demam
DESCRIPTION
FeverMedicalSymptomTypeDifferential DiagnosisTRANSCRIPT
-
1
2.1 DEFINISI
Demam adalah peningkatan suhu tubuh dari variasi suhu normal sehari-hari yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu di hipotalamus. Suhu tubuh
normal berkisar antara 36,637,9C (Rektal). Derajat suhu yang dapat dikatakan
demam adalah rectal temperature 38,0C atau oral temperature 37,5C atau
axillary temperature 37,2C.
Istilah lain yang berhubungan dengan demam adalah hiperpireksia.
Hiperpireksia adalah suatu keadaan demam dengan suhu >41,5C yang dapat
terjadi pada pasien dengan infeksi yang parah tetapi paling sering terjadi pada
pasien dengan perdarahan sistem saraf pusat.
Demam terjadi bila berbagai proses infeksi dan noninfeksi berinteraksi dengan
mekanisme pertahanan hospes. Pada kebanyakan anak demam disebabkan oleh
agen mikrobiologi yang dapat dikenali dan demam hilang sesudah masa yang
pendek.
Tempat
pengukuran
Jenis temometer Rentang; rerata
suhu normal (oC)
Demam (oC)
Aksila Air raksa,
elektronik
34,737,3; 36,4 37,4
Sublingual Air raksa,
elektronik
35,537,5; 36,6 37,6
Rektal Air raksa,
elektronik
36,637,9; 37,0 38
Telinga Emisi infra merah 35,737,5; 36,6 37,6
2.2 DEMAM PADA ANAK
Demam pada anak dapat digolongkan sebagai (1) demam yang singkat dengan
tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit sehingga diagnosis dapat
ditegakkan melalui riwayat klinis dan pemeriksaan fisik, dengan atau tanpa uji
laboratorium; (2) demam tanpa tanda-tanda yang khas terhadap suatu penyakit,
sehingga riwayat dan pemeriksaan fisik tidak memberi kesan diagnosis tetapi uji
-
2
laboratorium dapat menegakkan etiologi; dan (3) demam yang tidak diketahui
sebabnya (Fever of Unknown Origin = FUO).
2.3 ETIOLOGI
Demam dapat disebabkan oleh faktor infeksi ataupun faktor non infeksi. Demam
akibat infeksi bisa disebabkan oleh infeksi bakteri, virus, jamur, ataupun parasit.
Demam akibat faktor non infeksi dapat disebabkan oleh beberapa hal antara lain
faktor lingkungan (suhu lingkungan yang eksternal yang terlalu tinggi, keadaan
tumbuh gigi, dll), penyakit autoimun (arthritis, systemic lupus erythematosus,
vaskulitis, dll), keganasan (Penyakit Hodgkin, Limfoma non-hodgkin, leukemia,
dll), dan pemakaian obat-obatan (antibiotik, difenilhidantoin, dan antihistamin).
Selain itu anak-anak juga dapat mengalami demam sebagai akibat efek samping
dari pemberian imunisasi selama 110 hari. Hal lain yang juga berperan sebagai
faktor non infeksi penyebab demam adalah gangguan sistem saraf pusat seperti
perdarahan otak, status epileptikus, koma, cedera hipotalamus, atau gangguan
lainnya.
2.4 PATOGENESIS
Jalur akhir penyebab demam yang paling sering adalah adanya pirogen, yang
kemudian secara langsung mengubah set-point di hipotalamus, menghasilkan
pembentukan panas dan konversi panas.
Pirogen adalah suatu zat yang menyebabkan demam, terdapat 2 jenis pirogen
yaitu pirogen eksogen dan pirogen endogen.
Pirogen eksogen berasal dari luar tubuh seperti toksin, produk-produk bakteri
dan bakteri itu sendiri mempunyai kemampuan untuk merangsang pelepasan
pirogen endogen yang disebut dengan sitokin yang diantaranya yaitu interleukin-1
(IL-1), Tumor Necrosis Factor (TNF), interferon (INF), interleukin-6 (IL-6) dan
interleukin-11 (IL-11). Sebagian besar sitokin ini dihasilkan oleh makrofag yang
merupakan akibat reaksi terhadap pirogen eksogen. Sitokin-sitokin ini
merangsang hipotalamus untuk meningkatkan sekresi prostaglandin, yang
kemudian dapat menyebabkan peningkatan suhu tubuh.
-
3
Bagan 1. Patogenesis demam
2.5 POLA DEMAM
1. Demam kontinyu
Merupakan demam yang terus-menerus tinggi dan memiliki toleransi
fluktuasi yang tidak lebih dari 1 C. Contoh penyakitnya antara lain;
demam dengue, demam tifoid, pneumonia, infeksi respiratorik, keadaan
penurunan sistem imun, infeksi virus, sepsis, gangguan sistem saraf pusat,
malaria falsiparum, dan lain-lain.
Titik ambang naik ke
tingkat demam
Prostaglandin E2
Pusat
termoregulator
hipotalamus
Monosit, makrofag
Sel endotel
Limfosit B
Sel Mesangium
Keratinosit
Sel Epitel
Sel Glia
Sitokin Pirogenik
Endogen:
IL-1, TNF, IL-6, IFN
Infeksi, toksin, dan
pengimbas lain
sitokin-sitokin
pirogenik endogen
Demam
Konservasi panas
Produksi panas
-
4
Grafik 1. pola demam kontinyu
2. Demam intermiten
Demam yang peningkatan suhunya terjadi pada waktu tertentu dan
kemudian kembali ke suhu normal, kemudian meningkat kembali. Siklus
tersebut berulang-ulang hingga akhirnya demam teratasi, dengan variasi
suhu diurnal > 1 C. Contoh penyakitnya antara lain; demam tifoid,
malaria, septikemia, kala-azar, pyaemia. Ada beberapa subtipe dari demam
intermiten, yaitu :
a. Demam quotidian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 24 jam, khas pada malaria
falsiparum dan demam tifoid
-
5
Grafik 2. pola demam quotidian
b. Demam tertian
Demam dengan periodisitas siklus setiap 48 jam, khas pada malaria
tertiana (Plasmodium vivax)
Grafik 3. pola demam tertian
c. Demam quartan
Demam dengan periodisitas siklus setiap 72 jam, khas pada malaria
kuartana (Plasmodium malariae)
-
6
Grafik 4. pola demam quartan
3. Demam remiten
Demam terus menerus, terkadang turun namun tidak pernah mencapai
suhu normal, fluktuasi suhu yang terjadi lebih dari 10 C. Contoh
penyakitnya antara lain; infeksi virus, demam tifoid fase awal,
endokarditis infektif, infeksi tuberkulosis paru.
Grafik 5. pola demam kontinyu remiten
-
7
4. Demam berjenjang (step ladder fever)
Demam yang naik secara perlahan setiap harinya, kemudian bertahan suhu
selama beberapa hari, hingga akhirnya turun mencapai suhu normal
kembali. Contohnya pada demam tifoid
Grafik 6. pola demam berjenjang (step ladder fever)
5. Demam bifasik (pelana kuda/ saddleback)
Demam yang tinggi dalam beberapa hari kemudian disusul oleh penurunan
suhu, kurang lebih satu sampai dua hari, kemudian timbul demam tinggi
kembali. Tipe ini didapatkan pada beberapa penyakit, seperti demam
dengue, yellow fever, Colorado tick fever, Rit valley fever, dan infeksi
virus seperti; influenza, poliomielitis, dan koriomeningitis limfositik.
Grafik 7. pola demam bifasik (pelana kuda/ saddleback)
-
8
2.6 KLASIFIKASI DEMAM
Tabel Diagnosis banding demam kurang dari 7 hari dengan tanda lokal
Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan
penunjang
Diagnosis
Batuk Dahak putih, nyeri
sendi, malaise
VURTI
Dahak kuning
kehijauan
ISPA non
pneumoni
Demam subfebris,
nyeri telan, rinitis,
suara serak
Hiperemis tonsil,
pembesaran tonsil
Faringotonsilitis
Hiperemis tonsil,
pembesaran tonsil,
pseudomembran
positif, yang mudah
berdarah jika diangkat,
Bullneck, limfadenitis
servikal
Uji schick (+)
Darah lengkap:
leukositosis,
anemia
Diagnosis pasti:
biakan kuman
Difteri
Sesak, mengik Nafas
cepat
Retraksi
negatif
ISPA pneumoni
ringan
Retraksi
positif
ISPA pneumoni
berat
Retraksi
positif,
wheezing dan
ronki,
ekspirasi
memanjang,
paru
hipersonor
Foto thoraks
tampak paru
emfisematous,
kosta mendatar.
Bronkiolitis
Pilek Sekret kuning hijau,
berbau, nyeri tekan di
sinus, illumination test
positive
Foto waters
positif
Sinusitis
Nyeri Gangguan Sekret (+), membran Otitis media akut
-
9
telinga pendengaran, keluar
cairan dari telinga,
bisa disertai nyeri
kepala
timpani hiperemis
Gangguan
berkemih
- Nyeri ketika berkemih
- Berkemih lebih sering
dari biasanya
- Mengompol (diatas
usia 3 tahun)
- Ketidakmampuan
untuk menahan kemih
pada anak yang
sebelumnya bisa
melakukannya
- Nyeri ketok sudut
kostovertebral
- Nyeri tekan supra
simfisis
- Bisa terdapat kelainan
genitalia eksterna
Urin lengkap:
1. Bakteri > 104
pada midstream
urine (golden
standard)
2. Leukosituria
(>5/lpb)
3. Hematuria
4. Proteinuria
ISK
(ISK pada bayi
tidak memiliki
gambaran khas.
Gejala yang
timbul dapat
berupa panas,
malas minum,
mencret, muntah,
berat badan
turun)
Diare Feses tidak berdarah Tanda dehidrasi GE non
disentriform
Feses berdarah GE disentriform
Tabel Diagnosis banding demam kurang dari 7 hari tanpa tanda lokal
Anamnesis Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan
penunjang
Diagnosis
Paska imunisasi Demam
paska
imunisasi
Riwayat
bepergian
ke daerah
endemis
malaria
Demam
intermiten,
anemia,
anoreksia,
mual, muntah,
nyeri
epigastrik,
nyeri kepala
Anemia
Hepatomegali
Splenomegali
Hapusan darah tepi,
tetes tebal dan tipis
ditemukan
Plasmodium
Leukositosis atau
leukopeni
Trombositopeni
IgM meningkat
Komplemen turun
Malaria
Disertai Anemia Bilirubin serum Malaria berat
-
10
gangguan
kesadaran
Syok
Ikterus
Edema pulmo
Tanda DIC
positif
>50mg/dL
Hb 5% PE)
Gangguan asam basa
(karena
P.falciparum
)
Demam
mendadak
tinggi
Muntah, nyeri
kepala, nyeri
otot dan
sendi, tanda
perdarahan
(mimisan,
hematemesis,
dll)
Tes bendung (+)
Facial flush
Hepatomegali
Trombositopenia
(20%)
Gold standard:
hemoglobin
inhibition test
Infeksi virus
dengue
Tabel Diagnosis banding demam lebih dari 7 hari tanpa tanda lokal
Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Demam
Tifoid
Etiologi:
Salmonella
thypi
- Demam bersifat
remiten dengan
pola seperti anak
tangga hingga
hari ke 4,
selanjutnya
memiliki pola
demam kontinyu.
- Malaise,
anoreksia,
mialgia, sakit
kepala, sakit
daerah abdomen
yang terasa difus
-Diare pada
awalnya
kemudian dapat
menjadi
- KU: Tampak sakit
- Tanda vital:
Suhu meningkat,
bradikardia relatif
-Pemeriksaan Head-to-
toe:
Kepala: konjungtiva
mata anemis
Toraks: Rose spot, tanda
pneumonia (sesak nafas,
dan crackles) karena
superinfeksi
Abdomen:
Hepatomegali,
Splenomegali, distensi
abdomen disertai rasa
nyeri yang difus
- Pemeriksaan darah rutin:
Anemia normokrom-normositer,
leukopenia, limfositosis relatif
- Kimia darah: pada hepatitis tifosa
terjadi peningkatan transaminase
hepar dan bilirubin
- Biakan Salmonella: Pada darah
umumnya (+) pada minggu pertama
dan awal minggu ke-2
- Serologi: Tes widal (peningkatan
titer O >4 kali), IgM anti-S thypi
(pada hari ke 68
- Pemeriksaan antigen bakteri: PCR
-
-
11
konstipasi.
Malaria
Etiologi:
P.
Falciparum
(inkubasi: 9-
14 hari)
P. Vivax
(inkubasi:
12-17 hari)
P. Ovale
(inkubasi:
16-18hari)
P. Malariae
(inkubasi:
18-40 hari)
- Pada masa
inkubasi:
asimtomatik
- Trias malaria:
demam tinggi,
menggigil, dan
berkeringat.
- Demam bersifat
intermiten, >37,5
C aksila
- Mialgia, nyeri
punggung, sakit
kepala, malaise,
mual, muntah,
diare, pallor,
jaundice.
- Riwayat
berkunjung ke
daerah endemik
malaria
- Riwayat tinggal
di daerah endemik
malaria;
- Riwayat sakit
malaria/riwayat
demam;
- Riwayat minum
obat malaria satu
bulan terakhir;
- Riwayat
mendapat
transfusi darah
- KU: Tampak sakit,
GCS menurun
- Tanda vital:
Nadi cepat dan lemah,
TD sistol turun
20mmHg dari
sebelumnya. tachipne,
dyspnea
-Pemeriksaan Head-to-
toe:
Kepala: konjungtiva
mata anemis, sklera
ikterik, mata cekung
- Manifestasi malaria
berat dapat berupa
penurunan kesadaran,
demam tinggi,
konjungtiva pucat,
telapak tangan pucat,
dan ikterik, oliguria,
urin berwarna coklat
kehitaman (Black Water
Fever ), kejang dan
sangat lemah
(prostration).
- Pemeriksaan sediaan darah dengan
Rapid test diagnosis atau mikroskop
Sediaan darah (SD) tebal dan tipis
untuk menentukan:
a) Ada tidaknya parasit malaria
(positif atau negatif);
b) Spesies dan stadium Plasmodium;
c) Kepadatan parasit:
Semi kuantitatif
(-) = negatif (tidak ditemukan parasit
dalam 100 LPB/lapangan
pandang besar)
(+) = 1 10 parasit dalam 100 LPB
(++) = 11 100 parasit dalam 100
LPB
(+++) = 1 10 parasit dalam 1 LPB
(++++) = >10 parasit dalam 1 LPB)
Kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro
liter darah pada sediaan darah tebal
(leukosit) atau sediaan darah tipis
(eritrosit).
- Darah rutin: Hb, Ht, PCV, Leukosit,
Trombosit
- Kimia darah (GDS, bilirubin, tes
fungsi hari, ureum dan kreatinin,
natrium, kalium dan AGD)
- urinalsis
- EKG
- Foto rontgen thorax
-
12
Tabel Diagnosis banding demam lebih dari 7 hari dengan tanda lokal
Diagnosis Anamnesis Pemeriksaan fisik Pemeriksaan penunjang
Tuberkulosis
Etiologi:
Mycobacterium
Tuberculosis
- Demam lama
(tidak tinggi, >2
minggu dan/atau
berulang tanpa
sebab yang jelas
(bukan demam
tifoid, infeksi
saluran kemih,
malaria, dan lain-
lain).
- Batuk lama (>3
minggu, bersifat
non remiting)
- Penurunan berat
badan
- Kontak dengan
penderita TB
dengan BTA (+)
- Malaise,
anoreksia, diare
yang menetap > 2
minggu, keringat
malam
- KU: Tampak sakit
- Tanda vital:
Suhu meningkat,
- Status gizi: penuruban
berat badan
- Pemeriksaan Head-to-
toe:
Pembesaran kelenjar
getah bening
Paru: Efusi pleura
(dengan pemeriksaan
vokal fremitus)
Pembengkakan tulang
sendi panggul, lutut,
falang
- Darah rutin (Hb
- Uji tuberkulin (PPD test)
- Foto thoraks (pembesaran
kelenjar hilus/paratrakea dengan
atau tanpa infiltrat, konsolidasi
segmental atau lobar, milier,
kalsifikasi, atelektasis, kavitas,
efusi pleura)
- BTA sputum (sulit dilakukan)
- Pungsi lumbal (meningitis TB)
- Fungsi hepar (ADIH)
Demam Rematik
Akut
Etiologi:
Reaksi
iimunologis tipe
lambat yang
didahului oleh
infeksi GABHS
- Demam
- Nyeri sendi
disertai bengkak,
panas, merah dan
penurunan fungsi
sendi
- Nyeri dada
- Adanya gerakan
spontan tidak
terkoordinasi,
- KU: Tampak sakit
- Tanda vital: Suhu
meningkat
- Pemeriksaan Head-to-
toe:
Kulit: Eritema
marginatum, nodul
subkutan
Jantung: Bising jantung
organik, friction rub,
- Darah rutin
- Bukti infeksi GABHS:
- ASTO > 120-400 IU dan
antideoksiribonuklease > 60-600
atau Kultur apus tenggorok (+)
- Foto Rontgen toraks:
kardiomegali
- EKG: pemajangan PR interval
-
13
tanpa tujuan,
disertai
kelemahan otot,
bicara cadel.
- Riwayat demam
scarlet baru-baru
ini
efusi perikardium.
Hepatitis
Etiologi:
Hepatitis A,B,E
- Fase prodormal:
Malaise, gejala
flu, anoreksia,
mual, muntah,
rasa tidak
nyaman, di perut
kanan atas,
demam,
hepatomegali,
nyeri kepala dan
kadang diare
Fese ikterik: Urin
berwarna gelap
(seperti teh
pekat), sklera dan
kulit ikterik,
anoreksia, lesu,
mual, muntah
bertambah berat,
depresi mental,
bradikardia,
priuritus, gejala
prodormal mulai
menghilang
- Higienitas dan
sanitasi yang
buruk
- KU: Tampak sakit,
terjadi penurunan
kesadaran
- Tanda vital: Suhu
meningkat
- Pemeriksaan Head-to-
toe:
Sklera ikterik
Hepatomegali
Splenomegali
- Darah lengkap
- Kimia darah (bilirubin direk
meningkat, transferase
meningkat)
- Penanda hepatitis
IgM anti-HAV untuk hepatitis A
HbsAg untuk hepatits B
IgM anti-HEV untuk hepatitis E
Meningitis - Bergantung pada - KU: Tampak sakit, - Analisis LSS
-
14
usia, lama sakit
sebelum berobat,
dan daya tahan
penderita
- Neonatus: Gejala
minimal
menyerupai
sepsis, seperti
letargi, distres
pernapasan,
ikterus, muntah,
diare, hipotermia,
kejang (40%
kasus), ubun-
ubun besar
menonjol
- Anak lebih besar:
demam, kejang,
mual, muntah,
anoreksia, sakit
kepala, nyeri
punggung,
fotofobi, kaku
kuduk, gelisah,
letargi
kesadaran menurun
- Tanda vital: Suhu
meningkat
- Tanda rangsang
meningen (+), seperti
kaku kuduk
Warna keruh, protein meningkat
(>200mg/mm3)
Pleiositosis (>1000/mm3)
dengan predominasi PMN
Kadar glukosa
LSS:hipoglukorazia
Pewarnaan gram dan biakan
LSS
PCR
CRP (C reaktif protein)
- Pencitraan: Foto rontgen toraks,
tulang tengkorak, sinus, tulang
belakang,; CT scan atas indikasi
Tabel Diagnosis banding demam dengan ruam
Rubella Varicella Demam
Scarlatina
Morbili
Anamnesis Demam ringan
(jarang >38,4 oC),
anoreksia, malaise,
sakit kepala, nyeri
tenggorokan,
Adanya riwayat
kontak dengan
penderita varisela.
demam ringan,
infeksi saluran
nafas atas, rash,
kulit kasar
panas nonspesifik
disertai batuk-
batuk, coryza,
konjungtivitis,
fotofobia,
-
15
konjungtivitis,
rhinitis, dan batuk,
ruam
dalam 24 jam
pertama diikuti
oleh sakit kepala,
ruam yang gatal
anoreksia, malaise,
ruam
makulopapuler
pada seluruh tubuh
yang dimulai di
belakang telinga
Pemeriksaan
fisik
pembesaran
kelenjar limfe di
daerah
retroaurikuler
Ditemukan ruam:
makula papul
vesikel pustul
3-5 hari: krusta.
Ruam pertama kali
ditemukan di
kepala dan dada
seluruh
tubuh(distribusi
sentral).
Faring hiperemis.
Lidah : coated
tongue, papil
bengkak, setelah
kulit deskuamasi
papil memerah
prominen seperti
strawberry
tongue.
Ditemukan ruam
makulopapular
mulai dari
belakang telinga
menyebar ke leher,
dada dan seluruh
tubuh
Kopliks spot
Pemeriksaan
penunjang
Hematologi:
leucopenia,
limfositosis
relative dan
trombositopenia
ringan
Imunoserologis:
peningkatan titer
antibody 4x pada
hemaglutation
inhibition test
(HAR) atau
ditemukannya
antibody IgM
spesifik untuk
rubella dengan
indeks 1
Kultur swab
tenggorok
Darah rutin :
lekopenia
Sputum, sekresi
nasal, sedimen
urine:
multinucleated
giant cells
HI & CF (+) 1 - 3
hari setelah timbul
ruam
-
16
TATA LAKSANA
Penurunan suhu dapat dilakukan dengan pendinginan eksernal dan pemberian
antipiretik. Untuk pengobatan demam, dilakukan sesuai dengan etiologi dari
penyakit asalnya.
a. Pendinginan eksternal (external cooling)
Untuk menurunkan suhu tubuh dikenal juga metode pendinginan secara fisik,
antara lain dengan mengurangi aktifitas dengan bed rest dan dapat pula dibantu
dengan menyeka (sponging) dengan air hangat kuku (27-340C).
Kombinasi antara menyeka air hangat dan pemberian antipiretik
dipertimbangkan jika demam >400C dan setelah 1 jam pemberian antipiretik tidak
memberikan hasil. Penyekaan selama 30 menit memberikan hasil penurunan suhu
yang baik.
b. Antipiretik
Antipiretik bekerja secara sentral menurunkan pusat pengatur suhu di
hipotalamus secara difusi dari plasma ke susunan saraf pusat. Keadaan ini tercapai
dengan menghambat siklooksigenase, enzim yang berperan pada sintesis
prostaglandin. Penurunan pusat suhu akan diikuti oleh respon fisiologi, termasuk
penurunan produksi panas, peningkatan aliran darah ke kulit serta peningkatan
pelepasan panas melalui kulit dengan radiasi, konveksi dan penguapan.
Indikasi pemberian antipietik jika ada resiko terjadinya kejang demam atau
pasien memiliki riwayat kejang demam. Pertimbangkan pemberian antipiretik jika
ada kemungkinan anak tidak mampu mengkompensasi kenaikan suhu tubuh.
Misalnya pada pasien demam dengan kelainan neurologis nyata, sepsis, gangguan
jantung, gangguan system respirasi, serta gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Dalam praktek sehari-hari, umumnya antipiretik diberikan jika suhu
tubuh melebihi 390C (rektal).
Obat antipiretik yang dapat diberikan berupa parasetamol, derivat asam
propionat.
-
17
Parasetamol (Asetaminofen)
Dosis yang biasa dipakai 10 15 mg/kgBB direkomendasikan setiap 4 jam.
Dosis 20 mg/ kgBB tidak akan menambah daya penurunan suhu tapi
memperpanjang daya antipiretik sampai 6jam. Bentuk sediaan dari paracetamol
adalah tablet 500mg, forte tablet 650mg, sirup 160mg/5mL, dan drops 1mg/mL.
Setelah pemberian dosis terapeutik parasetamol, penurunan demam terjadi
setelah 30 menit, puncak dicapai sekitar 3 jam dan demam akan rekurens 3-4 jam
setelah pemberian. Kadar puncak plasma dicapai dalam waktu 30 menit.
Derivat Asam Proprionat
Ibuprofen adalah suatu derivate asam propionat yang mempunyai
kemampuan antipiretik, analgesic, dan anti inflamasi. Ibuprofen beraksi dengan
memblok sintesis PGE2 melalui penghambatan siklooksigenase. Dosis 10
mg/kgBB/hari dilaporkan lebih poten dan mempunyai efek supresi demam lebih
lama dibandingkan dengan dosis setara parasetamol. Bentuk sediaannya adalah
tablet 200mg dan 400mg, suspensi 100mg/5mL, forte suspensi 200mg/5mL. Efek
samping yang dapat terjadi berupa mual, muntah, nyeri perut, diare, nyeri kepala,
pusing, ruam pada kulit pada dosis 5-10 mg/ kgBB. Dosis maksimal adalah
40mg/kgBB/hari atau 2,4gram/hari.
c. Antibiotik
Anak dengan demam pada umumnya tidak memerlukan antibiotik. Antibiotik
dipertimbangkan diberikan jika:
a. Adanya gejala lokal yang diduga disebabkan oleh bakteri
b. Semua neonates atau anak yang tampak toksik
c. Anak usia 400C
d. Anak demam tanpa gejala lokal dengan hasil laboratorium darah dan urine
abnormal.
-
18
SIMPULAN
Demam adalah peningkatan suhu tubuh dari variasi suhu normal yang
berhubungan dengan peningkatan titik patokan suhu hipotalamus.
Suhu tubuh normal berkisar antara 36,6-37,9oC (rektal).
Demam dapat disebabkan karena proses infeksi dan non infeksi.
Pola demam dibagi menjadi demam kontinyu, demam intermiten, demam
remiten, demam berjenjang, demam bifasik.
Klasifikasi demam terbagi menjadi demam 7 hari dengan atau tanpa tanda lokal, serta demam
dengan ruam.
Demam 7 hari tanpa tanda lokal terdiri dari demam tifoid dan malaria.
Demam dengan ruam terdiri dari rubela, varisela, scarlatina, dan morbili.
Tatalaksana demam anak diberikan sesuai dengan etiologi dari penyakit
asalnya. Secara umum, anak diberikan pendinginan eksernal dan
pemberian antipiretik. Dapat juga diberikan antibiotik sesuai dengan
indikasi.
-
19
DAFTAR PUSTAKA
1. Kliegman RM, Stanton BM, Geme JS, Schor N, editors. Nelson Textbook of
Pediatrics; Edisi ke 20. Philadelphia: WB Saunders Co. 2015.
2. Guyton C.A., Hall E.J. Pengaturan Suhu. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta. EGC. 2011.
3. Blatteis CM: The onset of fever: new insights into its mechanism, Prog Brain Res
162:314, 2007
4. McCance Kathryn L, Huether Sue E. Pathophysiology: The Biologic Basis for
Disease in Adults and Children, edisi ke 6. Missouri. Mosby Elsevier. 2010
5. World Health Organization. Pocket book of hospital care for children: guidelines
for the management of common childhood illnesse; Edisi ke-2.2013.
6. American Academy of Pediatrics: Fever and antipyretic use in children,
Pediatrics 127:580587, 2011