fisika matematika ii - lms-spada indonesia

68
1 BAHAN AJAR FISIKA MATEMATIKA II Oleh : IMAS RATNA ERMAWATi PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UHAMKA 2020

Upload: khangminh22

Post on 03-Apr-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

BAHAN AJAR

FISIKA MATEMATIKA II

Oleh :

IMAS RATNA ERMAWATi

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UHAMKA

2020

2

KATA PENGANTAR

3

4

DAFTAR ISI

Hal

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Daftar Gambar iii

Bab I Deret Fourier

1.1 Fungsi Periodik 1

1.2 Deret Fourier 1

1.3 Syarat Dirichlet 4

1.4 Bentuk Kompleks dari Deret Fourier 4

1.5 Perluasan Deret Fourier 5

1.6 Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil 8

1.7 Teorema Parseval 11

Bab II Persamaan Diferensial Biasa

2.1 Persamaan Diferensial 13

2.2 Persamaan Separable 14

2.3 Persamaan Linear Orde-Satu 16

2.4 Metode Lain bagi Penyelesaian Persamaan Linear Orde-Satu 17

2.5 Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan

Ruas Kanan Nol 19

2.6 Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan

Ruas Kanan Tak Nol 21

Bab III Kalkulus Variasi

3.1 Persamaan Euler 27

3.2 Pemakaian Persamaan Euler-Lagrange 29

3.3 Persamaan Lagrange 32

Bab IV Transformasi Koordinat

4.1 Transformasi Linear 38

4.2 Transformasi Orthogonal 39

4.3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen 40

4.4 Pendiagonalan Matriks 44

4.5 Penggunaan Pendiagonalan Matriks 47

4.6 Koordinat Lengkung 50

4.7 Faktor Skala dan Vektor Basis untuk Sistem Orthogonal 51

4.8 Koordinat Lengkung Umum 53

4.9 Operator Vektor dalam Koordinat Lengkung Orthogonal 55

Daftar Pustaka 59

5

DAFTAR GAMBAR

Hal

Gambar 1.1 Fungsi f(x) untuk pulsa tegangan periodik 2

Gambar 1.2 Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial 6

Gambar 1.3 Grafik fungsi genap, (a). f(x) = x2 dan (b). f(x) = cos x 8

Gambar 1.4 Grafik fungsi ganjil, (a). f(x) = x dan (b). f(x) = sin x 8

Gambar 1.5 Sketsa fungsi f(x) untuk deret sinus Fourier 9

Gambar 1.6 Sketsa fungsi f(x) untuk deret cosinus Fourier 10

Gambar 1.7 Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial 10

Gambar 2.1 Rangkaian RLC 13

Gambar 3.1 Pendulum 35

Gambar 3.2 Manik dalam cycloid 36

Gambar 3.3 Sistem pegas (a) Pegas tunggal dan (b) Pegas bergandeng 37

Gambar 3.4 Pendulum bergandeng 37

Gambar 4.1 Interpretasi secara geometri persamaan transformasi (cara pertama) 38

Gambar 4.2 Interpretasi secara geometri persamaan transformasi (cara kedua) 39

Gambar 4.3 Vektor-vektor eigen dari hasil transformasi 42

Gambar 4.4 Ilustrasi untuk memahami pengertian C dan D 45

Gambar 4.5 Ilustrasi untuk vektor-vektor eigen saling tegak lurus 46

Gambar 4.6 Ilustrasi untuk koordinat polar dalam bidang 50

Gambar 4.7 Sistem koordinat silindris 51

Gambar 4.8 Pergeseran partikel dari titik asal pada saat t dalam

sistem koordinat silindris 53

6

โˆซ

โˆซ

โˆซ

โˆซ

I. DERET FOURIER

1.1 Fungsi Periodik

Sebuah fungsi f(x) dikatakan periodik dengan peirode L, jika untuk semua x, berlaku

hubungan f(x + L) = f(x), dengan L adalah konstanta positif. Jika L adalah periode terkecil,

maka L disebut periode dasar, yang selanjutnya disebut sebagai periode saja dan a โ‰ค x โ‰ค a +

L disebut selang dasar fungsi periodik f(x), dengan a adalah suatu konstanta. Konstanta a

dapat dipilih sembarang, namun pilihan ๐‘Ž = โˆ’๐ฟ/2 sering digunakan karena memberikan

selang dasar yang simetris terhadap titik x = 0, yaitu โ€“ L/2 โ‰ค x โ‰ค L/2 .

Contoh fungsi periodik adalah fungsi-fungsi sinusoida (fungsi sin x dan cos x). Kedua

fungsi sin x dan cos x sama-sama memiliki periode 2ฯ€, yang berarti berlaku hubungan :

sin (x ยฑ 2ฯ€) = sin x dan cos (x ยฑ 2ฯ€) = cos x (1.1)

Pers. (1.1) menunjukkan bahwa periode L = 2ฯ€.

1.2 Deret Fourier

Misalkan suatu fungsi f(x) didefinisikan di dalam interval (โˆ’L, L) dan di luar interval

ini oleh f(x + 2L) = f(x), dalam hal ini f(x) memiliki periode 2L. Deret Fourier yang

bersesuaian diberikan oleh :

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘Ž0 + โˆ‘โˆž (๐‘Ž cos

๐‘›๐œ‹๐‘ฅ + ๐‘ sin

๐‘›๐œ‹๐‘ฅ) (1.2)

2 ๐‘›=1 ๐‘› ๐ฟ ๐‘› ๐ฟ

dengan koefisien-koefisien Fourier an dan bn adalah :

๐‘Ž = 1 ๐ฟ

๐‘“(๐‘ฅ) cos ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

๐‘‘๐‘ฅ ๐‘› ๐ฟ โˆ’๐ฟ

๐ฟ dengan n = 0, 1, 2, โ€ฆ (1.3) ๐‘ =

1 ๐ฟ ๐‘“(๐‘ฅ) sin

๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ

๐‘› ๐ฟ โˆ’๐ฟ ๐ฟ

Untuk menentukan a0 dalam Pers.(1.2), substitusi nilai n = 0 pada Pers.(1.3) untuk

๐‘Ž , sehingga diperoleh ๐‘Ž = 1 ๐ฟ

๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ. Dengan demikian, suku konstan pada Pers.(1.2), ๐‘› 0

๐ฟ โˆ’๐ฟ

yaitu ๐‘Ž0 =

1 ๐ฟ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ, merupakan nilai rata-rata dari f(x) pada suatu periode.

2 2๐ฟ โˆ’๐ฟ

Untuk kasus yang lebih sederhana, di mana f(x) memiliki periode 2ฯ€ atau f(x)

didefinisikan di dalam interval (-ฯ€, ฯ€), Pers. (1.2) menjadi :

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘Ž0 + โˆ‘๐‘› (๐‘Ž cos ๐‘›๐‘ฅ + ๐‘ sin ๐‘›๐‘ฅ) (1.4)

2 ๐‘›=1 ๐‘› ๐‘›

7

โˆซ

โˆซ

โˆซ

โˆ’๐œ‹ 2

2

โˆซ โˆซ

-2ฯ€ -ฯ€ 0 ฯ€ 2ฯ€ 3ฯ€ {

dan koefisien-koefisien Fourier an dan bn adalah :

๐‘Ž = 1 ๐œ‹

๐‘“(๐‘ฅ) cos ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘› ๐œ‹ โˆ’๐œ‹

dengan n = 0, 1, 2, โ€ฆ (1.5) ๐‘ =

1 ๐œ‹ ๐‘“(๐‘ฅ) sin ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ

๐‘› ๐œ‹ โˆ’๐œ‹

Untuk mencari perumusan bagi an dan bn pada Pers.(1.5) diperlukan beberapa integral

yang terkait dengan nilai rata-rata berikut :

1. Nilai rata-rata bagi sin mx dan cos nx (lewat satu periode) :

1 ๐œ‹ = sin ๐‘š๐‘ฅ cos ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = 0.

2๐œ‹ โˆ’๐œ‹

2. Nilai rata-rata bagi sin mx dan sin nx (lewat satu periode) :

0, ๐‘š โ‰  ๐‘› 1 ๐œ‹ 1 (1.6)

= โˆซ sin ๐‘š๐‘ฅ sin ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = { , ๐‘š = ๐‘› โ‰  0 2๐œ‹

0, ๐‘š = ๐‘› = 0

3. Nilai rata-rata bagi cos mx dan cos nx (lewat satu periode) :

1 ๐œ‹ 0, ๐‘š โ‰  ๐‘›

= 2๐œ‹ โˆซ cos ๐‘š๐‘ฅ cos ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = { 1, ๐‘š = ๐‘› โ‰  0

โˆ’๐œ‹ 1, ๐‘š = ๐‘› = 0

dan dengan mengingat bahwa nilai rata-rata sin2 nx (lewat satu periode) = nilai rata-rata cos2

nx (lewat satu periode), yaitu 1 ๐œ‹ sin2 ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ =

1 ๐œ‹ cos2 ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ =

๐œ‹ =

1 (1.7)

2๐œ‹ โˆ’๐œ‹

2๐œ‹ โˆ’๐œ‹

2๐œ‹ 2

Contoh 1

Suatu pulsa tegangan periodik sebagai fungsi f(x), digambarkan seperti dalam Gambar 1.1.

Tentukan perluasan fungsi f(x) tersebut dalam uraian deret Fourier.

f(x) Jawab :

Dari gambar diperoleh

bahwa f(x) adalah fungsi

dengan periode 2ฯ€, dan

x ๐‘“(๐‘ฅ) =

0 โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ < 0 1 0 < ๐‘ฅ < ๐œ‹

Interval (-ฯ€,ฯ€) Gambar 1.1 Fungsi f(x) untuk pulsa tegangan periodik.

Koefisien Fourier, an dan bn , dicari dengan menggunakan Pers.(1.3),

๐œ‹ 0 ๐œ‹ 1 1

๐‘Ž๐‘› = ๐œ‹ โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) cos ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ =

๐œ‹ [ โˆซ 0 โˆ™ cos ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ + โˆซ 1 โˆ™ cos ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ]

โˆ’๐œ‹ โˆ’๐œ‹ 0

8

โˆซ

1 ๐œ‹ = cos ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = {

1 โˆ™ ๐œ‹ = 1 untuk ๐‘› = 0

๐œ‹

๐œ‹ 0 1 โˆ™

1 sin ๐‘›๐‘ฅ|๐œ‹ = 0 untuk ๐‘› โ‰  0

๐œ‹ ๐‘› 0

Jadi ๐‘Ž๐‘› = 1, dan semua nilai ๐‘Ž๐‘› lainnya = 0.

๐œ‹ 0 ๐œ‹ 1 1

๐‘๐‘› = ๐œ‹ โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) sin ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ =

๐œ‹ [ โˆซ 0 โˆ™ sin ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ + โˆซ 1 โˆ™ sin ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ]

โˆ’๐œ‹

1

= ๐œ‹

๐œ‹

โˆซ sin ๐‘›๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ

0

โˆ’๐œ‹ 0

1 โˆ’ cos ๐‘›๐‘ฅ ๐œ‹

= [ ] = โˆ’ 1 2

[(โˆ’1)๐‘› โˆ’ 1] = {๐‘›๐œ‹

, untuk ๐‘› ganjil

๐œ‹ ๐‘› 0 ๐‘›๐œ‹

0, untuk ๐‘› genap

Sehingga dengan Pers. (1.4),

๐‘› ๐‘Ž0 ๐‘“(๐‘ฅ) = + โˆ‘(๐‘Ž cos ๐‘›๐œ‹ + ๐‘ sin ๐‘›๐œ‹)

2 ๐‘› ๐‘›=1

1

= 2

+

2 sin ๐‘ฅ

( ๐œ‹ 1

๐‘›

sin 3๐‘ฅ

+ 3

sin 5๐‘ฅ

+ 5

+ โ‹ฏ ) (1.8)

Soal-soal Latihan 1 :

Pada soal-soal berikut ini, Anda diberikan fungsi-fungsi periodik pada interval (โ€“ฯ€ < x <ฯ€).

Carilah perluasan fungsi-fungsi periodik tersebut dalam deret Fourier sinus-cosinus dengan

terlebih dahulu membuat sketsa bagi masing-masing fungsi dengan periode 2ฯ€.

1. ๐‘“(๐‘ฅ) = {1, โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ < 0 Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) =

1 โˆ’

2 (

sin๐‘ฅ +

sin 3๐‘ฅ +

sin 5๐‘ฅ + โ‹ฏ )

0, 0 < ๐‘ฅ < ๐œ‹ 2 ๐œ‹ 1 3 5

2. ๐‘“

(๐‘ฅ) =

0, โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ < 0 ๐œ‹

{1, 0 < ๐‘ฅ < 2

0, ๐œ‹

< ๐‘ฅ < ๐œ‹ 2

Jawab :

๐‘“(๐‘ฅ) =

1

+ 1

4 ๐œ‹

(cos ๐‘ฅ

1

โˆ’ cos 3๐‘ฅ

3

+ cos 5๐‘ฅ

5

โ‹ฏ ) +

1 (

sin๐‘ฅ +

2sin 2๐‘ฅ +

sin 3๐‘ฅ +

sin 5๐‘ฅ โ‹ฏ )

0, โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ <

๐œ‹

๐œ‹ 1 2 3 5

3. ๐‘“(๐‘ฅ) = { 2 Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) =

1 โˆ’

1 (

cos๐‘ฅ โˆ’

cos 3๐‘ฅ +

cos 5๐‘ฅ โ‹ฏ ) +

1, ๐œ‹

< ๐‘ฅ < ๐œ‹ 2

4 ๐œ‹ 1 3 5

1 (

sin ๐‘ฅ โˆ’

2sin 2๐‘ฅ +

sin 3๐‘ฅ +

sin 5๐‘ฅ โˆ’

2sin 6๐‘ฅ โ‹ฏ ) ๐œ‹ 1 2 3 5 6

9

๐‘’ โˆ’๐‘’ ๐‘’ +๐‘’

๐‘›=โˆ’โˆž

โˆซ

4. ๐‘“(๐‘ฅ) = {0, โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ < 0 Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) =

๐œ‹ โˆ’

2 cos ๐‘ฅ

+ cos 3๐‘ฅ

+ cos 5๐‘ฅ

โ‹ฏ ) + x, 0 < ๐‘ฅ < ๐œ‹

( 4 ๐œ‹ 1 32 52

sin๐‘ฅ (

1 โˆ’ sin 2๐‘ฅ

2 + sin 3๐‘ฅ

3 โˆ’ โ‹ฏ )

5. ๐‘“(๐‘ฅ) = 1 + ๐‘ฅ, โˆ’๐œ‹ < ๐‘ฅ < ๐œ‹ Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) = 1 + 2 (sin ๐‘ฅ โˆ’ sin 2๐‘ฅ

+ sin 3๐‘ฅ

โˆ’ sin 4๐‘ฅ

โ‹ฏ ) 2 3 4

6. ๐‘“(๐‘ฅ) = { 0, โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ < 0 Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) =

1 +

1 sin ๐‘ฅ โˆ’

2 (

cos 2๐‘ฅ +

cos 4๐‘ฅ +

cos 6๐‘ฅ โ‹ฏ )

sin ๐‘ฅ , 0 < ๐‘ฅ < ๐œ‹ 1.3 Syarat Dirichlet

๐œ‹ 2 ๐œ‹ 22โˆ’1 42โˆ’1 62โˆ’1

Persyaratan sebuah fungsi f(x) agar teruraikan ke dalam deret Fourier diberikan oleh

syarat Dirichlet berikut :

Jika :

1. f(x) didefinisikan dan bernilai tunggal di dalam (โˆ’L, L).

2. f(x) periodic di luar (โˆ’L, L) dengan periode 2L.

3. f(x) dan fโ€™(x) kontinu sepotong-sepotong di dalam (โˆ’L, L)

maka deret Fourier dengan koefisien-koefisiennya pada Pers.(1.2) dan (1.3), konvergen ke :

a. f(x) jika x adalah sebuah titik kontinuitas

b. ๐‘“(๐‘ฅ0+)+๐‘“(๐‘ฅ0โˆ’)

jika x0 adalah sebuah titik diskontinuitas, dengan 2

๐‘“(๐‘ฅ0+) = lim ๐‘“(๐‘ฅ0 + ๐‘) dan ๐‘“(๐‘ฅ0โˆ’) = lim ๐‘“(๐‘ฅ0 โˆ’ ๐‘) ๐‘โ†’0 ๐‘โ†’0

1.4 Bentuk Kompleks dari Deret Fourier

๐‘–๐‘›๐‘ฅ โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ

Dengan menggunakan hubungan sin ๐‘›๐‘ฅ = 2๐‘–

๐‘–๐‘›๐‘ฅ โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ

dan cos ๐‘›๐‘ฅ = , 2

bentuk deret Fourier sinus-cosinus Pers.(1.8) dapat dibuat menjadi deret Fourier bentuk

kompleks. Demikian sebaliknya, dari deret Fourier bentuk kompleks dapat dikembalikan

lagi menjadi deret Fourier sinus-cosinus, dengan menggunakan Eulerโ€™s formula.

Asumsikan sebuah deret berikut :

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘0 + ๐‘1๐‘’๐‘–๐‘ฅ + ๐‘โˆ’1๐‘’

โˆ’๐‘–๐‘ฅ + ๐‘2๐‘’2๐‘–๐‘ฅ + ๐‘โˆ’2๐‘’

โˆ’2๐‘–๐‘ฅ + โ‹ฏ = โˆ‘๐‘›=+โˆž ๐‘๐‘›๐‘’๐‘–๐‘›๐‘ฅ (1.9)

dan bentuk ๐‘๐‘› harus dicari. Dari hubungan : ๐œ‹ โˆซโˆ’๐œ‹ ๐‘’

๐‘–๐‘˜๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = 0, nilai rata-rata eikx pada interval

(โˆ’ฯ€, ฯ€) sama dengan nol jika k bilangan bulat bukan nol. Untuk ๐‘0, diperoleh dengan mencari

nilai rata-rata f(x) Pers.(1.9), yaitu :

1

2๐œ‹

๐œ‹

โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘0

โˆ’๐œ‹

1 โˆ™

2๐œ‹

๐œ‹

โˆซ ๐‘‘๐‘ฅ + { nilai rata โˆ’ rata ๐‘’๐‘–๐‘˜๐‘ฅ

dengan ๐‘˜ bil. bulat โ‰  nol โˆ’๐œ‹

= ๐‘0 + 0

Sehingga diperoleh : ๐‘ =

1 ๐œ‹ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ (1.10)

0 2๐œ‹ โˆ’๐œ‹

10

โˆซ

โˆซ

Dengan mengalikan Pers.(1.9) dengan ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅdan kembali dicari nilai rata-ratanya, akhirnya

diperoleh :

๐‘ = 1 ๐œ‹

๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ๐‘‘๐‘ฅ (1.11) ๐‘› 2๐œ‹ โˆ’๐œ‹

Tugas 1 :

Dengan menggunakan literatur yang ada, cobalah Anda turunkan Pers.(1.4) dan (1.11).

Contoh 2

Tentukan perluasan fungsi f(x) pada Contoh 1 dalam uraian deret Fourier bentuk kompleks.

Jawab :

Gunakan pers (1.11), yaitu ๐‘ = 1 ๐œ‹

๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ๐‘‘๐‘ฅ, untuk ๐‘“(๐‘ฅ) = {0, โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ < 0

๐‘› 2๐œ‹ โˆ’๐œ‹ 1, 0 < ๐‘ฅ < ๐œ‹

๐‘๐‘› =

1

2๐œ‹

0

โˆซ 0 โˆ™ ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ๐‘‘๐‘ฅ +

โˆ’๐œ‹

1

2๐œ‹

๐œ‹

โˆซ 1 โˆ™ ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ๐‘‘๐‘ฅ =

0

1

2๐œ‹

๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ ๐œ‹

| โˆ’๐‘–๐‘›

0

1 1

= (๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐œ‹ โˆ’ 1) = {๐œ‹๐‘–๐‘› , untuk ๐‘› ganjil โˆ’2๐œ‹๐‘–๐‘›

๐œ‹ 1 1

0, untuk ๐‘› ๐‘”enap โ‰  0

๐‘0 = 2๐œ‹

โˆซ ๐‘‘๐‘ฅ = 2 0

Jadi Pers.(1.9) menjadi :

โˆž

1 1 ๐‘’๐‘–๐‘ฅ

๐‘’3๐‘–๐‘ฅ

๐‘’5๐‘–๐‘ฅ

๐‘“(๐‘ฅ) = โˆ‘ ๐‘๐‘›๐‘’๐‘–๐‘›๐‘ฅ = +

2 ๐‘›=โˆ’โˆž

๐‘–๐œ‹ (

1 +

3 + 5

+ โ‹ฏ )

1 ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘ฅ ๐‘’โˆ’3๐‘–๐‘ฅ ๐‘’โˆ’5๐‘–๐‘ฅ + ๐‘–๐œ‹

( โˆ’1

+ โˆ’3

+

โˆ’5 + โ‹ฏ )

dan dengan menggunakan Eulerโ€™s formula, kembali akan diperoleh Pers.(1.8) :

๐‘“(๐‘ฅ) = 1 2 ๐‘’๐‘–๐‘ฅ โˆ’ ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘ฅ

+ ( 1 ๐‘’3๐‘–๐‘ฅ โˆ’ ๐‘’โˆ’3๐‘–๐‘ฅ + 1 ๐‘’5๐‘–๐‘ฅ โˆ’ ๐‘’โˆ’5๐‘–๐‘ฅ ๐‘’5๐‘–๐‘ฅ

+ + โ‹ฏ )

2 ๐œ‹ 2๐‘–

1

= 2

+

3 2 sin ๐‘ฅ

( ๐œ‹ 1

2๐‘–

sin 3๐‘ฅ

+ 3

5

sin 5๐‘ฅ

+ 5

2๐‘– 5

+ โ‹ฏ )

Soal-soal Latihan 2 :

Lihat kembali soal-soal latihan 1. Tentukan perluasan fungsi f(x) dalam uraian deret Fourier

bentuk kompleks untuk soal-soal bernomor ganjil.

1.5 Perluasan Deret Fourier

10

( ) โˆซ

( ) โˆซ

2๐œ‹ โˆซ

(

โˆซ

โˆซ

โˆซ

( )

Berdasarkan Pers.(1.5) dan (1.11), terangkum bahwa untuk f(x) yang terdefinisi pada

selang kurva (0, 2ฯ€) yang berulang secara periodik, berlaku :

๐‘Ž = 1 2๐œ‹

๐‘“ ๐‘ฅ cos ๐‘›๐œ‹ ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘› ๐œ‹ 0

๐‘ = 1 2๐œ‹

๐‘“ ๐‘ฅ sin ๐‘›๐œ‹ ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘› ๐œ‹ 0

๐‘ = 1

๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐‘ฅ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘› 2๐œ‹ 0

Untuk panjang interval 2L (โˆ’L, L) atau (0, 2L), sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

memiliki periode 2L, karena: ๐ฟ

sin ๐‘›๐œ‹

(๐‘ฅ + 2๐ฟ) = sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

+ 2๐‘›๐œ‹) = sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

(1.12) ๐ฟ

๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

๐ฟ ๐ฟ

๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

Hal yang sama juga berlaku untuk cos ๐ฟ

dan ๐‘’ ๐ฟ , keduanya memiliki periode 2L.

Sehingga, diperoleh kembali Pers.(1.2) dan (1.3), yaitu bentuk perluasan deret Fourier :

๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘Ž0 + โˆ‘โˆž (๐‘Ž cos

๐‘›๐œ‹๐‘ฅ + ๐‘ sin

๐‘›๐œ‹๐‘ฅ) atau ๐‘“(๐‘ฅ) = โˆ‘โˆž

๐‘ ๐‘’๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ/๐ฟ (1.13)

dengan

2 ๐‘›=1 ๐‘›

๐ฟ

๐‘Ž = 1

๐‘› ๐ฟ ๐ฟ

๐‘“(๐‘ฅ) cos ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

๐‘‘๐‘ฅ

๐‘›=โˆ’โˆž ๐‘›

๐‘› ๐ฟ โˆ’๐ฟ ๐ฟ

๐‘ = 1 ๐ฟ

๐‘“(๐‘ฅ) sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

๐‘‘๐‘ฅ (1.14) ๐‘› ๐ฟ โˆ’๐ฟ ๐ฟ

๐‘ = 1 ๐ฟ

๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ/๐ฟ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘› 2๐ฟ โˆ’๐ฟ

Contoh 3

Carilah perluasan fungsi periodik berikut dalam deret Fourier eksponensial dengan periode

2L, bila diketahui :

0 0 < ๐‘ฅ < ๐ฟ ๐‘“ ๐‘ฅ = {

1 ๐ฟ < ๐‘ฅ < 2๐ฟ

Jawab :

Terlebih dahulu, buat sketsa dari grafik ๐‘“(๐‘ฅ) dan lanjutkan sketsanya dengan periode 2L.

Catatan :

Mencari deret Fourier

eksponensial berarti

x mencari koefisien Cn terlebih dahulu.

Gambar 1.2 Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial.

f(x)

1

-2L -L 0 L 2L 3L

11

๐ฟ 1 โˆ’

๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐ฟ

1 โˆ’ ๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

2๐ฟ 1

โˆ’ ๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

๐‘๐‘› = 2๐ฟ

โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘’ โˆ’๐ฟ

๐ฟ ๐‘‘๐‘ฅ = 2๐ฟ

โˆซ 0 โˆ™ ๐‘’ 0

๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ 2๐ฟ

๐ฟ ๐‘‘๐‘ฅ + 2๐ฟ

โˆซ 1 โˆ™ ๐‘’ ๐ฟ

๐ฟ ๐‘‘๐‘ฅ

1 =

2๐ฟ ๐‘’โˆ’

โˆ’

๐ฟ

๐‘–๐‘›๐œ‹ |

๐ฟ ๐ฟ

1 = โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹

(๐‘’โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹ โˆ’ ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐œ‹) = 1

โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹ (1 โˆ’ ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐œ‹)

dan

2๐ฟ

1

1

= {โˆ’ ๐‘–๐‘›๐œ‹

, ๐‘› ganjil 0, ๐‘› genap โ‰  0

1

Sehingga,

๐‘0 = 2๐ฟ

โˆซ ๐‘‘๐‘ฅ = 2 ๐ฟ

๐‘›=+โˆž

๐‘“(๐‘ฅ) = โˆ‘ ๐‘ ๐‘’๐‘–๐‘›๐‘ฅ/๐ฟ = 1 โˆ’

1 (๐‘’๐‘–๐œ‹๐‘ฅ/๐ฟ โˆ’ ๐‘’โˆ’๐‘–๐œ‹๐‘ฅ/๐ฟ +

1 ๐‘’3๐‘–๐œ‹๐‘ฅ/๐ฟ โˆ’

1 ๐‘’โˆ’3๐‘–๐œ‹๐‘ฅ/๐ฟ + โ‹ฏ )

๐‘›=โˆ’โˆž

๐‘›

1

= 2 โˆ’

2

2 (sin

๐œ‹

๐‘–๐œ‹

๐œ‹๐‘ฅ

๐ฟ +

1

3 sin

3๐œ‹๐‘ฅ

๐ฟ

3 3

+ โ‹ฏ )

Soal-soal Latihan 3 :

Untuk soal 1 dan 2. carilah perluasan fungsi-fungsi periodik berikut dalam deret Fourier

sinus-cosinus dan deret Fourier eksponensial kompleks.

1. ๐‘“(๐‘ฅ) = {

0 โˆ’๐ฟ < ๐‘ฅ < 0 1 0 < ๐‘ฅ <

๐ฟ

2

0 ๐ฟ

< ๐‘ฅ < ๐ฟ 2

Jawab :

๐‘“(๐‘ฅ) = 1

+ 1

(cos ๐œ‹๐‘ฅ โˆ’

1 cos

3๐œ‹๐‘ฅ +

1 cos

5๐œ‹๐‘ฅ โ‹ฏ ) +

1 (sin

๐œ‹๐‘ฅ +

2 sin

2๐œ‹๐‘ฅ +

4 ๐œ‹ ๐ฟ 3 ๐ฟ 5 ๐ฟ ๐œ‹ ๐ฟ 2 ๐ฟ

1 sin

3๐œ‹๐‘ฅ +

1 sin

5๐œ‹๐‘ฅ +

2 sin

6๐œ‹๐‘ฅ โ‹ฏ )

3 ๐ฟ 5 ๐ฟ 6 ๐ฟ

2. ๐‘“(๐‘ฅ) = {0 โˆ’๐ฟ < ๐‘ฅ < 0

x 0 < ๐‘ฅ < ๐ฟ Jawab : (๐‘ฅ) =

1 โˆ’

2๐ฟ (cos

๐œ‹๐‘ฅ +

1 cos

3๐œ‹๐‘ฅ +

1 cos

5๐œ‹๐‘ฅ โ‹ฏ ) +

4 ๐œ‹2 ๐ฟ 32 ๐ฟ 52 ๐ฟ

sin ๐œ‹๐‘ฅ โˆ’

1 sin

2๐œ‹๐‘ฅ +

๐ฟ ( ๐ฟ 2 ๐ฟ )

๐œ‹ 1 sin

3๐œ‹๐‘ฅ โ‹ฏ 3 ๐ฟ

2 ๐‘›

2

12

f(x) = cos x

x

โ€“ ฯ€/2 0 ฯ€/2 ฯ€ f(x) =

Untuk soal-soal 3 โ€“ 5, masing-masing fungsi diberikan lewat satu periode. Sketsalah fungsi-

fungsi tersebut untuk beberapa periode dan perluaslah dalam deret Fourier sinus-cosinus dan

deret Fourier eksponensial kompleks.

3. ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ, 0 < ๐‘ฅ < 2 Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) = 1 โˆ’ 2 โˆ‘โˆž sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

๐œ‹ 1 ๐‘›

4. ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ2, โˆ’๐œ‹ < ๐‘ฅ < ๐œ‹ Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐œ‹

+ 4 โˆ‘โˆž (โˆ’1) cos ๐‘›๐‘ฅ

3 1 ๐‘›2

5. ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ2, 0 < ๐‘ฅ < 2๐œ‹ Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) = 4๐œ‹

+ 2 โˆ‘โˆž ( 1

+ ๐‘–๐œ‹

) e๐‘–๐‘›๐‘ฅ, ๐‘› โ‰  0

3 โˆ’โˆž

๐‘›2 ๐‘›

6. Misalkan f(x) = x dalam interval โ€“ 1 < x < 1. Sketsa fungsi tersebut dengan periode 2

dan perluaslah dalam deret Fourier eksponensial kompleks dengan periode 2.

Jawab:

๐‘– 1 1 1 1 ๐‘“(๐‘ฅ) = โˆ’ (โ‹ฏ โˆ’ ๐‘’โˆ’3๐‘–๐œ‹๐‘ฅ + ๐‘’โˆ’2๐‘–๐œ‹๐‘ฅ โˆ’ ๐‘’โˆ’๐‘–๐œ‹๐‘ฅ + ๐‘’๐‘–๐œ‹๐‘ฅ โˆ’ ๐‘’2๐‘–๐œ‹๐‘ฅ + ๐‘’3๐‘–๐œ‹๐‘ฅ โˆ’ โ‹ฏ )

๐œ‹ 3 2 2 3

1.6 Fungsi Genap dan Fungsi Ganjil

Sebuah fungsi f(x) dinamakan fungsi genap bila dipenuhi hubungan f(โ€“x) = f(x).

Contoh fungsi genap yang paling sederhana adalah x2 atau cos x. Kedua fungsi ini masing-

masing diilustrasikan oleh Gambar 1.3 a dan b.

f(x) f(x)

x2

x

0

(a) (b)

Gambar 1.3 Grafik fungsi genap, (a). f(x) = x2 dan (b). f(x) = cos x

Sebuah fungsi f(x) dinamakan fungsi ganjil bila dipenuhi hubungan f(โ€“x) = โ€“ f(x).

Contoh fungsi ganjil yang paling sederhana adalah x atau sin x. Kedua fungsi ini masing-

masing diilustrasikan oleh Gambar 1.4 a dan b.

f(x) f(x)

f(x) = x f(x) = sin x

x x

0 โ€“ ฯ€/2 0 ฯ€/2 ฯ€

13

๐ฟ

๐ฟ ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ โˆซ

( ) โˆซ

1 2

0

f(x)

1

โ€“ 1 โˆ’ 1

2 1

Contoh lainnya adalah f(x) = xn. Jika n adalah pangkat genap, maka f(x) = xn adalah fungsi

genap. Namun, jika n adalah pangkat ganjil, maka f(x) = xn adalah fungsi ganjil.

Pada umumnya, jika f(x) adalah fungsi genap, integral f(x) dari โ€“ L ke L adalah dua

kali integral f(x) dari 0 ke L, atau dapat ditulis :

โˆซโˆ’๐ฟ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = {

2

0, ๐‘“(๐‘ฅ) ganjil ๐ฟ (1.15)

โˆซ0 ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ, ๐‘“(๐‘ฅ) genap

Untuk deret Fourier, Pers.(1.3), jika f(x) adalah fungsi ganjil, berlaku :

๐‘Ž๐‘› = 0 ๐‘ =

2 ๐‘“(๐‘ฅ) sin ๐‘‘๐‘ฅ (1.16)

๐‘› ๐ฟ 0 ๐ฟ

maka f(x) โ€œdikatakanโ€ diperluas dalam deret sinus Fourier. Namun, jika f(x) adalah fungsi

genap, berlaku :

๐‘Ž = 2

๐ฟ ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘“ ๐‘ฅ cos ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘› ๐ฟ 0 ๐ฟ

๐‘๐‘› = 0 (1.17)

maka maka f(x) โ€œdikatakanโ€ diperluas dalam deret cosinus Fourier.

Contoh 4

Nyatakan ๐‘“(๐‘ฅ) = {

1, 0 < ๐‘ฅ <

1

2

0, 1

< ๐‘ฅ < 1 2

dalam (a) deret sinus Fourier, (b) deret cosinus Fourier,

dan (c) deret Fourier eksponensial.

Jawab :

(a). Sketsa fungsi f(x) di antara (0, 1), kemudian diperluas untuk interval (-1, 0) yang

membuatnya sebagai fungsi ganjil (Gambar 1.5).

Dalam hal

ini,

periode = 2

x atau

L = 1

Gambar 1.5 Sketsa fungsi f(x) untuk deret sinus Fourier.

Yang diminta adalah deret sinus Fourier berarti ๐‘Ž๐‘› = 0 dan

14

f(x)

1

โ€“ 2 โ€“ 1 โˆ’

1 2

0 1

2 1 2

( ) โˆซ

๐ฟ 1 2 ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ 2 ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ

๐‘๐‘› = ๐ฟ โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) sin

๐ฟ 0

1 2

๐‘‘๐‘ฅ =

1

โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) sin 1 1

0

๐‘‘๐‘ฅ

โˆ’2 1/2 โˆ’2 ๐‘›๐œ‹ = 2 โˆซ 1 โˆ™ sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ + 2 โˆซ 0 โˆ™ sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = cos ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ| = (cos โˆ’ 1) ๐‘›๐œ‹

0 1 2

0 ๐‘›๐œ‹ 2

dan diperoleh : ๐‘ = 2

, ๐‘ = 4

, ๐‘ = 2

, ๐‘ = 0, dan seterusnya. 1 ๐œ‹ 2 2๐œ‹ 3 3๐œ‹ 4

Dengan demikian, deret sinus Fourier bagi f(x) adalah :

๐‘“(๐‘ฅ) = 2 sin ๐œ‹๐‘ฅ

( ๐œ‹ 1

2sin 2๐œ‹๐‘ฅ

+ 2

sin 3๐œ‹๐‘ฅ

+ 3

sin 5๐œ‹๐‘ฅ

+ 5

2sin 6๐œ‹๐‘ฅ

+ 6

+ โ‹ฏ )

(b). Sketsa fungsi f(x) di antara (0, 1), kemudian diperluas untuk interval (โ€“1, 0) yang

membuatnya sebagai fungsi genap (Gambar 1.6). Dalam hal ini sisi โ€“ x adalah cermin

dari + x (Gambar 1.6).

x

Gambar 1.6 Sketsa fungsi f(x) untuk deret cosinus Fourier.

Yang diminta adalah deret cosinus Fourier berarti ๐‘๐‘› = 0 dan ๐‘Ž๐‘› = 2 ๐ฟ ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘“ ๐‘ฅ cos ๐‘‘๐‘ฅ

๐ฟ 0 ๐ฟ

1 2

1/2 1

๐‘Ž0 = 1 โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ = 2 [โˆซ 1 โˆ™ ๐‘‘๐‘ฅ + โˆซ 0 โˆ™ ๐‘‘๐‘ฅ] = 1 0 0 1/2

1 1 2 1

๐‘Ž๐‘› = 2 โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) cos ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = 2 โˆซ 1 โˆ™ cos ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ + 2 โˆซ 0 โˆ™ cos ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ

0 0

= 2

sin ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ|1/2 = 2

1 2

๐‘›๐œ‹ sin

๐‘›๐œ‹ 0 ๐‘›๐œ‹ 2

Dengan demikian, deret cosinus Fourier bagi f(x) adalah :

๐‘“(๐‘ฅ) = 1 2

2 + ๐œ‹

cos ๐œ‹๐‘ฅ (

1

cos 3๐œ‹๐‘ฅ

โˆ’ 3

cos 5๐œ‹๐‘ฅ

+ 5

โ‹ฏ )

Dalam hal

ini, juga

periode = 2

atau

L = 1

15

f(x)

1

โ€“ 2 โ€“ 1 โˆ’

1 2

0 1

2 1 2

(c). Sketsa fungsi f(x) di antara (0, 1), kemudian diperluas dengan periode 1 (Gambar 1.7).

Dalam hal ini,

periode =

interval fungsi

x atau 2L = 1

Gambar 1.7 Sketsa fungsi f(x) untuk deret Fourier eksponensial.

2๐ฟ 1

1 ๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ 1

๐‘๐‘› = 2๐ฟ

โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’

0

1 2

๐ฟ ๐‘‘๐‘ฅ = โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ๐‘‘๐‘ฅ 1

0

1

= โˆซ 1 โˆ™ ๐‘’โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ + โˆซ 0 โˆ™ ๐‘’โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ๐‘‘๐‘ฅ

0

1 1 ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐œ‹ โˆ’ 1

1 2

1 โˆ’ ๐‘’โˆ’๐‘–๐‘›๐œ‹

1 โˆ’ (โˆ’1)๐‘›

1 , ๐‘› ganjil

= โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹ ๐‘’

โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹๐‘ฅ|2 = 0 โˆ’2๐‘–๐‘›๐œ‹ =

2๐‘–๐‘›๐œ‹ =

2๐‘–๐‘›๐œ‹ = {๐‘–๐‘›๐œ‹

0, ๐‘› genap โ‰  0

๐‘ = 1/2 1 ๐‘‘๐‘ฅ =

๐‘› โˆซ0 2

Dengan demikian, deret Fourier eksponensial bagi f(x) adalah :

๐‘›=+โˆž

๐‘“(๐‘ฅ) = โˆ‘ ๐‘ ๐‘’๐‘–๐‘›๐‘ฅ/๐ฟ = 1

+ 1

(๐‘’2๐‘–๐œ‹๐‘ฅ โˆ’ ๐‘’โˆ’2๐‘–๐œ‹๐‘ฅ + 1 ๐‘’6๐‘–๐œ‹๐‘ฅ โˆ’

1 ๐‘’โˆ’6๐‘–๐œ‹๐‘ฅ + โ‹ฏ )

๐‘›

๐‘›=โˆ’โˆž

2 ๐‘–๐œ‹ 3 3

1

= 2

+

2 sin 2๐œ‹๐‘ฅ (

๐œ‹ 1

sin 6๐œ‹๐‘ฅ

+ 3

+ โ‹ฏ )

1.7 Teorema Parseval

Teorema Parseval ditujukan untuk menunjukkan hubungan antara rata-rata kuadrat

f(x) dan koefisien-koefisien Fourier.

Tinjau lagi Pers.(1.2) :

โˆž ๐‘Ž0 ๐‘“(๐‘ฅ) = + โˆ‘ (๐‘Ž ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ cos + ๐‘ ๐‘›๐œ‹๐‘ฅ sin )

dan

2 ๐‘› ๐‘›=1

๐ฟ ๐‘› ๐ฟ

Rata-rata dari [๐‘“(๐‘ฅ)]2 adalah 1 ๐œ‹

[๐‘“(๐‘ฅ)]2 ๐‘‘๐‘ฅ (1.18)

2๐œ‹ โˆซโˆ’๐œ‹

Dengan menggunakan rata-rata kuadrat dari suatu sinus atau cosinus lewat satu periode

adalah 1/2 , diperoleh :

16

2

2

0 1 ๐‘›

2

โˆซ

Rata-rata dari (1 ๐‘Ž 2 adalah

1 ๐‘Ž )

2 0) (

Rata-rata dari (๐‘Ž cos ๐‘›๐‘ฅ)2 adalah ๐‘Ž2 โˆ™ 1

(1.19) ๐‘› ๐‘› 2

Rata-rata dari (๐‘ sin ๐‘›๐‘ฅ)2 adalah ๐‘2 โˆ™ 1

๐‘›

Dan dengan menggunakan Pers.(1.6), diperoleh :

๐‘› 2

Rata-rata dari [๐‘“(๐‘ฅ)]2 (lewat satu periode) adalah = 1 ๐‘Ž ) +

1 โˆ‘โˆž ๐‘Ž2 +

1 โˆ‘โˆž ๐‘2

( 2 2 2 ๐‘›

(1.20)

dan untuk pernyataaan kompleksnya diperoleh :

Rata-rata dari [๐‘“(๐‘ฅ)]2 (lewat satu periode) adalah = โˆ‘โˆž

|๐‘ |2

(1.21)

Ungkapan yang lebih umum, Pers. (1.20) menjadi :

โˆ’โˆž ๐‘›

1 ๐ฟ [๐‘“(๐‘ฅ)]2 ๐‘‘๐‘ฅ = (

1 ๐‘Ž +

1 โˆ‘โˆž ๐‘Ž2 +

1 โˆ‘โˆž ๐‘2

atau

2๐ฟ โˆ’๐ฟ

๐ฟ

2 0) 2 1 ๐‘›

โˆž

2 1 ๐‘›

1 2

๐‘Ž0 2

2 2 โˆซ[๐‘“(๐‘ฅ)]

๐ฟ โˆ’๐ฟ

๐‘‘๐‘ฅ = ( 2

) + โˆ‘(๐‘Ž๐‘› + ๐‘๐‘›) 1

yang dikenal dengan Identitas Parseval.

Soal-soal Latihan 4 :

Untuk soal-soal 1 โ€“ 4 berikut, masing-masing fungsi diberikan lewat satu periode. Sketsalah

fungsi-fungsi tersebut untuk beberapa periode dan tentukan apakah dia merupakan fungsi

genap atau fungsi ganjil. Dengan menggunakan Pers.(1.16) dan (1.17), perluaslah fungsi-

fungsi tersebut dalam deret Fourier yang bersesuaian.

1. ๐‘“(๐‘ฅ) = {โˆ’1, โˆ’ฯ€ < ๐‘ฅ < 0 Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) =

4 โˆ‘โˆž 1

sin ๐‘›๐‘ฅ, n ganjil 1, 0 < ๐‘ฅ < ๐œ‹ ๐œ‹ 1 ๐‘›

2. ๐‘“(๐‘ฅ) = {โˆ’1, โˆ’๐ฟ < ๐‘ฅ < 0 Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) =

4 (sin

๐œ‹๐‘ฅ +

1 sin

3๐œ‹๐‘ฅ +

1 sin

5๐œ‹๐‘ฅ +

1, 0 < ๐‘ฅ < ๐ฟ

โ‹ฏ )

๐œ‹ ๐ฟ 3 ๐ฟ 5 ๐ฟ

3. ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐‘ฅ2, โˆ’ 1

< ๐‘ฅ < 1

Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) = 1 โˆ’

1 (cos 2๐œ‹๐‘ฅ โˆ’

1 cos 4๐œ‹๐‘ฅ +

2 2 12 ๐œ‹2 22

1 cos 6๐œ‹๐‘ฅ โ‹ฏ )

32

2

0

1

17

4. ๐‘“(๐‘ฅ) = |๐‘ฅ|, โˆ’ ๐œ‹

< ๐‘ฅ < ๐œ‹

Jawab : ๐‘“(๐‘ฅ) = ๐œ‹ โˆ’

2 โˆ‘ cos

2๐‘›๐‘ฅ

2 2 4 ๐œ‹ ๐‘› ganjil

๐‘›2

5. Diketahui fungsi f(x) = x untuk 0 < x < 1, sketsalah fungsi genap fc dengan periode 2

dan fungsi ganjil fs dengan periode 2, yang masing-masing f(x) sama pada 0 < x < 1.

Perluas fc dalam sebuah deret cosines dan fs dalam sebuah deret sinus.

Jawab : ๐‘“ (๐‘ฅ) = 1 โˆ’

4 (cos ๐œ‹๐‘ฅ +

1 cos 3๐œ‹๐‘ฅ + โ‹ฏ )

๐‘ 2 ๐œ‹2 32

2

๐‘“๐‘  (๐‘ฅ) = ๐œ‹

(

sin ๐œ‹๐‘ฅ

1 โˆ’

sin 2๐œ‹๐‘ฅ

2 +

sin 3๐œ‹๐‘ฅ

3 โˆ’ โ‹ฏ )

18

II. PERSAMAAN DIFERENSIAL BIASA

2.1 Persamaan Diferensial

Sebuah persamaan yang di dalamnya memuat turunan (derivative) dinamakan sebuah

persamaan diferensial. Jika dalam persamaan tersebut memuat turunan parsial, dia

dinamakan persamaan diferensial parsial (PDP), namun jika di dalamnya hanya memuat

turunan biasa, dia dinamakan persamaan diferensial biasa (PDB). Setiap persamaan

diferensial memiliki penyelesaian atau solusi, baik solusi umum maupun solusi khusus.

Dalam bab ini, kita akan meninjau beberapa metode penyelesaian dari PDB yang sering

dijumpai dalam persamaan fisika.

Tinjau sebuah rangkaian listrik hubungan seri RLC (Gambar 2.1). Rangkaian seri

RLC sederhana memuat sebuah resistor R, sebuah kapasitor C, dan sebuah induktor L, serta

sebuah sumber tegangan V.

๐‘‘๐ผ ๐‘ž ๐ฟ + ๐‘…๐ผ + = ๐‘‰ (2.1) ๐‘‘๐‘ก ๐ถ

Jika Pers.(2.1) didiferensiasi terhadap t dan substitusikan dq/dt = I, diperoleh

๐‘‘2๐ผ ๐‘‘๐ผ ๐ผ ๐‘‘๐‘‰

๐ฟ ๐‘‘๐‘ก2

+ ๐‘… ๐‘‘๐‘ก

+ ๐ถ

= ๐‘‘๐‘ก

(2.2)

sebagai persamaan diferensial untuk arus I dalam rangkaian seri sederhana dengan R, C, L,

dan V yang diketahui.

Orde dari persamaan diferensial adalah orde dari derivative tertinggi dalam

persamaan tersebut. Persamaan diferensial orde-satu adalah persamaan diferensial yang

memuat turunan tingkat-satu, persamaan diferensial orde-dua memuat turunan tingkat-dua,

dan seterusnya.

Persamaan diferensial orde-satu misalnya :

๐ฟ ๐‘‘๐ผ

+ ๐‘…๐ผ = ๐‘‰, ๐‘‘๐‘ฃ

= โˆ’๐‘” ๐‘ฆโ€™ + ๐‘ฅ๐‘ฆ2 = 1, (2.3) ๐‘‘๐‘ก ๐‘‘๐‘ก

V

Jika arus yang mengaliri rangkaian saat t adalah

R I(t) dan muatan pada kapasitor adalah q(t), maka

C I = dq/dt. Tegangan pada R adalah IR, tegangan

L

pada C adalah q/C, dan tegangan pada L adalah

L(dI/dt). Pada setiap saat, diperoleh :

Gambar 2.1 Rangkaian RLC

19

dan Pers.(2.2) merupakan salah satu contoh persamaan diferensial orde-dua.

Dalam penerapannya, sebagian besar persamaan diferensial yang digunakan adalah

persamaan diferensial linear. Dua persamaan pertama dari Pers.(2.3) merupakan contoh dari

persamaan linear, sedangkan persamaan terakhir merupakan contoh persamaan nonlinear.

Sebuah persamaan diferensial linear (dengan x sebagai variabel bebas dan y sebagai variabel

terikat) memiliki bentuk umum :

a0 y + a1 yโ€™ + a2 yโ€™โ€™ + a3 yโ€™โ€™โ€™ + โ€ฆ = b

dengan a0, a1, a2, โ€ฆ, dan b adalah konstanta atau fungsi dari x.

Perlu diingat bahwa sebuah solusi dari persamaan diferensial (dalam variabel x dan y) adalah

sebuah relasi di antara x dan y, yang jika disubstitusikan ke dalam persamaan diferensial itu

memberikan sebuah identitas. Sebagai contoh, relasi ๐‘ฆ = sin ๐‘ฅ + ๐ถ adalah sebuah solusi

dari persamaan diferensial ๐‘ฆโ€ฒ = cos ๐‘ฅ, karena jika ๐‘ฆ = sin ๐‘ฅ + ๐ถ disubstitusikan ke ๐‘ฆโ€ฒ =

cos ๐‘ฅ, maka diperoleh sebuah identitas, yaitu cos x = cos x.

2.2 Persamaan Separable

Bila kita menguji sebuah integral ๐‘ฆ = โˆซ ๐‘“(๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ, berarti kita memecahkan sebuah

persamaan diferensial ๐‘ฆโ€™ = ๐‘‘๐‘ฆ

= ๐‘“(๐‘ฅ), yang dapat ditulis sebagai ๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘“(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ. Variabel ๐‘‘๐‘ฅ

ruas kiri dan kanan terpisah, pada ruas kiri hanya memuat variabel y dan ruas kanan hanya

memuat variabel x. Persamaan diferensial seperti ini, yang dapat dipisahkan variabelnya,

disebut persamaan separable, dan solusinya dapat diperoleh dengan hanya mengintegrasikan

masing-masing ruas persamaan tersebut.

Contoh 2.1 Laju peluruhan suatu bahan radioaktif sebanding dengan jumlah atom yang

tersisa. Jika terdapat N0 atom saat t = 0, tentukan jumlah atom saat waktu t.

Jawab :

Persamaan diferensial untuk persoalan ini :

๐‘‘๐‘ = โˆ’ ฮป ๐‘,

๐‘‘๐‘ก

dengan ฮป adalah konstanta peluruhan.

Persamaan ini adalah persamaan separable, yang ditulis sebagai : ๐‘‘๐‘

= โˆ’ ฮป ๐‘‘๐‘ก ๐‘

Integrasi kedua ruas, diperoleh : ln ๐‘ = โˆ’ ฮป ๐‘ก + ๐ถ Saat t = 0, N = N0, konstanta integrasinya adalah ln N0.

20

2๐‘ฅ๐‘ฆ + ๐‘ฅ โˆš

Jadi pemecahan untuk N, diperoleh : ๐‘ = ๐‘0 ๐‘’โˆ’๐œ†๐‘ก

Contoh 2.2 Pecahkan persamaan diferensial : ๐‘ฅ๐‘ฆโ€™ = ๐‘ฆ + 1.

Jawab :

Bagi kedua ruas persamaan dengan (๐‘ฆ + 1), diperoleh

๐‘ฆโ€™ =

1 ๐‘ฆ + 1 ๐‘ฅ

Integrasi kedua ruas, diperoleh :

atau ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘ฆ + 1 = ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ

ln(๐‘ฆ + 1) = ln ๐‘ฅ + ๐ถ = ln ๐‘ฅ + ln ๐‘Ž = ln(๐‘Ž๐‘ฅ),

sehingga solusi dari persamaan diferensial ๐‘ฅ๐‘ฆโ€™ = ๐‘ฆ + 1 adalah ๐‘ฆ + 1 = ๐‘Ž๐‘ฅ.

Solusi umum ini merepresentasikan sebuah keluarga kurva dalam bidang (x, y), satu kurva

untuk masing-masing nilai a. Atau kita dapat menyebut solusi umum ini sebagai keluarga

solusi. Solusi khususnya adalah salah satu dari keluarga solusi ini.

Soal-soal Latihan 1 :

Tentukan solusi umum (solusi yang memiliki konstanta sembarang) dari masing-masing

persamaan diferensial berikut dengan metode separasi variabel. Kemudian, tentukan solusi

khusus masing-masing persamaan dengan menggunakan syarat-syarat batas yang ada.

1. ๐‘ฅ๐‘ฆโ€™ = ๐‘ฆ, ๐‘ฆ = 3 bila ๐‘ฅ = 2

2. ๐‘ฅโˆš1 โˆ’ ๐‘ฆ2๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘ฆโˆš1 โˆ’ ๐‘ฅ2๐‘‘๐‘ฆ = 0, ๐‘ฆ = 1

bila ๐‘ฅ = 1

2 2 1 1

3. ๐‘ฆโ€™ sin ๐‘ฅ = ๐‘ฆ ln ๐‘ฆ , ๐‘ฆ = ๐‘’ bila ๐‘ฅ =

๐œ‹

3

Jawab : (1 โˆ’ ๐‘ฅ2)2 + (1 โˆ’ ๐‘ฆ2)2 = ๐ถ, ๐ถ = โˆš3

Jawab : ln ๐‘ฆ = ๐ด(csc ๐‘ฅ โˆ’ cot ๐‘ฅ), ๐ด = โˆš3

4. (1 + ๐‘ฆ2)๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘ฅ๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฆ = 0, ๐‘ฆ = 0 bila ๐‘ฅ = 5

5. ๐‘ฅ๐‘ฆโ€™ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘ฆ = ๐‘ฆ, ๐‘ฆ = 1 bila ๐‘ฅ = 1

2

6. ๐‘ฆโ€™ = , ๐‘ฆ = 0 bila ๐‘ฅ = 2 Jawab : 2๐‘ฆ2 + 1 = ๐ด(๐‘ฅ2 โˆ’ 1)2, ๐ด = 1 ๐‘ฅ2๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ

7. (1 + ๐‘ฆ)๐‘ฆโ€™ = ๐‘ฆ, ๐‘ฆ = 1 bila ๐‘ฅ = 1 Jawab : ๐‘ฆ๐‘’๐‘ฆ = ๐‘Ž๐‘’๐‘ฅ, ๐‘Ž = 1

8. ๐‘ฆโ€™ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘ฆ = ๐‘ฅ, ๐‘ฆ = 1 bila ๐‘ฅ = 0

Tugas 1

Perhatikan kembali rangkaian listrik sederhana sebelumnya [Gambar 2.1 dan Pers.(2.1)] dan

tinjau untuk kasus-kasus berikut.

21

a. Rangkaian RC (dalam hal ini, L = 0) dengan V = 0, tentukan q sebagai fungsi dari t jika

q0 adalah muatan pada kapasitor saat t = 0.

b. Rangkaian RL (dalam hal ini, kapasitor tidak ada sehingga 1/C = 0) dengan V = 0,

tentukan I(t) yang memberikan I = I0 saat t = 0.

c. Jika time constant ฯ„ untuk suatu rangkaian didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan

bagi muatan (atau arus) untuk turun menuju 1/e kali keadaan nilai awalnya. Tentukan

time constant ฯ„ untuk rangkaian a dan b.

2.3 Persamaan Linear Orde-Satu

Sebuah persamaan linear orde-satu dapat ditulis dalam bentuk :

๐‘ฆโ€™ + ๐‘ƒ๐‘ฆ = ๐‘„, (2.4)

di mana P dan Q adalah fungsi dari x. Untuk memecahkan Pers.(2.4), pertama kita tinjau

persamaan yang lebih sederhana, yaitu bila Q = 0, yaitu :

๐‘ฆโ€™ + ๐‘ƒ๐‘ฆ = 0 atau ๐‘‘๐‘ฆ

= โˆ’๐‘ƒ๐‘ฆ (2.5) ๐‘‘๐‘ฅ

yang separable. Selanjutnya diperoleh :

๐‘‘๐‘ฆ = โˆ’๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ, sehingga diperoleh ln ๐‘ฆ = โˆ’ โˆซ ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐ถ, atau

๐‘ฆ

๐‘ฆ = ๐‘’โˆ’ โˆซ ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ+๐ถ = ๐ด๐‘’โˆ’ โˆซ ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ (2.6)

dengan ๐ด = ๐‘’๐ถ. Untuk menyederhanan notasi, misalkan :

๐ผ = โˆซ ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ, sehingga ๐‘‘๐ผ

= ๐‘ƒ (2.7) ๐‘‘๐‘ฅ

dan Pers.(2.6) dapat ditulis sebagai

๐‘ฆ = ๐ด๐‘’โˆ’๐ผ atau ๐‘ฆ๐‘’๐ผ = ๐ด. (2.8)

Selanjutnya kita dapat melihat bagaimana memecahkan Pers.(2.4). Jika kita defrensiasikan

Pers.(2.8) kanan terhadap x dan terapkan Pers.(2.7) kanan, diperoleh :

๐‘‘ (๐‘ฆ๐‘’๐ผ) = ๐‘ฆโ€ฒ๐‘’๐ผ + ๐‘ฆ๐‘’๐ผ

๐‘‘๐ผ = ๐‘ฆโ€ฒ๐‘’๐ผ + ๐‘ฆ๐‘’๐ผ๐‘ƒ = ๐‘’๐ผ(๐‘ฆโ€™ + ๐‘ƒ๐‘ฆ), (2.9)

๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ

yang tidak lain adalah ruas kiri dari Pers.(2.4) yang dikalikan dengan ๐‘’๐ผ. Jadi kita dapat

menulis Pers.(2.4) kali ๐‘’๐ผ sebagai

๐‘‘ (๐‘ฆ๐‘’๐ผ) = ๐‘’๐ผ(๐‘ฆโ€™ + ๐‘ƒ๐‘ฆ) = ๐‘„๐‘’๐ผ. (2.10)

๐‘‘๐‘ฅ

Karena Q dan ๐‘’๐ผadalah fungsi dari x, pengintegrasian Pers.(2.10) terhadap x, diperoleh :

22

โˆซ โˆ’4

โˆ’2

2

๐‘ฆ๐‘’๐ผ = โˆซ ๐‘„๐‘’๐ผ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐ถ, atau

๐‘ฆ = ๐‘’โˆ’๐ผ โˆซ ๐‘„๐‘’๐ผ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐ถ๐‘’โˆ’๐ผ,

} di mana ๐ผ = โˆซ ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ (2.11)

yang merupakan solusi umum dari Pers.(2.4).

Contoh 2.3 Pecahkan persamaan : ๐‘ฅ2๐‘ฆโ€™ โˆ’ 2๐‘ฅ๐‘ฆ = 1

๐‘ฅ

Jawab :

Gunakan bentuk Pers.(2.4), ๐‘ฆโ€™ + ๐‘ƒ๐‘ฆ = ๐‘„, sehingga diperoleh ๐‘ฆโ€™ โˆ’ 2 ๐‘ฆ =

1 .

๐‘ฅ ๐‘ฅ3

Dari Pers.(2.11), diperoleh ๐ผ = โˆซ ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ = โˆซ โˆ’ 2

๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = โˆ’2 ln ๐‘ฅ, sehingga ๐‘’๐ผ = ๐‘’โˆ’2 ln ๐‘ฅ =

1 ,

๐‘ฅ2

dan ๐‘ฆ๐‘’๐ผ = ๐‘ฆ โˆ™ 1

๐‘ฅ2 = 1

๐‘ฅ3 โˆ™ 1

๐‘ฅ2

๐‘‘๐‘ฅ = โˆซ ๐‘ฅโˆ’5 ๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘ฅ

+ ๐ถ. โˆ’4

Akhirnya diperoleh solusi umum : ๐‘ฆ = โˆ’ ๐‘ฅ

+ ๐ถ๐‘ฅ2 = โˆ’ 1

+ ๐ถ๐‘ฅ2. 4 4๐‘ฅ2

Soal-soal Latihan 2 :

Tentukan solusi umum dari masing-masing persamaan diferensial berikut.

1. ๐‘ฆโ€™ + ๐‘ฆ = ๐‘’๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = 1 ๐‘’๐‘ฅ + ๐ถ๐‘’โˆ’๐‘ฅ

2

2. ๐‘ฅ2๐‘ฆโ€ฒ + 3๐‘ฅ๐‘ฆ = 1

3. ๐‘‘๐‘ฆ + (2๐‘ฅ๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฅ๐‘’โˆ’๐‘ฅ2

)๐‘‘๐‘ฅ = 0 Jawab : ๐‘ฆ = (1 ๐‘ฅ2 + ๐ถ) ๐‘’โˆ’๐‘ฅ

2

2

1/2

4. ๐‘ฆโ€™โˆš๐‘ฅ2 + 1 + ๐‘ฅ๐‘ฆ = ๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = 1 + ๐ถ๐‘’โˆ’(๐‘ฅ +1)

5. (๐‘ฅ ln ๐‘ฅ)๐‘ฆโ€™ + ๐‘ฆ = ln ๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = 1

ln ๐‘ฅ + ๐ถ/ ln ๐‘ฅ 2

6. (1 โˆ’ ๐‘ฅ2)๐‘‘๐‘ฆ โˆ’ (๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฅโˆš1 โˆ’ ๐‘ฅ2)๐‘‘๐‘ฅ = 0 Jawab : ๐‘ฆ(1 โˆ’ ๐‘ฅ2)1/2 = ๐‘ฅ2 + ๐ถ

7. ๐‘ฆโ€™ + ๐‘ฆ cos ๐‘ฅ = sin 2๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = 2(sin ๐‘ฅ โˆ’ 1) + ๐ถ ๐‘’โˆ’ sin๐‘ฅ

8. ๐‘‘๐‘ฅ + (๐‘ฅ โˆ’ ๐‘’๐‘ฆ)๐‘‘๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฅ = 1 ๐‘’๐‘ฆ + ๐ถ๐‘’โˆ’๐‘ฆ

2

9. ๐‘‘๐‘ฆ

= 3๐‘ฆ Jawab : ๐‘ฅ = ๐‘ฆ2/3 + ๐ถ๐‘ฆโˆ’1/3

๐‘‘๐‘ฅ 3๐‘ฆ2/3โˆ’๐‘ฅ

10. Tentukan solusi umum dari Pers.(2.2) untuk sebuah rangkaian listrik RC (L = 0) dengan

๐‘‰ = ๐‘‰0 cos ๐œ”๐‘ก. Jawab : ๐ผ = ๐ด๐‘’โˆ’๐‘ก/(๐‘…๐ถ) โˆ’ ๐‘‰0๐œ”๐ถ(sin ๐œ”๐‘ก โˆ’ ๐œ”๐‘…๐ถ cos ๐œ”๐‘ก)/(1 +

๐œ”2 ๐‘…2๐ถ2)

2.4 Metode Lain bagi Penyelesaian Persamaan Linear Orde-Satu

Persamaan Bernoulli

23

Bentuk persamaan Bernoulli :

๐‘ฆโ€™ + ๐‘ƒ๐‘ฆ = ๐‘„๐‘ฆ๐‘› (2.12)

di mana P dan Q adalah fungsi dari x. Persamaan ini tidak linear tetapi dapat direduksi

menjadi sebuah persamaan linear, dengan membuat perubahan variabel, yaitu :

๐‘ง = ๐‘ฆ1โˆ’๐‘›, sehingga ๐‘งโ€ฒ = (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ฆโˆ’๐‘›๐‘ฆโ€ฒ. (2.13)

Kalikan Pers.(2.12) dengan (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ฆโˆ’๐‘› diperoleh :

(1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ฆโˆ’๐‘›๐‘ฆโ€™ + (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ฆโˆ’๐‘›๐‘ƒ๐‘ฆ = (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ฆโˆ’๐‘›๐‘„๐‘ฆ๐‘›,

(1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ฆโˆ’๐‘›๐‘ฆโ€™ + (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ƒ๐‘ฆ1โˆ’๐‘› = (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘„ ๐‘ฆ๐‘›โˆ’๐‘›,

dan substitusi Pers.(2.13), diperoleh :

๐‘งโ€™ + (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘ƒ๐‘ง = (1 โˆ’ ๐‘›)๐‘„.

Persamaan ini adalah persamaan linear orde-satu yang dapat diselesaikan sebagaimana biasa.

Persamaan Eksak

Ungkapan ๐‘ƒ(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘„(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) ๐‘‘๐‘ฆ adalah sebuah diferensial eksak jika :

๐œ•๐‘ƒ =

๐œ•๐‘„

(2.14)

๐œ•๐‘ฆ ๐œ•๐‘ฅ

Jika Pers.(2.14) berlaku, maka terdapat sebuah fungsi ๐น(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) sedemikian hingga :

๐‘ƒ = ๐œ•๐น

, ๐‘„ = ๐œ•๐น

. ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘„ ๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘‘๐น. ๐œ•๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆ

Persamaan diferensial : ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘„ ๐‘‘๐‘ฆ = 0 atau ๐‘ฆโ€ฒ = โˆ’ ๐‘ƒ

๐‘„ disebut eksak jika Pers.(2.14)

berlaku. Pada kasus ini, ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘„ ๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘‘๐น = 0, dan solusinya adalah : ๐น(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) = konstan.

Sebuah persamaan yang tak eksak sering dapat dibuat eksak dengan mengalikannya

dengan sebuah faktor yang tepat. Sebagai contoh, persamaan : ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ = 0 adalah tak

eksak. Tetapi, bila persamaan ini dibagi dengan ๐‘ฅ2, yaitu : ๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฆโˆ’๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ

= 1 ๐‘‘๐‘ฆ โˆ’

๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ = 0

๐‘ฅ2 ๐‘ฅ ๐‘ฅ2

adalah eksak, dan solusinya : ๐‘ฆ

= konstan. Faktor pengali [ 1

] ini disebut integrating ๐‘ฅ ๐‘ฅ2

factor.

Persamaan Homogen

Sebuah persamaan berbentuk :

๐‘ƒ(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) ๐‘‘๐‘ฅ + ๐‘„(๐‘ฅ, ๐‘ฆ) ๐‘‘๐‘ฆ = 0 (2.15)

24

di mana P dan Q adalah fungsi-fungsi homogen disebut persamaan homogen. Pers.(2.15)

dapat ditulis dalam bentuk ๐‘ฆโ€ฒ = ๐‘“(๐‘ฆโ„๐‘ฅ); perubahan variabel ๐‘ฃ = ๐‘ฆโ„๐‘ฅ

mereduksi Pers.(2.15) menjadi persamaan separable dalam variabel ๐‘ฃ dan ๐‘ฅ.

atau ๐‘ฆ = ๐‘ฃ๐‘ฅ

Soal-soal Latihan 3 :

Selesaikan persamaan diferensial berikut.

1. ๐‘ฆโ€™ + ๐‘ฆ = ๐‘ฅ๐‘ฆ2/3 Jawab : ๐‘ฆ1/3 = ๐‘ฅ โˆ’ 3 + ๐ถ๐‘’โˆ’๐‘ฅ/3

2. (2๐‘ฅ๐‘’3๐‘ฆ + ๐‘’๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ + (3๐‘ฅ2๐‘’3๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ2) ๐‘‘๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฅ2๐‘’3๐‘ฆ + ๐‘’๐‘ฅ โˆ’ 1 ๐‘ฆ3 = ๐ถ

3

3. (๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฆ) ๐‘‘๐‘ฆ + (๐‘ฆ + ๐‘ฅ + 1) ๐‘‘๐‘ฅ = 0 Jawab : ๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฆ2 + 2๐‘ฅ(๐‘ฆ + 1) = ๐ถ

4. ๐‘ฅ2 ๐‘‘๐‘ฆ + (๐‘ฆ2 โˆ’ ๐‘ฅ๐‘ฆ) ๐‘‘๐‘ฅ = 0 Jawab : ๐‘ฅ = ๐‘ฆ(ln ๐‘ฅ + ๐ถ)

5. ๐‘ฅ๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ + (๐‘ฆ2 โˆ’ ๐‘ฅ2) ๐‘‘๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฆ2 = ๐ถ๐‘’โˆ’๐‘ฅ2/๐‘ฆ2

2.5 Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan Ruas Kanan Nol

Pada sub bab ini kita akan meninjau bentuk solusi dari persamaan diferensial yang

berbentuk :

๐‘‘2๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘Ž2

๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘Ž1 ๐‘‘๐‘ฅ

+ ๐‘Ž0๐‘ฆ = 0 (2.16)

Dengan ๐‘Ž0, ๐‘Ž1, dan ๐‘Ž2 adalah konstanta. Persamaan ini disebut homogen karena setiap suku

memuat y atau turunan y. Pada contoh berikut, kita tinjau sebuah persamaan homogen untuk

dicari solusinya.

Contoh 2.4 Pecahkan persamaan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 5๐‘ฆโ€ฒ + 4๐‘ฆ = 0

Jawab :

Agar lebih mudah, gantikan d/dx dengan D (disebut sebagai operator diferensial), sehingga

๐ท๐‘ฆ =

๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ

= ๐‘ฆโ€ฒ, ๐ท2๐‘ฆ =

๐‘‘

๐‘‘๐‘ฅ

๐‘‘๐‘ฆ ( ) = ๐‘‘๐‘ฅ

๐‘‘2๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ2

= ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ

Dengan operator diferensial ini, ungkapan soal berubah menjadi :

๐ท2๐‘ฆ + 5๐ท๐‘ฆ + 4๐‘ฆ = 0 atau (๐ท2 + 5๐ท + 4)๐‘ฆ = 0

yang dapat difaktorkan menjadi :

(๐ท + 1)(๐ท + 4)๐‘ฆ = 0 atau (๐ท + 4)(๐ท + 1)๐‘ฆ = 0

Dalam memecahkan persamaan ini, pecahkan untuk

(๐ท + 4)๐‘ฆ = 0 dan (๐ท + 1)๐‘ฆ = 0

yang masing-masing adalah persamaan separable dengan solusi masing-masing :

25

๐‘ฆ = ๐‘1๐‘’โˆ’4๐‘ฅ dan ๐‘ฆ = ๐‘2๐‘’

โˆ’๐‘ฅ

Karena kedua solusi ini bebas linear maka kombinasi linear dari keduanya akan memuat dua

konstanta sembarang yang merupakan solusi umum. Jadi solusi umum dari persamaan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ +

5๐‘ฆโ€ฒ + 4๐‘ฆ = 0 adalah (sering disebut sebagai solusi komplementer) :

๐‘ฆ = ๐‘1๐‘’โˆ’4๐‘ฅ + ๐‘2๐‘’

โˆ’๐‘ฅ atau ๐‘ฆ = ๐‘1๐‘’โˆ’๐‘ฅ + ๐‘2๐‘’

โˆ’4๐‘ฅ

Persamaan kuadrat ๐ท2 + 5๐ท + 4 = 0 mempunyai akar-akar yang berlainan, yaitu โ€“1 dan โ€“

4. Persamaan ini dikenal sebagai persamaan karakteristik atau persamaan pembantu

(auxiliary equation) dari persamaan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 5๐‘ฆโ€ฒ + 4๐‘ฆ = 0.

Jika akar-akar persamaan karakteristik dari suatu persamaan diferensial adalah a dan

b dengan ๐‘Ž โ‰  ๐‘, maka solusi umum dari persamaan diferensial adalah kombinasi linear dari

๐‘’๐‘Ž๐‘ฅ dan ๐‘’๐‘๐‘ฅ. Dalam bentuk ringkas ditulis :

Solusi umum dari (๐ท โˆ’ ๐‘Ž)(๐ท โˆ’ ๐‘)๐‘ฆ = 0, ๐‘Ž โ‰  ๐‘ adalah ๐‘ฆ = ๐‘1๐‘’๐‘Ž๐‘ฅ + ๐‘2๐‘’

๐‘๐‘ฅ (2.17)

Jika akar-akar persamaan karakteristik dari suatu persamaan diferensial sama, dalam

hal ini ๐‘Ž = ๐‘, maka ungkapan (2.17) menjadi : (๐ท โˆ’ ๐‘Ž)(๐ท โˆ’ ๐‘Ž)๐‘ฆ = 0 dengan solusi umum

๐‘ฆ = (๐ด๐‘ฅ + ๐ต) ๐‘’๐‘Ž๐‘ฅ, atau ditulis :

Solusi umum dari (๐ท โˆ’ ๐‘Ž)(๐ท โˆ’ ๐‘Ž)๐‘ฆ = 0, ๐‘Ž = ๐‘ adalah ๐‘ฆ = (๐ด๐‘ฅ + ๐ต) ๐‘’๐‘Ž๐‘ฅ (2.18)

Jika akar-akar persamaan karakteristik dari persamaan diferensial berupa bilangan

kompleks (conjugate complex), maka persamaan diferensial dalam ungkapan (2.17),

memiliki solusi umum :

๐‘ฆ = ๐ด๐‘’(๐›ผ+๐‘–๐›ฝ)๐‘ฅ + ๐ต๐‘’(๐›ผโˆ’๐‘–๐›ฝ)๐‘ฅ = ๐‘’๐›ผ๐‘ฅ(๐ด๐‘’๐‘–๐›ฝ๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’๐‘–๐›ฝ๐‘ฅ).

(2.19)

Jika ๐‘’ยฑ๐‘–๐›ฝ๐‘ฅ = cos ๐›ฝ๐‘ฅ ยฑ ๐‘– sin ๐›ฝ๐‘ฅ, maka pernyataan dalam tanda kurung Pers.(2.19) menjadi

sebuah kombinasi linear dari sin ๐›ฝ๐‘ฅ dan cos ๐›ฝ๐‘ฅ, sehingga Pers.(2.19) dapat ditulis sebagai :

๐‘ฆ = ๐‘’๐›ผ๐‘ฅ(๐‘1 sin ๐›ฝ๐‘ฅ + ๐‘2 cos ๐›ฝ๐‘ฅ)

Atau (2.20)

๐‘ฆ = ๐‘ ๐‘’๐›ผ๐‘ฅ sin(๐›ฝ๐‘ฅ + ๐›พ)

dengan ๐‘1, ๐‘12, ๐‘, dan ๐›พ adalah konstanta sembarang.

Contoh 2.5 Pecahkan persamaan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ โˆ’ 6๐‘ฆโ€ฒ + 9๐‘ฆ = 0

Jawab :

Tuliskan persamaan sebagai :

(๐ท2 โˆ’ 6๐ท + 9)๐‘ฆ = 0 atau (๐ท โˆ’ 3)(๐ท โˆ’ 3)๐‘ฆ = 0

26

1 2

Karena akar-akar persamaan karakteristiknya sama, solusinya :

๐‘ฆ = (๐ด๐‘ฅ + ๐ต) ๐‘’3๐‘ฅ.

Soal-soal Latihan 4 :

Selesaikan persamaan diferensial berikut.

1. ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’2๐‘ฅ

2. ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 9๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’3๐‘–๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’3๐‘–๐‘ฅ

3. (๐ท2 โˆ’ 2๐ท + 1)๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฆ = (๐ด๐‘ฅ + ๐ต) ๐‘’๐‘ฅ

4. (๐ท2 โˆ’ 5๐ท + 6)๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’3๐‘ฅ + ๐ต๐‘’2๐‘ฅ

5. (๐ท2 โˆ’ 4๐ท + 13)๐‘ฆ = 0 Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’2๐‘ฅ sin(3๐‘ฅ + ๐›พ)

6. 4๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 12๐‘ฆโ€ฒ + 9 = 0 Jawab : ๐‘ฆ = (๐ด + ๐ต๐‘ฅ) ๐‘’โˆ’3๐‘ฅ/2

2.6 Persamaan Linear Orde-Dua dengan Koefisien Konstan dan Ruas Kanan Tak

Nol

Pada sub bab sebelumnya, kita telah membahas persamaan linear orde-dua dengan

koefisien konstan dan ruas kanan nol. Persamaan ini menggambarkan osilasi atau vibrasi

dari sistem mekanik atau listrik. Sering kali sistem ini tidak bebas, karena pada sistem

biasanya dikenakan gaya atau emf. Vibrasi yang ditimbulkan disebut vibrasi tertekan dan

persamaan diferensial yang digunakan untuk menggambarkan sistem berbentuk :

๐‘‘2๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘Ž2

๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘Ž1 ๐‘‘๐‘ฅ

+ ๐‘Ž0๐‘ฆ = ๐‘“(๐‘ฅ)

atau (2.21)

๐‘‘2๐‘ฆ ๐‘Ž1 ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘Ž0

๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘Ž ๐‘‘๐‘ฅ

+ ๐‘Ž

๐‘ฆ = ๐น(๐‘ฅ)

dengan ๐‘Ž0, ๐‘Ž1, dan ๐‘Ž2 adalah konstanta. Persamaan ini disebut tak-homogen karena

memuat satu suku yang tidak tergantung pada y, yaitu ๐‘“(๐‘ฅ). Fungsi sering disebut fungsi

pemaksa, yang menyatakan gaya atau emf. Pada contoh berikut, kita tinjau sebuah

persamaan tak- homogen untuk dicari solusinya.

Contoh 2.6 Pecahkan persamaan : (๐ท2 + 5๐ท + 4)๐‘ฆ = cos 2๐‘ฅ

Jawab :

21

Sebelumnya, pada contoh 2.4. persamaan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 5๐‘ฆโ€ฒ + 4๐‘ฆ = 0 memiliki solusi

komplementer ๐‘ฆ = ๐‘1๐‘’โˆ’๐‘ฅ + ๐‘2๐‘’

โˆ’4๐‘ฅ. Berkaitan dengan soal Contoh 2.6, persamaan ini juga

memiliki solusi komplementer ๐‘ฆ๐‘, yang berbentuk :

๐‘ฆ๐‘ = ๐ด๐‘’โˆ’๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’4๐‘ฅ.

Andaikan, kita hanya mengetahui satu solusi, yang disebut solusi khusus (particular

solution) ๐‘ฆ๐‘, maka solusi khususnya adalah :

๐‘ฆ๐‘ =

1 sin 2๐‘ฅ.

10

Cara memperoleh solusi khusus ini akan dibahas kemudian.

Dua persamaan yang ditinjau, yaitu (๐ท2 + 5๐ท + 4)๐‘ฆ๐‘ = cos 2๐‘ฅ dan (๐ท2 + 5๐ท + 4)๐‘ฆ๐‘ =

0

Penjumlahan keduanya, diperoleh :

(๐ท2 + 5๐ท + 4)(๐‘ฆ๐‘ + ๐‘ฆ๐‘) = cos 2๐‘ฅ + 0 = cos 2๐‘ฅ

Jadi solusi umumnya adalah :

๐‘ฆ = ๐‘ฆ๐‘ + ๐‘ฆ๐‘ = ๐ด๐‘’โˆ’๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’4๐‘ฅ + 1

sin 2๐‘ฅ. 10

Dengan demikian, dapat dicatat bahwa solusi umum dari persamaan berbentuk seperti soal

Contoh 2.6 adalah ๐‘ฆ = ๐‘ฆ๐‘ + ๐‘ฆ๐‘, di mana fungsi komplementer ๐‘ฆ๐‘ adalah solusi umum dari

persamaan homogen dan ๐‘ฆ๐‘adalah solusi khususnya.

Selanjutnya, kita akan bahas beberapa metode untuk memperoleh solusi khusus.

Metode inspeksi

Metode inspeksi ini sangat berguna dalam kasus sederhana di mana jawaban akan

diperoleh secara cepat. Sebagai contoh, untuk : ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 2๐‘ฆโ€ฒ + 3๐‘ฆ = 5, solusi khususnya adalah

๐‘ฆ๐‘ =

5 , karena bila y pada persamaan tersebut bernilai konstan, maka ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ = ๐‘ฆโ€ฒ = 0. Contoh

3

lainnya, untuk : ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ โˆ’ 6๐‘ฆโ€ฒ + 9๐‘ฆ = 8๐‘’๐‘ฅ, maka ๐‘ฆ = 2๐‘’๐‘ฅ adalah sebuah solusi. Di sisi lain,

untuk :

๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = ๐‘’๐‘ฅ, (2.22)

metode ini tidak dapat digunakan karena ๐‘’๐‘ฅ memenuhi ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = 0.

Metode integrasi dari dua persamaan orde-satu

22

Metode integral ini dapat langsung digunakan untuk memecahkan persamaan

diferensial. Sebagai contoh, tinjau lagi Pers.(2.22). Persamaan ini dapat ditulis sebagai :

(๐ท โˆ’ 1)(๐ท + 2)๐‘ฆ = ๐‘’๐‘ฅ. (2.23)

Misalkan ๐‘ข = (๐ท + 2)๐‘ฆ, maka Pers.(2.23) menjadi :

(๐ท โˆ’ 1)๐‘ข = ๐‘’๐‘ฅ atau ๐‘ขโ€ฒ โˆ’ ๐‘ข = ๐‘’๐‘ฅ

yang merupakan persamaan linear orde-satu. Pemecahannya adalah :

๐‘ขโ€ฒ โˆ’ ๐‘ข = ๐‘’๐‘ฅ ditulis menjadi ๐‘ขโ€™ โˆ’ ๐‘ƒ๐‘ข = ๐‘’๐‘ฅ,

Dengan Pers.(2.11), dalam hal ini ๐‘ƒ = โˆ’1 dan ๐‘„ = ๐‘’๐‘ฅ, ungkapan ๐ผ = โˆซ ๐‘ƒ ๐‘‘๐‘ฅ menjadi ๐ผ =

โˆซ โˆ’ ๐‘‘๐‘ฅ = โˆ’๐‘ฅ, dan ๐‘ข๐‘’๐ผ = โˆซ ๐‘„๐‘’๐ผ ๐‘‘๐‘ฅ + ๐ถ menjadi :

๐‘ข๐‘’โˆ’๐‘ฅ = โˆซ ๐‘’โˆ’๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘ฅ + ๐‘1,

๐‘ข = ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘1๐‘’๐‘ฅ.

Persamaan diferensial untuk y menjadi :

(๐ท + 2)๐‘ฆ = ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘1๐‘’๐‘ฅ atau ๐‘ฆโ€ฒ + 2๐‘ฆ = ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘1๐‘’

๐‘ฅ.

Persamaan ini sekali lagi merupakan persamaan linear orde-satu, yang pemecahannya adalah

sebagai berikut (๐‘ƒ = 2 dan ๐‘„ = ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘1๐‘’๐‘ฅ) :

๐ผ = โˆซ 2 ๐‘‘๐‘ฅ = 2๐‘ฅ,

๐‘ฆ๐‘’2๐‘ฅ = โˆซ ๐‘’2๐‘ฅ(๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘ ๐‘’๐‘ฅ) ๐‘‘๐‘ฅ =

๐‘ฅ๐‘’3๐‘ฅ + ๐‘โ€ฒ ๐‘’3๐‘ฅ + ๐‘ ,

1

๐‘ฆ =

1 ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘โ€ฒ ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘

1 2

๐‘’โˆ’2๐‘ฅ.

3 1 2

Dengan metode ini, solusi yang diperoleh selalu berbentuk ๐‘ฆ = ๐‘ฆ๐‘ + ๐‘ฆ๐‘ atau ๐‘ฆ = ๐‘ฆ๐‘ + ๐‘ฆโ„Ž di

mana fungsi komplementer ๐‘ฆ๐‘ = ๐‘ฆโ„Ž adalah solusi umum dari persamaan homogen dan ๐‘ฆ๐‘

adalah solusi khususnya. Dalam hal ini, ๐‘ฆ = 1 ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ dan ๐‘ฆ = ๐‘ฆ = ๐‘โ€ฒ ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘ ๐‘’โˆ’2๐‘ฅ.

๐‘ 3 ๐‘ โ„Ž 1 2

Metode eksponensial ruas kanan

Metode eksponensial ruas kanan digunakan untuk memperoleh bentuk solusi khusus,

jika ruas kanan Pers.(2.21) adalah ๐น(๐‘ฅ) = ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘ฅ, di mana k dan c adalah konstanta yang

diketahui. Misalkan a dan b adalah akar-akar persamaan karekteristik dari Pers.(2.21), maka

persamaan ini dapat ditulis :

(๐ท โˆ’ ๐‘Ž)(๐ท โˆ’ ๐‘)๐‘ฆ = ๐‘˜๐‘’๐‘๐‘ฅ (2.24)

1 ๐‘ฅ๐‘’3๐‘ฅ โˆ’ 1 ๐‘’3๐‘ฅ + 1 ๐‘ ๐‘’3๐‘ฅ + ๐‘ = 1

3 9 3 1 2 3

23

Pemecahan untuk solusi khususnya, sangat bergantung pada nilai kontanta c dikaitkan

dengan a dan b. Secara ringkas, solusi khusus Pers.(2.24) diperoleh dengan mengasumsikan

solusi berbentuk :

๐ถ๐‘’๐‘๐‘ฅ jika c tidak sama dengan a atau b

๐ถ๐‘ฅ๐‘’๐‘๐‘ฅ jika c = a atau b, a โ‰  b (2.25)

๐ถ๐‘ฅ2๐‘’๐‘๐‘ฅ jika c = a = b

Contoh 2.7 Pecahkan persamaan (๐ท โˆ’ 1)(๐ท + 5)๐‘ฆ = 7๐‘’2๐‘ฅ.

Jawab :

(๐ท โˆ’ 1)(๐ท + 5)๐‘ฆ = 7๐‘’2๐‘ฅ dapat ditulis sebagai (๐ท2 + 4๐ท โˆ’ 5)๐‘ฆ = 7๐‘’2๐‘ฅ

Akar-akar persamaan karakteristik tidak sama dengan pangkat eksponensial (c โ‰  a atau b).

Solusi khusus diperoleh dengan cara substitusi ๐‘ฆ๐‘ = ๐ถ๐‘’2๐‘ฅ ke persamaan soal, diperoleh :

๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 4๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 5๐‘ฆ = ๐ถ(4๐‘’2๐‘ฅ + 8๐‘’2๐‘ฅ โˆ’ 5๐‘’2๐‘ฅ) = 7๐‘’2๐‘ฅ. Jadi ๐ถ = 1, sehingga ๐‘ฆ = ๐‘’2๐‘ฅ. ๐‘ ๐‘ ๐‘ ๐‘

Solusi umumnya adalah :

๐‘ฆ = ๐ด๐‘’๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’5๐‘ฅ + ๐‘’2๐‘ฅ.

Contoh 2.8 Pecahkan untuk Pers. (2.23), yaitu ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = ๐‘’๐‘ฅ.

Jawab :

(๐ท โˆ’ 1)(๐ท + 2)๐‘ฆ = ๐‘’๐‘ฅ

Dalam hal ini, c = a atau b, a โ‰  b, berarti bentuk solusinya adalah ๐‘ฆ๐‘ = ๐ถ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ. Sehingga

๐‘ฆโ€ฒ๐‘ = ๐ถ(๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘’๐‘ฅ), dan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ๐‘ = ๐ถ(๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + 2๐‘’๐‘ฅ).

Substitusi ke Pers.(2.23) diperoleh :

๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = ๐ถ(๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + 2๐‘’๐‘ฅ + ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ + ๐‘’๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ) = ๐‘’๐‘ฅ.

Jadi diperoleh ๐ถ = 1, sehingga solusi khususnya adalah ๐‘ฆ =

1 ๐‘ฅ๐‘’๐‘ฅ, sebagaimana yang telah

3 ๐‘ 3

diperoleh sebelumnya, tetapi dengan langkah lebih cepat.

Metode eksponensial kompleks

Kadangkala F(x) pada ruas kanan Pers.(2.21) berbentuk fungsi sinus atau cosines.

Misalkan Pers.(2.21) berbentuk :

(๐ท โˆ’ ๐‘Ž)(๐ท โˆ’ ๐‘)๐‘ฆ = {๐‘˜ sin ๐›ผ๐‘ฅ

๐‘˜ cos ๐›ผ๐‘ฅ

Untuk memperoleh solusi khususnya, pertama pecahkan

(๐ท โˆ’ ๐‘Ž)(๐ท โˆ’ ๐‘)๐‘ฆ = ๐‘˜๐‘’๐‘–๐›ผ๐‘ฅ

24

kemudian ambil bentuk real atau imajinernya.

Contoh 2.9 Pecahkan persamaan diferensial : ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = 4 sin 2๐‘ฅ.

Jawab :

๐‘Œโ€ฒโ€ฒ + ๐‘Œโ€ฒ โˆ’ 2๐‘Œ = 4๐‘’2๐‘–๐‘ฅ = 4(cos 2๐‘ฅ + ๐‘– sin 2๐‘ฅ)

karena itu, solusi persamaan ini mengambil bentuk kompleks. Jika ๐‘Œ = ๐‘Œ๐‘… + ๐‘–๐‘Œ๐ผ, persamaan

di atas ekuivalen dengan dua persamaan berikut :

๐‘Œโ€ฒโ€ฒ + ๐‘Œโ€ฒ โˆ’ 2๐‘Œ๐‘… = Re 4๐‘’2๐‘–๐‘ฅ = 4 cos 2๐‘ฅ ๐‘… ๐‘…

๐‘Œโ€ฒโ€ฒ + ๐‘Œโ€ฒ โˆ’ 2๐‘Œ๐ผ = Im 4๐‘’2๐‘–๐‘ฅ = 4 sin 2๐‘ฅ ๐ผ ๐ผ

Persamaan terakhir mirip dengan soal Contoh 2.9 dan terlihat bahwa solusinya adalah bagian

imajiner dari Y. Jadi untuk memperoleh ๐‘ฆ๐‘, kita cari ๐‘Œ๐‘ dan mengambil bentuk imajinernya.

Terlihat bahwa akar-akar persamaan karakteristiknya tidak sama dengan 2i (c โ‰  a atau b).

Untuk memperoleh solusi khusus, substitusi ๐‘Œ๐‘ = ๐ถ๐‘’2๐‘–๐‘ฅ ke persamaan terakhir, diperoleh :

๐‘Œโ€ฒโ€ฒ + ๐‘Œโ€ฒ โˆ’ 2๐‘Œ = (โˆ’4 + 2๐‘– โˆ’ 2)๐ถ๐‘’2๐‘–๐‘ฅ = (2๐‘– โˆ’ 6)๐ถ๐‘’2๐‘–๐‘ฅ = 4๐‘’2๐‘–๐‘ฅ

๐ถ = 4

= 4(โˆ’2๐‘–โˆ’6) =

โˆ’8(๐‘–+3) = โˆ’

1 (๐‘– + 3),

2๐‘–โˆ’6 (2๐‘–โˆ’6)(โˆ’2๐‘–โˆ’6) 40 5

Sehingga diperoleh : ๐‘Œ = โˆ’ 1

(๐‘– + 3)๐‘’2๐‘–๐‘ฅ = โˆ’ 1

(๐‘– + 3) (cos 2๐‘ฅ + ๐‘– sin 2๐‘ฅ). ๐‘ 5 5

Dengan mengambil bentuk imajiner dari ๐‘Œ๐‘, diperoleh ๐‘ฆ๐‘ dari soal Contoh 2.9, yaitu :

๐‘ฆ = โˆ’ 1

cos 2๐‘ฅ โˆ’ 3

sin 2๐‘ฅ. ๐‘ 5 5

Metode Koefisien yang tidak Diketahui

Sebelumnya, telah dibahas tentang bentuk ๐‘ฆ๐‘ yang terkait dengan bagi Pers.(2.21)

bila pada ruas kanan persamaan F(x) adalah sebuah eksponensial. Pembahasan selanjutnya

adalah bila ruas kanan Pers.(2.21) adalah sebuah eksponensial dikalikan dengan sebuah

polynomial, yaitu ๐น(๐‘ฅ) = ๐‘’๐‘๐‘ฅ๐‘ƒ๐‘›(๐‘ฅ), di mana ๐‘ƒ๐‘›(๐‘ฅ) adalah suatu sebuah polynomial

berderajat n.

Solusi khusus ๐‘ฆ๐‘ bagi dari (๐ท โˆ’ ๐‘Ž)(๐ท โˆ’ ๐‘)๐‘ฆ = ๐‘’๐‘๐‘ฅ๐‘ƒ๐‘›(๐‘ฅ) adalah :

๐‘’๐‘๐‘ฅ๐‘„๐‘›(๐‘ฅ) jika c tidak sama dengan a atau b

๐‘ฆ๐‘ = ๐‘ฅ๐‘’๐‘๐‘ฅ๐‘„๐‘›(๐‘ฅ) jika c = a atau b, a โ‰  b (2.26)

๐‘ฅ2๐‘’๐‘๐‘ฅ๐‘„๐‘›(๐‘ฅ) jika c = a = b

25

di mana ๐‘„๐‘›(๐‘ฅ) adalah suatu polynomial yang berderajat sama seperti ๐‘ƒ๐‘›(๐‘ฅ) yang koefisien-

koefisiennya dicari agar memenuhi persamaan diferensial yang dipecahkan. Catatan bahwa

sinus dan cosinus telah dicakup dalam ๐‘’๐‘๐‘ฅ menggunakan eksponesial kompleks. Untuk c =

0, bentuk ruas kanan persamaan hanya berupa sebuah polynomial.

Contoh 2.10 Pecahkan persamaan diferensial : ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = ๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฅ.

Jawab :

Misalkan solusi khususnya berbentuk

๐‘ฆ๐‘ = ๐ด๐‘ฅ2 + ๐ต๐‘ฅ + ๐ถ

Ada tiga koefisien yang tidak diketahui, yaitu ๐ด, ๐ต, ๐ถ yang harus dicari sedemikian hingga

memenuhi persamaan soal Contoh 2.10. Kita peroleh :

๐‘ฆโ€ฒ๐‘ = 2๐ด๐‘ฅ + ๐ต dan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ๐‘ = 2๐ด.

Substitusi ๐‘ฆ๐‘, ๐‘ฆโ€ฒ๐‘, dan ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ๐‘ ke soal Contoh 2.10, diperoleh :

๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = 2๐ด + 2๐ด๐‘ฅ + ๐ต โˆ’ 2๐ด๐‘ฅ2 โˆ’ 2๐ต๐‘ฅ โˆ’ 2๐ถ = ๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฅ. ๐‘

Dengan demikian,

๐‘ ๐‘

โˆ’2๐ด๐‘ฅ2 + 2๐ด๐‘ฅ โˆ’ 2๐ต๐‘ฅ + 2๐ด + ๐ต โˆ’ 2๐ถ = ๐‘ฅ2 โˆ’ ๐‘ฅ.

โˆ’2๐ด๐‘ฅ2 = ๐‘ฅ2, โˆ’2๐ด = 1, ๐ด = โˆ’ 1

2

2๐ด๐‘ฅ โˆ’ 2๐ต๐‘ฅ = โˆ’๐‘ฅ, 2๐ด โˆ’ 2๐ต = โˆ’1, 2 (โˆ’ 1) โˆ’ 2๐ต = โˆ’1, ๐ต = 0

2

2๐ด + ๐ต โˆ’ 2๐ถ = 0, 2 (โˆ’ 1) + 0 โˆ’ 2๐ถ = 0, ๐ถ = โˆ’

1

2 2

Jadi solusi khususnya adalah :

๐‘ฆ = ๐ด๐‘ฅ2 + ๐ต๐‘ฅ + ๐ถ = โˆ’ 1 ๐‘ฅ2 + 0 โˆ’

1 = โˆ’

1 (๐‘ฅ2 + 1).

๐‘ 2 2 2

Soal-soal Latihan 5 :

Selesaikan persamaan diferensial berikut.

26

1. ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ โˆ’ 4๐‘ฆ = 10 Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’2๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’2๐‘ฅ โˆ’ 5

2

2. ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = ๐‘’2๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’2๐‘ฅ + 1 ๐‘’2๐‘ฅ

4

3. (๐ท2 + 1)๐‘ฆ = 2๐‘’๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’๐‘–๐‘ฅ + ๐ต๐‘’โˆ’๐‘–๐‘ฅ + ๐‘’๐‘ฅ

4. ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ โˆ’ ๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ 2๐‘ฆ = 3๐‘’2๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด๐‘’โˆ’๐‘ฅ + ๐ต๐‘’2๐‘ฅ + ๐‘ฅ๐‘’2๐‘ฅ

5. (๐ท2 + 2๐ท + 1)๐‘ฆ = 2๐‘’โˆ’๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = (๐ด๐‘ฅ + ๐ต + ๐‘ฅ2)๐‘’โˆ’๐‘ฅ

6. ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 2๐‘ฆโ€ฒ + 10๐‘ฆ = 100 cos 4๐‘ฅ (Petunjuk : cari dulu ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 2๐‘ฆโ€ฒ + 10๐‘ฆ =

100๐‘’4๐‘–๐‘ฅ)

Jawab : ๐‘ฆ = ๐‘’โˆ’๐‘ฅ(๐ด sin 3๐‘ฅ + ๐ต cos 3๐‘ฅ) + 8 sin 4๐‘ฅ โˆ’ 6 cos 4๐‘ฅ

7. (๐ท2 โˆ’ 2๐ท + 1)๐‘ฆ = 2 cos ๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = (๐ด๐‘ฅ + ๐ต)๐‘’๐‘ฅ โˆ’ sin ๐‘ฅ

8. 5๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 12๐‘ฆโ€ฒ + 20๐‘ฆ = 120 sin 2๐‘ฅ

Jawab : ๐‘ฆ = ๐‘’โˆ’6๐‘ฅ/5[๐ด sin(8๐‘ฅ/5) + ๐ต cos(8๐‘ฅ/5)] โˆ’ 5 cos 2๐‘ฅ

9. ๐‘ฆโ€ฒโ€ฒ + 16๐‘ฆ = 16 cos 4๐‘ฅ Jawab : ๐‘ฆ = ๐ด sin 4๐‘ฅ + ๐ต cos 4๐‘ฅ + 2๐‘ฅ sin 4๐‘ฅ

10. (๐ท2 + 2๐ท + 17)๐‘ฆ = 60๐‘’โˆ’4๐‘ฅ sin 5๐‘ฅ (Petunjuk : cari dulu (๐ท2+2๐ท+17)๐‘ฆ =

60๐‘’(โˆ’4+5๐‘–)๐‘ฅ)

Jawab : ๐‘ฆ = ๐‘’โˆ’๐‘ฅ(๐ด sin 4๐‘ฅ + ๐ต cos 4๐‘ฅ) + 2๐‘’โˆ’4๐‘ฅ cos 5๐‘ฅ

Soal-soal :

Tentukan solusi umum dari masing-masing persamaan diferensial berikut.

1. ๐‘ฅ๐‘ฆโ€™ + ๐‘ฆ = 2๐‘ฅ5/2

2. ๐‘ฆโ€ฒ cos ๐‘ฅ + ๐‘ฆ = cos2 ๐‘ฅ

27

1

โˆ’ โ€ฒ

III. KALKULUS VARIASI

Salah satu pemakaian kalkulus variasi adalah untuk menemukan geodesic dari suatu

permukaan, Geodesic merupakan kurva sepanjang suatu permukaan yang menandai jarak

terpendek antara dua titik yang berdekatan. Pemakaian lainnya adalah berkaitan dengan nilai

maksimum dan minimum. Dalam kalkulus variasi, kita sering menyatakan persoalan-

persaolan dengan mengatakan bahwa suatu besaran tertentu diminimisasi, dengan menaruh

๐‘“โ€ฒ(๐‘ฅ) = 0, atau membuat besaran tersebut stasioner.

3.1 Persamaan Euler

Tinjau integral :

๐ผ =

๐‘ฅ2 ๐น(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ฆโ€ฒ)๐‘‘๐‘ฅ, dengan ๐‘ฆโ€ฒ =

๐‘‘๐‘ฆ

(3.1)

โˆซ๐‘ฅ1

๐‘‘๐‘ฅ

Persoalannya adalah bagaimana menentukan y(x) agar I stasioner (ekstrem, minimum atau

maksimum). Kita definisikan Y(x) :

๐‘Œ(๐‘ฅ) = ๐‘ฆ(๐‘ฅ) + ๐œ– ๐œ‚(๐‘ฅ)

dengan y(x) adalah nilai ekstrem yang dicari, ๐œ– adalah sebuah parameter, dan ๐œ‚(x) sebagai

fungsi dari x, yang nilainya nol pada x1 dan x2. Juga diperoleh :

๐‘Œโ€ฒ(๐‘ฅ) = ๐‘ฆโ€ฒ(๐‘ฅ) + ๐œ– ๐œ‚โ€ฒ(๐‘ฅ)

Bila ๐œ– = 0, maka ๐‘Œ(๐‘ฅ) = ๐‘ฆ(๐‘ฅ), dan pers.(3.1) menjadi :

๐‘ฅ2

๐ผ(๐œ–) = โˆซ ๐น(๐‘ฅ, ๐‘Œ, ๐‘Œโ€ฒ)๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ1

Dengan kata lain, ๐ผ(๐œ–) minimum bila ๐œ– = 0, atau dapat ditulis : ๐‘‘๐ผ(๐œ–)

= 0, bila ๐œ– = 0. ๐‘‘๐œ–

Mengingat bahwa Y dan Yโ€™ sebagai fungsi dari ๐œ–, diferensiasi ๐ผ(๐œ–) terhadap ๐œ–, diperoleh :

๐‘‘๐ผ ๐‘ฅ2 ๐œ•๐น ๐œ•๐‘Œ ๐œ•๐น ๐œ•๐‘Œโ€ฒ = โˆซ ( + ) ๐‘‘๐‘ฅ

๐‘‘๐œ– ๐‘ฅ1 ๐œ•๐‘Œ ๐œ•๐œ– ๐œ•๐‘Œโ€ฒ ๐œ•๐œ–

Substitusi Y dan Yโ€™ akhirnya diperoleh (selengkapnya baca Boas, p.388) :

๐‘‘๐ผ ๐‘ฅ2 ๐œ•๐น ๐‘‘ ๐œ•๐น ( ) ๐‘‘๐œ–

๐œ–=0

= โˆซ ( โˆ’ ) ๐œ‚(๐‘ฅ)๐‘‘๐‘ฅ = 0

๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆโ€ฒ

Karena ๐œ‚(๐‘ฅ) sembarang, pernyataan ๐œ•๐น ๐‘‘

( ๐œ•๐น

) haruslah sama dengan nol. ๐œ•๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆ

28

โˆซ

atau :

๐‘‘ ๐œ•๐น

๐œ•๐น

๐‘‘๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆโ€ฒ โˆ’ ๐œ•๐‘ฆ

= 0 (3.2)

Yang dikenal dengan persamaan Euler atau Euler-Lagrange.

Setiap persoalan dalam kalkulus variasi dipecahkan dengan integralnya menjadi

stasioner. Tuliskan fungsi F, substitusi ke persamaan Euler, dan memecahkan persamaan

diferensial yang dihasilkan.

Contoh 1

Tuliskan dan pecahkan persamaan Euler yang membuat integral berikut stasioner (geodesic

dalam suatu bidang).

Jawab :

Kita lakukan penyederhanaan

๐‘ฅ2

โˆซ โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2 ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ1

๐‘ฅ2 โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2 ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅ1

Dalam persoalan ini, ๐น = โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2, maka

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฆโ€ฒ

๐‘ฆโ€ฒ = โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2

dan ๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฆ

= 0,

dan dengan Pers.(3.2), yaitu persamaan Euler ( ๐‘‘ ๐œ•๐น

โˆ’ ๐œ•๐น

= 0), memberikan : ๐‘‘๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆโ€ฒ ๐œ•๐‘ฆ

๐‘‘ ๐‘ฆโ€ฒ

Integrasi terhadap x, diperoleh :

๐‘‘๐‘ฅ ( ) = 0. โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2

๐‘ฆโ€ฒ

= konstan, โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2

atau ๐‘ฆโ€ฒ = konstan. Jadi slope ๐‘ฆ(๐‘ฅ) adalah konstan, sehingga ๐‘ฆ(๐‘ฅ) adalah berupa sebuah

garis lurus sebagaimana yang diinginkan.

Soal-soal Latihan 1 :

Tuliskan dan pecahkan persamaan Euler yang membuat integral-integral berikut stasioner.

๐‘ฅ2

1. โˆซ โˆš๐‘ฅโˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2 ๐‘‘๐‘ฅ 2. โˆซ ๐‘ฅ2 ๐‘‘๐‘ 

๐‘ฅ1 ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ

29

3.2 Pemakaian Persamaan Euler-Lagrange

Dalam koordinat polar (๐‘Ÿ, ๐œƒ), penyederhanaan integral (membuatnya stasioner) :

Kita pecahkan pers Euler :

๐‘ฅ2

โˆซ ๐น(๐‘Ÿ, ๐œƒ, ๐œƒโ€ฒ)๐‘‘๐‘Ÿ ๐‘ฅ1

di mana ๐œƒโ€ฒ =

๐‘‘๐œƒ

๐‘‘๐‘Ÿ

๐‘‘ ๐œ•๐น ๐œ•๐น

Untuk menyederhanakan

๐‘ฅ2

( ) โˆ’ = 0 (3.3) ๐‘‘๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒโ€ฒ ๐œ•๐œƒ

๐‘‘๐‘ฅ

kita pecahkan :

โˆซ ๐น(๐‘ก, ๐‘ฅ, ๐‘ฅ )๐‘‘๐‘Ÿ ๐‘ฅ1

di mana ๐‘ฅ =

๐‘‘๐‘ก

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

๐œ•๐น ( ) โˆ’ ๐œ•๐‘ฅ

๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅ

= 0. (3.4)

Contoh 2

Tentukan lintasan yang diikuti oleh seberkas cahaya jika indeks biasnya (dalam koordianat

polar) sebanding dengan ๐‘Ÿโˆ’2.

Jawab :

Kita ingin membuat stasioner โˆซ ๐‘› ๐‘‘๐‘  atau

โˆซ ๐‘Ÿโˆ’2 ๐‘‘๐‘  = โˆซ ๐‘Ÿโˆ’2โˆš๐‘‘๐‘ 2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 = โˆซ ๐‘Ÿโˆ’2โˆš1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2 ๐‘‘๐‘Ÿ.

Dalam persoalan ini, ๐น = ๐‘Ÿโˆ’2โˆš1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2, maka

๐œ•๐น 1 โˆ’

1 ๐‘Ÿโˆ’2๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ ๐œƒโ€ฒ = ๐‘Ÿโˆ’2(1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2) 2 (2 ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ) = = ๐œ•๐œƒโ€ฒ 2 โˆš1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2

๐œ•๐น

โˆš1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2

dan ๐œ•๐œƒ

= 0,

dan dengan Pers.(3.3), yaitu persamaan Euler :

๐‘‘ ๐œ•๐น ๐œ•๐น

diperoleh :

๐‘‘

๐œƒโ€ฒ

( ) โˆ’ = 0 ๐‘‘๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒโ€ฒ ๐œ•๐œƒ

๐œƒโ€ฒ ( ) = 0 atau = konstan = ๐พ. ๐‘‘๐‘Ÿ โˆš1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2 โˆš1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2

30

โˆ’1

Pemecahan untuk ๐œƒโ€ฒdengan mengkuadratkan ruas kiri dan kanan, diperoleh :

๐œƒโ€ฒ2 = ๐พ2(1 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2) = ๐พ2+๐พ2๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2 sehingga ๐œƒโ€ฒ2(1 โˆ’ ๐พ2๐‘Ÿ2) = ๐พ2

๐œƒโ€ฒ = ๐‘‘๐œƒ

= ๐พ

๐‘‘๐‘Ÿ โˆš1 โˆ’ ๐พ2๐‘Ÿ2

Integrasi terhadap r (gunakan tabel integral), diperoleh :

๐œƒ = ๐‘Ž๐‘Ÿ๐‘ sin ๐พ๐‘Ÿ + ๐ถ. Contoh 3

Tentukan integral pertama dari persamaan Euler untuk membuat stasioner integral

Jawab :

โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2

๐ผ = โˆซ โˆš๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฅ.

Karena ๐‘ฅ tidak ada dalam integral, kita mengubahnya menjadi ๐‘ฆ sebagai variabel integrasi.

Dengan Pers.(3.6) : ๐‘ฅโ€ฒ = ๐‘‘๐‘ฅ

= ๐‘‘๐‘ฆ

) , ๐‘ฆโ€ฒ = 1

, ๐‘‘๐‘ฅ = ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฆ = ๐‘ฅโ€ฒ๐‘‘๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฆ ( ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘ฅโ€ฒ

๐‘‘๐‘ฆ

โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2๐‘‘๐‘ฅ = โˆš1 + ๐‘ฆโ€ฒ2๐‘ฅโ€ฒ๐‘‘๐‘ฆ = โˆš1 + ๐‘ฅโ€ฒ2๐‘‘๐‘ฆ.

Sehingga

โˆš1 + ๐‘ฅโ€ฒ2

๐ผ = โˆซ โˆš๐‘ฆ

Dalam persoalan ini, ๐น = โˆš1+๐‘ฅโ€ฒ2

, maka โˆš๐‘ฆ

๐‘‘๐‘ฆ = โˆซ ๐น(๐‘ฆ, ๐‘ฅโ€ฒ)๐‘‘๐‘ฆ .

๐œ•๐น 1 1 โˆ’ 1 ๐‘ฅโ€ฒ ๐œ•๐น

๐œ•๐‘ฅโ€ฒ = (1 + ๐‘ฅโ€ฒ2)

2 โˆš๐‘ฆ 2 (2 ๐‘ฅโ€ฒ) =

โˆš๐‘ฆโˆš1 + ๐‘ฅโ€ฒ2 dan

๐œ•๐‘ฅ = 0,

dan dengan Pers.(3.5), yaitu persamaan Euler :

๐‘‘ ๐œ•๐น ๐œ•๐น

diperoleh :

( ) โˆ’ = 0 ๐‘‘๐‘ฆ ๐œ•๐‘ฅโ€ฒ ๐œ•๐‘ฅ

๐‘‘

๐‘‘๐‘ฆ ๐‘ฅโ€ฒ ( ) = 0.

โˆš๐‘ฆโˆš1 + ๐‘ฅโ€ฒ2

Integral pertama dari persamaan Euler, yaitu :

๐‘ฅโ€ฒ = konstan.

โˆš๐‘ฆโˆš1 + ๐‘ฅโ€ฒ2

31

Contoh 4

Tentukan geodesic pada kerucut ๐‘ง2 = 8(๐‘ฅ2 + ๐‘ฆ2).

Jawab :

Dengan menggunakan koordinat silindris : ๐‘ง2 = 8(๐‘ฅ2 + ๐‘ฆ2) = 8 ๐‘Ÿ2, ๐‘ง = ๐‘Ÿโˆš8, ๐‘‘๐‘ง =

๐‘‘๐‘Ÿโˆš8, sehingga

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 + ๐‘‘๐‘ง2 = ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 + 8 ๐‘‘๐‘Ÿ2 = 9๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2

Kita ingin menyederhanakan

๐ผ = โˆซ ๐‘‘๐‘  = โˆซ โˆš9๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 = โˆซ โˆš9 + ๐‘Ÿ2 ๐‘‘๐œƒ2

๐‘‘๐‘Ÿ = โˆซ โˆš9 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2๐‘‘๐‘Ÿ. ๐‘‘๐‘Ÿ

(Dalam hal ini kita ingin menggunakan r sebagai variabel integrasi karena integrannya hanya

memuat r bukan ๐œƒ.)

Dari ๐ผ = โˆซ โˆš9 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2๐‘‘๐‘Ÿ = โˆซ ๐น(๐‘Ÿ, ๐œƒโ€ฒ)๐‘‘๐‘ฆ,

diperoleh ๐น = โˆš9 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2, sehingga

dan pers Euler (integral pertama pers. Euler) dapat ditulis :

๐œ•๐น

๐œ•๐œƒ

= 0,

๐‘‘ ๐œ•๐น ๐œ•๐น ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ ( ) = 0, ๐‘‘๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒโ€ฒ

๐œ•๐œƒโ€ฒ = โˆš9 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2

= konstanta = ๐พ.

Kita pecahkan untuk ๐œƒโ€ฒdan integralkan sekali lagi.

๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ = ๐พ (โˆš9 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2)

๐‘Ÿ4๐œƒโ€ฒ2 = ๐พ2(9 + ๐‘Ÿ2๐œƒโ€ฒ2),

โ€ฒ2 4 2 2 2 โ€ฒ 9๐พ2 3๐พ

๐œƒ (๐‘Ÿ โˆ’ ๐พ ๐‘Ÿ ) = 9๐พ atau ๐œƒ = โˆš = ๐‘Ÿ2(๐‘Ÿ2 โˆ’ ๐พ2) ๐‘Ÿโˆš(๐‘Ÿ2 โˆ’ ๐พ2)

3๐พ ๐‘‘๐‘Ÿ โˆซ ๐‘‘๐œƒ = โˆซ .

๐‘Ÿโˆš(๐‘Ÿ2 โˆ’ ๐พ2)

Dari tabel integral diperoleh :

1 K

๐œƒ + ๐›ผ = 3๐พ โˆ™ ๐พ

arc cos r

(ฮฑ = konstanta integrasi)

cos ( ๐œƒ + ๐›ผ K

) = 3 r

atau r cos ( ๐œƒ + ๐›ผ

3

) = K.

2

32

๐‘ก2

Soal-soal Latihan 2 :

Ubahlah variable bebasnya untuk memudahkan persamaan Euler dan selanjutnya tentukan

integral pertamanya.

๐‘ฅ2 ๐‘ฅ2 ๐‘ฅโ€ฒ2

1. โˆซ ๐‘ฆ3/2 ๐‘‘๐‘  2. โˆซ ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘ฅ1 ๐‘ฅ1 โˆš๐‘ฅโ€ฒ2 + ๐‘ฅ2

[๐‘‘๐‘ฅ/๐‘‘๐‘ฆ = ๐ถ/โˆš๐‘ฆ3 โˆ’ ๐ถ2] [๐‘ฅ4๐‘ฆโ€ฒ2 = ๐ถ2(1 + ๐‘ฅ2๐‘ฆโ€ฒ2)3]

Tuliskan dan pecahkan persamaan Euler yang membuat integral-integral berikut stasioner.

Ubahlah variable bebasnya, jika diperlukan, untuk membuat persamaan Euler lebih mudah.

๐‘ฅ2

3. โˆซ ๐‘ฅ1

๐‘ฆ๐‘ฆโ€ฒ2

1 + ๐‘ฆ๐‘ฆโ€ฒ

๐‘ฅ2

๐‘‘๐‘ฅ 4. โˆซ โˆš๐œƒโ€ฒ2 + sin2 ๐œƒ ๐‘‘๐œ™, ๐œƒโ€ฒ = ๐‘ฅ1

๐‘‘๐œƒ

๐‘‘๐œ™

[๐‘ฅ = ๐‘Ž๐‘ฆ3/2 โˆ’ 1 ๐‘ฆ2 + ๐‘] [cot ๐œƒ = ๐ด cos(๐œ™ โˆ’ ๐›ผ)]

2

3.3 Persamaan Lagrange

Andaikan F adalah sebuah fungsi yang diketahui sebagai fungsi dari y, z, dy/dx,

dz/dx, dan x, dan kita ingin memperoleh dua kurva ๐‘ฆ = ๐‘ฆ(๐‘ฅ) dan ๐‘ง = ๐‘ง(๐‘ฅ) yang dapat

membuat ๐ผ = โˆซ ๐น๐‘‘๐‘ฅ stasioner. Dengan demikian, nilai integral I bergantung pada kedua

๐‘ฆ(๐‘ฅ) dan ๐‘ง(๐‘ฅ) sehingga, dalam kasus ini, ada dua persamaan Euler, satu untuk y dan satu

untuk z, yaitu :

๐‘‘ ๐œ•๐น ๐œ•๐น ( ) โˆ’ = 0

๐‘‘๐‘ฅ ๐œ•๐‘ฆโ€ฒ ๐œ•๐‘ฆ (3.5)

๐‘‘ ๐œ•๐น ๐œ•๐น ( ) โˆ’ = 0

๐‘‘๐‘ฅ ๐œ•๐‘งโ€ฒ ๐œ•๐‘ง

Pers.(3.5) memilki peranan penting dalam penerapannya dalam mekanika. Dalam

fisika dasar, hukum Newton II, F = ma, adalah persamaan fundamental. Dalam mekanika

lanjut, sering digunakan asumsi yang berbeda yang sering disebut Prinsip Hamilton. Asumsi

ini menyatakan bahwa setiap partikel atau sistem partikel selalu bergerak dalam suatu cara

yang mana ๐ผ = โˆซ๐‘ก1 ๐ฟ ๐‘‘๐‘ก stasioner, di mana ๐ฟ = ๐‘‡ โˆ’ ๐‘‰ disebut Lagrangian, T adalah energy

kinetic, dan V adalah energy potensial dari partikel atau sistem.

Contoh 5

33

๐‘ก2

Gunakan prinsip Hamilton untuk mendapatkan persamaan gerak sebuah partikel bermassa

m yang berderak di bawah pengaruh gravitasi (dekat permukaan bumi).

Jawab :

Pertama kita rumuskan energi kinetic dan energi potensial partikel. Gunakan titik (dot) untuk

derivatif terhadap t, yaitu ๐‘‘๐‘ฅ/๐‘‘๐‘ก = ๐‘ฅ , ๐‘‘๐‘ฆ

= ๐‘ฆ , ๐‘‘2๐‘ฅ/๐‘‘๐‘ก2 = ๐‘ฅ , ๐‘‘2๐‘ฆ/๐‘‘๐‘ก2 = ๐‘ฆ , dan

seterusnya. ๐‘‘๐‘ก

Persamaan untuk T, V, dan L = T โ€“ V, adalah :

1 1 ๐‘‡ = ๐‘š๐‘ฃ2 = ๐‘š(๐‘ฅ 2 + ๐‘ฆ 2 + ๐‘ง 2),

2 2

๐‘‰ = ๐‘š๐‘”๐‘ง,

1 ๐ฟ = ๐‘‡ โˆ’ ๐‘‰ = ๐‘š(๐‘ฅ 2 + ๐‘ฆ 2 + ๐‘ง 2) โˆ’ ๐‘š๐‘”๐‘ง.

2

Dalam hal ini t adalah variable bebas, x, y, dan z adalah variable terikat, dan L berkaitan erat

dengan apa yang sebelumnya disebut sebagai F. Oleh karena itu, untuk membuat ๐ผ =

โˆซ๐‘ก1 ๐ฟ ๐‘‘๐‘ก stasioner, kita tuliskan persamaan Euler yang berkaitan. Ada tiga persamaan Euler,

satu untuk x, satu untuk y, dan satu untuk z. Persamaan-persamaan Euler tersebut dalam

mekanika disebut persamaan Lagrange, yaitu :

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

๐œ•๐ฟ ( ) โˆ’ ๐œ•๐‘ฅ

๐œ•๐ฟ ( ) โˆ’ ๐œ•๐‘ฆ

๐œ•๐ฟ

๐œ•๐‘ฅ

๐œ•๐ฟ

๐œ•๐‘ฆ

= 0,

= 0, (3.6)

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

๐œ•๐ฟ ( ) โˆ’ ๐œ•๐‘ง

๐œ•๐ฟ

๐œ•๐‘ง

= 0.

Substitusi L ke persamaan Lagrange, diperoleh :

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

(๐‘š๐‘ฅ ) = 0 atau ๐‘ฅ = konstanta

(๐‘š๐‘ฆ ) = 0 atau ๐‘ฆ = konstanta

(๐‘š๐‘ง ) + ๐‘š๐‘” = 0 atau ๐‘ง = โˆ’๐‘”

Dalam medan gravitasi dekat permukaan bumi, kecepatan arah horizontal adalah konstan

dan percepatan arah vertikalnya adalah โ€“ g (sama dengan hasil penerapan hukum Newton).

34

Contoh 6

Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sebuah partikel

bermassa m dalam variabel-variabel koordinat polar r dan .

Jawab :

Elemen panjang busur dalam koordinat polar adalah :

๐‘‘๐‘ 2

= ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2. (3.7) Kecepatan sebuah partikel yang bergerak adalah ๐‘‘๐‘ /๐‘‘๐‘ก, dari Pers.(3.7) diperoleh :

๐‘ฃ2 = ( ๐‘‘๐‘  2

) ๐‘‘๐‘ก

๐‘‘๐‘Ÿ 2

= ( ) ๐‘‘๐‘ก

+ ๐‘Ÿ2 ( ๐‘‘๐œƒ 2

) ๐‘‘๐‘ก

= ๐‘Ÿ 2 + ๐‘Ÿ2๐œƒ 2.

Energi kinetik partikel adalah 1 ๐‘š๐‘ฃ2, dan energi potensial paertikel adalah ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐œƒ) sehingga

2

diperoleh :

1 1

๐‘‡ = ๐‘š๐‘ฃ2 = ๐‘š(๐‘Ÿ 2 + ๐‘Ÿ2๐œƒ 2), 2 2

๐‘‰ = ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐œƒ),

1 ๐ฟ = ๐‘‡ โˆ’ ๐‘‰ = ๐‘š(๐‘Ÿ 2 + ๐‘Ÿ2๐œƒ 2) โˆ’ ๐‘‰(๐‘Ÿ, ๐œƒ).

2

Persamaan Lagrange dalam variabel ๐‘Ÿ, ๐œƒ adalah :

๐‘‘

๐‘‘๐‘ก

๐‘‘

๐œ•๐ฟ ( ) โˆ’ ๐œ•๐‘Ÿ

๐œ•๐ฟ

๐œ•๐ฟ

๐œ•๐‘Ÿ

๐œ•๐ฟ

= 0,

( ) โˆ’ = 0. ๐‘‘๐‘ก ๐œ•๐œƒ ๐œ•๐œƒ

Substitusi L ke persamaan Lagrange diperoleh :

๐‘‘ ๐œ•๐‘‰ (๐‘š๐‘Ÿ ) โˆ’ ๐‘š๐‘Ÿ๐œƒ 2 + = 0,

๐‘‘๐‘ก ๐œ•๐‘Ÿ

๐‘‘ ๐œ•๐‘‰ (๐‘š๐‘Ÿ2๐œƒ ) + = 0.

๐‘‘๐‘ก

Persamaan gerak dalam variabel ๐‘Ÿ adalah :

๐‘š(๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ÿ๐œƒ 2)

๐œ•๐‘‰

๐œ•๐œƒ

= โˆ’ ๐œ•๐‘Ÿ

. (3.8)

35

0

Persamaan gerak dalam variabel ๐œƒ adalah :

๐‘š(๐‘Ÿ2๐œƒ + 2๐‘Ÿ๐‘Ÿ ๐œƒ ) = โˆ’ ๐œ•๐‘‰

๐œ•๐œƒ 1 ๐œ•๐‘‰

atau ๐‘š(๐‘Ÿ๐œƒ + 2๐‘Ÿ ๐œƒ )

Kuantitas โˆ’ ๐œ•๐‘‰

๐œ•๐‘Ÿ

= โˆ’ ๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ

. (3.9)

dan โˆ’ 1 ๐œ•๐‘‰

tidak lain adalah komponen-komponen gaya pada partikel dalam ๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ

arah ๐‘Ÿ dan ๐œƒ. Oleh karena itu, Pers.(3.8) dan (3.9) adalah komponen-komponen dari ma = F.

Komponen-komponen percepatannya adalah :

๐‘Ž๐‘Ÿ = ๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ÿ๐œƒ 2

๐‘Ž๐œƒ = ๐‘Ÿ๐œƒ + 2๐‘Ÿ ๐œƒ .

Suku kedua dalam ๐‘Ž๐‘Ÿ adalah percepatan sentripetal ๐‘ฃ2/๐‘Ÿ bila ๐‘ฃ = ๐‘Ÿ๐œƒ (tanda minus memberi

arti bahwa percepatan sentripetal berarah ke pusat). Suku kedua dalam ๐‘Ž๐œƒ disebut percepatan

Coriolis.

Contoh 7

Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sebuah pendulum

sederhana (massa m digantungkan pada sebuah tali tak bermassa dengan panjang ๐‘™ dan

berayun pada bidang vertikal).

Jawab :

Sistem bandul diilustrasikan oleh Gambar 3.1

Energi kinetik : ๐‘™

1 ๐‘‡ = ๐‘š๐‘ฃ2 dengan ๐‘ฃ = ๐‘™๐œƒ

2 R

= 1 ๐‘š(๐‘™๐œƒ )

2

2 =

1 ๐‘š๐‘™2๐œƒ 2

P

2

Energi potensial dirumuskan dengan memperhatikan

bahwa energi potensial di titik ๐‘„ lebih besar dari pada di ๐‘ƒ.

๐‘‰ = ๐‘š๐‘” ๐‘‚๐‘„ โˆ’ ๐‘š๐‘” ๐‘‚ = ๐‘š๐‘”(๐‘™ โˆ’ ๐‘™ cos ๐œƒ). Lagrangian :

๐ฟ = ๐‘‡ โˆ’ ๐‘‰ = 1 ๐‘š๐‘™2๐œƒ 2 โˆ’ ๐‘š๐‘”๐‘™(1 โˆ’ cos ๐œƒ).

2

Q

Gambar 3.1 Pendulum

36

Persamaan gerak sistem dicari dengan menggunakan persamaan Lagrange (hanya ada satu

variabel terikat, yaitu variabel ๐œƒ sehingga hanya ada satu persamaan Lagrange) :

๐‘‘ ๐œ•๐ฟ ๐œ•๐ฟ ( ) โˆ’ = 0

๐‘‘๐‘ก ๐œ•๐œƒ ๐œ•๐œƒ ๐‘‘

(๐‘š๐‘™2๐œƒ ) โˆ’ (๐‘š๐‘”๐‘™ sin ๐œƒ) = 0 ๐‘‘๐‘ก

Contoh 7

๐‘š๐‘™2๐œƒ + ๐‘š๐‘”๐‘™ sin ๐œƒ = 0

๐œƒ + ๐‘”

sin ๐œƒ = 0. ๐‘™

Sebuah benda berupa manik berlubang bermassa m meluncur tanpa gesekan pada sebatang

kawat berbentuk cycloid (lihat Gambar 3.2) dengan persamaan :

Tentukan :

๐‘ฅ = ๐‘Ž(๐œƒ โˆ’ sin ๐œƒ),

๐‘ฆ = ๐‘Ž(1 + cos ๐œƒ),

dengan ๐œƒ : 0 โ‰ค ๐œƒ โ‰ค 2๐œ‹

a. Lagrangian

b. Persamaan gerak sistem

Jawab :

1 1 ๐‘‡ = ๐‘š๐‘ฃ2 = ๐‘š(๐‘ฅ 2 + ๐‘ฆ 2)

2 2 1 2 1 2

= ๐‘š๐‘Ž2{(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ } + ๐‘š๐‘Ž2(โˆ’ sin ๐œƒ ๐œƒ ) 2 2

= ๐‘š๐‘Ž2(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ 2

๐‘‰ = ๐‘š๐‘”๐‘ฆ = ๐‘š๐‘”๐‘Ž(1 + cos ๐œƒ)

a. Lagrangian :

๐ฟ = ๐‘‡ โˆ’ ๐‘‰ = ๐‘š๐‘Ž2(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ 2 โˆ’ ๐‘š๐‘”๐‘Ž(1 + cos ๐œƒ).

b. Persamaan gerak dari sistem cycloid ini dicari dengan menggunakan persamaan

Lagrange (dalam hal ini, hanya ada satu variabel terikat, yaitu variabel ๐œƒ saja sehingga

hanya ada satu persamaan Lagrange) :

๐‘‘ ๐œ•๐ฟ ๐œ•๐ฟ

๐‘‘๐‘ก (๐œ•๐œƒ

) โˆ’ ๐œ•๐œƒ

= 0

๐‘ฆ

2๐‘Ž

๐‘ฅ

Gambar 3.2 Manik dalam cycloid

37

[

๐‘‘ ๐œ• { [๐‘š๐‘Ž2(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ 2 โˆ’ ๐‘š๐‘”๐‘Ž(1 + cos ๐œƒ)]}

๐‘‘๐‘ก ๐œ•๐œƒ ๐œ•

โˆ’ ๐œ•๐œƒ

[๐‘š๐‘Ž2(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ 2 โˆ’ ๐‘š๐‘”๐‘Ž(1 + cos ๐œƒ)] = 0

๐‘‘ {2๐‘š๐‘Ž2(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ } โˆ’ (๐‘š๐‘Ž2 sin ๐œƒ ๐œƒ 2 + ๐‘š๐‘”๐‘Ž sin ๐œƒ) = 0

๐‘‘๐‘ก

๐‘‘ 1 ๐‘” {(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ } โˆ’ sin ๐œƒ ๐œƒ 2 โˆ’

sin ๐œƒ = 0

๐‘‘๐‘ก 2 2๐‘Ž

(1 โˆ’ cos ๐œƒ)๐œƒ โˆ’ 1

sin ๐œƒ ๐œƒ 2 โˆ’ ๐‘”

sin ๐œƒ = 0.

Soal-soal Latihan 3 :

2 2๐‘Ž

1. Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sistem pegas

tunggal (massa m digandengkan pada sebuah pegas tak bermassa dengan konstanta pegas

๐‘˜ dan bergetar pada bidang horizontal), seperti Gambar 3.3 a.

[๐ฟ = 1 ๐‘š๐‘ฅ 2 โˆ’

1 ๐‘˜๐‘ฅ2 dan ๐‘ฅ +

๐‘˜ ๐‘ฅ = 0]

2 2 ๐‘š

2. Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan persamaan gerak sistem pegas

bergandeng (dua massa m digandengkan pada tiga pegas tak bermassa dengan konstanta

pegas ๐‘˜ yang sama dan bergetar pada bidang horizontal), seperti Gambar 3.3 b.

k

(a) (b)

Gambar 3.3 Sistem pegas (a) Pegas tunggal dan (b) Pegas bergandeng

k

m

x1 x2

k k m m

5. Gunakan persamaan Lagrange untuk mendapatkan

persamaan gerak sistem pendulum bergandeng,

seperti Gambar 3.4 (dua massa m yang sama

digantungkan pada dua buah tali tak bermassa

dengan panjang ๐‘™ yang sama dengan sudut 1 dan 2

dan berayun pada bidang vertikal).

38

IV. TRANSFORMASI KOORDINAT

Satu langkah penting dalam menyelesaikan suatu persoalan fisika adalah memilih

suatu sistem koordinat yang tepat. Pemilihan sistem koordinat yang tepat sering kali dapat

memudahkan pekerjaan menyelesaikan soal. Sebagai contoh, dalam membahas gerak sebuah

peluru dekat permukaan bumi, kita akan menggunakan sistem koordinat tegak lurus dengan

: ๐‘ฅ = 0, ๐‘ฆ = 0, dan z = โˆ’๐‘”, tetapi untuk gerak sebuah partikel yang bergerak melingkar

kita akan menggunakan sistem koordinat polar dengan ๐‘Ÿ = konstan dan ๐œƒ = percepatan sudut.

Dalam bab ini, kita akan membahas trasformasi dari satu sistem koordinat ke sistem lainnya.

Apakah kita menggunakan bahasa geometri dan mengatakan โ€œmengubah sistem koordinatโ€

atau bahasa aljabar dan mengatakan โ€œmengubah variabelโ€, pada dasarnya adalah sama.

4.1 Transformasi Linear

Suatu transformasi linear adalah suatu trasnformasi di mana setiap variabel baru

merupakan kombinasi linear dari variabel-variabel lamanya. Dalam dua dimensi, persamaan

transformasi ditulis :

๐‘‹ = ๐‘Ž๐‘ฅ + ๐‘๐‘ฆ ๐‘Œ = ๐‘๐‘ฅ + ๐‘‘๐‘ฆ

di mana ๐‘Ž, ๐‘, ๐‘, dan ๐‘‘ adalah konstanta.

Sebagai contoh, kita tinjau :

(4.1)

๐‘‹ = 5๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฆ ๐‘Œ = โˆ’2๐‘ฅ + 2๐‘ฆ

Persamaan ini dapat diinterpretasikan secara geometri dalam dua cara.

Cara pertama (Gambar 4.1)

Misalkan r dan R adalah vektor-vektor :

(4.2)

y

(x, y)

๐ซ = ๐‘ฅ๐ข + ๐‘ฆ๐ฃ ๐‘ = ๐‘‹๐ข + ๐‘Œ๐ฃ

(4.3)

Dalam hal ini, Pers.(4.1) dan (4.2)

menyatakan tentang bagaimana

r (X, Y)

R

x

memperoleh vektor R bila vektor r

diketahui.

Gambar 4.1 Interpretasi persamaan transformasi secara geometri (cara pertama)

39

Dalam bentuk matriks, Pers.(4.1) dapat ditulis sebagai :

๐‘‹ ๐‘Ž ๐‘ ๐‘ฅ

(๐‘Œ

) = (๐‘ ๐‘‘

) (๐‘ฆ) atau ๐‘… = ๐‘€๐‘Ÿ (4.4)

dengan ๐‘…, ๐‘€, dan ๐‘Ÿ berlaku sebagai matriks. Matriks ๐‘€ disebut sebagai matriks

transformasi, yang di dalamnya memuat segala informasi yang diperlukan untuk

memperoleh ๐‘… dari ๐‘Ÿ.

Cara kedua (Gambar 4.2)

Misalkan kita pilih variabel baru xโ€™ dan yโ€™ untuk menggantikan X dan Y, maka Pers.(4.1)

menjadi :

๐‘ฅโ€ฒ = ๐‘Ž๐‘ฅ + ๐‘๐‘ฆ ๐‘ฆโ€ฒ = ๐‘๐‘ฅ + ๐‘‘๐‘ฆ

(4.5)

x

Gambar 4.2 Interpretasi persamaan transformasi secara geometri (cara kedua)

Di sini kita tinjau dua sumbu koordinat (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dan (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) dan satu vektor ๐ซ = ๐ซโ€ฒ dengan

koordinat relatif untuk masing-masing sumbu :

๐ซ = ๐‘ฅ๐ข + ๐‘ฆ๐ฃ = ๐ซโ€ฒ = ๐‘ฅโ€ฒ๐ขโ€ฒ + ๐‘ฆโ€ฒ๐ฃโ€ฒ (4.6)

di mana ๐ขโ€ฒ dan ๐ฃโ€ฒ adalah vektor-vektor satuan sepanjang sumbu ๐‘ฅโ€ฒ dan ๐‘ฆโ€ฒ. Dalam hal ini,

matriks trasnformasi M menyatakan kepada kita tentang bagaimana memperoleh komponen-

komponen vektor dari ๐ซ = ๐ซโ€ฒ relatif terhadap sumbu ๐‘ฅโ€ฒ dan ๐‘ฆโ€ฒ bila kita mengetahui

komponen-komponennya relatif terdadap sumbu x dan y.

4.2 Transformasi Orthogonal

Pada umumnya, sumbu xโ€ฒ dan yโ€ฒ dalam Pers.(4.5) dan Gambar 4.2 tidak saling tegak

lurus. Bila demikian, Pers.(4.5) merupakan persamaan rotasi dan a, b, c, d dapat ditulis dalam

bentuk sudut rotasi , sehingga Pers.(4.5) menjadi :

y' y

(x, y)

x'

๐ซ = ๐ซโ€ฒ

x'

x

40

)

๐‘ฅโ€ฒ = ๐‘ฅ cos ๐œƒ + ๐‘ฆ sin ๐œƒ ๐‘ฅโ€ฒ cos ๐œƒ sin ๐œƒ ๐‘ฅ

๐‘ฆโ€ฒ = โˆ’๐‘ฅ sin ๐œƒ + ๐‘ฆ cos ๐œƒ atau (

๐‘ฆโ€ฒ) = (

โˆ’ sin ๐œƒ cos ๐œƒ) (๐‘ฆ) (4.7)

Kita akan meninjau kasus khusus dari transformasi linear yang disebut sebagai transformasi

orthogonal. Suatu ransformasi orthogonal adalah suatu transformasi linear dari ๐‘ฅ, ๐‘ฆ ke ๐‘ฅโ€ฒ,

๐‘ฆโ€ฒ sedemikian hingga memenuhi :

๐‘ฅ2 + ๐‘ฆ2 = ๐‘ฅโ€ฒ2 + ๐‘ฆโ€ฒ2. (4.8)

Atau, dalam Gambar 4.1, Pers. 4.1 menyatakan sebuah transformasi orthogonal jika

๐‘ฅ2 + ๐‘ฆ2 = ๐‘‹2 + ๐‘Œ2. (4.9)

Dari gambar terlihat bahwa syarat Pers.(4.8) dan (4.9) menyatakan bahwa panjang vektor

tidak berubah oleh suatu transformasi orthogonal. Dalam Gambar 4.1, vektor dirotasi (atau

mungkin direfleksikan) dengan panjang dijaga tetap. Dalam Gambar 4.2, sumbu dirotasi

(atau direfleksikan) sedangkan vektornya tetap. Matriks M dari sebuah transformasi

orthogonal disebut sebuah matriks orthogonal. Suatu matriks dikatakan orthogonal bila

invers matriks tersebut sama dengan matriks transpose-nya, atau akan dipenuhi :

๐‘€๐‘‡ = ๐‘€โˆ’1 atau ๐‘€๐‘‡๐‘€ = ๐ผ (4.10)

Sebagai ilustrasi, tinjau kembali Pers.(4.5), yaitu :

๐‘ฅโ€ฒ = ๐‘Ž๐‘ฅ + ๐‘๐‘ฆ

๐‘ฆโ€ฒ = ๐‘๐‘ฅ + ๐‘‘๐‘ฆ

dengan definisi Pers.(4.8)

๐‘ฅโ€ฒ2 + ๐‘ฆโ€ฒ2 = (๐‘Ž๐‘ฅ + ๐‘๐‘ฆ)2 + (๐‘๐‘ฅ + ๐‘‘๐‘ฆ)2

= (๐‘Ž2 + ๐‘2)๐‘ฅ2 + (๐‘2 + ๐‘‘2)๐‘ฆ2 + (2๐‘Ž๐‘ + 2๐‘๐‘‘)๐‘ฅ๐‘ฆ

= ๐‘ฅ2 + ๐‘ฆ2.

maka haruslah : ๐‘Ž2 + ๐‘2 = 1, ๐‘2 + ๐‘‘2 = 1, ๐‘Ž๐‘ + ๐‘๐‘‘ = 0.

๐‘‡ ๐‘Ž ๐‘ ๐‘‡ ๐‘Ž ๐‘ ๐‘Ž ๐‘ ๐‘Ž ๐‘ ๐‘Ž2 + ๐‘2 ๐‘Ž๐‘ + ๐‘๐‘‘ 1 0

๐‘€ ๐‘€ = (๐‘ ๐‘‘

) (๐‘ ๐‘‘

) = (๐‘ ๐‘‘

) (๐‘ ๐‘‘

) = (๐‘Ž๐‘ + ๐‘๐‘‘ ๐‘2 + ๐‘‘2 ) = (

0 1

Karena ๐‘€๐‘‡๐‘€ = ๐ผ, maka matriks M adalah matriks orthogonal.

4.3 Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Kita dapat memberikan interpretasi fisis untuk Gambar 4.1 dan Pers.(4.1). Misalkan,

pada bidang (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) ditutup dengan sebuah membran tipis elastis yang dapat diregangkan,

disusutkan, atau dirotasikan (dengan sumbu tetap). Dengan demikian, setiap titik (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dari

membran menjadi titik-titik (๐‘‹, ๐‘Œ) setelah mengalami deformasi. Pertanyaan yang muncul

adalah apakah di sana terdapat sejumlah vektor yang tidak berubah arahnya oleh deformasi

tersebut?, yaitu vektor-vektor ๐‘ = ๐œ‡๐ซ, dengan ๐œ‡ =konstanta. Vektor-vektor demikian

41

)

โˆ’2 2

disebut vektor eigen (eigenvector) atau vektor karakteristik dari deformasi, dan nilai ๐œ‡

disebut nilai eigen (eigenvalues) atau nilai karakteristik dari matriks transformasi M.

Nilai Eigen

Sebagai contoh bagaimana mendapatkan nilai eigen, kita tinjau lagi Pers.(4.2), yaitu :

๐‘‹ = 5๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฆ ๐‘Œ = โˆ’2๐‘ฅ + 2๐‘ฆ

Dalam bentuk matriks ditulis :

๐‘‹ 5 โˆ’2 ๐‘ฅ

Dalam hal ini, ๐‘€ = ( 5 โˆ’2

. โˆ’2 2

(๐‘Œ

) = (โˆ’2 2

) (๐‘ฆ)

Vektor eigen mensyaratkan, ๐‘ = ๐œ‡๐ซ, dalam notasi matriks ditulis :

๐‘‹ 5 โˆ’2 ๐‘ฅ ๐‘ฅ ๐œ‡๐‘ฅ

(๐‘Œ

) = ( ) (๐‘ฆ) = ๐œ‡ (๐‘ฆ) = (๐œ‡๐‘ฆ)

Atau dalam bentuk terpisah ditulis :

5๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฆ = ๐œ‡๐‘ฅ โˆ’2๐‘ฅ + 2๐‘ฆ = ๐œ‡๐‘ฆ

kembali dalam matriks ditulis :

atau (5 โˆ’ ๐œ‡)๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฆ = 0 โˆ’2๐‘ฅ + (2 โˆ’ ๐œ‡)๐‘ฆ = 0.

(4.11)

(5 โˆ’ ๐œ‡ โˆ’2 โˆ’2 2 โˆ’ ๐œ‡

๐‘ฅ

) (๐‘ฆ) = 0.

Agar diperoleh solusi, haruslah determinan matriks ruas kiri yang berorde-2 sama dengan

nol (solusi nontrivial).

|5 โˆ’ ๐œ‡ โˆ’2 โˆ’2 2 โˆ’ ๐œ‡

| = 0

Persamaan ini disebut persamaan karakteristik dari matriks M.

Cara memperoleh persamaan karakteristik dari sebuah matriks M adalah kurangkan ๐œ‡ pada

elemen-elemen diagonal utama matriks M, susun serta selesaikan determinan matriks dan

samakan dengan nol.

Perhitungan untuk ๐œ‡ menghasilkan :

(5 โˆ’ ๐œ‡)(2 โˆ’ ๐œ‡) โˆ’ 4 = 0 atau ๐œ‡2 โˆ’ 7๐œ‡ + 6 = 0

dan diperoleh nilai eigen masing-masing :

๐œ‡ = 1 dan ๐œ‡ = 6.

Substitusi nilai ๐œ‡ ke salah satu Pers.(4.11), diperoleh :

Untuk ๐œ‡ = 1 : 4๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฆ = 0 atau 2๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฆ = 0

Untuk ๐œ‡ = 6 : โˆ’๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฆ = 0 atau ๐‘ฅ + 2๐‘ฆ = 0 (4.12)

42

1 1 2 โˆ’2

yang masing-masing menghasilkan persamaan garis lurus melalui pusat sumbu dan setiap

vektor r terletak pada garis ini.

Untuk vektor-vektor ๐ซ = ๐‘ฅ๐ข + ๐‘ฆ๐ฃ setelah mengalami transformasi oleh transformasi

Pers.(4.2) akan menjadi ๐‘, di mana ๐‘ sejajar dengan ๐ซ. Setiap vektor ๐ซ dengan komponen-

komponen ๐‘ฅ dan ๐‘ฆ yang memenuhi salah satu persamaan garis lurus dalam Pers.(4.12)

memiliki sifat ini. Jadi untuk setiap vektor ๐ซ dari titik pusat ke suatu titik pada garis lurus

๐‘ฅ + 2๐‘ฆ = 0 berubah oleh transformasi Pers.(4.2) menjadi sebuah vektor ๐‘ yang berarah

sama tetapi panjangnya enam kali lebih panjang, yaitu ๐‘ = 6๐ซ. Sedangkan, untuk setiap

vektor ๐ซ dari titik pusat ke suatu titik pada garis lurus 2๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฆ = 0 tidak berubah oleh

transformasi yang sama, yaitu ๐‘ = ๐ซ. Ilustrasi kedua vektor ditunjukkan oleh Gambar 4.3.

Vektor-vektor sepanjang kedua garis ini adalah vektor-vektor eigen dari transformasi.

x

Gambar 4.3 Vektor-vektor eigen dari hasil transformasi.

Pemecahan Pers.(4.12) tidak memberikan nilai tunggal untuk variabel x maupun y. Jadi

bebas dalam memilih nilai salah satu variabel ini untuk setiap nilai ๐œ‡.

Untuk ๐œ‡ = 1 :2๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฆ = 0, pilih ๐‘ฅ1 = 1 sehingga ๐‘ฆ1 = 2,

Untuk ๐œ‡ = 6 : ๐‘ฅ + 2๐‘ฆ = 0, pilih ๐‘ฆ2 = 1 sehingga ๐‘ฅ2 = โˆ’2

Dengan demikian, vektor eigen matriks M yang dicari adalah :

๐‘ฅ ๐‘Ÿ = ( ) = ( ) = (1 2)๐‘‡ dan ๐‘Ÿ ๐‘ฅ = ( ) = ( ) = (โˆ’2 1)๐‘‡

1 ๐‘ฆ1 2 2 ๐‘ฆ2 1

Selanjutnya perlu diketahui apakah kedua vektor eigen ini orthogonal? Syarat orthogonal

adalah : ๐‘Ÿ1๐‘‡๐‘Ÿ2 = 0. Dalam hal ini, kedua vektor ini orthogonal, karena :

๐‘‡ 1 ๐‘‡ โˆ’2 ( ) โˆ’2 ๐‘Ÿ1 ๐‘Ÿ2 = ( ) ( ) = 1 2 ( ) = โˆ’2 + 2 = 0.

2 1 1

y

2๐‘ฅ โˆ’ ๐‘ฆ = 0

๐‘ = 6๐ซ R ๐‘ = ๐ซ r

r

๐‘ฅ + 2๐‘ฆ = 0

43

Bila kedua vektor eigen ini orthogonal, perlu dinormalisasi sama dengan satu (karena besar

atau panjang vektor eigen tidak ditentukan).

Mengingat bahwa :

vektor vektor satuan =

panjang vektor

diperoleh besar atau panjang vektor eigen : โˆš12 + 22 = โˆš5, masing-masing untuk ๐œ‡ = 1,

dan ๐œ‡ = 6.

Dan dengan menggunakan syarat normalisasi, yaitu: ๐‘ฅ๐‘–2 + ๐‘ฆ๐‘–

2 = 1, dengan i = 1, 2, โ€ฆ,

diperoleh komponen-komponen vektor eigen ternormalisasi :

1 2 1โ„

๐œ‡ = 1 โˆถ ๐‘ฅ1 = , ๐‘ฆ1 = , sehingga diperoleh ๐‘Ÿ1 = [ โˆš5 ]

โˆš5 โˆš5

2 1

2โ„ โˆš5

โˆ’2โ„ ๐œ‡ = 6 โˆถ ๐‘ฅ2 = โˆ’ , ๐‘ฆ2 = , sehingga diperoleh ๐‘Ÿ2 = [ โˆš5

] โˆš5 โˆš5 1โ„

โˆš5

๐‘Ÿ1 dan ๐‘Ÿ2 masing-masing adalah vektor eigen ternormalisasi. Selanjutnya, himpunan vektor

orthogonal yang ternormalisasi ini disebut himpunan vektor orthonormal.

Secara umum, langkah-langkah dalam mencari nilai eigen dan vektor eigen dari

matriks transformasi (orde 2), ๐‘€ = (๐‘Ž11 ๐‘Ž12

), adalah sebagai berikut : ๐‘Ž21 ๐‘Ž22

1. Mulai dari ๐‘ = ๐œ‡๐ซ, selanjutnya diperoleh (๐‘Ž11 ๐‘Ž12

) (๐‘ฅ

) = ๐œ‡ ๐‘ฅ

).

๐‘Ž21 ๐‘Ž22 ๐‘ฆ (๐‘ฆ 2. Bentuk matriks โˆถ ๐‘Ž11 โˆ’ ๐œ‡ ๐‘Ž12 ๐‘ฅ ) ( ) = 0 dan persamaan terpisahnya.

( ๐‘Ž21 ๐‘Ž22 โˆ’ ๐œ‡ ๐‘ฆ ๐‘Ž11 โˆ’ ๐œ‡ ๐‘Ž12

3. Cari persamaan karakteristik matriks ๐‘€, yaitu โˆถ |

4. Cari nilai ๐‘’๐‘–๐‘”๐‘’๐‘›, yaitu ๐œ‡1 dan ๐œ‡2.

๐‘Ž21 ๐‘Ž22 โˆ’ ๐œ‡| = 0.

5. Substitusi masing โˆ’ masing ๐œ‡1 dan ๐œ‡2 ke persamaan terpisah pada langkah 2.

6. Dari persamaan garis, pilih ๐‘ฅ1, ๐‘ฆ1 dan pilih ๐‘ฅ2, ๐‘ฆ2 hingga vektor ๐‘’๐‘–๐‘”๐‘’๐‘› diperoleh

.

7. Terapkan syarat orthogonal dan normalisasi.

Soal-soal Latihan 1 :

Carilah nilai eigen dan vektor eigen dari matriks-matriks berikut :

44

1 3 ๐œ‡1 = 4

2 2

6

(

1. ( ) Jawab : (1, 1) 3. (

3 โˆ’2

2 2

2. ( )

2 โˆ’1

๐œ‡2 = โˆ’1 (3, โˆ’2) โˆ’2 0 )

2 3 0 ๐œ‡1 = 1 (0, 0, 1) โˆ’1 2 1 4. (3 2 0) Jawab : ๐œ‡2 = โˆ’1 (1, โˆ’1, 0) 5. ( 2 3 0)

0 0 1 ๐œ‡3 = 5 (1, 1, 0) 1 0 3

4.4 Pendiagonalan Matriks

Tinjau kembali Pers.(4.11), yaitu :

5๐‘ฅ โˆ’ 2๐‘ฆ = ๐œ‡๐‘ฅ โˆ’2๐‘ฅ + 2๐‘ฆ = ๐œ‡๐‘ฆ

Substitusi ๐œ‡1 = 1, dan ๐œ‡2 = 6 ke persamaan diperoleh :

5๐‘ฅ1 โˆ’ 2๐‘ฆ1 = ๐‘ฅ1

โˆ’2๐‘ฅ1 + 2๐‘ฆ1 = ๐‘ฆ1 dan

5๐‘ฅ2 โˆ’ 2๐‘ฆ2 = 6๐‘ฅ2

โˆ’2๐‘ฅ2 + 2๐‘ฆ2 = 6๐‘ฆ2

(4.13)

Dalam notasi matriks, keempat persamaan dalam Pers.(4.13) dapat ditulis :

( 5 โˆ’2) (๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2) = (

๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2) (1 0

dan telah diperoleh :

โˆ’2 2

)

๐‘ฆ1 ๐‘ฆ2 ๐‘ฆ1 ๐‘ฆ2 0 )

(4.14

๐‘ฅ1

1 2

= โˆš5

, ๐‘ฆ1 = โˆš5

dan ๐‘ฅ2 = โˆ’

2

โˆš5

1

, ๐‘ฆ2 = โˆš5

sehingga Pers.(4.14) menjadi :

1 2 1 2

5 โˆ’2 โˆ’ โˆš5 โˆš5

โˆ’ โˆš5 โˆš5 1 0 ( ) โˆ’2 2 2 1

= 2

). (4.14๐‘Ž) 1 0 6

Dengan

( โˆš5 โˆš5 ) ( โˆš5 โˆš5 )

1 2

5 โˆ’2 โˆ’ โˆš5 โˆš5 1 0

๐‘€ = ( ) , ๐ถ = 2 1

, ๐ท = ( ) โˆ’2 2

diperoleh ungkapan

( โˆš5

0 6

โˆš5 )

๐‘€๐ถ = ๐ถ๐ท (4.15)

Perlu diselidiki apakah matriks C punya invers atau deteminan C tidak sama dengan nol?

45

2 1) 0 1

(

1 2 โˆ’

โˆš5 โˆš5 1 4

det ( ๐ถ) = | 2 1 | = (

5 +

5) = 1 โ‰  0, jadi ๐ถ punya ๐‘–๐‘›๐‘ฃ๐‘’๐‘Ÿ๐‘ .

โˆš5 โˆš5

Kalikan Pers.(4.15) dengan ๐ถโ€ฒ dari sebelah kiri, diperoleh :

๐ถโ€ฒ๐‘€๐ถ = ๐ถโ€ฒ๐ถ๐ท

Karena ๐ถโ€ฒ๐ถ = ๐ผ akhirnya diperoleh :

๐ถโ€ฒ๐‘€๐ถ = ๐ท (4.16)

Matriks D disebut similar dengan M, dan bila mencari D dengan M diketahui maka dapat

dikatakan bahwa M dapat didiagonalisasi dengan transformasi similaritas. Untuk mencari D

hanya perlu memecahkan persamaan karakteristik matriks M (dengan metode determinan :

yaitu diagonal utama ๐‘€ โˆ’ ๐œ‡).

Urutan diagonal utama matriks D dapat dibalik dan Pers.(4.14) dapat ditulis sebagai :

5 โˆ’2

โˆ’2 2 ) ๐‘ฅ2 ๐‘ฅ1

(๐‘ฆ2 ๐‘ฆ1) =

๐‘ฅ ๐‘ฅ 6 0 (๐‘ฆ2 ๐‘ฆ1

(

dan Pers.(4.16) akan terpenuhi dengan C yang berbeda.

Arti fisis dari C dan D

Tinjau dua sumbu koordinat (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dan (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) dengan sumbu (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) dirotasi sejauh

๐œƒ dari sumbu (๐‘ฅ, ๐‘ฆ), seperti Gambar 4.4. Koordinat-koordinat (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dan (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) dari satu

titik (atau komponen-komponen dari satu vektor ๐ซ = ๐ซโ€ฒ ) relatif terhadap kedua sistem yang

dihubungkan dengan Pers.(4.7). yaitu :

๐‘ฅโ€ฒ = ๐‘ฅ cos ๐œƒ + ๐‘ฆ sin ๐œƒ ๐‘ฆโ€ฒ = โˆ’๐‘ฅ sin ๐œƒ + ๐‘ฆ cos ๐œƒ

Pemecahan Pers.(4.7) untuk ๐‘ฅ dan ๐‘ฆ, diperoleh :

Dalam notasi matriks ditulis :

๐‘ฅ = ๐‘ฅโ€ฒ cos ๐œƒ โˆ’ ๐‘ฆโ€ฒ sin ๐œƒ

๐‘ฆ = ๐‘ฅโ€ฒ sin ๐œƒ + ๐‘ฆโ€ฒ cos ๐œƒ

(4.17)

๐‘Ÿ = ๐ถ ๐‘Ÿโ€ฒ dengan ๐ถ = cos ๐œƒ โˆ’ sin ๐œƒ) (4.18) sin ๐œƒ cos ๐œƒ

Andaikan ada vektor lain ๐‘ = ๐‘โ€ฒ dengan komponen-komponen ๐‘‹, ๐‘Œ dan ๐‘‹โ€ฒ, ๐‘Œโ€ฒ, komponen-

komponen ini dihubungkan oleh :

๐‘… = ๐ถ ๐‘…โ€ฒ (4.19)

( )

46

๐‘ฆ ๐ซ = ๐ซโ€ฒ

๐‘ฅโ€ฒ ๐‘ = ๐‘โ€ฒ

๐œƒ

๐‘ฆโ€ฒ

๐‘ฅ Gambar 4.4 Ilustrasi untuk memahami pengertian C dan D.

Sekarang misalkan M adalah matriks yang menggambarkan deformasi bidang dalam sistem

(๐‘ฅ, ๐‘ฆ), maka persamaan :

๐‘… = ๐‘€ ๐‘Ÿ (4.20)

menyatakan bahwa vektor ๐ซ menjadi vektor ๐‘ setelah deformasi relatif terhadap sumbu

(๐‘ฅ, ๐‘ฆ).

Bagaimana halnya dengan deformasi dalam sistem (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ), atau matriks apakah yang

mengubah ๐ซโ€ฒ menjadi ๐‘โ€ฒ? Substitusi Pers.(4.18) dan (4.19) ke dalam Pers.(4.20), diperoleh :

๐ถ ๐‘…โ€ฒ = ๐‘€๐ถ ๐‘Ÿโ€ฒ atau ๐‘…โ€ฒ = ๐ถโ€ฒ๐‘€๐ถ ๐‘Ÿโ€ฒ

dengan Pers.(4.16), diperoleh :

๐‘…โ€ฒ = ๐ท ๐‘Ÿโ€ฒ

Jadi deformasi dalam sistem (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) oleh matriks ๐ท = ๐ถโ€ฒ๐‘€๐ถ sedangkan deformasi dalam

sistem (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) oleh matriks ๐‘€.

Selanjutnya, jika matriks C yang dipilih untuk membuat ๐ท = ๐ถโ€ฒ๐‘€๐ถ adalah sebuah

matriks diagonal, maka sumbu baru (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) terletak sepanjang arah vektor eigen M. Lihat

kembali Pers.(4.14), kolom-kolom dari matriks C adalah komponen-komponen vektor eigen

satuan. Jika vektor-vektor eigen saling tegak lurus, maka sumbu baru (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) sepanjang arah

vektor eigen merupakan sumbu tegak lurus yang dirotasikan dari sumbu (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) sejauh sudut

๐œƒ, seperti Gambar 4.5. Vektor-vektor eigen satuan artinya |๐ซ1| = 1 dan |๐ซ2| = 1. Dari

gambar diperoleh :

๐‘ฅ1 = |๐ซ1| cos ๐œƒ = cos ๐œƒ, ๐‘ฅ2 = โˆ’|๐ซ2| sin ๐œƒ = โˆ’sin ๐œƒ,

๐‘ฆ1 = |๐ซ1| sin ๐œƒ = sin ๐œƒ, ๐‘ฆ2 = |๐ซ2| cos ๐œƒ = cos ๐œƒ,

๐‘ฅ1 ๐‘ฅ2 cos ๐œƒ โˆ’ sin ๐œƒ ๐ถ = ( ) = ( ). ๐‘ฆ1 ๐‘ฆ2 sin ๐œƒ cos ๐œƒ

Jadi matriks C yang mendiagonalisasi M adalah matriks rotasi C dalam Pers.(4.18) bila

sumbu (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) sepanjang arah vektor eigen M.

47

0

๐‘ฆโ€ฒ

๐‘ฅ

Gambar 4.5 Ilustrasi untuk vektor-vektor eigen saling tegak lurus.

Matriks diagonal D menggambarkan deformasi, relatif terhadap sumbu baru. Sebagai

contoh, kita peroleh :

๐‘…โ€ฒ = ๐ท ๐‘Ÿโ€ฒ atau (๐‘‹โ€ฒ) = 1 0) (๐‘ฅโ€ฒ

) ๐‘Œโ€ฒ

( 6 ๐‘ฆโ€ฒ

atau (4.21)

๐‘‹โ€ฒ = ๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘Œโ€ฒ = 6 ๐‘ฆโ€ฒ

Pers.(4.21) menyatakan bahwa, dalam sistem (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ), setiap titik (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) memiliki koordinat

๐‘ฅโ€ฒ-nya yang tidak berubah oleh deformasi dan koordinat ๐‘ฆโ€ฒ-nya dikalikan dengan 6, sehingga

deformasi secara ringkas merupakan sebuah tarikan dalam arah ๐‘ฆโ€ฒ.

4.5 Penggunaan Pendiagonalan Matriks

Penggunaan pendiagonalan matriks (proses diagonalisasi) yang sederhana adalah

pada persamaan conic (elips atau hiperbola) yang pusatnya adalah pada titik asal sumbu,

dengan bentuk umum persamaannya adalah :

๐ด ๐‘ฅ2 + 2๐ป๐‘ฅ๐‘ฆ + ๐ต๐‘ฆ2 = ๐พ

(4.22)

dengan ๐ด, ๐ป, ๐ต, dan ๐พ adalah sustu

konstanta. Dalam matriks ditulis sebagai :

(๐‘ฅ ๐‘ฆ) (๐ด ๐ป

) (๐‘ฅ

) = ๐พ atau (๐‘ฅ ๐‘ฆ)๐‘€ (๐‘ฅ

) = ๐พ ๐ป ๐ต ๐‘ฆ ๐‘ฆ

(4.23)

๐‘‘engan ๐‘€ = (๐ด ๐ป

) ๐ป ๐ต

๐‘ฆ ๐‘ฅโ€ฒ

(๐‘ฅ1, ๐‘ฆ1)

(๐‘ฅ2, ๐‘ฆ2) |๐ซ1| = 1 ๐‘ฆ1

|๐ซ2| = 1 ๐œƒ

๐‘ฅ1

48

๐‘ฆ

)

)

Tinjau kembali Gambar 4.4, misalkan sumbu (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) dirotasi dari sumbu (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) sejauh ,

sehingga koordinat titik (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dan (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) dihubungkan oleh persamaan :

๐‘ฅ = ๐‘ฅโ€ฒ cos ๐œƒ โˆ’ ๐‘ฆโ€ฒ sin ๐œƒ

๐‘ฆ = ๐‘ฅโ€ฒ sin ๐œƒ + ๐‘ฆโ€ฒ cos ๐œƒ

Dalam notasi matriks ditulis : ๐‘ฅ ( ) =

cos ๐œƒ โˆ’ sin ๐œƒ

) (๐‘ฅโ€ฒ

) ๐‘ฆ (

sin ๐œƒ cos ๐œƒ ๐‘ฆโ€ฒ

atau (๐‘ฅ

) = ๐ถ (๐‘ฅโ€ฒ

) dengan ๐ถ = cos ๐œƒ โˆ’ sin ๐œƒ). (4.24)

๐‘ฆ ๐‘ฆโ€ฒ (sin ๐œƒ cos ๐œƒ

Mengingat bahwa (๐ด๐ต)๐‘‡ = ๐ต๐‘‡๐ด๐‘‡ maka Pers.(4.24) menjadi :

(๐‘ฅ ๐‘ฆ) = (๐‘ฅโ€ฒ ๐‘ฆโ€ฒ) ( cos ๐œƒ sin ๐œƒ

) atau โˆ’sin ๐œƒ cos ๐œƒ

(๐‘ฅ ๐‘ฆ) = (๐‘ฅโ€ฒ ๐‘ฆโ€ฒ) ๐ถ๐‘‡ = (๐‘ฅโ€ฒ ๐‘ฆโ€ฒ) ๐ถโˆ’1

(4.25)

Persamaan suku terakhir dari Pers.(4.25) diperoleh karena C adalah matriks orthogonal,

yaitu berlaku hubungan : ๐ถ๐‘‡ = ๐ถโˆ’1.

Substitusi Pers.(4.24) dan (4.25) ke Pers.(4.23), diperoleh :

(๐‘ฅ ๐‘ฆ)๐‘€ (๐‘ฅ

) = ๐พ

(๐‘ฅโ€ฒ ๐‘ฆโ€ฒ) ๐ถโˆ’1๐‘€ ๐ถ (๐‘ฅโ€ฒ

) = ๐พ (4.26) ๐‘ฆโ€ฒ

dalam hal ini, ๐ท = ๐ถโˆ’1๐‘€ ๐ถ. Jadi jika C adalah matriks yang mendiagonalisasi M, maka

Pers.(4.36) adalah persamaan konik relatif terhadap sumbu baru.

Contoh 4.1

Tinjau persamaan konik : 5๐‘ฅ2 โˆ’ 4๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฆ2 = 30. Rotasikan persamaan ini ke sumbu baru.

Jawab :

Persamaan konik 5๐‘ฅ2 โˆ’ 4๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฆ2 = 30 dalam notasi matriks ditulis :

(๐‘ฅ ๐‘ฆ) ( 5 โˆ’2 โˆ’2 2

๐‘ฅ

(๐‘ฆ) = 30

sehingga diperoleh ๐‘€ = ( 5 โˆ’2

โˆ’2 2 , dan sebelumnya telah diperoleh bahwa nilai eigennya

adalah ๐œ‡ = 1 dan ๐œ‡ = 6, juga telah diperoleh bahwa :

๐ถโˆ’1๐‘€ ๐ถ = ๐ท = 1 0 . ( )

0 6

49

Dengan demikian, persamaan konik Pers.(4.26) relatih terhadap sumbu baru adalah :

(๐‘ฅโ€ฒ ๐‘ฆโ€ฒ) 1 0 ( ) ( ๐‘ฅโ€ฒ โ€ฒ) = 30 atau ๐‘ฅโ€ฒ2 + 6๐‘ฆโ€ฒ2

= 30.

(4.27)

0 6 ๐‘ฆ

Amati bahwa perubahan urutan 1 dan 6 dalam D akan memberikan 6๐‘ฅโ€ฒ2 + ๐‘ฆโ€ฒ2 = 30 sebagai

persamaan baru dari persamaan elips Pers.(4.27). Hal ini adalah cara sederhana dalam saling

menukarkan sumbu antara sumbu ๐‘ฅโ€ฒ dan sumbu ๐‘ฆโ€ฒ.

Dengan membandingkan matriks C, yaitu matriks vektor eigen satuan Pers.(4.15) dengan

matriks rotasi Pers.(4.18), terlihat bahwa sudut rotasi dari sumbu semula (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) ke sumbu

baru (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) adalah :

๐œƒ = cosโˆ’1 1 ..

โˆš5

Perlu juga diketahui bahwa matriks M dapat didiagonalisasi dengan transformasi similaritas

๐ถโˆ’1๐‘€ ๐ถ dengan C matriks orthogonal, jika dan hanya jika M adalah matriks simetris.

Contoh 4.2

Rotasi persamaan kuadrik : ๐‘ฅ2 + 6๐‘ฅ๐‘ฆ โˆ’ 2๐‘ฆ2 โˆ’ 2๐‘ฆ๐‘ง + ๐‘ง2 = 24 ke sumbu baru.

Jawab :

Persamaan kuadrik : ๐‘ฅ2 + 6๐‘ฅ๐‘ฆ โˆ’ 2๐‘ฆ2 โˆ’ 2๐‘ฆ๐‘ง + ๐‘ง2 = 24 dalam notasi matriks ditulis :

1 3 0 ๐‘ฅ (๐‘ฅ ๐‘ฆ ๐‘ง) (3 โˆ’2 โˆ’1) (๐‘ฆ) = 24

0 โˆ’1 1 ๐‘ง

Persamaan karakteristik dari matriks ini adalah :

1 โˆ’ ๐œ‡ 3 0 | 3 โˆ’2 โˆ’ ๐œ‡ โˆ’1

0 โˆ’1 1 โˆ’ ๐œ‡ | = 0

โˆ’2 โˆ’ ๐œ‡ โˆ’1

(1 โˆ’ ๐œ‡) | โˆ’1 1 โˆ’ ๐œ‡

| โˆ’ 3 |3 โˆ’1

0 1 โˆ’ ๐œ‡

| = 0

(1 โˆ’ ๐œ‡)[(โˆ’2 โˆ’ ๐œ‡)(1 โˆ’ ๐œ‡) โˆ’ 1] โˆ’ 3[3(1 โˆ’ ๐œ‡)] = 0

๐œ‡3 โˆ’ 13๐œ‡ + 12 = 0

(๐œ‡ โˆ’ 1)(๐œ‡ + 4)(๐œ‡ โˆ’ 3) = 0

Nilai eigen : ๐œ‡ = 1, ๐œ‡ = โˆ’4, ๐œ‡ = 3.

Persamaan kuadrik relatif terhadap sumbu baru sumbu baru (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ) adalah :

1 0 0 ๐‘ฅโ€ฒ (๐‘ฅโ€ฒ ๐‘ฆโ€ฒ ๐‘งโ€ฒ) (0 โˆ’4 0) (๐‘ฆโ€ฒ) = 24

0 0 3 ๐‘งโ€ฒ

atau ๐‘ฅโ€ฒ2 โˆ’ 4๐‘ฆโ€ฒ2 + 3๐‘งโ€ฒ2 = 24.

50

Salah satu dari vektor eigen dapat dicari dengan mensubstitusi nilai eigen ๐œ‡ = 1 ke dalam

persamaan :

1 3 0 ๐‘ฅ ๐œ‡๐‘ฅ (3 โˆ’2 โˆ’1) (๐‘ฆ) = (๐œ‡๐‘ฆ)

0 โˆ’1 1 ๐‘ง ๐œ‡๐‘ง

dan memecahkannya untuk nilai x, y, dan z.

Dengan demikian, ๐ข๐‘ฅ + ๐ฃ ๐‘ฆ + ๐ค ๐‘ง adalah vektor eigen yang berkaitan dengan ๐œ‡ = 1, dan

membaginya dengan besarnya diperoleh vektor eigen satuan. Dengan mengulang-ulang

proses ini untuk nilai-nilai eigen yang lain, diperoleh ke tiga vektor eigen satuan berikut :

1 3 Untuk ๐œ‡ = 1 diperoleh ( , 0, )

โˆš10 โˆš10 3 5 1

Untuk ๐œ‡ = โˆ’4 diperoleh (โˆ’ , , ) โˆš35 โˆš35 โˆš35

3 2 1 Untuk ๐œ‡ = 3 diperoleh (โˆ’ , โˆ’ , ).

Dengan demikian, matriks rotasi C adalah :

1

โˆš10

โˆ’ 3 โˆš35

โˆš14

โˆ’ 3 โˆš14

โˆš14 โˆš14

๐ถ = 0 5

โˆ’ 2

โˆš35 3 1

โˆš14 .

1

(โˆš10 โˆš35 โˆš14 )

Harga atau nilai dalam C adalah cosinus dari 9 sudut di antara sumbu (๐‘ฅ, ๐‘ฆ) dan (๐‘ฅโ€ฒ, ๐‘ฆโ€ฒ).

Soal-soal Latihan 2 :

Rotasikan persamaan konik atau kuadrik berikut ke sumbu baru.

1. 2๐‘ฅ2 + 4๐‘ฅ๐‘ฆ โˆ’ ๐‘ฆ2 = 24 [Jawab : 3๐‘ฅโ€ฒ2 โˆ’ 2๐‘ฆโ€ฒ2 = 24] 3. 3๐‘ฅ2 + 8๐‘ฅ๐‘ฆ โˆ’ 3๐‘ฆ2 = 8

2. 8๐‘ฅ2 + 8๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฆ2 = 35 [Jawab : 10๐‘ฅโ€ฒ2 = 35] 4. 5๐‘ฅ2 + 3๐‘ฆ2 + 2๐‘ง2 + 4๐‘ฅ๐‘ง =

14

5. ๐‘ฅ2 + ๐‘ฆ2 + ๐‘ง2 + 4๐‘ฅ๐‘ฆ + 2๐‘ฅ๐‘ง โˆ’ 2๐‘ฆ๐‘ง = 12 [Jawab : 3๐‘ฅโ€ฒ2 + โˆš3๐‘ฆโ€ฒ2 โˆ’ โˆš3๐‘งโ€ฒ2 = 12]

6. ๐‘ฅ2 + 3๐‘ฆ2 + 3๐‘ง2 + 4๐‘ฅ๐‘ฆ + 4๐‘ฅ๐‘ง = 60

4.6 Koordinat Lengkung

Sebelum pembahasan tentang perubahan variabel atau transformasi koordinat perlu

dibahas mengenai sifat-sifat dari sistem koordinat seperti sistem koordinat tegak lurus

(๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง) dan sistem koordinat silindris (๐‘Ÿ, ๐œƒ, ๐‘ง).

51

dr

ds

rd (๐‘Ÿ, ๐œƒ)

d

Elemen-elemen dari panjang busur ds dari kedua sistem koordinat diberikan oleh :

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘‘๐‘ฆ2 + ๐‘‘๐‘ง2 untuk sistem koordinat tegak lurus

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 + ๐‘‘๐‘ง2 untuk sistem koordinat silindris

dengan ds adalah elemen garis atau lintasan.

Sebagai contoh, tinjau Gambar 4.6, yaitu koordinat polar dalam bidang.

y

(4.28)

x

Gambar 4.6 Ilustrasi untuk koordinat polar dalam bidang.

Menurut teorema Pythagoras :

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2.

Metode untuk memperoleh ๐‘‘๐‘ 2 untuk koordinat silindris adalah dari persamaan-persamaan

:

dan diperoleh :

๐‘ฅ = ๐‘Ÿ cos ๐œƒ, ๐‘ฆ = ๐‘Ÿ sin ๐œƒ, ๐‘ง = ๐‘ง (4.29)

๐‘‘๐‘ฅ = cos ๐œƒ ๐‘‘๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ÿ sin ๐œƒ ๐‘‘๐œƒ

๐‘‘๐‘ฆ = sin ๐œƒ ๐‘‘๐‘Ÿ + ๐‘Ÿ cos ๐œƒ ๐‘‘๐œƒ (4.29๐‘Ž)

๐‘‘๐‘ง = ๐‘‘๐‘ง

Kuadratkan masing-masing Pers.(4.29a) dan jumlahkan hasilnya, diperoleh :

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘‘๐‘ฆ2 + ๐‘‘๐‘ง2 = ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 + ๐‘‘๐‘ง2. (4.30)

Sistem koordinat ini disebut sistem orthogonal, yang berarti permukaan-permukaan

koordinat benar-benar saling tegak lurus.

52

Pada sistem silindris (Gambar 4.7),

permukaan koordinat adalah r = konstan

(bentuk silindris konsentrik), = konstan

(bentuk bidang-bidang setengah), dan z =

konstan (bentuk bidang-bidang). Ketiga

permukaan ini melalui sebuah irisan titik

pada sudut kanan. Ketiga kurva irisan dari

permukaan koordinat berpasangan saling

potong pada sudut kanan, kurva-kurva ini

disebut garis-garis koordinat atau arah

Gambar 4.7 Sistem koordinat silindris

koordinat. Vektor-vektor satuan untuk arah koordinat pada sistem silindris ditandai dengan

๐ž๐‘Ÿ, ๐ž๐œƒ, ๐ž๐‘ง (๐ž๐‘ง identik dengan ๐ค) yang membentuk sudut tegak lurus seperti ๐ข, ๐ฃ, ๐ค.

Pembahasan sistem koordinat seperti ini akan mengarah pada sistem koordinat lengkung

atau koordinat cuvalinear apabila permukaan koordinatnya bukan bidang dan garis

koordinatnya berupa kurva bukan garis lurus.

4.7 Faktor Skala dan Vektor Basis untuk Sistem Orthogonal

Pada sistem tegak lurus, jika x, y, z adalah koordinat-koordinat sebuah partikel dan x

berubah dengan dx dengan y dan z konstan, maka jarak perpindahan partikel adalah ds = dx.

Sedangkan, pada sistem silindris, jika berubah dengan d dengan r dan z konstan, maka

jarak perpindahan partikel bukan d tetapi ds = r d (r = faktor skala). Faktor-faktor seperti

r, dalam r d, dikalikan dengan diferensial (d) untuk memperoleh jarak disebut faktor-

faktor skala dan sangat penting untuk diperhatikan. Kembali pada Pers.(4.30), jika

transformasinya orthogonal, maka faktor-faktor skala dapat dikeluarkan. Untuk sistem

silindris (๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 + ๐‘‘๐‘ง2) pd Pers.(4.30), faktor-fakor skala-nya adalah 1, r, 1.

Tinjau sebuah vektor ๐‘‘๐ฌ dengan komponen-komponen dr, r d, dan dz dalam arah-arah

koordinat ๐ž๐‘Ÿ, ๐ž๐œƒ, dan ๐ž๐‘ง :

sehingga

๐‘‘๐ฌ = ๐ž๐‘Ÿ๐‘‘๐‘Ÿ + ๐ž๐œƒ๐‘Ÿ๐‘‘๐œƒ + ๐ž๐‘ง๐‘‘๐‘ง (4.31)

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐ฌ โˆ™ ๐‘‘๐ฌ = ๐‘‘๐‘Ÿ2 + ๐‘Ÿ2๐‘‘๐œƒ2 + ๐‘‘๐‘ง2 [sama seperti Pers. (4.28)],

karena vektor-vektor ๐ž adalah orthogonal dan panjangnya satu satuan.

Kita dapat mencari hubungan vektor-vektor basis (terkadang disebut vektor satuan)

dari sistem koordinat lengkung (๐ž๐‘Ÿ, ๐ž๐œƒ, ๐ž๐‘ง dalam sistem silindris) dan ๐ข, ๐ฃ, ๐ค. Hal ini akan

z

๐ž๐‘ง

r ๐ž๐œƒ

๐ž๐‘Ÿ z

y

x

53

bermanfaat bila kita ingin mendiferensialkan sebuah vektor yang dinyatakan dalam bentuk

vektor-vektor satuan koordinat lengkung. Untuk jelasnya ๐ข, ๐ฃ, ๐ค adalah konstan dalam besar

dan arah, sedangkan ๐ž๐‘Ÿ, ๐ž๐œƒ arahnya tidak menentu sehingga derivatifnya tidak sama dengan

nol. Secara aljabar, untuk mencari sistem koordinat silindris yang terkait dengan sistem

tegak lurus adalah sebagai berikut :

๐‘‘๐ฌ = ๐ข ๐‘‘๐‘ฅ + ๐ฃ ๐‘‘๐‘ฆ + ๐ค ๐‘‘๐‘ง

= ๐ข ( ๐œ•๐‘ฅ

๐œ•๐‘Ÿ

๐‘‘๐‘Ÿ +

๐œ•๐‘ฅ

๐œ•๐œƒ

๐‘‘๐œƒ) + ๐ฃ (

๐œ•๐‘ฆ

๐œ•๐‘Ÿ

๐‘‘๐‘Ÿ +

๐œ•๐‘ฆ

๐œ•๐œƒ

๐‘‘๐œƒ) + ๐ค ๐‘‘๐‘ง (4.32)

Bandingkan Pers.(4.32) dengan Pers.(4.31), dan dengan menggunakan hubungan :

๐‘ฅ = ๐‘Ÿ cos ๐œƒ ๐œ•๐‘ฅโ„๐œ•๐‘Ÿ = cos ๐œƒ ๐œ•๐‘ฅโ„๐œ•๐œƒ = โˆ’๐‘Ÿ sin ๐œƒ

๐‘ฆ = ๐‘Ÿ sin ๐œƒ ๐œ•๐‘ฅโ„๐œ•๐‘Ÿ = sin ๐œƒ ๐œ•๐‘ฅโ„๐œ•๐œƒ = โˆ’๐‘Ÿ cos ๐œƒ

diperoleh :

๐ž = ๐ข ๐œ•๐‘ฅ

+ ๐ฃ ๐œ•๐‘ฆ

= ๐ข cos ๐œƒ + ๐ฃ sin ๐œƒ, ๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ

๐œ•๐‘Ÿ

๐‘Ÿ๐ž = ๐ข ๐œ•๐‘ฅ

+ ๐ฃ ๐œ•๐‘ฆ

= โˆ’๐ข ๐‘Ÿ sin ๐œƒ + ๐ฃ ๐‘Ÿ cos ๐œƒ, (4.33) ๐œƒ ๐œ•๐œƒ ๐œ•๐œƒ

๐ž๐‘ง = ๐ค.

Untuk lebih mudahnya, vektor basis biasanya dilambangkan dengan ๐š๐‘Ÿ, ๐š๐œƒ. Dari

Pers.(4.33) diperoleh :

๐š๐‘Ÿ = ๐ž๐‘Ÿ adalah jelas sebuah vektor satuan (kerena cos2 ๐œƒ + sin2 ๐œƒ = 1)

๐š๐œƒ = ๐‘Ÿ๐ž๐œƒ = โˆ’๐ข ๐‘Ÿ sin ๐œƒ + ๐ฃ ๐‘Ÿ cos ๐œƒ, memiliki panjang |๐š๐œƒ| = ๐‘Ÿ shg vektor satuan :

๐Ÿ

๐ž๐›‰ = ๐ซ ๐š๐œƒ = โˆ’๐ข sin ๐œƒ + ๐ฃ cos ๐œƒ

Dalam hal ini, vektor satuan ๐ž๐›‰ diperoleh dengan cara membagi vektor basis ๐‘Ÿ๐ž๐œƒ dengan ๐‘Ÿ,

(๐‘Ÿ = faktor skala). Dengan demikian, vektor satuan jelas memiliki faktor skala = 1,

sedangkan vektor basis dapat memiliki faktor skala โ‰ 1.

Kita dapat menggunakan perumusan sebelumnya untuk mendapatkan kecepatan dan

percepatan partikel dalam koordinat silindris dan juga untuk sistem koordinat lainnya.

Dalam koordinat silindris (Gambar 4.8), pergeseran partikel dari titik asal pd saat t adalah :

54

z

๐ฌ

๐‘ง๐ž๐‘ง

๐‘Ÿ๐ž๐‘Ÿ

maka

๐‘‘๐ฌ

๐‘‘๐‘Ÿ ๐‘‘

๐‘‘๐‘ง

๐ฌ = ๐‘Ÿ๐ž๐‘Ÿ + ๐‘ง๐ž๐‘ง.

๐‘‘๐‘ก = ๐‘‘๐‘ก

๐ž๐‘Ÿ + ๐‘Ÿ ๐‘‘๐‘ก

(๐ž๐‘Ÿ) + ๐‘‘๐‘ก

๐ž๐‘ง.

Permasalahannya adalah : y

karena

๐‘‘ (๐ž๐‘Ÿ)

๐‘‘๐‘ก x

๐‘‘๐‘Ÿ ๐‘‘๐‘ง = ๐‘Ÿ dan = ๐‘ง Gambar 4.8 Pergeseran partikel dari titik

๐‘‘๐‘ก

Dengan Pers.(4.33),

๐‘‘๐‘ก asal pada saat t dalam sistem

koordinat silindris

๐‘‘ (๐ž ๐‘‘ ๐‘‘๐œƒ ๐‘‘๐œƒ ) = (๐ข cos ๐œƒ + ๐ฃ sin ๐œƒ) = โˆ’๐ข sin ๐œƒ + ๐ฃ cos ๐œƒ = ๐ž ๐‘‘๐œƒ = ๐ž ๐œƒ ,

๐‘‘๐‘ก ๐‘Ÿ ๐‘‘๐‘ก ๐‘‘๐‘ก ๐‘‘๐‘ก ๐œƒ ๐‘‘๐‘ก ๐œƒ

sehingga diperoleh : ๐‘‘๐ฌ

๐‘‘๐‘ก = ๐‘Ÿ ๐ž๐‘Ÿ

+ ๐‘Ÿ๐œƒ ๐ž๐œƒ

+ ๐‘ง ๐ž๐‘ง.

Percepatannya dapat dicari dengan cara mendiferensialkan persamaan terakhir terhadap t,

dan terapkan Pers.(4.33) untk mendapatkan ๐‘‘

(๐ž ๐‘‘๐‘ก

). Bila dikerjakan, diperoleh hasil akhir :

๐‘‘2๐ฌ

๐‘‘๐‘ก2 = (๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ÿ๐œƒ 2)๐ž๐‘Ÿ + (๐‘Ÿ ๐œƒ + ๐‘Ÿ๐œƒ )๐ž๐œƒ + ๐‘ง ๐ž๐‘ง.

4.8 Koordinat Lengkung Umum

Pada umumnya, pemakaian kumpulan koordinat (variabel) ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3 lebih diminati.

Sebagai contoh, untuk sistem tegak lurus ๐‘ฅ1 = ๐‘ฅ, ๐‘ฅ2 = ๐‘ฆ, ๐‘ฅ3 = ๐‘ง, silindris ๐‘ฅ1 = ๐‘Ÿ, ๐‘ฅ2 = ๐œƒ,

๐‘ฅ3 = ๐‘ง, dengan demikian, ketiga permukaan koordinat adalah ๐‘ฅ1 = ๐‘ฅ2 = ๐‘ฅ3 =kontanta.

Ketiganya melalui sebuah titik temu dalam ketiga garis koordinat. Bila ๐‘ฅ, ๐‘ฆ, ๐‘ง sebagai fungsi

๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3, pertama kita cari ๐‘‘๐‘ 2 sebagaimana yang diperoleh untuk sistem silindris [Lihat

derivatif Pers.(4.30) dari (4.29)].

Selanjutnya, jika sistem koordinat diketahui orthogonal, ๐‘‘๐‘ 2 akan berbentuk : 3

๐‘‘๐‘ 2 = โ„Ž2 ๐‘‘๐‘ฅ2 + โ„Ž2 ๐‘‘๐‘ฅ2 + โ„Ž2 ๐‘‘๐‘ฅ2 = โˆ‘ โ„Ž2๐‘‘๐‘ฅ2 . (4.34) 1 1

dengan h adalah faktor skala.

2 2 3 3 ๐‘– ๐‘–

๐‘–=1

Vektor pergeseran ๐‘‘๐ฌ dapat ditulis sebagai [Bandingkan dengan Pers.4.31)] :

๐œƒ

55

1

2

3

3

๐‘‘๐ฌ = ๐ž1โ„Ž1๐‘‘๐‘ฅ1 + ๐ž2โ„Ž2๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐ž3โ„Ž3๐‘‘๐‘ฅ3 = โˆ‘ ๐ž๐‘–โ„Ž๐‘–๐‘‘๐‘ฅ๐‘– , (4.35) ๐‘–=1

dengan ๐ž adalah vektor satuan dalam arah koordinat.

Elemen volume ๐‘‘๐‘‰ dalam sistem orthogonal adalah :

๐‘‘๐‘‰ = โ„Ž1 โ„Ž2 โ„Ž3 ๐‘‘๐‘ฅ1 ๐‘‘๐‘ฅ2 ๐‘‘๐‘ฅ3

dengan sisi-sisi โ„Ž1๐‘‘๐‘ฅ1, โ„Ž2๐‘‘๐‘ฅ2, โ„Ž3๐‘‘๐‘ฅ3.

Sebagai contoh, elemen volume untuk sistem tegak lurus adalah : ๐‘‘๐‘‰ = ๐‘‘๐‘ฅ ๐‘‘๐‘ฆ ๐‘‘๐‘ง dan untuk

silindris ๐‘‘๐‘‰ = ๐‘‘๐‘Ÿ ๐‘Ÿ๐‘‘๐œƒ ๐‘‘๐‘ง.

Jika sistem koordinat tidak orthogonal, Pers.(4.34) tidak berlaku dan ungkapan untuk

๐‘‘๐‘ 2 akan berbentuk :

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘”11 ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘”12 ๐‘‘๐‘ฅ1๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘”13 ๐‘‘๐‘ฅ1๐‘‘๐‘ฅ3

+๐‘”21 ๐‘‘๐‘ฅ2๐‘‘๐‘ฅ1 + ๐‘”22 ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘”23 ๐‘‘๐‘ฅ2๐‘‘๐‘ฅ3 (4.36)

+๐‘”31๐‘‘๐‘ฅ3๐‘‘๐‘ฅ1 + ๐‘”32 ๐‘‘๐‘ฅ3๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘”33 ๐‘‘๐‘ฅ2

dengan ๐‘”๐‘–๐‘— adalah koefisien-koefisien yang muncul dalam perhitungan ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘‘๐‘ฆ2 + ๐‘‘๐‘ง2.

Perumusan yang lebih ringkas, Pers.(4.36) ditulis : 3 3

๐‘‘๐‘ 2 = โˆ‘ โˆ‘ ๐‘”๐‘–๐‘— ๐‘–=1 ๐‘—=1

๐‘‘๐‘ฅ๐‘– ๐‘‘๐‘ฅ๐‘— . (4.37)

Atau dalam notasi matriks, ditulis : ๐‘”11 ๐‘”12 ๐‘”13

๐‘‘๐‘ฅ1

๐‘‘๐‘ 2 = (๐‘‘๐‘ฅ1 ๐‘‘๐‘ฅ2 ๐‘‘๐‘ฅ3) (๐‘”21 ๐‘”22 ๐‘”23) (๐‘‘๐‘ฅ2) (4.38) ๐‘”31 ๐‘”32 ๐‘”33

kuantitas ๐‘”๐‘–๐‘— berbentuk tensor yang dikenal sebagai tensor metrik.

Sekarang, jika sistem koordinatnya orthogonal, maka

๐‘‘๐‘ฅ3

๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘”11 ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘”22 ๐‘‘๐‘ฅ

2 + ๐‘”33 ๐‘‘๐‘ฅ2 (4.39)

1 2 3

[Dalam bahasa matriks, ๐‘”๐‘–๐‘— adalah matriks diagonal.]

Dalam bentuk faktor skala, dari Pers.(4.34) diperoleh :

๐‘”11 = โ„Ž2, ๐‘”11 = โ„Ž2, ๐‘”11 = โ„Ž2

1 1 1 (4.39a)

๐‘”12 = ๐‘”13 = ๐‘”21 = ๐‘”23 = ๐‘”31 = ๐‘”33 = 0

untuk sistem koordinat orthogonal.

Soal-soal Latihan 3 :

1. Carilah ๐‘‘๐‘ 2, faktor skala, ๐‘‘๐ฌ, elemen volume (๐‘‘๐‘‰) kemudian tentukan vektor basis (๐š๐‘Ÿ,

๐š๐œƒ, ๐š๐‘ง) dan vektor satuan (๐ž๐‘Ÿ, ๐ž๐œƒ, ๐ž๐‘ง) dari koordinat bola.

56

Petunjuk : Anda dapat memperoleh ๐‘‘๐‘ 2 untuk koordinat bola dengan persamaan-

persamaan : ๐‘ฅ = ๐‘Ÿ sin ๐œƒ cos ๐œ‘, ๐‘ฆ = ๐‘Ÿ sin ๐œƒ sin ๐œ‘ , ๐‘ง = cos ๐œƒ

dan terapkan derivatifnya pada Pers.(4.30) yaitu ๐‘‘๐‘ 2 = ๐‘‘๐‘ฅ2 + ๐‘‘๐‘ฆ2 + ๐‘‘๐‘ง2.

[Jawab : Faktor skala โ„Ž๐‘Ÿ = 1, โ„Ž๐œƒ = ๐‘Ÿ, โ„Ž๐œ‘ = ๐‘Ÿ sin ๐œƒ]

2. Carilah komponen-komponen kecepatan dan percepatan dalam koordinat bola.

Petunjuk : Untuk memperoleh kecepatan, Anda dapat menggunakan dua cara yaitu mulai

dengan ๐‘‘๐ฌ atau dengan ๐ฌ = ๐‘Ÿ๐ž๐‘Ÿ.

๐‘‘๐ฌ Jawab โˆถ

๐‘‘๐‘ก = ๐ž๐‘Ÿ

๐‘‘2๐ฌ

๐‘Ÿ + ๐ž๐œƒ

๐œƒ + ๐ž๐œ‘

๐‘Ÿ sin ๐œƒ ๐œ‘

๐‘‘๐‘ก2 = ๐ž๐‘Ÿ(๐‘Ÿ โˆ’ ๐‘Ÿ๐œƒ 2 โˆ’ ๐‘Ÿ sin2 ๐œƒ ๐œ‘ 2) + ๐ž๐œƒ(๐‘Ÿ๐œƒ + 2๐‘Ÿ ๐œƒ โˆ’ ๐‘Ÿ sin ๐œƒ cos ๐œƒ ๐œ‘ 2)

+ ๐ž๐œ‘(๐‘Ÿ sin ๐œƒ ๐œ‘ + 2๐‘Ÿ cos ๐œƒ ๐œƒ ๐œ‘ + 2 sin ๐œƒ ๐‘Ÿ ๐œ‘ ).

3. Kerjakan seperti soal 1 untuk sistem koordinat berikut :

a. Koordinat parabolik silindris (๐‘ข, ๐‘ฃ, ๐‘ง) :

1 ๐‘ฅ = (๐‘ข2 โˆ’ ๐‘ฃ2)

2

๐‘ฆ = ๐‘ข๐‘ฃ

b. Koordinat paraboloidal (๐‘ข, ๐‘ฃ, ๐œ‘) :

๐‘ฅ = ๐‘ข๐‘ฃ cos ๐œ‘

๐‘ฆ = ๐‘ข๐‘ฃ sin ๐œ‘

1 ๐‘ง = ๐‘ง ๐‘ง = (๐‘ข2 โˆ’ ๐‘ฃ2)

2

4.9 Operator Vektor dalam Koordinat Lengkung Orthogonal

Dalam pembahasan tentang analisis vektor, pada sistem koordinat tegak lurus, telah

didefinisikan tentang operator-operator vektor yaitu gradien (๐›๐‘ข), divergensi (๐› โˆ™ ๐•), curl

(๐› ร— ๐•), dan Laplasian (๐›2๐‘ข). Selanjutnya, kita perlu mengetahui bagaimana menyatakan

operator-operator dalam bentuk koordinat orthogonal umum.

Gradien (๐›๐‘ข)

Pada bab analis vektor, telah ditunjukkan bahwa Derivatif arah ๐‘‘๐‘ข

dalam arah tertentu adalah ๐‘‘๐‘ 

komponen dari ๐›๐‘ข dalam arah tersebut. Dalam koordinat silindris, jika kita bergerak ke arah

๐‘Ÿ (๐œƒ dan z kontan), maka dengan Pers.(4.30) diperoleh ๐‘‘๐‘  = ๐‘‘๐‘Ÿ. Jadi, komponen ๐‘Ÿ dari ๐›๐‘ข

adalah ๐‘‘๐‘ข

bila ๐‘‘๐‘  = ๐‘‘๐‘Ÿ, komponen ๐‘Ÿ dari ๐›๐‘ข menjadi ๐œ•๐‘ข

. Dengan cara yang sama, komponen ๐‘‘๐‘  ๐œ•๐‘Ÿ

57

โ„Ž โ„Ž โ„Ž

โ„Ž โ„Ž

๐œƒ dari ๐›๐‘ข adalah ๐‘‘๐‘ข

bila ๐‘‘๐‘  = ๐‘Ÿ ๐‘‘๐œƒ, komponen ๐‘Ÿ dari ๐›๐‘ข menjadi (1) ๐œ•๐‘ข

. Jadi, ๐›๐‘ข dalam ๐‘‘๐‘ 

koordinat silindris adalah :

๐œ•๐‘ข

1 ๐œ•๐‘ข

๐œ•๐‘ข

๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ

๐›๐‘ข = ๐ž๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ + ๐ž๐œƒ ๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ

+ ๐ž๐‘ง ๐œ•๐‘ง (4.40)

Selanjutnya, dalam koordinat orthogonal umum ๐‘ฅ1, ๐‘ฅ2, ๐‘ฅ3, komponen ๐›๐‘ข dalam arah ๐‘ฅ1 (๐‘ฅ2

dan ๐‘ฅ konstan) adalah ๐‘‘๐‘ข

jika ๐‘‘๐‘  = โ„Ž ๐‘‘๐‘ฅ [dari Pers.(4.34)], yaitu komponen ๐›๐‘ข dalam 3 ๐‘‘๐‘  1 1

arah ๐ž adalah ( ๐Ÿ

) ( ๐œ•๐‘ข

). Hal yang sama dilakukan untuk komponen ๐›๐‘ข dalam arah lainnya 1 ๐ก๐Ÿ

๐œ•๐‘ฅ1

dan kita peroleh : 1 ๐œ•๐‘ข

1 ๐œ•๐‘ข

1 ๐œ•๐‘ข

๐›๐‘ข = ๐ž1 ( 1

) ๐œ•๐‘ฅ1

+ ๐ž2 ( 2

3

) ๐œ•๐‘ฅ2

+ ๐ž3 ( 3

) ๐œ•๐‘ฅ3

๐ž๐‘– ๐œ•๐‘ข = โˆ‘ ( ) (4.41)

๐‘–=1 โ„Ž๐‘– ๐œ•๐‘ฅ๐‘–

Divergensi (๐› โˆ™ ๐•)

Misalkan diketahui sebuah vektor dalam sistem orthogonal

๐• = ๐ž1๐‘‰1 + ๐ž2๐‘‰2 + ๐ž3๐‘‰3 (4.42)

dengan komponen-komponen ๐‘‰1, ๐‘‰1, ๐‘‰1. Kita dapat membuktikan bahwa

๐ž3 ๐› โˆ™ (

โ„Ž1โ„Ž2

๐ž2 ) = 0, ๐› โˆ™ (

โ„Ž1โ„Ž3

๐ž1 ) = 0, ๐› โˆ™ (

โ„Ž2โ„Ž3

) = 0, (4.42a)

Langkah pembuktian ๐› โˆ™ ( ๐ž3

โ„Ž1โ„Ž2

) = 0 adalah dimulai dengan menggunakan Pers.(4.41)

dengan ๐‘ข = ๐‘ฅ1, ๐‘ข = ๐‘ฅ2, ๐‘ข = ๐‘ฅ3, diperoleh :

๐›๐‘ฅ ๐ž1 = , ๐›๐‘ฅ

๐ž12 = , ๐›๐‘ฅ ๐ž3 = . 1 โ„Ž1 2 โ„Ž2 3 โ„Ž3

Dan dengan mengingat urutan ๐ž1, ๐ž2, ๐ž3 dari kiri ke kanan maka diperoleh :

๐ž1

ร— ๐ž2

= ๐ž3

, ๐ž2

ร— ๐ž3

= ๐ž1

, ๐ž3

ร— ๐ž1

= ๐ž2

, dan ๐›๐‘ฅ1

ร— ๐›๐‘ฅ2

๐ž3 =

1 2

dst.

Divergensinya :

๐› โˆ™ (๐›๐‘ฅ1

ร— ๐›๐‘ฅ2

๐ž3

) = ๐› โˆ™ ( ) โ„Ž1โ„Ž2

Dengan menggunakan identitas : ๐› โˆ™ (๐ฎ ร— ๐ฏ) = ๐› โˆ™ (๐› ร— ๐ฎ) โˆ’ ๐ฎ โˆ™ (๐› ร— ๐ฏ), diperoleh :

๐›๐‘ฅ2

โˆ™ (๐› ร— ๐›๐‘ฅ1

) โˆ’ ๐›๐‘ฅ1

โˆ™ (๐› ร— ๐›๐‘ฅ2

๐ž3 ) = ๐› โˆ™ ( )

โ„Ž1โ„Ž2

58

2 3 โ„Ž

Sekali lagi, gunakan identitas : ๐› ร— ๐›โˆ… = 0, akhirnya diperoleh :

๐›๐‘ฅ2 โˆ™ (0) โˆ’ ๐›๐‘ฅ1

๐ž3 โˆ™ (0) = ๐› โˆ™ (

โ„Ž1โ„Ž2

๐ž3 ) atau ๐› โˆ™ (

โ„Ž1โ„Ž2

) = 0.

Cara yang sama dilakukan untuk pembuktian: ๐› โˆ™ ( ๐ž2

โ„Ž1โ„Ž3

Selanjutnya, kita tuliskan Pers.(4.42) dalam bentuk :

) = 0, ๐› โˆ™ ( ๐ž1

โ„Ž2โ„Ž3

) = 0.

๐ž1 ๐• =

(โ„Ž โ„Ž ๐ž2 ๐‘‰ ) +

(โ„Ž โ„Ž ๐ž3 ๐‘‰ ) +

(โ„Ž โ„Ž ๐‘‰ ) (4.43)

โ„Ž2โ„Ž3 2 3 1 โ„Ž1โ„Ž3

1 3 2 โ„Ž1โ„Ž2 1 2 3

Kita tentukan ๐› โˆ™ ๐• dengan cara mencari divergensi setiap suku pada ruas kanan Pers (4.43).

Dengan menggunakan hubungan :

๐› โˆ™ (๐œ™๐ฏ) = ๐ฏ โˆ™ (๐›๐œ™) + ๐œ™๐› โˆ™ ๐ฏ

dengan ๐œ™ = โ„Ž2โ„Ž3๐‘‰1 dan ๐ฏ = ๐ž1/โ„Ž2โ„Ž3, kita dapatkan bahwa divergensi suku pertama dari

ruas kanan Pers (4.43) adalah :

๐› โˆ™ (โ„Ž ๐ž1 โ„Ž ๐‘‰ ) ๐ž1 =

โˆ™ ๐›(โ„Ž โ„Ž

๐‘‰ ) + โ„Ž โ„Ž ๐ž1 ๐‘‰ ๐› โˆ™

(4.44)

2 3 1 โ„Ž2โ„Ž3 โ„Ž2โ„Ž3 2 3 1 2 3 1

โ„Ž2โ„Ž3

Dengan Pers.(4.42a), suku kedua Pers.(4.44) adalah nol. Dalam suku pertama Pers.(4.44),

hasil kali dot ๐ž1 dengan ๐›(โ„Ž2โ„Ž3๐‘‰1) adalah komponen pertama dari ๐›(โ„Ž2โ„Ž3๐‘‰1). Dengan Pers.

(4.41), komponen ini adalah :

1 ๐œ•

โ„Ž1 ๐œ•๐‘ฅ3

(โ„Ž2โ„Ž3๐‘‰1).

Dengan cara yang sama, perhitungan divergensi untuk suku-suku yang lain dari

Pers.(4.43),kita dapatkan :

1 ๐› โˆ™ ๐• =

โ„Ž โ„Ž

1 ๐œ• โ„Ž ๐œ•๐‘ฅ

1 (โ„Ž2โ„Ž3๐‘‰1) +

โ„Ž โ„Ž

1 ๐œ• โ„Ž ๐œ•๐‘ฅ

1 (โ„Ž1โ„Ž3๐‘‰2) +

โ„Ž โ„Ž

1 ๐œ• โ„Ž ๐œ•๐‘ฅ (โ„Ž1โ„Ž2๐‘‰3)

atau

2 3 1 1

1 ๐œ•

1 3 2 2

๐œ•

1 2 3 3

๐œ•

๐› โˆ™ ๐• = 1 โ„Ž2โ„Ž3

( ๐œ•๐‘ฅ1

(โ„Ž2โ„Ž3๐‘‰1) + ๐œ•๐‘ฅ

(โ„Ž1โ„Ž3๐‘‰2) + ๐œ•๐‘ฅ

(โ„Ž1โ„Ž2๐‘‰3)) (4.45)

Sebagai contoh, pada koordinat silindris dengan faktor skala โ„Ž1 = 1, โ„Ž2 = ๐‘Ÿ, โ„Ž3 = 1, dengan

Pers.(4.45), ungkapan divergensi dalam koordinat silindris adalah :

1 ๐œ• ๐œ• ๐œ• ๐› โˆ™ ๐• = ( (๐‘Ÿ๐‘‰๐‘Ÿ) + (๐‘‰๐œƒ) + (๐‘Ÿ๐‘‰๐‘ง))

๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ ๐œ•๐‘ง

1 ๐œ• = 1 ๐œ•๐‘‰๐œƒ ๐œ•๐‘‰๐‘ง (๐‘Ÿ๐‘‰ ) + + . ๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ ๐‘Ÿ ๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ

๐œ•๐‘ง

59

โ„Ž 1

3

Curl (๐› ร— ๐•)

Dengan cara yang sama seperti yang digunakan untuk divergensi (๐› โˆ™ ๐•), kita dapat mencari

curl (๐› ร— ๐•). Hasilnya adalah :

๐› ร— ๐•

โ„Ž1๐ž1 โ„Ž2๐ž2 โ„Ž3๐ž3 1

= 1โ„Ž2โ„Ž3

๐œ• | ๐œ•๐‘ฅ

๐œ•

๐œ•๐‘ฅ2

๐œ•

๐œ•๐‘ฅ3 | (4.46)

โ„Ž1๐‘‰1 โ„Ž2๐‘‰2 โ„Ž3๐‘‰3

๐ž1 = ๐œ•

[ (โ„Ž ๐œ•

๐‘‰ ) โˆ’ ๐ž2 (โ„Ž ๐‘‰ )] + ๐œ•

[ (โ„Ž ๐œ•

๐‘‰ ) โˆ’

(โ„Ž ๐‘‰ )] โ„Ž2โ„Ž3 ๐œ•๐‘ฅ2

3 3 ๐œ•๐‘ฅ3 3 3 โ„Ž1โ„Ž3 ๐œ•๐‘ฅ3

1 1 ๐œ•๐‘ฅ1 3 3

๐ž3 + ๐œ•

[ (โ„Ž ๐œ•

๐‘‰ ) โˆ’

(โ„Ž ๐‘‰ )].

โ„Ž1โ„Ž2

Dalam koorinat silindris, kita peroleh :

๐ž๐‘Ÿ ๐‘Ÿ๐ž๐œƒ ๐ž๐‘ง

๐œ•๐‘ฅ1 2 2 ๐œ•๐‘ฅ2

1 1

1 ๐œ• ๐› ร— ๐• = | ๐œ• ๐œ• | = ๐ž 1 ๐œ•๐‘‰๐‘ง ๐œ•๐‘‰๐œƒ ( โˆ’ ) + ๐ž ๐œ•๐‘‰๐‘Ÿ ๐œ•๐‘‰๐‘ง ๐ž๐‘ง ๐œ• ( โˆ’ ) + ( ๐œ•๐‘‰๐‘ง (๐‘Ÿ๐‘‰ ) โˆ’ ).

๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ ๐œ•๐‘ง ๐‘Ÿ ๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ ๐œ•๐‘ง ๐œƒ ๐œ•๐‘ง ๐œ•๐‘Ÿ ๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ ๐œƒ

๐œ•๐œƒ ๐‘‰๐‘Ÿ ๐‘Ÿ๐‘‰๐œƒ ๐‘‰๐‘ง

Laplasian (๐›2๐‘ข)

Karena ๐›2๐‘ข = ๐› โˆ™ ๐›๐‘ข, kita dapat mencari ๐›2๐‘ข dengan mengkombinasikan Pers.(4.41) dan

(4.45) dengan ๐‘ฝ = ๐œต๐‘ข. Kita peroleh :

๐›2๐‘ข = 1 ๐œ• โ„Ž2โ„Ž3 ๐œ•๐‘ข ๐œ•

[ ( ) + โ„Ž1โ„Ž3 ๐œ•๐‘ข

( ) โ„Ž1โ„Ž2โ„Ž3 ๐œ•๐‘ฅ1 โ„Ž1 ๐œ•๐‘ฅ1 ๐œ•๐‘ฅ2 โ„Ž2 ๐œ•๐‘ฅ2

๐œ• + ๐œ•๐‘ฅ

โ„Ž1โ„Ž2 ( โ„Ž3

๐œ•๐‘ข )] (4.47)

๐œ•๐‘ฅ3

Dalam koorinat silindris, bentuk Laplasian adalah :

๐›2๐‘ข = 1 ๐œ•

[ ๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ

(๐‘Ÿ

๐œ•๐‘ข ) +

๐œ•๐‘Ÿ

๐œ•

๐œ•๐œƒ

1 ๐œ•๐‘ข ( ) + ๐‘Ÿ ๐œ•๐œƒ

๐œ•

๐œ•๐‘ง

(๐‘Ÿ

๐œ•๐‘ข

๐œ•๐‘ง

)] =

1 ๐œ•

๐‘Ÿ ๐œ•๐‘Ÿ

(๐‘Ÿ

๐œ•๐‘ข ) +

๐œ•๐‘Ÿ

1 ๐œ•2๐‘ข

๐‘Ÿ2 ๐œ•๐œƒ2

๐œ•2๐‘ข

+ ๐œ•๐‘ง2

.

Soal-soal Latihan 4 :

1. Tentukan ๐›๐‘ˆ, ๐› โˆ™ ๐•, ๐› ร— ๐•, dan ๐›2๐‘ˆ dalam sistem koordinat bola.

2. Kerjakan seperti soal 1 untuk sistem koordinat pada latihan 3c, yaitu untuk koordinat

silindris parabolik (๐‘ข, ๐‘ฃ, ๐‘ง) dan koordinat paraboloidal (๐‘ข, ๐‘ฃ, ๐œ‘).

3. Dalam koordinat silindris, tentukan ๐› โˆ™ ๐ž๐‘Ÿ, ๐› โˆ™ ๐ž๐œƒ, ๐› ร— ๐ž๐‘Ÿ, ๐› ร— ๐ž๐œƒ.

4. Dalam koordinat bola, tentukan ๐› โˆ™ ๐ž๐‘Ÿ, ๐› โˆ™ ๐ž๐œƒ, ๐› ร— ๐ž๐œƒ, ๐› ร— ๐ž๐œ‘.

60

5. Dalam koordinat bola, tentukan ๐› โˆ™ ๐ซ, ๐› ร— (๐‘Ÿ๐ž๐œƒ), ๐›(๐‘Ÿ cos ๐œƒ).

6. Dalam koordinat silindris, tentukan โˆ‡2๐‘Ÿ dan โˆ‡2(1โ„r)

7. Dalam koordinat bola, tentukan โˆ‡2๐‘Ÿ, โˆ‡2(๐‘Ÿ2), โˆ‡2(1โ„r2).

61

DAFTAR PUSTAKA

Boas, Mary L., 1983, Mathematical Methods in The Physical Sciences, John Wiley & Sons,

Inc. New York.

Frank A. Jr.; Ault, J.C (Alih bahasa : Lea Prasetio), 1985, Teori dan Soal-soal Diferensial

dan Integral Kalkulus, Penerbit Erlangga, Jakarta.

Frank A. Jr.; Philip A. S. (Alih bahasa : Alit Bondan), 2004, Matematika Universitas,

Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hans J. Wospakrik, 1993, Dasar-dasar Matematika untuk Fisika, Intitut Teknologi

Bandung, Bandung.

Seymour L.; Marc L. L. (Alih bahasa : Refina Indriasari), 2004, Aljabar Linear, Penerbit

Erlangga, Jakarta.

Stephenson, G.; Radmore, P.M., 1990, Advanced Mathematical Methods for Engineering

and Science Students, Cambridge University Press, Cambridge.