definisi encephalitis
DESCRIPTION
ensefalitisTRANSCRIPT
Definisi Encephalitis
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan
oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.
Gejala-Gejala Encephalitis
Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan
mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan
kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat
yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan
encephalitis.
Encephalitis adalah radang jaringan otak yang dapat disebabkan oleh bakteri cacing,
protozoa,jamur, ricketsia atau virus (Kapita selekta kedokteran jilid 2, 2000).
Tanda dan gejala :
1. Demam
2. Sakit kepala
3. Pusing
4. Muntah
5. Nyeri tenggorokan
6. Malaise
7. Nyeri ekstrimitas
8. Pucat
9. Halusinasi.
10. Kaku kuduk
11. Kejang
12. Gelisah
13. Iritable
14. Gangguan kesadaran.
Definisi Encephalitis
Encephalitis adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan darinya disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi ini disebabkan
oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh penyakit-penyakit yang menyebabkan
peradangan dari otak.
Gejala-Gejala Encephalitis
Gejala-gejala dari encephalitis termasuk demam yang tiba-tiba, sakit kepala, muntah,
kepekaan penglihatan pada sinar, leher dan punggung yang kaku, kebingungan, keadaan
mengantuk, kecanggungan, gaya berjalan yang tidak mantap, dan mudah terangsang. Kehilangan
kesadaran , kemampuan reaksi yang buruk, serangan-serangan, kelemahan otot, demensia berat
yang tiba-tiba dan kehilangan memori dapat juga ditemukan pada pasien-pasien dengan
encephalitis.
Komplikasi :
1. Encephalitis juga dapat terjadi sebagai komplikasi campak, gondongan(mumps) atau
cacar. Komplikasi awal Encephalitis meliputi sistem jantung, pernapasan dan neurologik
biasanya mengenai batang otak.
2. Encephalitis dapat menyebabkan defek neurologik sisa setelah pemulihan.
Encephalitis
Angka kematian untuk ensefalitis masih tinggi, berkisar antara 35-50%. Penderita yang hidup
20-40% mempunyai komplikasi atau gejala sisa yang melibatkan sistem saraf pusat yang dapat
mengenai kecerdasan, motoris, psikiatrik, epilepsi, penglihatan atau pendengaran bahkan sampai
sistem kardiovaskuler. Bayi yang menderita ensefalitis mengalami penyulit dan akibat sisa yang
lebih berat. Disamping itu belum ada pengobatan yang spesifik untuk ensefalitis. Pengobatan
yang dilakukan selama ini bersifat nonspesifik dan empiris yang bertujuan untuk
mempertahankan kehidupan serta menopang setiap sistem organ yang terserang.
II.1.DEFINISI
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak oleh berbagai macam mikro-organisme (Anonim, 1985).
Ensefalitis ditegakkan melalui pemeriksaan mikroskopis jaringan otak.
II.2.ETIOLOGI
I.Infeksi-infeksi
Virus
1. Penyebaranhanya dari manusia ke manusia
2. Gondongan sering, kadang-kadang bersifat ringan.
3. Campak Dapat memberikan sekuele berat.
4. Kelompok virus entero Sering pada semua umur, keadaannya lebih berat pada neonatus.
5. Rubela
Jarang; sekuele jarang, kecuali pada rubela congenital
6. Kelompok Virus Herpes
a. Herpes Simpleks (tipe 1 dan 2) : relatif sering; sekuele sering ditemukan pada
neonatus menimbulkan kematian.
b. Virus varicela-zoster; jarang; sekuele berat sering ditemukan.
c. Virus sitomegalo-kongenital atau akuista : dapat memberikan sekuele lambat pada
CMV congenital
d. Virus EB (mononukleosis infeksiosa) : jarang
7. Kelompok virus poks
8. Vaksinia dan variola ; jarang, tetapi dapat terjadi kerusakan SSP berat.
B. Agen-agen yang ditularkan oleh antropoda
- Virus arbo : menyebar ke manusia melalui nyamuk
- Caplak : epidemi musiman tergantung pada ekologi vektor serangga
- Penyebaran oleh mamalia berdarah panas.
- Rabies : saliva mamalia jinak dan liar
- Virus herpes Simiae (virus “B”) : saliva kera
- Keriomeningitis limfositik : tinja binatang pengerat
II.Infeksi-infeksi Non virus
a. Riketsia
Komponen ensefalitik dari vaskulitis serebral.
b. Mycoplasma pneumonia
Terdapat interval beberapa hari antara gejala tuberculosis dan bakteri lain;
sering mempunyai komponen ensefalitik.
c. Bakteri
Tuberculosa dan meningitis bakteri lainnya; seringkali memiliki komponen-
komponen ensefalitis.
d. Spirochaeta
Sifilis, kongenital atau akuisita; leptospirosis
e. Jamur
Penderita-penderita dengan gangguan imunologis mempunyai resiko khusus;
kriptokokosis; histoplasmosis;aspergilosis, mukor mikosis, moniliosis;
koksidioidomikosis
f. Protozoa
Plasmaodium Sp; Tyypanosoma Sp; naegleria Sp; Acanthamoeba;
Toxoplasma gondii.
g. Metazoa
Trikinosis; ekinokokosis; sistiserkosis; skistosomiasis.
III.Parainfeksiosa-pascainfeksiosa, alergi
Penderita-penderita dimana agen-agen infeksi atau salah satu
komponennya berperan sebagai etiologi penyakit, tetapi agen-agen infeksinya
tidak dapat diisolasi secara utuh in vitro dari susunan syaraf. Diduga pada
kelompok ini, kompleks antigen-antibodi yang diperantarai oleh sel dan
komplemen, terutama berperan penting dalam menimbulkan kerusakan
jaringan.
A. Berhubungan dengan penyakit-penyakit spesifik tertentu (Agen ini dapat
pula secara langsung menyebabkan kerusakan SSP)
- Campak
- Rubela
- Pertusis
- Gondongan
- Varisela-zoster
- Influenza
- Mycoplas,a pneumoniae
- Infeksi riketsia
- Hepatitis
B. Berhubungan dengan vaksin
- Rabies
- Campak
- Influenza
- Vaksinis
- Pertusis
- Yellow fever
- Typhoid
IV. Penyakit-penyakit virus manusia yang lambat.
Semakin banyak bukti yang menunjukkan bahwa berbagai virus yang
didapatkan pada awal masa kehidupan, yang tidak harus disertai dengan
penyakit akut, sedikit banyak ikut berperan sebagian pada penyakit neurologis
kronis di kemudian hari :
- Panensefalitis sklerosis sub akut (PESS); campak; rubela
- Penyakit Jakob-Crevtzfeldt (ensefalitis spongiformis)
- Leukoensefalopati multifokal progresif
V. Kelompok kompleks yang tidak diketahui
Contoh : Sindrom Reye, Ensefalitis Von Economo, dan lain-lain (Nelson,
1992).
II.3. KLASIFIKASI
Penyebab ensefalitis yang terpenting adalah virus. Infeksi dapat terjadi karena
virus langsung menyerang otak atau reaksi radang akut karena infeksi sistemik
atau vaksinasi terdahulu.
Sesuai dengan jenis virus, ensefalitis diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :
1. Ensefalitis virus sporadik
Virus yangbersifat sporadik adalah virus rabies, Herpes Simpleks Virus
(HSV), Herpes Zoster, mumps, limfogranuloma dan limphocytic
choriomeningitis yang ditularkan melalui gigitan tupai dan tikus. (Bradley,
1991).
2. Ensefalitis virus epidemik
Golongan virus ini adalah virus entero seperti poliomyelitis, virus Coxsacki,
virus ECHO, serta golongan virus ARBO.
3. Ensefalitis pasca infeksi
Pasca morbili, pasca varisela, pasca rubella, pasca vaksinasi, dan jenis-jenis
virus yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang tidak spesifik
(Anonim, 1985).
II.4.PATOFISIOLOGI
Rangkaian peristiwa yang terjadi berbeda-beda, sesuai dengan agen penyakit
dan pejamu. Pada umumnya virus ensefalitis termasuk sistem limfatik, baik
berasal dari menelan enterovirus akibat gigitan nyamuk atau serangga lain.
Didalam sistem limfatik ini terjadi perkembangbiakan dan penyebaran ke
dalam aliran darah yang mengakibatkan infeksi pada beberapa organ. Pada
stadium ini (fase ekstraneural), ditemukan penyakit demam nonpleura,
sistemis, tetapi jika terjadi perkembangbiakan lebih lanjut dalam organ yang
terserang, terjadi pembiakan dan penyebaran virus sekunder dalam jumlah
besar. Invasi ke susunan saraf pusat akan diikuti oleh bukti klinis adanya
penyakit neurologis.
Kemungkinan besar kerusakan neurologis disebabkan oleh (1) invasi langsung
dan destruksi jaringan saraf oleh virus yang berproliferasi aktif atau (2) reaksi
jaringan saraf terhadap antigen-antigen virus. Perusakan neuron mungkin
terjadi akibat invasi langsung virus, sedangkan respon jaringan pejamu yang
hebat mungkin mengakibatkan demielinisasi, kerusakan pembuluh darah dan
perivaskular. Kerusakan pembuluh darah mengakibatkan gangguan peredaran
darah dan menimbulkan tanda-tanda serta gejala-gejala yang sesuai.
Penentuan besarnya kerusakan susunan syaraf pusat yang ditimbulkan
langsung oleh virus dan bagaimana menggambarkan banyaknya perlukaan
yang diperantarai oleh kekebalan, mempunyai implikasi teraupetik; agen-agen
yang membatasi multiplikasi virus diindikasikan untuk keadaan pertama dan
agen-agen yang menekan respons kekebalan selular pejamu digunakan untuk
keadaan lain. (Nelson, 1992).
Pada ensefalitis bakterial, organisme piogenik masuk ke dalam otak
melalui peredaran darah, penyebaran langsung, komplikasi luka tembus.
Penyebaran melalui peredaran darah dalam bentuk sepsis atau berasal dari
radang fokal di bagian lain di dekat otak. Penyebaran langsung dapat melalui
tromboflebitis, osteomielitis, infeksi telinga bagian tengah dan sinus
paranasalis.
Mula-mula terjadi peradangan supuratif pada jaringan otak. Biasanya terdapat
di bagian substantia alba, karena bagian ini kurang mendapat suplai darah.
Proses peradangan ini membentuk eksudat, trombosis septik pada pembuluh-
pembuluh darah dan agregasi leukosit yang sudah mati.
Di daerah yang mengalami peradangan tadi timbul edema, perlunakan dan
kongesti jaringan otak disertai peradangan kecil. Di sekeliling abses terdapat
pembuluh darah dan infiltrasi leukosit. Bagian tengah kemudian melunak dan
membentuk ruang abses. Mula-mula dindingnya tidak begitu kuat, kemudian
terbentuk dinding kuat membentuk kapsul yang konsentris. Di sekeliling abses
terjadi infiltrasi leukosit PMN, sel-sel plasma dan limfosit. Abses dapat
membesar, kemudian pecah dan masuk ke dalam ventrikulus atau ruang
subarakhnoid yang dapat mengakibatkan meningitis. (Harsono, 1996). Proses
radang pada ensefalitis virus selain terjadi jaringan otak saja, juga sering
mengenai jaringan selaput otak. Oleh karena itu ensefalitis virus lebih tepat
bila disebut sebagai meningo ensefalitis. (Arif, 2000)
Virus-virus yang menyebabkan parotitis, morbili, varisela masuk ke dalam
tubuh melalui saluran pernafasan. Virus polio dan enterovirus melalui mulut,
VHS melalui mulut atau mukosa kelamin, virus yang lain masuk ke tubuh
melalui inokulasi seperti gigitan binatang (rabies) atau nyamuk. Bayi dalam
kandungan mendapat infeksi melalui plasenta oleh virus rubella atau CMV.
Virus memperbanyak diri secara lokal, terjadi viremia yang menyerang SSP
melalui kapilaris di pleksus koroideus. Cara lain ialah melalui saraf perifer
(gerakan sentripetal) misalnya VSH, rabies dan herpes zoster.
Pertumbuhan virus berada di jaringan ekstraneural (usus, kelenjar getah
bening, poliomielitis) saluran pernafasan atas mukosa gastrointestinal
(arbovirus) dan jaringan lemak (coxackie, poliomielitis, rabies, dan variola).
Di dalam SSP virus menyebar secara langsung atau melalui ruang
ekstraseluler.
Pada ensefalitis terdapat kerusakan neuron kemudian terjadi intracellular
inclusion bodies, peradangan otak dan medulla spinalis serta edema otak.
Terdapat juga peradangan pada pembuluh-pembuluh darah kecil, trombosis
dan proliferasi astrosit dan mikroglia. Neuron yang rusak dimakan oleh
makrofag disebut neurofagia yang khas bagi ensefalitis primer. (Harsono,
1996).
Kemampuan dari beberapa virus untuk tinggal tersembunyi (latent)
merupakan hal yang penting pada penyakit sistem saraf oleh virus. Virus
herpes simplek dan herpes zoster dapat tinggal latent di dalam sel tuan rumah
pada sistem saraf untuk dapat kembali aktif berbulan-bulan atau bertahun-
tahun setelah infeksi pertama. (Khumer, 1987).
II.6. MANIFESTASI KLINIK
Meskipun penyebabnya berbeda, gejala klinis ensefalitis lebih kurang
sama dan khas sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnostik. Secara
umum gejala berupa trias ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan
kesadaran menurun. (Arif, 2000).
Setelah masa inkubasi kurang lebih 5-10 hari akan terjadi kenaikan suhu
yang mendadak, seringkali terjadi hiperpireksia, nyeri kepala pada anak besar,
menjerit pada anak kecil. Ditemukan tanda perangsangan SSP (koma, stupor,
letargi), kaku kuduk, peningkatan reflek tendon, tremor, kelemahan otot dan
kadang-kadang kelumpuhan (Kempe, 1982).
Manifestasi klinik ensefalitis bakterial, pada permulaan terdapat gejala
yang tidak khas seperti infeksi umum, kemudian timbul tanda-tanda
peningkatan tekanan intrakranial yaitu nyeri kepala, muntah-muntah, nafsu
makan tidak ada, demam, penglihatan kabur, kejang umum atau fokal dan
kesadaran menurun. Gejala defisit nervi kranialis, hemiparesis, refleks tendon
meningkat, kaku kuduk, afasia, hemianopia, nistagmus dan ataksia (Harsono,
1996).
Penyebab kelainan neurologis (defisit neurologis) adalah invasi dan
perusakan langsung pada jaringan otak oleh virus yang sedang berkembang
biak; reaksi jaringan saraf terhadap antigen virus yang akan berakibat
demielinisasi, kerusakan vaskular, dan paravaskular; dan karena reaksi
aktivasi virus neurotropik yang bersifat laten. (Arif, 2000).
Pada ensefalitis viral gejala-gejala awal nyeri kepala ringan, demam,
gejala infeksi saluran nafas atas atau gastrointestinal selama beberapa hari
kemudian muncul tanda-tanda radang SSP seperti kaku kuduk, tanda kernig
positif, gelisah, lemah dan sukar tidur. Defisit neurologik yang timbul
bergantung pada tempat kerusakan. Selanjutnya kesadaran mulai menurun
sampai koma, dapat terjadi kejang fokal atau umum, hemiparesis, gangguan
koordinasi, kelainan kepribadian, disorientasi, gangguan bicara dan gangguan
mental (Harsono, 1996).
Temuan-temuan klinis pada ensefalitis ditentukan oleh (1) berat dan
lokalisasi anatomis susunan saraf yang terlihat (2) patogenesitas agen yang
menyerang (3) kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita (Nelson 1992).
II.7.DIAGNOSIS
Diagnosis pasti untuk ensefalitis ialah berdasarkan pemeriksaan patologi
anatomi jaringan otak. Scara praktis diagnostik dibuat berdasarkan manifestasi
neurologik dan informasi epidemiologik (komite Medik RSUP Dr. Sadjito,
2000).
Hal-hal penting dalam menegakkan diagnosis ensefalitis adalah :
1. Panas tinggi, nyeri kepala hebat, kaku kuduk, stupor, koma, kejang
dan gejala-gejala kerusakan SSP
2. Pada pemeriksaan cairan serebro spinal (CSS) terdapat pleocytosis dan
sedikit peningkatan protein (normal pada ESL)
3. Isolasi virus dari darah, CSS atau spesimen post mortem (otak dan
darah)
4. Identifikasi serum antibodi dilakukan dengan 2 spesimen yang
diperoleh dalam 3-4 minggu secara terpisah (Kempe, 1982).
Sebaiknya diagnosis ensefalitis ditegakkan dengan :
a. Anamnesis yang cermat, tentang kemungkinan adanya infeksi akut
atau kronis, keluhan, kemungkinan adanya peningkatan tekanan intra
kranial, adanya gejala, fokal serebral/serebelar, adanya riwayat
pemaparan selama 2-3 minggu terakhir terhadap penyakit melalui
kontak, pemaparan dengan nyamuk, riwayat bepergian ke daerah
endemik dan lain-lain (Nelson, 1992)
b. Pemeriksaan fisik/neurologik, perlu dikonfirmasikan dengan hasil
anamnesis dan sebaliknya anamnesis dapat diulang berdasarkan
hasil pemeriksaan.
c. Gangguan kesadaran
Hemiparesis
Tonus otot meninggi
Reflek patologis positif
Reflek fiisiologis menningkat
Klonus
Gangguan nervus kranialis
Ataksia (Komite Medik RSUP Dr. Sarjito, 2000)
d. Pemeriksaan laboratorium
Pungsi lumbal, untuk menyingkirkan gangguan-gangguan lain
yang akan memberikan respons terhadap pengobatan spesifik. Pada
ensefalitis virus umumnya cairan serebro spinal jernih, jumlah
lekosit berkisar antara nol hingga beberapa ribu tiap mili meter
kubik, seringkali sel-sel polimorfonuklear mula-mula cukup
bermakna (Nelson, 1992). Kadar protein meningkat sedang atau
normal, kadar protein mencapai 360 mg% pada ensefalitis yang
disebabkan virus herpes simplek dan 55 mg% yang disebabkan
oleh toxocara canis . Kultur 70-80 % positif dan virus 80% positif
(Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000).
Darah
- Al (angka lekosit) : normal/meninggi tergantung etiologi
- Hitung jenis : normal/dominasi sel polimorfenuklea
- Kultur : 80-90 % positif (Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000)
e. Pemeriksaan pelengkap
Isolasi virus. Virus terdapat hanya dalam darah pada infeksi dini.
Biasanya timbul sebelum munculnya gejala. Virus diisolasi dari
otak dengan inokulasi intraserebral mencit dan diidentifikasi
dengan tes-tes serologik dengan antiserum yang telah diketahui.
Serologi
Antibodi netralisasi ditemukan dalam beberapa hari setelah
timbulnya penyakit. Dalam membuat diagnosis perlu untuk
menentukan kenaikan titer antibodi spesifik selama infeksi
diagnosis serologik menjadi sukar bila epidemi yang disebabkan
oleh salah satu anggota golongan serologik terjadi pada daerah
dimana anggota golongan lain endemik atau bila individu yang
terkena infeksi, sebelumnya pernah terkena infeksi virus arbo yang
mempunyai hubungan dekat. Dalam keadaan tersebut, diagnostik
etiologik secara pasti tidak mungkin dilakukan (Jawetz, 1991).
EEG
CT scan kepala
II.8.DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding untuk ensefalitis meliputi kemungkinan
meningitis bakterial, tumor otak, abses ekstradural, abses subdural,
infiltrasi neoplasma (Harsono, 1996), trauma kepala pada daerah
epidemik (Kempe, 1982), ensefalopati, sindrom Reye (Arif, 2000)
II.9. PENATALAKSANAAN
Penderita baru dengan kemungkinan ensefalitis harus dirawat inap
sampai menghilangnya gejala-gejala neurologik. Tujuan
penatalaksanaan adalah mempertahankan fungsi organ dengan
mengusahakan jalan nafas tetap terbuka, pemberian makanan
enteral atau parenteral, menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit
dan koreksi gangguan asam basa darah (Arif, 2000). Tata laksana
yang dikerjakan sebagai berikut :
1. Mengatasi kejang adalah tindakan vital, karena kejang pada
ensefalitis biasanya berat. Pemberian Fenobarbital 5-8
mg/kgBB/24 jam. Jika kejang sering terjadi, perlu diberikan
Diazepam (0,1-0,2 mg/kgBB) IV, dalam bentuk infus selama 3
menit.
2. Memperbaiki homeostatis, dengan infus cairan D5 - 1/2 S atau
D5 - 1/4 S (tergantung umur) dan pemberian oksigen.
3. Mengurangi edema serebri serta mengurangi akibat yang
ditimbulkan oleh anoksia serebri dengan Deksametason 0,15-
1,0 mg/kgBB/hari i.v dibagi dalam 3 dosis.
4. Menurunkan tekanan intrakranial yang meninggi dengan
Manitol diberikan intravena dengan dosis 1,5-2,0 g/kgBB
selama 30-60 menit. Pemberian dapat diulang setiap 8-12 jam.
Dapat juga dengan Gliserol, melalui pipa nasogastrik, 0,5-1,0
ml/kgbb diencerkan dengan dua bagian sari jeruk. Bahan ini
tidak toksik dan dapat diulangi setiap 6 jam untuk waktu lama.
5. Pengobatan kausatif.
Sebelum berhasil menyingkirkan etilogi bakteri, terutama abses
otak (ensefalitis bakterial), maka harus diberikan pengobatan
antibiotik parenteral. (Nelson, 1992) Pengobatan untuk
ensefalitis karena infeksi virus herpes simplek diberikan
Acyclovir intravena, 10 mg/kgbb sampai 30 mg/kgbb per hari
selama 10 hari. Jika terjadi toleransi maka diberikan Adenine
arabinosa (vidarabin). Begitu juga ketika terjadi kekambuhan
setelah pengobatan dengan Acyclovir (Bradley, 1991). Dengan
pengecualian penggunaan Adenin arabinosid kepada penderita
ensefalitis oleh herpes simplek, maka pengobatan yang
dilakukan bersifat non spesifik dan empiris yang bertujuan
untuk mempertahankan kehidupan serta menopang setiap
sistem organ yang terserang. Efektivitas berbagai cara
pengobatan yang dianjurkan belum pernah dinilai secara
objektif (Nelson, 1992).
6. Fisioterapi dan upaya rehabilitatif setelah penderita sembuh
7. Makanan tinggi kalori protein sebagai terapi diet.
8. Lain-lain, perawatan yang baik, konsultan dini dengan ahli
anestesi untuk mengantisipasi kebutuhan pernapasan buatan
II.10.GEJALA SISA DAN KOMPLIKASI
Gejala sisa maupun komplikasi karena ensefalitis dapat
melibatkan susunan saraf pusat dapat mengenai kecerdasan,
motoris, psikiatris, epileptik, penglihatan dan pendengaran,
sistem kardiovaskuler, intraokuler, paru, hati dan sistem lain
dapat terlibat secara menetap (Nelson, 1992). Gejala sisa
berupa defisit neurologik (paresis/paralisis, pergerakan
koreoatetoid), hidrosefalus maupun gangguan mental sering
terjadi (Harsono, 1996). Komplikasi pada bayi biasanya berupa
hidrosefalus, epilepsi, retardasi mental karena kerusakan SSP
berat (Kempe, 1982)
II.11. PROGNOSIS
Prognosis bergantung pada kecepatan dan ketepatan
pertolongan. Disamping itu perlu dipertimbangkan pula
mengenai kemungkinan penyulit yang dapat muncul selama
perawatan. Edema otak dapat sangat mengancam kehidupan
penderita.
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak
bergantung pada etiologi penyakit dan usia penderita. Bayi
biasanya mengalami penyulit dan gejala sisa yang berat.
Ensefalitis yang disebabkan oleh VHS memberi prognosis
yang lebih buruk daripada pognosis virus entero (Nelson,
1992).
Kematian karena ensefalitis masih tinggi berkisar antara 35-50
%. Dari penderita yang hidup 20-40% mempunyai komplikasi
atau gejala sisa. Penderita yang sembuh tanpa kelainan
neurologis yang nyata dalam perkembangan selanjutnya masih
menderita retardasi mental, epilepsi dan masalah tingkah laku
(Anonim, 1985).
DAFTAR PUSTAKA
1. Anonim 1985, Ensefalitis dalam Hasan R., Ilmu Kesehatan
Anak, H : 622-624, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,
Jakarta.
2. Anonim 2000, Ensefalitis dalam Arif M, Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2, H : 60-66, Medik Aesculapius FK
UI, Jakarta.
3. Bradley, W.G., Ensefalitis Viral dalam Carol H., Neurology
in Clinical Practice, p : 599-603, Butterworth. Heinemann,
Boston.
4. Anonim 1996, Ensefalitis dalam Harsono, Neurologi Klinis,
Ed. I. H : 172-179, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
5. Jawetz, E, et all, Penyakit-penyakit Virus melalui Autropoda
dalam Bonang G. Review of Medical Microbiology, 1991, 16
ed., p : 489-493, Lange Medical Publications, Los Atlos,
California.
6. Kempe, C.H., 1982, Infections, bacterial and Spirochaetal In
Jerry L. Eller, Current Pediatric Diagnosis and Treatment, 7
ed., p : 732-733, Lange Medical Publications, Los Atlos,
California.
7. Komite Medik RSUP Dr. Sardjito, 2000, Ensefalitis dalam
Sutoyo, Standar Pelayanan Medis, Ed. 2, h : 198-200, Medika
Fakultas Kedokteran UGM, Yogyakarta.
8. Behrman RE, Vaughan, V.C, Ensefalitis Viral dalam Nelson
Ilmu Kesehatan Anak Nelson, edisi 12, Bag 2, H : 42-48, EGC,
Jakarta.
PENGERTIAN
Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro organisme
lain yang non purulent.
PATOGENESIS ENSEFALITIS
Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke dalam
tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:
Setempat:virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lendir permukaan atau organ tertentu.
Penyebaran hematogen primer:virus masuk ke dalam darah
Kemudian menyebar ke organ dan berkembang biak di organ tersebut.
Penyebaran melalui saraf-saraf : virus berkembang biak di
Permukaan selaput lendir dan menyebar melalui sistem saraf.
Masa Prodromal berlangsung 1-4 hari ditandai dengan demam, sakit kepala, pusing, muntah,
nyeri tenggorokan, malaise, nyeri ekstremintas dan pucat .
Gejala lain berupa gelisah, iritabel, perubahan perilaku, gamgguan kesadaran, kejang.
Kadang-kadang disertai tanda Neurologis tokal berupa Afasia, Hemifaresis, Hemiplegia,
Ataksia, Paralisis syaraf otak.
Penyebab Ensefalitis:
Penyebab terbanyak : adalah virus
Sering : - Herpes simplex
- Arbo virus
Jarang : - Entero virus
- Mumps
- Adeno virus
Post Infeksi : - Measles
- Influenza
- Varisella
Post Vaksinasi : - Pertusis
Ensefalitis supuratif akut :
Bakteri penyebab Esenfalitis adalah : Staphylococcusaureus, Streptokok, E.Coli, Mycobacterium
dan T. Pallidum.
Ensefalitis virus:
Virus yang menimbulkan adalah virus R N A (Virus Parotitis) virus morbili,virus rabies,virus
rubella,virus denque,virus polio,cockscakie A,B,Herpes Zoster,varisela,Herpes simpleks,variola.
Gejala-Gejala yang mungkin terjadi pada Ensefalitis :
- Panas badan meningkat ,photo fobi,sakit kepala ,muntah-muntah lethargy ,kadang disertai kaku
kuduk apabila infeksi mengenai meningen.
- Anak tampak gelisah kadang disertai perubahan tingkah laku. Dapat disertai gangguan
penglihatan ,pendengaran ,bicara dan kejang.