dka

18
DERMATITIS KONTAK ALERGI I. PENDAHULUAN Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan kelainan klinis berupa effloresensi yang polimorf (eritema, edema, papul, vesikel, skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tersebut tidak selalu timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik), cenderung menjadi residif dan kronik. Peradangan tersebut merupakan reaksi kulit terhadap berbagai zat eksogen dan endogen. Zat eksogen, misalnya bahan kimia (detergen, asam, basa, oli, semen), fisik (sinar, suhu) dan mikroorganisme (bakteri, jamur). Sedangkan zat endogen misalnya pada dermatitis atopik. (1) Dermatitis diklasifikasikan berdasarkan etiologinya, yaitu dermatitis kontak, radiodermatitis, dermatitis medikamentosa. Berdasarkan morfologinya yakni berupa papul, vesikel, madidans, dan eksfoliativa. Berdasarkan bentuk yaitu dermatitis numularis. Berdasarkan lokalisasinya seperti dermatitis tangan, dermatitis intertriginosa. Sedangkan berdasarkan 1

Upload: fitriani-syamsul

Post on 07-Aug-2015

22 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Dka

DERMATITIS KONTAK ALERGI

I. PENDAHULUAN

Dermatitis merupakan peradangan kulit (epidermis dan dermis) sebagai

respons terhadap pengaruh faktor eksogen dan atau faktor endogen, menimbulkan

kelainan klinis berupa effloresensi yang polimorf (eritema, edema, papul, vesikel,

skuama, likenifikasi) dan keluhan gatal. Tanda polimorfik tersebut tidak selalu

timbul bersamaan, bahkan mungkin hanya beberapa (oligomorfik), cenderung

menjadi residif dan kronik. Peradangan tersebut merupakan reaksi kulit terhadap

berbagai zat eksogen dan endogen. Zat eksogen, misalnya bahan kimia (detergen,

asam, basa, oli, semen), fisik (sinar, suhu) dan mikroorganisme (bakteri, jamur).

Sedangkan zat endogen misalnya pada dermatitis atopik. (1)

Dermatitis diklasifikasikan berdasarkan etiologinya, yaitu dermatitis

kontak, radiodermatitis, dermatitis medikamentosa. Berdasarkan morfologinya yakni

berupa papul, vesikel, madidans, dan eksfoliativa. Berdasarkan bentuk yaitu

dermatitis numularis. Berdasarkan lokalisasinya seperti dermatitis tangan, dermatitis

intertriginosa. Sedangkan berdasarkan perjalanan penyakitnya, dibedakan atas

dermatitis akut dan dermatitis kronik.(1)

Dermatitis kontak sendiri kemudian terbagi menjadi dua yaitu Dermatitis

Kontak Iritan (DKI) dan Dermatitis Kontak Alergi (DKA). Keduanya bersifat akut

maupun kronis. Dermatitis iritan merupakan reaksi peradangan kulit nonimunologik,

jadi kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Sebaliknya,

dermatits kontak alergik terjadi pada seseorang yang telah mengalami sensitisasi

terhadap suatu alergen. (1)

II. EPIDEMIOLOGI

1

Page 2: Dka

Bila dibandingkan dengan DKI, jumlah penderita DKA lebih sedikit karena

hanya mengenai orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif).

Diperkirakan bahwa jumlah DKA maupun DKI makin bertambah seiring dengan

bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang dipakai oleh

masyarakat. Dermatitis kontak akibat kerja terjadi pada pekerja yang mengalami

kontak dengan bahan kimia. Data dari Ingris dan Amerika Serikat menunjukkan

bahwa dermatitis kontak akibat kerja berkisar antara 50% - 60%.(1)

Pada penelitian kohort terhadap usia lebih muda < 12tahun, sensitasi tertinggi

pada usia 7 bulan – 3 tahun (63,4%). Anak perempuan memiliki kecenderungan

lebih besar untuk terkena alergi nikel dibandingkan anak laki-laki. Daerah leher dan

fossa poplitea merupakan daerah yang sering terkena pada individu yang alergi

terhadap nikel dan proses sensitasi lebih sering didapatkan pada pasien yang

mempunyai riwayat atopi dibandingkan pasien yang tidak mempunyai riwayat atopi.

Ketika dilakukan pengujian test Patch yang digunakan untuk menilai tingkat induksi

pada 10 alergen umum, wanita yang ditemukan lebih sering peka terhadap 7 dari 10

alergen dipelajari. Dalam studi maksimalisasi yang tampak bahwa alergen dari

potensi yang berbeda, manusia bereaksi lebih sering ke sensitizers terlemah.(3)

III. ETIOLOGI

Dermatitis Kontak Alergi (DKA) merupakan reaksi hipersensitivitas tipe

lambat (tipe IV) oleh 3700 bahan kimia (exogen) yang memicu terjadinya reaksi

tersebut. (3)

DKA timbul akibat terjadinya reaksi hipersensivitas tipe lambat terhadap

suatu alergen eksternal. Tidak terhitung banyaknya zat kimia yang dapat beraksi

sebagai alergen, tetapi sangat jarang yang menimbulkan masalah. Beberapa zat kimia

merupakan alergen yang cukup kuat, yang dengan sekali paparan bisa menyebabkan

terjadinya sensitisasi, sedangkan sebagian besar zat kimia lain memerlukan paparan

berulang-ulang sebelum timbul sensitisasi. Mungkin saja paparan alergen telah

berlangsung bertahun-tahun, namun secara mendadak baru terjadi hipersensivitas. (5)

2

Page 3: Dka

Yang sering menyebabkan dermatitis kontak adalah : (5,12,15)

Bahan logam berat

Kosmetik (lipstik, deodorant, cat rambut)

Bahan perhiasan (kacamata, jam tangan, anting-anting)

Nikel (penyebab paling sering terjadinya dermatitis kontak pada wanita,

sedangkan pada laki-laki jarang terjadi alergi akibat kontak dengan nikel)

Colophony (suatu resin yang merupakan komponen dari beberapa plester

perekat)

Bahan-bahan adiktif karet

Kromat (senyawa kromium, banyak digunakan di dunia industri. Senyawa ini

juga digunakan pada penyemakan kulit, dan merupakan bahan penguat dalam

semen. Dermatitis akibat semen biasanya didapatkan pada pekerja-pekerja

bangunan)

obat-obatan topikal

Jenis dari tanaman Anacardiaceae merupakan pula penyebab terbanyak dari

dermatitis kontak alergi. Jenis tanaman yang lain yang menyebabkan dermatitis

adalah Genus Toxicodendron, termasuk racun ivy, oak, dan sumac (6,13,14)

IV. PATOGENESIS

Karakteristik dermatitis alergi adalah: (7)

1. Sebelumnya terpapar oleh alergen

2. Waktu antara kontak dan perubahan pada kulit.

3. Sebelumnya tubuh telah terkontak dengan alergen yang sama di bagian

tubuh yang lainnya.

4. Menetapnya alergen dalam tubuh selama bertahun-tahun

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA mengikuti proses imun yang

diperantai oleh sel (cell mediated immune respons) atau reaksi imunologik tipe IV,

suatu hipersensitifitas tipe lambat. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase

3

Page 4: Dka

sensitasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat

menderita DKA. (1)

Fase Sensitisasi

Bahan kimia yang dapat bersifat sebagai alergen biasanya berat molekulnya

kecil (berat molekul <500 Da), larut dalam lemak dan ini disebut sebagai hapten.

Hapten yang masuk ke dalam epidermis melewati stratum korneum akan difagosit

oleh sel langerhans, dan diproses secara kimiawi oleh enzim lisosom atau sitosol dan

kemudian berikatan dengan HLA-DR membentuk antigen lengkap. Pada awalnya sel

langerhans dalam keadaan istirahat, dan hanya berfungsi sebagai makrofag dengan

sedikit kemampuan menstimulasi sel T. Tetapi setelah keratinosit terpajan oleh

hapten yang juga mempunyai sifat iritan, akan melepaskan sitokin (IL-1) yang akan

mengaktifkan sel langerhans sehingga mampu menstimulasi sel T. (1,8)

Sensitisasi hanya bisa terjadi jika hubungan dengan limpha nodus baik. Sel

langerhans yang membawa alergen melalui limphatik afferent menuju parakortikal

pada daerah limpha nodus, dimana akan berhubungan dengan limfosit T. 4

Sensitisasi adalah mungkin jika sambungan ke regio nodus limfa utuh.

Selanjutnya sel Langerhans dirangsang untuk mengeluarkan IL-1 (interleukin-1)

yang akan merangsang sel T untuk mengeluarkan IL-2. Kemudian IL-2 akan

mengakibatkan proliferasi sel T sehingga terbentuk memory T cells, yang akan

bersirkulasi ke seluruh tubuh meninggalkan limfonodi dan akan memasuki fase

elisitasi bila kontak berikut dengan alergen yang sama. Proses ini pada manusia

berlangsung selama 14-21 hari, dan belum terdapat ruam pada kulit. Pada saat ini

individu tersebut telah tersensitasi. (1)

Fase Elisitasi

Fase elisitasi terjadi jika terdapat pajanan ulang dari antigen yang sama

dengan kosentrasi yang sama. Terjadi ± 24-48 jam, dimana terjadi proses yang cepat.

Antigen yan telah dikenal itu akan langsung mempengaruhi sel limfosit T yang telah

4

Page 5: Dka

tersensitisasi yang kemudian akan dilepaskan sebagai mediator yang akan menarik

sel-sel radang. Hal inilah yang selanjutnya menimbulkan gejala klinis dermatitis.(1,4,8)

Sel Langerhans akan mensekresi IL-1 yang akan merangsang sel T untuk

mensekresi IL-2. Selanjutnya IL-2 akan merangsang IFN (interferon) gamma. IL-1

dan IFN gamma akan merangsang keratinosit memproduksi ICAM-1 (intercellular

adhesion molecule-1) yang langsung beraksi dengan limfosit T dan lekosit, serta

sekresi eikosanoid. Eikosanoid akan mengaktifkan sel mast dan makrofag untuk

melepaskan histamin sehingga terjadi vasodilatasi dan permeabilitas yang

meningkat. Akibatnya timbul berbagai macam kelainan kulit seperti eritema, edema

dan vesikel yang akan tampak sebagai dermatitis. (1,8)

V. GAMBARAN KLINIS

1. Fase akut : makula eritematosa, edema, papul, vesikel atau bulla, gatal sesuai

dengan intensitas dari respon alergi.

2. Fase subakut : krusta, skuama, sedikit likenifikasi dan vesikel.

3. Fase kronik : kulit tebal/likenifikasi,fisura kulit pecah-pecah, skuama, kulit

kering, dan perubahan warna kulit dapa hipopigmentasi atau hiperpigmentasi.

Reaksi akut biasanya terjadi 24-48 jam setelah terpajan atau bisa lebih lambat

sampai 4 hari. (8)

Pasien DKA pada umumnya mengeluhkan gejala gatal. Kelainan kulit

bergantung pada keparahan dermatitis dan lokalisasinya. Pada yang akut dimulai

dengan bercak eritamatosa yang berbatas jelas kemudian diikuti edema,

papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah menimbulkan erosi

atau eksudasi (basah). DKA akut di tempat tertentu, misalnya kelopak mata, penis,

dan skrotum, eritema dan edema lebih dominan daripada vesikel. Pada yang kronis

terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya

tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedakan dengan dermatitis kontak iritan kronis.(1)

5

Page 6: Dka

Gambar 1. Dermatitis pada ketiak (tangan) akibat alergi terhadap deodorant(3)

VI. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Uji Tempel

Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran morfologik yang

khas, dimana diagnosis banding adalah DKI. Dalam keadaan ini pemeriksaan uji

tempel perlu dipertimbangkan untuk menentukan apakah dermatitis tersebut karena

kontak alergi. Adapun bagian badan yang paling tepat untuk tempat penempelan

adalah punggung bagian atas. 1

Uji tempel digunakan untuk mendeteksi reaksi hipersensitivitas terhadap

reaksi kontak terhadap kulit dimana banyak alergen yang dapat mengakibatkan

reaksi kontak. 10

Adapun hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan uji tempel:(1)

1. Dermatitis harus sudah tenang. Sebab bila masih dalam keaadan akut atau

berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau ‘excited skin’, reaksi positif palsu,

atau dapat juga mengakibatkan penyakit yang dideritanya semakin

memburuk.

2. Tes dilakukan sekurang-kurangnya 1 minggu setelah pemakaian

kortikosteroid (topikal dan sistemik) dihentikan sebab dapat memberikan

reaksi negatif palsu (toleransi pemakaian prednisone <20mg/hari atau dosis

yang ekuivalen dengan itu). Luka bakar karena sinar matahari (sun burn)

6

Page 7: Dka

yang terjadi 1-2 minggu sebelum tes dilakukan juga dapat memberikan hasil

negatif palsu.

3. Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca.

4. Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji tempel

menjadi longgar karena dapat memberi hasil negatif palsu. Penderita juga

dilarang mandi sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar

punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya hingga pembacaan

selesai.

5. Tidak melakukan uji pada penderita dengan riwayat urtikaria akut, karena

dapat menimbulkan urtikaria generalisata bahkan sampai syok anafilaktik.

Uji tempel dilekatkan selama 48 jam. Kemudian dilakukan pembacaan hasil

uji tempel pada: menit 15-30, jam 72-96, >96 jam.(1) Reaksi tersebut menurut fisher

dinilai sebagai berikut:(1,2,11,13)

1= Reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)

2 = Reaksi kuat : edema atau vesikel (++)

3 = Reaksi sangat kuat ( bulla atau ulkus (+++)

4 = Meragukan : hanya makula eritematosa (?)

5 = Iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = Reaksi negatif (-)

7 = Exited skin

7

Page 8: Dka

8 = Tidak dites (NT= not tested)

2. Pemeriksaan Histopalogi

Pada dermatitis akut perubahan pada epidermis berupa edema interseluler

(spongiosis), terbentuknya vesikel dan atau bula dan pada dermis terdapat dilatasi

vaskuler disertai dengan edema dan infiltrasi perivaskuler sel-sel mononuklear.(8)

Pada DKA terlihat akantolisis hiperkeratosis, spongiosis ringan, tidak tampak

adanya vesikel dan pada dermis dijumpai infiltrasi perivaskuler, pertambahan kapiler

dan fibrosis. Gambaran tersebut merupakan gambaran dermatitis secara umum dan

sangat sukar untuk membedakan gambaran histopatologik antara DKA dan DKI.(10)

VII. DIAGNOSIS

Diagnosis didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat dan pemeriksaan

klinis yang teliti. Anamnesis mengenai riwayat kontak dengan kontaktan yang

dicurigai dapat didasarkan pada kelainan kulit yang ditemukan. Misalnya, ada yang

berukuran numular di sekitar umbilikus berupa hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan

papul dan erosi, maka perlu ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana

atau kepala ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari

anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang pernah

digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang diketahui menimbulkan

alergi penyakit kulit yang pernah dialami, riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan

maupun keluarganya.(1)

Pemeriksaan fisis sangat penting, karena dengan melihat lokasi dan pola

kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan penyebabnya. Lokalisasi pada

tubuh dapat terkena pada semua bagian tubuh.Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di

pergelangan tangan oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan

hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit untuk melihat

kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab endogen.(1)

8

Page 9: Dka

Gambar 2.

Dermatitis karena

alergi terhadap

balsam Peru dan

bromonitropropane(3)

VIII. DIAGNOSIS BANDING

1. DERMATITIS KONTAK IRITAN (DKI)

Berbeda dengan DKA, Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi

peradangan pada kulit nonimunologik tanpa didahului proses sensitasi.(3) DKI

bereaksi ketika bahan/substansi kimia langsung merusak kulit. Tipe bahan kimia

yang dapat membuat iritasi adalah asam, alkalis, pelarut (seperti aseton pada

pembersih cat kuku), dan sabun yang kuat.(1)

Perbandingan Dermatitis Kontak Iritan Dan Dermatitis Kontak Alergi (2)

Gambaran klinis Dermatitis kontak iritan Dermatitis kontak alergi

Patogenesis Efek sitotoksik langsung Reaksi T cell–mediated

immune

Setiap orang Golongan minoritas

Onset Onset sedang (chemical burns) 12–48 jam sebelum tersensitisasi.Setelah terpapar bahan

iritan lemah yang berulang

12-48 jam sebelum

tersensitisasi

Tanda Ekzema subakut atau kronik dengan deskuamasi dan fisura.

Ekzema akut sampai

subakut dengan vesikel

9

Page 10: Dka

Gejala Nyeri dan sensasi terbakar Pruritus

Konsentrasi kontaktan Tinggi Rendah

Pemeriksaan Tidak ada Patch or prick tests

Gambar 4. Dermatitis kontak iritan akut pada tangan yang

disebabkan oleh bahan industri. Tampak bulla masif pada telapak tangan(3)

2. DERMATITIS ATOPI

Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal

yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering

berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada

keluarga penderita. Oleh karena itu, pemeriksaan IgE pada penderita dengan

suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi kemungkinan diagnosis

dermatitis atopi.(1)

10

Page 11: Dka

Gambar 5. Dermatitis atopik : infantile. Terdapat eritema, vesikel, dan krusta

pada wajah dan lesi yang serupa pada badan dan lengan.(3)

IX. PENATALAKSANAAN

Hal yang perlu diperhatikan pada pengobatan dermatitis kontak adalah upaya

pencegahan terulangnya kontak kembali dengan alergen penyebab, dan menekan

kelainan kulit yang timbul.(1)

Beberapa penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita dermatitis

kontak alergi adalah sebagai berikut:

1) Eliminasi atau menghindari bahan kontaktan

Menghindari bahan penyebab dermatitis kontak merupakan cara penanganan

DKA yang paling penting. Untuk tujuan tersebut harus diketahui bahan

penyebab DKA berdasarkan hasil anamnesis yang diteliti, pemeriksaan fisis

dan pemeriksaan penunjang berupa uji tempel bahan yang dicurigai.(8)

2) Pengobatan

Sama dengan pengobatan dermatitis pada umumnya yaitu dengan kompres

untuk DKA serta penggunaan topikal kortikosteroid untuk DKA subakut dan

kronis. Untuk DKA yang disertai dengan sekunder infeksi dapat diberikan

antibiotik sistemik.

11

Page 12: Dka

Pada DKA yang cenderung meluas dapat diberikan kortikosteroid sistemik

dengan dosis 40-60 mg/hari dalam dosis terbagi, kemudian ditapering setelah ada

perbaikan. (8)

X. PROGNOSIS

Prognosis DKA umunya baik, sejauh bahan kontaknya dapat disingkirkan.

Prognosis kurang baik dan menjadi kronis bila terjadi bersamaan dengan dermatitis

oleh faktor endogen (dermatitis atopik, dermatitis numularis, atau psoriasis), atau

terpajan oleh alergen yang tidak mungkin dihindari, misalnya berhubungan dengan

pekerjaan tertentu atau yang terdapat di lingkungan penderita. (1)

Beberapa studi telah menyatakan bahwa prognosis jangka panjang pada

dermatitis kontak akibat kerja adalah sangat buruk. Dari sebuah penelitian di Swedia

didapatkan hanya 25% dari 555 pasien yang menderita dermatitis akibat kerja selama

10 tahun mengalami penyembuhan secara sempurna. Setengahnya tetap mendapat

gejala periodik dan seperempatnya mendapat gejala yang permanen. Akan tetapi,

40% dari mereka yang mengganti pekerjaannya, secara keseluruhan tidak mengalami

perkembangan prognosis yang bermakna. Prognosis untuk dermatitis kontak yang

ringan dipengaruhi oleh mudah tidaknya dalam menghindari pencetus. Jika pasien

dapat menghindari penyebab dari dermatitis kontak maka dermatitis tidak akan

timbul. (14)

12