doc
TRANSCRIPT
i
PENGARUH DIVIDEND PAY OUT RATIO,
CURRENT RATIO, VARIANCE OF EARNING
GROWTH TERHADAP PRICE EARNING RATIO
(PER) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG
TERDAFTAR DI BURSA EFEK JAKARTA
SKRIPSI
Untuk memperoleh gelar sarjana Ekonomi pada Universitas Negeri Semarang
Oleh
Daru Lestariningsih
3351403050
Akuntansi S1
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG
2007
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan dunia usaha dewasa ini berkembang pesat, terlebih
dalam menghadapi situasi perekonomian yang semakin terbuka. Sejalan
dengan itu, maka perusahaan juga semakin terdorong untuk meningkatkan
efisiensi dan daya saingnya. Selanjutnya akan mempercepat pembangunan
suatu Negara. Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana alternatif
untuk mempercepat pembangunan suatu Negara. Pasar modal merupakan
wahana yang dapat menggalang pengerahan dana jangka panjang dari
masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Apabila
pengerahan dana masyarakat melalui lembaga- lembaga keuangan maupun
pasar modal sudah dapat berjalan dengan baik, maka dana pembangunan
yang bersumber dari luar negeri makin lama makin dikurangi. (Anaroga dan
Pakarti 2001: 1).
Pasar modal merupakan sarana perusahaan untuk meningkatkan
kebutuhan jangka panjang dengan menjual saham atau mengeluarkan
obligasi. Pasar modal dapat digunakan sebagai sarana tidak langsung
pengukur kualitas manajemen, jika pasar modal sifatnya efisien harga dari
surat berharga juga mencerminkan penilaian dari investor terhadap prospek
laba perusahaan di masa yang akan datang. Pasar modal mempunyai fungsi
sebagai alokasi dana yang produktif untuk memindahkan dana dari pemberi
pinjaman ke peminjam (jogiyanto 2003 : 11).
Masyarakat pemodal membeli suatu komiditi yang sangat abstrak
dan oleh karenanya kualitas dari komiditi ini yaitu saham dan atau obligasi
ditentukan oleh kualitas informasi yang tersedia dari perusahaan emiten
yang bersangkutan. Apabila informasi tersedia berarti kualitas dari barang
yang diperjualbelikan sama seperti apa yang ditawarkan pada rumah-rumah
judi. Dalam hal ini, peranan daripada lembaga-lembaga penunjang pasar
modal seperti: akuntan publik, notaris, konsultan hokum, penjamin emisi,
quarantor, penilai, dan wali amanat adalah amat diperlukan. Pada awal
ketika calon emiten berniat go public akan sangat menentukan kualitas
akhir instrumen pasar modal yang akan dikeluarkan. (Anaroga dan pakarti
2001: 6).
Untuk dapat memilih investasi yang aman diperlukan suatu
analisis yang cermat, teliti dan didukung dengan data-data yang akurat.
Teknik yang benar dalam analisis akan mengurangi risiko bagi investor
dalam berinvestasi. Dengan analisis tersebut diharapkan modal yang
diinvestasikan akan menghasilkan keuntungan yang maksimal dan aman,
dan jika ada risiko, risikonya lebih kecil dibandingkan dengan kemungkinan
yang dapat diraih. Secara umum ada banyak teknik analisis dalam
melaksanakan penilaian investasi, tetapi yang paling banyak digunakan
adalah analisis yang bersifat fundamental, analisis teknikal, analisis
ekonomi, dan analisis rasio keuangan. (Anaroga dan pakarti 2001: 108).
Penelitian ini menggunakan analisis fundamental dengan
menggunakan data yang berasal dari laporan keuangan perusahan. Aliran
fundamental mencoba mempelajari hubungan antara harga saham dengan
kondisi perusahaan dengan menggunakan data keuangan perusahaan.
Alasannya bahwa nilai saham mewakili nilai perusahaan dalam
meningkatkan kesejahteraan pemegang saham. Nilai intrinsik adalah nilai
yang sebenarnya dari saham yang diperdagangkan. Dalam analisis
fundamental ada dua pendekatan untuk menghitung nilai intrinsik saham,
yaitu pendekatan nilai sekarang (present value approach) dan pendekatan
PER (P/E Ratio Approach). (Jogiyanto 2003 : 88)
Pendekatan price earning ratio dicari melalui rasio antara harga
pasar saham dengan laba per lembar saham, pendekatan ini sering
digunakan oleh para analis sekuritas untuk menilai harga saham karena
pada dasarnya PER memberikan indikasi tentang jangka waktu yang
diperlukan untuk mengembalikan dana pada tingkat harga saham dan
keuntungan perusahaan pada suatu periode tertentu. PER menunjukkan
rasio dari harga saham terhadap tingkat earning. Rasio ini menunjukkan
seberapa besar investor menilai harga dari saham terhadap kelipatan dari
earnings. Misalnya nilai PER adalah 5, maka ini menunjukkan bahwa harga
saham merupakan kelipatan dari 5 kali earnings perusahaan. Misalnya
earning yang digunakan adalah earnings tahunan dan semua earning
dibagikan dalam bentuk dividen, maka nilai PER sebesar 5 juga
menunjukkan lama investasi pembelian saham akan kembali setelah 5
tahun. (Jogiyanto 2003: 105).
Menurut Agus Sartono (1996 : 106), PER diartikan sebagai
indikator kepercayaan pasar terhadap prospek pertumbuhan perusahaan
sehingga banyak pelaku pasar modal yang menaruh perhatian tarhadap
pendekatan PER. Selain itu PER juga memberikan standar yang baik dalam
membandingkan harga saham untuk laba per lembar saham yang berbeda
dan kemudahan dalam membuat estimasi yang digunakan sebagai input
PER. Setiap pergerakkan harga saham akan mengakibatkan perubahan pada
PER dari saham suatu perusahaan. Bagi investor PER yang rendah akan
memberikan kontribusi tersendiri, karena selain dapat membeli saham
dengan harga yang relatif murah, kemungkinan untuk mendapatkan capital
gain juga semakin besar sehingga investor dapat memiliki banyak saham
dari berbagai perusahaan yang go public. Sebaliknya emiten menginginkan
PER yang tinggi pada waktu go public untuk menunjukkan bahwa kinerja
perusahaan cukup baik dengan harapan agar harga saham akan tinggi pula.
Sebagai variable penjelas PER adalah Dividend pay out ratio,
current ratio, variance of earning growth. Menurut Robert Ang (1997 :
623) Dividend pay out ratio merupakan perbandingan antara dividend per
share (DPS) dengan earning per share (EPS). Current ratio merupakan
kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendek.
Likuiditas juga bisa berarti mudah tidaknya suatu jenis investasi dicairkan
menjadi uang kas ( Anaroga 2001 : 79 ). Risiko digambarkan dengan varian
pertumbuhan laba (Variance of earning growth / VEG). VEG mengukur
seberapa besar penyimpangan tingkat pertumbuhan laba emiten yang
menunjukkan simpangan baku tingkat pertumbuhan laba yang
mengambarkan risiko tiap saham.
Penelitian ini menggunakan perusahaan manufaktur sebagai
populasi penelitian. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di bursa efek
Jakarta mencakup 19 kelompok besar, yang terdiri dari 146 perusahaan
sampai dengan tahun 2005. Perusahaan manufaktur merupakan kelompok
terbesar yang terdaftar di BEJ. Dalam penelitian ini mengambil obyek
perusahaan manufaktur karena termasuk kelompok besar daripada
kelompok lainnya, dan terdiri dari banyak jenis pilihan untuk berinvestasi,
missal kelompok makanan dan minuman, rokok, tekstil, plastik, dan
lainnya. Dengan demikian data yang akurat dan mutlak menjadi
pertimbangan utama oleh investor. Perusahaan manufaktur merupakan
perusahaan yang dapat bertahan walupun kondisi ekonomi yang kurang
baik.
Penelitian ini mengangkat permasalahan mengenai investor yang
berani membeli saham dengan harga yang relatif tinggi yang berarti PER
dari saham tersebut adalah tinggi. Tujuannya untuk Investasi jangka
panjang dan karena risikonya relatif rendah, sebagai cara untuk
mendapatkan imbal hasil yang sedang namun bisa diandalkan. Padahal
saham tersebut dijual dengan harga yang tinggi ketika pasar lagi turun dan
investor lebih memperhatikan kualitas. Selain itu harga saham di Bursa
Efek Jakarta dari berbagai sektor lebih sering mengalami kenaikan yang
berarti PER saham tersebut tinggi. (oleh Antony Japari, MBA, CLU, Ch
FC, RFP-I dalam Investor edisi 133 tanggal 11 Oktober 2005). Di sisi lain
Pemerintah meminta penyetoran dividen sebesar 50 persen dari badan
BUMN padahal ideal dividen pada tahun ini adalah 25 – 30 persen, dalam
hal ini dividen pay out ratio berhubungan positif dengan PER. Hal ini
bertentangan dengan kebanyakan teori yang mengatakan bahwa PER yang
baik adalah PER yang rendah karena harganya murah sehingga dapat
menarik investor untuk berinvestasi. Sekarang yang menjadi pertanyaan
apakah investor sudah mengambil keputusan yang tepat dengan membeli
harga saham yang tinggi dan apakah investor sudah mempertimbangkan
faktor-faktor yang mempengaruhi, karena membeli saham tidak dengan
hanya mengandalkan intuisi dan perkiraan belaka. Kondisi sosial politik
dalam negeri juga dapat berimbas pada perdagangan saham di bursa, karena
investor membutuhkan kondisi sosial politik yang stabil agar dapat
menjamin kelangsungan investasi mereka. Yang berarti seorang investor
harus pintar-pintar mempertimbangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
dan bagaimana pengaruhnya dengan menggunakan teknik analisis, dalam
hal ini teknik analisis yang bersifat fundamental dengan pendekatan PER.
Investor harus memperhatikan dan mengetahui serta
mempertimbangakan faktor-faktor PER itu sendiri dan bagaimana pengaruh
faktor-faktor tersebut terhadap PER, sehingga dapat mengambil keputusan
investasi yang tepat. Dalam penelitian ini diambil tiga variabel yang
mungkin mempengaruhi PER yaitu Dividend pay out ratio, current ratio
dan variance of earning growth. Investor dapat mempertimbangkan rasio
tersebut guna memilah milah saham mana yang nantinya dapat memberikan
keuntungan yang besar di masa yang akan datang, perusahaan dengan
kemungkinan pertumbuhan yang tinggi biasanya mempunyai PER yang
besar, perusahaan dengan pertumbuhan yang rendah biasanya memiliki
PER yang rendah. Dari segi Investor, PER yang terlalu tinggi barangkali
tidak menarik karena harga saham tidak akan naik lagi, yang berarti
kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil. Walaupun terdapat
kelemahan dalam kondisi tertentu PER patut dipertimbangkan dalam
melakukan strategi investasi yang benar pada perusahaan yang tepat.
Penelitian yang dilakukan sebelumnya diantaranya, Harmono
(2004) meneliti tentang “ Analisis pengaruh kinerja keuangan perusahaan
terhadap price earning ratio dengan menggunakan variabel bebas current
ratio, total asset turnover dan leverage. Temuan penelitian ini
menunjukkan bahwa , current ratio memiliki pengaruh yang signifikan
positif terhadap PER, sementara dua variabel independen lainnya yakni
TATO dan leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
PER. Penelitian ini dapat dikembangkan dalam bentuk model-model lain
untuk penelitian lanjut utamanya yang berkaitan dengan rasio profitabilitas
atau rasio nilai perusahaan, serta mencermati rasio keuangan lainnya.
Yeye Susilowati (2003) meneliti tentang “ Pengaruh PER
terhadap Faktor fundamental pada perusahaan publik di BEJ” dengan
menggunakan variabel PER, dividend pay out ratio, Earning growth dan
risiko. Hasil penelitian ini adalah ada pengaruh positif antara dividend pay
out ratio dan risiko terhadap PER. Dan pertumbuhan laba (growth)
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap PER. Hasil penelitian ini
minimal dapat mendorong dan memicu dilakukan penelitian-penelitian
berikutnya. Dengan mempertimbangkan keterbatasan-keterbatasan yang
ada, diharapkan penelitian yang akan datang memperbaiki faktor-faktor :
a. Menggunakan variabel fundamental yang lain, misal : current ratio,
leverage, earning variability, earning covariability, dan lain-lain
b. Menggunakan proksi risiko dengan beta akuntansi dan beta pasar
c. Proksi Growth dengan IOS (Invesment Opportunity Set) yang sudah
banyak didukung teori.
Marwan Asri S.w. dan Anton N. Hevendi (developed by
Whitbeck kissor 1973) (1999) meneliti “ Price earning ratio model
consistency: Evidence from Jakarta Stock Exchange”. Sebagai variabel
independen menggunakan DPR, earning growth, VEG sedangkan PER
sebagai variabel dependen. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa
variabel DPR yang paling signifikan dari beberapa periode penelitian
sedangkan variabel earning growth dan VEG tidak semua dalam periode
penelitian berpengaruh signifikan. Penelitian ini diharapkan untuk
mengingatkan pembaca bahwa setiap penilaian menggunakan analisis
Fundamental atau pendekatan lain tidak akan lepas dari kesalahan (error) “
tidak memandang siapa yang menganalisis, atau bagaimana
menganalisisnya, kekeliruan pasti terjadi. Investor harus mengaingat bahwa
penilaian saham adalah lebih dari sebuah seni pengetahuan.
Rossje V. Suryaputri dan Christina Dwi Astuti tahun 2004
meneliti tentang ”Pengaruh faktor leverage, dividend payout, size, earning
growth and country risk terhadap price earning ratio”. Sebagai variabel
independen menggunakan leverage, dividend payout, size, earning growth
and country risk sedangkan PER sebagai variabel dependen. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pengaruh leverage, dividend payout,
size, earning growth dan country risk terhadap price earning ratio tersebut
memberikan hasil yang bervariasi pada jenis industri yang berbeda. Faktor
leverage mempengaruhi PER secara siqnifikan negatif pada industri food
and beverage. Faktor dividend payout mempengaruhi PER secara siqnifikan
positif pada industri metal and cable. Faktor size mempengaruhi PER
secara siqnifikan negatif pada industri metal dansiqnifikan positif pada
industri food and beverage dan paper. Faktor country risk mempengaruhi
PER secara siqnifikan positif pada industri cable dan pharmacy. Sedangkan
faktor earning growth sama sekali tidak mempengaruhi PER di seluruh
kelompok industri. Penelitian ini juga menunjukkan bahwa laporan
keuangan yang datanya merupakan data historis ternyata tidak relevan
dengan ekspektasi para investor. Keraguan atas kemampuan profesional
para akuntan Indonesia dalam melakukan audit atas laporan keuangan
makin meyakinkan para investor untuk tidak percaya sepenuhnya atas
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan.
Pada penelitian ini berdasarkan pada fenomena yang terjadi dan
beberapa penelitian yang sebelumnya. Persamaan penelitian ini dengan
penelitian sebelumnya terletak pada data penelitian yang sama-sama
diambil di Bursa Efek Jakarta dan ada variabel yang pernah diteliti kembali
untuk membuktikan kebenaran teori tersebut apa masih layak atau tidak.
Kemudian perbedaannya pada jumlah sampel dan perusahaan sampel,
periode pengamatan, variabel independen yang menggabungkan variabel
yang pernah diteliti dari beberapa penelitian sebelumnya diantaranya DPR,
CR dan VEG. Berdasarkan alasan di atas penulis mengadakan penelitian
dengan judul “PENGARUH DIVIDEND PAY OUT RATIO, CURRENT
RATIO, VARIANCE OF EARNING GROWTH TERHADAP PRICE
EARNING RATIO (PER) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI
BURSA EFEK JAKARTA”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas dengan adanya pentingnya rasio dan
PER diharapkan dapat memberikan informasi yang realistis, dan dapat
membantu pemilik modal untuk memilih alternatif yang terbaik dalam
memanfaatkan modalnya. Masyarakat juga dapat menentukan pilihan tepat
dalam mengembangkan usahanya.
Permasalahan yang akan diteliti dalam penulisan skripsi ini
adalah:
1. Apakah secara simultan Dividend pay out ratio, current ratio, variance
of earning growth berpengaruh signifikan terhadap Price Earnings
Ratio (PER) ?
2. Apakah secara parsial Dividend pay out ratio, current ratio, variance of
earning growth berpengaruh signifikan terhadap Price Earnings Ratio
(PER)
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan Rumusan Masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui pengaruh Dividend pay out ratio, current ratio,
variance of earning growth terhadap Price Earnings Ratio (PER)
secara simultan
2. Untuk mengetahui Dividend pay out ratio, current ratio, variance of
earning growth terhadap Price Earnings Ratio (PER) secara parsial
1.4 Kegunaan Penelitian
Kegunaan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Kegunaan Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam ilmu
ekonomi khususnya tentang price earnings ratio. Kegunaan lainnya
untuk memperkuat hasil penelitian sebelumnya dan menjadi dasar
dalam kajian berikutnya bagi para peneliti yang berminat dalam pasar
modal.
2. Kegunaan Empirik
Hasil penelitian ini diharapkan :
a. Bagi investor sebagai masukan dalam kaitan pengambilan
keputusan investasi saham dan bahan evaluasi dalam menilai kerja
emiten
b. Bagi emiten untuk menilai sejauh mana perkembangan
perusahaannya di bursa saham dan menilai kinerja manajemen.
1.5 Penegasan Istilah
1. Dividend Pay Out Ratio
Dividend pay out ratio yaitu prosentase dividen yang dibagikan kepada
pemegang saham dari laba bersih setelah pajak. Dividen pay out ratio
dihitung dengan cara membandingkan antara dividen yang dibagi dengan
earning per share
2. Current Ratio
Variabel current ratio mencerminkan tingkat likuiditas perusahaan, untuk
mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka
pendek dengan menggunakan aktiva lancar yang tersedia.
3. Variance of Earnings Growth
Risiko digambarkan dengan varian pertumbuhan laba (Variance of
earning growth / VEG). VEG mengukur seberapa besar penyimpangan
tingkat pertumbuhan laba emiten yang menunjukkan simpangan baku
tingkat pertumbuhan laba aynag mengambarkan risiko tiap saham.
4. Price Earning Ratio
Price earning ratio (PER) dalam penelitian ini sebagai variabel dependen.
Price earning ratio adalah perbandingan antara harga pasar saham dengan
laba per lembar saham.
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Price Earning Ratio (PER)
Menurut Ang (1997: 6.24) merupakan perbandingan antara harga
pasar atau saham (market price) dengan earning per share dari saham
yang bersangkutan. PER merupakan suatu ukuran yang penting bagi para
investor dalam berinvestasi, karena PER diakui sebagai metode penilaian
yang baik, serta mencakup keseluruhan perusahaan, termasuk dalam
memperkirakan nilai saham, menentukan nilai saham di masa yang akan
datang dan menentukan besarnya modal dalam saham.
Menurut Fabozzi (1999 :363) PER atau rasio bunga laba
merupakan harga pasar berlaku dibagi dengan beberapa ukuran EPS.
Rasio harga laba umumnya digunakan sebagai indikator dari nilai relatif
bagi berbagai saham biasa. Rasio harga laba hanya menyediakan indikasi
kasar dari hasil investasi relatif, dan harus digunakan dengan sangat hati-
hati. Namun, rasio harga laba ini rutin menyediakan indikasi mengenai
harapan pasar jika laba disesuaikan dengan benar pada saat perhitungan
rasio dilakukan. Semakin tinggi tingkat pertumbuhan yang diharapkan
dan semakin rendah tingkat perubahan laba, maka akan semakin tinggi
rasio harga laba yang dimiliki perusahaan.
PER juga merupakan ukuran untuk menentukan bagaimana pasar
memberi nilai atau harga pada saham perusahaan. Keinginan investor
melakukan analisis saham melalui rasio-rasio keuangan seperti PER,
dikarenakan adanya keinginan investor atau calon investor akan hasil
(return) yang layak dari suatu investasi saham. Semakin besar PER suatu
saham maka menyatakan saham tersebut akan semakin mahal terhadap
pendapatan bersih per saham. Jika dikatakan suatu saham mempunyai
PER 5 kali, berarti harga saham tersebut 5 kali lipat terhadap EPSnya.
Saham yang memiliki PER yang semakin kecil bagi pemodal akan
semakin bagus, karena saham tersebut memiliki harga yang semakin
murah. PER merupakan salah satu segi untuk memandang kinerja harga
saham. (Jogiyanto 2003: 105)
Anaroga dan Pakarti (2001 : 64) mengatakan bahwa pendekatan
PER didasarkan pada perkiraan per saham di masa mendatang, sehingga
dapat diketahui berapa lama investasi dalam suatu saham akan kembali.
Formula dari pendekatan PER dapat dirumuskan sebagai berikut :
PER = EPS
PS/MP
PS : Price share
EPS : Earning per share.
Dimana Earning per share merupakan perbandingan antara laba
bersih setelah pajak pada suatu tahun buku dengan jumlah saham yang
diterbitkan. Peningkatan earning per share menandakan bahwa
perusahaan berhasil meningkatkan taraf kemakmuran investor dan hal ini
akan mendorong investor untuk menambah jumlah modal yang
ditanamkan pada perusahaan. Semakin tinggi nilai earning per share nya
tentu saja menggembirakan pemegang saham karena semakin besar laba
yang disediakan untuk pemegang saham (Robert Ang 1997: 6.22).
Kenaikan earning per share dalam suatu perusahaan berarti
menunjukkan peningkatan penjualan dan laba, dan sebaliknya apabila
earning per share menurun berarti penjualan/ laba biaya yang terlalu
besar sehingga laba yang diperoleh juga rendah. Ang (1997: 6.22)
menyebutkan bahwa semakin besar dividen yang dibagikan maka EPS
akan semakin kecil atau net income after tax kecil maka akan semakin
naik pula EPS. Komponen dividen yang terdapat pada rumus EPS tersebut
hanya berlaku untuk saham preferen, tidak berlaku untuk saham biasa.
Price earnings ratio membandingkan antara harga saham (yang
diperoleh dari pasar modal) dan laba per lembar saham yang diperoleh
pemilik perusahaan (disajikan dalam laporan keuangan). Apabila pasar
modal efisien, maka rasio ini mencerminkan pertumbuhan laba
perusahaan. Semakin tinggi pertumbuhan laba yang diharapkan oleh
pemodal. (Suad Husnan 1997: 566).
Price earning ratio merupakan rasio yang lazim dipakai untuk
mengukur harga saham biasa dengan laba per lembar saham. Indonesian
Capital Market Directory (ICMD) merumuskan rasio ini dengan
membagi harga saham terakhir (closing) pada akhir priode laporan
keuangan dibagi dengan earning per saham.
Perusahaan yang diharapkan akan tumbuh tinggi (mempunyai
prospek baik) mempunyai PER tinggi, sebaliknya perusahaan yang
diharapkan mempunyai pertumbuhan rendah akan mempunyai PER yang
rendah. Dari segi investor, PER yang terlalu tinggi barangkali tidak
menarik karena harga saham barang kali tidak naik lagi, yang berarti
kemungkinan memperoleh capital gain akan lebih kecil. (Abdul Halim
dan Hanafi 2005: 87).
Menurut Drs. Dwi Prastowo D., M.M., dan Rifka Juliaty, S.E
(2002: 96) oleh para investor, angka ratio PER ini digunakan untuk
memprediksi kemampuan perusahaan dalam menghasilkan laba (earning
power) di masa datang. Kesediaan investor untuk menerima kenaikan
PER sangat bergantung pada prospek perusahaan. Perusahaan dengan
peluang tingkat pertumbuhan yang tinggi, biasanya memiliki PER yang
tinggi, sebaliknya perusahaan dengan tingkat pertumbuhan yang rendah,
cenderung memiliki PER yang rendah pula. PER menjadi tidak
mempunyai makna apabila perusahaan mempunyai laba yang sangat
rendah (abnormal) atau menderita kerugian. Pada keadaan ini, PER
perusahaan akan begitu tinggi (abnormal) atau bahkan negatif.
Semakin besar price earning ratio berarti harga pasar dari setiap
lembar saham akan semakin baik. Tetapi semakin rendah price earning
ratio maka semakin besar daya tarik saham sebagai suatu investasi. Juga
dikatakan suatu saham mempunyai price earning ratio 10 kali berarti
harga pasar saham tersebut 10 kali lipat terhadap EPS-nya. Rasio pasar
merupakan rasio yang menunjukkan informasi bagi perusahaan yang
diungkapkan dalam basis per saham. Rasio pasar yang sering
dipublikasikan adalah price earning ratio yaitu perbandingan antara harga
pasar suatu saham (market price) dengan laba per lembar saham. Price
earning ratio berguna untuk melihat bagaimana pasar menghargai kinerja
saham suatu perusahaan terhadap kinerja perusahaan yang tercermin
dalam earning per share. Saham dengan price earning ratio yang
semakin kecil akan semakin bagus yang artinya saham tersebut semakin
murah. Bagi investor price earning ratio yang terlalu tinggi justru tidak
menarik karena harga saham mungkin tidak akan naik lagi dan
kemungkinan return yang diperoleh lebih kecil. (Robert ang 1997: 6.24).
Dari uraian di atas penulis menyimpulkan bahwa PER adalah
perbandingan antara harga saham per lembar (closing price) dengan laba
per lembar saham (Earning per share). PER yang bagus adalah PER yang
rendah, karena harganya murah sehingga investor tertarik untuk membeli
saham dengan PER yang rendah.
2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Price Earning Ratio (PER)
Anaroga dan pakarti (2001:61) menyebutkan bahwa ada dua
pendekatan dalam analisis investasi yang umumnya digunakan dalam
penilaian saham yaitu analisis fundamental dan analisis teknikal.
1. The Castle in The Air Theory (Analisis Teknikal)
Menurut Anaroga (2001 : 109) data yang digunakan
berupa grafik atau program computer. Dari grafik akan diketahui
bagaimana kecenderungan pasar sekuritas atau future komoditas
yang akan dipilih dalam investasi. Biasanya digunakan untuk
analisis jangka pendek atau menengah, jika untuk jangka panjang
didukung oleh data yang lain. Beberapa analisis teknikal antara
lain grafik sederhana dan moving average. Grafik sederhana
contohnya adalah trend (kecenderungan)
Analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan
dengan mengamati perubahan faktor analisis masa lalu. Analisis
teknikal tidak memperhatikan faktor-faktor fundamental yang
diperkirakan mempengaruhi harga saham. Analisi teknikal
mengasumsikan bahwa harga saham mencerminkan informasi
yang ditujukan oleh perubahan harga di waktu lalu sehingga
perubahan harga saham mempunyai pola tertentu dan pola tersebut
akan terjadi berulang, dengan demikian analisis utamanya
berwujud grafik.
2. The Firm Foundation Theory (Analisis Fundamental)
Suatu instrumen mempunyai landasan yang kuat yang
disebut nilai intrinsik yang dapat ditentukan melalui suatu analisa
yang sangat hati-hati terhadap kondisi sekarang dan prospeknya di
masa yang akan datang. Teori ini didasarkan pada pendekatan
penerimaan dividen, dimana semakin besar penerimaan saat ini
dan prospek pertumbuhan dari masa yang akan datang, maka akan
semakin besar nilainya dengan memperhatikan unsure risiko dan
waktu. Dalam analisis fundamental pendekatan yang digunakan
meliputi Earning Approach, Dividend approach dan net tangible
approach. Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
pendapatan yaitu pendekatan yang didasarkan pada perkiraan per
saham di masa mendatang, sehingga dapat diketahui berapa lama
investasi saham dalam suatu saham akan kembali, dan formula
yang digunakan adalah nilai PER (Anaroga 2001: 63).
Analisis fundamental merupakan alat analisis yang disusun
berdasarkan atas data-data historis perusahaan yaitu data-data
yang telah lewat berupa laporan keuangan. Analisis ini sering
disebut company analysis (Anaroga 1997: 101). Company analysis
merupakan analisis tentang kekuatan dan kelemahan dari
perusahaan, bagaimana operasionalnya, dan juga prospeknya di
masa yang akan datang.
Analisis fundamental disinggung sebagai salah satu
pendekatan untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah dihargai
(mispriced). Terdapat dua pendekatan dalam mencari sekuritas
yang mispriced dengan analisis fundamental. Pendekatan pertama
meliputi penilaian untuk menentukan nilai intrinsik atau nilai
sekuritas yang sesungguhnya. Pada pendekatan pertama ini nilai
intrinsik dibandingkan dengan harga kini sekuritas. Jika harga
pasar lebih lebih besar dari nilai sesungguhnya, sekuritas tersebut
disebut dengan overpriced / overvalued. Namun jika harga pasar
lebih kecil dari nilai intrinsiknya maka sekuritas tersebut
mengalami undserpriced / undervalued.
Pendekatan kedua meliputi estimasi satu dari dua variabel
financial kemudian membandingkan estimasi ini dengan estimasi
consensus. Sebagai contoh pendapatan per lembar saham tahun
depan dapat diestimasi. Jika estimasi analisis melebihi konsessus
estimasi analisis lain, saham tersebut dianggap sebagai investasi
yang menarik sebaliknya saat analisis mengestimasi pendapatan
per lembar saham lebih rendah dari yang lain, maka analisis
memperkirakan pasar akan memperoleh kejutan yang merugikan.
Berdasarkan pendapat tersebut di atas, untuk menentukan apakah
saham underpriced atau overpriced maka para analisis
membandingkan PER saham yang sesungguhnya dengan PER
saham yang wajar. Jika PER saham yang sesungguhnya lebih dari
PER saham yang wajar maka disebut overpriced dan sebaliknya.
Rasio PER merupakan salah satu pendekatan berdasarkan
analisis fundamental yang sering digunakan oleh analisis sekuritas
dalam menilai saham. Pada dasarnya PER memberikan indikasi
mengenai jangka waktu yang diperlukan untuk mrngembalikan
dana pada tingkat harga saham dan keuntungan perusahaan pada
suatu periode tertentu. OLeh karena itu, rasio ini menyebabkan
kesediaan investor untuk membayar suatu jumlah untuk setiap
rupiah dari perolehan laba perusahaan.
Fundamentalis analisis sebagai kelompok kedua,
menyatakan bahwa investor adalah makhluk rasional, karena itu
seorang fundamentalis mencoba mempelajari hubungan antara
harga saham dengan kondisi perusahaan. Argumentasi dasarnya
jelas bahwa nilai suatu saham mewakili nilai perusahaan, tidak
hanya nilai suatu saat tapi juga harapan akan kemampuan suatu
perusahaan dalam meningkatkan nilai di kemudian hari.
Fundamentalis menggunakan prospek laba deviden perusahaan,
harapan tingkat bunga mendatang dan resiko penilaian perusahaan
untuk menentukan harga yang cocok yang pada akhirnya dapat
menentukan nilai sekarang semua pembayaran yang akan diterima
masing-masing saham. Apabila nilai saham melebihi harga pasar,
maka fundamentalis akan merekomendasikan membeli saham
tersebut.
Menurut Jogiyanto (2003: 280-283) bahwa untuk menilai
kinerja perusahaan dapat digunakan variabel- variabel sebagai
faktor fundamental perusahaan yang dapat diteliti yaitu:
1. Proporsi laba setelah pajak yang dibagikan sebagai dividen
(dividend pay out ratio)
2. pertumbuhan asset (asset growth), yaitu prosentase
perubahan total asset per tahun
3. perbandingan total hutang jangka panjang dengan total
asset (leverage)
4. likuiditas perusahaan (liquidity) yang dihitung dengan
perbandingan antara total aktiva lancar dengan hutang
lancar
5. besar atau jumlah asset (asset size)
6. variabilitas tingkat keuntungan (earnings variability),
yaitu deviasi standar dari perbandingan antara laba dengan
harga saham per lembar saham.
7. beta akuntansi (accounting beta), yaitu koefisien regresi
dari laba perusahaan dengan rata-rata tingkat keuntungan
industri.
Analisis sekuritas kadang-kadang menyukai penggunaan
price earning ratio dalam menilai kewajaran harga saham. Saham-
saham yang mempunyai price earning ratio yang tinggi dicurigai
harganya terlalu tinggi. Menurut Jogiyanto (2003: 107) faktor-
faktor yang menentukan besarnya price earning ratio adalah:
1. Price earning ratio berhubungan positif dengan rasio
pembayaran dividen terhadap earnings
2. Price earning ratio berhubungan negatif dengan tingkat
pengembalian yang diinginkan
3. Price earning ratio berhubungan positif dengan tingkat
pertumbuhan dividen.
2.3 Dividend Pay Out Ratio
Menurut Robert Ang (1997:623) Dividend pay out ratio
merupakan perbandingan antara dividend per share (DPS) dengan
earning per share (EPS). Sedangkan menurut Suad Husnan (2001 : 316)
perusahaan hanya dapat memebagikan dividen semakin besar jika
perusahaan mampu menghasilkan laba yang semakin besar, jika laba yang
dihasilkan besarnya tetap, perusahaan tidak bisa membagikan dividen
yang makin besar karena hal ini berarti perusahaan akan membagikan
modal sendiri.
Menurut Indriyo (2000 : 232) dividend pay out ratio adalah
perbandingan antara dividen yang dibagikan dengan laba bersih yang
didapatkan dan biasanya disajikan dalam bentuk prosentase. Semakin
tinggi dividend pay out ratio akan menguntungkan para investor tetapi
dari pihak perusahaan akan memperlemah Internal Financial karena
memperkecil laba ditahan. Tetapi sebaliknya dividend pay out ratio
semakin kecil akan merugikan investor (para pemegang saham) tetapi
internal financial perusahaan akan semakin kuat.
Dividend pay out ratio dapat diukur sebagai dividen yang
dibayarkan dibagi dengan laba yang tersedia untuk pemegang saham
umum. Perusahaan uang mempunyai risiko tinggi cenderung untuk
membayar dividend pay out ratio lebih kecil supaya nanti tidak memotong
dividen jika laba yang diperoleh turun. Untuk perusahaan yang berisiko
tinggi, probabilitas untuk mengalami laba yang menurun adalah tinggi
(Jogiyanto 2003:280).
Deviden pay out ratio dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
DPR = sahamlembar per Laba
sahamlembar per Diveden
(Ang, 1997 : 623)
Menurut Abdul Halim dan Hanafi (2005: 88) Rasio pembayaran
dividen atau dividend pay out ratio melihat bagian earning (pendapatan)
yang dibayarkan sebagai dividen kepada investor. Bagian lain yang tidak
dibagikan akan diinvestasikan kembali ke perusahaan. Perusahaan yang
mempunyai tingkat pertumbuhan yang tinggi akan mempunyai rasio
pembayaran dividen yang rendah, sebaliknya perusahaan yang tingkat
pertumbuhannya rendah akan mempunyai rasio yang tinggi.Pembayaran
dividen merupakan bagian dari kebijakan dividen perusahaan.
Dividend pay our ratio merupakan perbandingan antara DPS
dengan EPS, jadi perspektif yang dilihat adalah pertumbuhan dividend per
share (DPS) terhadap pertumbuhan earning per share (EPS). Di dalam
komponen DPS terkandung unsur dividen, jadi jika semakin besar dividen
yang dibagikan maka akan semakin besar dividend pay out rationya. Pada
umumnya saham-saham yang tercatat di BEJ membayar dividen setiap
tahunnya dengan DPR antara 0%- 25%, tetapi ada yang menggunakan
tarif proyektif. Dividen yang terlalu besar bukan tidak diinginkan oleh
investor, tetapi jika DPR lebih besar dari 25%, dikuatirkan akan terjadi
kesulitan likuiditas keuangan pada perseroan pada waktu mendatang.
(Robert Ang 1997:6.23)
Investor yang mengharapkan memperoleh capital gain akan lebih
menyukai angka ratio ini yang rendah. Sebaliknya investor yang
menyukai dividen, ingin angka ratio ini yang tinggi. Banyak perusahaan
yang telah memiliki kebijakan dividen yang mantap dan tidak
menginginkan terjadinya fluktuasi dividen (khususnya arah yang
menurun), karena hal ini justru akan berpengaruh negatif terhadap harga
saham. (Drs. Dwi Prastowo D., M.M., dan Rifka Juliaty, S.E 2002: 98).
Menurut Bambang Riyanto (1995:266) Semakin tinggi dividend
pay out ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, makin kecil dana
yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan yang ini
berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. Salah satu fungsi
yang terpenting dari financial manager adalah menetapkan alokasi dari
keuntungan neto sesudah pajak atau pendapatan untuk pembayaran
dividen di satu pihak dan untuk laba di tahan di lain pihak, di mana
keputusan tersebut mempunyai pengaruh yang menentukan terhadap nilai
dari perusahaan (the value of the firm).
Setiap perusahaan selalu menginginkan adanya pertumbuhan bagi
perusahaan tersebutdi satu pihak dan juga dapat membayarkan dividen
kepada para pemegang saham di lain pihak, tetapi kedua tujuan tersebut
selalu bertentangan. Sebab kalau makin tinggi tingkat dividen yang
dibayarkan, berarti makin sedikit laba yang dapat ditahan, dan sebagai
akibatnya ialah menghambat tingkat pertumbuhan dalam pendapatan dan
harga sahamnya. Kalau perusahaan menahan sebagian besar dari
pendapatannya tetap di dalam perusahaan, berarti bahwa bagian dari
pendapatan yang tersedia untuk pembayaran dividen adalah kecil.
Persentase dari pendapatan yang akan dibayarkan kepada pemegang
saham sebagai “cash dividend” disebut “ dividend pay out ratio”.
(Bambang Riyanto 1995:265)
Semakin tingginya dividen pay out ratio yang ditetapkan oleh
suatu perusahaan, semakin kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan
kembali di dalam perusahaan yang berarti akan menghambat
pertumbuhan perusahaan. Ada beberapa cara penetapan dividen pay out
ratio antara lain (Bambang Riyanto 1995: 269) :
a. Kebijakan yang stabil
artinya jumlah dividen per lembar saham yang akan dibayarkan setiap
tahunnya relative tetap selama jangka waktu tertentu meskipun
pendapatan per lembar saham per tahunnya berfluktuasi. Dividen yang
stabil ini dipertahankan untuk beberapa tahun dan apabila ternyata
pendapatan perusahaan naik dan kenaikan pendapatan tersebut
nampak mantap dan relative permanaen, barulah dividen per lembar
saham dinaikkan. Dana dividen yang sudah dinaikkan ini akan
dipertahankan untuk jangka waktu yang relatif panjang.
b. Kebijakan dividen minimal plus dividen ekstra
Menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham setiap
tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan
membayarkan dividen ekstra di atas jumlah minimal tersebut. Bagi
pemodal ada kepastian akan menerima jumlah dividen yang minimal
setiap tahunnya meskipun keadaan keuangan perusahaan agak
memburuk. Tetapi di lain pihak kalu keadaan keuangan perusahaan
baik maka pemodal akan menerima dividen minimal tersebut
ditambah dengan dividen tambahan. Kalau keadaan keuangan
memburuk lagi maka yang dibayarkan hanya dividen yang minimal
saja.
c. Kebijakan yang konstan
Penetapan dividen pay out ratio yang konstan. Perusahaan yang
menjalankan kebijakan ini menetapkan dividen pay out ratio yang
kontan missal 50 %. Ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar
saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai
dengan perkembangan keuntungan neto yang diperoleh setiap
tahunnya.
d. Kebijakan dividen yang fleksibel
Penetapan dividen pay out ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap
tahunnya disesuaikan dengan posisi financial dan kebijakan financial
dari perusahaan yang bersangkutan.
Yeye Susilowati (2003) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa
ada pengaruh positif antara dividend pay out ratio dan risiko terhadap
PER. Dan pertumbuhan laba (growth) mempunyai pengaruh yang negatif
terhadap PER. Penelitian Rossje V. Suryaputri dan Christina Dwi Astuti
tahun 2004 menunjukkan faktor dividend payout mempengaruhi PER
secara siqnifikan positif pada industri metal and cable.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa DPR adalah
perbadingan antara dividen per share dengan earning per share. DPR bila
dihubungkan dengan PER adalah berhubungan posisif, apabila DPR
tinggi maka PER juga tinggi dan sebaliknya. Alasan menggunakan
variabel DPR, karena DPR berhubungan dengan dividen yang akan
diterima oleh investor, sehingga variabel DPR penting untuk
diperhitungkan.
2.4 Current Ratio
Likuiditas merupakan kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek. Likuiditas juga bisa berarti mudah tidaknya
suatu jenis investasi dicairkan menjadi uang kas (Anaroga 2001 : 79).
Dalam Wachowic dan van horne (2005: 205) rasio likuiditas dapat
digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajiban jangka pendek yang bisa dicari dengan current ratio, quick
ratio dan net working ratio. Dalam penelitian ini menggunakan current
ratio sebagai salah satu variabel bebas. Dapat dicari dengan rumus :
Current ratio = lancarKewajiban
lancar Aktiva
Wachowic dan Van Horne (1997 : 135-136)
Drs. Dwi Prastowo D., M.M., dan Rifka Juliaty, S.E (2002: 79)
Aktiva lancar menggambarkan alat bayar dan diasumsikan semua aktiva
lancar benar-benar bisa digunakan untuk membayar. Sedangkan utang
lancar menggambarkan yang harus dibayar dan diasumsikan semua utang
lancar benar-benar harus dibayar. Current ratio sangat berguna untuk
mengukur likuiditas perusahaan, akan tetapi dapat menjebak. Hal ini
dikarenakan current ratio yang tinggi dapat disebabkan adanya piutang
yang tidak tertagih atau persediaan yang tidak terjual, yang tentu saja
tidak dapat dipakai untuk membayar hutang.
Rasio lancar untuk perusahaan yang normal berkisar pada angka 2,
meskipun tidak ada standar yang pasti untuk penentuan rasio lancar yang
seharusnya. Rasio yang rendah menunjukkan risiko likuiditas yang tinggi,
sedangkan rasio lancar yang tinggi menunjukkan adanya kelebihan aktiva
lancar, yang akan mempunyai pengaruh yang tidak baik terhadap
profitabilitas perusahaan. Aktiva lancar secara umum menghasilkan
return yang lebih rendah dibandingkan dengan aktiva tetap. (Abdul Halim
dan Hanafi 2005: 79).
Menurut Jogiyanto (2003: 282) Likuiditas yang diukur dengan
current ratio yaitu aktiva lancar dibagi kewajiban lancar diprediksi
mempunyai hubungan yang negatif dengan risiko karena diketahui
semakin liquid perusahaan semakin kecil risikonya. Hal ini akan
berhubungan negatif dengan PER, karena PER berhubungan negatif
dengan risiko. Dengan kata lain semakin tinggi current ratio likuiditas
akan mengakibatkan penurunan terhadap PER.
Current ratio menunjukkan bahwa nilai kekayaan lancar ada
sekian kalinya hutang jangka pendek. Current ratio 200% kadang-kadang
sudah memuaskan bagi suatu perusahaan, tetapi jumlah modal kerja dan
besarnya ratio tergantung pada beberapa faktor, suatu standar atau rasio
yang umum tidak dapat ditentukan untuk seluruh perusahaan. Current
ratio 200% hanya merupakan kebiasaan (rule of thumb) dan akan
digunakan sebagai titik tolak untuk mengadakan penelitian atau analisa
lebih lanjut. (Munawir 1995: 72).
Posisi kas atau likuiditas dari suatu perusahaan merupakan faktor
yang penting yang harus dipertimbangkan sebelum mengambil keputusan
untuk menetapkan besarnya dividen yang akan dibayarkan kepada para
pemegang saham. Oleh karena dividen merupakan ”cash outflow” maka
makin kuatnya posisi likuiditas perusahaan, berarti makin besar
kemampuan untuk membayar dividen. Suatu perusahaaan yang sedang
tumbuh serta rendabel, mungkin tidak begitu kuat posisi likuiditasnya
karena sebagian besar danaya tertanam dalam aktiva tetap dan modal
kerja dengan demikian kemampuannya untuk membayar cash dividen pun
sangat terbatas. Dengan sendirinya likuiditas suatu perusahaan ditentukan
oleh keputusan-keputusan di bidang investasi dan cara pemenuhan
kebutuhan dananya. Dari uraian di atas dapatlah dikatakan bahwa makin
kuat posisi likuiditas suatu perusahaan terhadap prospek kebutuhan dana
diwaktu-waktu mendatang, makin tinggi ”dividend payout ratio”nya.
(Bambang Riyanto 1995: 267).
Likuiditas perusahaan merupakan pertimbangan utama dalam
banyak kebijakan dividen. Karena dividen bagi perusahaan merupakan
kas keluar, maka semakin besar posisi kas dan likuiditas keseluruhan akan
semakin besar kemampuan perusahaan untuk membayar dividen.
Perusahaan yang sedang mengalami pertumbuhan dan profitable akan
memerlukan dana yang cukup besar guna membiayai investasinya, oleh
karena itu mungkin kurang likuid karena dana yang diperoleh lebih
banyak diinvestasikan pada aktiva tetap dan aktiva lancar yang permanen.
Likuiditas perusahaan sangat besar pengaruhnya terhadap investasi
perusahaan dan kebijakan pemenuhan kebutuhan dana. Keputusan
investasi akan menentukan tingkat ekspansi dan kebutuhan dana
perusahaan, sementara itu keputusan pembelanjaan (keputusan
pemenuhan kebutuhan dana) akan menentukan pemilihan sumber dana
untuk membiayai investasi tersebut. (Agus Sartono 2001: 293).
Harmono .(2004) meneliti tentang “ Analisis pengaruh kinerja
keuangan perusahaan terhadap price earning ratio dengan menggunakan
variabel bebas current ratio, total asset turnover dan leverage. Kerangka
konseptual hubungan antara variabel menunjukkan bahwa, pada kondisi
likuditas perusahaan likuid TATO yang cepat berpengaruh positif
terhadap harga saham perusahaan dalam hal ini diukur dengan PER,
sedangkan leverage perusahaan diukur menggunakan total hutang
disbanding total aktiva. Pada kondisi hutang tinggi akan berpengaruh
negatif terhadap PER. Sampel penelitian ini adalah perusahaan makanan
dan minuman yang publik di pasar modal Indonesia. Temuan penelitian
ini menunjukkan bahwa , current ratio memiliki pengaruh yang signifikan
positif terhadap PER, sementara dua variabel independen lainnya yakni
TATO dan leverage tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
PER.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa current ratio adalah
perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar. Likuiditas
perusahaan yang diukur dari current ratio berhubungan erat dengan
pembayaran dividen kepada investor dalam berinvestasi.
2.5 Variance of Earning Growth (VEG)
Menurut Kamaruddin Ahmad ( 1996: 90) Dalam kamus, risiko
didefinisikan sebagai kemungkinan untuk luka, rusak, atau hilang.Dalam
pengertian investasi, risiko selalu dikaitkan dengan tingkat variabilitas
return yang dapat diperoleh dari surat berharga.
Menurut Jogiyanto (2003: 130) Hanya menghitung return saja
untuk investasi tidaklah cukup. Risiko dari investasi juga perlu
diperhitungkan. Return dan risiko merupakan dua hal yang tidak terpisah,
karena pertimbangan suatu investasi merupakan trade-off dari kedua
faktor ini. Return dan risiko mempunyai hubungan yang positif, semakin
besar risiko yang harus ditanggung, semakin besar return yang harus
dikompensasikan. Untuk menghitung risiko, metode yang banyak
digunakan adalah deviasi standar yang mengukur absolute penyimpangan
nilai-nilai yang sudah terjadi dengan nilai ekspektasinya.
Seseorang dalam melakukan investasi cenderung untuk
menghindar dari kemungkinan menanggung risiko, tetapi tidak ada
seorang pun yang terbebas dari risiko. Analisis risiko dalam statistik
mengkuantifikasi variabilitas return, var (r), atau menggunakan deviasi
standar, ə, atau akar kuadrat dari var(r) , )var(r varian, dan deviasi
standar adalah ekuivalen sebagai ukuran risiko total suatu asset.
(Kamaruddin Ahmad 1996: 4-5).
Setiap saham yang beredar dalam pasar modal mempunyai risiko
yang dapat merugikan investor jika tidak cermat dalam menanganinya.
Varian ini merupakan proxi dan risiko. Variance of earnings growth
(VEG) mencerminkan ketidakpastian perusahaan dalam memperoleh laba.
Perusahaan yang memiliki laba yang stabil akan cenderung akan
cenderung memiliki reputasi yang baik dalam mempertahankan payout
ratio.
Dalam penelitian ini menggunakan variance of earning growth
sebagai risiko yang akan ditanggung investor. Variance of earning growth
(VEG) awalnya dicari melalui earning per share (EPS) atau laba per
lembar saham yang diperoleh perusahaan tersebut, kemudian dicari
pertumbuhan dari laba per lembar saham. Dari laba per lembar saham itu
baru dicari varian dari pertumbuhan laba. VEG mengukur seberapa besar
penyimpangan tingkat pertumbuhan laba emiten yang menunnjukkan
simpangan baku tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan risiko
tiap saham.
Dalam Abdul halim dan Hanafi (2000 : 300) risko berhubungan
positif dengan tingkat keuntungan. Semakin tinggi suatu risiko maka akan
mengakibatkan semakin tinggi keuntungan yang diharapkan.
Risiko merupakan ketidakpastian yang selalu menyertai seorang
investor dalam melakukan kegiatan investasi di pasar modal. Untuk
mengatasi masalah ini investor harus mempunyai pengetahuan tertentu
agar dapat membuat perkiraan-perkiraan rasional pada masa yang akan
datang. Dari perkiraan-perkiraan rasional ini dibuatlah keputusan
investasi, yaitu jenis investasi yang diperkirakan dapat menghasilkan
keuntungan yang paling besar dengan risiko yang paling kecil. Variabel
ini menunjukkan varian tingkat pertumbuhan laba yang menggambarkan
resiko dari masing-masing saham, dihitung dengan formula :
σ g : 1
)(1
2
−
−∑=
n
ggtn
t
(Fabozzi, 2000: 822)
dimana:
σ g : varian pertumbuhan laba
g t : pertumbuhan laba.
g : rata-rata pertumbuhan laba.
n : banyaknya pengamatan dalam satu sampel.
Marwan Asri S.w. dan Anton N. Hevendi (developed by Whitbeck
kissor 1973) (1999) dalam penelitiannya menunjukkan bahwa secara
variabel DPR yang paling signifikan dari beberapa periode penelitian
sedangkan variabel earning growth dan VEG tidak semua dalam periode
penelitian berpengaruh signifikan.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa risiko yang akan
diterima investor diukur dengan varian pertumbuhan laba saham. Faktor
risiko yang dalam penelitian ini diukur dengan VEG harus
dipertimbangkan dalam berinvestasi, karena setiap investor tidak akan
lepas dari risiko.
2.6 Pasar Modal
2.6.1 Pengertian Pasar Modal
Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai instrumen
keuangan (sekuritas) jangka panjang yang bias diperjualbelikan dalam
bentuk hutang maupun modal sendiri, baik yang diterbitkan pemerintah,
public authorities maupun perusahaan swasta. (Suad Husnan 2001: 1).
Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai sekuritas
dalam jangka panjang yang bias diperjualbelikan. Pasar modal pada era
sekarang ini merupakan sarana untuk mempertemukan pihak yang
memerlukan dana (peminjam) dan pihak yanag mempunyai kelebihan
dana (pemberi pinjaman). Pasar modal adalah tempat diterbitkan serta
diperdagangkan surat- surat berharga jangka panjang, khususnya
obligasi dan saham. Anaroga dan Pakarti (2001: 8).
Peranan pasar modal ditinjau dari ekonomi makro sebagai
suatu alat untuk melakukan alokasi sumber daya ekonomi secara
optimal. Pasar modal selalu mempersyaratkan agar selalu ada
keterbukaan, dan hasil audit pendapat akuntan haruslah bersifat
unqualified opinion yakni wajar tanpa pengecualian. Penjamin emisi di
dalam proses penentuan harga dan penawaran perdana dari instrumen
pasar modal itu. Di sini terlihat bahwa peranan akuntan public selalu
diperlukan dari rencana emisi, proses awal, dan berikutnya pada proses
jual beli di pasar sekunder (Anaroga dan Pakarti 2001: 6)
Menurut UU Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1995 tentang
pasar Modal, pasar modal bertujuan menunjang pelaksanaan
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan,
pertumbuhan, dan stabilitas ekonomi nasional kearah kesejahteraan
rakyat. Pasar modal mempunyai peran strategis sebagai salah satu
sumber pembiayaaan bagi dunia usaha, sedangkan di sisi lain juga
merupakan sarana investasi. (Himpunan peraturan Pasar Modal UU No.
8 tahun 1995 tentang pasar modal 1996: 44)
2.6.2 Manfaat Pasar Modal
Dari berbagai aspek kepentingan manfaat pasar modal meliputi (Anaroga
dan Pakarti 2001: 17) :
a. Bagi perusahaan (emiten)
Sebagai sarana untuk memperoleh modal (equity maupun obligasi)
b. Bagi Investor
Dapat lebih mengoptimalkan perolehan dana yang dimilikinya, sebab
perusahaan yang telah go public telah mempunyai track record baik.
c. Bagi Pemerintah
Mengakibatkan pemerataan hasil pembangunan, membuka
kesempatan kerja, dan akan mengurangi ketegangan sosial di kalangan
masyarakat dengan dibukanya lapangan kerja baru.
2.7 Saham
2.7.1 Pengertian Saham
Saham merupakan tanda penyertaan modal pada suatu perseroan
terbatas (Pandji Anaroga 2001:54). Menurut Fabozzi (1999 : 29) saham
menunjukkan suatu kepemilikan atas bunga perusahaan. Jadi saham
adalah tanda penyertaan modal atau tanda bukti pengambilan bagian
dalam suatu perseroan terbatas.
2.7.2 Manfaat dari Kepemilikan Saham
Manfaat dari kepemilikan saham yaitu (Anaroga dan pakarti 2001: 59):
a. Dividen, bagian dari keuntungan yang dibagikan kepada pemilik
saham
b. Capital gain, adalah keuntungan yang diperoleh dari selisih harga jual
dengan harga belinya
c. Manfaat non-financial yaitu timbulnya kebangaan dan kekuasaan
memperoleh hak suara dalam menetukan jalannya perusahaan
2.7.3 Jenis – Jenis Saham
1. Berdasarkan Hak Kepemilikan (Jogiyanto 2003: 67)
a. Saham biasa
Saham biasa adalah saham yang tidak memperoleh hak istimewa.
Pemegang saham biasa mempunyai hak untuk memperoleh hak
untuk memperoleh dividen sepanjang perseroan memperoleh
keuntungan. Pemilik saham mempunyai hak suara pada RUPS
(Rapat Umum Pemegang Saham). Sesuai dengan jumlah saham
yang dimilikinya (one share one vote ). Pada likuidasi persero,
pemilik saham memiliki hak memperoleh sebagian dari kekayan
setelah semua dilikuidasi.
b. Saham preferen
Saham preferen merupakan saham yang diberikan atas hak untuk
mendapatkan deviden dan atau bagian kekayaan pada saat
perusahaan dilikuidasi dan atau bagian kekayaan pada saat
perusahaan dilikuidasi lebih dulu daripada saham biasa, di
samping itu mempunyai preferensi untuk mengajukan usul
pencalonan direksi / komisaris.
2. Berdasarkan Fungsinya
Menurut Anaroga (2001 : 100) nilai suatu saham dibagi atas tiga jenis
yaitu :
a. Par Value (nilai nominal)
yaitu nilai yang tercantum pada saham untuk tujuan akuntansi.
Jumlah saham yang dikeluarkan perusahaan dikalikan dengan nilai
nominalnya dalam pencatatan akuntansi nilai nominal dicatat
sebagai modal perusahaan di dalam neraca.
b. Base Price (Harga dasar)
Merupakan harga yang terjadi pada saat penawaran perdana.
Harga perdana digunakan dalam perhitungan indeks harga saham
c. Market price (harga pasar)
Merupakan harga suatu saham pada pasar yang sedang
berlangsung atau jika pasar sudah ditutup (closing price). Harga
pasar ini menyatakan naik turunnya suatu saham dan setiap hari
diumumkan di surat kabar atau media lainnya. Untuk menghitung
nilai pasar yaitu harga pasar dikalikan dengan total saham yang
beredar (kapitalisasi pasar).
2.8 Dividen
2.8.1 Pengertian Dividen
Menurut Anaroga dan pakarti (2001: 60) deviden merupakan
bagian dari keuntungan yang dibayarkan oleh perusahaan kepada
pemegang saham. Dividen sebagai nilai pendapatan bersih perusahaan
setelah pajak dikurangi laba ditahan sebagai cadangan bagi perusahaan.
Dividen dibagikan kepada pemegang saham sebagai keuntungan dari
perusahaan.
2.8.2 Kontroversi Pembayaran Dividen
Menurut Wachowick dan Van Horne (2005 : 496-498) deviden dibagi
berdasarkan teori kebijakan sebagai berikut :
a. Teori “Deviden tidak relevan” dari Modigiami dan Miller (M&M)
M&M memberikan argument mengenai ketidakrelevenan dividen.
Pemabayaran dividen tidak akan mempengaruhi kekayaan pemegang
saham. Pengaruh pembayaran dividen kepada kekayaan pemegang
saham sepenuhnya diimbangi oleh sarana pendanaan lain.
Penambahan modal ekuitas diperoleh dari penjualan tambahan saham
biasa bukab dari laba ditahan.
Menurut M&M nilai diskonto per lembar saham biasa setelah
pendanaan dan dividen yang dibayarkan sama dengan nilai pasar
saham biasa sebelum pembayaran dividen. Jadi ketentuan mengenai
besarnya kontribusi laba yang diterima perusahaan akan dibayarkan
dalam bentuk dividen atau ditahan oleh perusahaan tidak akan
mempengaruhi pemegang saham.
Ketidak relevenan dividen juga diasumsikan bahwa terdapat pasar
modal yang sempurna dan laba perusahaan di masa depan dapat
diketahui dengan pasti. Investor dapat meniru aliran dividen yang
mungkin dapat dibayarkan oleh perusahaan di masa yang akan datang.
Jika dividen lebih rendah dari yang diharapkan investor dapat menjual
sahamnya untuk memperoleh kontribusi kas yang mereka inginkan.
Jika dividen lebih tinggi dari harapan investor dapat menerima dividen
untuk membeli tambahan saham.
b. Teori “The Bird in the Hand” oleh Goeden & Lintner
Mengatakan bahwa biaya modal sendiri perusahaan akan naik jika
DPR rendah, karena investor lebih suka menerima deviden dari pada
capital gain. Menurut mereka investor memandang dividen yield lebih
pasti dari pada capital gain yield.
c. teori pembebanan pajak oleh Lizenberger & Ramaswary
Mengatakan adanay pajak terhadap keuntungan dividend an capital
gain. Maka investor lebih menyukai capital gain karena dapat
menunda pembayaran pajak.
d. Teori “Signaling Hypothesis”
Terdapat bukti empiric bahwa jika ada kenaikan dividen sering diikuti
dengan kenaikan harga saham, sebaliknya penurunan dividen pada
umumnya menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat
dianggap sebagai bukti bahwa investor lebih menyukai dividen dari
pada capital gain. Dengan pembayaran dividen dapat menghilangkan
keseimbangan mereka mengenai keuntungan perusahaan.
2.9 Kerangka Berpikir
Penelitian ini menggunakan analisis fundamental untuk menilai
harga saham. Menurut Yeye Susilowati (2003), penelitian Rossje V.
Suryaputri & Christina Dwi Astuti (2003), dan penelitian Kaziba A.
Mpaata & AgusSartono (1997) menunjukkan bahwa Dividend pay out
ratio berpengaruh positif terhadap price earning ratio. Dimana dividend
pay out ratio yang tinggi akan memancing kenaikan investor dalam
membeli saham emiten. Adanya harga saham yang tinggi diharapkan juga
price earning ratio juga naik
Menurut Harmono (2004) logika konsep berpikir yang
menunjukkan bahwa current ratio berpengaruh terhadap price earning
ratio adalah ketika likuiditas perusahaan dalam keadaan likuid akan
menunjang operasi perusahaan akan lebih baik dan pada akhirnya akan
meningkatkan penjualan dan laba perusahaan. Naiknya laba berarti akan
menaikkan price earning ratio.
Pada penelitian Marwan Asri S.W dan Anton N. Hevendi (by
developed Whitbeck-kisor) (1999) jika dividend pay out ratio
berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio dalam semua periode
penelitian sedangakan VEG tidak semua dalam periode penelitian
berpengaruh signifikan terhadap price earning ratio.
Ketiga variabel tersebut diduga berpengaruh baik secara positif
maupun negatif. Dividend pay out ratio selalu berpengaruh positif dengan
PER, karena DPR dan PER mempunyai salah satu indikator yang sama
yaitu earning per share, sehingga apabila DPR naik maka PER juga akan
naik pula. Perusahaan akan selalu dinilai dari likuiditas perusahaan, jika
nilai likuiditasnya baik maka dapat dianggap nilai perusahaan itu baik,
tetapi jika nilai likuiditasnya turun atau kurang maka perusahaan itu bisa
dinilai nilainya akan turun. Likuiditas perusahaan berbanding terbalik
dengan risiko. Hal ini akan berhubungan negatif dengan PER, karena PER
berhubungan negatif dengan risiko. Dengan kata lain semakin tinggi
current ratio likuiditas akan mengakibatkan penurunan terhadap PER.
Adanya harga saham yang tinggi diharapkan juga price earning ratio
akan naik. VEG dikaitkan dengan price earning ratio. Price earning ratio
dianggap sebagai risiko yang akan terjadi dan usaha tidak akan pernah
lepas dari risiko. Risiko suatu saham berbeda-beda, ada yang tinggi dan
ada yang rendah. Suatu saham yang mempunyai risiko yang tinggi tidak
menarik karena kebanyakan orang khususnya investor tidak berani
mengambil risiko yang besar. Sehingga hal ini mengakibatkan PER naik.
Karena PER yang disukai investor adalah PER yang rendah yang berarti
harga suatu saham tersebut adalah murah dan berisiko rendah. Variance of
earning growth yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut
tidak memiliki profitabilitas yang stabil serta kurang perhatian pada
manajemen laba, akibatnya terjadi ketidakpastian perolehan dividen bagi
investor.
Selanjutnya yang menjadi pertanyaan adalah apakah dividen pay
out ratio, current ratio, dan VEG baik secara simultan maupun parsial
berpengaruh terhadap price earning ratio. Permasalahan yang terjadi dan
latar belakang yang telah dipaparkan dalam uraian sebelumnya membawa
peneliti kearah pola pemikiran yang dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 1
Kerangka berpikir
Variabel bebas Variabel terikat x y
DPR
CR
VEG
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
Tinggi
Rendah
PER
Tinggi
Rendah
Keterangan :
: Apabila Variabel Independen rendah.
: Apabila Variabel Independen tinggi.
2.10 Hipotesis
H1 Dividend pay out ratio, Current ratio, resiko/ VEG berpengaruh
signifikan terhadap price earning ratio secara simultan.
H 2 Dividend pay out ratio, current ratio, resiko/ VEG berpengaruh signifikan
terhadap price earning ratio secara parsial.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini berbentuk penelitian deskriptif kuantitatif yaitu
penelitian yang mengungkap besar atau kecilnya suatu pengaruh atau
hubungan antar variabel yang dinyatakan dalam angka-angka, dengan
cara mengumpulkan data-data yang merupakan faktor pendukung
terhadap pengaruh antara variabel-variabel yang bersangkutan kemudian
mencoba untuk dianalisis.
3.2 Variabel Penelitian, Definisi Operasional, dan Pengukuran
1. Variabel Terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang besar atau kecilnya
dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel terikat dalam penelitian
ini adalah price earning ratio yang diberi dengan symbol ‘y’ dengan
indikator pergerakan atau perubahan harga saham dan laba untuk
setiap lembar saham. Price earning ratio dicari dari perbandingan
antara harga per lembar saham dengan earning per share.
PER = EPS
PS/MP
PS : Price stock
EPS : Earning per share
(Anaroga dan Pakarti 2001 : 64)
2. Variabel Bebas
Variabel bebas merupakan variabel penyebab atau diduga
memberikan suatu pengarug atau efek terhadap peristiwa lain.
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah :
1. Dividend Pay Out Ratio
Dividend pay out ratio yang diberi symbol ‘x1 ’ dengan
indikator dividen per lembar saham dan earning per share.
DPR = sahamlembar per Laba
sahamlembar per Diveden
(Ang, 1997 : 623)
2. Current Ratio
Current ratio yang diberi symbol ‘x 2 ’ dengan indikator
jumlah aktiva lancar dan jumlah hutang lancar.
Current Ratio = lancarKewajiban
lancar Aktiva
(Wachowic dan Van Horne 1997 : 135-136)
3. Risiko / VEG
Risiko/ VEG yang diberi symbol ‘x 3 ’. Diperoleh dari varian
pertumbuhan laba
σg: 1
)(1
2
−
−∑=
n
ggtn
t
(Fabozzi, 2000: 822)
dimana:
σ g : varian pertumbuhan laba
g t : pertumbuhan laba
g : rata-rata pertumbuhan laba
n : banyaknya pengamatan dalam satu sampel
Rumusan variabel penelitian, definisi operasional dan
pengukurannya dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
No Nama variabel
Status variabel
Definisi operasional Cara pengukuran Skala
Data
1 Price Earning Ratio (PER)
Dependen
Perbandingan antara harga per lembar saham dengan earning per share
PER = EPS
PS/MP Rasio
2 Dividend Pay Out Ratio (DPR)
Independen
Perbadingan dividen per lembar saham dengan earning per share
DPR = EPSDPS
Rasio
3 Current Ratio (CR) Independen
Perbandingan antara aktiva lancar dengan hutang lancar
CR = CLCA
Rasio
4 Varian of Earning Growth (VEG)
Independen
Varian pertumbuhan laba untuk mengetahui tingkat penyebarannya
σg =1
)(1
2
−
−∑=
n
ggtn
t Rasio
3.3 Populasi dan Populasi Sasaran
3.3.1 Populasi
Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi juga dapat
diartikan sebagai totalitas semua nilai yang mungkin hasil menghitung
ataupun pengukuran kuantitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua
anggota kumpulan lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifatnya. Dalam
setiap penelitian ilmiah selalu dihadapkan pada masalah populasi dan
populasi sasaran, karena populasi dan populasi sasaran penelitian
merupakan sumber data yang akan digunakan untuk mencapai tujuan
penelitian. Populasi paling sedikit mempunyai sifat yang sama.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEJ di Indonesia berjumlah 146.
3.3.2 Populasi Sasaran
Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang membuat laporan keuangan yang
dipublikasikan secara luas pada saat periode penelitian selama tiga
tahun berturut – turut yaitu tahun 2003, 2004, dan 2005
2. Perusahaan manufaktur yang membagikan dividen selama tiga tahun
berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004, dan 2005.
Penelitian ini menggunakan populasi sasaran berjumlah 39
perusahaan manufaktur dengan periode penelitian selama tiga tahun
sehingga data penelitiannya berjumlah 117.
Proses seleksi populasi sasaran sebagai berikut:
No Kriteria Pelanggaran Kriteria Akumulasi
1 Perusahaan manufaktur yang listing di BEJ sampai tahun 2005
146
2
Perusahaan manufaktur yang membuat laporan keuangan yang di publikasikan secara luas pada saat periode penelitian selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004, 2005.
-4 138
3
Perusahaan manufaktur yang membagikan dividen selama tiga tahun berturut-turut yaitu tahun 2003, 2004, 2005.
-99 39
Jumlah populasi sasaran total selama periode penelitian
117
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Data yang digunakan adalah data laporan keuangan tahunan untuk
periode 2003 sampai dengan 2005, dimana pada periode tersebut
dianggap cukup mewakili kondisi BEJ yng relatif normal. Sampel
penelitian ini juga menggunakan data dari Indonesian Capital Market
Directory, JSX Statistic, laporan keuangan dengan alasan BEJ merupakan
bursa terbesar dan representative di Indonesia.
Metode pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian
ini adalah Metode dokumentasi. Dokumentasi dari asal katanya dokumen,
yang artinya barang-barang tertulis. Di dalam melaksanakan metode
dokumentasi, peneliti menyelidiki benda-benda tertulis seperti buku-buku,
majalah, dokumen, peraturan-peraturan, dan sebagainya. Dalam penelitian
yang dilakukan metode dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh
data mengenai laporan keuangan dari perusahaan yang menjadi sampel
penelitian di BEJ. Data aktiva lancar dan hutang lancar untuk menghitung
current ratio. Data dividen per share dan earning per share untuk
menghitung dividend pay out ratio. Data pertumbuhan laba perusahaan
yang kemudian dicari variannya untuk menghitung VEG. Data price stock
dengan earning per share untuk menghitung PER.
3.5 Teknik Analisis Data
1.Analisis Diskriptif
Data statistik yang diperoleh dalam penelitian perlu diringkas dengan
baik dan teratur. Hal ini dimaksudkan untuk mendapatkan gambaran
yang lebih jelas tentang sekumpulan data yang diperoleh baik mengenai
populasi sasaran atau populasi. Kemudian dianalisis dengan teknik
analisis dengan tujuan untuk mengungkap apakah variabel bebas berupa
DPR, CR dan VEG berpengaruh terhadap variabel terikat berupa PER.
2.Analisis Statistik Inferensial
Penelitian yang digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel
terikat (Y) dengan variabel (X), yaitu dengan menggunakan persamaan
regresi berganda.
Y = a + b1 x1 +b 2 X 2 + b 3 X 3 + e
(Algifari 1997: 48)
Keterangan :
Y : Price earnings ratio
a : Konstanta
b1 b 2 b 3 : Koefisien X1 X 2 X 3
X1 : Dividen pay out ratio
X 2 : Likuiditas
X 3 : VEG
e : Faktor gangguan
Pengujian terhadap hipotesis dalam penelitian ini dilakukan dengan cara
sebagai berikut:
1) Analisis Data
a. Uji Simultan (uji F)
Untuk mengetahui sejauhmana variabel-variabel bebas secara
simultan mampu menjelaskan variabel terikat. Pengujian
dilakukan dengan cara membandingkan antara nilai
probabilitas yang terdapat pada table analisys of variance dari
hasil perhitungan dengan nilai probabilitas 0.05. Jika nilai
probabilitas ≥ 0.05 maka keputusan menolak hipotesis nol
(H o ) dan menerima hipotesisi alternatif (H a ) yang artinya
secara simultan dapat dibuktikan bahwa variabel bebas
berpengaruh terhadap variabel terikat dan berlaku sebaliknya
jika nilai probabilitas < 0.05 maka keputusan menerima
hipotesa nol (H o ) artinya secara statistik dapat dibuktikan
bahwa variabel bebas tidak berpengaruh terhadap variabel
terikat.
b. Uji Parsial (Uji t)
Untuk menguji kemaknaan koefisien regresi parsial masing-
masing variabel bebas. Pengambilan keputusan berdasarkan
perbandingan nilai probabilitas masing-masing koefisien
regresi dengan siqnifikasi 5 persen satu arah
Apabila nilai probabilitas dari masing-masing variabel bebas ≥
0.05 maka H o ditolak dan H a diterima. Artinya bahwa
variabel bebas berpengaruh terhadap variabel terikat.
Sebaliknya apabila nilai probabilitas dari masing-masing
variabel bebas < 0.05 maka H o diterima dan H a ditolak, yang
berarti bahwa variabel bebas tidak dapat menerangkan variabel
terikat secara individual.
c. Koefisien determinasi
Digunakan untuk mengukur sejauhmana kemampuan model
dalam menerangakan variasi variabel terikat. Untuk mencari
besarnya koefisien determinasi (R 2 ) parsialnya dari masing-
masing variabel bebas dan besarnya koefisien determinasi
secara keseluruhan. Nilai R 2 berada diantara nol sampai
dengan satu. Semakin mendekati satu maka variabel bebas
hampir memberikan semua informasi untuk memprediksikan
variabel terikat atau merupakan indikator yang menunjukkan
semakin kuatnya kemampuan dalam menjelaskan perubahan
variabel bebas terhadap variasi variabel terikat.
2) Uji Asumsi Klasik
Apakah model regresi yang diperoleh dapat menghasilkan
estimator linier yang baik dan tidak bias. Kondisi ini akan terjadi
jika dipenuhi beberapa asumsi klasik yang meliputi uji
multikolinieritas, uji heteroskedastisitas, uji autokorelasi dan uji
normalitas
a. Uji Multikolinieritas
Hal ini untuk memgetahui tidak terjadinya multikolonieritas
dalam variabel bebas yang berada dalam suatu model. Artinya
antar variabel bebas yang terdapat dalam model memiliki
hubungan yang sempurna, bila terjadi maka antar variabel
bebas terjadi korelasi, sehingga sulit diketahui variabel mana
yang mempengaruhi. Cara untuk mengetahui dengan melihat
nilai tolerance dan lawan varian inflation factor (VIF). Model
regresi bebas dari multikolinieritas apabila nilai tolerance dan
lawan varian inflation factor (VIF) berada di sekitar nilai satu.
b. Uji Heteroskedastisitas
Digunakan untuk mengetahui terjadinya penyimpangan model
karena varian gangguan antara satu observasi. Untuk
mengetahui gejala heteroskedatisitas dilakukan dengan
mengamati grafik scatter plot melalui SPSS dengan panduan
buku Imam Ghazali 2001. Model yang bebas dari
heteroskedastisitas memiliki grafik scatter plot dengan pola
titik yang menyebar di ats dan di bawah sumbu y.
Dasar analisanya adalah:
- Jika ada pola tertentu seperti titik yang ada membentuk
suatu pola tertentu yang teratur (bergelombang,
melebar, menyempit) maka mengidentifikasikan telah
terjadi heteroskedastisitas.
- Jika tidak ada pola yang jelas dan titik-titik yang
melebar, menyebar di atas dan di bawah angka nol (0)
pada sumbu y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
c. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi untuk menguji ada tidaknya korelasi antar
anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu
(data time series) atau ruang (data cross section) dalam suatu
model regresi. Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin
Watson. Apabila nilai Durbin Watson berada pada daerah dU
sampai 4-dU dapat disimpulkan bahwa model regresi tidak
mengandung autokorelasi
d. Uji Normalitas
Untuk mengetahui normal atau tidaknya sebaran yang akan
dianalisis dengan grafik normal probability plot. Apabila
normal distribusinya maka penyebaran plot di sekitar dan di
sepanjang garis 45 derajat. Selain itu juga bisa menggunakan
uji kolmogorov smirnov.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Deskripsi Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur
yang go public di Bursa Efek Jakarta sampai tahun 2005. Akhir tahun
2005 perusahaan manufaktur adalah 146, terbagi dalam 19 kelompok.
Hasil ringkas dapat dilihat di tabel 4.1
Tabel 4.1 Perusahaan Manufaktur di BEJ tahun 2005
No Jenis Usaha Jumlah 1 Food and Beverage 20 2 Tubacco Manufacturers 4 3 Textile mill Products 9 4 Apparel and Other Textile Products 14 5 Lumber and Wood Products 5 6 Paper and Allied Products 5 7 Chemical and Allied Products 8 8 Adhesive 4 9 Plastics and Glass Products 13 10 Cement 3 11 Metal and Allied Products 11 12 Fabricated Metal Products 2 13 Stone, Clay, Glass and Concrete Products 4 14 Cable 6 15 Electronic and Office Equipment 3 16 Automotive and Allied Products 20 17 Photographic Equipment 3 18 Pharmaceuticals 9 19 Consumer Goods 3 Total 146
Sumber : Indonesian Capital Market Directory (ICMD) 2006
Dari tabel 4.1 dapat dilihat bahwa jenis usaha yang jumlahnya
terbesar dalam kelompok usaha manufaktur adalah kelompok usaha Food
and Beverage dan Automotive and Allied Products yaitu berjumlah 20
perusahaan. Sedangkan jumlah jenis usaha yang paling sedikit adalah
Fabricated Metal Products yang berjumlah 2 perusahaan.
4.1.2 Deskripsi Populasi Sasaran Penelitian
Dalam Penelitian ini menggunakan populasi sasaran berjumlah
39 perusahaan. Perusahaan yang menjadi populasi sasaran dapat dilihat
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.2 Perusahaan manufaktur yang menjadi populasi sasaran
NO KODE NAMA PERUSAHAAN 1 AQUA Aqua Golden Missisippi Tbk 2 DLTA Delta Djakarta Tbk 3 FAST Fast Food Indonesia Tbk 4 INDF Indofood Sukses makmur Tbk 5 MYOR Mayora Indah Tbk 6 SHDA Sari Husada Tbk 7 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk 8 GGRM Gudang Garam Tbk 9 HMSP H M Sampoerna Tbk
10 INDR Indorama Syntetics Tbk 11 PBRX Pan Brothers Tex Tbk 12 BATA Sepatu Bata Tbk 13 CLPI Colorpak Indonesia Tbk 14 SOBI Sorini Corporation Tbk 15 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk 16 EKAD Ekadharma Tape Industries Tbk 17 INCI Intan Wijaya Internasional Tbk 18 AMFG Asahimas Flat Glass Co Ltd Tbk 19 IGAR Igarjaya Tbk 20 TRST Trias Sentosa Tbk
Tabel 4.2 (Lanjutan)
NO KODE NAMA PERUSAHAAN
21 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk 22 CTBN Citra Tubindo Tbk 23 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 24 LION Lion Metal Works Tbk 25 ARNA Arwana Citra Mulia Tbk 26 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk 27 ASGR Astra Graphia Tbk 28 ACAP Andhi Chandra Auutomotive Products Tbk 29 ASII Astra International Tbk 30 AUTO Astra Otoparts Tbk 31 HEXA Hexindo Adhiperkasa Tbk 32 SMSM Selamat Sempurna Tbk 33 TURI Tunas Ridean Tbk 34 UNTR United Tractors Tbk 35 KAEF Kimia Farma Tbk 36 MERK Merck IndonesiaTbk 37 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk 38 TCID Mandom Indonesia 39 UNVR Unilever Indonesia Tbk
Dilihat dari tahun berdirinya perusahaan yang termasuk dalam
populasi sasaran ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 4.3 Distribusi Tahun Berdiri Perusahaan
No Tahun berdiri Frekuensi Persentase 1 1913 – 1922 1 2.56 % 2 1923 – 1932 0 0 % 3 1933 – 1942 2 5.13 % 4 1943 – 1952 0 0 % 5 1953 – 1962 3 7.69 % 6 1963 – 1972 8 20.51 % 7 1973 – 1982 11 28.21 % 8 1983 – 1992 9 23.08 % 9 1993 - 2002 5 12.82 % jumlah 39 100 %
Berdasarkan tabel di atas dapat terlihat bahwa sebagian besar
perusahaan manufaktur berdiri pada tahun 1973 – 1982 yaitu mencapai
28.21 %, selebihnya 23.08 % berdiri tahun 1983 – 1992, sebesar 20.51 %
berdiri antara tahun 1963 – 1972, sebesar 12.82 % berdiri antara tahun
1993 – 2002, sebesar 7.69 % berdiri tahun 1953 – 1962, sebesar 5.13 %
berdiri antara tahun 1933 – 1942, sebesar 2.56 % berdiri antara tahun
1913 – 1922.
Status perusahaannya, sebagian besar perusahaan dalam negeri.
Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.4 Status perusahaan
No Status Perusahaan Jumlah Persentase 1 PMA 11 28.21 % 2 PMDN 26 66.67 % 3 Non PMA dan Non PMDN 1 0.03 % 4 Limited liability company 1 0.03 % jumlah 39 100 %
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa status perusahaan
yang menjadi populasi sasaran adalah PMA sebanyak 11 perusahaan atau
28.21%, PMDN sebanyak 26 perusahaan atau 66.67%, Non PMA dan
Non PMDN sebanyak 1 perusahaan atau 0.03 %, Limited liability
company sebanyak 1 perusahaan atau 0.03 %. Dengan demikian
menunjukkan bahwa sebagian perusahaan yang menjadi populasi sasaran
dalam penelitian ini berstatus PMDN.
Jenis usaha yang dijalankan perusahaan sebagian besar bergerak
di bidang makanan, lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.5 Jenis usaha
No Jenis Usaha Jumlah Frekuensi 1 Automotive and Allied Products 7 17.95 % 2 Pharmaceutical 3 7.69 % 3 Stone, clay, glass, and concrete products 2 5.13 % 4 Metal and Allied products 3 7.69 % 5 Food and beverage 7 17.95 % 6 Cement 1 2.56 % 7 Plastic and glass 3 7.69 % 8 Chemical and allied products 3 7.69 % 9 Electronic and office equipments 1 2.56 % 10 Adhesive 2 5.13 % 11 Tobacco manufacture 2 5.13 % 12 Consumer goods 2 5.13 % 13 Apparel and other textile products 1 2.56 % jumlah 39 100 %
Berdasarkan tabel diatas menunjukkan bahwa 17.95%
perusahaan bergerak di bidang Automotive and Allied Products dan Food
and beverage, sebesar 7.69 % perusahaan yang bergerak dalam bidang
Pharmaceutical, Plastic and glass, Metal and Allied products dan
Chemical and allied products, sebesar 5.13% bergerak dalam bidang
Stone, clay, glass, and concrete products, Adhesive, Tobacco
manufacture, dan Consumer goods, sebesar2.56 % bergerak dalam bidang
Electronic and office equipments Apparel and other textile products
4.1.3 Deskripsi Variabel Penelitian
4.1.3.1 Price Earning Ratio (PER)
PER adalah perbandingan harga per lembar saham pada saat
penutupan (closing price) dengan laba perlembar saham (earning per
share).
Berdasarkan data closing price (lampiran 1), Pada tahun 2003
rata-rata closing price sebesar 4.490, pada tahun 2004 rata-rata closing
price sebesar 5.197, dan pada tahun 2005 rata-rata closing price sebesar
6.272. Sedangkan rata-rata closing price tertinggi adalah pada PT Aqua
Golden Mississipi Tbk sebesar 52.933, untuk rata-rata closing price
terendah pada Igarjaya Tbk sebesar 115.
Data EPS (lampiran 2) menunjukkan bahwa rata-rata earning
per share tahun 2003 sebesar 540, tahun 2004 sebesar 618, dan tahun
2005 sebesar 624. Untuk rata-rata earning per share tertinggi sebesar
5.551 pada PT Aqua Golden Mississipi Tbk, sedangkan untuk rata-rata
earning per share terendah sebesar 10 pada PT Tunas Baru Lampung
Tbk.
PER dicari dari perbandingan antara closing price (pada
lampiran 1) dengan earning per share (pada lampiran 2). Hasil
perhitungan PER dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 4.6 PER Perusahaan Manufaktur periode 2003-2005 (dalam kali)
PER NO
KODE
NAMA PERUSAHAAN 2003 2004 2005
RATA-RATA
1 AQUA Aqua Golden Missisippi Tbk 9.95 6.9 12.89 9.91 2 DLTA Delta Djakarta Tbk 3.7 6 10.22 6.64 3 FAST Fast Food Indonesia Tbk 11.38 12.56 12.97 12.30 4 INDF Indofood Sukses makmur Tbk 12.52 19.53 69.3 33.78 5 MYOR Mayora Indah Tbk 7.93 10.81 13.75 10.83 6 SHDA Sari Husada Tbk 12.38 20.58 24.18 19.05 7 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk 9.78 22.58 51.95 28.10 8 GGRM Gudang Garam Tbk 14.23 14.56 11.86 13.55 9 HMSP H M Sampoerna Tbk 14.31 14.63 16.37 15.10
10 INDR Indorama Syntetics Tbk 8.47 8.89 15.07 10.81 11 PBRX Pan Brothers Tex Tbk 25.39 20.11 16.22 20.57 12 BATA Sepatu Bata Tbk 5.1 5.15 7.51 5.92 13 CLPI Colorpak Indonesia Tbk 32.19 22.55 15.78 23.51 14 SOBI Sorini Corporation Tbk 4.08 5.47 5.77 5.11 15 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk 18.34 5.91 22.64 15.63 16 EKAD Ekadharma Tape Industries Tbk 9.78 13.23 14.66 12.56 17 INCI Intan Wijaya Internasional Tbk 6.32 6.73 5.7 6.25 18 AMFG Asahimas Flat Glass Co Ltd Tbk 5.25 4.51 6.79 5.52 19 IGAR Igarjaya Tbk 8.8 4.19 8 7.00 20 TRST Trias Sentosa Tbk 4.63 19.87 25.64 16.71 21 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk 12.5 21.56 10.33 14.80 22 CTBN Citra Tubindo Tbk 44.51 46.41 9.25 33.39 23 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 3.28 2.66 4.44 3.46 24 LION Lion Metal Works Tbk 3.61 3.75 5.47 4.28 25 ARNA Arwana Citra Mulia Tbk 12.97 10.63 7.41 10.34 26 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk 7.27 11.49 4.73 7.83 27 ASGR Astra Graphia Tbk 20.76 11.56 11.03 14.45 28 ACAP Andhi Chandra Auutomotive Products Tbk 27.55 18.09 21.4 22.35 29 ASII Astra International Tbk 4.56 7.19 7.57 6.44 30 AUTO Astra Otoparts Tbk 5.67 6.62 7.74 6.68 31 HEXA Hexindo Adhiperkasa Tbk 3.66 28.25 8.25 13.39 32 SMSM Selamat Sempurna Tbk 7.18 6.56 6.59 6.78 33 TURI Tunas Ridean Tbk 5.16 6.17 6.74 6.02 34 UNTR United Tractors Tbk 5.74 5.89 9.96 7.20 35 KAEF Kimia Farma Tbk 25.64 14.64 15.24 18.51 36 MERK Merck IndonesiaTbk 7.09 8.92 9.43 8.48 37 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk 8.23 10.59 8.57 9.13 38 TCID Mandom Indonesia 5.93 7.56 6.89 6.79 39 UNVR Unilever Indonesia Tbk 21.33 17.2 22.64 20.39
Jumlah rata-rata 11.72
12.58
14.13
12.81
maximum 33.78
minimum 3.46
Hasil data yang sudah diolah (Pengolahan ada di lampiran)
Berdasarkan tabel 4.6 perkembangan PER cenderung
berfluktuasi dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 rata-rata PER sebesar
11.76, tahun 2004 rata-rata PER sebesar 12.27, dan tahun 2005 rata-rata
PER sebesar 13.83. Rata-rata PER selama tiga tahun berturut-turut
sebesar 12.62. Selama tiga tahun berturut-turut terlihat bahwa nilai rata-
rata PER tertinggi pada perusahaan Indofood Sukses Makmur Tbk yaitu
mencapai 33.78, sedangkan nilai rata-rata PER terendah sebesar 3.46 pada
perusahaan Lion Mesh Prima Tbk.
Gambaran PER dapat dilihat pada grafik.1 di bawah ini.
DATA PER
0.005.00
10.0015.0020.0025.0030.0035.0040.00
AQUAIN
DFTBLA IN
DRCLP
I
EKADIG
ARCTBN
ARNAACAP
HEXAUNTR
TSPC
KODE PERUSAHAAN
RA
TA-R
ATA
Series1
Hasil pengolahan grafik dengan Microsoft excel
4.1.3.2 Dividend Pay Out Ratio
DPR merupakan perbandingan antara dividen per lembar saham
dengan laba per lembar saham. Dari data Dividend per share (lampiran 3)
dapat ditunjukkan bahwa rata-rata DPS selama tiga tahun berturut-turut
mengalami penurunan. rata-rata DPS tahun 2003 sebesar 180.03, tahun
2004 sebesar 172.31, dan tahun 2005 sebesar 167.75. Sedangkan rata-rata
DPS tertinggi selama tiga tahun berturut-turut sebesar 1400 pada
Perusahaan Merk Indonesia Tbk dan rata-rata DPS terendah sebesar 3.33
pada perusahaan Kimia Farma Tbk.
Untuk mencari DPR adalah perbandingan antara DPS (pada
lampiran 3) dengan EPS (pada lampiran 2). Maka hasil dari perhitungan
DPR dapat ditunjukkan sebagai berikut:
Tabel 4.7 DPR Perusahaan manufaktur periode 2003-2005
(dalam persen)
DPS EPS DPR NO
KODE 2003 2004 2005 2003 2004 2005 2003 2004 2005
RATA-RATA
1 AQUA 800 1,180 830 4,805 6,958 4,889 16.65 16.96 16.98 16.86
2 DLTA 350 350 700 2,352 2,417 3,522 14.88 14.48 19.87 16.41
3 FAST 16 18 20 81 84 93 19.68 21.53 21.61 20.94
4 INDF 28 18 5 64 41 13 43.81 43.94 38.08 41.94
5 MYOR 25 25 25 110 111 60 0.23 0.23 0.42 0.29
6 SHDA 1100 150 160 1,171 92 147 0.94 1.62 1.09 1.22
7 TBLA 5 3 3 16 10 4 0.31 0.29 0.78 0.46
Tabel 4.7 (lanjutan)
DPS EPS DPR NO
KODE 2003 2004 2005 2003 2004 2005 2003 2004 2005
RATA-RATA
8 GGRM 300 500 500 956 930 982 31.39 53.74 50.91 45.35
9 HMSP 120 275 200 313 454 544 38.38 60.51 36.78 45.22
10 INDR 16 18 15 62 70 31 0.26 0.26 0.48 0.33
11 PBRX 5 7 2 15 20 23 32.98 0.35 8.65 13.99
12 BATA 600 350 150 2,764 2,716 1,930 21.71 0.13 7.77 9.87
13 CLPI 485 6 6 15 21 26 32.33 28.19 23.37 27.96
14 SOBI 25 40 60 184 197 198 0.14 0.2 0.30 0.21
15 UNIC 49 130 24 164 427 127 29.95 0.30 0.19 10.15
16 EKAD 10 10 12.5 97 19 23 10.3 54 0.54 21.61
17 INCI 20 25 20 47 65 64 42.13 38.26 31.24 37.21
18 AMFG 80 100 100 376 476 490 21.26 20.99 20.42 20.89
19 IGAR 5 5 5 15 25 13 0.33 19.96 38.11 19.47
20 TRST 10 5 3 61 10 6 16.52 48.47 51.27 38.75
21 SMGR 174.7 268 443.12 628 858 1,724 0.28 31.24 0.26 10.59
22 CTBN 277.4 0.23 0.69 180 172 919 1.54 0.14 0.07 0.58
23 LMSH 25 40 40 168 573 428 14.9 6.97 9.35 10.41
24 LION 90 100 100 236 453 366 38.18 22.08 27.34 29.20
25 ARNA 8 10 12 23 28 39 0.35 0.36 0.31 0.34
26 TOTO 200 200 300 640 522 1,269 0.31 0.38 0.24 0.31
27 ASGR 12 61 25 16 28 27 0.75 2.2 0.93 1.29
28 ACAP 25 10 8 17 25 20 143.49 39.33 40.27 74.36
29 ASII 220 370 440 1,096 1,335 1,348 20.08 27.71 32.64 26.81
30 AUTO 50 60 100 273 291 362 0.18 0.21 0.28 0.22
Tabel 4.7 (lanjutan)
DPS EPS DPR NO
KODE 2003 2004 2005 2003 2004 2005 2003 2004 2005
RATA-RATA
31 HEXA 90 215 46 253 109 116 0.36 1.98 0.4 0.91
32 SMSM 35 25 15 37 44 46 94.9 0.57 0.33 31.93
33 TURI 12 27 19 58 109 102 20.64 24.66 18.57 21.29
34 UNTR 20 35 110 218 386 369 0.09 0.09 0.3 0.16
35 KAEF 3 4 3 8 14 10 0.37 0.29 0.32 0.33
36 MERK 1,400 1,400 1,400 2,258 2,555 2,576 62 54.79 54.35 57.05
37 TSPC 85 400 300 717 718 660 11.85 0.56 0.45 4.29
38 TCID 165 200 220 396 529 595 41.62 37.82 36.96 38.80
39 UNVR 80 80 120 170 192 189 47.07 41.69 63.56 50.77
rata-rata 22.39 18.40 16.82 19.20
max 74.36
min 0.16
Hasil data yang sudah diolah (pengolahan ada di lampiran)
Berdasarkan tabel 4.7 perkembangan DPR mengalami
penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 rata-rata DPR sebesar
22.39, tahun2004 mengalami penurunan menjadi 18.40, dan tahun 2005
rata-rata DPR turun menjadi 16.82. Rata-rata DPR untuk tiga tahun
berturut-turut sebesar 19.20. Selama tiga tahun berturut-turut dapat dilihat
bahwa nilai rata-rata DPR yang tertinggi sebesar 74.36 pada perusahaan
Andhi Chandra Automotive Products Tbk. Sedangkan rata-rata DPR
terendah sebesar 0.16 adalah perusahaan United Tractors Tbk.
Gambaran DPR dapat dilihat pada grafik.2 sebagai berikut:
DATA DPR
-
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
AQUAIN
DFTBLA
INDR
CLPI
EKADIG
ARCTBN
ARNAACAP
HEXAUNTR
TSPC
KODE PERUSAHAAN
RA
TA-R
ATA
Series1
Hasil pengolahan grafik dengan Microsoft excel
4.1.3.3 Current Ratio
Current ratio merupakan kemampuan perusahaan dalam
menutupi kewajiban lancar. Current ratio juga merupakan perbandingan
antara aktiva lancar dengan hutang lancar.
Data aktiva lancar (lampiran 4) menunjukkan bahwa rata-rata
current ratio selama tiga tahun berturut-turut mengalami kenaikan. Pada
tahun 2003 nilai rata-rata current ratio sebesar 1.453.744.000.000, Tahun
2004 sebesar 1.706.686.000.000, dan pada tahun 2005 rata-rata curent
ratio sebesar 1.922.624.000.000. sedangkan untuk rata-rata nilai current
ratio tertinggi sebesar 13.374.529.000.000 pada perusahaan Gudang
Garam Tbk, dan nilai rata-rata current ratio terendah pada perusahaan
Lion Mesh Prima Tbk sebesar 27.233.000.000.
Data hutang lancar (lampiran 5) menunjukkan bahwa rata-rata
current liabilities selama tiga tahun berturut-turut mengalami kenaikan.
Pada tahun 2003 nilai rata-rata current liabilities sebesar
844.550.000.000, Tahun 2004 sebesar 1.078.647.000.000, dan pada tahun
2005 rata-rata curent liabilities sebesar 1.260.314.000.000. sedangkan
untuk rata-rata nilai current liabilities tertinggi sebesar
11.771.490.000.000 pada perusahaan Astra International Tbk, dan nilai
rata-rata current liabilities terendah pada perusahaan Ekadharma Tape
Industries Tbk sebesar 12.079.000.000.
Untuk mencari Current ratio yaitu perbandingan antara aktiva
lancar (pada lampiran 4) dan hutang lancar (pada lampiran 5). Sehingga
hasil perhitungan Current ratio dapat ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.8
Current ratio Perusahaan manufaktur tahun 2003-2005
CR NO
KODE
NAMA PERUSAHAAN 2003 2004 2005
RATA-RATA
1 AQUA Aqua Golden Missisippi Tbk 5.08 4.4 7.58 5.69
2 DLTA Delta Djakarta Tbk 5 4.14 3.69 4.28
3 FAST Fast Food Indonesia Tbk 1.27 1.28 1.14 1.23
4 INDF Indofood Sukses makmur Tbk 1.91 1.48 1.47 1.62
5 MYOR Mayora Indah Tbk 9.82 5.11 3.54 6.16
6 SHDA Sari Husada Tbk 6.66 5.6 7 6.42
7 TBLA Tunas Baru Lampung Tbk 1 1.42 1.05 1.16
8 GGRM Gudang Garam Tbk 1.97 1.68 1.73 1.79
9 HMSP H M Sampoerna Tbk 4.08 2.28 1.71 2.69
Tabel 4.8 (lanjutan)
CR NO
KODE
NAMA PERUSAHAAN 2003 2004 2005
RATA-RATA
10 INDR Indorama Syntetics Tbk 1.12 1.31 1.43
1.29
11 PBRX Pan Brothers Tex Tbk 2.59 2.42 1.22
2.08
12 BATA Sepatu Bata Tbk 2.4 2.5 1.93
2.28
13 CLPI Colorpak Indonesia Tbk 3.77 2.34 1.93
2.68
14 SOBI Sorini Corporation Tbk 2.04 1.48 1.65
1.72
15 UNIC Unggul Indah Cahaya Tbk 2.48 1.95 1.9
2.11
16 EKAD Ekadharma Tape Industries Tbk 4.18 5.42 3.2
4.27
17 INCI Intan Wijaya Internasional Tbk 5.23 5.23 7.72 6.06
18 AMFG Asahimas Flat Glass Co Ltd Tbk 1.68 1.89 3.23
2.27
19 IGAR Igarjaya Tbk 2.66 2.35 3.35
2.79
20 TRST Trias Sentosa Tbk 1.02 1.27 1.2
1.16
21 SMGR Semen Gresik (Persero) Tbk 1.33 1.6 1.75
1.56
22 CTBN Citra Tubindo Tbk 2.75 3.78 1.8
2.78
23 LMSH Lion Mesh Prima Tbk 1.61 1.63 1.76
1.67
24 LION Lion Metal Works Tbk 6.86 6.16 6.24
6.42
25 ARNA Arwana Citra Mulia Tbk 0.97 0.9 0.77
0.88
26 TOTO Surya Toto Indonesia Tbk 0.97 1.3 1.21
1.16
27 ASGR Astra Graphia Tbk 2.12 4.76 3.33
3.40
28 ACAP Andhi Chandra Auutomotive Products Tbk 5.82 4.65 4.56
5.01
29 ASII Astra International Tbk 1.19 1.06 1.11
1.12
30 AUTO Astra Otoparts Tbk 1.65 1.43 1.71
1.60
31 HEXA Hexindo Adhiperkasa Tbk 1.21 1.78 1.32 1.44
32 SMSM Selamat Sempurna Tbk 4.1 1.83 1.96
2.63
Tabel 4.8 (lanjutan)
CR NO
KODE
NAMA PERUSAHAAN 2003 2004 2005
RATA-RATA
33 TURI Tunas Ridean Tbk 2.33 1.21 1.21
1.58
34 UNTR United Tractors Tbk 0.86 1.84 1.56
1.42
35 KAEF Kimia Farma Tbk 1.52 2.03 2.25
1.93
36 MERK Merck IndonesiaTbk 3.46 3.09 4.72
3.76
37 TSPC Tempo Scan Pasific Tbk 4.65 4.64 3.8
4.36
38 TCID Mandom Indonesia 5.85 4.29 4.42
4.85
39 UNVR Unilever Indonesia Tbk 1.78 1.61 1.35
1.58
rata-rata 3.00
2.70 2.68
2.79
maximum 6.42
minimum 0.88
Hasil data yang sudah diolah (Pengolahan ada di lampiran)
Berdasarkan tabel 4.8 perkembangan current ratio cenderung
mengalami penurunan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2003 rata-rata
current ratio sebesar 3.00, tahun 2004 rata-rata current ratio sebesar 2.70,
dan pada tahun 2005 rata-rata current ratio sebesar 2.68. Rata-rata current
ratio selama tiga tahun sebesar 2.79. Selama tiga tahun tersebut dapat
dilihat rata-rata current ratio tertinggi sebesar 6.42 pada perusahaan Lion
Metal Works Tbk, sedangkan untuk rata-rata current ratio terendah
sebesar 0.88 adalah perusahaan Arwana Citra Mulia Tbk.
Gambaran perkembangan current ratio dapat dilihat pada grafik.3 di
bawah ini:
DATA CURRENT RATIO
-
1.00
2.00
3.00
4.00
5.00
6.00
7.00
AQUAIN
DF
TBLAIN
DRCLP
I
EKADIG
ARCTBN
ARNAACAP
HEXAUNTR
TSPC
KODE PERUSAHAAN
RA
TA-R
ATA
Series1
Hasil pengolahan grafik dengan Microsoft excel
4.1.3.4 Varian of Earning growth (VEG)
VEG awalnya dicari melalui earning per share (EPS) atau laba
per lembar saham yang diperoleh perusahaan tersebut, kemudian dicari
pertumbuhan dari laba per lembar saham. Dari pertumbuhan laba per
lembar saham itu baru dicari varian dari pertumbuhan laba. Data EPS
untuk menghitung VEG dapat dilihat pada lampiran 2 ditambah dengan
data EPS tahun 2002 karena untuk mencari pertumbuhan laba, sehingga
data historis tahun 2002 diperlukan. Data EPS diperoleh dari laporan
keuangan (rugi-laba). Hasil perhitungan varian of earning growth dapat
dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.9 Data VEG Perusahaan manufaktur tahun 2003-2005
EPS PERTUMBUHAN LABA
NO
KODE 2002 2003 2004 2005 2003 2004 2005
RATA-RATA EG
VEG
1 AQUA 5,023 4,805 6,958 4,889 -0.0434 0.4481 -0.2974 0.04 0.1436
2 DLTA 2,352 2,352 2,417 3,522 0.0000 0.0276 0.4572 0.16 0.0657
3 FAST 84 81 84 93 -0.0357 0.0370 0.1071 0.04 0.0051
4 INDF 86 64 41 13 -0.2558 -0.3594 -0.6829 (0.43) 0.0496
5 MYOR 156 110 111 60 -0.2949 0.0091 -0.4595 (0.25) 0.0565
6 SHDA 941 1,171 92 147 0.2444 -0.9214 0.5978 (0.03) 0.6320
7 TBLA 27 16 10 4 -0.4074 -0.3750 -0.6000 (0.46) 0.0148
8 GGRM 1,085 956 930 982 -0.1189 -0.0272 0.0559 (0.03) 0.0076
9 HMSP 371 313 454 544 -0.1563 0.4505 0.1982 0.16 0.0929
10 INDR 51 62 70 31 0.2157 0.1290 -0.5571 (0.07) 0.1793
11 PBRX 210 15 20 23 -0.9286 0.3333 0.1500 (0.15) 0.4649
12 BATA 3,720 2,764 2,716 1,930 -0.2570 -0.0174 -0.2894 (0.19) 0.0221
13 CLPI 28 15 21 26 -0.4643 0.4000 0.2381 0.06 0.2111
14 SOBI 145 184 197 198 0.2690 0.0707 0.0051 0.11 0.0189
15 UNIC 209 164 427 127 -0.2153 1.6037 -0.7026 0.23 1.4775
16 EKAD 140 97 19 23 -0.3071 -0.8041 0.2105 (0.30) 0.2574
17 INCI 29 47 65 64 0.6207 0.3830 -0.0154 0.33 0.1033
18 AMFG 476 376 476 490 -0.2101 0.2660 0.0294 0.03 0.0567
19 IGAR 18 15 25 13 -0.1667 0.6667 -0.4800 0.01 0.3512
20 TRST 102 61 10 6 -0.4020 -0.8361 -0.4000 (0.55) 0.0631
21 SMGR 331 628 858 1,724 0.8973 0.3662 1.0093 0.76 0.1180
22 CTBN 149 180 172 919 0.2081 -0.0444 4.3430 1.50 6.0686
23 LMSH 154 168 573 428 0.0909 2.4107 -0.2531 0.75 2.0992
24 LION 228 236 453 366 0.0351 0.9195 -0.1921 0.25 0.3449
25 ARNA 17 23 28 39 0.3529 0.2174 0.3929 0.32 0.0085
26 TOTO 1,390 640 522 1,269 -0.5396 -0.1844 1.4310 0.24 1.1032
27 ASGR 55 16 28 27 -0.7091 0.7500 -0.0357 0.00 0.5333
28 ACAP 14 17 25 20 0.2143 0.4706 -0.2000 0.16 0.1145
29 ASII 1,394 1,096 1,335 1,348 -0.2138 0.2181 0.0097 0.00 0.0466
30 AUTO 343 273 291 362 -0.2041 0.0659 0.2440 0.04 0.0509
31 HEXA 232 253 109 116 0.0905 -0.5692 0.0642 (0.14) 0.1395
32 SMSM 31 37 44 46 0.1935 0.1892 0.0455 0.14 0.0071
Tabel 4.9 (lanjutan)
EPS PERTUMBUHAN LABA NO
KODE 2002 2003 2004 2005 2003 2004 2005
RATA-RATA EG
VEG
33 TURI 53 58 109 102 0.0943 0.8793 -0.0642 0.30 0.2553
34 UNTR 194 218 386 369 0.1237 0.7706 -0.0440 0.28 0.1851
35 KAEF 6 8 14 10 0.3333 0.7500 -0.2857 0.27 0.2716
36 MERK 1,671 2,258 2,555 2,576 0.3513 0.1315 0.0082 0.16 0.0302
37 TSPC 703 717 718 660 0.0199 0.0014 -0.0808 (0.02) 0.0029
38 TCID 372 396 529 595 0.0645 0.3359 0.1248 0.18 0.0203
39 UNVR 1,282 170 192 189 -
0.8674 0.1294 -0.0156 (0.25) 0.2900
maximum 1.50 6.0686
minimum (0.55) 0.0029
Hasil data yang sudah diolah
Berdasarkan tabel 4.9 dapat terlihat laba tertinggi selama
pengamatan adalah pada Citra Tubindo Tbk sebesar 1.50, sedangkan
tingkat pertumbuhan laba terendah adalah pada perusahaan Trias Sentosa
Tbk sebesar -0.55. Untuk nilai risiko investasi tertinggi selama periode
pengamatan adalah perusahaan Citra Tubindo Tbk sebesar 6.0686,
sedangkan nilai risiko investasi terendah adalah perusahaan Tempo Scan
sific Tbk sebesar 0.0029. Data VEG dapat dilihat dari grafik.4 sebagai
berikut:
DATA VEG
0.00001.00002.00003.00004.00005.00006.00007.0000
AQUAIN
DFTBLA IN
DRCLP
I
EKADIG
ARCTBN
ARNAACAP
HEXAUNTR
TSPC
KODE PERUSAHAAN
RA
TA-R
ATA
Series1
Hasil Pengolahan grafik dengan Microsoft excel
4.1.4 Analisi Data
4.1.4.1 Hasil Regresi
Dengan mengolah data variabel menggunakan program SPSS
12.00 for windows dengan analisis regresi berganda diperoleh output data
seperti pada tabel berikut:
Tabel 4.10 Model regresi berganda
Coefficients Model
(constant) DPR CR VEG Unstandardized Coefficients 11.617 .101 -.722 3.147
t 4.660 1.572 -1.027 2.668 Sig. .000 .125 .311 .011 Correlation Partial .257 -.171 .411 VIF 1.10 1.042 1.068
Model Summary Model R .445 a R Square .198 Durbin Weston 1.841
Hasil regresi dengan SPSS.12 ada di lampiran 6
Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh koefisien
untuk variable DPR (X1 ) sebesar 0.101, variable CR (X 2 ) sebesar -0.722
dan variabel VEG (X 3 ) 3.147. Konstanta sebesar 11. 617. Dari hasil
tersebut di atas diperoleh model regresi ganda sebagai berikut:
Y = 11.617 + 0.101 (DPR) – 0.722 (CR) + 3.147 (VEG)
Dari model persamaan regresi tersebut menunjukkan bahwa jika
terjadi peningkatan 1 % DPR dan variabel lain dianggap konstan maka
akan diikuti kenaikan PER sebesar 0.101 kali. Jika current ratio naik
sebesar 1 % dan variabel lain dianggap konstan maka akan terjadi
penurunan PER sebesar 0.722 kali. Dan jika terjadi kenaikan 1 % VEG
dan variabel yang lain dianggap konstan maka akan diikuti kenaikan PER
sebesar 3.147 kali. Berdasarkan persamaan tersebut terlihat bahwa PER
berbanding lurus dengan DPR dan VEG, tetapi berbanding terbalik
dengan current ratio.
4.1.4.2 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dalam penelitian ini terdiri dari uji simultan
dan uji parsial. Uji simultan untuk menguji hipotesis bahwa ada pengaruh
secara bersama variabel bebas (DPR, CR, dan VEG) terhadap PER
dengan menggunakan uji F dan Uji parsial untuk menguji pengaruh
variabel- variabel bebas secara per bagian terhadap PER dengan
menggunakan uji t.
4.1.4.2.1 Uji F
Hasil uji F menggunakan program SPSS 12.00 dapat dilihat
sebagai berikut:
Tabel 4.11
ANOVAb
449.223 3 149.741 2.877 .050a
1821.834 35 52.0522271.057 38
RegressionResidualTotal
Model1
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
Predictors: (Constant), VEG, CR, DPRa.
Dependent Variable: PERb.
Pengujian ini dapat ditunjukkan pada pada tabel 4.11 (Anova).
Syarat hipotesis dapat diterima apabila siqnifikannya ≤ 0.05. Berdasar
hasil uji simultan pada tabel di atas diperoleh siqnifikansi F sebesar 0.050
≤ 0.05. Sesuai dengan syarat di atas berarti hipotesis yang menyatakan
bahwa secara simultan variabel bebas (DPR, CR, dan VEG) berpengaruh
siqnifikan terhadap PER diterima (H1 diterima )
4.1.4.2.2 Uji Parsial
Uji t statistik untuk menyelidiki masing-masing variabel bebas
yang berpengaruh siqnifikan terhadap PER. Syarat hipotesis dapat
diterima apabila siqnifikannya ≤ 0.05 maka H 2 diterima dan H 0 ditolak.
Berdasarkan perhitungan diperoleh sebagai berikut:
a. Berdasarkan tabel 4.10 untuk DPR (X1 ) dengan siqnifikansi t
sebesar 0.125 > 0.05 sehingga terbukti bahwa variabel DPR tidak
berpengaruh tehadap PER.
b. Berdasarkan tabel 4.10 nilai CR (X 2 ) dengan siqnifikansi t
sebesar 0.311 > 0.05 sehingga terbukti bahwa variabel CR tidak
berpengaruh terhadap PER.
c. Berdasarkan tabel 4.10 nilai VEG (X 3 ) dengan siqnifikansi
tsebesar 0.011 < 0.05 sehingga terbukti bahwa variabel VEG
berpengaruh terhadap PER.
4.1.4.2.3 Koefisien Determinasi
Besarnya sumbangan secara simultan dari DPR, CR, dan VEG
terhadap PER dapat dilihat dari nilai R-square pada tabel 4.15 yaitu
sebesar R-square = 0.198 atau 19.8% dan selebihnya 80.2% dipengaruhi
oleh faktor lainnya di luar penelitian ini. Kemudian untuk melihat
sumbangan korelasi parsialnya (r 2 ) berdasar tabel 4.10 diperoleh nilai
DPR = 0.257, CR = -0.171, dan VEG = 0.411. Berdasarkan hasil tersebut
tampak bahwa sumbangan variabel VEG lebih besar dari pada CR dan
DPR.
4.1.4.3 Uji Asumsi Klasik
Model regresi yang diperoleh selanjutnya diuji keefektifannya
dengan menggunakan uji asumsi klasik yang meliputi uji
multikolinieritas, uji heteroskedasitisitas, uji autokorelasi dan uji
normalitas. Model tersebut dapat digunakan untuk menyatakan hubungan
DPR, CR dan VEG terhadap PER apabila variabel tersebut bebas dari uji
asumsi klasik tersebut.
4.1.4.3.1 Uji Multikolinieritas
Penyimpangan asumsi klasik yang pertama yaitu adanya
multikolinieritas artinya antar variabel bebas yang terdapat dalam model
memiliki hubungan yang sempurna. Bila terjadi maka antar variabel bebas
terjadi korelasi. Model regresi bebas dari multikolinieritas apabila varian
inflation factor (VIF) berada di sekitar nilai 1 dan kurang dari 10. Hasil
uji multikolinieritas berdasar tabel 4.15 untuk DPR = 1.110, CR = 1.042,
dan VEG = 1.066. Berdasar hasil tersebut menunjukkan bahwa tidak
terjadi multikolinieritas.
4.1.4.3.2 Uji Heteroskedastisitas
Digunakan untuk mengetahui terjadinya penyimpangan model
karena varian gangguan antara satu observasi. Ada tidaknya
heteroskedastisitas dapat dilihat dari grafik sebagai berikut:
543210-1-2
Regression Standardized Predicted Value
3
2
1
0
-1
-2
-3
Reg
ress
ion
Stud
entiz
ed R
esid
ual
Dependent Variable: PER
Scatterplot
Dari grafik di atas pola titik-titik tidak membentuk pola tertentu
dan menyebar di atas dan di bawah angka nol pada sumbu Y, maka dapat
disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas pada model regresi
4.1.4.3.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin Watson. Apabila
nilai Durbin Watson berada pada daerah dU sampai 4-dU dapat
disimpulkan bahwa model regresi tidak mengandung autokorelasi. Pada
taraf signifikansi 5% dengan variabel bebas k = 3 dan n = 117, pada
tabel kritik Durbin Watson diperoleh dL = 1,61 dan dU = 1,74 sehingga
diperoleh 4-dU = 2,26 dan 4-dL = 2,39. Berdasarkan nilai kritik tersebut,
model regresi dikatakan tidak mengandung autokorelasi apabila Durbin
Watson berada pada daerah 1,74 sampai dengan 2,26. Dari hasil analisis
menggunakan SPSS versi 12 diperoleh dW = 1,841 yang berada pada
daerah 1,74 sampai dengan 2,26 yang berarti bahwa model regresi tidak
mengandung autokorelasi.
4.1.4.3.4 Uji Normalitas
Uji Normalitas juga dapat digunakan Kolmogorov-smirnov test.
Dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.12
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
39.0000000
6.92408925.117.116
-.117.729.662
NMeanStd. Deviation
Normal Parameters a,b
AbsolutePositiveNegative
Most ExtremeDifferences
Kolmogorov-Smirnov ZAsymp. Sig. (2-tailed)
UnstandardizedResidual
Test distribution is Normal.a.
Calculated from data.b.
Dari tabel one-sample kolmogorov-smirnov test dapat
ditunjukkan signifikansi kolmogorov-smirnov Z sebesar 0.662. Model
Regresi memenuhi asumsi normalitas apabila asymp.sig. > 0.05. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa model regresi memenuhi asumsi normal.
4.2 Pembahasan
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa secara simultan ada
pengaruh antara dividend pay out ratio, current ratio, dan varian of
earning growth (VEG) terhadap price earning ratio pada perusahaan
manufaktur di Bursa Efek Jakarta dengan periode pengamatan tahun
2003-2005 dengan jumlah populasi sasaran sebesar 39 perusahaan
sehingga total populasi sasaran selama periode pengamatan berjumlah
117. Pengaruh tersebut ditunjukkan dengan signifikansi F sebesar 0.05
atau tingkat kealpaan sebesar 0.05. Sehingga terbukti bahwa secara
simultan ada pengaruh antara variabel bebas Dividend pay out ratio,
Current ratio, Varian of earning growth terhadap variabel terikat price
earning ratio (PER).
Besarnya pengaruh ditunjukkan oleh koefisien determinasi (R 2 )
pada penelitian ini diketahui sebesar 0.198. Dengan demikian besarnya
kontribusi dividend pay out ratio, current ratio, dan varian earning
growth (VEG) terhadap price earning ratio sebesar 19.8 % dan sisanya
sebesar 80.2 % dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
4.2.2 Variabel Dividend pay out ratio
Berdasarkan hasil penelitian variabel dividend pay out ratio
tidak berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio. Dapat
ditunjukkan dengan siqnifikannsi t sebesar 0.125 > 0.05. Hal ini berarti
dividend pay out ratio tidak mempunyai pengaruh terhadap price earning
ratio.
Kebijakan dividen masih mengandung perdebatan, ada beberapa
teori kebijakan dividen. Penelitian ini mendukung teori pembebanan pajak
oleh Lizenberger & Ramaswary yang menyatakan adanya pajak terhadap
keuntungan dividen dan capital gain. Maka investor lebih menyukai
capital gain karena dapat menunda pembayaran pajak. Penelitian ini tidak
mendukung teori kebijakan dividen “The Bird in the Hand” oleh Goeden
& Lintner dan “Signaling Hypothesis” yang menyatakan investor lebih
suka menerima deviden dari pada capital gain. Dengan pembayaran
dividen dapat menghilangkan keseimbangan mereka mengenai
keuntungan perusahaan. (Wachowick dan Van Horne (1997 : 496-498)
Penelitian ini juga menunjukkan bahwa investor kurang tertarik
dengan adanya penawaran dividen oleh perusahaan tetapi lebih
memperhatikan prospek perusahaan di masa yang akan datang yang
nantinya akan memberikan keuntungan yang lebih. Semakin tingginya
dividen pay out ratio yang ditetapkan oleh suatu perusahaan, semakin
kecil dana yang tersedia untuk ditanamkan kembali di dalam perusahaan
yang berarti akan menghambat pertumbuhan perusahaan. Karena
perusahaan yang pertumbuhan labanya kurang stabil ataupun mengalami
kerugian bisa saja membayarkan dividen, agar dapat menarik para
investor dan dapat menghilangkan keseimbangan investor tentang
keuntungan perusahaan.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Marwan Asri
S.w. dan Anton N. Hevendi (developed by Whitbeck kissor 1973) (1999)
meneliti “ Price earning ratio model consistency: Evidence from Jakarta
Stock Exchange”. Sebagai variabel independen menggunakan DPR,
earning growth, VEG sedangkan PER sebagai variabel dependen. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel DPR yang paling
signifikan dari beberapa periode penelitian sedangkan variabel earning
growth dan VEG tidak semua dalam periode penelitian berpengaruh
signifikan. Dan penelitian Rossje V. Suryaputri dan Christina Dwi Astuti
tahun 2004 Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengaruh leverage,
dividend payout, size, earning growth dan country risk terhadap price
earning ratio tersebut memberikan hasil yang bervariasi pada jenis
industri yang berbeda. Faktor dividend payout mempengaruhi PER secara
siqnifikan positif pada industri metal and cable.
4.2.3 Current Ratio
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa variabel
current ratio tidak berpengaruh terhadap PER. Hal ini ditunjukkan
dengan siqnifikansi t sebesar 0.311 > 0.05.
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui bahwa seorang
investor dalam melakukan investasi tidak memperhatiakn faktor current
ratio yang dimiliki oleh perusahaan. Karena rasio ini hanya menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk menutupi hutang lancar dengan aktiva
lancar perusahaan. Posisi likuiditas sangat berpengaruh pada kemampuan
membayar deviden tidak diperhitungkan investor dalam berinvestasi.
Hasil penelitian ini juga menyatakan bahwa dividen kurang tertarik
dengan adanya penawaran dividen oleh perusahaan. Karena perusahaan
yang pertumbuhan labanya kurang stabil ataupun mengalami kerugian
bisa saja membayarkan dividen, agar dapat menarik para investor dan
dapat menghilangkan keseimbangan investor tentang keuntungan
perusahaan. Sehingga faktor likuiditas yang diindikatorkan dengan
current ratio yang sangat berpengaruh pada kemampuan membayar
dividen tidak diperhatikan oleh investor.
Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian yang dilakukan
oleh Harmono (2004) meneliti tentang “ Analisis pengaruh kinerja
keuangan perusahaan terhadap price earning ratio dengan menggunakan
variabel bebas current ratio, total asset turnover dan leverage. Temuan
penelitian ini menunjukkan bahwa , current ratio memiliki pengaruh yang
signifikan positif terhadap PER
4.2.4 Varian of Earning Growth (VEG)
Berdasarkan hasil penelitian variabel varian of earning growth
(VEG) berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio (PER),
ditunjukkan dengan nilai t hitung 2.668 dengan siqnifikansi 0.011 < 0.05.
Berdasrkan hasil penelitian ini terlihat bahwa seorang investor dalam
melakukan investasi memperhatikan faktor risiko yang akan diterima.
Sehingga dapat mengambil keputusan yang tepat dalam berinvestasi
dengan risiko yang minimal. VEG mempunyai pengaruh yang positif
terhadap PER.
Penelitian ini mendukung penelitian Yeye Susilowati (2003)
yang hasil penelitiannya ada pengaruh positif antara dividend pay out
ratio dan risiko terhadap PER. Dan pertumbuhan laba (growth)
mempunyai pengaruh yang negatif terhadap PER.
Hasil Dalam penelitian ini dapat diringkas bahwa secara
simultan variabel bebas (dividend pay out ratio, current ratio, varain of
earning growth) berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio
(PER). Sedangkan secara parsial varibel yang berpengaruh siqnifikan
adalah varian of earning growth (VEG), untuk variabel DPR dan current
ratio tidak berpengaruh siqnifikan terhadap price earning ratio (PER).
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian ini dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
1. Secara simultan ada pengaruh antara dividend pay out ratio, current
ratio, dan varian of earning growth terhadap price earning ratio pada
perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta tahun
2003-2005
2. Secara parsial ada pengaruh variabel varian of earning growth (VEG)
terhadap price earning ratio (PER) sedangkan variabel dividend pay
out ratio dan current ratio tidah berpengaruh terhadap price earning
ratio (PER) pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek
Jakarta tahun 2003-2005.
5.2 Saran
Berdasarkan penelitian ini dapat diambil saran sebagai berikut:
1. Bagi Investor dan calon investor dalam memprediksi nilai price
earning ratio akan lebih optimal jika menggunakan varian of earning
growth sebagai pertimbangan sebelum berinvestasi.
2. Bagi perusahaan hendaknya membayar dividen sesuai dengan laba
yang dihasilkan, jangan menawarkan pembayaran dividen hanya
untuk menghilangkan keseimbangan investor tentang keuntungan
perusahaan. Karena menurut penelitian ini, investor tidak terlalu
tertarik bagaimana penawaran pembayaran dividen perusahaan.
3. Bagi peneliti selanjutnya dapat menguji ulang penelitian ini dan dapat
juga menambah variabel lain, sehingga penelitian selanjutnya dapat
menemukan hasil yang baru dan dapat mengetahui apakah penelitian
ini masih layak atau tidak.