demam typyhoid interna

Upload: noveliasitompul

Post on 07-Jan-2016

231 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

koas

TRANSCRIPT

Doc21

DEMAM TIFOID

Pendahuluan

Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut juga penyakit demam enterik. Penyebabnya adalah kuman Salmonella typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain demam enterik kuman ini dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia (tidak menyerang usus). Penyakit ini banyak diderita oleh anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk

orang muda/dewasa. Kuman ini terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan minuman yang tercemar kuman yang dibawa oleh lalat.

Dalam masyarakat penyakit ini dikenal dengan nama thypus, tetapi dalam dunia

Di Indonesia, diperkirakan insiden demam enterik adalah 300 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Didaerah endemis, insiden demam tifoid tertinggi pada anak dan dewasa muda 5 20 tahun. Menurut hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian) disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh, namun penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada laki-laki.

Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran. Satu-satunya reservoar kuman S.typhi adalah manusia. Infeksi terjadi setelah makan / minum makanan yang mengandung kuman S.Typhi. Kuman ini merupakan sumber infeksi yang utama, yang mempunyai kemampuan terbesar dalam fagosit.ETIOLOGI

1 AGENT (KUMAN PENYEBAB)

1.1. Morfologi Salmonella typhosa.

Kuman berbentuk batang, tidak berspora dan tidak bersimpai tetapi mempunyai flagel feritrik (fimbrae), pada pewarnaan gram bersifat gram negatif, ukuran 2 - 4 mikrometer x 0.5 - 0.8 mikrometer dan bergerak, pada biakan agar darah koloninya besar bergaris tengah 2 sampai 3 millimeter, bulat, agak cembung, jernih, licin dan tidak menyebabkan hemolisis

1.2. Fisiologi

Kuman tumbuh pada suasana aerob dan fakultatif anaerob, pada suhu 15 - 41o C (suhu pertumbuhan optimum 37o C) dan pH pertumbuhan 6 - 8. Pada umumnya isolat kuman Salmonella dikenal dengan sifat-sifat, gerak positif, reaksi fermentasi terhadap manitol dan sorbitol positif dan memberikan hasil negatif pada reaksi indol, laktosa, Voges Praskauer dan KCN.

Sebagian besar isolat Salmonella yang berasal dari bahan klinik menghasilkan H2S.Samonella thypi hanya membentuk sedikit H2S dan tidak membentuk gas pada fermentase glukosa. Pada agar SS,Endo, EMB dan MacConkey koloni kuman berbentuk bulat, kecil dan tidak berwana, pada agar Wilson Blair koloni kuman berwarna hitam berkilat logam akibat pembentukan H2S.

1.3. Daya tahan.

Kuman akan mati karena sinar matahari atau pada pemanasan dengan suhu 60C selama 15 sampai 20 menit, juga dapat dibunuh dengan cara pasteurisasi, pendidihan dan klorinasi serta pada keadaan kering. Dapat bertahan hidup pada es, salju dan air selama 4 minggu sampai berbulan-bulan. Disamping itu dapat hidup subur pada medium yang mengandung garam metil, tahan terhadap zat warna hijau brilian dan senyawa natrium tetrationat dan natrium deoksikolat. Senyawa-senyawa ini menghambat pertumbuhan kuman koliform sehingga senyawa-senyawa tersebut dapat digunakan didalam media untuk isolasi Salmonella dari tinja

Patogenesis Demam Tifoid

Meminum air dan makanan yang terkontaminasi kuman S.typhi merupakan penyebab utama infeksi demam tifoid. Kuman masuk melalui mulut, sebagian akan dihancurkan oleh asam lambung, dan sebagian kuman S.Typhi masuk duodenum, ia akan bermultiplikasi sebelum mencapai kelenjar limfe di ileum (plak peyeri). Di dalam plak peyeri multiplikasi dilanjutkan, kemudian masuk sirkulasi darah, sampai di hati dan kandung empedu (bakterimia ke-1). Multiplikasi kuman dipacu oleh empedu yang merupakan media yang baik untuk pertumbuhan, selanjutnya bersama empedu kuman S.typhi turun kedalam usus/ileum dan invasi lagi ke dalam plak peyeri. Pada saat ini kuman mulai dikenali oleh neutrofil dan fagosit yang memfagositnya. Namun kuman S.typhi mempunyai kemampuan untuk bertahan, malah berkembang dalam fagosit dan sel RES. Bakterimia ke-2 terjadi dimana pada saat itu terdapat kuman bebas dalam intrasel. Diperkirakan 60% kuman berada dalam intrasel makrofag dan 40% berada diluar sel. Gejala klinik pun mulai nyata saat makrofag rusak (disrupsi), membebaskan sitokin, dan kuman S.Typhi kedalam sirkulasi.

Manifestasi Klinik

Masa tunas demam tifoid berlangsung 10-14 hari. Gejala-gejala yang timbul amat bervariasi

Minggu I

-Keluhan dan gejala serupa dengan penyakit infeksi akut pada umumnya, yaitu demam suhu tubuh meninggi secara bertingkat seperti jenjang berangsur dari suhu normal sampai mencapai 38 40o C. Suhu tubuh lebih meninggi pada sore dan malam hari dibanding dengan pagi hari. Denyut nadi terasa perlahan, jadi pada saat ini terdapat bradikardi relatif, sedangkan biasanya bila suhu tinggi pada penyakit panas lainnya maka nadi pun ikut cepat juga. Buang air besar biasanya terganggu, dan terdapat lidah putih

serta kotor, tepi lidah kelihatan merah, kelihatan lidah gemetar, timbul bintik-bintik di dada dan perut pada awal penyakit selama kira-kira 5 hari pertama, kemudian tanda-tanda ini akan menghilang, dan bisa menimbulkan infeksi pada kelenjar usus halus, nyeri kepala, pusing, nyeri otot, anoreksia, mual, muntah, obstipasi atau diare, perasaan tidak enak diperut, batuk, dan epistaksis. Pada pemeriksaan fisik hanya didapatkan suhu badan yang meningkatMinggu II

Gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa demam, bradikardi relatif, lidah yang khas (kotor ditengah, tepi dan ujung merah dan tremor), hepatomegali, splenomegali, meteorismus, gangguan mental berupa somnolen, stupor, koma, delirium, atau psikosis., timbul ulcus pada usus halus tersebut, dimana penderita kelihatan menderita sakit berat, muka kelihatan pucat, lidah kering, serta diliputi oleh lapisan lendir kental, nafsu makan berkurang, kadang-kadang ada juga penderita yang mencret (diare) disertai rasa sakit perut.Minggu III

kesadaran menurun dan kadang-kadang sampai tidak sadar. Pada stadium ini dapat terjadi perdarahan usus, lalu disusul kematian. Bila tidak terjadi komplikasi lebih lanjut, maka penyakit berangsur sembuh. Suhu tubuh akan menurun secara lisis yaitu dengan berangsur pada akhir minggu ketiga, gejala-gejala lainpun akan menghilang pula. Lidah mulai kelihatan bersih. Namun begitu pada saat ini kita harus berhati-hati juga mengingat penyakit masih bisa kambuh kembali. Jadi penderita seharusnya jangan menghentikan pengobatan sebelum waktunya dan juga tidak boleh bergiat dengan tiba-tiba.

Pemeriksaan Laboratorium

Ada 3 metode untuk mendiagnosis penyaKit demam typoid, yakni :

1. Diagnosis mikrobiologik/pembiakan kuman.

2. Diagnosis serologik.

3. Diagnosis klinik.

Metode diagnosa mikrobiologik adalah metode yang paling spesifik dan lebih dari 90 % penderita yang tidak diobati, kultur darahnya positif dalam minggu pertama. Hasil ini menurun drastis setelah pemakaian obat antibiotika dengan hasil positif menjadi 40 %. Meskipun demikian kultur sumsum tulang memperlihatkan hasil yang tinggi yaitu 90 % positif. Pada minggu-minggu selanjutnya kultur darah menurun, tetapi untuk tinja dan kultur urin meningkat yaitu 85 % dan 25 % berturut-turut positif pada minggu ketiga dan keempat. Organisme dalam tinja masih dapat ditemukan selama 3 bulan dari 90 % penderita dan kira-kira 3 % penderita tetap mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinjanya untuk jangka waktu yang lama yaitu menjadi carrier kronik mengeluarkan kuman Salmonella typhi dalam tinja seumur hidupnya dan carrier lebih banyak terjadi pada orang dewasa daripada anak-anak dan lebih sering mengenai wanita daripada laki-laki.

Pemeriksaan leukosit

Gambaran laboraturium yang dapat menunjang diagnosa demam tifoid adalah leukopeni

Biakan darah

Dilakukan pada minggu pertama, biakan darah (+) memastikan demam tifoid tetapi biakan darah (-) tidak menyingkirkan demam tifoid, hal ini tergantung pada beberapa factor :

a. Tehnik pemeriksaan laboraturium

b. Saat pemeriksaan selama perjalanan penyakit

c. Vaksinasi di masa lampau

d. Pengobatan dengan antibiotika

Pemeriksaan SGOT dan SGPT

SGOT dan SGPT seringkali meningkat tetapi kembali normal setelah demam tifoid sembuh

Diagnosis serologik tergantung pada antibody yang timbul terhadap antigen O dan H, yang dapat dideteksi dengan reaksi aglutinasi (test widan). Antibody terhadap antigen O dari group D timbul dalam minggu pertama sakit dan mencapai puncaknya pada minggu ketiga dan keempat yang akan menurun setelah 9 bulan sampai 1 tahun. Titer aglutinin 1/200 atau kenaikan titer lebih dari 4 kali berarti test Widal positif, hal ini menunjukkan infeksi akut Salmonella typhi.

Uji Widal

Uji Widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibody (aglitinin). Antigen yang digunakan adalah suspensi salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboraturium. Akibat infeksi oleh S.Typhi, pasien membuat aglutinin yaitu :

-Aglutinin O (tubuh kuman )

-Aglutinin H (flagel kuman)

-Aglutinin Vi (tempat kuman)

Dari ke tiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang ditentukan titernya untuk diagnostik.

Kriteria diagnosis

Demam naik secara bertangga lalu menetap selama beberapa hari, demam terutama pada sore / malam hari.

Sulit buang air besar atau diare, sakit kepala.

Kesadaran berkabut, bradikardi relatif, lidah kotor, nyeri abdomen, hepatomegali atau splenomegali

Peningkatan titer uji widal empat kali lipat selama 2 sampai 3 minggu memastikan diagnosis demam tifoid. Reaksi widal tunggal dengan titer antibody O-1:320 atau titer antibody H-1:640 menyokong diagnosis demam tifoid pada pasien dengan gambaran klinis yang khas.

KOMPLIKASI

1. Komplikasi intestinal

Perdarahan usus

Perforasi usus

Ileus paralitika

2. Komplikasi ekstra intestinal

Terjadi karena lokalisasi peradangan akibat sepsis (bakterimia) yaitu meningitis, kolesistitis, ensefalopati, dan lain-lain. Terjadi karena infeksi sekunder yaitu bronkopneumoni, rehidrasi dan asidosis dapat timbul akibat masukan makanan yang kurang dan respirasi karena suhu tubuh yang tinggi. Tifoid ensefalopati berupa kesadaran menurun,kejang-kejang, muntah-muntah, demam tinggi dan pemeriksaan cairan otak masih dalam batas normal.

-Komplikasi kardiovaskular

Renjatan sepsis, miokarditis, trombosis, dan tromboflebitis

-Komplikasi darah

Anemia hemolitik, DIC dan sindrom uremia hemolitik

-Komplikasi paru

Bronkopneumonia, pneumonia, empiema, dan pleuritis

-Komplikasi hepar dan kandung empedu

Hepatitis dan kolesistitis

-Komplikasi ginjal

Glomerulonefritis, pielonefhritis dan perinefritis

-Komplikasi tulang

Osteomielitis, periostitis, spondilitis dan arthritis

-Komplikasi neuropsikiatrik

Delirium, meningismus, meningitis, poliartritis perifer, sindrom Guilain Barre, psikos dan sindrom ketotenia

PENATALAKSANAAN

Perawatan

Penderita perlu dirawat yang bertujuan untuk isolasi, observasi dan pengobatan, pasien harus tetap berbaring sampai minimal 7 hari, bebas demam atau 14 hari, keadaan ini sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya komplikasi perdarahan usus atau perforasi usus. Pada pasien dengan kesadaran menurun diperlukan perbahan-perubahan posisi berbaring untuk menghindari komplikasi pneumonia hipostatik dan dekubitas.

Diet

Pada mulanya penderita diberikan bubur saring dan kemudian bubur kasar yang

bertujuan untuk menghindari komplikasi perdarahan usus dan perforasi usus. Dengan menkonsumsi makanan dalam bentuk tersebut diatas, tentu pasien kurang mau menkonsumsinya sehingga pasien mengalami penurunan keadaan umum dan gizi dan sekaligus memperlambat proses penyembuhan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian makanan padat secara dini, yaitu nasi, lauk pauk yang rendah sellulosa (pantang sayuran dengan serat kasar) dapat diberikan dengan aman kepada pasien typhus abdominalis.

Obat-obatan

Pemberian antibiotika yang efektif dapat mengurangi angka kematian (di Amerika angka

kematian turun menjadi 1 % bahkan kurang).Obat-obat antimikroba yang sering digunakan ialah

a. Kloramfenikol

Di Indonesia kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid. Dosis untuk orang dewasa 4 kali 500 mg sehari oral atau intravena, sampai 7 hari bebas demam. Penyuntikan kloramfenikol suksinat intramuskular tidak dianjurkan karena hidrolisis ester ini tidak dapat diramalkan dan tempat penyuntikan terasa nyeri. Dengan penggunaan kloramfenikol, deam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5 hari.

b. Tiamfenikol

Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam tifoid sama dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologis pada penggunaan tiamfenikol lebih jarang dari pada kloramfenikol. Dengan tiamfenikol demam pada demam tifoid turun setelah rata-rata 5-6 hari

c. Ko-trimoksazol (kombinasi trimetoprim dan sulfametoksazol)

Efektivitas KO-trimoksazol kurang lebih sama dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1 tablet mengandung 80 mg trimetoprim dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan kotrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.

d. Ampisilin dan Amoksisilin

Dalam hal kemampuannya menurunkan demam, efektivitas ampisilin dan amoksisilin lebih kecil dibandingkan dengan kloramfenikol. Indikasi mutlak penggunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leukopeni.Dosis yang dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kgbb/hari, digunakan sampai 7 hari bebas demam. Dengan ampisilin dan amoksisilin demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari

e. Sefalosporin generasi ketiga

Beberapa uji klinis menunjukan bahwa sefalosporin generasi ketiga antara lain sefoperazon, seftrikson dan sefotaksim efektif untuk demam tifoid, tetapi yang optimal belum diketahui dengan pasti.

f. Fluorokinolon

Fluorokinolonefektif untuk demam tifoid, tetapi dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.

Kombinasi Obat Antimikroba

Pengobatan demam tifoid dengan kombinasi obat-obat antimikroba tersebut di atas tidak memberikan keuntungan dibandingkan dengan pengobatan dengan obat antimikroba tunggal, baik dalam hal kemampuannya untuk menurunkan demam maupun dalam hal menurunkan angka kejadian kekambuhan dan angka kejadian penekresian kuman waktu penyembuhan.

Imunisasi dengan vaksin monovalen kuman Salmonella typhi memberikan proteksi yang cukup baik, vaksin akan merangsang pembentukan serun terhadap antigen Vi, O dan H. Dari percobaan pada sukarelawan ternyata antibodi terhadap antigen H memberikan proteksi terhadap Salmonella typhi tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O.

Terapi simptomatis

1. Antipiretik

Antipiretik tidak perlu di berikan secara rutin pada setiap pasien demam tifoid, diberikan bila suhu >39C

2. Kortikosteroid

Pasien yang toksik dapat diberikan kortikosteroid atau parenteral dalam lisis yang menurun secara bertahap (tapering off) selama 5 hari. Hasil biasanya sangat memuaskan terutama pada pasien tifoid ensefalopati, kesadaran pasien menjadi cepat jernih dan suhu badan cepat turun sampai normal. Tetapi kortikosteroid tidak boleh diberikan tanpa indikasi, karena dapat menyebabkan perdarahan intestinal dan relaps.

3. Vitamin dan mineral

Untuk mendukung keadaan umum pasien diharapkan dengan menjaga keseimbangan hemostasis system imun dan enzim akan tetap berfungsi dengan optimal.

PENCEGAHAN DAN PENGAWASAN SUMBER INFEKSI

Dengan mengetahui cara penyebaran penyakit maka dapat dilakukan pengendalian dengan menerapkan dasar-dasar hygiene dan kesehatan masyarakat yaitu melakukan deteksi dan isolasi terhadap sumber infeksi, perlu diperhatikan faktor kebersihan lingkungan, pembuangan sampah dan clorinasi air minum, perlindungan terhadap suplai makanan dan minuman, peningkatan ekonomi dan peningkatan kebiasaan hidup sehat serta mengurangi populasi lalat (reservoir).

Memberikan pendidikan kesehatan dan pemeriksaan kesehatan (terutama pemeriksaan tinja) secara berkala terhadap penyaji makanan baik pada industri makanan maupun restoran. Selain itu yang sangat penting adalah sterilisasi pakaian, bahan dan alat-alat yang digunakan pasien dengan memberikan antiseptik, dianjurkan pula bagi pengunjung untuk mencuci tangan dengan sabun dan memberikan desinfektan pada saat mencuci pakaian. Deteksi carrier dilakukan dengan cara test darah dan diikuti dengan pemeriksaan tinja dan urine yang dilakukan berulang-ulang.. Pasien yang cerrier positif diperlukan pengawasan yang lebih ketat yaitu denganmemberikan informasi tentang hygiene perorangan dan cara meningkatkan standar hygiene agar tidak berbahaya bagi orang lain.PROGNOSA

Prognosis demam tifoid tergantung dari umur, keadaan umum, derajat kekebalan tubuh, jumlah dan virulensi salmonella, serta cepat dan tepatnya pengobatan.

STATUS PENDERITA

No. Catatan Medik:

Masuk RSAM

:03-05-2004

Jam:19.30 WIB

Anamnesa

ILUSTRASI KASUS

Seorang pria bernama Tn. S, berusia 20 tahun, suku jawa, agama Islam, pekerjaan buruh, masuk RSAM 3 Mei 2004 dan dirawat di ruangan IB (Penyakit menular pria)

Riwayat Penyakit

Keluhan utama

:Demam sejak + 4 hari yang lalu

Keluhan tambahan:Mual, muntah, perut sakit, lemas dan pusingRiwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit. Pasien mengeluh demam yang dirasakan naik turun, naik terutama sore hari menjelang malam hari, yang sedikit menurun pada pagi hari tanpa disertai menggigil, kejang, atau penurunan kesadaran.Keluhan juga disertai dengan perasaan tidak enak diperut terutama di ulu hati, mual, muntah, nafsu makan berkurang, pusing dan badan terasa lemas.

Satu hari sebelum masuk rumah sakit pasien juga mengeluh mencret, konsistensi cair, bewarna kuning 4 kali tanpa darah dan tanpa lendir.

Pada hari kedua sakit, pasien berobat ke bidan dan diberi obat penurun panas, panasnya sempat menurun tapi hanya sesaat, kemudian naik lagi lalu oleh keluarga pasien di bawa ke rumah sakit. Pasien memiliki kebiasaan makan di luar.

Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien menyangkal pernah menderita sakit Tifus dan malaria sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga

Dalam keluarga tidak ada yang sakit seperti ini

PEMERIKSAAN FISIK

Status present

- Keadaan umum

:Tampak sakit sedang

- Kesadaran

:Compos Mentis

- Tekanan Darah

:120/70 mmHg

- Nadi

:82 (/menit

- Pernafasan

:26 (/menit

- Suhu

:38,5 (C

- Berat Badan

:60 kg

- Tinggi Badan

:165 cm

- Status gizi

:cukup

Status Generalis

KEPALA

- Bentuk

:Bulat simetris

- Rambut

:Hitam, lurus, tidak mudah dicabut

MUKA

- Mata

:Palpebra oedem -/-, konjungtiva ananemis, sclera

anikterik, pupil isokor, reflek cahaya (+/+)

- Telinga

:Liang lapang, membran timpani utuh, serumen tidak ada,

- Hidung

:Tidak ada pernafasan cuping hidung, tidak ada deviasi

septum, secret (-)

- Mulut

:Bibir kering, lidah kotor tepi dan ujung hiperemis,

faring tidak hiperemis

LEHER

: Tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan KGB,

JVP tidak meningkat, trachea di tengah

THORAX

Paru

- Inspeksi

:Bentuk dada normal, pergerakan nafas kanan kiri

simetris

- Palpasi

:Fremitus taktil simetris kanan kiri

- Perkusi

:Sonor pada kedua lapang paru

- Auskultasi

:Suara nafas vesikuler pada seluruh lapangan paru,

wheezing (-/-), ronchi (-/-)

Jantung- Inspeksi

:Ictus cordis tidak terlihat

- Palpasi

:Ictus cordis tidak teraba

- Perkusi

:Batas atas sela iga III parasternal kiri

Batas kanan sela iga V parasternal kanan

Batas kiri sela iga V midclavicula kiri

- Auskultasi

:Bunyi jantung I-II murni, murmur (-), gallop(-)

ABDOMEN

- Inspeksi

:Perut datar simetris

- Palpasi

:Nyeri tekan epigastrium (+), Hepar dan Lien tidak teraba

- Perkusi

:Timpani seluruh abdomen

- Auskultasi

:Bising usus (+) normal

GENITALIA EXTERNA

Laki-laki, Tidak ada kelainan

EKSTREMITAS

- Superior

:Oedem (-), sianosis (-)

- Inferior

:Oedem (-), sianosis (-)

Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah

- Hb

:15, gr(- LED

:9 mm/jam

- Leukosit

:6.000/mm

- Diff. count

:0/0/2/69/28/1

- Malaria :Tidak ditemukan

2. Urine

- Warna

:Kuning jernih

- Bau

:amonia

- Reduksi

:(-)

- Protein

:(-)

- Bilirubin

:(-)

- Leukosit

:2-4/LPB

- Erytrosit

:1-5/LPB

- Epitel

:(+)

Diagnosa kerja

Demam tifoid

Diagnosa banding

Malaria

DHF

Penatalaksanaan

Umum

: Tirah baring

Diet bubur biasa

Simptomatik

: IVFD D5 gtt xx/menit

Colsancetine 1 gr / 8 jam

Paracetamol 3 x 500 mg (KP)

Multivitamin syr 3 x CI

Pemeriksaan anjuran

- Gaal cultur

Pemeriksaan LFT

Pemeriksaan widal

Hasil laboratorium

1. Biokimia darah

- Bilirubin total : 0,3 mg / dl (0,2-1,0 mg/dl)

- Bilirubin direk : 0,2 mg / dl (0-0,25 mg/dl)

- Bilirubin indirek : 0,1 mg/dl (0,1-0,8 mg/dl)

- SGOT : 78 U/L (6-8 U/L)

- SGPT : 60 U/L (6-45 U/L)

- Fosfatase alkali : 87 U/L (80-360 U/L)

- Gamma GT

: 12 U/L (8-36 U/L)

2. Serologi

- Typhi H-Ag : (+) 1/320

- Typhi O-Ag : (+) 1/320

- Tiphi A-O Ag : (-)

- Tiphi B-O Ag : (+) 1/320

FOLLOW UP

TANGGAL04 05 200405 05 2004

Keluhan:

Demam

Pusing

Mual

Nyeri perut

BAB+

+

+

+

+ lunak-

+(+(+(-

Keadaan UmumTampak Sakit SedangTampak Sakit Sedang

KesadaranKompos MentisKompos Mentis

Vital Sign:

- TD Nadi

Pernafasan

Suhu110/60 mmhg

96x/menit

24x/menit

38,4100/60 mmhg

72x/menit

22x/menit

37,5

Pemeriksaan Fisik : Mata

Konj.anemis

Skera ikterik

Mulut

Bibir kering

Lidah kotor

Toraks

C/P

Abdomen

I : simetris

P: - nyeri tekan epigastium

- hepar dan lien teraba/tidak

P : Timpani

A : Bising usus -

-

+

+

DBN

+

+

-

+

+-

-

+

+

DBN

+

+

-

+

+

Labotatorium :

Tes Widal :

Typhi H Antigen : 1/320

Typhi O Antigen : 1/320

Paratyphi A-OAntigen : -

Paratyphi B-OAntigen : 1/320

Therapi:

Tirah baring

IVFD D5 20 tts/menit

Diet makanan lunak rendah serat

Colsancetin 1 gr / 8 jam

Kloramfenikol 4 x 500mg

Paracetamol 3 x 500 mg (kp)

Multivitamin syr 3 x 1 C+

+

+

+

-

+

++

+

+

-

+

+

+

KesanBelum ada perbaikanAda perbaikan

FOLLOW UP

TANGGAL06 05 200407 05 2004

Keluhan:

Demam

Pusing

Mual

Nyeri perut

BAB-

-

+(-

+-

-

-

-

+

Keadaan UmumTampak Sakit SedangTampak Sakit Sedang

KesadaranKompos MentisKompos Mentis

Vital Sign:

- TD Nadi

Pernafasan

Suhu120/70 mmhg

76x/menit

24x/menit

37,3120/70 mmhg

72x/menit

20x/menit

37,1

Pemeriksaan Fisik : Mata

Konj.anemis

Sklera ikterik

Mulut

Bibir kering

Lidah kotor

Toraks

C/P

Abdomen

I : Simetris

P - Nyeri tekan epigastrium

- hepar dan lien teraba/tidak

P: Timpani

A:Bising` usus-

-

-

+

DBN

+

-

-

+

+-

-

-

-

DBN

+

-

-

++

Therapi:

- Tirah baring

IVFD D5 20 tts/menit

Diet makanan lunak rendah serat

Kloramfenikol 4 x 500 mg

Paracetamol 3 x 500 mg (kp)

Multivitamin syr 3 x 1 C+

+

+

+

-

++

-

+

+

-

+

KesanAda perbaikanPasien pulang

RESUME

Anamnesa

-Pasien datang dengan keluhan demam sejak 4 hari yang lalu

-Demam disertai mual, muntah, nafsu makan menurun, pusing, badan lemas.- Satu hari sebelum masuk rumah sakit BAB cair, 4 kali dalam sehari.-Pasien menyangkal pernah menderita demam tifoid dan malaria sebelumnya Pemeriksaan Fisik

-Keadaan umum

:Tampak sakit sedang

-Kesadaran

:Compos Mentis

-Tekanan Darah

:120/70mmhg

-Nadi

:82 /menit

-Pernafasan

:26 /menit

-Suhu

:38,5C

Laboratorium

1. Darah rutin

- Hb

:15 gr%

- LED

:9 mm/jam

- Leukosit

:6.000/mm

- Diff count

:0/0/2/69/28/1

2.Urine

- Warna

:Kuning jernih

- Bau

: Amonia

-Protein

: (-)

- Reduksi

:(-)

- Bilirubin

:(-)

- Leukosit

:2-4/LPB

- Erytrosit

:1-5/LPB

- Epitel

:(+)

3.Biokimia darah

- Bilirubin total : 0,3 mg / dl (0,2-1,0 mg/dl)

- Bilirubin direk : 0,2 mg / dl (0-0,25 mg/dl)

- Bilirubin indirek : 0,1 mg/dl (0,1-0,8 mg/dl)

- SGOT : 78 U/L (6-8 U/L)

- SGPT : 60 U/L (6-45 U/L)

- Fosfatase alkali : 87 U/L (80-360 U/L)

- Gamma GT

: 12 U/L (8-36 U/L)

4.Serologi

- Typhi H-Ag : (+) 1/320

- Typhi O-Ag : (+) 1/320

- Tiphi A-O Ag : (-)

- Tiphi B-O Ag : (+) 1/320

Diagnosis akhir

Demam tifoid

Diagnosa Banding

-Malaria

-DHF

Penatalaksanaan1. Tirah baring

2. Diet bubur biasa, TKTP rendah selulosa

3. Medikamentosa

Infus D5 macro 20 tts/menit

Colsancetin 1 gr / 8 jam

Paracetamol 3 x 500 mg (KP)

Multivitamin syr 3 x C I

Diagnosa

Quo ad vitam ad bonam

Quo ad functionam ad bonam

DISKUSI

Pasien datang dengan keluhan demam 4 hari, bersifat naik turun, yang meningkat terutama pada sore dan malam hari, yang disertai sakit kepala, sakit perut, mual,muntah dan pasien juga mengatakan kalau BAB nya cair.

Pada pemeriksaan fisik didapat adanya lidah yang kotor dengan tepi dan ujung lidah hiperemis dan terdapat nyeri tekan epigastrium

Pasien memiliki kebiasaan makan di luar, hal tersebut memungkinkan terjadinya penularan.

Pada pemeriksaan laboratorium hasil tes serologi widal dengan antigen O terhadap S.typhi sebesar 1/320.Pada pemeriksaan tes fungsi hati dengan kadar bilirubin total yang normal serta peningkatan enzim SGOT dan SGPT menunjukan adanya kelainan hati yang mungkin disebabkan oleh factor endotoksin atau proses inflamasi pada hepar.

Tirah baring sampai minimal 7 hari bebas demam mutlak dilakukan, kemudian mobilisasi bertahap sesuai kekuatan pasien. Perawatan hygiene individu dan keluarga juga diperlukan. Kedua hal tersebut diatas bertujuan untuk mempercepat penyembuhan, mencegah komplikasi, penularan dan terjadinya kekambuhan.

Diet teratur sesuai tingkat kesembuhan pasien. Pemberian vitamin dan mineral diharapkan dapat mendukung keadaan umum pasien dan menjaga keseimbangan dan homeostasis, sehingga system dapat berfungsi dengan optimal.

Kloramfenikol masih merupakan obat pilihan utama untuk demam tifoid karena dapat menurunkan demam lebih cepat.

Presentasi Kasus

DIAGNOSIS DAN PENATALAKSANAAN

DEMAM TIFOID

Diajukan Oleh

HENY KUSTANTI NURAIDAH

110 1999 088

Narasumber

Dr. H.A.Taruna, SpPD

Pembimbing

Dr. Hj. ADELINA SIREGARSMF ILMU PENYAKIT DALAM

RSUD Dr. ABDUL MOELOEK BANDAR LAMPUNG

M E I 2004

DAFTAR PUSTAKA

1.Jowono R : Demam Tifoid in Suryono S, Waspadji S, Lesmana L, et al, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Edisi III, Jakarta, BP FKUI 1996 ; p : 435 442.

2.Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, et al, editor. Kapita Selekta Kedokteran, Jilid I, Edisi III, Jakarta, media Aesculapius, FKUI 2001, p : 421 425.

3.Prof. DR. Dr. A. Halim Mubin, SpPD, MSc, KPTI, Ilmu Penyakit Dalam, Diagnosis dan Terapi. p : 19 - 23

4.M.W. Haznam, Terapi Standard Bagian Ilmu Penyakit Dalam, FKUP RSHS, p : 91 94.

LATAR BELAKANG PRESENTASI KASUS

1. Sebagai salah satu syarat dalam kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Hj. Abdul Moeloek.

2. Untuk lebih mendalami dan memahami topik dan penatalaksanaan Demam tifoid.

3. Menambah wawasan dan pengetahuan tentang pengobatan Demam tifoid toksik baik non farmakologi maupun farmakologi sesuai dengan indikasi dan kondisi yang tepat.

PAGE 20