kekuasaan kerajaan-kerajaan di yaman sebelum islam tahun 1200-650 sm

11
1 KEKUASAAN KERAJAAN-KERAJAAN DI YAMAN SEBELUM ISLAM TAHUN 1200-650 SM Essay Ujian Akhir Semester Pendek atas hasil presentasi mata kuliah Sejarah Masyarakat Arab materi Kerajaan Ma’in dan Kerajaan Qutban OLEH: Debora Justice V (0906535391) Fitri Haryanti H.S.A (0906491383) FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA TAHUN AJARAN 2010/2011

Upload: ui

Post on 08-Apr-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

KEKUASAAN KERAJAAN-KERAJAAN DI YAMAN

SEBELUM ISLAM TAHUN 1200-650 SM

Essay Ujian Akhir Semester Pendek atas hasil presentasi mata kuliah

Sejarah Masyarakat Arab materi Kerajaan Ma’in dan Kerajaan Qutban

OLEH:

Debora Justice V (0906535391)

Fitri Haryanti H.S.A (0906491383)

FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA

UNIVERSITAS INDONESIA

TAHUN AJARAN 2010/2011

2

KEKUASAAN KERAJAAN-KERAJAAN DI YAMAN

SEBELUM ISLAM TAHUN 1200-650 SM

Topik : Kekuasaan Kerajaan-kerajaan di Yaman Sebelum Islam

Tahun 1200-650 SM.

Tujuan : Menjelaskan kekuasaan Kerajaan Ma’in dan anak

Kerajaan Ma’in yaitu Kerajaan Qutban di Yaman.

Tesis : Menceritakan Kerajaan Ma’in dari segi sejarah awal mula

berdiri, perkembangan kehidupan masyarakat, puncak

kejayaan hingga faktor-faktor yang menyebabkan

keruntuhan serta keterkaitannya dengan Kerajaan Qutban

di Yaman Selatan.

Peradaban dan kebudayaan masa sebelum Islam masuk sudah terbentuk

kisah sejarahnya. Kekuasaan hingga peralihan kekuasaan mewarnai intrik-intrik

perjalanan suatu bangsa di wilayah Jazirah Arab, Timur Tengah, Mesir sampai ke

Eropa yakni Yunani dan Romawi. Komunikasi perdagangan maupun penguasaan

wilayah memiliki hubungan-hubungan yang saling terkait. Tak luput dari itu,

adanya kekuasaan di Arab Selatan yaitu Yaman. Di negeri Yaman dalam kurun

waktu sekitar 1200-650 SM berdiri suatu kerajaan yang mengawali perjuangan

dan sukses mencapai puncak kejayaannya adalah Kerajaan Ma’in dan Kerajaan

Qutban.

Sistematika pembahasan mengenai kekuasaan kerajaan-kerajaan di Yaman

yaitu Kerajaan Ma’in dan Kerajaan Qutban sebelum Islam tahun 1200-650 SM

diantaranya asal usul penduduk Yaman, keadaan geografis, awal mula berdirinya

Kerajaan Ma’in, sistem pemerintahan Kerajaan Ma’in, unsur-unsur kebudayaan

(bahasa, sistem pengetahuan, sistem mata pencaharian, sistem religi),

perkembangan kehidupan masyarakat, awal mula berdirinya Kerajaan Qutban,

keterkaitan Kerajaan Qutban dengan Kerajaan Ma’in, puncak kejayaan,

keruntuhan dan peninggalan-peninggalan Kerajaan Ma’in.

3

Penduduk Yaman berasal dari kaum Bani Qathan yang merupakan

keturunan Ya’rub bin Qathan. Bani Qathan ini berasal dari daerah Mesopotamia.

Mereka bermigrasi dari Mesopotamia karena pada waktu itu daerah Mesopotamia

sudah padat penduduknya. Tujuan migrasi kaum Bani Qathan menuju Jazirah

Arab bagian selatan yakni Yaman. Melalui Bani Qathan inilah muncul kekuasaan

kerajaan-kerajaan di Yaman.

Salah satu alasan Bani Qathan menuju Yaman dikarenakan letak geografis

Yaman yang berada di lintas Arab Selatan begitu mendukung. Hal ini didukung

keadaan geografis Yaman yang bergunung-gunung sehingga curah hujan banyak

dan menjadikan tanah Yaman subur, makmur dan dianugerahi kelimpahan-

kelimpahan yang begitu kaya. Pemanfaatan yang baik terhadap kesuburan negeri

Yaman seperti membuat bendungan-bendungan air dan waduk kemudian

membuat kanal-kanal dan jembatan-jembatan air untuk membagi-bagikan air

tersebut. Tanah yang subur tercipta dari sistem pengairan (irigasi) yang teratur

sehingga negeri Yaman mendapat julukan “Arabia Felix” berarti Tanah Arab

yang berbahagia.

Perjalanan Sejarah Kerajaan Ma’in

Kerajaan Ma’in berdiri sekitar tahun 1200-650 SM yang terletak di Yaman

Utara dengan ibukota Karna, Qarnawu atau Qarnaw yang kemudian oleh ahli

geografi Arab pertengahan disebut Sayhad. Kata Ma’in berasal dari beberapa

bahasa yaitu dalam bahasa Inggris disebut Minea; bahasa Arab Al-Ma’iiniyyuun

atau Ma’iin, Ma’iniyah atau diucapkan Ma’in yang berarti ‘mata air’. Juga

terdapat dalam Injil disebut Ma’on, Me’un atau Me’in.

Pada tahun 1869 Halevy, seorang peneliti berkebangsaan Prancis ketika

mengadakan penelitian di Yaman berhasil menemukan kota Ma’in (dahulu

bernama Qarnaw) yang menjadi ibukota Kerajaan Ma’in. Kota Ma’in ini terletak

di sebelah selatan Al Jawf, timur laut Sana’a.

Orang-orang Ma’in ini merupakan kaum yang sangat besar dari kalangan

Bani Qathan. Pemikiran orang-orang Ma’in mendapat pengaruh yang cukup besar

dari komunikasi perniagaan dengan Yunani yaitu mengenai sistem pemerintahan

yang demokrasi. Bentuk pemerintahannya adalah monarki yang demokratis

4

artinya kekuasaan raja dibatasi oleh undang-undang. Raja tidak bersifat absolut

dan tidak memerintah semata-mata untuk memenuhi hasrat keinginan berkuasa

saja. Pemerintahan kerajaan dibentuk Majelis Umum sebagai pelaksana jalannya

pemerintahan. Adanya pemerintahan setempat di kota-kota sehingga penguasaan

dan penjagaan dapat berjalan baik. Selain itu, orang-orang Ma’in menjalankan

demokrasi seperti pemilihan kepala-kepala pemerintahan daerah setempat dan

membentuk dewan yang anggotanya dipilih dari para sesepuh kota itu.

Pemikiran orang-orang Ma’in berkembang tidak hanya dalam hal

pemerintahan, unsur-unsur kebudayaan pun membentuk ciri khas orang-orang

Ma’in. Ditilik dari segi bahasa, orang-orang Ma’in menggunakan bahasa Arab dan

tulisan yang dipergunakan adalah tulisan Musnad. Tulisan Musnad berasal dari

tulisan Arami yang berasal dari tulisan Phunisia, dan tulisan Phunisia berasal dari

tulisan Mesir Kuno (Hieroglyphics). Ini berarti budaya dari Mesir berupa tulisan

hieroglyphics telah mempengaruhi bangsa Ma’in. Pada masa sebelum masehi

bangsa Ma’in di Yaman menggunakan tulisan Musnad tetapi seiring

perkembangan zaman lambat laun penggunaan tulisan Musnad berganti menjadi

tulisan Arab.

Sistem pengetahuan bangsa Ma’in mendapat pengaruh dari Yunani seperti

ilmu pengetahuan maupun filsafat mengenai kehidupan sehingga orang-orang

Ma’in dapat hidup dengan tenang. Arsitekur bangunan dan tata perkotaan

mendapat pengaruh dari Romawi dan Mesopotamia. Gaya bangunan dari

bebatuan yang khas dan bangsa Ma’in membangun kota-kotanya meniru tata kota

Babilonia, Mesopotamia. Tata kota dengan pengairan yang baik memang sesuai

dengan keadaan geografis Yaman.

Mayoritas sistem mata pencaharian (utama) orang-orang Ma’in adalah

berniaga. Kekuasaan-kekuasaan mereka bersumber pada perniagaan. Pusat-pusat

perniagaan dibangun sepanjang jalur lintas perdagangan dari Arab Selatan ke

utara hingga Suriah. Selain berniaga, mata pencaharian orang-orang Ma’in juga

bercocok tanam. Budaya bercocok tanam ini didukung oleh keadaan geografis

Yaman yang subur, tanah-tanah yang mengandung abu vulkanik gunung-gunung

berapi cocok ditanami bermacam-macam tanaman untuk kebutuhan sehari-hari.

5

Sistem religi orang-orang Ma’in yang belum mengenal agama yaitu

menganut kepercayaan animisme yang menyembah roh-roh nenek moyang,

penyembahan terhadap dewa dewi juga penyembahan berhala. Selain itu, ada

kepercayaan yang menyembah malaikat dikarenakan malaikat merupakan putra

Tuhan sehingga tak salah untuk menuhankannya. Sebagian lagi menyembah jin,

ruh atau hantu.

Unsur-unsur kebudayaan bangsa Ma’in terus berkembang seiring kelihaian

mereka dalam berbagai aspek kehidupan. Perkembangan kehidupan masyarakat

semakin baik dan bangsa Ma’in mulai mendapat perhatian dari berbagai negara

sekitar Jazirah Arab, Mesir hingga Yunani dan Romawi. Perkembangan dalam

bidang ekonomi yakni hasil perniagaan bangsa Ma’in berhasil mencukupi

kebutuhan sehari-hari. Komoditas perdagangan meningkat pesat terutama

wewangian dan kemenyan. Wewangian banyak diminta oleh bangsa Mesir dan

Yunani untuk mendukung kegiatan keagamaan, keindahan maupun kecantikan

pria dan wanita. Baik orang-orang Mesir kuno dan Yunani menghormati dewa-

dewanya dengan kemenyan, salep dan wewangian. Bagi bangsa Mesir wewangian

juga digunakan untuk pengawetan mayat (mumi). Orang Yunani menggunakan

wewangian untuk upacara ibadah dan kegiatan sehari-hari. Mereka melumuri

seluruh tubuh dengan minyak dan krem ketika mandi, sebelum dan setelah makan.

Tujuannya untuk kesehatan dan kesenangan.

Pada bidang sosial, orang-orang Ma’in hidup rukun dan damai serta

menjalin komunikasi perdagangan dengan orang-orang Mesir, Gazza, Ionia,

Sidon, Ammon, Moab Yatrib dan bangsa-bangsa Arab lainnya hingga berniaga ke

wilayah Romawi dan Yunani. Kerja sama yang baik juga terjalin antar sesama

untuk membangun segala infrasruktur yang dibutuhkan oleh masyarakat.

Keterbukaan, keramahan dan kerendahan hati orang-orang Ma’in dengan menjalin

kerja sama perdagangan dengan bangsa lain membuka adanya pertukaran

kebudayaan antar negara yang saling mempengaruhi satu sama lain.

Bangsa Ma’in mengamalkan ajaran demokrasi yang mendapat pengaruh

dari Yunani dalam perkembangan sistem pemerintahan bidang politik. Hal ini

terbukti dengan dipilihnya kepala pemerintahan setempat oleh rakyat. Sistem

pemerintahan yang demokrasi dengan dibentuknya pemerintahan-pemerintahan

6

setempat di tiap-tiap kota menjadikan koordinasi fungsi pemerintahan dapat

berjalan baik. Permasalahan-permasalahan pemerintahan dan rakyat rasanya dapat

diselesaikan secara mufakat dan menjunjung nilai demokrasi dalam pemerintahan

yang dianut bangsa Ma’in.

Perkembangan budaya bangsa Ma’in mencapai kejayaan dengan

membangun budaya kerajaan Ma’in sendiri. Mereka membangun kota-kota,

pemukiman-pemukiman dan gedung-gedung. Kota-kota dibangun telah mencapai

peradaban yang tinggi seperti kota Babylonia, Mesopotamia. Salah satunya kota

Shirwah dan Baraqisy. Bangunan besar yang didirikan yaitu Istana Gumdan.

Istana ini dianggap sebagai suatu keajaiban dunia karena anggun cantik,

bertatahkan emas dan permata. Istana ini tetap bertahan bediri megah sampai

masuknya Islam. Sayangnya Istana Gumdan dihancurkan oleh orang-orang

Abessinia saat mereka menyerang Yaman tahun 525 M. Tempat Istana Gumdan

berada di San’a. Kota Shirwah dan Baraqisy juga tetap bertahan sampai lahirnya

Islam, tetapi kini hanya tinggal reruntuhannya saja.

Pertahanan dan keamanan komunikasi perdagangan antar negara-negara

Jazirah Arab, Mesir, Yunani dan Romawi dijaga dengan baik. Pada akhir abad ke

4 SM sampai abad 2 SM orang-orang Ma’in memonopoli jalur perdagangan mulai

dari Arab Selatan sampai Mediterania. Mereka membangun kota-kota sebagai

stasiun-stasiun perniagaan di sepanjang jalan-jalan yang melintasi Tanah Arab

dari selatan ke utara hingga Suriah. Stasiun-stasiun itu berfungsi menyiapkan

perbekalan dan berbagai macam barang yang diperlukan oleh kafilah-kafilah

melalui jalan itu serta menjaga keamanan dari para penyamun yang banyak

berkeliaran di padang pasir yang luas. Pembangunan stasiun-stasiun perdagangan

ini begitu bermanfaat sebagai lintas dagang yang terkoordinasi dengan aman.

Bahkan saat runtuhnya Kerajaan Ma’in dan wilayah kekuasaan Kerajaan Ma’in

jatuh ke tangan Kerajaan Saba, stasiun-stasiun perdagangan itu tetap dijaga

fungsinya dan mengalami perkembangan lahir jalur-jalur alternatif yang ditangani

oleh Kerajaan Saba.

7

Kerajaan Qutban dalam Kekuasaan Kerajaan Ma’in

Kerajaan Qutban berdiri di Yaman Selatan kira-kira tahun 1000 SM

dengan ibukotanya Qutban. Kerajaan ini bukan kerajaan yang berdiri sendiri

melainkan masih berada di bawah kekuasaan Kerajaan Ma’in. Kerajaan Qutban

berdiri karena adanya taktik politis Kerajaan Ma’in untuk memperkuat kekuasaan

kerajaan Ma’in di Yaman. Jika kekuasaan Yaman Utara telah tercapai oleh

Kerajaan Ma’in maka wilayah Yaman Selatan pun turut dikuasai Kerajaan Ma’in

dengan mendirikan Kerajaan Qutban. Akhirnya dua kekuasaan kerajaan di

wilayah Yaman berjaya dalam perkembangannya.

Kerajaan Qutban sangat dikenal dengan peran kerajaan ini yang dinilai

amat penting karena menguasai Selat Bab El Mandeb. Selat Bab El Mandeb

termasuk salah satu pusat perniagaan di masa itu. Selat yang berbatasan langsung

dengan Abessinia (Ethiophia) dan Laut Merah menjadi salah satu jalur lintas

perdagangan laut yang strategis.

Keterkaitan Kerajaan Qutban dengan Kerajaan Ma’in begitu erat satu sama

lain. Hal tersebut dikarenakan Kerajaan Qutban merupakan anak dari Kerajaan

Ma’in. Kerajaan Qutban memiliki daerah dan masyarakat sehingga diakui secara

de facto, sedangkan secara de jure diakui adanya kekuasaan politis Kerajaan

Ma’in sehingga Kerajaan Qutban harus tunduk di bawah Kerajaan Ma’in. Segala

koordinasi perkembangan pemerintahan di bawah kuasa Kerajaan Ma’in.

Hubungan pertalian yang erat dapat diartikan sebagai Kerajaan Ma’in merupakan

induk dari Kerajaan Qutban, puncak kejayaan hingga keruntuhan (dua kerajaan)

berjalan secara berdampingan.

Puncak Kejayaan yang Membawa Kehancuran

Kerajaan Ma’in mengalami puncak kejayaan pada saat Kerajaan Main

mampu memiliki anak kerajaan yaitu Kerajaan Qutban pada tahun 1000 SM.

Berdirinya Kerajaan Qutban di Yaman Selatan membuat penguasaan antara

Yaman Utara dan Yaman Selatan terkontrol dengan baik dan semakin kuat.

Luasnya wilayah perniagaan menjadikan kerajaan Ma’in memberikan pengaruh

kekuasaannya hingga ke Mesir, wilayah Jazirah Arab, Yunani dan Romawi.

8

Keberadaan Kerajaan Ma’in dan Kerajaan Qutban sangat menjanjikan atas

penguasaan dalam bidang pemerintahan maupun perniagaan. Dua kekuasaan dan

kekuatan besar kerajaan yang memiliki kedudukan stabil dan terlihat dari

peradabannya yang tinggi serta memiliki kekuasaan yang mampu dikontrol

dengan baik sehingga masyarakatnya makmur. Keberlangsungan hidup orang-

orang Ma’in sangat terjamin dengan kekayaan hasil bumi dan hasil niaga yang

melimpah ruah. Komoditas perniagaan seperti kemenyan, wewangian,

perlengkapan barang dan barang-barang lain meningkat pesat.

Tuhan telah melimpahkan kenikmatan yang begitu besar sehingga bangsa

Ma’in memperoleh kekuatan kejayaan dan membuktikan sebagai kerajaan di

Yaman yang mampu berkuasa dengan hebatnya. Kekayaan yang dimiliki oleh

Kerajaan Ma’in perlahan-lahan membuat moral orang-orang Ma’in jatuh. Mereka

mulai melupakan Tuhan yang telah memberikan mereka kekuasaan, kekayaan dan

kebahagiaan hidup.

Ketaqwaan kepada Tuhan dan ilmu pengetahuan yang dimiliki bangsa

Ma’in telah tenggelam. Ilmu pengetahuan yang tidak dibentengi dengan moral dan

budi pekerti yang luhur tidak akan bermanfaat, justru akan berakibat fatal ibarat

bumerang yang dapat menyebabkan malapetaka bagi individu, masyarakat bahkan

ke seluruh rakyat Ma’in sendiri. Landasan itulah yang telah lenyap dari dada

orang-orang Ma’in. Kemuliaan, kekuasaan, kekayaan dan kebahagiaan hidup

berubah menjadi kehinaan, kehampaan dan mengarah terhadap kehancuran.

Telaah di atas mengenai kehancuran Kerajaan Ma’in dituturkan juga oleh

para pakar sejarawan seperti Glazer, seorang penjelajah yang telah melakukan

penjelajahan-penjelajahan di Yaman sekitar tahun 1882 sampai tahun 1894.

Menurut Glazer, di akhir-akhir perjalanan hidup bangsa Ma’in, moral mereka

telah jatuh. Mereka tidak lagi berpegang kepada akhlak dan budi pekerti yang

luhur bahkan telah meninggalkannya sama sekali dan kembali kepada kebiadaban

mereka yang semula.

Faktor selanjutnya yang menjadi penyebab Kerajaan Ma’in runtuh adalah

munculnya Kerajaan Saba di Yaman Tengah, terletak di antara Kerajaan Ma’in

(Yaman Utara) dan Kerajaan Qutban (Yaman Selatan). Kerajaan Saba yang mulai

muncul pada tahun 950 SM memberikan pengaruh yang cukup besar terhadap

9

perniagaan Kerajaan Ma’in dan juga muncunya kerajaan ini di kala negeri Yaman

mengalami kekacauan moral dan tidak adanya kestabilan hidup . Akhirnya

Kerajaan Saba berhasil kembali mewujudkan bumi Yaman yang subur dan

mencapai kestabilan hidup yang baik. Kerajaan Saba yang awalnya tidak ada apa-

apanya dibandingkan dengan Kerajaan Ma’in lambat laun menjadi pesaing

Kerajaan Ma’in di bidang perniagaan hingga berhasil menggunting-gunting

daerah kekuasaan Kerajaan Ma’in. Jatuhnya beberapa daerah kekuasaan

perniagaan Kerajaan Ma’in ke tangan Kerajaan Saba sedikit demi sedikit

membawa Kerajaan Ma’in kepada kehancuran.

Kerajaan Ma’in mengalami keruntuhan sehingga mengakibatkan Kerajaan

Qutban mulai mengalami penurunan kekuasaan. Kerajaan induk itu hancur

sementara Kerajaan Qutban yang merupakan anak Kerajaan Ma’in akhirnya

diambil alih oleh Kerajaan Saba. Artinya Kerajaan Qutban tidak hancur seperti

Kerajaan Ma’in melainkan jatuh ke di bawah kekuasaan Kerajaan Saba.

Kekuasaan Kerajaan Ma’in yang begitu besar pun akhirnya hancur oleh

moral orang-orang Ma’in sendiri. Mereka tidak dapat menjaga dan

mempertahankan apa yang telah dimiliki dan tidak bersyukur atas kelimpahan

nikmat yang diperoleh dari Tuhan.

Bukti yang Tersisa Perjalanan Sejarah Kerajaan Ma’in

Perjalanan sejarah yang begitu panjang bagi suatu kerajaan dalam

menduduki kekuasaannya seperti Kerajaan Ma’in. Beberapa peninggalan

Kerajaan Ma’in yang masih tersisa yaitu reruntuhan kota Shirwah dan Baraqisy.

Selain itu, terdapat beberapa prasasti yang berisikan dua puluh enam raja yang

pernah memimpin Kerajaan Ma’in serta tulisan terpahat mengenai komunikasi

orang-orang Ma’in dengan bangsa Mesir, Gazza, Ionia, Siddon, Ammon dan

Moab Yatrib.

10

DAFTAR REFERENSI

Buku:

Hitti, Philip K. 2005. History of Arabs (Sejarah Bangsa Arab). Penerbit Serambi

Yahya, Prof. Dr. H. Mukhtar. 1985. Perpindahan-perpindahan Kekuasaan di

Timur Tengah. Jakarta: Bulan Bintang

Website:

http://discussingaryanism.blogspot.com/2010/10/persian-architecture

vsarabian.html

http://fire-phonix-egypt.blogspot.com/2009/03/mesir-kuno.html

news.okezone.com/

http://www.kemasankosmetik.com/botol-parfum-antik-dari-zaman-pra-

sejarah.html

http://iwantaufik.blogdetik.com/2010/03/11/arab-pra-islam-kerajaan-arab-

selatan-dan-abrahah/

http://msuyanto.com/baru/?p=1077

http://subpokbarab.wordpress.com/2008/11/08/sejarah-negeri-negeri-bangsa-

arab-bag-i/

http://zafa2gether.wordpress.com/2008/03/17/parfum-selayang-pandang/

http://zaldym.wordpress.com/2010/02/28/islam-dan-kebudayaan-arab-pra-islam-

sebuah-refleksi/

11

LAMPIRAN

Mesopotamia

Yaman

Peta Yaman

Tulisan Musnad

Reruntuhan Baraqisy