manuscript bahasa benar3

38
How to Diagnose Low Back Pain Properly Dessy R Emril Medical Faculty,Syiah Kuala University Pendahuluan Penyebab nyeri pinggang bawah sangat kompleks dan banyak struktur yang dapat menjadi sumber nyeri. Kebanyakan pasien nyeri punggung bawah dapat disembuhkan dalam 2 - 4 minggu. Nyeri punggung bawah akut (< 6 minggu) biasanya akan membaik dengan sendirinya dalam beberapa minggu, meskipun kekambuhan sering terjadi dan gejala-gejala awal akan muncul beberapa tahun setelah episode awal. 1 Penderita nyeri pinggang yang mempunyai dasar mekanik yaitu sebanyak 90%. Nyeri pinggang bawah mekanik (mechanical low back pain) didefinisikan sebagai nyeri pinggang pada struktur anatomi normal yang digunakan secara berlebihan (muscle strain) atau nyeri sekunder terhadap trauma atau deformitas, misalnya herniasi nukleus pulposus (HNP). Sisanya sebesar 10% menunjukkan keluhan penyakit sistemik, yang diperkirakan lebih dari 70 penyakit berhubungan dengan nyeri pinggang. 2

Upload: unyiah

Post on 09-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

How to Diagnose Low Back PainProperly

Dessy R EmrilMedical Faculty,Syiah Kuala University

Pendahuluan

Penyebab nyeri pinggang bawah sangat kompleks dan

banyak struktur yang dapat menjadi sumber nyeri.

Kebanyakan pasien nyeri punggung bawah dapat disembuhkan

dalam 2 - 4 minggu. Nyeri punggung bawah akut (< 6

minggu) biasanya akan membaik dengan sendirinya dalam

beberapa minggu, meskipun kekambuhan sering terjadi dan

gejala-gejala awal akan muncul beberapa tahun setelah

episode awal.1

Penderita nyeri pinggang yang mempunyai dasar mekanik

yaitu sebanyak 90%. Nyeri pinggang bawah mekanik

(mechanical low back pain) didefinisikan sebagai nyeri

pinggang pada struktur anatomi normal yang digunakan

secara berlebihan (muscle strain) atau nyeri sekunder

terhadap trauma atau deformitas, misalnya herniasi

nukleus pulposus (HNP). Sisanya sebesar 10% menunjukkan

keluhan penyakit sistemik, yang diperkirakan lebih dari

70 penyakit berhubungan dengan nyeri pinggang.2

Tujuan dan Prinsip Penanganan Nyeri Pinggang Bawah (NPB)

Penatalaksanaan NPB bertujuan untuk: menghilangkan

atau mengurangi intensitas nyeri, mengembalikan

mobilitas, mempercepat pemulihan sehingga pasien kembali

ke aktifitas sehari-hari secepat mungkin, mencegah

terjadinya nyeri kronik dan berulang (NPB akut kurang

dari 6 minggu, subakut antara 6 minggu sampai dengan 3

bulan, kronik lebih dari 3 bulan), mengembalikan dan

mempertahankan kebebasan dan kenyamanan fisik dan

finansial.3

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko nyeri pinggang bawah termasuk

di antaranya pekerjaan dan kejiwaan. Contoh faktor risiko

pekerjaan dan posisi tubuh seperti, mengangkat beban di

luar batas kemampuan atau pada posisi yang tidak tepat.

Nyeri pinggang dapat pula berkaitan dengan berbagai

kondisi kejiwaan atau psikologis, seperti neurosis,

histeria, serta reaksi konversi. Sementara itu, depresi

sering pula timbul sebagai komplikasi nyeri pinggang

kronik.2

Faktor risiko yang terdapat pada pasien low back pain

dapat ditelusuri melalui anamnesis yang merupakan langkah

penting dalam evaluasi awal penderita nyeri pinggang

bawah. Hal pertama yang harus ditanyakan adalah identitas

pasien yang terdiri dari usia, jenis kelamin, pekerjaan,

serta berat badan. Informasi penting ini dapat

mengarahkan dalam menentukan penyebab potensial nyeri

pinggang bawah, serta menegakkan diagnosis.2 Faktor risiko

low back pain dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah ini.4

Tabel 1 Faktor-faktor Risiko Nyeri Pinggang Bawah (NPB)

Faktor Demografi

Usia

Gender/Jenis Kelamin

Status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan

Faktor Kesehatan

Indeks Massa Tubuh (IMT)

Merokok

Status kesehatan umum

Faktor Pekerjaan

Aktivitas fisik, seperti membungkuk, mengangkat, atau memutar

Pekerjaan yang monoton

Ketidakpuasan terhadap pekerjaan

Faktor psikologis

Depresi

Faktor Anatomi Spinal

Variasi anatomis

Abnormalitas pada imaging

Sumber: (Rubin, 2007)

Indeks Massa Tubuh

Individu yang memiliki berat badan berlebih berisiko

mengalami nyeri pinggang bawah lebih besar, karena beban

pada sendi penumpu berat badan akan meningkat, sehingga

dapat memungkinkan terjadinya nyeri pinggang bawah.

Tinggi badan berkaitan dengan panjangnya sumbu tubuh

sebagai lengan beban anterior maupun lengan posterior

untuk mengangkat beban tubuh.

Obesitas merupakan faktor independen dari

perkembangan nyeri pinggang dan disabilitas yang

disebabkan oleh nyeri.Sebuah penelitian pada dewasa muda

di Finlandia menunjukkan hubungan antara obesitas dan

prevalensi low back pain. Obesitas abdominal dalam

populasi yang lebih muda dapat meningkatkan risiko low

back pain pada wanita.5

Pekerjaan dan aktivitas fisik

Pekerjaan berat dan kasar dianggap sebagai penyebab

nyeri pada lebih dari 60% penderita low back pain.

Pekerjaan yang berhubungan dengan mengangkat, menarik,

mendorong, terpeleset, duduk terlalu lama, terpapar

vibrasi lama terutama menyebabkan low back pain. Selain

itu, para pekerja yang mengeluh pekerjaannya membosankan,

berulang, atau tidak memuaskan, lebih sering menderita

low back pain Beberapa aktivitas berat seperti bekerja

dengan posisi berdiri lebih dari 1 jam dalam sehari dan

melakukan aktivitas dengan posisi duduk yang monoton

lebih dari 2 jam dalam sehari dapat pula meningkatkan

risiko timbulnya nyeri pinggang.6

Hasil studi epidemiologi menemukan bahwa aktivitas

fisik berulang dapat menghasilkan stres kumulatif pada

vertebra dan mengarah pada perkembangan low back pain.

Kegiatan atletik atau maneuver fisik berulang yang

terjadi pada pekerjaan yang membutuhkan kerja manual

dianggap mempengaruhi individu untuk mengalami low back

pain.7

Sebuah review sistematis yang menilai faktor risiko

low back pain terkait aktivitas dan pekerjaan menjelaskan

terdapat bukti kuat bahwa pengangkatan beban secara

manual, posisi kerja membungkuk dan memutar, dan getaran

seluruh tubuh sebagai factor risiko low back pain. Bukti

tersebut cukup kuat pada faktor mengangkat danpekerjaan

fisikyang berat.8

Merokok

Merokok merupakan faktor risiko yang independen pada

nyeri pinggang.2 Dalam studi kohort pada remaja, ditemukan

bahwa para perokok memiliki kemungkinan lebih besar untuk

berkembang menjadi low back pain.9 Merokok harian

meningkatkan risiko low back pain dan efek ini tampaknya

tergantung dosis. Hubungan antara merokok harian dan

risiko low back pain kronis sangat kuat terutama pada

individu yang lebih muda. Prevalensi low back pain

meningkat sebanding dengan peningkatan jumlah paket,

dosis, dan lamanya waktu seorang individu merokok.10

Riwayat Cedera Pinggang Bawah

Prevalensi penderita low back pain yang memiliki

riwayat cedera pinggang bawah terkait pekerjaan yaitu

sebesar 38%, dalam hal ini individu yang lebih muda

diketahui lebih sering mengalami low back pain grade I.11

Studi lainnya menjelaskan bahwa hampir semua pasien low

back pain memiliki riwayat cedera baik dalam kecelakaan

kendaraan bermotor (63,4%) ataujatuhdariketinggian yaitu

sebesar 27,3% .12

Sebuah studi menunjukkan terdapat hubungan antara

riwayat cedera pinggang bawah dengan peningkatan

keparahan prevalensi nyeri pinggang bawah pada populasi

umum. Cedera pinggang bawah yang berhubungan dengan

pekerjaan di masa lalu mungkin merupakan faktor risiko

yang sangat penting bagi timbulnya episode nyeri pinggang

di masa depan dan terjadinya disabilitas pada populasi

umum.11

Studi lainnya oleh Hurwitz dan Morgenstern juga

melaporkan bahwa riwayat trauma pinggang bawah memiliki

kaitan erat dengan disabilitas pinggang kronis yang

dialami responden di Amerika.13 Namun studi Haris et al.

menemukan bahwa kejadian low back pain setelah trauma

mayor tidak berhubungan dengan derajat keparahan cedera,

seperti Injury Severity Score (ISS) atau adanya fraktur

spinal, serta tidak pula berkorelasi dengan jangka waktu

semenjak terjadinya cedera.12

Status Sosial Ekonomi

Status sosial ekonomi merupakan kedudukan seseorang

dalam suatu rangkaian strata yang tersusun secara

hirarkis yang merupakan kesatuan tertimbang dalam hal-hal

yang menjadi nilai dalam masyarakat yang biasanya dikenal

sebagai previlese berupa kekayaan, serta pendapatan, dan

prestise berupa status, gaya hidup dan kekuasaan.

Status sosial ekonomi rendah berhubungan dengan

disabilitas yang disebabkan oleh nyeri pinggang.14

Sementara itu, latar belakang sosial yang baik dapat

menjadi efek proteksi terhadap low back pain persisten.15

Level sosial ekonomi dianggap berhubungan erat dengan

prevalensi nyeri pinggang bawah. Beberapa mekanisme yang

dapat menjelaskan hubungan antara status pendidikan

rendah dan nyeri pinggang seperti, adanya hubungan

langsung antara pendidikan dan status sosial ekonomi,

karena jumlah pendidikan formal berkontribusi pada jenis

pekerjaan yang baik, dan jenis pekerjaan mempengaruhi

status sosial ekonomi mereka.4

Ukuran tinggi rendahnya status sosial ekonomi seorang

individu ditentukan oleh beberapa komponen yaitu tingkat

pendidikan, tingkat pekerjaan, dan tingkat pendapatan

seseorang.

Pendidikan

Jenis dan tinggi rendahnya pendidikan akan

mempengaruhi jenjang status sosial seseorang. Pendidikan

bukan sekedar memberikan keterampilan kerja, tetapi juga

mengubah selera, minat, etika, dan cara bicara seseorang.

Tingkat pendidikan yang lebih rendah berhubungan

dengan disabilitas yang disebabkan oleh nyeri pinggang

bawah. Sebuah studi menemukan hubungan konsisten

peningkatan prevalensi nyeri pinggang dengan status

pendidikan rendah. Hasil studi Hestbaek et al. menjumpai

bahwa kejadian low back pain kurang menguntungkan pada

mereka yang memiliki status pendidikan rendah, dengan

outcome yang memburuk pada pasien. Pendidikan yang baik

dapat menjadi efek proteksi terhadap low back pain

persisten.15

Kejadian disabilitas meningkat sebesar 22-25 kali

lipat pada pasien yang memiliki ≤ 7 tahun pendidikan

dibandingkan dengan mereka yang memiliki gelar

sarjana. Selain itu, pasien yang memiliki tingkat

pendidikan yang rendah menunjukkan kesalahpahaman lebih

tentang nyeri pinggang dan disokong keyakinan yang

terkait dengan kemampuan lebih buruk untuk menyesuaikan

diri dengan nyeri kronis. 16

Pekerjaan

Sebuah hasil riset mengestimasi bahwa 37% kasus low

back pain di seluruh duniadisebabkan oleh faktor risiko

pekerjaan. Studi yang dilakukan oleh Hagen et al.

menyebutkan bahwa insiden disabilitas yang disebabkan

oleh nyeri pinggang bawah lebih tinggi 7-10 kali lipat

pada para pekerja yang tidak terampil dibandingkan dengan

pekerja-pekerja yang lebih terampil dan terlatih pada

kelas sosial yang lebih tinggi. 17

Jenis profesi, sepertisales, bagian administratif,

teknisi, bagian penyedia jasa, dan transportasi, lebih

mungkin berkaitan dengan low back pain daripada pekerjaan

professional lainnya.13 Beberapa jenis pekerjaan yang

dikelompokkan menurut tingkat risiko terjadinya stress

pada bagian vertebra berada pada risiko yang lebih

rendah, termasuk manajer, pekerja profesional, dan bagian

administrasi atau pekerja sales. Sementara profesi yang

berisiko lebih besar untuk mengalami keluhan low back

pain seperti operator, pekerja jasa, dan petani. 18

Pendapatan

Jika produktifitas tinggi maka penghasilan yang

diterima akan tinggi, atau jenis-jenis pekerjaan yang

berprestasi tinggi pada umumya memberikan penghasilan

yang tinggi pula.

Hestbaek et al. melakukan survei cross sectional dan

cohort pada remaja di Denmark untuk menilai apakah status

sosioekonomi orang tua pada remaja dapat memprediksikan

kejadian low back pain saat mereka dewasa. Mereka

menemukan suatu indikasi hubunganyang mungkin terdapat

antarafaktor sosial pada masa remaja yaitu pendapatan

orang tua dengan low back pain.15

Studi yang dilakukan oleh Annette et al. menyebutkan

bahwa low back pain berhubungan dengan status

sosioekonomi dan berhubungan pula dengan tingkat

pendapatan.19 Studi lainnya yang dilakukan pada pengemudi

di Malaysia menemukan bahwa pengemudi yang berpendapatan

rendah serta memiliki pendidikan rendah lebih sering

mengalami keluhan musculoskeletal disorders (MSD)

termasuk low back pain.20

Etiologi

Salah satu misteri besar dari nyeri pinggang bawah

(NBP) adalah etiologinya.Studi epidemiologi, anatomi,

biomekanik, dan patologi, hingga etiologi NBP menjelaskan

hubungan yang jelas antara faktor risiko atau jaringan

yang mengalami cedera dengan symptom yang muncul.

Kenyataannya telah dilakukan berbagai penelitian

untuk membuat teori dan hipotesis tentang penyebab nyeri

pinggang bawah (NPB). Eksplorasi terhadap etiologi NPB

sering kali dilakukan dengan melakukan identifikasi

terhadap faktor risiko yang diduga berkontribusi terhadap

munculnya NPB, dengan harapan hal tersebut dapat

memberikan informasi tentang sumber cedera yang

patognomonis. Hasil dari studi tersebut cukup baik, tapi

temuan yang diperoleh sering sulit untuk di

interpretasikan karena berbeda non spesifik dan terdapat

perbedaan pendapat yang mendasar antara klinisi dan

peneliti. .21

Banyak klasifikasi nyeri punggung bawah yang

ditemukan dalam literatur, tetapi tidak ada yang benar-

benar yang memuaskan.Masing-masing mempunyai kelebihan

dan kekurangan.Ada yang berdasarkan struktur anatomis

(nyeri punggung bawah primer, sekunder, referal, dan

psikosomatik), ada yang berdasarkan sumber nyeri

(viserogenik, neurogenik, vaskulogenik, spondilogenik,

dan psikogenik). Sangat beragamnya klasifikasi ini antara

lain karena banyaknya penyakit atau kelainan yang

menyebabkan nyeri punngung bawah.2

Sidharta (2008) telah membuat kerangka untuk dapat

menelusuri beberapa jenis nyeri pinggang bawah yang

tersusun secara sistematik.22

1. Nyeri punggung bawah traumatik, yang dapat dibagi

dalam:

a. Nyeri punggung bawah akibat trauma pada unsur

miofasial, dan

b. Nyeri punggung bawah akibat trauma pada komponen

keras susunan neuro-muskuloskeletal

2. Nyeri punggung bawah akibat proses degeneratif, yang

mencakup:

a. Spondilosis

b. Herniasi Nukleus Pulposus

c. Stenosis spinalis

d. Osteoartritis

3. Nyeri punggung bawah akibat penyakit inflamasi,

yaitu:

a. Artritis rheumatoid

b. Spondilitis angkilopoetika

4. Nyeri punggung bawah akibat gangguan metabolisme

(Nyeri punggung bawah osteoporotik)

5. Nyeri punggung bawah akibat neoplasma

6. Nyeri punggung bawah akibat kelainan kongenital

7. Nyeri punggung bawah sebagai nyeri alih

8. Nyeri punggung bawah akibat gangguan sirkulatorik

9. Nyeri punggung bawah psikoneurotik

Saat ini NPB lebih dilihat sebagai symptom daripada

sebagai diagnosis medis karena NPB dapat disebabkan oleh

kondisi selain dari masalah tulang belakang sebagai

contoh salah satu gejala pertama dari batu ginjal bisa

berupa NPB. Sebaliknya, pemeriksaan yang panjang untuk

mendapatkan diagnosis yang spesifik pada pasien yang

mengalami nyeri pinggang bawah dapat tidak memberikan

hasil karena input nosiseptif dapat ditimbulkan dari

lusinan struktur anatomi dan menghasilkan gejala yang

sama. Klinisi yang dihadapkan pada pasien yang menderita

NPB harus menerapkan prinsip yaitu seorang klinisi harus

sangat berhati-hati untuk menghindari kemungkinan

kesalahandiagnosis yang walaupun untuk penyakit yang

jarang terjadi, tapi berpotensi sebagai kondisi patologi

yang serius yang ditandai oleh nyeri pinggang bawah.21

Seorang klinisi harus mempergunakan bukti klinis

terbaik berdasarkan hasil penelitian dalam memilih metode

diagnostik untuk dapat menegakkan diagnosis kerja yang

tepat termasuk anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan khusus baik berupa radiologi diagnostik blok

diagnostik, facet joint atau sacro iliaca joint dan

pemeriksaan laboratorium. Dengan melakukan prosedur

diagnostik yang akurat dan bermanfaat maka kita dapat

memutuskan management yang tepat terhadap pasien.23

Prosedur Diagnostik Nyeri Pinggang bawah

Anamnesis

Sistem klasifikasi yang simpel dan praktis pada NPB

dapat dibagi menjadi 3 kategori; kondisi patologi spinal

yang spesifik, nyeri pinggang bawah non spesifik, dan

nyeri radikuler atau stenosis spinal. Prioritas pertama

dalam melakukan triage diagnosis selama menggali anamnesis

dari pasien adalah melakukan identifikasi terhadap

kondisi “red flags” dan adanya kemungkinan potensi

“yellow flags” .24 Red flags adalah gejala dan tanda yang

dapat meningkatkan kecurigaan kita terhadap kemungkinan

adanya suatu kondisi patologis spinal yang serius,

sedangkan yellow flags adalah faktor yang meningkatkan risiko

untuk berkembangnya kondisi nyeri kronik dan disabilitas

jangka panjang (Tabel 1 dan 2).24

Dugaan klinis selanjutnya dapat dikonfirmasi dengan

melakukan pemeriksaan lanjutan, namun sesungguhnya pada

poin ini tujuan utamanya adalah melakukan proses

skrining. Langkah berikutnya adalah melakukan

identifikasi terhadap pasien yang kemungkinan mengalami

nyeri radikuler. Distribusi dan pola nyeri yang

digambarkan oleh pasien seharusnya dapat membantu dugaan

klinis yang kemudian bila dikonfirmasi dengan melakukan

pemeriksaan fisik dapat menjadi dasar untuk melakukan

pemeriksaan yang lebih lanjut.

Table 2. Yellow flags

Sebuah review sistematik oleh Vroomen et al. terhadap

37 penelitian mengenai sciatica karena diherniasi diskus

melaporkan bahwa distribusi nyeri merupakan satu-satunya

poin anamnesis yang berguna. Direkomendasikan bahwa dalam

melakukan diagnosis menyeluruh, perhatian khusus

diberikan pada respon nyeri akibat batuk, bersin,

peregangan, rasa dingin pada kaki, dan inkontinensia

urin.25

Pada kasus kecurigaan malignansi maka kombinasi

faktor usia> 50 tahun, riwayat menderita kanker

sebelumnya, penurunan berat badan yang tidak bisa

dijelaskan, dan tidak adanya perbaikan setelah satu bulan

timbulnya nyeri dilaporkan memiliki sensitifitas 100%.15

Gambaran dan uji yang paling berguna dalam

mengidentifikasi suatu proses malignansi adalah riwayat

kanker, peningkatan LED, penurunan hematokrit, dan

pertimbangan klinis secara keseluruhan.

Penelitian lainnya yang pernah dilakukan terhadap

akurasi gejala dan tanda dalam diagnosis radikulopati,

spondylitis, dan kondisi patologi spinal yang serius

melaporkan bahwa tidak terdapat satupun uji yang memiliki

sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi. Nyeri pada

malam hari dan berkurangnya mobilitas kearah lateral

merupakan satu-satunya hal yang secara moderat

berhubungan dengan ankylosing spondylitis. Namun jika

anamnesis tersebut dikombinasikan dengan peningkatan LED

maka akurasi menjadi lebih meningkat untuk kemungkinan

kondisi patologis spinal yang serius.27

Kondisi red flags secara sendiri-sendiri tidak

memberikan makna yang signifikan terhadap kemungkinan

kondisi patologis yang serius, namun adanya red flags

multiple akan meningkatkan kecurigaan klinis dan menjadi

indikasi untuk melakukan pemeriksaan lanjutan. Meskipun

insiden red flags belum pernah di evaluasi secara

konprehensif namun insiden tumor spinal sangat rendah

yaitu 0,1% (praktek klinik) dan 0,7% (non akademik).28 Ini

berarti bahwa kemungkinan untuk terjadinya kesalahan

diagnosis terhadap suatu kondisi patologi yang serius

sangat rendah bahkan pada kasus yang tidak memiliki

kondisi red flags dengan penilaian klinik yang sangat hati-

hati, kondisi patologis spinal yang serius yang

terdeteksi dalam pemeriksaan radiologi hanya 1 kasus dari

2500 pasien.29

Dalam anamnesis juga harus dilakukan penilaian

terhadap faktor risiko psikososial yang dapat menjadi

prediktor untuk nyeri kronik dan disabilitas jangka

panjang.30

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang baik dapat memberikan informasi

yang penting tentang penyebab dan derajat nyeri

pinggang.Pemeriksaan yang dilakukan berupa berupa

inspeksi, palpasi, rentang gerak, serta pemeriksaan

neurologi yang rinci.

Rentang gerak (ROM) lumbal normal adalah ekstensi

150, fleksi 400 , dan rotasi lateral 400 .Penilaian

dilakukan terhadap kekuatan otot, proprioseptif dan

sensasi raba tekan pada setiap dermatom, refleks, tanda

babinski dan klonus.

Pemeriksaan SLR dan kros SLR biasanya memberikan

hasil positif pada kebanyakan pasien dengan herniasi

discus lumbal bawah. Femoral stretch biasanya positif

pada hernasi discus lumbal atas (L2-L3, L3-L4). Dalam

pemeriksaan ini pasien berada pada posisi pronasi dan

lutut di ekstensikan perlahan dari posisi ekstensi.Nyeri

yang manjalar sepanjang bagian anterior dari paha

menunjukkan hasil yang positif. Pemeriksaan pinggang

harus disertai dengan pemeriksaan terhadap sendi pinggul

dan sendi sacroiliaca, karena nyeri bisa saja merupakan

symptom referal dari berbagai kondisi patologi pada

sendi.

Pemeriksaan Neurologi pada NPB

Pemeriksaaan defisit neurologi membutuhkan riwayat

adanya kelemahan otot, gangguan keseimbangan, parastesi,

kebas, nyeri radiculer, dan gangguan miksi atau defekasi.

Pemeriksaan neurologi meliputi kekuatan otot, evaluasi,

sensasi senbilitas dan refleks, dan analisa gait (Tabel )

Tabel 3 Pemeriksaan neurologi yang berhubungan dengankompresi radiks

Adapted from Atlas SJ, Deyo RA. Evaluating and managing acute low back pain in the primary care setting.J Gen Intern Med 2001; 16:120–131

Radikulopati

Melakukan deteksi dan lokasi penyebab radikulopati

akan membantu diagnosis. Pada herniasi discus L3-L4

terdapat nyeri dan parastesi dengan kebas dan hipoagesia

pada bagian paha anteromedial dan lutut. Pada herniasi

discus L4-L5 yang biasanya melibatkan radiks L5 akan

dijumpai klinis berupa kebas atau parastesi pada bagian

antero lateral tungkai bawah, ibu jari, dan bagian medial

kaki. Sedangkan pada L5-L1 disherniasi discus bisa

dijumpai kebas dan hipoagesia pada jari kelima lateral

kaki, tumit, dan bagian postero lateral tungkai dan paha.

Gait.

Observasi terhadap cara berjalan pasienperlu

dilakukan untuk menilai adanya asimetrikal atau

antalgik.31 Juga perlu diperhatikan foot drop yang

menunjukkan adanya masalah yang serius pada L5

radikulopati.

Sciatica atau sindrom kompresi radiks lainnya

Sciatica merupakan istilah umum yang digunakan

sebagai tanda dari adanya manifestasi iritasi radiks

berupa sensasi nyeri yang tajam atau seperti terbakar

menjalar ke bagian posterior atau lateral dari tungkai

biasanya hingga ke kaki atau pergelangan kaki dan sering

disertai oleh kebas atau parastesi. Nyeri terkadang

diperberat oleh batuk, bersin atau manuver valsava.

Sciatica paling sering dijumpai pada herniasi discus

lumbal, sindrom cauda equina, dan stenosis spinal.3

Herniasi Diskus

Pada pasien dengan nyeri pinggang dan tungkai, maka

riwayat yang tipikal untuk sciatica (nyeri pinggang dan

tungkai pada distribusi radiks lumbal) memiliki

sensitifitas yang tinggi tapi spesifisitasnya rendah

untuk kasus herniasi discus. Lebih dari 90% kasus

herniasi discus symptomatis terjadi pada level L4/5 dan

L5/1. Pemeriksaan yang detail terhadap straight-leg-raise

test (SLR) dan pemeriksaan neurologi berupa refleks dan

kekuatan otot (Tabel 3) serta distribusi gejala sensoris

harus dilakukan untuk menilai adanya disfungsi radiks

saraf dan keparahannya.SLR positif (nyeri pada posisi

elevasi tugkai 30-70 derajat) memiliki sensitifitas yang

relatif tinggi (91%; 95% CI, 82%-84%) tapi

spesifisitasnya hanya 26% (CI, 16% -38%) untuk diagnosis

disherniasi discus. Sebaliknya, crossed SLR lebih spesifik

(88%; CI, 86%-90%) tapi sensitifitasnya hanya 29% (CI,

24%-34%).32

Hancock et al melakukan penelitian tentang akurasi

diagnostik berbagai pemeriksaan untuk mengidentifikasi

nyeri pinggang yang bersumber dari kelainan discus,

seperti hasil MRI, fenomena sentralisasi, respon terhadap

uji vibrasi, hasil USG, foto polos, pain drawings, dan

hasil dari pemeriksaan fisik serta anamnesis. Dilaporkan

bahwa fenomena sentralisasi merupakan satu-satunya

gambaran klinis yang meningkatkan kemungkinan bahwa yang

menjadi sumber nyeri adalah discus sedangkan tidak

dijumpainya degenarasi discus pada MRi menjadi satu-

satunya pemeriksaan yang menurunkan kemungkinan

tersebut.33

Stenosis Spinal

Lebih dari 20% orang berumur >60 tahun memiliki

gambaran radiologi berupa stenosis canalis lumbalis,

meskipun tanpa gejala nyeri pinggang (Jensen 1994).Karena

itu, diagnosis stenosis spinalis sebagai penyebab NPB

harus didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Riwayat klasik dari spinal stenosis adalah neurogenic

claudication(pseudoclaudication), berupa nyeri yang pada

tungkai setelah berjalan atau berdiri lama yang berkurang

bila duduk. Bisa dijumpai keluhan defisit neurologi yang

bersifat sesaat. Fleksi lumbal akan memperlebar area

canalis spinalis sedangkan ekstensi akan mempersempitnya

sehingga, keluhan nyeri pada spinal stenosis akan

berkurang pada saat membungkuk kedepan. Nyeri biasanya

dirasakan pada bagian pinggang, bokong, atau paha yang

dicetuskan oleh posisi ekstensi yang lama.

Pada pemeriksaan neurologi, sekitar 50% pasien

dengan stenosis spinalis memiliki gangguan sensibilitas

getar, sensitifitas suhu, atau kekuatan otot. Radiks

saraf yang paling sering terlibat adalah L5 diikuti oleh

S1 dan L4. Sebagian pasien mengalami gangguan

keseimbangan (wide-based gait or Romberg sign), terutama pada

pasien-pasien kronik (pseudocereberal presentatation)

Pasien dengan osteoarthritis sendi pinggul bilateral

dapat mengalami gejala yang sama berupa nyeri bokong atau

paha yang dapat dibedakan dengan pemeriksaan klinis

diatas. Rotasi sendi pinggul pada pasien dengan

osteoarthritis akan menimbulkan nyeri, tapi tidak pada

pasien dengan stenosis spinal. Jika kedua kondisi ini

dijumpai pada satu pasien maka injeksi steroid atau

lidokain pada sendi pinggul akan mengurangi nyeri yang

berhubungan dengan osteoarthritis sendi pinggul.3

Penelitian untuk membuktikan manfaat dari anamnesis

dan pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi stenosis

lumbal jarang dilakukan.Gejala klinis berupa pseudo

klaudikafio dan nyeri yang menjalar ke tungkai hanya

memiliki sensitivity dan sensitifitas yang rendah.35

Perubahan symptom downhill treadmill berhubungan dengan

PLR yang tinggi (3,1) sedangkan untuk symptom berupa

nyeri yang hilang saat duduk memiliki nilai prediksi yang

rendah hingga tinggi.

Nyeri sendi Sakroiliaca

Hansen et al melakukan penelitian untuk menilai akurasi

diagnostik dari anamanesis dan pemeriksaan fisik terhadap

nyeri sendi sacroiliaca dengan konfirmasi blok anastesi

local.36 Dilakukan evaluasi terhadap uji provokasi seperti

distraction test, compression test, thigh thrust test, Patrick’s sign, dan

Gaenslen’s test. Bukti akurasi dari seluruh tes provokasi

tersebut dalam mendiagnosis nyeri SI joint terbatas.

Tidak ada tes manual tunggal yang terbukti bermanfaat

termasuk thight trust test. Namun kombinasi dari uji tersebut

dinilai bermanfaat.33

Gambar . Skema diagnosis SI joint pain menggunakan uji profokasiSumber: Laslett et al., 2005

Gambar 2.Tes provokasi nyeri SI joint

FABER - (Flexion, ABduction, External Rotation)This test applies tensile force on the anterior aspectof the SI joint. The patient lies supine as the examiner crosses the same side foot over theopposite side thigh. A force is steadily increased through the knee of the patient,exaggerating the motion of hip flexion, abduction, and external rotation.The pelvis isstabilized at the opposite ASIS with the hand of the examiner.

Thigh ThrustThis test applies anteroposterior shear stress on the SI joint. The patient lies supine withone hip flexed to 90 degrees. The examiner stands on the same side as the flexedleg. The examiner provides either a quick thrust or steadily increasing pressurethrough the line of the femur.The pelvis is stabilized at the sacrum or at theopposite ASIS with the hand of the examiner (not pictured).

CompressionThis applies lateral compression force across the SI joint.The patient is placed in a side-lying position, facing away from the examiner, with a pillow between the knees.Theexaminer places a downward pressure through the lateral aspect of the patient’s topside ASIS and pelvis, anterior to the greater trochanter.

Distraction This applies tensile forces on the anterior aspect of the joint. The patient lies supine andis asked to place their forearm behind their lumbar spine to support the naturallordosis (not pictured). A pillow is placed under the patients knees (not pictured).The examiner places their hands on the anterior and medial aspects of the patient’sASIS’s with arms crossed.A slow and steadily increasing pressure is placed through thearms and held.

Gaenslen This test applies torsional stress on the SI joints. The patient lies supine with the nearside leg hanging off the table. The patient is asked to hold the opposite side knee inflexion. The examiner applies an extension force to the near side thigh and a flexionforce to the opposite knee. The patient assists with opposite side hip flexion. Thisis performed bilaterally.

Telah dilakukan berbagai penelitian untuk

mengevaluasi akurasi injeksi sendi SI dalam mendiagnosis

nyeri SI joint. Disimpulkan bahwa terdapat bukti moderat

baik spesifisitas dan validitas injeksi SI joint dalam

mendiagnosis nyeri SI joint. Radiologi diagnostik tidak

terbukti akurat dalam mendiagnosis nyeri SI joint,

sedangkan Bones Scan mungkin bermanfaat dalam

mengidentifikasi SI joint sebagai sumber dari nyeri

pinggang bawah meskipun sensitifitasnya rendah.33

Nyeri sendi faset

Sendi faset memiliki serat saraf nosiseptor dari

ganglia simpatik dan parasimpatik yang dapat dirangsang

oleh tekanan lokal atau regangan pada kapsul.Reseptor

nosiseptif tipe IV ditemukan pada kapsul

fibrosus.Reseptor ini merupakan pleksus serabut saraf

yang tidak bermielin dan mekanoreseptor korpuskular tipe

I dan II. Ujung serabut saraf tidak bermielin tipe I dan

II bersifat mekanosensitif dan berfungsi memberikan

informasi propioseptif dan protektif ke sistem saraf

pusat.

Sendi faset juga dapat menyebabkan perangsangan

neuron akibat pelepasan mediator inflamasi secara alami

seperti substance P dan fosfolipase A2.Ujung saraf

perifer kemudiannya melepaskan mediator kimia seperti

bradikinin, serotonin, histamin dan prostaglandin yang

bersifat racun dan menyebabkan timbulnya nyeri. Substance

P juga terlibat karena dapat bereaksi langsung dengan

ujung serabut saraf atau secara tidak langsung melalui

vasodilatasi, ekstravasasi plasma dan pelepasan histamin.

Fosfolipase A2 menghidrolisis fosfolipid untuk

menghasilkan asam arakidonat yang menyebabkan reaksi

inflamasi, edema dan eksitasi nosiseptif yang

berkepanjangan.

Nyeri pada sendi faset dihubungkan dengan proses

degeneratif di mana sifat elastisitas kolagen sendi

semakin berkurang dengan bertambahnya usia. Selain proses

degenerasi, hal lain yang bisa menimbulkan nyeri sendi

faset adalah:

1. Cedera tulang belakang

2. Fraktur

3. Robekan pada ligamentum

4. Gangguan diskus

Penyebab tersering nyeri sendi faset adalah karena

proses mekanik. Mengangkat beban berat pada posisi

membungkuk menyamping menyebabkan otot tidak mampu

mempertahankan posisi tulang belakang thoracal dan

lumbal, sehingga pada saat sendi faset lepas dan disertai

tarikan dari samping, terjadi gesekan pada kedua

permukaan faset. Gesekan pada sendi faset yang terjadi

dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan terjadinya

perubahan pada struktur sendi.Menurut Eisenstein et al.

perubahan yang paling sering terjadi adalah nekrosis

fokal pada seluruh ketebalan kartilago.39

Belum ada data yang menyebutkan angka prevalensi

nyeri sendi faset di dunia per tahun. Namun, nyeri sendi

facet merupakan penyebab terjadinya 15 hingga 40 % kasus

nyeri pinggang bawah kronik.

Menurut penelitian terhadap 500 penderita dengan

nyeri tulang belakang yang dilakukan oleh Manchikanti et

al., prevalensi nyeri sendi faset dengan nyeri servikal

kronik adalah 55%, nyeri torakal 42%, dan pada lumbal

31%.40

Untuk menegakkan diagnosa sindrom faset diperlukan

pemeriksaan yang sangat teliti dimulai dari anamnesa,

pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Untuk

menyingkirkan kemungkinan diagnosa yang lain hal yang

pertama harus ditanyakan dalam anamnesis adalah

bagaimanakah sifat nyeri yang timbul. nyeri tajam,

menusuk dan berdenyut sering bersumber dari sendi, tulang

dan ligamen; sedangkan pegal, biasanya berasal dari otot.

Kemudian harus ditanyakan juga lokasi nyeri. Nyeri

biasanya dirasakan pada leher atau pinggang. Nyeri sendi

faset biasanya bersifat pseudoradikuler atau kurang

menjalar karena nyeri faset jarang melibatkan penekanan

pada radiks saraf spinal kecuali jika telah terjadi

hipertrofi sendi faset.41,42,43

Pemeriksaan fisik untuk menegakkan diagnosa nyeri

sendi faset harus dilakukan dengan benar.Seperti yang

telah disebutkan di atas, nyeri belakang terutama pada

leher dan pinggang dapat disebabkan oleh berbagai

penyebab. Untuk mengetahui adanya iritasi pada bagian

lumbal akibat proses degenerasi dapat dilakukan tes ketuk

prosesus spinosus (Spinosus Process Tap Test). Tes ini

dapat mengidentifikasi adanya sindrom lumbalis.Pasien

diperiksa dalam posisi duduk dengan tulang belakang

sedikit fleksi.Pemeriksa kemudian mengetuk prosesus

spinosus tulang lumbal dan otot-otot disekitarnya dengan

menggunakan palu refleks. Nyeri lokal mengindikasikan

adanya iritasi pada segmen spinal akibat proses

degeneratif sedangkan nyeri radikuler mengindikasikan

adanya perubahan patologis pada diskus vertebralis.

Menurut Wilde et al., terdapat dua belas indikator yang

dapat digunakan untuk menegakkan diagnosa nyeri sendi

faset yaitu hasil positif pada tes injeksi sendi faset,

nyeri belakang unilateral terlokalisasi, positif tes blok

cabang medial, nyeri tekan pada sendi faset atau prosesus

tranversus, nyeri dirasakan kurang menjalar, nyeri

berkurang dengan gerakan fleksi, dan jika ada nyeri alih

terasa di atas dari lutut.43

Hancock et al. melakukan penelitian terhadap akurasi

diagnostik nyeri sendi faset terhadap Revel’s kriteria,

didapatkan kesimpulan bahwa semua uji nyeri faset joint

tidak cukup valid untuk diterapkan.33 Sedangkan review

terhadap 17 studi yang mengevaluasi validitas,

prevalensi, dan rata-rata hasil positif palsu tindakan

blok faset joint menyimpulkan bahwa terdapat bukti yang

kuat bahwa facet joint medial–branch blok sebagai alat

diagnosis yang valid untuk nyeri pinggang yang berasal

dari sendi faset.38

Myofascial pain pada NPB

Nyeri pada otot dan rangka adalah merupakan penyebab

terbanyak yang mengakibatkan ketidaknyamanan pada

penderita. Nyeri otot rangka (myofascial pain) adalah suatu

keadaan dimana adanya nyeri pada otot dan rangka yang

ditandai oleh nyeri lokal dan nyeri alih yang terasa

sangat dalam dan sakit. Nyeri ini disebakan oleh titik

pencetus pada otot rangka di seluruh bagian tubuh. Angka

kejadian meningkat sesuai dengan usia. Peningkatan jumlah

penderita nyeri pada rangka dan otot, juga diakibatkan

oleh aktivitas sehari-hari.44

MFP merupakan penyebab utama dari nyeri otot dan

rangka dan memiliki prevalensi tertinggi dari pasien MFP

dengan nyeri muskuloskeletal. Salah satu jumlah penyebab

terbanyak adalah nyeri tulang belakang dan nyeri pada

leher. Dari hasil penelitian, 164 pasien mendatangi

klinik kesehatan dengan nyeri kepala kronik dan nyeri

leher yang telah diderita selama 6 bulan, 55% ditemukan

dengan diagnosis utama MFP.45

Secara umum, keluhan utama dari 30% pasien

disebabkan oleh MFP. Prevalensi dari pasien dengan MFP di

klinik pusat penatalaksanaan nyeri sangat tinggi. Dalam

penelitian yang dilakukan secara komprehensif pada pusat

nyeri terdapat 283 pasien, didapatkan MFP sebagai

diagnosa utama dalam 85% kasus nyeri. Dari 96 pasien

ditemukan 74% dari kasus dengan diagnosis utama MFP.45

Adanya iritasi saraf yang berlangsung lama akan

menurunkan ambang rangsang A dan C sehingga terjadi

hiperalgesia dan alodynia sehingga menimbulkan refleks

hiperaktivitas simpatis, kemudian terjadi vasokontriksi

kapiler dan terjadi gangguan sirkulasi. Oleh karena rasa

nyeri, umunya pasien enggan menggerakan bagian tersebut,

sehingga berada pada posisi imobilisasi yang

mengakibatkan adanya kontraktur. Terbentuk tau band dan

trigger point pada serabut saraf terjadi peningkatan

mekanisme refleks segmental seperti adanya spasme otot,

hiperaktivitas vasomotor, dan glandular, penurunan ambang

rangsang nyeri dan peningkatan kecepatan konduksi saraf

serta terjebaknya reseptor saraf tipe A dan C akibat

tekanan jaringan fibrous sehingga menimbulkna tanderness

lokal dan nyeri alih.46

Keadaan immobilisasi dari jaringan miofasial banyak

disebabkan misalnya oleh ergonomik kerja yang jelek,

dimana keadaan ini akan mencetuskan timbunan fibroblast

dan banyak kolagen membuat ikatan tali (cross link). Cross link

kolagen secra fisiologis timbul perlahan-lahan dan akan

menyebabkan tekanan dalam jaringan. Akibatnya akan

menurunkan jarak kritis pada area ini. Di samping itu

aliran darah pada area ini juga kan menurun bahkan hingga

titik iskemia sehingga mencetuskan nyeri.47

Tanda-tanda stress psikologis

Faktor psikososial dapat sangat mempengaruhi kondisi

nyeri dan disabilitas fungsional, yang dikenal dengan

nama yellow flags, merupakan prediktor yang lebih baik

terhadap keluaran pasien dibandingkan faktor fisik.48 .

Waddell et al. membuat lima kategori tanda nonorganic pada

pasien NPB:49

1. Nyeri yang tidak sesuai bersifat superfisial atau

pada banyak tempat

2. Nyeri yang distimulasi oleh penekanan axial melalui

penekanan kepala atau nyeri yang muncul pada rotasi

spinal

3. Tanda-tanda distraksi seperti hasil pemeriksaan yang

tidak konsisten antara SLR pada saat posisi duduk

dengan pada saat posisi berbaring

4. Problem regional dalam hal kekuatan dan sensasi yang

tidak berhubungan dengan pola persarafan radiks

saraf

5. Reaksi yang berlebihan selama pemeriksaan fisik

Jika dijumpai tiga dari lima kategori diatas, maka

hal tersebut menunjukkan adanya gangguan psikologis pada

pasien.49

Diagnostic imaging for low back pain

Kepentingan untuk dilakukan pemeriksaan imaging pada

penderita NPB selalu menjadi pertanyaan yang sulit untuk

dijawab. Klinisi sering ditempatkan pada posisi untuk

melakukan pemeriksaan imaging yang kadang tidak

diperlukan.

Sebuah penelitian metaanalisis terhadap 1804 pasien

(pada enam studi acak) dengan NPB akut dan subakut tanpa

gambaran klinis dan historis yang menunjukkan adanya

kondisi spesifik menemukan bahwa tidak terdapat perbedaan

antara pasien yang menjalani pemerikaan pemeriksaan

imaging rutin lumbal (radiography, MRI, atau CT) dengan

pasien yang tidak menjalani pemeriksaan imaging tersebut

dalam hal intensitas nyeri, fungsi, kualitas hidup,

ataupun perbaikan rata rata kondisi klinisnya.50

Pemeriksaan imaging rutin juga tidak berhubungan dengan

manfaat psikologis yang didapatkaan meskipun selama ini

terdapat anggapan bahwa hal tersebut dapat menghilangkan

kecemasan pasien terhadap nyeri pinggangnya.51

Beberapa faktor dapat menjelaskan mengapa

pemeriksaan imaging rutin tidak selalu bermanfaat.

Gambaran radiologi lumbal abnormal sering dijumpai pada

pasien tanpa keluhan NPB dan tidak erat kaitannya dengan

symptom nyeri pinggang.50 Sebuah systematic review melaporka

bahwa hubungan antara NPB dengan gambaran degenerasi

diskus pada radiologi memiliki OR 1.2 – 3.3, dan tidak

terdapat hubungan antara NPB dengan gambaran spondilosis

dan spondilolistesis. Pemeriksaan yang lebih spesifik

seperti MRI juga tidak memberikan nilai lebih dalam

evaluasi NPB yang menunjukkan bahwa meskipun pemeriksaan

radiologi khusus yang mampu mendeteksi abnormalitas yang

lebih kecilpun belum tentu bermanfaat karena abnormalitas

tersebut tidak berhubungan dengan klinis pasien.52

Dalam sebuah penelitian cross sectional, 36% pasien yang

asimtomatik umur >60 tahun memiliki gambaran herniasi

discus, 21% dengan spinal stenosis dan >90% memiliki

degenerasi discus atau bulging disc.53 Studi prospektif

lainnya melaporkan bahwa dijumpai abnormalitas radiologi

sebelum onset NPB, dimana kemudian 84% diantaranya tidak

mengalami perubahan atau perbaikan setelah timbul gejala

NPB. Ini berarti sangatlah penting untuk memahami bahwa

gambaran radiologi abnormal bukan berarti merupakan hal

yang bertanggung jawab terhadap gejala NPB yang muncul

( Gambar 3). Kebanyakan pasien dengan nyeri pinggang akut

dengan atau tanpa radikulopati mengalami perbaikan yang

bermakna terhadap nyeri dan fungsinya pada 4 minggu

pertama.

Gambar 3. Gambaran radiologi lumbal pada pasien normal. Herniasidiskus pada gambar A dijumpai pada 25-50% pasien tanpa NPB(asimtomatic): ektrusi material diskus dijumpai pada 1- 18% kasus.Degenerasi diskus seperti pada gambar B meningkat sesuai pertambahanumur dan dijumpai pada 25 – 75% kasus asimtomatik. Perubahan signalpada vertebral end plate( gambar C) ditemui pada 10% kasus tanpa NPB. GambarD menunjukkan signal terang pada anular diskus sebagai tandaperubahan degenerative yang bisa dijumpai pada 14 – 33% pasiemasimtomatik. Meskipun gambaran abnormal tersebut prevalensinya cukuptinggi pada pasien normal, namun temuan ini sering dianggap sebagaipenyebab yang serius dan ditangani dengan tindakan operasi sepertifusi spinal dll.

Pemeriksaan radiologi rutin tidak banyak memberikan

efek terhadap perbaikan klinis karena hasil dari

pemeriksaan tersebut jarang mempengaruhi rencana

penatalaksanaan pasien.Perlu diketahui bahwa rata-rata

radiasi yang dipancarkan pada saat pemeriksaan radiologi

lumbal 75 kali lebih tinggi daripada pemeriksaan

radiologi dada.54 Bahkan hasil pemeriksaan radiologi yang

tidak relevan dengan gejala klinis dapat menghambat

proses penyembuhan karena pasien menjadi lebih khawatir

dan terlalu fokus terhadap nyeri pinggangnya yang

sebetulnya hanya bersifat minor, sehingga tidak jarang

pasien menghindari latihan atau aktivitas lain yang

direkomendasikan karena ketakutan akan menyebabkan

kerusakan saraf.55

Tidak jarang adanya gambaran radiologi abnormal

dijadikan sebagai target tindakan operasi atau intervensi

lainnya, meskipun penyebab NPB yang sebenarnya sulit

ditegakkan.56 Alasan yang paling sering bagi pasien untuk

melakukan kontrol ulang pada dokter adalah karena

menginginkan pemeriksaan diagnostic seperti pemeriksaan

radiologi, menunjukkan bahwa pasien mempercayai bahwa

pemeriksaan tersebut penting untuk dilakukan.Bahkan

sepertiga pasien nyeri pinggang akut menjalani

pemeriksaan MRI karena pasien menginginkannya meskipun

dokter telah menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut tidak

penting.57 Satu hal yang menarik adanya kenyatan bahwa

permintaan pemeriksaan radiologi oleh seorang dokter

dilakukan lebih karena dokter tersebut tidak punya banyak

waktu sehingga melakukan pemeriksaan radiologi dianggap

lebih menyingkat waktu dibandingkan dengan menjelaskan

kepada pasien penting atau tidaknya pemeriksaan tersebut.

Pada kasus tertentu pemeriksaan radiologi

direkomendasikan untuk segera dilakukan guna mencegah

akibat yang serius seperti pada kompresi medulla spinalis

atau cauda equine atau infeksi. Gambaran klinis yang

penting pada kasus ini antara lain retensi urin, sudle

anastesi, fecal inkontinansia, atau demam. Pemeriksaan

radiologi juga harus dilakukan pada kasus defisit

neurologi yang progresif atau berat seperti adanya

kelemahan motorik pada satu level atau multiple level

spinalis. Faktor risiko lainnya berhubungan dengan

kondisi yang lebih spesifik seperti keganasan, fraktur

kompresi, spondilisi ankilosing, discus herniasi, atau

stenosis spinalis symptomatic (Tabel

Tabel .. Indikasi pemeriksaan radiologi pada pasien

dengan NPB akut50

Sumber: Chau et al., 2009

Kesimpulan

Nyeri pinggang adalah kondisi medis yang sering

dijumpai, banyak menghabiskan biaya, dan sering kali

tidak terdapat hubungan yang kuat antara gejala dengan

perubahan patologis, sehingga sulit untuk mendapatkan

temuan klinis yang objektif sebagai dasar dari penegakan

diagnosis pasti. Kebanyakan nyeri pinggang tidak memiliki

penyebab yang pasti dan biasanya bersifat regional serta

musculus skeletal yang akan mengalami pemulihan dalam

waktu 4 minggu. Jika keluhan NPB menetap lebih dari 4

minggu maka dierlukan reevaluasi.Nyeri pinggang

disebabkan oleh penyakit sistemik jarang dijumpai dan

harus disingkirkan melalui anamnesis dan pemeriksaan

fisik yang baik. Pemeriksaan penunjang hanya dilakukan

untuk indikasi tertentu. Tujuan dari seorang klinisi

adalah untuk mengidentifikasi kondisi yang berbahaya

serta mencegah terjadinya kronisitas dengan terlebih

dahulu mengidentifikasi faktor risikonya.