baca online - perpus menpan

362

Upload: khangminh22

Post on 12-May-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PROSIDING HASIL RAPAT KOORDINASI

PENDAYAGUNAANAPARATURNEGARA TINGKAT NASIONAL

17-19 FEBRUARI

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

TAHUN 2003

KA TA PENGANTAR

Penyusunan Presiding ini dimaksudkan untuk mendokumentasikan hasil Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional (Rakorpannas) Tahun 2003 yang diselenggarakan di Jakarta pada tanggal 17-19 Februari 2003 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara. Buku ini memuat arahan Presiden R~publik Indonesia, arahan dari Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara, Menteri Dalam Negeri, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional, Menteri Keuangan, dan Menteri Pemberdayaan Perempuan, serta pakar hukum pidana Prof. DR. Loebby Luqman, serta pandangan dan makalah-makalah yang disampaikan oleh 16 nara sumber di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara.

Selain itu, buku ini juga memuat informasi kemajuan pelaksanaan Pendayagunaan Aparatur Negara dalam menindak lanjuti pelaksanaan reformasi birokrasi, serta hasil masukan para peserta untuk mengoptimalkan program PAN tahun 2003 dan penyusunan program tahun 2004, yang bertujuan untuk lebih mempercepat tercapainya sasaran reformasi birokrasi, terciptanya pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas KKN, menuju kepemerintahan yang baik (good governance).

Dengan adanya presiding ini diharapkan dapat diketahui peta permasalahan di bidang pendayagunaan aparatur negara sehingga akan mempermudah untuk memahami berbagai persoalan di bidang pendayagunaan aparatur negara dan untuk menindak lanjuti kesepakatan langkah-langkah pemecahannya secara nasional, regional, lokal dan sektoral sejalan dengan upaya mendorong keberhasilan pelaksanaan reformasi birokrasi.

Semoga kiranya bermanfaat.

Jakarta, Maret 2003.

Deputi Menteri Bidang Program Pendayagunaan

~/ Prof. DR. Maswadi Rauf, MA

DAFTARISI

KATA PENGANTAR

DAFTARISI

I.

II.

Ill.

PENDAHULUAN A. Latar Belakang B. Maksud dan Tujuan c. Tema D. Materi Penyajian E. Pelaksanaan Kegiatan F. Peserta G. Acara

SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA ......

PENGARAHAN PRESIDEN

IV. PENGARAHAN MENTERI A. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara B. Menteri Dalam Negeri C. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/

Kepala BAPPENAS D. Menteri Keuangan E. Menteri Pemberdayaan Perempuan F. Pakar Hukum Tata Negara (Prof. DR. Loebby

Loqman, SH, MH)

V. PENYAJIAN MATERI A. Aspek Pendayagunaan Aparatur Negara

1. Optimalisasi Koordinasi Program PAN 2. Reformasi Bidang Kelembagaan 3. Penataan Pegawai Negeri Sipil (PNS) 4. 5.

6. 7.

8.

Reformasi · Ketatalaksanaan Reformasi Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (SAKIP) Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik SANKRI, Landasan dan Prespektif Kebijakan Pendayagunaan Aparatur Negara Prioritas Program Dalam Rangka Penataan PNS

11

4 4 5 9 9

10

11

17

21 29

57 65 77 87

91 101 119 131

147 165

185 199

9. Kebijakan Kearsipan Dalam Rangka Mendukung Reformasi Birokrasi 209

10. Reformasi Sistem Pengawasan 217

B. Pelaksanaan Program PAN di Daerah Provinsi 1. Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi

di Daerah Provinsi Riau 235 2. Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi

di Daerah Provinsi D I Yogyakarta 241 3. Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi

di Daerah Provinsi Papua 253

c. Pelaksanaan Program PAN di Daerah Kabupaten dan Kota 1. Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi

di Kabupaten T egal 257 2. Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi

di Kota Gorontalo 263 3. Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi

di Kabupaten Belu 271

VI. POKOK-POKOK HASIL PERUMUSAN RAKORPANNAS TAHUN 2003 283

VII. SAMBUTAN PENUTUPAN OLEH MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 297

VII. DAFT AR LAMPl RAN 1. Daftar Peserta 303 2. Daftar Panitia 305 3. Jadual Acara 307 4. T ata T ertib Penyelenggaraan 313 5. Pengelompokan Komisi 315

--ooOOoo--

iii

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Permasalahan utama yang dihadapi aparatur negara adalah masih lambannya pelaksanaan reformasi birokrasi. lndikasinya terlihat dari masih tingginya tingkat korupsi serta banyaknya kasus-kasus KKN yang belum dapat diajukan ke pengadilan, penataan (rasionalisasi) organisasi dan manajemen pemerintahan yang belum sepenuhnya berdasarkan atas analisis jabatan dan beban tugas, belum memadainya standar penilaian kerja dan sistem remunerasi/ penggajian PNS, sistem pengawasan yang masih berorientasi kepada kebenaran administrasi dan keuangan saja, serta belum semua instansi memiliki sistem tata laksana yang memadai sehingga kinerja pelayanan publik belum seperti yang diharapkan masyarakat. Kesemuanya ini menuntut perlunya penerapan prinsip prinsip good governance.

Penyelenggaraan kepemerintahan yang baik (good governance) dalam pengelolaan administrasi publik dan pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah merupakan perwujudan responsibilitas pemerintah terhadap tuntutan dan aspirasi masyarakat dalam mencapai tujuan serta cita­cita berbangsa dan bernegara.

Dalam rangka proses penyelenggaraan good governance tersebut perlu dilakukan langkah-langkah pembaharuan atau reformasi birokrasi. Perlunya melakukan reformasi birokrasi, dipertegas pula dengan adanya rekomendasi MPR-RI melalui Ketetapan MPR Nomor: 11/MPR/2002 dan Nomor VI/MPR/2002, sehingga kegiatan reformasi birokrasi di tingkat pusat dan di tingkat daerah harus dipertajam. Reformasi birokrasi disini, adalah suatu tindakan atau rangkaian kegiatan pembaharuan secara konsepsional, sistematis dan berkelanjutan dengan melakukan upaya penataan, peninjauan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan dan pembaharuan terhadap sistem, kebijakan, peraturan perundang-undangan bidang aparatur negara, termasuk perbaikan akhlak-moral aparatur secara optimal sesuai tuntutan dan memperhatikan komitmen dengan didasarkan pada azas dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Reformasi birokrasi menempatkan aspek kelembagaan birokrasi pemerintah sebagai langkah pertama disamping unsur-unsur lainnya. Visi dan misi bangsa menjadi acuan dasar dalam melakukan reformasi kelembagaan birokrasi pemerintah dengan memperhatikan banyak aspek antara lain: penataan peran dan fungsi lembaga pemerintah, penataan organisasi pemerintah pusat dan daerah, analisis beban kerja, korporatisasi dan

privatisasi organisasi pemerintah. Sesuai tuntutan reinventing government, tantangan globalisasi, demokratisasi dan penyelenggaraan otonomi daerah maka kelembagaan yang terbentuk haruslah ramping dan proporsionaL

Sejalan dengan itu, secara simultan dilakukan pula penataan SDM Aparatur dengan memperhatikan berbagai aspek antara lain: jumlah dan komposisi pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi, distribusi pegawai antar instansi dan daerah secara merata, penempatan pegawai pada jabatan sesuai kompetensi, sistem penggajian yang layak dan adil, serta pelaksanaan diklat yang mendukung peningkatan kompetensi. Hal ini tentu saja berakibat adanya pegawai yang tidak dapat ditampung dalam jabatan yang ada, kemudian harus dipensiunkan tanpa merugikan pegawai yang bersangkutan, pemerintah maupun masyarakat. Disamping itu, pada saat bersamaan perlu pula dilakukan penambahan pegawai baru yang lebih berkompeten, agar mampu melaksanakan tugas pembangunan secara lebih profesional sesuai dengan tuntutan beban tugasnya.

Akhir tahun 2003 diharapkan telah dapat diselesaikan kajian tentang kelembagaan · pemerintah pusat dan daerah sesuai dengan yang diamanatkan visi dan misi bangsa, didukung oleh tersedianya jumlah dan kualifikasi PNS yang memiliki kompetensi. Setelah melalui berbagai proses, diharapkan pada periode kabinet hasil pemilu tahun 2004, telah dapat diterapkan. Untuk itu, setiap instansi agar menyiapkan diri supaya tidak terjadi distorsi bila masa penataan mulai diterapkan, dengan melakukan analisis kebutuhan organisasi serta mengidentifikasi dan menginventarisasi pegawai yang kemampuannya tidak dapat ditingkatkan lagi dalam memenuhi kompetensi jabatan dilingkungan masing-masing. Dalam hubungan ini, penataan SDM Aparatur dimaksudkan adalah upaya untuk perumusan, analisis dan penghitungan jumlah kebutuhan PNS yang proporsional sesuai dengan struktur kelembagaan dan beban tugas serta kompetensi yang dibutuhkan.

Aspek-aspek birokrasi yang lain seperti ketatalaksanaan, pengawasan dan pelayanan publik akan lebih efektif dilaksanakan apabila aspek kelembagaan dan SDM Aparatur telah efektif direformasi sebagaimana mestinya.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah, keberhasilan reformasi birokrasi sangat ditentukan oleh adanya dukungan perbaikan sistem administrasi keuangan negara serta penyelarasan peraturan perundang-undangan dalam rangka penyelenggaraan otonomi daerah. Agar pelaksanaan reformasi birokrasi lebih berhasil guna dan berdaya guna diperlukan pula dukungan penegakan hukum atas tindak pidana korupsi secara lebih konsekuen.

Dari pengalaman pelaksanaan program selama ini tampak bahwa koordinasi perencanaan/penyusunan program dan penetapan siklus anggaran belum

2

berjalan secara sinkron. Oleh karena itu adanya forum-forum komunikasi baik di tingkat Pusat maupun di Daerah perlu lebih diintensifkan.

Kedepan diharapkan birokrasi yang ada telah dapat berjalan mengikuti prinsip-prinsip manajemen modern dengan birokrasi yang efisien, efektif, akuntabel dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat, dimana kelembagaan yang ada sudah ramping dalam arti efektif mendukung pencapaian visi dan misi organisasi/instansi . pemerintah; PNS yang profesional sesuai kompetensi jabatan: memiliki skill, knowledge and attitude serta mempunyai integritas yang tinggi (konsisten dalam memperjuangkan kepentingan negara dan masyarakat); terbentuk sistem akuntabilitas yang dapat diimplementasikan; terbentuknya sistem pengawasan yang lebih menekankan pada fungsi pengendalian dalam rangka mengefektifkan pencapaian sasaran organisasi dan mencegah atau mengeliminasi terjadinya penyimpangan; dan tersedianya sitem ketatalaksanaan yang optimal di seluruh instansi dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi serta lebih mengedepankan peran partisipasi masyarakat, sehingga tercapai peningkatan pelayanan yang baik/ prima.

Bertitik tolak dari arah dan sasaran reformasi ini, Kementerian PAN dengan memperhatikan perkembangan situasi dan kondisi aparatur negara yang ada, juga masukan dari berbagai instansi, serta kesepakatan yang dicapai pada Rapat Koordinasi PAN tahun2002 yang lalu, telah menghasilkan berbagai kebijakan baik dalam rangka memberi masukan bagi perumusan rancangan peraturan pemerintah dan rancangan peraturan perundang-undangan lainnya, maupun dalam bentuk SK, SEdan lnstruksi Men.PAN. Disamping itu telah pula disiapkan rancangan program kegiatan PAN tahun anggaran 2003. Dalam pelaksanaan program tahun 2003 agar memperhatikan isu aktual, antara lain: berlakunya AFTA (2003), kenaikan tarif, investasi dan divestasi, masalah pengangguran. Oleh karenanya perlu dilakukan antisipasi tantangan menjadi peluang dan dapat melakukan penyesuaian dengan prioritas.

Dalam rangka menyusun program PAN nasional baik dalam rangka penyusunan REPETA PAN Nasional 2004, maupun dalam rangka persiapan penyusunan PROPENAS tahap berikutnya, maka dipandang perlu diselenggarakan Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional (RAKORPAN-NAS) tahun 2003 dengan mengikutsertakan instansi pusat dan daerah. Agar pelaksanaan dan pencapaian hasil rakor dapat berjalan secara optimal, maka dibutuhkan kerjasama yang baik Kementerian PAN dengan instansi dibawah koordinasi Kementerian PAN (BKN, LAN, ANRI dan BPKP) serta Kementerian PPN/BAPPENAS - Departemen Keuangan dan Departemen Dalam Negeri.

Guna optimalisasi pencapaian sasaran substansial penyelenggaraannya, diharapkan para pengarah/ pemrasaran yang mengambil bagian dalam

3

RAKORPANNAS Tahun 2003 kiranya menyiapkan materi mengikuti arah dan sasaran reformasi birokrasi sesuai dengan instansi/bidang masing-masing.

B. Maksud Dan Tujuan

1. Maksud

Penyelengaraan RAKORPANNAS Tahun 2003 dimaksudkan untuk membangun komitmen dan kesamaan persepsi seluruh lnstansi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam menindak lanjuti pelaksanaan Reformasi Birokrasi yang · meliputi penataan kelembagaan dan penataan PNS guna penyesuaian jumlah PNS dan meningkatkan kapasitas SDM Aparatur yang mempunyai akuntabilitas kepada publik dan mampu memberikan pelayanan publik secara optimal.

2. Tujuan

a Mengevaluasi program 2002, menyelaraskan dan mempertajam program PAN yang telah ditetapkan dalam REPETA dan APBN T ahun 2003 di seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah dalam melaksanakan reformasi birokrasi agar lebih berdayaguna dan berhasilguna.

b Menginventarisasi bahan dalam rangka menyusun rencana program PAN Tahun Anggaran 2004.

c Mensosialisasikan berbagai kebijakan di bidang PAN:

d Memberikan gambaran apa yang telah disepakati hasil Rakorpannas tahun 2002 yang lalu dan realisasi kesepakatan melalui kebijakan dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan dan Kebijakan Men.PAN dan hal-hal yang belum dilaksanakan serta tindaklanjutnya.

e Memberikan gambaran tentang arah kebijakan reformasi birokrasi, program yang telah dan akan dilaksanakan tahun 2003 dan 2004 serta menghimpun masukan untuk lebih mempercepat tercapainya sasaran reformasi birokrasi.

C. Tema

1. Tema Sentral:

4

"Reformasi Birokrasi Dalam Mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik"

2. Topik:

a Penataan organisasi pemerintah pusat dan daerah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas;

b Penataan PNS dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur;

c Peningkatan efisiensi tatalaksana penyelenggaraan pemerintah di pusat dan daerah melalui penyempurnaan sistem, prosedur dan tata hubungan kerja secara tertib dan efektif;

d Mengintensifkan pemberantasan KKN melalui penuntasan tindak lanjut kasus KKN, penerapan sanksi hukum yang tegas dan kosisten;

e Peningkatan manajemen pelayanan publik yang akuntabel melalui penyempurnaan sistem, prosedur dan pencegahan pungutan liar.

Materi Penyajian

1. Pengarahan Presiden Republik Indonesia pada saat pembukaan di lstana Negara.

2. Pengarahan Menteri

a Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

• Pokok-pokok Reformasi Birokrasi Dalam Rangka Mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik.

b Menteri Dalam Negeri

• Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah.

• Upaya peningkatan profesionalitas dan etisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah guna mendukung suksesnya otonomi daerah;

• Penyelarasan peraturan perundang-undangan sektoral dengan kebijakan reformasi birokrasi.

c Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Ka.BAPPENAS

• Program Pembangunan Nasional di bidang Aparatur Negara dalam Rangka Reformasi Birokrasi.

5

• Sistem perencanaan pembangunan nasional dalam mendukung reformasi birokrasi;

• Sinkronisasi program pembangunan nasional dengan program reformasi birokrasi.

d Menteri Keuangan

• Kebijakan Keuangan Dalam Rangka Penataan PNS.

• Kesiapan anggaran negara dalam rangka menghadapi pelaksanaan penataan PNS;

• lmplikasi penataan PNS terhadap APBN.

e Menteri Pemberdayaan Perempuan

• "Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Dalam Pembangunan Nasional"

3. Pengarahan Prof. DR. Loebby Luqman

• Pemberantasan KKN Melalui Penegakan Hukum Yang Tegas dan Konsisten.

• Penyempurnaan mekanisme dan langkah-langkah mengintensifkan pemberantasan KKN;

• Kom.itmen penegakan hukum dalam rangka pemberantasan KKN.

4. Aspek Pendayagunaan Aparatur Negara

a Deputi Men.PAN Bidang Program PAN; Optimalisasi Koordinasi Program Pendayagunaan Aparatur

b Deputi Men.PAN Bidang Kelembagaan; · Reformasi Kelembagaan, dengan pokok materi bahasan:

1 ). Potret Kelembagaan Pemerintah Saat ini;

2). Pokok-pokok Reformasi Kelembagaan;

3). Penentuan bentuk kelembagaan yang tepat(rightsizing);

4). Prinsip-prinsip manajemen ilmiah;

5). Pengembangan standardisasi kelembagaan;

6). Peninjauan kembali peraturan perundang-undangan di bidang kelembagaan;

6

7). Konkretisasi Reformasi Kelembagaan Dalam Kebijakan dan Program;

8). Evaluasi kelembagaan pemerintah;

9). Kajian fungsi-fungsi yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah dan fungsi-fungsi yang dapat diserahkan kepada masyarakat;

10). Penyusunan RUU tentang kementerian negara;

11). Kajian pemetaan kewenangan pemerintahan dalam rarigka pelaksanaan otonomi daerah;

12). Kajian penyempurnaan peraturan perundang-undangan tentang pokok-pokok organisasi pemerintah pusat;

13). Langkah-langkah Kebijakan

c Deputi Men.PAN Bidang SDM Aparatur; Penataan Pegawai Negeri Sipil, dengan Pokok materi bahasan :

1). Konsep Kebijakan Penataan PNS

2). Tujuan. Sasaran, strategi dan langkah-langkah pelaksanaan penataan PNS

d Deputi Men.PAN Bidang Tatalaksana; Reformasi Ketatalaksanaan, o/eh Deputi. dengan pokok materi:

1 ). Pengembangan korporatisasi dan privatisasi unit organisasi pemerintah;

2). Deregulasi sistem, mekanisme dan prosedur kerja serta sistem anggaran instansi pemerintah;

3). Penyempurnaan dan otomatisasi sistem administrasi umum instansi pemerintah

4). Pengaturan standardisasi sarana dan prasarana kerja aparatur negara;

5). Tata hubungan kerja antar instansi pemerintah.

e Deputi Men.PAN Bidang Pelayanan Publik; Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, dengan pokok materi:

1). Dukungan kelembagaan dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik;

2). Dukungan sumber daya aparatur dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik;

7

3). Peran serta masyarakat dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik;

4). Langkah-langkah kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik.

Deputi Men.PAN Bidang Akuntabilitas Aparatur; Reformasi Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah, dengan pokok materi:

1). Urgensi penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (SAKIP);

2). Beberapa masalah mendasar yang dihadapi dalam penerapan SAKIP;

3). Langkah-langkah ideal yang perlu diambil dalam penyempurnaan SAKIP;

4). Langkah-langkah. yang akan diambil oleh Kementerian PAN dalam jangka pendek (2003 s/d 2005).

g Kepala BKN; Prioritas Program Dalam Rangka penataan PNS, dengan pokok materi bahasan :

1). Perencanaan pegawai;

2). Pola karier pegawai;

3). Dukungan sistem informasi manajemen kepegawaian.

h Kepala Arsip Nasional; Kebijakan Kearsipan Dalam Rangka Mendukung Reformasi Birokrasi, dengan pokok materi:

1). Sistim Kearsipan Nasional (SKN);

2). Pemanfaatan teknologi informasi dalam kearsipan.

Kepala LAN; Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI), Landasan dan Prespektif Kebijakan Pendayagunaan Aparatur Negara, dengan Pokok materi bahasan:

1). Landasan filosofis Sistem Administrasi Negara (SAN);

2). Hubungan antar tingkat kepemerintahan;

3). Proses kebijakan publik.

8

Kepala BPKP; Reformasi Sistem Pengawasan, dengan pokok materi:

1 ). Paradigma baru Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP);

2). Revitalisasi, implementasi standar audit dan kode etik auditor;

3). Pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan APIP

5 Pelaksanaan Program Bidang PAN Di Daerah Propinsi

a Sekretaris Daerah Propinsi Riau; Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Daerah Provinsi Riau.

b Sekretaris Daerah Propinsi D. I. Yogyakarta; Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Daerah Provinsi D./. Yogyakarta.

c Sekretaris Daerah Propinsi Papua; Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Daerah Provinsi Papua.

6. Pelaksanaan Program Bidang PAN Di Daerah Kabupaten dan Kota:

a Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal; Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Kabupaten Tegal

b Sekretaris Daerah Kota Gorontalo; Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Kota Goronta/o.

c Sekretaris Daerah Kabupaten Belu; Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Kabupaten Belu.

E. Pelaksanaan Kegiatan

Rakorpannas Tahun 2003 diselenggarakan di Hotel Sahid Jaya, Jl. Jenderal Sudirman No.86, Jakarta mulai tanggal 17 sampai dengan 19 Pebruari 2003Jakarta dan pembukaan dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia, lbu Megawati Sukarnoputri di lstana Negara.

F. Peserta

Rakorpannas Tahun 2003 ini diikuti sebanyak 950 pejabat, terdiri dari:

1. lnstansi Pemerintah Pusat, yaitu;

9

Kementerian Koordinator, Kementerian, Departemen, Lembaga Tinggi Negara, Lembaga Setingkat Menteri, Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND) dan Lembaga Pemerintah Non Struktural

2. lnstansi Pemerintah Daerah, yaitu:

Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota

G. Acara

RAKORPANNAS 2003 dimulai deogan acara pembukaan di lstana Negara, kemudian dilanjutkan dengan siding pleno di Sallid Jaya Hotel Disamping itu agar pembahasan pemecahan berbagai permasalahan di bidang pendayagunaan aparatur negara lebih terfokus, maka pada hari kedua, para peserta dibagi dalam dua Komisi, yaitu:

1. Komisi Bidang Reformasi Kelembagaan dan SDM Aparatur.

2. Komisi Bidang Reformasi Ketatalaksanaan, Pelayanan Publik dan Akuntabilitas Aparatur.

(Daftar peserta ke dua Komisi ada pada Lampiran /.)

Selanjutnya, guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas penyelenggaraan RAKORPANNAS Tahun 2003, telah disusun Panitia Penyelenggara, Jadual Acara dan Tata Tertib Penyelenggaraan, pembagian peserta dalam Komisi berturut-turut sebagaimana tercantum pada Lampiran II, Ill, IV dan V.

10

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA PADA

PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2003

JAKARTA, 17 FEBRUARI 2003

Yang terhormat Presiden Rl, lbu Megawati Soekarnoputri, para Menteri dan hadirin yang berbahagia. Assalamu'alaikum Wr.Wb.

Dengan terlebih dahulu memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa atas anugerah Hidayah-Nya kepada kita semua, perkenankan kami menyampaikan beberapa hal berkaitan dengan kegiatan penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional tahun 2003.

Penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional ini adalah dalam rangka melaksanakan salah satu tugas dan fungsi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, yaitu merumuskan kebijakan dengan melakukan koordinasi dan peningkatan keterpaduan penyusunan rencana program, pemantauan, analisa dan evaluasi pelaksanaan kegiatan di bidang pendayagunaan aparatur negara. Melalui forum Rakor ini diharapkan akan dapat dibangun dan dikembangkan kesamaan persepsi sekaligus memperkuat komitmen dalam mempertajam dan mempercepat reformasi birokrasi nasional.

Usaha-usaha mempertajam reformasi birokrasi terus menerus dilakukan secara terencana antara lain melalui berbagai kegiatan sosialisasi, forum teknis dan komunikasi dengan instansi-instansi daerah dan instansi pusat. Kegiatan-kegiatan tersebut terutama mengenai pembangunan kultur birokrasi melalui pengembangan disiplin budaya kerja aparatur, peningkatan kapasitas dan akuntabilitas SDM, serta penataan kelembagaan, ketatalaksanaan serta pengawasan yang semuanya akan bermuara pada percepatan pencegahan dan pemberantasan KKN sekaligus meningkatkan pelaksanaan pelayanan publik yang prima dan berkualitas.

11

Pengembangan budaya kerja aparatur negara, diarahkan untuk meningkatkan kineqa pemerintah melalui pembinaan aparatur yang etis, bermoral, berdisiplin, profes1onal. produktif dan bertanggung jawab dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik, sekaligus untuk memantapkan dan memelihara persatuan bangsa secara lestari. Presiden dan Para Hadirin yang kami hormati,

Tidak ada formula sederhana untuk menentukan seberapa besar suatu organ1sasi pemerintah seharusnya (Tunner dan Hulme, 1997). Yang perlu diupayakan adalah penyelarasan peran dan pengepasan posisi birokrasi, dengan memperhatikan fenomena inti sumberdaya birokrasi yang meliputi dimensi-dimensi struktur organisasi atau kelembagaan birokrasi pemerintahan, proses kerja, SDM aparatur, teknologi manajemen pemerintahan serta kapabilitas pengambilan keputusan.

Lembaga-lembaga pemerintahan yang solid, kuat, responsif dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat harus terus dikembangkan. Perlu pula diwujudkan bentuk organisasi pemerintah yang lebih proporsional melalui pengembangan pola, desain dan ukuran besaran organisasi yang tepa!.

Berkaitan dengan hal tersebut. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara telah mengeluarkan edaran kepada semua pimpinan instansi pemerintah agar melakukan evaluasi terhadap organisasi di lingkungannya masing-masing. Hasil evaluasi secara keseluruhan akan menjadi feed back bagi perumusan kebijakan dalam rangka menata kelembagaan pemerintah di masa yang akan datang.

Sementara itu penataan pegawai harus terus dilaksanakan guna meningkatkan pendayagunaan aparatur melalui perbaikan jumlah, komposisi dan d1stribus1 pegawa1 pada setiap instansi, sehingga jabatan yang ada dapat diisi oleh pegawai yang benar-benar kompeten. Penataan pegawai dilaksanakan melalui serangkaian kegiatan yang saling terkait dan berkesinambungan yang hanya bisa berhasil efektif melalui koordinasi yang in tens dan berkelanjutan

Dalam era Otonomi Daerah sekarang ini, tata kerja, prosedur dan sistem serta hubungan kerja antar instansi pemerintah terus diupayakan tersusun dengan baik agar dapat dicapai pelaksanaan kerja yang cepat, tidak berbelit-belit. dan akurat. Hubungan kerja yang dimaksud meliputi hubungan kerja antar instansi pusat, antar instansi daerah dan antar instansi pusat dan daerah, demikian pula an tar eksekutif dan legislatif serta eksekutif dengan lembaga-lembaga lainnya.

Upaya Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dalam penataan birokrasi menuju terbangunnya suatu kepemerintahan yang baik (good governance), adalah bertujuan meningkatkan akuntabilitas kinerja yang dilandasi

12

kesadaran bahwa sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara dan pemberi amana! kepada para penyelenggara negara, rakyat mempunyai hak untuk mengetahui dan menilai kinerja aparaturnya.

Dengan demikian, secara langsung atau tidak langsung akuntabilitas dan kinerja aparatur negara sangat berkaitan dengan tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh aparatur. Kinerja pelayanan publik yang masih negatif telah mengakibatkan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah, dan hal ini perlu menjadi perhatian kita semua.

Perbaikan kinerja pelayanan publik menuntut perbaikan birokrasi yang dapat mendorong munculnya praktek-praktek pelayanan baru yang lebih menghargai para pengguna jasa. Berkaitan dengan itu Kementerian PAN tengah menyusun RUU tentang Pelayanan Publik, juga sedang disiapkan Akta Layanan Publik yang berisi komitmen instansi pelayanan publik yang menjamin pemberian pelayanan sesuai standar kualitas tertentu.

lbu Presiden yang kami hormati,

Rapat Koordinasi Nasional yang akan berlangsung selama 3 (tiga) hari dimulai hari ini juga akan membahas kebijakan sistem remunerasi PNS yang layak dan adil, karena diakui atau tidak, hal tersebut cukup berpengaruh terhadap upaya meningkatkan kinerja PNS. Pembahasan dan kajian tersebut dilaksanakan dengan memperhatikan langkah-langkah konsolidasi terhadap sumber-sumber pembiayaan untuk gaji dan tunjangan, analisis kebutuhan dana berdasarkan data-base kepegawaian serta perubahan sistem pensiun, karena semuanya berkaitan dengan kebutuhan kesejahteraan pegawai. Khusus mengenai data base kepegawaian, Badan Kepegawaian Negara (BKN) sudah mulai mengambil langkah dan upaya antara lain melalui Pendataan Ulang PNS yang dimulai tahun 2003 ini.

Dapat diinformasikan bahwa Sistim Remunerasi pegawai yang sedang dikaji mempergunakan prinsip-prinsip antara lain:

a) Struktur gaji berdasarkan bobot jabatan yang disusun melalui proses evaluasi jabatan Uob evaluation), agar tercipta keadilan antar pegawai (internal equity).

b) Kompensasi harus mampu memotivasi pegawai untuk meningkatkan kinerja.

c) Rasio gaji antara PNS golongan tertinggi dengan yang terendah disusun secara proporsional.

d) Diupayakan kesetaraan gaji PNS dengan gaji pegawai swasta (external equity).

13

Melalui reformasi dan atau penataan kepegawaian kita ingin menciptakan sistem manajemen kepegawaian yang mampu mengembangkan profesionalitas dan pembinaan karier yang berorientasi pada kinerja dan merit System dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi. Oleh karena itu dari sisi pendidikan dan pelatihan PNS yang dikelola oleh Lembaga Administrasi Negara terus diupayakan adanya tenaga-tenaga Widyaiswara yang terseleksi dan terbina dengan baik sehingga handal dan terpercaya untuk menjalankan fungsi­fungsi manajemen kediklatan yang baik, meliputi antara lain aspek pendidikan dan pelatihan serta penelitian dan pengembangan.

Sementara itu untuk melancarkan tugas dan fungsi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), selalu diadakan pembaruan dan peningkatan kompetensi pemeriksa dengan meningkatkan pemahaman pemeriksa atas berbagai hal tentang standar pemeriksaan dan pengendalian mutu dokumentasi hasil pemeriksaan. Dilakukan pula pembenahan kelembagaan dan meningkatkan pembinaan Jabatan Fungsional Auditor (JFA). Untuk mempercepat penyelesaian tindak lanjut temuan telah dilakukan koordinasi secara sinergis antar instansi melalui pembentukan Forum Bersama (FORBES) Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP). Sementara itu untuk melancarkan tugas dan fungsi Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), selalu diadakan pembaruan dan peningkatan kompetensi pemeriksa dengan meningkatkan pemahaman pemeriksa alas berbagai hal tentang standar pemeriksaan dan pengendalian mutu dokumentasi hasil pemeriksaan. Dilakukan pula pembenahan kelembagaan dan meningkatkan pembinaan Jabatan Fungsional Auditor (JFA). Untuk mempercepat penyelesaian tindak lanjut temuan telah dilakukan koordinasi secara sinergis antar instansi melalui pembentukan Forum Bersama (FORBES) Aparatur Pengawasan Internal Pemerintah (APIP).

Selanjutnya, dalam rangka akuntabilitas, efisiensi dan efektivitas operasional instansi agar dapat berlangsung dengan baik, maka sistem kearsipan nasional perlu disempurnakan termasuk peningkatan kompetensi arsiparis dan membangun apresiasi terhadap arsip sebagai "lautan data otentik", karena arsip merupakan kunci utama untuk melahirkan kebijakan yang tepat waktu, tepat sasaran dan tepat guna.

lbu Presiden dan hadirin yang berbahagia,

Menyadari bahwa baik buruk dan lancar tidaknya tata kepemerintahan nasional sangat tergantung dari disiplin manajemen pemerintahan, terutama yang berkaitan dengan pencegahan tindak KKN, maka seluruh peserta bertekad menindak lanjuti butir-butir amanat pengarahan Presiden, dalam jabaran keputusan politik, sekaligus melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.

14

Dihadapan lbu pada hari ini, hadir sejumlah 350 orang mewakili 900 (sembilan ratus) peserta Rakorpannas, berasal dari seluruh Kementerian, Departemen, Kejaksaan Agung, Mabes TNI, POLRI, Lembaga Pemerintah Non r:iepartemen (LPND), Sekretariat Jenderal Lembaga Tinggi Negara, dan Pemerintah Daerah Provinsi, Kabupaten dan Kola.

Akhirnya, pada kesempatan yang berbahagia ini, kami memohon perkenan Presiden Rl, lbu Megawati Soekarnoputri untuk memberikan pengarahan dan sekaligus membuka secara resmi penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara tahun 2003 pada hari ini.

Terima kasih, Wassalamu'alaikum Wr. Wb.

15

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Ttd.

Feisal Tamin

16

Presiden Republik Indonesia

PENGARAHAN PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

PADA PEMBUKAAN RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

TINGKAT NASIONAL TAHUN 2003

Saudara-saudara Menteri, Saudara-saudara yang saya hormati, Assalamul'aikum Warahmatullahi Wabarakatuh, Salam sejahtera bagi kita semua,

Mengawali sambutan ini, izinkan saya mengungkap kebahagiaan saya, bahwa hari ini kita dapat bertemu kembali dalam rapat yang sama seperti yang telah diselenggarakan tanggal 11 Februari 2002 yang lalu. Saya rasa, sebagian besar diantara Saudara-saudara yang dahulu hadir, sekarang juga berada kembali ditengah-tengah kita. Untuk itulah, dalam kesempatan yang baik ini saya mengajak Saudara-saudara untuk menilai, seberapa jauh kita telah mencapai hasil kerja yang dahulu telah Saudara-saudara putuskan dalam RAKORPANNAS 2002 itu.

Saya kira, demikianlah mestinya kita menilai kinerja kita sendiri. Hanya dengan demikian pula kita bergerak maju, dan tidak selalu berputar-putar pada masalah yang sama, yang dahulu justru sudah pernah kita bicarakan. Tahun yang lalu, ketika membuka rapat kerja seperti sekarang ini, saya telah berbicara panjang Iebar mengenai persoalan birokrasi dan peran yang diharapkan daripadanya dalam alam reformasi ini.

Saya telah mengungkap hakekat birokrasi, karakternya, kondisinya, geraknya dan bahkan penyakit yang secara Iaten menghinggapinya. Saya telah pula berbicara mengenai reformasi yang sesungguhnya juga harus dilakukan oleh

17

dan dalam birokrasi itu sendiri. Mulai dari peran faktor manusia yang begitu menentukan, baik kualifikasi maupun jumlah yang diperlukan, hingga kebutuhan pendidikan dan pelatihannya, telah saya uangkap waktu itu. Saya juga masih ingat, saya telah mengangkat perlunya evaluasi terhadap aspek organisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan ini, tata kerja, sistem pembinaan karir pegawai, hingga masalah penyempurnaan sistem penggajian mereka. Kalau pembenahan hal-hal tadi sedikit atau banyaknya menyangkut kebutuhan untuk menyempurnakan Undang-undang Kepegawaian, saya juga ingat masalah tersebut telah saya mintakan penyelesaiannya kepada Saudara Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.

Agar semua itu runtut. saya telah minta agar naskah sambutan saya itu diperbanyak lagi, dan dibagikan pula kepada Saudara-saudara yang ikut serta dalam rapat kali ini. Tetapi dengan menyegarkan kembali ingatan tadi, saya benar­benar ingin menagih Saudara-saudara semua, seberapa jauh semua persoalan tadi telah kita laksanakan. Hal ini penting, karena tidaklah mungkin kita dapat beranjak maju bila peke~aan rumah yang terdahulu ternyata belum juga kita selesaikan.

Karena alasan efisiensi pula, sekarang ini saya tidak akan mengulang lagi hal-hal yang telah pernah saya kemukakan kepada Saudara-saudara. Apalagi, hampir semua yang telah saya sampaikan kepada Saudara-saudara, ternyata juga direkomendasikan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat melalui Ketetapan Nomor VI Tahun 2002.

Dalam bahasa yang berbeda, Ketetapan tersebut mengamanatkan kepada Presiden untuk membangun kultur birokrasi yag baru, yang akuntabel, yang bersih, yang bertanggungjawab, dan lain-lainnya. Untuk mewujudkan amanat tersebut, pendeknya seperti pernah saya ungkapkan, birokrasi juga dituntut untuk mau dan mampu me-reformasi dirinya sendiri.

Membentuk kultur baru, pada dasarnya adalah membentuk nilai. sikap, dan perilaku yang baru. Seperti halnya dengan "membangun manusia yang baru", soal itu bukanlah sederhana. Sebagaimana lazimnya karakter dan perilaku man usia yang sangat dipengaruhi oleh situasi dan kondisi lingkungannya, karakter birokrasi juga dipengaruhi dan dibentuk oleh kondisi tertentu yang dari waktu ke waktu selalu melingkupinya. Dari soal institusi, soal motivasi, visi, missi, dan lain-lain hingga soal etos, semuanya erat kaitannya dengan pembentukan kultur birokrasi. Oleh karen a itu, pembenahan soal-soal yang sebenarnya telah saya kemukakan tahun lalu, sungguh tetap saya mintakan perhatian Saudara-saudara sekalian.

18

Saudara-saudara adalah pimpinan birokrasi pemerintahan negara ini. Dipundak Saudara-saudara pula terpikul tugas dan tanggungjawab untuK membangun. menata ulang, dan mewujudkan efisiens1 dan efektivitas birokrasi sekarang dan diwaktu-waktu mendatang. Lancar atau tidaknya, dan sempurna atau tidaknya pelaksanaan rencana dan program-program pemerintahan, kemasyarakatan, dan pembangunan, sangat ditentukan oleh biroKrasi yang Saudara-saudara pimpin.

Saya memahami, penyelenggaraan pemerintahan negara seperti negara kepulauan kita yang sangat luas ini. sangat memerlukan birokrasi nasional yang cekatan dan memiliki mobilitas tinggi. Birokrasi serupa itu memerlukan ruang gerak yang lega, yang tidak hanya memungkinkannya berfungsi maksimal, tetap1 juga lebih memungkinkan untuk memelihara kemampuannya secara optimal.

Hanya dengan ruang gerak yang lega itu pula, birokrasi nas1onal dapat menjalanKan tugas, fungsi dan tanggungjawabnya sebaga1 abdi sebuah negara bangsa. sebagai abdi masyarakat bangsanya. Konsep otonomi yang ditumbuhkan dengan tujuan untuk memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia, dengan demikian memang tidak perlu lantas mempersempit ruang gerak dan mengkotak­Kotakkan birokrasi pemerintahan yang bersifat nasional tadi ke dalam lingkup administras1 yang dibatasi oleh tembok-tembok wilayah otonomi.

Untuk itu. saya berpendapat sudah waktunya bila sekarang 1ni Saudara­saudara mulai memikirkan konsepsi yang jelas, yang menggambarkan Keterka1tan yang tegas dengan aspek wawasan kenegaraan dan kebangsaan kita. sehingga memungkinkan beroperasinya birokrasi nasional tersebut. Sudah barang tentu tidaklah kemudian perlu membayangkan, bahwa dalam konsepsi tadi harus difasilitasi gerak dan mutasi seluruh Pegawai Negeri Sipil sebagai penggerak birokrasi. yang jumlahnya mencapai lebih dari 3,9 juta orang.

Sesua1 dengan prinsip-prinsip manajemen yang umum. adalah memadai kalau dalam konsepsi tadi setidaknya dimungkinkan dapat digerakkan atau ditugaskannya para p1mpinan birokrasi yang Ieiah teruji kemamouannva. atau karena diperlukan keahliannya, dimanapun di wilayah Negara Kesatuan kita. Dengan konsepsi tersebut bukan saja kita akan mampu mengoptimalkan peran birokrasi nasional. tetapi juga akan lebih memberi kesempatan bagi peningkatan kualitas dan pengembangan kemampuan sumberdaya Pegawai Negeri Sipil. Terwujudnya konsepsi tersebut. sekaligus juga akan memperkokoh pondasi bagi kehidupan kebangsaan dan kenegaraan kita.

19

Demik1an1ah Saudara-saudara. sambutan saya. Dengan mengucap 81Sm1llantrranmanirran1m. sekarang saya nyatakan Rapat Koordinasi ?enaayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional Tahun 2003 secara resmi dibul<a. Terimakasih

Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

20

Jakarta, 17 Pebruari 2003

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Ttd.

MEGAWATI SOEKARNOPUTRI

MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PENGARAHAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PADA ACARA RAKORPAN TINGKAT NASIONAL 2003 JAKARTA, 17-19 FEBRUARI2003

Assalammu'alaikum Wr, Wb., Saudara-saudara Peserta Rakornas PAN dan Hadirin yang saya hormati

Baru saja kita bersama melaksanakan acara pembukaan Rakornas PAN tahun 2003 yang secara resmi telah dibuka langsung oleh lbu Presiden Rl. Untuk itu marilah kita memanjatkan puji dan syukur ke hadirat T!Jhan Yang Maha Esa dan memohon kepada-Nya mudah-mudahan Rakornas PAN yang akan kita selenggarakan selama 3 hari ini akan dapat berjalan lancar, mendapatkan hasil maksimal serta bermanfaat bagi bangsa dan negara.

Rakornas PAN tahun 2003 yang saat ini kita hadapi dimaksudkan untuk membangun komitmen dan kesamaan persepsi seluruh instansi Pemerintah, baik Pusat maupun Daerah dalam menindaklanjuti reformasi birokrasi yang telah kita laksanakan selama ini. Fokus reformasi birokrasi pemerintah dititikberatkan pada 2 (dua) masalah dasar, yaitu penataan organisasi pemerintah dan rasionalisasi PNS. Penataan kelembagaan diarahkan pada mewujudkan organisasi pemerintahan yang effisien dan efektif dan peningkatan kapasitas SDM Aparatur diarahkan pada pemberdayaan aparatur yang mempunyai kompetensi yang relevan, akuntabel, dan mampu memberikan pelayanan publik secara optimal.

Sejalan dengan itu, ingin kami jelaskan kembali issue yang berkembang mengenai rasionalisasi PNS. Rasionalisasi bukanlah semata-mata pengurangan pegawai, akan tetapi membuat rasional yang tidak rasional. Pengadaan pegawai disesuaikan dengan kualitas, komposisi, distribusi dan kompentensi yang dibutuhkan, demi kepentingan efisiensi dan efektifitas kerja organisasi pemerintah. Dalam kesempatan ini, kami mengharapkan agar segera dimulai langkah-langkah untuk merasionalkan pegawai, karena dengan

Edy IP arahanpan 21

keberhasilan kita menata organisasi pemerintah berdampak pada keberadaan aparatur. Diharapkan Saudara-saudara sekalian segera meneliti kembali tugas­tugas organisasi yang sudah tidak relevan dan merencanakan pengalihan aparatur yang sudah tidak mungkin lagi ditempatkan dalam jajaran birokrasi pemerintahan. Pegawai negeri yang tidak sadar akan fungsi dan kewajibannya agar segera diberikan alternatif, untuk tetap berada dalam jajaran birokrasi dengan konsekuensi menghilangkan mental buruk yang dimiliki atau dipersilahkan untuk mengabdi di lembaga lain di luar jajaran birokrasi. Keberhasilan kita menata organisasi, berdampak pada jumlah pegawai di Pusat dan Daerah.

Dalam situasi demikian kita dihadapkan pada kenyataan bahwa program pembangunan yang akan kita susun ini, merupakan program kegiatan dari tahun terakhir PROPENAS 2000 - 2004. Untuk itulah maka lema Rakornas PAN tahun ini diusulkan "Reformasi Birokrasi Dalam Mewujudkan Kepemerintahan yang Baik", yang fokus pembahasan diarahkan pada : (a)Penataan organisasi pemerintah Pusat dan Daerah untuk meningkatkan efesiensi dan efektifitas; (b) Penataan PNS dalam rangka peningkatan pendayagunaan aparatur.

Dari kedua fokus tersebut, program pembangunan aparatur yang akan mendukung yaitu : (a) Peningkatan pemberantasan KKN melalui penuntasan tindak lanjut kasus KKN; (b) Peningkatan manajemen pelayanan publik yang akuntabel melalui penyempurnaan sistem, prosedur dan pencegahan pungutan liar; dan (c) Peningkatan efisiensi tatalaksana penyelenggaraan pemerintahan di Pusat dan Daerah melalut penyempurnaan sistem, prosedur dan tala hubungan kerja secara tertib dan efektif.

Saudara-saudara,

Seiring dengan itu, ingin kami jelaskan hal-hal yang berkaitan dengan rasionalisasi kelembagaan, yaitu penataan kelembagaan yang dilakukan dengan memilah dan menentukan secara tegas kewenangan yang mutlak harus dilakukan pemerintah yaitu tugas dan fungsi pengarahan, pemberdayaan, fasilitasi dan penciptaan iklim yang kondusif bagi masyarakat dan dunia usaha. Kewenangan yang bersifat pelaksanaan diserahkan kepada masyarakat dan atau dunia usaha. Rasionalisasi ini diharapkan dapat mewujudkan kelembagaan birokrast yang ramping dan efisien di setiap tingkatan pemerintahan dengan besaran dan JUmlah unit kerja yang lebih rasional sesuai dengan lingkup kewenangan, sifat dan beban keqa. Tercapainya kelembagaan yang ideal yaitu kelembagaan pemerintah yang akomodatif terhadap perubahan, serta setiap saat mampu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan baik dan mampu mengatasi berbagai tantangan dengan efektivitas dan efisiensi maksimal. Pemerintahan yang baik, adalah pemerintahan yang mempunyai kepastian hukum, transparan (terbuka), akuntabel (dapat dipertanggungjawabkan), dan proposional (kompeten dan berkode etik).

Edy tp arahantJan 22

Mengenai strategi penataan kelembagaan, akan dilaksanakan secara bertahap, berencana dan berkelanjutan agar tidak menimbulkan dampak pada aspek kepegawaian yang cukup drastis, dan untuk menJaga kesinambungan kebijaksanaan administrasi publik yang telah berjalan.

Seiring dengan itu. saya mengharapkan agar Saudara pimpinan instansi segera melakukan langkah penataan kelembagaan dimasing-masing organ1sasi, dengan : ( 1) menajamkan visi dan mis1. organisas1; (2) melakukan penghapusan. penggabungan, dan pengintegras1an lembaga-lembaga yang tugasnya bersesuaian: (3). melakukan korporatisas1 unit pemerintah yang secara langsung memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Untuk mendukung keberhasilan kebijaksanaan rasionalisasi kelembagaan pemerintah tersebut. langkah-langkah yang perlu diambil antara lain :

1) meninjau kembali peraturan perundang-undangan yang tidak sejalan dengan kebijakan penataan organisasi:

2) mengevaluasi kelembagaan organisasi pemerintah

3) mengembangkan standar kelembagaan yang didasarkan pada pnns1p-pnnsip manaJemen dalam penyelenggaraan pemerintahan.

4) melakukan Kajian terhadap fungsi yang wajib dilaksanakan oleh pemenntah dan fungsi yang dapat diserahkan kepada masyarakat.

Sejalan aengan itu. dewasa ini Kementerian PAN tengah dan terus melakukan kajian berbagai peraturan perundang-undangan tentang evaluasi seluruh kelembagaan pemerintah. melakukan pemetaan kewenangan pemerintahan dalam rangka pelaksanaan Otonomi Daerah. Disamping itu, dalam rangka pelaksanaan Pasal 17 amandemen UUD 45. Kementenan PAN juga menyusun RUU yang mengatur Organisasi Pemerintah Pusat, sekaligus mengatur pembentukan, pengubahan dan pembubaran Kementenan Negara

Saudara-saudara,

Mengena1 Peningkatan Kapasitas SDM Aparatur ingin saya tekankan latar belakang perlunya dlakukan reformasi sistem kepegawaian. Pertama ka;ena dewasa ini sistem manajemen kepegawaian belum mampu menciptakan PNS yang profes1onal dan Kedua praktek-praktek manajemen kepegawaian masih belum mengikuti sepenuhnya prinsip-prinsip manajemen SDM yang semestinya. seoert1

a. Pengaaaan PNS yang tidak didasarkan pada kebutuhan:

b. Penempatan PNS dalam jabatan yang masih belum didasarKan paaa Kompetens1.

23

c. Pengembangan pegawai belum didasarkan pada pola karier;

d. Sistem penilaian kinerja yang kurang obyektif;

e. Kenaikan pangkat belum didasarkan pada prestasi kerja yang nyata:

Diklat PNS yang ada belum efektif dalam meningkatkan kompetensi PNS;

g. Sistem imbalan yang tidak berfungsi sebagai bagian dari "reward system";

h. ?enerapan peraturan disiplin pegawai yang tidak dilaksanakan secara o<cr.seKue;'l. aar·

Oata -oase pegawa1 yang kurang informatif.

Kebijakan penerapan sistem merit dalam manajemen PNS merupakan langkah pembinaan PNS didasarkan atas prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang PNS. Langkah kearah ini diantaranya melalui klasifikasi jabatan, penetapan standar kompetensi. pemantapan sistem Diklat. standar kiner]a, oenvusunan pola Kaner PNS. aan dukungan pengembangan database r<epegawa1an

Kebijakan Penerapan sistem remuneras1 PNS yang iayak dan adil. yaitu kebijakan IJntuk memngkatkan kinerja yang dikaitkan dengan Kesejahteraan dan oengnasuan PNS. t<ebijaKan 1ni menjadi salan satu upaya yang akan ditempun d1antaranya me1a1u1 konsolidasi sumber-sumber pembiayaan untuk gaji dan tunJangan, analis1s kebutunan dana aan perubahan sistem pensiun aengan mengadal<an dana pens1un tersendiri. Sementara itu. dewasa ini tengah dibahas dengan Departemen Keuangan mengenai perbaikan penghasilan PNS melaiUI peroa1kan tunJangan sesuai perkembangan tingkat inflasi guna mendorong semangat dan menmgkatkan kinerJa. Merumuskan kembali sistem pengelolaan kepegawaian baik untuk tingkat nasional. regional. maupun 1nstansiona1 yang rnencakup Kewenangan. s1stem dan prosedur pelaksanaan dan pengendalian senmgga dapat terwuJUd prinsip kepegawaian yang "unified". Dalam sistem in1 oinarapkan set1ap PNS yang menduduki jabatan yang sama, di Pusat atau di Daeran mempunya1 kompetensi yang sama pula. Sekaligus mampu melakukan moOilisas1 pegawa1 antara Pusat dan Daerah, maupun antar Daerah.

Selain daripada itu Kementerian PAN juga menyiapkan berbagaipiranti, seperti: klasifikas1 jabatan: standar kompetensi jabatan; pedoman pola karier: s1stem penilaian kinerja; kode etik dan disiplin: sistem remunerasi pegawai. Sementara sistem 1<epegawa1an yang ideal belum terwujud, s1stem manajemen Kepegawa1an yang ada akan dioptimalkan penerapannya dengan melakukan oerbagai revisi terhadap peraturan perundangan yang ada serta melaKukan rnonitonng aan evaluas1 terhadap pelaksanaan kebijakan kepegawa1an. Dalam ;angka itu, kami ingin mengundang Saudara, bersama dengan stat Kementerian PAN untuk mendefinisikan kembali mengenai mekanisme pelaksanaan reformasi

Edy tp arahanpan 24

kepegawaian yang mencakup instansi penanggungjawab, pelaksana, jadwal pelaksanaan, dan target yang akan dicapai. Hal ini mutlak diperlukan karena dalam pelaksanaannya memerlukan komitmen semua fihak untuk melakukannya secara konsisten dan berkesinambungan, agar tercapai tujuan dan sasaran reformasi sebagaimana disebutkan di atas. Dalam kesempatan ini pula, ingin kami laporkan bahwa dalam rangka menyiapkan sistem informasi kepegawaian tengah disiapkan program pendataan ulang pegawai.

Peserta Rakor yang berbahagia

Dalam upaya mendukung efisiensi dan produktivitas kerja aparatur, saya beranggapan bahwa perbaikan dan pengembangan ketatalaksanaan pemerintahan merupakan salah satu kebijaksanaan yang penting dan menempati prioritas tinggi. Ruang lingkupnya meliputi pengembangan sistem dan metode kerja meliputi penyederhanaan prosedur, penyiapan pedoman tatalaksana pelayanan, tatahubungan kerja instansi pemerintah, penyusunan st~ndarisasi pedoman teknis di bidang administrasi umum, anggaran dan kearsipan. Kebijakan pengembangan ketatalaksanaan aparatur diarahkan untuk mewujudkan tertib administrasi dalam arti menghilangkan cara kerja yang tidak birokratis, sehingga pelayanan masyarakat semakin lancar, mudah, nyaman dan murah. Untuk kelancaran, kecepatan dan akurasi dalam pelayanan informasi, pemerintahan, cenderung untuk pemanfaatan teknologi informatika dan diarahkan pada peningkatan penggunaan media elektronis di setiap instansi pemerintah dan pengembangan E-Govemment, termasuk juga dalam pemberian jasa pelayanan masyarakat.

Pengembangan ketatalaksanaan akan didorong melalui peningkatan semangat kerja dengan mengembangkan dan memantapkan nilai-nilai budaya kerja menuju perubahan sikap dan perilaku produktif dalam pelaksanaan tugas pegawa1 baik secara individual maupun dalam kelompok-kelompok kerja. Langkah yang ditempuh adalah penyusunan berbagai produk pedoman umum l<etatalaksanaan sebagai acuan instansi pemerintah di Pusat dan Daerah sehingga dapat diwujudkan penyederhanaan ketatalaksanaan, menuju pada peningkatan efisiensi dan produktivitas kerja.

Untuk menunjang pelaksanaan kebijaksanaan di bidang ketatalaksanaan, Kementerian PAN tengah melakukan langkah-langkah, seperti melakukan :

( 1) Peru bah an sikap dan perilaku aparatur menuju budaya kerja produktif dan transparan.

(2) Penyederhanaan sistem dan prosedur tatalaksana administrasi pemerintahan dan pembangunan.

(3) Pemanfaatan teknologi informasi menuju efisiensi pelaksanaan pekerjaan.

Eov tp arahantJan 25

(4) Pengembangan budaya ke~a aparatur menuju aparatur yang profesional, bermoral dan bertanggung jawab; dan

(5) Pendayagunaan sumberdaya yang dimiliki seoptimal mungkin.

Saudara-saudara,

Arah kebijakan Pendayagunaan Aparatur Negara yang berkenaan dengan pelayanan publik menyangkut pengembangan pelayanan prima, yaitu penyempurnaan sistem dan peningkatan kualitas pelayanan publik. Penyempurnaan sistem pelayanan publik menyangkut perbaikan metode, dan prosedur dalam pemberian pelayanan pada setiap unit organisasi pemerintah yang melayani masyarakat secara langsung, dengan menerapkan prinsip pelayanan yang baik. Peningkatan pelayanan publik yang berkualitas terus dilanjutkan melalui berbagai langkah yang terencana, diantaranya pemantapan peraturan perundangan, partisipasi masyarakat, penetapan standar pelaya·nan, indeks kepuasan masyarakat. pengembangan model dan penanganan keluhan masyarakatl pengguna jasa secara terorganisasi.

Kebijaksanaan dalam bidang pelayanan publik yang akan ditempuh meliputi:

(1) Penyempurnaan peraturan perundang-undangan yang melandasi penyelenggaraan pelayanan di berbagai lnstansi Pemerintah.

(2) Peningkatan profesionalisme aparatur pelayanan publik.

(3) Peningkatan mutu pelayanan masyarakat melalui kebijaksanaan otonomi manajemen (korporatisasi)

(4) Peningkatan dan pengembangan penyelenggaraan E-Govemment on-line pada seluruh organisasi pemerintah, baik di pusat maupun daerah. terutama di instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat.

(5) Membangun keterlibatan masyarakat dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pelayanan publik untuk melakukan pembangunan dan pengawasan sosial (social control).

(6) Stimulasi/rangsangan dalam bentuk pemberian penghargaan kepada unit pelayanan yang berhasil menjadi unit pelayanan percontohan serta pemberian sanksi kepada unit pelayanan yang kinerjanya tidak optimal.

Kementerian PAN dewasa ini tengah menyusun RUU tentang Pelayanan Publik dan menyiapkan Akta Layanan Publik suatu Akta yang berisi komitmen instansi penyelenggara pelayanan yang merupakan jaminan bahwa pelayanan yang diberikan sesuai standar kualitas pelayanan.

Edy tp tKahanpan 26

Peserta Rakor sekalian,

Arah kebijaksanaan yang ditempuh untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan KKN di lingkungan aparatur negara. dilakukan melalui penyempurnaan kebijaksanaan, prosedur dan tata kerja yang memberikan peluang KKN, kampanye anti KKN, memberikan pedoman teknis operasional pemberantasan KKN. peningkatan pengawasan fungsional, meningkatkan koordinasi aparatur pengawasan dan penegakan hukum, meningkatkan efektifitas pengawasan melekat. pengawasan masyarakat dan menyusun sistem akuntabilitas kinerja aparatur.

Dalam rangka itu, melalui koordinasi Menteri PAN dengan Kapolri, Jaksa Agung dan Lembaga Peradilan, saat ini tengah ditingkatkan audit investigatif, rntensifikasr trndaklanjut hasil pengawasan dan percepatan penindakan oleh aparat penegak hukum. Disadari bahwa masih terdapat berbagai kelemahan sistem dalam lembaga audit sehingga diusulkan untuk dilakukan periyempurnaan Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001 dan lnstruksi Presiden No. 15 Tahun ·1983, disamping diusulkan agar dalam "RUU Pengawasan Keuangan Negara" secara jelas mengatur kewenangan, ruang lingkup, mekanisme audit. hubungan kelembagaan.

Dalam upaya peningkatan operasional pencegahan dan pemberantasan KKN, langkah yang ditempuh adalah melalui: (1) Kampanye anti KKN.; (2) lntensifikasi peiaksanaan investigasi audit; (3) Peningkatan efektifitas penanganan pengaduan masyarakat; (4) Audit atas harta PNS/Pejabat Negara pada lembaga­lembaga negara yang melampaui batas kewajaran. secara ooyektif/adil.; (5) Penerapan sanksi-sanksi hukum secara tegas. prooorsional dan konsisten. (6) Penataan Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP); (6) Revitalisasi rmolementasi standar audit dan kode etik auditor; (7) Pembenahan kelembagaan dan ketatalaksanaan APIP.

Saudara-saudara,

Masih banyak hal dan permasalahan yang ingin saya kedepankan namun oeberapa kebijakan dan langkah yang telah dilaksanakan oleh Kementerran PAN sebagaimana disebutkan di alas kiranya dapat memancing diskusi kelompok untuk kembangkan lebih lanjut. Berkaitan dengan itu kami mengundang pimpinan pemerrntah daerah untuk labih meningkatkan peran serta memoangun daerah, sebagai bagran dari Bangsa Indonesia. Peran Pemerintah Daerah drmasa mendatang akan lebih meningkat seiring dengan kebijakan otonomi yang menempatkan jajaran pemerintah daerah sebagai pelayanan pemerintah terdepan. Oleh karena itu dalam rangka upaya meningkatkan pelayanan publik diharapkar:

27

pemerintah daerah segera melakukan berbagai langkah penataan oraganisasi, pembinaan SDM dan sebagainya, dengan mengambil pola-pola yang telah saya kemukakan di atas.

Tantangan yang dihadapi dimasa depan cukup berat dalam membangun organisasi pemerintahan dengan perangkat birokrasinya, diharapkan dalam penyusunan program kegiatan pada tahun terakhir dari PROPENAS 2000-2004, benar-benar tepat dan sesuai dengan tuntutan dan dinamika publik.

Dalam Rakornas ini, kita memberikan kesempatan kepada beberapa pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota untuk saling membagi pengalaman dalam membangun pemerintahan daerahnya masing-masing Pemerintah Propins1 Riau, D. I. Yogyakarta dan Papua, serta Pemerintah Daerah Kabupaten yaitu: Kabupaten Tegal, Kabupaten Belu, dan Kota Gorontalo.

Demikianlah beberapa hal yang ingin saya sampaikan, yang selanjutnya akan dibahas dalam sidang plene dan sidang kelompok. Terima kasih.

Wassalamu'alaikum, Wr.Wb.

EC1y tp a1ahanpan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

ttd

Feisal Tamin

28

PENGARAHAN MENTERI DALAM NEGERI PADA RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

TINGKA T NASIONAL (RAKORPANNAS) TAHUN 2003

Oleh:

Hari Sabarno

I. PENDAHULUAN

Assalamu'alaikum Wr. Wb.

Mengawali penyampaian materi ini, marilah kita persembahkan puji syukur dan senantiasa mengharapkan ridho-NY A dalam setiap langkah dan usaha kita, sehingga kita dapat secara terus-menerus dan konsisten mengambil kesempatan dalam hidup untuk berkreativitas sehari­hari, termasuk pada acara ini rangkaian Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional (RAKORPANNAS) Tahun 2003. Saya juga ingin menyampaikan penghargaan yang tinggi dan ucapan terima kasih kepada Penyelenggara RAKORPANNAS kepada saya untuk menyampaikan Materi yang berkaitan dengan Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah, saya awali dari pemikiran bahwa reformasi birokrasi Pemerintahan Daerah, dimulai dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah. Tujuan ditetapkannya Undang-undang ini adalah Pertama terselenggaranya administrasi pemerintahan daerah yang efektif. efisien dan transparan serta memberikan kewenangan yang luas kepada daerah, khususnya kabupaten/kota: kedua, terwujudnya kehidupan kemasyarakatan yang demokratis, dan ketiga semakin meningkatnya kualitas pelayanan kepada masyarakat, dan keempat, semakin meningkajjl,ya kapasitas daerah dan masyarakat.

Secara praktis, dengan ditetapkannya kedua Undang-undang ini telah berimplikasi kepada sistem pemerintahan yang semula berada di Pusat, kemudian dilimpahkan ke daerah dengan titik berat kepada Daerah

29

Kabupaten/Kota. Namun, dalam sebuah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak semua kewenangan Pemerintah dapat didesentralisasikan ke Daerah. Pemerintah Nasional masih mempunyai kewenangan terutama yang bersifat pembinaan dan pengawasan yang tertuang dalam pedoman, standar. norma yang berlaku nasional dan fasilitasi terhadap penyelenggara otonomi. Pemerintah Daerah diberi peluang untuk menyelenggarakan kewenangan (baru) yang ada padanya namun tentu aalam koridor aturan main Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Program implementasi otonomi daerah, dari tahun 2000 sampai aengan tanun 2003 (tahap inisiasi samapi dengan tahap akhir instalasi) l(eg1atan otonom1 daerah diarahkan untuk menyelesaikan peraturan perunaangan yang sangat diperlukan, menyerahkan P3D, menyelesaikan fas1litas1 pusat. pembuatan perda dan keputusan KDH. Pada jangka panjang sasaran kegiatan meliputi: tercapainya pelayanan publik yang maksimal. terwujudnya manajemen Pemerintahan Daerah yang efektif. efis1en aan transparan, tercipianya kehidupan demokratis, peningkatan products aan aaya saing masyarakat aan aaya saing perekonomian nasional, serta terwuJudnya Persatuan aan Kesatuan Nasional.

Dalam dekade ini juga, Pemerintah Pusat Ieiah menyelesaikan berbaga1 peraturan dan perundangan sebagai pelaksanaan UU No. 22 Tahun 1999 dan UU No. 25 Tahun 1999, dan atau peraturan perundangan lainnya. Penyiapan Pedoman, Bimbingan, Arahan, Pelatihan dan Supervisi yang merupakan tanggung jawab seluruh Departemen/LPND, memfasilitasi pelimpahan kewenangan, memfasilitasi penataan organisasi, memfasilitasi Pengalihan personil, memfasilitasi Pengalihan aset dan dokumen. penyelesaian aspirasi pemekaran Daerah, Pelaksanaan penmbangan antara Pusat dan Daerah, serta upaya-upaya peningkatan Kapasitas Daerah

II. PERMASALAHAN DAN UPAYA-UPAYA YANG PERLU DILAKUKAN

A. KEWENANGAN

1. Permasalahan Kewenangan

Belum jelas dan tegasnya pengaturan tentang batas-batas pelimpahan kewenangan dan urusan dalam satu bidang kewenangan yang diselenggarakan oleh masing-masing strata pemerintahan, menimbulkan adanya berbagai friksi dan tarik menarik kepentingan antara Pusat dan Daerah, antara Daerah satu dengan lainnya, terutama berkaitan dengan persoalan :

30

a. Masalah Kehutanan :

1) Masalah kewenangan kehutanan yang ditandai dengan alih fungsi secara nyata di lapangan terhadap hutan lindung, hutan konservasi, dan hutan tanaman industri, sentralisasi ijin hak pengelolaan hutan, tidak jelas pemanfaatan hutan milik adat, adanya konflik kepentingan antara fungsi hutan konservasi dengan fungsi ekonomi, lingkungan hidup dan pertanahan keamanan;

2} Pengaturan bidang kehutanan berdasarkan UU No. 41/1999 tentang Kehutanan masih sentralisasi tetapi peran Daerah sudah terakomodir sehingga tidak ada penetapan persetujuan Pemerintah Pusat yang tidak berdasar rekomendasi Daerah, namun memang masih perlu adanya beberapa penyesuaian dengan UU No. 22/1999 (pasal133);

3) Dalam rangka penyelenggaraan kehutanan, menurut UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, Pemerintah menyerahkan sebagian kewenangan kepada Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam rangka pengembangan otonomi daerah, diatur dengan Peraturan Pemerintah, menurut kami, hal ini tidak sejalan dengan UU No. 22/1999 apabila kewenangan yang dimaksud dalam UU No. 41/1999 adalah di luar kewenangan dalam PP No. 25/1999;

4} Pasal 4,33, dan 66, UU No. 41/1999 perihal Pengaturan, pembinaan dan pengembangan pengelolaan hasil hutan, berupa pemanenan dan pengelolaan hasil hutan, yaitu usaha pemanfaatan hasil hutan yang meliputi kegiatan penanaman, pemeliharaan, pemanenan, pengelolaan dan pemasaran hasil hutan diatur dan diselenggarakan oleh Menteri Kehutanan (Pusat);

5) ljin pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau pada hutan tanaman diberikan oleh Menteri (Kehutana), artinya perijinan kembali dikeluarkan oleh Menteri Kehutanan (pusat), terhadap hal ini,

31

banyak ditentang/ditolak oleh Daerah, khususnya Kabupaten/ Kota:

6) Belum terdapat pemahaman yang sama terhadap pemberian IUPHHKIHPH {ljin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu/Hak Pengelolaan Hutan) antara Pemerintah/Dephut {berdasarkan PP No. 34/2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan) dengan Pemda Provinsi Papua {berdasarkan UU No.21 Tahun 2001 tentang Otsus Papua);

7) Pengaturan tentang pemanfaatan kayu masih bersifat sentralistis oleh Menteri Kehutanan (Pusat) dan untuk hal-hal yang dapat di desentralisasikan pada daerah masih dirasa kurang;

8) Departemen Kehutanan baru menerbitkan 2 PP dari 12 PP yang seharusnya diterbitkan sebagai ketentuan lebih lanjut UU No. 41/1999, yaitu PP No. 34/2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan dan Penggunaan Kawasan dan PP No. 35/2002 tentang Dana Reboisasi;

9) Dalam PP no. 34/2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan dan Penggunaan Kawasan Hutan, Kabupaten tidak mempunyai kewenangan untuk menyusun maupun mengesahkan Rencana Kerja kewenangan daerah otonom Rencana Kerja Lima Tahunan (RKL) maupun Rencana Kerja Tahunan (RKT) yang berkaitan dengan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (UPHHK); dan

10) Perizinan Hak Pemungutan Hasil Hutan (IPHHK) dalam PP No. 34/2002 Kewenangan Kabupaten hanya memberikan IPHHK maksimal 20 M3 dan tidak bisa diperdagangkan. PP No. 34/2002 dimaksud secara otomatis menghapus Perda yang berkaitan dengan IPHHK yang telah terbit di Kabupaten.

32

b Masalah Pertanahan.

1) Pasal 11 ayat (2) UU No. 22/1999 bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oteh daerah kabupaten/kota meliputi salah satunya adalah bidang pertanahan:

2) Sejak diterbitkannya Keppres No. 10/2001 yang tetap memberlakukan peraturan pusat, keputusan, instruksi dan Surat Edaran Meneg Agraria Kepala BPN, dan terbitnya Keppres No. 62/2001 yang mengembalikan BPN sebagai lembaga pemerintah pusat di daerah yang kemudian diterbitkannya Keppres No. 103/2001 yang membatalkan Keppres No 62/2001, maka penyelenggaraan bidang pertanahan tetap berdasarkan peraturan perundang-undangan yang ada, sampai dengan selambat-lambatnya tanggal 31 Mei tahun 2003:

3) Ketentuan Keppres tersebut dimaksudkan untuk menghindari kerancuan administrasi/ hukum pertanahan dan terdapat cukup waktu untuk penataannya yang sejalan dengan asas desentralisasi berdasarkan UU No. 22/1999, dimana pada:

- Pasal 11 ayat (2) menyebutkan bahwa "Kewenangan Bidang Pertanahan · merupakan kewenagan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten/ Kota".

- Pasal 8 ayat (1) menyebutkan bahwa "Kewenangan Pemerintahan yang diserahkan kepada daerah dalam rangka desentralisasi harus disertai dengan penyerahan dan pengalihan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia sesuai dengan kewenangan yang diserahkan tersebut'

- Pasal 129 ayat (2) menyebutkan bahwa "instansi vertikal di daerah selain yang menangani bldang­bidang luar negeri, pertahanan keamanan. peradilan, moneter dan fiskal serta agama, sebagaimana dimaksud dalam pasal 7, menjadi perangkat daerah".

- Pasal 129 ayat (3) menyebutkan bahwa "Semua instansi vertikal yang menjadi perangkat Daerah, sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kekayaannya dialihkan menjadi milik daerah".

33

c. Masalah kebijakan yang mengatur kewenangan Kependudukan.

1) Pasal 11, UU No. 22/1999, dan PP No. 25/2000. memberikan kewenangan kepada daerah otonom untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan dibidang Kependudukan:

2) Oalam Keppres No. 103/2001, kewenangan dibidang kependudukan termasuk yang ditunda penyerahannya sampa1 dengan bulan Mei 2003. dan pada prins1pnya insiansi yang tugas dan fungs1 memb1dangi kependudukan, yaitu BKKBN telah mempersiapkan segala sesuatunya dalam rangka pengalihan P3D-nya; dan

3) Masih perlu dirumuskan kebijakan pemerintah dan peraturan perundangan yang mengatur tentang l<ewenangan dibidang kependudukan di Provins1. selain yang telah tercantum dalam PP No. 25/2000.

d. Masalah kebijakan yang mengatur investasi/penanaman modal

1) Dalam Pasal 11. UU No. 22/1999. bidang pemenntahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten/Kota. antara lain adalah Penanaman Modal:

2) Pasal 28, UU No. 1/1967 tentang Penanaman Modal Asing {PMA) memberikan kewengan kepada Pemerintah dalam pemberian persetijuan permohonan PMA; dan

3) RUU tentang Penanaman Modal. yang mengatur secara komprehensif penanaman modal belum dimiliki.

e. Masalah kebijakan eksploitasi Sumber Daya Mineral

1) Masih kurangnya pemahaman terhadap otonomi daerah khususnya mengenai pemanfaatan Daerah di wilayah laut s/d 4 mil laut untuk Kabupaten/Kota dan lebih dari 4 s/d 12 mil laut untuk Provinsi, yaitu memaknainya sebagai suatu kedaulatan, bukan peningkatan pelayanan yang diberikan terhadap

34

mereka yang memanfaatkan potensi sumber daya alam (SDA) yang ada pada wilayah laut tersebut;

2) Penetapan Penambangan Pasir Laut untuk diekspor juga telah menimbulkan beberapa permasalahan Tala Niaga perdagangan dalam negeri dan ekspor serta kerusakan Lingkungan Hidup; dan

3) Friksi permasalahan kewenangan tentang pemanfaatan Air Bawah Tanah yaitu: terjadinya konflik kewenangan Air Bawah Tanah dikarenakan, menurut PP tentang Pajak Daerah, pemungutan Pajak Air Bawah Tanah dilakukan oleh Provinsi, sedangkan ijin pemanfaatan Air Bawah Tanah dikeluarkan oleh Kabupaten/Kota, disini terjadi permasalahan dalam perijinan dan pengawasan terhadap pemanfaatan Air Bawah Tanah tersebut.

f. Masalah kebijakan perhubungan

1) Pengaturan pengelolaan Pelabuhan Laut telah ditetapkan melalui PP No. 69/2001. Namun masih diperlukan pengaturan tentang Daerah Lingkungan Kerja (DLKR) dan Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan (DLKP), sehingga daerah dapat melaksanakan kewenangannya di kawasan tersebut; dan

2) Pengaturan pengelolaan Bandar Udara telah ditetapkan melalui PP No. 70/2001. Namun masih diperlukan pengaturan tentang kewenangan daerah otonom di dalam wilayah Kebandar-udaraan. Daerah menginginkan mendapat bagian penghasilan dari beberapa pengelolaan dan pemanfaatan Bandar Udara. sehingga daerah dapat memperoleh tambahan penghasilan dari pelaksanaan kewenangannya di kawasan tersebut.

Upaya-upaya yang perlu dilakukan

a. Penyelesaian masalah kewenangan kehutanan

1) Prioritas pertama yang harus dilakukan Pemerintah Pusat adalah melakukan analisa dan pengkajian terhadap UU No. 4111999, UU No. 22/1999, PP No. 25/2000, dan peraturan perundangan lain yang terkait

35

dengan bidang kehutanan, khususnya lagi adalah penataan kewenangan, yang selanjutnya Departemen Dalam Negeri dan Sektoral bersama-sama menetapkan arah Kerangka Kebijakan desentralisasi dibidang Kehutanan dalam kerangka otonomi daerah:

2) UU No. 41/1999 tentang Kehutanan perlu disesuaikan dengan UU No. 22/1999. khususnya tentang kewenangan;

3) Peraturan perundangan (PP/ Keppres/ Kepmen) sebagai tindak lanjut dari UU No. 41/1999 tentang Kehutanan, khususnya penataan kewenangan harus memperhatikan PP No. 25/1999 dan kebijakan otonomi daerah;

4) Dengan memperhatikan PP No. 25/2000. pengaturannya (Pedoman, dan lam-lain) oleh Pemerintah Pusat dan penyelenggaraannya olen Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/ Kota sesuai batas kewenangan dan wilayah administrasi pemerintahan (Pasal66 UU No. 41/1999);

5) Agar dilakukan sosialisasi dan diseminasi yang intensif pada Daerah (UU No. 41/1999 dan PP No. 34/2002) khususnya tentang :

a) Perijinan pemanfaatan hasil hutan kayu pada hutan alam atau pada hutan tanaman yang kembali menjadi kewenangan Pemerintah Pusat. sehingga Daerah dapat mengerti alasannya dan memahaminya dengan benar; dan

b) Terhadap hal-hal yang berhubungan dengan permasalahan bidang kehutanan yang terkait permasalahannya dengan bidang Pertambangan dan Pertanahan, dan lain-lain.

6) Terhadap Penyelenggaraan/ Pemanfaatan hutan yang menjadi kewenangan Provinsi dan Kabupaten/ Kola dengan BUMN, PT. (Persero) Perhutani, utamanya mengenai pengaturan fungsi-fungsi pemerintahan yang masih ada pada PT. Perhutani, menurut kami Pemerintah/ Dephut, Departemen Dalam Negeri dan Dept LPND terkait segera :

a) Membuat pedoman pengaturan pengelolaannya dalam bentuk tala hubungan kerja antara

36

Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota {Dinas Kehutanan) dengan PT. {Persero) Perhutani; dan

b) Dilakukan Penataan kewenangan/fungsi-fungsi Pemerintah yang masih ada pada PT. (Persero) Perhutani.

7) Departemen Kehutanan diharapkan secepatnya menyiapkan Rancangan-Rancangan PP sebagai pengaturan lebih I an jut UU No. 41/1999:

8) Perlu dilakukan revisi penyempurnaan PP NO. 34/2002 agar sejalan dengan UU No. 22/1999.

b. Penyelesaian masalah pertanahan

1) Priori las pertama yang harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah melakukan analisa dan pengkajian terhadap UU No. 5/1960. UU NO. 22/1999, PP No. 25/2000, dan peraturan perundangan lain yang terkait dengan bidang Pertanahan/ Keagrariaan khususnya lagi adalah penataan kewenangan, yang selanjutnya Departemen Dalam Negeri dan Sektoral bersama-sama menetapkan arah kerangka kebijakan desentralisasi dibidang Pertanahan dalam kerangka otonomi daerah:

2) Jika isi materi dalam Keppres tersebut tetap dipertahankan, maka setelah bulan Mei 2003, UU No. 22/1999, khusus pasal yang mengatur.. tentang Kewenangan {pasal 11) dan PP No. 25/2000 segera diamandemen:

3) Bahwa untuk mempersiapkan pelaksanaan kewenangan Bidang Pertanahan oleh Daerah Kabupaten/ Kola, maka seyogyanya dalam masa transisi sekarang sampai tanggal 31 Mei 2003 urusan pemerintahan bidang pertanahan yang masih dilaksanakan oleh pemerintah dapat ditugas pembantukan kepada Daerah Kabupaten/ Kota.

4) Perlu dilibatkan unsur Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam pembahasan peraturan perundang­undangan di bidang Pertanahan:

5) Dengan tidak bermaksud mengurangi keleluasaan pemerintah dalam pemberian kewenangan otonom1 kepada Daerah Kabupaten/ Kota yang nyata luas dan

37

bertanggung jawab khusus dibidang pertanahan, maka lebih lanjut kewenangan dibidang pertanahan ditetapkan setelah bulan Mei 2003 berdasarkan Keppres No. 6212001 dan Keppres No. 103/2001. Terlebih lagi dengan telah adanya pengakuan dari Pemerintah atas kewenangan Bidang Pertanahan. sesuai Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 130-67 Tahun 2002 tanggal 20 Pebruari 2002 tentang Pengakuan Kewenangan Kabupaten/ Kota;

6) Analisa pertimbangan tersebut diatas sejalan dengan Penjelasan Ketentuan padal 11 ayat (1) UU No.22/1999 yang menyebutkan bahwa "Dengan diberlakukannya Undang-undang ini pada dasarnya seluruh kewenangan sudah berada pada Daerah Kabupaten dan Daerah Kota. Oleh karena itu penyerahan kewenangan tidak perlu dilakukan secara aktif, tetapi dilakukan melalui pengakuan oleh Pemerintah", dan

7) Penataan dan Pengaturan Kewenangan Bidang Pertanahan agar dilaksanakan secara arif dan bijaksana sehingga tidak berdampak negatif pada i<epercayaan masyarakat terhadap Pemerintah dan demi menjaga kepastian hukum mengenai hak-hak masyarakat atas tanah.

c. Penyelesaian masalah kebijakan yang mengatur kewenangan kependudukan.

Diperlukan penyiapan peraturan perundangan sebagai pendukung pengalihan P3D dibidang Kependudukan dan segala sesuatunya sesuai dengan mekanisme yang ada sesuai peraturan perundangan:

d. Penyelesaian masalah kebijakan yang mengatur investasi/penanaman modal di daerah belum ada .

1 l Pemerintah Pusat melakukan analisa dan pengkajian terhadap UU No. 1/1967. UU No. 22/1999, PP No.25/2000, dan peraturan perundangan lain yang terkait dengan bidang PMA dan PMDN khususnya lagi adalah penataan kewenangan, yang selanjutnya Departemen Dalam Negeri dan Sektoral bersama­sama menetapkan arah Kerangka Kebijakan desentralisasi dibidang Penanaman Modal dalam

38

kerangka otonomi daerah dan membuat UU tentang Penanaman Modal, yang mengatur secara komprehensif penanaman modal;

2) Pemerintah sedang menyusun kebijakan d.an peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang Penanaman Modal, khususnya kewenangan daerah otonom yang berbentuk Keppres yang mengatur tentang:

a. Penyelenggaraan Kewenangan Penanaman Modal dalam rangka Otonomi Daerah;

b. Pedoman dan Tatacara Permohonan Penanaman Modal dalam rangka PMDN dan PMA; dan

c. Pedoman Tatacara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal.

e. Penyelesaian masalah kebijakan eksploitasi sumber daya mineral:

1) Prioritas pertama yang harus dilakukan oleh Pemerintah Pusat adalah melakukan analisa dan pengkajian terhadap UU No. 11/1967, UU No. 22/1999, PP No. 25/2000. dan peraturan perundangan lain yang terkait dengan bidang Pertambangan khususnya lagi adalah penataan kewenangan, yang selanjutnya Departemen Dalam Negeri dan Sektoral bersama­sama menetapkan arah Kerangka Kebijakan desentralisasi dibidang Pertambangan dalam kerangka otonomi daerah;

2) Kewenangan pengelolaan sumber daya alam nasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 (1) UU No. 22/1999 dan PP No. 25/2000. Dan kewenangan di wilayah laut sebagaimana diatur dalam pasal 10 ayat (2) UU No. 22/1999. perlu segera dibuat pengaturannya;

3) Perlu ditegaskan bahwa yang dimaksud adalah Daerah diberikan kewenangan pengurusan dan memperoleh penghasilan dari pengelolaan sumber daya laut (SDA);

4) Segera dilimpahkan ke Daerah dalam penarikan Pajak dan retribusi pengelolaan air bawah tanah dan air permukaan yang berada dalam tanati adat atau

39

sekaligus dibuat suatu formula penyempurnaan yang wajar dan adil;

5) UU No. 34/2000 tentang Pajak dan retribusi Daerah perlu penyempurnaan; dan

6) PP No. 75/2001 tentang Perubahan kedua atas PP No. 3211969 tentang Pelaksanaan UU No. 11/1967 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertambangan, merupakan langkah awal upaya sinkronisasi kewenangan daerah, sambil menunggu UU baru penyempurnaan UU No. 11/1967.

f. Penyelesaian masalah-masalah perhubungan :

1) Perlu adanya kriteria dan standarisasi penentuan DLKP dan DLKR Pelabuhan serta rincian kewenangan daerah di kawasan Bandar Udara; dan

2) Departemen Perhubungan menyusun pedoman, kriteria dan standarisasi penyelenggaraan kewenangan antara Pemerintah Pusat atau sebagian kewenangan yang dilimpahkan pada PT. (Persero) Angkasa Pura dengan Daerah.

B. KELEMBAGAAN

Dengan diberikannya kewenangan Daerah untuk menyusun Struktur Organisasi Tugas dan Kedudukan (SOTK) di berbagai Daerah terdapat permasalahan-permasalahan krusial :

a. Penyusunan struktur kelembagaan daerah belum sepenuhnya didasarkan pada prinsip-prinsip umum penataan kelembagaan yang baik, melainkan atas dasar pertimbangan untuk mengakomodasi tuntutan birokrasi;

b. Terjadinya tumpang tindih kelembagaan antara tingkat Pusat dan Daerah akibat belum adanya penataan. Kewenangan : terjadi di sebagian besar wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota;

c. Lembaga Organisasi Pertanahan Kabupaten/Kota mengacu pada Keppres 10/2001 terjadi di seluruh wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota;

40

d. Masalah perbedaan nama kelembagaan Pemda Provinsi dengan Kabupaten/ Kota akan menjadi hambatan untuk pelaksanaan koordinasi;

e. Perangkat Daerah masih belum memenuhi konsep multi fungsi minim struktur; dan

f. Adanya kecenderungan daerah melakukan penggelembungan struktur birokrasi yang berdampak pada besarnya anggaran rutin termasuk akibat kenaikan eselonering berdasarkan PP No. 84/2000. Membengkaknya organisasi dan beban belanja rutin daerah terjadi di sebagian besar wilayah Provinsi dan Kabupaten/ Kota.

Pada sisi lain, dengan dikeluarkannya PP No. 84/2000 telah menaikkan eselonisasi yang berpengaruh sangat signifikan dalam belanja aparatur, akibat dari membengkaknya tunjang"n dan meningkatnya gaji serta fasilitas yang harus disiapkan oleh Pemda. Banyak Daerah yang 80%-90% APBD-nya habis untuk membiayai belanja aparatur baik eksekutif maupun legislatif Daerah.

Argumen bahwa Daerah akan belajar efisien dengan membebaskan mereka menentukan urusan otonominya dalam koridor otonomi luas dan membuat SOTK sendiri ternyata dalam praktek tidak berjalan demikian. Paradigma membuat struktur yang gemuk serta melakukan urusan yang kurang relevan dengan kebutuhan rakyat, sebagai kebiasaan masa lalu Ieiah berakibat terkurasnya sumber dana mereka untuk membiayai belanja aparatur.

Gejala lain yang berkaitan dengan kelembagaan adalah adanya praktek-praktek masa lalu berupa kecenderungan untuk melakukan pemekaran (proliferation) kelembagaan yang ada dilingkungan Pemda. Proliferasi yang dilakukan lebih dikarenakan untuk mengakomodasikan tekanan dari birokrasi yang berkembang terus dibandingkan untuk mengakomodasikan perkembangan fungsi karena kebutuhan riil masyarakat yang harus dilayani.

Disamping itu, belum lengkap dan selarasnya insturmen dibidang kelembagaan daerah baik PP, KEPPRES dan KEPMEN telah mendorong Daerah untuk menyusun Perangkat Daerahnya sesuai dengan kebutuhan yang menguntungkan Daerah.

Upaya-upaya yang sedang dilakukan untuk itu antara lain adalah melakukan peninjauan terhadap PP No.84/2000 tentang Pedoman Susunan Organisasi Perangkat Daerah dan mengarahkan

41

pada organisasi daerah yang ramping dan kaya fungsi, diantaranya yaitu:

a. Penyusunan kelembagaan perlu dilakukan atas dasar prinsip identifikasi dan verifikasi karakteristik palayanan, pemberdayaan organisasi rasional dan komprehensif sehingga dihasilkan kelembagaan yang ramping/ flat, demokratis dan responsif terhadap pelayanan masyarakat:

b. Perlu dilakukan konsep privatisasi dalam pelaksanaan tugas­tugas layanan; dan

c. Perlu adanya penetapan strandar kelembagaan, untuk mengetahui karakteristik kelembagaan di daerah dan dapat membedakan antara lembaga sekretariat dengan dinas ataupun lembaga teknis.

C. KEPEGAWAIAN

Dengan diberlakukannya UU No. 22/1999 hingga sekarang terdapat masalah-masalah kepegawaian daerah, antara lain :

a. Ada kecenderungan telah terjadi intervensi politik terhadap birokrasi sebagai dampak dari ketentuan dalam UU No. 22/1999 yang mensyaratkan adanya pertimbangan politis dalam pengangkatan jabatan Sekretaris Daerah;

b. Diberikannya kewenangan manajemen kepegawaian kepada Daerah untuk pengadaan sampai dengan pengangkatan jabatan pada satuan-satuan tugas organisasi daerah yang otomatis akan menambah beban pengeluaran APBD;

c. Mutasi kepegawaian baik keatas maupun ke samping (tour of duty dan tour of area) sangat terbatas; dan

d. Manajemen kepegawaian menganut separated system (terpisah), hal ini bertentangan dengan amanat UU No. 43/1999 yang menganut integrated system.

Dalam bidang manajemen kepegawain (menurut PP 96/2000) yang menganut separated system diharapkan Daerah mampu merekrut tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi tinggi untuk mengoptimalkan core kompetensi Daerah. Namun justru ekses yang timbul dengan adanya kewenangan yang mutlak dari Kepala Daerah sebagai Pembina Kepegawaian Daerah, telah menyuburkan te~adinya distorsi politik dalam pengembangan karir pegawai.

42

Pegawai Daerah cederung dikooptasi oleh kekuatan politik yang ada di daerah. Sehingga berbagai hal yang seharusnya didasarkan kepada merit system menjadi diabaikan.

Beberapa contoh kasus yang relevan dengan hal tersebut antara lain adalah pemberhentian Sekretaris Daerah oleh Kepala Daerah yang penyebabnya sangat politis, bukan kompetensi maupun hal yang lebih rasional.

Kelemahan sistem yang demikian (separated system) ternyata juga menimbulkan terjadinya pembatasan dalam mobilitas karir. Perpindahan antar Kabupaten/ Kota daiam Provinsi saja sudah sulit apalagi sampai tingkat Pusat. Di samping itu, bagi Daerah yang "miskin" ke depan akan kesulitan mencari tenaga-tenaga berkualitas dan spesialis karena ketidaksanggupan dalam menjamin kesejahteraan pegawai.

Terhadap permasalahan kepegawaian. upaya yang perlu dilakukan adalah:

a untuk menghindari intervensi politik terhadap birokrasi, maka dalam melaksanakan manajemen kepegawatan perlu dipertegas antara jabatan politis dengan jabatan karir. Sekretans Daerah yang merupakan jabatan karir dalam pengangkatannya tidak perlu ada campur tangan lembaga politis. Disamping itu. perlu segera ditetapkan Pedoman dan Kriteria Pengangkatan dan Pemberhentian Pegawai ke dan dari jabatan Struktural;

b. Pejabat yang berwenang melaksanakan · manaJemen kepegawaian hendaknya tidak diserahkan kepada Pejabat (politis) tetapi kepada Pejabat Karir yang paling senior. dalam hal ini adalah Sekretaris Daerah. Mekanisme ini secara terstrat dan tersurat telah diatur dalam UU No. 43/1999 yang menyatakan bahwa yang berwenang melaksanakan manaJemen kepegawaian adalah Pejabat Pembina Kepegawaian. Sayangnya, ketentuan ini ditentukan secara beroeda dalam PP No. 96/2000 yang memberikan kewenangan Pejabat Pembina Kepegawaian kepada Pejabat Politis (Menteri, Gubernur, dan Bupati/ Walikota);

c. Perlu diatur mekanisme mutasi kepegawaian baik ke samping (horizonta~ maupun ke alas (vertica~. oleh karena itu kewenangan manajemen kepegawaian harus dilakukan secara

43

bertingkat. dalam arti ada yang merupakan kewenangan Presiden. Gubernur dan kewenangan Bupati/ Walikota, konsekuensinya sistem kepegawaian dilaksanakan secara integritas. Hal ini sesuai dengan amanat UU No. 43/1999 namun ditentukan secara berbeda dalam PP No. 96/2000:

d. Pengangkatan Jabatan Eselon tertentu yang bersifat strategis (Sekretaris Daerah), antara lain didasarkan pada pengalaman yang bersangkutan telah menduduki jabatan di beberapa daerah. contohnya. Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur sebelumnya telah menduduki Sekretaris Daerah Kabupaten di beberapa Daerah di lingkungan Provinsi Jawa Timur. Mekanisme yang demikian itu sesuai dengan prinsip UU No. 43/1999 bahwa PNS berfungs1 sebagai perekat NKRI. Ketentuan ini juga dapat menghilangkan unsur daerahisme (isu putra daerah):

e. Dalam rangka meningkatkan kinerja pegawai, perlu segera ditinjau sistem penilaian kine~a pegawai berdasarkan standar kinerja yang harus dicapai oleh pegawai dalam melaksanakan tugas pokoknya. Untuk itu diperlukan system reward bagi yang mampu mencapai kinerja sesuai dengan standar yang ditentukan dan juga penalti bagi yang melalaikannya. dalam rangka memngkatkan kreativitas dan inisiatif dari pegawai-pegawai potensial yang dimiliki Pemda;

f. Dari kesemua isu-isu krusial di bidang kepegawaian, sebenarnya muara permasalahannya tidak pada UU No. 22/1999 (pasal 75 dan 76) juga bukan pada UU No. 43/1999, namun pada peraturan pelaksanaan UU No. 43/1999, khususnya PP No. 96/2000 yang tidak sesuai dengan peraturan yang lebih tinggi (UU NO. 22 dan No. 43 Tahun 1999). Oleh karena itu, maka yang perlu dilakul<an adalah merubah peraturan pelal<sanaan tersebut yang tidak konsisten dengan aturan yang lebih tinggi khususnya PP No. 96/2000;

g. Namun demikian. untuk menghindari terjadinya salah tafsir dalam memahami UU No. 22/1999 bidang kepegawaian. maka dalam UU No. 2211999 perlu dipertegas bahwa pengangkatan eselon I dipusat maupun di daerah dilaksanakan oleh Presiden; dan

h. Perlu dipertegas mengenai lembaga BKN dan BKD serta jalur hubungan antara kedua lembaga tersebut, karena yang terjadi di daerah selama ini ada lembaga Badan Kepegawaian Daerah (sesuai amana! UU No. 43/1999) akan tetapi ada Juga lembaga Kantor Regional BKN yang tidak diatur dalam UU No. 43/1999.

44

D. KEUANGAN DAERAH

Dengan diskresi kewenangan yang luas dan diimbangi dengan sistem alokasi dana perimbangan sebagaimana diatur dalam UU No. 25/1999, saat ini besaran APBD dihampir semua Daerah meningkat bila dibandingkan dengan sebelum diberlakukannya sistem baru. Hal ini dapat dijadikan pemicu untuk mempercepat pergerakan perekonomian masyarakat Daerah, namun harapan itu tidak mudan diwujudkan mengingat realita yang menampak beberapa fakta, antara lain sebagai berikut :

a. Terjadinya tarik menarik kewenangan antar tingkatan pemerintahan terhadap jenis kewenangan yang menghasilkan penerimaan (revenue centre);

b. Masalah bagi hasil antara Pusaat dan Daerah lebih beronentasi pada sumber daya alam tertentu. sehingga ternadap sumber daya buatan (industri. perkebunan dan lain-lain) belum mendapat bagi hasil yang memadai yang dapat memberikan rasa Keadilan

c. Manajemen dan pemanfaatan aset Daerah masih sangat rendah. dikarenakan kapasitas Daerah dan pengaturan mengena1 pengelolaan aset Daerah belum menjadi pnoritas;

d. Mekanisme pinjaman daerah yang berasal dari luar negeri belum Jelas, bahkan ada larangan sementara bagi daerah untul< meminjam;

e. Transfer dana dari pemerintah kepada Daerah seringkali mengalami keterlambatan. Hal ini sering memicu daerah untuk mengupayakan cara cepat dan mudah untuk memngkatkan pendapatan melalui pengenaan pajak dan retribus1:

f. Dana Alokasi Khusus sejak awal didesain nanya diperuntukan membiayai reboisasi. Dalam perkembangannya terhadap layanan yang sangat terbatas. yakni Kesehatan. pendidikan dasar dan prasarana, dapat juga dibiayai. walaupun jumlahnya sangat kecil; dan

g. Partisipasi publik dalam proses penyusunan APBD masih sangat rendah. Selain itu, respon dari pemerintah Daerah terhadap tuntutan masyarakat mengenai transparans1 dan akuntaoilitas dengan belum menetapkannya standar proses audit.

45

Ketentuan dalam UU No. 22/1999 yang menyatakan bahwa alokasi anggaran eksekutif dengan legislatif terpisah, DPRD mempunyai hak menentukan anggaran belanja DPRD. Anggota DPRD mempunyai hak keuangan/administrasi, anggaran belanja Sekretariat DPRD ditetapkan dengan Keputusan DPRD dan dicantumkan dalam APBD, Penyelenggaraan tugas Pemda dan DPRD dibiayai dari dan atas beban APBD, telah menimbulkan penafsiran bahwa masing-masing berhak untuk mendapatkan alokasi anggaran. akibatnya, dana Daerah sebagian besar digunakan untuk membiayai belanja aparatur (pejabat politik maupun karir). Alas dasar hal tersebut. DPRD masih inenganggap bahwa Pemerintah tidak berwenang lagi mengatur mengenai kedudukan keuangan DPRD (PP No. 11 0/2000), padahal dalam rangka pembinaan Pemerintah wajib memfasilitasi penyelenggaraan otonomi daerah.

Untuk itu, upaya yang perlu dilakukan dalam permasalahan yang berkaitan dengan keuangan daerah adalah:

a. Penyusunan UU Bidang Keuangan Negara sangat mendesak untuk diselesaikan yang berfungsi sebagai payung, baik bagi pengelolaan keuangan negara maupun keuangan daerah. Undang-undang Keuangan Negara akan menciptakan sinerji dan payung dari berbagai peraturan perundangan mengenai keuangan negara yang selama ini terserak dalam berbagai Peraturan Perundangan;

b. Pembagian kewenangan antara Pemerintah, Provinsi dan Kabupaten/Kota di bidang Keuangan perlu dilaksanakan atas dasar alasan dan kriteria yang jelas dan tegas, dalam arti apabila kewenangan itu bersifat lokalitas maka kewenangannya ada pada Kabupaten/Kota, sedangkan apabila menyangkut lebih dari satu Kabupaten/Kota merupakan kewenangan Provinsi dan apabila menyangkut lebih dari satu Provinsi merupakan kewenangan Pemerintah;

c. Bagi hasil keuangan antara Pusat dan Daerah hendaknya dilaksanakan secara komprehensif, tidak hanya atas dasar sumber daya alam saja namun juga mempertimbangkan sumber daya buatan (industri) karena sumber daya buatan memberikan kontribusi cukup besar bagi pemerintah, contohnya bidang perkebunan karena masyarakat setempat mendapat efek negatif dari kehadiran perkebunan tersebut. Masyarakat yang tidak

46

mendapatkan bagian hasil dari perkebunan mengambil jatah dengan cara tersendiri melalui penjarahan;

d. Perlunya disusun dan ditetapkannya pedoman pengelolaan asetlbarang daerah secara efektif dan efisien;

e. Pemerintah harus mengetahui tentang bagaimana transfer dana diputuskan dan kapan dilakukan untuk menghindari adanya spekulasi dan kontroversi. Pemerintah Daerah perlu dibekali pengetahuan yang cukup mengenai kemungkinan lain untuk meningkatkan PAD selain melalui pajak dan retribusi, seperti pengembangan ekonomi daerah yang inovatif dan mampu meng-generate lapangan kerja;

f. DAK perlu diberikan pada daerah miskin yang PAD-nya rendah, agar dapat digunakan untuk mempercepat laju pertumbuhan sehingga mampu mengejar ketinggalan dengan daerah lain. Disamping itu, DAK seyogyanya Udak hanya digunakan untuk mendanai layanan yang terbatas, melainkan diperluas khususnya pada aspek layanan dasar (basic service), seperti pendidikan, kesehatan dan kimpraswil; dan

g. Transparasi dan akuntabilitas menjadi penting untuk ditegaskan dalam pengelolaan APBD.

E. HUBUNGAN PEMERINT AH DAERAH, DPRD DENGAN MASYARAKAT

Beberapa permasalahan yang muncul dalam hubungan Pemda, DPRD dan Masyarakat dari tahun 2001 hingga saat ini adalah sebagaiberikut: ·

a. Laporan pertanggungjawaban (LPJ) Kepala Daerah terkesan dipolitisir dan dijadikan moment untuk memberhentikan Kepala Daerah; seperti kejadian di Provinsi Kalimantan Selatan, Kota Surabaya;

b. Hubungan kemitraan antara DPRD dan Kepala Daerah yang tidak jelas dan memberikan peluang superior kewenangan pihak legislatif terhadap eksekutif : kejadian di seluruh Provinsi dan Kabupaten/Kota;

c. Campur tangan DPRD dalam penentuan penunjukan Pejabat Karir, terutama pengangkatan Sekretaris Daerah dan para Kepala Dinas lnstansi Sekretaris DPRD : kejadian di Provinsi Riau, BupaU Jawa Timur;

47

d. Kuatnya pengaruh Parpol melalui fraksi dalam proses pemilihan Kepala Daerah. Proses Pemilihan Kepala Daerah disinyalemen ban yak praktek money politic dan partai politik;

e. Masih kurangnya pemahaman anggota DPRD terhadap peraturan perundangan. Penetapan Perda yang sering berbenturan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi terutama di bidang ekonomi dan keuangan akibat hierarki peraturan perundang-undangan dan otonomi yang luas;

f. Kedudukan keuangan DPRD yang relatif tinggi sehingga mempengaruhi posisi Keuangan Daerah (PAD dan APBD) : kejadian di 5 Provinsi, 95 Kabupaten dan 3 Kota;

g. Arogansi DPRD. Karena Kepala Daerah bertanggungjawab kepada DPRD, sering timbul kewenangan-kewenangan pihak legislatif terhadap eksekutif;

h. Kurang terserapnya aspirasi masyarakat oleh DPRD. Dalam konteks persoalanDaerah, sering masyarakat menyampaikan protesnya ke tingkat Pusat. lni berarti mekanisme. penyerapan aspirasi di tingkat lokal masih terhambat; dan

i. Kurangnya kompetensi anggota DPRD dan lemahnya networking. Kurangnya kompetensi kebanyakan anggota DPRD dalam bidang pemerintahan sering juga kurang diikuti dengan pembentukan jaringan kerjasama (networking) dengan lembaga­lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang Pemda.

Beberapa pemikiran strategis dalam upaya pemberdayaan DPRD adalah:

a. Peningkatan Hubungan DPRD dengan Masyarakat.

Harus ada penambahan pasal dalam UU No. 22/1999 tentang hubungan DPRD dengan rakyat. Salah satu penyebab rendahnya intensitas hubungan antara masyarakat dengan wakilnya adalah karena ketidakjelasan siapa wakil rakyat yang mewakili konstitusi mereka. Ketidakjelasan tersebut menyulitkan masyarakat menghubungi wakil yang dapat menyuarakan aspirasi mereka. Hubungan tersebut akan intensif kalau rakyat tahu benar siapa figur yang mewakili mereka. Untuk itu perwakilan atas dasar figur idividu akan lebih efektif dibandingkan atas dasar kolektivitas. Dalam rangka meningkatkan kualitas Pemilu dan memperoleh anggota DPRIDPRD yang lebih berkualitas. maka dalam rancangan

48

Undang-undang Pemilu pada tahun 2004. Pemerintah mengusulkan dengan menggunakan sistem propors1onal daftar terbuka, yang artinya rakyat memilih tanda gambar peserta Pemilu dan sekaligus memilih orangnya.

b. Peningkatan Akuntabilitas DPRD dan Kepala Daerah.

Sistem Proporsional dengan daftar terbuka akan lebih meningkatkan akuntabilitas DPRD terhadap rakyat pemilih. Adanya pemilihan langsung terhadap Kepala Daerah akan meningkatkan legitimasi Kepala Daerah dan memperkuat posisi check and balance antara Kepala Daerah dan DPRD. Bentukan ini akan lebih mendekati konsep mitra seJajar diantara keduanya.

c. LPJ Didasarkan Atas Pengukuran Kinerja.

Adalah akan sulit bagi DPRD untuk menilai kinerja Kepala Daerah tanpa adanya ukuran kinerja yang dijadikan instrumen untuk keperluan tersebut. Diperlukan adanya Renstra dan Pengukuran Kinerja yang disepakati bersama antara DPRD dengan Kepala Daerah dan dituangkan dalam Perda. Untuk 1tu perlu disempurnakan pengaturan-pengaturan LPJ dalam PP No. 108/2000

d. DPRD Memilih Kepala Daerah Dalam Kurun Waktu Bersamaan.

Apabila bentukan Pemda seperti sekarang tetap dipertahankan. untuk mencegah kurang harmonisnya hubungan Kepala Daerah dengan DPRD, maka DPRD hasil Pemilu langsung memilil1 Kepala Daerah. Dengan demikian tidak 1ag1 ada Kepala Daerah adalah hasil pilihan DPRD masa Pemilu laiu.

e. Perlu adanya pengaturan dalam UU No. 22/1999 tentang mekanisme hubungan antara Eksekutif. Leg1s1atif dan Masyarakat dalam proses penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.

F. MANAJEMEN PELAYANAN PUBLIK

Salah satu tujuan utama yang ingin dicapai melalui kebijakan desentralisasi, yaitu memposisikan Pemerintah Daerah sebaga1 unit

49

pemerintahan yang paling dekat masyarakat yang berfungsi menyediakan pelayanan publik secara efektif. efisien. dan ekonomis. Namun, selama 2 (dua) tahun pelaksanaan otonomi daerah masih dijumpai berbagai masalah aktual yang relevan dengan pelayanan publik antara lain :

a. Rendahnya kualitas pelayanan publik

Hal ini ditandai dengan menurunnya kondisi infrastruktur yang ada di Daerah seperti kerusakan jalan, sarana pendidikan yang tidak terpelihara dengan baik, turunnya kualitas lingkungan dsb.

b. Kurangnya pemahaman tentang konsep perencanaan daerah

TerJadinya kerancuan bagi Daerah dalam memaham1 peraturan perundangan yang mengatur tentang perencanaan pembangunan dan Daerah sulit membedakan antara pengertian Propeda dan Renstra.

c. Terlalu dominannya peranan Pemda dalam penyediaan pelayanan publik

Walupun potensi privatisasi ada di Daerah. namun karena tekanan dari jumlah birokrasi yang besar menyebabkan keengganan Daerah untuk melakukan privatisasL

d. Tidak jelasnya standar pelayanan publik

Belum ada kejelasan standar pelayanan Pemda sehingga masyarakat rentan sekali terhadap praktek-praktek administrasi yang kurang tepat oleh birokrasi Daerah.

e. Rendahnya akuntabilitas pelayanan publik

Ditandai dengan kurang adanya tranparansi dalam pelayanan baik dalam aspek biaya. waktu dan kualitas pelayanan publik.

Untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan masyarakat. perlu adanya penentuan secara jelas dan tegas pelayanan dasar apa saja yang harus disediakan oleh Daerah. Perlu adanya penyempurnaan terhadap penentuan Pasal 11 (2) UU No. 22/1999 terhadap konsep kewenangan wajib untuk lebih diarahkan pada konsep pelayanan dasar (basic services).

Perlu adanya pembinaan, pengawasan dan fasilitasi yang intensif agar Daerah lebih mengutamakan pembiayaan terhadap pelayanan dasar masyarakat. Harus diterapkan adanya transparansi dalam alokasi dana pelayanan sehingga masyarakat dapat melihat

50

dan menilai sejauhmana Pemda mengalokasikan dana Daerah untuk kepentingan masyarakat.

Beberapa upaya untuk meningkatkan pelayanan yang dilakukan oleh Pemda, yaitu:

a. ldentifikasi dan standarisasi pelayanan Pemda

Langkah pertama yang perlu dilakukan adalah diadakannya identifikasi pelayanan dasar apa saja yang harus disediakan Pemda sesuai dengan besaran dan karakter daerah yang bersangkutan. Dalam hal ini termasuk penentuan pilihan siapa yang akan menyediakan pelayanan tersebut, apakah Pemda sendiri (public sector), pihak swasta atau kemitraan antara Pemda dengan swasta. Penetapan Pedoman Standar Pelayanan Minimal (Pedoman SPM) sebagai acuan bagi Daerah dalam menyediakan pelayanan publik;

b. Peningkatan kinerja pelayanan oleh Pemda

Peningkatan kinerja dilakukan dengan membandingkan antara realisasi pelaksanaan yang telah dicapai sekarang dengan standar yang telah ditetapkan. Apabila terjadi devisi negatif, maka berarti standar belum tercapai dan diperlukan adalah peningkatan kinerja lebih lanjut. Salah satu upaya peningkatan kinerja tersebut adalah dengan upaya penyediaan pelayan satu atap (terpadu) yang sekarang ini telah mulai banyak diterapkan oleh beberapa Pemda;

c. Peningkatan akuntabilitas Pemda dalam pelayanan

Pemda harus menyediakan pelayanan dengan prinsip lebih baik, lebih murah dan lebih cepat. Untuk itu diperlukan adanya perubahan sikap dan perilaku dari aparat Pemda yang bertugas melayani masyarakat untuk memperlakukan masyarakat tidak hanya sebagai konsumen tapi juga warga masyarakat. Termasuk dalam upaya ini adalah persamaan kesempatan dari Pemda tanpa melihat status sosialnya;

d. Peningkatan sistem monitoring dan evaluasi pelayanan

Agar Pemda dapat secara terus menerus meningkatkan kinerja pelayanannya kepada masyarakat, maka diperlukan adanya penyusunan suatu desain monitoring dan evaluasi baik yang

51

bersifat internal maupun eksternal. Adanya instrumen money internal akan memungkinkan Pemda melakukan pengawasan melekat (waskat) terhadap aparatnya. Sedangkan instrumen money eksternal akan memungkinkan masyarakat atau Pemerintah Pusat melakukan penilaian atas kinerja pelayanan yang dilakukan oleh Pemda yang bersangkutan.

G. PENAT AAN DAERAH

Salah satu isu dominan di era implementasi otonomi daerah berdasarkan UU No. 22/1999 adalah semakin banyaknya Daerah Otonom baru (hasil pemekaran daerah). lsu pemekaran Daerah diliputi oleh beberapa permasalahan yang muncul dalam bidang penataan daerah dari tahun 2001 hingga saat ini, antara lain sebagai berikut:

a. Aspirasi masyarakat untuk pemekaran Daerah, seringkali mengabaikan aspek-aspek : kemampuan ekonomi, dan Daerah. Di berbagai Daerah aspek-aspek politik kepentingan lebih menonjol;

b. lnstrumen pengukur kelayakan pemekaran, yang saat ini mengacu kepada PP No. 129/2000, belum sepenuhnya ditempuh secara komprehensif, bahkan seringkali diabaikan. Di samping itu PP tersebut belum mengatur masalah kriteria penghapusan dan penggabungan Daerah secara baku;

c. Penyerahan aset dari Provinsi dan Kabupaten lnduk kepada Daerah Otonom baru senantiasa tidak lancar sehingga memperlemah kemampuan Daerah Otonom baru; dan

d. Hingga saat ini belum dievaluasi secara komprehensif apakah pemekaran Daerah telah dapat mendekatkan pelayanan kepada masyarakat dan mendekatkan "span of control" atau justru menimbulkan beban baru bagi masyarakat luas.

Makna penataan Daerah sejauh ini lebih banyak dipahami sebagai pemekaran Daerah, sehingga orientasi lebih banyak terfokus bagaimana Daerah dimekarkan. Sesuai dengan ketentuan pasal 5 ayat (1) UU No. 22/1999: Daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya Otonomi Daerah. Dasar pertimbangan yang seperti itu sebenarnya harus dipahami secara

52

komprehensif, tidak secara parsial. Namun disayangkan, seringkali dasar pertimbangan yang satu mendominasi terhadap dasar pertimbangan lainnya. hal yang sering terJadi adalah mendominasinya "faktor sosial politik" terhadap faktor-faktor lainnya. Akibatnya sudah pasti, terdapat Daerah-daerah yang secara kemampuan ekonomi, jumlah penduduk, maupun potensi daerah sebenarnya belum memenuhi persyaratan, hanya karena faktor sosial politik Daerah-daerah tersebut harus dimekarkan. Dalam jangka panjang hal ini jelas akan menimbulkan permasalahan besar.

Oleh karena itu, upaya yang perlu dilakukan terhadap permasalahan ini adalah :

a. Perlu segera menyempurnakan PP No. 129/2000 tentang Persyaratan, Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, Penghapusan dan Penggabungan Daerah, sehingga mampu menjamin selektivitas dan obyektifitas;

b. Dewan Pertimbangan Otonomi Daerah yang selama ini belum dapat proaktif dalam memberikan pertimbangan terhadap pemekaran daerah hendaknya lebih diberdayakan;

c. Sebelum Daerah bertekat memekarkan Daerah, di-introduce "Daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota) Persiapan" melalui peraturan perundangan. Dalam konteks ini penyiapan dilakukan secara terencana dan berkelanjutan; dan

d. Perlu segera dievaluasi tentang kemampuan Daerah dalam menyelenggarakan otonomi daerah sebagai referensi bagi upaya penataan daerah yang lebih proporsional.

H. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN

Mengingat wilayah Indonesia yang sangat luas, maka sangatlah diperlukan adanya peran pengawasan Pemerintah Pusat di Daerah yang dilaksanakan oleh Wakil Pemerintah di Daerah. Untuk itu diperlukan penguatan peran Gubernur sebagai wakil Pemerintah dalam hal pengawasan, supervise, money dan fasilitasi agar Daerah dapat menjalankan otonominya secara optimal.

Memang terjadi anomali dalam strukktur Provinsi agar dapat menjalankan perannya secara optimal, Provinsi dengan otonomi yang terbatas mempunyai Dinas Daerah yang banyak. Sedangkan

53

Provins1 sangat kurang sekali mempunyai unit-unit organisasi yang mengawasi. melakukan supervisi, money dan fasilitasi terhadap otonom1 Kabupaten/Kota di wilayah kerjanya.

Pada sisi lain, Kabupaten/Kota merasa bahwa dengan otonomi . daerah dapat menjalankan otonomi tersebut sesuai dengan penafsirannya yang kadang-kadang bertentangan dengan kepentingan yang lebih tinggi. Untuk mencegah terjadinya kebijakan­kebijakan yang terlalu melebar dan diluar koridor otonomi yang dibenkan, maka peran pembinaan, pengawasan dan fasilitasi menJadl sangat mendesak untuk dlaksanakan secara 1ntensif tanpa harus mematikan kreativitas dan inovasi yang sangat dibutuhkan dalam menjalankan Otonomi Daerah.

Dalam hal pengawasan, permasalahan-permasalahan aktual yang terJadl adalah sebagai berikut :

a. Fungsi pengawasan oleh Gubernur sebagai wakil Pemerintah terhadap Daerah Kabupaten/Kota belum dapat dilaksanakan secara optimal karena adanya berbagai persepsi dalam menafsirkan ketentuan hubungan antara Kabupaten/Kota dengan Provins~ yang tidak hierarkis:

b. Pengawasan represif terhadap Perda-perda bermasah kecuali Perda tentang pungutan daerah belum dapat dilaksanakan secara optimal, karena belum ada ketentuan yang jelas lembaga/unit mana yang bertanggungjawab menganalisis setiap Peraturan Daerah dan bagaimana peran Gubernur sebagai wakil Pemerintah di daerah dalam pengawasan Perda-perda tersebut:

c. Daerah cenderung arogan dan tidak mau diatur. Hal ini disebabkan karena kurangnya pengawasan dari Gubernur seoaga1 wakil Pemerintah kepada Daerah Kabupten/Kota.

d. Daerah kurang menghormati eksistensi Gubernur. Disamping itu, karena hubungan Kabupaten/Kota dan Provinsi tidak hierarkis, maka peranan Gubernur sebagai wakil Pemerintah kurang nampak dibandingkan dengan Gubernur sebagai Kepala Daerah Provinsi.

e. Banyaknya pelanggaran yang dilakukan Pemerintah Daerah, khususnya yang berkaitan dengan alokasi anggaran, namun belum adanya sanksi. Tidak adanya sanksi yang jelas dan tegas bagi Daerah yang melanggar ketentuan Peraturan Pemerintah

54

No. 109 Tahun 2000 dan Peraturan Pemerintah No. 110 Tahun 2000;

f. Tidak adanya sanksi yang tegas dalam Peraturan Pemerintah No. 20 Tahun 2001, serta Peraturan pelaksanaannya bagi Daerah-daerah yang tidak menyampaikan Perda-perda tentang pungutan daerah kepada Pemerintah menyebabkan, pemerintah kesulitan dalam memonitor Perda-perda tentang pungutan daerah yang telah diterbitkan daerah;

g. Keluarnya TAP MPR No. 11/MPR/2000 tentang Tata Urutan Peraturan Perundangan , menyebabkan posisi Perda sepertinya lebih tinggi dari Keputusan Menteri. Sehingga pembinaan­pembinaan yang dikeluarkan melalui Keputusan Menteri dan atau dalam rangka tindaklanjut peraturan yang lebih tinggi (PP) tidak dijadikan acuan oleh Daerah.

Untuk itu, upaya perda dilakukan pembinaan dan pengawasan adalah:

a. UU No. 22/1999, khususnya pasal 112, 113 dan 114 telah mengatur tentang pembinaan dan pengawasan. PP No. 20/2001 tentang Pembinaan dan pengawasan, juga telah mengatur peranan Gubernur selaku Wakil Pemerintah di Daerah untuk melakukan pembinaan, pengawasan dan fasilitasi terhadap jalannya otonomi Kabupaten/Kota di wilayahnya;

b. Perlu adanya penguatan peran dan atau mengaktifkan peran Gubernur selaku wakil Pemerintah dalam melakukan pembinaan, pengawasan dan fasilitasi terhadap pelaksanaan Otonomi Daerah;

c. Sosialisasi Peraturan Perundangan panting untuk dilakukan, untuk menciptakan persepsi yang sama antara pemerintah (Pusat) dan Daerah. sehingga deviasi penafsiran yang berbeda dapat diminimalisir;

d. Penegakan hukum yang tegas, melalui penetapan sanksi bagi pelanggaran yang dilakukan daerah dalam penyelenggaraan otonomi daerah.

55

Ill. PENUTUP

Demikian beberapa hal yang dapat disampaikan beberapa kebijakan dan permasalahan yang berkaitan dengan Reformasi Birokrasi Pemerintahan Daerah, semoga forum RAKORPANNAS ini dapat dijadikan media untuk bertukar pikiran dan informasi, khususnya dalam mempercepat proses Reformasi Pemerintahan Daerah.

Sekian dan terima kasih.

Wassalamu'alaikum Wr.Wb.

Jakarta, 17 Pebruari 2003

56

w • MENTER! NEGARA PPN/ KEPALA BAPPENAS

PADA RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

TINGKA T NASIONAL T AHUN 2003

1. Pendahuluan

Pertama-tama saya ingin mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan kepada saya untuk berbicara dalam Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional (RAKORPANNAS) ini. Tema utama RAKORPANNAS ini yatiu "Reformasi Birokrasi Dalam Mewujudkan Kepemerintahan Yang Baik" menurut saya mempunyai arti yang penting dan bersifat sangat strategis bagi pemahaman atas musibah yang sedang kita alami saat ini maupun untuk merangsang pemikiran terhadap berbagai inovasi kebijakan di masa mendatang.

Saat ini kita telah memasuki tahun ke enam era reformasi. Namun demikian bangsa ini belum juga dapat terlepas dari keterpurukan dalam berbagai dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk di dalamnya keterpurukan etika dan moral. Buruknya etika dan moral ini telah mengakibatkan suburnya praktik KKN dan rendahnya kinerja birokrasi. Kinerja birokrasi kita, seperti pernah disampaikan Presiden, masih "amburadul, sulit di kendalikan dan tidak memiliki inisiatif untuk turut menyukseskan agenda negara."

Oleh karena itu upaya untuk dapat segera keluar dari kemelut yang terjadi perlu di coba dengan berbagai terobosan kebijakan yang berpusat pada strategi untuk mengurangi kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) secara tegas. Permasalahan sebenarnya bukan pada mampu atau tidak mampunya bangsa ini memebrantas korupsi, tetapi pada mau atau tidak maunya kita mewujudkan itu. Sebab, kebijakan kearah pembrantasan KKN sejak era Presiden pertama sampai presiden kelima terus dilakukan, tetapi faktanya patalogi KKN ini tidak pernah surut, justru sebaliknya. Sehingga tidak berlebihan kalau kebijakan pembrantasan KKN yang selama ini ada hanya menambah tebal lembaran arsip negara saja, tanpa sedikitpun mengurangi kulitas dan kuantitas perilaku korupsi di lingkungan penyelenggara negara baik di pusat maupun di daerah.

57

Sungguh sangat menyedihkan bahwa KKN telah merasuki hingga tulang sumsum kehidupan penyelenggara negara. Sehingga tidak mengherankan kalau di katakan bahwa "korupsi telah membudaya di kalangan masyarakat Indonesia". Suatu predikat yang sangat menyakitkan hati dan merendahkan martabat bangsa ini. Namun demikian, respon dan tanggapan terhadap predikat tersebut temyata hanya bersifat kosmetik dan sama sekali tidak menyentuh atau menyelesaikan inti permasalahan KKN itu sendiri. Hingga saat ini belum timbul suatu pembenaran terhadap "suatu bentuk tindakan hukum memadai" yang memperlihatkan kesungguhan pemerintah dalam melakukan pembrantasan KKN. Prilaku KKN di lingkungan birokrasi pemerintah telah menjadi sesuatu yang nyaris tidak terelakan. Sehingga hampir sulit di temukan satu institusi pemerintah yang tidak melakukan KKN., sekalipun institusi tersebut adalah institusi yang memiliki kewenangan untuk membrantas KKN.

Penguatan akan betapa sakitnya birokrasi pemerintah di Indonesia dapat di lihat antara lain dari hasil survei Political and Economic Risk Consultncy (PERC), suatu lembaga risetyang berbasis di Hongkong, menunjukan bahwa kualitas birokrasi di lndenesia hingga 2001 (65 tahun setelah Indonesia merdeka dan empat tahun sejak orde baru tumbang ) masih tetap terburuk bersama India dan Vietnam. Kalau hasil tersebut dianggap benar maka birokrasi pemerintah, baik itu di sadari atau tidak, telah menjauhkan bangsa ini dari cita - cita para Founding Fathers yang ingin "memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan · kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasar kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan sosial." Jika kita ingin menelusuri lebih jauh penyebab dari tindakan yang berorientasi KKN paling tidak dapat saya singgung 3 (tiga) aspek besar, yaitu:

1.1. Etika dan Moral Birokrasi Pemerintah yang Rendah

Sebagai bangsa yang relegius seharusnya tindakan tidak terpuji yang dilakukan oleh birokrasi pemerintahan dapat dihindari. Namun demikian, kenyataan membuktikan lain. Birokrasi pemerintah. mulai dari tingkat elit sampai pada aparatur tingkat bawah memiliki kecenderungan yang sama untuk berperilaku KKN. Yang berbeda hanya porsi atau caranya saja. KKN berawal dari keserakahan materi dan berkembang menjadi kelainan-kelainan yang sifatnya bukan lagi kebendaan. Selain prilaku korup, keserakahan ini juga menyuburkan berbagai bentuk persekongkolan jahat (kolusi) yang hanya menguntungkan kelompok tertentu dengan mengorbankan kepentingan negara. Demikian pula proses nepotisme yang terjadi

58

telah mengakibatkan banyak permasalahan yang tidak ·lagi mampu diatasi oleh birokras1 pemerintah sendiri

Penyakit KKN melingkupi birokrasi dewasa ini tidak lagi berkaitan dengan tingkat pendidikan. Hal ni terlihat bahwa pada aparatur yang telah memiliki tingkat pendidikan di atas rata-rata, kecenderungannya untuk melakukan KKN justru semakin mewabah. Banyaknya pemikiran-pemikiran dilingkungan elit birokrasi pemerintah menjadi terjungkal balik untuk memberikan kebenaran terhadap prilaku KKN yang dilakukan. Dengan demikian, setiap kebijakan yang lahir akan cenderung menjelma menjadi sesuatu yang tidak masuk aKal. Orang -orang yang masih waras, yang jiwanya dan mindset - nya masih belum terjankit KKN, tidak bisa mengerti bagaimana mungKin orang -orang yang pendidikannya dan jabatannya begitu tinggi memaka1 pengetahuan dan jabatannya untuk merumuskan kebijakan yang sangat merugikan orang banyak dan sangat tidak adil. Dalam membela kebijakannya,ilmu pengetahuan dipakai untuK berargumentasi seperti pokrol tanpa alur pikir yang jernih dan tanpa argumentasi, tatapi mengungkapkan dalil-dalil yang di gebrak­gebrakan di atas meja diskusi.

1.2. Rendahnya Gaji Pegawai Negeri

Dalam Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok Kepegawaian dinyatakan bahwa setiap pegawai negeri berhak memperoleh gaji yang adil dan layak sesuai dengan beban pekerjaan dan tanggung jawabnya. Adapun yang di maksud dengan gaji adil dan layak adalah bahwa gaji PNS tersebut harus memenuhl kebutuhan hidup keluarganya. sehingga PNS dapat memusatkan perhatian, pikiran, dan tenaganya dalam melakuKan tugas yang dl percayakan kepadanya.

Amana! UU Nomor 43 Tahun 1999 ini belum di laksanakan dengan sungguh-sungguh. Betapa reformasi birokrasi akan sulit di capai tanpa memperhatikan kesejahteraan pegawai negen (termasuKTNI dan Polri). Pegawai negeri adalah manusia, dan memiliki hak azaz1 untuk hisup layak. Oleh karena itu,adalah tidak adil dan tidaK manusiaw1 bila pegawai negri hanya di suruh bekerja dengan gaji "pequangan" saja. Betapa tidak, selama dekade pemerintahan orde baru.s1stim gaji "perjuangan" ini telah menimbulkan social cost, selam economic cost. yang sangat mahal khususnya dalam bentuk "pembenaran dan penyebaran" praktek - praktek KKN di lingkungan birokrasi pemerintah. Untuk melakukan penghapusan terhadap social cost

59

tersebut tentu bukan hal yang mudah, dan hal yang inilah yang kita hadapi dewasa ini.

Rendahnya kine~a birokrasi tentu sangat erat kaitannya dengan tingkat kesejahteraan mereka yang rendah yang mempengaruhi semangatnya umtuk bekerja dengan baik. Bahkan sejak awalnya pegawai negri tanpa sadar telah terdorong untuk menciptakan tambahan kesejahteraan dengan mensiasati hal - hal yang berkaitan dengan kewenangan dan tugasnya. Perilaku KKN itu tidak hanya terjadi antara birokrasi dengan dunia usaha dan masyarakat dalam pemberian jasa pelayanan.tetapi yang lebih tragis adalah bahwa KKN juga terjadi antar birokrasi pemerintah itu sendiri.

1.3. Kurangnya Keteladanan dari Pimpimpian.

Prilaku KKN yang telah mendarah daging di lingkungan birokrasi pemerintah mulai dari elit sampai pada level yang paling bawah. Pada level atas, keserakahan dan gaya hidup konsumeristik telah mendorong mereka melakukan tindakan di luar kepatutan. Dengan pola hidup mewah namun dengan penghasilan yang jauh dari mencukupi, mengakibatkan banyak sekali birokrat, secara sadar ataupun tidak, telah menggadaikan jabatannya agar kebutuhan konsumtif mereka dapat terpenuhi. Sedangkan pada level bawah. kebutuhan yang mendesak seperti kebutuhan keluarga, kebutuhan membayar utang, kebutuhan pengobatan, kebutuhan. untuk membiayai pendidikan anak anak dan lainnya merupakan bentuk- bentuk dorongan bagi aparat yang berpenghasilan kecil dalam melakukan KKN. Pertanyaan "siapa yang harus membrantas KKN" menjadi kabur. Dengan kondisi ini, pejabat di lingkungan birokrasi pemerintahan yang dapat menjadi panutan menjadi semakin langka.

KKN sudah membuat beberapa elit bangsa kita tidak lagi dapat oerpikir secara waras. Nalamya jungkir balik dan. tanpa sadar menyatakan di mana-mana hal-hal yang sama sekali tidak masuk aka!. Namun demikian. bukannya malu dan mati-matian mengoreksinya, melainkan meminta-minta, mengemis kepada bangsa-bangsa lain. Bukannya menciptakan kekayaan, tatapi menjual apa saja yang di milikinya dengan harga murah. Bukannya membangun industri-industri sendiri dengan semua kekayaan alam yang ada, tatapi berkeliling dunia mengemis supaya perusahaan-perusahaan asing datang berinvestasi di Indonesia. Kemudian apa yang terjadi, semakin kita meminta-minta mereka datang, semakin mereka menertawakan dan menghina kita selama mereka tidak dapat membuat laba di Indonesia.

60

Kalau perilaku elit birokras1 pemerintah tersebut di alas terus menerus terjadi dan tidak ada shock teraphy sedini mungkin. maka sudah dapat dipastikan bahwa Indonesia tidak mungkin keluar dan permasalahan yang dihadapinya. Dan pemikiran yang paling ekstrim lagi kalau keadaan ini terus berlanjut, maka tidak tertutup kemungkinan Indonesia di masa mendatang akan seperti Un1 Sovyet yang hanya dapat ditemukan kembali dalam buku- bul<u sejarah.

2. Konsep Pembrantasan Korupsi

Seperti Ieiah di kemul<akan tadi, pemahaman bahwa KKN sangat merusak baik material maupun spiritual. sudah banyal< di kemukakan. Karena itu Juga sangat banyak yang menyuarakan bahwa KKN harus diberantas. Tatapi bagaimana dengan membrantas yang kongkrit. dalam bentuk rencana atau tindak plan of action tidak banyak yang memikirkan.

Dalam makalah ini saya mencoba merumuskan dan melihatnya secara lebih luas. karena ternyata dalam pembrantasan KKN banyak aspek yang berkaitan satu dengan yang lainnya.

2.1. Konsep Carrot and Stick atau Kecukupan dan Hukuman

Konsep pembrantasan korupsi yang sederhana .. yaitu menerapkan carrot and stick. Keberhasilan yang sudah di buktikan oleh banyak negara, antara lain Singapura dan sekarang yang sedang berlangsung diRRC.

Carrot adalah insentif atau pendapatan netto untuk pegawai negeri. baik sipil maupunTNI dan Polisi yang Jelas mencukupi untuk hidup dengan standar yang sesuai dengan pendidikan. pengetahuan. kepem1mpinan, pangkat dan martabatnya. Kalau perlu pendapatan 10i

dibuat demik1an tingginya, sehingga tidak saJa cuKup untuk hldup layak. tetapi cukup untuk hidup dengan gaya yang "gagah" Tidak berlebihan, tetapi tidak kalah dibandingkan dengan tingKat pendapatan orang yang sama dengan kualifikasi pendidikan dan Kemampuan serta kepemimpinan yang sama di sektor swasta. Sedangkan ·stick adalah kalau kesemuanya ini sudah dipenuhi dan masih berani korups1. hukumannya tidak tanggung-tanggung, karena tidak ada alasan sedikitpun untuk melakukan korupsi.

61

2.2. Sistem Penggajian (salary system)

Sistim penggajian PNS dan TNI/POLRI menjadi sangat ruwet. karena mengandung banyak unsur seperti gaji pokok. tunjangan jabatan dan berbagai tunJangan lainnya. tunjangan in natura dan sebagainya. Maka dalam makalah ini di gabung menjadi satu setelah dipotong pa1ak dengan istilah "pendapatan bersih".

Sistem penggajian harus di benahi agar sesuai dengan merit system. Yang tingkat pekerjaan serta tanggung jawabnya lebih berat harus mendapatkan pendapatan bersih yang lebih besar. Yang dimaksud adalah bahwa penjenjangan tingkat pendapatan bersih harus propors1onal dan adil.

Maka tindakan pertama adalah membenahi keseluruhan pendapatan bersih dari pegawai negeri sipil maupunTNI dan POLRI yang diselaraskan secara proposional dan adil berdasarkan merit system.

2.3. Reformasi dan Perampingan Birokrasi

Jumlah pegawai negeri kita sekitar 4 juta orang. Jumlah ini akan terlihat sedikit jika di bandingan dingan populasi. Namun jika di bandingkan dengan beban pekerjaan yang dapat dilakukan secara efektif dan efrsien, maka jumlah ini akan terlihat besar. Jumlah PNS yang sekemikian ini tentu tidak terlepas dari kenyataan bahwa selama Rl berdiri sampai sekarang tidak pernah dilakukan audit terhadap struktur organisasi,jumlah personalia, garis-garis komunikasi,rentang kendali atau span of contro,sistem dan prosedur pengambilan Keptusan dan sebagainya.

Maka berlakulah apa yang dalam ilmu organisasi dan manajemen di kenai dengan hukum Parkison, bahwa setiap organisasi mempunyai kecenderungan membengkak tanpa ada gunanya.

Dalam organisasi modern yang sering kali jauh lebih besar dari sebuah kementrian.sudah menjadi kebiasaan secara teratur, misalnya setiap 3 sampai 5 tahun sekali, organisasinya di audit. Di teliti oleh para ahli organisasi dan manajemen apakah organisasinya masih optimal untuk mencapai tujuan dari organisasi yang bersangkutan.

Prosedur ini dijamakan structur efollows strategy. lni adalah kebalikan dari yang biasa kita alami. Setiap kali organisasi baru dibentuk atau organisasi lama hendak dibenahi, yang pertama dilakukan adalah

62

menggambar struktur organisasi yang sudah kita kenai, yaitu kotak­kotak yang disusun secara vertical dan horizontal. Setelah struktur selesai barulah diisi dengan nama-nama orang yang akan ditempatkan dalam posisi yang sudah digambarkan dalam kotak-kotak tersebut. Prosedur ini sangat salah,tetapi sangat lazim di lakukan orang karena keawamannya dalam bidang ilmu organisasi dan ilmu manajemen. Prosedur yang salah ini di sebut strategy follows structure. Jelas bahwa strategi dikalahkan oleh organisasi yang di sodorkan. Dengan cara ini bagaimana mungkin suatu tujuan dapat tercapai secara optimal?

2.4. Hukuman Koruptor

Dalam masyarakat yang tingkat korupsinya sudah seperti Indonesia, hukuman yang setengah-setengah tidak akan mempan lagi, karena boleh dikatakan semuanya sudah terjangkit penyakit korupsi.

ltulah kalau hukuman yang diterapkan tidak drastic, upaya pemberantasan korupsi dapat dipastikan gagal. Untuk Indonesia, hukuman yang paling tepat mungkin adalah hukuman mati. Paling tidak hukuman seumur hidup.

Kecuali itu, seperti telah diindikasikan oleh istilah KKN, hukuman tidak saja dikenakan pada yang melakukan korupsi, tetapi juga istri dan anak-anaknya. Kebanyakan penguasa melakukan korupsi karena dorongan, rayuan atau rengekan dari istri suami atau anak-anak. Bentuk hukuman itu misalnya diperlakukan sebagai orang yang telah bangkrut. Karena harta kekayaannya disita. Mereka hanya dibolehkan hidup yang dibatasi standarnya.

2.5. Dari Mana Pembrantasan KKN Dimulai

Pembrantasan KKN harus di mulai dari pimpinan tertinggi. Pimpinan tertinggi tidak berarti hanya Presiden, tetapi semua pimpinan tinggi dan tertinggi negara. Kepada mereka dijelaskan sejelas-jelasnya bahwa pendapatan bersihnya akan dicukupi sampai benar-benar nyaman dan akan dihukum seberat-beratnya kalau masih melakukan KKN. Orang-orang tersebut di pilih yang kiranya dapat' diajak mulai membersihkan bangsa kita dari KKN. Tetapi kecuali bahwa mereka tidak boleh melakukan KKN dengan ancaman hukuman sangat berat,kepada mereka juga di tuntut untuk bener-benar tega dan tegas menghukum yang KKN.

63

3. Kesimpulan.

Kerugian kebendaan yang di akibatkan oleh KKNbuat bangsa kita luar biasa besarnya. Yang lebih menyedihkan, KKN terus berjalan yang semakin lama semakin hebat,dan sudah merambat ke dalam otak budaya, gaya hidup, tala nilai yang membuat kita tidak mempunyai kepercayaan dan tidak mempunya1 harga diri lagi. Karena KKN, di mana-mana di dunia, bangsa Indonesia sudah di jadikan bah an hinaan dan tertawaan dalam percakapan-percakapan sosial.

Pembrantasan KKN harus diwujudkan secepatnya. Tidak melalui slogan­slogan,tetapi melalui konsep dan rencana tindak (action plan) yang kongkrit. Konsep yang kami kemukakan dalam tulisan ini dimaksud sebagai salah satu alternatif pemikiran untuk mulai membrantas KKN secara kongkrit dan yang secara tekhnis memang dapat di laksanakan.

Akhirnya kami sangat mengharapkan Rapat Koordinasi PAN ini akan dapat menghasilkan berbagai kebijakan yang tegas dan efektif dalam menuntas KKN dan mewujudkan good governance.

Sekian dan terimakasih.

Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional,

ttd

Kwik Kian Gie

64

TRANSKRIP PENGARAHAN MENTERI KEUANGAN Rl PADA RAKORPANNAS TAHUN 2003

01 HOTEL SAHID JAVA, TANGGAL, 17 PEBRUARI2003

Para Hpdirin Rakorpannas Assalamu,alaikum Wr. Wb.

Oleh:

Budiono

Salam Sejahtera kepada kita semua

Saya tidak punya paper atau apa-apa yang saya baca. Saya akan sampaikan apa yang ada di hati/di benak saya pada Saudara-saudara sekalian, dalam rangka memberikan semacam tambahan bekal bagi Saudara-saudara sekalian untuk mendalami lebih lanjut barangkali dalam Rakorpannas kali ini. Pertama saya akan bicara mengenai singkat saja, situasi keuangan negara kita dalam konteks perjalanan bangsa kita ini dalam waktu beberapa tahun terakhir dan kedepan ini secara singkat saja, saya kira itu penting juga, sehingga kita itu tidak mengambil keputusan atau mengambillangkah dalam waktu, kita selalu dalam konteks situasional dari negera kita pada waktu yang kita hadapi. Jadi tidak mungkin kita itu memutuskan sesuatu seakan-akan tidak ada problema/ tidak ada kendala­kendala yang perlu diatasi di lapangan. Oleh sebab itu kita perlu mengetahui garis besar kemana kita itu melangkah dari segi keuangan negara_.

Yang kedua saya akan bicara sedikit mengenai hal-hal yang spesifik yang tadi diminta oleh Pak Men.PAN yaitu mengenai DAU, ini memang hal yang perlu dipikirkan dengan cermat dan masak-masak, apa kita mau kemana : penting untuk kita camkan dan kemudian dari situ kita jabarkan dalam langkah-langkah, karena tanpa konsepsi kemana kita mau pergi, itu saya kira langkah kita itu tentunya akan tidak mempunyai arah yang jelas, akan merupakan zig zag saja seperti, katanya joget poco-poco, kekiri kekanan jadi tidak kedepan. Jadi memang harus ada arah kita kemana, ini

65

pengertian dasar mengenai desentralisasi fiskal, otonomi daerah dan termasuk OAU.

Juga Pak Men.PAN menyebutkan mengenai dalam makalah awal beliau dalam kaitan dengan Rakorpannas ini masalah civil service reform, itu saya kira sangat-sangat penting bagi kita semua untuk mulai memikirkan secara konkrit dan secara sistematis, karena ini adalah kunci dari langkah kita selanjutnya tanpa civil service reform, reformasi birokrasi saya kira kita akan tertatih-tat1h ke depan.

K.uncinya d1sim adalah Good Governance/Pemerintahan yang baik, dan itu corenya. mtmya artinya adalah birokrasi yang baik. Sebenarnya dari segi ekonomi ataupun yang lain, kalau suatu negara itu mempunya1 good governance, good birokrasi itu enggak usah memerlukan ahli ekonomi yang panda1, ekonomi akan jalan dengan sendirinya dan akan mencapai laju pertumbuhan yang baik, ini berlaku pada tingkat nasional maupun pada tingkat daerah. Jadi nantinya di tingkat daerahpun Good Governance ini merupakan kunci dari langkah Saudara-saudara dari daerah kedepan, itu akan merupakan daya tarik bagi daerah untuk mengundang investor, eKsport1r, importir dan sebagainya, itu kuncinya, bukan soal merebut dana yang terbatas ini, apakah melalui nanti OAU, OAK, SOA itu memang yang sekarang ini nampaknya menjadi fokus kita semua untuk mendapatkan bagian "sebanyak mungkin bagi daerah kita", permainan yang benar sebenarnya adalah nanti bagaimana setiap daerah itu bisa menarik investasi dunia usaha, karena disitulah sumber pertumbuhan ekonomi kedepan. bukan soal OAU, OAK, SOA yang beberapa daerah yang mendapatkan bag ian yang tentunya sesuai dengan sumber daya yang ada dis ana

Jadi ada 3 (tiga) hal itu :

Pertama mengenai keadaan ekonomi atau keuangan negara saat ini, saya ingin menyampaikan beberapa pokok saja supaya tidak makan waktu banyak dari Saudara-saudara sekalian, intinya adalah dalam perjalanan kita selama mung kin 3 tahun terakhir ini dan kedepan itu tema utamanya adalah membenahi buku keuangan negara kita yang terus terang morat marit di awal nya. karena krisis, semuanya menunjukkan ketimpangan-ketimpangan pengeluarannya melebihi penerimaannya. Hutang kita melebihi yang bisa kita tanggung secara normal dan akhirnya ini tercermin kepada situasi keuangan negara, buku yang namanya keuangan negara kita ini yang tidak bisa kita pertahankan seperi apa adanya, not sustainable oleh sebab itu

66

tema utamanya adalah membenahi supaya menjadi kita mencapai suatu posisi status buku pembukuan keuangan negara kita yang sustainable. Yang wajar yang bisa kita pertahankan dalam jangka menengah maupun jangka panjang.

Pada waktu kita selesai grade krisis, tidak mungkin kita sistem, situasi seperti itu, defisit kita, defisit adalah ketekoran dari pengeluaran yang melebihi penerimaan kita, itu sudah mencapai di atas 5 % kalau tidak salah pada awal-awalnya dari seluruh nilai produksi nasional kita, itu ukurannya biasanya dinyatakan dalam persentase terhadap PDB. 5 % ke atas bahkan bisa lebih kalau tidak salah pada awalnya. Kemudian kita upayakan untuk menurun, maksudnya supaya buku kita itu menjadi sustainable, pengeluaran kita itu tidak terlalu berlebih dibanding dengan penerimaan kita.

Dua hal yang kita lakukan :

Penerimaan kita genjot . Pengeluaran juga kita tahan, akhimya pada untuk pengeluarari yang benar-benar perlu, ini yang kita lakukan beberapa tahun terakhir ini.

Dan akhirnya pada tahun-tahuri yang terakhir ini kita sudah mencapai pada tingkat yang lumayan, pada tahun lalu atau tahun sebelumnya 3,7%, tahun 2001 masih sekitar 3,7% dari PDB ketekoran kita ini. Kita ingin ciutkan tahun 2002 sudah menjadi 1 ,8 % dari PDB.

Tahun 2003 APBN kita merencanakan juga sekitar 1 ,8 % dari PDB, dulunya kita inginkan turun menjadi sekitar 1 ,3% dari PDB.

Maksudnya adalah supaya nanti kita mencapai suatu posisi keseimbangan apakah pada tahun 2004 atau 2005, maksudnya awalnya. Tetapi karena berbagai masalah terutama karena masalah kejadian pemboman di Bali yang kemudian mempunyai dampak yang ternyata cukup luas juga bukan hanya di Bali, ternyata ekonomi-ekonomi daerah yang terkait dengan Bali itu terkena juga. Akhimya pertumbuhan ekonomi kita merosot, tidak setinggi yang kita harapkan dan itu berarti penerimaan kita juga tidak setinggi yang kita harapkan untuk tahun 2003 ini dibanding dengan harapan kita sebelum te~adi pemboman di Bali ini, maka kita revisi ini semua.

Ada revisi asumsi dasar dan ini akhirnya DPR bersama pemerintah menyepakati suatu tingkat ketekoran yang masih bisa kita kendalikan, masih dalam batas aman tetapi juga memberi peluang yang lebih besar bagi stimulus pembangunan ekonomi di berbagai daerah. Oleh sebab itu

67

dari 1,3% awalnya usulan awal dari pemerintah pada bulan Agustus 2002 nota keuangan aslinya kemudian dinaikan menjadi 1,8% dari PDB artinya ada tambahan ketekoran tetapi ketekoran ini kita gunakan untuk pengeluaran pembiayaan kegiatan-kegiatan yang memang di perlukan untuk stimulus.

Kenapa tidak lebih besar lagi, repot nanti, kita kembali lagi nanti kepada situasi yang tidak sustainable lagi, jadi memang 1,8 % ini barangkali sudah cukup maksimal yang bisa kita lakukan dalam kondisi keuangan negara kita saat ini. Harapan kita nanti tahun 2004 menurun lagi ketekoran ini, saya tidak tahu berapa nanti mungkin sekitar 1 % atau berapa tentunya kita akan bicarakan dengan DPR dan kemudian tahun 2005 kalau bisa kita Good Effeck, syukur kalau 2004 kita sudah mendekati angka yang lebih bagus lagi dari apa yang kita lihat dari sekarang, karena memang situasi ini bisa dinamis sekali dari waktu ke waktu kita tidak bisa menentukan dari sekarang apa yang akan kita hadapi pada tahun 2004.

Tapi inti semangatnya adalah kita melaksanakan suatu langkah ·dalam jangka menengah untuk .............................................................. . Paling penting ketekorannya karena kaitannya dengan aspek yang kedua dari sustainability dari keuangan negara kita, yaitu kalau kita itu tetap mengalami ketekoran kelebihan dari pengeluaran dibanding dengan penerimaan kita dari pajak, cukai, penerimaan bukan pajak dan seterusnyanya, maka ketekoran ini harus kita tutup dengan pinjaman baik di dalam negeri maupun di luar negeri.

Kalau ketekoran ini masih ada maka pinjaman masih tetap ada, oleh sebab itu salah satu cara untuk mengurangi jangan sampai pinjaman atau hutang kita itu meningkat ketekoran ini harus kita tutup atau kita kurangi bahkan kita nolkan.

lni logika umumnya, masalahnya bagi negara yang dalam keadaan normal tidak mengalami sakit setelah krisis seperti yang kita hadapi sekarang ini, itu jumlah hutang pemerintahnya itu tidak terlalu besar, jadi kalau ada ketekoran yang sedikit lebih besar katakanlah untuk stimulus ekonominya masih dapat ditutup dengan tambahan hutang, tetapi tambahan hutang .ini tidak membebani terlalu besar hutang total kepada negara kita, negara ini. Masalahnya di Indonesia ini dari awal setelah krisis kita itu mempunyai beban hutang yang besar. Jadi salah satu semangat atau tekad dari upaya untuk mencapai membenahi pembukuan keuangan negara tadi sisi lainnya adalah selain menurunkan defisit adalah juga menurunkan beban hutang.

68

Karena beban hutang ini memberatkan APBN setiap tahunnya, membayar bunga, membayar pokok dan seterusnya. Oleh sebab itu jangan sampai justru hutang ini bertambah dan ini tentunya ketekoran tadi harus kita tekan secepat mungkin. Jadi aspek kedua ini kita membenahi beban hutang. lnilah yang kita lakukan secara bertahap juga dari waktu ke waktu kita mencoba untuk menurunkan beban hutang baik beban hutang luar negeri maupun dalam negeri.

Yang luar negeri kita turunkan dengan beberapa cara :

1. Restrukturisasi atau di jadwal ulang jatuh waktunya kita perpanjang, memang ini tidak menurunkan jumlah hutangnya tetapi menurunkan beban hutangnya dari waktu ke waktu, pokok itu beban hutangnya karena itu dapat kita geser kedepan kemasa yang akan datang pada waktu nanti kita sudah kuat. Masalahnya adalah pada waktu kita sudah kuat, itu dapat kita bayangkan;

2. Melakukan berbagai gates work ini yang satu sudah jalan dengan Jerman, misalnya 50 juta OM itu kita potong hutang kita dengan mereka sebagai gantinya kita punya program di bidang pendidikan, untuk menggantikan ini. Jadi kita tidak perlu lagi membayar hutangnya tetapi sebagai gantinya kita mempunyai program kita sendiri yang dianggap sebagai pembayaran dari hutang kita yang dipotong tadi, ini namanya debt swap, ini yang kita lakukan juga, tapi tidak banyak yang bisa kita lakukan karena tergantung negara partner kita mereka mau apa tidak, tidak bisa kita paksakan;

3. Yang lebih penting saat ini adalah menstabilkan situasi moneter, nampaknya tidak ada hubungan langsung beban hutang luar negeri kita. tetapi sebenarnya dampaknya luar biasa itu misalnya saja menstabilkan kurs rupiah kita bahkan memperkuat kurs rupiah kita itu yang terjadi pada tahun 2002 kurs rupiah menguat sekitar 15% dari awal tahun sampai akhir tahun. Tahun 2003 kita tidak tahu, tapi penurunan atau penguatan kurs rupiah 15% dari awal tahun 2002 sampai akhir tahun 2002 itu berarti kita sudah mengurangi hutang kita yang dalam nilai dollar yang di rupiahkan 15% itu hilang. Dan inilah yang penting bagi APBN itu beban rupiahnya bukan. dollarnya itu yang masuk dalam pos APBN. Jadi dengan menguatkan kurs kita itu ternyata kita dapat mengurangi hutang kita. ltulah yang kita lakukan dan memang kalau kita bisa memperkuat lagi rupiah kita tahun 2003 katakan dengan berapa persen lnsya Allah, itu lalu nilai pokok yang out standing hutang kita luar negeri dalam mata

69

uang rupiah itu menurun lagi, beban hutang kita turun, lalu ada debat, kenapa tidak melakukan Hair Cut, istilahnya motong, hair cut itu dapat kita lakukan kalau ada kesepakatan, ada cara antara debitur yaitu kita dan Kreditur yaitu negara-negara atau lembaga-lembaga yang memberikan hutang.

Sekarang itu Indonesia tidak termasuk dalam kelompok negara yang berhak mendapatkan hair cut. lni adalah ada peraturan-peraturan internasionalnya, kita ngotot bisa minta tapi akhirnya tergantung kepada krediturnya, mau tidak bisa kita melakukan dan memang ini selalu disuarakan dari berbagai pihak tetapi memang belum ada peluang untuk melakukan ini. Lalu pertanyaan selanjutnya mengapa kita tidak bayar. sudah deh tidak bayar saJa 1n1 semua. nah itu namanya bukan hair cut, ini namanya ngemplang, ngempiang itu tindakan uni lateral. Kalau hair cut itu tindakan bilateral atau nersama dengan krediturnya, baik-baikan deh ngomong ini kita punya masalah kita minta potongan hutang dan sebagainya.

Dalam konteks yang sekarang ada memang Indonesia itu bukan termasuk kelompok negera-negara seperti negara Afrika dan sebagainya, tapi dimasa depan kemungkinan siapa tahu tapi tidak bisa dipaksakan kalau kita mengatakan oke kita tidak mau bayar saja, itu namanya ngemplang, itu lain sekali dengan hair cut yang dikatakan sebagai hasil kesepakan dari dua pihak

Nah kaiau ngemplang ini resikonya besar sekali yaitu bahwa kita lalu di kucilkan dari pergaulan internasional, semuanya lalu kita terpaksa tidak bisa berhubungan langsung bahkan yang paling buruk ada kemungkinan kapal kita yang mau mengekspor barang ditengah laut disita oleh negara lain, oleh lembaga internasional rekening kita yang ada di luar negeri dibekukan mi bisa terjadi kalau kita ngemplang, jadi resikonya memang cukup besar, oleh sebab itu pemerintah tidak memilih ini, caranya adalah melakukan secara bertahap pengurangan hutang tadi. Di dalam negeri kita juga melakukan hai serupa hutang dalam negeri kita cukup banyak seperti saudara-saudara ketahui karena akibat dari rekapitalisasi perbankan dan s1stim penJaminan bank yang memang di perlukan pada saat bank itu mengalami kegoncangan yang luar biasa itu sekitar Rp.670-an trilyun seperti yang sering disebutkan nominal hutang kita kepada bank-bank maupun hutang kita kepada Bank Indonesia (81). Hutang kita kepada 81 nominalnya sekitar Rp.220 trilyun, sisanya Rp.400 trilyun lebih itu adalah hutang kita kepada bank-bank untuk rekapitalisasi, bentuknya adalah surat

70

hutang, obligasi dan sebagainya. lni memang akibat dari upaya untuk mendukung eksistensi dari sektor perbankan kita pada saat krisi~. Sekarang terbawa sampai sekarang, inipun juga kita upayakan untuk diturunkan, satu cara adalah dengan pembayaran kembali, kita lunasi itu sudah kita lakukan pada tahun 2002 saja sekitar Rp.15 trilyun kita sudah turunkan, pada tahun 2003 ini kita rencanakan barangkali bisa sampai Rp.30 trilyun - Rp.40 trilyun dari dana yang disisihkan, itu yang kita gunakan untuk menurunkan jumlah hutang.

Cara yang lain adalah kita dengan 81 baik-baikan yang sekarang sedang kita sampaikan kepada pemerintah sampaikan kepada DPR yaitu bargaining sharing hutang dengan 81 ada Rp.220 trilyun yang kita upayakan gimana sih supaya tidak membebani APBN, tapi juga tidak merusak neracanya 81 karena ini penting juga Bank Sentral yang neracanya rusak itu tentunya tidak akan kredibel, tidak akan bisa melaksanakan tugasnya dengan baik, tugas kebijakan moneter, oleh sebab itu di cari kompromi ini yang kita usulkan kepada Dewan supaya nanti beban pada APBN di tahun-tahun mendatang itu tidak terlalu berat.

Ada caranya jadi ini intinya adalah upaya untuk menurunkan beban hutang tadi. Nah apakah kita bisa mencapai suatu posisi yang normal yang sustainable. Saya kira dengan penuh keyakinan saya sendiri mengatakan bisa asal kita konsisten melakukan dengan sistematik tahap demi tahap dan konsisten tidak nabrak sana tidak nabrak sini. Nabrak-nabrak itu banyak resikonya sekarang ini. Kebijakan yang namanya terobosan itu kadangkala diartikan nabrak sana nabrak sini.

ltu tidak benar, karena krisis yang kita hadapi adalah krisis kepercayaan, upaya untuk mengatasi krisis adalah mengembalikan kepercayaan dan kalau kita menunjukkan bahwa kita itu nabrak sana nabrak sini saya yakin kepercayaan itu tidak akan kembali. Jadi memangkas secara sabar s1stematis kita melangkah tahap demi tahap harus dengan kesabaran, kalau kita tidak sabar yaitu kita cobakan terobosan tetapi akhirnya lalu reaksi pasar berlebihan, karena dianggap kita tidak melakukan langkah­langkah yang konsisten dan sistematis. Oleh sebab itu harus bertahap.

Saudara -saudara sekalian,

Jadi intinya saya menganggap yakni bahwa pada tahun 2003 ,2004 , 2005 dimana nanti akan ada pemerintahan yang baru itu kondisi keuangan negara kita akan makin membaik, makin kuat, makin sustainable, baik dari

71

segi keseimbangan antara pengeluaran dan penerimaan, defisit ketekoran tadi maupun dari segi beban hutang yang di luar itu, artinya yang tidak tercatat langsung dalam APBN, secara tidak langsung bebannya akan masuk dalam beban bunga dan sebagainya, tapi jumlah hutang ini akan kita usahakan menurun. Tapi kalau setiap tahun dapat kita turunkan dengan Rp.20 - 30 trilyun ya kita harus bisa menurunkan ini secara bertahap, apalagi kalau pertumbuhan ekonomi kita itu kembali membaik, ini kuncinya. Kalau pertumbuhan ekonomi kita itu membaik sebenarnya beban hutang kita itu secara bertahap akan turun dengan sendirinya. Kalau kita hitung sebagai jumlah hutang di banding dengan PDB sebagai persentase terhadap PDB dan itu yang penting kemampuan kita untuk menanggung hutang itulah yang juga kita harus tingkatkan, bukan nilai absolut hutang itu sendiri.

Negara yang punya hutang besar tetapi kemampuannya besar untuk menanggung, sebenarnya tidak apa-apa, persentase terhadap PDB inilah yang merupakan ukuran yang banyak di pakai. Pada tahun 2001 awal atau pertengahan itu hutang kita terhadap PDB hutang pemerintah untuk luar negeri maupun dalam negeri itu hampir 100% atau 90-an % dari PDB, akhir tahun 2002 karena perbaikan kurs, karena kita melakukan kegiatan­kegiatan untuk menurunkan hutang tadi, sudah turun menjadi di atas sedikit 70% dari PDB turun sekali.

Tahun berikutnya lnsya Allah kita dapat menurunkan lebih lanjut dan barangkali dalam 2-3 tahun saya kira kita bisa menurunkan pada interval/range yang normal. Banyak negara yang tetap punya hutang bahkan Amerika punya hutang, lnggris punya hutang, Australia punya hutang tapi dalam batas yang aman:

Saya kira dalam 2-3 tahun kita akan masuk kedalam batas yang aman dari segi hutang kita. Jadi tidak perlu kita kemudian nabrak sana nabrak sini sebenarnya, saya kira kita semua harus optimis dalam hal ini jangan sampai kita terbuai dengan pesimisme yang berlebihan, sehingga kita gampang untuk diajak melakukan hal-hal yang nabrak sana nabrak sini tidak perlu itu, kita adalah bangsa yang besar kita bisa merencanakan langkah kita kedepan dan saya yakin ini bisa kita atasi hanya dengan konsistensi dan langkah-langkah yang konvensional tidak perlu "terobosan" yang berlebihan, kita perlu melakukan terobosan di bidang yang lain penegak hukum, bidang perbaikan governance, tata kerja di birokrasi semua perlu terobosan dan bukan dalam arti kita melakukan jalan pintas

72

untuk mengatasi hal-hal yang sangat rumit ini dari segi kepercayaan yaitu masalah keuangan dan moneter itu harus sangat hati-hati.

Saya sering dicap sebagai orang yang sangat konservatif tapi saya kira saya melaksanakan tugas saya sesuai dengan apa yang saya percaya sebagai fried chicken baik bagi bangsa ini pada kondisi sekarang ini, tidak ada menteri keuangan di manapun itu yang populer biasanya menteri keuangan ini tidak populer, menteri keuangan biasanya dikatakan menteri yang paling pelit, ya saya terima itu sebagai konsekwensi tugas saya, tapi intinya pasti ini untuk kebaikan kita semua, untuk kembali ke keadaan yang benar-benar sehat dari segi keuangan. Nah itu yang saya ingin sampaikan satu hal mengenai perjalanan kita dari segi keuangan negara. Yang kedua mengenai desentralisasi fiskal dan pertama DAU tadi, saya ingin mengatakan begini saja secara singkat DAU, OAK, SDA ini adalah operasionalisasi dari semangat dari tekad politik kita untuk melaksanakan desentralisasi secara umum tapi ini dari bidang fiskalnya. Nah kita harus melihat apa yang kita inginkan di bidang desentralisasi fiskal disini yang kita inginkan akhirnya daerah masing-masing bisa secara keuangan (fiskal) daerah itu mandiri, bisa memenuhi kebutuhannya tapi juga menerima tanggung jawab, keseimbangan antara kemampuan untuk melaksanakan sendiri melalui sumber-sumber yang dikuasai didalam kewenangannya untuk mengelola tapi juga disisi lain tanggung jawab ini harus ikut bersama­sama. Jadi sebenarnya terbalik ini bukan uangnya dulu yang diserahkan, sebenarnya yang diserahkan tanggung jawabnya apakah itu di bidang pelayanan kesehatan, di bidang infra struktur. di bidang pelayanan pendidikan didefinisikan secara jelas implikasi konsekwensi keuangannya bagaimana, nah di hitung kalau kurang ya perlu harus dari pemerintah pusat. Jadi fungsi dan tanggung jawabnya itu dulu di definisikan secara tegas baru uangnya ini hitung, bukan sebagai kebalikannya. Nah ini yang saya kira nanti kita perlu kalau etikat kita adalah untuk melakukan desentralisas1 fiskal yang sebaik-baiknya bagi bangsa ini, kita harus melakukan ini untuk menyerasikan antara pendelegasian uang dan pendelegasian tanggung jawab tadi.

Diakui ini dari awal DAU ini adalah dimaksudkan untuk sebagai istilah teknisnya dana untuk menyeimbangkan atau memeratakan. ini lain dengan SDA. SDA tentunya tergantung pada kontribusi sumber daya alamnya kepada nasional dan mendapatkan bagian yang sewajarnya bagi daerah itu. Tapi kalau DAU itu memang tujuannya adalah untuk menyeimoangkan kemampuan atau kebutuhan fiskal suatu daerah yang tertinggal harusnya

73

secara relatif mendapatkan DAU yang lebih besar, tujuannya memang untuk menyeimbangkan atau memeratakan . Nah kalau itu prinsip nya maka tentunya kita harus mempunyai suatu formula yang memberikan spirit samangat seperti itu. Nah sekarang formulanya sudah ada apakah itu bisa kita perbaiki. saya kira bisa. Tetapi harus tetap setia pada prinsip dasar awal tadi tldak bisa ini kemudian kita gunakan untuk tujuan yang lain. lni tetao filsafahnya harus sebagai dana pemerataan penyeimbang. Satu hal yang penting yang perlu saya garis bawahi dalam alokasi DAU kepada daeran. dari awal 1ni juga sudah ada kesepakatan umum yang kita ambil juga dan praktek-praktek di daerah/negara lain bahwa kita harus mengandalkan pada suatu formula, tidak setiap tahun kita itu berebut bag ian, itu jelas tidak mung kin dalam praktek, harus ada formula. Formula iniiah yang kita sepakati dan disitu kemudian secara otomatis disampaikan pada daerah. tidak setiap tahun kita tarik menarik saya maunya sekian, saudara sekian daerah lain juga demikian, itu merupakan suatu sistim yang tidak susramable. yang membuat kita bahkan tambah ribut saja tidak ada hasiinya. Oleh sebab itu kalau kita ini memperbaiki DAU sistemnya perbaikilah formuianya, tadi kita sepakat begitu kita setuju dengan formula ya1tu tldaK usah debat. Dalam beberapa tahun terakhir ini memang formula secara penuh ternyata masih belum kita terapkan masih ada dana penyesuaian penyeimbang atau apa istilahnya, dana ada misalnya suatu daerah yang dengan formula secara penuh diterapkan kemudian anjlok, nah ini yang tidak kita inginkan. memang itu masih ada. Tetapi harapan kita daiam 2-3 tahun 1tu semua dana-dana tambahan ini akan hilang dan ini aKan didasarkan pada formula. Pertanyaan selanjutnya apakah gaji pegawai itu dimasukkan sekarang memang kita mempunyai filsafah bahwa DAU ini adalah semuanya di belakang daerah terserah dipakai untuk apa, :n1 adalah block grant dan itu digunakan memang untuk kebutuhan daerah itU sendin. Nah salah satu kebutuhan yang sangat pokok sangat mendasar prioritas 1tu adalah membayar gaji pegawai daerah.

Nah kalau nanti ada pemikiran-pemikiran baru mengenai ini apakah kita ambil saja bagian DAU yang untuk gaji, yang lainnya itu sisanya ini yang diserahkan. lni saya kira perlu kita pikirkan dengan masak memang ini ada aspek positifnya, tadi Pak Men.PAN menyebutkan ini bisa memungkinkan mobilitas dari pegawai negeri antara daerah satu ke daerah lain, itu saya kira bagus sekali kita pikirkan tapi sekali lagi filsafahnya sampai sekarang itu daerah bertanggung jawab untuk membayar semua kebutuhannya termasuk kebutuhan pegawainya. lni maksudnya supaya nanti ada semacam keseimbangan, jadi perhitugan dari daerah kalau saya mau

74

menambah ini bagaimana ya, apakah ini cukup dan produktif atau diperlukan, cukup penting dibanding dengan kemampuan saya, kemampuan daerah itu sendiri. Keputusan ada ditangan daerah untuk to hire for fire, itu intinya ada tanggung jawab ada dana.

Nah kalau memang ini ada pemikiran yang lain, tentunya kita harus bahas bersama-sama, sekali lagi, saya sendiri sebagai Menteri Keuangan tidak ingin terialu jauh intervensi keuangan ini dari segi sistemnya. Sistemnya harus kita pikirkan dulu deh maunya kita apa, itu saja yang kita sampaikan, saya kira pengalaman diberbagai daerah/negara itu juga perlu kita lihat yang namanya base core desentralisation yang efektif itu yang bagaimana, kita pelajari dari daerah/negara lain.

Kemudian yang terakhir mengenai civil service reform secara singkat saja. Reformasi birokrasi saya benar-benar mendukung kalau itu memang merupakan prioritas kita, saya kira itu prioritas pemerintah, bukan hanya Men.PAN, kita harus mempunyai suatu program yang benar-benar solid, bagaimana memperbaiki birokrasi kita, tapi ini harus komprehensip mencakup semua segi dari reformasi birokrasi baik dari segi organisasinya, baik dari segi job descriptionnya, baik dari segi imbalannya, baik dari segi realokasinya dari satu sektor ke sektor lain, baik dari segi penalty dan insentifnya termasuk code of conduct dan lain-lain.

Saya kira ini semua merupakan satu bagian besar untuk dari yang namanya civil service reform, dari situ tentunya ada implikasi-implikasi keuangannya apakah itu dari segi fasilitasnya, dari segi peralatannya, dari segi gaji, dari segi pesangon kalau misalnya harus ada yang di kurangi jumlahnya dan sebagainya, tapi itu merupakan konsekwensi saja dari semua itu. Oleh sebab itu saya menyarankan pada Pak Men.PAN sebagai UJung tombak dari civil service reform ini kita siapkan suatu program komprehensip yang solid, nah kita keroyok bersama-sama aspek-aspek yang di perlukan untuk mendukung itu, saya kira ini memang harus merupakan program pemerintah secara keseluruhan, karena ini menyangkut semua yang menjadi di hati pemerintahan. Saya kira dari segi saya demikian Pak Men.PAN mohon maaf agak terlalu banyak. Demikian.

Wassala'mualaikum Wr.Wb.

75

Kebijakan Pemberdayaan Perempuan Dan Kesejahteraan

Serta Perlindungan Anak Dalam Pembangunan nasional

Oleh

Hj. Sri Redjeki Sumaryoto,SH Menteri Pemberdayaan Perempuan

I. Latar Belakang

Bahwa status perempuan dalam kehidupan masyarakat masih bersifat subordinatif dan belum sebagai mitra sejajar dengan laki-laki dan dalam banyak hal masih mengalami diskriminatif. Kondisi ini terkait erat dengan masih kuatnya nilai-nilai tradisional terutama di pedesaan, di mana perempuan kurang memperoleh akses terhadap pendidikan, peke~aan, pengambilan keputusan dan aspek lainnya. Keadan ini menciptakan permasalahan tersendiri dalam upaya pemberdayaan perempuan, di mana permpuan di harapkan memiliki peranan yang lebih kuat dalam proses pembangunan. Sebagai akibatnya tingkat keikutsertaan perempuan sebagai kontribusi terhadap program pembangunan terhadap program pembangunan masih jauh yang di harapkan, yang tercermin pada sedikitnya jumlah perempuan yang mempunyai posisi penting di pemerintahan, Lembaga legislatif dan yudikatif serta kemasyarakatan.

Pemerintah telah mengakui tentang pentingnya pemberdayaan perempuan menuju kualitas hidup yang lebih baik. Kemudian ini di rumuskan dalam GBHN 1999, sebagai kesetaraan gender (Gender equity and equality) baik dalmam kehidupan keluarga, masyarakat dan negara,yang antara lain meliputi :Peningkatan perempuan dalam semua aspek kehidupan ,sensivitas gender dalam semua program pembangunan, mencegah kekerasan terhadap perempuan, dan melindungi hak-hak perempuan. Dalam melaksanakan kemauan pemerintah tersebut, mandai di berikan pada kementerian pemberdayaan perempuan untuk membuat terobosan-terobosan guna

77

menyukseskan kebijakan pemberdayaan perempuan dalam semua aspek kehidupan.

lsu gender sekarang ini menjadi tema penting program pembangunan baik di bidang ekonomi, politik,pendidikan, kesehatan dan hukum maupun di bidang­bidang lainnya. Untuk mewujudkan keadilan dan kesetaraan gender di perlukan proses yang terus menerus, bertahap dan berkesinambungan. Jadi pemahaman dan persepsi tentang gender secara benar dan kontekstual harus diperluas diberbagai struktur sosial masyarakat mulai dari keluarga sampai tataran yang lebih luaslagi, yaitu masyarakat bangsa dan negara.

Tumbuhnya kesadaran tentang arti demokrasi bagi masyarakat mendorong semakin meluas dan beragamnya peranan kaum perempuan di berbagai bidang, seperti bidang pendidikan, kesehatan, keluarga berencana, ekonomi, hukum, politik, lingkungan hidup,pertahanan dan keamanan dan lain-lain.

Meningkatnya kesadaran arti demokrasi dalam masyarakat juga di tandai dengan bertambah jumlah organisasi perempuan/ organisasi kemasyarakatan dengan berbagai program pemberdayaan perempuan yang di kelolanya.

Perkembangan di atas menunjukkan betapa pentingnya pengembangan jaringan kemitraan antara pemerintah dan organisasi kemasyarakatan (ormas) termasuk organisasi perempuan dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Dalam rangka peningkatan kualitas dan pemantapan pelaksanaan program pemberdayaan perempuan, jaringan organisasi kemasyarakatan dengan focal point para pimpinan organisasi kemasyarakatan memegang peranan penting.

II. Permasalahan

Seperti kita ketahui bahwa berdasarkan Sensus Penduduk tahun 2000, maka tercatat sekitar 50 % penduduk perempuan Indonesia adalah kaum perempuan ,yang berarti bahwa kondisi perempuan di Indonesia me·rupakan indicator atau cerminan dari kondisi Indonesia secara keseluruhan. Ketertinggalan perempuan memcerminakan masih adanya ketidak adilan dan ketidak setaraan antara laki-laki dan perempuan di Indonesia. Secara keseluruhan indeks kualitas hidup di Indonesia digambarkan melalui Human Developmen Index (HOI) yang berada pada tingkat 96 pada tahun 1995 yang kemudian menurun keperingkat 109 pada tahun 1998 dari 174 negara. Untuk tahun 1999 HOI Indonesia berada pada tingkat 102 dari 162. Gender Related Development Index (GDI) yang berada pada peringkat ke-88 pada tahun 1995 yang kemudian menurun ke perinkat 90 pada tahun 1998 dari 174 negara dan pada tahun 1999 GDIIndonesia berada pada peringkat 92 dari 146 negara.

78

Sementara untuk tingkat ASEAN, baik HOI dan GDI Indonesia berada pada urutan 7 dan 10 negara, bahkan masih berada dibawah Vietnam, suatu ko~disi yang tidak mengembirakan.

Pada kesempatan ini, maka semua permasalahan yang dihadapi kaum perempuan Indonesia dapat kami sampaikan, namun aa beberapa permasalahan yang crusial dan strategis saja dapat kami sampaikan dengan asumsi bahwa apabila beberapa permasalahn tersebut dapat diatasi maka harapan cukup potensial untuk meningkatkan pemberdayaan perempuan dan selanjutnya dapat menjadi stimulan untuk menagani permasalahan perempuan yang lain.

Permasalahan tersebut antara lain di bdiang pendidikan, kesehatan, ekonomi, hukum dan hak asasi manusia (HAM) serta bidang politik atau kekuasaan/pengambilan keputusan.

Di bidang pendidikan, ·angka buta huruf perempuan lebih besar, khususnya perempuan kepala rumah tangga. Dari hasil sensus tahun 2001, angka buta huruf tersebut adalah 14,5% pada perempuan, 6,9% pada laki-laki. Demikian pula tingkat partisipasi perempuan disegala bidang pendidikan jauh lebih rendah disbanding laki-laki (Statistik dan lndikator Gender BPS, 2000)

Di bidang kesehatan dan status gizi perempuan masih merupakan maslah ut~ma, yang ditunjukan dengan angka kematian ibu (AKI) dimana angkanya menunjukan 334 per-seratus ribu kelahiran hidup (Estimasi BPS, tahun 2000)

Dalam bidang ekonomi, permpuan untuk memperoleh peluang kerja dan berusaha masih rendah, demikian juga akses terhadap sumberdaya ekonomi. Secara umum, tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) laki-laki jauh lebih tinggi daripada perempuan yatiu laki-laki 73,5% dan perempuan 42,8% (susenas, 2001)

Dalam bidang hukum masih banyak dijumpai substansi, struktur dan budaya hukum yang diskriminatif gender. Secara keseluruhan jumlah peraturan perundang-undangan yang diskriminatif terhadap perempuan berjumlah ± 21 peraturan perundangan.

Dalam bidang politik atau kekuasaan/pengambil keputusan dapat digambarkan sebagai berikut. Hasil. Pemilu tahun 1999 yang menyertakan 57% pemilih perempuan, hanya diwakili oleh 8,8% dari seluruh anggota DPR, jumlah perempuan yang menjabat sebagai Hakim Agung di Makahmah Agung juga menunjukan penurunan dari 14,6% pada tahun 1998 menjadi 13% pada tahun 1999.

Pa.a tahun 2001 jumlah PNS adalah 3.932.266 orang dan sebanyak 37.6 persen adalah perempuan (BKN, 2001). Bila dilihat dari tingkat pendidikan dari PNS tersebut sebagian besar mempunyai pendidikan SL T A, yaitu

79

sebanyak 59,3% dari total PNS dan sebanyak 15,6% mempunyai pendidikan S1 atau lebih tinggi. Bila dibandingkan antara tingkat pendidikan laki-laki da perempuan tampak bahwa kesenjangan ditemui pada tingkat pendidikan SO sampai dengan SL TA, sedangkan pada tingkat pendidikan 01 sampai 03 kesenjangan tersebut cenderung menurun dan meningkat lagi pada tingkat pendidikan akademi/sarjana muda ke alas.

Adanya kesenjangan dalam PNS terlihat lebih jelas pada komposisi eselon, dim ana dari total eselon I sebanyak 3111 jabatan eselon I hanya 26 atau 7, 7% yang dijabat oleh perempuan. Demikian juga halnya dengan posisi eselon II dimana sebanyaj 10.4% yang dijabat oleh perempuan sedangkan jabatan eselon Ill yang dijabat oleh perempuan sebanyak 8,6%. Secara umum dapat disimpulkan bahwa untuk komposisi eselon jumlah pejabat perempuan masih jauh lebih rendah dari pada pejabat laki-laki.

Rendahnya julah PNS perempuan yang menjabat pada eselon tertentu mungkin disebabkan karena tingkat pendidikan yang lebih rendah atau kurangnya kesempatan dalam mengikuti pendidikan kualitas sumberdaya mereka yang rendah disamping kurangnya kesempatan mengikuti pelatihan teknis fungsional maupun penjenjangan. Dari data LAN pada tahun 2000 menunjukan bahwa total peserta Spamen sebanyak 1.866 orang, jumlah peserta perempuannya hanya mencapai 399 orang atau 7,1% dan jumlah tersebut tidak berbeda banyak dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 9,1 %.

Masalah HAM bagi perempuan yang menuntut pelatihan khusus adalah masalah penindasan dan eksploitasi, kekerasan dan persamaan hak dalam keluarga, masyarakat dan negara. Masalah yang sering terjadi adalah perdagangan perempuan dan pelacuran paksa, yang umumnya timbul dari berbagai factor yang saling terkait, atara lain dampat negatif dari proses urbanisasi, relatif tingginya angka kemiskinan dan pengangguran, dan rendahnya tingkat pendidikan.

Sementara itu kondisi anak Indonesia masih perlu mendapatkan perhatian khusus dan perioritas utama dalam upaya mewujudkan anak Indonesia yang sejahtera dan terlindungi. Dari data yang dikumpulkan oleh Komnas Perlindungan Anak, ternyata apda tahun 2001, kondisinya adalah sebagai berikut:

• Antara 40 s/d 50 ribu anak di 12 kola besar, menjadi nak jalanan

• Jumlah anakn menjadi buruh pada tahun 2002 sebanyak 2,3 juta (BP)

• Antara 40 s/d 70 ribu anak menjadi korban ekploitasi seksual.

• Kurang lebih terdapat 400 ribu pengungsi anak domestik di Indonesia

• Kurang lebih 4.000 anak sedang menjadi proses hukum di pengadilan

• Sekitar 10,6 juta anak menderita cacat

80

• Sekitar 11,7 juta anak putus sekolah.

Dari berbagai permasalahan yang timbul tersebut, pemerintah telah berupaya untuk mencari solusinya dengan melaksanakan berbagai program, dalam hal ini khususnya program-program tentang pembangunan pemberdayaan perempuan, kesejahteraan dan perlindungan anak yang dilaksanakan dengan lembaga lemasyarakatan/ oerganisasi perempuan. Selama ini pelaksanaan program dalam upaya pemberdayaan perempuan, meningkatkan kesejahteraan dan perlindungan anak masih terdapat berbagai hambatan, yang mana kita sepakat untuk menanggulanginya secara bersama-sama segenap komponen bangsa.

Ill. Faktor Penyebab Terjadinya Bias Gender

Berdasarkan pengamatan dan analisis terhadap permasalahan-permasalahan tersebut menunjukan · terjadinya bia gender dalam praktik kehidupan berkeluarga, berbangsa dan bernegara. Hal tersebut terjadi antara lain :

1. Berlakunya sistem patriarki dalam masyarakat yang masih kuat; 2. Banyaknya undang-undang yang bias gender; 3. Banyaknya kebijakan yang bias gender 4. Adanya penafsiran ajaran agama yang kurang tepat, serta; 5. Kesadaran, kemauan dan konsistensi perempuan itu sendiri yang masih

perlu ditingkatkan.

IV.· Visi, Misi, Kebijakan dan Strategi

Pembangunan pemberdayaan perempuan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan negara secara menyeluruh, untuk itu telah ditetapkan visi pembangunan perempuan adalah "Kesetaraan dan keadilan gehder, kesejahteraan dan perlindungan anak dalam kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Untuk mencapai visi tersebut, maka disusun misi pembangunan permberdayaan perempuan sebagai berikut :

1. Peningkatan kualitas hidup perempuan. 2. Peningkatan sosialisasi KKG.

81

3. Penghapusan diskriminasi dan kesetaraan terhadap perempuan dan anak.

4. Penegakan HAM perempuan an anak. 5. Peningkatan kesejahteraan dan perlindungan anak. 6. Peningkatan kemampuan dan kemandirian lembaga/LSM yang peduli

terhadap perempuan dan anak.

Kebijakan yang ditetapkan dalam pembangunan pemberdayaan perempuan antara lain meliputi :

1. Peningkatan gender dalam berbagai bdiang pembangunan. 2. Peningkatan kesehatan, pendidikan dan profesionlisme perempuan

dalam rangka mencerdaskan kehidupan warga negara. 3. Peningkatan kualitas dan kualitas keterwakilan perempuan dalam

pengambilan keputusan di pemerintahan, organisasi social dan politik. 4. Peningkatan kesejahteraan, intelaktual, emosional spriritual dan social

anak dalam kehidupan keluarg, bermasyarakat dan bernegara. 5. Perlindungan dari tindakan diskriminasi, kekerasan dan ekspoitasi

terhadap perempuan dan anak. 6. ·. Peningkatan koordinasi dan kerjasama dengana lembaga local, nasional

dan internasional.

Strategi yang ditetapkan dalam perwujudan kesetaraan gender dan keadilan jender melalui pemberdayaan perempuan dan peningkatan kesejahteraan serta perlindungan anak adalah :

1. Pengarustamaan gender. 2. Peningkatan KHP dan KPA. 3. Pemampuan dan kemandirian lembaga 4. Peningkatan peran serta masyarakat.

Salah satu strategi dalam pencapaian visi dan misi tersebut adalah pengarustamaan gender. Pengarustamaan gender adalah suatu strategi pengintegrasian isu-isu laki-laki dan perempuan dalam kebijakan program pembagunan muali dari tahap perumusan kebijakan, perencanaa, pelaksanaan pemantauan dan evaluasi.

Tujuan adalah untuk menciptakan keadilan dan kesetaraan gender, yang m~nyangkut perbaikan kualitas (kondisi) dan peranan (posisi) laki-laki dan perempuan diberbagai sector termasuk proses pengambilan keputusan.

82

Dalam UU Nomor. 25 tahun 2000 tentang Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Pengarustamaan Gender tercakup ke dalam 3 isu Lintas Bidang dan berbagai cross cutting isu dalam pembangunan.

Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-undang nomor 25 tahun 200 khususnya tentang pelaksanaan Pengarustamaan gender telah dikeluarkan lntruksi Presiden No.9 Tahun 2000 yang isinya antara lain:

"Agar setiap instansi pemerintah mengintegrasikan program pemberdayaan perempuan kedalam sector dan daerah masing­masing"

Dengan Undang-undang Nomor 25/2000 dan lnpres Noor 9/2000, maka tidak satu isntansi[pun termasuk aparat pemerintah daerah propinsi dan kabupatenlkota yang bisa mengabaikan lnpres dimaksud.

V. Penajaman Program PP dan KPA Tahun 2002·2004

Fokus penajaman program pembangunan pemberdayaan perempuan tahun 2002-2004 antara lain ditujukan untuk pengembangan kualitas sumberdaya manusia perempuan melalui berbagai kebijakan, program dan sistem pemerintahan di bdiang ekonomi, pendidikan, kesehatan yang didukung sector hukum dan agama serta social budaya yang dapat mempercepat tercapainya kesetaraan dan keadilan gender.

Sedangkan arah perioritas penajaman program pembangunan pemberdayuaan perempuan meliputi :

1. Pendidikan yang diarahkan paa pemberian kesempatan yang sama di pendidikan formal dan pelatihan keterampilan, pelatihan usaha ekonomi produktif laki-laki/perempuan, pendidikan politik dan kewarganegaraan serta birokrasi pemerinthan.

2. Kesehatan yang diarahkan pada pemeliharaan dan perlindungan kesehatan reproduksi, kekerasan, perkosaan, aborsi dan kehamilan yang tidak dikehendaki.

3. Ekonomi yang diarahkan pada peningkatan partisipasi kerja sector formal, posisi pengambilan keputusan, dan usaha ekonomi produktif.

4. Hukum yang diarahkan pada revisi undang-undang bias gender dan usulan RUU perlindungan hak-hak perempuan.

5. Agama dan social budaya yang diarahkan pada pelurusan penafsiran agama dan perubahan tata nilai yang tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman.

83

Berbagai permasalah pembangunan pemberdayaan perempuan yang dihadapi dan membutuhkan penanganan segera antara lain :

1. Perdagangan perempuan dan anak (trafficking); perlu segera ditetapkan perangkat hukum (UU) berserta peraturan pelaksanaan terhadap perdagangan perempuan dan anak. Telah dikeluarkan Keppres No. 88 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Trafficking Perempuan dan Anak.

2. Tindak kekerasan terhadap perempuan dan anak ;perlu komitmen bersama,perangkathukum,koordinasi pelaksanaan perlindungan kekerasan terhadap perempuan ,anak, dan remaja. Telah di undangkan UU No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak dan Keppres No. 87 tahun 2002 tentang Rencana Aksi Nasional Penghapusan Exploitasi Sexual Komersial Anak (ESKA).

3. Perlindungan terhadap pengungsi ; perlu koordinasi dan kerja sama dalam penanganan pengungsi terutama perempuan dan anak di daerah konflik dan di lokasi pengungsian .

4. Perlindungan Tenaga Kerja (dalam dan luar negeri) ; perlu koordinasi dan kerja sama dalam perlindungan tenaga kerja (TKW} dari tindakan yang melanggar hukum .

5. Pemberantasan pornografi dan pornoaksi ; perlu ada gerakan bersama untuk mengurangi peredaran pornografi dan pornoaksi di media massa, VCD , Film , dan Internet . Dan akan disiapkan RUU anti pornografi .

VI. Beberapa Rekomendasi Penting TAP MPR Tahun 2002.

TAP MPR Rl No : VI/MPR/2002 telah merekomendasikan kepada Presiden antara lain :

A. Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

1) Mengupayakan untuk meningkatkan anggaran secara bertahap sampai mencapai jumlah minimum sebesar 5% sesuai dengan kondisi keuangan negara,bagi upaya - upaya pemberdayaan perempuan.

2) Membuat kebijakan ,peraturan dan program khusus untuk meningkatkan keterwakilan perempuan di lembaga-lembaga pengambilan keputusan dengan jumlah minimum 30%.

B. Kemiskinan

Membuat kebijakan afirmasi ekonomi dan sosial yang jelas dan dapat di laksanakan (fisible) untuk membela kelompok mayoritas yang terpinggirkan seperti kaum tani, nelayan, buruh dan kaum perempuan

84

dengan meningkatkan alokasi anggaran yangbertujuan meningkatkan dan kesempatan mereka untuk berkerja dan berusaha.

VII. Penutup

Alas dasar berbagai hal yang dikemukakan di atas, pada kesempatan ini, dimana hadir para peserta yang pada umumnya bertanggung jawab terhadap pengembangan sumberdaya manusia (laki-laki dan perempuan) di indtansinya masing-masing, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Perlu adanya lembaga/instansi khusus yang menangani pemberdayaan perempuan dan kualitas hidup anak, idealnya paa tingkat esolen II di propinsi dan tingkat eselon Ill di kabupaten/kota, kalu memang ada penggabungan maka numenklatur perlu mencantumkan pemberdayaan perempuan, misalnya Biro Kesra dan pemberdayaan perempuan di propinsi dan bagian social dan pemberdayaan perempuan di kabupaten/kota.

2. Perlu adanya perhatian untuk posisi/jabatan di tiap level eselonering bagi PNS perempaun, dan meningatkan kaulitas sumberdaya perempuan melalui pelatihan teknis fungsional maupun penjenjangan.

3. Penyediaan anggaran yang memadai bagi dukungan pemberdayaan perempuan dan pelasanaan pengarustamaan gender di masing-masing instansi/departemen, propinsi dan kabupaten/kota

4. Menyusun kebijaksanaa, peraturan perundang-undangan, PerDA ataupun Sural Keputusan Gubernur/Bupatei/Walikota yang betul-betul memperhatikan aspirasi laki-laki dan perempuan.

5. Menangani secara sungguh-sungguh maslah kemasyarakatan antara lain HIV/ AIDS, narkoba, perdagangan perempuan dan anak (trafficking), tenaga kerja wanita (buruh migran), pengungsi perempuan dan anak serta pornografi . yang kesemuanya punya dampak besar terhadap sumberdaya manusia, khususnya perempuan.

Jakarta, 17 Februari 2003

85

86

Pemberantasan KKN Melalui Penegakan Hukum Yang Tegas Dan Konsisten

Oleh

Prof. Dr. Loebby Loqman, SH. ,MH.

1. Korupsi

Salah satu komponen dari KKN yaitu Korupsi sudah ada ketentuan hukumnya.

yaitu Undang-undang Pembrantasan Tindak Pidana Korupsi. Meskipun masih

belum seperti kehendak dalam pelaksanaan undang-undang tersebut.

Masih terdapat banyak penafsiran dalam pelaksanaan pemberantasan korupsi

melalui perundang-undangan yang ada.Termasuk kewenangan untuk melaksanakan antara Kepolisian dan Kejaksaan.

Demikian juga dalam rumusan pembuatan apa yang dimaksud dalam korupsi,

dimana menurut masyarakat, terutama oleh pers yang sudah memberikan

vonis bahwa seseorang dianggap sudah melakukan perbuatan korupsi.

padahal ternyata di Pengadilan ternyata dianggap bukan suatu perbuatan

yang termasuk dalam rumusan korupsi.

Belum lagi dengan adanya tumpang tindih perundang-undangan sehingga

terjadi salah dalam penuntutan yang akhirnya dibebaskan oleh Pengadilan.

Ketidak tegasan dalam penerapan undang-undang menyebabkan terjadinya

kesimpang siuran dalam pelaksanaan penegakan hukum korupsi.

Diperlukan suatu kesamaan persepsi terhadap pengertian perbuatan yang

dimaksudkan dengan korupsi. Terdapat banyak perbuatan dimana menurut

masyarakat sudah. dianggap sebagai suatu yang dianggap korupsi, akan

tetapi ternyata di depan Pengadilan dinyatakan tidak sebagai suatu perbuatan

korupsi.

Perbedaan persepsi ini yang menyebabkan adanya pendapat bahwa

penyelesaian perkara korupsi tidak tegas. Yang harus dilakukan adalah

memberikan suatu ketegasan terhadap pengertian korupsi itu sendiri.

Disamping dapat dipisahkan kepentingan politik terhadap suatu perkara.

Latar belakang politik suatu perkara menyebabkan adanya ketidak pastian

hukum. Terlebih lagi apabila suatu perkara sudah "dimasuki" politik. Sehingga

terdapat kekaburan dalam penyelesaian perkara korupsi.

87

2. Melawan Hukum Materiel

Dalam Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di dalam pasalnya Ielah dicantumkan unsur Melawan Hukum . Bahkan sejak semula disebutkan sifat melawan hukum termasuk melawan hukum baik formil maupun materiel.

Artinya perbuatan tersebut tidak harus terlarang dalam ketentuan suatu perundang-undangan, bahkan perbuatan yang tercela didalam masyarakat sudah dapat diajukan ke depan Pengadilan. Akan tetapi sejauh ini daiam hukum pidana meskipun dibenarkan digunakan sifat melawan hukum materiel harus dalam arti negatif. Dengan demikian apabila memang perbuatan tersebut belum diatur dalam suatu perundang-undangan dapat diajukan ke depan Pengadilan, akan tetapi tidak boleh sampai pada menghukum terdakwa.

Harus dicari pidananya dalam hukum pidana untuk dapat memidana seorang terdakwa.

Meskipun demikian terdapat pendapat dimana untuk Tindak Pidana Korupsi bahkan dapat digunakan sifat melawan hukum dalam pengertian positi. lni berarti Hakim dapat membuat hukum melalui putusannya. Apabila ini dilakukan maka Pengadilan dapat menentukan bahwa suatu perbuatan adalah merupakan suatu yang termasuk tindak pidana korupsi.

Sebenarnya hal demikian dilakukan oleh Jury di sistem hukum Anglo Saxon. Akan tetapi penentuan bersalah atau tidak bersalah bukan oleh Hakim, akan tetapi oleh sejumlah anggota Jury. Sedangkan apabila hal tersebut di Indonesia diserahkan kepada Hakim, menjadi suatu masalah, apakah para hakim tersebut memang sepadan untuk menentukan suatu perbuatan termasuk tindak pidana korupsi, meskipun belum ada undang-undang yang mengaturnya.

3. Kolusi dan Nepotisme.

Kolusi dan Nepotisme sudah dinyatakan suatu perbuatan yang sejajar dengan Korupsi.

Akan tetapi apa sebenarnya unsure kedua perbuatan tersebut tidak di dapati secara jelas dalam suatu perundang-undangan, padahal untuk dapat menuntutnya serta menghukumnya harus didasarkan pembuktian bahwa suatu perbuatan memenuhi unsur yang ada dalam perundang-undangan.

Dalam masyarakat mungkin dapat dideteksi suatu perbuatan termasuk kolusi dan nepotisme. Akan tetapi untuk dapat menuntut di depan Pengadilan,

88

dakwaan harus dapat secara tepa! pasal serta undang-undang mana yang memenuhi dakwaan.

4. Sistem Hukum

Sistem hukum di Indonesia didasarkan alas suatu undang-undang tertulis. Sehingga seseorang yang didakwa harus dibuktikan bahwa Ieiah melanggar ketentuan perundang-undangan sebelum perbuatan itu di lakukan.

Berbeda dengan sistem hukum Anglo Saxon, untuk menyatakan seseorang bersalah atau tidak . dilakukan oleh sejumlah anggota Jury dalam suatu Pengadilan. Dihadapan Jury, jaksa memeriksa terdakwa bahwa dia sudah melakukan perbuatan yang patut dihukum, antara lain dengan melihat putusan Pengadilan terdahulu. Sebaliknya Pengacaranya berusaha apa yang di lakukan oleh terdakwa adalah perbuatan yang tidak patut dihukum. Hakim hanya mengatur perdebatan di depan Jury. Oleh karenanya. apabila diputuskan bahwa perbuatan yang termasuk kolusi dan nepotisme, harus di tentukan dahulu unsur-unsurnya dan harus dapat dibuktikan oleh Jaksa Penuntut Umum di depan Pengadilan sehingga perbuatan tersebut dapat dihukum.

Hal demikian yang menyebabkan terlihat adanya ketidak pastian hukum dalam memberantas Kolusi dan Nepotisme.

5. Pendidikan Hukum

Akhirnya diperlukan pendidikan hukum,baik terhadap masyarakat. terutama pers. Terlebih lagi kepada mereka yang membuat ketentuan perundang­undangan. Sehingga dapat terjadi suatu kepastian hukum di dalam masyarakat.

Untuk dapat mengerti hukum diperlukan sehingga masyarakat sejak semula mengerti apakah suatu peradilan korupsi memang sudah memenuhi semua proses, di samping memberikan pengertian terhadap tindak pidana korupsi itu sendiri.

Hal lain yang harus diperhatikan adalah memisahkan kepentingan politik dalam proses peradilan. Campur aduk antara politik dan peradilan akan memberikan ketidak pastian hukum dalam masyarakat. Terutama sekali apabila proses peradilan sudah diarahkan ke kepentingan politik.

Jakarta, 17 Februari 2003

89

90

OPTIMALISASI KOORDINASI PENANGANAN PROGRAM

PENDAYAGUNAANAPARATURNEGARA Oleh:

Maswadi Rauf Deputi MENPAN Bidang Program

A. Latar Belakang

Program Pendayagunaan Aparatur Negara (PAN) merupakan implementansi dari kebijakan nasional dalam bidang Penyelenggara Negara sebagaimana diarahkan dalam GBHN Tahun 1999-2004, yang meliputi :

1. Membersihkan penyelenggara negara dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme dengan memberikan sanksi seberat-beratnya sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku meningkatkan efektifitas pengawasan internal dan fungsional serta pengawasan masyarakat, dan mengembangkan etik dan moral.

2. Meningkatkan kualitas aparatur negara dengan memperbaiki kesejahteraan dan keprofesionalan serta memberlakukan sistem karier berdasarkan prestasi dengan prinsip memberikan penghargaan dan sanksi.

3. Melakukan pemeriksaan kekayaan pejabat negara dan pejabat pemerintah sebelum dan sesudah memangku jabatan dengan tetap menjunjung tinggi hak hukum dan hak asasi manusia.

4. Meningkatkan fungsi dan keprofesionalan dalam melayani masyarakat dan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan negara secara transparan, bersih, dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.

5. Meningkatkan kesejahteraan pegawai negeri dan Tentara Nasional lndonesia/Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk menciptakan aparatur yang bebas dari korupsi, nepotisme, bertanggungjawab, profesional, produktif dan efisien.

91

6. Memantapkan netralisasi politik pegawai negeri dengan menghargai hak­'lak politiknya.

Oa1am mekanisme perencanaan pembangunan nastonal. arah pembangunan penyelenggara negara selanjutnya di Jabarkan lebth lanJut dalam program pembangunan nastonal (PROPENAS), sebagaimana dituangKan aalam UU No. 25 Tahun 2000. Sedangkan pedoman dalam pelaksanaan program tahunannya tercermin dalam Rencana Pembangunan Tahunan (REPETA atau REPETA Daerah), yang kemudian dipennc1 dalam bentuk penganggarannya dalarn APBN/APBD

Penaayagunaan Aparatur Negara (PAN) diartikan merupakan upaya 1erencana dan ststemat1s uniuk mentngKatkan Ktneqa aan cara pencapatannya melaiUi pembinaan, penataan. perbaikan, penertioan dan penyempurnaan serta pengawasan dan pengendalian manajemen aparatur negara agar iercaoat secara efisten dan efektif serta meningkatkan produktivitas oelaksanaan tugas-tugas umum pemerintanan dan pembangunan.

L.:ngkup pembangunan aparatur negara paaa dasarnya mencakup aspek yang luas, yaitu meltputi aspek kelembagaan. ketatalaksanaan. SDM aparatur dan pelayanan publik. serta pengawasan dan akuntabilitas. Sedangkan pelaksanaan pemoangunan aparatur negara bersifat lintas sektoral. Hal ini berarti keg1atan penyusunan perencanaan maupun pelaksanaan program secara teknts operasional menjadi tanggung jawab masing-mastng instansi oemenntah oaik pusat maupun daerah dengan mengacu paaa arah kebijakan yang telah ditetapkan dalam GBHN, Propenas dan REPETA atau REPETAOA.

Sesuai KEPPRES 101 tahun 2001, tug as dan fungsi koordinasi penanganan Kebijakan dan perumusan di bidang PAN dilaksanakan oleh Menten Penaayagunaan Aparatur Negara. Dalam kaitan itu. konsekuens1nya pada Kementerian PAN bertanggungjawab dalam melaksanakan perumusan kebijakan bidang PAN, melakukan koordinasi dalam perumusan penyusunan program. evaluasi pelaksanaan program dan kebijakan bidang PAN yang dilaksanakan secara opersional oleh instansi pemerintah di pusat maupun daerah.

Tujuan koordinasi penyusunan program di bidang pendayagunaan aparatur negara adalah untuk :

1. Mewujudkan keterpaduan pola pikir, keselarasan dan kesinambungan Jangkah-langkah dalam penyusunan program dan kebijakan bidang PAN:

2. Memberikan advokasi, pengarahan guna mempertajam prioritas program bidang PAN sesuai kebutuhan:

92

3 Mengn1ndarKan tumpan~ imdih program/kegiatan lintas sektor vang Je< dKICa! :n-efis1ens1 anggaran.

4. Mempermudah pemantauan dan evaluasi aa:arn oe~isaoaL~r: sasarar orogram 'lan KebiJaKan PAN

Sesua1 oengan rnei<an1sme yang ada. yaknl se1uru11 1nstans: d1anggap rnemanam1 sasaran pencaoaian program yang dlgariskan PROPENAS 2000-2004, dan masing-masing instansi dianggab siap menyusun sendiri program dan keg1atan PAN. maka Koordinas1 yang dilaKsanaKan dianggab cukup diiingkat nasional dengan membahas masalan-masaiah aktual serta pencapa1ar. KesepaKatan aalam program dan KeDIIakan makro, ya1tu me1a1u1 rerum vano •jlsebut Rapat Koordinasl PAN Nas1ona:.

'\eg1atar. :n: paling tidak telah dilaksanakan aua kali sejak tahun 2000 dan :erakh1r ;anun ;alu. Rapat Koordinasi PAN pertama yang diselenggaraKan paaa 29-30 Maret tahun 2000 masih bersifat apa aoanya Karena s1tuas1 oernenntanan dan oolitik masih dalam masa trans1s1 pada waKtu 1tu. maka has1lnyapun memang belum optimal Kemud1an dikembangKan pada RAKORPANNAS kedua yang diselenggarakan pada tanggal 11-13 Februari 2002. oeroaga1 nal pos1tip aapat dicapa1, d1samp1ng menyamakan perseps1 aan membangun komitmen hasil forum ini juga dijadikan masukan penting .Jalam menetapKan Keb1jaKan PAN nasiona/. baik berupa Keppres. mpres dan RKeppres. Rlnpres, RUU dan RPP, maupn SK, SE dan lnsrruks1 Men.PAN. Namun terlihat dalam Kenyataan di lapangan terlihat mekanisme 1<oordinas1 •anunan seperti RaKorpannas ini, meskipun perlu sehingga tanun lni

aiiaKsanakan juga. dipandang perlu dilengkap1 dengan mekanlsme­rneKamsme Koord1nas1 yang lam. yang dapat lebih mendukung penajaman program dan efektifitas pelaksanaanya serta lebih efis1en dalam penggunaan anggaran.

B. Posisi Anggaran Sektor Aparatur Negara

Sesuai karakteristik dalam kegiatan kebijakan PAN yang lintas instansi, maka pelal<sanaan program dan kegiatan beserta anggarannya menyebar dan terdapat di selurun instansi baik di pusat maupun di daerah.

Seoaga1 gambaran dalam pelaksanaan program dan kebijakan PAN yang menyebar di seluruh instansi (pusat) tercermin dalam angka-angka pada APBN. Misalnya dalam APBN tahun 2002. sektor pembangunan aparatur negara tahun anggaran 2002 mencapai Rp.1 .307,3 milyar. Bila dikelompokkan menurut aspek kegiatannya meliputi pembangunan aspek penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan Rp. 161, 4 milyar peningkatan kapasitas SDM Rp. 443,4 milyar. aparatur, peningkatan kualitas pelayanan

93

I

I

puolik Ro.45.8 m1lyar. peningkatan sarana dan prasarana aoaratur negara Rp.602,1 milyar. pengawasan aparatur negara Rp. 54.6 m1lyar Seoagai perbandingan dengan tahun anggaran tahun 2003, anggaran sektor aparatur negara mengalami peningkatan 100% lebih yaitu dari Rp.1.307.3 milyar tahun 2002 menjadi Rp.2.673 milyar tahun 2003. Gambaran nnc1an mengena1 perkembangan anggaran sektor Aparatur Negara dapat dilihat dalam tabel berikut.

Tabel Anggaran Pembangunan Sektor Aparatur Negara

No. Program Jumlah (R~~ 2002 2003

1. Penataan kelemoagaan dan 161,4 mily 1 216.3 m1ly ketatalaksanaan i

2. Peningkatan Kapasitas SDM 443.4 mily j 488.4 mily Aparatur

45,8 mily I 3 i Peningkatan Kualitas Pelayanan 169.6 mily Publik I

4. , Peningkatan Sarana dan 602,1 mily ! 1.736,2mily! I 1 Prasarana Aparatur Negara

! I

54.6 mily i l; : Penoawasan Aparatur Negara 63,7 m1ly o,J. I ~ I

! Jumlah: 1.307,3 mily i 2.672~9 mily

Dari Tabel tersebut dapat dilihat bahwa anggaran sektor PAN tahun 2002 sejumlah 1.307 triliun rupiah tersebut. belum mencerminkan · upaya pemngkayatan pengawasan aparatur dan poeningkatan kualitas pelayanan publik. Program pengawasan aparatur hanya 4,17% dan pelayanan publik 3,5 %, sedangkan terbesar adalah untuk peningkatan program sarana dan prasarana aparatur negara yakni 40,6%.

Pada tahun 2003 anggaran sektor PAN telah mengalami peningakatan lebih dari 100% menjad1 Rp. 2.673 trillun, namun keinginan umuk memperoaiki kinerja pengawasan aparatur masih belum terlihat. karena komposisinya malah menu run menjadi 2.4%, pelayanan publik masih relatif kecil yakni 6,3%, bahkan program peningkatan kapasitas SDM menurun dari 33,9% tahun 2002 menjadi 18,25% tahun 2003. Sedangkan program sarana dan prasarana malah meningkat cukup tinggi menjadi 64,9%. Dari gambaran komposisi ini terlihat bahwa pentingnya koordinasi merupakan salah satu kebutuhan untuk mengurangi terjadinya ketimpangan semacam ini dalam upaya memperlancar pencapaian sasaran program PAN sebagaimana digariskan dalam PROPENAS.

94

C. Permasalahan Pelaksanaan Program Pendayagunaan Aparatur Negara.

Berbagai kemajuan Ielah dicapai dalam pelaksanaan program dan kebijakan PAN se1ama rm. namun dalam perkemoangannya dewasa ini. permasalahan y-ang dihaaapi semakin kompleks rneirputr .

8erurn meratanya pernaharnan mengena1 keoljakan aparatur ne9ara oaoa seluruh instansi oaik dr pusat maupur. daeran. sebaga1 aKroa: 'eroatasnya sosralrsasr program dan kebrJaKan.

2. Distribusi pelaksanaan program bidang PAN tidak berimbang pada masrng-masing rnstansi:

3 Partisipasi instansi dalam oelaksanaan program PAN masih terbatas:

4. Kegiatan dalam pelaksanaan program dan kebijakan PAN masrh belum memoentuk srnergr

5. Cenderung sering terjadi inefisiensi dan inefektifitas dalam pelaksanaan orograrn Dldang PAN:

Sehubungan dengan permasalahan ini, seluruh instansi/aparatur negara ai ousa1 maupun d1 daerah drtuntut untuk membangun Komunikasr melalur forum koordinas1 untuk secara oersama mengungkap permasaiahan atau asp1ras1. guna memperbarki dan menrngkatkan kineqa aparatur negara. Dengan mekanrsme meiakukan keqasama dan koordinasi pemrograman bidang PAN ~ntuk mengambil langKah-langkah pembaharuan sektor kebijakan publik maupun pernoanaruan srstem kepegawaian (civil serv1ce reform), diantaranya aengan sasaran penataan kelembagaan, tatalaksana. peningKatan profesronalitas SDM aparatur, perbaikan dan penrngKatan kuaiitas peiayanan puolik dan penrngkatan partisrpasi masyarakat. peningkatan pengawasan dan akuntabrlitas serta dalam rangka membangun budaya Kerja baru aparatur negara yang oebas dan KKN

Peraksanaan pendayagunaan aparatur negara merupakan proses kegratan yang dinamis. seialu berkemoang dan berkesinambungan mengrkuti tuntutan reformasi birokrasi. Dalam hal ini yang dimaksud dengan reformasi birokrasi aaalah suatu tindakan atau rangkaian kegiatan pembaharuan secara konsepsional, sistematis dan berkelanjutan dengan melakukan upaya penataan, peninjauan, penertiban, perbaikan. penyempurnaan dan pembaharuan terhadap sistem. kebijakan. peraturan perundang-undangan bidang aparatur negara, termasuk perbaikan akhak-moral aparatur secara optimal sesuai tuntutan dan memperhatikan komitmen dengan didasarkan pada azas dan ketentuan pertaruan perundang-undangan yang oerlaku.

95

Pada sisi lain agar pencapaian tujuan dan sasaran kebijakan pendayagunaan aparatur negara dapat terlaksana secara opt1ma1. secara menyeluruh pada 1nstans1 pemenntah di pusat maupun daerah. maka perlu diupayakan langkah­langkah.

1. menyamakan persepsi dalam melaksanakan kebijakan dan program bidang PAN:

2 melakukan s1nkronisas1 tindakan penanganan program maupun pelaksanaannya secara terencana dan sistematis. sehingga 01capa1 iangkah yang s1nerg1s.

D. Mekanisme Koordinasi Program Bidang PAN

Oengan melihat latar belakang, pembahasan posisi anggaran sektor aparatur negara. dan meny1mak permasalahan program sebagaimana Ieiah diuraikan di atas. maka untuk mengoptimalkan penanganan bidang pendayagunaan aparatur negara (PAN) diperlukan mekanisme koordinasi yang efektif mu1ai dan keg1atan penyusunan program, pelaksanaan dan eva1uas1 pelaKsanaan orogram aan Kebljal<an bidang PAN

Koordinasi penanganan bidang PAN dimaksudkan sebagai mekanisme pembmaan untuk mens1nergikan segala upaya penataan. perbaikan dan penyempurnaan bidang aparatur negara agar sejalan dan sinkron sesuai arah kebijakan pembangunan aparatur negara yang telah digariskan dalam GBHN dan Propenas. Sesua1 fungsi koordinasi tersebut. maka peran Kementerian PAN menitik oeratkan pada kegiatan perumusan kebijakan-kebijakan dalam penanganan PAN, sedangkan implementasi dari kebijakan PAN menjadi tanggung jawab pelaksanaannya pada seluruh instansi pemerintah di pusat maupun daerah. Untuk 1tulah diperlukan suatu wadah atau forum baik dilakukan di tingkat mstans1 pusat maupun di daerah. sebagai :

1. sarana komunikasi untuk menyampaikan informasi kebijakan maupun 1dentifikasi permasalahan. aspirasi yang berkembang dilapangan:

2. wahana untuk menyelaraskan. mempertajam program. langkah tindak dan kegiatan di bidang PAN:

3. upaya untuk meningkatkan efektivitas program dan efisiensi penggunaan anggarannya:

4. menggali masukan. aspirasi dalam melakukan pembaharuan (reformasi) b1rokrasi:

5. memperlancar upaya dalam mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik.

96

Mekan1sme koordmas1 im dilakukan secara vertikar mauoun honzontal. terutama untuk mensinkronkan dalam penanganan aspek PAN aengan 1nsransr terKart maupun penangan permasalahan aspeK PAN (mrsal asoek Kepegawaran dengan aspek kelembagaan dan terkart dengan rnstanst lain) pada instansi/ !embaga di Pusat maupun Daerah

3ifat Keg1atan koordinasr program bidang PAN merupakan kegratan i<onsultatif )Una ~nengraentifikasikan permasalahan aktuai. memberikan solust dan memoanas rencana trndaK serta memtokuskan penyusunan program lintas sektoral bidang PAN. baik dalam skala tahunan dan atau hma ranunan. rermasuK sebagar upaya menyelaraskan alokasr pemorayaan aalam oenyusunan anggarannya (dalam RAPBN atau RAPBD).

MesKioun teian aaa koordinasi dalam upaya penangguiangan atau pemecanan permasalahan penaayagunaan aparatur negara selama inr. namun koordinasi penyusunan program seberum diusulkan ke Bappenas dan O!IJen Anggaran umuk kemudian dibahas ditingkat DPR pada Kenyataannya masrh berum berJalan secara optrmal. Senrngga evaluasr pencaoatan sasaran orogram sebagarmana digariskan oleh tndikator Propenas selama inr masin oeium oer1a1an sebagaimana diharapkan. Sehuoungan dengan itu ditingkat instansi pusat direncanakan segera dilaksanakan koordinasi pengusulan program biaang PAN untuK dibahas secara bersamaan dalam Forum Teknis PAN (Fortek PAN). Kegiatan Forum Teknis sementara ini Ielah dirintis pernah ailaKukan di Jakarta bertempat. Kantor LAN bulan Juli 2002. Untuk selanjutnya <eraapat kesepakatan bahwa ini dalam waktu dekat mekamsme ForteK ini aKan aiformalkan.

Begitu JUga ditingkat daerah untuk maksud yang sama. sebelum masuk Kepaaa tingKat DPRD Provinsi, maupun Kabupaten/Kota. rencana program i1ar. anggaran dilakuKan aahulu pemoahasan dillngKungan eKseKutif tingKat daerah oersangKutan. kemudian agar terjadi srnkronisasr aan efisrensr pelaksanaan program dan anggaran. dilakukan pembahasan bersama pada zona tertentu amara Aparatur PAN pusat dengan intansi daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota. Pembahasan semacam ini Ieiah pernah dilaksanakan droeberapa provinsi dengan mengikutsertakan beberapa Kabupaten/Kota seperti di Provinsi Jawa Tengah dan Kalimantan Barat tahun lalu. dengan nama ForKompanda (forum komunikasi PAN tingkat daerah). Dari pendapat oerbagai kalangan di daerah mengingrnkan agar forum semacam ini diformalkan saja sehingga dapat secara tegas ditetapKan programnya drmasrng-masrng daerah. Dan dalam waktu dekat bila disepakati, guna lebih mensrnKronkan pembahasan dan lebih mengefektifkan oercepatan pencapaian reformasi birokrasi, maka forum inipun akan diformalkan keberadaanya. Dengan demikian pembahasan antara DPRD dengan ekseKutif

97

akan dapat berjalan lebih efektif dalam pencapaian tujuan pendayagunaan aoaratur Negara.

Adapun tujuan, dan mekanisme koordinas1 dimaksud diuraikan sebagai oenkul

Koord1nasi penyusunan program Oidang PAN dilakul<an dalam rangl<a oeny1apan penyusunan Rencana program Pemoangunan Tanunan iREPETAIREPETADA beserta penganggarannya dalam RAPBN! termasuk dalam penyusunan rencana program jangka menengan IPROPENAS), serta koordinasi dalam evaluasi pelaksanaan program atau kebijakan PAN. Pelaksanaan koordinasi diseienggarakan o1eh Kementerian PAN cq. Deputi Men. PAN Bidang Program PAN.

2. Peiaksanaan Koordinasi bidang PAN dilakukan dalam bentuk ·

a Rapat Koordinasi PAN tingkat nasionai (RAKORPANNAS), yakni untul< mengeva1uas1 pelaksanaan program tahun yang lalu. mengidentifikasi permasalahan aktual dan membangun kesepakatan. (komitmen) kebijakan dan rencana program pnoritas yang al<an dituangkan untuk dicapa1 dalam REPETA b1dang PAN. Penyelenggaraan RAKORPANNAS diikuti peserta seluruh instansi di pusat dan daerah.

b. Forum Teknis PAN (FORTEK PAN) ialah forum koordinasi dan konsultatif tingkat pusat untuk :

1) Menyelaraskan usulan rencana tindak program bidang PAN masing-masing instansi, sebagai bahan usulan penyusunan draft REPETA pad a BAPPENAS;

2) Memfokuskan perumusan rencana tmdak aan menyiapkan alokasi anggaran sektor aparatur negara dan pengawasan (satuan 18 R-APBN) ke dalam rincian program proyel<!kegiatan bidang PAN pada masing-masing instansi/lembaga pemerintah.

c. Forum Komunikasi PAN Daerah (FORKOMPANDA). ialah forum 1<omunikas1 di tingkat daerah, yang mengintegrasikan kegiatan sosialisasi/publikasi, konsultasi pelaksanaan program-kebijakan PAN. Dalam forum ini dilakukan kegiatan mengkomunikasikan, membahas pelaksanaan materi kebijakan bidang PAN termasuk mengevaluasi. dan mengidentifikasi permasaiahan aktual atau hambatan atas pelaksanaan kebijakan PAN di daerah. Sementera ini untuk forum komunikasi tingkat daerah dikenal dengan Forkompanda sudah pernah difasilitasi pelaksanaannya. Dari hasil jajak pendapat peserta. banyak yang berkeinginan

98

bahwa ForKompanda ini dilakukan dengan koordinasi oleh Kementenan PAN. agar terjadi SlnKronlsas;, aar oena1aman orogram antara pusai dan daerah JUga dapat diformalkan

3. Ur.tuk mempersiapkan bahan dalam koordinasi tersebut masing-masing 1nsransi/lembaga Pemerintah melakukan koordinasl 1ntern aengan un1t Kerja terkait yang menangan1 bidang PAN untuk meny1ap1<an bahan rencana orogram dan keg1atan bidang PAN:

4. Waktu pelaksanaan koordinasi bidang PAN, memperhatikan dan menyesuaikan iadual dalam siklus kegiatan penyusunan draft REPETA dan penyusunan oemoiayaan anggarannya yang dilakul<an oleh Kantor 9appenas dan atau Dep. Keuangan cq Di!Jen Anggarar serta jadual Jemoahasan di DPR

'Rincian mekamsme koordinasi dapat dilihat pada !embaran tersendiri ~erlampir)

Sejalar. aengan 1tu. pelaksanaan forum koordinasl melaiui penyelenggaraan RAKORPANNAS 2003 antara lain disamping ingin memoangun koml!men pada seluruh instansi pusat dan daerah dalam menindaklanjuti reformasi b1roKras1. 1uga oertujuan mengevaluasi program 2002 menyelaraskan dan mempertajam program PAN sebagaimana dalam REPETA 2003. rneng1nveniarisas1 bahan dalam menyusun rencana program PAN tahun anggaran 2004

UntuK 1tulah, se1a1n oertujuan untuk :

i. J\llengeva1uas1 program 2002, menyelaraskan dan mempertajam program PAN yang telah ditetapkan dalam REPETA dan APBN Tahun 2003 di seluruh instansi pemerintah pusat dan daerah dalam melaksanakan reformasi birokrasi agar lebih berdayaguna dan berhasilguna;

2. Menginventarisasi bahan dalam rangka menyusun rencana program PAN Tahun Anggaran 2004:

3. Mensosialisasikan berbagai kebijakan di bidang PAN:

a. Memberikan gambaran apa yang telah disepakati hasil Rakorpannas tahun 2002 yang lalu dan realisasi kesepakatan melalui kebijakan dalam bentuk Peraturan Pemerintah. Keputusan Presiden, Keputusan dan Kebijakan Men.PAN dan hal-hal yang oelum dilaksanakan serta tindaklanjutnya;

b. Memberikan gambaran tentang arah kebijakan reformasi birokrasi, program yang telah dan akan dilaksanakan tahun 2003 dan 2004

99

serta menghimpun masukan umuk lebih mempercepat tercapamya sasaran reformasi b1rokras1.;

maka RAKORPANNAS Tahun 2003 ini Juga ditujukan agar mekamsme koordinasl seperti yang ditawarkan dapat disepakat1 untuk ditindaklan)utl tahun mi JUga.

100

REFORMASI BIDANG KELEMBAGAAN1l

Oleh

Sunarno, S.H., M.Sc.2l

I. PENDAHULUAN

Gerakan reformasi yang diawali pada tahun 1998 telah membawa arus perubahan yang fundamental dalam sistem penyelenggaraan negara dan pemerintahan di Indonesia. Perubahan tersebut pada akhirnya menuntut dilakukannya tindak lanjut reformasi di bidang politik, hukum, dan pemerintahan. Rangkaian perubahan yang diawali dengan pergantian kepemimpinan nasional, pemilihan umum, desentralisasi, dan dilakukannya amandemen konstitusi oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat perlu diteruskan dan ditindaklanjuti dengan langkah-langkah kongkrit menuju terwujudnya good governance.

Dalam kenyataannya setelah berjalan hampir lima tahun, reformasi belum juga menunjukkan hasil secara optimal serta belum dapat menjawab dan memenuhi apa yang menjadi tuntutan dan aspirasi masyarakat secara memuaskan. Kondisi tersebut kemudian memunculkan berbagai reaksi kekecewaan dan krisis kepercayaan masyarakat terhadap institusi-institusi politik, hukum, dan juga birokrasi pemerintahan. Fenomena krisis kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dan di sisi lain tibanya era globalisasi dan perdagangan bebas yang menghendaki birokrasi bekerja lebih profesional mengakibatkan perlu adanya usaha secara sungguh-sungguh untuk mereformasi dan mengkaji ulang peran, posisi, bentuk, besaran, dan struktur birokrasi.

Selain itu adanya berkembangnya situasi dimana tumbuh gerakan dan penggalangan masyarakat madani (civil society) menuntut peran pemerintah yang semakin demokratis, arif, dan profesional. Di sisi lain kinerja birokrasi pemerintahan di era globalisasi bahkan dituntut untuk mampu mengantisipasi aturan main global dengan langkah-langkah

'l Disampaikan pada Rapat Koordinasi Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara Tahun 2003, tangga/ 17 Februari 2003, di Hotel Sahid, Jakarta.

2l Deputi MENPAN Bidang Kelembagaan.

101

adaptasi, proaksi, dan reaksi yang akurat (Edward IV, 1980). Akuisisi sumber daya birokrasi dalam hubungan ini telah menjadi syarat utama (highly contingent) bahkan dianggap merupakan faktor kritis (critical factor) lebih-lebih karena selama ini birokrasi telah mengemban peran yang sangat luas dan leluasa (discretionary role). Atau bahkan terlibat sedemikian jauh di dalam proses kebijakan publik dalam suasana dan nuansa executive privilege.

Kritik yang sering dilontarkan terhadap birokrasi adalah besarnya organisasi pemerintah yang mengakibatkan banyaknya penyerapan sumber-sumber daya baik manusia maupun keuangan padahal hasil kerja birokrasi tidak maksimal. Hal tersebut pernah pula dinyatakan oleh Bank Dunia (The World Bank) bahwa dalam pemberian dana bantuan, Bank Dunia akan mempertimbangkan untuk mereduksi jumlah organisasi pelayanan publik (Turner dan Hulme, 1997). Alasan sederhananya adalah bahwa terlalu banyak orang yang bekerja sebagai pegawai pemerintah. Selain itu, beberapa fungsi pemerintahan perlu diserahkan kepada masyarakat dan Pemerintah seharusnya berkonsentrasi pada fungsi-fungsi utama pengaturan (core regulatory functions).

Tidak ada formula yang sederhana untuk menentukan seberapa besar suatu organisasi pemerintah seharusnya (Turner dan Hulme, 1997). Di negara sangat miskin birokrasi mungkin satu-satunya cara penyedia pelayanan kepada masyarakat, khususnya pendidikan dan kesehatan. Namun demikian, sebenarnya yang harus diperhatikan adalah apa yang masyarakat harapkan dari Pemerintah dan apa yang Pemerintah rencanakan untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Dengan demikian dirasakan perlu untuk mengupayakan penyelarasan peran dan pengepasan posisi birokrasi termasuk di dalamnya pembenahan sumber daya birokrasi dalam hubungannya dengan penanganan (proses) kebijakan publik. Dalam upaya ini perlu diperhatikan fenomena inti (strategic ingredient) sumber daya birokrasi yang meliputi dimensi-dimensi struktur organisasi birokrasi pemerintahan, proses kerja birokrasi publik, matriks sumber daya manusia aparatur, teknologi manajemen pemerintahan, dan kapabilitas pengambilan keputusan.

102

II. POTRET KELEMBAGAAN PEMERINTAH SAAT INI

Pada masa kekuasaan Presiden Soeharto, meskipun beberapa kali dilakukan perubahan dan pembenahan, namun secara umum kondisi kelembagaan pemerintah dirasakan relatif lebih stabil. Hal ini berbeda dengan kondisi yang terjadi sesudahnya. Fenomena menonjol yang menandai kondisi kelembagaan pemerintah pasca era Orde Baru atau era setelah lengsernya Presiden Soeharto, yaitu terlalu seringnya konfigurasi, komposisi, dan struktur kelembagaan pemerintah "diobok­obok". Kondisi ini tidak terlepas dari masih belum mantapnya kepemimpinan nasional yang menyebabkan seringnya dilakukan "bongkar-pasang" kabinet setiap terjadi pergantian Presiden atau bahkan dalam masa jabatan Presiden yang sama. Hal ini terjadi juga diakibatkan oleh belum adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur bagaimana seorang Presiden dalam menentukan kelembagaan pemerintah.

Pengaturan kelembagaan pemerintah pada saat ini dituangkan dalam bentuk:

a. Bagi kelembagaan Pemerintah Pusat, Keputusan Presiden Nomor 100, 101, 102, dan 103 Tahun 2001 dan semua Keputusan Presiden perubahannya yang mengantur tentang kedudukan, tugas, fungsi, kewenangan, susunan organisasi dan tala kerja untuk masing lembaga Menteri Koordinator, Menteri Negara, Departemen, dan LPND. Keputusan Presiden yang dikenal dengan "Keppres Payung" tersebut hingga saat ini merupakan bentuk hukum tertinggi dalam pengaturan kelembagaan Pemerintah Pusat. Di samping itu, secara khusus kelembagaan pada tataran eselon I Menteri Koordinator, Menteri Negara, Departemen, dan LPND masing-masing secara berturut-turut ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 107, 108, 109, dan 110 yang memuat mengenai susunan organisasi dan tugas unit eselon I pada masing-masing lembaga tersebut.

b. Bagi kelembagaan Pemerintah Daerah, Peraturan Pemerintah Nomor 84 Tahun 2000 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, yang bertujuan untuk memberikan pedoman bagi Pemerintah Daerah dalam menyusun organisasi perangkat daerahnya.

Dasar hukum pengaturan kelembagaan dengan Keputusan Presiden tersebut 'Ciirasakan belum cukup memadai karena masih rentan untuk disimpangi dan diubah kapanpun apabila Presiden menghendaki.

103

Hal ini pula yang menjadi salah satu Jatar belakang munculnya Pasal 17 ayat (4) pada Perubahan UUD 1945. Di sisi lain, untuk kelembagaan Pemerintah Daerah, PP Nomor 84 Tahun 2000 ternyata masih mempunyai kendala dalam implementasinya, antara lain dirasakan masih belum dapat memberikan pedoman secara jelas.

Di samping itu, terjadinya perubahan yang begitu cepat seperti diimplementasikannya otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999, pada kenyataannya juga belum didukung oleh kesiapan infrastruktur yang memadai termasuk kesiapan di bidang kelembagaan baik di Pusat maupun di daerah. Demikian pula tibanya era globalisasi di mana pada tahun 2003 ini diberlakukan era perdagangan bebas ASEAN (AFTA 2003) juga belum ditunjang dengan birokrasi yang handal dan kompetitif.

Kondisi empiris tersebut di atas sangat ditentukan oleh perilaku organisasi dalam birokrasi pemerintahan. Sayangnya, hingga saat ini kelembagaan pemerintah masih cenderung diwarnai oleh ciri-ciri sebagai berikut:

a. Lebih mengutamakan pendekatan struktural daripada pendekatan fungsional

Pendekatan yang digunakan oleh instansi pemerintah dalam penataan organisasi lebih mengutamakan pada pendekatan struktural daripada pendekatan fungsional. Artinya, masih lebih mengutamakan status strukturalnya daripada pencapaian misi organisasi. Hal ini antara lain disebabkan adanya persepsi yang memandang bahwa jabatan struktural lebih "prestisius" daripada jabatan fungsional. Di samping itu, kondisi jabatan fungsional juga belum sepenuhnya "menarik" bagi pegawai seperti adanya kerumitan dalam administrasi angka kredit dan tunjangannya yang kurang memadai.

b. Adanya benturan dan tarik-menarik kewenangan

Masih terdapat benturan dan tarik-menarik kewenangan di antara unit organisasi di dalam suatu organisasi pemerintah maupun antara organisasi pemerintah satu dengan organisasi pemerintah lainnya. Bahkan beberapa juga terjadi tarik-menarik kewenangan antara instansi pemerintah Pusat dengan instansi Pemerintah daerah. Hal ini disebabkan oleh masih adanya kekaburan, kerancuan, maupun kekurangtepatan pembagian kewenangan ataupun adanya perbedaan penafsiran terhadap rumusan kewenangan yang ada. Di

104

samping itu, ada kecenderungan suatu organisasi untuk mempertahankan kewenangan yang telah dimiliki sebelumnya walaupun peraturan perundang-undangan yang baru telah menetapkan lain.

c. Besaran organisasi belum proporsional

Besaran organisasi pemerintah yang ada baik di Pusat maupun di daerah banyak yang masih terlalu besar dan belum proporsional dikaitkan dengan visi, misi, dan kewenangan yang dimiliki. Hal ini ada kaitannya dengan jumlah pegawai yang terlalu besar sehingga banyak organisasi didesain tidak sekedar berdasarkan visi dan misinya tetapi dengan pertimbangan sebagai upaya "penampungan pegawai". Adanya pengaruh eksternal dalam mendesain organisasi seperti tersebutlah yang mengakibatkan banyaknya organisasi pemerintah belum proporsional dari aspek besran, jumlah dan susunan organisasinya. Penggelembungan jumlah organisasi dan peningkatan eselon sangat kentara terutama pada organisasi Pemerintah Daerah yang belum tentu dilakukan dengan analisis organisasi yang tepa!. Namun demikian, organisasi Pemerintah Pusat ternyata tidak juga mengecil.

d. Disharmoni antara Pusat dan Daerah

Belum adanya kesamaan pemahaman mengenai makna dan hakekat otonomi daerah, seringkali menyebabkan terjadinya disharmoni dalam pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan yang harus dilakukan oleh instansi Pusat maupun instansi Daerah. Disharmoni dapat berpangkal pada adanya ketidaksamaan persepsi serta tarik-menarik kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Namun disharmoni dapat juga terjadi karena perbedaan penentuan prioritas antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah sehingga tidak ada benang merah antara program di tingkat Pusat dengan program di tingkat Daerah.

Selain secara teknis kelembagaan sebagaimana tersebut di atas, belum optimalnya penataan kelembagaan juga sangat dipengaruhi oleh faktor di luar teknis kelembagaan tetapi sangat erat kaitannya seperti kondisi kepegawaian dan ketatalaksanaannya, antara lain:

a. Kepegawaian

Jumlah PNS yang terlalu besar dengan komposisi yang tidak memadai;

105

Kemampuan pegawai yang relatif masih rendah; Pengembangan dan pemanfaatan jabatan fungsional yang belum optimal; Sistem pengembangan karier yang belum jelas; Sistem remunerasi yang kurang mendukung.

b. Ketatalaksanaan

Pemanfaatan teknologi informasi belum optimal; Sistem dan prosedur kerja yang relatif belum tertata; Tata hubungan pemerintahan (Pusat-Daerah) belum tertata; Ketersediaan infrastruktur yang masih terbatas dan belum mengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.

Kondisi tersebut secara keseluruhan merupakan hambatan yang cukup signifikan dalam melakukan reformasi birokrasi, terutama dalam penataan kelembagaan. Dengan potret kelembagaan Pemerintah saat ini sebagaimana dikemukakan di atas, maka dalam rangka memenuhi tuntutan dan aspirasi masyarakat serta tuntutan perkembangan global, penataan kelembagaan di masa yang akan datang diharapkan dapat mewujudkan kelembagaan pemerintah dengan ciri-ciri sebagai berikut:

a. Organisasi disusun berdasarkan visi, misi, dan strategi yang jelas

Dengan visi dan misi yang jelas, akan dapat disusun organisasi yang benar-benar sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan terutama mampu menyeimbangkan antara kemampuan sumber daya organisasi dengan kebutuhan nyata masyarakat. Di samping itu, dengan adanya strategi yang jelas dalam pencapaian visi dan misi organisasi, maka akan dapat ditentukan desain organisasi yang tepat dalam rangka menjamin efektivitas dan efisiensi organisasi.

b. Organisasi flat atau datar

Dengan organisasi yang berbentuk flat atau datar berarti struktur organisasi tidak perlu terdiri dari banyak tingkatan atau hierarki. Dengan jenjang hierarkhi yang pendek, proses pengambilan keputusan dan pelayanan akan lebih cepat.

c. Organisasi ramping atau tidak terlalu banyak pembidangan

Dengan organisasi yang berbentuk ramping maka jumlah pembidangan secara horisontal harus ditekan seminimal mungkin

106

sesuai dengan beban dan sifat tugasnya, sehingga span of control­nya berada pada posisi ideal.

d. Organisasi bersifat jejaring (networking)

Dalam era globalisasi saat ini harus ditumbuhkan organisasi jejaring, karena organisasi seperti inilah yang mampu melakukan aktivitas organisasi secara cepat dan efisien. Organisasi yang tidak memanfaatkan networking, cepat atau lambat akan ditinggalkan pelanggan atau tertinggal karena kalah bersaing. Untuk itu berbagai kalangan menilai bahwa organisasi yang sukses adalah "small organization but large networking".

e. Organisasi pemerintah banyak diisi jabatan-jabatan fungsional

Sejalan dengan bentuk organisasi yang flat, maka jabatan struktural sebaiknya hanya ada pada level pimpinan tertentu, selebihnya diisi oleh pejabat-pejabat fungsional yang mengedepankan kompetensi dan profesionalitas dalam pelaksanaan tugasnya.

f. Strategi "Learning Organization" (Organisasi Pembelajar)

Dalam suasana perubahan vang sangat cepat ini diperlukan organisasi yang mampu mentransformasikan dirinya (organisasinya) untuk menjawab tantangan-tantangan dan kesempatan yang timbul akibat perubahan tersebut. Proses transformasi atau belajar dari setiap unsur dalam organisasi tersebut kita kenai sebagai "Organisasi Pembelajar". Pada akhirnya organisasi yang cepat belajar akan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap perubahan yang terjadi. ·

Ill. POKOK-POKOK REFORMASI KELEMBAGAAN

Reformasi kelembagaan sebagai bagian reformasi birokrasi secara keseluruhan menjadi sesuatu yang tidak terelakkan, apalagi saat ini negara kita sedang berada pada masa transisi menuju demokrasi. Menurut Guillermo O'Donnel dan Philipe Schmitt (2002) kondisi demikian diibaratkan menuju kepada "sesuatu yang lain" yang sebenarnya mengandung ketidakpastian. Oleh karenanya, kualitas pemerintahari akan memegang peranan yang sangat penting, agar lorong ketidakpastian tersebut dapat dilalui dengan baik. Salah satu upaya untuk mendukung tujuan tersebut adalah menciptakan lembaga-lembaga

107

pemerintahan yang solid, kuat, responsif dan bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan terbaik kepada masyakarat.

Setidaknya ada empat hal pokok dalam reformasi kelembagaan di masa mendatang yaitu penentuan bentuk organisasi yang tepa! (rightsizing); penerapan prinsip-prinsip manajemen ilmiah; pengembangan standardisasi kelembagaan; dan peninjauan kembali peraturan perundang-undangan di bidang kelembagaan.

1. Penentuan bentuk organisasi yang tepat (rightsizing)

Bentuk organisasi yang tepa! (rightsizing) dapat diartikan sebagai upaya penyederhanaan birokrasi pemerintah yang diarahkan untuk mengembangkan organisasi yang lebih proporsional, datar (flat), transparan, hierarki yang pendek dan terdesentralisasi kewenangannya. Postur organisasi pemerintah nantinya akan lebih proporsional, efektif dan efisien serta didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas.

Selanjutnya, organisasi disusun sesuai dengan kebutuhan dan strategi organisasi. Dalam suatu organisasi, struktur memiliki kaitan yang erat dengan strategi (Robbins, 2002). Desain struktur organisasi haruslah mengikuti strategi yang telah ditetapkan (structure follows strategy). Menurut Stephen Robbins (2002) ada tiga macam strategi dalam organisasi yaitu: strategi pengembangan (innovation strategy); strategi penghematan biaya (cost-minimalization strategy) dan strategi tiruan (imitation strategy). Strategi pengembangan digunakan pada saat pengenalan suatu produk dan pelayanan baru, sedangkan strategi penghematan biaya berorientasi pada pengawasan yang ketat terhadap biaya dan minimalisasi pengeluaran yang tidak perlu. Strategi tiruan berupaya membentuk suatu produk atau pelayanan baru melalui kesuksesan strategi terdahulu. Hubungan antara struktur dan strategi dapat digambarkan sebagai berikut:

Relasi Strategi dan Struktur Kontemporer

NO. STRATEGI PILIHAN STRUKTUR

1. Strategi Struktur Organik Pengembangan Suatu struktur sederhana dengan

sedikit spesialisasi pekerjaan, sedikit formal dan terdesentralisasi

108

NO. STRATEGI PILIHAN STRUKTUR

2. Strategi Struktur Makanistik Penghematan Bercirikan pengawasan yang ketat, Biaya pekerjaan sangat spesifik, sang at

formal dan sangat sentralistis

3. Strategi Tiruan Struktur Mekanistik dan Organik

Penggabungan karakteristik an tara organik dan mekanistik dengan pengawasan yang ketat terhadap aktifitas organisasi tetapi memberikan keluasaan pada gagasan baru.

Sumber: diadaptas1 dan Stephen Robbms, 2002, halaman 607.

Tabel di atas menunjukkan bahwa strategi inovasi atau pengembangan memerlukan struktur yang fleksibel, sedangkan strategi penghematan biaya lebih tepat menggunakan struktur mekanistik untuk mencapai efisiensi dan efektivitas. Strategi tiruan atau imitasi mengkombinasikan kedua struktur tersebut. Struktur mekanistik dipakai untuk mendapat~an biaya yang rendah, pada saat yang bersamaan dapat pula dibentuk sub unit yang bersifat organik untuk mendukung gagasan baru.

Secara kongkret upaya rightsizing dalam rangka mewujudkan kelembagaan yang proporsional sesuai dengan visi, misi, dan strategi, dapat dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:

a. penggabungan unit organisasi

b. penghapusan unit organisasi

c. pelimpahan kewenangan

d. penataan klasifikasi/tipologi unit organisasi

e. pengurangan jumlah struktur dan hirarkhi

f. penyederhanaan dan penyempurnaan bentuk atau model organisasi

g. korporatisasi

h. privatisasi (termasuk kerja sama dan kontrak dengan swasta)

109

2. Penerapan Prinsip-Prinsip Manajemen llmiah

Organisasi merupakan bagian panting dari manajemen. Hal tersebut pernah dikemukakan oleh seorang industrialis Perancis, Henri Fayol, yang mencantumkan fungsi pengorganisasian (organizing) sebagai salah satu dari lima fungsi manajemen disamping perencanaan (planning), pemberian perintah (commanding), koordinasi (coordinating) dan pengawasan (controlling). Sejak saat itu, sebenarnya organisasi sudah dibentuk, dijalankan dan dianalisa menurut kaidah ilmu pengetahuan. Namun demikian, dalam perkembangannya sering kali secara praktis terjadi penyimpangan atau ketidaksesuaian dengan prinsip-prinsip manajemen ilmiah.

Oleh karena itu, saat ini organisasi pemerintah perlu diberdayakan kembali berdasarkan sudut pandang ilmu pengetahuan modern (knowledge-based approach) yang rasional, obyektif dan dapat terukur kinerjanya. Para pakar organisasi seperti Stephen Robbins (2002) berpendapat bahwa organisasi masa kini dihadapkan pada lingkungan yang dinamis dan cepat berubah. Konsekuensinya, organisasi harus pandai beradaptasi.

Setidaknya ada enam tantangan perubahan yaitu tekanan lingkungan kerja, perkembangan teknologi, perubahan situasi ekonomi global, kompetisi, perubahan nilai-nilai dalam masyarakat dan perubahan politik dunia. Menghadapi situasi yang dinamis seperti itu, organisasi dapat mengambil empat jalan untuk beradaptasi yaitu mengubah struktur, teknologi, tatanan pekerjaan dan para pelaku organisasi.

Pemahaman akan perubahan lingkungan menjadi panting bagi pemberdayaan organisasi pemerintah. Penolakan terhadap perubahan bisa saja terjadi, namun demikian hal tersebut dapat dieliminasi melalui proses konsultasi. Proses konsultasi tersebut akan menjelaskan perubahan-perubahan apa yang terjadi dan berupaya melibatkan para pelaku organisasi untuk bersama-sama mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhan apa yang diperlukan oleh organisasi di masa mendatang.

Pendekatan lain untuk memberdayakan organisasi pemerintah adalah "information-based organization approach". Suatu organisasi akan berfungsi dengan baik apabila dikembangkan suatu sistem di mana setiap anggota organisasi memiliki akses yang sama terhadap informasi yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan. Beberapa

110

tahun yang lalu pemanfaatan teknologi informasi dalam organisasi masih dipandang sebagai suatu hal yang baru dan mahal. Tetapi setelah "e-commerce" dan "e-business" membuktikan dapat mempercepat dan meningkatkan kinerja organisasi di perusahaan­perusahaan swasta, organisasi pemerintah melalui "e-governmenf' mulai mengikuti kesuksesan ini. Aktivitas organisasi yang berbasis teknologi informasi baik internet maupun intranet dapat memperpendek jalur birokrasi dan hasilnya pengambilan keputusan bisa dilakukan lebih cepat.

3, Pengembangan Standardisasi Kelembagaan

Kondisi kelembagaan pemerintah saat ini yang secara umum masih belum proporsional, efektif, dan efisien tidak terlepas juga dari akibat belum cukup memadainya standardisasi kelembagaan. Standardisasi ini sangat penting sebagai acuan dan instrumen dalam melakukan pembinaan kelembagaan. Tujuan standardisasi kelembagaan bukanlah untuk menyeragamkan struktur pemerintahan, tetapi lebih untuk memberikan arah pola, desain, dan ukuran kelembagaan.

Pengembangan pola, desain, dan ukuran kelembagaan diarahkan untuk mewujudkan bentuk organisasi pemerintah yang lebih porporsional. Oleh karena itu pengembangannya harus mengikuti prinsip-prinsip organisasi seperti prinsip fungsionalisasi, kejelasan tugas dan fungsi, rentang kendali, serta lini dan stat. Hal yang lebih penting lagi adalah konsistensi dalam implementasinya setelah standar tersebut tersusun dan diterapkan.

Sebagaimana telah diuraikan, pengembangan standardisasi kelembagaan sangat diperlukan sebagai acuan dalam penataan lembaga pemerintah. Penataan kelembagaan pemerintah itu sendiri harus memperhatikan prinsip-prinsip:

Pembagian habis tugas, fungsi, dan kewenangan Pemerintah; eliminasi duplikasi tugas dan fungsi, untuk mengurangi peluang adanya tumpang tindih kewenangan antar organisasi; pengelompokkan tugas dan fungsi yang sejenis/terkait dalam rangka menciptakan institutional coherence; prinsip kesinambungan, artinya bahwa pembentukan suatu lembaga tidak untuk mengatasi permasalahan jangka pendek; tinjauan historis, artinya kebutuhan organisasi pemerintah dilihat dari aspek historis yang disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan di masa yang akan datang.

111

Dengan demikian, pengembangan standardisasi kelembagaan sekurang-kurangnya juga akan difokuskan pada penerapan prinsip­prinsip tersebut.

4. Peninjauan Kembali Peraturan Perundang-undangan di Bidang Kelembagaan

Kondisi empiris kelembagaan yang ada juga sangat ditentukan oleh ketentuan pengaturan kelembagaan yang ditetapkan dalam bentuk peraturan perundang-undangan. ldealnya peraturan perundang­undangan di bidang kelembagaan secara normatif dapat memberikan arah terwujudnya kelembagaan yang proporsional, efektif, dan efisien. Namun demikian, tidak dapat dipungkiri bahwa kenyataannya beberapa peraturan perundang-undangan tidak cukup mengakomodasi tuntutan tersebut baik dalam hal pengaturan tugas dan fungsi, kewenangan, pola desain dan ukuran, tata hubungan kerja maupun dalam penciptaan kondisi mekanisme kerja yang lebih efisien serta sistem pembinaan sumber daya manusia. Lebih jauh bahkan terkadang ditemui beberapa peraturan perundang-undangan yang justru kontraproduktif dalam kaitannya pencapaian tujuan reformasi bidang kelembagaan, baik untuk kelembagaan Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah.

Di samping itu, untuk menjamin implementasi pengembangan standardisasi kelembagaan sebagaimana telah diuraikan di muka, hal tersebut juga perlu dituangkan secara kongkret dalam bentuk penyusunan peraturan perundang-undangan baru atau menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang telah ada. Perubahan faktor strategis yang secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi kelembagaan seperti kondisi sumber daya manusia yang ada baik dilihat dari jumlah maupun komposisi serta proses atau mekanisme kerja yang berlaku, juga perlu diikuti adjustment dalam pengaturan kelembagaan.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, maka secara kongkret penyempurnaan peraturan perundang-undangan di bidang kelembagaan diprioritaskan pada: 1. Penyempurnaan PP Nomor 84 Tahun 2000 tentang Organisasi

Perangkat Daerah. 2. Penyempurnaan PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang

Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Propvinsi sebagai Daerah Otonom.

112

3. Penyusunan Rancangan Undang-Undang tentang Kementerian Negara.

4. Penyempurnaan Keputusan MENPAN Nomor 106 Tahun 1994 tentang Pedoman Organisasi Unit Pelaksana Teknis (UPT).

Beberapa penyempurnaan peraturan perundang-undangan tersebut tengah dalam proses finalisasi dan beberapa yang lain akan diselesaikan melalui program yang telah direncanakan akan dilaksanakan dalam tahun 2003 sebagaimana yang akan diuraikan dalam Bab berikut.

IV. KONKRETISASI REFORMASI KELEMBAGAAN DALAM KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Sejalan dengan langkah-langkah strategis dalam reformasi bidang kelembagaan sebagaimana diuraikan di muka, maka untuk tahun 2003 secara kongkret Kementerian PAN akan melaksanakan program penataan kelembagaan sebagai berikut:

1. Evaluasi Kelembagaan Pemerintah

Seiring dengan perubahan dan perkembangan lingkungan strategis dan tantangan yang dihadapi, kelembagaan pemerintah perlu selalu disesuaikan dengan kondisi terkini agar tetap survive. Hal ini penting mengingat dengan terjadinya perubahan yang bergitu cepat, keunggulan kompetitif sebagai pelaksanaan tugas dan fungsi suatu organisasi pada kurun waktu tertentu belum tentu akan menjadi keunggulan pada kurun waktu berikutnya. Sebagaimana dikemukakan oleh Jay R. Galbraith (1997) bahwa "when advantages do not last long, neither do the organization that execute them".

Secara jujur dapat dikatakan bahwa kondisi empiris kelembagaan pemerintah saat ini menunjukan sebagian besar organisasi pemerintah tidak benar-benar diperlengkapi kemampuan untuk menghadapi perubahan yang begitu cepat, kemajuan teknologi, kompetisi, dan kebutuhan masyarakat yang harus dilayani. Bahkan masih banyak dari organisasi tersebut yang disusun dan dikelola menurut model kepemimpinan, manajemen, dan budaya organisasi serta dalam bentuk dan ukuran yang sudah tidak relevan lagi dengan kondisi saat ini. Oleh karena itu, organisasi pemerintah baik

113

di Pusat maupun di Daerah perlu dievaluasi dan dikaji ulang dalam rangka mewujudkan suatu tatanan dan bentuk organisasi yang tidak hanya efektif dan efisien tetapi juga lebih dinamis dan sesuai dengan perkembangan paradigma baru.

Berkaitan dengan itu, mengacu pada lnstruksi Presiden Nomor 13 Tahun 1998 tentang Prosedur Pengusulan, Penetapan, dan Evaluasi Organisasi Pemerintah, Menteri PAN telah mengeluarkan surat edaran Nomor: 10/M.PAN/1/2003 tanggal 10 Januari 2003 yang ditujukan kepada semua pimpinan instansi Pemerintah agar melakukan evaluasi organisasi di lingkungan instansi masing­masing. Evaluasi tersebut meliputi aspek tugas dan fungsi, kewenangan, struktur, serta sumber daya organisasi lainnya yang dikaitkan dengan pencapaian visi, misi, tujuan, dan sasaran organisasi yang telah ditetapkan.

Hasil evaluasi yang dilakukan oleh instansi pemerintah tersebut secara keseluruhan nantinya akan menjadi feedback dalam perumusan kebijakan dalam rangka membangun postur kelembagaan pemerintah di masa yang akan datang secara lebih tepat.

Bersamaan dengan hal tersebut, secara paralel Kementerian PAN juga akan mengembangkan instrumen evaluasi kelembagaan yang feasible dan realible. lnstrumen evaluasi tersebut diharapkan dapat terwujud dalam tahun ini juga sehingga setiap organisasi dapat melakukan self organization assesment secara lebih obyektif dan terukur.

2. Kajian Fungsi-fungsi yang Wajib Dilaksanakan oleh Pemerintah dan Fungsi-fungsi yang Dapat Diserahkan kepada Masyarakat

Dalam rangka mewujudkan good governance yang ditandai dengan adanya keseimbangan peran pemerintah, swasta dan masyarakat, perlu dilakukan pemilahan tugas, wewenang, dan tanggung jawab masing-masing aktor tersebut. Hal ini telah diarahkan secara jelas dalam Propenas 2000-2004 sebagai program strategis dalam penataan kelembagaan aparatur negara.

Program ini akan dititikberatkan pada pengkajian: a. ldentifikasi fungsi-fungsi yang wajib dilaksanakan oleh

pemerintah dan fungsi-fungsi yang dapat diserahkan kepada masyarakat dan dunia usaha;

114

b. Mempertegas permlahan tugas, wewenang dan tanggungjawab dari seluruh komponen kelembagaan;

c. Privatisasi/korporatisasi unit organisasi pemerintah yang berpotensi untuk diprivatisasi/dikorporatisasi.

Upaya ini perlu dibangun dengan komitmen yang kuat di kalangan pemerintah menuju reformasi administrasi publik untuk menciptakan organisasi yang lebih mengedepankan fungsi yang bersifat pengendalian (steering) dari pada pelaksanaan (rowing).

Dengan demikian era sarwa pemerintah dapat segera diakhiri dengan upaya reinventing government tersebut serta memberikan peran dan partisipasi yang lebih besar lagi kepada masyarakat. Peran masyarakat tersebut dapat berupa keterlibatannya dalam perumusan kebijakan nasional dan terutama dalam hal pelaksanaan fungsi yang bersifat pemberian pelayanan kepada masyarakat.

3. Penyusunan RUU tentang Kementerian Negara

Penyusunan RUU tentang Kementerian Negara dilakukan dalam rangka menindaklanjuti Pasal 17 ayat (4) Perubahan Keempat UUD 1945, yang menyatakan bahwa "Pembentukan, pengubahan, dan pembubaran Kementerian Negara diatur dalam Undang-undang". RUU ini diharapkan memberikan landasan pokok mengenai kelembagaan pemerintah yang secara hukum dan politik kedudukannya sangat kuat, diantaranya akan diatur dengan jelas pengertian kelembagaan pemerintah yang meliputi Kementeri.an Negara, Lembaga Pemerintah Non-Kementerian, Perwakilan Rl di Luar Negeri, Sekretariat Lembaga Tinggi Negara, Lembaga Ekstra Struktural, dan Pemerintah Daerah.

Di samping itu, RUU ini juga akan mengatur mengenai kedudukan, tugas, fungsi, dan kewenangan, kriteria pembentukan, mekanisme pembentukan, pengubahan, dan pembubarannya serta tala hubungan antar lembaga tersebut.

Keseluruhan materi maupun judul RUU tersebut saat ini masih dalam tahap penghimpunan pemikiran dari Tim sehingga masih terbuka luas bagi berbagai kalangan untuk memberikan masukan dalam rangka memperkaya dan mempertajam muatan RUU tentang Kementerian Negara tersebut.

115

4. Kajian Pemetaan Kewenangan Pemerintahan dalam Rangka Pelaksanaan Otonomi Daerah

Program ini dilatarbelakangi oleh permasalahan kekaburan, kerancuan, tumpang tindih, kekurangtepatan pembagian dan penilaian mana kewenangan Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota yang telah ditetapkan dalam PP Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Pemerintah Propinsi sebagai Daerah Otonom. Kondisi demikian acap kali menimbulkan kekurangefektifan dan kekurangefisien dalam penyelenggaraan pemerintahan bahkan beberapa kasus menimbulkan friksi dan konflik antar pemerintahan.

Dengan demikian, program ini pada dasarnya merupakan pelaksanaan kegiatan penyempurnan PP Nomor 25 Tahun 2000, yaitu dengan melakukan reposisi dan pembenahan pemetaan kewenangan Pemerintah, Pemerintah Propinsi, Pemerintah Kabupaten/Kota.

5. Kajian Penyempurnaan Peraturan Perundangan tentang Pokok­pokok Organisasi Pemerintah Pusat

Suatu organisasi tidak terlepas dari pengaruh perubahan lingkungan strategis. Organisasi yang tidak responsif dan adaptif tentu akan terlibas dan berdampak tidak menguntungkan bagi organisasi itu sendiri. Untuk itu, menjadi suatu keharusan bagi organisasi pemerintah untuk melakukan perubahan sebagai bentuk adaptasi seiring dengan perkembangan yang terjadi.

Organisasi pemerintah harus disusun berdasarkan landasan hukum yang jelas sehingga seluruh perubahan yang terjadi perlu diikuti dengan penyesuaian atau penyusunan peraturan perundang­undangan yang akan mendasarinya seiring dengan tuntutan fleksibilitas organisasi pemerintah, khususnya dalam hal ini adalah organisasi Pemerintah Pusat. Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya penyempurnaan peraturan perundang-undangan mengenai organisasi Pemerintah Pusat.

Upaya ini diharapkan akan lebih memantapkan pelaksanaan tugas pemerintahan oleh Pemerintah Pusat yang selalu diselaraskan dengan kondisi kekinian dengan dilandasi peraturan perundang­undangan yang lebih akomodatif.

116

V. PENUTUP

Dalam reformasi kelembagaan, masalah besarnya ukuran organisasi pemerintah seperti penekanan terhadap perampingan organisasi (downsizing) tidak selalu tepat untuk diaplikasikan mengingat begitu banyaknya fungsi yang harus dilaksanakan oleh Pemerintah. Namun demikian, pertumbuhan birokrasi tersebut pada kenyataannya menunjukkan kecenderungan ketidakpedulian pemerintah terhadap masyarakat dan · cenderung "self-interested". Perhatian seharusnya ditujukan lebih pada peningkatan efektivitas dan efisiensi pelaksanaan tugas. Oleh karena itu, sudah saatnya Pemerintah melakukan penyerahan sebagian fungsinya bukan saja kepada Daerah, tetapi juga memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk menjalankan fungsi tersebut. Hal ini perlu dipahami sebagai suatu cara untuk mengurangi kelemahan kinerja birokrasi. Pada gilirannya konsepsi demikian akan memperkuat sektor publik itu sendiri untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam pencapaian tujuan negara.

Upaya reformasi kelembagaan merupakan bagian dari reformasi birokrasi secara keseluruhan. Hal ini berarti keberhasilan penataan kelembagaan pemerintah sangat bergantung pada keberhasilan bagian yang lain, seperti penataan sistem kepegawaian dan penyempurnaan sistem dan prosedur kerja. Oleh karena itu upaya penataan kelembagaan, penataan sistem kepegawaian dan penyempurnaan sistem dan prosedur kerja harus berjalan seiring dan terpadu dalam satu kesatuan sistem.

117

REFERENSI

Edward IV, George, 1980, Implementing Public Policy, Congressional Quarterly Press, Washington DC.

Galbraith, Jay R., 1997, The Reconfigurable Organization in Hessel be in, Francess, et.al. (editors), The Organization of the Future, Jossey-Bass Publisher, San Fransisco.

O'Donnel, G. and Schmitter, P., Transisi Menuju Demokrasi dalam Kompas 12 Agustus 2002.

Robbins, S.P., Millet, B., Cacioppe, R. and Waters-Marsh, T. 2002, Organizational Behaviour, 3rd Edition, Prentice Hall, Frenchs Forest, New South Wales.

Turner, M. and Hulme, D. 1997, Government, Administration, and Development: Making The State Work, Macmillan, London.

118

PENATAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL Oleh:

Deputi Men. PAN bidang SDM Aparatur

I. PENDAHULUAN

Dalam rangka mendukung terwujudnya kepemerintahan yang baik, Kementerian PAN Ieiah melaksanakan Program Reformasi Kepegawaian, yang bertujuan untuk menciptakan PNS yang profesional, bermoral. bersih dan bertanggung jawab, sebagaimana dituntut oleh masyarakat. Upaya tersebut meliputi pembenahan terhadap keseluruhan aspek-aspek manajemen kepegawaian, yang meliputi perencanaan, pengadaan. penempatan dalam Jabatan, pengembangan, penilaian kinerja, pemberhentian dan remunerasi. yang pelaksanaannya sudah dimulai sejak tahun 2001.

Salah satu upaya strategis yang menjadi prioritas dalam pelaksanaan reformasi kepegawaian adalah penataan pegawai, yang merupakan upaya untuk memperbaiki distribusi dan komposisi PNS di setiap instansi pemerintah. Upaya tersebut bertujuan untuk meningkatkan kesesuaian antara jumlah dan kualitas pegawai yang ada dan yang dibutuhkan masing-masing instansi untuk dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara efisien dan efektif. Upaya untuk menata PNS sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun 1994 melalui kebijakan "zero growth". Sejak tahun 1998 kebijakan tersebut ditingkatkan menjadi "minus growth". Sayangnya, dampak dari kebijakan tersebut tidak terlalu besar. Jumlah PNS memang berkurang dari 4.020.220 pada tahun 1995 menjadi 3.832.086 pada tahun 2002. Namun, distribusi dan komposisi PNS masih tetap jauh dari ideal.

II KONDISI SAA T INI

Sehubungan dengan masalah tersebut di atas, Kementerian PAN bermaksud untuk menyusun kebijakan tentang penataan pegawai secara lebih komprehensif, yang dimulai dari tahap perencanaan, pengadaan, pengembangan sampai dengan pemberhentian pegawai. Makalah ini membahas konsep kebijakan tersebut untuk dapat dimantapkan sebagai rencana kerja Pemerintah. ·Disampai/(g11 patfa 'R.ppat ·J(oordir~asi q>erufayagur~aa~<Jiparatur Jfegara JfasiotUJ('Taftu" 2003, tatlf}ga( 17 •Fe6ruari 2003, di J{otd Saftitf, }a/(grta

119

Kondisi PNS saat ini dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Jumiah PNS

Jum!ah PNS saat ini sebenarnya tidak terlalu besar. Data BKN per tangga1 1 Juii 2002 menunjukkan bahwa total PNS yang ada sek:tar 3.83 JUta orang, atau 1.79% dari JUmlah penduduk Indonesia. AngKa terseout memang lebih besar dan angka yang terdapat di V1etnam ( 1 .46%) dan Filipina (1,71%), namun masih di bawah angka yang ada di Thailand (2.81% ), Singapura (3,67%) dan Brune1 Darussalam I 12,9%).

tl. Distribusi PNS

Oistnbusi PNS saat in1 masih kurang sesuai dengan distribusi tugas. fungsi dan Kewenangan masing-masing tmgkatan pemerintahan. Pelimpahan dan penyerahan sebagian kewenangan dan pusat ke daerah memang a1ikuti dengan pelimpahan sek1tar 2 juta PNS ke daerah . Akan :etapr. jumlah pegawai yang bekeqa untuk Pemenntan Pus at masih atrasakan cukup besar. seKitar 930.000 orang.

Setelah pelaksanaan pelimpahan pegawai, jumlah PNS daerah men1ngkat menjad1 3.002.164. dengan kompos1si di propmsi sebanyak 464.447 orang dan di kabupaten/kota sebanyak 2.537.687 orang. Namun, masih banyak daerah yang mengalami kekurangan pegawai karena sebagian besar PNS Daerah berada di Puiau Jawa. Akibatnya, d1 Pulau Jawa banyak terJadi Kelebihan guru. dokter dan tenaga tekn1s :a1nnya. Sementara tenaga seperti itu sangat iangka d1 banyaK aaerah d1 !uar Jawa.

Sela1n 1tu. terdapat pula kelebihan PNS d1 daerah-daerah perkotaan dan Kekurangan PNS di iuar perkotaan. Hal in1 ditunjukkan oleh hasii pendataan Guru SO yang dilal<ukan oleh BKN pada tahun 1997 meng1ndikasikan adanya keiebihan Guru di beberapa tempat dan kekurangan Guru di tempat lainnya dalam jumlah yang cukup besar.

Dalam pada itu. pendayagunaan PNS yang telah dilimpahkan ke daerah juga kurang optimaL Banyal< diantara mereka yang ditempatkan tidak sesua1 aengan kompetensi yang mereka milik1. Pejabat fungsional yang dilimpahkan Ke daerah banyak yang diangl<at dalam Jabatan stat. Akibatnya, ada diantara mereka yang kembali atau 1ngin kembali ke Pusat.

c. Komposisi PNS

Komposisi pegawai yang ada masih belum ideal untuk dapat melaksanaan tugas, fungsi dan wewenang pemerintah dengan efisien dan efektif. Data statistik PNS yang diterbitkan oleh BKN per Juli 2001

120

:nenyatakan bahwa total PNS seluruhnya adalah 3.932 766. Dari se1umlah tersebut terdapat 209.379 PNS yang masul< dalam Kategon pejabat struktural, seJumlah 1.918.256 PNS yang masul< dalam Kategor• pejabat rungs1onai tertentu, dan sejumlah 1.805 131 PNS yang rnasuk <.Jalarn Kategon tenaga admlnistrasL Data tersebut menun1ukkan bahwa jum1ah tenaga adm1nistras1 t1dak sebandmg dengan 1um1an tenaga fungsional. Padahal. yang menJadi ujung tombak peiaksanaan tugas dan fungsi pemenntah adalah tenaga fungsional.

Ill. PERMASALAHAN

Penu diaKui bahwa profesionalisme di kalangan PNS memang masih renaah. Hai 1n1 dlsebabkan oleh praktek-praktek manaJemen Kepegawa1an yang mas1t'l oe1urr. .:;epenunnya mengikuti pnnsip-prinsip manajernen SDM yang semest:nya. Hal1n1 terl1hat aari:

a. Pengadaan PNS yang tidak didasarkan pada kebutuhan.

Selama ini, pengadaan PNS tidak didasarkan pada kebutuhan untuk mewujudkan visi dan misi organisasi. namun disesua1kan dengan ketersediaan anggaran untuk belanja pegawai di APBN. Selain itu. 1dentifikas1 kebutuhan pegawai berdasarkan jen1s keakhlian dan keterampiian yang betul-betui dibutuhkan oleh masing-masmg organisasi agal< sulit untuk dilakukan karena struktur organisas1 yang ada mas1h beium 10eai

Hal ini diperburuk oleh kanyataan bahwa pelaksanaan pengadaan pegawai masih diwarnai oleh praktik-praktik KKN. Akhirnya, kualifikasi pegawai yang direkrut tidak selalu sesuai dengan formasi yang ditetapkan dan kualitas pegawai yang direkrut kadang-kadang dibawah kualitas standar yang ditetapkan.

b. Penempatan PNS dalam jabatan yang masih belum didasarkan pada kompetensi.

Pelaksanaan penempatan PNS dalam jabatan selama ini masih beronentasi pada pemenuhan persyaratan administratif seperti pangkat dan DUK. Padahal, pangkat tidak selalu sejalan dengan tingkat kompetensi yang dimiliki seorang pegawai karena pangKat lebih dipengaruhi oleh ijazah yang dimiliki pegawai dan masa kerja di pemerintah. Tidak tepatnya penempatan pegawai dalam jabatan tentunya mempengaruhi kinerja mereka.

121

c. Pengembangan pegawai belum didasarkan pada pola karier.

l-iamp1r semua instans1 belum menyusun pola Kaner bag1 pegawa1nya 3enmgga aran pengembangan pegawa1 mentad; t1da~ jeias Kondis; seperti ini juga menyulitkan bagi indentifikasi kebutuhan D1klat

d. Sistem penilaian kinerja yang kurang obyektif

Sistem penilaian Kinerja yang berlaku masih berorientasl pada penila1an s1kap dan penlaku PNS ketimbang prestasi keqanya yang nyata. Sistem seoert1 1tu t1dak mampu menyediakan mformas1 tentang Kekurangan yang d1milik1 pegawa1 yang dapat menjadi umpan oalik oag1 pengemoangan pegawa;.

Seiam itu. pelaksanaan penilaian kinerja pegawai secara obyektif masih sulit dilaKukan karena sebag1an oesar PNS oelum dibeKali dengan desknosi tugas secara nnc1. sehingga mereka tidak mengetahUI secara pasti apa yang menjadi tugas dan tanggung jawabnya serta kontnbus1 yang harus dla benkan da1am mendukung pencapa1an tujuan organ1sas1 d1mana mereKa bekerja. Kondis1 seperti ini JUga menyulitkan bagi para atasan mereka untuK melaKukan penlia1an secara obyektif.

e. Kenaikan pang kat belum didasarkan pada prestasi kerja yang nyata.

Selama ini kenaikan pangkat berlangsung secara otomatis setiap 4 tanun seKaii selama DP3 yang bersangkutan rata-rata oerr11aii oa1k. Sayangnya. DP3 tidak membenkan informasi yang dapat dipercaya tentang prestas1 pegawai yang sesungguhnya. Oleh sebab itu. kena1kan pangkat di kalangan PNS tidak lagi merupakan bag1an dari "reward system'.

f. Diklat PNS yang ada belum efektif dalam meningkatkan kompetensi PNS.

Program Diklat masih ditujukan pada peningakatn komoetensi yang oersifat umum. Olen sebao 1tu. pelaksaan Diklat masih belum seoenuhnya berhasil mengurang1 kesenJangan antara Kompetens1 yang d1m11ik1 oleh pegawa1 dengan kompetens1 yang dituntut oleh Jabatannya.

g. Sistem imbalan yang tidak berfungsi sebagai bagian dari "reward system".

Sejak tahun 1968, besaran gaji ditetapkan berdasarkan tinggi rendahnya pangkat seseorang. Sementara itu, pangkat tidak selalu terkait dengan tingkat kompetensi, beban tugas dan tanggung jawab masmg-masing pegawai. Sela1n itu, pemberian insentif tidak pula terkait langsung dengan

122

prestas: oegawa1. Akhirnva. terjadi ketidaKadilan diantara pegawai yang :>enar-oenar produktli aan pegawa1 yang tldaK proouktit KondiS; seoert' ''L ::Jenyebaokan rendahnya mot1vas1 keqa d1 Kalangan PNS

h. Penerapan peraturan disiplin pegawai yang tidak dilaksanakan secara konsekuen.

S1stem manaiemen kepegawaian nas1onal yang ada belum memberikan ,ncer.t1ve Kepaaa para peJabat pengeloia 1<epegawa1an untuK 1ebih Kons1sten menerapKan aturan dan kebi1akan yang berlaku.

Data-base pegawai yang kurang informatif,

Data Kepegawa1an oeium aapat memberikan 1nformas1 yang dibuiuhKan nagi mana1emen Kepegawa1an aa1am membuat perencanaan pegawa::

Praktik-praktik sebagaimana disebutkan di atas Ielah menyebabkan: - jumlah pegawai di masing-masing instansi yang tidak sesuai dengan

i<eoutunan 1nstansi tersebut - ~<omposisi pegawai di masing-masing instansi yang tidak proporsiona!: - KUa!ltas oegawa1 yang rendah; - distnbusi PNS yang tidak merata di setiap instansi dan daerah:

PNS yang rendah motivas1 Kerjanya sehmgga i1aak proauktit . JntuK mengatas1 permasalahan iersebut di atas. Kementerian PAN telan mengupayakan adanya peroaikan distribusi dan komposisi pegawa1 me1a1u1 keoijakan sebagai berikut:

a. Kebijakan Zero Growth

Sejak tahun 1994/1995 dilakukan kebijakan formasi "zero growth". Hal ini dilatar belakang1 oleh terjadinya pertunibuhan pegawai rata-rata 100 ribu per tahun yang telah berlangsung sejak tahun 1984/1985 tanpa memperhatikan misi. beban kerja, dan struktur kelembagaan dari masing­rnasmg 1nstansi. Disamping itu. data kepegawa1an tidak pernan akurat yang d1sebabkan karena sistem informas1 kepegawaian tidak berfungsi ?sebagaimana yang diharapkan. Kebijakan zero growth dimaksudkan uniuk menahan lajunya pertumbuhan pegawai sebelum penataan kelembagaan dan pembenahan sistem informasi kepegawaian selesai. Namun demikian. penataan kelembagaan dan pembenahan sistem informasi kepegawaian tidak kunjung selesai sehingga pelaksanaan kebijakan zero growth tidak efektif.

123

b. Kebijakan minus growth

KebiJakan minus growth dilatarbelaKangi oleh teqadinya kns1s eKonom1 sehingga pemerintah menghadapl Kesulitan dalam membayar gaJi pegawa1. Disamping itu. kebijakan tersebut dilanjutkan bersamaan dengan pelaksanaan otonomi daerah yang menuntut diadakannya penataan pegawai. dengan maksud untuk menahan ia1unya pertumbuhan pegawai seiring dengan pelaKsanaan penataan kelembagaan dan penataan sistem informas1 kepegawaian fsaat 1n1 seaang dirancang pendataan ulang PNS)

Gambaran perkembangan JUmlah PNS se1ak diberlakuKannya kebijakan "m1nus growth" adalah sebaga1 berikut:

Tahun Jumlah BUP 98/99 80.339 99/2000 74.991 2000 55.270 2001 40.342

•) hanya untuk PNS Pusat

Alokasi 69.917 58.986 43.535 16 771 (*)

Penghematan 10.339 16.005 11 735 23.57'!

Kebijakan "minus growth" di alas Ieiah berhasil menurunkan jumlah PNS secara nasional. Namun. distribusi dan komposisi pegawa1 tidak mengalami banyak perubahan. Disamping 1tu, kebijakan tersebut telah pula menimbulkan masalah kesenjangan dalam pengkaderan pegawai. Oleh sebab itu. sejak tahun 2002. kebijakan Pemenntah akan kembali menerapkan kebijakan zero growth.

Pengalaman selama ini menunjukkan bahwa masalah komposisi dan distribusi pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan organ1sasi tidak aapat dipecahkan hanya melalui kebijakan "zero growth". Ke depan. perlu dilakukan penataan secara lebih efektif dan komprehensif.

IV. KONDISI YANG DIHARAPKAN

Kondisi yang diharapkan setelah diadakan penataan PNS tersebut adalah:

a. Pada setiap satuan kerja dalam organisasi harus dapat ditentukan komposisi pegawai berdasarkan jabatan;

124

tJ Set1aC' oemangku 1aoatan yang terintegrasi dalam satuan Keqa narus memounya1 peran yang 1e1as dan opt1ma1 dalam proses pencaoa1an m1s1 organisasi sesuai dengan tugas dan tanggung Jawaonya:

c. Setiap pegawai memenuhi persyaratan sesuai dengan peringkat. lingkup tugas dan tanggung jawao dan jaoatan yang dipangkunya. seningga dapat melaksanakan perannya dengan baik:

a Jumian pemangKu pada set1ap Jabatan dalam satuan keqa organ:sasi, ditetapKan berdasarKan anaiisis beban keqa satuan keqa yang nersangKutan.

e Pen11a1an KlnerJa pegawai benar-oenar ailaKukan secara OOieKtlf sesua, vrestasi Keqa yang dicapa1 oleh masmg-masing pegawa;

·i t\e1eiasan pola Kaner PNS serta pemoinaan kaner oag1 masing-mas1ng pegawa1

g. Diklat PNS yang berorientasi pada peningkatan kompetensi

n T ersedianya data-base pegawai yang akurat dan terkini gun a mendukung i<eputusan manaJemen kepegawa1an:

1. ?enghasilan PNS yang layak dan sesuai dengan Kompetens1. beban tugas. tanggungjawab. serta prestas1 kerJa masmg-mas1ng pegawa1

\1 PENATAAN PNS

a. Tujuan

Penaiaan oegawai bertujuan untuk meningkatkan pendayagunaan PNS melalui perbaikan jumlah, komposisi dan distribusi PNS yang ada di set1ap 1nstansi agar semua Jabatan yang ada dapat ditempati oleh PNS yang kompeten sehingga kinerja birokrasi pemeriniah menjadi lebih balk.

b. Sasaran

Sasaran yang akan dicapai antara lain:

- Sesuainya jumlah dan kompos1si pegawai yang ada dengan kebutuhan masing-masing organisasi pemerintah sehingga tidak ada lagi pegawai yang tidak jelas tugas dan tanggung jawabnya;

- penempatan pegawai dalam jabatan yang disesuaikan dengan kompetens1 yang mereka miliki sehingga kinerja mereka menjadi maksimal.

- meratanya distribusi pegawai antar instansi dan daerah:

125

program Diklat yang mendukung peningkatan kompetensi dan pengembangan karir pegawar

- system penggajian yang adil. layak dan mendorong peningkatan k.rnerja.

c" Strategi

UntuK mewujudkan tujuan dan sasaran sebagaimana disebutkan d1 atas. akan ditempuh prosedur sebagaimana digambarkar. aalam lamp1ran 1.

Sedangkan strategi yang aKan ditempuh adalah seoaga1 benkut

Pelaksanaan penaiaan secara Komprehens1t akan dilakuKan oada tahun 2005 s.d. 2009, yang aimu1a1 aan penataan organ1sas1 aan diikuti dengan penataan pegawa1 serta penanganan dampaK oenataan yang oeruoa:

- penyelenggaraan Diklat dalam rangka alih profesi:

- oelaksanaan pensiun dini dan pemoenan uang tunggu bagi pegawa1 yang tidak mendapatkan jabatan dan t1dak dapat :ag1 aitingkatkan Komoetensinya;

- oengadaan pegawa1 baru untuk meng1si Jabatan-Jabatan yang masih kosong.

2. Kegiatan tahun 2003 s.d. 2004 akan difokuskan pada penyiapan berbagai instrumen dan prasyarat yang diperlukan bagi pelaksanaan oenataan. seperti:

- Penyiapan pedoman bagi penataan organisas1;

- Penyiapan pedoman dan pelaksanaan Analisis Jabatan. termasuk penyusunan deskripsi jabatan dan stanaar kompetensr

- Penyusunan peta jabatan dan formas1 pegawai oerdasarkan beban kerJa:

- Pendataan pegawai yang ada menurut jabatan dan kompetens1 yang mereka miliki:

- Penyiapan unit assessment center dalam rangka menseleksi pegawai yang akan duduk di masing-masing jabatan yang telah disusun dan pegawai yang akan dianjurkan untuk mengikuti program alih profesi atau pensiun dini:

- Uji coba instrumen di beberapa instansi di tmgkat pusat dan daerah

126

3 Seiama proses penyiapan penataan. kebijakan ··zero growth" dalam penetapan formas1 PNS mas1h tetap diberlakukan aan pe1aksanaan BUP 56 tanun 01perKetat. oa1k untuk oe1abat ese1on i dan II maupun oe!aba; tungs;onai terteniu

Untuk men1am1n agar penataan diiakukan secara efeKtit o1en sernua :ns!ans; oernenntah. dl pusat maupun dl aaeran. maka Kementenar. ~AN :Jar BKI\J aKar> .

- menyediakan berbagai pedoman yang diperlukan bagi oenataan organ1sasi dan pegawa::

- memben bantuan teknis keoada instansi yang akan melakukan .Jenataan.

- menclptaKan mekan1sme yang memungKinkan oelaKsanaan mon1tonng dan eva1uas1 secara ereKtit

Penanganan Keleoihan pegawa1 aKan mengikuti Ketentuar seoaga1mana diatur aalam UU No. 11 tanun 1969 dan PP Nc. 32 tanun 1979 seoaga1 oenkur

a. oemberhentian dengan hormat dengan hak pensiun bagi PNS yang sudan berusia minimal 50 tahun dengan masa keqa m1n1mai 10 tanun;

o. pemoerian uang tunggu maksimal 5 tahun. oagi yang usianva Kurang aari 50 tahun a tau masa keqanya Kurang dan 10 tanun.

c. pembernentian dengan hormat tanpa nak pens1un oag1 pegawa1 yang sampai batas akhir masa penerimaan uang tunggu mas1h oeium memenuh1 persyaratan usia dan masa keqa min1rna1.

6. Pesangon aKan diberikan kepada pegawa1 yang oelum memenuh1 persyaratan untuk mendapatkan uang tunggu ataupun pensiun, dan untuk itu maka PP 32 Tahun 1979 disulkan untuk direvisi.

7. Untuk menghindari terjadinya "brain drain" maka upaya penataan pegawa1 juga akan diikuti dengan upaya perbaikan s1stem remunerasL

d. Rencana tindak

Pelaksanaan Penataan PNS akan mengikuti langkah-langkah sebagai berikut:

127

1. Jangka menengah

:NO. KEGIATAN TAHUN

t -~ I v.

I i 4. I I

! 5.

! 6. I :7.

Ia I

i Penyiapan Pedoman bagt Penataan Organisast 2003

I Penataan organisas1 2004

! Penyiapan peta jabatan dan perhitungan formasi I 2003 1 kebutuhan pegawai di setiap instansi I 2004

j Penyusunan profil pegawa1 menurut jabatan dan ! 2003 i kompetensinya di mas1ng-mas1ng instansi

1 Penyiapan assessment centre i 2004

i SeleKsl pegawai yang akan mendudukt Jabatan ! 2004 i strukturai dan fungsional dalam organisasi yang 1 2005 : sudah ditata 1

! i i identifikasi pegawai yang akan mengikuti Diklat I 2005 1 dalam rangka alih profesi I I identifikasi pegawai yang tidak dapat ditampung I 2005 i dan akan mengikuti program pensiun dini. Dan ·

10. 1 Amandemen UU No. 11 Tahun 1969 dan PP 32 . 2003 i tahun 1979. khususnya yang menyangKut uang I 2004 J tunggu dan pesangon ·

i Penyiapan Paket Pensoun Dim i 2004

12. I Pelaksanaan pensiun dini 1 2005 ! 2009

2. Jangka pendek (2003 s/d 2004)

Untuk Jangka pendek, alternatif strategi yang disarankan adalah memberhentikan pegawai yang tidak dapai ditampung sebagai akibat dari likuidasi dan penggabungan organisasi pemerintah, sebagatmana diatur dalam PP 32 Tahun 1979.

Jumlah pegawai yang akan diikutsertakan dalam program ini masih dalam perhitungan. Sasarannya ierutama pegawai yang sudah tidak lagi produktif, tidak disiplin dan tidak lagi menaruh minat untuk bekerja di pemerintah

128

i\ic

1

; ~.

' L.

. .3

i 4.

Sehubungan dengan itu. akan ditempuh langkah-langKall sebagai oer1Kut

KEGIATAN JADWAL ' ! ldentifikasi pegawai yang tidak ! Januari s/d Apnl-2003

i tertampung oieh mas1ng-mas1ng ! Departemen/LPND dan Daerah.

! Pen1laian terhadap pegawa1 yang i Me1 s/d September akan ditawarkan untuk mengikuti : 2QO:-; program pensiun dini

i Pemrosesan administrasi penetapan i Oktober s/d Desember i pens1on l 2003

i Peiaksanaan oens1un dim i 2004

V~ PENUTUP Untuk mempersiapkan pelaksanaim penataan PNS, maka di dalam Rapat Koordinasi ini Kementerian PAN bermaksud untuk mendiskusikan konsep i<.ebijaKan yang aKan diterapkan, aalam rangka menyatukan perseps1 dan mencapa1 Kesepakatan tentang strategi dan langkah-iangKah yang aKan ditempuh.

Disamping itu. Kementerain PAN dan instansi terkait lainnya akan melakukan evaluasi terhadap berbagai inisiatif yang terkait dengan penataan organisasi dan pegawai yang Ieiah dilakukan oleh berbagai instansi dan daerah guna mendapatkan masukan bagi penyempurnaan strategi dan program yang seaang d1susun.

Bersama dengan BKN dan LAN, Kementerian PAN akan menyiapkan berbagai instrumen yang diperlukan bagi pelaksanaan penataan.

Penataan PNS dapat saja dilakukan dengan mengacu paaa struktur orgamsasi yang ada. Namun, akan lebih efektif apabila penataan PNS dimulai dari penataan kelembagaan dengan struktur organisasi yang sepenuhnya mendukung pencapaian visi dan misi pemerintah secara efisien dan efektif. Apabila pembagian tugas dan fungsi antar instansi diperjelas maka tidak akan ada lagi tumpang tindih kegiatan antara instansi. Dengan demikian maka jabatan yang ada di masing-masing instansi dapat ditetapkan sesuai dengan kebutuhan yang sebenarnya.

129

Penataan PNS harus dilakukan melalui serentetan keg1atan yang sallng terka1t dan berkesinambungan. yang hanya akan dapat dilakukan melalui koord1nas1 yang efektif

Pelaksanaan penataan PNS hanya akan berhasil apabila didukung oleh komitmen yang kuat dan dilaksanakan secara konsisten oleh semua jaJaran pemerintanan, dan semua tingkatan manajemen. Untuk itu maka perlu adanya 1<esamaan panaangan tentang tujuan dan aran penataan serta langkah­langkan yang akan ditempuh.

Penataan PNS akan lebih berhasil apabila didukung oleh penyempurnaan tataiaksana yang meliputi prosedur kerja. standar pelayanan m1mmai. manajemen keuangan yang lebih transaparan sena mekanisme pengawasan aan akuntabilitas internal maupun eksternal.

130

REFORMASIKETATALAKSANAAN Oleh:

Deputi Men. PAN bidang Tata Laksana

I. PENDAHULUAN

Ketatalaksanaan merupakan salah satu elemen pendayagunaan aparatur Negara, di samping bidang kelembagaan, sumberdaya manusia aparatur. pengawasan dan akuntabilitas. serta pelayanan publik. Ruang lingkup ketatalaksanaan meliputi penataan sistem, prosedur, aturan dan tata hubungan kerja aparatur negara. sehingga ketatalaksanaan terkait erat dengan efisiensi. efektivitas. produktivitas kerja dan terkait pula dengan perilaku hemat. kesederhanaan hidup, keteladanan, budaya kerja serta disiplin aparatur negara.

Ketatalaksanaan pemerintahan mencakup pedoman umum standar operasi, mekanisme, tata kerja. hubungan kerja. dan prosedur pada tingkat perencanaan dan pembuatan keputusan, pengorganisasian. pengelolaan administrasi umum, keuangan dan perlengkapan, pemantauan dan evaluasi kinerja organisasi, koordinasi, pengelolaan kearsipan. korporatisasi dan privatisasi, serta efisiensi, disiplin dan budaya kerja aparatur. Kondisi pelaksanaan ketatalaksanaan masih belum mencerminkan penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif. Untuk itu, dipandang perlu untuk melakukan penyederhanaan sistem, prosedur, metoda dan tala kerja penyelenggara negara agar menjadi makin tertib. efisien dan efektif.

Undang-undang Nomor 25 Tahun 2000 tentang Propenas Tahun 2000-2004 menetapkan arah kebijakan bidang penyelenggaraan negara, antara lain dalam bidang lata laksana yang memuat peningkatan fungsi dan profesionalisme birokrasi dalam melayani masyarakat dan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan negara secara transparan, bersih, bebas dari penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu ditetapkan juga tentang peningkatan kesejahteraan pegawai negeri dan TNI/ Kepolisian Republik Indonesia untuk menciptakan aparatur yang bebas KKN. bertanggungjawab, profesional, produktif dan efisien.

Propenas mengamanatkan program penataan ketal~llaksanaan dengan tujuan menyempurnakan kembali sistem ketatalaksanaan penyelenggara negara dalam pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan yang difokuskan pada pelaksanaan desentralisasi yang didukung oleh

131

pengelolaan dokumen/arsip yang lebih efektif dan efisien. Sedangkan sasarannya adalah terciptanya sistem ketaialaksanaan yang ter1<a1t dengan penataan kewenangan dan hubungan kerja antara Pemenntan Pusat Propins1. dan Kabupaten/Kota untuk mendul<ung pelal<sanaan otonom1 oaerah

Kegiatan pokok bidang tata laksana berdasarkan Propenas: 1. Menata kembali ketatalaksanaan yang efisien dan efektif yang terkait

dengan perubahan orgamsasi Departemen/LPND dan Pemenntah Daeran.

2

< '-'·

4.

5.

Menyempurnakan berbagai peraturan perunaang-undangan yang terkait dengan penataan kewenangan dan hubungan l<eqa antara Pemerintan Pusat, Propmsi. dan Kabupaten/Kota. untuk menaukung pelaksanaan otonom1 daerah.

Menata sistem perencanaan. penganggaran dan pemb1ayaan. serta pengawasan, pemantauan dan pelaporan.

Menata s1stem kearsipan nas1ona1.

Menyempurnakan administrasi kebijakan pembangunan terutama yang mendukung upaya pemulihan ekonomi.

Rencana Strategik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara Tahun 2001-2004 Bidang Ketatalaksanaan bertujuan · mewuJudkan ketatalaksanaan pemerintahan yang efektif dan efisien. Sasaran yang ;ng1n d1capai:

a. Terciptanya upaya efisiensi dalam pengelolaan administrasi umum pemerintahan dan pengelolaan kekayaan/barang milik Negara dalam bentuk iertib pengaturan sarana serta prasarana kerJa aparatur;

b. Terciptanya kebijakan pengembangan budaya kerja aparatur; c. Terciptanya peraturan perundang-undangan tentang pola tala

hubungan kerja antar instansi pemerintah;

d. Terciptanya peraturan perundang-undangan tentang korporatisasi dan privatisasi: dan

e. Terciptanya pedoman tala laksana pelayanan publik.

II. EVALUASI PELAKSANAAN KEGIATAN KETATALAKSANAAN TAHUN 2002

Dalam upaya mendukung arah kebijakan dan sasaran program Pendayagunaan Aparatur Negara dan sesuai arahan Propenas 2000-2004

132

uidang Penyelenggaraan r Jegara, telah dilaksanakan progam pembangunan tlidang tatalaksana tanun 2002 seoagai berikut:

2.

4

5.

6.

7

8.

Penye1esa1an Pedomar Umum Tala Naskah Dmas Rev1s1 Kepmen.PAI\J Nomor 71 Tahun 1993 tentang Tala Persuratan Dinas, terdiri atas 2 (dua) dokumen: (1) Acuan Umum lnstansi Pemerintah. dan (2) Kementenan PAN:

Penyusunan Pemanfaatan

Standardisasi Sarana dan

Kebutuhan. Penatausahaan dan Prasarana Kerja Aparatur Negara

,dJpenuang!<an da1am bentuk Keppres):

:-'edoman Umum Perkantoran Elektronis (E-Govemment) di hngkungan •nstans' =>emerintah Pusa! dan Daeran (Keomen.PAN :\lomor ~ 3/KEP/M.PAN/1/2003):

Penyusunan Rancangan Revisi Keputusan Men.PAN Nomor 81 Tahur. 1 993 temang Pedoman Pelayanan Umum;

Kajian tentang Korporatisasi dan Privatisasi Unit-unit Pelayanan lnstansi Pemenntan;

Langkah-iangkah efisiensi dan penghematan serta hidup sederhana di hngkungan aparatur negara, (pelaksanaan Surat Men.PAN Nomor 357/M.PAN/12/2001 tentang Langkah-Langkah Efis1ens1 dan Penghematan Serta Hidup Sederhana di Lmgkungan Aparatur Negara dan Surat Men.PAN Nomor 37/M.PAN/2/2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Peningkatan Efisiensi dan Disiplin Kinerja Aoaratur Negara); Langl<ah-langKah peningkatan pengamanan prasarana dan sarana kerJa aparatur Negara (Surat Men.PAN Nomor 287/M.PAN/10/2002 tentang Pemngkatan Pengamanan Prasarana dan Sarana Kerja Aparatur);

Pengaturan Hari Libur Nasional dan Cuti Bersama Tahun 2002 dan 2003; diikuti pengaturan tentang pelaksanaan hari libur nasional dan cuti oersama tahun 2002 dan 2003 (Sura! Men.PAN Nomor 401/M.PAN/11/2002), serta tertib administrasi pelaksanaan hari libur nasional dan cuti bersama tahun 2002 (Sura! Men.PAN Nomor 405/M.PAN/11/2002);

Pengembangan Budaya KerJa Aparatur Negara (Keputusan Men.PAN Nomor 25/KEP/M.PAN/4/2002) dan Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budaya Kerja (Surat Men.PAN Nomor 170/M. PAN/6/2002).

Selain itu di bidang ketatalaksanaan, Ielah dilakukan beberapa kegiatan antar instansi, antara lain membantu penyelesaian PP Badan Pelaksana Migas, PP Badan Pengatur Distribusi BBM dan Migas, membangun kemitraan tiga pilar (Masyarakat Madani/Masyarakat Transparansi Indonesia, Dunia Usaha/Kadin Indonesia, dan Pemerintah/Kementerian PAN) BTP (bersih, transparan. dan

133

professional). sedang membahas rencana pemoentuKar• Peqan/Perum/Persero Pusat Peragaan lptek dan rencana pembentuk.an Perjan/Perum/Persero Puspiptek Serpong, dan membantu penyusunan rancangan lnpres tentang percepatan pembangunan ipteKnas yang mencaKup jaKstranas 1ptek..

Beberapa catatan penting hasil RAKORPANNAS 2002 yang harus dilaksanaKan di bidang ketatalaksanaan telah ditindaklanJuti oleh Kedeput1an Tatalaksana berupa koordinasl, penerbltan Kep.Men.PAN. Surat Edaran Menten. Sural Menteri dan berupa kajian yang bekerjasama oengan lemoaga penelit1an perguruan t1nggi dan lembaga terk.a1t lamnya. Aoapun evaluas1 tinoaKianJut hasil RAKORPANNAS 2002 tersebut dapat dilihat pada lamp. 1.

Ill. KEBIJAKAN DAN PROGRAM Dl BIDANG KETATALAKSANAAN

1. Kebijakan Bidang Ketatalaksanaan Tahun 2003

Dalam upaya mendukung efisiensi dan produktivitas kerja aparaiur. oerbaik.an dan pengembangan ketatalaksanaan pemerintahan merupak.an salah satu kebijakan yang penllng dan menempaii priontas nngg; dalam Pendayagunaan Aoaraiur negara. Ruang lingkup pengembangan sistem dan metoda keqa meliputi penyederhanaan orosedur. penyiapan pedoman tatalaksana pelayanan. tata hubungan keqa 1nstans1 pemerintah, penyusunan standardisasl pedoman teknis d1 bidang administrasi umum. anggaran dan kearsipan Kebijak.an pengembangan k.etatalaksanaan aparatur diarahkan untuk mewujudkan tertib administrasl, dalam arti terdiri dari cara kerja yang tidak birokratis. sehingga pelayanan masyarakat semakin lancar. mudah. nyaman dan murah

Untuk kelancaran, kecepatan dan akurasi dalam pelayanan informasi oemenntahan, pemanfaatan tek.nologi mformatika dan komputer d!arahkan pada peningkatan penggunaaan sistem perkantoran elektronis di setiap instansi pemerintah yang merupakan sub bag1an program pengemoangan e-govemment nasional.

Kebijakan dan strategi di bidang penyederhanaan ketatalaksanaan, meliputi: ( 1) peru bah an sikap. dan perilaku aparatur menuju budaya kerja produktif dan transparan; (2) penyederhanaan sistem operasional proseour tatalaksana administrasi pemerintahan dan pembangunan; (3) pemanfaatan teknologi informasi menuju efisiensi pelaksanaan pekerjaan; (4) pengembangan budaya kerja aparatur menuju aparatur yang profesional, bermoral dan bertanggungjawab; (5) pendayagunaan sumber daya yang dimiliki seoptimal mungkin.

134

2. Program Bidang Ketatalaksanaan Tahun 2003

Program bidang ketatalaksanaan tahun 2003 adalah melanjutkan kegiatan tahun 2002, yang lebih banyak difokuskan pada upaya pelaksanaan reformasi birokrasi sebagaimana diamanatkan TAP MPR Nomor VI/MPR/2002.

Sasaran program ini adalah terumuskannya kebijakan pemerintah di bidang administrasi negara, penataan sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan tugas pemerintahan. Kegiatan program ini meliputi:

a. Kajian Tala Hubungan Kewenangan Pemerintah Pusat dan Daerah;

b. Kajian Pengelolaan Sarana, Peralatan dan Perlengkapan Kerja Aparatur;

c. Kajian Tatalaksana Admistrasi Umum dan penyusunan Modul Tala Naskah Dinas;

d. Kajian Kebijakan Otomatisasi Administrasi di Lingkungan lnstansi Pemerintah Pusat dan Daerah;

e. Sosialisasi Kebijakan Pengalihan Unit Organisasi Pemerintah menjadi BUMN/BHMN;

f. Sosialisasi Tatalaksana Pelayanan Publik;

g. Kajian Penataan Sistem dan Prosedur Kerja di Kabupaten/Kota.

Di samping itu, direncanakan kegiatan evaluasi pelaksanaan tentang efisiensi, penghematan, hidup sederhana, disiplin kinerja aparatur negara, tertib hari kerja dan jam kerja serta kegiatan olahraga di luar jam kerja, sosialisasi standar sarana dan prasarana kerja aparatur pemerintah, dan tindak lanjut kemitraan BTP (bersih, transparan, dan profesional).

IV. RANCANGAN PROGRAM BIDANG KETATALAKSANAAN TAHUN 2004

1. Korporatisasi dan Privatisasi

Salah satu langkah kebijakan strategis yang bersifat terobosan dalam upaya meningkatkan pelayanan masyarakat adalah melalui kebijakan pemberian otonomi manajemen kepada unit organisasi pemerintah yang melaksanakan fungsi pelayanan antara lain Rumah Saki!,

135

Penyiaran, Kelitbangan, Kediklatan, dan Perguruan Tinggi. Saat ini unit organisasi pemerintah yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat sangat banyak jumlahnya. Dalam struktur organ1sasi dan pengelolaan manajemen unit-unit tersebut sangat dibatasi oleh aturan birokrasi, sehingga tidak dapat mengelola keuangan yang diperoleh dari jasa pemberian pelayanannya secara lebih profesional. Oleh karena itu diperlukan pemberian kewenangan otonomi manajemen (korporatisasi) kepada unit organanisasi yang bersifat pelayanan tersebut agar unit pelayanan dimaksud dapat secara mandiri dan profesional menyelenggarakan manajemen/pengelolaan unitnya tanpa dicampuri oleh birokrasi, dan pada akhirnya biaya operasional tidak membebani anggaran negara.

Tujuan diterapkannya kebijakan korporatisasi dan privatisasi adalah efisiensi anggaran belanja negara, meningkatkan kualitas pelayanan, profesionalisme aparatur, transparansi dan akuntabilitas, mendorong partisipasi masyarakat, meningkatkan devisa negara, dan mendorong pertumbuhan ekonomi negara.

Dasar pertimbangan pembentukan korporatisasi adalah melaksanakan kegiatan pelayanan masyarakat, peningkatan kualitas pelayanan, memperoleh pemasukan dana dari hasil kegiatan pelayanan, penggalian sumber dana, didukung oleh SDM yang memadai, peningkatan daya samg, dan keterlibatan pemerintah sebagai pendorong.

Dengan mendorong pelaksanaan program korporatisasi dan privatisasi di lingkungan instansi pemerintah maka diharapkan tatanan kelembagaan pemerintah menjadi lebih ramping dan berkurangnya jumlah PNS dengan beralihya status PNS menjadi pegawai BUMN.

2. Sistem, mekanisme, dan prosedur kerja instansi pemerintah

Pada era otonomi daerah sekarang, tata kerja, prosedur kerja, dan sistem keja antar instansi pemerintah perlu disusun dengan baik, agar dicapai pelaksanaan kerja yang tidak berbelit-belit, cepat, tepat, dan akurat. Hubungan kerja ini meliputi hubungan kerja antar instan~i pusat, antar instansi daerah, antar instansi pusat dan daerah, antara eksekutif dan legislatif serta antara eksekutif dengan berbagai kelembagaan lainnya.

Untuk memahami pengertian tentang tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja, dapat dilihat sebagai berikut:

a. Tata kerja adalah cara-cara pelaksanaan kerja yang seefisien mungkin atas sesuatu tugas dengan mengingat segi-segi tujuan,

136

peralatan, fasilitas, tenaga kerja, waktu, ruang dan biaya yang tersedia;

b. Prosedur kerja adalah rangkaian lata kerja yang berkaitan satu sama lam sehingga menunjukkan adanya suatu urutan tahap demi tahap secara jelas dan pasti serta jalan yang harus ditempuh dalam rangka penyelesaian sesuatu bidang tugas;

c. Sistem kerja adalah rangkaian tala kerja dan prosedur kerja yang kemudian membentuk suatu kebulatan pola kerja dalam rangka melaksanakan sesuatu bidang pekerjaan.

Adapun manfaat dari tala kerja, prosedur kerja dan sistem kerja sebagai berikut:

a. Tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja penting artinya sebagai pola kerja yang merupakan penjabaran tujuan, sasaran, program kerja, fungsi-fungsi dan kebijaksanaan ke dalam kegiatan-kegiatan pelaksanaan yang nyata.

b. Melalui tala kerja, prosedur kerja dan sistem kerja yang dibuat dengan tepat, dapat dilakukan standarisasi dan pengendalian kerja dengan setepat-tepatnya.

c. Tata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja bermanfaat bagi para pelaksana maupun semua pihak yang berkepentingan.

Asas-asas penyusunan lata kerja, prosedur kerja dan sistem kerja:

a. Harus dinyatakan secara tertulis dan disusun secara sistematis dan dituangkan dalam bentuk manual atau pedoman kerja pelaksanaannya.

b. Harus dikomunikasikan/diinformasikan secara sistematis kepada semua petugas/pihak yang bersangkutan/berkepentingan.

c. Harus selaras dengan kebijaksanaan pimpinan yang berlaku dan · dengan kebijaksanaan umum yang ditentukan pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi.

d. Harus dapat mendorong pelaksanaan kegiatan secara efektif, efisien dan ekonomis serta menciptakan dan jaminan yang memadai bagi tercapainya sumber-sumber yang berada di bawah pengendalian organisasi.

e. Secara periodik harus ditinjau dan dievaluasi kembali serta bila perlu direvisi dan disesuaikan dengan keadaan.

Secara umum kebijaksanaan pengaturan di bidang tata kerja, prosedur kerja, dan sistem kerja sebagai tertuang dalam berbagai peraturan perundang-undangan sebagai berikut:

137

a. Setiap pimpinan instansi pemerintah wajib menerapkan pnns1p koordinasi, integrasi dan sinkronisasi dalam lingkungan instansi masing-masing maupun dengan instansi lain.

b. Setiap pimpinan satuan organisasi bertanggung jawab memimpin dan mengkoordinasikan bawahannya masing-masing dan membimbing serta memberikan petunjuk bagi pelaksanaan tugas bawahan.

c. Setiap pimpinan satuan organisasi wajib mengikuti petunjuk­petunjuk dan bertanggung jawab kepada atasan masing-masing dengan menyampaikan laporan berkala tepat pada waktunya.

d. Setiap pimpinan organisasi wajib mengolah dan memanfaatkan laporan untuk bahan pengambilan keputusan dan memberikan petunjuk kepada bawahan.

e. Dalam menyampaikan suatu laporan, setiap satuan organisasi wajib memberikan tembusan kepada satuan organisasi lainnya yang secara fungsional mempunyai hubungan kerja.

3. Penyempurnaan dan Otomatisasi Sistem Administrasi Umum lnstansi Pemerintah

Era informasi ditandai oleh jumlah dan kecepatan informasi yang sangat pesat. lnformasi yang akurat, tepat waktu dan relevan adalah syarat mutlak untuk menunjang kelancaran proses teknis, manajerial dan administratif di sektor pemerintahan. Sistem informasi dan otomatisasi merupakan solusi untuk mendukung keberhasilan penanganan administrasi dan pendayagunaan aparatur negara pada abad 21.

Sebagai tindak I an jut dari Keputusan Presiden Rl Nomor 101 Tahun 2001 tentang Kewenangan Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara, maka Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara perlu melakukan:

a. penetapan kebijakan sistem informasi nasional di bidang administrasi dan aparatur negara;

b. penetapan kebijakan sistem tata_jaksana aparatur negara dan pedoman tata laksana pelayanan publik ; dan

c. penetapan kebijakan akuntabilitas aparatur negara.

Agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik dan sempurna, maka setiap instansi di lingkungan pemerintah pusat dan daerah sudah sepantasnya dan seharusnya didukung oleh sistem administrasi yang memadai mengingat bahwa kesempurnaan dan kelengkapan sistem

138

administrasi merupakan salah satu masalah yang krusial di setiap organisasi a tau instans1 modern. Tanpa sistem administrasi yang baik dan sempurna, maka suatu instansi pemerintah akan terlihat dan dinilai tidak profesional oleh masyarakat pada umumnya. Selain itu, masyarakat juga akan merasa kurang puas dengan pelayanan yang diberikan oleh instansi yang bersangkutan.

Seiring dengan perkembangan jaman, teknologi informasi juga mengalami tingkat kemajuan yang sangat cepat. Kemajuan di bidang teknologi informasi jelas memberikan pengaruh perubahan yang sangat besar kepada sistem administrasi di instansi pemerintah pusat dan daerah. Otomatisas1 pekerjaan administrasi di kantor akan selalu menjadi topik relevan untuk berbenah diri mengimbangi tuntutan perkembangan teknologi informasi yang amat pesat tersebut. Dalam usaha meningkatkan peran instansi pemerintah pusat dan daerah, sekaligus memenangkan kompetisi di tengah arus perubahan saat ini dan masa datang, optimasi sumber daya manusia dengan peningkatan efisiensi melalui penggunaan komputer merupakan tuntutan mutlak di era globalisasi.

Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara tidak bisa lepas dari pengaruh perubahan sistem administrasi yang diakibatkan oleh adanya kemajuan teknologi informasi tersebut. Sistem administasi instansi pemerintah saat ini cukup komplek dan rumit serta membutuhkan sistem pengarsipan dan pengamanan data yang baik. Dokumen penting dan rahasia milik negara yang perlu disimpan dan dikelola serta diamankan dengan baik. Tugas bidang kesekretariatan dan administrasi perlu diselesaikan cepat sehingga dap~l memberikan pelayanan kepada masyarakat atau pelayanan publik sebaik-baiknya. Oleh karena itu, otomatisasi administrasi di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah melalui modernisasi sistem komputerisasi merupakan keharusan yang tidak dapat ditawar lagi.

Arah perkembangan dan proses otomatisasi administrasi instansi pemerintah tersebut akan berjalan dengan baik, dengan proses yang benar, serta acuan yang baku, jika didahului Kajian Mengenai Kebijakan Otomatisasi Administrasi di Lingkungan Pemerintah Pusat dan Daerah.

4. Pengaturan Standardisasi Sarana dan Prasarana Kerja Aparatur Negara

Pengelolaan sarana, peralatan dan perlengkapan kerja aparatur di lingkungan instansi pemerintah pusat dan daerah masih dilakukan secara terpisah oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

139

Pengelolaan alas barang pemerintah daerah diawali dengan penetapan Peraturan Menteri Dalam Negeri tentang Pelaksanaan Pengelolaan Barang Pemerintah Daerah, karena belum adanya peraturan tentang pelaksanaan pengelolaan atas barang dan sarana kerja milik daerah. Untuk itu perlu ditempuh kebijaksanaan pemberlakuan peraturan yang mengatur tentang pelaksanaan pengelolaan alas barang, peralatan, sarana dan prasarana milik Negara, pemerintah pusat dan daerah. Hal ini menjadi tanggungjawab bersama pemerintah pusat dan daerah.

Mudah dimengerti bahwa hal ini menyebabkan tidak adanya keseragaman penafsiran dan tindakan pelaksanaan pengelolaan alas sarana, prasarana, barang dan peralatan milik pemerintah pusat dan daerah, sehingga dayaguna dan hasilguna pemanfaatannya sulit dicapai.

Dalam upaya mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance), dan meningkatkan pelayanan umum, maka diperlukan suatu sistem pengelolaan sarana dan prasarana, barang dan peralatan serta perlengkapan kerja aparatur yang signifikan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas secara optimal, untuk pemerintah pusat, pemerintah provinsi, serta kabupaten dan kota.

5. Tata Hubungan Kewenangan Antar lnstansi Pemerintah Pusat dan Daerah

UUD 1945 Pasal 18A ayat (1) mengamanatkan bahwa tata hubungan kewenang antara pemerintah pusat dan pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten/kota perlu diatur dengan undang-undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.

Selanjutnya sejalan dengan pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang mengatur asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan serta peraturan perundangan pelaksanaannya yang meliputi:

a. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom yang mengatur kewenangan Pemerintah Pusat dan kewenangan Provinsi, Kabupaten/Kota.

140

c; Peraturan Pemenntah Nomor 39 Tahun 200~ (entang Penyelenggaraan Dekonsentras! yang mengatur mengena1 pelimpahan kewenangan penntah pusat ke daerah aantatau perangkat pusat di daerah.

c. Peraturan Pemenntah No. 52 Tahun 2000 tentang Penyeienggaraan Tugas Pemoantuan yang mengatur pemoenan tugas oemoantuan aan oemerintah pusat kepada pemerintah daeran dan desa. di sarno1ng rtu Juga diatur mengenar pemoerian tugas pemoantuan dan orovmsi aan kabupaten ke desa.

Maka perlu dikaji tala huOungan kewenangan antara yang memoen kewenangan dan yang menerimanya, antara yang memoen tugas oembantuan dan yang menerimanya. Hal ini penting untuk mendukung dan mewujudkan terciptanya lata hubungan kewenangan pemerintah pusai dan daerah, sehrngga timbul keJelasan mengenar lata huoungan kewenangan antara pemennian pusat aan pemenntah provins!, kaoupaten dan kota atau provinsr dan kabupaten/kota.

Kegratan ketatalaksanaan yang dikaitkan dengan kelembagaan dan sumber daya manusia aparatur negara, dapat disusun dalam bentuk matriks l<eterKartan 5 {lima) elemen ketatalaksanaan dengan 4 {empat) elemen kelembagaan dan 3 {tiga) elemen sumber daya manusia, sehingga terbentuk matriks program keterkaitan yang berisi 35 {tigapuluh lima) elemen, terdiri atas 5 (lima) baris dan 7 (tujuh) lajur. Menjadi tugas kita bersama untuk mengisi program pada setiap elemen matriks keterkaitan tersebut yang dapat dilihat pada lampiran 2

V. MEKANISME PELAKSANAAN KEGIATAN BIDANG KETATALAKSANAAN

Untuk mewujudkan sistem ketatalaksaanaan yang baik diperlukan adanya mekanisme pelaKsanaan kegiatan yang meliputi: a. Koordinasi melalui tim kerja, rapat, seminar, lokakarya, semiloka, dan

kegiatan sejenrs lainnya.

b. Percontohan ketatalaksanaan di salah satu atau beberapa instansi pemerintah yang merupakan langkah awal dalam bentuk proyek percontohan.

c. Kerjasama antar instansi pemerintah pusat dan daerah di bidang ketatalaksanaan.

141

d. Kun]ungan kerja antar instansi pemerintah.

e. Evaluasi pelaksanaan kegiatan ketatalaksanaan di instansi pemerintah pusat dan daerah.

f. Studi banding di dalam dan luar negeri (sepanjang tersedia dukungan pendanaan).

VL PENUTUP

Rancangan program bidang tata laksana merupaKan oag1an mtegral dan upaya Kementenan PAN aalam memoangun aan mewujuakan Kepemenntahan yang oaJk/tata pemenntahan yang balk (good governance) dan pemerintah yang bersih (clean government). Tata laksana pemerintahan pada lnstansi Pemerintah Pusat dan Daerah dirasakan oleh sebagian besar masyarakat masih lemah. baik dalam penataan pengaturannya maupun dalam pemoenan pelayanan kepada masyarakat. Oleh karena 1tu melalui berbaga1 program ketatalaksanaan. aparatur negara dJharapKan agar 1e01h profes1ona1. transparan. akuntabel, dan keberpihakan paaa kepentingan masyarakat.

Rancangan program Kegiatan ketatalaksanaan tahun 2004 in1 diharapkan dapat menjadi terobosan untuk membangun aparatur Negara yang berbudaya bersih, transparan dan profesional. yang selalu berusaha mengeioia sumber daya yang ada melalui inovasi dan pemanfaatan untuk meningkatkan produktivitas kerja.

Akhirnya Kedeputian Tata Laksana Kementerian PAN menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam berbagai kegiatan persiapan dan pelaksanaan program ketatalaksanaan di lingkungan Kementerian PAN. Selamat mengikuti RAKORPANNAS Tahun 2003.

142

Jakarta. 17 Pebruari 2003

Deputi Men.PAN Bidang Tala Laksana

Lampiran 1. EVALUASI TINDAKLAN..JUT HASIL RAKOPANNAS 2002 BIDANG TATALAKSANA

- ~ - - ---

HASIL RAKORPANNAS T AHUN 2002 PELAKSANAAN TINDAK LANJUT NO. (Temuan dan Kesepakatan Komisi) (Dalam Kebijakan, Langkah-langkah KETERANGAN

Kegiatan lntansi Pusat dan Daerah)

1. Dalam upaya meningkatkan disiplin PNS disepakati Kementerian PAN(Deputi Bidang SDM Aparatur) dan BKN Diupayakan adanya peningkatan penindakan tegas, jika perlu dipecat terhadap PNS yang sedang melakukan revisi PP 30/1980 disiplin PNS melakukan pelanggaran disiplin berat.

2. Dalam rangka meningkatkan penghematan, efisiensi dan • SE Men.PAN No.357/M.PAN/12/2001Tentang Langkah- Perlu ditindaklanjuti dengan disiplin nasional, setiap pemimpin instansi pemerintah di langkah Efisiensi dan Penghematan Serta Hidup sosialisasi pada instansi pemerintah pusat dan daerah hanus menindaklanjuti aturan penundangan sederhana di Lingkungan Aparatur Negara pusat dan daerah

:.: c.>

dan kebijakan, serta memberikan keteladanan dan panutan. • SE Men.PAN No.175.1/M.PAN/6/2002 Tentang Pejabat di pusat dan daerah hanus memberikan contoh Kepekaan Kondisi Masyarakat/Negara tindakan dan perilaku yang patut ditinu oleh semua pegawai • SE Men.PAN No. 37/M.PAN/2/2002 Tentang Pedoman dan masyarakat Umum Pelaksanaan Efisiensi dan Disiplin Kinerja

Aparatur Negara 3. Masih kecil perhatian instansi pemerintah terhadap kearsipan Kebijakan kearsipan nasional (disusun oleh ANRI) Sosialisasi kebijakan kearsipan

keberbagai instansi pemerintah pusat dan daerah

4. Belum seragamnya pelaksanaan Tala Naskah Dinas di Revisi Kep.Men.PAN No. 71 tahun 1993 Tentang Tala Finalisasi proses Kep.Men.PAN lnstansi Pemerintah Persuratan Dinas menjadi Tala Naskah Dinas

5. Belum adanya standadrdisaasi prasarana dan sarana kerja Sedang diproses draft Keppres atau Kep.Men.PAN tentang Sedang dilakukan diskusi dengan aparatur negara Standardisasi Sarana dan Prasarana Kerja Aparatur Direktorat Jendral Anggaran

6. Belum adanya acuan yang standar mengenai tala kerja dan Diupayakan masukan dari berbagai pihak tentang pola/tata Tahun 2003 akan dibuat kajian dan lata hubungan ke~a baik internal maupun ekstemal unit hubungan kerja antar instansi pemerintah pedoman tentang Tata Hubungan organisasi pemerintah Kerja lnstansi Pemerintah Pusat dan

Daerah

------

HASIL RAKORPANNAS TAHUN 2002 PELAKSANAAN TINDAK LANJUT 'NO. (Temuan dan Kesepakatan Komisi) (Dalam Kebijakan, Langkah-langkah KETERANGAN

Kegiatan lntansi Pusat dan Daerah)

7. Adanya hubungan ke~a yang tidak jelas antara Camat Diupayakan meninjau kembali keberadaan cabang dinas di Langkah ini telah dirumuskan dalam dengan cabang-cabang dinas Kecamatan. Fungsinya dialihkan menjadi bagian dari rancangan penyempumaan pp

perangkat kecamatan. 84/2000 8. Belum adanya peraturan yang standar tentang perkantoran Disusun Pedoman Umum Perkantoran Elektronis Lingkup Telah terbit Kep.Men.PAN No.

elektronis di lingkungan instansi pemerintah pusat dan Intranet di Lingkungan lnstansi Pemerintah pada tahun 13/KEPIM.PANI112003 tanggal 23-daerah 2002 Januari 2003 ten tang Pedoman

:t Umum Perkantoran Elektronis Lingkup Intranet di Lingkungan lnstansi Pemerintah

9. Belum dikembangkannya UPT yang siap menjadi Pada tahun 2002 telah dilakukan kajian privatisasi dan Kajian telah selesai dilaksanakan BUMN/BHMN korporatisasi unit organisasi pemerintah bekerjasama dengan Universitas

Indonesia 10. Belum ter1ihat nyata budaya hemal aparatur negara serta Telah dilakukan sosialisasi mengenai Pengembangan Sosialisasi tersebut didasarkan:

budaya entrepreneur, budaya pemanfaatan, budaya efisien Budaya Ke~a Aparatur di Provinsi Jambi, Ba~armasin, • Kep.Men.PAN No. dan efektif, disiplin, keteladanan dan panutan para pejabat NTB, Yogyakarta, Ujung Pandang, dan Pontianak 251KEP/M.PAN/4/2002 Tentang

Pengembangan Budaya Ke~a Aparatur

• Sural Men.PAN No.170/M.PAN/06/2002 tanggal 12 Juni 2002 perihal Petunjuk Pelaksanaan Pengembangan Budaya Ke~a Aparatur

REFORMASI KELEMBAGAAN

DAN SDM

REFORMASI

* KETATALAKSANAAN

1.Pengembangan Korporatisasi dan Privatisasi

- Pe~an - BHMN - Perum - BUMD - Persero

2.Deregulasi Sistem dan Prosedur Ke~a dan Sistem Anggaran lnstansi Pemerintah

- Sisdur

3.Penyempurnaan dan Otomatisasi Sistem Administrasi Umum lnstansi Pemerintah - Perkantoran Elektronis

MATRIKS KETERKAITAN REFORMASI KETATALAKSANAAN DENGAN REFORMASI KELEMBAGAAN DAN SDM

(Usulan 2004)

KELEMBAGAAN Penataan Penerapan Penegembangan Penyempumaan Penataan Kelembagaan Manajemen Standarisasi Kelembagaan Peraturan Per·UU Kepegawaian Organisasi Modern/Pember • Pemerintah Pusat - Undang-undang Pemerintah- dayaan - Pemerintah Provinsi - Peraturan Pemerintah (Rightsizing). - Pemberdayaan - Pemeriniah Kabupaten - Keppres

- Peningkatan - Pemerintah Kola -In pres Kine~a -BUMN/BUMD - SKB

- Lembaga Non Struktural - Kepmen.PAN - Lembaga lndependen - Surat Men. PAN

- Kebijakan Publik

Organisasi Manajemen Dorongan agar unit kerja pp Optimalisasi Ramping dan Modern pemerintah pusaUdaerah Efisien Pelayanan menjadi BUMN/BUMD Keppres SDM

Teknis

Debirokratisasi Manajemen yang pp Deregulasi efektif Keppres

Paperless Komputer dan Transparansi

Memudahkan komunikasi Kep.Men.PAN SDM

perangkat Peningkatan Sural Edaran Profesional pendukungnya pelayanan

Lamppiran 2.

SDM lmplikasi Langkah Penataan Pelaksanaan Kepegawaian Penataan - Pensiun Dini Kepegawaian -Diktat - Penggajian - Kesejahteraan

Pengalihan SDM Profesional Status PNS

Kompetensi Diktat

------ ----- --

KELEMBAGAAN SDM REFORMASI Penataan Penerapan Penegembangan Penyempumaan Penataan lmplikasi Langkah

KELEMBAGAAN Kelembagaan Manajemen Standarisasi Kelembagaan Peraturan Per-UU Kepegawaian Penataan Pelaksanaan

DAN SDM Organisasi Modem/Pember - Pemerintah Pusat - Undang-undang Kepegawaian Penataan Pemerintah- day a an - Pemerintah Provinsi - Peraturan Pemerintah - Pensiun Dini Kepegawaian (Rightsizing}. - Pemberdayaan - Pemerintah Kabupaten - Keppres -Diktat

- Peningkatan - Pemerintah Kola -lnpres - Penggajian Kine~a -BUMN/BUMD -SKB - Kesejahteraan

- Lembaga Non Struktural - Kepmen.PAN

REFORMASI - Lembaga lndependen - Sural Men.PAN - Kebijakan Publik

KETATALAKSANAAN

4.Pengaturan dan Standarisasi ~

3; Sarana dan Prasarana Kerja pp Aparatur Negara Penghematan Manajemen Keppres - Gedung - Penatausahaan Modern Sarana - Rumah - Pemeliharaan dan prasarana - Kendaraan - Pemanfaatan - Kebutuhan

5.Tata Hubungan KerjaAntar lnstansi Pemerintah Manajemen

- Otomatisasi Administrasi Modern Hub. pp ·Tala Laksana Adm Umum Pusat-Pusat. Keppres • Kearsipan Pusat-Daerah, -Tala Naskah Oinas Daerah-Daerah.

REFORMASI 51 STEM AKUNTABILIT AS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH {SAKIP)

Oleh:

Djoko Susilo Deputi Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Bidang Akuntabilitas Aparatur

I. PENDAHULUAN

Walaupun akuntabilitas sudah lama dikenal dalam dunia manajemen pemerintahan, namun akuntabilitas instansi pemerintah masih sering dipertanyakan. Hal ini karena, di masa yang lalu, pelaporan penyelenggaraan kegiatan pemerintahan dan pembangunan lebih menonjolkan aspek keuangan, sedangkan aspek-aspek lainnnya -- terutama yang berkaitan dengan kepuasan pelayanan masyarakat atau biasa dikenal dengan stakeholders -- seringkali diabaikan.

Gejala menurunnya kinerja pelayanan publik dan kepercayaan terhadap pemerintah merebak hampir segala aspek kehidupan. Di tengah situasi yang demikian, beberapa pemberi jasa publik justru menaikkan tarifnya tanpa memperhatikan kemampuan masyarakat. Hal ini dipicu oleh kenaikan harga BBM, tarif telepon dan listrik. Rupanya sudah menjadi kebiasaan bahwa jika suatu perusahaan pelayanan publik mengalami defisit, maka cara yang dianggap paling mudah untuk menutup defisit tersebut adalah mengenakan tarif jasa yang lebih tinggi. Padahal, penyebab utamanya boleh jadi bersumber dari mis-manajemen, inefesiensi, atau adanya keborocan yang tidak mampu diditeksi dan diatasi oleh para direksinya. Seyogyanya, setiap rencana penaikan tarif pelayanan publik harus dianalisis secara mendalam untuk mencari faktor-faktor penyebab yang tidak dapat dihindari dan disosialisasikan secara transparan sehingga masyarakat dapat memahami dan menerimanya.

Dalam hal penyelenggaraan pemerintahan, pengalaman menunjukkan bahwa banyak kegiatan pemerintahan yang pertanggung-jawabannya diterima secara aklamasi dan tanpa syarat, ternyata di kemudian hari menjadi masalah besar, karena tidak sesuai dengan harapan masyarakat. Hal ini karena, di masa

147

yang lalu dan masih sering terjadi hingga saat ini, kinerja instansi pemerintah diukur dari keluaran fisik langsung (output) yang dihasilkan, yang seringkali tanpa memperhatikan apakah keluaran tersebut berfungsi dengan baik dan bermanfaat dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan kualitas pelayanan publik atau tidak. Oleh karena itu, konsep akuntabilitas kinerja instansi pemerintah terus mengalami perubahan dan penyempurnaan.

Akuntabilitas kinerja seyogyanya dilandasi oleh kesadaran bahwa rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi negara, pemilik sumber daya publik dan sebagai pemberi amanah kepada para pejabat penyelenggara negara, mempunyai hak untuk mengetahui dan menilai kinerja atau hasil yang dicapai para penyelenggara negara (sebagai penerima amanah) dalam melaksanakan tugas dan fungsi yang diamanatkan kepadanya. Oleh karena itu, akuntabilitas kinerja tidak terbatas hanya pada pertanggung-jawaban administrasi keuangan dan wujud fisik yang dihasilkan saja. Yang lebih penting adalah pelaporan yang menggambarkan apakah masyarakat merasa puas atas apa-apa yang dihasilkan oleh instansi pemerintah. Dengan ukuran inilah, setiap pimpinan instansi pemerintah I satuan kerja publik seharusnya dinilai kinerja dan kontribusinya dalam memperbaiki pelayanan publik. Akuntabilitas kinerja tidak hanya berlaku bagi instansi pemerintah, tetapi juga mencakup unit-unit bisnis yang didanai oleh negara atau State Owned Enterprises (BUMN/BUMD).

II. PENERAPAN SISTEM AKIP SELAMA INI

Berdasarkan lnpres No. 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (AKIP), seluruh instansi pemerintah baik pusat maupun daerah diwajibkan untuk melaksanakan akuntabilitas kinerja sebagai wujud pertanggungjawaban instansi pemerintah dalam mencapai misi dan tujuan organisasi. Tujuan sistem AKIP adalah untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dalam rangka mewujudkan pemerintahan yang baik dan terpercaya.

Secara garis besar, pelaksanaan Sistem AKIP dilakukan dengan:

a. Mempersiapkan dan menyusun perencanaan strategik;

b. Merumuskan visi, misi, faktor-faktor kunci keberhasilan, tujuan, sasaran dan strategi instansi pemerintah;

c. Merumuskan indikator kinerja instansi pemerintah dengan berpedoman pada kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan vital bagi pencapaian visi dan misi pemerintah;

d. Memantau dan mengamati pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan seksama;

e. Mengukur pencapaian kinerja dengan:

148

1) Perbandingan kinerja aktual dengan rencana atau target; 2) Perbandingan kinerja aktual dengan tahun sebelumnya; 3) Perbandingan kinerja aktual dengan kinerja di negara-negara lain, atau

dengan standar internasional.

f. Melakukan evaluasi kinerja dengan:

1) Menganalisis hasil pengukuran kinerja; 2) Menginterpretasikan data yang diperoleh; 3) Membuat pembobotan (rating) keberhasilan pencapaian program; 4) Membandingkan pencapaian program dengan visi dan misi instansi

pemerintah

Pelaksanaan sistem AKIP di Indonesia terdiri dari 4 fase utama yakni: (1) penyusunan rencana stratejik, (2) pengukuran kinerja, (3) pelaporan kinerja, dan (4) evaluasi kinerja. Ke empat fase ini membentuk suatu siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (lihat Gambar 1), yang dilaksanakan secara terus menerus dalam rangka meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan agar lebih berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggung jawab, serta sebagai upaya untuk mewujudkan good governance.

Gambar 1 : Siklus Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah

Menurut Surat Men PAN Nomor 203/M.PAN/7/2002 tanggal 24 Juli 2002, LAKIP wajib disusun oleh setiap Pimpinan lnstansi/Unit Kerja dan dievaluasi setiap akhir Tahun Anggaran oleh PejabaUinstansi yang berwenang secara hirarkhis dan fungsional (lnstansi yang kompeten yaitu BPKP, lnspektorat Jenderal Departemen, BAWASDA Prop./Kab./Kota, dan lain-lain).

Dalam mewujudkan akuntabilitas kinerja, suatu organisasi perlu menyusun perencanaan strategis yang memuat visi dan misi organisasi, tujuan dan sasaran yang ingin dicapai, serta strategi pencapaian tujuan dan sasaran yang telah

149

ditetapkan. Visi dan misi akan memperjelas peran atau alasan dan urgensi keberanaan organisasi. Tujuan, sasaran dan strategi pencapaian tujuan adalah pemyataan yang berkaitan dengan keadaan yang hendak dicapai organisasi dan bagaimana keadaan tersebut diwujudkan. Kesemuanya ini perlu dikomunikasikan secara luas agar publik mengetahui manfaat apa yang dapat diperoleh dan bentuk partisipasi yang bagaimana yang diperlukan agar manfaat yang ditawarkan dapat dimaksimalkan.

Periode perencanaan stratejik lazimnya lima tahun. Di sini, yang perlu ditonjolkan adalah proses penentuan tujuan dan sasaran stratejik (strategic objectives) organisasi, dan penentuan strategi yang akan dipakai untuk mencapai tujuan dan sasaran yang ditetapkan dengan memperhitungkan faktor-faktor internal maupun eksternal dan nilai-nilai yang ada pada lingkungan organisasi instansi. Perencanaan stratejik ini disusun sepenuhnya dengan memperhatikan keinginan, harapan dan kebutuhan masyarakat, sehingga biasa dikenal dengan customer­driven strategic planning.

Perencanaan stratejik ini kemudian dijabarkan menjadi perencanaan kinerja tahunan (annual performance plan), yang mengandung rencana atau target kinerja yang hendak dicapai pada suatu tahun tertentu dan dinyatakan dalam sejumlah indikator kinerja strategis (strategic performance indicators) yang relevan. lndikator kinerja strategis layaknya merupakan indikator kinerja dari hasil kegiatan-kegiatan yang dominan, menjadi isu nasional dan vital bagi pencapaian visi dan misi nasional. Rencana kinerja tahunan inilah yang merupakan tolok ukur untuk menilai keberhasilan/ kegagalan penyelenggaraan pemerintahan dalam suatu periode tertentu (lihat Gambar 2).

Visi, Misi Tujuan Indikator Rencana dan Hasil Stratejik Kinerja KmerJa rMission m1d rStrotegic !P~(f0111Ul11Ct' ( Pe 1:fonnaucc~

011/COIIIti Objectires; bldicmors' Plan)

Gambar 2 : Perencanaan Stratejik dan Rencana Kinerja

ldealnya, rencana kine~a merupakan kesepakatan antara pemegang mandat (dalam hal ini instansi pemerintah) dan pemberi mandat (dalam hal ini masyarakat). Kesepakatan yang demikian lazim dikenal dengan kesepakatan kinerja atau performance agreement. Walaupun belum melibatkan masyarakat luas, khususnya dalam hal evaluasi kinerja, substansi dan mekanisme pelaporan akuntabilitas kine~a instansi pemerintah telah diatur dalam lnpres 7/1999.

150

Dengan adanya kesepakatan kinerja di atas, maka dalam melaksanakan tugas dan fungsinya, seluruh instansi pemerintah diharapkan untuk melakukan pergeseran paradigma dari semula berorientasi pada "berapa besar dana yang telah dan akan dihabiskan" menjadi "seberapa besar manfaat kinerja yang dihasilkan berdasarkan dana dan sumberdaya lainnya yang diperlukan, agar tujuan yang telah ditetapkan pada akhir periode perencanaan dapat dicapai."

Dua kegiatan utama dalam melaksanakan akuntabilitas kinerja adalah pengukuran dan pelaporan kinerja. Dua kegiatan ini menghasilkan apa yang disebut. sebagai capaian kinerja (performance result). Untuk melaksanakan dua kegiatan ini, Sistem Pengumpulan dan Pengolahan Data Kinerja perlu dikembangkan oleh masing-masing instansi pemerintah, sesuai dengan tugas pokok, fungsi dan kewenangannya. Sayangnya sistem semacam ini belum diuraikan secara jelas baik dalam lnpres 7/1999 maupun Pedoman Penyusunan LAKIP oleh LAN, sehingga masih banyak instansi pemerintah yang menganggap penyusunan LAKIP sebagai pekerjaan tambahan yang menghabiskan sumberdaya, dan bukannya sebagai wujud pertanggungjawaban dalam pencapaian misi dan tujuan organisasi.

Kemudian, dalam fase terakhir dari pelaksanaan sistem AKIP, capaian kinerja akan dibandingkan dengan rencana kinerja untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan/kesenjangan kinerja (performance gap) diantara keduanya. Kegiatan ini disebut evaluasi kinerja. Dalam konteks akuntabilitas kinerja, adanya kesenjangan kinerja merupakan informasi yang berharga untuk menentukan apakah suatu program atau kebijakan digolongkan berhasil atau gaga!. Bukan hanya itu, informasi kinerja dapat dijadikan alat untuk menentukan fokus perbaikan kinerja berkesinambungan yang harus dilakukan oleh pimpinan instansi/unit kerja yang bersangkutan.

Dari uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa penerapan sistem AKIP dapat berfungsi sebagai:

(a) sarana I instrumen penting untuk melaksanakan reformasi administrasi penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik;

(b) cara atau sarana yang efektif untuk mendorong seluruh pimpinan instansi pemerintah/ unit kerja untuk meningkatkan disiplin dalam menerapkan prinsip-prinsip good governance dan fungsi-fungsi manajemen modern secara taat asas, sekaligus untuk mencegah terjadinya KKN;

(c) cara atau sarana yang efektif untuk meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik secara berkelanjutan;

(d) alat untuk mengetahui dan mengukur tingkat keberhasilan atau kegagalan dari setiap pimpinan instansi perrierintah I unit .kerja dalam menjalankan

151

misi, tujuan dan sasaran organisasi, yang telah ditetapkan dalam rencana strategik dan rencana kinerja tahunan;

(e) cara atau sarana untuk mendorong usaha penyempurnaan struktur organisasi, kebijakan publik, ketatalaksanaan, mekanisme pelaporan, metoda kerja, prosedur pelayanan masyarakat dan percepatan pemberantasan KKN.

Ill. MASALAH YANG DIHADAPI DALAM PENYUSUNAN DAN EVALUASI LAKIP

Walaupun Sistem AKIP/LAKIP ini telah disosialisasikan sejak tahun 1999, konsep akuntabilitas publik seperti diuraikan di atas belum sepenuhnya dipahami dan diyakini oleh sebagian besar pimpinan instansi pemerintah. Banyak pihak mengartikan bahwa akuntabilitas publik hanya terbatas pada pelaporan pertanggungjawaban keuangan atau anggaran. Akibatnya, instansi I unit kerja yang telah melaporkan alokasi dana yang digunakan dianggap sudah mempertanggungjawabankan kegiatannya secara memadai terlepas dari apakah kegiatan tersebut bermanfaat terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat ataukah hanya menghabiskan dana dan sumberdaya lainnya untuk melayani kepentingan instansinya sendiri.

Oleh karena itu, akuntabilitas publik harus diikuti dengan pengukuran kinerja secara komprehensif, yang meliputi indikator kinerja sumberdaya yang digunakan (inputs), keluaran (outputs). hasil (outcomes) dan manfaat (benefits) yang benar­benar dirasakan oleh masyarakat, serta memperhitungkan dampak (impacts) langsung maupun tidak langsung dari setiap kebijakan dan program yang dilaksanakan. Dengan cara ini, kinerja suatu instansi pemerintah pada suatu tahun tertentu dapat dibandingkan dengan kinerjanya di tahun-tahun sebelumnya, dapat dibandingkan dengan target pencapaian yang telah ditetapkan, atau dapat dibandingkan dengan kinerja instansi lain yang sejenis. Hal ini penting untuk mengetahui sampai sejauh mana kemajuan yang Ieiah dicapai, untuk dapat memberikan penghargaan bagi yang berprestasi atau sanksi bagi yang gagal melaksanakan misinya.

Untuk maksud tersebut, melalui sural Nomor 203/M.PAN/7/2002 tanggal 24 Juli 2002, Menteri PAN telah menginstruksikan para pimpinan instansi pemerintah di Pusat dan Daerah untuk memberikan perhatian yang serius dan mengintensifkan penerapan sistem AKIP di lingkungan instansinya masing-masing, serta menyusun dan menyampaikan LAKIP kepada Presiden melalui MenPAN dengan tembusan kepada BPKP untuk dievaluasi.

Kementerian PAN memahami berbagai masalah yang dihadapi dan akan terus memantau semua instansi pemerintah yang sekarang ini berusaha keras

152

menyusun LAKIP, baik secara mandiri maupun dengan asistensi pejabat LAN dan BPKP. pisadari bahwa pe~uangan untuk melaksanakan reformasi birokrasi melalui penerapan sistem AKIPILAKIP bukanlah hal yang mudah dan sederhana, tetapi memerlukan keahlian, ketekunan, keuletan, kesabaran serta keyakinan akan keberhasilan dan manfaatnya bagi kemajuan bangsa dan Negara Indonesia yang tercinta ini.

Hingga akhir tahun 2002, jumlah instansi pemerintah I unit kerja yang teridentifikasi berkewajiban menyusun Renstra dan LAKIP adalah sebanyak 8.554 instansi. Jumlah ini terdiri dari 579 instansi pemerintah pusat dan 7.975 instansi pemerintah daerah. Berkaitan dengan implementasi sistem AKIP, sebanyak 2.796 instansi pemerintah atau 32,69% telah menyusun LAKIP Tahun 2001. Dari jumlah tersebut, 1697 LAKIP telah dievaluasi oleh BPKP.

Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (SAKIP), seperti yang diamanatkan oleh lnpres 7/1999, tidaklah selancar yang diharapkan. Hambatan utama adalah kurangnya komitmen para penyelenggaran negara untuk melaporkan kine~anya, dan karena belum adanya keterpaduan sistem perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan dan pelaporan kine~a secara konsisten, sehingga sangat mempengaruhi kualitas dan obyektifitas laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Sebagai contoh, TAP MPR No. Xl/1998, UU No. 28/199~. UU No. 31/1999 dan UU No. 25/2000 (Propenas) dengan tegas mengamanatkan kepada pemerintah untuk mencegah dan memberantas praktik KKN dengan sungguh-sungguh. Tetapi dalam pelaksanaannya ternyata tidak sesuai. Hal ini dapat terlihat dari alokasi anggaran yang disediakan pada Sub Sektor Pendayagunaan Sistem dan Pelaksanaan Pengawasan dalam angaran belanja pembangunan Tahun 2003 hanya sebesar Rp 52.1 milyar atau 2,98% dari anggaran Sektor Aparatur Negara dan Pengawasan sebesar Rp 1.746,9 milyar atau hanya 0,096% dari jumlah Anggaran Belanja Pembangunan sebesar Rp54.499,8 milyar, sebagai obyek yang diawasi.

Hasil evaluasi LAKIP oleh BPKP menunjukkan bahwa implementasi Sistem AKIP pada instansi pemerintah umumnya baru pada tahap pemenuhan kewajiban formal semata. Lebih jauh, kajian Kementerian PAN mengungkapkan bahwa masih sangat sedikit lembaga pemerintah yang memanfaatkan LAKIP untuk keperluan pengambilan keputusan, penilaian tingkat keberhasilan/kegagalan suatu lembaga/pejabat, dan penyempumaan struktur organisasi, kebijakan publik, ketatalaksanaan, mekanisme pelaporan dan pembaharuan metoda kerja serta pelayanan publik.

Dalam pelaksanaan AKIP hingga saat ini, instansi pemerintah umumnya hanya menyusun Renstra dan LAKIP. Renstra disusun pada awal periode dan LAKIP pada akhir periode.

Perencanaan, pengukuran kine~a dan perumusan indikator kinerja dilakukan bersamaan pada saat menyusun LAKIP. Akibatnya, penetapan rencana

153

atau target kine~a umumnya juga baru dilakukan pada saat LAKIP disusun atau bersamaan dengan pengukuran kine~a sesungguhnya. Kondisi semacam ini dapat mengakibatkan tidak sinkronnya tujuan ·dan sasaran yang ditetapkan. Hal ini menyebabkan sulitnya pengukuran pencapaian sasaran yang ditetapkan dalam Renstra, dan pada gilirannya keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan tujuan dan misi organisasi. Akibat lain dari kondisi ini adalah mendorong instansi pemerintah untuk merekayasa angka-angka target atau rencana kinerja untuk mendapat hasil capaian kinerja tertentu.

Walaupun lnpres No. 7/1999 tidak secara eksplisit menyebutkan perlunya penetapan indikator kinerja dalam penyusunan Renstra, namun pada hakekatnya Renstra merupakan landasan untuk menilai keberhasilan atau kegagalan suatu instansi pemerintah. Dengan demikian, perumusan indikator kinerja, penetapan target atau rencana kinerja harus dilakukan pada saat penyusunan Renstra, dan harus dinyatakan dalam bentuk dokumen perencanaan tahunan yang diketahui oleh masyarakat luas.

Perumusan indikator kinerja pada saat penyusunan Renstra akan sangat membantu penyelarasan keterkaitan antara indikator kine~a dan ukuran keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran. Dengan demikian, komponen Renstra yang selama ini hanya terdiri dari visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi pencapaian tujuan sasaran yang terdiri dari kebijakan, program dan kegiatan; perlu ditambah dengan komponen indikator kinerja yang merupakan ukuran keberhasilan pencapaian tujuan dan sasaran.

Dalam pelaksanaan sistem AKIP, kajian BPKP mengungkapkan bahwa sosialisasi dan asistensi yang kurang memadai serta modul panduan kurang aplikatif merupakan hambatan utama dalam penyusunan Renstra dan LAKIP. Dalam konteks ini, kajian Kementerian PAN menemukan bahwa para pejabat kurang memahami sepenuhnya pedoman penyusunan pelaporan AKIP yang telah disusun oleh LAN dan BPKP. Salah satu penyebabnya adalah para pejabat, karena kesibukan tugas sehari-hari, cenderung untuk tidak melakukan sosialisasi AKIP kepada bawahannya. Mereka lebih suka memanfaatkan jasa pejabat BPKP atau kalau perlu jasa konsultan untuk menyusun LAKIP. Untuk mengatasi hal ini, pedoman perlu lebih disederhanakan atau sosialisasi dilaksanakan lebih intensif agar pelaksanaan sistem AKIP berjalan lebih baik lagi.

Kesulitan untuk mendapatkan data yang diperlukan juga merupakan hambatan yang terberat dalam penyusunan Renstra dan LAKIP. Seperti yang telah dijelaskan, belum adanya keterpaduan sistem perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pemantauan · dan pelaporan kinerja mengakibatkan sulitnya pengumpulan dan pengukuran data kinerja. Akibatnya, karena banyaknya laporan yang harus dibuat, masih banyak instansi pemerintah yang menganggap penyusunan LAKIP sebagai peke~aan tambahan yang hanya menghabiskan sumberdaya, dan bukannya sebagai wujud pertanggungjawaban, apalagi

154

kebutuhan, untuk meningkatkan kine~a dan mencegah praktik KKN atau untuk melaporkan pencapaian misi dan tujuan organisasi kepada masyarakat. Oleh karena itu, Sistem Pengumpulan dan Pengolahan Data Kine~a yang terpadu perlu dikembangkan secara sistematis, komprehensif dan akurat dengan memanfaatkan teknologi informasi modem.

Hambatan-hambatan umum yang sudah sering diungkapkan dalam setiap pelaksanaan program-program pemerintah adalah SDM yang kurang kompeten dan kurangnya komitmen pimpinan unit organisasi. Pemecahan atas masalah ini tidak terlepas dari program peningkatan produktivitas kerja SDM aparatur. Sejalan dengan ini, peningkatan kine~a instansi pemerintah dapat dilakukan sekaligus dari dua arah, yaitu dari dalam melalui pengembangan budaya kerja dan dari luar melalui intensifikasi pengawasan, termasuk pemberian reward and punishment secara [ugas, proporsional dan adil.

Pengembangan budaya kerja aparatur negara merupakan salah satu upaya yang sangat penting dalam mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih dari KKN. Kegiatan ini bertujuan untuk meningkatkan kinerja pemerintah melalui pengembangan aparatur negara yang etis, bermoral, berdisplin, profesional, produktif dan bertanggungjawab (akuntabel). Untuk itu, Men PAN telah menerbitkan Surat Keputusan No: 25/KEP/M.PAN/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara.

IV. ARAH REFORMASI SISTEM AKIP, STRATEGI DAN LANGKAH· LANGKAH KEGIATAN TERKOORDINASI

Melalui usaha-usaha penyempurnaan sistem AKIP tersebut, diharapkan LAKIP dapat berfungsi secara optimal sebagai salah satu instrumen utama reformasi birokrasi pemerintah untuk mempercepat terwujudnya penyelenggaraan pemerintahan yang baik, transparan, akuntabel dan bersih dari praktek KKN.

A. Kondisi Yang Diharapkan

Kondisi setelah dilakukan penyempurnaan sistim AKIP adalah:

1. , Terlaksananya penyusunan LAKIP secara cepat, tepat, akurat dan obyektif, sehingga berdasarkan evaluasi LAKIP setiap Pimpinan instansi/unit kerja, dapat memfokuskan usaha-usaha perbaikan dalam perumusan kebijakan, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan metode kerja yang lebih efektif dan efisien secara berkelanjutan;

2. Setiap Pimpinan instansi/unit kerja mempunyai alat pengendalian manajemen yang handal, sehingga dapat dengan mudah mengetahui setiap penyimpangan dan atau perubahan lingkungan strategis yang te~adi, dalam organisasinya dan dapat mengambil kebijakan/keputusan dan tindakan korektif secara cepat dan tepat;

155

3. ' Semua rencana kegiatan, pelaksanaan, out put, out come, benefit, impact dan penggunaan dana serta sumberdaya lainnya dapat dikonsolidasikan secara sistematis, be~enjang (multy level) secara terukur dan lebih akurat;

4. LAKIP yang dihasilkan oleh setiap Pimpinan instansi/unit ke~a dapat dipertanggungjawabkan baik secara hierarkis maupun fungsional sesuai dengan kedudukan dan wewenangnya kepada atasan maupun kepada publik secara transparan;

5. Dengan LAKIP yang baru dapat mengurangi banyaknya jenis laporan yang harus dibuat oleh setiap pejabat Pimpinan instansi/unit kerja.

B. Sasaran Jangka Menengah (2003- 2005)

Untuk dapat mencapai tujuan tersebut; perlu disiapkan sarana pendukungnya, yaitu:

1. Pedoman umum dan teknis untuk evaluasi konsistensi dan sinkronisasi kinerja dalam GBHN, Propenas, Repeta, Renstra, Rencana Kinerja Tahunan Departemen/LPND di setiap sektor, progran dan kegiatan dengan alokasi APBN dan atau APBD;

2. Pedoman umum dan teknis untuk penyusunan anggaran yang berorientasi pada manfaat kinerja bagi peningkatan kualitas pelayanan publik;

3. Pedoman untuk evaluasi dan normalisasi struktur organisasi, tugas pokok, kewenangan di setiap instansi/unit kerja secara sistematis dan terukur berikut kodifikasinya; (chart of organization)

4. Pedoman umum dan teknik untuk penyusunan mekanisme dan prosedur ketatalaksanaan (SOP) dalam : perumusan kebijakan publik, perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, pelaporan dan evaluasi kinerja;

5.. Terbangunnya data base kep~gawaian yang akurat, terintegrasi dan dinamis;

6. Pedoman umum dan teknis untuk pencatatan setiap transaksi APBN/APBD dan konsolidasi laporan pertanggungjawaban kinerja secara otomatis;

7. Pedoman umum dan teknis operasional untuk penyusunan dan evaluasi LAKIP dengan teknologi "Enterprice Resource Planning" dan "Balance Scorecard";

8. Melaksanakan Pilot Project pada beberapa Departemen/LPND, Pemda Propinsi, Kabupaten dan Kota untuk mematangkan persiapan;

156

9. Sosialisasi dan implementasi penyusunan LAKIP secara elekktronik .

C. Strategi

Untuk dapat mewujudkan tujuan dan sasaran tersebut di atas, dapat dipilih beberapa altematif, antara lain :

1. ldealnya Sitem AKIP dan LAKIP secara elektronik dilaksanakan setelah selesainya program penataan : organisasi dan ketatalaksanaan, manajemen kepegawaian termasuk sistem remunerasi dan pola pengembangan karier, sistem perencanaan dan penganggaran serta sistem akuntansi. Namun bila hal ini yang dipilih, berarti mulainya masih harus menunggu lebih dari 5 tahun lagi;

2. Bila langkah-langkah persiapan dimulai dari sekarang (2003), maka masih akan banyak terjadi perubahan-perubahan struktur organisasi, dan ketatalaksanaan dan belum tersedianya sub-sub sistem (infrastruktur) lain yang mendukung. Tetapi momentum yang paling tepat adalah sekarang ini, sesuai dengan TAP MPR Nomor XI/MPR/1999 dan tuntutan reformasi, untuk mewujudkan p~merintahan yang baik, transparan, dan akuntabel serta bersih dari praktek KKN;

3. Pilihan strategi yang dianggap terbaik dan dapat dilaksanakan adalah dilakukannya langkah-langkah yang komprehensip, simultan untuk mewujudkan tujuan dan sasaran-sasaran strategik penerapan sistem AKIP tersebut berdasarkan kondisi birokrasi pemerintah yang ada sekarang, sekaligus untuk dapat memacu reformasi program dan kegiatan lainnya dalam rangka mempercepat terwujudnya pemerintahan yang baik, transparan dan akuntabel serta bersih dari KKN.

a. Dalam masa transisi (2003 -2008) sistem AKIP dan LAKIP yang telah dikembangkan oleh BPKP dan LAN selama ini tetap dipedomani dengan . melakukan penyempurnaan-penyempurnaan instrumen yang lebih sederhana dan yang lebih penting adalah meningkatkan komitmen dan pemahaman yang benar secara substantif dalam ber LAKIP, jangan sampai hanya formalitas yang berarti hanya menambah beban pekerjaan pemborosan, sumber daya yang ada;

b. Persiapan yang matang untuk melakukan reformasi penerapan sistem AKIP perlu dukungan semua pihak, terutama Men.PAN, BAPPENAS, Dep. Keuangan, BPKP, LAN, BKN dan instansi terkait lainnya. Diperlukan bantuan beberapa tenaga ahli (konsultan) yang bekerja secara full timer bersama kelompok-kelompok kerja interdep terkait.

157

01 CD

D. Langkah-Langkah Kegiatan Terkoordinasi (lihat Tabel1)

Table 1 :Langkah-Langkah Kegiatan Terkoordinasi.

No Langkah Langkah lndikator Kinerja

1. Evaluasi konsistensi dan Tiap program sebelum diusulkan sudah dikaji secara tuntas, sehingga sinkronisasi Propenas, kegiatan-kegiatan lapangannya (terkait tujuan program) mempunyai Repeta, Renstra benang merah yang pasti dengan tujuan dilevel Rencana Kerja DepartemeniLPND terhadap Tahunan (terkait tujuan kelembagaan), dan setiap tujuan dilevel rencana kinerja tahunan ditiap Rencana Kerja Tahunan juga memiliki benang merah yang pasti Sektor I Program I dengan tujuan strategis tertentu dalam Propenas (terkait tujuan DepartemeniLPND yang Nasional), yaitu meningkatkan Kesejahteraan Rakyat dan Kualitas seluruh kegiatannya akan Pelayanan Publik. didanai oleh APBN.

2. Penyusunan Pedoman Sistim Tersedianya mekanisme baru, dimana tala laksana pengusulan dan Penganggaran Baru yang persetujuan anggaran, sifatnya sudah mengintegrasikan dana APBN berorientasi pada sebagai satu kesatuan paket anggaran rutin dan proyek, untuk pemanfaatan kinerja mewujudkan kinerja tertentu.

3. Evaluasi Struktur Organisasi T ersedianya satu set paket normalisasi (kodifikasi) "Chart of dan Hubungan Kerja lnstansi Organization" Pemerintah Pusat dan Daerah.

F asilitator dan Penanggung-Jawab

1. Bappenas 2. Deputi Pelayanan Publik-

Men PAN

1. Direktorat-Jenderal Anggaran-Departemen Keuangan.

2. Bappenas 3. lnstansi Terkait.

1. Deputi Kelembagaan-MenPAN 2. LAN 3. lnstansi Terkait.

CJ'I co

No

4.

5.

Langkah Langkah

Penyusunan Pedoman Umum Ketatalaksanaan (SOP) untuk Perumusan Kebijakan Publik, Perencanaan, Penganggaran, Pelaksanaan, Pelaporan dan Evaluasi Kinerja.

Membangun database Kepegawaian yang akurat, terintegrasi dan dinamis.

lndikator Kinerja Fasilitator dan Penanggung-Jawab

Setiap program yang didanai APBN I APBD menjadi jelas statusnya. 1. Deputi T atalaksana-MenPAN Tujan yang ada dibeberapa level managemen tidak dicampur-aduk-an 2. LAN dalam pelaporannya; tiap tujuan di level aktivitas dasar (program 3. lnstansi Terkait. level)-- output, tidak dicampur-adukkan dengan tujuan dilevel Rencana kerja Tahunan (kelembagaan level)--outcome, dan tujuan Rencana Kerja T ahunan tidak di-campuradukkan dengan tujuan dilevel strategis (nasionallevel)--impak. Melalui pendefinisian formal struktur relasi "cause-effect relationship" dari seluruh tujuan yang ada disetiap level managemen, secara formal dapat didelegasikan akuntabilitas kinerja yang terkait dengan tree-structure yang jelas dari seluruh tujuan diberbagai level managemen; tujuan strategis menjadi focus dari perencanaan dilevel business process; setiap target yang terkait dengan bisnis-process tertentu anggarannya diturunkan dari perhitungan kebutuhan dana untuk membiayai aktivitas yang terkait dengan masing-masing bisnis proses.

Dengan metoda ini keterkaitan APBN, Repeta, dan Propenas menjadi pasti, dan seluruh program dalam Propenas mempunyai akar yang kuat dalam APBN, dimana penangung jawab keberhasilan target-target nasional diberbagai level managemen dapat ditetapkan.

Terwujudnya integrasi database kepegawaian berupa database virtual 1. Deputi Sumber Daya

nasional kepegawaian, yang pembentukannya berasal dari distributed Manusia Aparatur-MenPAN

online database nasional, dimana simpul-simpul data dilokasikan 2. BKN.

secara virtual di masing-masing BKN Regional, dan datanya secara 3. lnstansi Terkait. - -

...... 0) 0

No

6.

7 .

Langkah Langkah

Penyempurnaan Sistem akuntansi Nasional

Modernisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah secara Electronic, melalui penerapan Teknologi lnformasi 'Enterprise Resource Planning' dalam rangka Perumusan Kebijakan, Perencanaan Startegik, Rencana Kine~a Tahunann, Pengukuran Kine~a. Penyusunan LAKIP dan Evaluasinya yang akan difasilitasi dengan metoda 'Balance Scorecard' secara Elektronik .

lndikator Kinerja Fasilitator dan Penanggung-Jawab

fisik dan langsung ada dibawah tanggungjawab masing-masing Departemen/LPND/Pemda. Proses updating data dan approval, dilakukan melalui mekanisme workflow-elektronik antara instansi pemilik data, BKN, dan Dep-Keuangan dalam rangka proses approvalnya dan pendanaannya khusus untuk lnstansi Pusat.

Tersedianya set paket kodifikasi 'Chart of Account' yang mampu 1. BAKUN Departemen

merekam setiap transaksi secara detail dan mengkonsolidasikannya Keuangan;

secara otomatis dalam laporan kinerja. 3. BPKP 4. lnstansi Terkait

Tersedianya Jaringan lnfrastruktur disemua levellnstansi Nasional, 1. Deputi Akuntabilas Aparatur-

Kelembagaan, Tatalaksana, SDM yang secara bertahap lolos verifikasi Men PAN

audit sesuai ketentuan IS09000. 2. BPKP 3. LAN 4. lnstansi Terkait.

No Langkah Langkah lndikator Kinerja Fasilitator dan Penanaaung-Jawab

8. Pilot Project pada • Ketepatan frekwensi & waktu untuk konsolidasi laporan berkala. 1. Deputi Akuntabilas Aparatur-Departemen, LPND, Pemda Kelengkapan jenis laporan yang dapat dikonsolidasi.

Men PAN Propinsi, Kabupaten, Kola • 2. BPKP

• Kwalitas I ketelitian data dengan melakukan sampling & 3. LAN verifikasi. 4. lnstansi Terkait.

9. Sosialisasi dan implementasi 1. Deputi Akuntabilas Aparatur-Men PAN

2. BPKP 3. LAN 4. lnstansi Terkait. -0\ -

Keberhasilan didalam pencapaian Tujuan Jangka Pendek akan menghasilkan sistem yang mampu mengkonsolidasikan informasi berjenjang sampai dengan level konsolidasi nasional yang sumbernya berasal dari informasi turunan seperti "cash flow", budget, perpajakan, posisi keuangan, posisi account masing-masing kreditor, posisi account masing-masing supplier I kontraktor dll disetiap unit kerja yang pemutahiran datanya bersifat data terkini. Hasil konsolidasi level Kabupaten/Kota akan menjadi data masukan untuk konsolidasi level propinsi; data konsolidasi level propinsi merupakan data masukan untuk level departemen, atau data masukan untuk menggambarkan kinerja sektoral. Konsolidasi nasional merupakan gambaran global Indonesia yang datanya diperoleh dari konsolidasi data seluruh lembaga pemerintah yang disebutkan diatas (Pemda, LPND, Departemen). Melalui ERP, pemutahiran data ditiap unitnya akan dilakukan melalui pencatatan secara online transaksi yang dilakukan setiap pejabat organisasi dengan pihak terkait seperti supplier, dan masyarakat yang mengkonsumsi jasa-jasa yang dihasilkan pemerintah (current data yang tersedia sesuai dengan kenyataan lapangan). Sistem tersebut dapat melakukan proses konsolidasi bertahap, mulai dari unit terkecil, regional, sampai dengan level nasional, dari setiap program dalam Propenas, yang pendanaanya bersumber dari dana APBN. lnformasi yang diturunkan mampu memberikan informasi akuntabilitas dan kinerja pejabat aparatur negara yang menjadi penanggung jawab program nasional. Proses Modifikasi rencana stretegis nasional, jikalau terjadi perubahan lingkungan strategis dapat dilakukan segera, dan diinformasikan ke instansi pemerintah yang terkena dampak perubahan, dimana hal ini akan men-trigger instansi tersebut untuk merevisi Rencana Kinerja Tahunannya dan menghitung ulang budget akibat adanya revisi tersebut. Karenanya proses perhitungan ulang APBN dapat diselesaikan tidak lebih dari 1 (satu) bulan.

Pencapaian tujuan jangka panjang yang ambisius ini membutuhkan waktu yang panjang untuk diwujudkan. Jikalau progress dalam setiap tahapan pencapaian tujuan dapat dilaksanakan tepat waktu, tujuan jangka panjang dapat dicapai dalam periode 6 (enam) tahun, terhitung sejak saat program ini diimplementasikan.

Kompleksnya proses penganggaran yang terdiri dari tahapan subproses pengumpulan data, pengajuan usulan anggaran, persetujuan usulan dan pemanfaatan dana APBN dengan lingkup kawawasan seluruh pelosok Nusantara, menyimpulkan bahwa, tidaklah mungkin dapat dilakukan penyusunan dan pengimplementasian APBN secara dinamis bila digunakan cara manual.

Hal ini dikarenakan perolehan informasi berupa pemasukan data dari sumber data, dan lokasi dari pejabat yang menyusun dan yang memberikan persetujuan, ada diberbagai unit lembaga baik di pusat maupun tersebar luas

162

diseluruh lnstansi Pemerintah. Data tersebut saat sekarang dikonsolidasi menjadi informasi nasional dengan metoda manual, yang prosesnya baru dapat dilakukan setelah seluruh data yang diperlukan telah terkumpul dipusat. Proses pengumpulan data yang memakan waktu lama, mengakibatkan tidak mungkin dapat direalisasikan proses perencanaan yang dinamis dengan tingkat keakurasian yang tinggi, dan tidak mungkin dilakukan revisi perencanaan nasional sesuai dengan kenyataan lapangan yang secara dinamis berubah akibat perubahan lingkungan yang ada.

E. Perkiraan Kesulitan-Kesulitan Dalam Pelaksanaan dan Pemilihan Strategi Mengatasinya.

Dibawah ini ditabulasikan hal-hal yang mungkin akan menjadi penghalang, yang perlu diperhatikan dengan seksama oleh seluruh anggota tim Pokja. Yang diberikan disini hanyalah sebagian contoh kemungkinan kesulitan.

Table 2 :Perkiraan Kesulitan dan Strategi Menanggulangi.

No Kesulitan Yang Diperkirakan Strategi menanggulangi Terjadi

1 Patokan penyusunan "COA" tidak Sebaiknya digunakan pembanding dari ada, dan proses persetujuan negara tetangga yang tingkat

, kerangka dasarnya, diperkirakan perkembangan ekonominya mirip dengan akan sangat alot. Indonesia.

2 Dengan adanya UU No.22/1999 dan Tunggu s/d bagan baru kelembagaan No.25/1999, susunan organisasi pemerintah selesai dibuat. Jangan menda-pemerintah akan berubah total. hului, hindarkan mubazirnya hasil ke~a ..

3 SDM yang akan meng-operasikan Buat rencana pelatihan lebih awal, dan sistem, ketersediaannya diperkirakan laksanakan pelatihan dengan akan terbatas jumlahnya. menggunakan perangkat simulasi, sejak

dini.

4 Penggunaan multi currencies akan Siapkan sejak awal konsep pertindungan menimbulkan peluang permainan berlapis, dengan sangsi hukum yang berat. val uta asing, oleh pejabat yang tidak sehingga prinsip prinsip dasar yang bertanggung jawab. sifatnya prudent menjadi tidak dapat

dikompromi.

5 Kemungkinan akan te~adi kealotan Buat konsep sejak awal yang sifatnya dalam hal persetujuan pendelegasian berupa usulan menyeimbangkan tingkat tanggung-gugat dikaitkan dengan upah dan tingkat risiko, sehingga te~adi pelaksanaan program keseimbangan antara hak dan kewajiban.

163

F. Bagan Jadwal Kegiatan

Untuk dapat mencapai tujuan secara temecana, dibuatkan suatu rencana kerja dalam bentuk network planning, yang akan digunakan sebagai referensi kon.trol pelaksanaan kerja di Tabel3.

PENUTUP

Demikianlah uraian singkat tentang reformasi sistem akutabilitas yang saya sampaikan, semoga rapar koordinasi ini berhasil merumuskan konsep dan pemikiran konstruktif yang dapat diimplementasikan dalam usaha meningkatkan kinerja penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan. Amin.

164

PENINGKATAN KUALITAS PELAYANAN PUBLIK1 Oleh :

Prapto Hadi, SH, MM2

t Disampaikan dalam Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Nasiona/ (RAKORPANNAS) tanggal 17-19 Pebruari 2003 di Jakarta

2 Deputi VI M~n.PAN Bidang Pelayanan Publik ""'

3 ''ltf"'» W'W' 6 7

'! PM l 1

-

I. Pendahuluan

Pelayanan publik menjadi isu yang semakin strategis karena kualitas kinerja birokrasi pelayanan publik memiliki implikasi yang luas dalam kehidupan ekonomi dan politik. Dalam kehidupan ekonomi, perbaikan kinerja birokrasi akan bisa memperbaiki iklim investasi yang amat diperlukan oleh bangsa Indonesia untuk bisa keluar dari krisis ekonomi yang berkepanjangan. Buruknya kinerja birokrasi pelayanan publik di Indonesia sering menjadi determinan (faktor penentu) yang penting dari penurunan minat investasi.

Dalam kehidupan politik, perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik akan mempunyai implikasi luas terutama dalam tingkat kepercayaan masyarakat kepada pemerintah. Buruknya kinerja birokrasi selama ini menjadi salah satu faktor penting yang mendorong munculnya krisis kepercayaan masyarakat kepada pemerintah.

Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan publik diharapkan akan memperbaiki kembali citra pemerintahan dimata masyarakat, karena dengan kualitas pelayanan publik yang semakin baik kepuasan dan kepercayaan masyarakat bisa dibangun kembali sehingga pemerintah akan bisa memperoleh kembali legitimasi dimata publik.

Penyelenggaraan pelayanan publik yang dilaksanakan oleh aparatur pemerintah dalam berbagai sendi pelayanan antara lain yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar penduduk masih dirasakan belum seperti yang diharapkan oleh masyarakat.

Hal ini dapat dilihat antara lain dari banyaknya pengaduan, keluhan melalui surat pembaca yang menyangkut prosedur dan mekanisme pelayanan yang

165

masih berbelit-belit, tidak tranparan, kurang informatif, kurang akomodatif, kurang konsisten sehingga tidak menjamin kepastian (hukum, waktu dan biaya), serta masih dij1,1mpai adanya praktek pungutan liar dari oknum yang meminta imbalan yang tidak semestinya.

Dilain pihak masyarakat sebagai unsur utama yang dilayani belum juga memberikan control yang efektif untuk menjadi unsur pendorong dalam upaya peningkatan kualitas pelayanan.

Masih rendahnya kinerja pelayanan publik juga dipengaruhi oleh budaya paternalisme, sistem pembagian kekuasaan yang cenderung memusat pada pimpinan, struktur birokrasi yang hirarkies, kewenangan untuk mengambil "inisiatif keputusan" (diskresi) sangat terbatas, tidak adanya sistem insentif yang tepat untuk mendorong efisiensi, kepedulian (responsiveness), dan profesionalisme.

Sistem insentif yang dikembangkan dalam birokrasi publik belum mampu mendorong pelaku birokrasi untuk memperbaiki kinerjanya. Penghargaan terhadap pejabat birokrasi yang mampu menunjukkan prestasi kerja dan memberi pelayanan yang baik belum banyak dilakukan.

Promosi dan penempatan jabatan struktural, yang menjadi sumber motivasi bagi para pejabat birokrasi, belum semuanya didasarkan pada prestasi kerja dan kemampuan memberi layanan kepada masyarakat, tetapi lebih sering didasarkan atas senioritas, loyalitas pada atasan dan kepercayaan atasan kepada bawahan.

Dengan demikian dalam peningkatan kualitas pelayanan publik perlu diupayakan adanya struktur birokrasi yang tidak terlalu hirarkis, mekanisme dan prosedur pelayanan yang transparan, efisien dan efektif, serta kesiapan sumber daya aparatur sebagai pendukung terhadap perubahan paradigma dan peran serta masyarakat.

II. Kondisi Kualitas Pelayanan Publik saat ini

Seperti telah dikemukakan di atas bahwa penyelenggaraan pelayanan publik oleh aparatur pemerintah hingga saat ini dalam berbagai sendi pelayanan antara lain yang menyangkut pemenuhan hak-hak sipil dan kebutuhan dasar penduduk masih dirasakan belum memenuhi harapan masyarakat.

Hal ini dapat diketahui antara lain masih banyaknya dari pengaduan dan keluhan melalui surat pembaca di media massa cetak, media elektronik maupun Tromol Pos 5000 yang menyangkut prosedur dan mekanisme pelayanan yang masih berbelit-belit, tidak transparan, kurang informatif, kurang akomodatif, dan kurang konsisten sehingga tidak menjamin kepastian

166

(hukum, waktu dan biaya), serta masih dijumpai adanya praktek pungutan liar dari oknum yang meminta imbalan tidak semestinya. Keadaan seperti itu antara lain terjadi pada pengurusan SIM, paspor, 1MB, KTP, sertifikat tanah, ijin usaha, ijin lokasi, pengiriman tenaga kerja ke luar negeri, undang-undang gangguan, ijin trayek angkutan kota dan sebagainya.

Kondisi pelayanan aparatur pemerintah yang demikian itu disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut:

1. Kelembagaan

Susunan organisasi pemerintah baik Pusat maupun Daerah relatif masih cukup besar. Dalam penyusunan kelembagaan belum sepenuhnya memperhatikan visi, misi, tugas pokok, fungsi dan beban kerja yang sesungguhnya, melainkan masih ada kecenderungan untuk menampung dan menempatkan pejabaUpegawai, terutama yang berasal dari Departemen/ lembaga yang dihapus/digabung/diubah statusnya. Hal ini tidak saja membawa dampak semakin membengkaknya struktur organisasi tetapi menyebabkan terjadinya tumpang tindih tugas, fungsi dan wewenang, baik dalam suatu lembaga maupun antar lembaga. Hal ini berakibat terhadap rendahnya responsiveness terhadap keluhan masyarakat.

2. Ketatalaksanaan

Ketatalaksanaan pemerintahan yang mencakup proses penyusunan kebijakan dan peraturan perundang-undangan, proses perencanaan dan pembuatan keputusan, koordinasi, pengelolaan administrasi umum, keuangan dan perlengkapan, prosedur dan sistem kerja, tata hubungan kerja, kearsipan pemerintah, korporatisasi dan privatisasi, dan budaya kerja aparatur, masih belum mencerminkan penyelenggaraan pemerintahan yang efisien dan efektif.

Kondisi saat ini menunjukkan bahwa sistem, prosedur, dan mekanisme kerja administrasi pemerintahan dan pembangunan masih belum mendukung produktivitas dan efisiensi kerja aparatur. Belum adanya berbagai pedoman umum, mengakibatkan keanekaragaman petunjuk teknis yang dibuat oleh setiap lnstansi Pemerintah di Pusat dan Daerah. Hal ini terlihat juga kenyataan di daerah bahwa berbagai kalangan masyarakat mengalami hambatan yang berarti dari aparat birokrasi dalam memperoleh kebutuhan pelayanan publik. Hambatan-hambatan tersebut meliputi antara lain tidak transparannya prosedur dan tata cara perizinan termasuk jenis izin yang harus dimiliki, persyaratan yang memberatkan dan berubah-ubah, waktu pelayanan yang berbelit-belit serta biaya pelayanan yang tidak pasti.

167

Disamping itu, ketidak transparannya informasi mengenai berbagai hal yang berhubungan dengan peraturan serta rumitnya aturan-aturan yang dikeluarkan oleh birokrasi bermuara pada munculnya praktek-praktek percaloan dalam pelayanan publik. Bahkan sebagian besar broker ini berasal dari aparat birokrasi sendiri atau setidaknya orang yang mempunyai kedekatan personal dengan orang dalam lembaga brokrasi. Berkembang biaknya praktek pemburu rente ini memberikan kontribusi terhadap munculnya ekonomi biaya tinggi dalam masyarakat.

3. Sumber Daya Aparatur

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 pada dasarnya telah mengatur bahwa sistem manajemen kepegawaian bersifat unified dengan desentralisasi kewenangan manajemen kepegawaian yang mengakomodasikan konsep otonomi daerah secara proporsional dan rasional dalam lingkup negara kesatuan. Prinsip pokok pembinaan PNS yang diatur dalam undang-undang tersebut adalah untuk mewujudkan keseimbangan imtara kebutuhan organisasi, profesionalisme, pengembangan karier berdasarkan sistem merit serta memperhatikan kesejahteraan PNS.

Meskipun demikian, masih banyak permasalahan pengadaan PNS yang tidak berdasarkan kebutuhan, penempatan PNS dalam jabatan yang masih belum didasarkan pada kompetensi, pengembangan pegawai belum didasarkan pada pola karier, system imbalan (insenti~ yang tidak berfungsi sebagai bagian dari "reward system", penerapan peraturan disiplin pegawai yang tidak dilaksanakan secara konsekuen, database pegawai yang kurang informative, sehingga berimplikasi terhadap distribusi Pegawai Negeri yang tidak merata di setiap instansi dan daerah, komposisi pegawai yang ada masih belum ideal I tidak proposionil untuk dapat melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangan pemerintahan dengan efisien dan efektif (data menunjukkan bahwa jumlah tenaga adminitrasi tidak sebanding dengan jumlah tenaga fungsional, padahal yang menjadi ujung tombak pelaksanaan tugas dan fungsi pemerintahan adalah tenaga fungsional), serta Motivasi kerja yang rendah

4. Pengawasan Aparatur

Belum adanya yang memadai untuk memberantas praktek KKN dalam pelayanan publik yang telah merugikan negara yang didukung oleh suatu sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan, kapasitas sumberdaya manusia aparatur dan sistem akuntabilitas atau pertanggungjawaban yang tepat. Disamping itu, sistem pengawasan yang ada belum secara optimal dapat membantu pemerintah dalam membangun birokrasi yang

168

efektif sehingga pemerintah belum dapat keluar dari krisis multi dimensional selama ini.

5. Peran Serta Masyarakat

Adanya kecenderungan struktuf birokrasi yang sangat kuat dalam era yang lalu menyebabkan birokrasi memegang semua kewenangan yang mungkin ada dalam proses politik maupun ekonomi. Hampir semua sektor kehidupan masyarakat telah terjamah oleh administrasi dan pengendalian birokrasi. Wajar saja kemudian terdapat banyak aktivitas masyarakat yang dikendalikan oleh birokrasi dalam berbagai bentuk perizinan. Semua individu dalam masyarakat membutuhkan berbagai macam bentuk pelayanan perizinan (publik) dari birokrasi pemerintah.

Dalam tataran praktis ada banyak contoh yang bisa dikemukakan untuk menggambarkan hal diatas. Sebagai contoh, semua individu dewasa diwajibkan untuk memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP). lni berarti pemerintah harus menyediakan pelayanan untuk menerbitkan KTP tersebut. Sebelum mendirikan bangunan, individu atau badan hukum diharuskan untuk memiliki lzin Mendirikan Bangunan (1MB) yang juga diterbitkan oleh pemerintah daerah. Bukti kepemilikan tanah harus dilegalisasi dengan sertifikat tanah yang diterbitkan oleh BPN. Yang terkait dengan dunia usaha juga terdapat beberapa macam bentuk perizinan, seperti Surat lzin Usaha Perdaganan, surat lzin Tempat Usaha dan lzin Lokasi, izin praktek dokter, izin Notaris dsb.

Peranan birokrasi yang seolah tanpa batas tersebut dimungkinkan karen a birokrasi mengendalikan hampir semua sumber daya negara. Birokrasi mempunyai kekuasaan tanpa tanding untuk memonopoli akumulasi dan pengalokasian sumber daya ekonomi ke arah yang mereka tetapkan sendiri. Sehingga, tanpa adanya keterlibatan pihak lain di luar negara yang mengimbangi, birokrasi bisa memperlihatkan mekanisme kerjanya yang cenderung bersifat diregiste, yaitu menekankan kendali pemerintahan dalam proses sosial-ekonomi. Peran birokrasi melalui lembaga perizinan, pelayanan publik dan penetapan peraturan perundang-undangan, sangat menentukan kehidupan kelas-kelas sosial di luar negara.

Ill. Kondisi Pelayanan Publik Yang diharapkan

Terwujudnya pelayanan prima merupakan harapan kita semua dalam arti pelayanan yang cepat, tepat, adil, dan akuntabel perlu diupayakan agar aparatur diarahkan untuk mengubah mind-set para birokrat, kapasitas dan kompetensi pengelola pemerintahan (skill-set), . technological-set hingga

169

budaya (culture-set) seluruh manusia yang terlibat dalam pengelolaan pemerintahan. Perubahan paradigma aparatur pemerintah diatas dimaksudkan agar dapat mempercepat proses transformasi pemerintah menjadi entrepreneurial-competitive government (pemerintahan yang kompetitiij, customer-driven dan accountable government (pemerintahan tanggap/responsive), serta global-cosmopolit orientation government (pemerintahan yang berorientasi global).

Disamping itu, perlu dil.akukan pula penyempurnaan sistem pelayanan publik yang menyangkut perbaikan metode, dan prosedur dalam pemberian pelayanan pada setiap unit organisasi pemerintah yang melayani masyarakat secara langsung, dengan menerapkan prinsip · pelayanan yang baik. Peningkatan pelayanan publik yang berkualitas terus dilanjutkan melalui berbagai langkah yang terencana, diantaranya pemantapan peraturan perundangan, partisipasi masyarakat, penetapan standard pelayanan, indeks kepuasan masyarakat, pengembangan model dan penanganan keluhan masyarakatlpengguna jasa secara terorganisasi.

Untuk kelancaran, kecepatan dan akurasi dalam pelayanan informasi pemerintahan, maka pemanfaatan teknologi informatika dan komputer diarahkan pada peningkatan penggunaan kantor elektronis di setiap instansi pemerintah dan pengembangan E-Govemment, termasuk juga dalam pemberian jasa pelayanan masyarakat. Berbagai aspek penting perlu mendukung upaya peningkatan kualitas pelayanan publik yaitu:

a. Dukungan Kelembagaan Dalam Mendorong Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Salah satu tugas terpenting pada setiap organisasi I instansi pemerintah adalah memberiKan pelayanan kepada masyarakat, bahkan pada dasarnya kelembagaan yang dibentuk berdasarkan kewajiban penyediaan pelayanan kepada masyarakat. Visi, misi, tugas pokok, fungsi dan wewenang serta struktur organisasi harus jelas dan tidak tumpang tindih antara satu dengan yang lain. Jika hal ini terjadi pasti akan berpengaruh terhadap proses penyelenggaraan pelayanan publik. Kondisi kelembagaan aparatur pemerintah yang diharapkan mampu mendukung penyelenggaraan pelayanan publik adalah bangunan organisasi yang ramping (flat) dan tidak terlalu hierarkhis. Setiap pembentukan organisasi harus jelas dan tegas apa yang menjadi tugas, wewenang dan tanggungjawabnya.

Upaya untuk memperbaiki kine~a birokrasi dan pelayanan menuntut intervensi pemerintah dalam semua dimensi permasalahan secara keseluruhan. Kebijakan untuk memperbaiki kine~a birokrasi pelayanan tidak hanya menuntut perubahan struktur organisasi yang memungkinkan

170

adanya prosedur pelayanan yang sederhana, kewenangan mengambil diskresi yang memadai sehingga tindakan para penyelenggara pelayanan menjadi lebih responsive terhadap lingkungannya dan kelonggaran hubungan hirarkhi yang memungkinkan hubungan atasan dan bawahan menjadi bersifat kolegial dan egaliter, tetapi juga perubahan pada dimensi-dimensi nonstrukturallainnya

Perbaikan kinerja birokrasi pelayanan juga menuntut nilai-nilai budaya dan etika pelayanan yang berbeda.

Bahkan, perbaikan kine~a birokrasi pelayanan juga menuntut perubahan lingkungan birokrasi sehingga ikut mendorong munculnya praktik-praktik pelayanan baru yang lebih menghargai para pengguna jasa.

Lingkungan baru narus juga mampu memfasilitasi adanya kontrol yang efektif terhadap perilaku para pejabat birokrasi sehingga segala praktik penyalahgunaan kewenangan bisa dicegah dan diturunkan pada tingkat yang serendah-rendahnya

Lebih dari itu, pemerintah juga harus mendorong terjadinya perubahan lingkungan birokrasi dan menciptakan lingkungan baru yang kondusif bagi berkembangnya good governance, terutama yang berkaitan dengan transparansi dan pemberantasan praktek korupsi dalam pelayanan publik.

Dilakukan dengan melakukan lnventarisasi unit kerja yang memberikan pelayanan publik Unit yang memantau pelaksanaan pelayanan dilingkungan instansi, Unit yang mengelola pengaduan pelayanan masyarakat,

b. Dukungan Ketatalaksanaan Dalam Mendorong Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Diarahkan untuk terwujudnya sistem dan mekanisme kerja yang benar­benar efektif dan efisien, baik dalam segi administrasi pemerintahan, maupun pelayanan · kepada masyarakat. Dalam rangka ini akan diupayakan langkah-langkah deregulasi dan debirokratisasi terutama untuk menghilangkan mata rantai pelayanan yang berbelit-belit dan menghapuskan ekonomi biaya tinggi serta upaya korporatisasi pelayanan publik untuk lebih memberdayakan masyarakat dalam kegiatan-kegiatan pembangunan melalui langkah menghilangkan campur tangan pemerintah yang terlalu besar di sektor-sektor publik.

Di samping itu, diupayakan untuk mempercepat proses kerja serta modernisasi administrasi melalui upaya-upaya otomatisasi di bidang administrasi perkantoran, modernisasi penyelenggaraan pelayanan

171

kepada masyarakat melalui e-govemment serta sistem pelaporan kerja dari keseluruhan aspek birokrasL

Transparansi menjadi dimensi perubahan yang penting karena adanya transparansi memudahkan para pengguna jasa dan civil society untuk melakukan pengawasan terhadap jalannya penyelenggaraan pelayanan publik. Hak-hak warga negara untuk mengetahui apa yang terjadi di instansi dan kantor pemerintah harus dilindungi oleh peraturan perundangan. Setiap instansi pemerintah harus mempublikasikan secara trebuka prosedur pelayanan, biaya dan waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan sebuah pelayanan secara terbuka kepada setiap warga negara.

c. Dukungan Sumber Daya Aparatur Dalam Mendorong Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pembangunan SDM Aparatur diarahkan bagi terselenggaranya perencanaan, pembinaan dan pengembangan, serta kesejahteraan pegawai secara proporsional untuk mewujudkan sumber daya manusia aparatur yang efektif, efisien, proporsional, professional, akuntabel dan berkarakter serta terjaminnya merit system di lingkungan birokrasi.

1. Kebijakan sumber daya manusia aparatur pemerintah berkaitan erat dengan bidang kepegawaian/PNS. Kebijakan tersebut, antara lain penerapan Sistem Merit dalam Manajemen PNS. Berdasarkan sistem merit ini pembinaan PNS didasarkan prestasi kerja yang dicapai oleh seseorang PNS untuk mewujudkan PNS yang profesional dalam memangku jabatan negeri sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Langkah-langkah kearah ini diantaranya melalui klasifikasi jabatan, penetapan standar kompetensi, pemantapan sistem Diklat, standar kinerja, penyusunan pola karier PNS, dan dukungan pengembangan database kepegawaian.

Untuk promosi kedepan, harus mengacu kepada pola karier pegawai sesuai dengan bakat, minat dan hasil penilaian kinerja yang diperlihatkan oleh pegawai, dan juga tersedianya formasi jabatan.

2. Dalam rangka meningkatkan kinerja dan kaitannya dengan kesejahteraan dan penghasilan PNS, maka kebijakan sistem remunerasi PNS yang layak dan adil menjadi salah satu upaya yang akan ditempuh diantaranya melalui konsolidasi sumber-sumber pembiayaan untuk gaji dan tunjangan, analisis kebutuhan dana berdasarkan database kepegawaian, dan perubahan sistem pensiun dengan mengadakan dana pensiun tersendiri.

172

d. Aspek Pengawasan dan Akuntabilitas

Pelaksanaan pengawasan dan penerapan akuntabilitas aparatur pemerintah diarahkan untuk memperjelas standar kinerja aparatur sesuai dengan misi dan tugas pokoknya, sistem pelaporan hasil kerja yang lebih transparan serta penerapan sanksi yang jelas dan tegas, baik sanksi administratif, perdata maupun pidana.

Pemerintahan yang baik dapat terwujud apabila terdapat hubungan yang sinergis diantara pemerintah, sektor swasta dan masyarakat. Upaya mewujudkan hubungan sinergis tersebut sangat tergantung pada peran yang dimainkan oleh pemerintah, dalam bentuk mengaplikasikan kebijakan publik dalam pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan.

Arah kebijakan yang ditempuh untuk melakukan pencegahan dan pemberantasan KKN di lingkungan aparatur negara, diantaranya melalui peningkatan pengawasan fungsional, menciptakan sistem dan lingkungan kerja yang memperkecil peluang KKN, koordinasi aparatur pengawasan, peningkatan efektifitas waskat, wasmas dan sistem akuntabilitas kinerja aparatur. Tindakan-tindakan tegas terhadap pelaku KKN dan sikap pimpinan, dapat menjadi tauladan para pegawai dalam pelaksanaan tugasnya.

e. Peran Serta Masyarakat Dalam Mendorong Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Masyarakat adalah pihak yang .berhak memperoleh layanan yang baik dari pemerintah, karena pada dasarnya pemerintah dibentuk untuk melayani warga masyarakat.

Masyarakat yang mengetahui secara pasti apa yang menjadi kebutuhan dan apa yang menjadi harapan, maka setiap kebijakan publik dalam rangka pemenuhan kebutuhan masyarakat maupun dalam rangka pelaksanaan peraturan perundang-undangan, pemerintah wajib untuk melibatkan peran serta masyarakat agar apa yang menjadi kebijakan memperoleh dukungan atau setidak-tidaknya dapat dipahami oleh masyarakat. Hal ini penting agar efektivitas kebijakan publik termasuk penyelenggaraan pelayanan kepada masyarakat dapat terlaksana dengan efektif. Bentuk peran serta masyarakat dapat berupa pemberian masukan/pendapat, atau pengawasan atau kerjasama dalam penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan maupun pembangunan. Hal penting lainnya dalam perlibatan partisipasi masyarakat adalah adanya kejelasan tugas, wewenang dan tanggung jawab atara pemerintah dan masyarakat.

173

IV. Langkah - Langkah Kebijakan Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Akibat daripada perkembangan paradigma baru dan perubahan strategis dalam lingkup nasional dan internasional maka perlu adanya change management (manajemen perubahan) yang begitu sentral di era otonomi karena otonomi syarat dengan perubahan-perubahan.

Perubahan itu harus dikelola dengan baik dan cerdas oleh para aparatur negara, kalau tidak, yang terjadi adalah chaos. Dan kalau chaos yang terjadi, maka otonomi bukannya membawa.kita ke pintu gerbang kesuksesan, tapi justru kehancuran. Para aparatur negara di seluruh Indonesia haruslah menjadi change master(Pemimpin Perubahan).

Dalam rangka mewujudkan tatanan penyelenggaraan pemerintahan sesuai dengan tuntutan keadaan sebagaimana tersebut di atas, maka berbagai kepijakan strategis telah dan akan ditetapkan.

Untuk mengoptimalkan peran pemerintah, perlu ada perubahan besar dalam bidang manajemen pemerintahan yang mampu menjadikan aparatur pemerintahan menjadi seorang change master yang andal, yaitu:

1. Perubahan pertama adalah transformasi diri dari bureaucratic­monopolistic government (pemerintah birokrat monopolistis) menjadi entrepreneurial-competitive government (pemerintah yang kompetiti~. Entrepreneurial government adalah pemerintah yang jeli dan selalu berpikir keras untuk melihat dan memanfaatkan peluang yang muncul dalam rangka upaya mereka memakmurkan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakatnya. Sementara competitive government adalah pemerintah yang. mendorong adanya kompetisi diantara penyedia layanan publik dalam rangka upaya mereka memberikan excellent services kepada konstituenutamanya,yaitumasyarakatluas.

2. Perubahan kedua adalah memetamorfose dari pemerintah yang "tidak mau mengerti" menjadi customer-driven dan accountable government. Customer-driven government (pemerintah yang tanggap/responsive) adalah pemerintah yang selalu berorientasi dan peduli terhadap setiap kebutuhan dari customernya yaitu masyarakat. Mereka secara serius mendengar keinginan dan ekspektasi customer dan merespon setiap keinginan tersebut dalam rangka memuaskan mereka. David Osborne, seorang guru manajemen pemerintahan, menyebut pemerintah semacam ini sebagai "put the customers in the driver's sear.

174

3. Perubahan besar ketiga adalah evolusi dari pemerintah yang hanya memiliki local orientation (berorientasi ke dalam) menjadi pemerintah yang memiliki global-cosmopolit orientation (berorientasi ke luar). Pemerintah semacam ini memiliki wawasan global. Mereka membuka diri terhadap masuknya sumber daya global dan berupaya mendapatkannya tak peduli dari mana sumber daya tersebut berasal. Mereka membuka diri terhadap investor asing, perusahaan asing, kepemilikan asing, produk asing, teknologi asing, orang-orang terbaik asing, sejauh itu semua memiliki kontibusi positif terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Ketiga perubahan diatas melibatkan perubahan yang sangat besar dalam hal sistem dan struktur organisasi pemerintahan, pendekatan dan strategi pembangunan, mind-set para birokrat, kapasitas dan kompetensi pengelola pemerintahan, hingga budaya seluruh manusia yang terlibat dalam pengelolaan pemerintahan.

Dalam rangka melaksanakan perubahan ketiga hal tersebut di atas, maka langkah strategis yang dilaksanakan adalah sebagai berikut :

1) Deregulasi dan debirokratisasi di bidang pelayanan publik.

Mengkaji dan menyempurnakan berbagai peraturan perundang­undangan yang melandasi penyelenggaraan pelayanan di berbagai lnstansi Pemerintah untuk lebih memberikan kemudahan kepada masyarakat. Kegiatan ini akan dilakukan dengan langkah-langkah antara lain :

a. Melakukan penyelarasan peraturan perundang-undangan sektor dengan peraturan perundang-undangan mengenai pelaksanaan otonomi daerah guna menghindari ketidakjelasan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah Propinsi, dan Kabupaten/Kota.

b. Menetapkan standar pelayanan publiklpelayanan minimal terhadap jenis-jenis kewenangan pelayanan yang sudah dilimpahkan kepada pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota.

c. Melakukan deregulasi dan debirokratisasi bidang pelayanan publik yang sudah menjadi kewenangan masing-masing daerah (Provinsi, Kabupaten/Kota).

d. Mengembangkan dan mengefektifkan Unit Pelayanan Terpadu (one stop service) bagi unit-unit pelayanan yang mempunyai keterkaitan dengan instansi lainnya.

175

e. Membentuk dan mengembangkan unit pemantau unit pelayanan publik.

2) Peningkatan profesionalisme pejabat pelayanan publik

Langkah-langkah yang dilakukan dalam upaya meningkatkan profesionalisme petugas pemberi pelayanan, antara lain :

a. Melakukan kajian/analisis kebutuhan diklat teknis fungsional oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah yang aplikatif dan praktis, antara lain legal drafter, keprotokoleran, tataruang, perencanaan dsb.

b. Menetapkan kewenangan penyelenggaraan diklat teknis fungsional diantara Pemerintah Pusat, Pemerintah Propinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota dan memberikan kesempatan kepada kelembagaan swasta.

c. Menetapkan kebijakan koordinasi penyelenggaraan diklat aparatur pemerintah.

d. Mengupayakan pengembangan jabatan fungsional bidang pelayanan publik.

e. Memfasilitasi wadah asosiasi profesi pelayanan publik.

3) Korporatisasi Unit Pelayanan Publik

Salah satu kebijakan pemerintah dalam upaya peningkatan mutu pelayanan masyarakat, antara lain melalui kebijakan otonomi manajemen (Korporatisasi), yaitu pemberian kewenangan secara eksplisit dan jelas kepada unitlsatuan kerja tertentu dari lnstansi Pemerintah untuk menyelenggarakan manajemen operasional pelayanan secara mandiri dan otonom

Langkah-langkah Korporatisasi melalui :

a. Melakukan inventarisasi dan pemetaan fungsi-fungsi pelayanan publik.

b. Menetapkan kebijakan tentang pedoman Korporatisasi unit-unit pelayanan publik.

4) Pengembangan dan pemanfaatan E-Government bagi instansi pelayanan publik

Dalam rangka peningkatan pelayanan publik, maka pengembangan penyelenggaraan "E-Government" atau "Government On-line" pada seluruh organisasi pemerintah, baik di Pusat maupun Daerah terutama kepada instansi yang memberikan pelayanan kepada masyarakat diperlukan.

176

Melakukan koordinasi keterpaduan sistem penyelenggaraan E-Gov melalui jaringan informasi on-line antar instansi pemerintah baik pusat maupun daerah untuk mengakses seluruh data dan informasi terutama yang berkaitan dengan pelayanan publik dalam aspek transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat. Yang selanjutnya dikembangkan untuk memberikan pelayanan interaktif, sehingga melalui internet masyarakat dapat mengakses berbagai penyelenggaraan pelayanan publik.

Langkah-langkah pengembangan E-Government akan dilakukan dengan:

a. Menyusun pedoman pemanfaatan E-Government di lingkungan instansi pemerintah.

b. Pemberian fasilitasi oleh pemerintah pusat kepada daerah dalam rangka pemanfaatan E-Government.

c. Menetapkan peraturan perundang-undangan di bidang teknologi informasi (Cyber Law).

d. Pembudayaan pemanfaatan komputer dan telekomunikasi di lingkungan aparatur pemerintah.

5) Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik.

Dalam rangka mewujudkan transparansi dalam pelaksanaan pelayanan publik oleh aparatur, akan dikembangkan suatu konsepsi dengan membangun keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan fungsi-fungsi pelayanan publik untuk membangun kreativitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan di samping masyarakat dapat berpartisipasi penuh dan melakukan pengawasan social (social control).

Langkah-langkah peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik, antara lain :

a. Melibatkan masyarakat/LSM dalam penilaian kinerja pelayanan.

b. Menindaklanjuti pengaduan-pengaduan masyarakat mengenai keluhan/ saran/ pendapat berkaitan dengan pelaksanaan pelayanan.

c. Melibatkan masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik.

d. Melibatkan partisipasi masyarakat dalam melakukan kajian/analisa setiap penetapan kebijakan pemerintah di bidang pelayanan publik.

e. Menetapkan indeks kepuasan masyarakat.

177

6) Pemberian penghargaan dan sanksi kepada unit pelayanan masyarakat.

Dalam rangka memberikan stimulasi/rangsangan ataupun dorongan/motivasi dalam memberikan pelayanan yang baik, maka perlu adanya pemberian penghargaan dan sanksi kepada unit pelayanan.

Maksud dari pemberian penghargaan atau pengenaan sanksi antara lain adalah:

a. Membangun semangat dan mendorong kreativitas unit penyelenggara pelayanan masyarakat untuk memperbaiki dan meningkatkan kinerja dan mutu pelayanan.

b. Menumbuhkan prinsip akuntabilitas dan transparansi Aparatur.

c. Memotivasi unit pelayanan dalam memperbaiki dan meningkatkan kualitas kinerja pelayanan

d. Menciptakan model pelayanan percontohan.

V. Evaluasi Pelaksanaan Program Tahun 2002

Kegiatan yang telah dilakukan pada Tahun 2002 adalah sebagai berikut:

1 ... RUU Tentang Pelayanan Publik

Latar belakang diperlukan undang-undang antara lain: (a) sejalan dengan meningkat ekspektasi masyarakat terhadap pelayanan publik yang menjadi tanggungjawab penyelenggara pemerintahan termasuk Badan Usaha Milik Negara maka dibutuhkan kepekaan penyelenggara pelayanan publik terhadap tuntutan masyarakat yang diwadahi dalam peraturan perundang-undangan; (b) Perlindungan yang seimbang antara hak dan kewajiban dalam suatu undang-undang, selain mampu mengoptimalisasi tingkat kepuasan publik juga mendorong penyelenggaraan pelayanan publik bertingkah laku sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku.

Hambatan yang dialami dalam penyusunan RUU antara lain, masih dihadapkan pada kenyataan belum ada perubahan pola pikir (mind-set) aparatur, seperti (a) aparat masih memiliki pola sebagai pejabat yang harus dilayani; (b) sistem pelayanan publik yang tidak jelas; (c) rendahnya gaji pegawai negeri menjadikan pembenaran mendapatkan uang pelicin dari puiblik; (d) aparatur tidak pernah berposisi pada institusi atau oknum yang memperoleh sanksi; dan sebagainya,

Format dalam mewadahi pelayanan publik dalam peraturan perundang­undangan antara lain: (a) memberikan ruang bagi masyarakat terhadap

178

kine~a pemerintah; (b) Pengawasan kine~a pemerintah tidak lagi semata­mata dilakukan oleh instansi pemerintah yang lebih tinggi atau instansi pengawasan yang ditunjuk, melainkan dapat dilakukan oleh rakyat melalui saluran undang-undang ..

2. Penyusunan Konsep lndeks Kepuasan Masyarakat

Kine~a aparatur pemerintah di bidang pelayanan masyarakat yang sifatnya langsung dan menyentuh kepentingan masyarakat banyak, antara lain pelayanan transportasi/angkutan umum, pelayanan rumah sakit, pelayanan pertanahan, Puskesmas, telpon, listrik, BBM dll masih menjadi sorotan masyarakat.

Untuk mengetahui tingkat kepuasan masyarakat diperlukan sarana evaluasi dan monitoring antara lain dengan cara menyusun indeks kepuasan masyarakat.

Manfaat indeks kepuasan masyarakat adalah :

a. menyediakan data indeks kepuasan masyarakat dari waktu ke waktu;

b. mengidentifikasi data kekurangan/kelemahan dari setiap indikator dan variabel pelaksanaan pelayanan;

c. Mengevaluasi indikator/variabel pelayanan yang perlu di sempurnakan dalam upaya peningkatan kepuasan pelanggan/masyarakat.

3. Penilaian Dan Pemberian Penghargaan Kepada Unit Pelayanan Percontohan

Penghargaan kepada Unit Pelayanan Percontohan di Tingkat Nasional telah dilaksanakan pada bulan September s.d. Oktober tahun 2002. Jumlah unit pelayanan yang diusulkan sebanyak 99 unit pelayanan yang tersebar di 23 provinsi, yang meliputi 70 Kabupaten/Kota.

Unit pelayanan yang telah dinilai dan layak untuk diberikan penghargaan Citra Pelayanan Prima tahun 2002, berjumlah 85 unit pelayanan, yang terdiri dari Unit pelayanan yang memperoleh Piala Citra Pelayanan Prima sebanyak 25 unit, dan Unit pelayanan yang memperoleh Piagam Citra Pelayanan Prima sebanyak 60 unit.

4. Penghargaan kepada Unit Pelayanan Percontohan lnternasional, Surat Deputi VI Nomor : 107/D.VI.PAN/7/2002 tgl 2 Juli 2002 perihal usulan unit kerja pelayanan dalam rangka pemberian penghargaan lnternasional (United Nations Public Service Awards).

179

5. Pemberian Penghargaan Kepada PNS Teladan

Dalam rangka memberikan motivasi dan semangat ke~a kepada PNS yang memiliki prestasi kerja, kompetens, kemampuan ke~asama dan memiliki moral dan ahlak yang baik dalam pelaksanaan tugas, maka diberikan penghargaan dari pemerintah. Penghargaan ini merupakan salah satu sisi penting pembinaan personil yang perlu dikembangkan sekaligus diharapkan dapat memberikan motivasi agar pegawai yang bersangkutan lebih meningkatkan prestasinya.

6. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam rangka kepemerintahan yang baik dengan membentuk pilot proyek dibeberapa kota (kerja sama dengan GTZ)

Penyelesaian Pilot Project Pengembangan Good Governance di Solak, Bima dan Salatiga. a. Terbentuknya Tim Good Governance (Tim GG) di kota Salatiga dan

Kabupaten Bima, b. Terbentuknya Pengawasan lndependen (Government Watch) di

Kabupaten Solak (LPPI), kota Salatiga (Komawas) dan Kabupaten Bima (LPP),

c. Penetapan Best Practices Sekolah Percontohan di Kota Salatiga, Puskesmas Percontohan di Kabupaten Bima,

d. Pelatihan Report Card System,

e. Pelatihan tentang Pengawasan Anggaran Pemerintah Daerah Kota Salatiga,

f. Pelatihan Analisis dan Advokasi Anggaran untuk Pengawasan lndependen,

g. Peluncuran Mini Proyek di ·3 (tiga) Sekolah Best Practices di Kota Salatiga.

h. Selain itu memfasilitasi terbentuknya RUU Sistem Administrasi Kependudukan, pembentukan Forum Dialog Sistem Administrasi Kependudukan (SAK), mendukung terhadap proses terwujudnya RUU tentang Catatan Sipil dengan berpartisipasi secara aktif dalam Konsorsium Catatan Sipil.

i. Pengelolaan Pengaduan Masyarakat

Kegiatan yang telah dilakukan adalah menindaklanjuti terhadap 145 keluhan masyarakat yang melalui media massa, memberikan saran mengenai perlunya perubahan tata letak pelayanan perbankan dalam rangka mengurangi kejadian perampasan uang nasabah.

180

j. Menerbitkan Surat Kep Men.PAN NO: 208/M.PAN/7/2002 tanggal13 Juli 2002 tentang Pemantauan Dan Evaluasi Penyelenggaraan Pelayanan Publik.Surat Kep Men.PAN NO: 259.1/M.PAN/9/2002 tanggal 30 September 2002 tentang Keluhan Masyarakat Pada Sektor Pelayanan Publik

VI. PENGEMBANGAN BUDAY A KERJA APARATUR TAHUN 2002

Pelaksanaan Sosialisasi Pedoman Pengembangan Budaya Kerja Aparatur Negara (PBK) yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor 25/KEP/ M.PAN/4/2002, tanggal 25 April 2002 ke 6 propinsi (Sumut, Jambi, Jateng, Kalsel, Sulsel dan NTB) sesuai dengan program yang ditetapkan.

VII. Program PAN Bidang Pelayanan Publik Tahun 2003

Sasaran program ini adalah meningkatkannya kualitas pelayanan publik baik di pusat maupun di daerah melalui penyediaan peraturan dan pedoman tentang standar pelayanan umum bagi unit organisasi pemerintah yang didukung oleh penerapan teknologi informasi dan budaya kerja aparatur. Kegiatan program ini antara lain meliputi:

1. Sosialisasi dan Pengembangan konsepsi hukum tentang pelayanan publik;

2. Pedoman penyusunan Akta Pelayanan Publik;

3. Pedoman Supervisi Pelayanan Publik;

4. Sosialisasi kebijakan indeks kepuasan masyarakat sesuai bidang sektor;

5. Penyusunan pedoman pola penyelenggaraan pelayanan terpadu;

6. Kajian dampak pemberian penghargaan pada Unit Pelayanan Percontohan;

7. Pembangunan Sub-modul projek manajemen dari seluruh proyek yang mendapatkan dana APBN dalam rangka kebijakan transparansi administrasi proyek dilingkungan pemerintah;

8. Peningkatan Pelayanan Publik & Partisipasi masyarakat di tingkat lokal (pendamping Support for Good Governance/ G7Z);

9. Kajian kebijakan program pelayanan publik di bidang pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat;

10. Pengembangan Budaya Ke~a Aparatur; 11. Kajian pelayanan pemerintah dibidang fasilitasi kawasan industri I

pertumbuhan.

181

VIII. Rencana Program Oprioritas Tahun 2004

Dengan memperhatikan hasil evaluasi pelaksanaan program tahun 2002 dan program tahun 2003 serta mengantisipasi perkembangan lingkungan strategis yang terjadi pada tahun 2004, maka upaya kulitas pelayanan publik dilakukan melalui berbagai program dan kegiatan prioritas antara lainsebagai berikut:

1. Peningkatan koordinasi bagi instansi-instansi pemerintah yang tugas fungsinya yang saling terkait dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik melalui pembentukan atau pengembangan system pelayanan terpadu.

2. Pengembangan diklat-diklat teknis fungsional bagi aparatur bidang pelayanan termasuk penerapan modul-modul pelatihan budaya kerja.

3. Sosialisasi dan Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka E-gov untuk menunjang kualitas pelayanan publik aparatur pemerintah

4. Pembentukan dan pengembangan best practise (seperti di Kota Salatiga, Kabupaten Bima dan Kota Solok) di daerah lain pada sektor-sektor sesuai dengan kebutuhan daerah dalam rangka peningkatan Pelayanan Publik & Partisipasi masyarakatdi tingkat lokal (pendamping Support for Good Governance/ GTZ) ;

5. Melanjutkan Sosialisasi dan Pengembangan konsepsi hukum tentang pelayanan publik.

6. Melanjutkan sosialisasi dan penerapan kebijakan tentang indeks kepuasan masyarakat sesuai sektor-sektor.

7. Melanjutkan kegiatan penilaian dan pemberian penghargaan Citra Pelayanan Prima kepada unit-unit percontohan pelayanan

IX. Penutup

1. Keberhasilan pelaksanaan reformasi di bidang pelayanan publik memerlukan komitmen yang kuat dari pimpinan nasional dan seluruh penyelenggara negara di pusat dan daerah, serta tergantung dari sikap mental, tekad, semangat, ketaatan dan disiplin para penyelenggara negara, serta dukungan dan partisipasi masyarakat.

2. Mengacu Keppres Nomor 101 Tahun 2001, Kementerian PAN terus menerus berusaha meningkatkan koordinasi, implementasi dan sinkronisasi program melalui mekanisme forum Rakorpannas, Forteknis, Forkompanda dan forum-forum koordinasi sejenis lainnya. Oleh karena itu, Forum seperti ini sangat bermanfaat bagi kita semua dalam rangka

182

pengorganisasian pelaksanaan kebijakan PAN serta sinkronisasi yang bertujuan untuk mengefektifkan pencapaian sasaran.

Demikianlah pokok-pokok pemaparan tentang peningkatan kualitas pelayanan publik, dengan harapan dapat nienjadi kerangka acuan dan dijabarkan secara lebih konkrit oleh seluruh peserta RAKORPANNAS.

Jakarta, 17 Pebruari 2003 Deputi Bidang Pelayanan Publik

ttd

Prapto Hadi

183

SANKRI, LANDASAN SISTEM DAN PERSPEKTIF KEBIJAKAN PENDAYAGUNAAN APARA TUR NEGARA*l

Oleh:

Prof. Dr. Mustopadidjaja AR. Kepala Lembaga Administrasi Negara, Republik Indonesia.

Administrasi Negara adalah "administrasi" mengenai "negara" dalam keseluruh arti, unsur, fenomena, dan dinamikanya dalam mengemban perannya sebagai wahana perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara. Sistem adminis.trasi negara setiap negara bangsa dibangun berdasarkan dan merupakan penjabaran dari konstitusi negara; demikian juga Indonesia. Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia (SANKRI) dibangun atas dasar UUD 1945. Pada Pembukaan UUD 1945 terkandung dimensi-dimensi nilai SANKRI terdiri dari dimensi spiritual berupa pengakuan terhadap eksistensi dan rakhmat Allah YMK dalam perjuangan bangsa; dimensi kultural berupa dasar negara, dan dimensi institusional berupa cita-cita dan tujuan bernegara, bentuk negara, dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara; yang mengandung dan memanifestasikan nilai-nilai kemanusiaan dan peradaban yang luhur dan universal. Penempatan nilai­nilai tersebut dalam konstitusi negara mengimperasikan kepada para penyelenggara negara, aparatur negara dan warga negara, untuk senantiasa memperhatikan dan mengaktualisasikannya secara konsisten dalam kehidupan bernegara; merupakan nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Peran dan tanggung jawab seluruh unsur aparatur negara adalah mengaktualisasikan dan mewujudkan dimensi-dimensi nilai SANKRI tersebut dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa; membumikannya dalam kehidupan nyata. Tanggung jawab tersebut akan dapat diemban secara arief, efektif, dan produktif apabila SDM aparatur negara memiliki komitmen dan kompetensi yang mantap, dibuktikan dengan karya dan kinerja

•> Merupakan singkatan dengan beberapa perbaikan dari naskah awal yang disampaikan pertarna kali sebagai overview Buku I SANKRI pada Seminar Nasional : Rekonseptualisasi Sistem Administrasi Negara Kesatuan Republik Indonesia Dalam Menghadapi Tantangan Abad XXI" ; Jakarta, 7 Agustus, 2002.

185

nyata dalam mewujudkan tujuan bangsa bemegara, menurut posisi, peran, dan tanggung jawab masing-masing dalam SANKRI.

1. Buku SANKRI yang dikembangkan LAN (2002) beranjak dari pandangan dan pemahaman bahwa "administrasi negara" adalah "administrasi" mengenai "negara". "Administrasi negara" merupakan disiplin dan sistem mengenai "administrasi" dalam keseluruhan fenomena organisasi dan manajemen dmhat dalam konteks "negara·. Negara dilihat dalam keseluruhan unsur negara, utamanya mengenai kompleksitas serta dinamika kelembagaan pemerintahan negara dan masyarakat bangsa dalam penyelenggaraan negara di seluruh wilayah negara dan dalam hubungan antar bangsa, sesuai posisi, peran, dan tanggung jawab masing-masing sebagaimana ditetapkan dalam konstitusi negara dan ketentuan hukum administrasi negara (HAN) dalam arti luas.

Dalam hubungan keseluruhan makna, unsur, kompleksitas dan dinamika "administrasi mengenai negara" tersebut, SANKRI menekankan berlangsungnya "kerjasama rasional dan manusiawi dalam mewujudkan tujuan bersama dalam bemegara" sesuai dengan nilai esensial yang melekat pada definisi klasik mengenai administrasi negara, tantangan lingkungan yang dihadapi, dengan paradigma-paradigma administrasi negara dan pembangunan relevan yang diguna-kan sebagai dasar pendekatan, dan konsisten dengan dimensi-dimensi nilai dalam SANKRI.

Sistem administrasi negara dibangun suatu bangsa dengan maksud untuk mewadahi dan melangsungkan berbagai upaya bangsa dalam mencapai tujuan bemegara. Dalam posisi dan perannya sebagai wahana perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan negara bangsa tersebut, pengembangan sistem administrasi negara senantiasa didasarkan dan mengacu pada konstitusi negara bangsa bersangkutan; demikian pula Indonesia. SANKRI dibangun untuk mencapai tujuan NKRI. SANKRI merupakan wahana perjuangan bangsa Indonesia dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara, merupakan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara untuk mencapai tujuan NKRI. Sebagaimana sistem administrasi negara dari berbagai negara bangsa lainnya, SANKRI juga dibangun atas dasar konstitusi negara, yaitu Undang Undang Dasar (UUD) 1945, dan dimaksudkan untuk m·engemban amanat perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara sebagaimana terkandung dalam konstitusi tersebut. Hal ini mengandung makna bahwa keseluruhan institusi dan individu dalam SANKRI berkewajiban mengemban misi perjuangan mencapai tujuan NKRI, dan makna kehadirannya masing-masing harus dibuktikan atau dipertanggung jawabkan dengan karya dan kinerja nyata dalam mencapai tujuan tersebut sesuai bidang tugas masing-masing.

186

(Berbagai dimensi administrasi dan negara tersebut, termasuk hubungannya dengan konstitusi negara, serla keterlcaitannya dalam sistem dan disiplin administrasi negara serla dengan perlcembangan lingkungan stratejik, selanjutnya dapat dicermati pada Bab I, Buku I SANKR~.

2. Sebagaimana lazimnya suatu sistem, demikian juga SANKRI dan . sistem administrasi negara dari bangsa-bangsa lainnya, secara konsep-tual terdiri dari tiga unsur pokok; yaitu unsur nilai, berupa tata nilai yang mendasari, memotivasi, memberi acuan, dan merupakan tujuan; unsur struktur, berupa tatanan organisasi yang berkembang dalam penyeleng­garaan pemerintahan negara dan kehidupan masyarakat bangsa, dan dalam interaksinya dalam dinamika kehidupan antar bangsa; dan unsur proses, berupa aktivitas fungsi-fungsi manajemen dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa yang berperan mentransformasikan dan menghasilkan nilai-nilai tertentu sesuai dimensi nilai yang mendasari, memberikan acuan, dan yang merupakan tujuan yang harus diwujudkan SANKRI, yang diamanatkan konstitusi NKRI.

Dalam Pembukaan UUD 1945 terkandung nilai-nilai peradaban dan kemanusiaan yang sangat luhur dan mendasar, hakiki dan universal; yang menghikmati, melandasi, memberi acuan, dan menggariskan tujuan NKRI. Semua itu merupakan· dimensi-dimensi nilai SANKRI; merupakan nilai-nilai kebangsaan dan pe~uangan bangsa,~yang harus diwujudkan dalam hidup dan kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bemegara, dan dalam hubungan antar bangsa; sebagai acuan pokok dalam pembangunan visi, misi, dan strategi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan bangsa dewasa ini dan di masa datang. Secara keseluruhan dimensi-dimensi nilai SANKRI terdiri dari dimensi spiritual, berupa pengakuan terhadap kemaha kekuasaan dan curahan rakhmat Allah SWT dalam pe~uangan bangsa (pada alinea tiga); dimensi kultural, berupa landasan falsafah negara yaitu Pancasila; dan dimensi institusional, berupa cita-cita (alinea dua), dan tujuan bemegara serta nilai-nilai yang terkandung dalam bentuk negara dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara (alinea empat). Berbagai dimensi insitusional tersebut pada intinya menggariskan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan, negara hukum, dan negara demokrasi, negara yang bertujuan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat bangsa di seluruh wilayah negara bahkan di seluruh belahan dunia, dengan segala kandungan makna dan implikasinya dalam sistem dan proses penyelenggaraan pemerintahan negara termasuk yang dewasa ini dikenal sebagai nilai dan prinsip kepemerintahan yang baik (good governance).

3. Konstitusi negara kita menegaskan ~ahwa Republik Indonesia adalah negara hukum yang demokratis, berbentuk negara kesatuan dengan sistem dan

187

proses kebijakan yang mengakomodasikan peran masyarakat yang luas (terbuka, partisipatif, dan akuntabel). Pengambilan keputusan politik yang strategis dalam rangka penyeleriggaraan pemerintahan dan pembangunan, itu dilakukan bersama secara musyawarah dan mufakat melalui lembaga lembaga perwakilan [MPR; DPR(D)] sebagai representasi rakyat bangsa dari dan di seluruh wilayah negara yang terbagi atas daerah besar (Provinsi) dan kecil (Kabupaten/Kota, dan Desa) dengan kewenangan-kewenangan otonomi tertentu. Berbagai kebijakan pemerintahan tersebut kemudian dituangkan dalam peraturan per-undangan tertentu (Ketetapan MPR, UU, PP, Perpu, Keppres, dan Perda. UU, PP, dan Perda tentang susbstansi masalah publik tertentu ditetapkan pemerintah setelah mendapatkan persetujuan DPR(D), dan pelaksanaannya harus dilaporkan dan dipertanggungjawabkan kepada publik. Sebagai kebijakan yang dikembangkan dalam rangka penyeleng-garaan negara dan pembangunan bangsa untuk mencapai tujuan bernegara, keseluruhannya harus terjaga keserasian dan keterpaduannya satu sama lain. Dari sini kita melihat dimensi penting lainnya dalam SANKRI yaitu "kepastian hukum, demokrasi, kebersamaan, partisipasi, keterbukaan, desentralisasi kewenangan serta pengawasan dan pertanggungjawaban". Melekatnya berbagai dimensi nilai ters·ebut dalam SANKRI dimaksudkan agar kita dapat be~alan lurus dan mantap dalam mengemban perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.

Semua itu menunjukan komitrnen kuat dari konstitusi negara kita terhadap nilai dan prinsip kepemerintahan atau manajemen pemerintahan yang baik (good governance, GG), suatu pemerintahan yang amanah, dan merupakan amanat para founding fathers bangsa dan negara ini kepada generasi kini dan mendatang untuk mewujudkannya dalam penyeleng-garaan negara dan pembangunan bangsa, di pusat dan daerah. Sebagaimana kita ketahui, nilai dan prinsip dasar yang menandai GG secara universal antara lain adalah "kepastian hukum, transparansi, partisipasi, profesionalitas, dan pertanggung jawaban (akuntabilitas)"; yang dalam konteks nasional perlu ditambahkan dengan nilai dan prinsip "daya guna, hasil guna, bersih (clean govemmen~. desentralisasi, kebijakan yang serasi dan tepat, serta daya saing". Keseluruhan nilai dan prinsip GG tersebut merupakan dimensi institusional yang pada hakikinya melekat dalam SANKRI. Di dalamnya terdapat nilai dan prinsip desentralisasi sebagai essensi otonomi daerah yang telah dikembangkan bukan saja merupakan nilai dan prinsip yang secara inhaerent dianut UUD 1945 seperti ditetapkan pada Pasal 18 beserta penjelasannya tetapi juga sebagai responsi terhadap perkembangan lingkungan stratejik nasional dan internasional.

Penempatan dimensi-dimensi nilai tersebut dalam konstitusi negara mengimperasikan bahwa sistem dan proses administrasi negara berkewa-

188

jiban untuk mengaktualisasikan dan membumikannya secara konsisten; mewujudkannya sebagai perilaku individu dan institusi yang berperan dalam sistem dan proses administrasi negara sesuai posisi, peran, hak, kewajiban, dan tanggung jawab masing-masing dalam NKRI.

4. Dari definisi dan identifikasi fenomena, konsep-konsep, dan prinsip-prinsip yang berkembang dalam administrasi negara tersebut, selanjutnya dirumuskan ruang lingkup dan unsur-unsur yang merupakan bidang perhatian administrasi negara. Ditinjau dari segi unsurnya yang pokok dalam kehadirannya sebagai disisplin dan sebagai sistem, lingkup perhatian administrasi negara dalam SANKRI tersebut meliputi pokok-pokok sebagai berikut:

a. Tata nilai yang menjadi dasar dan tujuan serta acuan perilaku dari sistem dan proses administrasi negara; yang melandasi dan mengarahkan aktivitas lembaga-lembaga negara dan berkembangnya kerjasama rakyat bangsa dan dalam bernegara; meliputi dasar negara atau landasan falsafah dalam bernegara, cita-cita dan tujuan bernegara, serta berbagai tata nilai yang terkandung dalam bentuk negara dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara termasuk di dalamnya posisi dan peran atau pun hak dan kewajiban aparatur negara dan warga negara, serta etika dan cara-cara mencapai tujuan tersebut.

Hal ini menyentuh dimensi kultural dan institusional dari sistem dan proses administrasi negara, yang dalam SANKRI berkaitan pula dengan dimensi spiritual yang menghikmati keseluruhan sistem dan proses administrasi negara dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Dasar negara, cita-cita dan tujuan bernegara, serta berbagai tata nilai yang terkandung dalam bentuk negara dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, mengandung nilai-nilai kemanusian dan peradaban yang luhur serta nilai dan prinsip kepemerintahan yang baik, termasuk penegakan hukum, akunta-bilitas dan terselenggaranya kehidupan demokrasi secara ber-keadaban. Semua itu merupakan "nilai-nilai kebangsaan dan perjuangan bangsa" yang secara konstitusional harus dan secara operasional dapat dibumikan melalui sistem dan disiplin administrasi negara serta ilmu-ilmu pengetahuan lainnya dalam proses penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, asalkan para penyelenggara negara, aparatur negara dan masyarakat bangsa memiliki komitmen dan kompetensi yang mantap. [Berbagai dimensi nilai dalam SANKRI tersebut, termasuk sistem kepemimpinan, visi bangsa, dan etika dalam penyelenggaraan negara, selanjutnya dapat dicermati pada Bab II, Buku I SANKRI].

189

b. Organisasi pemerintahan negara, yang meliputi tatanan organisasi aparatur pemerintahan negara yang berada . di wilayah pemerintahan negara terdiri dari organisasi lembaga eksekutif (pemerintah), legislatif (badan perwakilan rakyat), yudikatif (badan peradilan) dan lembaga negara lainnya yang diperlukan, serta saling hubungannya dalam rangka penyelenggaraan negara; termasuk bagi penyelenggaraan hubungan antar negara; dan organisasi kesekre-tariatan lembaga-lembaga tersebut.

Organisasi tersebut disusun untuk mewadahi dan melangsungkan berbagai kegiatan dalam upaya mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara, sesuai bentuk negara dan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Keberadaan dan kegiatan setiap dan seluruh unsur daripadanya harus mengacu pada tugas dan tanggung jawabnya dalam mencapai tujuan bangsa bernegara, pada prinsip-prinsip organisasi dan manajemen pemerintahan yang realistis dan rasional, serta selaras dengan dimensi-dimensi nilai SANKRI, kemudian dibuktikan dengan karya dan kine~a nyata sebagai kontribusi setiap dan seluruh lembaga pemerintahan negara dalam mencapai tujuan NKRI. [Prinsip-prinsip penataan organisasi dan tatan_an organisasi dalam SANKRI tersebut selanjutnya dapat dicermati pada Bab Ill, Buku I SANKRI].

c. Manajemen pemerintahan negara. Manajemen pemerintahan negara atau manajemen publik merupakan unsur dinamik dari sistem administrasi negara yang berperan melakukan transformasi nilai yang terarah pada pencapaian cita-cita dan tujuan bernegara, melalui pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen dalam penyelenggaraan negara yang mengindahkan nilai dan prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik. Hal tersebut meliputi kegiatan pengelolaan pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan dalam berbagai bidang kehidupan masyarakat bangsa dan wilayah pemerintahan negara; yang pada dasarnya merupakan pelaksanaan fungsi-fungsi manajemen pemerintahan pada umumnya, seperti pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, perencanaan, pembiayaan, pelaksanaan, pengawasan dan pertanggung jawaban hasil-hasilnya dari setiap organisasi pemerintahan negara (responsibilitas dan akuntabilitas); yang harus dilakukan setiap dan seluruh lembaga pemerintahan negara dalam mengemban tugas pemerintahan baik aparatur pusat maupun daerah (provinsi, kabupaten, dan kota). · ..

Tugas pemerintahan negara demikian kompleks dan dinamik, harus senantiasa memperhatikan dimensi-dimensi nilai SANKRI serta perkembangan lingkungan stratejik yang dihadapi, menyebab-kan

190

pelaksanaan fungsi-fungsi manajerial dalam menanganinya memerlukan kompetensi dan sistem manajemen yang mantap, termasuk pengembangan aspek ketatalaksanaan yang efisien dan penerapan E­Adm, baik intra mau pun antar lembaga, dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik · secara prima. [Berbagai aspek dan prinsip-prinsip mengenai manajemen pemerintahan tersebut meliputi pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, pengelolaan. kebijakan perekonomian, perencanaan pembangunan, sistem anggaran dan pengelolaan pembiayaan luar negeri, pengawasan, serta pengelolaan badan-badan usaha negara dan daerah menurut prinsip-prinsip Good Corporate Governance, selanjutnya dapat dicermati pada Bab IV, Buku I SANKRI).

d. Sumber daya aparatur negara. Sumber daya manusia aparatur khususnya pegawai negeri sipil, TNI dan POLRI - dalam posisinya sebagai abdi masyarakat dan abdi negara, perekat kesatuan dan persatuan bangsa, mempunyai posisi, peran, tugas dan tanggung jawab tertentu dalam mengemban misi perjuangan bangsa mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara; merupakan unsur stratejik dalam penyelenggaraan tugas pemerintahan negara; pengelolaaan dan pembinaannya mendapatkan perhatian dalam keseluruhan aspek dan dimensinya, mulai recruitment, pengembangan kompetensi utamanya melalui penyelenggaraan diklat teknis, fungsional, dan kepemimpinan; pengembangan karier dan kesejahteraan, serta pemensiunan terkait dengan keadaannya pada masa purna tugas. Demikian pula unsur-unsur dan manajemen sumber daya lainnya (dana, prasarana, peralatan dan fasilitas kerja, termasuk di dalamnya teknologi informasi dan komunikasi). Keseluruhan sumber daya aparatur negara tersebut dikelola dalam organisasi kesekretariatan di setiap lembaga, mengikuti prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik.

[Berbagai aspek mengenai sumber daya manusia aparatur negara tersebut, termasuk prinsip-prinsip pengelolaannya melalui sistem manajemen kepegawaian negara, selanjutnya dapat dicermati pada Bab V, Buku SANKRI. Aktualisasi berbagai dimensi sumber daya tersebut diakomodasikan dalam administrasi kesekretariatan setiap lembaga pemerintahan, selanjutnya dapat dicermati pada Bab VII, Buku I SANKRI].

e. Sistem dan proses kebijakan negara. Dalam setiap negara demokrasi dan konstitusional, kekuasaan dan pelaksanaan tugas-tugas pemerintahan negara diselenggarakan melalui kebijakan publik, sebagai responsi atas permasalahan atau pun tantangan lingkungan stratejik domestik dan · internasional yang dihadapi. Sebagai sistem

191

penyelenggaraan kebijakan negara, peran administrasi negara dalam pengelolaan kebijakan pemerintahan negara mencakup hal-hal yang berkenaan dengan peran, tugas, dan fungsi negara dalam kehidupan bangsa. Fungsi administrasi negara dalam pengelolaan proses kebijakan publik dapat disederhanakan meliputi perumusan dan penentuan kebijakan; pelaksanaan kebijakan; dan evaluasi kinerja kebijakan yang dilaksanakan baik dalam rangka pemantauan, pengawasan internal, mau pun pengawasan eksternal dan pertanggung jawaban. Kebijakan negara dalam rangka penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dikembangkan untuk (a) mengatasi masalah-masalah bangsa dalam berbagai bidang kehidupan seperti dalam bidang kehidupan sosial, ekonomi, politik, hukum, agama, lingkungan hidup, hubungan internasional, dan permasalahan "public and international affairs" lainnya yang berkembang sebagai kondisi lingkungan administrasi negara, atau pun untuk (b) mencapai tujuan-tujuan bangsa dalam bernegara. Dari sudut keluasan lingkup, sifat, dan tingkatan operasionalisasinya kebijakan publik dapat pula diidentifikasi sebagai kebijakan stratejik, kebijakan manajerial, dan kebijakan tehnis.

Sesuai dengan dimensi-dimensi nilai SANKRI, pengelolaan berbagai kebijakan publik, kebijakan negara, atau kebijakan pemerintahan tersebut dikelola menurut prinsip-prinsip kepemerintahan yang baik serta dilakukan secara sistematis, rasional, dan realistis, dengan mengakomodasikan aspirasi dan partisipasi masyarakat, dan dengan memperhatikan "national law drafting and mechanism" kemudian dituangkan dalam berbagai bentuk peraturan perundang-undangan, sehingga memiliki kekuatan hukum dan menjamin kepastian hukum. [Berbagai aspek dan prinsip rnengenai sistem dan proses kebijakan publik tersebut, termasuk stratifikasi kebijakan dalam manajemen pemerintahan dan peraturan perundang-undangan, selanjutnya dapat dicermati pada Bab IV dan Bab VI, Buku I SANKRI].

f. Posisi, kondisi, dan peran masyarakat bangsa dalam bernegara. Negara eksis pada suatu wilayah karena adanya kesepakatan masyarakat bangsa yang hidup pada wilayah tersebut. Dalam sistem republik, negara didirikan oleh rakyat bangsa untuk mencapai tujuan bersama; karena itu merekalah pemilik kedaulatan negara, pelaku dalam dinamika kehidupan bernegara, dan merupakan kelompok sasaran utama dalam peningkatan kesejahteraan bangsa di seluruh wilayah pemerintahan negara. Oleh karena itu organisasi dan manajemen pemerintahan tidak dapat mengabaikan aspirasi dan peran masyarakat atau rakyat bangsa dalam penyelenggaraan pemerintahan negara, dalam proses kebijakan (formulasi, implementasi, dan evaluasi kinerja dalam

192

rangka pengawasan dan pertanggungjawaban) baik sebagai orang seorang maupun sebagai kelompok orang dalam organisasi yang dikembangkannya. Organisasi yang berkembang dalam dinamika kehidupan masya-rakat bangsa merupakan unsur dan assets penting dalam bemegara yang bertalian dengan hak dan kewajiban warga negara dalam berbagai bidang kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara; merupakan bagian dari sistem dan proses administrasi negara, serta menjadi salah satu fokus perhatian disiplin dan sistem administrasi negara. [Berbagai dimensi sehubungan dengan kondisi, hak, keawajiban, dan peran warga negara dalam sistem dan proses administrasi negara tersebut, selanjutnya dapat dicermati pada Bab I, Bab II, IV dan Bab VI, Buku I SANKRI].

g. Hukum administrasi negara. Hal ini meliputi dimensi hukum bertalian dengan pengaturan . sistem dan proses penyelenggaraan negara, termasuk mengenai eksistensi, tugas, fungsi lembaga-lembaga pemerintahan negara, tata cara dalam pengelolaan pelaksanaan tugas, saling hubungannya satu sama lain, serta karya dan kine~a kebijakan dan perundang-undangan yang dihasilkan masing-masing lembaga. Pengembangan HAN dimaksudkan agar kelembagaan negara tersusun dan terselenggara secara berkepastian hukum, efisien, proporsional, efektif, tertib, dan mengindahkan nilai-nilai kemanusiaan, keadilan, kebenaran, dan demokrasi. Pendekatan administrasi negara menempatkan HAN secara luas terdiri dari hukum tata negara (HTN) dan HAN yang lazim dikenal dalam ilmu hukum sebagai HAN dalam arti sempit. Fokus HAN adalah pada legal control of political power and administrative authority dengan lokus meliputi lembaga-lembaga negara, baik pada pemerintahan pusat mau pun daerah (provinsi, kabupaten, dan kota) sehingga penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dapat berlangsung sesuai dengan dimensi-dimensi nilai yang menghikmati atau yang mendasari dan memberi acuan sistem dan proses administrasi NKRI.

Mengacu pada prinsip negara hukum dan demokrasi, konsep HAN menekankan sistem dan proses penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa dikembangkan menurut norma, kaidah, dan ketentuan hukum yang berlaku dalam kehidupan bernegara, dan bertumpu pada konstitusi bernegara. Sistem dan proses administrasi negara terikat pada struktur peraturan perundangan; artinya dalam penyelenggaraan pemerintahan negara ada keharusan untuk mematuhi ketentuan perundang-undangan; setiap kebijakan dan tindakan harus dapat dipertanggung jawabkan secara hukum. Dalam hubungan itu, administrasi negara sebagai sistem penyelenggaraan kebijakan negara

193

juga mensyaratkan . agar setiap kebijakan yang ditetapkan oleh penyelenggara pemerintahan negara pada level tertentu, yang kemudian dituangkan dalam suatu peraturan perundangan tertentu, harus konsisten, tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi, misalnya antara Keppres dan Kepmen dengan UU dan PP terkait; dan sesuatu kebijakan atau peraturan perundangan yang dikeluarkan sesuatu lembaga pemerintahan negara mengenai bidang yang sama harus sesuai dengan kewenangan, sedangkan untuk bidang yang terkait harus bersifat saling mendukung. Hal tersebut diperlukan untuk mewujudkan kepastian hukum serta keserasian dan keterpaduan antar kebijakan pada setiap dan seluruh tingkatan dan wilayah admi­nistrasi pemerintahan. [Berbagai dimensi hukum dalam sistem dan proses administrasi negara tersebut, selanjutnya dapat dicermati pada Bab I dan Bab VI, Buku I SANKRI].

h. Electronic Administration. Sementara itu, di penghujung Abad 20 berkembang satu fenomena yang tidak pernah terjadi sebelumnya, yakni perkembangan kemampuan dan aplikasi teknologi komunikasi dan informasi. Teknologi ini telah merevolusi kehidupan umat manusia dari waktu ke waktu sejak ditemukannya micro chip. Aplikasi teknologi tersebut pada lembaga pemerintahan yang diidentifikasi sebagai electronic administration (e-Adm) yang dapat lebih dikenal dengan istilah electronic government (e-Govt). Pada essensinya, e-Adm adalah aplikasi teknologi informasi dan komunikasi dalam administrasi publik, sebagai upaya untuk merevitalisasi organisasi dan manajemen pemerintahan agar dapat melaksanakan tugas dan fungsinya secara prima, baik dalam pengelolaan kebijakan, pelayanan informasi, mau pun dalam pengelolaan pelayanan publik.

Pengembangan e-Adm atau e-Govt ini merupakan jawaban atas perubahan lingkungan stratejik yang menuntut adanya administrasi negara yang efisien, efektif, transparan, dan akuntabel; baik dalam kehidupan bangsa, maupun dalam hubungan antar bangsa. Konsekuensinya ketertutupan manajemen publik yang sebelumnya telah menjadi stigma dari birokrasi publik telah berubah menjadi lebih terbuka, aksesif, permisif, dan partisipatif menghasilkan kedekatan dan interaksi atau keterlibatan masyarakat semakin besar, luas, dan cepat. Pola interaksi berubah dari "one stop services· menjadi "non stop services". [Beberapa aspek dan prinsip mengenai electronic administration dalam sistem dan proses administrasi negara tersebut, selanjutnya dapat dicerinati pada Bab VIII, Buku I SANKRI].

Secara analitis, berbagai pokok pengamatan dan ·identifikasi permasalahan dalam sistem dan proses administrasi negara tersebut dapat dikelompokan

194

atas unsur-unsur yang melekat pada suatu sistem, yaitu tata nilai (=a), struktur (= b, d, f. g), dan proses (= c, e, h). Unsur inputs dapat dikelompokan pada unsur (a); sedangkan unsur outputs dapat diidentifikasi pada perubahan dalam unsur struktur dan proses, serta pada kebijakan dan perubahan kondisi lingkungan administrasi negara dalam hubungannya dengan kinerja aktivitas penyelenggaraan negara.

Dalam pada itu, administrasi kesekretariatan meliputi berbagai dimensi organisasi dan manajemen internal suatu lembaga pemerintahan diuraikan dalam Bab VII, Buku I SANKRI.

5. Makna dan eksistensi administrasi negara sebagai suatu disiplin dan sistem ditandai oleh kapasitasnya dalam mengembangkan dan melang-sungkan kerjasama kelembagaan (organizationa~ yang dilakukan melalui kegiatan pengelolaan (manageria~ yang sistematis, realistis, rasional, manusiawi, berkepastian hukum, produktif, dan berkesinam-bungan, untuk mencapai berbagai tujuan bernegara, baik dalam rangka intra maupun antar organisasi yang berkembang dalam dinamika kehidupan bernegara.

SANKRI sebagai sistem penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa merupakan wahana perjuangan bangsa dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan NKRI. Keabsahan setiap dan keseluruhan unsur SANKRI dan SDM nya diukur dari karya dan kinerja yang dihasilkannya dalam mengemban misi perjuangan mewujudkan cita-cita dan tujuan bernegara.

Buku I SANKRI memuat konsep dan prinsip-prinsip pokok mengenai sistem dan proses administrasi negara yang perlu diperhatikan dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa, dimana terkandung nilai dan prinsip-prinsip kepemerintahan yag baik; dapat pula dipergunakan sebagai landasan sistem dan perspektif kebijakan dalam pengembangan strategi dan langkah-langkah kebijakan PAN dewasa ini dan di masa datang. ·

Pengembangan SANKRI, dewasa ini dan di masa datang harus senantiasa memperhatikan konsistensinya dengan dimensi-dimensi nilai yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945; yang diaktualisasikan secara rasional dan realistis melalui berbagai bentuk kebijakan dan sistem pelayanan, dengan memperhatikan perkembangan lingkungan stratejik, dan paradigma­paradigma relevan di bidang administrasi negara dan pembangunan yang bersifat interdisipliner; sehingga dimensi-dimensi nilai tersebut dapat dibumikan secara tepat dalam keseluruhan proses penyelenggaraan kebijakan negara dan pembangunan bangsa.

195

"Administrasi negara adalah administrasi mengenai negara"; batasan pengertian ini merupakan titik tolak pandangan dan pemahaman mengenai administrasi negara yang mendasari SANKRI. Kalimat sederhana mengenai pengertian "administrasi negara" tersebut mengandung makna, lingkup, paradigma, dan implikasi yang mendasar dalam penyelenggaraan negara dan pembangunan bangsa. Dalam hubungan itu pendekatan sistem (system approach) pada dasarnya menekankan lingkup pengamatan yang meliputi keseluruhan unsur dalam "administrasi" maupun "negara", utamanya keterkaitan antar unsur yang terdapat pada keduanya sebagai fenomena dan fokus perhatian "administrasi negara" sebagai disiplin dan sistem yang multidimensional dan dinamik.

Dilihat secara disipliner, eksistensi "administrasi" senantiasa ditandai fenomena-fenomena "organisasi" dan "manajemen" dalam berbagai bentuk dan aktivitasnya, dari penyusunan rencana, kebijakan, pengelolaan pelaksanaan, pengawasan, pertanggung jawaban, hingga pengetikan dan penyimpanan surat, serta menjaga keseluruhannya itu berlangsung secara sistematis, tertib, nyaman, dan aman. Eksistensi "administrasi" sebagai sistem ditandai oleh adanya saling hubungan dan berlangsungnya kerjasama intra dan antar lembaga yang berisikan rangkaian kegiatan yang dilakukan secara sistematis, rasional, dan manusiawi, untuk mencapai tujuan bersama. Sedangkan "negara" dapat dipahami merupakan entitas yang terdiri dari tiga unsur berupa rakyat atau masyarakat bangsa, wilayah negara, dan pemerintahan negara. Eksistensi negara sebagai suatu sistem institusi hukum dan kekuasaan ditandai dengan kompleksitas dan dinamika aksi, reaksi, dan interaksi yang dilakukan oleh lembaga-lembaga pemerintahan negara dan masyarakat bangsa untuk mencapai tujuan-tujuan bernegara, sesuai posisi, peran, hak, dan kewajiban masing-masing dalam bernegara, yang dipengaruhi pula oleh sistem penyelenggaraan pemerintahan negara.

Makna dan eksistensi administrasi negara sebagai suatu disiplin dan sistem akan ditandai oleh kapasitasnya dalam mengembangkan dan melangsungkan kerjasama kelembagaan (organizationan yang dilakukan melalui kegiatan pengelolaan (managerian yang sistematis, realistis, rasional, manusiawi, berkepatian hukum, produktif, dan berkesinambungan, untuk mencapai berbagai tujuan bernegara, baik dalam rangka intra mau pun antar organisasi yang berkembang dalam dinamika kehidupan bernegara.

Dalam hubungan itu ada baiknya apabila kita perhatikan pandangan beberapa ahli mengenai makna dan lingkup administrasi negara. Buku klasik yang ditulis Dwight Waldo sebagaimana juga buku yang ditulis ahli-ahli lainnya

196

mengungkap dimensi "organisasi dan manajemen· sebagai pilar utama administrasi negara. Pemahaman Waldo mengenai "administrasi (organisasi dan manajemen) negara• menemukenali fenomena dan substansi sangat essensial yang melekat dalam sistem dan disiplin administrasi negara, yaitu "kerjasama yang rasional dan manusiawi" (rational human cooperation) yang dikembangkan untuk mencapai tujuan bersama dalam bernegara.

Fenomena organisasi dan manajemen yang agaknya perlu juga mendapatkan perhatian lebih jauh pada kesempatan ini adalah identifikasi dan pandangan dari Briyant dan White (1982). Briyant dan White, mengemukakan adanya beberapa pendekatan yang dapat dipergunakan untuk lebih memahami organisasi dan fungsi-fungsi nianajemen khususnya dalam hubungan pembangunan negara-negara berkembang, yang dibaginya ke dalam 2 kelompok sebagai berikut.

Pertama, Teori Organisasi, meliputi (a) organisasi sebagai sistem pembuat keputusan dan ·pericapaian tujuan yang sangat dipengaruhi oleh rasionalitas ekonomi; dan (b) organisasi sebagai bagian dari lingkungan sosiologi yang lebih luas dan mempengaruhi beifungsinya organisasi, termasuk dalam kelompok ini antara lain adalah model "sistem terbuka" ala Kast dan Kahn (1978) serta Thompson (1967), model ini menekankan pada 2 aspek yaitu organisasi dan berbagai kelompok lingkungannya, seperti "model kontingensial" ala Lorsch (1967). Kedua, Teori Perilaku. Sejajar dengan kedua pendekatan pada teori organisasi di atas, Bryant dan White mengemukakan adanya 3 pokok pendekatan untuk memahami perilaku, yaitu; (1) Model Rasional, memusatkan perhatian pada individu anggota organisasi yang diasumsikan bersifat rasional dan mempunyai berbagai kepentingan, kebutuhan, motif dan tujuan, di antara pendukungnya terdapat antara lain Downs (1967), dan Simon (1973); (2) Model Sosiologik (Sosio­psikologik), berlandaskan bidang pengetahuan anthropologi, sosiologi, dan psikologi perilaku melihat pengaruh timbal balik antara sikap dan perilaku individu dalam hubungan dengan lingkungannya yang kompleks. Di antara pendukung teori ini terdapat Bern (1970); dan (3) Model Pengembangan Hubungan Manusia, memusatkan perhatian pada tujuan yang ingin dicapai dan pengembangan berbagai sistem motivasi menurut jenis motivasi dan disain organisasi yang cocok yang dipandang akan dapat memaksimumkan kegairahan kerja dan produktivitas. Di antara pendukung teori ini terdapat Maslow (1954), McGregor (1961) dan ~ennis (1969). Dalam rangka kemungkinan penerapan ketiga teori tersebut Bryant dan White berpendapat "The most fruitful way to combine them is to use the rational model to explore the extent to which people are able to make choices and pursue goals, the social- psychological model to sensitize us to ways in which peoples' choice are formed, and the humanist model to consider the possibilities of value change and development within the context of organizations" (Coralie Bryant dan Louise G. White, 1982: 101).

197

Dalam pada itu paradigma-paradigma mutakhir yang berpengaruh dalam perkembangan teori dan praktik administrasi negara dalam beberapa dekade terakhir ini, seperti antara lain terlihat dalam karya Nicholas Henry (1975/85), Frederickson (1976), memandang dikotomi antara politik ("perumusan dan penentuan kebijakan") dan administrasi (semula terbatas pada "pelaksanaan kebijakan") sebagai tidak realistis. Baik dalam paradigma akhir dari Nicholas Henry (= administrasi negara sebagai administrasi negara), maupun dari Frederickson (= administrasi negara baru) terungkap bahwa administrasi negara bukan saja mempunyai fokus dan fungsi tradisional berupa "pelaksanaan kebijakan" tetapi juga "perumusan dan penentuan", serta "pengawasan dan penilaian hasil-hasil pelaksanaan atau kinerja berbagai kebijakan". Tokoh lain, Nigro & Nigro (1977: 11-12) mengemukakan bahwa termasuk ke dalam lingkup administrasi negara adalah masalah "perumusan dan penentuan kebijakan". Bahkan tokoh administrasi negara dari Amerika Serikat itu berpendapat bahwa "Administration officials not only have more policy decisions to make, but the problems they must resolve or are expected to resolve in excercising their discretion are also more difficult, some time exceedingly so". Hal itu terjadi bukan saja dalam praktik administrasi negara di negara-negara berkembang yang masih harus memikul peranan menyeleng­garakan tugas-tugas pembangunan yang demikian kompleks, tetapi juga di negara­negara industri maju.

Sejalan dengan perkembangan praktik dan paradigma-paradigma kontemporer di bidang administrasi negara, Mustopadidjaja AR (1984, 2002) mengidentifikasi empat dasar bangunan paradigma yang merupakan teori dasar di bidang administrasi negara, yaitu paradigma "struktural fungsional, perilaku, sistemik, dan publik deterministik". Kemudian mencatat berkembangnya fenomena yang semakin mengejawantah nilai-nilai kemanusiaan dalam perkembangan pemikiran dan sistem administrasi negara; dan menarik kesimpulan bahwa "pengelolaan kebijakan" (= "perumusan, pelaksanaan, dan penilaian kinerja kebijakan") sebagai core business dari administrasi negara; serta mendefinisikan administrasi negara sebagai "sistem penyeleng-garaan kebijakan negara". Dalam rangka itu dalam dekade terakhir Abad 20 berkembang pula pendekatan-pendekatan baru yang terarah pada "Reinventing Government" (Osborne dan Gaebler) atau pun "Bunishing Bureacracy" (Osborne dan Plastrik) serta /'Learning Organization// (Peter Senge) serta perwujudan //Good Govemance11

, sebagai pendekatan paradigmatik yang berisikan kombinasi dari keempat teori dasar tersebut yang dapat dikembangkan dalam reformasi administrasi publik.

198

PRIORITAS PROGRAM PENATAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Oleh:

Hardijanto (Kepala Badan Kepegawaian Negara)

A. PENDAHULUAN

"Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang­undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian", merupakan landasan dasar bagi perumusan kebijaksanaan manajemen kepegawaian, khususnya pegawai negeri sipil (PNS). Berdasarkan Undang­undang tersebut, kebijaksanaan manajemen pegawai negeri sipil berada pada Presiden selaku Kepala pemerintahan (Pasal 13 ayat (1). Untuk menjamin ketancaran penyelenggaraan kabijaksanaan manajemen pegawai negeri sipil dibentuk Bad an Kepegawaian Negara (pasal 34 (1 )). Bad an Kepegawaian Negara menyelenggarakan manajemen PNS yang mencakup perencanaan, pengembangan sumberdaya PNS dan administrasi kepegawaian, pengawasan dan pengendalian, penyelenggaraan dan pemeliharaan informasi kepegawaian, mendukung perumusan kebijaksanaan kesejahteraan PNS, serta memberikan bimbingan teknis kepada unit organisasi yang menangani kepegawaian pada instansi pemerintah pusat dan pemerintah daerah (Pasal 34 ayat (2)).

Secara substantif, Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 secara jelas memberi arah pada terwujudnya PNS yang ideal, dalam arti PNS yang dapat menjadi pengikat dan pemersatu bangsa serta PNS profesional yang mampu memberikan pelayanan dengan memenuhi standar kualitas yang ditetapkan dan sesuai dengan harapan masyarakat yang dilayani. Hal ini tampak pada substansi undang-undang tersebut yang antara lain adalah:

1. Undang-undang kepegawaian menganut filosofi unified civil servant yang berarti seluruh PNS adalah PNS pemerintah Republik Indonesia.

2. , PNS harus profesional, netral dan adil, dalam arti dapat memberikan pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditentukan dan menjunjung tinggi etika profesi, tidak berafiliasi pada partai atau golongan tertentu,

199

serta memberikan pelayanan terbaik tanpa membeda-bedakan antar kelompok yang ada dimasyarakat.

3. PNS merupakan salah satu unsur perekat dan pemersatu bangsa dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia:

4. Manajemen kepegawaian dilaksanakan secara terdesentralisasi dengan norma, standar, dan prosedur yang ditetapkan secara nasional.

5. Perbedaan PNS Pusat dan PNS daerah didasarkan pada sumber dana pembayaran gaji PNS.

Meskipun Undang-undang di bidang kepegawaian secara jelas mengarahkan pada terwujudnya PNS yang profesional, namun harus diakui bahwa kualitas pelayanan yang diberikan oleh PNS pada umumnya masih jauh dari harapan masyarakat. Hal ini tercermin dari banyaknya keluhan dan kritik terhadap pelayanan PNS yang pada umumnya dirasakan lambat, tidak tepat waktu, biaya pelayanan tidak jelas, prosedur berbelit-belit, aturan tidak jelas, dan diskriminatif dalam memberikan pelayanan.

Fokus dari uraian berikut adalah penyiapan penyajian prioritas program penataan pegawai negeri sipil yang akan dilaksanakan oleh Badan Kepegawaian Negara pada tahun 2003. Agar diperoleh gambaran atau latar belakang yang lebih lengkap, sebelumnya diberikan informasi secara singkat tentang "kondisi saat ini" dan "reformasi kepegawaian".

B. KONDISI SAA T INI

Secara substantif ada tiga permasalahan besar yang menyelimuti bidang kepegawaian, khususnya PNS bahkan juga ketenagakerjaan di Indonesia pada umumnya. Ketiga masalah tersebut adalah :

Pertama, ketidak sesuaian antara latar belakang keahlian/kecakapan dengan tugas atau pekerjaan yang dilaksanakan (Mismatch). Dikalangan PNS cenderung terjadinya mismatch sudah terbuka sejak seseorang menjadi calon pegawai negeri sipil (CPNS) karena rekruitmen didasarkan pada jenjang dan bidang pendidikan bukan pada kompetensi jabatan.

Kedua, sebagian atau mungkin sebagian besar PNS secara kuantitatif beke~a (dalam arti melakukan peke~aan sesuai tugas yang diemban) dengan jumlah waktu kerja dibawah jumlah yang seharusnya (underemplyomen~. Gejala underemployment saat ini tampak cenderung semakin meningkat sehingga perlu dipertanyakan adalah : Apakah memang tidak ada yang dike~akan? Atau : Apakah pimpinan unitnya tidak ·mampu menciptakan kegiatan ke~a?

200

Ketiga, secara makro, distribusi antar daerah dan alokasi antar instansi sudah sejak lama mengalami ketimpangan. Ketimpangan yang terjadi tidak hanya dalam arti kuantitatif tetapi juga secara kualitatif. Di daerah-daerah atau instansi tertentu mengalami kekurangan PNS, sementara di daerah lain atau instansi lain mengalami kesulitan mengelola kepegawaian secara benar karena jumlah PNS yang berlebihan. Demikian pula mengenai kualitas PNS yang ada. Pada umumnya PNS yang berkualitas lebih cenderung memilih tern pat -tempat tertentu yang memungkinkan untuk menyalurkan aspirasinya.

Dari permasalahan utama tersebut, secara spesifik dapat diidentifikasikan beberapa kenyataan kondisi saat ini sebagai berikut :

1. Manajemen Kepegawaian Belum Berorientasi Pada Manajemen Sumber Daya Manusia.

Menajemen kepegawaian pada umumnya masih bersifat ketata­usahaan, yang antara lain berupa kegiatan pencatatan, pembuatan surat keputusan, yang umumnya bersifat rutin. Sedangkan kegiatan perencanaan kepegawaian, pengembangan pegawai dan lain-lain kegiatan yang berkaitan dengan manajemen sumber daya manusia pada umumya sedikit sekali dilakukan.

2. Distribusi PNS Kurang Serasi Dengan Distribusi Tugas dan Fungsi

Ukuran birokrasi pemerintahan di Indonesia tidaklah terlalu besar apabila dibandingkan dengan ukuran birokrasi pemerintah di negara lain. Namun demikian, distribusi PNS di Indonesia kurang sesuai dengan distribusi tugas dan fungsi antar tingkatan pemerintahan, sektor dan antar wilayah/daerah. Kebijakan desentralisasi dan otonomi daerah membuat sebagian besar tugas dan fungsi pemerintahan di bidang pelayanan umum menjadi kewenangan daerah. Untuk menjamin agar daerah mampu melaksanakan tugas dan fungsinya, kemampuan SDM di daerah perlu ditingkatkan, baik jumlah maupun kualitasnya. Untuk itu lebih kurang 2 juta PNS pusat secara administrasi telah direalokasikan ke daerah. Pelaksanaan realokasi tidak berjalan dengan mudah, antara lain disebabkan: Alih PNS dari pusat ke daerah belum diimbangi dengan perencanaan yang memadai sebagai dampak belum adanya persyaratan jabatan yang baku, dan lemahnya sistim informasi manajeman kepegawaian. Sebagai akibatnya, banyak PNS yang dilimpahkan, tidak ditempatkan sesuai dengan kompetensinya serta adanya resistensi dari beberapa pemerintah daerah terhadap limpahan pegawai pusat. Selain itu pengkotakan PNS menyebabkan sulitnya pemindahan PNS antar daerah, penyebaran

201

tenaga strategik untuk daerah-daerah yang membutuhkannya, dan penyusunan sistim karier nasional.

3. Sistem Kepegawaian belum berorientasi pada Merit

Sistem kepegawaian yang ada masih jauh dari sempurna. Hampir semua prakondisi bagi sistem yang berorientasi pada merit seperti klasifikasi jabatan, uraian tugas, standar kompetensi serta sistem penilaian kinerja yang obyektif masih belum tersedia. Akibatnya, rekrutmen belum dapat didasarkan pada rencana kebutuhan yang rasional. Hal ini menyebabkan terjadinya ketidaksesuaian antara jenis keahlian tenaga yang ada dengan jenis keahlian yang dibutuhkan.

4. Remunerasi Belum Dikaitkan Oengan Tugas dan Tanggung Jawab

Dewasa ini besaran gaji yang diberikan kepada PNS belum didasarkan pada bobot jabatan dan kompetensi, sehingga kurang mendorong PNS untuk lebih berprestasi sesuai dengan kompetensinya. Di samping itu, gaji dan tunjangan yang diterima PNS pada umumnya belum bisa memenuhi kebutuhan hidup minimum.

5. Sistem Akuntabilitas Masih Lemah

Mekanisme akuntabilitas belum dapat ditegakkan. Hal tersebut disebabkan antara lain karena tidak jelasnya uraian tugas dan tanggung jawab PNS serta sasaran pencapaian hasil yang dibebankan kepadanya.

Akibat dari kenyataan seperti yang diuraikan di atas, tampak munculnya beberapa kecenderungan sebagai berikut:

• Penyimpangan terhadap norma, standar dan prosedur; • Distribusi dan alokasi PNS tidak berjalan lancar, atau bahkan macet; • Mobilitas vertik~l maupun horisontal PNS terganggu; • Adanya intervensi politik di bidang kepegawaian.

C. REFORMASI KEPEGAWAIAN

Reformasi kepegawaian bertujuan untuk menciptakan sistem manajemen kepegawaian yang mampu mengembangkan profesionalitas dan pembinaan karier yang berorientasi pada kinerja dalam rangka mendukung pencapaian tujuan organisasi dan mewujudkan good govemace. Adapun sasaran reformasi birokrasi adalah tersusunnya kebijakan dan pedoman bidang kepegawaian secara komprehensif yang mencakup aspek perencanaan, pembinaan, dan pemberhentian PNS yang mampu mendorong peningkatan

202

motivasi, kine~a. daya saing, dan tumbuhnya budaya PNS yang positif, serta penerapan prinsip-prinsip akuntabilitas.

Untuk menjamin tercapainya tujuan dan sasaran reformasi kepegawaian, maka ditempuh beberapa strategi sebagai berikut:

1. Lingkup pembinaan kepegawaian adalah nasional

2. Memungkinkan dipenuhinya asas profesionalitas dan netralitas.

3. Mampu melayani masyarakat serta mempunyai daya saing nasional/global.

4. Penyangga kesatuan dan persatuan bangsa.

5. Pembentukan dan pembinaan sikap dan perilaku PNS sebagai aparatur negara.

Adapun prinsip-prinsip sebagai dasar pengembangan kepegawaian adalah: Pertama, mengembangkan sistem kepegawaian yang "unifed" (UU No.43/1999) dengan · desentralisasi manajemen yang proporsional dan rasional, sehingga konsep otonomi daerah dilaksanakan dalam rangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kedua, Mengembangkan sistem kepegawaian yang mampu mengantisipasi perkembangan lingkungan stratejik yang berorientasi pada pelayanan serta pemberdayaan masyarakat. Dan ketiga, memantapkan profesionalitas PNS yang seimbang atau sesuai dengan kebutuhan organisasi, pengembangan karier dan kesejahteraan pegawai.

D. PRIORITAS PROGRAM PENATAAN PEGAWAI NEGERI SIPIL

Dalam pidatonya pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia pada tanggal 1 Agustus 2002, Presiden Republik Indonesia menekankan perlunya segera diwujudkan pegawai negeri sipil yang profesional, netral, sejahtera dan akuntabel. Dalam mewujudkan PNS yang profesional, netral, sejahtera dan akuntabel tersebut, maka program kerja BKN untuk tahun 2003 difokuskan pada tiga hal. Ketiga hal tersebut adalah: Pertama, penyusunan klasifikasi jabatan; Kedua, penyusunan standar kompetensi; Ketiga, membangun sistem informasi manajemen kepegawaian.

1. Penyusunan Klasifikasi Jabatan

Penyusunan klasifikasi jabatan merupakan langkah awal untuk menentukan beban kerja suatu jabatan. Berdasarkan klasifikasi jabatan antara lain dapat disusun: peta jabatan, beban kerja organisasi, dan formasi. Apabila besarnya gaji didasarkan pada beban kerja suatu

203

jabatan, maka klasifikasi jabatan merupakan salah satu bahan penting untuk menyusun pertimbangan dalam menentukan skala gaji.

2. Penyusunan Standar Kompetensi

Salah satu penyebab utama te.rhambatnya peningkatan profesionalitas PNS karena tidak adanya standar kompetensi pada organisasi pemerintah. Tanpa adanya standar kompetensi pada setiap jabatan, berbagai kegiatan yang berkaitan dengan perencanaan, pembinaan karier, dan pengembangan PNS menjadi tidak terarah. Dengan adanya standar kompetensi diharapkan akan terjadi perubahan mendasar dalam berbagai kegiatan di bidang kepegawaian yang lebih mengarah pada profesionalitas, seperti perubahan-perubahan pada: rekrutmen, seleksi, penilaian kerja, rotasi, promosi, pola karier, insentif dan kompensasi, penghargaan, dan sebagainya.

3. Membangun Sistem lnformasi Manajemen Kepegawaian

Kualitas perumusan keputusan di bidang kepegawaian sangat tergantung pada kualitas informasi yang tersedia. Salah satu upaya yang harus segera dilakukan untuk mengatasi berbagai masalah di bidang kepegawaian adalah dengan membenahi kelemahan di bidang informasi kepegawaian. Oleh karena itu, pembangunan sistem informasi manajemen kepegawaian mutlak harus dilakukan sebelum permasalahan yang ada semakin terakumulasi dengan permasalahan yang timbul dikemudian hari. Dengan terbangunnya sistem informasi manajemen kepegawaian yang dapat diandalkan diharapkan bisa menghasilkan informasi yang tepat dan akurat sebagai bahan berbagai perumusan keputusan di bidang kepegawaian.

Selain ketiga prioritas program sebagaimana tersebut di atas, pada tahun ini Badan Kepegawaian Negara juga sedang mengembangkan instrumen dalam rangka penyusunan beberapa standar yang berkaitan dengan kepegawaian (contoh instrumen untuk pertimbangan besarnya formasi terlampir- Annex 1). Di samping itu, pengkajian sistem remunerasi juga terus dikembangkan dalam rangka penyusunan kebijakan dan meletakkan landasan pemberian kompensasi pegawai negeri sipil yang lebih adil, transparan dan memadai.

Dalam rangka pembangunan sistem informasi manjemen di bidang kepegawaian, pada tahun 2003 diselenggarakan pendataan ulang pegawai negeri sipil (PUPNS). Berdasarkan evaluasi hasil uji coba PUPNS tahun 2002, pelaksanaan PUPNS perlu melibatkan semua pihak terkait (stake holders) di bidang kepegawaian. Oleh karena PUPNS mencakup seluruh PNS dan merupakan ke~a nasional, maka dalam pelaksanaannya mengikutsertakan secara aktif berbagai instansi, yaitu Badan Pusat Statistik

204

(BPS, Taspen, Askes, Bapertarum, Departemen Keuangan, Departemen Dalam Negeri, Daerah Provinsi, Kabupaten/Kota, serta memberikan peluang seluruh Departemen dan LPND untuk memberikan masukan dalam rangka penyempurnaan PUPNS. Hasil PUPNS tidak saja dimanfaatkan untuk kepentingan administrasi kepegawaian semata-mata, tetapi juga akan dapat dimanfaatkan oleh para pihak terkait (stake holders) dalam rangka meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan PNS dan keluarganya. Apabila hal ini bisa terwujud, l(!ngkah-langkah peningkatan profesionalitas PNS akan lebih mudah untuk dilaksanakan.

E. UPAYAANTARA

Pelaksanaan reformasi kepegawaian secara menyeluruh memerlukan waktu relf!lif panjang. Untuk membangun sistem sesuai dengan yang direncanakan, diperlukan waktu sekurang-kurangnya 5 (lima) tahun, sedang implementasinya memerlukan waktu lebih lama lagi, karena perlu proses penyesuaian tata manajemen kepegawaian, iklim dan budaya kerja. Oleh karena itu sebelum seluruh komponen sistem terwujud harus dipersiapkan upaya antara yang bertujuan untuk menjembatani perubahan tata manajemen kepegawaian, iklim dan budaya kerja dari sistem yang lama ke sistem yang baru. Upaya antara tersebut dilakukan dengan cara mengoptimalkan sistem yang sedang berjalan dan mengantisipasi arah perubahan sistem yang dikembangkan dalam rangka reformasi kepegawaian.

Beberapa upaya antara yang sudah, sedang, dan akan dilaksanakan adalah :

1. Penyusunan Rencana Peraturan Pemerintah

Dalam rangka optimalisasi pelaksanaan manajemen pegawai negeri sipil sudah dan sedang dipersiapkan perangkat hukum berupa aturan pemerintah. Dengan dukungan perangkat hukum baru diharapkan dapat memperlancar tugas-tugas di bidang manajemen kepegawaian. Beberapa rancangan peraturan pemerintah yang sudah dan sedang dalam proses penyelesaian adalah sebagai berikut:

a. Sudah dikeluarkan oleh Pemerintah:

1) Peraturan Pemerintah Nomor 11 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah nomor 98 Tahun 2002 tentang Pengadaan Pegawai Negari Sipil;

2) Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat Pegawai Negeri Sipil;

205

3) Peraturan Pemerintah nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil Dalam Jabatan Struktural.

b. Sudah disampaikan MenPAN kepada Presiden melalui Sekretariat Kabinet:

1) RPP tentang Peru bah an Atas Peraturan Pemerintah Nomor 96 Tahun 2000 tentang Wewenang Pengangkatan, Pemindahan dan Pemberhentian PNS.

2) RPP tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 97 tahun 2000 tentang Formasi PNS

3) RPP tentang Disiplin PNS.

c. Sedang dalam proses I pembahasan di Kementerian PAN:

1) RPP tentang Pemberhentian PNS

2) RPP tentang Kode Etik dan Jiwa Korp PNS

d. Sedang diproses I dipersiapkan:

1) RPP tentang Pemberhentian PNS yang menjadi anggota Partai Politik

2) RPP tentang Prestasi Kerja.

3) RPP tentang Pegawai Tidak Tetap.

2. Rekonsiliasi Data Kepegawaian

Sebagaimana disebutkan sebelumnya, bahwa salah satu prioritas program Badan Kepegawaian Negara pada tahun 2003 adalah membangun sistem informasi manajemen kepegawaian. Kegiatan tersebut harus didukung oleh data yang berkualitas. Untuk memperoleh data yang diperlukan akan dilaksanakan pendataan ulang PNS (PUPNS). Oleh karena data kepegawaian tidak hanya di perlukan untuk melaksanakan administrasi kepegawaian semata-mata, tetapi juga diperlukan untuk tujuan kesejahteraan dan peningkatan profesionalitas pegawai negeri sipil, maka sebelum dilaksanakan PUPNS perlu dilakukan rekonsiliasi data kepegawaian dari berbagai sumber terkait (stake holders) seperti Askes, Taspen, Bapertarum dan institusi lainnya.

Jakarta, 17 Februari 2003

206

Lampiran 1

TAHAPAN PELAKSANAAN PENATAAN ORGANISASI PEGAWAI NEGERI SIPIL

Dalam khasanah ketenagake~aan, pengertian penataan organisasi dalam arti luas adalah berbagai usaha atau tindakan untuk memperoleh kesesuaian "ukuran" secara tepat antara kebutuhan organisasi dengan jumlah dan kualifikasi tenaga kerja (rightsizing). Pelaksanaan penataan tidak hanya diharapkan pada tenaga kerja, tetapi juga pada organisasi (reorganisasi atau restrukturisasi). Penataan pada dasarnya merupakan usaha mencapai keseimbangan antara "kebutuhan" dan "persediaan" agar diperoleh tingkat efisiensi yang optimal. Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan beberapa tahapan secara garis besar sebagai berikut :

a. Penyusunan "peta jabatan" sesuai dengan struktur organisasi yang dibuat/disusun berdasarkan pada visi dan misi organisasi.

b. Berdasarkan "peta jabatan" dengan "analisis beban kerja" dihitung besarnya . jumlah kebutuhan dan persediaan pegawai setiap unit maupun setiap jabatan.

c. Perhitungan kebutuhan pegawai didasarkan pada "klasifikasi jabatan" "uraian tugas" dan "standar kompetensi" untuk itu diperlukan dukungan, "sistem informasi manajemen kepegawaian" yang memadai.

d. Dengan "analisis kebutuhan pegawai" dan "analisis penyediaan pegawai" dapat ditentukan "formasi pegawai" atau "neraca kebutuhan dan penyediaan pegawai". Kebutuhan pegawai dapat diisi dari luar organsiasi (out sourcing) maupun dari dalam organisasi (rotasi atau promosi dari persediaan yang ada).

e. Pegawai (persediaan) yang memiliki kriteria sesuai dengan kebutuhan organisasi dapat langsung ditempatkan pada jabatan-jabatan yang sesuai.

f. Dari sisi "persediaan" pegawai yang tidak sesuai dengan kebutuhan organisasi namun dinilai dapat alih profesi diberi pendidikan dan atau pelatihan agar mampu memenuhi kriteria sesuai dengan kebutuhan organisasi.

g. Pegawai yang tidak memenuhi syarat atau tidak dapat ditampung diberikan "uang tunggu" sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku (untuk PNS digunakan PP No. 3211979). Alternatif lain adalah diberhentikan dengan memperoleh pesango~ atau imbalan tertentu namun untuk PNS acuan peraturannya belum ada.

Secara skematis tahapan penataan dapat dilihat pada "Pokok-pokok Pikiran Peningkatan Efektivitas Pendayagunaan Aparatur PNS" dihalaman berikut.

207

Tahapan pelaksanaan penataan tersebut apabila diterapkan pada PNS akan mengalami hambatan, karena pada umumnya organisasi atau institusi pemerintah tidak memiliki kelengkapan organisasi sebagai dasar penataan, seperti peta jabatan, uraian tugas, standar kompetensi, serta analisis beban kerja. Kalaupun hendak dilaksanakan memerlukan waktu yang cukup lama baik untuk mempersiapkan kelengkapan organisasi maupun pelaksanaannya harus dilakukan dengan san gat hati-hati.

208

KEBIJAKAN KEARSIPAN DALAM RANGKA MENDUKUNG REFORMASI BIROKRASI

Oleh:

Kepala Arsip Nasional R.I.

I. PENDAHULUAN

"Arsip din am is dan arsip statis berada di jan tung masyarakat informasi". Pernyataan itu merupakan deklarasi dari para Kepala Arsip Nasional dan Presiden Asosiasi Profesional yang bertemu dalam XXXV/th International Council of the Round Table on Archives (CITRA) di Marseille pad a tanggal 13 s.d. 15 November 2002. Tentulah bukan tanpa maksud pernyataan itu dibuat, mengingat hakekat arsip adalah informasi terekam yang memiliki fungsi kunci dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

Dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara sangat berkaitan dengan arsip. Pada awalnya arsip tercipta sebagai sarana penyampaian informasi dan bukti pelaksanaan kegiatan. Dalam hal ini arsip merupakan informasi terekam yang reliabel dan autentik tentang kegiatan yang dilaksanakan suatu organisasi atau perseorangan.

Pada giliran berikutnya arsip akan menjadi sumber referensi yang lengkap dan terpercaya bagi pelaksanaan kegiatan lembaga penciptanya (creating agency). Arsip berperan sebagai pusat ingatan organisasi tentang apa-apa yang telah dilaksanakan. Dengan memahami masa lalu, pemahaman tentang siapa dan apa yang harus dilakukan sekarang dan yang akan datang menjadi lebih terarah.

Dalam konteks penyelenggaraan negara, arsip adalah rekaman seluruh kegiatan yang telah, sedang dan akan dilaksanakan oleh para penyelenggara negara dalam menjalankan tugas dan fungsinya. lni berarti melalui arsip lah rakyat bisa mengetahui bagaimana penyelenggara negara melaksanakan tanggung jawabnya. Dengan pemahaman tersebut, kiranya bisa dimengerti bagaimana sistem politik suatu negara dalam menjalankan pemerintahan akan sangat berpengaruh terhadap implementasi sistem penyelenggaraan kearsipan negara tersebut. Apa yang terjadi sejak bergulirnya reformasi di Indonesia sangat membantu kita untuk memahami masalah tersebut. Namun dari semuanya, yang lebih panting adalah

209

bagaimana kita merancang ulang sistem penyelenggaraan kearsipan nasional agar mampu mendukung reformasi birokrasi aparatur penyelenggara negara sebagaimana yang diamanatkan dalam Ketetapan MPR Rl nomor IV/MPR/1999 tentang GBHN Tahun 1999- 2004, yakni meningkatkan fungsi dan keprofesionalan birokrasi dalam melayani masyarakat dan akuntabilitasnya dalam mengelola kekayaan negara secara transparan, bersih, dan bebas dari penyalahgunaan kekuasaan.

II. KONDISI PENYELENGGARAAN KEARSIPAN SAAT INI

1. Banyak kegiatan dalam rangka penyelenggaraan negara yang kurang didokumentasikan dengan baik atau bahkan tidak sama sekali. Hal demikian menyebabkan banyak arsip yang isi, struktur, dan konteksnya tidak benar, kabur dan kurang memadai. Arsip tidak merekam kejadian yang sebenarnya atas penyelenggaraan negara yang bersih dari KKN, tetapi arsip dimanipulasi sedemikian rupa sehingga tertutupnya kasus KKN. Sedangkan pada upaya pengembangan memori kolektif bangsa, sebagian besar arsip yang dilestarikan adalah arsip pemerintah pusat, belum mencerminkan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara utuh.

2. Pengelolaan dan pelestarian arsip masih banyak yang dilakukan secara serampangan dan tidak sistematis. Kegiatan pengelolaan dan pelestarian arsip direduksi nienjadi kegiatan yang sangat teknis dan responsif sifatnya yang terlepas dari konteks penyelenggaraan administrasi perkantoran modern yang mendukung ke · arah transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan negara.

3. Arsip belum dapat sepenuhnya berfungsi sesuai tujuan untuk apa arsip diciptakan. Arsip masih dirasakan sebagai "cost center" yang memberatkan dari segi pembiayaan. Hal ini disebabkan oleh tidak dipercayainya isi arsip sebagai akibat maraknya manipulasi dari keadaan yang sebenarnya dalam pembuatan arsip. Oleh karena itu jugalah, akses arsip sangat tertutup dan terbatas. Pada kasus yang demikian, arsip sangat jauh dari fungsi sebagai bukti akuntabilitas penyelenggara negara yang bersih dari KKN. Sebagai akibatnya, pada saat arsip semacam itu menjadi bagian dari memori kolektif maka yang tampil adalah ingatan yang sangatjauh dari kebenaran yang ada, ini sangat menyesatkan.

4. Penyelenggaraan kearsipan dari waktu ke waktu dirasakan hanya begitu­begitu saja. Di tengah-tengah terjadinya perubahan lingkungan strategis di era globalisasi dan transparansi publik, sistem pengelolaan dan

210

pelestarian arsip justru tidak beranjak dari yang telah ada. Banyak masalah yang seharusnya mengalami penyesuaian dan perubahan namun ternyata tidak terjadi, sehingga kesannya menjadi tertutup.

5. Sumber daya pendukung penyelenggaraan kearsipan belum dikelola dan dibina secara efektif dan efisien. Kualitas dan kuantitas SDM, sumber dana, prasarana dan sarana serta kelembagaan yang dibutuhkan masih jauh dari standar dan kebutuhan.

6. Pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan kearsipan yang didukung oleh Sistem Kearsipan Nasional (SKN) masih dalam proses konsep dan uji coba.

Ill. KONDISI PENYELENGGARAAN KEARSIPAN YANG DIHARAPKAN

1. Proses dokumentasi kegiatan dalam rangka penyelenggaraan negara dilaksanakan dengan baik sesuai standard. Sedangkan pada upaya pengembangan memori kolektif bangsa, diharapkan dapat terlaksananya perluasan khasanah arsip statis yang mencerminkan dinamika kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara secara utuh dan menyeluruh atas segala kehidupan berbangsa dan bernegara.

2. Pengelolaan dan pelestarian arsip dilakukan secara sistematis dengan berbasiskan teknologi informasi dan komunikasi.

3. Arsip harus dapat sepenuhnya berfungsi sesuai tujuan untuk apa arsip diciptakan. Arsip harus reliabel dan autentik untuk dapat dijadikan sumber informasi dan bukti akuntabilitas. Selain itu arsip juga harus bisa digunakan untuk merekonstruksi masa lalu.

4. Penyelenggaraan kearsipan harus berdasarkan sistem kearsipan yang merupakan hasil proses pengkajian dan pengembangan atas perubahan lingkungan strategisnya.

5. Sumber daya pendukung penyelenggaraan kearsipan harus dikelola dan dibina secara efektif dan efisien berdasarkan standar dan kebutuhan yang ada.

6. Pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan kearsipan dapat dilaksanakan secara cermat, komprehensif dan berkelanjutan.

211

IV. KEBIJAKAN KEARSIPAN NASIONAL

A. Sistem Kearsipan Nasional (SKN)

Dalam Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) Tahun 2000-2004 pada Bab V, Sub Bab C, Butir 3 Penyelenggara Negara, Sub Butir 3.2 Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan dinyatakan bahwa tujuan program ini adalah menyempurnakan kembali sistem kelembagaan dan ketatalaksanaan penyelenggaraan negara dalam pelaksanaan tugas pemerintahan umum dan pembangunan yang difokuskan pada pelaksanaan desentralisasi yang didukung oleh pengelolaan dokumen/arsip yang lebih efektif dan efisien. Salah satu kegiatan pokok dari program tersebut adalah menata sistem kearsipan nasional.

Sistem Kearsipan Nasional (SKN) yang merupakan tatanan dari unsur-unsur yang secara teratur saling berkaitan sehingga membentuk totalitas dalam penyelenggaraan kearsipan nasional akan menjadi semacam "kitab kuning" bagi lembaga-lembaga negara, badan pemerintah pusat dan daerah, swasta dan perseorangan ·dalam mengelola dan melestarikan arsip. Dengan kata lain Sistem Kearsipan Nasional akan menjadi kerangka acuan bagi semua upaya daan penyelenggaraan kearsipan nasional.

Unsur-unsur SKN meliputi:

1. Dokumentasi penyelenggaraan negara. kJar bisa menjadi sumber informasi dan bukti akuntabilitas yang reliabel, seluruh arsip yang tercipta harus memiliki isi, struktur, dan konteks yang akurat, baik dan jelas serta terdokumentasi dengan baik. Sedangkan pada "pembangunan" memori kolektif bangsa, arsip yang harus dilestarikan adalah arsip yang merekam keseluruhan informasi mengenai dinamika kepemerintahan ("governance"). Jadi tidak hanya arsip pemerintah ("government'), melainkan juga arsip-arsip mengenai dialog dan interaksi antara warga negara dengan pemerintah, antar-warga negara atau kelompok-kelompok yang ada, dampak kebijakan publik terhadap masyarakat, termasuk juga kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh masyarakat secara mandiri.

2. Penyelenggaraan kearsipan. Penciptaan dan pengelolaan arsip harus dilakukan berdasarkan sistem kearsipan dinamis dengan cara yang efektif dan efisien agar dapat benar-benar mendukung upaya pencapaian tujuan organisasi. Kemudian secara selektif, sejumlah arsip akan mengemban fungsi yang lebih luas sebagai memori kolektif bangsa. Pada tahap ini arsip harus dilestarikan

212

berdasarkan sistem kearsipan statis agar arsip tetap autentik dan dapat diakses serta didayagunakan secara lebih meluas untuk jangka waktu yang lama.

3. Pendayagunaan arsip. Arsip sebagai sumber informasi dan bukti akuntabilitas harus secara maksimal didayagunakan untuk kepentingan tidak saja oleh lembaga penciptanya tetapi juga oleh publik. Di sinilah arsip memainkan peranannya sebagai aset utama sekaligus bukti terpercaya dalam pengembangan kehidupan demokrasi dan penegaka1 keacbl. SOOangkan sebagai memori kolektif, CISip harus benar-benar berfungsi sebagai pusat ingatan agar Bangsa Indonesia tidak kehilangan memori, tidak menjadi bangsa yang mengalami amnesia, kehilangan jati dirinya.

4. Pengkajian dan pengembangan kearsipan. Perkembangan ilmu kearsipan, standar nasional dan intemasional serta peraturan perundang-undangan akan senantiasa membawa dampak terhadap penyelenggar.m kearsipan. Pengkajian harus dilakukan secara sistematis dan komprehensif terhadap setiap perubahan yang te~adi. Dengan demikian dapat segera pula dilakukan penyesuaian dan pengembangan pada aspek-aspek tertentu dari penyelenggaraan kearsipan agar menuju ke arah kesempumaan.

5. Pengelolaan sumber daya. SDM, prasarana dan sarana serta kelembagaan yang dibutuhkan dalam rangka penyelenggaraan kearsipan harus direncanakan, dilaksanakan, dikendalikan dan dievaluasi agar senantiasa sesuai kebutuhan dan standar sehingga dapat secara optimal mendukung pengelolaan dan pelestarian arsip.

6. Pengawasan kearsipan. Kine~a pengelolaan dan pelestarian arsip harus senantiasa dipantau untuk mendapatkan gambaran secara terus menerus keberadaan faktor pendukung dan penghambat proses yang pada akhirnya akan menjadi masukan bagi perbaikan pengelolaan dan sistem kearsipan.

C. Otonomi Daerah

Sistem pemerintahan kita telah memberikan keleluasaan kepada Daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah dengan memberikan kewenangan yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah secara proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan pemanfaatan sumber daya nasional, serta perimbangan keuangan

213

Pusat dan Daerah, sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lalu apa implikasinya di bidang penyelenggaraan kearsipan nasional?

Pada pengelolaan dan pelestarian arsip, Daerah sepenuhnya berwenang dan bertanggung jawab mengelola dan melestarikan arsipnya dengan mengacu pada kebijakan, pedoman dan standar yang ditetapkan oleh Pemerintah Pusat, dalam hal ini oleh Arsip Nasional Republik Indonesia (ANRI). Namun demikian, dengan mempertimbangkan kemampuan daerah di bidang kearsipan, ANRI secara aktif akan melaksanakan program pembinaan dan pengawasan kearsipan secara lebih intensif.

D. Pendayagunaan Teknologi lnfoi'masi dan Komunikasi

Pada era dewasa ini di mana teknologi informasi dan komunikasi (TIK) telah menjadi "sistem sarar dan informasi, arsip termasuk satu di antaranya, berperan sebagai "darah" dalam dinamika kehidupan masyarakat, arsip harus dikondisikan untuk bisa mengalir dengan lebih cepat dan tepat ke tempat yang seharusnya. Berkaitan dengan hal tersebut, pokok-pokok kebijakan penyelenggaraan kearsipan nasional juga harus diinterpretasikan dan dijabarkan lebih lanjut dalam konteks pengembangan e-Government (electronic government). Dengan demikian implementasi penyelenggaraan kearsipan nasional pada saatnya nanti akan berbasiskan teknologi informasi dan komunikasi modern.

Pendayagunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam penyelenggaraan kearsipan akan berkaitan dengan masalah otomasi kearsipan dan pengelolaan arsip elektronik. Dengan otomasi kearsipan di mana TIK digunakan sebagai sarana bantu pengelolaan arsip, kinerja pengelolaan dan pelestarian arsip dapat ditingkatkan secara signifikan. Komputer dalam hal ini bisa digunakan untuk keperluan penemuan kembali, pengolahan dan penyajian informasi arsip, serta penggunaan lainnya. ·

Pada pemanfaatan TIK untuk pelayanan akses arsip, akan dibangun Sistem Jaringan lnformasi Kearsipan Nasional (SJIKN) yang akan berfungsi sebagai jendela masuk bagi masyarakat dalam menggunakan arsip secara elektronik. SJIKN akan menghubungkan secara intelektual dan virtual seluruh arsip pada skala nasional. Melalui internet masyarakat akan secara mudah, murah dan cepat dalam mengakses arsip tentang kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

214

Sedangkan dalam kaitannya dengan pengelolaan arsip elektronik, akan dikembangkan sebuah sistem pengelolaan arsip elektronik (electronic recordkeeping system) yang akan menjamin reliabilitas dan autentisitas arsip di lingkungan elektronik. Dengan demikian permasalahan legalitas arsip elektronik sebagai alat bukti di pengadilan dapat teratasi.

V. PENUTUP

Pokok-pokok kebijakan penyelenggaraan kearsipan nasional hanya akan efektif apabila mendapat dukungan politis sepenuhnya dari para penyelenggara negara. Hendaknya dipahami bahwa kearsipan bukan semata­mata menyangkut persoalan teknis bagaimana menyimpan arsip melainkan juga berkenaan dengan langkah strategis dalam upaya mewujudkan Visi Bangsa Indonesia masa depan melalui pembinaan aparatur negara yang profesional, berdaya guna, produktif, transparan serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.

215

216

REFORMASI SISTEM PENGAWASAN

OLEH

I. Pendahuluan

ARIE SOELENDRO Kepala BPKP

Pada rapat koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Nasional serupa ini setahun lalu, Presiden Megawati menyampaikan keprihatinannya mengenai kondisi pemerintahan yang belum dapat keluar dari krisis multi dimensi. Keprihatinan tersebut mengingatkan kita untuk melakukan instrospeksi dan mengembangkan upaya-upaya perbaikan/reformasi birokrasi di bidang administrasi, kepegawaian, dan pengawasan.

Di bidang pengawasan, masyarakat masih mengeluhkan praktek-praktek KKN meskipun pemerintah telah berupaya untuk memerangi praktek tersebut melalui penataan kelembagaan dan reformasi peraturan perundangan.

Lebih jauh lagi, permasalahan seputar administrasi pengawasan nasional di alas juga kait-mengait dengan belitan persoalan profesionalisme pengawasan. Seolah tanpa arahan kebijakan pengawasan yang jelas, kebanyakan Aparat Pengawasan Internal Pemerintah (APIP) yang terdiri atas BPKP, ltjen, lnspektorat, atau Bawasda tampaknya semakin menunjukkan sosoknya sebagai entitas birokrat yang otonom. Mereka tampaknya bukan menjadi bagian integral dari entitas keseluruhan tempat mereka berada. Hal ini terlihat dari kecenderungan sementara APIP untuk menetapkan agenda kerja sendiri­sendiri.

Persoalan penonjolan kewenangan ini dimungkinkan terjadi karena era reformasi terlanjur menjelma menjadi era pencanangan kekuasaan, yang dari balik dalih demokratisasi, otonomisasi, dan kebebasan telah memunculkan persepsi kebebasan yang cenderung berlebihan. Secara hukum, hal ini terlihat sah-sah saja, karena penonjolan itu memang didukung oleh penerbitan peraturan perundangan yang absah. Akibatnya, penetapan agenda, cakupan, dan tujuan pengawasan terasa lebih didorong oleh pendekatan jurisdiksional daripada pemahaman akan risiko bagi pencapaian tujuan pembangunan nasional secara menyeluruh.

217

Ketiadaan long term objective pengawasan ini membuat upaya pengawasan oleh berbagai APIP di atas menjadi upaya yang terpecah-pecah. Ketika gejala korupsi, atau kelemahan pelayanan, atau kesalahan urus tampil sekaligus secara jelas dalam kesadaran masyarakat, maka upaya yang terpecah-pecah ini menjadikan masyarakat kehilangan gambaran utuh alas efektivitas pengawasan dalam pemecahan masalah itu. Dari sinilah bermula keluhan bahwa pengawasan menjadi sesuatu yang inefisien.

Keluhan inefisiensi ini semakin menjadi-jadi ketika di antara masyarakat dengan APIP terdapat kesenjangan harapan dan pemahaman tentang hasil yang diharapkan dari profesi auditor internal. Masyarakat cenderung melihat banyaknya lembaga yang tergabung dalam APIP sebagai sumber inefisiensi. Kesan ini tidak sepenuhnya keliru, terlebih jika hasil audit APIP, akibat tidak terarah secara nasional, selain terpecah-pecah juga terpapar pada risiko pengulangan atau kemiripan temuan dan modusnya.

Keterpecahan upaya, perulangan atau kemiripan temuan di atas sangat kentara jika hasil pengawasan dikaitkan dengan upaya memberantas korupsi. Jadi, berapa pun jumlah dan nilai temuan hasil pengawasan berbagai APIP yang berkaitan dengan tindak pidana korupsi, masyarakat kemungkinan tidak melihatnya secara utuh, melainkan terpecah-pecah. Sementara itu, kesan korupsi semakin massif. Akhirnya, masyarakat dan mungkin Presiden tetap melihat adanya permasalahan korupsi yang tak tertanggulangi.

Akan tetapi, sesungguhnya, keprihatinan Presiden pastilah bukan hanya korupsi. Lemahnya koordinasi antar aparat, tumpang tindih kebijakan terutama di era pemberlakuan otonomi daerah, penciptaan lapangan kerja yang lamban, kurang optimalnya penerimaan negara, penciptaan stimulus ekonomi yang tak kunjung efektif, atau penyediaan layanan umum yang semakin memburuk, adalah permasalahan lain yang tidak kurang risikonya bagi pelemahan legitimasi pemerintahan sekarang. Akan tetapi, seberapa jauh APIP membantu pemerintah dalam mengelola risiko-risiko yang ditimbulkan oleh permasalahan tersebut agaknya belum terlihat.

Pemberantasan korupsi, yang sangat berdekatan dengan pengawasan atas pengelolaan uang rupanya telah menimbulkan rabun jauh bagi APIP. Seolah­olah hal yang terlihat hanyalah masalah kesalahan urus yang berkaitan dengan uang. Kalaupun masalah-masalah efektivitas manajemen non keuangan dicoba diaudit dalam apa yang disebut sebagai audit operasional, sering kali laporannya masih berakhir pada penilaian akan ketaatan penggunaan uang. Hal ini dapat terjadi karena apa yang dinamakan dengan audit operasional ini pada umumnya bersifat post-audit dalam rangka penilaian kembali capaian kegiatan yang sudah dilaksanakan (reperformance).

Tujuan penilaian reperformance ini sangat erat kaitannya dengan sifat pengawasan yang represif karena temuan yang diperoleh akan dilaporkan ke

218

atas agar atasan dapat mengambil tindakan represi yang sesuai. Orientasi pada reperformance ini secara populer disebut sebagai 'watchdog'.

Dalam dunia pemerintahan, pemimpin mempunyai kepentingan untuk menampilkan kinerja entitas ke hadapan stakeholdersnya, yang bisa berupa pemimpin yang lebih tinggi atau para pemilik kepentingan lain seperti masyarakat atau lembaga legislatif. Oleh karena itu, pemimpin akan berusaha mencapai tujuan manajemennya sehingga dapat mendatangkan apresiasi baginya.

Jika auditor memahami kepentingan pemimpin, maka dalam konteks pemerintahan pengawas mestinya memahami bahwa pemimpin pun dihadapkan pada risiko kehilangan legitimasi karena gagal mencapai tujuan. Pemahaman ini mestinya dapat mengarahkan keduanya, auditor dan pemimpin untuk bersama-sama secara partisipatif menentukan agenda pengawasan yang menjangkau permasalahan real dan berisiko dari sudut pandang kepentingan . organisasi secara keseluruhan, baik dalam lingkup pemerintah provinsi, kabupaten atau kota. Atau dalam lingkup departemen, LPND, hingga yang terbesar, kepresidenan.

Jelas, untuk mengatasi permasalahan-permasalahan bidang pemerintahan, audit keuangan dan audit ketaatan saja tidak cukup. Untuk bisa mencapai tujuannya, pengawas internal tidak cukup lagi jika hanya dimaknai sebagai auditor keuangan atau auditor ketaatan. Fungsi yang harus dimainkan pengawas internal adalah fungsi konsultansi, yang tidak lagi reaktif dan berorientasi pada reperformance masa lalu, melainkan proaktif untuk membantu manajemen mencapai hasil stratejik di masa depan. Peralihan fungsi ini adalah hal yang tidak mungkin tanpa adanya niat auditor internal untuk bergeser dari paradigma lama ke paradigma baru.

Di samping itu, pergeseran paradigma ini mensyaratkan keahlian yang lebih canggih daripada sekedar audit keuangan dan audit ketaatan. Keahlian baru itu, misalnya adalah seperti penilaian risiko, manajemen risiko, evaluasi, hingga pengembangan struktur pengendalian internal. lni tidak gampang. Kendalanya langsung pada jantung profesi itu sendiri, yaitu sumber daya manusianya. Kelemahan sumber daya pengawasan ini pun, pasti merupakan salah satu permasalahan yang dihadapi oleh kabinet Gotong Royong sekarang.

II. Paradigma baru APIP

Secara ringkas, paradigma baru pengawasan internal dapat dikatakan sebagai suatu pemahaman bersama kalangan profesi untuk memaknai profesi auditor internal lebih sebagai konsultan manajemen yang proaktif dan berorientasi

219

pada hasil stratejik di masa depan daripada sebagai auditor keuangan atau ketaatan yang reaktif dan berorientasi pada penilaian reperformance manajemen. Pemaknaan ini agaknya dapat ditarik dari analisis semantik atas definisi lama dan baru tentang auditor internal berikut ini.

Dalam versi lama, Institute of Internal Auditors (IIA, 1983), misalnya, mendefinisikan audit internal sebagai penilaian independen yang dilaksanakan dalam organisasi untuk memeriksa dan mengevaluasi kegiatan organisasi sebagai jasa kepada organisasi. Tujuannya adalah meningkatkan efektivitas pengendalian dengan biaya yang layak.

Pada tahun 1999, IIA memperbarui definisi auditor internal menjadi suatu kegiatan peningkatan mutu (assurance) dan konsultasi yang independen dan objektif untuk meningkatkan operasi organisasi. Auditor internal membantu organisasi untuk mencapai tujuannya dengan membawa pendekatan evaluasi yang sistematik dan ilmiah serta meningkatkan efektivitas manajemen risiko, pengendalian, dan proses governance.

Terlihat dari kedua definisi di alas bahwa definisi lama sangat menekankan independensi. Akan tetapi, pengalaman mengajarkan bahwa selama audit, bekerja sama secara kemitraan dengan manajemen akan mendatangkan hasil audit yang lebih baik. Jadi pengawas internal tidak lagi tepat untuk bersikap independen secara kaku. Definisi baru menambahkan objektivitas untuk menunjukkan bahwa independensi saja tidak cukup. Namun, penambahan ini menegaskan bahwa pengawas senantiasa mempertahankan sikap objektifnya sekalipun hubungan antara pengawas dengan yang diperiksa secara struktur tidak independen.

Dikaitkan dengan lingkup kegiatan, audit kini harus dimaknai sebagai penilaian (appraisan. Audit internal harus dapat mempertanyakan nilai tambah yang diperoleh manajemen dari penilaian yang dilakukan. Penilaian harus dapat memberi manajemen keyakinan bahwa risiko yang dihadapi manajemen dapat dimengerti dan dikelola dengan selayaknya. Dengan begitu, kegiatan pemberian keyakinan akan peningkatan mutu (assurance) adalah termasuk tetapi tidak lagi terbatas hanya pada audit. Sebagai tambahan, audit internal harus dapat memberi berbagai konsultansi kepada auditan.

Sejalan dengan pengertian di alas, pemeriksaan dan pengevaluasian yang menjadi bagian dari penilaian (appraisan mengandung arti yang lebih sempit dan hanya terpusat pada suatu hal. Sebaliknya, peningkatan nilai tambah dan perbaikan bermakna sangat luas karena dapat diterapkan pada setiap fungsi organisasi. Yang terpenting dari pelaksanaan penilaian ini adalah bahwa kini auditor internal harus lebih memahami manajemen dalam arti yang seluas­luasnya.

220

Kemudian dapat disimpulkan bahwa dari perubahan definisi ini, audit internal dalam makna baru menggeser fokusnya dari tingkat mikro (membantu anggota organisasi) kepada tingkat makro (membantu organisasi). Auditor tidak lagi mengamati hal-hal rinci operasi, tetapi memfokuskan kegiatannya pada arahan stratejik dan memberi masukan kepada manajemen untuk mencapai arah yang diinginkan manajemen ketimbang menilai hal-hal yang telah terjadi (reperformance).

Dalam paradigma baru, audit internal tidak lagi hanya dikaitkan dengan analisis, penilaian, rekomendasi, nasihat, dan informasi, melainkan juga dapat dikaitkan dengan hal-hal lain sepanjang sistematis dan ilmiah. Dalam hal ini, penelitian dan pengembangan pengawasan diharapkan mampu menangkap permasalahan nyata yang ada dalam penyelenggaraan manajemen organisasi, untuk selanjutnya menjadi masukan bagi stakeholder pengawasan khususnya kalangan pemerintah sendiri.

Adapun lingkup kegiatan auditor internal di bawah paradigma lama adalah pengendalian, yang secara sempit diartikan pengendalian lebih bersifat nyata seperti pemisahan tugas, otorisasi, rekonsiliasi dengan batasan bahwa biaya pengendalian itu harus sebanding dengan manfaatnya. Akan tetapi di bawah paradigma baru lingkup audit internal harus dipahami sebagai mencakup manajemen risiko dan governance. Hal ini berarti bahwa auditor internal harus berpikir lebih dalam, bahwa pengendalian diadakan untuk mengatasi risiko. Hal ini sesuai dengan makna pengendalian internal baru seperti yang digagas oleh the Committee of Sponsoring of the Treadway Commission (COSO) dan Canadian Criteria of Control Committee (CoCo) dari Canadian Institute of Chartered Accountants bahwa kegiatan pengendalian hanya bagian dari struktur pengendalian internal dan bukan yang terpenting. Unsur 'lunak' seperti ·· teladan atasan, falsafah manajemen, dan gaya manajemen serta komunikasi adalah lebih mendasar. Kesadaran inilah sesungguhnya yang membawa audit internal ke wilayah governance.

Relevansi pemaknaan baru pengawasan internal bagi pemecahan masalah APIP

Inti dari perubahan paradigma audit internal adalah bahwa auditor internal memerlukan sofistikasi sikap dan kompetensi. Dengan sofistikasi ini maka berbagai permasalahan yang diuraikan sebelumnya kiranya dapat disiasati dengan penjelasan seperti berikut.

a) Kep"rihatinan atas praktek-praktek korupsi yang masih berlangsung

Jauh dari keinginan untuk berapologi jika ditekankan di sini bahwa korupsi adalah fungsi dari niat, kesempatan, dan sistem. Adalah faktual

221

bahwa BPKP, ltjen, lnspektorat, atau Bawasda sudah cukup banyak menemukan kasus-kasus yang berindikasi tindak pidana korupsi. Akan tetapi, semua ini adalah temuan atas kejadian yang telah berlalu {post­factum)! Jelas, ia tidak dapat dijadikan indikator keberhasilan dalam memberantas korupsi, sebab temuan yang banyak dapat terjadi karena tindakan korupsi memang banyak. Temuan ini hanya bermanfaat lebih dari sudut represif. Akan tetapi, efektivitas represi ini akan sangat bergantung pada sub sistem pemerintahan lain, seperti penyidikan dan pengadilan. Betapa terang-benderangnya contoh ketidak efektifan represi ini dapat dilihat dari kenyataan bahwa pidana korupsi yang sudah dijatuhkan pun akhirnya bubar tanpa ujung. Penegakan hukum, inilah kunci bagi jalur represi bagi pemberant~san korupsi.

Peran pengawasan yang lebih efektif dalam pemberantasan korupsi agaknya lebih pada pendekatan preventif { termasuk edukatif ) dari pada pendekatan represif. Fakta bahwa modus temuan yang mirip satu sama lain menunjukkan bahwa manajemen keuangan pemerintah memang rentan terhadap risiko yang diwujudkan dalam modus tersebut. Untuk dapat mencegah terjadinya tindak pidana korupsi maka auditor internal dituntut untuk dapat menguasai teknik pengidentifikasian, penilaian, dan pengelolaan risiko. Selanjutnya, auditor internal pun dituntut untuk dapat memberi konsultansi bagi manajemen guna mengembangkan struktur pengendalian internal yang mampu meminimalkan risiko tersebut. Dua kemampuan ini, sebagaimana diuraikan dalam evolusi definisi auditor internal di atas merupakan kemampuan auditor internal yang disyaratkan oleh paradigma baru auditor internal.

Peran edukasi auditor internal juga dimungkinkan oleh kemampuan auditor dalam mengembangkan struktur pengendalian internal. Sebagaimana diketahui, salah satu komponen struktur ini adalah pengkomunikasian pengendalian. Sekali auditor mampu mengenali lingkungan pengendalian dan merancang kegiatan pengendalian, maka berikutnya pengkomunikasiannya akan sangat bermanfaat dalam menyadarkan pihak-pihak terkait bagi pencegahan risiko korupsi secara sistematis. ·

Jika tindakan bersuara lebih ker'as daripada ucapan, maka auditor yang mampu menjaga integritas dan berperilaku sesuai dengan kode etiknya tentu akan sekaligus merupakan teladan yang efektif bagi penyebaran perbuatan yang etis. Oleh karena itu, sisi kemanusiaan ini akan sangat menentukan, terutama dipandang dari kesadaran bahwa struktur pengendalian internal memang dibangun atas dasar 'tone from the top' yang merupakan resultante integritas dan kepedulian etika. Filosofi tradisional kita sudah mengajarkan "ing ngarso sung tulodo". Budaya

222

paternalisme masyarakat kita kiranya masih menempatkan teladan sebagai acuan sikap yang efektif.

b) lnefisiensi pengawasan

lnefisiensi pengawasan akan menjadi masalah jika input pengawasan lebih banyak daripada outputnya. Oleh karena itu, pemecahan alas permasalahan ini dapat didekati dengan lebih memaksimalkan outputnya. Gagasan mengurangi jumlah lembaga pengawasan berarti menggugat keputusan politik yang sudah dibuat.

Akan tetapi, alasan hakiki yang lebih profesional dikemukakan di sini adalah bahwa keberadaan seluruh APIP tersebut mestinya sudah berdasarkan pemikiran bahwa mereka memang dibutuhkan. Jadi, keberadaan BPKP adalah karena dibutuhkan Presiden sebagaimana ltjen dibutuhkan oleh Menteri, lnspektorat oleh Kepala LPND dan Bawasda oleh masing-masing Kepala Daerah. Dalam makna auditor internal yang baru, kebutuhan pemimpin entitas ini adalah suatu faktor logis yang menentukan nilai pengawasan.

Jika di dunia swasta diandaikan bahwa nilai pengawasan merupakan fungsi multiplikasi antara kompetensi dan integritas dalam menemukan dan melaporkan temuan, maka di dunia pemerintahan fungsi itu masih harus dikalikan lagi dengan tindak lanjut atas temuan, karena yang penting bukan sekedar atestasi atas asersi manajemen, melainkan perbaikan atas permasalahan yang dijumpai. Dengan mengadopsi proposisi Zimmerman, nilai pengawasan dapat diringkas dalam identitas berikut ini.

NP = Rp {r x p(/r)x p(fr)x p(LIL)}- BP

catatan: NP = Nilai Pengawasan

Rp = program pemerintah yang bernilai tertentu

= Risiko bahwa Rp mengalami kesalahan/ kecurangan/ kegagalan

p[T/r] = probabilitas bahwa Temuan diperoleh seandainya risiko ada

p[UT] = probabilitas bahwa Laporan diterbitkan seandainya Temuan ada

p[TUL] = Probabilitas bahwa Tindak Lanjut dilaksanakan seandainya Laporan ada

BP = Biaya Pengawasan

223

Dari identitas di atas kebutuhan manajemen menjadi kunci. Jika kebutuhan pemimpin unit pemerintahan atas suatu pengawasan rendah, maka tindak lanjut atas temuan pengawasan internal pun diasumsikan akan rendah. Akibatnya, output atau nilai audit akan rendah pula. Output yang rendah dibandingkan dengan input yang banyak tentu akan menghasilkan inefisiensi. Begitu pula sebaliknya output yang tinggi apabila dibandingkan dengan input yang rendah akan menghasilkan efisiensi.

Jika auditor dapat meyakinkan manajemen bahwa ia dapat memberi bantuan konsultatif yang dibutuhkan manajemen maka keberadaan auditor tersebut menjadi tak perlu dipersoalkan. Dalam hal ini, perlu disadari bahwa kebutuhan presiden tentu berbeda dari kebutuhan menteri, kepala LPND, gubernur, bupati, atau walikota. Dengan demikian, selama dalam perbedaan itu kebutuhan tiap manajamen atas lembaga auditor internal ada dan terlayani maka berapa pun jumlah APIP tidak dapat dikatakan terlalu banyak.

Bahkan seandainya dalam pelaksanaan kerja mereka terdapat prosedur atau langkah yang berulang di suatu objek pengawasan, ia tidak dapat dikatakan sebagai suatu tumpang tindih. Sekali lagi, justifikasi atas pengulangan kegiatan ini adalah nilai pengawasan yang merupakan fungsi kebutuhan pimpinan. Dalam lingkup organisasi sekompleks negara Indonesia, maka. untuk dapat meyakinkan bahwa seluruh pengawasan internal yang dilakukan memang bermanfaat, tentu perlu ada suatu kebijakan nasional pengawasan. Dengan kebijakan nasional ini, fokus dan prioritas lingkup dan tujuan audit yang mencakup lingkup dan tujuan audit unit-unit pemerintahan yang lebih kecil dapat disusun. Hal ini akan sekaligus berguna untuk membagi dan mengkoordinasikan tugas seluruh APIP sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya. Untuk ini, syarat yang perlu dipenuhi adalah bahwa tidak ada satu entitas pemerintahan pun yang merasa benar-benar eksklusif dan terpisah dari kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.

c) Orientasi pada pengawasan keuangan dan ketaatan yang represif

Telah disadari bahwa kebutuhan para pemimpin entitas pemerintahan akan berbeda satu sama lain. Kepentingan, lingkungan, dan mandat yang diemban masing-masing pemimpin pun berbeda satu sama lain. Perbedaan ini akan membuat pemimpin tersebut mempersepsikan risiko manajemen pemerintahannya masing-masing secara berbeda. Untuk dapat mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko ini tentu dibutuhkan teknik pengawasan yang beragam. Dalam kondisi seperti ini dapat

224

dipastikan bahwa audit keuangan dan audit ketaatan menjadi tidak cukup untuk membantu mengelola risiko.

Oleh karena itu, sekali auditor internal dapat memposisikan diri sebagai bagian integral manajemen maka orientasi pengawasannya pun akan berubah. Auditor internal diharapkan dapat membantu manajemen dalam mengelola risiko. Kemitraan dalam mengidentifikasi, menilai, dan mengelola risiko ini membuat auditor internal tidak lagi layak bertindak dengan pretensi bahwa ia adalah pihak yang independen secara kaku.

Orientasi pada pengelolaan risiko ini sendiri sudah akan mengubah kecenderungan lama auditor internal untuk melaksanakan fungsi pengawasannya dalam artian audit keuangan. Sementara itu, pergeseran sikap dari independen kaku menjadi kemitraan akan menyita perhatian auditor dari upaya mencari temuan dan merumuskan tindakan represi kepada penciptaan gagasan dan rekomendasi bagi perbaikan sistem guna mencapai tujuan organisasi.

Jika memperbaiki dari dalam menjadi alasan keberadaan auditor internal, maka perilakunya yang mengutamakan represi dari pihak luar akan mendatangkan permasalahan etika. Kode etik auditor internal, bagaimanapun sangat perlu dipahami dan dilaksanakan untuk dapat membawakan diri sebagai auditor internal berparadigma baru.

Prasyarat bagi Auditor Internal berparadigma baru

Agar pengawasan bermanfaat, maka identitas Zimmerman yang dimodifikasi di atas kiranya menegaskan bahwa faktor Tindak Lanjut merupakan faktor pengendali yang berasal dari pemimpin. Akan tetapi, faktor Temuan dan Laporan merupakan faktor-faktor yang berasal dari auditor sendiri.

Mampu-tidaknya auditor mendapatkan temuan dari pelaksanaan pengawasannya akan sangat bergantung pada kompetensinya. Bersamaan dengan itu, kemauan auditor melaporkan temuannya akan sangat bergantung pada integritasnya. Jadi, kompetensi dan integritas merupakan dua prasyarat yang harus dipenuhi oleh auditor internal untuk dapat meningkatkan manfaat keberadaannya.

Untuk memenuhi prasyarat kompetensi maka mau tidak mau auditor internal harus memenuhi standar profesi. Dengan pemenuhan standar umumnya, auditor diharapkan dapat melewati 'entry barrier' atau persyaratan minimal yang ditetapkan profesi. Persyaratan ini adalah suatu indikator mutu awal. Dalam hal ini ia biasanya diwujudkan dalam bentuk kelulusan dari pendidikan formal yang ditentukan untuk mendapatkan sertifikat auditor. Di samping itu, pemenuhan standar umum ini akan menjamin bahwa auditor memang sudah

225

mempunyai pengalaman yang cukup dan dapat bekerja dengan cermat, independen, dan objektif.

Selain itu, pemenuhan standar pelaksanaan akan membuat auditor internal mampu menilai struktur pengendalian internal, merencanakan, memeriksa dan mengevaluasi informasi serta mengkomunikasikannya dengan baik. Pemenuhan standar juga akan memungkinkan satuan pengawasan internal dikelola dengan bermutu.

Untuk memenuhi persyaratan integritas maka auditor internal harus memenuhi seperangkat kode etik yang ditetapkan. Dengan memenuhi kode etik ini diharapkan auditor akan tetap jujur, objektif, dan cermat. Selain itu auditor juga dapat diharapkan loyal kepada yang memberi tugas, tidak melakukan tindakan tak terpuji, atau terlibat dalam pertentangan kepentingan yang dapat mengurangi objektivitasnya dalam melaksanakan tugas. Kode Etik juga akan mengarahkan auditor untuk bertindak tanpa mudah dipengaruhi, sadar kemampuan, mengikuti standar, berhati-hati dan jujur. Akhirnya kode etik juga menganjurkan auditor untuk terus-menerus meningkatkan kemampuannya.

Di masa-masa APIP sebagai auditor internal menjadi pihak yang dituduh sebagai kedok KKN, maka penerapan kode etik ini menjadi sangat perlu. Di samping itu, kompleksitas kegiatan pemerintahan juga menuntut pelaksanaan pengawasan yang semakin canggih: Kecanggihan. ini hanya dapat dipantau oleh penerapan standar audit yang konsisten. Oleh karena itu, perhatian auditor internal mestinya difokuskan lebih banyak pada revitalisasi penerapan standar audit dan kode etik ini. Revitalisasi penerapan standar ini tidak terlepas dari upaya pengembangan sumber daya manusia. Hal ini merupakan konsekuensi dari kenyataan bahwa ketaatan akan standar memang membutuhkan peningkatan kemampuan kognitif dan afektif auditor dalam pengawasan.

Ill. Revitalisasi Penerapan Standar Audit dan Kode Etik

Standar audit dan kode etik sebenarnya mengandung unsur-unsur universal. Universalitas ini merupakan konsekuensi dari persepsi bahwa mutu audit memang tidak memandang di mana dan oleh siapa audit tersebut dilakukan. Sepanjang seseorang berprofesi sebagai auditor internal maka ia akan dituntut untuk melakukan audit dalam kualitas atau mutu yang berlaku umum seperti independen, objektif, dan cermat.

Oleh karena itu, penyusunan standar audit internal tidak bergantung pada kewenangan. Ia lebih bergantung pada seberapa tinggi mutu yang akan ditetapkan untuk dicapai. Dengan memperhatikan universalitas ukuran mutu

226

ini maka sebenarnya dunia auditor internal pemerintah dapat meniru standar dan kode etik auditor internal pada umumnya.

Ketika lnstruksi Presiden Nomor 15 Tahun 1983 masih berlaku efektif, maka koordinator teknis pengawasan sebagai pembina teknis seluruh APIP telah menyusun dan menerbitkan Norma Pemeriksaan Akuntan yang kemudian dig anti dengan Stan dar. Audit Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (SA SPFP). Begitu pula, rumusan yang setara dengan kode etik telah diterbitkan di bawah judul Aturan Perilaku Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah.

Untuk menyesuaikan dengan paradigma baru auditor internal, kini rumusan SA APFP dan Aturan Perilaku Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah tersebut sedang direvisi. Perevisian standar ini diarahkan untuk lebih mencakup kegiatan-kegiatan non-audit seperti evaluasi dan penilaian (appraisa~. di samping kegiatan audit yang selama ini dilaksanakan oleh APIP.

Dalam rangka pemenuhan standar profesi perlu adanya upaya peningkatan kompetensi APIP. Sebagai pembina rumpun jabatan fungsional auditor, BPKP telah melaksanakan serangkaian kegiatan pengembangan dan pembinaan Pejabat Fungsional Auditor (PFA). Saat ini, wujud pembinaan yang paling nyata adalah pembentukan Pusat Pembinaan Jabatan Fungsional Auditor (Pusbin JFA) dengan tanggung jawab memfasilitasi pengadaan sarana pembinaan seperti sertifikasi, penghitungan angka kredit, pengurusan tunjangan jabatan, dan upaya perpanjangan batas usia pensiun. Khusus dalam peningkatan kompetensi, Pusbin JFA mengarahkan pendidikan dan pelatihan sertifikasi maupun teknis, menilai kelulusan dan menerbitkan sertifikat kelulusan.

Dari pembinaan yang sudah dijalankan selama ini, ternyata peningkatan kompetensi SDM APIP menjumpai berbagai permasalahan. Permasalahan utama adalah adanya keluhan bahwa materi pelatihan sertifikasi dirasakan oleh berbagai pihak sangat sulit sehingga mengakibatkan tingkat kelulusan rendah. Tanpa sertifikasi maka kepangkatan SDM yang bersangkutan akan terhambat, yang pada gilirannya akan berdampak pada berkurangnya motivasi SDM untuk bekerja secara profesional.

Masalah lain yang menghambat peningkatan kompetensi SDM APIP adalah lnpassing jumlah SDM APIP sebagai akibat pengurangan pejabat struktural dan reorganisasi di dalam suatu instansi, yang kurang memperhatikan persyaratan minimal sebagai calon-calon JFA dan beban kerja.

Untuk mengatasi persoalan ini maka yang paling mendesak dilakukan oleh semua APIP adalah menetapkan formasi JFA dengan memperhatikan beban kerja dan menetapkan persyaratan pendidikan formal tertentu. Penetapan formasi yang wajar akan memungkinkan APIP untuk merekrut PFA dengan

227

lebih selektif agar dapat melaksanakan fungsi pengawasan secara optimal. Bagaimanapun, menjadi PFA bukanlah pilihan yang sederhana. Kewajiban untuk mematuhi standar, terutama bagi mereka yang tidak berminat sebagai auditor akan menjadikan pilihan itu suatu yang menghambat karir sendiri.

Untuk memfasilitasi pengembangan kompetensi SDM tersebut, BPKP Ielah mendirikan gedung Pusat Pendidikan dan Pelatihan yang cukup untuk menampung peserta didik dalam jumlah yang besar. Di samping itu, untuk penelitian materi yang cocok bagi individu, suatu Assessment Center juga kini sedang dibentuk. Dengan adanya pusat ini diharapkan kompetensi pegawai yang ada pada masing-masing APIP dapat ditingkatkan melalui pemetaan kompetensi guna menentukan kebutuhan pendidikan atau pelatihan seorang pegawai.

Revitalisasi penerapan standar dan kode etik melalui pendidikan dan pengembangan diharapkan akan membuat seluruh PFA mempunyai standar kemampuan sehingga dapat diandalkan untuk ditugaskan secara terintegrasi. Hal ini dimungkinkan karena dengan kemampuan yang terstandarkan suatu disain pekerjaan yang membutuhkan paduan SDM (brainware) akan dapat dibentuk. SDM yang dimaksud adalah potensi kemampuan multi disiplin dan kewenangan yang lintas jurisdiksi.

Dengan adanya peningkatan kompetensi SDM ini suatu agenda pengawasan terpadu pun akan dapat diwujudkan. Di samping itu, secara psikologis, paduan ini akan menumbuhkan sikap saling menghargai di antara APIP. Dan secara teknis, agenda pengawasan terpadu ini akan dapat menjadi satu wahana untuk merancang pembagian dan koordinasi tugas secara elegan dan profesional. Tentunya hal ini merupakan suatu solusi yang efektif dalam upaya untuk mengoptimalkan pelaksanaan pengawasan.

IV. Pengembangan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

Meskipun pengembangan SDM merupakan dasar bagi reformasi pengawasan, pengembangan kelembagaan tampaknya tidak dapat dilupakan. Setidaknya, Ketetapan MPR Nomor VI Tahun 2002 telah mengamanatkan kepada pemerintah untuk melakukan penataan kelembagaan dan mekanisme pengawasan internal pemerintah. Arah penataan kelembagaan yang paling diperlukan saat ini adalah pembentukan suatu perundang-undangan pengawasan yang memungkinkan setiap APIP bekerja secara terkoordinasi.

Keberadaan lembaga APIP pada berbagai jenjang pemerintahan tidak dapat dihindari karena dibutuhkan oleh masing-masing pimpinan jenjang pemerintahan tersebut. Untuk dapat melakukan koordinasi dibutuhkan

228

mekanisme perencanaan dan pelaksanaan audit yang berlaku bagi seluruh APIP, sehingga dari sudut pandang pemerintah keseluruhan efisiensi dan efektivitas dapat diperoleh.

Untuk dapat mewujudkan sistem pengawasan nasional ini maka kewenangan lembaga-lembaga pengawasan yang ada kiranya perlu ditinjau kembali. Tinjauan ini terasa semakin mendesak, ketika PP 20 tahun 2001 dan Keppres 74 tahun 2001 yang menjadi aturan pelaksanaan Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 Ieiah menimbulkan implikasi adanya pengurangan kewenangan instansi pengawas pusat dalam melakukan pengawasan terhadap kegiatan pemerintahan, khususnya yang berkaitan dengan kebijakan nasional yang dilaksanakan di daerah.

Oleh karena itu, untuk memungkinkan terwujudnya sinergi antar APIP, pembentukan suatu sistem pengawasan nasional mestinya dilakukan sebagai ganti dari berbagai peraturan perundangan yang menghambat koordinasi tersebut. Dalam kerangka Negara Kesatuan Rl, BPKP, ltjen, lnspektorat, dan Bawasda adalah setara dengan auditor internal di suatu unit usaha stratejik di lingkungan swasta. Agenda semua auditor internal ini, dalam paradigma baru, hendaknya ditetapkan · terutama berdasarkan kebutuhan dan tujuan yang ditetapkan oleh pemimpin tertinggi pemerintahan, yaitu Presiden.

Kebutuhan itu sendiri akan dapat dirumuskan dengan mengkaji kegiatan pemerintahan yang dianggap paling berisiko, baik pada tingkat makro maupun mikro. Jadi, APIP tidak lagi menetapkan agenda pengawasannya sendiri­sendiri. Koordinasi pengawasan harus dilaksanakan pada tingkat kebijakan, perencanaan, pelaksanaan dan monitoring tindak lanjut hasil pengawasan. Untuk dapat mengkoordinasikan hal tersebut maka instansi yang mengkoordinasi aparat pengawasan harus diaktifkan.

Pada akhirnya, pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan APIP akan mengarahkan kegiatan pengawasan yang dapat diintegrasikan untuk memberikan nilai tambah dan peningkatan kinerja instansi pemerintah.

V. Evaluasi dan Program Kerja

Dengan pemahaman akan paradigma baru auditor internal, pengawasan oleh APIP seharusnya lebih berorientasi pada kebutuhan pemerintah. Sejalan dengan pergeseran paradigma ini, BPKP telah merumuskan visi dan lima misinya yang dikaitkan dengan upaya menjadikan BPKP sebagai katalisator pembaruan manajemen pemerintahan.

229

Pada tahun 2002, pemenuhan kebutuhan itu secara nyata dilakukan dengan mengajukan usulan pengawasan yang dianggap penting untuk dijadikan kebijakan pembangunan nasional. Ternyata, usulan yang disusun berdasarkan rencana stratejik BPKP sudah sebagian besar tertampung dalam Rencana Pembangunan Tahunan (Repeta) 2002. Oleh karena Repeta merupakan dokumen resmi pembangunan, maka dokumen ini dapat diartikan sebagai agenda pemerintah. ltu berarti bahwa butir-butir usulan pengawasan yang ditampung di dalamnya sekaligus menjadi suatu agenda pengawasan bersama antara pemerintah dan BPKP sebagai auditor internalnya.

Dalam Repeta 2002, seluruh kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh BPKP dikelompokkan ke dalam empat program. Keempat program dan masing­masing kegiatannya itu adalah sebagai berikut:

1. Program Penataan Kelembagaan dan Ketatalaksanaan

1) Pengembangan kelembagaan, anal isis dan desain organisasi

2) Melakukan kajian dan penyusunan ketentuan perundang-undangan di bidang pengawasan

2. Program Peningkatan Sumber Daya Manusia

1) Penyelenggaraan Pendidikan dan Latihan Aparatur APIP

2) Peningkatan kapasitas, antara lain : Financial Audit, EDP audit, Performance Audit Techniques (PAT) dan Policy Evaluation (PE)

3) lnventarisasi dan penyusunan bank soal ujian Diklat Jabatan Fungsional Auditor (JFA), Penyempurnaan Ketentuan JFA, Pembentukan Forum Komunikasi JFA dan Evaluasi Sertifikasi dan penilaian angka kredit JFA.

4) Pembentukan Assesment Center untuk seluruh auditor di lingkungan APIP

3. Program Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik

Pengembangan/pengadaan sarana dan prasarana kerja

4. Program Pengawasan Aparatur Negara

1) Penyuluhan, pengembangan, dan penyusunan/pemutakhiran pedoman/juknis yang terkait dengan Investigative Audit

2) Pengembangan dan evaluasi Laporan Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (LAKIP)

230

3) Fasilitasi percepatan penataan pengelolaan keuangan daerah, melalui kegiatan sosialisasi dan asistensi penerapan Sistem Akuntansi Keuangan Daerah (SAKD)

4) Analisis dan evaluasi pemanfaatan Pinjaman Luar Negeri 5) Pengembangan sistem perencanaan pengawasan dan evaluasi

pelaksanaannya (Pemutakhiran pedoman/Juknis, Sosialisasi, Monitoring, evaluasi dan asistensi)

6) Pengembangan dan evaluasi Good Corporate Governance (GCG) pada BUMN/BUMD/BHMN

7) Penyusunan modul dalam rangka kerjasama dengan POLRI dan Kejaksaaan

8) Pengembangan sistem informasi pengawasan, Penyusunan modui/SOP, Diklat Teknis yang terkait dengan pengembangan sistem informasi

9) Penelitian dan pengembangan standar pelayanan minimum dan penilaian risiko (risk assessment).

Program/ kegiatan di atas telah dikerjakan pada tahun 2002 dan sebagian lagi merupakan program berkelanjutan yang terus disempurnakan. Kegiatan pengembangan kelembagaan, analisis dan desain organisasi, serta pengkajian dan penyusunan ketentuan perundang-undangan di bidang pengawasan, misalnya sampai saat ini belum selesai. Draft Rancangan Undang-undang Sistem Pengawasan Nasional dan draft Rancangan Peraturan Pemerintah pengganti PP 20 tahun 2001 telah disusun dan masih dalam proses pembahasan di tingkat Sekretariat Negara.

Kegiatan peningkatan kapasitas, antara lain seperti Financial Audit, EDP audit, Performance Audit Techniques (PAT) dan Policy Evaluation (PE) telah dilaksanakan, yang salah satu kegiatannya adalah pemberian tugas belajar bagi beberapa orang yang tergabung dalam masing-masing gugus tugas, termasuk personel dari Polri dan Kejagung sebagai· salah satu bentuk sinergi pengawasan yang selalu kita kembangkan. Selain itu, tiap komponen pun dilengkapi dengan berbagai pedoman dan modul pelatihan. Diharapkan, seluruh pegawai BPKP yang telah menjadi anggota gugus tugas dan mendapat pendidikan khusus sesuai komponen yang ada akan dapat menularkan kapasitasnya lewat pelatihan berantai hingga mencapai seluruh pegawai di seluruh unit kerja BPKP. Bahkan untuk percepatan penyebarluasan konsep-konsep tersebut, sedang dirancang distance learning yang diharapkan dapat efektif tahun 2003.

Pengembangan/pengadaan sarana dan prasarana kerja yang paling dominan dilakukan pada tahun 2002 adalah pendirian gedung baru Pusat Pendidikan

231

dan Pelatihan yang diharapkan dapat segera dimanfaatkan untuk kegiatan diklat bagi seluruh APIP.

Kegiatan-kegiatan yang terkelompok dalam Program Pengawasan Aparatur Negara yang selesai pada tahun 2002 antara lain upaya peningkatan peraturan perundangan yang mendasari AKIP dan fasilitasi percepatan penataan pengelolaan keuangan daerah dan penyusunan draft Keppres tentang AKIP. Fasilitasi penataan pengelolaan keuangan daerah sudah terlaksana lewat berbagai inventarisasi barang milik daerah dan asistensi penyusunan neraca daerah, sebagai langkah awal pengembangan sistem anggaran berbasis kinerja yang sampai tahun 2002 baru mencapai tahap uji cob a.

Dari evaluasi LAKIP diketahui bahwa dari 8.554 instansi pemerintah yang teridentifikasi berkewajiban melaksanakan LAKIP, baru 2.796 atau 32,69% yang menyusun LAKIP 2001. Evaluasi dilakukan terhadap 1.697 LAKIP atau 60,69% dari jumlah yang menyusun LAKIP. Hasil evaluasi menunjukkan indikasi sebagai berikut:

a) Laporan pertanggungjawaban instansi pemerintah ini hanya menekankan pada pertanggungjawaban anggaran dan terlaksananya kegiatan namun belum mengungkapkan manfaat yang dirasakan masyarakat atau pihak terkait lainnya,

b) lnstansi pemerintah belum sepenuhnya menjabarkan Propenas dan/atau Propeda ke dalam Rencana stratejik. Renstra belum dijabarkan ke dalam rencana kinerja tahunan, rencana operasional, dan anggaran

c) Pada umumnya Renstra belum sepenuhnya mengakomodasi seluruh isu stratejik termasuk pengembangan core area,

d) Sulit mengukur keberhasilan karena pada umumnya instansi pemerintah belum memiliki sasaran stratejik yang spesifik, jelas, dan terukur dan belum dirancangnya sistem pengumpulan data kinerja.

Hasil evaluasi di alas juga didukung oleh hasil penelitian mengenai persepsi pejabat instansi pemerintah terhadap pelaksanaan sistem AKIP dan hasil penelitian mengenai pelaksanaan evaluasi internal pada instansi pemerintah, yang pada dasarnya menunjukkan bahwa pencapaian akuntabilitas kinerja instansi pemerintah memerlukan upaya yang berkesinambungan.

Di antara hasil-hasil Puslitbangwas BPKP dalam tahun 2002 berupa pemetaan standar pelayanan minimal dan dalam tahun 2003 dilanjutkan berupa penelitian tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan instansi pemerintah. Untuk lebih mempercepat penguasaan BPKP atas manajemen risiko, penelitian tentang pelaksanaan penilaian risiko di Departemen Kesehatan telah mampu membekali BPKP dengan pengalaman mengadakan diskusi kelompok yang partisipatif. Pengalaman ini telah memberikan

232

kontribusi konkrit bagi perwujudan profesi auditor internal yang berparadigma baru.

Untuk mempersiapkan kegiatan tahun 2004, BPKP sudah mencoba menerapkan sistem perencanaan yang telah diintegrasikan dengan sistem perencanaan stratejik. Rencana stratejik yang telah disusun selanjutnya dijabarkan menjadi Rencana Kinerja. Selanjutnya dari Rencana Kinerja ini akan disusun Rencana Operasional berupa Rencana Kegiatan Tahunan yang memadukan kegiatan pengawasan dan penunjang serta sudah terinci hingga ke anggaran per kegiatan. Dengan demikian, kegiatan tahun 2004 diharapkan dapat mencerminkan rencana stratejik secara lebih legis.

VI. Penutup

Dengan seluruh uraian di atas dapat disimpulkan bahwa reformasi sistem pengawasan di lingkungan pemerintah adalah mengubah kerangka berpikir auditor internal (APIP) menjadi kerangka berpikir di bawah paradigma baru. lntinya adalah bahwa auditor internal lebih sebagai konsultan manajemen kepemerintahan yang proaktif dan berorientasi pada hasil stratejik manajemen kepemerintahan di masa depan.

Untuk bisa membantu pencapaian hasil di masa depan maka auditor internal harus mampu memetakan risiko yang ada. lni berarti auditor harus dapat menyusun suatu struktur pengendalian internal hingga dapat memetakan risiko dari lingkungan pengendalian, kegiatan pengendalian, komunikasi pengendalian, hingga pemantauannya.

Orientasi pada hasil yang stratejik juga mengarahkan auditor internal untuk dapat mengembangkan sistem perencanaan stratejik. Dalam hal ini, auditor tidak cukup hanya sebagai penilai, melainkan lebih proaktif secara partisipatif memberi masukan bagi manajemen tentang penilaian lingkungan hingga penyusunan sasaran yang dapat dicapai dan terukur. Jelas, seluruh peran ini berada pada fondasi dari sistem akuntabilitas, karena pada akhirnya rencana stratejik ini akan diukur kinerjanya dan ukuran kinerja inilah yang akan dilaporkan dalam LAKIP.

Dengan adanya sistem perencanaan stratejik, berarti partisipasi seluruh pegawai dikerahkan. Pengerahan ini dilakukan secara terbuka dan transparan. lndikator kinerja yang ditetapkan pun sudah dengan sendirinya memasukkan unsur keadilan bagi seluruh stakeholders, karena pada akhirnya akuntabilitas atas kegiatan instansi pemerintah akan diarahkan kepada masyarakat sebagai stakeholders. Dengan demikian, auditor internal sudah turut mengembangkan iklim kerja yang partisipatif, transparan, adil, dan berakuntabilitas. Keempat

233

karakteristik ini tidak lain merupakan karakteristik dari terciptanya proses governance di dalam pemerintah.

Akhirnya, jika auditor internal dapat dilihat sebagai pihak yang benar-benar berpartisipasi aktif dalam menciptakan proses governance di atas maka niscaya auditor internal akan dapat dipercaya, tidak saja oleh masyarakat, tetapi terlebih oleh pemimpin instansi tempatnya berada masing-masing. Kalau dengan keterlibatan sedemikian kemudian masyarakat mengharapkan penyelenggaraan pemerintahan menjadi lebih bersih, lebih tanggap, lebih mampu melayani, dan lebih efektif mencapai tujuannya, mungkin itu harapan yang berlebihan. Akan tetapi, harapan tersebut tidak bisa dicegah kecuali jika masyarakat menyadari betapa semuanya ini juga bergantung pada komitmen pihak pelaksana. Dengan demikian, kalau kesenjangan harapan ini tetap ada, dan masyarakat masih melihat adanya gejala pemerintahan yang tidak bersih, tidak tanggap, tidak dapat memberi pelayanan prima, dan tidak efektif, maka auditor internal mungkin akan dijadikan sasaran keluhan.

Akan tetapi, semua perubahan ini hanya dimungkinkan jika auditor internal benar-benar menerapkan paradigma baru termasuk implikasinya terutama dalam bentuk peningkatan kapasitas dan integritas sesuai dengan standar profesi dan kode etik. Jika tidak, maka auditor internal dapat terus-menerus menjadi tertuduh sebagai kedok korupsi, atau setidaknya sumber inefisiensi.

Semoga dengan reformasi sistem pengawasan ini dan paradigma baru kiranya akan menyatukan kita pada kesadaran untuk saling berkoordinasi bagi peningkatan kinerja organisasi kita secara menyeluruh, yang pada gilirannya merupakan jaminan bagi keberhasilan kita semua, dalam mewujudkan good governance.

234

KEBIJAKAN DAN PROGRAM REFORMASI BIROKRASI Dl DAERAH PROPINSI RIAU

A. PENDAHULUAN

Era globalisasi yang melanda dunia pada akhir milenium kedua dan era reformasi yang melanda Indonesia pada awal tahun 1997, secara langsung atau tidak langsung, sadar atau tidak sadar, telah menimbulkan perubahan dalam tatanan kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Dengan ciri kompetitif dan kemajuan dibidang teknologi, transportasi dan telekomunikasi, yang disingkat Tripe/ T, mendorong pemerintah untuk melakukan perubahan dalam tatanan kehidupan bernegara sehingga memiliki daya saing. Perubahan tatanan kehidupan tersebut dikenal dengan istilah reformasi.

Salah satu upaya pemerintah dalam melakukan perubahan tersebut adalah dengan merevisi Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah. Secara implisit Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 bertujuan untuk membangun pemerintahan daerah yang kompetitif, dalam arti pemerintahan daerah yang memiliki daya saing dengan memaksimalkan pemanfaatan kekayaan dan potensi yang dimiliki dan meminimalkan timbulnya permasalahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan di daerah.

Menyadari akan posisi dan kedudukan yang strategis dari aparatur negara di daerah dalam mewujudkan pemerintahan daerah yang kompetitif sebagaimana tersebut di atas yang mampu mengaplikasikan paradigma baru fungsi pemerintahan, yaitu : pertama, fungsi pengaturan; kedua, pelayanan masyarakat; ketiga, pemberdayaan masyarakat dan keempat, fungsi pembangunan, maka pemerintah melakukan penataan aparatur negara di daerah yang meliputi penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia, sehingga pada akhirnya terciptanya aparatur negara yang profesional, bertanggung jawab, jujur dan adil. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam pasal 12 ayat 2 Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, yang menyatakan bahwa untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintahan dan pembangunan diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggungjawab, jujur dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititik beratkan pada sistem prestasi kerja.

235

B. PENGERTIAN DAN LINGKUP BAHASAN

Untuk kesatuan pandangan dan pemahaman berikut dipaparkan beberapa pengertian yang berkaitan dengan uraian selanjutnya, yaitu :

1. Reformasi birokrasi adalah perubahan dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan, yang meliputi penataan kelembagaan, ketatalaksanaan dan sumber daya manusia;

2. Penataan kelembagaan adalah upaya penyempurnaan, pengembangan, pembentukan dan penghapusan satuan organisasi sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan, potensi serta kemampuan saerah;

3. Penataan ketatalaksanaan adalah upaya penyusunan pedoman dan petunjuk kerja, standardisasi barang, uraian tugas agar efektif dan efisien;

4. Pegawai Negeri Sipil adalah Warga Negara Indonesia yang memenuhi persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-undangan, diangkat pajabat negara dan diserahi tugas suatu jabatan atau tugas negara lain dan digaji menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Untuk terarahnya penulisan makalah ini, Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Daerah Riau difokuskan pada upaya reformasi bidang aparatur negara di daerah, kendala, permasalahan dan hasil yang dicapai di lingkungan Pemerintah Propinsi Riau.

C. STRA TEGI DAN KEBIJAKAN

Untuk mendasari paparan tentang bagaimana kebijakan dan program reformasi birokrasi, khususnya upaya reformasi bidang aparatur negara di daerah, perlu diketahui keadaan aparatur negara di daerah khususnya pegawai negeri sipil pada saat sekarang dan keadaan akan datang atau yang diharapkan. Dengan mengacu pada studi literature dan hasil pemantauan serta evaluasi diketahui beberapa hal yang menggambarkan kondisi saat sekarang yang terjadi dan melekat pada pegawai negeri sipil, yaitu :

1. Jumlah yang besar dan tidak merata di lingkungan Pemerintah Propinsi Riau sebanyak 8.500 orang (setelah dilikuidasi dan diintegrasinya Kantor Wilayah Departemen sebanyak 16 Kantor);

2. Profesionalisme dan kualitas yang belum maksimal; 3. Tingkat kesejahteraan relatif belum baik;

236

4. Disiplin dan etos kerja relatif masih rendah;

5. Kurang konsistennya produk hukum pembinaan pegawai negeri sipil dan;

6. Rekruitmen pegawai belum sesuai dengan kebutuhan.

Di sisi lain kondisi yang diharapkan atau ideal dari aparatur pemerintah (Pegawai Negeri Sipil) adalah :

1. Memiliki pengetahuan dan profesional dalam bidang tugasnya;

2. Berwawasan luas dan memiliki visi jauh kedepan;

3. Bertanggungjawab, bersih dan berwibawa;

4. Jujur dan adil;

5. Bersiplin dan berdedikasi yang tinggi serta;

6. Kreatif, inovatif dan memiliki jiwa kewirausahaan.

Untuk menjembatani perbedaan kondisi saat ini dan yang ideal atau diharapkan, maka perlu ditempuh beberapa strategi (pendekatan) dan kebijakan sehingga dapat diwujudkan aparatur negara di daerah (Pegawai Negeri Sipil) yang berwibawa, berakhlak mulia dan mampu mengaplikasikan fungsi-fungsi pemerintahan. Dengan mengacu kepada konsep otonomi daerah sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974, maka strategi dan kebijakan yang ditempuh oleh Pemerintah Propinsi Riau adalah sebagai berikut:

1. Melakukan penataan kelembagaan pemerintah daerah sebagai langkah awal dalam pembinaan dan pengawasan Pegawai Negeri Sipil, yang diaplikasikan dengan kebijakan :

a. Melakukan evaluasi kelembagaan pemerintah daerah yang ada (sebelum diberlakukannya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999), dalam arti melakukan analisis apakah instansi pemerintah daerah yang ada, sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan daerah, potensi dan kemampuan daerah;

b. Melakukan penataan kelembagaan, yaitu tindaklanjut dari evaluasi kelembagaan pemerintah daerah dalam arti lembaga mana yang perlu dipertahankan, yang dilikuidasikan atau diintegrasikan. Untuk Pemerintah Propinsi Riau hasil penataan kelembagaan telah dibentuk 35 instansi yaitu terdiri dari 17 dinas, 14 badan, 2 sekretariat dan 2 kantor;

237

c. Melakukan pembinaan kelembagaan di Kabupaten/Kota agar lembaga yang dibentuk sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan pembangunan, potensi dan kemampuan daerah.

2. Melakukan penataan ketatalaksanaan sebagai acuan bagi Pegawai Negeri Sipil dalam melaksanakan dan mewujudkan fungsi pemerintah, yang diaplikasikan dengan kebijakan: a. Mengefektifkan mekanisme, hubungan dan jejaring kerja (net work),

dalam arti bagaimana ke depan membangun kerjasama (team work) yang menghasilkan efek keterpaduan (sinergi) baik internal dinas/badan/sekretariat dan kantor maupun eksternal, yaitu antara dinas/badan/sekretariat dan kantor yang program dan kegiatan kerja saling terkait. Hal ini dapat diwujudkan dengan : pertama, membangun komitmen organisasi (Building Comitment Organization) yang disingkat dengan BCO dan kedua, membangun organisasi yang belajar (Builiding Learning Organization) yang disingkat dengan BLO;

b. Modernisasi sarana dan peralatan kerja dengan menggunakan teknologi informasi seperti sistem komputerisasi, yang dapat meningkatkan kualitas pelayanan, memperkecil dan peniadaan penyimpangan-penyimpangan serta meningkatkan kinerja organisasi. Sehubungan dengan itu Pemerintah Propinsi Riau telah membangun · sistem informasi manajemen dan website E. Government yang disebu.t dengan Riau on line;

c. Pembuatan uraian tugas seluruh jabatan eselon IV di Pemerintah Propinsi serta staf di Sekretariat Daerah dan Sekretariat DPRD Propinsi Riau;

d. Setiap unit kerja diharuskan membuat Renstra dan Lakip sebagai media akuntabilitas kinerja pemerintah daerah kepada masyarakat.

3. Melakukan Penataan SDM, dengan beberapa kebijakan : a. Mengisi formasi jabatan struktural, non struktural dan fungsional

sesuai dengan Struktur Organisasi dan Tata Kerja (SOT) yang ditetapkan. Dalam pengisian formasi dilakukan secara obyektif dengan mengacu kepada sistem pembinaan pegawai, yaitu perpaduan sistem prestasi kerja dan sistem karier dengan titik berat pada sistem prestasi kerja;

b. Memindahkan Pegawai Negeri Sipil dari Pemerintah Propinsi Riau ke Pemerintah Kabupaten/Kota se Propinsi Riau setelah mendapatkan pertimbangan atau persetujuan yang bersangkutan. Hal ini dilakukan, di mana disatu sisi pada Pemerintah Propinsi Riau terjadinya kelebihan Pegawai Negeri Sipil dan di sisi lain pada

238

Pemerintah Kabupaten/Kota kekurangan Pegawai Negeri Sipil khususnya Pemerintah Kabupaten/Kota pemekaran;

c. Meningkatkan kesejahteraan Pegawai Negeri Sipil, dengan memberikan :

1) Kredit kepemilikan kendaraan rod a dua bagi pegawai negeri sipil yang kurang mampu dan belum memiliki kendaraan;

2) Bantuan dana transportasi kepada setiap pegawai negeri sebesar Rp.150.000,- perbulan;

3) Pengadaan tanah untuk pembangunan tempat tinggal atau perumahan bagi Pegawai Negeri Sipil yang belum memiliki peru mahan.

d. Melakukan penyempurnaan dim penjabaran peraturan perundang­undangan dibidang kepegawaian, khususnya dibidang disiplin pegawai negeri sipil, misalnya mempertegas pelaksanaan apel pagi dan pemotongan bantuan transportasi bagi pegawai yang tidak apel pagi tanpa keterangan sebesar Rp.5.000,-/hari dan tidak dibayarkan bagi Pegawai Negeri Sipil yang tidak a pel pagi lebih dari 10 hari tanpa keterangan;

e. Menjatuhkan hukuman disiplin bagi Pegawai Negeri Sipil yang melanggar peraturan perundang-undangan (Peraturan Pemerintah Nomor 30 Tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1983 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1990 tentang izin Perkawinan dan Perceraian Pegawai Negeri Sipil). Hukuman disiplin tersebut dikategorikan dalam 3 (tiga) jenis, yaitu :

1) Hukuman ringan, berupa teguran lisan, tertulis dan pernyataan tidak puas;

2) Hukuman sedang, berupa penundaan kenaikan gaji berkala, penurunan gaji dan penundaan kenaikan pangkat;

3) Hukuman berat, berupa penurunan pangkat, pembebasan jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak alas permintaan sendiri dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai pegawai negeri sipil.

Untuk lebih efektif, maka kewenangan penjatuhan hukuman disiplin secara hirarkhi dilimpahkan kepada pejabat struktural, misalnya pejabat eselon IV (empat) memiliki kewenangan penjatuhkan hukuman disiplin ringan berupa teguran lisan dan tertulis. Untuk tahun 2002 telah dijatuhi hukuman disiplin Pegawai Negeri Sipil sebanyak 87 Hukum Disiplin, yang meliputi hukuman disiplin ringan sebanyak 80 orang, sedang 4 orang dan berat 2 orang.

239

f. Melakukan penyempurnaan program dan kegiatan pendidikan dan pelatihan (diklat)Pegawai Negeri Sipil, yaitu :

1) melakukan Analisis Kebutuhan Diklat (AKD); 2) melakukan pengembangan program dan kurikulum Diklat

teknis berjangka pendek dan; 3) meningkatkan kualitas pelaksanaan pendidikan dan

pelatihan baik struktural, teknis maupun fungsional; 4) melakukan kerjasama pendidikan dan pelatihan pegawai

negeri sipil dan guru ke luar negeri dengan pemerintah Singapura melalui Singapore Coorparation Programme meliputi : Urban Planning, Urban Transportation Planning and Management, Port Management and Operations Course, Government Planning Administration, Pollution Control Management and Urban Air Quality, Investment Promotion, Tourism Management and Travel Agent Management disamping dengan pemerintah Singapore juga dengan Pemerintah Kanada melalui Program Jaringan Kerjasama Pengembangan Pendidikan Propinsi Riau.

g. Memberi penghargaan kepada pegawai negeri sipil yang berprestasi dan teladan. Dalam pemberian penghargaan ini dilakukan melalui seleksi dan penilaian secara obyektif;

h. Melakukan pembinaan rohani pegawai negeri sipil, dengan mengadakan ceramah agama, yang diadakan pada dinas/ badan/kantor dan sekretariat masing-masing.

D. PENUTUP

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa kedepan Kebijakan danProgram Reformasi Birokrasi di Daerah Riau, khususnya Upaya Reformasi Bidang Aparatur Negara di daerah merupakan yang mutlak dilakukan dalam mewujudkan pemerintah daerah yang memiliki daya saing (kompetitin

240

SEKRETARIS DAERAH

Ttd,

ARSYAD RAHIM

TRANSKRIP Penyajian Materi Pelaksanaan Pendayagunaan Aparatur Negara

Di Provinsi Daerah lstimewa Yogyakarta

Oleh Sekda Provinsi DIY

Ass. Wr. Wb. Salam sejahtera bagi kita semua Bapak-bapak Esselon I dan Esselon II di lingkungan lnstansi Pusat Bapak-bapak Sekda. Bapak-bapak dan lbu-ibu sekalian yang kami hormati Bapak Moderator yang kami hormati Terima Kasih atas waktunya.

Rekan-rekan yang saat sekarang mungkin sedang kebingungan mana yang masalah desentralisasi tersebut, kami mengatakan kebingungan karena terus terang, buka-bukaan saja bahwa ada banyak hal yang perlu kita pelajari bersama, nah untuk itu kami akan mencoba menceritakan pengalaman kami, yaitu kami sebut sebagai reformasi pelayanan publik, merealisasi Good Governance dalam pelaksanaan. Hal ini menjadi suatu hal yang kelihatannya kita harapkan, ini adalah laporan apa yang telah kita lakukan di Daerah lstimewa Yogyakarta. Yogyakarta agak berbeda dengan Riau yang tadi kaya raya ataupun juga dengan Papua yang demikian luas. Yogyakarta hanya suatu wilayah yang sangat kecil dengan 4 (empat) daerah otonom.

Kami memulai pelaksanaan reformasi di dalam birokrasi dengan suatu konsep, kami melihat bahwa untuk kita melakukan sesuatu maka kita harus tahu dimana, bagaimana kita, kemana tujuan kita, bagaimana kita kesana, kemudian tata pemerintahan bagaimana yang hendak kita lakukan dan visi yang harus jelas. Jadi kami mulai dengan melihat visi Daerah lstimewa Yogyakarta itu mau kemana. Untuk itu kita melihat dari proses sistem kebijakan dan sebagainya.

Nah untuk itu kami mencoba mulai bertanya, untuk apa sih desentralisasi, kami tidak mencoba hanya langsung dari peraturan, tapi kami mencoba melihat lagi.

Ada 2 (dua) macam kemungkinan :

Pertama karena ingin berbeda dengan Orde Baru, karena pada waktu itu Orde Baru dihujat sentralisasi, sehingga kita mengatakan oke kita desentralisasi, kalau itu konteksnya maka yang muncul adalah sentralisasi pada daerah provinsi dan kabupaten/kota.

241

Atau yang kedua memang kita berniat melakukan desentralisasi dalam rangka untuk memperbaiki pelayanan terhadap masyarakat, sudah pasti bahwa kita akan mengarahkannya.

Kami dari Daerah lstimewa Yogyakarta, kita tidak mencoba untuk melihat pada point 1, tapi kita akan melihat pada point 2, karena ingin memperbaiki pelayanan terhadap masyarakat.

Kalau itu yang menjadi kuncinya, maka kita melihat kondisi pelayanan yang ada di sana, ada di Daerah lstimewa Yogyakarta itu, pertama kita melihat ada 4 (empat) hal yang harus kita sadari sebagai lingkungan strategik, pertama dampak globalisasi. Dampak globalisasi mengatakan bahwa kita sudah melihat di TV bagaimana pelayanan yang baik, bagaimana kalau kita lihat orang membikin KTP yang baik dan sebagainya. Bagaimana kita melakukan koordinasi dengan baik, itu akan ada suatu keinginan di masyarakat.

Kedua diakui atau tidak, kami di Daerah lstimewa Yogyakarta mengakui ada permasalahan mendasar di dalam hal pelayanan publik. lni kita rasakan. Kemudian kebutuhan masyarakat sendiri, publik itu sendiri juga semakin kualitatif, dan kita berhadapan pada krisis multi dimensi. lni kemudian kita coba turunkan ke dalam sistim birokrasi kita di Daerah lstimewa Yogyakarta, kita melihat bahwa struktur organisasi pad a waktu kita mulai dok reformasi itu tidak efektif sam a sekali.

Ketidak·jelasan otoritas, kewenangan pemerintah provinsi, meskipun disitu ada PP 25/2000, UU 22/1999 sebenarnya itu belum lengkap, buktinya apa, bagaimana kalau pemerintah kabupaten tidak mampu menyerahkan keatas, apakah itu otomatis lalu dijalankan oleh provinsi. Kita belum ada posisi itu.

Kedua kita juga melihat di sini struktur organisasi overlap. Tidak efisien dan kemampuan institusional menjadi sangat terbatas pada waktu itu, sangat rigid. lni kita temukan pada waktu awal dari reformasi. Kita juga menghadapi permasalahan 4 (empat ) hal turunan setelah struktur organisasi ada : 1. Sistem keuangannya; 2. Sistim SDM-nya; 3. Sistim regulasinya/ mekanismenya dan yang ke-4 dan sebenarnya terpenting adalah dari values atau sistim tata nilai dan budaya. lni yang sebenarnya saat sekarang ini yang kita hadapi.

Bagaimana kita bisa lihat, pada Financial Issues (mohon maaf kami pakai bahasa lnggris, karena masalahnya kami nyuplik dari waktu presentasi di CGI pada waktu itu), bahwa kita mengatakan, dikatakan bahwa kita sudah ada desentralisasi sistim keuangan daerah, mari kita buktikan apakah benar ada dana-dana sektoral turun ke daerah. Dana-dana sektoral sekarang ini, di dalam aturan Menteri Keuangan dikatakan tidak lagi harus dikoordinasi oleh Bappeda. Kalau itu yang terjadi berarti fungsi Gubernur sebagai kepala atau pengelola atau pengendali program sudah tidak ada. lni yang terjadi, jadi perkataannya desentralis public financial manajemen tapi kenyataannya bagaimana.

242

Yang kedua ketiadaan pada focus performance dalam budgeting, kita lihat pada waktu itu budgeting kita sistimnya adalah line item dan tidak punya sasaran­sasaran, memang ada di dalam proyek tapi tidak di dalam anggaran rutin.

Anggaran rutin selalu dianggap sebagai anggaran yang hilang dan itu tidak ada pertanggung jawaban dalam artian hasilnya apa. Sebuah kepala seksi atau satu unit kepala seksi itu apa hasilnya pad a setiap 1 (satu) tahun yang akan datang. Nah disini kita melihat, berarti ada sesuatu yang salah di situ. Dan kita juga melihat Accounting Sistim kita, sistim kinerja kita pada waktu itu tidak ada. Kejadian ini bukan pada tahun 2002 ini kami mulai tahun 2001 jadi ini kondisi tahun 2001.

Operating system dan proscedure kami melihat sudah berubah, kita sudah tidak efisien lagi, mari kita buktikan bagaimana polanya dengan tadi saya kira juga di provinsi lain mengatakan hubungan antara daerah otonom dengan provinsi, bagaimana kita bisa berkomunikasi. P5D, bagaimana P5D antara naik dan turun itu ternyata tidak.

Mohon maaf sekarang kita lebih baik buka-bukaan karena memang ini kenyataan, kemudian Daerah lstimewa Yogyakarta itu pendapatannya kecil tapi kemudian kita mendapatkan permintaan untuk menyelesaikan masalah itu banyak sekali.

Bagaimana dengan masalah SDM, kalau kita teliti sebenarnya masih banyak sekali kita ini dan terutama di Daerah lstimewa Yogyakarta, jabatan itu tidak mempunyai kualifikasi, kita katakan Ketua Bappeda pada waktu itu atau Kepala Dinas X, siapa yang bisa menduduki situ tidak jelas siapa saja boleh, karen a apa, tidak ada aturan yang jelas harus mempunyai kualifikasi disiplin yang seperti ini dan itu dan diatur didalam suatu aturan yang jelas. Harus mempunyai level of kompetensi yang seberapa besar, ini tidak ada.

lni laporan kami mengenai Daerah lstimewa Yogyakarta mohon maaf barang kali di provinsi.lain, tapi ini di Provinsi Daerah lstimewa Yogyakarta.

Kemudian analisa jabatan, yang kami temui di Daerah lstimewa Yogyakarta adalah analisa jabatan yang lebih boleh dikatakan mengakomodasi jumlah PNS yang ada, bukan mencari rasional real kebutuhan institusi pada waktu itu. Kemudian kriteria alokasi atau kriteria penempatan, kami menemui bahwa ada peraturan Mendagri mengenai syarat untuk jabatan, kalau tidak salah ada sekitar 11 kriteria, tapi setelah kami teliti ternyata kriteria itu paling tidak ada 5 kriteria .

ltu bertumpuk dan itu adalah merupakan kriteria senioritas, contohnya kalau dia pernah menduduki jabatan esselon II, untuk jabatan yang calon esselon II maka dia mendapatkan nilai tertinggi, kalau begitu anak-anak yang potensial dan yang muda­muda ini tidak bisa menjadi orang yang bisa menduduki jabatan esselon II ini, ini tidak kelihatan. Dan itu ada pengalaman, kemampuan teknis, dan lain-lain dan kalau semua itu dijumlah maka yang muncul adalah senioritas.

243

Bukan merit base, kalau itu bukan merit base, artinya apa ? ya kita akan mendapatkan suatu organisasi yang diduduki oleh orang-orang yang tidak mampu, ini yang kita katakan. Oleh karena itu kita mengatakan kita harus membuat aturan lain, karena kita tidak mau untuk melakukan pelanggaran terhadap aturan dari pemerintah pusat, kami akali dengan cara kami membuat pembobotan. Pembobotan kan tidak dilarang, jadi pada waktu yang dikatakan jabatan tertentu itu adalah sekolah atau pendidikannya, kami beri bobot tinggi, pada waktu itu diberi bobot 7 (tujuh) sedangkan yang lain hanya diberi bobot 1 (satu), sehingga akhirnya orang yang sesuai dengan disiplin ilmunya dia yang akan mempunyai kecenderungan untuk dipilih dititik itu. Dan kami menggunakan suatu konsep dan pada waktu itu kami melakukan fit and propertest sebenarnya adalah pshycotest untuk seluruh pejabat esselon II, Ill, IV dan non esselon untuk 111/c, 111/d dan IV/a semuanya yang tidak punya jabatan semuanya kami buat suatu pshycotest, tujuan dasarnya adalah kami membuat suatu lock book terhadap semua PNS mengenai bagaimana karakter, bagaimana kemampuan dia, nah irii yang kita lakukan. lni ternyata lalu kami buat di dalam komputer, kita buat suatu label dan kita membuat dengan suatu waiting criteria, sehingga kami di dalam penempatan jabatan tidak menggunakan pendekatan pilih ini pilih itu, tapi kami langsung kita masukan orang yang sesuai dan mereka kita masukan komputer dan komputer keluar dan ini akan di tentukan.

Pada waktu pertama kami ingin menyampaikan ini sebagai kita buka saja, ternyata kami menemukan bahwa dari seluruh calon pada waktu itu kami tidak mendapatkan cukup banyak pejabat dengan kriteria level A, artinya apa? Bahwa kami menemukan bahwa masyarakat PNS di daerah kami ternyata membutuhkan adanya training, oleh karena ini kemudian kami mencoba bekerja sama dengan 2 (dua ) kelompok konsultan, Allhamdulillah kami mendapatkan bantuan gratis dan cukup besar kami mendapat 7 bulan training, kami mentrain pada kelompok­kelompok potensial tersebut, train selama 7 bulan untuk masalah Entrepreneur Ship.

Dua hal yang kita lakukan; pertama adalah mereka untuk reinventing government, dan kedua adalah marketing place.

Mengapa kita harus melakukan marketing place, kami Daerah lstimewa Yogyakarta adalah daerah yang sempit, sehingga kami malah tujuannya adalah jualan, kami mencoba untuk jualan, dan ternyata dari para peserta tersebut kami menemukan mereka sekarang menjadi orang-orang yang sang at entrepreneurnya sang at tinggi. Untuk itu kami juga sudah mulai masuk kepada carier planning dan mengenai masalah data base PNS memang sampai sekarang profilnya tidak ada yang secara real, sehingga kami sulit membuat suatu perencanaan Pegawai Negeri, dan ternyata dari data kami ingin menyampaikan bahwa 50% lebih adalah berpendidikan SL T A.

244

Jadi kami ingin melaporkan bahwa problem PNS bukan hanya pada jumlah tapi pada pendidikan, ini yang menjadi masalah. Dengan posisi provinsi yang sudah tidak lagi berfungsi sebagai pelaksana tetapi lebih sebagai koordinasi maka di butuhkan adalah pemikir-pemikir, maka yang dibutuhkan adalah yang berpendidikan D3,S1 ,S2,S3, sementara yang kita miliki 50% adalah SMA, ini gambaran kami dari Human Resaurces.

Bagaimana dengan kondisi regulasi, kita juga tidak ada suatu standard operation procedure pada masing-masing instansi yang jelas, implikasinya apa, bahwa kami kalau ada suatu persoalan surat saja, surat itu berhenti, atau suatu policy itu kebijakan berhenti di suatu titik, kita tidak bisa menyalahkan yang mana yang salah, yang inikah atau yang itukah. Saya mengalami pada waktu awal-awal pernah Bapak Gubernur memberikan suatu memo dinas kalau seperti ini memalukan, bagi kami ini suatu tamparan, kalau begitu kita sekarang membuat suatu standard operational procedure, saya beruntung kami mendapatkan dari Biro Organisasi saat sekarang sudah ada suatu standard operational procedure di dalam organisasi maupun antar organisasi. Dengan demikian kita bisa tahu siapa yang salah di dalam suatu proses kebijakan. Kemudian regulasi itu juga banyak yang overlap, kemudian kita juga bahwa aturan-aturan lebih banyak mementingkan procedure daripada outcome. Hal ini kita menemukan lebih dari 162 Peraturan Daerah (Perda) kami harus lakukan perbaikan, saat sekarang kita mengerjakan untuk itu dan regulasi kadang-kadang sifatnya itu bukan mendevelop, bukan untuk mengembangkan, tapi justru mengerem pertumbuhan sehingga kami mengalami BUMD kami saat sekarang keadaannya merugi dan tidak berkembang.

Bapak Gubernur pada waktu itu juga mengatakan tolong dilihat mengenai masalah value sistem dan culture. Bagi D.l. Yogyakarta ini sangat penting sekali, karena apa, orang D.l. Yogyakarta sering dan suka mengatakan alon-alon maton kelakon. Ada suatu konotasi bahwa kita lambat dan sebagainya, memang kita temui bahwa beliau, Bapak Gubernur sendiri mengatakan motivasi itu rendah untuk maju dan cenderung senang pada status quo dan leadership pada waktu mengambil suatu posisi cenderung pejabat-pejabat pada waktu itu tidak berani, dan ini yang penting, gampang untuk melanggar peraturan, kami mencoba untuk berkaca pada diri kami sendiri. Jadi kami bukakan bahwa inilah kondisi kami pada waktu itu.

Nah untuk itu kami kemudian mencoba melihat, apa sebenarnya yang kita butuhkan, untuk itu kita lihat bahwa pemerintah tidak dapat berdiri sendiri, ada 3 (tiga) pilar yaitu bahwa masyarakat harus siap, swasta juga harus kompetitif dan tercipta good governance pada pemerintahan dan itu ternyata bagi kami menemukan ada beberapa variabel, yaitu bahwa untuk terciptanya good governance itu adalah kita harus didukung oleh DPR yang kuat, kita harus di dukung,oleh Profesional Eksekutif, kita harus didukung oleh Kepolisian yang baik dan kita didukung oleh Sistim Pengadilan dan Kejaksaan yang baik.

245

Tidak ada gunanya kita mernbuat perbaikan kalau ini tidak jalan. lni kita rnenernukan dan ini kita jalankan dan kernudian ini ditawarkan oleh Bapak Gubernur dalarn rapat Muspida, rnau tidak kita jalan bareng-bareng sekarang. Jadi kita rnelakukan jalan bareng-bareng tidak hanya pada internal birokrasi, tapi juga rnasuk kepada legislatif, kernudian kita sendiri, kernudian Polisi, Kejaksaan dan Pengadilan Tinggi. Nah untuk itu kernudian inisiatif yang telah kita lakukan dengan tadinya di atas adalah tuntutan-tuntutan tersebut karni telah rnelakukan perubahan organis~si.

Pernbaharuan Struktur Pernerintah Daerah dengan Perda no.4,5 dan 6 tahun 2001 karni telah rnernangkas jabatan dari 1600 sekian jabatan hanya rnenjadi 540 jabatan, jadi kita hanya sekitar 35 % dari posisi yang ada. Kernudian kita rnelakukan perbaikan dari sistirn keuangan, sistirn keuangan pada waktu itu kita sudah rnencoba untuk rnenggunakan double entry. Dan tahun ini karni akan rnencoba untuk rnernbuat apa yang kita sebut sebagai neraca awal dan neraca akhir. Dirnana karni terirna kasih kepada BPKP terus terang saja atas bantuannya dari ternan-ternan BPKP, karni beke~a keras dengan ternan-ternan dari BPKP.

Karni nantinya akan rnelakukan ekspose final statement kepada rnasyarakat, inti dasarnya adalah apa, bahwa karni ingin rnencoba rnenciptakan kepercayaan kepada rnasyarakat.

lni uang yang dipercayakan kepada kami, dan ini buktinya. lni yang kita lakukan, tidak itu saja karni juga rnengatakan bahwa ini harta . dart rnasyarakat yang di titipkan kepada karni. Karni laporkan bahwa karni setelah rnenghitung jurnlah asset karni sudah berharga sekitar Rp. 2,8 Trilyun, dan itu akan karni coba untuk kapitalisasi dengan artian bahwa kalau itu dilakukan kapitalisasi sebenarnya Loan atau pinjarnan tidak di perlukan. lni yang kita lakukan.

Nah kernudian kita juga rnelakukan rasionalisasi terhadap unit cost. lni penting sekali dan karni ingin rneyarnpaikan ini kepada Bapak dan lbu sekalian, SPJ karni sekarang rnungkin paling tinggi di lndonesia,karena karni rnengatakan lebih baik SPJ tinggi, lurnpsurn untuk perjalanan dinas, dari pada karni harus rnengatakan 1 (satu) hari tapi dihitung 2 (dua) hari, karena itu adalah awal dari proses korupsi, rneskipun itu adalah dibutuhkan untuk operasional. Tapi karni rnengatakan tidak, kita naik dan karni rnenggunakan untuk perjalanan dinas untuk golongan IV sarnpai sekitar Rp.450.000 perhari, ini yang kita lakukan.

Karni juga rnelakukan perbaikan kepada unit-unit cost, dirnana unit-unit cost karni sekarang untuk hal-hal yang sifatnya tinggi, ya kita katakan yang dibutuhkan sekian ya sekian. Jadi apa yang karni lakukan sekarang adalah standard dengan keputusan Gubernur yang· terakhir rnengenai rnasalah unit cost adalah karni rnernbayar apa yang anda keluarkan, tapi karni tidak rnentoleransi adanya rekayasa pengeluaran, itu yang karni lakukan. Kernudian kita juga rnelakukan restrukturisasi terhadap perencanaan. Diakui atau tidak sistirn perencanaan sekarang sudah

246

berubah, pengenalan mengenai Renstra, Poldes, Repeta dan semuanya belum ada aturan main bagaimana aplikasinya.

Kami melakukan suatu reposisi disitu dan bekerja sama dengan Universitas Gajah Mada mengenai hal tersebut.

Kemudian tadi lnventaris Asset, dan kami melakukan persiapan double entry dan lnsya Allah kami tahun ini sudah siap untuk melakukan itu secara sempurna.

Bahkan kami juga kelihatannya kami akan dibantu oleh Bank Mandiri, terus terang saja kami menggunakan pendekatan pertemanan. Jadi Bank Mandiri, mereka mau pasang logo, kita kasih saja, mereka masukkan mesin besarnya, mesin besarnya ke kita, kita menggunakan terus kemudian mereka pokoknya ada tulisan logo Bank Mandiri, silahkan, itu masuk internet tidak jadi masalah. Jadi mereka hanya mendapatkan untuk advertensi dan kami mendapatkan alatnya.

Kemudian pembaharuan Sumber Daya Manusia (SDM), job kualification sudah selesai kami laporkan. Kemudian rasionalisasi analisa jabatan kita sedang lakukan, kami mengatakan analisa kebutuhan real staf dan kami melakukan profilisasi, membuat profil dari sudut pemberdayaan manusia, ini sedang dalam proses.

Dari kriteria penempatan saat sekarang sudah selesai, dan dalam suatu tabel besar. Dan sebenamya kami bahkan mengatakan pada waktu kami Bape~akat melakukan proses analisis dan sudah mau hampir selesai, kami minta wartawan untuk datang, silahkan anda lihat, anda boleh cek, apakah ini benar atau tidak, dalam arti anda ingat tapi jangan dicatat, anda cek lagi apakah nanti yang di tunjuk, dilantik di luar dari catatan ini atau tidak. Jadi kami ingin menciptakan kepercayaan­kepercayaan kepada masyarakat. Kemudian carier path sedang kami usahakan, tapi kami belum mulai sekarang ini, dan ini yang kita sebut sebagai program rightsizing.

Kami memang waktunya terbatas, tapi kami sudah menawarkan pada pihak Bapak Menteri PAN mengenai masalah program rightsizing kami tidak menyebutkan sebagai rasionalisasi, kami tidak menyebutkannya itu dengan lay off, tapi kami menggunakan pemberdayaan PNS untuk pengembangan ekonomi rakyat, kami konsepnya ada, itu harus beke~a sama dengan 3 (tiga) pihak yaitu pemerintah (kita sendiri); swasta sebagai pemersiap; dan orang yang akan masuk dalam program itu.

Perhitungan kami, bahwa memprogramkan 5000 yang akan dimasukkan dalam program itu dan kami akan dapat menghemat Rp 102 milyar setiap tahunnya dari belanja pegawai dan non pegawai terkait dengan itu, dan intinya dari situ kami dapat membayar, dan Bank Dunia pada waktu itu sudah setuju untuk akan membiayai, untuk kami memberikan pesangon dan cukup besar pesangonnya. Kami dengan cara itu kami harus membayar setiap tahunnya antara Rp. 15 milyar­Rp. 20 miliyar, kalau kami sudah mempunyai kemampuan untuk menghemat

247

sampai .. Rp.1 02 milyar dan sehingga kami dapat meningkatkan insentif kepada pekerja-pekerja yang ada dan tersisa plus untuk perbaikan pelayanan masyarakat.

Perhitungan-perhitungannya nanti kami akan bisa sampai sebagai laporan tertulis. Kemudian ini adalah yang terakhir adalah Assessment Center (AC). Kami menemukan bahwa sistim yang pertama dengan kriteria penempatan itu tingkat kesalahannya cukup besar. Oleh karena itu kami mencoba masuk lebih jauh lagi untuk jabatan-jabatan strategis esselon II, kami mempunyai ala! uji yaitu yang kita sebut sebagai Assessment Center (AC) yaitu seorang calon kandidat esselon II kita masukkan kedalam suatu ruangan, mereka kita berikan suatu beban-beban kegiatan kemudian mereka akan kita lihat kemampuannya, dari mulai yang paling ringan sampai yang paling berat, dan ini akan dinilai, apakah mereka mampu atau tidak, simpangannya terhadap kesalahan hanya 3 (tiga)%.

Jadi kalau Bapak menggunakan AC kemungkinan kegagalan di dalam memilih orang itu hanya 3 %, artinya pasti akan hampir dikatakan pasti untuk bisa tepa! pada jabatan tersebut. lni yang coba kita lakukan dan kami sudah bangun, untuk itu programnya kami telah mengalokasikan dana sekitar lebih dari Rp. 3 milyar untuk AC dan terus terang saja AC ini juga terbuka untuk provinsi-provinsi lain kalau memanfaatkan itu. Karena terus terang saja di Indonesia hanya ada 3 (tiga) yang mempunyai AC yaitu Telkom, Pshycologi Angkatan Darat dan Pemerintah Provinsi Daerah lstimewa Yogyakarta.

Dan kami siap membantu Bapak ibu sekalian kalau membutuhkan cara untuk mencari orang-orang yang tepat di posisi tersebut.

Kemudian reformasi hukum kami menyatakan inventarisasi Perda yang tidak sesuai, kami menemukan 162 yang harus di evaluasi, inventarisasi SOP yang di butuhkan dan saat sekarang sudah selesai, dan kemudian Perda-Perda baru yang kita butuhkan memang ada beberapa Perda yang kita lakukan.

Dan kami memposisikan biro hukum tidak lagi sebagai institusi yang meregister masalah legal tapi lebih kepada Advokasi Body (semacam Advokat di dalam diri kita ), ini ada perubahan yang mendasar dalam posisi.

Dan yang terakhir adalah Reformasi Budaya .

Pertama adalah pengenalan budaya kerja, tahun ini kami akan membuat Pilot Project 3 (tiga) institusi akan kami terapkan TQM, bagaimana pola ini akan bisa berjalan atau tidak.

Kemudian kedua pengenalan mekanisme komunikasi atas bawah, ini biasanya menjadf problem bagi PNS, biasanya bawahan tidak berani untuk menyatakan tidak kepada atasan. Di sini kami mencoba untuk menggali supaya mereka budaya atas bawah itu komunikasinya adalah lebih demokratis, lebih sejajar di dalam masukan­masukan teknis dan terus terang saja ide ini justru datang I muncul dari Bapak

248

Gubernur (yang kebetulan Sultan), jadi justru beliau mengatakan sudah tidak benar kalau kita jarak itu terlalu tinggi.

Kemudian pengenalan terhadap nilai-nilai universal, pemahaman ini menjadi sangat penting, karena masalahnya budaya kita adalah budaya timur, kita tidak kenai demokrasi, demokrasi itu apa, dan sebagainya ini coba kita kenalkan.

lni adalah pot manajemen yang kita harapkan, bentuk skim ini yang kita harapkan. Untuk itu program kerja kita di antaranya adalah kita sudah mencoba mencari bentuk pelayanan masyarakat profesional tinggi ini apa, ini adalah persyaratan­persyaratan yang harus dimiliki dan ini akan menjadi masuk kedalam SPM (Standard Pelayanan Minimal), dan SPM Alhamdullilah kami di bantu oleh Bank Dunia. Kami agak beruntung karena kami selama 7 (tujuh) tahun kami kelihatannya akan mendapat bantuan untuk perbaikan Birokrasi Civil Service Reform Daerah lstimewa Yogyakarta kami akan diberi bantuan secara terus menerus dari pihak Bank Dunia, bersama-sama dari UN, karena mereka mengatakan ini merupakan pilot project di antaranya adalah pembentukan-pembentukan seperti ini.

Kami juga mengatakan bahwa Reformasi yang akan kita lakukan dengan kunci: semua strategi kita tinjau ulang, manajemen anggaran kita tinjau ulang, manajemen SDM kita tinjau ulang, hukum dan budaya dan kita sudah menetapkan pelayanan berbasis merit, sehingga kita harapkan munculnya good governance.

Dan untuk itu apa yang kita lakukan, setiap instansi diminta untuk menilai (penilaian) tugas dikaitkan dengan pembiayaan, Alhamdullilah Keputusan Mendagri No. 29 tahun 2002 telah turun dan kelihatannya menggunakan pendekatan ini, sehingga kami tidak merasa keberatan dengan masalah penilaian tugas. Kemudian masukan pada perencanaan strategis, setiap instansi saat sekarang diminta untuk masuk ke tehnologi informasi, jadi Renstranya harus dimasukkan ke internet dengan SPM dan evaluasi kinerja tersebut.

Untuk pembiayaannya ada beberapa perubahan-perubahan yang kita lakukan termasuk yang terakhir adalah penyiapan financial statement di dalam untuk double entry.

Nah dengan demikian apa yang kita harapkan pelayanan masyarakat yang berdasarkan pada peran baku ini, konsep yang kita arahkan adalah pelayanan berdasarkan merit dengan nilai-nilai ini yang kita munculkan, sehingga yang kita harapkan good governance dan sebagian kita akan capai.

Nah untuk SDM, kami agak ·spesifik, kami menggunakan sistim kepegawaian yang fleksibel, mengapa demikian? Kami mendapatkan permasalahan yaitu ketersediaan pejabat atau PNS yang berkualifikasi tinggi pada kelas atau pangkat yang tinggi. Fleksibilitas ini yang kita mulai akan mainkan secara ini. Karena kami menemukan bahwa apa yang terjadi dengan penempatan pertama, kami akan melakukan dalam waktu bulan-bulan ini akan ada evaluasi pertama, dan kelihatannya seluruh eseslon II akan kami minta untuk ikut dalam suatu test, untuk kita evaluasi dari performance

249

mereka. Dan ini akan dilakukan oleh Dinas Pshycologi Angkatan Darat, mengapa demikian?

Kami mencoba menabrakkan para esselon II dengan hal-hal baru dan hal-hal baru itu kalau tidak ditabrakan dalam bentuk test mereka cenderung akan ya sudahlah seperi yang lalu-lalu saja.

Nah kita coba dengan cara-cara itu, sehingga mereka paling tidak akan selalu siap dan siap dan sehingga paling tidak ada perbaikan, nah ini yang kita harapkan. Kemudian sistem klarifikasi posisi sudah kita lakukan, penilaian kinerja dan saat ini kriteria-kriterianya juga kita siapkan, ini penting sekali. Karena pada tahun 2001 sebenarnya kami telah mencoba untuk membuat apa yang kami sebut sistim insentif pekerja minggu ini, pekerja bulan ini, pekerja tahun ini. Pada waktu itu kami dari Dipenda kami menyisihkan dana dari hasil pemasukan insentif dari pungutan BPKB, BPNKB kami ambil dan kami kelompokan itu dan kami jadikan untuk memberikan reward dan kami pada waktu itu sudah mengalokasikan untuk setiap worker of the month pada waktu itu kami akan memilih sekitar 20 orang, itu masing­masing mendapatkan uang Rp 1.000.000,- (satu juta rupiah), dan pada waktu worker of the year itu akan diberikan sebesar Rp. 10.000.000,- (sepuluh juta rupiah), dan problem ditemukan adalah pada waktu itu dari ternan-ternan BKD penilaian kinerja masing-masing institusi berbeda, karena itu kami akan mencoba pindah dengan membentuk TQM. Nah kemudian transformasi tadi penciptaan sistim rekrutmen dan seleksi. Kompensasi harus sebanding dengan standar pasar, nah ini yang sedang kami usahakan, meskipun begini kita akan melakukan peningkatan etika, pelaksanaan mekanisme pemeriksaan efektif dan pengkajian peran uji hukum, saya kira tadi sudah lebih jelas .

Untuk budaya dan nilai kami punya hal yang spesifik, dan ini akan ditangani langsung oleh Bapak Gubernur, di mana kejujuran, langsung pada pokok masalah dan sebagainya, ini akan dilakukan komprosinya akan dilakukan langsung oleh Bapak Gubernur sendiri.

Dengan mekanisme ganjaran dan hukuman, dan program anti korupsi. Bapak Gubernur sampai sekarang mempunyai 3 (tiga) jalur untuk menilai stafnya itu melakukan praktek korupsi atau tidak, dalam waktu tidak terlalu lama, kami ingin sampaikan bahwa kami memang akan membuat suatu tindakan administrasi terhadap paling tidak ada 2 (dua) orang esselon II untuk di turunkan, dan ini adalah gambaran kami.

Nah apa yang telah kita peroleh, saat sekarang kita sudah mempunyai visi. Visinya adalah bahwa kita akan mencoba Daerah lstimewa Yogyakarta menjadi masyarakat mandiri dan mensupport terciptanya Daerah lstimewa Yogyakarta sebagai pusat budaya dan pusat pendidikan dan turis yang cukup terkenal di Asia Tenggara. Dan di sini kami telah mematok bahwa Pemerintah Provinsi tidak akan melaksanakan, tapi kami hanya menjadi fasilitator terhadap proses pembangunan,

250

sehingga kami mengatakan kita adalah katalitik government, kami tidak duer government, ini yang kami pegang.

Oleh karena itu tadi kita tidak akan lebih kepada orang-orang yang bersifat penganalisis policy dan sebagainya, dan ini adalah budaya organisasi yang kita terapkan dan apa yang Ieiah kita peroleh sekarang, ini adalah gambaran­gambaran di antaranya, kita sudah menyelesaikan mengenai SPM dan ini kami kerjakan tidak antara provinsi saja, provinsi dan kabupaten/kota kami berterimakasih kepada kabupaten/kota, terus terang saja kami lakukan SPM ini juga dengan LSM. Kemudian SOP juga telah kita susun, kita juga telah menggunakan mekanisme-mekanisme dan di sini mekanisme kami adalah policy dan itu kita lempar kepada masyarakat dahulu. Yang menjadi problem ini adalah kadang-kadang pada waktu kita mencoba berkomunikasi dengan masyarakat kami, ditangkap oleh Jakarta sebagai suatu keputusan, sehingga ada yang gerah di Jakarta. Padahal itu proses komunikasi kami antara pemerintah dengan masyarakat, ini yang terjadi, dan kami sebenarnya sudah terbentuk suatu proses komunikasi, sebenarnya itulah yang kita harapkan, bagaimana pemerintahan dapat berjalan dengan baik, menurut pendapat kami, sehingga harapan kami adalah sistim birokrasi baru yang transparan dan sebagainya. Demikian Bapak- bapak, lbu-ibu sekalian apa-apa yang Ieiah kami lakukan dan ternyata dari apa yang kami laksanakan sampai hari ini, oleh hasil yang kami peroleh saat sekarang, kami dibantu oleh UN melalui Partnership for Good Governance, saya kira Men. PAN merupakan salah satu dari tim, kemudian kami juga di bantu oleh pihak Bank Dunia, ADB dalam bentuk grant untuk melakukan perbaikan-perbaikan tersebut, dan yang menarik lagi justrru kami mendapat bantuan dari pihak swasta-swasta baik nasional maupun internasional yang berkeinginan untuk melihat adanya perbaikan-perbaikan itu, saya kira ini mungkin dapat kita manfaatkan bersama di antaranya adalah bahwa kami menemukan beberapa swasta-swasta besar seperti Sampurna (mohon maaf ini kami tidak promosi ),

lndofood itu mereka mengeluarkan posisi itu.

Saya kira demikian, mungkin bisa menjadikan suatu posisi yang bisa kita manfaatkan bersama.

Sekian . Wassalam . WR .WB.

251

2$2

KEBIJAKAN DAN PROGRAM REFORMASI BIROKRASJ OJ DAERAH PROPINSJ PAPUA

I. Pendahuluan

Dalam masa Reformasi sekarang ini, penerapan Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 sebagai aplikasi dari Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999 perlu dievaluasi titik temunya, sehingga mengurangi kesenjangan birokrasi sebagai implementasi dari Undang-undang Nomor 21 tahun 2001 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 sebagai perbedaan dan penafsiran sebagai akibat pemberdayaan Undang-undang tersebut di Propinsi Papua.

Dengan diberlakukannya Undang-undang Normor 21 tahun 2001, maka Propinsi Papua selain memiliki kewenangan yang luas juga memiliki kewenangan-kewenangan antara Propinsi dengan Kabupaten/Kota secara sinerjik.

Dengan kondisi seperti ini, maka perlu adanya peningkatan sumber daya . aparatur serta pemberdayaan kinerja aparatur pemerintah Propinsi, Kabupaten/Kota se Papua dan peningkatan pengawasan melekat (WASKAT) dengan melalui restrukturisasi kelembagaan dan peningkatan pelayanan publik, dengan melalui peraturan-peraturan dalam pelaksanaan birokrasi di pemerintah Propinsi.

Dengan adanya peningkatan kinerja dan kemampuan aparatur yang hendal sehingga administrasi pemerintahan yang merupakan salah satu strategi untuk mencegah terjadinya masalah di daerah karena kewenangan Propinsi dan Kabupaten/Kota baik di bidang pemerintahan dan pembangunan.

Dalam pemberdayaan dan peningkatan kinerja aparatur maka dapat mengakomodiir serta dapat memberikan kontribusi dan pelayanan kepada masyarakat yang efektif dan efisien. Sehingga diharapkan dalam rangka pemekaran Kabupaten se Propinsi Papua dapat mengakomodir semua presepsi-persepsi yang kurang dalam hubungan antara pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota. Hal ini dapat mengimplementasi semua program pembangunan, pemerintahan dan kemasyarakatan yang akan lebih bermakna dan berbobot dalam pembangunan masyarakat menuju Papua baru.

253

II. Upaya Reformasi Bidang Aparatur Negara di Daerah.

1. Restrukturisasi Kelembagaan

a. Penggabungan Kanwil-kanwil dengan Dinas-dinas Daerah;

b. Perampingan Organisasi Sekretariat Daerah (12 Biro menjadi 7 Biro);

c. Penghapusan cabang dinas Propinsi di Kabupaten/Kota;

d. Pemekaran 14 Kabupaten menjadi 28 Kabupaten/kota;

e. Pemekaran Kecamatan, Kelurahan/Desa;

f. Penggantian Nomenklatur kecamatan menjadi Distrik;

g. Penggantian Nomenklatur Desa menjadi Kampung.

2. Peningkatan pelayanan publik

a. Deregulasi dan Debirokratisasi pelayanan publik menjadi penyederhaaan segala bentuk perijinan di tingkat Propinsi;

b. Peningkatan Profesi pejabat pelayanan publik melalui :

- kerjasama pemerintah daerah Propinsi Papua dengan universitas Gajah Mada dalam program strata dua (S2) sebanyak 4 angkatan;

- Kerjasama pemerintah daerah Propinsi Papua dengan Universitas Hasanuddin (UNHAS) dalam program strata dua (S2) sebanyak 4 angkatan

- Kerjasama pemerintah daerah Propinsi Papua dengan Universitas Indonesia (UI) dalam rangka pemberdayaan anggota DPRD dan pajabat eselon II.

c. Korporatisasi pelayanan penggunaan Government bagi instansi pelayanan publik :

- Mengubah status Bank Pembangunan Daerah (BPD) dari BUMD menjadi PERSERO;

- Otonomi Manajemen pengelolaan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Jayapura.

d. Penggunaan E-Government bagi instansi pelayanan publik :

- Pelatihan pengoperasian Home-Page dan Bahasa lnggris bagi semua pejabat eselon II;

- Pembangunan sarana dan prasarana Home Page.

e. Pemberdayaan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik;

254

- melibatkan lembaga : UNCEN, LSM, Tokoh Agama, Tokoh Adat dan Tokoh Perempuan dalam penyusunan PERDASI, PERDASUS dan Rancangan peraturan pemerintah pelaksanaan Undang-undang Otonomi khusus.

Ill. Kendala/Permasalahan

1. Penggabungan Kanwil dengan Dinas membawa implikasi, banyak pegawai kehilangan jabatan struktural;

2. Penggabungan Kanwil dengan Dinas membawa dampak psykologis bagi pegawaian tersebut dalam hal kerjasama;

3. Penempatan pejabat dari cabang dinas propinsi belum sesuai dengan PP 100 tahun 2000;

4. Penempatan personil pada 14 kabupaten pemekaran belum tersedia sarana dan prasarana kantor/perumahan;

5. peningkatan eselonisasi distrik dan kelurahan belum maksimal untuk dimanfaatkan oleh pegawai pada lembaga tersebut;

6. Budaya kerja aparatur yang menangani pelayanan perijinan belum memiliki budaya pelayanan;

7. Kurangnya koordinasi pelayanan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat antara pemerintah propinsi dengan pemerintah kabupaten/kota;

8. Belum ditetapkan standar pelayanan minimum.

IV. Penutup

Agar di dalam pengimplementasi pelaksanaan tugas-tugas aparatur supaya dapat berjalan lancar serta didukung oleh aspek-aspek hukum (aturan), yang mengikat, maka diharapkan dalam RAKORPANNAS tahun 2003 ini dapat merekomendasikan hal-hal sebagai berikut :

1. Diharapkan dapat memberikan masukan bagi peserta RAKORPANNAS tahun 2003, menyangkut hal-hal yang mengatur tentang peraturan pemerintah, keputusan Presiden dan kebijakan pemerintah yang belum dilaksanakan serta tindak lanjutnya sehingga daerah dapat dengan cepat menindaklanjutinya;

255

2. Peranan pemerintah Propinsi dalam rangka memberikan gambaran bagi aparatur dan karier pegawai yang serasi di Propinsi maupun kabupaten/ kota melalui Undang-undang Nomor 21 tahun 2000 dan peraturan pemerintah Nomor 1 00 tahun 2000;

3. Meningkatkan minat budaya kerja pegawai untuk bisa melaksankan kewajibannya agar dapat mewujudkan aparatur yang handal dalam memberikan kontribusi pelayanan kepada masyarakat.

256

KEBIJAKAN DAN PROGRAM REFORMASI BIROKRAASI Dl DAERAH KABUPATEN TEGAL

I. PENDAHULUAN

Harapan masyarakal unluk lerwujudnya good governance yang mengemuka pada era reformasi memunculkan sorolan yang lajam dari berbagai pihak lerhadap keberadaan birokrasi yang selama ini dinilai inefisiensi, lidak profesional, korup dan sederal penilaian lainya yang kesemuanya cenderung ke arah negalif. Anggapan semacam ilu sampai saal ini bahkan mungkin sampai beberapa waklu mendalangpun akan menjadi keniscayaan, lerlebih kelika peranan birokrasi dalam ker~ngka governance masih sangal dominan, yailu jika peran pemerinlah dalam lugas-lugas pembangunan dan kemasyarakalan masih lebih besar dari pada peran idealnya sebagai fasililalor dan semenlara kualilas birokrasi yang ada belum berlambah baik.

Undang-undang nomor 22 lahun 1999 yang memberikan kewenangan lebih besar kepada daerah Ielah menggeser permasalahan aparal yang selama ini lebih banyak penjadi pekerjaan rumah pemerintah menjadi problematik yang harus dipecahkan sendiri oleh daerah. Kondisinya akan lebih bertambah beral pada saal penyerahan kewenangan dan penyerahan P 3 D lersebut juga disertai penyerahan personil yang harus diterima serta merla oleh daerah tanpa diberi kesempatan terlebih dahulu untuk menseleksinya, hal lersebul pada akhirnya akan menjadi persoalan lersendiri. Karena kelerbalasan sumber daya yang dimiliki, daerah diharapkan pada pilihan unluk menata kelembagaan birokrasinya berdasar pada kewenangan kemampuan dan kebuluhan.

Selama kurun waklu sebelum sesudah pemberlakuan secara efeklif olonomi daerah, maka dengan mengacu kepada kebijakan pusat maupun regional yang pernah ada pemerintah Kabupalen Tegal Ielah menempuh berbagai kebijakan dan program di bidang aparatur sebagai upaya unluk mewujudkan administrasi pemerintahan yang berdisiplin, mampu, produklif, berdaya guna, berhasil guna, bersih dan berwibawa dalam menyelenggarakan tugas umum pemerinlahan dan pembangunan yang berorienlasi kepada peningkalan pelayanan umum.

257

II. KEBIJAKAN DAN PROGRAM

Sebagaimana kita ketahui bersama maka jauh sebelum terbitnya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999, pemerintah baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah telah melaksanakan berbagai kebijakan dan program di bidang pendayagunaan aparatur negara yang berorientasi kepada peningkatan pelayanan umum di antaranya adalah melalui 8 (delapan) program pemacu pendayagunaan aparatur negara sebagai tindak lanjut sura! Keputusan Men.PAN Nomor 90/MENPAN/1989, adalah :

1. Pelaksanaan Pengawasan Melekat;

2. Penerapan Analisis Jabatan;

3. Penyusunan Jabatan Fungsional;

4. Peningkatan Mutu Kepemimpinan Aparatur;

5. Penyederhanaan Prosedur Kepegawaian;

6. Penyederhanaan Tatalaksana Pelayanan Umum;

7. Perancangan Sistem lnformasi Administrasi Pemerintahan;

8. Penitik beratan Otonomi di Daerah Tingkat II.

Dengan berlakunya Undang-undang tentang Pemerintahan Daerah, di antara program-program tersebut mungkin dapat dianggap telah terealisasi, seperti halnya program penyederhanaan prosedur kepegawaian dan penitik beratan otonomi di daerah tingkat II. Prosedur kepegawaian menjadi bertambah pendek ketika kepada daerah diberikan kewenangan untuk melaksanakan pengangkatan hingga penetapan pensiun pegawai negeri sipil, sekalipun dalam beberapa hal masih memerlukan campur tangan dari Badan Kepegawaian Negara (BKN). Demikian pula dengan program penitik beratan otonomi di daerah, karena dengan hanya ada 5 (lima) kewenangan dan beberapa kewenangan penting tertentu yang masih menjadi kewenangan pusat, maka saat ini praktis hampir seluruh kewenangan di bidang pemerintahan telah menjadi kewenangan Daerah.

Namun permasalahan menjadi tidak sederhana, terlebih pada masa­masa transisi dari paradigma penyelenggaraan pemerintahan dan per::nbangunan yang semula bersifat sentralistik, deterministik menjadi bersifat desentralistik, partisipatif dan pluralistik, karena pada saat yang bersamaan daerahpun dihadapkan pada harapan masyarakat untuk lebih baik dalam menyelenggarakan pelayanan umum, bahkan tuntutan untuk lebih melibatkan para pihak pelaku (stakeholders), transparan, akuntable dan terbuka, yang apabila kita obyektif adalah merupakan sesuatu hal yang selama ini belum membudaya di kalangan birokrat.

258

Upaya-upaya kebijakan dan program PAN sebagai penjabaran dari 8-(delapan) program pemacu yang telah dilaksanakan daerah sejak tahun 1991 tersebut, apabila dievaluasi berdasarkan salah satu tolok ukur keberhasilannya yaitu kuantitas dan kualitas pengaduan masyarakat, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa upaya-upaya yang Ielah ditempuh belum mampu secara bermakna untuk memperbaiki mutu pelayanan seperti yang diharapkan.

Peraturan pemerintah Nomor 84 tahun 2000 tentang pedoman organisasi perangkat daerah yang telah ditindak lanjuti pemerintah Kabupaten Tegal dengan penataan kelembagaan melalui peraturan daerah Nomor 01 s/d 05 tahun 2001, pada tahap awal membawa konsekuensi penataan ulang terhadap 906 personil pejabat struktural eselon ll.a s/d V.b dari SOT lama ke dalam 479 formasi jabatan struktural eselon ll.a s/d IV.b yang dibentuk dengan SOT baru. Apabila kualitas personil yang tersedia memenuhi semua kualifikasi yang dibutuhkan, momentum tersebut merupakan langkah awal yang cukup strategis untuk membangun organisasi pemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan, potensi dan karekteristik daerah. Namun kendala pada masa transisi tidak hanya berhubungan dengan kualifikasi personil terindikasi pada organisasi yang mengalami penggabungan antara lain timbul pula permasalahan dari variabel departemensi, integrasi fungsi, sentralisasi dalam pengambilan keputusan bahkan budaya kerja fenomena semacam itu sudah barang tentu akan berpengaruh kurang positif terhadap kinerja birokrasi, karena itu pemerintah Kabupaten Tegal pada tahun 2002 memprogramkan evaluasi kelembagaan dan personil hasil penataan sebelumnya.

Dalam rangka pembaharuan atau reformasi birokrasi melalui bidang PAN, untuk menjawab persoalan yang lebih nyata, sebagaimana tertuang dalam Rencana Pembangunan Tahunan Daerah (Repetada) tahun 2002 pemerintah Kabupaten Tegal menempuh kebijakan:

1. Penataaan kelembagaan dan ketatalaksanaan;

2. Program peningkatan pengawasan aparatur negara;

J Peningkatan kualitas pelayanan publik;

4. Peningkatan kapasitas SDM aparatur.

Organisasi perangkat daerah dengan nomenklatur, jenis dan jumlah unit yang telah ditetapkan pemerintah daerah dan idealnya sesuai karekteristik, potensi dan kebutuhan daerah, kemampuan keuangan daerah, ketersediaan sumber daya aparatur, pengembangan pola kerjasama antar daerah dan/atau dengan pihak ketiga, pada saat itu disusun dalam suasana ketergesaan (sesuai ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR/2000 Otda sudah harus

259

dilaksanakan pada tanggal 1 Januari 2001 ), karen a itu kelambagaan birokrasi yang telah terbentuk masih perlu penyempurnaan bahkan diharapkan secara simultan. Pemerintah Kabupaten Tegal pada saat ini masih dalam proses untuk menyesuaikan organisasinya agar terbentuk struktur organisasi dan aparatur yang efektif, efisien dan mampu mewadahi permasalahan dan kewenangan yang diharuskan ditangani. Adapun kebijakan penataan kelembagaan dan ketatalaksanaan yang dilaksanakan antara lain meliputi program evaluasi penataan kelembagaan dan personil, pengkajian implementasi Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 dan Undang-undang Nomor 25 tahun 1999, penetapan jabatan fungsional, sosialisasi akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP), analisis jabatan dan pengaturan pakaian dinas.

Pengawasan sebagai salah satu fungsi manajemen yang pada manajemen birokrasi ke dapan diharapkan lebih berorientasi kepada pelayanan publik, efektif, efisien dan akuntabel perlu ditingkatkan mengingat sistem yang ada selama ini masih belum mampu secara optimal untuk mengontrol dengan baik jalannya pemerintahan dan pembangunan pengawasan yang baik memerlukan pengembangan cara-cara pengawasannya, seperti pemantauan, pelaporan dan sebagainya. Demikian juga harus diperhatikan sarana-sarana pengawasan yang diperlukan, seperti pembagian tugas/kerja, rencana kerja, pembinaan personil, dan tatalaksana ataupun prosedur kerja yang jelas. Kebijakan bidang ini meliputi program­program monitoring dan evaluasi pembangunan, pengembangan sistem administrasi keuangan dan anggaran, pembinaan kelembagaan pengawasan fungsional, pembinaan operasional pemeriksaan dan pelatihan bagi aparat pengawasan fungsional.

Untuk mewujudkan salah satu tujuan pemberian otonomi daerah, yaitu peQingkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semakin baik maka kebijakan yang dapat ditempuh di antaranya adalah membangun sumber daya manusia aparatur profesional yang bertumpuh pada kapabilitas intetektual, strandadisasi pelayanan dan pengalihan pelayanan publik tertentu dari instansi pemerintah daerah kepada perusahaan daerah maupun swasta. Peningkatan kualitas sumber daya manusia aparatur diharapkan merupakan langkah awal yang strategis karena sebaik apapun sistem yang ada akan sangat tergantung dari para pelaksanaanya, dan oleh kare9anya upaya tersebut akan dilakukan secara terencana, bertahap dan berkesinambungan. Selanjutnya adalah menyusun standardisasi pelayanan yang merupakan metode peningkatan pelayanan dan jaminan kepastian hukum bagi masyarakat maupun aparat sendiri, karena hingga saat ini masih ditemukan prosedur dan tatakerja yang kurang jelas, berbelit-belit dan kurang sesuai dengan kondisi nyata di lapangan yang pada gilirannya hanya akan mengurangi akuntabilitas kinerja instansi

260

pemerintah. Sedangkan kebijakan pengalihan pelayanan publik tertentu dari instansi pemerintah kepada perusahaan daerah maupun swasta diharapkan sekaligus merupakan langkah pelibatan para pelaku pembangunan untuk berperan dalam pengembangan kapasitas daerah guna peningkatan pembangunan daerah. Kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik ini meliputi program peningkatan efektifitas dan efisiensi pelayanan di berbagai bidang peningkatan kualitas SDM meliputi diklat, pengembangan pelayanan jemput bola dan pelayanan berkala untuk daerah terpencil, pembenahan arsip/dokumen negara untuk data dukung pelayanan, pengadaan sarana dan prasarana pelayanan . yang memadai dan peningkatan kesejahteraan karyawan.

Selanjutnya penyelenggaraan otonomi daerah yang luas, nyata dan bertanggung jawab dengan memperhatikan aspek demokrasi, keadilan, pemerataan serta potensi dan keaneka ragaman daerah membutuhkan sumber daya manusia aparatur yang dapat memposisikan diri secara proporsional dan profesional sesuai bidangnya. Manajemen kepegawaian yang belum berjalan dengan baik mengakibatkan pembinaan SDM aparatur pemerintah daerah yang diharapkan mampu membentuk SDM yang berdisiplin, memiliki etika moral, berproduktifitas kerja tinggi, profesional, berkeadilan, bersih, terbuka, partisipatif dan tanggap terhadap aspirasi masyarakat belum dapat diwujudkan. Kebijakan untuk peningkatan kapasitas SDM aparatur ini meliputi program-program penertiban PNS, pengembangan sistem perencanaan SDM aparatur pemerintah, pelaksanaan diklat struktural dan fungsional, pengangkatan dalam jabatan struktural dan fungsional, evaluasi jabatan sesuai anasilis jabatan, pemanfaatan aplikasi program SIMPEG dan peningkatan efektifitas pengurusan/ pengusulan kanaikan pangkat pegawai negeri sipil.

Ill. PENUTUP

Kebijakan dan program-program tersebut dasarnya adalah merupakan rekayasa untuk merubah perilaku organisasi birokrasi dan sumber daya manusia aparatur untuk mencapai tujuan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan yang berorientasi kepada peningkatan pelayanan umum yang bercirikan transparan, partisipatif dan akuntabel.

Kendala dan permasalahan dalam pelaksanaan kebijakan dan program pembaharuan birokrasi adalah :

1. Penyusunan organisasi perangkat daerah sebagai pelaksanaan peraturan pemerintah Nomor 84 tahun 2000 belum sepenuhnya didasarkan pada kewenangan, kemampuan dan kebutuhan daerah;

261

2. Sikap perilaku dan budaya birokrasi dalam mensikapi perubahan sistem secara mendadak dan mendasar, relatif memerlukan penyesuaian dan waktu untuk menuju paradigma baru;

3. ·. Belum adanya kesamaan pemahaman di antara penyelenggara pemerintahan daerah dalam mensikapi perlunya pembaharuan birokrasi perhatian utama masih bertumpu kepada sumber daya yang menghasilkan pendapatan.

Adapun hasil yang semen tara dapat dicapai antara lain :

1. Kesiapan birokrasi untuk pelaksanaan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (AKIP) sesuai lnstruksi Presiden Nomor 7 tahun 1999 pada tahun anggaran 2002;

2. Kesiapan aparat pengawas fungsional untuk melaksanakan evaluasi lAKIP pada akhir tahun anggaran 2002;

3. Kesiapan satuan kerja organisasi perangkat daerah untuk penyusunan APBD mendasarkan rencana anggaran satuan kerja (RASK) sesuai keputusan Mendagri Nomor 29 tahun 2002;

4. Peningkatan prosentase PAD secara cukup bermakna pada tahun anggaran 2002.

Pada akhirnya memang perlu difahami bahwa reformasi birokrasi adalah merupakan suatu tindakan atau rangkaian kegiatan pembaharuan secara konsepsional, sistematis dan berkelanjutan dengan melakukan upaya penataan, paninjauan, penertiban, perbaikan, penyempurnaan dan pembaharuan terhadap sistem, kebijakan, peraturan perundang-undangan bidang aparatur negara, termasuk perbaikan akhlak moral aparatur secara optimal sesuai tuntutan dan memperhatikan komitmen dengan didadarkan pada azas dari ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

262

PEMERINTAH KABUPATEN BELU

SEKRETARIAT DAERAH ]c1far1 q:;(7ati :A'omvr 11dp. (0389) ~ 100:!

ATAMBUA 'K..oae !f>os: 85713

KEBIJAKAN & PROGRAM REFORMASI BIROKRASI Dl KABUPATEN BELU

I. PENDAHULUAN

Dalam konteks penyelenggaraan pemerintahan di daerah (Otonomi Daerah) dan dalam upaya menciptakan Kepemerintahan yang baik (good governance), aparatur negara merupakan salah satu komponen yang sangat penting dan mempunyai peran dan kedudukan cukup strategis.

Menyadari akan hal ini , maka sejak tahun 1999 Pemerintah Kabupaten Belu telah menetapkan Kebijakan Peningkatan Kwalitas Sumber Daya Manusia (dengan titik berat pada Sumber Daya Manusia Aparatur) sebagai salah satu program prioritas dalam program lima tahunan.

Bahwa dalam rangka Reformasi Birokrasi, Penataan Sumber Daya Manusia Aparatur merupakan salah satu aspek yang perlu mendapatkan perhatian serius.

Oleh karena itu, sangatlah tepat apabila dalam Rapat Koordinasi Pendayagunaaan Aparatur Negara Tahun 2003 ini, Panitia telah menetapkan Topik kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi (dengan pokok bahasan upaya Reformasi Bidang Aparatur Negara di Daerah), sebagai salah satu agenda rapat.

Kami menyampaikan terima kasih kepada Panitia yang telah memberikan kepercayaan kepada kami sebagai Penyaji dalam rapat koordinasi ini. Kami menyadari bahwa materi penyajian ini masih jauh dari sempurna.

Dengan demikian, semua kritik dan saran akan kami terima dengan senang hati.

263

II. UPAYA REFORMASI BIDANG APARATUR NEGARA Dl DAERAH;

Sebagaimana dimaklumi bersama bahwa, Reformasi Birokrasi menempatkan aspek kelembagaan birokrasi pemerintah sebagai langkah pertama disamping aspek - aspek lainnya: Sumber Daya Manusia Aparatur, Ketatalaksanaan, Pengawasan, Pelayanan Publik dan yang tidak kalah penting adalah penegakan hukum atas tindak pidana korupsi secara konsisten.

11.1 Aspek Kelembagaan.

Dengan digulirkannya Otonomi Daerah berdasarkan Undang - Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang secara serentak dilaksanakan pad a tanggal 01 Januari 2001, telah terjadi perubahan yang . mendasar pada tatanan pemerintahan mengenai Kewenangan, Kelembagaan, Personalia, Tatalaksana dan Pengawasan.

Sejalan dengan perubahan dimaksud, maka pemerintah Kabupaten Belu telah melakukan penataan Kelembagaan antara lain :

a. Proses alih status instansi Vertikai/Departemen yang ada di daerah menjadi Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah;

Kegiatan ini meliputi :

- Penyerahan P3D;

- Relokasi dan Reposisi Personalia;

- Penataan Sarana dan Prasarana Pendukung lainnya.

b. Penataan Kelembagaan;

Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Belu, terdapat Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah yang terdiri dari :

- Sekretariat Daerah (9 Bagian); - Sekretariat DPRD; - Dinas- Dinas Daerah (18 Dinas); - Lembaga Teknis Daerah yaitu:

1. Lembaga Teknis yang berbentuk Badan (5 Unit);

2. Lembaga Teknis yang berbentuk Kantor (5 Unit);

Penataan Kelembagaan pada awal pelaksanaan otonomi daerah hanya didasarkan pada pertimbangan kewenangan yang diserahkan (ada kesan euforia otonomi daerah). Namun dalam perjalanan selama .:t 2 tahun telah dilakukan evaluasi terhadap kinerja masing - masing lembaga yang

264

didasarkan pada pertimbangan peran dan fungsi lembaga, analisis beban kerja, tantangan penyelenggaraan otonomi daerah, dan demokratisasi.

Dengan demikian dalam tahun 2003 akan dilakukan penataan kembali untuk mendapatkan kelembagaan daerah yang ramping dan proporsional.

11.2 Aspek Sumber Daya Man usia (SDM) Aparatur.

Komitmen Pemerintah Kabupaten Belu terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia Aparatur, terlihat dari Penetapan Program Strategis (Renstra) Kabupaten sebagaimana telah digambarkan didepan. Disamping itu, Undang - Undang Nomor 43 Tahun 1999 Sebagai Perubahan atas Undang - Undang Nomor 8 Tahun 197 4 ten tang Pokok -Pokok Kepegawaian, dimana telah dilakukan penyerahan sebagian manajemen Kepegawaian kepada pejabat pembina kepagawaian di daerah, telah mendorong Pemerintah Kabupaten untuk melakukan penataan terhadap Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur tanpa hambatan yang berarti.

Adapun kegiatan penataan Sumber Daya Manusia (SDM) Aparatur yang telah dilakukan Pemerintah Kabupaten meliputi :

a. Merelokasi/mendistribusikan Pegawai Negeri Sipil berdasarkan kebutuhan organisasi dan secara merata kepada masing - masing instansi;

b. Mengangkat /menempatkan Pegawai Negeri Sipil pada jabatan struktural dan jabatan fungsional sesuai kompentensi yang dimiliki;

c. Mengikutsertakan Pegawai Negeri Sipil dalam pendidikan baik formal maupun non formal, antara lain :

- Pendidikan : D-3, S-1 dan S-2 sesuai kebutuhan;

- Diklat Penjenjangan (Diklat Pim II, Ill, IV);

- Diklat Teknis maupun Fungsional.

d. Menginventarisasi dan mengidentifikasi Pegawai Negeri Sipil yang kemampuannya tidak dapat ditingkatkan lagi dalam memenuhi kompetensi jabatan.

e. Mengupayakan perbaikan moral Pegawai Negeri Sipil dengan menerapkan disiplin kerja yang ketal dan ethos kerja yang tinggi;

f. Pengadaan pegawai baru yang lebih berkompeten sesuai kebutuhan.

Sasaran dari butirC, D, E dan F diatas adalah : agar pada saatnya nanti tersedia jumlah dan kualifikasi Pegawai Negeri Sipil yang memiliki

265

kompetensi dan integritas yang tinggi, sehingga birokrasi dapat menerapkan prinsip - prinsip manajemen modern yakni : efisien, efektif, akuntable dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat.

Ill. KENDALA/ PERMASALAHAN;

Dalam melaksanakan upaya reformasi sebagaimana diuraikan diatas, pemerintah Kabupaten dihadapkan pada beberapa permasalahan atau kendala yaitu :

1. Pendataan Kewenangan :

Belum ada media komunikasi antar pemerintah kabupaten-kota untuk mengatur secara bersama kewenangan lintas kabupaten kota;

2. Kelembagaan :

a. Pedoman pembentukan I penataan organisasi perangkat pemerintah daerah tidak mengatur secara tegas, keseragaman nomenklatur organisasi perangkat pemerintah daerah, sehingga terjadi kemajemukan nomenklatur organisasi perangkat pemerintah daerah yang pada gilirannya berimplikasi pada tumpang tindihnya tugas pokok dan fungsi.

b. Belum tersedianya tenaga analisis jabatan dan beban kerja yang memadai.

3. Sumber Daya Manusia Aparatur;

a. Berdasarkan hasil analisis jabatan terdapat kekurangan Pegawai Negeri Sipil, untuk ditempatkan disetiap perangkat organisasi pemerintah daerah, yaitu dalam jabatan struktural maupun dalam jabatan fungsional (Persyaratan Kepangkatan & Kompetensi) ;

b. Disiplin, ethos kerja dan budaya kerja Pegawai Negeri Sipil yang masih rendah;

c. Pegawai Negeri Sipil terperangkap dalam rutinisme sehingga kurang kreatif dan inovatif;

d. Proses Alih Status Pegawai Negeri Pusat menjadi Pegawai Negeri Daerah yang belum tuntas;

e. Masih terbatasnya Kwalitas Sumber Daya Man usia;

4. Sarana dan Prasarana (Perlengkapan);

a. Dampak dari proses alih status lnstansi Vertikal I Eks Kantor Departemen di Kabupatenl Kota yaitu pada penyerahan asset yang

266

tidak lengkap serta tidak didukung dengan data administrasi yang lengkap pula;

b. Terdapat asset yang berpindah tangan.

5. Tata Laksana & Pengawasan :

a. Pengelolaan dan Pelaksanaan Tata Naskah Dinas dilingkungan pemerintah daerah belum dilaksanakan sesuai Ketentuan yang berlaku;

b. Pelaksanaan Pengaturan Program Peningkatan Pelaksanaan Pengawasan Melekat (P3 - Waskat) belum berjalan sebagaimana yang diharapkan;

IV. HASIL YANG DICAPAI.

Upaya Pemerintah Daerah dalam melaksanakan Program Pendayagunaan Aparatur Negara, telah membawa dampak sebagai berikut :

1. Kelembagaan :

Pemerintah Daerah bersama DPRD telah menetapkan Peraturan Daerah yang mengatur tentang Perangkat Organisasi Pemerintah Daerah yaitu :

- Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2000 tentang : Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretariat DPRD Kabupaten Belu;

Peraturan Daerah Nomor 20 Tahun 2000 tenlang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Sekretarial Daerah;

Peraluran Daerah Nomor 21 Tahun 2000 tenlang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Dinas- Dinas Daerah Kabupalen Belu;

- Peraturan Daerah Nomor 22 Tahun 2000 tentang : Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Teknis Daerah;

- Peraluran Daerah Nomor 17 Tahun 2000 tenlang : Susunan Organisasi dan Tala Kerja Pemerintah Kecamatan Kabupaten Belu;

Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2000 tenlang Pembenlukan Organisasi dan Tala Kerja Kelurahan;

Peraturan Daerah Nomor 14 Tahun 2001 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata Kerja Perusahaan Daerah Air Minum Kabupaten Belu;

- Peraturan Daerah Nomor 11 Tahun 1988 tentang : Pendirian dan Pengurusan Perusahaan Daerah Belu Bhakti ;

- Setelah dilakukan evaluasi terhadap kinerja lembaga yang sudahh dibentuk berdasarkan peran dan fungsi lembaga serta analisis beban

267

kerja, maka pada saat ini sedang diproses penataan kembali, antara lain:

• Pembentukan Badan Kepegawaian Daerah (Penggabungan Bagian Kepegawaian dan kantor Diklat);

• Pembentukan Kantor Satuan Polisi Pamong Praja dalam rangka pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah;

• Penggabungan Kantor Ketahanan Pangan dengan Dinas Pertanian dan Perkebunan;

• Penghapusan Dinas Kebersihan dan Pertamanan;

• Pemekaran Dinas Kimpraswil untuk menampung Dinas Kebersihan menjadi salah satu Sub Dinas :

• Dinas Prasarana dan Pengairan;

• Dinas Cipta Karya dan Kebersihan.

2. Sumber Daya Manusia Aparatur;

a. Relokasi dan reposisi Pegawai Negeri Sipil pada perangkat organisasi pemerintah daerah yang telah terbentuk;

b. Pengisian Jabatan Struktural dan Jabatan Fungsional secara bertahap;

c. Mengikutsertakan Pegawai Negeri Sipil dalam mengikuti pendidikan formal dengan kwalifikasi program : Diploma 3, Sarjana dan Pasca Sarjana dengan hasil sebagaimana terlampir;

d. Mengikutsertakan Pegawai Negeri Sipil pada pendidikan dan latihan jabatan struktural, teknis maupun fungsional;

e. Menerapkan umur pensiun 56 tahun bagi semua Pegawai Negeri Sipil tanpa memperhatikan Eselonering.

3. Tata Laksana & Pengawasan;

Mensosialisasikan Peraturan Perundang -Undangan yang berlaku baik dalam kegiatan pendataan kewenangan, penataaan kelembagaan, pengelolaan Kepegawaian maupun pengelolaan ketatalaksanaan dan pengawasan.

268

V. PENUTUP Upaya Reformasi Birokrasi di Kabupaten Belu merupakan salah satu

agenda dari Pemerintah Kabupaten yang akan terus dilaksanakan secara konsisten, untuk menjawab berbagai tantangan dan perubahan lingkungan strategis yang berjalan begitu cepat.

Tantangan yang sedang berada didepan mata Birokrasi adalah : Penyelenggaraan Otonomi Daerah (yang salah satu substansinya adalah percepatan peningkatan kesejahteraan rakyat), Demokratisasi, akuntable dan transparansi dalam penyelenggaraan pemerintahan.

Bagi Pemerintah Kabupaten Belu, salah satu tantangan yang sedang dihadapi adalah letaknya berbatasan langsung dengan Negara baru Republik Demokratik Timor Leste. Oleh karena itu, Reformasi Birokrasi harus lebih dipertajam dan penerapan prinsip - prinsip kepemerintahan yang baik sehingga pada saatnya nanti BELU SEJAHTERA yang menjadi Visi dan Misi Kabupaten Belu dapat diwujudnyatakan.

269

270

PEMERINTAH KOTA GORONTALO KEBIJAKAN DAN PROGRAM REFORMASI BIROKRASI

PENDAHULUAN

Perganlian kekuasaan Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Soeharto pada langgal 21 Mei 1998 merupakan sualu era baru yang penuh lanlangan dan permasalahan yang sangal sulil yang harus dihadapi oleh seluruh bangsa dan negera. Hal ini lerjadi karena begilu dasasnya gelombang luntutan masyarakal kepada pemerinlah unluk menumbuh kembangkan dengan segera Demokralisasi, Supremasi Hukum dan Desenlralisasi dalam seluruh tatanan kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dengan semakin lerbukanya arus informasi dan komunikasi dalam kehidupan masyarakal, semakin lerbuka pula segala kekurangan-kekurangan dan kelemahan yang Ieiah dilakukan oleh pemerinlah di jaman Orde Baru. Pemerinlahan yang senlralislis, Olorilas dan lidak demokralis dan terjadinya skandal-skandal KKN akibal hukum lidak dilegakkan dengan sungguh-sungguh.

Kesemuanya ini menimbulkan gejolak di masyarakal yang diwujudkan dengan banyaknya unjuk rasa, sebagai ungkapan ketidak puasan masyarakat terhadap kinerja pemerinlah. Unjuk rasa dan konflik-konflik internal lerjadi bukan hanya di pusal saja namun merata hampir diseliap daerah di wilayah Indonesia lermasuk di Kola Gorontalo.

Mensikapi keadaan semacam ini, Pemerintah Kola Gorontalo bekerja sama dengan UNDP berbenah diri membangun Kepemerinlahan Yang Baik (Good Governance) dengan menerapkan 10 (sepuluh) prinsip Good Governance yang pendekatannya melalui 3 (liga) Pilar Ulama yailu Hak Asasi Manusia, penegakan Supremasi Hukum dan Elika Moral.

Berbekal dengan adanya relokasi kewenangan-kewenangan pemerinlah ke daerah dan repbsisi kepegawaian (birokrasi) ke daerah-daerah sebagai wijud pelaksanaan otonomi daerah berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 lenlang Pemerintahan Daerah.

Bersamaan dengan hal tersebut adanya sislem pertanggung jawaban Kepala Daerah yang dulunya bertanggung jawab kepada Presiden melalui Menteri Dalam Negeri sekarang sesuai Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 yang dijabarkan dalam Peraluran Pemerintah Nomor 105 dan 108, Kepala Daerah berkewajiban

271

mempertanggung jawaban penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan kepeda Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Perubahan ini memberikan pemahaman kepada kita sekalian bahwa ada perubahan yang sangat mendasar yaitu sistem pertanggung jawaban ini menuntut kepada kita sekalian untuk mempertanggung jawabkan semua penyelenggaraan pemerintah dan pembangunan secara riel dan rasional. Karena masyarakat daerah yang terwakili oleh anggota-anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah melihat, merasakan bahkan mengikuti secara langsung perkembangan pembangunan di daerah.

Dengan kala lain sistem tertanggung jawaban ABS (Asal Bapak senang) sudah tidak jamannya lagi, tetapi aparat pemerintah dengan seluruh jajarannya harus dapat melaporkan setiap gerak pelaksanaan pemerintah dan pembangunan berdasarkan fakta dan realita lapangan yang ada. Masyarakat sudah semakin kritis, masyarakat sudah tidak dapat dibohongi lagi.

Oleh karena itu di latar belakang oleh pemikiran-pemikiran adanya desakan­desakan masyarakat untuk melaksanakan Good Governanve dibarengi adanya kewenangan dan kewajiban Kepala Daerah sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah maka Pemerintah Kota Gorontala. Menetapkan langkah-langkah "Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Kota Gorontalo" dalam rangka mewujudkan birokrasi yang profesional.

KEBIJAKAN DAN PROGRAM REFORMASI BIROKRASI 01 KOTA GORONTALO

Reformasi secara umum diartikan sebagai suatu proses perbaikan kearah yang lebih baik dan secara khusus, reformasi bertahan sebagai salah satu kritikan terhadap penyelenggaraan pemerintahan yang dinilai kurang baik, kurang kondusif bahkan sering melakukan KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme), oleh karena itu aparat pemerintah atau birokrasi diharapkan dalam pengelolaan penyelenggaraan pemerintahan dapat lebih demokratis, akomodatif, responsif dan akutabel atau dapat dipertanggung jawabakan atau dengan kala lain dalam pengelolaan dan menakhodai roda pemerintahan selalu berlandaskan pada prinsip-prinsip Good Governance.

Dengan dilaksanakannya prinsip-prinsip good governance dalam penyelenggaraan pemerintahan akan bermanfaat sebagai proses pembelajaran bagi birokrat atau aparatur negara, sehingga secara profesional dapat mengatasi berbagai krisis Multi

272

Dimensional serta masalah-masalah besar dan mendasar baik secara nasional maupun daerah termasuk tuntutan Reformasi di Kola Gorontalo.

Kola Gorontalo sebagai ibukota Provinsi Gorontalo diapit oleh dua sungai yaitu sungai Bone dan sungai Bolango dengan luas wilayah 64,29 km berjumlah 133.792 jiwa yang tersebar di 3 wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Kola Selatan, Kecamatan Kola Utara dan Kecamatan Kola Barat. Adapun dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan didukung dengan aparat daerah sejumlah 2496 PNS dan 3375 guru tidak termasuk PNS dari instansi­instansi- yang tidak diserahkan ke daerah seperti Kejaksaan, Pengadilan, Lingkup Departemen Keuangan, Departemen Agama, BKKBN serta TNI/POLRI dan Perguruan Tinggi.

Selanjutnya, dalam mensikapi tuntutan reformasi, khususnya reformasi di lingkup birokrasi, pemerintah Kola Gorontalo Ielah menetapkan kebijakan dan program reformasi birokrasi dalam 3 bidang yaitu : a. Bidang Kelembagaan; b. Bidang Manajemen Pemerintahan; c. Bidang Pelayanan Publik.

A. BIDANG KELEMBAGAAN

Sebelum berlakunya UU No. 22 Tahun 1999, di Pemerintah Kola Gorontalo terdapat banyak lnstansi atau Dinas jawatan. Banyaknya Dinas Jawatan tersebut karena adanya Dinas-dinas daerah Kantor-Kantor Departemen yang merupakan kepenjenjangan dari Departemen yang ada di pusat seperti Departemen P & K, Kandep Koperasi, Kandep Perdagangan dan Departemen­Departemen lainnya.

Keadaan ini tidak efisien dan efektif karena di satu Daerah Kabupaten Kola tersebut Dinas Daerah dilain pihak terdapat pula kantor Departemen yang bersangkutan padahal mempunyai subyek dan obyek penanganan yang sama, contohnya:

Pemerintah Daerah

Dinas PDK Dinas Sosial Dinas Kesehatan

Pusat

- Kandep P & K - Kandep Sosial - Kandep Kesehatan

Sehubungan dengan hal tersebut, berdasarkan perkembangan efektivitas dan pengerahan kewenangan sebagai tindak lanjut dari

273

pelaksanaan otonomi dan desentralosasi, maka Pemerintah Kota Gorontalo telah melaksanakan 3 (tiga) Peraturan Daerah sebagai berikut :

a. Peraturan Daerah Nomor 17 Tahun 2000 tentang Organisasi dan lata Kerja Sekretariat Daerah Kecamatan, Kelurahan dan Sekretaris DPRD Kota Gorontalo;

b. Peraturan Daerah Nomor 18 Tahun 2001 tentang Organisasi dan tata kerja Lembaga Teknis Kota Gorontalo;

c. Peraturan Daerah Nomor 19 Tahun 2001 tentang Organisasi dan tata kerja Dinas Daerah Kota Gorontalo.

Tiga Peraturan Daerah yang mengatur tentang Reformasi Bidang Kelembagaan Birokrasi ini, mempunyai program kegiatan yang jelas dan mudah dilaksanakan sebagai berikut :

1. Program Organisasi

a. Pembentukan organisasi sesuai kebutuhan

Perampingan organisasi dilakukan secara cermat dan teliti melalui pengkajian berdasarkan analisa kebutuhan di samping memperhatikan cakupan volume tugas pekerjaan suatu instansi juga diupayakan setiap instansi apabila terdapat unit-unit yang mempunyai beban tugas mendekati kesamaan dan memungkinkan digabungkan sehingga kita selalu memperhatikan Assas Miskin Struktur dan Kaya Fungsi Reinfenting Government. Dengan pengkajian ini, perampingan organisasi dapat dilaksanakan, dari sebelumnya terdapat 32 Dinas/Jawatan di rampingkan menjadi 11 Dinas, 3 Badan dan 5 Kantor, memang kesulitan awal yang dihadapi adalah menentukan dan memilih personal-personal pejabatnya, karena ada beberapa pejabat yang tadinya sebagai Kepala/Pimpinan menjadi unsur Staf. Namun ternyata kesemuanya ini tidak menjadi masalah, karena semua memahami semata-mata demi kepentingan tugas organisasi khususnya kepentingan Birokrasi dalam pembenahan diri menuju profesionalisme.

b. Tugas Pokok dan Fungsi

Tugas Pokok dan Fungsi tiap-tiap Kelembagaan Organisasi berdasarkan Perda Nomor 17 tahun 2000 tentang Organisasi dan lata Kerja Sekretariat Daerah Kota Gorontalo dan Sekretariat DPRD Kota Gorontalo serta Sekretariat Kecamatan dan Kelurahan, telah dituangkan dalam surat keputusan Walikota Gorontalo Nomor 80,81 dan 82 Tahun 2001 secara jelas telah diuraikan berdasarkan beban

274

kerja unit secara efektif dan efisien dengan kegiatan yang terukur dan berorientasi keanalisa kinerja dan tugas sehari-hari.

2. Program Kepegawaian

Konsep pemberdayaan sumber daya aparatur merupakan strategi untuk memperbaiki, memperbaharui dan meningkatkan kinerja organisasi serta mewujudkan sosok dan profesionalisme aparatur, secara signifikan pemberdayaan sumber daya manusia yang menjadi tugas pokok kepegawaian antara lain :

a. Peningkatan SDM melalui Diklat;

Untuk mengimplementasikan peningkatan SDM aparatur pemerintah Kota Gorontalo telah melaksanakan program Diklat an tara lain :

a. Diklat Struktural; b. Diklat Fungsional; c. Diklat Kader.

Dari kurun waktu tiga tahun Pemerintah Kota Gorontalo telah menghasilkan Diklat Struktural yaitu : Diklat PIM tingkat IV sebanyak 248 orang, Diklat PIM tingkat Ill sebanyak 87 orang, Diklat PIM tingkat II sebanyak 14 orang. Untuk Diklat fungsional masih dilaksanakan oleh instansi sesuai kebutuhan organisasi dalam menujang tugas pokok organisasi. Sedangkan untuk Diklat Kader tugas belajar/ijin belajar 03 sebanyak 36 orang, S1 sebanyak 115 orang dan S2 sebanyak 23 orang. Dari kegiatan Diklat tersebut dapat menghasilkan profesionalisme aparatur sesuai kebutuhan organisasi yang didasarkan pada kemampuan (competenci) dapat dipercaya dalam melaksanakan tugas, dapat menganalisis dampak yang terjadi dalam organisasi dan dapat mengembangkan jaringan kegiatan secara efektif.

b. Peningkatan Disiplin PNS Melalui Supremasi Hukum.

Penegakkan hukum disiplin PNS merupakan tuntutan kebutuhan organisasi dalam meningkatkan etos kerja setiap aparatur berdasarkan koridor aturan perundang-undangan yang berlaku. Pemerintah Kota Gorontalo tetap komitmen dalam menegakkan hukuman disiplin sebagai implementasi dari supremasi hukum kepada aparatur yang terbukti nyata dalam melanggar aturan yang berlaku, dan untuk penjatuhan hukuman disiplin disesuaikan dengan kesalahan dan dengan tingkat hukuman yang berkala yaitu : hukuman disiplin ringan, sedang, dan berat. Kemudian dalam

275

pengenaan hukuman disiplin selama ini tetap berpedoman kepada aturan yang berlaku sesuai jenjang kewenangan setiap pejabat yang menjatuhkan hukuman disiplin.

Untuk pemerintah Kota Gorontalo sendiri sesuai data telah menjatuhkan hukuman disiplin kepada PNS antara lain : v' Hukuman disiplin ringan sebanyak 45 orang; v' Hukuman disiplin sedang sebanyak 15 orang; v' Hukuman disiplin berat sebanyak 7 orang.

Hukuman disiplin yang sudah dilaksanakan sampai dengan pemberhentian dengan tidak hormat. Dengan ditegakkannya disiplin dapat meningkatkan etos kerja, kepercayaan diri dalam melaksanakan tugas dan rasa tanggung jawab yang tinggi.

c. Kenaikan pangkat PNSD

Dengan terjadinya perubahan secara global dalam struktur organisasi, maka mempengaruhi juga terhadap eselonisasi jabatan sesuai eselon itu sendiri. Paradigma ini diikuti oleh kenaikan pangkat dalam pengisian eselonisasi yang berlaku, sehingga untuk Pemerintah Kota Gorontalo, telah memproses kenaikan pang kat bagi PNS yang sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2000 tentang Kenaikan Pangkat PNS dapat dinaikan tanpa mempertimbangkan masa kerja.

Kenaikan pangkat yang dipercepat ini dapat meningkatkan kompetensi tugas dan rasa- tanggung jawab berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh pimpinan dalam mengelola organisasi disamping dapat memenuhi persyaratan dalam jabatan eselon itu sendiri.

d. Pensiun Dini

Untuk pensiun yang dapat dipercepat bagi PNS merupakan salah satu program Pemerintah Koto Gorontalo dalam meningkatkan produktifitas kerja yang berbasis pada prestasi kerja. Untuk itu bagi PNS yang dinilai tidak produktif lagi dengan memperhatikan masa kerja untuk pensiun dapat diberhentikan dengan hormat atas permintaan sendiri dengan hal pensiun. Hal ini dimaksudkan agar setiap unit kerja dapat memberdayakan potensi yang ada sesuai beban kerja dan tugas dalam peningkatan pelayanan kepada masyarakat.

276

B. BIDANG MANAJEMEN PEMERINT AHAN

Penyenggaraan pemerintahan yang baik adalah suatu pemerintahan yang responsive, fleksible, taast azas dan aturan, stabil, jujur, cermat, tanggap, akuntable serta aparat pemerintahannya hemal, sederhana, efektif dan kreatif. Permasalahan pokoknya adalah seberapa jauh sosok pemerintahan seperti itu telah terwujudkan saat ini. Kenyataan menujukan bahwa penyelenggaraan pemerintahan pada masa transisi masih diwarni oleh berbagai penomena antara lain peran pemerintah daerah yang belum optimal, berbagai peraturan perundang-undangan yang belum lengkap, masih terdapatnya perbedaan persepsi terhadap berbagai kebijakan, aspirasi rakyat yang belum terakomodasi, perubahan perilaku akibat tekanan sosial dan ekonomi, kecenderungan adanya krisis kepemimpinan dan kereladanan serta menurutnya wawasan kebangsaan.

Untuk masa yang akan datang, agar dapat tercapai efektifitas penyelenggaraan pemerintahan dibutuhkan aparatur pemerintah yang profesional dengan pola sikap dan perilaku yang berorientasi pada pemberian pelayanan kepada masyarakat (Public Service Oriented). Dalam mewujudkan aparatur yang profesional dibutuhkan aparatur pemerintah yang mempunyai kemauan dan kemampuan, etika dan moral, disiplin dan taat terhadap aturan/hukum, kompetensi kepegawaian tingkat efesiensi dan kadar pertanggung jawaban dalam melaksanakan pelayanan umum yang kondusif serta mempunyai budaya hemal, sederhana, efisien, efektif dan produktif.

Memasuki tahun ketiga diera otonomi daerah tentunya banyak pengalaman bahagia yang dipetik untuk kemudian menjadi pijakan langkah memasuki tahap-tahap selanjutnya dalam upaya reformasi di bergabai bidang khususnya pemerintahan dan kehidupan kemasyarakatan. Walaupun secara umum reformasi itu adalah proses perbaikan, namun lahirnya reformasi itu sendiri merupakan sebuah kritikan terhadap penyelenggaraan pemerintahan dimasa lalu menjadi suatu bentuk lata pemerintahan yang baik (Good Governance) yang tercermin melalui eksekutif, legislatif, yudikatif yang baik, masyarakat/publik yang baik serta seluruh stake holdres. Kesemuanya ini adalah merupakan suatu sistem dan bila salah satu sub sistemnya tidak baik dan berfungsi maka akan mengakibatkan keseluruhan sistem mengalami kegagalan.

Mencermati uraian tersebut di alas, di Kola Gorontalo secara bersamaan muncul suatu ide dari legislatif, eksekutif dan masyarakat dengan kerja yang keras telah melahirkan suatu pedoman yang sangat direspon oleh masyarakat yaitu lahirnya Perda Nomor 2 Tahun 2002 tentang Pembangunan Berbasis Masyarakat, sehingga gambaran inplementasinya terhadap

277

mekanisme pembangunan di Kota Gorontalo dilakukan melalui strategi pembangunan kola yang berbasis pada masyarakat dimana strategi pembangunan Kota ini adalah upaya pelibatan seluruh stake holders. Sehingga kedepannya pemerintah Kota Gorontalo telah mengantisipasi upaya­upaya ataupun langkah-langkah menuju perbaikan manajemen pemerintahan antara lain :

a. Perencanaan Bottom Up Aspiratif

Proses dan mekanisme yang merupakan implementasi dan alur pikir strategi pembangunan kota dimulai dari proses :

1. Penyusunan Pola Dasar, Propeda dan Repetada.

Prose ini adalah menjadi acuan dalam meberikan arahan sekaligus sebagai bahan dalam mengkaji setiap usulan masyarakat yang diajukan melalui proses dari bawah;

2. Usulan Hasil Lokakarya Kelurahan/Kecamatan (Bottom Up). Lokakarya tingkat ini merupakan forum tingkat Kelurahan yang dilaksanakan untuk menghimpun semua aspirasi dan masukan yang dibutuhkan oleh masyarakat di Kelurahan yang bersangkutan. Hasil lokakarya tingkat Kelurahan ini kemudian dibahas ditingkat Kecamatan dan menjadi bahan usulan Kecamatan pada lokakarya tingkat kota. Pada lokakarya tingkat Kecamatan dan tingkat Kota telah melibatkan pihak legislatif melalui kehadiran anggota DPRD Kota dalam pelaksanaannya. Kehadiran dari anggota legislatif dalam lokakarya ini bertujuan untuk "Merekam" berbagai usulan untuk kemudian menjadi referensi Dewan dalam pembahasan RAPBD menjadi APBD. Pelibatan masyarakat dalam proses ini sangat dominan dimana Lurah dan Camat hanya memfasilitasi dan mengarahkan jalannya rapatllokakarya, sedangkan pemeran utama dan yang memimpin rapat/lokakarya dilakukan oleh masyarakat/peserta lokakarya itu sendiri.

3. Usulana Unit!Dinas

Setiap Unit!Dinad membuat usulan program, dimana sebagai dasar penyusunan usulan tersebut antara lain hasil lokakarya tingkat Kelurahan dan Kecamata. Demikian apa yang dibutuhkan masyarakat ditingkat Kelurahan dan Kecamatan termuat juga dalam usulan Unit/Dinas.

Esensi pelaksanaan tingkat Kota adalah untuk memadukan 3 (tiga) referensi pelaksanaan lokakarya yaitu usulan hasil lokakarya tingkat Kecamatan, Rencana Pembangunan Tahunana Daerah, Usulan

278

Rencana UniUDinas yang juga mengacu pada usulan masyarakat hasillokakarya tingkat Kecamatan.

Hasil lokakarya diharapkan dapat memberikan gambaran tentang program yang dibiayai oleh APBD Kola, APBD Propinsi, APBN (BLN), maupun rumusan program kemitraan dan program pemberdayaan masyarakat.

b. Pelaksanaan Kemitraan dan Pemberdayaan.

Untuk mewujudkan pemerintahan daerah yang stabil dan dinamis dibutuhkan suatu langkah pendekatan pola kemitraan dan pemberdayaan disegala aspek, upaya tersebut ditempuh melalui :

1. Kemitraan Eksekutif dan Legislatif

Dalam penyusunan kebijakan daerah, kedua institusi tersebut bermitra sedangkan pada saat pelaksanaan memiliki fungsi yang berbeda, dimana Kepala Daerah melaksanakan kebijakan daerah dan DPRD melakukan pengawasan alas pelaksanaan kebijakan daerah. Hal tersebut dapat dilihat dari dukungan dan persetujuan mayoritas DPRD alas kebijakan daerah yang dilaksanakan oleh Kepada Daerah dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Dikota Gorontalo sendiri sabagai daerah yang memegang teguh ada! istiadat maka dalam aktifitas keseharianya senantiasa diwarnai oleh nilai-nilai budaya "Dulohupa" yang mana selalu mengedepankan musyawarah. Demikianpun antara lembaga Legislatif dan Eksekutif dalam menghasilkan produk-produk kebijakan secara formal kelembagaan tidak terjadi tarik menarik kepentingan maupun adu kekuatan.

2. Kemitraan dan Pemberdayaan Masyarakat

Dalam menyikapi berbagai permasalahan pembangunan di daerah sebagai implementasi dari pelaksanaan Otonomi Daerah, Pemerintah Daerah ditutut dapat membangun kemandirian dalam menentukan strategi pembangunan, salah satu strategi yang ditempuh adalah memberdayaan masyarakat lokal dalam aspek politik, ekonomi, sosial budaya dan hukum untuk mendukung kemandirian daerah dan masyarakat dalam kerangka kebijakan otonomi daerah, hal ini telah ditempun oleh Pemerintah Kota Gorontalo, sebagai contoh adalah keterlibatan masyarakat dalam proses pembangunan melalui lokakarya serta pemberdayaan LPM-LPM dimasing-masing kelurahan.

279

c. Pengawasan lnternai/Eksternal

Sistem pengawasan yang dikembangkan dalam pelaksanaan pembangunan di Kola Gorontalo ditempuh melalui : penyerahan Laporan Hasil Pengawasan Intern Eksekutif kepada DPRD. Lahirnya Perda Nomor 4 Tahun 2002 tentang Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, Warung lnformasi di Kelurahan, penanganan sural kaleng dan penanganan pengaduan masyarakat (langsung atau melalui media cetak dan elektronik dalam pengawasan publik).

d. Keterbukaan Dalam Penyelenggaraan Pemerintahan.

Penerapan sistem keterbukaan penyelenggaraan Pemerintahan Kola Gorontalo dengan mengacu pada penerapan prinsip-prinsip Good Governance antara lain :

1. Partisipatif; 2. Penegakan Hukum; 3. Transparasi; 4. Aspiratif; 5. Kesetaraan; 6. Rencana Strategis; 7. Efektifitas dan Efisiensi; 8. Profesionalisme; 9. Akuntabilitas dan, 10. Pengawasan.

Serta kebanggaan Kola Gorontalo alas lahirnya perda Nomor 3 tahun 2002 tentang Transparasi penyelenggaraan pemerintahan. Unsur kerbukaan lainnya dapat digambarkan melalui penerapan dalam menyikapi keluhan masyarakat yang secara bersama legislatif melakukan public hearing, public meeting, sosialisasi, kunjungan lapangan, suraUtelepon, media masa dan kunjungan dewan malalui unjuk rasa.

C. PELAYANAN PUBLIK

Salah satu tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk meningkatkan pelayanan publik, dengan demikian pelayanan publik harus diberikan dan dikelola oleh Pemerintah Kola, karena interaksi langsung Pemerintah Kola dengan masyarakatnya (yang dilayani) lebih dekat, sudah seharusnya pelayanan publik diera otonomi daerah ini dapat dilakukan dengan baik. Oleh karena itu langkah yang ditempuh oleh Pemerintah Kola Gorontalo dalam memberikan pelayanan tertib, cepat dan transparan adalah membentuk Kantor Pelayanan Satu Atap, Warung Komunikasi dan E-Govemment dengan LAN

280

WEBSITE www://gorontalo.go.id sehingga apa yang didambakan masyarakat dalam menerima pelayanan dan mencari informasi tidak melalui birokrasi yang panjang, sehingga dalam 3 (tiga) tahun terakhir ini menunjukan peningkatan aktifitas masyarakat dalam memberikan kontribusi dan turut serta dalam pembangunan, hal ini sebagai imbas dari pemberian palayanan yang efektif dan efisien. Hal menarik dalam menunjang dan mewujudkan pelayanan yang prima kepada masyarakat, Walikota Gorontalo dalam setiap gerak dan kiprahnya dalam membina aparatur dibawahnya tidak henti-hentinya menanamkan dalam hati sanubari aparaturnya dengan prinsip yang dianutnya menuju keberhasilan yaitu dalam bertindak senantiasa berlandaskan pada semangat 3 KO (Konsultasi ke atas, Koordinasi Kesamping dan Komunikasikan Kebawah) secara berjenjang. Untuk menujang hal tersebut di atas juga aparat ditekankan tetap jeli dan cermat dalam menyikapi permasalahan yang muncul dengan selalu 4 CT (Cepat Tanggap, Cepat Temu, Cepat Tindak, Cepat Tuntas) sehingga dalam pelaksanaanya pemerintah Kota Gorontalo tidak saja membatasi pelayanan pada jam kerja akan tatap 1 x 24 jam yaitu dengan dibentuknya POSKO 4 CT (Cepat Tanggap, Cepat Temu, Cepat tindak, Cepat Tuntas), tujuannya adalah dapat mencegah sediri mungkin permasalahan­permasalahan yang timbul dan menyelesaikannya secara cepat dan tuntas.

PENUTUP

Demikianlah upaya reformasi dibidang aparatur yang dilaksankan di Kota Gorontalo dengan harapan kiranya pengalaman yang telah diterapkan dapat menjadi perbandingan dengan yang terjadi di daerah lain sehingga dapat dicarikan format terbaik melalui kegiatan RAKORPAN ini.

Akhirnya semoga PNS tetap menjadi aset nasional yang mampu berperan sebagai perekat bangsa dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik (Good Governance) guna kesinambungan pembangunan.

281

Gorontalo, Pebruari 2003

Sekretaris Daerah Kota Gorontalo

ttd

Drs. H. Abdul Wahab Talib, MBA

282

MENTER! PENDA YAGUNAAN APARATUR NEGARA

RUMUSAN HASIL RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

TINGKAT NASIONAL (RAKORPANNAS) TAHUN 2003 JAKARTA, 17-19 FEBRUARI2003

Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional (RAKORPANNAS) Tahun 2003, dengan tema reformasi birokrasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik dengan penekanan masalah Kelembagaan dan SDM Aparatur yang diselenggarakan pada tanggal 17-19 Februari 2003 oleh Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara, dihadiri oleh 950 peserta yang bertanggung jawab di bidang perencanaan program, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, pelayanan publik, dan pengawasan pada Kementerian Koordinator, Kementerian, Departemen, Kejaksaan Agung, Sekretariat Negara, Tentara Nasional lndoneisa, Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI), Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND), Sekretariat Jenderal Lembaga Tinggi Negara, Lembaga Pemerintah Non Struktural, dan Pemerintah Daerah Propinsi, Kabupaten dan Kota.

Setelah membaca, mendengar, dan membahas :

I. Pengarahan Presiden Republik Indonesia

II. Pengarahan yang disampaikan dalam sidang Pleno

A. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara mengenai pokok-pokok reformasi birokrasi dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik.

B. Menteri Dalam Negeri mengenai reformasi birokrasi pemerintahan daerah, dengan penekanan:

1. Upaya peningkatan profesionalitas dan efisiensi penyelenggaraan pemerintahan di daerah guna mendukung suksesnya otonomi daerah;

2. Penyelarasan peraturan perundang-undangan sektoral dengan kebijakan reformasi birokrasi.

283

C. Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional mengenai program pembangunan nasional di bidang aparatur negara dalam rangka reformasi birokrasi, dengan penekanan:

1. Etika dan moral birokrasi;

2. Konsep pemberantasan Korupsi meliputi aspek kecukupan dan hukuman, system penggajian serta pentingnya perampingan birokrasi.

D. Menteri Keuangan mengenai kebijakan keuangan dalam rangka rasionalisasi PNS, dengan penekanan:

1. Kesiapan anggaran negara dalam rangka menghadapi pelaksanaan rasionalisasi PNS;

2. lmplikasi rasionalisasi PNS terhadap APBN.

E. Menteri Pemberdayaan Perempuan mengenai Kebijaksanaan permberdayaan perempuan, kesejahteraan dan perlindungan anak, dengan penekanan :

1. Permasalahan;

2. Faktor penyebab terjadinya bias gender;

3. Penajaman program pemberdayaan perempuan dan KPA tahun 2002-2004.

F. Prof. DR. Loeb by Luqman, mengenai Pemberantasan KKN Melalui Penegakan Hukum Yang Tegas Dan Konsisten, dengan penekanan:

1. Penyempurnaan peraturan perundang-undangan, mekanisme dan langkah-langkah mengintensifkan pemberantasan KKN;

2. Komitmen penegakan hukum dalam rangka pemberantasan KKN.

Ill. Makalah-makalah yang disampaikan dalam Sidang Pleno:

A. Optimalisasi Koordinasi Penanganan Program Pendayagunaan Aparatur Negara, oleh Deputi Men PAN Bidang Program.

Pokok materi:

1. Permasalahan pelaksanaan program PAN;

2. Mekanisme koordinasi program bidang PAN.

B. Reformasi Kelembagaan, oleh Deputi Men PAN Bidang Kelembagaan.

Pokok materi:

1. Potret Kelembagaan Pemerintah Saat ini;

284

2. Pokok-pokok Reformasi Kelembagaan:

a. Penentuan bentuk kelembagaan yang tepat (rightsizing); b. Prinsip-prinsip manajemen ilmiah; c. Pengembangan standardisasi ke lembagaan; d. Peninjauan kembali peraturan perundang-undangan di bidang

kelembagaan.

3. Konkritisasi Reformasi Kelembagaan Dalam Kebijakan dan Program:

a. Evaluasi kelembagaan pemerintah; b. Kajian fungsi-fungsi yang wajib dilaksanakan oleh pemerintah dan

fungsi-fungsi yang dapat diserahkan kepada masyarakat; c. Penyusunan R UU tentang Kementerian Negara; d. Kajian pemetaan kewenangan pemerintahan dalam rangka

pelaksanaan otonomi daerah; e. Kajian penyempurnaan peraturan perundang-undangan tentang

pokok-pokok organisasi pemerintah pusat.

4. Langkah-langkah Kebijakan.

C. Reformasi SDM Aparatur, oleh Deputi Men PAN Bidang SDM Aparatur.

Pokok materi:

1. Kondisi saat ini;

2. Permasalahan;

3. Kondisi yang diharapkan;

4. Konsep Kebijakan Penataan PNS;

a. Tujuan, b. Sasaran, c. Strategi, d. Langkah-langkah.

5. Pelaksanaan penataan PNS.

D. Reformasi Ketatalaksanaan, oleh Deputi Men PAN Bidang Tatalaksana.

Pokok materi:

1. Pengembangan korporatisasi dan privatisasi unit organisasi pemerintah; ·

2. Deregulasi sistem, mekanisme dan prosedur kerja serta sistem anggaran instansi pemerintah;

3. Penyempurnaan dan otomatisasi sistem administrasi umum instansi pemerintah;

285

4. Pengaturan standardisasi sarana dan prasarana kerja aparatur Negara;

5. Tata hubungan kerja antar instansi pemerintah.

E. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, oleh Deputi Men PAN Bidang Pelayanan Publik.

Pokok materi:

1. Dukungan kelembagaan dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik;

2. Dukungan sumber daya aparatur dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik;

3. Peran serta masyarakat dalam mendorong peningkatan kualitas pelayanan publik;

4. Langkah-langkah kebijakan peningkatan kualitas pelayanan publik.

F. Reformasi Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah, oleh . Deputi Men PAN Bidang Akuntabilitas Aparatur.

Pokok materi:

1. Urgensi penerapan Sistem Akuntabilitas Kinerja lnstansi Pemerintah (SAKIP);

2. Beberapa masalah mendasar yang dihadapi dalam penerapan SAKIP;

3. Langkah-langkah ideal yang perlu diambil dalam penyempurnaan SAKIP;

4. Langkah-langkah yang akan diambil oleh Kementerian PAN dalam jangka pendek (2003 s/d 2005).

G. Konsepsi Sistem Administrasi Negara dalam rangka mendukung Reformasi Birokrasi, oleh Kepala LAN.

Pokok materi:

1. Landasan filosofis Sistem Administrasi Negara (SAN);

2. Hubungan antar tingkat kepemerintahan;

3. Proses kebijakan public.

H. Prioritas Program Dalam Rangka penataan PNS, oleh Kepala BKN.

Pokok materi:

1. Perencanaan pegawai;

2. Pola karier pegawai;

3. Dukungan sistem informasi manajemen kepegawaian.

286

I. Kebijakan Kearsipan Dalam Rangka Mendukung Reformasi Birokrasi, oleh Kepala Arsip Nasional.

Pokok materi:

1. Sistim Kearsipan Nasional (SKN);

2. Pemanfaatan teknologi informasi dalam kearsipan.

J. Reformasi Sistem Pengawasan, oleh Kepala BPKP.

Pokok materi:

1. Paradigma baru Aparat Pengawas Internal Pemerintah (APIP);

2. Revitalisasi, implementasi standar audit dan kode etik auditor;

3. Pengembangan kelembagaan dan ketatalaksanaan APIP.

K. Sekretaris Daerah Propinsi Riau mengenai Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Daerah Provinsi Riau.

L. Sekretaris Daerah lstimewa Yogyakarta mengenai Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Daerah lstimewa Jogyakarta.

M. Sekretaris Daerah Propinsi Papua mengenai Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Daerah Provinsi Papua.

N. Sekretaris Daerah Kabupaten Tegal mengenai Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Kabupaten Tegal.

0. ·. Sekretaris Daerah Kota Gorontalo mengenai Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Kola Gorontalo.

P. Sekretaris Daerah Kabupaten Belu mengenai Kebijakan dan Program Reformasi Birokrasi di Kabupaten Belu.

IV. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2002 tentang APBN/REPETA Tahun 2003

V. Laporan Hasil Sidang:

A. Komisi I : Bidang Reformasi Kelembagaan dan SDM Aparatur;

B. Komisi II : Bidang Reformasi Ketatalaksanaan, Pelayanan Publik, Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur.

VI. Laporan kemajuan penanganan hasil Rakorpannas 2002

Dalam rangka tindak lanjut pengarahan Presiden Rl pada Rakorpannas 2002 telah dilakukan langkah-langkah sebagai berikut :

A. Bidang Kelembagaan, antara lain :

287

1. Evaluasi kelembagaan daerah (sebagai sempel provinsi Jateng, Jatim, DIY, Sulsel, Kalbar dan Kalsel);

2. Dilaksanakan proses pembelajaran kelembagaan daerah dalam rangka memberikan wawasan kelembagaan yang efisien dan efektif kepada pejabat daerah di 6 (enam) provinsi yaitu Sulsel, Bangka Belitung, Banten, Kalbar, Jater~g dan Bali;

3. Penyempurnaan PP 84/2000 dan penyeinpurnaan tersebut telah ditetapkan dengan PP yang baru (PP 8/2003) yang menyangkut : penyempurnaan terhadap persyaratan pembentukan kelembagaan daerah, termasuk pembobotan dalam pembentukan perangkat, pembatasan jumlah unit perangkat daerah, eselonisasi perangkat daerah dan lain-lain;

4. Disamping itu sedang dilakukan berbagai kajian dalam rangka penyempurnaan/penataan kelembagaan pemerinta, antara lain berupa penyiapan RUU tentang Kementerian Negara yang diharapkan dapat selesai tahun 2003.

B. Bidang SDM Aparatur, antara lain :

1. Telah disusun konsep manajemen kepegawaian dalam rangka pemantapan sistem kepegawaian yang unified;

2. Telah disusun rancangan peraturan perundang-undangan mengenai netralitas PNS;

3. Perubahan PP 96/2000 mengenai pengangkatan, pemindahan dan pemberentian PNS yang telah ditetapkan dengan PP 9/2003;

4. Perubahan terhadap PP 97/2000 sudah disampaikan ke Presiden;

5. Revisi berbagai peraturan pemerintah tentang kepegawaian yang tidak terkait dengan UU 22/1999 yaitu PP 98, PP 99 dan PP 100 tahun 2000 menjadi PP 11, 12 dan 13 tahun 2002;

··6. Pengendalian formasi pegawai di daerah tahun 2002 yang memprioritaskan pada pengadaan tenaga guru dan tenaga medis, serta pada daerah pemekaran;

7. Sudah disusun penyempurnaan PP 30/1980 tentang peraturan disiplin PNS yang arahnya agar terwujud peningkatan disiplin pegawai;

8. Peningkatan/perbaikan penghasilan PNS melalui kenaikan gaji pokok, pembayaran tunjangan· jabatan fungsional baru dan penyesuaian besar angka tunjangan jabatan fungsional yang terlalu rendah serta perubahan sistem gaji PNS daerah.

C. Bidang Tatalaksana, antara lain :

1. Untuk mewujudkan tertib administrasi, khususnya tata naskah dinas telah dilakukan revisi Keputusan Men.PAN Nomor : 71/1983.

288

Diharapkan terwujud keseragaman pola penyelenggaraan tala naskah dinas di instansi pemerintah;

2. Telah disiapkan konsep Keppres tentang standardisasi sarana dan prasarana kerja aparatur. Diharapkan agar terwujud efisiensi penggunaan prasarana dan sarana kerja aparatur negara sekaligus mendorong peningkatan produktivitas kerja;

3. Telah ditetapkan 13 (tigabelas) rumah saki! pemerintah menjadi Perjan dan sedang diproses lagi 13 (tigabelas) rumah saki! pemerintah untuk menjadi Perjan. Diharapkan dengan perubahan status ini pelayanan rumah saki! tersebut semakin lebih baik;

4. Telah diedarkan Kep.Men.PAN Nomor 13/KEP/M.PAN/1/2003 tentang Pedoman Umum Perkantoran Elektronis Lingkup Intranet di Lingkungan lnstansi Pemerintah Pusat dan Daerah dalam rangka mendorong terwujudnya efisiensi penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan;

5. Akan dikembagkan model pengelolaan kearsipan dalam bentuk depot­depot pelayanan arsip di daerah, dan dikembangkan tenaga SDM kearsipan di pusat dan di daerah;

6. Ditetapkan berbagai sural edaran Men.PAN dalam rangka meningkatkan penghematan, efisiensi dan disiplin nasional (SE Men.PAN Nomor : 357/M.PAN/12/2001, SE Men.PAN Nomor : 37/M.PAN/2/2002 dan SE Men.PAN Nomor : 175.1/M.PAN/6/2002). Tindak lanjut pelaksanaan SE ini pada instansi pemerintah di pusat maupun daerah terus di pantau oleh Kementerian PAN.

D. Bidang Pelayanan Publik, antara lain :

1. Penilaian dan pemberian penghargaan terhadap unit-unit pelayanan di pusat dan daerah sebagai percontohan pelayanan.

2. Surat Edaran Men.PAN epada pimpinan instansi pusat dan daerah untuk menunjuk unit kerja dilingkungannya guna melaksanakan pemantauan dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik di lingkungan masing-masing.

3. Mengembangkan dan mengefektifkan unit pelayanan terpadu .

..4. Koordinasi kegiatan analisis kebutuhan diklat teknis fungsional bidang pelayanan publik.

5. Pengembangan jabatan fungsional bidang pelayanan publik.

6. Koordinasi penyelenggaraan diklat tenis fungsional pelayanan di antara pemerintah pusat, provinsi dan Kabupaten/Kota.

7. Menetapkan pedoman penyusunan indeks kepuasan masyarakat.

289

8. Menyiapkan draft RUU pelayanan publik dan diharapkan selesai Tahun 2003.

9. Peningkatan partisipasi masyarakat dalam pelayanan publik (bekerja sama dengan GTZ).

10. Melakukan kajian pelayanan pemerintah di bidang fasilitasi kawasan industri/ pertumbuhan

E. Bidang Pengawasan dan Akuntabilitas

1. Surat Edaran Men.PAN Nomor 37a/M.PAN/2/2002 tentang upaya meningkatkan intensifikasi dan percepatan pemberantasan KKN

2. Pembentukan Forum Bersama Aparat Pengawasan Internal Pemerintah dalam rangka meningkatkan koordinasi perumusan kebijakan, perencanaan, pelaksanaan laporan dan tindak lanjut hasil pengawasan.

3. penyelenggaraaan Diklat Jabatan Fungsional Auditor yang sesuai dengan perkembangan

4. Pelaksanaan Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah 5. Surat Edaran Men.PAN nomor 192/M.PAN/2002 perihal Laporan

Kekayaan Peneyelenggra Negara keseluruh aparat eksekutif pusat dan daerah .

. 6. Ditandatangani kerjasama (MOU) antara Kementerian PAN dengan Komisi Ombudsman untuk mendorong efektifitas pelaksanaan pengawasan dan penyelenggaraan pelayanan publik.

7. Melaksanakan koordinasi antara aparat pengawasan internal pemerintah dengan aparat penegak hukum terkait dalam rangka efektifitas pemberantasan KKN

8. Surat Edaran Men.PAN nomor 80/M.PAN/3/2002 perihal lntensifikasi penanganan pengaduan masyarakat dan Surat edaran Men.PAN tentang tindak lanjut laporan hasil pemeriksaan dan temuan BPK dan BPKP.

9. Ditetapkan Keppres nomor 23 tahun 2002 tentang Tunjangan Jabatan Auditor.

Kesimpulan Umum

A. Reformasi birokrasi yang dimulai dengan reformasi aspek kelembagaan merupakan kebutuhan yang harus segera dilaksanakan agar lebih dinamis menghadapi perubahan global dan mendukung kelancaran pelaksanaan otonomi. Untuk itu setiap instansi baik di pusat maupun di daerah akan melakukan rasionalisasi kelembagaan dengan langkah-langkah strategis

290

antara lain melaksanakan penataan peran dan fungsi, kewenangan lembaga pemerintah, rasionalisasi organisasi pemerintah pusat dan daerah, analisis beban kerja termasuk melakukan penggabungan, penghapusan, tipologi, pengurangan jumlah struktur, penyederhanaan sistem dan prosedur kerja korporatisasi dan privatisasi organisasi pemerintah. Langkah-langkah tersebut menjadi komitmen bersama dalam kebijakan perampingan organisasi masing­masing instansi.

B. Sebagai konsekuensi dari reformasi kelembagaan guna lebih mampu menghadapi persaingan global sekaligus memperlancar pelaksanaan otonomi daerah, diperlukan reformasi SDM aparatur meliputi: penataan jumlah dan komposisi pegawai sesuai dengan struktur kelembagaan, relokasi dan distribusi pegawai antar instansi dan daerah secara proporsional dan merata, penempatan pegawai pada jabatan sesuai dengan kompetensi, sistem penggajian yang layak dan adil, serta pelaksanaan diklat yang mendukung kompetensi.

C. Untuk mendorong keberhasilan pelaksanaan reformasi tersebut di atas, perlu dilaksanakan program-program pendukung :

1. Peningkatan efisiensi ketatalaksanaan penyelenggaran pemerintahan di Pusat dan Daerah, kejelasan tata hubungan kerja antar Pemerintah Pusat dan Daerah, antarCl Pemerintah Daerah yang satu dengan Pemerintah Daerah yang lain serta antara Pemerintah dengan badan-badan legislatif dan atau Pemerintah dengan badan-badan lainnya.

2. Peningkatan pemberantasan KKN yang dimulai dengan peninjauan kembali berbagai peraturan perundang-undangan yang terkait dengan korupsi, kolusi, dan nepotisme. Peningkatan koordinasi diantara aparat penegak hukum, pembenahan administrasi pemerintahan, penataan sistem . .pendidikan nasional serta didukung dengan komitmen dan langkah-langkah yang konsisten, konsekuen dan berkelanjutan. Hasil pengawasan juga harus diikuti dengan tindak lanjut yang cepat oleh para pimpinan instansi yang bersangkutan.

3. Perubahan dan penyempurnaan manajemen pelayanan publik melalui perbaikan sistem, prosedur, serta penyusunan standar-standar pelayanan, dan pencegahan praktek penyimpangan dalam penyelenggaraan pelayanan untuk mewujudkan pelayanan prima.

D. Agar pelaksanaan reformasi birokrasi memperoleh dukungan keuangan, perlu disusun program yang jelas mencakup rasionalisasi kelembagaan, penataan SDM, dan mekanisme yang komprehensif dengan kepastian jangka waktu. Namun demikian dukungan keuangan yang dibutuhkan senantiasa mempertimbangkan situasi keuangan negara dan kendala yang dihadapi.

291

E. Pembinaan karier PNS secara nasional diatur dalam PP 9 Tahun 2003 yang merupakan perubahan dari PP 96 Tahun 2000. Di dalam PP 9 Tahun 2003, kewenangan pengangkatan dan pemberhentian pegawai diatur secara berjenjang untuk memudahkan terjadinya mutasi antara daerah, dan antara pusat dan propinsi dan kabupaten/kota. Dengan demikian diharapkan pola karier menjadi terbuka secara nasional, kualitas pegawai lebih merata dan sekaligus PNS dapat lebih berperan sebagai perekat dan pemersatu bangsa.

F. PP 9 Tahun 2003 pasal13 dan 14 menetapkan, pengangkatan Sekda Propinsi dan Kabupaten/Kota, harus dikonsultasikan dengan Menteri Dalam Negeri untuk Sekretaris Daerah Propinsi dan dengan Gubernur untuk Sekretaris Daerah Kabupaten/Kota. Untuk tidak menimbulkan berbagai penafsiran keliru terhadap ketentuan tersebut maka perlu dilakukan sosialisasi terhadap pokok­pokok perubahan dan latar belakang pemikiran PP 96 Tahun 2000 tersebut.

G. Dalam rangka mendukung terwujudnya sistem pembinaan PNS secara nasional maka anggaran gaji pegawai di daerah tetap dibebankan kepada APBN sehinggc;~ anggaran dana alokasi umum (DAU) dapat digunakan lebih efisien dalam mendukung pelaksanaan pembangunan.

H. Audit organisasi diperlukan untuk menjamin bahwa suatu organisasi dibangun sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai. Audit organisasi ini selain dapat meningkatkan efektifitas dan efisiensi juga dapat dipergunakan untuk mengidentifikasi kebutuhan SDM secara lebih akurat baik dari segi jumlah maupun kualifikasi. Untuk pembentukan organisasi baru akan dilakukan audit organisasi secara intensif sedangkan untuk organisasi yang telah ada audit organisasi ini tetap perlu dilakukan secara berkala.

I. Pemberantasan KKN hingga saat ini belum memperlihatkan hasil yang memuaskan. Untuk iti.J perlu lebih diperioritaskan penanganannya. Agar permasalahan ini dapat dituntaskan secara lebih cepat, diperlukan kemauan yang sangat kuat dan suritauladan dari seluruh pimpinan tertinggi dan tinggi serta para penyelenggara negara. Disamping itu KKN seharusnya dipandang sebagai suatu kejahatan luar biasa (extraordinary crime). Sehingga diperlukan tindakan hukum yang sangat berat bagi para pelakunya.

J. Dalam rangka sinkronisasi program dan efisiensi penggunaan anggaran PAN ditingkat instansi pusat, maka anggaran dan program masing-masing instansi sebelum diusulkan dan dibahas dengan DPR, perlu terlebih dahulu dibahas dan dikoordinasikan dengan Kementerian PAN, yang selanjutnya dibahas dengan Kementerian Negara PPN/Kepala Bappenas dan Direktorat Jenderal Anggaran Departemen Keuangan melalui FORTEKPAN (Forum Komunikasi Teknis PAN).

K. Demikian halnya, agar tercapai keserasian pelaksanaan program dan efisiensi penggunaan anggaran PAN di daerah (Provinsi dan Kabupaten/Kota), maka

292

sebelum dibahas dengan DPRD perlu dikoordinasikan terlebih dahulu melalui Forum Komunikasi PAN Daerah (FORKOMPANDA) berkoordinasi dengan Kementerian PAN. Forkompanda dapat pula merupakan forum membahas hal-hal yang dipersiapkan untuk Rakorpannas berikutnya dan evaluasi pelaksanaan hasil Rakorpannas periode sebelumnya serta evaluasi pelaksanaan Kebijaksanaan-kebijaksanaan lain di bidang PAN.

L. Mengingat tahun 2003 merupakan tahap akhir penyusunan Repeta Tahun 2004 dan merupakan bagian akhir dari pelaksanaan Propenas, maka program yang telah digariskan dalam Propenas harus diselesaikan sebelum terbentuk Kabinet hasil Pemilu 2004.

M. Untuk menindaklanjuti kesepakatan RAKORPANNAS Tahun 2003 dan hasil RAKORPANNAS Tahun 2002 akan segera dibentuk Tim Kecil yang angggotanya berasal dari instansi pusat, daerah propinsi, kabupaten/kota.

Kesimpulan Bidang:

A. Reformasi Kelembagaan dan Sumber Daya Manusia Aparatur

1. Kelembagaan

a. Keberadaan Undang-undang yang mengatur kelembagaan pemerintah merupakan suatu keharusan, diharapkan Undang-undang tersebut dapat menjadi acuan secara nasional dalam penataan kelembagaan secara menyeluruh.

b. Penataan jabatan fungsional perlu ditata se-sederhana mungkin sejalan dengan upaya perampingan birokrasi.

c. Perlu segera disusun petunjuk pelaksanaan sebagai implementasi PP 8 Tahun 2003 dan kejelasan batas waktunya.

d. Perlu adanya komitmen antara pemerintah pusat dan daerah untuk melaksanakan PP 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah.

e. Menyusun dan menyempurnakan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan kelembagaan pemerintah.

2. SDM Aparatur

a. Pengajuan formasi agar didukung oleh analisis kebutuhan dan ketersediaan pegawai, agar penetapannya dapat didasarkan pada pertimbangan yang rasional..

b. Pengajuan formasi supaya tepa! waktu agar penetapan formasi tidak mengalami keterlambatan.

293

c. Pola karir perlu disusun dan peraturan perundang-undangan yang mengatur hal tersebut sedang disiapkan oleh Kementeroian PAN dan BKN.

d. Penyempurnaan sistem remunerasi sedang disiapkan dan diperkirakan baru akan dapat diberlakukan setelah tahun 2004. Sampai dengan tahun 2004, perbaikan remunerasi hanya dibatasi pada perbaikan penghasilan untuk mengimbangi inflasi dan pengurangan kesenjangan antara penghasilan pejabat fungsional dan structural, antar pejabat structural dan antara pejabat fungsional.

e. Pelaksanaan penataan akan dilaksanakan setelah seluruh instrumen yang diperlukan dapat disediakan.

f. Pelaksanaan PP 9 Tahun 2003 memerlukan masa transisi.

g. Akreditasi Diklat sangat diperlukan untuk menjamin kualitas Diklat.

h. Lemhanas bukan pendidikan karir, namun dapat saja diikuti oleh PNS.

i. Dalam rangka melaksanakan lnmpres No. 9 Tahun 2000, pengangkatan pegawai dalam jabatan structural dan fungsional sudah mempertimbangkan kompetensi baik pria maupun perempuan.

j. Untuk membangun system informasi manajemen kepegawaian diperlukan peningkatan kualitas data-base kepegawaian. Untuk mewujudkan hal tersebut, akan diselenggarakan pendataan ulang PNS yang melibatkan semua fihak terkait (stake holders).

B. Reformasi Ketatalaksanaan, Pelayanan Publik, Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur

1. Ketatalaksanaan

a. Penataan sistem dan prosedur kerja instansi pemerintah pusat dan daerah;

b. Pengalihan status UPT Pusat menjadi BUMN/BHMN, dan Unit Organisasi di daerah menjadi BUMD;

c. lmplementasi teknologi informasi pada administrasi pemerintah pusat dan daerah; ·

d. Tindak lanjut pelaksanaan langkah-langkah efisiensi dan disiplin kinerja aparatur;

e. Pelaksanaan Diklat SDM kearsipan di pusat dan daerah;

f. Pembangunan depot-depot kearsipan di daerah.

2. Pelayanan Publik

294

a. Peningkatan koordinasi bagi instansi-instansi pemerintah yang tugas fungsinya saling terkait dalam proses penyelenggaraan pelayanan publik antara lain melalui pembentukan atau pengembangan system pelayanan terpadu;

b. Pengembangan diklat-diklat teknis fungsional bagi aparatur bidang pelayanan termasuk penerapan modul-modul pelatihan budaya kerja;

c. Sosialisasi dan Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi dalam rangka E-gov untuk menunjang kualitas pelayanan publik aparatur pemerintah;

d. Pembentukan dan pengembangan best practices (seperti di Kola Salatiga, Kabupaten Sima dan Kola Solok) di daerah lain pada sektor-sektor sesuai dengan kebutuhan daerah dalam rangka peningkatan Pelayanan Publik & Partisipasi masyarakat di tingkat local (pendamping Support for Good Governance! GTZ) ;

e. Melanjutkan Sosialisasi dan Pengembangan konsepsi hukum tentang pelayanan publik;

f. Melanjutkan sosialisasi dan penerapan kebijakan tentang indeks kepuasan masyarakat sesuai sektor-sektor;

g. Melakukan kegiatan penilaian dan pemberian penghargaan kepada unit-unit percontohan pelayanan dilingkungan masing-masing.

3. Pengawasan dan Akuntabilitas Aparatur

a. Pengawasan

1). Meningkatkan koordinasi pengawasan untuk mencapai sinergi pengawasan;

2). Peningkatan kualitas SDM melalui diklat berkelanjutan;

3). Penegakan stantar audit dan kode etik auditor;

4). Peningkatan efektivitas pengawasan fungsional, pengawasan melekat dan pengawasan masyarakat.

b. Akuntabilitas Aparatur

1 ). Penyusunan pedoman umum dan teknis :

a). Evaluasi, konsistensi, dan sinkronisasi kinerja dalam kebijakan dan perencanaan;

b). Pelaksanaan anggaran yang berorientasi kepada kinerja;

c). Evaluasi dan penataan/normalisasi struktur organisasi;

2). Pembangunan dta base kepegawaian;

3). Penyusunan pedoman umum dan teknis :

295

4). Pencatatan setiap transaksi dan konsolidasi pertanggung­jawaban kinerja secara otomatis;

5). Penyusunan dan evaluasi LAKIP dengan menggunakan teknologi informasi.

6). Melaksanakan pilot project dalam implementasi LAKIP secara elektronik;

7). Pelatihan, asistensi, dan sosialisasi SAKIP;

8). Perlu peningkatan dasar hukum SAKIP.

c. Hasil-hasil RAKORPANNAS Tahun 2003 tersebut merupakan:

1). Bahan pertimbangan kebijakan pemerintah di bidang Pendayagunaan Aparatur Negara;

2). Bahan masukan untuk menetapkan prioritas utama dalam pelaksanaan REPETA Tahun 2003;

3). Bahan penyusunan rencana program tahun 2004 Bidang Penyelenggara Negara; dan;

4). Pemicu terciptanya pemerintahan yang baik, bersih, dan bebas KKN.

Para peserta RAKORPANNAS Tahun 2003 bertekad melaksanakan hasil-hasil RAKORPANNAS Tahun 2003 secara sungguh-sungguh dan penuh tanggungjawab.

Jakarta, 19 Februari 2003 Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

ttd

Feisal Tamin

296

MENTER! PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

SAMBUTAN MENTERI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

PADA PENUTUPAN RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TINGKAT NASIONAL TAHUN 2003

JAKARTA, 19 FEBRUARI2003

Yth. Saudara-saudara peserta RAKORPANNAS dan Hadirin yang berbahagia, Assalammu'alaikum Wr.Wb Salam sejahtera bagi kita semua.

Syukur alhamdulliah berkat hidayah Tuhan Yang Maha Esa, hari ini kita dapat menyelesaikan tugas kita melaksanakan RAKORPANNAS sesuai rencana.

Selama tiga hari berturut-turut, Saudara-saudara dengan penuh perhatian dan ketekunan Ielah mengikuti dan merumuskan berbagai kegiatan yang meliputi penyusunan rencana program, pemantauan, analisa dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dalam bidang pendayagunaan aparatur negara. Saya percaya bahwa apa yang telah dibahas, didiskusikan dan dirumuskan akan bermanfaat dalam menyamakan persepsi sekaligus memperkuat komitmen dalam memantapkan dan mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi dalam mewujudkan kepemerintahan yang baik.

Saudara-saudara,

Penyelenggaraan RAKORPANNAS yang berlangsung di Jakarta tanggal 17-19 Februari 2003, telah menghasilkan rumusan strategis dalam bidang pendayagunaan aparatur negara secara lebih komunikatif dan terpadu antara jajaran birokrasi Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah. Keterpaduan langkah antara jajaran birokrasi pemerintahan di pusat dan daerah dimaksudkan agar segenap aparatur negara lebih memantapkan tugas dan fungsinya sesuai dengan peranan dan kewenangan masing-masing, menurut peraturan perundang­undangan yang berlaku dalam bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pengarahan Presiden pada Rakorpannas tahun 2002 mengharuskan kita untuk mengevaluasi yang Ielah kita lakukan dan yang belum atau sedang kita lakukan.

297

Tahun lalu Presiden memberikan sorotan tajam terhadap birokrasi yaitu berupa gambaran yang miring, perangai yang arogan, organisasi yang tambun, geraknya yang lambat, sifatnya yang korup, profesionalisme dan produktivitas yang rendah. Untuk sorotan ini kita sudah melakukan berbagai upaya instropeksi dan langkah nyata mereformasi birokrasi antara lain peningkatan pengawasan dan penegakan hukum, peningkatan disiplin, membangun budaya kerja. Dalam kunjungan kerja saya ke berbagai daerah, sorotan dan kritikan Presiden tersebut saya jadikan acuan untuk menjelaskan berbagai upaya pembenahan dan langkah­langkah yang harus ditempuh.

Presiden juga menyoroti tidak efektifnya prosedur dan tata kerja birokrasi serta tuntutan akan birokrasi pemerintahan yang bersifat ringkas dan berjalan efektif. Sejalan dengan arahan Presiden bahwa salah satu langkah reformasi birokrasi dibidang kelembagaan adalah menciptakan struktur organisasi pemerintah yang ramping, baik di tingkat pusat maupun daerah, maka langkah-langkah konkrit yang telah dan akan diupayakan:

Di tingkat pusat, saat ini sedang dilakukan evaluasi organisasi di lingkungan departemen, LPND, Sekretariat Lemtertina, dan organisasi unit pusat lainnya. Sasaran evaluasi mencakup besaran struktur, tugas pokok, fungsi, wewenang dan tanggungjawab, serta aspek-aspek lainnya yang berpengaruh terhadap organisasi. Hasil evaluasi tersebut akan dimanfaatkan untuk menata ulang struktur organisasi serta tugas pokok serta fungsi lembaga-lembaga pemerintah pusat, agar tercipta organisasi yang ramping, ideal, serta fungsi yang optimal, efisien, tidak tumpang tindih, serta tercipta tata hubungan kerja yang efektif antar berbagai lembaga di pusat.

Di tingkat daerah, telah dikeluarkan PP Nomor 8 Tahun 2003 sebagai pengganti PP Nomor 84 Tahun 2000 Tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah. Beberapa substansi pokok dalam PP Nomor 8 Tahun 2003 tersebut diarahkan untuk lebih merampingkan struktur organisasi di lingkungan Pemerintah Daerah, misalnya adanya pembatasan jumlah dinas, penghapusan jabatan wakil kepala dinas, penetapan kriteria pembentukan dinas, dan pembatasan-pembatasan lainnya. PP Nomor 8 Tahun 2003 tersebut tidak semata-mata bermaksud membatasi kewenangan serta tugas dan fungsi perangkat daerah, namun sesungguhnya dimaksudkan untuk mewujudkan penyelenggaraan kewenangan yang diserahkan ke daerah lebih berjalan efektif dan efisien untuk sebesar­besarnya kemakmuran rakyat.

Dalam hubungannya dengan penataan perampingan organisasi tersebut, akan diupayakan pula penataan atau pemetaan kewenangan-kewenangan secara lebih jelas dimana pemerintah hanya akan melaksanakan kewenangan­kewenangan yang wajib atau mutlak dilakukan oleh Pemerintah, sedangkan kewenangan-kewenangan yang tidak mutlak sudah harus diserahkan kepada

298

masyarakat. Dengan cara ini otomatis akan berpengaruh pula terhadap besaran organisasi.

Saudar.a-saudara,

Dalam pengarahan Presiden tahun lalu juga dipesankan untuk membangun birokrasi yang ramah, efektif, lugas, dan hampir tanpa kompromi. Tidak itu saja, Presiden juga meminta agar aparatur menampilkan citra kualitas dan produk pegawai sebagai aparatur negara dengan wajah birokrasi yang efektif, citra pemerintahan yang kuat dan bersih. Untuk itu Kementerian PAN telah melakukan berbagai upaya untuk peningkatan pelayanan publik yang prima. Usaha ini dilakukan melalui sidak ke berbagai unit pelayanan umum, mengembangkan dan mengefektifkan Unit Pelayanan Terpadu, serta merespon keluhan masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung. Untuk meningkatkan pelayanan publik Kementerian PAN juga telah bekerjasama dengan Komisi Ombudsman Nasional, menyusun Aka! Pelayanan Publik, mengembangkan unit pemantau pelayanan publik, melakukan inventarisasi dan pemetaan fungsi-fungsi pelayanan publik serta menetapkan kebijakan tentang Pedoman Korporatisasi Unit-unit Pelayanan Publik. Upaya lain yang dilakukan adalah mengeluarkan Pedoman Pengembangan Budaya Kerja dan telah pula di sosialisasikan di beberapa propinsi dan ini akan kita lanjutkan ke seluruh instansi daerah. Tahun ini pengembangan budaya kerja akan menjadi bahan ajaran pada forum diklat-diklat di seluruh daerah. Juga kita Ieiah merintis kemitraan antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat menuju masyarakat Indonesia yang Bersih, Transparan dan Profesional (BTP).

Tahun lalu Presiden juga telah meminta untuk segera melakukan pencacahan terhadap jumlah dan kualifikasi pegawai. Untuk itu tahun ini Ieiah tersedia anggaran untuk memulai pendataan PNS dan ditargetkan untuk dapat diselesaikan secepatnya disamping itu juga sedang dikembangkan sistem informasi manajemen kepegawaian. Mengenai permintaan untuk meningkatkan profesionalisme dan produktivitas, telah dilakukan pembenahan pola rekrutmen, pola pengembangan karier, pola pendidikan dan latihan baik untuk struktural maupun teknis fungsional.

Pada RAKORPANNAS tahun lalu Presiden meminta untuk secepatnya menegakan kehormatan dan martabat birokrasi pemerintahan. Hal ini telah kita sikapi dengan meningkatkan pengawasan internal, koordinasi perencanaan pengawasan, penegakan disiplin, pemberian sanksi tegas dan nyata terhadap pelaku KKN, meningkatkan kesejahteraan pegawai, menegakkan budaya malu serta menjadikan atasan sebagai panutan dan berpola hidup sederhana.

Dalam usaha mencegah meluasnya praktek KKN, telah diintensifkan sosialisasi dan asistensi penerapan Sistem Akuntabilitas lnstansi Pemerintah baik di pusat maupun di daerah. Dalam tahun 2002, sebanyak 2.796 instansi telah menyampaikan LAKIP tahun 2001 dan telah dievaluasi 1.697 LAKIP oleh BPKP. lni

299

berarti adanya kemajuan yang signifikan bila dibandingkan dengan tahun 2001, dimana baru 7 instansi pemerintah yang menyampaikan LAKIP. Melalui serangkaian rapat-rapat koordinasi dengan BPKP, para lrjen, Bawasda Propinsi/Kabupaten/Kota, Kejaksaan Agung dan Polri telah dilakukan langkah­langkah percepatan tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK dan BPKP. Menjawab harapan Presiden juga telah dilakukan intensifikasi penanganan pengaduan masyarakat melalui Tromol Pos 5000. Dalam tahun 2002 ini, telah ditangani 1.180 pengaduan masyarakat baik dari pusat maupun daerah.

Dalam kesempatan ini perlu saya tegaskan bahwa tuntutan terhadap perbaikan kinerja aparatur menjadi semakin tinggi. Semua usaha penataan birokrasi pemerintah di pusat dan daerah bertujuan untuk mempercepat upaya menjadikan aparatur negara lebih profesional dan lebih berdayaguna dalam mengaplikasikan kebijakan publik dan penyelenggaraan tugas-tugas pemerintahan dan pembangunan. Saya menyambut gembira bahwa semangat nasionalisme dan tekad seluruh peserta RAKORPANNAS untuk menindak lanjuti pelaksanaan reformasi birokrasi terutama rasionalisasi kelembagaan dan SDM aparatur disamping pembenahan masalah tatalaksana, pengawasan dan pelayanan publik. Semuanya kita lakukan dengan tujuan untuk memberikan akuntabilitas kinerja kepada publik. -

Tidak kalah pentingnya kita juga harus mencermati dan melaksanakan pengarahan Presiden yang disampaikan pada pembukaan Rakorpannas tahun 2003 ini yang antara lain disampaikan agar penataan tidak berputar-putar pada permasalahan yang sama, tidak mempersempit ruang gerak dan mengkotak­kotakan birokrasi pemerintahan. Dalam kesempatan itu Presiden juga kembali meminta kita untuk melakukan evaluasi organisasi, tata kerja, sistem pembinaan karier dan penyempurnaan sistem penggajian. Presiden juga mengingatkan kita kembali untuk membangun kultur birokrasi sebagaimana yang diamanatkan dalam TAP MPR Nomor VI dan Nomor II tahun 2002 tentang percepatan pemberantasan KKN dan pemulihan ekonomi. Presiden juga meminta kita untuk memperhatikan masalah kualifikasi SDM, diklat, masalah efisiensi dan efektivitas birokrasi. Presiden juga mengemukakan bahwa saat ini belum jelas bagaimana konsepsi mobilitas pegawai yang berwawasan kenegaraan. Salah satu tolok ukur keberhasilan Rakorpannas ini adalah bagaimana kita dapat menjawab berbagai persoalan yang disampaikan oleh Presiden. Melalui forum ini kita sepakat untuk bekerja lebih keras lagi sehingga kita dapat memenuhi harapan Presiden tersebut yang juga harapan kita bersama.

Saudara-saudara,

Penyelenggaraan Rapat Koordinasi ini juga mempunyai arti yang sangat penting, khususnya dalam upaya menegakkan kredibilitas Aparatur Negara sebagai pelayan masyarakat yang bertanggungjawab atas tugas-tugas umum pemerintahan

300

dan pembangunan, baik di pusat maupun di daerah. Peranan ini antara lain ditandai dengan perhatian lbu Presiden yang berkeinginan untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik dalam pengelolaan administrasi publik dan pelaksanaan akuntabilitas kinerja pemerintah sebagai perwujudan responsibilitas pemerintah terhadap tuntutan kebutuhan dan aspirasi masyarakat serta dinamika perubahan paradigma yang terjadi dalam penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan.

Saudara-saudara;

Saya menghargai hasil-hasil rumusan para peserta RAKORPANNAS yang Ieiah disepakati dalam Sidang Pleno. Mulai saat ini, Saudara-saudara semua tanpa kecuali, mempunyai kewajiban besar untuk mendukung dan menindaklanjuti dengan tanpa reserve, segala keputusan Rakor tersebut. Kenapa tanpa reserve? Karena semua itu kita lakukan untuk kepentingan bangsa dan negara. lni juga berarti untuk kita semua, baik generasi kini maupun untuk generasi mendatang sesudah kita. Tulang punggung tata kepemerintahan yang baik berada pada lingkup aparatur negara ini. Kita semuanya berharap nanti pada saatnya secara total di seluruh Indonesia, semua aparatur Ieiah berdisiplin tinggi, profesional serta menerapkan prinsip-prinsip manajemen SDM Kepegawaian yang benar. Dengan Ieiah diterapkannya sistem meritokrasi (pembinaan PNS didasarkan alas prestasi kerja), seluruh PNS akan bisa menikmati sistem remunerasi (take home pay) yang layak dan adil.

Untuk mencapai itu semua jelas memerlukan time frame yang jelas disertai dengan sikap dan kesadaran yang tinggi, agar reformasi birokrasi nasional itu berhasil sesuai rencana dengan mulus dan secepat-cepatnya. Titik berat atau core yang direformasi telah kita ketahui bersama yaitu rasionalisasi kelembagaan dan rasionalisasi kepagawaian nasional. Kita akan merasionalkan yang tidak rasional di kedua aspek tersebut.

Saudara-saudara,

Pesan saya setelah kembali bekerja di tempat tugas masing-masing, agar Saudara-Saudara mengimplementasikan dan mengoperasionalkan seluruh kesepakatan yang. telah kita capai di lingkungan kerja dan di daerah masing­masing. Penyesuaian dengan kondisi setempat masih dimungkinkan, namun tetap dihindari segala bentuk penyimpangan berdasarkan kepentingan apapun. Saya mengharapkan, pada akhir tahun 2003 telah dapat diselesaikan seluruh kajian tentang penataan kelembagaan dan SDM aparatur. Untuk itu, setiap instansi agar menyiapkan diri supaya tidak terjadi distorsi dalam pelaksanaan penataan tersebut. Setelah melalui berbagai proses dan pentahapan tersebut, diharapkan pada periode kabinet hasil pemilu tahun 2004, action plan yang kita siapkan telah dapat diterapkan secara utuh.

301

Sementara itu, kita tetap melakukan beberapa upaya antara, agar birokrasi yang ada telah dapat berjalan mengikuti prinsip-prinsip manajemen modern dengan birokrasi yang efisien, efektif, akuntabel dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat: dimana kelembagaan yang ada, sudah mampu mendukung pencapaian visi dan misi organisasi/instansi pemerintah. Walaupun dengan PNS yang belum semuanya profesional dan belum sesuai dengan kompetensi jabatan, tetapi dengan memiliki integritas yang tinggi akan terbentuk sistem akuntabilitas yang dapat diimplementasikan dan sistem pengawasan yang lebih menekankan pada fungsi pengendalian, dalam rangka mengefektifkan pencapaian sasaran organisasi serta mencegah terjadinya penyimpangan, terlaksananya sistem ketatalaksanaan yang optimal, dengan memaksimalkan pemanfaatan teknologi informasi serta lebih mengedepankan peran partisipasi masyarakat, sehingga tercapai peningkatan pelayanan yang prima. Kesemuanya itu tentu dapat kita lakukan tanpa harus menunggu tahun 2004 atau tahun 2005.

Dalam masa transisi pelaksanaan reformasi birokrasi dimaksud, hendaknya forum konsultasi antara daerah dengan pusat, antar daerah propinsi, antara kabupaten dan kota tetap dipelihara dan dikembangkan.

Pada kesempatan ini, perkenankanlah saya menyampaikan penghargaan serta terima kasih yang sebesar-besarnya kepada para peserta, atas segala kerjasai'na dalam penyelenggaraan Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional Tahun 2003. Terima kasih saya sampaikan juga kepada seluruh panitia dan semua pihak yang telah memberikan dukungan dan kerjasamanya sehingga Rapat Koordinasi ini dapat terselenggara dengan baik dan sukses.

Akhirnya dengan mengucapkan syukur Alhamdulillah, Rapat Koordinasi Pendayagunaan Aparatur Negara Tingkat Nasional Tahun 2003 secara resmi saya nyatakan ditutup.

Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih dan Maha Penyayang memberikan kekuatan kepada kita semua dan senantiasa menyertai setiap langkah pengabdian dan perjuangan kita.

Sekian dan terima kasih. Wasalammu'alaikum Wr.Wb.

302

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

ttd

Feisal Tamin

Lampiran

DAFTAR PESERTA RAKORPANNAS TAHUN 2003 HOTEL SAHID JAVA- JAKARTA

17 s/d 19 FEBRUARI2003

No INSTANSI JML YANG Dl UNDANG

1. Kementerian 3 Sesmenko, Biro Umum, Biro Koordinator Perencanaan.

2. Kementerian 10 Sesmeneg, Biro Umum, Biro Perencanaan.

3. Departemen 17 Sekretaris Jenderal, Biro Kepegawaian, Biro Ortala. lnspektur Jenderal + satu Stat

4. Lembaga Tinggi 5 Sekretaris Jenderal, Biro Negara: Umum/ Biro Perencanaan. MPR,DPR, MA, BPK, Ketua Komisi II DPR Rl DPA

5. Kejaksaan Agung 1 JAM Bidang Pembinaan + satu Stat JAM Bidang Pidana Khusus + satu Stat JAM Bidang Pengawasan +

satu Stat

6. Mabes TNI 1 KASUM TNI + satu Stat

7. Kepolisian Rl 1 Deputi SDM (DESUMDAMAN) POLRI +

satu Stat lnspektur Pengawasan UMUM (IRWASUM) POLRI + Satu Stat

8. Sekretariat Negara 1 Deputi bidang Administrasi, Biro Umum, Biro Kepegawaian.

9 LPND 26 Sekretaris Utama, Biro Umum/ Kepegawaian, Biro Perencanaan.

lnspektur Utama + satu Stat

/JiociR.AXORPANNAS 10011 hv OJ..Ol-1001 303

JML

9

30

85

15

1

6

2

4

3

130

No INSTANSI JML YANG Dl UNDANG JML

10. Pemda Propinsi 30 Sesda Propinsi, Badan 120 Pengawas Daerah, Badan Kepegawaian Daerah, Badan Diklat

11. Pemda Kabupaten/ 353 Sesda Kab/Kota 353 Kola

12. BKN Regional 9 Kepala Regional 9

13. Perwakilan LAN 2 Kepala Perwakilan 2

14. Perwakilan BPKP 26 Kepala Perwakilan 26

15. Lembaga Pemerintah 4 Sekretaris Komisi Ombudsman 4 Non Struktural: Sekjen KPKPN Komisi Ombudsman; Sekjen KPPU KPKPN; Sekjen Wantanas KPPU; Wantanas;

16. Lain-lain:

• LAN, BKN, 4 Para Eselon I dari LAN, BKN, 28 BPKP,ANRI BPKP, ANRI

• Bappenas 1 Deputi KaBAPPENAS Bidang 2 Polhankam, + Direktur Aparatur Negara

Deputi KaBAPPENAS bidang 2

Pendanaan Pembangunan + satu Stat

• Dep. Keuangan 1 Direktur Jenderal Anggaran + 2 satu Stat

• Badan Diklat 1 Kepala Badiklat Depdagri + 4 5 Depdagri Kapus Diklat Regional.

• Pejabat - 50 Kementerian PAN

> Jumlah Total: 888

Doc!RAXORPANNAS ]OOJI /l.Y_OJ..()].]OOJ

304

Lamoiran II

SUSUNAN PANITIA PENYELENGGARA RAKOR PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA

TINGKAT NASIONAL TAHUN 2003

Pembina

I. Panitia Pengarah

Ketua Wakil Ketua Sekretaris I

Sekretaris II

Anggota

II. Panitia Pelaksana

Ketua

Wakil Ketua I

Wakil Ketua II

Sekretaris I

Sekretaris II

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

Deputi Men. PAN Bidang Program PAN Deputi Men. PAN Bidang Kelembagaan Deputi Men. PAN Bidang SDM Aparatur

Stat Ahli Men.PAN Bidang Kebijakan Publik

1. Sekretaris Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara 2. Kepala Badan Kepegawaian Negara 3. Kepala Lembaga Administrasi Negara 4. Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 5. Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia; 6. Deputi Men. PAN Bidang Tala Laksana 7. Deputi Men. PAN Bidang Akuntabilitas Aparatur 8. Deputi Men. PAN Bidang Pelayanan Publik 9. Deputi Kepala Bappenas Bidang Politik Pertahanan dan

Keamanan.

Sekretaris Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Deputi Men.PAN Bidang Pelayanan Publik Stat Ahli Men.PAN Bidang Hubungan Antar Lembaga lr. Bresman A. Sitorus, MBA (Asdep 4/1)

Drs. Rusdan Sanusi (Karo Umum Set-Men.PAN)

A. Pimpinan Sidang Pleno

1. Sesi I Bidang Reformasi Kelembagaan dan SDM Aparatur

2. Sesi II Bidang Reformasi Ketatalaksanaan, Pelayanan Publik, Pengawasan dan Akuntabilitas

3. Sesi Ill Bidang Pelaksanaan Program PAN di Daerah Propinsi

305

Oman Sachroni (Sesmen.PAN)

Prof. DR. Maswadi Rauf (Deputi I Men.PAN)

Drs. Asmawi Rewansyah,M.Sc. (Stat Ahli Men.PAN)

4. Sesi IV Bidang Pelaksanaan Program PAN di

Jr. Gunawan Hadisusilo, M.M. (Stat Ahli Men. PAN)

Daerah Kabupaten/ Kola

B. Penanggung Jawab KomisVBidang MaterVNotulen/Perumus

Pimpinan Sidang Komisi I Reformasi Kelembagaan dan SDM Aparatur

Ketua/Pimpinan Sidang 1. Sunarno, S.H.,M.Sc. (Deputi II Men.PAN)

2. Jr. Sunarjo Sumadji (Oeputi Ill Men.PAN)

3. Prof. DR. Mustopadidjaya (Kepala LAN)

4. Drs. Hardijanto (Kepala BKN)

5. dr. Chasiati Gardjito, MA (Stat Ahli Men.PAN)

Sekretaris 1. Drs. Koeshardo K.S, M.Si. (Asdep 1/1) 2. DR. Darmakusuma, MSi. (Asdep 2/1)

Anggota 1. Endang Susilowati, S.H. (Asdep 2/11) 2. Harun AI Rashid, S.H. (Asdep 3111) 3. Kamaryan, S.H. (Asdep 11111) 4. Jr. Nuraida Mokhsen, M.A. (Asdep 5/111)

2 Pimpinan Sidang Komisi II Bidang Reformasi Ketatalaksanaan, Pelayanan Publik dan Akuntabiltas Aparatur

Ketua/Pimpinan Sidang :

1. Drs. Komaruddin, M.A., APU. 4. DR. Muklis Paeni (Deputi IV Men.PAN) ( Kepala ANRI)

2. Drs. Djoko Susilo, M.A. 5. Drs. Arie Soelendro, MA. (Deputi V Men.PAN) (Kepala BPKP)

3. Prapto Hadi, S.H., M.M. 6. P. B. Trenggono, S.H., M.M. (Deputi VI Men.PAN) (Stat Ahli Men.PAN)

Sekretaris 1. lr. Cerdas Kaban (Asdep 3/1) 2. Drs. Akhmadsyah Naina, M.Sc. (Asdep 5/1)

Anggota 1. Kuniyati, S.H., MPA (Asdep 4/IV) 2. lr. Himawan Adinegoro (Asdep 3/IV) 3. Ora. Dini Saraswati (Asdep 2/V) 4. Drs. Wiharto, MBA (Asdep 5/V) 5. Drs. Rusdianto, M.Sc. (Asdep 4/VI) 6. Tasdik Kinanto, S.H. (Asdep 5/VI)

306

3 Tim Perumus 1. DR. lr. Bima Haria Wibisana, MSIS (Direklur Aparalur Negara BAPPENAS)

2. Drs. Koeshardo K.S, M.Si. (Asdep 1/1) 3. DR. Darmakusuma, M.Si. (Asdep 2/1) 4. lr. Cerdas Kaban (Asdep 3/1) 5. Drs. Akhmadsyah Naina M.Sc. (Asdep 5/1) 6. Endang Susilowali, S.H. (Asdep 2/11) 7. Harun AI Rashid, S.H. (Asdep 3/11) 8. Kamaryan, S.H. (Asdep 1/111) 9. lr. Nuraida Mokhsen, M.A. (Asdep 5/111) 10. lr. Himawan Adinegoro (Asdep 3/IV) 11. Kuniyali, S.H., MPA (Asdep 4/IV) 12. Dra. Dini Saraswali (Asdep 2/V) 13. Drs. Wiharto, MBA (Asdep 5/V) 14. Drs. Rusdianlo, M.Sc. (Asdep 4/VI) 15. Tasdik Kinanlo, S.H. (Asdep 5/VI)

C. Penyaji Makalah (Nara Sumber)

1. Reformasi Kelembagaan dan SDM Aparalur

2. Reformasi Kelalalaksanaan, Pelayanan Publik, Pengawasan dan Akunlabililas Aparalur

1. Depuli Men.PAN Bidang Kelembagaan 2. Depuli Men.PAN Bidang SDM Aparalur 3. Kepala Lembada Adminislrasi Negara 4. Kepala Badan Kepegawaian Negara

1. Depuli Men.PAN Bidang Tala Laksana 2. Depuli Men.PAN Bidang Akunlabililas

Aparalur 3. Depuli Men.PAN Bidang Pelayanan

Publik 4. Kepala Arsip Nasional Republik Indonesia 5. Kepala Badan Pengawasan Keuangan

dan Pembangunan

3. Pelaksanaan Program Bidang PAN di Daerah Provinsi :

1. Sekda Provinsi Riau 2. Sekda Provinsi D. I. Yogyakarta 3. Sekda Provinsi Papua

4. Pelaksanaan Program Bidang PAN di Daerah Kabupalen/ Kola : 1. Sekda Kabupalen T egal 2. Sekda Kola Gorontalo 3. Sekda Kabupaten Belu

Ill. Panitia Teknis Penyelenggaraan

A. Ketua

Wakil Ketua

Sekretaris

lr. Herry Yana Sutisna, M.Si

lr. Hastori MAFIS

Drs. Nurman Jatar

307

B. Seksi Persidangan

Ketua Sekretaris

Anggota

Dwiyoga P. Soediarto, SE, MBA lr. Sri Hartini, MM

1. Drs. Amirsyah Thalib 6. lr. Hendrumal Panjaitan, MA 2. Drs. lrawan, MM 7. Drs. Ambar Sartono 3. lr. Kristiono, MSi 8. Widaryati Hestiarsih, S.Kom 4. Drs. H. Nurdipin Yunus 5. Drs. Adi Kresno, MA

9. Drs. Eko Widjanarko, MMA 10. Agus Listyanto, SH

C. Seksi Akomodasi/Konsumsi/ Perlengkapan dan Transportasi

Ketua Drs. Adang Tafsirdjaedi. MM

Anggota 1. Fahrul Rizal 5. Johni. P 2. lr. Yoke Ludianto 3. Nurrakhman Syamsuddin

6. 7. 8.

Kartiwa Rohman Sutrisno 4. Darmawan

D. Seksi Humas dan Protokol

Ketua Drs. Akhmadsyah Naina, MSc

Anggota 1. Drs. Bambang Anom 5. Agus Febrianto 2. Sri Suharto, SH 6. Untung Suwelo 3. Drs. F.X. lndratno 7. Edi Nugroho 4. Drs. Wiratno Budi Santoso

E. Seksi Kesekretariatan dan Penggandaan

.Ketua

Anggota 1. Sidik Wiyoto, SH 2. Drs. Sarodji 3. Drs. Aba Subagja 4. Dasrul Rasyid 5. Tri Susilo, S.Sos 6. S. Susilo Saputra

Drs. lkin Sadikin

8. Suyono 9. Surachman 10. Gunawan 11. Wardoyo 12. Edy Alianto 13. Aris Fajari TN

7. Tri Muji Santoso, S.Sos 14. Tunadi

F. Seksi Kesehatan

1. dr. Hj. Zarliani 2. Mulyanah 3. Andri Marlinda

308

15. M. Dede K, SH 16. Herry Setyo DJ 17. Amsori 18. Sri Utami 19. Sarno

w 0 co

No

1.

JADWAL RAPAT KOORDINASI PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA TINGKAT NASIONAL (RAKORPANNAS) TAHUN 2003

Dl HOTEL SAHID JAVA, JAKARTA 17 SID 19 PEBRUARI2003

It' 't __ ,," li;a'~b'f'~-

Hariltanggal WAKTU ACARA "d ~ . ;,1 #lPENYAJ I MODERATOR KETERANGAN ,, "' "'"

' '~ C~Jl tiZ

SEN IN 08.00-09.00 Registrasi Peserta Panitia I Protokol Di Hotel Sahid Jaya

17-02-2003 09.00 - 10.00 Peserta Pembukaan berangkat ke Panitia I Protokol Berangkat dari Hotel lstana Negara Sahid Jaya

10.00 -10.15 Laporan Menteri PAN tentang MC I Protokol Di lstana Negara Penyelenggaraan RAKORPANNAS

10.15-10.45 Pembukaan RAKORPANNAS oleh Presiden R I

10.45-10.00 R e hat

11 .00- 12.00 Peserta Pembukaan kembali ke Hotel Hotel Sahid Jaya

12.00 -13.00 Pengarahan Menteri PAN dan tanya Menteri PAN Ketua Panitia jawab

13.00 - 14.00 I soma Panitia

14.00 -15.00 Pengarahan Menteri Dalam Negeri dan Menteri Dalam Men.PAN Didampingi Para Deputi

tanyajawab Negeri & Pimpinan LPND Paguyuban

15.05 - 16.05 Pengarahan Menteri Perencanaan Menteri PPNI Ka. Men.PAN '[>dampingi Para Deputi I Pembangunan Nasionall Ka Bappenas BAPPENAS & Pimpinan LPND

dan tanya jawab Paguyuban

~ 3

"C

~j" ::I

w -0

No

2.

Harillanggal

SELASA

18-02-2003

WAKTU _,_

16.05-16.35

16.35-17.35

17.40-18.10

18.10-20.00 20.00-21.15

21 .20- 22.00

08.00 -10.00

10.00 -10.30

' ~ .. ACARA ~ ;:-. . J' t,". > 'L '

R e h at

Pengarahan Menteri Keuangan dan Tanyajawab

Pengarahan Menteri Pemberdayaan Perempuan serta Tanya jawab

lso m a Ceramah: Pemberantasan KKN Melalui Penegakan Hukum Yang Tegas Dan Konsisten dan tanya iawab Penyelarasan Program PAN

Pleno Penyajian Materi Reformasi Kelembagaan dan SDM Aparatur serta tanyajawab

R e h at

PENYAJI MODERATOR KETERANGAN

Panitia

Menteri Keuangan Men.PAN Didampingi Para Deputi & Pimpinan LPND Paguyuban

Menteri ' Men.PAN Didampingi Para Deputi Pemberdayaan & Pimpinan LPND Perempuan Paguyuban

Panitia Prof. DR. Loebby Men.PAN Didampingi Para Deputi Luqman & Pimpinan LPND

Paguyuban Deputi I Men.PAN Stat Ahli Mem.PAN

Bidang Kebijakan Publik

(Drs. Edy Topo Ashari, M.Sil_

1. Deputi II Sekretaris Men.PAN Men .PAN

2. Deputi Ill (Drs. H. Oman Men.PAN Sachroni, MSi)

3. Kepala LAN 4. Kepala BKN

Panitia

w --

No ..

Hariltanggal

SELASA 18-02-2003

'WAKTU

10.30-12.30

12.30 - 13.30 13.30 - 15.30

15.30 - 16.00 16.00 -18.00

> ACARA

.., ; ~·

Plene Penyajian Materi Reformasi Ketatalaksanaan, Pelayanan Publik dan Pengawasan & Akuntabilitas Aparatur serta tanya jawab

I soma Plene Penyajian Materi Pelaksanaan

PAN di Daerah Provinsi dan tanya jawab

R e h at Plene Penyajian Materi Pelaksanaan PAN di Daerah Kabupaten/Kota dan tanyajawab

---

PENYAJI MODERATOR KETERANGAN

1. Deputi IV Deputi I Men.PAN Men.PAN (Prof. DR.

2. Deputi V Maswadi Rauij Men.PAN

3. Deputi VI Men.PAN

4. Kepala ANRI 5. Kepala BPKP

Panitia

1. Sekda Prov. Stat Ahli Men.PAN

Riau Bidang Otonomi

2. Sekda Prov. Daerah

Papua (Drs. Asmawi Rewansyah,

3. Sekda Prov. M.Sc) D. I. Yogyakarta

Pan ilia 1. Sekda Kab.Belu Stat Ahli Men.PAN 2 Sekda Kab Bidang Hubungan

Tegal Antar Lembaga 3. Sekda Kola (Jr. Gunawan Hadi

Gorontalo Susilo. MM) J

t.N -N

:

3

Hari/tanggal

RABU 19.()2-2003

WAKTU

18.00-20.00 20.00 - S.d. -

selesai

08.30 - 09.30

09.30 -10.00 10.00 - 11.00

11 .05 - 12.05

ACARA ' ' .: - ._,l rt;G

Is om a 1. Sidang Komisi I

Bidang Reformasi Kelembagaan -dan SDM Aparatur

2. Sidang Komisi II Bidang Reformasi Ketatalaksanaan, Pelayanan Publik dan Pengawasan & Akuntabilitas Aparatur

Lanjutan Sidang Komisi I dan II

R e h at Perumusan Hasil Sidang Komisi I dan II

Pleno Laporan Hasil Perumusan Komisi I

PENYAJI MODERATOR . KETERANGAN

Panitia Deputi II, Ill , Ruang I Kepala LAN dan Kepala BKN sebagai Pimpinan Sidang Ruang II

Deputi IV, V,VI, Kepala ANRI dan Kepala BPKP sebagai Pimpinan Sidang

Lanjutan Sda Ruangan tetap (Sda)

Pan ilia Tim Komisi: I, II Penanggungjawab

sesuaidengan Lampiran I Keputusan Menteri PAN

Komisi I dr. Chasiati '

Gardjito, MA. (Stat Ahli

Men.PAN)

w .j.

w

Hariltanggal WAKTU

12.05 -13.00 13.00-14.00

14.00-14.30 14.30 -15.30

15.35 -16.05

16.10 -16.55

a ACARA - . . .. I soma

Pleno Laporan Hasil Perumusan Komisi II

R e h at Perumusan Hasil RAKORPANNAS Tahun 2003

Pembacaan Hasil RAKORPANNAS Tahun 2003

Penutupan RAKORPANNAS Tahun 2003 dan pesan-pesan Bapak Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara

PENYAJI MODERATOR KETERANGAN

Pan ilia Komisill P. B. Trenggono,

SH, MM. (Stat Ahli Men.PAN)

Pan ilia Tim Perumus

Deputi I Men.PAN Sekretaris Disaksikan Menteri (Prof. DR. Men.PAN PAN

Maswadi Raun (Drs. H. Oman Sachroni, MSi)

Menteri PAN Didampingi Ketua Panitia Pengarah dan Ketua Panitia Penyelenggara

Lampiran IV

TATA TERTIB PENYELENGGARAAN

A. Tata Tertib Persidangan

1. Peserta diwajibkan hadir 15 (lima belas) menit sebelum acara persidangan dimulai dan mengambil tempaUposisi yang telah ditentukan oleh Panitia.

2. Peserta dan Panitia diwajibkan memakai tanda pengenal yang telah disediakan oleh Panitia.

3. Peserta diwajibkan mengikutl semua acara persidangan. 4. Peserta diwajibkan untuk mengisi Daftar Hadir yang telah disediakan

oleh Panitia. 5. Pakaian: Dinas Harian, kecuali ditentukan lain oleh Panitia.

B. Oistribusi Naskah

1 . Naskah/ bahan untuk Peserta hanya diberikan melalui Panitia. 2. Pembagian naskah/ bah an pad a waktu persidangan berlangsung

dilaksanakan setelah ada petunjuk Pimpinan Rapat.

C. Perjalanan dan Akomodasi

1. Biaya Perjalanan pulang pergi dan akomodasi penginapan selama RAKORPANNAS Tahun 2003 bagi Peserta, ditanggung oleh peserta masing-masing.

2. Biaya penyelenggaraan sidang (Pieno dan Komisi) dari tanggal 17 Pebruari 2003 sampai dengan tanggal 19 Pebruari 2003, ditanggung oleh Panitia, diluar itu sepenuhnya menjadi tanggung jawab masing-masing Peserta yang bersangkutan.

3. Setiap Peserta yang mempergunakan/memakai fasilitas telepon (lokal/interlokal/ internasional), pencucian pakaian, pesanan makan dan minuman, diluar yang telah disediakan oleh Panitia serta fasilitas lain di tempat penginapannya, pembiayaannya tidak menjadi tanggung jawab Panitia.

4. Penyelesaian biaya akomodasi/ penginapan diselesaikan langsung dengan pihak hotel/ penginapan.

314

D. Keamanan

1. Yang dapat masuk dalam ruangan sidang hanya Peserta, Panitia dan Undangan lainnya, dengan menunjukan identitas yang ditetapkan Panitia.

·2. Peserta dan anggota panitia yang tidak menggunakan tanda pengenal sebelum masuk Ruangan Sidang agar terlebih dahulu melapor kepada Panitia.

E. Kesehatan

Panitia menyediakan Tim Kesehatan selama penyelenggaraan.

F. Sekretariat

1. Sekretariat Panitia Penyelenggara bertempat di Kementerian Pendayagunaan. Aparatur Negara, Jl. Jenderal Sudirman Kav. 69 Jakarta, Telepon (021) 739 8342, (021) 739 8381-89, Fax (021) 525 2720, (021) 739 8323.

2. Satu hari sebelum dan selama penyelenggaraan RAKORPANNAS Tahun 2003, para Peserta yang berkepentingan dapat menghubungi Sekretariat Panitia (Ruang Penataran II) Hotel Sahid Jaya Jakarta.

G. Lain-lain

1. Semua pihak yang berkepentingan untuk memperoleh keterangan atau informasi mengenai penyelenggaraan RAKORPANNAS Tahun 2003 dapat menghubungi Panitia- u.p. Seksi Humas dan Protokol.

2. Hal-hal lain yang belum diatur dalam tata tertib ini akan diatur kemudian oleh Panitia.

Jakarta, Pebruari 2003

315

Lampiran V

PEMBAGIAN PESERTA DALAM KOMISI

KOMISII KOMISIII BIDANG KELEMBAGAAN DAN

SDM APARATUR BIDANG KETATALAKSANAAN,

PELA YANAN PUB UK DAN AKUNTABILITAS APARATUR

~--~-~- -~----- ~ ----- ---

_ _ KEMENTERIAN KOORD~~A TOR -

POLITIK SOSIAL DAN KEAMANAN 1. Sekretaris Menteri Koordinator 1. Karo Umum 2. Karo Perencanaan

PEREKONOMIAN 3. Sekretaris Menteri Koordinator 2: Kelapa Biro Umum

KESEJAHTERAAN RAKY AT 4. Sekretaris Menteri Koordinator 3. Karo Umum 5. Karo Perencanaan

- ~ - - - - - -- - --~

c---~--- KEMENTERIAN DEPARTEMEN -- --- - - - - -- - - -- -

DEPARTEMEN DALAM NEGERI 6. Sekretaris Jenderal 4. lnspektur Jenderal 7. Karo Kepegawaian 5. Karo Organisasi 8. KaDiklat Regional Bukittinggi 6. KaDiklat Dep. Dalam Negeri 9. Kadiklat Regional Bandung 7. KaDiklat Regional Yogyakarta

8. KaDiklat Regional Makassar

DEPARTEMEN LUAR NEGERI 10. Sekretaris Jenderal 9. lnspektur Jenderal 11. Karo Kepegawaian 10. Karo Hukum & Organisasi

DEPARTEMEN. PERTAHANAN 12. Sekretaris Jenderal 11. lnspektur Jenderal 13. Karo Kepegawaian 12. Karo Hukum & Organisasi

DEPARTEMEN KEHAKIMAN DAN HAM 14. Sekretaris Jenderal 13. lnspektur Jenderal 15. K~ro Kepegawaian 14. Karo Perencanaan

DEPARTEMEN KEUANGAN 16. Sekretaris Jenderal 15. lnspektur Jenderal 17. Karo Kepegawaian 16. Karo Organisasi & Tatalaksana

316

I

KOMISII KOMISIII

DEPARTEMEN SUMBER DAYA MINERAL 18. Sekretaris Jenderal 17. lnspektur Jenderal 19. Karo Kepegawaian 18. Karo Organisasi/ Perencanaan

DEPARTEMEN PERINDUSTRIAN DAN PERDAGANGAN 20. Sekretaris Jenderal 19. lnspektur Jenderal 21. Karo Kepegawaian 20. Karo Hukum & Organisasi

DEPARTEMEN PERTANIAN 22. Sekretaris Jenderal 21. lnspektur Jenderal 23. Karo Kepegawaian 22. Karo Organisasi

DEPARTEMEN KEHUTANAN 24. Sekretaris Jenderal 23. lnspektur Jenderal 25. Karo Kepegawaian 24. Karo Hukum & Organisasi

DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN 26. Sekretaris Jenderal 25. lnspektur Jenderal 27. Karo Kepegawaian 26. Karo Hukum & Organisasi

,. DEPARTEMEN PERHUBUNGAN 28. Sekretaris Jenderal 27. lnspektur Jenderal 29. Karo Kepegawaian 28. Karo Hukum & Organisasi

DEPARTEMEN PERMUKIMAN DAN PRASARANA WILAYAH 30. Sekretaris Jenderal 29. lnspektur Jenderal ;

31. Karo Kepeg & brganisasi

DEPARTEMEN KESEHATAN 32. Sekretaris Jenderal 30. lnspektur Jenderal 33: Karo Kepegawaian 31. Karo Organisasi

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL 34. Sekretaris Jenderal 32. lnspektur Jenderal 35. Karo Kepegawaian 33. Karo Organisasi & Tatalaksana

DEPARTEMEN AGAMA 36. Sekretaris Jenderal 34. lnspektur Jenderal 37. Karo Kepegawaian 35. Karo Organisasi & Tatalaksana

DEPARTEMEN SOSIAL . 38. 'Sekretaris Jenderal 36. lnspektur Jenderal 39. Karo Kepegawaian 37. Karo Organisasi & Tatalaksana

317

KOMISII KOMISIII

DEPARTEMEN TENAGA KERJA 40. Sekretaris Jenderal 38. lnspektur Jenderal 41. Karo Kepegawaian

~- -- -- - - --

L __ - - ----- - KEi\1! NT! RIAN

KEMENTERIAN PENDAYAGUNAAN APARATUR NEGARA 42. Sekretaris Menteri 39. Deputi Bid. Program 43. Deputi Bid. Kelembagaan 40. Deputi Bid. Tata Laksana 44. Deputi Bid. SDM Aparatur 41. Deputi Bid. Akuntabilitas Aparatur 45. S:A Bid. Hub. Antar Lembaga 42. Deputi Bid. Pelayanan Publik 46. S.A Bid. OTODA 43. S.A Bidang Kebijakan Publik 47. S.A Bid. Bud. Ke~a Aparatur 44. S.A Bid. Hukum 48. Karo Umum 45. Karo Perencanaan 49. Asdep 1/1 46. Asdep 3/1

0 50. Asdep 211 47. Asdep 4/1 51. Asdep 1/11 48. Asdep 5/1

'52. Asdep 2111 49. Asdep 1/IV i 53. Asdep 3/11 50. Asdep 211V '54. Asdep4/ll 51. Asdep 3/IV :55. Asdep 5/11 52. Asdep4/IV !56. Asdep 11111 53. Asdep 5/IV 57. Asdep 21111 54. Asdep 1N

:sa. Asdep 3/111 55. Asdep 2/V 59. Asdep 41111 56. Asdep3N 60. Asdep 5/111 57. Asdep4N

58. Asdep 5N 59. Asdep 1NI 60. Asdep 2/VI 61. Asdep3NI 62. Asdep4NI 63. Asdep5NI

KEMENTERIAN PEMBERDAY AAN PEREMPUAN 61. Sekretaris Menteri 64. Karo Perencanaan 62. Karo Umum

KEMENTERIAN KOPERASI DAN UKM 63. Sekretaris Menteri 65. Karo Perencanaan 64. Karo Umum

318

KOMISII KOMISIII

KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI 65. Sekretaris Menteri 66. Karo Perencanaan 66. Karo Umum

KEMENTERIAN LINGKUNGAN HIDUP 67. Sekretaris Menteri 167. Karo Perencanaan 68. Karo Umum

KEMENTERIAN PERCEPATAN PEMBANGUNAN KTI 69. Sekretaris Menteri 68. Karo Perencanaan 70. Karo Umum

~EMENTERIAN KEBUDAYAAN DAN PARIWISATA 71. Sekretaris Menteri 69. Karo Perencanaan 72. Karo Umum

KEMENTERIAN PERENCANAAN PEMBANGUNAN NASIONAL 73. Sekretaris Menteri 7 4. Karo Umum

70. Karo Perencanaan

KEMENTERIAN BADAN USAHA MILIK NEGARA 75. Sekretaris Menteri 71. Karo Perencanaan 76. Karo Umum

KEMENTERIAN KOMUNIKASI DAN INFORMASI 77. Sekretaris Menteri 72. Karo Perencanaan 78. Karo Umum

~---- - - - - -- - -- -

l LEMBAGA TINGGI NEGARA , ----- - ---

MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT • Rl 79. Sekretaris Jenderal 73. Karo Biro Administrasi 80. Karo Umum

DEWAN PERWAKILAN RAKYAT • Rl 81. Sekretaris Jenderal 74. Karo Cana & Pengendalian 82. Karo Umum

DEWAN PERTIMBANGAN AGUNG 83. Sekretaris Jenderal 75. Karo Umum

319

KOMISII KOMISIII

MAHKAMAH AGUNG 84. Sekretaris Jenderal 76. Karo Perencanaan 85. Karo Umum

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN 86. Sekretaris Jenderal 77. Karo Umum

SEKRETARIAT NEGARA 87. Deputi Bid. Administrasi 78. Karo Umum 88. Karo Kepegawaian

KEJAKSAAN AGUNG 89. JAM Bid. Pembinaan 79. JAM Bid. Pidana Khusus

KEPOLISIAN Rl 90. Deputi Sumber Daya Manusia 80. lnspektur Pengawasan Umum

TENT ARA NASIONAL INDONESIA 91. Kepala Staf Umum TNI

-- - - - - - - - - - - - ------- - --- -----

1___ _ __ ~:mbaga_~~~~~rintah Non Departe~~~1- _ _ _ 1

LEMBAGA ADMINISTRASI NEGARA 92. Sekretaris Utama 93. Deputi Bid. Kajian Kinerja

Kelembagaan & SDM Aparatur 94. Deputi Bid. Diklat Aparatur

95. Deputi Bid. Diklat Sekolah Pimpinan Adm Nasional

96. Kapusdiklat Sespanas Bid. Kepemimpinan

97. Kapus. Kajian Diklat Aparatur I Jawa Barat.

98. Kepala Perwakilan LAN Sui­Sel.

99. Karo Umum

81. lnspektur Utama 82. Deputi Bid. Kajian Manajemen

Kebijakan dan Pelayanan 83. Deputi Bid. Litbang Adm.

Pembangunan dan Otomatisasi Adm. Negara

84. Karo Cana, Organisasi & Ke~asama

320

KOMJSJJ KOMISJ II

ARSIP NASIONAL REPUBLIK INDONESIA 99. Sekretaris Utama 85 .. lnspektur Utama 100. Deputi Bid. Pembinaan 86. Deputi Bid. Konservasi Kearsipan

·Kearsipan 101. Direktur Can a, Kepegawaian & 87. Deputi Bid. lnf. Sistem Kearsipan

Hukum

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 102. Sekretaris Utama 88. lnspektur Utama 103. Deputi Bid. Can a & Bang 89. Karo Perencanaan & Program

Kepeg. 104. Deputi Bid. Pembinaan

Kepegawaian 105. Deputi Bid. lnformasi

Kepegawaian

BADAN KEPEGAWAIAN NEGARA 106. Karo Umum 107. Kepala Kantor Reg. I

Yogyakarta 108. Kepala Kantor Reg. II

Surabaya 109. Kepala Kantor Reg. Ill

'Bandung 110. Kepala Kantor Reg. IV

Makasar 111. Kepala Kantor Reg. V Jakarta 112. Kepala Kantor Reg. VI Medan 113. Kepala Kantor Reg. VII

Palembang 114. Kepala Kantor Reg. VIII Banjar

Baru 115. Kepala Kantor Reg. IX

Jayapura

PERPUSTAKAAN NASIONAL 116. Sekretaris Utama 90. Karo Hukum & Perencanaan 117. Karo Umum

321

KOMISII KOMISIII

BAPPENAS 118. Sekretaris Utama 91. lnspektur Utama 119. Deputi Ka. BAPPENAS Bidang 92. Deputi Ka. BAPPENAS Bidang

Pendanaan Pembangunan Polhankam 120. Karo Umum 93. Karo Perencanaan 121. Direktur Aparatur Negara

BADAN PUSAT STATISTIK 122. Sekretaris Utama 94. Karo Bina Program 123. Karo Umum

BADAN STANDARDISASI NASIONAL 124. Sekretaris Utama 95. Karo Cana, Keuangan & TU 125. Karo Umum

BADAN PENGAWASAN TENAGA NUKLIR 126. Sekretaris Utama 96. Karo Perencanaan 127. Karo Umum

BADAN TENAGA ATOM NASIONAL 128. Sekretaris Utama 97. Karo Perencanaan 129. Karo Umum

BADAN INTELEJEN NEGARA 130. Sekretaris Utama 98. lnspektur Urama 131. Karo Umum 99. Karo Perencanaan

LEMBAGA SANDI NEGARA 132. Sekretaris Utama 100. Karo Perencanaan 133. Karo Umum

BADAN URUSAN LOGISTIK 134. Sekretaris Utama 101. I nspektur Urama 135. KaroTUM 102. Karo Perencanaan

BADAN KOORDINASI KELUARGA BERENCANA NASIONAL 136. Sekretaris Utama 103. lnspektur Urama 137. Karo T ata Usaha 104. Karo Keuangan & Perencanaan

LEMBAGA ANTARIKSA DAN PENERBANGAN NASIONAL 138. Sekretaris Utama 105. Karo Perencanaan & Organisasi 139. Karo Umum

322

KOMISII KOMISIII

BADAN KOORDINASI SURVEY & PEMET AAN NASIONAL 140. Sekretaris Utama 106. lnspektur Utama 141. Karo Perencanaan & Umum

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN DAN PEMBANGUNAN 142. Sekretaris Utama 107. Deputi Wasinpem. Bid. Akuntabilita 143. Deputi Wasinpem. Bid. 108. Deputi Wasinpem. Bid. Polsoskam

Perekonomian 144. Deputi Wasinpem. Bid. 109. Deputi Bid. lnvestigasi

Penyelenggara Keuangan Daerah

145. Deputi Bid. Akuntan Negara 110. Kepala Perwakilan Jakarta II 146. Karo Perencanaan 111. Kepala Perwakilan Bengkulu

Pengawasan 147. Kepala Perwakilan Jakarta I 112. Kepala Perwakilan Lampung 148. ,Kepala Per.wakilan NAD 113. Kepala Perwakilan Sumbar 149. Kepala Perwakilan Sumut 114. Kepala Perwakilan 01. Yogyakarta 150. Kepala Perwakilan Jambi 115. Kepala Perwakilan Jatim 151. Kepala Perwakilan Riau 116. Kepala Perwakilan NTI 152. Kepala Perwakilan Sumsel 117. Kepala Perwakilan Kalsel 153. Kepala Perwakilan Jabar 118. Kepala Perwakilan KaiBar 154. Kepala Perwakilan Jateng 119. Kepala Perwakilan Bali 155. Kepala Perwakilan Kaltim 120. Kepala Perwakilan Sulut 156. Kepala Perwakilan Sulsel 121. Kepala Perwakilan Sultera 157. Kepala Perwakilan Sulteng 122. Kepala Perwakilan Maluku 158. Kepala Perwakilan Irian Jaya

LEMBAGA ILMU PENGETAHUAN INDONESIA 159. Karo Umum & Perlengkapan 123. Sekretaris Utama 160. Karo Perencanaan & Keuangan

BADAN PENELITIAN DAN PENGKAJIAN TEKNOLOGI 161. Sekretaris Utama 124. Karo Perencanaan 162. Karo Umum

BADAN PERT ANAHAN NASIONAL 163. Sekretaris Utama 125. lnspektur Urama 164. Karo Umum 126. Karo Perencanaan

BADAN PENGAWASAN OBAT DAN MAKANAN 165. Sekretaris Utama 127. Karo Perencanaan 166. Karo Umum

323

KOMISII KOMISIII

LEMBAGA INFORMASI NASIONAL 167. Sekretaris Utama 128. lnspektur Urama 168. Karo Umum 129. Karo Perencanaan

LEMBAGA PERT AHANAN NASIONAL 169. Sekretaris Utama 130. lnspektur Urama 170. Karo Umum 131. Karo Perencanaan

BADAN PENGEMBANGAN KEBUDAYAAN & PARIWISATA 171. Sekretaris Utama 132. lnspektur Urama 172. KaroUmum 133. Karo Perencanaan

BADAN KOORDINASI PENANAMAN MODAL 173. Sekretaris Utama 134. lnspektur Urama 174. Karo Umum 135. Karo Perencanaan

BADAN KARANTINA NEGARA 175. Sekretaris Utama 136. lnspektur Urama 176. Karo Umum 137. Karo Perencanaan

BPS - KPKM BANGKOP & PKM) 177. Sekretaris Utama 138. lnspektur Urama 178. Karo Umum 139. Karo Perencanaan

BAPEDAL 179. Sekretaris Utama 140. lnspektur Urama 180. Karo Umum 141. Karo Perencanaan ~---- ---- --- --- - - - - -- -- -- ---- ------

I Lembaga Pemerintah Non Struktural I - - - - - - - - - -- ---- -- --

KOMISI OMBUDSMAN 181. Sekretaris I I

KOMISI PEMERIKSA KEKAYAAN PEJABAT NEGARA 182. Sekretaris Jenderal I

KOMISI PENGAWASAN PERSAINGAN USAHA 183. Sekretaris Jenderal I

DEWAN KETAHANAN NASIONAL 184. Sekretaris Jenderal I

BADAN NARKOTIKA NASIONAL 185. Sekretaris Utama 1142. Karo Perencanaan 186. Karo Umum

324

- -- - ------- ------ ------ ----~

PEMERINTMI DAERAH PROVINSI. KABUPATEN DAN KOTA I

- - -- - - --- -

NANGROE ACEH DARUSALLAM 187. Sekretaris Daerah Provinsi 143. Ketua BAWASDA Provinsi 188. Kepala BKD Provinsi 144. Sekretaris Daerah Kota Banda Aceh 189. Kepala Badan Diklat Provinsi 145. Sekretaris Daerah Kab. Aceh Besar 190. Sekretaris Daerah Kota 146. Sekretaris Daerah Kab. Aceh Tengah

Lhokseumawe 147. Sekretaris Daerah Kab. Aceh Timur 191. Sekretaris Daerah Kab. Pidie 148. Sekretaris Daerah Kab. Aceh Singkil 192. Sekretaris Daerah Kab. Bireuen 149. Sekretaris Daerah Kota Langsa 193 .. Sekretaris · Daerah Kab. Aceh 150. Sekretaris Daerah Kab. Simeulue

Barat 194. Sekretaris Daerah Kab. Aceh

Selatan 195. Sekretaris Daerah Kab. Aceh

Tenggara SUMATERA UTARA

196. Sekretaris Daerah Provinsi 151. Ketua BAWASDA Provinsi 197. Kepala BKD Provinsi 152. Sekretaris Daerah Kota Tanjung Balai 198. Kepala Badan Diklat Provinsi 153. Sekretaris Daerah Kota Binjai il 199. Sekretaris Daerah Kota Medan 154. Sekretaris Daerah Kota Padang I

200. Sekretaris Daerah Kota Tebing Sidempuan Tinggi 155. Sekretaris Daerah Kab. Simalungun

201. Sekretaris Daerah Kota Sibolga 156. Sekretaris Daerah Kab. Langkat 202. Sekretaris Daerah Kota P. 157. Sekretaris Daerah Kab. Deli Serdang

Siantar 158. Sekretaris Daerah Kab. Tapanuli 203. Sekretaris Daerah Kab. Toba Utara

Samosir 159. Sekretaris Daerah Kab. Dairi 204. Sekretaris Daerah Kab. Karo 160. Sekretaris Daerah Kab. Nias 205. ·Sekretaris Daerah Kab. Labuan 161. Sekretaris Daerah Kab. Tapanuli j

Batu Tengah 1

206. Sekretaris Daerah Kab. Asahan 162. Sekretaris Daerah Kab. Tapanuli ' 207. Sekretaris Daerah Mandailing Selatan

Natal

325

KOMISII KOMISI II

RIAU 208. Sekda Propinsi 163. Kepala BAWASDA Propinsi 209. Kepala BKD Propinsi 164. Sekda Kota Pekan Baru 210. Kepala Badan Diklat Propinsi 165. Sekda Kota Tanjung Pinang 211. Sekda Kab Siak 166. Sekda Kab Kampar 212. Sekda Kab Karimun 167. Sekda Kab lndragiri Hulu 213. Sekda Kab Natuna 168. Sekda Kab lndragiri Hilir 214. Sekda Kab Pelalawan 169. Sekda Kab Kepulauan Riau 215. Sekda Kab Kuantan Singingi 170. Sekda Kota Batam 216. Sekda Kota Dumai 171. Sekda Kab Rokan Hulu 217. Sekda Kab Bengkalis 172. Sekda Kab Rokan Hilir

SUMATERA BARAT 218. Sekda Propinsi 17·3. Kepala BAWASDA Propinsi 219. Kepala BKD Propinsi 174. Sekda Kab Pasaman 220. Kepala Badan Diklat Propinsi 175. Sekda Kab Tanah Datar 221. Sekda Kota Bukittinggi 176. Sekda Kab Sawahlunto/ Sijunjung 222. Sekda Kota Sawalunto 177. Sekda Kab Pesisir Selatan 223. Sekda Kota Padang Panjang 178. Sekda Kab Agam 224. Sekda Kota Payakumbuh 179. Sekda Kab Padang Pariaman 225. Sekda Kab Limapuluh Kota 180. Sekda Kota Padang 226. Sekda Kab Solok 181. Sekda Kota Solok 227. Sekda Kab Pasaman

BENGKULU 228. Sekda Propinsi 182. Kepala BAWASDA Propinsi 229. Kepala BKD Propinsi 183. Sekda Kota Bengkulu 230. Kepala Badan Diklat Propinsi 184. Sekda Kab Rejang Lebong 231. Sekda Kab Bengkulu Utara 185. Sekda Kab Bengkulu Selatan

JAMB I 232. Sekda Propinsi 186. Kepala BAWASDA Propinsi 233. Kepala BKD Propinsi 187. Sekda Kota Jambi 234. Kepala Badan Diklat Propinsi 188. Sekda Kab Muaro Jambi 235. Sekda Kab Batang Hari 189. Sekda Kab Tebo 236. Sekda Kab Sarolangun 190. Sekda Kab Meerangin 237. Sekda Kab Tanjung Jabung 191. Sekda Kab Bungo Tebo

Barat 192. Sekda kab Kerinci 238. Sekda Kab Tanjung Jabung

Ti'mur

326

KOMISII KOMISIII

SUMATERA SELATAN 239. Sekda Propinsi 193. Kepala BAWASDA Propinsi 240. Kepala BKD Propinsi 194. Sekda Kota Palembang 241. Kepala Badan Diklat Propinsi 195. Sekda Kab Ogan Komering llir 242. Sekda Kab Lahat 196. Sekda Kab Ogan Komereing Ulu 243. Sekda Kab Musi Rawas 197. Sekda Kab Musi Banyuasin 244. Sekda Kota Lubuk Linggau 198. Sekda Kab Muara Enim 245. Sekda Kota Pagar Alam 199. Sekda Kota Baturaja 246. Sekda Kota Prabumulih

BANGKA BELITUNG 247. Sekda Propinsi 200. Kepala BAWASDA Propinsi 248. Kepala BKD Propinsi 201. Sekda Kab Bangka 249. Kepala Badan Diklat Propinsi 202. Sekda Kota Pangkal Pinang 250. Sekda Kab Belitung

LAMPUNG 251. Sekda Propinsi 203. Kepala BAWASDA Propinsi 252. Kepala BKD Propinsi 204. Sekda Kota Bandar Lampung 253. ·Kepala Badan Diklat Propinsi 205. Sekda Kab Lampung Selatan

1 254. Sekda Kab Lampung Timur 206. Sekda Kab Lampung Barat 255. Sekda Kota Metro 207. Sekda Kab Tulang Bawang 256. Sekda Kab Lampung Tengah 208. Sekda Kab Way Kanan 257. Sekda KabTanggamus 209. Sekda Kab Lampung Utara

DKIJAKARTA 258. Sekda Propinsi 210. Kepala BAWASDA Propinsi 259. Kepala BKD Propinsi 211. Sekda Kota Jakarta Pusat 260. Kepala Badan Diklat Propinsi 212. Sekda Kota Jakarta Utara 261. Sekda Kota Jakarta Barat 213. Sekda Kota Jakarta Selatan 262. Sekda Kota Jakarta Timur

BANTEN 263. Sekda Propinsi 214. Kepala BAWASDA Propinsi 264. Kepala BKD Propinsi 215. Sekda Kab Serang 265. Kepala Badan Diklat Propinsi 216. Sekda Kab Lebak 266. Sekda Kab Tangerang 217. Sekda Kab Pandeglang 267. Sekda Kota Tangerang 218. Sekda Kota Cilegon

327

KOMISII KOMISI II

JAWABARAT 268. Sekda Propinsi 219. Kepala BAWASDA Propinsi 269. Kepala BKD Propinsi · 220. Sekda Kab Garut 270. Kepala Badan Diklat Propinsi 221. Sekda Kab Bandung 271. Sekda Kab Bogor 222. Sekda Kab Tasikmalaya 272. Sekda Kab Cianjur 223. Sekda Kota Bogor 273. Sekda Kab Sukabumi 224. Sekda Kota Depok 274. Sekda Kab lndramayu 225. Sekda Kab Cirebon 275. Sekda Kota Cirebon 226. Sekda Kab Kuningan 276. Sekda Kab Purwakarta 227. Sekda Kab Majalengka 277. Sekda Kab Subang 228. Sekda Kota Cimahi

~ 278. Sekda kab Karawang 229. Sekda Kota Tasikmalaya 279. Sekda Kota Sukabumi 230. Sekda Kab Sumedang 280. Sekda Kab Bekasi 231. Sekda Kab Ciamis

i

281. Sekda Kota Bekasi 232. Sekda Kota Bandung !I

JAWATENGAH ! 282. Sekda Propinsi 233. Kepala BAWASDA Propinsi

II 283. Kepala BKD Propinsi 234. Sekda Kota Pekalongan

~ 284. Kepala Badan Diklat Propinsi 235. Sekda Kota Magelang 285. Sekda Kota Tegal 236. Sekda Kota Surakarta 286. Sekda Kab Tegal 237. Sekda Kota Purwokerto !I 287. Sekda Kab Grobogan 238. Sekda Kota Klaten I 288. Sekda Kab Wonogiri 239. Sekda Kab Kendal I

289. Sekda Kab Banyumas 240. Sekda Kab Demak 290. Sekda Kab Sukoharjo 241. Sekda Kab Cilacap I

291. Sekda Kab Magelang 242. Sekda Kab Banjarnegara ,:

292. Sekda Kab Wonosobo 243. Sekda Kab Temanggung i

293. Sekda Kab Semarang 244. Sekda Kab Purworejo 294. Sekda Kab Jepara 245. Sekda Kab Kebumen 295. Sekda Kab Purbalingga 246. Sekda Kab Pati 296. Sekda Kab Satang 247. Sekda Kab Kudus 297. Sekda Kab Pemalang 248. Sekda Kab Blora 298. Sekda Kab Klaten 249. Sekda Kab Pekalongan 299. Sekda Kab Boyolali 250. Sekda Kab Brebes 300. Sekda Kab Rembang 251. Sekda Kab Sragen 301. Sekda Kota Semarang 252. Sekda Kab Karanganyar 302. Sekda Kota Salatiga 253. Sekda Kota Cilacap

328

KOMISII KOMISIII

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKART A 303. Sekda Propinsi 254. Kepala BAWASDA Propinsi 304. Kepala BKD Propinsi 255. Sekda Kab Kulon Progo 305. Kepala Badan Diklat Propinsi 256. Sekda Kab Gunung Kidul 306. Sekda Kota Yogyakarta 257. Sekda Kab Sleman 307. Sekda Kab Bantul

JAWATIMUR 308. Sekda Propinsi 258. Kepala BAWASDA Propinsi 309. Kepala BKD Propinsi 259. Sekda Kab Probolinggo 310. ·Kepala Badan Diklat Propinsi 260. Sekda Kab Lumajang 311. Sekda Kota Madiun 261. Sekda Kab Gresik 312. Sekda Kota Kediri 262. Sekda Kab Jombang 313. Sekda Kota Malang 263. Sekda Kab Sidoarjo 314. Sekda Kota Pasuruan 264. Sekda Kab Mojokerto 315. Sekda Kota Prebolonggo 265. Sekda Kab Pamekasan 316. Sekda Kota Surabaya 266. Sekda Kab Bangkalan 317. Sekda Kab Ngawi 267. Sekda Kab Sampang 318. Sekda Kab Tulungagung 268. Sekda Kab Sumenep 319. Sekda Kota Mojokerto 269. Sekda Kab Jember 320. Sekda Kab Pnorogo 270. Sekda Kab Situbondo 321. Sekda Kab Madiun 271. Sekda Kab Bondowoso 322. Sekda Kab Magetan 272. Sekda Kab Banyuwangi 323. Sekda Kab Pacitan 273. Sekda Kota Batu 324. Sekda Kab Bojonegoro 27 4. Sekda Kota Jember 325. Sekda Kab Lamongan 275. Sekda Kab Blitar 326. Sekda Kab Kediri 276. Sekda Kab Tuban 327. Sekda Kab Trenggalek 277. Sekda Kab Malang 328. Sekda Kab Blitar 278. Sekda Kab Pasuruan 329. ·Sekda Kab Nganjuk

BALl 330. Sekda Propinsi 279. Kepala BAWASDA Propinsi 331. Kepala BKD Propinsi 280. Sekda Kab Bali

281. Sekda Kab Klungkung 282. Sekda Kab Karangasem

332. Kepala Badan Diklat Propinsi 333. Sekda Kab Tabanan 334. Sekda Kab Jembrana 283. Sekda Kota Denpasar 335. Sekda Kab Gianyar 284. Sekda Kota Badung 336. Sekda Kab Bangli 285. Sekda Kab Buleleng

329

KOMISII KOMISIII

KALIMANTAN BARAT 337. Sekda Propinsi 286. Kepala BAWASDA Propinsi 338. Kepala BKD Propinsi 287. Sekda Kota Pontianak 339. Kepala Badan Diklat Propinsi 288. Sekda Kab Pontianak 340. Sekda Kab. Sintang 289. Sekda Kab Sambas 341. Sekda Kab Kapuas Hulu 290. Sekda Kab Ketapang 342. Sekda Kab Landak 291. Sekda Kab Sanggau 343. Sekda Kab Bengkayang 292. Sekda Kota Singkawang

KALIMANTAN SELATAN 344. Sekda Propinsi 293. Kepala BAWASDA Propinsi 345. Kepala BKD Propinsi 294. Sekda Kota Banjarmasin 346. Kepala Badan Diklat Propinsi 295. Sekda Kab Banjar 347. Sekda Kab Hulu Sungai 296. Sekda Kab Barito Kuala

Tengah 297. Sekda Kab Hulu Sungai Utara 348. Sekda kab Tanah Laut 298. Sekda Kab Tapin 349. Sekda Kota Banjar Baru 299. Sekda Kab Tabalong 350. Sekda Kab Kotabaru 351. Sekda Kab Hulu Sungai

Selatan

KALIMANTAN TENGAH 352. Sekda Propinsi 300. Kepala BAWASDA Propinsi 353. Kepala BKD Propinsi 301. Sekda Kota Palangkaraya 354. Kepala Badan Diklat Propinsi 302. Sekda Kab Barito Selatan 355. Sekda Kab Kotawaringin Timur 303. Sekda Kab Kapuas 356. Sekda Kab Kotawaringin Barat 304. Sekda Kab Barito Utara

KALIIYIANT AN TIMUR 357. Sekda Propinsi 305. Kepala BAWASDA Propinsi 358. Kepala BKD Propinsi 306. Sekda Kota Tarakan 359. Kepala Badan Diklat Propinsi 307. Sekda Kab Nunukan 360. Sekda Kab Kutai 308. Sekda Kab Kutai Timur 361. Sekda Kab Bulongan 309. Sekda Kota Bontang 362. Sekda Kab Pasir 310. Sekda Kab Malinau 363. Sekda Kab Berau 31-1. Sekda Kab Kutai Barat 364. Sekda Kota Samarinda 312. Sekda Kota Balikpapan

330

KOMISII KOMISI II

SULAWESI UT ARA 365 .. Sekda Propinsi 313. Kepala BAWASDA Propinsi 366. Kepala BKD Propinsi 314. Sekda Kota Manado 367. Kepala Badan Diklat Propinsi 315. Sekda Kab Bitung 368. Sekda Kab Minahasa 316. Sekda Kab Kep. Talaud 369. Sekda Kab Bolang Mongondow 317. Sekda Kab Kep. Sangihe

SULAWESI TENGAH 370. Sekda Propinsi 318. Kepala BAWASDA Propinsi 371. Kepala BKD Propinsi 319. Sekda Kab Donggala 372. Kepala Badan Diklat Propinsi 320. Sekda Kab Buol 373. Sekda Kab Banggai Kepulauan 321. Sekda Kab Toli-toli 374. Sekda Kota Palu 322. Sekda Kab Poso 375. Sekda Kab Morowali 323. Sekda Kab Banggai 376. Sekda Kab Luwuk

SULAWESI SELATAN 377. Sekda Propinsi 324. Kepala BAWASDA Propinsi 378. Kepala BKD Propinsi 325. Sekda Kota Pare-Pare 379. Kepala Badan Diklat Propinsi 326. Sekda Kab Mamuju 380. Sekda Kab Soppeng 327. Sekda Kab Majene 381 .. Sekda Kota Paloopo 328. Sekda Kab Polewali Mamasa 382. Sekda Kab Maros 329. Sekda Kab Pinrang 383. Sekda Kag Takalar 330. Sekda Kab Gowa 384. Sekda Kab Jeneponto 331. Sekda Kab Tana Toraja 385. Sekda Kab Bantaeng 332. Sekda Kab Enrekang 386. Sekda Kab Sel11yar 333. Sekda Kab Sidenreng Rappang 387. Sekda Kab Bulukumba 334. Sekda Kab Barru 388. Sekda Kab Sinjai 335. Sekda Kab Pangkajene dan 389. Sekda Kab Bone Kepulauan 390. Sekda Kota Matampone 336. Sekda Kab Luwu Utara 391. Sekda Kab Luwu 337. Sekda Kota Makasar

338. Sekda Kab Wajo

SULAWESI TENGGARA 384. Sekda Propinsi 339. Kepala BAWASDA Propinsi 385. Kepala BKD Propinsi 340. Sekda Kota Kendari 386. Kepala Badan Diklat Propinsi 341. Sekda Kab Kolaka 387. Sekda Kab Kendari 342. Sekda Kab Buton

343. Sekda Kab Muna

331

KOMISII KOMISIII

MALUKU 388. Sekda Propinsi 344. Kepala BAWASDA Propinsi 389. Kepala BKD Propinsi 345. Sekda Kota Ambon 390. Kepala Badan Diklat Propinsi 346. Sekda Kab Maluku Tenggara Barat 391. Sekda Kab Maluku Tengah 347. Sekda Kab Buru

348. Sekda Kab Maluku Tenggara

MALUKU UTARA 392. Sekda Propinsi 349. Kepala BAWASDA Propinsi 393. Kepala BKD Propinsi 350. Sekda Kab Halmahera Tengah 394. Kepala Badan Diklat Propinsi 351. Sekda Kab Maluku Utara 395. Sekda Kota Ternate

NUSA TENGGARA BARA T 396. Sekda Propinsi 352. Kepala BAWASDA Propinsi 397. Kepala BKD Propinsi 353. Sekda Kab Dompu 398. Kepala Badan Diklat Propinsi 354. Sekda Kota Mataram 399. Sekda Kab Lombok Barat 355. Sekda Kab Sumbawa 400. Sekda Kab Lombok Tengah 356. Sekda Kab Lombok Timur 401. Sekda Kab Sima

NUSA TENGGARA TIMUR 402. Sekda Propinsi 357. Kepala BAWASDA Propinsi 403. Kepala BKD Propinsi 358. Sekda Kab Ende 404. Kepala Badan Diklat Propinsi 359. Sekda Kab Ngada 405. Sekda Kab Kupang 360. Sekda Kab Lembata 406. Sekda Kab Timor T engah 36,1. Sekda Kab Sumba Timur

Selatan 362. Sekda Kab Sumba Barat 407. Sekda Kab Timor Tengah Utara 363. Sekda Kota Kupang 408. Sekda Kab Belu 364. Sekda Kab Manggarai 409. Sekda Kab Alor 365. Sekda Kab Sikka 410. Sekda Kab Flores Timur

PAPUA 411. Sekda Propinsi 366. Kepala BAWASDA Propinsi 412. Kepala BKD Propinsi 367. Sekda Kota Sorong 413. Kepala Badan Diklat Propinsi 368. Sekda Kab Jayapura 414. Sekda Kab Nabire 369. Sekda Kab Biak Numfor

332

KOMISII KOMISIII

PAPUA 415. Sekda Kab Sorong 370. Sekda Kab Merauke 416. Sekda Kota Jayapura 371. Sekda Kab Jayawijaya 417. Sekda Kab Puncak Jaya 372. Sekda Kab Fak-Fak 418. Sekda Kab Timika 373. Sekda Kab Manokwari 419. Sekda Kab Paniai 374. Sekda Kab Yapen Waropen

GORONTALO 420. Sekda Propinsi 375. Kepala BAWASDA Propinsi 421. Kepala BKD Propinsi 376. Sekda Kota Gorontalo 422. Kepala Badan Diklat Propinsi 377. Sekda Kab Boalemo 423. Sekda Kab Gorontalo

Catatan: 1. Bagi Peserta yang Jabatannya belum tercantum dalam daftar diatas, agar melaporkan kepada Panitia Penyelenggara RAKORPANNAS Tahun 2003.

2. Bagi seluruh Kepala Biro Organisasil ORTALA Propinsi, masuk kedalam kelompok KOM/S/1.

333

'