bab ii isi
TRANSCRIPT
BAB II
ISI
A. PENERAPAN BBS DI PT NISSAN MOTOR INDONESIA
PT NISSAN MOTOR INDONESIA
PT. Nissan Motor Indonesia didirikan pada tahun
2001, beroperasi dalam bidang penjualan, distribusi,
juga suku cadang resmi Nissan, serta menjalankan
layanan purna jual di Indonesia. Sebagai bagian dari
Nissan Motor Corporation Ltd, PT. Nissan Motor
Indonesia memiliki peran penting dari rencana bisnis
global Nissan Power 88 dimana akan terus meningkatkan
kekuatan brand dan penjualan untuk menguasai 8% pangsa
pasar global dan secara berkelanjutan meningkatkan laba
operasional perusahaan rata-rata menjadi 8% di akhir
tahun fiskal 2016.
PT. Nissan Motor Indonesia menghadirkan rangkaian
produk yang kompetitif dengan segmen kendaraan
terlengkap. Kampanye ”Innovation that Excites” yang
diusung, menggarisbawahi komitmen Nissan atas produk-
produk yang inovatif dengan teknologi terdepan dan
penuh semangat. Menaungi 3 brand yaitu Nissan, Infiniti
3
4
dan Datsun, saat ini PT. Nissan Motor Indonesia
memiliki lebih dari 98 dealer yang tersebar di seluruh
Indonesia dan sebuah pabrik perakitan berlokasi di
Purwakarta, Jawa Barat dengan kapasitas produksi 90.000
unit per tahun.
Nissan Head Office
Jl. MT Haryono Kav 10 Jakarta 13330
Telp. (021) 858 2323, Fax. (021) 858 4912
Nissan Technical Center
Nissan TB Simatupang Bldg. 5th Floor
Jl. RA Kartini Kav II S No. 7, Jakarta 12310
Telp. (021) 765 3853, Fax. (021) 765 3823
Nissan Learning Center
Jl. Pahlawan No. 81, Pos Pengumben, Kebon Jeruk,
Jakarta 11560
Telp. (021) 5366 1768, Fax. (021) 5366 1770
Nissan Plant
Kawasan Industri Kota Bukit Indah Blok A-III Lot.
1-14, Purwakarta 41181, Jawa Barat
Telp. (0264) 351 851
Nissan Spare Part Center
5
Kawasan Industri Kota Bukit Indah Blok D1 No. 2
Purwakarta 41181, Jawa Barat
Telp. (0264) 351 505
Nissan Motor Co., Ltd., atau Nissan Motors atau
cukup disingkat Nissan, adalah sebuah industri
otomotif Jepang yang dulunya memasarkan produk dengan
merek Datsun sampai 1983. Kantor utamanya terletak di
wilayah Ginza dari Chūō-ku, Tokyotetapi Nissan
merencanakan akan memindahkan kantor utama mereka
ke Yokohama,Kanagawa pada 2010, dimana konstruksi sudah
dimulai pada 2007.
Nissan—nama lengkap Nissan Motor Co., Ltd. (日日日日日日
日 日 日 Nissan Jidōsha Kabushiki-
gaisha?) (TYO: 7201, NASDAQ: NSANY)—adalah perusahaan
otomotif terbesar kedua di Jepang setelah Toyota dan
merupakan salah satu dari tiga penyaing utama Asia di
Amerika Serikat.
Bersama aliansinya, Renault, Nissan menjadi
produsen keempat terbesar di dunia.
Line-Up dari NISSAN di dunia
Mobil Sedan, Station Wagon, dan Sport Coupe
a. Nissan March / Nissan Micra
b. Nissan Note
6
c. Nissan Cherry
d. Nissan Pulsar
e. Nissan Sentra
f. Nissan Sunny / Datsun 210 / Datsun 120Y
g. Nissan Tiida / Latio / Versa
h. Nissan Wingroad
i. Nissan Violet / Nissan Stanza / Datsun 160J
j. Nissan Bluebird / Datsun 180B
k. Nissan Altima
l. Nissan Primera
m. Nissan Avenir
n. Nissan Silvia
o. Nissan Laurel
p. Nissan Cefiro
q. Nissan Teana
r. Nissan Maxima
s. Nissan Leopard
t. Nissan Stagea
u. Nissan Skyline
v. Nissan Fairlady Z
w. Nissan Cedric / Nissan Gloria
x. Nissan Cima
Mobil mewah Infiniti
a. Infiniti G20
7
b. Infiniti G35 / Infiniti G37
c. Infiniti I30 / Infiniti I35
d. Infiniti M30
e. Infiniti J30
f. Infiniti M35 / Infiniti M45
g. Infiniti Q45
Mobil SUV
a. Nissan Armada
b. Nissan Dualis / Nissan Qashqai
c. Nissan Juke
d. Nissan Kix
e. Nissan Murano
f. Nissan Patrol / Nissan Safari
g. Nissan Rogue
h. Nissan Terrano / Nissan Pathfinder
i. Nissan X-Trail
Mobil MPV
a. Nissan Cube
b. Nissan Tino
c. Nissan Livina
d. Nissan Grand Livina
e. Nissan Serena
f. Nissan Bassara
g. Nissan Presage
8
h. Nissan Elgrand
Kendaraan Komersial
a. Datsun Sena
b. Datsun Pick-up / Nissan Frontier
c. Nissan Caravan / Nissan Urvan
d. Nissan Caball
e. Nissan Cabstar
f. Nissan Civilian
PENERAPAN Behovior Best Safety Di Nissan Motor
Indonesia
1. Tindakan tidak aman pada saat percobaan kendaraan
bermotor:
a. Memutar arah sembarangan
Tak jarang Anda temui rambu dilarang putar
arah di jalan. Masalahnya, banyak pengguna
jalan yang tidak sabar memilih nekat
melanggar. Baik ketika lalu lintas sedang
ramai atau sepi.
Sementara pengemudi lain yang mengetahui
larangan itu, tentu tidak akan menyangka jika
ada kendaraan yang memutar arah. Efeknya
dapat menyebabkan kemacetan panjang dan lebih
buruknya lagi dapat menimbulkan tabrakan.
9
b. Merokok di dalam mobil
Merokok sambil mengemudi mobil secara legal
memang tidak ada ketentuannya. Tapi selain
mengganggu kesehatan, juga berpotensi
menimbulkan distraksi pergerakan fisik
pengemudi. “Perlu diperhatikan puntung rokok
yang jatuh dan terkena tubuh pengemudi dapat
menyebabkan fokus pengemudi terhadap kondisi
jalan hilang dan ini memicu peluang
kecelakaan. Belum lagi perhatian terpecah
ketika menyalakan rokok. Begitu ada objek
penghalang di depan, respons driver pun
berkurang. Jadi merokok sambil mengemudi
mobil khususnya tidak direkomendasikan,”
tambah Jusri.
c. Zig-Zag
Pada dasarnya kecepatan di jalan tol
diharapkan dapat menerapkan kecepatan
konstan, oleh karena itu dibuatlah lajur–
lajurnya. Bayangkan ketika irama kecepatan
terganggu akibat pengguna jalan lain memotong
kendaraan Anda secara tiba-tiba. Tentunya
akan terkejut dan dapat menginjak rem
mendadak. Hal ini dapat menimbulkan tabrakan
beruntun. Terlebih kecepatan rata-rata di tol
lebih tinggi dibanding jalan raya.
10
Begitu pula di jalan raya. Mengemudi zig–zag
secara mendadak semisal ingin menghindari
lubang jalan juga berisiko tinggi. Jangan
pernah menganggap pengemudi lain dapat
mengantisipasi gerakan mendadak itu.
d. Menggunakan handphone
Paradigma di masyarakat, penggunaan telepon
saat mengemudi hanya mengganggu aktivitas
fisik. Sehingga mereka mengantisipasinya
dengan menggunakan wireless ataupun hands free.
“Namun distraksi mental menjadi faktor utama
saat melakukan pembicaraan dengan topik–topik
yang berat. Seperti problem kerja, keuangan,
atau keluarga, dapat mempengaruhi konsentrasi
pengemudi dan peluang kecelakaan semakin
besar,” ungkap Jusri.
Selain pada saat melakukan percobaan motor tindakan
tidak aman yang lain masih banyak dilakukan oleh para
pekerja seperti tidak mementingkan kondisi ergonomis
pada saat melakukan perbaikan, maupun modivikasi
mesin.Padahal kondisi yang tidak ergonomis itu dapat
mengakibatkan hal yang tidak diinginkan bila dilakukan
secara berulang-ulang.
11
2. Pedoman Penerapan BBS di PT Nissan Motor
Indonesia
a. Principles of behavioral safety (Prinsip –
Prinsip Keselamatan Perilaku)
Dalam mengerjakan seluruh ppekerjaan, maka
keselamatan kerja sangan penting dalam
malaksanakan pekerjaan. Ini berhubungan
dengan perilaku dalam bekerja. Ketika dalam
bekerja perlu memperhatikan keselamatan agar
seluruh pekrjaan berjalan tanpa adanya
korban. Dalam bekerja perlu mengunakan alat
pengaman diri untuk menghindari terjadinya
kecelakaan yang fatal akibat kelalaian dalam
bekerjan
b. Development of critical behavioral checklist
(Pengembangan Ceklis Perilaku Kritis)
Pengembangan perilaku dalam bekerja sangat
penting diterapkan dalam melaksanakan
pekerjaan guna keselamatan dalam bekerja,
maka perlu dibuat ceklis pekerjaan sesuai
dengan urutan sistem kerja untuk mencegah
terjadinya kecelakaan dalam bekerja.
c. Communication skills (Keterampilan Dalam
Berkomunikasi)
Komunikasi merupakan factor yang sangat
12
memperngaruhi keberhasilan alam bekerja,
pekerja dalam suatu proyek juga dituntuk
mempunyai ketrampilan dalam menggunakan alat
komunikasi untuk kelancaran suatu pekerjaan
yang mempunyai jarak tertentu yang tidak
dapat ditempuh dengan kendaraan. Dalam
berkomunikasi dimaksutkan agar pekerjaan
yang dilakukan sesuai dengan prosedur dan
gambar pekerjaan. Dan dengan berkomunikasi
untuk menjalin kerjasama dengan pihak
pengguna jasa.
d. Statistical analysis of observation data
(satistik data pengamatan)
Dalam suatu pekerjaan maka perlu dilakukan
penghitungan data statistik dan pengamatan
tentang prosentase pekerjaan yang telah
ditentukan apakah sudah sesuai dengan jadwal
yang telah disetujui dalam dokumen lelang.
e. Behavioral analysis (analisa Perilaku)
perilaku merupakan faktor utama pendukung
produktivitas kerja, sehingga harus
dikembangkan potensi dan perannya untuk
mewujudkan keamanan, keselamatan, ketertiban
dan kelancaran dalam bekerja sehingga dapat
mencegah terjadinya kecelakaan dalam
pekerjaan.
13
f. Observation methodology (Pengamatan
Metodology)
Dalam suatu pekerjaan pelu dilakukan
pengamatan setiap item pekerjaan bersama
sama dengan pihak direksi penguna jasa. Dan
dilakukan pencatatan dan laporan hasil
pekerjaan.
g. Coaching skills (Pelatihan Ketrampilan)
Setiap karyawan baru dalan suatu pekerjaan
maka perlu dilakukan pelatihan terlebih
dahulu agar terhinda dari kecelakaan –
kecelakan yang sedang maupun yang fatal.
Bimbingan juga perlu dilakukan agar karyawan
lebih berkompeten dalam melaksanakan
pekerjaannya.
h. BBS process implementation models (Proses
Pelaksanaan Model BBS)
Dalam suatu pelaksanaan pekerjaan perlu
dilakukan suatu gambaran tentang suatu
pekerjaan yang akan dilakukan sehingga
mempunyai arah dan tujuan yang jelas dalam
suatu pekerjaan. Ini dimungkinkan agar tidak
terjadi kecelakaan dalam suatu pekerjaan.
14
3. Upaya Yang Dilakukan di Nissan Motor Indonesian
untuk mengurangi unsafe behavior
Unsafe behavior dapat diminimalisasi dengan melakukan
dengan beberapa cara.
a. menghilangkan bahaya
Ditempat kerja dengan merekayasa faktor bahaya
atau mengenalkan Kontrol fisik. Cara ini dilakukan
untuk mengurangi potensi terjadinya unsafe
behavior, namun tidak selalu berhasil karena
pekerja mempunyai kapasitas untuk Unsafe behavior
dan mengatasi kontrol yang ada.
b. mengubah sikap pekerja agar lebih peduli dengan
keselamatan dirinya.
Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa perubahan
sikap akan mengubah perilaku. Berbagai upaya yang
dapat dilakukan adalah melalui kampanye dan
safety training. Pendekatan ini tidak selalu
berhasil karena ternyata perubahan sikap tidak
diikuti dengan perubahan perilaku. Sikap sering
15
merupakan apa yang seharusnya dilakukan bukan apa
yang sebenarnya dilakukan.
c. Dengan memberikan punishment terhadap unsafe
behavior.
Cara ini tidak selalu berhasil karena pemberian
punishment terhadap perilaku unsafe harus
konsisten dan segera setelah muncul, hal inilah
yang sulit dilakukan karena tidak semua unsafe
behavior dapat terpantau secara langsung.
d. Dengan memberikan reward terhadap munculnya safety
behavior.
Cara ini sulit dilakukan karena reward minimal
harus setara dengan reinforcement yang didapat
dari perilaku unsafe.
Di Nissan Motor Indonesia lebih focus pada masalah
unsafe factor karena Dari hasil evaluasi menunjukan
bahwa 65.3% dari kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja disebabkan oleh perilaku tidak aman (unsafe
behavior). Perilaku ini mempunyai kecenderungan negatif
untuk mengganggu lingkungan kerja secara umum. Oleh
sebab itu kini pelaku K3 menyadari bahwa peningkatan
pengelolaan K3 dapat dicapai dengan lebih memfokus pada
unsafe behavior di tempat kerja.
16
Selain menggunakan pedoman di atas PT Nissan Motor
Indonesia juga mengunakan system pendekatan
terpadu ,yaitu mencakup:
a. Leadership and Administration
Melibatkan partisipasi pekerja dalam pengelolaan
K3. Dari sisi traditional, pengelolaan K3 dikelola dari
atas kebawah yang mempunyai tendensi macet di level
lini, sehingga mengakibatkan pekerja tidak dilibatkan
dan merasa kurang dihargai dan kemungkinan dapat
berbuat perilaku tidak aman. Dalam hal pendekatan
behavior diharapkan dapat mengatasi kemacetan ini
melalui pendekatan dari bawah keatas, disini pekerja
diberikan peluang untuk berpartisipasi untuk
mendapatkan komitmennya sehingga pekerja merasa sebagai
ownership dari proses manajemen K3.
b. Accident/Incident Investigation, dan Accident/Incident
Analysis
Pendekatan yang ada pada ISRS secara umum untuk
kecelakaan dan hampir celaka kami anggap sudah memenuhi
kebutuhan untuk mendapatkan masukan ha-hal yang
berhubungan dengan unsafe-behavior untuk perbaikan
program kerja khususnya mengurangi kecelakaan. Dilihat
dari sisi behavior-based safety pendekatan secara
behavior positif sebenarnya dapat dilakukan dengan
17
menginformasikanpenyebab-penyebab kecelakaan dan
kondisi-kondisi tidak aman melalui elemen 15Personal
Communication yang menitikberatkan pada Planned-
Personal-Contact antara atasan dan bawahan. Atau
melalui elemen 16 Group Communication yaitu pada
pelaksanaan Group HSE Meeting.
c. Critical Task Analysis dan procedure,Task
Observation, Engineering Change Management.
Indentifikasi tugas serta melakukan risk
assessment merupakan salah satu kunci untuk mengetahui
risiko yang ada dan kemudian dilakukan tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tingkat risiko yang dapat
diterima. Sisi lain menghilangkan bahaya dengan teknik
rekayasa mengurangi potensi unsafe behavior. Namun,
tidak selalu berhasil. Hal itu semata-mata karena
manusia mempunyai kecenderungan untuk melakukan
tindakan tidak aman dan melakukan override
safety system. Sebagai contoh, untuk sistem pengamanan
gedung dari kebakaran, operator control room yang
bertugas mendapatkan alarm kebakaran dari smoke/heat
detector di suatu ruangan, kemudian dilakukan
pengecekan, tetapi tidak ada kebakaran. Karena sering
mendapatkan hal seperti ini melakukan override system
ini dan akibatnya bila suatu saat ada kebakaran yang
18
sesungguhnya maka detector tidak dapat mendetaksi.
Tindakan ini merupakan unsafe behavior. .
d. Rule and Work Permit
Memberi hukuman sampai pekerja melakukan safe
behavior ? Cara ini praktis, namun dapat mengarah pada
dampak positif atau negatif. Pendekatan ini lebih
menekankan pentaatan disiplin dan penghukuman untuk
menghimbau tidak melakukan tindakan tidak aman,
sementara perilaku-aman tidak diperhatikan.
Hal seperti ini sering menghasilan kebalikan yang
diinginkan (karena takut kena sanksi maka kecelakaan
atau near-miss tidak dilaporkan). Walaupun peraturan
dapat diberlakukan, lebih sering tidak dipatuhi.
Alasannya sangat sederhana : efektifitas dari
konsistensi pemberlakuannya. Itu hukuman dapat
tergantung efektif jika langsung pada dilakukan, dan
berlaku untuk setiap tindakan tidak aman yang terjadi.
Memberi penghargaan pada pekerja yang melakukan safe
behavior ? Bagaimana manajemen lini dapat memastikan
bahwa penguatan 'bekerja dengan aman' lebih kuat dari
mereka yang 'bekerja dengan tidak aman'. Sudah menjadi
kenyataan bahwa manusia cenderung memberi respon lebih
pada suatu penghargaan dan 'social approval' dari pada
faktor lain. Namun yang krusial adalah, sifat manusia
yang hanya ingin melakukan karena pujian. Peningkatan
19
kepercayaan oleh atasan kepada anak buah dapat
berdampak pada budaya K3 yang positif. Aplikasi
Bagaimana mengaplikasikan pengetahuan ini untuk
meningkatkan 'safety behavior’ Kita mengetahui bahwa
dengan memfokus pada safety behavior dapat membawa
perubahan yang diinginkan dan bahwa perubahan sikap
dapat merubah perilaku. Kita mengetahui pula bahwa,
'social approval' dan himbauan dapat membawa perubahan
positif pada norma-norma K3. Dan, kita tahu pula bahwa
pekerja adalah orang terbaik untuk merubah norma K3
mereka, karena mereka sendiri yang mengkontrol
perilakunya. Oleh sebab itu, setiap inisiatif perba1kan
pengelolaan K3 yang mengandalkan line management secara
exclusif belum tentu berhasil seperti mengandalkan
pekerja itu sendiri.
Pendekatan behavioral safety adalah sangat
bergantung pada pekerja dan diperbaiki oleh pekerja,
sejalan dengan manajemen. Dengan cara ini, pekerja
diberikan tanggung jawab dan batasan-batasan untuk
mengidentifikasi dan memantau tindakannya (safe and
unsafe behaviors), demikian juga menyusun target
'perbaikan K3' mereka sendiri. Hasilnya, kelompok
kerja dapat menentukan norma-norma K3 mereka dalam
lingkungan yang mendukung. Line management
memfasilitasi proses ini dengan memberikan sumber-
sumber dan dukungan untuk menghimbau 'employee
20
ownership of safety', juga menekankan bahwa tidak
seorangpun akan diberikan sanksi sebagai akibat dari
pemantauannya. Dengan cara ini tercipta 'blame free'
pro-active safety culture yang sangat vital dalam
pencapaian sukses jangka panjang.
B. PENDAPAT TENTANG PENERAPAN BBS DI PT NISSAN MOTOR
INDONESIA:
Telah dipaparkan bahwa pada saat pengujian produk
kendaraan para pegawai yang menguji melakukan tindakan
unsafe behavior seperti memutar arah sembarangan ,
merokok pada saat pengujian, zig zag , dan menggunakan
21
hand phone saat berkendara. Selain itu pekerja
melakukan tindakan tidak ergonomis pada saat melakukan
perbaikan atau modivikasi mesin untuk mencapai
hasil.Padahal jika tindakan tidak ergonomis dilakukan
secara berulang-ulang dapat mengakibatkan susunan
tulang tidak sebagaimana mestinya lagi.Maka ,karena
dari pihak perusahaan itu sendiri sudah mengetahui
tindakan unsafe behavior yang dilakukan para pekerjanya
seharusnya memberi kebijakan tersendiri untuk para
pegawainya yang melakukan tindakan tersebut.Awalnya
dengan memberikan penyuluhan mengenai hal negative dari
unsafe behavior tersebut, jika para pekerja sudah
mengetahui dan masih melakukan unsafe behavior maka
dari pihak perusahaan bersama K3nya memberikan
peringatan serta sanksi tersendiri bagi yang melakukan
pelanggaran tersebut.Karena tindakan itu sangad
membahayakan para pegawainya karena akan timbul suatu
kecelakaan ,dimana bila terjadi kecelakaan maka dari
pihak perusahaan juga akan rugi.
Sebenarnya penerapan safety behavior di PT Nissan
Motor sudah bagus cumin kurang adanya sosialisaso
tersendiri dari managamen K3 terhadap para pegawai yang
bersangkutan.Sehingga tenaga yang melakukan pekerjaan
tersebut nyaman-nyaman aja tanpa memikir
kedepannya.Atau un safe behavior terjadi karena pegawai
22
tidak tau ataupun Cuma ingin mencapai targed yang
dikehendaki oleh pihak perusahaan.
Dan dari pihak perusahaan selain menggunakan
pedoman yang sudah dijelaskan di atas ,seharusnya juga
melakukan pendekatan pada para karyawannya yang
bertujuan agar para pegawai mengetahui akan hal
negative yang timbul jika melakukan tindakan unsafe
behavior.Seperti yang telah dikemukakan oleh
Cooper(1999).Pendekatannya berupa :
1. Melibatkan Partisipasi Karyawan yang
Bersangkutan
Salah satu sebab keberhasilan behavior safety
adalah karena melibatkan seluruh pekerja dalam
safety management. Pada masa sebelumnya safety
management bersifat top-down dengan tendensi
hanya berhenti di management level saja. Hal ini
berarti para pekerja yang berhubungan langsung
dengan unsafe behavior tidak dilibatkan dalam
proses perbaikan safety performance. Behavior
safety mengatasi hal ini dengan menerapakn sistem
bottom-up, sehingga individu yang berpengalaman
dibidangnya terlibat langsung dalam
mengidentifikasi unsafe behavior. Dengan
keterlibatan workforce secara menyeluruh dan
adanya komitmen, ownership seluruh pekerja
23
terhadap program safety maka proses improvement
akan berjalan dengan baik.
2. Memusatkan Perhatian pada Unsafe Behavior yang
Spesifik
Alasan lain keberhasilan behavioral safety
adalah memfokuskan pada unsafe behavior (sampai
pada proporsi yang terkecil) yang menjadi
penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja
di perusahaan. Menghilangkan unsafe behavior
berarti pula menghilangkan sejarah kecelakaan
kerja yang berhubungan dengan perilaku tersebut.
Untuk mengidentifikasi faktor di lingkungan kerja
yang memicu terjadinya unsafe behavior para
praktisi menggunakan teknik behavioral analisis
terapan dan memberi reward tertentu pada individu
yang mengidentivikasi unsafe behavior. Praktisi
lain juga mengidentifikasikan kekurangan sistem
managemen yang berhubungan agar cepat ditangani
sehingga tidak lagi memicu terjadinya unsafe
behavior. Unsafe atau safety behavior yang
teridentifikasi dari proses tersebut disusun
dalam chek list dalam format tertentu, kemudian
dimintakan persetujuan karyawan yang
bersangkutan. Ketika sistem behavioral safety
semakin matang individu menambahakan unsafe
behavior dalam check list sehingga dapat
24
dikontrol atau dihilangkan. Syarat utama yang
harus dipenuhi yaitu, unsafe behavior tersebut
harus observable, setiap orang bisa melihatnya.
3. Didasarkan pada Data Hasil Observasi
Observer memonitor safety behavior pada kelompok
mereka dalam waktu tertentu. Makin banyak
observasi makin reliabel data tersebut, dan
safety behavior akan meningkat.
4. Proses Pembuatan Keputusan Berdasarkan Data
Hasil observasi atas perilaku kerja dirangkum
dalam data prosentase jumlah safety behavior.
Berdasarkan data tersebut bisa dilihat letak
hambatan yang dihadapi. Data ini menjadi umpan
balik yang bisa menjadi reinforcement positif
bagi karyawan yang telah berprilaku safe, selain
itu bisa juga menjadi dasar untuk mengoreksi
unsafe behavior yang sulit dihilangkan.
5. Melibatkan Intervensi Secara Sistimatis dan
Observasional
Keunikan sistem behavior safety adalah adanya
jadwal intervensi yang terencana. Dimulai dengan
briefing pada seluruh departemen atau lingkungan
kerja yang dilibatkan, karyawan diminta untuk
menjadi relawan yang bertugas sebagai observer
yang tergabung dalam sebuah project team.
25
Observer ditraining agar dapat menjalankan tugas
mereka. kemudian mengidentifikasi unsafe
behavior yang diletakkan dalam check list. Daftar
ini ditunjukkan pada para pekerja untuk mendapat
persetujuan. Setelah disetujui, observer
melakukan observasi pada periode waktu tertentu
(+ 4 minggu), untuk menentukan baseline. Setelah
itu barulah program interverensi dilakukan dengan
menentukan goal setting yang dilakukan oleh
karyawan sendiri. Observer terus melakukan
observasi. Data hasil observasi kemudian
dianalisis untuk mendapatkan feed back bagi para
karyawan. Team project juga bertugas memonitor
data secara berkala, sehingga perbaikan dan
koreksi terhadap Program dapat terus dilakukan.
6. Menitikberatkan Pada Umpan Balik Terhadap
Perilaku Kerja
Dalam sistem behavior safety umpan balik dapat
berbentuk: umpan balik verbal yang langsung
diberikan pada karyawan sewaktu observasi; umpan
balik dalam bentuk data (grafik) yang ditempatkan
dalam tempat-tempat yang strategis dalam
lingkungan kerja; dan umpan balik berupa briefing
26
dalam periode tertentu dimana data hasil
observasi dianalis untuk mendapatkan umpan balik
yang mendetail tantang perilaku yang spesifik.
7. Membutuhkan Dukungan dari Manager
Komitmen management terhadap proses behavior
safety biasanya ditunjukkan dengan memberi
keleluasaan pada observer dalam menjalankan
tugasnya, memberikan penghargaan yang melakukan
safety behavior, menyediakan sarana dan bantuan
bagi tindakan yang harus segera dilakukan,
membantu menyusun dan menjalankan umpan balik,
dan meningkatkan inisiatif untuk melakukan
safety behavior dalam setiap kesempatan. Dukungan
dari manajemen sangat penting karena kegagalan
dalam penerapan behavior safety biasanya
disebabkan oleh kurangnya dukungan dan komitmen
dari manajemen.