dasar perlindungan tanaman

21
PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.) TERHADAP TANAMAN CABE (Capsinum Annum L.)  PAPER OLEH  MUHAMMAD IKHWAN INDARTO/150301159 AGROEKOTEKNOLOGI 3 A         LABORATORIUM DPT - SUB HAMA PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI F A K U L T A S P E R T A N I A N UNIVERSITAS SUMATERA UTARA M E D A N 2016

Upload: independent

Post on 26-Nov-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL (Bemisia tabaci Genn.)

TERHADAP TANAMAN CABE (Capsinum Annum L.)

 

PAPER 

OLEH 

  

MUHAMMAD IKHWAN INDARTO/150301159 

AGROEKOTEKNOLOGI

3 A 

 

 

 

 

 

 

 

 

LABORATORIUM DPT - SUB HAMA

PROGRAM  STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

F A K U L T A S P E R T A N I A N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2016

PAPER 

OLEH  

MUHAMMAD IKHWAN INDARTO/150301159 

AGROEKOTEKNOLOGI

3 A  

Paper sebagai salah satu syarat untuk dapat memenuhi komponen penilaian di Laboratorium  Dasar Perlindungan Tanaman Sub Hama ,Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan 

Diketahui OlehDosen Penanggung Jawab Praktikum

( Ir. Marheni,M.P )Nip.19650724198032001

 

Diketahui Oleh Diperiksa Oleh Asisten Koordinator Asisten Korektor

(Mandra Yulfryos S.) ( Ester Febrina Marpaung ) NIM.130301098 NIM.120301210

LABORATORIUM DPT - SUB HAMA

PROGRAM  STUDI AGROEKOTEKNOLOGI

F A K U L T A S P E R T A N I A N

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N

2016

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah

melimpahkan karunia-nya berupa kesehatan, kesempatan, serta kemudahan

sehingga Paper ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Adapun judul Paper ini adalah “PENGENDALIAN HAMA KUTU KEBUL

(Bemisia tabaci Genn.) TERHADAP TANAMAN CABE

(Capsinum Annum L.)”. Paper ini merupakan salah satu syarat untuk memenuhi

komponen penilaian Laboratorium Dasar Perlindungan Tanaman Sub Hama

Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera

Utara,Medan.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dosen mata kuliah Dasar

Perlindungan Tanaman Sub Hama Ir. Marheni,M.P dan kepada kakak dan abang

asisten yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan Paper ini .

Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih dan semoga Paper ini dapat

bermanfaat bagi semua yang membutuhkan.

Medan, Maret 2016

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tujuan Penulisan

Kegunaan Penulisan

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Serangga

Siklus Hidup

Gejala Serangan

Pengendalian Hama Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn.) Terhadap Tanaman

Cabe (Capsinum Annum L.)

Kultur teknis

Mekanis

Fisik

Biologi

Kimia

KESIMPULAN

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

PENDAHULUAN

Latar Belakang

B.tabaci pertama kali ditemukan sebagai hama tanaman tembakau pada

tahun 1889, di Yunani (Hirano et al., 2007).

B.Tabaci juga mampu membentuk biotip baru dan menyebarkan virus

(Henneberry & Castel, 2001).

Saat ini telah tercatat 24 biotip B.tabaci yang tersebar di dunia

(Carabali et al., 2007).

Serangga hama ini memiliki berbagai sebutan, di Inggris disebut

tobacco whitefly, sweet potato whitefly, cassava whitefly, di Prancis disebut

Aleurode du cottonnier, Aleurode de la patate douce, di Jerman disebut

weisse fleige, baumwoll-mottenchildlaus, dan di Italia disebut Aleirode delle

solanacee (Malumphy, 2007).

Bemisia tabaci menghasilkan ekskresi berupa madu yang merupakan

media yang baik untuk pertumbuhan embun jelaga yang berwarna hitam

(Cladosporium sp. dan Alternaria sp.) menyebabkan proses fotosintesis tidak

berjalan dengan normal. Imago betina B. tabaci menghasilkan embun jelaga yang

lebih banyak selama siklus hidup mereka (Sanderson, 2007).

Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan Paper ini adalah untuk melihat Pengaruh dan

pengendalian hama Kutu Kebul (Bemisia tabaci L.) pada tanaman Cabe

(Capsinum annum L,)

Kegunaan Penulisan

Adapun kegunaan dari paper ini adalah untuk dapat memenuhi komponen

penilaian Laboratorium DPT - Sub Hama, Program studi Agroekoteknologi,

Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan. Serta dapat menjadi bahan

referensi bagi yang membutuhkan.

TINJAUAN PUSTAKA

Biologi Serangga

Hama kutu putih (Bemisia tabaci Genn.) termasuk Kingdom Animalia,

Filum Anthropoda, class insecta ordo Homoptera, famili Aleyrodidae dan genus

Bemisia dan spesies Bemisia tabaci Genn. (Kalshoven, 1981).

The genus Bemisia contains 37 species and is thought to have originated

from Asia (Mound & Halsey, 1978).

B. tabaci, being possibly of Indian origin (Fishpool & Burban, 1994), was

described under numerous names before its morphological variability was

recognized. For full synonymy see Mound & Halsey (1978).

Three distinct groups of B. tabacihave now been identified by comparing

their mitochondrial 16S ribosomal subunits. These are: (a) New World, (b)

India/Sudan, (c) remaining Old World (Frohlich & Brown, 1994).

First reports of a newly evolved biotype of B. tabaci, the B biotype, appeared in

the mid-1980s (Brown et al., 1995).

Commonly referred to as the silverleaf whitefly or poinsettia strain, the B

biotype has been shown to be highly polyphagous and almost twice as fecund as

previously recorded strains and has been documented as being a separate species,

B. argentifolii(Bellows et al., 1994).

The B biotype is able to cause phytotoxic disorders in certain plant

species, e.g. silverleaf in squashes (Cucurbita sp.) and this is an irrefutable method

of identification (Bedford et al., 1992,).

Pada daun bawah kandungan air dan protein tanaman lebih tinggi daripada

daun atas, sehingga imago memilih daun bawah untuk aktivitas makan dan

peneluran. Bila daun bawah sudah habis terserang, imago memilih daun tengah

yang lebih muda untuk mendapatkan kandungan air. Semakin tua umur tanaman

semakin kurang disukai kutu putih sebagai tempat untuk meletakkan telurnya.

Populasi B. tabaci melimpah pada saat fase vegetatif (linier) dan menurun pada

fase generatif (logaritmatik) yang diduga karena faktor kualitas dan kuantitas

tanaman. Kuantitas tanaman dapat diukur dari semakin bertambahnya biomasa

tanaman, sedangkan kualitas tanaman dipengaruhi oleh kandungan berbagai

nutrisi yang terdapat dalam tanaman (Heinz et al., 1982).

Siklus Hidup

Stadia Telur

Telur yang baru diletakkan berwarna putih mutiara dan berubah

kecoklatan menjelang menetas. Telur akan menetas setelah 5 hari diletakkan

dengan kisaran suhu 32,5 0C, sedangkan pada suhu 17 0C telur menetas setelah

23 hari. Telur diletakkan di bawah permukaan daun pucuk pada pukul 08.00 -

12.00 (Henneberry and Castle, 2001).

Imago dapat meletakkan telur sebanyak 28 - 300 butir telur, tergantung

inang dan suhu (Mau and Kessing, 2007).

Pada tanaman kapas dengan kisaran suhu 9,4 - 42 0C imago menghasilkan

28 - 160 butir telur, pada tembakau dengan suhu 9,4 - 34,4 0C menghasilkan

44 - 47 butir telur, sedangkan pada tanaman kentang dengan suhu 31,9 - 38,0 0C

mampu menghasilkan 38 - 394 butir telur (Henneberry and Castle, 2001).

Stadia Nimfa

Nimfa yang baru menetas berukuran 0,3 mm, nimfa instar ke - 1 berbentuk

bulat telur dan pipih, berwarna kuning kehijauan, dan bertungkai yang berfungsi

untuk merangkak. Nimfa instar ke - 2 sampai ke - 4 tidak bertungkai dan

berukuran 0,4 - 0,8 mm (Hirano et al., 2007). Nimfa terdiri dari 4 instar, masa

instar pertama 3 - 5 hari, instar ke - II 2 - 6 hari, instar ke - III 2 - 4 hari dan stadia

terakhir 2 - 5 hari (Henneberry & Castle, 2001).

Total masa nimfa 2 - 4 minggu (Mau & Kessing, 2004). Selama masa

pertumbuhan nimfa hanya berada di daun (Hirano et al., 1993). Setelah menusuk

daun, nimfa akan berpindah tempat. Nimfa aktif makan pada instar 1 - 3

(Bohmflak et al., 2007).

Stadia Imago

I Imago berukuran ± 1 mm dengan sayap berwarna putih dan ditutupi

tepung seperti lilin (Hirano et al., 2007). Imago yang berumur 1 - 4 hari dapat

langsung menghasilkan telur tanpa melakukan perkawinan (Sanderson, 2007).

Serangga ini bersifat parthenogenesis, telur yang tidak dibuahi akan

menghasilkan turunan jantan (Henneberry and Castle, 2001). Imago betina

mampu menghasilkan 7 butir telur/ hari (Bohmflak et al., 2007).

Umur imago betina lebih panjang daripada imago jantan. Betina berumur

13 - 62 hari dan jantan 4 - 12 hari, pada suhu 14 - 32 0C

(Henneberry and Castle, 2001).

Imago aktif antara pukul 06.00 - 10.00. Waktu terbang maksimum pada

pukul 06.00 - 10.00. Imago jantan mampu terbang lebih lama dibandingkan betina

(Henneberry and Castle, 2001).

Imago akan berpindah setiap 48 jam sekali. Perilaku terbang B. tabaci

terbagi dua, yaitu terbang jarak jauh (long flight distance) dan terbang jarak dekat

(short flight distance). Terbang jarak dekat imago hanya terbang di bawah kanopi

tanaman sedangkan terbang jarak jauh bila terbang dari satu tanaman ke tanaman

lain (Carabali et al., 2007).

Gejala Serangan

Batang mengalami nekrosis Kerusakan pada tanaman disebabkan oleh

imago dan nimfa yang mengisap cairan yang ada pada batang tanaman, berupa

gejala nekrosis pada batang akibat rusaknya sel-sel dan jaringan pada batang.

(Nooraidawati,2001)

Serangan kutu kebul juga dapat menyebabkan daun mengeriting. Daun

tanaman cabai berwarna hijau muda mencolok, pucuk menumpuk keriting diikuti

dengan bentuk helaian daun menyempit atau cekung, tanaman tumbuh tidak

normal menjadi lebih kerdil. Hal ini disebabkan nutrisi yang ada pada tanaman

cabai dihisap oleh kutu kebul untuk kelangsungan hidupnya (Rusli,1999)

Klorosis adalah bercak bercak kuning kecil pada daun yang akan melebar.

Pinggir bercak berwarna lebih tua dari bagian tengahnya. Ekskresi kutu kebul

menghasilkan madu yang merupakan media yang baik untuk tempat tumbuhnya

embun jelaga yang berwarna hitam. Hal ini menyebabkan proses fotosintesa tidak

berlangsung normal( Malumphy, 2007).

Berdasarkan hasil observasi analitik dapat disimpulkan bahwa

karakterisasi morfologi tanaman cabai yang terserang hama kutu kebul (bemisia

tabaci) menunjukkan gejala nekrosis pada batang, mengeriting pada daun dan

daun mengalami klorosis. Hal tersebut disebabkan oleh serangan langsung oleh

kutu kebul fase nimfa atau imago yang berupa hisapan pada bagian tanaman

tersebut. Selain itu penyakit diatas disebabkan oleh virus gemini yang ditularkan

oleh kutu kebul (Bemisia tabaci) yang bersifat viruliferous. (Nurtjahyani,2015)

Pengendalian Hama Kutu Kebul (Bemisia Tabaci Genn.) Terhadap

Tanaman Cabe (Capsinum Annum L.)

Kultur Teknik

Penggunaan tanaman yang resisten merupakan salah satu komponen dalam

pengendalian hama terpadu untuk menekan populasi kutu putih. Namun saat ini

belum ditemukan varietas tembakau yang resisten terhadap B. tabaci

(Berlinger, 1986).

Fisik

Pergiliran tanaman dengan tanaman bukan virus, terutama tanaman yang

bukan famili Solanaceae seperti tomat, cabai, kentang dan Cucurbitaceae seperti

mentimun. Sanitasi lingkungan terutama mengendalikan gulma berdaun lebar

seperti babadotan dan ciplukan yang berpotensi menjadi inang virus

(Nasution,2010)

Mekanik

Perangkap sintetis dapat menarik dan menangkap serangga hama seperti

aphids, kutu putih, thrips, penggorok daun. Namun, penggunaan perangkap

sintetis tidak menyebabkan musnahnya populasi B. tabaci, namun dapat

mengurangi populasinya di lapangan. Perangkap sintetis dan warna sangat efektif

dalam mengendalikan hama kutu putih dan juga untuk memonitor efek perangkap

yang dibuat di lapangan (Pasian and Lindquis, 2007).

Pemasangan perangkap sintetis berpengaruh nyata terhadap efisiensi

penangkapan hama, yakni semakin jauh kanopi tanaman semakin sedikit jumlah

hama yang terperangkap. Perangkap yang paling efisien menangkap hama adalah

dipasang disekitar kanopi tanaman. Hal ini memberi indikasi bahwa aktivitas

terbang hama kutu putih hanya sekitar kanopi tanaman, dikarenakan ukuran tubuh

kutu putih yang relatif kecil, migrasinya sangat tergantung pada bantuan angin

(Supriadi, dkk, 2008).

Biologi

Pengendalian secara hayati dapat dilakukan dengan menggunakan parasit,

predator, dan entomopatogen. Kumbang predator Menochilus sp. merupakan

predator yang mampu memangsa 200 - 400 Bemisia tabaci per hari. Parasit

Encarsia, Eretmocerus californus, Eretmocerus mondus, Eretmocerus eremicus.

Namun Encarsia yang lebih umum digunakan untuk mengendalikan B. tabaci di

rumah kaca maupun di lapangan. Pengendalain secara hayati sebaiknya dilakukan

bila populasi B. tabaci tidak terlalu tinggi (Hirano et al., 2007).

Kimia

Dimetoat (Perfectan 425 EC) merupakan insektisida golongan

organofosfat. Cara kerja( Mode of action)insektisida ini menghambat bekerjanya

enzim asetil kolin dan terjadilah kekacauan pada sistem penghantar impuls ke sel

sel otot. Keadaan ini menyebabkan pesan pesan berikutnya tidak dapat

diteruskan,otot kejang dan akhirnya terjadi kelumpuhan dan kematian

(Untung,2006)

Protifos (Takuthion 500EC) Insektisida dari golongan organofosfat semua

senyawa organofosfat bersifat perintang CHE (Enzim choline Esterase).Enzim

yang berperan dalam meneruskan rangsangan ke syaraf.peracunan dapat terjadi

dengan gangguan didalam fungsi susunan syaraf yang akan menyebabkan

kematian atau pulih kembali.umur residu dari organofosfat ini tidak berlangsung

lama sehingga peracunan kronis terhadap lingkungan (Tarumingkeng,2001)

Pengendalian secara kimia dapat menggunakan insektisida diafenthiuron,

acetamiprid dan neonicotionouid yang dilakukan pada sore atau pagi sebelum

matahari terbit dan mampu menjangkau permukaan bawah daun (Untung, 2006).

KESIMPULAN

1. Kutu Kebun (Bemisia tabaci Genn.) adalah Hama Polyfag.

2. Kutu Kebun (Bemisia tabaci Genn.) memiliki 4 fase stadium yaitu fase

telur, fase larva, fase pupa, dan fase imago

3. Gejala tanaman cabai(Capcisum annum L.) yang terserang Kutu Kebun

(Bemisia tabaci Genn.) adalah mengalami nekrosis batang.keriting daun

dan klorosis daun.

4. Inang utama dari Kutu Kebun (Bemisia tabaci Genn.) adalah cipluan dan

babandotan(Ageratum conyzoides L.)

5. Pengendalian Kutu kebul (Bemisia tabaci Genn.) dapat dilakukan dengan

cara pengendalian kultur teknis, pengendalian fisik, pengendalian mekanis,

pengendalian biologi, dan pengendalian kimia.

DAFTAR ISI

Berlinger, M.S., 1986. Host plant resistance to Bemisia tabaci. Hirano, K.,

Budiyanto, E and S. Winarni., 2006. Biological characteristic and

forecastingoutbreak of whitefly B. tabaci a vector of virus disease in

soybean field. Available at: www.agnet.org/library/tb/135 . Diakses tanggal

3 Maret 2009.

Bohmflak, G. T., R. E. Friesbie, W. L. Sterling, R.B. Metzer, and A.E. Knutson.,

2007. Identification , biology and sampling of cotton insect. Available

at: http:/insects.tamu.edu Diakses tanggal 16 Maret 2009.

BPTPH., 2000. Pengenalan Pestisida Nabati Tanaman Hortikultura.

Direktorat Perlindungan Tanaman. BPTPH, Jakarta.

Carabali, A., A. C. Belloti, and J. M., Lerma., 2007. Adaptation of Biotipe B of

B. tabaci to Cassava. Available at: www.ciat.cgiar.org Diakses tanggal 16

Maret 2009.

Chu., G.J.Charles, J.A.Phatrick, K.Karud and T.J.Hannberry., 2003. Plastic Cup

Eqquiped with Light Emiting Diodes for Monitoring adult B. tabaci.

Available at: www. Bioone.org. Diakses tanggal: 7 Februari 2009.

Erwin., 2000. Tembakau. Balai Penelitian Tebu dan Tembakau Deli, Medan.

Firmansyah, E., 2008. Mengurangi Populasi Hama Serangga Tanpa Merusak

Lingkungan. Available at: http://www.Tanindo.com/Abdi9.html . Diakses

tanggal: 7 Februari 2009.

Hartanto, Y., 2008. Perangkap Warna Kuning atau Biru Untuk Serangga.

Aavailabel at: http://www.godongijo.com/index2.php?

task=fullart&PID=24 . Diakses tanggal: 7 Februari 2009.

Hennebery, T. J. and T. J. Castle., 2001. Bemisia: Pest Status Economy, Biology

And Population Dynamics. In Virus-Insect-Plant Interaction.

Academic Press, New York.

Hirano, K., Budiyanto, E and S. Winarni., 2007. Biological characteristic and

forecasting outbreak of whitefly B tabaci a vector of virus disease in

soybean field. Available at: www. Agnet.org/library/tb/135. Diakses

tanggal 16 Maret 2009.

Heinz, K. M., M. P. Parella and J.P Newman., 1982. Time Effecient Used Of

Yellow Sticky Trap In Monitoring Insect Population. J. Economic

Entomology, Entomoological Society of America.

Kalshoven, L.G.E., 1981. Pest of Crops in Indonesia. Revised by Vander Lann,

University of Amsterdam. Ichtiar Baru – Vander Hoeve, Jakarta.

Kardinan, A., 2007. Pestisida Nabati Ramuan dan Aplikasi. Penebar Swadaya,

Jakarta.

Lin, F.C., T.T. Hsieh and C.L. Wang. 2005. Occurrence of White Flies and Their

Integrated Managemen in Taiwan. Pp: 245-257. In: Te-Yeh Ku and Ching-

ling Wang (Eds.) Proceeding of the International Seminar on Whitefly

Management and Control Strategy. Taichung, Taiwan ROC.

Mehta, P., J.A. Wyman, M.K. Nakhla, & D.P. Maxwel. 1994. Polymerase chain

reaction detection of viruliferous Bemesia tabaci (Homoptera: Aleyro-

didae) with two tomato of infecting geminiviruses. J. Econ Entomol.

87(5):12851291.

Mound, L.A & Hasley, S.H.1978. White of the world, British museum of natural

history and wiley. New York, NY. 340 p.

Malumphy, C., 2007. Bemisia tabaci (Genn.). San Hulton, New York.

Mau, R.F.L and Kessing J.L.M., 2007. Bemisia tabaci. Available at:

www.extento.hawai.edu . Diakses tanggal 19 Maret 2009.

Mukani., 2006. Forum Upaya Mengakhiri Derita Petani Kapas. Available at:

www. Kompas.com. Diakses tanggal: 7 Februari 2009.

Nasution,M.R.2010. Pengaruh Jenis Perangkap Sintetis Untuk Mengendalikan

Hama Kutu Putih Bemisia Tabaci Genn. (Homoptera: Aleyrodidae)

Pada Tanaman Tembakau Deli (Nicotiana Tabacum L.) .FP

USU.Medan

Nooraidawati, Yusriadi, & S. H. Hidayat. 2001. Kisaran inang geminivirus asal

tanaman cabai dari Guntung Payung, Kalimantan Selatan. Prosiding

Kongres dan Seminar Nasional Perhimpunan Fitopaologi Indonesia XVI,

Bogor :Jawa Barat. p 347-350.

Osborne LS, Landa Z, 1992. Biological control of whiteflies with

entomopathogenic fungi. Florida Entomologist 75(4):456-471.

Redaksi Trubus., 2006. Lem Ajaib Penjebak Hama. Trubus.Jakarta

Rusli, E. S., S. H. Hidayat, R. Suseno, & B. Tjahjono. 1999. Virus Gemini Pada

Cabai : Variasi Gejala dan Studi Cara Penularan. Buletin Hama dan

Penyakit Tumbuhan. 11 (1) : 26-31.

Sudiono, Yasin N. 2006. Karakteristik kutukebul (Bemisia tabaci) sebagai vektor

virus gemini dengan teknik PCR-RAPD. Jurnal Hama dan Penyakit

Tumbuhan Tropika 6:113–119.

Sebayang, lukas. 2013. Teknik pengendalian penyakit kuning pada tanaman cabai.

Setiawati. 2003. Pengenalan dan pengendalian hama penting pada Tanaman

Cabai Merah. Materi TOT Litkaji PTT Cabai Merah. 26 halaman.

Sudiono & Purnomo, D. 2009. Hubungan antara populasi kutu kebul ( bemisia

tabaci genn .) dan penyakit kuning. (1).

Tarumingkeng, R.C.,2001.Pestisida dan penggunaannya.FP IPB. Bogor

Oka, I. N., 1995. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya

di Indonesia. UGM Press, Yogyakarta.

Pasian, C. and R.K.Linquist., 2007. Sticky Trap. Available at:

www.Floriculture.osu . Diakses tanggal 19 Maret 2009.

Sanderson, J.P., 2007. White fly. Available at:

www.hort.cornell.edu/greenhouse/pestdis . Diakses tanggal 2 Maret 2009.

Sastrosiswoyo, S., Moekesan, K.T dan Wiwin, S., 1993. Program Nasional

Penelitian dan Pengembangan Pengendalian Hama Terpadu. Balai

Penelitian Hortikultura Lembang, Bandung.

Sastrosupadi, A., 2000. Rancangan Percobaan Praktis Bidang Pertanian.

Kanisius, Yogyakarta.

Supriadi , M.K., Himawati dan Agustina., 2008. Efisiensi Penangkapan ”Sticky

Trap” di Pertanaman Tembakau. Available at. http://www.fp .

upnuyk.com/penelitian.php?id= 25. Diakses tanggal 20 Maret 2009.

Untung, K., 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu. UGM Press,

Yogyakarta.

Wardani N. 2006. Keragaan hama/penyakit pada cabai merah di daerah dengan

ketinggian dan jenis tanah yang berbeda. Wiyono S. 2007. Perubahan

Iklim, Pemicu Ledakan Hama dan Penyakit Tanaman, 2007–2008.