saat dump truck menempuh perjalanan
2
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
dari front tambang menuju stockpile sehingga terdapat batubara yang hilang baik secara sengaja maupun tidak sengaja. Hilangnya batubara tersebut dapat menyebabkan kerugian pada perusahaan. Di beberapa tempat, keadaan ini dimanfaatkan oleh oknum tertentu untuk menjual batubara di tengkulak yang berada di sepanjang jalan tersebut.
Oleh karena itu diperlukan suatu alat untuk mendeteksi pergerakan dump truck dan berapa jumlah batubara yang diangkut pada dump truck sejak keluar dari front tambang menuju stockpile tersebut. Untuk mendeteksi pergerakannya, alat tersebut menerapkan teknologi informasi dan telekomunikasi yaitu GPS Tracker sebagai alat bantu navigasi. Dengan perangkat GPS, perusahaan dapat memperoleh informasi posisi dump truck dan bisa melakukan tracking rute yang telah dilalui. Sedangkan untuk mendeteksi berat batubaranya digunakan sistem load cell. Harapannya, melalui sistem ini kejadian coal loss secara disengaja dapat berkurang sehingga perusahaan mendapatkan keuntungan lebih maksimal.
2. TEORI DASAR 2.1. Global Positioning System
Global Positioning System merupakan sistem yang berfungsi untuk menunjukkan lokasi sebuah benda dengan menggunakan sinyal satelit, contohnya mengetahui lokasi kendaraan dengan menggunakan bantuan sinkronisasi dengan sinyal satelit. GPS Tracker menggunakan teknologi AVL (Automated Vehicle Locater) dimana dapat melacak lokasi kendaraan tersebut secara real time. Teknologi ini merupakan kolaborasi teknologi GPS dan GSM untuk menentukan koordinat objek. Setelah itu, koordinat tersebut dapat dipresentasikan dalam bentuk peta digital (Romansyah, A. 2015).
GPS memanfaatkan General Packet Radio Service dan Google Maps. General Packet Radio Service (GPRS) merupakan paket komunikasi data yang bergerak pada layanan GSM. GPRS memiliki berbagai jenis layanan seperti Short Message Service (SMS), Multimedia Messaging Service (MMS), Wireles Aplication Protocol (WAP), dan untuk layanan data seperti email dan World Wide Web (www). Sedangkan Google Maps adalah peta online yang bisa diakses dimanapun secara gratis yang menyediakan lokasi dan gambar satelit yang dapat diintegrasikan di dalam sistem yang sebelumnya telah terdaftar. Google Maps API (Aplication Program Interface) merupakan layanan untuk mengintegrasikan Google Maps pada halaman situs yang dikembangkan secara mandiri. API dapat menyediakan fungsi-fungsi untuk
memanipulasi peta dan menambahkan konten pada peta. Layanan ini dikembangkan dalam beberapa versi seperti Javascript dan Flash (Widyantara, I. M. O. 2015).
Dengan perkembangan teknologi yang semakin maju, pengguna kini mampu memantau secara langsung ataupun mengoperasikan kendaran dari jarak jauh. Karena memiliki banyak fungsi dan kemudahan dalam penggunaannya, maka teknologi ini mulai banyak dimanfaatkan dalam berbagai industri dimana salah satunya adalah industri pertambangan. Penggunaan GPS Tracking di industri pertambangan banyak digunakan di beberapa kendaraan hauling, yaitu Dump Truck, Excavator, dan Hauler Dump.
Batubara yang diangkut pada dump truck tidak hanya rawan dicuri, melainkan pengangkutan material melebihi kapasitas dapat menjadi penyebab kecelakaan. Bila terjadi kecelakaan, tentunya harus ada bukti kuat yang menjadi alasan mengapa kendaraan bisa sampai celaka dan proses pengecekan tersebut dapat menghambat produktivitas penambangan batubara tersebut. Penggunaan GPS Tracking dengan fitur perekam pada dump truck merupakan salah satu solusi jika mencari bukti bila terjadi kecelakaan. Fitur lain, seperti SOS yang dapat mengirimkan peringatan darurat dari sopir ke kantor pusat, juga bisa dimanfaatkan ketika dump truck mengalami kecelakaan agar perusahaan dapat mengetahui secara real time kejadian tersebut. Manajemen armada pengangkutan yang kurang baik juga menyebabkan terjadinya penyalahgunaan, seperti pengangkutan material untuk dikirim ke tempat lain tanpa sepengetahuan perusahaan yang tentunya merugikan. 2.2. Weight Tracking
Dalam pengukuran berat pada truk digunakan suatu sensor bernama load cell. Load cell merupakan sensor yang dirancang untuk mendeteksi tekanan atau berat sebuah beban. Pada load cell, terdapat empat kabel dengan warna dan fungsi yang berbeda-beda. Kabel merah digunakan untuk input tegangan sensor, kabel hitam digunakan untuk input ground sensor, kabel hijau digunakan untuk output positif sensor, dan kabel putih digunakan untuk output ground sensor (Fauzi, N. A. 2015).
3
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Gambar 2.2.1. Load Cell
Kapasitas yang dimiliki load cell ini sangat beragam, mulai dari dalam satuan kilogram hingga satuan ton. Load cell yang digunakan dalam mendeteksi berat batubara yang diangkut memiliki kapasitas 10 - 50 ton dengan bahan dasar besi baja stainless steel yang dilas dan ditutup sehingga kedap udara. Hal ini ditujukan agar load cell tidak berkarat dan terlindung dari tegangan listrik tinggi.
Load cell menggunakan prinsip tekanan dan Jembatan Wheatstone. Selama proses penimbangan akan terjadi reaksi terhadap elemen logam pada load cell sehingga menimbulkan gaya elastis. Gaya yang ditimbulkan oleh regangan ini dikonversi ke dalam sinyal elektrik oleh pengukur regangan (strain gauge) yang terpasang pada load cell. Strain gauge ini berfungsi sebagai sensor untuk mengukur berat benda atau batang dalam ukuran besar.
Sedangkan untuk mengirimkan data load cell pada aplikasi yang digunakan oleh pengguna perlu diberi rangkaian tambahan. Modul yang digunakan untuk mengirimkan data adalah modul HX711. Modul HX711 merupakan modul amplifier (penguat sinyal) untuk menangkap sinyal analog dari sensor load cell yang kemudian diubah menjadi sinyal digital. Kemudian digunakan juga arduino uno yang merupakan mikrokontroler yang berfungsi untuk membaca output besar berat yang dikirimkan melalui sensor load cell. Untuk proses penyimpanan data pada database digunakan ethernet shield sehingga database tersebut dapat tersedia secara online (Ayuningtyas, N. 2018).
3. HASIL DAN PEMBAHASAN 3.1. Global Positioning System (GPS) Tracking
Aplikasi GPS Tracking pada dump truck pengangkut batubara dibuat untuk mengawasi setiap dump truck dalam proses pengangkutan batubara dari tambang ke stockpile. Berikut adalah skema sistem perancangan dari proses GPS Tracking pada dump truck pengangkut batubara.
Gambar 3.1.1 Sistem Perancangan GPS Tracking
Pada aplikasi client-server ini, proses pengiriman data dari client menggunakan aplikasi yang mengirimkan data ke server, kemudian data-data tersebut dipindai serta ditampilkan ke dalam peta digital untuk dipantau menggunakan web server. Informasi yang didapat dari aplikasi server yaitu informasi berupa letak posisi truk, data truk dan sopir, dan data lintasan kendaraan. Aplikasi yang akan dibangun merupakan sistem aplikasi yang berjalan pada sistem operasi Android.
Model dalam aplikasi ini menggunakan GPS Tracker type TR06 yang terpasang pada dump truck. GPS Tracker mendapatkan koordinat-koordinat dari satelit GPS. Untuk mengirimkan data koordinat ke server GPS, perangkat GPS Tracker pada kendaraan dipasang simcard GSM untuk mengaktifkan layanan GPRS. Dengan mode ini, data dapat dikirimkan sebagai paket data pada jaringan internet. Selanjutnya, server GPS akan merekonstruksi data yang diterima dari GPS Tracker untuk diproses menjadi informasi lokasi. 3.2. Weight System Tracking
Berikut adalah sistem perancangan dari pengukuran berat pada dump truck pengangkut batubara.
Gambar 3.2.1. Diagram Alur Pengukuran Berat
Bak Dump Truck dengan Sistem Weight Tracking
Mulai
Sensor load cell mendeteksi berat pada bak dump truck
Modul HX711 menangkap dan mengubah tegangan digital menjadi tegangan analog
Arduino Uno membaca output besar berat yang dikirimkan
Besar berat per satuan waktu tertampil dalam
bentuk grafik
Selesai
4
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Terdapat tiga langkah utama dalam sistem weight tracking ini, yaitu input data, processing, dan output. Input data merupakan proses dimana load cell mendeteksi berat pada bak dump truck kemudian menghasilkan nilai berat dalam tegangan digital. Kemudian processing merupakan proses pengubahan tegangan digital menjadi tegangan analog oleh modul HX711. Tegangan analog tersebut dibaca oleh arduino uno dan menjadi hasil dari output. Terakhir, bagian output menampilkan hasil olahan data yang dilakukan oleh mikrokontroler sehingga dapat tertampilkan grafik rekaman berat pada bak dump truck per satuan waktu. Grafik tersebut merupakan bahan dari perusahaan untuk memonitor berat batubara yang sedang diangkut oleh dump truck. Selain itu, dibutuhkan ethernet shield untuk menyimpan data dalam database online.
Pembacaan berat pada bak dump truck memanfaatkan prinsip Jembatan Wheatstone dengan contoh sebagai berikut.
Gambar 3.2.2. Contoh Rangkaian Jembatan
Wheatstone Pada Gambar 3.2.2 menunjukkan rangkaian Jembatan Wheatstone dalam kondisi normal. Penjumlahan arus tegangan antara R1 dan R3 memiliki besar yang sama dengan penjumlahan arus yang mengalir di R2 dan R4 karena semua resistor sama dan tidak ada perbedaan tegangan. Jika rangkaian tersebut diberi beban, maka terjadi perubahan nilai resistansi menjadi penjumlahan arus tegangan R1 dan R4 besarnya sama dengan penjumlahan R2 dan R3. Hal ini menyebabkan sensor load cell dalam keadaan tidak seimbang sehingga terdapat beda potensial, dimana beda potensial ini menjadi output. Nilai resitansi R1 dan R3 akan turun, sedangkan nilai resistansi R2 dan R4 akan naik. Untuk menghitung tegangan output tersebut maka formula yang digunakan adalah sebagai berikut.
𝑉𝑉𝑉𝑉 = �𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑥𝑥 �𝑅𝑅1
𝑅𝑅1 + 𝑅𝑅4�� − �𝑉𝑉𝑉𝑉 𝑥𝑥 �
𝑅𝑅2𝑅𝑅2 + 𝑅𝑅3
��
3.3. Aplikasi Dump Truck Monitoring
Hasil akhir penelitian yang dilakukan penulis adalah berupa aplikasi Dump Truck
Monitoring dengan konsep IoT (internet of things), dimana hasil GPS Tracking dan Weight Tracking dari Dump Truck ditransmisikan melalui jaringan ke perangkat Android untuk diawasi. Tampilan awal aplikasi merupakan halaman login dan register. Pada halaman ini terdapat form username dan password akun staff perusahaan, serta tombol login untuk masuk ke aplikasi.
Gambar 3.3.1. Tampilan Awal Dump Truck
Monitoring Setelah login, pada bagian atas aplikasi akan
terdapat monitoring map, dan pada bagian bawah terdapat tiga pilihan menu, yaitu Weight Tracking, GPS Tracking, dan Input Data.
Gambar 3.3.2. Tampilan Monitoring Map
5
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Monitoring maps adalah peta yang menunjukkan posisi semua dump truck yang sedang beroperasi pada peta jalur hauling ketika kita membuka aplikasi. Input data adalah halaman untuk memasukkan data dump truck yang ditransmisikan dengan konsep IoT. Pada halaman ini perlu memasukkan Contractor’s Name dan Nomor Dump Truck untuk memanggil data lewat jaringan.
Gambar 3.3.3. Halaman Input Data
Halaman Weight Tracking adalah halaman untuk memperoleh grafik weight tracking. Untuk memperoleh grafik, perlu diisi data dump truck yang diinginkan pada Gambar 3.3.4.
Gambar 3.3.4. Tampilan Input Weight Tracking
Kemudian dipilih search lalu diperoleh grafik weight tracking dengan time sebagai sumbu x dan
massa sebagai sumbu y, dimana satuan waktu dapat dipilih detik, menit, atau jam dan satuan massa dapat dipilih kilogram, atau ton.
Gambar 3.3.5. Tampilan Grafik Weight Tracking
Dengan menggunakan grafik weight tracking dapat dianalisa jika seandainya terdapat pengurangan berat batubara atau coal loss yang signifikan, dimana bisa jadi diakibatkan oleh kecurangan berupa pencurian batubara dari dump truck.
Kemudian pada halaman GPS Tracking kita bisa memperoleh peta jalur perjalanan dump truck dari tambang hingga stockpile. Untuk melihat GPS Tracking Maps sebelumnya perlu diisi halaman data dump truck seperti pada gambar 3.3.4.
Gambar 3.3.6. Tampilan GPS Tracking Map
6
PAPER COMPETITION Indonesian Student Mining Competition XIII
Kemudian dipilih search, lalu diperoleh GPS Tracking Maps. Dari peta dapat dilihat track atau jalur yang dilewati dump truck dari tambang hingga hingga stockpile. Dengan menggunakan GPS Tracking Maps dapat dianalisa jika terdapat dump truck yang track-nya keluar dari jalur hauling, dimana terdapat potensi kecurangan berupa pencurian batubara dari dump truck.
Jika terdapat pengurangan berat batubara yang signifikan dapat dilakukan analisa lokasi Dengan mencocokkan waktu terjadinya pengurangan berat batubara yang signifikan yang diperoleh dari grafik weight tracking dengan posisi dump truck pada waktu tersebut pada GPS Tracking. Aplikasi ini hanya merupakan aplikasi yang membantu untuk mengawasi batubara yang sedang dipindahkan dengan dump truck. Apabila terjadi kecurangan, perlu mendapat perhatian secara terpisah dari perusahaan yang bersangkutan. 4. KESIMPULAN 4.1. Aplikasi Dump Truck Monitoring dengan konsep IoT (internet of things) bisa diperoleh Monitoring Map, grafik Weight Tracking, dan GPS Tracking Map untuk menganalisa kemungkinan pencurian batubara di jalan hauling. 4.2. Dalam pembuatan grafik Weight Tracking digunakan suatu sensor bernama load cell yang mendeteksi berat pada bak dump truck yang kemudian diproses dari tegangan digital menjadi tegangan analog oleh modul HX711 dan dibaca oleh arduino uno sehingga menghasilkan grafik rekaman berat pada bak dump truck dalam bentuk grafik per satuan waktu. 4.3. GPS Tracking pada aplikasi memanfaatkan sistem dari Google Maps, GPS, dan GPRS yang sudah ada. Kartu GSM yang tertanam pada kendaraan akan mengirimkan titik lokasi dump truck tersebut dengan sistem GPRS. Lokasi tersebut diintegrasikan dengan Google Maps sehingga bisa didapat lokasi terkini dari dump truck tersebut. DAFTAR PUSTAKA Ayuningtyas, N. (2018). Sistem monitoring berat
pada alat pemilah sampah logam dan nonlogam dengan sensor berat (load cell) berbasis programmable logic controller (PLC). Universitas Diponegoro. 45-58.
Fauzi, N. A., Hapsari, G. I., dkk. (2015). Prototipe
sistem monitoring berat muatan truk. Universitas Telkom, 5(3), 2433.
Load Cell: (2021). Retrieved from https://www.jembatantimbangindonesia.com/load-cell/#page-content (Accessed 27 November 2021)
Memahami Sensor Berat Load Cell: (2018, June 7).
Retrieved from https://www.hmeftuntirta.com/2018/06/memahami-sensor-berat-load-cell/ (Accessed 27 November 2021)
Romansyah, A. (2015). Aplikasi sistem pelacakan
kinerja pengiriman pada truk pengangkut barang berbasis android. Universitas Muhammadiyah Surakarta, 6-9.
Widyantara, I. M. O., Warmayana, I. G. A. K., dkk.
(2015). Penerapan teknologi GPS tracker untuk identifikasi kondisi traffik jalan raya. Jurnal Teknologi Elektro, 14(1), 1-5.