bab iv analisis data dan pembahasan
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
BAB IV
ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN
Analisis data adalah hasil dari pembahasan dari data yang telah diteliti.
Bab ini meliputi pembahasan mengenai penanda kohesi yang terdiri dari penanda
kohesi gramatikal yang berupa pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi),
pelesapan (elipsis) dan perangkaian (konjungsi) serta penanda kohesi leksikal
yang berupa pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi), lawan kata (antonimi),
sanding kata (kolokasi), hubungan atas bawah (hiponimi), dan kesepadanan
(ekuivalensi). Penanda koherensi yang berupa penanda koherensi penekanan, hasil
atau simpulan dan contoh serta karakteristik atau kekhasan yang terdapat pada
rubrik Sumber Semangat majalah Panjebar Semangat.
A. Penanda Kohesi
Kohesi adalah hubungan bentuk yang terdapat pada suatu kalimat atau
paragraf. Wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi
hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat kohesif. Kohesi dalam wacana dibagi
menjadi dua aspek yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal. Aspek gramatikal
terdiri dari pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis) dan
perangkaian (konjungsi). Aspek leksikal terdiri dari repetisi (pengulangan),
sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata),
hiponimi (hubungan atas-bawah) dan ekuivalesi (kesepadanan).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
1. Penanda Kohesi Gramatikal
Rubrik Sumber Semangat yang terdapat pada majalah Panjebar
Semangat setelah dianalisis, di dalamnya ditemukan penanda kohesi gramatikal
yang berupa pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis)
serta perangkaian (konjungsi). Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.
a. Pengacuan (Referensi)
Pengacuan atau referensi termasuk dalam kohesi gramatikal yang
berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk atau
mengacu pada kata atau kelompok kata lainnya. Ada tiga jenis pengacuan
yaitu pengacuan persona (kata ganti orang), pengacuan demonstratif (kata
ganti penunjuk) dan pengacuan komparatif (perbandingan).
Pengacuan persona (kata ganti orang) meliputi persona kedua (persona
II) dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Kedua jenis
pronomina tersebut berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan terikat (morfem
terikat) yang bisa melekat di kiri maupun di kanan.
Pengacuan persona yang dapat ditemukan pada rubrik Sumber
Semangat majalah Panjebar Semangat adalah sebagai berikut.
(1) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang
pepinginan kadonyan, udinen kanthi temen-temen, saora-orane bisane
nyenyuda marang pepinginan mau. (PS/49/3 Des 11)
„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di dunia,
latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa mengurangi
keinginan tersebut.‟
Kata sliramu „kamu‟ pada data (1) termasuk salah satu jenis pronomina
persona II tunggal bebas yang mengacu pada pembaca. Berdasarkan data
tersebut, maka kata sliramu „kamu‟ merupakan jenis kohesi gramatikal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks dan bersifat kataforis
karena acuannya disebutkan setelahnya.
Selanjutnya data (1) dibagi unsur langsungnya menjadi sebagai berikut.
(1a) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang
pepinginan kadonyan,
„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di dunia,‟
(1b) udinen kanthi temen-temen, saora-orane bisane nyenyuda marang
pepinginan mau.
„latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa mengurangi
keinginan tersebut.‟
Data (1a) apabila diuji dengan menggunakan teknik lesap, hasilnya
adalah sebagai berikut.
(1c) Yen Ø isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang pepinginan
kadonyan,
„Jika Ø sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di dunia,‟
Data (1c) meskipun kata sliramu „kamu‟ dilesapkan, bisa berterima dan
gramatikal namun pesan yang dimaksud kurang jelas. Sehingga kehadiran
prononima persona II tunggal sliramu „kamu‟ harus dihadirkan.
Setelah diuji dengan teknik lesap, lalu data (1a) diuji dengan
menggunakan teknik ganti. Hasilnya adalah sebagai berikut.
(1d) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan
marang pepinginan kadonyan,
kowe
*panjenengan
*aku
„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan
di dunia,‟
kamu
*kamu
*saya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
Data (1d) di atas, pronomina persona II bebas sliramu „kamu‟ bisa
digantikan dengan pronomina persona II kowe „kamu dan masih berterima
karena situasi tingkat tuturnya masih sama. Namun apabila diganti dengan
pronomina persona II panjenengan „kamu‟ tidak gramatikal karena dalam
data tersebut menggunakan bahasa Jawa ngoko sehingga berbeda tingkat
tuturnya. Apabila kata sliramu „kamu‟ diganti dengan menggunakan kata aku
„saya‟ juga membuat kalimat menjadi tidak gramatikal karena ciri dari
wacana hortatorik adalah menggunakan pengacuan persona II atau persona
III, sehingga persona I tidak bisa menggantikan kata sliramu „kamu‟ yang
termasuk persona II.
(2) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh
semut teka mbuwangi wedhine, dene kang digawa lan dipangan mung
gulane. (PS/37/10 Sep 11)
„Jika kamu mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak semut
yang datang membuang pasirnya, sedangkan yang dibawa dan
dimakan adalah gulanya.‟
Data (2) terdapat kata kowe „kamu‟ yang termasuk dalam pronomina
persona II tunggal dan enklitik –ne „-nya‟ pada kata wedhine „pasirnya‟ yang
termasuk dalam pengacuan persona III tunggal lekat kanan dan di- „di-‟ pada
kata digawa „dibawa‟ dan dipangan „dimakan‟ yang termasuk dalam
pronomina persona III tunggal lekat kiri. Kata kowe „kamu‟ mengacu pada
pembaca, sedangkan enklitik –ne „-nya‟ dan di- „di-‟ mengacu pada semut.
Data (2) selanjutnya dibagi unsur dengan teknik BUL.
(2a) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh semut
teka mbuwangi wedhine,
„Jika kamu mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak semut
yang datang membuang pasirnya,‟
(2b) dene kang digawa lan dipangan mung gulane.
„sedangkan yang dibawa dan dimakan adalah gulanya.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Data (2a) dan (2b) diuji dengan menggunakan teknik lesap menjadi
sebagai berikut.
(2c) *Yen Ø nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh semut
teka mbuwangi wedhiØ,
*„Jika Ø mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak semut yang
datang membuang pasirØ,‟
(2d) *dene kang Ø gawa lan Ø pangan mung gula Ø.
*„sedangkan yang Ø bawa dan Ø makan adalah gula Ø.‟
Setelah diuji dengan teknik lesap seperti pada data (2c) dan (2d) di atas,
kowe „kamu‟, -ne „-nya‟ dan di- „di-‟ apabila dilesapkan, kalimat menjadi
tidak gramatikal. Oleh karena itu ketiga jenis pronomina persona tersebut
wajib dihadirkan agar informasi yang didapatkan menjadi lebih jelas.
Selanjutnya, data (2a) dan (2b) diuji dengan menggunakan teknik ganti.
Hasil analisis menjadi berikut ini.
(2e) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh
sampeyan
*panjenengan
*reca
mesthi akeh semut teka mbuwangi wedhi ne,
*-ipun
„Jika kamu mencampur gula dengan pasir,
kamu
*kamu
*patung
sebentar saja banyak semut yang datang membuang pasir nya,
-nya,
(2f) dene kang di gawa lan di pangan mung gula ne.
*dipun *dipun *-ipun.
„sedangkan yang di bawa dan di makan adalah gula nya .‟
*di *di *nya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Berdasarkan data (2e) di atas, setelah diuji dengan menggunakan teknik
ganti, pronomina persona II tunggal kowe „kamu‟ tidak bisa diganti dengan
pronomina persona panjenengan „kamu‟ karena kalimat yang dihasilkan
menjadi tidak gramatikal. Kata reca „patung‟ juga tidak bisa menggantikan
kata kowe kamu karena reca „patung‟ merupakan benda mati yang tidak bisa
melakukan pekerjaan sehingga tidak sesuai dengan konteks di atas. Tetapi
kowe „kamu‟ dapat diganti dengan pronomina persona II sampeyan „ kamu‟
karena pronomina tersebut bersifat netral sehingga data di atas dapat
berterima dan gramatikal, serta enklitik –ne „-nya‟ pada kata wedhine
„pasirnya‟ tidak bisa diganti dengan enklitik –ipun „nya‟. Begitu juga dengan
data (2f), setelah dilakukan pengujian dengan teknik ganti, enklitik di- „di-‟
pada kata digawa „dibawa‟ dan dipangan „dimakan‟ serta -ne „-nya‟ pada kata
gulane „gulanya‟ tidak dapat diganti dengan dipun- „di-‟ dan –ipun „-nya‟
karena terdapat perbedaan tingkat tutur antara bahasa Jawa ngoko dengan
bahasa Jawa krama.
(3) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang ora
perlu. Yen keladuk panyudamu ora dadi apa, gampang enggone
mbalekake. (PS/22/2 Juni12)
„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau tidak
perlu. Jika terlanjur kamu dalam mengurangi tidak apa-apa, mudah
untuk dikembalikan.‟
Berdasarkan data (3) di atas, terdapat enklitik –mu „-mu‟ pada kata
kabutuhanmu „kebutuhanmu‟ dan panyudamu „kamu dalam mengurangi‟
yang merupakan pengacuan persona II tunggal lekat kanan yang mengacu
pada pembaca. Oleh karena itu, bentuk enklitik –mu „-mu‟ termasuk dalam
pengacuan eksofora yang acuannya berada di luar teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Selanjutnya data (3) di atas dibagi unsurnya dengan menggunakan
teknik BUL.
(3a) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang ora
perlu.
„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau tidak
perlu.‟
(3b) Yen keladuk panyudamu ora dadi apa, gampang enggone mbalekake.
„Jika terlanjur olehmu mengurangi tidak apa-apa, mudah untuk
dikembalikan.‟
Kemudian data (3) diuji dengan menggunakan teknik lesap, berikut ini
adalah analisisnya.
(3c) *Kulinakna nyenyuda kabutuhanØ kang kurang perlu utawa kang ora
perlu.
*„Biasakanlah mengurangi kebutuhanØ yang kurang perlu atau tidak
perlu.‟
(3d) *Yen keladuk panyudaØ ora dadi apa, gampang enggone mbalekake.
*„Jika terlanjur kamu dalam mengurangi tidak apa-apa, mudah untuk
dikembalikan.‟
Setelah data (3c) dan (3d) mengalami pelesapan, enklitik –mu „-mu‟
dihilangkan, kalimat menjadi tidak gramatikal. Sehingga enklitik –mu „-mu‟
harus dihadirkan agar menjadi lebih jelas.
Lalu data (3) diuji dengan teknik ganti sebagai berikut.
(3e) Kulinakna nyenyuda kabutuhan mu kang kurang perlu
utawa kang ora perlu.
*kowe
sampeyan
*panjenengan
„Biasakanlah mengurangi kebutuhan mu yang kurang perlu
atau tidak perlu.‟
*kamu
-mu
*kamu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
(3f) Yen keladuk panyuda mu ora dadi apa, gampang
enggone mbalekake.
*kowe
sampeyan
*panjenengan
„Jika terlanjur kamu dalam mengurangi tidak apa-apa,
mudah untuk dikembalikan.‟
*kamu
kamu
*kamu
Pada data (3e) dan (3f) di atas, pronomina persona II tunggal lekat
kanan –mu „-mu‟ pada kata panyudamu „kamu dalam mengurangi‟ dapat
diganti dengan pronomina persona II sampeyan „kamu‟ karena pronomina
tersebut bersifat netral sehingga data di atas dapat berterima dan gramatikal.
Tetapi –mu „-mu‟ tidak bisa diganti dengan pronomina persona kowe „kamu‟
karena kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal di dalam
konteks bahasa Jawa. Sedangkan kata panjenengan „kamu‟ termasuk dalam
ragam bahasa krama, apabila dilakukan teknik ganti dengan kata tersebut
kalimat yang dihasilkan menjadi tidak gramatikal.
(4) [...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening
atimu kanggo mbanjurake usahamu. Sing wis mungkur aja dipikir,
mung kang bakal kelakon kudu kok waspadani. (PS/ 14/7 April 12)
„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan hatimu
untuk melanjutkan usahamu. Yang sudah berlalu jangan dipikir,
namun yang akan terjadi tetap harus kamu waspadai.‟
Data (4) terdapat tiga jenis pengacuan persona yaitu enklitik –mu „-mu‟
pada kata atimu „hatimu dan usahamu „usahamu‟ yang merupakan
pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan, pengacuan persona
III tunggal bentuk terikat lekat kiri yaitu di- „di‟ pada kata dipikir „dipikir‟
dan pengacuan persona II tunggal lekat kiri yaitu bentuk enklitik kok-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
„kamu‟ pada kata kok waspadani „kamu waspadai‟ yang mengacu pada
pembaca, sehingga merupakan pengacuan eksofora.
Data (4) lalu dibagi dengan menggunakan teknik BUL menjadi berikut
ini.
(4a) [...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening
atimu kanggo mbanjurake usahamu.
„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan hatimu
untuk melanjutkan usahamu.‟
(4b) Sing wis mungkur aja dipikir, mung kang bakal kelakon kudu kok
waspadani.
„Yang sudah berlalu jangan dipikir, namun yang akan terjadi tetap harus
kamu waspadai.‟
Selanjutnya data (4a) dan (4b) dianalisis dengan teknik ganti, dan
hasilnya adalah sebagai berikut.
(4c) *[...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening
atiØ kanggo mbanjurake usahaØ.
*„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan hatiØ
untuk melanjutkan usahaØ.‟
(4d) *Sing wis mungkur aja Øpikir, mung kang bakal kelakon kudu Ø
waspadani.
*„Yang sudah berlalu jangan Øpikir, namun yang akan terjadi tetap
harus Ø waspadai.‟
Dengan menggunakan teknik lesap pada data (4c) dan (4d), kalimat di
atas masih berterima tetapi tidak gramatikal. Oleh karena itu, kehadiran
persona harus ada agar menjadi lebih jelas maksudnya.
Kemudian data (4a) dan (4b) di atas dianalisis dengan menggunakan
teknik ganti, sehingga menjadi berikut ini.
(4e) [...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening
ati mu kanggo mbanjurake usaha mu.
*kowe *kowe
sampeyan sampeyan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan
hati mu untuk melanjutkan usaha mu .‟
*kamu *kamu
kamu kamu
(4f) Sing wis mungkur aja di pikir, mung kang bakal kelakon kudu
*dipun
kok waspadani.
*kowe
*panjenengan
„Yang sudah berlalu jangan di pikir, namun yang akan terjadi tetap
*di-
harus kamu waspadai.‟
*kamu
*kamu
Setelah dianalisis dengan menggunakan teknik ganti, maka persona II
tunggal bentuk terikat lekat kanan –mu „mu‟ pada kata atimu „hatimu‟ dan
usahamu „usahamu‟ tidak bisa diganti dengan kata kowe „kamu‟ namun dapat
diganti dengan kata sampeyan „kamu‟. Enklitik di- „di-‟ pada kata dipikir
„dipikir‟ juga tidak bisa diganti dengan kata dipun „di-‟ karena perbedaan
tingkat tutur antara ngoko dengan krama. Enklitik kok- „kamu‟ yang terdapat
pada kata kokwaspadani „kamu waspadai‟ merupakan pengacuan persona II
lekat kiri dapat diganti dengan pronomina persona II tunggal bebas sampeyan
„kamu‟ dan kalimat tetap berterima dan gramatikal. Tetapi apabila enklitik
kok- „kamu‟ diganti dengan kowe „kamu‟ dan panjenengan „kamu‟ kalimat
masih berterima namun tidak gramatikal karena terdapat perbedaan pada
tingkat tutur yaitu antara tingkat tutur ngoko dengan krama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
(5) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan pepinginan
supaya kinacek ing liyan, pepinginan kang supaya wong liya eling
marang dheweke. (PS/50/10 Des 11)
„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai
keinginan supaya lebih unggul dari orang lain, keinginan supaya orang
lain mengingat dia.‟
Pada data (5) di atas, terdapat pronomina persona III tunggal bebas
dheweke „dia‟ yang mengacu pada pembaca dan merupakan pengacuan
eksofora.
Data (5) selanjutnya dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik
BUL, sehingga menjadi berikut ini.
(5a) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan pepinginan
supaya kinacek ing liyan,
„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai keinginan
supaya lebih unggul dari orang lain,‟
(5b) pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.
„keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟
Selanjutnya data (5b) diuji dengan menggunakan teknik lesap.
(5c) *[...], pepinginan kang supaya wong liya eling marang Ø.
*„[...], keinginan supaya orang lain mengingat Ø.‟
Hasil yang diperoleh setelah data (5b) diuji dengan teknik lesap adalah
pronomina persona III tunggal bebas mutlak kehadirannya karena setelah
pronomina dheweke „dia‟ dilesapkan membuat kalimat menjadi tidak
berterima dan tidak gramatikal.
Data (5b) kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik ganti. Hasil
analisisnya adalah berikut ini.
(5d) [...], pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.
*piyambakipun.
*panjenenganipun.
„[...], keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟
*dia.‟
*dia.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan teknik ganti, maka
pronomina persona III tunggal dheweke „dia‟ tidak bisa diganti dengan
piyambakipun „dia‟ dan panjenenganipun „dia‟ karena keduanya merupakan
ragam krama sedang di dalam teks menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.
(6) Metani atine dhewe, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti kang
pinuji. Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe,
sadurunge dipetani dening liyan. (PS/2/14 Jan 2012)
„Mencari kesalahan pada hatinya, mawas diri, itu merupakan salah satu
pekerjaan yang dipuji. Maka alangkah baiknya kita senang mencari
kesalahan kita sendiri, sebelum orang lain yang mencarinya.‟
Data (6) di atas terdapat dua jenis pengacuan persona yaitu atine dhewe
„hatinya sendiri‟ yang menandakan pengacuan persona III tunggal bentuk
terikat lekat kanan yaitu yang berupa enklitik –ne „nya‟ pada kata atine
„hatinya‟ dan pengacuan persona I jamak yaitu kita „kita‟ dan kita dhewe „kita
sendiri‟. Pengacuan pada data (6) merupakan pengacuan eksofora.
Selanjutnya data (6) dibagi dengan menggunakan teknik BUL dan
menjadi sebagai berikut.
(6a) Metani atine dhewe, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti kang
pinuji.
„Mencari kesalahan pada hatinya, mawas diri, itu merupakan salah satu
pekerjaan yang dipuji.‟
(6b) Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe, sadurunge
dipetani dening liyan.
„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan kita sendiri,
sebelum orang lain yang mencarinya.‟
Data (6a) dan (6b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap, berikut
ini adalah hasilnya.
(6c) Metani atiØ, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti kang pinuji.
„Mencari kesalahan pada hatiØ, mawas diri, itu merupakan salah satu
pekerjaan yang dipuji.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
(6d) Mula becike Ø diseneng metani kekurangan Ø, sadurunge dipetani
dening liyan.
„Maka alangkah baiknya Ø senang mencari kesalahan Ø, sebelum orang
lain yang mencarinya.‟
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti di atas, maka
dihasilkan kalimat pada data (6c) masih berterima namun tidak gramatikal.
Sedangkan pada data (6d) diperoleh kalimat yang tidak berterima dan tidak
gramatikal karena kehadiran subjek yang dihilangkan. Oleh karena itu, subjek
wajib dihadirkan agar informasi yang disampaikan menjadi lebih jelas.
Apabila diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya menjadi
demikian.
(6e) Metani ati ne dhewe , mawas dhiri pribadi, iku
sawijining pakarti kang pinuji.
*-ipun piyambak
„Mencari kesalahan pada hati nya, mawas diri, itu merupakan salah
satu pekerjaan yang dipuji.‟
*nya
(6f) Mula becike kita diseneng metani kekurangan
awake dhewe
aku lan kowe
kita dhewe, sadurunge dipetani dening liyan.
*kita piyambak
*aku lan kowe dhewe
„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan
kita
kita
kita sendiri, sebelum orang lain yang mencarinya.‟
*kita sendiri
*aku dan kamu sendiri
Hasil yang diperoleh setelah data (6e) diuji dengan menggunakan
teknik ganti dengan menggantikan frasa atine dhewe „hatinya sendiri‟
disubstitusi dengan atinipun piyambak „hatinya sendiri‟ menjadikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
kalimatnya masih bisa berterima, namun menjadi tidak gramatikal karena
terdapat perbedaan ragam bahasa yang digunakan. Pada data (6f) setelah diuji
dengan menggunakan teknik ganti, kita „kita‟, awake dhewe „kita‟, aku lan
kowe „aku dan kamu‟ masih bisa untuk saling menggantikan pada satu
kalimat karena sama-sama menggunakan bahasa Jawa ngoko, tetapi kita
dhewe „kita sendiri‟ tidak bisa digantikan dengan kita piyambak „kita sendiri‟,
aku lan kowe dhewe „aku dan kamu sendiri‟ dikarenakan perbedaan tingkat
tutur ngoko dan krama di dalam teks sehingga kalimat menjadi tidak
gramatikal.
Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi
dua yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina
demonstratif tempat (lokasional). Pengacuan demonstratif yang ditemukan
dalam wacana hortatorik Sumber Semangat pada majalah Panjebar Semangat
diantaranya adalah sebagai berikut.
Data di bawah ini merupakan wacana yang mengandung pengacuan
demonstratif waktu.
(30) Sing wis mungkur aja dipikir, mung kang bakal kelakon kudu kok
waspadani. (PS/ 14/7 April 12)
„Yang sudah berlalu jangan dipikir, namun yang akan terjadi tetap
harus kamu waspadai.‟
Terdapat pengacuan demonstratif waktu pada data (30) yaitu mungkur
„berlalu‟ yang menunjukkan pengacuan demonstratif waktu lampau dan bakal
kelakon „akan terjadi‟ yang menunjukkan pengacuan demonstratif waktu
yang akan datang. Pengacuan pada data (30) di atas termasuk pengacuan
endofora karena acuannya berada di dalam teks.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Data (30) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL,
sehingga menjadi seperti berikut ini.
(30a) Sing wis mungkur aja dipikir,
„Yang sudah berlalu jangan dipikir,‟
(30b) mung kang bakal kelakon kudu kok waspadani.
„namun yang akan terjadi tetap harus kamu waspadai.‟
Langkah selanjutnya dengan menguji data (30a) dan (30b) di atas
dengan menggunakan teknik lesap.
(30c) Sing wis Ø aja dipikir,
„Yang sudah Ø jangan dipikir,‟
(30d) *mung kang Ø kudu kok waspadani.
*„namun yang Ø tetap harus kamu waspadai.‟
Hasil yang diperoleh setelah data (30) diuji dengan teknik lesap adalah
pada data (30c) masih berterima dan gramatikal karena dalam komunikasi
pada masyarakat Jawa masih dapat dipahami maksudnya meskipun kata
mungkur „berlalu‟ dilesapkan. Namun, pada data (30d) kalimat menjadi tidak
jelas karena dilesapkannya pengacuan demonstratif waktu bakal kelakon
„akan terjadi‟. Oleh sebab itu, pada data (30d) pengacuan demonstratif waktu
yang akan datang tersebut harus dihadirkan.
Kemudian data (30a) dan (30b) diuji dengan menggunakan teknik ganti.
(30e) Sing wis mungkur aja dipikir
*kepengker
*biyen
„Yang sudah berlalu jangan dipikir,‟
*lalu
*dulu
(30f) mung kang bakal kelakon kudu kok waspadani.
arep kedadean
*badhe kelampahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
„namun yang akan terjadi tetap harus kamu waspadai.‟
akan terjadi
*akan terjadi
Setelah diuji dengan menggunakan teknik ganti ternyata pengacuan
demonstratif waktu lampau mungkur ‟berlalu‟ tidak bisa diganti dengan kata
kepengker „lalu‟ dan biyen „dulu‟ karena kalimat menjadi tidak gramatikal.
Begitu juga dengan pengacuan demonstratif waktu yang akan datang bakal
kelakon „akan terjadi‟ dapat diganti dengan arep kedadean „akan terjadi‟
karena keduanya sama-sama menggunakan bahasa Jawa ngoko, tetapi tidak
bisa diganti dengan badhe kelampahan „akan terjadi‟ kerena perbedaan
tingkat tutur ngoko dengan krama.
Berikut ini adalah data yang terdapat pengacuan demonstratif
lokasional atau tempat.
(32) Mula becike, manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.
(PS/35/27 Agustus 11)
„Alangkah baiknya, manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-
mentang.‟
Data (32) menunjukkan adanya penggunaan pengacuan demonstratif
tempat yang agak jauh dengan penutur yaitu iku „itu‟. Jenis pengacuan yang
terdapat pada data (32) merupakan pengacuan yang endofora yaitu acuannya
mengacu di dalam teks.
Kemudian data (32) dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik BUL
menjadi berikut ini.
(32a) Mula becike,
„Alangkah baiknya,‟
(32b) manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.
„manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-mentang.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Setelah dibagi unsurnya, data (32b) diuji dengan menggunakan teknik
lesap. Berikut ini adalah hasilnya.
(32c) manungsa Ø ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.
„manusia Ø memiliki sifat: jangan sok/mentang-mentang.‟
Pengujian pada data (32b) di atas membuktikan bahwa dengan
melesapkan pengacuan demonstratif iku „itu‟ (32c) membuat kalimat menjadi
kurang jelas tetapi masih berterima. Namun akan lebih lengkap lagi apabila
pengacuan demonstratif iku „itu‟ dapat dihadirkan.
Selanjutnya, data (32b) diuji dengan menggunakan teknik ganti.
(32d) manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.
*menika
*kae
„manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-mentang.‟
*itu
*itu
Data (32d) menunjukkan bahwa setelah dilakukan teknik ganti, kata iku
„itu‟ ternyata tidak bisa diganti dengan menika „itu‟ karena adanya perbedaan
tingkat tutur. Sedangkan apabila diganti dengan kae „itu‟ juga tidak bisa
karena tidak sesuai dengan konteksnya.
(33) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,
olahen samatenge. Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan
manjinge dadi kawruh. (PS/42/15 Okt 11)
„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,
pelajari dengan sungguh-sungguh. Di situ akan ditemukan intinya dan
akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
Data (33) di atas terdapat pengacuan demonstratif tempat yang
menunjukkan agak jauh dengan penutur yaitu kata ing kono „di situ‟ dan
termasuk dalam pengacuan endofora yang kataforis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Lalu data (33) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik
BUL.
(33a) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,
olahen samatenge.
„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,
pelajari dengan sungguh-sungguh.‟
(33b) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge dadi kawruh.
„Di situ akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
Setelah data (33) dibagi dengan menggunakan teknik bagi unsur
langsung seperti pada data di atas, langkah berikutnya adalah diuji dengan
menggunakan teknik lesap.
(33c) *Ø bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge dadi kawruh.
*„Ø akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
Kalimat yang dihasilkan pada data (33c) setelah mengalami pelesapan
pengacuan demonstratif menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, kata ing kono „di
situ‟ wajib dihadirkan.
Data (33) kemudian diuji dengan menggunakan teknik ganti menjadi
berikut ini.
(33d) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge
*Wonten mriku
dadi kawruh.
Di situ akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
*Di situ
Setelah diuji dengan menggunakan teknik ganti, pengacuan
demonstratif wonten mriku „di situ‟ tidak bisa menggantikan ing kono „di situ‟
karena teks di atas menggunakan tuturan ngoko bukan krama sehingga
keduanya tidak bisa saling menggantikan.
(34) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa
gething. Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa
gething. (PS/28/14 Juli 12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa
benci. Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa
benci.‟
Pada data (34) di atas terdapat pengacuan demonstratif tempat yaitu ing
jagad iki „di bumi ini‟ yang menyatakan penunjukkan yang dekat dengan
penutur yaitu di bumi. Pengacuan di atas merupakan pengacuan endofora
yang kataforis.
Data (34) kemudian dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik BUL.
(34a) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa
gething.
„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa
benci.‟
(34b) Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa gething.
„Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa benci.‟
Selanjutnya data (34) di atas diuji dengan menggunakan teknik lesap.
Berikut ini adalah analisisnya.
(34c) Ø rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa gething.
„Ø rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa benci.‟
Hasil pengujian pada data (34c) di atas menyebabkan maksud yang
disampaikan menjadi tidak jelas karena ing jagad iki „di bumi ini‟ dilesapkan.
Jadi agar kalimat di atas menjadi jelas, maka kehadiran pengacuan
demonstratif tersebut harus ada.
Langkah berikutnya adalah dengan menguji data (34a) menggunakan
teknik ganti.
(34d) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales
Ing donya iki
*Wonten bumi meniki
kanthi rasa gething.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas
Di dunia ini
*di bumi ini
dengan rasa benci.‟
Penggantian frasa wonten bumi meniki „di bumi ini‟ pada data (34d) di
atas ternyata membuat kalimat tetap berterima namun menjadi tidak
gramatikal karena perbedaan ragam bahasa yang digunakan dalam teks di
atas. Apabila frasa ing donya iki „di dunia ini‟ digunakan untuk menggantikan
frasa ing jagad iki „di dunia ini‟, kalimat tetap berterima dan gramatikal
karena kata donya „dunia‟ bersinonim dengan kata jagad „bumi‟ yang
mempunyai arti yang sepadan sehingga bisa saling menggantikan.
(35) Pikiran iku tansah klepekan kayadene iwak kang dientas saka njerone
banyu banjur diuncalake ing lemah. (PS/46/17 Nov 12)
„Pikiran itu selalu bergejolak seperti ikan yang diambil dari air lalu
dilemparkan di tanah.‟
Data (35) di atas terdapat beberapa jenis pengacuan demonstratif tempat
yaitu iku „itu‟ yang mengacu pada sesuatu yang agak dekat dengan penutur,
saka njerone banyu „dari air‟ dan ing lemah „di tanah‟yang mengacu pada
tempat yang eksplisit. Pengacuan pada data di atas tergolong dalam
pengacuan endofora.
Data (35) dibagi unsur langsung dengan menggunakan teknik BUL
menjadi berikut ini.
(35a) Pikiran iku tansah klepekan
„Pikiran itu selalu bergejolak‟
(35b) kayadene iwak kang dientas saka njerone banyu banjur diuncalake ing
lemah.
„seperti ikan yang diambil dari air lalu dilemparkan di tanah.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
Selanjutnya data (35) diuji dengan menggunakan teknik lesap, sehingga
menjadi seperti di bawah ini.
(35c) Pikiran Ø tansah klepekan
„Pikiran Ø selalu bergejolak
(35d) *kayadene iwak kang dientas Ø banjur diuncalake Ø.
*seperti ikan yang diambil Ø lalu dilemparkan Ø.‟
Dengan digunakannya teknik lesap pada data (35c) dan (35d) di atas,
membuat maksud dari kalimat menjadi tidak jelas. Tetapi apabila iku „itu‟,
saka njerone banyu „dari air‟ dan ing lemah „di tanah‟ tidak dilesapkan maka
kalimat tersebut menjadi lebih jelas maksudnya.
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, selanjutnya data (35a)
dan (35b) di atas diuji dengan menggunakan teknik ganti.
(35e) Pikiran iku tansah klepekan [...]
*kae
*menika
„Pikiran itu selalu bergejolak [...]
*itu
*itu
(35f) kayadene iwak kang dientas saka njerone banyu
*saka njerone sumur
*saking lebetipun toya
banjur diuncalake ing lemah.
*ing jobin
seperti ikan yang diambil dari air lalu dilemparkan di tanah .‟
*dari sumur *di lantai
*dari air
Data (35e) kata iku „itu‟ tidak bisa diganti dengan kata kae „itu‟ karena
keduanya menunjukkan acuan yang berbeda. Kata kae „itu‟ mengacu pada
sesuatu yang jauh dengan penutur sehingga tidak bisa menggantikan kata iku
„itu‟. Sedangkan kata menika „itu‟ tidak bisa menggantikan kata iku „itu‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
karena perbedaan ragam bahasa ngoko dengan krama. Sedangkan pada data
(35f) saka njerone banyu „dari air‟ tidak dapat diganti dengan saking
lebetipun toya „dari air‟ karena perbedaan ragam bahasa. Apabila diganti
dengan saka njerone sumur „dari sumur‟ tidak sesuai dengan teks yang ada
begitu juga ing jobin „di lantai‟ juga tidak sesuai dengan teks.
Pengacuan komparatif merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal
yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan
atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku dsb.
Pengacuan komparatif yang dapat ditemukan pada rubrik Sumber
Semangat diantaranya yaitu.
(43) Kawruh kang kasimpen iku ibarate mawa kang kapendhem ing awu.
(PS/12/24 Maret12)
„Ilmu yang disimpan ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.‟
Data (43) di atas terdapat pengacuan komparatif ibarate „ibarat‟ yang
membandingkan antara „kawruh „ilmu‟ dengan mawa kang kapendhem ing
awu „bara api yang dipendam dalam abu‟. Maksud dari membandingkan
keduanya adalah bahwa ilmu yang tidak digunakan sebagaimana mestinya
sama halnya dengan bara api yang dipendam dalam abu yang tidak
mempunyai manfaat sama sekali.
Selanjutnya, data (43) dikenai teknik BUL.
(43a) Kawruh kang kasimpen iku
„Ilmu yang disimpan itu‟
(43b) ibarate mawa kang kapendhem ing awu.
‘ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
Data (43b) kemudian diuji dengan menggunakan teknik lesap menjadi
berikut ini.
(43c) *Ø mawa kang kapendhem ing awu.
*‘Ø bara api yang dipendam di dalam abu.‟
Hasil yang diperoleh ketika teknik lesap digunakan untuk menguji data
(43c) adalah kalimat menjadi tidak jelas maksudnya sehingga menjadikan
kalimat menjadi tidak gramatikal. Sehingga pengacuan komparatif ibarate
„ibarat‟ harus dihadirkan.
Lalu data (43b) diuji dengan menggunakan teknik ganti seperti berikut.
(43d) ibarate mawa kang kapendhem ing awu.
kaya
*kados
ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.‟
seperti
*seperti
Pengujian data (43d) dengan menggunakan teknik ganti menyatakan
bahwa kata ibarate „ibarat‟ bisa diganti dengan menggunakan kata kaya
„seperti‟ karena sama-sama bersifat netral. Namun kata tersebut tidak bisa
diganti dengan kata kados „seperti‟ karena kata ini merupakan ragam bahasa
krama. Sedangkan teks di atas menggunakan bahasa ngoko sehingga
menjadikan tidak gramatikal.
(44) [...], ibarate kaya wit waringin kang menehi pengeyuban marang wong
kang padha kepanasen. (PS/51/22 Des 12)
„[...], ibarat seperti pohon beringin yang memberikan tempat berteduh
bagi orang yang terkena panas.‟
Data (44) menunjukkan adanya penggunaan pengacuan komparatif
yang berupa ibarate kaya „ibarat seperti‟. Maksud dari kalimat ini adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
menggambarkan orang yang diberikan keteduhan oleh pohon beringin saat
mereka sedang kepanasan.
Data (44) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL.
(44a) ibarate kaya wit waringin kang menehi pengeyuban
„[...], ibarat seperti pohon beringin yang memberikan tempat berteduh‟
(44b) marang wong kang padha kepanasen.
„bagi orang yang terkena panas.‟
Setelah dikenai teknik BUL, data (44a) di atas selanjutnya dianalisis
dengan menggunakan teknik lesap.
(44c) Ø wit waringin kang menehi pengeyuban
„Ø pohon beringin yang memberikan tempat berteduh‟
Data (44c) merupakan hasil pengujian setelah dianalisis dengan
menggunakan teknik lesap. Pengujian di atas membuktikan bahwa dengan
dilesapkannya ibarate kaya „ibarat seperti‟ kalimat menjadi tidak jelas
maksudnya karena fungsi dari pengacuan komparatif adalah membandingkan,
sehingga kehadirannya memang diperlukan.
Langkah berikutnya adalah menguji data (44b) dengan menggunakan
teknik ganti.
(44d) ibarate kaya wit waringin kang menehi pengeyuban
ibarate pindha
*ibaratipun kados
ibarat seperti pohon beringin yang memberikan tempat berteduh
ibarat seperti
*ibarat seperti
Data (44d) yang terdapat pengacuan komparatif ibarate kaya „ibarat
seperti‟ tidak bisa diganti dengan ibaratipun kados „ibarat seperti‟ karena
apabila diganti dengan frasa tersebut menjadikan kalimat menjadi tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
gramatikal yang dikarenakan perbedaan ragam bahasa. Tetapi apabila diganti
dengan ibarate pindha „ibarat seperti‟ masih bisa berterima dan gramatikal
karena keduanya sama-sama dalam satu ragam bahasa ngoko dan frasa
tersebut memiliki maksud yang sama.
(45) [...],mula dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning
panggodha, paribasane kaya angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.
(PS/33/18 Agustus 12)
„[...],maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan, peribahasanya
seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟
Kata kaya „seperti‟ pada data (45) di atas tergolong ke dalam pengacuan
komparatif. Pengacuan di atas maksudnya adalah seseorang yang selalu
mengikuti dan menuruti keinginannya peribahasanya seperti angin yang
merobohkan pohon yang lapuk sehingga sangat mudah sekali tanpa
mengeluarkan banyak usaha.
Data (45) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik BUL.
(45a)[...],mula dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning
panggodha,
„[...],maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan,‟
(45b) paribasane kaya angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.
„peribahasanya seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟
Lalu data (45a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap seperti
berikut ini.
(45c) paribasane Ø angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.
„peribahasanya Ø angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟
Setelah dianalisis dengan menggunakan teknik lesap, kalimat di atas
masih tetap berterima dan gramatikal. Jadi kata kaya „seperti‟ tidak mutlak
harus dihadirkan pada data (45c) di atas karena sudah ada kata paribasane
„peribahasa‟ yang fungsinya juga menggambarkan dan mengibaratkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Selanjutnya data (45a) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti.
(45d) paribasane kaya angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.
*kados
peribahasanya seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟
*seperti
Hasil dari pengujian dengan teknik ganti membuktikan bahwa kalimat
yang menggunakan kata kaya „seperti‟ ternyata tidak sesuai apabila diganti
dengan menggunakan kata kados „seperti‟ karena perbedaan ragam bahasa
yang digunakan, sehingga menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal.
(46) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor, mangkono uga
kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi kanthi
becik. (PS/36/8 Sep 12)
„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor, begitu juga
kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan dengan
baik.‟
Data (46) di atas terdapat pengacuan komparatif berupa kayadene
„seperti‟yang mengibaratkan bahwa sangat mudah air hujan menembus pada
atap yang bocor, begitu juga dengan kemurkaan yang dengan mudahnya
dapat merasuk pada pikiran yang jahat.
Data (46) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik BUL.
(46a) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor
„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor‟
(46b) mangkono uga kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora
kaparsudi kanthi becik.
„begitu juga kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak
diupayakan dengan baik.‟
Selanjutnya adalah menguji data (46a) dengan menggunakan teknik
lesap. Hasilnya seperti di bawah ini.
(46c) Ø udan kang nembus pyan kang bocor
„Ø hujan yang menembus atap yang bocor‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
Dengan menggunakan teknik lesap pada data (46c), kalimat yang
dihasilkan menjadi tidak berterima karena kalimat menjadi tidak jelas
maksudnya. Oleh karena itu untuk membandingkan kedua hal tersebut, maka
pengacuan komparatif kayadene „seperti‟ harus dihadirkan.
Selanjutnya adalah menggunakan teknik ganti untuk menganalisis data
(46a). Berikut ini adalah hasilnya.
(46d) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor
*Kados
„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor‟
*Seperti
Seperti pada analisis data sebelumnya, bahwa dengan menggunakan
teknik ganti membuat kalimat menjadi tidak gramatikal apabila penggantinya
menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Begitu juga pada data (46d)
kalimat yang menggunakan ragam ngoko kayadene „seperti‟ tidak bisa diganti
dengan kata kados „seperti‟ karena perbedaan ragam bahasa antara ngoko
dengan krama.
(47) [...], nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa. Mula wong
kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane kaya “dolanan
ula mandi”. (PS/42/20 Okt 12)
„[...], namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan meminum
racun. Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya
seperti “bermain ular berbisa”.‟
Terdapat dua macam pengacuan komparatif pada data (47) di atas yaitu
kaya dene „seperti‟ dan kaya „seperti‟. Keduanya sama-sama berfungsi
membandingkan dua hal yaitu orang yang mendekati dan melakukan
perbuatan buruk sama halnya dengan ia bermain ular yang berbisa.
Maksudnya adalah sama-sama berbahaya dan dapat merugikan diri sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Data (47a) dikenai teknik BUL seperti di bawah ini.
(47a) [...], nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa.
„[...], namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan meminum
racun.‟
(47b)Mula wong kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane
kaya “dolanan ula mandi”.
„Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya seperti
“bermain ular berbisa”.‟
Selanjutnya menerapkan teknik lesap untuk menguji data (47a) dan
(47b) seperti berikut ini.
(47c) [...], nanging uga Ø wong nglalu nguntal wisa.
„[...], namun juga Ø orang yang bunuh diri dengan meminum racun.‟
(47d) Mula wong kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane Ø
“dolanan ula mandi”.
„Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya Ø
“bermain ular berbisa”.‟
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, ternyata data (47c)
kalimat menjadi tidak jelas maksudnya. Oleh karena itu kata kaya dene
„seperti‟ harus dihadirkan. Namun pada data (47d) kalimat masih tetap
berterima dan gramatikal karena hadirnya kata paribasane „peribahasanya‟
yang sudah mengibaratkan dan menggambarkan maksud di atas.
Langkah selanjutnya yaitu menggunakan teknik ganti untuk menguji
data (47a) dan (47b).
(47e) nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa.
*kados dene
namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan meminum racun.
*seperti
(47f) Mula wong kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane
kaya “dolanan ula mandi”.
*kados
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
„Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya seperti
*seperti
“bermain ular berbisa”.‟
Kedua penggantian pada data (47e) dan (47f) di atas membuktikan
bahwa kalimat menjadi tidak gramatikal dikarenakan perbedaan ragam
bahasa yang digunakan. Jadi kata kaya dene „seperti‟ tidak bisa diganti
dengan kata kados dene „seperti‟ dan kata kaya „seperti‟ juga tidak bisa
diganti dengan kata kados „seperti‟.
b. Penyulihan (Substitusi)
Penyulihan (substitusi) adalah proses penggantian unsur lingual yang
dapat berupa kata, frasa atau klausa dengan unsur lain sehingga akan
didapatkan unsur lingual yang berbeda dalam kalimat tersebut. Ada empat
jenis substitusi yaitu (a) substitusi nomina, (b) substitusi verba, (c) substitusi
frasal dan (d) substitusi klausal.
Berikut ini adalah data dari rubrik Sumber Semangat yang mengandung
substitusi.
(58) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa
gething. Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa
gething. (PS/28/14 Juli 12)
„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa
benci. Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa
benci.‟
Pada data (58) di atas terdapat penyulihan kata gething „benci‟ dengan
kata mau „tadi‟. Penyulihan kata tersebut dimaksudkan agar terdapat variasi
dalam kalimat sehingga tidak terjadi pengulangan kata yang sama yang dapat
menjadikan kalimat menjadi monoton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
Data (58) kemudian dibagi unsur langsungnya menjadi berikut ini.
(58a) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa
gething.
„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa
benci.‟
(58b) Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa gething.
„Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa benci.‟
Selanjutnya data (58a) dan (58b) dianalisis dengan menggunakan teknik
lesap menjadi sebagai berikut.
(58c) *Ing jagad iki rasa Ø ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa
gething.
*„Di dunia ini rasa Ø tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa
benci.‟
(58d) *Nanging rasa Ø bakal sirna lamun winales kanthi tanpa gething.
*„Tetapi rasa Ø dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa benci.‟
Hasil yang diperoleh setelah pengujian teknik lesap terhadap data (58c)
dan (58d) adalah kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima karena
ketidakjelasan informasi yang diperoleh setelah pelesapan. Oleh sebab itu,
keduanya harus dihadirkan dalam kalimat.
Teknik ganti dirasa tidak diperlukan dalam menganalisis data yang
mengandung kohesi gramatikal yang berupa substitusi, karena substitusi
sendiri merupakan penyulihan dari unsur yang satu dengan unsur yang lain
sehingga memungkinkan adanya penggantian unsur dalam kalimat tersebut.
(59) Wong kang nindakake sarengating agama, nanging ora nindakake
kabecikan tumrap masyarakat, kena diarani enggone ngibadah durung
sampurna. (PS/39/24 Sep 11)
„Orang yang menjalankan syariat agama, tetapi tidak menjalankan
kebajikan di masyarakat, bisa disebut ibadahnya belum sempurna.‟
Data (59) di atas merupakan jenis substitusi frasa dengan kata yaitu frasa
nindakake sarengating agama „menjalankan syariat agama‟ diganti dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
sebuah kata ngibadah „ibadah‟. Kedua unsur di atas mempunyai maksud yang
sama sehingga bisa saling mensubstitusi. Penyulihan pada data (59) di atas
dimaksudkan agar kalimat menjadi lebih variatif karena muncul unsur baru
untuk menggantikan unsur sebelumnya yang sudah ditampilkan.
Data (59) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti berikut.
(59a)Wong kang nindakake sarengating agama, nanging ora nindakake
kabecikan tumrap masyarakat,
„Orang yang menjalankan syariat agama, tetapi tidak menjalankan
kebajikan di masyarakat,‟
(59b) kena diarani enggone ngibadah durung sampurna.
„bisa disebut ibadahnya belum sempurna.‟
Selanjutnya data (59a) dan (59b) dianalisis dengan menggunakan teknik
lesap.
(59c) *Wong kang Ø, nanging ora nindakake kabecikan tumrap masyarakat,
*„Orang yang Ø, tetapi tidak menjalankan kebajikan di masyarakat,‟
(59d) *kena diarani enggone Ø durung sampurna.
*„bisa disebut Ø belum sempurna.‟
Kalimat yang dihasilkan pada data (59c) dan (59d) diatas adalah
ketidakberterimaan dan ketidakgramatikalan setelah dianalisis dengan
menggunakan teknik lesap. Informasi yang disampaikan menjadi tidak jelas.
Oleh karena itu, keduanya mutlak untuk dihadirkan.
(60) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu duwe,
awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong
iku. (PS/28 April 12)
„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta padahal
kamu mampu, sebab bisa juga suatu saat dirimu terpaksa meminta pada
orang tersebut.‟
Penyulihan kata dengan kata terdapat pada data (60) di atas yaitu kata
wong njejaluk „orang yang meminta‟ disubstitusi dengan kata wong iku
„orang tersebut‟. Fungsi dari penyulihan ini adalah agar tidak terjadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
pengulangan kata yang sama dalam satu kontruksi kalimat sehingga tidak
menimbulkan kemonotonan.
Teknik BUL selanjutnya diterapkan pada data (60) dan menjadi seperti
di bawah ini.
(60a) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu duwe,
„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta padahal
kamu mampu,‟
(60b) awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong
iku.
„sebab bisa juga suatu saat dirimu terpaksa meminta pada orang
tersebut.‟
Teknik lesap lalu digunakan untuk menganalisis data (60a) dan (60b).
(60c) *Aja kok tulak yen ana Ø kang sapantese tur sliramu duwe,
*„Janganlah kamu menolak jika ada Ø padahal kamu mampu,‟
(60d) *awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang Ø.
*„sebab bisa juga suatu saat dirimu terpaksa meminta pada Ø.‟
Pengujian dengan menggunakan teknik lesap membuktikan bahwa
setelah wong njejaluk „orang yang meminta‟ dan wong iku „orang tersebut‟
dilesapkan membuat informasi yang disampaikan tidak jelas dan membuat
kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal.
(61) Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga mblenjani janji. [...],
kang njalari dheweke ora bisa netepi janjine. (PS/21/26 Mei 12)
„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena mengingkari
janji. [...], yang menyebabkan dirinya tidak bisa menetapi janji.‟
Data (61) di atas terdapat penyulihan frasal yaitu antara frasa mblenjani
janji „mengingkari janji‟ dengan frasa ora bisa netepi janji „tidak bisa
menetapi janji‟. Dengan adanya penyulihan seperti pada data (61) diatas,
maka didapatkan kalimat yang variatif membuat kalimat menjadi lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
Data (60) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL sebagai berikut.
(61a) Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga mblenjani janji.
„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena mengingkari
janji.‟
(61b) [...], kang njalari dheweke ora bisa netepi janjine.
„[...], yang menyebabkan dirinya tidak bisa menetapi janji.‟
Teknik lesap lalu diterapkan untuk menganalisis data (61a) dan (61b)
(61c) *Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga Ø.
*„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena Ø.‟
(61d) *[...], kang njalari dheweke Ø.
*„[...], yang menyebabkan dirinya Ø.‟
Terlihat dengan jelas bahwa informasi pada data (61c) dan (61d)
menjadi tidak jelas setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap. Selain itu,
kalimat juga menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Maka kehadiran
dari unsur tersebut sangat diperlukan agar menjadi kalimat yang kohesif.
(62) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka bagusing
rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane, prayogane
padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene ora langgeng.
(PS/41/8 Okt 11)
„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru,
wajah yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak
harta, alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya semua
itu tidak abadi.‟
Data (62) di atas merupakan contoh dari substitusi klausal. Pada kalimat
di atas, frasa kabeh-kabeh mau „semua itu‟ berfungsi menggantikan klausa
saka turuning darah luhur, saka bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur
lan saka kasugihane „dari keturunan darah biru, wajah yang tampan,
mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak harta‟. Apabila klausa tersebut
tidak disubstitusi maka akan membuat kalimat menjadi monoton.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
Selanjutnya membagi unsur langsung data (62) dengan menggunakan
teknik BUL.
(62a) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka bagusing
rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,
„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru,
wajah yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak
harta,‟
(62b) prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene
ora langgeng.
„alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya semua itu
tidak abadi.‟
Data (62a) dan (62b) lalu dianalisis dengan menggunakan teknik lesap
seperti berikut ini.
(62c) *Wong kang takabur jalaran Ø,
*„Orang yang takabur karena berasal Ø,‟
(62d) *prayogane padha nyadharana, menawa Ø satemene ora langgeng.
*„alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya Ø tidak
abadi.‟
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, dapat dilihat dengan
sangat jelas bahwa kalimat yang dihasilkan menjadi tidak berterima dan tidak
gramatikal. Selain itu, isi dari wacana tersebut juga tidak jelas dan sulit untuk
dipahami. Maka kehadiran dari unsur yang dilesapkan itu mutlak adanya.
c. Pelesapan (Elipsis)
Pelesapan merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur
yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan. Unsur
yang biasanya dilesapkan dalam suatu kalimat ialah subjek atau predikat.
Di bawah ini merupakan data yang di dalamnya terdapat kohesi
gramatikal yang berupa pelesapan (elipsis).
(70) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, ngegung-
egungake dhirine, [...]. (PS/35/27 Agustus 11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
„Tuhan tidak senang pada orang yang berwatak sombong,
mengunggul-unggulkan dirinya [...].‟
Data (70) di atas terdapat pelesapan frasa wong kang watake „orang
yang berwatak‟. Pelesapan frasa tersebut terjadi setelah kata gumedhe
„sombong‟ dan sebelum kata ngegung-egungake „mengunggul-unggulkan‟.
Pelesapan pada wacana ditandai dengan lambang zero (Ø) yang terletak pada
tempat terjadinya pelesapan unsur.
Untuk menganalisis penanda kohesi gramatikal yang berupa pelesapan,
tidak menggunakan teknik BUL dan teknik ganti. Tetapi pada analisis ini,
menggunakan teknik lesap yang berupa kalimat yang dilesapkan dan kalimat
yang utuh atau tidak dilesapkan.
(70a) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, Ø ngegung-
egungake dhirine, [...].
„Tuhan tidak senang pada orang yang berwatak sombong, Ø
mengunggul-unggulkan dirinya [...].‟
(70b) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, wong kang
watake ngegung-egungake dhirine, [...].
„Tuhan tidak senang pada orang yang berwatak sombong, orang yang
berwatak mengunggul-unggulkan dirinya [...].‟
Setelah dianalisis dengan menggunakan teknik lesap. Data (70a) di atas
kalimatnya menjadi lebih efektif karena kalimat menjadi lebih singkat namun
tetap jelas informasinya sehingga menjadi wacana yang padu. Data (70b)
nampak lebih jelas informasinya tetapi hal ini menjadikan kalimat menjadi
lebih panjang dan tidak efektif dalam komunikasi.
(71) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk
iku[...]. Wekasan bisa nyuda ajining dhiri. (PS/27/7 Juli 12)
„Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur
itu, [...]. Akhirnya dapat mengurangi harga diri.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
Pada data (71) di atas terdapat pelesapan frasa kabungahan kang
keladuk „kesenangan yang terlanjur‟ yang diletakkan diantara kata wekasan
„akhirnya‟ dan bisa „dapat‟. Kemudian data (71) dijadikan menjadi dua
bentuk yaitu bentuk yang dilesapkan dan bentuk yang tidak dilesapkan.
Berikut ini adalah hasilnya.
(71a) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk
iku[...].Wekasan Ø bisa nyuda ajining dhiri.
„Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur
itu, [...].Akhirnya Ø dapat mengurangi harga diri.‟
(71b) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk
iku[...].Wekasan kabungahan kang keladuk bisa nyuda ajining dhiri.
Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur
itu, [...]. Akhirnya kesenangan yang terlanjur dapat mengurangi harga
diri.‟
Nampak sangat jelas bahwa pada data (71a) kalimat menjadi lebih
efektif setelah dikenai teknik lesap. Namun pada data (71b), meskipun
kalimat menjadi lebih jelas karena tidak ada unsur yang dilesapkan tetapi
kalimat menjadi panjang sehingga membuat tidak efektif.
(72) Sing sapa rumangsa becik dhewe, pinter dhewe, sugih dhewe, luhur
dhewe lan kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake gagasan cipta
kang wening,[...]. (PS/33/13 Agustus 11)
„Barang siapa merasa baik paling , paling pintar, paling kaya , paling
luhur dan paling berkuasa, baiknya maulah mengistirahatkan gagasan
cipta yang bening, [...].‟
Proses pelesapan sangat nampak terdapat pada data (72) di atas. Frasa
sing sapa rumangsa „barang siapa yang merasa‟ dilesapkan sebanyak empat
kali yaitu sebelum kata pinter „pintar‟, sebelum kata sugih „kaya‟, sebelum
kata luhur „luhur‟ dan sebelum kata kuwasa „kuasa‟. Pelesapan ini
dimaksudkan agar tidak terjadi pengulangan kata berkali-kali sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
kalimat menjadi tidak efektif. Hal ini dapat dibuktikan pada data (72a) dan
(72b) seperti di bawah ini.
(72a) Sing sapa rumangsa becik dhewe, Ø pinter dhewe, Ø sugih dhewe, Ø
luhur dhewe lan Ø kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake
gagasan cipta kang wening,[...].
„Barang siapa merasa baik paling , Ø paling pintar, Ø paling kaya , Ø
paling luhur dan Ø paling berkuasa, baiknya maulah mengistirahatkan
gagasan cipta yang bening, [...].‟
(72b) Sing sapa rumangsa becik dhewe, sing sapa rumangsa pinter dhewe,
sing sapa rumangsa sugih dhewe, sing sapa rumangsa luhur dhewe
lan sing sapa rumangsa kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake
gagasan cipta kang wening,[...].
„Barang siapa merasa baik paling , barang siapa merasa paling
pintar, barang siapa merasa paling kaya , barang siapa merasa
paling luhur dan barang siapa merasa paling berkuasa, baiknya
maulah mengistirahatkan gagasan cipta yang bening, [...].‟
Jelas sekali ketidakefektifan yang terdapat pada data (72b) di atas
karena pengulangan kata dilakukan beberapa kali. Apabila dibandingkan
dengan data (72b), data (72a) tampak lebih efektif meskipun kalimatnya
singkat tetapi tidak mengurangi informasi yang disampaikan.
(73) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene
kalepyan tumuju marang marganing pati. (PS/37/15 Sep 12)
„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, sedangkan
kecerobohan/kelengahan menuju pada jalan kematian.‟
Tampak pada data (73) di atas terdapat proses pelesapan unsur iku
dalan kang „merupakan jalan‟. Pelesapan terjadi diantara kata kalepyan
„kelengahan dan kata tumuju „menuju‟. Kemudian data (73) dibagi menjadi
dua bentuk yaitu yang dilesapkan dan yang tidak dilesapkan seperti berikut
ini.
(73a) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene
kalepyan Ø tumuju marang marganing pati.
„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi
kecerobohan/kelengahan Ø menuju pada jalan kematian.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
(73b) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene
kalepyan iku dalan kang tumuju marang marganing pati.
„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi
kecerobohan/kelengahan merupakan jalan menuju pada jalan
kematian.‟
Setelah data (73a) dikenai teknik lesap, maka kalimat yang dihasilkan
menjadi lebih efektif bila dibandingkan dengan data (73b). Meskipun kalimat
yang dihasilkan menjadi lebih ringkas dan informasi yang disampaikan tidak
sejelas pada data (73b) namun dalam komunikasi data (73a) lebih efisien.
d. Perangkaian (Konjungsi)
Konjungsi adalah sarana kohesi gramatikal yang berfungsi untuk
merangkaikan satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain yang
terdapat dalam wacana. Jenis-jenis konjungsi yang dapat ditemukan dan data
yang terdapat konjungsi adalah sebagai berikut.
a) Konjungsi cara
Kalimat yang mengandung konjungsi cara ditandai dengan adanya kata
kanthi „dengan‟ dan kanthi mengkono „dengan begitu‟. Berikut ini adalah data
yang memuat konjungsi cara.
(84) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-padhaning
tumitah. Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake bisa kanthi
longgar mardika ing rasa. (PS/5/4 Feb 2012)
„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama makhluk.
Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa dengan
perasaan bebas.‟
Pada data (84) di atas terdapat jenis kohesi gramatikal yang berupa
konjungsi cara yaitu kanthi mengkono „dengan begitu‟ dan kanthi „dengan‟.
Fungsi dari digunakannya konjungsi cara tersebut adalah menjelaskan bahwa
dengan berbuat baik terhadap manusia akan membuat perasaan menjadi lega
dan damai.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Data (84) kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL.
(84a) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-padhaning
tumitah.
„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama makhluk.‟
(84b) Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake bisa kanthi longgar
mardika ing rasa.
‘Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa dengan
perasaan bebas.‟
Selanjutnya teknik lesap digunakan untuk menguji data (84) menjadi
seperti berikut ini.
(84c) *Ø sabarang kang kok tindakake bisa Ø longgar mardika ing rasa.
*„Ø segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa Ø perasaan bebas.‟
Setelah data (84b) diuji dengan menggunakan teknik lesap. Dapat
dilihat bahwa dengan adanya pelesapan kanthi mengkono „dengan begitu‟
kalimat menjadi tidak jelas maksudnya sehingga menjadikan kalimat menjadi
tidak berterima. Namun ketika kata kanthi „dengan‟ dilesapkan kalimat masih
berterima dan gramatikal.
Langkah berikutnya adalah menguji data (84b) dengan menggunakan
teknik ganti.
(84d) Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake
Kalawan mengkono
*Mawi mekaten
„Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan‟
„Dengan begitu
„*Dengan begitu
bisa kanthi longgar mardika ing rasa.
kalawan
*mawi
„bisa dengan perasaan bebas‟.
dengan
*dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
Hasil analisis pada data (84d) adalah konjungsi cara kanthi mengkono
„dengan begitu‟ dapat diganti dengan konjungsi cara kalawan mengkono
„dengan begitu‟ dan kata kanthi „dengan „ dapat diganti dengan kata kalawan
„dengan‟ karena kesemuanya berada pada ragam bahasa yang sama yaitu
bahasa ngoko. Tetapi ketika konjungsi cara kanthi mengkono „dengan begitu‟
dan kata kanthi „dengan‟ diganti mawi mekaten „dengan begitu‟ dan mawi
„dengan‟ membuat kalimat di atas menjadi tidak gramatikal karena perbedaan
ragam bahasa antara ngoko dengan krama.
(85) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan. Nanging yen wis kulina,
pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi watak. (PS/38/22
Sep 12)
„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan‟. Tetapi jika sudah
terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi watak.‟
Terdapat jenis konjungsi cara kanthi „dengan‟ pada data (85) di atas.
Konjungsi cara tersebut berfungsi untuk menerangkan bahwa mengamal
dapat dilakukan dengan cara pengorbanan.
Data (85) di atas, dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL.
(85a) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan.
„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan‟.
(85b) Nanging yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis
manjing dadi watak.
„Tetapi jika sudah terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah
menjadi watak.‟
Langkah berikutnya adalah data (85b) dianalisis dengan menggunakan
teknik lesap.
(85c) Ngamal iku mawujude Ø pangurbanan.
„Mengamal itu diwujudkan Ø pengorbanan.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
Pengujian data (85a) dengan menggunakan teknik lesap membuat
kalimat yang dihasilkan menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal, hal ini
dapat dilihat pada data (85c). Oleh sebab itu kehadiran konjungsi cara yaitu
kanthi „dengan‟ seharusnya tetap ada.
Selanjutnya data (85b) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti
seperti berikut ini.
(85d) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan.
*mawi
„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan.‟
*dengan
Setelah data (85a) diuji dengan menggunakan teknik ganti, ternyata
kata mawi „dengan‟ tidak bisa menggantikan kata kanthi „dengan‟. Hal ini
disebabkan karena kata mawi „dengan‟ digunakan pada ragam bahasa krama
sedangkan kata kanthi „dengan‟ digunakan pada ragam bahasa ngoko.
b) Konjungsi syarat
Jenis kata hubung yang digolongkan ke dalam konjungsi syarat
diantaranya yen „jika‟, menawa „seandainya‟ dan mangkono uga „seperti
juga‟ dan lamun „jika‟. Data yang terdapat di bawah ini adalah data yang
menggunakan konjungsi syarat.
(91) Aja ngandhakake apa-apa marang sadhengah wong kang durung
kasumurupan kanthi terang. Amarga yen ora cocog karo kanyatane,
bisa gawe kapitunane. Yen teba sumiyare saya amba presasat nyebar
wisa. (PS/43/22 Okt 11)
„Jangan mengatakan apa-apa pada sembarang orang yang belum
mengetahui pastinya. Karena jika tidak cocok dengan kenyataan, itu
bisa menimbulkan kerugian. Jika sampai tersebar luas seperti
menyebarkan racun.‟
Pada data (91) di atas terdapat salah satu jenis kohesi syarat yang
berupa kata yen „jika‟. Konjungsi yen „jika‟ berfungsi untuk menerangkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
kalau berita yang belum pasti benarnya, apabila tersebar akan membuat
kerugian bagi orang yang dijadikan pembicaraan. Kejadian ini sama halnya
menyebarkan racun bagi masyarakat.
Data (91) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti berikut ini.
(91a) Aja ngandhakake apa-apa marang sadhengah wong kang durung
kasumurupan kanthi terang.
„Jangan mengatakan apa-apa pada sembarang orang yang belum
mengetahui pastinya.‟
(91b) Amarga yen ora cocog karo kanyatane, bisa gawe kapitunane.
„Karena jika tidak cocok dengan kenyataan, itu bisa menimbulkan
kerugian.‟
(91c) Yen teba sumiyare saya amba presasat nyebar wisa.
„Jika sampai tersebar luas seperti menyebarkan racun.‟
Dengan menggunakan teknik lesap, data (91c) di atas dianalisis seperti
berikut ini.
(91d) *Ø teba sumiyare saya amba presasat nyebar wisa.
*„Ø sampai tersebar luas seperti menyebarkan racun.‟
Hasil analisis yang diperoleh pada data (91d) adalah kalimat menjadi
tidak gramatikal dan tidak berterima. Selain itu kesatuan yang terdapat pada
data (91d) di atas menjadi tidak sempurna karena dihilangkannya konjungsi
syarat tersebut.
Langkah berikutnya adalah menguji data (91c) dengan menggunakan
teknik ganti. Berikut ini adalah hasil pengujiannya.
(91e) Yen teba sumiyare saya amba presasat nyebar wisa.
Menawa
*Menawi
„ Jika sampai tersebar luas seperti menyebarkan racun.‟
Jika
*Jika
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
Teknik ganti yang digunakan untuk menguji data (91c) di atas
membuktikan bahwa konjungsi syarat yen „jika‟ dapat diganti dengan
konjungsi syarat menawa „jika‟ karena keduanya sama-sama digunakan pada
ragam bahasa ngoko sehingga bisa saling menggantikan. Sedangkan
konjungsi yen „jika‟ apabila diganti dengan konjungsi syarat menawi „jika‟
membuat kalimat menjadi tidak gramatikal karena kata tersebut termasuk
dalam ragam bahasa krama.
(92) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka
bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,
prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene
ora langgeng. (PS/41/8 Okt 11)
„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru, wajah
yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak harta,
alangkah baiknya untuk menyadari, bahwa semua itu sesungguhnya
tidak abadi.‟
Konjungsi syarat menawa „jika‟ yang terdapat pada data (92) di atas
menerangkan bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang dimiliki oleh
seseorang itu tidak ada yang abadi dan merupakan titipan dari Tuhan yang
bisa diambil kapan saja. Oleh karena itu orang yang sombong dan suka
menganggap dirinya paling dalam segala hal supaya mau merenungkannya.
Data (92) di atas kemudian dikenai teknik BUL.
(92a) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka
bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,
„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru, wajah
yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak harta,‟
(92b) prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene
ora langgeng.
„alangkah baiknya untuk menyadari, bahwa semua itu sesungguhnya
tidak abadi.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
Data (92a) lalu diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti berikut.
(92c) *prayogane padha nyadharana, Ø kabeh-kabeh mau satemene ora
langgeng.
*„alangkah baiknya untuk menyadari, Ø semua itu sesungguhnya
tidak abadi.‟
Setelah data (92c) mengalami pelesapan, ternyata kalimat masih tetap
gramatikal dan masih berterima dan informasi yang disampaikan juga jelas.
Namun apabila diperhatikan lebih seksama lagi kesatuan yang ada pada
kalimat yang satu dengan kalimat lainnya kurang padu karena tidak adanya
kata penghubung.
Selanjutnya data (92a) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti.
(92d) prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau
*menawi
„alangkah baiknya untuk menyadari, bahwa semua itu‟
*bahwa
Setelah dikenai teknik lesap pada data (92d) di atas, kata menawi „jika‟
ternyata membuat kalimat menjadi tidak gramatikal, selain itu menawi „jika‟
tidak dapat mengganti kata menawa „jika‟ karena kata tersebut dipakai pada
ragam bahasa krama bukan ragam bahasa ngoko.
(93) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor, mangkono uga
kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi kanthi
becik. (PS/36/8 Sep 12)
„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor, begitu juga
kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan
dengan baik.‟
Mangkono uga „begitu juga‟ yang terdapat pada data (93) di atas
merupakan salah satu jenis konjungsi syarat. Konjungsi tersebut berperan
dalam menjelaskan sifat manusia yang buruk yaitu sifat murka dapat merasuk
pada pikiran yang tidak baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Kemudian data (93) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL.
(93a) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor,
„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor,‟
(93b) mangkono uga kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora
kaparsudi kanthi becik.
„begitu juga kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak
diupayakan dengan baik.‟
Setelah dibagi unsur langsungnya, data (93b) kemudian diuji dengan
menggunakan teknik lesap seperti di bawah ini.
(93c) *Ø kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi
kanthi becik.
*„Ø kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan
dengan baik.‟
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, data (93c) di atas
masih berterima dan gramatikal, tetapi antara kalimat yang satu dengan
kalimat yang lainnya tidak terhubung dengan baik sehingga pesan yang
disampaikan menjadi tidak jelas. Oleh sebab itu, konjungsi mangkono uga
„begitu juga‟ tidak boleh dilesapkan.
Lalu teknik ganti digunakan untuk menguji data (93b). Hasil
pengujiannya adalah sebagai berikut.
(93d) mangkono uga kamurkan bakal nembus marang pikiran
*mekaten ugi
kang ora kaparsudi kanthi becik.
„begitu juga kemurkaan akan menembus pada pikiran
*begitu juga
yang tidak diupayakan dengan baik.‟
Data (93d) di atas, setelah mengalami pengujian dengan menggunakan
teknik ganti ternyata membuat kalimat menjadi tidak gramatikal. Konjungsi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
mangkono uga „begitu juga‟ yang termasuk dalam ragam bahasa ngoko tidak
bisa diganti dengan mekaten ugi „begitu juga‟ yang termasuk dalam ragam
bahasa krama.
(94) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi lamun sajrone
cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...]. (PS/32/11 Agustus
2012)
„Sebagian besar manusia tidak mengetahui jika di dalam perselisihan
dirinya akan mengalami kemusnahan, [...].‟
Pada data (94) di atas terdapat kata lamun „jika‟ yang temasuk dalam
konjungsi syarat. Tujuan menghadirkan kata lamun „jika‟ pada kalimat di atas
adalah menerangkan bahwa orang yang dalam hidupnya selalu berselisih,
maka dirinya akan mendapati celaka.
Selanjutnya data (94) dikenai teknik BUL seperti berikut ini.
(94a) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi
„Sebagian besar manusia tidak mengetahui‟
(94b) lamun sajrone cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...].
„jika di dalam perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan,
[...].‟
Kemudian data (94b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.
(94c) *Ø sajrone cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...].
*„Ø di dalam perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan, [...].‟
Kalimat yang dihasilkan pada data (94c) setelah dianalisis dengan
menggunakan teknik lesap yaitu kalimat menjadi tidak padu karena tidak
adanya jalinan hubungan di dalamnya. Hal ini membuat kalimat menjadi
kurang sempurna.
Apabila dianalisis dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya adalah
sebagai berikut ini.
(94d) lamun sajrone cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes,
yen
*menawi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
„jika di dalam perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan,‟
jika
*jika
Pada data (94d) di atas, kata lamun „jika‟ ternyata bisa saling
menggantikan dengan kata yen „jika‟ karena keduanya berada dalam ragam
bahasa yang sama yaitu ragam bahasa ngoko. Sedangkan kata menawi „jika‟
apabila menggantikan kata lamun „jika‟ akan membuat kalimat menjadi tidak
gramatikal karena keduanya berada dalam ragam bahasa yang berbeda.
c) Konjungsi perlawanan
Di dalam konjungsi perlawanan, kata hubung yang digunakan adalah
kata kosokbaline „sebaliknya‟ dan suwalike „sebaliknya‟. Namun yang
terdapat pada data di bawah ini adalah konjungsi perlawanan yang berupa
kosokbaline „sebaliknya‟.
(114) Yen pamikir utawa panemumu diawoni ing liyan, aja kesusu muring-
muring. Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan penguji
tumrap panemumu mau,[...]. (PS/ 9/3 Maret 2012)
„Jika pemikiran atau pendapatmu dihina oleh yang lainnya, jangan
terburu-buru marah. Sebaliknya terimalah sebagai penyaring lan
penguji pada pendapatmu tadi, [...].‟
Kata kosokbaline „sebaliknya‟ yang terdapat pada data (114) di atas
adalah salah satu jenis konjungsi perlawanan. Maksud yang disampaikan
pada data di atas adalah apabila kita mempunyai pendapat yang ditentang
oleh orang lain jangan terburu-buru marah pada orang tersebut. Tetapi
jadikanlah pertimbangan bagi pendapat kita yang ditolak tadi.
Data (114) lalu dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik
BUL, seperti berikut ini.
(114a) Yen pamikir utawa panemumu diawoni ing liyan, aja kesusu
muring-muring.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
„Jika pemikiran atau pendapatmu dihina oleh yang lainnya, jangan
terburu-buru marah.‟
(114b) Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan penguji tumrap
panemumu mau,[...].
„Sebaliknya terimalah sebagai penyaring lan penguji pada
pendapatmu tadi, [...].‟
Kemudian menguji dengan menggunakan teknik lesap untuk menguji
data (114b). Hasilnya seperti di bawah ini.
(114c) *Ø tampanen minangka panyaring lan penguji tumrap panemumu
mau,[...].
*„Ø terimalah sebagai penyaring lan penguji pada pendapatmu tadi,
[...].‟
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, maka kalimat di atas
menjadi tidak sempurna karena ketidakpaduan di dalam kalimat tersebut.
Apabila konjungsi kosokbaline „sebaliknya‟ tidak dilesapkan, maka di dalam
kalimat tersebut terdapat kesatuan dan kepaduan. Karena fungsi dari
konjungsi tersebut adalah menggabungkan kalimat sebelumnya dengan
kalimat setelahnya.
Selanjutnya data (114b) diuji dengan menggunakan teknik ganti seperti
berikut ini.
(114d) Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan penguji
Suwalike
tumrap panemumu mau,[...].
„Sebaliknya terimalah sebagai penyaring lan penguji
Sebaliknya
pada pendapatmu tadi, [...].‟
Pada data (114d) di atas, proses penggantian satuan lingual lainnya
masih bisa berterima dan gramatikal. Kata kosokbaline „sebaliknya‟ dengan
kata suwalike „sebaliknya‟ ternyata bisa saling menggantikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
d) Konjungsi urutan
Jenis kata hubung yang digolongkan ke dalam konjungsi urutan adalah
banjur „lalu‟, terus „terus‟, dan lajeng „lalu‟. Konjungsi urutan dengan
menggunakan kata banjur „lalu‟ terdapat pada data di bawah ini.
(118) Wong kang nemahi kekurangan utawa kasangsaran ing uripe,
terkadhang antuk leliru nugraha kang luwih pangaji, yaiku dene
banjur eling marang kaluhuran lan kamurahaning Pangeran.
(PS/1/7 Jan 2012)
„Orang yang mengalami kekurangan atau kesengsaraan dalam
hidupnya, kadang mendapatkan ganti anugerah yang lebih berharga,
yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟
Pada data (118) di atas terdapat kata banjur „lalu‟ yang digolongkan
dalam konjungsi urutan. Fungsi dari konjungsi ini adalah menerangkan
bahwa orang yang menjalani hidup dengan susah dan sengsara, maka dia
akan mendapatkan anugrah yang sangat berharga. Yaitu dia lalu mengingat
kemurahan yang diberikan oleh Tuhannya.
Data (118) lalu dibagi dengan menggunakan tehnik BUL.
(118a) Wong kang nemahi kekurangan utawa kasangsaran ing uripe,
terkadhang antuk leliru nugraha kang luwih pangaji,
„Orang yang mengalami kekurangan atau kesengsaraan dalam
hidupnya, kadang mendapatkan ganti anugerah yang lebih
berharga,‟
(118b) yaiku dene banjur eling marang kaluhuran lan kamurahaning
Pangeran.
„yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟
Lalu data (118b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.
(118c) yaiku dene Ø eling marang kaluhuran lan kamurahaning
Pangeran.
„yaitu Ø ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟
Ketidakpaduan pada kalimat di atas sangat nampak terlihat akibat
dilesapkannya kata banjur „lalu‟. Meskipun kalimat masih berterima dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
gramatikal, tetapi akan lebih padu lagi bila konjungsi tersebut tetap
dihadirkan dalam kalimat tersebut.
Kemudian data (118b) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti.
(118d) yaiku dene banjur eling marang kaluhuran lan
terus
*lajeng
kamurahaning Pangeran
„yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟
lalu
*lalu
Setelah dianalisis dengan teknik ganti, data (118d) yang terdapat
konjungsi banjur „lalu‟ masih bisa diganti dengan kata terus „terus‟. Namun
setelah diganti dengan menggunakan kata lajeng „lalu‟ menjadikan kalimat
menjadi tidak gramatikal karena perbedaan ragam bahasa yang digunakan
dalam teks di atas.
e) Konjungsi pilihan
Kata utawa „atau‟ dan apa „atau‟ merupakan jenis dari konjungsi
pilihan. Data yang terdapat di bawah ini merupakan contoh penerapan dari
konjungsi pilihan.
(122) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,
olahen samatenge. (PS/42/15 Okt 11)
„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,
pelajari dengan sungguh-sungguh.‟
Pada data (122) di atas terdapat konjungsi pilihan yang diungkapkan
dengan kata utawa „atau‟. Kalimat di atas menerangkan pilihan kepada
pembaca supaya saat diajari atau dinasihati agar bisa dipahami dan
direnungkan dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
Data (122) kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL.
(122a) Yen diwulang utawa dipituturi,
„Jika diajari atau dinasihati,‟
(122b) rungokna kanthi wening, titenana, olahen samatenge.
„dengarkanlah dengan seksama, ingatlah, pelajari dengan sungguh-
sungguh.‟
Selanjutnya data (122a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.
(122c) *Yen diwulang Ø dipituturi,
*„Jika diajari Ø dinasihati,‟
Berdasarkan pengujian dengan teknik lesap pada data (122a) di atas,
membuktikan bahwa proses pelesapan konjungsi utawa „atau‟ membuat
kalimat menjadi tidak berterima karena tidak ada penghubung pada kedua
kalimat di atas.
Lalu pengujian dengan menggunakan teknik ganti diterapkan pada data
(122a), hasilnya seperti berikut ini.
(122d) Yen diwulang utawa dipituturi,
apa
*utawi
*menapa
„Jika diajari atau dinasihati,‟
atau
*atau
*atau
Konjungsi utawa „atau‟ mempunyai kesamaan dengan kata apa „atau‟
pada ragam bahasa yaitu ragam ngoko. Sedangkan kata utawi „atau‟ dan
menapa „atau‟ berada pada ragam bahasa krama. Hal ini menyebabkan kedua
konjungsi tersebut tidak bisa menggantikan kata utawa „atau‟ karena akan
menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal.
(123) [...], durung bisa nyumurupi bakal lulus apa orane. (PS/15/14 April
12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
„[...], belum tahu apakah dia lulus atau tidak.‟
Pada data (123) di atas terdapat jenis konjungsi pilihan apa „atau‟.
Fungsi dari digunakannya konjungsi tersebut adalah memberikan pilihan
antara lulus atau gagal yang tidak bisa diprediksi oleh seseorang. Karena
takdir itu adalah rahasia Tuhan dan manusia tidak ada yang tahu apa yang
akan terjadi padanya.
Teknik BUL digunakan untuk membagi unsur langsung pada data (123)
di atas. Berikut ini adalah hasilnya.
(123a) [...], durung bisa nyumurupi
„[...], belum tahu‟
(123b) bakal lulus apa orane.
„apakah dia lulus atau tidak.‟
Selanjutnya data (123b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap,
menjadi seperti berikut.
(123c) bakal lulus Ø orane.
„apakah dia lulus Ø tidak.‟
Hasil analisis yang diperoleh setelah data (123b) dianalisis dengan
menggunakan teknik lesap (123c) adalah kalimat masih berterima dan
gramatikal. Hal ini disebabkan karena kata ora „tidak‟ mendapat sufiks –ne
„nya‟ yang dalam tuturan Jawa masih berterima.
Kemudian data (123b) di atas dianalisis dengan menggunakan teknik
ganti. Hasil analisisnya adalah sebagai berikut.
(123d) bakal lulus apa orane.
utawa
*utawi
apakah dia lulus atau tidak.‟
atau
*atau
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
Berdasarkan hasil analisis pada data (123d) di atas, kata apa „atau‟ bisa
saling menggantikan dengan kata utawa „atau‟ karena keduanya berada pada
ragam bahasa ngoko. Namun apabila kata apa „atau‟ diganti dengan
menggunakan kata utawi „atau‟ yang merupakan ragam bahasa krama,
membuat kalimat yang diganti menjadi tidak gramatikal.
f) Konjungsi penambahan
Kalimat yang terdapat konjungsi penambahan ditandai dengan
penggunaaan kata lan „dan‟, uga „juga‟, dan sarta „serta‟. Data yang terdapat
di bawah ini adalah data yang terdapat konjungsi penambahan.
(133) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-padhaning
tumitah. (PS/5/4 Feb 2012)
„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama
makhluk.‟
Kata lan „dan‟ yang terdapat pada data (133) di atas,
mengidentifikasikan bahwa di dalam data tersebut terdapat jenis konjungsi
penambahan. Konjungsi lan „dan‟ di atas menghubungkan kata sing becik
„yang baik‟ dengan kata prasaja „terus terang‟.
Data (133) lalu dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik
BUL.
(133a) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu
„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh‟
(133b) marang sapadha-padhaning tumitah.
„pada sesama makhluk.‟
Langkah berikutnya adalah menguji data (133a) dengan menggunakan
teknik lesap.
(133c) *Sing becik Ø prasaja pangrengkuhmu
*„Yang baik Ø terus terang dalam merengkuh‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
Hasil analisis yang diperoleh setelah data (133a) diuji dengan
menggunakan teknik lesap adalah kalimat menjadi tidak berterima dan tidak
padu karena dihilangkannya kata lan „dan‟ sebagai penghubung antara kata
becik „baik‟ dan kata prasaja „terus terang‟. Oleh sebab itu konjungsi
penambahan tersebut harus dihadirkan.
Kemudian data (133a) diuji dengan menggunakan teknik ganti.
(133d) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu
sarta
*ugi
„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh‟
serta
*juga
Pengujian dengan menggunakan teknik ganti menghasilkan kalimat
yang tidak gramatikal apabila kata lan „dan‟ diganti dengan kata ugi „juga‟.
Hal ini dikarenakan kedua konjungsi tersebut berada pada ragam bahasa yang
berbeda yaitu ragam ngoko dan ragam krama. Tetapi kata lan „dan‟ dapat
diganti dengan kata sarta „serta‟ karena kedua konjungsi tersebut merupakan
ragam bahasa ngoko.
(134) Wong kang waspada sarta dhemen nggegulang ibadah bakal oleh
kabegjan lan kamulyan agung. (PS/43/27 Okt 12)
„Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah akan
mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟
Konjungsi penambahan yaitu sarta „serta‟ yang terdapat pada data di
atas menghubungkan antara kata waspada „waspada‟ dengan klausa dhemen
nggegulang ibadah „senang menjalankan ibadah‟. Selain itu juga terdapat
konjungsi penambahan lan „dan‟ yang menghubungkan kata kabegjan
„keberuntungan‟ dengan frasa kamulyan agung „kemulyaan yang agung‟.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
Data (134) di atas lalu dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL seperti di bawah ini.
(134a) Wong kang waspada sarta dhemen nggegulang ibadah
„Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah‟
(134b) bakal oleh kabegjan lan kamulyan agung.
„akan mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟
Berikut ini adalah hasil yang diperoleh setelah data (134a) dan (134b)
dikenai teknik lesap.
(134c) *Wong kang waspada Ø dhemen nggegulang ibadah
*„Orang yang waspada Ø senang menjalankan ibadah‟
(134d) *bakal oleh kabegjan Ø kamulyan agung.
*„akan mendapatkan keberuntungan Ø kemulyaan yang agung.‟
Data (134a) dan (134b) menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal
setelah digunakan teknik lesap untuk mengujinya. Jadi kata sarta „serta‟ dan
lan „dan‟ harus hadir agar kalimat tersebut menjadi padu.
Apabila dianalisis dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya seperti
berikut.
(134e) Wong kang waspada sarta dhemen nggegulang ibadah
lan
*ugi
„Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah‟
dan
*juga
(134f) bakal oleh kabegjan lan kamulyan agung.
uga
sarta
*ugi
akan mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟
juga
serta
*juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
Setelah data (134a) dan (134b) diuji dengan menggunakan teknik ganti
membuktikan bahwa konjungsi sarta „serta‟ yang terdapat pada data (134e)
dapat diganti dengan kata lan „uga‟. Namun kata ugi „juga‟ tidak bisa
menggantikan kata sarta „serta‟. Begitu juga pada data (134f) kata lan „dan‟
dapat diganti dengan kata uga „juga‟ dan sarta „serta‟, tetapi tidak bisa
diganti dengan kata ugi „juga‟. Alasan yang menyebabkan kata tersebut tidak
dapat mengganti karena perbedaan ragam bahasa yaitu antara ragam bahasa
ngoko dengan ragam bahasa krama.
(135) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu
duwe, awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang
wong iku. (PS/28 April 12)
„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta-minta
padahal kamu mampu, sebab bisa juga suatu saat dirimu juga
terpaksa meminta pada orang tersebut.‟
Pada data (135) di atas terdapat jenis konjungsi penambahan yang
berupa kata uga „juga‟. Konjungsi tersebut diulang sebanyak dua kali.
Konjungsi uga „juga‟ di atas menghubungkan kata bisa „bisa‟ dengan kata ing
tembe „suatu saat‟ dan kata sliramu „kamu‟ dengan kata kepeksa „terpaksa‟.
Lalu data (135) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik
BUL.
(135a) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu
duwe,
„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta-minta
padahal kamu mampu,
(135b) awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong
iku.
„sebab bisa juga suatu saat dirimu juga terpaksa meminta pada
orang tersebut.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Selanjutnya menguji data (135b) dengan menggunakan teknik lesap.
Berikut ini adalah hasilnya.
(135c) awit bisa Ø ing tembe sliramu Ø kepeksa njejaluk marang wong
iku.
„sebab bisa Ø suatu saat dirimu Ø terpaksa meminta pada orang
tersebut.‟
Pada data (135c) kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal
karena dilesapkannya konjungsi uga „juga‟ tersebut. Maka kahadirannya
harus tetap ada. Sedangkan pada konjungsi uga yang kedua di atas kalimat
masih berterima dan gramatikal meskipun konjungsi tersebut dilesapkan.
Jadi, konjungsi tersebut tidak wajib hadir.
Pengujian dengan menggunakan teknik ganti dicoba untuk menganalisis
data (135b) di atas. Hasilnya adalah sebagai berikut.
(135d) awit bisa uga ing tembe
*lan
*ugi
sebab bisa juga suatu saat‟
*dan
*juga
sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong iku.
*lan
*ugi
dirimu juga terpaksa meminta pada orang tersebut.‟
*dan
*juga
Kedua kata pengganti yaitu kata lan „dan‟ dan ugi „juga‟ ternyata tidak
bisa menggantikan kata uga „juga‟. Kata lan „dan‟ apabila mengganti kata
uga „juga‟ membuat kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal.
Sama halnya dengan kata ugi „juga‟ yang termasuk dalam ragam krama juga
tidak sesuai dengan data (135) yang menggunakan ragam bahasa ngoko.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
g) Konjungsi tujuan
Kata penghubung yang termasuk dalam konjungsi tujuan adalah kata
amrih „agar‟, supaya „supaya‟ dan supados „supaya‟. Berikut ini adalah data
yang menggunakan konjungsi tujuan.
(153) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan
pepinginan supaya kinacek ing liyan, pepinginan kang supaya
wong liya eling marang dheweke. (PS/50/10 Des 11)
„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai
keinginan supaya diselisihi orang, keinginan supaya orang lain
mengingat dia.‟
Teknik BUL digunakan pada data (153) dengan membagi unsur
langsungnya.
(153a) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan
pepinginan supaya kinacek ing liyan,
„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai
keinginan supaya diselisihi orang,‟
(153b) pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.
„keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟
Selanjutnya adalah menggunakan teknik lesap untuk menguji data
(153a) dan (153b). Berikut ini adalah hasil analisisnya.
(153c)*Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan
pepinginan Ø kinacek ing liyan,
*„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai
keinginan Ø diselisihi orang,‟
(153d) *pepinginan kang Ø wong liya eling marang dheweke.
*„keinginan Ø orang lain mengingat dia.‟
Tampak jelas bahwa dengan dilesapkannya konjungsi tujuan supaya
„supaya‟, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Selain itu,
informasi yang disampaikan juga menjadi tidak jelas. Maka konjungsi supaya
„supaya‟ harus dihadirkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Data (153a) dan (153b) kemudian dianalisis dengan menggunakan
teknik ganti.
(153e) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan
pepinginan supaya kinacek ing liyan,
amrih
*supados
„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai
keinginan supaya diselisihi orang,‟
supaya
*supaya
(153f) pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.
amrih
*supados
„keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟
supaya
*supaya
Kata supaya „supaya‟ yang terdapat pada kedua data di atas, apabila
diganti dengan menggunakan kata amrih „agar‟ masih tetap gramatikal karena
sama-sama menggunakan ragam bahasa ngoko. Namun ketika kata supaya
„supaya‟ diganti dengan kata supados „supaya‟ ternyata membuat kalimat
menjadi tidak gramatikal karena perbedaan ragam bahasa yang digunakan
pada kedua kata tersebut.
h) Konjungsi konsesif
Senajan atau sanadyan „walaupun‟ merupakan jenis kata hubung yang
termasuk dalam konjungsi konsesif. Data di bawah ini merupakan contoh
kalimat yang menggunakan konjungsi tersebut.
(154) Mula senajan ana cacade, yen pancen becik budine, sayogyane
maklumana. (PS/19/12 Mei 12)
„Jadi meskipun ada kekurangannya, jika memang akhlaknya baik,
alangkah baiknya maklumilah.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
Kata senajan „walaupun‟ yang terdapat pada data (154) di atas
berfungsi menghubungkan kata secara konsesif antara orang yang ada
kekurangannya namun hatinya baik supaya dimaklumi.
Kemudian data (154) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL.
(154a) Mula senajan ana cacade,
„Jadi meskipun ada kekurangannya,‟
(154b) yen pancen becik budine, sayogyane maklumana.
„jika memang akhlaknya baik, alangkah baiknya maklumilah.‟
Teknik lesap kemudian diterapkan untuk menguji data (154a)
(154c) *Mula Ø ana cacade,
*„Jadi Ø ada kekurangannya,‟
Data (154c) di atas merupakan hasil dari teknik pelesapan. Dapat dilihat
bahwa kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima setelah proses
pelesapan kata senajan „walaupun‟. Selain itu informasi juga menjadi tidak
jelas maksudnya. Oleh karena itu, kehadiran dari konjungsi tersebut harus
tetap ada.
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, langkah selanjutnya
adalah mengujinya dengan menggunakan teknik ganti.
(154d) Mula senajan ana cacade,
*sinaosa
„Jadi meskipun ada kekurangannya,‟
*meskipun
Hasil yang diperoleh ketika kata senajan „walaupun‟ diganti dengan
menggunakan kata sinaosa „meskipun‟ adalah kalimat menjadi tidak
gramatikal karena senajan „walaupun‟ termasuk dalam ragam bahasa ngoko
sedangkan sinaosa „meskipun‟ termasuk dalam ragam bahasa krama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
(155) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,
nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca, [...]. (PS/35/1
Sep 12)
„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci, tetapi
jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang dipelajari, [...].‟
Penggunaan kata sanadyan „walaupun‟ pada data (155) di atas mengacu
pada jenis konjungsi konsesif. Yaitu menghubungkan secara konsesif
mengenai seseorang yang sudah belajar isi dari kitab suci, namun dia tidak
mengamalkannya.
Data (155) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL.
(155a) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,
„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci,‟
(155b) nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca, [...].
„tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang dipelajari,
[...].‟
Selanjutnya data (155a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap
sepert berikut ini.
(155c) Ø ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,
„Ø ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci,‟
Setelah kata sanadyan „walaupun‟ dilesapkan, kalimat masih
gramatikal dan berterima. Namun informasi yang disampaikan menjadi
kurang jelas. Oleh sebab itu, konjungsi tersebut lebih baik dihadirkan.
Selanjutnya pengujian data (155a) dilakukan dengan menggunakan
teknik lesap.
(155d) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,
Ewadene
*Sinaosa
„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci,‟
Meskipun
*Meskipun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
Hasil yang diperoleh ketika data (155a) diuji dengan menggunakan
teknik ganti adalah kata sanadyan „walaupun‟ dapat diganti dengan kata
ewadene „walaupun‟ karena ragam bahasa dari kedua kata tersebut adalah
ragam ngoko. Tetapi kata sinaosa „walaupun‟ ternyata tidak bisa
menggantikannya karena kata sinaosa „walaupun‟ merupakan ragam bahasa
krama.
i) Konjungsi perkecualian
Konjungsi perkecualian ditandai dengan adanya penggunaan kata
hubung kajaba „kecuali‟. Berikut ini adalah data yang menunjukkan
penggunaan dari konjungsi perkecualian.
(156) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili, uga mitunani
marang dhirine pribadi. (PS/36/3 Sep 11)
„Jadi orang yang jail kecuali merugikan orang yang dijaili, juga
merugikan dirinya sendiri.‟
Kata kejaba „kecuali‟ yang terdapat pada data (156) di atas
menunjukkan bahwa data tersebut menggunakan konjungsi perkecualian.
Teknik BUL digunakan untuk membagi data menjadi dua bagian seperti di
bawah ini.
(156a) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili,
„Jadi orang yang jail kecuali merugikan orang yang dijaili,‟
(156b) uga mitunani marang dhirine pribadi.
„juga merugikan dirinya sendiri.‟
Data (156a) diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti berikut ini.
(156c) Dadi wong jail iku Ø mitunani wong kang dijaili,
„Jadi orang yang jail Ø merugikan orang yang dijaili,‟
Dengan melesapkan kata kejaba „kecuali‟ pada data (156a) di atas
ternyata kalimat masih tetap berterima dan gramatikal. Tapi apabila
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
diperhatikan, kalimat di atas menjadi tidak padu karena ketidakhadiran
konjungsi tersebut.
Apabila data (156a) tersebut diuji dengan menggunakan teknik ganti,
maka hasilnya adalah sebagai berikut.
(156d) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili,
*kejawi
„Jadi orang yang jail kecuali merugikan orang yang dijaili,‟
*kecuali
Penggantian kata kejaba „kecuali‟ dengan kata kejawi „kecuali‟
membuat kalimat menjadi tidak gramatikal. Hal ini dikarenakan kata kejawi
„kecuali‟ digunakan dalam bentuk krama, sedangkan kata kejaba „kecuali‟
termasuk dalam ragam bentuk ngoko.
(157) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa njunjung
kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal bisa
ngangkat drajading menungsa. (PS/52/29 Des 12)
„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung kecuali
hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa
mengangkat derajad manusia.‟
Data (157) di atas termasuk dalam jenis konjungsi perkecualian. Hal ini
nampak pada kalimat di atas yang menggunakan kata hubung kejaba
„kecuali‟ untuk memberikan keterangan pengecualian pada kata setelahnya.
Dengan menggunakan teknik BUL, data (157) kemudian dibagi unsur
langsungnya.
(157a) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa
njunjung
„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung‟
(157b) kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal bisa
ngangkat drajading menungsa.
„kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa
mengangkat derajad manusia.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
Setelah dibagi dengan menggunakan teknik BUL, selanjutnya data
(157b) diuji dengan menggunakan teknik lesap.
(157c) Ø mung pikiran kapng kaarahake kanthi becik kang bakal bisa
ngangkat drajading menungsa.
„kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa
mengangkat derajad manusia.‟
Pelesapan konjungsi kejaba „kecuali‟ menjadikan kalimat menjadi tidak
berterima dan tidak padu. Maka akan menjadi kalimat yang sempurna apabila
kehadiran konjungsi tersebut tidak dilesapkan.
Apabila diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya menjadi
demikian.
(157d) kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal
*kejawi
bisa ngangkat drajading menungsa.
„kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan
*kecuali
mengangkat derajad manusia.‟
Pada hasil pengujian data (157d) di atas membuktikan bahwa kata
kejawi „kecuali‟ yang termasuk dalam ragam bahasa krama tidak bisa
menggantikan kata kejaba „kecuali‟ yang termasuk dalam ragam bahasa
ngoko. Apabila penggantian konjungsi tetap dilakukan, maka kalimat yang
dihasilkan menjadi tidak gramatikal.
j) Konjungsi kelebihan
Jenis kata hubung malah „justru‟ adalah penanda bahwa kalimat yang
menggunakan konjungsi tersebut termasuk dalam konjungsi kelebihan. Di
bawah ini terdapat data yang merupakan penanda konjungsi kelebihan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
(160) Salah-salah malah bisa nemu bilai. (PS/16/21 April 2012)
„Takutnya justru akan mendapatkan celaka.‟
Terdapat konjungsi kelebihan yang berupa kata malah „justru‟ pada
data di atas. Pemakaian konjungsi tersebut berfungsi untuk menerangkan
penyangatan pada kalimat setelahnya.
Data (160) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL.
(160a) Salah-salah
„Takutnya‟
(160b) malah bisa nemu bilai.
„justru akan mendapatkan celaka.‟
Langkah selanjutnya dengan menerapkan teknik lesap pada data (160b).
Berikut ini adalah hasilnya.
(160c) Ø bisa nemu bilai.
„Ø akan mendapatkan celaka.‟
Kalimat masih tetap berterima dan gramatikal meskipun konjungsi di
atas (160c) dilesapkan. Jadi, konjungsi tersebut tidak harus hadir pada kalimat
di atas.
Di bawah ini merupakan pengujian pada data (160b) dengan
menggunakan teknik ganti.
(160d) malah bisa nemu bilai.
kejaba iku uga
*nanging
„justru akan mendapatkan celaka.‟
selain itu juga
*tetapi
Setelah dilakukan pengujian pada data (160b) dengan menggunakan
teknik ganti, dapat diterangkan bahwa kata malah „justru‟ masih gramatikal
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
apabila diganti dengan kata kejaba iku uga „selain itu juga‟. Namun ketika
diganti dengan menggunakan kata nanging „tetapi‟ akan membuat kalimat
menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal. Karena nanging „tetapi‟
merupakan kebalikan dari kata malah „justru‟.
(161) Wong sing suthik kungkulan, sajege ora bakal duwe kaundhakan.
Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep malah
ngreribedi. (PS/29/21 Juli 12)
„Orang yang menolak secara berlebihan, selamanya tidak akan
mempunyai peningkatan. Sebab hal-hal yang baik dibenci justru
dianggap merepotkan.‟
Pada data (161) di atas terdapat kata malah „justru‟ yang termasuk
dalam salah satu jenis konjungsi kelebihan. Fungsi dari konjungsi tersebut
adalah menerangkan bahwa hal yang dibenci justru dianggap merepotkan
bagi orang yang selalu menolak saran dari orang lain.
Berikut ini merupakan hasil dari data (161) yang dibagi unsurnya
dengan menggunakan teknik BUL.
(161a) Wong sing suthik kungkulan, sajege ora bakal duwe kaundhakan.
„Orang yang menolak secara berlebihan, selamanya tidak akan
mempunyai peningkatan.‟
(161b) Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep malah
ngreribedi.
„Sebab hal-hal yang baik dibenci justru dianggap merepotkan.‟
Selanjutnya, data (161b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.
Hasilnya seperti di bawah ini.
(161c) Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep Ø
ngreribedi.
„Sebab hal-hal yang baik dibenci Ø dianggap merepotkan.‟
Hasil dari proses pelesapan konjungsi malah „justru‟ ternyata tidak
berpengaruh pada kepaduan kalimat. Selain itu kalimat juga masih berterima
dan gramatikal.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Apabila dianalisis dengan menggunakan teknik ganti hasilnya adalah
seperti berikut ini.
(161d) Awit sabarang kang becik-becik diewani lan
dianggep malah ngreribedi.
kejaba iku uga
„Sebab hal-hal yang baik dibenci justru
selain itu juga
dianggap merepotkan.‟
Hasil pengujian pada data (161d) di atas membuktikan bahwa dengan
penggantian satuan lingual malah ‟justru‟ dengan kejaba iku uga „selain itu
juga‟ kalimat tetap berterima dan gramatikal, karena kedua konjungsi tersebut
berada pada ragam bahasa yang sama yaitu ragam ngoko.
k) Konjungsi pertentangan
Konjungsi pertentangan ditandai dengan kata hubung nanging „tetapi‟.
Berikut ini adalah data yang di dalamnya terdapat konjungsi pertentangan.
(165) Ngetutake pikiran kang angel dikendhaleni, giras sarta tansah
ngumbara sakarepe dhewe, iku becik. Nanging pikiran kang wis
bisa dilulutake bakal nggawa kabegjan. (PS/47/24 Nov 12)
„Mengikuti pikiran yang sulit dikendalikan, trengginas serta selalu
berkelana sesuka hatinya, itu bagus. Namun pikiran yang sudah bisa
dicintai akan membawa keberuntungan.‟
Kata nanging „tetapi‟ pada data di atas menunjukkan adanya
penggunaan konjungsi pertentangan. Data (165) kemudian dibagi unsurnya
dengan menggunakan teknik BUL seperti berikut ini.
(165a) Ngetutake pikiran kang angel dikendhaleni, giras sarta tansah
ngumbara sakarepe dhewe, iku becik.
„Mengikuti pikiran yang sulit dikendalikan, trengginas serta selalu
berkelana sesuka hatinya, itu bagus.‟
(165b) Nanging pikiran kang wis bisa dilulutake bakal nggawa kabegjan.
„Namun pikiran yang sudah bisa dicintai akan membawa
keberuntungan.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
Teknik lesap kemudian digunakan untuk menguji data (165b).
(165c) Ø pikiran kang wis bisa dilulutake bakal nggawa kabegjan.
„Ø pikiran yang sudah bisa dicintai akan membawa keberuntungan.‟
Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, kalimat pada data
(165c) di atas masih berterima dan gramatikal. Namun, hubungan antara
kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya menjadi tidak padu karena
dihilangkannya kata penghubung nanging „tetapi‟.
Langkah selanjutnya adalah menguji data (165b) dengan menggunakan
teknik ganti seperti berikut ini.
(165d) Nanging pikiran kang wis bisa dilulutake
Ning
Suwalike
bakal nggawa kabegjan.
„ Namun pikiran yang sudah bisa dicintai
namun
sebaliknya
akan membawa keberuntungan.‟
Penggantian dua konjungsi di atas yaitu kata ning „tetapi‟ dan suwalike
„sebaliknya‟ terhadap kata nanging „namun‟ tidak merubah keadaan kalimat.
Kalimat masih dapat berterima dan gramatikal karena kedua konjungsi
pengganti di atas termasuk dalam ragam bahasa ngoko, sama seperti dengan
kata nanging „namun‟ yang merupakan ragam bahasa ngoko.
(166) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan. Nanging yen wis kulina,
pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi watak. (PS/38/22
Sep 12)
„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan. Tetapi jika sudah
terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi watak.‟
Kata nanging „tetapi‟ yang terdapat pada data (166) di atas
menerangkan hubungan perlawanan. Dengan adanya konjungsi perlawanan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
tersebut kalimat di atas tampak padu. Kata nanging „tetapi‟ menerangkan
bahwa sesungguhnya pengorbanan itu merupakan wujud dari pengamalan.
Tetapi jika sudah terbiasa, pengorbanan itu sudah menjadi watak seseorang.
Data (166) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik
BUL.
(166a) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan.
„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan.‟
(166b) Nanging yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis
manjing dadi watak.
„Tetapi jika sudah terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah
menjadi watak.‟
Langkah selanjutnya adalah menguji data (166b) dengan menggunakan
teknik lesap.
(166c) Ø yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi
watak.
„Ø jika sudah terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi
watak.‟
Walaupun kalimat yang dihasilkan pada data (166c) di atas gramatikal
dan berterima. Namun kekohesifan kalimat tersebut nampaknya sangat
kurang karena dilesapkannya kata nanging „tetapi‟ yang berfungsi untuk
menghubungkan kalimat sebelumnya dengan kalimat setelahnya.
Teknik ganti kemudian digunakan untuk menguji data (166b). Hasil
pengujiannya adalah sebagai berikut.
(166d) Nanging yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis
Suwalike
*Ewa semono
manjing dadi watak.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
„Tetapi jika sudah terbiasa pengorbanan itu tidak terasa,
Sebaliknya
*Meski demikian
sudah menjadi watak‟
Begitu data (166b) diuji dengan menggunakan teknik ganti, ternyata
hanya kata suwalike „sebaliknya‟ yang tidak merubah kualitas kalimat.
Kalimat tetap gramatikal dan berterima. Tetapi ketika kata ewa semono
„meski demikian‟ digunakan untuk mengganti kata nanging „tetapi‟ justru
membuat kalimat menjadi tidak gramatikal karena perbedaan maksud dari
konjungsi yang digunakan di dalam konteks di atas.
l) Konjungsi sebab-akibat
Konjungsi sebab-akibat atau kausalitas ditandai dengan digunakannya
kata penghubung berupa amarga „karena‟, jalaran „karena‟, awit „sebab‟,
sebab „sebab‟, merga „karena‟, mula „maka‟ dan wekasan „akhirnya‟.
Konjungsi ini berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat di antara
dua kalimat yang saling dihubungkan tersebut. Penerapan konjungsi sebab
akibat, dapat dilihat pada data di bawah ini.
(179) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka enggone rumangsa
sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik jalaran wong kang
diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing samubarange.
(PS/34/20 Agustus 11)
„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya merasa
lebih, justru dia keliru karena orang yang diremehkan tersebut
ternyata lebih baik darinya pada hal yang lainnya.‟
Pada data (179) di atas terdapat dua kata penghubung yang menyatakan
konjungsi sebab-akibat. Kedua kata tersebut adalah amarga „karena‟ dan
jalaran „karena‟. Konjungsi di atas menyatakan akibat dari orang yang suka
meremehkan orang lain karena dirinya merasa paling sempurna akan merasa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
kecewa karena orang yang diremehkan ternyata melebihinya pada hal
lainnya.
Teknik BUL kemudian digunakan untuk membagi unsurnya secara
langsung pada data (179).
(179a) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka enggone rumangsa
sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik
„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya merasa
lebih, justru dia keliru‟
(179b) jalaran wong kang diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing
samubarange.
„karena orang yang diremehkan tersebut ternyata lebih baik
darinya pada hal yang lainnya.‟
Selanjutnya adalah menguji data (179a) dan (179b) dengan
menggunakan teknik lesap.
(179c) *Wong kang sok ngremehake liyan Ø saka enggone rumangsa
sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik
*„Orang yang selalu meremehkan orang lain Ø dirinya merasa
lebih, justru dia keliru‟
(179d) *Ø wong kang diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing
samubarange.
*„Ø orang yang diremehkan tersebut ternyata lebih baik darinya
pada hal yang lainnya.‟
Hasil yang diperoleh setelah proses pelesapan yang digunakan untuk
menguji data di atas adalah kalimat menjadi tidak kohesif. Kepaduan antar
kalimat menjadi berkurang dan kalimat menjadi tidak berterima. Maka
kehadiran dari kedua kata tersebut mutlak adanya.
Langkah berikutnya adalah menguji data di atas dengan menggunakan
teknik ganti seperti berikut ini.
(179e) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka
jalaran
*amargi
enggone rumangsa sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya
karena
*karena
merasa lebih, justru dia keliru‟
(179f) jalaran wong kang diremehake jebul malah ngluwihi
sebab
*amargi
dheweke ing samubarange.
„karena orang yang diremehkan tersebut ternyata lebih baik
karena
*karena
darinya pada hal yang lainnya.‟
Hasil penganalisisan data (179e) dan (179f) di atas membuktikan bahwa
kedua konjungsi amarga „karena‟ dan jalaran ‟karena‟ tidak bisa diganti
dengan kata amargi „karena‟ menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal
yang disebabkan karena menggunakan ragam krama. Namun ketika kata
amarga „karena‟ diganti dengan menggunakan kata jalaran „karena‟ dan kata
jalaran „karena‟ diganti dengan menggunakan kata sebab „karena‟ tidak
merubah struktur dan kepaduan kalimat karena berada pada ragam bahasa
yang sama yaitu ragam ngoko.
(180) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena
ditotohi. Awit ora bakal ana kang kalah. (PS/27/2 Juli 11)
„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak
bisa dipertaruhkan. Sebab tidak mungkin ada yang mengalah.‟
Kata awit „karena‟ pada data di atas menunjukkan penggunaan
konjungsi sebab-akibat yang menerangkan dua pendapat yang berbeda
biasanya sulit untuk dipertaruhkan karena keduanya tidak ada yang mau
mengalah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
Kemudian, data (180) dikenai teknik BUL.
(180a) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena
ditotohi.
„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak
bisa dipertaruhkan.‟
(180b) Awit ora bakal ana kang kalah.
„Sebab tidak mungkin ada yang mengalah.‟
Apabila diuji dengan menggunakan teknik lesap, hasilnya adalah
sebagai berikut.
(180c) *Øora bakal ana kang kalah.
*„Ø tidak mungkin ada yang mengalah.‟
Kalimat pada data (180c) di atas nampak tidak gramatikal dan tidak
berterima setelah proses pelesapan diterapkan pada data di atas. Maka
konjungsi sebab-akibat awit „karena‟ harus dihadirkan agar kepaduan kalimat
bisa terjalin.
Sedangkan bila diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya adalah
sebagai berikut ini.
(180d) Awit ora bakal ana kang kalah.
sebab
amarga
*amargi
„Sebab tidak mungkin ada yang mengalah.‟
Sebab
Karena
*Karena
Sama seperti analisis sebelumnya bahwa perbedaan ragam bahasa
menyebabkan kalimat menjadi tidak gramatikal. Hal ini nampak pada data
(180d) yang diuji dengan menggunakan teknik ganti. Kata amargi „karena‟
yang tergolong dalam ragam bahasa krama tidak bisa menggantikan kata awit
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
„karena‟. Tetapi kata sebab „sebab‟ dan amarga „karena‟ masih bisa untuk
menggantikan kata awit „karena‟ yang tergolong dalam ragam bahasa ngoko.
(181) Yen ana wong kang uripe mung katujokake marang bab-bab kang
nyenengake kanthi nguja hardaning ndriya, mula dheweke bakal
gampang kabanda dening dewaning panggodha, [...]. (PS/33/18
Agustus 12)
„Jika ada orang yang hidupnya hanya ditujukan pada bab-bab yang
menyenangkan dengan menuruti keinginan batin, maka dirinya akan
mudah terikat oleh godaan, [...].‟
Pada data (181) di atas terdapat jenis konjungsi sebab-akibat mula
„maka‟ yang menyatakan akibat dari seseorang yang selalu menuruti
keinginan batin maka dirinya akan mendapatkan kerugian yaitu mudah terikat
oleh godaan. Selanjutnya teknik BUL diterapkan pada data (181) di atas.
(181a) Yen ana wong kang uripe mung katujokake marang bab-bab kang
nyenengake kanthi nguja hardaning ndriya,
„Jika ada orang yang hidupnya hanya ditujukan pada bab-bab yang
menyenangkan dengan menuruti keinginan batin,‟
(181b) mula dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning
panggodha, [...].
„maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan, [...].‟
Langkah berikutnya adalah menguji data (181b) dengan
menggunakan teknik lesap.
(181c) Ø dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning panggodha,
[...].
„Ø dirinya akan mudah terikat oleh godaan, [...].‟
Proses pelesapan tidak merubah keadaan kalimat. Hanya saja kepaduan
yang terjalin diantara kalimat di atas tidak sempurna karena dihilangkannya
kata mula „maka‟ yang fungsinya untuk menghubungkan dua kalimat di atas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Ketika diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya menjadi
demikian.
(181d) mula dheweke bakal gampang kabanda
*pramila
dening dewaning panggodha, [...].
maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan, [...].‟
*maka
Hasil yang diperoleh ketika proses penggantian kata mula „maka‟
dengan kata pramila „maka‟ menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal.
Hal ini disebabkan kata mula „maka‟ termasuk bentuk ngoko, sedangkan kata
pramila „maka‟ termasuk bentuk krama.
m) Konjungsi waktu
Konjungsi waktu merupakan salah satu jenis konjungsi yang
menyatakan keterangan waktu. Jenis dari konjungsi ini dapat dilihat pada data
di bawah ini.
(203) Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe,
sadurunge dipetani dening liyan. (PS/2/14 Jan 2012)
„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan kita sendiri,
sebelum orang lain yang mencarinya.‟
Kata sadurunge „sebelum‟ menunjukkan bahwa pada data (203) di atas
termasuk dalam konjungsi waktu. Konjungsi tersebut menerangkan kalau kita
supaya mengoreksi kesalahan kita sebelum orang lain yang mengoreksinya.
Data (203) lalu dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik BUL.
(203a) Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe,
„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan kita sendiri,‟
(203b) sadurunge dipetani dening liyan.
„sebelum orang lain yang mencarinya.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
Selanjutnya, data (203b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.
(203c) *Ødipetani dening liyan.
*„Ø orang lain yang mencarinya.‟
Setelah kata sadurunge „sebelum‟ dilesapkan, menjadikan kalimat
menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal. Oleh sebab itu, konjungsi
teersebut harus dihadirkan.
Langkah berikutnya, dengan menerapkan teknik ganti untuk
menganalisis data (203b).
(203d) sadurunge dipetani dening liyan.
*saderengipun
„sebelum orang lain yang mencarinya.‟
*sebelum
Setelah teknik ganti diterapkan pada data (203b), ternyata konjungsi
sadurunge „sebelumnya‟ yang termasuk ragam bahasa ngoko tidak bisa
diganti dengan kata saderengipun „sebelum‟ yang merupakan ragam krama.
Hal inilah yang menjadikan proses penggantian di atas menjadikan kalimat
menjadi tidak gramatikal.
2. Penanda Kohesi Leksikal
Aspek leksikal terdiri dari repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata),
antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-
bawah) dan ekuivalesi (kesepadanan). Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal
diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan
informasi dan keindahan bahasa lainnya.
a. Pengulangan (Repetisi)
Repertisi adalah pengulangan satuan lingual secara berkali-kali untuk
memberikan tekanan dalam teks tersebut. Dalam penelitian ini terdapat empat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
jenis repetisi yaitu repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora dan
repetisi epistrofa.
1) Repetisi epizeuksis
Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata atau frasa)
yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Penanda kohesi
leksikal yang mengandung repetisi epizeuksis terdapat pada data di bawah
ini.
(204) Pikiran iku kang murwani sakabehing kedadeyan, pikiran iku
panuntun, sakabehing kahanan kadadeyan saka pikiran. Manawa
ana wong ngucap utawa tumindak kanthi pikiran ala, ing kono
panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar kang
tansah ngetutake lakune sapi kang nggered. (PS/26/30 Juni 12)
„Pikiran itu yang memulai semua kejadian, pikiran itu penuntun,
semua kejadian dari pikiran. Jika ada orang berkata atau bertindak
dengan pikiran yang buruk, di situ pengalaman akan mengikuti di
belakangnya, seperti roda cikar yang selalu mengikuti gerakan sapi
yang menarik.‟
Pada data (204) di atas, kata pikiran „pikiran‟ diulang beberapa kali
secara berturut-turut. Pengulangan di atas merupakan jenis repetisi
epizeuksis. Maksud dari pengulangan kata di atas menyatakan bahwa kata
tersebut keberadaannya sangat penting di dalam kalimat tersebut.
Data (204) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti berikut.
(204a) Pikiran iku kang murwani sakabehing kedadeyan, pikiran iku
panuntun, sakabehing kahanan kadadeyan saka pikiran.
„Pikiran itu yang memulai semua kejadian, pikiran itu penuntun,
semua kejadian dari pikiran.‟
(204b) Manawa ana wong ngucap utawa tumindak kanthi pikiran ala, ing
kono panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar
kang tansah ngetutake lakune sapi kang nggered.
„Jika ada orang berkata atau bertindak dengan pikiran yang buruk,
di situ pengalaman akan mengikuti di belakangnya, seperti roda
cikar yang selalu mengikuti gerakan sapi yang menarik.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
Selanjutnya, menguji data (204a) dan (204b) dengan menggunakan
teknik lesap.
(204c) *Ø iku kang murwani sakabehing kedadeyan, Ø iku panuntun,
sakabehing kahanan kadadeyan saka Ø.
*„Ø itu yang memulai semua kejadian, Ø itu penuntun, semua
kejadian dari Ø.‟
(204d) *Manawa ana wong ngucap utawa tumindak kanthi Ø ala, ing
kono panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar
kang tansah ngetutake lakune sapi kang nggered.
*„Jika ada orang berkata atau bertindak dengan Ø yang buruk, di
situ pengalaman akan mengikuti di belakangnya, seperti roda cikar
yang selalu mengikuti gerakan sapi yang menarik.‟
Pelesapan kata pikiran „pikiran‟ menjadikan kalimat menjadi tidak
gramatikal dan tidak berterima. Oleh sebab itu, kata tersebut harus hadir
dalam kalimat di atas.
(205) Waspada ing antarane kang katalompen, kalepyan ing antarane
kang katuron. Satemene kawaspadan iku tansah pinuji, dene
kalepyan bakal tansah cinedha (dicela). (PS/44/3 Nov 12)
„Waspada pada kelengahan, terlupa pada yang tertidur.
Sesungguhnya kewaspadaan itu selalu dipuji, sedang terlupa akan
selalu dicela.‟
Pada data (205) terdapat jenis repetisi epizeuksis yang dibuktikan
dengan pengulangan kata kalepyan „terlupa‟ pada kalimat yang berbeda.
Pengulangan yang dilakukan sebanyak dua kali tersebut menerangkan
bahwa kata tersebut kehadirannya sangat penting.
Kemudian data (205) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan
teknik BUL seperti berikut ini.
(205a) Waspada ing antarane kang katalompen, kalepyan ing antarane
kang katuron.
„Waspada pada kelengahan, terlupa pada yang tertidur.‟
(205b) Satemene kawaspadan iku tansah pinuji, dene kalepyan bakal
tansah cinedha (dicela).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
„Sesungguhnya kewaspadaan itu selalu dipuji, sedang terlupa akan
selalu dicela.‟
Dengan menerapkan teknik lesap pada data (205a) dan (205b) akan
membuktikan kedudukan dari kata kaliepyan „terlupa‟.
(205c) *Waspada ing antarane kang katalompen, Ø ing antarane kang
katuron.
*„Waspada pada kelengahan, Ø pada yang tertidur.‟
(205d) *Satemene kawaspadan iku tansah pinuji, dene Ø bakal tansah
cinedha (dicela).
*„Sesungguhnya kewaspadaan itu selalu dipuji, sedang Ø akan
selalu dicela.‟
Hasil analisis dengan menggunakan teknik lesap membuktikan bahwa
dengan melesapkan kata kalepyan „terlupa‟ ternyata menghasilkan kalimat
yang tidak berterima dan tidak gramatikal. Jelas bahwa kedudukan kata
tersebut sangat penting kehadirannya untuk menjadikan kalimat yang
kohesif.
2) Repetisi tautotes
Repetisi tautotes adalah pengulangan kata beberapa kali dalam sebuah
kontruksi. Data yang tercantum di bawah ini merupakan data yang
mengandung repetisi tautotes.
(218) Pikiran goreh kang ora jenjem, biyasane angel rineksa sarta angel
dikuwasani. Nanging tumrape wong wicaksana, dheweke bisa
nglempengake, kayadene patrape tukang gawe panah wae kang
nglempengake pasere. (PS/45/10 Nov 12)
„Pikiran yang tidak lurus yang tidak tentram, biasanya sulit dijaga
serta sulit dikuasai. Tetapi bagi orang yang bijaksana, dirinya bisa
meluruskan, seperti tingkah lakunya orang yang membuat panah
yang meluruskan anak panah.‟
Pada data (218) terdapat pengulangan kata angel „sulit‟ sebanyak dua
kali dalam satu kalimat, begitu juga kata nglempengake „meluruskan‟ yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
diulang sebanyak dua kali. Pengulangan semacam itu disebut repetisi
tautotes.
Data (218) apabila dibagi unsur langsungnya, hasilnya menjadi seperti
berikut ini.
(218a) Pikiran goreh kang ora jenjem, biyasane angel rineksa sarta angel
dikuwasani.
„Pikiran yang tidak lurus yang tidak tentram, biasanya sulit dijaga
serta sulit dikuasai.‟
(218b) Nanging tumrape wong wicaksana, dheweke bisa nglempengake,
kayadene patrape tukang gawe panah wae kang nglempengake
pasere.
„Tetapi bagi orang yang bijaksana, dirinya bisa meluruskan,
seperti tingkah lakunya orang yang membuat panah yang
meluruskan anak panah.‟
Kemudian, data (218a) dan (218b) dianalisis dengan menggunakan
teknik lesap.
(218c) *Pikiran goreh kang ora jenjem, biyasane Ø rineksa sarta Ø
dikuwasani.
*„Pikiran yang tidak lurus yang tidak tentram, biasanya Ø dijaga
serta Ø dikuasai.‟
(218d) *Nanging tumrape wong wicaksana, dheweke bisa Ø, kayadene
patrape tukang gawe panah wae kang Ø pasere.
*„Tetapi bagi orang yang bijaksana, dirinya bisa Ø, seperti tingkah
lakunya orang yang membuat panah yang Ø anak panah.‟
Pada data (218c) dan (218d) terlihat tidak berterima dan tidak
gramatikal. Ini disebabkan karena dilesapkannya kata angel „sulit‟ dan
nglempengake „meluruskan‟ yang merupakan kata yang kehadirannya
sangat diperlukan untuk membangun kalimat yang kohesif.
(219) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa
maneh leganing atine wong akeh. (PS/41/13 Okt 12)
„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,
apalagi membuat lega hati orang banyak.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Pada data (219) di atas menunjukkan adanya repetisi tautotes yang
dibuktikan dengan pengulangan kata leganing „lega‟ yang diulang sebanyak
dua kali dalam satu kalimat. Hal ini menandakan bahwa kata leganing „lega‟
sangat ditekankan dalam kalimat di atas karena sangat penting
kehadirannya.
Dengan menggunakan teknik lesap, data (219) dianalisis menjadi
seperti berikut.
(219a) *Ora ana wong kang bisa gawe marem lan Ø liyan, apa maneh Ø
atine wong akeh.
*„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan Ø orang lain,
apalagi Ø hati orang banyak.‟
Setelah pelesapan kata leganing „lega‟, kalimat di atas menjadi tidak
berterima dan tidak gramatikal. Oleh karena itu, kata tersebut sangat
dibutuhkan kehadirannya agar tercipta kalimat yang kohesif.
3) Repetisi anafora
Repetisi anafora adalah jenis pengulangan yang berupa kata atau frasa
pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Berikut ini merupakan
contoh penerapan repetisi anafora.
(231) Wong kang bisa gawe adhem ayeming ngakeh, [...]. Wong kang
mengkono mau aran tinarima uripe, pantes sinebut dadi
pangayoman. (PS/51/22 Des 12)
„Orang yang bisa membuat nyaman banyak orang, [...]. Orang
yang seperti itu diterima hidupnya, pantas disebut menjadi
perlindungan.‟
Data (231) merupakan data yang mengandung repetisi anafora yaitu
pada kata wong kang „orang yang‟ yang diulang pada awal kalimat tepatnya
pada kalimat pertama dan kedua. Pengulangan kata tersebut menekankan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
bahwa orang yang bisa membuat nyaman orang lain pantas disebut sebagai
orang yang menjadi perlindungan orang lain.
Dengan menggunakan teknik BUL, data (231) dibagi menjadi seperti
berikut ini.
(231a) Wong kang bisa gawe adhem ayeming ngakeh, [...].
„Orang yang bisa membuat nyaman banyak orang, [...].‟
(231b) Wong kang mengkono mau aran tinarima uripe, pantes sinebut
dadi pangayoman.
„Orang yang seperti itu diterima hidupnya, pantas disebut menjadi
perlindungan.‟
Kemudian data (231a) dan (231b) diuji dengan menggunakan teknik
lesap.
(231c) *Ø bisa gawe adhem ayeming ngakeh, [...].
*„Ø bisa membuat nyaman banyak orang, [...].‟
(231d) *Ø mengkono mau aran tinarima uripe, pantes sinebut dadi
pangayoman.
*„Ø seperti itu diterima hidupnya, pantas disebut menjadi
perlindungan.‟
Setelah proses pengujian dengan menggunakan teknik lesap kalimat
yang dihasilkan pada data (231c) dan (231d) adalah tidak gramatikal dan
tidak berterima. Pelesapan kata wong kang „orang yang‟ menjadikan kalimat
menjadi tidak padu.
4) Repetisi epistrofa
Repetisi epistofa merupakan pengulangan kata atau frasa pada akhir
baris dalam puisi atau kalimat dalam prosa. Pada penelitian ini ditemukan
satu buah repetisi epistrofa, berikut ini adalah datanya.
(232) [...], nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca. [...],
dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis diwaca.
(PS/35/1 Sep 12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
„[...], tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang
dipelajari. [...], dirinya tidak akan mendapatkan kesejahteraan dari
apa yang telah dipelajari.‟
Pada data (232) terdapat repetisi epistrofa yaitu pada kata diwaca
„dibaca‟ yang diulang di akhir kalimat pada kalimat pertama dan kalimat
kedua. Kemudian data (232) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti di
bawah ini.
(232a) [...], nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca.
„[...], tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang
dipelajari.‟
(232b) [...], dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis
diwaca.
„[...], dirinya tidak akan mendapatkan kesejahteraan dari apa yang
telah dipelajari.‟
Selanjutnya teknik lesap diterapkan untuk menguji data (232a) dan
(232b). Berikut ini adalah hasilnya.
(232c) *[...], nanging yen tumindake ora laras karo kang Ø.
*„[...], tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang Ø.‟
(232d) *[...], dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis Ø.
*„[...], dirinya tidak akan mendapatkan kesejahteraan dari apa yang
telah Ø.‟
Hasil analisis dengan menggunakan teknik lesap membuktikan bahwa
kehadiran kata diwaca „dibaca‟ sangat dipentingkan adanya. Karena setelah
kata tersebut dilesapkan, ternyata kalimat menjadi tidak gramatikal dan
tidak berterima.
b. Padan Kata (Sinonimi)
Sinonimi adalah kesamaan yang terdapat pada satuan lingual yang
memiliki makna sama atau hampir sama. Pada penelitian ini ditemukan 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
jenis sinonimi, yaitu sinonimi kata dengan kata dan sinonimi frasa dengan
kata.
(233) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge dadi kawruh.
(PS/42/15 Okt 11)
„Dari situ akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
Pada data (233) di atas terdapat sinonimi antara kata dengan kata yaitu
kata sari „inti‟ dan pathi „inti‟. Kedua kata tersebut memiliki arti yang hampir
sama. Dengan adanya sinonimi tersebut membuat kalimat nampak padu dan
kohesif.
Data (233) kemudian dibagi unsur langsungnya seperti di bawah ini.
(233a) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine
„Dari situ akan ditemukan intinya‟
(233b) lan manjinge dadi kawruh.
„dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
Selanjutnya data (233a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap
seperti berikut.
(233c) *Ing kono bakal tinemuning Ø-Øne
*„Dari situ akan ditemukan Ønya‟
Hasil analisis pada data (233c) membuktikan bahwa dengan dilesapkan
kata sari-pathi „inti‟ menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak
berterima. Agar tercipta kalimat yang kohesif, maka kata tersebut harus
dihadirkan.
(234) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang
ora perlu. [...]. Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe,
angel anggone ngungkret. (PS/22/2 Juni12)
„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau
tidak perlu. [...]. Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu
banyak kebutuhan, susah untuk mengurangi.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
Pada data (234) di atas, kata nyenyuda „mengurangi‟ dan kata
ngungkret „mengurangi‟ memiliki arti yang sepadan. Dengan begitu, pada
data di atas terdapat kohesi leksikal yang berupa sinonimi kata dengan kata.
Lalu data (234) dibagi dengan menggunakan teknik BUL.
(234a) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang
ora perlu. [...].
„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau
tidak perlu. [...].‟
(234b) Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe, angel anggone
ngungkret.
„Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu banyak kebutuhan,
susah untuk mengurangi.‟
Langkah selanjutnya adalah menguji data (234a) dan (234b) dengan
menggunakan teknik lesap. Berikut ini hasilnya.
(234c) *Kulinakna Ø kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang ora
perlu. [...].
*„Biasakanlah Ø kebutuhanmu yang kurang perlu atau tidak perlu.
[...].‟
(234d) *Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe, angel anggone
Ø.
*„Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu banyak
kebutuhan, susah untuk Ø.‟
Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan teknik lesap, kalimat
menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal. Jadi apabila kata nyenyuda
„mengurangi‟ dan ngungkret „mengurangi‟ tidak dilesapkan, kalimat pada
data di atas menjadi kohesif dan padu.
(235) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi lamun sajrone
cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...]. (PS/32/11
Agustus 2012)
„Sebagian besar manusia tidak mengetahui jika di dalam
perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan, [...].‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
Sinonimi frasa dengan kata terlihat sangat jelas pada data (235). Frasa
saperangan gedhe menungsa „sebagian besar manusia‟ bersinonim dengan
kata dheweke „dirinya‟. Kedua bentuk lingual tersebut mempunyai makna
yang sepadan.
Teknik lesap diterapkan pada data (235) dan hasilnya seperti berikut ini.
(235a) *Ø padha ora nyumurupi lamun sajrone cecongkrahan Ø bakal
nemahi tumpes, [...].
*„Ø tidak mengetahui jika di dalam perselisihan Ø akan mengalami
kemusnahan, [...].‟
Setelah terjadi pelesapan, tampak sekali bahwa kalimat di atas menjadi
tidak gramatikal dan tidak berterima. Maka, kehadiran dari keduanya sangat
dibutuhkan agar tercipta kalimat yang kohesif.
(236) Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake bakal kepriye asile.
Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane kang
kabeh mau durung disumurupi kepriye bakal dadine. (PS/15/14 April
12)
„Jangan berani memastikan pekerjaan itu akan menjadi bagaimana
hasilnya. Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai macam
kendala yang semua itu belum diketahui bagaimana hasilnya.‟
Pada data (236) terdapat jenis kohesi leksikal yang berupa sinonimi.
Frasa bakal kepriye asile „akan menjadi bagaimana hasilnya‟ bersinonim
dengan frasa kepriye bakal dadine „bagaimana hasilnya‟. Apabila
diperhatikan keduanya memiliki arti yang sama.
Dengan menggunakan teknik BUL, maka data (236) dibagi menjadi
seperti berikut.
(236a) Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake bakal kepriye
asile.
„Jangan berani memastikan pekerjaan itu akan menjadi
bagaimana hasilnya.‟
(236b) Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane kang
kabeh mau durung disumurupi kepriye bakal dadine.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
„Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai macam
kendala yang semua itu belum diketahui bagaimana hasilnya.‟
Selanjutnya teknik lesap diterapkan untuk menguji kadar kepentingan
hadirnya kata tersebut. Berikut ini adalah analisisnya.
(236c) *Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake Ø.
*„Jangan berani memastikan pekerjaan itu Ø.‟
(236d) *Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane
kang kabeh mau durung disumurupi Ø.
*„Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai macam
kendala yang semua itu belum diketahui Ø.‟
Tampak begitu jelas bahwa kalimat menjadi tidak berterima dan tidak
gramatikal karena dilesapkannya frasa bakal kepriye asile „akan menjadi
bagaimana hasilnya‟ dan kepriye bakal dadine „bagaimana hasilnya‟. Hal ini
membuktikan bahwa frasa tersebut harus hadir dalam kalimat di atas.
c. Oposisi Makna (Antonimi)
Pengertian antonimi adalah satuan lingual yang mempunyai makna
yang berkebalikan dengan satuan lingual lainnya. Pada data ini ditemukan
jenis antonimi kutub, antonimi mutlak dan antonimi hubungan.
Antonimi kutub adalah antonimi yang sifatnya gradasi yaitu terdapat
tingkatan makna pada kata tersebut. Antonimi mutlak adalah pertentangan
makna secara mutlak sedangkan antonimi hubungan adalah pertentangan
makna yang bersifat saling melengkapi.
Berikut ini merupakan jenis antonimi mutlak yang ditemukan pada
rubrik Sumber Semangat.
(252) Lali saka kaprayitnan lumrahe luwih gampang katimbang eling saka
lena. (PS/24/16 Juni 12)
„Lupa pada kewaspadaan biasanya lebih mudah daripada ingat pada
lengah/kurang waspada.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Kata lali „lupa‟ dan kata eling „ingat‟ pada data (252) di atas termasuk
dalam antonimi mutlak. Kedua kata tersebut bertentangan secara mutlak.
Kemudian data di atas diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti
berikut.
(252a) *Ø saka kaprayitnan lumrahe luwih gampang katimbang Ø saka
lena.
*„Ø pada kewaspadaan biasanya lebih mudah daripada Ø pada
lengah/kurang waspada.‟
Hasil pengujian membuktikan bahwa kedua kata yang berantonim
tersebut sangat penting kehadirannya. Karena setelah proses pelesapan,
kalimat menjadi tidak padu, tidak berterima dan tidak gramatikal.
Pada data di bawah ini terdapat jenis antonimi kutub.
(253) [...],kudune sing pinter memulang marang sing bodho. Sing sugih
nulung sing mlarat. Sing gedhe ngayomi sing cilik. Sing kuwat
njaga lan ngreksa sing ringkih. (PS/4 Agustus/12)
„[...], seharusnya yang pintar mengajari yang bodoh. Yang kaya
menolong yang miskin. Yang besar mengayomi yang kecil. Yang
kuat menjaga dan melindungi yang lemah.‟
Pada data (253) di atas terdapat empat buah antonimi yang tergolong
dalam antonimi kutub. Kata tersebut yaitu kata pinter „pandai‟ berantonim
dengan kata bodho „bodoh‟, kata sugih „kaya‟ berantonim dengan kata
mlarat „miskin‟, kata gedhe „besar‟ berantonim dengan kata cilik „kecil‟ dan
kata kuwat „kuat‟ berantonim dengan kata ringkih „lemah‟. Keempat kata
berantonim tersebut memiliki gradasi sehingga dimasukkan ke dalam
antonimi kutub.
Data (253) di atas kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL
menjadi beberapa bagian seperti berikut.
(253a) [...],kudune sing pinter memulang marang sing bodho.
„[...], seharusnya yang pintar mengajari yang bodoh.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
(253b) Sing sugih nulung sing mlarat.
„Yang kaya menolong yang miskin.‟
(253c) Sing gedhe ngayomi sing cilik.
„Yang besar mengayomi yang kecil.‟
(253d) Sing kuwat njaga lan ngreksa sing ringkih.
„Yang kuat menjaga dan melindungi yang lemah.‟
Setelah dibagi dengan menggunakan teknik BUL, langkah selanjutnya
adalah menguji data tersebut dengan menggunakan teknik lesap.
(253e) *[...],kudune sing Ø memulang marang sing Ø.
*„[...], seharusnya yang Ø mengajari yang Ø.‟
(253f) *Sing Ø nulung sing Ø.
*„Yang Ø menolong yang Ø.‟
(253g) *Sing Ø ngayomi sing Ø.
*„Yang Ø mengayomi yang Ø.‟
(253h) *Sing Ø njaga lan ngreksa sing Ø.
*„Yang Ø menjaga dan melindungi yang Ø.‟
Sangat jelas sekali tidak ada kepaduan kalimat pada data di atas. Selain
itu kalimat juga menjadi tidak berterima dan informasi menjadi tidak jelas.
Hal ini disebabkan karena pengujian dengan menggunakan teknik lesap.
Dengan demikian, kata berantonim di atas jelas sangat dibutuhkan
kehadirannya.
(254) Aja susah dening samubarang kang tinemu ing sakiwa tengenmu.
Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-
isening bumi lan langit. Sadhengah kang tinemu ing sakiwa
tengenmu uga tinemu ing dhirimu, saengga ora ana kang ora
ndadekake beciking wong akeh. (PS/13/31 Maret 12)
„Jangan susah pada apa-apa yang ada di kanan kirimu. Sebaliknya
ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari bumi dan langit.
Segala yang ada di kanan kirimu juga ada pada dirimu, sehingga
tidak ada yang tidak menjadikan kebaikan banyak orang.‟
Jenis antonimi yang terdapat pada data (254) di atas merupakan
antonimi hubungan yang sifatnya saling melengkapi. Kata kiwa „kiri‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
berantonim hubungan dengan kata tengen „kanan‟ dan kata langit „langit‟
berantonimi dengan kata bumi „bumi‟.
Data (254) di atas kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL.
(254a) Aja susah dening samubarang kang tinemu ing sakiwa tengenmu.
„Jangan susah pada apa-apa yang ada di kanan kirimu.‟
(254b) Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-
isening bumi lan langit.
„Sebaliknya ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari bumi
dan langit.‟
(254c) Sadhengah kang tinemu ing sakiwa tengenmu uga tinemu ing
dhirimu, saengga ora ana kang ora ndadekake beciking wong
akeh.
„Segala yang ada di kanan kirimu juga ada pada dirimu, sehingga
tidak ada yang tidak menjadikan kebaikan banyak orang.‟
Data (254a), (254b) dan (254c) selanjutnya dianalisis dengan
menggunakan teknik lesap.
(254d) *Aja susah dening samubarang kang tinemu ing Ø Ø.
*„Jangan susah pada apa-apa yang ada di Ø Ø.‟
(254e) *Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-
isening Ø lan Ø.
*„Sebaliknya ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari Ø
dan Ø.‟
(254f) *Sadhengah kang tinemu ing Ø Ø uga tinemu ing dhirimu, saengga
ora ana kang ora ndadekake beciking wong akeh.
*„Segala yang ada di Ø Ø juga ada pada dirimu, sehingga tidak ada
yang tidak menjadikan kebaikan banyak orang.‟
Nampak sangat jelas bahwa data yang telah dianalisis dengan
menggunakan teknik lesap menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal dan
tidak berterima. Dengan demikian kehadiran dari kata tersebut sangat penting
agar tercipta kalimat yang kohesif.
(255) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa
maneh leganing atine wong akeh. [...], kemba marang kang wis ana,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
sarta kepengin nduweni kang isih dadi pangarep-arepe. (PS/41/13
Okt 12)
„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,
apalagi kelegaan hati orang banyak. [...], kecewa pada apa-apa yang
telah ada, serta ingin mempunyai yang masih menjadi harapan.‟
Kata marem „puas‟ dan kata kemba „kecewa‟ merupakan penanda
bahwa data (255) di atas terdapat jenis antonimi kutub. Kata marem „puas‟
mempunyai lawan kata yaitu kata kemba „kecewa‟. Dengan menggunakan
teknik BUL, data (255) kemudian dibagi menjadi seperti berikut.
(255a) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa
maneh leganing atine wong akeh.
„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,
apalagi kelegaan hati orang banyak.‟
(255b) [...], kemba marang kang wis ana, sarta kepengin nduweni kang
isih dadi pangarep-arepe.
„[...], kecewa pada apa-apa yang telah ada, serta ingin mempunyai
yang masih menjadi harapan.‟
Untuk mengetahui betapa pentingnya kehadiran kata berantonim di
atas, maka data (255a) dan (255b) kemudian diuji dengan menggunakan
teknik lesap.
(255c) *Ora ana wong kang bisa gawe Ø lan leganing liyan, apa maneh
leganing atine wong akeh.
*„Tidak ada orang yang bisa membuat Ø dan lega orang lain,
apalagi kelegaan hati orang banyak.‟
(255d) *[...], Ø marang kang wis ana, sarta kepengin nduweni kang isih
dadi pangarep-arepe.
*„[...], Ø pada apa-apa yang telah ada, serta ingin mempunyai yang
masih menjadi harapan.‟
Dapat dibuktikan bahwa kehadiran kedua kata tersebut sangat penting
di dalam kalimat di atas. Tampak jelas sekali kalimat pada data (255c) dan
(255d) tidak berterima dan tidak padu. Ini disebabkan karena dilesapkannya
kata marem „puas‟ dan kemba „kecewa‟.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
(256) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang [...]. (PS/52/29
Des 12)
„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara [...].‟
Dihadirkannya kata bapa „ayah‟ dan biyung „ibu‟ pada data (256) diatas
menunjukkan adanya kohesi leksikal yang berupa antonimi hubungan. Kedua
kata tersebut kehadirannya saling melengkapi.
Teknik lesap diterapkan untuk menguji data di atas.
(256a) *Dudu Ø utawa Ø apadene sanak kadang [...].
*„Bukan Ø atau Ø apalagi saudara [...].‟
Berdasarkan hasil pengujian di atas, membuktikan bahwa dengan
dilesapkannya kata bapa „ayah‟ dan biyung „ibu‟ menghasilkan kalimat yang
tidak kohesif, tidak padu dan tidak berterima. Maka agar terbangun kalimat
yang kohesif, kedua kata tersebut harus hadir pada kalimat di atas.
d. Sanding Kata (Kolokasi)
Pengertian sanding kata (kolokasi) adalah kata-kata yang dipakai secara
berdampingan karena memiliki hubungan yang sama yang terdapat dalam
wacana. Pada penelitian ini ditemukan beberapa kolokasi diantaranya sebagai
berikut ini.
(271) Yen sliramu weruh mayit kang dikubur lagi wae diwulang talkin,
prayogane sliramu nyadhari yen satemene sliramu dhewe sadurunge
mati wis kudu mangerteni dhisik marang sangkan paraning
dumadi. (PS/40/1 Okt 11)
„Jika kamu melihat jenazah yang sedang dimakamkan dibacakan
talkin, alangkah baiknya kamu menyadari jika sesungguhnya
sebelum kamu meninggal harus mengetahui terlebih dahulu pada
asal dan tujuan hidup.‟
Pada data (271) terdapat kata-kata yang berkolokasi yaitu kata mayit
„jenazah‟, talkin „talkin‟, mati „meninggal‟ dan sangkan paraning dumadi
„asal dan tujuan hidup‟. Keempat kata di atas berkaitan dengan manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Apabila data (271) di atas diuji dengan menggunakan teknik lesap,
maka kalimat yang tercipta tidak berterima dan tidak gramatikal. Karena kata-
kata di atas kehadirannya sangat mendukung terciptanya kepaduan dan
kekohesifan wacana. Begitu juga apabila data di atas diuji dengan
menggunakan teknik ganti. Penggantian unsur lingual akan menjadikan
kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Dengan menerapkan
kedua teknik tersebut, makna yang terkandung dalam wacana tidak bisa
diterima dengan jelas.
(272) Pikiran iku tansah klepekan kayadene iwak kang dientas saka
njerone banyu banjur diuncalake ing lemah. Mula saka iku
panguwasane panggodha kudu disirnakake. (PS/46/17 Nov 12)
„Pikiran itu selalu bergejolak seperti ikan yang diambil dari air lalu
dilemparkan di tanah. Maka dari itu penguasa godaan harus
dihilangkan.‟
Digunakannya kata klepekan „bergejolak‟, iwak „ikan‟ dan banyu „air‟
menandakan terdapatnya kata-kata yang saling berhubungan. Dalam kohesi
leksikal tergolong dalam kolokasi. Kehadiran dari kata-kata tersebut
menjadikan wacana menjadi lebih padu.
Sama halnya pada data sebelumnya. Jika data (272) dianalisis dengan
menggunakan teknik lesap dan teknik ganti, akan menghasilkan kalimat yang
tidak berterima dan tidak gramatikal. Karena pelesapan dan penggantian
satuan lingual tersebut akan menjadikan informasi yang disampaikan menjadi
tidak jelas serta merubah ragam bahasa yang tentunya tidak sesuai dengan
konteks data di atas.
(273) Ingatase kewan wae padha duwe rasa tresna marang anak-anake.
Buktine pitik kang pinuju momong kuthuk-kuthuke, mesthi
nladhung marang kang ganggu gawe. (PS/1/5 Januari 13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
„Seekor hewan saja memiliki rasa cinta pada anak-anaknya.
Buktinya ayam yang sedang mengasuh anak-anaknya, pasti
menyerang yang telah mengganggunya.‟
Pada data di atas, nampak jelas terdapat kohesi leksikal yang termasuk
dalam kolokasi. Hal ini ditandai dengan digunakannya kata-kata yang
berhubungan dengan binatang ayam. Kata yang berkolokasi tersebut yaitu
kewan „hewan‟, pitik „ayam‟, kuthuk-kuthuke „anak ayam‟ dan nladhung
„menyerang‟ (gerakan ayam untuk melindungi anak ayam yang mendapat
gangguan). Kehadiran dari kata yang berkolokasi di atas menjadikan kalimat
menjadi kohesif dan padu. Namun apabila satuan lingual tersebut dilesapkan
atau bahkan diganti dengan unsur lain maka akan membuat kalimat menjadi
tidak gramatikal dan tidak berterima.
e. Hubungan Atas-Bawah (Hiponimi)
Hiponimi adalah kata atau frasa yang dapat dibagi lagi jenisnya karena
masih memilki anak atau sub dari kata atau frasa tersebut. Data di bawah ini
merupakan jenis kohesi leksikal yang berupa hiponimi.
(283) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa
njunjung kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang
bakal bisa ngangkat drajading menungsa. (PS/52/29 Des 12)
„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung
kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa
mengangkat derajad manusia.‟
Nampak adanya kohesi leksikal yang berupa hiponimi yang terdapat
pada data (283) di atas. Kata bapa „ayah‟, biyung „ibu‟ dan sanak kadang
„saudara‟ merupakan hubungan atas bawah. Ketiga kata di atas termasuk
hiponim, sedangkan hipernimnya adalah hubungan kekerabatan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Berikut ini merupakan bagan dari data (283).
Hubungan kekerabatan
bapa biyung sanak kadang
Bagan 4
Hubungan Kekerabatan
(284) Wong kang jail iku jiwane presasat memangsa, ngrikiti lan nithili
marang sipate dhewe kang becik. (PS/36/3 Sep 11)
„Orang yang jail jiwanya seperti memangsa, mengerat dan
menggerogoti sifatnya yang baik.‟
Pada data (284) menunjukkan adanya kohesi leksikal yang berupa
hiponimi. Kata memangsa „memangsa‟, ngrikiti „mengerat‟ dan nithili
„menggerogoti‟ merupakan hiponim dari superordinat cara memakan.
Terjalinnya wacana yang padu dan kohesif pada data di atas karena adanya
kata-kata yang berhiponim yang digunakan pada data (284) tersebut. Bagan 5
di bawah ini merupakan gambaran hubungan hiponimi.
Cara memakan
memangsa ngrikiti nithili
Bagan 5
Cara Memakan
(285) Sing sapa rumangsa becik dhewe, pinter dhewe, sugih dhewe, luhur
dhewe lan kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake gagasan
cipta kang wening, [...]. (PS/33/13 Agustus 11)
„Barang siapa merasa paling baik, paling pintar, paling kaya ,
paling luhur dan paling berkuasa, baiknya maulah
mengistirahatkan gagasan cipta yang bening, [...].‟
Pada data (285) di atas, kata becik „baik‟, pinter „pintar‟, sugih „kaya‟,
luhur „luhur‟ dan kuwasa „kuasa‟ merupakan penanda kohesi leksikal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
berupa hiponimi, sedangkan hipernimnya adalah sifat manusia. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada bagan 6 di bawah ini.
Sifat manusia
becik pinter sugih luhur kuwasa
Bagan 6
Sifat Manusia
(286) Pikiran iku tansah ngumbara adoh, tanpa rowang, ora kasat mata
lan manggone ing njeroning ati. Sing sapa bisa nelukake mula
bakal luwar saka cengkeremaning napsu. (PS/50/15 Des 12)
„Pikiran itu selalu mengembara jauh, tanpa teman, tidak terlihat
mata dan terletak di dalam hati. Barang siapa yang bisa
menakhlukkan maka akan terbebas dari cengkraman nafsu.‟
Pada data (286) di atas, yang menjadi superordinatnya adalah keadaan
pikiran. Sedangkan unsur-unsur yang tercakup dalam superordinat di atas
adalah ngumbara adoh „mengembara jauh‟, tanpa rowang „tanpa teman‟,
ora kasat mata „tidak terlihat mata‟ dan manggone ing jeroning ati „terletak
di dalam hati‟. Lebih singkatnya dapat dilihat pada bagan 7 berikut ini.
Keadaan pikiran
ngumbara adoh tanpa rowang ora kasat mata manggone ing jeroning ati
Bagan 7
Keadaan Pikiran
f. Kesepadanan (Ekuivalensi)
Ekuivalensi adalah satuan lingual yang terdapat dalam kalimat yang
memiliki kata dasar yang sama dengan satuan lingual lainnya dan memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
kesepadanan diantaranya. Pada rubrik Sumber Semangat ditemukan beberapa
buah ekuivalensi. Di bawah ini merupakan sebagian data yang menunjukkan
penggunaan ekuivalensi.
(296) Manembah ing Pangeran kanthi darbe pepenginan utawa
panggayuh marang kaswargan, iku tumrape kasunyatan isih klebu
ewoning panembah kang kurang eklas. (PS/51/17 Des 11)
„Bersembayang pada Sang Pencipta dengan maksud mendapatkan
surga, hal itu merupakan kenyataan yang termasuk sembayang yang
belum ikhlas.‟
Penggunaan kata manembah „bersembayang‟ dan panembah
„sembayang‟ pada data (296) membuktikan adanya kohesi leksikal yang
berupa ekuivalensi. Kata manembah „bersembayang‟ dan panembah
„sembayang‟ merupakan kata yang terjadi karena proses afiksasi. Manembah
„bersembayang‟ berasal dari kata dasar sembah dan mendapat prefiks ma-,
sedangkan kata panembah „sembayang‟ berasal dari kata sembah dengan
mendapat prefiks pa-. Jadi kedua kata tersebut mempunyai kata dasar sembah
„sembah‟ dan memiliki hubungan kesepadanan.
Data di bawah ini juga merupakan penanda kohesi leksikal yang
termasuk dalam ekuivalensi.
(297) [...], terkadhang malah nampa kanugrahan kang luwih aji
katimbang kanugrahan kang ditampa dening wong kang nyeyuwun.
(PS/52/24 Des 11)
„[...], justru akan mendapatkan anugerah yang lebih berharga
daripada anugerah yang didapat oleh hamba yang meminta.‟
Kata dasar yang terdapat pada data (297) adalah kata tampa „dapat‟.
Sedangkan penanda ekuivalensi yang terdapat pada data di atas berupa kata
nampa „mendapat‟ yang merupakan proses afiksasi dari kata tampa „dapat‟
yang mendapat nasal n-, kata ditampa „didapat‟ berasal dari kata dasar tampa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
„dapat‟ dengan mendapat prefiks di- „di-‟. Karena sama-sama berasal dari
kata dasar tampa, maka kedua kata di atas memiliki hubungan kesepadanan.
(298) Ndedonga kanthi tumemen iku ateges sawijining panalangsaning
kawula enggone ngrumangsani kinawulakake dening Gusti.
(PS/53/31 Des 11)
‘Berdoa dengan sungguh-sungguh berarti salah satu kewajiban
seorang hamba dalam memahami dijadikan hamba oleh Tuhan.‟
Pada data (298) di atas terdapat kolokasi yang berupa kata kawula
„hamba‟ dan kinawulakaken „dijadikan hamba‟. Kedua kata tersebut memiliki
hubungan makna yang sepadan karena berasal dari kata dasar yang sama
yaitu kata kawula „hamba‟. Sedangkan kata kinawulakaken „dijadikan hamba‟
berasal dari kata dasar kawula „hamba‟ yang mendapatkan prefiks ka-, infiks
–in- dan sufiks –aken.
(299) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene
kalepyan tumuju marang marganing pati. Mula wong kang waspada
ora bakal mati, [...]. (PS/37/15 Sep 12)
„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi
kecerobohan/kelengahan menuju pada jalan kematian. Maka orang
yang waspada tidak akan mati, [...].‟
Data yang termasuk dalam kohesi leksikal yang berupa kolokasi juga
terdapat pada data (299) di atas. Pada data tersebut terdapat dua kata yang
saling berkolokasi yaitu kata kawaspadan „kewaspadaan‟ yang berkolokasi
dengan kata waspada „waspada‟ dan kata pati „kematian‟ yang berkolokasi
dengan kata mati „mati‟. Kata kawaspadan „kewaspadaan‟ merupakan hasil
dari proses afiksasi dari kata dasar waspada „waspada‟ yang mendapat prefiks
ka- dan sufiks –an. Sedangkan pada kata mati „mati‟ berasal dari kata pati
„kematian‟ dan mendapat nasal m-.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
B. Penanda Koherensi
Koherensi adalah hubungan makna yang terdapat dalam wacana sehingga
menjadikannya menjadi padu dan runtut. Penanda koherensi digunakan untuk
mengetahui kekoherensifan dari suatu wacana. Terdapat lima belas jenis penanda
koherensi, namun pada rubrik Sumber Semangat hanya ditemukan tiga jenis
koherensi yaitu koherensi yang berupa penekanan, simpulan/hasil dan contoh. Hal
ini dikarenakan penanda koherensi tersebut sebagian sudah tercantum dalam
penanda kohesi gramatikal.
1. Berupa Penekanan
Ciri khas dari koherensi yang berupa penekanan adalah dengan
digunakannya kata samsaya „semakin‟, saya „makin‟, pancen „memang‟,
mesthi „pasti‟, dan buktine „buktinya‟ dalam sebuah teks. Berikut ini
merupakan data yang mengandung penanda koherensi yang berupa
penekanan.
Data di bawah ini merupakan penanda koherensi yang berupa
penekanan.
(312) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena
ditotohi. (PS/27/2 Juli 11)
„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak
bisa dipertaruhkan.‟
Kata mesthi „pasti‟ yang terdapat pada data (312) di atas menunjukkan
bahwa dalam kalimat tersebut terdapat penanda koherensi yang berupa
penekanan. Dengan digunakannya kata mesthi „pasti‟ pada data di atas
bertujuan untuk memberikan penekanan pada kata ora kena ditotohi „tidak
bisa dipertaruhkan‟. Maksud yang terdapat pada data di atas adalah orang
yang bertengkar karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat pasti tidak
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
bisa dipertaruhkan satu sama lain karena sama-sama kuatnya pendapat dari
mereka.
Penanda koherensi yang berupa penekanan dengan hadirnya kata mesthi
„pasti‟ juga terdapat pada data di bawah ini.
(313) Sing dhemen tetulung, sing sareh lan taklim ing solah tingkah.
Kanthi mengkono mesthi bakal kasinungan daya prabawa adhem
angayomi. (PS/48/26 Nov 11)
„Senanglah menolong, sabar dan menghormat pada tingkah laku.
Dengan begitu pasti akan mendapatkan daya wibawa melindungi.‟
Kata mesthi „pasti‟ pada data di atas menunjukkan bahwa data (313)
termasuk dalam penanda koherensi yang berupa penekanan. Kata mesthi
„pasti‟ menekankan bahwa orang yang senang menolong, berjiwa sabar dan
bertingkah laku yang hormat kepada orang lain maka dirinya pasti akan
mendapatkan daya wibawa.
Berikut ini merupakan koherensi penekanan dengan penanda koherensi
yang berbeda.
(314) Yen pancen dhirimu resik, aja susah atimu yen dinakwa nindakake
kaluputan. (PS/11/17 Maret 2012)
„Jika memang dirimu bersih, jangan bersedih jika dituduh
melakukan kesalahan.‟
Data (314) diatas menunjukkan adanya penanda koherensi yang berupa
penekanan dengan dihadirkannya kata pancen „memang‟ pada data tersebut.
Maksud dari wacana di atas adalah memberikan penekanan pada kata resik
„bersih‟. Jadi, jika memang dirimu bersih, maka hatimu jangan bersedih
apabila ada orang lain yang menuduh melakukan perbuatan yang salah.
(315) Ingatase kewan wae padha duwe rasa tresna marang anak-anake.
Buktine pitik kang pinuju momong kuthuk-kuthuke, mesthi nladhung
marang kang ganggu gawe. (PS/1/5 Januari 13)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
„Seekor hewan saja memiliki rasa cinta pada anak-anaknya.
Buktinya ayam yang sedang mengasuh anak-anaknya, pasti
menyerang yang telah mengganggunya.‟
Pada data di atas terdapat dua kata yang menandakan penanda
koherensi yang berupa penekanan yaitu kata buktine „buktinya‟ dan kata
mesthi „pasti‟. Buktine „buktinya‟ dan mesthi „pasti‟ dihadirkan pada data
diatas dengan maksud memberikan penekanan pada pesan yang disampaikan.
Maksud dari wacana di atas adalah seekor hewan saja mempunyai rasa
sayang pada anak-anaknya. Hal ini dapat dibuktikan ketika si induk ayam
sedang mengasuh anak-anaknya untuk mencari makan. Saat ada sesuatu yang
mengganggu dan membahayakan keselamatan anak-anaknya, tidak segan-
segan ia akan menyerang pengganggu tersebut.
2. Berupa Simpulan/Hasil
Ciri khas dari koherensi yang berupa simpulan atau hasil adalah dengan
digunakannya kata asil „hasil‟, dadi „menjadi‟ dalam sebuah teks. Data di
bawah ini merupakan penanda koherensi yang berupa simpulan/hasil.
(322) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili, uga mitunani
marang dhirine pribadi. (PS/36/3 Sep 11)
„Jadi orang yang jail selain merugikan orang yang dijaili, juga
merugikan dirinya sendiri.‟
Kata dadi „jadi‟ yang terdapat pada data (322) di atas menandakan
bahwa data tersebut termasuk dalam koherensi yang berupa simpulan/hasil.
Kata dadi „jadi‟ berfungsi memberikan hasil dari perbuatan orang yang jail itu
selain merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain.
Data di bawah ini juga merupakan penanda koherensi yang berupa
simpulan/hasil.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
(323) Dadi enggone ider suci satemene mung kanggo tetameng nutupi
regede. (PS/3/21 Jan 2012)
„Jadi dia berlagak seperti itu sesungguhnya hanya untuk pelindung
menutupi kesalahannya.‟
Data (323) di atas terdapat penanda koherensi yang berupa
simpulan/hasil dengan digunakannya kata dadi „jadi‟. Maksud dari
digunakannya kata dadi „jadi‟ di atas adalah memberikan keterangan bahwa
orang yang berlagak suci biasanya hanya untuk menutupi kesalahan yang ia
perbuat.
3. Berupa Hubungan Ibarat
Penanda koherensi berupa hubungan ibarat ditandai dengan kata
upamane „misalnya‟, saupama „seandainya‟ dan upamakna „misalkanlah‟.
Penerapan dari koherensi contoh terdapat pada data di bawah ini.
(324) Upamakna dhirimu bagas kuwarasan diarani lagi lara. (PS/11/17
Maret 2012)
„Upamakanlah dirimu sehat tetapi dikira sedang sakit.‟
Penanda koherensi hubungan ibarat yang terdapat pada data (324) di
atas adalah kata upamakna „upamakanlah‟ yang berfungsi memberikan
penjelasan dengan mengibaratkan diri seseorang yang sehat namun dikira
oleh orang lain sedang sakit.
Data lain yang menunjukkan penanda koherensi berupa hubungan
ibarat tertera pada data di bawah ini.
(325) Saupama pepesthen iku kena ginayuh, ora prayoga ingatase sliramu
weruh ing pepesthen, [...]. (PS/16/21 April 2012)
„Misalkan kepastian dapat dijangkau, tidak baik bagi kamu untuk
mengetahuinya, [...].‟
Pada data (325) di atas, menandakan adanya penggunaan kata saupama
„misalkan‟ yang termasuk koherensi hubungan ibarat. Kata tersebut memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
keterangan bahwa kita tidak boleh mengetahui takdir atau rahasia Tuhan
meskipun kepastian atau takdir itu bisa diraih dan diketahui oleh kita.
C. Karakteristik Wacana Hortatorik
Karakteristik wacana hortatorik yang terdapat pada rubrik Sumber Semangat
majalah Panjebar Semangat adalah kalimat-kalimat yang di dalamnya berupa
nasihat atau petuah bijak yang dapat menjadikan hidup seseorang akan menjadi
berguna. Pada data-data yang diteliti terdapat leksikon maupun frasa yang dapat
menjadikan wacana tersebut menjadi wacana hortatorik. Leksikon yang ada di
dalamnya dapat berisi petuah memerintah, memberitahu, melarang, mengajak atau
menyarankan.
Nasihat yang diungkapkan pada wacana ini terdiri dari beberapa tema yang
isinya berkaitan dengan tema tersebut. Tema yang berkaitan dengan wacana
hortatorik tersebut di antaranya keagamaan, kemasyarakatan atau sosial,
kehidupan, keilmuan dan moral.
Kekhasan yang telah diteliti dalam penelitian ini berupa (1) penanda kohesi
yang terdiri dari penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi leksikal, (2)
penanda koherensi dan (3) kekhasan dari isi wacana hortatorik yang meliputi
leksikon yang menandai jenis wacana hortatorik dan tema yang berkaitan erat
pada isinya yang terkandung dalam wacana hortatorik tersebut.
1. Kekhasan Penanda Kohesi
Penanda kohesi terdiri dari dua jenis yaitu penanda kohesi gramatikal dan
penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal berupa pengacuan (referensi)
yang terdiri dari referensi persona, referensi demonstratif dan referensi
komparatif; penyulihan (substitusi); pelesapan (elipsis) dan perangkaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
(konjungsi). Terdapat tiga belas konjungsi yang ditemukan pada penelitian dalam
wacana ini. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini yang
memuat jumlah dan persentase digunakannya penanda kohesi gramatikal.
No. Penanda Kohesi Gramatikal Jumlah Persentase
1. Pengacuan (referensi) 57 28,08%
a. Pronomina 29
b. Demonstratif 13
c. Komparatif 15
2. Penyulihan (substitusi) 12 5,91%
3. Pelesapan (elipsis) 14 6,89%
4. Perangkaian (konjungsi) 120 59,11%
a. Cara 7
b. Syarat 23
c. Perlawanan 4
d. Urutan 4
e. Pilihan 11
f. Penambahan 20
g. Tujuan 2
h. Konsesif 2
i. Perkecualian 3
j. Kelebihan 4
k. Pertentangan 14
l. Sebab-akibat 25
m. Waktu 1
Jumlah Keseluruhan 203 99,99%
Tabel I
Persentase Penggunaan Penanda Kohesi Gramatikal
pada Rubrik Sumber Semangat dalam Majalah Panjebar Semangat
Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel I di atas, penanda kohesi
gramatikal yang berupa konjungsi paling mendominasi dengan jumlah
persentase sebesar 59,11%. Hal ini menandakan bahwa konjungsi sangat
dibutuhkan untuk membentuk kalimat yang kohesif dan koheren. Selain
faktor tersebut, konjungsi memiliki jumlah anggota paling banyak sehingga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
data yang didapat juga lebih banyak dibandingkan dengan penanda lainnya.
Jumlah terbanyak kedua adalah pengacuan dengan persentase 28,08%,
selanjutnya elipsis sebanyak 6,89% dan terakhir adalah substitusi dengan
jumlah 5,91 %.
Penanda kohesi leksikal terdiri dari repetisi, sinonimi, antonimi,
kolokasi, hiponimi dan ekuivalensi. Pada penelitian ini ditemukan empat jenis
repetisi yaitu repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora dan repetisi
epistrofa. Tabel II di bawah ini merupakan gambaran singkat mengenai
jumlah persentase dari kohesi leksikal.
No. Penanda Kohesi Leksikal Jumlah Persentase
1. Repetisi 29 26,85%
a. Epizeuksis 14
b. Tautotes 13
c. Anafora 1
d. Epistrofa 1
2. Sinonimi 19 17,59%
3. Antonimi 19 17,59%
4. Kolokasi 12 11,11%
5. Hiponimi 13 12,04%
6. Ekuivalensi 16 14,81%
Jumlah Keseluruhan 108 99,99%
Tabel II
Persentase Penggunaan Penanda Kohesi Leksikal
pada Rubrik Sumber Semangat dalam Majalah Panjebar Semangat
Penanda kohesi leksikal yang berupa repetisi mendominasi jumlah
dari keseluruhan penanda karena pengulangan pada data yang telah
ditemukan ditulis secara berulang kali untuk memberikan penekanan pada
kalimat karena dianggap sangat penting untuk meyakinkan para pembaca.
Repetisi yang terdiri dari empat jenis berada di peringkat pertama dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
persentase 26,85%, selanjutnya sinonimi dan antonimi yang ditemukan dalam
penelitian memiliki jumlah yang sama yaitu 17,59%, kemudian kolokasi,
hiponimi dan ekuivalensi secara berturut-turut sebesar 14,81%, 12,04% dan
11,11%.
2. Kekhasan Penanda Koherensi
Koherensi dalam wacana dapat terjadi karena adanya kepaduan dan
keterikatan antarbagian secara batiniah (semantis). Bagian yang saling
bertalian itu pada gilirannya akan membentuk kesatuan makna yang utuh dan
lengkap (koheren). Kepaduan makna itulah yang menyebabkan bagian-bagian
wacana membentuk suatu kesatuan makna secara komprehensif.
Koherensi yang ditemukan dalam rubrik Sumber Semangat sejumlah
tiga jenis yaitu koherensi yang berupa penekanan, simpulan/hasil dan contoh.
Berikut ini adalah tabel prosentase dari penanda koherensi.
No. Penanda Koherensi Jumlah Persentase
1. Berupa penekanan 10 71,43%
2. Berupa simpulan/hasil 2 14,28%
3. Berupa contoh 2 14,28%
Jumlah Keseluruhan 14 99,99%
Tabel III
Persentase Penanda Koherensi
pada Rubrik Sumber Semangat dalam Majalah Panjebar Semangat
Penanda koherensi yang paling dominan ditemukan dalam wacana
hortatorik adalah penanda koherensi berupa penekanan dengan jumlah
sebesar 71,43%, sedangkan kedua penanda koherensi yang tersisa sama-sama
memiliki persentase sebesar 14,28%. Dominannya penanda koherensi yang
berupa penekanan dikarenakan wacana hortatorik merupakan wacana yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
berisi nasihat atau ajakan agar orang lain dapat menuruti maupun
melaksanakan isinya. Oleh karena itu harus terdapat penekanan dalam
kalimat agar lebih meyakinkan pembaca untuk terpengaruh terhadap isi
wacana tersebut.
3. Kekhasan dari Isi Wacana Hortatorik
Wacana hortatorik merupakan salah satu jenis wacana berdasarkan
bentuknya. Wacana hortatorik berfungsi untuk mempengaruhi pendengar atau
pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan sehingga bersifat
persuasif. Tujuan dari wacana ini ialah mencari pengikut agar bersedia
melakukan atau paling tidak menyetujui pada hal yang disampaikan dalam
wacana tersebut.
Nasihat yang diberikan pada seseorang merupakan salah satu contoh
dari wacana hortatorik. Karena sifatnya yang persuasif, maka nasihat ini
dapat dijadikan untuk pedoman hidup seseorang. Ada berbagai jenis nasihat
yang disampaikan dalam rubrik Sumber Semangat. Pada rubrik ini, wacana
hortatorik yang dipaparkan dapat berupa nasihat yang isinya memberitahu,
memerintah, melarang, mengajak atau menyarankan.
a. Nasihat yang isinya berupa pemberitahuan
Di bawah ini merupakan data wacana hortatorik yang isinya
memberitahu. Hal ini dapat diketahui dari pesan yang tertulis di dalam
wacana tersebut.
(326) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena
ditotohi. Awit ora bakal ana kang kalah. Oleh-olehane mung padha
sayahe, suda kekuwatane. Padha-padha nandhang kapitunan. Ora
sepiraa yen mung ijen padha ijen. (PS/27/2 Juli 11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti
tidak bisa dipertaruhkan. Sebab tidak mungkin ada yang
mengalah. Yang diperoleh hanya keletihan, berkurang kekuatannya.
Sama-sama mendapat rugi. Tidaklah seberapa jika hanya satu lawan
satu.‟
Kata-kata yang terangkai menjadi satu pada kalimat Panemu loro
kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena ditotohi „Dua
pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak bisa
dipertaruhkan‟ yang terdapat pada data (326) merupakan pemberitahuan.
Pesan yang disampaikan pada data (326) di atas adalah pemberitahuan
pada seseorang yang mempunyai dua pendapat yang berbeda dan tetap
kokoh pada pendapatnya tersebut, maka perkelahian tidak akan
terhindarkan lagi. Tidak masalah jika perkelahian tersebut hanya satu
lawan satu, namun jika menyeret banyak orang akan menimbulkan
banyak kerugian baik bagi diri sendiri maupun juga bagi orang lain.
(327) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka enggone rumangsa
sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik jalaran wong kang
diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing samubarange.
(PS/34/20 Agustus 11)
„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya merasa
lebih, justru dia keliru karena orang yang diremehkan tersebut
ternyata lebih baik darinya pada hal yang lainnya.‟
Pada wacana di atas, terdiri dari beberapa kalimat yang isinya
pemberitahuan bagi pembaca. Hal ini terlihat pada frasa jebul malah
ngluwihi „ternyata lebih baik‟. Data (327) tersurat pesan moral bagi para
pembaca. Isinya berupa nasihat yang memberitahukan akibat dari berlaku
sombong, bahwa orang yang telah menganggap dirinya paling hebat
dalam segala hal dan selalu menganggap remeh orang lain, seringkali
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
dirinya keliru akan anggapannya tersebut, karena orang yang biasa
diremehkan justru lebih baik darinya di bidang yang lain.
(328) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi
rasa gething. Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi
tanpa gething. (PS/28/14 Juli 12)
„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas
dengan rasa benci. Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas
dengan tanpa rasa benci.‟
Berdasarkan isinya, kalimat-kalimat yang terdapat pada data (328) di
atas adalah pemberitahuan. Pesan yang disampaikan pada wacana di atas
adalah untuk menghilangkan rasa benci pada diri seseorang. Bahwa rasa
benci yang ada pada diri seseorang tidak akan pernah hilang apabila
orang lain membalasnya dengan kebencian. Namun apabila orang yang
dibenci bisa membalasnya dengan rasa tidak benci, maka perlahan-lahan
kebencian itu akan hilang dari kehidupan mereka.
(329) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor, mangkono uga
kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi kanthi
becik. (PS/36/8 Sep 12)
„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor, begitu juga
kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan
dengan baik.‟
Pemberitahuan yang disampaikan dengan penggambaran berupa kata
kayadene „seperti‟ terdapat pada data di atas Nasihat yang disampaikan
pada para pembaca menurut data (329) di atas adalah bahwa sifat murka
akan sangat mudah masuk dan mempengaruhi pikiran orang yang tidak
dilatih untuk kebaikan. Sebegitu mudahnya sifat buruk tersebut dapat
mempengaruhi diibaratkan seperti hujan yang menembus atap yang
bocor.
(330) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa
maneh leganing atine wong akeh. Awit budining manungsa wis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
pinasthi ora bisa marem-marem, pikire ora ajeg, kemba marang
kang wis ana, sarta kepengin nduweni kang isih dadi pangarep-
arepe. (PS/41/13 Okt 12)
„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,
apalagi kelegaan hati orang banyak. Sebab budi manusia sudah
dipastikan tidak bisa puas, pikiran yang tidak stabil, kecewa pada
apa-apa yang telah ada, serta ingin mempunyai yang masih menjadi
harapan.‟
Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan „Tidak ada
orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain‟ merupakan klausa
yang berupa pemberitahuan. Berdasarkan isi wacana di atas adalah
berupa pemberitahuan, bahwa manusia itu mempunyai sifat yang tidak
pernah bisa merasakan kepuasan dalam kehidupannya. Segala sesuatu
yang ia miliki masih terasa kurang. Hal ini dikarenakan sifat lahiriah
manusia yang kecewa pada apa yang ia miliki, selalu ingin mendapatkan
sesuatu yang belum ia miliki yang masih menjadi harapannya. Sehingga
ia tidak bisa membuat puas orang lain karena dirinya selalu merasa tidak
puas akan kehidupannya.
(331) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa njunjung
kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal bisa
ngangkat drajading menungsa. (PS/52/29 Des 12)
„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung kecuali
hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa
mengangkat derajad manusia.‟
Nasihat yang isinya memberitahu juga terdapat pada data (331) di
atas. Hal ini nampak terlihat dari rangkaian kata pikiran kang kaarahake
kanthi becik kang bakal bisa ngangkat drajading menungsa „pikiran yang
diarahkan dengan baik yang akan bisa mengangkat derajad manusia‟
pada data di atas. Isinya mengenai derajat manusia akan bisa terangkat
karena mempunyai pemikiran yang selalu mengarah terhadap kebaikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
Jadi derajat yang dimiliki manusia itu bukan karena ayah, ibu atau
kerabat yang bisa menjadikannya menjadi mulia.
b. Nasihat yang isinya berupa perintah
(332) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,
olahen samatenge. Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan
manjinge dadi kawruh. (PS/42/15 Okt 11)
„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama,
ingatlah, pelajari dan olahlah dengan sungguh-sungguh. Dari situ
akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
Nasihat yang berisi perintah berdasarkan wacana di atas terlihat pada
kata rungokna „dengarkanlah‟, titenana „ingatlah‟ dan olahen „olahlah‟.
Kedua kata tersebut mendapatkan sufiks –na „-lah‟ dan –en „-lah‟
sehingga terbentuk kalimat seru atau perintah. Isinya adalah kita
diperintah agar mau memperhatikan dan mendengarkan dengan sungguh-
sungguh nasihat yang diberikan oleh orang lain. Karena di dalam nasihat
tersebut, intinya akan menjadi ilmu yang akan berguna bagi kehidupan
kita.
(333) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-
padhaning tumitah. Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake
bisa kanthi longgar mardika ing rasa. (PS/5/4 Feb 2012)
„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama
makhluk. Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa
terasa bebas di perasaan.‟
Nasihat yang berupa perintah bagi para pembaca yang berupa
kalimat sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-
padhaning tumitah „yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada
sesama makhluk‟ bahwa agar kita selalu bertindak baik dan terus terang
terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan dan jangan semena-mena
terhadap yang lebih lemah tetapi harus saling tolong menolong terhadap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
mereka yang sedang dalam kesulitan. Dengan berbuat seperti itu, maka
segala yang dilakukan terasa nyaman dan lega di perasaan.
(334) Urip iku ibarate kaya wong ujian. Yen sakawit sliramu ora lulus, aja
sesambat utawa nglokro, nanging malah udinen nggedhekake
semangat lan kuwanening atimu kanggo mbanjurake usahamu. Sing
wis mungkur aja dipikir, mung kang bakal kelakon kudu kok
waspadani. (PS/ 14/7 April 12)
„Hidup itu ibarat orang yang sedang ujian. Jika kamu tidak lulus,
jangan mengeluh atau putus asa, tapi belajarlah untuk selalu
bersemangat dan beranikanlah hatimu untuk melanjutkan usahamu.
Yang sudah berlalu jangan dipikir, namun yang akan terjadi tetap
harus kamu waspadai.‟
Wacana yang berupa perintah terdapat pada data di atas yaitu pada
kata udinen „belajarlah‟ dan kuwanening „beranikanlah‟ Pesan pada data
(334) di atas berisi agar kita tetap tegar dan tidak mudah mengeluh serta
tidak mudah putus asa karena sesuatu yang ingin kita capai ternyata tidak
dapat kita gapai. Meskipun gagal, kita harus berani untuk melihat masa
depan dengan belajar pada kegagalan tersebut. Jadikan kegagalan sebagai
cambuk untuk tetap semangat dan melanjutkan usaha untuk kehidupan
mendatang. Namun kewaspadaan juga harus diperhatikan dalam
memperjuangkannya.
(335) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang
pepinginan kadonyan, udinen kanthi temen-temen, saora-orane
bisane nyenyuda marang pepinginan mau. (PS/49/3 Des 11)
„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di
dunia, latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa
mengurangi keinginan tersebut‟.
Nasihat yang berupa perintah dengan digunakannya satuan lingual
udinen „latihlah‟ yang berupa kata dasar udi „latih‟ dan sufiks –en „-lah‟
pada data (335) di atas. Nasihat yang diperuntukkan bagi pembaca untuk
dapat melatih hawa nafsu kita dalam menuruti keinginan dunia pada diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
kita. Memang semua manusia memiliki hasrat untuk memiliki segala
sesuatu yang belum dimilikinya namun dengan menuruti segala
keinginan tersebut merupakan tindakan yang tidak baik, oleh sebab itu
kita harus bisa mengurangi segala keinginan yang tidak begitu mendesak
bagi kebutuhan kita.
(336) Ingatase kewan wae padha duwe rasa tresna marang anak-anake.
Buktine pitik kang pinuju momong kuthuk-kuthuke, mesthi nladhung
marang kang ganggu gawe. Luwih-luwih manungsa tumrap anak-
anake. Nanging apa piwalese anak marang wong tuwa? Ora akeh,
cukup gawe renaning penggalihe bapa lan biyung. (PS/1/5 Januari
13)
„Seekor hewan saja memiliki rasa cinta pada anak-anaknya.
Buktinya ayam yang sedang mengasuh anak-anaknya, pasti
menyerang yang telah mengganggunya. Lebih-lebih manusia pada
anak-anaknya. Tetapi apa pembalasan anak pada orang tuanya?
Tidak banyak, cukup buatlah senang hati ayah dan ibu.‟
Nasihat yang isinya berupa perintah terdapat pada data (336) di atas.
Frasa cukup gawe „cukup buatlah‟ merupakan suatu perintah. Wacana di
atas berisi nasihat kepada anak yang harus selalu membuat hati orang
tuanya bahagia. Jangan melakukan hal-hal yang dapat mencoreng nama
baik orang tua. Karena tidak ada orang tua yang tidak sayang pada
anaknya. Bahkan untuk lebih jelasnya lagi, isi di dalam wacana ini
digambarkan seekor ayam yang punya rasa kasih sayang terhadap
anaknya yang dibuktikan ketika si induk sedang mengasuh anaknya akan
menyerang terhadap siapa saja yang mengganggunya. Oleh sebab itu,
alangkah bahagianya orang tua apabila mempunyai anak yang dapat
dibanggakan.
c. Nasihat yang isinya berupa larangan
(337) Aja ngandhakake apa-apa marang sadhengah wong kang durung
kasumurupan kanthi terang. Amarga yen ora cocog karo kanyatane,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
bisa gawe kapitunane. Yen teba sumiyare saya amba presasat
nyebar wisa. (PS/43/22 Okt 11)
„Jangan mengatakan apa-apa pada sembarang orang yang belum
mengetahui pastinya. Karena jika tidak cocok dengan kenyataan, itu
bisa menimbulkan kerugian. Jika sampai tersiar luas seperti
menyebarkan racun.‟
Kata aja „jangan‟ merupakan kata yang mengidentifikasikan
larangan setelah bergabung dengan kata ngandhakake „mengatakan‟ pada
data (337) di atas. Pesan pada wacana ini, kita dilarang untuk
menyebarkan berita maupun kabar yang belum jelas kebenarannya.
Apabila terjadi, hal itu akan menyebabkan kerugian bagi orang jika
sampai tersebar ke masyarakat. Alangkah baiknya kita bisa menjaga
berita atau kabar yang belum jelas tersebut. Karena jika sesuatu yang
belum tentu benar itu tersebar luas sama halnya orang tersebut
menyebarkan bisa yang merugikan banyak orang.
(338) Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake bakal kepriye
asile. Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane
kang kabeh mau durung disumurupi kepriye bakal dadine. Ibarate
kaya wong ngadepi ujian, durung bisa nyumurupi bakal lulus apa
orane. (PS/15/14 April 12)
„Jangan berani memastikan pekerjaan itu akan menjadi bagaimana
hasilnya. Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai
macam kendala yang semua itu belum diketahui bagaimana hasilnya.
Ibarat seperti orang yang menghadapi ujian, belum tahu apakah dia
lulus atau tidak.‟
Berdasarkan wacana (338) di atas, isinya adalah berupa larangan
yang ditandai dengan adanya leksikon aja kumawani „jangan berani‟.
Pesan yang disampaikan yaitu diperuntukkan bagi kita untuk memastikan
hasil pekerjaan kita. Hal ini dilarang karena setiap pekerjaan yang
dijalani pasti ada halangan dan kesulitan dan belum diketahui hasil
akhirnya. Diibaratkan seperti sedang menghadapi ujian yang tidak tahu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
hasil pastinya akan berhasil atau tidak. Jadi kita sebagai manusia yang
beriman agar tetap berusaha dan berdoa kepada Tuhan agar selalu
diberikan yang terbaik.
(339) Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga mblenjani janji.
Kosokbaline pikiren, pira wae kehe masalah kang bisa dadi
pepalang, kang njalari dheweke ora bisa netepi janjine. Ora netepi
janji nanging kang ora mratandhani cidraning ketemenan utawa
pawong mitran. (PS/21/26 Mei 12)
„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena
mengingkari janji. Sebaliknya pikirlah seberapa banyak masalah
yang menjadi halangan, yang menyebabkan dirinya tidak bisa
menetapi janji. Tidak bisa menetapi janji tetapi yang tidak menandai
kebohongan yang sesungguhnya atau hubungan persahabatan.‟
Data (339) di atas merupakan wacana hortatorik yang berisi
larangan. Hal ini terlihat dengan digunakannya frasa aja kesusu nesu
„jangan terburu-buru marah‟. Maksud yang disampaikan kepada pembaca
adalah agar kita tidak terburu-buru marah apabila teman yang kita ajak
berjanji untuk bertemu tetapi ia tidak datang dan mengingkarinya. Kita
harus memiliki pemikiran yang positif terhadap teman kita tersebut.
Barangkali dia tidak bisa menepati janji karena terjadi hal-hal yang lebih
mendesak dan tidak bisa ditinggalkan. Asalkan alasan yang disampaikan
oleh teman tidak merusak persahabatan, maka kita harus memakluminya.
(340) Aja katrem ing sajroning lena, aja kabandha dening kasenengan-
kasenengan pancadriya. Wong kang waspada sarta dhemen
nggegulang ibadah bakal oleh kabegjan lan kamulyan agung.
(PS/43/27 Okt 12)
„Jangan betah pada kelengahan, jangan tergoda pada kesenangan
panca indra. Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah
akan mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟
Wacana di atas berisi larangan dengan dipakainya kata aja katrem
„jangan betah‟ pada data (340). Isinya diperuntukkan bagi para pembaca
agar tidak mudah lengah dan tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
dapat menyenangkan panca indra. Sebisa mungkin kita tetap waspada
serta selalu beribadah kepada Sang Pencipta agar kita bisa mendapatkan
keberuntungan dan kemulyaan serta dijauhkan dari segala hal yang tidak
diinginkan.
(341) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk iku
adate nyuda kaprayitnan saengga nglalekake bab-bab sing luwih
perlu. Wekasan bisa nyuda ajining dhiri. (PS/27/7 Juli 12)
„Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur
biasanya mengurangi kewaspadaan sehingga melupakan bab-bab
yang lebih diperlukan. Akhirnya dapat mengurangi harga diri.‟
Nasihat yang berupa larangan yang terkandung dalam wacana di
atas. Penanda larangan pada data (341) berupa aja kasengsem „jangan
terpikat‟. Isi nasihatnya adalah harga diri seseorang dapat jatuh apabila
seseorang kurang waspada pada kesenangan yang berlebihan. Larangan
untuk terlena pada kesenangan yang berlebihan karena kesenangan itu
akan melupakan hal-hal yang lebih penting. Ia menjadi tidak peka
terhadap keadaan di sekitarnya yang berakibat menjatuhkan harga diri
seseorang.
d. Nasihat yang isinya berupa saran
(342) Sing sapa rumangsa becik dhewe, pinter dhewe, sugih dhewe, luhur
dhewe lan kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake gagasan
cipta kang wening, yen sejatine isih ana kang luwih lan maha becik,
maha pinter, maha sugih, maha luhur lan maha kuwasa. (PS/33/13
Agustus 11)
„Barang siapa merasa baik paling , paling pintar, paling kaya ,
paling luhur dan paling berkuasa, baiknya maulah
mengistirahatkan gagasan cipta yang bening, jika sesungguhnya
masih ada yang lebih dan maha baik, maha pintar, maha kaya, maha
luhur dan maha kuasa.‟
Saran yang terkandung pada wacana (342) di atas ditandai dengan
digunakannya frasa becike sok gelema „sebaiknya maulah‟. Nasihatnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
adalah agar seseorang yang merasa dirinya paling dalam segala hal agar
mau merenung dan berpikir sejenak bahwa ada yang melebihinya, yang
lebih baik darinya, yang lebih pintar darinya, yang lebih kaya darinya,
yang lebih luhur dan lebih kuasa darinya. Manusia memang makhluk
ciptaan Tuhan yang paling sempurna, namun kesempurnaan itu jangan
dijadikan sebagai kesombongan dan kesemena-menaan terhadap orang
lain.
(343) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, ngegung-
egungake dhirine, yaiku wong kang biyasa disebut tekabur. Mula
becike, manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.
(PS/35/27 Agustus 11)
„Tuhan tidak senang pada orang yang sombong, mengunggul-
unggulkan dirinya yaitu orang yang disebut takabur. Alangkah
baiknya, manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-
mentang.‟
Klausa mula becike, manungsa iku ndarbenana „alangkah baiknya,
manusia itu memiliki‟ merupakan penanda bahwa wacana pada data
(343) berisi saran. Berdasarkan isi wacana di atas, manusia supaya
mempunyai perasaan jangan sok dan jangan mentang-mentang, karena
Tuhan tidak menyukai sifat seperti itu. Apalagi sifat sombong yang suka
mengagung-agungkan dirinya sendiri. Alangkah baiknya jika sifat
tersebut dapat dihindari dan dijauhi.
(344) Aja susah dening samubarang kang tinemu ing sakiwa tengenmu.
Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-
isening bumi lan langit. Sadhengah kang tinemu ing sakiwa
tengenmu uga tinemu ing dhirimu, saengga ora ana kang ora
ndadekake beciking wong akeh. (PS/13/31 Maret 12)
„Jangan susah pada apa-apa yang ada di kanan kirimu.
Sebaliknya ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari bumi
dan langit. Segala yang ada di kiri dan kananmu juga ada pada
dirimu, sehingga tidak ada yang tidak menjadikan kebaikan banyak
orang.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
Ditampilkannya kalimat yang berupa aja susah dening samubarang
kang tinemu ing sakiwa tengenmu „jangan susah pada apa-apa yang ada
di kanan kirimu‟. Nasihat yang berupa saran bagi seseorang untuk tidak
merasakan susah dan gundah pada segala sesuatu yang ada di sekitarnya.
Karena segala sesuatu yang berada di sekitarnya merupakan anugerah
baginya. Jadi tidak ada sesuatu hal yang tidak bisa dilakukan baginya
untuk berbuat kebaikan untuk banyak orang.
(345) Yen sliramu pancen temen, ora perlu ngatonake katemenanmu
amarga kuwatir yen ora dipercaya. Becike ora perlu kok pikir.
Nanging yen pancen ana perlune, cukup sepisan wae kandha
ngenani katemenanmu mau. Yen ora dipercaya ora perlu kok
pindhoni. Sebab mengkone kabeh bakal ngerti dhewe lan keduwung
dene duwe rasa kang ora bener mau. (PS/39/29 September 12)
„Jika kamu memang bersungguh-sungguh, tidak perlu
memperlihatkan kesungguhanmu karena khawatir jika tidak
dipercaya. Lebih baik tidak kamu pikirkan. Tetapi jika memang
perlu, cukup sekali saja kamu mengatakan mengenai
kesungguhanmu. Jika tidak dipercaya tidak perlu kamu ulangi lagi.
Sebab nantinya mereka akan mengetahui sendiri lan kecewa karena
mempunyai anggapan yang tidak benar.‟
Nasihat yang berupa saran pada wacana di atas nampak jelas dengan
digunakannya kalimat becike ora perlu kok pikir „lebih baik tidak kamu
pikirkan‟. Kita disarankan untuk tidak memperlihatkan kesungguhan kita
terhadap orang lain. Walaupun orang lain tidak mempercayainya, kita
tidak usah mengkhawatirkan keadaan tersebut. Namun apabila memang
orang lain ingin mengetahuinya, maka ceritakanlah dan perlihatkanlah
kesungguhan tersebut. Dengan demikian mereka akan merasa bersalah
karena tidak mau percaya sebelumnya.
(346) Pikiran iku tansah klepekan kayadene iwak kang dientas saka
njerone banyu banjur diuncalake ing lemah. Mula saka iku
panguwasane panggodha kudu disirnakake. (PS/46/17 Nov 12)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
„Pikiran itu selalu bergejolak seperti ikan yang diambil dari air lalu
dilemparkan di tanah. Maka dari itu penguasa godaan harus
dihilangkan.‟
Mula saka iku „maka dari itu‟ merupakan frasa yang memberikan
keterangan mengenai nasihat yang berupa saran. Pada wacana (346) di
atas, isi dari nasihat yang berupa saran agar kita bisa menahan dan
mengontrol godaan yang ada di sekeliling kita. Akan lebih baik lagi jika
godaan itu dapat kita hilangkan dari pikiran kita. Diibaratkan seperti ikan
yang bergerak-gerak karena diambil dari dalam air kemudian
dilemparkan ke tanah. Pengibaratan tersebut sama seperti pikiran yang
dimiliki oleh manusia.
e. Nasihat yang isinya berupa ajakan
(347) Pikiran iku tansah ngumbara adoh, tanpa rowang, ora kasat mata
lan manggone ing njeroning ati. Sing sapa bisa nelukake mula
bakal luwar saka cengkeremaning napsu. (PS/50/15 Des 12)
„Pikiran itu selalu mengembara jauh, tanpa teman, tidak terlihat mata
dan terletak di dalam hati. Barang siapa yang bisa menakhlukkan
maka akan terbebas dari cengkraman nafsu.‟
Nasihat yang berupa ajakan yang terdapat dalam wacana di atas.
Kalimat sing sapa bisa nelukake mula bakal luwar saka cengkeremaning
napsu „barang siapa yang bisa menakhlukkan maka akan terbebas dari
cengkraman nafsu‟. Supaya seseorang dapat menakhlukkan dan
menguasai pikiran dengan kebaikan. Walaupun pikiran itu selalu
berkelana, tidak memiliki teman, tidak terlihat oleh mata dan terletak di
dalam hati, namun sebagai manusia yang baik supaya tetap menjaga
pikirannya agar tetap di jalan yang benar.
(348) Sing dhemen tetulung, sing sareh lan taklim ing solah tingkah.
Kanthi mengkono mesthi bakal kasinungan daya prabawa adhem
angayomi. (PS/48/26 Nov 11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
„Senanglah menolong, sabar dan menghormat pada tingkah
laku. Dengan begitu pasti akan mendapatkan daya wibawa
melindungi.‟
Sing dhemen tetulung, sing sareh lan taklim ing solah tingkah
„Senanglah menolong, sabar dan menghormat pada tingkah laku‟
merupakan wacana hortatorik yang berupa ajakan. Berdasarkan isi
wacana di atas, pesan yang disampaikan kepada pembaca berupa ajakan
untuk selalu menolong terhadap sesama, selalu bertindak hormat dan
bertingkah laku yang sopan kepada orang lain. Karena apabila semua itu
dapat dilakukan maka ia akan mendapatkan daya wibawa yang
melindungi.
(349) Metani atine dhewe, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti
kang pinuji. Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita
dhewe, sadurunge dipetani dening liyan. (PS/2/14 Jan 2012)
„Mencari kesalahan pada hatinya, mawas diri, itu merupakan salah
satu pekerjaan yang dipuji. Maka alangkah baiknya kita supaya
senang mencari kesalahan kita sendiri, sebelum orang lain yang
mencarinya.‟
Klausa kita diseneng metani kekurangan kita dhewe, sadurunge
dipetani dening liyan. „kita supaya senang mencari kesalahan kita sendiri,
sebelum orang lain yang mencarinya‟ merupakan penanda dari wacana
hortatorik yang berupa ajakan. Pesan yang isinya mengajak yang terdapat
pada data di atas yaitu supaya kita bisa intropeksi diri dan mawas diri
terhadap hal-hal yang telah kita lakukan. Karena itu akan lebih baik bagi
kita untuk menyadarinya lebih awal daripada orang lain yang
menemukannya kemudian. Mencari kesalahan pada diri sendiri dan mau
memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat merupakan hal yang terpuji.
(350) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan. Nanging yen wis kulina,
pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi watak. Mulane
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
sumangga padha nggayuh bisane duwe watak kanthi gawe
ngamal. (PS/38/22 Sep 12)
„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan. Tetapi jika sudah
terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi watak. Mari
sama-sama mencapai sebisa mungkin mempunyai watak dengan
berbuat amal.‟
Data (350) di atas merupakan wacana hortatorik yang isinya berupa
ajakan dengan ditampilkannya kalimat mulane sumangga padha nggayuh
bisane duwe watak kanthi gawe ngamal „mari sama-sama mencapai
sebisa mungkin mempunyai watak dengan berbuat amal‟. Isinya adalah
dengan mengamal, maka kita akan mempunyai watak yang terpuji.
Walaupun mengamal itu membutuhkan pengorbanan agar bisa terwujud,
namun mengamal itu akan terasa biasa dan tidak berat jika kita sudah
terbiasa melakukannya.
Selain itu, tema dari wacana hortatorik juga bermacam-macam
mengenai keagamaan, kemasyarakatan atau sosial, kehidupan, keilmuan dan
moral.
a. Tema Keagamaan
(351) Wong kang nindakake sarengating agama, nanging ora nindakake
kabecikan tumrap masyarakat, kena diarani enggone ngibadah
durung sampurna. (PS/39/24 Sep 11)
„Orang yang menjalankan syariat agama, tetapi tidak menjalankan
kebajikan di masyarakat, bisa disebut ibadahnya belum sempurna.‟
Tema pada data (351) di atas adalah keagamaan. Hal ini dibuktikan
pada isinya yang berupa ibadah seseorang kepada Tuhan yang belum
sempurna. Seseorang yang menjalankan ibadah kepada Tuhannya, namun
tidak diamalkan di masyarakat maka bisa dianggap ibadahnya belum
sempurna.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
(352) Manembah ing Pangeran kanthi darbe pepenginan utawa
panggayuh marang kaswargan, iku tumrape kasunyatan isih klebu
ewoning panembah kang kurang eklas. (PS/51/17 Des 11)
„Bersembayang pada Sang Pencipta dengan maksud mendapatkan
surga, hal itu merupakan kenyataan yang termasuk sembayang yang
belum ikhlas.‟
Tema keagamaan juga terdapat pada data (352) di atas yaitu
mengenai sembayang seseorang kepada Tuhan yang belum ikhlas. Hal
ini dikarenakan seseorang yang menyembah kepada Tuhannya dengan
maksud hanya ingin mendapatkan surga. Padahal beribadah kepada
Tuhan adalah kewajiban bagi seorang hamba. Jadi sebagai seorang
hamba harus beribadah dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh agar
mendapatkan ridhoNya.
(353) Sing sapa tansah eling sarta memuji kaluhuraning Gusti Kang
Maha Luhur kanthi sucining ati, tanpa ndarbeni pepenginan apa-
apa, terkadhang malah nampa kanugrahan kang luwih aji
katimbang kanugrahan kang ditampa dening wong kang nyeyuwun.
(PS/52/24 Des 11)
„Barang siapa yang ingat dan memuji keluhuran Tuhan Yang Maha
Luhur dengan hati yang suci, tanpa mempunyai keinginan apapun,
justru akan mendapatkan anugerah yang lebih berharga daripada
anugerah yang didapat oleh hamba yang meminta.‟
Seseorang yang selalu mengingat dan memuji Tuhan Yang Mahaesa
dengan hati yang bersih dan tanpa maksud apapun maka dirinya akan
mendapatkan anugrah yang lebih baik daripada anugrah yang diterima
oleh orang yang meminta kepada Tuhan. Berdasarkan dari isi wacana
tersebut, maka tema yang terkandung di dalamnya adalah keagamaan
yaitu anugrah yang diberikan Tuhan kepada hambaNya itu berbeda-beda
tergantung dari niat seseorang yang beribadah kepadaNya.
(354) Ndedonga kanthi tumemen iku ateges sawijining panalangsaning
kawula enggone ngrumangsani kinawulakake dening Gusti.
(PS/53/31 Des 11)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
‘Berdoa dengan sungguh-sungguh berarti salah satu kewajiban
seorang hamba dalam memahami dijadikan hamba oleh Tuhan.‟
Pada wacana di atas, tema yang dijadikan sebagai bahan nasihat
adalah tema keagamaan yaitu kewajiban bagi seorang hamba untuk selalu
berdoa dengan sungguh-sungguh terhadap Tuhan. Dengan berdoa secara
khusyuk menandakan bahwa hamba tersebut memahami dan mengerti
bahwa dirinya memang merupakan hamba yang selalu menyembah
kepada Sang Pencipta.
(355) Wong kang nemahi kekurangan utawa kasangsaran ing uripe,
terkadhang antuk leliru nugraha kang luwih pangaji, yaiku dene
banjur eling marang kaluhuran lan kamurahaning Pangeran.
(PS/1/7 Jan 2012)
„Orang yang mengalami kekurangan atau kesengsaraan dalam
hidupnya, kadang mendapatkan ganti anugerah yang lebih berharga,
yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟
Tema keagamaan yang terdapat pada data (355) di atas menjelaskan
bahwa hidup seseorang yang selalu mengalami kesukaran dan
kesengsaraan justru mendapatkan anugrah yang sangat berharga, karena
dirinya bisa mensyukuri dan mengingat kepada kemurahan dan
keluhuran Tuhannya.
b. Tema Kemasyarakatan atau Sosial
(356) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh
semut teka mbuwangi wedhine, dene kang digawa lan dipangan
mung gulane. Paribasan iki ora beda karo kahanane wong kang
wus katrima lan bisa mbedak-bedakake endi kang langgeng lan
endi sing ora. (PS/37/10 Sep 11)
„Jika kamu mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak
semut yang datang membuang pasirnya, sedangkan yang dibawa dan
dimakan adalah gula. Peribahasa ini tidak berbeda dengan orang
yang sudah diterima dan bisa membedakan mana yang abadi
dan yang tidak.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
Dalam hidup bermasyarakat, seseorang yang sudah diterima oleh
orang lain agar dapat membedakan hal-hal yang abadi dan yang tidak
abadi. Seperti peribahasa jika kamu mencampur gula dengan pasir, maka
semut akan datang untuk menbawa gula dan membuang pasirnya. Itulah
contoh data dengan tema kemasyarakatan yang terdapat pada data (356).
(357) Yen pamikir utawa panemumu diawoni ing liyan, aja kesusu
muring-muring. Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan
penguji tumrap panemumu mau, kang tembene bakal gedhe wigatine
tumrap uripmu sabanjure. (PS/ 9/3 Maret 2012)
„Jika pemikiran atau pendapatmu dihina oleh yang lainnya,
jangan terburu-buru marah. Sebaliknya terimalah sebagai
penyaring lan penguji pada pendapatmu tadi, yang akhirnya akan
besar manfaatnya pada hidupmu selanjutnya.‟
Data (357) bertemakan sosial dalam hidup bermasyarakat. Pendapat
yang dimiliki oleh seseorang itu berbeda-beda. Apabila ketika sedang ada
pertemuan, pendapat kita tidak disetujui oleh orang lain bahkan pendapat
kita dianggap buruk olehnya maka kita tidak boleh tergesa-gesa marah
padanya. Anggap saja semua itu sebagi ujian yang nantinya akan berguna
bagi hidup kita ke depannya apabila kita bisa memaklumi dan
merenungkannya.
(358) Aja nyingkiri srawung karo sawijining mitramu, amarga sering
tumindak sombong utawa nggugu karepe dhewe sarta angel sraten-
sratenane. Awit sarupaning wong iku nduweni cacade dhewe-dhewe.
Yen sliramu ora ngemong, pakolehmu apa? Mula senajan ana
cacade, yen pancen becik budine, sayogyane maklumana. (PS/19/12
Mei 12)
„Jangan menghindari bertemu dengan salah seorang temanmu,
karena selalu bertingkah sombong atau mengikuti kemauannya serta
sulit bergaulnya. Karena setiap orang itu mempunyai kekurangan
sendiri-sendiri. Jika kamu tidak membimbing, apa yang kamu
peroleh? Jadi meskipun ada kekurangannya, jika memang akhlaknya
baik, alangkah baiknya maklumilah.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
Data (358) di atas bertema sosial yaitu apabila kita mempunyai
teman yang dirinya mempunyai kekurangan dalam sifatnya entah dia
sombong, selalu berbuat sesuka hatinya dan sulit untuk diberitahu namun
sebenarnya dia memiliki akhlak yang baik maka supaya kita bisa
memakluminya karena semua orang itu mempunyai kelebihan dan
kekurangannya masing masing.
(359) Yen pancen nedya tumuju marang tata lan tentrem, kudune sing
pinter memulang marang sing bodho. Sing sugih nulung sing mlarat.
Sing gedhe ngayomi sing cilik. Sing kuwat njaga lan ngreksa sing
ringkih. Mengkono lan sapanunggale. (PS/4 Agustus/12)
„Jika memang bersedia menuju teratur dan tentram, seharusnya
yang pintar mengajari yang bodoh. Yang kaya menolong yang
miskin. Yang besar mengayomi yang kecil. Yang kuat menjaga dan
melindungi yang lemah. Begitu yang lainnya.‟
Pada wacana (359) di atas, tema yang diangkat adalah mengenai
kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang hidup dalam lingkungan
sosial harus bisa menyesuaikan diri dengan baik dengan cara tolong
menolong. Jadi orang yang pandai harus mau mengajari orang yang
bodoh, orang yang kaya mau menolong orang yang miskin, orang yang
kuat harus menjaga dan melindungi orang yang lemah dan orang yang
berkedudukan mau mengayomi orang yang kecil.
(360) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi lamun sajrone
cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, ananging sing sapa
bisa nyumurupi kasunyatan iki, ing kono bakal padha mungkasi
cecongkrahan. (PS/32/11 Agustus 2012)
„Sebagian besar manusia tidak mengetahui jika di dalam
perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan, tetapi barang
siapa yang dapat mengetahui kenyataan ini, di situ akan mengakhiri
perselisihan.‟
Sebagian besar manusia memiliki sifat yang tidak mau mengalah.
Hal ini terjadi apabila pendapatnya berbeda dengan pendapat orang lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
dan tidak ada yang mau mengalah. Tidak jarang perselisihanpun akan
terjadi dan akan mengakibatkan kemusnahan bagi dirinya. Namun
apabila di dalam diri mereka mau saling mengalah dan dapat
menghindari perselisihan maka dirinya tidak akan celaka. Berdasarkan
isinya, tema yang terdapat pada data (360) adalah kemasyarakatan.
(361) Wong kang bisa gawe adhem ayeming ngakeh, ibarate kaya wit
waringin kang menehi pengeyuban marang wong kang padha
kepanasen. Wong kang mengkono mau aran tinarima uripe, pantes
sinebut dadi pangayoman. (PS/51/22 Des 12)
„Orang yang bisa membuat nyaman banyak orang, ibarat seperti
pohon beringin yang memberikan tempat berteduh bagi orang yang
terkena panas. Orang yang seperti itu diterima hidupnya, pantas
disebut menjadi perlindungan.‟
Tema sosial kemasyarakatan terdapat pada wacana ini. Orang yang
dalam hidupnya bisa memberikan pengayoman dan perlindungan bagi
orang di sekitarnya, orang tersebut mempunyai sifat yang bisa membuat
nyaman banyak orang seperti pohon beringin yang menjadi tempat
berteduh bagi manusia yang kepanasan.
c. Tema Kehidupan
(362) Yen sliramu weruh mayit kang dikubur lagi wae diwulang talkin,
prayogane sliramu nyadhari yen satemene sliramu dhewe sadurunge
mati wis kudu mangerteni dhisik marang sangkan paraning dumadi.
(PS/40/1 Okt 11)
„Jika kamu melihat jenazah yang sedang dimakamkan dibacakan
talkin, alangkah baiknya kamu menyadari jika sesungguhnya
sebelum kamu meninggal harus mengetahui terlebih dahulu pada
asal dan tujuan hidup.‟
Contoh kehidupan digunakan sebagai tema pada wacana di atas.
Bahwa orang yang hidup tidak dipungkiri lagi akan kedatangan ajal entah
suatu saat nanti. Ketika kita sedang melayat dan melihat jenazah yang
dimakamkan disertai dengan membaca talkin supaya kita mau menyadari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
segala yang kita perbuat di dunia ini dan juga kita harus mengetahui asal
dan tujuan kita hidup di dunia ini.
(363) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang
pepinginan kadonyan, udinen kanthi temen-temen, saora-orane
bisane nyenyuda marang pepinginan mau. (PS/49/3 Des 11)
„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di
dunia, latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa
mengurangi keinginan tersebut.‟
Pada data (363) di atas, tema yang diungkapkan berupa tema
kehidupan. Manusia mempunyai watak alami yaitu selalu mempunyai
keinginan dunia di dalam hatinya. Boleh saja ia menuruti keinginannya
tersebut asalkan tidak semua keinginan ia turuti semua, karena hal itu
akan berdampak buruk bagi kehidupannya. Alangkah baiknya jika ia mau
belajar untuk mengurangi dan menahan diri untuk tidak terlalu menuruti
segala keinginannya.
(364) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang
ora perlu. Yen keladuk panyudamu ora dadi apa, gampang enggone
mbalekake. Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe, angel
anggone ngungkret. (PS/22/2 Juni12)
„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau
tidak perlu. Jika terlanjur olehmu mengurangi tidak apa-apa, mudah
untuk dikembalikan. Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu
banyak kebutuhan, susah untuk mengurangi.‟
Berdasarkan pada data (364) di atas, isi dari tema tersebut adalah
seseorang yang harus bisa mengurangi kebutuhan dalam menjalani
kehidupannya. Mengurangi kebutuhan akan membawa dampak baik bagi
kehidupannya. Jadi seseorang harus bisa berlatih untuk mengurangi
kebutuhan yang tidak begitu mendesak atau yang tidak perlu. Apabila
seseorang sudah terbiasa hidup dengan banyak kebutuhan maka akan
sangat sulit baginya untuk mengurangi kebutuhan tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
(365) Pikiran iku kang murwani sakabehing kedadeyan, pikiran iku
panuntun, sakabehing kahanan kadadeyan saka pikiran. Manawa
ana wong ngucap utawa tumindak kanthi pikiran ala, ing kono
panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar kang
tansah ngetutake lakune sapi kang nggered. (PS/26/30 Juni 12)
„Pikiran itu yang memulai semua kejadian, pikiran itu penuntun,
semua kejadian dari pikiran. Jika ada orang berkata atau
bertindak dengan pikiran yang buruk, di situ pengalaman akan
mengikuti di belakangnya, seperti roda cikar yang selalu mengikuti
gerakan sapi yang menarik.‟
Tema yang terdapat pada data (365) di atas adalah tindakan manusia
yang berawal dari pikiran. Bahwa pikiran itu merupakan awal dari segala
kejadian, pikiran itu sebagai penuntun dan semua keadaan terjadi dari
pikiran. Jadi apabila ada orang yang berbuat tidak baik maka dirinya
akan rugi. Tindakan buruk yang dia lakukan akan selalu terbawa olehnya
seperti halnya roda cikar yang selalu mengikuti sapi yang menariknya.
(366) Yen ana wong kang uripe mung katujokake marang bab-bab kang
nyenengake kanthi nguja hardaning ndriya, mula dheweke bakal
gampang kabanda dening dewaning panggodha, paribasane kaya
angin kang ngrubuhake wit kang gapuk. (PS/33/18 Agustus 12)
„Jika ada orang yang hidupnya hanya ditujukan pada bab-bab yang
menyenangkan dengan menuruti keinginan batin, maka dirinya
akan mudah terikat oleh godaan, seperti peribahasa angin yang
merobohkan pohon yang lapuk.‟
Wacana (366) di atas bertema kehidupan seseorang. Orang yang
hidupnya selalu diarahkan untuk menyenangkan hatinya dengan
memanjakan dan menuruti keinginan batinnya, dia akan mudah terikat
oleh godaan keduniawian. Sangat mudahnya sampai-sampai diibaratkan
seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
176
d. Tema keilmuan
Berikut ini merupakan data yang berupa wacana hortatorik yang
isinya mengenai keilmuan.
(367) Kawruh kang kasimpen iku ibarate mawa kang kapendhem ing awu.
Emane tanpa piguna lan ora ninggali lelabuhan apa-apa. (PS/12/24
Maret12)
„Ilmu yang disimpan ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.
Sayangnya tidak berguna dan tidak meninggalkan pengabdian
apapun.‟
Ilmu yang dimiliki oleh seseorang, apabila tidak diamalkan dan
diajarkan dengan baik kepada orang lain sama saja ia memendam
ilmunya sendiri. Ilmu tersebut tidak akan bermanfaat dan tidak
meninggalkan pengabdian kepada masyarakat. Seperti ibarat bara api
yang tertimbun abu.
(368) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,
nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca, mula wong iku
kayadene wong angon sapi kang mung ngetung sapine liyan,
dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis diwaca.
(PS/35/1 Sep 12)
„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci, tetapi
jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang dipelajari, maka orang
tersebut seperti orang yang mengembalakan sapi yang hanya
menghitung jumlah sapi orang lain, dirinya tidak akan mendapatkan
kesejahteraan dari apa yang telah dipelajari.‟
Seseorang yang telah belajar dengan baik mengenai ilmu agama,
namun dia tidak bisa mengamalkan ilmu yang telah dia pelajari maka dia
tidak akan mendapatkan kesejahteraan di dalam hidupnya. Seperti ibarat
seseorang yang mengembala binatang ternaknya namun dia hanya
menghitung binatang ternak orang lain dan tidak mempedulikan pada
dirinya sendiri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
177
(369) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,
olahen samatenge. Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan
manjinge dadi kawruh. (PS/42/15 Okt 11)
„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,
pelajari dengan sungguh-sungguh. Dari situ akan ditemukan intinya
dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟
Wacana yang bertema keilmuan terdapat pada data (369) di atas.
Bahwa jika seseorang memberikan nasihat bagi kita agar bisa
didengarkan, dicermati, direnungkan dan dipahami sebaik mungkin.
Karena di dalam nasihat tersebut terdapat ilmu yang akan berguna bagi
kehidupan kita.
e. Tema moral
(370) Wong kang jail iku jiwane presasat memangsa, ngrikiti lan nithili
marang sipate dhewe kang becik. Dadi wong jail iku kejaba
mitunani wong kang dijaili, uga mitunani marang dhirine pribadi.
(PS/36/3 Sep 11)
„Orang yang jail jiwanya seperti memangsa, mengerat dan
mengupas sifatnya yang baik. Jadi orang yang jail selain merugikan
orang yang dijaili, juga merugikan dirinya sendiri.‟
Tema yang terdapat pada wacana di atas merupakan tema moral
mengenai sifat jail yang dimiliki seseorang. Sifat tersebut tidak hanya
merugikan diri sendiri namun juga merugikan orang lain karena sifat jail
itu seolah-olah memakan, mengupas dan menggerogoti sifat baik
seseorang.
(371) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka
bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,
prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene
ora langgeng. (PS/41/8 Okt 11)
„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru,
wajah yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak
harta, alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya
semua itu tidak abadi.‟
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
178
Seperti pada data sebelumnya, tema yang terdapat pada data (371)
di atas juga berupa tema moral mengenai sifat sombong seseorang.
Kesombongan yang dimiliki oleh seseorang karena dirinya berasal dari
golongan yang terpandang, memiliki wajah yang tampan atau cantik,
memiliki kedudukan dan pangkat yang tinggi serta mempunyai banyak
harta. Alangkah baiknya dapat merenungkan semuanya itu. Karena di
dunia ini tidak ada yang sempurna dan semuanya akan menghilang sesuai
dengan suratan takdir.
(372) Wong kang sumuci-suci, biyasane amarga saka kehing rereged ing
dhirine. Dadi enggone ider suci satemene mung kanggo tetameng
nutupi regede. (PS/3/21 Jan 2012)
„Orang yang berbuat-buat suci , karena dari banyaknya kesalahan
pada dirinya. Jadi dia berlagak seperti itu sesungguhnya hanya untuk
pelindung menutupi kesalahannya.‟
Orang yang berlagak sok suci di depan umum karena dirinya
mempunyai kesalahan yang telah diperbuatnya dan ingin menutupinya.
Jadi dengan berbuat begitu kesalahan pada dirinya seolah-olah tertutup
oleh tindakannya. Berdasarkan uraian dari wacana hortatorik di atas,
tema yang digunakan adalah tema moral mengenai sifat seseorang.
(373) Wong sing suthik kungkulan, sajege ora bakal duwe kaundhakan.
Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep malah
ngreribedi. (PS/29/21 Juli 12)
„Orang yang menolak secara berlebihan, selamanya tidak akan
mempunyai peningkatan. Sebab hal-hal yang baik dibenci dan
dianggap merepotkan.‟
Tema pada data (373) di atas adalah tema moral mengenai sifat
buruk seseorang yaitu seseorang yang menganggap dirinya tidak
membutuhkan pendapat dan saran dari orang lain. Orang yang tertutup
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
179
tersebut biasanya tidak akan bisa meningkat dalam kehidupannya karena
semua yang baik justru dia benci dan dianggap merepotkan baginya.
(374) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene
kalepyan tumuju marang marganing pati. Mula wong kang waspada
ora bakal mati, dene wong kang kalepyan kayadene wong kang wis
mati. (PS/37/15 Sep 12)
„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi
kecerobohan/kelengahan menuju pada jalan kematian. Maka orang
yang waspada tidak akan mati, sedang orang yang ceroboh seperti
orang yang sudah mati.‟
Nasihat yang terdapat pada data (374) di atas bertema moral
mengenai kewaspadaan seseorang. Kehidupan yang dijalani oleh
seseorang yang selalu waspada akan menjadikan keselamatan baginya.
Namun kehidupan yang dijalani dengan kelengahan akan menjadikan
hidupnya celaka.
(375) Oleh-olehane wong tumindak ora absah iku ora mung samar-samar
wae, nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa. Mula wong
kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane kaya
“dolanan ula mandi”. (PS/42/20 Okt 12)
„Hasil yang didapat oleh orang yang berbuat tidak jujur tidak
hanya samar saja, namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan
meminum racun. Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek
peribahasanya seperti “bermain ular berbisa”.‟
Wacana yang tertera pada data (375) di atas bertema moral yang
berupa sikap yang buruk. Nasihat mengenai tindakan seseorang yang
tidak benar dan tidak jujur akan merugikan dirinya sendiri, walaupun
tidak ada orang lain yang mengetahui. Maka dari itu tindakan yang tidak
jujur itu harus dihindari dan dijauhi. Ibarat seseorang yang mendekati
atau melakukan tindakan yang tidak benar seperti halnya bermain ular
yang berbisa.