bab iv analisis data dan pembahasan

132
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user 48 BAB IV ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN Analisis data adalah hasil dari pembahasan dari data yang telah diteliti. Bab ini meliputi pembahasan mengenai penanda kohesi yang terdiri dari penanda kohesi gramatikal yang berupa pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis) dan perangkaian (konjungsi) serta penanda kohesi leksikal yang berupa pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi), lawan kata (antonimi), sanding kata (kolokasi), hubungan atas bawah (hiponimi), dan kesepadanan (ekuivalensi). Penanda koherensi yang berupa penanda koherensi penekanan, hasil atau simpulan dan contoh serta karakteristik atau kekhasan yang terdapat pada rubrik Sumber Semangat majalah Panjebar Semangat. A. Penanda Kohesi Kohesi adalah hubungan bentuk yang terdapat pada suatu kalimat atau paragraf. Wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat kohesif. Kohesi dalam wacana dibagi menjadi dua aspek yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal. Aspek gramatikal terdiri dari pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis) dan perangkaian (konjungsi). Aspek leksikal terdiri dari repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-bawah) dan ekuivalesi (kesepadanan).

Upload: khangminh22

Post on 21-Jan-2023

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

BAB IV

ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN

Analisis data adalah hasil dari pembahasan dari data yang telah diteliti.

Bab ini meliputi pembahasan mengenai penanda kohesi yang terdiri dari penanda

kohesi gramatikal yang berupa pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi),

pelesapan (elipsis) dan perangkaian (konjungsi) serta penanda kohesi leksikal

yang berupa pengulangan (repetisi), padan kata (sinonimi), lawan kata (antonimi),

sanding kata (kolokasi), hubungan atas bawah (hiponimi), dan kesepadanan

(ekuivalensi). Penanda koherensi yang berupa penanda koherensi penekanan, hasil

atau simpulan dan contoh serta karakteristik atau kekhasan yang terdapat pada

rubrik Sumber Semangat majalah Panjebar Semangat.

A. Penanda Kohesi

Kohesi adalah hubungan bentuk yang terdapat pada suatu kalimat atau

paragraf. Wacana yang padu adalah wacana yang apabila dilihat dari segi

hubungan bentuk atau struktur lahir bersifat kohesif. Kohesi dalam wacana dibagi

menjadi dua aspek yaitu aspek gramatikal dan aspek leksikal. Aspek gramatikal

terdiri dari pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis) dan

perangkaian (konjungsi). Aspek leksikal terdiri dari repetisi (pengulangan),

sinonimi (padan kata), antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata),

hiponimi (hubungan atas-bawah) dan ekuivalesi (kesepadanan).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

1. Penanda Kohesi Gramatikal

Rubrik Sumber Semangat yang terdapat pada majalah Panjebar

Semangat setelah dianalisis, di dalamnya ditemukan penanda kohesi gramatikal

yang berupa pengacuan (referensi), penyulihan (substitusi), pelesapan (elipsis)

serta perangkaian (konjungsi). Adapun uraiannya adalah sebagai berikut.

a. Pengacuan (Referensi)

Pengacuan atau referensi termasuk dalam kohesi gramatikal yang

berkaitan dengan penggunaan kata atau kelompok kata untuk menunjuk atau

mengacu pada kata atau kelompok kata lainnya. Ada tiga jenis pengacuan

yaitu pengacuan persona (kata ganti orang), pengacuan demonstratif (kata

ganti penunjuk) dan pengacuan komparatif (perbandingan).

Pengacuan persona (kata ganti orang) meliputi persona kedua (persona

II) dan ketiga (persona III), baik tunggal maupun jamak. Kedua jenis

pronomina tersebut berupa bentuk bebas (morfem bebas) dan terikat (morfem

terikat) yang bisa melekat di kiri maupun di kanan.

Pengacuan persona yang dapat ditemukan pada rubrik Sumber

Semangat majalah Panjebar Semangat adalah sebagai berikut.

(1) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang

pepinginan kadonyan, udinen kanthi temen-temen, saora-orane bisane

nyenyuda marang pepinginan mau. (PS/49/3 Des 11)

„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di dunia,

latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa mengurangi

keinginan tersebut.‟

Kata sliramu „kamu‟ pada data (1) termasuk salah satu jenis pronomina

persona II tunggal bebas yang mengacu pada pembaca. Berdasarkan data

tersebut, maka kata sliramu „kamu‟ merupakan jenis kohesi gramatikal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

pengacuan eksofora karena acuannya berada di luar teks dan bersifat kataforis

karena acuannya disebutkan setelahnya.

Selanjutnya data (1) dibagi unsur langsungnya menjadi sebagai berikut.

(1a) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang

pepinginan kadonyan,

„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di dunia,‟

(1b) udinen kanthi temen-temen, saora-orane bisane nyenyuda marang

pepinginan mau.

„latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa mengurangi

keinginan tersebut.‟

Data (1a) apabila diuji dengan menggunakan teknik lesap, hasilnya

adalah sebagai berikut.

(1c) Yen Ø isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang pepinginan

kadonyan,

„Jika Ø sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di dunia,‟

Data (1c) meskipun kata sliramu „kamu‟ dilesapkan, bisa berterima dan

gramatikal namun pesan yang dimaksud kurang jelas. Sehingga kehadiran

prononima persona II tunggal sliramu „kamu‟ harus dihadirkan.

Setelah diuji dengan teknik lesap, lalu data (1a) diuji dengan

menggunakan teknik ganti. Hasilnya adalah sebagai berikut.

(1d) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan

marang pepinginan kadonyan,

kowe

*panjenengan

*aku

„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan

di dunia,‟

kamu

*kamu

*saya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

Data (1d) di atas, pronomina persona II bebas sliramu „kamu‟ bisa

digantikan dengan pronomina persona II kowe „kamu dan masih berterima

karena situasi tingkat tuturnya masih sama. Namun apabila diganti dengan

pronomina persona II panjenengan „kamu‟ tidak gramatikal karena dalam

data tersebut menggunakan bahasa Jawa ngoko sehingga berbeda tingkat

tuturnya. Apabila kata sliramu „kamu‟ diganti dengan menggunakan kata aku

„saya‟ juga membuat kalimat menjadi tidak gramatikal karena ciri dari

wacana hortatorik adalah menggunakan pengacuan persona II atau persona

III, sehingga persona I tidak bisa menggantikan kata sliramu „kamu‟ yang

termasuk persona II.

(2) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh

semut teka mbuwangi wedhine, dene kang digawa lan dipangan mung

gulane. (PS/37/10 Sep 11)

„Jika kamu mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak semut

yang datang membuang pasirnya, sedangkan yang dibawa dan

dimakan adalah gulanya.‟

Data (2) terdapat kata kowe „kamu‟ yang termasuk dalam pronomina

persona II tunggal dan enklitik –ne „-nya‟ pada kata wedhine „pasirnya‟ yang

termasuk dalam pengacuan persona III tunggal lekat kanan dan di- „di-‟ pada

kata digawa „dibawa‟ dan dipangan „dimakan‟ yang termasuk dalam

pronomina persona III tunggal lekat kiri. Kata kowe „kamu‟ mengacu pada

pembaca, sedangkan enklitik –ne „-nya‟ dan di- „di-‟ mengacu pada semut.

Data (2) selanjutnya dibagi unsur dengan teknik BUL.

(2a) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh semut

teka mbuwangi wedhine,

„Jika kamu mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak semut

yang datang membuang pasirnya,‟

(2b) dene kang digawa lan dipangan mung gulane.

„sedangkan yang dibawa dan dimakan adalah gulanya.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Data (2a) dan (2b) diuji dengan menggunakan teknik lesap menjadi

sebagai berikut.

(2c) *Yen Ø nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh semut

teka mbuwangi wedhiØ,

*„Jika Ø mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak semut yang

datang membuang pasirØ,‟

(2d) *dene kang Ø gawa lan Ø pangan mung gula Ø.

*„sedangkan yang Ø bawa dan Ø makan adalah gula Ø.‟

Setelah diuji dengan teknik lesap seperti pada data (2c) dan (2d) di atas,

kowe „kamu‟, -ne „-nya‟ dan di- „di-‟ apabila dilesapkan, kalimat menjadi

tidak gramatikal. Oleh karena itu ketiga jenis pronomina persona tersebut

wajib dihadirkan agar informasi yang didapatkan menjadi lebih jelas.

Selanjutnya, data (2a) dan (2b) diuji dengan menggunakan teknik ganti.

Hasil analisis menjadi berikut ini.

(2e) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh

sampeyan

*panjenengan

*reca

mesthi akeh semut teka mbuwangi wedhi ne,

*-ipun

„Jika kamu mencampur gula dengan pasir,

kamu

*kamu

*patung

sebentar saja banyak semut yang datang membuang pasir nya,

-nya,

(2f) dene kang di gawa lan di pangan mung gula ne.

*dipun *dipun *-ipun.

„sedangkan yang di bawa dan di makan adalah gula nya .‟

*di *di *nya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

Berdasarkan data (2e) di atas, setelah diuji dengan menggunakan teknik

ganti, pronomina persona II tunggal kowe „kamu‟ tidak bisa diganti dengan

pronomina persona panjenengan „kamu‟ karena kalimat yang dihasilkan

menjadi tidak gramatikal. Kata reca „patung‟ juga tidak bisa menggantikan

kata kowe kamu karena reca „patung‟ merupakan benda mati yang tidak bisa

melakukan pekerjaan sehingga tidak sesuai dengan konteks di atas. Tetapi

kowe „kamu‟ dapat diganti dengan pronomina persona II sampeyan „ kamu‟

karena pronomina tersebut bersifat netral sehingga data di atas dapat

berterima dan gramatikal, serta enklitik –ne „-nya‟ pada kata wedhine

„pasirnya‟ tidak bisa diganti dengan enklitik –ipun „nya‟. Begitu juga dengan

data (2f), setelah dilakukan pengujian dengan teknik ganti, enklitik di- „di-‟

pada kata digawa „dibawa‟ dan dipangan „dimakan‟ serta -ne „-nya‟ pada kata

gulane „gulanya‟ tidak dapat diganti dengan dipun- „di-‟ dan –ipun „-nya‟

karena terdapat perbedaan tingkat tutur antara bahasa Jawa ngoko dengan

bahasa Jawa krama.

(3) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang ora

perlu. Yen keladuk panyudamu ora dadi apa, gampang enggone

mbalekake. (PS/22/2 Juni12)

„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau tidak

perlu. Jika terlanjur kamu dalam mengurangi tidak apa-apa, mudah

untuk dikembalikan.‟

Berdasarkan data (3) di atas, terdapat enklitik –mu „-mu‟ pada kata

kabutuhanmu „kebutuhanmu‟ dan panyudamu „kamu dalam mengurangi‟

yang merupakan pengacuan persona II tunggal lekat kanan yang mengacu

pada pembaca. Oleh karena itu, bentuk enklitik –mu „-mu‟ termasuk dalam

pengacuan eksofora yang acuannya berada di luar teks.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

Selanjutnya data (3) di atas dibagi unsurnya dengan menggunakan

teknik BUL.

(3a) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang ora

perlu.

„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau tidak

perlu.‟

(3b) Yen keladuk panyudamu ora dadi apa, gampang enggone mbalekake.

„Jika terlanjur olehmu mengurangi tidak apa-apa, mudah untuk

dikembalikan.‟

Kemudian data (3) diuji dengan menggunakan teknik lesap, berikut ini

adalah analisisnya.

(3c) *Kulinakna nyenyuda kabutuhanØ kang kurang perlu utawa kang ora

perlu.

*„Biasakanlah mengurangi kebutuhanØ yang kurang perlu atau tidak

perlu.‟

(3d) *Yen keladuk panyudaØ ora dadi apa, gampang enggone mbalekake.

*„Jika terlanjur kamu dalam mengurangi tidak apa-apa, mudah untuk

dikembalikan.‟

Setelah data (3c) dan (3d) mengalami pelesapan, enklitik –mu „-mu‟

dihilangkan, kalimat menjadi tidak gramatikal. Sehingga enklitik –mu „-mu‟

harus dihadirkan agar menjadi lebih jelas.

Lalu data (3) diuji dengan teknik ganti sebagai berikut.

(3e) Kulinakna nyenyuda kabutuhan mu kang kurang perlu

utawa kang ora perlu.

*kowe

sampeyan

*panjenengan

„Biasakanlah mengurangi kebutuhan mu yang kurang perlu

atau tidak perlu.‟

*kamu

-mu

*kamu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

(3f) Yen keladuk panyuda mu ora dadi apa, gampang

enggone mbalekake.

*kowe

sampeyan

*panjenengan

„Jika terlanjur kamu dalam mengurangi tidak apa-apa,

mudah untuk dikembalikan.‟

*kamu

kamu

*kamu

Pada data (3e) dan (3f) di atas, pronomina persona II tunggal lekat

kanan –mu „-mu‟ pada kata panyudamu „kamu dalam mengurangi‟ dapat

diganti dengan pronomina persona II sampeyan „kamu‟ karena pronomina

tersebut bersifat netral sehingga data di atas dapat berterima dan gramatikal.

Tetapi –mu „-mu‟ tidak bisa diganti dengan pronomina persona kowe „kamu‟

karena kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal di dalam

konteks bahasa Jawa. Sedangkan kata panjenengan „kamu‟ termasuk dalam

ragam bahasa krama, apabila dilakukan teknik ganti dengan kata tersebut

kalimat yang dihasilkan menjadi tidak gramatikal.

(4) [...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening

atimu kanggo mbanjurake usahamu. Sing wis mungkur aja dipikir,

mung kang bakal kelakon kudu kok waspadani. (PS/ 14/7 April 12)

„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan hatimu

untuk melanjutkan usahamu. Yang sudah berlalu jangan dipikir,

namun yang akan terjadi tetap harus kamu waspadai.‟

Data (4) terdapat tiga jenis pengacuan persona yaitu enklitik –mu „-mu‟

pada kata atimu „hatimu dan usahamu „usahamu‟ yang merupakan

pengacuan persona II tunggal bentuk terikat lekat kanan, pengacuan persona

III tunggal bentuk terikat lekat kiri yaitu di- „di‟ pada kata dipikir „dipikir‟

dan pengacuan persona II tunggal lekat kiri yaitu bentuk enklitik kok-

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

„kamu‟ pada kata kok waspadani „kamu waspadai‟ yang mengacu pada

pembaca, sehingga merupakan pengacuan eksofora.

Data (4) lalu dibagi dengan menggunakan teknik BUL menjadi berikut

ini.

(4a) [...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening

atimu kanggo mbanjurake usahamu.

„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan hatimu

untuk melanjutkan usahamu.‟

(4b) Sing wis mungkur aja dipikir, mung kang bakal kelakon kudu kok

waspadani.

„Yang sudah berlalu jangan dipikir, namun yang akan terjadi tetap harus

kamu waspadai.‟

Selanjutnya data (4a) dan (4b) dianalisis dengan teknik ganti, dan

hasilnya adalah sebagai berikut.

(4c) *[...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening

atiØ kanggo mbanjurake usahaØ.

*„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan hatiØ

untuk melanjutkan usahaØ.‟

(4d) *Sing wis mungkur aja Øpikir, mung kang bakal kelakon kudu Ø

waspadani.

*„Yang sudah berlalu jangan Øpikir, namun yang akan terjadi tetap

harus Ø waspadai.‟

Dengan menggunakan teknik lesap pada data (4c) dan (4d), kalimat di

atas masih berterima tetapi tidak gramatikal. Oleh karena itu, kehadiran

persona harus ada agar menjadi lebih jelas maksudnya.

Kemudian data (4a) dan (4b) di atas dianalisis dengan menggunakan

teknik ganti, sehingga menjadi berikut ini.

(4e) [...], nanging malah udinen nggedhekake semangat lan kuwanening

ati mu kanggo mbanjurake usaha mu.

*kowe *kowe

sampeyan sampeyan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

„[...], tapi belajarlah untuk selalu bersemangat dan beranikan

hati mu untuk melanjutkan usaha mu .‟

*kamu *kamu

kamu kamu

(4f) Sing wis mungkur aja di pikir, mung kang bakal kelakon kudu

*dipun

kok waspadani.

*kowe

*panjenengan

„Yang sudah berlalu jangan di pikir, namun yang akan terjadi tetap

*di-

harus kamu waspadai.‟

*kamu

*kamu

Setelah dianalisis dengan menggunakan teknik ganti, maka persona II

tunggal bentuk terikat lekat kanan –mu „mu‟ pada kata atimu „hatimu‟ dan

usahamu „usahamu‟ tidak bisa diganti dengan kata kowe „kamu‟ namun dapat

diganti dengan kata sampeyan „kamu‟. Enklitik di- „di-‟ pada kata dipikir

„dipikir‟ juga tidak bisa diganti dengan kata dipun „di-‟ karena perbedaan

tingkat tutur antara ngoko dengan krama. Enklitik kok- „kamu‟ yang terdapat

pada kata kokwaspadani „kamu waspadai‟ merupakan pengacuan persona II

lekat kiri dapat diganti dengan pronomina persona II tunggal bebas sampeyan

„kamu‟ dan kalimat tetap berterima dan gramatikal. Tetapi apabila enklitik

kok- „kamu‟ diganti dengan kowe „kamu‟ dan panjenengan „kamu‟ kalimat

masih berterima namun tidak gramatikal karena terdapat perbedaan pada

tingkat tutur yaitu antara tingkat tutur ngoko dengan krama.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

(5) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan pepinginan

supaya kinacek ing liyan, pepinginan kang supaya wong liya eling

marang dheweke. (PS/50/10 Des 11)

„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai

keinginan supaya lebih unggul dari orang lain, keinginan supaya orang

lain mengingat dia.‟

Pada data (5) di atas, terdapat pronomina persona III tunggal bebas

dheweke „dia‟ yang mengacu pada pembaca dan merupakan pengacuan

eksofora.

Data (5) selanjutnya dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik

BUL, sehingga menjadi berikut ini.

(5a) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan pepinginan

supaya kinacek ing liyan,

„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai keinginan

supaya lebih unggul dari orang lain,‟

(5b) pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.

„keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟

Selanjutnya data (5b) diuji dengan menggunakan teknik lesap.

(5c) *[...], pepinginan kang supaya wong liya eling marang Ø.

*„[...], keinginan supaya orang lain mengingat Ø.‟

Hasil yang diperoleh setelah data (5b) diuji dengan teknik lesap adalah

pronomina persona III tunggal bebas mutlak kehadirannya karena setelah

pronomina dheweke „dia‟ dilesapkan membuat kalimat menjadi tidak

berterima dan tidak gramatikal.

Data (5b) kemudian dianalisis dengan menggunakan teknik ganti. Hasil

analisisnya adalah berikut ini.

(5d) [...], pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.

*piyambakipun.

*panjenenganipun.

„[...], keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟

*dia.‟

*dia.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

Setelah dilakukan pengujian dengan menggunakan teknik ganti, maka

pronomina persona III tunggal dheweke „dia‟ tidak bisa diganti dengan

piyambakipun „dia‟ dan panjenenganipun „dia‟ karena keduanya merupakan

ragam krama sedang di dalam teks menggunakan ragam bahasa Jawa ngoko.

(6) Metani atine dhewe, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti kang

pinuji. Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe,

sadurunge dipetani dening liyan. (PS/2/14 Jan 2012)

„Mencari kesalahan pada hatinya, mawas diri, itu merupakan salah satu

pekerjaan yang dipuji. Maka alangkah baiknya kita senang mencari

kesalahan kita sendiri, sebelum orang lain yang mencarinya.‟

Data (6) di atas terdapat dua jenis pengacuan persona yaitu atine dhewe

„hatinya sendiri‟ yang menandakan pengacuan persona III tunggal bentuk

terikat lekat kanan yaitu yang berupa enklitik –ne „nya‟ pada kata atine

„hatinya‟ dan pengacuan persona I jamak yaitu kita „kita‟ dan kita dhewe „kita

sendiri‟. Pengacuan pada data (6) merupakan pengacuan eksofora.

Selanjutnya data (6) dibagi dengan menggunakan teknik BUL dan

menjadi sebagai berikut.

(6a) Metani atine dhewe, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti kang

pinuji.

„Mencari kesalahan pada hatinya, mawas diri, itu merupakan salah satu

pekerjaan yang dipuji.‟

(6b) Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe, sadurunge

dipetani dening liyan.

„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan kita sendiri,

sebelum orang lain yang mencarinya.‟

Data (6a) dan (6b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap, berikut

ini adalah hasilnya.

(6c) Metani atiØ, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti kang pinuji.

„Mencari kesalahan pada hatiØ, mawas diri, itu merupakan salah satu

pekerjaan yang dipuji.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

(6d) Mula becike Ø diseneng metani kekurangan Ø, sadurunge dipetani

dening liyan.

„Maka alangkah baiknya Ø senang mencari kesalahan Ø, sebelum orang

lain yang mencarinya.‟

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti di atas, maka

dihasilkan kalimat pada data (6c) masih berterima namun tidak gramatikal.

Sedangkan pada data (6d) diperoleh kalimat yang tidak berterima dan tidak

gramatikal karena kehadiran subjek yang dihilangkan. Oleh karena itu, subjek

wajib dihadirkan agar informasi yang disampaikan menjadi lebih jelas.

Apabila diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya menjadi

demikian.

(6e) Metani ati ne dhewe , mawas dhiri pribadi, iku

sawijining pakarti kang pinuji.

*-ipun piyambak

„Mencari kesalahan pada hati nya, mawas diri, itu merupakan salah

satu pekerjaan yang dipuji.‟

*nya

(6f) Mula becike kita diseneng metani kekurangan

awake dhewe

aku lan kowe

kita dhewe, sadurunge dipetani dening liyan.

*kita piyambak

*aku lan kowe dhewe

„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan

kita

kita

kita sendiri, sebelum orang lain yang mencarinya.‟

*kita sendiri

*aku dan kamu sendiri

Hasil yang diperoleh setelah data (6e) diuji dengan menggunakan

teknik ganti dengan menggantikan frasa atine dhewe „hatinya sendiri‟

disubstitusi dengan atinipun piyambak „hatinya sendiri‟ menjadikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

kalimatnya masih bisa berterima, namun menjadi tidak gramatikal karena

terdapat perbedaan ragam bahasa yang digunakan. Pada data (6f) setelah diuji

dengan menggunakan teknik ganti, kita „kita‟, awake dhewe „kita‟, aku lan

kowe „aku dan kamu‟ masih bisa untuk saling menggantikan pada satu

kalimat karena sama-sama menggunakan bahasa Jawa ngoko, tetapi kita

dhewe „kita sendiri‟ tidak bisa digantikan dengan kita piyambak „kita sendiri‟,

aku lan kowe dhewe „aku dan kamu sendiri‟ dikarenakan perbedaan tingkat

tutur ngoko dan krama di dalam teks sehingga kalimat menjadi tidak

gramatikal.

Pengacuan demonstratif (kata ganti penunjuk) dapat dibedakan menjadi

dua yaitu pronomina demonstratif waktu (temporal) dan pronomina

demonstratif tempat (lokasional). Pengacuan demonstratif yang ditemukan

dalam wacana hortatorik Sumber Semangat pada majalah Panjebar Semangat

diantaranya adalah sebagai berikut.

Data di bawah ini merupakan wacana yang mengandung pengacuan

demonstratif waktu.

(30) Sing wis mungkur aja dipikir, mung kang bakal kelakon kudu kok

waspadani. (PS/ 14/7 April 12)

„Yang sudah berlalu jangan dipikir, namun yang akan terjadi tetap

harus kamu waspadai.‟

Terdapat pengacuan demonstratif waktu pada data (30) yaitu mungkur

„berlalu‟ yang menunjukkan pengacuan demonstratif waktu lampau dan bakal

kelakon „akan terjadi‟ yang menunjukkan pengacuan demonstratif waktu

yang akan datang. Pengacuan pada data (30) di atas termasuk pengacuan

endofora karena acuannya berada di dalam teks.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

Data (30) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan teknik BUL,

sehingga menjadi seperti berikut ini.

(30a) Sing wis mungkur aja dipikir,

„Yang sudah berlalu jangan dipikir,‟

(30b) mung kang bakal kelakon kudu kok waspadani.

„namun yang akan terjadi tetap harus kamu waspadai.‟

Langkah selanjutnya dengan menguji data (30a) dan (30b) di atas

dengan menggunakan teknik lesap.

(30c) Sing wis Ø aja dipikir,

„Yang sudah Ø jangan dipikir,‟

(30d) *mung kang Ø kudu kok waspadani.

*„namun yang Ø tetap harus kamu waspadai.‟

Hasil yang diperoleh setelah data (30) diuji dengan teknik lesap adalah

pada data (30c) masih berterima dan gramatikal karena dalam komunikasi

pada masyarakat Jawa masih dapat dipahami maksudnya meskipun kata

mungkur „berlalu‟ dilesapkan. Namun, pada data (30d) kalimat menjadi tidak

jelas karena dilesapkannya pengacuan demonstratif waktu bakal kelakon

„akan terjadi‟. Oleh sebab itu, pada data (30d) pengacuan demonstratif waktu

yang akan datang tersebut harus dihadirkan.

Kemudian data (30a) dan (30b) diuji dengan menggunakan teknik ganti.

(30e) Sing wis mungkur aja dipikir

*kepengker

*biyen

„Yang sudah berlalu jangan dipikir,‟

*lalu

*dulu

(30f) mung kang bakal kelakon kudu kok waspadani.

arep kedadean

*badhe kelampahan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

„namun yang akan terjadi tetap harus kamu waspadai.‟

akan terjadi

*akan terjadi

Setelah diuji dengan menggunakan teknik ganti ternyata pengacuan

demonstratif waktu lampau mungkur ‟berlalu‟ tidak bisa diganti dengan kata

kepengker „lalu‟ dan biyen „dulu‟ karena kalimat menjadi tidak gramatikal.

Begitu juga dengan pengacuan demonstratif waktu yang akan datang bakal

kelakon „akan terjadi‟ dapat diganti dengan arep kedadean „akan terjadi‟

karena keduanya sama-sama menggunakan bahasa Jawa ngoko, tetapi tidak

bisa diganti dengan badhe kelampahan „akan terjadi‟ kerena perbedaan

tingkat tutur ngoko dengan krama.

Berikut ini adalah data yang terdapat pengacuan demonstratif

lokasional atau tempat.

(32) Mula becike, manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.

(PS/35/27 Agustus 11)

„Alangkah baiknya, manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-

mentang.‟

Data (32) menunjukkan adanya penggunaan pengacuan demonstratif

tempat yang agak jauh dengan penutur yaitu iku „itu‟. Jenis pengacuan yang

terdapat pada data (32) merupakan pengacuan yang endofora yaitu acuannya

mengacu di dalam teks.

Kemudian data (32) dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik BUL

menjadi berikut ini.

(32a) Mula becike,

„Alangkah baiknya,‟

(32b) manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.

„manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-mentang.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

Setelah dibagi unsurnya, data (32b) diuji dengan menggunakan teknik

lesap. Berikut ini adalah hasilnya.

(32c) manungsa Ø ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.

„manusia Ø memiliki sifat: jangan sok/mentang-mentang.‟

Pengujian pada data (32b) di atas membuktikan bahwa dengan

melesapkan pengacuan demonstratif iku „itu‟ (32c) membuat kalimat menjadi

kurang jelas tetapi masih berterima. Namun akan lebih lengkap lagi apabila

pengacuan demonstratif iku „itu‟ dapat dihadirkan.

Selanjutnya, data (32b) diuji dengan menggunakan teknik ganti.

(32d) manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.

*menika

*kae

„manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-mentang.‟

*itu

*itu

Data (32d) menunjukkan bahwa setelah dilakukan teknik ganti, kata iku

„itu‟ ternyata tidak bisa diganti dengan menika „itu‟ karena adanya perbedaan

tingkat tutur. Sedangkan apabila diganti dengan kae „itu‟ juga tidak bisa

karena tidak sesuai dengan konteksnya.

(33) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,

olahen samatenge. Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan

manjinge dadi kawruh. (PS/42/15 Okt 11)

„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,

pelajari dengan sungguh-sungguh. Di situ akan ditemukan intinya dan

akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

Data (33) di atas terdapat pengacuan demonstratif tempat yang

menunjukkan agak jauh dengan penutur yaitu kata ing kono „di situ‟ dan

termasuk dalam pengacuan endofora yang kataforis.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

Lalu data (33) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik

BUL.

(33a) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,

olahen samatenge.

„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,

pelajari dengan sungguh-sungguh.‟

(33b) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge dadi kawruh.

„Di situ akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

Setelah data (33) dibagi dengan menggunakan teknik bagi unsur

langsung seperti pada data di atas, langkah berikutnya adalah diuji dengan

menggunakan teknik lesap.

(33c) *Ø bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge dadi kawruh.

*„Ø akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

Kalimat yang dihasilkan pada data (33c) setelah mengalami pelesapan

pengacuan demonstratif menjadi tidak jelas. Oleh karena itu, kata ing kono „di

situ‟ wajib dihadirkan.

Data (33) kemudian diuji dengan menggunakan teknik ganti menjadi

berikut ini.

(33d) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge

*Wonten mriku

dadi kawruh.

Di situ akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

*Di situ

Setelah diuji dengan menggunakan teknik ganti, pengacuan

demonstratif wonten mriku „di situ‟ tidak bisa menggantikan ing kono „di situ‟

karena teks di atas menggunakan tuturan ngoko bukan krama sehingga

keduanya tidak bisa saling menggantikan.

(34) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa

gething. Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa

gething. (PS/28/14 Juli 12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa

benci. Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa

benci.‟

Pada data (34) di atas terdapat pengacuan demonstratif tempat yaitu ing

jagad iki „di bumi ini‟ yang menyatakan penunjukkan yang dekat dengan

penutur yaitu di bumi. Pengacuan di atas merupakan pengacuan endofora

yang kataforis.

Data (34) kemudian dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik BUL.

(34a) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa

gething.

„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa

benci.‟

(34b) Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa gething.

„Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa benci.‟

Selanjutnya data (34) di atas diuji dengan menggunakan teknik lesap.

Berikut ini adalah analisisnya.

(34c) Ø rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa gething.

„Ø rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa benci.‟

Hasil pengujian pada data (34c) di atas menyebabkan maksud yang

disampaikan menjadi tidak jelas karena ing jagad iki „di bumi ini‟ dilesapkan.

Jadi agar kalimat di atas menjadi jelas, maka kehadiran pengacuan

demonstratif tersebut harus ada.

Langkah berikutnya adalah dengan menguji data (34a) menggunakan

teknik ganti.

(34d) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales

Ing donya iki

*Wonten bumi meniki

kanthi rasa gething.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

67

„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas

Di dunia ini

*di bumi ini

dengan rasa benci.‟

Penggantian frasa wonten bumi meniki „di bumi ini‟ pada data (34d) di

atas ternyata membuat kalimat tetap berterima namun menjadi tidak

gramatikal karena perbedaan ragam bahasa yang digunakan dalam teks di

atas. Apabila frasa ing donya iki „di dunia ini‟ digunakan untuk menggantikan

frasa ing jagad iki „di dunia ini‟, kalimat tetap berterima dan gramatikal

karena kata donya „dunia‟ bersinonim dengan kata jagad „bumi‟ yang

mempunyai arti yang sepadan sehingga bisa saling menggantikan.

(35) Pikiran iku tansah klepekan kayadene iwak kang dientas saka njerone

banyu banjur diuncalake ing lemah. (PS/46/17 Nov 12)

„Pikiran itu selalu bergejolak seperti ikan yang diambil dari air lalu

dilemparkan di tanah.‟

Data (35) di atas terdapat beberapa jenis pengacuan demonstratif tempat

yaitu iku „itu‟ yang mengacu pada sesuatu yang agak dekat dengan penutur,

saka njerone banyu „dari air‟ dan ing lemah „di tanah‟yang mengacu pada

tempat yang eksplisit. Pengacuan pada data di atas tergolong dalam

pengacuan endofora.

Data (35) dibagi unsur langsung dengan menggunakan teknik BUL

menjadi berikut ini.

(35a) Pikiran iku tansah klepekan

„Pikiran itu selalu bergejolak‟

(35b) kayadene iwak kang dientas saka njerone banyu banjur diuncalake ing

lemah.

„seperti ikan yang diambil dari air lalu dilemparkan di tanah.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

68

Selanjutnya data (35) diuji dengan menggunakan teknik lesap, sehingga

menjadi seperti di bawah ini.

(35c) Pikiran Ø tansah klepekan

„Pikiran Ø selalu bergejolak

(35d) *kayadene iwak kang dientas Ø banjur diuncalake Ø.

*seperti ikan yang diambil Ø lalu dilemparkan Ø.‟

Dengan digunakannya teknik lesap pada data (35c) dan (35d) di atas,

membuat maksud dari kalimat menjadi tidak jelas. Tetapi apabila iku „itu‟,

saka njerone banyu „dari air‟ dan ing lemah „di tanah‟ tidak dilesapkan maka

kalimat tersebut menjadi lebih jelas maksudnya.

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, selanjutnya data (35a)

dan (35b) di atas diuji dengan menggunakan teknik ganti.

(35e) Pikiran iku tansah klepekan [...]

*kae

*menika

„Pikiran itu selalu bergejolak [...]

*itu

*itu

(35f) kayadene iwak kang dientas saka njerone banyu

*saka njerone sumur

*saking lebetipun toya

banjur diuncalake ing lemah.

*ing jobin

seperti ikan yang diambil dari air lalu dilemparkan di tanah .‟

*dari sumur *di lantai

*dari air

Data (35e) kata iku „itu‟ tidak bisa diganti dengan kata kae „itu‟ karena

keduanya menunjukkan acuan yang berbeda. Kata kae „itu‟ mengacu pada

sesuatu yang jauh dengan penutur sehingga tidak bisa menggantikan kata iku

„itu‟. Sedangkan kata menika „itu‟ tidak bisa menggantikan kata iku „itu‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

69

karena perbedaan ragam bahasa ngoko dengan krama. Sedangkan pada data

(35f) saka njerone banyu „dari air‟ tidak dapat diganti dengan saking

lebetipun toya „dari air‟ karena perbedaan ragam bahasa. Apabila diganti

dengan saka njerone sumur „dari sumur‟ tidak sesuai dengan teks yang ada

begitu juga ing jobin „di lantai‟ juga tidak sesuai dengan teks.

Pengacuan komparatif merupakan salah satu jenis kohesi gramatikal

yang bersifat membandingkan dua hal atau lebih yang mempunyai kemiripan

atau kesamaan dari segi bentuk/wujud, sikap, sifat, watak, perilaku dsb.

Pengacuan komparatif yang dapat ditemukan pada rubrik Sumber

Semangat diantaranya yaitu.

(43) Kawruh kang kasimpen iku ibarate mawa kang kapendhem ing awu.

(PS/12/24 Maret12)

„Ilmu yang disimpan ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.‟

Data (43) di atas terdapat pengacuan komparatif ibarate „ibarat‟ yang

membandingkan antara „kawruh „ilmu‟ dengan mawa kang kapendhem ing

awu „bara api yang dipendam dalam abu‟. Maksud dari membandingkan

keduanya adalah bahwa ilmu yang tidak digunakan sebagaimana mestinya

sama halnya dengan bara api yang dipendam dalam abu yang tidak

mempunyai manfaat sama sekali.

Selanjutnya, data (43) dikenai teknik BUL.

(43a) Kawruh kang kasimpen iku

„Ilmu yang disimpan itu‟

(43b) ibarate mawa kang kapendhem ing awu.

‘ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

70

Data (43b) kemudian diuji dengan menggunakan teknik lesap menjadi

berikut ini.

(43c) *Ø mawa kang kapendhem ing awu.

*‘Ø bara api yang dipendam di dalam abu.‟

Hasil yang diperoleh ketika teknik lesap digunakan untuk menguji data

(43c) adalah kalimat menjadi tidak jelas maksudnya sehingga menjadikan

kalimat menjadi tidak gramatikal. Sehingga pengacuan komparatif ibarate

„ibarat‟ harus dihadirkan.

Lalu data (43b) diuji dengan menggunakan teknik ganti seperti berikut.

(43d) ibarate mawa kang kapendhem ing awu.

kaya

*kados

ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.‟

seperti

*seperti

Pengujian data (43d) dengan menggunakan teknik ganti menyatakan

bahwa kata ibarate „ibarat‟ bisa diganti dengan menggunakan kata kaya

„seperti‟ karena sama-sama bersifat netral. Namun kata tersebut tidak bisa

diganti dengan kata kados „seperti‟ karena kata ini merupakan ragam bahasa

krama. Sedangkan teks di atas menggunakan bahasa ngoko sehingga

menjadikan tidak gramatikal.

(44) [...], ibarate kaya wit waringin kang menehi pengeyuban marang wong

kang padha kepanasen. (PS/51/22 Des 12)

„[...], ibarat seperti pohon beringin yang memberikan tempat berteduh

bagi orang yang terkena panas.‟

Data (44) menunjukkan adanya penggunaan pengacuan komparatif

yang berupa ibarate kaya „ibarat seperti‟. Maksud dari kalimat ini adalah

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

71

menggambarkan orang yang diberikan keteduhan oleh pohon beringin saat

mereka sedang kepanasan.

Data (44) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL.

(44a) ibarate kaya wit waringin kang menehi pengeyuban

„[...], ibarat seperti pohon beringin yang memberikan tempat berteduh‟

(44b) marang wong kang padha kepanasen.

„bagi orang yang terkena panas.‟

Setelah dikenai teknik BUL, data (44a) di atas selanjutnya dianalisis

dengan menggunakan teknik lesap.

(44c) Ø wit waringin kang menehi pengeyuban

„Ø pohon beringin yang memberikan tempat berteduh‟

Data (44c) merupakan hasil pengujian setelah dianalisis dengan

menggunakan teknik lesap. Pengujian di atas membuktikan bahwa dengan

dilesapkannya ibarate kaya „ibarat seperti‟ kalimat menjadi tidak jelas

maksudnya karena fungsi dari pengacuan komparatif adalah membandingkan,

sehingga kehadirannya memang diperlukan.

Langkah berikutnya adalah menguji data (44b) dengan menggunakan

teknik ganti.

(44d) ibarate kaya wit waringin kang menehi pengeyuban

ibarate pindha

*ibaratipun kados

ibarat seperti pohon beringin yang memberikan tempat berteduh

ibarat seperti

*ibarat seperti

Data (44d) yang terdapat pengacuan komparatif ibarate kaya „ibarat

seperti‟ tidak bisa diganti dengan ibaratipun kados „ibarat seperti‟ karena

apabila diganti dengan frasa tersebut menjadikan kalimat menjadi tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

72

gramatikal yang dikarenakan perbedaan ragam bahasa. Tetapi apabila diganti

dengan ibarate pindha „ibarat seperti‟ masih bisa berterima dan gramatikal

karena keduanya sama-sama dalam satu ragam bahasa ngoko dan frasa

tersebut memiliki maksud yang sama.

(45) [...],mula dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning

panggodha, paribasane kaya angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.

(PS/33/18 Agustus 12)

„[...],maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan, peribahasanya

seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟

Kata kaya „seperti‟ pada data (45) di atas tergolong ke dalam pengacuan

komparatif. Pengacuan di atas maksudnya adalah seseorang yang selalu

mengikuti dan menuruti keinginannya peribahasanya seperti angin yang

merobohkan pohon yang lapuk sehingga sangat mudah sekali tanpa

mengeluarkan banyak usaha.

Data (45) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik BUL.

(45a)[...],mula dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning

panggodha,

„[...],maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan,‟

(45b) paribasane kaya angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.

„peribahasanya seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟

Lalu data (45a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap seperti

berikut ini.

(45c) paribasane Ø angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.

„peribahasanya Ø angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟

Setelah dianalisis dengan menggunakan teknik lesap, kalimat di atas

masih tetap berterima dan gramatikal. Jadi kata kaya „seperti‟ tidak mutlak

harus dihadirkan pada data (45c) di atas karena sudah ada kata paribasane

„peribahasa‟ yang fungsinya juga menggambarkan dan mengibaratkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

73

Selanjutnya data (45a) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti.

(45d) paribasane kaya angin kang ngrubuhake wit kang gapuk.

*kados

peribahasanya seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.‟

*seperti

Hasil dari pengujian dengan teknik ganti membuktikan bahwa kalimat

yang menggunakan kata kaya „seperti‟ ternyata tidak sesuai apabila diganti

dengan menggunakan kata kados „seperti‟ karena perbedaan ragam bahasa

yang digunakan, sehingga menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal.

(46) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor, mangkono uga

kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi kanthi

becik. (PS/36/8 Sep 12)

„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor, begitu juga

kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan dengan

baik.‟

Data (46) di atas terdapat pengacuan komparatif berupa kayadene

„seperti‟yang mengibaratkan bahwa sangat mudah air hujan menembus pada

atap yang bocor, begitu juga dengan kemurkaan yang dengan mudahnya

dapat merasuk pada pikiran yang jahat.

Data (46) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik BUL.

(46a) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor

„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor‟

(46b) mangkono uga kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora

kaparsudi kanthi becik.

„begitu juga kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak

diupayakan dengan baik.‟

Selanjutnya adalah menguji data (46a) dengan menggunakan teknik

lesap. Hasilnya seperti di bawah ini.

(46c) Ø udan kang nembus pyan kang bocor

„Ø hujan yang menembus atap yang bocor‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

74

Dengan menggunakan teknik lesap pada data (46c), kalimat yang

dihasilkan menjadi tidak berterima karena kalimat menjadi tidak jelas

maksudnya. Oleh karena itu untuk membandingkan kedua hal tersebut, maka

pengacuan komparatif kayadene „seperti‟ harus dihadirkan.

Selanjutnya adalah menggunakan teknik ganti untuk menganalisis data

(46a). Berikut ini adalah hasilnya.

(46d) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor

*Kados

„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor‟

*Seperti

Seperti pada analisis data sebelumnya, bahwa dengan menggunakan

teknik ganti membuat kalimat menjadi tidak gramatikal apabila penggantinya

menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Begitu juga pada data (46d)

kalimat yang menggunakan ragam ngoko kayadene „seperti‟ tidak bisa diganti

dengan kata kados „seperti‟ karena perbedaan ragam bahasa antara ngoko

dengan krama.

(47) [...], nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa. Mula wong

kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane kaya “dolanan

ula mandi”. (PS/42/20 Okt 12)

„[...], namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan meminum

racun. Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya

seperti “bermain ular berbisa”.‟

Terdapat dua macam pengacuan komparatif pada data (47) di atas yaitu

kaya dene „seperti‟ dan kaya „seperti‟. Keduanya sama-sama berfungsi

membandingkan dua hal yaitu orang yang mendekati dan melakukan

perbuatan buruk sama halnya dengan ia bermain ular yang berbisa.

Maksudnya adalah sama-sama berbahaya dan dapat merugikan diri sendiri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

75

Data (47a) dikenai teknik BUL seperti di bawah ini.

(47a) [...], nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa.

„[...], namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan meminum

racun.‟

(47b)Mula wong kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane

kaya “dolanan ula mandi”.

„Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya seperti

“bermain ular berbisa”.‟

Selanjutnya menerapkan teknik lesap untuk menguji data (47a) dan

(47b) seperti berikut ini.

(47c) [...], nanging uga Ø wong nglalu nguntal wisa.

„[...], namun juga Ø orang yang bunuh diri dengan meminum racun.‟

(47d) Mula wong kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane Ø

“dolanan ula mandi”.

„Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya Ø

“bermain ular berbisa”.‟

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, ternyata data (47c)

kalimat menjadi tidak jelas maksudnya. Oleh karena itu kata kaya dene

„seperti‟ harus dihadirkan. Namun pada data (47d) kalimat masih tetap

berterima dan gramatikal karena hadirnya kata paribasane „peribahasanya‟

yang sudah mengibaratkan dan menggambarkan maksud di atas.

Langkah selanjutnya yaitu menggunakan teknik ganti untuk menguji

data (47a) dan (47b).

(47e) nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa.

*kados dene

namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan meminum racun.

*seperti

(47f) Mula wong kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane

kaya “dolanan ula mandi”.

*kados

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

76

„Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek peribahasanya seperti

*seperti

“bermain ular berbisa”.‟

Kedua penggantian pada data (47e) dan (47f) di atas membuktikan

bahwa kalimat menjadi tidak gramatikal dikarenakan perbedaan ragam

bahasa yang digunakan. Jadi kata kaya dene „seperti‟ tidak bisa diganti

dengan kata kados dene „seperti‟ dan kata kaya „seperti‟ juga tidak bisa

diganti dengan kata kados „seperti‟.

b. Penyulihan (Substitusi)

Penyulihan (substitusi) adalah proses penggantian unsur lingual yang

dapat berupa kata, frasa atau klausa dengan unsur lain sehingga akan

didapatkan unsur lingual yang berbeda dalam kalimat tersebut. Ada empat

jenis substitusi yaitu (a) substitusi nomina, (b) substitusi verba, (c) substitusi

frasal dan (d) substitusi klausal.

Berikut ini adalah data dari rubrik Sumber Semangat yang mengandung

substitusi.

(58) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa

gething. Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa

gething. (PS/28/14 Juli 12)

„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa

benci. Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa

benci.‟

Pada data (58) di atas terdapat penyulihan kata gething „benci‟ dengan

kata mau „tadi‟. Penyulihan kata tersebut dimaksudkan agar terdapat variasi

dalam kalimat sehingga tidak terjadi pengulangan kata yang sama yang dapat

menjadikan kalimat menjadi monoton.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

77

Data (58) kemudian dibagi unsur langsungnya menjadi berikut ini.

(58a) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa

gething.

„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa

benci.‟

(58b) Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi tanpa gething.

„Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa benci.‟

Selanjutnya data (58a) dan (58b) dianalisis dengan menggunakan teknik

lesap menjadi sebagai berikut.

(58c) *Ing jagad iki rasa Ø ora bakal sirna manawa winales kanthi rasa

gething.

*„Di dunia ini rasa Ø tidak akan bisa hilang jika dibalas dengan rasa

benci.‟

(58d) *Nanging rasa Ø bakal sirna lamun winales kanthi tanpa gething.

*„Tetapi rasa Ø dapat hilang jika dibalas dengan tanpa rasa benci.‟

Hasil yang diperoleh setelah pengujian teknik lesap terhadap data (58c)

dan (58d) adalah kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima karena

ketidakjelasan informasi yang diperoleh setelah pelesapan. Oleh sebab itu,

keduanya harus dihadirkan dalam kalimat.

Teknik ganti dirasa tidak diperlukan dalam menganalisis data yang

mengandung kohesi gramatikal yang berupa substitusi, karena substitusi

sendiri merupakan penyulihan dari unsur yang satu dengan unsur yang lain

sehingga memungkinkan adanya penggantian unsur dalam kalimat tersebut.

(59) Wong kang nindakake sarengating agama, nanging ora nindakake

kabecikan tumrap masyarakat, kena diarani enggone ngibadah durung

sampurna. (PS/39/24 Sep 11)

„Orang yang menjalankan syariat agama, tetapi tidak menjalankan

kebajikan di masyarakat, bisa disebut ibadahnya belum sempurna.‟

Data (59) di atas merupakan jenis substitusi frasa dengan kata yaitu frasa

nindakake sarengating agama „menjalankan syariat agama‟ diganti dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

78

sebuah kata ngibadah „ibadah‟. Kedua unsur di atas mempunyai maksud yang

sama sehingga bisa saling mensubstitusi. Penyulihan pada data (59) di atas

dimaksudkan agar kalimat menjadi lebih variatif karena muncul unsur baru

untuk menggantikan unsur sebelumnya yang sudah ditampilkan.

Data (59) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti berikut.

(59a)Wong kang nindakake sarengating agama, nanging ora nindakake

kabecikan tumrap masyarakat,

„Orang yang menjalankan syariat agama, tetapi tidak menjalankan

kebajikan di masyarakat,‟

(59b) kena diarani enggone ngibadah durung sampurna.

„bisa disebut ibadahnya belum sempurna.‟

Selanjutnya data (59a) dan (59b) dianalisis dengan menggunakan teknik

lesap.

(59c) *Wong kang Ø, nanging ora nindakake kabecikan tumrap masyarakat,

*„Orang yang Ø, tetapi tidak menjalankan kebajikan di masyarakat,‟

(59d) *kena diarani enggone Ø durung sampurna.

*„bisa disebut Ø belum sempurna.‟

Kalimat yang dihasilkan pada data (59c) dan (59d) diatas adalah

ketidakberterimaan dan ketidakgramatikalan setelah dianalisis dengan

menggunakan teknik lesap. Informasi yang disampaikan menjadi tidak jelas.

Oleh karena itu, keduanya mutlak untuk dihadirkan.

(60) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu duwe,

awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong

iku. (PS/28 April 12)

„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta padahal

kamu mampu, sebab bisa juga suatu saat dirimu terpaksa meminta pada

orang tersebut.‟

Penyulihan kata dengan kata terdapat pada data (60) di atas yaitu kata

wong njejaluk „orang yang meminta‟ disubstitusi dengan kata wong iku

„orang tersebut‟. Fungsi dari penyulihan ini adalah agar tidak terjadi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

79

pengulangan kata yang sama dalam satu kontruksi kalimat sehingga tidak

menimbulkan kemonotonan.

Teknik BUL selanjutnya diterapkan pada data (60) dan menjadi seperti

di bawah ini.

(60a) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu duwe,

„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta padahal

kamu mampu,‟

(60b) awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong

iku.

„sebab bisa juga suatu saat dirimu terpaksa meminta pada orang

tersebut.‟

Teknik lesap lalu digunakan untuk menganalisis data (60a) dan (60b).

(60c) *Aja kok tulak yen ana Ø kang sapantese tur sliramu duwe,

*„Janganlah kamu menolak jika ada Ø padahal kamu mampu,‟

(60d) *awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang Ø.

*„sebab bisa juga suatu saat dirimu terpaksa meminta pada Ø.‟

Pengujian dengan menggunakan teknik lesap membuktikan bahwa

setelah wong njejaluk „orang yang meminta‟ dan wong iku „orang tersebut‟

dilesapkan membuat informasi yang disampaikan tidak jelas dan membuat

kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal.

(61) Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga mblenjani janji. [...],

kang njalari dheweke ora bisa netepi janjine. (PS/21/26 Mei 12)

„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena mengingkari

janji. [...], yang menyebabkan dirinya tidak bisa menetapi janji.‟

Data (61) di atas terdapat penyulihan frasal yaitu antara frasa mblenjani

janji „mengingkari janji‟ dengan frasa ora bisa netepi janji „tidak bisa

menetapi janji‟. Dengan adanya penyulihan seperti pada data (61) diatas,

maka didapatkan kalimat yang variatif membuat kalimat menjadi lebih baik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

80

Data (60) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL sebagai berikut.

(61a) Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga mblenjani janji.

„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena mengingkari

janji.‟

(61b) [...], kang njalari dheweke ora bisa netepi janjine.

„[...], yang menyebabkan dirinya tidak bisa menetapi janji.‟

Teknik lesap lalu diterapkan untuk menganalisis data (61a) dan (61b)

(61c) *Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga Ø.

*„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena Ø.‟

(61d) *[...], kang njalari dheweke Ø.

*„[...], yang menyebabkan dirinya Ø.‟

Terlihat dengan jelas bahwa informasi pada data (61c) dan (61d)

menjadi tidak jelas setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap. Selain itu,

kalimat juga menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Maka kehadiran

dari unsur tersebut sangat diperlukan agar menjadi kalimat yang kohesif.

(62) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka bagusing

rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane, prayogane

padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene ora langgeng.

(PS/41/8 Okt 11)

„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru,

wajah yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak

harta, alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya semua

itu tidak abadi.‟

Data (62) di atas merupakan contoh dari substitusi klausal. Pada kalimat

di atas, frasa kabeh-kabeh mau „semua itu‟ berfungsi menggantikan klausa

saka turuning darah luhur, saka bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur

lan saka kasugihane „dari keturunan darah biru, wajah yang tampan,

mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak harta‟. Apabila klausa tersebut

tidak disubstitusi maka akan membuat kalimat menjadi monoton.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

81

Selanjutnya membagi unsur langsung data (62) dengan menggunakan

teknik BUL.

(62a) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka bagusing

rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,

„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru,

wajah yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak

harta,‟

(62b) prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene

ora langgeng.

„alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya semua itu

tidak abadi.‟

Data (62a) dan (62b) lalu dianalisis dengan menggunakan teknik lesap

seperti berikut ini.

(62c) *Wong kang takabur jalaran Ø,

*„Orang yang takabur karena berasal Ø,‟

(62d) *prayogane padha nyadharana, menawa Ø satemene ora langgeng.

*„alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya Ø tidak

abadi.‟

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, dapat dilihat dengan

sangat jelas bahwa kalimat yang dihasilkan menjadi tidak berterima dan tidak

gramatikal. Selain itu, isi dari wacana tersebut juga tidak jelas dan sulit untuk

dipahami. Maka kehadiran dari unsur yang dilesapkan itu mutlak adanya.

c. Pelesapan (Elipsis)

Pelesapan merupakan penggantian unsur kosong (zero), yaitu unsur

yang sebenarnya ada tetapi sengaja dihilangkan atau disembunyikan. Unsur

yang biasanya dilesapkan dalam suatu kalimat ialah subjek atau predikat.

Di bawah ini merupakan data yang di dalamnya terdapat kohesi

gramatikal yang berupa pelesapan (elipsis).

(70) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, ngegung-

egungake dhirine, [...]. (PS/35/27 Agustus 11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

82

„Tuhan tidak senang pada orang yang berwatak sombong,

mengunggul-unggulkan dirinya [...].‟

Data (70) di atas terdapat pelesapan frasa wong kang watake „orang

yang berwatak‟. Pelesapan frasa tersebut terjadi setelah kata gumedhe

„sombong‟ dan sebelum kata ngegung-egungake „mengunggul-unggulkan‟.

Pelesapan pada wacana ditandai dengan lambang zero (Ø) yang terletak pada

tempat terjadinya pelesapan unsur.

Untuk menganalisis penanda kohesi gramatikal yang berupa pelesapan,

tidak menggunakan teknik BUL dan teknik ganti. Tetapi pada analisis ini,

menggunakan teknik lesap yang berupa kalimat yang dilesapkan dan kalimat

yang utuh atau tidak dilesapkan.

(70a) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, Ø ngegung-

egungake dhirine, [...].

„Tuhan tidak senang pada orang yang berwatak sombong, Ø

mengunggul-unggulkan dirinya [...].‟

(70b) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, wong kang

watake ngegung-egungake dhirine, [...].

„Tuhan tidak senang pada orang yang berwatak sombong, orang yang

berwatak mengunggul-unggulkan dirinya [...].‟

Setelah dianalisis dengan menggunakan teknik lesap. Data (70a) di atas

kalimatnya menjadi lebih efektif karena kalimat menjadi lebih singkat namun

tetap jelas informasinya sehingga menjadi wacana yang padu. Data (70b)

nampak lebih jelas informasinya tetapi hal ini menjadikan kalimat menjadi

lebih panjang dan tidak efektif dalam komunikasi.

(71) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk

iku[...]. Wekasan bisa nyuda ajining dhiri. (PS/27/7 Juli 12)

„Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur

itu, [...]. Akhirnya dapat mengurangi harga diri.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

83

Pada data (71) di atas terdapat pelesapan frasa kabungahan kang

keladuk „kesenangan yang terlanjur‟ yang diletakkan diantara kata wekasan

„akhirnya‟ dan bisa „dapat‟. Kemudian data (71) dijadikan menjadi dua

bentuk yaitu bentuk yang dilesapkan dan bentuk yang tidak dilesapkan.

Berikut ini adalah hasilnya.

(71a) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk

iku[...].Wekasan Ø bisa nyuda ajining dhiri.

„Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur

itu, [...].Akhirnya Ø dapat mengurangi harga diri.‟

(71b) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk

iku[...].Wekasan kabungahan kang keladuk bisa nyuda ajining dhiri.

Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur

itu, [...]. Akhirnya kesenangan yang terlanjur dapat mengurangi harga

diri.‟

Nampak sangat jelas bahwa pada data (71a) kalimat menjadi lebih

efektif setelah dikenai teknik lesap. Namun pada data (71b), meskipun

kalimat menjadi lebih jelas karena tidak ada unsur yang dilesapkan tetapi

kalimat menjadi panjang sehingga membuat tidak efektif.

(72) Sing sapa rumangsa becik dhewe, pinter dhewe, sugih dhewe, luhur

dhewe lan kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake gagasan cipta

kang wening,[...]. (PS/33/13 Agustus 11)

„Barang siapa merasa baik paling , paling pintar, paling kaya , paling

luhur dan paling berkuasa, baiknya maulah mengistirahatkan gagasan

cipta yang bening, [...].‟

Proses pelesapan sangat nampak terdapat pada data (72) di atas. Frasa

sing sapa rumangsa „barang siapa yang merasa‟ dilesapkan sebanyak empat

kali yaitu sebelum kata pinter „pintar‟, sebelum kata sugih „kaya‟, sebelum

kata luhur „luhur‟ dan sebelum kata kuwasa „kuasa‟. Pelesapan ini

dimaksudkan agar tidak terjadi pengulangan kata berkali-kali sehingga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

84

kalimat menjadi tidak efektif. Hal ini dapat dibuktikan pada data (72a) dan

(72b) seperti di bawah ini.

(72a) Sing sapa rumangsa becik dhewe, Ø pinter dhewe, Ø sugih dhewe, Ø

luhur dhewe lan Ø kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake

gagasan cipta kang wening,[...].

„Barang siapa merasa baik paling , Ø paling pintar, Ø paling kaya , Ø

paling luhur dan Ø paling berkuasa, baiknya maulah mengistirahatkan

gagasan cipta yang bening, [...].‟

(72b) Sing sapa rumangsa becik dhewe, sing sapa rumangsa pinter dhewe,

sing sapa rumangsa sugih dhewe, sing sapa rumangsa luhur dhewe

lan sing sapa rumangsa kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake

gagasan cipta kang wening,[...].

„Barang siapa merasa baik paling , barang siapa merasa paling

pintar, barang siapa merasa paling kaya , barang siapa merasa

paling luhur dan barang siapa merasa paling berkuasa, baiknya

maulah mengistirahatkan gagasan cipta yang bening, [...].‟

Jelas sekali ketidakefektifan yang terdapat pada data (72b) di atas

karena pengulangan kata dilakukan beberapa kali. Apabila dibandingkan

dengan data (72b), data (72a) tampak lebih efektif meskipun kalimatnya

singkat tetapi tidak mengurangi informasi yang disampaikan.

(73) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene

kalepyan tumuju marang marganing pati. (PS/37/15 Sep 12)

„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, sedangkan

kecerobohan/kelengahan menuju pada jalan kematian.‟

Tampak pada data (73) di atas terdapat proses pelesapan unsur iku

dalan kang „merupakan jalan‟. Pelesapan terjadi diantara kata kalepyan

„kelengahan dan kata tumuju „menuju‟. Kemudian data (73) dibagi menjadi

dua bentuk yaitu yang dilesapkan dan yang tidak dilesapkan seperti berikut

ini.

(73a) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene

kalepyan Ø tumuju marang marganing pati.

„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi

kecerobohan/kelengahan Ø menuju pada jalan kematian.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

85

(73b) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene

kalepyan iku dalan kang tumuju marang marganing pati.

„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi

kecerobohan/kelengahan merupakan jalan menuju pada jalan

kematian.‟

Setelah data (73a) dikenai teknik lesap, maka kalimat yang dihasilkan

menjadi lebih efektif bila dibandingkan dengan data (73b). Meskipun kalimat

yang dihasilkan menjadi lebih ringkas dan informasi yang disampaikan tidak

sejelas pada data (73b) namun dalam komunikasi data (73a) lebih efisien.

d. Perangkaian (Konjungsi)

Konjungsi adalah sarana kohesi gramatikal yang berfungsi untuk

merangkaikan satuan lingual yang satu dengan satuan lingual yang lain yang

terdapat dalam wacana. Jenis-jenis konjungsi yang dapat ditemukan dan data

yang terdapat konjungsi adalah sebagai berikut.

a) Konjungsi cara

Kalimat yang mengandung konjungsi cara ditandai dengan adanya kata

kanthi „dengan‟ dan kanthi mengkono „dengan begitu‟. Berikut ini adalah data

yang memuat konjungsi cara.

(84) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-padhaning

tumitah. Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake bisa kanthi

longgar mardika ing rasa. (PS/5/4 Feb 2012)

„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama makhluk.

Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa dengan

perasaan bebas.‟

Pada data (84) di atas terdapat jenis kohesi gramatikal yang berupa

konjungsi cara yaitu kanthi mengkono „dengan begitu‟ dan kanthi „dengan‟.

Fungsi dari digunakannya konjungsi cara tersebut adalah menjelaskan bahwa

dengan berbuat baik terhadap manusia akan membuat perasaan menjadi lega

dan damai.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

86

Data (84) kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL.

(84a) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-padhaning

tumitah.

„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama makhluk.‟

(84b) Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake bisa kanthi longgar

mardika ing rasa.

‘Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa dengan

perasaan bebas.‟

Selanjutnya teknik lesap digunakan untuk menguji data (84) menjadi

seperti berikut ini.

(84c) *Ø sabarang kang kok tindakake bisa Ø longgar mardika ing rasa.

*„Ø segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa Ø perasaan bebas.‟

Setelah data (84b) diuji dengan menggunakan teknik lesap. Dapat

dilihat bahwa dengan adanya pelesapan kanthi mengkono „dengan begitu‟

kalimat menjadi tidak jelas maksudnya sehingga menjadikan kalimat menjadi

tidak berterima. Namun ketika kata kanthi „dengan‟ dilesapkan kalimat masih

berterima dan gramatikal.

Langkah berikutnya adalah menguji data (84b) dengan menggunakan

teknik ganti.

(84d) Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake

Kalawan mengkono

*Mawi mekaten

„Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan‟

„Dengan begitu

„*Dengan begitu

bisa kanthi longgar mardika ing rasa.

kalawan

*mawi

„bisa dengan perasaan bebas‟.

dengan

*dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

87

Hasil analisis pada data (84d) adalah konjungsi cara kanthi mengkono

„dengan begitu‟ dapat diganti dengan konjungsi cara kalawan mengkono

„dengan begitu‟ dan kata kanthi „dengan „ dapat diganti dengan kata kalawan

„dengan‟ karena kesemuanya berada pada ragam bahasa yang sama yaitu

bahasa ngoko. Tetapi ketika konjungsi cara kanthi mengkono „dengan begitu‟

dan kata kanthi „dengan‟ diganti mawi mekaten „dengan begitu‟ dan mawi

„dengan‟ membuat kalimat di atas menjadi tidak gramatikal karena perbedaan

ragam bahasa antara ngoko dengan krama.

(85) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan. Nanging yen wis kulina,

pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi watak. (PS/38/22

Sep 12)

„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan‟. Tetapi jika sudah

terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi watak.‟

Terdapat jenis konjungsi cara kanthi „dengan‟ pada data (85) di atas.

Konjungsi cara tersebut berfungsi untuk menerangkan bahwa mengamal

dapat dilakukan dengan cara pengorbanan.

Data (85) di atas, dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL.

(85a) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan.

„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan‟.

(85b) Nanging yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis

manjing dadi watak.

„Tetapi jika sudah terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah

menjadi watak.‟

Langkah berikutnya adalah data (85b) dianalisis dengan menggunakan

teknik lesap.

(85c) Ngamal iku mawujude Ø pangurbanan.

„Mengamal itu diwujudkan Ø pengorbanan.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

88

Pengujian data (85a) dengan menggunakan teknik lesap membuat

kalimat yang dihasilkan menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal, hal ini

dapat dilihat pada data (85c). Oleh sebab itu kehadiran konjungsi cara yaitu

kanthi „dengan‟ seharusnya tetap ada.

Selanjutnya data (85b) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti

seperti berikut ini.

(85d) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan.

*mawi

„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan.‟

*dengan

Setelah data (85a) diuji dengan menggunakan teknik ganti, ternyata

kata mawi „dengan‟ tidak bisa menggantikan kata kanthi „dengan‟. Hal ini

disebabkan karena kata mawi „dengan‟ digunakan pada ragam bahasa krama

sedangkan kata kanthi „dengan‟ digunakan pada ragam bahasa ngoko.

b) Konjungsi syarat

Jenis kata hubung yang digolongkan ke dalam konjungsi syarat

diantaranya yen „jika‟, menawa „seandainya‟ dan mangkono uga „seperti

juga‟ dan lamun „jika‟. Data yang terdapat di bawah ini adalah data yang

menggunakan konjungsi syarat.

(91) Aja ngandhakake apa-apa marang sadhengah wong kang durung

kasumurupan kanthi terang. Amarga yen ora cocog karo kanyatane,

bisa gawe kapitunane. Yen teba sumiyare saya amba presasat nyebar

wisa. (PS/43/22 Okt 11)

„Jangan mengatakan apa-apa pada sembarang orang yang belum

mengetahui pastinya. Karena jika tidak cocok dengan kenyataan, itu

bisa menimbulkan kerugian. Jika sampai tersebar luas seperti

menyebarkan racun.‟

Pada data (91) di atas terdapat salah satu jenis kohesi syarat yang

berupa kata yen „jika‟. Konjungsi yen „jika‟ berfungsi untuk menerangkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

89

kalau berita yang belum pasti benarnya, apabila tersebar akan membuat

kerugian bagi orang yang dijadikan pembicaraan. Kejadian ini sama halnya

menyebarkan racun bagi masyarakat.

Data (91) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti berikut ini.

(91a) Aja ngandhakake apa-apa marang sadhengah wong kang durung

kasumurupan kanthi terang.

„Jangan mengatakan apa-apa pada sembarang orang yang belum

mengetahui pastinya.‟

(91b) Amarga yen ora cocog karo kanyatane, bisa gawe kapitunane.

„Karena jika tidak cocok dengan kenyataan, itu bisa menimbulkan

kerugian.‟

(91c) Yen teba sumiyare saya amba presasat nyebar wisa.

„Jika sampai tersebar luas seperti menyebarkan racun.‟

Dengan menggunakan teknik lesap, data (91c) di atas dianalisis seperti

berikut ini.

(91d) *Ø teba sumiyare saya amba presasat nyebar wisa.

*„Ø sampai tersebar luas seperti menyebarkan racun.‟

Hasil analisis yang diperoleh pada data (91d) adalah kalimat menjadi

tidak gramatikal dan tidak berterima. Selain itu kesatuan yang terdapat pada

data (91d) di atas menjadi tidak sempurna karena dihilangkannya konjungsi

syarat tersebut.

Langkah berikutnya adalah menguji data (91c) dengan menggunakan

teknik ganti. Berikut ini adalah hasil pengujiannya.

(91e) Yen teba sumiyare saya amba presasat nyebar wisa.

Menawa

*Menawi

„ Jika sampai tersebar luas seperti menyebarkan racun.‟

Jika

*Jika

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

90

Teknik ganti yang digunakan untuk menguji data (91c) di atas

membuktikan bahwa konjungsi syarat yen „jika‟ dapat diganti dengan

konjungsi syarat menawa „jika‟ karena keduanya sama-sama digunakan pada

ragam bahasa ngoko sehingga bisa saling menggantikan. Sedangkan

konjungsi yen „jika‟ apabila diganti dengan konjungsi syarat menawi „jika‟

membuat kalimat menjadi tidak gramatikal karena kata tersebut termasuk

dalam ragam bahasa krama.

(92) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka

bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,

prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene

ora langgeng. (PS/41/8 Okt 11)

„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru, wajah

yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak harta,

alangkah baiknya untuk menyadari, bahwa semua itu sesungguhnya

tidak abadi.‟

Konjungsi syarat menawa „jika‟ yang terdapat pada data (92) di atas

menerangkan bahwa sesungguhnya segala sesuatu yang dimiliki oleh

seseorang itu tidak ada yang abadi dan merupakan titipan dari Tuhan yang

bisa diambil kapan saja. Oleh karena itu orang yang sombong dan suka

menganggap dirinya paling dalam segala hal supaya mau merenungkannya.

Data (92) di atas kemudian dikenai teknik BUL.

(92a) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka

bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,

„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru, wajah

yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak harta,‟

(92b) prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene

ora langgeng.

„alangkah baiknya untuk menyadari, bahwa semua itu sesungguhnya

tidak abadi.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

91

Data (92a) lalu diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti berikut.

(92c) *prayogane padha nyadharana, Ø kabeh-kabeh mau satemene ora

langgeng.

*„alangkah baiknya untuk menyadari, Ø semua itu sesungguhnya

tidak abadi.‟

Setelah data (92c) mengalami pelesapan, ternyata kalimat masih tetap

gramatikal dan masih berterima dan informasi yang disampaikan juga jelas.

Namun apabila diperhatikan lebih seksama lagi kesatuan yang ada pada

kalimat yang satu dengan kalimat lainnya kurang padu karena tidak adanya

kata penghubung.

Selanjutnya data (92a) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti.

(92d) prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau

*menawi

„alangkah baiknya untuk menyadari, bahwa semua itu‟

*bahwa

Setelah dikenai teknik lesap pada data (92d) di atas, kata menawi „jika‟

ternyata membuat kalimat menjadi tidak gramatikal, selain itu menawi „jika‟

tidak dapat mengganti kata menawa „jika‟ karena kata tersebut dipakai pada

ragam bahasa krama bukan ragam bahasa ngoko.

(93) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor, mangkono uga

kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi kanthi

becik. (PS/36/8 Sep 12)

„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor, begitu juga

kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan

dengan baik.‟

Mangkono uga „begitu juga‟ yang terdapat pada data (93) di atas

merupakan salah satu jenis konjungsi syarat. Konjungsi tersebut berperan

dalam menjelaskan sifat manusia yang buruk yaitu sifat murka dapat merasuk

pada pikiran yang tidak baik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

92

Kemudian data (93) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL.

(93a) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor,

„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor,‟

(93b) mangkono uga kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora

kaparsudi kanthi becik.

„begitu juga kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak

diupayakan dengan baik.‟

Setelah dibagi unsur langsungnya, data (93b) kemudian diuji dengan

menggunakan teknik lesap seperti di bawah ini.

(93c) *Ø kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi

kanthi becik.

*„Ø kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan

dengan baik.‟

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, data (93c) di atas

masih berterima dan gramatikal, tetapi antara kalimat yang satu dengan

kalimat yang lainnya tidak terhubung dengan baik sehingga pesan yang

disampaikan menjadi tidak jelas. Oleh sebab itu, konjungsi mangkono uga

„begitu juga‟ tidak boleh dilesapkan.

Lalu teknik ganti digunakan untuk menguji data (93b). Hasil

pengujiannya adalah sebagai berikut.

(93d) mangkono uga kamurkan bakal nembus marang pikiran

*mekaten ugi

kang ora kaparsudi kanthi becik.

„begitu juga kemurkaan akan menembus pada pikiran

*begitu juga

yang tidak diupayakan dengan baik.‟

Data (93d) di atas, setelah mengalami pengujian dengan menggunakan

teknik ganti ternyata membuat kalimat menjadi tidak gramatikal. Konjungsi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

93

mangkono uga „begitu juga‟ yang termasuk dalam ragam bahasa ngoko tidak

bisa diganti dengan mekaten ugi „begitu juga‟ yang termasuk dalam ragam

bahasa krama.

(94) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi lamun sajrone

cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...]. (PS/32/11 Agustus

2012)

„Sebagian besar manusia tidak mengetahui jika di dalam perselisihan

dirinya akan mengalami kemusnahan, [...].‟

Pada data (94) di atas terdapat kata lamun „jika‟ yang temasuk dalam

konjungsi syarat. Tujuan menghadirkan kata lamun „jika‟ pada kalimat di atas

adalah menerangkan bahwa orang yang dalam hidupnya selalu berselisih,

maka dirinya akan mendapati celaka.

Selanjutnya data (94) dikenai teknik BUL seperti berikut ini.

(94a) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi

„Sebagian besar manusia tidak mengetahui‟

(94b) lamun sajrone cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...].

„jika di dalam perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan,

[...].‟

Kemudian data (94b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.

(94c) *Ø sajrone cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...].

*„Ø di dalam perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan, [...].‟

Kalimat yang dihasilkan pada data (94c) setelah dianalisis dengan

menggunakan teknik lesap yaitu kalimat menjadi tidak padu karena tidak

adanya jalinan hubungan di dalamnya. Hal ini membuat kalimat menjadi

kurang sempurna.

Apabila dianalisis dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya adalah

sebagai berikut ini.

(94d) lamun sajrone cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes,

yen

*menawi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

94

„jika di dalam perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan,‟

jika

*jika

Pada data (94d) di atas, kata lamun „jika‟ ternyata bisa saling

menggantikan dengan kata yen „jika‟ karena keduanya berada dalam ragam

bahasa yang sama yaitu ragam bahasa ngoko. Sedangkan kata menawi „jika‟

apabila menggantikan kata lamun „jika‟ akan membuat kalimat menjadi tidak

gramatikal karena keduanya berada dalam ragam bahasa yang berbeda.

c) Konjungsi perlawanan

Di dalam konjungsi perlawanan, kata hubung yang digunakan adalah

kata kosokbaline „sebaliknya‟ dan suwalike „sebaliknya‟. Namun yang

terdapat pada data di bawah ini adalah konjungsi perlawanan yang berupa

kosokbaline „sebaliknya‟.

(114) Yen pamikir utawa panemumu diawoni ing liyan, aja kesusu muring-

muring. Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan penguji

tumrap panemumu mau,[...]. (PS/ 9/3 Maret 2012)

„Jika pemikiran atau pendapatmu dihina oleh yang lainnya, jangan

terburu-buru marah. Sebaliknya terimalah sebagai penyaring lan

penguji pada pendapatmu tadi, [...].‟

Kata kosokbaline „sebaliknya‟ yang terdapat pada data (114) di atas

adalah salah satu jenis konjungsi perlawanan. Maksud yang disampaikan

pada data di atas adalah apabila kita mempunyai pendapat yang ditentang

oleh orang lain jangan terburu-buru marah pada orang tersebut. Tetapi

jadikanlah pertimbangan bagi pendapat kita yang ditolak tadi.

Data (114) lalu dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik

BUL, seperti berikut ini.

(114a) Yen pamikir utawa panemumu diawoni ing liyan, aja kesusu

muring-muring.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

95

„Jika pemikiran atau pendapatmu dihina oleh yang lainnya, jangan

terburu-buru marah.‟

(114b) Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan penguji tumrap

panemumu mau,[...].

„Sebaliknya terimalah sebagai penyaring lan penguji pada

pendapatmu tadi, [...].‟

Kemudian menguji dengan menggunakan teknik lesap untuk menguji

data (114b). Hasilnya seperti di bawah ini.

(114c) *Ø tampanen minangka panyaring lan penguji tumrap panemumu

mau,[...].

*„Ø terimalah sebagai penyaring lan penguji pada pendapatmu tadi,

[...].‟

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, maka kalimat di atas

menjadi tidak sempurna karena ketidakpaduan di dalam kalimat tersebut.

Apabila konjungsi kosokbaline „sebaliknya‟ tidak dilesapkan, maka di dalam

kalimat tersebut terdapat kesatuan dan kepaduan. Karena fungsi dari

konjungsi tersebut adalah menggabungkan kalimat sebelumnya dengan

kalimat setelahnya.

Selanjutnya data (114b) diuji dengan menggunakan teknik ganti seperti

berikut ini.

(114d) Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan penguji

Suwalike

tumrap panemumu mau,[...].

„Sebaliknya terimalah sebagai penyaring lan penguji

Sebaliknya

pada pendapatmu tadi, [...].‟

Pada data (114d) di atas, proses penggantian satuan lingual lainnya

masih bisa berterima dan gramatikal. Kata kosokbaline „sebaliknya‟ dengan

kata suwalike „sebaliknya‟ ternyata bisa saling menggantikan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

96

d) Konjungsi urutan

Jenis kata hubung yang digolongkan ke dalam konjungsi urutan adalah

banjur „lalu‟, terus „terus‟, dan lajeng „lalu‟. Konjungsi urutan dengan

menggunakan kata banjur „lalu‟ terdapat pada data di bawah ini.

(118) Wong kang nemahi kekurangan utawa kasangsaran ing uripe,

terkadhang antuk leliru nugraha kang luwih pangaji, yaiku dene

banjur eling marang kaluhuran lan kamurahaning Pangeran.

(PS/1/7 Jan 2012)

„Orang yang mengalami kekurangan atau kesengsaraan dalam

hidupnya, kadang mendapatkan ganti anugerah yang lebih berharga,

yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟

Pada data (118) di atas terdapat kata banjur „lalu‟ yang digolongkan

dalam konjungsi urutan. Fungsi dari konjungsi ini adalah menerangkan

bahwa orang yang menjalani hidup dengan susah dan sengsara, maka dia

akan mendapatkan anugrah yang sangat berharga. Yaitu dia lalu mengingat

kemurahan yang diberikan oleh Tuhannya.

Data (118) lalu dibagi dengan menggunakan tehnik BUL.

(118a) Wong kang nemahi kekurangan utawa kasangsaran ing uripe,

terkadhang antuk leliru nugraha kang luwih pangaji,

„Orang yang mengalami kekurangan atau kesengsaraan dalam

hidupnya, kadang mendapatkan ganti anugerah yang lebih

berharga,‟

(118b) yaiku dene banjur eling marang kaluhuran lan kamurahaning

Pangeran.

„yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟

Lalu data (118b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.

(118c) yaiku dene Ø eling marang kaluhuran lan kamurahaning

Pangeran.

„yaitu Ø ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟

Ketidakpaduan pada kalimat di atas sangat nampak terlihat akibat

dilesapkannya kata banjur „lalu‟. Meskipun kalimat masih berterima dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

97

gramatikal, tetapi akan lebih padu lagi bila konjungsi tersebut tetap

dihadirkan dalam kalimat tersebut.

Kemudian data (118b) dianalisis dengan menggunakan teknik ganti.

(118d) yaiku dene banjur eling marang kaluhuran lan

terus

*lajeng

kamurahaning Pangeran

„yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟

lalu

*lalu

Setelah dianalisis dengan teknik ganti, data (118d) yang terdapat

konjungsi banjur „lalu‟ masih bisa diganti dengan kata terus „terus‟. Namun

setelah diganti dengan menggunakan kata lajeng „lalu‟ menjadikan kalimat

menjadi tidak gramatikal karena perbedaan ragam bahasa yang digunakan

dalam teks di atas.

e) Konjungsi pilihan

Kata utawa „atau‟ dan apa „atau‟ merupakan jenis dari konjungsi

pilihan. Data yang terdapat di bawah ini merupakan contoh penerapan dari

konjungsi pilihan.

(122) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,

olahen samatenge. (PS/42/15 Okt 11)

„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,

pelajari dengan sungguh-sungguh.‟

Pada data (122) di atas terdapat konjungsi pilihan yang diungkapkan

dengan kata utawa „atau‟. Kalimat di atas menerangkan pilihan kepada

pembaca supaya saat diajari atau dinasihati agar bisa dipahami dan

direnungkan dengan baik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

98

Data (122) kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL.

(122a) Yen diwulang utawa dipituturi,

„Jika diajari atau dinasihati,‟

(122b) rungokna kanthi wening, titenana, olahen samatenge.

„dengarkanlah dengan seksama, ingatlah, pelajari dengan sungguh-

sungguh.‟

Selanjutnya data (122a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.

(122c) *Yen diwulang Ø dipituturi,

*„Jika diajari Ø dinasihati,‟

Berdasarkan pengujian dengan teknik lesap pada data (122a) di atas,

membuktikan bahwa proses pelesapan konjungsi utawa „atau‟ membuat

kalimat menjadi tidak berterima karena tidak ada penghubung pada kedua

kalimat di atas.

Lalu pengujian dengan menggunakan teknik ganti diterapkan pada data

(122a), hasilnya seperti berikut ini.

(122d) Yen diwulang utawa dipituturi,

apa

*utawi

*menapa

„Jika diajari atau dinasihati,‟

atau

*atau

*atau

Konjungsi utawa „atau‟ mempunyai kesamaan dengan kata apa „atau‟

pada ragam bahasa yaitu ragam ngoko. Sedangkan kata utawi „atau‟ dan

menapa „atau‟ berada pada ragam bahasa krama. Hal ini menyebabkan kedua

konjungsi tersebut tidak bisa menggantikan kata utawa „atau‟ karena akan

menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal.

(123) [...], durung bisa nyumurupi bakal lulus apa orane. (PS/15/14 April

12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

99

„[...], belum tahu apakah dia lulus atau tidak.‟

Pada data (123) di atas terdapat jenis konjungsi pilihan apa „atau‟.

Fungsi dari digunakannya konjungsi tersebut adalah memberikan pilihan

antara lulus atau gagal yang tidak bisa diprediksi oleh seseorang. Karena

takdir itu adalah rahasia Tuhan dan manusia tidak ada yang tahu apa yang

akan terjadi padanya.

Teknik BUL digunakan untuk membagi unsur langsung pada data (123)

di atas. Berikut ini adalah hasilnya.

(123a) [...], durung bisa nyumurupi

„[...], belum tahu‟

(123b) bakal lulus apa orane.

„apakah dia lulus atau tidak.‟

Selanjutnya data (123b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap,

menjadi seperti berikut.

(123c) bakal lulus Ø orane.

„apakah dia lulus Ø tidak.‟

Hasil analisis yang diperoleh setelah data (123b) dianalisis dengan

menggunakan teknik lesap (123c) adalah kalimat masih berterima dan

gramatikal. Hal ini disebabkan karena kata ora „tidak‟ mendapat sufiks –ne

„nya‟ yang dalam tuturan Jawa masih berterima.

Kemudian data (123b) di atas dianalisis dengan menggunakan teknik

ganti. Hasil analisisnya adalah sebagai berikut.

(123d) bakal lulus apa orane.

utawa

*utawi

apakah dia lulus atau tidak.‟

atau

*atau

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

100

Berdasarkan hasil analisis pada data (123d) di atas, kata apa „atau‟ bisa

saling menggantikan dengan kata utawa „atau‟ karena keduanya berada pada

ragam bahasa ngoko. Namun apabila kata apa „atau‟ diganti dengan

menggunakan kata utawi „atau‟ yang merupakan ragam bahasa krama,

membuat kalimat yang diganti menjadi tidak gramatikal.

f) Konjungsi penambahan

Kalimat yang terdapat konjungsi penambahan ditandai dengan

penggunaaan kata lan „dan‟, uga „juga‟, dan sarta „serta‟. Data yang terdapat

di bawah ini adalah data yang terdapat konjungsi penambahan.

(133) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-padhaning

tumitah. (PS/5/4 Feb 2012)

„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama

makhluk.‟

Kata lan „dan‟ yang terdapat pada data (133) di atas,

mengidentifikasikan bahwa di dalam data tersebut terdapat jenis konjungsi

penambahan. Konjungsi lan „dan‟ di atas menghubungkan kata sing becik

„yang baik‟ dengan kata prasaja „terus terang‟.

Data (133) lalu dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik

BUL.

(133a) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu

„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh‟

(133b) marang sapadha-padhaning tumitah.

„pada sesama makhluk.‟

Langkah berikutnya adalah menguji data (133a) dengan menggunakan

teknik lesap.

(133c) *Sing becik Ø prasaja pangrengkuhmu

*„Yang baik Ø terus terang dalam merengkuh‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

101

Hasil analisis yang diperoleh setelah data (133a) diuji dengan

menggunakan teknik lesap adalah kalimat menjadi tidak berterima dan tidak

padu karena dihilangkannya kata lan „dan‟ sebagai penghubung antara kata

becik „baik‟ dan kata prasaja „terus terang‟. Oleh sebab itu konjungsi

penambahan tersebut harus dihadirkan.

Kemudian data (133a) diuji dengan menggunakan teknik ganti.

(133d) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu

sarta

*ugi

„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh‟

serta

*juga

Pengujian dengan menggunakan teknik ganti menghasilkan kalimat

yang tidak gramatikal apabila kata lan „dan‟ diganti dengan kata ugi „juga‟.

Hal ini dikarenakan kedua konjungsi tersebut berada pada ragam bahasa yang

berbeda yaitu ragam ngoko dan ragam krama. Tetapi kata lan „dan‟ dapat

diganti dengan kata sarta „serta‟ karena kedua konjungsi tersebut merupakan

ragam bahasa ngoko.

(134) Wong kang waspada sarta dhemen nggegulang ibadah bakal oleh

kabegjan lan kamulyan agung. (PS/43/27 Okt 12)

„Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah akan

mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟

Konjungsi penambahan yaitu sarta „serta‟ yang terdapat pada data di

atas menghubungkan antara kata waspada „waspada‟ dengan klausa dhemen

nggegulang ibadah „senang menjalankan ibadah‟. Selain itu juga terdapat

konjungsi penambahan lan „dan‟ yang menghubungkan kata kabegjan

„keberuntungan‟ dengan frasa kamulyan agung „kemulyaan yang agung‟.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

102

Data (134) di atas lalu dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL seperti di bawah ini.

(134a) Wong kang waspada sarta dhemen nggegulang ibadah

„Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah‟

(134b) bakal oleh kabegjan lan kamulyan agung.

„akan mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟

Berikut ini adalah hasil yang diperoleh setelah data (134a) dan (134b)

dikenai teknik lesap.

(134c) *Wong kang waspada Ø dhemen nggegulang ibadah

*„Orang yang waspada Ø senang menjalankan ibadah‟

(134d) *bakal oleh kabegjan Ø kamulyan agung.

*„akan mendapatkan keberuntungan Ø kemulyaan yang agung.‟

Data (134a) dan (134b) menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal

setelah digunakan teknik lesap untuk mengujinya. Jadi kata sarta „serta‟ dan

lan „dan‟ harus hadir agar kalimat tersebut menjadi padu.

Apabila dianalisis dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya seperti

berikut.

(134e) Wong kang waspada sarta dhemen nggegulang ibadah

lan

*ugi

„Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah‟

dan

*juga

(134f) bakal oleh kabegjan lan kamulyan agung.

uga

sarta

*ugi

akan mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟

juga

serta

*juga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

103

Setelah data (134a) dan (134b) diuji dengan menggunakan teknik ganti

membuktikan bahwa konjungsi sarta „serta‟ yang terdapat pada data (134e)

dapat diganti dengan kata lan „uga‟. Namun kata ugi „juga‟ tidak bisa

menggantikan kata sarta „serta‟. Begitu juga pada data (134f) kata lan „dan‟

dapat diganti dengan kata uga „juga‟ dan sarta „serta‟, tetapi tidak bisa

diganti dengan kata ugi „juga‟. Alasan yang menyebabkan kata tersebut tidak

dapat mengganti karena perbedaan ragam bahasa yaitu antara ragam bahasa

ngoko dengan ragam bahasa krama.

(135) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu

duwe, awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang

wong iku. (PS/28 April 12)

„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta-minta

padahal kamu mampu, sebab bisa juga suatu saat dirimu juga

terpaksa meminta pada orang tersebut.‟

Pada data (135) di atas terdapat jenis konjungsi penambahan yang

berupa kata uga „juga‟. Konjungsi tersebut diulang sebanyak dua kali.

Konjungsi uga „juga‟ di atas menghubungkan kata bisa „bisa‟ dengan kata ing

tembe „suatu saat‟ dan kata sliramu „kamu‟ dengan kata kepeksa „terpaksa‟.

Lalu data (135) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik

BUL.

(135a) Aja kok tulak yen ana wong njejaluk kang sapantese tur sliramu

duwe,

„Janganlah kamu menolak jika ada seseorang yang meminta-minta

padahal kamu mampu,

(135b) awit bisa uga ing tembe sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong

iku.

„sebab bisa juga suatu saat dirimu juga terpaksa meminta pada

orang tersebut.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

104

Selanjutnya menguji data (135b) dengan menggunakan teknik lesap.

Berikut ini adalah hasilnya.

(135c) awit bisa Ø ing tembe sliramu Ø kepeksa njejaluk marang wong

iku.

„sebab bisa Ø suatu saat dirimu Ø terpaksa meminta pada orang

tersebut.‟

Pada data (135c) kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal

karena dilesapkannya konjungsi uga „juga‟ tersebut. Maka kahadirannya

harus tetap ada. Sedangkan pada konjungsi uga yang kedua di atas kalimat

masih berterima dan gramatikal meskipun konjungsi tersebut dilesapkan.

Jadi, konjungsi tersebut tidak wajib hadir.

Pengujian dengan menggunakan teknik ganti dicoba untuk menganalisis

data (135b) di atas. Hasilnya adalah sebagai berikut.

(135d) awit bisa uga ing tembe

*lan

*ugi

sebab bisa juga suatu saat‟

*dan

*juga

sliramu uga kepeksa njejaluk marang wong iku.

*lan

*ugi

dirimu juga terpaksa meminta pada orang tersebut.‟

*dan

*juga

Kedua kata pengganti yaitu kata lan „dan‟ dan ugi „juga‟ ternyata tidak

bisa menggantikan kata uga „juga‟. Kata lan „dan‟ apabila mengganti kata

uga „juga‟ membuat kalimat menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal.

Sama halnya dengan kata ugi „juga‟ yang termasuk dalam ragam krama juga

tidak sesuai dengan data (135) yang menggunakan ragam bahasa ngoko.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

105

g) Konjungsi tujuan

Kata penghubung yang termasuk dalam konjungsi tujuan adalah kata

amrih „agar‟, supaya „supaya‟ dan supados „supaya‟. Berikut ini adalah data

yang menggunakan konjungsi tujuan.

(153) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan

pepinginan supaya kinacek ing liyan, pepinginan kang supaya

wong liya eling marang dheweke. (PS/50/10 Des 11)

„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai

keinginan supaya diselisihi orang, keinginan supaya orang lain

mengingat dia.‟

Teknik BUL digunakan pada data (153) dengan membagi unsur

langsungnya.

(153a) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan

pepinginan supaya kinacek ing liyan,

„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai

keinginan supaya diselisihi orang,‟

(153b) pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.

„keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟

Selanjutnya adalah menggunakan teknik lesap untuk menguji data

(153a) dan (153b). Berikut ini adalah hasil analisisnya.

(153c)*Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan

pepinginan Ø kinacek ing liyan,

*„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai

keinginan Ø diselisihi orang,‟

(153d) *pepinginan kang Ø wong liya eling marang dheweke.

*„keinginan Ø orang lain mengingat dia.‟

Tampak jelas bahwa dengan dilesapkannya konjungsi tujuan supaya

„supaya‟, kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Selain itu,

informasi yang disampaikan juga menjadi tidak jelas. Maka konjungsi supaya

„supaya‟ harus dihadirkan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

106

Data (153a) dan (153b) kemudian dianalisis dengan menggunakan

teknik ganti.

(153e) Pepalange wong ulah kabatinan iku yen isih kadunungan

pepinginan supaya kinacek ing liyan,

amrih

*supados

„Halangannya orang yang bertapa yaitu jika masih mempunyai

keinginan supaya diselisihi orang,‟

supaya

*supaya

(153f) pepinginan kang supaya wong liya eling marang dheweke.

amrih

*supados

„keinginan supaya orang lain mengingat dia.‟

supaya

*supaya

Kata supaya „supaya‟ yang terdapat pada kedua data di atas, apabila

diganti dengan menggunakan kata amrih „agar‟ masih tetap gramatikal karena

sama-sama menggunakan ragam bahasa ngoko. Namun ketika kata supaya

„supaya‟ diganti dengan kata supados „supaya‟ ternyata membuat kalimat

menjadi tidak gramatikal karena perbedaan ragam bahasa yang digunakan

pada kedua kata tersebut.

h) Konjungsi konsesif

Senajan atau sanadyan „walaupun‟ merupakan jenis kata hubung yang

termasuk dalam konjungsi konsesif. Data di bawah ini merupakan contoh

kalimat yang menggunakan konjungsi tersebut.

(154) Mula senajan ana cacade, yen pancen becik budine, sayogyane

maklumana. (PS/19/12 Mei 12)

„Jadi meskipun ada kekurangannya, jika memang akhlaknya baik,

alangkah baiknya maklumilah.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

107

Kata senajan „walaupun‟ yang terdapat pada data (154) di atas

berfungsi menghubungkan kata secara konsesif antara orang yang ada

kekurangannya namun hatinya baik supaya dimaklumi.

Kemudian data (154) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL.

(154a) Mula senajan ana cacade,

„Jadi meskipun ada kekurangannya,‟

(154b) yen pancen becik budine, sayogyane maklumana.

„jika memang akhlaknya baik, alangkah baiknya maklumilah.‟

Teknik lesap kemudian diterapkan untuk menguji data (154a)

(154c) *Mula Ø ana cacade,

*„Jadi Ø ada kekurangannya,‟

Data (154c) di atas merupakan hasil dari teknik pelesapan. Dapat dilihat

bahwa kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima setelah proses

pelesapan kata senajan „walaupun‟. Selain itu informasi juga menjadi tidak

jelas maksudnya. Oleh karena itu, kehadiran dari konjungsi tersebut harus

tetap ada.

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, langkah selanjutnya

adalah mengujinya dengan menggunakan teknik ganti.

(154d) Mula senajan ana cacade,

*sinaosa

„Jadi meskipun ada kekurangannya,‟

*meskipun

Hasil yang diperoleh ketika kata senajan „walaupun‟ diganti dengan

menggunakan kata sinaosa „meskipun‟ adalah kalimat menjadi tidak

gramatikal karena senajan „walaupun‟ termasuk dalam ragam bahasa ngoko

sedangkan sinaosa „meskipun‟ termasuk dalam ragam bahasa krama.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

108

(155) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,

nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca, [...]. (PS/35/1

Sep 12)

„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci, tetapi

jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang dipelajari, [...].‟

Penggunaan kata sanadyan „walaupun‟ pada data (155) di atas mengacu

pada jenis konjungsi konsesif. Yaitu menghubungkan secara konsesif

mengenai seseorang yang sudah belajar isi dari kitab suci, namun dia tidak

mengamalkannya.

Data (155) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL.

(155a) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,

„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci,‟

(155b) nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca, [...].

„tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang dipelajari,

[...].‟

Selanjutnya data (155a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap

sepert berikut ini.

(155c) Ø ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,

„Ø ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci,‟

Setelah kata sanadyan „walaupun‟ dilesapkan, kalimat masih

gramatikal dan berterima. Namun informasi yang disampaikan menjadi

kurang jelas. Oleh sebab itu, konjungsi tersebut lebih baik dihadirkan.

Selanjutnya pengujian data (155a) dilakukan dengan menggunakan

teknik lesap.

(155d) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,

Ewadene

*Sinaosa

„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci,‟

Meskipun

*Meskipun

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

109

Hasil yang diperoleh ketika data (155a) diuji dengan menggunakan

teknik ganti adalah kata sanadyan „walaupun‟ dapat diganti dengan kata

ewadene „walaupun‟ karena ragam bahasa dari kedua kata tersebut adalah

ragam ngoko. Tetapi kata sinaosa „walaupun‟ ternyata tidak bisa

menggantikannya karena kata sinaosa „walaupun‟ merupakan ragam bahasa

krama.

i) Konjungsi perkecualian

Konjungsi perkecualian ditandai dengan adanya penggunaan kata

hubung kajaba „kecuali‟. Berikut ini adalah data yang menunjukkan

penggunaan dari konjungsi perkecualian.

(156) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili, uga mitunani

marang dhirine pribadi. (PS/36/3 Sep 11)

„Jadi orang yang jail kecuali merugikan orang yang dijaili, juga

merugikan dirinya sendiri.‟

Kata kejaba „kecuali‟ yang terdapat pada data (156) di atas

menunjukkan bahwa data tersebut menggunakan konjungsi perkecualian.

Teknik BUL digunakan untuk membagi data menjadi dua bagian seperti di

bawah ini.

(156a) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili,

„Jadi orang yang jail kecuali merugikan orang yang dijaili,‟

(156b) uga mitunani marang dhirine pribadi.

„juga merugikan dirinya sendiri.‟

Data (156a) diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti berikut ini.

(156c) Dadi wong jail iku Ø mitunani wong kang dijaili,

„Jadi orang yang jail Ø merugikan orang yang dijaili,‟

Dengan melesapkan kata kejaba „kecuali‟ pada data (156a) di atas

ternyata kalimat masih tetap berterima dan gramatikal. Tapi apabila

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

110

diperhatikan, kalimat di atas menjadi tidak padu karena ketidakhadiran

konjungsi tersebut.

Apabila data (156a) tersebut diuji dengan menggunakan teknik ganti,

maka hasilnya adalah sebagai berikut.

(156d) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili,

*kejawi

„Jadi orang yang jail kecuali merugikan orang yang dijaili,‟

*kecuali

Penggantian kata kejaba „kecuali‟ dengan kata kejawi „kecuali‟

membuat kalimat menjadi tidak gramatikal. Hal ini dikarenakan kata kejawi

„kecuali‟ digunakan dalam bentuk krama, sedangkan kata kejaba „kecuali‟

termasuk dalam ragam bentuk ngoko.

(157) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa njunjung

kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal bisa

ngangkat drajading menungsa. (PS/52/29 Des 12)

„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung kecuali

hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa

mengangkat derajad manusia.‟

Data (157) di atas termasuk dalam jenis konjungsi perkecualian. Hal ini

nampak pada kalimat di atas yang menggunakan kata hubung kejaba

„kecuali‟ untuk memberikan keterangan pengecualian pada kata setelahnya.

Dengan menggunakan teknik BUL, data (157) kemudian dibagi unsur

langsungnya.

(157a) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa

njunjung

„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung‟

(157b) kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal bisa

ngangkat drajading menungsa.

„kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa

mengangkat derajad manusia.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

111

Setelah dibagi dengan menggunakan teknik BUL, selanjutnya data

(157b) diuji dengan menggunakan teknik lesap.

(157c) Ø mung pikiran kapng kaarahake kanthi becik kang bakal bisa

ngangkat drajading menungsa.

„kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa

mengangkat derajad manusia.‟

Pelesapan konjungsi kejaba „kecuali‟ menjadikan kalimat menjadi tidak

berterima dan tidak padu. Maka akan menjadi kalimat yang sempurna apabila

kehadiran konjungsi tersebut tidak dilesapkan.

Apabila diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya menjadi

demikian.

(157d) kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal

*kejawi

bisa ngangkat drajading menungsa.

„kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan

*kecuali

mengangkat derajad manusia.‟

Pada hasil pengujian data (157d) di atas membuktikan bahwa kata

kejawi „kecuali‟ yang termasuk dalam ragam bahasa krama tidak bisa

menggantikan kata kejaba „kecuali‟ yang termasuk dalam ragam bahasa

ngoko. Apabila penggantian konjungsi tetap dilakukan, maka kalimat yang

dihasilkan menjadi tidak gramatikal.

j) Konjungsi kelebihan

Jenis kata hubung malah „justru‟ adalah penanda bahwa kalimat yang

menggunakan konjungsi tersebut termasuk dalam konjungsi kelebihan. Di

bawah ini terdapat data yang merupakan penanda konjungsi kelebihan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

112

(160) Salah-salah malah bisa nemu bilai. (PS/16/21 April 2012)

„Takutnya justru akan mendapatkan celaka.‟

Terdapat konjungsi kelebihan yang berupa kata malah „justru‟ pada

data di atas. Pemakaian konjungsi tersebut berfungsi untuk menerangkan

penyangatan pada kalimat setelahnya.

Data (160) kemudian dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL.

(160a) Salah-salah

„Takutnya‟

(160b) malah bisa nemu bilai.

„justru akan mendapatkan celaka.‟

Langkah selanjutnya dengan menerapkan teknik lesap pada data (160b).

Berikut ini adalah hasilnya.

(160c) Ø bisa nemu bilai.

„Ø akan mendapatkan celaka.‟

Kalimat masih tetap berterima dan gramatikal meskipun konjungsi di

atas (160c) dilesapkan. Jadi, konjungsi tersebut tidak harus hadir pada kalimat

di atas.

Di bawah ini merupakan pengujian pada data (160b) dengan

menggunakan teknik ganti.

(160d) malah bisa nemu bilai.

kejaba iku uga

*nanging

„justru akan mendapatkan celaka.‟

selain itu juga

*tetapi

Setelah dilakukan pengujian pada data (160b) dengan menggunakan

teknik ganti, dapat diterangkan bahwa kata malah „justru‟ masih gramatikal

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

113

apabila diganti dengan kata kejaba iku uga „selain itu juga‟. Namun ketika

diganti dengan menggunakan kata nanging „tetapi‟ akan membuat kalimat

menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal. Karena nanging „tetapi‟

merupakan kebalikan dari kata malah „justru‟.

(161) Wong sing suthik kungkulan, sajege ora bakal duwe kaundhakan.

Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep malah

ngreribedi. (PS/29/21 Juli 12)

„Orang yang menolak secara berlebihan, selamanya tidak akan

mempunyai peningkatan. Sebab hal-hal yang baik dibenci justru

dianggap merepotkan.‟

Pada data (161) di atas terdapat kata malah „justru‟ yang termasuk

dalam salah satu jenis konjungsi kelebihan. Fungsi dari konjungsi tersebut

adalah menerangkan bahwa hal yang dibenci justru dianggap merepotkan

bagi orang yang selalu menolak saran dari orang lain.

Berikut ini merupakan hasil dari data (161) yang dibagi unsurnya

dengan menggunakan teknik BUL.

(161a) Wong sing suthik kungkulan, sajege ora bakal duwe kaundhakan.

„Orang yang menolak secara berlebihan, selamanya tidak akan

mempunyai peningkatan.‟

(161b) Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep malah

ngreribedi.

„Sebab hal-hal yang baik dibenci justru dianggap merepotkan.‟

Selanjutnya, data (161b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.

Hasilnya seperti di bawah ini.

(161c) Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep Ø

ngreribedi.

„Sebab hal-hal yang baik dibenci Ø dianggap merepotkan.‟

Hasil dari proses pelesapan konjungsi malah „justru‟ ternyata tidak

berpengaruh pada kepaduan kalimat. Selain itu kalimat juga masih berterima

dan gramatikal.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

114

Apabila dianalisis dengan menggunakan teknik ganti hasilnya adalah

seperti berikut ini.

(161d) Awit sabarang kang becik-becik diewani lan

dianggep malah ngreribedi.

kejaba iku uga

„Sebab hal-hal yang baik dibenci justru

selain itu juga

dianggap merepotkan.‟

Hasil pengujian pada data (161d) di atas membuktikan bahwa dengan

penggantian satuan lingual malah ‟justru‟ dengan kejaba iku uga „selain itu

juga‟ kalimat tetap berterima dan gramatikal, karena kedua konjungsi tersebut

berada pada ragam bahasa yang sama yaitu ragam ngoko.

k) Konjungsi pertentangan

Konjungsi pertentangan ditandai dengan kata hubung nanging „tetapi‟.

Berikut ini adalah data yang di dalamnya terdapat konjungsi pertentangan.

(165) Ngetutake pikiran kang angel dikendhaleni, giras sarta tansah

ngumbara sakarepe dhewe, iku becik. Nanging pikiran kang wis

bisa dilulutake bakal nggawa kabegjan. (PS/47/24 Nov 12)

„Mengikuti pikiran yang sulit dikendalikan, trengginas serta selalu

berkelana sesuka hatinya, itu bagus. Namun pikiran yang sudah bisa

dicintai akan membawa keberuntungan.‟

Kata nanging „tetapi‟ pada data di atas menunjukkan adanya

penggunaan konjungsi pertentangan. Data (165) kemudian dibagi unsurnya

dengan menggunakan teknik BUL seperti berikut ini.

(165a) Ngetutake pikiran kang angel dikendhaleni, giras sarta tansah

ngumbara sakarepe dhewe, iku becik.

„Mengikuti pikiran yang sulit dikendalikan, trengginas serta selalu

berkelana sesuka hatinya, itu bagus.‟

(165b) Nanging pikiran kang wis bisa dilulutake bakal nggawa kabegjan.

„Namun pikiran yang sudah bisa dicintai akan membawa

keberuntungan.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

115

Teknik lesap kemudian digunakan untuk menguji data (165b).

(165c) Ø pikiran kang wis bisa dilulutake bakal nggawa kabegjan.

„Ø pikiran yang sudah bisa dicintai akan membawa keberuntungan.‟

Setelah diuji dengan menggunakan teknik lesap, kalimat pada data

(165c) di atas masih berterima dan gramatikal. Namun, hubungan antara

kalimat yang satu dengan kalimat yang lainnya menjadi tidak padu karena

dihilangkannya kata penghubung nanging „tetapi‟.

Langkah selanjutnya adalah menguji data (165b) dengan menggunakan

teknik ganti seperti berikut ini.

(165d) Nanging pikiran kang wis bisa dilulutake

Ning

Suwalike

bakal nggawa kabegjan.

„ Namun pikiran yang sudah bisa dicintai

namun

sebaliknya

akan membawa keberuntungan.‟

Penggantian dua konjungsi di atas yaitu kata ning „tetapi‟ dan suwalike

„sebaliknya‟ terhadap kata nanging „namun‟ tidak merubah keadaan kalimat.

Kalimat masih dapat berterima dan gramatikal karena kedua konjungsi

pengganti di atas termasuk dalam ragam bahasa ngoko, sama seperti dengan

kata nanging „namun‟ yang merupakan ragam bahasa ngoko.

(166) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan. Nanging yen wis kulina,

pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi watak. (PS/38/22

Sep 12)

„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan. Tetapi jika sudah

terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi watak.‟

Kata nanging „tetapi‟ yang terdapat pada data (166) di atas

menerangkan hubungan perlawanan. Dengan adanya konjungsi perlawanan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

116

tersebut kalimat di atas tampak padu. Kata nanging „tetapi‟ menerangkan

bahwa sesungguhnya pengorbanan itu merupakan wujud dari pengamalan.

Tetapi jika sudah terbiasa, pengorbanan itu sudah menjadi watak seseorang.

Data (166) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan teknik

BUL.

(166a) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan.

„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan.‟

(166b) Nanging yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis

manjing dadi watak.

„Tetapi jika sudah terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah

menjadi watak.‟

Langkah selanjutnya adalah menguji data (166b) dengan menggunakan

teknik lesap.

(166c) Ø yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi

watak.

„Ø jika sudah terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi

watak.‟

Walaupun kalimat yang dihasilkan pada data (166c) di atas gramatikal

dan berterima. Namun kekohesifan kalimat tersebut nampaknya sangat

kurang karena dilesapkannya kata nanging „tetapi‟ yang berfungsi untuk

menghubungkan kalimat sebelumnya dengan kalimat setelahnya.

Teknik ganti kemudian digunakan untuk menguji data (166b). Hasil

pengujiannya adalah sebagai berikut.

(166d) Nanging yen wis kulina, pangurbanan iku wis ora krasa, wis

Suwalike

*Ewa semono

manjing dadi watak.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

117

„Tetapi jika sudah terbiasa pengorbanan itu tidak terasa,

Sebaliknya

*Meski demikian

sudah menjadi watak‟

Begitu data (166b) diuji dengan menggunakan teknik ganti, ternyata

hanya kata suwalike „sebaliknya‟ yang tidak merubah kualitas kalimat.

Kalimat tetap gramatikal dan berterima. Tetapi ketika kata ewa semono

„meski demikian‟ digunakan untuk mengganti kata nanging „tetapi‟ justru

membuat kalimat menjadi tidak gramatikal karena perbedaan maksud dari

konjungsi yang digunakan di dalam konteks di atas.

l) Konjungsi sebab-akibat

Konjungsi sebab-akibat atau kausalitas ditandai dengan digunakannya

kata penghubung berupa amarga „karena‟, jalaran „karena‟, awit „sebab‟,

sebab „sebab‟, merga „karena‟, mula „maka‟ dan wekasan „akhirnya‟.

Konjungsi ini berfungsi untuk menyatakan hubungan sebab-akibat di antara

dua kalimat yang saling dihubungkan tersebut. Penerapan konjungsi sebab

akibat, dapat dilihat pada data di bawah ini.

(179) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka enggone rumangsa

sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik jalaran wong kang

diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing samubarange.

(PS/34/20 Agustus 11)

„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya merasa

lebih, justru dia keliru karena orang yang diremehkan tersebut

ternyata lebih baik darinya pada hal yang lainnya.‟

Pada data (179) di atas terdapat dua kata penghubung yang menyatakan

konjungsi sebab-akibat. Kedua kata tersebut adalah amarga „karena‟ dan

jalaran „karena‟. Konjungsi di atas menyatakan akibat dari orang yang suka

meremehkan orang lain karena dirinya merasa paling sempurna akan merasa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

118

kecewa karena orang yang diremehkan ternyata melebihinya pada hal

lainnya.

Teknik BUL kemudian digunakan untuk membagi unsurnya secara

langsung pada data (179).

(179a) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka enggone rumangsa

sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik

„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya merasa

lebih, justru dia keliru‟

(179b) jalaran wong kang diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing

samubarange.

„karena orang yang diremehkan tersebut ternyata lebih baik

darinya pada hal yang lainnya.‟

Selanjutnya adalah menguji data (179a) dan (179b) dengan

menggunakan teknik lesap.

(179c) *Wong kang sok ngremehake liyan Ø saka enggone rumangsa

sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik

*„Orang yang selalu meremehkan orang lain Ø dirinya merasa

lebih, justru dia keliru‟

(179d) *Ø wong kang diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing

samubarange.

*„Ø orang yang diremehkan tersebut ternyata lebih baik darinya

pada hal yang lainnya.‟

Hasil yang diperoleh setelah proses pelesapan yang digunakan untuk

menguji data di atas adalah kalimat menjadi tidak kohesif. Kepaduan antar

kalimat menjadi berkurang dan kalimat menjadi tidak berterima. Maka

kehadiran dari kedua kata tersebut mutlak adanya.

Langkah berikutnya adalah menguji data di atas dengan menggunakan

teknik ganti seperti berikut ini.

(179e) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka

jalaran

*amargi

enggone rumangsa sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

119

„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya

karena

*karena

merasa lebih, justru dia keliru‟

(179f) jalaran wong kang diremehake jebul malah ngluwihi

sebab

*amargi

dheweke ing samubarange.

„karena orang yang diremehkan tersebut ternyata lebih baik

karena

*karena

darinya pada hal yang lainnya.‟

Hasil penganalisisan data (179e) dan (179f) di atas membuktikan bahwa

kedua konjungsi amarga „karena‟ dan jalaran ‟karena‟ tidak bisa diganti

dengan kata amargi „karena‟ menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal

yang disebabkan karena menggunakan ragam krama. Namun ketika kata

amarga „karena‟ diganti dengan menggunakan kata jalaran „karena‟ dan kata

jalaran „karena‟ diganti dengan menggunakan kata sebab „karena‟ tidak

merubah struktur dan kepaduan kalimat karena berada pada ragam bahasa

yang sama yaitu ragam ngoko.

(180) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena

ditotohi. Awit ora bakal ana kang kalah. (PS/27/2 Juli 11)

„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak

bisa dipertaruhkan. Sebab tidak mungkin ada yang mengalah.‟

Kata awit „karena‟ pada data di atas menunjukkan penggunaan

konjungsi sebab-akibat yang menerangkan dua pendapat yang berbeda

biasanya sulit untuk dipertaruhkan karena keduanya tidak ada yang mau

mengalah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

120

Kemudian, data (180) dikenai teknik BUL.

(180a) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena

ditotohi.

„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak

bisa dipertaruhkan.‟

(180b) Awit ora bakal ana kang kalah.

„Sebab tidak mungkin ada yang mengalah.‟

Apabila diuji dengan menggunakan teknik lesap, hasilnya adalah

sebagai berikut.

(180c) *Øora bakal ana kang kalah.

*„Ø tidak mungkin ada yang mengalah.‟

Kalimat pada data (180c) di atas nampak tidak gramatikal dan tidak

berterima setelah proses pelesapan diterapkan pada data di atas. Maka

konjungsi sebab-akibat awit „karena‟ harus dihadirkan agar kepaduan kalimat

bisa terjalin.

Sedangkan bila diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya adalah

sebagai berikut ini.

(180d) Awit ora bakal ana kang kalah.

sebab

amarga

*amargi

„Sebab tidak mungkin ada yang mengalah.‟

Sebab

Karena

*Karena

Sama seperti analisis sebelumnya bahwa perbedaan ragam bahasa

menyebabkan kalimat menjadi tidak gramatikal. Hal ini nampak pada data

(180d) yang diuji dengan menggunakan teknik ganti. Kata amargi „karena‟

yang tergolong dalam ragam bahasa krama tidak bisa menggantikan kata awit

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

121

„karena‟. Tetapi kata sebab „sebab‟ dan amarga „karena‟ masih bisa untuk

menggantikan kata awit „karena‟ yang tergolong dalam ragam bahasa ngoko.

(181) Yen ana wong kang uripe mung katujokake marang bab-bab kang

nyenengake kanthi nguja hardaning ndriya, mula dheweke bakal

gampang kabanda dening dewaning panggodha, [...]. (PS/33/18

Agustus 12)

„Jika ada orang yang hidupnya hanya ditujukan pada bab-bab yang

menyenangkan dengan menuruti keinginan batin, maka dirinya akan

mudah terikat oleh godaan, [...].‟

Pada data (181) di atas terdapat jenis konjungsi sebab-akibat mula

„maka‟ yang menyatakan akibat dari seseorang yang selalu menuruti

keinginan batin maka dirinya akan mendapatkan kerugian yaitu mudah terikat

oleh godaan. Selanjutnya teknik BUL diterapkan pada data (181) di atas.

(181a) Yen ana wong kang uripe mung katujokake marang bab-bab kang

nyenengake kanthi nguja hardaning ndriya,

„Jika ada orang yang hidupnya hanya ditujukan pada bab-bab yang

menyenangkan dengan menuruti keinginan batin,‟

(181b) mula dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning

panggodha, [...].

„maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan, [...].‟

Langkah berikutnya adalah menguji data (181b) dengan

menggunakan teknik lesap.

(181c) Ø dheweke bakal gampang kabanda dening dewaning panggodha,

[...].

„Ø dirinya akan mudah terikat oleh godaan, [...].‟

Proses pelesapan tidak merubah keadaan kalimat. Hanya saja kepaduan

yang terjalin diantara kalimat di atas tidak sempurna karena dihilangkannya

kata mula „maka‟ yang fungsinya untuk menghubungkan dua kalimat di atas.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

122

Ketika diuji dengan menggunakan teknik ganti, hasilnya menjadi

demikian.

(181d) mula dheweke bakal gampang kabanda

*pramila

dening dewaning panggodha, [...].

maka dirinya akan mudah terikat oleh godaan, [...].‟

*maka

Hasil yang diperoleh ketika proses penggantian kata mula „maka‟

dengan kata pramila „maka‟ menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal.

Hal ini disebabkan kata mula „maka‟ termasuk bentuk ngoko, sedangkan kata

pramila „maka‟ termasuk bentuk krama.

m) Konjungsi waktu

Konjungsi waktu merupakan salah satu jenis konjungsi yang

menyatakan keterangan waktu. Jenis dari konjungsi ini dapat dilihat pada data

di bawah ini.

(203) Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe,

sadurunge dipetani dening liyan. (PS/2/14 Jan 2012)

„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan kita sendiri,

sebelum orang lain yang mencarinya.‟

Kata sadurunge „sebelum‟ menunjukkan bahwa pada data (203) di atas

termasuk dalam konjungsi waktu. Konjungsi tersebut menerangkan kalau kita

supaya mengoreksi kesalahan kita sebelum orang lain yang mengoreksinya.

Data (203) lalu dibagi unsurnya dengan menggunakan teknik BUL.

(203a) Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita dhewe,

„Maka alangkah baiknya kita senang mencari kesalahan kita sendiri,‟

(203b) sadurunge dipetani dening liyan.

„sebelum orang lain yang mencarinya.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

123

Selanjutnya, data (203b) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap.

(203c) *Ødipetani dening liyan.

*„Ø orang lain yang mencarinya.‟

Setelah kata sadurunge „sebelum‟ dilesapkan, menjadikan kalimat

menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal. Oleh sebab itu, konjungsi

teersebut harus dihadirkan.

Langkah berikutnya, dengan menerapkan teknik ganti untuk

menganalisis data (203b).

(203d) sadurunge dipetani dening liyan.

*saderengipun

„sebelum orang lain yang mencarinya.‟

*sebelum

Setelah teknik ganti diterapkan pada data (203b), ternyata konjungsi

sadurunge „sebelumnya‟ yang termasuk ragam bahasa ngoko tidak bisa

diganti dengan kata saderengipun „sebelum‟ yang merupakan ragam krama.

Hal inilah yang menjadikan proses penggantian di atas menjadikan kalimat

menjadi tidak gramatikal.

2. Penanda Kohesi Leksikal

Aspek leksikal terdiri dari repetisi (pengulangan), sinonimi (padan kata),

antonimi (oposisi makna), kolokasi (sanding kata), hiponimi (hubungan atas-

bawah) dan ekuivalesi (kesepadanan). Tujuan digunakannya aspek-aspek leksikal

diantaranya ialah untuk mendapatkan efek intensitas makna bahasa, kejelasan

informasi dan keindahan bahasa lainnya.

a. Pengulangan (Repetisi)

Repertisi adalah pengulangan satuan lingual secara berkali-kali untuk

memberikan tekanan dalam teks tersebut. Dalam penelitian ini terdapat empat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

124

jenis repetisi yaitu repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora dan

repetisi epistrofa.

1) Repetisi epizeuksis

Repetisi epizeuksis adalah pengulangan satuan lingual (kata atau frasa)

yang dipentingkan beberapa kali secara berturut-turut. Penanda kohesi

leksikal yang mengandung repetisi epizeuksis terdapat pada data di bawah

ini.

(204) Pikiran iku kang murwani sakabehing kedadeyan, pikiran iku

panuntun, sakabehing kahanan kadadeyan saka pikiran. Manawa

ana wong ngucap utawa tumindak kanthi pikiran ala, ing kono

panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar kang

tansah ngetutake lakune sapi kang nggered. (PS/26/30 Juni 12)

„Pikiran itu yang memulai semua kejadian, pikiran itu penuntun,

semua kejadian dari pikiran. Jika ada orang berkata atau bertindak

dengan pikiran yang buruk, di situ pengalaman akan mengikuti di

belakangnya, seperti roda cikar yang selalu mengikuti gerakan sapi

yang menarik.‟

Pada data (204) di atas, kata pikiran „pikiran‟ diulang beberapa kali

secara berturut-turut. Pengulangan di atas merupakan jenis repetisi

epizeuksis. Maksud dari pengulangan kata di atas menyatakan bahwa kata

tersebut keberadaannya sangat penting di dalam kalimat tersebut.

Data (204) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti berikut.

(204a) Pikiran iku kang murwani sakabehing kedadeyan, pikiran iku

panuntun, sakabehing kahanan kadadeyan saka pikiran.

„Pikiran itu yang memulai semua kejadian, pikiran itu penuntun,

semua kejadian dari pikiran.‟

(204b) Manawa ana wong ngucap utawa tumindak kanthi pikiran ala, ing

kono panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar

kang tansah ngetutake lakune sapi kang nggered.

„Jika ada orang berkata atau bertindak dengan pikiran yang buruk,

di situ pengalaman akan mengikuti di belakangnya, seperti roda

cikar yang selalu mengikuti gerakan sapi yang menarik.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

125

Selanjutnya, menguji data (204a) dan (204b) dengan menggunakan

teknik lesap.

(204c) *Ø iku kang murwani sakabehing kedadeyan, Ø iku panuntun,

sakabehing kahanan kadadeyan saka Ø.

*„Ø itu yang memulai semua kejadian, Ø itu penuntun, semua

kejadian dari Ø.‟

(204d) *Manawa ana wong ngucap utawa tumindak kanthi Ø ala, ing

kono panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar

kang tansah ngetutake lakune sapi kang nggered.

*„Jika ada orang berkata atau bertindak dengan Ø yang buruk, di

situ pengalaman akan mengikuti di belakangnya, seperti roda cikar

yang selalu mengikuti gerakan sapi yang menarik.‟

Pelesapan kata pikiran „pikiran‟ menjadikan kalimat menjadi tidak

gramatikal dan tidak berterima. Oleh sebab itu, kata tersebut harus hadir

dalam kalimat di atas.

(205) Waspada ing antarane kang katalompen, kalepyan ing antarane

kang katuron. Satemene kawaspadan iku tansah pinuji, dene

kalepyan bakal tansah cinedha (dicela). (PS/44/3 Nov 12)

„Waspada pada kelengahan, terlupa pada yang tertidur.

Sesungguhnya kewaspadaan itu selalu dipuji, sedang terlupa akan

selalu dicela.‟

Pada data (205) terdapat jenis repetisi epizeuksis yang dibuktikan

dengan pengulangan kata kalepyan „terlupa‟ pada kalimat yang berbeda.

Pengulangan yang dilakukan sebanyak dua kali tersebut menerangkan

bahwa kata tersebut kehadirannya sangat penting.

Kemudian data (205) dibagi unsur langsungnya dengan menggunakan

teknik BUL seperti berikut ini.

(205a) Waspada ing antarane kang katalompen, kalepyan ing antarane

kang katuron.

„Waspada pada kelengahan, terlupa pada yang tertidur.‟

(205b) Satemene kawaspadan iku tansah pinuji, dene kalepyan bakal

tansah cinedha (dicela).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

126

„Sesungguhnya kewaspadaan itu selalu dipuji, sedang terlupa akan

selalu dicela.‟

Dengan menerapkan teknik lesap pada data (205a) dan (205b) akan

membuktikan kedudukan dari kata kaliepyan „terlupa‟.

(205c) *Waspada ing antarane kang katalompen, Ø ing antarane kang

katuron.

*„Waspada pada kelengahan, Ø pada yang tertidur.‟

(205d) *Satemene kawaspadan iku tansah pinuji, dene Ø bakal tansah

cinedha (dicela).

*„Sesungguhnya kewaspadaan itu selalu dipuji, sedang Ø akan

selalu dicela.‟

Hasil analisis dengan menggunakan teknik lesap membuktikan bahwa

dengan melesapkan kata kalepyan „terlupa‟ ternyata menghasilkan kalimat

yang tidak berterima dan tidak gramatikal. Jelas bahwa kedudukan kata

tersebut sangat penting kehadirannya untuk menjadikan kalimat yang

kohesif.

2) Repetisi tautotes

Repetisi tautotes adalah pengulangan kata beberapa kali dalam sebuah

kontruksi. Data yang tercantum di bawah ini merupakan data yang

mengandung repetisi tautotes.

(218) Pikiran goreh kang ora jenjem, biyasane angel rineksa sarta angel

dikuwasani. Nanging tumrape wong wicaksana, dheweke bisa

nglempengake, kayadene patrape tukang gawe panah wae kang

nglempengake pasere. (PS/45/10 Nov 12)

„Pikiran yang tidak lurus yang tidak tentram, biasanya sulit dijaga

serta sulit dikuasai. Tetapi bagi orang yang bijaksana, dirinya bisa

meluruskan, seperti tingkah lakunya orang yang membuat panah

yang meluruskan anak panah.‟

Pada data (218) terdapat pengulangan kata angel „sulit‟ sebanyak dua

kali dalam satu kalimat, begitu juga kata nglempengake „meluruskan‟ yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

127

diulang sebanyak dua kali. Pengulangan semacam itu disebut repetisi

tautotes.

Data (218) apabila dibagi unsur langsungnya, hasilnya menjadi seperti

berikut ini.

(218a) Pikiran goreh kang ora jenjem, biyasane angel rineksa sarta angel

dikuwasani.

„Pikiran yang tidak lurus yang tidak tentram, biasanya sulit dijaga

serta sulit dikuasai.‟

(218b) Nanging tumrape wong wicaksana, dheweke bisa nglempengake,

kayadene patrape tukang gawe panah wae kang nglempengake

pasere.

„Tetapi bagi orang yang bijaksana, dirinya bisa meluruskan,

seperti tingkah lakunya orang yang membuat panah yang

meluruskan anak panah.‟

Kemudian, data (218a) dan (218b) dianalisis dengan menggunakan

teknik lesap.

(218c) *Pikiran goreh kang ora jenjem, biyasane Ø rineksa sarta Ø

dikuwasani.

*„Pikiran yang tidak lurus yang tidak tentram, biasanya Ø dijaga

serta Ø dikuasai.‟

(218d) *Nanging tumrape wong wicaksana, dheweke bisa Ø, kayadene

patrape tukang gawe panah wae kang Ø pasere.

*„Tetapi bagi orang yang bijaksana, dirinya bisa Ø, seperti tingkah

lakunya orang yang membuat panah yang Ø anak panah.‟

Pada data (218c) dan (218d) terlihat tidak berterima dan tidak

gramatikal. Ini disebabkan karena dilesapkannya kata angel „sulit‟ dan

nglempengake „meluruskan‟ yang merupakan kata yang kehadirannya

sangat diperlukan untuk membangun kalimat yang kohesif.

(219) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa

maneh leganing atine wong akeh. (PS/41/13 Okt 12)

„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,

apalagi membuat lega hati orang banyak.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

128

Pada data (219) di atas menunjukkan adanya repetisi tautotes yang

dibuktikan dengan pengulangan kata leganing „lega‟ yang diulang sebanyak

dua kali dalam satu kalimat. Hal ini menandakan bahwa kata leganing „lega‟

sangat ditekankan dalam kalimat di atas karena sangat penting

kehadirannya.

Dengan menggunakan teknik lesap, data (219) dianalisis menjadi

seperti berikut.

(219a) *Ora ana wong kang bisa gawe marem lan Ø liyan, apa maneh Ø

atine wong akeh.

*„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan Ø orang lain,

apalagi Ø hati orang banyak.‟

Setelah pelesapan kata leganing „lega‟, kalimat di atas menjadi tidak

berterima dan tidak gramatikal. Oleh karena itu, kata tersebut sangat

dibutuhkan kehadirannya agar tercipta kalimat yang kohesif.

3) Repetisi anafora

Repetisi anafora adalah jenis pengulangan yang berupa kata atau frasa

pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya. Berikut ini merupakan

contoh penerapan repetisi anafora.

(231) Wong kang bisa gawe adhem ayeming ngakeh, [...]. Wong kang

mengkono mau aran tinarima uripe, pantes sinebut dadi

pangayoman. (PS/51/22 Des 12)

„Orang yang bisa membuat nyaman banyak orang, [...]. Orang

yang seperti itu diterima hidupnya, pantas disebut menjadi

perlindungan.‟

Data (231) merupakan data yang mengandung repetisi anafora yaitu

pada kata wong kang „orang yang‟ yang diulang pada awal kalimat tepatnya

pada kalimat pertama dan kedua. Pengulangan kata tersebut menekankan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

129

bahwa orang yang bisa membuat nyaman orang lain pantas disebut sebagai

orang yang menjadi perlindungan orang lain.

Dengan menggunakan teknik BUL, data (231) dibagi menjadi seperti

berikut ini.

(231a) Wong kang bisa gawe adhem ayeming ngakeh, [...].

„Orang yang bisa membuat nyaman banyak orang, [...].‟

(231b) Wong kang mengkono mau aran tinarima uripe, pantes sinebut

dadi pangayoman.

„Orang yang seperti itu diterima hidupnya, pantas disebut menjadi

perlindungan.‟

Kemudian data (231a) dan (231b) diuji dengan menggunakan teknik

lesap.

(231c) *Ø bisa gawe adhem ayeming ngakeh, [...].

*„Ø bisa membuat nyaman banyak orang, [...].‟

(231d) *Ø mengkono mau aran tinarima uripe, pantes sinebut dadi

pangayoman.

*„Ø seperti itu diterima hidupnya, pantas disebut menjadi

perlindungan.‟

Setelah proses pengujian dengan menggunakan teknik lesap kalimat

yang dihasilkan pada data (231c) dan (231d) adalah tidak gramatikal dan

tidak berterima. Pelesapan kata wong kang „orang yang‟ menjadikan kalimat

menjadi tidak padu.

4) Repetisi epistrofa

Repetisi epistofa merupakan pengulangan kata atau frasa pada akhir

baris dalam puisi atau kalimat dalam prosa. Pada penelitian ini ditemukan

satu buah repetisi epistrofa, berikut ini adalah datanya.

(232) [...], nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca. [...],

dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis diwaca.

(PS/35/1 Sep 12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

130

„[...], tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang

dipelajari. [...], dirinya tidak akan mendapatkan kesejahteraan dari

apa yang telah dipelajari.‟

Pada data (232) terdapat repetisi epistrofa yaitu pada kata diwaca

„dibaca‟ yang diulang di akhir kalimat pada kalimat pertama dan kalimat

kedua. Kemudian data (232) dibagi unsur langsungnya menjadi seperti di

bawah ini.

(232a) [...], nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca.

„[...], tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang

dipelajari.‟

(232b) [...], dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis

diwaca.

„[...], dirinya tidak akan mendapatkan kesejahteraan dari apa yang

telah dipelajari.‟

Selanjutnya teknik lesap diterapkan untuk menguji data (232a) dan

(232b). Berikut ini adalah hasilnya.

(232c) *[...], nanging yen tumindake ora laras karo kang Ø.

*„[...], tetapi jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang Ø.‟

(232d) *[...], dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis Ø.

*„[...], dirinya tidak akan mendapatkan kesejahteraan dari apa yang

telah Ø.‟

Hasil analisis dengan menggunakan teknik lesap membuktikan bahwa

kehadiran kata diwaca „dibaca‟ sangat dipentingkan adanya. Karena setelah

kata tersebut dilesapkan, ternyata kalimat menjadi tidak gramatikal dan

tidak berterima.

b. Padan Kata (Sinonimi)

Sinonimi adalah kesamaan yang terdapat pada satuan lingual yang

memiliki makna sama atau hampir sama. Pada penelitian ini ditemukan 2

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

131

jenis sinonimi, yaitu sinonimi kata dengan kata dan sinonimi frasa dengan

kata.

(233) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan manjinge dadi kawruh.

(PS/42/15 Okt 11)

„Dari situ akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

Pada data (233) di atas terdapat sinonimi antara kata dengan kata yaitu

kata sari „inti‟ dan pathi „inti‟. Kedua kata tersebut memiliki arti yang hampir

sama. Dengan adanya sinonimi tersebut membuat kalimat nampak padu dan

kohesif.

Data (233) kemudian dibagi unsur langsungnya seperti di bawah ini.

(233a) Ing kono bakal tinemuning sari-pathine

„Dari situ akan ditemukan intinya‟

(233b) lan manjinge dadi kawruh.

„dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

Selanjutnya data (233a) dianalisis dengan menggunakan teknik lesap

seperti berikut.

(233c) *Ing kono bakal tinemuning Ø-Øne

*„Dari situ akan ditemukan Ønya‟

Hasil analisis pada data (233c) membuktikan bahwa dengan dilesapkan

kata sari-pathi „inti‟ menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak

berterima. Agar tercipta kalimat yang kohesif, maka kata tersebut harus

dihadirkan.

(234) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang

ora perlu. [...]. Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe,

angel anggone ngungkret. (PS/22/2 Juni12)

„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau

tidak perlu. [...]. Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu

banyak kebutuhan, susah untuk mengurangi.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

132

Pada data (234) di atas, kata nyenyuda „mengurangi‟ dan kata

ngungkret „mengurangi‟ memiliki arti yang sepadan. Dengan begitu, pada

data di atas terdapat kohesi leksikal yang berupa sinonimi kata dengan kata.

Lalu data (234) dibagi dengan menggunakan teknik BUL.

(234a) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang

ora perlu. [...].

„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau

tidak perlu. [...].‟

(234b) Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe, angel anggone

ngungkret.

„Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu banyak kebutuhan,

susah untuk mengurangi.‟

Langkah selanjutnya adalah menguji data (234a) dan (234b) dengan

menggunakan teknik lesap. Berikut ini hasilnya.

(234c) *Kulinakna Ø kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang ora

perlu. [...].

*„Biasakanlah Ø kebutuhanmu yang kurang perlu atau tidak perlu.

[...].‟

(234d) *Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe, angel anggone

Ø.

*„Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu banyak

kebutuhan, susah untuk Ø.‟

Berdasarkan hasil pengujian dengan menggunakan teknik lesap, kalimat

menjadi tidak berterima dan tidak gramatikal. Jadi apabila kata nyenyuda

„mengurangi‟ dan ngungkret „mengurangi‟ tidak dilesapkan, kalimat pada

data di atas menjadi kohesif dan padu.

(235) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi lamun sajrone

cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, [...]. (PS/32/11

Agustus 2012)

„Sebagian besar manusia tidak mengetahui jika di dalam

perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan, [...].‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

133

Sinonimi frasa dengan kata terlihat sangat jelas pada data (235). Frasa

saperangan gedhe menungsa „sebagian besar manusia‟ bersinonim dengan

kata dheweke „dirinya‟. Kedua bentuk lingual tersebut mempunyai makna

yang sepadan.

Teknik lesap diterapkan pada data (235) dan hasilnya seperti berikut ini.

(235a) *Ø padha ora nyumurupi lamun sajrone cecongkrahan Ø bakal

nemahi tumpes, [...].

*„Ø tidak mengetahui jika di dalam perselisihan Ø akan mengalami

kemusnahan, [...].‟

Setelah terjadi pelesapan, tampak sekali bahwa kalimat di atas menjadi

tidak gramatikal dan tidak berterima. Maka, kehadiran dari keduanya sangat

dibutuhkan agar tercipta kalimat yang kohesif.

(236) Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake bakal kepriye asile.

Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane kang

kabeh mau durung disumurupi kepriye bakal dadine. (PS/15/14 April

12)

„Jangan berani memastikan pekerjaan itu akan menjadi bagaimana

hasilnya. Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai macam

kendala yang semua itu belum diketahui bagaimana hasilnya.‟

Pada data (236) terdapat jenis kohesi leksikal yang berupa sinonimi.

Frasa bakal kepriye asile „akan menjadi bagaimana hasilnya‟ bersinonim

dengan frasa kepriye bakal dadine „bagaimana hasilnya‟. Apabila

diperhatikan keduanya memiliki arti yang sama.

Dengan menggunakan teknik BUL, maka data (236) dibagi menjadi

seperti berikut.

(236a) Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake bakal kepriye

asile.

„Jangan berani memastikan pekerjaan itu akan menjadi

bagaimana hasilnya.‟

(236b) Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane kang

kabeh mau durung disumurupi kepriye bakal dadine.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

134

„Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai macam

kendala yang semua itu belum diketahui bagaimana hasilnya.‟

Selanjutnya teknik lesap diterapkan untuk menguji kadar kepentingan

hadirnya kata tersebut. Berikut ini adalah analisisnya.

(236c) *Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake Ø.

*„Jangan berani memastikan pekerjaan itu Ø.‟

(236d) *Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane

kang kabeh mau durung disumurupi Ø.

*„Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai macam

kendala yang semua itu belum diketahui Ø.‟

Tampak begitu jelas bahwa kalimat menjadi tidak berterima dan tidak

gramatikal karena dilesapkannya frasa bakal kepriye asile „akan menjadi

bagaimana hasilnya‟ dan kepriye bakal dadine „bagaimana hasilnya‟. Hal ini

membuktikan bahwa frasa tersebut harus hadir dalam kalimat di atas.

c. Oposisi Makna (Antonimi)

Pengertian antonimi adalah satuan lingual yang mempunyai makna

yang berkebalikan dengan satuan lingual lainnya. Pada data ini ditemukan

jenis antonimi kutub, antonimi mutlak dan antonimi hubungan.

Antonimi kutub adalah antonimi yang sifatnya gradasi yaitu terdapat

tingkatan makna pada kata tersebut. Antonimi mutlak adalah pertentangan

makna secara mutlak sedangkan antonimi hubungan adalah pertentangan

makna yang bersifat saling melengkapi.

Berikut ini merupakan jenis antonimi mutlak yang ditemukan pada

rubrik Sumber Semangat.

(252) Lali saka kaprayitnan lumrahe luwih gampang katimbang eling saka

lena. (PS/24/16 Juni 12)

„Lupa pada kewaspadaan biasanya lebih mudah daripada ingat pada

lengah/kurang waspada.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

135

Kata lali „lupa‟ dan kata eling „ingat‟ pada data (252) di atas termasuk

dalam antonimi mutlak. Kedua kata tersebut bertentangan secara mutlak.

Kemudian data di atas diuji dengan menggunakan teknik lesap seperti

berikut.

(252a) *Ø saka kaprayitnan lumrahe luwih gampang katimbang Ø saka

lena.

*„Ø pada kewaspadaan biasanya lebih mudah daripada Ø pada

lengah/kurang waspada.‟

Hasil pengujian membuktikan bahwa kedua kata yang berantonim

tersebut sangat penting kehadirannya. Karena setelah proses pelesapan,

kalimat menjadi tidak padu, tidak berterima dan tidak gramatikal.

Pada data di bawah ini terdapat jenis antonimi kutub.

(253) [...],kudune sing pinter memulang marang sing bodho. Sing sugih

nulung sing mlarat. Sing gedhe ngayomi sing cilik. Sing kuwat

njaga lan ngreksa sing ringkih. (PS/4 Agustus/12)

„[...], seharusnya yang pintar mengajari yang bodoh. Yang kaya

menolong yang miskin. Yang besar mengayomi yang kecil. Yang

kuat menjaga dan melindungi yang lemah.‟

Pada data (253) di atas terdapat empat buah antonimi yang tergolong

dalam antonimi kutub. Kata tersebut yaitu kata pinter „pandai‟ berantonim

dengan kata bodho „bodoh‟, kata sugih „kaya‟ berantonim dengan kata

mlarat „miskin‟, kata gedhe „besar‟ berantonim dengan kata cilik „kecil‟ dan

kata kuwat „kuat‟ berantonim dengan kata ringkih „lemah‟. Keempat kata

berantonim tersebut memiliki gradasi sehingga dimasukkan ke dalam

antonimi kutub.

Data (253) di atas kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL

menjadi beberapa bagian seperti berikut.

(253a) [...],kudune sing pinter memulang marang sing bodho.

„[...], seharusnya yang pintar mengajari yang bodoh.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

136

(253b) Sing sugih nulung sing mlarat.

„Yang kaya menolong yang miskin.‟

(253c) Sing gedhe ngayomi sing cilik.

„Yang besar mengayomi yang kecil.‟

(253d) Sing kuwat njaga lan ngreksa sing ringkih.

„Yang kuat menjaga dan melindungi yang lemah.‟

Setelah dibagi dengan menggunakan teknik BUL, langkah selanjutnya

adalah menguji data tersebut dengan menggunakan teknik lesap.

(253e) *[...],kudune sing Ø memulang marang sing Ø.

*„[...], seharusnya yang Ø mengajari yang Ø.‟

(253f) *Sing Ø nulung sing Ø.

*„Yang Ø menolong yang Ø.‟

(253g) *Sing Ø ngayomi sing Ø.

*„Yang Ø mengayomi yang Ø.‟

(253h) *Sing Ø njaga lan ngreksa sing Ø.

*„Yang Ø menjaga dan melindungi yang Ø.‟

Sangat jelas sekali tidak ada kepaduan kalimat pada data di atas. Selain

itu kalimat juga menjadi tidak berterima dan informasi menjadi tidak jelas.

Hal ini disebabkan karena pengujian dengan menggunakan teknik lesap.

Dengan demikian, kata berantonim di atas jelas sangat dibutuhkan

kehadirannya.

(254) Aja susah dening samubarang kang tinemu ing sakiwa tengenmu.

Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-

isening bumi lan langit. Sadhengah kang tinemu ing sakiwa

tengenmu uga tinemu ing dhirimu, saengga ora ana kang ora

ndadekake beciking wong akeh. (PS/13/31 Maret 12)

„Jangan susah pada apa-apa yang ada di kanan kirimu. Sebaliknya

ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari bumi dan langit.

Segala yang ada di kanan kirimu juga ada pada dirimu, sehingga

tidak ada yang tidak menjadikan kebaikan banyak orang.‟

Jenis antonimi yang terdapat pada data (254) di atas merupakan

antonimi hubungan yang sifatnya saling melengkapi. Kata kiwa „kiri‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

137

berantonim hubungan dengan kata tengen „kanan‟ dan kata langit „langit‟

berantonimi dengan kata bumi „bumi‟.

Data (254) di atas kemudian dibagi dengan menggunakan teknik BUL.

(254a) Aja susah dening samubarang kang tinemu ing sakiwa tengenmu.

„Jangan susah pada apa-apa yang ada di kanan kirimu.‟

(254b) Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-

isening bumi lan langit.

„Sebaliknya ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari bumi

dan langit.‟

(254c) Sadhengah kang tinemu ing sakiwa tengenmu uga tinemu ing

dhirimu, saengga ora ana kang ora ndadekake beciking wong

akeh.

„Segala yang ada di kanan kirimu juga ada pada dirimu, sehingga

tidak ada yang tidak menjadikan kebaikan banyak orang.‟

Data (254a), (254b) dan (254c) selanjutnya dianalisis dengan

menggunakan teknik lesap.

(254d) *Aja susah dening samubarang kang tinemu ing Ø Ø.

*„Jangan susah pada apa-apa yang ada di Ø Ø.‟

(254e) *Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-

isening Ø lan Ø.

*„Sebaliknya ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari Ø

dan Ø.‟

(254f) *Sadhengah kang tinemu ing Ø Ø uga tinemu ing dhirimu, saengga

ora ana kang ora ndadekake beciking wong akeh.

*„Segala yang ada di Ø Ø juga ada pada dirimu, sehingga tidak ada

yang tidak menjadikan kebaikan banyak orang.‟

Nampak sangat jelas bahwa data yang telah dianalisis dengan

menggunakan teknik lesap menjadikan kalimat menjadi tidak gramatikal dan

tidak berterima. Dengan demikian kehadiran dari kata tersebut sangat penting

agar tercipta kalimat yang kohesif.

(255) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa

maneh leganing atine wong akeh. [...], kemba marang kang wis ana,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

138

sarta kepengin nduweni kang isih dadi pangarep-arepe. (PS/41/13

Okt 12)

„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,

apalagi kelegaan hati orang banyak. [...], kecewa pada apa-apa yang

telah ada, serta ingin mempunyai yang masih menjadi harapan.‟

Kata marem „puas‟ dan kata kemba „kecewa‟ merupakan penanda

bahwa data (255) di atas terdapat jenis antonimi kutub. Kata marem „puas‟

mempunyai lawan kata yaitu kata kemba „kecewa‟. Dengan menggunakan

teknik BUL, data (255) kemudian dibagi menjadi seperti berikut.

(255a) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa

maneh leganing atine wong akeh.

„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,

apalagi kelegaan hati orang banyak.‟

(255b) [...], kemba marang kang wis ana, sarta kepengin nduweni kang

isih dadi pangarep-arepe.

„[...], kecewa pada apa-apa yang telah ada, serta ingin mempunyai

yang masih menjadi harapan.‟

Untuk mengetahui betapa pentingnya kehadiran kata berantonim di

atas, maka data (255a) dan (255b) kemudian diuji dengan menggunakan

teknik lesap.

(255c) *Ora ana wong kang bisa gawe Ø lan leganing liyan, apa maneh

leganing atine wong akeh.

*„Tidak ada orang yang bisa membuat Ø dan lega orang lain,

apalagi kelegaan hati orang banyak.‟

(255d) *[...], Ø marang kang wis ana, sarta kepengin nduweni kang isih

dadi pangarep-arepe.

*„[...], Ø pada apa-apa yang telah ada, serta ingin mempunyai yang

masih menjadi harapan.‟

Dapat dibuktikan bahwa kehadiran kedua kata tersebut sangat penting

di dalam kalimat di atas. Tampak jelas sekali kalimat pada data (255c) dan

(255d) tidak berterima dan tidak padu. Ini disebabkan karena dilesapkannya

kata marem „puas‟ dan kemba „kecewa‟.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

139

(256) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang [...]. (PS/52/29

Des 12)

„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara [...].‟

Dihadirkannya kata bapa „ayah‟ dan biyung „ibu‟ pada data (256) diatas

menunjukkan adanya kohesi leksikal yang berupa antonimi hubungan. Kedua

kata tersebut kehadirannya saling melengkapi.

Teknik lesap diterapkan untuk menguji data di atas.

(256a) *Dudu Ø utawa Ø apadene sanak kadang [...].

*„Bukan Ø atau Ø apalagi saudara [...].‟

Berdasarkan hasil pengujian di atas, membuktikan bahwa dengan

dilesapkannya kata bapa „ayah‟ dan biyung „ibu‟ menghasilkan kalimat yang

tidak kohesif, tidak padu dan tidak berterima. Maka agar terbangun kalimat

yang kohesif, kedua kata tersebut harus hadir pada kalimat di atas.

d. Sanding Kata (Kolokasi)

Pengertian sanding kata (kolokasi) adalah kata-kata yang dipakai secara

berdampingan karena memiliki hubungan yang sama yang terdapat dalam

wacana. Pada penelitian ini ditemukan beberapa kolokasi diantaranya sebagai

berikut ini.

(271) Yen sliramu weruh mayit kang dikubur lagi wae diwulang talkin,

prayogane sliramu nyadhari yen satemene sliramu dhewe sadurunge

mati wis kudu mangerteni dhisik marang sangkan paraning

dumadi. (PS/40/1 Okt 11)

„Jika kamu melihat jenazah yang sedang dimakamkan dibacakan

talkin, alangkah baiknya kamu menyadari jika sesungguhnya

sebelum kamu meninggal harus mengetahui terlebih dahulu pada

asal dan tujuan hidup.‟

Pada data (271) terdapat kata-kata yang berkolokasi yaitu kata mayit

„jenazah‟, talkin „talkin‟, mati „meninggal‟ dan sangkan paraning dumadi

„asal dan tujuan hidup‟. Keempat kata di atas berkaitan dengan manusia.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

140

Apabila data (271) di atas diuji dengan menggunakan teknik lesap,

maka kalimat yang tercipta tidak berterima dan tidak gramatikal. Karena kata-

kata di atas kehadirannya sangat mendukung terciptanya kepaduan dan

kekohesifan wacana. Begitu juga apabila data di atas diuji dengan

menggunakan teknik ganti. Penggantian unsur lingual akan menjadikan

kalimat menjadi tidak gramatikal dan tidak berterima. Dengan menerapkan

kedua teknik tersebut, makna yang terkandung dalam wacana tidak bisa

diterima dengan jelas.

(272) Pikiran iku tansah klepekan kayadene iwak kang dientas saka

njerone banyu banjur diuncalake ing lemah. Mula saka iku

panguwasane panggodha kudu disirnakake. (PS/46/17 Nov 12)

„Pikiran itu selalu bergejolak seperti ikan yang diambil dari air lalu

dilemparkan di tanah. Maka dari itu penguasa godaan harus

dihilangkan.‟

Digunakannya kata klepekan „bergejolak‟, iwak „ikan‟ dan banyu „air‟

menandakan terdapatnya kata-kata yang saling berhubungan. Dalam kohesi

leksikal tergolong dalam kolokasi. Kehadiran dari kata-kata tersebut

menjadikan wacana menjadi lebih padu.

Sama halnya pada data sebelumnya. Jika data (272) dianalisis dengan

menggunakan teknik lesap dan teknik ganti, akan menghasilkan kalimat yang

tidak berterima dan tidak gramatikal. Karena pelesapan dan penggantian

satuan lingual tersebut akan menjadikan informasi yang disampaikan menjadi

tidak jelas serta merubah ragam bahasa yang tentunya tidak sesuai dengan

konteks data di atas.

(273) Ingatase kewan wae padha duwe rasa tresna marang anak-anake.

Buktine pitik kang pinuju momong kuthuk-kuthuke, mesthi

nladhung marang kang ganggu gawe. (PS/1/5 Januari 13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

141

„Seekor hewan saja memiliki rasa cinta pada anak-anaknya.

Buktinya ayam yang sedang mengasuh anak-anaknya, pasti

menyerang yang telah mengganggunya.‟

Pada data di atas, nampak jelas terdapat kohesi leksikal yang termasuk

dalam kolokasi. Hal ini ditandai dengan digunakannya kata-kata yang

berhubungan dengan binatang ayam. Kata yang berkolokasi tersebut yaitu

kewan „hewan‟, pitik „ayam‟, kuthuk-kuthuke „anak ayam‟ dan nladhung

„menyerang‟ (gerakan ayam untuk melindungi anak ayam yang mendapat

gangguan). Kehadiran dari kata yang berkolokasi di atas menjadikan kalimat

menjadi kohesif dan padu. Namun apabila satuan lingual tersebut dilesapkan

atau bahkan diganti dengan unsur lain maka akan membuat kalimat menjadi

tidak gramatikal dan tidak berterima.

e. Hubungan Atas-Bawah (Hiponimi)

Hiponimi adalah kata atau frasa yang dapat dibagi lagi jenisnya karena

masih memilki anak atau sub dari kata atau frasa tersebut. Data di bawah ini

merupakan jenis kohesi leksikal yang berupa hiponimi.

(283) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa

njunjung kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang

bakal bisa ngangkat drajading menungsa. (PS/52/29 Des 12)

„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung

kecuali hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa

mengangkat derajad manusia.‟

Nampak adanya kohesi leksikal yang berupa hiponimi yang terdapat

pada data (283) di atas. Kata bapa „ayah‟, biyung „ibu‟ dan sanak kadang

„saudara‟ merupakan hubungan atas bawah. Ketiga kata di atas termasuk

hiponim, sedangkan hipernimnya adalah hubungan kekerabatan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

142

Berikut ini merupakan bagan dari data (283).

Hubungan kekerabatan

bapa biyung sanak kadang

Bagan 4

Hubungan Kekerabatan

(284) Wong kang jail iku jiwane presasat memangsa, ngrikiti lan nithili

marang sipate dhewe kang becik. (PS/36/3 Sep 11)

„Orang yang jail jiwanya seperti memangsa, mengerat dan

menggerogoti sifatnya yang baik.‟

Pada data (284) menunjukkan adanya kohesi leksikal yang berupa

hiponimi. Kata memangsa „memangsa‟, ngrikiti „mengerat‟ dan nithili

„menggerogoti‟ merupakan hiponim dari superordinat cara memakan.

Terjalinnya wacana yang padu dan kohesif pada data di atas karena adanya

kata-kata yang berhiponim yang digunakan pada data (284) tersebut. Bagan 5

di bawah ini merupakan gambaran hubungan hiponimi.

Cara memakan

memangsa ngrikiti nithili

Bagan 5

Cara Memakan

(285) Sing sapa rumangsa becik dhewe, pinter dhewe, sugih dhewe, luhur

dhewe lan kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake gagasan

cipta kang wening, [...]. (PS/33/13 Agustus 11)

„Barang siapa merasa paling baik, paling pintar, paling kaya ,

paling luhur dan paling berkuasa, baiknya maulah

mengistirahatkan gagasan cipta yang bening, [...].‟

Pada data (285) di atas, kata becik „baik‟, pinter „pintar‟, sugih „kaya‟,

luhur „luhur‟ dan kuwasa „kuasa‟ merupakan penanda kohesi leksikal yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

143

berupa hiponimi, sedangkan hipernimnya adalah sifat manusia. Untuk lebih

jelasnya dapat dilihat pada bagan 6 di bawah ini.

Sifat manusia

becik pinter sugih luhur kuwasa

Bagan 6

Sifat Manusia

(286) Pikiran iku tansah ngumbara adoh, tanpa rowang, ora kasat mata

lan manggone ing njeroning ati. Sing sapa bisa nelukake mula

bakal luwar saka cengkeremaning napsu. (PS/50/15 Des 12)

„Pikiran itu selalu mengembara jauh, tanpa teman, tidak terlihat

mata dan terletak di dalam hati. Barang siapa yang bisa

menakhlukkan maka akan terbebas dari cengkraman nafsu.‟

Pada data (286) di atas, yang menjadi superordinatnya adalah keadaan

pikiran. Sedangkan unsur-unsur yang tercakup dalam superordinat di atas

adalah ngumbara adoh „mengembara jauh‟, tanpa rowang „tanpa teman‟,

ora kasat mata „tidak terlihat mata‟ dan manggone ing jeroning ati „terletak

di dalam hati‟. Lebih singkatnya dapat dilihat pada bagan 7 berikut ini.

Keadaan pikiran

ngumbara adoh tanpa rowang ora kasat mata manggone ing jeroning ati

Bagan 7

Keadaan Pikiran

f. Kesepadanan (Ekuivalensi)

Ekuivalensi adalah satuan lingual yang terdapat dalam kalimat yang

memiliki kata dasar yang sama dengan satuan lingual lainnya dan memiliki

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

144

kesepadanan diantaranya. Pada rubrik Sumber Semangat ditemukan beberapa

buah ekuivalensi. Di bawah ini merupakan sebagian data yang menunjukkan

penggunaan ekuivalensi.

(296) Manembah ing Pangeran kanthi darbe pepenginan utawa

panggayuh marang kaswargan, iku tumrape kasunyatan isih klebu

ewoning panembah kang kurang eklas. (PS/51/17 Des 11)

„Bersembayang pada Sang Pencipta dengan maksud mendapatkan

surga, hal itu merupakan kenyataan yang termasuk sembayang yang

belum ikhlas.‟

Penggunaan kata manembah „bersembayang‟ dan panembah

„sembayang‟ pada data (296) membuktikan adanya kohesi leksikal yang

berupa ekuivalensi. Kata manembah „bersembayang‟ dan panembah

„sembayang‟ merupakan kata yang terjadi karena proses afiksasi. Manembah

„bersembayang‟ berasal dari kata dasar sembah dan mendapat prefiks ma-,

sedangkan kata panembah „sembayang‟ berasal dari kata sembah dengan

mendapat prefiks pa-. Jadi kedua kata tersebut mempunyai kata dasar sembah

„sembah‟ dan memiliki hubungan kesepadanan.

Data di bawah ini juga merupakan penanda kohesi leksikal yang

termasuk dalam ekuivalensi.

(297) [...], terkadhang malah nampa kanugrahan kang luwih aji

katimbang kanugrahan kang ditampa dening wong kang nyeyuwun.

(PS/52/24 Des 11)

„[...], justru akan mendapatkan anugerah yang lebih berharga

daripada anugerah yang didapat oleh hamba yang meminta.‟

Kata dasar yang terdapat pada data (297) adalah kata tampa „dapat‟.

Sedangkan penanda ekuivalensi yang terdapat pada data di atas berupa kata

nampa „mendapat‟ yang merupakan proses afiksasi dari kata tampa „dapat‟

yang mendapat nasal n-, kata ditampa „didapat‟ berasal dari kata dasar tampa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

145

„dapat‟ dengan mendapat prefiks di- „di-‟. Karena sama-sama berasal dari

kata dasar tampa, maka kedua kata di atas memiliki hubungan kesepadanan.

(298) Ndedonga kanthi tumemen iku ateges sawijining panalangsaning

kawula enggone ngrumangsani kinawulakake dening Gusti.

(PS/53/31 Des 11)

‘Berdoa dengan sungguh-sungguh berarti salah satu kewajiban

seorang hamba dalam memahami dijadikan hamba oleh Tuhan.‟

Pada data (298) di atas terdapat kolokasi yang berupa kata kawula

„hamba‟ dan kinawulakaken „dijadikan hamba‟. Kedua kata tersebut memiliki

hubungan makna yang sepadan karena berasal dari kata dasar yang sama

yaitu kata kawula „hamba‟. Sedangkan kata kinawulakaken „dijadikan hamba‟

berasal dari kata dasar kawula „hamba‟ yang mendapatkan prefiks ka-, infiks

–in- dan sufiks –aken.

(299) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene

kalepyan tumuju marang marganing pati. Mula wong kang waspada

ora bakal mati, [...]. (PS/37/15 Sep 12)

„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi

kecerobohan/kelengahan menuju pada jalan kematian. Maka orang

yang waspada tidak akan mati, [...].‟

Data yang termasuk dalam kohesi leksikal yang berupa kolokasi juga

terdapat pada data (299) di atas. Pada data tersebut terdapat dua kata yang

saling berkolokasi yaitu kata kawaspadan „kewaspadaan‟ yang berkolokasi

dengan kata waspada „waspada‟ dan kata pati „kematian‟ yang berkolokasi

dengan kata mati „mati‟. Kata kawaspadan „kewaspadaan‟ merupakan hasil

dari proses afiksasi dari kata dasar waspada „waspada‟ yang mendapat prefiks

ka- dan sufiks –an. Sedangkan pada kata mati „mati‟ berasal dari kata pati

„kematian‟ dan mendapat nasal m-.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

146

B. Penanda Koherensi

Koherensi adalah hubungan makna yang terdapat dalam wacana sehingga

menjadikannya menjadi padu dan runtut. Penanda koherensi digunakan untuk

mengetahui kekoherensifan dari suatu wacana. Terdapat lima belas jenis penanda

koherensi, namun pada rubrik Sumber Semangat hanya ditemukan tiga jenis

koherensi yaitu koherensi yang berupa penekanan, simpulan/hasil dan contoh. Hal

ini dikarenakan penanda koherensi tersebut sebagian sudah tercantum dalam

penanda kohesi gramatikal.

1. Berupa Penekanan

Ciri khas dari koherensi yang berupa penekanan adalah dengan

digunakannya kata samsaya „semakin‟, saya „makin‟, pancen „memang‟,

mesthi „pasti‟, dan buktine „buktinya‟ dalam sebuah teks. Berikut ini

merupakan data yang mengandung penanda koherensi yang berupa

penekanan.

Data di bawah ini merupakan penanda koherensi yang berupa

penekanan.

(312) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena

ditotohi. (PS/27/2 Juli 11)

„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak

bisa dipertaruhkan.‟

Kata mesthi „pasti‟ yang terdapat pada data (312) di atas menunjukkan

bahwa dalam kalimat tersebut terdapat penanda koherensi yang berupa

penekanan. Dengan digunakannya kata mesthi „pasti‟ pada data di atas

bertujuan untuk memberikan penekanan pada kata ora kena ditotohi „tidak

bisa dipertaruhkan‟. Maksud yang terdapat pada data di atas adalah orang

yang bertengkar karena ketidakcocokan atau perbedaan pendapat pasti tidak

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

147

bisa dipertaruhkan satu sama lain karena sama-sama kuatnya pendapat dari

mereka.

Penanda koherensi yang berupa penekanan dengan hadirnya kata mesthi

„pasti‟ juga terdapat pada data di bawah ini.

(313) Sing dhemen tetulung, sing sareh lan taklim ing solah tingkah.

Kanthi mengkono mesthi bakal kasinungan daya prabawa adhem

angayomi. (PS/48/26 Nov 11)

„Senanglah menolong, sabar dan menghormat pada tingkah laku.

Dengan begitu pasti akan mendapatkan daya wibawa melindungi.‟

Kata mesthi „pasti‟ pada data di atas menunjukkan bahwa data (313)

termasuk dalam penanda koherensi yang berupa penekanan. Kata mesthi

„pasti‟ menekankan bahwa orang yang senang menolong, berjiwa sabar dan

bertingkah laku yang hormat kepada orang lain maka dirinya pasti akan

mendapatkan daya wibawa.

Berikut ini merupakan koherensi penekanan dengan penanda koherensi

yang berbeda.

(314) Yen pancen dhirimu resik, aja susah atimu yen dinakwa nindakake

kaluputan. (PS/11/17 Maret 2012)

„Jika memang dirimu bersih, jangan bersedih jika dituduh

melakukan kesalahan.‟

Data (314) diatas menunjukkan adanya penanda koherensi yang berupa

penekanan dengan dihadirkannya kata pancen „memang‟ pada data tersebut.

Maksud dari wacana di atas adalah memberikan penekanan pada kata resik

„bersih‟. Jadi, jika memang dirimu bersih, maka hatimu jangan bersedih

apabila ada orang lain yang menuduh melakukan perbuatan yang salah.

(315) Ingatase kewan wae padha duwe rasa tresna marang anak-anake.

Buktine pitik kang pinuju momong kuthuk-kuthuke, mesthi nladhung

marang kang ganggu gawe. (PS/1/5 Januari 13)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

148

„Seekor hewan saja memiliki rasa cinta pada anak-anaknya.

Buktinya ayam yang sedang mengasuh anak-anaknya, pasti

menyerang yang telah mengganggunya.‟

Pada data di atas terdapat dua kata yang menandakan penanda

koherensi yang berupa penekanan yaitu kata buktine „buktinya‟ dan kata

mesthi „pasti‟. Buktine „buktinya‟ dan mesthi „pasti‟ dihadirkan pada data

diatas dengan maksud memberikan penekanan pada pesan yang disampaikan.

Maksud dari wacana di atas adalah seekor hewan saja mempunyai rasa

sayang pada anak-anaknya. Hal ini dapat dibuktikan ketika si induk ayam

sedang mengasuh anak-anaknya untuk mencari makan. Saat ada sesuatu yang

mengganggu dan membahayakan keselamatan anak-anaknya, tidak segan-

segan ia akan menyerang pengganggu tersebut.

2. Berupa Simpulan/Hasil

Ciri khas dari koherensi yang berupa simpulan atau hasil adalah dengan

digunakannya kata asil „hasil‟, dadi „menjadi‟ dalam sebuah teks. Data di

bawah ini merupakan penanda koherensi yang berupa simpulan/hasil.

(322) Dadi wong jail iku kejaba mitunani wong kang dijaili, uga mitunani

marang dhirine pribadi. (PS/36/3 Sep 11)

„Jadi orang yang jail selain merugikan orang yang dijaili, juga

merugikan dirinya sendiri.‟

Kata dadi „jadi‟ yang terdapat pada data (322) di atas menandakan

bahwa data tersebut termasuk dalam koherensi yang berupa simpulan/hasil.

Kata dadi „jadi‟ berfungsi memberikan hasil dari perbuatan orang yang jail itu

selain merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain.

Data di bawah ini juga merupakan penanda koherensi yang berupa

simpulan/hasil.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

149

(323) Dadi enggone ider suci satemene mung kanggo tetameng nutupi

regede. (PS/3/21 Jan 2012)

„Jadi dia berlagak seperti itu sesungguhnya hanya untuk pelindung

menutupi kesalahannya.‟

Data (323) di atas terdapat penanda koherensi yang berupa

simpulan/hasil dengan digunakannya kata dadi „jadi‟. Maksud dari

digunakannya kata dadi „jadi‟ di atas adalah memberikan keterangan bahwa

orang yang berlagak suci biasanya hanya untuk menutupi kesalahan yang ia

perbuat.

3. Berupa Hubungan Ibarat

Penanda koherensi berupa hubungan ibarat ditandai dengan kata

upamane „misalnya‟, saupama „seandainya‟ dan upamakna „misalkanlah‟.

Penerapan dari koherensi contoh terdapat pada data di bawah ini.

(324) Upamakna dhirimu bagas kuwarasan diarani lagi lara. (PS/11/17

Maret 2012)

„Upamakanlah dirimu sehat tetapi dikira sedang sakit.‟

Penanda koherensi hubungan ibarat yang terdapat pada data (324) di

atas adalah kata upamakna „upamakanlah‟ yang berfungsi memberikan

penjelasan dengan mengibaratkan diri seseorang yang sehat namun dikira

oleh orang lain sedang sakit.

Data lain yang menunjukkan penanda koherensi berupa hubungan

ibarat tertera pada data di bawah ini.

(325) Saupama pepesthen iku kena ginayuh, ora prayoga ingatase sliramu

weruh ing pepesthen, [...]. (PS/16/21 April 2012)

„Misalkan kepastian dapat dijangkau, tidak baik bagi kamu untuk

mengetahuinya, [...].‟

Pada data (325) di atas, menandakan adanya penggunaan kata saupama

„misalkan‟ yang termasuk koherensi hubungan ibarat. Kata tersebut memberikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

150

keterangan bahwa kita tidak boleh mengetahui takdir atau rahasia Tuhan

meskipun kepastian atau takdir itu bisa diraih dan diketahui oleh kita.

C. Karakteristik Wacana Hortatorik

Karakteristik wacana hortatorik yang terdapat pada rubrik Sumber Semangat

majalah Panjebar Semangat adalah kalimat-kalimat yang di dalamnya berupa

nasihat atau petuah bijak yang dapat menjadikan hidup seseorang akan menjadi

berguna. Pada data-data yang diteliti terdapat leksikon maupun frasa yang dapat

menjadikan wacana tersebut menjadi wacana hortatorik. Leksikon yang ada di

dalamnya dapat berisi petuah memerintah, memberitahu, melarang, mengajak atau

menyarankan.

Nasihat yang diungkapkan pada wacana ini terdiri dari beberapa tema yang

isinya berkaitan dengan tema tersebut. Tema yang berkaitan dengan wacana

hortatorik tersebut di antaranya keagamaan, kemasyarakatan atau sosial,

kehidupan, keilmuan dan moral.

Kekhasan yang telah diteliti dalam penelitian ini berupa (1) penanda kohesi

yang terdiri dari penanda kohesi gramatikal dan penanda kohesi leksikal, (2)

penanda koherensi dan (3) kekhasan dari isi wacana hortatorik yang meliputi

leksikon yang menandai jenis wacana hortatorik dan tema yang berkaitan erat

pada isinya yang terkandung dalam wacana hortatorik tersebut.

1. Kekhasan Penanda Kohesi

Penanda kohesi terdiri dari dua jenis yaitu penanda kohesi gramatikal dan

penanda kohesi leksikal. Penanda kohesi gramatikal berupa pengacuan (referensi)

yang terdiri dari referensi persona, referensi demonstratif dan referensi

komparatif; penyulihan (substitusi); pelesapan (elipsis) dan perangkaian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

151

(konjungsi). Terdapat tiga belas konjungsi yang ditemukan pada penelitian dalam

wacana ini. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel di bawah ini yang

memuat jumlah dan persentase digunakannya penanda kohesi gramatikal.

No. Penanda Kohesi Gramatikal Jumlah Persentase

1. Pengacuan (referensi) 57 28,08%

a. Pronomina 29

b. Demonstratif 13

c. Komparatif 15

2. Penyulihan (substitusi) 12 5,91%

3. Pelesapan (elipsis) 14 6,89%

4. Perangkaian (konjungsi) 120 59,11%

a. Cara 7

b. Syarat 23

c. Perlawanan 4

d. Urutan 4

e. Pilihan 11

f. Penambahan 20

g. Tujuan 2

h. Konsesif 2

i. Perkecualian 3

j. Kelebihan 4

k. Pertentangan 14

l. Sebab-akibat 25

m. Waktu 1

Jumlah Keseluruhan 203 99,99%

Tabel I

Persentase Penggunaan Penanda Kohesi Gramatikal

pada Rubrik Sumber Semangat dalam Majalah Panjebar Semangat

Berdasarkan hasil perhitungan pada tabel I di atas, penanda kohesi

gramatikal yang berupa konjungsi paling mendominasi dengan jumlah

persentase sebesar 59,11%. Hal ini menandakan bahwa konjungsi sangat

dibutuhkan untuk membentuk kalimat yang kohesif dan koheren. Selain

faktor tersebut, konjungsi memiliki jumlah anggota paling banyak sehingga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

152

data yang didapat juga lebih banyak dibandingkan dengan penanda lainnya.

Jumlah terbanyak kedua adalah pengacuan dengan persentase 28,08%,

selanjutnya elipsis sebanyak 6,89% dan terakhir adalah substitusi dengan

jumlah 5,91 %.

Penanda kohesi leksikal terdiri dari repetisi, sinonimi, antonimi,

kolokasi, hiponimi dan ekuivalensi. Pada penelitian ini ditemukan empat jenis

repetisi yaitu repetisi epizeuksis, repetisi tautotes, repetisi anafora dan repetisi

epistrofa. Tabel II di bawah ini merupakan gambaran singkat mengenai

jumlah persentase dari kohesi leksikal.

No. Penanda Kohesi Leksikal Jumlah Persentase

1. Repetisi 29 26,85%

a. Epizeuksis 14

b. Tautotes 13

c. Anafora 1

d. Epistrofa 1

2. Sinonimi 19 17,59%

3. Antonimi 19 17,59%

4. Kolokasi 12 11,11%

5. Hiponimi 13 12,04%

6. Ekuivalensi 16 14,81%

Jumlah Keseluruhan 108 99,99%

Tabel II

Persentase Penggunaan Penanda Kohesi Leksikal

pada Rubrik Sumber Semangat dalam Majalah Panjebar Semangat

Penanda kohesi leksikal yang berupa repetisi mendominasi jumlah

dari keseluruhan penanda karena pengulangan pada data yang telah

ditemukan ditulis secara berulang kali untuk memberikan penekanan pada

kalimat karena dianggap sangat penting untuk meyakinkan para pembaca.

Repetisi yang terdiri dari empat jenis berada di peringkat pertama dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

153

persentase 26,85%, selanjutnya sinonimi dan antonimi yang ditemukan dalam

penelitian memiliki jumlah yang sama yaitu 17,59%, kemudian kolokasi,

hiponimi dan ekuivalensi secara berturut-turut sebesar 14,81%, 12,04% dan

11,11%.

2. Kekhasan Penanda Koherensi

Koherensi dalam wacana dapat terjadi karena adanya kepaduan dan

keterikatan antarbagian secara batiniah (semantis). Bagian yang saling

bertalian itu pada gilirannya akan membentuk kesatuan makna yang utuh dan

lengkap (koheren). Kepaduan makna itulah yang menyebabkan bagian-bagian

wacana membentuk suatu kesatuan makna secara komprehensif.

Koherensi yang ditemukan dalam rubrik Sumber Semangat sejumlah

tiga jenis yaitu koherensi yang berupa penekanan, simpulan/hasil dan contoh.

Berikut ini adalah tabel prosentase dari penanda koherensi.

No. Penanda Koherensi Jumlah Persentase

1. Berupa penekanan 10 71,43%

2. Berupa simpulan/hasil 2 14,28%

3. Berupa contoh 2 14,28%

Jumlah Keseluruhan 14 99,99%

Tabel III

Persentase Penanda Koherensi

pada Rubrik Sumber Semangat dalam Majalah Panjebar Semangat

Penanda koherensi yang paling dominan ditemukan dalam wacana

hortatorik adalah penanda koherensi berupa penekanan dengan jumlah

sebesar 71,43%, sedangkan kedua penanda koherensi yang tersisa sama-sama

memiliki persentase sebesar 14,28%. Dominannya penanda koherensi yang

berupa penekanan dikarenakan wacana hortatorik merupakan wacana yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

154

berisi nasihat atau ajakan agar orang lain dapat menuruti maupun

melaksanakan isinya. Oleh karena itu harus terdapat penekanan dalam

kalimat agar lebih meyakinkan pembaca untuk terpengaruh terhadap isi

wacana tersebut.

3. Kekhasan dari Isi Wacana Hortatorik

Wacana hortatorik merupakan salah satu jenis wacana berdasarkan

bentuknya. Wacana hortatorik berfungsi untuk mempengaruhi pendengar atau

pembaca agar tertarik terhadap pendapat yang dikemukakan sehingga bersifat

persuasif. Tujuan dari wacana ini ialah mencari pengikut agar bersedia

melakukan atau paling tidak menyetujui pada hal yang disampaikan dalam

wacana tersebut.

Nasihat yang diberikan pada seseorang merupakan salah satu contoh

dari wacana hortatorik. Karena sifatnya yang persuasif, maka nasihat ini

dapat dijadikan untuk pedoman hidup seseorang. Ada berbagai jenis nasihat

yang disampaikan dalam rubrik Sumber Semangat. Pada rubrik ini, wacana

hortatorik yang dipaparkan dapat berupa nasihat yang isinya memberitahu,

memerintah, melarang, mengajak atau menyarankan.

a. Nasihat yang isinya berupa pemberitahuan

Di bawah ini merupakan data wacana hortatorik yang isinya

memberitahu. Hal ini dapat diketahui dari pesan yang tertulis di dalam

wacana tersebut.

(326) Panemu loro kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena

ditotohi. Awit ora bakal ana kang kalah. Oleh-olehane mung padha

sayahe, suda kekuwatane. Padha-padha nandhang kapitunan. Ora

sepiraa yen mung ijen padha ijen. (PS/27/2 Juli 11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

155

„Dua pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti

tidak bisa dipertaruhkan. Sebab tidak mungkin ada yang

mengalah. Yang diperoleh hanya keletihan, berkurang kekuatannya.

Sama-sama mendapat rugi. Tidaklah seberapa jika hanya satu lawan

satu.‟

Kata-kata yang terangkai menjadi satu pada kalimat Panemu loro

kang ora padha, yen nganti tarung mesthi ora kena ditotohi „Dua

pendapat yang tidak sama, jika sampai berkelahi pasti tidak bisa

dipertaruhkan‟ yang terdapat pada data (326) merupakan pemberitahuan.

Pesan yang disampaikan pada data (326) di atas adalah pemberitahuan

pada seseorang yang mempunyai dua pendapat yang berbeda dan tetap

kokoh pada pendapatnya tersebut, maka perkelahian tidak akan

terhindarkan lagi. Tidak masalah jika perkelahian tersebut hanya satu

lawan satu, namun jika menyeret banyak orang akan menimbulkan

banyak kerugian baik bagi diri sendiri maupun juga bagi orang lain.

(327) Wong kang sok ngremehake liyan amarga saka enggone rumangsa

sarwa luwih, kerep wae wong mau kecelik jalaran wong kang

diremehake jebul malah ngluwihi dheweke ing samubarange.

(PS/34/20 Agustus 11)

„Orang yang selalu meremehkan orang lain karena dirinya merasa

lebih, justru dia keliru karena orang yang diremehkan tersebut

ternyata lebih baik darinya pada hal yang lainnya.‟

Pada wacana di atas, terdiri dari beberapa kalimat yang isinya

pemberitahuan bagi pembaca. Hal ini terlihat pada frasa jebul malah

ngluwihi „ternyata lebih baik‟. Data (327) tersurat pesan moral bagi para

pembaca. Isinya berupa nasihat yang memberitahukan akibat dari berlaku

sombong, bahwa orang yang telah menganggap dirinya paling hebat

dalam segala hal dan selalu menganggap remeh orang lain, seringkali

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

156

dirinya keliru akan anggapannya tersebut, karena orang yang biasa

diremehkan justru lebih baik darinya di bidang yang lain.

(328) Ing jagad iki rasa gething ora bakal sirna manawa winales kanthi

rasa gething. Nanging rasa mau bakal sirna lamun winales kanthi

tanpa gething. (PS/28/14 Juli 12)

„Di dunia ini rasa benci tidak akan bisa hilang jika dibalas

dengan rasa benci. Tetapi rasa tersebut dapat hilang jika dibalas

dengan tanpa rasa benci.‟

Berdasarkan isinya, kalimat-kalimat yang terdapat pada data (328) di

atas adalah pemberitahuan. Pesan yang disampaikan pada wacana di atas

adalah untuk menghilangkan rasa benci pada diri seseorang. Bahwa rasa

benci yang ada pada diri seseorang tidak akan pernah hilang apabila

orang lain membalasnya dengan kebencian. Namun apabila orang yang

dibenci bisa membalasnya dengan rasa tidak benci, maka perlahan-lahan

kebencian itu akan hilang dari kehidupan mereka.

(329) Kayadene udan kang nembus pyan kang bocor, mangkono uga

kamurkan bakal nembus marang pikiran kang ora kaparsudi kanthi

becik. (PS/36/8 Sep 12)

„Seperti hujan yang menembus atap yang bocor, begitu juga

kemurkaan akan menembus pada pikiran yang tidak diupayakan

dengan baik.‟

Pemberitahuan yang disampaikan dengan penggambaran berupa kata

kayadene „seperti‟ terdapat pada data di atas Nasihat yang disampaikan

pada para pembaca menurut data (329) di atas adalah bahwa sifat murka

akan sangat mudah masuk dan mempengaruhi pikiran orang yang tidak

dilatih untuk kebaikan. Sebegitu mudahnya sifat buruk tersebut dapat

mempengaruhi diibaratkan seperti hujan yang menembus atap yang

bocor.

(330) Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan, apa

maneh leganing atine wong akeh. Awit budining manungsa wis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

157

pinasthi ora bisa marem-marem, pikire ora ajeg, kemba marang

kang wis ana, sarta kepengin nduweni kang isih dadi pangarep-

arepe. (PS/41/13 Okt 12)

„Tidak ada orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain,

apalagi kelegaan hati orang banyak. Sebab budi manusia sudah

dipastikan tidak bisa puas, pikiran yang tidak stabil, kecewa pada

apa-apa yang telah ada, serta ingin mempunyai yang masih menjadi

harapan.‟

Ora ana wong kang bisa gawe marem lan leganing liyan „Tidak ada

orang yang bisa membuat puas dan lega orang lain‟ merupakan klausa

yang berupa pemberitahuan. Berdasarkan isi wacana di atas adalah

berupa pemberitahuan, bahwa manusia itu mempunyai sifat yang tidak

pernah bisa merasakan kepuasan dalam kehidupannya. Segala sesuatu

yang ia miliki masih terasa kurang. Hal ini dikarenakan sifat lahiriah

manusia yang kecewa pada apa yang ia miliki, selalu ingin mendapatkan

sesuatu yang belum ia miliki yang masih menjadi harapannya. Sehingga

ia tidak bisa membuat puas orang lain karena dirinya selalu merasa tidak

puas akan kehidupannya.

(331) Dudu bapa utawa biyung apadene sanak kadang kang bisa njunjung

kejaba mung pikiran kang kaarahake kanthi becik kang bakal bisa

ngangkat drajading menungsa. (PS/52/29 Des 12)

„Bukan ayah atau ibu apalagi saudara yang bisa menjunjung kecuali

hanya pikiran yang diarahkan dengan baik yang akan bisa

mengangkat derajad manusia.‟

Nasihat yang isinya memberitahu juga terdapat pada data (331) di

atas. Hal ini nampak terlihat dari rangkaian kata pikiran kang kaarahake

kanthi becik kang bakal bisa ngangkat drajading menungsa „pikiran yang

diarahkan dengan baik yang akan bisa mengangkat derajad manusia‟

pada data di atas. Isinya mengenai derajat manusia akan bisa terangkat

karena mempunyai pemikiran yang selalu mengarah terhadap kebaikan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

158

Jadi derajat yang dimiliki manusia itu bukan karena ayah, ibu atau

kerabat yang bisa menjadikannya menjadi mulia.

b. Nasihat yang isinya berupa perintah

(332) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,

olahen samatenge. Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan

manjinge dadi kawruh. (PS/42/15 Okt 11)

„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama,

ingatlah, pelajari dan olahlah dengan sungguh-sungguh. Dari situ

akan ditemukan intinya dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

Nasihat yang berisi perintah berdasarkan wacana di atas terlihat pada

kata rungokna „dengarkanlah‟, titenana „ingatlah‟ dan olahen „olahlah‟.

Kedua kata tersebut mendapatkan sufiks –na „-lah‟ dan –en „-lah‟

sehingga terbentuk kalimat seru atau perintah. Isinya adalah kita

diperintah agar mau memperhatikan dan mendengarkan dengan sungguh-

sungguh nasihat yang diberikan oleh orang lain. Karena di dalam nasihat

tersebut, intinya akan menjadi ilmu yang akan berguna bagi kehidupan

kita.

(333) Sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-

padhaning tumitah. Kanthi mengkono sabarang kang kok tindakake

bisa kanthi longgar mardika ing rasa. (PS/5/4 Feb 2012)

„Yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada sesama

makhluk. Dengan begitu segala sesuatu yang kamu kerjakan bisa

terasa bebas di perasaan.‟

Nasihat yang berupa perintah bagi para pembaca yang berupa

kalimat sing becik lan prasaja pangrengkuhmu marang sapadha-

padhaning tumitah „yang baik dan terus terang dalam merengkuh pada

sesama makhluk‟ bahwa agar kita selalu bertindak baik dan terus terang

terhadap sesama makhluk ciptaan Tuhan dan jangan semena-mena

terhadap yang lebih lemah tetapi harus saling tolong menolong terhadap

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

159

mereka yang sedang dalam kesulitan. Dengan berbuat seperti itu, maka

segala yang dilakukan terasa nyaman dan lega di perasaan.

(334) Urip iku ibarate kaya wong ujian. Yen sakawit sliramu ora lulus, aja

sesambat utawa nglokro, nanging malah udinen nggedhekake

semangat lan kuwanening atimu kanggo mbanjurake usahamu. Sing

wis mungkur aja dipikir, mung kang bakal kelakon kudu kok

waspadani. (PS/ 14/7 April 12)

„Hidup itu ibarat orang yang sedang ujian. Jika kamu tidak lulus,

jangan mengeluh atau putus asa, tapi belajarlah untuk selalu

bersemangat dan beranikanlah hatimu untuk melanjutkan usahamu.

Yang sudah berlalu jangan dipikir, namun yang akan terjadi tetap

harus kamu waspadai.‟

Wacana yang berupa perintah terdapat pada data di atas yaitu pada

kata udinen „belajarlah‟ dan kuwanening „beranikanlah‟ Pesan pada data

(334) di atas berisi agar kita tetap tegar dan tidak mudah mengeluh serta

tidak mudah putus asa karena sesuatu yang ingin kita capai ternyata tidak

dapat kita gapai. Meskipun gagal, kita harus berani untuk melihat masa

depan dengan belajar pada kegagalan tersebut. Jadikan kegagalan sebagai

cambuk untuk tetap semangat dan melanjutkan usaha untuk kehidupan

mendatang. Namun kewaspadaan juga harus diperhatikan dalam

memperjuangkannya.

(335) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang

pepinginan kadonyan, udinen kanthi temen-temen, saora-orane

bisane nyenyuda marang pepinginan mau. (PS/49/3 Des 11)

„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di

dunia, latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa

mengurangi keinginan tersebut‟.

Nasihat yang berupa perintah dengan digunakannya satuan lingual

udinen „latihlah‟ yang berupa kata dasar udi „latih‟ dan sufiks –en „-lah‟

pada data (335) di atas. Nasihat yang diperuntukkan bagi pembaca untuk

dapat melatih hawa nafsu kita dalam menuruti keinginan dunia pada diri

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

160

kita. Memang semua manusia memiliki hasrat untuk memiliki segala

sesuatu yang belum dimilikinya namun dengan menuruti segala

keinginan tersebut merupakan tindakan yang tidak baik, oleh sebab itu

kita harus bisa mengurangi segala keinginan yang tidak begitu mendesak

bagi kebutuhan kita.

(336) Ingatase kewan wae padha duwe rasa tresna marang anak-anake.

Buktine pitik kang pinuju momong kuthuk-kuthuke, mesthi nladhung

marang kang ganggu gawe. Luwih-luwih manungsa tumrap anak-

anake. Nanging apa piwalese anak marang wong tuwa? Ora akeh,

cukup gawe renaning penggalihe bapa lan biyung. (PS/1/5 Januari

13)

„Seekor hewan saja memiliki rasa cinta pada anak-anaknya.

Buktinya ayam yang sedang mengasuh anak-anaknya, pasti

menyerang yang telah mengganggunya. Lebih-lebih manusia pada

anak-anaknya. Tetapi apa pembalasan anak pada orang tuanya?

Tidak banyak, cukup buatlah senang hati ayah dan ibu.‟

Nasihat yang isinya berupa perintah terdapat pada data (336) di atas.

Frasa cukup gawe „cukup buatlah‟ merupakan suatu perintah. Wacana di

atas berisi nasihat kepada anak yang harus selalu membuat hati orang

tuanya bahagia. Jangan melakukan hal-hal yang dapat mencoreng nama

baik orang tua. Karena tidak ada orang tua yang tidak sayang pada

anaknya. Bahkan untuk lebih jelasnya lagi, isi di dalam wacana ini

digambarkan seekor ayam yang punya rasa kasih sayang terhadap

anaknya yang dibuktikan ketika si induk sedang mengasuh anaknya akan

menyerang terhadap siapa saja yang mengganggunya. Oleh sebab itu,

alangkah bahagianya orang tua apabila mempunyai anak yang dapat

dibanggakan.

c. Nasihat yang isinya berupa larangan

(337) Aja ngandhakake apa-apa marang sadhengah wong kang durung

kasumurupan kanthi terang. Amarga yen ora cocog karo kanyatane,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

161

bisa gawe kapitunane. Yen teba sumiyare saya amba presasat

nyebar wisa. (PS/43/22 Okt 11)

„Jangan mengatakan apa-apa pada sembarang orang yang belum

mengetahui pastinya. Karena jika tidak cocok dengan kenyataan, itu

bisa menimbulkan kerugian. Jika sampai tersiar luas seperti

menyebarkan racun.‟

Kata aja „jangan‟ merupakan kata yang mengidentifikasikan

larangan setelah bergabung dengan kata ngandhakake „mengatakan‟ pada

data (337) di atas. Pesan pada wacana ini, kita dilarang untuk

menyebarkan berita maupun kabar yang belum jelas kebenarannya.

Apabila terjadi, hal itu akan menyebabkan kerugian bagi orang jika

sampai tersebar ke masyarakat. Alangkah baiknya kita bisa menjaga

berita atau kabar yang belum jelas tersebut. Karena jika sesuatu yang

belum tentu benar itu tersebar luas sama halnya orang tersebut

menyebarkan bisa yang merugikan banyak orang.

(338) Ing samubarang gawe aja kumawani mesthekake bakal kepriye

asile. Awit sakehing pakarti iku mesthi maneka warna sambekalane

kang kabeh mau durung disumurupi kepriye bakal dadine. Ibarate

kaya wong ngadepi ujian, durung bisa nyumurupi bakal lulus apa

orane. (PS/15/14 April 12)

„Jangan berani memastikan pekerjaan itu akan menjadi bagaimana

hasilnya. Karena kebanyakan pekerjaan itu pasti ada berbagai

macam kendala yang semua itu belum diketahui bagaimana hasilnya.

Ibarat seperti orang yang menghadapi ujian, belum tahu apakah dia

lulus atau tidak.‟

Berdasarkan wacana (338) di atas, isinya adalah berupa larangan

yang ditandai dengan adanya leksikon aja kumawani „jangan berani‟.

Pesan yang disampaikan yaitu diperuntukkan bagi kita untuk memastikan

hasil pekerjaan kita. Hal ini dilarang karena setiap pekerjaan yang

dijalani pasti ada halangan dan kesulitan dan belum diketahui hasil

akhirnya. Diibaratkan seperti sedang menghadapi ujian yang tidak tahu

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

162

hasil pastinya akan berhasil atau tidak. Jadi kita sebagai manusia yang

beriman agar tetap berusaha dan berdoa kepada Tuhan agar selalu

diberikan yang terbaik.

(339) Aja kesusu nesu marang mitramu, mung amarga mblenjani janji.

Kosokbaline pikiren, pira wae kehe masalah kang bisa dadi

pepalang, kang njalari dheweke ora bisa netepi janjine. Ora netepi

janji nanging kang ora mratandhani cidraning ketemenan utawa

pawong mitran. (PS/21/26 Mei 12)

„Jangan terburu-buru marah pada temanmu, hanya karena

mengingkari janji. Sebaliknya pikirlah seberapa banyak masalah

yang menjadi halangan, yang menyebabkan dirinya tidak bisa

menetapi janji. Tidak bisa menetapi janji tetapi yang tidak menandai

kebohongan yang sesungguhnya atau hubungan persahabatan.‟

Data (339) di atas merupakan wacana hortatorik yang berisi

larangan. Hal ini terlihat dengan digunakannya frasa aja kesusu nesu

„jangan terburu-buru marah‟. Maksud yang disampaikan kepada pembaca

adalah agar kita tidak terburu-buru marah apabila teman yang kita ajak

berjanji untuk bertemu tetapi ia tidak datang dan mengingkarinya. Kita

harus memiliki pemikiran yang positif terhadap teman kita tersebut.

Barangkali dia tidak bisa menepati janji karena terjadi hal-hal yang lebih

mendesak dan tidak bisa ditinggalkan. Asalkan alasan yang disampaikan

oleh teman tidak merusak persahabatan, maka kita harus memakluminya.

(340) Aja katrem ing sajroning lena, aja kabandha dening kasenengan-

kasenengan pancadriya. Wong kang waspada sarta dhemen

nggegulang ibadah bakal oleh kabegjan lan kamulyan agung.

(PS/43/27 Okt 12)

„Jangan betah pada kelengahan, jangan tergoda pada kesenangan

panca indra. Orang yang waspada serta senang menjalankan ibadah

akan mendapatkan keberuntungan dan kemulyaan yang agung.‟

Wacana di atas berisi larangan dengan dipakainya kata aja katrem

„jangan betah‟ pada data (340). Isinya diperuntukkan bagi para pembaca

agar tidak mudah lengah dan tidak mudah terpengaruh pada hal-hal yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

163

dapat menyenangkan panca indra. Sebisa mungkin kita tetap waspada

serta selalu beribadah kepada Sang Pencipta agar kita bisa mendapatkan

keberuntungan dan kemulyaan serta dijauhkan dari segala hal yang tidak

diinginkan.

(341) Aja kasengsem ing kabungahan, awit kabungahan kang keladuk iku

adate nyuda kaprayitnan saengga nglalekake bab-bab sing luwih

perlu. Wekasan bisa nyuda ajining dhiri. (PS/27/7 Juli 12)

„Jangan terpikat pada kesenangan, sebab kesenangan yang terlanjur

biasanya mengurangi kewaspadaan sehingga melupakan bab-bab

yang lebih diperlukan. Akhirnya dapat mengurangi harga diri.‟

Nasihat yang berupa larangan yang terkandung dalam wacana di

atas. Penanda larangan pada data (341) berupa aja kasengsem „jangan

terpikat‟. Isi nasihatnya adalah harga diri seseorang dapat jatuh apabila

seseorang kurang waspada pada kesenangan yang berlebihan. Larangan

untuk terlena pada kesenangan yang berlebihan karena kesenangan itu

akan melupakan hal-hal yang lebih penting. Ia menjadi tidak peka

terhadap keadaan di sekitarnya yang berakibat menjatuhkan harga diri

seseorang.

d. Nasihat yang isinya berupa saran

(342) Sing sapa rumangsa becik dhewe, pinter dhewe, sugih dhewe, luhur

dhewe lan kuwasa dhewe, becike sok gelema ngleremake gagasan

cipta kang wening, yen sejatine isih ana kang luwih lan maha becik,

maha pinter, maha sugih, maha luhur lan maha kuwasa. (PS/33/13

Agustus 11)

„Barang siapa merasa baik paling , paling pintar, paling kaya ,

paling luhur dan paling berkuasa, baiknya maulah

mengistirahatkan gagasan cipta yang bening, jika sesungguhnya

masih ada yang lebih dan maha baik, maha pintar, maha kaya, maha

luhur dan maha kuasa.‟

Saran yang terkandung pada wacana (342) di atas ditandai dengan

digunakannya frasa becike sok gelema „sebaiknya maulah‟. Nasihatnya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

164

adalah agar seseorang yang merasa dirinya paling dalam segala hal agar

mau merenung dan berpikir sejenak bahwa ada yang melebihinya, yang

lebih baik darinya, yang lebih pintar darinya, yang lebih kaya darinya,

yang lebih luhur dan lebih kuasa darinya. Manusia memang makhluk

ciptaan Tuhan yang paling sempurna, namun kesempurnaan itu jangan

dijadikan sebagai kesombongan dan kesemena-menaan terhadap orang

lain.

(343) Gusti Allah ora rena marang wong kang watake gumedhe, ngegung-

egungake dhirine, yaiku wong kang biyasa disebut tekabur. Mula

becike, manungsa iku ndarbenana rasa pangrasa: aja dumeh.

(PS/35/27 Agustus 11)

„Tuhan tidak senang pada orang yang sombong, mengunggul-

unggulkan dirinya yaitu orang yang disebut takabur. Alangkah

baiknya, manusia itu memiliki sifat: jangan sok/mentang-

mentang.‟

Klausa mula becike, manungsa iku ndarbenana „alangkah baiknya,

manusia itu memiliki‟ merupakan penanda bahwa wacana pada data

(343) berisi saran. Berdasarkan isi wacana di atas, manusia supaya

mempunyai perasaan jangan sok dan jangan mentang-mentang, karena

Tuhan tidak menyukai sifat seperti itu. Apalagi sifat sombong yang suka

mengagung-agungkan dirinya sendiri. Alangkah baiknya jika sifat

tersebut dapat dihindari dan dijauhi.

(344) Aja susah dening samubarang kang tinemu ing sakiwa tengenmu.

Kosok baline elinga yen sliramu iku mujudake panunggale isen-

isening bumi lan langit. Sadhengah kang tinemu ing sakiwa

tengenmu uga tinemu ing dhirimu, saengga ora ana kang ora

ndadekake beciking wong akeh. (PS/13/31 Maret 12)

„Jangan susah pada apa-apa yang ada di kanan kirimu.

Sebaliknya ingatlah jika kamu merupakan salah satu isi dari bumi

dan langit. Segala yang ada di kiri dan kananmu juga ada pada

dirimu, sehingga tidak ada yang tidak menjadikan kebaikan banyak

orang.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

165

Ditampilkannya kalimat yang berupa aja susah dening samubarang

kang tinemu ing sakiwa tengenmu „jangan susah pada apa-apa yang ada

di kanan kirimu‟. Nasihat yang berupa saran bagi seseorang untuk tidak

merasakan susah dan gundah pada segala sesuatu yang ada di sekitarnya.

Karena segala sesuatu yang berada di sekitarnya merupakan anugerah

baginya. Jadi tidak ada sesuatu hal yang tidak bisa dilakukan baginya

untuk berbuat kebaikan untuk banyak orang.

(345) Yen sliramu pancen temen, ora perlu ngatonake katemenanmu

amarga kuwatir yen ora dipercaya. Becike ora perlu kok pikir.

Nanging yen pancen ana perlune, cukup sepisan wae kandha

ngenani katemenanmu mau. Yen ora dipercaya ora perlu kok

pindhoni. Sebab mengkone kabeh bakal ngerti dhewe lan keduwung

dene duwe rasa kang ora bener mau. (PS/39/29 September 12)

„Jika kamu memang bersungguh-sungguh, tidak perlu

memperlihatkan kesungguhanmu karena khawatir jika tidak

dipercaya. Lebih baik tidak kamu pikirkan. Tetapi jika memang

perlu, cukup sekali saja kamu mengatakan mengenai

kesungguhanmu. Jika tidak dipercaya tidak perlu kamu ulangi lagi.

Sebab nantinya mereka akan mengetahui sendiri lan kecewa karena

mempunyai anggapan yang tidak benar.‟

Nasihat yang berupa saran pada wacana di atas nampak jelas dengan

digunakannya kalimat becike ora perlu kok pikir „lebih baik tidak kamu

pikirkan‟. Kita disarankan untuk tidak memperlihatkan kesungguhan kita

terhadap orang lain. Walaupun orang lain tidak mempercayainya, kita

tidak usah mengkhawatirkan keadaan tersebut. Namun apabila memang

orang lain ingin mengetahuinya, maka ceritakanlah dan perlihatkanlah

kesungguhan tersebut. Dengan demikian mereka akan merasa bersalah

karena tidak mau percaya sebelumnya.

(346) Pikiran iku tansah klepekan kayadene iwak kang dientas saka

njerone banyu banjur diuncalake ing lemah. Mula saka iku

panguwasane panggodha kudu disirnakake. (PS/46/17 Nov 12)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

166

„Pikiran itu selalu bergejolak seperti ikan yang diambil dari air lalu

dilemparkan di tanah. Maka dari itu penguasa godaan harus

dihilangkan.‟

Mula saka iku „maka dari itu‟ merupakan frasa yang memberikan

keterangan mengenai nasihat yang berupa saran. Pada wacana (346) di

atas, isi dari nasihat yang berupa saran agar kita bisa menahan dan

mengontrol godaan yang ada di sekeliling kita. Akan lebih baik lagi jika

godaan itu dapat kita hilangkan dari pikiran kita. Diibaratkan seperti ikan

yang bergerak-gerak karena diambil dari dalam air kemudian

dilemparkan ke tanah. Pengibaratan tersebut sama seperti pikiran yang

dimiliki oleh manusia.

e. Nasihat yang isinya berupa ajakan

(347) Pikiran iku tansah ngumbara adoh, tanpa rowang, ora kasat mata

lan manggone ing njeroning ati. Sing sapa bisa nelukake mula

bakal luwar saka cengkeremaning napsu. (PS/50/15 Des 12)

„Pikiran itu selalu mengembara jauh, tanpa teman, tidak terlihat mata

dan terletak di dalam hati. Barang siapa yang bisa menakhlukkan

maka akan terbebas dari cengkraman nafsu.‟

Nasihat yang berupa ajakan yang terdapat dalam wacana di atas.

Kalimat sing sapa bisa nelukake mula bakal luwar saka cengkeremaning

napsu „barang siapa yang bisa menakhlukkan maka akan terbebas dari

cengkraman nafsu‟. Supaya seseorang dapat menakhlukkan dan

menguasai pikiran dengan kebaikan. Walaupun pikiran itu selalu

berkelana, tidak memiliki teman, tidak terlihat oleh mata dan terletak di

dalam hati, namun sebagai manusia yang baik supaya tetap menjaga

pikirannya agar tetap di jalan yang benar.

(348) Sing dhemen tetulung, sing sareh lan taklim ing solah tingkah.

Kanthi mengkono mesthi bakal kasinungan daya prabawa adhem

angayomi. (PS/48/26 Nov 11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

167

„Senanglah menolong, sabar dan menghormat pada tingkah

laku. Dengan begitu pasti akan mendapatkan daya wibawa

melindungi.‟

Sing dhemen tetulung, sing sareh lan taklim ing solah tingkah

„Senanglah menolong, sabar dan menghormat pada tingkah laku‟

merupakan wacana hortatorik yang berupa ajakan. Berdasarkan isi

wacana di atas, pesan yang disampaikan kepada pembaca berupa ajakan

untuk selalu menolong terhadap sesama, selalu bertindak hormat dan

bertingkah laku yang sopan kepada orang lain. Karena apabila semua itu

dapat dilakukan maka ia akan mendapatkan daya wibawa yang

melindungi.

(349) Metani atine dhewe, mawas dhiri pribadi, iku sawijining pakarti

kang pinuji. Mula becike kita diseneng metani kekurangan kita

dhewe, sadurunge dipetani dening liyan. (PS/2/14 Jan 2012)

„Mencari kesalahan pada hatinya, mawas diri, itu merupakan salah

satu pekerjaan yang dipuji. Maka alangkah baiknya kita supaya

senang mencari kesalahan kita sendiri, sebelum orang lain yang

mencarinya.‟

Klausa kita diseneng metani kekurangan kita dhewe, sadurunge

dipetani dening liyan. „kita supaya senang mencari kesalahan kita sendiri,

sebelum orang lain yang mencarinya‟ merupakan penanda dari wacana

hortatorik yang berupa ajakan. Pesan yang isinya mengajak yang terdapat

pada data di atas yaitu supaya kita bisa intropeksi diri dan mawas diri

terhadap hal-hal yang telah kita lakukan. Karena itu akan lebih baik bagi

kita untuk menyadarinya lebih awal daripada orang lain yang

menemukannya kemudian. Mencari kesalahan pada diri sendiri dan mau

memperbaiki kesalahan yang telah diperbuat merupakan hal yang terpuji.

(350) Ngamal iku mawujude kanthi pangurbanan. Nanging yen wis kulina,

pangurbanan iku wis ora krasa, wis manjing dadi watak. Mulane

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

168

sumangga padha nggayuh bisane duwe watak kanthi gawe

ngamal. (PS/38/22 Sep 12)

„Mengamal itu diwujudkan dengan pengorbanan. Tetapi jika sudah

terbiasa, pengorbanan itu tidak terasa, sudah menjadi watak. Mari

sama-sama mencapai sebisa mungkin mempunyai watak dengan

berbuat amal.‟

Data (350) di atas merupakan wacana hortatorik yang isinya berupa

ajakan dengan ditampilkannya kalimat mulane sumangga padha nggayuh

bisane duwe watak kanthi gawe ngamal „mari sama-sama mencapai

sebisa mungkin mempunyai watak dengan berbuat amal‟. Isinya adalah

dengan mengamal, maka kita akan mempunyai watak yang terpuji.

Walaupun mengamal itu membutuhkan pengorbanan agar bisa terwujud,

namun mengamal itu akan terasa biasa dan tidak berat jika kita sudah

terbiasa melakukannya.

Selain itu, tema dari wacana hortatorik juga bermacam-macam

mengenai keagamaan, kemasyarakatan atau sosial, kehidupan, keilmuan dan

moral.

a. Tema Keagamaan

(351) Wong kang nindakake sarengating agama, nanging ora nindakake

kabecikan tumrap masyarakat, kena diarani enggone ngibadah

durung sampurna. (PS/39/24 Sep 11)

„Orang yang menjalankan syariat agama, tetapi tidak menjalankan

kebajikan di masyarakat, bisa disebut ibadahnya belum sempurna.‟

Tema pada data (351) di atas adalah keagamaan. Hal ini dibuktikan

pada isinya yang berupa ibadah seseorang kepada Tuhan yang belum

sempurna. Seseorang yang menjalankan ibadah kepada Tuhannya, namun

tidak diamalkan di masyarakat maka bisa dianggap ibadahnya belum

sempurna.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

169

(352) Manembah ing Pangeran kanthi darbe pepenginan utawa

panggayuh marang kaswargan, iku tumrape kasunyatan isih klebu

ewoning panembah kang kurang eklas. (PS/51/17 Des 11)

„Bersembayang pada Sang Pencipta dengan maksud mendapatkan

surga, hal itu merupakan kenyataan yang termasuk sembayang yang

belum ikhlas.‟

Tema keagamaan juga terdapat pada data (352) di atas yaitu

mengenai sembayang seseorang kepada Tuhan yang belum ikhlas. Hal

ini dikarenakan seseorang yang menyembah kepada Tuhannya dengan

maksud hanya ingin mendapatkan surga. Padahal beribadah kepada

Tuhan adalah kewajiban bagi seorang hamba. Jadi sebagai seorang

hamba harus beribadah dengan ikhlas dan bersungguh-sungguh agar

mendapatkan ridhoNya.

(353) Sing sapa tansah eling sarta memuji kaluhuraning Gusti Kang

Maha Luhur kanthi sucining ati, tanpa ndarbeni pepenginan apa-

apa, terkadhang malah nampa kanugrahan kang luwih aji

katimbang kanugrahan kang ditampa dening wong kang nyeyuwun.

(PS/52/24 Des 11)

„Barang siapa yang ingat dan memuji keluhuran Tuhan Yang Maha

Luhur dengan hati yang suci, tanpa mempunyai keinginan apapun,

justru akan mendapatkan anugerah yang lebih berharga daripada

anugerah yang didapat oleh hamba yang meminta.‟

Seseorang yang selalu mengingat dan memuji Tuhan Yang Mahaesa

dengan hati yang bersih dan tanpa maksud apapun maka dirinya akan

mendapatkan anugrah yang lebih baik daripada anugrah yang diterima

oleh orang yang meminta kepada Tuhan. Berdasarkan dari isi wacana

tersebut, maka tema yang terkandung di dalamnya adalah keagamaan

yaitu anugrah yang diberikan Tuhan kepada hambaNya itu berbeda-beda

tergantung dari niat seseorang yang beribadah kepadaNya.

(354) Ndedonga kanthi tumemen iku ateges sawijining panalangsaning

kawula enggone ngrumangsani kinawulakake dening Gusti.

(PS/53/31 Des 11)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

170

‘Berdoa dengan sungguh-sungguh berarti salah satu kewajiban

seorang hamba dalam memahami dijadikan hamba oleh Tuhan.‟

Pada wacana di atas, tema yang dijadikan sebagai bahan nasihat

adalah tema keagamaan yaitu kewajiban bagi seorang hamba untuk selalu

berdoa dengan sungguh-sungguh terhadap Tuhan. Dengan berdoa secara

khusyuk menandakan bahwa hamba tersebut memahami dan mengerti

bahwa dirinya memang merupakan hamba yang selalu menyembah

kepada Sang Pencipta.

(355) Wong kang nemahi kekurangan utawa kasangsaran ing uripe,

terkadhang antuk leliru nugraha kang luwih pangaji, yaiku dene

banjur eling marang kaluhuran lan kamurahaning Pangeran.

(PS/1/7 Jan 2012)

„Orang yang mengalami kekurangan atau kesengsaraan dalam

hidupnya, kadang mendapatkan ganti anugerah yang lebih berharga,

yaitu lalu ingat pada keluhuran dan kemurahan Pangeran.‟

Tema keagamaan yang terdapat pada data (355) di atas menjelaskan

bahwa hidup seseorang yang selalu mengalami kesukaran dan

kesengsaraan justru mendapatkan anugrah yang sangat berharga, karena

dirinya bisa mensyukuri dan mengingat kepada kemurahan dan

keluhuran Tuhannya.

b. Tema Kemasyarakatan atau Sosial

(356) Yen kowe nyampur gula karo wedhi, ora suwe maneh mesthi akeh

semut teka mbuwangi wedhine, dene kang digawa lan dipangan

mung gulane. Paribasan iki ora beda karo kahanane wong kang

wus katrima lan bisa mbedak-bedakake endi kang langgeng lan

endi sing ora. (PS/37/10 Sep 11)

„Jika kamu mencampur gula dengan pasir, sebentar saja banyak

semut yang datang membuang pasirnya, sedangkan yang dibawa dan

dimakan adalah gula. Peribahasa ini tidak berbeda dengan orang

yang sudah diterima dan bisa membedakan mana yang abadi

dan yang tidak.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

171

Dalam hidup bermasyarakat, seseorang yang sudah diterima oleh

orang lain agar dapat membedakan hal-hal yang abadi dan yang tidak

abadi. Seperti peribahasa jika kamu mencampur gula dengan pasir, maka

semut akan datang untuk menbawa gula dan membuang pasirnya. Itulah

contoh data dengan tema kemasyarakatan yang terdapat pada data (356).

(357) Yen pamikir utawa panemumu diawoni ing liyan, aja kesusu

muring-muring. Kosokbaline tampanen minangka panyaring lan

penguji tumrap panemumu mau, kang tembene bakal gedhe wigatine

tumrap uripmu sabanjure. (PS/ 9/3 Maret 2012)

„Jika pemikiran atau pendapatmu dihina oleh yang lainnya,

jangan terburu-buru marah. Sebaliknya terimalah sebagai

penyaring lan penguji pada pendapatmu tadi, yang akhirnya akan

besar manfaatnya pada hidupmu selanjutnya.‟

Data (357) bertemakan sosial dalam hidup bermasyarakat. Pendapat

yang dimiliki oleh seseorang itu berbeda-beda. Apabila ketika sedang ada

pertemuan, pendapat kita tidak disetujui oleh orang lain bahkan pendapat

kita dianggap buruk olehnya maka kita tidak boleh tergesa-gesa marah

padanya. Anggap saja semua itu sebagi ujian yang nantinya akan berguna

bagi hidup kita ke depannya apabila kita bisa memaklumi dan

merenungkannya.

(358) Aja nyingkiri srawung karo sawijining mitramu, amarga sering

tumindak sombong utawa nggugu karepe dhewe sarta angel sraten-

sratenane. Awit sarupaning wong iku nduweni cacade dhewe-dhewe.

Yen sliramu ora ngemong, pakolehmu apa? Mula senajan ana

cacade, yen pancen becik budine, sayogyane maklumana. (PS/19/12

Mei 12)

„Jangan menghindari bertemu dengan salah seorang temanmu,

karena selalu bertingkah sombong atau mengikuti kemauannya serta

sulit bergaulnya. Karena setiap orang itu mempunyai kekurangan

sendiri-sendiri. Jika kamu tidak membimbing, apa yang kamu

peroleh? Jadi meskipun ada kekurangannya, jika memang akhlaknya

baik, alangkah baiknya maklumilah.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

172

Data (358) di atas bertema sosial yaitu apabila kita mempunyai

teman yang dirinya mempunyai kekurangan dalam sifatnya entah dia

sombong, selalu berbuat sesuka hatinya dan sulit untuk diberitahu namun

sebenarnya dia memiliki akhlak yang baik maka supaya kita bisa

memakluminya karena semua orang itu mempunyai kelebihan dan

kekurangannya masing masing.

(359) Yen pancen nedya tumuju marang tata lan tentrem, kudune sing

pinter memulang marang sing bodho. Sing sugih nulung sing mlarat.

Sing gedhe ngayomi sing cilik. Sing kuwat njaga lan ngreksa sing

ringkih. Mengkono lan sapanunggale. (PS/4 Agustus/12)

„Jika memang bersedia menuju teratur dan tentram, seharusnya

yang pintar mengajari yang bodoh. Yang kaya menolong yang

miskin. Yang besar mengayomi yang kecil. Yang kuat menjaga dan

melindungi yang lemah. Begitu yang lainnya.‟

Pada wacana (359) di atas, tema yang diangkat adalah mengenai

kehidupan bermasyarakat. Seseorang yang hidup dalam lingkungan

sosial harus bisa menyesuaikan diri dengan baik dengan cara tolong

menolong. Jadi orang yang pandai harus mau mengajari orang yang

bodoh, orang yang kaya mau menolong orang yang miskin, orang yang

kuat harus menjaga dan melindungi orang yang lemah dan orang yang

berkedudukan mau mengayomi orang yang kecil.

(360) Saperangan gedhe menungsa padha ora nyumurupi lamun sajrone

cecongkrahan dheweke bakal nemahi tumpes, ananging sing sapa

bisa nyumurupi kasunyatan iki, ing kono bakal padha mungkasi

cecongkrahan. (PS/32/11 Agustus 2012)

„Sebagian besar manusia tidak mengetahui jika di dalam

perselisihan dirinya akan mengalami kemusnahan, tetapi barang

siapa yang dapat mengetahui kenyataan ini, di situ akan mengakhiri

perselisihan.‟

Sebagian besar manusia memiliki sifat yang tidak mau mengalah.

Hal ini terjadi apabila pendapatnya berbeda dengan pendapat orang lain

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

173

dan tidak ada yang mau mengalah. Tidak jarang perselisihanpun akan

terjadi dan akan mengakibatkan kemusnahan bagi dirinya. Namun

apabila di dalam diri mereka mau saling mengalah dan dapat

menghindari perselisihan maka dirinya tidak akan celaka. Berdasarkan

isinya, tema yang terdapat pada data (360) adalah kemasyarakatan.

(361) Wong kang bisa gawe adhem ayeming ngakeh, ibarate kaya wit

waringin kang menehi pengeyuban marang wong kang padha

kepanasen. Wong kang mengkono mau aran tinarima uripe, pantes

sinebut dadi pangayoman. (PS/51/22 Des 12)

„Orang yang bisa membuat nyaman banyak orang, ibarat seperti

pohon beringin yang memberikan tempat berteduh bagi orang yang

terkena panas. Orang yang seperti itu diterima hidupnya, pantas

disebut menjadi perlindungan.‟

Tema sosial kemasyarakatan terdapat pada wacana ini. Orang yang

dalam hidupnya bisa memberikan pengayoman dan perlindungan bagi

orang di sekitarnya, orang tersebut mempunyai sifat yang bisa membuat

nyaman banyak orang seperti pohon beringin yang menjadi tempat

berteduh bagi manusia yang kepanasan.

c. Tema Kehidupan

(362) Yen sliramu weruh mayit kang dikubur lagi wae diwulang talkin,

prayogane sliramu nyadhari yen satemene sliramu dhewe sadurunge

mati wis kudu mangerteni dhisik marang sangkan paraning dumadi.

(PS/40/1 Okt 11)

„Jika kamu melihat jenazah yang sedang dimakamkan dibacakan

talkin, alangkah baiknya kamu menyadari jika sesungguhnya

sebelum kamu meninggal harus mengetahui terlebih dahulu pada

asal dan tujuan hidup.‟

Contoh kehidupan digunakan sebagai tema pada wacana di atas.

Bahwa orang yang hidup tidak dipungkiri lagi akan kedatangan ajal entah

suatu saat nanti. Ketika kita sedang melayat dan melihat jenazah yang

dimakamkan disertai dengan membaca talkin supaya kita mau menyadari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

174

segala yang kita perbuat di dunia ini dan juga kita harus mengetahui asal

dan tujuan kita hidup di dunia ini.

(363) Yen sliramu isih durung bisa nyirnakake babar pisan marang

pepinginan kadonyan, udinen kanthi temen-temen, saora-orane

bisane nyenyuda marang pepinginan mau. (PS/49/3 Des 11)

„Jika kamu sama sekali belum bisa menghilangkan keinginan di

dunia, latihlah dengan sungguh-sungguh, setidaknya kamu bisa

mengurangi keinginan tersebut.‟

Pada data (363) di atas, tema yang diungkapkan berupa tema

kehidupan. Manusia mempunyai watak alami yaitu selalu mempunyai

keinginan dunia di dalam hatinya. Boleh saja ia menuruti keinginannya

tersebut asalkan tidak semua keinginan ia turuti semua, karena hal itu

akan berdampak buruk bagi kehidupannya. Alangkah baiknya jika ia mau

belajar untuk mengurangi dan menahan diri untuk tidak terlalu menuruti

segala keinginannya.

(364) Kulinakna nyenyuda kabutuhanmu kang kurang perlu utawa kang

ora perlu. Yen keladuk panyudamu ora dadi apa, gampang enggone

mbalekake. Nanging yen wis duwe pakulinan kakehan butuhe, angel

anggone ngungkret. (PS/22/2 Juni12)

„Biasakanlah mengurangi kebutuhanmu yang kurang perlu atau

tidak perlu. Jika terlanjur olehmu mengurangi tidak apa-apa, mudah

untuk dikembalikan. Tetapi jika sudah mempunyai kebiasaan terlalu

banyak kebutuhan, susah untuk mengurangi.‟

Berdasarkan pada data (364) di atas, isi dari tema tersebut adalah

seseorang yang harus bisa mengurangi kebutuhan dalam menjalani

kehidupannya. Mengurangi kebutuhan akan membawa dampak baik bagi

kehidupannya. Jadi seseorang harus bisa berlatih untuk mengurangi

kebutuhan yang tidak begitu mendesak atau yang tidak perlu. Apabila

seseorang sudah terbiasa hidup dengan banyak kebutuhan maka akan

sangat sulit baginya untuk mengurangi kebutuhan tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

175

(365) Pikiran iku kang murwani sakabehing kedadeyan, pikiran iku

panuntun, sakabehing kahanan kadadeyan saka pikiran. Manawa

ana wong ngucap utawa tumindak kanthi pikiran ala, ing kono

panandhang bakal tutwuri dheweke, kaya dene rodha cikar kang

tansah ngetutake lakune sapi kang nggered. (PS/26/30 Juni 12)

„Pikiran itu yang memulai semua kejadian, pikiran itu penuntun,

semua kejadian dari pikiran. Jika ada orang berkata atau

bertindak dengan pikiran yang buruk, di situ pengalaman akan

mengikuti di belakangnya, seperti roda cikar yang selalu mengikuti

gerakan sapi yang menarik.‟

Tema yang terdapat pada data (365) di atas adalah tindakan manusia

yang berawal dari pikiran. Bahwa pikiran itu merupakan awal dari segala

kejadian, pikiran itu sebagai penuntun dan semua keadaan terjadi dari

pikiran. Jadi apabila ada orang yang berbuat tidak baik maka dirinya

akan rugi. Tindakan buruk yang dia lakukan akan selalu terbawa olehnya

seperti halnya roda cikar yang selalu mengikuti sapi yang menariknya.

(366) Yen ana wong kang uripe mung katujokake marang bab-bab kang

nyenengake kanthi nguja hardaning ndriya, mula dheweke bakal

gampang kabanda dening dewaning panggodha, paribasane kaya

angin kang ngrubuhake wit kang gapuk. (PS/33/18 Agustus 12)

„Jika ada orang yang hidupnya hanya ditujukan pada bab-bab yang

menyenangkan dengan menuruti keinginan batin, maka dirinya

akan mudah terikat oleh godaan, seperti peribahasa angin yang

merobohkan pohon yang lapuk.‟

Wacana (366) di atas bertema kehidupan seseorang. Orang yang

hidupnya selalu diarahkan untuk menyenangkan hatinya dengan

memanjakan dan menuruti keinginan batinnya, dia akan mudah terikat

oleh godaan keduniawian. Sangat mudahnya sampai-sampai diibaratkan

seperti angin yang merobohkan pohon yang lapuk.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

176

d. Tema keilmuan

Berikut ini merupakan data yang berupa wacana hortatorik yang

isinya mengenai keilmuan.

(367) Kawruh kang kasimpen iku ibarate mawa kang kapendhem ing awu.

Emane tanpa piguna lan ora ninggali lelabuhan apa-apa. (PS/12/24

Maret12)

„Ilmu yang disimpan ibarat bara api yang dipendam di dalam abu.

Sayangnya tidak berguna dan tidak meninggalkan pengabdian

apapun.‟

Ilmu yang dimiliki oleh seseorang, apabila tidak diamalkan dan

diajarkan dengan baik kepada orang lain sama saja ia memendam

ilmunya sendiri. Ilmu tersebut tidak akan bermanfaat dan tidak

meninggalkan pengabdian kepada masyarakat. Seperti ibarat bara api

yang tertimbun abu.

(368) Sanadyan ana wong kang wis akeh memaca isine kitab suci,

nanging yen tumindake ora laras karo kang diwaca, mula wong iku

kayadene wong angon sapi kang mung ngetung sapine liyan,

dheweke ora bakal bisa antuk karaharjan saka kang wis diwaca.

(PS/35/1 Sep 12)

„Meskipun ada orang yang sudah belajar isi dari kitab suci, tetapi

jika tingkah lakunya tidak sesuai dengan yang dipelajari, maka orang

tersebut seperti orang yang mengembalakan sapi yang hanya

menghitung jumlah sapi orang lain, dirinya tidak akan mendapatkan

kesejahteraan dari apa yang telah dipelajari.‟

Seseorang yang telah belajar dengan baik mengenai ilmu agama,

namun dia tidak bisa mengamalkan ilmu yang telah dia pelajari maka dia

tidak akan mendapatkan kesejahteraan di dalam hidupnya. Seperti ibarat

seseorang yang mengembala binatang ternaknya namun dia hanya

menghitung binatang ternak orang lain dan tidak mempedulikan pada

dirinya sendiri.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

177

(369) Yen diwulang utawa dipituturi, rungokna kanthi wening, titenana,

olahen samatenge. Ing kono bakal tinemuning sari-pathine lan

manjinge dadi kawruh. (PS/42/15 Okt 11)

„Jika diajari atau dinasihati, dengarkanlah dengan seksama, ingatlah,

pelajari dengan sungguh-sungguh. Dari situ akan ditemukan intinya

dan akhirnya bisa menjadi ilmu.‟

Wacana yang bertema keilmuan terdapat pada data (369) di atas.

Bahwa jika seseorang memberikan nasihat bagi kita agar bisa

didengarkan, dicermati, direnungkan dan dipahami sebaik mungkin.

Karena di dalam nasihat tersebut terdapat ilmu yang akan berguna bagi

kehidupan kita.

e. Tema moral

(370) Wong kang jail iku jiwane presasat memangsa, ngrikiti lan nithili

marang sipate dhewe kang becik. Dadi wong jail iku kejaba

mitunani wong kang dijaili, uga mitunani marang dhirine pribadi.

(PS/36/3 Sep 11)

„Orang yang jail jiwanya seperti memangsa, mengerat dan

mengupas sifatnya yang baik. Jadi orang yang jail selain merugikan

orang yang dijaili, juga merugikan dirinya sendiri.‟

Tema yang terdapat pada wacana di atas merupakan tema moral

mengenai sifat jail yang dimiliki seseorang. Sifat tersebut tidak hanya

merugikan diri sendiri namun juga merugikan orang lain karena sifat jail

itu seolah-olah memakan, mengupas dan menggerogoti sifat baik

seseorang.

(371) Wong kang takabur jalaran saka turuning darah luhur, saka

bagusing rupa, saka pangkate kang dhuwur lan saka kasugihane,

prayogane padha nyadharana, menawa kabeh-kabeh mau satemene

ora langgeng. (PS/41/8 Okt 11)

„Orang yang takabur karena berasal dari keturunan darah biru,

wajah yang tampan, mempunyai pangkat yang tinggi dan banyak

harta, alangkah baiknya untuk menyadari, karena sesungguhnya

semua itu tidak abadi.‟

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

178

Seperti pada data sebelumnya, tema yang terdapat pada data (371)

di atas juga berupa tema moral mengenai sifat sombong seseorang.

Kesombongan yang dimiliki oleh seseorang karena dirinya berasal dari

golongan yang terpandang, memiliki wajah yang tampan atau cantik,

memiliki kedudukan dan pangkat yang tinggi serta mempunyai banyak

harta. Alangkah baiknya dapat merenungkan semuanya itu. Karena di

dunia ini tidak ada yang sempurna dan semuanya akan menghilang sesuai

dengan suratan takdir.

(372) Wong kang sumuci-suci, biyasane amarga saka kehing rereged ing

dhirine. Dadi enggone ider suci satemene mung kanggo tetameng

nutupi regede. (PS/3/21 Jan 2012)

„Orang yang berbuat-buat suci , karena dari banyaknya kesalahan

pada dirinya. Jadi dia berlagak seperti itu sesungguhnya hanya untuk

pelindung menutupi kesalahannya.‟

Orang yang berlagak sok suci di depan umum karena dirinya

mempunyai kesalahan yang telah diperbuatnya dan ingin menutupinya.

Jadi dengan berbuat begitu kesalahan pada dirinya seolah-olah tertutup

oleh tindakannya. Berdasarkan uraian dari wacana hortatorik di atas,

tema yang digunakan adalah tema moral mengenai sifat seseorang.

(373) Wong sing suthik kungkulan, sajege ora bakal duwe kaundhakan.

Awit sabarang kang becik-becik diewani lan dianggep malah

ngreribedi. (PS/29/21 Juli 12)

„Orang yang menolak secara berlebihan, selamanya tidak akan

mempunyai peningkatan. Sebab hal-hal yang baik dibenci dan

dianggap merepotkan.‟

Tema pada data (373) di atas adalah tema moral mengenai sifat

buruk seseorang yaitu seseorang yang menganggap dirinya tidak

membutuhkan pendapat dan saran dari orang lain. Orang yang tertutup

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

179

tersebut biasanya tidak akan bisa meningkat dalam kehidupannya karena

semua yang baik justru dia benci dan dianggap merepotkan baginya.

(374) Kawaspadan iku dalan kang tumuju marang kalanggengan, dene

kalepyan tumuju marang marganing pati. Mula wong kang waspada

ora bakal mati, dene wong kang kalepyan kayadene wong kang wis

mati. (PS/37/15 Sep 12)

„Kewaspadaan merupakan jalan menuju keabadian, tetapi

kecerobohan/kelengahan menuju pada jalan kematian. Maka orang

yang waspada tidak akan mati, sedang orang yang ceroboh seperti

orang yang sudah mati.‟

Nasihat yang terdapat pada data (374) di atas bertema moral

mengenai kewaspadaan seseorang. Kehidupan yang dijalani oleh

seseorang yang selalu waspada akan menjadikan keselamatan baginya.

Namun kehidupan yang dijalani dengan kelengahan akan menjadikan

hidupnya celaka.

(375) Oleh-olehane wong tumindak ora absah iku ora mung samar-samar

wae, nanging uga kaya dene wong nglalu nguntal wisa. Mula wong

kang cedhak samubarang panggawe ala iku paribasane kaya

“dolanan ula mandi”. (PS/42/20 Okt 12)

„Hasil yang didapat oleh orang yang berbuat tidak jujur tidak

hanya samar saja, namun juga seperti orang yang bunuh diri dengan

meminum racun. Maka orang yang dekat dengan perbuatan jelek

peribahasanya seperti “bermain ular berbisa”.‟

Wacana yang tertera pada data (375) di atas bertema moral yang

berupa sikap yang buruk. Nasihat mengenai tindakan seseorang yang

tidak benar dan tidak jujur akan merugikan dirinya sendiri, walaupun

tidak ada orang lain yang mengetahui. Maka dari itu tindakan yang tidak

jujur itu harus dihindari dan dijauhi. Ibarat seseorang yang mendekati

atau melakukan tindakan yang tidak benar seperti halnya bermain ular

yang berbisa.