manuscript bahasa benar3
TRANSCRIPT
How to Diagnose Low Back PainProperly
Dessy R EmrilMedical Faculty,Syiah Kuala University
Pendahuluan
Penyebab nyeri pinggang bawah sangat kompleks dan
banyak struktur yang dapat menjadi sumber nyeri.
Kebanyakan pasien nyeri punggung bawah dapat disembuhkan
dalam 2 - 4 minggu. Nyeri punggung bawah akut (< 6
minggu) biasanya akan membaik dengan sendirinya dalam
beberapa minggu, meskipun kekambuhan sering terjadi dan
gejala-gejala awal akan muncul beberapa tahun setelah
episode awal.1
Penderita nyeri pinggang yang mempunyai dasar mekanik
yaitu sebanyak 90%. Nyeri pinggang bawah mekanik
(mechanical low back pain) didefinisikan sebagai nyeri
pinggang pada struktur anatomi normal yang digunakan
secara berlebihan (muscle strain) atau nyeri sekunder
terhadap trauma atau deformitas, misalnya herniasi
nukleus pulposus (HNP). Sisanya sebesar 10% menunjukkan
keluhan penyakit sistemik, yang diperkirakan lebih dari
70 penyakit berhubungan dengan nyeri pinggang.2
Tujuan dan Prinsip Penanganan Nyeri Pinggang Bawah (NPB)
Penatalaksanaan NPB bertujuan untuk: menghilangkan
atau mengurangi intensitas nyeri, mengembalikan
mobilitas, mempercepat pemulihan sehingga pasien kembali
ke aktifitas sehari-hari secepat mungkin, mencegah
terjadinya nyeri kronik dan berulang (NPB akut kurang
dari 6 minggu, subakut antara 6 minggu sampai dengan 3
bulan, kronik lebih dari 3 bulan), mengembalikan dan
mempertahankan kebebasan dan kenyamanan fisik dan
finansial.3
Faktor Risiko
Beberapa faktor risiko nyeri pinggang bawah termasuk
di antaranya pekerjaan dan kejiwaan. Contoh faktor risiko
pekerjaan dan posisi tubuh seperti, mengangkat beban di
luar batas kemampuan atau pada posisi yang tidak tepat.
Nyeri pinggang dapat pula berkaitan dengan berbagai
kondisi kejiwaan atau psikologis, seperti neurosis,
histeria, serta reaksi konversi. Sementara itu, depresi
sering pula timbul sebagai komplikasi nyeri pinggang
kronik.2
Faktor risiko yang terdapat pada pasien low back pain
dapat ditelusuri melalui anamnesis yang merupakan langkah
penting dalam evaluasi awal penderita nyeri pinggang
bawah. Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas
pasien yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan,
serta berat badan. Informasi penting ini dapat
mengarahkan dalam menentukan penyebab potensial nyeri
pinggang bawah, serta menegakkan diagnosis.2 Faktor risiko
low back pain dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.4
Tabel 1 Faktor-faktor Risiko Nyeri Pinggang Bawah (NPB)
Faktor Demografi
Usia
Gender/Jenis Kelamin
Status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan
Faktor Kesehatan
Indeks Massa Tubuh (IMT)
Merokok
Status kesehatan umum
Faktor Pekerjaan
Aktivitas fisik, seperti membungkuk, mengangkat, atau memutar
Pekerjaan yang monoton
Ketidakpuasan terhadap pekerjaan
Faktor psikologis
Depresi
Faktor Anatomi Spinal
Variasi anatomis
Abnormalitas pada imaging
Sumber: (Rubin, 2007)
Indeks Massa Tubuh
Individu yang memiliki berat badan berlebih berisiko
mengalami nyeri pinggang bawah lebih besar, karena beban
pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga
dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang bawah.
Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh
sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior
untuk mengangkat beban tubuh.
Obesitas merupakan faktor independen dari
perkembangan nyeri pinggang dan disabilitas yang
disebabkan oleh nyeri.Sebuah penelitian pada dewasa muda
di Finlandia menunjukkan hubungan antara obesitas dan
prevalensi low back pain. Obesitas abdominal dalam
populasi yang lebih muda dapat meningkatkan risiko low
back pain pada wanita.5
Pekerjaan dan aktivitas fisik
Pekerjaan berat dan kasar dianggap sebagai penyebab
nyeri pada lebih dari 60% penderita low back pain.
Pekerjaan yang berhubungan dengan mengangkat, menarik,
mendorong, terpeleset, duduk terlalu lama, terpapar
vibrasi lama terutama menyebabkan low back pain. Selain
itu, para pekerja yang mengeluh pekerjaannya membosankan,
berulang, atau tidak memuaskan, lebih sering menderita
low back pain Beberapa aktivitas berat seperti bekerja
dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari dan
melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton
lebih dari 2 jam dalam sehari dapat pula meningkatkan
risiko timbulnya nyeri pinggang.6
Hasil studi epidemiologi menemukan bahwa aktivitas
fisik berulang dapat menghasilkan stres kumulatif pada
vertebra dan mengarah pada perkembangan low back pain.
Kegiatan atletik atau maneuver fisik berulang yang
terjadi pada pekerjaan yang membutuhkan kerja manual
dianggap mempengaruhi individu untuk mengalami low back
pain.7
Sebuah review sistematis yang menilai faktor risiko
low back pain terkait aktivitas dan pekerjaan menjelaskan
terdapat bukti kuat bahwa pengangkatan beban secara
manual, posisi kerja membungkuk dan memutar, dan getaran
seluruh tubuh sebagai factor risiko low back pain. Bukti
tersebut cukup kuat pada faktor mengangkat danpekerjaan
fisikyang berat.8
Merokok
Merokok merupakan faktor risiko yang independen pada
nyeri pinggang.2 Dalam studi kohort pada remaja, ditemukan
bahwa para perokok memiliki kemungkinan lebih besar untuk
berkembang menjadi low back pain.9 Merokok harian
meningkatkan risiko low back pain dan efek ini tampaknya
tergantung dosis. Hubungan antara merokok harian dan
risiko low back pain kronis sangat kuat terutama pada
individu yang lebih muda. Prevalensi low back pain
meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah paket,
dosis, dan lamanya waktu seorang individu merokok.10
Riwayat Cedera Pinggang Bawah
Prevalensi penderita low back pain yang memiliki
riwayat cedera pinggang bawah terkait pekerjaan yaitu
sebesar 38%, dalam hal ini individu yang lebih muda
diketahui lebih sering mengalami low back pain grade I.11
Studi lainnya menjelaskan bahwa hampir semua pasien low
back pain memiliki riwayat cedera baik dalam kecelakaan
kendaraan bermotor (63,4%) ataujatuhdariketinggian yaitu
sebesar 27,3% .12
Sebuah studi menunjukkan terdapat hubungan antara
riwayat cedera pinggang bawah dengan peningkatan
keparahan prevalensi nyeri pinggang bawah pada populasi
umum. Cedera pinggang bawah yang berhubungan dengan
pekerjaan di masa lalu mungkin merupakan faktor risiko
yang sangat penting bagi timbulnya episode nyeri pinggang
di masa depan dan terjadinya disabilitas pada populasi
umum.11
Studi lainnya oleh Hurwitz dan Morgenstern juga
melaporkan bahwa riwayat trauma pinggang bawah memiliki
kaitan erat dengan disabilitas pinggang kronis yang
dialami responden di Amerika.13 Namun studi Haris et al.
menemukan bahwa kejadian low back pain setelah trauma
mayor tidak berhubungan dengan derajat keparahan cedera,
seperti Injury Severity Score (ISS) atau adanya fraktur
spinal, serta tidak pula berkorelasi dengan jangka waktu
semenjak terjadinya cedera.12
Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi merupakan kedudukan seseorang
dalam suatu rangkaian strata yang tersusun secara
hirarkis yang merupakan kesatuan tertimbang dalam hal-hal
yang menjadi nilai dalam masyarakat yang biasanya dikenal
sebagai previlese berupa kekayaan, serta pendapatan, dan
prestise berupa status, gaya hidup dan kekuasaan.
Status sosial ekonomi rendah berhubungan dengan
disabilitas yang disebabkan oleh nyeri pinggang.14
Sementara itu, latar belakang sosial yang baik dapat
menjadi efek proteksi terhadap low back pain persisten.15
Level sosial ekonomi dianggap berhubungan erat dengan
prevalensi nyeri pinggang bawah. Beberapa mekanisme yang
dapat menjelaskan hubungan antara status pendidikan
rendah dan nyeri pinggang seperti, adanya hubungan
langsung antara pendidikan dan status sosial ekonomi,
karena jumlah pendidikan formal berkontribusi pada jenis
pekerjaan yang baik, dan jenis pekerjaan mempengaruhi
status sosial ekonomi mereka.4
Ukuran tinggi rendahnya status sosial ekonomi seorang
individu ditentukan oleh beberapa komponen yaitu tingkat
pendidikan, tingkat pekerjaan, dan tingkat pendapatan
seseorang.
Pendidikan
Jenis dan tinggi rendahnya pendidikan akan
mempengaruhi jenjang status sosial seseorang. Pendidikan
bukan sekedar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga
mengubah selera, minat, etika, dan cara bicara seseorang.
Tingkat pendidikan yang lebih rendah berhubungan
dengan disabilitas yang disebabkan oleh nyeri pinggang
bawah. Sebuah studi menemukan hubungan konsisten
peningkatan prevalensi nyeri pinggang dengan status
pendidikan rendah. Hasil studi Hestbaek et al. menjumpai
bahwa kejadian low back pain kurang menguntungkan pada
mereka yang memiliki status pendidikan rendah, dengan
outcome yang memburuk pada pasien. Pendidikan yang baik
dapat menjadi efek proteksi terhadap low back pain
persisten.15
Kejadian disabilitas meningkat sebesar 22-25 kali
lipat pada pasien yang memiliki ≤ 7 tahun pendidikan
dibandingkan dengan mereka yang memiliki gelar
sarjana. Selain itu, pasien yang memiliki tingkat
pendidikan yang rendah menunjukkan kesalahpahaman lebih
tentang nyeri pinggang dan disokong keyakinan yang
terkait dengan kemampuan lebih buruk untuk menyesuaikan
diri dengan nyeri kronis. 16
Pekerjaan
Sebuah hasil riset mengestimasi bahwa 37% kasus low
back pain di seluruh duniadisebabkan oleh faktor risiko
pekerjaan. Studi yang dilakukan oleh Hagen et al.
menyebutkan bahwa insiden disabilitas yang disebabkan
oleh nyeri pinggang bawah lebih tinggi 7-10 kali lipat
pada para pekerja yang tidak terampil dibandingkan dengan
pekerja-pekerja yang lebih terampil dan terlatih pada
kelas sosial yang lebih tinggi. 17
Jenis profesi, sepertisales, bagian administratif,
teknisi, bagian penyedia jasa, dan transportasi, lebih
mungkin berkaitan dengan low back pain daripada pekerjaan
professional lainnya.13 Beberapa jenis pekerjaan yang
dikelompokkan menurut tingkat risiko terjadinya stress
pada bagian vertebra berada pada risiko yang lebih
rendah, termasuk manajer, pekerja profesional, dan bagian
administrasi atau pekerja sales. Sementara profesi yang
berisiko lebih besar untuk mengalami keluhan low back
pain seperti operator, pekerja jasa, dan petani. 18
Pendapatan
Jika produktifitas tinggi maka penghasilan yang
diterima akan tinggi, atau jenis-jenis pekerjaan yang
berprestasi tinggi pada umumya memberikan penghasilan
yang tinggi pula.
Hestbaek et al. melakukan survei cross sectional dan
cohort pada remaja di Denmark untuk menilai apakah status
sosioekonomi orang tua pada remaja dapat memprediksikan
kejadian low back pain saat mereka dewasa. Mereka
menemukan suatu indikasi hubunganyang mungkin terdapat
antarafaktor sosial pada masa remaja yaitu pendapatan
orang tua dengan low back pain.15
Studi yang dilakukan oleh Annette et al. menyebutkan
bahwa low back pain berhubungan dengan status
sosioekonomi dan berhubungan pula dengan tingkat
pendapatan.19 Studi lainnya yang dilakukan pada pengemudi
di Malaysia menemukan bahwa pengemudi yang berpendapatan
rendah serta memiliki pendidikan rendah lebih sering
mengalami keluhan musculoskeletal disorders (MSD)
termasuk low back pain.20
Etiologi
Salah satu misteri besar dari nyeri pinggang bawah
(NBP) adalah etiologinya.Studi epidemiologi, anatomi,
biomekanik, dan patologi, hingga etiologi NBP menjelaskan
hubungan yang jelas antara faktor risiko atau jaringan
yang mengalami cedera dengan symptom yang muncul.
Kenyataannya telah dilakukan berbagai penelitian
untuk membuat teori dan hipotesis tentang penyebab nyeri
pinggang bawah (NPB). Eksplorasi terhadap etiologi NPB
sering kali dilakukan dengan melakukan identifikasi
terhadap faktor risiko yang diduga berkontribusi terhadap
munculnya NPB, dengan harapan hal tersebut dapat
memberikan informasi tentang sumber cedera yang
patognomonis. Hasil dari studi tersebut cukup baik, tapi
temuan yang diperoleh sering sulit untuk di
interpretasikan karena berbeda non spesifik dan terdapat
perbedaan pendapat yang mendasar antara klinisi dan
peneliti. .21
Banyak klasifikasi nyeri punggung bawah yang
ditemukan dalam literatur, tetapi tidak ada yang benar-
benar yang memuaskan.Masing-masing mempunyai kelebihan
dan kekurangan.Ada yang berdasarkan struktur anatomis
(nyeri punggung bawah primer, sekunder, referal, dan
psikosomatik), ada yang berdasarkan sumber nyeri
(viserogenik, neurogenik, vaskulogenik, spondilogenik,
dan psikogenik). Sangat beragamnya klasifikasi ini antara
lain karena banyaknya penyakit atau kelainan yang
menyebabkan nyeri punngung bawah.2
Sidharta (2008) telah membuat kerangka untuk dapat
menelusuri beberapa jenis nyeri pinggang bawah yang
tersusun secara sistematik.22
1. Nyeri punggung bawah traumatik, yang dapat dibagi
dalam:
a. Nyeri punggung bawah akibat trauma pada unsur
miofasial, dan
b. Nyeri punggung bawah akibat trauma pada komponen
keras susunan neuro-muskuloskeletal
2. Nyeri punggung bawah akibat proses degeneratif, yang
mencakup:
a. Spondilosis
b. Herniasi Nukleus Pulposus
c. Stenosis spinalis
d. Osteoartritis
3. Nyeri punggung bawah akibat penyakit inflamasi,
yaitu:
a. Artritis rheumatoid
b. Spondilitis angkilopoetika
4. Nyeri punggung bawah akibat gangguan metabolisme
(Nyeri punggung bawah osteoporotik)
5. Nyeri punggung bawah akibat neoplasma
6. Nyeri punggung bawah akibat kelainan kongenital
7. Nyeri punggung bawah sebagai nyeri alih
8. Nyeri punggung bawah akibat gangguan sirkulatorik
9. Nyeri punggung bawah psikoneurotik
Saat ini NPB lebih dilihat sebagai symptom daripada
sebagai diagnosis medis karena NPB dapat disebabkan oleh
kondisi selain dari masalah tulang belakang sebagai
contoh salah satu gejala pertama dari batu ginjal bisa
berupa NPB. Sebaliknya, pemeriksaan yang panjang untuk
mendapatkan diagnosis yang spesifik pada pasien yang
mengalami nyeri pinggang bawah dapat tidak memberikan
hasil karena input nosiseptif dapat ditimbulkan dari
lusinan struktur anatomi dan menghasilkan gejala yang
sama. Klinisi yang dihadapkan pada pasien yang menderita
NPB harus menerapkan prinsip yaitu seorang klinisi harus
sangat berhati-hati untuk menghindari kemungkinan
kesalahandiagnosis yang walaupun untuk penyakit yang
jarang terjadi, tapi berpotensi sebagai kondisi patologi
yang serius yang ditandai oleh nyeri pinggang bawah.21
Seorang klinisi harus mempergunakan bukti klinis
terbaik berdasarkan hasil penelitian dalam memilih metode
diagnostik untuk dapat menegakkan diagnosis kerja yang
tepat termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan khusus baik berupa radiologi diagnostik blok
diagnostik, facet joint atau sacro iliaca joint dan
pemeriksaan laboratorium. Dengan melakukan prosedur
diagnostik yang akurat dan bermanfaat maka kita dapat
memutuskan management yang tepat terhadap pasien.23
Prosedur Diagnostik Nyeri Pinggang bawah
Anamnesis
Sistem klasifikasi yang simpel dan praktis pada NPB
dapat dibagi menjadi 3 kategori; kondisi patologi spinal
yang spesifik, nyeri pinggang bawah non spesifik, dan
nyeri radikuler atau stenosis spinal. Prioritas pertama
dalam melakukan triage diagnosis selama menggali anamnesis
dari pasien adalah melakukan identifikasi terhadap
kondisi “red flags” dan adanya kemungkinan potensi
“yellow flags” .24 Red flags adalah gejala dan tanda yang
dapat meningkatkan kecurigaan kita terhadap kemungkinan
adanya suatu kondisi patologis spinal yang serius,
sedangkan yellow flags adalah faktor yang meningkatkan risiko
untuk berkembangnya kondisi nyeri kronik dan disabilitas
jangka panjang (Tabel 1 dan 2).24
Dugaan klinis selanjutnya dapat dikonfirmasi dengan
melakukan pemeriksaan lanjutan, namun sesungguhnya pada
poin ini tujuan utamanya adalah melakukan proses
skrining. Langkah berikutnya adalah melakukan
identifikasi terhadap pasien yang kemungkinan mengalami
nyeri radikuler. Distribusi dan pola nyeri yang
digambarkan oleh pasien seharusnya dapat membantu dugaan
klinis yang kemudian bila dikonfirmasi dengan melakukan
pemeriksaan fisik dapat menjadi dasar untuk melakukan
pemeriksaan yang lebih lanjut.
Table 2. Yellow flags
Sebuah review sistematik oleh Vroomen et al. terhadap
37 penelitian mengenai sciatica karena diherniasi diskus
melaporkan bahwa distribusi nyeri merupakan satu-satunya
poin anamnesis yang berguna. Direkomendasikan bahwa dalam
melakukan diagnosis menyeluruh, perhatian khusus
diberikan pada respon nyeri akibat batuk, bersin,
peregangan, rasa dingin pada kaki, dan inkontinensia
urin.25
Pada kasus kecurigaan malignansi maka kombinasi
faktor usia> 50 tahun, riwayat menderita kanker
sebelumnya, penurunan berat badan yang tidak bisa
dijelaskan, dan tidak adanya perbaikan setelah satu bulan
timbulnya nyeri dilaporkan memiliki sensitifitas 100%.15
Gambaran dan uji yang paling berguna dalam
mengidentifikasi suatu proses malignansi adalah riwayat
kanker, peningkatan LED, penurunan hematokrit, dan
pertimbangan klinis secara keseluruhan.
Penelitian lainnya yang pernah dilakukan terhadap
akurasi gejala dan tanda dalam diagnosis radikulopati,
spondylitis, dan kondisi patologi spinal yang serius
melaporkan bahwa tidak terdapat satupun uji yang memiliki
sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Nyeri pada
malam hari dan berkurangnya mobilitas kearah lateral
merupakan satu-satunya hal yang secara moderat
berhubungan dengan ankylosing spondylitis. Namun jika
anamnesis tersebut dikombinasikan dengan peningkatan LED
maka akurasi menjadi lebih meningkat untuk kemungkinan
kondisi patologis spinal yang serius.27
Kondisi red flags secara sendiri-sendiri tidak
memberikan makna yang signifikan terhadap kemungkinan
kondisi patologis yang serius, namun adanya red flags
multiple akan meningkatkan kecurigaan klinis dan menjadi
indikasi untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Meskipun
insiden red flags belum pernah di evaluasi secara
konprehensif namun insiden tumor spinal sangat rendah
yaitu 0,1% (praktek klinik) dan 0,7% (non akademik).28 Ini
berarti bahwa kemungkinan untuk terjadinya kesalahan
diagnosis terhadap suatu kondisi patologi yang serius
sangat rendah bahkan pada kasus yang tidak memiliki
kondisi red flags dengan penilaian klinik yang sangat hati-
hati, kondisi patologis spinal yang serius yang
terdeteksi dalam pemeriksaan radiologi hanya 1 kasus dari
2500 pasien.29
Dalam anamnesis juga harus dilakukan penilaian
terhadap faktor risiko psikososial yang dapat menjadi
prediktor untuk nyeri kronik dan disabilitas jangka
panjang.30
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan yang baik dapat memberikan informasi
yang penting tentang penyebab dan derajat nyeri
pinggang.Pemeriksaan yang dilakukan berupa berupa
inspeksi, palpasi, rentang gerak, serta pemeriksaan
neurologi yang rinci.
Rentang gerak (ROM) lumbal normal adalah ekstensi
150, fleksi 400 , dan rotasi lateral 400 .Penilaian
dilakukan terhadap kekuatan otot, proprioseptif dan
sensasi raba tekan pada setiap dermatom, refleks, tanda
babinski dan klonus.
Pemeriksaan SLR dan kros SLR biasanya memberikan
hasil positif pada kebanyakan pasien dengan herniasi
discus lumbal bawah. Femoral stretch biasanya positif
pada hernasi discus lumbal atas (L2-L3, L3-L4). Dalam
pemeriksaan ini pasien berada pada posisi pronasi dan
lutut di ekstensikan perlahan dari posisi ekstensi.Nyeri
yang manjalar sepanjang bagian anterior dari paha
menunjukkan hasil yang positif. Pemeriksaan pinggang
harus disertai dengan pemeriksaan terhadap sendi pinggul
dan sendi sacroiliaca, karena nyeri bisa saja merupakan
symptom referal dari berbagai kondisi patologi pada
sendi.
Pemeriksaan Neurologi pada NPB
Pemeriksaaan defisit neurologi membutuhkan riwayat
adanya kelemahan otot, gangguan keseimbangan, parastesi,
kebas, nyeri radiculer, dan gangguan miksi atau defekasi.
Pemeriksaan neurologi meliputi kekuatan otot, evaluasi,
sensasi senbilitas dan refleks, dan analisa gait (Tabel )
Tabel 3 Pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengankompresi radiks
Adapted from Atlas SJ, Deyo RA. Evaluating and managing acute low back pain in the primary care setting.J Gen Intern Med 2001; 16:120–131
Radikulopati
Melakukan deteksi dan lokasi penyebab radikulopati
akan membantu diagnosis. Pada herniasi discus L3-L4
terdapat nyeri dan parastesi dengan kebas dan hipoagesia
pada bagian paha anteromedial dan lutut. Pada herniasi
discus L4-L5 yang biasanya melibatkan radiks L5 akan
dijumpai klinis berupa kebas atau parastesi pada bagian
antero lateral tungkai bawah, ibu jari, dan bagian medial
kaki. Sedangkan pada L5-L1 disherniasi discus bisa
dijumpai kebas dan hipoagesia pada jari kelima lateral
kaki, tumit, dan bagian postero lateral tungkai dan paha.
Gait.
Observasi terhadap cara berjalan pasienperlu
dilakukan untuk menilai adanya asimetrikal atau
antalgik.31 Juga perlu diperhatikan foot drop yang
menunjukkan adanya masalah yang serius pada L5
radikulopati.
Sciatica atau sindrom kompresi radiks lainnya
Sciatica merupakan istilah umum yang digunakan
sebagai tanda dari adanya manifestasi iritasi radiks
berupa sensasi nyeri yang tajam atau seperti terbakar
menjalar ke bagian posterior atau lateral dari tungkai
biasanya hingga ke kaki atau pergelangan kaki dan sering
disertai oleh kebas atau parastesi. Nyeri terkadang
diperberat oleh batuk, bersin atau manuver valsava.
Sciatica paling sering dijumpai pada herniasi discus
lumbal, sindrom cauda equina, dan stenosis spinal.3
Herniasi Diskus
Pada pasien dengan nyeri pinggang dan tungkai, maka
riwayat yang tipikal untuk sciatica (nyeri pinggang dan
tungkai pada distribusi radiks lumbal) memiliki
sensitifitas yang tinggi tapi spesifisitasnya rendah
untuk kasus herniasi discus. Lebih dari 90% kasus
herniasi discus symptomatis terjadi pada level L4/5 dan
L5/1. Pemeriksaan yang detail terhadap straight-leg-raise
test (SLR) dan pemeriksaan neurologi berupa refleks dan
kekuatan otot (Tabel 3) serta distribusi gejala sensoris
harus dilakukan untuk menilai adanya disfungsi radiks
saraf dan keparahannya.SLR positif (nyeri pada posisi
elevasi tugkai 30-70 derajat) memiliki sensitifitas yang
relatif tinggi (91%; 95% CI, 82%-84%) tapi
spesifisitasnya hanya 26% (CI, 16% -38%) untuk diagnosis
disherniasi discus. Sebaliknya, crossed SLR lebih spesifik
(88%; CI, 86%-90%) tapi sensitifitasnya hanya 29% (CI,
24%-34%).32
Hancock et al melakukan penelitian tentang akurasi
diagnostik berbagai pemeriksaan untuk mengidentifikasi
nyeri pinggang yang bersumber dari kelainan discus,
seperti hasil MRI, fenomena sentralisasi, respon terhadap
uji vibrasi, hasil USG, foto polos, pain drawings, dan
hasil dari pemeriksaan fisik serta anamnesis. Dilaporkan
bahwa fenomena sentralisasi merupakan satu-satunya
gambaran klinis yang meningkatkan kemungkinan bahwa yang
menjadi sumber nyeri adalah discus sedangkan tidak
dijumpainya degenarasi discus pada MRi menjadi satu-
satunya pemeriksaan yang menurunkan kemungkinan
tersebut.33
Stenosis Spinal
Lebih dari 20% orang berumur >60 tahun memiliki
gambaran radiologi berupa stenosis canalis lumbalis,
meskipun tanpa gejala nyeri pinggang (Jensen 1994).Karena
itu, diagnosis stenosis spinalis sebagai penyebab NPB
harus didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Riwayat klasik dari spinal stenosis adalah neurogenic
claudication(pseudoclaudication), berupa nyeri yang pada
tungkai setelah berjalan atau berdiri lama yang berkurang
bila duduk. Bisa dijumpai keluhan defisit neurologi yang
bersifat sesaat. Fleksi lumbal akan memperlebar area
canalis spinalis sedangkan ekstensi akan mempersempitnya
sehingga, keluhan nyeri pada spinal stenosis akan
berkurang pada saat membungkuk kedepan. Nyeri biasanya
dirasakan pada bagian pinggang, bokong, atau paha yang
dicetuskan oleh posisi ekstensi yang lama.
Pada pemeriksaan neurologi, sekitar 50% pasien
dengan stenosis spinalis memiliki gangguan sensibilitas
getar, sensitifitas suhu, atau kekuatan otot. Radiks
saraf yang paling sering terlibat adalah L5 diikuti oleh
S1 dan L4. Sebagian pasien mengalami gangguan
keseimbangan (wide-based gait or Romberg sign), terutama pada
pasien-pasien kronik (pseudocereberal presentatation)
Pasien dengan osteoarthritis sendi pinggul bilateral
dapat mengalami gejala yang sama berupa nyeri bokong atau
paha yang dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis
diatas. Rotasi sendi pinggul pada pasien dengan
osteoarthritis akan menimbulkan nyeri, tapi tidak pada
pasien dengan stenosis spinal. Jika kedua kondisi ini
dijumpai pada satu pasien maka injeksi steroid atau
lidokain pada sendi pinggul akan mengurangi nyeri yang
berhubungan dengan osteoarthritis sendi pinggul.3
Penelitian untuk membuktikan manfaat dari anamnesis
dan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi stenosis
lumbal jarang dilakukan.Gejala klinis berupa pseudo
klaudikafio dan nyeri yang menjalar ke tungkai hanya
memiliki sensitivity dan sensitifitas yang rendah.35
Perubahan symptom downhill treadmill berhubungan dengan
PLR yang tinggi (3,1) sedangkan untuk symptom berupa
nyeri yang hilang saat duduk memiliki nilai prediksi yang
rendah hingga tinggi.
Nyeri sendi Sakroiliaca
Hansen et al melakukan penelitian untuk menilai akurasi
diagnostik dari anamanesis dan pemeriksaan fisik terhadap
nyeri sendi sacroiliaca dengan konfirmasi blok anastesi
local.36 Dilakukan evaluasi terhadap uji provokasi seperti
distraction test, compression test, thigh thrust test, Patrick’s sign, dan
Gaenslen’s test. Bukti akurasi dari seluruh tes provokasi
tersebut dalam mendiagnosis nyeri SI joint terbatas.
Tidak ada tes manual tunggal yang terbukti bermanfaat
termasuk thight trust test. Namun kombinasi dari uji tersebut
dinilai bermanfaat.33
Gambar . Skema diagnosis SI joint pain menggunakan uji profokasiSumber: Laslett et al., 2005
Gambar 2.Tes provokasi nyeri SI joint
FABER - (Flexion, ABduction, External Rotation)This test applies tensile force on the anterior aspectof the SI joint. The patient lies supine as the examiner crosses the same side foot over theopposite side thigh. A force is steadily increased through the knee of the patient,exaggerating the motion of hip flexion, abduction, and external rotation.The pelvis isstabilized at the opposite ASIS with the hand of the examiner.
Thigh ThrustThis test applies anteroposterior shear stress on the SI joint. The patient lies supine withone hip flexed to 90 degrees. The examiner stands on the same side as the flexedleg. The examiner provides either a quick thrust or steadily increasing pressurethrough the line of the femur.The pelvis is stabilized at the sacrum or at theopposite ASIS with the hand of the examiner (not pictured).
CompressionThis applies lateral compression force across the SI joint.The patient is placed in a side-lying position, facing away from the examiner, with a pillow between the knees.Theexaminer places a downward pressure through the lateral aspect of the patient’s topside ASIS and pelvis, anterior to the greater trochanter.
Distraction This applies tensile forces on the anterior aspect of the joint. The patient lies supine andis asked to place their forearm behind their lumbar spine to support the naturallordosis (not pictured). A pillow is placed under the patients knees (not pictured).The examiner places their hands on the anterior and medial aspects of the patient’sASIS’s with arms crossed.A slow and steadily increasing pressure is placed through thearms and held.
Gaenslen This test applies torsional stress on the SI joints. The patient lies supine with the nearside leg hanging off the table. The patient is asked to hold the opposite side knee inflexion. The examiner applies an extension force to the near side thigh and a flexionforce to the opposite knee. The patient assists with opposite side hip flexion. Thisis performed bilaterally.
Telah dilakukan berbagai penelitian untuk
mengevaluasi akurasi injeksi sendi SI dalam mendiagnosis
nyeri SI joint. Disimpulkan bahwa terdapat bukti moderat
baik spesifisitas dan validitas injeksi SI joint dalam
mendiagnosis nyeri SI joint. Radiologi diagnostik tidak
terbukti akurat dalam mendiagnosis nyeri SI joint,
sedangkan Bones Scan mungkin bermanfaat dalam
mengidentifikasi SI joint sebagai sumber dari nyeri
pinggang bawah meskipun sensitifitasnya rendah.33
Nyeri sendi faset
Sendi faset memiliki serat saraf nosiseptor dari
ganglia simpatik dan parasimpatik yang dapat dirangsang
oleh tekanan lokal atau regangan pada kapsul.Reseptor
nosiseptif tipe IV ditemukan pada kapsul
fibrosus.Reseptor ini merupakan pleksus serabut saraf
yang tidak bermielin dan mekanoreseptor korpuskular tipe
I dan II. Ujung serabut saraf tidak bermielin tipe I dan
II bersifat mekanosensitif dan berfungsi memberikan
informasi propioseptif dan protektif ke sistem saraf
pusat.
Sendi faset juga dapat menyebabkan perangsangan
neuron akibat pelepasan mediator inflamasi secara alami
seperti substance P dan fosfolipase A2.Ujung saraf
perifer kemudiannya melepaskan mediator kimia seperti
bradikinin, serotonin, histamin dan prostaglandin yang
bersifat racun dan menyebabkan timbulnya nyeri. Substance
P juga terlibat karena dapat bereaksi langsung dengan
ujung serabut saraf atau secara tidak langsung melalui
vasodilatasi, ekstravasasi plasma dan pelepasan histamin.
Fosfolipase A2 menghidrolisis fosfolipid untuk
menghasilkan asam arakidonat yang menyebabkan reaksi
inflamasi, edema dan eksitasi nosiseptif yang
berkepanjangan.
Nyeri pada sendi faset dihubungkan dengan proses
degeneratif di mana sifat elastisitas kolagen sendi
semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Selain proses
degenerasi, hal lain yang bisa menimbulkan nyeri sendi
faset adalah:
1. Cedera tulang belakang
2. Fraktur
3. Robekan pada ligamentum
4. Gangguan diskus
Penyebab tersering nyeri sendi faset adalah karena
proses mekanik. Mengangkat beban berat pada posisi
membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu
mempertahankan posisi tulang belakang thoracal dan
lumbal, sehingga pada saat sendi faset lepas dan disertai
tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua
permukaan faset. Gesekan pada sendi faset yang terjadi
dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya
perubahan pada struktur sendi.Menurut Eisenstein et al.
perubahan yang paling sering terjadi adalah nekrosis
fokal pada seluruh ketebalan kartilago.39
Belum ada data yang menyebutkan angka prevalensi
nyeri sendi faset di dunia per tahun. Namun, nyeri sendi
facet merupakan penyebab terjadinya 15 hingga 40 % kasus
nyeri pinggang bawah kronik.
Menurut penelitian terhadap 500 penderita dengan
nyeri tulang belakang yang dilakukan oleh Manchikanti et
al., prevalensi nyeri sendi faset dengan nyeri servikal
kronik adalah 55%, nyeri torakal 42%, dan pada lumbal
31%.40
Untuk menegakkan diagnosa sindrom faset diperlukan
pemeriksaan yang sangat teliti dimulai dari anamnesa,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk
menyingkirkan kemungkinan diagnosa yang lain hal yang
pertama harus ditanyakan dalam anamnesis adalah
bagaimanakah sifat nyeri yang timbul. nyeri tajam,
menusuk dan berdenyut sering bersumber dari sendi, tulang
dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot.
Kemudian harus ditanyakan juga lokasi nyeri. Nyeri
biasanya dirasakan pada leher atau pinggang. Nyeri sendi
faset biasanya bersifat pseudoradikuler atau kurang
menjalar karena nyeri faset jarang melibatkan penekanan
pada radiks saraf spinal kecuali jika telah terjadi
hipertrofi sendi faset.41,42,43
Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa nyeri
sendi faset harus dilakukan dengan benar.Seperti yang
telah disebutkan di atas, nyeri belakang terutama pada
leher dan pinggang dapat disebabkan oleh berbagai
penyebab. Untuk mengetahui adanya iritasi pada bagian
lumbal akibat proses degenerasi dapat dilakukan tes ketuk
prosesus spinosus (Spinosus Process Tap Test). Tes ini
dapat mengidentifikasi adanya sindrom lumbalis.Pasien
diperiksa dalam posisi duduk dengan tulang belakang
sedikit fleksi.Pemeriksa kemudian mengetuk prosesus
spinosus tulang lumbal dan otot-otot disekitarnya dengan
menggunakan palu refleks. Nyeri lokal mengindikasikan
adanya iritasi pada segmen spinal akibat proses
degeneratif sedangkan nyeri radikuler mengindikasikan
adanya perubahan patologis pada diskus vertebralis.
Menurut Wilde et al., terdapat dua belas indikator yang
dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa nyeri sendi
faset yaitu hasil positif pada tes injeksi sendi faset,
nyeri belakang unilateral terlokalisasi, positif tes blok
cabang medial, nyeri tekan pada sendi faset atau prosesus
tranversus, nyeri dirasakan kurang menjalar, nyeri
berkurang dengan gerakan fleksi, dan jika ada nyeri alih
terasa di atas dari lutut.43
Hancock et al. melakukan penelitian terhadap akurasi
diagnostik nyeri sendi faset terhadap Revel’s kriteria,
didapatkan kesimpulan bahwa semua uji nyeri faset joint
tidak cukup valid untuk diterapkan.33 Sedangkan review
terhadap 17 studi yang mengevaluasi validitas,
prevalensi, dan rata-rata hasil positif palsu tindakan
blok faset joint menyimpulkan bahwa terdapat bukti yang
kuat bahwa facet joint medial–branch blok sebagai alat
diagnosis yang valid untuk nyeri pinggang yang berasal
dari sendi faset.38
Myofascial pain pada NPB
Nyeri pada otot dan rangka adalah merupakan penyebab
terbanyak yang mengakibatkan ketidaknyamanan pada
penderita. Nyeri otot rangka (myofascial pain) adalah suatu
keadaan dimana adanya nyeri pada otot dan rangka yang
ditandai oleh nyeri lokal dan nyeri alih yang terasa
sangat dalam dan sakit. Nyeri ini disebakan oleh titik
pencetus pada otot rangka di seluruh bagian tubuh. Angka
kejadian meningkat sesuai dengan usia. Peningkatan jumlah
penderita nyeri pada rangka dan otot, juga diakibatkan
oleh aktivitas sehari-hari.44
MFP merupakan penyebab utama dari nyeri otot dan
rangka dan memiliki prevalensi tertinggi dari pasien MFP
dengan nyeri muskuloskeletal. Salah satu jumlah penyebab
terbanyak adalah nyeri tulang belakang dan nyeri pada
leher. Dari hasil penelitian, 164 pasien mendatangi
klinik kesehatan dengan nyeri kepala kronik dan nyeri
leher yang telah diderita selama 6 bulan, 55% ditemukan
dengan diagnosis utama MFP.45
Secara umum, keluhan utama dari 30% pasien
disebabkan oleh MFP. Prevalensi dari pasien dengan MFP di
klinik pusat penatalaksanaan nyeri sangat tinggi. Dalam
penelitian yang dilakukan secara komprehensif pada pusat
nyeri terdapat 283 pasien, didapatkan MFP sebagai
diagnosa utama dalam 85% kasus nyeri. Dari 96 pasien
ditemukan 74% dari kasus dengan diagnosis utama MFP.45
Adanya iritasi saraf yang berlangsung lama akan
menurunkan ambang rangsang A dan C sehingga terjadi
hiperalgesia dan alodynia sehingga menimbulkan refleks
hiperaktivitas simpatis, kemudian terjadi vasokontriksi
kapiler dan terjadi gangguan sirkulasi. Oleh karena rasa
nyeri, umunya pasien enggan menggerakan bagian tersebut,
sehingga berada pada posisi imobilisasi yang
mengakibatkan adanya kontraktur. Terbentuk tau band dan
trigger point pada serabut saraf terjadi peningkatan
mekanisme refleks segmental seperti adanya spasme otot,
hiperaktivitas vasomotor, dan glandular, penurunan ambang
rangsang nyeri dan peningkatan kecepatan konduksi saraf
serta terjebaknya reseptor saraf tipe A dan C akibat
tekanan jaringan fibrous sehingga menimbulkna tanderness
lokal dan nyeri alih.46
Keadaan immobilisasi dari jaringan miofasial banyak
disebabkan misalnya oleh ergonomik kerja yang jelek,
dimana keadaan ini akan mencetuskan timbunan fibroblast
dan banyak kolagen membuat ikatan tali (cross link). Cross link
kolagen secra fisiologis timbul perlahan-lahan dan akan
menyebabkan tekanan dalam jaringan. Akibatnya akan
menurunkan jarak kritis pada area ini. Di samping itu
aliran darah pada area ini juga kan menurun bahkan hingga
titik iskemia sehingga mencetuskan nyeri.47
Tanda-tanda stress psikologis
Faktor psikososial dapat sangat mempengaruhi kondisi
nyeri dan disabilitas fungsional, yang dikenal dengan
nama yellow flags, merupakan prediktor yang lebih baik
terhadap keluaran pasien dibandingkan faktor fisik.48 .
Waddell et al. membuat lima kategori tanda nonorganic pada
pasien NPB:49
1. Nyeri yang tidak sesuai bersifat superfisial atau
pada banyak tempat
2. Nyeri yang distimulasi oleh penekanan axial melalui
penekanan kepala atau nyeri yang muncul pada rotasi
spinal
3. Tanda-tanda distraksi seperti hasil pemeriksaan yang
tidak konsisten antara SLR pada saat posisi duduk
dengan pada saat posisi berbaring
4. Problem regional dalam hal kekuatan dan sensasi yang
tidak berhubungan dengan pola persarafan radiks
saraf
5. Reaksi yang berlebihan selama pemeriksaan fisik
Jika dijumpai tiga dari lima kategori diatas, maka
hal tersebut menunjukkan adanya gangguan psikologis pada
pasien.49
Diagnostic imaging for low back pain
Kepentingan untuk dilakukan pemeriksaan imaging pada
penderita NPB selalu menjadi pertanyaan yang sulit untuk
dijawab. Klinisi sering ditempatkan pada posisi untuk
melakukan pemeriksaan imaging yang kadang tidak
diperlukan.
Sebuah penelitian metaanalisis terhadap 1804 pasien
(pada enam studi acak) dengan NPB akut dan subakut tanpa
gambaran klinis dan historis yang menunjukkan adanya
kondisi spesifik menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan
antara pasien yang menjalani pemerikaan pemeriksaan
imaging rutin lumbal (radiography, MRI, atau CT) dengan
pasien yang tidak menjalani pemeriksaan imaging tersebut
dalam hal intensitas nyeri, fungsi, kualitas hidup,
ataupun perbaikan rata rata kondisi klinisnya.50
Pemeriksaan imaging rutin juga tidak berhubungan dengan
manfaat psikologis yang didapatkaan meskipun selama ini
terdapat anggapan bahwa hal tersebut dapat menghilangkan
kecemasan pasien terhadap nyeri pinggangnya.51
Beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa
pemeriksaan imaging rutin tidak selalu bermanfaat.
Gambaran radiologi lumbal abnormal sering dijumpai pada
pasien tanpa keluhan NPB dan tidak erat kaitannya dengan
symptom nyeri pinggang.50 Sebuah systematic review melaporka
bahwa hubungan antara NPB dengan gambaran degenerasi
diskus pada radiologi memiliki OR 1.2 – 3.3, dan tidak
terdapat hubungan antara NPB dengan gambaran spondilosis
dan spondilolistesis. Pemeriksaan yang lebih spesifik
seperti MRI juga tidak memberikan nilai lebih dalam
evaluasi NPB yang menunjukkan bahwa meskipun pemeriksaan
radiologi khusus yang mampu mendeteksi abnormalitas yang
lebih kecilpun belum tentu bermanfaat karena abnormalitas
tersebut tidak berhubungan dengan klinis pasien.52
Dalam sebuah penelitian cross sectional, 36% pasien yang
asimtomatik umur >60 tahun memiliki gambaran herniasi
discus, 21% dengan spinal stenosis dan >90% memiliki
degenerasi discus atau bulging disc.53 Studi prospektif
lainnya melaporkan bahwa dijumpai abnormalitas radiologi
sebelum onset NPB, dimana kemudian 84% diantaranya tidak
mengalami perubahan atau perbaikan setelah timbul gejala
NPB. Ini berarti sangatlah penting untuk memahami bahwa
gambaran radiologi abnormal bukan berarti merupakan hal
yang bertanggung jawab terhadap gejala NPB yang muncul
( Gambar 3). Kebanyakan pasien dengan nyeri pinggang akut
dengan atau tanpa radikulopati mengalami perbaikan yang
bermakna terhadap nyeri dan fungsinya pada 4 minggu
pertama.
Gambar 3. Gambaran radiologi lumbal pada pasien normal. Herniasidiskus pada gambar A dijumpai pada 25-50% pasien tanpa NPB(asimtomatic): ektrusi material diskus dijumpai pada 1- 18% kasus.Degenerasi diskus seperti pada gambar B meningkat sesuai pertambahanumur dan dijumpai pada 25 – 75% kasus asimtomatik. Perubahan signalpada vertebral end plate( gambar C) ditemui pada 10% kasus tanpa NPB. GambarD menunjukkan signal terang pada anular diskus sebagai tandaperubahan degenerative yang bisa dijumpai pada 14 – 33% pasiemasimtomatik. Meskipun gambaran abnormal tersebut prevalensinya cukuptinggi pada pasien normal, namun temuan ini sering dianggap sebagaipenyebab yang serius dan ditangani dengan tindakan operasi sepertifusi spinal dll.
Pemeriksaan radiologi rutin tidak banyak memberikan
efek terhadap perbaikan klinis karena hasil dari
pemeriksaan tersebut jarang mempengaruhi rencana
penatalaksanaan pasien.Perlu diketahui bahwa rata-rata
radiasi yang dipancarkan pada saat pemeriksaan radiologi
lumbal 75 kali lebih tinggi daripada pemeriksaan
radiologi dada.54 Bahkan hasil pemeriksaan radiologi yang
tidak relevan dengan gejala klinis dapat menghambat
proses penyembuhan karena pasien menjadi lebih khawatir
dan terlalu fokus terhadap nyeri pinggangnya yang
sebetulnya hanya bersifat minor, sehingga tidak jarang
pasien menghindari latihan atau aktivitas lain yang
direkomendasikan karena ketakutan akan menyebabkan
kerusakan saraf.55
Tidak jarang adanya gambaran radiologi abnormal
dijadikan sebagai target tindakan operasi atau intervensi
lainnya, meskipun penyebab NPB yang sebenarnya sulit
ditegakkan.56 Alasan yang paling sering bagi pasien untuk
melakukan kontrol ulang pada dokter adalah karena
menginginkan pemeriksaan diagnostic seperti pemeriksaan
radiologi, menunjukkan bahwa pasien mempercayai bahwa
pemeriksaan tersebut penting untuk dilakukan.Bahkan
sepertiga pasien nyeri pinggang akut menjalani
pemeriksaan MRI karena pasien menginginkannya meskipun
dokter telah menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut tidak
penting.57 Satu hal yang menarik adanya kenyatan bahwa
permintaan pemeriksaan radiologi oleh seorang dokter
dilakukan lebih karena dokter tersebut tidak punya banyak
waktu sehingga melakukan pemeriksaan radiologi dianggap
lebih menyingkat waktu dibandingkan dengan menjelaskan
kepada pasien penting atau tidaknya pemeriksaan tersebut.
Pada kasus tertentu pemeriksaan radiologi
direkomendasikan untuk segera dilakukan guna mencegah
akibat yang serius seperti pada kompresi medulla spinalis
atau cauda equine atau infeksi. Gambaran klinis yang
penting pada kasus ini antara lain retensi urin, sudle
anastesi, fecal inkontinansia, atau demam. Pemeriksaan
radiologi juga harus dilakukan pada kasus defisit
neurologi yang progresif atau berat seperti adanya
kelemahan motorik pada satu level atau multiple level
spinalis. Faktor risiko lainnya berhubungan dengan
kondisi yang lebih spesifik seperti keganasan, fraktur
kompresi, spondilisi ankilosing, discus herniasi, atau
stenosis spinalis symptomatic (Tabel
Tabel .. Indikasi pemeriksaan radiologi pada pasien
dengan NPB akut50
Sumber: Chau et al., 2009
Kesimpulan
Nyeri pinggang adalah kondisi medis yang sering
dijumpai, banyak menghabiskan biaya, dan sering kali
tidak terdapat hubungan yang kuat antara gejala dengan
perubahan patologis, sehingga sulit untuk mendapatkan
temuan klinis yang objektif sebagai dasar dari penegakan
diagnosis pasti. Kebanyakan nyeri pinggang tidak memiliki
penyebab yang pasti dan biasanya bersifat regional serta
musculus skeletal yang akan mengalami pemulihan dalam
waktu 4 minggu. Jika keluhan NPB menetap lebih dari 4
minggu maka dierlukan reevaluasi.Nyeri pinggang
disebabkan oleh penyakit sistemik jarang dijumpai dan
harus disingkirkan melalui anamnesis dan pemeriksaan
fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan
untuk indikasi tertentu. Tujuan dari seorang klinisi
adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang berbahaya