dampak implementasi formula upah minimum

115
DAMPAK IMPLEMENTASI FORMULA UPAH MINIMUM SESUAI PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2015 TENTANG PENGUPAHAN TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA DI KABUPATEN BEKASI SKRIPSI OLEH: TIMBUL HANDRIYANTO NIM: 017201605013 FAKULTAS HUMANIORA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM UNIVERSITAS PRESIDEN CIKARANG APRIL, 2020

Upload: khangminh22

Post on 02-Feb-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

DAMPAK IMPLEMENTASI

FORMULA UPAH MINIMUM SESUAI

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2015

TENTANG PENGUPAHAN

TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA

DI KABUPATEN BEKASI

SKRIPSI

OLEH:

TIMBUL HANDRIYANTO

NIM: 017201605013

FAKULTAS HUMANIORA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PRESIDEN

CIKARANG

APRIL, 2020

ii

DAMPAK IMPLEMENTASI

FORMULA UPAH MINIMUM SESUAI

PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 78 TAHUN 2015

TENTANG PENGUPAHAN

TERHADAP KESEJAHTERAAN PEKERJA

DI KABUPATEN BEKASI

SKRIPSI

DISERAHKAN SEBAGAI SALAH SATU PERSYARATAN

UNTUK MENDAPATKAN GELAR SARJANA HUKUM

OLEH:

TIMBUL HANDRIYANTO

NIM: 017201605013

FAKULTAS HUMANIORA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

UNIVERSITAS PRESIDEN

CIKARANG

APRIL, 2020

PUK
Typewritten Text
08
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
Mei
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
PUK
Typewritten Text
PUK
Stamp

vi

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Puji syukur ke hadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, yang telah

melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada penulis sehingga dapat

menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul "Dampak Implementasi Formula

Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang

Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja di Kabupaten Bekasi", sebagai salah

satu syarat mencapai gelar Sarjana Hukum di Fakultas Humaniora Universitas

Presiden Bekasi.

Selama menjadi mahasiswa di Universitas Presiden dengan standar

internasional, penulis mendapat banyak ilmu pengetahuan yang baru, motivasi dan

bimbingan dari para pengajar yang sangat berkompeten di bidangnya. Begitu juga

dalam penulisan skripsi ini, tidak lepas dari bantuan dosen pembimbing dan juga

berbagai pihak. Oleh sebab itu, sebagai wujud syukur dan hormat penulis

menyampaikan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini:

1. Bapak Mahayoni, SH., M.H. selaku pembimbing yang dengan sabar

telah memberikan banyak pengetahuanya selama perkuliahan dan

memberikan arahan serta masukan perbaikan selama proses penulisan

skripsi ini;

2. Bapak Timotius Noto Susilo, SE, S.H., MM, M.Kn. selaku dosen

Universitas Presiden yang banyak memberikan ide penulisan dan

sharing pengalamanya selama proses perkuliahan.

vii

3. Dr. Dra. Fennieka Kristianto, S.H., M.H., M.A., M.Kn. selaku Kaprodi

program study Hukum di fakultas Humaniora Universitas Presiden.

4. Zenny Rezania Dewantary, S.H., M.Hum. selaku dosen di program

study Hukum di fakultas Humaniora Universitas Presiden.

5. Ir. H. Said Iqbal, M.E selaku Presiden Konfederasi Serikat Pekerja

Indonesia (KSPI) merangkap Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal

Indonesia (FSPMI) yang banyak memberi masukan dan pendapatnya

terhadap dampak diberlakunya PP 78/2015 sebagai bahan penulisan.

6. Sukamto, selaku Konsulat Cabang Federasi Serikat Pekerja Metal

Indonesia (KC-FSPMI) yang telah berkenan untuk diajak diskusi terkait

sejarah pengupahan di kabupaten Bekasi

7. H. Abdul Bais, S.E selaku Ketua Serikat Pekerja Sektor Elektrik

Elektrik-Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (SPEE-FSPMI)

kab/kota Bekasi merangkap sebagai anggota Dewan Pengupahan

Kabupaten Bekasi perwakilan pekerja, atas diskusi dan sharing

pengalamanya selama menjabat DepeKab Bekasi

8. M. Herfin, S.H., Jatmiko, S.H., Adi Jati, Damin dan semua Pengurus di

Pimpinan Unit Kerja-Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PUK-

FSPMI) PT. Omron Mfg of Indonesia.

9. Rekan-rekan Mahasiswa S-1 Fakultas Humaniora Program Studi Ilmu

Hukum di Universitas Presiden angkatan 2016 yang telah bersedia

bekerjasama dan memberikan motivasi untuk segera menyelesaikan

penyusunan skripsi ini.

10. Almarhum Sugiarto dan Ibu Kasmiyati selaku orang tua penulis atas

dukungan dan do’a restunya.

11. Cut Maipa, Istri tercinta dan kedua putra yang shaleh Affan Badar

Ghaisan dan Fatih Fadlikal Ramazan yang telah sabar, berkorban dan

mendukung demi kesuksesan penulis.

12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

viii

Akhir kata penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari

kesempurnaan, baik dari tata bahasa, materi maupun susunan penulisan. Oleh sebab

itu dengan segala kerendahan hati saya selaku penulis menerima segala kritik dan

saran yang membangun dari pembaca. Semoga skripsi ini dapat berguna dan

bermanfaat bagi kita semua dan segala kebaikan dan bantuan yang diberikan kepada

penulis mendapat imbalan dari Allah S.W.T.

Amin ya rabbalalamin...

Billahi Taufiq Walhidayah.

Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh

Cikarang, 27 April 2020

Timbul Handriyanto

ix

ABSTRAK

Nama : Timbul Handriyanto

Judul : Dampak Implementasi Formula Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja di Kabupaten Bekasi.

Konstitusi menyebutkan bahwa tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan, dipertegas dengan UU Ketenagakerjaan bahwa setiap pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Dalam mencapai tujuan tersebut, negara menetapkan “Upah Minimum” berdasarkan survei kebutuhan dasar seorang pekerja lajang selama satu bulan yang disebut dengan Kebutuhan Hidup Layak (KHL). Pemerintah mengeluarkan PP 78 tahun 2015 tentang Pengupahan yang mengatur formula penetapan upah minimum berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional, komponen kebutuhan hidup layak yang sebelumnya digunakan sebagai dasar penetapan tidak lagi digunakan. Jenis penelitian kategori penelitian hukum yuridis normatif, menggunakan pendekatan analisis IRAC (issue, rule, analysis, conclusion) untuk ditarik suatu kesimpulan. Data dan sumber data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder dengan prosedur pengumpulan Studi Pustaka dan studi lapangan. Dari hasil penelitian Dampak Implementasi Formula Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja adalah rata-rata kenaikan upah di kabupaten Bekasi, lima tahun sebelum dan sesudahnya formula tersebut diberlakukan mengalami penurunan signifikan. Upah minimum yang lima tahun sebelumnya berada diatas KHL, kini menjadi dibawah KHL. Formula tersebut juga menjadikan kenaikan upah secara persentasi menjadi flat mengakibatkan disparitas upah antar daerah semakin lebar. Masalah yang diteliti adalah: 1. Mekanisme penetapan upah minimum sebelum dah sesudah lahirnya PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan. 2. Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78 tahun 2015 tentang pengupahan terhadap kesejahteraan pekerja di Kabupaten Bekasi.

Kata Kunci : Upah Minimum, Formula PP 78/2015, dan Kebutuhan Hidup

Layak (KHL)

x

ABSTRACT

Name : Timbul Handriyanto

Title : Dampak Implementasi Formula Upah Minimum Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan Terhadap Kesejahteraan Pekerja di Kabupaten Bekasi.

The Constitution states that every citizen has the right to work and a decent living for humanity, reinforced by the Manpower Act that every worker/laborer has the right to earn an income that fulfills a decent living for humanity. In achieving this goal, the state establishes a "Minimum Wage" based on a survey of the basic needs of a single worker for one month called the Decent Living Needs (KHL). The Government issued Government Regulation 78 of 2015 concerning Wages which regulates the formula for setting minimum wages based on inflation and national economic growth, the components of the decent living necessities that were previously used as a basis for stipulations are no longer used. This type of research is normative juridical legal research, using the IRAC analysis approach (issue, rule, analysis, conclusion) to draw a conclusion. Data and data sources used are primary data and secondary data with the procedure of collecting literature and field studies. From the results of the study the Impact of the Implementation of the Minimum Wage Formula in Accordance with Government Regulation Number 78 Year 2015 Regarding Wages Against Workers' Welfare is the average increase in wages in Bekasi district, five years before and after the formula was put in place experienced a significant decrease. The minimum wage, which was five years earlier above the KHL, is now below the KHL. The formula also makes wage increases as a percentage flat, resulting in wider regional wage disparities. The problems studied are: 1. The mechanism for setting minimum wages before and after the birth of PP 78 of 2015 concerning wages. 2. The impact of the implementation of the minimum wage formula in accordance with PP 78 of 2015 concerning wages for workers' welfare.

Keywords: Minimum Wages, PP 78/2015 Formula, and Living Needs (KHL).

xi

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i

HALAMAN JUDUL ii

REKOMENDASI PEMBIMBING SKRIPSI iii

PERSETUJUAN PENGUJI SKRIPSI iv

PERNYATAAN ASLI v

KATA PENGANTAR vi

ABSTRAK ix

I. PENDAHULUAN (1)

1.1 Latar Belakang (1)

1.2 Rumusan Masalah (9)

1.3 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian (10)

1.4 Tujuan Penelitian (13)

1.5 Manfaat Penelitian (14)

1.6 Kerangka Teori (15)

1.7 Metodologi Penelitan (19)

1.8 Sistematika Penulisan (25)

II. TINJAUAN PUSTAKA (27)

2.1 Ketenagakerjaan (27)

2.2 Hubungan Kerja (32)

2.3 Pengupahan (35)

xii

2.4 Upah Minimum (39)

2.5 Prosedur Penetapan Upah Minimum (51)

III. HASIL PENELITIAN (62) 3.1 Dampak Implementasi Formula upah minimum sesuai

PP 78/2015 Terhadap Kenaikan Upah Minimum di Kabupaten Bekasi (63)

3.2 Dampak Implementasi Formula upah minimum sesuai PP 78/2015Terhadap Pencapaian KHL di kabupaten Bekasi (65)

3.3 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015 terhadap upah kabupaten Bekasi dengan daerah sekitar (84)

IV. PEMBAHASAN (88)

V. KESIMPULAN DAN SARAN (95)

5.1 Kesimpulan (95) 5.2 Saran (96)

VI. DAFTAR PUSTAKA (101)

1

BAB. I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hubungan Industrial yang didasarkan pada nilai-nilai Pancasila dan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 antara pengusaha

dengan pekerja/buruh menimbulkan adanya hak dan kewajiban dari masing-

masing pihak. Hubungan kerja yang didasarkan perjanjian kerja, mempunyai

unsur pekerjaan, upah dan perintah.1 Definisi perjanjian kerja menurut Undang-

Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan menunjuk pada

hubungan antara pekerja/buruh dan pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja,

hak dan kewajiban para pihak.

Hubungan Industrial tersebut perlu diatur dengan tujuan akhir terciptanya

produktivitas yang memberikan keuntungan dan berlangsungnya usaha serta

diharapkan bisa pada peningkatan kesejahteraan masyarakat kususnya

pekerja/buruh secara berkeadilan. Prakteknya hubungan industrial antara

pengusaha dengan pekerja/buruhnya tidak semudah dan semulus yang diharapkan.

Perbedaan pandangan dan kepentingan menjadi alasan klasik mengapa

perselisihan hubungan industrial di negara kita terus terjadi.

Jika kita melihat data di halaman web direktori putusan Mahkamah Agung,

terdapat lebih dari 8600 putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan Hubungan

1 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Pasal 1 angka 15.

2

Industrial (PHI).2 Berdasarkan data dari LBH Jakarta pada tahun 2014 dari jumlah

putusan PHI sebanyak 2.993 putusan, sebanyak 2.645 putusan atau 88.37% adalah

gugatan dari pihak pekerja/buruh.3 Ini menjadi salah satu indikator bahwasanya

para pekerja/buruh belum sepenuhnya mendapatkan hak-hak normatifnya

sehingga mereka mengadu kepada negara melalui badan peradilan hubungan

industrial. Menurut kepala seksi Perselisihan Dinas Tenaga Kerja Bekasi, Eman

Sulaeman mengatakan kasus perselisihan hubungan industrial di tahun 2018 terus

meningkat dan paling banyak adalah persoalan upah minimum. 4 Hal ini

dipertegas oleh Asfinawati selaku Direktur YLBHI, menyampaikan dalam Catatan

akhir tahun (Catahu) 2018 YLBHI bahwasanya sebanyak 15 kantor LBH yang

berada di bawah naungan YLBHI menangani sekitar 3.455 pengaduan tiga

kategori kasus terbanyak diantaranya perselisihan hak atas upah.5

Persoalan upah adalah salah satu permasalahan mendasar yang tidak pernah

selesai untuk diperdebatkan, baik oleh kalangan pemerintah, pengusaha maupun

oleh pekerja/buruh sendiri. Upah merupakan masalah yang krusial dalam bidang

ketenagakerjaan dan bahkan apabila tidak ditangani dengan serius menjadi sumber

perselisihan serta mendorong adanya unjuk rasa ataupun mogok kerja.6 Dalam

Penjelasan Umum Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang

2 https://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamah-agung/direktori/perdatakhusus /phi. diakses pada tgl 8 September 2019 jam 19:58. 3 Muhamad Isnur, Penelitian Putusan Mahkamah Agung Pada Lingkup Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, LBH Jakarta, 2014, Hal. 38. 4 https://wartakota.tribunnews.com/2018/01/24/kasus-perselisihan-karyawan-dengan-perusahaan-di-bekasi-meningkat, diakses 2 April 2020 jam 14:05. 5 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c34e8ef34c58/catahu-ylbhi-2018--penyebab-pengaduan-terbanyak-kasus-perburuhan, diakases 15 Februari 2020 jam 20:00. 6 Abdul Khakim, Pengupahan dalam perspektif hukum ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, Citra Aditya, 2016, Hal. 1.

3

Pengupahan dinyatakan bahwa upah merupakan salah satu aspek yang paling

sensitif di dalam hubungan kerja.

Belum adanya kesesuaian para stakeholder dalam melihat persoalan upah

disebabkan adanya perbedaan sudut pandang dari masing-masing pihak.

Pekerja/buruh melihat upah merupakan hak yang sangat mendasar sebagai

imbalan atas jasa dan/atau tenaga yang diberikan untuk bertahan hidup secara

layak guna memenuhi kebutuhan dasar bagi dirinya dan keluarganya. Upah yang

diterima pekerja/buruh sangatlah berarti bagi kelangsungan hidup mereka dalam

pemenuhan kehidupan sehari-hari sekaligus untuk mewujudkan cita-cita dalam

rangka meningkatkan taraf hidup yang layak.

Pekerja/buruh menganggap bahwa upah yang mereka terima belum bisa

mencukupi kebutuhan dasar minimal mereka secara memadai. Kebutuhan dasar

minimal yang dimaksud meliputi kebutuhan pokok, kebutuhan yang mendukung

kesejahteraan masyarakat dan produktivitas individu, kebutuhan untuk

meningkatkan akses untuk memperoleh sesuatu, serta kebutuhan untuk hidup

dengan rasa aman.7 Ditambah lagi kenaikan-kenaikan harga kebutuhan pokok

akibat inflasi yang terus terjadi setiap saat menjadikan buruh/pekerja semakin sulit

untuk memenuhi kebutuhan hidup secara mendasar dan layak.

Dilain pihak pengusaha sebagai pelaku organisasi bisnis menganggap upah

merupakan faktor penting dalam perhitungan biaya produksi untuk menentukan

besarnya harga pokok penjualan yang berpengaruh pada laba mereka. Pengusaha

melihat upah sebagai fix cost yang harus dijaga seefisien mungkin untuk

7 Ibid, Hal. 6.

4

mempertahankan kelangsungan usahanya dan kurang memperhatikan

kesejahteraan pekerja/buruh sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai

manusia. Kenaikan upah setiap tahunya yang fluktuatif mengakibatkan sulitnya

pengusaha menentukan naiknya biaya produksi ditahun berikutnya dan dianggap

menjadi salah satu faktor tidak kompetitifnya dunia usaha di Indonesia. Pengusaha

berfikir akan mengganti tenaga kerjanya dengan mesin-mesin atau merelokasi

usahanya ke daerah yang upahnya dianggap masih kompetitif.

Perbedaan pandangan dan kepentingan antara pengusaha dan pekerja/buruh

inilah yang menjadikan permasalahan upah berlarut-larut dan merugikan iklim

investasi di negara kita. Ditengah perselisihan Hubungan Industrial antara

pengusaha dengan para pekerja/buruhnya, campur tangan pemerintah sangat

diharapkan sebagai pihak penengah yang menjembatani permasalahan tersebut.

Intervensi dan peran pemerintah dalam hubungan industrial adalah bentuk nyata

pemerintah dalam rangka usaha penguatan terhadap posisi tawar pekerja/buruh

yang memang tidak seimbang ketika berhadapan dengan pengusaha.

Forum dialog tripartit telah dibentuk oleh pemerintah mulai dari tingkat

kabupaten, propinsi sampai tingkat tripartit nasional. Namun ini dirasa belum

menjadi alternatif yang baik dalam menyelesaikan permasalahan pengupahan.

Pemerintah berkepentingan terhadap permasalahan upah, karena merupakan

sarana dalam pemerataan pendapatan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat

sekaligus berterkaitan dengan kemajuan perusahaan yang akan berimbas pada

perkembangan perekonomian nasional.

5

Dengan pertimbangan tersebut di atas dan alasan kondisi perekonomian

dalam menjaga iklim investasi, pemerintah melalui Paket Kebijakan Ekonomi IV

mengeluarkan peraturan tentang pengupahan yaitu Peraturan Pemerintah nomor

78 tahun 2015 tentang Pengupahan sebagai turunan dari Undang-undang nomor

13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.8 Di dalam peraturan tersebut mekanisme

penetapan Upah Minimun yang sebelumnya di tetapkan oleh Dewan Pengupahan

berdasarkan hasil survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dan dengan

memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi dirubah dengan

menggunakan formula perhitungan Upah minimum, yaitu:9

UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % ∆ PDBt)};

UMn : Upah Minimum Baru

UMt : Upah Minimum Berjalan,

Inflasi : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu

sampai dengan periode September tahun berjalan.

∆ PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari

pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang mencangkup periode kwartal III

dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan.

Skema penetapan upah minimum berdasarkan formula tersebut diharapkan

bisa menjadi solusi dan jalan tengah terbaik dalam menyelesaikan konflik

pengupahan antara pengusaha dengan pekerja/buruhnya sekaligus bisa menjadi

kepastian hukum bagi para investor yang akan berinvestasi di Indonesia. Namun

8 UU Ketenagakerjaan, Pasal 97. 9 Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan pasal 44 ayat (2).

6

faktanya para pekerja/buruh menolak kebijakan tersebut dengan melakukan upaya

hukum uji materi ke Mahkama Agung (MA) serta dengan melakukan berbagai

aksi turun ke jalan untuk menyuarakan penolakan terhadap diterbitkanya PP

78/2015.

Sayangnya beberapa gugatan yang dilayangkan oleh pekerja/buruh tentang

uji materi pasal 44 ayat (2) PP 78/2015 ke Mahkamah Agung semuanya

dihentikan. Hakim memutuskan dengan pertimbangan Pasal 55 Undang-Undang

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, menyebutkan: "Pengujian

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang yang sedang dilakukan

Mahkamah Agung wajib dihentikan apabila undang-undang yang menjadi dasar

pengujian peraturan tersebut sedang dalam proses pengujian Mahkamah

Konstitusi sampai ada putusan Mahkamah Konstitusi," sehingga Mahkamah

Agung belum berwenang untuk memeriksa dan memutus permohonan a quo

(prematur) dan permohonan hak uji materiil dari para Pemohon tersebut harus

dinyatakan tidak diterima.10 Dengan kata lain, bukan karena substansi materi PP

78/2015 yang tidak bertentangan dengan peraturan perundangan lain tetapi karena

undang-undang yang menjadi dasar pengujian (UU Ketenagakerjaan) sedang

dalam pengujian di Mahkamah Konstitusi.

Pekerja/buruh merasa penetapan upah minimum berdasarkan formula yang

terdapat dalam PP 78/2015 akan menimbulkan permasalahan baru yang cenderung

merugikan mereka. Pekerja/buruh beralasan dengan diberlakukanya peraturan

tersebut, kenaikan upah mereka akan terdegradasi sehingga mereka tidak

10 Putusan Nomor 69 P/HUM/2015, hal. 15.

7

mendapatkan kenaikan upah seperti tahun-tahun sebelumnya sehingga

kesejahteraan mereka terancam turun. Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL)

yang sebelumnya digunakan sebagai salah satu dasar dalam penetapan upah

minimum, kini tidak lagi digunakan.11 Hal ini tentunya menimbulkan

kekhawatiran para pekerja/buruh tidak terpenuhinya nilai KHL dalam penetapan

upah minimum kedepan.

Dalam wawancara penulis dengan Said Iqbal selaku Presiden dari

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) yang beranggotakan 9 Federasi

diantaranya PGRI, FSP KEP, FSPMI, ASPEK INDONESIA, FSP FARKES REF,

FSP ISI, FSP PAR REF, SP PPMI, SPN, mengatakan bahwa setidaknya ada tiga

kebohongan publik yang dilakukan Menaker. Pertama, pemerintah mengatakan

bahwa PP 78/2015 berorientasi terhadap hidup layak. Faktanya, PP 78/2015 justru

menghapus instrumen kebutuhan hidup layak yang sudah diterapkan sejak tahun

1956 melalui konsesus Triparitit dan para ahli gizi sebagai acuan penghitungan

upah minimum. Kedua, pemerintah mengatakan bahwa PP 78/2015 memberikan

kepastian terhadap kenaikan upah. Faktanya, pasca diterbitkannya PP 78/2015

kenaikan upah justru menjadi lebih rendah. Dan yang ketiga, pemerintah

mengatakan bahwa serikat pekerja/buruh masih memiliki hak untuk berunding

tentang kenaikan upah minimum. Faktanya, dengan terbitnya PP 78/2015, hak itu

sudah dipreteli.

Dalam Pasal 27 ayat (2) UUD 1945 disebutkan, tiap warga negara berhak

atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya, dalam

11 Khakim, Pengupahan, Hal. 14.

8

Pasal 28D ayat (2) disebutkan, “Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat

imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Diperkuat

dalam Pasal 88 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003 yang menegaskan, setiap

pekerja/buruh berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang

layak bagi kemanusiaan. Tetapi dengan adanya PP 78/2015, mekanisme

penetapan upah minimum berdasarkan kebutuhan hidup yang sudah berlaku sejak

tahun 1956 itu menjadi tidak lagi bermakna.

Pemerintah mengatakan, PP No. 78 Tahun 2015 memberikan kepastian

kenaikan upah para pekerja/buruh. Menurut Said Iqbal realita selama ini di

seluruh Indonesia setiap tahunya sudah ada kenaikan upah minimum berdasarkan

survei KHL oleh Dewan Pengupahan. Itu artinya, tanpa PP No.78 Tahun 2015

pun upah minimum sudah pasti naik. Ironisnya, kenaikan upah minimum sebelum

ada PP No.78/2015 justru lebih baik atau lebih tinggi kenaikan upah minimumnya

dibandingkan dengan menggunakan rumus formula baru di PP No.78/2015. Di

beberapa daerah seperti Bengkulu, Maluku, Papua Barat, dan Kalimantan Tengah,

memang diuntungkan dengan ada PP No.78/2015 karena kenaikan upahnya relatif

menjadi lebih tinggi dari tahun-tahun sebelumnya. Tetapi tidak untuk di daerah-

daerah pusat industri dimana hampir 90% buruh bermukim, seperti kabupaten

Bekasi.

Kesenjangan besaran upah minimum antar daerah juga menjadi tidak ideal

dengan ditetapkanya upah minimum menggunakan formula pp 78/2015. Seperti

yang terjadi antara dua kabupaten yang saling berdekatan, yaitu Kabupaten

Purwakarta dengan Kabupaten Subang. Berdasarkan surat Keputusan Gubernur

9

Jawa Barat Nomor 561/Kep.983-Yanbangsos/2019 tentang Upah Minimum

Kabupaten/Kota di Daerah Provinsi Jawa Barat Tahun 2020 tertanggal 1

Desember 2019, Upah minimum di Kabupaten Purwakarta sebesar

Rp4.039.067,66 sedang Kabupaten Subang sebesar Rp2.965.468,00 terpaut

sebesar 1.073.599,66 atau sebesar 73.42%. Selain itu buruh juga merasa bahwa

formula penetapan upah minimum berdasarkan PP 78/2015 menghilangkan peran

serta hak berunding pekerja yang diwakilkan oleh serikat pekerja dalam dewan

pengupahan daerah.

Perlu diingat bahwa keterlibatan serikat pekerja dalam menentukan

kenaikan upah merupakan sesuatu yang sangat prinsip. Di seluruh dunia, kenaikan

upah selalu melibatkan serikat pekerja, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87

tentang Kebebasan Berserikat dan Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berunding.

Tetapi, dengan ditetapkanya formula kenaikan upah yang berpatokan pada inflansi

dan pertumbuhan ekonomi, maka hak dasar serikat pekerja untuk berunding telah

dirampas. Padahal Pasal 89 ayat (3) UU No. 13 Tahun 2003 mengamanatkan,

upah minimum ditetapkan oleh Gubernur dengan memperhatikan rekomendasi

dari Dewan Pengupahan Provinsi dan/atau Bupati/Walikota.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka dirumuskan permasalahan

sebagai berikut:

10

1. Bagaimana perbedaan prosedur yang digunakan dalam hal Penetapan

Upah Minimum sebelum dan sesudah diberlakukannya PP nomor 78 tahun

2015 tentang Pengupahan?

2. Bagaimana dampak dari implementasi formula upah minimum sesuai

Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan terhadap

kesejahteraan pekerja?

1.3 Ruang lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1.3.1 Ruang lingkup

Ruang lingkup dalam penelitian dampak implementasi formula upah

minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan

terhadap kesejahteraan pekerja berfokus di daerah Kabupaten Bekasi. Alasan

kabupaten Bekasi sebagai fokus penelitian, karena kabupaten Bekasi sebagai

sentra kawasan Industri dengan jumlah perusahaan yang terdaftar di Dinas

Perindustrian dan UMKM tahun 2016 sebanyak 5.251 perusahaan dan menjadikan

Bekasi sebagai kawasan Industri terbesar di Asia Tenggara. Bekasi dengan jumlah

penduduk di tahun 2018 sebanyak 3.631.000 jiwa dengan penduduk usia kerja

yang berumur 15 tahun ke atas berjumlah 2.652.913 jiwa. Penduduk usia kerja

11

yang termasuk angkatan kerja berjumlah 1.630.423 orang yang terdiri dari

1.472.432 orang bekerja dan 157.991 orang pengangguran terbuka. 12

Menurut informasi yang disampaikan oleh Edi Rochyadi sebagai kepala

dinas tenaga kerja kabupaten bekasi dalam rangka sosialisasi Peraturan daerah

nomor 4 tahun 2016 di Holiday Inn Hotel Jababeka, ditahun 2018 tercatat 11

kawasan Industri tersebar di kabupaten Bekasi, diantaranya:

No Kawasan Pengelola

1 Kawasan Gobel Industrial Estate PT. Gobel Dharma Nusantara

2 Kawasan Bekasi International

Industrial Estate / Hyundai

PT. Hyundai Inti Development

3 Kawasan East Jakarta Industrial Park PT. East Jakarta Industrial

Park (EJIP)

4 Kawasan Bekasi Fajar Industrial Estate

MM2100 Industrial Town

PT. Bekasi Fajar Industrial

Estate

5 Kawasan MM2100 Industrial Town PT. Megalopolis Manunggal

Industrial Development

6 Kawasan Lippo Cikarang/Delta Silicon PT. Lippo Cikarang Tbk

7 Kawasan Jababeka Industrial Estate PT. Jababeka Tbk

8 Kawasan Deltamas / Greenland PT. Puradelta Lestari

12 Kabupaten Bekasi dalam Angka 2019; Badan Pusat Statistik https://bekasikab.bps.go.id/publication/2019/08/16/47b4c9e36494997970b178f2/kabupaten-bekasi-dalam-angka-2019.html

12

International Industrial Center

9 Kawasan Industri Terpadu Indonesia

China

PT. Kawasan Industri Terpadu

Indonesia China

10 Kawasan Marunda Center PT. Tegar Prima Jaya

11 Kawasan Patria Manunggal Industrial

Estate

PT. Patria Manunggal Jaya

Gambar 1. Daftar Kawasan Industri di Kabupaten Bekasi

1.3.2 Keterbatasan Penelitian

Keterbatasan dalam penelitian dampak implementasi formula upah

minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan

terhadap kesejahteraan pekerja ini, penulis lebih banyak bicara dari sudut pandang

pekerja/buruh. Terutama dalam hal pengambilan data, penulis menggunakan data

yang diambil dari data survey kebutuhan hidup layak yang dilakukan oleh Serikat

Pekerja Metal Indonesia cabang kabupatan Bekasi yang dilakukan di beberapa

tempat pasar yang ada di Bekasi dimana para pekerja/buruh Bekasi bermukim.

Dalam hal metode survey dan komponen KHL menggunakan standar dan

prosedur yang biasa dilakukan dewan pengupahan kabupaten sebagaimana diatur

dalam regulasi Permenakertrans nomor 13 tahun 2012 tentang Komponen dan

Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Meski ada perbedaan

tetang pelaksanaan waktu survey yang seharusnya dilakukan pada minggu I

(pertama) setiap bulan, tetapi karena keterbatasan biaya serikat pekerja hanya

13

melakukan survey dua kali dalam setahun yaitu pada bulan agustus dan oktober

menjelang ditetapkanya upah minimum kabupaten.

Hal ini dikarenakan sejak diterbitkanya Peraturan Pemerintah nomor 78

tahun 2015 tentang Pengupahan dipertegas dengan terbitnya Permenaker nomor

21 tahun 2016 sebagai perubahan dari Permenaker nomor 13 tahun 2012 tentang

Kebutuhan Hidup Layak, dewan pengupahan yang terdiri dari unsur Pemerintah,

Pengusaha(Apindo), Serikat Pekerja dan Akademisi tidak lagi melakukan survey

ke pasar. Permen tersebut menyatakan bahwa nilai KHL secara langsung

terkoreksi dengan mengaplikasikan formula yang ada di PP 78/2015 tersebut.

1.4 Tujuan Penelitian

Dari uraian rumusan permasalahan diatas, maka tujuan yang hendak dicapai

dari penelitian ini yaitu:

1. Untuk mengetahui perbedaan prosedur yang digunakan dalam hal

Penetapan Upah Minimum sebelum dan sesudah diberlakukannya PP

nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan.

2. Dampak dari implementasi formula upah minimum sesuai Peraturan

Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan terhadap

kesejahteraan pekerja.

14

1.5 Manfaat Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian tersebut, manfaat dari penelitian ini yaitu:

1.5.1 Kegunaan Teoritis

a. Bagi diri sendiri penulisan ini bertujuan sebagai sarana

mengembangkan ilmu pengetahuan serta wawasan dalam hal

ketenagakerjaan khususnya hal pengupahan.

b. Sebagai bahan kajian lebih lanjut terkait polemik upah minimum yang

selama ini belum menemukan solusi yang bisa mengakomodir

kepentingan para pihak.

1.5.2 Kegunaan Praktis

a. Bagi dunia usaha kususnya pengusaha dan pekerja/buruh semoga

penulisan ini menjadi sumbang pikiran dalam mengetahui

problematika pengupahan dan bersama mencari solusi guna menjaga

hubungan industrial yang harmonis.

b. Bagi pemerintah semoga penulisan ini menjadi masukan dan

pertimbangan dalam hal penetapan Upah Minimum yang berkeadilan

untuk mencapai iklim investasi yang kondusif.

c. Bagi akademis semoga menjadi sumbang saran pemikiran dibidang

ketenagakerjaan kususnya tentang problematika upah yang

berkeadilan.

15

d. Bagi masyarakat umum bisa memberikan wawasan adanya

problematika pengupahan yang sering menjadi sumber disharmoni

antara pengusaha dengan pekerja/buruhnya yang memicu adanya

mogok dan unjuk rasa.

1.6 Kerangka Teori

1.6.1 Teori Negara Hukum

Negara Indonesia adalah negara hukum, demikian Penegasan dalam

konstitusi UUD 1945 Pasal 1 Ayat (3) yang ini mempunyai makna bahwasanya

segala aspek kehidupan dalam kemasyarakatan, kenegaraan dan pemerintahan

harus senantiasa berlandaskan atas hukum. Negara hukum adalah negara yang

hukumnya melindungi hak-hak yang memenuhi syarat:13

1) Bahwa hak itu dibutuhkan untuk perkembangan manusia.

2) Bahwa hak itu diakui oleh masyarakat.

3) Bahwa hak itu dinyatakan demikian (dan karena itu dilindungi dan

dijamin) oleh lembaga negara.

Menurut para ahli, hukum memiliki makna diantaranya:14

1) Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmadja dalam “Hukum, Masyarakat, dan

Pembinaan Hukum Nasional” menegaskan bahwa hukum adalah

13 Sayid Mohammad, Hukum Ketenagakerjaan Hakikat Cita Keadilan dalam Sistem Ketenagakerjaan, Bandung, Refika Aditama, 2017, h. 26. 14 Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan, Bandung, Pustaka Setia, 2013, h. 15.

16

semua kaidah dan asas yang mengatur pergaulan hidup dalam

masyarakat dimana tujuannya untuk memelihara ketertiban yang

dilaksanakan melalui berbagai lembaga dan proses guna mewujudkan

berlakunya kaidah sebagai suatu kenyataan dalam masyarakat.

2) Immanuel Kant, hukum adalah keseluruhan syarat dimana seseorang

mempunyai kehendak bebas, sehingga bisa menyesuaikan diri dengan

kehendak bebas orang lain dan menaati peraturan hukum mengenai

kemerdekaan.

3) Menurut Plato, pengertian hukum adalah seperangkat peraturan-

peraturan yang tersusun dengan baik dan teratur dimana sifatnya

mengikat, baik terhadap hakim maupun masyarakat.

4) Aristoteles, hukum adalah kumpulan beraturan yang tidak hanya

mengikat tapi juga hakim untuk masyarakat. Dimana undang-undang

akan mengawasi hakim dalam menjalankan tugasnya untuk

menghukum para pelanggar hukum.

5) Karl Max, hukum adalah cerminan dari hubungan hukum ekonomis

suatu masyarakat di dalam suatu tahap perkembangan tertentu.

Peran negara dalam hukum normatif ketenagakerjaan dapat kita lihat dalam

konstitusi UUD 1945 yang menjamin hak setiap warga negara untuk memperoleh

pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.15Serta dipertegas

kembali dalam pasal selanjutnya yang mengamanatkan bahwa setiap orang berhak

untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam

15 UUD 1945, pasal 27 ayat (2).

17

hubungan kerja.16 Dalam undang-undang tentang Hak Asasi Manusia menjamin

bahwa setiap orang berhak dengan bebas memilih pekerjaan yang disukainya dan

berhak pula atas syarat-syarat ketenagakerjaan yang adil.17

Berdasarkan konstitusi dan landasan hukum diatas secara jelas bahwa salah

satu kewajiban negara adalah menyediakan lapangan pekerjaan bagi warga

negaranya untuk dapat hidup secara layak bagi kemanusiaan dan merupakan

bagian dari hak asasi manusia.18

1.6.2 Teori Asas Asas Hukum

a. Asas Lex Superior Derogat Legi Inferiori

Merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna bahwa

peraturan hukum yang lebih tinggi hirarkinya harus didahulukan dari

pada peraturan hukum yang lebih rendah.

b. Asas Lex Spesialis Derogat Legi Generali

Merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna bahwa aturan

yang bersifat khusus (specialis) mengesampingkan aturan yang

bersifat umum (general).

c. Asas Lex Posterior Derogat Legi Priori

Merupakan suatu asas hukum yang mengandung makna undang-

undang yang lebih baru mengenyampingkan undang-undang yang

lama.

16 Ibid, pasal 28D ayat (2). 17 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, pasal 38 ayat (2). 18 Sayid, Hukum Ketenagakerjaan, h. 26.

18

Berdasarkan asas-asas hukum tersebut peraturan perundangan termasuk

Peraturan Presiden nomor 78 tahun 2015 tidak boleh bertentangan dengan

peraturan lain diatasnya seperti peraturan UU ketenagakerjaan karena secara

hirarki kedudukan undang-undang lebih tinggi kedudukanya dibandingkan dengan

peraturan presiden.

1.6.3 Teori Keadilan

Teori keadilan memiliki peranan penting dalam metode untuk mempelajari

dan menghasilkan keadilan. John Rawls, filsuf Amerika Serikat yang dianggap

salah satu filsuf politik terkemuka abad ke 20, menyatakan bahwa "Keadilan

adalah kelebihan (virtue) pertama dari institusi sosial, sebagaimana halnya

kebenaran pada sistem pemikiran".19

Pusat Studi Ekonomi Kerakyatan Universitas Brawijaya menyatakan bahwa

keadilan sekurang-kurangnya terwujud dalam tiga bentuk20:

a. Keadilan dalam hubungan ekonomi antar manusia secara orang-seorang

dengan senantiasa memberikan kepada sesamanya apa yang semestinya

diterima sebagai haknya. Inilah yang melahirkan keadilan tukar-menukar.

b. Keadilan dalam hubungan ekonomi antara manusia dengan masyarakatnya,

dengan senantiasa memberi dan melaksanakan segala sesuatu yang

memajukan kemakmuran dan kesejahteraan bersama. Inilah yang

melahirkan keadilan sosial.

19 Robert Libra, Azas Keadilan Dalam Penentuan Upah Minimum Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan, h. 5 20 Sayid, Hukum Ketenagakerjaan, h. 29.

19

c. Keadilan dalam hubungan ekonomi antara masyarakat dengan warganya,

dengan senantiasa membagi segala kenikmatan dan beban secara merata

sesuai dengan sifat dan kapasitasnya masing-masing. Inilah yang

melahirkan keadilan distributif.

Keadilan produktif lahir sebagai alternatif pandangan tersebut. Menurut

Yudi Latif, keadilan produktif adalah keadilan dalam hubungan-hubungan

produksi antara pemilik modal dan buruh, nilai tambah tidak boleh hanya

diekploitasi oleh pemilik modal tetapi perlu dibagi kepada buruh diantaranya

dengan cara pengalokasian sebagian saham bagi buruh dan/atau kepatutan standar

penggajian dan jaminan sosial.21

1.7 Metodologi Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang didasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu, dengan tujuan untuk mempelajari satu

atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisanya secara

mendalam terhadap fakta hukum tersebut untuk kemudian mencari suatu

pemecahan atas permasalahan tersebut. Metode penelitian merupakan strategi

yang digunakan dalam mengintegrasikan berbagai komponen penelitian secara

logis dan tersambung serta terkait sehingga permasalahan penelitian bisa dijawab

secara tepat dan efektif.22

21 Ibid. 22 Abuzar Asra dan Novia Budi, Skripsi Berbasis Penelitian dan Statistika, In Media, Jakarta, 2018, h. 76.

20

Didalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai

berikut:

1.7.1 Jenis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah penelitian ini termasuk dalam kategori

penelitian hukum yuridis normatif/Penelitian Hukum Doktrinal, yaitu

Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau

bahan data sekunder, yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier (Soerjono Soekanto, 2006:52). Bahan-

bahan yang telah diperoleh tersebut disusun secara sistematis, dikaji

menggunakan pendekatan langkah-langkah analisis yang dilakukan

mengacu pada IRAC (issue, rule, analysis, conclusion) untuk diteliti dengan

cara mengadakan penelusuran terhadap peraturan-peraturan, data/dokumen,

dan literatur-literatur yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti

untuk kemudian ditarik suatu kesimpulan.

1.7.2 Sumber Penelitian

Sumber penelitian yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

bahan-bahan kepustakaan yang dapat berupa dokumen, buku-buku laporan,

arsip, dan literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penulis

mencari data terkait dampak dari implementasi formula upah minimum

sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan

terhadap kesejahteraan pekerja dari data Konsulat Cabang Federasi Serikat

21

Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) kususnya yang membawahi bidang

pengupahan Kab/kota Bekasi.

Sebagaimana tercantum dalam undang-undang serikat pekerja, definisi

dari serikat pekerja/serikat buruh adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh,

dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan,

yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab

guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan

pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan

keluarganya.23 Serikat pekerja sebagaimana tujuan dan fungsinya

merupakan organisasi sebagai representasi dari kepentingan para

pekerja/buruh dan keluarganya. Alasan penulis melakukan penelitian

dengan sumber data dari FSPMI, dikarenakan FSPMI merupakan salah satu

unsur serikat pekerja yang mewakili anggotanya di dewan pengupahan

daerah kabupaten Bekasi.

Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:

1) Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari sumber

utama, penulis melakukan wawancara dengan stakeholder, dalam hal

ini unsur Serikat Pekerja sebagai perwakilan kepentingan

pekerja/buruh yang terkena dampak dari implementasi formula upah

minimum sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang

pengupahan.

23 Undang-undang No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja, Pasal 1 angka 1.

22

2) Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mempelajari

bahan-bahan pustaka yang berupa peraturan perundang-undangan dan

literatur-literatur lainnya yang berhubungan dengan permasalahan

yang dibahas.

Data sekunder terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder dan bahan hukum tersier yaitu:

a) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan yang bersumber dari peraturan

perundang-undangan dan dokumen hukum yang mempunyai kekuatan

hukum yang mengikat, yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang

Ketenagakerjaan.

2. Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun2015 tentang

Pengupahan.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 1981 tentang

Perlindungan Upah.

4. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 13 Tahun 2012 tentang

Kebutuhan Hidup Layak.

5. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 21 Tahun 2016 tentang

Kebutuhan Hidup Layak.

6. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 07 Tahun 2013 tentang

Upah Minimum.

23

7. Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor 15 Tahun 2018 tentang

Upah Minimum.

8. Keputusan PresidenNomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan

Pengupahan.

9. Keputusan Mentri Tenaga Kerja Nomor 231 Tahun 2003 tentang

Penangguhan Upah Minimum.

b) Bahan Hukum Sekunder

Yaitu bahan-bahan hukum yang memberikan penjelasan

mengenai bahan-bahan hukum primer yang diperoleh dari studi

kepustakaan berupa literature-literatur yang berkaitan dengan

permasalahan penelitian.

1. Buku Pengantar Hukum Ketenagakerjaan

2. Buku tentang Penulisan Skripsi dan Estetika

3. Jurnal tentang Pengupahan dan Upah Minimum

4. Skripsi/Karya Ilmiah

5. Dokumen resmi lembaga pemerintah dan ketenagakerjaan

6. Dokumen dan data dari organisasi berkaitan tentang

ketenagakerjaan seperti ILO, LBH dan Serikat Pekerja

khususnya perwakilan Konsulat Cabang Federasi Serikat

Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) kota/kabupaten Bekasi .

24

c) Bahan Hukum Tersier

Yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder yang berkaitan

dengan penelitian ini diantaranya kamus Hukum, dan kamus Besar

Bahasa, surat kabar, serta bahan-bahan hasil pencarian yang

bersumber dari internet berkaitan dengan masalah yang diteliti.

1.7.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik Pengumpulan data yang digunakan oleh penulis dalam

penelitian ini adalah:

1) Studi kepustakaan atau studi dokumen dengan mencari dan

mengumpulkan bahan-bahan teoritis dengan cara mempelajari dan

mengutip bahan-bahan pustaka yang berhubungan dengan objek

penelitian. Teknik pengumpulan dilakukan dengan cara membaca,

mengkaji, dan memberi catatan dari buku, peraturan perundang-

undangan, tulisan, dan publikasi ilmiah yang berkaitan dengan

ketenagakerjaan.

2) Studi Lapangan, dilakukan melalui penelitian langsung dilapangan

guna memperoleh informasi yang dibutuhkan dengan cara melakukan

wawancara dengan sumber stakeholder dalam hal ini unsur Serikat

Pekerja yang terkena dampak dari implementasi formula upah

minimum sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang

pengupahan, dalam hal ini penulis mencari sumber wawancara:

25

1. Dewan Pengupahan kab/kota Bekasi dari unsur Serikat Pekerja;

H. Abdul Bais, S.E

2. Ketua Konsulat Cabang FSPMI Kab/kota Bekasi; Sukamto

3. Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI)

merangkap Presiden Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia

(FSPMI); Ir. Said Iqbal, M.e

1.8 Sistematika Penulisan

Pada sistematika penulisan, penulis menguraikan mengenai pokok bab dan

sub-subnya secara terstruktur dalam kalimat uraian, untuk memberikan

kemudahan dalam penulisan skripsi, kemudahan menganalisa penulisan skripsi

dan kemudahan dalam memahami pembahasan penulisan skripsi ini, yaitu:

Bab Pertama, Pendahuluan berisi uraian mengenai Latar Belakang, Ruang

lingkup dan Keterbatasan Penelitian, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,

Manfaat Penelitian, Kerangka Teori, Metode Penelitian dan Sistematika

Penulisan.

Bab kedua, Tinjauan Pustaka membahas tentang ketenagakerjaan,

hubungan kerja, pengupahan, upah minimum, prosedur penetapan upah

minimum sebelum dan sesudahnya diimplementasikan formula upah

minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang

pengupahan.

26

Bab ketiga, Hasil Penelitian berisi pengumpulan data tentang dampak

implementasi formula upah minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78

tahun 2015 tentang pengupahan. Dampak terhadap kenaikan upah minimum

dan dampak terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak di kabupaten

Bekasi serta dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP

78/2015 terhadap upah kabupaten Bekasi dan daerah sekitar.

Bab keempat, Pembahasan hasil dari data yang didapat tentang dampak

implementasi formula upah minimum sesuai peraturan pemerintah nomor 78

tahun 2015 tentang pengupahan.

Bab kelima, Bab penutup yang berisi kesimpulan dan saran penulis dalam

hal pengupahan di Indonesia.

27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ketenagakerjaan

Ketenagakerjaan secara bahasa berasal dengan kata dasar “tenaga kerja”

yang ditambah awalan “ke” dan akhiran “an”, sehingga ketenagakerjaan dapat

diartikan sebagai segala sesuatu atau hal-hal yang berkaitan dengan tenaga kerja.

Menurut regulasi perundangan ketenagakerjaan nomor 13 tahun 2003

mendefinisikan ketenagakerjaan sebagai segala hal yang berhubungan dengan

tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.24

Sedangkan tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan

pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi

kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.25 Dari definisi tenaga kerja tersebut

dapat dimaknai bahwasanya tenaga kerja melakukan pekerjaaan berdasarkan

hubungan kerja ataupun diluar hubungan kerja yang bekerja untuk dirinya sendiri.

Tetapi dalam hal ini peneliti lebih memfokuskan kepada tenaga kerja yang

melakukan pekerjaaan berdasarkan hubungan kerja yang bekerja kepada pemberi

kerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Regulasi undang-undang nomor 13 tahun 2013 menyebutkan istilah pekerja

disertai dengan istilah buruh, ini menandakan istilah pekerja atau buruh memiliki

makna yang sama sebagaimana disebutkan dalam bab I Ketentuan umum Undang-

24 UU Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 1. 25 Ibid pasal 1 angka 2.

28

undang Ketenagakerjaan bahwa pekerja/buruh yaitu: “Setiap orang yang bekerja

dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.”26

Secara hukum normatif, hubungan antara pekerja/buruh dengan pengusaha

mempunyai kedudukan yang sama, tetapi realitanya secara strata sosial dan

ekonomi kedudukan mereka sangat berbeda. Pekerja/buruh secara sosiologis

adalah orang yang tidak mempunyai bekal hidup selain dari tenaganya, sehingga

ia terpaksa bekerja dan menjual tenaganya kepada majikan. Sedangkan majikan

adalah orang yang mempunyai modal dan mesin-mesin produksi sehingga

memiliki kewenangan untuk menentukan syarat-syarat diterimanya kerja dan

perjanjian kerja.

Sedangkan dalam prakteknya hubungan kerja diserahkan sepenuhnya

kepada kedua belah pihak, sehingga dibutuhkan peran pemerintah melalui regulasi

peraturan perundangan yang mengatur hak dan kewajiban kedua belah pihak demi

memenuhi rasa keadilan bagi keduanya. Peraturan perundangan yang dimaksud

mengatur hubungan perburuhan baik bersifat kolektif maupun individu/

perseorangan.

Ruang lingkup hukum ketenagakerjaan telah mengatur yang berhubungan

dengan tenaga kerja pada saat pre-employement, during employment dan post

employment, hal ini telah sesuai dengan prinsip bahwasanya tiap-tiap tenaga kerja

berhak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan. Disiplin

hukum ketenagakerjaan mencangkup persoalan-persoalan seperti pengaturan

hukum atau kesepakatan kerja, hak dan kewajiban timbal balik antara

26 Ibid 1 angka 3.

29

pekerja/buruh dengan pemberi kerja, penetapan upah, jaminan kerja, kesehatan

dan keamanan kerja, lingkungan kerja, non diskriminasi, perjanjian kerja

bersama/kolektif, peran serta pekerja, hak mogok, jaminan pendapatan dan

kesejahteraan bagi pekerja dan keluarganya.

Para ahli mempunyai pendapat berbeda-beda dalam mendefinisikan hukum

ketenagakerjaan dikarenakan perbedaan sudut pandang dari satu sisi tanpa

memperhatikan sisi lainya, diantaranya: 27

1. A. N. Moelanar, hukum perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku,

yang mengatur hubungan antara buruh dengan buruh, buruh dengan

pengusaha, dan pengusaha dengan pengusaha.

2. M. G Levenbach, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan

hubungan kerja, dimana pekerjaan dilakukan di bawah suatu pimpinan, dan

dengan kehidupan yang langsung bersangkut paut dengan hubungan kerja

itu.

3. S. Mok, hukum perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan

pekerjaan, yang dilakukan di bawah pimpinan orang lain dan dengan

kehidupan yang langsung berhubungan dengan pekerjaan itu.

4. Imam Soepomo, hukum perburuhan adalah himpunan peraturan, baik yang

tertulis maupun tidak tertulis, yang berkenaan dengan sesuatu kejadian di

mana seorang bekerja pada orang lain, dengan menerima upah.

27 Aloysius Uwiyono, dkk, Asas-asas hukum perburuhan, eds. 2, PT. RadjaGrafindo Persada, 1999, hal. 3.

30

Dari berbagai definisi diatas, dapat kita simpulkan bahwa hukum

perburuhan adalah serangkaian peraturan yang mengatur tentang segala kejadian

yang terjadi pada saat pekerja bekerja pada orang lain dengan menerima upah atau

imbalan dalam bentuk lain. Dari kesimpulan tersebut mengandung beberapa

unsur, yaitu:

a. Serangkaian peraturan

b. Segala kejadian

c. Bekerja pada orang lain

d. Menerima upah atau imbalan

Serangkaian yang dimaksud adalah peraturan-peraturan yang menjadi

sumber hukum ketenagakerjaan yang tidak hanya tersebar di dalam satu buku,

tetapi tersebar dalam berbagai perundang-undangan. Sumber hukum sendiri

adalah segala apa saja yang dapat menimbulkan aturan-aturan yang mempunyai

kekuatan yang memaksa yang jika dilanggar mengakibatkan saksi yang tegas dan

nyata.28

Selain sumber hukum perburuhan yang berasal dari perundangan,

sebagaimana layaknya sumber hukum lainya, sumber hukum perburuhan juga

bersumber dari:

1. Kebiasaan, merupakan perbuatan manusia yang dilakukan berulang-

ulang dalam hal dan keadaan yang sama dan diterima oleh masyarakat

sebagai kebiasaan.

28 Cst. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1984, h. 46.

31

2. Yurisprudensi, yaitu putusan hakim yang sudah inkracht mempunyai

kekuatan hukum tetap yang saat memutuskan suatu perkara belum ada

regulasi peraturan perundangan yang berlaku.

3. Perjanjian, merupakan suatu hal dimana satu pihak berjanji kepada

pihak lain untuk melaksanakan atau tidak melaksanakan suatu

hal/prestasi.

4. Traktat, ratifikasi beberapa konvensi International Labour

Organisation (ILO) bisa juga dijadikan sebagai sumber hukum.

5. Doktrin atau pendapat para ahli yang tidak menyimpang dari pendapat

umum para sarjana yang digunakan sebagai landasan untuk

memecahkan masalah.

Menurut sifatnya hukum perburuhan dibagi menjadi dua, yaitu hukum yang

mengatur dan hukum yang memaksa.29

1. Hukum yang mengatur (volunteer), yaitu hukum yang mengatur

hubungan antar individu yang berlaku apabila yang bersangkutan

tidak menggunakan alternatif lain yang dimungkinkan oleh undang-

undang.

2. Hukum yang bersifat memaksa (kompulser), yaitu hukum yang tidak

bisa dikesampingkan dan bersifat mutlak harus ditaati.

29 Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Hukum Ketenagakerjaan dalam teori dan praktik di Indonesia, Jakarta, Prenadamedia Grup, 2019, h. 18.

32

2.2 Hubungan Kerja

Hubungan kerja terjadi karena adanya perjanjian kerja antara pengusaha

dengan pekerja/buruh yang akan menimbulkan adanya hak dan kewajiban bagi

para pihak. Dalam pasal penjelasan undang-undang ketenagakerjaan disebutkan

bahwa hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh

berdasarkan perjanjian kerja yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan

perintah.”30 Dengan dilakukanya perjanjian kerja tersebut maka terjalin hubungan

kerja antara pengusaha sebagai pemberi kerja dengan pekerja/buruh sebagai

penerima kerja dan akan berlaku ketentuan hukum ketenagakerjaan.

Perjanjian kerja atau dalam bahasa Belanda disebut Arbeidsoverenkoms.

Dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata memiliki pengertian: “Perjanjian

kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan dirinya

untuk dibawah perintah pihak lain, si majikan untuk suatu waktu tertentu

melakukan pekerjaan dengan menerima upah.”31 Dalam undang-undang

ketenagakerjaan juga didefinisakan bahwa: “Perjanjian kerja adalah suatu

perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha atau pemberi kerja yang

memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban kedua belah pihak.”32 Selain

definisi di atas, Imam Soepomo berpendapat bahwa perjanjian kerja adalah suatu

perjanjian dimana pihak kesatu (buruh), mengikatkan diri untuk bekerja dengan

30 UU Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 15. 31 KUHPerdata pasal 1601. 32 UU Ketenagakerjaan, pasal 1 angka 16.

33

menerima upah dari pihak kedua yakni majikan, dan majikan mengikatkan diri

untuk mempekerjakan buruh dengan membayar upah.33

Dari pengertian perjanjian kerja di atas, undang-undang ketenagakerjaan

mendefinisikan secara umum karena menunjuk pada hubungan antara pekerja dan

pengusaha yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban kedua belah

pihak. Sedangkan KUHperdata mengartikan perjanjian kerja dengan “…..pihak

kesatu (buruh) mengikatkan dirinya untuk di bawah perintah pihak lain

(majikan)….” yang menunjukan bahwasanya hubungan antara pekerja/buruh

dengan pengusaha adalah hubungan bawahan dengan atasan. Ada wewenang

perintah dari pengusaha sebagai pihak yang lebih tinggi secara sosial-ekonomi

kepada pekerja/buruh yang secara sosial-ekonominya lebih rendah. Hal ini yang

membedakan antara perjanjian kerja dengan perjanjian lainya.

Perjanjian kerja memiliki beberapa unsur, yaitu:

1. Unsur pekerjaan, adanya pekerjaan yang di perjanjikan merupakan hal

utama dalam perjanjian kerja.

2. Unsur perintah, dalam hal perjanjian kerja pekerja yang mengikatkan

diri dalam perjanjian kerja harus tunduk pada perintah

majikan/pemberi kerja.

3. Unsur upah, upah menjadi tujuan utama seorang pekerja/buruh

sebagai hak dari menjalankan kewajibanya dalam bekerja

sebagaimana diperjanjikan dalam perjanjian kerja.

33 Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2016, h. 63.

34

4. Unsur syarat sahnya perjanjian kerja, sebagai layaknya perjanjian

sebagaimana diatur dalam KUHPerdata34 dan ditegaskan dalam

undang-undang ketenagakerjaan, perjanjian kerja harus memenuhi

syarat sahnya perjanjian yaitu:35

a. Kesepakatan kedua belah pihak

b. Kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum

c. Adanya pekerjaan yang diperjanjikan

d. Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan

ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-

undangan yang berlaku.

Dari beberapa unsur perjanjian kerja, upah menjadi salah satu unsur dan

tujuan utama para pekerja/buruh sebagai hak dari menjalankan pekerjaan yang

diperjanjikan. Posisi tawar yang rendah ditambah kesempatan kerja yang minim

membuat pekerja/buruh rentan untuk mendapatkan upah yang kurang layak.

Disini dibutuhkan peran pemerintah yang dituangkan dalam peraturan

perundangan dengan tujuan melindungi hak-hak pekerja/buruh agar bisa

mendapatkan upah yang layak dan berkeadilan.

34 KUHPerdata pasal 1320. 35 UU Ketenagakerjaan pasal 52 ayat (1).

35

2.3 Pengupahan

Undang-undang ketenagakerjaan menjelaskan definisi upah adalah hak

pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan

dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan

dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan

perundang-undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya

atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.36 Komponen

upah bisa terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap, dan dalam hal komponen

upah terdiri dari upah pokok dan tunjangan tetap maka besarnya upah pokok

sedikit-dikitnya 75% (tujuh puluh lima perseratus) dari jumlah upah pokok dan

tunjangan tetap. 37

Berdasarkan definisi tersebut dijelaskan bahwa upah merupakan hak

pekerja/buruh atas pekerjaan yang telah atau akan diperjanjikan dan bukan

semata-mata pemberian pengusaha. Upah dibayarkan berdasarkan kesepakatan

kedua belah pihak atau berdasarkan peraturan perundang-undangan agar supaya

upah yang diterima para pekerja/buruh tidak keluar dari batas kewajaran sehingga

dibutuhkan peran pemerintah dengan mengeluarkan regulasi yang mengatur batas

minimum upah atau yang disebut dengan upah minimum.

Upah Minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah

pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring

pengaman.38 Upah minimum diatur sebagai jarring pengaman (savety net) agar

36 Ibid pasal 1 angka 30. 37 Ibid pasal 94. 38 Permenakertrans No. 7 tahun 2013 tentang Upah Minimum pasal 1 angka1.

36

pekerja/buruh dapat memenuhi kebutuhan hidup secara wajar dan layak.

Pengusaha dilarang membayar upah dibawah ketentuan upah minimum yang

berlaku dimasing-masing wilayahnya.

Tetapi bagi pengusaha yang tidak mampu membayar sesuai ketentuan

tersebut diberi hak untuk mengajukan permohonan kepada gubernur, melalui

instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan Provinsi paling

lambat 10 hari sebelum upah minimum diberlakukan. Untuk membuktikan

ketidakmampuan perusahaan yang mengajukan permohonan penangguhan upah,

harus disertakan laporan keuangan perusahaan yang terdiri dari neraca

perhitungan rugi/laba beserta penjelasan-penjelasanya untuk dua tahun terakhir

dan telah diaudit oleh akuntan publik.39

Selain wajib disertai dengan laporan keuangan dan syarat administrasi

lainya, pengusaha yang mengajukan permohonan penangguhan sebagaimana

dimaksud didasarkan atas kesepakatan tertulis antara pengusaha dengan

pekerja/buruh atau serikat pekerja/serikat buruh yang tercatat yang dilakukan

melalui perundingan secara mendalam, jujur, dan terbuka.40

39 Kepmenakertrans No. KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum pasal 4. 40 Ibid pasal 3.

37

Gambar 2. Prosedur Pengajuan Permohonan Penangguhan Upah Minimum

Peneliti sangat mengapresiasi keputusan yang diambil oleh menteri tenaga

kerja dan transmigrasi terkait syarat administrasi dan prosedur yang ketat tentang

tata cara penangguhan pelaksanaan upah minimum semata-mata untuk

memberikan perlindungan dari oknum pengusaha yang mencoba lari dari

kewajiban membayar upah dari ketentuan yang ada. Selain itu juga penjelasan

dari pasal 90 ayat (2) undang-undang ketenagakerjaan yang menyatakan bahwa

“apabila penangguhan upah minimum tersebut berakhir maka perusahaan yang

bersangkutan wajib melaksanakan upah minimum yang berlaku pada saat itu

tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan upah minimum yang berlaku

pada waktu diberikan penangguhan”, telah dianulir oleh Mahkamah Konstitusi

karena dianggap bertentangan dengan konstitusi.

38

“Dalam amar putusan yang dibacakan Ketua Majelis MK Anwar Usman

kamis 29 September 2006, Penjelasan Pasal 90 ayat (2) UU Ketenagakerjaan

dinyatakan sepanjang frasa “…tetapi tidak wajib membayar pemenuhan ketentuan

upah minimum yang berlaku pada waktu diberikan penangguhan” bertentangan

dengan UUD Tahun 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Artinya,

Mahkamah memberi penegasan selisih kekurangan pembayaran upah minimum

tetap wajib dibayarkan pengusaha selama masa penangguhan.”41

Prinsipnya pembayaran upah minimum oleh pengusaha adalah suatu

keharusan dan tidak dapat dikurangi. Bagi pengusaha yang melakukan

pelanggaran terhadap ketentuan tersebut merupakan tindakan kejahatan pidana

yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling

lama 4 (empat) tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 (seratus

juta rupiah) dan paling banyak Rp 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah).42

Undang-undang ketenagakerjaan menegaskan bahwa setiap pekerja/buruh

berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi

kemanusiaan.43 Yang dimaksud dengan penghasilan yang memenuhi penghidupan

yang layak adalah jumlah penerimaan atau pendapatan pekerja/buruh dari hasil

pekerjaanya mampu memenuhi kebutuhan hidup pekerja/buruh dan keluarganya

secara wajar yang meliputi makanan dan minuman, sandang, perumahan,

pendidikan, kesehatan, rekreasi dan jaminan hari tua.44

41 https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57f231254dcfc/putusan-mk-ini-kabar-baik-buat-pekerja/ diakses pada tanggal 01 Maret 2020. 42 UU Ketenagakerjaan pasal 185 ayat (1). 43 UU Ketenagakerjaan pasal 88 ayat (1). 44 Penjelasan UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 88 ayat (1).

39

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah sebagai penyelenggara negara

menetapkan kebijakan pengupahan meliputi penetapan upah minimum

berdasarkan kebutuhan hidup layak dengan memperhatikan produktifitas dan

pertumbuhan ekonomi.

2.4 Upah Minimum

Kebijakan upah minimum pertama kali diterapkan di Indonesia pada awal

tahun 1970an, meski pelaksanaannya saat itu dirasa belum efektif. Indonesia

memberlakukan pelaksanaan kebijakan upah minimum dimulai pada akhir tahun

1980an setelah banyaknya tekanan dari dari dalam negri dan dunia internasional

terhadap kondisi perburuhan di Indonesia yang sangat memprihatinkan. Isu-isu

tentang pelanggaran standar ketenagakerjaan yang terjadi di Indonesia membuat

sebuah organisasi perdagangan Amerika Serikat (AFL-CIO) dan beberapa aktivis

hak asasi manusia mengajukan keberatan terhadap sebuah perusahaan

multinasional Amerika Serikat beroperasi di Indonesia yang diduga memberikan

upah yang sangat rendah dan kondisi lingkungan pekerjaan yang berada dibawah

standar.45 Tekanan eksternal juga terjadi sehubungan dengan orientasi ekspor

produk industri Indonesia ke negara-negara Amerika Utara dan Eropa berkaitan

dengan keprihatinan terhadap kondisi kerja yang buruk dan upah yang rendah

serta halangan terhadap hak dasar pekerja untuk berserikat.46

45 Devanto Shasta & Putu Mahardika Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian yang Berkeadilan, Journal of Indonesian Applied Economics, hal. 278 46 Abdul Khakim, Pengupahan, hal. 29.

40

Kondisi ini memaksa pemerintah Indonesia melakukan perubahan kebijakan

terhadap upah pekerja diantaranya dengan menaikkan upah minimum dan

melakukan serangkaian kebijakan dalam hal mekanisme penentuan upah

minimum. Kebijakan dalam hal mekanisme penentuan upah minimum di

Indonesia ditentukan berdasarkan standar kebutuhan hidup. Menurut sejarah

perjalanan komponen standar kebutuhan hidup telah mengalami beberapa

perubahan diantaranya; kebutuhan fisik minimum (KFM) yang berlaku Tahun

1969 – 1995; Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) yang berlaku Tahun 1996 –

2005 dan kemudian Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang berlaku Tahun 2006 -

hingga sekarang ini.47

a) Kebutuhan Fisik Minimum (1970-1995)

Kebutuban Fisik Minimum atau KFM adalah kebutuhan pokok

seseorang yang diperlukan untuk mempertahankan kondisi fisik dan

mentalnya agar dapat menjalankan fungsinya sebagai salah satu

faktor produksi.48 Kebutuhan Fisik Minimum (KFM) pertama kali

ditetapkan melalui konsesus Triparitit dan para ahli gizi sebagai acuan

penghitungan upah minimum pada tahun 1956. Melalui Kepres No. 85

Tahun 1969 dibentuk Dewan Penelitian Pengupahan Nasional (DPPN) dan

Dewan Penelitian Pengupahan Daerah (DPPD) oleh pemerintah daerah yang

bertugas untuk melakukan penelitian terhadap harga-harga pada pasar-pasar

tradisional. Hasil kajian KFM kemudian disampaikan DPPD sebagai acuan

47 International Labour Organization, Kebijakan Upah Minimum Indonesia, ILO, Documen Publication, 2015, hal. 15. 48 Prijono Tjiptoherijanto, “Perkembangan Upah Minimum dan Pasar Kerja”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, (Volume XLI No. 4, 1993), hal. 411.

41

penetapan upah minimum kepada Gubernur yang kemudian

direkomendasikan kepada Menteri Tenaga Kerja. Dewan Penelitian

Pengupahan Nasional (DPPN) kemudian meneliti rekomendasi dari para

Gubernur untuk ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja menjadi ketentuan

Upah Minimum.

Sekalipun sudah lama di terapkan, secara kebijakan upah minimum

resmi berlaku sejak keluarnya Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-

05/Men/1989 Tentang Upah Minimum. Dalam peraturan ini, upah minimum

adalah upah pokok terendah belum termasuk tunjangan-tunjangan yang

diberikan kepada pekerja.49 kemudian direvisi dengan Peraturan Menteri

tenaga Kerja Nomor; Per-01/Men/1990 tentang Perubahan Peraturan

Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/Men/1989. Dalam ketentuan revisi,

pengertian upah minimum adalah upah pokok ditambah dengan tunjangan-

tunjangan tetap”, dengan ketentuan upah pokok serendah-rendahnya 75%

dari upah minimum.50

Dalam regulasai tersebut diatur peninjauan atas besaran upah

minimum diadakan paling lambat dalam waktu 2 (dua) tahun dan penetapan

upah minimum didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:

1) kebutuhan fisik minimum;

2) indek harga konsumen;

3) perluasan kesempatan kerja;

49 Permenaker No. 05 Tahun 1989 Tentang Upah Minimum, Pasal 1. 50 Permenaker No 01 Tahun 1990 Tentang Perubahan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Nomor: Per-05/Men/1989, Pasal 1.

42

4) upah pada umumnya yang berlaku secara regional;

5) kelangsungan dan perkembangan perusahaan;

6) tingkat perkembangan perekonomian Regional atau Nasional.

Secara rinci kebutuhan fisik minimum tersebut dihitung untuk :51

1) KFM untuk Pekerja Lajang

2) KFM (K-0) untuk Pekerja dengan istri tanpa anak

3) KFM (K-1) untuk Pekerja dengan istri dan satu orang

4) KFM (K-2) untuk Pekerja dengan istri dan dua orang

Penghitungan Upah minimum pada saat itu berdasarkan Kebutuhan

Fisik Minimum (KFM) yang terdiri dari 5 kelompok kebutuhan, yaitu

1) Makanan dan minuman, terdiri dari 17 komponen

2) Bahan bakar, penerangan, penyejuk terdiri dari 4 komponen

3) Perumahan dan alat dapur terdiri dari 11 komponen

4) Pakaian terdiri dari 10 komponen

5) Lain-lain terdiri dari 6 komponen

b) Kebutuhan Hidup Minimum (1996 – 2005)

Seiring waktu dan meningkatnya kebutuhan hidup para pekerja/buruh,

metode penentuan KFM dirasa kurang mengakomodir kebutuhan hidup

mereka dan perlu dilakukanya perubahan. Berdasarkan Keputusan Menteri

51 Devanto Shasta & Putu Mahardika, Kebijakan Upah Minimum Journal of Indonesian Applied Economics, hal. 278.

43

Tenaga Kerja No 81 Tahun 1995 kebijakan Kebutuhan Fisik Minimum

(KFM) berubah menjadi Kebutuhan Hidup Minimum (KHM) dengan

merubah komponen kebutuhan konsumsi menjadi lebih baik, meningkat

15% sampai 20% lebih dari KFM secara kualitas maupun kuantitas,

diantaranya dengan ditambahkanya komponen pendidikan dan rekreasi.

Komponen KHM terdiri dari:

1) Makanan dan minimum, terdiri dari 11 komponen

2) Perumahan dan Fasilitas terdiri dari 19 komponen

3) Sandang terdiri dari 8 (delapan) komponen

4) Aneka Kebutuhan, terdiri dari 5 (lima) komponen

Ketentuan upah minimum diatur secara rinci pada Permenaker Nomor

03 Tahun 1997 tentang upah minimum regional yang dirubah dengan

diterbitkannya permenaker no. 01 Tahun 1999 tentang Upah Minimum.

Definisi Upah Minimum dalam Peraturan ini, adalah upah bulanan terendah

yang terdiri dari upah pokok termasuk tunjangan tetap. 52

Peraturan menteri ini kemudian diperbarui melalui Kepmenakertrans

No : Kep-226/Men/2000 Tentang Perubahan Pasal-Pasal Peraturan Menteri

Tenaga Kerja Nomor Per-01/Men/1999 Tentang Upah Minimum yang

diantaranya mengatur beberapa istilah yaitu;

1) Upah Minimum Propinsi (UMP).

2) Upah Minimum Kabupaten/Kota.

52 Permenaker Upah Minimum. Pasal 1.

44

3) Upah Minimum Sektoral Propinsi (UMS Propinsi)

4) Upah Minimum Sektoral Kabupaten/kota (UMS Kabupaten/Kota)

c) Kebutuhan Hidup Layak ( 2006 – Sekarang )

Dengan diterbitkanya Permenaker No Per-17/Men/2005 tentang

komponen dan pentahapan kebutuhan hidup layak maka penetapan upah

minimum berdasarkan kebutuhan hidup minimum berubah menjadi

berdasarkan Kebutuhan Hidup layak. Didalam Peraturan tersebut diatur

Komponen KHL yang terdiri dari 7 kelompok kebutuhan dan 46 komponen

yaitu:

1) Makanan dan minimum, terdiri dari 11 (sebelas) komponen

2) Sandang terdiri dari 9 (sembilan) komponen

3) Perumahan terdiri dari 19 (sembilan belas) komponen

4) Pendidikan terdiri dari 1 (satu) komponen

5) Kesehatan terdiri dari 3 (tiga) komponen

6) Transportasi 1 (satu) komponen

7) Rekreasi dan Tabungan 2 (dua) komponen

Seiring dengan terus meningkatnya kebutuhan pokok, beberapa

konfederasi serikat pekerja dan federasi serikat pekerja yang tergabung

dalam Majelis Pekerja Buruh Indonesia (MPBI) terus menuntut untuk

dilakukanya perbaikan upah minimum, pemerintah akhirnya merevisi

komponen KHL yang terdiri dari 46 item dengan menerbitkan

Permenakertrans No 13 Tahun 2012 tentang Komponen Dan Pelaksanaan

45

Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak. Dalam regulasi ini

komponen KHL terdiri dari 7 kelompok kebutuhan dan 60 komponen

dengan rincian sebagai berikut:

1) Makanan dan minimum, terdiri dari 11 (sebelas) komponen

2) Sandang terdiri dari 13 (tigabelas) komponen

3) Perumahan terdiri dari 26 (duapuluh enam) komponen

4) Pendidikan terdiri dari 2 (dua) komponen

5) Kesehatan terdiri dari 5 (lima) komponen

6) Transportasi 1 (satu) komponen

7) Rekreasi dan Tabungan 2 (dua) komponen

46

47

Gambar 3. Tabel Perkembangan Komponen Hidup Layak (KHL)

48

Perbaikan Komponen Kebutuhan Hidup Layak (KHL) dalam penentuan

upah minimum menjadi merupakan sinyal yang baik dalam peningkatan

kesejahteraan pekerja, terutama setelah sebelumnya hanya menggunakan

Kebutuhan Hidup Minimum (KHM). Meskipun realitanya masih banyak daerah

yang belum memenuhi 100% nilai KHL dalam menetapkan upah minimumnya.

Hal ini bisa dilihat dari rata-rata rasio upah minimum terhadap KHL yang hanya

sebesar 99.5% atau dengan kata lain masih berada dibawah KHL, terutama daerah

yang jauh dari ibokota seperti Maluku Utara, Maluku, NTT, Kalimantan Tengah,

Gorotalo dll. Meskipun di beberapa daerah sudah ada yang berada diatas

kebutuhan hidup layak.

Gambar 4. Upah Minimum Propinsi 2015,

(Sumber: Dewan Pengupahan Kabupaten Bekasi)

49

Upah Minimum sebagaimana dimaksud dalam Permenaker Nomor 15 tahun

2018 tentang upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri atas upah

pokok termasuk tunjangan tetap yang ditetapkan oleh gubernur sebagai jaring

pengaman.53 Upah minimum sebagaimana dimaksud dalam undang-undang

ketenagakerjaan terdiri atas:54

a. upah minimum berdasarkan wilayah provinsi atau kabupaten/kota;

b. upah minimum berdasarkan sektor pada wilayah provinsi atau

kabupaten/kota.

Dalam hal menetapkan upah minimum perlu mempertimbangkan beberapa

hal secara komprehensif berdasarkan ketentuan sebagai berikut:55

1) Pemerintah dalam hal menetapkan upah minimum berdasarkan

kebutuhan hidup layak (KHL) dan memperhatikan produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi. (UU Ketenagakerjaan pasal 88 ayat (4))

2) Upah minimum diarahkan kepada pencapaian kebutuhan hidup layak

(KHL). (UU Ketenagakerjaan pasal 89 ayat (3))

3) Penetapan upah minimum dilakukan setiap tahunberdasarkan KHL

dan dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan ekonomi

4) Kebutuhan hidup layak sebagaimana merupakan standar kebutuhan

seorang pekerja/buruh lajang untuk dapat hidup layak secara fisik

selama 1 (satu) bulan.

53 Permenaker Nomor 15 tahun 2018 tentang upah minimum, Pasal 1 ayat (1). 54 UU Ketenagakerjaan, Pasal 89 ayat (1) 55 Abdul Khakim, Pengupahan, hal. 65.

50

5) Kebutuhan hidup layak terdiri dari komponen yang mencangkup

beberapa jenis kebutuhan hidup.

6) Komponen dan jenis kebutuhan hidup ditinjau dalam waktu 1 tahun.

Salah satu konsekuensi dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78

Tahun 2015(PP 78/2015) tentang Pengupahan, maka pertimbangan penetapan

upah minimum berdasarkan komponen kebutuhan hidup layak (KHL) tidak

berlaku lagi. Tetapi menggunakan formula perkalian dari upah minimum berjalan

dengan pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi nasional tahun berjalan.56 Hal

inilah yang menjadai salah satu poin keberatan para pekerja/buruh yang dalam hal

ini disuarakan melalui serikat pekerja/serikat buruh. Para pekerja/buruh beralasan

formula yang tersebut tidak merepresentasikan kebutuhan rill para pekerja/buruh

karena tidak memperhatikan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok yang

cenderung lebih tinggi dari nilai inflasi nasional.

Pada prinsipnya segala produk hukum yang ada di Indonesia tidak boleh

melenceng dari prinsip dasar hukum konstitusi yaitu Undang-Undang Dasar 1945,

termasuk dengan kebijakan upah minimum harus mengacu pada UUD tersebut.

Secara jelas dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dikatakan bahwa setiap orang

berhak mendapatkan pekerjaan dan penghidupan yang layak. Pekerjaan dan

penghidupan yang layak tersebut seharusnya dijadikan pertimbangan utama dalam

penetapan upah minimum. Meskipun demikian, disamping penghidupan yang

layak bagi pekerja beberapa perhitungan perlu dilakukan dalam menentukan

tingkat upah minimum, seperti misalnya menjaga produktivitas dan keberlanjutan

56 PP 78 Pengupahan, Pasal 44 ayat (2).

51

kondisi ekonomi nasional. Dengan kata lain, kebijakan upah minimum harus

ditetapkan untuk meningkatkan kehidupan yang layak khususnya bagi para

pekerja tetapi juga tanpa merugikan kelangsungan hidup perusahaan yang bisa

mengancam keberlanjutan kondisi ekonomi dan produktivitas nasional.

2.5 Prosedur Penetapan Upah Minimum

Seperti yang sudah penulis sampaikan diatas bahwasanya salah satu

konsekuensi dari diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015(PP

78/2015) tentang Pengupahan sebagai produk dari Paket Kebijakan Ekonomi IV

ditahun 2015, maka mekanisme dalam menetapkan upah minimum berubah secara

drastis. Sejak PP Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, penetapan upah

minimum yang biasanya diusulkan Dewan Pengupahan kini ditetapkan langsung

oleh pemerintah. Ini berarti tugas utama dewan pengupahan dalam mengusulkan

Upah minimum berdasarkan survey Kebutuhan Hidup Layak (KHL) tidak

dilakukan lagi. Dewan Pengupahan harus menerapkan rumus yang telah

ditentukan oleh pemerintah sesuai dengan PP 78 tahun 2015 tersebut. 57

2.5.1 Penetapan Upah Minimum berdasarkan kebutuhan hidup layak (KHL)

sebelum terbitnya PP 78 tahun 2015.58

1) Dewan Pengupahan di masing-masing daerah Provinsi dan/atau

Kabupaten/Kota membentuk tim survei yang anggotanya terdiri dari 57 Mahayoni, Dilema Penetapan UMK/UMSK Kabupaten Bekasi, Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Bekasi, Hal 141. 58 Lampiran II Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hihup Layak.

52

unsur tripartit: perwakilan serikat pekerja, pengusaha, pemerintah, dan

pihak netral dari akademisi/pakar dengan mengikutsertakan Badan

Pusat Statistik setempat.

2) Tim melakukan survei berdasarkan KHL ditetapkan dalam

Kepmenaker Nomor 13 tahun 2012, berdasarkan standar tersebut, tim

survei Dewan Pengupahan melakukan survei harga untuk menentukan

nilai harga KHL sebagai salah satu dasar penetapan upah minimum.

3) Survei dilakukan di pasar tradisional yang menjual barang secara

eceran, bukan pasar induk dan bukan pasar swalayan atau sejenisnya

pada minggu I (pertama) setiap bulan sekali dari bulan Januari s/d

September, sedang untuk bulan Oktober s/d Desember dilakukan

prediksi dengan membuat metode least square. Hasil survei tiap bulan

tersebut kemudian diambil rata-ratanya untuk mendapat nilai KHL.

4) Nilai KHL ini akan digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan

dalam penetapan upah minimum yang berlaku bagi pekerja/buruh

dengan masa kerja kurang dari 1 (satu) tahun. Upah bagi pekerja

dengan masa kerja 1 (satu) tahun atau lebih dirundingkan secara

bipartit antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha di

perusahaan yang bersangkutan.

5) Berdasarkan nilai harga survei tersebut, Dewan Pengupahan juga

dengan mempertimbangkan faktor lainya yaitu produktivitas,

pertumbuhan ekonomi, usaha yang paling tidak mampu, kondisi pasar

kerja serta saran dari Dewan Pengupahan Provinsi/ Kabupaten/

53

Kotamadya mengusulkan besaran nilai UMK kepada Bupati/Walikota

setempat yang selanjutnya di sampaikan kepada Gubernur.

6) Setelah mendengar saran dan pertimbangan dari Dewan Pengupahan

Propinsi, kemudian Gubernur juga mempertimbangkan keseimbangan

besaran nilai upah minimum di antara kabupaten/kota yang ada di

propinsi tersebut; kemudian menetapkan besaran Nilai Upah

Minimum Kabupaten/kota yang bersangkutan.

7) Penetapan Upah Minimum Kabupaten/Kota ditetapkan selambat-

lambatnya 40 (empat puluh) hari sebelum tanggal 1 Januari (sesudah

penetapan upah minimum propinsi).

8) Upah Minimum Kabupaten/Kota yang ditetapkan harus lebih besar

dari Upah Minimum Propinsi.

9) Untuk menentukan Upah minimum Sektoral Propinsi dan Kab/kota,

dewan pengupahan Propinsi dan atau dewan pengupahan

Kabupaten/kota melakukan penelitian serta menghimpun data dan

informasi mengenai:

(a) homogenitas perusahaan;

(b) jumlah perusahaan;

(c) jumlah tenaga kerja;

(d) devisa yang dihasilkan;

(e) nilai tambah yang dihasilkan;

(f) kemampuan perusahaan;

(g) asosiasi perusahaan;

(h) serikat pekerja terkait;

54

10) Dewan pengupahan menentukan sektor dan sub-sektor unggulan yang

selanjutnya di sampaikan kepada masing-masing asosiasi perusahaan

dan serikat pekerja untuk melakukan perundingan menetapkan upah

minimum di sektor yang bersangkutan. Apabila di sektor tersebut

belum memiliki asosiasi perusahaan, maka perundingan dan

kesepakatan dilakukan oleh perusahaan di sektor/subsektor tersebut

bersama APINDO dengan Serikat Buruh/Serikat Pekerja di sektor

yang sama.

11) Hasil kesepakatan antara asosiasi perusahaan dengan serikat buruh

kemudian di sampaikan kepada Dewan Pengupahan yang selanjutnya

sebagai usulan penetapan upah minimum sektoral tersebut kepada

Gubernur untuk ditetapkan sebagai Upah Minimum Sektoral.

12) Penetapan upah minimum sektoral propinsi (UMSP) harus lebih besar

sekurang-kurangnya 5% dari upah minimum propinsi (UMP). Begitu

juga penetapan upah minimum sektoral kabupaten harus lebih besar

sekurangkurangnya 5% dari dari upah minimum kabupaten (UMK).

55

Gambar 5. Prosedur Penetapan Upah Minimum sebelum terbit PP 78/2015

56

57

Gambar 6. Komponen KHL, Lampiran Permen No.13 Tahun 2012

58

5.2.2 Penetapan Upah Minimum setelah lahirnya PP 78 tahun 2015 tentang

Pengupahan:59

1) Penetapan Upah Minimum oleh Gubernur dilakukan setiap

tahun berdasarkan KHL dan dengan memperhatikan

produktivitas dan pertumbuhan ekonomi.

2) Gubernur wajib mentapkan Upah Minimum Provinsi dan dapat

(tidak wajib) menetapkan Upah Minimum Kabupaten/kota.

3) Penetapan Upah Minimimum dihitung dengan menggunakan

formula perhitungan Upah Minimum.

4) Bagi daerah yang upah minimum provinsinya masih dibawah

khl, gubernur wajib menyesuaikan ump sama dengan khl secara

bertahap paling lama 4 (empat) tahun sejak peraturan

pemerintah tentang pengupahan diundangkan.

5) Komponen dan jenis kebutuhan hidup layak ditinjau dalam

waktu 5 (lima) tahun yang ditetapkan oleh menteri paling lambat

bulan Januari ditahun ke 5 (lima) dengan mempertimbangkan

hasil kajian yang dilakukan oleh Dewan Pengupahan Nasional

(Depenas).

6) Kajian oleh Depenas tersebut dilaksanakan ditahun keempat

dalam periode 5 (lima) tahun dan paling lambat selesai pada

bulan Oktober60dan disampaikan ke menteri paling lambat

november tahun yang sama.61

59 Permenaker Nomor 15 Tahun 2018 tentang Upah Minimum. 60 Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL), pasal 7 ayat (5). 61 Ibid, pasal 8 ayat (2).

59

7) Dewan Pengupahan Provinsi atau Kabupaten/Kota melakukan

perhitungan nilai KHL berdasarkan penetapan peninjauan

komponen dan jenis kebutuhan hidup sebagai dasar perhitungan

upah minimum di tahun pertama dalam periode 5 (lima) tahun

dengan memperhatikan produktivitas dan pertumbuhan

ekonomi.62

8) Upah minimum Provinsi dan upah minimum Kabupaten/kota

tahun pertama setelah peninjauan komponen dan jenis

kebutuhan hidup ditetapkan sama dengan nilai KHL hasil

peninjauan, dan ditahun kedua sampai dengan tahun kelima

setelah peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup

ditetapakan dengan menggunakan formula perhitungan upah

minimum.

9) Formula perhitungan upah minimum sebagaimana dimaksud

adalah adalah Upah minimum tahun berjalan ditambah dengan

hasil perkalian antara Upah minimum tahun berjalan dengan

penjumlahan tingkat inflasi nasional tahun berjalan dan tingkat

pertumbuhan Produk Domestik Bruto tahun berjalan.

UMn = UMt + {UMt x (Inflasit + % Δ PDBt )}

Keterangan:

UMn : Upah minimum yang akan ditetapkan.

UMt : Upah minimum tahun berjalan.

62 Ibid, pasal 10-11.

60

Inflasit : Inflasi yang dihitung dari periode September tahun yang lalu sampai dengan periode September tahun berjalan.

Δ PDBt : Pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang dihitung dari pertumbuhan Produk Domestik Bruto yang mencakup periode kwartal III dan IV tahun sebelumnya dan periode kwartal I dan II tahun berjalan.

10) Upah minimum Provinsi ditetapkan oleh gubernur paling lambat

tanggal 1 November, sedangkan upah minimum Kabupaten/kota

ditetapkan oleh gubernur paling lambat tanggal 21 November

dan berlaku terhitung mulai tanggal 1 Januari tahun berikutnya.

11) Gubernur dapat menetapkan UMSP dan/atau UMSK63

berdasarkan hasil kesepakatan asosiasi pengusaha dengan sp/sb

pada sektor yang bersangkutan64 dan jika perundingan tidak

mencapai kesepakatan maka Gubernur tidak dapat menetapkan

UMSP dan/atau UMSK.65

12) Penentuan sektor unggulan UMSP dan/atau UMSK

dilaksanakan melalui kajian dengan variabel:66

a. Kategori usaha sesuai KBLI 5 (lima) digit;

b. Perusahaan dengan skala usaha besar;

c. Pertumbuhan nilai tambah; dan

d. Produktivitas tenaga kerja

63 Permenaker tentang Upah Minimum, pasal 12 ayat (1) 64 Ibid, pasal 12 ayat (2) 65 Ibid, pasal 14 ayat (2) 66 Ibid, pasal 15 ayat (2) & pasal 13 ayat (2)

61

13) Umsp harus lebih besar dari ump di provinsi yang bersangkutan

dan umsk harus lebih besar dari umk di kabupaten/kota yang

bersangkutan, berlaku sejak ditetapkan oleh Gubernur setelah

mendapat saran dan pertimbangan mengenai sektor unggulan

dari dewan pengupahan provinsi atau dewan pengupahan

kabupaten/kota.

Gambar 7. Prosedur Penetapan Upah Minimum setelah terbit PP 78/2015

62

BAB III

HASIL PENELITIAN

Setelah ditandatanganinya Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015

tentang Pengupahan (PP 78/2015) oleh Presiden pada tanggal 23 Oktober 2015,

mekanisme penetapan upah minimum tahun 2016 dan seterusnya menjadi

berubah. Mekanisme penetapan upah minimum yang sebelumnya dibahas di

dewan pengupahan daerah berdasarkan mekanisme survei kebutuhan hidup layak,

kini diganti menggukana formula yang tercantum dalam peraturan pemerintah

tersebut. Pekerja/buruh beranggapan bahwa formula penetapan upah minimum

yang terdapat dalam PP 78/2015 menjadikan kenaikan upah mereka menjadi lebih

kecil jika dibandingkan dengan kenaikan upah minimum sebelumnya, yaitu saat

sebelum diberlakukanya formula tersebut.

Penulis mengambil data terkait dampak dari implementasi formula upah

minimum sesuai Peraturan Pemerintah nomor 78 tahun 2015 tentang pengupahan

terhadap kesejahteraan pekerja, dari Konsulat Cabang Serikat Pekerja Federasi

Serikat Pekerja Metal Indonesia (KC FSPMI) Kab/kota Bekasi. FSPMI salah satu

serikat pekerja yang perwakilanya masuk dalam dewan pengupahan kabupatan

dan kota Bekasi, sehingga mereka terus mengikuti perkembangan dan ikut

merasakan dampak dari diberlakukanya formula tersebut. Data yang kami ambil

adalah data lima tahun sebelum dan sesudah diberlakukanya formula tersebut.

63

3.1 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015

terhadap kenaikan upah minimum di Kab. Bekasi.

Beberapa statement di media massa, Menteri Ketenagakerjaan Hanif

Dhakiri sering menyampaikan bahwa PP 78/2015 tentang Pengupahan

memberikan kepastian dan menguntungkan pekerja/buruh. Namun faktanya

pernyataan ini bertolak belakang dengan kenyataan, dimana semenjak terbitnya

Peraturan Pemerintah, kenaikan upah minimum mengalami penurunan yang

sangat signifikan.

Gambar 8. Tabel Kenaikan Upah Minimum Kab. Bekasi sebelum diterbitkanya PP 78/2015

Kenaikan upah minimum diatas adalah data lima tahun sebelum terbitnya

PP 78/2015, dimana kenaikan upah minimum diperoleh dari rekomendasi dewan

pengupahan daerah kabupaten Bekasi berdasarkan survei kebutuhan hidup layak

di berbagai pasar di kabupaten Bekasi. Dari data tabel diatas dapat kita lihat

0,00%

5,00%

10,00%

15,00%

20,00%

25,00%

30,00%

35,00%

2011 2012 2013 2014 2015

10,10%

16,02%

34,18%

22,25%

19,51%

DATA KENAIKAN UPAH MINIMUM KAB. BEKASI

Rata-rata kenaikan

20.41%.

64

kenaikan upah minimum di kabupaten Bekasi secara persentase relatif tinggi,

bahkan di tahun 2013 kenaikan mencapai 34.18%. Rata-rata dari kenaikan upah

minimum di kabupaten Bekasi lima tahun sebelum terbit PP78/2015 adalah

sebesar 20.41%.

Sejak tahun 2016 dan seterusnya, penetapan upah minimum berubah

mekanisme cara penetapanya, yakni berdasarkan formula yang terdapat dalam PP

78/2018. Berdasarkan formula tersebut penetapan upah minimum baru adalah

upah tahun berjalan ditambah dengan perkalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi

secara nasional.

Gambar 9. Tabel Kenaikan Upah Minimum Kab. Bekasi setelah diterbitkanya PP 78/2015

Data kenaikan upah minimum di kabupaten Bekasi setelah

diimplementasikanya formula upah dalam terbit PP 78/2015 menjadi relatif

Rata-rata kenaikan

9.0%.

65

menurun. Rata-rata kenaikan lima tahun terakhir dari 20.41% turun menjadi

sebesar 9%.

3.2 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015

terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak di Kab. Bekasi.

Salah satu alasan keberatan para pekerja/buruh terhadap PP 78/2015

terutama pada pasal 44 ayat (2) dalam hal penetapan upah minimum

menggunakan formula perkalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi secara

nasional. Tentunya data inflasi secara nasional tidak merepresentasikan kenaikan

harga-harga yang sebenarnya di daerah khususnya dikabupaten Bekasi sebagai

sentra Industri. Selain itu juga dinilai mengesampingkan Nilai Kebutuhan Hidup

layak yang sudah ditetapkan oleh Permennakertrans RI Nomor 13 Tahun 2012

tentang komponen kebutuhan hidup layak (KHL) karena dalam Peraturan

Pemerintah tersebut menyebutkan bahwa Gubernur harus menetapkan Upah

Minimum wajib memakai Formula itu.

Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) cabang kab. Bekasi yang

menjadi bagian dari Dewan Pengupahan Bekasi dari unsur pekerja tetap

melakukan kajian dan survey kebutuhan hidup layak. Meskipun hasil dari survey

tersebut tidak lagi menjadi acuan penetapan upah minimum, FSPMI berdalih

bahwasanya survey tersebut sebagai bahan kajian di internal mereka. Metode

survey pasar yang mereka lakukan tetap menggunakan acuan komponen

66

sebagaimana terlampir dalam Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang

Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hidup Layak.

3.2.1 Pelaksanaan Survei

A. Kuisioner

Survei menggunakan kuisioner yang memuat hal-hal yang perlu

ditanyakan kepada responden untuk memperoleh informasi harga

barang/jasa sesuai dengan jenis-jenis kebutuhan dalam komponen KHL.

B. Pemilihan Tempat Survei

1) Survei harga dilakukan di pasar tradisional yang menjual barang

secara eceran, bukan pasar induk dan bukan pasar swalayan atau

sejenisnya.

Untuk jenis kebutuhan tertentu, survei harga dapat dilakukan di

tempat lain di tempat jenis kebutuhan tersebut berada/dijual.

Kriteria pasar tradisional tempat survei harga :

a) Bangunan fisik pasar relatif besar.

b) Terletak pada daerah yang biasa dikunjungi pekerja/buruh.

c) Komoditas yang dijual beragam.

d) Banyak pembeli.

e) Waktu keramaian berbelanja relatif panjang

67

Dalam hal ini survei dilakukan di pasar Sentra Cikarang, pasar Serang

Cikarang Selatan, pasar Cikarang dan pasar Tambun.

2) Survei kebutuhan yang dapat dilakukan bukan di pasar tradisional

sebagai berikut :

a) Listrik : yang disurvei adalah nilai rekening listrik tempat tinggal

pekerja berupa satu kamar sederhana yang memakai daya listrik

sebesar 900 watt

b) Air : survei dilakukan di PDAM, tarif rumah tangga yang

menkonsumsi air bersih sebanyak 2.000 liter per bulan.

c) Transport : tarif angkutan dalam kota pulang pergi di daerah yang

bersangkutan.

d) Harga tiket rekreasi disurvei di tempat rekreasi.

e) Potong rambut : di tukang cukur untuk pria dan salon untuk

wanita.

f) Sewa kamar : Survei dilakukan untuk 1 (satu) kamar yang mampu

menampung semua jenis KHL yang disepakati, dalam kondisi

kamar kosong.

C. Waktu Survei

1) Survei dilakukan pada minggu I (pertama) setiap bulan (Aturan

Permenaker), tetapi survey oleh SP FSPMI dilakukan dua kali dalam

setahun menjelang penetapan upah yaitu dibulan Agustus dan

Oktober.

68

2) Waktu survei ditetapkan sedemikian rupa sehingga tidak terpengaruh

oleh fluktuasi harga akibat perubahan kondisi pasar, misalnya antara

lain saat menjelang bulan puasa dan hari raya keagamaan.

D. Responden

Responden yang dipilih adalah :

1) Pedagang yang menjual barang – barang kebutuhan secara eceran.

Untuk jenis-jenis barang tertentu, dimungkinkan memilih responden

yang tidak berlokasi di pasar tradisional, seperti meja/kursi, tempat

tidur, kasur dan lain-lain.

2) Penyedia jasa seperti tukang cukur / salon, listrik, air dan angkutan

umum.

3) Pemilihan responden perlu memperhatikan kondisi sebagai berikut:

a) Apakah yang bersangkutan berdagang pada tempat yang tetap /

permanen / tidak berpindah – pindah;

b) Apakah yang bersangkutan menjual barang secara eceran;

c) Apakah yang bersangkutan mudah diwawancarai, jujur dan;

d) Responden harus tetap / tidak berganti – ganti.

E. Metode Survei Harga

Data harga barang dan jasa diperoleh dengan cara menanyakan harga

barang seolah – olah petugas survei akan membeli barang, sehingga dapat

diperoleh harga yang sebenarnya (harus dilakukan tawar menawar) Survei

69

dilakukan terhadap tiga orang responden tetap yang telah ditentukan

sebelumnya.

F. Penetapan Spesifikasi Jenis Kebutuhan (Parameter Harga)

1) Beras; Kualitas beras sedang adalah jenis beras yang biasa di

konsumsi oleh masyarakat setempat.

2) Sumber protein :

a) Daging yang dipilih adalah daging sapi atau daging kerbau atau

daging kambing atau daging ayam atau daging yang biasa di

konsumsi oleh masyarakat setempat dengan kualitas sedang.

b) Ikan segar adalah ikan air tawar atau ikan laut yang biasa

dikonsumsi masyarakat yang mudah didapat dan banyak dijual di

pasar tradisional dengan kualitas baik.

c) Telur ayam adalah telur ayam ras.

3) Kacangan-kacangan; Kacang-kacangan adalah jenis kacang yang

biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat termasuk hasil olahan,

seperti tahu dan tempe. Satuan harga dapat berupa harga per potong,

per bungkus, per satuan berat (gram), liter.

70

4) Susu bubuk; Susu bubuk adalah yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat pada umumnya. Jika di daerah setempat jarang ditemukan

susu bubuk, dapat diganti dengan susu cair yang setara.

5) Gula pasir; Gula pasir adalah gula pasir yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat setempat.

6) Minyak goring; Minyak goreng adalah minyak curah yang biasa

dikonsumsi oleh masyarakat setempat. Harga satuan dapat dalam

bentuk kilogram (kg) atau liter.

7) Sayuran; Sayuran yang mudah didapat dan biasa dikonsumsi oleh

masyarakat setempat, seperti bayam, kangkung, kol, kacang panjang,

sawi dan lain – lain. Penetapan satuan dapat per kg atau per ikat.

8) Buah – buahan; Buah – buahan setara pisang dan pepaya adalah buah-

buahan yang biasa dikonsumsi dan mudah didapat oleh masyarakat

setempat seperti jeruk lokal, semangka, dan lain-lain, dengan satuan

per kg, per sisir atau per buah.

9) Karbohidrat lain; Sumber karbohidrat yang biasa dikonsumsi oleh

masyarakat setempat dapat berupa mie instan atau mie kering, tepung

terigu atau tepung beras dengan satuan per bungkus atau per kg.

10) Teh atau kopi; Teh celup yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat

setempat. Dalam hal di suatu daerah tidak terdapat teh celup, dapat

diganti dengan teh yang biasa digunakan di daerah setempat dengan

jumlah kebutuhan yang setara atau kopi bubuk yang dijual dalam

bentuk sachet yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat setempat.

71

11) Bumbu – bumbuan; Harga bumbu – bumbuan tidak perlu disurvei,

cukup mengacu pada total nilai komponen makanan dan minuman,

yaitu sebesar 15 % dari nilai komponen makanan dan minuman.

12) Celana panjang/rok/pakaian muslim; Bahan setara katun yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

13) Celana pendek; Bahan setara katun kualitas sedang yang biasa dipakai

sehari-hari di rumah.

14) Ikat pinggang; Bahan dari kulit sintetis, polos dan tidak branded.

15) Kemeja lengan pendek/blus; Kemeja lengan pendek untuk pria dan

blus untuk wanita, bahan setara katun yang biasa digunakan oleh

masyarakat setempat.

16) Kaos oblong/BH; Kaos oblong untuk kebutuhan pekerja pria, dan BH

untuk pekerja wanita. Dipilih kaos oblong/ BH yang biasa digunakan

oleh masyarakat setempat.

17) Celana dalam; Terdiri dari celana dalam pria atau wanita dengan

kualitas sedang yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat.

18) Sarung /kain panjang; Merk yang biasa digunakan oleh masyarakat

setempat.

19) Sepatu; Sepatu dari bahan kulit sintetis untuk pria atau wanita yang

biasa digunakan oleh masyarakat setempat.

20) Kaos kaki; Bahan dari katun, polyester, polos dengan kualitas sedang.

21) Perlengkapan pembersih sepatu :

a) Semir sepatu; Bahan padat yang digunakan untuk merapikan

warna sepatu.

72

b) Sikat sepatu; Alat yang digunakan untuk merapikan warna sepatu.

22) Sandal jepit; Sandal jepit yang terbuat dari bahan karet yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

23) Handuk mandi; Ukuran 100 cm x 60 cm yang biasa digunakan oleh

masyarakat setempat.

24) Perlengkapan ibadah :

a) Sajadah atau setara dengan harga sajadah, kualitas sedang yang

biasa digunakan oleh masyarakat.

b) Mukenah atau setara dengan harga mukenah, kualitas sedang

yang biasa digunakan oleh masyarakat.

c) Peci dan lain-lain sebagai penutup kepala yang digunakan untuk

ibadah.

Kebutuhan perlengkapan ibadah disesuaikan dengan kebutuhan

ibadah pekerja/buruh di wilayah setempat.

25) Sewa kamar; Harga sewa kamar dalam kondisi kosong sederhana yang

biasa ditempati oleh satu orang pekerja/buruh untuk satu bulan yang

dapat menampung jenis KHL lainnya

26) Dipan /tempat tidur; Dipan ukuran No. 3 (90 cm x 200 cm) polos dan

diplitur, terbuat dari bahan kayu yang biasa digunakan oleh

masyarakat setempat.

27) Perlengkapan tidur:

73

a) Kasur terbuat dari bahan busa ukuran single bed dengan kualitas

sedang yang biasa dipakai oleh masyarakat setempat.

b) Bantal terbuat dari bahan busa dengan kualitas sedang yang biasa

dipakai oleh masyarakat setempat.

28) Seprei dan sarung bantal; Seprei dan sarung bantal yang terbuat dari

bahan katun yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat.

29) Meja dan kursi; satu meja dengan empat kursi, terbuat dari bahan

plastik atau bahan kayu yang biasa digunakan oleh masyarakat

setempat.

30) Lemari pakaian; Terbuat dari kayu dengan kualitas sedang yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

31) Sapu; Sapu adalah sapu ijuk atau bahan lain yang biasa digunakan

oleh masyarakat setempat.

32) Perlengkapan makan:

a) Piring makan; Piring makan polos terbuat dari kaca yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

b) Gelas minum; Gelas minum putih polos yang biasa digunakan

oleh masyarakat setempat.

c) Sendok dan garpu; Dari bahan stainless yang biasa digunakan

oleh masyarakat setempat.

33) Ceret almunium; Ceret almunium ukuran diameter 25 cm yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

74

34) Wajan almunium; Wajan almunium ukuran diameter 32 cm yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

35) Panci almunium; Panci almunium ukuran diameter 32 cm yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

36) Sendok masak; Sendok dari bahan almunium yang biasa digunakan

oleh masyarakat setempat.

37) Rice cooker; Rice cooker 350 watt ukuran ½ liter yang digunakan

untuk memasak beras menjadi nasi dengan kualitas sedang.

38) Kompor dengan perlengkapannya:

a) Kompor gas 1 tungku dengan kualitas Standar Nasional Indonesia

(SNI).

b) Selang dan regulator dengan kualitas Standar Nasional Indonesia

(SNI).

c) Tabung gas dengan kualitas standar Pertamina.

Dalam hal di suatu daerah belum mendapat distribusi kompor gas

dan kelengkapannya serta tabung gas, maka dapat disepakati

spesifikasi yang setara dengan kompor gas dan segala

kelengakapannya serta tabung gas.

39) Gas Elpiji; Gas elpiji ukuran berat 3 kg dengan kualitas Standar

Nasional Indonesia (SNI) sebanyak 2 tabung per bulan.

Dalam hal di suatu daerah belum mendapat distribusi gas elpiji, maka

dapat disepakati spesifikasi yang setara dengan gas elpiji.

75

40) Ember plastic; Ember plastik dengan ukuran 20 liter yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

41) Gayung plastic; Bahan plastik dengan ukuran dan kualitas sedang.

42) Listrik; Listrik dengan daya 900 watt dengan 2 titik.

43) Bola lampu hemat energy; Bola lampu yang digunakan adalah bola

hemat energi (LHE) atau 14 watt atau yang setara.

44) Air bersih; Standar PAM, biaya rekening PAM untuk pemakaian 2

meter kubik air untuk 1 bulan.

45) Sabun cuci pakaian; Sabun cream atau deterjen yang pada umumnya

dipakai untuk mencuci pakaian yang biasa digunakan di daerah

setempat.

46) Sabun cuci piring (sabun colek); Sabun digunakan untuk mencuci

peralatan masak dan makan adalah sabun colek atau yang biasa

digunakan di daerah setempat.

47) Seterika; Seterika yang digunakan adalah seterika dengan 250 watt

yang biasa digunakan masyarakat setempat.

48) Rak piring portable plastic; Rak piring portable terbuat dari plastik,

digunakan untuk meletakkan/menyusun piring, gelas, dan sendok yang

biasa digunakan masyarakat setempat.

49) Pisau dapur; Pisau dapur terbuat dari bahan stainless, yang biasa

digunakan masyarakat setempat.

50) Cermin; Cermin dengan ukuran 30 cm x 50 cm yang biasa digunakan

masyarakat setempat.

76

51) Bacaan/radio; Harga tabloid mingguan yang banyak beredar di daerah

setempat, atau harga radio 4 band dan yang biasa digunakan oleh

masyarakat setempat.

52) Ballpoint/pensil; Alat tulis ballpoint/pensil yang biasa digunakan

masyarakat setempat.

53) Sarana kesehatan :

a) Pasta gigi; Produk lokal (tube 80 gram) yang biasa digunakan

oleh masyarakat setempat.

b) Sabun mandi; Produk lokal (ukuran 80 gram) yang biasa

digunakan oleh masyarakat setempat.

c) Sikat gigi; Produk lokal yang biasa digunakan oleh masyarakat

setempat.

d) Shampoo; Produk lokal (ukuran 100 ml) yang biasa digunakan

oleh masyarakat setempat.

e) Pembalut atau alat cukur; Pembalut dengan ukuran bungkus isi 10

atau 1 set alat cukur yang biasa digunakan oleh masyarakat

setempat.

54) Deodorant; Deodorant yang digunakan dengan kualitas 100 ml/g

sesuai kebutuhan pekerja di daerah yang bersangkutan.

55) Obat anti nyamuk; Obat anti nyamuk bakar yang dijual dalam satuan

dus dan yang biasa digunakan oleh masyarakat setempat.

56) Potong rambut; Untuk pria di tempat tukang cukur, dan untuk wanita

di salon yang sederhana/kecil.

77

57) Sisir; Alat untuk merapikan rambut dengan kualitas sedang.

58) Transport kerja dan lainnya; Angkutan umum yang biasa digunakan di

daerah setempat, dengan tarif pulang pergi.

59) Rekreasi; Nilai rekreasi diukur dengan harga tiket satu kali masuk

(bukan tiket terusan) ke arena tempat rekreasi/hiburan.

60) Tabungan; Dihitung 2 % dari total nilai jenis kebutuhan nomor 1

sampai dengan nomor 59.

G. Penentuan Kualitas / Merk Setiap Jenis Barang dan Jasa

Untuk jenis barang kebutuhan yang kualitas dan harganya sangat

bervariasi, seperti pakaian dalam, celana panjang/rok, kemeja, blus,

handuk, sarung dan lain – lain, maka yang dipilih adalah kualitas

sedang sesuai dengan kesepakatan tim survei.

3.2.1 Hasil Survei

PASAR :

I MAKANAN DAN MINUMAN1 Beras IR 64 Sedang 10,00 Kg 120.000Rp 120.000Rp 120.000Rp 110.000Rp

2 Sumber Protein 130.425Rp 133.575Rp 149.340Rp 118.800Rp

a. Daging Sapi Sedang 0,75 Kg 58.125Rp 58.125Rp 60.000Rp 60.000Rp

Ayam -Rp -Rp -Rp -Rp

-Rp -Rp -Rp -Rp

b. Ikan Segar Mas Baik 1,20 Kg 48.300Rp 51.450Rp 65.340Rp 35.800Rp

Bandeng -Rp -Rp -Rp -Rp

Tongkol -Rp -Rp -Rp -Rp

Kembung -Rp -Rp -Rp -Rp

Mujair Nila -Rp -Rp -Rp -Rp

Lele -Rp -Rp -Rp -Rp

Gurame -Rp -Rp -Rp -Rp

Gabus -Rp -Rp -Rp -Rp

Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp

c. Telur Ayam Ras Merah Orange

1,00 Kg 24.000Rp 24.000Rp 24.000Rp 23.000Rp

3 Kacang-kacangan -Rp -Rp -Rp -Rp

Tempe Baik 4,50 Kg 35.325Rp 40.500Rp 45.000Rp 51.750Rp

Tahu -Rp -Rp -Rp -Rp

Rp - Rp - Rp - Rp -

4 Susu Bubuk Dancow Sedang 0,90 Kg 216.960Rp 89.325Rp 75.015Rp 83.100Rp

DEWAN PENGUPAHAN FSPMI KABUPATEN /KOTA BEKASI

HASIL SURVEY KEBUTUHAN HIDUP LAYAK

CIKARANG CENTRAL SERANGNo.Komponen dan Jenis Kebutuhan

Spesifikasi KualitasKebutuhan

Satuan

Tanggal: 10-Oct-19

TAMBUN

78

Rp - Rp - Rp - Rp -

4 Susu Bubuk Dancow Sedang 0,90 Kg 216.960Rp 89.325Rp 75.015Rp 83.100Rp

Milo 0,90 -Rp -Rp -Rp -Rp

Anlene 0,90 -Rp -Rp -Rp -Rp

Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp

5 Gula Pasir Gulaku Sedang 3,00 Kg 37.500Rp 37.500Rp 42.000Rp 36.000Rp

6 Minyak Goreng Curah Curah 2,00 Kg 22.000Rp 24.000Rp 22.000Rp 24.000Rp

7 Sayuran -Rp -Rp -Rp -Rp

Bayam Baik 7,20 Kg 87.600Rp 88.000Rp 95.872Rp 91.200Rp

Kangkung -Rp -Rp -Rp -Rp

Kol Putih -Rp -Rp -Rp -Rp

Kacang Panjang

-Rp -Rp -Rp -Rp

Sawi Putih -Rp -Rp -Rp -Rp

Kentang -Rp -Rp -Rp -Rp

Brokoli -Rp -Rp -Rp -Rp

Wortel -Rp -Rp -Rp -Rp

Buncis -Rp -Rp -Rp -Rp

Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp

8 Buah-Buahan -Rp -Rp -Rp -Rp Pisang Baik 7,50 Kg 175.000Rp 145.000Rp 190.625Rp 165.000Rp

Jeruk -Rp -Rp -Rp -Rp

Pepaya -Rp -Rp -Rp -Rp

Anggur -Rp -Rp -Rp -Rp

Buah Naga -Rp -Rp -Rp -Rp

Melon -Rp -Rp -Rp -Rp

Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp

9 Karbohidrat lain -Rp -Rp -Rp -Rp

Tepung Terigu

(segitiga)Sedang 3,00 Kg 54.825Rp 58.500Rp 59.400Rp 57.900Rp

Mie Instan (indomie)

-Rp -Rp -Rp -Rp

Rata-2 -Rp -Rp -Rp -Rp

10 Teh & Kopi -Rp -Rp -Rp -Rp

Teh Sari Wangi Celup 1,00Dus isi

2511.100Rp 5.000Rp 6.000Rp 5.000Rp

Kopi Kapal Api Sachet 4,00 75 gr Rp 25.844 Rp 26.000 Rp 24.000 Rp 42.000

Air Minum Aqua 51.000Rp 45.000Rp 54.000Rp -Rp

967.579Rp 812.400Rp 883.252Rp 784.750Rp

11 Bumbu-bumbuan (Nilai 1-

10)15% % 145.137Rp 121.860Rp 132.488Rp 117.713Rp

Jumlah 1.112.716Rp 934.260Rp 1.015.740Rp 902.463Rp

79

II SANDANG

12 Celana Panjang/Rok/Pakaian Muslim

6/12 Rp 181.342 Rp 193.233 Rp 148.400 Rp 90.833

a. Pakaian Muslim Perempuan Katun sedang

Ptg

- Gamis Katun sedang

6/12 Ptg

- JilbabJilbab siap

pakai Katun sedang

6/12 Ptg

Jumlah

b. Pakaian Muslim Pria/ Baju Koko

Katun sedang

6/12 Ptg

Rata-rata a,b

c. Rok Cardinal 6/12 Ptg

d. Celana Panjang Cardinal 6/12 Ptg

Rata-rata

13 Celana Pendek Katun Sedang

2/12 Ptg 66.483Rp 81.650Rp 8.317Rp 25.000Rp

14 Ikat pinggangKulit sintetis, polos, tidak

branded1/12 buah 8.325Rp 8.333Rp 4.167Rp 5.833Rp

15 Kemeja Tangan Pendek/BlusSetara Katun

6/12 Ptg 189.500Rp 189.500Rp 184.950Rp 70.000Rp

16 Kaos Oblong/BH

Swan, Plump,

Darnes(cowok)

Sedang 6/12 Ptg 23.200Rp 32.450Rp 30.700Rp 21.250Rp

Sorex (cewek)

Rata-2

17 Celana DalamGT Man (cowok)

Sedang 6/12 Ptg 18.725Rp 18.167Rp 12.500Rp 11.500Rp

Sorex (cewek)

Rata-2

18 Sarung/Kain Panjang

Manggis, Mangga,

Atlas, Gajah Duduk

Sedang 3/24 Helai 14.375Rp 9.375Rp 15.000Rp 7.500Rp

19 Sepatu Bata Kain sintetis 2/12Pasan

g66.650Rp 29.983Rp 58.317Rp 50.000Rp

20 Kaos Kaki Mundo

Katun, Polyester,

Polos, Sedang

4/12 Pasang

8.667Rp 7.000Rp 8.967Rp 6.667Rp

21Perlengkapan Pembersih Sepatu

11.742Rp 11.250Rp 9.842Rp 12.250Rp

a. Semir Sepatu Kiwi Sedang 6/12 Buah

b. Sikat Sepatu Sedang 1/12 Buah

22 Sandal jepit Swalow Karet 2/12 Pasang

5.833Rp 2.167Rp 3.167Rp 3.333Rp

23 Handuk Mandi100 cm x 60

Cm1/12 Ptg 7.875Rp 7.292Rp 7.083Rp 5.833Rp

120 x 90 Cm

Rata-2

24 Perlengkapan Ibadaha. Sajadah sedang 1/12 Buah 30.417Rp 28.742Rp 19.158Rp 25.417Rp b. Mukena sedang 1/12 Buahc. Peci Kendi Mas sedang 1/12 Buah

Jumlah

Jumlah 633.133Rp 619.142Rp 510.567Rp 335.417Rp

80

III PERUMAHAN

25 Sewa Kamar

Dapat Menampung Jenis KHL lainnya

1,00 1 Bulan

750.000Rp 800.000Rp 750.000Rp 600.000Rp

26 Dipan/Tempat Tidur QQ/Olympic No.3 (90 x 200 cm)

1/48 Buah 58.333Rp 58.333Rp 16.667Rp 33.333Rp

27 Perlengkapan Tidur 20.278Rp 28.472Rp 16.939Rp 4.549Rp

a. Kasur Busa single bed Busa 1/48 Buah

b. Bantal Busa Dacron Busa 2/36 Buah

28 Sprei dan Sarung Bantal My LoveNo.3 / Katun

Sedang 2/12 Set 86.167Rp 21.667Rp 23.333Rp 25.000Rp

29 Meja dan KursiPlastic

Napoly, Lyon1 Meja 4

Kursi1/48 Set 8.333Rp 10.625Rp 12.188Rp 7.917Rp

30 Lemari PakaianNon Kayu Jati (kayu Mahoni)

Kayu sedang 1/48 buah 15.625Rp 15.604Rp 14.998Rp 30.208Rp

31 Sapu Ijuk Sedang 2/12 buah 4.167Rp 7.150Rp 3.833Rp 2.500Rp

32 Perlengkapan Makan 7.925Rp 7.375Rp 9.200Rp 137.500Rp

a. Piring Makan Kedaung Polos 3/12 buah

b. Gelas MinumJenis

BelimbingPolos 3/12 buah

c. Sendok Makan dan Garpu Dolls Sedang 3/12pasan

g

33 Ceret Alumunium Eagle/Jawa Ukuran 24/25 cm

1/24 Buah 8.708Rp 8.750Rp 6.996Rp 3.125Rp

34 Wajan Alumunium Eagle/JawaUkuran

32/33 cm1/24 Buah 2.292Rp 2.833Rp 1.663Rp 13.333Rp

35 Panci Alumunium Eagle/JawaUkuran

32/33 cm2/12 Buah 11.433Rp 33.333Rp 11.667Rp 24.167Rp

36 Sendok Masak Tanpa Merk Alumunium 1/12 Buah 2.075Rp 2.333Rp 2.333Rp 1.250Rp

37 Rice Cooker ukuran 1/2 LiterCosmos, Maspion

350 Watt 1/48 Buah 5.000Rp 6.667Rp 4.583Rp 10.833Rp

38 Kompor dan Perlengkapannya 17.208Rp 19.208Rp 18.742Rp 12.675Rp

a. Kompor Gas 1 Tungku Rinai 1/24 Buah

b. Selang & Regulator SNI 1/24 Set

c. Tabung Gas 3 Kg Pertamina 1/60 Buah

39 Gas Elpiji @ 3 Kg 2,00Tabun

g46.000Rp 44.000Rp 48.000Rp 280.000Rp

40 Ember PlastikLion Star, Excellent

Isi 20 Liter 2/12 Buah 6.983Rp 13.333Rp 10.000Rp 9.167Rp

41 Gayung Plastik Lion Star, Excellent

Sedang 1/12 BUah 2.992Rp 1.417Rp 1.250Rp 833Rp

42 Listrik 900 Watt 1,00 Bulan 250.000Rp 250.000Rp 250.000Rp 150.000Rp

43 Bola Lampu Hemat Energi Sinyoku, Osram

14 Watt(4 pcs)

3/12 buah 78.900Rp 57.900Rp 57.900Rp 60.000Rp

44 Air Bersih Standar PAM 2,00Meter Kubik

50.000Rp 50.000Rp 50.000Rp 160.000Rp

45 Sabun Cuci Pakaian Rinso, Soklin Cream/Detergen

1,50 Kg 34.500Rp 21.125Rp 44.000Rp 46.000Rp

Pewangi Pakaian

46 Sabun Cuci Piring (colek) Wings, Ekonomi

500 gr 1,00 Buah 3.400Rp 5.000Rp 4.500Rp 5.800Rp

47 SetrikaCosmos, Maspion

250 Watt 1/48 Buah 4.896Rp 3.646Rp 3.331Rp 6.042Rp

48 Rak Piring Portable Plastik Sedang 1/24 Buah 6.708Rp 25.000Rp 7.458Rp 10.000Rp

49 Pisau Dapur Sedang 1/36 Buah -Rp -Rp -Rp -Rp

50 CerminBingkai Plastik

30 x 50 cm 1/36 Buah 2.386Rp 2.361Rp 2.775Rp 1.111Rp

Jam Dinding 1/24 Buah 1.625Rp 4.167Rp 2.083Rp 2.083Rp

Mesin CusiPanasonic,to

shiba1/36 Buah 47.222Rp 47.222Rp 63.053Rp 41.667Rp

Jumlah 1.533.157Rp 1.547.522Rp 1.437.492Rp 1.679.093Rp

IV PENDIDIKAN

81

Gambar 10. Hasil Survei KHL Serikat Pekerja FSPMI Kab. Bekasi 2020

Sumber; DPKab FSPMI Bekasi

IV PENDIDIKAN51 Bacaan/Radio

Nova Tabloid 2,00 Eks/Buah

Bola 2,00

Televisi 24"Toshiba,Panasonic,Sams

ung1/36 Buah 63.889Rp 66.667Rp 41.667Rp 41.667Rp

52 Ballpoint / pensilPilot,

Standard, Steadler

Sedang 6/12 Buah

Handphone Sedang 1/12 Buah Rp 300.000 Rp 125.000 Rp 83.333 Rp 125.000

Paket Data Semua Operator

5 Gb 1 Rp 70.000 Rp 70.000 Rp 70.000 Rp 50.000

Jumlah 433.889Rp 261.667Rp 195.000Rp 216.667Rp

V KESEHATAN

53 Sarana Kesehatan Rp 87.073 Rp 90.958 Rp 91.558 Rp 122.292 a. Pasta Gigi Pepsodent 80 Gr 1,00 Tube Rp - Rp 5.000 Rp 5.000 Rp 10.500 b. Sabun Mandi Life Boy 80 Gr 2,00 Buah Rp - Rp 6.000 Rp 11.400 Rp 7.000

c. Sikat Gigi Formula Produk Lokal 3/12 buah Rp - Rp 625 Rp 1.725 Rp 2.125

d. Shampoo Sunsilk Produk Lokal 1,00 110 ml Rp - Rp 13.000 Rp 15.000 Rp 24.000

e. - Pembalut Softex Isi 10 1,00 Dus Rp - Rp 7.000 Rp 16.800 Rp 15.000 - Alat Cukur Goal 1,00 Set Rp - Rp 12.000 Rp 4.900 Rp 19.000 - Gunting Kuku 2/12 pcs Rp - Rp 833 Rp 833 Rp 1.667 - Pembersih Muka 1,00 tube Rp - Rp 26.300 Rp 26.000 Rp 35.000 - Cottonbud 1,00 pack Rp - Rp 20.200 Rp 9.900 Rp 8.000 - Rp - Rp - Rp -

Rata-rata Rp - Rp - Rp -

54 Deodorant Rexona, Axe 100 ml/g 6/12 Botol Rp 12.950 Rp 11.100 Rp 12.725 Rp 9.500

Minyak Rambut Botol

Rata-2

55 Obat Anti Nyamuk Baygon Bakar 3,00 Dus Rp 62.513 Rp 45.000 Rp 60.638 Rp 73.500

Sprai

Rata-2

56 Potong RambutTukang

Cukur/Salon6/12 Kali Rp 9.000 Rp 7.500 Rp 9.000 Rp 7.500

57 Sisir Biasa 2/12 kali Rp 833 Rp 667 Rp 983 Rp 1.667 Make Up Rp 75.000 Rp 75.000 Rp 104.900 Rp 152.000 a. Lipstik 1,00 Tubeb. Bedak Muka 1,00 Pack

Jumlah 247.369Rp 230.225Rp 279.804Rp 366.458Rp

VI TRANSPORTASI

58 Transport Kerja dan lainnyaAngkutan

Umum30

Hari (PP)

Rp 750.000 Rp 750.000 Rp 750.000 Rp 900.000

Jumlah 750.000Rp 750.000Rp 750.000Rp 900.000Rp

VII REKREASI DAN TABUNGAN

59 Rekreasi Bioskop 21 Daerah Sekitar

2/12 kali Rp 22.917 Rp 22.917 Rp 22.917 Rp 19.583

Water boom Cikarang

0,17

GowetWater

kingdom

Rata-2

60 Tabungan (2% dari nilai 1 s/d 59)

2% % Rp 94.664 Rp 87.315 Rp 84.230 Rp 88.394

Jumlah Rp 117.580 Rp 110.231 Rp 107.147 Rp 107.977 JUMLAH KESELURUHAN (I+II+III+IV+V+VI+VII) Rp 4.827.844 Rp 4.453.047 Rp 4.295.749 Rp 4.508.074

Rp 4.521.179 Rp 3.837.939

Rp 683.240

NILAI RATA-RATAKHL 2019

Kenaikan KHL

Presentase Kenaikan 17,80%

82

Dari hasil survei yang dilakukan serikat pekerja FSPMI dengan

menggunakan komponen KHL sebagaimana terlampir dalam Permenakertrans

nomor 13 tahun 12 tentang Kebutuhan Hidup Layak, didapat angka sebagai

berikut:

Gambar 11. Data Kenaikan UMK Kab. Bekasi terhadap Pencapaian KHL (Sumber; DPKab FSPMI Bekasi)

Gambar 12. Grafik Kenaikan UMK Kab. Bekasi terhadap Pencapaian KHL (Sumber; DPKab FSPMI Bekasi)

TAHUN 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

UMK 1.168.000 1.286.000 1.492.000 2.002.000 2.447.445 2.925.000 3.261.380 3.530.440 3.837.940 4.146.130 4.498.962

KHL 1.205.000 1.283.000 1.324.000 1.643.000 2.101.000 2.466.000 2.754.000 3.261.380 3.530.440 3.837.940 4.521.179

SELISIH KENAIKAN 84.000 118.000 206.000 510.000 445.445 477.555 336.380 269.060 307.500 308.190 352.832

KENAIKAN (%) 7,75% 10,10% 16,02% 34,18% 22,25% 19,51% 11,50% 8,25% 8,71% 8,03% 8,51%

PENCAPAIAN KHL 96,9% 100,2% 112,7% 121,9% 116,5% 118,6% 118,4% 108,2% 108,7% 108,0% 99,5%

DATA KENAIKAN UPAH MINIMUM TERHADAP PENCAPAIAN KHLKAB. BEKASI

96,9%

96,9%

100,2%

112,7%

121,9%

116,5%

118,6%

118,4%

108,2%108,7%

108,0%

99,5%

90,0%

95,0%

100,0%

105,0%

110,0%

115,0%

120,0%

125,0%

-

500.000

1.000.000

1.500.000

2.000.000

2.500.000

3.000.000

3.500.000

4.000.000

4.500.000

5.000.000

2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019 2020

Upah Minimum Kab. BekasiTerhadap Pencapaian KHL

UMK KHL PERSEN

83

Dari grafik diatas, terlihat pencapaian upah minimum kabupaten (UMK)

Bekasi terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak (KHL), dari tahun 2010 yang

sebelumnya UMK Bekasi masih dibawah KHL dari tahun ke tahun mengalami

kenaikan. Hal ini salah satu faktor disebabkan oleh menguatnya pergerakan

serikat pekerja/buruh yang tergabung dalam gerakan HOSTUM (Hapus

Outsorching dan Tolak Upah Murah) yang berefek pada naiknya bargaining

power pekerja di Dewan Pengupahan. Kesadaran pekerja untuk bergabung dalam

serikat pekerja yang terus melakukan penolakan sistem kerja upah murah

membuat perhatian pemerintah lebih terfokus kepada pekerja/buruh. Hal ini

direspon dengan diterbitkanya Permenaker Nomor 13 tahun 2012 yang merubah

komponen KHL dari 46 item menjadi 60 item.

Namun setelah terbitnya PP 78/2015 kembali mendegradasi angka

pencapaian UMK terhadap KHL. Penetapan upah minimum dengan tidak

berpatokan kepada KHL secara tidak langsung berefek kepada menurunya angka

persentase pencapaian UMK terhadap KHL. Upah minimum yang diterima para

pekerja/buruh kabupaten Bekasi yang sebelumnya nilainya diatas KHL, setelah

lima tahun diberlakukanya PP 78/2015 menjadi dibawah KHL. Rasio penurunan

pencapaian KHL cukup signifikan sebesar 18.99%. Lalu bagaimana dengan

daerah saat PP 78 diundangkan (tahun 2015), upah minimumnya masih dibawah

KHL seperti Ciamis, Banjar dan Pengandaran, tentunya ini lebih memprihatinkan

jika dibandingkan dengan kabupaten Bekasi.

84

3.3 Dampak implementasi formula upah minimum sesuai PP 78/2015

terhadap upah Kabupaten Bekasi dengan daerah sekitar.

Salah satu konsekuensi dari diberlakukanya PP 78/2015 adalah munculnya

kesenjangan upah antar daerah menjadi semakin lebar, terutama perbedaan upah

di jabodetabek dan daerah industri dengan wilayah lainya. Hal ini dikarenakan

saat diundangkanya PP 78/2015 untuk diimplementasikan pada penetapan upah di

tahun 2016, kondisi upah di bebagai daerah mempunyai perbedaan yang sangat

mencolok.

Gambar 13. Peta Upah Provinsi Jawa Barat tahun 2015 (Sumber; Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 561/Kep.1746-Bangsos/2014)

Jika kita lihat peta upah provinsi Jawa Barat, upah tertinggi ada di

Kabupaten Karawang dengan nominal Rp. 2.987.000 dan terendah adalah

kabupaten Pangandaran sebesar Rp. 1.188.000 dengan perbedaan sangat

signifikan sebesar Rp. 1.799.000 atau 251,43%. Hal ini yang menjadikan

85

pemerataan upah di Jawa Barat menjadi tidak baik. Bahkan jika kita lihat

kabupaten Karawang dengan kabupaten Subang yang berdekatan hanya dibatasi

sungai perbedaan upahnya cukup besar Rp. 1.059.000 atau sebesar 154,93%.

Dengan diimplementasikanya formula PP 78/2015 mengakibatkan kenaikan

upah secara persentasi menjadi flat sesuai dengan nilai inflasi dan pertumbuhan

ekonomi secara nasional, tentunya ini akan berakibat bagi daerah yang memiliki

upah tinggi secara nominal akan semakin tinggi. Demikian sebaliknya dengan

daerah yang upahnya terlampau rendah akan semakin tertinggal oleh daerah lain.

Gambar 13. Peta Upah Provinsi Jawa Barat tahun 2020 (Sumber; Keputusan Gubernur Jawa Barat)

UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal UMK Kenaikan Nominal 1 Kab. Karawang 2.987.000 20,84% 510.000 3.330.505 11,50% 343.505 3.605.272 8,25% 274.767 3.919.291 8,71% 314.019 4.234.010 8,03% 314.719 4.594.325 8,51% 360.314 2 Kota Bekasi 2.984.000 20,91% 512.077 3.327.160 11,50% 343.160 3.601.650 8,25% 274.490 3.915.354 8,71% 313.704 4.229.757 8,03% 314.403 4.589.709 8,51% 359.952 3 Kab. Bekasi 2.925.000 16,04% 392.555 3.261.375 11,50% 336.375 3.530.438 8,25% 269.063 3.837.940 8,71% 307.502 4.146.126 8,03% 308.186 4.498.962 8,51% 352.835 4 Kota Depok 2.732.000 12,85% 308.000 3.046.180 11,50% 314.180 3.297.489 8,25% 251.309 3.584.700 8,71% 287.211 3.872.552 8,03% 287.852 4.202.106 8,51% 329.554 5 Kota Bogor 2.711.000 13,00% 305.805 3.022.765 11,50% 311.765 3.272.143 8,25% 249.378 3.557.147 8,71% 285.004 3.842.786 8,03% 285.639 4.169.807 8,51% 327.021 6 Kab. Bogor 2.655.000 15,51% 347.760 2.960.325 11,50% 305.325 3.204.552 8,25% 244.227 3.483.668 8,71% 279.116 3.763.406 8,03% 279.738 4.083.670 8,51% 320.264 7 Kab. Purwakarta 2.626.000 23,81% 500.000 2.927.990 11,50% 301.990 3.169.549 8,25% 241.559 3.445.617 8,71% 276.068 3.722.300 8,03% 276.683 4.039.068 8,51% 316.768 8 Kota Bandung 2.356.000 15,50% 310.000 2.626.940 11,50% 270.940 2.843.663 8,25% 216.723 3.091.346 8,71% 247.683 3.339.580 8,03% 248.234 3.623.779 8,51% 284.199 9 Kab. Bandung Barat 2.045.000 15,31% 266.161 2.280.175 11,50% 235.175 2.468.289 8,25% 188.114 2.683.277 8,71% 214.988 2.898.745 8,03% 215.468 3.145.428 8,51% 246.683

10 Kab. Bandung 2.041.000 15,31% 265.722 2.275.715 11,50% 234.715 2.463.461 8,25% 187.746 2.678.029 8,71% 214.568 2.893.075 8,03% 215.046 3.139.275 8,51% 246.201 11 Kab. Sumedang 2.041.000 15,31% 265.722 2.275.715 11,50% 234.715 2.463.461 8,25% 187.746 2.678.029 8,71% 214.568 2.893.075 8,03% 215.046 3.139.275 8,51% 246.201 12 Kota Cimahi 2.041.000 15,31% 265.727 2.275.715 11,50% 234.715 2.463.461 8,25% 187.746 2.678.028 8,71% 214.567 2.893.075 8,03% 215.047 3.139.275 8,51% 246.200 13 Kab. Sukabumi 1.969.000 23,89% 374.078 2.195.435 11,50% 226.435 2.376.558 8,25% 181.123 2.583.557 8,71% 206.999 2.791.016 8,03% 207.459 3.028.532 8,51% 237.515 14 Kab. Subang 1.928.000 20,41% 222.000 2.149.720 11,50% 221.720 2.327.072 8,25% 177.352 2.529.760 8,71% 202.688 2.732.900 8,03% 203.140 2.965.468 8,51% 232.568 15 Kab. Cianjur 1.648.000 6,67% 100.000 1.837.520 11,50% 189.520 1.989.115 8,25% 151.595 2.162.367 8,71% 173.252 2.336.005 8,03% 173.638 2.534.799 8,51% 198.794 16 Kota Sukabumi 1.645.000 16,44% 322.041 1.834.175 11,50% 189.175 1.985.494 8,25% 151.319 2.158.431 8,71% 172.937 2.331.753 8,03% 173.322 2.530.183 8,51% 198.430 17 Kab. Indramayu 1.494.000 14,78% 188.680 1.665.810 11,50% 171.810 1.803.239 8,25% 137.429 1.960.301 8,71% 157.062 2.117.714 8,03% 157.413 2.297.931 8,51% 180.218 18 Kota Tasikmalaya 1.472.000 17,22% 213.000 1.641.280 11,50% 169.280 1.776.686 8,25% 135.406 1.931.435 8,71% 154.749 2.086.530 8,03% 155.095 2.264.093 8,51% 177.564 19 Kab. Tasikmalaya 1.464.000 12,17% 155.671 1.632.360 11,50% 168.360 1.767.030 8,25% 134.670 1.920.938 8,71% 153.908 2.075.189 8,03% 154.251 2.251.788 8,51% 176.599 20 Kota Cirebon 1.443.000 15,37% 188.500 1.608.945 11,50% 165.945 1.741.683 8,25% 132.738 1.893.384 8,71% 151.701 2.045.422 8,03% 152.038 2.219.488 8,51% 174.065 21 Kab. Cirebon 1.428.000 15,44% 187.250 1.592.220 11,50% 164.220 1.723.578 8,25% 131.358 1.873.702 8,71% 150.124 2.024.160 8,03% 150.458 2.196.415 8,51% 172.255 22 Kab. Garut 1.275.000 15,21% 165.000 1.421.625 11,50% 146.625 1.538.909 8,25% 117.284 1.672.948 8,71% 134.039 1.807.286 8,03% 134.338 1.961.086 8,51% 153.800 23 Kab. Majalengka 1.264.000 24,50% 245.000 1.409.360 11,50% 145.360 1.525.632 8,25% 116.272 1.658.515 8,71% 132.883 1.791.693 8,03% 133.178 1.944.166 8,51% 152.473 24 Kab. Kuningan 1.224.000 20,36% 204.000 1.364.760 11,50% 140.760 1.477.353 8,25% 112.593 1.606.030 8,71% 128.677 1.734.994 8,03% 128.964 1.882.642 8,51% 147.648 25 Kab. Ciamis 1.177.000 8,74% 90.934 1.363.319 15,83% 186.319 1.475.793 8,25% 112.474 1.604.334 8,71% 128.541 1.733.162 8,03% 128.828 1.880.655 8,51% 147.492 26 Kab. Banjar 1.191.000 13,95% 143.000 1.327.965 11,50% 136.965 1.437.522 8,25% 109.557 1.562.730 8,71% 125.208 1.688.218 8,03% 125.488 1.831.885 8,51% 143.667 27 Kab. Pengandaran 1.188.000 11,92% 124.072 1.324.620 11,50% 136.620 1.433.901 8,25% 109.281 1.558.794 8,71% 124.893 1.714.673 10,00% 155.879 1.860.591 8,51% 145.918

DATA UMK JAWA BARAT

KABUPATENNO202020192018201720162015

TAHUN

86

Perbedaan upah yang terlampau tinggi akan menyebabkan terjadinya

urbanisasi dan aglomerasi penduduk di kawasan-kawasan industri seperti di

kabupaten Bekasi dikarenakan keingin pencari kerja untuk mendapatkan

pekerjaan dengan upah tinggi. Pemerataan pendapatan dan pemerataan ekonomi

menjadi tidak berjalan dengan baik. Selain itu perusahaan padat karya (labor

intensive) berfikir akan merelokasi usahanya kedaerah lain dengan upah yang

lebih rendah. Hal ini akan menimbulkan banyaknya PHK di daerah dengan upah

tinggi akibat dari relokasi perusahaan tersebut.

Gambar 14. Jarak UMK Bekasi dengan daerah lain di Provinsi Jawa Barat

(Sumber; Keputusan Gubernur Jawa Barat)

87

Gambar 14. Hasil wawancara dampak implementasi PP 78/2015

Ir. Said Iqbal, M.e H. Abdul Bais, S.E Sukamto

1

Alasan kondisi perekonomian untuk menjagaiklim investasi, pemerintah melalui PaketKebijakan Ekonomi IV mengeluarkan peraturantentang pengupahan yaitu Peraturan Pemerintahnomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahansebagai turunan dari Undang-undang no 13 tahun2003 tentang ketenagakerjaan (Pasal 97).Apakah PP 78 cukup efektif dalam memperbaikikondisi perekonomian Indonesia ?

PP 78 tidak memperbaiki konsidi perekonomian, justru memperburuk. Upah murah yang diberikan ke pekerja berdampak pada menurunya daya beli masyarakat sehingga akan berakibat menurunya konsumsi masyarakat. Hal ini yang membuat perekonomian tidak berjalan dengan baik dan ekonomi tidak bertambah

PP 78 tidak ada efeknya pada perbaikan ekonomi nasional, terbukti sejak diterbitkan perekonomian Indonesia tidak mengalami perbaikan. Bahkan semakin terpuruk, nilai tukar rupiah terhadap dolar semakin terperosok.

PP 78 membuat upah yang diterima pekerja turun, sehingga kesejahteraan pekerja menurun yang berefek pada produktifitas menurun sehingga ekonomi akan terhambat.

2

Perbedaan pandangan dan kepentingan antarapengusaha dan pekerja/buruh inilah yangmenjadikan permasalahan upah berlarut-larut dantentunya akan merugikan iklim investasi di negarakita, apakah dengan diterbitkanya PP 78/2015dapat mengatasi polemik atas perbedaankepentingan antara pengusaha danpekerja/buruhnya?

Justru dengan adanya PP 78 ruang berunding dalam hal upah minimum menjadi tidak ada, semua diambil kewenanganya oleh pemerintah pusat. Hal ini menjadi hubungan industria menjadi tidak baik dengan banyaknya aksi/demonstrasi yang menolak peraturan PP 78/2015 karena dianggap banyak merugikan kepentingan pekerja.

PP 78 membuat polemik upah terutama UMSK semakin panjang, tidak adanya perwakilan asosiasi sektor di tiap daerah membuat banyak daerah kesulitan menentukan sektor unggulan. Banyak daerah yang memberlakukan upah sektoral terlambat menentukan upah sektoralnya dan terancam hilang.

sejak PP 78 persoalan upah menjadi berlarut-larut, terutama dalam penetapan UMSK yang biasanya diputuskan bersamaan dengan UMK, sampai hari ini belum terlihat titik terangnya. Bahkan beberapa daerah seperti Karawang dan Batam UMSK diputuskan sampai bulan September tahun berikutnya.

3Menurut anda, apa manfaat/kebaikan dari PP78/2015?

untuk para Pekerja/buruh sampai saat ini belum ada manfaatnya, karena sebelum PP 78/2015 ada upah buruh setiap tahun sudah ada kenaikan justru lebih besar. PP 78/2015 lebih bermanfaat bagi pengusaha karena kenaikanya lebih rendah dari tahun-tahun sebelumnya sebelum PP78/2015 ada.

Penentuan UMP dan UMK lebih simple, karena hanya memasukan ke formula, upah lama dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang sudah ditentukan dengan surat edaran Menaker, tetapi tidak dengan penentuan pah sektoral (UMSK)

Manfaatnya mungkin hanya dirasakan bagi pekerja di daerah terpencil dan para pekerja yang belum berserikat sehingga kenaikan upah per tahun relatif kecil, setelah PP 78 terdongkrak

4 Menurut anda,apa kekurangan dari PP 78/2015?

Antara pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi yg dijadikan acuan formula PP78/2015 aktualnya berbeda dengan kebutuhan di pasar. Faktor Inflasi ditentukan dengan variable 256 item, sedangkan kebutuhan buruh hanya 60 item dan realitanya inflasinya berbeda jauh.

Dengan tidak adanya asosiasi sektor di berbagai daerah, menandakan pemerintah daerah belum siap mengimplementasikan PP 78/2015

Kekurangan dari PP 78/2015 salahsatunya mengesampingkan KHL dalam menentukan kenaikan upah minimum, Fungsi berunding dari dewan pengupahan menjadi tidak ada,

5Apa dampak implementasi formula PP 78/2015terhadap kesejahteraan pekerja/buruh?

Disparitas Upah antar daerah semakin lebar karena kenaikan persentase flat sedangkan kebutuhan hidup minimum masing-masing daerah berbeda. Disparitas upah yang semakin jauh mengakibatkan Kabupaten Bekasi menjadi tidak menarik bagi investor padatkarya, karena selisih upah terpaut tinggi dengan daerah sekitarnya. Solisanya dengan melihat kebutuhan hidup ril, dengan metode survei KHL

Sejak terbitnya PP 78/2015, fungsi dari dewan pengupahan menjadi tidak ada. Ruang berunding dalam penetapan upah minimum menjadi hilang karena semua sudah diatur dengan formula. Penentuan sektor unggulanpun menjadi tidak berguna karena apindo merasa tidak berwenang sebagai perwakilan pengusaha.

tujuan PP 78 adalah untuk meningkatkan kesejahteraan, tetapi aktualnya dengan PP78 membuat kenaikan upah menurun sehingga kesejahteraan menurun. Dengan terbitnya PP 78/2015 UMSK diberbagai daerah terancam hilang karena asosiasi sektor sebagai sarat menentukan kajian UMSK tidak ada, dan gubernur hanya diwajibkan menetapkan UMP.

6Apa saran anda terhadap regulasi PP 78/2015dan system pengupahan di Indonesia.?

secara substansi isi PP 78/2015 bertentangan dengan UU 13/2003 ketenagakerjaan sehingga secara hirarki perundangan PP 78/2015 harus diabaikan dan kembali ke ps. 89 UU Ketenagakerjaan.'-Kembali ke survei KHL karena kebutuhan ril seorang pekerja dapat dilihat dari survei tersebut

Penentuan upah minimum sebaiknya dikembalikan menggunakan survei KHL karena merepresentasikan kemampuan wilayah dan kebutuhan hidup minimum masing-masing daerah

- Sebelum PP 78 diberlakukan, harus dilakukan kajian terlebih dahulu. Kondisi yang terjadi jarak upah dari masing-masing daerah sangat jauh sehingga dengan kenaikan yang sama maka jarak antar daerah semakin bertambah lebar. Seharusnya dilakukan dulu kajian kebutuhan hidup layak didaerah masing-masing dengan metode yang sama. UU 13/2003 sudah baik dengan berdasarkan metode survey KHL, hanya saja yang perlu diperbaiki metode survei dan item KHL diberbagai daerah harus diatur secara detai dan dibuat standar yang baik.

Pertanyaan Jawaban Nara SumberWawancara Nara Sumber

No

88

BAB IV

PEMBAHASAN

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan merubah

mekanisme penetapan upah minimum. Komponen Kebutuhan Hidup Layak

(KHL) yang sebelumnya digunakan sejak tahun 1956 melalui konsesus Triparitit

dan para ahli gizi sebagai acuan penghitungan upah minimum, kini tidak lagi

digunakan setiap tahunya. Peninjauan KHL hanya akan dilakukan pada tahun

kelima berdasarkan hasil peninjauan komponen dan jenis kebutuhan hidup yang

ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja dengan mempertimbangkan hasil kajian

Dewan Pengupahan Nasional berdasarkan data dan informasi dari lembaga yang

berwenang di bidang statistik. Survei harga pasar yang dilakukan oleh Dewan

Pengupahan Provinsi atau Dewan Pengupahan Kabupaten/Kota dengan

membentuk tim yang keanggotaannya terdiri dari anggota Dewan Pengupahan

dari unsur tripartit, unsur perguruan tinggi/pakar, dan dengan mengikutsertakan

Badan Pusat Statistik setempat dan secara berkala setiap tahunya kini tidak lagi

dilakukan.

Hal ini tentunya menjadi masalah krusial bagi para pekerja/buruh karena

harga kebutuhan pokok mengalami perubahan sangat cepat dan terus meningkat

tiap tahun, sedangkan peninjauan komponen KHL yang mestinya menjadi dasar

perhitungan upah minimum dan kenaikan upah hanya dilakukan setiap 5 (lima)

tahun. Dengan demikian, kenaikan upah tiap tahunnya tidak lagi

mempertimbangkan komponen dan pencapaian KHL berdasarkan penghitungan

KHL secara periodik. Prinsip ini menjadi bertolak belakang dengan cita-cita

89

bangsa Indonesia sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi untuk mendapatkan

penghidupan yang layak bagi kemanusiaan serta menimbulkan keberatan para

pekerja/buruh karena tergerusnya upah mereka dalam upaya pencapaian nilai

kebutuhan hidup layak.

Dewan pengupahan daerah yang sebelumnya diberi kewenangan dalam

melakukan kajian sebagai acuan penetapan upah minimum di daerahnya

berdasarkan survey komponen hidup layak, kini tidak lagi dilakukan.

Kewenangan Dewan Pengupahan Daerah kini diambil alih oleh pemerintah pusat,

pemerintah daerah tidak lagi dipebolehkan dalam menetapkan upah di daerahnya

kecuali berpedoman dengan formula upah yang ada dalam peraturan tersebut. Hak

ini dipertegas dengan Surat Edaran yang dikeluarkan oleh Menteri Tenaga kerja

setiap tahunya berkaitan dengan penetapan upah minimum yang merujuk kepada

data inflasi dan data pertumbuhan ekonomi secara nasional yang dikeluarkan oleh

BPS. Dalam Surat Edaran tersebut disebutkan secara spesifik besaran persentase

kenaikan upah minimum tahun kedepan dengan merujuk kepada formula kenaikan

upah minimum yang tercantum dalam PP78/2015.67

Bahkan dalam Surat Edaran tersebut disertai ancaman sanksi kepada kepala

daerah dan/atau wakil kepala daerah yang tidak melaksanakanya, akan dianggap

tidak mendukung program strategis nasional serta akan dikenai sanksi

administratif sampai dengan pencopotan sebagai kepala daerah. Ini berarti

bahwasanya PP 78/2015 menghilangkan konsep desentralisasi otonomi daerah

67 Surat Edaran Menaker Nomor B-M/308/HI.01.00/X/2019, angka 8.

90

dalam penetapan upah minimum dan dikembalikan secara sentralistik kepada

pemerintah pusat.

Secara normatif upah minimum berlaku untuk pekerja new entrance atau

pekerja/buruh dengan masa kerja dibawah 1(satu) tahun, sedangkan bagi

pekerja/buruh dengan masa kerja di atas satu tahun dirundingkan secara bipartit

antara Pekerja/Buruh dengan Pengusaha di Perusahaan yang bersangkutan

menggunakan struktur dan skala upah (SSU).68 Sayangnya tidak semua pengusaha

menerapkan struktur skala upah sebagaimana diamanatkan dalam Permenaker

Nomor 01 tahun 2017 tentang struktur dan skala upah. Padahal didalam permen

tersebut pengusaha diwajibkan untuk menyusun struktur dan skala upah dengan

memperhatikan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi.69

Bahkan sanksi administratif dikenakan kepada pengusaha yang tidak menyusun

struktur skala upah dan tidak memberitahukanya kepada pekerja.70

Tetapi yang terjadi temuan dilapangan terutama perusahaan menengah dan

kecil, hampir semua pekerja menerima upah yang sama yaitu sebesar upah

minimum.71 Hal ini yang membuat isu upah minimum menjadi hal yang ditunggu-

tunggu oleh sebagian besar pekerja, karena mereka banyak berharap dan

bergantung dengan Surat Keputusan Gubernur tersebut tentang Penetapan besaran

kenaikan upah minimum. Kenaikan besaran upah minimum menjadi satu-satunya

harapan seberapa besar kenaikan upah pekerja/buruh ditahun mendatang sebagai

68 PP 78/2015, Pasal 42 ayat (1) & (2) 69 Permenaker Nomor 1 tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah, pasal 2 ayat (1). 70 Ibid, pasal 12 ayat (1). 71 Team Peneliti SMERU, Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung, Jakarta, 2003, Hal. iii.

91

mata pencaharian, untuk menutupi kebutuhan hidup mereka dan keluarganya yang

biasanya terlebih dulu naik menjelang pergantian tahun.

Dari data yang berumber dari Surat Keputusan Gubernur Jawa Barat diatas

dapat kita lihat bahwa kenaikan upah minimum kabupaten Bekasi lima tahun

sebelum terbitnya PP 78/2015 yang diperoleh dari rekomendasi dewan

pengupahan daerah kabupaten Bekasi berdasarkan survei kebutuhan hidup layak

di berbagai pasar di kabupaten Bekasi. Dari data tabel diatas dapat kita lihat rata-

rata kenaikan upah minimum yang diterima para pekerja/buruh di kabupaten

Bekasi lima tahun sebelum diberlakukanya PP 78/2015 diangka 20.41%, bahkan

di tahun 2013 mencapai diangka 34.18%.

Tetapi sejak tahun 2016, sejak berubahnya mekanisme penetapan upah

minimum berdasarkan formula PP 78/2015, para pekerja/buruh tidak bisa lagi

mendapatkan kenaikan upah yang relative tinggi. Lima tahun setelah diberlakukan

PP tersebut rata-rata kenaikan turun diangka 9%, bahkan sejak tiga tahun

terakhir, sejak tahun 2017 sampai dengan tahun ini (2020) kenaikan upah

minimum menjadi lebih stabil di kisaran angka 8% dan tidak pernah sampai

diangka 9%. Hal ini tentunya sangat baik bagi pengusaha dalam melakukan

penyusunan labor cost budgeting, tapi lagi-lagi buruh yang merasa dirugikan

karena tidak bisa merasakan kenaikan upah sebesar tahun-tahun sebelumnya.

Dari data hasil survey yang dilakukan oleh serikat pekerja Federasi Serikat

Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) cabang kabupaten Bekasi terhadap Kebutuhan

Hidup Layak, dapat kita lihat adanya penurunan upah minimum terhadap

pencapaian KHL di kabupaten Bekasi. Dari grafik diatas, terlihat pencapaian upah

92

minimum kabupaten (UMK) Bekasi terhadap pencapaian kebutuhan hidup layak

(KHL), dari tahun 2010 yang sebelumnya UMK Bekasi masih dibawah KHL dari

tahun ke tahun mengalami kenaikan.

Hal ini salah satu faktor disebabkan oleh menguatnya pergerakan serikat

pekerja/buruh yang tergabung dalam gerakan HOSTUM (Hapus Outsorching dan

Tolak Upah Murah) yang berefek pada naiknya bargaining power pekerja di

Dewan Pengupahan. Kesadaran pekerja untuk bergabung dalam serikat pekerja

yang terus melakukan penolakan sistem kerja upah murah membuat perhatian

pemerintah lebih terfokus kepada pekerja/buruh. Hal ini direspon dengan

diterbitkanya Permenaker Nomor 13 tahun 2012 yang merubah komponen KHL

dari 46 item menjadi 60 item. Namun setelah terbitnya PP 78/2015 kembali

mendegradasi angka pencapaian UMK terhadap KHL. Penetapan upah minimum

dengan tidak berpatokan kepada KHL secara tidak langsung berefek kepada

menurunya angka persentase pencapaian UMK terhadap KHL.

Salah satu dampak implementasi formula PP 78/2015 adalah jarak upah

antar daerah menjadi semakin lebar. Hal ini disebabkan saat diundangkanya PP

78/2015 jarak upah antar daerah sudah cukup besar, sehingga saat

diimplementasikan formula tersebut dengan kenaikan persentasi yang sama

mengakibatkan upah yang besar semakin besar dan juga sebaliknya daerah yang

upahnya kecil akan semakin tertinggal. Dari data gambar 13, kabupaten Bekasi

berada diurutan ketiga dibawah upah kota Bekasi dan upah kabupaten Karawang.

Perbedaan upah Bekasi dengan Karawang saat tahun 2015 sebesar Rp. 62.000 dan

tiap tahunya semakin besar hingga di tahun 2020 perbedaanya menjadi Rp.

93

95.363. Padahal kebutuhan hidup kabupaten Bekasi belum tentu lebih kecil

dibandingkan dengan Karawang, karena secara teritorial kabupaten Bekasi

letaknya lebih dekat dengan Ibukota.

Begitu juga jika kita bandingkan dengan daerah perbatasan Jawa Barat

dengan Jawa tengah, tepatnya kabupaten Pangandaran dan Banjar. Tahun 2015

upah Bekasi dengan kota Banjar selisih Rp. 1.737.000 dan semakin tahun

selisihnya semakin lebar, ditahun 2020 menjadi Rp. 2.667.370. Ini tentunya

menjadi tidak baik bagi kabupaten Bekasi karena tidak akan menarik untuk

investor menanamkan modalnya di Bekasi. Bahkan beberapa pengusaha yang

sudah terlanjur menanamkan modalnya berfikir untuk merelokasi usahanya di

daerah yang upahnya lebih rendah sehingga menimbulkan gelombang PHK masal.

Dari hasil wawancara terkait dampak PP 78/2015 dengan beberapa nara

sumber diantaranya hilangnya hak berunding pekerja yang diwakili oleh serikat

pekerja dalam dewan pengupahan. Di seluruh dunia, kenaikan upah selalu

melibatkan serikat pekerja, sesuai dengan Konvensi ILO No. 87 tentang

Kebebasan Berserikat dan Konvensi ILO No. 98 tentang Hak Berunding. Tetapi,

dengan ditetapkanya formula kenaikan upah yang berpatokan pada inflansi dan

pertumbuhan ekonomi, maka hak dasar serikat pekerja untuk berunding telah

dirampas.

Satu sisi formula dalam PP 78/2015 mempermudah dan mempercepat dalam

menghitung besaran kenaikan Upah Minimum Propinsi (UMP) dan Upah

Minimum Kabupaten (UMK) karena tidak lagi menggunakan metode survei KHL,

tapi dengan menggunakan formula sehingga prosesnya lebih cepat. Tetapi tidak

94

untuk penetapan upah Sektoral Propinsi/Kabupaten (UMSP/UMSK), upah

sektoral ditetapkan harus atas kesepakatan organisasi perusahaan dengan serikat

pekerja di sektor yang bersangkutan. Sedangkan asosiasi Pengusaha dan

Pekerja/Buruh sebagaimana sektor yang masuk dimaksud sampai saat ini belum

terbentuk sehingga UMSK terancam hilang.

95

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Peraturan Pemerintah Nomor 78 tahun 2015 tentang Pengupahan membuat

perubahan yang signifikan kepada mekanisme penetapan upah minimum.

Survei Kebutuhan Hidup Layak (KHL) yang sebelumnya digunakan sebagai

dasar penentuan kenaikan upah minimum setiap tahunya, kini hanya akan

ditinjau dalam jangka waktu 5 (lima tahun) oleh menteri dengan

mempertimbangkan hasil kajian Dewan Pengupahan Nasional. Kenaikan

upah ditahun pertama sampai dengan tahun keempat ditentukan

menggunakan formula perkalian inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

2. Implementasi Formula penetapan upah minimum yang terdapat dalam PP

78/2015 berdampak pada kesejahteraan pekerja/buruh di kabupaten Bekasi.

Rata-rata kenaikan upah di kabupaten Bekasi, lima tahun sebelum dan

sesudahnya formula tersebut diberlakukan, upah pekerja/buruh di kabupaten

Bekasi mengalami penurunan dari 20.41% menjadi 9.0%.

Upah minimum yang lima tahun sebelumnya berada diatas KHL, setelah

lima tahun diimplementasikan formula tersebut upah minimum kabupaten

Bekasi menjadi dibawah KHL. Ini menunjukan bahwa formula Upah

minimum dalam PP 78/2015 yang didasarkan pada perkalian inflasi dan

pertumbuhan ekonomi nasional, tidak bisa mengkoreksi kenaikan kebutuhan

96

hidup pekerja/buruh di daerah, kususnya di kabupaten Bekasi sebagai kota

Industri.

Kenaikan upah minimum menggunakan formula PP 78/2015 juga

menjadikan kenaikan upah secara persentasi menjadi flat sehingga

mengakibatkan disparitas upah antar daerah semakin lebar. Upah di daerah

yang terlampau tinggi seperti Karawang dan Bekasi akan semakin tinggi,

sedangkan upah yang terlampau rendah seperti kota Banjar atau kabupaten

Pangandaran akan semakin jauh tertinggal oleh daerah lainya.

5.2 SARAN

Konstitusi menjamin setiap warga negara berhak untuk memperoleh

penghasilan yang memenuhi penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.

Untuk itu negara dituntut membuat kebijakan upah dengan tujuan

melindungi para pekerja/buruh bisa hidup dengan layak. Upah yang layak

akan meningkatkan daya beli masyarakat sehingga konsumsi naik dan

berimbas pada pertumbuhan ekonomi. Namun satu sisi jika upah terlampau

tinggi akan berakibat meningkatnya biaya produksi yang akan membebani

pengusaha. Ancaman PHKpun didepan mata akibat pengusaha sulit bersaing

dengan produk kompetitor. Hal ini yang mengharuskan pemerintah untuk

mencari jalan tengah agar sistem pengupahan bisa bejalan aman dan

mengakomodir kepentingan para pihak dengan tujuan menjaga

97

keberlangsungan produksi serta melindungi upah pekerja/buruh secara layak

dan berkeadilan.

Menurut penulis jika PP 78/2015 akan dijadikan solusi mengatasi

permasalahan pengupahan yang berkepanjangan, agar lebih adil dan efektif

penulis memberi beberapa saran. Sebelum dijalankan pemerintah harus

melakukan beberapa perbaikan:

1. Kajian berdasarkan survei KHL diseluruh daerah menggunakan

metode dan standar survei yang sama untuk melihat kebutuhan

minimum pekerja/buruh didaerah tersebut bisa hidup dengan layak

selama satu bulan. Daerah yang upah minimumnya belum 100%

mencapai nilai KHL harus disesuaikan, karena berdasarkan data di

kabupaten Bekasi pencapaian upah minimum terhadap KHL setiap

tahun turun yang menandakan formula PP 78/2015 tidak serta merta

mengoreksi nilai kenaikan KHL didaerah-daerah.

2. Jarak upah antar daerah harus direview agar tidak terlalu lebar sebagai

start awal penerapan formula PP 78/2015. Kenaikan upah minimum

berdasarkan formula PP 78/2015 secara persentase menjadi flat

sehingga bagi upah yang terlalu tinggi akan semakin tinggi,

sebaliknya didaerah yang upahnya rendah akan semakin rendah

mengakibatkan disparitas upah antar daerah akan semakin lebar.

3. Pemerintah daerah diwajibkan membuat regulasi untuk

mengimplementasikan PP 78/2015 seperti mewajibkan masing-masing

daerah membentuk asosiasi sektor. Asosiasi sektor pengusaha maupun

98

serikat pekerja menjadi syarat wajib untuk melakukan kajian sektor

unggulan, sehingga tidak adanya asosiasi di daerah menjadikan

polemik berkepanjangan dalam penentuan upah minimum sektoral di

masing-masing daerah.

Dalam hal ini penulis memberi saran agar supaya sistem pengupahan

di Indonesia bisa berjalan efektif dan mengakomodir kepentingan para pihak

sehingga hubungan industrial bisa berjalan harmonis:

5.2.1 Saran bagi Pemerintah

1. Membuat sistem pengupahan dengan melibatkan stakeholder agar

kepentingan kedua belah pihak dapat terakomodir dengan tujuan

menjaga keberlangsungan produksi serta melindungi upah

pekerja/buruh secara layak dan berkeadilan.

2. Dalam mencapai upah layak harus didasarkan dengan survey

Kebutuhan Hidup Layak setiap tahun di daerah masing-masing untuk

mengetahui kebutuhan minimum tiap daerah yang berbeda-beda agar

pekerja/buruh dapat hidup secara layak sebagaimana diamanatkan

oleh konstitusi dan undang-undang Ketenagakerjaan.

3. Dibutuhkan peran pemerintah untuk memberikan kesejahteraan

kepada para Pekerja/Buruh sebagai warga negara dalam bentuk yang

nyata, seperti:

99

a) Memberikan jaminan sosial yang kepada seluruh rakyat

Indonesia termasuk para pekerja/buruh didalamnya, berupa

jaminan Kesehatan gratis, pendidikan gratis, jaminan pensiun

yang memadai dll.

b) Melakukan upaya dalam menjaga kesetabilan harga kebutuhan

pokok sehingga upah pekerja/buruh tidak tergerus secara nilai

tukar dan kenaikan upah minimum bisa meningkatkan

kesejahteraan mereka.

c) Menyediakan sarana umum yang memadai dan terjangkau

seperti transportasi, perumahan, rekreasi yang murah dan

terjangkau oleh pekerja/buruh.

d) Memberikan pelatihan kerja dan traning untuk meningkatkan

skill dan produktivitas sehingga penghasilan buruh bisa

meningkat.

5.2.2 Saran bagi Pengusaha

1. Membangun hubungan yang harmonis, mengutamakan dialog dan

terbuka dengan para pekerjanya sehingga tumbuh rasa saling

memahami kondisi dan kesulitan masing-masing pihak.

2. Pengusaha membuat struktur skala upah bagi pekerja/buruh dengan

mempertimbangkan golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan

kompetensi sehingga pekerja/buruh merasa lebih dihargai atas kerja

kerasnya membangun perusahaan dan produktivitas bertambah.

100

3. Transparasi anggaran dan sharing profit/berbagi keuntungan sehingga

terjalin kepercayaan dan rasa kecintaan kepada perusahaan tempat

mencari nafkah yang harus dijaga.

5.2.3 Saran bagi pekerja/buruh

1. Mengutamakan dialog dan membuka diri kepada pengusaha dalam

menyelesaikan permasalahan hubungan industrial termasuk

pengupahan dan tidak menggunakan hak mogok kecuali perundingan

mengalami deadlock.

2. Meningkatkan skill kerja dan produktivitas kerja agar keuntungan

perusahaan semakin besar dan kesejahteraan pekerjanya meningkat.

101

DAFTAR PUSTAKA

Undang-Undang Dasar Republik Indonesia 1945.

Kitab Undang-undang Hukum Perdata.

Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan.

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja.

Permenaker Nomor 05 Tahun 1989 Tentang Upah Minimum.

Permenaker Nomor 01 Tahun 1999 Tentang Upah Minimum

Permenaker Nomor 7 Tahun 2013 tentang Upah Minimum.

Permenaker Nomor 15 Tahun 2018 tentang upah minimum.

Permenaker Nomor 13 Tahun 2012 tentang Komponen dan Pelaksanaan Tahapan Pencapaian Kebutuhan Hihup Layak.

Permenaker Nomor 21 Tahun 2016 tentang Kebutuhan Hidup Layak (KHL).

Permenaker Nomor 1 Tahun 2017 tentang Struktur dan Skala Upah.

Keputusan Presiden Nomor 107 Tahun 2004 tentang Dewan Pengupahan.

Kepmenakertrans No. KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan Pelaksanaan Upah Minimum.

Abdul Khakim, Pengupahan dalam perspektif hukum ketenagakerjaan Indonesia, Bandung, Citra Aditya, 2016.

Abuzar Asra dan Novia Budi, Skripsi Berbasis Penelitian dan Statistika, In Media, Jakarta, 2018.

Lalu Husni, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan, Jakarta, Rajagrafindo Persada, 2016.

102

Zaeni Asyhadie dan Arief Rahman, Hukum Ketenagakerjaan dalam teori dan praktik di Indonesia, Jakarta, Prenadamedia Grup, 2019.

Sayid Mohammad, Hukum Ketenagakerjaan Hakikat Cita Keadilan dalam Sistem Ketenagakerjaan, Bandung, Refika Aditama, 2017

Joni Bambang, Hukum Ketenagakerjaan, Bandung, Pustaka Setia, 2013.

Aloysius Uwiyono, dkk, Asas-asas hukum perburuhan, eds. 2, PT. RadjaGrafindo Persada, 1999.

Cst. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta, 1984.

Mahayoni, Dilema Penetapan UMK/UMSK Kabupaten Bekasi, Kajian Terhadap Peraturan Pemerintah RI Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pengupahan, Bekasi.

International Labour Organization, Kebijakan Upah Minimum Indonesia, ILO, Documen Publication, 2015.

Muhamad Isnur, Penelitian Putusan Mahkamah Agung Pada Lingkup Pengadilan Hubungan Industrial, Jakarta, LBH Jakarta, 2014

Robert Libra, Azas Keadilan Dalam Penentuan Upah Minimum Di Indonesia Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 Tentang Pengupahan.

Prijono Tjiptoherijanto, Perkembangan Upah Minimum dan Pasar Kerja, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, (Volume XLI No. 4, 1993).

Devanto Shasta & Putu Mahardika, Kebijakan Upah Minimum Untuk Perekonomian yang Berkeadilan, Journal of Indonesian Applied Economics.

Team Peneliti SMERU, Penerapan Upah Minimum di Jabotabek dan Bandung, Jakarta, 2003, Hal. iii.

Badan Pusat Statistik (BPS), Kabupaten Bekasi dalam Angka 2019;

https://putusan.mahkamahagung.go.id/pengadilan/mahkamah-agung/direktori/perdatakhusus/phi.

103

diakses pada tgl 8 September 2019 jam 19:58 Wib.

https://wartakota.tribunnews.com/2018/01/24/kasus-perselisihan-karyawan-dengan-perusahaan-di-bekasi-meningkat. diakses pada 2 April 2020 jam 14:05 Wib.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5c34e8ef34c58/catahu-ylbhi-2018--penyebab-pengaduan-terbanyak-kasus-perburuhan. diakses pada 15 Februari 2020 jam 20:00 Wib.

https://bekasikab.bps.go.id/publication/2019/08/16/47b4c9e36494997970b178f2/kabupaten-bekasi-dalam-angka-2019.html. diakses pada tgl 12 Maret 2020 jam 19:30 Wib.

https://www.hukumonline.com/berita/baca/lt57f231254dcfc/putusan-mk-ini-kabar-baik-buat-pekerja/diakses pada tanggal 01 Maret 2020 jam 20:00 Wib.