bab ii tinjauan umum - sipadu
TRANSCRIPT
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1 Tinjauan Umum Mebel
2.1.1 Definisi Mebel
Kata ‘furniture’ berasal dari bahasa latin mobile yang berarti movable,
dalam bahasa Perancis, mebel disebut ‘fournir’, yang berarti to furnish sehingga
diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris dengan istilah furniture (Postell, 2009, p.
4).
Kata ‘mebel’ berasal dari bahasa Perancis yaitu ‘meubel’, atau dalam
istilah bahasa Jerman yaitu ‘mobel’ (Barley, 1997, p.26).
Mebel digunakan sebagai alat untuk mendukung tubuh manusia,
menyimpan atau menampilkan (display) barang, dan membagi ruangan (partisi).
Mebel dikategorikan sesuai dengan kegunaan sosial, yaitu healthcare, hospitality,
kantor, rekreasi, agama, hunian, toko, dan penyimpanan (Postell, 2009, p.4).
Secara keseluruhan, mebel berbentuk freestanding atau bersifat ‘yang
dapat pindahkan’, namun ada pula jenis mebel yang built-in (tidak dapat
dipindahkan), biasanya dipasang pada dinding, lantai, atau ceiling. Mebel
berfungsi untuk mendukung aktivitas hidup manusia, mulai dari duduk, tidur,
bekerja, makan, bermain, dan sebagainya. Selain itu, mebel berfungsi pula
memberikan kenyaman dan keindahan bagi para pemakainya. (Postell, 2009, p.4).
2.1.2 Fungsi Mebel
2.1.2.1 Mebel yang Mendukung Tubuh Manusia
Mebel dapat digunakan untuk mendukung tubuh manusia yang berperan
dalam aktivitas sehari-hari, seperti aktivitas tidur, duduk, dan istirahat. Mebel ini
harus dapat memberikan kenyamanan terhadap gerakan pengguna, menahan berat
tubuh pengguna secara maksimal, dan meminimalisir titik-titik beban yang
membuat tubuh menjadi tidak nyaman. Beberapa jenis mebel untuk mendukung
tubuh manusia antara lain tempat tidur, kursi, kursi mobil, kursi pesawat, couch,
hammock, matras, sofa, dan kursi roda (Postell, 2007, p.7).
2.1.2.2 Mebel yang Mendukung Aktivitas Manusia
Menurut Postell (2007, 15), manusia dan mebel mempunyai hubungan
yang erat. Postell memaparkan bahwa hubungan yang erat ini timbul dari aktivitas
manusia yang bergantung pada karakteristik mebel. Karakteristik mebel
ditentukan oleh beberapa hal, seperti sikap manusia ketika melakukan aktivitas
makan, membaca buku, bekerja dengan komputer, dan menulis di meja. Pada
proses perancangan sebuah mebel, pemahaman tentang material dan ukuran
standar menjadi penting karena hal tersebut berperan secara menyeluruh dari segi
struktural dan kenyamanan bagi pengguna. Observasi dan analisis korelasi antara
mebel, tubuh manusia, dan aktivitas, akan membantu desainer memahami secara
mendalam mengenai fungsi optimal dari sebuah mebel, apakah performanya baik
atau tidak.
Proses perancangan mebel mengutamakan dan mendukung kenyamanan
tubuh pengguna dalam melakukan berbagai aktivitas. Ketinggian dan kedalaman
bidang permukaan horizontal mempengaruhi kegunaan mebel. Beberapa jenis
mebel untuk mendukung aktivitas manusia antara lain, meja tulis, meja makan,
meja kerja, lectern dan workstation. Ukuran standar di dalam lingkungan sosial
barat (western societies) untuk meja kerja sebagai berikut :
- Ketinggian konter untuk pengguna kursi roda : 76.2 cm
- Ketinggian top table kitchen set : 76.2 cm-95.7cm
- Kedalaman konter range dapur : 61 cm
- Ketinggian standing bar : 106.6cm
- Ketinggian meja tulis : 63.5cm-83.8cm (tergantung pada pengguna,
apakah anak kecil, orang dewasa, atau pengguna kursi roda)
2.1.2.3 Mebel yang Digunakan untuk Menyimpan Barang
Menurut Postell (2007, 16), jenis mebel yang digunakan sebagai tempat
penyimpanan barang meliputi lemari baju, lemari buku, dan lemari piring. Jenis
mebel freestanding bersifat mudah dipindahkan, sementara built-in storage, wall-
mounted cabinet, dan pantry bersifat tetap atau tidak dapat dipindahkan. Tipe ini
dikategorikan sebagai lemari penyimpanan (casework) yang biasanya dibuat
secara custom-fabricated sesuai dengan situasi dan kondisi lingkungan tertentu.
Pada kehidupan sehari-hari, mebel yang dirancang dapat mempunyai beberapa
fungsi, misalnya meja untuk display perhiasan pada retail dapat pula difungsikan
sebagai tempat penyimpanan.
2.1.2.4 Mebel yang Mendefinisikan Ruang
Interior ruang dapat dibagi atau digabung dengan menggunakan built-in
mebel, partisi, dan shelving system. Selain itu, fungsi freestanding mebel di ruang
kantor, hotel lobby, perpustakaan, dan resotran dapat mendefinisikan zona
aktivitas sesuai dengan kebutuhan secara independen. Misalnya yang terjadi pada
office, dengan meletakkan sistem penyimpanan (office storage system) dapat
membuat pengaturan penyimpanan menjadi lebih fleksibel, membagi menjadi
ruangan-ruangan yang lebih teratur dan efisien, serta memungkinkan para staf
dapat mempunyai ruang yang bersifat privasi. (Postell, 2007, p.17).
2.1.3 Klasifikasi Mebel Berdasarkan Kegunaan Sosial
2.1.3.1 Healthcare Furniture : difungsikan untuk orang yang membutuhkan
pertolongan
Alat-alat untuk Healthcare seperti kursi roda, rollaways cart, lift chair dan
adjustable table digunakan untuk membantu orang cacat atau orang yang
membutuhkan pertolongan. Biasanya, alat-alat dan mebel untuk healthcare
tersebut diproduksi secara masal (Postell, 2007, p.18).
2.1.3.2 Hospitality Furniture
Hospitality furniture digunakan pada restoran, lobby dan resepsionis
dengan desain untuk kepentingan public dan aktivitas sosial. Jenis mebel ini
biasanya dirancang untuk pengguna dalam lingkup luas dan mempunyai fungsi
general. Kriteria-kriteria yang harus diperhatikan dalam merancang hospitality
furniture, meliputi :
a) Accessibility
b) Duarability
c) Flexibility
Beberapa jenis hospitality furniture antara lain, lounge seating, lobby
seating, meja makan dan kursi di restoran, dan meja resepsionis (Postell, 2007,
p.21).
1) Meja makan dan kursi di restoran
Karakteristik dan bentuk yang ingin diperlihatkan dalam desain
interior sebuah restoran dapat ditampilkan pada meja makan dan kursi, atau
dengan kata lain mebel dalam ruangan tersebut. Hal ini menekankan bahwa
fungsi sebuah mebel dapat membentuk pencitraan sebuah interior ruang.
Dimensi yang sering digunakan dalam standar industri pembuatan
mebel skala besar sebagai berikut :
- Ketinggian standar meja makan : 73.6 cm
- Ukuran standar lebar meja makan untuk dewasa per orang : 62 cm
- Ketinggian dudukan kursi yang diproduksi secaral masal untuk western
societies : 42.2 cm (Postell, 2007, p.21)
2) Mebel di lobby dan resepsionis
Ruang pada lobby dan respsionis adalah tempat yang digunakan oleh
manusia melakukan aktivitas sosial dalam kisaran waktu yang singkat.
Biasanya mebel yang digunakan bersifat freestanding dan multi-fungtional
supaya fungsi ruang dan suasana dengan mudah dapat diubah (Postell, 2007,
p.21).
2.1.3.3 Mebel di Institusi : pendidikan
Mebel di institusi pendidikan difungsikan pada ruang kelas,
perpustakaan, dan ruang yang menyediakan berbagai fasilitas pelatihan.
Walaupun fungsi mebel dirancang khusus untuk institusi pendidikan tertentu,
namun kegunaannya tidak dikhususkan untuk beberapa tipe orang (dengan
kata lain dirancang secara general supaya semua orang dapat menggunakan).
Rancangan mebel untuk institusi pendidikan harus mempertimbangkan
kekuatan, kenyamanan, fleksibilitas, ringan dan harus mudah menyimpan.
Misalnya penggunaan Stacking chair dalam ruangan dapat menghemat ruang
karena kursi dapat disimpan dengan cara ditumpuk.
Menurut Postell (2007, 24), kriteria desain untuk mebel pada institusi
pendidikan adalah sebagai berikut;
- Harus mendukung tulang punggung (memiliki sandaran belakang)
- Kursi yang mudah ditumpuk (Stacking chair ) berjumlah 4-40 buah
- Ringan
- Kenyamanan untuk gerakan pengguna
- Ukuran standar besi penahan (metal support): 7/8 inch (2cm)
- Durability
- Anti-karat dan tahan gores khususnya pada finishing kursi
- Harga
2.1.3.4 Mebel di Ruang Kantor : dudukan yang ergonomis, workstation, dan
system furniture
Sistem mebel di ruang kantor telah berkembang seiring kemajuan
sosial, ekonomi, teknik, teori-teori ergonomis, dan inovasi teknologi.
Action office system adalah sistem mebel kantor yang dirancang agar para
pekerja dapat duduk berhadapan. Sistem ini dibuat oleh Herman Millier
tahun 1968. Sistem ini mempengaruhi sistem kerja dan suasana kantor
sehingga membentuk networking dan teaming (Postell, 2007, p.28).
2.1.4 Bentuk Mebel secara Tipologi
Mebel dapat dikategorikan ke dalam beberapa bentuk berdasarkan aspek
tipologinya dari segi konstruksi, peletakan, dan pemasangan pada ruang. Hal-hal
ini meliputi :
a) Flat-pack/Knock-down
b) Built-in (casework)
c) Freestanidng (case goods)
d) Inflatable (dibentuk dan diisi dengan udara)
e) Transformable (dapat mengubahkan bentuk)
f) Movable (dapat dipindahkan)
2.1.4.1 Knock-Down
Mebel yang siap dirakit (ready to assemble-RTA) dijual dalam kondisi
belum dirakit, biasanya akan dirakit oleh konsumen setelah dibeli. Mebel ini
disebut juga sebagai flat-pack atau knock-down mebel.
2.1.4.2 Built-in
Built-in mebel mempunyai sifat yang terintegrasi dengan ruang, sehingga
menghasilkan kontinuitas dengan bangunan. Built-in mebel dirakit secara on-site
(langsung ditempat) dan ditempelkan pada lantai, dinding dan ceiling. Desainer
harus mempertimbangkan kekuatan konstruksi mebel dengan kondisi eksisting
bangunan yang tidak sempurna.
Gambar 2.1. Built-in home officeSumber : http://www.trendir.com/interiors/, akses 02 October 2011
2.1.4.3 Freestanding
Mayoritas mebel berbentuk freestanding yang diletakkan sendiri tanpa
pemasangan atau tempelan pada ruang. Kelebihan freestanding mebel adalah sifat
fleksibilitas yang dapat digunakan untuk mengubah posisi mebel.
Gambar 2.2. Chieftain louge chairSumber : Postell, 2003, 56
2.1.4.4 Inflatable
Bagian dalam waterbed, inflatable air mattress (mattress diisi dengan
udara), bola terapi, dan beanbag chair diisi dengan sesuatu dan bagian luar mebel-
mebel tersebut pula diliputi dengan sesuatu (sheated.) Inflatable mebel dirancang
untuk penggunaan yang temporer dan dapat dibuat compact dengan tujuan
penyimpanan atau transpor, jika diperlukan.
Gambar 2.3. Air sofaSumber : http://blog.naver.com/chohyungsa, akses 04 October 2011
2.1.4.5 Mechanical Furniture
Mechanical furniture dapat diubah dalam berbagai bentuk dengan
aksesoris tertentu. Mechanical furniture dirancang dengan bentuk sederhana yang
dapat dilipat, mudah dipindahkan, dan disimpan setelah digunakan. Beberpa jenis
Mechanical furniture antara lain, kursi lipat, meja kupu-kupu, dan tempat tidur
bayi.
Gambar 2.4. American drop-leaf table, 1815-30Sumber : Postell, 2003, 58
2.1.5 Pengertian Desain Mebel
Kategori desain mebel menurut Marizar (2003, 19), termasuk dalam
desain fungsional, yaitu desain yang banyak memberikan pelayanan atau fasilitas
pada kegiatan manusia. Untuk membuat mebel diperlukan persyaratan dan
prinsip-prinsip yang berorientasi pada seluruh anatomi dan ukuran manusia,
keadaan jasmani, cara bergerak, cara bersikap, dan tuntutan selera manusia.
Menurut Marizar (2003, 19), titik tolak perencanaan mebel adalah manusia secara
keseluruhan, yang memiliki beragam kegiatan dengan berbagai tuntutannya.
Tuntutan tersebut meliputi keinginan tidur secara nyaman, keinginan duduk
dengan santai, keinginan keselamatan di dalam pekerjaan, keinginan akan
keindahan, keinginan praktis, dan sebagainya. Semua itu merupakan tuntutan
yang harus dipenuhi secara sistematik.
Proses desain mebel memerlukan keterampilan mendesain, pengalaman,
intuisi dan pengetahuan dalam lingkup yang sangat luas untuk mengembangkan
pengertian tentang bagaimana cara mendesain mebel (Postell, 2009, p.1). Proses
perancangan mebel membutuhkan inspirasi, konsep dan ide untuk memberikan
kepuasan, kenyamanan, dan kesenangan kepada pengguna mebel. Hasil desain
interior dapat ditegaskan dengan desain mebel yang terintegrasi atau kontras
dengan rancangan ruangnya. Hal ini disebabkan selain fungsi mebel sebagai
elemen pembentuk ruang, mebel digunakan pula sebagai penunjang aktivitas
manusia sehari-hari. Karakter mebel yang ‘freestanding’ memudahkan proses
mencipta atau mengubah suasana baru yang diinginkan.
Sebuah mebel diciptakan dengan berbagai syarat dan kondisi untuk
memenuhi kebutuhan dan membantu aktivitas bagi pengguna. Seperti yang
diuraikan oleh Marizar pada gambar 2, nilai kenyamanan, keamanan, keselamatan,
keindahan, efisiensi dan simbolik pada mebel akan terpenuhi apabila melewati
proses perancangan mebel yang sesuai dengan fungsi.
Diagram 2.1 Fundamental pemikiran desain mebel
Sumber : Marizar, 2003, p.7
PENCITRAAN
RUANG
Menurut Postell (2003, 163), kriteria-kriteria yang harus diperhatikan dalam
merancang mebel dalam tahapan predesign dan programming, meliputi :
Siapa
- Siapa yang menjadi target market untuk mebel berikut?
- Siapa yang menjadi pengguna mebel berikut?
- Siapa yang akan menjual atau mendistribusi mebel berikut?
- Siapa yang akan memperbaiki mebel berikut?
Apa
- Apakah tujuan dari pembuatan mebel ini?
- Apakah mebel ini memiliki fungsi lain?
- Apakah fungsi lain yang sebaiknya ditambah pada mebel ini?
- Berapa lama mebel ini dapat digunakan?
- Berapa harga mebel ini?
Mengapa
- Mengapa membutuhkan mebel ini?
- Mengapa seseorang akan membeli mebel ini?
- Mengapa memerlukan desain baru?
- Mengapa mebel ini akan digunakan?
- Mengapa mebel ini dibuat dengan berbagai teknik pembuatan?
Kapan
- Kapan mebel ini digunakan?
- Kapan mebel ini diperbaiki?
- Kapan mebel ini tidak dapat digunakan dengan kondisi baik?
- Kapan mebel ini disimpan atau dipindah?
Di mana
- Di mana mebel ini akan diletakkan/ ditempatkan?
- Di mana tempat yang dilarang untuk meletakkan mebel ini?
- Di mana mebel ini akan dipasarkan?
- Di mana tempat untuk mendapatkan material mebel ini?
- Di mana tempat untuk membuat mebel ini?
Bagaimana
- Bagaimana mebel ini bekerja?
- Bagaimana mebel ini digunakan?
- Bagaimana hubungan mebel ini dengan manusia sebagai pengguna?
2.1.6 Prinsip Desain Mebel
Menurut Vitruvius dalam buku The Ten Books of Achitecture, teori
arsitektur mengandalkan tiga prinsip terpenting, yaitu kekuatan, kegunaan, dan
kesenangan. Tiga prinsip arsitektur tersebut dapat diterapkan pada perancangan
mebel. Hal tersebut meliputi :
2.1.6.1 Kekuatan : konstruksi
- Bagaimana komponen mebel dibuatk dan dirakit?
Kekuatan mebel dihasilkan dari perakitan secara struktural, praktis
dan konstruksi. Kekuatan diandalkan pada teknik pembuatan,
keterampilan pekerja, dan relasi antara komponen-komponen mebel.
Dalam proses rancangan mebel, ketahanan mebel terhadap beban
diperhatikan, dengan tujuan untuk menguji apakah mebel dapat bertahan
dalam pengujian kategori beban tertentu.
2.1.6.2 Kegunaan : pemakaian dan pengalaman
Kegunaan nilai pakai mebel dapat dinilai berdasarkan bagaimana
mebel berfungsi dan digunakan, dengan melewati observasi dan
pengalaman. Untuk mendesain sebuah mebel, diperlukan data-data
kegiatan, antropometri, ergonomi, dan universal design. Haptic sensation
(pengalaman secara langsung) juga membantu menghasilkan desain mebel
yang optimal sehingga fungsi mebel dan nilai ergonomi dapat terpenuhi.
Antropometri
Antropometri adalah ilmu pengetahuan tentang pemahaman
fisiologi tubuh manusia dan pengukuran anatomi. Dengan menerapkan
nilai antropometri, mebel yang dirancang dituntut mengutamakan
kenyaman bagi tubuh dan gerakan pengguna secara ilmiah. Selain itu, nilai
antropometri memberi suatu patokan dalam memilih bahan dan
menentukan ukuran mebel.
Gambar 2.5. Data antropometri untuk wanitaSumber : http://hamiltonhughes.com, akses 15 November 2011
Ergonomi
Ergonomi memfokuskan pada bagaimana sesuatu diciptakan
supaya menghasilkan suatu integrasi antara keterbatasan badan manusia
dan aktivitas. Tesis ini berdasarkan pada, jika badan manusia tidak
ditekankan melebihi batasanya masing-masing manusia pada bagian tubuh,
otot, dan tulang, badan manusia akan menjadi sehat.
Kata ‘ergonomics’ berasal dari bahasa yunani ergos berarti
‘bekerja’ dan kata ‘nomic’ berarti ‘prinsip natural’. Ergonomis tidak
memaksakan manusia yang disesuaikan pada pekerjaan atau ruang tetapi
pekerjaan atau ruang yang disesuaikan dengan keterbatasan manusia.
Tujuan ergonomis adalah menciptakan desain yang bermanfaat dan praktis
bagi manusia dengan mempertimbangkan keterbatasan manusia aspek
fisikal maupun psikologis.
Gambar 2.6. Ergonomi dalam perancang kursi
Sumber : http://www.office-furnitures.net/, akses 15 November 2011
1) Keindahan : bentuk, organisasi ruang, estetika
Kesenangan yang timbul adalah reaksi individual yang subjektif
dari stimulasi secara fisikal atau visual. Dan kesenangan timbul dari
persepsi yang memberi kenyamanan serta warna, bentuk secara visual dan
karakteristik dan finishing bahan secara taktis. Menurut Buckminster
Fuller,
When I’m working on a problem, I never think about beauty. I think only how to
solve the problem. But when I have finishied, if the solution is no beautiful, I know that it
is wrong.
Desainer mebel harus menghasilkan harmoni yang sempurna
antara semua kondisi, yaitu konstruksi, kegunaan, situasi ruang, material
dan keindahan. Keindahan dalam desain mebel berdasarkan pada
pemakaian dan pengalaman dan estetika, oleh karen itu, dapat disimpulkan
sebagai fenomena sangat kompleks yang diandalkan pada suatu fisik dan
mental. Keindahan dalam desain mebel, hal yang harus diperhatikan
adalah :
- Bagaimana mebel akan terlihat?
- Di mana mebel itu dapat tepat digunakan?
- Apa ekspresi dalam desain mebel itu?
2.2 Gaya Desain Mebel
Menurut Marizar (2003, 36), gaya merupakan salah satu titik awal dalam
perancangan mebel. Banyak gaya telah timbul dapat memberikan inspirasi dan
motivasi bagi para desainer untuk menciptakan gaya mebel yang baru di masa
depan.
2.2.1 Gaya klasik
Mebel digunakan sebagai sarana untuk menghadirkan citra pemakainya
untuk menampilkan kekuasaan dan kemewahan bagi penguasa pada zamannya.
Hal ini terbukti dari kelahiran beberapa gaya desain mebel klasik yang cenderung
mencerminkan eksistensi dari penguasa, termasuk para bangsawan dan raja pada
saat mereka berkuasa.
Desain-desain mebel klasik banyak dipengaruhi oleh gaya arsitektur
gereja yang bersifat religius dan sakral, sehingga karakteristik yang ditampilkan
dalam desain mebel pada umumnya senada dengan gaya arsitekturnya pada
zamannya.
Kelas-kelas penguasa sudah menggunakan kursi dalam ruang dengan
desain yang proporsi, geometris, simetris untuk menampilkan kekuatan dan
kelestarian. Mebel-mebel untuk menduduki orang dijadikan titik awal bagi
perkembangan gaya mebel Eropa. Pada zaman itu, kursi hanya dapat digunakan
bagi orang-orang tingkat tinggi sebagai simbol yang memperlihatkan kehormatan.
Ukiran-ukiran yang menyerupai kaki binatang seperti sapi atau singa
diterapkan pada bagian kaki kursi. Hiasan-hiasan yang rumit, bergulung-gulung,
dan bergelora, serta sarat dengan unsur dekoratif pada zaman Mesir, Yunani dan
Roma menjadi ciri khasnya perkembangan desain mebel klasik Eropa (Guksun,
2007, p.22).
Gambar 2.7. Dudukan di Dionysus Theater, Athens
Sumber : www.mlahanas.de/Greeks/Furniture/Furniture.htm, akses 15 November 2011
Secara ringkas desain mebel klasik dan klasik Eropa memiliki
karakteritik sebagai berikut,
- Desain dikerjakan oleh seniman
- Desain yang mayoritas penuh dengan hiasan dan produk dikerjakan
oleh tukang kayu
- Bersifat kerajinan tangan dan dibuat secara manual
- Desain dibuat berdasarkan selera/kehendak raja atau bangsawan
- Desain yang dibuat bertujuan untuk memperoleh kebanggaan,
kemewahan atau bensi sosial, serta untuk melegitimasi kekeuasaan
raja
- Produk tidak dibuat secara masal
- Desain cenderung eksklusif
- Konsep desain kecenderungan, emosional, spiritual, magis dan sakral
- Gagasan hanya berdasarkan pengalaman di lingkungannya
- Kemampuan atau keterampilan yang digunakan berlandaskan pada
tradisi alamiah secara turun-temurun.
- Esensi gaya desain mebel klasik berpijak pada konsep fungsi harus
mengikuti makna bentuk dan ornamen (Marizar, 2003, p.39).
2.2.2 Gaya Modern
Mebel modern sebagai produk berakar dari fase-fase awal Revolusi
Industri yang terjadi di sekitar pertengahan abad ke-18 SM, setelah terjadinya
Perang Dunia I. Pada umunya, kata ‘modern’ sebagai istilah yang mewakili
zamannya sesuai dengan standar. Oleh karena itu, desain mebel modern akan
selalu dikaitkan dengan metode dalam memproduksi produk-produk industri.
Kemajuan teknologi pesat dalam revolusi industri membuat sistem
produksi berubah total, di mana tenaga manusia digantikan dengan mesin-mesin
pabrik, dan barang-barang diproduksi secara masal. Akibatnya, mebel didesain
lebih bersifat komersial atau bergerak tuntutan pasar.
Desain mebel modern sangat memperhatikan bentuk dasar yang
sederhana, efisien dan praktis. Pemakaian teknologi modern dan tuntutan ekonomi
menjadi tolok ukur yang menentukan karena desain dibuat dengan tujuan
menambah nilai secara maksimal, dengan biaya yang minimal.
Bahan-bahan yang dipakai masa modern kebanyakan hasil proses
produksi mesin, dengan lebih memperhatikan kekuatan dan kelemahan desain
secara sturuktural serta lebih mempertimbangkan biaya pembuatannya.
Pengolahan bahan mebel dari pipa-pipa logam digunakan sehingga menghasilkan
bentuk yang meniru bahan kayu merupakan suatu inovasi baru yang berkaitan
dengan polar pikir desain modern. Gaya desain mebel modern memiliki konsep
kesederhanaan bentuk yang harus selalu mengikuti fungsi.
Gambar 2.8. Basculent Chiar dibuat oleh Le Corbusier
Sumber : Guksun, 2007, 38
Secara ringkas desain mebel modern memiliki karakteritik sebagai
berikut,
- Desain dikerjakan oleh arsitek dan desainer profesional
- Bentuk mengikuti fungsi
- Desain diciptakan sederhana dan praktis
- Desain dibuat berdasarkan kebutuhan pasar
- Tampilan desain cenderung bersifat universal, mempunyai bentuk
yang sama atau mirip di seluruh dunia
- Konsep desain berdasarkan pemikiran yang berlandaskan pada logika
material, rasional dan komersial
- Gagasan desain didasarkan pada hail penelitian ilmiah
- Mebel terampilan diperoleh secara formal dari sekolah, bukan turun
termurun seperti pada desain mebel tradisional.
Gaya modern ditandai oleh
- Gaya internasional (universal)
- Fungsional-pragmatik
- Bentuk yang sederhana
- Mekanikal, logis dan teknologis Anti hiasan
- Anti metafora
- Anti simbolik
- Susunan fungional (Marizar, 2003, p.41)
2.2.3 Gaya Postmodern
Istilah postmodern mulai digunakan dari tahun 1972 dalam lingkup sastra.
Charles A. Jencks telah menyusun suatu klasifikasi gaya postmodern dalam
lingkup arsitektur yang menjadi ciri khasnya pada tahun 1970s. Menurut Jencks,
gaya postmodern mempunyai tanda-tanda sebagai berikut,
- Berkode ganda (double coding)
- Berbentuk semiotika
- Rumit (kompleks)
- Punya arti semiotika-semantik
- Menggunakan hiasan
- Metafora
- Simbolik
- Berfungsi campuran
- Konstekstual (Marizar, 2003, p.42)
Dalam konteks budaya postmodern, konsep desain dihindari dari
modernisme yang bersifat masal, rasional dan kaku kemudian mendekati juga
pada modernisme dengan pandangan kritis yang dapat mengatasi kekurangan
modermisme sehingga muncul sebuah konflik yang mendudukkan desain mebel
postmodern sebagai karya irasional, emosional, eksprsif, puitik dan terkesan
bermain-main. Prinsip yang dianut oleh gaya desain mebel postmodern ini adalah
fungsi mengikuti permainan bentuk, atau fungsi bermain-main dengan bahasa
bentuk.
2.3 Perilaku Pengguna terhadap Mebel
Mebel berperan sebagai penukaran antara ruang dan pengguna. Karakter
atau fungsi ruang akan diketahui dengan pengalaman atau instuisi pengguna
terhadap mebel dan digunakan sesuai dengan tujuan ruangan. Misalnya, meja dan
kursi yang di dalam ruang akan menentukan aktivitas pengguna, apakah ruang itu
untuk tempat makan atau berbicara dengan diam-diam atau berdansa. Fungsi,
ukuran, material, warna dan jenis yang dimiliki mebel akan menunjukkan karakter
ruang.
Pengguna sendiri menerjemahkan, memutuskan dan melakukan fungsi
mebel serta cara pemakaian mebel. Pemikiran dalam menanggapi sebuah mebel
tidak hanya dari satu jawaban yang mutlak, tetapi juga didapatkan dari berbagai
kesimpulan terhadap mebel, karena hal ini didapatkan dari pengalaman, budaya
dan situasi yang dimiliki oleh pengguna, kemudian pengguna memutuskan
perilaku terhadap mebel melewati proses menerjemahkan informasi visual.
Dengan demikian, desain mebel yang menerapkan affordance dapat
menciptakan pencitraan ruang yang aspek karakter ruangnya yang akan
menentukan fungsi dan mengarahkan perilaku pengguna.
2.3.1 Affordance
Proses perilkau manusia dipengaruhi oleh affordance yang berada di alam,
lingkungan buatan, dan lingkungan sosisal dan kultural. Manusia memahami
suatu benda dengan persepsi kemudian melakukan sesuai dengan pemahaman
yang terdapat. Dalam hal ini, dapat diketahui mengapa suatu desain perlu dibuat
dengan maksud supaya dapat digunakan dengan cara benar. Jika maksud desain
tidak disampaikan dengan baik kepada pengguna, akan mengarahkan perilaku
pengguna yang tidak diharapkan. Proses desain tidak hanya membuat tampilan
saja tetapi juga membantu pengguna supaya dapat memahami fungsinya
kemudian menggunakan sesuai dengan fungsinya.
2.3.1.1 Definisi Affordance
Kata ‘affordance’ berasal dari bahasa inggris afford yang bermakna
‘memberi’ dan dikemukakan oleh James J. Gipson (Barley, 1997, p.26).
Menurut Gibson, affordance mengacu pada semacam hubungan antara
suatu organisme, alam (lingkungan) dan karakterstik yang dinamis di dalam
lingkungan. Pengguna diberikan petunjuk untuk menggunakan suatu benda
dengan affordance yang menjadi satu bagian dari dunia dan alam. Affordance
adalah sifat yang fungsional dan informasi yang visual, yang berada di antara
manusia dan lingkungan. Affordance dapat dibilang sebagai karakter yang
tersembunyi dalam suatu benda, yang menawarkan tentang pemakaian suatu
benda tersebut dengan berbagai cara yang diputuskan oleh penggunanya sendiri
(Gipson, Pick, & Anne, 2003, p.28 ).
Diagram 2.2 Proses affordance melewati persepsi visualSumber: Tomson, 1995, p.33
Gibson menyusun teori persepsi yang memperdebatkan tentang affordance
yang mengacu pada karakteristik lingkungan yang mengarahkan perilaku yang
dapat didefinisikan dalam hubungan dengan pelaku, tanpa berusaha untuk mencari
atau mengumpulkan informasi. Akan tetapi, perilaku yang diarahkan oleh
affordance tidak akan sama karena affordance tergantung pada situasi atau pelaku.
Sebuah benda memiliki berbagai affordance dan manusia menangkap affordance
sesuai dengan karakteristik situasi.
Seorang psikoligis Sasaki Masato mendefinisikan affordance sebagai
berikut, affordance adalah arti tersembunyi dalam suatu lingkungan yang sebagai
sumber daya yang mempertahankan kehidupan manusia secara biologis dan
psikologis. Manusia terus menerus mendapatkan affordance dari lingkungan
dimana mereka berada dengan tidak sengaja, dan tidak mengenali terhadap
affordance berada di lingkung di mana-mana, akan tetapi lingkungan adalah
sebagai laut yang berpontensial yang memberi informasi dan nilai kepada manusia.
Benda atau lingkungan alami maupun buatan semua memiliki affordance yang
memberi sesuatu yang tertentu. (Youngho, 2004, p.22)
2.3.2 Penerapan Affordance pada Desain
Beberapa contohnya antara lain pada lampu meja dalam gambar di bawah
menawarkan perilaku pengguna supaya barang-barang diletakkan di bagian bawah
lampu yang berbentuk seperti nampan. Walaupun pengguna tidak diberi suatu
petunjuk pemakaian, akan tetapi sepertinya diarahkan dan ditawarkan bentuknya
sudah ke titik tersebut (Mengacu pada gambar 2.9).
Gambar 2.9 Lampu didesain oleh Fukasawa NaotoSumber : www.plusminuszero.jp, akses 04 October 2011
Dari kotak minuman pada ‘gambar 3.2’ dapat diketahui isi dalam kotak
minuman walaupun tanpa tulisan. Contoh ini bisa diaplikasikan dalam proses
desain mebel untuk menginformasikan cara pemakaian.
Desain kursi pada ‘gambar 2.11’ mengarahkan perilaku pengguna untuk
menggantung jas di atas batang berbentuk seperti gantungan baju yang menempel
pada sandaran kursi. Jika pengguna sudah melihat keberadaan gantungan baju
tersebut, maka pengguna tidak akan menyampirkan baju di sandaran kursi.
Gambar 2.11 Kursi didesain oleh Fukasawa NaotoSumber : www.plusminuszero.jp, Akses 04. Oct. 2011
Gambar 2.10 Kotak minuman didesain oleh Fukasawa NaotoSumber : www.plusminuszero.jp, akses 04 October 2011
2.3.3 Peran Affordance dalam Desain Mebel dan Interior
Affordance yang mengandalkan persepsi visual menyatakan bahwa
mengapa memerlukan desain yang menerapkan affordance pada interior dan
mebel yaitu supaya menciptakan ruang yang relasinya tepat antara manusia dan
lingkungan sehingga memenuhi kebutuhan dan keinganan bagi pengguna (Young-
gul, 2001, p.69).
Ruang interior adalah ruang yang pada kenyataannya kehidupan manusia,
tetapi ruang interior saja tidak dapat memenuhi kebutuhan manusia, karena ruang
hanya berfungsi sebagai tempat perlindungan. Hal ini diselesaikan dengan
menghadirkan mebel yang sejajar dengan elemen pembentuk seperti dinding,
lantai, tangga dan ceiling supaya menciptakan ruang yang mendukung pengguna
secara optimal.
Dengan melihat serangkaian ‘gambar 2.12’ di bawah, pembaca dapat
memahami tentang bagaimana mebel menawarkan perilaku pengguna. Di dalam
ruang kelas biasa seperti ‘gambar 2.12-A’ diisi dengan mebel standar untuk
mendukung aktivitas belajar. Kemudian dicoba untuk menempatkan kursi dan
meja yang biasanya digunakan untuk cafe atau bar tanpa merubah komposisi dan
ukuran. Suasana ‘gambar 2.12-B’, ‘gambar 2.12-C’ , dan ‘gambar 2.12-D’
bernuansa seperti cafe atau bar dengan menghadirkan mebel yang umumnya
digunakan di tempat tersebut. Perilaku pengguna dalam ruang yang gambar
tersebut dapat diperkirakan lebih aktif, bebas dan bisa mengurangi konsentrasi
dibandingkan ruang pada ‘gambar 2.12-A’. Dalam ruang ini, pengguna
memutuskan perilaku terhadap mebel melewati proses menerjemahkan informasi
visual.
Dengan demikian, desain mebel yang menerapkan affordance dapat
menciptakan pencitraan ruang yang aspek karakter ruangnya yang akan
menentukan fungsi dan mengarahakan perilaku pengguna.
Gambar 2.12 Perbandingan karakter ruang dengan berbagai mebel dalam ruang yangsama
Sumber : Penulis
2.3.4 Perceived Affordance
Seorang psikolog Norman menerapkan teori affordance yang
dikemukakan oleh Gipson pada desain. Gipson mementingkan struktur
lingkungan terhadap kemungkinan perilaku dengan bagaimana manusia persepsi
terhadap lingkungan. Sebaliknya Norman mementingkan proses desain untuk
menciptakan linkungan efisien yang dapat mudah dipersepsi hingga menggali cara
menyampaikan kepada pengguna. Dalam perbedaan ini, dapat diketahui bahwa
penelitian affordance oleh Norman memiliki hubungan dekat dengan linkungan
manusia (Anderson, 2000, p.13).
A B
C D
Norman mendefinisikan affordance adalah sifat secara fungsional
sebagai petunjuk untuk bagaimana menggunakan suatu lingkungan atau benda.
Oleh sebab itu, Norman mengatakan bahwa hasil desain yang memerlukan
penjelasan atau gambar petunjuk adalah desain yang gagal (1996, p.9). Misalnya,
sebuah pintu yang tidak dipasang pegangan dengan pengguna yang tidak
mengetahui cara membuka, kemudian pengguna berhasil membuka pintu dengan
perilaku diarahkan tanpa memerlukan informasi visual. Jika pengguna gagal
membuka pintu dengan mendorong, akan mencoba atau menggeser pintu. Dalam
teori Gipson, nilai affordance yang mengarahakan tindakan pengguna, akan tetapi
dalam teori Norman, nilai affordance belum ada dalam kasus tersebut, karena
pengguna tidak dapat informasi sebelum melakukan, maka memerlukan
memasang pegangan supaya pengguna dapat diketahui cara membuka (Yoonhwa,
2005, p.43).
2.3.4.1 Penerapan Perceived Affordance
1) Visibility
Visibility adalah petunjuk untuk akan melakukan dan akibatnya dari
tindakan tersebut ditampilkan secara visual.
2) Mapping
Mapping dalam desain adalah hubungan antara pengontrolan dalam desain,
tindakan telah dilakukan, dan akbitnya dari tindakan tersebut. Jika efek
dari desain yang telah digunakan mirip dengan harapan pengguna, dapat
dibilang berpadan dengan baik.
3) Feedback
Feedback adalah petunjuk untuk melihatkan salah atau benar terhadap
akibat dari tindakan pengguna. Jika pengguna tidak mendapatkan efek
apapun setelah bertindak, pengguna akan bertindak secara rutin walaupun
tindakan itu salah. Feedback perlu ditampilkan secara visual atau akustik.
4) Constraint
Constraint diterapkan pada desain untuk membatasi cara pemakaian
supaya tidak mengakibatkan cara pemakaian yang tidak diinginkan.
5) Forcing Function
Forcing Function berhubung dengan urutan tindakan, jika tindakan yang
sebelumnya tidak dilaksanakan, belum dapat melaksanakan tindakan
berikutnya.
2.4 Pencitraan Ruang
2.4.1 Pengertian Pencitraan Ruang
Ruang merupakan volume dan massa dengan bentuk tiga dimensi untuk
melindungi manusia dari hal-hal yang berbahaya dalam lingkungan dan
mendukung beragam aktivitas dalam kehidupan manusia (Inuk, 2001, p.19).
Pencitraan adalah suatu proses kesadaran yang bergerak. Kesadaran
tersebut merupakan dua fenomena, yaitu ingatan dan perkembangan terhadap
gambar-gambar dari hasil ingatan. Pencitraan dalam ruang mulai dari informasi
visual dari elemen-elemen bersifat fisikal di dalam ruang, kemudian
dikembangkan sebagai kesan. Misalnya, pencitraan taman muncul dari lanskap
serta pohon, lampu jalan, dan bench. Pencitraan taman tersebut memberi perasaan
santai atau kenyaman bagi manusia. Manusia merasakan pencitraan ruang
melewati proses ingatan dengan berbagai pengalaman sebelumnya (Japan
Architecture Istitute, 2002:recited Jungrim, 2008).
Pencitraan dalam perancangan interior dikategorikan dua jenis, yaitu
pencitraan yang telah dimiliki oleh manusia terhadap ruang dan pencitraan yang
ingin direalisasikan dalam ruang. Pencitraan yang telah dimiliki dijadikan sebagai
pangkalan untuk menciptakan suasana baru dengan pencitraan yang ingin
direalisaikan. Biasanya, pencitraan ruang dihasilkan dari desain pada elemen
pembentuk ruang. (Youngjun, 1997:recited Jungrim, 2008).
Untuk pembentuk pencitraan ruang, memerlukan pemahaman tentang
proses persepsi di ruang manusia berada karena pengalaman manusia berdasarkan
persepsi yang didapatkan dari lingkungan. Persepsi tersebut didapatkan dengan
melakukan kegiatan melihat, mendengar, mencium dan meraba.
2.4.2 Pencitraan Ruang dengan Mebel
Menurut Jungmin (2011, 6), ruang interior yang terpenuhi nilai praktis
secara fungsional dan keindahan, memberi kenyamanan dan mendapatkan
kehidupan efisien bagi manusia. Biasanya pencitraan ruang dapat diciptakan
dengan unsur-unsur pembentuk ruang dan mebel. Masa sekarang peran mebel
menjadi besar dalam membentukkan pencitraan ruang secara visual dan arif
sehingga mebel digunakan sebagai tanda yang menunjukkan karakter ruang.
Dalam hal tersebut, mebel digunakan untuk menghasilkan ruang interior
yang memenuhi kebutuhan manusia dan membentukkan pencitraan ruang. Oleh
sebab itu, ruang interior perlu dirancang dengan desain mebel yang integrasi
hingga menampilkan pencitraan ruang secara simbolis.
Mebel yang diciptakan oleh produsen dan desainer mebel, baik mebel
antik, mebel klasik maupun mebel modern, didesain atas beberapa pertimbangan
dan aspek, yaitu :
- Fungsi mebel itu sendiri, sesuai dengan ruang akan ditempatinya.
- Tujuan penempatan mebel tersebut pada ruang, apakah sekedar
disesuaikan dengan fungsinya, ataukah ada maksud lain seperti
penampilan, status dan sebagainya.
Atas dasar hal tersebut, ditentukan ukuran, bentuk/model, material yang
akan digunakan, konstruksinya, serta finishingnya (termasuk masalah warna dan
permukaanya).
Setiap perencanaan/penempatan mebel pada sebuah ruang, hendaknya
memperhatikan desain mebelnya. Salah dalam pemilihan desain, akan berakibat
menyimpangnya suasana ruang dengan fungsi dan tujuan yang diharapkan. Dalam
memilih mebel dan penempatnnya, ada tujuan yang diharapkan yaitu:
- Sebagai penunjang/perlengkapan ruang. Mebel-mebel yang digunakan
dengan maksud ini, hendaknya mempunyai desain yang dapat menunjang
fungsi ruang (Ranti, 1990, p.9).
2.5 Pengertian Elemen Pembentuk
Ruang terbentuk dari beberapa elemen-elemen pembentuk yaitu, dinding,
lantai, ceiling, tangga dan lain-lain.
2.5.1 Dinding
Dinding menentukan bentuk dan luasnya ruang, mengarahkan sirkulasi,
dan mendapatkan privasi bagi pengguna di dalam ruang. Dinding
mempertahankan penerobosan dari luar, menutupi area dengan membatasi area
yang horizontal elemen yang berbentuk vertikal sehingga mendapatkan batasan
antara lain, 1) eksterior dan eksterior 2) eksterior dan interior 3) interior dan
interior 4) interior dan individu 5) individu dan individu.
2.5.1.1 Fungsi secara Psikologis
Ruang didapatkan melewati membatasi arah horizontal dengan
menggunakan elemen yang berbentuk vertikal yaitu dinding.
A. Batas secara simbolis
Dinding dengan ketinggian 60cm yang menembuskan pandangan
berfungsi hanya sebagai batasan area.
B. Pembukaan secara visual
Dinding dengan ketinggian 120cm mendapatkan kelanjutan secara visual
sambil membatasi area.
C. Penghambatan secara visual
Dinding dengan ketinggian lebih 180cm menentukan karakter ruang dan
mendapatkan privasi bagi pengguna (Namsuk, 2010, p.50).
2.5.2 Lantai
Lantai sebagai elemen pembentuk ruang mendapatkan aktivitas manusia di
dalam ruang secara horizontal. Lantai menjadi permukaan dasar untuk meletakkan
alat-alat seperti mebel yang mendukung aktivitas manusia. Dengan mengatur
ketinggian, bahan, warna dan pola lantai, dapat membagi area sesuai dengan
fungsi atau kebutuhan misalnya, antara ruang keluarga dan kamar mandi, pintu
masuk dan foyer.
2.5.3 Tangga
Tangga digunakan untuk membantu aktivitas manusia yang meliputi
dengan sirkulasi yang vertikal. Tangga berfungsi sebagai elemen yang
menyambungkan antar ruang yang vertikal dan membagi ruang secara vertikal
dan horizontal.
2.6 Pemahaman Golf
2.6.1 Definisi Golf
Golf adalah semacam olahraga yang menggunakan bermacam stik dan
bola di lapangan rumput. Kata golf dinamakan dengan huruf awalnya kata bahasa
inggris, yaitu grass (bermain di atas rumput), oxygen (bernafas dengan udara
baik), light (bermain dengan pencahayaan matahari), foot (berjalan dengan kaki).
Golf adalah permainan luar ruang yang dimainkan secara perorangan atau tim
yang berlomba memasukkan bola ke dalam lubang-lubang yang ada di lapangan
dengan jumlah pukulan tersedikit mungkin.
Lapangan golf memiliki 18 hole, biasanya memghabiskan waktu empat
jam untuk sekali jalan bermain dengan empat orang pemain dalam satu tim.
Kebanyakan lapangan golf berlokasi di luar kota karena membutuh lahan sangat
luas, suasana yang jauh dari polusi udara, kebinsingan ,dan serta hal-hal yang
menganggu aktivitas di lapangan golf.(Gwigon, 1992, p.16-18)
Biaya golf untuk sekali bermain di Indonesia pada umunya, 300.000
rupiah hingga 1.500.000 rupiah. Biasanya, pemain golf termasuk golongan
masyarakat yang menengah ke atas.
Gambar 2.13 Gambar Pemahaman GOLFSumber : Penulis
2.6.2 Definisi Clubhouse
Club merupakan asosiasi antar orang yang memiliki hobi, minat, dan
tujuan yang lazim dan tempat sebagai basis operasi yang mendukung kegiatan
mereka adalah clubhouse.
Golf clubhouse merupakan tempat yang terletak dalam lapangan golf
untuk mendukung aktivitas pengunjung dan manajemen lapangan golf. Golf
clubhouse terbagi beberapa area, yaitu area tamu, area lobby, area manajemen
game, area F&B, area M/E, dan area kantor. (Minsik, 1988, p. 7)
2.6.3 Karakter Golf Clubhouse
Golf clubhouse merupakan tempat mendukung aktivitas pemain golf.
Karakter golf clubhouse yang akan mempengaruhi dalam proses mendesain mebel
dalam perancangan desain interior, yang meliputi :
1) First impression
Golf clubhouse menjadi first impression terhadap lapangan golf bagi
pemain golf karena digunakan pada awal aktivitas tamu, mulai dari ruang
lobby dan resepsionis.
2) Tempat untuk berinteraksi
Golf merupakan olahraga yang dimainkan oleh perorangan atau kelompok.
Pada umumnya, pemain golf berinteraksi satu sama lain selama bermain
golf di lapangan dan makan, minum, dan istirahat di clubhouse.
3) Selaras dengan alam
Golf clubhouse berada di dalam lapangan golf yang penuh dengan nuansa
alam, yaitu matahari, angin, pohon dan lain-lain. Hal ini mengarahkan
suasana golf clubhouse sebagai tempat yang selaras dengan lapangan golf.
2.6.3.1 Area Lobby
Area lobby terdiri dari lobby, resepsionis, lounge dan start lobby.
1) Lobby
Lobby adalah tempat pertama dan akhir golf clubhouse bagi pengunjung
karena lobby berada di pintu masuk dan keluar. Dalam golf clubhouse,
lobby berfungsi sangat penting sebagai yang memberi pencitraan dan
tingkat kualitas lapangan golf.
2) Resepsionis
Resepsionis perlu diletakkan pada posisi yang mudah dilihat oleh
pengunjung dan mempertimbangkan sirkulasi antar lobby, locker room,
restoran, dan banquet room supaya dipergunakan untuk mengarahkan
pengunjung.
3) Lounge
Lounge digunakan untuk tempat menunggu dan beristirahat sebelum atau
sesudah bermain golf. Pada umumnya, diletakkan pada tempat yang dekat
dari start lobby dan tidak dihalangi dengan sirkulasi yang padat dari
pengunjung.
2.6.3.2 Area F&B (Food and Beverage)
Area F&B merupakan restoran, banquet room dan dapur.
1) Restoran
Restoran diletakkan pada lantai tinggi supaya dapat pemandangan golf
course yang indah. Luas restoran ditentukan berdasarkan kapasitas
maksimum supaya menyediakan suasana nyaman dengan jarak antar meja
makan yang sesuai dan sirkulasi tamu dan staff yang efisien.
2) Banquet Room
Banquet room perlu menerapkan dinding semacam partisi yang mudah
dibuka supaya dapat digabungkan, sesuai dengan jumlah tamu.