dampak implementasi formula upah minimum
TRANSCRIPT
DAMPAK IMPLEMENTASI
FORMULA UPAH MINIMUM SESUAI
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2015
TENTANG PENGUPAHAN
TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA
DI KABUPATEN BEKASI
SKRIPSI
OLEH:
TIMBUL HANDRIYANTO
NIM: 017201605013
FAKULTAS HUMANIORA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PRESIDEN
CIKARANG
APRIL, 2020
ii
DAMPAK IMPLEMENTASI
FORMULA UPAH MINIMUM SESUAI
PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2015
TENTANG PENGUPAHAN
TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA
DI KABUPATEN BEKASI
SKRIPSI
DISERAHKAN SEBAGAI SALAH SATU PERSYARATAN
UNTUK MENDAPATKAN GELAR SARJANA HUKUM
OLEH:
TIMBUL HANDRIYANTO
NIM: 017201605013
FAKULTAS HUMANIORA
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
UNIVERSITAS PRESIDEN
CIKARANG
APRIL, 2020
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim.
Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.
Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang telah
melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul "Dampak Implementasi Formula
Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang
Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja di Kabupaten Bekasi", sebagai salah
satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Humaniora Universitas
Presiden Bekasi.
Selama menjadi mahasiswa di Universitas Presiden dengan standar
internasional, penulis mendapat banyak ilmu pengetahuan yang baru, motivasi dan
bimbingan dari para pengajar yang sangat berkompeten di bidangnya. Begitu juga
dalam penulisan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan dosen pembimbing dan juga
berbagai pihak. Oleh sebab itu, sebagai wujud syukur dan hormat penulis
menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:
1. Bapak Mahayoni, SH., M.H. selaku pembimbing yang dengan sabar
telah memberikan banyak pengetahuanya selama perkuliahan dan
memberikan arahan serta masukan perbaikan selama proses penulisan
skripsi ini;
2. Bapak Timotius Noto Susilo, SE, S.H., MM, M.Kn. selaku dosen
Universitas Presiden yang banyak memberikan ide penulisan dan
sharing pengalamanya selama proses perkuliahan.
vii
3. Dr. Dra. Fennieka Kristianto, S.H., M.H., M.A., M.Kn. selaku Kaprodi
program study Hukum di fakultas Humaniora Universitas Presiden.
4. Zenny Rezania Dewantary, S.H., M.Hum. selaku dosen di program
study Hukum di fakultas Humaniora Universitas Presiden.
5. Ir. H. Said Iqbal, M.E selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja
Indonesia (KSPI) merangkap Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal
Indonesia (FSPMI) yang banyak memberi masukan dan pendapatnya
terhadap dampak diberlakunya PP 78/2015 sebagai bahan penulisan.
6. Sukamto, selaku Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal
Indonesia (KC-FSPMI) yang telah berkenan untuk diajak diskusi terkait
sejarah pengupahan di kabupaten Bekasi
7. H. Abdul Bais, S.E selaku Ketua Serikat Pekerja Sektor Elektrik
Elektrik-Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE-FSPMI)
kab/kota Bekasi merangkap sebagai anggota Dewan Pengupahan
Kabupaten Bekasi perwakilan pekerja, atas diskusi dan sharing
pengalamanya selama menjabat DepeKab Bekasi
8. M. Herfin, S.H., Jatmiko, S.H., Adi Jati, Damin dan semua Pengurus di
Pimpinan Unit Kerja-Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PUK-
FSPMI) PT. Omron Mfg of Indonesia.
9. Rekan-rekan Mahasiswa S-1 Fakultas Humaniora Program Studi Ilmu
Hukum di Universitas Presiden angkatan 2016 yang telah bersedia
bekerjasama dan memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan
penyusunan skripsi ini.
10. Almarhum Sugiarto dan Ibu Kasmiyati selaku orang tua penulis atas
dukungan dan do’a restunya.
11. Cut Maipa, Istri tercinta dan kedua putra yang shaleh Affan Badar
Ghaisan dan Fatih Fadlikal Ramazan yang telah sabar, berkorban dan
mendukung demi kesuksesan penulis.
12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
viii
Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik dari tata bahasa, materi maupun susunan penulisan. Oleh sebab
itu dengan segala kerendahan hati saya selaku penulis menerima segala kritik dan
saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi kita semua dan segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada
penulis mendapat imbalan dari Allah S.W.T.
Amin ya rabbalalamin...
Billahi Taufiq Walhidayah.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh
Cikarang, 27 April 2020
Timbul Handriyanto
ix
ABSTRAK
Nama : Timbul Handriyanto
Judul : Dampak Implementasi Formula Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja di Kabupaten Bekasi.
Konstitusi menyebutkan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dipertegas dengan UU Ketenagakerjaan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, negara menetapkan “Upah Minimum” berdasarkan survei kebutuhan dasar seorang pekerja lajang selama satu bulan yang disebut dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Pemerintah mengeluarkan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang mengatur formula penetapan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, komponen kebutuhan hidup layak yang sebelumnya digunakan sebagai dasar penetapan tidak lagi digunakan. Jenis penelitian kategori penelitian hukum yuridis normatif, menggunakan pendekatan analisis IRAC (issue, rule, analysis, conclusion) untuk ditarik suatu kesimpulan. Data dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan prosedur pengumpulan Studi Pustaka dan studi lapangan. Dari hasil penelitian Dampak Implementasi Formula Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja adalah rata-rata kenaikan upah di kabupaten Bekasi, lima tahun sebelum dan sesudahnya formula tersebut diberlakukan mengalami penurunan signifikan. Upah minimum yang lima tahun sebelumnya berada diatas KHL, kini menjadi dibawah KHL. Formula tersebut juga menjadikan kenaikan upah secara persentasi menjadi flat mengakibatkan disparitas upah antar daerah semakin lebar. Masalah yang diteliti adalah: 1. Mekanisme penetapan upah minimum sebelum dah sesudah lahirnya PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan. 2. Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan terhadap kesejahteraan pekerja di Kabupaten Bekasi.
Kata Kunci : Upah Minimum, Formula PP 78/2015, dan Kebutuhan Hidup
Layak (KHL)
x
ABSTRACT
Name : Timbul Handriyanto
Title : Dampak Implementasi Formula Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja di Kabupaten Bekasi.
The Constitution states that every citizen has the right to work and a decent living for humanity, reinforced by the Manpower Act that every worker/laborer has the right to earn an income that fulfills a decent living for humanity. In achieving this goal, the state establishes a "Minimum Wage" based on a survey of the basic needs of a single worker for one month called the Decent Living Needs (KHL). The Government issued Government Regulation 78 of 2015 concerning Wages which regulates the formula for setting minimum wages based on inflation and national economic growth, the components of the decent living necessities that were previously used as a basis for stipulations are no longer used. This type of research is normative juridical legal research, using the IRAC analysis approach (issue, rule, analysis, conclusion) to draw a conclusion. Data and data sources used are primary data and secondary data with the procedure of collecting literature and field studies. From the results of the study the Impact of the Implementation of the Minimum Wage Formula in Accordance with Government Regulation Number 78 Year 2015 Regarding Wages Against Workers' Welfare is the average increase in wages in Bekasi district, five years before and after the formula was put in place experienced a significant decrease. The minimum wage, which was five years earlier above the KHL, is now below the KHL. The formula also makes wage increases as a percentage flat, resulting in wider regional wage disparities. The problems studied are: 1. The mechanism for setting minimum wages before and after the birth of PP 78 of 2015 concerning wages. 2. The impact of the implementation of the minimum wage formula in accordance with PP 78 of 2015 concerning wages for workers' welfare.
Keywords: Minimum Wages, PP 78/2015 Formula, and Living Needs (KHL).
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN JUDUL ii
REKOMENDASI PEMBIMBING SKRIPSI iii
PERSETUJUAN PENGUJI SKRIPSI iv
PERNYATAAN ASLI v
KATA PENGANTAR vi
ABSTRAK ix
I. PENDAHULUAN (1)
1.1 Latar Belakang (1)
1.2 Rumusan Masalah (9)
1.3 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian (10)
1.4 Tujuan Penelitian (13)
1.5 Manfaat Penelitian (14)
1.6 Kerangka Teori (15)
1.7 Metodologi Penelitan (19)
1.8 Sistematika Penulisan (25)
II. TINJAUAN PUSTAKA (27)
2.1 Ketenagakerjaan (27)
2.2 Hubungan Kerja (32)
2.3 Pengupahan (35)
xii
2.4 Upah Minimum (39)
2.5 Prosedur Penetapan Upah Minimum (51)
III. HASIL PENELITIAN (62) 3.1 Dampak Implementasi Formula upah minimum sesuai
PP 78/2015 Terhadap Kenaikan Upah Minimum di Kabupaten Bekasi (63)
3.2 Dampak Implementasi Formula upah minimum sesuai PP 78/2015Terhadap Pencapaian KHL di kabupaten Bekasi (65)
3.3 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015 terhadap upah kabupaten Bekasi dengan daerah sekitar (84)
IV. PEMBAHASAN (88)
V. KESIMPULAN DAN SARAN (95)
5.1 Kesimpulan (95) 5.2 Saran (96)
VI. DAFTAR PUSTAKA (101)
1
BAB. I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hubungan Industrial yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara pengusaha
dengan pekerja/buruh menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari masing-
masing pihak. Hubungan kerja yang didasarkan perjanjian kerja, mempunyai
unsur pekerjaan, upah dan perintah.1 Definisi perjanjian kerja menurut Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menunjuk pada
hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,
hak dan kewajiban para pihak.
Hubungan Industrial tersebut perlu diatur dengan tujuan akhir terciptanya
produktivitas yang memberikan keuntungan dan berlangsungnya usaha serta
diharapkan bisa pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kususnya
pekerja/buruh secara berkeadilan. Prakteknya hubungan industrial antara
pengusaha dengan pekerja/buruhnya tidak semudah dan semulus yang diharapkan.
Perbedaan pandangan dan kepentingan menjadi alasan klasik mengapa
perselisihan hubungan industrial di negara kita terus terjadi.
Jika kita melihat data di halaman web direktori putusan Mahkamah Agung,
terdapat lebih dari 8600 putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Hubungan
1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 15.
2
Industrial (PHI).2 Berdasarkan data dari LBH Jakarta pada tahun 2014 dari jumlah
putusan PHI sebanyak 2.993 putusan, sebanyak 2.645 putusan atau 88.37% adalah
gugatan dari pihak pekerja/buruh.3 Ini menjadi salah satu indikator bahwasanya
para pekerja/buruh belum sepenuhnya mendapatkan hak-hak normatifnya
sehingga mereka mengadu kepada negara melalui badan peradilan hubungan
industrial. Menurut kepala seksi Perselisihan Dinas Tenaga Kerja Bekasi, Eman
Sulaeman mengatakan kasus perselisihan hubungan industrial di tahun 2018 terus
meningkat dan paling banyak adalah persoalan upah minimum. 4 Hal ini
dipertegas oleh Asfinawati selaku Direktur YLBHI, menyampaikan dalam Catatan
akhir tahun (Catahu) 2018 YLBHI bahwasanya sebanyak 15 kantor LBH yang
berada di bawah naungan YLBHI menangani sekitar 3.455 pengaduan tiga
kategori kasus terbanyak diantaranya perselisihan hak atas upah.5
Persoalan upah adalah salah satu permasalahan mendasar yang tidak pernah
selesai untuk diperdebatkan, baik oleh kalangan pemerintah, pengusaha maupun
oleh pekerja/buruh sendiri. Upah merupakan masalah yang krusial dalam bidang
ketenagakerjaan dan bahkan apabila tidak ditangani dengan serius menjadi sumber
perselisihan serta mendorong adanya unjuk rasa ataupun mogok kerja.6 Dalam
Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang
2 https://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamah-agung/direktori/perdatakhusus /phi. diakses pada tgl 8 September 2019 jam 19:58. 3 Muhamad Isnur, Penelitian Putusan Mahkamah Agung Pada Lingkup Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, LBH Jakarta, 2014, Hal. 38. 4 https://wartakota.tribunnews.com/2018/01/24/kasus-perselisihan-karyawan-dengan-perusahaan-di-bekasi-meningkat, diakses 2 April 2020 jam 14:05. 5 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c34e8ef34c58/catahu-ylbhi-2018--penyebab-pengaduan-terbanyak-kasus-perburuhan, diakases 15 Februari 2020 jam 20:00. 6 Abdul Khakim, Pengupahan dalam perspektif hukum ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, Citra Aditya, 2016, Hal. 1.
3
Pengupahan dinyatakan bahwa upah merupakan salah satu aspek yang paling
sensitif di dalam hubungan kerja.
Belum adanya kesesuaian para stakeholder dalam melihat persoalan upah
disebabkan adanya perbedaan sudut pandang dari masing-masing pihak.
Pekerja/buruh melihat upah merupakan hak yang sangat mendasar sebagai
imbalan atas jasa dan/atau tenaga yang diberikan untuk bertahan hidup secara
layak guna memenuhi kebutuhan dasar bagi dirinya dan keluarganya. Upah yang
diterima pekerja/buruh sangatlah berarti bagi kelangsungan hidup mereka dalam
pemenuhan kehidupan sehari-hari sekaligus untuk mewujudkan cita-cita dalam
rangka meningkatkan taraf hidup yang layak.
Pekerja/buruh menganggap bahwa upah yang mereka terima belum bisa
mencukupi kebutuhan dasar minimal mereka secara memadai. Kebutuhan dasar
minimal yang dimaksud meliputi kebutuhan pokok, kebutuhan yang mendukung
kesejahteraan masyarakat dan produktivitas individu, kebutuhan untuk
meningkatkan akses untuk memperoleh sesuatu, serta kebutuhan untuk hidup
dengan rasa aman.7 Ditambah lagi kenaikan-kenaikan harga kebutuhan pokok
akibat inflasi yang terus terjadi setiap saat menjadikan buruh/pekerja semakin sulit
untuk memenuhi kebutuhan hidup secara mendasar dan layak.
Dilain pihak pengusaha sebagai pelaku organisasi bisnis menganggap upah
merupakan faktor penting dalam perhitungan biaya produksi untuk menentukan
besarnya harga pokok penjualan yang berpengaruh pada laba mereka. Pengusaha
melihat upah sebagai fix cost yang harus dijaga seefisien mungkin untuk
7 Ibid, Hal. 6.
4
mempertahankan kelangsungan usahanya dan kurang memperhatikan
kesejahteraan pekerja/buruh sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
manusia. Kenaikan upah setiap tahunya yang fluktuatif mengakibatkan sulitnya
pengusaha menentukan naiknya biaya produksi ditahun berikutnya dan dianggap
menjadi salah satu faktor tidak kompetitifnya dunia usaha di Indonesia. Pengusaha
berfikir akan mengganti tenaga kerjanya dengan mesin-mesin atau merelokasi
usahanya ke daerah yang upahnya dianggap masih kompetitif.
Perbedaan pandangan dan kepentingan antara pengusaha dan pekerja/buruh
inilah yang menjadikan permasalahan upah berlarut-larut dan merugikan iklim
investasi di negara kita. Ditengah perselisihan Hubungan Industrial antara
pengusaha dengan para pekerja/buruhnya, campur tangan pemerintah sangat
diharapkan sebagai pihak penengah yang menjembatani permasalahan tersebut.
Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk nyata
pemerintah dalam rangka usaha penguatan terhadap posisi tawar pekerja/buruh
yang memang tidak seimbang ketika berhadapan dengan pengusaha.
Forum dialog tripartit telah dibentuk oleh pemerintah mulai dari tingkat
kabupaten, propinsi sampai tingkat tripartit nasional. Namun ini dirasa belum
menjadi alternatif yang baik dalam menyelesaikan permasalahan pengupahan.
Pemerintah berkepentingan terhadap permasalahan upah, karena merupakan
sarana dalam pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat
sekaligus berterkaitan dengan kemajuan perusahaan yang akan berimbas pada
perkembangan perekonomian nasional.
5
Dengan pertimbangan tersebut di atas dan alasan kondisi perekonomian
dalam menjaga iklim investasi, pemerintah melalui Paket Kebijakan Ekonomi IV
mengeluarkan peraturan tentang pengupahan yaitu Peraturan Pemerintah nomor
78 tahun 2015 tentang Pengupahan sebagai turunan dari Undang-undang nomor
13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.8 Di dalam peraturan tersebut mekanisme
penetapan Upah Minimun yang sebelumnya di tetapkan oleh Dewan Pengupahan
berdasarkan hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan dengan
memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dirubah dengan
menggunakan formula perhitungan Upah minimum, yaitu:9
UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % ∆ PDBt)};
UMn : Upah Minimum Baru
UMt : Upah Minimum Berjalan,
Inflasi : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu
sampai dengan periode September tahun berjalan.
∆ PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari
pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang mencangkup periode kwartal III
dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan.
Skema penetapan upah minimum berdasarkan formula tersebut diharapkan
bisa menjadi solusi dan jalan tengah terbaik dalam menyelesaikan konflik
pengupahan antara pengusaha dengan pekerja/buruhnya sekaligus bisa menjadi
kepastian hukum bagi para investor yang akan berinvestasi di Indonesia. Namun
8 UU Ketenagakerjaan, Pasal 97. 9 Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan pasal 44 ayat (2).
6
faktanya para pekerja/buruh menolak kebijakan tersebut dengan melakukan upaya
hukum uji materi ke Mahkama Agung (MA) serta dengan melakukan berbagai
aksi turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap diterbitkanya PP
78/2015.
Sayangnya beberapa gugatan yang dilayangkan oleh pekerja/buruh tentang
uji materi pasal 44 ayat (2) PP 78/2015 ke Mahkamah Agung semuanya
dihentikan. Hakim memutuskan dengan pertimbangan Pasal 55 Undang-Undang
Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyebutkan: "Pengujian
peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan
Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar
pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah
Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi," sehingga Mahkamah
Agung belum berwenang untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo
(prematur) dan permohonan hak uji materiil dari para Pemohon tersebut harus
dinyatakan tidak diterima.10 Dengan kata lain, bukan karena substansi materi PP
78/2015 yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan lain tetapi karena
undang-undang yang menjadi dasar pengujian (UU Ketenagakerjaan) sedang
dalam pengujian di Mahkamah Konstitusi.
Pekerja/buruh merasa penetapan upah minimum berdasarkan formula yang
terdapat dalam PP 78/2015 akan menimbulkan permasalahan baru yang cenderung
merugikan mereka. Pekerja/buruh beralasan dengan diberlakukanya peraturan
tersebut, kenaikan upah mereka akan terdegradasi sehingga mereka tidak
10 Putusan Nomor 69 P/HUM/2015, hal. 15.
7
mendapatkan kenaikan upah seperti tahun-tahun sebelumnya sehingga
kesejahteraan mereka terancam turun. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL)
yang sebelumnya digunakan sebagai salah satu dasar dalam penetapan upah
minimum, kini tidak lagi digunakan.11 Hal ini tentunya menimbulkan
kekhawatiran para pekerja/buruh tidak terpenuhinya nilai KHL dalam penetapan
upah minimum kedepan.
Dalam wawancara penulis dengan Said Iqbal selaku Presiden dari
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang beranggotakan 9 Federasi
diantaranya PGRI, FSP KEP, FSPMI, ASPEK INDONESIA, FSP FARKES REF,
FSP ISI, FSP PAR REF, SP PPMI, SPN, mengatakan bahwa setidaknya ada tiga
kebohongan publik yang dilakukan Menaker. Pertama, pemerintah mengatakan
bahwa PP 78/2015 berorientasi terhadap hidup layak. Faktanya, PP 78/2015 justru
menghapus instrumen kebutuhan hidup layak yang sudah diterapkan sejak tahun
1956 melalui konsesus Triparitit dan para ahli gizi sebagai acuan penghitungan
upah minimum. Kedua, pemerintah mengatakan bahwa PP 78/2015 memberikan
kepastian terhadap kenaikan upah. Faktanya, pasca diterbitkannya PP 78/2015
kenaikan upah justru menjadi lebih rendah. Dan yang ketiga, pemerintah
mengatakan bahwa serikat pekerja/buruh masih memiliki hak untuk berunding
tentang kenaikan upah minimum. Faktanya, dengan terbitnya PP 78/2015, hak itu
sudah dipreteli.
Dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 disebutkan, tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya, dalam
11 Khakim, Pengupahan, Hal. 14.
8
Pasal 28D ayat (2) disebutkan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat
imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Diperkuat
dalam Pasal 88 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 yang menegaskan, setiap
pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang
layak bagi kemanusiaan. Tetapi dengan adanya PP 78/2015, mekanisme
penetapan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup yang sudah berlaku sejak
tahun 1956 itu menjadi tidak lagi bermakna.
Pemerintah mengatakan, PP No. 78 Tahun 2015 memberikan kepastian
kenaikan upah para pekerja/buruh. Menurut Said Iqbal realita selama ini di
seluruh Indonesia setiap tahunya sudah ada kenaikan upah minimum berdasarkan
survei KHL oleh Dewan Pengupahan. Itu artinya, tanpa PP No.78 Tahun 2015
pun upah minimum sudah pasti naik. Ironisnya, kenaikan upah minimum sebelum
ada PP No.78/2015 justru lebih baik atau lebih tinggi kenaikan upah minimumnya
dibandingkan dengan menggunakan rumus formula baru di PP No.78/2015. Di
beberapa daerah seperti Bengkulu, Maluku, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah,
memang diuntungkan dengan ada PP No.78/2015 karena kenaikan upahnya relatif
menjadi lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Tetapi tidak untuk di daerah-
daerah pusat industri dimana hampir 90% buruh bermukim, seperti kabupaten
Bekasi.
Kesenjangan besaran upah minimum antar daerah juga menjadi tidak ideal
dengan ditetapkanya upah minimum menggunakan formula pp 78/2015. Seperti
yang terjadi antara dua kabupaten yang saling berdekatan, yaitu Kabupaten
Purwakarta dengan Kabupaten Subang. Berdasarkan surat Keputusan Gubernur
9
Jawa Barat Nomor 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 tentang Upah Minimum
Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 tertanggal 1
Desember 2019, Upah minimum di Kabupaten Purwakarta sebesar
Rp4.039.067,66 sedang Kabupaten Subang sebesar Rp2.965.468,00 terpaut
sebesar 1.073.599,66 atau sebesar 73.42%. Selain itu buruh juga merasa bahwa
formula penetapan upah minimum berdasarkan PP 78/2015 menghilangkan peran
serta hak berunding pekerja yang diwakilkan oleh serikat pekerja dalam dewan
pengupahan daerah.
Perlu diingat bahwa keterlibatan serikat pekerja dalam menentukan
kenaikan upah merupakan sesuatu yang sangat prinsip. Di seluruh dunia, kenaikan
upah selalu melibatkan serikat pekerja, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87
tentang Kebebasan Berserikat dan Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berunding.
Tetapi, dengan ditetapkanya formula kenaikan upah yang berpatokan pada inflansi
dan pertumbuhan ekonomi, maka hak dasar serikat pekerja untuk berunding telah
dirampas. Padahal Pasal 89 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 mengamanatkan,
upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi
dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan
sebagai berikut:
10
1. Bagaimana perbedaan prosedur yang digunakan dalam hal Penetapan
Upah Minimum sebelum dan sesudah diberlakukannya PP nomor 78 tahun
2015 tentang Pengupahan?
2. Bagaimana dampak dari implementasi formula upah minimum sesuai
Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan terhadap
kesejahteraan pekerja?
1.3 Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian
1.3.1 Ruang lingkup
Ruang lingkup dalam penelitian dampak implementasi formula upah
minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan
terhadap kesejahteraan pekerja berfokus di daerah Kabupaten Bekasi. Alasan
kabupaten Bekasi sebagai fokus penelitian, karena kabupaten Bekasi sebagai
sentra kawasan Industri dengan jumlah perusahaan yang terdaftar di Dinas
Perindustrian dan UMKM tahun 2016 sebanyak 5.251 perusahaan dan menjadikan
Bekasi sebagai kawasan Industri terbesar di Asia Tenggara. Bekasi dengan jumlah
penduduk di tahun 2018 sebanyak 3.631.000 jiwa dengan penduduk usia kerja
yang berumur 15 tahun ke atas berjumlah 2.652.913 jiwa. Penduduk usia kerja
11
yang termasuk angkatan kerja berjumlah 1.630.423 orang yang terdiri dari
1.472.432 orang bekerja dan 157.991 orang pengangguran terbuka. 12
Menurut informasi yang disampaikan oleh Edi Rochyadi sebagai kepala
dinas tenaga kerja kabupaten bekasi dalam rangka sosialisasi Peraturan daerah
nomor 4 tahun 2016 di Holiday Inn Hotel Jababeka, ditahun 2018 tercatat 11
kawasan Industri tersebar di kabupaten Bekasi, diantaranya:
No Kawasan Pengelola
1 Kawasan Gobel Industrial Estate PT. Gobel Dharma Nusantara
2 Kawasan Bekasi International
Industrial Estate / Hyundai
PT. Hyundai Inti Development
3 Kawasan East Jakarta Industrial Park PT. East Jakarta Industrial
Park (EJIP)
4 Kawasan Bekasi Fajar Industrial Estate
MM2100 Industrial Town
PT. Bekasi Fajar Industrial
Estate
5 Kawasan MM2100 Industrial Town PT. Megalopolis Manunggal
Industrial Development
6 Kawasan Lippo Cikarang/Delta Silicon PT. Lippo Cikarang Tbk
7 Kawasan Jababeka Industrial Estate PT. Jababeka Tbk
8 Kawasan Deltamas / Greenland PT. Puradelta Lestari
12 Kabupaten Bekasi dalam Angka 2019; Badan Pusat Statistik https://bekasikab.bps.go.id/publication/2019/08/16/47b4c9e36494997970b178f2/kabupaten-bekasi-dalam-angka-2019.html
12
International Industrial Center
9 Kawasan Industri Terpadu Indonesia
China
PT. Kawasan Industri Terpadu
Indonesia China
10 Kawasan Marunda Center PT. Tegar Prima Jaya
11 Kawasan Patria Manunggal Industrial
Estate
PT. Patria Manunggal Jaya
Gambar 1. Daftar Kawasan Industri di Kabupaten Bekasi
1.3.2 Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan dalam penelitian dampak implementasi formula upah
minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan
terhadap kesejahteraan pekerja ini, penulis lebih banyak bicara dari sudut pandang
pekerja/buruh. Terutama dalam hal pengambilan data, penulis menggunakan data
yang diambil dari data survey kebutuhan hidup layak yang dilakukan oleh Serikat
Pekerja Metal Indonesia cabang kabupatan Bekasi yang dilakukan di beberapa
tempat pasar yang ada di Bekasi dimana para pekerja/buruh Bekasi bermukim.
Dalam hal metode survey dan komponen KHL menggunakan standar dan
prosedur yang biasa dilakukan dewan pengupahan kabupaten sebagaimana diatur
dalam regulasi Permenakertrans nomor 13 tahun 2012 tentang Komponen dan
Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Meski ada perbedaan
tetang pelaksanaan waktu survey yang seharusnya dilakukan pada minggu I
(pertama) setiap bulan, tetapi karena keterbatasan biaya serikat pekerja hanya
13
melakukan survey dua kali dalam setahun yaitu pada bulan agustus dan oktober
menjelang ditetapkanya upah minimum kabupaten.
Hal ini dikarenakan sejak diterbitkanya Peraturan Pemerintah nomor 78
tahun 2015 tentang Pengupahan dipertegas dengan terbitnya Permenaker nomor
21 tahun 2016 sebagai perubahan dari Permenaker nomor 13 tahun 2012 tentang
Kebutuhan Hidup Layak, dewan pengupahan yang terdiri dari unsur Pemerintah,
Pengusaha(Apindo), Serikat Pekerja dan Akademisi tidak lagi melakukan survey
ke pasar. Permen tersebut menyatakan bahwa nilai KHL secara langsung
terkoreksi dengan mengaplikasikan formula yang ada di PP 78/2015 tersebut.
1.4 Tujuan Penelitian
Dari uraian rumusan permasalahan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai
dari penelitian ini yaitu:
1. Untuk mengetahui perbedaan prosedur yang digunakan dalam hal
Penetapan Upah Minimum sebelum dan sesudah diberlakukannya PP
nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.
2. Dampak dari implementasi formula upah minimum sesuai Peraturan
Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan terhadap
kesejahteraan pekerja.
14
1.5 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, manfaat dari penelitian ini yaitu:
1.5.1 Kegunaan Teoritis
a. Bagi diri sendiri penulisan ini bertujuan sebagai sarana
mengembangkan ilmu pengetahuan serta wawasan dalam hal
ketenagakerjaan khususnya hal pengupahan.
b. Sebagai bahan kajian lebih lanjut terkait polemik upah minimum yang
selama ini belum menemukan solusi yang bisa mengakomodir
kepentingan para pihak.
1.5.2 Kegunaan Praktis
a. Bagi dunia usaha kususnya pengusaha dan pekerja/buruh semoga
penulisan ini menjadi sumbang pikiran dalam mengetahui
problematika pengupahan dan bersama mencari solusi guna menjaga
hubungan industrial yang harmonis.
b. Bagi pemerintah semoga penulisan ini menjadi masukan dan
pertimbangan dalam hal penetapan Upah Minimum yang berkeadilan
untuk mencapai iklim investasi yang kondusif.
c. Bagi akademis semoga menjadi sumbang saran pemikiran dibidang
ketenagakerjaan kususnya tentang problematika upah yang
berkeadilan.
15
d. Bagi masyarakat umum bisa memberikan wawasan adanya
problematika pengupahan yang sering menjadi sumber disharmoni
antara pengusaha dengan pekerja/buruhnya yang memicu adanya
mogok dan unjuk rasa.
1.6 Kerangka Teori
1.6.1 Teori Negara Hukum
Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian Penegasan dalam
konstitusi UUD 1945 Pasal 1 Ayat (3) yang ini mempunyai makna bahwasanya
segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan
harus senantiasa berlandaskan atas hukum. Negara hukum adalah negara yang
hukumnya melindungi hak-hak yang memenuhi syarat:13
1) Bahwa hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia.
2) Bahwa hak itu diakui oleh masyarakat.
3) Bahwa hak itu dinyatakan demikian (dan karena itu dilindungi dan
dijamin) oleh lembaga negara.
Menurut para ahli, hukum memiliki makna diantaranya:14
1) Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat, dan
Pembinaan Hukum Nasional” menegaskan bahwa hukum adalah
13 Sayid Mohammad, Hukum Ketenagakerjaan Hakikat Cita Keadilan dalam Sistem Ketenagakerjaan, Bandung, Refika Aditama, 2017, h. 26. 14 Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan, Bandung, Pustaka Setia, 2013, h. 15.
16
semua kaidah dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam
masyarakat dimana tujuannya untuk memelihara ketertiban yang
dilaksanakan melalui berbagai lembaga dan proses guna mewujudkan
berlakunya kaidah sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat.
2) Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat dimana seseorang
mempunyai kehendak bebas, sehingga bisa menyesuaikan diri dengan
kehendak bebas orang lain dan menaati peraturan hukum mengenai
kemerdekaan.
3) Menurut Plato, pengertian hukum adalah seperangkat peraturan-
peraturan yang tersusun dengan baik dan teratur dimana sifatnya
mengikat, baik terhadap hakim maupun masyarakat.
4) Aristoteles, hukum adalah kumpulan beraturan yang tidak hanya
mengikat tapi juga hakim untuk masyarakat. Dimana undang-undang
akan mengawasi hakim dalam menjalankan tugasnya untuk
menghukum para pelanggar hukum.
5) Karl Max, hukum adalah cerminan dari hubungan hukum ekonomis
suatu masyarakat di dalam suatu tahap perkembangan tertentu.
Peran negara dalam hukum normatif ketenagakerjaan dapat kita lihat dalam
konstitusi UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.15Serta dipertegas
kembali dalam pasal selanjutnya yang mengamanatkan bahwa setiap orang berhak
untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam
15 UUD 1945, pasal 27 ayat (2).
17
hubungan kerja.16 Dalam undang-undang tentang Hak Asasi Manusia menjamin
bahwa setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan
berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.17
Berdasarkan konstitusi dan landasan hukum diatas secara jelas bahwa salah
satu kewajiban negara adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga
negaranya untuk dapat hidup secara layak bagi kemanusiaan dan merupakan
bagian dari hak asasi manusia.18
1.6.2 Teori Asas Asas Hukum
a. Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori
Merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna bahwa
peraturan hukum yang lebih tinggi hirarkinya harus didahulukan dari
pada peraturan hukum yang lebih rendah.
b. Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generali
Merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna bahwa aturan
yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang
bersifat umum (general).
c. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori
Merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna undang-
undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang
lama.
16 Ibid, pasal 28D ayat (2). 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 38 ayat (2). 18 Sayid, Hukum Ketenagakerjaan, h. 26.
18
Berdasarkan asas-asas hukum tersebut peraturan perundangan termasuk
Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2015 tidak boleh bertentangan dengan
peraturan lain diatasnya seperti peraturan UU ketenagakerjaan karena secara
hirarki kedudukan undang-undang lebih tinggi kedudukanya dibandingkan dengan
peraturan presiden.
1.6.3 Teori Keadilan
Teori keadilan memiliki peranan penting dalam metode untuk mempelajari
dan menghasilkan keadilan. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap
salah satu filsuf politik terkemuka abad ke 20, menyatakan bahwa "Keadilan
adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya
kebenaran pada sistem pemikiran".19
Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Brawijaya menyatakan bahwa
keadilan sekurang-kurangnya terwujud dalam tiga bentuk20:
a. Keadilan dalam hubungan ekonomi antar manusia secara orang-seorang
dengan senantiasa memberikan kepada sesamanya apa yang semestinya
diterima sebagai haknya. Inilah yang melahirkan keadilan tukar-menukar.
b. Keadilan dalam hubungan ekonomi antara manusia dengan masyarakatnya,
dengan senantiasa memberi dan melaksanakan segala sesuatu yang
memajukan kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Inilah yang
melahirkan keadilan sosial.
19 Robert Libra, Azas Keadilan Dalam Penentuan Upah Minimum Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, h. 5 20 Sayid, Hukum Ketenagakerjaan, h. 29.
19
c. Keadilan dalam hubungan ekonomi antara masyarakat dengan warganya,
dengan senantiasa membagi segala kenikmatan dan beban secara merata
sesuai dengan sifat dan kapasitasnya masing-masing. Inilah yang
melahirkan keadilan distributif.
Keadilan produktif lahir sebagai alternatif pandangan tersebut. Menurut
Yudi Latif, keadilan produktif adalah keadilan dalam hubungan-hubungan
produksi antara pemilik modal dan buruh, nilai tambah tidak boleh hanya
diekploitasi oleh pemilik modal tetapi perlu dibagi kepada buruh diantaranya
dengan cara pengalokasian sebagian saham bagi buruh dan/atau kepatutan standar
penggajian dan jaminan sosial.21
1.7 Metodologi Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada
metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan tujuan untuk mempelajari satu
atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya secara
mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mencari suatu
pemecahan atas permasalahan tersebut. Metode penelitian merupakan strategi
yang digunakan dalam mengintegrasikan berbagai komponen penelitian secara
logis dan tersambung serta terkait sehingga permasalahan penelitian bisa dijawab
secara tepat dan efektif.22
21 Ibid. 22 Abuzar Asra dan Novia Budi, Skripsi Berbasis Penelitian dan Statistika, In Media, Jakarta, 2018, h. 76.
20
Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai
berikut:
1.7.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah penelitian ini termasuk dalam kategori
penelitian hukum yuridis normatif/Penelitian Hukum Doktrinal, yaitu
Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau
bahan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier (Soerjono Soekanto, 2006:52). Bahan-
bahan yang telah diperoleh tersebut disusun secara sistematis, dikaji
menggunakan pendekatan langkah-langkah analisis yang dilakukan
mengacu pada IRAC (issue, rule, analysis, conclusion) untuk diteliti dengan
cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan, data/dokumen,
dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti
untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.
1.7.2 Sumber Penelitian
Sumber penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi
bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku laporan,
arsip, dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penulis
mencari data terkait dampak dari implementasi formula upah minimum
sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan
terhadap kesejahteraan pekerja dari data Konsulat Cabang Federasi Serikat
21
Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) kususnya yang membawahi bidang
pengupahan Kab/kota Bekasi.
Sebagaimana tercantum dalam undang-undang serikat pekerja, definisi
dari serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,
dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan,
yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab
guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan
pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan
keluarganya.23 Serikat pekerja sebagaimana tujuan dan fungsinya
merupakan organisasi sebagai representasi dari kepentingan para
pekerja/buruh dan keluarganya. Alasan penulis melakukan penelitian
dengan sumber data dari FSPMI, dikarenakan FSPMI merupakan salah satu
unsur serikat pekerja yang mewakili anggotanya di dewan pengupahan
daerah kabupaten Bekasi.
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
1) Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber
utama, penulis melakukan wawancara dengan stakeholder, dalam hal
ini unsur Serikat Pekerja sebagai perwakilan kepentingan
pekerja/buruh yang terkena dampak dari implementasi formula upah
minimum sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang
pengupahan.
23 Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, Pasal 1 angka 1.
22
2) Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari
bahan-bahan pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan dan
literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan
yang dibahas.
Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder dan bahan hukum tersier yaitu:
a) Bahan Hukum Primer
Bahan hukum primer yaitu bahan yang bersumber dari peraturan
perundang-undangan dan dokumen hukum yang mempunyai kekuatan
hukum yang mengikat, yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan.
2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun2015 tentang
Pengupahan.
3. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1981 tentang
Perlindungan Upah.
4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Kebutuhan Hidup Layak.
5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 21 Tahun 2016 tentang
Kebutuhan Hidup Layak.
6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 07 Tahun 2013 tentang
Upah Minimum.
23
7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 Tahun 2018 tentang
Upah Minimum.
8. Keputusan PresidenNomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan
Pengupahan.
9. Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor 231 Tahun 2003 tentang
Penangguhan Upah Minimum.
b) Bahan Hukum Sekunder
Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan
mengenai bahan-bahan hukum primer yang diperoleh dari studi
kepustakaan berupa literature-literatur yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian.
1. Buku Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
2. Buku tentang Penulisan Skripsi dan Estetika
3. Jurnal tentang Pengupahan dan Upah Minimum
4. Skripsi/Karya Ilmiah
5. Dokumen resmi lembaga pemerintah dan ketenagakerjaan
6. Dokumen dan data dari organisasi berkaitan tentang
ketenagakerjaan seperti ILO, LBH dan Serikat Pekerja
khususnya perwakilan Konsulat Cabang Federasi Serikat
Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) kota/kabupaten Bekasi .
24
c) Bahan Hukum Tersier
Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun
penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan
dengan penelitian ini diantaranya kamus Hukum, dan kamus Besar
Bahasa, surat kabar, serta bahan-bahan hasil pencarian yang
bersumber dari internet berkaitan dengan masalah yang diteliti.
1.7.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam
penelitian ini adalah:
1) Studi kepustakaan atau studi dokumen dengan mencari dan
mengumpulkan bahan-bahan teoritis dengan cara mempelajari dan
mengutip bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan objek
penelitian. Teknik pengumpulan dilakukan dengan cara membaca,
mengkaji, dan memberi catatan dari buku, peraturan perundang-
undangan, tulisan, dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan
ketenagakerjaan.
2) Studi Lapangan, dilakukan melalui penelitian langsung dilapangan
guna memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cara melakukan
wawancara dengan sumber stakeholder dalam hal ini unsur Serikat
Pekerja yang terkena dampak dari implementasi formula upah
minimum sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang
pengupahan, dalam hal ini penulis mencari sumber wawancara:
25
1. Dewan Pengupahan kab/kota Bekasi dari unsur Serikat Pekerja;
H. Abdul Bais, S.E
2. Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kab/kota Bekasi; Sukamto
3. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)
merangkap Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia
(FSPMI); Ir. Said Iqbal, M.e
1.8 Sistematika Penulisan
Pada sistematika penulisan, penulis menguraikan mengenai pokok bab dan
sub-subnya secara terstruktur dalam kalimat uraian, untuk memberikan
kemudahan dalam penulisan skripsi, kemudahan menganalisa penulisan skripsi
dan kemudahan dalam memahami pembahasan penulisan skripsi ini, yaitu:
Bab Pertama, Pendahuluan berisi uraian mengenai Latar Belakang, Ruang
lingkup dan Keterbatasan Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika
Penulisan.
Bab kedua, Tinjauan Pustaka membahas tentang ketenagakerjaan,
hubungan kerja, pengupahan, upah minimum, prosedur penetapan upah
minimum sebelum dan sesudahnya diimplementasikan formula upah
minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang
pengupahan.
26
Bab ketiga, Hasil Penelitian berisi pengumpulan data tentang dampak
implementasi formula upah minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78
tahun 2015 tentang pengupahan. Dampak terhadap kenaikan upah minimum
dan dampak terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak di kabupaten
Bekasi serta dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP
78/2015 terhadap upah kabupaten Bekasi dan daerah sekitar.
Bab keempat, Pembahasan hasil dari data yang didapat tentang dampak
implementasi formula upah minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78
tahun 2015 tentang pengupahan.
Bab kelima, Bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran penulis dalam
hal pengupahan di Indonesia.
27
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ketenagakerjaan
Ketenagakerjaan secara bahasa berasal dengan kata dasar “tenaga kerja”
yang ditambah awalan “ke” dan akhiran “an”, sehingga ketenagakerjaan dapat
diartikan sebagai segala sesuatu atau hal-hal yang berkaitan dengan tenaga kerja.
Menurut regulasi perundangan ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003
mendefinisikan ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.24
Sedangkan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan
pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi
kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.25 Dari definisi tenaga kerja tersebut
dapat dimaknai bahwasanya tenaga kerja melakukan pekerjaaan berdasarkan
hubungan kerja ataupun diluar hubungan kerja yang bekerja untuk dirinya sendiri.
Tetapi dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan kepada tenaga kerja yang
melakukan pekerjaaan berdasarkan hubungan kerja yang bekerja kepada pemberi
kerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Regulasi undang-undang nomor 13 tahun 2013 menyebutkan istilah pekerja
disertai dengan istilah buruh, ini menandakan istilah pekerja atau buruh memiliki
makna yang sama sebagaimana disebutkan dalam bab I Ketentuan umum Undang-
24 UU Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 1. 25 Ibid pasal 1 angka 2.
28
undang Ketenagakerjaan bahwa pekerja/buruh yaitu: “Setiap orang yang bekerja
dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”26
Secara hukum normatif, hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha
mempunyai kedudukan yang sama, tetapi realitanya secara strata sosial dan
ekonomi kedudukan mereka sangat berbeda. Pekerja/buruh secara sosiologis
adalah orang yang tidak mempunyai bekal hidup selain dari tenaganya, sehingga
ia terpaksa bekerja dan menjual tenaganya kepada majikan. Sedangkan majikan
adalah orang yang mempunyai modal dan mesin-mesin produksi sehingga
memiliki kewenangan untuk menentukan syarat-syarat diterimanya kerja dan
perjanjian kerja.
Sedangkan dalam prakteknya hubungan kerja diserahkan sepenuhnya
kepada kedua belah pihak, sehingga dibutuhkan peran pemerintah melalui regulasi
peraturan perundangan yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak demi
memenuhi rasa keadilan bagi keduanya. Peraturan perundangan yang dimaksud
mengatur hubungan perburuhan baik bersifat kolektif maupun individu/
perseorangan.
Ruang lingkup hukum ketenagakerjaan telah mengatur yang berhubungan
dengan tenaga kerja pada saat pre-employement, during employment dan post
employment, hal ini telah sesuai dengan prinsip bahwasanya tiap-tiap tenaga kerja
berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Disiplin
hukum ketenagakerjaan mencangkup persoalan-persoalan seperti pengaturan
hukum atau kesepakatan kerja, hak dan kewajiban timbal balik antara
26 Ibid 1 angka 3.
29
pekerja/buruh dengan pemberi kerja, penetapan upah, jaminan kerja, kesehatan
dan keamanan kerja, lingkungan kerja, non diskriminasi, perjanjian kerja
bersama/kolektif, peran serta pekerja, hak mogok, jaminan pendapatan dan
kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya.
Para ahli mempunyai pendapat berbeda-beda dalam mendefinisikan hukum
ketenagakerjaan dikarenakan perbedaan sudut pandang dari satu sisi tanpa
memperhatikan sisi lainya, diantaranya: 27
1. A. N. Moelanar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku,
yang mengatur hubungan antara buruh dengan buruh, buruh dengan
pengusaha, dan pengusaha dengan pengusaha.
2. M. G Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan
hubungan kerja, dimana pekerjaan dilakukan di bawah suatu pimpinan, dan
dengan kehidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja
itu.
3. S. Mok, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan
pekerjaan, yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan
kehidupan yang langsung berhubungan dengan pekerjaan itu.
4. Imam Soepomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang
tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan sesuatu kejadian di
mana seorang bekerja pada orang lain, dengan menerima upah.
27 Aloysius Uwiyono, dkk, Asas-asas hukum perburuhan, eds. 2, PT. RadjaGrafindo Persada, 1999, hal. 3.
30
Dari berbagai definisi diatas, dapat kita simpulkan bahwa hukum
perburuhan adalah serangkaian peraturan yang mengatur tentang segala kejadian
yang terjadi pada saat pekerja bekerja pada orang lain dengan menerima upah atau
imbalan dalam bentuk lain. Dari kesimpulan tersebut mengandung beberapa
unsur, yaitu:
a. Serangkaian peraturan
b. Segala kejadian
c. Bekerja pada orang lain
d. Menerima upah atau imbalan
Serangkaian yang dimaksud adalah peraturan-peraturan yang menjadi
sumber hukum ketenagakerjaan yang tidak hanya tersebar di dalam satu buku,
tetapi tersebar dalam berbagai perundang-undangan. Sumber hukum sendiri
adalah segala apa saja yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai
kekuatan yang memaksa yang jika dilanggar mengakibatkan saksi yang tegas dan
nyata.28
Selain sumber hukum perburuhan yang berasal dari perundangan,
sebagaimana layaknya sumber hukum lainya, sumber hukum perburuhan juga
bersumber dari:
1. Kebiasaan, merupakan perbuatan manusia yang dilakukan berulang-
ulang dalam hal dan keadaan yang sama dan diterima oleh masyarakat
sebagai kebiasaan.
28 Cst. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1984, h. 46.
31
2. Yurisprudensi, yaitu putusan hakim yang sudah inkracht mempunyai
kekuatan hukum tetap yang saat memutuskan suatu perkara belum ada
regulasi peraturan perundangan yang berlaku.
3. Perjanjian, merupakan suatu hal dimana satu pihak berjanji kepada
pihak lain untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu
hal/prestasi.
4. Traktat, ratifikasi beberapa konvensi International Labour
Organisation (ILO) bisa juga dijadikan sebagai sumber hukum.
5. Doktrin atau pendapat para ahli yang tidak menyimpang dari pendapat
umum para sarjana yang digunakan sebagai landasan untuk
memecahkan masalah.
Menurut sifatnya hukum perburuhan dibagi menjadi dua, yaitu hukum yang
mengatur dan hukum yang memaksa.29
1. Hukum yang mengatur (volunteer), yaitu hukum yang mengatur
hubungan antar individu yang berlaku apabila yang bersangkutan
tidak menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh undang-
undang.
2. Hukum yang bersifat memaksa (kompulser), yaitu hukum yang tidak
bisa dikesampingkan dan bersifat mutlak harus ditaati.
29 Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Hukum Ketenagakerjaan dalam teori dan praktik di Indonesia, Jakarta, Prenadamedia Grup, 2019, h. 18.
32
2.2 Hubungan Kerja
Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha
dengan pekerja/buruh yang akan menimbulkan adanya hak dan kewajiban bagi
para pihak. Dalam pasal penjelasan undang-undang ketenagakerjaan disebutkan
bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh
berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan
perintah.”30 Dengan dilakukanya perjanjian kerja tersebut maka terjalin hubungan
kerja antara pengusaha sebagai pemberi kerja dengan pekerja/buruh sebagai
penerima kerja dan akan berlaku ketentuan hukum ketenagakerjaan.
Perjanjian kerja atau dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms.
Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki pengertian: “Perjanjian
kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan dirinya
untuk dibawah perintah pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu
melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”31 Dalam undang-undang
ketenagakerjaan juga didefinisakan bahwa: “Perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang
memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.”32 Selain
definisi di atas, Imam Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu
perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan
30 UU Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 15. 31 KUHPerdata pasal 1601. 32 UU Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 16.
33
menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri
untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.33
Dari pengertian perjanjian kerja di atas, undang-undang ketenagakerjaan
mendefinisikan secara umum karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan
pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah
pihak. Sedangkan KUHperdata mengartikan perjanjian kerja dengan “…..pihak
kesatu (buruh) mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak lain
(majikan)….” yang menunjukan bahwasanya hubungan antara pekerja/buruh
dengan pengusaha adalah hubungan bawahan dengan atasan. Ada wewenang
perintah dari pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial-ekonomi
kepada pekerja/buruh yang secara sosial-ekonominya lebih rendah. Hal ini yang
membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainya.
Perjanjian kerja memiliki beberapa unsur, yaitu:
1. Unsur pekerjaan, adanya pekerjaan yang di perjanjikan merupakan hal
utama dalam perjanjian kerja.
2. Unsur perintah, dalam hal perjanjian kerja pekerja yang mengikatkan
diri dalam perjanjian kerja harus tunduk pada perintah
majikan/pemberi kerja.
3. Unsur upah, upah menjadi tujuan utama seorang pekerja/buruh
sebagai hak dari menjalankan kewajibanya dalam bekerja
sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian kerja.
33 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2016, h. 63.
34
4. Unsur syarat sahnya perjanjian kerja, sebagai layaknya perjanjian
sebagaimana diatur dalam KUHPerdata34 dan ditegaskan dalam
undang-undang ketenagakerjaan, perjanjian kerja harus memenuhi
syarat sahnya perjanjian yaitu:35
a. Kesepakatan kedua belah pihak
b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum
c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan
ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Dari beberapa unsur perjanjian kerja, upah menjadi salah satu unsur dan
tujuan utama para pekerja/buruh sebagai hak dari menjalankan pekerjaan yang
diperjanjikan. Posisi tawar yang rendah ditambah kesempatan kerja yang minim
membuat pekerja/buruh rentan untuk mendapatkan upah yang kurang layak.
Disini dibutuhkan peran pemerintah yang dituangkan dalam peraturan
perundangan dengan tujuan melindungi hak-hak pekerja/buruh agar bisa
mendapatkan upah yang layak dan berkeadilan.
34 KUHPerdata pasal 1320. 35 UU Ketenagakerjaan pasal 52 ayat (1).
35
2.3 Pengupahan
Undang-undang ketenagakerjaan menjelaskan definisi upah adalah hak
pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan
dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan
dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan
perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya
atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.36 Komponen
upah bisa terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, dan dalam hal komponen
upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok
sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan
tunjangan tetap. 37
Berdasarkan definisi tersebut dijelaskan bahwa upah merupakan hak
pekerja/buruh atas pekerjaan yang telah atau akan diperjanjikan dan bukan
semata-mata pemberian pengusaha. Upah dibayarkan berdasarkan kesepakatan
kedua belah pihak atau berdasarkan peraturan perundang-undangan agar supaya
upah yang diterima para pekerja/buruh tidak keluar dari batas kewajaran sehingga
dibutuhkan peran pemerintah dengan mengeluarkan regulasi yang mengatur batas
minimum upah atau yang disebut dengan upah minimum.
Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah
pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring
pengaman.38 Upah minimum diatur sebagai jarring pengaman (savety net) agar
36 Ibid pasal 1 angka 30. 37 Ibid pasal 94. 38 Permenakertrans No. 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum pasal 1 angka1.
36
pekerja/buruh dapat memenuhi kebutuhan hidup secara wajar dan layak.
Pengusaha dilarang membayar upah dibawah ketentuan upah minimum yang
berlaku dimasing-masing wilayahnya.
Tetapi bagi pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai ketentuan
tersebut diberi hak untuk mengajukan permohonan kepada gubernur, melalui
instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling
lambat 10 hari sebelum upah minimum diberlakukan. Untuk membuktikan
ketidakmampuan perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan upah,
harus disertakan laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca
perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasanya untuk dua tahun terakhir
dan telah diaudit oleh akuntan publik.39
Selain wajib disertai dengan laporan keuangan dan syarat administrasi
lainya, pengusaha yang mengajukan permohonan penangguhan sebagaimana
dimaksud didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan
pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat yang dilakukan
melalui perundingan secara mendalam, jujur, dan terbuka.40
39 Kepmenakertrans No. KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum pasal 4. 40 Ibid pasal 3.
37
Gambar 2. Prosedur Pengajuan Permohonan Penangguhan Upah Minimum
Peneliti sangat mengapresiasi keputusan yang diambil oleh menteri tenaga
kerja dan transmigrasi terkait syarat administrasi dan prosedur yang ketat tentang
tata cara penangguhan pelaksanaan upah minimum semata-mata untuk
memberikan perlindungan dari oknum pengusaha yang mencoba lari dari
kewajiban membayar upah dari ketentuan yang ada. Selain itu juga penjelasan
dari pasal 90 ayat (2) undang-undang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa
“apabila penangguhan upah minimum tersebut berakhir maka perusahaan yang
bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu
tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku
pada waktu diberikan penangguhan”, telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi
karena dianggap bertentangan dengan konstitusi.
38
“Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis MK Anwar Usman
kamis 29 September 2006, Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan
dinyatakan sepanjang frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan
upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan
dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya,
Mahkamah memberi penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum
tetap wajib dibayarkan pengusaha selama masa penangguhan.”41
Prinsipnya pembayaran upah minimum oleh pengusaha adalah suatu
keharusan dan tidak dapat dikurangi. Bagi pengusaha yang melakukan
pelanggaran terhadap ketentuan tersebut merupakan tindakan kejahatan pidana
yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus
juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).42
Undang-undang ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh
berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi
kemanusiaan.43 Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan
yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil
pekerjaanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya
secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan,
pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.44
41 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57f231254dcfc/putusan-mk-ini-kabar-baik-buat-pekerja/ diakses pada tanggal 01 Maret 2020. 42 UU Ketenagakerjaan pasal 185 ayat (1). 43 UU Ketenagakerjaan pasal 88 ayat (1). 44 Penjelasan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88 ayat (1).
39
Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah sebagai penyelenggara negara
menetapkan kebijakan pengupahan meliputi penetapan upah minimum
berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktifitas dan
pertumbuhan ekonomi.
2.4 Upah Minimum
Kebijakan upah minimum pertama kali diterapkan di Indonesia pada awal
tahun 1970an, meski pelaksanaannya saat itu dirasa belum efektif. Indonesia
memberlakukan pelaksanaan kebijakan upah minimum dimulai pada akhir tahun
1980an setelah banyaknya tekanan dari dari dalam negri dan dunia internasional
terhadap kondisi perburuhan di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Isu-isu
tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia membuat
sebuah organisasi perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan beberapa aktivis
hak asasi manusia mengajukan keberatan terhadap sebuah perusahaan
multinasional Amerika Serikat beroperasi di Indonesia yang diduga memberikan
upah yang sangat rendah dan kondisi lingkungan pekerjaan yang berada dibawah
standar.45 Tekanan eksternal juga terjadi sehubungan dengan orientasi ekspor
produk industri Indonesia ke negara-negara Amerika Utara dan Eropa berkaitan
dengan keprihatinan terhadap kondisi kerja yang buruk dan upah yang rendah
serta halangan terhadap hak dasar pekerja untuk berserikat.46
45 Devanto Shasta & Putu Mahardika Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian yang Berkeadilan, Journal of Indonesian Applied Economics, hal. 278 46 Abdul Khakim, Pengupahan, hal. 29.
40
Kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia melakukan perubahan kebijakan
terhadap upah pekerja diantaranya dengan menaikkan upah minimum dan
melakukan serangkaian kebijakan dalam hal mekanisme penentuan upah
minimum. Kebijakan dalam hal mekanisme penentuan upah minimum di
Indonesia ditentukan berdasarkan standar kebutuhan hidup. Menurut sejarah
perjalanan komponen standar kebutuhan hidup telah mengalami beberapa
perubahan diantaranya; kebutuhan fisik minimum (KFM) yang berlaku Tahun
1969 – 1995; Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang berlaku Tahun 1996 –
2005 dan kemudian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berlaku Tahun 2006 -
hingga sekarang ini.47
a) Kebutuhan Fisik Minimum (1970-1995)
Kebutuban Fisik Minimum atau KFM adalah kebutuhan pokok
seseorang yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi fisik dan
mentalnya agar dapat menjalankan fungsinya sebagai salah satu
faktor produksi.48 Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) pertama kali
ditetapkan melalui konsesus Triparitit dan para ahli gizi sebagai acuan
penghitungan upah minimum pada tahun 1956. Melalui Kepres No. 85
Tahun 1969 dibentuk Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) dan
Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) oleh pemerintah daerah yang
bertugas untuk melakukan penelitian terhadap harga-harga pada pasar-pasar
tradisional. Hasil kajian KFM kemudian disampaikan DPPD sebagai acuan
47 International Labour Organization, Kebijakan Upah Minimum Indonesia, ILO, Documen Publication, 2015, hal. 15. 48 Prijono Tjiptoherijanto, “Perkembangan Upah Minimum dan Pasar Kerja”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, (Volume XLI No. 4, 1993), hal. 411.
41
penetapan upah minimum kepada Gubernur yang kemudian
direkomendasikan kepada Menteri Tenaga Kerja. Dewan Penelitian
Pengupahan Nasional (DPPN) kemudian meneliti rekomendasi dari para
Gubernur untuk ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja menjadi ketentuan
Upah Minimum.
Sekalipun sudah lama di terapkan, secara kebijakan upah minimum
resmi berlaku sejak keluarnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-
05/Men/1989 Tentang Upah Minimum. Dalam peraturan ini, upah minimum
adalah upah pokok terendah belum termasuk tunjangan-tunjangan yang
diberikan kepada pekerja.49 kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri
tenaga Kerja Nomor; Per-01/Men/1990 tentang Perubahan Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/Men/1989. Dalam ketentuan revisi,
pengertian upah minimum adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan-
tunjangan tetap”, dengan ketentuan upah pokok serendah-rendahnya 75%
dari upah minimum.50
Dalam regulasai tersebut diatur peninjauan atas besaran upah
minimum diadakan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun dan penetapan
upah minimum didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
1) kebutuhan fisik minimum;
2) indek harga konsumen;
3) perluasan kesempatan kerja;
49 Permenaker No. 05 Tahun 1989 Tentang Upah Minimum, Pasal 1. 50 Permenaker No 01 Tahun 1990 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/Men/1989, Pasal 1.
42
4) upah pada umumnya yang berlaku secara regional;
5) kelangsungan dan perkembangan perusahaan;
6) tingkat perkembangan perekonomian Regional atau Nasional.
Secara rinci kebutuhan fisik minimum tersebut dihitung untuk :51
1) KFM untuk Pekerja Lajang
2) KFM (K-0) untuk Pekerja dengan istri tanpa anak
3) KFM (K-1) untuk Pekerja dengan istri dan satu orang
4) KFM (K-2) untuk Pekerja dengan istri dan dua orang
Penghitungan Upah minimum pada saat itu berdasarkan Kebutuhan
Fisik Minimum (KFM) yang terdiri dari 5 kelompok kebutuhan, yaitu
1) Makanan dan minuman, terdiri dari 17 komponen
2) Bahan bakar, penerangan, penyejuk terdiri dari 4 komponen
3) Perumahan dan alat dapur terdiri dari 11 komponen
4) Pakaian terdiri dari 10 komponen
5) Lain-lain terdiri dari 6 komponen
b) Kebutuhan Hidup Minimum (1996 – 2005)
Seiring waktu dan meningkatnya kebutuhan hidup para pekerja/buruh,
metode penentuan KFM dirasa kurang mengakomodir kebutuhan hidup
mereka dan perlu dilakukanya perubahan. Berdasarkan Keputusan Menteri
51 Devanto Shasta & Putu Mahardika, Kebijakan Upah Minimum Journal of Indonesian Applied Economics, hal. 278.
43
Tenaga Kerja No 81 Tahun 1995 kebijakan Kebutuhan Fisik Minimum
(KFM) berubah menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dengan
merubah komponen kebutuhan konsumsi menjadi lebih baik, meningkat
15% sampai 20% lebih dari KFM secara kualitas maupun kuantitas,
diantaranya dengan ditambahkanya komponen pendidikan dan rekreasi.
Komponen KHM terdiri dari:
1) Makanan dan minimum, terdiri dari 11 komponen
2) Perumahan dan Fasilitas terdiri dari 19 komponen
3) Sandang terdiri dari 8 (delapan) komponen
4) Aneka Kebutuhan, terdiri dari 5 (lima) komponen
Ketentuan upah minimum diatur secara rinci pada Permenaker Nomor
03 Tahun 1997 tentang upah minimum regional yang dirubah dengan
diterbitkannya permenaker no. 01 Tahun 1999 tentang Upah Minimum.
Definisi Upah Minimum dalam Peraturan ini, adalah upah bulanan terendah
yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. 52
Peraturan menteri ini kemudian diperbarui melalui Kepmenakertrans
No : Kep-226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal-Pasal Peraturan Menteri
Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum yang
diantaranya mengatur beberapa istilah yaitu;
1) Upah Minimum Propinsi (UMP).
2) Upah Minimum Kabupaten/Kota.
52 Permenaker Upah Minimum. Pasal 1.
44
3) Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi)
4) Upah Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMS Kabupaten/Kota)
c) Kebutuhan Hidup Layak ( 2006 – Sekarang )
Dengan diterbitkanya Permenaker No Per-17/Men/2005 tentang
komponen dan pentahapan kebutuhan hidup layak maka penetapan upah
minimum berdasarkan kebutuhan hidup minimum berubah menjadi
berdasarkan Kebutuhan Hidup layak. Didalam Peraturan tersebut diatur
Komponen KHL yang terdiri dari 7 kelompok kebutuhan dan 46 komponen
yaitu:
1) Makanan dan minimum, terdiri dari 11 (sebelas) komponen
2) Sandang terdiri dari 9 (sembilan) komponen
3) Perumahan terdiri dari 19 (sembilan belas) komponen
4) Pendidikan terdiri dari 1 (satu) komponen
5) Kesehatan terdiri dari 3 (tiga) komponen
6) Transportasi 1 (satu) komponen
7) Rekreasi dan Tabungan 2 (dua) komponen
Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan pokok, beberapa
konfederasi serikat pekerja dan federasi serikat pekerja yang tergabung
dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) terus menuntut untuk
dilakukanya perbaikan upah minimum, pemerintah akhirnya merevisi
komponen KHL yang terdiri dari 46 item dengan menerbitkan
Permenakertrans No 13 Tahun 2012 tentang Komponen Dan Pelaksanaan
45
Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Dalam regulasi ini
komponen KHL terdiri dari 7 kelompok kebutuhan dan 60 komponen
dengan rincian sebagai berikut:
1) Makanan dan minimum, terdiri dari 11 (sebelas) komponen
2) Sandang terdiri dari 13 (tigabelas) komponen
3) Perumahan terdiri dari 26 (duapuluh enam) komponen
4) Pendidikan terdiri dari 2 (dua) komponen
5) Kesehatan terdiri dari 5 (lima) komponen
6) Transportasi 1 (satu) komponen
7) Rekreasi dan Tabungan 2 (dua) komponen
48
Perbaikan Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penentuan
upah minimum menjadi merupakan sinyal yang baik dalam peningkatan
kesejahteraan pekerja, terutama setelah sebelumnya hanya menggunakan
Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Meskipun realitanya masih banyak daerah
yang belum memenuhi 100% nilai KHL dalam menetapkan upah minimumnya.
Hal ini bisa dilihat dari rata-rata rasio upah minimum terhadap KHL yang hanya
sebesar 99.5% atau dengan kata lain masih berada dibawah KHL, terutama daerah
yang jauh dari ibokota seperti Maluku Utara, Maluku, NTT, Kalimantan Tengah,
Gorotalo dll. Meskipun di beberapa daerah sudah ada yang berada diatas
kebutuhan hidup layak.
Gambar 4. Upah Minimum Propinsi 2015,
(Sumber: Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi)
49
Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Permenaker Nomor 15 tahun
2018 tentang upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah
pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring
pengaman.53 Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang
ketenagakerjaan terdiri atas:54
a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;
b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau
kabupaten/kota.
Dalam hal menetapkan upah minimum perlu mempertimbangkan beberapa
hal secara komprehensif berdasarkan ketentuan sebagai berikut:55
1) Pemerintah dalam hal menetapkan upah minimum berdasarkan
kebutuhan hidup layak (KHL) dan memperhatikan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi. (UU Ketenagakerjaan pasal 88 ayat (4))
2) Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak
(KHL). (UU Ketenagakerjaan pasal 89 ayat (3))
3) Penetapan upah minimum dilakukan setiap tahunberdasarkan KHL
dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi
4) Kebutuhan hidup layak sebagaimana merupakan standar kebutuhan
seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik
selama 1 (satu) bulan.
53 Permenaker Nomor 15 tahun 2018 tentang upah minimum, Pasal 1 ayat (1). 54 UU Ketenagakerjaan, Pasal 89 ayat (1) 55 Abdul Khakim, Pengupahan, hal. 65.
50
5) Kebutuhan hidup layak terdiri dari komponen yang mencangkup
beberapa jenis kebutuhan hidup.
6) Komponen dan jenis kebutuhan hidup ditinjau dalam waktu 1 tahun.
Salah satu konsekuensi dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78
Tahun 2015(PP 78/2015) tentang Pengupahan, maka pertimbangan penetapan
upah minimum berdasarkan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) tidak
berlaku lagi. Tetapi menggunakan formula perkalian dari upah minimum berjalan
dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi nasional tahun berjalan.56 Hal
inilah yang menjadai salah satu poin keberatan para pekerja/buruh yang dalam hal
ini disuarakan melalui serikat pekerja/serikat buruh. Para pekerja/buruh beralasan
formula yang tersebut tidak merepresentasikan kebutuhan rill para pekerja/buruh
karena tidak memperhatikan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang
cenderung lebih tinggi dari nilai inflasi nasional.
Pada prinsipnya segala produk hukum yang ada di Indonesia tidak boleh
melenceng dari prinsip dasar hukum konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945,
termasuk dengan kebijakan upah minimum harus mengacu pada UUD tersebut.
Secara jelas dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dikatakan bahwa setiap orang
berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pekerjaan dan
penghidupan yang layak tersebut seharusnya dijadikan pertimbangan utama dalam
penetapan upah minimum. Meskipun demikian, disamping penghidupan yang
layak bagi pekerja beberapa perhitungan perlu dilakukan dalam menentukan
tingkat upah minimum, seperti misalnya menjaga produktivitas dan keberlanjutan
56 PP 78 Pengupahan, Pasal 44 ayat (2).
51
kondisi ekonomi nasional. Dengan kata lain, kebijakan upah minimum harus
ditetapkan untuk meningkatkan kehidupan yang layak khususnya bagi para
pekerja tetapi juga tanpa merugikan kelangsungan hidup perusahaan yang bisa
mengancam keberlanjutan kondisi ekonomi dan produktivitas nasional.
2.5 Prosedur Penetapan Upah Minimum
Seperti yang sudah penulis sampaikan diatas bahwasanya salah satu
konsekuensi dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015(PP
78/2015) tentang Pengupahan sebagai produk dari Paket Kebijakan Ekonomi IV
ditahun 2015, maka mekanisme dalam menetapkan upah minimum berubah secara
drastis. Sejak PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, penetapan upah
minimum yang biasanya diusulkan Dewan Pengupahan kini ditetapkan langsung
oleh pemerintah. Ini berarti tugas utama dewan pengupahan dalam mengusulkan
Upah minimum berdasarkan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tidak
dilakukan lagi. Dewan Pengupahan harus menerapkan rumus yang telah
ditentukan oleh pemerintah sesuai dengan PP 78 tahun 2015 tersebut. 57
2.5.1 Penetapan Upah Minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL)
sebelum terbitnya PP 78 tahun 2015.58
1) Dewan Pengupahan di masing-masing daerah Provinsi dan/atau
Kabupaten/Kota membentuk tim survei yang anggotanya terdiri dari 57 Mahayoni, Dilema Penetapan UMK/UMSK Kabupaten Bekasi, Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Bekasi, Hal 141. 58 Lampiran II Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hihup Layak.
52
unsur tripartit: perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan
pihak netral dari akademisi/pakar dengan mengikutsertakan Badan
Pusat Statistik setempat.
2) Tim melakukan survei berdasarkan KHL ditetapkan dalam
Kepmenaker Nomor 13 tahun 2012, berdasarkan standar tersebut, tim
survei Dewan Pengupahan melakukan survei harga untuk menentukan
nilai harga KHL sebagai salah satu dasar penetapan upah minimum.
3) Survei dilakukan di pasar tradisional yang menjual barang secara
eceran, bukan pasar induk dan bukan pasar swalayan atau sejenisnya
pada minggu I (pertama) setiap bulan sekali dari bulan Januari s/d
September, sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan
prediksi dengan membuat metode least square. Hasil survei tiap bulan
tersebut kemudian diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.
4) Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan
dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh
dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja
dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara
bipartit antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha di
perusahaan yang bersangkutan.
5) Berdasarkan nilai harga survei tersebut, Dewan Pengupahan juga
dengan mempertimbangkan faktor lainya yaitu produktivitas,
pertumbuhan ekonomi, usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar
kerja serta saran dari Dewan Pengupahan Provinsi/ Kabupaten/
53
Kotamadya mengusulkan besaran nilai UMK kepada Bupati/Walikota
setempat yang selanjutnya di sampaikan kepada Gubernur.
6) Setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan
Propinsi, kemudian Gubernur juga mempertimbangkan keseimbangan
besaran nilai upah minimum di antara kabupaten/kota yang ada di
propinsi tersebut; kemudian menetapkan besaran Nilai Upah
Minimum Kabupaten/kota yang bersangkutan.
7) Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota ditetapkan selambat-
lambatnya 40 (empat puluh) hari sebelum tanggal 1 Januari (sesudah
penetapan upah minimum propinsi).
8) Upah Minimum Kabupaten/Kota yang ditetapkan harus lebih besar
dari Upah Minimum Propinsi.
9) Untuk menentukan Upah minimum Sektoral Propinsi dan Kab/kota,
dewan pengupahan Propinsi dan atau dewan pengupahan
Kabupaten/kota melakukan penelitian serta menghimpun data dan
informasi mengenai:
(a) homogenitas perusahaan;
(b) jumlah perusahaan;
(c) jumlah tenaga kerja;
(d) devisa yang dihasilkan;
(e) nilai tambah yang dihasilkan;
(f) kemampuan perusahaan;
(g) asosiasi perusahaan;
(h) serikat pekerja terkait;
54
10) Dewan pengupahan menentukan sektor dan sub-sektor unggulan yang
selanjutnya di sampaikan kepada masing-masing asosiasi perusahaan
dan serikat pekerja untuk melakukan perundingan menetapkan upah
minimum di sektor yang bersangkutan. Apabila di sektor tersebut
belum memiliki asosiasi perusahaan, maka perundingan dan
kesepakatan dilakukan oleh perusahaan di sektor/subsektor tersebut
bersama APINDO dengan Serikat Buruh/Serikat Pekerja di sektor
yang sama.
11) Hasil kesepakatan antara asosiasi perusahaan dengan serikat buruh
kemudian di sampaikan kepada Dewan Pengupahan yang selanjutnya
sebagai usulan penetapan upah minimum sektoral tersebut kepada
Gubernur untuk ditetapkan sebagai Upah Minimum Sektoral.
12) Penetapan upah minimum sektoral propinsi (UMSP) harus lebih besar
sekurang-kurangnya 5% dari upah minimum propinsi (UMP). Begitu
juga penetapan upah minimum sektoral kabupaten harus lebih besar
sekurangkurangnya 5% dari dari upah minimum kabupaten (UMK).
58
5.2.2 Penetapan Upah Minimum setelah lahirnya PP 78 tahun 2015 tentang
Pengupahan:59
1) Penetapan Upah Minimum oleh Gubernur dilakukan setiap
tahun berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.
2) Gubernur wajib mentapkan Upah Minimum Provinsi dan dapat
(tidak wajib) menetapkan Upah Minimum Kabupaten/kota.
3) Penetapan Upah Minimimum dihitung dengan menggunakan
formula perhitungan Upah Minimum.
4) Bagi daerah yang upah minimum provinsinya masih dibawah
khl, gubernur wajib menyesuaikan ump sama dengan khl secara
bertahap paling lama 4 (empat) tahun sejak peraturan
pemerintah tentang pengupahan diundangkan.
5) Komponen dan jenis kebutuhan hidup layak ditinjau dalam
waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh menteri paling lambat
bulan Januari ditahun ke 5 (lima) dengan mempertimbangkan
hasil kajian yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Nasional
(Depenas).
6) Kajian oleh Depenas tersebut dilaksanakan ditahun keempat
dalam periode 5 (lima) tahun dan paling lambat selesai pada
bulan Oktober60dan disampaikan ke menteri paling lambat
november tahun yang sama.61
59 Permenaker Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum. 60 Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL), pasal 7 ayat (5). 61 Ibid, pasal 8 ayat (2).
59
7) Dewan Pengupahan Provinsi atau Kabupaten/Kota melakukan
perhitungan nilai KHL berdasarkan penetapan peninjauan
komponen dan jenis kebutuhan hidup sebagai dasar perhitungan
upah minimum di tahun pertama dalam periode 5 (lima) tahun
dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan
ekonomi.62
8) Upah minimum Provinsi dan upah minimum Kabupaten/kota
tahun pertama setelah peninjauan komponen dan jenis
kebutuhan hidup ditetapkan sama dengan nilai KHL hasil
peninjauan, dan ditahun kedua sampai dengan tahun kelima
setelah peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup
ditetapakan dengan menggunakan formula perhitungan upah
minimum.
9) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud
adalah adalah Upah minimum tahun berjalan ditambah dengan
hasil perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan
penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat
pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun berjalan.
UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % Δ PDBt )}
Keterangan:
UMn : Upah minimum yang akan ditetapkan.
UMt : Upah minimum tahun berjalan.
62 Ibid, pasal 10-11.
60
Inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan.
Δ PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang mencakup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan.
10) Upah minimum Provinsi ditetapkan oleh gubernur paling lambat
tanggal 1 November, sedangkan upah minimum Kabupaten/kota
ditetapkan oleh gubernur paling lambat tanggal 21 November
dan berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.
11) Gubernur dapat menetapkan UMSP dan/atau UMSK63
berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dengan sp/sb
pada sektor yang bersangkutan64 dan jika perundingan tidak
mencapai kesepakatan maka Gubernur tidak dapat menetapkan
UMSP dan/atau UMSK.65
12) Penentuan sektor unggulan UMSP dan/atau UMSK
dilaksanakan melalui kajian dengan variabel:66
a. Kategori usaha sesuai KBLI 5 (lima) digit;
b. Perusahaan dengan skala usaha besar;
c. Pertumbuhan nilai tambah; dan
d. Produktivitas tenaga kerja
63 Permenaker tentang Upah Minimum, pasal 12 ayat (1) 64 Ibid, pasal 12 ayat (2) 65 Ibid, pasal 14 ayat (2) 66 Ibid, pasal 15 ayat (2) & pasal 13 ayat (2)
61
13) Umsp harus lebih besar dari ump di provinsi yang bersangkutan
dan umsk harus lebih besar dari umk di kabupaten/kota yang
bersangkutan, berlaku sejak ditetapkan oleh Gubernur setelah
mendapat saran dan pertimbangan mengenai sektor unggulan
dari dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan
kabupaten/kota.
Gambar 7. Prosedur Penetapan Upah Minimum setelah terbit PP 78/2015
62
BAB III
HASIL PENELITIAN
Setelah ditandatanganinya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015
tentang Pengupahan (PP 78/2015) oleh Presiden pada tanggal 23 Oktober 2015,
mekanisme penetapan upah minimum tahun 2016 dan seterusnya menjadi
berubah. Mekanisme penetapan upah minimum yang sebelumnya dibahas di
dewan pengupahan daerah berdasarkan mekanisme survei kebutuhan hidup layak,
kini diganti menggukana formula yang tercantum dalam peraturan pemerintah
tersebut. Pekerja/buruh beranggapan bahwa formula penetapan upah minimum
yang terdapat dalam PP 78/2015 menjadikan kenaikan upah mereka menjadi lebih
kecil jika dibandingkan dengan kenaikan upah minimum sebelumnya, yaitu saat
sebelum diberlakukanya formula tersebut.
Penulis mengambil data terkait dampak dari implementasi formula upah
minimum sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan
terhadap kesejahteraan pekerja, dari Konsulat Cabang Serikat Pekerja Federasi
Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Kab/kota Bekasi. FSPMI salah satu
serikat pekerja yang perwakilanya masuk dalam dewan pengupahan kabupatan
dan kota Bekasi, sehingga mereka terus mengikuti perkembangan dan ikut
merasakan dampak dari diberlakukanya formula tersebut. Data yang kami ambil
adalah data lima tahun sebelum dan sesudah diberlakukanya formula tersebut.
63
3.1 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015
terhadap kenaikan upah minimum di Kab. Bekasi.
Beberapa statement di media massa, Menteri Ketenagakerjaan Hanif
Dhakiri sering menyampaikan bahwa PP 78/2015 tentang Pengupahan
memberikan kepastian dan menguntungkan pekerja/buruh. Namun faktanya
pernyataan ini bertolak belakang dengan kenyataan, dimana semenjak terbitnya
Peraturan Pemerintah, kenaikan upah minimum mengalami penurunan yang
sangat signifikan.
Gambar 8. Tabel Kenaikan Upah Minimum Kab. Bekasi sebelum diterbitkanya PP 78/2015
Kenaikan upah minimum diatas adalah data lima tahun sebelum terbitnya
PP 78/2015, dimana kenaikan upah minimum diperoleh dari rekomendasi dewan
pengupahan daerah kabupaten Bekasi berdasarkan survei kebutuhan hidup layak
di berbagai pasar di kabupaten Bekasi. Dari data tabel diatas dapat kita lihat
0,00%
5,00%
10,00%
15,00%
20,00%
25,00%
30,00%
35,00%
2011 2012 2013 2014 2015
10,10%
16,02%
34,18%
22,25%
19,51%
DATA KENAIKAN UPAH MINIMUM KAB. BEKASI
Rata-rata kenaikan
20.41%.
64
kenaikan upah minimum di kabupaten Bekasi secara persentase relatif tinggi,
bahkan di tahun 2013 kenaikan mencapai 34.18%. Rata-rata dari kenaikan upah
minimum di kabupaten Bekasi lima tahun sebelum terbit PP78/2015 adalah
sebesar 20.41%.
Sejak tahun 2016 dan seterusnya, penetapan upah minimum berubah
mekanisme cara penetapanya, yakni berdasarkan formula yang terdapat dalam PP
78/2018. Berdasarkan formula tersebut penetapan upah minimum baru adalah
upah tahun berjalan ditambah dengan perkalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi
secara nasional.
Gambar 9. Tabel Kenaikan Upah Minimum Kab. Bekasi setelah diterbitkanya PP 78/2015
Data kenaikan upah minimum di kabupaten Bekasi setelah
diimplementasikanya formula upah dalam terbit PP 78/2015 menjadi relatif
Rata-rata kenaikan
9.0%.
65
menurun. Rata-rata kenaikan lima tahun terakhir dari 20.41% turun menjadi
sebesar 9%.
3.2 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015
terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak di Kab. Bekasi.
Salah satu alasan keberatan para pekerja/buruh terhadap PP 78/2015
terutama pada pasal 44 ayat (2) dalam hal penetapan upah minimum
menggunakan formula perkalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara
nasional. Tentunya data inflasi secara nasional tidak merepresentasikan kenaikan
harga-harga yang sebenarnya di daerah khususnya dikabupaten Bekasi sebagai
sentra Industri. Selain itu juga dinilai mengesampingkan Nilai Kebutuhan Hidup
layak yang sudah ditetapkan oleh Permennakertrans RI Nomor 13 Tahun 2012
tentang komponen kebutuhan hidup layak (KHL) karena dalam Peraturan
Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa Gubernur harus menetapkan Upah
Minimum wajib memakai Formula itu.
Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) cabang kab. Bekasi yang
menjadi bagian dari Dewan Pengupahan Bekasi dari unsur pekerja tetap
melakukan kajian dan survey kebutuhan hidup layak. Meskipun hasil dari survey
tersebut tidak lagi menjadi acuan penetapan upah minimum, FSPMI berdalih
bahwasanya survey tersebut sebagai bahan kajian di internal mereka. Metode
survey pasar yang mereka lakukan tetap menggunakan acuan komponen
66
sebagaimana terlampir dalam Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang
Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.
3.2.1 Pelaksanaan Survei
A. Kuisioner
Survei menggunakan kuisioner yang memuat hal-hal yang perlu
ditanyakan kepada responden untuk memperoleh informasi harga
barang/jasa sesuai dengan jenis-jenis kebutuhan dalam komponen KHL.
B. Pemilihan Tempat Survei
1) Survei harga dilakukan di pasar tradisional yang menjual barang
secara eceran, bukan pasar induk dan bukan pasar swalayan atau
sejenisnya.
Untuk jenis kebutuhan tertentu, survei harga dapat dilakukan di
tempat lain di tempat jenis kebutuhan tersebut berada/dijual.
Kriteria pasar tradisional tempat survei harga :
a) Bangunan fisik pasar relatif besar.
b) Terletak pada daerah yang biasa dikunjungi pekerja/buruh.
c) Komoditas yang dijual beragam.
d) Banyak pembeli.
e) Waktu keramaian berbelanja relatif panjang
67
Dalam hal ini survei dilakukan di pasar Sentra Cikarang, pasar Serang
Cikarang Selatan, pasar Cikarang dan pasar Tambun.
2) Survei kebutuhan yang dapat dilakukan bukan di pasar tradisional
sebagai berikut :
a) Listrik : yang disurvei adalah nilai rekening listrik tempat tinggal
pekerja berupa satu kamar sederhana yang memakai daya listrik
sebesar 900 watt
b) Air : survei dilakukan di PDAM, tarif rumah tangga yang
menkonsumsi air bersih sebanyak 2.000 liter per bulan.
c) Transport : tarif angkutan dalam kota pulang pergi di daerah yang
bersangkutan.
d) Harga tiket rekreasi disurvei di tempat rekreasi.
e) Potong rambut : di tukang cukur untuk pria dan salon untuk
wanita.
f) Sewa kamar : Survei dilakukan untuk 1 (satu) kamar yang mampu
menampung semua jenis KHL yang disepakati, dalam kondisi
kamar kosong.
C. Waktu Survei
1) Survei dilakukan pada minggu I (pertama) setiap bulan (Aturan
Permenaker), tetapi survey oleh SP FSPMI dilakukan dua kali dalam
setahun menjelang penetapan upah yaitu dibulan Agustus dan
Oktober.
68
2) Waktu survei ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh
oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar, misalnya antara
lain saat menjelang bulan puasa dan hari raya keagamaan.
D. Responden
Responden yang dipilih adalah :
1) Pedagang yang menjual barang – barang kebutuhan secara eceran.
Untuk jenis-jenis barang tertentu, dimungkinkan memilih responden
yang tidak berlokasi di pasar tradisional, seperti meja/kursi, tempat
tidur, kasur dan lain-lain.
2) Penyedia jasa seperti tukang cukur / salon, listrik, air dan angkutan
umum.
3) Pemilihan responden perlu memperhatikan kondisi sebagai berikut:
a) Apakah yang bersangkutan berdagang pada tempat yang tetap /
permanen / tidak berpindah – pindah;
b) Apakah yang bersangkutan menjual barang secara eceran;
c) Apakah yang bersangkutan mudah diwawancarai, jujur dan;
d) Responden harus tetap / tidak berganti – ganti.
E. Metode Survei Harga
Data harga barang dan jasa diperoleh dengan cara menanyakan harga
barang seolah – olah petugas survei akan membeli barang, sehingga dapat
diperoleh harga yang sebenarnya (harus dilakukan tawar menawar) Survei
69
dilakukan terhadap tiga orang responden tetap yang telah ditentukan
sebelumnya.
F. Penetapan Spesifikasi Jenis Kebutuhan (Parameter Harga)
1) Beras; Kualitas beras sedang adalah jenis beras yang biasa di
konsumsi oleh masyarakat setempat.
2) Sumber protein :
a) Daging yang dipilih adalah daging sapi atau daging kerbau atau
daging kambing atau daging ayam atau daging yang biasa di
konsumsi oleh masyarakat setempat dengan kualitas sedang.
b) Ikan segar adalah ikan air tawar atau ikan laut yang biasa
dikonsumsi masyarakat yang mudah didapat dan banyak dijual di
pasar tradisional dengan kualitas baik.
c) Telur ayam adalah telur ayam ras.
3) Kacangan-kacangan; Kacang-kacangan adalah jenis kacang yang
biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat termasuk hasil olahan,
seperti tahu dan tempe. Satuan harga dapat berupa harga per potong,
per bungkus, per satuan berat (gram), liter.
70
4) Susu bubuk; Susu bubuk adalah yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat pada umumnya. Jika di daerah setempat jarang ditemukan
susu bubuk, dapat diganti dengan susu cair yang setara.
5) Gula pasir; Gula pasir adalah gula pasir yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat setempat.
6) Minyak goring; Minyak goreng adalah minyak curah yang biasa
dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Harga satuan dapat dalam
bentuk kilogram (kg) atau liter.
7) Sayuran; Sayuran yang mudah didapat dan biasa dikonsumsi oleh
masyarakat setempat, seperti bayam, kangkung, kol, kacang panjang,
sawi dan lain – lain. Penetapan satuan dapat per kg atau per ikat.
8) Buah – buahan; Buah – buahan setara pisang dan pepaya adalah buah-
buahan yang biasa dikonsumsi dan mudah didapat oleh masyarakat
setempat seperti jeruk lokal, semangka, dan lain-lain, dengan satuan
per kg, per sisir atau per buah.
9) Karbohidrat lain; Sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi oleh
masyarakat setempat dapat berupa mie instan atau mie kering, tepung
terigu atau tepung beras dengan satuan per bungkus atau per kg.
10) Teh atau kopi; Teh celup yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat
setempat. Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat teh celup, dapat
diganti dengan teh yang biasa digunakan di daerah setempat dengan
jumlah kebutuhan yang setara atau kopi bubuk yang dijual dalam
bentuk sachet yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
71
11) Bumbu – bumbuan; Harga bumbu – bumbuan tidak perlu disurvei,
cukup mengacu pada total nilai komponen makanan dan minuman,
yaitu sebesar 15 % dari nilai komponen makanan dan minuman.
12) Celana panjang/rok/pakaian muslim; Bahan setara katun yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
13) Celana pendek; Bahan setara katun kualitas sedang yang biasa dipakai
sehari-hari di rumah.
14) Ikat pinggang; Bahan dari kulit sintetis, polos dan tidak branded.
15) Kemeja lengan pendek/blus; Kemeja lengan pendek untuk pria dan
blus untuk wanita, bahan setara katun yang biasa digunakan oleh
masyarakat setempat.
16) Kaos oblong/BH; Kaos oblong untuk kebutuhan pekerja pria, dan BH
untuk pekerja wanita. Dipilih kaos oblong/ BH yang biasa digunakan
oleh masyarakat setempat.
17) Celana dalam; Terdiri dari celana dalam pria atau wanita dengan
kualitas sedang yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat.
18) Sarung /kain panjang; Merk yang biasa digunakan oleh masyarakat
setempat.
19) Sepatu; Sepatu dari bahan kulit sintetis untuk pria atau wanita yang
biasa digunakan oleh masyarakat setempat.
20) Kaos kaki; Bahan dari katun, polyester, polos dengan kualitas sedang.
21) Perlengkapan pembersih sepatu :
a) Semir sepatu; Bahan padat yang digunakan untuk merapikan
warna sepatu.
72
b) Sikat sepatu; Alat yang digunakan untuk merapikan warna sepatu.
22) Sandal jepit; Sandal jepit yang terbuat dari bahan karet yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
23) Handuk mandi; Ukuran 100 cm x 60 cm yang biasa digunakan oleh
masyarakat setempat.
24) Perlengkapan ibadah :
a) Sajadah atau setara dengan harga sajadah, kualitas sedang yang
biasa digunakan oleh masyarakat.
b) Mukenah atau setara dengan harga mukenah, kualitas sedang
yang biasa digunakan oleh masyarakat.
c) Peci dan lain-lain sebagai penutup kepala yang digunakan untuk
ibadah.
Kebutuhan perlengkapan ibadah disesuaikan dengan kebutuhan
ibadah pekerja/buruh di wilayah setempat.
25) Sewa kamar; Harga sewa kamar dalam kondisi kosong sederhana yang
biasa ditempati oleh satu orang pekerja/buruh untuk satu bulan yang
dapat menampung jenis KHL lainnya
26) Dipan /tempat tidur; Dipan ukuran No. 3 (90 cm x 200 cm) polos dan
diplitur, terbuat dari bahan kayu yang biasa digunakan oleh
masyarakat setempat.
27) Perlengkapan tidur:
73
a) Kasur terbuat dari bahan busa ukuran single bed dengan kualitas
sedang yang biasa dipakai oleh masyarakat setempat.
b) Bantal terbuat dari bahan busa dengan kualitas sedang yang biasa
dipakai oleh masyarakat setempat.
28) Seprei dan sarung bantal; Seprei dan sarung bantal yang terbuat dari
bahan katun yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat.
29) Meja dan kursi; satu meja dengan empat kursi, terbuat dari bahan
plastik atau bahan kayu yang biasa digunakan oleh masyarakat
setempat.
30) Lemari pakaian; Terbuat dari kayu dengan kualitas sedang yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
31) Sapu; Sapu adalah sapu ijuk atau bahan lain yang biasa digunakan
oleh masyarakat setempat.
32) Perlengkapan makan:
a) Piring makan; Piring makan polos terbuat dari kaca yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
b) Gelas minum; Gelas minum putih polos yang biasa digunakan
oleh masyarakat setempat.
c) Sendok dan garpu; Dari bahan stainless yang biasa digunakan
oleh masyarakat setempat.
33) Ceret almunium; Ceret almunium ukuran diameter 25 cm yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
74
34) Wajan almunium; Wajan almunium ukuran diameter 32 cm yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
35) Panci almunium; Panci almunium ukuran diameter 32 cm yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
36) Sendok masak; Sendok dari bahan almunium yang biasa digunakan
oleh masyarakat setempat.
37) Rice cooker; Rice cooker 350 watt ukuran ½ liter yang digunakan
untuk memasak beras menjadi nasi dengan kualitas sedang.
38) Kompor dengan perlengkapannya:
a) Kompor gas 1 tungku dengan kualitas Standar Nasional Indonesia
(SNI).
b) Selang dan regulator dengan kualitas Standar Nasional Indonesia
(SNI).
c) Tabung gas dengan kualitas standar Pertamina.
Dalam hal di suatu daerah belum mendapat distribusi kompor gas
dan kelengkapannya serta tabung gas, maka dapat disepakati
spesifikasi yang setara dengan kompor gas dan segala
kelengakapannya serta tabung gas.
39) Gas Elpiji; Gas elpiji ukuran berat 3 kg dengan kualitas Standar
Nasional Indonesia (SNI) sebanyak 2 tabung per bulan.
Dalam hal di suatu daerah belum mendapat distribusi gas elpiji, maka
dapat disepakati spesifikasi yang setara dengan gas elpiji.
75
40) Ember plastic; Ember plastik dengan ukuran 20 liter yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
41) Gayung plastic; Bahan plastik dengan ukuran dan kualitas sedang.
42) Listrik; Listrik dengan daya 900 watt dengan 2 titik.
43) Bola lampu hemat energy; Bola lampu yang digunakan adalah bola
hemat energi (LHE) atau 14 watt atau yang setara.
44) Air bersih; Standar PAM, biaya rekening PAM untuk pemakaian 2
meter kubik air untuk 1 bulan.
45) Sabun cuci pakaian; Sabun cream atau deterjen yang pada umumnya
dipakai untuk mencuci pakaian yang biasa digunakan di daerah
setempat.
46) Sabun cuci piring (sabun colek); Sabun digunakan untuk mencuci
peralatan masak dan makan adalah sabun colek atau yang biasa
digunakan di daerah setempat.
47) Seterika; Seterika yang digunakan adalah seterika dengan 250 watt
yang biasa digunakan masyarakat setempat.
48) Rak piring portable plastic; Rak piring portable terbuat dari plastik,
digunakan untuk meletakkan/menyusun piring, gelas, dan sendok yang
biasa digunakan masyarakat setempat.
49) Pisau dapur; Pisau dapur terbuat dari bahan stainless, yang biasa
digunakan masyarakat setempat.
50) Cermin; Cermin dengan ukuran 30 cm x 50 cm yang biasa digunakan
masyarakat setempat.
76
51) Bacaan/radio; Harga tabloid mingguan yang banyak beredar di daerah
setempat, atau harga radio 4 band dan yang biasa digunakan oleh
masyarakat setempat.
52) Ballpoint/pensil; Alat tulis ballpoint/pensil yang biasa digunakan
masyarakat setempat.
53) Sarana kesehatan :
a) Pasta gigi; Produk lokal (tube 80 gram) yang biasa digunakan
oleh masyarakat setempat.
b) Sabun mandi; Produk lokal (ukuran 80 gram) yang biasa
digunakan oleh masyarakat setempat.
c) Sikat gigi; Produk lokal yang biasa digunakan oleh masyarakat
setempat.
d) Shampoo; Produk lokal (ukuran 100 ml) yang biasa digunakan
oleh masyarakat setempat.
e) Pembalut atau alat cukur; Pembalut dengan ukuran bungkus isi 10
atau 1 set alat cukur yang biasa digunakan oleh masyarakat
setempat.
54) Deodorant; Deodorant yang digunakan dengan kualitas 100 ml/g
sesuai kebutuhan pekerja di daerah yang bersangkutan.
55) Obat anti nyamuk; Obat anti nyamuk bakar yang dijual dalam satuan
dus dan yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat.
56) Potong rambut; Untuk pria di tempat tukang cukur, dan untuk wanita
di salon yang sederhana/kecil.
77
57) Sisir; Alat untuk merapikan rambut dengan kualitas sedang.
58) Transport kerja dan lainnya; Angkutan umum yang biasa digunakan di
daerah setempat, dengan tarif pulang pergi.
59) Rekreasi; Nilai rekreasi diukur dengan harga tiket satu kali masuk
(bukan tiket terusan) ke arena tempat rekreasi/hiburan.
60) Tabungan; Dihitung 2 % dari total nilai jenis kebutuhan nomor 1
sampai dengan nomor 59.
G. Penentuan Kualitas / Merk Setiap Jenis Barang dan Jasa
Untuk jenis barang kebutuhan yang kualitas dan harganya sangat
bervariasi, seperti pakaian dalam, celana panjang/rok, kemeja, blus,
handuk, sarung dan lain – lain, maka yang dipilih adalah kualitas
sedang sesuai dengan kesepakatan tim survei.
3.2.1 Hasil Survei
PASAR :
I MAKANAN DAN MINUMAN1 Beras IR 64 Sedang 10,00 Kg 120.000Rp 120.000Rp 120.000Rp 110.000Rp
2 Sumber Protein 130.425Rp 133.575Rp 149.340Rp 118.800Rp
a. Daging Sapi Sedang 0,75 Kg 58.125Rp 58.125Rp 60.000Rp 60.000Rp
Ayam -Rp -Rp -Rp -Rp
-Rp -Rp -Rp -Rp
b. Ikan Segar Mas Baik 1,20 Kg 48.300Rp 51.450Rp 65.340Rp 35.800Rp
Bandeng -Rp -Rp -Rp -Rp
Tongkol -Rp -Rp -Rp -Rp
Kembung -Rp -Rp -Rp -Rp
Mujair Nila -Rp -Rp -Rp -Rp
Lele -Rp -Rp -Rp -Rp
Gurame -Rp -Rp -Rp -Rp
Gabus -Rp -Rp -Rp -Rp
Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp
c. Telur Ayam Ras Merah Orange
1,00 Kg 24.000Rp 24.000Rp 24.000Rp 23.000Rp
3 Kacang-kacangan -Rp -Rp -Rp -Rp
Tempe Baik 4,50 Kg 35.325Rp 40.500Rp 45.000Rp 51.750Rp
Tahu -Rp -Rp -Rp -Rp
Rp - Rp - Rp - Rp -
4 Susu Bubuk Dancow Sedang 0,90 Kg 216.960Rp 89.325Rp 75.015Rp 83.100Rp
DEWAN PENGUPAHAN FSPMI KABUPATEN /KOTA BEKASI
HASIL SURVEY KEBUTUHAN HIDUP LAYAK
CIKARANG CENTRAL SERANGNo.Komponen dan Jenis Kebutuhan
Spesifikasi KualitasKebutuhan
Satuan
Tanggal: 10-Oct-19
TAMBUN
78
Rp - Rp - Rp - Rp -
4 Susu Bubuk Dancow Sedang 0,90 Kg 216.960Rp 89.325Rp 75.015Rp 83.100Rp
Milo 0,90 -Rp -Rp -Rp -Rp
Anlene 0,90 -Rp -Rp -Rp -Rp
Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp
5 Gula Pasir Gulaku Sedang 3,00 Kg 37.500Rp 37.500Rp 42.000Rp 36.000Rp
6 Minyak Goreng Curah Curah 2,00 Kg 22.000Rp 24.000Rp 22.000Rp 24.000Rp
7 Sayuran -Rp -Rp -Rp -Rp
Bayam Baik 7,20 Kg 87.600Rp 88.000Rp 95.872Rp 91.200Rp
Kangkung -Rp -Rp -Rp -Rp
Kol Putih -Rp -Rp -Rp -Rp
Kacang Panjang
-Rp -Rp -Rp -Rp
Sawi Putih -Rp -Rp -Rp -Rp
Kentang -Rp -Rp -Rp -Rp
Brokoli -Rp -Rp -Rp -Rp
Wortel -Rp -Rp -Rp -Rp
Buncis -Rp -Rp -Rp -Rp
Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp
8 Buah-Buahan -Rp -Rp -Rp -Rp Pisang Baik 7,50 Kg 175.000Rp 145.000Rp 190.625Rp 165.000Rp
Jeruk -Rp -Rp -Rp -Rp
Pepaya -Rp -Rp -Rp -Rp
Anggur -Rp -Rp -Rp -Rp
Buah Naga -Rp -Rp -Rp -Rp
Melon -Rp -Rp -Rp -Rp
Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp
9 Karbohidrat lain -Rp -Rp -Rp -Rp
Tepung Terigu
(segitiga)Sedang 3,00 Kg 54.825Rp 58.500Rp 59.400Rp 57.900Rp
Mie Instan (indomie)
-Rp -Rp -Rp -Rp
Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp
10 Teh & Kopi -Rp -Rp -Rp -Rp
Teh Sari Wangi Celup 1,00Dus isi
2511.100Rp 5.000Rp 6.000Rp 5.000Rp
Kopi Kapal Api Sachet 4,00 75 gr Rp 25.844 Rp 26.000 Rp 24.000 Rp 42.000
Air Minum Aqua 51.000Rp 45.000Rp 54.000Rp -Rp
967.579Rp 812.400Rp 883.252Rp 784.750Rp
11 Bumbu-bumbuan (Nilai 1-
10)15% % 145.137Rp 121.860Rp 132.488Rp 117.713Rp
Jumlah 1.112.716Rp 934.260Rp 1.015.740Rp 902.463Rp
79
II SANDANG
12 Celana Panjang/Rok/Pakaian Muslim
6/12 Rp 181.342 Rp 193.233 Rp 148.400 Rp 90.833
a. Pakaian Muslim Perempuan Katun sedang
Ptg
- Gamis Katun sedang
6/12 Ptg
- JilbabJilbab siap
pakai Katun sedang
6/12 Ptg
Jumlah
b. Pakaian Muslim Pria/ Baju Koko
Katun sedang
6/12 Ptg
Rata-rata a,b
c. Rok Cardinal 6/12 Ptg
d. Celana Panjang Cardinal 6/12 Ptg
Rata-rata
13 Celana Pendek Katun Sedang
2/12 Ptg 66.483Rp 81.650Rp 8.317Rp 25.000Rp
14 Ikat pinggangKulit sintetis, polos, tidak
branded1/12 buah 8.325Rp 8.333Rp 4.167Rp 5.833Rp
15 Kemeja Tangan Pendek/BlusSetara Katun
6/12 Ptg 189.500Rp 189.500Rp 184.950Rp 70.000Rp
16 Kaos Oblong/BH
Swan, Plump,
Darnes(cowok)
Sedang 6/12 Ptg 23.200Rp 32.450Rp 30.700Rp 21.250Rp
Sorex (cewek)
Rata-2
17 Celana DalamGT Man (cowok)
Sedang 6/12 Ptg 18.725Rp 18.167Rp 12.500Rp 11.500Rp
Sorex (cewek)
Rata-2
18 Sarung/Kain Panjang
Manggis, Mangga,
Atlas, Gajah Duduk
Sedang 3/24 Helai 14.375Rp 9.375Rp 15.000Rp 7.500Rp
19 Sepatu Bata Kain sintetis 2/12Pasan
g66.650Rp 29.983Rp 58.317Rp 50.000Rp
20 Kaos Kaki Mundo
Katun, Polyester,
Polos, Sedang
4/12 Pasang
8.667Rp 7.000Rp 8.967Rp 6.667Rp
21Perlengkapan Pembersih Sepatu
11.742Rp 11.250Rp 9.842Rp 12.250Rp
a. Semir Sepatu Kiwi Sedang 6/12 Buah
b. Sikat Sepatu Sedang 1/12 Buah
22 Sandal jepit Swalow Karet 2/12 Pasang
5.833Rp 2.167Rp 3.167Rp 3.333Rp
23 Handuk Mandi100 cm x 60
Cm1/12 Ptg 7.875Rp 7.292Rp 7.083Rp 5.833Rp
120 x 90 Cm
Rata-2
24 Perlengkapan Ibadaha. Sajadah sedang 1/12 Buah 30.417Rp 28.742Rp 19.158Rp 25.417Rp b. Mukena sedang 1/12 Buahc. Peci Kendi Mas sedang 1/12 Buah
Jumlah
Jumlah 633.133Rp 619.142Rp 510.567Rp 335.417Rp
80
III PERUMAHAN
25 Sewa Kamar
Dapat Menampung Jenis KHL lainnya
1,00 1 Bulan
750.000Rp 800.000Rp 750.000Rp 600.000Rp
26 Dipan/Tempat Tidur QQ/Olympic No.3 (90 x 200 cm)
1/48 Buah 58.333Rp 58.333Rp 16.667Rp 33.333Rp
27 Perlengkapan Tidur 20.278Rp 28.472Rp 16.939Rp 4.549Rp
a. Kasur Busa single bed Busa 1/48 Buah
b. Bantal Busa Dacron Busa 2/36 Buah
28 Sprei dan Sarung Bantal My LoveNo.3 / Katun
Sedang 2/12 Set 86.167Rp 21.667Rp 23.333Rp 25.000Rp
29 Meja dan KursiPlastic
Napoly, Lyon1 Meja 4
Kursi1/48 Set 8.333Rp 10.625Rp 12.188Rp 7.917Rp
30 Lemari PakaianNon Kayu Jati (kayu Mahoni)
Kayu sedang 1/48 buah 15.625Rp 15.604Rp 14.998Rp 30.208Rp
31 Sapu Ijuk Sedang 2/12 buah 4.167Rp 7.150Rp 3.833Rp 2.500Rp
32 Perlengkapan Makan 7.925Rp 7.375Rp 9.200Rp 137.500Rp
a. Piring Makan Kedaung Polos 3/12 buah
b. Gelas MinumJenis
BelimbingPolos 3/12 buah
c. Sendok Makan dan Garpu Dolls Sedang 3/12pasan
g
33 Ceret Alumunium Eagle/Jawa Ukuran 24/25 cm
1/24 Buah 8.708Rp 8.750Rp 6.996Rp 3.125Rp
34 Wajan Alumunium Eagle/JawaUkuran
32/33 cm1/24 Buah 2.292Rp 2.833Rp 1.663Rp 13.333Rp
35 Panci Alumunium Eagle/JawaUkuran
32/33 cm2/12 Buah 11.433Rp 33.333Rp 11.667Rp 24.167Rp
36 Sendok Masak Tanpa Merk Alumunium 1/12 Buah 2.075Rp 2.333Rp 2.333Rp 1.250Rp
37 Rice Cooker ukuran 1/2 LiterCosmos, Maspion
350 Watt 1/48 Buah 5.000Rp 6.667Rp 4.583Rp 10.833Rp
38 Kompor dan Perlengkapannya 17.208Rp 19.208Rp 18.742Rp 12.675Rp
a. Kompor Gas 1 Tungku Rinai 1/24 Buah
b. Selang & Regulator SNI 1/24 Set
c. Tabung Gas 3 Kg Pertamina 1/60 Buah
39 Gas Elpiji @ 3 Kg 2,00Tabun
g46.000Rp 44.000Rp 48.000Rp 280.000Rp
40 Ember PlastikLion Star, Excellent
Isi 20 Liter 2/12 Buah 6.983Rp 13.333Rp 10.000Rp 9.167Rp
41 Gayung Plastik Lion Star, Excellent
Sedang 1/12 BUah 2.992Rp 1.417Rp 1.250Rp 833Rp
42 Listrik 900 Watt 1,00 Bulan 250.000Rp 250.000Rp 250.000Rp 150.000Rp
43 Bola Lampu Hemat Energi Sinyoku, Osram
14 Watt(4 pcs)
3/12 buah 78.900Rp 57.900Rp 57.900Rp 60.000Rp
44 Air Bersih Standar PAM 2,00Meter Kubik
50.000Rp 50.000Rp 50.000Rp 160.000Rp
45 Sabun Cuci Pakaian Rinso, Soklin Cream/Detergen
1,50 Kg 34.500Rp 21.125Rp 44.000Rp 46.000Rp
Pewangi Pakaian
46 Sabun Cuci Piring (colek) Wings, Ekonomi
500 gr 1,00 Buah 3.400Rp 5.000Rp 4.500Rp 5.800Rp
47 SetrikaCosmos, Maspion
250 Watt 1/48 Buah 4.896Rp 3.646Rp 3.331Rp 6.042Rp
48 Rak Piring Portable Plastik Sedang 1/24 Buah 6.708Rp 25.000Rp 7.458Rp 10.000Rp
49 Pisau Dapur Sedang 1/36 Buah -Rp -Rp -Rp -Rp
50 CerminBingkai Plastik
30 x 50 cm 1/36 Buah 2.386Rp 2.361Rp 2.775Rp 1.111Rp
Jam Dinding 1/24 Buah 1.625Rp 4.167Rp 2.083Rp 2.083Rp
Mesin CusiPanasonic,to
shiba1/36 Buah 47.222Rp 47.222Rp 63.053Rp 41.667Rp
Jumlah 1.533.157Rp 1.547.522Rp 1.437.492Rp 1.679.093Rp
IV PENDIDIKAN
81
Gambar 10. Hasil Survei KHL Serikat Pekerja FSPMI Kab. Bekasi 2020
Sumber; DPKab FSPMI Bekasi
IV PENDIDIKAN51 Bacaan/Radio
Nova Tabloid 2,00 Eks/Buah
Bola 2,00
Televisi 24"Toshiba,Panasonic,Sams
ung1/36 Buah 63.889Rp 66.667Rp 41.667Rp 41.667Rp
52 Ballpoint / pensilPilot,
Standard, Steadler
Sedang 6/12 Buah
Handphone Sedang 1/12 Buah Rp 300.000 Rp 125.000 Rp 83.333 Rp 125.000
Paket Data Semua Operator
5 Gb 1 Rp 70.000 Rp 70.000 Rp 70.000 Rp 50.000
Jumlah 433.889Rp 261.667Rp 195.000Rp 216.667Rp
V KESEHATAN
53 Sarana Kesehatan Rp 87.073 Rp 90.958 Rp 91.558 Rp 122.292 a. Pasta Gigi Pepsodent 80 Gr 1,00 Tube Rp - Rp 5.000 Rp 5.000 Rp 10.500 b. Sabun Mandi Life Boy 80 Gr 2,00 Buah Rp - Rp 6.000 Rp 11.400 Rp 7.000
c. Sikat Gigi Formula Produk Lokal 3/12 buah Rp - Rp 625 Rp 1.725 Rp 2.125
d. Shampoo Sunsilk Produk Lokal 1,00 110 ml Rp - Rp 13.000 Rp 15.000 Rp 24.000
e. - Pembalut Softex Isi 10 1,00 Dus Rp - Rp 7.000 Rp 16.800 Rp 15.000 - Alat Cukur Goal 1,00 Set Rp - Rp 12.000 Rp 4.900 Rp 19.000 - Gunting Kuku 2/12 pcs Rp - Rp 833 Rp 833 Rp 1.667 - Pembersih Muka 1,00 tube Rp - Rp 26.300 Rp 26.000 Rp 35.000 - Cottonbud 1,00 pack Rp - Rp 20.200 Rp 9.900 Rp 8.000 - Rp - Rp - Rp -
Rata-rata Rp - Rp - Rp -
54 Deodorant Rexona, Axe 100 ml/g 6/12 Botol Rp 12.950 Rp 11.100 Rp 12.725 Rp 9.500
Minyak Rambut Botol
Rata-2
55 Obat Anti Nyamuk Baygon Bakar 3,00 Dus Rp 62.513 Rp 45.000 Rp 60.638 Rp 73.500
Sprai
Rata-2
56 Potong RambutTukang
Cukur/Salon6/12 Kali Rp 9.000 Rp 7.500 Rp 9.000 Rp 7.500
57 Sisir Biasa 2/12 kali Rp 833 Rp 667 Rp 983 Rp 1.667 Make Up Rp 75.000 Rp 75.000 Rp 104.900 Rp 152.000 a. Lipstik 1,00 Tubeb. Bedak Muka 1,00 Pack
Jumlah 247.369Rp 230.225Rp 279.804Rp 366.458Rp
VI TRANSPORTASI
58 Transport Kerja dan lainnyaAngkutan
Umum30
Hari (PP)
Rp 750.000 Rp 750.000 Rp 750.000 Rp 900.000
Jumlah 750.000Rp 750.000Rp 750.000Rp 900.000Rp
VII REKREASI DAN TABUNGAN
59 Rekreasi Bioskop 21 Daerah Sekitar
2/12 kali Rp 22.917 Rp 22.917 Rp 22.917 Rp 19.583
Water boom Cikarang
0,17
GowetWater
kingdom
Rata-2
60 Tabungan (2% dari nilai 1 s/d 59)
2% % Rp 94.664 Rp 87.315 Rp 84.230 Rp 88.394
Jumlah Rp 117.580 Rp 110.231 Rp 107.147 Rp 107.977 JUMLAH KESELURUHAN (I+II+III+IV+V+VI+VII) Rp 4.827.844 Rp 4.453.047 Rp 4.295.749 Rp 4.508.074
Rp 4.521.179 Rp 3.837.939
Rp 683.240
NILAI RATA-RATAKHL 2019
Kenaikan KHL
Presentase Kenaikan 17,80%
82
Dari hasil survei yang dilakukan serikat pekerja FSPMI dengan
menggunakan komponen KHL sebagaimana terlampir dalam Permenakertrans
nomor 13 tahun 12 tentang Kebutuhan Hidup Layak, didapat angka sebagai
berikut:
Gambar 11. Data Kenaikan UMK Kab. Bekasi terhadap Pencapaian KHL (Sumber; DPKab FSPMI Bekasi)
Gambar 12. Grafik Kenaikan UMK Kab. Bekasi terhadap Pencapaian KHL (Sumber; DPKab FSPMI Bekasi)
TAHUN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
UMK 1.168.000 1.286.000 1.492.000 2.002.000 2.447.445 2.925.000 3.261.380 3.530.440 3.837.940 4.146.130 4.498.962
KHL 1.205.000 1.283.000 1.324.000 1.643.000 2.101.000 2.466.000 2.754.000 3.261.380 3.530.440 3.837.940 4.521.179
SELISIH KENAIKAN 84.000 118.000 206.000 510.000 445.445 477.555 336.380 269.060 307.500 308.190 352.832
KENAIKAN (%) 7,75% 10,10% 16,02% 34,18% 22,25% 19,51% 11,50% 8,25% 8,71% 8,03% 8,51%
PENCAPAIAN KHL 96,9% 100,2% 112,7% 121,9% 116,5% 118,6% 118,4% 108,2% 108,7% 108,0% 99,5%
DATA KENAIKAN UPAH MINIMUM TERHADAP PENCAPAIAN KHLKAB. BEKASI
96,9%
96,9%
100,2%
112,7%
121,9%
116,5%
118,6%
118,4%
108,2%108,7%
108,0%
99,5%
90,0%
95,0%
100,0%
105,0%
110,0%
115,0%
120,0%
125,0%
-
500.000
1.000.000
1.500.000
2.000.000
2.500.000
3.000.000
3.500.000
4.000.000
4.500.000
5.000.000
2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020
Upah Minimum Kab. BekasiTerhadap Pencapaian KHL
UMK KHL PERSEN
83
Dari grafik diatas, terlihat pencapaian upah minimum kabupaten (UMK)
Bekasi terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL), dari tahun 2010 yang
sebelumnya UMK Bekasi masih dibawah KHL dari tahun ke tahun mengalami
kenaikan. Hal ini salah satu faktor disebabkan oleh menguatnya pergerakan
serikat pekerja/buruh yang tergabung dalam gerakan HOSTUM (Hapus
Outsorching dan Tolak Upah Murah) yang berefek pada naiknya bargaining
power pekerja di Dewan Pengupahan. Kesadaran pekerja untuk bergabung dalam
serikat pekerja yang terus melakukan penolakan sistem kerja upah murah
membuat perhatian pemerintah lebih terfokus kepada pekerja/buruh. Hal ini
direspon dengan diterbitkanya Permenaker Nomor 13 tahun 2012 yang merubah
komponen KHL dari 46 item menjadi 60 item.
Namun setelah terbitnya PP 78/2015 kembali mendegradasi angka
pencapaian UMK terhadap KHL. Penetapan upah minimum dengan tidak
berpatokan kepada KHL secara tidak langsung berefek kepada menurunya angka
persentase pencapaian UMK terhadap KHL. Upah minimum yang diterima para
pekerja/buruh kabupaten Bekasi yang sebelumnya nilainya diatas KHL, setelah
lima tahun diberlakukanya PP 78/2015 menjadi dibawah KHL. Rasio penurunan
pencapaian KHL cukup signifikan sebesar 18.99%. Lalu bagaimana dengan
daerah saat PP 78 diundangkan (tahun 2015), upah minimumnya masih dibawah
KHL seperti Ciamis, Banjar dan Pengandaran, tentunya ini lebih memprihatinkan
jika dibandingkan dengan kabupaten Bekasi.
84
3.3 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015
terhadap upah Kabupaten Bekasi dengan daerah sekitar.
Salah satu konsekuensi dari diberlakukanya PP 78/2015 adalah munculnya
kesenjangan upah antar daerah menjadi semakin lebar, terutama perbedaan upah
di jabodetabek dan daerah industri dengan wilayah lainya. Hal ini dikarenakan
saat diundangkanya PP 78/2015 untuk diimplementasikan pada penetapan upah di
tahun 2016, kondisi upah di bebagai daerah mempunyai perbedaan yang sangat
mencolok.
Gambar 13. Peta Upah Provinsi Jawa Barat tahun 2015 (Sumber; Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.1746-Bangsos/2014)
Jika kita lihat peta upah provinsi Jawa Barat, upah tertinggi ada di
Kabupaten Karawang dengan nominal Rp. 2.987.000 dan terendah adalah
kabupaten Pangandaran sebesar Rp. 1.188.000 dengan perbedaan sangat
signifikan sebesar Rp. 1.799.000 atau 251,43%. Hal ini yang menjadikan
85
pemerataan upah di Jawa Barat menjadi tidak baik. Bahkan jika kita lihat
kabupaten Karawang dengan kabupaten Subang yang berdekatan hanya dibatasi
sungai perbedaan upahnya cukup besar Rp. 1.059.000 atau sebesar 154,93%.
Dengan diimplementasikanya formula PP 78/2015 mengakibatkan kenaikan
upah secara persentasi menjadi flat sesuai dengan nilai inflasi dan pertumbuhan
ekonomi secara nasional, tentunya ini akan berakibat bagi daerah yang memiliki
upah tinggi secara nominal akan semakin tinggi. Demikian sebaliknya dengan
daerah yang upahnya terlampau rendah akan semakin tertinggal oleh daerah lain.
Gambar 13. Peta Upah Provinsi Jawa Barat tahun 2020 (Sumber; Keputusan Gubernur Jawa Barat)
UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal 1 Kab. Karawang 2.987.000 20,84% 510.000 3.330.505 11,50% 343.505 3.605.272 8,25% 274.767 3.919.291 8,71% 314.019 4.234.010 8,03% 314.719 4.594.325 8,51% 360.314 2 Kota Bekasi 2.984.000 20,91% 512.077 3.327.160 11,50% 343.160 3.601.650 8,25% 274.490 3.915.354 8,71% 313.704 4.229.757 8,03% 314.403 4.589.709 8,51% 359.952 3 Kab. Bekasi 2.925.000 16,04% 392.555 3.261.375 11,50% 336.375 3.530.438 8,25% 269.063 3.837.940 8,71% 307.502 4.146.126 8,03% 308.186 4.498.962 8,51% 352.835 4 Kota Depok 2.732.000 12,85% 308.000 3.046.180 11,50% 314.180 3.297.489 8,25% 251.309 3.584.700 8,71% 287.211 3.872.552 8,03% 287.852 4.202.106 8,51% 329.554 5 Kota Bogor 2.711.000 13,00% 305.805 3.022.765 11,50% 311.765 3.272.143 8,25% 249.378 3.557.147 8,71% 285.004 3.842.786 8,03% 285.639 4.169.807 8,51% 327.021 6 Kab. Bogor 2.655.000 15,51% 347.760 2.960.325 11,50% 305.325 3.204.552 8,25% 244.227 3.483.668 8,71% 279.116 3.763.406 8,03% 279.738 4.083.670 8,51% 320.264 7 Kab. Purwakarta 2.626.000 23,81% 500.000 2.927.990 11,50% 301.990 3.169.549 8,25% 241.559 3.445.617 8,71% 276.068 3.722.300 8,03% 276.683 4.039.068 8,51% 316.768 8 Kota Bandung 2.356.000 15,50% 310.000 2.626.940 11,50% 270.940 2.843.663 8,25% 216.723 3.091.346 8,71% 247.683 3.339.580 8,03% 248.234 3.623.779 8,51% 284.199 9 Kab. Bandung Barat 2.045.000 15,31% 266.161 2.280.175 11,50% 235.175 2.468.289 8,25% 188.114 2.683.277 8,71% 214.988 2.898.745 8,03% 215.468 3.145.428 8,51% 246.683
10 Kab. Bandung 2.041.000 15,31% 265.722 2.275.715 11,50% 234.715 2.463.461 8,25% 187.746 2.678.029 8,71% 214.568 2.893.075 8,03% 215.046 3.139.275 8,51% 246.201 11 Kab. Sumedang 2.041.000 15,31% 265.722 2.275.715 11,50% 234.715 2.463.461 8,25% 187.746 2.678.029 8,71% 214.568 2.893.075 8,03% 215.046 3.139.275 8,51% 246.201 12 Kota Cimahi 2.041.000 15,31% 265.727 2.275.715 11,50% 234.715 2.463.461 8,25% 187.746 2.678.028 8,71% 214.567 2.893.075 8,03% 215.047 3.139.275 8,51% 246.200 13 Kab. Sukabumi 1.969.000 23,89% 374.078 2.195.435 11,50% 226.435 2.376.558 8,25% 181.123 2.583.557 8,71% 206.999 2.791.016 8,03% 207.459 3.028.532 8,51% 237.515 14 Kab. Subang 1.928.000 20,41% 222.000 2.149.720 11,50% 221.720 2.327.072 8,25% 177.352 2.529.760 8,71% 202.688 2.732.900 8,03% 203.140 2.965.468 8,51% 232.568 15 Kab. Cianjur 1.648.000 6,67% 100.000 1.837.520 11,50% 189.520 1.989.115 8,25% 151.595 2.162.367 8,71% 173.252 2.336.005 8,03% 173.638 2.534.799 8,51% 198.794 16 Kota Sukabumi 1.645.000 16,44% 322.041 1.834.175 11,50% 189.175 1.985.494 8,25% 151.319 2.158.431 8,71% 172.937 2.331.753 8,03% 173.322 2.530.183 8,51% 198.430 17 Kab. Indramayu 1.494.000 14,78% 188.680 1.665.810 11,50% 171.810 1.803.239 8,25% 137.429 1.960.301 8,71% 157.062 2.117.714 8,03% 157.413 2.297.931 8,51% 180.218 18 Kota Tasikmalaya 1.472.000 17,22% 213.000 1.641.280 11,50% 169.280 1.776.686 8,25% 135.406 1.931.435 8,71% 154.749 2.086.530 8,03% 155.095 2.264.093 8,51% 177.564 19 Kab. Tasikmalaya 1.464.000 12,17% 155.671 1.632.360 11,50% 168.360 1.767.030 8,25% 134.670 1.920.938 8,71% 153.908 2.075.189 8,03% 154.251 2.251.788 8,51% 176.599 20 Kota Cirebon 1.443.000 15,37% 188.500 1.608.945 11,50% 165.945 1.741.683 8,25% 132.738 1.893.384 8,71% 151.701 2.045.422 8,03% 152.038 2.219.488 8,51% 174.065 21 Kab. Cirebon 1.428.000 15,44% 187.250 1.592.220 11,50% 164.220 1.723.578 8,25% 131.358 1.873.702 8,71% 150.124 2.024.160 8,03% 150.458 2.196.415 8,51% 172.255 22 Kab. Garut 1.275.000 15,21% 165.000 1.421.625 11,50% 146.625 1.538.909 8,25% 117.284 1.672.948 8,71% 134.039 1.807.286 8,03% 134.338 1.961.086 8,51% 153.800 23 Kab. Majalengka 1.264.000 24,50% 245.000 1.409.360 11,50% 145.360 1.525.632 8,25% 116.272 1.658.515 8,71% 132.883 1.791.693 8,03% 133.178 1.944.166 8,51% 152.473 24 Kab. Kuningan 1.224.000 20,36% 204.000 1.364.760 11,50% 140.760 1.477.353 8,25% 112.593 1.606.030 8,71% 128.677 1.734.994 8,03% 128.964 1.882.642 8,51% 147.648 25 Kab. Ciamis 1.177.000 8,74% 90.934 1.363.319 15,83% 186.319 1.475.793 8,25% 112.474 1.604.334 8,71% 128.541 1.733.162 8,03% 128.828 1.880.655 8,51% 147.492 26 Kab. Banjar 1.191.000 13,95% 143.000 1.327.965 11,50% 136.965 1.437.522 8,25% 109.557 1.562.730 8,71% 125.208 1.688.218 8,03% 125.488 1.831.885 8,51% 143.667 27 Kab. Pengandaran 1.188.000 11,92% 124.072 1.324.620 11,50% 136.620 1.433.901 8,25% 109.281 1.558.794 8,71% 124.893 1.714.673 10,00% 155.879 1.860.591 8,51% 145.918
DATA UMK JAWA BARAT
KABUPATENNO202020192018201720162015
TAHUN
86
Perbedaan upah yang terlampau tinggi akan menyebabkan terjadinya
urbanisasi dan aglomerasi penduduk di kawasan-kawasan industri seperti di
kabupaten Bekasi dikarenakan keingin pencari kerja untuk mendapatkan
pekerjaan dengan upah tinggi. Pemerataan pendapatan dan pemerataan ekonomi
menjadi tidak berjalan dengan baik. Selain itu perusahaan padat karya (labor
intensive) berfikir akan merelokasi usahanya kedaerah lain dengan upah yang
lebih rendah. Hal ini akan menimbulkan banyaknya PHK di daerah dengan upah
tinggi akibat dari relokasi perusahaan tersebut.
Gambar 14. Jarak UMK Bekasi dengan daerah lain di Provinsi Jawa Barat
(Sumber; Keputusan Gubernur Jawa Barat)
87
Gambar 14. Hasil wawancara dampak implementasi PP 78/2015
Ir. Said Iqbal, M.e H. Abdul Bais, S.E Sukamto
1
Alasan kondisi perekonomian untuk menjagaiklim investasi, pemerintah melalui PaketKebijakan Ekonomi IV mengeluarkan peraturantentang pengupahan yaitu Peraturan Pemerintahnomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahansebagai turunan dari Undang-undang no 13 tahun2003 tentang ketenagakerjaan (Pasal 97).Apakah PP 78 cukup efektif dalam memperbaikikondisi perekonomian Indonesia ?
PP 78 tidak memperbaiki konsidi perekonomian, justru memperburuk. Upah murah yang diberikan ke pekerja berdampak pada menurunya daya beli masyarakat sehingga akan berakibat menurunya konsumsi masyarakat. Hal ini yang membuat perekonomian tidak berjalan dengan baik dan ekonomi tidak bertambah
PP 78 tidak ada efeknya pada perbaikan ekonomi nasional, terbukti sejak diterbitkan perekonomian Indonesia tidak mengalami perbaikan. Bahkan semakin terpuruk, nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin terperosok.
PP 78 membuat upah yang diterima pekerja turun, sehingga kesejahteraan pekerja menurun yang berefek pada produktifitas menurun sehingga ekonomi akan terhambat.
2
Perbedaan pandangan dan kepentingan antarapengusaha dan pekerja/buruh inilah yangmenjadikan permasalahan upah berlarut-larut dantentunya akan merugikan iklim investasi di negarakita, apakah dengan diterbitkanya PP 78/2015dapat mengatasi polemik atas perbedaankepentingan antara pengusaha danpekerja/buruhnya?
Justru dengan adanya PP 78 ruang berunding dalam hal upah minimum menjadi tidak ada, semua diambil kewenanganya oleh pemerintah pusat. Hal ini menjadi hubungan industria menjadi tidak baik dengan banyaknya aksi/demonstrasi yang menolak peraturan PP 78/2015 karena dianggap banyak merugikan kepentingan pekerja.
PP 78 membuat polemik upah terutama UMSK semakin panjang, tidak adanya perwakilan asosiasi sektor di tiap daerah membuat banyak daerah kesulitan menentukan sektor unggulan. Banyak daerah yang memberlakukan upah sektoral terlambat menentukan upah sektoralnya dan terancam hilang.
sejak PP 78 persoalan upah menjadi berlarut-larut, terutama dalam penetapan UMSK yang biasanya diputuskan bersamaan dengan UMK, sampai hari ini belum terlihat titik terangnya. Bahkan beberapa daerah seperti Karawang dan Batam UMSK diputuskan sampai bulan September tahun berikutnya.
3Menurut anda, apa manfaat/kebaikan dari PP78/2015?
untuk para Pekerja/buruh sampai saat ini belum ada manfaatnya, karena sebelum PP 78/2015 ada upah buruh setiap tahun sudah ada kenaikan justru lebih besar. PP 78/2015 lebih bermanfaat bagi pengusaha karena kenaikanya lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya sebelum PP78/2015 ada.
Penentuan UMP dan UMK lebih simple, karena hanya memasukan ke formula, upah lama dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sudah ditentukan dengan surat edaran Menaker, tetapi tidak dengan penentuan pah sektoral (UMSK)
Manfaatnya mungkin hanya dirasakan bagi pekerja di daerah terpencil dan para pekerja yang belum berserikat sehingga kenaikan upah per tahun relatif kecil, setelah PP 78 terdongkrak
4 Menurut anda,apa kekurangan dari PP 78/2015?
Antara pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi yg dijadikan acuan formula PP78/2015 aktualnya berbeda dengan kebutuhan di pasar. Faktor Inflasi ditentukan dengan variable 256 item, sedangkan kebutuhan buruh hanya 60 item dan realitanya inflasinya berbeda jauh.
Dengan tidak adanya asosiasi sektor di berbagai daerah, menandakan pemerintah daerah belum siap mengimplementasikan PP 78/2015
Kekurangan dari PP 78/2015 salahsatunya mengesampingkan KHL dalam menentukan kenaikan upah minimum, Fungsi berunding dari dewan pengupahan menjadi tidak ada,
5Apa dampak implementasi formula PP 78/2015terhadap kesejahteraan pekerja/buruh?
Disparitas Upah antar daerah semakin lebar karena kenaikan persentase flat sedangkan kebutuhan hidup minimum masing-masing daerah berbeda. Disparitas upah yang semakin jauh mengakibatkan Kabupaten Bekasi menjadi tidak menarik bagi investor padatkarya, karena selisih upah terpaut tinggi dengan daerah sekitarnya. Solisanya dengan melihat kebutuhan hidup ril, dengan metode survei KHL
Sejak terbitnya PP 78/2015, fungsi dari dewan pengupahan menjadi tidak ada. Ruang berunding dalam penetapan upah minimum menjadi hilang karena semua sudah diatur dengan formula. Penentuan sektor unggulanpun menjadi tidak berguna karena apindo merasa tidak berwenang sebagai perwakilan pengusaha.
tujuan PP 78 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, tetapi aktualnya dengan PP78 membuat kenaikan upah menurun sehingga kesejahteraan menurun. Dengan terbitnya PP 78/2015 UMSK diberbagai daerah terancam hilang karena asosiasi sektor sebagai sarat menentukan kajian UMSK tidak ada, dan gubernur hanya diwajibkan menetapkan UMP.
6Apa saran anda terhadap regulasi PP 78/2015dan system pengupahan di Indonesia.?
secara substansi isi PP 78/2015 bertentangan dengan UU 13/2003 ketenagakerjaan sehingga secara hirarki perundangan PP 78/2015 harus diabaikan dan kembali ke ps. 89 UU Ketenagakerjaan.'-Kembali ke survei KHL karena kebutuhan ril seorang pekerja dapat dilihat dari survei tersebut
Penentuan upah minimum sebaiknya dikembalikan menggunakan survei KHL karena merepresentasikan kemampuan wilayah dan kebutuhan hidup minimum masing-masing daerah
- Sebelum PP 78 diberlakukan, harus dilakukan kajian terlebih dahulu. Kondisi yang terjadi jarak upah dari masing-masing daerah sangat jauh sehingga dengan kenaikan yang sama maka jarak antar daerah semakin bertambah lebar. Seharusnya dilakukan dulu kajian kebutuhan hidup layak didaerah masing-masing dengan metode yang sama. UU 13/2003 sudah baik dengan berdasarkan metode survey KHL, hanya saja yang perlu diperbaiki metode survei dan item KHL diberbagai daerah harus diatur secara detai dan dibuat standar yang baik.
Pertanyaan Jawaban Nara SumberWawancara Nara Sumber
No
88
BAB IV
PEMBAHASAN
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan merubah
mekanisme penetapan upah minimum. Komponen Kebutuhan Hidup Layak
(KHL) yang sebelumnya digunakan sejak tahun 1956 melalui konsesus Triparitit
dan para ahli gizi sebagai acuan penghitungan upah minimum, kini tidak lagi
digunakan setiap tahunya. Peninjauan KHL hanya akan dilakukan pada tahun
kelima berdasarkan hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup yang
ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan mempertimbangkan hasil kajian
Dewan Pengupahan Nasional berdasarkan data dan informasi dari lembaga yang
berwenang di bidang statistik. Survei harga pasar yang dilakukan oleh Dewan
Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan
membentuk tim yang keanggotaannya terdiri dari anggota Dewan Pengupahan
dari unsur tripartit, unsur perguruan tinggi/pakar, dan dengan mengikutsertakan
Badan Pusat Statistik setempat dan secara berkala setiap tahunya kini tidak lagi
dilakukan.
Hal ini tentunya menjadi masalah krusial bagi para pekerja/buruh karena
harga kebutuhan pokok mengalami perubahan sangat cepat dan terus meningkat
tiap tahun, sedangkan peninjauan komponen KHL yang mestinya menjadi dasar
perhitungan upah minimum dan kenaikan upah hanya dilakukan setiap 5 (lima)
tahun. Dengan demikian, kenaikan upah tiap tahunnya tidak lagi
mempertimbangkan komponen dan pencapaian KHL berdasarkan penghitungan
KHL secara periodik. Prinsip ini menjadi bertolak belakang dengan cita-cita
89
bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi untuk mendapatkan
penghidupan yang layak bagi kemanusiaan serta menimbulkan keberatan para
pekerja/buruh karena tergerusnya upah mereka dalam upaya pencapaian nilai
kebutuhan hidup layak.
Dewan pengupahan daerah yang sebelumnya diberi kewenangan dalam
melakukan kajian sebagai acuan penetapan upah minimum di daerahnya
berdasarkan survey komponen hidup layak, kini tidak lagi dilakukan.
Kewenangan Dewan Pengupahan Daerah kini diambil alih oleh pemerintah pusat,
pemerintah daerah tidak lagi dipebolehkan dalam menetapkan upah di daerahnya
kecuali berpedoman dengan formula upah yang ada dalam peraturan tersebut. Hak
ini dipertegas dengan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga kerja
setiap tahunya berkaitan dengan penetapan upah minimum yang merujuk kepada
data inflasi dan data pertumbuhan ekonomi secara nasional yang dikeluarkan oleh
BPS. Dalam Surat Edaran tersebut disebutkan secara spesifik besaran persentase
kenaikan upah minimum tahun kedepan dengan merujuk kepada formula kenaikan
upah minimum yang tercantum dalam PP78/2015.67
Bahkan dalam Surat Edaran tersebut disertai ancaman sanksi kepada kepala
daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakanya, akan dianggap
tidak mendukung program strategis nasional serta akan dikenai sanksi
administratif sampai dengan pencopotan sebagai kepala daerah. Ini berarti
bahwasanya PP 78/2015 menghilangkan konsep desentralisasi otonomi daerah
67 Surat Edaran Menaker Nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019, angka 8.
90
dalam penetapan upah minimum dan dikembalikan secara sentralistik kepada
pemerintah pusat.
Secara normatif upah minimum berlaku untuk pekerja new entrance atau
pekerja/buruh dengan masa kerja dibawah 1(satu) tahun, sedangkan bagi
pekerja/buruh dengan masa kerja di atas satu tahun dirundingkan secara bipartit
antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan
menggunakan struktur dan skala upah (SSU).68 Sayangnya tidak semua pengusaha
menerapkan struktur skala upah sebagaimana diamanatkan dalam Permenaker
Nomor 01 tahun 2017 tentang struktur dan skala upah. Padahal didalam permen
tersebut pengusaha diwajibkan untuk menyusun struktur dan skala upah dengan
memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.69
Bahkan sanksi administratif dikenakan kepada pengusaha yang tidak menyusun
struktur skala upah dan tidak memberitahukanya kepada pekerja.70
Tetapi yang terjadi temuan dilapangan terutama perusahaan menengah dan
kecil, hampir semua pekerja menerima upah yang sama yaitu sebesar upah
minimum.71 Hal ini yang membuat isu upah minimum menjadi hal yang ditunggu-
tunggu oleh sebagian besar pekerja, karena mereka banyak berharap dan
bergantung dengan Surat Keputusan Gubernur tersebut tentang Penetapan besaran
kenaikan upah minimum. Kenaikan besaran upah minimum menjadi satu-satunya
harapan seberapa besar kenaikan upah pekerja/buruh ditahun mendatang sebagai
68 PP 78/2015, Pasal 42 ayat (1) & (2) 69 Permenaker Nomor 1 tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah, pasal 2 ayat (1). 70 Ibid, pasal 12 ayat (1). 71 Team Peneliti SMERU, Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung, Jakarta, 2003, Hal. iii.
91
mata pencaharian, untuk menutupi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya yang
biasanya terlebih dulu naik menjelang pergantian tahun.
Dari data yang berumber dari Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat diatas
dapat kita lihat bahwa kenaikan upah minimum kabupaten Bekasi lima tahun
sebelum terbitnya PP 78/2015 yang diperoleh dari rekomendasi dewan
pengupahan daerah kabupaten Bekasi berdasarkan survei kebutuhan hidup layak
di berbagai pasar di kabupaten Bekasi. Dari data tabel diatas dapat kita lihat rata-
rata kenaikan upah minimum yang diterima para pekerja/buruh di kabupaten
Bekasi lima tahun sebelum diberlakukanya PP 78/2015 diangka 20.41%, bahkan
di tahun 2013 mencapai diangka 34.18%.
Tetapi sejak tahun 2016, sejak berubahnya mekanisme penetapan upah
minimum berdasarkan formula PP 78/2015, para pekerja/buruh tidak bisa lagi
mendapatkan kenaikan upah yang relative tinggi. Lima tahun setelah diberlakukan
PP tersebut rata-rata kenaikan turun diangka 9%, bahkan sejak tiga tahun
terakhir, sejak tahun 2017 sampai dengan tahun ini (2020) kenaikan upah
minimum menjadi lebih stabil di kisaran angka 8% dan tidak pernah sampai
diangka 9%. Hal ini tentunya sangat baik bagi pengusaha dalam melakukan
penyusunan labor cost budgeting, tapi lagi-lagi buruh yang merasa dirugikan
karena tidak bisa merasakan kenaikan upah sebesar tahun-tahun sebelumnya.
Dari data hasil survey yang dilakukan oleh serikat pekerja Federasi Serikat
Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) cabang kabupaten Bekasi terhadap Kebutuhan
Hidup Layak, dapat kita lihat adanya penurunan upah minimum terhadap
pencapaian KHL di kabupaten Bekasi. Dari grafik diatas, terlihat pencapaian upah
92
minimum kabupaten (UMK) Bekasi terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak
(KHL), dari tahun 2010 yang sebelumnya UMK Bekasi masih dibawah KHL dari
tahun ke tahun mengalami kenaikan.
Hal ini salah satu faktor disebabkan oleh menguatnya pergerakan serikat
pekerja/buruh yang tergabung dalam gerakan HOSTUM (Hapus Outsorching dan
Tolak Upah Murah) yang berefek pada naiknya bargaining power pekerja di
Dewan Pengupahan. Kesadaran pekerja untuk bergabung dalam serikat pekerja
yang terus melakukan penolakan sistem kerja upah murah membuat perhatian
pemerintah lebih terfokus kepada pekerja/buruh. Hal ini direspon dengan
diterbitkanya Permenaker Nomor 13 tahun 2012 yang merubah komponen KHL
dari 46 item menjadi 60 item. Namun setelah terbitnya PP 78/2015 kembali
mendegradasi angka pencapaian UMK terhadap KHL. Penetapan upah minimum
dengan tidak berpatokan kepada KHL secara tidak langsung berefek kepada
menurunya angka persentase pencapaian UMK terhadap KHL.
Salah satu dampak implementasi formula PP 78/2015 adalah jarak upah
antar daerah menjadi semakin lebar. Hal ini disebabkan saat diundangkanya PP
78/2015 jarak upah antar daerah sudah cukup besar, sehingga saat
diimplementasikan formula tersebut dengan kenaikan persentasi yang sama
mengakibatkan upah yang besar semakin besar dan juga sebaliknya daerah yang
upahnya kecil akan semakin tertinggal. Dari data gambar 13, kabupaten Bekasi
berada diurutan ketiga dibawah upah kota Bekasi dan upah kabupaten Karawang.
Perbedaan upah Bekasi dengan Karawang saat tahun 2015 sebesar Rp. 62.000 dan
tiap tahunya semakin besar hingga di tahun 2020 perbedaanya menjadi Rp.
93
95.363. Padahal kebutuhan hidup kabupaten Bekasi belum tentu lebih kecil
dibandingkan dengan Karawang, karena secara teritorial kabupaten Bekasi
letaknya lebih dekat dengan Ibukota.
Begitu juga jika kita bandingkan dengan daerah perbatasan Jawa Barat
dengan Jawa tengah, tepatnya kabupaten Pangandaran dan Banjar. Tahun 2015
upah Bekasi dengan kota Banjar selisih Rp. 1.737.000 dan semakin tahun
selisihnya semakin lebar, ditahun 2020 menjadi Rp. 2.667.370. Ini tentunya
menjadi tidak baik bagi kabupaten Bekasi karena tidak akan menarik untuk
investor menanamkan modalnya di Bekasi. Bahkan beberapa pengusaha yang
sudah terlanjur menanamkan modalnya berfikir untuk merelokasi usahanya di
daerah yang upahnya lebih rendah sehingga menimbulkan gelombang PHK masal.
Dari hasil wawancara terkait dampak PP 78/2015 dengan beberapa nara
sumber diantaranya hilangnya hak berunding pekerja yang diwakili oleh serikat
pekerja dalam dewan pengupahan. Di seluruh dunia, kenaikan upah selalu
melibatkan serikat pekerja, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87 tentang
Kebebasan Berserikat dan Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berunding. Tetapi,
dengan ditetapkanya formula kenaikan upah yang berpatokan pada inflansi dan
pertumbuhan ekonomi, maka hak dasar serikat pekerja untuk berunding telah
dirampas.
Satu sisi formula dalam PP 78/2015 mempermudah dan mempercepat dalam
menghitung besaran kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah
Minimum Kabupaten (UMK) karena tidak lagi menggunakan metode survei KHL,
tapi dengan menggunakan formula sehingga prosesnya lebih cepat. Tetapi tidak
94
untuk penetapan upah Sektoral Propinsi/Kabupaten (UMSP/UMSK), upah
sektoral ditetapkan harus atas kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat
pekerja di sektor yang bersangkutan. Sedangkan asosiasi Pengusaha dan
Pekerja/Buruh sebagaimana sektor yang masuk dimaksud sampai saat ini belum
terbentuk sehingga UMSK terancam hilang.
95
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 KESIMPULAN
1. Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan membuat
perubahan yang signifikan kepada mekanisme penetapan upah minimum.
Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang sebelumnya digunakan sebagai
dasar penentuan kenaikan upah minimum setiap tahunya, kini hanya akan
ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima tahun) oleh menteri dengan
mempertimbangkan hasil kajian Dewan Pengupahan Nasional. Kenaikan
upah ditahun pertama sampai dengan tahun keempat ditentukan
menggunakan formula perkalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.
2. Implementasi Formula penetapan upah minimum yang terdapat dalam PP
78/2015 berdampak pada kesejahteraan pekerja/buruh di kabupaten Bekasi.
Rata-rata kenaikan upah di kabupaten Bekasi, lima tahun sebelum dan
sesudahnya formula tersebut diberlakukan, upah pekerja/buruh di kabupaten
Bekasi mengalami penurunan dari 20.41% menjadi 9.0%.
Upah minimum yang lima tahun sebelumnya berada diatas KHL, setelah
lima tahun diimplementasikan formula tersebut upah minimum kabupaten
Bekasi menjadi dibawah KHL. Ini menunjukan bahwa formula Upah
minimum dalam PP 78/2015 yang didasarkan pada perkalian inflasi dan
pertumbuhan ekonomi nasional, tidak bisa mengkoreksi kenaikan kebutuhan
96
hidup pekerja/buruh di daerah, kususnya di kabupaten Bekasi sebagai kota
Industri.
Kenaikan upah minimum menggunakan formula PP 78/2015 juga
menjadikan kenaikan upah secara persentasi menjadi flat sehingga
mengakibatkan disparitas upah antar daerah semakin lebar. Upah di daerah
yang terlampau tinggi seperti Karawang dan Bekasi akan semakin tinggi,
sedangkan upah yang terlampau rendah seperti kota Banjar atau kabupaten
Pangandaran akan semakin jauh tertinggal oleh daerah lainya.
5.2 SARAN
Konstitusi menjamin setiap warga negara berhak untuk memperoleh
penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.
Untuk itu negara dituntut membuat kebijakan upah dengan tujuan
melindungi para pekerja/buruh bisa hidup dengan layak. Upah yang layak
akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga konsumsi naik dan
berimbas pada pertumbuhan ekonomi. Namun satu sisi jika upah terlampau
tinggi akan berakibat meningkatnya biaya produksi yang akan membebani
pengusaha. Ancaman PHKpun didepan mata akibat pengusaha sulit bersaing
dengan produk kompetitor. Hal ini yang mengharuskan pemerintah untuk
mencari jalan tengah agar sistem pengupahan bisa bejalan aman dan
mengakomodir kepentingan para pihak dengan tujuan menjaga
97
keberlangsungan produksi serta melindungi upah pekerja/buruh secara layak
dan berkeadilan.
Menurut penulis jika PP 78/2015 akan dijadikan solusi mengatasi
permasalahan pengupahan yang berkepanjangan, agar lebih adil dan efektif
penulis memberi beberapa saran. Sebelum dijalankan pemerintah harus
melakukan beberapa perbaikan:
1. Kajian berdasarkan survei KHL diseluruh daerah menggunakan
metode dan standar survei yang sama untuk melihat kebutuhan
minimum pekerja/buruh didaerah tersebut bisa hidup dengan layak
selama satu bulan. Daerah yang upah minimumnya belum 100%
mencapai nilai KHL harus disesuaikan, karena berdasarkan data di
kabupaten Bekasi pencapaian upah minimum terhadap KHL setiap
tahun turun yang menandakan formula PP 78/2015 tidak serta merta
mengoreksi nilai kenaikan KHL didaerah-daerah.
2. Jarak upah antar daerah harus direview agar tidak terlalu lebar sebagai
start awal penerapan formula PP 78/2015. Kenaikan upah minimum
berdasarkan formula PP 78/2015 secara persentase menjadi flat
sehingga bagi upah yang terlalu tinggi akan semakin tinggi,
sebaliknya didaerah yang upahnya rendah akan semakin rendah
mengakibatkan disparitas upah antar daerah akan semakin lebar.
3. Pemerintah daerah diwajibkan membuat regulasi untuk
mengimplementasikan PP 78/2015 seperti mewajibkan masing-masing
daerah membentuk asosiasi sektor. Asosiasi sektor pengusaha maupun
98
serikat pekerja menjadi syarat wajib untuk melakukan kajian sektor
unggulan, sehingga tidak adanya asosiasi di daerah menjadikan
polemik berkepanjangan dalam penentuan upah minimum sektoral di
masing-masing daerah.
Dalam hal ini penulis memberi saran agar supaya sistem pengupahan
di Indonesia bisa berjalan efektif dan mengakomodir kepentingan para pihak
sehingga hubungan industrial bisa berjalan harmonis:
5.2.1 Saran bagi Pemerintah
1. Membuat sistem pengupahan dengan melibatkan stakeholder agar
kepentingan kedua belah pihak dapat terakomodir dengan tujuan
menjaga keberlangsungan produksi serta melindungi upah
pekerja/buruh secara layak dan berkeadilan.
2. Dalam mencapai upah layak harus didasarkan dengan survey
Kebutuhan Hidup Layak setiap tahun di daerah masing-masing untuk
mengetahui kebutuhan minimum tiap daerah yang berbeda-beda agar
pekerja/buruh dapat hidup secara layak sebagaimana diamanatkan
oleh konstitusi dan undang-undang Ketenagakerjaan.
3. Dibutuhkan peran pemerintah untuk memberikan kesejahteraan
kepada para Pekerja/Buruh sebagai warga negara dalam bentuk yang
nyata, seperti:
99
a) Memberikan jaminan sosial yang kepada seluruh rakyat
Indonesia termasuk para pekerja/buruh didalamnya, berupa
jaminan Kesehatan gratis, pendidikan gratis, jaminan pensiun
yang memadai dll.
b) Melakukan upaya dalam menjaga kesetabilan harga kebutuhan
pokok sehingga upah pekerja/buruh tidak tergerus secara nilai
tukar dan kenaikan upah minimum bisa meningkatkan
kesejahteraan mereka.
c) Menyediakan sarana umum yang memadai dan terjangkau
seperti transportasi, perumahan, rekreasi yang murah dan
terjangkau oleh pekerja/buruh.
d) Memberikan pelatihan kerja dan traning untuk meningkatkan
skill dan produktivitas sehingga penghasilan buruh bisa
meningkat.
5.2.2 Saran bagi Pengusaha
1. Membangun hubungan yang harmonis, mengutamakan dialog dan
terbuka dengan para pekerjanya sehingga tumbuh rasa saling
memahami kondisi dan kesulitan masing-masing pihak.
2. Pengusaha membuat struktur skala upah bagi pekerja/buruh dengan
mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan
kompetensi sehingga pekerja/buruh merasa lebih dihargai atas kerja
kerasnya membangun perusahaan dan produktivitas bertambah.
100
3. Transparasi anggaran dan sharing profit/berbagi keuntungan sehingga
terjalin kepercayaan dan rasa kecintaan kepada perusahaan tempat
mencari nafkah yang harus dijaga.
5.2.3 Saran bagi pekerja/buruh
1. Mengutamakan dialog dan membuka diri kepada pengusaha dalam
menyelesaikan permasalahan hubungan industrial termasuk
pengupahan dan tidak menggunakan hak mogok kecuali perundingan
mengalami deadlock.
2. Meningkatkan skill kerja dan produktivitas kerja agar keuntungan
perusahaan semakin besar dan kesejahteraan pekerjanya meningkat.
101
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.
Kitab Undang-undang Hukum Perdata.
Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.
Permenaker Nomor 05 Tahun 1989 Tentang Upah Minimum.
Permenaker Nomor 01 Tahun 1999 Tentang Upah Minimum
Permenaker Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum.
Permenaker Nomor 15 Tahun 2018 tentang upah minimum.
Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hihup Layak.
Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL).
Permenaker Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah.
Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.
Kepmenakertrans No. KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.
Abdul Khakim, Pengupahan dalam perspektif hukum ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, Citra Aditya, 2016.
Abuzar Asra dan Novia Budi, Skripsi Berbasis Penelitian dan Statistika, In Media, Jakarta, 2018.
Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2016.
102
Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Hukum Ketenagakerjaan dalam teori dan praktik di Indonesia, Jakarta, Prenadamedia Grup, 2019.
Sayid Mohammad, Hukum Ketenagakerjaan Hakikat Cita Keadilan dalam Sistem Ketenagakerjaan, Bandung, Refika Aditama, 2017
Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan, Bandung, Pustaka Setia, 2013.
Aloysius Uwiyono, dkk, Asas-asas hukum perburuhan, eds. 2, PT. RadjaGrafindo Persada, 1999.
Cst. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1984.
Mahayoni, Dilema Penetapan UMK/UMSK Kabupaten Bekasi, Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Bekasi.
International Labour Organization, Kebijakan Upah Minimum Indonesia, ILO, Documen Publication, 2015.
Muhamad Isnur, Penelitian Putusan Mahkamah Agung Pada Lingkup Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, LBH Jakarta, 2014
Robert Libra, Azas Keadilan Dalam Penentuan Upah Minimum Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.
Prijono Tjiptoherijanto, Perkembangan Upah Minimum dan Pasar Kerja, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, (Volume XLI No. 4, 1993).
Devanto Shasta & Putu Mahardika, Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian yang Berkeadilan, Journal of Indonesian Applied Economics.
Team Peneliti SMERU, Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung, Jakarta, 2003, Hal. iii.
Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Bekasi dalam Angka 2019;
https://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamah-agung/direktori/perdatakhusus/phi.
103
diakses pada tgl 8 September 2019 jam 19:58 Wib.
https://wartakota.tribunnews.com/2018/01/24/kasus-perselisihan-karyawan-dengan-perusahaan-di-bekasi-meningkat. diakses pada 2 April 2020 jam 14:05 Wib.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c34e8ef34c58/catahu-ylbhi-2018--penyebab-pengaduan-terbanyak-kasus-perburuhan. diakses pada 15 Februari 2020 jam 20:00 Wib.
https://bekasikab.bps.go.id/publication/2019/08/16/47b4c9e36494997970b178f2/kabupaten-bekasi-dalam-angka-2019.html. diakses pada tgl 12 Maret 2020 jam 19:30 Wib.
https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57f231254dcfc/putusan-mk-ini-kabar-baik-buat-pekerja/diakses pada tanggal 01 Maret 2020 jam 20:00 Wib.