documentdd

36
1 BAB I PENDAHULUAN Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki peringkat ketiga dari semua kasus kanker.Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati angka 1,8 per 100.000 penduduk. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon rektosigmoid. Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.Keluhan pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi. Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak 98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan sarkoma (0,3%).

Upload: dwi-susanthi

Post on 21-Jul-2015

332 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: DocumentDd

1

BAB I

PENDAHULUAN

Pada awalnya, insiden dari keganasan kolon dan rektal tidak diperhitungkan sebelum

tahun 1900. Akan tetapi, sejak kemajuan ekonomik dan industri berkembang, angka kejadian

keganasan ini meningkat. Pada saat ini, kanker kolorektal merupakan penyebab ketiga

kematian dari pria dan wanita akibat kanker di Amerika Serikat

Insidens kanker kolorektal di Indonesia cukup tinggi, demikian juga angka

kematiannya. Pada tahun 2002 kanker kolorektal menduduki peringkat kedua pada kasus

kanker yang terdapat pada pria, sedangkan pada wanita kanker kolorektal menduduki

peringkat ketiga dari semua kasus kanker.Meskipun belum ada data yang pasti, tetapi dari

berbagai laporan di Indonesia terdapat kenaikan jumlah kasus, data dari Depkes didapati

angka 1,8 per 100.000 penduduk.

Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik pada insiden yang

ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial ekonomi dan kepadatan penduduk,

terutama antara negara maju dan berkembang. Demikian pula antara Negara Barat dan

Indonesia, terdapat perbedaan pada frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan. Di

Indonesia frekuensi kanker kolorektal yang ditemukan sebanding antara pria dan wanita;

banyak terdapat pada seseorang yang berusia muda; dan sekitar 75% dari kanker ditemukan

pada kolon rektosigmoid, sedangkan di Negara Barat frekuensi kanker kolorektal yang

ditemukan pada pria lebih besar daripada wanita; banyak terdapat pada seseorang yang

berusia lanjut; dan dari kanker yang ditemukan hanya sekitar 50% yang berada pada kolon

rektosigmoid.

Letak kanker kolorektal paling sering terdapat pada kolon rektosigmoid.Keluhan

pasien karena kanker kolorektal tergantung pada besar dan lokasi dari tumor. Keluhan dari

lesi yang berada pada kolon kanan dapat berupa perasaan penuh di abdominal, symptomatic

anemia dan perdarahan, sedangkan keluhan yang berasal dari lesi pada kolon kiri dapat

berupa perubahan pada pola defekasi, perdarahan, konstipasi sampai obstruksi.

Jenis kanker yang paling sering ditemukan ialah adenokarsinoma yaitu sebanyak

98%, sedangkan lainnya yang lebih jarang ialah carcinoid (0,4%), limfoma (1,3%) dan

sarkoma (0,3%).

Page 2: DocumentDd

2

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Kanker colorectal ditujukan pada tumor ganas yang berasal dari mukosa colon

atau rectum. Kebanyakan kanker colorectal berkembang dari polip, oleh karena itu

polypectomy colon mampu menurunkan kejadian kanker colorectal. Polip colon dan

kanker pada stadium dini terkadang tidak menunjukkan gejala. Secara histopatologis,

hampir semua kanker usus besar adalah adenokarsinoma (terdiri atas epitel kelenjar)

dan dapat mensekresi mukus yang jumlahnya berbeda-beda. Tumor dapat menyebar

melalui infiltrasi langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam kandung

kemih, melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe pericolon dan mesocolon, dan

melalui aliran darah, biasanya ke hati karena colon mengalirkan darah ke sistem portal.

2.2 Anatomi Colon dan Rectum

Usus besar atau colon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang

sekitar 1,5 m (5 kaki) yang terbentang dari caecum hingga canalis ani. Diameter usus

besar sudah pasti lebih besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi

makin dekat anus diameternya semakin kecil.

Usus besar terdiri dari 6 bagian, yaitu caecum, colon ascenden, colon

transversum, colon descenden, colon sigmoid dan rectum (Lihat Gambar. 1). Berbeda

dengan mukosa usus halus, pada mukosa colon tidak dijumpai vili dan kelenjar

biasanya lurus-lurus dan teratur. Permukaan mukosa terdiri dari pelapis epitel tipe

absorptif diselang-seling dengan sel goblet. Pada lamina propria dan basis kripta secara

sporadik terdapat nodul jaringan limfoid.

2.2.1 Caecum

Merupakan kantong yang terletak di bawah muara ileum pada usus

besar. Panjang dan lebarnya kurang lebih 6 cm dan 7,5 cm. Caecum terletak

pada fossa iliaca kanan di atas setengah bagian lateralis ligamentum inguinale.

Biasanya caecum seluruhnya dibungkus oleh peritoneum sehingga dapat

bergerak bebas, tetapi tidak mempunyai mesenterium; terdapat perlekatan ke

fossa iliaca di sebelah medial dan lateral melalui lipatan peritoneum yaitu plica

caecalis, menghasilkan suatu kantong peritoneum kecil, recessus retrocaecalis.

Page 3: DocumentDd

3

2.2.2. Colon ascenden

Bagian ini memanjang dari caecum ke fossa iliaca kanan sampai ke

sebelah kanan abdomen. Panjangnya 13 cm, terletak di bawah abdomen

sebelah kanan, dan dibawah hati membelok ke kiri. Lengkungan ini disebut

fleksura hepatica (fleksura coli dextra) dan dilanjutkan dengan colon transversum.

2.2.3 Colon Transversum

Merupakan bagian usus besar yang paling besar dan paling dapat bergerak

bebas karena tergantung pada mesocolon, yang ikut membentuk omentum majus.

Panjangnya antara 45-50 cm, berjalan menyilang abdomen dari fleksura coli

dekstra sinistra yang letaknya lebih tinggi dan lebih ke lateralis. Letaknya tidak

tepat melintang (transversal) tetapi sedikit melengkung ke bawah sehingga terletak

di regio umbilicalis.

2.2.4 Colon descenden

Panjangnya lebih kurang 25 cm, terletak di bawah abdomen bagian kiri,

dari atas ke bawah, dari depan fleksura lienalis sampai di depan ileum kiri,

bersambung dengan sigmoid, dan dibelakang peritoneum.

2.2.5 Colon sigmoid

Disebut juga colon pelvinum. Panjangnya kurang lebih 40 cm dan

berbentuk lengkungan huruf S. Terbentang mulai dari apertura pelvis superior

(pelvic brim) sampai peralihan menjadi rectum di depan vertebra S-3. Tempat

peralihan ini ditandai dengan berakhirnya ketiga teniae coli, dan terletak + 15 cm

di atas anus. Colon sigmoideum tergantung oleh mesocolon sigmoideum pada

dinding belakang pelvis sehingga dapat sedikit bergerak bebas (mobile).

2.2.6 Rectum

Bagian ini merupakan lanjutan dari usus besar, yaitu colon sigmoid

dengan panjang sekitar 15 cm. Rectum memiliki tiga kurva lateral serta kurva

dorsoventral. Mukosa dubur lebih halus dibandingkan dengan usus

besar.Rectum memiliki 3 buah valvula : superior kiri, medial kanan dan inferior

kiri. 2/3 bagian distal rectum terletak di rongga pelvic dan terfiksir, sedangkan

1/3 bagian proksimal terletak dirongga abdomen dan relatif mobile. Kedua

bagian ini dipisahkan oleh peritoneum reflectum dimana bagian anterior lebih

Page 4: DocumentDd

4

panjang dibanding bagian posterior. Saluran anal (anal canal) adalah bagian

terakhir dari usus, berfungsi sebagai pintu masuk ke bagian usus yang lebih

proksimal, dikelilingi oleh spinkter ani (eksternal dan internal ) serta otot-otot

yang mengatur pasase isi rectum kedunia luar. Spinkter ani eksterna terdiri dari

3 sling : atas, medial dan depan.

Vaskularisasi kolondipelihara oleh cabang-cabang arteri mesenterica superior

dan arteri mesenterica inferior, membentuk marginal arteri seperti periarcaden, yang

memberi cabang-cabang vasa recta pada dinding usus. Yang membentuk marginal

arteri adalah arteri ileocolica, arteri colica dextra, arteri colica media, arteri colica

sinistra dan arteri sigmoidae. Hanya arteri ciloca sinistra dan arteri sigmoideum yang

merupakan cabang dari arteri mesenterica inferior, sedangkan yang lain dari arteri

mesenterica superior. Pada umumnya pembuluh darah berjalan retroperitoneal kecuali

arteri colica media dan arteri sigmoidae yang terdapat didalam mesocolon transversum

dan mesosigmoid. Seringkali arteri colica dextra membentuk pangkal yang sama

dengan arteri colica media atau dengan arteri ileocolica. Pembuluh darah vena

mengikuti pembuluh darah arteri untuk menuju ke vena mesenterica superior dan arteri

mesenterica inferior yang bermuara ke dalam vena porta. Aliran limfe mengalir

menuju ke nn. ileocolica, nn. colica dextra, nn. colica media, nn. colica sinistra dan nn.

mesenterica inferior. Kemudian mengikuti pembuluh darah menuju truncus

intestinalis.

2.3 Fungsi Fisiologis

Usus besar atau colon mengabsorbsi 80% sampai 90% air dan elektrolit dari

kimus yang tersisa dan mengubah kimus dari cairan menjadi massa semi padat. Usus

besar hanya memproduksi mucus. Sekresinya tidak mengandung enzim atau hormon

pencernaan. Sejumlah bakteri dalam colon mampu mencerna sejumlah kecil selulosa

dan memproduksi sedikit kalori nutrien bagi tubuh dalam setiap hari. Bakteri juga

memproduksi vitamin K, riboflavin, dan tiamin, dan berbagai gas. Usus besar

mengekskresi zat sisa dalam bentuk feses.

Fungsi utama dari rectum dan canalis anal ialah untuk mengeluarkan massa

feses yang terbentuk dan melakukan hal tersebut dengan cara yang terkontrol. Fungsi

rectum berhubungan dengan defekasi sebagai hasil refleks. Apabila feses masuk ke

dalam rectum, terjadi peregangan rectum sehingga menimbulkan gelombang peristaltik

pada colon descendens dan colon sigmoid mendorong feses ke arah anus, sfingter ani

Page 5: DocumentDd

5

internus dihambat dan sfingter ani internus melemas sehingga terjadi defekasi. Feses

tidak keluar secara terus menerus dan sedikit demi sedikit dari anus berkat adanya

kontraksi tonik otot sfingter ani internus dan externus.

2.4. Epidemiologi

2.4.1. Distribusi dan Frekuensi

a. Orang

Sekitar 75% dari kanker colorectal terjadi pada orang yang tidak

memiliki faktor risiko tertentu. Sisanya sebesar 25% kasus terjadi pada

orang dengan faktor-faktor risiko yang umum, sejarah keluarga atau

pernah menderita kanker colorectal atau polip, terjadi sekitar 15-20%

dari semua kasus. Faktor-faktor risiko penting lainnya adalah

kecenderungan genetik tertentu, seperti Hereditary Nonpolyposis

Colorectal Cancer (HNPCC; 4-7% dari semua kasus) dan Familial

Adenomatosa Polyposis (FAP, 1%) serta Inflammatory Bowel Disease

(IBD; 1% dari semua kasus).

b. Tempat dan Waktu

Kanker colorectal merupakan salah satu penyakit yang mematikan.

Berdasarkan laporan World Cancer Report WHO, diperkirakan 944.717

kasus ditemukan di seluruh dunia pada tahun 2000. Insiden yang tinggi

pada kasus kanker colorectal ditemukan di Amerika Serikat, Kanada,

Jepang, negara bagian Eropa, New Zealand, Israel, dan Australia,

sedangkan insiden yang rendah itu ditemukan di Aljazair dan India.

Sebagian besar kanker colorectal terjadi di negara-negara industri.

Insiden kanker colorectal mulai mengalami kenaikan di beberapa negara

seperti di Jepang, Cina (Shanghai) dan di beberapa negara Eropa

Timur.8 Menurut American Cancer Society pada tahun 2008 di Amerika

Serikat diperkirakan sekitar 148.810 orang didiagnosis menderita kanker

colorectal dan 49.960 mengalami kematian dengan CFR 33,57%.

Eropa, sebagai salah satu negara maju memiliki angka kesakitan

kanker colorectal yang tinggi. Pada tahun 2004, terdapat 2.886.800 kasus

dan 1.711.000 kematian karena kanker dengan CFR 59,27%, kanker

colorectal menduduki peringkat kedua pada angka insiden dan

mortalitas.

Page 6: DocumentDd

6

Insidens kanker colorectal di Indonesia cukup tinggi, demikian

juga angka kematiannya. Pada tahun 2002 kanker colorectal menduduki

peringkat kedua pada kasus kanker yang terdapat pada pria, sedangkan

pada wanita kanker colorectal menduduki peringkat ketiga dari semua

kasus kanker. Pada kebanyakan kasus kanker, terdapat variasi geografik

pada insidens yang ditemukan, yang mencerminkan perbedaan sosial

ekonomi dan kepadatan penduduk, terutama antara negara maju dan

berkembang.

2.4.2 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Adapun beberapa faktor yang mempengaruhi kejadian kanker

colorectal yaitu:

a. Umur

Kanker colorectal sering terjadi pada usia tua. Lebih dari 90%

penyakit ini menimpa penderita di atas usia 40 tahun, dengan insidensi

puncak pada usia 60-70 tahun (lansia). Kanker colorectal ditemukan di

bawah usia 40 tahun yaitu pada orang yang memiliki riwayat colitis

ulseratif atau polyposis familial.

b. Faktor Genetik

Meskipun sebagian besar kanker colorectal kemungkinan

disebabkan oleh faktor lingkungan, namun faktor genetik juga berperan

penting. Ada beberapa indikasi bahwa ada kecenderungan faktor

keluarga pada terjadinya kanker colorectal. Risiko terjadinya kanker

colorectal pada keluarga pasien kanker colorectal adalah sekitar 3 kali

dibandingkan pada populasi umum.

Banyak kelainan genetik yang dikaitkan dengan keganasan kanker

colorectal diantaranya sindrom poliposis. Namun demikian sindrom

poliposis hanya terhitung 1% dari semua kanker colorectal. Selain itu

terdapat Hereditary Non-Poliposis Colorectal Cancer (HNPCC) atau

Syndroma Lynch terhitung 2-3% dari kanker colorectal.

c. Faktor Lingkungan

Kanker colorectal timbul melalui interaksi yang kompleks antara

faktor genetik dan faktor lingkungan. Sejumlah bukti menunjukkan

bahwa lingkungan berperan penting pada kejadian kanker colorectal.

Risiko mendapat kanker colorectal meningkat pada masyarakat yang

Page 7: DocumentDd

7

bermigrasi dari wilayah dengan insiden kanker colorectal yang rendah ke

wilayah dengan risiko kanker colorectal yang tinggi. Hal ini menambah

bukti bahwa lingkungan sentrum perbedaan pola makanan berpengaruh

pada karsinogenesis.

d. Faktor Makanan

Makanan mempunyai peranan penting pada kejadian kanker

colorectal. Mengkonsumsi serat sebanyak 30 gr/hari terbukti dapat

menurunkan risiko timbulnya kanker colorectal sebesar 40%

dibandingkan orang yang hanya mengkonsumsi serat 12 gr/hari. Orang

yang banyak mengkonsumsi daging merah (misal daging sapi, kambing)

atau daging olahan lebih dari 160 gr/hari (2 porsi atau lebih) akan

mengalami peningkatan risiko kanker colorectal sebesar 35%

dibandingkan orang yang mengkonsumsi kurang dari 1 porsi per

minggu.

Menurut Daldiyono et al. (1990), dikatakan bahwa serat makanan

terutama yang terdiri dari selulosa, hemiselulosa dan lignin sebagian

besar tidak dapat dihancurkan oleh enzim-enzim dan bakteri di dalam

tractus digestivus. Serat makanan ini akan menyerap air di dalam colon,

sehingga volume feses menjadi lebih besar dan akan merangsang syaraf

pada rectum, sehingga menimbulkan keinginan untuk defekasi. Dengan

demikian tinja yang mengandung serat akan lebih mudah dieliminir atau

dengan kata lain transit time yaitu kurun waktu antara masuknya

makanan dan dikeluarkannya sebagai sisa makanan yang tidak

dibutuhkan tubuh menjadi lebih singkat. Waktu transit yang pendek,

menyebabkan kontak antara zat-zat iritatif dengan mukosa colorectal

menjadi singkat, sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit di colon

dan rectum. Di samping menyerap air, serat makanan juga menyerap

asam empedu sehingga hanya sedikit asam empedu yang dapat

merangsang mukosa colorectal, sehingga timbulnya karsinoma colorectal

dapat dicegah.

e. Polyposis Familial

Polyposis Familial diwariskan sebagai sifat dominan autosom.

Insiden pada populasi umum adalah satu per 10.000. Jumlah total polip

bervariasi 100-10.000 dalam setiap usus yang terserang. Bentuk polip ini

Page 8: DocumentDd

8

biasanya mirip dengan polip adenomatosun bertangkai atau berupa polip

sesil, akan tetapi multipel tersebar pada mukosa colon. Sebagian dari

poliposis ini asimtomatik dan sebagian disertai keluhan sakit di

abdomen, diare, sekresi lendir yang meningkat dan perdarahan kecil

yang mengganggu penderita. Polip cenderung muncul pada masa remaja

dan awal dewasa dan risiko karsinoma berkembang di pasien yang tidak

diobati adalah sekitar 90% pada usia 40 tahun.

f. Polip Adenoma

Polip Adenoma sering dijumpai pada usus besar. Insiden terbanyak

pada umur sesudah dekade ketiga, namun dapat juga dijumpai pada

semua umur dan laki-laki lebih banyak dibanding dengan perempuan.

Polip adenomatosum lebih banyak pada colon sigmoid (60%), ukuran

bervariasi antara 1-3 cm, namun terbanyak berukuran 1 cm. Polip terdiri

dari 3 bagian yaitu puncak, badan dan tangkai. Polip dengan ukuran 1,2

cm atau lebih dapat dicurigai adanya adenokarsinoma. Semakin besar

diameter polip semakin besar kecurigaan keganasan. Perubahan dimulai

dibagian puncak polip, baik pada epitel pelapis mukosa maupun pada

epitel kelenjar, meluas ke bagian badan dan tangkai serta basis polip.

Risiko terjadinya kanker meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran

dan jumlah polip.

g. Adenoma Vilosa

Adenoma vilosa jarang terjadi, berjumlah kurang dari 10%

adenoma colon. Terbanyak dijumpai di daerah rectosigmoid dan

biasanya berupa massa papiler, soliter, tidak bertangkai dan diameter

puncak tidak jauh berbeda dengan ukuran basis polip. Adenoma vilosa

mempunyai insiden kanker sebesar 30-70%. Adenoma dengan diameter

lebih dari 2 cm, risiko menjadi kanker adalah 45%. Semakin besar

diameter semakin tinggi pula insiden kanker.

h. Colitis Ulserosa

Perkiraan kejadian kumulatif dari kanker colorectal yang

berhubungan dengan colitis ulserosa adalah 2,5% pada 10 tahun, 7,6%

pada 30 tahun, dan 10,8% pada 50 tahun.Colitis ulserosa dimulai dengan

mikroabses pada kripta mukosa colon dan beberapa abses bersatu

membentuk ulkus. Pada stadium lanjut timbul pseudopolip yaitu

Page 9: DocumentDd

9

penonjolan mukosa colon yang ada diantara ulkus. Perjalanan penyakit

yang sudah lama, berulang-ulang, dan lesi luas disertai adanya

pseudopolip merupakan resiko tinggi terhadap karsinoma. Pada kasus

demikian harus dipertimbangkan tindakan kolektomi. Tujuannya adalah

mencegah terjadinya karsinoma (preventif) dan menghindari penyakit

yang sering berulang-ulang. Karsinoma yang timbul sebagai komplikasi

colitis ulserosa sifatnya lebih ganas, cepat tumbuh dan metastasis.

2.5. Patologi

Pada umumnya, dalam perjalanan penyakit, pertumbuhan adenokarsinoma usus

besar sebelah kanan dan kiri berbeda. Adenokarsinoma usus besar kanan (caecum,

colon ascenden, transversum sampai batas flexura lienalis), tumor cenderung tumbuh

eksofitik atau polipoid. Pada permulaan, massa tumor berbentuk sesil, sama seperti

tumor colon kiri. Akan tetapi kemudian tumbuh progresif, bentuk polipoid yang mudah

iritasi dengan simtom habit bowel: sakit di abdomen yang sifatnya lama. Keluhan

sakit, sering berkaitan dengan makanan/minuman atau gerakan peristaltik dan kadang-

kadang disertai diare ringan. Berat badan semakin menurun dan anemia karena adanya

perdarahan kecil tersembunyi. Konstipasi jarang terjadi, mungkin karena volum colon

kanan lebih besar. Suatu saat dapat dipalpasi massa tumor di rongga abdomen sebelah

kanan.

Karsinoma usus besar kiri (colon transversum batas flexura lienalis, colon

descenden, sigmoid dan rectum) tumbuh berbentuk cincin menimbulkan napkin-ring.

Pada permulaan, tumor tampak seperti massa berbentuk sesil, kemudian tumbuh

berbentuk plak melingkar yang menimbulkan obstipasi. Kemudian bagian

tengahmengalami ulserasi yang menimbulkan simtom diare, tinja campur lendir dan darah,

konstipasi dan tenesmus mirip dengan sindrom disentri.

Page 10: DocumentDd

10

2.6 Histologi

Pada penelitian mengenai gambaran histologi kanker kolorektal dari tahun

1998-2001 di Amerika Serikat yang melibatkan 522.630 kasus kanker kolorektal.

Didapatkan gambaran histopatologis dari kanker kolorektal sebesar 96% berupa

adenocarcinoma, 2% karsinoma lainnya (termasuk karsinoid tumor), 0,4% epidermoid

carcinoma, dan 0,08% berupa sarcoma. Proporsi dari epidermoid carcinoma, mucinous

carcinoma dan carcinoid tumor banyak diketemukan pada wanita. Secara keseluruhan,

didapatkan suatu pola hubungan antara tipe histopatologis, derajat differensiasi dan

stadium dari kanker kolorektal. Adenocarcinoma sering ditemukan dengan derajat

differensiasi sedang dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa, signet ring cell

carcinoma banyak ditemukan dengan derajat differensiasi buruk dan telah bermetastase

jauh pada saat terdiagnosa, lain pula pada carcinoid tumor dan sarcoma yang sering

dengan derajat differensiasi buruk dan belum bermetastase pada saat terdiagnosa,

sedangkan small cell carcinoma tidak memiliki derajat differensiasi dan sering sudah

bermetastase jauh pada saat terdiagnosa.

Dari 201 kasus kanker kolorektal periode 1994-2003 di RS Kanker Dharmais

(RSKD) didapatkan bahwa tipe histopatologis yang paling sering dijumpai adalah

adenocarcinoma [diferensiasi baik 48 (23,88%), sedang 78 (38,80%), buruk 45

(22,39%)], dan yang jarang adalah musinosum 19 (9,45%) dan signet ring cell

carcinoma 11 (5,47%). Berbagai varian gambaran histopatologi kanker kolorektal

berdasarkan klasifikasi World Health Organization:

- Mucinous adenocarcinoma

- Signet ring cell adenocarcinoma

- Adenoskuamous carcinoma

Page 11: DocumentDd

11

- Squamous carcinoma

- Choriocarcionma

- Medullary carcinoma10

2.7 Manifestasi klinis

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan sejalan dengan

suplai darah yang diterima. Arteri mesenterika superior memperdarahi belahan bagian

kanan (caecum, kolon ascendens dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan

arteri mesenterika inferior yang memperdarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon

transversum, kolon descendens dan sigmoid, dan bagian proksimal rektum). Tanda dan

gejala dari kanker kolon sangat bervariasi dan tidak spesifik. Keluhan utama pasien

dengan kanker kolorektal berhubungan dengan besar dan lokasi dari tumor.

a. Kolon kanan memiliki kaliber yang besar, tipis dan dinding distensi serta isi fecal

ialah air. Karena fitur anatomisnya, karsinoma kolon kanan dapat tumbuh besar

sebelum terdiagnosa. Pasien sering mengeluh lemah karena anemia. Darah

makroskopis sering tidak tampak pada feses tetapi dapat mendeteksi tes darah

samar. Pasien dapat mengeluh ketidaknyamanan pada kuadran kanan perut setelah

makan dan sering salah diagnosa dengan penyakit gastrointestinal dan kandung

empedu. Jarang sekali terjadi obstruksi dan gangguan berkemih.

b. Kolon kiri memiliki lumen yang lebih kecil dari yang kanan dan konsistensi feses

ialah semisolid. Tumor dari kolon kiri dapat secara gradual mengoklusi lumen

yang menyebabkan gangguan pola defekasi yaitu konstipasi atau peningkatan

frekuensi BAB. Pendarahan dari anus sering namun jarang yang masif. Feses

dapat diliputi atau tercampur dengan darah merah atau hitam. Serta sering keluar

mukus bersamaan dengan gumpalan darah atau feses.

Pada kanker rektum, gejala utama yang terjadi ialah hematokezia. Perdarahan

seringkali terjadi persisten. Darah dapat tercampur dengan feses atau mukus. Pada

pasien dengan perdarahan rektal pada usia pertengahan atau tua, walaupun ada

hemoroid, kanker tetap harus dipikirkan.

Gejala akut dari pasien biasanya adalah obstruksi atau perforasi, sehingga jika

ditemukan pasien usia lanjut dengan gejala obstruksi, maka kemungkinan besar

penyebabnya adalah kanker. Obstruksi total muncul pada < 10% pasien dengan kanker

kolon, tetapi hal ini adalah sebuah keadaan darurat yang membutuhkan penegakan

diagnosis secara cepat dan penanganan bedah. Pasien dengan total obstruksi mungkin

mengeluh tidak bisa flatus atau buang air besar, kram perut dan perut yang menegang.

Page 12: DocumentDd

12

Jika obstruksi tersebut tidak mendapat terapi maka akan terjadi iskemia dan nekrosis

kolon, lebih jauh lagi nekrosis akan menyebabkan peritonitis dan sepsis. Perforasi juga

dapat terjadi pada tumor primer, dan hal ini dapat disalah artikan sebagai akut

divertikulosis. Perforasi juga bisa terjadi pada vesika urinaria atau vagina dan dapat

menunjukkan tanda tanda pneumaturia dan fecaluria. Metastasis ke hepar dapat

menyebabkan pruritus dan jaundice, dan yang sangat disayangkan hal ini biasanya

merupakan gejala pertama kali yang muncul dari kanker kolon.

Gambar Distribusi kanker kolorektal menurut lokasi sebanyak 73% dapat dideteksi

dengan pemeriksaan rektosigmoidoskopi (data unit endoskopi, Divisi Departemen

Ilmu penyakit Dalam FKUI/RSCM,Jakarta 2005)

Gejala-gejala yang timbul pada karsinoma kolorektal

a. Kolon kanan :

- Kelemahan yang tidak dapat dijelaskan / anemia

- Tes darah samar pada feses

- Gejala dispepsia

- Ketidaknyamanan abdomen kanan persisten

- Teraba massa abdominal

b. Kolon kiri :

- Gangguan pola buang air besar

- Darah makro pada feses

- Gejala obstruksi

c. Rektum :

- Pendarahan per rektal

Page 13: DocumentDd

13

- Gangguan pola buang air

- Adanya sensasi tidak lampias

- Teraba tumor intrarectal

KOLON KANAN KOLON KIRI REKTUM

ASPEK KLINIS Kolitis Obstruksi Proktitis

NYERI Karena penyusupan Obstruksi Obstruksi

DEFEKASI Diare/diare berkala Konstipasi progresif Tenesmi terus menerus

OBSTRUKSI Jarang Hampir selalu Hampir selalu

DARAH PADA

FESES

Samar Samar/makroskopik Makroskopik

FESES Normal/diare berkala Normal Perubahan bentuk

DISPEPSIA Sering Jarang Jarang

ANEMIA Hampir selalu Lambat Lambat

MEMBURUKNYA

KEADAAN UMUM

Hampir selalu Lambat Lambat

Tabel gambaran klinis karsinoma kolorektal

Staging tumor menurut TNM

Prognosis dari pasien dari pasien kanker kolorektal berhubungan dengan

dalamnya penetrasi tumor ke dinding kolon, keterlibatan kelenjar getah bening

regional atau metastasis jauh. Semua variabel ini digabung sehingga dapat ditentukan

sistem staging yang awalnya diperhatikan oleh Dukes.

Dan diaplikasi dalam metode klasifikasi TNM dalam hal ini, T menunjukkan

kedalaman penetrasi tumor, N menandakan keterlibatan kelenjar getah bening dan M

ada tidaknya metastase jauh.

Lesi superfisial yang tidak mencapai lapisan muskularis atau kelenjar getah

bening (KGB) dianggap sebagai stadium A (T1N0M0). Bila tumor yang masuk lebih

dalam namun tidak menyebar ke KGB dikelompokkan sebagai stadium B1 (T2N0M0).

Bila tumor terbatas sampai lapisan muskularis disebut stadium B2 (T3N0M0). Bila

tumor menginfiltrasi serosa dan KGB disebut stadium C (TXN1M0),bila terdapatstatus

anak sebar di hati, paru, atau tulang mempertegas stadium D (TXNXM1). Bila status

metastasis belum dapat dipastikan maka sulit menentukan stadium. Oleh karena itu,

pemeriksaan mikroskopik terhadap spesimen bedah sangat penting dalam menentukan

stadium. Umumnya rekurensi kanker kolorektal terjadi dalam 4 tahun setelah

Page 14: DocumentDd

14

pembedahan sehingga harapan hidup rata-rata 5 tahun dapat menjadi indikator

kesembuhan. Indikator buruknya prognosis prognosis kanker kolorektal setelah

menjalani operasi.

Kanker kolorektal umumnya menyebar ke kelenjar getah bening regional atau

ke hati melalui sirkulasi vena portal. Hati merupakan organ yang paling sering

mendapat anak sebar kelenjar getah bening. Sepertiga kasus kanker kolorektal yang

rekuren disertai metastase ke hati dan duapertiga pasien kanker kolorektal ditemukan

metastase ke hati pada waktu meninggal. Kanker kolorektal jarang bermetastasis ke

paru. KGB superklavikula tulang atau otak tanpa ditemukan anak sebar di hati

terlebih dahulu. Pengecualian terjadi bilamana tumor dapat terletak di distal rektum,

sel tumor dapat menyebar melalui pleksusvena paravertebra kemudian dapat

mencapai paru atau KGB superklavikula tanpa melalui sistem vena porta. Rata-rata

harapan hidup setelah ditemukan metastase berkisar 6 – 9 bulan (hepatomegali dan

gangguan pada hati) atau 20-30 bulan (nodul kecil di hati yang ditandai oleh

peningkatan CEA dan gambaran CT-scan).

T – Tumor primer

Tx: Tumor primer tidak dapat dinilai

T0: Tidak ada tumor primer

Tis: Karsinoma insitu, invasi lamina propia atau intraepitelial

T1: Invasi tumor di lapisan sub-mukosa

T2: Invasi tumor di lapisan otot propria

T3: Invasi tumor melewati otot propria ke subserosa atau masuk ke

perikolik yang tidak dilapisi peritoneum atau perirektal

T4: Invasi tumor terhadap organ/struktur sekitarnya dan/atau

peritoneum viseral.

Page 15: DocumentDd

15

Gambar 2.9 Gambaran kedalaman tumor

N – Kelenjar limfe regional

Nx: Kelenjar limfe regional tidak dapat dinilai

N0: Tidak didapatkan kelenjar limfe regional

N1: Metastase di 1 – 3 kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N2: Metastase di 4 atau lebih kelenjar limfe perikolik atau perirektal

N3: Metastase pada kelenjar limfe sesuai nama pembuluh darah dan

atau pada kelenjar apikal (bila diberi tanda oleh ahli bedah).

M – Metastase jauh

Mx: Metastase jauh tidak dapat dinilai

M0: Tidak ada metastase jauh

M1: Terdapat metastase jauh6

Stadium Deskripsi

histopatologis

Bertahan 5

tahun (%) Dukes TNM Derajat

A T1N0M0 I Kanker terbatas

padamukosa/submukosa

>90

B1 T2N0M0 I Kanker mencapai

muskularis

85

B1 T3N0M0 II Kanker cenderung

masuk atau melewati

lapisan serosa

70-80

C TxN1M0 III Metastasis 35-65

D TxNxM1 IV 5

Tabel stadium dan Prognosis Kanker Kolorektal

Page 16: DocumentDd

16

2.8 Pemeriksaan

Pemeriksaan penyaring pada kanker kolorektal (CRC):

Resiko Prosedur Onset Frekuensi

Resiko rendah

- Asimptomatik

- Tidak ada kerabat

tingkat 1 yang kena

Tes darah samar

(TSD), fleksibel

sigmoidoskopi (FS)

Kolonoskopi, barium

enema dan

proctosigmoidoscopy

50

50

TDS tiap tahun

FS tiap 5 tahun

Tiap 5-10 tahun

Resiko menengah

- CRC pada kerabat

tingkat 1,usia < 55th

atau > 2 keluarga

tingkat pertama

terkena

- CRC pada keluarga

tingkat pertama,

usia > 55 th

- Riwayat polip

kolorektal besar >

1cm atau multipel

- Riwayat CRC

setelah reseksi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

Kolonoskopi

40 atau 10 tahun

sebelum kasus CRC

termuda

50 atau 10 tahun

sebelum kasus CRC

termuda

1 tahun setelah

polipektomi

1 tahun setelah reseksi

Setiap 5 tahun

Setiap 5 – 10 tahun

Jika rekuren, tiap

tahun. Jika tidak, tiap 5

tahun

Jika normal 3 th, bila

tetap normal tiap 5

tahun. Jika abnormal,

tiap 5 tahun

Resiko tinggi

- FAP

- HNPCC

- IBD

FS, pemeriksaan

genetik

Kolonoskopi,

pemeriksaan genetik

Kolonoskopi

12-14 tahun ( pubertas)

21-40 tahun

40 tahun

8-15 tahun

Tiap 2 tahun

Tiap 2 tahun

Tiap tahun

Tiap 2 tahun

Tabel screening pada tiap resiko

Page 17: DocumentDd

17

a. Tes darah samar

Pada suatu studi kontrol pada universitas di Minnesota, didapatkan

kesimpulan bahwa tes darah samar sebagai tes penyaring dapat

mengurangi mortalitas CRC sebanyak 33% dan metastasis sebanyak 50%.

Tetapi tes darah samar tidak selalu sensitif dan terlewat sampai 50% kasus.

Spesifitas pemeriksaan ini rendah, 90% pasien dengan tes ini positif tidak

memiliki CRC. Tes ini baru signifikan bila dilakukan kolonoskopi setelahh

tes darah samar positif. Jadi, tes darah samar dilakukan dan

direkomendasikan bagi pasien asimptomatik.

b. Rigid Proctoscopy

Proctoscopy digunakan untuk mengevaluasi kanal anal, rektum dan

kolon sigmoid. Proctoscope pendek, lurus, rigid, dengan pipa metal dan

biasanya terdapat cahaya diatasnya. Panjangnya sekitar 15cm. Proctoscope

dilubrikasi dan dimasukan ke dalam rektum, kemudian obturator

disingkirkan dan terlihat bagian interior dari rektum. Prosedur ini biasa

digunakan untuk menginspeksi hemoroid atau polip rektum.

Studi kasus kontrol memperlihatkan adanya penurunan resiko

kematian pada kanker rektal dengan skrining melalui rigid proctoskopi

walaupun resiko kematian kanker kolon tidak dipengaruhi. Akan tetapi,

dikarenakan adanya limitasi jangkauan,maka proctoskopi ini hanya sedikit

dicantumkan dalam program skrining modern ini.

Gambar Proctoscopy

Page 18: DocumentDd

18

c. Flexible Sigmoidoscopy

Skrining dengan fleksibel sigmoidoskopi setiap 5 tahun

menyebabkan penurunan mortalitas CRC dan mengidentifikasi individu

resiko tinggi dengan adenoma. Pada pasien dengan polip, kanker atau

lainnya pada fleksibek sigmoidoskopi maka memerlukan kolonoskopi.

d. Colonoscopy

Kolonoskopi sekarang ini merupakan metode yang akurat dan

paling baik digunakan dalam pemeriksaan usus besar. Prosedur ini sangat

sensitif dalam mendeteksi polip kecil sekalipun dan dapat dilakukan

biopsi, polipektomi, mengontrol pendarahan dan dilatasi striktur. Akan

tetapi, pemeriksaan ini memerlukan persiapan usus dan menyebabkan

ketidaknyamanan karena memerlukan sedasi. Kolonoskopi dilakukan

dengan bantuan endoskopi. Komplikasi utama setelah kolonoskopi ialah

perforasi dan pendarahan, namun sangat kecil.

Gambar kolonoskopi dan sigmoidoskopi

e. Barium enema kontras

Kontras barium enema juga sensitif dalam mendeteksi polip > 1cm

yaitu sekitar 90%. Akan tetapi, tidak ada studi yang membuktikan

efikasinya dalam skrining populasi besar. Akurasi paling tinggi pada kolon

proksimal, akan tetapi dapat juga digunakan pada kolon sigmoid bila ada

divertikulosis signifikan. Untuk alasan ini, maka barium enema

Page 19: DocumentDd

19

dikombinasikan dengan fleksibel sigmoidoskopi sebagai skrining.

Kerugian pada metode ini ialah memerlukan persiapan pada usus.

Kolonoskopi juga dilakukan bila ditemukan lesi.

f. CT Colonografi

Kemajuan teknologi sekarang ini menghasilkan sesuatu yang tidak

invasif tetapi akurasi tinggi. CT colonografi mengggunakan teknologi CT

helik dan rekonstruksi 3 dimensi untuk menggabarkan kolon intraluminal.

Pasien membutuhkan persiapan usus. Kolon diisi dengan udara lalu

dilakukan CT. Kolonoskopi tetap dibutuhkan bila terdetteksi lesi.

CT Colonography (CTC) yang juga populer dengan istilah “Virtual

Colonography” merupakan pengembangan dari teknologi multipel helical

(multi- slice) CT Scan yang dapat menghasilkan gambaran interior kolon

dalam dua atau tiga dimensi. CTC memiliki radiasi exposure yang rendah

dan tidak invasif, tapi tidak bisa melakukan biopsi dan polipektomi.

Persiapan pemeriksaan CTC hampir sama dengan kolonoskopi yaitu

membersihkan usus besar dengan bahan laksan, ditambah memasukkan

udara kedalam kolon melalui kateter rektal. Pemeriksaan dilakukan pada

posisi supinasi dan pronasi serta tidak membutuhkan sedasi. Penelitian

meta- analisis mengatakan bahwa CTC memiliki sensitifitas dan

spesifisitas yang tinggi untuk mendeteksi polip ukuran > 10mm, yaitu 88%

dan 95%. Penelitian lainnya CTC dengan 4-detector-row scanners

menghasilkan sensitifitas 82%-100% dan spesifisitas 90%-98% untuk

mendeteksi polip ukuran > 10mm. CTC juga memiliki resiko terjadinya

perforasi dan dilaporkan hanya 1/22.000 pemeriksaan.

Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik penting dalam menentukan penyakit lokal,

mengidentifikasi emtastase dan mendeteksi sistem organ lain yang turut

berperan dalam pengobatan. Area supraclavicula harus dipalpasi untuk

memeriksa adanya kelenjar yang mengalami metastase. Pemeriksaan abdomen

dimulai dari inspeksi yaitu melihat adanya bekas operasi, penonjolan massa,

kontur usus yang mungkin dapat terlihat ( darm kontur, darm steifung).

Palpasi dilakukan untuk meraba adanya massa, pembesaran hepar, asites atau

Page 20: DocumentDd

20

nyeri tekan pada abdomen. Bila teraba massa disebutkan lokasi, diameter,

mobilitas atau melekat pada jaringan, konsistensi, batas jelas atau tidak.

Perkusi normal pada abdomen ialah timpani. Bila terdapat masssa maka

perubahan suara menjadi redup. Pada auskultasi didengarkan bising usus.

Pada kanker rektal distal, dapat dirasakan massa yang rata, keras, oval

atau melingkar dengan depresi pada sentral. Bila meluas, harus ditentukan

ukuran dan derajat perlekatan jaringan. Pada pemeriksaan RT, maka dapat

didapatkan darah pada sarung tangan.

Pemeriksaan penunjang

Keberadaan kanker kolorektal dapat dikenali dari beberapa tanda

seperti: anemia mikrositik, hematoskezia, nyeri perut, berat badan turun atau

perubahan defekasi. Oleh sebab itu perlu segera dilakukan pemeriksaan

endoskopi atau radiologi. Temuan darah samar di feses memperkuat dugaan

neoplasia namun bila tidak dapat menyingkirkan lesi neoplasma.

a. Laboratorium

Umumnya pemeriksaan laboratorium pada pasien adenoma kolon

memberikan hasil normal. Pemeriksaan yang dapat dilakukan ialah

urinalisis, hitung leukosit dan hemoglobin. Pemeriksaan lain yang dapat

diperiksa sesuai dengan indikasinya ialah protein serum, kalsium,

bilirubin, alkali fosfatase dan kreatinin. Pendarahan intermitten dan polip

besar dapat dideteksi melalui darah sama feses atau defesiensi Fe.

Petanda tumor yang paling banyak digunakan untuk keganasan

kolorektal Carcinoembryonic antigen (CEA) yaitu sebuah glikoprotein

yang ditemukan pada sel membran banyak jaringan tubuh termasuk CRC.

Beberapa antigen masuk ke dalam sirkulasi dan dideteksi dengan

radioimunnoassay serum. CEA dapat terdeteksi di berbagai cairan tubuh,

urin dan feses. Peningkatan serum CEA tidak spesifik berhubungan

dengan kanker kolorektal. Kadar CEA tinggi pada 70% pasien dengan

kanker usus besar. CEA tidak dapat digunakan sebagai prosedur screening

tetapi akurat sebagai diagnosis CEA residif.

Page 21: DocumentDd

21

b. Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan enema barium kontras ganda hanya mampu

mendeteksi 50% polip kolon dengan spesifitas 85%. Terdapat gambaran

pasase kontras, jenis bagian rektosigmoid sering sulit untuk divisualisasi

meskipun bila dibaca oleh ahli radiologi senior. Oleh karena itu,

pemeriksaan rektosigmoidoskopi masih diperlukan.

Bilamana ada lesi yang mencurigakan, pemeriksaan kolonoskopi

diperlukan untuk biopsi. Pemeriksaan lumen barium teknik kontras ganda

merupakan alternatif lain untuk kolonoskopi namun pemeriksaan ini sering

tidak bisa mendeteksi lesi berukuran kecil. Enema barium cukup efektif

untuk memeriksa bagian kolon di balik striktur yang tak terjangkau dengan

pemeriksaan kolonoskopi.Persiapan dan pemeriksaan barium enema

Persiapan:

Penderita diberi makan bubur kecap 1 hari sebelumnya

10 -12 jam sebelum pemeriksaan penderita diberi Laxans

Segera setelah akan diperiksa diberi Laxans

Kontras yang dipakai yaitu Barium sulfat.

Bubur barium 1:4, 1:5, 1:6.

Gambaran normal:

Pasase lancar (gambaran haustre)

Refluks kontras ke dalam ileum

Post evakuasi: feather like appereance

Gambar barium enema normal

Page 22: DocumentDd

22

Gambaran radiologis karsinoma kolon:

Gangguan pasase kontras

Jenis ekstraluminar: pendorongan lumen

Jenis intraluminar: mukosa kasar + filling defect

Karsinoma kolon kiri : filling defek, biasanya 2-6 cm dengan konfigurasi apple

core. Karsinoma kolon kanan : konstriksi atau massa intrluminal5

Gambar karsinoma anular kolon sigmoid

Gambaran radiologis polip:

Khas pada post evakuasi terdapat gambaran radiolusen yang

berbentuk multipel

Gambar gambaran polip pada barium enema Gambar peduncaled polyp

Gambaran radiologis karsinoma rektum:

Gambaran pasase kontras

Tergantung jenisnya:

Page 23: DocumentDd

23

- Pendorongan : kelainan bentuk dan anatomis

- Filling defect : mukosa tidak rata

2.9 Diagnosis

Diagnosis karsinoma kolorektal ditegakkan berdasarkan anamnesis,

pemeriksaan fisik, colok dubur dan rektosigmoidoskopi atau foto kolon dengan

kontras ganda. Pemeriksaan ini sebaiknya di lakukan setiap 3 tahun untuk usia

diatas 45 tahun. Kepastian diagnosis ditentukan berdasarkan pemeriksaan patologi

anatomi.

Pemeriksaan tambahan ditujukan pada jalan kemih untuk kemungkinan

tekanan ureter kiri atau infiltrasi ke kandung kemih, serta hati dan paru untuk

metastasis.

2.10. Tata laksana

2.10.1. Kanker kolon

Tata laksana yang dapat diberikan ialah reseksi operasi luas dari lesi dan

drainase regional limfatik. Reseksi dari tumor primer tetap diindikasikan

walaupun telah terjadi metastase. Abdomen dibuka dan dieksplorasi adakah

metastase. Tujuan terapi karsinoma kolon ialah mengeluarkan tumor dan suplai

limfovaskular. Reseksi dari usus tergantung dari pembuluh darah yang

mengaliri bagian kanker tersebut. Organ atau jaringan penyokong seperti

omentum nyga harus direseksi en blok dengan tumor. Bila seluruh tumor tidak

dapat diangkat, maka dibutuhkan terapi paliatif. Anastomosis dilakukan

diawali dengan irigasi usus dengan normal solusio saline atau povidon idodin

yang diharapkan sel tumor dalam lumen dapat tercuci atau dihancurkan.

Adanya kanker synchronous atau adenoma atau riwayat keluarga yang

kuat terhadap CRC mengindikasikan seluruh kolon beresiko terhadap

karsinoma ( field defect) dan harus dilkukan subtotal atau total kolektomi.

Kanker synchronous ialah adanya lebih dari 2 kanker secara bersamaan.

Metachronous tumor ( reseksi baru pada pasien yang telah direseksi

sebelumnya) juga diterapi serupa.

Apabila terdapat metastase tidak terprediksi sebelumnya saat dilakukan

laparotomi, maka tumor primer harus direseksi bila dapat dilakukan dan aman.

Selanjutkan dilakukan anaastomosis. Pada tumor yang tidak dapat direseksi,

Page 24: DocumentDd

24

maka dilakukan prosedur paliatif dan membutuhkan proksimal stoma atau

bypass.

a. Stage 0 ( Tis, N0,M0)

Polip yang mengandung carcinoma in situ/ high grade

dysplasia tidak memiliki resiko metastasis nodus limfatikus. Akan

tetapi, high grade dysplasia meningkatkan resiko karsinoma

invasif. Karena alasan ini, maka polip dieksisi lengkap dan

batasnya harus bebas dari displasia.polip bertangkai harus

dilepaskan secara komplit secara endoskopi. Pada pasien iini,

diikuti dengan kolonoskopi teratur yang memastikan bahwa polip

tidak rekuren dan tidak terbentuk karsinoma invasif. Apabila polip

tidak dapat diangkat se`luruhnya, maka dilakukan reseksi

segmental.

d. Stage I: Malignant Polyp (T1, N0, M0)

Pengelolaan polip malignant didasarkan atas resiko rekurensi dan

metastasis ke kelenjar getah bening. Metastase ke kelenjar getah bening

berdasarkan kedalaman invasi polip. Pada invasi limfovaskular,

histologi diferensiasi buruk dapat dilkakukan segmental kolektomi.

e. Stages I and II: Localized Colon Carcinoma (T1-3, N0, M0)

Mayoritas pasien dengan stadium 1 dan 2 dapat disembuhkan

dengan operasi reseksi. Beberapa pasien dengan reseksi komplit stadium

1 dapat berkembang rekurensi lokal atau jauh dan kemoterapi tidak

meningkatkan survival pasien ini. Sebanyak 46% pasien dengan reseksi

komplit stadium 2 dapat beresiko kematian. Untuk alasan ini,

kemoterapi ajuvan disarankan untuk beberapa pasien ( pasien muda dan

resiko tinggi).

f. Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)

Pasien dengan keterlibatan kelenjar getah bening merupakan resiko

yang tinggi terhadap rekurensi. Oleh karena itu, direkomendasikan

ajuvan kemoterapi rutin pada pasien ini. Regimen yang digunakan ialah

5- Flourouracil dengan levamisole atau leukovorin emngurangi

rekurensi dan meningkatkan angka ketahanan hidup. Agen kemoterapi

Page 25: DocumentDd

25

yang baru ialah as capecitabine, irinotecan, oxaliplatin, angiogenesis

inhibitors, dan immunotherapy.

g. Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)

Angka survival sangat terbatas pada stadium ini. Pasien dengan

penyakit sistemik, sebanyak 15% akan bermetastase ke hati. Pada

stadium ini, sebanyak 20% potensial reseksi untuk sembuh. Angka

survival pada pasien reseksi ini menignkat bila dibandingkan dengan

pasien yang tidak direseksi. Semua pasien membutuhkan kemoterapi

ajuvan. Pasien yang tidakdioperasi difokuskan untuk paliatif terapi.

Terapi paliatif yang digunakan ialah stenting untuk lesi obstruksi kolon

kiri.

Reseksi kolorektal

Reseksi kolorektal dilakukan pada kondisi bervariasi termasuk

neoplasma ( jinak dan ganas), inflamatori bowel disease dan kasus lain.

Reseksi

Secara umum, ligasi proksimal mesenterik akan mengelimnasi

aliran darah pada bagian kolon lebih besar dan membutuhkan kolektomi.

Reseksi kurativ dari CRC dicapai dengan ligasi PD mesenterika proksimal

dan pembersihan kelenjar getah bening mesenterika secara radikal. Pada

reseksi proses benign, tidak diperlukan reseksi mesenterika dan omentum

dapat tetap dipertahankan.

Emergensi reseksi

Reseksi jenis ini digunakan dalam kasus obstruksi, perforasi dan

hemoragi. Pada keadaan ini, usus tidak ada persiapan dan kondisi pasien

tidak stabil. Pada reseksi kolon kanan atau proksimal tranversal, anastomsosi

oleocolonic dapat dilakukan.

Reseksi laparoskopik

Keuntungan dari laparoskopik ialah baik secara kosmetik, mengurangi

nyeri post operasi dan pemulihan usus yang lebih cepat. Reseksi usus besar

secara laparoskopik membutuhkan waktu yang lebih lama dibanding operasi

secara terbuka.

Page 26: DocumentDd

26

Gambar reseksi kolon berdasarkan tumor primer

Anastomosis

Anastomosis dapat dibentuk melalui 2 segemen usus. Teknik yang

digunakan dapat berupa handsewn atau stapled.

Jenis anastomosis :

1. End to end

Dilakukan ketika 2 segmen usus dengan kaliber yang sama.

Teknik ini terutama dilakukan pada reseksi rektum, tetapi dapat

digunakan dalam kolostomi atau anastomosis usus kecil.

2. End to side

Digunakan bila salah satu bagian usus lebih besar dari lainnya.

Teknik ini dilakukan pada obstruksi kronik.

3. Side to end

Dilakukan ketika usus proksimal lebih kecil daripada bagian

distalnya.

Page 27: DocumentDd

27

4. Side to ide

Dilakukan bila menyambung kontinuitas diantara 2 pembuluh

darah atau segmens usus dimana tempat terakhirnya telah ditutup.

Gambar 2. 17 Anastomosis

Colostomy

Bentuk kolostomi yang sering digunakan ialah end kolostomi

dibanding dengan loop kolostomi. Kolostomi dibuat pada sisi kiri kolon.

Defek pada dinding abdomen dibuat dan akhir dari kolon dimobilisasi

melalui lubang itu. Usus bagian distal yang dikeluarkan melalui dinding

abdomen sebagai mucus fistula atau di dalam abdomen sebagai hartmann’s

pouch. Penutupan kolostomi membutuhkan laparotomi. Stoma didiseksi

dari dinding abdomen dan odentifikasi usus distal, kemudian dilakukan

anastomosis end to end.

Komplikasi dari nekrosis dapat terjadi pada masa awal post operasi

dikarenakan terganggunya suplai darah. Retraksi juga dapat terjadi, tapi

kolostomi lebih sedikit beresiko.

End to end End to side

Side to side

Page 28: DocumentDd

28

Gambar kolostomi

2.10.2.Kanker rektum

Biologis dari adenokarsinoma rekal sama dengan adenokarsinoma kolon

dan prinsip operasi ialah reseksi komplit dari tumor primer, kelenjar getah

bening dan organ apapun yang terkena. Akan tetapi diakrenakan struktur dari

pelvis maka reseksi lebih sulit dan membutuhkan pendekatan lain. Rekurensi

lebih tinggi dibanding dengan kanker kolon dengan stadium yang sama. Akan

tetapi, tumor rektum lebih sensitif dengan radiasi.

a. Terapi lokal

Sepanjang 10 cm distal dari rektum dapat dijangkau melalui anus.

Karena itulah, beberapa terapi dilakukan secara lokal. Untuk jenis yang

benign, noncircumferential dan adenoma villous dilakukan dengan baik

dengan eksisi transanal. Akan tetapi rekurensi tinggi walau dengan terapi

kemoradiasi. Transanal endoscopic microsurgery (TEM) dioperasikan

dengan menggunakan proctoscope dan alat-alat serupa dengan laparoskopi

yang membuat eksisi lokal dapat dilakukan pada tempat yang lebih tinggi

yaitu sekitar 15 cm. Lokal eksisi harus diikuti dengan eksisional biopsi.

Teknik ablasi seperti elektrokauter atau radiasi endocavitary juga

dapat digunakan. Kerugian dari teknik ini ialah tidak dapat diambilnya

spesimen patologis untuk diketahui stadiumnya. Teknik ini digunakan pada

Page 29: DocumentDd

29

individu dengan resiko tinggi yang tidak dapat mentoleransi terapi radikal

lainnya.

b. Reseksi radikal

Reseksi radikal lebih dipilih dibanding terapi lokal untuk banyak

kasus karsinoma rektal. Reseksi radikal mengangkat segmen yang terkena

bersama dengan limfovaskularnya.

Total mesorektal excision (TME) adalah teknik yang menggunakan

diseksi tajam untuk menghasilkan reseksi total dari mesenterium rektal.

Untuk tumor rektosigmoid, eksisi partial mesorektal paling tidak sepanyak

cm distal dari tumor. TME menurunkan rekurensi dan meningkatakan

survival. Teknik ini hanya sedikit dari yang hilang dibanding dengan

operasi tajam.

c. Terapi spesifik stadium

Sebelum dilakukan terapi dilakukan ultrasound endorektal untuk

mengetahui T dan N dari kanker rektum. USG ini baik untuk mengetahui

kedalaman tumor namun kurang akurat dalam diagnosis keterlibatan nodus

limfatikus.

Stage 0 (Tis, N0,M0)

Karsinoma in situ ( displasia tingkat tinggi) secara ideal diterapi dengan

eksisi lokal.

Stage I: Localized Rectal Carcinoma (T1-2, N0, M0)

Karsinoma invasif yang berasal dari polip pedunkulated hanya memiliki

< 1% resiko metastasis. Terapi yang dapat dilakukan ialah polipektomi.

Terapi lokal dapat dilakukan namun angka rekurensi tinggi. Untuk

alasan ini, maka dilakukan reseksi radikal.

Stage II: Localized Rectal Carcinoma (T3-4, N0, M0)

Tumor rektum yang besar sering terjadi lagi. Ada 2 pendapat untuk

mencegah rekurensi yaitu tidak diperlukannya kemoradiasi ajuvan

setelah dilakukan TME untuk stadium 1,2 dan 3. Pendapat lainnya ialah

diperlukannya kemoradiasi. Keuntungan kemoradiasi preoperasi ialah

pengecilan ukuran tumor, mereseksi menjadi lebih mudah. Kerugiannya

Page 30: DocumentDd

30

ialah overtreatment dari tumor masa awal, penundaan penyembuhan

uka dan fibrosis pelvis.

Stage III: Lymph Node Metastasis (Tany, N1, M0)

Banyak pendapat yang menyarankan kemoterapi dan radiasi pre

atau post operasi untuk kanker rektal dengan keterlibatan kelenjar getah

bening. Keuntungan dan kerugian sama seperti yang diungkapkan di

atas. Untuk alasan ini, pasien diterapi dengan neoajuvan terapi diikuti

dengan reseksi radikal.

Stage IV: Distant Metastasis (Tany, Nany, M1)

Sama seperti stadium 4 karsinoma kolon, angka harapan hidup

terbatas dengan pasien metastasis. Metastasis ke hepar jarang namun

bila ada reseksi dapat menyembuhkan untuk beberapa pasien.

Kebanyakan pasien memerlukan terapi paliatif. Reseksi radikal dapat

digunakan untuk mengontrol nyeri, perdarahan atau tenesmus. Terapi

lokal dengan kauter atau laser digunakan untuk mengontrol perdarahan

atau mencegah obstruksi. Intraluminal stent berguna untuk mencegah

obstruksi namun sering menyebabkan nyeri dan tenesmus.

2.10.3. Sistemik kemoterapi

Tulang punggung regimen kemoterapi untuk kanker kolon ialah 5-

Flourouracil sebagai terapi ajuvan maupun metastase. Dahulu, dinyatakan

pendapat bahwa regimen kombonasi menyediakan peningkatan efikasi dan

angka harapan hidup pasien. Selain 5-Florourasil, terdapat capecitabine dan

tegafur yang digunakan sebagai monoterapi atau kombonasi dengan oxalipatin

dan irinotecan.

Regimen untuk ajuvan kemoterapi :

5-Fluorouracil + leucovorin

o 5-Fluorouracil: 500 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu

o Leucovorin: 20 mg/m2 IV seminggu sekali untuk 6 minggu, diberikan

sebelum 5-FU

o Siklus diulang setiap 8 minggu untuk total 24 minggu

Page 31: DocumentDd

31

LV5FU2 (de Gramont regimen)

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion

sebelum 5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX4)

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti 600 mg/m2 IV continuous

infusion untuk 22 jam hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 dan 2 sebagai 2 jam infusion

sebelum 5-fluorouracil

o Siklus diulang setiap 2 minggu untuk total 12 minggu

Regimen untuk metastasis :

Irinotecan + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFIRI regimen)

o Irinotecan: 180 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus pada hari 1, diikuti dengan 2400

mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (FOLFOX6)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus on day 1, diikuti dengan 2400

mg/m2 IV continuous infusion untuk 46 jam

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Oxaliplatin + 5-fluorouracil + leucovorin (mFOLFOX7)

o Oxaliplatin: 100 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 3000 mg/m2 IV continuous infusion pada hari 1 untuk

46 jam

Page 32: DocumentDd

32

o Leucovorin: 400 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Mengulang siklus setiap 2minggu

Capecitabine + oxaliplatin (XELOX)

o Capecitabine: 850-1000 mg/m2 PO terbagi 2 dosis pada hari 1-14

o Oxaliplatin: 100-130 mg/m2 IV pada hari 1

o Mengulang siklus setiap 21 hari

FOLFOX4 + bevacizumab

o Oxaliplatin: 85 mg/m2 IV pada hari 1

o 5-Fluorouracil: 400 mg/m2 IV bolus, diikuti dengan 600 mg/m2 IV

continuous infusion pada hari 1 dan 2

o Leucovorin: 200 mg/m2 IV pada hari 1 sebagai 2 jam infus sebelum 5-

fluorouracil

o Bevacizumab: 10 mg/kg IV setiap 2 minggu

o Mengulang siklus setiap 2 minggu

2.10.4. Agen biologis

Bevacizumab ( Avastin) merupakan obat antiangiogenesis pertama

yang diindikasikan untuk kanker kolorektal metastasis. Ini meripakan antibodi

monoklonal untuk vascular endothelial growth factor (VEGF) dan

meningkatkan survival bila ditambahkan pada kemoterapi. Agen biologis lain

yang telah direkomendasikan ialah epidermal growth factor receptor ( EGFR).

Nama obat untuk golongan ini ialah Cetuximab yang digunakan sebagai

monoterapi atau kombinasi dengan irinotecan pada pasien kanker kolorektal

yang refrakter dengan 5-FU dan oxalipatin. Panitumumab adalah antibodi

monoklonal human dan diindikasikan untuk monoterapi bila kombinasi gagal.

Lini pertama untuk kanker metastasis ialah bevacizumab dan kemoterapi (

oxiliplatin dan irinotecan).

2.10.5. Terapi radiasi

Radioterapi merupakan modalitas standar bagi pasien dengan kanker

rektum, tetapi terbatas bagi kanker kolon. Terapi ini tidak mempunyai efek

ajuvan maupun metastatik, hanya sebagai terapi paliatif untuk metastasis tulang

atau otak.

Page 33: DocumentDd

33

2.11. Penyebaran Tumor

Penyebaran tumor dapat terjadi melalui:

a. Penyebaran langsung

Karsinoma tumbuh secara melingkari usus sebelum terdiagnosa,

khususnya bagi kolon kiri yang memiliki kaliber lebih kecil dibanding dengan

kanan. Membutuhkan waktu 1 tahun bagi tumor untuk melingkari ¾ bagian

usus. Lesi menyebar secara radial dan berpenetrasi ke lapisan luar dinding usus

dan dapat mengenai struktur di dekatnya seperti hati, kurvatura mayor lambung,

duodenum, usus halis, pankreas, limpa, kandung kemih, vagina, ginjal, ureter

dan dinding abdomen. Kanker rektum dapat menginvasi dinding vagina,

kandung kemih, prostat atau sakrum.

b. Metastasis hematogen

Invasi melalui pembuluh darah dapat menyebabkan tumor terbawa

melalui sistem vena porta yang menyebabkan metastasi ke hepar. Embolisasi

dapat terjadi melalui vena lumbal atau vertebral ke paru. Kanker rektum

menyebar melalui vena hipogastrik. Penyebaran ke ovarium terutama melalui

hematogen yaitu terlihat pada 10.3% pasien wanita dengankanker kolorektal.

Untuk mencegah metastase melalui hematogen sewaktu operasi dilakukan

manipulasi minimal dengan ligasi pembuluh darah.

c. Metastasis kelenjar getah bening regional

Ini merupakan tipe penyebaran yang paling umum. Kanker rektum

bermetastase proksimal melalui kelenjar getah bening mesorectalm iliac dan

mesenterika inferior. Serta bermetastase secara radial sepanjang dinding pelvis.

Kelenjar getah bening harus diangkat sewaktu operasi.

d. Metastasis transperitoneal

Terjadi sewaktu tumor berektensi melalui lapisan serosa dan memasuki

kavitas peritoenal, memproduksi lokal implant carcinomatosis.

e. Metastasis intraluminal

Sel ganas dari lapisan tumor dapat tersapu sepanjang usus melalui isi

feses.

Page 34: DocumentDd

34

2.12. Prognosis

Prognosis tergantung dari ada tidaknya metastase jauh, yaitu klasifikasi

penyebaran tumor dan tingkat keganasan sel tumor.

Untuk tumor yang terbatas pada dinding usus tanpa penyebaran, angka

kelangsungan hidup lima tahun adalah 80%, yang menembus dinding tanpa

penyebaran 75%, dengan penyebaran kelenjar 32% dan dengan metastasis jauh satu

persen. Bila disertai differensiasi sel tumor buruk, prognosisnya sangat buruk.

Follow up

1. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dilakukan setiap 3-6 bulan pada 3 tahun

pertama dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan kelima. Akan tetapi

hal ini tidak mutlak dan berdasarkan kondisi individu dan faktor resiko

yang dimiliki oleh pasien.

2. Pemeriksaan carcinoembryonic antigen (CEA)

Pemeriksaan ini masih menjadi kontroversial tetapi berguna

walaupun ada kekurangannya. Kadar CEA serum diperiksa setiap 3 bulan

pada pasien selama 3 tahun dan setiap 6 bulan pada tahun keempat dan

kelima. Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kekambuhan pada pasien.

3. CT scan

CT scan dada dan abdomen dilakukan setiap tahun untuk minimal

3 tahun pertama setelah reseksi tumor primer.

4. Kolonoskopi

Kolonoskopi wajib dilakukan pada semua pasien untuk

mendokumentasi tidak adanya tumor tambahan atau polip. Kolonoskopi

dilakukan setelah operasi / 3-6 bulan kemudian dan kemudian tiap tahun

sampai 3 tahun kemudian. Bila normal, diulang setiap 5 tahun. Bila tidak

tersedia sarana kolonoskopi, maka dapat dilakukan barium enema dan

sigmoidoskopi.

5. Colok dubur/ proctoskopi/ sigmoidoskopi

Diperuntukkan pasien yang mengalami kanker rektal.

Pemeriksaan dilakukan pada bulan ketiga, keenam, setahun dan tahun

kedua.

Page 35: DocumentDd

35

BAB III

KESIMPULAN

Karsinoma kolorektal merupakan penyebab kematian kedua setelah keganasan di

paru-paru di USA. diperkirakan pada tahun 2008 ditemukan 150.000 kasus baru dan 60.000

diantaranya meninggal karena karsinoma kolorektal. Tingginya angka kematian tersebut

menyebabkan berbagai upaya untuk menguranginya, salah satunya dengan kebijakan deteksi

dini atau skrining terhadap kelompok berisiko yang asimptomatis. Sebagian besar dari

modalitas skrining yang dimaksud adalah radiologic imaging: Flexible Sigmoidoscopy (FS),

Colonoscopy, Double Contrast Barium Enema dan CT Colonography(CTC). Pemilihan

modalitas skrining tersebut tergantung pada kondisi pasien, teknologi yang dimiliki, resiko

dan keuntungan modalitas terhadap pasien, serta kemampuan operator. Penanganan

karsinoma kolorektal membutuhkan kecermatan pemeriksaan preoperatif untuk dapat

memutuskan modalitas terapi baik pembedahan, kemoterapi maupun radioterapi. Penanganan

postoperatif dan follow-up sangat tergantung pada pemeriksaan dan penanganan yang dapat

dilakukan sebelumnya. Hal ini sangat ditentukan oleh staging karsinoma, yang salah satunya

dapat ditentukan oleh imaging seperti ultrasonografi, CT Scan, maupun MRI. Pada

prinsipnya, semakin dini diagnosis karsinoma kolorektal, semakin baik prognosisnya karena

penanganannya dapat dengan pembedahan kuratif.

Page 36: DocumentDd

36

DAFTAR PUSTAKA

Cirincione, Elizabeth 2005, Rectal Cancer,www.emedicine.com (22 September 2011)

De Jong Wim, Samsuhidajat R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Penerbit Buku

Kedokteran EGC. Jakarta.

Guyton, Arthur C., Hall, John E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Ed. 11. Jakarta

Penerbit Buku Kedokteran EGC. p: 848.

Grace, Pierce A., Borley, Neil R., 2006. At a Glance Ilmu Bedah, Ed. 3. Jakarta:

Penerbit Erlangga. p: 113.

Hassan , Isaac 2006, Rectal carcinoma, www.emedicine.com

Mansjoer Arif et all, 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Penerbit Buku Media

Aesculapius. Jakarta.

Kurniawan, Lilik. 2009. Karsinoma Rektum. Fakultas Kedokteran Universitas

Riau.http://www.Files-of-DrsMed.tk (22 September 2011).

Kumar, Vinay., Cotran, Ramzi S., Robbins, Stanley L., 2007. Buku Ajar Patologi, Ed.

7, Vol. 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. pp: 655-656.

Price Sylvia A, Wilson Lorraine M. 2006. Patofisiologi konsep klinis proses – proses

penyakit. Jakarta : EGC

Pierce A, Grace & Neil R Borley. 2007. At a Glance : Ilmu Bedah Ed.3.Jakarta : EMS

Sudoyo, Aru W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata K, Marcellus. Setiati,

Siti. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen

Ilmu Penyakit Dalam FKUI

Winawer, SJ., Zauber, AG., Gerdes H., et.al., 1996. Risk of Colorectal Cancer in the

Families of Patient With Adenomatous polyps. National Polyp Study Workgroup. N

Engl J Med 1996:334;81-7.