asuhan keperawatan anak dbd
TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN I. PENGERTIAN
Penyakit demam berdarah dengue atau yang disingkat sebagai
DBD adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh virus dengue
yang dibawa oleh nyamuk aedes aegypti betina lewat air liur
gigitan saat menghisap darah manusia. Pada DBD terjadi
perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi (peningkatan
hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh.
DHF adalah suatu infeksi arbovirus akut yang masuk ke
dalam tubuh melalui gigitan nyamuk spesies aides. Penyakit ini
sering menyerang anak, remaja, dan dewasa yang ditandai dengan
demam, nyeri otot dan sendi. Demam Berdarah Dengue sering
disebut pula Dengue Haemoragic Fever ( DHF ).
Dengue haemorhagic fever (DHF) adalah penyakit yang
disebabkan oleh virus dengue sejenis virus yang tergolong
arbovirus dan masuk kedalam tubuh penderita melalui gigitan
nyamuk aedes aegepty.
II.TANDA DAN GEJALA
Meningkatnya suhu tubuh
Nyeri pada otot seluruh tubuh
Nyeri kepala menyeluruh atau berpusat pada supra orbita,
retroorbita
Suara serak
Batuk
Epistaksis
Disuria
Nafsu makan menurun
Muntah
Petekie
Ekimosis
Melena
III. PATOFISIOLOGI
Virus akan masuk ke dalam tubuh melalui gigitan nyamuk aedes
aegypty. Pertama-tama yang terjadi adalah viremia yang
mengakibatkan penderita mengalami demam, sakit kepala, mual,
nyeri otot, pegal-pegal diseluruh tubuh, ruam atau bintik-
bintik merah pada kulit (petekie), hyperemia tenggorokan dan
hal lain yang mungkin terjadi seperti pembesaran kelenjar getah
bening, pembesaran hati (Hepatomegali) dan pembesaran limpa
(Splenomegali).
Kemudian virus akan bereaksi dengan antibody dan
terbentuklah kompleks virus-antibody. Dalam sirkulasi akan
mengaktivasi system komplemen. Akibat aktivasi C3 dan C5 akan
dilepas C3a dan C5a, dua peptida yang berdaya untuk melepaskan
histamine dan merupakan mediator kuat sebagai factor
meningkatnya permeabilitas dinding kapiler pembuluh darah yang
mengakibatkan terjadinya perembesan plasma ke ruang ekstra
seluler.
Perembesan plasma ke ruang ekstra seluler mengakibatkan
berkurangnya volume plasma, terjadi hipotensi, hemokonsentrasi,
dan hipoproteinemia serta efusi dan renjatan (syok).
Hemokonsentrasi (peningkatan hematokrit > 20 %) menunjukkan
atau menggambarkan adanya kebocoran (perembesan) plasma
sehingga nilai hematokrit menjadi penting untuk patokan
pemberian cairan intravena. Terjadinya trobositopenia,
menurunnya fungsi trombosit dan menurunnya faktor koagulasi
(protombin dan fibrinogen) merupakan faktor penyebab terjadinya
perdarahan hebat , terutama perdarahan saluran gastrointestinal
pada DHF.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstra vaskuler dibuktikan
dengan ditemukannya cairan yang tertimbun dalam rongga serosa
yaitu rongga peritoneum, pleura, dan pericard yang pada otopsi
ternyata melebihi cairan yang diberikan melalui infus. Setelah
pemberian cairan intravena, peningkatan jumlah trombosit
menunjukkan kebocoran plasma telah teratasi, sehingga pemberian
cairan intravena harus dikurangi kecepatan dan jumlahnya untuk
mencegah terjadinya edema paru dan gagal jantung, sebaliknya
jika tidak mendapatkan cairan yang cukup, penderita akan
mengalami kekurangan cairan yang dapat mengakibatkan kondisi
yang buruk bahkan bisa mengalami renjatan. Jika renjatan atau
hipovolemik berlangsung lama akan timbul anoksia jaringan,
metabolik asidosis dan kematian apabila tidak segera diatasi
dengan baik. Gangguan hemostasis pada DHF menyangkut 3 faktor
yaitu : perubahan vaskuler, trombositopenia dan gangguan
koagulasi.
Setelah virus dengue masuk ke dalam tubuh, pasien akan
mengalami keluhan dan gejala karena viremia, seperti demam,
sakit kepala, mual, nyeri otot, pegal seluruh badan, hiperemi
ditenggorokan, timbulnya ruam dan kelainan yang mungkin muncul
pada system retikuloendotelial seperti pembesaran kelenjar-
kelenjar getah bening, hati dan limpa. Ruam pada DHF
disebabkan karena kongesti pembuluh darah dibawah kulit.
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan berat
penyakit DHF ialah meningginya permeabilitas dinding kapiler
karena pelepasan zat anafilaktosin, histamin dan serotonin
serta aktivasi system kalikreain yang berakibat ekstravasasi
cairan intravaskuler. Hal ini berakibat berkurangnya volume
plasma, terjadinya hipotensi, hemokonsentrasi,
hipoproteinemia, efusi dan renjatan.
Adanya kebocoran plasma ke daerah ekstravaskuler
ibuktikan dengan ditemukannya cairan dalam rongga serosa,
yaitu dalam rongga peritoneum, pleura dan perikard. Renjatan
hipovolemik yang terjadi sebagai akibat kehilangan plasma,
bila tidak segera teratasi akan terjadi anoxia jaringan,
asidosis metabolic dan kematian. Sebab lain kematian pada DHF
adalah perdarahan hebat. Perdarahan umumnya dihubungkan dengan
trombositopenia, gangguan fungsi trombosit dan kelainan fungsi
trombosit.
Fungsi agregasi trombosit menurun mungkin disebabkan
proses imunologis terbukti dengan terdapatnya kompleks imun
dalam peredaran darah. Kelainan system koagulasi disebabkan
diantaranya oleh kerusakan hati yang fungsinya memang tebukti
terganggu oleh aktifasi system koagulasi. Masalah terjadi
tidaknya DIC pada DHF/ DSS, terutama pada pasien dengan
perdarahan hebat.
Klasifikasi DHF menurut WHO, 1986 mengklasifikasikan DHF
menurut derajat penyakitnya menjadi 4 golongan, yaitu :
Derajat I
Demam disertai gejala klinis lain, tanpa perdarahan spontan.
Panas 2-7 hari, Uji tourniquet positif, trombositipenia, dan
hemokonsentrasi.
Derajat II
Sama dengan derajat I, ditambah dengan gejala-gejala
perdarahan spontan seperti petekie, ekimosis, hematemesis,
melena, perdarahan gusi.
Derajat III
Ditandai oleh gejala kegagalan peredaran darah seperti nadi
lemah dan cepat (>120x/mnt ) tekanan nadi sempit ( 120
mmHg ), tekanan darah menurun, (120/80 120/100 120/110
90/70 80/70 80/0 0/0 )
Derajat IV
Nadi tidak teaba, tekanan darah tidak teatur (denyut jantung
140x/mnt) anggota gerak teraba dingin, berkeringat dan kulit
tampak biru.
IV.PENYIMPANGAN KDM
Virus Dangue
Meningkatnya sel point Depresi
sumsum tulang Reaksi
antigen dan antibodi
Stimulasi di hipotalamus Manifestasi perdarahan
Peningkatan permeabelitas
Suhu tubuh meningkat Kehilangan cairan pembuluh darah
Risiko syokhipovolemik
Risiko Perubahan
Perfusi
Perdarahan jaringan
perifer
Syok
Kematian Aliran darah melambat
Organ tubuh tidak mendapat cukup darah
Suplai O2 ke lambung menurun
Merangsang nervus vagus
Sekresi HCL meningkat
Mual dan muntah
Anoreksia
V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan Laboratorium :
1. Trombosit menurun
Hipertermi
Kebutuhannutrisi kurangdari kebutuhan
Ketidak seimbangancairan darikebutuhan
2. Hematokrit meningkat 20% atau lebih
3. Leukosit menurun pada hari kedua dan ketiga
4. Kadar albumin menurun dan bersifat sementara
5. Hipoproteinemia( Protein darah rendah )
6. Hiponatremia( NA rendah )
b. Pemeriksaan Radiologi
Pada foto trorax( pada DHF grade III/ IV dan sebagian besar
grade II) di dapatkan efusi pleura
VI.TERAPI DAN PENGOBATAN
Belum atau tanpa renjatan:
1. Grade I dan II :
a. Oral ad libitum atau
b. Infus cairan Ringer Laktat dengan dosis 75 ml/Kg BB/hari
untuk anak dengan BB < 10 kg atau 50 ml/Kg BB/hari untuk
anak dengan BB < 10 kg bersama-sama diberikan minuman
oralit, air buah atau susu secukupnya.
Untuk kasus yang menunjukkan gejala dehidrasi disarankan
minum sebnyak-banyaknya dan sesering mungkin.
Apabila anak tidak suka minum sama sekali sebaiknya
jumlah cairan infus yang harus diberikan sesuai dengan
kebutuhan cairan penderita dalam kurun waktu 24 jam yang
diestimasikan sebagai berikut :
100 ml/Kg BB/24 jam, untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 26-30 kg
60 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 31-40 kg
50 ml/KgBB/24 jam, untuk anak dengan BB 41-50 kg
Obat-obatan lain : antibiotika apabila ada infeksi
lain, antipiretik untuk anti panas, darah 15
cc/kgBB/hari perdarahan hebat.
Dengan Renjatan ;
2. Grade III
a. Berikan infus Ringer Laktat 20 mL/KgBB/1 jam
Apabila menunjukkan perbaikan (tensi terukur lebih dari
80 mmHg dan nadi teraba dengan frekuensi kurang dari
120/mnt dan akral hangat) lanjutkan dengan Ringer Laktat
10 mL/KgBB/1jam. Jika nadi dan tensi stabil lanjutkan
infus tersebut dengan jumlah cairan dihitung berdasarkan
kebutuhan cairan dalam kurun waktu 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi dengan sisa waktu ( 24 jam
dikurangi waktu yang dipakai untuk mengatasi renjatan ).
Perhitungan kebutuhan cairan dalam 24 jm diperhitungkan
sebagai berikut :
100 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB < 25 Kg
75 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dng berat badan 26-30 Kg.
60 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 31-40 Kg.
50 mL/Kg BB/24 jam untuk anak dengan BB 41-50 Kg.
b. Apabila satu jam setelah pemakaian cairan RL 20 mL/Kg
BB/1 jam keadaan tensi masih terukur kurang dari 80 mmHg
dan andi cepat lemah, akral dingin maka penderita
tersebut memperoleh plasma atau plasma ekspander
( dextran L atau yang lainnya ) sebanyak 10 mL/ Kg BB/ 1
jam dan dapat diulang maksimal 30 mL/Kg BB dalam kurun
waktu 24 jam. Jika keadaan umum membai dilanjutkan cairan
RL sebanyk kebutuhan cairan selama 24 jam dikurangi
cairan yang sudah masuk dibagi sisa waktu setelah dapat
mengatasi renjatan.
c. Apabila satu jam setelah pemberian cairan Ringer Laktat
10 mL/Kg BB/ 1 jam keadaan tensi menurun lagi, tetapi
masih terukur kurang 80 mmHg dan nadi cepat lemah, akral
dingin maka penderita tersebut harus memperoleh plasma
atau plasma ekspander (dextran L atau lainnya) sebanyak
10 Ml/Kg BB/ 1 jam. Dan dapat diulang maksimal 30 mg/Kg
BB dalam kurun waktu 24 jam.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA ANAK ADENGAN DBD
DI RUANG DAHLIA RS. TK II PELAMONIA
1. PENGKAJIAN
1. Identitas
Nama : An. A
Umur : 6 thn
Alamat : Jln. Makio Baji BD 5/1
Agama : Islam
Nama Ibu : Ny. T
Pendidikan : Sarjana
Nama Ayah : Tn S
Pendidikan : Sarjana
Pekerjaan : Karyawan swasta
Diagnosa Medik : DBD
Pengkajian tanggal : 30 Desember 2012
2. Keluhan Utama :
Panas selama ± 2 minggu terus menerus, nyeri dada, batuk,
3. Riwayat penyakit sekarang :
Kamis pagi panas, dibawa ke puskesmas dapat paracetamol.
Panas turun. Sabtu malam anak tiba-tiba muntah-muntah air,
makan tidak mau, minum masih mau. Minggu jam 03 pagi keluar
darah dari hidung pada waktu bersin, keluhan pusing, susah
BAB, dibawa ke UGD.
4. Riwayat penyakit dahulu
Sebelumnya klien tidak penah dirawat karena penyakit apapun.
5. Riwayat penyakit keluarga
Menurut keluarga ( Ibu ) tidak ada keluarga yang dalam waktu
dekat ini menderita sakit DBD.
6. Riwayat kesehatan lingkungan.
Menurut ibu kondisi lingkungan rumah cukup bersih, walaupun
tinggal dekat kali kecil, sekitar rumah terdapat beberapa
ban bekas untuk menanam tanaman yang belum dipakai, bak
mandi dikuras setiap seminggu 1 kali. Menurut ibu seminggu
yang lalu ada tetangga gang yang menderita DHF, tetapi
sekarang sudah sembuh, dan lingkungan wilayah belum pernah
disemprot.
7. Riwayat kehamilan
Anak lahir pada usia kehamilan 7 bulan, dengan berat badan
lahir 2,4 kg, ibu tidak tahu mengapa kehamilannya hanya 7
bulan. Lahir spontan dan selama 1 tahun anak mendapat
imunisasi lengkap dan minum PASI s/d 2 tahun.
8. Pengkajian Persistem
a. Sistem Gastrointestinal
Nafsu makan menurun, anak hanya mau makan 3 sendok makan,
minum tidak suka, harus dipaksakan baru mau minum. Mual
tidak ada, muntah tidak terjadi. Terdapat nyeri tekan
daerah hepar dan asites positif, bising usus 8x/mnt.
b. Sistem muskuloskeletal :
Tidak terdapat kontraktur sendi, tidak ada deformitas,
keempat ekstremitas simetris, kekuatan otot baik.
c. Sistem Genitourinary
BAK lancar, spontan, warna kuning agak pekat ditampung
oleh ibu untuk diukur, BAB dari malam belum ada.
d. Sistem Respirasi.
Pergerakan napas simetris, tidak terdapt pernapasan
cuping hidung, pd saat pengkajian tanda-tanda epistaksis
sudah tidak ada, Frekuensi napas 25x/menit. Bunyi nafas
tambahan tidak terdengar.
e. Sistem Cardiovaskuler
TD : 100/60, nadi 98x/mnt, akral dingin, tidak terdapat
tanda-tanda cyanosis, cap. Refill < 3 detik, tidak
terjadi perdarahan spontan, tanda-tanda petikhie spontan
tidak terlihat, hanya tanda pethike bekas rumple leed.
f. Sistem Neurosensori
Tidak ada kelainan.
g. Sistem Endokrin
Tidak ada kelainan.
h. Sistem Integumen.
S : 376 turgor baik, tidak ada luka, pethikae bekas rumple
leed, tidak terdapat perdarahan spontan pada kulit.
9. Pemeriksaan Penunjang
Hb : 5,4 L g/
10. Terapi
Infus RL 15 tetes/I (mikro)
Persiapan tranfusi darah
Infus Tridex 2 TB 16 tetes/i
Aspar K 300 mg
Enzyplex ½
Cefxon 800 mg/12 jam
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Hipertermi b/d proses infeksi virus dengue
2. Risiko terjadi syok hypovolemik berhubungan dengan kurangnya
volume cairan tubuh.
3. Risiko gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh b/d intake nutrisi yang tidak adekuat akibat
mual dan nafsu makan yang menurun.
4. Kurangnya volume cairan tubuh berhubungan dengan peningkatan
permeabilitas dinding plasma.
III. INTERVENSI
Diagnosa keperawatan I : Hipertermie berhubungan dengan proses
infeksi virus dengue
Tujuan : Suhu tubuh normal
Kriteria hasil : Suhu tubuh antara 36 – 37
Nyeri otot hilang
Intervensi :8
a. Beri komres air kran
Rasional : Kompres dingin akan terjadi pemindahan panas
secara konduksi
b. Berikan / anjurkan pasien untuk banyak minum 1500-2000
cc/hari ( sesuai toleransi )
Rasional : Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang akibat
evaporasi.
c. Anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang tipis dan
mudah menyerap keringat
Rasional : Memberikan rasa nyaman dan pakaian yang tipis
mudah menyerap keringat dan tidak merangsang peningkatan
suhu tubuh.
d. Observasi intake dan output, tanda vital ( suhu, nadi,
tekanan darah ) tiap 3 jam sekali atau lebih sering.
Rasional : Mendeteksi dini kekurangan cairan serta
mengetahui keseimbangan cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum
pasien.
e. Kolaborasi : pemberian cairan intravena dan pemberian obat
sesuai program.
Rasional : Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
dengan suhu tubuh yang tinggi. Obat khususnyauntuk
menurunkan suhu tubuh pasien.
Diagnosa Keperawatan II : Risiko terjadi syok hypovolemik
berhubungan dengan kurangnya volume cairan tubuh.
Tujuan : Tidak terjadi syok hipovolemik
Kriteria : Tanda Vital dalam batas normal
Intervensi :
a. Monitor keadaan umum pasien
Rasional: Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan
terutama saat terjadi perdarahan. Perawat segera mengetahui
tanda-tanda presyok / syok
b. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih
Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign
untuk memastikan tidak terjadi presyok / syok
c. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan
segera laporkan jika terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan psien dan keluarga maka tanda-
tanda perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan
yang cepat dan tepat dapat segera diberikan.
d. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi
kehilangan cairan tubuh secara hebat.
e. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombo
Rasional : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh
darah yang dialami pasien dan untuk acuan melakukan
tindakan lebih lanjut.
Diagnosa keperawatan III : Resiko gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake nutrisi yang tidak adekuat akibat mual dan
nafsu makan yang menurun.
Tujuan : Tidak terjadi gangguan kebutuhan nutrisi
Kriteria : Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
Menunjukkan berat badan yang seimbang.
Intervensi :
a. Kaji riwayat nutrisi, termasuk makanan yang disukai
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi, menduga kemungkinan
intervensi
b. Observasi dan catat masukan makanan pasien
Rasional : Mengawasi masukan kalori/kualitas kekurangan
konsumsi makanan
c. Timbang BB tiap hari (bila memungkinkan )
Rasional : Mengawasi penurunan BB / mengawasi efektifitas
intervensi.
d. Berikan makanan sedikit namun sering dan atau makan
diantara waktu makan
Rasional : Makanan sedikit dapat menurunkan kelemahan dan
meningkatkan masukan juga mencegah distensi gaster.
e. Berikan dan Bantu oral hygiene.
Rasional : Meningkatkan nafsu makan dan masukan peroral
f. Hindari makanan yang merangsang dan mengandung gas.
Rasional : Menurunkan distensi dan iritasi gaster.
Diagnosa keperawatan IV : Kurangnya volume cairan tubuh
berhubungan dengan peningkatan permeabilitas dinding plasma.
Tujuan : Tidak terjadi devisit voume cairan
Kriteria : Input dan output seimbang
Vital sign dalam batas normal
Tidak ada tanda presyok
Akral hangat
Capilarry refill < 3 detik
Intervensi :
a. Awasi vital sign tiap 3 jam/lebih sering
Rasional : Vital sign membantu mengidentifikasi fluktuasi
cairan intravaskuler
b. Observasi capillary Refill
Rasional : Indikasi keadekuatan sirkulasi perifer
c. Observasi intake dan output. Catat warna urine /
konsentrasi, BJ
Rasional : Penurunan haluaran urine pekat dengan
peningkatan BJ diduga dehidrasi.
d. Anjurkan untuk minum 1500-2000 ml /hari ( sesuai
toleransi )
Rasional : Untuk memenuhi kabutuhan cairan tubuh peroral
e. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena
Rasional : Dapat meningkatkan jumlah cairan tubuh, untuk
mencegah terjadinya hipovolemic syok.
IV. EVALUASI
1. Suhu tubuh pasien normal (36,5- 37,5°C), pasien bebas dari
demam.
2. Tidak terjadi syok hypovolemik dengan tanda vital dalam
batas normal.
3. Kebutuhan nutrisi klien terpenuhi, pasien mampu
menghabiskan makanan sesuai dengan porsi yang diberikan atau
dibutuhkan.
4. Keseimbangan cairan akan tetap terjaga dan kebutuhan
cairan pada pasien terpenuhi.
DAFTAR PUSTAKA
Christantie, Effendy. SKp. Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
Pusponegoro.H.D., dkk, 2004. Standar Pelayanan Medis Kesehatan anak.
Edisi I. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
Ralph & Rosenberg, 2003. Nursing Diagnoses: Definition & Classification 2005-
2006, Philadelphia USA.
http://aininurseskill.blogspot.com/
2010_04_18_archive.html( diakses tanggal 2 januari 2013).