dampak kinerja keuangan terhadap return saham …
TRANSCRIPT
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
1
DAMPAK KINERJA KEUANGAN TERHADAP RETURN SAHAM
PERUSAHAAN KOSMETIK YANG TERDAFTAR DI BURSA
EFEK INDONESIA Suriyanti Universitas Muslim Indonesia
Email:[email protected]
Wahyudi
Universitas Islam Negeri Alauddin Email:[email protected]
Abstract
This study aims to determine the Impact of CR, DER, and ROA on Stock Return. The research uses a theory/concept base, supported by previous studies which have similarities in variables. The object of this research is the Cosmetic Company which is listed on the Indonesia Stock Exchange. The type of data used is secondary data. Using descriptive statistical techniques and panel data regression assisted by Eviews 10.0 for data analysis. The results found that CR has a negative and significant effect on Stock Return, DER has a positive and not significant effect on Stock Return. ROA has a positive and not significant effect on Stock Return.
Keywords: CR, DER, ROA and Stock Return
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Dampak CR, DER dan ROA Terhadap Return Saham. Penelitian menggunakan basis teori/konsep, didukung oleh penelitian-penelitian sebelumnya yang mempunyai kesamaan variabel. Objek Penelitian ini Perusahaan Kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Jenis data yang digunakan adalah data Sekunder. Menggunakan teknik statistik deskriptif dan regresi data panel berbantuan Eviews 10.0 untuk analisis data. Hasil penelitian menemukan bahwa CR berpengaruh negatif dan signifikan terhadap Return Saham, DER berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Return Saham. ROA berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap Return Saham.
Kata Kunci: CR, DER, ROA, dan Return Saham
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
2
1. PENDAHULUAN
Saat ini perusahaan tidak lagi
beroperasi hanya untuk menghasilkan
laba sebesar-besarnya, namun
perusahaan memiliki tujuan lain, yaitu
meningkatkan kekayaan pemegang
saham.informasi mengenai kinerja
perusahaan sangat diperlukan untuk
menarik investor menanamkan
modalnya karena dapat dijadikan tolak
ukur dalam berinventasi.
Perusahaan manufaktur di
Indonesia berusaha untuk memproduksi
barang yang berkualitas tinggi dengan
penekanan biaya yang rendah dalam
rangka meningkatkan daya saing baik
dipasar domestik maupun dipasar global.
Persaingan bisnis yang sangat ketat
membuat perusahaan harus mempunyai
keunggulan yang kompetitif agar dapat
bersaing dan bertahan. Hal ini membuat
perusahaan harus dapat
mengembangakan, mempertahankan dan
meningkatkan kinerja sebagai upaya
menjaga kelangsungan usahanya agar
dapat bersaing dengan perusahaan lain.
Kosmetik menjadi suatu kebutuhan
pokok bagi sebagian orang terutama
kaum wanita. Kecantikan semakin
berkembang dan berkembang dari masa
ke masa, bukan lagi hanya menjadi
sebuah keinginan, melainkan sudah
menjadi sebuah kebutuhan yang
akhirnya berdampak pada semakin
meningkatnya industri kosmetik di
dunia, Industri kosmetik kini telah
berkembang pesat. Semakin banyak
perusahaan dengan berbagai macan
produk dan merek menjadi salah satu
bukti perkembangan industri kosmetik
saat ini. Dalam menjalankan
operasionalnya, perusahaan umumnya
memerlukan dana tambahan untuk
pengembangan usaha dan penambahan
modal kerja. Untuk mendapatkan dana
tersebut banyak cara yang dapat
dilakukan oleh perusahaan, yang salah
satunya adalah dengan menjual saham.
Saham adalah surat berharga yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang
berbentuk perseroan terbatas yang
diperdagangkan di pasar modal.
Kinerja keuangan pada perusahaan
kosmetik dapat dinilai dengan
menggunakan pendekatan analisis rasio
keuangan. Jika kinerja perusahaan
meningkat maka nilai perusahaan akan
semakin tinggi. Di bursa efek hal ini akan
direspon oleh pasar dalam bentuk
kenaikan harga saham. kinerja
perusahaan dapat diukur dengan
menganalisa dan mengevaluasi laporan
keuangan. Informasi posisi keuangan dan
kinerja di masa lalu seringkali digunakan
sebagai dasar untuk memprediksi posisi
keuangan dan kinerja dimasa depan dan
hal lain yang langsung menarik perhatian
pemakai seperti pembayaran dividen,
upah, pergerakan harga sekuritas dan
kemampuan perusahaan untuk
memenuhi komitmennya ketika jatuh
tempo.
Return (kembalian) adalah tingkat
keuntungan yang dinikmati oleh
pemodal atas suatu investasi yang
dilakukan (Ang,1997). Husnan (1996)
juga menyatakan bahwa return saham
merupakan hasil yang diperoleh dari
suatu investasi. Investasi harus benar-
benar menyadari bahwa di samping akan
memperoleh keuntungan tidak menutup
kemungkinan mereka akan mengalami
kerugian. Keuntungan atau kerugian
tersebut sangat dipengaruhi oleh
kemampuan investor menganalisi
keadaan harga saham merupakan
penilaian sesaat yang dipengaruhi oleh
banyak faktor termasuk diantaranya
kondisi (performance) dari perusahaan.
Kendala-kendala ekteral, kekuatan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
3
penawaran dan permintaan saham di
pasar, serta kemampuan investor dalam
menganalisis investasi saham
Profitabilitas perusahaan
merupakan fungsi dari faktor internal
dan eksternal. Faktor internal merupakan
faktor mikro atau faktor spesifik
perusahaan yang menentukan
profitabilitas. Sedangkan faktor eksternal
merupakan variabel-variabel yang tidak
memiliki hubungan langsung dengan
manajemen perusahaan, tetapi faktor
tersebut secara tidak langsung
memberikan efek bagi perekonomian
dan hukum yang akan berdampak pada
kinerja lembaga keuangan.
Likuiditas suatu perusahaan
menunjukkan bahwa suatu perusahaan
mampu membayar kewajiban jangka
pendeknya dengan alat-alat likuid yang
dimiliki oleh perusahaan tersebut.
Likuiditas perusahaan dalam penelitian
ini diproksikan oleh Current Ratio. Telah
dijelaskan sebelumnya bahwa
kepentingan likuiditas dan rentabilitas
bertentangan satu sama lain. Maka,
ketika nilai LDR kecil, kemungkinan
perusahaan tersebut akan mendapatkan
rentabilitas yang tinggi. Dalam hal ini
diharapkan pimpinan perusahaan dapat
menjaga likuiditasnya. Ia harus
mengetahui berapa jumlah alat likuid
yang dikuasai setiap hari agar dapat
memenuhi kewajiban yang segera harus
dibayar. Selain harus likuid, perusahaan
harus rendebel (menguntungkan atau
berusaha mencari untung). Keuntungan
diperoleh apabila penghasilan lebih
besar daripada biaya yang dikeluarkan.
Salah satu rasio keuangan yang
penting dalam analisis kinerja keuangan
adalah rasio solvabilitas (leverage).
Dalam praktiknya untuk menutupi
kekurangan dana, perusahaan memiliki
beberapa pilihan sumber dana.
Pemilihan sumber dana tersebut
tergantung dari tujuan, syarat-syarat,
keuntungan dan kemampuan dari
perusahaan. Sumber-sumber dana pada
umumnya dapat diperoleh dari modal
sendiri dan pinjaman (bank atau lembaga
keuangan lainnya). Leverage dapat
dijadikan ukuran untuk melihat baik
buruknya kinerja solvabilitas suatu
perusahaan. Melalui rasio ini dapat
diketahui perbandingan penggunaan
dana perusahaan yang berasal dari pihak
luar atau pinjaman. Rasio solvabilitas
menggambarkan kemampuan
perusahaan dalam membayar kewajiban
jangka panjangnya atau kewajiban-
kewajibannya apabila perusahaan
dilikuidasi.
Tingkat leverage yang tinggi akan
mengurangi minat para invertor untuk
membeli saham dan hal ini akan
menyebabkan harga saham semakin
menurun. Jika harga saham semakin
menurun maka para investor
beranggapan bahwa Penurunan harga
saham akan membuat nilai perusahaan
dipandang oleh para investor juga
rendah.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
4
Tabel 1. Daftar harga saham perusahaan Kosmetik yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia
Kode Tahun
2014 2015 2016 2017 2018
ADES 1.375 1.000 885 885 920
MBTO 135 126 140 100 240
MRAT 350 280 210 206 179
TCID 17.525 16.500 12.500 17.900 15.000
ULVR 32.300 32.700 38.000 55.900 45.400
Rata-rata 10.337 10.121 10.347 14.998 12.348
Sumber: www.idx.co.id
Berdasarkan tabel 1 diatas rata-
rata harga saham bergerak fluktuatif naik
dan turun setiap tahunnya. Perusahan
kosmetik yang terdiri dari PT. Akasha
Wira International Tbk, PT. Martina
Berto Tbk, PT. Mustika Ratu Tbk, PT.
Mandom Indonesia Tbk dan PT Unilever
Indonesia Tbk. pada tabel 1 diatas harga
saham tertinggi pada PT Unilever
Indonesia Tbk (ULVR) pada tahun 2017
sebesar Rp. 55.900 sedangkan harga
saham terendah yakni PT. Martina Berto
Tbk (MBTO) pada tahun 2017 sebesar
Rp.100.
Dalam Penelitian Ignatius Oki Dewi
Brata, et al (2017) berjudul Analisis
Faktor-Faktor Yang Berpengaruh
Terhadap Return Saham menemukan
hasil ROA dan DER berpengaruh positif
signifikan terhadap return saham
Berdasarkan uraian diatas, maka
penulis tertarik untuk melakukan
penulisan skripsi dengan judul Pengaruh
Kinerja Keuangan Terhadap Return
Saham Perusahaan Kosmetik yang
Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kinerja Keuangan dan Laporan
Keuangan
Fahmi (2012), tujuan laporan
keuangan adalah untuk memberikan
informasi kepada pihak yang
membutuhkan tentang kondisi suatu
perusahaan dari sudut angka dalam
suatu moneter. Kasmir (2016)
menyatakan pihak – pihak yang memiliki
kepentingan terhadap laporan keuangan
adalah sebagai berikut :
a. Pemilik Saham
b. Pemerintah
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat Luas
2.2 Return Saham
Tujuan keuangan perusahaan
adalah untuk memaksimumkan nilai
dalam perusahaan. Tujuan ini bisa
menyebabkan konflik antara pemilik
perusahaan dengan kreditur, jika
perusahaan menikmati laba yang besar ,
nilai pasar saham (dana pemilik) akan
meningkat, sementara nilai hutang
perusahaan (dana kreditur) tidak
berpengaruh (phardono dan christiawan
2004).
Sebaliknya apabila perusahaan
mengalami kerugian bahkan
kebangkrutan maka hak kreditur
didahulukan sementara nilai saham akan
nilai menurun drastis. Jadi dengan
demikian nilai saham meurpakan alat
ukur yang tepat untuk mengukur
keefektivitasan perusahaan, sehingga
sering kali dikatakan memaksimumkan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
5
nilai perusahaan juga berarti
memaksimumkan kekayaan perusahaan.
Menurut (Jogiyanto 2017) ada dua
jenis return yaitu:
“Return realisasi (realized return)
merupakan return yang telah terjadi.
Return ini dihitung dengan menggunakan
data historis. Return realisasi penting
karena digunakan sebagai salah satu
pengukur kinerja perusahaan. Return
realisasi juga berguna dalam penentuan
return ekspektasi (expected return) dan
risiko yang akan datang.”
“Return ekspektasi (expected return)
adalah return yang diharapkan akan
diperoleh oleh para investor di masa
yang akan datang.” Dari teori definisi di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa
jenis return terdiri dari:
a. Realisasi
b. Ekpektasi
Jogiyanto, 2017
Return Saham= 𝑃𝑡−(𝑃𝑡−1)
𝑃𝑡−1
R:Return Saham
Pt : Harga Saham Waktu Tertentu
Pt-1 : Harga Saham Periode Sebelumnya
c. Faktor-faktor yang mempengaruhi
return saham
Rika Verawati (2014), terdapat
beberapa faktor yang mempengaruhi
return saham, antara lain:
1) Faktor Internal
2) Faktor Eksternal
2.3 Profitabilitas
Profitabiltas merupakan
kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba atau keuntungan dari
seluruh modal yang dimilikinya. Besar
kecilnya kemampuan perusahaan untuk
menghasilkan laba ini dapat diukur dari
perbandingan antara laba dengan
seluruh modal yang dimilikinya. Rasio
rentabilitas sangat penting untuk
mengetahui sampai sejauh mana
kemampuan perusahaan di dalam
menghasilkan keuntungan baik yang
berasal dari kegiatan operasional
maupun kegiatan non operasional.
Sartono (2010:122) definisi profitabilitas
adalah kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya
dengan penjualan, total aktiva, maupun
modal sendiri. Dengan demikian bagi
investor jangka panjang akan sangat
berkepentingan dengan analisis
profitabilitas ini. ROA adalah rasio yang
digunakan mengukur kemampuan bank
menghasilkan keuntungan secara relatif
dibandingkan dengan total asetnya.
Rasio ini mengukur kemampuan
perusahaan menghasilkan laba bersih
berdasarkan tingkat aset yang tertentu.
ROA merupakan perkalian antara Net
Profit Margin dengan perputaran aktiva.
Net Profit Margin menunjukkan
kemampuan memperoleh laba dari
setiap penjualan yang diciptakan oleh
perusahaan. Sedangkan perputaran
aktiva menunjukkan seberapa jauh
perusahaan mampu menciptakan
penjualan dari aktiva yang dimilikinya.
Apabila kedua faktor itu meningkat maka
ROA juga akan meningkat. Apabila ROA
meningkat maka profitabilitas
perusahaan meningkat sehingga dampak
akhirnya adalah peningkatan
profitabilitas yang dinikmati oleh
pemegang saham.
ROA =LABA BERSIH
TOTAL ASSET 𝑋 100%
2.4 Likuiditas
Tingkat kemampuan suatu
perusahaan untuk dapat membayar
hutang-hutang jangka pendeknya sering
disebut likuiditas. Perusahaan yang
mempunyai cukup kemampuan untuk
membayar hutang jangka pendek disebut
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
6
perusahaan yang likuid. Sedang apabila
perusahaan berada dalam keadaan tidak
mempunyai kemampuan membayar
hutang jangka pendek yang cukup ,
disebut illikuid (Harnanto, 2012 : 173).
Dengan demikian, dapat dikatakan
bahwa likuiditas adalah menunjukkan
kemampuan suatu perusahaan untuk
memenuhi kewajiban keuangannya yang
harus segera dipenuhi atau pada saat
tertagih.
Kemampuan untuk membayar
utang jangka pendek dari suatu
perusahaan terletak pada atau diukur
dari kemampuannya untuk mendapatkan
kas (alat pembayaran) atau
kemampuannya untuk mengkonversikan
aktiva non kas menjadi kas. Pada
umumnya aspek likuiditas tidak
dipandang hanya pada suatu saat, tetapi
dikaitkan dengan satu periode tahun
buku atau kadang-kadang
diidentifikasikan dengan siklus operasi
normal perusahaan. Siklus operasi
normal perusahaan adalah jangka waktu
yang tercakup sejak dimulainya aktivitas
pembelian, produksi, penjualan hingga
aktivitas pengumpulan piutang.
Arti pentingnya aspek likuiditas
bagi setiap perusahaan, akan sangat
dirasakan pada berbagai akibat yang
merugikan atau tidak dapat
digunakannya kesempatan untuk
memperoleh laba, jika perusahaan
berada dalam keadaan tidak likuid
(illiquid). Dari berbagai akibat yang dapat
terjadi karena keadaan yang tidak likuid
tersebut, dapatlah dipahami mengapa
pengukuran atau penilaian terhadap
aspek likuiditas di dalam dunia usaha
dianggap sebagai suatu persoalan yang
sangat penting. Begitu pentingnya aspek
likuiditas ini, sehingga eksistensi
perusahaan akan diragukan, apabila
perusahaan tidak lagi berkemampuan
cukup untuk membayar kewajiban-
kewajiban jangka pendek pada tanggal
jatuh temponya. Apabila hal ini terjadi
pada perusahaan, berarti penilaian
terhadap aspek-aspek yang lain dalam
perusahaan itu tidak bermanfaat lagi
bagi pihak-pihak berkepentingan.
Rasio Likuiditas adalah rasio yang
digunakan untuk mengetahui
kemampuan perusahaan dalam
memenuhi kewajiban keuangannya pada
saat dilakukan penagihan.
Current Ratio, Current ratio ini
menunjukkan kemampuan perusahaan
untuk membayar hutang yang akan
segera jatuh tempo dengan aktiva lancar.
𝒄𝒖𝒓𝒓𝒆𝒏𝒕 𝒓𝒂𝒕𝒊𝒐
=𝒂𝒌𝒕𝒊𝒗𝒂 𝒍𝒂𝒏𝒄𝒂𝒓
𝒉𝒖𝒕𝒂𝒏𝒈 𝒍𝒂𝒏𝒄𝒂𝒓× 𝟏𝟎𝟎%
2.5 Solvabilitas
Solvabilitas adalah rasio untuk
menilai kemampuan perusahaan untuk
membayar seluruh kewajibannya, baik
jangka pendek maupun jangka panjang
apabila perusahaan dibubarkan. Rasio ini
dapat melihat seberapa jauh perusahaan
dibiayai oleh utang atau oleh pihak lain
dengan kemampuan perusahaan yang
digambarkan oleh modal. Jadi,
penggunaan jumlah utang perusahaan
tergantung pada keberhasilan
pendapatan dan ketersedian aktiva yang
bisa digunakan sebagai jaminan utang.
Semakin tinggi solvabiltas, perusahaan
harus semaksimal mungkin
meningkatkan labanya agar mampu
membiayai dan membayar utang. Apabila
tidak mampu menghasilkan laba, dengan
demikian, perusahaan tersebut akan
bangkrut.
Menurut Kasmir (2012:113), rasio
solvabilitas merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur sejauh mana
aktiva perusahaan dibiayai dengan utang.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
7
Dalam praktiknya, apabila dari hasil
perhitungan, perusahaan ternyata
memiliki rasio solvabilitas yang tinggi,
hal ini akan berdampak timbulnya risiko
kerugian lebih besar, tetapi juga ada
kesempatan mendapat laba juga besar.
Sebaliknya apabila perusahaan memiliki
rasio solvabilitas lebih rendah tentu
mempunyai risiko kerugian lebih kecil
pula, terutama pada saat perekonomian
menurun. Dampak ini juga
mengakibatkan rendahnya tingkat hasil
pengembalian (return) pada saat
perekonomian tinggi.
Rasio Solvabilitas, rasio yang
digunakan untuk mengukur sampai
berapa jauh aktiva perusahaan dibiayai
oleh hutang. Total Debt to Equity Ratio
ini menunjukkan bagian bagian dari
setiap rupiah modal sendiri yang
dijadikan jaminan keseluruhan hutang.
𝒅𝒆𝒃𝒕 𝒕𝒐 𝒆𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚 𝒓𝒂𝒕𝒊𝒐
=𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒅𝒆𝒃𝒕
𝒕𝒐𝒕𝒂𝒍 𝒆𝒒𝒖𝒊𝒕𝒚× 𝟏𝟎𝟎%
2.6 Hipotesis
Berdasarkan uraian dan hasil
temuan penelitian terdahulu, hipotesis
yang diajukan dalam penelitian ini
dirumuskan sebagai berikut:
1. Current Rasio berpengaruh positif dan
signifikan terhadap return saham
perusahaan kosmetik yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia ?
2. Debt to Equty Ratio berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap return
saham perusahaan kosmetik yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia ?
3. Apakah Return On Asset positif dan
signifikan berpengaruh terhadap
return saham perusahaan kosmetik
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia?
3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Analisis Data
Analisis data penelitian ini
menggunakan metode analisis regresi
panel data. regresi panel data adalah
penelitian yang menggabungkan antara
cross section seperti rumah tangga,
negara, perusahaan, dan sebagainya
dengan periode waktu.
Sementara itu, (Suliyanto, 2011)
mengungkapkan yang dimaksud dengan
analisis regresi panel data adalah regresi
yang menggunakan panel data atau pool
data yang merupakan kombinasi dari
data time series dan data cross section.
Penulis menggunakan software Eviews
10 sebagai bantuan dalam melakukan
analisis data.
Berikut ini adalah metode yang
digunakan dalam menganalisis data pada
penelitian ini:
a. Pengujian Model Regresi
Ghazali, 2013, dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode analisis
regresi berganda dengan data panel. Data
panel merupakan penelitian yang
menggabungkan antara cross section
(data silang) dengan time series (runtun
waktu). Dalam menganalisis data
menggunakan metode analisis regresi
panel data, diawali dengan melakukan
polling data dalam bentuk workfile.
Berikut ini langkah-langkah dalam
estimasi model regresi.
Model persamaan dasar dasar data
panel adalah:
Yit = β0 + β1X1 + β2X2 + β3X3+ ei
Dimana:
β0i = konstanta model regresi pada
unit observasi ke i
β1 – β4 = koefisien regresi
e = standar error
Yit = Return Saham
X1it = Likuiditas (CR)
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
8
X2it = Solvabilitas (DER)
X3it = Profitabilitas (ROA)
b. Uji Signifikansi
Dalam pengujian hipotesis ini,
pengolahan data menggunakan software
Eviews 10. Dan juga menggunakan uji
statistik meliputi Uji t (Uji regresi secara
parsial) Uji F ( Uji regresi Secara
Simultan)
c. Definisi Operasional Variabel
Definisi Operasional Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
Tabel 2. Definisi Operasional
No. Variabel Konsep variabel Indikator Skala
1 Return
On Aset
(ROA)
Pengukuran kinerja keuangan
pada penelitian ini menggunakan
pengukuran kinerja konvensional
yang diukur dengan berdasarkan
pada nilai rasio keuangan ROA.
ROA merupakan rasio yang
mengukur kemampuan
manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan secara
keseluruhan selama periode
tertentu.
ROA =Laba Bersih
Total Asset 𝑋 100%
Rasio
2 Current
ratio
( CR)
Rasio ini dimanfaatkan dalam
mengukur kemampuan
perusahaan untuk membayar
kewajiban jangka pendek
𝑐𝑢𝑟𝑟𝑒𝑛𝑡 𝑟𝑎𝑡𝑖𝑜 = 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑣𝑎 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
ℎ𝑢𝑡𝑎𝑛𝑔 𝑙𝑎𝑛𝑐𝑎𝑟
Rasio
3 Debt to
equity
ratio
(DER)
rasio yang digunakan untuk
mengukur sampai berapa jauh
aktiva perusahaan dibiayai oleh
hutang. Debt to Equity Ratio ini
menunjukkan bagian bagian dari
setiap rupiah modal sendiri yang
dijadikan jaminan keseluruhan
hutang.
Debt to equity ratio = 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑑𝑒𝑏𝑡
𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑒𝑞𝑢𝑖𝑡𝑦𝑥 100%
Rasio
4 Return
Saham
Return merupakan hasil yang
diperoleh dari sebuah investasi.
Return dapat berupa return
realisasi (realized return) yaitu
return yang telah terjadi atau
return ekspektasi (expected
return) yaitu return yang
diharapkan akan terjadi di masa
yang akan datang
Return Saham = 𝑃𝑡−(𝑃𝑡−1)
𝑃𝑡−1
Pt : Harga Saham Waktu
Tertentu
Pt-1 : Harga Saham Periode
Sebelumnya
Rasio
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
9
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
Tabel 3.
Analisis Deskriptif Statistik
RETURN_SAHA
M CR DER ROA
Mean -0.036320 262.0892 0.885200 10.35880
Median -0.058000 211.2200 0.610000 5.030000
Maximum 0.750000 575.9100 2.650000 46.66000
Minimum -0.406000 60.56000 0.210000 -17.77000
Std. Dev. 0.250411 161.4373 0.755823 16.74494
Sumber: Output Eviews 10 , 2020
a. Return Saham
Berdasarkan Tabel 4, hasil Eviews
untuk uji statistik deskriptif variabel
independen Return Saham menunjukkan
sampel (N) sebanyak 25, yang diperoleh
dari data per tahun periode tahun 2014-
2018. Hasil dalam penelitian ini
merupakan hasil dari Return Saham
selama tahun publikasi dalam rangka
memenuhi uji normalitas data.
Pada tabel Return Saham dari 25
sampel tersebut, dapat dilihat bahwa
nilai Return Saham minimum yang
diwakili oleh MRAT sebesar -0.406 pada
tahun 2015, sedangkan nilai Return
Saham maksimum yang diwakili oleh
TCID sebesar 0.75 pada tahun 2017
dengan rata-rata sebesar-0.036320.
Standar deviasi sebesar 0.250411
yang berarti kecenderungan data Return
Saham ditiap tahunnya selama tahun
penelitian mempunyai tingkat
penyimpangan sebesar 0.250411.
b. Current Rasio (CR)
Berdasarkan Tabel 4, hasil Eviews
untuk uji statistik deskriptif variabel
independen Current Rasio menunjukkan
sampel (N) sebanyak 25, yang diperoleh
dari data per tahun periode tahun 2014-
2018. Hasil dalam penelitian ini
merupakan hasil dari Current Rasio
selama tahun publikasi dalam rangka
memenuhi uji normalitas data.
Pada tabel Current Rasio dari 25
sampel tersebut, dapat dilihat bahwa
nilai Current Rasio minimum yang
diwakili oleh TCID sebesar 60.56 pada
tahun 2018, sedangkan nilai Current
Rasio maksimum yang diwakili oleh
ULVR sebesar 575.91 pada tahun 2016
dengan rata-rata sebesar 262.0892.
Standar deviasi sebesar 161.4373
yang berarti kecenderungan data Current
Rasio ditiap tahunnya selama tahun
penelitian mempunyai tingkat
penyimpangan sebesar 161.4373.
c. Debt to Equity Ratio (DER)
Berdasarkan Tabel 4, hasil
Eviews untuk uji statistik deskriptif
variabel independen Debt to Equity Ratio
menunjukkan sampel (N) sebanyak 25,
yang diperoleh dari data per tahun
periode tahun 2014-2018. Hasil dalam
penelitian ini merupakan hasil dari Debt
to Equity Ratio selama tahun publikasi
dalam rangka memenuhi uji normalitas
data.
Pada tabel Debt to Equity Ratio dari
25 sampel tersebut, dapat dilihat bahwa
nilai Debt to Equity Ratio minimum yang
diwakili oleh MRAT sebesar 0.21% pada
tahun 2014, sedangkan nilai Debt to
Equity Ratio maksimum yang diwakili
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
10
oleh TCID sebesar 2.65% pada tahun
2015 dengan rata-rata sebesar
0.885200.
Standar deviasi sebesar 0.755823
yang berarti kecenderungan data Debt to
Equity Ratio ditiap tahunnya selama
tahun penelitian mempunyai tingkat
penyimpangan sebesar 0.755823.
d. Retrun On Assets (ROA)
Berdasarkan Tabel 5, hasil Eviews
untuk uji statistik deskriptif variabel
independen Return On Asset
menunjukkan sampel (N) sebanyak 25,
yang diperoleh dari data per tahun
periode tahun 2014-2018. Hasil dalam
penelitian ini merupakan hasil dari
Return On Asset selama tahun publikasi
dalam rangka memenuhi uji normalitas
data. Pada tabel Descriptive Statistic dari
25 sampel tersebut, dapat dilihat bahwa
nilai Return On Asset minimum yang
diwakili oleh MBTO sebesar -17.77%
pada tahun 2015, sedangkan nilai Return
On Asset maksimum yang diwakili oleh
ULVR sebesar 46.66% pada tahun 2018
dengan rata-rata sebesar 10.35880.
Standar deviasi sebesar 16.74494
yang berarti kecenderungan data Return
On Asset ditiap tahunnya selama tahun
penelitian mempunyai tingkat
penyimpangan sebesar 16.74494.
e. Penentuan Model Regresi
Y= 0.110602 - 0.001370X1 +
0.238393X2 + 0.000096X3 + ei
Dari persamaan tersebut dapat
dijelaskan bahwa:
1) Konstanta sebesar 0.110602
mengindikasikan bahwa secara umum
apabila CR, DER, dan ROA bernilai
konstan (tidak berubah) maka return
saham sebesar 0.110602 poin.
2) Koefisien CR (X1) sebesar -0.001370
mengindikasikan bahwa CR (X1)
berpengaruh negatif terhadap Return
Saham (Y). Hal ini berarti terjadinya
peningkatan CR (X1) sebesar 1 poin
maka akan menurunkan Return
Saham (Y) sebesar -0.001370 poin.
3) Koefisien DER (X2) sebesar 0.238393
mengindikasikan bahwa DER (X2)
berpengaruh positif terhadap Return
Saham (Y). Hal ini berarti terjadinya
peningkatan DER (X2) sebesar 1 poin
maka akan meningkatkan Return
Saham (Y) sebesar 0.238393 poin.
4) Koefisien ROA (X3) sebesar 0.000096
mengindikasikan bahwa ROA (X3)
berpengaruh positif terhadap Return
Saham (Y). Hal ini berarti terjadinya
peningkatan ROA (X3) sebesar 1 poin
maka akan meningkatkan Return
Saham (Y) sebesar 0.000096 poin.
f. Uji t (Uji Parsial)
Uji statistik t dalam penelitian ini
dapat dilihat pada nilai probabilitas t-
statistic. Uji statistik t dilakukan untuk
menunjukkan seberapa jauh pengaruh
CR, DER, dan ROA secara individual
terhadap Return Saham.
Jika nilai probabilitas t-statistic
lebih besar dari tingkat signifikansi α =
0.05 atau 5% maka secara parsial
variabel independen tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Sebaliknya jika nilai probabilitas t-
statistic lebih kecil dari tingkat
signifikansi α = 0.05 atau 5% maka
secara parsial variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen.
Dari tabel 10, diketahui tingkat
signifikansi variabel bebas terhadap
variabel terikat. Berikut akan dijelaskan
secara parsial pengaruh masing-masing
variabel dalam penelitian:
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
11
g. Pengaruh Current Ratio (X1)
terhadap Return Saham (Y)
Hasil pengujian dengan analisis
regresi data panel menunjukan nilai
coefficient Current Ratio (X1) sebesar -
2.317879 yang menunjukan bahwa arah
koefisien negatif, sedangkan niali
probabilitas Current Ratio (X1) sebesar
0.0332 < 0.05 menyebabkan H0 diterima
dan Ha ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Current Rasio (X1)
berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap Return Saham (Y).
h. Pengaruh Debt to Equity Ratio (X2)
terhadap Return Saham (Y)
Hasil pengujian dengan analisis
regresi data panel menunjukan nilai
coefficient Debt to Equity Ratio (X2)
sebesar 1.036494 yang menunjukan
bahwa arah koefisien positif, sedangkan
niali probabilitas Debt to Equity Ratio
sebesar 0.3145 > 0.05 menyebabkan H0
diterima dan Ha ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Debt to Equity Ratio
(X2) berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap Return Saham (Y).
i. Pengaruh Return on Asset (X3)
terhadap Return Saham (Y)
Hasil pengujian dengan analisis
regresi data panel menunjukan nilai
coefficient Return on Asset sebesar
0.010598 yang menunjukan bahwa arah
koefisien positif, sedangkan niali
probabilitas Return on Asset (X3) sebesar
0.9917 > 0.05 menyebabkan H0 diterima
dan Ha ditolak. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa Return on Aset (X3)
berpengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap Return Saham (Y). 0.563041
j. Uji F (Uji Simultan)
Uji F digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh variabel CR, DER, dan
ROA secara simultan terhadap Return
Saham. Pengujian secara simultan atau
uji F digunakan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen secara
bersama-sama terhadap variabel
dependen. Apabila probabilitas < 0.05
maka H0 ditolak dan Ha diterima
sehingga dapat disimpulkan bahwa
variabel independen berpengaruh
signifikan secara simultan terhadap
variabel dependen. Sedangkan apabila
nilai probabilitasnya > 0.05 maka H0
diterima dan Ha ditolak sehingga dapat
disimpulkan bahwa variabel independen
secara simultan tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Berdasarkan hasil uji F dapat dilihat
bahwa nilai probabilitas F- statistic
sebesar 0.021824 < 0,05, sehingga H0
ditolak dan Ha diterima. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa
secara simultan terdapat pengaruh yang
signifikan antara variabel independen
(CR, DER, dan ROA) terhadap Return
Saham.
k. Uji Determinasi
Koefisien Determinasi digunakan
untuk mengetahui seberapa besar
kemampuan model dalam penelitian
menerangkan variabel dependen
besarnya nilai R-squared adalah 0.5735.
Hal ini menujukkan Return Saham dapat
dijelaskan oleh variabel (CR, DER, dan
ROA) sebesar 57,35%. Sedangkan
sisanya 52,65 dijelaskan oleh faktor lain
diluar variabel penelitian.
4.2 Pembahasan
a. Pengaruh Current Ratio (CR)
terhadap Return Saham
Berdasarkan hasil pengujian
didapati hasil variabel Current Ratio
memiliki pengaruh negatif dan signifikan
terhadap Return Saham. Sementara dari
hasil uji parsial (uji t), didapati bahwa
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
12
Current Ratio memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap Return Saham di
Perusahaan Kosmetik yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia, hasil ini berarti
Current Ratio berpengaruh terhadap
Return Saham. Dengan demikian dapat
dikatakan Current Ratio merupakan
faktor penentu meningkat dan
turunnyanya Return Saham pada
Perusahaan Kosmetik yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
Dalam penelitian ini bahwa Current
Ratio (CR) memiliki hasil negatif. Current
Ratio (CR) berpengaruh negatif terhadap
return saham pada perusahaan food and
baverages artinya perusahaan yang
memiliki nilai Current Ratio (CR) yang
tinggi belum pasti akan menghasilkan
imbal balik return saham yang tinggi dan
pembayaran utang akan terpenuhi
apabila perusahaan sudah jatuh tempo.
Dapat disebabkan oleh nilai jumlah
persediaan yang tinggi dibandingkan
taksiran penjualan yang akan datang,
sehingga akan menunjukkan kelebihan
persediaan serta memperlihatkan bahwa
perusahaan tidak bisa memaksimalkan
persediaan yang ada.
“Apabila rasio lancar (Current
Ratio) rendah, dapat dikatakan bahwa
perusahaan kurang modal untuk
membayar utang. Namun, Apabila hasil
pengukuran rasio tinggi, belum tentu
kondisi perusahaan sedang baik. Hal ini
dapat saja terjadi karena aktiva tidak
digunakan sebaik mungkin” (Kasmir,
2015:135). Berdasarkan pendapat para
ahli diatas dapat memperkuat atau
menjadi acuan bahwa Ketidakjelasan
kondisi Current Ratio ini menjadi dasar
bagi investor tidak menggunakan
informasi Current Ratio, sehingga tidak
dapat mempengaruhi investor dalam
pengambilan keputusan investasinya.
Hasil penelitian ini mendukung
hasil dari penelitian Yulia Wingsih
(2016) yang hasilnya menunjukkan
bahwa Current Ratio berpengaruh
negatif terhadap return saham.
b. Pengaruh Debt to Equity Ratio
(DER) terhadap Return Saham
Berdasarkan hasil pengujian
didapati hasil variabel Debt to Equity
Ratio memiliki pengaruh positif dan
tidak signifikan terhadap Return Saham.
Sementara dari hasil uji parsial (uji t),
didapati bahwa Debt to Equity Ratio
memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap Return Saham di Perusahaan
Kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia, hasil ini berarti Debt to Equity
Ratio tidak berpengaruh terhadap Return
Saham. Dengan demikian dapat
dikatakan Debt to Equity Ratio bukan
merupakan faktor penentu meningkat
dan turunnyanya Return Saham pada
Perusahaan Kosmetik yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia.
DER berpengaruh tidak signifikan
disebabkan oleh perbandingan modal
sendiri dan modal yang dibiayai utang
bukan hanya pengaruh kinerja
manajemen, tetapi faktor lainnya maka
DER tidak menjadi acuan investor dalam
berinvestas. Pengaruh yang tidak
signifikan dari DER terhadap return
saham juga dapat berarti bahwa ada
penilaian yang berbeda dari investor
terhadap arti pentingnya hutang bagi
perusahaan. Beberapa investor dapat
berpikir bahwa DER yang besar akan
menjadi beban bagi perusahaan karena
adanya kewajiban dari perusahaan untuk
membayar hutang dan adanya resiko
kebangkrutan yang akan ditanggung oleh
investor. Di sisi lain beberapa investor
juga berpendapat bahwa hutang sangat
dibutuhkan oleh perusahaan untuk
operasional perusahaan. Hutang
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
13
diperlukan oleh perusahaan untuk
menambah modal perusahaan karena
dengan memiliki hutang yang besar
dapat digunakan untuk meningkatkan
modal perusahaan sehingga perusahaan
dapat mengembangkan usahanya dan
dengan melakukan pengembangan usaha
maka investor lebih tertarik untuk
membeli saham perusahaan tersebut.
DER merupakan rasio yang
digunakan untuk mengukur tingkat
leverage dalam menunjukkan
kemampuan perusahaan untuk
memenuhi kewajiban jangka panjang.
Semakin tinggi DER menunjukkan
komposisi hutang semakin besar
dibandingkan dengan total modal
sendiri, hal ini menunjukkan sumber
modal perusahaan tergantung dari pihak
luar, sehingga akan mengurangi minat
investor untuk menanamkan modalnya
diperusahaan yang memiliki DER tinggi.
Menurunnya minat investor berdampak
pada penurunan harga saham yang
berakibat terhadap menurunnya total
return perusahaan (Kasmir, 2015).
Hasil penelitian ini mendukung
hasil dari penelitian Fajar Indrawan Bur
(2012), yang hasilnya menunjukkan
bahwa Hasil penelitian Debt to Equity
Ratio (DER) tidak berpengaruh terhadap
Return Saham.
c. Pengaruh Return on Asset (ROA)
terhadap Return Saham
Berdasarkan hasil pengujian
didapati hasil variabel Return on Asset
memiliki pengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap Return Saham.
Sementara dari hasil uji parsial (uji t),
didapati bahwa Return on Asset memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap
Return Saham di Perusahaan Kosmetik
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia,
hasil ini berarti Return on Asset tidak
berpengaruh terhadap Return Saham.
Dengan demikian dapat dikatakan Return
on Asset bukan merupakan faktor
penentu meningkat dan turunnyanya
Return Saham pada Perusahaan
Kosmetik yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
Tidak berpengaruh variabel return
on asset pada return saham dikarenakan
minimnya return on asset yang
menyebabkan tingginya aset perusahaan
yang tidak digunakan, investasi pada
persediaan yang sangat tinggi, lebihnya
dana, dan aktiva tetap beroperasi di
bawah normal.. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa ROA tidak
berpengaruh terhadap return saham
karena dapat diindikasikan bahwa tinggi
atau rendahnya ROA tidak dijadikan
tolak ukur investor dalam melakukan
investasi di suatu perusahaan.
Hal ini sejalan dengan penelitian
Muhammad Reza Alviansyah, et al
(2018), berjudul Pengaruh Profitabilitas,
Leverage, dan kuran Perusahaan
Terhadap Return Saham. Hasil
penelitian ROA berpengaruh positif tidak
signifikan terhadap return saham.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
1. Current Ratio memiliki pengaruh
negatif dan signifikan terhadap Return
Saham pada Perusahaan Kosmetik
yang terdaftar di Bursa Efek
Indonesia.
2. Debt to Equity Ratio memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap Return Saham pada
Perusahaan Kosmetik yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
3. Return on Asset (ROA) memiliki
pengaruh positif dan tidak signifikan
terhadap Return Saham pada
Perusahaan Kosmetik yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
14
5.2 Saran
1. Dalam hal ini pengelolaan hutang
yang baik, adalah dengan cara
pengurangan hutang perusahaan
dengan mengurangkan aktiva lancar
berupa kas sehingga hutang
berkurang, dan presentase dari DER
akan lebih kecil, seiring hal tersebut
maka tingkat return saham akan
meningkat.
2. Selain itu, dalam pengelolaan asset
terutama asset lancar dalam hal ini
untuk meningkatkan tingkat current
ratio harus dilakukan secara efektif
dan efisien, pengelolaan asset secara
efisien ini dilakukan agar bisa
meningkatkan tingkat likuiditas
perusahaan khususnya perusahaan
kosmetik ini. Maka, ketepatan dalam
penggunaan asset ini sangatlah
penting. Dalam hal ini yang dapat
dilakukan perusahaan dalam
pemanfaatan asset lancarnya adalah
penggunaan asset lancar dalam
bentuk kas untuk mengurangi hutang
lancarnya, sehingga tingkat current
rationya dapat meningkat dan return
saham yang didapatkan akan
meningkat.
3. Selain itu dalam hal profitabilitas pada
perusahaan kosmetik ini perlu
meningkatkan lagi ROA pada
perusahaan tersebut. Untuk
meningkatkan nilai ROA atau Return
on Assets kita dapat meningkatkan
margin (tentunya harga diterima
pasar) atau mengurangi biaya. Selain
itu perusahaan dapat meningkatkan
frekuensi penjualan atau
meningkatkan perputaran persediaan
(inventory turnover). Sehingga
profitabilitas atau dalam hal ini ROA
akan semakin meningkat dan return
saham akan meningkat.
4. Untuk penelitian selanjutnya
diharapkan agar mengembangkan
penelitian ini dengan menambahkan
variabel-variabel lain yang dapat
mempengaruhi profitabilitas
perusahaan.
REFERENSI
Adisasmita R, Sakti A. 2010. Teori
Pertumbuhan Kota (Perkotaan).
Makassar: Universitas Hasanuddin
Agus Sartono. 2010. Menejemen
Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi
4. BPFE Yogyakarta
Ahmad Sandy dan Nur Fadjrih Asyik.
2013. Pengaruh Profitabilitas dan
Likuiditas terhadap Kebijakan
Dividen Kas pada Perusahaan
Otomotif. Jurnal Ilmu dan Riset
Akuntansi. Vo.1. No.1.
Ang, Robert. 1997. Buku Pintar Pasar
Modal Indonesia (The Intelligent
Guide to Indonesian Capital
Market). Jakarta: Mediasoft
Indonesia.
Bambang Riyanto. 2010. Dasar-Dasar
Pembelanjaan Perusahaan, ed. 4,
BPFE-YOGYAKARTA.
Dedi Rosadi. (2012). Ekonometrika dan
Analisis Runtun Waktu Terapan
dengan Eviews. Yogyakarta : Andi
Offset
Fahmi, Irham. 2011. Analisis Laporan
Akuntansi. Bandung: Alfabeta
. 2012. Analisis Kinerja
Keuangan , Bandung: Alfabeta
Ghozali, Imam, & Dwi Ratmono. 2013.
Analisis Multivariat dan
Ekonometrika. Semarang:
Universitas Diponegoro
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
15
Ghozali, Imam. 2011. Aplikasi Analisis
Multivariat dengan Program IBM
SPSS 19 edisi 5. Semarang: Badan
Penerbit Universitas
DiponegoroGitman, L.J.; Zutter, C.J.
2012. Principles of Managerial
Finance. 13e. Boston: Pearson.
Gujarati, Damodar N. 2010. Dasar-dasar
Ekonometrika. Jakarta: Salemba
Empat
Hanafi, M.M. & Abdul, H. 2003. Analisis
Laporan Keuangan. Yogyakarta:
UPP AMP YKPN.
Harjono Sunardi. 2010. Pengaruh
Penilaian Kinerja dengan ROI dan
EVA terhadap Return Saham pada
Perusahaan yang Tergabung dalam
Indeks LQ 45 di Bursa Efek
Indonesia. Jurnal Akuntansi, Vol.2
No.1 Hal: 70-92
Hartono, Jogiyanto. 2017. Teori
Portofollio dan Analisis Investasi,
Edisi kesebelas. Yogyakarta: BPEE
Husnan, Suad. 1996. Teori Portofolio Dan
Analisis Sekuritas. UPP AMP YKPN
– Yogyakarta
. 2001. Dasar-Dasar Teori
Portofolio Dan Analisis Sekuritas.
AMP YPKN. Yogyakarta.
. 2008. Manajemen
Keuangan : Teori dan Penerapan
Buku 1. Edisi 4. BPFE. Yogyakarta
Ifa, N. (2017). Analisis Current Ratio,
Return on Equity, Debt to Equity
Ratio dan Pertumbuhan
pendapatan berpengaruh terhadap
return saham pada perusahaan
pertambangan di Bursa Efek
Indonesia 2010-2014. Jurnal
Kreatif. Vol.5 No.1
Indriantoro, Nur and Bambang Supomo.
2014. Metodologi Penelitian Bisnis
Untuk Akuntansi & Manajemen.
Edisi 1. Cetakan ke-12. Yogyakarta:
BPFE.
. 2015. Analisis Laporan
Keuangan. Cetakan Kedelapan. PT
Rajagrafindo Persada. Jakarta.
. 2016. Analisis Laporan Keuangan.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Jogiyanto, 2017, teori Porotofolio Edisi
kesebelas BPFE, Yogyakarta
Sugiyono, 2013. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif, R&D.
Bandung: CV. Alfabeta.
, 2016. Metode Penelitian
Kuantitatif, Kualitatif dan R&D.
Bandung: Alfabeta.
Yulia, W. 2013. Analisis Pengaruh
Likuiditas, Profitabilitas Dan
Solvabilitas Terhadap Return
Saham Pada Perusahaan
Pertambangan Yang Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia Pada Tahun
2008 Sampai 2012.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
16
PENGARUH STRES KERJA DAN LINGKUNGAN KERJA
TERHADAP TURNOVER ITENTION PADA KARYAWAN OPPO
KOTA BIMA
Ainayah Oksa Dwiyanthi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima
email: [email protected]
Muhammad Yusuf Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima
email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine and analyze the effect of work stress and the environment on turnover attention of employees of Oppo Kota Bima. The type of research used is associative, with a sample of 35 respondents. The sampling technique used was purposive sampling. Data collection using a questionnaire with a Likert scale. The data analysis method used is validity test, reliability test, simple linear regression, simple correlation, determination test and t test (two parties). The results of this study conclude that the workload has an influence on the work environment of the Bima City oppo employees, where the t value of 8.325 is greater than the t table value of 2.036 (8.325> 2.036) with a significant value of 0.000 less than 0.05 ( 0,000,0,05).
Keywords : work stress, work environment and turnover intention
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh stress kerja dan lingkungan terhadap turnover itention pegawai oppo kota bima. Jenis penelitian yang digunakan adalah asosiatif, dengan sampel sebanyak 35 responden. Teknik sampling yang di guanakan adalah purposive sampling. Pengumpulan data menguanakan kuesioner dengan skala likert. Metode analisis data yang digunakan adalah uji validitas, uji reabilitas, regresi linear sederhana, korelasi sederhana, uji determinasi dan uji t (dua pihak). Hasil dari penelitian ini menyimpulkan bahwa beban kerja mempunyai pengaruh terhadap lingkungan kerja pada pegawai oppo kota bima, dimana nilai t hitung sebesar 8,325 lebih besar dari nilai t tabel sebesar 2,036 ( 8,325 > 2,036 ) dengan nilai signifikan sebesar 0,000 lebih kecil dari 0,05 ( 0,000,0,05).
Kata Kunci: Stress kerja, lingkungan kerja dan turnover intention
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
17
1. PENDAHULUAN
Salah satu yang menjadi masalah
dalam sebuah perusahaan terutama era
globalisasi adalah tingkat kerja turnover
yang tinggi. Turnover atau pergantian
tenaga kerja dalam sebuah perusahaan
adalah sebuah bentuk yang nyata dari
sebuah turnover intention yang dapat
menjadi masalah yang serius bagi
perusahaan. Robbins (2012).
Turn over intention adalah sebuah
keinginan dari individu dalam merubah
pekerjaannya untuk melakukan
pergantian tenaga kerja. Sedangkan
pengertian lain mengenai turnover
intention disampaikan oleh mathis dan
Jackson (2011) mengemukakan turnover
intention adalah suatu proses ketika
karyawan meninggalkan suatu organisasi
dan meninggalkan suatu posisi pekerjaan
dan dimana posisi tersebut harus d
gantikan oleh orang lain.
Indikasi lain yang mempengaruhi
turnover intention adalah lingkungan
keja. Lingkungan kerja adaalah factor-
faktor diluar dari karyawan dapat
berupa fisik ataupun non fisik dalam
sebuah perusahaan. Perusahaan harus
memperhatikan lingkungan kerjanya
agar dapat menciptakan suasana yang
kondusif sehingga dapat melancarkan
jalannya pekerjaan para karyawan
menurut staffelbach (2008). Oleh karena
itu, perusahaan harus sangat
memperhatikan lingkungan kerja agar
semua karyawannya merasa nyaman
dalam menyelesaikan semua pekerjaan
yang di berikan.
Oppo adalah produsen elektronik,
perusahaan ini telah terdaftar dengan
nama merk oppo dibelahan dunia. Oppo
terknal dengan seri pertamanya yaitu
oppo find 5. Dan menduduki peringkat
ke-4 merk smartphone diseluruh dunia
pada tahun 2017, dan merupakan merk
smartphone nomor 1 di china pada tahun
2016. Smartphone berjenis oppo sekrang
bukan hanya sebagai penunjang
kebutuhan untuk berkomunikasi saja,
namun banyak fungsi lain seperti untuk
bermain game dan masih banyak fungsi
lainnya dengan banyak dukungan nya
dari pengembang aplikasi smartphone
tersebut.
Oppo termasuk rising star di pasar
seluler Indonesia. Baru satu tahun
berkiprah di sini, pangsa pasarnya sudah
tergolong tinggi. Volume penjualannya
diyakini telah lebih besar dibandingkan
LG, Sony, dan beberapa merek global
lain.
Masalah yang terjadi Karyawan
dituntut untuk mampu menyelesaikan
tugas dan tanggung jawabnya secara
efektif dan efisien. Keberhasilan
karyawan dalam bekerja dapat dinilai
dari kepuasan konsumen, dan
berkurangnya jumlah keluhan
konsumen. Kinerja karyawan juga dapat
diukur dari cepat atau tidaknya
karyawan dalam menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya, serta melakukan
peran dan fungsinya yang berhubungan
positif bagi keberhasilan perusahaan.
Terdapat faktor negatif yang
dapat menurunkan kinerja karyawan,
diantaranya adalah menurunnya
keinginan karyawan untuk mencapai
prestasi kerja, kurangnya ketepatan
waktu dalam bekerja, dan juga
seringnya melanggar peraturan
perusahaan, pengaruh yang berasal
dari lingkungan kerjanya, teman
sekerja yang menurun semangatnya
dalam bekerja, dan tidak adanya
contoh yang harus dijadikan acuan
dalam pencapaian prestasi kerja yang
baik. Semua itu merupakan penyebab
menurunnya kinerja karyawan dalam
bekerja.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
18
Turnover intention (intense
keluar) adalah kecendrungan atau niat
karyawan untuk berhenti bekerja dari
pekerjaannya (witasari 2009)
menguraikan turnover intention
merupakan kemungkinan yang bersifat
subjektif dimana seseorang individu
akan merubah pekerjaannya dalam
jangka waktu tertentu.
Harnoto (2002) menyatakan:
turnover itentions adalah kadar atau
intensitas dari keinginan untuk keluar
dari perusahaan, banyak alasan yang
menyebabkan timbulnya turnover
itentons ini diantaranya adalah
keinginan untuk mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Stress Kerja
Handoko (2010) mendefinisikan
stress sebagai suatu kondisi ketegangan
yang mempengaruhi emosi, proses
berpikir dan kondisi seseorang. Stress
yang berlebihan akan berdampak pada
hasil kerja seseorang dalam organisasi.
Kreittner dan Kinciki (2005)
mendefinisikan stress sebagai respon
adaptif dan dihubungkan oleh
karakteristik dan atau proses psikologis
individu, yang merupakan suatu
konsekuensi dari setiap tindakan
eksternal, situasi atau peristiwa yang
menempatkan tuntutan piskologis/fisik
khusus pada seseorang.
2.2 Lingkungan Kerja
Menurut sunyoto (2012) bahwa
lingkungan kerja adalah segala sesuatu
yang ada disekitar para pekerja dan yang
dapat mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang di
bebankan. Menurut Nitisemito (2000)
lingkungan kerja adalah sesuatu yang
ada disekitar para pekerja yang dapat
mempengaruhi dirinya dalam
menjalankan tugas-tugas yang
diembankan. Indikator lingkungan kerja :
menurut Sedarmayanti (2011) yaitu : 1).
penerangan 2). suhu udara 3). suara
bising 4). penggunaan warna 5). ruang
gerak yang diperlukan
2.3 Turnover Itention
Turnover intention (intense
keluar) adalah kecendrungan atau niat
karyawan untuk berhenti bekerja dari
pekerjaannya (witasari 2009)
menguraikan turnover intention
merupakan kemungkinan yang bersifat
subjektif dimana seseorang individu
akan merubah pekerjaannya dalam
jangka waktu tertentu.
Harnoto (2002) menyatakan :
turnover itentions adalah kadar atau
intensitas dari keinginan untuk keluar
dari perusahaan, banyak alasan yang
menyebabkan timbulnya turnover
itentons ini diantaranya adalah
keinginan untuk mendapatkan pekerjaan
yang lebih baik Indikator turnover
itention : menurut Mobley (2011) yaitu :
1). pikiran-pikiran untuk berhenti. 2).
keinginan untuk meninggalkan 3).
keinginan untuk mencari pekerjaan lain.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitia
Jenis penelitian ini termasuk
penelitian asosiatif.Penelitian asosiatif
merupakan suatu penelitian yang
bertujuan untuk mengetahui tentang
pengaruh ataupun hubungan antara dua
variabel atau lebih (Sugiyono, 2012:26).
3.2 Populasi, Sampel Penelitian, Dan
Sampling Penelitian
a. Populasi
Menurut Sugiono (2016:80)
Populasi adalah wilayah generalisasi
yang terdiri atas, obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik
tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
19
kesimpulannya. Adapun populasi yang
digunakan yaitu 100 orang karyawan
yang bekerja pada Oppo Kota Bima
b. Sampel penelitian
Menurut Sugiono (2016:81)
Sampel adalah bagian dari jumlah
karakteristik yang dimiliki oleh populasi
tersebut. Sampel dalam penelitian ini
yaitu sebanyak 35 orang karyawan Oppo
bagian pemasaran dengan menggunakan
tehnik porposive sampling.
c. Instrumen Penelitian Dan Teknik
Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini untuk
mengukur variabel bebas dan terikat
maka digunakan kuesioner yang bersifat
tertutup dimana responden deberi
alternative pilihan jawaban pada setiap
pernyataan. Kuesioner dibagikan pada
sejumlah responden, dan seluru aitem
variabel akan diukur mengunakan skala
likert sebagai berikut:
- Jawaban sangat setuju akan diberi
skor 5
- Jawaban setuju diberi skor 4
- Jawaban netral diberi skor 3
- Jawaban tidak setuju diberi bobot 2
- Jawaban sagat tidak setuju diberi skor 1
3.3 Teknik pengumpulan data
1. Observasi
Observasi dalah metode
pengumpulan data yang dilakukan
dengan pengamatan secara langsung di
lapagan atau lokasi yang menjadi tempat
penelitian.
2. Wawacara
Wawancara adalah proses dialog
bersama narasumber ntuk memperoleh
keterangan terkait tentang masalah yang
diteliti.
3. Angket/kuesioner
Yaitu sekumpulan daftar
pertanyaan/pernyataan yang di ajukan
kepada responden untuk memperoleh
data-data setra informasi yang
dibutuhkan.
4. Studi pustaka
Merupakan pengumpulan data
penelitian dengan menggunakan
berbagai macam bentuk penelitian
misalya buku, jurnal, ataupun penelitian
terdahulu sebagai acuan
dalampenelitian.
3.4 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada kantor
oppo cabang bima JL.soekarno hatta
3.5 Teknik Analisis Data
1. Uji validitas dan Uji reabilitas
a. uji validitas
Menurut Sugiyono (2016:177)
menunjukan derajat ketepatan antara
data yang sesungguhnya terjadi pada
objek dengan data yang dikumpulkan
oleh peneliti untuk mencari validitas
sebuah item, kita mengkorelasikan skor
item dengan total item-item tersebut.
b. Uji reliabilitas
Menurut Imam Ghozali (2013)
Reliabilitas berhubungan dengan
kepercayaan masyarakat.Reliabilitas
merupakan alat untuk mengukur suatu
daftar pertanyaan koisioner yang
merupakan indikator dari variabel-
variabel yang diteliti.Uji reliabilitas
dilakukan terhadap item pertanyaan
yang dinyatakan valid.
2. Uji asumsi klasik
a. Uji nomalitas
Menurut Imam Ghozali
(2013:110), tujuan dari uji normalitas
adalah untuk mengetahui apakah
masing-masing variabel berdistribusi
normal atau tidak.
b. Uji heteroskesdastis
Menurut Iman Ghozali (2013:205),
uji heteroskesdastisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamatan ke
pengamatan lain tetap, maka disebut
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
20
heteroskedastisitas dan jika berbeda
disebut tidak heteroskesdastisitas.
c. Uji multikolonieritas
Bertujuan untuk menguji apakah
dalam ,odel regresi ditemukan adanya
korelasi antara variabel independen.
Untuk menguji multikolonieritas
dilakukan dengan melihat (1) Nilai
tolerance (TOL) dan lawannya (2)
varience Inflation factor (VIP)
d. Uji autokorelasi
Menurut Imam Ghozali (2013:110)
uiji autokorelasi bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regrresi
ada korelasi anatara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan
kesalahan penngganggu pada periode t-1
(sebelumnya)
e. Regresi Linear Berganda
Analisis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis regresi
berganda yaitu model regresi untuk
menganalisis lebih dari satu variabel
independen
f. Uji Koefisien Determinasi
Koefisien determinasi (R²)
digunakan untuk mengetahui presentasi
variabel independen secara bersama
sama dapat menjelaskan variabel
dependen. Nilai koefisien determinasi
adalah antara nol dan satu. Jika koefisien
determinasi (R²) = 1, artinya variabel
independent memberikan semua
informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependen.
Jika koefisisen determinasi (R²) = 0,
artinya variabel independen tidak
mampu menjelaskan variasi variabel
dependen dengan menggunakan bantuan
SPSS.
g. Uji koefesien korelasi
Korelasi Berganda adalah suatu
korelasi yang bermaksud untuk melihat
hubungan antara 3 atau lebih variabel
(dua atau lebih variabel dependent dan
satu variabel independent).
h. Uji Simultan (Uji F)
Uji simultan dengan F testini pada
dasarnya bertujuan untuk mengetahui
pengaruh bersama-sama variabel
independen terhadap variabel
dependen.Pengujian F dilakukan dengan
membandingkan F hitung dengan F table
.Jika F hitung lebih besar dari F tabel
dengan tingkat kepercayaan 95% atau
(p-value<0,05),maka Ha diterima, yang
artinya variabel independen yang diuji
secara bersama-sama mempunyai
pengaruh terhadap variabel dependen.
Uji statistik F pada dasarnya
menunjukkan apakah semua variabel
bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-
sama terhadap variabel terikat
(dependent).Kriteria pengambilan
keputusan adalah (Ghozali, 2005).
Bila F hitung > F tabel atau probabilitas
< nilai signifikan (≤0,05),maka
hipotesis tidak dapat ditolak, ini berarti
bahwa secara simultan variabel
independent memiliki pengaruh
signifikan terhadap variabel dependent.
Bila F hitung <F tabel atau probabilitas
> nilai signifikan (Sig≥0,05),maka
hipotesis diterima, ini berarti secara
simultan variabel independen tidak
mempunyai pengaruh signifikan
terhadap variabel dependent.
Uji parsial (uji t) Uji parsial dengan t
test ini bertujuan untuk mengetahui
besarnya pengaruh masing-masing
variabel independent secara individu
(Parsial) terhadap variabel dependen.
Pengujian t dilakukan dengan
membandingkan t hitung dengan t
tabel.
Jika t hitung lebih besar dari t
tabel pada tingkat kepercayaan 95% atau
(p- value<0,05),maka Ha diterima,yang
artinya variabel independen yang diuji
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
21
secaraparsial mempunyai pengaruh terhadap variabel dependent
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
1. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Normalitas P-P Plot Of Regression
Standardized Residual
Sebagai mana terlihat dalam grafik
normal P-P plot of regression
Standardized Residual, terlihat bahwa
titik-titik menyebar disekitar garis
diagonal, serta menyebrang mengikuti
arah garis diagonal (membentuk garis
lurus), maka dapat dikatakan bahwa data
distribusi normal dan model regres layak
dipakai untuk memprediksi kinerja
karyawan bedasarkan variabel bebasnya.
b. Uji Heterokedastisitas
Bentuk gambar diatas , dapat
dilihat bahwa penyebaran residual
adalah tidak teratur dan tidak
membentuk pola. Hal tersebut dapat
dilihat pada titik-titik atau plot yang
menyebar. Kesimpulan yang dapat
diambil adalah bahwa tidak terjadi
residual. Dari hasil pengujian dengan
metode VIF terlihat bahwa nilai
tolerance > 0,725 dan nilai VIF < 10,00
maka dapat disimpulkan bahwa tidak
terjadi multikolinieritas
c. Uji autokorelasi
Bedasarkan tabel di atas didapat
nilai DW sebesar 2.153. oleh karena
pengambilan keputusan sebagaimana
dasar keputusan dalam uji Durbin-
Watson di atas, maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa tidak terdapat
masalah atau gejala autokorel.
2. Analisis regresi linier berganda
Nilai konstanta bernilai positif
sebesar 24,633 hal ini menunjukkan
apabila variabel stres kerja dan
lingkungan kerja bernilai nol, maka
turnover intetion sebesar 24,633.
a. Koefisien regresi variabel stres kerja
bernilai positif sebesar -0.775 hal ini
menunjukkan bahwa apa bila stres
kerja semakin baik dengan asumsi
variabel lain konstan, maka hal
Model Summaryb
Mod
el R R Square
Adjusted
R Square
Std.
Error
of the
Estima
te
Dur
bin-
Wa
tso
n
1 .82
8a .686 .667 3.253
2.1
53
a. Predictors: (Constant), LINGKUNGAN
KERJA, STRES KERJA
b. Dependent Variable: TURNOVER
ONTETION
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B Std. Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) 24.633 4.395 5.605 .000
STRES
KERJA -.775 .153 -.588 -5.053 .000 .725 1.378
LINGKUNG
AN KERJA 1.049 .126 .968 8.325 .000 .725 1.378
a. Dependent Variable:
TURNOVER ONTETION
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
22
tersebut dapat meningkatkan
turnover intetion sebesar -0.775
b. Koefisien regresi variabel lingkungan
kerja bernilai positif sebesar 1.049,
hal ini menunjukkan apabila variabel
lingkungan kerja semakin baik
dengan asumsi variabel lain
konstan, maka hal tersebut dapat
meningkatkan turnover intetion
sebesar 1.049
3. Analisis koefesien determinasi
Dari data diatas, dapat diketahui
bahwa koefisien determinasi (R Square)
yang diperoleh sebesar 0,685. Hal ini
menunjukkan bahwa variabel stres kerja
dan lingkungan kerja hanya mempengaruhi
sebesar 68,6% terhadap turnover intetion.
Sedangkan sisanya 31,4% dipengaruhi oleh
variabel lain yang tidak diteliti dalam
penelitian ini.
4. Analisis koefesien korelasi
Dari data diatas, dapat diketahui
bahwa koefisien korelasi(R) yang
diperoleh sebesar 0,828. Hal ini
menunjukkan hubungan variabel stres
kerja dan lingkungan kerja sebesar 82,8%
terhadap turnover intetion. Sedangkan
sisanya 17,2% dipengaruhi oleh variabel
lain yang tidak diteliti dalam penelitian
ini.
5. Uji Simultan (Uji F)
Dari uji ANOVA atau F test
diperoleh F hitung sebesar 34,978. Untuk
menentukan Ftabel digunakan lampiran
statistika Ftabel dengan menggunakan α =
5%. Nilai df1 (jumlah variabel – 1) atau 3
- 1 = 2 dan df2 (n-k-1) atau 35 – 2 – 1 =
32. Maka diperoleh Ftabel sebesar 3,295.
Hal ini mengartikan bahwasanya nilai F
hitung> Ftabel yaitu 34,978 > 3,395 sehingga
H0 di tolak dan Ha diterima. Yang berarti
variabel stres kerja dan lingkungan kerja
secara bersama-sama berpengaruh
terhadap turnover intetion pada
karyawan oppo kota bima.
Model Summaryb
Mode
l R
R
Squar
e
Adjust
ed R
Squar
e
Std.
Error
of the
Estima
te
Durb
in-
Wats
on
1 .828a .686 .667 3.253
2.15
3
a. Predictors: (Constant), LINGKUNGAN
KERJA, STRES KERJA
b. Dependent Variable: TURNOVER ONTETION
Model Summaryb
Model R
R
Square
Adjusted
R Square
Std. Error
of the
Estimate
Durbin-
Watson
1 .828a .686 .667 3.253 2.153
a. Predictors: (Constant), LINGKUNGAN KERJA, STRES
KERJA
b. Dependent Variable: TURNOVER ONTETION
Interval koefisien Tingkat hubungan
0,00 – 0,199
0,20 – 0,399
0,40 – 0,599
0,60 – 0,799
0,80 – 1,000
Sangat rendah
Rendah
Sedang
Kuat
Sangat kuat
ANOVAb
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regres
sion 740.171 2 370.085 34.978 .000a
Residu
al 338.572 32 10.580
Total 1078.743 34
a.Predictors: (Constant), Lingkungan
Kerja, Stres Kerja
b. Dependent Variable: Turnover
Intetion
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
23
6. Uji parsial (Uji t)
α = 5% : 2 = 2,5% (uji 2 sisi)
dengan (df) n-k-1 atau 35-2-1 = 32. Maka
diperoleh ttabel sebesar 2,036. untuk
lebih jelasnya dapat dilihat dalam uraian
dibawah ini
a. Variabel stres kerja memiliki nilai
thitung -5,053 > t tabel 2,036 yang
artinya bahwa Jadi H0 ditolak dan Ha
diterima, dimana hipotesis Ha yang
menyatakan variabel “stres kerja
berpengaruh terhadap turnover
intetion” dapat di terima.
b. Variabel lingkungan kerjai kerja
memiliki nilai thitung 8,325 < t tabel
2,036, yang artinya bahwa Jadi H0 di
tolak dan Ha diterima, dimana
hipotesis Ho yang menyatakan
variabel “lingkungan kerja
berpengaruh terhadap turnover
interion” dapat di terima.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil dari penelitian
tentang pengaruh stress kerja dan
lingkungan kerja terhadap turnover
intention pada karyawan oppo kota bima
sesuai dengan tujuan peneitian dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Stress kerja mempunyai pengaruh
terhadap lingkungan kerja pada
pegawai oppo kota bima dimana nilai
t hitung sebesr 8,325 lebih besar dari
nilai t tabel sebesar 2,036 dengan nilai
signifikan sebesar 0,000 lebih kecil
dari 0,05.
2. Terdapat pengaruh yang signifikan
antara variabel stress
kerja,lingkungan kerja dan turnover
intention bahwa koefisien korelasi R
diperoleh sebesar 0,828.
3. Variabel stress kerja mempengaruhi
lingkungan kerja dan turnover
intention hanya sebesar 82,8%
terhadap turnover intention
sedangkan sisanya 17,2% dipengaruhi
oleh variabel lain yang tidak diteliti
dalam penelitian ini.
5.2 Saran
Sebagian saran dari konsumen
tingkat kinerja kerja bagi para
karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Handoko, T. Hani 2010 manajemen personalia dan sumber daya manusia. Yogyakarta: BPFE
Handoyo, seger. 2001 stress pada masyarakat surabaya. Jurnal insan Media psikologi. Surabaya. Fakultas Psikologi Universitas Airlangga.
Harnoto. 2002. Manajemen sumber daya manusia. Edisi kedua. Jakarta : PT. Prehallindo
Krittner, Robert; dan Kinicki, Angelo 2005 “ perilaku organisasi”, Buku 1, Edisi kelima, Salemba Empat, Jakarta.
Mathis & Jackson (2011). Human Resource Management. USA : South- Western Cengange Learning.
Nitisemito, Alex. 2000 manajemen personalita. Jakarta: Ghalia Indonesia.
ANOVAb
Model
Sum of
Squares Df
Mean
Square F
Si
g.
1 Regressi
on 740.171 2 370.08
5
34.
978
.0
0
0a
Residual 338.572 32 10.580
Total 1078.743 34
a. Predictors: (Constant), Lingkungan
Kerja, Stres Kerja
b. Dependent Variable: Turnover Intetion
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
24
Retno khikmawati (2015) “pengaruh kepuasan kerja, dan lingkungan kerja terhadap Turnover intention pramuniaga di PT circleka Indonesia utama cabang Yogyakarta” skripsi. Universitas Negri Yogyakarta.
Robbins S. P. (2012) Perilaku organisasi (15th Edition ed.). Jakarta: PT. Indeks.
Staffelbach, B (2008). Turnover itent. Diploma Thesis. Departement: Stragieund Untrenehmensokonomik.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
25
ANALISIS AUDIT KEPATUHAN TERHADAP PROSEDUR
PEMBERIAN PEMBIAYAAN MODAL KERJA PADA BANK
SULSELBAR CABANG SYARIAH MAKASSAR
Abdul Khaliq
Universitas Muhammadiyah Makassar
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to analyze compliance audit of the working capital financing procedure at Bank Sulselbar Makassar Sharia Branch. The method of analysis used in this research is qualitative analysis method. In this case, the researcher uses a risk-based audit approach, an audit approach which checks the harmony between the policies and the procedures performed by the regulations. Thus, Bank Sulselbar Makassar Sharia Branch must be in line with regulations or procedures that have been held by Bank Indo nesia (BI) in terms of financing. Based on the result of the research, it shows that the Compliance Audit conducted by Compliance Director and Compliance Unit of Bank Sulselbar Makassar Sharia Branch has been running well in accordance with its duties and authority and maintaining its independence well because it has work guidance, work system and procedures that have been referring to the provisions current regulation. Likewise in terms of providing working capital financing to customers has been in accordance with applicable procedures. All financing stages or procedures have been implemented or followed before financing decision can be realized. And each stage is not immune from the supervision of the Compliance Group so that any part or section concerned at that stage is professionally responsible.
Keywords: Compliance Audit, Working Capital Financing Procedure
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis audit kepatuhan terhadap prosedur pemberian pembiayaan modal kerja pada Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis kualitatif. Dalam hal ini peneliti menggunakan pendekatan audit berbasis risiko, yaitu pendekatan audit dimana dilakukan pengecekan terhadap keselarasan antara kebijakan dan prosedur yang dilakukan dengan ketetapan regulasi. Jadi, Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar harus sejalan dengan peraturan atau prosedur yang telah diadakan oleh Bank Indonesia (BI) dalam hal pembiayaan.Berdasarkan hasil penelitian, menunjukkan bahwa Audit Kepatuhan yang dilaksanakan oleh Direktur Kepatuhan dan Satuan Kerja Kepatuhan Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar telah berjalan dengan baik sesuai dengan tugas dan kewenangannya dan menjaga independensinya dengan baik karena memiliki pedoman kerja, sistem dan prosedur kerja yang telah mengacu kepada ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Begitupun dalam hal pemberian pembiayaan modal kerja kepada nasabah telah sesuai dengan prosedur yang berlaku. Seluruh tahapan-tahapan atau prosedur pembiayaan telah dilaksanakan atau dipatuhi sebelum pengambilan keputusan pembiayaan dapat direalisasikan. Dan setiap tahapan tersebut tidak luput dari pengawasan Grup Kepatuhan agar setiap bagian atau seksi yang terkait pada tahapan tersebut bertanggung jawab secara profesional.
Kata Kunci : Audit Kepatuhan, Prosedur Pemberian Pembiayaan Modal Kerja
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
26
1. PENDAHULUAN
Peran perbankan di saat seperti ini
sangatlah penting bagi kemajuan
ekonomi, tidak terkecuali perbankan
syariah yang saat ini pertumbuhannya
sudah berkembang di Indonesia. Dengan
semakin berkembangnya kegiatan
ekonomi tersebut, semakin banyak pula
yang ingin mengembangkan usaha-usaha
yang mereka lakuk an. Oleh karena itu
diperlukan adanya sumber-sumber yang
membiayai kegiatan usaha mereka.
Salah satunya adalah pembiayaan
dalam perbankan syariah dengan
menggunakan sistem bagi hasil. Dengan
menggunakan sistem bagi hasil nasabah
tidak perlu memikirkan berapa besar
bunga yang harus dibayarkan setiap
bulannya. Dengan adanya pembiayaan
sangatlah penting bagi faktor
pembangunan ekonomi, hal ini sangat
berpengaruh dalam berbagai aspek
seperti perdagangan, perindustrian,
perumahan dan bahkan transportasi.
Menurut Kasmir (2011),
pembiayaan adalah penyediaan uang
atau tagihan yang dapat dipersamakan
dengan itu, berdasarkan pada
persetujuan atau kesepakatan antara
bank dengan pihak lain yang mewajibkan
pihak yang dibiayai untuk
mengembalikan uang atau tagihan
tersebut setelah jangka waktu tertentu
dengan imbalan atau bagi hasil.
Pembiayaan merupakan salah satu
produk unggulan di Bank Syariah karena
produk ini berbasis bagi hasil.
Pembiayaan berbasis bagi hasil ini
sangat diminati oleh nasabah karena
kelebihannya. Baik bank syariah maupun
nasabah secara bersama-sama
menangung resiko usaha dan membagi
hasil usaha berdasarkan metode bagi
untung dan rugi (profit and loss sharing)
atau bagi pendapatan (revenue sharing)
antara kedua belah pihak berdasarkan
nisbah yang disepakati sebelumnya.
Pembiayaan dari bank secara langsung
akan membantu masyarakat dalam
penggunaan dana untuk kebutuhan
pembiayaan yang ingin dilakukan.
Banyak bank berlomba-lomba
untuk menarik perhatian dan
kepercayaan mudharib (nasabah) untuk
mengambil pembiayaan di bank tersebut.
Pemberian kemudahan pembiayaan
kepada mudharib harus sejalan dengan
efektivitas peraturan yang telah diadakan
oleh Bank Indonesia dalam hal
pembiayaan. Pihak bank harus
menjalankan ketentuan sesuai dengan
Undang-undang yang terdapat pada
hukum perbankan di Indonesia dan juga
pengendalian internal (Internal Control)
yang diharapkan dapat mengendalikan
NPF (Non Performing Financing /
pembiayaan bermasalah) sehingga
diharapkan pelaksanaannya dapat
menjadi lebih efektif.
Statistik Perbankan Syariah yang
dikeluarkan Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) menyebutkan rasio pembiayaan
bermasalah (Non Performing
Financing/NPF) industri bank umum
syariah per Juni 2016 mencapai 5,68%
(gross). Angka ini melampaui ketentuan,
yakni maksimal 5%. Sementara, NPF unit
usaha syariah terkendali di level 3,49%
(gross). Secara keseluruhan, NPF
perbankan syariah, baik bank umum
syariah maupun unit usaha syariah,
mencapai lebih dari 5% per Juni 2016.
Kenaikan rasio pembiayaan macet ini
menjadi lampu kuning bagi industri
perbankan syariah untuk lebih hati-hati
dalam menyalurkan pembiayaan.
Dalam pemberian pembiayaan
modal kerja diperlukan pengendalian
internal yang berfungsi untuk
mengurangi adanya kemungkinan
ancaman-ancaman atau risiko-risiko
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
27
yang dapat mengganggu kegiatan
operasional perusahaan atau bahkan
eksistensi kelangsungan hidup
perusahaan.
Oleh karena itu, pihak pelaksana
pembiayaan harus memiliki pemahaman
yang kuat mengenai pembiayaan dan
risiko-risiko yang mungkin terjadi
apabila terjadi NPF serta harus dilakukan
monitoring secara berkala, hati-hati dan
ketat tanpa mengabaikan target
pelepasan pembiayaan yang harus
dicapai sesuai dengan kebijakan
pemberian pembiayaan yang telah
ditetapkan bank, dalam hal ini Bank
Sulselbar Cabang Syariah Makassar
memiliki Grup Kepatuhan yang memiliki
salah satu desk job untuk memfilter
pembiayaan (kredit) dan menganalisa
kelayakan keuangan mudharib sebelum
diberikan kepada pihak berwenang
(Direksi dan Dewan Komisaris).
Sedangkan kepatuhan Bank Sulselbar
Cabang Syariah Makassar memiliki
peranan dalam pemeriksaan pemenuhan
peraturan pembiayaan yang berasal dari
eksternal perusahaan (Bank Indonesia)
yang terkait dengan pemberian
pembiayaan kepada mudharib.
Mengingat pentingnya audit
kepatuhan dalam dunia perbankan,
dimana bank harus memahami aturan,
kode etik dari Bank Indonesia yang
memiliki acuan dasar untuk metode
pengawasan dan penetapan tanggung
jawab yang harus diterapkan di internal
bank tersebut. Kasus yang pernah terjadi
di perbankan Indonesia pada September
2012 lalu, salah satu kasus yang terjadi
terdapat di salah satu Bank Syariah yang
ada di Bogor tentang adanya fraud yang
melibatkan auditee yang melakukan
tindakan yang kurang terpuji dalam
proses pembiayaan dimana adanya suatu
pemberian yang diberikan mudharib
kepada auditee agar pihak bank dapat
memberikan pembiayaan. Salah satu
kasus ini menjadi pembelajaran pada
dunia perbankan di Indonesia, maka
dapat disimpulkan bahwa audit
kepatuhan tidak boleh dianggap remeh.
Disamping itu, pemenuhan SDM bank
yang cukup, anti fraud dan audit yang
independen menjadi salah satu tolok
ukur keberhasilan bank dalam mencapai
kepatuhan dan pelayanan yang baik bagi
nasabahnya.
Penelitian ini merupakan replikasi
dari penelitian yang dilakukan oleh Irot,
dkk (2013) meneliti tentang Pelaksanaan
Audit Kepatuhan dalam Proses
Pemberian Kredit pada PT. Bank Negara
Indonesia (Persero) Tbk Kantor Wilayah
Manado, Sentra Kredit Menengah
Manado. Hasil penelitian Audit
kepatuhan telah dilaksanakan dengan
baik pada PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) Tbk, Sentra Kredit Menengah
Manado, dimana dengan adanya audit
kepatuhan dapat mengurangi risiko
kredit hal ini dapat dilihat dari nilai
kualitas kredit yang diberikan selama 2,5
tahun terakhir. Kolektibiliti per bulan
Juni 2013 sebesar 95.19% jauh lebih baik
jika dibandingkan dengan kolektibiliti
tahun 2011 sebesar 91.21%. Kredit Non
Performing Loan juga terus membaik,
pada tahun 2011 sebesar Rp. 70.000. juta
dan per Juni 2013 turun menjadi 40.000
juta.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Auditing
Auditing merupakan suatu ilmu
yang digunakan untuk melakukan
penilaian terhadap pengendalian intern
bertujuan untuk memberikan
perlindungan dan pengamanan supaya
dapat mendeteksi terjadinya
penyelewengan dan ketidakwajaran
yang dilakukan dalam perusahaan.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
28
Menurut Messier dkk (2014),
auditing adalah suatu proses sistematis
mendapatkan dan mengevaluasi bukti-
bukti secara objektif sehubungan dengan
asersi atas tindakan dan peristiwa
ekonomi untuk memastikan tingkat
kesesuaiaan antara asersi-asersi tersebut
dan menetapkan kriteria serta
mengkomunikasikan kepada pihak-pihak
yang berkepentingan.
“Auditing is the accumulation and
evaluation of evidence about
information to determine and
report on the degree of
correspondence between the
information and established
criteria. Auditing should be done by
a competent independent person”
(Elder dan Beasley, 2011).
Auditing adalah pengumpulan dan
evaluasi bukti tentang informasi untuk
menentukan dan melaporkan derajat
kesesuaian antara informasi itu dan
kriteria yang telah diterapkan. Auditing
harus dilakukan oleh orang yang
kompeten dan independen.
Berdasarkan beberapa pengertian
di atas, dapat dikatakan bahwa auditing
merupakan suatu proses pemeriksaan
yang dilakukan seseorang yang
independen dan kompeten terhadap
laporan keuangan, pengawasan intern,
dan catatan akuntansi suatu perusahaan
yang bertujuan mengevaluasi dan
menilai secara objektif berdasarkan
bukti-bukti yang diperoleh atas kinerja
manajemen, dan menyampaikan hasil-
hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan.
2.2 Jenis Risiko
Berdasarkan Peraturan Bank
Indonesia nomor 5/8/PBI/2003 dan
perubahannya PBI nomor
11/25/PBI/2009 tentang Penerapan
Manajemen Risiko bagi Bank Umum,
terdapat 8 jenis risiko yang harus
dikelola bank, yaitu sebagai berikut:
1. Risiko Kredit adalah Risiko akibat
kegagalan debitur dan/atau pihak lain
dalam memenuhi kewajiban kepada
Bank.
2. Risiko Pasar adalah Risiko pada posisi
neraca dan rekening administratif
termasuk transaksi derivatif, akibat
perubahan secara keseluruhan dari
kondisi pasar, termasuk Risiko
perubahan harga option.
3. Risiko Likuiditas adalah Risiko akibat
ketidakmampuan Bank untuk
memenuhi kewajiban yang jatuh
tempo dari sumber pendanaan arus
kas dan/atau dari aset likuid
berkualitas tinggi yang dapat
diagunkan, tanpa mengganggu
aktivitas dan kondisi keuangan Bank.
4. Risiko Operasional adalah Risiko
akibat ketidakcukupan dan/atau tidak
berfungsinya proses internal,
kesalahan manusia, kegagalan sistem,
dan/atau adanya kejadian-kejadian
eksternal yang mempengaruhi
operasional Bank.
5. Risiko Hukum adalah Risiko akibat
tuntutan hukum dan/atau kelemahan
aspek yuridis.
6. Risiko Reputasi adalah Risiko akibat
menurunnya tingkat kepercayaan
stakeholder yang bersumber dari
persepsi negatif terhadap Bank.
7. Risiko Stratejik adalah Risiko akibat
ketidaktepatan dalam pengambilan
dan/atau pelaksanaan suatu
keputusan stratejik serta kegagalan
dalam mengantisipasi perubahan
lingkungan bisnis.
8. Risiko Kepatuhan adalah Risiko akibat
Bank tidak mematuhi dan/atau tidak
melaksanakan peraturan perundang-
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
29
undangan dan ketentuan yang
berlaku.
2.3 Bank
Menurut Undang-Undang Nomor
10 Tahun 1998, bank adalah badan
usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan dan
menyalurkannya kepada masyarakat
dalam bentuk kredit dan atau bentuk-
bentuk lainnya dalam rangka
meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.
Sedangkan menurut Kasmir
(2011), bank adalah lembaga keuangan
yang kegiatan utamanya adalah
menghimpun dana dari masyarakat dan
menyalurkannya kembali dana tersebut
kepada masyarakat serta memberikan
jasa-jasa bank lainnya.
Pengertian di atas menjelaskan
bahwa kegiatan utama bank adalah
menghimpun dan menyalurkan dana.
Bank merupakan salah satu pilihan yang
terbaik untuk menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan.
Berdasarkan undang-undang RI
No.7 tahun 1992 tentang perbankan
sebagaimana telah diubah dengan
undang-undang RI No.10 tahun 1998
tentang perbankan, maka bank dapat
dibedakan menjadi:
1. Bank Umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara
konvensional dan atau berdasarkan
prinsip syariah yang dalam
kegiatannya memberikan jasa dalam
lalu lintas pembayaran.
2. Bank Perkreditan Rakyat (BPR)
adalah Bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional
atau berdasarkan prinsip syariah,
yang dalam kegiatannya tidak
memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
3. Bank Syariah menurut Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 21
tahun 2008 tentang Perbankan
Syariah, bank syariah adalah bank
yang menjalankan kegiatan usahanya
berdasarkan Prinsip Syariah dan
menurut jenisnya terdiri atas Bank
Umum Syariah (BUS) dan Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS).
Menurut Heri Sudarsono
(2015), bank syariah adalah lembaga
keuangan negara yang memberikan
kredit dan jasa-jasa lainnya di dalam
lalu lintas pembayaran dan juga
peredaran uang yang beroperasi
dengan menggunakan prinsip-
prinsip syariah atau Islam.
Menurut Perwaatmadja
(2007), bank syariah adalah bank
yang beroperasi berdasarkan
prinsip-prinsip syariah (Islam) dan
tata caranya didasarkan pada
ketentuan Al-Qur’an dan Al-Hadits.
Pendapat ini sama dengan yang
dikemukan oleh Muhammad Syafi’i
Antonio (2012).
Istilah lain yang digunakan
untuk sebutan Bank Syariah adalah
Bank Islam. Secara akademik, istilah
Islam dan Syariah memang
mempunyai pengertian yang
berbeda. Namun secara teknis untuk
penyebutan Bank Islam dan Bank
Syariah mempunyai pengertian yang
sama.
3. METODE PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan
metode deskriptif kualitatif yaitu analisis
data yang digunakan dengan cara
memberikan penjelasan dengan
memberikan predikat kepada variabel
yang diteliti sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya. Adapun tujuan dari
penelitian ini adalah untuk
mengungkapkan kejadian atau fakta,
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
30
keadaan, fenomena, variabel dan
keadaan yang terjadi saat penelitian
berlangsung dengan menyuguhkan apa
yang sebenarnya terjadi. Dalam hal ini
peneliti menggunakan pendekatan audit
berbasis risiko, yaitu pendekatan audit
dimana dilakukan pengecekan terhadap
keselarasan antara kebijakan dan
prosedur yang dilakukan dengan
ketetapan regulasi. Jadi, Bank Sulselbar
Cabang Syariah Makassar harus sejalan
dengan peraturan atau prosedur yang
telah diadakan oleh Bank Indonesia (BI)
dalam hal pembiayaan.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pembiayaan Modal Kerja Bank
Sulselbar Cabang Syariah adalah fasilitas
pembiayaan konsumtif dengan pola
syariah yang diberikan kepada
perorangan untuk memenuhi kebutuhan
modal kerjanya yang disesuaikan dengan
kebutuhan pembiayaan dan kemampuan
msing-masing pemohon.
1. Fitur pembiayaan modal kerja:
a. Berdasarkan prinsip syariah.
b. Penggunaannya untuk membantu
nasabah mengelola usahanya.
c. Nasabah mempunyai usaha serta
sumber pembayaran yang jelas.
2. Manfaat pembiayaan modal kerja:
a. Proses pembiayaan mudah dan
cepat.
b. Jangka waktu pembiayaan
maksimal 5 tahun.
c. Pembiayaan Nasabah dapat di-
cover oleh Perusahaan Penjaminan.
4.1 Posedur Pemberian Pembiayaan
Modal Kerja
Sama dengan yang banyak
dilakukan bank lainnya sistem atau
prosedur pemberian pembiayaan pada
Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar
tidak jauh berbeda, yaitu dimana proses
dimulai ketika nasabah yang mau
mengajukan pembiayaan datang ke bank
dengan membawa semua persyaratan
yang diminta, kemudian baru dianalisis
apakah pembiayaan layak diberikan atau
tidak.
1. Bagian yang terkait
Bagian-bagian yang terkait dalam
sistem pemberian pembiayaan pada
Bank Sulsebar Cabang Syariah Makassar
adalah sebagai berikut:
a. Bagian atau Seksi Pemasaran
b. Bagian atau Seksi Operasional
c. Pimpinan Cabang sebagai pejabat
pemutus.
2. Prosedur dalam Pemberian
Pembiayaan
Dalam memberikan Pembiayaan
terhadap nasabah Bank Sulselbar Cabang
Syariah Makassar memberikan dua
alernatif kepada nasabah yaitu:
a. Nasabah datang ke Bank.
b. Bank datang ke Nasabah.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
31
Gambar 4.2 Flowchart Pemberian Pembiayaan Pada
Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar
Sumber: Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar
Prosedur pemberian pembiayaan
yang ada pada Bank Sulselbar Cabang
Syariah Makassar adalah sebagai berikut:
1. Calon nasabah datang ke bank atau
didatangi dengan membawa surat
permohonan pembiayaan dengan
dilengkapi dokumen, laporan
keuangan, photo copy jaminan-
jaminan, dan persyaratan lainnya
yang sudah ditentukan.
2. Selanjutnya akan diadakan analisa
kepada nasabah yang meliputi
langkah-langkah sebagai berikut :
a. Pengumpulan data: menyusun
rencana (data yang diperlukan,
sumber dan pendekatan).
b. Verfikasi data: kunjungan setempat
ke lokasi proyek atau tempat usaha
nasabah, mencari informasi bank
ke BI/bank lain, mangecek ke
KOMITE
PEMBIAYAAN
KOMITE
PEMBIAYAAN
KOMITE
PEMBIAYAAN
KOMITE
PEMBIAYAAN
Permohonan
Pembiayaan
Legalitas
Dokumen
Penunjang
Analisa
Dokumen
Kunjungan
ke Nasabah
SID (Sistem
Informasi
Debitur) Pembahasan
Komite
1. Surat
Penolakan
2. Berkas
Dikembalikan
Tolak
Surat
Persetujuan
1. Setuju dan
Lengkapi
Persyaratan
dan Dokumen
2. Penyerahan
aminan
3. Biaya-biaya
dibayar
Tanda Tangan
Akad
Pembiayaan
dan Pengikatan
Jaminan
Surat Realisasi
Pembiayaan
Tanda Terima
Uang oleh
Nasabah
Proyek / Usaha
Dilaksanakan
Setuju
Realisasi
Pembiayaan
Pembayaran
Angsuran
Monitoring dan
Pembinaan
Setuju
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
32
pembeli, pemasok, pesaing (yang
tergolong dominan).
c. Analisa laporan keuangan: analisa
ratio keuangan, analisa rugi/laba
dan neraca, analisa rekonsiliasi
harta tetap dan pemodalan, analisa
pernyataan pengadaan kas.
d. Analisa rating: analisa rating untuk
menetapkan kategori risiko
(analisa risiko umum dan khusus),
analisa rating untuk menetapkan
prioritas pemasaran.
e. Analisa aspek perusahaan: analisa
aspek umum organisasi dan
manajemen, analisa aspek
teknis/produksi (lokasi, teknologi,
kapasitas, bahan baku, tenaga kerja
dan PLC), analisa aspek pemasaran
(peluang pasar, harga, barang
subtitusi, persaingan dan strategi).
f. Analisa proyeksi keuangan:
menetapkan asumsi-asumsi
proyek baru, menyusun proyeksi
arus kas dan proyeksi keuangan
lainnya, evaluasi proyek investasi,
evaluasi kebutuhan fasilitas
pembiayaan.
g. Evaluasi jaminan: meneliti
dokumen-dokumen barang
jaminan, jaminan tanah harus
dicek ke BPN, kemungkinan
pengikatannya, analisa CEV
jaminan.
h. Penetapan struktur fasilitas
pembiayaan dan jaminan:
menyusun ikhtisar fasilitas
pembiayaan (jenis dan
maksimum), dan jaminannya (jenis
dan pengikatannya, usulan fasilitas
pembiayaan berikut
penyertaannya.
3. Setelah melakukan analisa tesebut
petugas akan mempertimbangkan
hasil analisa apakah layak atau tidak
pembiayaan diberikan. Apabila tidak,
maka calon nasabah harus kembali
lagi dari awal dalam melakukan
permohonan pembiayaan, dan apabila
layak maka hasil dari analisa akan
diproses oleh petugas.
4. Hasil dari proses analisa ini akan
diserahkan kepada Komite
Pembiayaan untuk dilakukan
Pembahasan Komite. Dalam hal ini
Komite Pembiayaan bisa saja
melakukan penolakan terhadap
permohonan pembiayaan nasabah.
Apabila ini terjadi maka permohonan
dikembalikan ke Nasabah, disertai
dengan diberikannya Surat Penolakan
dan berkas-berkas dikembalikan. Bila
Komite Pembiayaan setuju maka
permohonan ini diteruskan kepada
bagian administrasi untuk
direalisasikan. Hal ini dibuktikan
dengan adanya diterbitkan Surat
Persetujuan.
5. Setelah menerima Surat Persetujuan,
Nasabah selanjutnya melengkapi
persyaratan dan Dokumen,
menyerahkan jaminan, dan
membayar biaya-biaya administrasi.
6. Tanda tangan akad pembiayaan,
mengenai bagi hasil antara pihak
Bank dan Nasabah.
7. Pengikatan jaminan, pengikatan
dilakukan penandatanganan akad
yang dilakukan antara bank syariah
dan nasabah dan penandatanganan
akad yang disaksikan oleh notaris.
Setelah itu diterbitkan Surat Realisasi
Pembiayaan. Kemudian uang diterima
oleh Nasabah.
8. Setelah semua tahapan dilakukan dan
dipenuhi maka proses yang terakhir
dari pembiayaan adalah proses
monitoring dan pembinaan.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
33
4.2 Manajemen Risiko Pembiayaan
Dengan tetap mengacu kepada Risk
Management Framework, Manajemen
Risiko Pembiayaan Perseroan secara
singkat diuraikan sebagai berikut:
1. Penerapan Risk Based Audit untuk
pengujian model manajemen risiko
Pembiayaan oleh Audit Intern yang
secara continue dievaluasi oleh
Komite Audit di level Dewan
Komisaris.
2. Penyusunan atau penyempurnaan
Kebijakan dan SOP perkreditan atau
pembiayaan yang terdokumentasi
dengan baik yang disosialisasikan
kepada seluruh unit kerja (termasuk
penetapan rasio agunan dan
penetapan standar proses identifikasi,
pengukuran, pemantauan dan
pengendalian risiko pembiayaan.
3. Penetapan Financing Risk Tolerance
berdasarkan risk appetite yang
dituangkan dalam Rencana bisnis
bank yang dievaluasi secara periodik,
antara lain penetapan:
a. Target Non Performing Financing
(NPF) di atas standar Bank
Indonesia.
b. Target per segment pembiayaan.
c. Target Financing Recovery.
4. Penetapan struktur organisasi
mengacu kepada Four Eyes Principles
yang secara jelas memisahkan antara
fungsi pemutus, monitoring risiko
pembiayaan serta kejelasan
tanggungjawab masing masing
unit/pegawai.
5. Penetapan standar kualifikasi bagi
pegawai yang terlibat dalam
keputusan kredit/pembiayaan dan
monitoring pembiayaan.
6. Penggunaan Teknologi Informasi yang
memudahkan proses reporting guna
monitoring risiko pembiayaan dan
Early Warning System.
7. Penerapan Risk Based Audit untuk
pengujian model manajemen risiko
pembiayaan oleh Audit Intern yang
secara continue dievaluasi oleh
Komite Audit di level Dewan
Komisaris.
8. Rekomendasi penyempurnaan model
Manajemen Risiko pembiayaan oleh
Komite Manajemen Risiko yang
secara continue dipantau oleh Komite
Pemantau Risiko di level Dewan
Komisaris.
4.3 Tujuan Audit Kepatuhan atas
Pemberian Pembiayaan Modal
Kerja
Berorientasi terhadap peningkatan
efisiensi dan efektivitas pemberian
pembiayaan modal kerja, maka harus
diketahui tujuan audit kepatuhan atas
pemberian pembiayaan modal kerja,
yaitu antara lain:
1. Menilai audit kepatuhan atas
pemberian pembiayaan modal kerja
dan untuk memastikan apakah
prosedur pemberian pembiayaan
modal kerja dan administrasi
pembiayaan sudah dilaksanakan
dengan baik dan benar.
2. Menilai ketaatan terhadap prosedur
pembiayaan modal kerja dalam
pelaksanaan prosedur yang telah
ditetapkan.
3. Mendeteksi adanya kelemahan dalam
kegiatan pemberian pembiayaan
modal kerja.
4.4 Kajian Kepatuhan atas Pemberian
Pembiayaan Modal Kerja
Bank Sulselbar dalam hal
peraturan dan kebijakan secara eksternal
berpedoman pada Bank Indonesia (BI)
dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Serta
peraturan dan kebijakan secara internal
berpedoman pada yang dibuat oleh Bank
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
34
Sulselbar sendiri seperti Standar
Operasional Prosedur (SOP) dan Buku
Pedoman Perusahaan (BPP).
Dalam melaksanakan pemeriksaan,
auditor menggunakan perangkat
pemeriksaan yang disebut dengan kajian
kepatuhan. Kajian kepatuhan pemberian
pembiayaan modal kerja dibuat untuk
setiap transaksi atau aktivitas
pembiayaan yang ada ada bank meliputi
kajian kepatuhan atas pemberian
pembiayaan modal kerja oleh bank dan
kajian kepatuhan atas penggunaan dana
pembiayaan oleh Debitur.
Kajian kepatuhan atas prosedur
pemberian pembiayaan modal kerja
untuk pihak bank dimaksudkan untuk
mengetahui apakah terdapat kelemahan
dalam proses pemberian pembiayaan
mulai dari permohonan pengajuan
pembiayaan oleh Debitur sampai
permohonan atas pengajuan pembiayaan
tersebut disetujui oleh pihak bank yang
memberikan pembiayaan. Sedangkan
kajian kepatuhan atas penggunaan dana
pembiayaan yang dilakukan oleh Debitur
dimaksudkan untuk mengetahui apakah
bank selalu memeriksa kondisi dari
Debiturnya serta memantau aktivitas
penggunaan dana pembiayaan yang
dilakukan oleh Debitur.
4.5 Pelaksanaan Audit Kepatuhan
Terhadap Pemberian Pembiayaan
Modal Kerja
Dalam pelaksanaan audit
kepatuhan atas prosedur pemberian
pembiayaan modal kerja pada Bank
Sulselbar Cabang Syariah Makassar,
penulis menggunakan questioner (daftar
pertanyaan), dan jawaban yang
diberikan berupa ya dan tidak.
Tabel 4.1 Daftar Internal Control
Questionaire (ICQ) Audit Kepatuhan
Atas prosedur pemberian pembiayaan modal kerja
No. Pertanyaan Ya Tidak
1 Apakah Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar telah memiliki pedoman
di bidang pembiayaan?
2 Apakah bagian pembiayaan memiliki pengetahuan atau kecakapan yang
sesuai dengan masing-masing tugas dan tanggung jawab?
3 Apakah terdapat pembagian wewenang untuk pemutusan pemberian
pembiayaan?
4 Dalam memberikan wewenang apakah Bank Sulselbar Cabang Syariah
Makassar secara aktif melakukan pengidentifikasian untuk memilih
nasabah-nasabah dapat dipercaya (bonafide)?
5 Apakah oleh Bank Sulselbar Cabang Syariah Makassar secara teratur atau
periodik diadakan penilaian kolektibilitas para debiturnya?
6 Apakah sistem pengarsipan dari bermacam-macam dokumen yang
menyangkut pembiayaan telah diarsipkan secara sistematis?
7 Apakah pemutusan pembiayaan didukung oleh analisa dan prosedur yang
biasa dilakukan?
8 Apakah pemberian pembiayaan sesuai dengan batas maksimum
pembiayaan yang diberikan?
9 Apakah penggolongan (kolektibilitas) telah sesuai dengan ketentuan?
10 Apakah dalam melakukan penilaian barang jaminan bekerja sama dengan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
35
perusahaan appraisal?
11 Apakah pembiayaan yang diberikan di-cover atau ditutup dengan jaminan
yang memadai?
12 Apakah setiap jaminan kredit di-cover asuransinya?
13 Apakah semua pembiayaan yang diberikan selalu dibuatkan ikatan
perjanjian pembiayaan yang lengkap?
14 Apakah setiap perjanjian yang akan jatuh tempo telah diproses sehingga
tidak ditemui adanya over draft?
15 Apakah inspeksi on the spot ke tempat usaha para Debitur dilakukan
secara teratur dan terencana?
16 Apakah laporan keuangan dari para Debitur selalu diaudit oleh Akuntan
Publik?
17 Apakah Bank menerima laporan keuangan, posisi stock, dan laporan
kegiatan usahanya dari Debitur secara teratur minimal satu tahun sekali?
Dari hasil questioner tersebut di
atas, penulis dapat menganalisa bahwa:
1. Internal Control atas kegiatan
pembiayaan sudah cukup baik. Bank
Sulselbar Cabang Syariah Makassar
telah memiliki pedoman di bidang
pembiayaan. Hal ini akan
memudahkan bagian pembiayaan
dalam melakukan kegiatannya.
Penempatan bagian pembiayaan
sesuai dengan kemampuannya
dilakukan agar setiap pembiayaan
yang ada dapat dianalisis dengan baik.
2. Sistem pengarsipan dokumen
dilakukan secara sistematis sehinga
memudahkan karyawan dalam
mencari data-data mengenai Nasabah
debitur yang ditanganinya.
3. Internal Control untuk proses
pembiayaan yang ada pada Bank
Sulselbar Cabang Syariah Makassar
juga sudah baik. Setiap pembiayaan
yang diberikan telah melalui prosedur
yang ditetapkan dan analisis yang
dilakukan mencakup pemeriksaan
kelengkapan dokumen debitur serta
peninjauan langsung ke tempat usaha
debitur.
Bagi Bank Sulselbar, sangat
penting diadakan pelaksanaan
kepatuhan terhadap pembiayaan modal
kerja yang berfungsi untuk mengurangi
adanya kemungkinan ancaman-ancaman
atau risiko-risiko yang dapat
mengganggu kegiatan operasional
perusahaan atau bahkan eksistensi
kelangsungan hidup perusahaan. Karena
itu, seluruh tahapan-tahapan atau
prosedur pembiayaan harus
dilaksanakan atau dipatuhi sebelum
pengambilan keputusan pembiayaan
dapat direalisasikan. Dan setiap tahapan
tersebut tidak luput dari pengawasan
Grup Kepatuhan agar setiap bagian atau
seksi yang terkait pada tahapan tersebut
bertanggung jawab secara profesional.
Tidak hanya itu, setelah pengajuan
pembiayaan tersebut disetujui oleh pihak
Bank Sulselbar, Bank selalu memeriksa
kondisi dari Debiturnya, memantau
aktivitas penggunaan dana pembiayaan
yang dilakukan oleh Debitur, serta
memberikan pembinaan. Apabila terjadi
tidak tercapainya target, maka Officer
bank segera melakukan tindakan seperti
turun langsung ke lapangan menemui
Nasabah untuk mengetahui
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
36
permasalahan yang dialami Nasabah,
kemudian memberikan solusi
penyelesaian masalah kepada Nasabah.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Audit Kepatuhan yang
dilaksanakan oleh Direktur Kepatuhan
dan Satuan Kerja Kepatuhan telah
berjalan dengan baik sesuai dengan
tugas dan kewenangannya dan menjaga
independensinya dengan baik karena
memiliki pedoman kerja, sistem dan
prosedur kerja yang telah mengacu
kepada ketentuan perundang-
undangan yang berlaku.
Koordinasi antara DPS (Dewan
Pengawas Syariah) dengan Grup
Kepatuhan telah dijalankan secara rutin,
minimal satu kali dalam sebulan dalam
rapat rutin DPS (Dewan Pengawas
Syariah).
PT. Bank Sulselbar Unit Usaha
Syariah (UUS) memiliki 1 (satu) orang
Direktur Kepatuhan yang bertugas
memastikan kepatuhan terhadap
ketentuan Bank Indonesia dan peraturan
perundang-undangan lainnya, yang
merupakan satu-kesatuan dengan PT.
Bank Sulselbar.
Sampai saat ini fungsi kepatuhan
masih bergabung dengan personil dari
PT. Bank Sulselbar (Konvensional).
Dalam melaksanakan pemeriksaan,
auditor menggunakan perangkat
pemeriksaan yang disebut dengan kajian
kepatuhan. Kajian kepatuhan pemberian
pembiayaan modal kerja dibuat untuk
setiap transaksi atau aktivitas
pembiayaan yang ada ada bank meliputi
kajian kepatuhan atas pemberian
pembiayaan modal kerja oleh bank dan
kajian kepatuhan atas penggunaan dana
pembiayaan oleh Debitur.
Kemudian mengenai prosedur
pemberian pembiayaan pada bank
Sulselbar Cabang Syariah Makassar
sudah sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Sunarto (2007),
bahwa proses pembiayaan yang sehat
yaitu pembiayaan yang berimplikasi
pada investasi yang halal dan baik serta
menghasilkan return sebagaimana yang
diharapkan, atau bahkan lebih,
berimplikasi pada kondisi bank yang
sehat serta berimplikasi pada
peningkatan kinerja sektor riil yang
dibiayai. Hal ini dibuktikan dengan hasil
penelitian yang dilakukan bahwa
pemberian pembiayaan kepada nasabah
telah sesuai dengan prosedur. Karena
sebelum terjadi pencairan dana melalui
proses panjang, ada beberapa tahapan
yang harus dipenuhi nasabah serta bank
sangat selektif dalam hal pemberian
pembiayaan.
Maka dari itu Penulis mengambil
kesimpulan bahwa Audit kepatuhan
terhadap prosedur pemberian
pembiayaan modal kerja pada Bank
Sulselbar Cabang Syariah Makassar
sudah sesuai dengan ketentuan
Peraturan Bank Indonesia dan undang-
undang.
REFERENSI
Agoes, Sukrisno. 2012. Auditing Petunjuk Praktis Pemeriksaan Akuntan Oleh Akuntan Publik. Edisi 4. Jilid 1. Jakarta: Salemba Empat.
Antonio, Muhammad Syafi’i. 2012. Bank Syariah dari Teori ke Praktik. Depok: Gema Insani.
Basir, Muhammad. 2007. Analisis Sistem Dan Prosedur Pemberian Kredit Modal Kerja Pada Pt Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk Cabang Makale. STIE-YPUP Makassar.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
37
Cahyadi, Lukieto. 2014. Analisis Prosedur Pemberian Kredit pada PT. BPR Nusantara Bona Pasogit 18 Cabang Tebing Tinggi. Jurnal Ilmiah Accounting Changes. Volume 2, Nomor 2, 31-39, Oktober 2014.
Elder, Randal J, dkk. 2011. Jasa Audit dan Assurance. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Irot, Ronald David A, dkk. 2013. Pelaksanaan Audit Kepatuhan Dalam Proses Pemberian Kredit di PT. Bank Negara Indonesia (Persero) TBK, Sentra Kredit Menengah Manado. Jurnal Riset Akuntansi dan Auditing Magister Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi. Volume 4 – Nomor 2, 74-98, Desember 2013.
Ismail. 2011. Perbankan Syariah. Jakarta: Kencana.
Junaidi dan Cherrya. 2012. Audit Ketaatan Prosedur Pengelolaan Piutang dalam Meminimalisir Piutang Tak Tertagih pada PT Calmic Indonesia Cabang Palembang. Prodi Akuntansi STIE MDP.
Kasmir. 2011. Dasar-Dasar Perbankan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Kasmir. 2011. Manajemen Perbankan. Jakarta: Rajawali Pers.
Lewis, Mervyn K., dan Latifa M. Algaoud. 2007. Perbankan Syariah: Prinsip-Prinsip, dan Prospek. Jakarta: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Messier, William F, dkk. 2014. Jasa Audit dan Assurance (Pendekatan Sistematis). Edisi 8. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Mulazid, Ade Sofyan. 2016. Pelaksanaan Sharia Compliance pada Bank Syariah Studi Kasus pada Bank Syariah Mandiri Jakarta. Fakultas Ekonomi dan Binis UIN Syarif
Hidayatullah. Madania Volume 20, Nomor 1, Juni 2016.
Mulyadi. 2011. Auditing. Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.
Mulyaningrum, Martha Dwi. 2016. Analisis Manajemen Risiko Perbankan dalam Meminimalisir Kredit Bermasalah di Bidang Kredit Modal Kerja pada PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk. Cabang Jombang. Jurnal Administrasi Bisnis Universitas Brawijaya. Volume 32, Nomor 1, Maret 2016.
Perwaatmadja, Karnaen A., dan Hendri Tanjung. 2007. Bank Syariah. Jakarta: Celestial Publishing.
Pratolo, Suryo. 2015. Audit Kinerja Manajemen: Konsep dan Aplikasinya. Yogyakarta: LP3M (Lembaga Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Putri, Guruh Tika Ferayanti. 2010. Tinjauan atas Prosedur Pemberian Kredit pada Primkopad Pusdik Passus. Jurnal Prodi Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia Bandung.
Qodar, Lailani. 2016. Pembiayaan Bermasalah (Non Performing Financing) PT. Bank Syariah Mandiri. Skripsi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Rivai, Veithzal, dan Arviyan Arifin. 2010. Islamic Banking: Sebuah Teori, Konsep dan Aplikasi. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Rivai, Veithzal. 2007. Islamic Financial Management. Jakarta: PT. Rajawali Press.
Rosy, Shella Nevalina. 2014. Analisis Internal Control Dalam Prosedur Pemberian Kredit Terhadap Usaha Mikro pada Kospin Dua Dara. Universitas Dian Nuswantoro Semarang.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
38
Sudarsono, Heri. 2015. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Edisi 4. Yogyakarta: Ekonisia.
Sulhan, M., dan Ely Siswanto. 2008. Manajemen Bank: Konvensional dan Syariah. Malang: UIN Malang Press.
Wangsawidjaja. 2012. Pembiayaan Bank Syariah. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Zakiyani, Irkhalia. 2015. Analisis Kelayakan Nasabah Pembiayaan Modal Kerja (Study Kasus di KJKS Binama Semarang). Skripsi. Semarang: UIN Walisongo Semarang.
Zulkifli, Sunarto. 2007. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Jakarta: Zikrul Hakim.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
38
PENERAPAN AKUNTANSI LINGKUNGAN BERDASARKAN
TRIPLE BOTTOM LINE PADA RSUD H. M. DJAFAR HARUN
KABUPATEN KOLAKA UTARA Evi Nurhidayat
Universitas Muslim Indonesia Makassar Email: [email protected]
Asriani Junaid
Universitas Muslim Indonesia Makassar
Email: [email protected]
Jeni Kamase
Universitas Muslim Indonesia Makassar
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the application of environmental accounting in terms of the Triple Bottom Line concept at H. M. Djafar Harun District Hospital in North Kolaka Regency. This research uses descriptive qualitative research. Data collection uses primary and secondary data with in-depth interviews with informants who are in the area of H. M. Djafar Harun District Hospital in North Kolaka Regency. The results showed that the environmental accounting carried out by H. M. Djafar Harun District Hospital in North Kolaka Regency generally met the triple bottom line concept which included three main elements, namely profit, people and planet. Economic responsibility (profit) can be seen in health products produced from other health service activities that have been developed. Environmental responsibility (planet) can be seen from CSR programs in the environmental field that are actually carried out to save and preserve the environment such as planting trees and landfills. Social responsibility (people) is actually implemented through CSR activities in the provision of health facilities. This means that the principle of sustainable development which states that people and the environment are an integral part of the wheels of business turnover has been done by H. M. Djafar Harun District Hospital in North Kolaka Regency.
Keywords: Environmental Accounting, Triple Bottom Line
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan akuntansi lingkungan yang ditinjau dari konsep Triple Bottom Line pada RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara. Penelitian ini menggunakan penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data menggunakan data primer dan sekunder dengan wawancara mendalam dengan informan yang berada pada kawasan RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara. Hasil penelitian menunjukan bahwa akuntansi lingkungan yang dilaksanakan oleh RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara secara umum telah memenuhi konsep triple bottom line yang mencakup pada tiga unsur utama yaitu profit, people dan planet. Tanggung jawab ekonomi (profit) dapat dilihat pada produk-produk kesehatan yang dihasilkan dari kegiatan pelayanan kesehatan lainnya telah dilakukan perkembangan. Tanggung jawab lingkungan (planet) dapat dilihat dari program-program CSR bidang lingkungan secara nyata dilakukan untuk menyelamatkan dan melestarikan lingkungan seperti penanaman pohon dan tempat pembuangan limbah. Tanggung jawab sosial (people) secara nyata dilaksanakan melalui aktivitas CSR pada bantuan sarana kesehatan. Hal ini berarti bahwa prinsip pembangunan keberlanjutan yang menyebutkan bahwa manusia dan lingkungan bagian yang integral sebuah roda perputaran bisnis telah dilakukan RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara.
Kata Kunci: Akuntansi Lingkungan, Triple Bottom Line
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
39
1. PENDAHULUAN Perekonomian modern seperti saat
ini telah memunculkan berbagai isu yang
berkaitan dengan lingkungan seperti
pemanasan global, ekoefisiensi, dan
kegiatan industri lain yang memberi
dampak langsung terhadap lingkungan
sekitarnya (Agustia, 2010). Menurut
Hilman (2007), keadaan lingkungan di
dunia termasuk di Indonesia saat ini
sudah memprihatinkan, dan salah satu
masalah lingkungan hidup dimaksud
adalah pemanasan global (global
warming). Isu pemanasan global telah
menjadi pembahasan yang hangat
dibicarakan di berbagai negara. Salah
satu sumber penyebab terjadinya
pemanasan global yaitu akibat adanya
eksploitasi alam yang dilakukan oleh
manusia tanpa pertanggungjawaban.
Berkembangnya dunia industri
tidak bisa dipungkiri menimbulkan efek
permasalahan terhadap lingkungan,
dimana pelaku industri seringkali
mengabaikan dampak yang ditimbulkan
bagi lingkungan, seperti timbulnya polusi
air, tanah, udara dan adanya kesenjangan
sosial pada lingkungan. Esensi sebuah
industri adalah hubungan timbal balik
dari lingkungan masyarakat kepada
industri dalam hal ini tidak dapat
dipisahkan (Rohelmy, dkk, 2015). Dari
hal tersebut maka timbul kesadaran
sehingga memunculkan berbagai upaya
dari berbagai bidang untuk
menanggulangi dan menemukan solusi
atas permasalahan lingkungan ini, dan
salah satunya adalah dari sisi akuntansi
sehingga timbullah akuntansi
lingkungan. Kerusakan lingkungan mulai
banyak dirasakan oleh masayarakat di
dunia seiring dengan perkembangan
sektor industri.
Bersamaan dengan
berkembangnya sektor industri maka
banyak ditemukan dampak negatif yang
ditimbulkan oleh aktivitas manusia. Di
satu sisi, pertumbuhan industri tersebut
memang berdampak positif, yaitu
bertambahnya lapangan pekerjaan,
sehingga pertumbuhan ekonomipun
otomatis juga akan meningkat. Tapi di
sisi lain, ada dampak negatif yang
ditimbulkan dan mempengaruhi
kelestarian lingkungan, yaitu ketika
beberapa pabrik-pabrik tersebut tidak
menghiraukan kelestarian lingkungan
alam (Aniela, 2012). Saat ini, perusahaan
dituntut tidak hanya mengutamakan
pemilik dan manajemen, tetapi juga
seluruh pihak yang terkait, seperti
karyawan, konsumen, serta masyarakat
dan lingkungan.
Perusahaan sebagai penyedia
barang dan jasa bagi masyarakat
mempunyai peran penting dalam
perekonomian. Dalam menjalankan
fungsinya, tentunya perusahaan juga
melakukan interaksi dengan lingkungan.
Menurut Utama (2008) perusahaan
dalam melakukan bisnis pasti akan
mempengaruhi keadaan lingkungan
sekitar, baik secara positif maupun
negatif. Proses bisnis yang dijalankan
perusahaan melibatkan sumber daya
yang ada di sekitarnya, terlebih bagi
perusahaan sektor pertambangan yang
memanfaatkan sumber daya alam
sebagai bahan baku bisnis. Pemanfaatan
sumber daya tersebut seringkali
menimbulkan dampak negatif terhadap
lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Dampak negatif yang ditimbulkan
tersebut mulai mendapat perhatian
serius dari berbagai pihak, terlebih
dampak atas keseimbangan lingkungan.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
40
Tuntutan terhadap perusahaan
semakin besar dan perusahaan harus
melihat sisi baru yaitu tanggung jawab
perusahaan terhadap stakeholder, dan
perusahaan tidak hanya mementingkan
kepentingan manajemen, tetapi juga
karyawan, konsumen serta masyarakat.
Dengan demikian bila manusia sudah
berdaya dan planet tetap lestari, profit
atau keuntungan akan datang dengan
sendirinya baik keuntungan yang
dinikmati oleh manajemen sebagai agen
pengelola entitas maupun investor
sebagai pemilik entitas ekonomi
tersebut. Jadi keuntungan atau profit
bukanlah menjadi tujuan pertama dan
utama, tetapi menjadi dampak dari
kinerja perusahaan yang baik dan
bertanggungjawab. Keuntungan yang
akan bersifat jangka panjang dan
berkesinambungan (Astuti (2012).
Perusahaan dalam operasinya
seharusnya tidak mementingkan
keuntungan semata, lebih dari itu
tanggung jawab atas segala dampak yang
ditimbulkan bagi sosial dan lingkungan
juga harus diperhatikan. Dalam
penerapan akuntansi lingkungan ada
salah satu teori triple bottom line di mana
teori ini tidak hanya melihat dari aspek
profit (keuntungan) namun juga melihat
dari aspek people (masyarakat) dan
planet (lingkungan). Triple bottom line
theory mengimplikasikan bahwa
perusahaan harus lebih mengutamakan
kepentingan stakeholder (semua pihak
yang terlibat dan terkena dampak dari
kegiatan yang dilakukan perusahaan)
daripada kepentingan shareholder
(pemegang saham) (Neviana, 2010).
Konsep triple bottom line
mengimplikasikan bahwa perusahaan
harus lebih mengutamakan kepentingan
stakeholder (semua pihak yang terlibat
dan terkena dampak dari kegiatan yang
dilakukan perusahaan) daripada
kepentingan shareholder (pemegang
saham).
Kepentingan stakeholder ini dapat
dirangkum menjadi tiga bagian yaitu
kepentingan dari sisi keberlangsungan
laba (Profit), sisi keberlangsungan
masyarakat (People), dan sisi
keberlangsungan lingkungan hidup
(Planet). Profit di sini lebih dari sekadar
keuntungan. Profit di sini berarti
menciptakan fair trade dan ethical trade
dalam berbisnis. People menekankan
pentingnya praktik bisnis suatu
perusahaan yang mendukung
kepentingan tenaga kerja. Secara lebih
spesifik, konsep ini melindungi
kepentingan tenaga kerja dengan
menentang adanya eksploitasi yang
mempekerjakan anak di bawah umur,
menerapkan pembayaran upah yang
wajar, lingkungan kerja yang aman dan
jam kerja yang dapat ditoleransi. Bukan
hanya itu, konsep ini juga meminta
perusahaan memperhatikan kesehatan
dan pendidikan bagi tenaga kerja. Planet
berarti mengelola dengan baik
penggunaan energi, terutama atas
sumber daya alam yang tidak dapat
diperbarui. Mengurangi hasil limbah
produksi dan mengolah kembali limbah
agar menjadi aman bagi lingkungan,
pemakaian energi, merupakan praktik
yang banyak dilakukan oleh perusahaan
yang telah menerapkan konsep ini
(Felisia, Amelia Limijaya, 2014).
Hal ini karena keberadaan
perusahaan tidak terlepas dari
kepentingan dari berbagai pihak. Salah
satunya adalah dukungan lingkungan.
Sebuah perusahaan dikatakan memiliki
kepedulian terhadap permasalahan
lingkungan hidup jika perusahaan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
41
tersebut memiliki perhatian terhadap
permasalahan lingkungan hidup di
sekitarnya (Musyarofah, 2013). Salah
satunya adalah dukungan lingkungan.
Seringkali usaha peningkatan
produktivitas dan efisiensi
mengakibatkan penurunan kualitas
lingkungan, berupa pencemaran udara,
air, dan pengurangan fungsi tanah
(Astuti, 2012).
Akuntansi lingkungan kerapkali
dikelompokkan dalam wacana akuntansi
sosial. Hal ini terjadi karena kedua
diskursus (akuntansi lingkungan dan
akuntansi sosial) tersebut memiliki
tujuan yang sama, yaitu
menginternalisasi eksternalitas
(eksternalitas lingkungan sosial dan
lingkungan ekologis), baik positif
maupun negatif, ke dalam laporan
keuangan perusahaan (Dewi, 2016).
Menurut Cohen dan Robbins (2011)
akuntansi lingkungan adalah kegiatan
mengumpulkan, menganalisis dan
mempersiapkan laporan terkait
lingkungan dan data keuangan dengan
maksud untuk mengurangi dampak dan
biaya dari kerusakan lingkungan.
Tujuannya adalah memberikan informasi
mengenai kinerja operasional
perusahaan yang berbasis pada
perlindungan lingkungan. Perusahaan
yang hanya mementingkan profit dan
tidak peduli pada lingkungan akan
terkena externalities berupa boikot dari
konsumen, protes dari aktivis lingkungan
hidup, protes dari pemegang sahamnya
dan mungkin dari karyawannya sendiri
(Martusa, 2009).
Akuntansi lingkungan juga dapat
menjadi alat manajemen lingkungan dan
komunikasi kepada masyarakat atas
kegiatan operasional perusahaan.
Akuntansi lingkungan adalah suatu
istilah yang berupaya untuk
mengelompokkan pembiayaan yang
dilakukan perusahaan dan pemerintah
dalam melakukan konvensional
lingkungan ke dalam pos lingkungan dan
praktik bisnis perusahaan (Suartana,
2015).
Akuntansi lingkungan merupakan
sarana untuk melaporkan operasional
suatu lembaga
(negara/kota/perusahaan/organisasi)
yang dikaitkan dengan lingkungan.
Tujuannya adalah meningkatkan
efisiensi pengelolaan lingkungan dengan
melakukan penilaian kegiatan
lingkungan dari sudut pandang biaya
(environmental costs) dan manfaat atau
efek (economic benefit), serta
menghasilkan efek perlindungan
lingkungan (environmental protection)
(Ikhsan, 2008). Akuntansi lingkungan
merupakan sarana untuk melaporkan
operasional suatu lembaga
(negara/kota/perusahaan/organisasi)
yang dikaitkan dengan lingkungan.
Tujuannya adalah memberikan
informasi mengenai kinerja operasional
perusahaan yang berbasis pada
perlindungan lingkungan. Perusahaan
yang hanya mementingkan profit dan
tidak peduli pada lingkungan akan
terkena externalities berupa boikot dari
konsumen, protes dari aktivis lingkungan
hidup, protes dari pemegang sahamnya
dan mungkin dari karyawannya sendiri.
Walaupun pada kenyataannya ada
beberapa perusahaan yang merekayasa
laporan keuangan supaya terlihat ikut
serta dalam perlindungan lingkungan
(Martusa, 2009).
Penerapa akuntansi lingkungan
tidak hanya di terapkan pada perusahaan
profit namun juga pada perusahaan non-
profit, rumah sakit adalah salah satu
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
42
perusahaan non-profit. Menurut Deegan
(2003), konsep akuntansi lingkungan
dapat diterapkan juga untuk organisasi
pemerintah (public government) dan
non-corporate stakeholders. Penerapan
akuntansi lingkungan dalam aktivitas
Rumah Sakit merupakan langkah awal
yang menjadi solusi masalah lingkungan
tersebut. Penerapan akuntansi
lingkungan akan mendorong
kemampuan untuk meminimalkan
masalah lingkungan yang dihadapinya.
Konsep ini masih terdengar baru di
kalangan Rumah Sakit. Selama ini,
konsep ini hanya diterapkan bagi entitas-
entitas bisnis yang bersifat profit
oriented (swasta). Padahal Rumah Sakit
juga merupakan unit yang tidak terlepas
dari permasalahan sosial-lingkungan.
Dampak dari adanya masalah
lingkungan semakin beragam. Tak
sedikit dari masalah tersebut yang
disebabkan oleh kegiatan operasi entitas
usaha yang mengabaikan kelestarian
lingkungan. Suatu perusahaan atau
organisasi baik itu milik pemerintah
ataupun swasta yang dalam pelaksanaan
operasinya menimbulkan kerusakan
ekosistem karena adanya limbah
produksi perusahaan. Seperti halnya
Rumah Sakit sebagai perusahaan jasa
yang bergerak di bidang kesehatan
memberi dampak positif dan juga
memberi dampak negatif bagi
masyarakat yaitu limbah yang dihasilkan
dari kegiatan operasionalnya yang
berpotensi mencemari lingkungan dan
menularkan penyakit. Limbah rumah
sakit adalah semua limbah yang
dihasilkan oleh kegiatan rumah sakit dan
kegiatan penunjang lainnya.
Terdapat beberapa penelitian
sebelumnya yang bekaitan dengan
akuntansi lingkungan berdasarkan triple
bottom line. Penelitian yang dilakukan
oleh Ismie Dzakky Fatimah (2011) yang
berjudul Penerapan Akuntansi
Lingkungan (Studi Kasus Pada PT Semen
Indonesia (Persero) Tbk Tuban). Pada
penelitian tersebut membahas mengenai
pengungkapan akuntansi lingkungan
melalui konsep triple bottom line dalam
program CSR-nya.
Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa secara keseluruhan PT Semen
Indonesia telah menerapkan perspektif
triple bottom line dalam program CSR-
nya. Perusahaan telah melakukan
program sosial untuk masyarakat di
sekitar perusahaan, pendidikan,
infrastruktur, serta program
pengembangan masyarakat berbasis
kelestarian lingkungan dan
meningkatkan standar hidup di sekitar
perusahaan. Kurangnya dukungan dan
koordinasi dengan pemerintah Tuban
dan masyarakat menjadi kendala dalam
implementasi program CSR. Selain itu,
program CSR cenderung diarahkan
sebagai program amal yang karenanya
program tidak memiliki hubungan timbal
balik sepenuhnya dengan masyarakat.
Selanjutnya penelitian yang
dilakukan oleh Muqodim (2013)
berjudul Triple Bottom Line Reporting
Dalam Pelaporan Tahunan Perusahaan
Go Public Di Indonesia. Pada penelitian
ini membahas tentang permasalahan
sosial dan lingkungan melalui pelaporan
keuangan tahunan yang diterbitkan.
Tujuan utamanya adalah mengenalkan
kepada publik adanya konsep Triple
Bottom Line Reporting. Sehingga hasil
dari penelitian ini adalah pada tahun
2010, terdapat 72% perusahaan
melaporkan kinerja sosial dan
lingkungan, sementara pada tahun 2011,
terdapat 77% perusahaan melaporkan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
43
informasi tersebut. Namun, dari
perspektif standar pelaporan GRI, data
menunjukkan bahwa informasi kinerja
lingkungan dan sosial belum dilaporkan
sepenuhnya.
Terkait dengan penerapan
akuntansi lingkungan, peneliti
mengambil objek di RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara yang
merupakan sebuah perusahaan yang
bergerak dalam bidang pelayanan jasa
kesehatan masyarakat. Fenomena yang
terjadi pada RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara dilihat dari
rekomendasi yang dikeluarkan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI
bertanggal 15 Juli 2019 yang berisi
bahwa penurunan kelas dari Kelas C ke
kelas D pada RS Umum Daerah H. M.
Djafar Harun. Menurut Direktur Jenderal
Pelayanan Kesehatan Kemenkes,
Bambang Wibowo, review dilakukan
untuk merekam kompetensi rumah sakit,
baik dari aspek sumber daya manusia
(SDM) maupun alat-alat kesehatan
(inilahsultra.com, 2019). Penurunan
kelas ini didasari dari Isu pengelolaan
lingkungan Rumah Sakit yaitu salah satu
upaya untuk menciptakan lingkungan
Rumah Sakit yang bersih, nyaman dan
higienis.
Berkembangnya perusahaan atau
organisasi baik itu milik pemerintah
ataupun swasta yang dalam pelaksanaan
operasinya menimbulkan kerusakan
ekosistem karena adanya limbah
produksi perusahaan yang tentu
memerlukan alokasi biaya penanganan
khusus (Aminah dan Noviyani, 2014).
Mengingat dampak yang mungkin
timbul, maka diperlukan upaya
pengelolaan yang baik. Dari penjelasan
tersebut, apabila sistem pengelolaan
limbah tidak dilakukan dengan baik,
potensi Rumah Sakit untuk mencemari
lingkungan cukup besar.Biaya yang
harus dikeluarkan untuk mengatasi
dampaknya juga besar. Rumah Sakit
tidak akan terlepas dari keinginan
melakukan kontrol terhadap apa yang
dilakukan Rumah Sakit secara sistematis
sehingga tidak menimbulkan dampak
negatif misalnya polusi udara, limbah
produksi, kesenjangan sosial dan lain
sebagainya dan dampak semacam inilah
yang dinamakan Externality. Sampai saat
ini usaha pemerintah dalam memenuhi
kebutuhan masyarakat akan kesehatan
masih belum dapat memenuhi harapan
masyarakat.
Banyak anggota masyarakat yang
mengeluh dan merasa tidak puas dengan
pelayanan yang diberikan oleh Rumah
Sakit baik itu dari segi pemeriksaan yang
kurang diperhatikan oleh petugas
kesehatan, lama waktu pelayanan,
keterampilan petugas, sarana atau
asilitas, kebersihan, serta waktu tunggu
untuk mendapatkan pelayanan. Kondisi
pelayanan yang ideal realistisnya serta
sesuai dengan harapan masyarakat
sangat susah untuk diwujudkan dalam
pemerintahan.
Berangkat dari gambaran tersebut,
maka peneliti akan melakukan penelitian
tentang penerapan akuntansi lingkungan
pada organisasi sektor publik khususnya
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
untuk mengetahui bagaiamana
penerapan akuntansi lingkungan
berdasarkan triple bottom line yang
dalam konsep tersebut tidak hanya
berfokus pada profit (keuntungan) tetapi
juga berfokus pada people (masyarakat)
dan planet (lingkungan).
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
44
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Legitimasi (Legitimacy
Theory)
Dowling dan Preffer (1975), teori
legitimasi menjelaskan perilaku
organisasi mengenai batasan-batasan
dalam berperilaku terhadap lingkungan.
Teori legitimasi berfokus pada interaksi
antara perusahaan dengan masyarakat di
mana perusahaan dapat berhasil atau
menghadapi kegagalan tergantung pada
perilakunya terhadap lingkungan.
Menurut Villiers dan Staden (2006),
legitimasi merupakan hal-hal yang
penting bagi organisasi karena
mengandung batasan-batasan, norma-
norma, nilai-nilai sosial dan reaksi
terhadap batasan tersebut, mendorong
pentingnya analisis perilaku organisasi
dengan memperhatikan lingkungan.
Proses legitimasi dapat membuat
sesuatu dapat menjadi sah dalam hukum,
terlihat baik dan diterima dengan
normatif didalam lingkungan
masyarakat. Legitimasi juga
memprediksi bahwa perusahaan akan
melakukan tindakan apapun yang
dipandangnya perlu dalam rangka
mempertahankan reputasinya (image)
sebagai perusahaan legitimate.
Legitimacy Theory menjelaskan
bagaimana kepekaan perusahaan agar
dapat bertanggungjawab terhadap
lingkungannya. Berdirinya perusahaan
tidak terlepas dari dukungan
masyarakat, oleh karena itu harus
memperhatikan kepentingan
masyarakat. Untuk menjalankan
operasional perusahaan, maka mengacu
pada kontrak sosial (social contract)
mencakup hak dan kewajiban dan
menyesuaikan dengan kondisi
masyarakat. Kontrak sosial menjadi
media dalam pencapaian tujuan
perusahaan yang diiringi dengan
tanggung jawab terhadap masyarakat
(Wardani dan Januarti, 2013).
Ahmad dan Sulaiman (2004) teori
legitimasi didasarkan pada pengertian
kontrak sosial yang diimplikasikan
antara institusi sosial dan masyarakat.
Teori legitimasi juga menjelaskan bahwa
praktik pengungkapan tanggung jawab
perusahaan harus dilaksanakan
sedemikian rupa agar aktivitas dan
kinerja perusahaan dapat diterima oleh
masyarakat. Ghozali dan Chariri (2007)
menjelaskan bahwa guna melegitimasi
aktivitas perusahaan di mata
masyarakat, perusahaan cenderung
menggunakan kinerja berbasis
lingkungan dan pengungkapan informasi
lingkungan.
Teori legitimasi merupakan teori
yang paling sering digunakan terutama
ketika berkaitan dengan wilayah sosial
dan akuntansi lingkungan. Meskipun
masih terdapat pesimisme yang kuat
yang dikemukakan oleh banyak peneliti,
teori ini telah dapat menawarkan sudut
pandang yang nyata mengenai
pengakuan sebuah perusahaan secara
sukarela oleh masyarakat. Legitimasi
dapat memberikan mekanisme yang kuat
untuk memahami pengungkapan
sukarela untuk lingkungan dan sosial
yang dilakukan oleh perusahaan, dan
pemahaman ini yang nantinya akan
mengarah ke debat publik yang kritis,
lebih jauh lagi teori legitimasi
menunjukan kepada peneliti dan
masyarakat luas jalan untuk lebih peka
terhadap isi pengungkapan perusahaan.
Teori legitimasi menganjurkan
perusahaan untuk meyakinkan bahwa
aktivitas dan kinerjanya dapat diterima
oleh masyarakat.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
45
Legitimasi dalam sebuah
perusahaan akan diperoleh, jika terdapat
kesamaan antara hasil dengan yang
diharapkan oleh masyarakat dari
perusahaan, sehingga tidak ada tuntutan
dari masyarakat, perusahaan dapat
melakukan pengorbanan social sebagai
refleksi dari perhatian perusahaan
terhadap masyarakat (Deegan, 2002).
Teori legitimasi memfokuskan pada
interaksi antara perusahaan dengan
masyarakat dan yang melandasi teori ini
adalah “kontrak sosial” yang terjadi
antara perusahaan dengan masyarakat
dimana perusahaan beroperasi dan
menggunakan sumber ekonomi. Dengan
hal tersebut teori ini menjadi landasan
bagi perusahaan untuk memperhatikan
apa yang menjadi harapan masyarakat
dan mampu menyelaraskan nilai-nilai
perusahaannya dengan norma-norma
sosial yang berlaku ditempat perusahaan
tersebut melangsungkan kegiatan usaha
atau bisnisnya.
Legitimasi pada perusahaan yang
peduli lingkungan itu penting agar
perusahaan tersebut dapat diterima oleh
lingkungan tempat dimana perusahaan
tersebut berada dan dapat terus
berkelanjutan kemudian hari (Agustina
dan Tarigan, 2016). Dari hal tersebut
menjelaskan bahwa guna melegitimasi
aktivitas perusahaan dimata masyarakat,
perusahaan cenderung menggunakan
kinerja berbasis lingkungan dan
pengungkapan informasi lingkungan
yang baik. Perusahaan menggunakan
laporan tahunan mereka untuk
menggambarkan kesan tanggung jawab
lingkungan, sehingga mereka diterima
oleh masyarakat (Soelistyoningrum,
2011: 32). Dengan adanya penerimaan
dari masyarakat tersebut diharapkan
dapat meningkatkan nilai perusahaan
sehingga dapat meningkatkan laba
perusahaan. Legitimasi dapat diperoleh
melalui strategi komunikasi dengan
mengirimkan informasi yang akurat dan
dapat dipercaya (Shockley-Zalabak, et.Al,
2003). Narrative text pada annual report
merupakan media yang tepat digunakan
perusahaan dalam hal memperoleh
legitimasi (Budiani, 2011: 27). Hal ini
diperkuat oleh Aerts (1994) dalam
Budiani (2011: 27) yang mengatakan
bahwa narrative text merupakan salah
satu alat yang dapat digunakan
manajemen perusahaan untuk membuat
aktivitas dan hasil dari perusahaan
tersebut terlihat legitimate.
Teori legitimasi penting bagi
organisasi karena teori legitimasi
didasari oleh batasan-batasan, norma-
norma, nilai-nilai dan peraturan sosial
yang membatasi perusahaan agar
memperhatikan kepentingan sosial dan
dampak dari reaksi social yang dapat
ditimbulkan. Dengan melakukan
pengungkapan sosial (kinerja
lingkungan), perusahaan merasa
keberadaan dan aktivitasnya
terlegitimasi. Organisasi yang dianggap
sah atau legitimate, lebih dipandang
sebagai organisasi yang dipercaya, layak,
bermakna dan memiliki prediksi. Selain
itu, organisasi dianggap lebih legitimate
bilamana organisasi tersebut mudah
untuk dimengerti, bukan hanya sekedar
diinginkan (Budiani, 2011: 26).
Teori legitimasi menyiratkan
bahwa perusahaan diberi pertumbuhan
kesadaran tentang masyarakat dan
kepedulian, perusahaan akan mengambil
tindakan untuk menjamin kegiatan dan
kinerja mereka diterima oleh
masyarakat. Teori legitimasi juga terkait
dengan pengungkapan sosial
menyiratkan bahwa alasan mengapa
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
46
perusahaan mengungkapkan aktivitas
lingkungan mereka ialah hal yang
diperlukan oleh masyarakat dimana
perusahaan beroperasi, dan kegagalan
untuk mengungkapkan bisa memiliki
implikasi yang merugikan bagi
perusahaan. Maka perusahaan yang
mempunyai kepedulian terhadap
lingkungan disekitarnya maka
masyarakat juga akan yakin bahwa
perusahaan ini tidak akan merugikan
lingkungan tempat hidup mereka, maka
dari itulah perusahaan harus
melegitimasi masyarakat dan sekitar
lingkungannya.
2.2 Stakeholder Theory
Stakeholder theory merupakan
teori yang dikembangkan oleh R. Edward
Freeman (1984). Teori stakeholder
artinya sebagai kumpulan kebijakan dan
praktik yang berhubungan dengan
stakeholder, nilai-nilai, pemenuhan
ketentuan hukum, penghargaan
masyarakat dan lingkungan, serta
komitmen dunia usaha untuk kontribusi
dalam pembangunan secara
berkelanjutan. Stakeholder theory
dimulai dengan asumsi bahwa nilai
(value) secara eksplisit dan tak
dipungkiri merupakan bagian dari
kegiatan usaha (Freeman, 2002).
Pengungkapan informasi
keuangan, sosial, dan lingkungan
merupakan dialog antara perusahaan
dengan stakeholder-nya dan
menyediakan informasi mengenai
aktivitas perusahaan yang dapat
mengubah persepsi dan ekspektasi
(Adam dan McNicholas, 2007).
Perusahaan akan berusaha untuk
mencapai harapan stakeholder yang
berkuasa dengan penyampaian
pengungkapan, termasuk pelaporan
aktivitas sosial dan lingkungan.
Pengungkapan tersebut dilakukan
dengan harapan dapat memenuhi
kebutuhan stakeholder-nya serta
mendapatkan dukungan dari
stakeholder-nya demi keberlangsungan
perusahaan.
Perusahaan adalah bagian dari
beberapa elemen yang membentuk
masyarakat dalam sistem sosial. Kondisi
tersebut menciptakan sebuah hubungan
timbal balik antara perusahaan dan para
stakeholder. Hal ini berarti perusahaan
harus melaksanakan peranannya secara
dua arah yaitu untuk memenuhi
kebutuhan perusahaan itu sendiri
maupun stakeholders. Menurut Freeman
(2001) teori stakeholder adalah teori
yang menggambarkan kepada
pihakmana saja (stakeholder)
perusahaan bertanggung jawab. Januarti
dan Apriyanti (2005) mengemukakan
bahwa teori stakeholder mengasumsikan
bahwa eksistensi perusahaan
memerlukan dukungan stakeholder
sehingga aktivitas perusahaan juga
mempertimbangkan persetujuan dari
stakeholder.
Stakeholders merupakan individu,
sekelompok manusia, komunitas atau
masyarakat baik secara keseluruhan
maupun secara parsial yang memiliki
hubungan serta kepentingan terhadap
perusahaan. Ghozali dan Chariri (2007)
menjelaskan bahwa stakeholders theory
mengatakan bahwa perusahaan
bukanlah entitas yang hanya beroperasi
untuk kepentingannya sendiri namun
harus memberikan manfaat bagi
stakeholder-nya (pemegang saham,
kreditor, konsumen, supplier,
pemerintah, masyarakat, analis, dan
pihak lain).
Teori stakeholder digunakan
sebagai dasar untuk menganalisis
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
47
kelompok-kelompok yang mana
perusahaan harus bertanggung jawab
(Moir, 2001). Definisi stakeholder
menurut Freeman (1984) dalam Moir
(2001) adalah setiap kelompok atau
individu yang dapat mempengaruhi atau
dipengaruhi oleh pencapaian tujuan
organisasi. Stakeholder khususnya dapat
dibedakan kedalam stakeholder primer
dan sekunder. Clarkson (1995) dalam
Moir (2001) mendefinisikan stakeholder
primer sebagai seseorang atau kelompok
yang tanpanya perusahaan tidak dapat
going concern, meliputi: shareholder dan
investor, karyawan, konsumen dan
pemasok, bersama dengan yang
didefinisikan dengan shareholder public,
yaitu: pemerintah dan komunitas yang
menyediakan infrastruktur dan pasar,
yang undang-undang dan peraturannya
harus ditaati, dan kepadanya pajak dan
kewajibannya harus dibayar. Kelompok
stakeholder sekunder didefinisikan
sebagai mereka yang mempengaruhi,
atau dipengaruhi perusahaan, namun
mereka tidak berhubungan dengan
transaksi dengan perusahaan dan tidak
esensial kelangsungannya.
Stakeholder pada dasarnya dapat
mengendalikan atau memiliki
kemampuan untuk mempengaruhi
pemakaian sumber-sumber ekonomi
yang digunakan perusahaan. Oleh karena
itu power stakeholder ditentukan oleh
besar kecilnya power yang dimiliki
stakeholder atas sumber tersebut
(Ghozali dan Chariri, 2007). Power
tersebut dapat berupa kemampuan
untuk membatasi pemakaian sumber
ekonomi yang terbatas (modal dan
tenaga kerja), akses terhadap media yang
berpengaruh, kemampuan untuk
mengatur perusahaan, atau kemampuan
untuk mempengaruhi konsumsi atas
barang dan jasa yang dihasilkan
perusahaan (Deegan, 2000 dalam
Ghozali dan Chariri, 2007). Oleh karena
itu, ketika stakeholder mengendalikan
sumber ekonomi yang penting bagi
perusahaan, maka perusahaan akan
bereaksi dengan cara-cara yang
memuaskan keinginan stakeholder. Atas
dasar argumen diatas, teori stakeholder
umumnya berkaitan dengan caracara
yang digunakan perusahaan untuk me-
manage stakeholder-nya. Cara-cara yang
dilakukan untuk me-manage stakeholder-
nya tergantung pada strategi yang
diadopsi perusahaan (Ullman, 1985).
Ullman (1985) mengatakan bahwa
strategi aktif adalah apabila perusahaan
berusaha mempeangaruhi hubungan
organisasinya dengan stakeholder yang
dipandang berpengaruh, sedangkan
perusahaan yang mengadopsi strategi
pasif cenderung tidak terus menerus
memonitor aktivitas stakeholder dan
secara sengaja tidak mencari strategi
optimal untuk menarik perhatian
stakeholder (Angling Mahatma Pian,
2010).
2.3 Akuntansi Lingkungan
Akuntansi lingkungan merupakan
ilmu akuntansi yang bekerja dalam ruang
lingkup environmental management
system. Pendapat lain juga mengatakan
bahwa akuntansi sosial lingkungan
mengidentifikasi, menilai, dan mengukur
aspek penting dari kegiatan sosial
ekonomi perusahaan dan negara dalam
memelihara kualitas hidup masyarakat
sesuai dengan tujuan yang telah
ditetapkan (Haniffa, 2002 dalam Anonim;
2011). Sedangkan akuntansi sosial
lingkungan yang didefinisikan oleh
Ramanathan (1996 dalam Anonim;
2011) adalah proses seleksi variabel-
variabel kinerja sosial tingkat
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
48
perusahaan, ukuran dan prosedur
pengukuran, yang secara sistematis
mengembangkan formasi yang
bermanfaat untuk mengevaluasi kinerja
sosial perusahaan dan
mengkomunikasikan informasi kepada
kelompok sosial yang tertarik baik di
dalam maupun di luar perusahaan.
“Gray, Bebbington and Walters
define environmental accounting as a
management tool addressing all areas of
accounting that may be affected by the
response of business organizations to
environmental issues, including the new
area of eco-accounting. Another definition
was suggested by the Public Accounts and
Estimates Committee, which defined it as
a process, which provides information on
the environment and the impact of human
activity on the environment that is useful
in making appropriate decisions at
various levels of management.”
Gray, Bebbington and Walters
mendefiniskan akuntansi lingkungan
sebagai alat untuk menangani semua
bidang akuntansi manajemen yang dapat
dipengaruhi oleh organisasi bisnis untuk
isu lingkungan, termasuk daerah
barueco-akuntansi. Definisi lain oleh
Komite Akuntan Publik dan Estimasi,
yang mendefinisikan sebagai sebuah
proses yang memberikan informasi
tentang lingkungan dan dampak aktivitas
manusia pada lingkungan dalam
mengambil keputusan yang tepat pada
tingkat manajemen (Małgorzata
Kamieniecka, 2013:56).
Berdasarkan hakikat dari sistem
manajemen lingkungan, maka dengan
meminjam definisi dari Ggray dan
Bebington (2001) dalam Lako
(2011:124), area akuntansi lingkungan
mencakup: (1) risiko-risiko atau
kewajiban kontinjen perusahaan, (2)
revaluasi aset dan proyeksi-proyeksi
kapital, (3) analisis biaya dalam area-
area penting seperti energi, limbah dan
proteksi lingkungan, (4) penafsiran
investasi yang mempertimbangkan
faktor-faktor lingkungan, (5)
pengembangan sistem informasi dan
sistem akuntansi baru yang mencakup
semua kinerja lingkungan, (6) penilaian
terhadap costs dan benefits dari program-
program perbaikan lingkungan, (7)
pengembangan teknik-teknik akuntansi
untuk mengungkap aset, kewajiban dan
cost dan terminologogi-terminologi
ekologi dan non financial.
Pentingnya penggunaan akuntansi
lingkungan bagi perusahaan ini
tercantum dalam fungsi dan peran
akuntansi lingkungan yang terbagi atas
dua bagian yaitu (1) fungsi internal,
merupakan fungsi yang berkaitan
dengan pihak internal perusahaan itu
sendiri. Pihak internal adalah pihak yang
menyelengggarakan usaha, seperti
rumah tangga konsumen dan rumah
tangga produksi maupun jasa lainnya
(Ikhsan, 2008:18). Adapun yang menjadi
aktor dan faktor dominan pada fungsi
internal ini adalah pimpinan perusahaan.
Sebab pimpinan perusahaan merupakan
orang yang bertanggungjawab dalam
setiap pengambilan keputusan maupun
penentuan setiap kebijakan internal
perusahaan. Fungsi internal
memungkinkan untuk mengatur biaya
konservasi lingkungan dan menganalisis
biaya dari kegiatan-kegiatan konservasi
lingkungan yang efektif dan efisien serta
sesuai dengan pengambilan keputusan.
(2) fungsi eksternal merupakan fungsi
yang berkaitan dengan aspek pelaporan
keuangan. Pada fungsi ini faktor paling
penting yang perlu diperhatikan
perusahaan adalah pengungkapan hasil
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
49
dari kegiatan konservasi lingkungan
dalam bentuk data akuntansi.
Undang-Undang Republik
Indonesia No. 23 tahun 1997 mengenai
pengelolaan lingkungan hidup,
lingkungan hidup adalah kesatuan
ruangan dengan semua benda, daya,
keadaan, dan makhluk hidup termasuk
manusia dan perilakunya, yang
mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan
manusia serta makhluk hidup lain.
Lingkungan hidup juga bisa didefinisikan
sebagai (Wikipedia: 2008):
a. Daerah dimana sesuatu mahluk hidup
berada.
b. Keadaan atau kondisi yang
melingkupi suatu makhluk hidup.
c. Keseluruhan keadaan yang meliputi
sekumpulan mahluk hidup, terutama
kombinasi dari berbagai kondisi fisik
luar mahluk hidup yang
mempengaruhi pertumbuhan,
perkembangan dan kemampuan
mahluk hidup untuk bertahan serta
merupakan gabungan dari kondisi
sosial dan budaya yang berpengaruh
pada keadaan suatu individu mahluk
hidup atau suatu komunitas makhluk
hidup.
Akuntansi lingkungan
dipertimbangkan karena akan menjadi
perhatian bagi pemegang saham dengan
cara mengurangi biaya yang
berhubungan dengan lingkungan
sehingga diharapkan dengan
pengurangan biaya lingkungan tersebut
akan menciptakan kualitas lingkungan
yang lebih baik. Selain itu, tujuan
akuntansi lingkungan juga untuk
menjembatani kepentingan perusahaan
dengan pemangku kepentingan secara
menyeluruh. Hal tersebut untuk
mengetahui kegiatan perusahaan dalam
menangani pencemaran lingkungan serta
kewajiban perusahaan atas masalah
tersebut melalui laporan keuangan
perusahaan. Selain itu, hal tersebut juga
bertujuan untuk memenuhi tuntutan
terhadap undang- undang yang
menyangkut kewajiban lingkungan
(environmental liabilities) (Hasyim,
2011).
2.4 Triple Bottom Line Theory
Istilah Triple Bottom Line
dipelopori oleh Elkington dalam buku
Cannibals With Forks. Dalam definisinya
tentang Triple Bottom Line, Elkington
menggunakan istilah profit, people, dan
planet sebagai tiga garis (Elkington,
1998). Triple Bottom Line Accounting
menekankan bahwa kinerja perusahaan
tidak hanya diukur dengan indikator
keuangan, melainkan juga menggunakan
indikator non keuangan. Konsep Triple
Bottom Line Accounting menyediakan
kerangka kerja untuk mengukur kinerja
bisnis dan keberhasilan organisasi
menggunakan tiga jalur, yakni bidang
ekonomi, sosial, dan lingkungan (Goel,
2010). Menurut (Foran, Lenzen, Dey, &
Bilek, 2005) konsep triple bottom line
accounting secara luas dikembangkan
sebagai cara dimana perusahaan dapat
mewujudkan tujuan sosial yang lebih
luas disamping meningkatkan nilai
pemegang saham.
Triple Bottom Line Accounting
(TBLA) telah menjadi isu utama dan
hangat dibicarakan dalam berbagai
kesempatan dan diwujudkan dalam tiga
pilar yaitu people, profit dan planet. Teori
triple bottom line dimana teori ini
memberi pandangan bahwa jika sebuah
perusahaan ingin mempertahankan
kelangsungan hidupnya, maka
perusahaan tersebut harus
memperhatikan “3P”. Selain mengejar
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
50
keuntungan (profit), perusahaan juga
harus memperhatikan dan terlibat pada
pemenuhan kesejahteraan masyarakat
(people) dan turut berkontribusi aktif
dalam menjaga kelestarian lingkungan
(planet) (Yusuf wibisono, 2007).
a. Profit (Keuntungan)
Profit atau keuntungan merupakan
tujuan utama dan terpenting dalam
setiap kegiatan usaha. Tidak dapat
dipungkiri jika fokus utama dari seluruh
kegiatan dalam perusahaan adalah
mengejar profit dan mendongkrak harga
saham setinggi-tingginya karena inilah
bentuk tanggung jawab ekonomi yang
paling esensial terhadap pemegang
saham. Aktivitas yang dapat ditempuh
untuk mendongkrak profit antara lain
dengan meningkatkan produktivitas dan
melakukan efiisensi biaya. Peningkatan
produktivitas bisa diperoleh dengan
memperbaiki manajemen kerja mulai
penyederhanaan proses, mengurangi
aktivitas yang tidak efisien, menghemat
waktu proses dan pelayanan. Sedangkan
efisiensi biaya dapat tercapai jika
perusahaan menggunakan material
sehemat mungkin dan memangkas biaya
serendah mungkin.
b. People (Masyarakat)
People atau masyarakat
merupakan stakeholders yang sangat
penting bagi perusahaan, karena
dukungan masyarakat sangat diperlukan
bagi keberadaan, kelangsungan hidup,
dan perkembangan perusahaan. Maka
dari itu perusahaan perlu berkomitmen
untuk berupaya memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Perlu disadari juga bahwa operasi
perusahaan berpotensi memberi dampak
kepada masyarakat. Karena itu
perusahaan perlu untuk melakukan
berbagai kegiatan yang dapat menyentuh
kebutuhan masyarakat (Wibisono,
2007).
c. Planet (Lingkungan)
Planet atau Lingkungan adalah
korban dari tindakan eksploitasi alam
yang dilakukan manusia. Lingkungan
juga merupakan sesuatu yang terkait
dengan seluruh bidang dalam kehidupan
manusia. Karena semua kegiatan yang
dilakukan oleh manusia sebagai makhluk
hidup selalu berkaitan dengan
lingkungan misalnya air yang diminum,
udara yang dihirup dan seluruh
peralatan yang digunakan, semuanya
berasal dari lingkungan. Begitu besar
manfaat yang diterima oleh manusia
membuat mereka lupa bahwa lingkungan
pun harus di lestarikan kembali agar
generasi selanjutnya masih bisa
menikmati manfaat dari lingkungan yang
bersih.
John Elkington (1997) konsep
triple bottom line merupakan perluasan
dari konsep akuntansi tradisional yang
hanya membuat single bottom line
tunggal yakni hasil-hasil keuangan dari
aktivitas ekonomi perusahaan. Secara
lebih rinci, Elkington menjelaskan triple
bottom line sebagai berikut.
“The three lines of the triple bottom
line represent society, the economy and
the environment. Societ depend on the
global ecosystem, whose hearh represents
ultimate bottom line. The three line are
not stable; they are in constant flux, due to
social, political, economic and
environmental pressures, cycle and
conflicts.”
Berdasarkan pengertian dan
pemaparan di atas dapat disimpulkan
bahwa aktivitas perusahaan yang
berkaitan dengan ekonomi, sosial dan
lingkungan sangat berkaitan dengan
masyarakat. Konsep TBL
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
51
mengimplikasikan bahwa perusahaan
harus lebih mengutamakan kepentingan
stakeholder (semua pihak yang terlibat
dan terkena dampak dari kegiatan yang
dilakukan perusahaan) daripada
kepentingan shareholder (pemegang
saham). Karena keuntungan merupakan
inti dari dunia bisnis dan itu merupakan
hal yang wajar. Maka, manusia sebagai
pelaku industri hanya mementingkan
bagaimana menghasilkan uang
sebanyak-banyaknya tanpa melakukan
upaya apapun untuk melestarikan
lingkungan. Padahal dengan
melestarikan lingkungan, manusia justru
akan memperoleh keuntungan yang
lebih, terutama dari sisi kesehatan,
kenyamanan, di samping ketersediaan
sumber daya yang lebih terjamin
kelangsungannya (Deviarti Holly. 2012.).
Global Reporting Initiative (GRI),
yang merupakan panduan pelaporan
perusahaan untuk mendukung
pembangunan berkelanjutan yang
digagas oleh PBB lewat Coalition for
Environmental Economies (CERES) dan
(UNEP) pada tahun 1997. GRI
merupakan organisasi non-profit yang
mempromosikan keberlanjutan sosial,
ekonomi, dan lingkungan. GRI
menyediakan kerangka pelaporan
keberlanjutan yang komprehensif bagi
semua perusahaan dan organisasi yang
banyak digunakan diseluruh dunia.
Semakin banyak indikator yang
diungkapkan dalam sustainability report
maka semakin bagus kualitas dari
sustainability report tersebut. Dalam
penelitian ini indikator yang digunakan
adalah GRI-G4 Guidelines menyebutkan
bahwa, perusahaan harus menjelaskan
dampak aktivitas perusahaan terhadap
ekonomi, lingkungan dan sosial pada
bagian standar disclosure. Sustainability
report menggunakan standar dari GRI
berisi 3 komponen yaitu:
1. Indikator Kinerja Ekonomi
2. Indikator Kinerja Lingkungan
3. Indikator Kinerja Sosial, terdiri dari
empat sub-kategori, yaitu:
a) Indikator Ketenagakerjaan &
Kenyamanan Bekerja
b) Indikator Kinerja Hak Asasi
Manusia
c) Indikator Kinerja Masyarakat
d) Indikator Kinerja Tanggung
Jawab Produk
Adapun item-item yang digunakan
dalam pengungkapan sustainability
report adalah sebagai berikut:
berkaitan dengan perbaikan
lingkungan. Pada pertengahan tahun
1990-an ketika istilah environmental
accounting belum banyak dikenal hanya
beberapa perusahaan saja yang
menerapkannya, mula-mula dengan
mengungkapkan masalah lingkungan.
Hal ini dikarenakan berkaitan dengan
keterbukaan perusahaan untuk
mengungkapkan informasi lingkungan
sebagai dampak dari aktivitas industri
atau bisnis mereka. Kerusakan
lingkungan adalah dampak intern bila
perusahaan sangat bernafsu untuk
mengejar laba dan pemupukan modal
(Suartana, 2010).
Penerapan akuntansi lingkungan
itu terkait dengan kepedulian mereka
terhadap lingkungan itu sendiri, dan hal
tersebut bahwa triple bottom line adalah
suatu pengurustamaan pengelola dan
kepedulian perusahaan dewasa ini.
Triple bottom line telah menjadi isu
utama dan diwacanakan dalam berbagai
kesempatan dan diwujudkan dalam tiga
pilar ialah laba, alam dan manusia.
Bahwa dalam triple bottom line bukan
hanya sekedar mencari laba namun juga
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
52
memiliki perhatian terhadap manusia
dan alam yang ada disekitarnya. Serta
juga membuktikan bahwa teori
legitimasi didasari oleh kontrak sosial
yang terjadi antara perusahaan dengan
masyarakat dimana perusahaan
beroperasi dan menggunakan sumber
daya ekonomi (Ghozali dan Chariri, 2007
dalam Nugroho dan Purwanto, 2013).
Legitimasi organisasi dapat dilihat
sesuatu yang diberikan masyarakat
kepada perusahaan dan sesuatu yang
diinginkan atau dicari dari masyarakat.
Hal ini ditunjukkan dengan
pengungkapan triple bottom line yang
dilakukan oleh perusahaan sebagai
wujud legitimasi terhadap masyarakat.
Dan hal tersebut menguraikan dampak
organisasi perusahaan terhadap
ekonomi, sosial dan lingkungan. Salah
satu model awal yang digunakan oleh
perusahaan dalam menyusun
sustainability report mereka adalah
dengan mengadopsi metode akuntansi
yang dinamakan triple bottom line
(Nugroho dan Purwanto, 2013). Secara
detail tiga pilar TBL yang diungkapkan
oleh Omimi dan Kingsley (2013) serta
Onyali dan Innocent (2014) adalah:
a. Planet (Lingkungan), Dalam pilar ini
perusahaan harus turut serta dalam
menjaga kelestarian lingkungan hidup
dan keberlanjutan keberagaman
hayati. Dengan berfokus pada
lingkungan dan keberlanjutan,
perusahaan memastikan bahwa
bahan yang mereka gunakan diproses
menggunakan metode dan teknik
yang baik. Hal tersebut mengacu pada
praktik-praktik lingkungan yang
berkelanjutan. Bahwa sebuah
perusahaan ada untuk memberikan
manfaat terhadap tatanan alam
sebanyak mungkin atau setidaknya
tidak merugikan dan meminimalkan
dampak terhadap lingkungan, antara
lain, hati-hati mengelola konsumsi
energi dan non-energi terbarukan dan
mengurangi limbah manufaktur serta
render limbah kurang beracun
sebelum membuangnya, dan dengan
cara yang aman dan legal. Seiring
berjalannya waktu kelestarian
lingkungan tentu saja lebih
menguntungkan untuk bisnis dalam
jangka panjang. Selain masyarakat
sekitar, jika perusahaan ingin tetap
eksis maka harus disertakan pula
laporan tanggung jawab terhadap
lingkungan. Lingkungan adalah
sesuatu yang terkait dengan seluruh
bidang kehidupan manusia. Namun
sayangnya, sebagian besar dari kita
masih kurang peduli dengan
lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan
karena tidak ada keuntungan
langsung yang timbul didalamnya.
Keuntungan merupakan inti dari
dunia bisnis dan itu merupakan suatu
hal yang wajar. Maka, kita banyak
melihat pelaku industri yang hanya
mementingkan bagaimana
menghasilkan keuntungan sebanyak-
banyaknya tanpa melakukan upaya
untuk melestarikan lingkungan.
Padahal dengan melestarikan
lingkungan, mereka justru akan
memperoleh keuntungan yang lebih,
terutama dari sisi kesehatan,
kenyamanan, disamping ketersediaan
sumber daya yang lebih terjamin
kelangsungannya. (Wibisono, 2007
dalam Aryani dan Amanah, 2014).
b. People (Masyarakat), di sini
perusahaan dituntut untuk memiliki
kepedulian terhadap manusia. Hal
tersebut berkaitan dengan praktik-
praktik bisnis yang adil dan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
53
menguntungkan terhadap pekerja dan
masyarakat dan daerah di mana
sebuah perusahaan menjalankan
bisnisnya. Serta berkomitmen untuk
memperlakukan karyawan dengan
cara yang etis dan adil, dan
memberikan kompensasi yang adil.
Secara konkret, pada bagian ini
perusahaan akan membayar gaji yang
adil untuk para pekerjanya, akan
menjaga lingkungan kerja yang aman
dan jam kerja ditoleransi, perusahaan
dalam hal ini hadir untuk sosial
mereka. People merupakan suatu hal
yang nyata bahwa masyarakat sekitar
perusahaan merupakan salah satu
stakeholder penting bagi perusahaan,
karena dukungan mereka sangat
diperlukan bagi segala macam bentuk
aktivitas perusahaan mulai dari
keberadaan, kelangsungan hidup dan
perkembangan perusahaan. Maka dari
itu, perusahaan perlu berkomitmen
untuk berupaya memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Selain itu juga perlu disadari bahwa
aktivitas operasi perusahaan
berpotensi memberikan dampak
kepada masyarakat sekitar.
Karenanya pula perusahaan perlu
untuk melakukan berbagai kegiatan
yang menyentuh kebutuhan
masyarakat. Intinya, apabila
perusahaan tetap ingin eksis
perusahaan harus menyertakan pula
laporan tanggung jawab yang bersifat
sosial. (Wibisono, 2007 dalam Aryani
dan Amanah, 2014).
c. Profit (Keuntungan), sebagai pilar
Triple Bottom Line merupakan
dampak ekonomi yang ditimbulkan
dari keberadaan perusahaan. Nilai
ekonomi yang ditimbulkan oleh
organisasi setelah dikurangi semua
biaya yang terjadi dalam aktivitas
perusahaan. Keuntungan sendiri pada
hakekatnya digunakan untuk
menjamin kelangsungan hidup
perusahaan. Untuk dapat
meningkatkan pencapaian
keuntungan dalam sebuah
perusahaan yaitu dengan cara
meningkatkan produktivitas,
melakukan kegiatan efisiensi biaya
dan yang paling penting perhatian
terhadap segala sesuatu yang
berhubungan dengan perusahaan,
baik itu lingkungan sosial maupun
lingkungan alam sebagai tempat
berdirinya perusahaan, dengan
demikian bahwa perusahaan akan
memiliki keunggulan kompetitif yang
dapat memberikan nilai tambah
semaksimal mungkin. Profit
merupakan unsur terpenting dan
menjadi tujuan utama dari sebuah
kegiatan usaha. Tidak aneh jika tujuan
utama dari keseluruhan perusahaan
adalah mengejar profit atau
mendongkrak harga saham
setinggitingginya, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Profit sendiri merupakan pendapatan
yang dapat digunakan untuk
menjamin kelangsungan hidup
perusahaan. Sedangkan aktivitas yang
dapat dilakukan untuk mendongkrak
profit antara lain dengan
meningkatkan produktivitas dan
melakukan efisiensi biaya, sehingga
perusahaan mempunyai keunggulan
kompetitif dengan perusahaan lain
dan dapat memberikan nilai tambah
semaksimal mungkin (Wibisono, 2007
dalam Aryani dan Amanah, 2014).
Pemerintah telah membuat
regulasi berkaitan dengan masalah
lingkungan. Adapun regulasi tersebut
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
54
terdapat dalam undang-undang No. 40
tahun 2007 tentang perseroan terbatas
dan peraturan Bank Indonesia No.
7/2/PBI/2005 tentang penetapan
peringkat kualitas aktiva bagi bank
umum (Kusumaningtias, 2013). Selain
itu, pemerintah Indonesia melalui
Kementrian Negara Lingkungan Hidup
menetapkan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup Republik Indonesia
Nomor 6 Tahun 2013 Tentang Program
Penilaian Peringkat kinerja lingkungan
perusahaan dalam Pengelolaan
Lingkungan Hidup, telah melakukan
pemeringkatan environmental
performance perusahaan melalui suatu
program yang dinamakan program for
pollution control, evaluation and rating
atau PROPER (Burhany, 2014).
2.5 Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah sarana upaya
kesehatan yang menyelengarakan
kegiatan pelayanan kesehatan/medis
yang bersifat preventif, kuratif, promotif,
dan rehabilitatif (Permenkes RI Nomor:
986/Per/XI/1992; Sutrisnowati, 2004).
Menurut WHO, Rumah Sakit adalah
institusi yang merupakan bagian integral
dari organisasi kesehatan dan organisasi
sosial, berfungsi menyediakan pelayanan
kesehatan yang lengkap, baik kuratif
maupun preventif bagi pasien, rawat
jalan dan rawat inap, kegiatan pelayanan
medis, serta perawatan. Institusi
pelayanan ini juga berfungsi sebagai
latihan personil dan riset kesehatan.
Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia mendefinisikan Rumah Sakit
sektor publik sebagai Rumah Sakit yang
diselenggarakan oleh pemerintah dan
swasta non-profit, meliputi: Rumah Sakit
yang diselenggarakan oleh Kementrian
Kesehatan Pemda Provinsi, Pemda
Kabupaten, Pemda Kota, Kementrian
lain, TNI, POLRI, dan Swasta non-profit.
Pelayanan RS merupakan bagian yang
tidak terpisah dari sistem pelayanan
kesehatan pada umumnya (Aswar,
1998).
Jacobalis (1990) kualitas
pelayanan kesehatan Rumah Sakit dapat
diuraikan dari beberapa aspek,
diantaranya aspek klinis, efisiensi dan
efektivitas, keselamatan pasien,
kepuasan pasien yang menyangkut
kepuasan fisik, mental dan sosial pasien
terhadap lingkungan Rumah Sakit,
kebersihan, kenyamanan, kecepatan
pelayanan, keramahan, perhatian, biaya
yang diperlukan dan sebagainya.
2.6 Akuntansi Lingkungan dalam
Aktivitas Operasi Rumah Sakit
Akuntansi Lingkungan merupakan
salah satu bentuk kontribusi dan
tanggung jawab Rumah Sakit terhadap
sosial-lingkungan, Penerapannya sangat
perlu dilakukan mengingat dampak
ekstemalitas yang ditimbulkan dari
adanya kegiatan operasi Rumah Sakit
sangat besar. Dengan konsep ini, pihak
manajemen Rumah Sakit dapat
menetapkan biaya atau tarif layanan
yang lebih akurat untuk mengetahui
break event point yang sebenanya.
Meskipun sangat penting, konsep
akuntansi lingkungan ini belum banyak
dikenal di kalangan sektor publik.
Sedangkan bagi organisasi sektor publik
masih menjadi sesuatu yang baru.
Namun bukan berarti konsep ini tidak
dapat diterapkan untuk organisasi sektor
publik seperti Rumah Sakit. Faktor-
faktor yang berpengaruh terhadap
penerapan akuntansi lingkungan dalam
aktivitas operasi Rumah Sakit adalah
sebagai berikut:
a. Faktor sosial-lingkungan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
55
Penerapan akuntansi lingkungan di
Rumah Sakit dipengaruhi oleh adanya
rasa tanggung jawab sosial dan
lingkungan dari pihak Rumah Sakit. Rasa
tanggung jawab ini muncul karena pihak
Rumah Sakit menyadari akan
ekstemalitas dan dampak lingkungan
yang timbul dari pelaksanaan aktivitas
Rumah Sakit. Apalagi limbah yang
dihasilkan oleh Rumah Sakit merupakan
limbah yang berbahaya dan beracun.
b. Faktor nilai tambah
Rumah Sakit menerapkan
akuntansi lingkungan dengan tujuan
untuk meningkatkan kinerja keuangan
sehingga menciptakan nilai tambah bagi
Rumah Sakit. Nilai tambah tersebut
dapat diperoleh melalut image positif
yang diciptakan melalui penerapan
akuntansi lingkungan. Rumah Sakit yang
menerapkan akuntansi lingkungan dapat
memunculkan pelaksanaannya dalam
laporan keuangan yang dapat diakses
oleh semua pihak, dengan demikian,
masyarakat luas akan mengetahui bahwa
Rumah Sakit tersebut peduliakan
kelestarian lingkungan dan kepercayaan
masyarakat semakin meningkat karena
Rumah Sakit menerapkan akuntansi
lingkungan sebagai bentuk pertanggung-
jawaban dan transparansi kepada
masyarakat atas pencemaran dan limbah
yang dihasilkan oleh Rumah Sakit.
Hingga saat ini, belum banyak organisasi
swasta maupun publik yang menerapkan
akuntansi lingkungan sebagai bagian dari
usahanya karena manfaat dari
penerapan akuntansi lingkungan dirasa
tidak sebanding dengan biaya yang
dikeluarkan. Aktivitas CSR dianggap
tidak membertingkat pengembalian yang
sepadan sehingga manajer lebih suka
menginvestasikan dananya untuk hal
yang lebih pasti demi keberlanjutan
usahanya.
c. Faktor hukum
Aturan hukum yang mengatur
penerapan akuntansi lingkungan di
Rumah Sakit sektor publik di Indonesia
saat ini belum ada, namun penerapan
akuntansi lingkungan pada perusahaan
swasta diatur dalam PP No. 47 Tahun
2012 yang merupakan tindak lanjut dari
UU Perseroan Terbatas No. 40 Tahun
2007. Dalam undang-undang disebutkan
bahwa setiap perseroan mempunyai
tanggung jawab sosial dan lingkungan
yang menjalankan usahanya di bidang
yang berkaitan dengan sumber daya
alam (Lindrianasari, 2007). Rumah Sakit
juga menghasilkan berbagai macam
limbah, untuk itu perlu dibuat aturan
yang mengikat agar Rumah Sakit
menerapkan akuntansi lingkungan
karena kuantitas limbah yang dihasilkan
dari aktivitas operasi Rumah Sakit cukup
banyak. Peran regulasi sebaiknya
diperkuat dengan peraturan daerah.
Adanya peraturan daerahdapat
dimaksimalkan penerapan akuntansi
lingkungan karena pemerintah daerah
dapat mengontrol secara langsung
Rumah Sakit yang berada di wilayahnya
serta meningkatkan sosialisasi kepada
Rumah Sakit akan pentingnya penerapan
akuntansi lingkungan (Niar dan yeni,
2012).
d. Komitmen Para Pelaku Rumah Sakit
Penerapan konsep ini, peran
semua pihak Rumah Sakit sangat
diperlukan. Diperlukan komitmen yang
kuat dari semua pihak Rumah Sakit demi
suksesnya penerapan semangat
akuntansi lingkungan ini.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
56
3. Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran
menurut Sekaran (2002) adalah
jaringan asosiasi yang disusun,
dijelaskan, dan dielaborasi, secara
logis antar variable yang dianggap
relevan pada situasi masalah dan
diidentifikasi melalui proses
wawancara, pengamatan dan
dokumentasi. Secara lengkap
kerangka fikir penelitian ini
disajikan sebagai berikut:
Gambar 1 Kerangka Pemikiran
Akuntansi Lingkungan
Legitimacy theory Stakeholder
theory
Triple Bottom Line
Profit People Planet
Penerapan Akuntansi Lingkungan pada RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
57
Kerangka pemikiran dalam
penelitian ini disusun dengan adanya
kesadaran masyarakat terhadap
permasalahan lingkungan yang
ditimbulkan oleh perusahaan, dari hal
tersebut akuntansi lingkungan yang
menilai biaya dan manfaat dari sebuah
kegiatan lingkungan untuk mengurangi
dampak kerusakan lingkungan dari
perusahaan. Triple bottom line juga
dijelaskan bahwa perusahaan tidak lagi
memandang terhadap satu aspek saja
dalam hal ini profit, namun perusahaan
sudah mengacu pada tiga aspek yaitu
profit, planet dan people.
Hal ini disebutkan bahwa
perusahaan harus memiliki kepedulian
terhadap manusia dan alam yang ada
disekitarnya dengan mengeluarkan biaya
dari sebuah kegiatan lingkungan
perusahaan. Oleh kerena, itu legitimasi
organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu
yang diberikan masyarakat kepada
perusahaan dan sesuatu yang diinginkan
atau dicari dari masyarakat, serta teori
stakeholder sebagai informasi tanggung
jawab sosial dan lingkungan untuk
mendapatkan dukungan dari para
pemangku kepentingan. Hal ini
ditunjukkan dengan triple bottom line
yang dilakukan oleh perusahaan sebagai
wujud legitimasi serta pengungkapan
informasi terhadap stakeholder, dengan
demikian masyarakat dan pemangku
kepentingan lainnya dapat ikut serta
dalam mewujudkan pembangunan
berkelanjutan yang dijabarkan dengan
perbaikan kualitas hidup yang sesuai
dengan daya dukung lingkungan, jika
lingkungan sudah lestari, masyarakat
berdaya maka profit atau keuntungan
akan didapatkan sebagai feedback dari
usaha yang telah dilakukan. Dari
penjelasan landasan teori dalam
pembahasan mengenai penerapan
akuntansi lingkungan kemudian
dikaitkan dengan penerapan akuntansi
lingkungan pada Rumah Sakit Umum
Daerah (RSUD) H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara yang didukung
dengan teori Triple Bottom Line.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Model Analisis Data
Jenis penelitian yang digunakan
adalah penelitian kualitatif deskriptif.
Penggunaan metode kualitatif dengan
pendekatan deskriptif didasarkan atas
anggapan bahwa peneliti dapat
memaparkan dan menjawab pertanyaan
yang ada di rumusan masalah mengenai
penerapan akuntansi lingkungan
berdasarkan triple bottom line pada
RSUD H. M. Djafar Harun kabupaten
kolaka utara.
Teknik analisis data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
analisis data kualitatif, mengikuti konsep
yang diberikan Miles dan Huberman yaitu
suatu aktivitas yang meliputi reduksi
data, penyajian data, dan penarikan
kesimpulan. Berikut merupakan
penjelasan dari tahapan-tahapan
tersebut:
1. Reduksi Data
Reduksi data merujuk pada proses
pemilihan, pemfokusan,
penyederhanaan, abstraksi, dan
pentransformasian “data mentah” yang
terjadi dalam catatan-catatan lapangan
tertulis. Mereduksi data berarti
merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting,
dicari tema dan polanya. Dalam hal ini,
ketika peneliti memperoleh data dari
lapangan dengan jumlah yang cukup
banyak. Maka perlu segera dilakukan
analisis data melalui reduksi data.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
58
Adapun hasil dari mereduksi data,
peneliti telah memfokuskan pada bidang
penerapan akuntansi lingkungan pada
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara. Hal ini dilakukan peneliti
dengan mengamati serta meninjau
kembali hasil wawancara yang akan
dilakukan dengan pihak Rumah Sakit dan
orang-orang yang bersangkutan dengan
pelaksanaan penerapan akuntansi
lingkungan.
2. Penyajian Data
Setelah data direduksi, selanjutnya
peneliti mendisplaykan data yang berarti
mengorganisir data, menyusun data
dalam suatu pola hubungan sehingga
semakin mudah difahami. Dalam hal ini,
peneliti memfokuskan pada beberapa
penerapan akuntansi lingkungan pada
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara berdasarkan teori triple
bottom line yang di mana terdapat tiga
indikator di dalamnya yaitu planet,
people, dan profit. Dengan demikian, hasil
dari data display ini mampu
memudahkan peneliti dalam upaya
pemaparan dan penegasan kesimpulan.
3. Penarikan Kesimpulan
Langkah ketiga dalam analisis data
kualitatif menurut Miles dan Huberman
adalah penarikan kesimpulan. Dalam hal
ini, peneliti berusaha dan berharap
kesimpulan yang dicapai mampu
menjawab rumusan masalah yang telah
dirumuskan sejak awal yaitu yang
berkaitan dengan penerapan akuntansi
lingkungan pada RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara.
3.2 Pengujian Keabsahan Data
Pemeriksaan terhadap keabsahan
data pada dasarnya, selain digunakan
untuk menyanggah balik apa yang
dituduhkan kepada penelitian kualitatif
yang mengatakan tidak ilmiah, juga
merupakan sebagai unsur yang tidak
terpisahkan dari tubuh pengetahuan
penelitian kualitatif. Keabsahan data
merupakan konsep penting yang
diperbaharui dari konsep kesahihan
(validitas) dan keandalan (realibilitas)
selain itu, keabsahan data adalah bahwa
setiap keadaan harus memenuhi:
mendemonstrasikan nilai yang benar,
menyediakan dasar agar hal itu dapat
diterapkan, memperbolehkan keputusan
luar yang dapat dibuat tentang akuntansi
lingkungan.
Teknik yang digunakan adalah
triangulasi yang artinya pemeriksaan
keabsahan data yang menggunakan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagian
perbandingan terhadap data itu. Jadi
triangulasi merupakan cara terbaik
untuk menghilangkan perbedaan-
perbedaan konstruksi kenyataan yang
ada dalam konteks suatu studi sewaktu
mengumpulkan data tentang berbagai
kejadian dan hubungan dariberbagai
pandangan. Maksud dari triangulasi
disini adalah data wawancara diperiksa
dalam keabsahan data, kemudian
dibandingkan dengan hasil pengumpulan
data yang lain, seperti observasi dan
dokumentasi. Adapun langkah-langkah
yang ditempuh dalam tahap triangulasi
ini adalah:
1. Triangulasi sumber data adalah
menggali kebenaran informasi
tertentu melalui berbagai metode dan
sumber perolehan data. Peneliti
melakukan pengecekan tentang hasil
dari pengamatan wawancara, maupun
hasil data yang diperoleh dengan cara
lain (observasi dan dokumen).
Pengecekan dilakukan kepada pihak-
pihak yang terlibat dalam penerapan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
59
akuntansi lingkungn pada RSUD H. M.
Djafar Harun Kolaka Utara.
2. Triangulasi Teori. Hasil akhir
penelitian kualitatif berupa sebuah
rumusan informasi. Informasi
tersebut selanjutnya dibandingkan
dengan persfektif teori yang relevan
untuk menghindari bias individual
peneliti atas temuan atau kesimpulan
yang dihasilkan. Selain itu, triangulasi
teori dapat meningkatkan kedalaman
pemahaman asalkan peneliti mampu
menggali pengetahuan teoritik secara
mendalam atas hasil analisis data
yang telah diperoleh.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Hasil Penelitian
Pendekatan penelitian yang
digunakan dalam penelitian adalah
kualitatif deskriptif karena dalam
penelitian ini menghasilkan kesimpulan
berupa data yang menggambarkan
secara rinci, bukan data yang berupa
angka-angka. Hal ini karena pendekatan
kualitatif sebagai prosedur penelitian
yang menghasilkan data deskriptif
berupa kata-kata tertulis atau lisan dari
orang-orang dan perilaku yang diamati.
Penelitian ini akan menjelaskan
bahwa bagaimana penerapan akuntansi
lingkungan berdasarkan triple bottom
line pada RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara. Biaya-biaya
lingkungan (biaya dalam aktivitas
sanitasi) yang dikeluarkan oleh rumah
sakit secara umum yaitu Aktivitas
Limbah Cair, Aktivitas Limbah Padat, dan
Penyehatan Air Bersih. Pada triple
bottom line penelitian ini dikaji
berdasarkan Profit, People, dan Planet.
Berdasarkan visi dan misi rumah
sakit dalam mengelolah limbah, pada
penelitian ini dijelaskan juga Sanitasi
Lingkungan, Data Kualitatif Sehubungan
dengan Pengelolaan Limbah, Limbah
Rumah Sakit, dan Penanganan Limbah.
Dengan demikian, RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara akan
senantiasa berupaya melaksanakan
fungsinya semaksimal mungkin dengan
terus berusaha mengadakan perbaikan
dan peningkatan sarana dan prasarana
serta kinerja petugasnya. Berdasarkan
penjelasan tersebut, berikut adalah
informan yang di wawancarai pada
penelitian ini:
Tabel 1 Data Informan
No Nama Jabatan
1 RM Bagian Keuangan
2 AS Bagian Pengawasan dan Pengendalian
3 TM, AM. KL Bagian Penunjang dan Pelayanan
4 NB, SKM Koordinator Cleaning Service
5 Ibu KS Warga Desa Tojabi (Masyarakat)
6 Ibu NR Warga Desa Tojabi (Masyarakat)
7 Ibu SN Warga Desa Tojabi (Masyarakat)
8 Ibu LN Warga Desa Tojabi (Masyarakat)
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
60
4.2 Penerapan Akuntansi Lingkungan
a. Deskripsi Elemen
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara sudah berupaya dalam
memperbaiki kualitas lingkungan secara
berkelanjutan. Bentuk kepedulian rumah
sakit terhadap lingkungan direalisasikan
dengan cara menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan rumah sakit,
melakukan pengelolaan limbah baik
limbah medis maupun limbah non medis
sebelum dilakukan pembuangan, serta
selalu berusaha untuk mematuhi
peraturan dan perundangan lingkungan
sesuai dengan arahan Dinas Kesehatan
RI dan mengembangkan, mengkaji, dan
memelihara kebijakan lingkungan. Hal
ini sesuai dengan penyampaian Ibu NB,
selaku bagian koordinasi cleaning service,
bahwa:
“Hal utama dilakukannya pengujian
ini adalah untuk mencegah penularan
penyakit. Jangan sampai pasien yang
datang karena sakit flu pulang menderita
sakit diare, karena itu berarti terjadi
suatu kesalahan di dalam rumah sakit.”
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara sudah memiliki IPAL
(Instalasi Pengelolaan Air Limbah), yang
fungsinya mengolah limbah cair supaya
tidak berbahaya bagi lingkungan sekitar.
IPAL yang dimiliki rumah sakit adalah
IPAL yang dalam pengoperasiannya
menggunakan pemanfaatan lumpur aktif
(activated sludge), yang merupakan salah
satu upaya penanganan limbah cair
dengan cara biologis. Rumah sakit telah
mengadakan peningkatan kualitas, yaitu
dengan merombak dan memperluas
IPAL, yang tujuannya adalah untuk
menaikkan nilai kegunaan IPAL agar
beroperasi lebih maksimal dengan daya
tamping limbah cair yang lebih besar.
Biaya yang dikeluarkan untuk
pembangunan IPAL ini adalah sebesar ±
Rp 350.000.000,00. Luas bangunan IPAL
yang terdapat di RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara saat ini
adalah 8 x 15 meter dengan kedalaman 4
meter, yang lokasinya berada di
basement gedung rumah sakit. Pemilihan
lokasi basement dilakukan karena luas
bangunan rumah sakit tidak
memungkinkan serta sebagai bentuk
pemanfaatan ruang. Aktivitas dari IPAL
kemudian dipantau melalui lubang got.
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara memiliki dua pegawai IPAL,
yang merupakan pegawai sanitasi juga
sekaligus memantau aktivitas limbah
lainnya.
Pengelolaan limbah padat (dalam
hal ini pembuangan dan pembakaran
limbah padat) pihak rumah sakit
bekerjasama dengan pihak ketiga, untuk
penanganan terhadap limbah padat B3
medis dan B3 non medis. Dalam
pembakaran limbah padat B3 ini rumah
sakit mengeluarkan biaya sekitar Rp
10.000/kg. Untuk biaya yang dikeluarkan
oleh rumah sakit untuk transportasi
pengangkutan dan pembakaran limbah
padat B3 medis dan B3 non medis,
rumah sakit mengeluarkan biaya sekitar
Rp 10.000.000 – Rp 20.000.000 per
bulan. Kemudian untuk penanganan
limbah domestik, rumah sakit juga
melakukan kerjasama dengan warga
sekitar. Biaya yang dikeluarkan rumah
sakit untuk limbah domestik ini adalah
Rp 150.000 per bulan.
Biaya lingkungan yang terdapat di
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara terkait pada biaya yang
dikeluarkan dalam aktivitas sanitasi
rumah sakit sekaligus yang termasuk
didalamnya yaitu pengelolaan limbah.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
61
Biaya terbesar yang dikeluarkan lebih
kepada pengelolaan limbah baik itu
limbah cair maupun limbah padat. Untuk
limbah cair dilakukan melalui investasi
jangka panjang mesin IPAL. Sedangkan
untuk limbah padat pihak rumah sakit
melakukan kerjasama dengan pihak
ketiga sebagaimana yang sudah
dijelaskan.
Biaya-biaya lingkungan (biaya
dalam aktivitas sanitasi) yang
dikeluarkan oleh rumah sakit kemudian
secara umum dikelompokkan dan
disajikan oleh peneliti dalam perincian
sebagai berikut:
1) Aktivitas Limbah Cair :
a) Biaya Gaji Pengelola
b) Lingkungan dan IPAL
c) Biaya Pemeliharaan IPAL
d) Biaya Pengujian Limbah
e) Biaya Sedot WC
f) Biaya Semprot Saluran
2) Aktivitas Limbah Padat :
a) Biaya Transportasi Sampah Medis
b) Biaya Transportasi Sampah Non
Medis
c) Biaya Bakar Sampah Medis
d) Biaya Retribusi Sampah
(Domestik)
e) Biaya Kebersihan Lingkungan
3) Penyehatan Air Bersih yaitu
menggunakan Biaya Uji Air Bersih
Pengendalian Vektor & Binatang
Pengganggu dengan menggunakan
Biaya Pembasmian Serangga dan
Binatang Pengganggu
Penjelasan dari biaya-biaya
tersebut dapat dijelaskan yaitu sebagai
berikut:
1) Biaya Gaji Pengelola Lingkungan dan
IPAL merupakan biaya gaji yang
dikeluarkan untuk pegawai pengelola
lingkungan yang sekaligus sebagai
pengelola IPAL.
2) Biaya Pemeliharaan IPAL merupakan
biaya yang dikeluarkan untuk
pemeliharaan IPAL seperti biaya
pergantian spoll blower, biaya servis
mesin, dan lain-lain.
3) Biaya Pengujian Limbah merupakan
biaya yang dikeluarkan untuk menguji
kadar zat yang terkandung dalam
hasil pengolahan limbah. Biaya
Pengujian Limbah dalam RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
terbagi menjadi Biaya Uji Limbah Cair
(lumpur dan lemak) dan Biaya Uji
Lab. Mikroba.
4) Biaya Sedot WC merupakan biaya
yang dikeluarkan untuk menyedot
apabila terjadi penumpukan lumpur
dan minyak lemak secara berlebih
(atau terjadinya pulk pada lumpur
dan minyak lemak).
5) Biaya Semprot Saluran adalah biaya
yang dikeluarkan untuk menyemprot
saluran dalam IPAL yang tersumbat.
6) Biaya Transportasi Sampah Medis dan
Non medis, Biaya Bakar Sampah
Medis, serta Biaya Retribusi Sampah
(Domestik) merupakan biaya yang
dikeluarkan untuk penanganan
sampah padat. Biaya ini berhubungan
dengan pihak ketiga.
7) Biaya Kebersihan Lingkungan yang
ada di rumah sakit lebih berkaitan
dengan kebersihan lingkungan rumah
sakit, contohnya adalah biaya gaji
untuk cleanning service.
8) Biaya Uji Air Bersih dilakukan untuk
mengetahui kadar yang terkandung
dalam air bersih di rumah sakit dan
memastikan bahwa air aman untuk
digunnakan.
9) Biaya Pembasmian Serangga dan
Binatang Pengganggu, contohnya
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
62
seperti biaya obat nyamuk dan biaya
racun tikus.
RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara dalam
memenuhi persyaratan kesehatan
lingkungan mengadakan unit kerja yang
khusus mengelola lingkungan yaitu Unit
Sanitasi Lingkungan. Unit Sanitasi
Lingkungan ini secara struktur
organisasi berada dibawah pengawasan
dari Sub Bagian Rumah Tangga. Kegiatan
yang dilakukan oleh Sanitasi Lingkungan
ini antara lain sebagai berikut:
1) Membuat dan menyusun program
kerja pelayanan sanitasi.
2) Membuat Standar Prosedur
Operasional (SPO) kegiatan sanitasi
3) Penyehatan air bersih
4) Pengelolaan Limbah Cair
5) Pengelolaan Limbah Padat Bahan
Berbahaya dan Beracun (B3)
6) Pengelolaan Sampah Non Medis
(Domestik)
7) Pengendalian Vektor dan Binatang
Pengganggu
8) Pengawasan Kebersihan Lingkungan
Rumah Sakit
9) Pemeriksaan Angka Kuman Ruangan
10) Pemeriksaan Lingkungan Fisik
Ruangan
11) Sterilisasi Ruangan dan Alat Medis
12) Pengawasan Penyehatan Makanan
dan Minuman
13) Penyehatan Linen
14) Membuat Laporan Keuangan
Sanitasi
15) Membuat Laporan UKL UPL
4.3 Implementasi Akuntansi
Lingkungan Berdasarkan Teori
Triple Bottom Line
Rumah Sakit Rumah RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
menyadari dan meyakini bahwa
ekonomi, sosial dan lingkungan
merupakan bagian penting dari
pembangunan berkelanjutan Rumah
Sakit. Hal ini sesuai dengan teori Triple
Bottom Line yang tidak hanya
memperhatikan keuntungan Rumah
Sakit saja tapi memperhatikan
masyarakat dan lingkungan yang ada
disekitar Rumah Sakit.
Penjelasan tersebut sesuai dengan
Istilah teori Triple Bottom Line di
populerkan pertama kali oleh John
Elkington (1997) di dalam bukunya
“Cannibals With forks, The Triple Bottom
Line of Twentieth Century Business”
memberi pandangan Rumah Sakit yang
ingin berkelanjutan haruslah
memperhatikan “3P”. Selain mengejar
keuntungan (profit), Rumah Sakit juga
mesti memperhatikan dan terlibat pada
pemenuhan kesejahteraan masyarakat
(people) dan turut berkontribusi dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet)
(Armin, 2011: 15).
Teori ini menjadi salah satu latar
belakang berdirinya RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara yang
diungkapkan dalam laporan pengelolaan
dan pemantauan RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara.
Pembangunan berkelanjutan RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
tidak hanya dituntut untuk
memperhatikan keuntungan ekonomi
semata, namun juga memperhatikan
aspek lainnya yakni aspek sosial dan
aspek ekologi (laporan pengelolaan dan
pemantauan RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara tahun 2013 h.4).
Menurut Nurfajriyah (2010:39)
bahwa keseimbangan triple bottom line
merupakan suatu upaya yang sungguh-
sungguh untuk bersinergi dengan tujuan
pembangunan berkelanjutan yang secara
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
63
konsisten mendorong keseimbangan
ekonomi, sosial dan lingkungan.
Idealnya, tentu saja Rumah Sakit
melakukan seluruh kegiatan triple
bottom line bagi para stakeholdernya.
Namun, hal yang terpenting sebenarnya
Rumah Sakit melakukan CSR dengan
menekankan pada lingkungan dan
penbangunan keberlanjutan (sustainable
development).
Penelitian ini berfokus pada
indikator Triple Bottom Line khusus
aspek lingkungan. Namun, karena aspek
lingkungan, ekonomi, sosial tidak bisa
dipisahkan sebagaimana dikemukan oleh
John Elkington dalamLako (2011: 65)
bahwa agar bisnis Rumah Sakit bisa
tumbuh secara berkelanjutan hanya ada
satu pilihan, yaitu menyeleraskan
pencapaian kinerja laba (profit) dengan
kinerja sosial (people) dan kinerja
lingkungan (planet) secara
berkesinambungan, maka penulis
menguraikan implementasi aspek-aspek
sebagai berikut:
1) Lingkungan (Planet)
Pada Implementasi Akuntansi
Lingkungan Berdasarkan Teori Triple
Bottom Line berdasarkan aspek
lingkungan, RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara dalam
melakukan pengukuran menggunakan
satuan moneter sebesar biaya yang
dikeluarkan. Sesuai dengan yang
diungkapkan oleh ibu RM, selaku bagian
keuangan:
“Biaya dalam sanitasi lingkungan
termasuk biaya limbah diukur
menggunakan rupiah. Jumlahnya yaitu
sesuai dengan yang telah dikeluarkan,
berdasarkan rincian harga dan
kesepakatan yang ada”
Sampai saat ini pengukuran terkait
dengan biaya lingkungan belum
ditetapkan standar pengukurannya.
Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian
Laporan Keuangan (KDPPLK) paragraf
100 telah menentukan dasar pengukuran
yang dapat digunakan, dasar pengukuran
itu terbagi menjadi 4 (empat)
pengukuran. Berikut ini disajikan
perbandingan pengukuran RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
dengan pengukuran yang telah
ditetapkan Kerangka Dasar Penyusunan
Penyajian Laporan Keuangan (KDPPLK)
paragraf 100 yaitu sebagai berikut:
a) Biaya Historis: Aktiva dicatat sebesar
pengeluaran kas (atau setara kas)
yang dibayar atau sebesar nilai wajar
dari imbalan (consideration) yang
diberikan untuk memperoleh aktiva
tersebut pada saat perolehan.
b) Biaya Kini: Aktiva dinilai dalam
jumlah kas (atau setara kas) yang
seharusnya dibayar bila aktiva yang
sama atau setara aktiva diperoleh
sekarang.
c) Nilai Realisasi atau Penyelesaian:
Aktiva dinyatakan dalam jumlah kas
(atau setara kas) yang dapat
diperoleh sekarang dengan menjual
aktiva dalam pelepasan normal
(orderly disposal).
d) Nilai Sekarang: Aktiva dinyatakan
sebesar arus kas masuk bersih di
masa depan yang didiskontokan ke
nilai sekarang dari pos yang
diharapkan dapat memberikan hasil
dalam pelaksanaan usaha normal.
Berdasarkan pernyataan tersebut,
dapat diketahui bahwa pengukuran yang
dilakukan oleh RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara telah memenuhi
unsur pengukuran pada KDPPLK
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
64
paragraf.100, yaitu pengukuran dengan
menggunakan biaya historis.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
menurut renja 2019, adapun program
prioritas RSUD H.M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara yaitu dengan
melakukan Program pengadaan
peralatan/bahan medis dan non medis
melalui pembelian, penyewaan, dan
konsinyasi sesuai dengan alur yang
benar, Pemilihan Pemasok barang non-
medis yang benar, dan Proses
pemeliharaan dan perbaikan pasca
proses pengadaan.
Pada proses pemeliharaan barang
medis maupun non medis, RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
melakukan uji labolatorium pengujian
dan kalibrasi, serta melakukan Uji
Mikrobiologi untuk mengetahui kadar
mikroba dalam limbah cair yang telah
diproses melalui IPAL. Hasil dari
pengujian tersebut adalah kadar baku
mutu limbah cair selalu dibawah batas
maksimum yang diperbolehkan sesuai
dengan standar baku mutu limbah cair,
yang artinya bahwa baku mutu limbah
cair dalam keadaan baik. Salah satu
laporan hasil uji terhadap limbah cair
yaitu sebagai berikut:
Tabel 2 Laporan Hasil Uji
No Parameter Satuan Hasil Kadar Paling Banyak
(mg/L)
1 Suhu °C 26,7 30
2 Zat padat tersuspensi mg/L 10 30
3 TDS mg/L 685 2000
4 BOD5 mg/L 12,11 30
5 COD mg/L 51,36 80
6 Amonia Bebas mg/L 0,030 1
7 Deterjen (MBAS) mg/L 0,276 5
8 Fenol mg/L 0,017 0,5
9 Ph mg/L 7,22 6-9
Sumber: RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
Pengujian dilakukan selama
sebulan sekali. Pengujian ini dilakukan
bertujuan untuk mengetahui kadar zat
yang terkandung dalam limbah cair
sehingga dapat dipastikan aman bagi
lingkungan. Selain itu tujuan utama dari
pengujian ini adalah untuk mencegah
penularan penyakit di dalam rumah
sakit.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
pada implementasi lingkungan, RSUD H.
M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
telah menggunakan pengukuran aturan
Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian
Laporan Keuangan (KDPPLK), program
renja 2019 yang fokus terhadap
lingkungan, dan pelaksanaan yang
menggunakan uji laboratorium terhadap
barang medis dan non medis, maka dapat
disimpulkan RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara telah
melakukan implementasi akuntansi
lingkungan berdasarkan triple bottom
line berdasarakan aspek lingkungan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
pendapat Syuhada (2012:27) yang
mengatakan Planet atau Lingkungan
adalah sesuatu yang terkait dengan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
65
seluruh bidang dalam kehidupan
manusia. Hubungan Rumah Sakit dengan
lingkungan adalah hubungan sebab
akibat, dimana jika Rumah Sakit
merawat lingkungan maka lingkungan
akan memberikan manfaat kepada
Rumah Sakit. Sudah kewajiban Rumah
Sakit untuk peduli terhadap lingkungan
hidup dan berkelanjutan keragaman
hayati. Misalnya, penghijauan lingkungan
hidup, perbaikan pemukiman, serta
pengembangan pariwisata (ekoturisme).
2) Masyarakat (People)
People atau masyarakat
merupakan stakeholders yang sangat
penting bagi Rumah Sakit, karena
dukungan masyarakat sangat diperlukan
bagi keberadaan, kelangsungan hidup,
dan perkembangan Rumah Sakit. Maka
dari itu Rumah Sakit perlu berkomitmen
untuk berupaya memberikan manfaat
sebesar-besarnya kepada masyarakat.
Berdasarkan laporan pelaksanaan
corporate social responsibility RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara,
telah melakukan berbagai kegiatan yang
dapat menyentuh kebutuhan masyarakat
yakni memberikan bantuan sarana
ibadah dan bantuan kesehatan. Hal ini
sejalan dengan apa yang diungkapkan
oleh Pian Angling (2010: 34) bahwa
operasi Rumah Sakit berpotensi
memberi dampak kepada masyarakat.
Oleh karena itu Rumah Sakit perlu untuk
melakukan berbagai kegiatan yang dapat
menyentuh kebutuhan masyarakat.
Selama tahun 2020, RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
telah menerima bantuan diantaranya
adalah bantuan 60 alat pelindung diri
(APD) dari PT Andromeda Mineral
Persada (PT AMP) dan PT Ekasa Yad
Resources (PT EYR).
Uraian tersebut diperkuat oleh
informan yang diwawancara oleh
peneliti. Peneliti melakukan wawancara
mengenai bantuan-bantuan dari Rumah
Sakit - Rumah Sakit, kepada Bapak TM
bagian penunjang dan pelayanan
kesehatan, dimana informan mengatakan
sebagai berikut:
“Alhamdulillah untuk bantuan APD
dari pemerintah, lembaga sosial dan dari
pihak swasta saat ini stoknya sudah
cukup. Untuk anggaran sendiri kami
tersedia, hanya saja saat ini APD langka
dan mobilisasi barangnya ke sini yang
susah”.
Dikatakan, meski APD stoknya
cukup, namun pihaknya tetap harus
waspada untuk menyediakan APD.
Percepatan Penanganan Covid-19 Kolut
ini juga meminta kepada masyarakat
harus lebih sadar pentingnya pengunaan
masker dan menjaga kebersihan
lingkungan, serta lebih sering mencuci
tangan dengan sabun untuk memotong
mata rantai virus mematikan tersebut.
Pada renja 2019 disebutkan salah
satu kegiatan rumah sakit adalah
program promosi kesehatan dan
pemberdayaan masyarakat dalam
mewujudkan RSUD H. M. Djafar Harun
sebagai rumah sakit mitra keluarga
dengan melakukan proses
memberdayakan Pasien, keluarga Pasien,
sumber daya manusia Rumah Sakit,
pengunjung Rumah Sakit, dan
masyarakat sekitar Rumah Sakit untuk
berperan serta aktif dalam proses
asuhan untuk mendukung perubahan
perilaku dan lingkungan serta menjaga
dan meningkatkan kesehatan menuju
pencapaian derajat kesehatan yang
optimal.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
66
Berdasarkan penjelasan tersebut,
program promosi ini juga berdampak
besar bagi masyarakat sekitar rumah
sakit yaitu selah satunya adalah Ibu KS
selaku masyarakat disekitar rumah sakit
yang mengungkapkan bahwa:
“hmm… kalau saya pribadi pernah
merasakan de bantuan dari rumah sakit…
seperti misalnya pernah diadakan
perkumpulan seminar... bagus caranya
menjelaskan... banyak kutau dari situ”
Berdasarkan penjelasan tersebut,
Ibu KS telah mengikuti beberapa seminar
yang diadakan RSUD H. M. Djafar Harun.
Dari penjelasan tersebut, peneliti
mengetahui bahwa seminar tersebut
diadakan di depan kantor kepala desa.
Namun masih ada beberapa masyarakat
yang tidak sempat hadir dalam seminar
tersebut. Hal ini dijelaskan oleh salah
satu warga yaitu Ibu SN yang
mengungkapkan bahwa:
“Kalau saya pribadi belum pernah
merasakan bantuan… mungkin ada yang
pernah merasakan de… kah saya sibuk ka
biasa…”
Berdasarkan penjelasan tersebut,
Ibu SN menjelaskan tidak sempat hadir
dikarenakan kesibukkannya maka dapat
disimpulkan seminar yang dilakukan
RSUD H. M. Djafar Harun telah diketahui
sebelumnya oleh masyarakat.
Pada aspek masyarakat ini, RSUD
H. M. Djafar Harun selalu berusaha
menyediakan APD kepada masyarakat
sekitar dengan selalu memperhatikan
stok yang tersedia dan menghimpun
bantuan dari komunitas daerah serta
seminar yang dilakukan oleh RSUD H. M.
Djafar Harun membahas mengenai
perubahan perilaku yang seharusnya
dilakukan pada saat pandemi serta
menjaga dan meningkatkan kesehatan
agar dapat mencapai derajat kesehatan
yang optimal. Hal ini dilakukan untuk
memberikan pengetahuan kepada
masyarakat agar dapat menjaga diri
apabila kondisi pandemi semakin
memburuk. Berdasarkan penjelasan
tersebut, RSUD H. M. Djafar Harun telah
melakukan implementasi akuntansi
lingkungan berdasarkan triplr bottom
line berdasarkan aspek masyarakat.
Hasil penelitian tersebut, sejalan
dengan teori menurut Wibisono, (2007)
dalam Aryani dan Amanah, (2014)
perusahaan dituntut untuk memiliki
kepedulian terhadap manusia. Hal
tersebut berkaitan dengan praktik-
praktik bisnis yang adil dan
menguntungkan terhadap pekerja dan
masyarakat dan daerah di mana sebuah
perusahaan menjalankan bisnisnya.
3) Ekonomi (profit)
Ekonomi menjadi tujuan utama
dan terpenting dalam setiap kegiatan
usaha. Aktivitas yang dapat ditempuh
untuk mendongkrak profit antara lain
dengan meningkatkan produktivitas dan
melakukan efiisensi biaya. Peningkatan
produktivitas bisa diperoleh dengan
memperbaiki manajemen kerja mulai
penyederhanaan proses, mengurangi
aktivitas yang tidak efisien, menghemat
waktu proses dan pelayanan. Sedangkan
efisiensi biaya dapat tercapai jika Rumah
Sakit menggunakan material sehemat
mungkin dan memangkas biaya serendah
mungkin.
Kontribusi Rumah Sakit dalam
bidang ekonomi juga dapat ditunjukkan
dengan peningkatan kesejehateraan
terhadap masyarakat sekitar Rumah
Sakit sebagaimana dikemukakan oleh
Dwi Kartini (2009: 46) bahwa
kesejahteraan untuk pihak internal harus
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
67
dibarengi dengan kesejateraan untuk
pihak eksternal (dalam hal ini
masyarakat). Hal ini pun disadari oleh
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara dengan berkontribusi
terhadap masyarakat dengan jalan
menumbuhkembangkan pelayanan
kesehatan di masyarakat sekitar.
RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara membawa
dampak yang sangat positif di bidang
ekonomi, dalam hal ini menyerap tenaga
kerja yang cukup banyak, sehingga dapat
mengurangi pengangguaran yang hingga
saat ini merupakan masalah nasional
yang belum terpecahkan, meningkatkan
nilai ekonomi tanah di lokasi tersebut,
menumbuh kembangkan usaha-usaha di
masyarakat sekitar. (Laporan
Pengelolaan dan Pemantauan RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
hal. 4)
Melihat dari pernyataan tersebut
dapat disimpulkan bahwa bukan hanya
Rumah Sakit yang mendapatkan
keuntungan tetapi masyarakat yang ada
di sekitar kawasan mendapatkan
keuntungan pula karena bisa bekerja
dalam Rumah Sakit - Rumah Sakit
kawasan tersebut. Hal tersebut sejalan
dengan yang diungkapkan Ibu RM bagian
keuangan, dari hasil wawancara sebagai
berikut:
“Ya kalau menurut saya sih sudah
menguntungkan karena dengan adanya
kawasan ini, mereka yang tidak punya
pekerjaan ya.....sudah punya”
Pernyataan tersebut sangat terkait
dengan salah satu teori yang mendasari
sebuah Rumah Sakit melakukan CSR
yaitu, teori legitimasi. Pernyataan
tersebut sejalan dengan apa yang
diungkapkan Deegan et. al. yang
menyatakan kontrak sosial yang
berkaitan dengan license to operate,
digunakan untuk menjelaskan tentang
anggapan dari masyarakat mengenai
bagaimana seharusnya sebuah Rumah
Sakit beroperasi. Khususnya bila
mengenai terancamnya hidup sebuah
Rumah Sakit akibat masyarakat
menganggap bahwa Rumah Sakit telah
melanggar kontrak sosial. Kesimpulan
yang dapat ditarik ialah Rumah Sakit -
Rumah Sakit di kawasan tersebut dalam
melaksanakan CSR juga memberikan
perhatian kepada seluruh pihak yang
berkepentingan artinya Rumah Sakit-
Rumah Sakit di kawasan tersebut peduli
kepada semua pihak yang
berkepentingan untuk tetap menjamin
terjaganya investasi sosial guna
mendapatkan license to operate dari
semua orang yang berkepentingan.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
ditegaskan juga oleh Ibu AS selaku
bagian pengawasan dan pengendalian
yang mengungkapkan bahwa:
“eee.... selalu ji itu de dijaga... soal
sarana dan prasarana apalagi... seperti
masing – masing klinik yang kita punya
disini toh... itu selalu diawasi pelayanan
kualitasnya... kami juga disini ada uji
kompetensi bagi petugas kesehatan, jadi
pastilah semua petugas kesehatan di
rumah sakit ini sudah teruji dalam
memberikan pelayanan... kah hal itu mi
yang buat masyarakat percaya sama ini
rumah sakit toh...”
Berdasarkan pernyataan tersebut,
penjelasan yang diberikan oleh Ibu AS
telah sesuai dengan program renja 2019
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara sebagai berikut:
a) Program peningkatan sarana dan
prasarana rumah sakit. Merupakan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
68
suatu cara menjaga sarana yaitu
Klinik Penyakit Dalam, Klinik Anak,
Klinik Bedah, dan Klinik Kebidanan
dan Penyakit Kandungan. Serta
prasarana yang dijaga yaitu ruang
ibadah, toilet, tempat parkir, tempat
sampah, serta fasilitas komunikasi
dan informasi
b) Program pengembangan SDM tenaga
medis, paramedic, penunjang medis
dan manajemen rumah sakit yaitu
dengan melakukan pembinaan dan
pengawasan mutu tenaga kesehatan
dilakukan melalui peningkatan
komitmen dan koordinasi semua
pemangku kepentingan dalam
pengembangan tenaga kesehatan
serta legislasi yang meliputi antara
lain sertifikasi melalui uji kompetensi,
registrasi, perizinan (licensing), dan
hak-hak tenaga kesehatan.
Berdasarkan program tersebut
yaitu dengan mejaga sarana dan
prasarana serta menekan pengangguran
dan memberikan pengalaman kepada
tenaga kesahatan dapat membuat kinerja
rumah sakit meningkat sehingga dapat
meningkatkan profit pada rumah sakit,
maka dapat dikatakan RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara telah
melakukan implementasi akuntansi
lingkungan berdasarkan triple bottom
line berdasarkan aspek ekonomi.
Hasil penelitian tersebut, telah
sesuai dengan teori menurut Wibisono,
(2007) dalam Aryani dan Amanah,
(2014) yang mengatakan bahwa untuk
dapat meningkatkan pencapaian
keuntungan dalam sebuah perusahaan
yaitu dengan cara meningkatkan
produktivitas.
4.4 Limbah Rumah Sakit
Limbah rumah sakit adalah semua
limbah yang dihasilkan dari kegiatan
Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair,
pasta (gel) maupun gas yang dapat
mengandung mikroorganisme pathogen
bersifat infeksius, bahan kimia beracun,
dan sebagian bersifat radioaktif. (Depkes,
2006) Limbah yang dihasilkan RSUD H.
M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
meliputi:
a. Limbah Padat
Limbah padat rumah sakit adalah
semua limbah rumah sakit yang
berbentuk padat akibat kegiatan rumah
sakit yang terdiri dari limbah medis dan
non medis. (Keputusan MenKes R.I.
No.1204 / MENKES / SK / X / 2004)
Limbah padat yang dihasilkan oleh
rumah sakit terdiri atas limbah padat B3
(Bahan Berbahaya dan Beracun), yang
terbagi lagi menjadi limbah medis dan
non medis, dan limbah domestik.
1) Limbah Medis, terdiri dari :
a) Limbah infeksius dan limbah
patologi. Penyimpanan pada
tempat sampah berplastik kuning.
b) Limbah farmasi (obat kadaluarsa).
Penyimpanan pada tempat sampah
berplastik coklat.
c) Limbah sitotoksis adalalah limbah
yang berasal dari sisa obat
pekayanan kemoterapi.
Penyimpanan pada tempat sampah
berplastik ungu.
d) Limbah medis padat tajam. Seperti
pecahan gelas, jarum suntik, pipet
dan alat medis lainnya.
Penyimpanan pada safety box/
container.
e) Limbah radioaktif adalah limbah
berasal dari penggunaan medis
ataupun riset di labolatorium yang
berkaitan dengan zat-zat
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
69
radioaktif. Penyimpanan pada
tempat sampah berplastik merah.
f) Limbah Non Medis. Limbah padat
non medis yang dihasilkan rumah
sakit meliputi aki, oli, dan lampu.
2) Limbah Domestik. Limbah domestik
yang dihasilkan rumah sakit berupa
sampah-sampah organik dan
anorganik, seperti sisa-sisa makanan,
plastik, kertas, dan lain-lain.
a) Limbah Cair. Limbah cair Rumah
Sakit adalah semua air buangan
termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan RS, yang kemungkinan
mengandung mikroorganisme
bahan beracun, dan radio aktif
serta darah yang berbahaya bagi
kesehatan. (Depkes RI, 2006)
Limbah cair yang dihasilkan rumah
sakit meliputi seluruh buangan cair
yang berasal dari hasil proses
seluruh kegiatan rumah sakit, yang
sebagian besar meliputi limbah
cair domestik, yakni buangan
kamar dari rumah sakit.
4.5 Penanganan Limbah
a. Limbah Padat
Penangangan limbah padat yang
dilakukan rumah sakit sudah mengikuti
dan sesuai dengan prosedur Kemenkes
RI No.1204/MENKES/SK/X/2004.
Adapun penangan limbah padat yang
dilakukan oleh rumah sakit adalah
sebagai berikut:
1) Pengumpulan
a) Pemilahan limbah harus dilakukan
mulai dari sumber yang
menghasilkan limbah.
b) Limbah harus dipisahkan sesuai
dengan jenisnya (medis, non
medis, dan domestik). Untuk
limbah B3 medis dipisahkan
dengan menggunakan plastik
warna sesuai jenis limbah tersebut.
c) Pengumpulan limbah B3 medis
dari setiap ruangan penghasil
limbah menggunakan troli khusus
yang tertutup.
2) Penimbangan. Setelah limbah padat
selesai dikumpulkan sesuai dengan
jenisnya, kemudian dilakukan
penimbangan dan pencatatan
sebelum limbah padat tersebut
disimpan.
3) Penyimpanan
a) Limbah B3 medis, B3 non medis,
dan domestik disimpan ditempat
terpisah.
b) Penyimpanan limbah B3 medis
harus sesuai iklim tropis yaitu
pada musim hujan paling lama 48
jam dan musim kemarau paling
lama 24 jam.
4) Pembakaran. RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara memiliki
incinerator namun terjadi kerusakan.
Sehingga dalam pembakaran limbah
padat pihak rumah sakit
berkerjasama dengan pihak ketiga,
yaitu untuk pengangkutan dan
pembakaran limbah padat B3 medis
dan B3 non medis, sementara untuk
limbah padat domestik dilakukan
kerjasama dengan warga sekitar.
b. Limbah Cair
Pengolahan limbah cair dilakukan
dengan menggunakan IPAL (Instalasi
Pengolahan Air Limbah) yang dalam hal
ini RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara menggunakan pemanfaatan
lumpur aktif (activated sludge). Lumpur
aktif (activated sludge) adalah proses
pertumbuhan mikroba tersuspensi.
Proses ini pada dasarnya merupakan
pengolahan aerobik yang mengoksidasi
material organik menjadi CO2 dah H2O,
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
70
NH4 dan sel biomassa baru. Proses ini
menggunakan udara yang disalurkan
melalui pompa blower (diffused) atau
melalui aerasi mekanik. Sel mikroba
membentuk flok yang akan mengendap
di tangki penjernihan. Proses pengolahan
limbah cair dengan menggunakan
lumpur aktif (activated sludge) dapat
dilihat pada gambar 4.1 dibawah ini:
Gambar 2
Sistem Pengolahan Air Limbah dengan Proses Lumpur Aktif
Sumber : Internet
Gambar tersebut dapat dijelaskan
bahwa tahap-tahap proses pengolahan
limbah dengan menggunakan lumpur
aktif adalah sebagai berikut:
1) Bak Pemisah Pasir
Air limbah dialirkan dengan tenang
ke dalam bak pemisah pasir, sehingga
kotoran yang berupa pasir atau lumpur
kasar dapat diendapkan. Sedangkan
kotoran yang mengambang misalnya
sampah, plastik, sampah kain dan lainnya
tertahan pada sarangan (screen) yang
dipasang pada inlet kolam pemisah pasir
tersebut.
2) Bak Pengendap Awal
Dari bak pemisah/pengendap
pasir, air limbah dialirkan ke bak
pengedap awal. Di dalam bak pengendap
awal ini lumpur atau padatan
tersuspensi sebagian besar mengendap.
Waktu tinggal di dalam bak pengedap
awal adalah 2 - 4 jam, dan lumpur yang
telah mengendap dikumpulkan daan
dipompa ke bak pengendapan lumpur.
3) Bak Aerasi
Pada bak aerasi oksigen
ditambahkan ke dalam air limbah yang
sudah dicampur lumpur aktif untuk
pertumbuhan dan berkembang biak
mikroorganisme dalam lumpur. Dengan
agitasi yang baik, mikroorganisme dapat
melakukan kontak dengan materi
organik dan anorganik kemudian
diuraikan menjadi senyawa yang mudah
menguap seperti H2S dan NH3 sehingga
mengurangi bau air limbah.
4) Bak Pengendap Akhir
Lumpur aktif akan mengendap
kemudian dimasukkan ke tangki aerasi,
sisanya dibuang. Lumpur yang
mengendap inilah yang disebut lumpur
bulki. Air limpasan (over flow) dari bak
pengendap akhir relaitif sudah jernih,
selanjutnya dialirkan ke bak khlorinasi.
Sedangkan lumpur yang mengendap di
dasar bak di pompa ke bak pemekat
lumpur bersama-sama dengan lumpur
yang berasal dari bak pengendap awal.
Bak
Khlorine
Dibuang / Dibakar
Blower
Udara
Bak Pengering Lumpur
Khlorine
Screen Bak Pemisah
Pasir / Lumpur
Bak Pemampug
(Bak Pengendap awal)
Bak Aerasi
Bak Pengendap Air
Air Limbah
Daur Lumpur Aktif
Limbah Lumpur Disinfieksi
Air Olahan
Disinfieksi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
71
5) Bak Khlorinasi
Air olahan atau air limpasan dari
bak pengendap akhir masih mengandung
bakteri coli, bakteri patogen, atau virus
yang sangat berpotensi menginfeksi ke
masyarakat sekitarnya. Untuk mengatasi
hal tersebut, air limbah yang keluar dari
bak pengendap akhir dialirkan ke bak
khlorinasi untuk membunuh mikro-
organisme patogen yang ada dalam air.
Di dalam bak khlorinasi, air limbah
dibubuhi dengan senyawa khlorine
dengan dosis dan waktu kontak tertentu
sehingga seluruh mikro-orgnisme
patogennya dapat di matikan.
Selanjutnya dari bak khlorinasi air
limbah sudah boleh dibuang ke badan
air.
6) Bak Pengering Lumpur
Surplus dari bak pengendap awal
maupun bak pengendap akhir ditampung
dalam bak pengering umpur, sedangkan
air resapannya ditampung kembali di
bak penampung air limbah. Setelah
melalui pengolahan air limbah rumah
sakit dengan proses lumpur aktif
tersebut, air limbah rumah sakit dapat
dibuang ke lingkungan dengan aman.
Artinya limbah rumah sakit tidak lagi
membahayakan bagi lingkungan sekitar.
4.6 Pembahasan
Pelaporan biaya lingkungan
merupakan komponen dari laporan
keuangan lingkungan. Laporan keuagan
lingkungan pada suatu periode tertentu
selain terdapat keuntungan: pemasukan,
penghematan saat ini serta penghematan
berjalan juga terdapat berbagai
komponen biaya biaya lingkungan yang
dikeluarkan oleh Rumah Sakit yang
kegiatan operasionalnya menghasilkan
limbah. (Nurfadillah, 2016)
Pelaporan suatu biaya lingkungan
termasuk penting karena merupakan
suatu bentuk transparasi yang dilakukan
oleh suatu Rumah Sakit. Dengan
melaporkan biaya lingkungan juga dapat
menunjukkan keseriusan dan kepeduliah
suatu Rumah Sakit terhadap lingkungan.
Pelaporan biaya lingkungan juga dapat
memotivasi suatu Rumah Sakit dalam
peningatan kinerja lingkungannya dan
dapat membantu pihak manajerial
mengetahui aktivitas apa saja yang sudah
dilakukan dalam upaya menjaga
kelestarian lingkungan. Selain itu
pelaporan biaya lingkungan juga dapat
membantu suatu Rumah Sakit dalam
mengendalikan pengeluaran biaya
lingkungan.
RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara dalam
menyajikan pelaporan biaya lingkungan.
Penulis mengaplikasikan teori Hansen
dan Mowen dalam pelaporan biaya
lingkungan, yang sebagian besar
pelaporan biaya lingkungan yang
digunakan oleh suatu Rumah Sakit ialah
menggunakan teori Hansen dan Mowen
tersebut. Pengklasifikasian biaya
lingkungan menurut Hansen dan Mowen
terbagi menjadi empat kategori:
1. Biaya Pencegahan Lingkungan
(environmental prevention costs),
yaitu biaya – biaya untuk aktifitas
yang dilakukan untuk mencegah
diproduksinya limbah dan/ atau
sampah yang dapat merusak
lingkungan. Contoh aktivitas secara
umum dalam pencegahan pada RSUD
H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka
Utara yaitu biaya gaji pengelola
lingkungan dan IPAL, biaya
pemeliharaan IPAL, biaya
pembasmian serangga dan binatang
pengganggu, biaya kebersihan.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
72
2. Biaya Deteksi Lingkungan
(environmental detection cost), adalah
biaya – biaya untuk aktifitas yang
dilakukan untuk menentukan bahwa
produk, proses, dan aktifitas, lain di
Rumah Sakit telah memenuhi standar
lingkungan yang berlaku atau tidak.
Contoh aktivitas secara umum dalam
deteksi pada RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara yaitu biaya
uji limbah cair, biaya lab air bersih,
dan biaya lab mikrobiologi.
3. Biaya Kegagalan Internal Lingkungan
(environmental internal failure cost),
adalah biaya – biaya untuk aktifitas
yang dilakukan karena diproduksinya
limbah dan sampah, tetapi tidak
dibuang ke lingkungan luar Contoh
aktivitas secara umum dalam
kegagalan internal pada RSUD H. M.
Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
yaitu biaya transportasi sampah
medis dan non medis, biaya bakar
sampah medis, biaya retribusi
sampah domestik, biaya semprot
saluran dan biaya sedot wc.
4. Biaya Kegagalan Eksternal
Lingkungan (environmental external
failure), adalah biaya – biaya untuk
aktifitas yang dilakukan setelah
melepas limbah atau sampah ke
dalam lingkungan. Biaya kegagalan
eksternal lingkungan juga dapat
dibagi menjadi dua yaitu :
a. Biaya kegagalan eksternal yang
dapat direalisasi adalah biaya yang
dialami dan dibayar oleh Rumah
Sakit.
b. Biaya kegagalan eksternal yang
tidak direalisasikan atau biaya
social disebabkan oleh Rumah
Sakit, tetapi dialami dan dibayar
oleh pihak-pihak diluar Rumah
Sakit Pada biaya kegagalan
eksternal Rumah Sakit belum
pernah mengeluarkan biaya.
Penulis memperoleh data biaya
lingkungan (biaya aktivitas sanitasi
lingkungan) secara rinci dalam buku
besar biaya yang dimiliki oleh rumah
sakit. Buku besar biaya ini adalah
kumpulan dari biaya-biaya yang
dikeluarkan oleh rumah sakit secara
menyeluruh. Biaya lingkungan (biaya
aktivitas sanitasi lingkungan) pada
rumah sakit tersaji bersamaan dengan
biaya-biaya lain dalam rekening Biaya
Pemeliharaan SAPRAS (Sarana Pra
Sarana). Penulis mengambil data biaya
lingkungan pada tahun 2019. Sedangkan
untuk informasi data biaya gaji pengelola
lingkungan dan IPAL diperoleh penulis
melalui wawancara dengan bagian
pengawasan dan pengendalian, karena
dalam buku besar biaya, biaya gaji hanya
tersaji dengan keterangan nomor
rekening, sehingga menyulitkan penulis
dalam mengetahui besarnya jumlah gaji
tersebut. Dalam wawancara tersebut,
Bapak TM selaku bagian penunjang dan
pelayanan kesehatan, menyebutkan
bahwa:
“Untuk pengelola lingkungan dan
IPAL gaji yang dikeluarkan sebesar Rp
50.000.000 untuk dua pegawai dalam
setahun”.
Berikut adalah alternatif biaya
lingkungan RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara pada tahun
2019:
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
73
Tabel 3 Alternatif Laporan Biaya Lingkungan tahun 2019
Keterangan Biaya Lingkungan % dari total biaya
Biaya Pencegahan :
Biaya Gaji Pengelola Lingkungan &
IPAL 50,000,000
Biaya Spoll Blower 250,000
Biaya Servis Pompa Limbah 100,000
Biaya Cleanning Service 25,200,000
Biaya Obat Nyamuk 20,000
Biaya Racun Tikus 51,000 75,621,000 1.91%
Biaya Deteksi :
Biaya Uji Limbah Cair 2,402,000
Biaya Uji Lab. Air Bersih 340,000
Biaya Uji Lab. Mikrobiologi 1,328,500 4,070,500 0.10%
Biaya Kegagalan Internal :
Biaya Transportasi Sampah Medis 5,047,000
Biaya Transportasi Sampah Non
Medis 100,000
Biaya Retribusi Sampah Domestik 150,000
Biaya Bakar Sampah Medis 5,481,700
Biaya Semprot Saluran 425,000
Biaya Sedot WC 500,000 11,703,700 0.30%
Biaya Kegagalan Eksternal : - -
Total Biaya Lingkungan 91,395,200 2.31%
Total Biaya Operasional 3,950,000,000 100%
Sumber: RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka Utara
Alternatif laporan biaya
lingkungan tersebut dapat dilihat bahwa
rumah sakit tidak mengeluarkan biaya
kegagalan eksternal. Dengan ini dapat
disimpulkan bahwa rumah sakit sudah
melakukan pengelolaan lingkungan
dengan baik sehingga dampak buruk
yang dihasilkan dari aktivitas rumah
sakit tidak mengganggu dan merugikan
lingkungan luar atau masyarakat sekitar.
Dengan kata lain pencegahan serta
pengendalian terhadap lingkungan sudah
dilakukan dengan baik oleh pihak rumah
sakit. Dari pembahasan yang diuraikan,
berdasarkan permasalahan dan tujuan
penelitian yang akan dicapai maka dapat
ditarik hasil penelitian sebagai berikut:
1. Biaya lingkungan yang dikeluarkan oleh
RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara teridentifikasi dalam
aktivitas yang dilakukan dalam sanitasi
lingkungan rumah sakit, yaitu : Aktivitas
pengelolaan limbah cair, biaya yang
dihasilkan secara umum berupa Biaya
Gaji Pengelola Lingkungan dan IPAL,
Biaya Pemeliharaan IPAL, Biaya
Pengujian Limbah, Biaya Sedot WC, Biaya
Semprot Saluran. Aktivitas pengelolaan
limbah padat, biaya yang dihasilkan
secara umum berupa Biaya Transportasi,
Biaya Pembakaran, Biaya Retribusi
Sampah Domestik, Biaya Kebersihan.
Aktivitas Penyehatan Air Bersih, biaya
yang dihasilkan secara umum berupa
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
74
Biaya Uji Air Bersih. Aktivitas
Pengendalian Vektor & Binatang
pengganggu, biaya yang dihasilkan
secara umum berupa Biaya Pembasmian
Serangga dan Binatang Pengganggu
Pengidentifikasian biaya lingkungan
yang dilakukan rumah sakit belum sesuai
dengan teori Hansen dan Mowen karena
hanya diakui sebagai Biaya SAPRAS
(Sarana Prasarana) dan Biaya Gaji &
Upah.
2. RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara mengakui biaya lingkungan
pada saat terjadinya transaksi kas keluar.
Biaya lingkungan yang diakui oleh RSUD
H. M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka
Utara sesuai dengan definisi unsur yang
harus diakui pada Kerangka Dasar
Penyusunan Penyajian Laporan
Keuangan (KDPPLK) paragraf 83 tahun
2015.
3. RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara mengukur biaya lingkungan
sesuai dengan Kerangka Dasar
Penyusunan Penyajian Laporan
Keuangan (KDPPLK) paragraf 100, yaitu
menggunakan pengukuran biaya historis,
dengan satuan moneter rupiah sesuai
dengan cost yang dikeluarkan.
4. RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara belum menyajikan biaya
lingkungan secara eksplisit atau belum
menyajikan terpisah dengan laporan
iduk. Biaya lingkungan disajikan pada
laporan laba rugi sebagai sub Biaya
Pelayanan Pasien dan sub Biaya
Administrasi & Umum. Penyajian biaya
lingkungan cenderung mengikuti model
normatif.
5. RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara belum mengungkapkan
biaya lingkungan pada catatan atas
laporan keuangan, namun tetap
mengungkapkan biaya lingkungan.
Berdasarkan penjelasan tersebut,
diperoleh juga laporan CSR pada rumah
sakit yang dapat dijelaskan pada tabel
dibawah ini:
Tabel 4 Laporan CSR RSUD H. M. Djafar Harun tahun 2019
No Perihal Realisasi Pembiayaan Disalurkan
(Rp)
1 Workshop Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien
Rp. 288,300,000 2 Workshop Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi
3 Workshop Pelayanan Kefarmasian dan
Penggunaan Obat
Sumber: CSR RSUD H. M. Djafar Harun
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
75
Berdasarkan penjelasan tersebut,
dapat diartikan bahwa rumah sakit telah
melakukan CSR tersebut dengan
bertujuan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan sehingga jumlah
kunjungan dan penggunaan tempat tidur
di RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara meningkat. Adapun pokok-
pokok kegiatannya adalah Pemeliharaan
dan pemulihan kesehatan.
Hasil penelitian yang membahas
tentang akuntansi lingkungan ini telah
sesuai dengan legitimacy theory menurut
Wardani dan Januarti (2013)
menjelaskan bagaimana kepekaan
perusahaan agar dapat
bertanggungjawab terhadap
lingkungannya. Berdirinya perusahaan
tidak terlepas dari dukungan
masyarakat, oleh karena itu harus
memperhatikan kepentingan
masyarakat. Untuk menjalankan
operasional perusahaan, maka mengacu
pada kontrak sosial (social contract)
mencakup hak dan kewajiban dan
menyesuaikan dengan kondisi
masyarakat. Kontrak sosial menjadi
media dalam pencapaian tujuan
perusahaan yang diiringi dengan
tanggung jawab terhadap masyarakat.
Berdasarkan penjelasan tersebut, telah
terbukti dengan melakukan penerapan
akuntansi lingkungan dan CSR maka
dapat diartikan bahwa rumah sakit telah
bertanggungjawab terhadap lingkungan
sekitar.
Penelitian ini berfokus pada
indikator triple bottom line khusus aspek
lingkungan, ekonomi, sosial yang tidak
bisa dipisahkan sebagaimana dikemukan
oleh John Elkington dalam Lako (2011:
65) bahwa agar bisnis Rumah Sakit bisa
tumbuh secara berkelanjutan hanya ada
satu pilihan, yaitu menyeleraskan
pencapaian kinerja laba (profit) dengan
kinerja sosial (people) dan kinerja
lingkungan (planet) secara
berkesinambungan.
Pada implementasi lingkungan
(Planet), RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara telah
menggunakan pengukuran aturan
Kerangka Dasar Penyusunan Penyajian
Laporan Keuangan (KDPPLK), program
renja 2019 yang fokus terhadap
lingkungan, dan pelaksanaan yang
menggunakan uji laboratorium terhadap
barang medis dan non medis, maka dapat
disimpulkan RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara telah
melakukan implementasi akuntansi
lingkungan berdasarkan triple bottom
line berdasarakan aspek lingkungan.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
pendapat Syuhada (2012:27) yang
mengatakan Planet atau Lingkungan
adalah sesuatu yang terkait dengan
seluruh bidang dalam kehidupan
manusia. Hubungan Rumah Sakit dengan
lingkungan adalah hubungan sebab
akibat, dimana jika Rumah Sakit
merawat lingkungan maka lingkungan
akan memberikan manfaat kepada
Rumah Sakit. Sudah kewajiban Rumah
Sakit untuk peduli terhadap lingkungan
hidup dan berkelanjutan keragaman
hayati. Misalnya, penghijauan lingkungan
hidup, perbaikan pemukiman, serta
pengembangan pariwisata (ekoturisme).
Pada aspek masyarakat (People)
ini, RSUD H. M. Djafar Harun selalu
berusaha menyediakan APD kepada
masyarakat sekitar dengan selalu
memperhatikan stok yang tersedia dan
menghimpun bantuan dari komunitas
daerah serta seminar yang dilakukan
oleh RSUD H. M. Djafar Harun membahas
mengenai perubahan perilaku yang
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
76
seharusnya dilakukan pada saat pandemi
serta menjaga dan meningkatkan
kesehatan agar dapat mencapai derajat
kesehatan yang optimal. Hal ini
dilakukan untuk memberikan
pengetahuan kepada masyarakat agar
dapat menjaga diri apabila kondisi
pandemi semakin memburuk.
Berdasarkan penjelasan tersebut, RSUD
H. M. Djafar Harun telah melakukan
implementasi akuntansi lingkungan
berdasarkan triple bottom line
berdasarkan aspek masyarakat.
Hasil penelitian tersebut, sejalan
dengan teori menurut Wibisono, (2007)
dalam Aryani dan Amanah, (2014)
perusahaan dituntut untuk memiliki
kepedulian terhadap manusia. Hal
tersebut berkaitan dengan praktik-
praktik bisnis yang adil dan
menguntungkan terhadap pekerja dan
masyarakat dan daerah di mana sebuah
perusahaan menjalankan bisnisnya.
Pada aspek ekonomi (Profit), RSUD
H. M. Djafar Harun telah melakukan
berdasarkan program rejan 2019 yaitu
dengan mejaga sarana dan prasarana
serta menekan pengangguran dan
memberikan pengalaman kepada tenaga
kesahatan yang dapat membuat kinerja
rumah sakit meningkat sehingga dapat
meningkatkan profit pada rumah sakit,
maka dapat dikatakan RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara telah
melakukan Implementasi akuntansi
lingkungan berdasarkan triple bottom
line berdasarkan aspek ekonomi.
Hasil penelitian tersebut, telah
sesuai dengan teori menurut Wibisono,
(2007) dalam Aryani dan Amanah,
(2014) yang mengatakan bahwa untuk
dapat meningkatkan pencapaian
keuntungan dalam sebuah perusahaan
yaitu dengan cara meningkatkan
produktivitas.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui implementasi akuntansi
lingkungan yang ditinjau dari teori Triple
Bottom Line sebagaimana yang
diungkapkan oleh John Elkington bahwa
Triple Bottom Linetidak hanya melihat
aspek profit (keuntungan) sebagai acuan
utama dalam aktivitas Rumah Sakit.
Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh peneliti dengan
menggunakan indikator-indikator yang
ada, maka hasil penelitian ini adalah:
1. Kegiatan-kegiatan CSR yang
dilaksanakan oleh RSUD H. M. Djafar
Harun Kabupaten Kolaka Utara secara
umum telah memenuhi teori atau
konsep triple bottom line yang
mencakup pada tiga unsur utama
yaitu, profit, people dan planet serta
aspek keberlanjutan program yang
dinilai. Prinsip pembangunan
keberlanjutan yang menyebutkan
bahwa manusia dan lingkungan
bagian yang integral sebuah roda
perputaran bisnis Rumah Sakit.
2. Tanggung jawab ekonomi (profit)
dapat dilihat pada produk-produk
kesehatan RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka yang dihasilkan
dari kegiatan pelayanan kesehatan
lainnya.
3. Tanggung jawab lingkungan (planet)
dapat dilihat dari program-program
CSR bidang lingkungan secara nyata
dilakukan untuk menyelamatkan dan
melestarikan lingkungan seperti
penanaman pohon dan tempat
pembuangan limbah kegiatan RSUD H.
M. Djafar Harun Kabupaten Kolaka.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
77
4. Tanggung jawab sosial (people) secara
nyata dilaksanakan melalui aktivitas
CSR pada bantuan sarana kesehatan.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan penulis
kepada RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara dan peneliti
selanjutnya adalah sebagai berikut:
1. Peneliti selanjutnya diharapkan bisa
menemukan standar pengukuran
biaya lingkungan sehingga bisa
diperbandingkan dengan kondisi di
suatu rumah sakit.
2. Peneliti selanjutnya diharapkan
meneliti biaya lingkungan pada
Rumah Sakit/entitas jasa yang terkait
langsung dengan lingkungan.
3. RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara sebaiknya menyajikan
biaya lingkungan secara terpisah atau
eksplisit dari laporan keuangan induk
atau mengungkapkan biaya
lingkungan pada catatan atas laporan
keuangan, agar pengguna laporan
dapat mudah mengetahui biaya
lingkungan yang terdapat di rumah
sakit. RSUD H. M. Djafar Harun
Kabupaten Kolaka Utara sebaiknya
membuat anggaran tahunan terkait
dengan biaya lingkungan, agar proses
pengukuran dan pengakuan jauh lebih
terstruktur.
4. RSUD H. M. Djafar Harun Kabupaten
Kolaka Utara sebaiknya melakukan
penyusutan terhadap IPAL sehingga
dapat mengetahui besarnya biaya
penyusutan pada IPAL.
DAFTAR PUSTAKA
Adam, C.A. dan P. McNicholas. 2007. Making a Difference: Sustainability Reporting, Accountability and Organizational Change”. Accounting, Auditing &
Accountability Journal. 20(3): 382 – 402.
Aminah dan Noviani. 2014. Analisis Penerapan Akuntansi Lingkungan Di Rumah Sakit Mardi Waluyo Metro.Jurnal Akuntansi & Keuangan. 5 (2):1-16.
Andranovich, G dan G. Riposa. 1993. Doing Urban Reaserch. Newbury Park: Sage Publications.
Aryani, D. D dan L. Amanah. 2014. Analisis Pengungkapan Corporate Social Responsibility Terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Ilmu Dan Riset Akuntansi. 3(2): 1-15.
Astuti, N. 2012. Mengenal Green Accounting. Permana. 4(1): 69-75.
Aulya. R., A. Sunaryo dan W. Y. Prasetyo. 2017. Implementasi Program Corporate Social Responsibility Dalam Mewujudkan Sustainable Development Di Bidang Lingkungan. Jurnal Administrasi Publik. 2(4): 608-612.
Burhany, I. D dan Nurniah. 2014. Akuntansi Manajemen Lingkungan Sebagai Alat Bantu Untuk Meningkatkan Kinerja Lingkungan Dalam Pembangunan Berkelanjutan. SNA 17 Mataram. 1-25.
Burhany, I. D. 2014. Pengaruh Implementasi Akuntansi Lingkungan Terhadap Kinerja Lingkungan Dan Pengungkapan Informasi Lingkungan. Proceeding SNEB. 1-8.
Cohen, N., dan P. Robbins .2011.Green Business: An A-to-Z Guide, Thousand Oaks, California: SAGE Publications Inc.
Deegan, C, 2003. Environmental Management Accounting: An Introduction and Case Studies for Australia, Environment Australia, Environment protection Authority,
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
78
Victoria, Institute of Chartered Accountants Australia.
Deegan, C. 2002. Introduction Accounting, Auditing & Accountability Journal. 15(3): 282-311.
Dewi, S. R. 2016. Pemahaman Dan Kepedulian Penerapan Green Accounting: Studi Kasus Ukm Tahu Di Sidoarjo.Prosiding Seminar Nasional Ekonomi dan Bisnis and Call For Paper FEB UMSIDA: 497-511.
Dowling, J. dan J. Pfeffer. 1975. “Organizational Legitimacy: Social Values and Organizational Behaviour”. Pacific Sociology Review. 18(1): 122- 136.
Elkington, J. 1998. Accounting For The Triple Bottom Line. Measuring Business Excellence, 2(3): 18–22.
Felisia, Amelia Limijaya. 2014. Triple Bottom Line Dan Sustainability. Volume 14 18, Nomor 1, Januari 2014.
Freeman, E. 2002. Stakeholder Theory Of The Modern Corporation. General Issues in Businness Ethics. 38-48.
Ghozali dan Chariri. 2007. Teori Akuntansi. Semarang: Badan Penerbit Undip.
Gray, R. 2006. Social, Environmental and Sustainability Reporting and Organisation Value Creation? Whose Value? Whose Creation? Accounting, Auditing and Accountability Journal. 19 (6): 793-819.
Hanifah, U. 2013. Aktualisasi Carbon Emission Disclosure: Sebagai Dasar Dan Arah Pengembangan Triple Bottom Line. Seminar Nasional dan The 3rd Call For Syariah Paper. 125-135. http://repository.unpas.ac.id/35477/5/BAB%20II.pdf (11 Februari 2020).
Hasyim. “Akuntansi Lingkungan: Apakah sebuah pilihan atau kewajiban”. Jurnal. 2011.
Heriyani, Emrinaldi Nur DP dan Alfiati Silfi. 2019. Analisis Pengungkapan Triple Bottom Line Dan Faktor Yang Mempengaruhi: Studi Di Perusahaan Indonesia Dan Singapura. Jurnal Akuntansi, Vol. 8, No. 1, Oktober 2019: 67 ‐ 79.
I Gusti Bagus Ngurah Panji Putra* dan Gde Deny Larasdiputra. 2020. Penerapan Konsep Triple Bottom Line Accounting Di Desa Wisata Pelaga (Studi Kasus Pada Kelompok Usaha Tani Asparagus). Jurnal KRISNA: Kumpulan Riset Akuntansi; Vol. 11, No. 2 Januari 2020, pp. 129-136. ISSN: 2301-8879. E-ISSN: 2599-1809
Ikhsan, Arfan. 2008. Akuntansi Lingkungan dan Pengungkapannya. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Inilahsultra.com (2019). 12 Rumah Sakit di Sultra Turun Kelas. https://inilahsultra.com/2019/07/29/12-rumah-sakit-di-sultra-turun-kelas/. Diakses pada Juli 2020.
Ismie Dzakky Fatimah. 2011. Penerapan Akuntansi Lingkungan (Studi Kasus Pada PT Semen Indonesia (Persero) Tbk Tuban). Koran Kompas 27 Maret 2011.
Januarti, I. dan D. Apriyanti. 2005. Pengaruh Tanggung Jawab Social Perusahaan Terhadap Kinerja Keuangan. Jurnal Maksi, 5(2): 227-243.
Lindrianasari. 2007. Hubungan antara Kinerja Lingkungan dan Kualitas Pengungkapan dengan Kinerja Ekonomi Perusahaan di Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. 11 (2):159-172.
Lako Andreas. Dekonstruksi CSR dan Reformasi Paradigma Bisnis dan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
79
Akuntansi. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2011.
Martusa Riki. “Peranan Environmental Accounting Terhadap Global Warming”. Jurnal Akuntansi Vol.1 No.2 November 2009:164-179.
Manuhara, Wahyu. 2000. Audit Lingkungan: Pengungkapan Isu Lingkungan Dalam Laporan Keuangan Auditan.Jurnal Akuntansi dan Investasi. 1 (2):
Musyarofah, S. 2013. Analisis Penerapan Green Accounting Dikota Semarang. Accounting Analysis Journal. 2(3): 352-359.
Muqodim. 2013. Triple Bottom Line Reporting Dalam Pelaporan Tahunan Perusahaan Go Public Di Indonesia. JAAI Vol. 17 No. 1, Juni 2013: 13-42.
Niar,I. dan F. Yeni.2012.Penerapan Green Accounting BAgi Rumah Sakit Sektor Publik Dalam Rangka Mendukung Peran Akuntansi Manajemen.Sekolah tinggi akuntansi Negara.
Nugroho, K. A dan A. Purwanto. 2013. Pengaruh Karakteristik Perusahaan, Struktur Kepemilikan, Dan Good Corparate Governance Terhadap Pengungkapan.
Nuryanti, Dewi. “Pengertian Data Kualitatif dan Kuantitatif”. (http://www.dewinuryanti.com/2012/12/datakualitatifpengertiandaakualitatif- kuantitatif.html. (3 Februari 2020).
Onyali dan C. Innocent. 2014. Triple Bottom Line Accounting And Sustainable Corporate Performance. Reasearch Journal Of Finance and Accounting. 5(8):195-210.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintah.
Rohelmy, F. A. 2015. Efektivitas Penerapan Biaya Lingkungan Dalam Upaya Meminimalkan Dampak Lingkungan. Jurnal Administrasi Bisnis (JAB). 2 (2):1-10.
Sanusi, Anwar. 2011. Metodologi Penelitian bisnis. Jakarta: Salemba empat. Sekaran, U. 2006. Research Methods For Business. Jakarta: Salemba Empat.
Shella Budiawan. 2019. Analisis Pengungkapan Triple Bottom Line Dalam Penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan Pada Industri Pertambangan. Gorontalo Accounting Journal (GAJ) Volume 2 Nomor 1 April 2019.
Siti Rachmi Harimisa, Grace B. Nangoi dan Treesje Runtu. 2018. Analisis Penerapan Akuntansi Manajemen Lingkungan Pada Ud. Santoso Di Manado. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern 13(2), 2018, 300-311.
Soelistyoningrum, Jenia Nur. “Pengaruh Pengungkapan Sustainability Report Terhadap Kinerja Keuangan (Studi Empiris Pada Perusahaan Yang Terdaftar Dalam Bursa Efek Indonesia).”
Suartana, I. W. 2015. Akuntansi Lingkungan dan Tripple Bottom Line Accounting: Paradigma Baru Akuntansi Bernilai Tambah. Jurnal Bumi Lestari, 10 (1): 105-112.
Susiana sari, Nengah Sudjana dan Devi Farah Azizah. 2013. Penerapan Akuntansi Lingkungan Untuk Mengoptimalkan Tanggung Jawab Industri Gula (Studi Pada PT Perkebunan Nusantara X Unit Pabrik Gula Lestari Nganjuk). Jurnal Administrasi Bisnis (JAB)|Vol. 2 No. 1 Mei 2013.
Sunyoto, D. 2013. Metode penelitian Akuntansi. Yogyakarta: PT Refika Aditama.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 Agustus 2020
80
Tarigan, J dan H. Samuel. 2014. Pengungkapan Sustainability Report Dan Kinerja Keuangan. Jurnal Akuntansi Dan Keuangan. 16(2): 88-101.
Villiers, D. C dan V. Staden. 2006. Can Less Environmental Disclosure Have a Legitimising Effect? Evidence From Africa. Accounting Organizations And Society. 31(8): 763-781.
Yusuf, W. 2007.Membedah Konsep & Aplikasi CSR (Corporate Social Responsibility).Jakarta. PT Gramedia.
Yusuf, Muri. 2014. Metode Penelitian: Kuantitatif, Kualitatif Dan Penelitian Gabungan. Kencana: Jakarta.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
81
ANALISIS PENERAPAN STANDAR AKUNTANSI DAN SISTIM
PENGENDALIAN INTERNAL TERHADAP KUALITAS LAPORAN
KEUANGAN Alwi Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima
Email: [email protected]
M. Rimawan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima
Email: [email protected]
Aliah Pratiwi
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to analyze the effect of the adoption of Government Accounting Standards and Internal Control Systems on the Quality of Financial Statements of case studies conducted at the Regional Government Work Unit in Bima City Government. The research instrument used was a questionnaire with a Likert scale. The population and sample in this study is the Regional Work Unit as an accounting entity in the Bima City government area. The sampling method in this study uses a purposive sampling method with the Quota Sampling approach with each SKPD there are 3 respondents sampled namely the Head of Finance, Section Head as reviewer of the financial statements that have been prepared and Accounting Section Staff in charge of directly compiling financial statements. Data analysis techniques used in this study are the Validity Test, Reliability Test, Classical Assumption Test (Normality, Multicollinearity, Autokoerlasi) and Hypothesis Test with Multiple Linear Regression Test. The results of the analysis conducted in this study indicate that there is a positive influence on the application of Government Accounting Standards and Internal Control Systems to the Quality of Financial Statements in the Regional Government Work Unit of the City of Bima.
Keywords: Government Accounting Standards, Internal Control System, Quality of Financial Statements.
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pengaruh penerapan Standar Akuntansi Pemerintah dan Sistim Pengendalian Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan studi kasus dilakukan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah di Pemerintahan Kota Bima. Instrumen penelitian yang digunakan adalah Kuesioner dengan skala Likert. Populasi dan sampel dalam penelitian adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah sebagai entitas akuntansi di wilayah pemerintahan Kota Bima. Metode pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan metode Purposive sampling dengan pendekatan Kuota Sampling dengan setiap SKPD terdapat 3 responden yang menjadi sampel yaitu Kepala Bagian Keuangan, Kepala Seksi selaku reviewer laporan keuangan yang telah disusun dan Staf Bagian Akuntansi yang bertugas langsung menyusun laporan keuangan. Tekhnik analisa data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Validitas, Uji Reliabilitas, Uji Asumsi Klasik (Normalitas, Multikolinearitas, Autokorelasi) dan Uji Hipotesis dengan Uji Regresi Linear Berganda. Hasil analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menunjukan bahwa terdapat pengaruh positif penerapan Standar Akuntansi Pemerintah dan Sistim Pengendalian Internal terhadap Kualitas Laporan Keuangan di Satuan Kerja Perangkat daerah Pemerintahan Kota Bima.
Kata Kunci : Standar Akuntansi Pemerintah, Sistim Pengendalian Internal, Kualitas Laporan Keuangan.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
82
1. PENDAHULUAN
Dalam Perkembangan ilmu
pengetahuan dan tekhnologi yang sangat
pesat ditandai dengan Revolusi Industri
4.0 penulis memandang bahwa untuk
mewujudkan tata kelola pelaksanaan
pemerintahan daerah yang baik (good
governance), pemerintah daerah harus
berusaha mewujudkan perbaikan kinerja
di segala bidang, termasuk di bidang
Informasi Keuangan atau Akuntansi yang
berkaitan dengan transparansi dan
akuntabilitas pengelolaan keuangan
daerah.
Untuk mencapai pengelolaan
keuangan pemerintaan daerah yang baik
(Good Governance) sesuai yang
diamanatkan UU No. 17 tahun 2003 pasal
3 ayat (1) menegenai ketentuan
pengelolaan keuangan daerah, bahwa
pada dasarnya pengelolaan keuangan
Negara oleh pemerintah harus di kelola
secara tertib dan taat pada peraturan
perundangan-undangan, akuntabilitas
bukan hanya kemampuan untuk
menunjukan bagaimana uang kas negara
di belanjakan melain kan kemampuan
untuk menunjukan, efisiensi, ekonomis
dan efektifitas serta transparansi
penggunaan kas Negara dan bertanggung
jawab dengan memperhatikan rasa
keadilan dan kepatuhan.
Pengelolaan kas Negara baik dari
transfer pemerintah pusat maupun dari
masyarakat itu sendiri harus dilandasi
semangat akuntabilitas dan transparansi
sehingga pada akhirnya menciptakan
laporan keuangan yang berkualitas sesuai
dengan kriteria dan aturan yang berlaku
serta dapat di pertanggungjawabkan
kepada masyarakat. Dengan demikian
pemerintah daerah dituntut untuk dapat
menyajikan laporan keuangan yang
berkualitas, untuk mencapai kualitas
laporan keuangan yang baik tentu dalam
proses penyusunan laporan keuangannya
harus menerapkan Standard Akuntansi
Pemerintah (SAP) yang ditetapkan
dengan peraturan Pemerintah No.71
tahun 2010 sebagai pengganti Peraturan
Pemerintah No.24 Tahun 2005. SAP
dinyatakan dalam bentuk pernyataan
standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP),
dilengkapi dengan pengantar standar
Akuntansi Pemerintahan dan disusun
dengan mengacu kepada kerangka
konseptual Akuntansi Pemerintahan.
Didalam sistem pelaporan
keuangan yang baik tentu terdapat pula
Sistem Pengendalian Intern yang baik.
Pemerintah menyadari betul hal tersebut.
Karena itu di rancang sebagai sistem dan
regulasi untuk menjaga kualitas tersebut.
Sistim Pengendalian Internal merupakan
hal penting yang tidak bisa diabaikan jika
berbicara tentang kualitas laporan
keuangan pemerintah daerah. Sistim
Pengendalian Internal merupakan suatu
cara untuk mengarahkan, mengawasi dan
mengukur sumber daya suatu organisasi,
dan juga memiliki peran penting dalam
pencegahan dan pendeteksian
penggelapan (fraud) secara dini. Sistim
pengendalian Internal akan memandu
organisasi berjalan sebagaimana
semestinya.
Melalui Penguatan Sistem
pengendalian Internal Pemerintah daerah
diharapkan dan di upayakan perbaikan
kualitas laporan keuangan dapat lebih di
pacu untuk mencegah terjadinya kegiatan
yang tidak sesuai ketentuan yang berlaku
sehhingga pelaksanaan pemerintahan
yang baik (Good Governance) dapat
diwujudkan yang tercermin dari efisiensi,
ekonomis, dan efektifitas pelaksanaan
kegiatan, dan sistem pengendalian
internal yang baik diharapkan mencegah
terjadinya kerugian Negara.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
83
Dari Uraian diatas dan terlebih
belum pernah dilakukan sebelumnya
penelitian tentang Kualitas Laporan
Keuangan di pemerintahan Kota Bima,
maka penulis tertarik untuk meneliti
“Pengaruh Penerapan Stadar Akuntansi
Pemerintah dan Sistim pengendalian
Internal terhadap Kualitas Laporan
Keuangan (Studi Kasus di SKPD
pemerintahan Kota Bima)”.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Keagenan (Agency Thery)
Teori Keagenan pada dasarnya
merupakan teori yang muncul karena
adanya konflik kepentingan antara
principal dan agen. Teori ini
mengasumsikan bahwa masing-masing
individu semata-mata termotivasi oleh
kepentingan dirinya sendiri sehingga
menimbulkan konflik kepentingan antara
prinsipal dan agen, prinsipal mengontrak
agen untuk melakukan pengelolaan
sumber daya dalam perusahaan dan
berkewajiban untuk memberikan imbalan
kepada agen sedangkan agen
berkewajiban melakukan pengelolaan
sumber daya yang dimiliki oleh
perusahaan dan bertanggung jawab atas
tugas yang dibebankan kepadanya
(Jensen, M., dan W. Meckling, 1976).
Teori keagenan akan terjadi pada
berbagai organisasi termasuk dalam
organisasi pemerintahan dan berfokus
pada persoalan ketimpangan/asimetri
informasi antara pengelola
(agen/pemerintah) dan publik (diwakili
prinsipal/Dewan). Prinsipal harus
memonitor kerja agen agar tujuan
organisasi dapat dicapai dengan efisien
serta tercapainya akuntabilitas publik.
Praktek pelaporan Keuangan dalam
organisasi sektor publik merupakan suatu
konsep yang didasari oleh teori keagenan.
Pemerintah yang bertindak sebagai agen
mempunyai kewajiban menyajikan
informasi yang bermanfaat bagi para
pengguna informasi keuangan
pemerintah yang bertindak sebagai
prinsipal dalam menilai akuntabilitas dan
membuat keputusan ekonomi, sosial,
maupun politik, serta baik secara
langsung melalui wakil-wakilnya (Irwan,
2010).
1. Hubungan keagenan dalam
pengelolaan keuangan daerah
Keagenan dalam pengelolaan
keuangan daerah diinterprestasikan
dalam 2 (dua) hubungan yaitu :
a. Hubungan rakyat sebagai prinsipal dan
kepala daerah sebagai agen, undang-
undang nomor 32 tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah menyatakan
kepala daerah dipilih oleh rakyat.
Mekanisme pemilihan ini merupakan
pemberian otoritas eksekutif dan
pelimpahan wewenang rakyat kepada
pemerintah daerah (Gubernur,
Walikota/Bupati). Pemerintah daerah
juga menerima pelimpahan wewenang
atas pengelolaan sumber daya yang
ada didaerah. Pertanggung jawaban
yang diberikan rakyat wajib
memberikan laporan pertanggung
jawaban atas perencanaan dan
pelaksanaan pengelolaan sumber daya
yang tertuang dalam APBD kepada
rakyat dalam bentuk LKPD yang telah
diaudit oleh BPK. DPRD yang
merupakan representasi keterwakilan
rakyat selaku prinsipal adalah
pengemban fungsi kontrol terhadap
jalanya pemerintahan didaerah.
b. Hubungan Kepala Daerah sebagai
prinsipal dan kepala SKPD sebagai
agen, tercermin dalam Permendagri
Nomor 13 Tahun 2006 tentang
pedoman pengelolaan keuangan
daerah dilaksanakan oleh kepala SKPD
selaku PPKD dan kepala SKPD selaku
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
84
pejabat pengguna Anggaran, atau
pengguna barang daerah. Kedudukan
kepala SKPD dan PPKD adalah
menerima wewenang dari kepala
daerah selaku pemegang kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah, Kepala
daerah selaku prinsipal wajib
melaksanakan sistem kontrol melalui
Sistim Pengendalian Intrenal untuk
menjamin bahwa progam dan kegiatan
yang tertuang dalam APBD serta
penatausahaan atas pengelolaan
keuangan daerah dapat dijalankan
secara baik sehinga tujuan organisasi
dapat dicapai. Kepala SKPD dan PPKD
selaku agen wajib bertanggung jawab
atas pelaksanaan wewenang yang
telah diterimanya kepada kepala
daerah melalui sekretaris daerah
selaku koordinator pengelolaan
keuangan daerah.
2.2 Kualitas Laporan Keuangan
Laporan keuangan menurut Kasmir
dalam (Evicahyani & Setiawina, 2016)
merupakan alat akuntabilitas utama
pemerintah kepada wakil rakyat di
parlemen atau lembaga-lembaga negara
lain yang berkepentingan serta
masyarakat umum, sedangkan menurut
(Mahmudi, 2011:43) Laporan keuangan
merupakan output dari sistem akuntansi
yang bermanfaat untuk pemberian
informasi bagi pihak–pihak yang akan
menjadikan informasi keuangan tersebut
sebagi dasar pembuatan keputusan.
Laporan keuangan pada dasarnya
merupakan asersi dari pihak manajemen
pemerintah yang menginformasikan
kepada pihak lain yaitu para pemangku
kepentingan (stakeholder), tentang
kondisi keuangan pemerintah di
Indonesia. Laporan keuangan pokok yang
harus dibuat oelh pemerintah
sebagaimana tercantum dalam pasal 30
UU No. 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara meliputi : (1) Laporan realisasi
APBN/D (2) Neraca, (3) Laporan arus kas
(4) Catatan atas Laporan Keuangan, dan
(5) Lampiran laporan keuangan
perusahaan Negara/daerah.
Kualitas (quality) merupakan
konstruk yang penting dalam dunia
bisnis, pendidikan dan berkaitan dengan
orang banyak. Didalam penelitian
akuntansi, kualitas harus
dikonseptualisasikan dengan suatu
definisi operasional sehingga dapat
diukur dengan suatu instrument yang
diciptakan untuk keperluan tersebut.
(Adha Inapty & Martiningsih, 2016)
bahwa kualitas merupakan suatu kondisi
dinamis yang berhubungan dengan
produk jasa, manusia, proses dan
lingkungan yang memenuhi atau melebihi
harapan. Sedangkan Parasuraman (Sako
& Lantowa, 2018) mengemukakan bahwa
kualitas merupakan ukuran penilaian
menyeluruh atas tingkat suatu pelayanan .
Dengan memperhatikan pentingnya
kualitas maka dalam konteks laporan
keuangan, kualitas juga merupakan salah
satu indikator penting. Kualitas menjadi
suatu ukuran apakah laporan keuangan
tersebut wajar dan sesuai dengan standar
dan kaidah – kaidah yang telah sepakati
untuk diterima secara umum.
2.3 Standar Akuntansi Pemerintah
Definisi Standar Akuntansi
Pemerintah menurut (Nugraeni, 2012)
menyatakan bahwa Standar Akuntansi
Pemerintah, selanjutnya disebut SAP,
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
diterapkan dalam menyusun dan
menyajikan laporan keuangan
pemerintah. Dengan demikian SAP
merupakan persyaratan yang mempunyai
kekuatan Hukum dalam upaya
meningkatkan kualitas laporan keuangan
di pemerintahan di Indonesia. Peraturan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
85
Pemerintah RI nomor 24 tahun 2005
dijelaskan bahwa karakteristik kualitatif
laporan keuangan adalah ukuran-ukuran
normatif yang perlu diwujudkan dalam
informasi akuntansi sehingga dapat
memenuhi tujuannya. Keempat
karakteristik berikut ini merupakan
syarat normatif yang diperlukan agar
laporan keuangan pemerintah dapat
memenuhi kualitas yang dikehendaki
yaitu Relevan, Andal, Dapat di
Bandingkan, dan mudah dipahami.
2.3 Sistim Pengendalian Internal
Menurut Peraturan Pemerintah No.
60 tahun 2008 dalam (Yuliani & Agustini,
2016) Sistem Pengendalian Internal
adalah proses yang tidak terpisahkan
pada kegiatan organisasi yang dilakukan
secara terus-menerus oleh pimpinan dan
seluruh pegawai untuk keyakinan
memadai atas tercapainya tujuan
organisasi melalui kegiatan yang efektif
dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan asset Negara dan
ketaatan terhadap peraturan undang-
undangan.
Unsur Sistim Pengendalian
Internal yang berfungsi sebagai pedoman
penyelenggaraan dan tolak ukur
pengujian efektivitas penyelenggaraan
sistim pengendalian internal.
Pengembangan Unsur Sistim
Pengendalian Internal perlu
mempertimbangkan aspek biaya manfaat
(Cost and Benefit), Sumber daya Manusia,
kejelasan kriteria pengukuran dan
perkembangan tekhnologi Informasi serta
dilakukan secara konperhensih.
Menurut Pemerintah No. 60 tahun
2008 dalam (Rama Mahaputra & Putra,
2014) bahwa unsur Sistim Pengendalian
Internal dalam peraturan pemerintah ini
mengacu pada unsur sistim pengendalian
yang telah di praktikan dilingkungan
pemerintah di berbagai Negara, yang
meliputi : Lingkungan Pengendalian,
Penilaian Risiko, kegiatan pengendalian,
Informasi dan komunikasi pemantauan.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini adalah
penelitian Kuantitatif, dalam penelitian ini
terdiri dari dua Variabel independen yaitu
Standar Akuntansi Pemerintah Daerah
dan Sistim Pengendalian Internal , serta
satu variabel dependen yaitu Kualitas
Laporan Keuangan. Yang menjadi
Populasi atau objek analisis dalam
penelitian ini adalah Satuan Kerja
Perangkat Daerah sebagai entitas
akuntansi di wilaya pemerintahan Kota
Bima.
Metode pengambilan sampel
dalam penelitian ini menggunakan
metode Purposive sampling dengan
pendekatan Kuota Sampling dengan
setiap SKPD terdapat 3 responden yang
menjadi sampel yaitu Kepala Bagian
Keuangan, Kepala Seksi selaku reviewer
laporan keuangan yang telah disusun dan
Staf Bagian Akuntansi yang bertugas
langsung menyusun laporan keuangan,
Instrumen penelitian yang digunakan
adalah dengan cara membagikan
Kuesioner. Tekhnik analisa data yang
digunakan adalah Regresi Linear
Berganda.
3.1 Kerangka Konseptual Penelitian
Gambar 1. Kerangka Konseptual
Penelitian
Standar Akuntansi
Pemerintah
Sistim Pengendalian
Internal X2
Kualitas Laporan
Keuangan Y
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
86
3.2 Pengembangan Hipotesis
a. Standar Akuntansi Pemerintah
Berpengaruh positif Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan.
Menurut Peraturan pemerintah
dalam (Singkali & Widuri, 2014) Standar
Akuntansi Pemerintahan adalah prinsip-
prinsip Akuntansi yang diterapkan dalam
menyusun dan menyajikan laporan
keuangan pemerintah yang ditetapkan
dengan peraturan pemerintah No. 24
Tahun 2005 tanggal 13 Juni 2005. Dalam
PP No.24 Tahun 2005 Pasal 1 (5) juga
disebutkan Standar Akuntansi
Pemerintah adalah serangkaian prosedur
manual maupun yang terkomputerisasi
mulai dari pengumpulan data, pencatatan,
pengikhtisaran dan pelaporan posisi
keuangan dan operasi keuangan
pemerintah.
Karakteristik kualitatif laporan
keuangan adalah ukuran-ukuran nor
matif yang perlu diwujudkan dalam
informasi akuntansi sehingga dapat
memenuhi tujuannya. Menurut Peraturan
Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun
2006, keempat karakteristik berikut ini
merupakan prasyarat normatif yang
diperlukan agar laporan keuangan
pemerintah dapat memenuhi kualitas
yang dikehendaki : Relevan, Andal, Dapat
di Bandingkan, dan Dapat Dipahami ( oka
reza Aditya & Surjono, 2017).
Agar bisa menghasilkan Suatu
Laporan Keuangan Pemerintahan daerah
yang berkualitas diperlukan proses
tahapan yang harus dilalui yang diatur
dalam Standar Akuntansi Pemerintah
Daerah, maka dari itu Standar Akuntansi
Pemerintah perlu diterapkan dengan baik
untuk menghasilkan Informasi
Akuntansi yang berkualitas yang tersaji
dalam Laporan Keuangan. Dalam
Penelitian yang pernah dilakukan oleh
(Neneng Sri Suprihatin, 2019)
menunjukan hasik bahwa Standar
Akuntansi Pemerintah Berpengaruh
Positif dan signifikan terhadap Kualitas
Laporan Keuangan.
H1: Standar Akuntansi Pemerintah
Berpengaruh positif Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan.
b. Sistim Pengendalian Internal
Berpengaruh Positif terhadap
Kualitas Laporan Keuangan
Sistem Pengendalian Intern
merupakan proses yang integral pada
setiap tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terus menerus oleh
jajaran pimpinan dan seluruh pegawai
yang ada di Satuan kerja perangkat
daerah setiap pemerintahan agar bisa
mengahasilkan suatu Laporan Keuangan
yang berkualitas untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya
tujuan organisasi melalui kegiatan yang
efektif dan efisien, keandalan pelaporan
keuangan, pengamanan asset negara dan
ketaatan terhadap peraturan perundang-
undangan. Penelitian yang pernah
dilakukan oleh (Rokhlinasari & Hidayat,
2016) dan penelitian lain juga yang
pernah dilakukan oleh (Pranata, 2019)
menjelaskan bahwa Sistim Pengendalian
Internal berpengaruh Positif terhadap
Kualitas Laporan Keuangan.
H2 : Sistim Pengendalian Internal
Berpengaruh Positif Terhadap
Kualitas Laporan Keuangan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
87
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Uji Instrumen Penelitian Validitas dan Reliabilitas
Tabel 1. Hasil Pengujian Validilitas Standar Akuntansi Pemerintahan
Butir
Pertanyaan r Hitung r Tabel Kriteria Keterangan
SAP_1
SAP_2
SAP_3
SAP_4
SAP_5
SAP_6
SAP_7
SAP_8
0.367
0.480
0.573
0.410
0.478
0.673
0.658
0.645
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tabel 2. Hasil Pengujian Validilitas Sistim Pengendalian Internal
Butir
Pertanyaan r Hitung r Tabel Kriteria Keterangan
SPI_ 1
SPI _2
SPI _3
SPI _4
SPI _5
SPI _6
SPI _7
SPI _8
SPI_ 9
SPI_10
SPI_11
0.780
0.710
0.744
0.766
0.757
0.713
0.695
0.601
0.840
0.808
0.659
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Tabel 3. Hasil Pengujian Validilitas Kualitas Laporan Keuangan
Butir
Pertanyaan r Hitung r Tabel Kriteria Keterangan
KLK_1
KLK _2
KLK _3
KLK _4
KLK _5
KLK _6
KLK _7
KLK _8
KLK_ 9
KLK_10
0.683
0.636
0.677
0.657
0.733
0.690
0.708
0.680
0.544
0.696
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
0.2162
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
r hitung > r tabel
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
88
Tabel 4. Hasil Pengujian Reliabilitas
Butir Pertanyaan Cronbach’s
Alpha Kriteria Keterangan
Standar Akuntansi Pemerintah
Sistim pengendalian Internal
Kualitas Laporan Keuangan
0.632
0.911
0.863
Cronbach’s Alpha > 0.60
Cronbach’s Alpha > 0.60
Cronbach’s Alpha > 0.60
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Hasil Uji Asumsi Klasik
Tabel 5. Hasil Uji Normalitas
N Asymp Sig Kriteria Keterangan
57 0.810 > 0,05 Data Berdistribusi Normal
Tabel 6. Hasil Uji Multikolinearitas Variabel Tolerance Kriteria VIF Kriteri
a Keterangan
Standart Akuntansi
Pemerintahan
Sistim Pengendalian Internal
0.637
0.637
> 0,10
> 0,10
1.570
1.570
< 10
< 10
Tidak Terjadi
Multikolinearitas
Tidak Terjadi
Multikolinearitas
Tabel 7. Hasil Uji Autokorelasi
DW dL dU 4-dU Keterangan
1.740 1.6452 1.5004 2.4996 Tidak Terjadi Gejala Autokorelasi
Uji Regresi Linear Berganda
Tabel 8. Hasil Uji Hipotesis Secacara Parsial ( Uji_t )
Variabel t hitung t tabel Kriteria Sig Kesimpulan
Standar Akuntansi
Pemerintah
Sistim pengendalian
Internal
2.115
6.570
1.673
1.673
t hitung > t tabel
t hitung > t tabel
0.039
0.000
H1 Diterima
H2 Diterima
Tabel 9. Hasil Uji Hipotesis Secara Simultan (Uji_F)
F Hitung F Tabel Kriteria Sig Kesimpulan
50.517 F Hitung > F Tabel 0.000 Layak
Tabel 10. Hasil Uji Koefisien Determinasi (Adjusted R2)
Adjusted R Square Keterangan
0.639 Besarnya Pengaruh variabel Independen
dalam model regresi sebesar 63.90%
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
89
4.2 Standar Akuntansi Pemerintah
berpengaruh positif terhadap
kualitas laporan Keuangan (H1)
Dari Hasil yang di tampilkan pada
tabel 8 dapat di tarik kesimpulan bahwa
Standar Akuntansi Pemerintah
berpengaruh positif terhadap Kualitas
Laporan Keuangan SKPD yang ada di
pemerintahan Kota Bima. Hasil penelitian
ini di dukung oleh penelitian sebelumnya
yang di lakukan oleh (Efrianti et al., 2018)
dan Juga Penelitian yang dilakukan oleh
(Nugraeni, 2012) , Hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa Standar Akuntansi
Pemerintah berpengaruh positif terhadap
Kualitas Laporan Keuangan. Semakin baik
pemahaman Pegawai terahadap Standar
Akuntansi Pemerintah maka akan
semakin baik pula Kualitas Laporan
Keuangan yang ada di Lingkup
Pemerintahan Daerah tersebut.
Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintah dengan baik dan tepat akan
mempermudah dan membantu SKPD
sebagai Agen untuk memberikan Laporan
Pertanggung jawaban kepada masyarakat
sebagai Prinsipal atas kepercayaan yang
di amanatkan kepada mereka untuk
mengelola kekayaan dan asset daerah
untuk kemaslahatan Masyarakat. Untuk
itu sangat penting Bagi pemangku Jabatan
yang ada di jajaran SKPD pemerintahan
Kota Bima memberikan atau mengikut
sertakan Pegawainya untuk melakukan
pelatihan guna meningkatkankan
wawasan dan pengetahuan Pegawai
terhadap Standar Akuntansi Pemerintah.
4.3 Sistim pengendalian Internal
berpengaruh positif terhadap
Kualitas Laporan Keuangan (H2)
Dari hasil analisis yang ditampilkan
pada tabel 8 dapat di tarik kesimpulan
bahwa Sistim Pengendalian Internal
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap Kualitas Laporan Keuangan.
Hasil penelitian ini di dukung juga oleh
penelitian sebelumnya yang pernah di
lakukan oleh (Widari & Sutrisno, 2017)
dan Juga Penelitian yang dilakukan oleh
(O. R. Aditya & Surjono, 2017),
Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa Sistim Pengendalian Internal
berpengaruh positif terhadap Kualitas
Laporan Keuangan. Untuk Menghasilkan
Suatu Laporan keuangan yang baik
diperlukan juga Sistim pengendalian
Internal yang baik pula, dengan adanya
sistim pengendalian internal dalam
organisasi pemerintahan akan dapat
meningkatkan ketelitian dan keandalan
pencatatan data Akuntansi, dan Sistim
pengendalian Internal Akuntansi yang
baik dapat meminimalisir risiko
terjadinya kekeliruan dan kesalahan
pencatatan atau perhitungan, suatu sistim
pengendalian internal yang berkualitas
dapat diterapkan dengan baik apabila
bagian-bagian yang terkait dengan sistim
tersebut beroperasi sesuai dengan tugas
dan tanggung jawabnya masing-masing.
Dengan ditetapkannya
pengendalian internal dalam sistim
Akuntansi, maka kualitas informasi
laporan Keuangan yang dihasilkan oleh
SKPD yang ada di pemerintahan Kota
Bima akan menjadi lebih berkualitas
(Relevan, Andal, dan dapat dipahami,
tepat waktu, Akurat, dan lengkap) dan
akan membantu mempermudah pada saat
laporan keuangan tersebut di Audit.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
90
5. PENUTUP
Setelah melakukan serangkaian
analisis Statistik antara lain Uji Validitas
dan Uji Reliabilitas di peroleh kesimpulan
bahwa butir pertanyaan dalam kuesioner
yang di bagikan untuk mengukur variabel-
variabel yang di teliti dinyatakan Valid dan
Reliabel. Berikutnya Analisis Korelasi
menunjukan variabel Standar Akuntansi
Pemerintah dan Sistim Pengendalian
Internal berkorelasi Positif dan signifikan
terhadap Kualitas Laporan Keuangan. Dan
dari hasil Koefisien determinasi
menunjukkan bahwa besaran persentase
kontribusi dari variabel independen
terhadap kualitas Laporan Keuangan
sebesar 63,90% dan sisanya sebesar
36,10% di pengaruhi oleh variabel lain
yang tidak di masukkan kedalam model
penelitian ini.
Hasil dari penelitian ini
mengindikasikan bahwa Satuan Kerja
Perangkat Daerah di Pemerintahan Kota
Bima telah menerapkan dengan Baik
Standar Akuntansi Pemerintah dan telah
melakukan Pengendalian Internal yang
sangat Baik di jajaran Instansi
Pemerintahan guna Meningkatkan Kualitas
Laporan Keuangan sebagai bentuk
Akuntabilitas dan Tansparansi pengelolaan
keuangan daerah kepada Masyarakat.
Dalam penelitian ini, dengan
kerendahan hati penulis menyadari betul
bahwa masih terdapat beberapa
keterbatasan antara lain hasil penelitian ini
menunjukan bahwa determinasi variabel
independen terhadap variabel dependen
sebesar 63,90%, Untuk itu saran bagi
peneliti berikutnya dapat memperkaya lagi
objek penelitian dengan menambahkan
beberapa variabel lain seperti
Akuntabilitas, Kualitas Aparatur Daerah,
dan Penerapan Tekhnologi Informasi, dan
sebaiknya Untuk bisa mencangkup
Populasi dan sampel yang lebih luas lagi.
Untuk Kepala Daerah Pemerintahan
Kota Bima sendiri Penulis menyarankan
untuk bisa memberikan pelatihan secara
rutin guna meningkatkan pengetahuan dan
pemahaman bagi Aparatur Pegawai Daerah
dalam penyusunan Laporan Keuangan
Daerah, serta mempertahankan dan
meningkatkan lagi sistim pengendalian
internal yang ada di jajaran internal Satuan
kerja Perangkat daerah di pemerintahan
Kota Bima.
DAFTAR PUSTAKA
Adha Inapty, M. A. F. B., & Martiningsih, R.
S. P. (2016). Pengaruh Penerapan
Standar Akuntansi Pemerintah,
Kompetensi Aparatur Dan Peran Audit
Internal Terhadap Kualitas Informasi
Laporan Keuangan Dengan Sistem
Pengendalian Intern Sebagai Variabel
Moderating (Studi Empiris Pada Skpd
Di Pemprov Ntb). Akuntabilitas, 9(1),
27–42.
Https://Doi.Org/10.15408/Akt.V9i1.35
83
Aditya, Oka Reza, & Surjono, W. (2017).
Sistem Informasi, Keuangan, Auditing
Dan Perpajakan. Sikap, 2(1), 1–14.
Aditya, O. R., & Surjono, W. (2017).
Pengaruh Sistem Pengendalian Intern
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan.
Jurnal Sikap (Sistem Informasi,
Keuangan, Auditing Dan Perpajakan),
2(1), 49.
Https://Doi.Org/10.32897/Sikap.V2i1.6
4
Efrianti, D., Tinggi, S., & Ekonomi, I. (2018).
Analisis Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintah ( Sap ) Terhadap Kualitas
Laporan Keuangan Instansi
Pemerintah Pada Kantor Pusat
Pelatihan Manajemen Dan
Kepemimpinan Pertan .... September.
Evicahyani, S. I., & Setiawina, N. D. (2016).
Analisis Faktor-Faktor Yang
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 1 September 2020
91
Mempengaruhi Kualitas Laporan
Keuangan Pemerintah Daerah
Kabupaten Tabanan. E-Jurnal Ekonomi
Dan Bisnis Universitas Udayana, 5(3),
403–428.
Irwan Taufiq. (2010). Akuntansi Pemerintah
Daerah. Yogyakarta Sekolah Pasca
Sarjana Ugm.
Jensen, M., C., W. M. (1976). No Title. In
Journal Of Finance Economic.
Http://Www.Nhh.No/For/Courses/Sprin
g/Eco420/Jensen-Meckling-76.Pdf.
Mahmudi. (2011). Akuntansi Sektor Publik.
Yogyakarta, Uii Press.
Neneng Sri Suprihatin, A. A. A. (2019).
Pengaruh Penerapan Sistem Informasi
Akuntansi Terhadap Kualitas Laporan
Keuangan. Jurnal Akuntansi, 12(2),
242–252.
Https://Doi.Org/10.37932/Ja.V9i1.94
Nugraeni, M. B. (2012). Pengaruh Standar
Akuntansi Pemerintah Terhadap
Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Jurnal Dinamika Ekonomi Dan Bisnis,
12(1), 18–32.
Pranata, V. M. (2019). Pengaruh
Pengendalian Internal Dan Komitmen
Organisasi Terhadap Kualitas
Pelaporan Keuangan ( Survei Pada
Perusahaan Tekstil Di Kota Bandung
Dan Sekitarnya ). 1, 15–30.
Rama Mahaputra, I., & Putra, I. (2014).
Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kualitas Informasi
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
E-Jurnal Akuntansi, 8(2), 230–244.
Https://Doi.Org/10.15294/Jda.V7i2.412
4
Rokhlinasari, S., & Hidayat, A. (2016). Al-
Amwal, Volume 8, No. 2 Tahun 2016.
Pengaruh Sistem Pengendalian Internal
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
Pada Ban Bjb Syariah Cirebon, 8(2),
491–508.
Sako, U., & Lantowa, F. D. (2018). Pengaruh
Penerapan Standar Akuntansi
Pemerintahan Terhadap Kualitas
Penyajian Laporan Keuangan Pada
Pemerintah Kabupaten Gorontalo.
Journal Of Accounting Science, 2(1),
43.
Https://Doi.Org/10.21070/Jas.V2i1.110
1
Singkali, O. Y. F., & Widuri, R. (2014). Dinas
Pendapatan Dan Pengelolaan Keuangan
Aset Daerah (Dppkad) Kabupaten
Toraja Utara. Tax & Accounting
Review, 4(2), 1–15.
Widari, L., & Sutrisno. (2017). Pengaruh
Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah Dan Komitmen Organisasi
Terhadap Kualitas Laporan Keuangan
Daerah. Jurnal Ilmiah Ilmu Ekonomi,
5(10), 117–126.
Yuliani, N. L., & Agustini, R. D. (2016).
Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas
Laporan Keuangan Pemerintah Daerah.
Bisnis & Ekonomi, 14(1), 56–64.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
92
PENGARUH SISTEM AKUNTANSI MANAJEMEN DAN
PARTISIPASI ANGGARAN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL
SKPD DI KABUPATEN SIDENRENG RAPPANG Haslindah
Universitas Muslim Indonesia
Email: [email protected]
Jeni Kamase
Universitas Muslim Indonesia
Email: [email protected]
Hajering Universitas Muslim Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
In this study the author has the objective to determine the effect of management accounting system and budget particiaption on managerial performance on the staff of the Local Government Sidenreng Rappang either partially or simultaneously. The hypothesis of this study is: Suspected of management accounting system and budget particiaption have a significant impact on the performance of managerial staff of the Local Government Sidenreng Rappang either partially or simultaneously. The data required in this study is primary data in the form of respondents’ assessment of Management Accounting Systems, Budget Particiaption and Managerial Performance in Local Government Offices Sidenreng Rappang. Data collection methods used in this study is the questionnaire as well as a literature review on the books related to the subject matter covered. Data analysis techniques used by Multiple Linear Regression Test, t test, F test, Coefficient of Determination Test. The results of the data analysis in this study it can be concluded that the management accounting system and budget particiaption have a significant influence on the performance of managerial staff of the Local Government Sidenreng Rappang either partially or simultaneously.
Keyword: Management Accounting Systems, Budget Particiaption and Managerial Performance Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh sistem akuntansi manajemen dan partisipasi anggaran terhadap kinerja manajerial SKPD di Kabupaten Sidenreng Rappang. Hipotesis penelitian ini adalah sistem akuntansi manajemen dan partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD di Kabupaten Sidenreng Rappang. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dalam bentuk penilaian responden tentang sistem akuntansi manajemen, partisipasi anggaran dan kinerja manajerial SKPD di Kabupaten Sidenreng Rappang. Metode pengumpulan data menggunakan kuisioner dan studi Pustaka. Teknik analisis data menggunakan analisis regresi linear berganda, uji t, uji F dan uji koefisinen determinasi. Hasil penelitian menemukan bahwa sistem akuntansi manajemen dan partisipasi anggaran berpengaruh signifikan terhadap kinerja manajerial SKPD di Kabupaten Sidenreng Rappang baik secara parsial maupun simultan.
Kata kunci: Sistem Akuntansi Manajemen, Partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
93
1. PENDAHULUAN
Kinerja sektor publik sebagian
besar dipengaruhi oleh kinerja aparat
atau manajerial. Pemerintah daerah
sebagai pihak yang diserahi tugas
menjalankan roda pemerintahan,
pembangunan, dan layanan sosial
masyarakat wajib menyampaikan
pertanggungjawaban kinerja manajerial
pemerintah daerahnya untuk dinilai
apakah pemerintah daerah berhasil
menjalankan tugasnya dengan baik.
Karena di beberapa daerah di Indonesia
yang menyebabkan kinerja pemerintah
daerah tersebut rendah adalah belum
optimalnya proses perencanaan dan
penganggaran yang mengabaikan
prinsip-prinsip pengelolaan keuangan
daerah yang baik. Akibatnya, daya serap
yang rendah memunculkan masalah
pengelolaan keuangan daerah yang
buruk (Nurhalimah, 2013).
Tanpa mengenyampingkan
kinerja operasional suatu organisasi,
keberhasilan suatu organisasi dalam
mencapai tujuannya sebagian besar
tergantung pada kinerja manajerialnya.
Kinerja manajerial dapat dijelaskan
sebagai eksistensi kerja manajer
(pimpinan) dalam menyelesaikan
pekerjaan dengan seefektif mungkin
(Soobaroyen dan Poorundersing dalam
Rante, dkk, 2014).
Kinerja manajerial merupakan
hasil kerja secara kualitas dan kuantitas
yang dicapai oleh seseorang manajer
dalam melaksanakan tugasnya sesuai
dengan tanggung jawab yang diberikan
kepadanya (Ingkiriwang, 2013). Ayu dan
Dahen (2014) berpendapat bahwa
kinerja manajerial merupakan hasil dan
keluaran yang dihasilkan oleh manajer
sesuai dengan perannya dalam
organisasi dalam suatu periode tertentu.
Pada umumnya keberhasilan suatu
perusahaan banyak tergantung pada
faktor-faktor manajerial.
Ada beberapa faktor yang
memengaruhi kinerja manajerial
pemerintah daerah di antaranya adalah
sistem akuntansi manajemen dan
panganggaran partisipatif. Sistem
akuntansi manajemen menurut Hansen
dan Mowen (2009) dalam Qibtiyah
(2018), adalah proses yang digambarkan
oleh aktivitas–aktivitas seperti
pengumpulan, mengukur, mengarsipkan,
menganalisis, pelaporan untuk
pengelolaan suatu informasi.
Mia dan Chanel dalam Sianipar
(2018), mengemukakan bahwa jika para
manajer menggunakan informasi yang
disediakan oleh sistem akuntansi
manajemen maka para manajer tersebut
dapat melaksanakan hal yang lebih baik
dalam melaksanakan pekerjaan dan
perbaikan dalam kinerjanya. Penggunaan
sistem akuntansi manajemen perusahaan
akan mendapat informasi-informasi yang
sangat penting.
Sistem akuntansi manajemen
juga dapat memuat informasi-informasi
yang dapat dijadikan sebagai dasar untuk
program promosi, untuk penjualan,
untuk pajak, kategori pelanggan dan
tingkat pelanggan. Hal tersebut juga
dapat dijadikan sebagai salah satu
rencana sarana untuk lebih
meningkatkan pelayanan dan kualitas
perusahaan itu sendiri. Selanjutnya para
manajer yang dapat menggunakan
sistem akuntansi manajemen dengan
baik, sangat memungkinkan para
manajer tersebut untuk melihat dan
memastikan apakah perusahaan mereka
bersaing dengan perusahaan-perusahaan
pesaing mereka, dalam penawaran
produk dan pelayanan untuk konsumen
berupa harga yang kompetitif, pelayanan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
94
dan fasilitas yang mereka punya untuk
konsumen.
Hasil penelitian Wulandari, dkk
(2014), Lempas,dkk (2014), Rante, dkk
(2014), dan Damayanti, dkk (2015),
menyatakan bahwa sistem akuntansi
manajemen berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja manajerial.
Sedangkan Hasil penelitian Qibtiyah
(2018), menemukan bahwa sistem
akuntansi manajemen berpengaruh
negatif terhadap kinerja manajerial.
Sementara hasil penelitian Ingkiriwang
(2013), menemukan bahwa Sistem
Akuntansi Manajemen tidak
berpengaruh signifikan terhadap kinerja
manajer.
Selain sistem akuntansi
manajemen, faktor lainnya adalah
interaksi partisipasi penyusunan
anggaran. Anggaran adalah suatu
rencana keuangan mengenai perkiraan
kinerja yang hendak dicapai dalam suatu
periode waktu tertentu, sedangkan
penganggaran merupakan suatu metode
yang digunakan dalam menyusun
anggaran (Mardiasmo,2018). Pada
anggaran dalam organisasi pemerintah
daerah pemanfaatannya terkait pada
penentuan jumlah porsi dana dalam
membiayai program dan aktivitas yang
berasal dari dana milik rakyat. Dalam
penyusunan anggaran sektor publik,
Komunikasi, koordinasi, dan partisipasi
antara atasan dan bawahan yang terkait
dengan tujuan organisasi dan isu-isu
strategis yang dihadapi masyarakat
diperlukan sebagai dasar dalam
penyusunan suatu kebijakan, program,
dan kegiatan, guna mengetahui informasi
yang dibutuhkan. Penganggaran
partisipatif memiliki hubungan yang erat
dengan kinerja aparat pemerintah
daerah.
Menurut goal-setting theory
individu akan lebih berkomitmen untuk
melaksanakan tujuannya terjadi ketika
individu tersebut menetapkan tujuannya
sendiri dan bukan diberikan dan ketika
tujuan tersebut didasarkan pada
setidaknya sebagian dari kemampuan
individu (Colbert, 2005 dalam Wibowo,
2017). Dengan kata lain dengan
memberikan kesempatan kepada
pegawainya untuk dapat menetapkan
tujuannya cenderung untuk bekerja lebih
baik bila dibandingkan ketika tujuan
hanya ditetapkan oleh atasan saja.
Menurut Hansen dan Mowen
(2006) dan Wibowo (2017), partisipasi
anggaran bila tidak dilaksanakan dengan
benar dapat mengakibatkan kegagalan
dalam mencapai standar dan akan
membuat frustasi bagi para manajer bila
diterapkan terlalu ketat, namun bila
terlalu mudah dicapai maka akan
membuat manajer kehilangan minat
dalam bekerja. Akibat lainnya dari
penerapan partisipasi anggaran yang
kurang benar adalah dapat
menyebabkan kesenjangan dalam
anggaran dan munculnya partisipasi
semu.
Hasil penelitian Hanny (2013),
Lina dan Stella (2013), Minai and Mun
(2013), dan Windasari (2016),
menemukan bahwa partisipasi anggaran
memiliki hubungan positif pada kinerja
manajerial. Sebaliknya penelitian
Hafridebri (2013), Janah dan Rahayu
(2015), Andison dan Augustine (2017),
dan Ermawati (2017), menemukan
bahwa pengaruh penganggaran
partisipatif pada kinerja manajerial
mempunyai pengaruh tidak signifikan.
Berdasarkan hasil review
penelitian terdahulu di atas didapatkan
research gap berupa inkonsisten (tidak
konsisten) hasil penelitian. Wulandari,
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
95
dkk (2014), Lempas, dkk (2014), Rante,
dkk (2014), Damayanti, dkk (2015) dan
Qibtiyah (2018) menemukan bahwa
sistem akuntansi manajemen
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja manajerial. Sementara
hasil penelitian Ingkiriwang (2013),
menemukan bahwa Sistem Akuntansi
Manajemen tidak berpengaruh signifikan
terhadap kinerja manajer. Hanny (2013),
Lina dan Stella (2013), Minai dan Mun
(2013), dan Windasari (2016),
menemukan bahwa partisipasi anggaran
berpengaruh terhadap kinerja
manajerial. Sebaliknya penelitian
Hafridebri (2013), Janah dan Rahayu
(2015), Andison dan Augustine (2017),
dan Ermawati (2017), menemukan
bahwa partisipasi anggaran tidak
berpengaruh terhadap kinerja
manajerial.
Berdasarkan gap research
diketahui bahwa tidak selalu kinerja
manajerial dipengaruhi oleh sistem
akuntansi manajemen dan partisipasi
anggaran. Oleh karenanya peneliti
tertarik untuk kembali menguji pengaruh
sistem akuntansi manajemen dan
parisipasi anggaran terhadap kinerja
manajerial dengan mengambil
pemerintah daerah Kabupaten Sidenreng
Rappang sebagai objek pengamatan.
Fenomena di Kabupaten
Sidenreng Rappang adalah masih
terdapat Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang mengalami kendala dalam
hal kekurang lengkapan dokumen
pertanggungjawaban maupun
keterlambatan penyampaian surat
pertanggungjawaban. Selain itu, terdapat
ketidak patuhan terhadap ketentuan
yang berlaku dalam penyusunan
anggaran. Hal ini tentunya dapat
menghambat kinerja manajerial SKPD di
Kabupaten Sedenreng Rappang.
Berdasarkan uraian di atas, maka
dilakukan penelitian dengan fokus
“Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen
dan Partisipasi Anggaran Terhadap
Kinerja Manajerial SKPD Di Kabupaten
Sidenreng Rappang.”
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Penetapan Tujuan (Goal
Setting Theory)
Goal setting theory yang
dikembangkan oleh Locke sejak 1968
telah mulai menarik minat dalam
berbagai masalah dan isu organisasi.
Menurut goal setting theory, individu
memiliki beberapa tujuan, memilih
tujuan, dan mereka termotivasi untuk
mencapai tujuan-tujuan tersebut
(Srimindarti, 2012). Teori ini
mengasumsikan bahwa faktor utama
yang memengaruhi pilihan yang dibuat
individu adalah tujuan yang mereka
miliki. Goal setting theory telah
menunjukkan adanya pengaruh
signifikan dalam perumusan tujuan
(Arsanti, 2009). Kekhususan dan
kesulitan merupakan atribut dari
penetapan tujuan. Umumnya, semakin
sulit dan spesifik tujuan yang ditetapkan,
semakin tinggi tingkat prestasi yang akan
dihasilkan.
Salah satu karakteristik dari goal
setting adalah tingkat kesulitan tujuan.
Tingkat kesulitan tujuan yang berbeda
akan memberikan motivasi yang berbeda
bagi individu untuk mencapai kinerja
tertentu. Tingkat kesulitan tujuan yang
rendah akan membuat individu
memandang bahwa tujuan sebagai
pencapaian rutin yang mudah dicapai
sehingga akan menurunkan motivasi
individu untuk berkreativitas dan
mengembangkan kemampuannya.
Sedangkan pada tingkat kesulitan tujuan
yang lebih tinggi tetapi mungkin untuk
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
96
dicapai, individu akan termotivasi untuk
berfikir cara pencapaian tujuan tersebut.
Proses ini akan menjadi sarana
berkembangnya kreatifitas dan
kemampuan individu untuk mencapai
tujuan tersebut (Ginting dan Ariani
dalam Matana, 2017).
Goal setting theory atau teori
penetapan tujuan adalah proses kognitif
membangun tujuan dan merupakan
determinan perilaku. Prinsip dasar goal
setting theory adalah goals dan
intentions, yang keduanya merupakan
penanggung jawab untuk human
behavior. Dalam studi mengenai goal
setting, goal menunjukkan pencapaian
standar khusus dari suatu keahlian
terhadap tugas dalam batasan waktu
tertentu. Harder goal akan dapat tercapai
bila ada usaha dan perhatian yang lebih
besar dan membutuhkan lebih banyak
knowledge dan skill daripada easy goal.
Mengacu pada Locke’s model
(Arsanti, 2009), goal setting theory atau
teori penetapan tujuan mempunyai
empat mekanisme dalam memotivasi
individu untuk mencapai kinerja.
Pertama, penetapan tujuan dapat
mengarahkan perhatian individu untuk
lebih fokus pada pencapaian tujuan
tersebut. Kedua, tujuan dapat membantu
mengatur usaha yang diberikan oleh
individu untuk mencapai tujuan. Ketiga,
adanya tujuan dapat meningkatkan
ketekunan individu dalam mencapai
tujuan tersebut. Keempat, tujuan
membantu individu untuk menetapkan
strategi dan melakukan tindakan sesuai
yang direncanakan. Dengan demikian,
dengan adanya penetapan tujuan dapat
meningkatkan kinerja individu yang
pada akhirnya akan meningkatkan
kinerja perusahaan.
Komitmen harus ada dalam goal
setting. Komitmen terhadap goal nampak
secara langsung dan tidak langsung
berpengaruh pada performance. Bila
person’s goal tinggi, maka high
commitment akan membawa pada higher
performance dibandingkan ketika low
commitment. Tetapi, bila goals rendah,
high commitment membatasi
performance. Ginting dan Ariani dalam
Matana (2017), menyatakan bahwa goal
commitment berdampak pada proses
goal setting yang akan berkurang bila
ada goal conflict. Goal commitment
berhubungan positif dengan goal
directed behavior, dan goal directed
behavior berhubungan positif dengan
performance.
2.2 Sistem Akuntansi Manajemen
a. Teori dan Definisi Akuntansi
Manajemen
Sistem informasi akuntansi
manajemen adalah sistem informasi yang
menghasilkan keluaran (output) dengan
menggunakan masukan (input) dan
memprosesnya untuk mencapai tujuan
khusus manajemen. Hansen dan Mowen
(2006) dalam Kumentas (2013), Sistem
Akuntansi Manajemen mempunyai tiga
tujuan yaitu menyediakan jasa informasi
yang digunakan dalam perhitungan jasa,
produk, dan tujuan lain yang diinginkan
manajemen, untuk menyediakan
informasi yang digunakan dalam
perencanaan, pengendalian, dan
pengevaluasian dan untuk menyediakan
informasi yang berguna dalam
pengambilan keputusan.
b. Pengertian Sistem Akuntansi
Manajemen
Sistem akuntansi manajemen
adalah salah satu bidang akuntansi yang
tujuan utamanya untuk menyajikan
informasi yang berguna dalam satuan
usaha atau organisasi tertentu untuk
kepentingan internal dalam rangka
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
97
melaksanakan proses manajemen yang
meliputi perencanaan, pembuatan
keputusan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengendalian (Solechan,
2007 dalam Sianipar, 2018). Garrison
dan Noreen (2000) dalam Sianipar
(2018), menyatakan bahwa sistem
akuntansi manajemen adalah akuntansi
yang berkaitan dengan penyediaan
informasi kepada para manajer untuk
membuat perencanaan dan pengendalian
operasi serta dalam pengambilan
keputusan. Sistem akuntansi manajemen
menggambarkan sebuah sistem yang
didesain untuk menyediakan informasi
untuk manajer. Sistem akuntansi
manajemen merupakan bagian dari
sistem pengendalian organisasi yang
perludiperhatikan karena diharapkan
dapat memberikan kontribusi yang
positif didalam keberhasilan sistem
pengendalian manajemen. Sistem
akuntansi manajemen membantu
manajer untuk mengendalikan aktivitas
perusahaan sehingga dapat membantu
perusahaan dalam mencapai tujuan
perusahaan.
Astuti (2007) dalam Sianipar
(2018), menyatakan bahwa sistem
akuntansi manajemen adalah sistem
informasi yang mengumpulkan data
operasional dan finasial, memprosesnya,
menyimpannya dan melaporkan kepada
pengguna. Produk yang dihasilkan oleh
sistem akuntansi manajemen adalah
informasi akuntansi manajemen.
Prasetyo (2006) dalam Sianipar
(2018), mengemukakan sistem akuntansi
manajemen merupakan salah satu
mekanisme pengendalian di dalam
organisasi, serta alat yang efektif di
dalam menyediakan informasi yang
bermanfaat guna memprediksi
konsekuensi yang mungkin terjadi dari
berbagai aktivitas yang bisa dilakukan.
Salah satu produk yang dihasilkan sistem
akuntansi manajemen adalah informasi
akuntansi manajemen yang berguna
untuk membantu pekerja, manajer dan
eksekutif untuk membuat keputusan
yang lebih baik.
Sistem akuntansi manajemen
dalam organisasi merupakan berperan
membantu manajer atau orang-orang
yang bertanggungjawab dalam
pelaksanaan aktivitas-aktivitas
perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan dan pengambilan keputusan.
Sistem akuntansi manajemen merupakan
sistem formal yang dirancang untuk
menyediakan informasi untuk pengguna
internal seperti manajer, eksekutif, dan
para pekerja. Sistem akuntansi
manajemen secara khusus akan
menerapkan teknik-teknik dan konsep
yang tepat dalam pengolahan data
ekonomi historicaldan yang
diproyeksikan dari satu satuan usaha
untuk membantu manajemen dalam
penyusunan rencana untuk tujuan-
tujuan ekonomi yang rasional dan dalam
membuat keputusan-keputusan rasional
dengan satu pandangan kearah pencapai
tujuan (Lempas & Sabijono, 2014).
Sistem akuntansi manajemen yang
merupakan bagian dari sistem
pengendalian organisasi perlu mendapat
perhatian, hingga dapat diharapkan akan
memberikan kontribusi positif dalam
mendukung keberhasilan sistem
pengendalian manajemen (Lempas &
Sabijono, 2014). Sistem akuntansi
manajemen yaitu suatu sistem
pengolahan informasi keuangan yang
digunakan untuk menghasilkan
informasi keuangan bagi kepentingan
pemakai intern organisasi (Mulyadi,
1997 dalam Setyolaksono, 2011).
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
98
c. Karakteristik Pengukuran Sistem
Akuntansi Manajemen
Chenhall dan Morris (1986) dalam
Setyolaksono (2011), mengidentifikasi
empat karakteristik informasi sistem
akuntansi manajemen yaitu sebagai
berikut:
1) Broadscope
Lingkup sistem akuntansi
manajemen yang luas memberikan
informasi yang berhubungan dengan
lingkungan eksternal yang mungkin
bersifat ekonomi seperti Gross National
Product, total penjualan pasar dan
pangsa pasar suatu industri, atau juga
bersifat non ekonomi seperti faktor
demografi, cita rasa konsumen, tindakan
para pesaing dan perkembangan
teknologi. Disamping itu, lingkup sistem
akuntansi manajemen yang luas akan
memberikan estimasi tentang
kemungkinan terjadinya peristiwa di
masa yang akan dating dalam ukuran
probabilitas.
2) Timeliness
Informasi timeliness
meningkatkan fasilitas sistem akuntansi
manajemen untuk melaporkan peristiwa
paling akhir dan untuk memberikan
umpan balik secara tepat terhadap
keputusan yang dibuat. Jadi timeliness
mencakup frekuensi pelaporan dan
kecepatan pelaporan.
3) Aggregation
Tipe aggregasi yang mangacu pada
berbagai format yang konsisten dengan
model keputusan formal seperti analisis
cash flow yang didiskontokan untuk
anggaran modal, simulasi dan linier
programming untuk penerapan
anggaran, analisis laba dan rugi dan
analisis pengendalian intern.
4) Integration
Aspek pengendalian suatu
organisasi yang penting adalah
koordinasi berbagai segmen dalam sub-
sub organisasi. Karakteristik sistem
akuntansi manajemen yang membantu
koordinasi mencakup spesifikasi target
yang menunjukkan pengaruh interaksi
segmen dan informasi mengenai
pengaruh keputusan pada operasi
seluruh sub unit organisasi.
2.3 Partisipasi Anggaran
a. Definisi Anggaran
Manajemen dalam mengelola suatu
perusahaan terlebih dahulu menetapkan
tujuan dan sasaran, untuk mencapai
tujuan dan sasaran tersebut manajemen
membuat rencana kegiatan. Rencana
yang disusun dalam satuan moneter
dituangkan dalam bentuk
anggaran.Rahayu dan Andry (2013)
menyimpulkan bahwaanggaran
merupakan alat bagi manajemen yang
memegang peranan penting dalam
sistem pengendalian manajemen sebuah
perusahaan, terutama dalam proses
perencanaan (planning) dan pengawasan
(controlling). Anggaran merupakan
rencana dari seluruh kegiatan
perusahaan dalam jangka pendek yang
dinyatakan dalam unit kuantitatif.
Menurut Nafarin (2015), anggaran
merupakan rencana tertulis mengenai
kegiatan suatu organisasi yang
dinyatakan secara kuantitatif untuk
jangka waktu tertentu dan umumnya
dinyatakan dalam satuan uang, tetapi
dapat juga dinyatakan dalam satuan
barang/jasa. Menurut Mulyadi (2002)
dalam Aprilianisa (2018), anggaran
merupakan suatu rencana kerja yang
dinyatakan secara kuantitatif, yang
diukur dalam satuan moneter standar
dan satuan ukuran yang lain, yang
mencakup jangka waktu satu tahun.
Kemudian menurut Dharmanegara
(2010), anggaran merupakan suatu
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
99
rencana yang disusun secara sistematis,
yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan, yang dinyatakan dalam unit
(satuan) moneter dan berlaku untuk
jangka panjang.
Dari definisi-definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa anggaran
merupakan rencana tertulis secara
kuantitatif dalam suatu periode tertentu
yang diukur dalam satuan moneter dan
satuan non moneter untuk menunjukan
perolehan dan penggunaan sumber daya
dalam kegiatan operasional organisasi
sebagai upaya mencapai tujuan
organisasi.
b. Jenis Anggaran
Terdapat beberapa jenis anggaran
yang diungkapkan Anthony dan
Govindarajan yang dialih bahasakan oleh
F.X Kurniawan (2005) dalamAprilianisa
(2018), yaitu:
1) Anggaran Operasi
Anggaran operasi adalah rencana
kerja perusahaan yang mencakup
semua kegiatan utama perusahaan
dalam memperoleh pendapatan di
dalam suatu periode tertentu.
2) Anggaran Modal
Anggaran modal adalah proses
pengambilan keputusan yang
berkaitan dengan investasi dalam
aktiva tetap.
3) Anggaran Neraca
Anggaran neraca adalah anggaran
yang memerinci taksiran keadaan
aktiva atau asset dan pasiva atau
kewajiban serta kekayaan bersih
dalam suatu kurun masa yang akan
datang.
4) Anggaran Laporan Arus Kas
Anggaran laporan arus kas adalah
anggaran yang memerinci taksiran
penerimaan dan pengeluaran uang
tunai dalam suatu kurun masa yang
akan dating.
Sedangkan Nafarin (2015),
mengkelompokan anggaran menjadi
beberapa jenis angggaran berdasarkan:
1) Segi dasar penyusunan
Dilihat dari segi penyusunan,
anggaran terdiri atas:
a) Anggaran Variabel
Anggaran variabel adalah anggaran
yang disusun berdasarkan interval
(kisaran) kapasitas (aktivitas)
tertentu pada intinya merupakan
suatu seri anggaran yang dapat
disesuaikan pada tingkat aktivitas
(kegiatan) yang berbeda
b) Anggaran Tetap
Anggaran tetap adalah anggaran
yang disusun berdasarkan suatu
kapasitas tertentu.
2) Segi cara penyusunan
Dilihat dari segi cara penyusunan,
anggaran terdiri atas:
a) Anggaran Periodik
Anggaran periodik adalah
anggaran yang disusun untuk satu
periode tertentu.
b) Anggaran Kontinyu
Anggaran kontinyu adalah
anggaran yang dibuat untuk
mengadakan perbaikan atas
anggaran yang pernah dibuat.
3) Segi jangka waktu
Dilihat dari segi jangka waktu,
anggaran terdiri atas:
a) Anggaran Jangka Pendek
Anggaran jangka pendek adalah
anggaran yang dibuat dengan
jangka waktu paling lama sampai
satu tahun.
b) Anggaran Jangka Panjang
Anggaran jangka panjang adalah
anggaran yang dibuat dengan
jangka waktu lebih dari satu tahun.
4) Segi bidang
Dilihat dari segi bidangnya, anggaran
terdiri atas:
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
100
a) Anggaran Operasional
Anggaran operasional adalah
anggaran untuk menyusun
anggaran laba rugi.
b) Anggaran Keuangan
Anggaran keuagan adalah
anggaran untuk menyusun
anggaran neraca.
5) Kemampuan menyusun
Dilihat dari segi kemampuan
menyusun, anggaran terdiri atas:
a) Anggaran Komprehensif
Anggaran komprehensif adalah
rangkaian dari berbagai jenis
anggaran yang disusun secara
lengkap. Anggaran komprehensif
merupakan gabungan dari
anggaran operasional dan
anggaran keuangan secara
lengkap.
b) Anggaran Parsial
Anggaran parsial adalah anggaran
yang disusun secara tidak lengkap
atau anggaran yang hanya
menyusun bagian anggaran
tertentu saja.
6) Segi fungsi
Dilihat dari segi fungsi, anggaran
terdiri atas:
a) Anggaran Tertentu
Anggaran tertentu adalah
anggaran yang diperuntukan bagi
tujuan tertentu dan tidak boleh
digunakan untuk manfaat lain.
b) Anggaran Kinerja
Anggaran kinerja adalah anggaran
yang disusun berdasarkan fungsi
kegiatan yang dilakukan dalam
organisasi (perusahaan), misalnya
untuk menilai apakah biaya
(beban) yang dikeluarkan oleh
masing-masing aktivitas tidak
melampaui batas.
7) Segi metode penentuan harga pokok
produk Dilihat dari segi metode
penentuan harga pokok produk,
anggaran terdiri atas:
a) Anggaran Tradisional
Anggaran tradisional terdiri atas:
(1) Anggaran berdasar fungsional
Anggaran berdasar fungsional
adalah anggaran yang dibuat
dengan menggunakan metode
penghargapokokan penuh (full
costing) dan berfungsi untuk
menyusun anggaran induk atau
anggaran tetap.
(2) Anggaran berdasar sifat
Anggaran berdasar sifat adalah
anggaran yang dibuat dengan
menggunakan metode
penghargapokokan variabel
(variable costing) dan berfungsi
untuk menyusun anggaran
variabel.
b) Anggaran berdasar kegiatan
Anggaran berdasar kegiatan adalah
anggaran yang dibuat dengan
menggunakan metode
penghargapokokan berdasar
kegiatan dan berfungsi untuk
menyusun anggaran variabel dan
anggaran induk.
c. Fungsi Anggaran
Menurut Rudiantoro (2013), fungsi
anggaran, sebagai berikut:
1) Alat perencanaan
Sebagai bagian dari fungsi
perencanaan (planning, anggaran
merupakan rencana kerja yang menjadi
pedoman bagi anggota organisasi dalam
bertindak. Dalam fungsi perencanaan
anggaran memiliki beberapa manfaat
yang saling terkait satu dengan lainnya,
yaitu:
a) Memberikan pendekatan yang terarah
dan terintegrasi kepada seluruh
anggota organisasi.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
101
b) Menciptakan suasana organisasi yang
mengarah pada tujuan umum, yaitu
pencapaian laba usaha.
c) Memaksa seluruh anggota organisasi
untuk memiliki komitmen mencapai
sasaran yang telah diciptakan.
d) Mengarahkan penggunaan seluruh
sumber daya pada kegiatan yang
paling menguntungkan.
e) Mendorong pencapaian standar
prestasi yang tinggi bagi seluruh
anggota organisasi.
2) Alat pengendalian
Sebagai bagian dari fungsi
pengendalian (controlling), anggaran
berguna sebagai alat penilai apakah
aktivitas setiap bagian organisasi telah
sesuai dengan rencana atau tidak. Dalam
fungsi pengendalian, anggaran memiliki
beberapa manfaat yang saling terkait
satu dengan lainnya, yaitu:
a) Berperan sebagai tolok ukur atau
standar bagi kegiatan organisasi.
b) Memberikan kesempatan untuk
menilai dan mengevaluasi secara
sistematik setiap segi atau aspek
organisasi.
c) Mendorong pihak manajemen secara
dini mengadakan penelaahan
terhadap masalah yang dihadapi.
Rahayu dan Andry (2013),
menjelaskan beberapa fungsi anggaran
dalam proses manajemen adalah sebagai
berikut:
1) Berhubungan dengan planning.
a) Membantu manajemen meneliti
dan mempelajari segala masalah
yang berkaitan dengan aktivitas
yang akan dilaksanakan.
b) Membantu mengarahkan seluruh
sumber daya yang ada di
perusahaan dalam menentukan
arah atau aktivitas yang paling
menguntungkan.
c) Membantu arah atau menunjang
kebijaksanaan perusahaan.
d) Membantu manajemen memilih
tujuan perusahaan.
e) Membantu menstabilkan
kesempatan kerja yang tersedia.
f) Membantu pemakaian alat-alat
fisik secara lebih efektif.
2) Berhubungan dengan coordinating.
a) Membantu mengkoordinir faktor
sumber daya manusia dengan
perusahaan.
b) Membantu menilai kesesuaian
antara rencana aktivitas
perusahaan dengan keadaan
lingkungan usaha yang dihadapi.
c) Membantu menempatkan
pemakaian modal pada saluran-
saluran yang menguntungkan
sesuai dan seimbang dengan
program perusahaan.
d) Membantu mengetahui kelemahan
dalam organisasi.
3) Berhubungan dengan motivasi,
anggaran memotivasi para
pelaksananya dalam melaksanakan
tugas-tugas untuk mencapai tujuan.
4) Berhubungan dengan komunikasi,
anggaran meliputi penyampaian
informasi yang berhubungan dengan
tujuan, strategi, kebijakasanaan, dan
penyimpangann yang terjadi.
5) Berhubungan dengan controlling
(pengendalian dan evaluasi).
a) Membantu mengawasi kegiatan
dan pengeluaran.
b) Membantu mencegah pemborosan.
c) Membantu menetapkan standar
baru.
6) Berhubungan dengan pendidikan,
anggaran mendidik para manajer
mengenai bagaimana bekerja secara
terinci pada pusat pertanggungjawab
yang dipimpin.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
102
d. Hubungan Anggaran dengan
Akuntansi
Menurut Rahayu dan Andry
(2013), penganggaran dan akuntansi
mempunyai hubungan yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainnya.
Hubungan keduanya tersebut dijelaskan
sebagai berikut:
1) Akuntansi menyediakan data historis
yang dapat digunakan untuk tujuan
analisis dalam menyusun rencana
perusahaan (anggaran).
2) Komponen penganggaran yang
dinyatakan secara finansial, disusun
dalam format akuntansi dengan
menggunakan sistem informasi yang
sama.
3) Akuntansi menyediakan data aktual
untuk dibandingkan dengan data
anggaran sebagai dasar untuk
evaluasi kinerja (performance report).
Menurut Nafarin (2015),
penganggaran memang berkaitan secara
unik dengan sistem akunting dalam hal:
1) Komponen keuangan dari suatu
anggaran yang umumnya disusun
dalam satuan format akunting.
2) Penganggaran berkaitan erat dengan
akunting manajemen, yaitu berupa
akunting harga pokok standar dan
akunting penentuan biaya variabel
(variable costing). Penganggaran juga
merupakan bagian dari akunting
manajemen.
3) Akunting keuangan mencatat
transaksi di masa lalu, sedangkan
penganggaran mencatat transaksi di
masa mendatang. Dalam hal ini
anggaran merupakan pedoman dalam
pelaksanaan transaksi keuangan
4) Untuk membandingkan anggaran
dengan realisasi diperlukan data yang
dihasilkan oleh akunting keuangan.
5) Penganggaran merupakan
perencanaan akunting, sedangkan
akunting keuangan merupakan
pelaksanaan akunting.
6) Akunting keuangan memberikan
masukan data historis yang relevan
terutama untuk tujuan analisis dalam
pengembangan anggaran.
e. Pendekatan Penyusunan Anggaran
Anthony dan Govindarajan (2005)
dalamAprilianisa (2018), menyatakan
bahwa terdapat tiga pendekatan yang
digunakan dalam penyusunan anggaran,
yaitu:
1) Pendekatan dari atas ke bawah (top
down approach).
2) Pendekatan dari bawah ke atas
(bottom up approach).
3) Pendekatan lain merupakan gabungan
dari kedua pendekatan tersebut, yaitu
pendekatan partisipasi.
Pendekatan penyusunan anggaran
menggunakan top down approach, jika
anggaran ditentukan oleh manajer
tingkat atas, sedangkan bottom up
approach dimana anggaran disiapkan
oleh pihak–pihak yang melaksanakan
anggaran tersebut. Pendekatan
partisipasi adalah gabungan dari
pendekatan top-down dan bottom-up.
Pendekatan partisipasi ini dianggap
sebagai pendekatan yang paling efektif
karena kerjasama dan interaksi antara
atasan dan bawahan dalam menyusun
anggaran akan menghasilkan anggaran
yang benar-benar mendapat dukungan
dari kedua belah pihak sehingga
diharapkan ada komitmen yang kuat
untuk melaksanakannya.
Partisipasi anggaran memerlukan
kerjasama dari berbagai tingkat
manajemen untuk mengembangkan
rencana anggaran. Setiap tingkatan
tanggung jawab dalam suatu organisasi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
103
harus memberikan masukan terbaik
sesuai dengan bidangnya dalam suatu
sistem kejasama penyusunan anggaran.
Hal ini karenamanajer puncak biasanya
tidak menetahui mengenai kegiatan
sehari-hari pada level bawah, sehingga
membutuhkan informasi yang lebih
handal dari bawahannya.
Menurut Dharmanegara (2010),
pendekatan yang dilakukan dalam proses
penyusunan penganggaran, dibagi
menjadi dua yaitu:
1) Penganggaran Top Down
Yaitu pendekatan yang lebih
otoritarian dari penganggaran.
Pendekatan ini mengambil sedikit
tempat negosiasi di antara manajer
junior dan manajer senior. Pendekatan
ini memiliki manfaat yang relatif cepat
dan efisien serta mencerminkan
perspektif manajemen puncak dari awal.
Proses penyusunan anggaran yang tidak
melibatkan bawahan secara signifikan.
Disini manajemen puncak menentukan
besarnya anggaran yang harus
digunakan dan dialokasikan ke manajer
dibawahnya tanpa menilai layak
tidaknya anggaran yang diberikan. Model
ini tidak efektif karena menimbulkan
banyak konflik antar manajer, juga
menyebabkan manajemen puncak
sebagai penyusun anggaran tidak
memahami betul mengenai kondisi dan
keadaan usaha disetiap divisi.
2) Penganggaran Bottom Up
Yaitu pendekatan yang
memungkinkan setiap individu
mengetahui mengenai departemen
mereka. Penganggaran bottom up atau
partisipasi adalah penyusunan anggaran
yang mengijinkan manajer lebih bawah
untuk berpartisipasi secara signifikan
dalam pembentukan anggaran. Manajer
lini membuat anggaran berdasarkan
situasi tanpa tekanan dari manapun
termasuk dari manajemen puncak.
Kemudian, anggaran tersebut
dikomunikasikan dengan manajer di
atasnya. Selanjutnya, anggaran tersebut
didiskusikan dengan manajer puncak
untuk dievaluasi dan jika disetujui
langsung dialokasikan ke pos-pos dan
dilaksanakan”.
f. Definisi Partisipasi Anggaran
Keberhasilan suatu organisasi
dapat dilihat dari bagaimana cara
pembuatan anggaran itu sendiri.
Anggaran merupakan perencanaan
dalam bentuk finansial, agar tujuan
organisasi dapat dicapai dengan baik,
maka dalampenyusunan anggaran harus
melibatkan para manajer dalam
tanggungjawab pengendalian biaya
untuk estimasi anggaran mereka sendiri.
Menurut Dharmanegara (2010),
partisipasi anggaran dapat diartikan
dengan adanya keterlibatan upaya dan
input oleh manajer dalam penyusunan
anggaran. Rahayu dan Andry (2013),
berpendapat bahwa penganggaran
partisifatif (participative budgeting)
merupakan proses penyusunan anggaran
yang melibatkan seluruh karyawan
(manajer pada semua tingkatan) dalam
organisasi. Di dalam penganggaran
partisipatif melibatkan dan adanya
pengaruh individu dalam proses
penyusunan anggaran.
Menurut Mulyadi (2002)
dalamAprilianisa (2018), partisipasi
dalam penyusunan anggaran berarti
keikutsertaan operating managers dalam
memutuskan bersama dengan komite
anggaran mengenai rangkaian kegiatan
di masa yang akan ditempuh oleh
operating managers tersebut dalam
pencapaian sasaran anggaran.Menurut
Hansen dan Mowen (2013), partisipasi
anggaran adalah pendekatan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
104
penganggaran yang memungkinkan para
manajer yang akan bertanggungjawab
atas kinerja anggaran, untuk
berpartisipasi dalam pengembangan
anggaran, partisipasi anggaran
mengkomunikasikan rasa tanggung
jawab kepada para manajer tingkat
bawah dan mendorong kreativitas.
Dari definisi-definisi tersebut
dapat disimpulkan bahwa partisipasi
anggaran adalah keikutsertaan para
manajer dalam proses penyusunan
anggaran untuk memperoleh
kesepakatan bersama mengenai
rangkaian kegiatan yang akan dilakukan.
g. Keunggulan Partisipasi Anggaran
Keunggulan partisipasi anggaran
menurut Garrison, dkk yang
diterjemahkan oleh Nuri Hinduan (2006)
dalam Aprilianisa (2018), adalah sebagai
berikut:
1) Setiap orang pada semua tingkatan
organisasi diakui sebagai anggota tim
yang pandangan dan penilaiannya
dihargai oleh manajemen puncak.
2) Perkiraan anggaran disiapkan oleh
manajer level bawah yang lebih
akurat dan dapat diandalkan dari
perkiraan yang disiapkan oleh level
atas yang memiliki pengetahuan
kurang detail mengenai pasar dan
operasi sehari-hari.
3) Motivasi pada umumnya lebih tinggi
ketika individu berpartisipasi dalam
menetapkan tujuan mereka sendiri
daripada ketika tujuan yang
dipaksakan oleh atasan.
4) Manajer yang tidak mampu
memenuhi anggaran yang dipaksakan
oleh atasan akan selalu mengatakan
bahwa anggaran tidak realistis dan
mustahil untuk dicapai.
Sementara Anthony dan
Govindarajan yang dialih bahasakan oleh
F.X Kurniawan (2005) dalam Aprilianisa
(2018), berpendapat anggaran
partisipatif memilki keunggulan yaitu:
1) Tujuan anggaran akan lebih mudah
diterima apabila anggaran tersebut
berada di bawah pengawasan
manajer.
2) Anggaran partisipatif menghasilkan
pertukaran informasi yang efektif
antara pembuat anggaran dan
pelaksana anggaran yang dekat
dengan produk dan pasar.
h. Kelemahan Partisipasi Anggaran
Menurut Hansen dan Mowen yang
dialih bahasakan oleh Dewi Fitriasari dan
Deny Arnos Kwary (2004) dalam
Aprilianisa (2018), ada tiga masalah yang
timbul yang menjadi kelemahan dalam
partisipasi anggaran, antara lain:
1) Pembuatan standar yang terlalu tinggi
atau rendah, sejak yang dianggarkan
menjadi tujuan manajer.
2) Slack anggaran, adalah perbedaan
antara jumlah sumber daya yang
sebenarnya diperlukan untuk
menyelesaikan tugas secara
efisiendengan jumlah yang diajukan
oleh manajer yang bersangkutan
untuk mengerjakan tugas yang sama.
3) Pseudoparticipation, atau partisipasi
semu yang mempunyai arti bahwa
perusahaan menggunakan partisipasi
dalam penyusunan anggaran padahal
sebenarnya tidak. Dalam hal ini
bawahan terpaksa menyatakan
persetujuan terhadap keputusan yang
akan diterapkan karena perusahaan
membutuhkan persetujuan mereka.
i. Fasilitas Proses Penyusunan
Anggaran
Horngren, dkk (2016),
menyebutkan fasilitas proses
penyusunan anggaran adalah:
1) Komunikasi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
105
Proses anggaran yang paling
efektif memfasilitasi komunikasi baik
atas ke bawah maupun dari bawah ke
atas. Manajemen puncak
mengkomunikasikan sasaran dan tujuan
anggarannya. Manajer tingkat bawah dan
karyawan mengkontribusikan idenya
sendiri dan menerima umpan balik atas
sasaran dan tujuan. Menurut uraian
tersebut penulis menyimpulkan yang
menjadi indikator dari komunikasi
adalah:
a) Menerima sasaran dan tujuan
strategis dalam bentuk anggaran dari
manajemen puncak.
b) Memiliki kesempatan dan ikut serta
untuk mengkontribusikan idenya
sendiri.
c) Menerima umpan balik atas tujuan
dan sasaran anggaran.
1) Koordinasi
Proses anggaran yang paling
efektif memfasilitasi koordinasi untuk
membantu manajer mengkoordinasi
aktivitas departemennya dengan
departemen lain dan perusahaan secara
keseluruhan. Menurut uraian tersebut
penulis menyimpulkan yang menjadi
indikator dari koordinasi adalah:
a) Mengajak diskusi tentang anggaran
dengan departemen lain
b) Mengajak diskusi tentang anggaran
dengan perusahaan secara
keseluruhan
j. Mekanisme Partisipasi Anggaran di
Pemerintah
Berdasarkan Peraturan
Pemerintah nomor 58 tahun 2005
tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,
masing-masing Satuan Kerja Pemerintah
Daerah (SKPD) diwajibkan untuk
membuat Rencana Kerja (Renja SKPD)
sebagai salah satu dasar untuk
menyusun Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD).
Renja SKPD adalah satu dokumen
perencanaan yang dibuat oleh SKPD
untuk periode satu tahun anggaran yang
memuat kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan baik yang
dilaksanakan oleh pemerintah daerah
ataupun yang ditempuh dengan
mendorong partisipasi masyarakat.
Dalam penyusunan Renja SKPD
masing-masing pejabat struktural di
dalam SKPD dapat mengusulkan
program dan kegiatan yang mengacu
pada hasil musrenbang kecamatan atau
hasil evaluasi pelaksanaan Renja SKPD
tahun sebelumnya. Usulan tersebut
kemudian akan dibahas di dalam forum
SKPD. Forum SKPD merupakan wadah
penampungan dan penjaringan
aspirasimasyarakat dan dunia usaha
(stakeholder) dengan tujuan
penyempurnaan rancangan kebijakan
penyusunan Renja SKPD.
Renja SKPD yang telah disetujui
oleh kepala daerah akan digunakan
sebagai dasar bagi pemerintah daerah
dalam menyusun Rencana Anggaran
Pendapatan dan Belanja Daerah
(RAPBD). Berdasarkan Permendagri No.
30 tahun 2007 tentang Pedoman
Penyusunan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah menjelaskan bahwa di
dalam pembuatan RAPBD perlu
memperhatikan prinsip-prinsip
penyusunan anggaran yaitu sebagai
berikut.
1) Partisipasi stakeholder
Proses penyusunan dan penetapan
APBD sedapat mungkin melibatkan
partisipasi stakeholder sehingga mereka
mengetahui akan hak dan kewajibannya
dalam pelaksanaan APBD.
2) Transparansi dan akuntabilitas
anggaran
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
106
APBD yang disusun harus dapat
menyajikan informasi secara terbuka dan
mudah diakses oleh stakeholder yang
meliputi tujuan, sasaran, sumber
pendanaan pada setiap jenis belanja
serta korelasi antara besaran anggaran
dengan manfaat dan hasil yang ingin
dicapai dari suatu kegiatan yang
dianggarkan. Oleh karena itu, setiap
pengguna anggaran harus bertanggung
jawab terhadap pengguna sumber daya
yang dikelola untuk mencapai hasil yang
ditetapkan.
3) Disiplin anggaran
Penganggaran pengeluaran harus
didukung dengan adanya kepastian
tersediannya penerimaan dalam jumlah
yang cukup dan tidak dibenarkan
melaksanakan kegiatan yang belum
tersedia atau tidak mencukupi kredit
anggarannya dalam APBD/Perubahan
APBD.
4) Keadilan anggaran
Dalam mengalokasikan belanja
daerah, harus mempertimbangkan
keadilan dan pemerataan agar dapat
dinikmati oleh seluruh lapisan
masyarakat tanpa diskriminasi
pemberian pelayanan.
5) Efisiensi dan efektifitas anggaran
Dana yang tersedia harus
dimanfaatkan seoptimal mungkin untuk
meningkatkan pelayanan dan
kesejahteraan stakeholder. Oleh karena
itu, untuk meningkatkan efisiensi dan
efektivitas anggaran, dalam perencanaan
anggaran perlu memperhatikan; tujuan,
sasaran, hasil dan manfaat, serta
indikator kinerja yang ingin dicapai,
penetapan prioritas kegiatan dan
penghitungan beban kerja, serta
penetapan harga satuan yang rasional.
6) Taat azas
APBD tidak bertentangan dengan
kepentingan umum, lebih diarahkan agar
mencerminkan keberpihakan kepada
kebutuhan dan kepentingan publik.
2.4 Kinerja Manajerial
Kinerja adalah hasil kerja secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh
seseorang dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan kepadanya (Anwar Prabu
Mangkunegara, 2004 dalam Sianipar,
2018). Wirawan (2009) dalam Sianipar
(2018), menerangkan kinerja sebagai
keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-
fungsi atau indikator-indikator suatu
pekerjaan atau profesi dalam waktu
tertentu. Menurut Wibowo (2010)
kinerja adalah hasil pekerjaan.
Manajer adalah individu yang
bertanggung jawab secara langsung
untuk memastikan kegiatan dalam
sebuah organisasi yang dijalankan
bersama para anggota organisasi (Sule
dan Saefullah, 2005 dalam Sianipar,
2018). Menurut Jeff Madura (2007)
dalam Sianipar (2018), manajer adalah
karyawan yang bertanggung jawab untuk
mengatur pekerjaan karyawan lain
(bawahannya) dan membuat keputusan
bisnis penting. Jadi, manajer adalah
individu yang mengatur karyawan,
memastikan seluruh aktivitas dalam
perusahaan dan membuat keputusan
penting bagi perusahaan.
Menurut Mangkunegara (2005)
dalam Sigillipu (2013), kinerja
manajerial merupakan suatu proses
kombinasi yang terus-menerus
dilakukan dalam kerjasama antara
seorang karyawan dan aturan langsung
yang melibatkan penerapan
pengharapan, serta pengertian tentang
fungsi kerja karyawan. Kinerja
manajerial yang diperoleh manajer juga
merupakan salah satu faktor yang dapat
dipakai untuk meningkatkan keefektifan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
107
perusahaan kinerja manajerial menurut
Anwar dalam Marthin, dkk (2013),
kinerja manajerial merupakan proses
perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengendalian terhadap
pencapaian kinerja dan dikomunikasikan
secara terus menerus oleh pimpinan
kepada karyawan, antara karyawan
dengan atasannya langsung. Sedangkan
menurut Yuliana, dkk (2012), kinerja
manajerial adalah kinerja para individu
anggota sebuah organisasi dalam
kegiatan-kegiatan manajerial.
Untuk dapat memperoleh kinerja
manajerial yang maksimal diperlukan
sistem pengendalian manajemen yang
dapat dimanfaatkan untuk memotivasi
seluruh personel perusahaan guna
mewujudkan tujuan perusahaan melalui
perilaku yang diharapkan. Sistem
pengendalian manajemen ialah proses
dan struktur yang tertata secara
digunakan untuk mencapai tujuan
perusahaan dengan strategi tertentu
secara efisien. Unsur-unsur dari sistem
pengendalian manajemen meliputi:
perencanaan anggaran, alokasi sumber
daya, pengukuran, evaluasi, penghargaan
atas kinerja, pertanggungjawaban, dan
penetapan harga transfer (Sulijaya &
Nuraini, 2015).
Menurut Narsa dan Yuniawati
(2003) dalam Adang & Hernawati
(2013), menyatakan bahwa Kinerja
Manajerial adalah kinerja para individu
dalam kegiatan manajerial. Kinerja
personel melputi 8 dimensi yaitu:
1) Perencanaan, perencanaan dalam arti
kemampuan untuk menentukan
tujuan, kebijakan dan
tindakan/pelaksanaan, penjadwalan
kerja, penganggaran, merancang
prosedur, dan pemrograman.
2) Investigasi yaitu kemampuan
mengumpulkan dan menyampaikan
informasi untuk catatan, laporan, dan
rekening, mengukur hasil,
menentukan persediaan, dan analisis
pekerjaan.
3) Pengkoordinasian yaitu kemampuan
melakukan tukar menukar informasi
dengan orang lain di bagian organisasi
yang lain untuk mengkaitkan dan
menyesuaikan program, memberitahu
bagian lain, dan hubungan dengan
manajer lain.
4) Evaluasi yaitu kemampuan untuk
menilai dan mengukur proposal,
kinerja yang diamati atau dilaporkan,
penilaian pegawai, penilaian catatan
hasil, penilaian laporan keuangan,
pemeriksaan produk.
5) Pengawasan (supervisi) yaitu
kemampuan untuk mengarahkan,
memimpin dan mengembangkan
bawahan, membimbing, melatih dan
menjelaskan peraturan kerja pada
bawahan, memberikan tugas
pekerjaan dan menangani bawahan.
6) Pengaturan staff (staffing) yaitu
kemampuan untuk mempertahankan
angkatan kerja dibagian anda,
merekrut, mewawancarai dan
memilih pegawai baru, menempatkan,
mempromosikan dan mutasi pegawai.
7) Negosiasi yaitu kemampuan dalam
melakukan pembelian, penjualan atau
melakukan kontrak untuk barang dan
jasa, menghubungi pemasok, tawar
menawar dengan wakil penjual,
tawar-menawar secara kelompok.
8) Perwakilan (representatif) yaitu
kemampuan dalam menghadiri
pertemuanpertemuan dengan
perusahaan lain, pertemuan
perkumpulan bisnis, pidato untuk
acara-acara kemasyarakatan,
pendekatan kemasyarakatan,
mempromosikan tujuan umum
perusahaan. Tujuan utama penilaian
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
108
kinerja dalah untuk memotivasi
personil dalam mencapai sasaran
organisasi dan dalam memahami
standard.
Menurut Wibowo (2010),
manajemen kinerja adalah manajemen
tentang menciptakan hubungan dan
memastikan komunikasi yang efektif.
Manajemen kinerja memfokuskan pada
apa yang diperlukan oleh organisasi,
manajer dan pekerja untuk berhasil.
Dapat ditarik kesimpulan Kinerja
Manajerial adalah tentang bagaimana
kinerja dikelola untuk memperoleh
sukses. Kinerja berasal dari pengertian
performance. Kinerja merupakan hasil
pekerjaan yang mempunyai hubungan
kuat dengan tujuan strategis organisasi,
kepuasan konsumen dan memberikan
kontribusi pada ekonomi. Dengan
demikian, kinerja adalah tentang
melakukan pekerjaan dan hasil yang
dicapai dari pekerjaan tersebut. Kinerja
adalah tentang apa yang dikerjakan dan
bagaimana cara mengerjakannya.
2.5 Kerangka Konseptual
Kinerja manajerial merupakan salah
satu faktor yang dapat meningkatkan
efektivitas organsiasi. Menurut Mahoney,
dkk (1963) dalam Devianti (2017),
kinerja manajerial adalah kinerja
individu anggota organisasi dalam
kegiatan – kegiatan manajerial seperti
perencanaan, investigasi,
pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan,
pengaturan staf, negosiasi dan
perwakilan.
Partisipasi anggaran merupakan
keikutsertaan individu dalam menyusun
anggaran sebagai proses pengambilan
keputusan yang bermanfaat untuk
mencapai tujuan organisasi. Partisipasi
anggaran sebagai tingkat keterlibatan
manajer dalam penyiapan anggaran dan
pembuatan keputusan untuk mencapai
tujuan.
Chenall dan Morris (1986) dalam
Pratami (2015), mengungkapkan bahwa
karakteristik sistem informasi akuntansi
manajemen yang berupa broadscope,
aggregation, integration dan timeliness
mampu meningkatkan kinerja manajer.
Manajer yang memiliki informasi dengan
karakteristik tersebut umumnya mampu
untuk membuat perencanaan yang lebih
baik dan mencapai target yang telah
ditetapkan.
Gambar 1. Kerangka konseptual
2.6 Hipotesis
a. Pengaruh Sistem Akuntansi
Manajemen Terhadap Kinerja
Manajerial
Sistem akuntansi manajemen
merupakan topik yang sangat menarik
dalam penelitian bidang akuntansi
khususnya akuntansi manajemen.
Karakteristik sistem akuntansi
manajemen menghasilkan informasi
yang sangat berguna untuk membantu
para manajer organisasi dalam
pengambilan keputusan yang pada
akhirnya dapat untuk lebih
meningkatkan kinerja manajerialnya.
Mia dan Chanel dalam Sianipar
(2018), mengemukakan bahwa jika para
manajer menggunakan informasi yang
disediakan oleh sistem akuntansi
manajemen maka para manajer tersebut
dapat melaksanakan hal yang lebih baik
dalam melaksanakan pekerjaan dan
Sistem
Akuntansi
Manajeme
n (X1)
Partisipasi
Anggaraa
n (X2)
Kinerja
Manajerial
(Y)
H
1
H
2
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
109
perbaikan dalam kinerjanya. Faktor-
faktor potensial yang dapat dijadikan
sebagai dasar pemikiran untuk
menghubungkan antara sistem akuntansi
manajerial dengan kinerja manajerial
adalah didasarkan pada kepercayaan
bahwa para manajer memahami sifat
pekerjanya. Dengan kata lain dengan
memahami sifat pekerjaannya, maka
mereka dapat mempertimbangkan
bagaimana caranya menggunakan
informasi agar lebih bermanfaat bagi
merek dan melaksanakan pekerjaan
dengan efektif. Diharapkan bahwa
dengan menggunakan informasi yang
disediakan, manajer dapat
menyelesaikan pekerjaan secara efektif
yang pada akhirnya dapat meningkatkan
kinerja manajerial.
Penggunaan sistem akuntansi
manajemen perusahaan akan mendapat
informasi-informasi yang sangat penting.
Sistem akuntansi manajemen juga dapat
memuat informasi-informasi yang dapat
dijadikan sebagai dasar untuk program
promosi, untuk penjualan, untuk pajak,
kategori pelanggan dan tingkat
pelanggan. Hal tersebut juga dapat
dijadikan sebagai salah satu rencana
sarana untuk lebih meningkatkan
pelayanan dan kualitas perusahaan itu
sendiri. Selanjutnya para manajer yang
dapat menggunakan sistem akuntansi
manajemen dengan baik, sangat
memungkinkan para manajer tersebut
untuk melihat dan memastikan apakah
perusahaan mereka bersaing dengan
perusahaan-perusahaan pesaing mereka,
dalam penawaran produk dan pelayanan
untuk konsumen berupa harga yang
kompetitif, pelayanan dan fasilitas yang
mereka punya untuk konsumen.
Hasil penelitian Sulani (2013),
Wulandari, dkk (2014), Lempas,dkk
(2014), Rante, dkk (2014), Lempas
(2014), Eliana, dkk (2014), Pratami
(2015), Syafira (2015), Damayanti, dkk
(2015), Solikah (2017), dan Qibtiyah
(2018) menemukan bahwa sistem
akuntansi manajemen berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja
manajerial. Dengan demikian maka
hipotesis pertama (H1) yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H1: Sistem Akuntansi Manajemen
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja
manajerial
b. Pengaruh Partisipasi Anggaran
Terhadap Kinerja Manajerial
Hubungan pertama di dalam
expectancy theory yang dikemukakan
oleh Vroom adalah hubungan antara
upaya dan kinerja (effort-
performance/E-P), dalam hal ini pegawai
cenderung akan bekerja lebih giat bila
memiliki keyakinan bahwa usahanya
tersebut akan menghasilkan penilaian
kinerja yang lebih baik (Robbins dan
Judge, 2015). Salah satu bentuk
pengaplikasian hubungan upaya dan
kinerja adalah dengan melibatkan
manajer di dalam penyusunan anggaran
dan kemudian dijadikan salah satu dasar
penilaian kinerja.
Sedangkan menurut goal-setting
theory individu akan lebih berkomitmen
untuk melaksanakan tujuannya terjadi
ketika individu tersebut menetapkan
tujuannya sendiri dan bukan diberikan
dan ketika tujuan tersebut didasarkan
pada setidaknya sebagian dari
kemampuan individu (Colbert, 2005
dalam Wibowo, 2017). Dengan kata lain
dengan memberikan kesempatan kepada
pegawainya untuk dapat menetapkan
tujuannya cenderung untuk bekerja lebih
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
110
baik bila dibandingkan ketika tujuan
hanya ditetapkan oleh atasan saja.
Menurut Hansen dan Mowen
(2006) dan Wibowo (2017), partisipasi
anggaran bila tidak dilaksanakan dengan
benar dapat mengakibatkan kegagalan
dalam mencapai standar dan akan
membuat frustasi bagi para manajer bila
diterapkan terlalu ketat, namun bila
terlalu mudah dicapai maka akan
membuat manajer kehilangan minat
dalam bekerja. Akibat lainnya dari
penerapan partisipasi anggaran yang
kurang benar adalah dapat
menyebabkan kesenjangan dalam
anggaran dan munculnya partisipasi
semu.
Hasil penelitian Amartadewi
(2013), Hanny (2013), Kamilah (2013),
Lina dan Stella (2013), Minai and Mun
(2013), Kholidah (2014), Putri (2014),
Putri dan Adiguna (2014), Tapatfeto
(2014), Moheri (2015), Gunawan (2015),
Windasari (2016), Asmas (2016),
Devianti (2017), Giusti, dkk (2018),
Rachmaningtyas, dkk (2018), Pratiwi
(2019) dan Iswahyudi (2019),
menemukan bahwa partisipasi anggaran
memiliki hubungan positif pada kinerja
manajerial. Dengan demikian maka
hipotesis kedua (H2) yang diajukan
dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut:
H2: Partisipasi anggaran
berpengaruh positif dan
signifikan terhadap kinerja
manajerial
3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Analisis Data
a. Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif adalah suatu
metode analisis dimana data-data
dikumpulkan, diklarifikasikan,
dikelompokkan, selanjutnya dianalisis
dan diinterpretasikan secara objektif
dalam rangka menerangkan objek
tertentu. Penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif untuk membantu
menerangkan hasil temuan penelitian.
b. Uji Instrumen Penelitian
1) Uji Validitas
Validitas adalah skala dimana
kesimpulan yang dibuat dengan
berdasarkan skor menurut angka
menjadi sesuai. Pengujian validitas ini
menggunakan Total Correlation
(Corrected Item), analisis ini dengan
caramengkolerasikan masing-masing
skor item dengan skor total dan
melakukan koreksi terhadap nilai
koefisien korelasi yang overestimasi.
Pengujian menggunakan dua sisi dengan
taraf signifikasi 0,05.
2) Uji Reliabilitas
Pengujian ini menggunakan
metode statistik Cronbach Alpha dengan
nilai sebesar 0,06. Apabila Cronbach
Alpha dari suatu variabel ≥ 0,6 maka
butir pertanyaan dalam instrumen
penelitian tersebut adalah reliabel atau
dapat diandalkan, dan sebaliknya jika
nilai Cronbach Alpha < 0 < 6 maka butir
pertanyaan tersebut tidak reliabel.
c. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik digunakan untuk
mengetahui apakah hasil analisis regresi
linier berganda yang digunakan untuk
menganalisis dalam penelitian ini
terbebas dari penyimpangan asumsi
klasik. Uji asumsi klasik yang digunakan
dalam penelitian ini meliputi uji
normalitas, multikolinieritas, dan
heteroskedastisitas. Adapun masing-
masing pengujian tersebut dapat
dijabarkan secara ringkas sebagai
berikut:
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
111
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam suatu model
regresi linier variabel terikat dan
variabel bebas keduanya mempunyai
distribusi normal atau tidak (Ghozali,
2015). Setiap penelitian mengharuskan
normalitas data dengan kata lain model
regresi yang baik tercermin dari
distribusi data normal. Penelitian ini,
untuk mendeteksi normalitas data dapat
dilakukan dengan pengujian berikut:
a) Histogram
Pengujian dengan model histogram
memiliki ketentuan bahwa data normal
berbentuk lonceng. Data yang baik
adalah data yang memiliki pola distribusi
normal. Jika data melenceng ke kanan
atau melenceng ke kiri berarti data tidak
terdistribusi secara normal.
b) Grafik Normality Probability Plot
Dalam uji ini, ketentuan yang digunakan
adalah:
Jika data menyebar di sekitar garis
diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi
memenuhi asumsi normalitas; dan
Jika data menyebar jauh dari diagonal
dan/atau tidak mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi tidak
memenuhi asumsi normalitas.
2) Uji Multikolinearitas
Uji multikolinieritas bertujuan
untuk menguji apakah model regresi
mempunyai korelasi antara variabel
bebas, dengan kata lainModel regresi
yang baik seharusnya tidak terjadi
korelasi diantara variabel independen.
Dalam hal ini disebut variabel-variabel
bebas ini tidak ortogonal.
Dalam mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi
salah satunya dilihat dari: (1) nilai
tolerance dan lawannya; dan (2) variance
inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini
menunjukan setiap variabel independen
manakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Nilai cut off yang
umum dipakai untuk menunjukan
adanya multikolinearitas adalah nilai
tolerance < 0.10 atau sama dengan nilai
VIF > 10 (Ghozali, 2015).
3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan
menguji model regresi, apakah terdapat
ketidaksamaan variance dari residual
satu pengamatan ke pengamatan lain.
Konsekuensinya adanya
heteroskedastisitas dalam model regresi
adalah penaksir yang diperoleh tidak
efisien, baik dalam sampel kecil maupun
besar. Salah satu cara yang dapat
digunakan untuk mengetahui ada
tidaknya gejala heteroskedastisitas
adalah dengan melihat pada grafik
scatter plot. Jika ada pola tertentu seperti
titik-titik yang membentuk pola tertentu
yang teratur (bergelombang, melebar,
kemudian menyempit) maka
mengindikasikan telah terjadi
heteroskedastisitas. Jika tak ada pola
yang jelas maka tidak terjadi gejala
heteroskedastisitas.
d. Uji Hipotesis
1) Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi linear berganda
digunakan untuk mengetahui pengaruh
antara variabel bebas terhadap variabel
terikat. Persamaan regresi linear
berganda yaitu:
Y = β0 + β1X1 + β2X2 + e
Keterangan:
Y = Kinerja Manajerial
β0 = Nilai Konstan
X1 = Sistem Akuntansi Manajemen
X2 = Partisipasi Anggaran
β1, β2 = Koefisien Korelasi
e = Standar error
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
112
2) Uji parsial (uji t)
Penelitian ini menggunakan uji t-
hitung bertujuan untuk melihat secara
parsial apakah ada pengaruh dari
variabel bebas terhadap variabel terikat.
Penelitian ini akan menggunakan uji t
untuk menguji hipotesis H0 atau
hipotesis H1 yang telah diajukan dengan
melihat signifikansi pada masing-masing
t hitung. Jika nilai signifikan lebih kecil
dari 0,05 atau 5% maka hipotesis yang
diajukan diterima atau dikatakan
signifikan, sedangkan jika nilai signifikan
lebih besar dari 0,05 atau 5% maka
hipotesis yang diajukan ditolak atau
dikatakan tidak signifikan.
3) Pengujian Koefisien Determinan
(R2)
Uji Determinan membantu melihat
seberapa besar kontribusi variabel bebas
terhadap variabel terikat. Dengan kata
lain koefisien determinan digunakan
untuk mengukur besarnya pengaruh
variabel bebas yang diteliti terhadap
variabel terikat. Koefisien determinan
(R2) berkisar antara nol sampai dengan
satu (0≤ R2≤ 1). Hal ini berarti R2 = 0
menunjukkan tidak adanya pengaruh
variabel bebas terhadap variabel terikat.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
a. Uji Validitas
Pengujian validitas menunjukkan
ketelitian serta ketepatan kuesioner yang
dibagikan kepada responden. Untuk
mengetahui validitas pertanyaan dari
setiap variabel, maka rhitung
dibandingkan dengan r-tabel. r-tabel
dapat dihitung dengan df=N–2. Jumlah
responden dalam penelitian ini sebanyak
34, sehingga df=34–2=32, r (?:32) =
0,286. Jika r-hitung> r-tabel, maka
pertanyaan tersebut dikatakan valid.
Tabel 10
Uji Validitas
Variabel Pertanyaan rhitung > rtabel Keterangan
Sistem Akuntansi X11 0,798 > 0,286 Valid
Manajemen (X1) X12 0,857 > 0,286 Valid
X13 0,838 > 0,286 Valid
X14 0,857 > 0,286 Valid
Partisipasi X41 0,829 > 0,286 Valid
Anggaran (X2) X42 0,672 > 0,286 Valid
X43 0,605 > 0,286 Valid
X44 0,657 > 0,286 Valid
Kinerja Manajerial Y1 0,922 > 0,286 Valid
(Y) Y2 0,789 > 0,286 Valid
Y3 0,808 > 0,286 Valid
Y4 0,752 > 0,286 Valid
Y5 0,719 > 0,286 Valid
Sumber: Data primer diolah, 2020
Hasil uji validitas menunjukkan
bahwa semua item pertanyaan dalam
dalam kuesioner adalah valid dan dapat
digunakan sebagai alat ukur penelitian.
Hal ini dibuktikan dengan nilai Corrected
Item – Total > 0,286.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
113
b. Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas
menunjukkan seberapa besar suatu
instrument tersebut dapat dipercaya dan
digunakan sebagai alat pengumpul data.
Reliabilitas instrumen yang semakin
tinggi, menunjukkan hasil ukur yang
didapatkan semakin terpercaya
(reliabel). Penentuan reabilitas
instrumen suatu penelitian adalah:
1) Jika cronbach’s alpha < 0,6 maka
reabiliti dikatakan buruk;
2) Jika cronbach’s alpha 0,6 – 0,8 maka
reabiliti dikatakan cukup; dan
3) Jika cronbach’s alpha > 0,8 maka
reabiliti dikatakan baik.
Berikut adalah hasil uji reliabilitas
atas variable – variabel:
Tabel 11
Uji Reliabilitas
Variabel Koefisien
Alpha
Keterangan
Sistem
Akuntansi
Manajemen
0,856 Baik
Partisipasi
Anggaran
0,628 Cukup
Kinerja
Manajerial
0,855 Baik
Sumber: Data primer diolah, 2020
Berdasarkan hasil pengujian
reliabilitas, menunjukkan bahwa semua
variabel yang dijadikan instrumen dalam
penelitian adalah reliabel dan dapat
digunakan sebagai alat pengumpulan
data. Sehingga berdasarkan hasil uji
reliabilitas diatas, menunjukkan bahwa
instrument memiliki tingkat reliabilitas
yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan
nilai koefisien alpha>0,60, jadi hasil ukur
yang akan didapatkan dapat dipercaya.
c. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk
melihat apakah dalam model regresi
variabel terikat dan variabel bebas
keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik
adalah model regresi yang berdistribusi
normal. Cara mendeteksi normalitas
dilakukan dengan melihat grafik
histogram.
Gambar 2
Grafik Histogram
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan grafik histogram
diatas, dapat disimpulkan bahwa grafik
histogram memberikan pola distribusi
yang mendekati normal, hal ini
dibuktikan dengan melihat bahwa grafik
membentuk simetris dan mengikuti garis
diagonal. Akan tetapi grafik histogram ini
hasilnya tidak terlalu akurat apalagi
ketika jumlah sampel yang digunakan
kecil.
Metode yang handal adalah dengan
melihat normal probability plot. Pada
grafik normal plot terlihat titik-titik
menyebar disekitar garis diagonal serta
penyebarannya mengikuti arah garis
diagonal.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
114
Gambar 3
Normal Prabability Plot
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan grafik normal
probability plot, dapat dilihat bahwa titik
menyebar disekitar garis diagonal dan
penyebarannya mengikuti garis diagonal,
sehingga dapat dikatakan bahwa pola
distribusinya normal. Melihat kedua
grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa
model regresi dalam penelitian ini dapat
digunakan karena memenuhi asumsi
normalitas.
d. Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas menunjukkan
bahwa variansi variabel tidak sama
untuk semua pengamatan. Jika variansi
dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas
karena data cross section memiliki data
yang mewakili berbagai ukuran (kecil,
sedang, dan besar). Untuk mendeteksi
adanya Heteroskedastisitas, metode yang
digunakan adalah metode chart (diagram
Scatterplot). Jika:
1) Jika ada pola tertentu terdaftar titik-
titik, yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang beraturan
(bergelombang, melebar, kemudian
menyempit), maka terjadi
Heteroskedastisitas.
2) Jika ada pola yang jelas, serta titik-
titik menyebar keatas dan dibawah 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
Gambar 4
Diagram Scatterplot
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan diagram diatas, maka
dapat dilihat bahwa data tersebar secara
acak dan tidak membentuk suatu pola
tertentu, hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat heteroskedastisitas.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terjadinya perbedaan varians dari
residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain.
e. Uji Multikolinearitas
Uji Multikolinearitas bertujuan
menguji adanya korelasi antara variabel
bebas (independent) pada model regresi.
Pada model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel.
Untuk menguji ada atau tidaknya
multikolinearitas dalam model regresi
dapat dilihat dari nilai tolerance dan
lawannya, yaitu dengan melihat variance
inflation factor (VIF). Nilai cut-off yang
umum dipakai adalah nilai tolerance
0,01. Salah satu cara untuk menguji
adanya multikoloniearitas dapat dilihat
dari Variance Inflation Factor (VIF). Jika
nilai VIF>10 maka terjadi
multikolinearitas.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
115
Tabel 12
Uji Multikolinearitas
Variabel VIF Keterangan
Sistem Akuntansi Manajemen 1,370 Tidak Multikolinearitas
Partisipasi Anggaran 1,370 Tidak Multikolinearitas
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atass, dapat
disimpulkan bahwa model regresi untuk
variabel independen yang diajukan oleh
peneliti untuk diteliti bebas dari
multikolinearitas. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat table diatas
yang menunjukkan nilai VIF dari masing-
masing variabel independen <10, dan
dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh pengintegrasian terhadap
kinerja manajerial.
e. Analisis Regresi Linear Berganda
Uji regresi linear berganda
dilakukan untuk mengetahui hubungan
fungsional antara variabel bebas
(independent) terhadap varaiabel terikat
(dependent). Hasil uji regresi linear
berganda dapat dilihat dari persamaan
berikut. Penelitian ini menguji pengaruh
kualitas pengelola keuangan dan sistem
pengendalian intern pemerintah
terhadap efektifitas pengelolaan
keuangan daerah.
Tabel 13
Coefficients
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficients
t Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta Tolerance VIF
1 (Constant) -.912 .422
-
2.161
.038
SAM .515 .072 .622 7.177 .000 .730 1.370
Partisipasi
Anggaran
.680 .141 .417 4.817 .000 .730 1.370
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel Coefficients hasil
output SPSS di atas maka diketahui
persamaan regresi sebagai berikut:
Y = –0,912 + 0,515X1 + 0,680X2
Dalam persamaan regresi linear
berganda di atas dapat dijelaskan secara
rinci:
1) Konstanta (α)
Konstanta sebesar –0,912. Hal ini
berarti jika tidak ada perubahan dari
variabel sistem akuntansi manajemen
dan partisipasi anggaran, maka kinerja
manajerial akan menurun sebesar 0,912.
2) Sistem Akuntansi Manajemen (X1)
Nilai koefisien regresi untuk sistem
akuntansi manajemen sebesar 0,515.
Dalam penelitian ini dapat dinyatakan
bahwa sistem akuntansi manajemen
berpengaruh positif terhadap kinerja
manajerial. Setiap peningkatan sistem
akuntansi manajemen akan memberikan
dampak pada meningkatnya kinerja
manajerial sebesar 0,515.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
116
3) Partisipasi Anggaran (X2)
Nilai koefisien regresi untuk
partisipasi anggaran sebesar 0,680.
Dalam penelitian ini dapat dinyatakan
bahwa partisipasi berpengaruh positif
terhadap kinerja manajerial. Setiap
peningkatan partisipasi anggaran akan
memberikan dampak pada
meningkatnya kinerja manajerial sebesar
0,680.
f. Uji Parsial (Uji t)
Uji parsial digunakan untuk
mengetahui apakah variabel independet
(X) berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen (Y). Pengujian
dilakukan dengan taraf signifikansi 0,05.
Jika Sig>0,05 maka hipotesis yang
diajukan ditolak. Sebaliknya Jika Sig.<
0,05 maka hipotesis yang diajukan
diterima.
Tabel 14
Uji t
Varibel Sig.<α Keterangan Hipotesis
Sistem Akuntansi Manajemen 0,000<0,05 Signifikan Diterima
Partisipasi Anggaran 0,000<0,05 Signifikan Diterima
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan hasil uji parsial telah
dilakukan diketahui bahwa sistem
akuntansi manajemen (X1) dan
partisipasi anggaran motivasi (X2)
masing – masing secara parsial memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja manajerial.
g. Uji Simultan (Uji F)
Uji F digunakan untuk mengetahui
pengaruh simultan dari semua variabel
independet (X) terhadap variabel
dependen (Y). Pengujian dilakukan
dengan taraf signifikansi 0,05. Jika
Sig.>0,05 maka hipotesis yang diajukan
ditolak. Sebaliknya Jika Sig.<0,05 maka
hipotesis yang diajukan diterima.
Tabel 15
Uji F
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regressio
n
11.628 2 5.814 75.81
5
.000b
Residual 2.377 31 .077
Total 14.005 33
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan hasil uji simultan
yang telah dilakukan antara variabel
sistem akuntansi manajeman dan
partisipasi anggaran terhadap kinerja
manajerial diketahui bahwa nilai Sig.
adalah sebesar 0,000. Nilai tersebut lebih
kecil dari derajat kesalahan (α=0,05)
(0,00<0,05). Dengan kata lain, variabel
sistem akuntansi manajeman dan
partisipasi anggaran secara simultan
memiliki pengaruh signifikan terhadap
kinerja manajerial.
h. Uji Determinasi (R2)
Analisis koefisien determinasi
digunakan untuk mengetahui persentase
besarnya pengaruh variabel independen
terhadap variabel independen.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
117
Tabel 16
Uji Determinasi
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .911a .830 .819 .27692
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan hasil uji koefisien
deteminasi di atas, diketahui bahwa
kinerja manajerial mampu dijelaskan
oleh variabel sistem akuntansi
manajeman dan partisipasi anggaran
sebesar 83,0%. Sisanya 17,0% dari
kinerja manajerial dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak disertakan dalam
penelitian.
4.2 Pembahasan
a. Pengaruh Sistem Akuntansi
Manajemen terhadap Kinerja
Manajerial
Sistem akuntansi manajemen
merupakan instrumen yang digunakan
untuk mengukur tingkat keandalan
informasi akuntansi manajemen.
Instrumen yang digunakan untuk
mengukur tingkat keandalan informasi
akuntansi manajemen dibagi menjadi
empat. Keempat indikator diadopsi dari
peneliti terdahulu (Sianipar, 2018).
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa sistem akuntansi
manajemen memiliki pengaruh positif
terhadap kinerja manajerial. Hal ini
berarti bahwa penerapan sistem
akuntansi manajemen memiliki
pengaruh searah terhadap kinerja
manajerial. Peningkatan sistem
akuntansi manajemen akan memberikan
dampak pada meningkatnya kinerja
manajerial.
Sementara itu, berdasarkan uji
parsial diketahui bahwa sistem
akuntansi manajemen memiliki
pengaruh yang signifikan terhadap
kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa
sistem akuntansi manajemen merupakan
faktor penentu baik dan tidaknya kinerja
manajerial pada lingkup SKPD di
kabupaten Sidrap. Hasil penelitian ini
sejalan dengan teori yang dikemukakan
Mia dan Chanel dalam Sianipar (2018),
bahwa jika para manajer menggunakan
informasi yang disediakan oleh sistem
akuntansi manajemen maka para
manajer tersebut dapat melaksanakan
hal yang lebih baik dalam melaksanakan
pekerjaan dan perbaikan dalam
kinerjanya.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya dari Sulani
(2013), Wulandari, dkk (2014),
Lempas,dkk (2014), Rante, dkk (2014),
Lempas (2014), Eliana, dkk (2014),
Pratami (2015), Syafira (2015),
Damayanti, dkk (2015), Solikah (2017),
dan Qibtiyah (2018) yang menemukan
bahwa sistem akuntansi manajemen
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja manajerial.
b. Pengaruh Partisipasi Anggaran
terhadap Kinerja Manajeria
Partisipasi anggaran merujuk pada
pengaruh tingkat keterlibatan yang
dirasakan oleh individu di dalam proses
penyusunan anggaran. Partisipasi dalam
penyusunan anggaran dalam penelitian
ini berkaitan dengan seberapa jauh
keterlibatan pejabat struktural dalam
menentukan dan menyusun anggaran di
masing-masing unit organisasinya.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa partisipasi anggaran
memiliki pengaruh positif terhadap
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
118
kinerja manajerial. Hal ini berarti bahwa
penerapan partisipasi anggaran memiliki
pengaruh searah terhadap kinerja
manajerial. Peningkatan partisipasi
anggaran akan memberikan dampak
pada meningkatnya kinerja manajerial.
Sementara itu, berdasarkan uji
parsial diketahui bahwa partisipasi
anggaran memiliki pengaruh yang
signifikan terhadap kinerja manajerial.
Hal ini berarti bahwa partisipasi
anggaran merupakan faktor penentu
baik dan tidaknya kinerja manajerial
pada lingkup SKPD di kabupaten Sidrap.
Hasil penelitian ini terdukung oleh
Expectancy theory yang dikemukakan
oleh Vroom bahwa pegawai cenderung
akan bekerja lebih giat bila memiliki
keyakinan bahwa usahanya tersebut
akan menghasilkan penilaian kinerja
yang lebih baik (Robbins dan Judge,
2015). Salah satu bentuk pengaplikasian
hubungan upaya dan kinerja adalah
dengan melibatkan manajer di dalam
penyusunan anggaran dan kemudian
dijadikan salah satu dasar penilaian
kinerja.
Selain itu, hasil penelitian ini
terdukung juga oleh goal – setting theory,
di mana individu akan lebih
berkomitmen untuk melaksanakan
tujuannya terjadi ketika individu
tersebut menetapkan tujuannya sendiri
dan bukan diberikan dan ketika tujuan
tersebut didasarkan pada setidaknya
sebagian dari kemampuan individu
(Colbert, 2005 dalam Wibowo, 2017).
Dengan kata lain dengan memberikan
kesempatan kepada pegawainya untuk
dapat menetapkan tujuannya cenderung
untuk bekerja lebih baik bila
dibandingkan ketika tujuan hanya
ditetapkan oleh atasan saja.
Menurut Hansen dan Mowen
(2006) dan Wibowo (2017), partisipasi
anggaran bila tidak dilaksanakan dengan
benar dapat mengakibatkan kegagalan
dalam mencapai standar dan akan
membuat frustasi bagi para manajer bila
diterapkan terlalu ketat, namun bila
terlalu mudah dicapai maka akan
membuat manajer kehilangan minat
dalam bekerja. Akibat lainnya dari
penerapan partisipasi anggaran yang
kurang benar adalah dapat
menyebabkan kesenjangan dalam
anggaran dan munculnya partisipasi
semu.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya dari Hasil
penelitian Amartadewi (2013), Hanny
(2013), Kamilah (2013), Lina dan Stella
(2013), Minai and Mun (2013), Kholidah
(2014), Putri (2014), Putri dan Adiguna
(2014), Tapatfeto (2014), Moheri (2015),
Gunawan (2015), Windasari (2016),
Asmas (2016), Devianti (2017), Giusti,
dkk (2018), Rachmaningtyas, dkk
(2018), Pratiwi (2019) dan Iswahyudi
(2019), yang menemukan bahwa
partisipasi anggaran memiliki hubungan
positif pada kinerja manajerial.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya maka
simpulan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Sistem Akuntansi Manajemen
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kinerja manajerial SKPD di
Kabupaten Sidrap.
2. Partisipasi anggaran berpengaruh
positif dan signifikan terhadap kinerja
manajerial SKPD di Kabupaten Sidrap
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
119
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian
maka saran yang diberikan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kepada Pemerintah Daerah
Kabupaten Sidrap diharapkan untuk
dapat mempertahankan penerapan
sistem akuntansi manajemen dan
partisipasi anggarannya karena telah
terbukti mampu untuk meningkatkan
kinerja pejabat strukturalnya.
2. Kepada peneliti selanjutnya agar
menambah atau mengganti variable
lainnya yang berhubungan dengan
kinerja manjerial seperti sikap atasan,
budaya organisasi dan aspek
religiusitas. Selain itu agar dapat
melakukan penelitian sejenis pada
SKPD di pemerintah daerah lainnya
sehingga hasil penelitian bisa
digeneralisir.
Daftar Pustaka
Adang, Y. S. P. dan Hernawati, E. 2013. Pengaruh Sistem Pengukuran Kinerja Total Quality Management dan Sistem Penghargaan terhadap Kinerja Manajerial. Jurnal Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta.
Amartadewi, Tjokorda Istri Mas. 2013. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Gaya Kepemimpinan Dan Locus Of Control Sebagai Variabel Moderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 4.3 (2013): 550-566
Aprilianisa, Ranti Nur. 2018. Pengaruh Partisipasi Anggaran Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial (Survey pada Pusat Mata Nasional Rumah Sakit Mata Cicendo Bandung). Skripsi, Perpustakaan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unpas Bandung.
Arsanti, Tutuk. 2009. Hubungan antara Penetapan Tujuan, Self Efficacy dan Kinerja. Jurnal Bisnis dan Ekonomi. Vol. 16, No. 2, ISSN: 1412-3126.
Asmas, Denny. 2016. Pengaruh Hubungan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Pada Manulife Financial Indonesia). Jurnal Ilmiah Universitas Batanghari Jambi, Vol. 16, No. 3.
Andison, Yvone Augustine. 2017. Partisipasi Anggaran, Kepuasan Kerja, dan Kinerja Manajerial: Studi pada Bisnis Keluarga Pempek di Kota Palembang. Esensi: Jurnal Bisnis dan Manajemen Volume 7 (1), April 2017 P-ISSN: 2087-2038; E-ISSN: 2461-1182 Halaman 73 – 82
Ayu, Gusti, dan Lovelly Dwinda Dahen. 2014. Pengaruh Karakteristik Informasi Sistem Akuntansi Manajemen terhadap Kinerja Manajerial Studi Empiris pada PT Bank Perkreditan Rakyat di Kabupaten Tanah Datar. ISSN: 2302-1590. E-ISSN: 2460-1900. Journal of Economic and Economic Education. Volume 3. Nomor 1, 94-99.
Basri. 2011. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Senjangan Anggaran Dengan Informasi Asimetri Sebagai Variabel Moderasi. Skripsi tidak diterbitkan. Makassar: Program Sarjana Universitas Hasanuddin
Damayanti, P. E., Sujana, E., & Werastuti, D. N. S. 2015. Pengaruh Karakteristik Informasi Sistem Akuntansi Manajemen (SAM), Desentralisasi, dan Ketidakpastian Lingkungan Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Empiris Pada Hotel Se-Kabupaten Buleleng). EJournal S1 AK UPG, 3 No. 1.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
120
Devianti, Heny. 2017. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening. Thesis, Universitas Lampung.
Dharmanegara, Ida Bagus Agung. 2010. Penganggaran Perusahaan Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.
Eliana, Muhammad Arfan, dan Hasan Basri. 2014. Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen Dan Audit Internal Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Pada Lembaga Keuangan Mikro Di Banda Aceh). Jurnal Magister Akuntansi. Pascasarjana Universitas Syiah Kuala. Volume 3, No. 3, Agustus 2014
Ermawati, Nanik. 2017. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Skpd Kabupaten Pati). Jurnal Akuntansi Indonesia, Vol. 6 No. 2 Juli 2017, Hal. 141 – 156.
Giusti, Giullerma., Alwan Sri Kustono dan Rochman Effendi. 2018. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial dengan Komitmen Organisasi dan Motivasi Sebagai Variabel Intervening. e-Journal Ekonomi Bisnis dan Akuntansi, 2018, Volume V (2) : 121-128
Gunawan, Aditiya Christianto. 2015. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Melalui Komitmen Organisasi Dan Motivasi Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur di Jakarta dan Tangerang). Jurnal Akuntansi/Volume XIX, No. 01, Januari 2015: 144-159
Hafridebri. 2013. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Melalui Komitmen
Tujuan Anggaran Dan Job Relevant Information Sebagai Variabel Intervening Pada Perusahaan Manufaktur Di Pekanbaru. Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang.
Hanny. 2013. The Influence of Budgetary Participation on Managerial Performance at Banking Sector in Bandung And Cimahi City. International Conference on Business, Economics, and Accounting.
Horngren, Charles T, dkk. 2016. Pengantar Akuntansi Manajemen. Jilid 1. Edisi 16. Penerbit Erlangga
Ingkiriwang, Octavia Ferona. 2013. Pengaruh Desentralisasi dan Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Dealer Di Manado. ISSN: 2303-1174. Jurnal EMBA. Vol.1 No.3. Hal 818-825.
Iswahyudi. 2019. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Motivasi Kerja Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Kasus Pada Organisasi Perangkat Daerah (OPD) Di Kota Jayapura). Jurnal Akuntansi & Keuangan Daerah Volume 14, Nomor 1, Mei 2019: 120–138
Jannah Miftahul, Sri Rahayu. 2015. Pengaruh Partisipasi Penganggaran terhadap Kinerja Manajerial SKPD dengan Kejelasan Sasaran Anggaran, Komitmen Tujuan Anggaran, Keadilan Distributif dan Pengawasan Internal sebagai Variabel Intervening. Jurnal Perspektif Pembiayaan Dan Pembangunan Daerah Volume 3 No.2 Oktober-Desember 2015.
Kamilah, Faizah. 2013. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Dan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
121
Rumah Sakit Di Pekanbaru). Jurnal SOROT Vol 8 No 2 Oktober hlm. 1 – 190 Lembaga Penelitian Universitas Riau.
Kholidah, Luluk Arifatul. 2014. Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial: Komitmen Organisasi Dan Informasi Tugas Sebagai Pemediasi. Accounting Analysis Journal 3 (2) (2014)
Kumentas, Cynthia N. 2013. Pengaruh TQM, Sistem Pengukuran Kinerja, dan Penghargaan Terhadap Kinerja Manajerial Pada PT. Pos Indonesia. Jurnal EMBA. Vol. 1,(3), hlm 796-805.
Lempas, Yuwinda. 2014. Desentralisasi Dan Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajer Pada PT. Sinar Galesong Prima Manado. Jurnal EMBA. Vol.2 No.1 Maret 2014, Hal. 431 – 440.
Lina dan Stella. 2013. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial: Kepuasan Kerja dan Job Relevant Information Sebagai Variabel Intervening. Jurnal Bisnis dan Akuntansi, 15(1), pp: 37-56.
Mardiasmo. 2018. Akuntansi Sektor Publik.Yogyakarta: Andi.
Marthin, Titien., David P.E Saerang, Sifrid S. Pangemanan. 2013. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran, Motivasi dan Pelimpahan Wewenang Terhadap Kinerja Manajerial Dinas Daerah Kabupaten kepulauan Siau Tagulandang Biaro. Jurnal Riset Akuntansi Going Concern, Vol. 8 No. 3, hlm 13-25.
Matana, Anastasia, 2017. Pengaruh Total Quality Management Terhadap Ekspektasi Kinerja Karyawan Pada PT. Pelabuhan Indonesia IV (Persero). Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas Hasanuddin, Makasar.
Milani, K. 1975. The Relationship of Participation in Budget-Setting to Industrial Supervisor Performance and Attitudes: A Field Study. The Accounting Review Volume 50, pp. 274-284.
Minai, Badriyah dan Mun, Mook P. 2013.Budget Adequacy and Organizational Commitment: Their Role In The Relationship Between Budget Participation and Managerial Performance. 2nd International Conference On Mnagement, Economics and Finance Proceeding.
Moheri, Yoyon. 2015. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial. EKOBIS Vol. 16, No.1, Januari 2015: 86 - 93
Nafarin, M. 2015. Penganggaran Perusahaan. Edisi tiga. Jakarta: Salemba Empat.
Nor, Wahyudi. 2007. Desentralisasi dan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan antara partisipasi Anggaran dan Kinerja Manajerial. Jurnal Simposium Nasional Akuntansi X, pp. 25-52.
Nurhalimah. 2013. Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kejelasan Sasaran Anggaran terhadap Kinerja Aparatur Perangkat Daerah di Pemerintahan Aceh. e- Journal Akuntansi Universitas Syiah Kuala. (1) 2 : Banda Aceh.
Pratami, Indri Paundria Nagari. 2015. Pengaruh Sistem Informasi Akuntansi Manajemen Dan Budaya Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial (Studi pada PT. Pos Indonesia (Persero) Kota Bandung Jawa Barat). http://repository.unpas.ac.id/5644/ diakses pada 5 Agustus 2019.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
122
Pratiwi, Wiwik. 2019. Pengaruh Akuntansi Pertanggungjawaban, Komitmen Organisasi, Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial. WAHANA Volume 22, No. 1, Februari 2019.
Putri, Anastasia. 2014. Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Pengetahuan Manajemen Biaya Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada PT. PINDAD (Persero) Bandung). e-Proceeding of Management: Vol.1, No.3 Desember 2014.
Putri, Zuwesty Eka dan Ricky Adiguna. 2014. Pengaruh Partisipasi Anggaran, Komitmen Organisasi, Gaya Kepemimpinan Terhadap Kinerja Manajerial, Jurnal Bisnis dan Manajemen, Vol. 4, No. 3.
Qibtiyah, Mariyatul. 2018. Pengaruh Desentralisasi Dan Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Pada Politeknik Kesehatan Siteba. https://osf.io/xut37/ diakses pada 5 Agustus 2019.
Rahayu, Sri dan Andry Arifian Rachman. 2013. Penyusunan Anggaran Perusahaan. Yogyakarta: Graha Ilmu
Rante, Andika., Rosidi Rosidi dan Ali Djamhuri. 2014. Sistem Akuntansi Manajemen, Gaya Kepemimpinan, Dan Desentralisasi Sebagai Determinan Kinerja Manajerial. Jurnal Akuntansi Multiparadigma. https://jamal.ub.ac.id/index.php/jamal/article/view/287 diakses pada 5 Agustus 2019.
Robbins, S. P. dan Judge, T. A. 2015.Perilaku Organisasi Edisi ke Enam Belas. Jakarta: Penerbit Salemba Empat.
Rudiantoro. 2013. Akuntansi Manajemen: Informasi untuk Pengambilan Keputusan Strategis. Erlangga
Setyolaksono, Bhakti. 2011. Pengaruh Desentralisasi dan Sistem Akuntansi Manajemen terhadap Kinerja Manajerial, Kasus pada Industri Es Balok di Kota Semarang. Skripsi Universitas Negeri Semarang: Semarang. Sianipar, Mawar Sari. 2018. Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen, Sistem Pengendalian Manajemen, Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Empiris Pada PT. PLN Area Pekanbaru).Skripsi, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.diakses pada 23 Agustus 2019.
Sianipar, Mawar Sari. 2018. Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen, Sistem Pengendalian Manajemen, Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Empiris Pada PT. PLN Area Pekanbaru).Skripsi thesis, Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau.
Sigillipu, Steffi. 2013. Pengaruh Penerapan Informasi Akuntansi Manajemen dan Sistem Pengukuran Kinerja Terhadap Kinerja Manajerial. ISSN: 2303- 1174. Jurnal EMBA. Vol. 1No.3 Juni 2013. Hal 239-247.
Solikah, Duwi. 2017. Pengaruh Karakteristik Broad Scope Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Ketidakpastian Lingkungan Dan Desentralisasi Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Bank Yang Ada Di Ponorogo). Skripsi. Universitas Muhammadiyah Ponorogo.
Srimindarti, Ceacilia. 2012. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Premature SignOff dengan Turnover Intention sebagai Variabel Intervening: Suatu Tinjauan dari Goal Setting Theory. Jurnal Organisasi dan Manajemen. Vol. 8, No. 2, Hal. 102-110.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi
p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
123
Sulani, Sri. 2013. Pengaruh Karakteristik Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial (Studi Kasus BPR Di Kabupaten Demak). Jurnal Akuntansi Indonesia, Vol. 3 No. 2 Juli 2013, Hal. 97 – 111.
Sulijaya, Feliana &Nuraini Bangun. 2015. Pengaruh TQM, Motivasi Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial. Jurnal Akuntansi Vol. XIX No. 03 September 2015, hlm 433-448.
Syafira, Amalia. 2015. Pengaruh Sistem Akuntansi Manajemen (SAM) terhadap Kinerja Manajerial dengan Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem Reward sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris pada Perusahaan BUMN Kota Padang). http://ejurnal.bunghatta.ac.id/index.php?journal=JFEK&page=article&op=view&path%5B%5D=4748 diakses pada 5 Agustus 2019.
Tapatfeto, Jasintha Dessy. 2014. Job Relevant Information Desentralisasi Dan Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial. Ekuitas: Jurnal Ekonomi dan Keuangan – Volume 18, Nomor 2, Juni 2014: 219 – 241
Wibowo. 2010. Manajemen Kinerja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Wibowo, Prayoga. 2017. Pengaruh Partisipasi Anggaran Dan Komitmen Organisasi Terhadap Kinerja Manajerial. Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Windasari, Putu Agustina., dan I Ketut Sujana. 2016. Pengaruh Penganggaran Partisipatif Pada Kinerja Manajerial Dengan Karakteristik Sistem Akuntansi Manajemen Sebagai Pemoderasi. E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol.15, No. 2. Mei (2016): 1282-1309.
Wulandari, N., & Santoso, S. 2013. Pengaruh Sistem Akuntansi
Manajemen, dan Desentralisasi Terhadap Kinerja Manajerial Pada Pegawai Kantor Pemerintah DaerahKabupaten Ngawi. Jurnal Akuntansi.
Yuliana., Nadirsyah dan Umar Bakar. 2012. Pengaruh Penerapan Total Quality Management Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Budaya Organisasi, Sistem Pengukuran Kinerja dan Sistem Penghargaan Sebagai Variabel Moderating (Studi Empiris Pada Manajer Bank-Bank Yang Beroperasional Di Banda Aceh). Jurnal Akuntansi. Volume 2, No. 1, November 2012. Hal. 127-141.
Yuwinda Lempas,Ventje Ilat,Harijanto Sabijono. 2014. Desentralisasi dan Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajer Pada PT Sinar Galesong Prima Manado. ISSN: 2303-1174. Jurnal EMBA. Vol. 2 No. 1 Maret 2014. hal 431-440.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
124
ANALISIS PENDISTRIBUSIAN LABA DALAM AKUNTANSI
SYARIAH UNTUK MENCAPAI PRINSIP KEADILAN PADA PT.
BANK PANIN DUBAI SYARIAH Tbk Sahrullah
Universitas Muhammadiyah Makassar Email: [email protected]
Wahyuni
Universitas Muhammadiyah Makassar
Email: [email protected]
Abstract
This study aims to determine the distribution of profits in Islamic accounting at the Panin Dubai Syariah Bank. This study uses a quantitative descriptive analysis method in which company data used are financial statements and an explanation of the desired data in this study is the 2016-2018 financial statements. The results showed that the didtribution of profits to companies that apply Islamic accounting has been distributed proportionally where the profits are nit only distributed to capital owners, but the distribution is also carried out to customers, employees, alms, and general reserves. Although for 2017-2018 there is no distribution of zakat. Implementation of the fair value of the distribution of profits has reached fair value in accordance with company policy rules. Although it has not been fully realized according to Islamic rules because the distribution of shareholders’ profit is greater than that of customers.
Keywords: Profit and Justice Distribution
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pendistribusian laba dalam akuntansi syariah pada Bank Panin Dubai Syariah. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kuantitatif dimana data-data perusahaan yang digunakan adalah laporan keuangan dan penjelasan mengenai data yang diinginkan dalam penelitian ini adalah laporan keuangan tahun 2016-2018. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendistribusian laba pada perusahaan yang menerapkan akuntansi syariah telah terdistribusi secara proporsional dimana mendistribusikan labanya tidak hanya kepada pemilik modal saja tetapi pendistribusian juga dilakukan kepada nasabah, karyawan, zakat, dan cadangan umum. walaupun untuk tahun 2017-2018 tidak ada pendistribusian zakat. Implementasi nilai keadilan pendistribusian laba sudah mencapai nilai keadilan sesuai dengan aturan kebijakan perusahaan Walaupun belum terwujud secara penuh menurut aturan islam karena pembagian laba kepemegang saham lebih besar dibandingkan ke nasabah.
Kata Kunci: Pendistribusian Laba dan Keadilan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
125
1. PENDAHULUAN
Konsep pendistribusian laba untuk
pemilik modal banyak dikritik oleh para
ilmuan bidang akuntansi yang bersifat
egoistik kapitalistik karena yang
menikmati laba hanya pemilik modal
(capital). padahal Modal merupakan
hanya salah satu faktor penunjang dalam
sebuah produktivitas. Selain modal ada
faktor produktivitas yang mempunyai
peran sentral dalam sebuah aktivitas
bisnis yaitu faktor sumber daya manusia
dan sumber daya alam. Dalam islam
sejatinya laba didistribusikan sesuai
dengan besaran kontribusinya
(Surepno:2017)
Untuk mencari solusi dari
permasalahan diatas, berbagai konsep
telah diajukan oleh para ilmuan dibidang
akuntansi. Salah satunya adalah value
added concept of income yang bernuansa
sosial. Selanjutnya muncul kajian-kajian
baru dalam bidang akuntansi seperti
akuntansi sumber daya manusia,
akuntansi lingkungan, dll.
Konsep value added concept of
income telah lama dikenal dalam
penilitian akuntansi sebagai salah satu
alternatif penyajian laba. Berbeda
dengan konsep laba, konsep nilai tambah
tidak hanya difokuskan pada ekuitas-
modal tetapi mengarah pada
kepentingan lebih luas dalam bentuk
distribusi pada seluruh stakeholders.
Di dalam sistem ekonomi Islam,
terutama yang berkaitan dengan pola
kerja sama usaha dalam bentuk syirkah,
diatur tentang bagaimana hasil usaha
(laba bersih) perusahaan didistribusikan
kepada pihak-pihak yang bekerja.
Permasalahan distribusi ini telah diatur
oleh hukum-hukum Islam yang berkaitan
dengan masalah kepemilikan, perolehan
harta, pengelolaan harta, pengembangan
harta, mata uang, jual beli dan distribusi
kekayaan. Pendistribusian laba yang
ditujukan dalam perbankan syariah yaitu
distribusi laba untuk pemilik dana,
distribusi laba untuk zakat, distribusi
laba untuk karyawan, dan laba ditahan.
Islam mendorong umatnya untuk
berjuang mendapatkan materi/harta
dengan berbagai cara, asalkan mengikuti
rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Rambu-rambu tersebut diantaranya:
carilah yang halal lagi baik, tidak
menggunakan cara batil, tidak berlebih-
lebihan/melampaui batas, tidak dizalimi
maupun menzalimi, menjauhkan diri dari
unsur riba, maisir (perjudian dan
intended speculation), dan gahar (ketidak
jelasan dan manipulatif), serta tidak
melupakan tanggung jawab sosial berupa
zakat, infak, dan sedekah. Ini yang
membedakan sistem ekonomi Islam
dengan perekonomian konvensional
yang menggunakan prinsip self interest
(kepentingan pribadi) sebagai dasar
perumusan konsepnya.
2. TINJAUAN PUSTAKA
Laba merupakan suatu pos dasar
dan penting dalam laporan keuangan
yang memiliki berbagai kegunaan dalam
berbagai konteks. Laba pada umumnya
dipandang sebagai suatu dasar bagi
perpajakan, penentuan kebijakan
pembayaran dividen, pedoman investasi
dan pengambilan keputusan dan unsur
prediksi kinerja perusahaan (surepno,
2017).
Islam memandang bahwa laba
bukanlah tujuan yang paling utama
dalam pendirian suatu perusahaan atau
organisasi. Tetapi bukan berarti
perusahaan tersebut tidak boleh
mendapatkan laba, hanya saja laba yang
diperoleh harus halal dan sesuai dengan
prinsip syariah Islam. Ada dua konsep
Islam yang sangat berkaitan dengan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
126
pembahasan masalah laba, yaitu adanya
mekanisme pembayaran zakat dan
sistem tanpa bunga (Triyuwono, 2001)
Laba akuntansi perlu
diinterpretasikan lebih jauh hingga
sampai pada mengintepetasikan laba
akuntansi dari teks atau ayat-ayat Al
Qur’an yang berkaitan dengan
muamalah. Intepretasi di sini dilakukan
untuk menggali konvensi dan aturan
logis yang harus dipenuhi dalam
bermuamalah (Ekasari:2014)
Mengenai pendapat di atas, maka
konsep teoritis yang mampu
memberikan dasar dalam pembentukan
prinsip dan teknik akuntansi yang
menghasilkan bentuk akuntabilitas dan
informasi yang dibutuhkan oleh
stockholders adalah enterprise theory. Hal
ini demikian karena enterprise theory.
Enterprise theory menjelaskan
bahwa akuntansi harus melayani bukan
saja pemilik perusahaan, tetapi juga
masyarakat. Triyuwono (2015) juga
mengungkapkan akuntansi Syariah tidak
saja sebagai bentuk akuntanbilitas
(accountability) manajemen terhadap
pemilik perusahaan (stockholders),
tetapi juga sebagai akuntabilitas kepada
stakeholders dan Tuhan.
Adapun bentuk keadilan yang
harus ditegakkan menurut islam secara
garis besar dapat diungkapkan sebagai:
Keadilan dalam bentuk hubungan khaliq
dan makhluq dan Keadilan dalam bentuk
hubungan sesama makhluk.
3. METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan
adalah jenis deskriftif kualitatif yaitu
analisis deskriptif dengan desain studi
kasus. Dengan mendeskripsikan
gambaran terhadap suatu objek.
Penelitian deskriptif kualitatif adalah
suatu penelitian yang dilakukan dengan
tujuan utama untuk memberikan
gambaran atau deskripsi tentang suatu
keadaan secara objektif.
Lokasi dalam penelitian ini adalah
PT. Bank Panin Dubai Syariah yang
terdaftar di Bursa Efek Indonesia melalui
situs-situs resmi (www.idx.co.id),
Adapun sumber data yang digunakan
dalam penelitian ini adalah Data
sekunder yang diperoleh dari buku-buku,
jurnal-jurnal, penelitian terdahulu serta
literatur lain.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
PT Bank Panin Dubai Syariah Tbk
merupakan salah satu perbankan syariah
komersial terbesar di Indonesia dan
telah terdaftar sahamnya di Bursa Efek
Indonesia dan merupakan bagian dari
Dubai Islamic Bank PJSC yang
berkedudukan di Dubai UEA. Bank Panin
Dubai Syariah berkomitmen untuk
membangun kepercayaan nasabah dan
masyarakat melalui pelayanan dan
penawaran produk yang sesuai dengan
prinsip-prinsip Syariah serta memenuhi
kebutuhan nasabah.
Jumlah Saham yang dimiliki PT.
Bank Panin Dubai Syariah Tbk sebesar
51,61% tahun 2016, 44,69% tahun 2017
dan 53,70% tahun 2018. Dubai Islamic
Bank PJSC sebesar 39,32% tahun 2016,
38,25% tahun 2017 dan tetap sama
sebesar 38,25% untuk tahun 2018. dan
masyarakat masing-masing dibawah 5%
yaitu sebesar 9,07%. Tahun 2016,
17,06% tahun 2017, dan 8,05% tahun
2018.
Berdasarkan struktur kepemilikan
saham yang dimliki PT. Bank Panin
Dubai Syariah Tbk, kinerja keuangan
perusahaan pertahun mengalami naik
turun yaitu dapat dilihat dari laba bersih
pada tahun 2016 yaitu sebesar Rp
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
127
19.540.914.000, pada tahun 2017
mengalami kerugian sebesar Rp
968.851.297.000, dan pada tahun 2018
sudah kembali meningkat dengan laba
sebesar Rp 20.788.229.000. dengan
pencapaian kinerja keuangan PT. Bank
Panin Dubai Syariah dari tahun 2016-
2018 belum menunjukkan peningkatan
yang signifikan, PT. Bank Panin Dubai
Syariah terus berusaha untuk melakukan
pemulihan untuk meningkatkan
pendapatan dan kinerja perusahaan
kedepan. Pendistribusian Laba pada PT.
Bank Panin Dubai Syariah
Pemegang Saham
Saham Bank Panin Dubai Syariah
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia
dimiliki oleh beberapa badan dan
sejumlah saham yang berbeda-beda
Berdasarkan Rapat Umum Pemegang
Saham Tahunan yang diselenggarakan
pada tanggal 22 Mei 2017, perseroan
tidak membagikan dividen kepada Para
Pemegang Saham karena tidak mencapai
kisaran laba bersih setelah pajak mulai
dari 150 miliar sampai lebih 200 miliar.
Sedangkan pembagian laba kepada
pera pemegang saham untuk tahun laba
2017, berdasarkan Rapat Umum
Pemegang Saham tanggal 31 Mei 2018,
dari Fathiah Helmi,S,.H notaris di Jakarta
para pemegang saham setuju untuk
menigkatkan modal perusahaan dari Rp
1.019.533.526.000 atau Rp
10.195.335.256 saham menjadi Rp
2.395.903.785.100 atau 23.959.037.851
saham. Modal ditempatkan dan disetor
penuh adalah saham biasa yang
memberikan hak satu suara per saham
dan berpartisipasi dalam dividen.
Nasabah
Bank syariah berdasarkan pada
prinsip profit and loss sharing (bagi
untung dan bagi rugi). Bank syari’ah
tidak membebankan bunga, melainkan
mengajak partisipasi dalam bidang usaha
yang didanai. Para deposan juga sama-
sama mendapat bagian bagian dari
keuntungan bank sesuai dengan rasio
yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dengan demikian ada kemitraan antara
bank syari'ah dengan para deposan di
satu pihak dan antara bank dan para
nasabah investasi sebagai pengelola
sumber dana para deposan dalam
berbagai usaha produktif di pihak lain.
PT. Bank Panin Dubai Syariah
memeberikan hak pihak ketiga atas bagi
hasil dana syirkah temporer sebesar Rp
480.604.374 dan mengalami penurunan
tahun 2018 menjadi Rp 393.316.662.
Turunnya besaran bagi hasil tersebut
mencerminkan nasabah Bank panin
Dubai Syariah menurun di tahun 2018.
Penurunan ini disebabkan karena
masalah kenaikan pembiayaan yang
terjadi dari periode sebelumnya. Hal ini
akan mempengaruhi tingkat
kepercayaan nasabah pada pengelolaan
dana Bank Panin Dubai Syariah. Akan
tetapi Bank Panin Dubai Syariah terus
memperbaiki dari permasalahan yang
terjadi untuk meningkatkan kinerja
perusahaan. Disisi lain, penyimpanan
dana nasabah dalam perbankan syariah
aman ditengah keadaan ekonomi yang
tidak menentu karena dalam bank
syariah menerapkan sistem bagi hasil
sesuai dengan fatwa Dewan Syariah
Nasional dan Dewan Pengawas Syariah.
Distribusi Laba untuk Zakat
Untuk perusahaan, zakat
didasarkan pada prinsip keadilan serta
hasil ijtihad para fuqaha. Salah satu
prinsip akuntansi yang diapakai dalam
system perhitungan zakat adalah konsep
entitas. Dalam konsep ini perusahaan
dianggap seorang wajib zakat, terpisah
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
128
dengan kewajiban zakat dari para
pemilik maupun pengelolanya. Konsep
entitas ini juga diatur alam hokum islam,
dalam firman Allah SWT terdapat pada
surah At-Taubah ayat 103 yang artinya:
Ambillah zakat dari sebagian harta
mereka, dengan zakat itu kamu
membersihkan dan mensucikan mereka
dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)
ketenteraman jiwa bagi mereka. dan
Allah Maha mendengar lagi Maha
Mengetahui.
Mengenai nizab dan presentase
zakat, Surepno (2017) menyatakan
bahwa nisab zakat perusahaan yaitu
senilai 85 gram emas sedangkan
persentasenya adalah 2,5% dari aset
wajib zakat yang dimiliki perusahaan
selama masa haul. Bank Panin Dubai
Syariah menghitung zakat perusahaan
sebesar 2,5% dari laba perseroan setelah
pajak (laba dihitung menurut prinsip
akuntansi) yang berlaku. pada tahun
2016, Bank Panin Dubai Syariah telah
menyalurkan dana zakat karyawan, dana
zakat nasabah dari tabungan dan
deposito, serta infaq dan sedekah
karyawan dan nasabah yang diterima
oleh Bank Panin Dubai Syariah.
Distribusi nilai ekonomi terhadap
pembayaran zakat, untuk laba tahun
2016, Panin Dubai Syariah Bank
mengeluarkan Zakat sebesar Rp
711.570.000, melebihi aturan yang
ditetapkan sebesar 2,5% dari laba bersih
yang seharusnya sebesar Rp 488.522.850
.Sedangkan untuk laba tahun 2017, Bank
Panin Dubai Syariah tidak mengeluarkan
Zakat karena mengalami kerugian. Dan
untuk tahun 2018 juga tidak
mengeluarkan zakat.
Distribusi Laba untuk karyawan
Karyawan merupakan salah satu
faktor utama untuk menciptakan laba.
Keberadaan tenaga kerja tidak boleh
begitu saja dikesampingkan yang harus
diperhatikan kesehatan dan
kesejahteraannya. Hal yang tidak bisa
lepas begitu saja dari tenaga kerja adalah
upah. Penentuan upah merupakan salah
satu penentu efisien atau tidaknya kerja
seorang tenaga kerja.
Rasio pemberian gaji berbeda
antar karyawan. Hal ini dinilai
berdasarkan jenjang karir, tingkat
pendidikan, dan pengalaman. Biaya gaji
yang dikeluarkan PT. Bank Panin Dubai
Syariah pada tahun 2018 adalah sebesar
Rp 120.059.000 dan tahun 2017 sebesar
Rp 144.316.000. Bank Panin Dubai
Syariah senantiasa berupaya
memaksimalkan penggunaan anggaran
yang dialokasikan untuk pelatihan dan
pendidikan karyawan sehingga mencapai
hasil secara efektif. Total biaya untuk
pelatihan karyawan pada tahun 2018
tercatat sebesar 5.841.287.000 dari total
biaya tenaga kerja pada tahun tersebut,
dibandingkan dengan Rp 469.042.000
yang dikeluarkan pada tahun 2017. Dan
adanya penambahan biaya training dari
tahun 2017 sebesar Rp 2,1 miliar atau
kurang lebih 1,98% dari total biaya
tenaga kerja dan meningkat meningkat
menjadi Rp 5,8 miliar atau kurang lebih
5,8% dari total biaya tenaga kerja tahun
2018. Ini mencerminkan bahwa
perusahaan perhatian terhadap
karyawanya.
Selama tiga tahun berakhir tingkat
proyeksi kenaikan gaji pertahun yaitu
5,5% tahun 2016, 5,50% tahun 2017,
dan tetap sama 5,50% pada tahun 2018.
Hal ini membuktikan sistem
pengembangan karyawan lebih
terencana sesuai dengan kebutuhan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
129
bisnis dan organisasi, sehingga
meminimalisir perpindahan dan
mobilisasi dalam lingkungan perusahaan,
serta dapat menjadi salah satu indikasi
membaiknya tingkat keterlibatan
karyawan (employee engagement) di
Bank Panin Dubai Syariah.
Bank juga memberikan imbalan
pasca kerja berupa iuran pasti dan
imbalan pasti. Iuran pasti berasal dari
2% dari gaji pokok dan emolumen yang
dibayarkan karyawan, sedangkan
sisanya sebesar 2% sampai 7%
diabayarkan oleh Bank per bulan.
Imbalan pasca kerja manfaat pasti untuk
karyawan sesuai dengan Undang-undang
Ketenagakerjaan No. 13/2003.
Perhitungan imbalan pasca kerja
menggunakan metode Projected Unit
Credit dengan penilaian akturia yang
dilakukan pada setiap akhir periode
pelaporan tahunan. Jumlah karyawan
yang berhak memperoleh manfaat
tersebut sebanyak 441 dan 736
karyawan masing-masing untuk tahun
2018 dan 2017.
Distribusi Laba untuk Cadangan
Umum
Cadangan umum dipergunakan
untuk menutup kerugian yang mungkin
terjadi terhadap modal bank. Bank perlu
memupuk cadangan umum untuk
memperbesar jaminan terhadap
kewajibannya dalam melakukan tugas
dan usahanya. Cadangan umum juga
berfungsi untuk menjamin kelangsungan
usaha bank. Bank Indonesia mengatur
tentang besar cadangan umum bank
pada Peraturan Bank Indonesia Nomor:
10/15/Pbi/2008 Tentang Kewajiban
Penyediaan Modal Minimum Bank
Umum.
PT. Bank Panin Dubai Syariah
menyisihkan sebagian laba bersih tahun
2016 sebesar Rp 10.715.676.000 ke
akun cadangan umum. Rapat Umum
Pemegang Saham tahunan yang
diselenggarakan pada tanggal 31 Mei
2018 tidak ada saldo yang disisihkan dari
sebagian laba bersih untuk tahun 2017
ke akun cadangan umum. Untuk laba
tahun 2018, akan diputuskan dalam
Rapat Umum Pemegang Saham yang
dilakukan pada tahun 2019 dan akan
dilaporkan pada Annual Report Bank
Panin Dubai Syariah.
Keadilan dalam Pendistribusian Laba
Bank Panin Dubai Syariah sebagai
bank murni syariah tidak menganut
sistem bunga yang menjadi unsur riba
dalam perbankan. Bank Panin Dubai
Syariah menggunakan sistem bagi hasil
sebagai bentuk pendistribusian
keuntungan kepada para nasabah.
Besarnya bagi hasil berdasarkan pada
jumlah keuntungan yang diperoleh. Bila
usaha merugi, kerugian akan dtanggung
bersama oleh kedua belah pihak. Hal ini
akan dinilai lebih adil disbanding sistem
bunga yang memberikan tambahan pada
pokok uang yang disimpan atau
dipinjamkan tanpa memperitungakan
untung rugi yang mengelola dana.
Pendistribusian laba dalam Bank
Panin Dubai Syariah juga menghindari
unzur kezaliman yaitu unsur yang
merugikan diri sendiri, orang lain,
maupun lingkungan. Para karyawan
diberikan upah dan bonus yang
senantiasa meningkat seiring dengan
peningkatan laba perusahaan. Karir
karyawan senantiasa diperhatikan
dengan memberikan pelatihan untuk
meningkatkan skill para karyawan.
Dibidang lingkungan sekitar, Bank Panin
Dubai Syariah menggunakan Zakat
perusahaan, karyawan, dan nasabah
untuk kegiatan-kegiatan sosial. Laba juga
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
130
didistribusikan untuk dana cadangan
umum yang berguna untuk menjaga
kelangsungan perusahaan,
Dalam hal Gharar, Bank Panin
Dubai Syariah bersikap terbuka kepada
para stakeholdernya. Sebelum
menandatangani akad, akan dijelaskan
mengenai hak dan kewajiban bank dan
para nasabah. Bank Panin Dubai Syariah
menerbitkan Annual Report tiap
tahunnya yang berisikan tentang laporan
kinerja Bank Panin Dubai Syariah baik
keuangan maupun non keuangan.
Sehingga para pemegang saham dapat
mengetahui besar keuntungan yang
diperoleh, serta distribusi zakat dapat
diketahui.
4.2 Pembahasan
Distribusi Laba Akuntansi untuk
Pemilik Dana
Distribusi laba pada Bank Panin
Dubai Syariah kepada pemegang saham
dan nasabah. Pembagian laba kepada
pemegang saham disesuaikan dengan
jumlah saham yang dimiliki dengan
mengalikan kepada 12% nisbah bagi
hasil sesuai kebijakan manajemen. Syarat
pembagian laba nisbah bagi hasil
nasabah tergantung kepada manfaat dan
fasilitas yang diperoleh dari jasa atau
produk yang diimiliki, dimana nisbah
bagi hasil bervariasi mulai dari 0,5-1%,
bahkan dapat mencapai 69% jika dana
melebihi > Rp 1000.000.000. jadi
distribusi laba lebih besar kepada
pemegang saham dibanding nasabah
kecuali yang dananya diatas Rp
1.000.000.000. Jadi pendistribusian laba
belum sepenuhnya terwujud keadilan
karena melihat posisi pemegang saham
masih lebih besar. Hasil penelitian
mendukung hasil penelitian Ma’rifatun
dkk (2015) yang meneliti
pendistribusian laba akuntansi bukan
hany kepada pemilik modal tetapi juga
kepada stakeholder. Surepno (2017) hasil
penelitiannya juga menunjukkan bahwa
pendistribusian laba akuntansi
didistribusikan kepada pemilik modal
dan para stakeholder. Eka Okvyanti
(2018) hasil penelitiannya juga
menunjukkan bahwa pendistribusian
laba pada BPR Adiartha Reksacitra yang
menerapkan akuntansi konvensional,
laba hanya didistribusikan kepada
pemegang saham saja. Sedangkan pada
BPRS Mitra Harmoni Blimbing yang
menerapkan akuntansi syariah,
distribusi laba tidak hanya kepada
pemegang saham saja tetapi kepada
pihak-pihak lainnya seperti nasabah,
karyawan, pemerintah, dan masyarakat.
Distribusi Laba Untuk Zakat
PT. Bank Panin Dubai Syariah sudah
mendistribusikan zakat walaupun hanya
pada tahun 2016, tepatnya tahun 2017-
2018 tidak ada didistribusikan zakat.
Yang seharusnya walaupun kondisi
keuangan perusahaan ditahun 2017
mengalami kerugian dan tahun 2018
belum stabil tetap membayar zakat.
Penelitian ini dengan penelitian Monita
Yuda Liantara (2018) yang menyatakan
berbeda pendistribusian laba akuntansi
lebih adil jika mendistribusikan
zakatnya.
Distribusi Laba untuk Karyawan
Berdasarkan kebijakan yang
diterapkan oleh PT. Bank Panin Dubai
Syariah, telah adil dalam
mendistribusikan laba terhadap
karyawanya dilihat dari proyeksi
kenaikan gaji pertahun dari 2016-2018
terus meningkat. walaupun pada tahun
2017-2018 jumlah presentasenya sama
disebabkan mengalami keuangan yang
tidak stabil.. Hal itu juga dilihat dari
perhatian Bank Panin Dubai Syariah
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
131
terhadap karyawanya yang telah
mengeluarkan biaya pelatihan yang terus
meningkat tiap tahunnya, Bank juga telah
mengeluarkan imbalan pasca kerja
manfaat. Hasil penelitian ini didukung
oleh hasil penlitian Eva Okvyanti (2018)
hasil penelitiannya bahwa distribusi laba
tidak hanya kepada pemgang saham
yang mendapati saja tetapi juga kepada
nasabah, karyawan, pemerintah dan
masyarakat.
Distribusi Laba untuk Cadangan
Umum
Untuk cadangan umum PT. Bank
Panin Dubai Syariah sudah menyisihkan
sebagian laba bersihnnya pada tahun
2016. Sementara untuk tahun 2017-2018
tidak ada distribusi laba untuk cadangan
umum yang disisihkan karena pada
tahun 2017 Bank Panin Dubai Syariah
mengalami kerugian. Bank Panin Dubai
Syariah telah adil dalam penyisihan laba
untuk cadangan umum karena
mengalokasikan dana cadangan umum
ketika kondisi keuangan perusahaan
memperoleh laba.
Pada penelitian terdahulu tidak ada
yang meneliti mengenai distribusi laba
untuk cadangan umum, sehingga hasil
penelitian dapat mengisi dan menambah
kekurangan dalam literatur khususnya
pendistribusian laba dalam akuntansi
syariah.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Dari hasil penelitian penulis dapat
menyimpulakan bahwa pendistribusian
laba pada PT. Bank Panin Dubai Syariah
telah menerapkan prinsip Syariah. Laba
yang dihasilkan oleh perusahaan
bukanlah didistribusikan untuk pemilik
modal saja akan tetapi didistribusikan
untuk nasabah dalam bentuk nisbah bagi
hasil, mengeluarkan zakat perusahaan
walaupun dalam keadaan tidak
memperoleh laba dan bonus bagi
karyawan berdasarkan nilai laba yang
diperleh setiap tahuannya. Serta
mengaloaksikan untuk cadangan umum
sebagai proteksi dan untuk menjaga
keberlangsungan perusahaan.
5.2 Saran
Bank Panin Dubai Syariah hendaknya
lebih transparan dalam pengelolaan
zakat karena dana kebajikan bisa
dipisahkan antara zakat perusahaan dan
zakat nasabah.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan Terjemahannya 2014.
Aprianti, H.W. 2017. Akuntansi Syariah: Sebuah Tinjauan Antara Teori dan Praktik. Jurnal Akuntansi Indonesia. Vol. 6 No 2
Belkaouli, Ahmed. 2011. Teori Akuntansi. (terj. Dukat, Erwan, et. al.). Jakarta: Penerbit Erlangga.
Ekasari,Kurnia. 2014: Hermeneutika laba dalam persfektif Islam.Jurnal Akuntansi Multiparadigma.Vol.5 No.1
Harahap et al. 2010. Akuntansi Perbankan Syariah.Jakarta: LPFE Usakti.
Harahap, S.S. 2010. Beberapa Dimensi Akuntansi: Menurut Al-Qur’an, Ilahiyah, Sejarah Islam dan Kini. Media Riset Akuntansi, Auditing dan Informasi. Vol. 2 No. 2,
Ikatan Akuntan Indonesia. 2017. Standar Akuntansi Keuangan Syariah. Jakarta: Ikatan Akuntan Indonesia.
Ma’rifatun, et al. 2015. Analisis Sistem Penerapan Bagi Hasil terhadap Perolehan Laba Berdasarkan Prinsip Syari’ah. jurnal akuntansi. Vol. 2 No. No. 3,
Muhammad. 2010. Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: UPP AMP YKPN.
Nurhayati, S., dan Wasilah. 2014. Akuntansi Syariah di Indonesia. Jakarta: Salemba Empat.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
132
Resmi, Siti. 2012. Perpajakan Teori dan Kasus. Jakarta: Salemba Empat.
Srisusilawati, P., dan Eprianti, N. 2017. Penerapan Prinsip Keadilan Dalam Akad Mudhrabah Di Lembaga Keuangan Syariah. Jurnal Law and Justice. Vol. 2 No. 1
Surepno, dan Jayanto,P.Y. 2017. Distribusi Laba Sebagai Implementasi Nilai Keadilan Dalam Akuntansi Syariah Pada PT. Bank Syariah Mandiri. Jurnal Ekonomi Syariah.Vol. 5 No. 1,.
Suwardjono. 2014. Teori Akuntansi Perekayasaan Pelaporan Keuangan Edisi Ketiga. Yogyakarta: BPE-Yogyakarta.
Syihab, Muhammad Baiquni. 2012. Reformasi Akuntansi Syariah: Rancang
Bangun Laporan Keuangan Neraca Berbasis Syirkah Islam. Akuntansi. Vol. 2 Nomor 3,
Triwono,iwan. 2015. Akuntansi Syariah: Perspektif, metodoogi, dan Teori Ed.2-Cet.4. Jakarta: Rajawali Pers.
Vahid, Navid, et al. 2013. Comparison Between Accounting Profit and Economic Profit and its Effect on Optimal Point of Production, Jurnal of Natural and Social Science. Vol. 2. No. 3,
Wibowo, dan Arif, A. 2009. Akuntansi Keuangan Dasar 2. Jakarta: Grasindo.
https://www.idx.co.id/https://www.paninbanksyariah.co.id/
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
133
PENGARUH PERTUMBUHAN PENJUALAN TERHADAP
PROFITAILITAS PADA PT.GUDANG GARAM TBK
Purnama Putri Sya’dah
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima
Email:[email protected]
Nurul Huda Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi (STIE) Bima
Email:[email protected] Abstract
Purpose of this research is to know the influence of sales growth to profitability in PT. Gudang Garam Tbk. The population of this research is the financial report of sales growth and net profit in PT. Gudang Garam TBK, for 10 years IE 2009-2018. The sample will be the financial report of sales growth and net profit in PT. Gudang Garam, for 5 years which is 2014 – 2018. This is an associative research with sampling techniques that is purposive sampling. The test results showed that there was no significant influence between sales growth on profitability at PT Gudang Garam Tbk. With a value of R2 of 16.1%.
Keywords: Sales growth, profitability Abtrak
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pertumbuhan penjualan terhadap profitabilitas pada PT. Gudang Garam Tbk. Populasi penelitian ini adalah laporan keuangan pertumbuhan penjualan dan laba bersih pada PT. Gudang Garam Tbk, selama 10 tahun yaitu tahun 2009 - 2018. Sampel yang diguakan adalah laporan keuangan pertumbuhan penjualan dan laba bersih pada PT. Gudang Garam, selama 5 tahun yaitu tahun 2014 – 2018. Peneliian ini merupakan penelitian asosiatif dengan tehnik sampling yaitu purposive sampling. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tidak ada pengaruh yang signifikan antara pertumbuhan penjualan terhadap profitabilitas pada PT Gudang Garam Tbk. Dengan nilai R2 sebesar 16,1%.
Kata Kunci : Pertumbuhan Penjualan, Profitabilitas
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
134
1. PENDAHULUAN
Perekonomian yang semakin pesat
merupakan suatu tantangan sekaligus
peluang bagi perusahaan untuk selalu
melakukan penyesuaian terutama dalam
hal kebijakan agar perusahaan dapat
menjawab tantangan, peluang dan dapat
bersaing dalam dunia perindustrian.
Dalam menghadapi persaingan tersebut,
perusahaan dituntut untuk mempunyai
keunggulan bersaing baik dalam hal
produk yang dihasilkan, sumber daya
manusia, maupun teknologi yang
digunakan. Namun, untuk memiliki
keunggulan itu semua, perusahaan
membutuhkan dana yang semakin besar,
serta terus berupaya meningkatkan profit
perusahaan.
Pertumbuhan penjualan merupakan
perubahan penjualan pada laporan
keuangan pertahun pada PT Gudang
Garam Tbk. Perubahan penjualan yang di
atas rata-rata bagi suatu perusahaan
umumnya didasarkan pada pertumbuhan
yang cepat yang diharapkan dari industri
dimana perusahaan itu beroperasi.
Pertumbuhan penjualan merupakan
rasio yang dapat digunakan untuk
menggambarkan kenaikan penjualan
perusahaan tahun inidi bandingkan
penjiualan tahun lalu. Proksi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
growth yaitu selisih antara jumlah antara
periode ini dengan periode sebelumnya
dibandingkan dengan penjualan periode
sebelumnya.
Profitabilitas mempunyai arti
penting bagi perusahaan karena
merupakan salah satu dasar untuk
penilaian kondisi suatu perusahaan.
Tingkat profitabilitas menggambarkan
kinerja perusahaan yang dilihat dari
kemampuan perusahaan menghasilkan
profit. Kemampuan perusahaan
memperoleh profit ini menunjukkan
apakah perusahaan mempunyai prospek
yang baik atau tidak dimasa yang akan
datang. Profitabilitas dalam penelitian ini
diproksikan dengan return on asset
(ROA) karena dapat menunjukkan
bagaimana kinerja perusahaan dilihat
dari penggunaan keseluruhan aset yang
dimiliki oleh perusahaan dalam
menghasilkan keuntungan.
Penjualan merupakan kriteria
penting untuk menilai profitabilitas
perusahaan dan merupakan indikator
utama atas aktivitas perusahaan
(Andrayani, 2013). Pertumbuhan
penjualan adalah kenaikan jumlah
penjualan dari tahun ke tahun atau dari
waktu ke waktu (Kennedy dkk., 2013).
Pertumbuhan penjualan memiliki
pengaruh yang strategis bagi perusahaan
karena pertumbuhan penjualan ditandai
dengan peningkatan market share yang
akan berdampak pada peningkatan
penjualan dari perusahaan sehingga akan
meningkatkan profitabilitas dari
perusahaan (Pagano dan Schivardi, 2013).
Laba yang dihasilkan perusahaan
erat hubungannya dengan tingkat
profitabilitas perusahaan itu sendiri.
Rasio profitabilitas menggambarkan
kemampuan perusahaan mendapatkan
laba melalui semua kemampuan dan
sumber yang ada seperti kegiatan
penjualan, kas, modal, jumlah karyawan,
jumlah cabang, dan sebagainya (Harahap,
2011). Profitabilitas yang tinggi
menunjukkan semakin efektif perusahaan
dalam menjalankan operasinya sehingga
mampu meningkatkan laba yang optimal.
Sebaliknya, profitabilitas yang
rendah menggambarkan bahwa
perusahaan kurang efisien dalam
menjalankan operasinya sehingga kurang
mampu menghasilkan laba yang optimal.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
135
PT. Gudang Garam Tbk. Dalam
pencapaian tujuan perusahaan yaitu
menghasilkan laba, maka setiap produk
yang dihasilkan tersebut dijual kepada
pelanggan. Penjualan menjadi kegiatan
utama untuk memperoleh pendapatan
sehingga laba perusahaan dapat
dioptimalkan. Penjualan tersebut dapat
berlangsung dengan adanya modal kerja
yang membiayainya. Sehingga, penjualan
menjadi faktor untuk menghasilkan laba
perusahaan. Berikut adalah data
penjualan dan laba bersih PT. Gudang
Garam Tbk tahu 2015-2018 :
Tabel 1. Data Penjualan dan Laba Bersih PT. Gudang Garam Tbk, Tahun
2015-2018 (Dalam ribuan rupiah)
Tahun Penjualan (x) Laba Bersih (y)
2015 2.474.623 253.664
2016 4.056.735 346.728
2017 5.139.974 378.142
2018 6.010.895 373.750
Jumlah 17.955.227 1.352.284
Sumber : Data sekunder
Dari tabel 1, dapat diketahui bahwa
penjualan PT. Gudang Garam Tbk tahun
2015-2018 mengalami peningkatan. Hal
tersebut berarti PT. Gudang Garam, Tbk
tahun 2015-2018 memiliki kinerja yang
baik dilihat dari segi penjualan.
Peningkatan pada penjualan yang tidak
disertai pada peningkatan laba bersih
menimbulkan dugaan bahwa ada
pengaruh secara signifikan. Keadaan
tersebut dikhawatirkan dapat
mempengaruhi tingkat profitabilitas
perusahaan. Oleh karena itu, dengan
adanya peningkatan penjualan ini apakah
dapat memicu perubahan pada
profitabilitas perusahaan, yang mana
perubahan tersebut menentukan kinerja
perusahaan yang dicapai pada periode
bersangkutan.
Berdasarkan uraian dari latar
belakang tersebut, maka yang menjadi
pokok permasalahan pada penelitian ini
adalah: Adakah pengaruh Pertumbuhan
Laba terhadap Profitabilitas pada PT.
Gudang Garam Tbk ?.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pertumbuhan Penjualan
Pertumbuhan penjualan merupakan
perubahan penjualan pada laporan
keuangan pertahun. Pertumbuhan
penjualan yang di atas rata-rata bagi suatu
perusahaan umumnya didasarkan pada
pertumbuhan yang cepat yang diharapkan
dari industri dimana perusahaan itu
beroperasi. Pertumbuhan atas penjualan
merupakan salah satu hal penting atas
produk dan jasa perusahaan tersebut dari
penerimaan pasar, dimana untuk
mengukur tingkat pertumbuhan penjualan
tersebut adalah dari pendapatan yang
dihasilkan atas penjualan tersebut
(Taufiqurahman, Syaraswati dan Puspita,
2012 : 122). Berkaitan dengan
pertumbuhan penjualan, perusahaan harus
memiliki strategi yang tepat untuk
memenangkan dan dapat bersaing agar
dapat menarik konsumen untuk selalu
memilih produknya. Tingkat pertumbuhan
suatu perusahaan akan dapat berpengaruh
terhadap kemampuan perusahaan dalam
mempertahankan keuntungan yang telah
diperoleh untuk menandai kesempatan-
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
136
kesempatan pada masa yang akan datang.
Pertumbuhan penjualan yang tinggi, maka
akan mencerminkan pendapatan
meningkat sehingga pembayaran deviden
cenderung meningkat. Perusahaan yang
mempunyai keuntungan meningkat akan
memiliki laba ditahan yang lebih besar.
Peningkatan laba perusahaan dapat
meningkatkan jumlah modal sendiri yang
berasal dari laba ditahan.
Penjualan yang relatif stabil dan
selalu meningkat pada sebuah perusahaan,
memberikan kemudahan bagi perusahaan
tersebut untuk dapat memperoleh aliran
dana dari pihak eksternal atau hutang
untuk meningkatkan operasionalnya. Pada
waktu yang sama perusahaanperusahaan
ini sering menghadapi ketidakpastian yang
lebih besar, cenderung untuk mengurangi
keinginan mereka untuk menggunakan
hutang (Sjahrial Dermawan,
2014:303).Dengan demikian dapat
diketahui bahwa suatu perusahaan dapat
dikatakan mengalami pertumbuhan kearah
yang lebih baik jika terdapat peningkatan
yang konsisten dalam aktivitas utama
operasinya.
2.2 Profitabilitas
Tingkat profitabilitas suatu
perusahaan menjadi salah satu faktor
yang harus dipertimbangkan dalam
kebijakan struktur modal (Sartono, 2013 :
122). Perusahaan yang sangat
menguntungkan pada dasarnya tidak
membutuhkan biaya pembiayaan dengan
hutang. Laba ditahan perusahaan yang
tinggi sudah mencukupi untuk membiayai
sebagian besar kebutuhan pendanaan.
Brigham dan Houston (2011) menyatakan
bahwa perusahaan yang memiliki tingkat
pengembalian yang tinggi atas investasi
maka perusahaan menggunakan hutang
yang relatif kecil. Tingkat pengembalian
yang tinggi memungkinkan perusahaan
untuk membiayai sebagian besar
kebutuhan dana dengan dana yang
dihasilkan secara internal oleh
perusahaan tersebut.Berdasarkan uraian
diatasmemiliki kesimpulan, bahwa
profitabilitas memiliki pengaruh terhadap
struktur modal dengan dasar bahwa
perusahaan yang memiliki profitabilitas
yang tinggi akan mengurangi
ketergantungannya pada pihak
eksternalkarena tingkat keuntungan yang
tinggi akan memungkinkan perusahaan
untuk memperoleh sebagian besar
pendanaannya dari laba ditahan. Hal ini
akan berpengaruh terhadap penentuan
komposisi struktur modal.
Menurut Agus Sartono (2010)
mengemukakan tentang profitabilitas :
“Profitabilitas adalah kemampuan
perusahaan memperoleh laba dalam
hubungannya dengan penjualan, total
aktiva maupun modal sendiri”.
Profitabilitas atau kemampuan laba
merupakan kemampuan perusahaan
didalam menghasilkan laba. Profitabilitas
mencerminkan keuntungan dari investasi
keuangan. Myers dan Majluf (2017)
berpendapat bahwa manajer keuangan
yang menggunakan packing order theory
dengan laba ditahan sebagai pilihan
pertama dalam pemenuhan kebutuhan
dana dan hutang sebagai pilihan kedua
serta penerbitan saham sebagai pilihan
ketiga, akan selalu memperbesar
profitabilitas untuk meningkatkan laba.
Profitability ratio merupakan rasio
untuk mengukur kemampuan perusahaan
memperoleh laba dalam hubungannya
dengan penjualan, total aktiva 12 maupun
modal sendiri (Agus Sartono, 2013). Rasio
ini sangat diperhatikan oleh calon
investor maupun pemegang saham
karena berkaitan dengan harga saham
serta dividen yang akan diterima.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
137
Profitabilitas sebagai tolak ukur dalam
menentukan alternatif pembiayaan,
namun cara untuk menilai profitabilitas
suatu perusahaan adalah bermacam-
macam dan sangat tergantung pada laba
dan aktiva atau modal yang akan
dibandingkan dari laba yang berasal dari
opersai perusahaan atau laba netto
sesudah pajak dengan modal sendiri.
Dengan adanya berbagai cara dalam
penelitian profitabilitas suatu perusahaan
tidak mengherankan bila ada beberapa
perusahaan yang mempunyai perbedaan
dalam menentukan suatu alternatif untuk
menghitung profitabilitas. Hal ini bukan
keharusan tetapi yang paling penting
adalah profitabilitas mana yang akan
digunakan, tujuannya adalah semata-
mata sebagai alat mengukur efisiensi
penggunaan modal di dalam perusahaan
yang bersangkutan. Pertumbuhan
penjualan merupakan perubahan
kenaikan ataupun penurunan penjualan
dari tahun ke tahun yang dapat dilihat
pada laporan labarugi perusahaan.
Perusahaan yang baik dapat dilihat dari
penjualannya dari tahun ke tahun yang
terus mengalami kenaikan, hal tersebut
berimbas pada meningkatnya keuntungan
perusahaan sehingga pendanaan internal
perusahaan juga meningkat. Sedangkan
menurut Rudianto (2014) menyatakan
bahwa pertumbuhan penjualan
merupakan volume penjualan pada
tahun-tahun mendatang, berdasarkan
data pertumbuhan volume penjualan
historis.
3. Hubungan Antara Variabel
Pertumbuhan Penjualan Terhadap
Profitabilitas
Return on asset profibilitas
memberikan ukuran tingkat efektivitas
manajemen suatu perusahaan yang
ditunjukkan dari laba yang dihasilkan dari
pertumbuhan penjualan atau dari
pendapatan investasi (kasmir, 2014).
Semakin tinggi return on asset tersebut
mampu menghasilkan pertumbuhan
penjualan yang signifikan, sehingga dapat
menunjukkan bahwa manajemen
perusahaan mampu menggunakan
asetnya secara produktif. Pendapatan
yang stabil dan pengolahan aset yang
efektif dan efisien akan mempengaruhi
kemampuan perusahaan untuk tumbuh.
Dengan adanya kemampuan tersebut,
maka perusahaan dapat terus tumbuh
dengan laba yang mampu ditingkatkan.
Sebaliknya, jika return on asset suatu
perusahaan rendah, perusahaan kurang
mampu menghasilkan laba dikarenakan
pertumbuhan penjualan perusahaan tidak
efektif dalam mengelola asetnya.
3. METODE PENELITIAN
Jenis penelitian ini termasuk
penelitian asosiatif, karena diajukan untuk
menggambarkan atau melukiskan secara
sistimatis dan akurat mengenai pengaruh
antara variabel X dan variabel Y. Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
laporan keuangan pertumbuhan penjualan
dan laba bersih pada PT. Gudang Garam
Tbk, selama 10 tahun mulai dari tahun
2009 sampai dengan tahun 2018. Sampel
pada penelitian ini adalah laporan
keuangan pertumbuhan penjualan dan laba
bersih pada PT. Gudang Garam, selama 5
tahun yaitu mulai dari tahun 2014 sampai
dengan tahun 2018. Peneliti menggunakan
teknik purposive sampling yaitu tehnik
penarikan sampel dengan pertimbangan
tertentu. Teknik pengumpulan data yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
metode dokumentasi dan studi pustaka.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
138
3.1 Tehnik analisi data
1. Regresi sederhana
Analisis Regresi Sederhana adalah
sebuah metode pendekatan untuk
pemodelan hubungan antara satu
variabel dependen dan satu variabel
independen. Dalam model regresi,
variabel independen menerangkan
variabel dependennya.
2. Analisis koefisien korelasi
Nilai koefisien korelasi merupakan
nilai yang digunakan untuk mengukur
kekuatan (keeratan) suatu hubungan
antar variabel, (Nugroho, 2005).
Koefisien korelasi memiliki nilai
antara -1 hingga +1. Sifat nilai
koefisien korelasi adalah plus (+) atau
minus (-). Hal ini menunjukkan ini
arah korelasi.
3. Analisis koefisen determinasi
Koefisien Determinasi R Kuadrat (R^2)
Menurut Imam Ghozali (2009)
Koefisien Determinasi pada intinya
mengukur seberapa jauh kemampuan
sebuah model dalam menerangkan
variasi variabel Dependen. Nilai
Koefisien Determinasi adalah antara
nol dan satu.
4. Uji t
Uji T (Test T) adalah salah satu test
statistik yang dipergunakan untuk
menguji kebenaran atau kepalsuan
hipotesis nihil yang menyatakan bahwa
diantara dua buah mean sampel yang
diambil secara random dari populasi
yang sama, tidak terdapat perbedaan
yang signifikan. (Sudjiono, 2010).
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisis Regresi Linier Sederhana
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,116 ,014 8,556 ,003
PERTUMBUHAN PENJUALAN -,084 ,110 -,401 -,758 ,504
a. Dependent Variable: ROA
Persamaan regresi linear sederhana
Y = 0,116 – 0,084X
a. konstanta, a= 0.116 artinya jika
pertumbuhan penjualan konstan atau
sama dengan nol maka profitabilitas
akan naik sebesar 0,116.
b. koefisien variabel b= -0,084 artinya jika
pertumbuhan penjualan naik sebesar
Rp.1 maka profitabiitas akan turun
sebesar 0,084
Uji t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,116 ,014 8,556 ,003
PERTUMBUHAN PENJUALAN -,084 ,110 -,401 -,758 ,504
a. Dependent Variable: ROA
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
139
Berdasarkan hasil olahan data olahan data
maka dapat di simpulkan sebagai berikut;
Nilai t hitung sebesar -0,758 dan t tabel
sebesar 3,182 dengan nilai signifikan
sebesar 0,504 sehingga dapat disimpulkan
tidak ada pengaruh yang signifikan antara
pertumbuhan penjualan terhadap
profitabilitas pada PT. Gudang Garam Tbk.
Analisi koefisien korelasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,401a ,161 -,119 ,009667
a. Predictors: (Constant), PERTUMBUHAN PENJUALAN
Nilai koefisien koefisien korelasi linear
sederhana yaitu sebesar 0,401 artinya
tingkat keeratan hubungan antar
pertumbuhan penjualan dan profitabilitas
pada PT GUDANG GARAM TBK sedang.
Analisis koefisien determinasi
Model Summary
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,401a ,161 -,119 ,009667
a. Predictors: (Constant), PERTUMBUHAN PENJUALAN
Nilai koefisien determinasi atau Kd =
0,161 atau 16,1% artinya kontribusi
pengaaruh pertumbuhan penjualan
terhadap profitabilitas pada PT.GUDANG
GARAM TBK yaitu sebesar 16.1%
sedangkan sisanya 83,9% di pengaruhi
oleh faktor-faktor lain yang yang tidak di
teliti dalam penelitian ini.
5. PENUTUP
Tidak ada pengaruh yang signifikan
antara pertumbuhan penjualan terhadap
profitablitas pada PT.GUDANG GARAM
TBK.
DAFTAR PUSTAKA
Andrayani, 2013 Dasar-Dasar Manajemen Keuangan. Alih Bahasa: Ali Akbar Yulianto. Edisi 11. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Agus Sartono (2010) Kebijakan Pendanaan dan Restruksi
Perusahaan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka.
Agus Sartono, (2013) How Firm Characteristics Affect Capital Structure: An International Comparison. The Journal of Financial Research. Vol. XXII, NO.2 Pages 161-18.
Elfianto Nugroho (2012) Analisis Pengaruh Likuiditas, Pertumbuhan Penjualan, Perputaran Modal Kerja, Ukuran Perusahaan dan Leverage Terhadap Profitabilitas
Perusahaan (Studi pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar pada BEI padaTahun 2007 – 2011.
Fabozzi (2011) Understanding Profitability. IOWA State University.
Harahap (2008) Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 4. Yogyakarta: BPFE.
Harahap, 2011 Pokok-Pokok Analisis Laporan Keuangan. Edisi Pertama.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
140
Cetakan Kedelapan. Yogyakarta: BPFE.
Harahap, 2013 Dasar-Dasar Ekonometrika. Jakarta: Erlangga. Damodar N. Gujarati, Dawn C. Porter. Basic Econometrics. 5th Edition. New York: McGraw-Hill.
Inta Budi Setyanusa (2013) Pengaruh Likuiditas dan Struktur Modal Terhadap Profitabilitas (Studi Kasus Pada Perusahaan Manufaktur Sektor Food & Beverage Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2012).
Irham fahmi (2012) Manajemen Investasi. Alih Bahasa: Tim Alih Bahasa Salemba Empat. Buku 2. Jakarta: Salemba Empat.
kasmir, (2014) Manajemen Keuangan. Jilid 2 . Edisi 9. Binarupa Aksara.
Kennedy dkk., (2013) Dasar dasar Pembelanjaan Perusahaan. Edisi 4. Yogyakarta : Bagian Penerbitan FE.
Myers dan Majluf (2017) Pengaruh Tangibility, Pertumbuhan Penjualan, Ukuran Perusahaan Terhadap Struktur Keuangan. Jurnal Bisnis dan Akuntansi . Vol 10 No. 1.
Pagano dan Schivardi, 2013 Pengaruh Profitabilitas, Pertumbuhan Penjualan, Struktur Aset dan Tingkat Pertumbuhan Terhadap Struktur Modal. Jurnal Ilmu dan Riset Akuntansi. Vol 3 No 7.
Rudianto (2014) Pengaruh Profitabilitas, Tingkat Pertumbuhan Perusahaan, Likuiditas, Dan Pajak Terhadap Struktur Modal Pada Sektor Pariwisata. E Jurnal Manajemen Unud, Vol. 5 No 6
Sudjiono, (2010) Dasar-dasar Manajemen Keuangan. Edisi 11 Buku 2. Jakarta : Salemba Empat.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
141
PENGARUH KOMPETENSI, INDEPENDENSI, DAN
PROFESIONALISME AUDITOR TERHADAP KUALITAS AUDIT
DENGAN ETIKA AUDITOR SEBAGAI VARIABEL MODERASI Sri Rahayu Indah Azhari Universitas Muslim Indonesia
Email: [email protected]
Asriani Junaid Universitas Muslim Indonesia Email: [email protected]
Julianty Sidik Tjan
Universitas Muslim Indonesia
Email: [email protected]
Abstract
The aim of this research is to analyse the influence of competence, independence, and professionalism on audit quality. It also analyses how the auditor ethics can moderate those independent variables to dependent variable. This research carried out on the representative of Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) of West Sulawesi Province with 75 auditors as the respondent. The study used questionnaire as the data collecting method. Then it analysed by using multiple regression analyses dan moderated regression analysis (MRA). The results of the reseach showed that competence, independence, and professionalism effect significantly the audit quality. Auditor ethics is able to moderate the influence of competence and independence to audit quality. Auditor ethics is unable to moderate the influence of professionalism to audit quality.
Keyword: Competence, Independence, Professionalism, Audit Quality and Auditor Ethics
Abstrak
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh kompetensi, independensi dan profesionalisme terhadap kualitas audit. Kemudian untuk mengetahui apakah etika auditor dapat memoderasi hubungan antara kompetensi, independensi dan profesionalisme dengan kualitas audit. Penelitian ini dilakukan di Perwakilan BPKP Provinsi Sulawesi Barat dengan sampel auditor sebanyak 75 orang. Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan daftar kuesioner. Sedangkan metode analisis data dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dan Moderated Regression Analysis (MRA). Hasil penelitian menemukan bahwa kompetensi, independensi dan profesionalisme berpengaruh signifikan terhadap kualitas audit. Etika auditor dapat memperkuat hubungan antara kompetensi dan independensi dengan kualitas audit. Kemudian etika auditor tidak dapat memperkuat hubungan antara profesionalisme dengan kualitas audit.
Kata kunci: Kompetensi, Independensi, Profesionalisme, Kualitas Audit dan Etika Auditor
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
142
1. PENDAHULUAN
Setiap entitas pemerintahan
wajib menyampaikan laporan
pertanggungjawaban berupa laporan
keuangan selama satu periode.
Sebagaimana diamanatkan dalam
Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
bahwa keuangan negara merupakan
salah satu unsur pokok dalam
penyelenggaraan pemerintahan negara
dan mempunyai manfaat yang sangat
penting guna mewujudkan tujuan negara
untuk mencapai masyarakat yang adil,
makmur, dan sejahtera (Peraturan Badan
Pemeriksa Keuangan RI UU No. 15 Tahun
2006). Untuk tercapainya tujuan negara
tersebut, pengelolaan dan tanggung
jawab keuangan negara memerlukan
suatu lembaga pengawasan yang bebas,
mandiri, dan profesional untuk
menciptakan pemerintahan yang bersih
dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme. Berdasarkan Peraturan
Presiden Nomor 192 Tahun 2014, Badan
Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP) merupakan suatu
institusi yang dipercaya dapat
mewujudkan tata kelola keuangan
negara yang baik, transparan, dan
akuntabel (good governance).
Akuntabilitas sektor publik
berhubungan dengan praktik
transparansi dan pemberian informasi
kepada publik dalam rangka pemenuhan
hak publik. Sedangkan good governance
menurut Bank dunia (World Bank)
didefinisikan sebagai suatu
penyelenggaraan manajeman
pembangunan yang solid dan
bertanggung jawab dan sejalan dengan
prinsip demokrasi dan pasar yang
efisien, penghindaran salah alokasi dana
investasi, pencegahan korupsi baik
secara politis maupun administratif,
menciptakan disiplin anggaran, serta
menciptakan kerangka hukum dan
politik bagi tumbuhnya aktivitas usaha
(Mardiasmo, 2002:17).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI)
menyatakan bahwa audit yang dilakukan
auditor dikatakan berkualitas, jika
memenuhi standar auditing dan standar
pengendalian mutu. Kriteria mutu
profesional auditor seperti yang diatur
oleh standar umum auditing meliputi
independensi, integritas dan objektivitas.
De Angelo (1981:186) mendefinisikan
result quality of audit (kualitas hasil
audit) sebagai kemungkinan (probability)
dimana seorang auditor menemukan dan
melaporkan tentang adanya suatu
pelanggaran dalam sistem akuntansi
kliennya. Kemungkinan penemuan suatu
pelanggaran tergantung pada
kemampuan teknikal auditor dan
independensi auditor tersebut.
Penelitian yang dilakukan oleh
Parasayu (2014), ada lima faktor yang
dapat mempengaruhi kualitas hasil audit
yaitu, (1) obyektifitas, bebasnya
seseorang dari pengaruh pandangan
subyektif pihak- pihak lain yang
berkepentingan, sehingga dapat
mengemukakan pendapat menurut apa
adanya, (2) kompetensi, keahlian
seorang auditor meliputi pengalaman
dan pendidikan, (3) pengetahuan auditor
tentang audit, mengetahui secara
keseluruhan proses audit dan standart
audit, (4) integritas, dapat menerima
kesalahan yang tidak disengaja dan
perbedaan pendapat yang jujur, tetapi
tidak dapat menerima kecurangan
prinsip, (5) etika profesi, nilai tingkah
laku atau aturan-aturan tingkah laku
yang diterima dan digunakan oleh suatu
golongan tertentu atau individu. Menurut
Kristanti (2013:1), kurangnya
kompetensi auditor menyebabkan kasus-
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
143
kasus kecurangan pada objek audit
sering terjadi. Maka BPKP sebagai badan
pemeriksa lembaga yang menggunakan
dana dari pemerintah harusnya lebih
teliti dan kompeten lagi dalam
mengaudit atas berbagai bentuk laporan
yang diaudit.
Berdasarkan fenomena, auditor
BPKP yang merupakan auditor internal
pemerintah memiliki posisi yang rentan
terhadap tekanan politik. Kadang
intervensi politik bisa terjadi jika temuan
terkait sampai dengan ranah politik.
Irma (2018) mengemukakan peran
auditor sangat besar dalam
pemberantasan korupsi yang pada
akhirnya membawa harapan dan resiko
bagi auditor itu sendiri. Dengan kata lain
profesi auditor seperti pedang bermata
dua. Disatu sisi diharapkan terciptanya
tata pemerintahan yang baik/ good
public governance. Di sisi lain resiko yang
harus dihadapi baik resiko yang
berbahaya misal tekanan dari pihak
auditee, ancaman dengan psikis maupun
resiko yang “tidak berbahaya” misal
pemberian uang dari auditee walau
dengan alasan uang makan, uang
transport dan lain – lain. Namun,
seharusnya resiko tersebut baik yang
berbahaya maupun yang “tidak
berbahaya” tidak mempengaruhi
independensi auditor dalam membuat
keputusan (Wulandari, 2011).
Pemahaman akan pentingnya audit yang
berkualitas bagi terwujudnya
pemerintahan yang akuntabel akan
membuat BPKP Perwakilan Sulawesi
Barat harus lebih objektif lagi dalam
praktiknya serta meningkatkan
kompetensi, independensi dan
profesionalisme yang dimilikinya.
Teori keagenan yang
dikembangkan oleh Jensen dan Meckling
(1976) mengemukakan adanya konflik
kepentingan antara manajemen selaku
agen dan pemilik serta entitas lain dalam
kontrak (misal kreditur) selaku principal.
Principal ingin mengetahui segala
informasi termasuki aktivitas
manajemen, yang terkait dengan
investasi atau dananya dalam
perusahaan. Hal ini dilakukan dengan
meminta laporan pertanggungjawaban
dari agen (manajemen). Berdasarkan
laporan tersebut, principal dapat menilai
kinerja manajemen. Namun yang
seringkali terjadi adalah kecenderungan
manajemen untuk melakukan tindakan
yang membuat laporannya kelihatan
baik, sehingga kinerjanya dianggap baik.
Untuk mengurangi atau meminimalkan
kecurangan yang dilakukan oleh
manajemen dan membuat laporan
keuangan yang dibuat manajemen lebih
dapat dipercaya (reliabel) maka
diperlukan pengujian dan dalam hal itu
pengujian tersebut hanya dapat
dilakukan oleh pihak ketiga yang
independen yaitu auditor independen.
Teori sikap dan perilaku (theory of
attitudes and behavior) dikembangkan
oleh Triandis (1980) yang menyatakan
bahwa perilaku ditentukan oleh apa yang
orang-orang ingin lakukan (sikap), apa
yang mereka pikirkan akan mereka
lakukan (aturan-aturan sosial), apa yang
mereka biasa lakukan (kebiasaan) dan
dengan konsekuensi perilaku yang
mereka pikirkan. Seorang auditor
profesional akan bertindak sesuai
dengan peraturan dan standar
profesinya dalam melaksanakan audit
sehingga menghasilkan kualitas audit
yang baik.
Kualitas audit sebagai Proses
untuk memastikan bahwa standar
auditingnya berlaku umum diikuti oleh
setiap audit, mengikuti prosedur
pengendalian kualitas khusus membantu
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
144
memenuhi standar-standar secara
konsisten dalam penugasannya hingga
tercapai kualitas hasil yang baik (Arens,
2011:47). Kualitas audit didefinisikan
sebagai probabilitas bahwa auditor akan
baik dan benar menemukan laporan
kesalahan material, keliru, atau kelalaian
dalamlaporan materi keuangan klien.
Probabilitas auditor untuk melaporkan
penyelewengan yang terjadi dalam
sistem akuntansi klien tergantung pada
independensi auditor.
Agoes (2013:146), kompetensi
adalah suatu kecakapan dan kemampuan
dalam menjalankan suatu pekerjaan atau
profesinya. Kompetensi sebagai
keharusan bagi auditor untuk memiliki
pendidikan formal dibidang auditing dan
akuntansi, pengalaman praktik yang
memadai bagi pekerjaan yang sedang
dilakukan, serta mengikuti pendidikan
profesi yang berkelanjutan (Arens et. al.
2013:42).
Namun sesuai dengan
tanggungjawabnya untuk menaikkan
tingkat keandalan laporan keuangan
suatu perusahaan maka akuntan publik
tidak hanya perlu memiliki kompetensi
atau keahlian saja tetapi juga harus
independen dalam pengauditan.
Mulyadi (2010:87) menjelaskan
bahwa Independensi adalah sikap mental
yang bebas dari pengaruh, tidak
dikendalikan oleh pihak lain, tidak
tergantung pada orang lain.
Independensi juga berarti adanya
kejujuran dalam diri auditor dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya
pertimbangan yang objektif tidak
memihak dalam diri auditor dalam
memuaskan dan menyatakan
pendapatnya.
Profesionalisme juga menjadi
syarat utama bagi seseorang yang ingin
menjadi seorang auditor eksternal. Sebab
dengan profesionalisme yang tinggi
kebebasan auditor akan semakin
terjamin. Untuk menjalankan perannya
yang menuntut tanggung jawab yang
semakin luas, auditor eksternal harus
memiliki wawasan yang luas tentang
kompleksitas organisasi modern.
Kompetensi, independensi, dan
profesionalisme yang dimiliki auditor
dalam penerapannya akan terkait
dengan etika. Ludigdo et.al. (2001)
mendefinisikan etika sebagai
seperangkat aturan atau norma atau
pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh sekelompok atau segolongan
manusia atau masyarakat atau profesi.
Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi
mereka kepada organisasi dimana
mereka bernaung, profesi mereka,
masyarakat dan diri mereka sendiri
dimana akuntan mempunyai tanggung
jawab menjadi komponen dan untuk
menjaga integritas dan objektivitas
mereka (Nugrahaningsih, 2005).
Najib (2013), melakukan penelitian
berjudul Pengaruh Keahlian,
Independensi, dan Etika Terhadap
Kualitas Audit menunjukkan bahwa
Keahlian, Independensi, dan Etika tidak
berpengaruh secara bersama-sama
terhadap Kualitas Audit. Independensi
dan Etika yang berpengaruh secara
signifikan terhadap Kualitas Audit,
sedangkan Keahlian tidak ikut berperan
didalamnya.
Samsi et.al. (2013) dalam
penelitiannya berjudul Pengaruh
Pengalaman Kerja, Independensi, dan
Kompetensi terhadap Kualitas Audit:
Etika Auditor sebagai Variabel
Pemoderasi menunjukkan bahwa
variabel Pengalaman Kerja berpengaruh
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
145
negatif terhadap Kualitas Audit. Variabel
Independensi menunjukkan pengaruh
positif terhadap Kualitas Audit. Variabel
Kompetensi tidak berpengaruh terhadap
Kualitas Audit. Interaksi Pengalaman
Kerja dan Kepatuhan Etika Auditor
terhadap Kualitas Audit berpengaruh
positif.
Harahap (2015), melakukan
penelitian pada kantor BPKP Perwakilan
Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai
Pengaruh kompetensi, independensi,
objektivitas dan sensitivitas etika profesi
terhadap kualitas hasil audit. Variabel
independen yang digunakan adalah
kompetensi, independensi, objektivitas
dan sensitivitas etika profesi auditor
sedangkan variabel dependennya adalah
kualitas audit. Dari hasil penelitian ini
ditemukan bahwa kompetensi,
independensi, objektivitas dan
sensitivitas etika profesi auditor
memiliki pengaruh positif terhadap
kualitas audit.
Terkait dengan konteks inilah,
muncul pertanyaan seberapa tinggi
tingkat Kompetensi, independensi dan
profesionalisme auditor saat ini dan
apakah kompetensi, independensi dan
profesionalisme auditor tersebut
berpengaruh terhadap kualitas audit
yang dihasilkan oleh akuntan publik.
Kualitas audit ini penting karena dengan
kualitas audit yang tinggi maka akan
dihasilkan laporan keuangan yang dapat
dipercaya sebagai dasar pengambilan
keputusan. Selain itu adanya
kekhawatiran akan merebaknya skandal
keuangan, dapat mengikis kepercayaan
publik terhadap laporan keuangan
auditan dan profesi akuntan publik.
Penelitian ini mengacu kepada
penelitian yang dilakukan oleh Ujianti
Tawakkal et. al (2019) yang membahas
masalah Pengaruh Independensi Auditor
Terhadap Kualitas Hasil Audit Pada
Kantor Inspektorat Provinsi Sulawesi
Selatan. Yang membedakan penelitian ini
dengan penelitian sebelumnya yaitu
pada penelitian ini menambahkan dua
variabel independen yaitu kompetensi
dan profesionalisme kemudian etika
auditor sebagai variabel moderasi.
Mengingat pentingnya peran
Perwakilan Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan dalam
kelangsungan pemerintah, maka
dilakukan penelitian mengenai kualitas
audit yang berada didalamnya. Peneliti
mengangkat judul “Pengaruh
Kompetensi, Independensi, Dan
Profesionalisme Auditor Terhadap
Kualitas Audit Dengan Etika Auditor
Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus
pada Auditor Perwakilan Badan
Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan Provinsi Sulawesi Barat).”
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Audit
a. Pengertian Audit
Arens et.al. (2011;4) auditing adalah
proses pengumpulan dan evaluasi bukti
tentang informasi untuk menentukan
dan melaporkan derajat kesesuaian
antara informasi itu dan kriteria yang
telah ditetapkan. Auditing harus
dilakukan oleh orang yang kompeten dan
independen.
Agoes (2014:4) audit yaitu Suatu
pemeriksaan yang dilakukan secara
kritis dan sistematis, oleh pihak yang
independen, terhadap laporan keuangan
yang telah disusun oleh manajemen,
beserta catatan-catatan pembukuan dan
bukti-bukti pendukungnya, dengan
tujuan untuk memberikan pendapat
mengenai kewajaran laporan keuangan
tersebut.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
146
Audit merupakan suatu tindakan
yang membandingkan antara fakta atau
keadaan sebenarnya (kondisi) dengan
keadaan yang seharusnya ada. Pada
dasarnya audit bertujuan untuk menilai
apakah pelaksanaan yang dilakukan
telah sesuai dengan apa yang telah
ditetapkan dan untuk menilai atau
melihat apakah yang ada telah sesuai
dengan apa yang diharapkan.
Dari beberapa definisi diatas dapat
diambil kesimpulan bahwa audit adalah
suatu proses yang sistematik dalam hal
memeriksa beberapa kegiatan tertentu
untuk mengumpulkan dan menilai suatu
bukti apakah sudah memiliki tingkat
kesesuaian dengan kriteria yang telah
ditetapkan serta menyampaikan hasilnya
kepada pihak yang berkepentingan.
b. Tujuan Audit
Tujuan umum audit adalah untuk
menyatakan pendapat atas kewajaran,
dalam semua hal yang material posisi
keuangan dan hasil usaha serta arus kas
sesuai dengan prinsip akuntansi yang
berlaku umum. Untuk mencapai tujuan
ini auditor perlu menghimpun bukti
kompeten yang cukup, auditor perlu
mengidentifikasikan dan menyusun
sejumlah tujuan audit spesifik untuk
setiap akun laporan keuangan.
Berdasarkan Standar Profesional
Akuntansi Publik (2001) Tujuan audit
atas laporan keuangan oleh auditor
independen pada umumnya adalah
untuk menyatakan pendapat tentang
kewajaran, dalam semua hal material,
posisi keuangan, hasil usaha, perubahan
entitas, dan arus kas sesuai dengan
prinsip akuntansi yang berlaku umum di
indonesia (SA seksi 110).
c. Jenis-jenis Audit
Pengauditan dapat dibagi dalam
beberapa jenis. Pembagian ini
dimaksudkan untuk menentukan tujuan
atau sasaran yang ingin dicapai dengan
adanya pengauditan tersebut. Dibawah
ini akan di paparkan jenis audit menurut
ahli. Arens et.al. (2012:16), Akuntan
Publik melakukan tiga jenis utama
aktivitas audit. Ketiga jenis aktivitas
audit tersebut adalah sebagai berikut:
1) Audit Operasional
Audit operasional mengevaluasi
efisiensi dan efektivitas setiap bagian
dari prosedur dan metode operasi
organisasi. Pada akhir audit operasional,
manajemen biasanya mengharapkan
saran-saran untuk memperbaiki operasi.
Dalam audit operasional, review atau
penelaahan yang dilakukan tidak
terbatas pada akuntansi, tetapi dapat
mencakup evaluasi atas struktur
organisasi, operasi komputer, metode
produksi, pemasaran dan semua bidang
lain dimana auditor menguasainya.
2) Audit Ketaatan
Audit ketaatan dilaksanakan untuk
menentukan apakah pihak yang diaudit
telah mengikuti prosedur, aturan, atau
ketentuan tertentu yang diterapkan oleh
otoritas yang lebih tinggi.
3) Audit Laporan Keuangan.
Audit laporan keuangan dilakukan
untuk menentukan apakah laporan
keuangan (informasi yang diverifikasi)
telah dinyatakan sesuai dengan kriteria
tertentu. Biasanya, kriteria yang berlaku
adalah prinsip-prinsip akuntansi yang
berlaku umum.
d. Jenis-jenis Auditor
Arens et.al. (2012) yang dialih
bahasakan Jusuf (2012:19) auditor yang
paling umum terdiri dari empat jenis
yaitu:
1) Auditor Independen (Akuntan Publik)
Auditor independen berasal dari
Kantor Akuntan Publik (KAP)
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
147
bertanggung jawab mengaudit laporan
keuangan historis yang dipublikasikan
oleh perusahaan. Oleh karena luasnya
penggunaan laporan keuangan yang
telah diaudit dalam perekonomian
indonesia, serta keakraban para pelaku
bisnis dan pemakai lainnya, sudah lazim
digunakan istilah auditor dan kantor
akuntan publik dengan pengertian yang
sama, meskipun ada beberapa jenis
auditor. KAP sering kali disebut auditor
eksternal atau auditor independen untuk
membedakannya dengan auditor
internal.
2) Auditor Pemerintah
Auditor Pemerintah merupakan
auditor yang berasal dari lembaga
pemeriksa pemerintah. Di Indonesia,
lembaga yang bertanggung jawab secara
fungsional atau pengawasan terhadap
kekayaan dan keuangan negara adalah
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK)
sebagai lembaga tertinggi, Badan
Pegawasan Keuangan dan Pembangunan
(BPKP), dan Inspektorat Jendral (Itjen)
yang ada pada departemen-departemen
pemerintah. BPK mengaudit sebagian
besar informasi keuangan yang dibuat
oleh berbagai macam badan pemerintah
baik pusat maupun daerah sebelum
diserahkan kepada DPR. BPKP
mengevaluasi efisiensi dan efektivitas
operasional berbagai program
pemerintah. Sedangkan Itjen
melaksanakan pengawasan terhadap
pelaksanaan tugas di lingkungan
departemen atau kementriannya.
3) Auditor Pajak
Auditor Pajak berasal dari
Direktorat Jendral (Ditjen) Pajak
bertanggung jawab untuk
memberlakukan peraturan pajak. Salah
satu tanggung jawab utama Ditjen Pajak
adalah mengaudit Surat Pemberitahuan
(SPT) wajib pajak utuk menentukan
apakah SPT itu sudah mematuhi
peraturan pajak yang berlaku. Audit ini
murni audit ketaatan. Auditor yang
melakukan pemeriksaan ini disebut
auditor pajak.
4) Auditor Internal (Internal Auditor)
Auditor internal dipekerjakan oleh
perusahaan untuk melakukan audit bagi
manajemen. Tanggung jawab auditor
internal sangat beragam, tergantung
pada yang mempekerjakan mereka. Akan
tetapi, auditor internal tidak dapat
sepenuhnya Independen dari entitas
tersebut selama masih ada hubungan
antara pemberi kerja-karyawan. Para
pemakai dari luar entitas mungkin tidak
ingin mengandalkan informasi yang
hanya diverifikasi oleh auditor internal
karena tidak adanya independensi.
Ketiadaan independensi ini merupakan
perbedaan utama antara auditor internal
dan KAP.
2.2 Kompetensi
a. Pengertian Kompetensi
Standar umum pertama (SA seksi
210 dalam SPAP 2011) menyebutkan
bahwa audit harus dilaksanakan oleh
seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang cukup
sebagai auditor. Agoes (2013:146)
kompetensi adalah Suatu kecakapan dan
kemampuan dalam menjalankan suatu
pekerjaan atau profesinya. Orang yang
kompeten berarti orang yang dapat
menjalankan pekerjaannya dengan
kualitas hasil yang baik. Dalam arti luas
kompetensi mencakup penguasaan
ilmu/pengetahuan (knowledge), dan
keterampilan (skill) yang mencukupi,
serta mempunyai sikap dan perilaku
(attitude) yang sesuai untuk
melaksanakan pekerjaan atau profesinya.
Arens et.al. (2013:42) kompetensi
sebagai keharusan bagi auditor untuk
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
148
memiliki pendidikan formal dibidang
auditing dan akuntansi, pengalaman
praktik yang memadai bagi pekerjaan
yang sedang dilakukan, serta mengikuti
pendidikan profesi yang berkelanjutan.
Pengertian kompetensi ini pada
prinsipnya sama dengan yang
didefenisikan Robbin dalam Cristiawan
(2011:38) bahwa kompetensi adalah
Kemampuan (ability) atau kapasitas
seseorang untuk mengerjakan berbagai
tugas dalam suatu pekerjaan, dimana
kemampuan ini ditentukan oleh 2 (Dua)
faktor yaitu kemampuan intelektual dan
kemampuan fisik.
Secara lebih rinci, Spencer dalam
Harhianto (2012:84) mengemukakan
bahwa kompetensi menunjukan
karakteristik yang mendasari perilaku
yang menggambarkan motif,
karakteristik pribadi (ciri khas), konsep
diri, nilai-nilai, pengetahuan atau
keahlian yang dibawa seseorang yang
berkinerja unggul (superior performer) di
tempat kerja. Ada 5 (lima) karakteristik
yang membentuk kompetensi yakni:
1) Faktor pengetahuan meliputi masalah
teknis, administratif, proses
kemanusiaan, dan sistem.
2) Keterampilan, merujuk pada
kemampuan sesorang untuk
melakuakn suatu kegiatan.
3) Konsep diri dan nilai-nilai, merujuk
pada sikap, nilai-nilai dan citra diri
seseorang, seperti kepercayaan
seseorang bahwa dia bisa berhasil
dalam suatu situasi.
4) Karakteristik pribadi, merujuk pada
karakteristik fisik dan konsistensi
tanggapan terhadap situasi atau
informasi, seperti pengendalian diri
dan kemampuan untuk tetap tenang
dibawah tekanan.
5) Motif, merupakan emosi, hasrat,
kebutuhan psikologi atau
dorongandorongan lain yang memicu
tindakan.
Peraturan Pemerintah (PP) No. 23
Tahun 2004, tentang Badan Nasional
Sertifikasi Profesi (BNSP) menjelaskan
tentang sertifikasi kompetensi kerja
sebagai suatu proses pemberian
sertifikat kompetensi yang dilakukan
secara sistematis dan objektif melalui uji
kompetensi yang mengacu kepada
standar kompetensi kerja nasional
Indonesia dan atau Internasional.
Keputusan Kepala Badan Kepegawaian
Negeri Nomor: 46A tahun 2003, tentang
pengertian kompetensi adalah
Kemampuan dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang pegawai Negeri
Sipil berupa pengetahuan, keterampilan,
dan sikap perilaku yang diperlukan
dalam pelaksanaan tugas jabatan,
sehingga pegawai Negeri Sipil tersebut
dapat melaksanakan tugasnya secara
profesional, efektif, dan efisien.
Dari uraian pengertian diatas
dapat ditarik kesimpulan bahwa
kompetensi yaitu sifat dasar yang
dimiliki atau bagian kepribadian yang
mendalam dan melekat kepada
seseorang serta prilaku yang dapat
diprediksi pada berbagai keadaan dan
tugas pekerjaan sebagai dorongan untuk
mempunyai prestasi dan keinginan
berusaha agar melaksanakan tugas
dengan efektif.
Ketidaksesuaian dalam
kompetensi-kompetensi inilah yang
membedakan seorang pelaku unggul dari
pelaku yang berprestasi terbatas.
Kompetensi terbatas dan kompetensi
istimewa untuk suatu pekerjaan tertentu
merupakan pola atau pedoman dalam
pemilihan karyawan (personal selction),
perencanaan pengalihan tugas (succesion
palnning), penilaian kerja (performance
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
149
appraisal) dan pengembangan
(development).
b. Standar Kompetensi
Menurut Peraturan Kepala Badan
Pengawasan Keuangan dan
Pembangunan (BPKP, 2007) yang
dimaksud dengan kompetensi:
1) Auditor
Auditor adalah jabatan yang
mempunyai ruang lingkup, tugas,
tanggung jawab, dan wewenang untuk
melakukan pengawasan intern pada
instansi pemerintah, lembaga atau pihak
lain yang didalamnya terdapat
kepentingan Negara sesuai dengan
peraturan perundang-undangan, yang
didukung oleh pegawai Negeri sipil
dengan hak dan kewajiban yang
diberikan secara penuh oleh pejabat
yang berwenang.
2) Aparat pengawas Intern Pemerintah
(APIP)
Aparat Pengawas Intern
Pemerintah (APIP) adalah instansi
pemerintah yang dibentuk dengan tugas
melaksanakan pengawasan intern di
lingkungan pemerintah pusat atau
pemerintah daerah, yang terdiri dari
Badan Pengawasan intern pada
kesekretariatan Lembaga Tinggi Negara
dan Lembaga Negara, Inspektorat
Provinsi/Kabupaten/Kota, dan unit
pengawasan intern pada Badan Hukum
lainnya sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
3) Kompetensi
Kompetensi adalah sipil berupa
kemampuan karakteristik yang dimiliki
oleh seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
pengetahuan, keahlian, dan sikap yang
diperlukan dalam pelaksanaan tugas
jabatannya.
4) Standar Kompetensi
Standar Kompetensi Auditor
adalah ukuran kemampuan minimal yang
harus dimiliki auditor mencakup aspek
pengetahuan (knowledge),
keterampilan/keahlian (skill), dan sikap
prilaku (attitude) untuk melakukan
tugas-tugas dalam Jabatan Fungsional
Auditor dengan hasil baik.
5) Kompetensi Umum
Kompetensi umum adalah
kompetensi yang berkaitan dengan
persyaratan umum untuk dapat diangkat
sebagai auditor.
6) Kompetensi teknis pengawasan
Kompetensi teknis pengawasan
adalah kompetensi yang terkait dengan
persyaratan untuk dapat melaksanakan
penugasan sesuai dengan jenjang
jabatannya.
7) Prinsip-prinsip dasar Standar
Kompetensi Auditor
Prinsip-prinsip dasar standar
kompetensi auditor adalah asumsi-
asumsi dasar, prinsip-prinsip yang
diterima secara umum, dan persyaratan
yang digunakan dalam mengembangkan
kompetensi auditor sesuai dengan
jenjang jabatannya.
8) Standar Kompetensi Auditor Terampil
Standar kompetensi auditor
terampil adalah standar kompetensi
yang harus dimiliki oleh seseorang yang
menduduki jabatan pelaksanaan, auditor
pelaksana lanjutan.
9) Standar Kompetensi Auditor Ahli
Standar kompetensi auditor ahli
adalah standar kompetensi yang harus
dimiliki oleh seseorang yang menduduki
jabatan pertama, auditor muda, auditor
madya, dan auditor utama.
2.3 Independensi
a. Pengertian Independensi
Kata independensi merupakan
terjemahan dari kata “independence”
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
150
yang berasal dari Bahasa Inggris. Dalam
kamus oxford Advance Learner’s
Dictionary Of Current English terdapat
entri kata “independent” bermakna tidak
tergantung atau dikendalikan oleh
(orang lain atau benda) tidak
mendasarkan diri pada orang lain
bertindak.
Arens et.al. (2011:74)
Independensi dalam audit berarti
mengambil sudut pandang yang tidak
bias dalam melakukan pengujian audit,
evaluasi atas hasil pengujian dan
penerbitan laporan audit.
Sharaf et.al. dalam Tuankotta
(2011:64) menyatakan bahwa
independensi mencerminkan sikap tidak
memihak serta tidak dibawah pengaruh
atau tekanan pihak tertentu dalam
mengambil tindakan dan keputusan.
Mulyadi (2010:87) menjelaskan
independensi adalah sikap mental yang
bebas dari pengaruh, tidak dikendalikan
oleh pihak lain, tidak tergantung pada
orang lain. Independensi juga berarti
adanya kejujuran dalam diri auditor
dalam mempertimbangkan fakta dan
adanya pertimbangan yang objektif tidak
memihak dalam diri auditor dalam
memuaskan dan menyatakan
pendapatnya.
Independensi merupakan salah
satu komponen etika yang harus dijaga
atau dipertahankan oleh akuntan publik.
Independen berarti akuntan publik tidak
mudah dipengaruhi, karena ia
melaksanakan pekerjaan untuk
kepentingan umum. Auditor
berkewajiban untuk jujur tidak hanya
kepada manajemen dan pemilik
perusahaan, namun juga kepada kreditur
dan pihak lain yang meletakan
kepercayaan atas pekerjaan akuntan
publik.
Christiawan (2002) Sikap mental
independen tersebut meliputi
independen dalam fakta (in fact) maupun
dalam penampilan (in appearance).
Independensi bertujuan untuk
menambah kredibilitas laporan
keuangan yang disajikan oleh
manajemen. Jika akuntan tidak
independen terhadap kliennya, maka
opininya tidak akan memberikan
tambahan apapun.
b. Faktor-Faktor yang mempengaruhi
Independensi
Jusuf (2011:75) menyatakan bahwa
ada lima yang mempengaruhi
independensi, yaitu:
1) Kepemilikan finansial yang Signifikan
Kepemilikan finansial dalam
perusahaan yang diaudit termasuk
kepemilikan dalam instrumen utang dan
modal (misal pinjaman dan obligasi) dan
kepemilikan dalam instrumen derivatif
(misalnya opsi). Standar etika juga
melarang auditor menduduki posisi
sebagai penasihat, direksi, maupun
memiliki saham yang jumlahnya
signifikan di perusahaan klien.
2) Pemberian Jasa Non-Audit
Konflik kepentingan yang paling
nyata bagi Kantor Akuntan Publik dalam
memberikan jasa non-audit pada
kliennya terus menerus menjadi
perhatian penting bagi para pembuat
regulasi dan pengamat.
3) Imbalan jasa Non-Audit dan
Independensi
Cara auditor untuk berkompetensi
mendapatkan klien dan menetapkan
imbalan jasa audit dapat memberikan
implikasi penting bagi kemampuan
auditor untuk menjaga independensi
auditnya.
4) Tindakan hukum antara KAP dan
Klien, serta Independensi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
151
Ketika terdapat tindakan hukum
atau niat untuk memulai tindakan hukum
antara sebuah KAP dengan kliennya,
maka kemampuan KAP dan kliennya
untuk tetap objektif dipertanyakan.
Tindakan hukum oleh klien untuk jasa
perpajakan atau jasa-jasa non-audit
lainnya, atau tindakan melawan klien
maupun KAP oleh pihak lain tidak akan
menurunkan independensi dalam
pekerjaan audit.
5) Pergantian Auditor
Riset dibidang audit
mengindikasikan beragam alasan
dimana manajemen dapat memutuskan
untuk mengganti auditornya. Alasan
alasan tersebut termasuk mencari
pelayanan dengan kualitas yang lebih
baik, opinion shopping, dan mengurangi
biaya.
2.4 Profesionalisme Auditor
a. Pengertian Profesionalisme
Auditor
Definisi profesionalisme menurut
kamus besar Bahasa Indonesia
(2005:897) Profesionalisme adalah
mutu, kualitas, dan tindak tanduk yang
merupakan ciri suatu profesi atau orang
yang profesional.
Arens et.al. (2011:105)
profesionalisme auditor adalah
bertanggungjawab untuk bertindak lebih
baik dari sekedar memenuhi
tanggungjawab diri sendiri maupun
ketentuan hukum dan peraturan
masyarakat. Akuntan publik sebagai
profesional mengakui adanya
tanggungjawab kepada masyarakat,
klien, serta rekan praktisi, termasuk
prilaku yang terhormat, meskipun itu
berarti pengorbanan diri.
kode etik Profesi Akuntan Publik
dalam Institut Akuntan Publik Indonesia
(2008:7) dijelaskan pula tentang Prinsip
Dasar yang menunjukan tanggung jawab
profesional auditor sebagai seorang
Praktisi (Auditor), diantaranya sebagai
berikut:
1) Prinsip Integritas
Praktisi harus tegas dan jujur
dalam menjalani hubungan profesional
dan hubungan bisnis dalam
melaksanakan pekerjaannya. Pelayanan
dan kepercayaan publik tidak boleh
dikalah oleh keuntungan pribadi.
Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan
pendapat yang jujur, tetapi tidak
menerima kecurangan atau peniadaan
prinsip.
2) Prinsip Objektivitas
Setiap praktisi tidak boleh
membiarkan subjektivitas, berbenturan
kepentingan, atau pengaruh yang tidak
layak (undue influence) dari pihak-pihak
lain mempengaruhi pertimbangan
bisnisnya.
3) Prinsip Kompetensi serta sikap
kecermatan dan kehati-hatian
profesional
Praktisi wajib memelihara
pengetahuan dan keahlian
profesionalnya pada suatu tingkatan
yang dipersyaratkan secara
berkesinambungan, sehingga klien atau
pemberi kerja dapat menerima jasa
profesional yang diberikan secara
kompeten berdasarkan pertimbangan
terkini dalam praktik,
perundangundangandan metode
pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi
harus bertindak secara profesional dan
sesuai dengan standar profesi dan kode
etik profesi yang berlaku dalam
memberikan jasa profesionalnya.
4) Prinsip Kerahasian
Praktisi wajib menjaga
kerahasiaan informasi yang diperoleh
sebagai hasil dari hubungan profesional
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
152
dan hubungan bisnisnya, serta tidak
boleh mengungkapkan informasi
tersebut kepada pihak ketiga tanpa
persetujuan klien atau pemberi kerja,
kecuali jika terdapat kewajiban untuk
mengungkapkan sesuai dengan
ketentuan hukum atau peraturan lainnya
yang berlaku. Informasi rahasia yang
diperoleh dari hubungan profesional dan
hubungan bisnis tidak boleh digunakan
oleh praktisi untuk keuntungan
pribadinya atau pihak ketiga.
5) Prinsip Perilaku Profesional
Praktisi wajib mematuhi hukum
dan peraturan yang berlaku umum dan
harus menghindari semua tindakan yang
dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku
yang dapat mendiskreditkan profesi
harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung jawabnya kepada
penerima jasa, pihak ketiga, anggota
yang lain, staf, pemberi kerja dan
masyarakat umum.
b. Ciri – ciri Profesionalisme Auditor
Seseorang yang memiliki
profesionalisme senantiasa mendorong
dirinya untuk mewujudkan aktivitas
kerja yang profesional. Kualitas
profesional ditandai dengan ciri-ciri
sebagai berikut:
1) Keinginan untuk selalu menampilkan
perilaku yang mendekati “piawai
ideal”. Seseorang yang memiliki
profesionalisme tinggi akan selalu
berusaha mewujudkan dirinya sesuai
dengan piawai yang telah ia tetapkan.
Ia akan mengidentifikasi dirinya
kepada seseorang yang dipandang
memiliki piawai tersebut. Yang
dimaksud dengan “piawai ideal‟
adalah suatu perangkat perilaku yang
dipandang paling sempurna dan
dijadikan sebagai rujukan.
2) Meningkatkan dan memelihara “imej
profesion”. Profesionalisme yang
tinggi ditunjukan oleh besarnya
keinginan untuk selalu meningkatkan
dan memelihara imej profesion
melalui perwujudan prilaku
profesional. Perwujudannya
dilakukan melalui berbagai cara
misalnya penampilan, cara
percakapan, penggunaan bahasa,
sikap tubuh badan, sikap hidup
harian, hubungan dengan individu
lainnya.
3) Keinginan untuk senantiasa mengejar
kesempatan pengembangan
profesional yang dapat meningkatkan
dan memperbaiki kualitas
pengetahuan dan keterampilan.
4) Mengejar kualitas dan cita-cita dalam
profesi. Profesional ditandai dengan
rasa bangga akan profesi yang
diembannya. Dalam hal ini akan
muncul rasa percaya diri akan profesi
tersebut.
Pengertian umum, seseorang
dikatakan profesional jika memenuhi tiga
kriteria, yaitu mempunyai keahlian
untuk melaksanakan tugas sesuai dengan
bidangnya, melaksanakan suatu tugas
atau profesi dengan menetapkan
standard baku di bidang profesi yang
bersangkutan dan menjalankan tugas
profesinya dengan mematuhi Etika
Profesi yang telah ditetapkan.
Jadi profesionalisme auditor
merupakan sikap dan prilaku auditor
dalam menjalankan profesinya dengan
kesungguhan dan tanggung jawab agar
mencapai kinerja tugas sebagaimana
yang diatur dalam organisasi profesi,
meliputi pengabdian pada profesi,
kewajiban sosial, kemandirian,
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
153
keyakinan profesi dan hubungan dengan
rekan seprofesi.
c. Ukuran Profesionalisme Auditor
Konsep profesionalisme yang
dikembangkan oleh hall dalam Susanto
et. al. (2009) banyak digunakan oleh para
peneliti untuk mengukur
profesionalisme dari profesi auditor yang
tercermin dari sikap dan prilaku.
Hall dalam susanto et.al. (2009:4)
terdapat lima dimensi profesionalisme,
yaitu:
1) Pengabdian pada Profesi
Pengabdian pada profesi
dicerminkan dari dedikasi
profesionalisme dengan menggunakan
pengetahuan dan kecakapan yang
dimiliki. Keteguhan untuk tetap
melaksanakan pekerjaan meskipun
imbalan ekstrinsik kurang. Sikap ini
adalah ekspresi dari pencurahan diri
yang total terhadap pekerjaan. Pekerjaan
didefinisikan sebagai tujuan, bukan
hanya alat untuk mencapai tujuan.
Totalitas ini sudah menjadi komitmen
pribadi, sehingga kompensasi utama
yang diharapkan dari pekerjaan adalah
kepuasan rohani, baru kemudian materi.
2) Kewajiban Sosial
Kewajiban sosial adalah
pandangan tentang pentingnya peranan
profesi dan manfaat yang diperoleh baik
masyarakat maupun profesional karena
adanya pekerjaan tersebut, auditor harus
mempunyai pandangan bahwa dengan
yang dilaksanakannya untuk
kepentingan publik karena dengan
pendapat auditnya terhadap suatu
laporan keuangan akan mempengaruhi
pengambilan keputusan oleh pemakai
laporan audit. Oleh karena itu auditor
mempunyai kontribusi yang sangat besar
bagi masyarakat serta profesinya. Jadi
apabila semakin tinggi kewajiban sosial
akan semakin tinggi profesionalisme
auditor.
3) Kemandirian
Kemandirian dimaksudkan sebagai
suatu pandang seseorang yang
profesional harus mampu membuat
keputusan sendiri tanpa tekanan dari
pihak lain (pemerintah, klien, dan bukan
anggota profesi). Seorang auditor
dituntut harus mampu mengambil
keputusan sendiri tanpa adanya dari
pihak lain sesuai dengan pertimbangan -
pertimbangan yang dibuat berdasarkan
kondisi dan keadaan yang dihadapinya.
Setiap ada campur tangan dari luar
dianggap sebagai hambatan kemandirian
secara profesional.
4) Keyakinan terhadap Peraturan
Profesi
Keyakinan terhadap profesi adalah
suatu keyakinan bahwa yang paling
berwenang menilai pekerjaan
profesional adalah rekan sesama profesi,
bukan orang luar yang tidak mempunyai
kompetensi dalam bidang ilmu dan
pekerjaan mereka.
5) Hubungan dengan Sesama Profesi
Hubungan dengan sesama profesi
adalah menggunakan ikatan profesi
sebagai acuan, termasuk didalamnya
organisasi formal dan kelompok kolega
informal sebagai ide utama dalam
pekerjaan. Melalui ikatan profesi ini para
profesional membangun kesadaran
profesional.
2.5 Etika Auditor
Payamta (2002) menyatakan
bahwa berdasarkan “Pedoman Etika”
IFAC, maka syarat syarat etika suatu
organisasi akuntan harus sebaliknya
didasarkan prinsip – prinsip dasar yang
mengatur tindakan/perilaku seorang
akuntan dalam melaksanakan tugas
profesionalnya. Prinsip tersebut adalah
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
154
(1) Integritas, (2) obyektivitas, (3)
Independen, (4) kepercayaan, (4)
standar – standar teknis, (6) kemampuan
professional, dan (7) perilaku etika. Etika
berkaitan dengan pertanyaan tentang
bagaimana orang akan berperilaku
terhadap sesamanya (Kell et.al, 2002)
dalam Alim et.al. (2007).
Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1995) etika berarti nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan
atau masyarakat. Ludigdo et.al. (2001)
mendefinisikan etika sebagai
seperangkat aturan atau norma atau
pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh sekelompok atau segolongan
manusia atau masyarakat atau profesi.
Lubis (2009) menyatakan auditor harus
mematuhi Kode Etik yang ditetapkan.
Pelaksanaan audit harus mengacu
kepada Standar Audit dan Kode Etik yang
merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari standar audit.
Kode etik auditor merupakan
aturan perilaku auditor sesuai dengan
tuntutan profesi dan organisasi serta
standar audit yang merupakan ukuran
mutu minimal yang harus dicapai oleh
auditor dalam menjalankan tugas
auditnya, apabila aturan ini tidak
dipenuhi berarti auditor tersebut bekerja
di bawah standar dan dapat dianggap
melakukan malpraktek (Jaafar, 2008
dalam Sari, 2011). Devis (1984) dalam
Anitaria (2011) mengemukakan bahwa
ketaatan terhadap kode etik hanya
dihasilkan dari program pendidikan
terencana yang mengatur diri sendiri
untuk meningkatkan pemahaman kode
etik.
Penelitian yang dilakukan Ludigno
et.al. (2001) dalam Susanto et.al. (2008)
bertujuan untuk mengetahui faktor –
faktor yang dianggap mempengaruhi
sikap dan perilaku etis akuntan serta
faktor yang dianggap paling dominan
pengaruhnya terhadap sikap dan
perilaku tidak etis akuntan. Hasil yang
diperoleh dari kuesioner tertutup
menunjukkan bahwa terdapat sepuluh
faktor yang dianggap oleh sebagian besar
akuntan mempengaruhi sikap dan
perilaku mereka. Sepuluh faktor tersebut
adalah religiusitas, pendidikan,
organisasional, emotional quotient,
lingkungan keluarga, pengalaman hidup,
imbalan yang diterima, hukum, dan
posisi atau kedudukan.
2.6 Kualitas Audit
a. Pengertian Kualitas Audit
Pengertian Kualitas Audit Mulyadi
(2011:43) yaitu Suatu proses sistematik
untuk memperoleh dan mengevaluasi
bukti secara obyektif mengenai
pernyataan-pernyataan tentang kegiatan
dan kejadian ekonomis, dengan tujuan
untuk menetapkan tingkat kesesuaian
antara pernyataan-pernyataan tersebut
dengan kriteria yang telah ditetapkan
serta penyampaian hasil-hasil kepada
pemakai yang berkepentingan. Arens
(2011:47) kualitas audit didefinisikan
sebagai Proses untuk memastikan bahwa
standar auditingnya berlaku umum
diikuti oleh setiap audit, mengikuti
prosedur pengendalian kualitas khusus
membantu memenuhi standar-standar
secara konsisten dalam penugasannya
hingga tercapai kualitas hasil yang baik.
AAA Financial Accounting standard
committee (2001) dalam Christiawan
(2003) menyatakan bahwa kualitas audit
ditentukan oleh 2 hal, yaitu kompetensi
(keahlian) dan independensi kedua hal
tersebut berpengaruh langsung terhadap
kualitas dan secara potensial saling
mempengaruhi lebih lanjut, persepsi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
155
pengguna laporan keuangan atas kualitas
audit merupakan fungsi dari persepsi
mereka atas independensi dan keahlian
auditor.
b. Standar Pengendalian Kualitas
Audit
Bagi suatu kantor akuntan publik,
pengendalian kualitas terdiri dari
metode-metode yang digunakan untuk
memastikan bahwa kantor itu memenuhi
tanggungjawab profesionalnya kepada
klien dan pihak-pihak lain. Arens et.al.
(2011:48) menyatakan Pengendalian
kualitas audit merupakan proses untuk
memastikan bahwa standar auditing
yang berlaku umum diikuti oleh setiap
audit, KAP mengikuti prosedur
pengendalian kualitas khusus yang
membantu memenuhi standar-standar
itu secara konsisten pada setiap
penugasannya.
IAI menjelaskan bahwa
pelaksanaan standar auditing akan
mempengaruhi kualitas audit, standar
auditing meliputi (SPAP, 2009: 150.1)
menyatakan:
1) Standar Umum
a) Audit harus dilaksanakan oleh
seorang atau lebih yang memiliki
keahlian dan pelatihan teknis yang
cukup sebagai auditor.
b) Dalam semua hal yang berhubungan
dengan independensi dalam sikap
mental harus dipertahankan oleh
auditor
c) Dalam pelaksanaan audit dan
penyusunan laporannya, auditor
wajib menggunakan kemahiran
profesionalnya dengan cermat dan
seksama.
2) Standar Pekerjaan Lapangan
a) Pekerjaan harus direncanakan
sebaik-baiknya dan jika digunakan
asisten harus disupervisi dengan
semestinya.
b) Pemahaman memadai atas
pengendalian intern harus diperoleh
untuk merencanakan audit dan
menentukan sifat, saat dan
lingkungan pengujian yang akan
dilakukan.
c) Bukti audit kompeten yang cukup
harus diperoleh melalui inspeksi,
pengamatan, permintaan
keterangan, dan konfirmasi sebagai
dasar memadai untuk menyatakan
pendapat atas keuangan yang
diaudit.
3) Standar Pelaporan
a) Laporan audit harus menyatakan
apakah laporan keuangan telah
disusun sesuai dengan prinsip
akuntansi yang berlaku umum di
indonesia.
b) Laporan audit harus menunjukan
atau menyatakan, jika ada ketidak
konsistenan penerapan prinsip
akuntansi dalam penyusunan
laporan keuangan periode berjalan
dibandingkan dengan penerapan
prinsip akuntansi tersebut dalam
periode sebelumnya.
c) Pengungkapan informatif dalam
laporan keuangan harus dipandang
memadai, kecuali dinyatakan lain
dalam laporan auditor.
d) Laporan auditor harus memuat
suatu pernyataan pendapat
mengenai laporan keuangan secara
keseluruhan atau suatu asersi
bahwa pernyataan demikian tidak
dapat diberikan. Jika pendapat
secara keseluruhan tidak dapat
diberikan, maka alasannya harus
dinyatakan. Dalam hal nama auditor
harus memuat petunjuk yang jelas
mengenai sifat pekerjaan audit yang
dilaksanakan, jika ada dan tingkat
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
156
tanggungjawab yang dipikul oleh
auditor.
Arens (2011) juga mengemukakan
terdapat 5 unsur pengendalian kualitas,
yaitu:
1) Independensi, integritas dan
objektivitas.
2) Manajemen kepegawaian.
3) Penerimaan dan kelanjutan klien
serta penugasan.
4) Kinerja penugasan konsultasi.
5) Pemantauan prosedur.
2.7 Pengembangan Hipotesis
a. Pengaruh Kompetensi Terhadap
Kualitas Audit
Kompetensi auditor adalah auditor
yang dengan pengetahuan, pengalaman,
pendidikan dan pelatihan yang memadai
dan dapat melakukan audit secara
objektif dan cermat. Kualitas audit
merupakan segala kemungkinan dimana
auditor pada saat mengaudit laporan
keuangan klien dapat menemukan
pelanggaran yang terjadi dalam sistem
akuntansi klien dan melaporkannya
dalam laporan keuangan audit, dimana
dalam melaksanakan tugasnya tersebut
auditor harus berpedoman pada standar
auditing. Dalam melaksanakan proses
audit, auditor membutuhkan
pengetahuan, pengalaman, pendidikan
dan pelatihan yang baik karena dengan
hal itu auditor menjadi lebih mampu
memahami kondisi keuangan dan
laporan keuangan kliennya dan akan
menghasilkan kualitas yang baik.
De Angelo dalam Rita dan Sony
(2014) menyatakan bahwa kualitas audit
merupakan segala kemungkinan dimana
auditor pada saat mengaudit laporan
keuangan klien dapat menemukan
pelanggaran yang terjadi dalam sistem
akuntansi klien dan melaporkan
temuannya dalam laporan keuangan
auditan. De Angelo juga mengatakan
bahwa dalam melaksanakan tugasnya
tersebut auditor berpedoman pada
standar auditing dan kode etik yang
relevan.
Oleh karena itu dapat dipahami
bahwa seorang auditor yang kompeten
atau yang memiliki pengetahuan,
pendidikan, pengalaman dan pelatihan
yang memadai akan lebih memahami dan
mengetahui berbagai masalah laporan
keuangan secara lebih mendalam harus
secara terus menerus mengikuti
perkembangan yang terjadi dalam bisnis
dan profesinya dan harus mempelajari,
menerapkan ketentuan-ketentuan baru
dalam standar auditing yang ditetapkan
oleh organisasi profesi untuk
meningkatkan kualitas audit. Jadi, dapat
disimpulkan bahwa semakin tinggi
kompetensi yang dimiliki auditor maka
semakin tinggi pula kualitas audit yang
diberikan (Handayani 2013: 42-43).
H1: Kompetensi memiliki
pengaruh positif terhadap
Kualitas Audit.
b. Pengaruh Independensi Terhadap
Kualitas Audit
Independensi merupakan sikap
yang harus dimiliki oleh auditor untuk
tidak memiliki kepentingan pribadi
dalam melaksanakan tugasnya karena
dengan posisi auditor yang independen
banyak menimbulkan dilematis baginya
yang dapat melanggar standar profesi
sebagai acuan dalam melakukan
tugasnya. Profesi auditor yang
independen, apabila seorang auditor
memiliki cara pandang yang tidak
memihak siapapun dalam pelaksanaan
pengujian evaluasi hasil pemeriksaan
dan penyusunan laporan audit. Hal ini,
harus dilakukan oleh auditor dengan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
157
tujuan agar menambah kredibilitas
laporan yang disajikan oleh manajemen,
karena bila auditor tidak bersikap
independen maka kualitas hasil audit
tidak baik, sehingga opini yang
dihasilkan auditor tidak dapat
memberikan tambahan yang berguna
bagi klien (Rana 2011:27-28).
Jusuf et.al. (2011:74) menyatakan
Independensi dalam audit berarti
mengambil sudut pandang yang tidak
bias dalam melakukan pengujian audit,
evaluasi atas hasil pengujian dan
penerbitan laporan audit. Auditor tidak
hanya harus independen dalam fakta,
tetapi harus independen dalam
penampilan. Independen dalam fakta
(independence in fact) ada apabila
auditor benar-benar mampu
mepertahankan sikap tidak bias
sepanjang audit, sedangkan independen
dalam penampilan (independence in
appearance) adalah hasil dari
interpretasi lain atas independensi ini
(Arens 2011:74). Penelitian yang
dilakukan oleh Yaniartha et.al. (2009)
menyatakan bahwa Independensi
berpengaruh positif signifikan terhadap
Kualitas Audit.
H2: Independensi memiliki
pengaruh positif terhadap
Kualitas Audit.
c. Pengaruh Profesionalisme Auditor
Terhadap Kualitas Audit
Profesionalisme juga merupakan
syarat utama sebagai auditor.
profesionalisme auditor mengacu pada
kemampuan dan perilaku profesional.
Kemampuan didefinisikan sebagai
pengetahuan, pengalaman, kemampuan
teknologi, dan memungkinkan perilaku
profesional auditor untuk mencakup
faktor-faktor tambahan seperti
transparansi dan tanggung jawab, hal ini
sangat penting untuk memastikan
kepercayaan publik (Nugrahini 2015: 31-
32).
Profesionalisme auditor
bertanggungjawab untuk bertindak lebih
baik dari sekedar memenuhi
tanggungjawab diri sendiri maupun
ketentuan hukum dan peraturan
masyarakat. Akuntan publik sebagai
profesional mengakui adanya
tanggungjawab kepada masyarakat,
klien, serta rekan praktisi, termasuk
prilaku yang terhormat, meskipun itu
berarti pengorbanan diri. (Arens et.al.
2011:105) .
Untuk meningkatkan kualitas
audit, seorang auditor dituntut agar
bertindak profesional dalam melakukan
pemeriksaan. Auditor yang profesional
akan lebih baik dalam menghasilkan
audit yang dibutuhkan dan berdampak
pada peningkatan kualitas audit. Adanya
peningkatan kualitas audit auditor maka
meningkat pula kepercayaan pihak yang
membutuhkan jasa profesional. Harapan
masyarakat terhadap tuntutan
transparansi dan akuntabilitas akan
terpenuhi jika auditor dapat
menjalankan profesionalisme dengan
baik sehingga masyarakat dapat menilai
kualitas audit (Gede et. al. 2014).
Nastia et.al. (2013) menyatakan
bahwa variabel profesionalisme memiliki
pengaruh terhadap kualitas audit
eksternal seperti auditor yang terdapat
pada kantor akuntan publik (KAP). Sebab
dengan profesionalisme yang tinggi
kebebasan auditor akan terjamin. untuk
menjalankan perannya yang menuntut
tanggung jawab yang semakin luas,
auditor eksternal harus memiliki
wawasan yang luas tentang kompleksitas
organisasi modern.
H3: Profesionalisme Auditor
memiliki pengaruh positif
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
158
terhadap Kualitas Audit.
d. Etika Auditor Memoderasi
Pengaruh Kompetensi Terhadap
kualitas Audit
Benh et. al. (1997) dalam Alim et.al.
(2007) mengembangakan atribut
kualitas audit yang salah satu
diantaranya adalah standar etika yang
tinggi, sedangkan atribut-atribut lainnya
terkait dengan kompetensi auditor. Audit
yang berkualitas sangat penting untuk
menjamin bahwa profesi akuntan
memenuhi tanggungjawabnya kepada
investor, masyarakat umum dan
pemerintah serta pihak-pihak lain yang
mengandalkan kredibilitas laporan
keuangan yang telah diaudit, dengan
menegakkan etika yang tinggi (Widagdo
et.al. 2002) dalam Alim e.al. (2007).
Berdasarkan teori dan penelitian
sebelumnya yang memberikan bukti
bahwa kompetensi dan etika auditor
dalam melakukan audit mempunyai
dampak signifikan terhadap kualitas
audit.
H4: Etika auditor memperkuat
pengaruh kompetensi
terhadap kualitas audit.
e. Etika auditor memoderasi
pengaruh independensi terhadap
kualitas audit
Penelitian Price et.al. (1976) dalam
Alim et.al. (2007) menemukan bahwa
ketika auditor dan manajemen tidak
mencapai kata sepakat dalam aspek
kinerja, maka kondisi ini dapat
mendorong manajemen untuk memaksa
auditor melakukan tindakan yang
melawan standar, termasuk dalam
pemberian opini. Kondisi ini akan sangat
menyudutkan auditor sehingga ada
kemungkinan bahwa auditor akan
melakukan apa yang diinginkan oleh
pihak manajemen.
Giroux et.al. (1992) dalam Alim
et.al. (2007) mengatakan bahwa pada
konflik kekuatan, klien dapat menekan
auditor untuk melawan standar
profesional dan dalam ukuran yang
besaran kondisi keuangan klien yang
sehat dapat digunakan sebagai alat untuk
menekan auditor dengan cara melakukan
pergantian auditor. Hal ini dapat
membuat auditor tidak akan dapat
bertahan dengan tekanan klien tersebut
sehingga menyebabkan indepedensi
mereka melemah. Posisi auditor juga
sangat dilematis dimana mereka dituntut
untuk memenuhi keinginan klien namun
disatu sisi tindakan auditor dapat
melanggar standar profesi sebagai acuan
kerja mereka. Hipotesis dalam penelitan
mereka terdapat argumen bahwa
kemampuan auditor untuk dapat
bertahan di bawah tekanan klien mereka
tergantung dari kesepakatan ekonomi,
lingkungan tertentu, dan perilaku di
dalamnya mencangkup etika profesional.
Berdasarkan teori dan penelitian
sebelumnya yang memberikan bukti
bahwa etika auditor dalam melakukan
audit mempunyai dampak signifikan
terhadap kualitas audit.
H5: Etika auditor memperkuat
pengaruh independensi
terhadap kualitas audit.
f. Etika auditor memoderasi
pengaruh Profesionalisme
terhadap kualitas audit
Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara
(MENPAN) PER/05/M.PAN/03/2008
menyebutkan bahwa kualitas auditor
dipengaruhi oleh kepatuhan pada kode
etik. Febriansyah, dkk (2014)
membuktikan bahwa etika akan
mempengaruhi hubungan kecermatan
professional dengan kualitas auditor.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
159
Dengan demikian, maka di duga bahwa
etika auditor akan memperkuat
hubungan antara profesionalisme
auditor dan kualitas hasil audit yang
dilakukannya.
H6: Etika auditor memperkuat
pengaruh profesionalisme
terhadap kualitas audit.
3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan
menggunakan bantuan program
computer Statistical Product and Service
Solutions (SPSS). Metode analisis yang
digunakan dalam penelitian ini adalah:
a. Uji Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian sebelum
dipergunakan, lebih dahulu diuji dengan
memakai pendekatan Uji Validitas dan
Realibilitas. Uji validitas digunakan untuk
mengukur sah atau valid dan tidaknya
suatu kuesioner. Uji validitas dapat
dilakukan menggunakan korelasi
bivariate antara masing-masing skor
indikator dengan total skor konstruk
(Ghozali,2006:50). Metode pearson
correlation menyatakan butir
pertanyaan/ pertanyaan dikatan valid
apabila signifikansi butir
pertanyaan/pemyataan (2- tailed ≤ 0,05
dan atau ≤ 0,01).
Kuesioner dikatakan reliable atau
andal jika jawaban seseorang terhadap
pertanyaan/pertanyaan adalah konsisten
atau stabil dari waktu ke waktu dengan
menggunakan alat ukur yang sama.
Instrumen yarig dipakai dalam variable
tersebut dikatakan andal atau reliable
jika memberikan nilai cronbach's alpha
>0,60 (Nunnally, 1960 dalam Ghozali,
2006.46).
b. Pengujian Asumsi Klasik
Sebelum dilakukan pengujian
hipotesis dengan menggunakan analisis
regresi, maka diperlukan pengujian
asumsi klasik yang meliputi pengujian:
1) Uji Normalitas
Tujuan uji normalitas adalah
ingin mengetahui apakah distribusi
sebuah data mendekati atau mengikuti
distribusi normal, yaitu distribusi data
dengan bentuk lonceng (bell shaped).
Data yang baik adalah data yang
mempunyai pola seperti distribusi
normal.
Pedoman pengambilan
keputusan dengan uji Kolmograv-
Smirnov tentang data tersebut
mendekati atau merupakan distnbusi
normal dapat dilihat dari:
a) Nilai signifikan atau probabilitas
<0.05, maka distribusi data adalah
tidak normal.
b) Nilai signifikan atau probabilitas
>0.05, maka distribusi data adalah
normal.
2) Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah situasi
adanya korelasi variable- variabel
independen antara satu dengan yang
lainnya. Dalam hal ini disebut variabel-
variabel bebas ini tidak orogonal.
Variabel-variabel bebas yang bersifat
ortogonal adalah variabel bebas yang
memiliki nilai korelasi diantara
sesamanya sama dengan nol.
Pengujian dilakukan dengan
melihat nilai VIF (Variance Inflation
Factor) dari model penelitian, jika nilai
VIF lebih besar 0,1 dan lebih kecil dari 10
maka tidak terjadi multikolinieritas
(Sekaran, 2003:353).
a) Uji Heteroskedastisitas
Tujuan dari pengujian ini adalah
untuk menguji apakah dalam sebuah
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
160
model regresi, terjadi ketidaksamaan
varians dari residual dari satu
pengamatan ke pengamatan lain. Uji
heteroskedastisilas dilakukan dengan
menggunakan uji Glejser, yaitu meregresi
nilai absolut residual terhadap variabel
bebas. Jika variabel independen secara
signifikan <0,05 maka terjadi indikasi
masalah heteroskedastisitas.
c. Uji Hipotesis
1) Moderate Regression Analysis
Dalam upaya mengolah data serta
menarik kesimpulan peneliti
menggunakan analisis regresi linear
berganda atau MRA (Moderate
Regression Analysis) dengan persamaan
sebagai berikut:
Y = α + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4M + e
(Model 1)
Y = α + b1X1 + b4M + b5X1M + e (Model
2)
Y = α + b2X2 + b4M + b5X2M + e (Model
3)
Y = α + b3X3 + b4M + b5X3M + e (Model
4)
Keterangan:
Y = Kualitas Audit
β0 = Nilai Konstan
M = Etika Auditor
X1 = Kompetensi
X2 = Independensi
X3 = Profesionalisme
X1
M
= Interaksi antara kompetensi dan
etika auditor
X2
M
= Interaksi antara independensi
dan etika
X3
M
= Interaksi antara profesionalisme
dan etika
β1 –
β5
=
Koefisien Korelasi
E = Standar error
Moderated Regression Analysis
(MRA) menggunakan pendekatan
analititik yang mempertahankan
integritas sampel dan memberikan dasar
untuk mengontrol pengaruh variabel
moderator (Ghozali, 2011). Klasifikasi
moderasi dapat dilihat pada tabel berikut
ini:
Tabel 4.4
Klasifikasi Moderasi
Tipe Moderasi Koefisien
Pure Moderasi B4 tidak
signifikan
B5 signifikan
Quasi Moderasi B4 signifikan
B5 signifikan
Homologiser
Moderasi
B4 tidak
signifikan
B5 tidak
signifikan
Prediktor Moderasi B4 signifikan
B5 tidak
signifikan
Pengujian terhadap efek moderasi
dapat dilakukan dengan cara sebagai
melihat dari signifikansi koefisien β5 dari
interaksi variabel independen dan
variabel moderasi (variabel
independen*variabel moderasi)
(Jogiyanto, 2010).
2) Uji F (Uji Serempak)
Uji F digunakan untuk mengetahui
apakah variabel independen (X1, X2, Xn)
secara bersama-sama berpengaruh
secara signifikan terhadap variabel
dependen (Y). Atau untuk mengetahui
apakah model ragresi dapat digunakan
untuk memprediksi variabel dependen
atau tidak Jika nilai F dihitung > F tabel
maka model signifikan sebaliknya nilai F
hitung < F tabel maka model tidak
signifikan.
3) Uji t (Uji Parsial)
Uji t digunakan untuk mengetahui
apakah dalam model regresi variabel
independen (X1, X2, ...Xn) secara parsial
berpengaruh signifikan terhadap
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
161
variabel dependen (Y). Jika nilai t-hilung
> t-tabel, atau level signifikansi < 0.05
maka model adalah signifikan.
Sebaliknya, jika nilai t-hilung < t-tabel,
atau level signifikansi > 0.05maka model
tidak signifikan.
4) Uji Koefisien Determinasi (Adjusted
R2)
Analisis ini digunakan untuk
mengetahui hubungan antara dua
variabel atau lebih variabel independen
terhadap variabel dependen serentak.
Koefisien ini menunjukkan seberapa
besar hubungan yang terjadi antara
variabel independen serentak terhadap
variabel dependen. Nilai R berkisar
antara 0 sampai 1, nilai semakin
mendekati 1 berarti hubungan yang
terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai
semakin mendekati 0 maka hubungan
yang terjafi semakin lemah.
3.2 Defenisi Operasional Dan
Pengukurannya
a. Variabel Bebas (Independent
Variable)
Sugiyono (2013:59) variabel bebas
(independent variable) adalah variabel
yang mempengaruhi atau yang menjadi
sebab perubahannya atau timbulnya
variabel terikat (dependent variable).
Dalam penelitian ini yang menjadi
variabel bebas (independent variable)
adalah Kompetensi, Independensi, dan
profesionalisme auditor.
Berikut penjelasan singkat
mengenai variabel bebas tersebut:
1) Kompetensi
Kompetensi adalah Suatu
kecakapan dan kemampuan dalam
menjalankan suatu pekerjaan atau
profesinya. Orang yang kompeten berarti
orang yang dapat menjalankan
pekerjaannya dengan kualitas hasil yang
baik. Dalam arti luas kompetensi
mencakup penguasaan
ilmu/pengetahuan (knowledge), dan
keterampilan (skill) yang mencukupi,
serta mempunyai sikap dan perilaku
(attitude) yang sesuai untuk
melaksanakan pekerjaan atau profesinya
(Sukrisno Agoes 2013:146).
2) Independensi
Penelitian ini mengambil konsep
Arens (2011:74) menyatakan
Independensi dalam audit berarti
mengambil sudut pandang yang tidak
bias dalam melakukan pengujian audit,
evaluasi atas hasil pengujian dan
penerbitan laporan audit.
3) Profesionalisme Auditor
Arens (2011:105) menyatakan
Profesionalisme auditor adalah
bertanggungjawab untuk bertindak lebih
baik dari sekedar memenuhi
tanggungjawab diri sendiri maupun
ketentuan hukum dan peraturan
masyarakat. Akuntan publik sebagai
profesional mengakui adanya
tanggungjawab kepada masyarakat,
klien, serta rekan praktisi, termasuk
prilaku yang terhormat, meskipun itu
berarti pengorbanan diri).
4) Etika Auditor
Kell et.al. (2002) dalam Alim et.al.
(2007) menyatakan etika berkaitan
dengan pertanyaan tentang bagaimana
orang akan berperilaku terhadap
sesamanya. Ludigdo et.al. (2001)
mendefinisikan etika sebagai
seperangkat aturan atau norma atau
pedoman yang mengatur perilaku
manusia, baik yang harus dilakukan
maupun yang harus ditinggalkan yang
dianut oleh sekelompok atausegolongan
manusia atau masyarakat atau profesi.
5) Variabel Terikat (Depedent Variable)
Sugiyono (2013:59), variabel
terikat (dependent variable) adalah
Variabel terikat (dependent variable)
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
162
merupakan variabel yang dipengaruhi
atau yang menjadi akibat karena adanya
variabel bebas. Sesuai dengan masalah
yang akan diteliti maka yang akan
menjadi variabel terikat (dependent
variable) adalah Kualitas Audit.
Arens (2011:47) kualitas audit di
definisikan sebagai proses untuk
memastikan bahwa standar auditingnya
berlaku umum diikuti oleh setiap audit,
mengikuti prosedur pengendalian
kualitas khusus membantu memenuhi
standar-standar secara konsisten dalam
penugasannya hingga tercapai kualitas
audit yang baik.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
a. Deskripsi Jawaban Responden
Terhadap variabel Kompetensi
Tabel 5.5
Distribusi Jawaban Responden Variabel Kompetensi X1 Kompetensi Skor Rerata
STS TS KS S SS F % F % F % F % F %
1 1 1,3 8 10,7 31 42,3 30 40,0 5 6,7 255 3,40 2 3 4,0 12 16,0 22 29,3 36 48,0 2 2,7 247 3,29 3 4 5,3 16 21,3 24 32,0 25 33,3 6 8,0 238 3,17 4 1 1,3 12 16,0 28 37,3 30 40,0 4 5,3 249 3,32
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dari tiga dimensi
variable kompetensi, dimensi yang paling
dominan adalah dimensi Kognitif,
khususnya pada indikator “Pendidikan
formal” dengan nilai rata – rata 3,40.
Sementara itu, dimensi yang paling
rendah adalah dimensi Afeksi indikator
“integritas” dengan nilai rata – rata 3,17.
b. Deskripsi Jawaban Responden
Terhadap variable Independensi
Tabel 5.6
Distribusi Jawaban Responden Variabel Independensi
X2 Independensi
STS TS KS S SS Skor Rerata
F % F % F % F % F %
1 0 0,0 10 13,3 29 38,7 30 40,0 6 8,0 257 3,43
2 0 0,0 10 13,3 36 48,0 22 29,3 7 9,3 251 3,35
3 0 0,0 11 14,7 27 36,0 36 48,0 1 1,3 252 3,36
4 0 0,0 12 16,0 30 40,0 26 34,7 7 9,3 253 3,37
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dari tiga dimensi
variable independensi, dimensi yang
paling dominan adalah dimensi
Programing Independence, khususnya
pada indikator “bebas dari tekanan atau
intervensi manajerial” dengan nilai rata –
rata 3,43. Sementara itu, dimensi yang
paling rendah adalah dimensi
Programing Independence indikator
“bebas dari intervensi apapun atau dari
sikap tidak koperatif” dengan nilai rata –
rata 3,35.
c. Deskripsi Jawaban Responden
Terhadap variable Profesionalisme
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
163
Tabel 5.7
Distribusi Jawaban Responden Variabel Profesionalisme
X3 Profesionalisme Skor Rerata
STS TS KS S SS
F % F % F % F % F %
1 1 1,3 13 17,3 34 45,3 24 32,0 3 4,0 240 3,20
2 3 4,0 18 24,0 30 40,0 15 20,0 9 12,0 234 3,12
3 5 6,7 17 22,7 29 38,7 21 28,0 3 4,0 225 3,00
4 2 2,7 19 25,3 30 40,0 22 29,3 2 2,7 228 3,04
5 2 2,7 17 22,7 23 30,7 31 41,3 2 2,7 239 3,19
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dari lima dimensi
variable profesionalisme, dimensi yang
paling dominan adalah dimensi
Pengabdian pada Profesi, pada indikator
“auditor menggunakan segenap
pengetahuan dalam proses audit” dengan
nilai rata – rata 3,20. Sementara itu,
dimensi yang paling rendah adalah
dimensi Kemandirian indikator “yakin
terhadap keputusan yang diambil”
dengan nilai rata – rata 3,00.
d. Deskripsi Jawaban RespondenTerhadap variable Etika Auditor
Tabel 5.8
Distribusi Jawaban Responden Variabel Etika Auditor
M Etika Auditor
STS TS KS S SS Skor Rerata
F % F % F % F % F %
1 3 4,0 14 18,7 28 37,3 25 33,3 5 6,7 240 3,20
2 1 1,3 12 16,0 23 30,7 31 41,3 8 10,7 258 3,44
3 2 2,7 15 20,0 27 36,0 26 34,7 5 6,7 242 3,23
4 1 1,3 9 12,0 31 41,3 27 36,0 7 9,3 255 3,40
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dari empat indikator
variable etika auditor, indikator yang
paling dominan adalah indikator
“organisasi auditor” dengan nilai rata –
rata 3,44. Sementara itu, indikator yang
paling rendah adalah indikator “imbalan
yang diterima auditor” dengan nilai rata
– rata 3,20.
e. Deskripsi Jawaban Responden
Terhadap variable Kualitas Audit
Tabel 5.9
Distribusi Jawaban Responden Variabel Kualitas Audit
Y Kualitas Audit
STS TS KS S SS Skor Rerata
F % F % F % F % F %
1 0 0,0 11 14,7 29 38,7 32 42,7 3 4,0 252 3,36
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
164
2 0 0,0 15 20,0 34 45,3 24 32,0 2 2,7 238 3,17
3 0 0,0 13 17,3 36 48,0 23 30,7 3 4,0 241 3,21
4 0 0,0 10 13,3 27 36,0 32 42,7 6 8,0 259 3,45
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
diketahui bahwa dari dua dimensi
variable kualitas audit, dimensi yang
paling dominan adalah dimensi Outcome
Orientes, pada indikator “spesialisasi
auditor” dengan nilai rata – rata 3,45.
Sementara itu, dimensi yang paling
rendah adalah dimensi Process Oriented
indikator “pengujian dan pengendalian
substantive transaksi” dengan nilai rata –
rata 3,17.
f. Uji Validitas dan Uji Reliabitas
1) Uji Validitas
Pengujian validitas menunjukkan
ketelitian serta ketepatan kuesioner yang
dibagikan kepada responden. Untuk
mengetahui validitas pertanyaan dari
setiap variabel, maka rhitung
dibandingkan dengan r-tabel. r-tabel
dapat dihitung dengan df=N–2. Jumlah
responden dalam penelitian ini sebanyak
75, sehingga df=75–2=73, r (?:73) =
0,191. Jika r-hitung> r-tabel, maka
pertanyaan tersebut dikatakan valid.
Tabel 5.10
Uji Validitas
Variabel Item rhitung > rtabel Keterangan
Kompetensi (X1) 1 0,811 > 0,191 Valid
2 0,847 > 0,191 Valid
3 0,847 > 0,191 Valid
4 0,810 > 0,191 Valid
Independensi (X2) 1 0,799 > 0,191 Valid
2 0,842 > 0,191 Valid
3 0,805 > 0,191 Valid
4 0,836 > 0,191 Valid
Profesionalisme (X3) 1 0,752 > 0,191 Valid
2 0,748 > 0,191 Valid
3 0,780 > 0,191 Valid
4 0,896 > 0,191 Valid
5 0,802 > 0,191 Valid
Etika Auditor (M) 1 0,880 > 0,191 Valid
2 0,811 > 0,191 Valid
3 0,888 > 0,191 Valid
4 0,754 > 0,191 Valid
Kualitas Audit (Y) 1 0,877 > 0,191 Valid
2 0,793 > 0,191 Valid
3 0,750 > 0,191 Valid
4 0,833 > 0,191 Valid
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
165
Sumber: Data primer diolah, 2020
Hasil uji validitas menunjukkan
bahwa semua item pertanyaan dalam
dalam kuesioner adalah valid dan dapat
digunakan sebagai alat ukur penelitian.
Hal ini dibuktikan dengan nilai Corrected
Item – Total > 0,191.
2) Uji Reliabilitas
Pengujian reliabilitas
menunjukkan seberapa besar suatu
instrument tersebut dapat dipercaya dan
digunakan sebagai alat pengumpul data.
Reliabilitas instrumen yang semakin
tinggi, menunjukkan hasil ukur yang
didapatkan semakin terpercaya
(reliabel). Penentuan reabilitas
instrumen suatu penelitian adalah:
a) Jika cronbach’s alpha < 0,6 maka
reabiliti dikatakan buruk;
b) Jika cronbach’s alpha 0,6 – 0,8 maka
reabiliti dikatakan cukup; dan
c) Jika cronbach’s alpha > 0,8 maka
reabiliti dikatakan baik.
Berikut adalah hasil uji reliabilitas
atas variable – variabel:
Tabel 5.11
Uji Reliabilitas
Variabel Koefisie
n Alpha
Ketera
ngan
Kompetensi (X1) 0,846 Baik
Independensi
(X2)
0,837 Baik
Profesionalisme
(X3)
0,851 Baik
Etika Auditor (M) 0,855 Baik
Kualitas Audit (Y) 0,829 Baik
Sumber: Data primer diolah, 2020
Berdasarkan hasil pengujian
reliabilitas, menunjukkan bahwa semua
variabel yang dijadikan instrumen dalam
penelitian adalah reliabel dan dapat
digunakan sebagai alat pengumpulan
data. Sehingga berdasarkan hasil uji
reliabil itas diatas, menunjukkan bahwa
instrument memiliki tingkat reliabilitas
yang tinggi, hal ini dibuktikan dengan
nilai koefisien alpha>0,60, jadi hasil ukur
yang akan didapatkan dapat dipercaya.
g. Uji Asumsi Klasik
1) Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk
melihat apakah dalam model regresi
variabel terikat dan variabel bebas
keduanya mempunyai distribusi normal
atau tidak. Model regresi yang baik
adalah model regresi yang berdistribusi
normal. Cara mendeteksi normalitas
dilakukan dengan melihat grafik
histogram.
Gambar 5.1
Grafik Histogram
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan grafik histogram
diatas, dapat disimpulkan bahwa grafik
histogram memberikan pola distribusi
yang mendekati normal, hal ini
dibuktikan dengan melihat bahwa grafik
membentuk simetris dan mengikuti garis
diagonal. Akan tetapi grafik histogram ini
hasilnya tidak terlalu akurat apalagi
ketika jumlah sampel yang digunakan
kecil.
Metode yang handal adalah dengan
melihat normal probability plot. Pada
grafik normal plot terlihat titik-titik
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
166
menyebar disekitar garis diagonal serta
penyebarannya mengikuti arah garis
diagonal.
Gambar 5.2
Normal Prabability Plot
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan grafik normal
probability plot, dapat dilihat bahwa titik
menyebar disekitar garis diagonal dan
penyebarannya mengikuti garis diagonal,
sehingga dapat dikatakan bahwa pola
distribusinya normal. Melihat kedua
grafik diatas, dapat disimpulkan bahwa
model regresi dalam penelitian ini dapat
digunakan karena memenuhi asumsi
normalitas.
2) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas menunjukkan
bahwa variansi variabel tidak sama
untuk semua pengamatan. Jika variansi
dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka
disebut homoskedastisitas. Model regresi
yang baik adalah yang homoskedastisitas
atau tidak terjadi heteroskedastisitas
karena data cross section memiliki data
yang mewakili berbagai ukuran (kecil,
sedang, dan besar). Untuk mendeteksi
adanya Heteroskedastisitas, metode yang
digunakan adalah metode chart (diagram
Scatterplot). Jika:
a) Jika ada pola tertentu terdaftar titik-
titik, yang ada membentuk suatu pola
tertentu yang beraturan
(bergelombang, melebar, kemudian
menyempit), maka terjadi
Heteroskedastisitas.
b) Jika ada pola yang jelas, serta titik-
titik menyebar keatas dan dibawah 0
pada sumbu Y, maka tidak terjadi
Heteroskedastisitas.
Gambar 5.3
Diagram Scatterplot
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan diagram diatas, maka
dapat dilihat bahwa data tersebar secara
acak dan tidak membentuk suatu pola
tertentu, hal ini menunjukkan bahwa
tidak terdapat heteroskedastisitas.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa terjadinya perbedaan varians dari
residual dari suatu pengamatan ke
pengamatan yang lain.
3) Uji Multikolienaritas
Uji Multikolinearitas bertujuan
menguji adanya korelasi antara variabel
bebas (independent) pada model regresi.
Pada model regresi yang baik seharusnya
tidak terjadi korelasi diantara variabel.
Untuk menguji ada atau tidaknya
multikolinearitas dalam model regresi
dapat dilihat dari nilai tolerance dan
lawannya, yaitu dengan melihat variance
inflation factor (VIF). Nilai cut-off yang
umum dipakai adalah nilai tolerance
0,01. Salah satu cara untuk menguji
adanya multikoloniearitas dapat dilihat
dari Variance Inflation Factor (VIF). Jika
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
167
nilai VIF>10 maka terjadi multikolinearitas.
Tabel 5.12
Uji Multikolinearitas
Variabel VIF Keterangan
Kompetensi (X1) 1,550 Tidak Multikolinearitas
Independensi (X2) 2,366 Tidak Multikolinearitas
Profesionalisme (X3) 2,993 Tidak Multikolinearitas
Etika Auditor (M) 1,421 Tidak Multikolinearitas
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atass, dapat
disimpulkan bahwa model regresi untuk
variabel independen yang diajukan oleh
peneliti untuk diteliti bebas dari
multikolinearitas. Hal ini dapat
dibuktikan dengan melihat table diatas
yang menunjukkan nilai VIF dari masing-
masing variabel independen <10, dan
dapat digunakan untuk mengetahui
pengaruh pengintegrasian terhadap
kualitas audit.
h. Hasil Uji Model 1
Pengujian model 1 dilakukan untuk
mengetahui pengaruh kompetensi,
independensi dan profesionalisme
terhadap kualitas audit. Berikut akan
diuraikan hasil pengujian model 1 dalam
penelitian ini.
1) Uji Koefisien Determinasi Model 1
Koefisien determinasi digunakan
untuk menguji persentase pengaruh
variabel independen terhadap variabel
dependen. Nilai R Square yang mendekati
angka 1 menunjukan bahwa pengaruh
variabel independen terhadap variabel
dependen semakin besar (Ghozali, 2011).
Hasil uji koefisien determinasi dapat
dilihat pada tabel berikut:
Tabel 5.13
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model 1
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate Durbin-Watson
1 ,794a ,631 ,610 ,40811 1,873
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R-Square) sebesar 0,631
atau 63,1%. Artinya variabel kualitas
audit mampu dijelaskan oleh variabel
kompetensi, independensi,
profesionalisme dan etika auditor
sebesar 63,1% dan sisanya yaitu 36,9%,
dijelaskan oleh variabel-variabel lain
diluar variabel pada model penelitian.
2) Uji t Model 1
Uji t digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen dengan
variabel dependen secara individu. Jika
nilai probabilitasnya <0,05 maka
menunjukan bahwa variabel independen
berpengaruh terhadap variabel
dependen (Ghozali, 2011). Uji t pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
Tabel 5.14
Hasil Uji t Model 1
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
168
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) ,204 ,337 ,606 ,546
Kompetensi ,412 ,090 ,474 4,564 ,000
Independensi .218 .106 .243 2.057 .035
Profesionalisme ,256 ,083 ,269 3,091 ,003
Etika Audit ,184 ,091 ,185 2,022 ,047
Sumber: Output SPSS, 2019
Berdasarkan tabel di atas diketahui
persamaan regresi linear sebagai
berikut:
Y = 0,204 + 0,412X1 + 0,218X2 +
0,256X3 + 0,184M
Berdasarkan persamaan di atas
dapat diuraikan beberapa hal sebagai
berikut:
a. Konstanta sebesar 0,204. Hal ini
berarti jika tidak ada perubahan pada
variable kompetensi, independensi,
profesionalisme dan etika auditor
maka nilai kualitas audit sebesar
0,204.
b. Koefisien variabel kompetensi
sebesar 0,412. Hal ini berarti bahwa
kompetensi berpengaruh positif
terhadap kualitas audit. Jika terjadi
peningkatan kompetensi sebesar satu
satuan maka kualitas audit akan
meningkat sebesar 0,412.
c. Koefisien variable independensi
sebesar 0,218. Hal ini berarti bahwa
independensi berpengaruh positif
terhadap kualitas audit. Jika terjadi
peningkatan independensi sebesar
satu satuan maka kualitas audit akan
meningkat sebesar 0,218.
d. Koefisien variable profesionalisme
sebesar 0,256. Hal ini berarti bahwa
profesionalisme berpengaruh positif
terhadap kualitas audit. Jika terjadi
peningkatan profesionalisme sebesar
satu satuan maka kualitas audit akan
meningkat sebesar 0,256.
e. Berdasarkan tabel di atas juga
diketahui nilai signifikansi setiap
variabel. Berikut akan diuraikan uji
signifikansi setiap variabel dalam
penelitian ini.
3) Pengaruh kompetensi terhadap
kualitas audit.
Berdasarkan tabel uji t di atas
diketahui bahwa nilai Sig variabel
kompetensi aedalah sebesar 0,000, dan
nilai tersebut lebih kecil dari derajat
kesalahan (α=0,05) (0,000<0,05). Hal ini
berarti kompetensi berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
Dengan demikian maka hipotesis
pertama (H1) yang di ajukan dalam
penelitian ini di mana, “kompetensi
auditor memiliki pengaruh positif
terhadap kualitas audit” diterima.
4) Pengaruh independensi terhadap
kualitas audit
Berdasarkan tabel uji t di atas
diketahui bahwa nilai Sig variabel
independensi adalah sebesar 0,035, dan
nilai tersebut lebih kecil dari derajat
kesalahan (α=0,05) (0,035<0,05). Hal ini
berarti independensi berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
Dengan demikian maka hipotesis kedua
(H2) yang di ajukan dalam penelitian ini
di mana, “independensi auditor memiliki
pengaruh positif terhadap kualitas audit”
diterima.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
169
5) Pengaruh profesionalisme
terhadap kualitas audit
Berdasarkan tabel uji t di atas
diketahui bahwa nilai Sig variabel
profesionalisme adalah sebesar 0,003,
dan nilai tersebut lebih kecil dari derajat
kesalahan (α=0,05) (0,003<0,05). Hal ini
berarti profesionalisme berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit.
Dengan demikian maka hipotesis ketiga
(H3) yang di ajukan dalam penelitian ini
di mana, “profesionalisme auditor
memiliki pengaruh positif terhadap
kualitas audit” diterima.
i. Hasil Uji Model 2
Pengujian model 2 dilakukan untuk
mengetahui peran etika auditor sebagai
variabel moderasi dalam pengaruh
kompetensi terhadap kualitas audit.
Berikut akan diuraikan hasil pengujian
model 1 dalam penelitian ini.
1) Uji Koefisien Determinasi Model 2
Tabel 5.15
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model 2
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,742a ,550 ,531 ,44721 1,883
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R-Square) sebesar 0,550
atau 55,0%. Artinya variabel kualitas
audit mampu dijelaskan oleh variabel
kompetensi, etika audit, dan variabel
interaksi antara kompetensi dengan
etika auditor sebesar 55,0% dan sisanya
yaitu 45,0%, dijelaskan oleh variabel-
variabel lain diluar variabel pada model
penelitian.
2) Uji t Model 2
Tabel 5.16
Hasil Uji t Model 2
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) ,448 1,264 ,354 ,724
Kompetensi ,970 ,401 1,117 2,422 ,018
Etika Audit ,667 ,303 ,588 2,202 ,024
Moderasi=X1 *
M
,210 ,106 ,233 1,998 ,047
Sumber: Output SPSS, 2019
Berdasarkan tabel di atas diketahui
nilai Sig. interaksi kompetensi dan etika
auditor yaitu sebesar 0,047. Nilai
tersebut lebih kecil dari derajat
kesalahan (α=0,05) (0,047<0,05).
Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa etika auditor
memperkuat pengaruh kompetensi
terhadap kualitas auditor. Hasil interaksi
komepetensi dan etiak auditor tergolong
dalam quasi moderasi, di mana
kompetensi berpengaruh signifikan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
170
terhadap kualitas audit dan juga hasil
interaksi kompetensi dengan etika
auditor berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Dengan demikian maka
hipotesis keempat (H4) dalam penelitian
ini di mana, “etika `auditor memperkuat
pengaruh kompetensi terhadap kualitas
audit” diterima.
j. Hasil Uji Model 3
1) Uji Koefisien Determinasi Model 3
Tabel 5.17
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model 3
Model R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,694a ,482 ,460 ,48006 1,760
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R-Square) sebesar 0,482
atau 48,2%. Artinya variabel kualitas
audit mampu dijelaskan oleh variabel
independensi, etika audit, dan variabel
interaksi antara independeis dengan
etika auditor sebesar 48,2% dan sisanya
yaitu 51,8%, dijelaskan oleh variabel-
variabel lain diluar variabel pada model
penelitian.
2) Uji t Model 3
Tabel 5.18
Hasil Uji t Model 3
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardiz
ed
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,725 1,610 1,071 ,288
Independensi 1,363 ,495 1,328 2,756 ,007
Etika Audit ,899 ,393 ,774 2,284 ,020
Moderasi=X2 * M ,325 ,127 ,317 2,552 ,009
Sumber: Output SPSS, 2019
Berdasarkan tabel di atas diketahui
nilai Sig. interaksi independensi dan
etika auditor yaitu sebesar 0,009. Nilai
tersebut lebih kecil dari derajat
kesalahan (α=0,05) (0,009<0,05).
Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa etika auditor
memperkuat pengaruh independensi
terhadap kualitas auditor. Hasil interaksi
independsi dan etika auditor tergolong
dalam quasi moderasi, di mana
independensi berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit dan juga hasil
interaksi independensi dengan etika
auditor berpengaruh signifikan terhadap
kualitas audit. Dengan demikian maka
hipotesis kelima (H5) dalam penelitian
ini di mana, “etika auditor memperkuat
pengaruh independensi terhadap
kualitas audit” diterima.
k. Hasil Uji Model 4
1) Uji Koefisien Determinasi Model 4
Tabel 5.19
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
171
Hasil Uji Koefisien Determinasi Model 4
Model R R Square
Adjusted
R Square
Std. Error of
the Estimate
Durbin-
Watson
1 ,636a ,404 ,379 ,51495 1,747
Sumber: Output SPSS, 2020
Berdasarkan tabel di atas,
menunjukkan bahwa nilai koefisien
determinasi (R-Square) sebesar 0,404
atau 40,4%. Artinya variabel kualitas
audit mampu dijelaskan oleh variabel
profesionalisme, etika audit dan variabel
interaksi antara profesionalisme dengan
etika auditor sebesar 40,4% dan sisanya
yaitu 59,6%, dijelaskan oleh variabel-
variabel lain diluar variabel pada model
penelitian.
2) Uji t Model 4
Tabel 5.20
Hasil Uji t Model 4
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 1,018 1,463 ,696 ,489
Profesionalism
e
1,050 ,461 1,103 2,278 ,026
Etika Audit ,849 ,408 ,731 2,089 ,048
Moderasi=X3 *
M
,169 ,136 ,821 1,246 ,217
Sumber: Output SPSS, 2019
Berdasarkan tabel di atas diketahui
nilai Sig. interaksi profesionalisme dan
etika auditor yaitu sebesar 0,217. Nilai
tersebut lebih besar dari derajat
kesalahan (α=0,05) (0,217>0,05).
Dengan demikian maka dapat
disimpulkan bahwa etika auditor tidak
memperkuat pengaruh profesionalisme
terhadap kualitas auditor. Hasil interaksi
profesionalisme dan etika auditor
tergolong dalam prediktor moderasi, di
mana profesionalisme berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit namun
hasil interaksi profesionalisme dengan
etika auditor tidak berpengaruh
terhadap kualitas audit. Dengan
demikian maka hipotesis keenam (H6)
dalam penelitian ini di mana, “etika
auditor memperkuat pengaruh
profesionalisme terhadap kualitas audit”
ditolak.
4.2 Pembahasan
a. Pengaruh Kompetensi Auditor
Terhadap Kualitas Audit
Kompetensi auditor adalah auditor
yang dengan pengetahuan, pengalaman,
pendidikan dan pelatihan yang memadai
dan dapat melakukan audit secara
objektif dan cermat. Kualitas audit
merupakan segala kemungkinan dimana
auditor pada saat mengaudit laporan
keuangan klien dapat menemukan
pelanggaran yang terjadi dalam sistem
akuntansi klien dan melaporkannya
dalam laporan keuangan audit, dimana
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
172
dalam melaksanakan tugasnya tersebut
auditor harus berpedoman pada standar
auditing. Dalam melaksanakan proses
audit, auditor membutuhkan
pengetahuan, pengalaman, pendidikan
dan pelatihan yang baik karena dengan
hal itu auditor menjadi lebih mampu
memahami kondisi keuangan dan
laporan keuangan kliennya dan akan
menghasilkan kualitas yang baik.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa kompetensi memiliki
koefisien positif terhadap kualitas audit.
Hal ini menunjukkan bahwa kompetensi
memiliki pengaruh yang searah terhadap
kualitas audit. Kompetensi merupakan
faktor pendukung kualitas hasil audit.
Dengan kata lain, semakin auditor
berkompeten maka akan berdampak
pada semakin baik kualitas hasil audit.
Hasil penelitian ini didukung oleh Tubbs
(1990) dalam Ayuningtyas (2012), yang
menyatakan bahwa dalam mendeteksi
sebuah kesalahan, seorang auditor harus
didukung dengan pengetahuan tentang
apa dan bagaimana kesalahan tersebut
terjadi.
Sementara itu, berdasarkan hasil
uji parsial diketahui bahwa kompetnesi
terbukti berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit. Hal ini berarti
kompetensi merupakan faktor penentu
berkualitas dan tidaknya hasil audit.
Dilihat dari latar belakang tingkat
pendidikan auditor di lingkungan
Inspektorat Provinsi Sulawesi Barat
jumlah auditor Strata 1 (S1) sebesar
69,3%, dan Strata 2 (S2) sebesar 30,7%
dapat dikatakan bahwa sudah banyak
auditor mempunyai tingkat pendidikan
yang tinggi dan mempunyai pengetahuan
dan wawasan yang luas. Dengan
demikian maka kompetensi auditor
dapat memberikan kontribusi yang
berarti terhadap kualitas audit.
Hasil penelitian ini sama dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh
Hapsari (2007), Hidayat (2011),
Rukhaidah (2010), Apriyanto (2012),
Widodo (2012), Nurjannah, dkk (2016)
dan Latrini, dkk (2016) yang
menemukan bahwa kompetensi
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit.
b. Pengaruh Independensi Auditor
Terhadap Kualitas Audit
Independensi merupakan sikap
yang harus dimiliki oleh auditor untuk
tidak memiliki kepentingan pribadi
dalam melaksanakan tugasnya karena
dengan posisi auditor yang independen
banyak menimbulkan dilematis baginya
yang dapat melanggar standar profesi
sebagai acuan dalam melakukan
tugasnya. Profesi auditor yang
independen, apabila seorang auditor
memiliki cara pandang yang tidak
memihak siapapun dalam pelaksanaan
pengujian evaluasi hasil pemeriksaan
dan penyusunan laporan audit. Hal ini,
harus dilakukan oleh auditor dengan
tujuan agar menambah kredibilitas
laporan yang disajikan oleh manajemen,
karena bila auditor tidak bersikap
independen maka kualitas hasil audit
tidak baik, sehingga opini yang
dihasilkan auditor tidak dapat
memberikan tambahan yang berguna
bagi klien.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa independensi memiliki
koefisien positif terhadap kualitas audit.
Hal ini menunjukkan bahwa
independensi memiliki pengaruh yang
searah terhadap kualitas audit.
Independensi merupakan faktor
pendukung kualitas hasil audit. Dengan
kata lain, semakin auditor bersikap
independen maka akan berdampak pada
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
173
semakin baik kualitas hasil audit. Hasil
penelitian ini mendukung agency theory,
bahwa seorang auditor yang
independent di dapat membantu konflik
yang terjadi antara principal (rakyat) dan
agent (pemerintah). Di mana principal
selaku pemberi mandat kepada
pemerintah untuk mengoperasikan
keuangannya dan pemerintah
mempertanggungjawabakan hal itu
dengan membuat laporan keuangan
berdasarkan kenyataan yang realible.
Dengan adanya auditor yang independen
dapat mengevaluasi kinerja manajemen
sehingga dapat mendeteksi ada tidaknya
kecurangan.
Selain itu, hasil penelitian ini juga
mendukung Theory of Attitude and
Behaviour yang dikembangkan oleh
Triadis (1971) dalam Putri (2011), yang
menjelaskan tentang sikap seseorang
yang dapat mempengaruhi perilaku
orang tersebut. Dalam hal ini, seorang
orang auditor yang memiliki sikap
independensi yang tinggi, maka ia akan
berperilaku independen dalam
menjalankan tugasnya. Teori ini
berusaha menjelaskan mengenai aspek
perilaku manusia dalam suatu organisasi
khususnya auditor yang mengalami
hambatan – hambatan yang dapat
mengancam sikapa independensi dan
obyektivitas selama proses audit.
Sementara itu, berdasarkan hasil
uji parsial diketahui bahwa independensi
terbukti berpengaruh signifikan
terhadap kualitas audit. Hal ini berarti
independensi merupakan faktor penentu
berkualitas dan tidaknya hasil audit.
Auditor yang mempertahankan sikap
independensi, maka kualitas audit yang
dihasilkan akan semakin baik. Semakin
auditor mampu menjaga
independensinya dalam menjalankan
penugasan profesionalnya maka kualitas
audit yang dihasilkan akan meningkat.
Hasil penelitian ini sejalan dengan
hasil penelitian sebelumnya dari
Rukhaidah (2010), Hidayat (2011),
Widodo (2012), Nurjannah, dkk (2016)
dan Tawakkal, dkk (2019), yang
menemukan bahwa independensi
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit.
c. Pengaruh Profesionalisme Auditor
Terhadap Kualitas Audit
Profesionalisme juga merupakan
syarat utama sebagai auditor.
profesionalisme auditor mengacu pada
kemampuan dan perilaku profesional.
Kemampuan didefinisikan sebagai
pengetahuan, pengalaman, kemampuan
teknologi, dan memungkinkan perilaku
profesional auditor untuk mencakup
faktor-faktor tambahan seperti
transparansi dan tanggung jawab, hal ini
sangat penting untuk memastikan
kepercayaan publik. Profesionalisme
adalah salah satu nilai-nilai dasar BPK
yang merupakan kode etik bagi auditor
BPK. Pekerjaan audit yang dikerjakan
dengan profesionalisme akan memberi
hasil audit yang dapat diandalkan dan
dipercaya oleh publik.
Berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa profesionalisme
memiliki koefisien positif terhadap
kualitas audit. Hal ini menunjukkan
bahwa profesionalisme memiliki
pengaruh yang searah terhadap kualitas
audit. Profesionalisme merupakan faktor
pendukung kualitas hasil audit. Dengan
kata lain, semakin auditor bersikap
profesional maka akan berdampak pada
semakin baik kualitas hasil audit. Hasil
penelitian ini mendukung theory of
planned behaviour (Khreshastuti, 2014),
bahwa profesional merepresentasikan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
174
sikap dalam dalam konsep teori perilaku
terencana. Sikap adalah keadaan dalam
diri manusia yang dapat menggerakkan
manusia untuk bertindak atau tidak
bertindak. Salah satu sikap seorang
auditor untuk menunjukkan
profesionalismenya adalah melalui
kepatuhan terhadap standar audit dan
kode etik profesi auditor yang diatur
dalam Standar Profesional Akuntan
Publik dan Kode Etik Profesi Akuntan
Publik. Standar audit dan kode etik atau
aturan perilaku dibuat untuk dipedomani
dalam berperilaku terutama dalam
melaksanakan penugasan demi menjaga
mutu pekerjaan auditor, sehingga dapat
menumbuhkan kepercayaan dan
memelihara citra organisasi di mata
masyarakat.
Sementara itu, berdasarkan hasil
uji parsial diketahui bahwa
profesionalisme terbukti berpengaruh
signifikan terhadap kualitas audit. Hal ini
berarti profesionalisme merupakan
faktor penentu berkualitas dan tidaknya
hasil audit. Selain memelihara
kepercayaan publik dan melayani
kepentingan publik, auditor BPKP juga
memiliki tanggung jawab yang penting
dalam melakukan audit, yaitu
mempertahankan profesionalismenya.
Auditor BPKP harus bersikap profesional
dalam melakukan pekerjaan auditnya.
Auditor BPKP harus memiliki sikap
untuk melayani kepentingan publik,
menghargai dan memelihara
kepercayaan publik, dan
mempertahankan profesionalisme
(SPKN).
Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian sebelumnya dari Nasrah
(2011) dan Junaidi, dkk (2017) yang
menemukan bahwa profesionalisme
berpengaruh positif dan signifikan
terhadap kualitas audit.
d. Pengaruh Kompetensi Terhadap
Kualitas Audit dengan Etika Audit
sebagai Variabel Modarasi
Etika auditor berpengaruh
signifikan dan memperkuat hubungan
kompetensi dengan kualitas audit. Benh,
dkk (1997) dalam Darayasa dan Wisadha
(2016), mengembangkan atribut kualitas
audit yang salah satu di antaranya adalah
standar etika yang tinggi, sedangkan
atribut – atribut lainnya terkait dengan
kompetensi auditor. Audit yang
berkualitas sangat penting untuk
menjamin bahwa profesi akuntan
memenuhi tanggungjawabnya kepada
investor, masyarakat umum dan
pemerintah serta pihak – pihak lain yang
mengandalkan kredibilitas laporan
keuangan yang telah diaudit, dengan
menegakkan etika yang tinggi.
Adanya kesadaran akan etika
auditor dalam bekerja akan menambah
kompetensi seorang auditor dalam
melakukan pekerjaanya, sehingga akan
menghasilkan suatu kualitas audit yang
berkualitas baik (Tritamas dan Astika,
2018). Semakin tinggi auditor mentaati
etika auditor maka kualitas audit yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Namun
semakin rendah auditor mentaati etika
auditor maka kualitas yang dihasilkan
semakin rendah. Semakin baik
kompetensi yang dimiliki oleh auditor
maka kualitas audit yang dihasilkan akan
semakin berkualitas. Namun semakin
rendah kompetensi yang dimiliki oleh
auditor maka kualitas yang dihasilkan
semakin rendah. Sehingga kompetensi
dan etika auditor dapat mempengaruhi
kualitas audit yang dihasilkan tergantung
dari situasi yang dialami oleh seorang
auditor dalam melakukan audit
(Harjanto, 2014).
Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian sebelumnya dari
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
175
Wicaksono (2015), dan Tritamas dan
Astika (2018), yang menemukan bahwa
etika auditor memoderasi pengaruh
kompetensi secara positif terhadap
kualitas audit. Hasil ini menunjukkan
bahwa adanya etika auditor yang baik
semakin memperkuat pengaruh
kompetensi terhadap kualitas audit.
e. Pengaruh Independensi Terhadap
Kualitas Audit dengan Etika Audit
sebagai Variabel Modarasi
Auditor dalam melaksanakan
tugasnya harus didukung dengan
kemampuan dalam mengumpulkan
setiap informasi yang dibutuhkan guna
mengambil keputusan audit. Namun
demikian, kompetensi seorang auditor
harus juga didukung oleh dimana hal
tersebut harus didukung dengan sikap
independen. Tidak dapat dipungkiri
bahwa sikap independen merupakan hal
yang melekat pada diri auditor, sehingga
independen seperti telah menjadi syarat
mutlak yang harus dimiliki.
Etika auditor berpengaruh
signifikan dan memperkuat hubungan
independensi dengan kualitas audit.
Penelitian Nichols dan Price (1976)
dalam Darayasa dan Wisadha (2016),
menemukan bahwa ketika auditor dan
manajemen tidak mencapai kata sepakat
dalam aspek kinerja, maka kondisi ini
dapat mendorong manajemen untuk
memaksa auditor melakukan tindakan
yang melawan standar, termasuk dalam
pemberian opini. Kondisi ini akan sangat
menyudutkan auditor sehingga ada
kemungkinan bahwa auditor akan
melakukan apa yang diinginkan oleh
pihak manajemen.
Etika auditor memperkuat
pengaruh independensi pada kualitas
audit. Seorang auditor untuk menjaga
kualitas audit yang baik harus berprilaku
independen, karena indpendensi
merupakan syarat mutlak yang harus
dimiliki seorang auditor (Tritamas dan
Astika, 2018). Penelitian Nichols dan
Price (1976) dalam Ismiyati (2019),
menemukan bahwa ketika auditor dan
manajemen tidak mencapai kata sepakat
dalam aspek kinerja, maka kondisi ini
dapat mendorong manajemen untuk
memaksa auditor melakukan tindakan
yang melawan standar, termasuk dalam
pemberian opini. Kondisi ini akan sangat
menyudutkan auditor sehingga ada
kemungkinan bahwa auditor akan
melakukan apa yang diinginkan oleh
pihak manajemen. Sedangkan Deid dan
Giroux (1992) dalam Ismiyati (2019),
mengatakan bahwa pada konflik
kekuatan, klien dapat menekan auditor
untuk melawan standar professional dan
dalam ukuran yang besaran kondisi
keuangan klien yang sehat dapat
digunakan sebagai alat untuk menekan
auditor dengan cara melakukan
pergantian auditor.
Hal ini dapat membuat auditor
tidak akan dapat bertahan dengan
tekanan klien tersebut sehingga
menyebabkan indepedensi mereka
melemah. Posisi auditor juga sangat
dilematis dimana mereka dituntut untuk
memenuhi keinginan klien namun disatu
sisi tindakan auditor dapat melanggar
standar profesi sebagai acuan kerja
mereka dalam penelitan mereka terdapat
argumen bahwa kemampuan auditor
untuk dapat bertahan di bawah tekanan
klien mereka tergantung dari
kesepakatan ekonomi, lingkungan
tertentu, dan perilaku di dalamnya
mencangkup etika professional. Apabila
seorang auditor telah melawan standar
profesional yang telah ditetapkan, maka
kualitas audit yang dihasilkan oleh
auditor akan sangat rendah. Namun
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
176
semakin tinggi auditor mentaati etika
auditor maka kualitas audit yang
dihasilkan akan semakin tinggi. Semakin
rendah mentaati etika auditor maka
kualitas audit yang dihasilkan akan
semakin rendah. semakin tinggi
independensi auditor maka kualitas
audit yang dihasilkan akan semakin
tinggi. Semakin rendah independensi
auditor maka kualitas audit yang
dihasilkan akan semakin rendah
Sehingga hubungan antara independensi
dan etika auditor dapat mempengaruh
kualitas audit yang dihasilkan tergantung
dari situasi yang dialami oleh seorang
auditor dalam melakukan audit.
Hasil penelitian ini mendukung
hasil penelitian sebelumnya dari
Wicaksono (2015), yang menemukan
bahwa etika auditor memoderasi
pengaruh independensi secara positif
terhadap kualitas audit Hasil ini
menunjukkan bahwa adanya etika
auditor yang baik semakin memperkuat
pengaruh independensi terhadap
kualitas audit yang dihasilkan.
f. Pengaruh Profesionalisme
Terhadap Kualitas Audit dengan
Etika Audit sebagai Variabel
Modarasi
Etika berkaitan dengan pertanyaan
tentang bagaimana orang akan
berperilaku terhadap sesamanya. Etika
Auditor adalah bagaimana auditor
berperilaku terhadap sesamanya.
Penelitian ini menguji etika auditor
sebagai variabel moderasi dalam
hubungan kompetensi, independendan
profesionalisme dengan kualitas audit.
Etika auditor dalam penelitian ini
tidak memperkuat pengaruh
profesionalisme terhadap kualitas audit.
Hal ini sesuai dengan penjelasan dari
Giroux (1992) dalam Karnisa (2015)
mengatakan bahwa pada konflik
kekuatan, klien dapat menekan auditor
untuk melawan standar profesional dan
dalam ukuran yang besaran kondisi
keuangan klien yang sehat dapat
digunakan sebagai alat untuk menekan
auditor dengan cara melakukan
melakukan pergantian auditor. Hal ini
dapat membuat auditor tidak akan dapat
bertahan dengan tekanan klien tersebut
sehingga menyebabkan independensi
mereka melemah. Posisi auditor juga
sangat dilematis dimana mereka dituntut
untuk memenuhi keinginan klien namun
disatu sisi tindakan auditor dapat
melanggar standar profesi sebagai acuan
kerja mereka.
Hasil penelitian ini juga
mendukung hasil penelitian Suharti
(2017) yang menemukan bahwa etika
auditor tidak mampu memoderasi
pengaruh profesionalisme dan
independensi terhadap kualitas audit.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan pada bab sebelumnya maka
simpulan penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Kompetensi auditor berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
Kualitas Audit di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat.
2. Independensi auditor berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
kualitas audit di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat.
3. Profesionalisme auditor berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
kualitas audit di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
177
4. Etika auditor mampu memoderasi
pengaruh kompetensi terhadap
kualitas audit di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat.
5. Etika auditor mampu memoderasi
pengaruh independensi terhadap
kualitas audit di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat.
6. Etika auditor tidak mampu
memoderasi pengaruh
profesionalisme terhadap kualitas
audit di Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Perwakilan
Provinsi Sulawesi Barat.
5.2 Saran
Berdasarkan simpulan penelitian
maka saran yang diberikan dari
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Kepada Auditor di Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan
Perwakilan Provinsi Sulawesi Barat
diharapkan dapat berkomitmen
terhadap etika profesi auditor. Karena
etika auditor yang kurang akan
melemahkan kompetensi,
independensi dan profesionalisme.
2. Kepada peneliti selanjutnya,
disarankan untuk menambahkan
faktor – faktor lain sebagai variabel
yang dapat mempengaruhi kualitas
audit seperti tekanan anggaran waktu,
integritas dan obyektivitas. Selain itu,
obyek penelitian ini hanya sebatas
pada Badan Pengawasan Keuangan
dan Pembangunan Perwakilan
Provinsi Sulawesi Barat, disarankan
untuk peneliti selanjutnya
memperluas lingkup yang dijadikan
obyek penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Abadi Yusuf, Amir. 2012. Audit Pendekatan Terpadu.Edisi Revisi. Salemba Empat. Jakarta.
Agoes, Sukrisno. 2013. Auditing Petunjuk Praktis pemeriksaan Akuntan oleh Akuntan Publik Edisi 4 Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Agusti, Restu dan Nastia Putri P. 2013. Pengaruh Kompetensi, Independensi dan Profesionalisme Terhadap Kualitas Audit (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik Semarang). Riau. Universitas Riau. Jurnal Ekonomi Vol.21, No.3 (Sep).
Amin Widjaja Tunggal. (2013). Pokok Pokok Auditing dan Jasa Asurans. Jakarta. Harvindo.
Anugerah, Rita, dan Sony Harsono Akbar. 2014. Pengaruh kompetensi, kompleksitas tugas dan skeptisme profesional terhadap kualitas audit. Jurnal Akuntansi. Vol.2, No.2. Hal: 139-148.
Arens, Alvin A., et al. 2011. Auditing dan Jasa Assurance. Jakarta: Erlangga.
Arens A., Randal J. Elder, Mark S, Beasley. 2012. Auditing And Assurance Services: An Integrated Approach14th edition. New Jersey: Prentice-Hall.
Arens, Alvin. A, Randal J. Elder, Mark S. Beasleydan Jusuf, Amir. 2013. Jasa Audit dan Assurance Pendekatan Terpadu (Adaptasi Indonesia).Jakarta: Salemba Empat.
Ayuningtyas, Harvita Yulian. 2012. Pengaruh Pengalaman Kerja, Independensi, Obyektifitas, Integritas Dan Kompetensi Terhadap Kualitas Hasil Audit (Studi Kasus Pada Auditor Inspektorat Kota/Kabupaten di Jawa Tengah). Diponegoro Journal of Accounting. Vol. 1, No. 2, Tahun 2012.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
178
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. 2007. Akuntabilitas Instansi Pemerintah. Jakarta.
Bambang Supomo dan Nur Indriantoro, 2002, Metodologi Penelitian Bisnis, Cetakan Kedua, Yogyakara; Penerbit BFEE UGM.
Bedard, Jean dan Michelene Chi T. H. 1993. Expertise in Auditing.Journal of Accounting Practice & Theory 12: 21-45.
Castellani, Justinia., (2008) Kompetensi dan Independensi Auditor Pengaruhnya pada Kualitas Audit, Trikonomika, Vol 7, No. 2, Desember 2008:114:121.
Christiawan, Yulius Jogi. (2002). Pengaruh Kompetensi dan Independensi terhadap Kelangsungan Usaha Kantor Akuntan Publik (KAP) di Surabaya. Jurnal Akuntansi dan Keuangan Vol.4 No. 2.
Christiawan, Yulius Jogi. 2003. Kompetensi dan Independensi Akuntan Publik: Refleksi Hasil Penelitian Empiris. Jurnal Akuntansi dan Keuangan. Vol.4 No. 2 (Nov) hal. 79-92.
Darayasa, I Made., dan I Gede Supartha Wisadha. 2016. Etika Auditor Sebagai Pemoderasi Pengaruh Kompetensi dan Independensi Pada Kualitas Audit di Kota Denpasar. E jurnal Akuntansi Universitas Udayana. Vol. 15, No. 1, April (2016).
De Angelo. 1981. Auditor Independence, “Low Balling”, and Disclosure Regulation.Journal of Accounting and Economics 3. August.
Degibson Siagian, Sugiarto. (2000). Metode Statistika Untuk Ekonomi dan Bisnis. Jakarta: Gramedia.
Ditia Ayu dan Chariri Anis 2015. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas
Audit dengan Motivasi dan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta) Diponegoro Journal Of Economics, Volume 4, ISSN: 2337-3814.
Futri, Septiani Putu. Juliarsa Gede. 2014. Pengaruh Independensi, Profesionalisme, Tingkat Pendidikan, Etika Profesi, Pengalaman, Dan Kepuasan Kerja Auditor Pada Kualitas Audit Kantor Akuntan Publik Di Bali.E-Jurnal Akuntansi Universitas Udayana 7.2 (2014): 444-461.
Ghozali, Imam. 2001. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Edisi Kedua.Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Ghozali, Imam. 2005. Aplikasi Analisis Multivariate dengan SPSS. Semarang: Badan Penerbit UNDIP.
Ghozali, Imam. 2006. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. CetakanKeempat. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Herawati dan Susanto. 2009. Pengaruh Profesionalisme, PengetahuanMendeteksi Kekeliruan dan Etika Profesi terhadap Pertimbangan TingkatMaterialitas Akuntan Publik. Jurnal Akuntansi dan KeuanganVol.11No.1.
Indah, Siti NurMawar. 2010. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Auditor Terhadap Kualitas Audit. Jurnal Fakultas EkonomiUniversitas Diponegoro Semarang.
Indriantoro, Nur, dan Bambang Supomo, 1999, Metodologi Penelitian dan Bisnis, Yogyakarta: BPFE Yogyakarta.
Institute Akuntan Publik Indonesia. 2008. Kode Etik Profesi Akuntan Publik. Dikeluarkan oleh Dewan Standar Profesi Akuntan Publik –Institut Akuntan Publik Indonesia.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
179
Ismiyati, Anna Anica. 2019. Pengaruh Kompetensi, Independensi, Dan Akuntabilitas Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Provinsi Banten). Jurnal Riset Akuntansi Tirtayasa, Vol. 04 No. 01 April 2019
Jensen & Meckling, 1976, The Theory of The Firm: Manajerial Behaviour, Agency Cost, and Ownership Structure, Journal of Financial and Economics, 3:305-360.
Karnisa, Ditia Ayu. 2015. Pengaruh Kompetensi dan Independensi Terhadap Kualitas Audit dengan Motivasi dan Etika Auditor sebagai Variabel Moderasi (Studi Empiris Pada Kantor Akuntan Publik di Jakarta). Diponegoro Journal of Econmics, Vol. 4, No. 2. Tahun 2015
Kreshastuti, Destriana Kurnia. 2014. Analisis Faktor – Faktor yang Memengaruhi Intensi Auditor untuk Melakukan Tindakan Whistleblowing (Studi Empiris pada Kantor Akuntan Publik di Semarang). Diponegoro Journal of Accounting. Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014
KeputusanKepala BKN No. 46A Tahun 2003 tentang Pedoman Penyusunan Standar Kompetensi Jabatan Struktural Pegawai Negeri Sipil.
Kristanti, Stephani Widhi 2013. Identifying Illocutionary ForceOf The Host’s Speech Act InMata NajwaTalk Show. Kuasa Gono Gini June 6Th, 2012 Chapter.
Komite SPAP Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), (2001), Standar Profesional Akuntan Publik. Jakarta: Salemba Empat.
Leni, Ade Fatma Dan Firman Syarif. 2015. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Moderating
Variabel. Jurnal Riset Akuntansi Dan Bisnis Volume 15 No.1.
Mardiasmo, 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit Andi Yogyakarta.
Mulyadi. 2010. Auditing.Edisi Kenam. Buku 1. Jakarta: Salemba Empat.
Nugrahini, Putri.2015. Pengaruh kompetensi dan profesionalisme auditor Internal terhadap kualitas audit (Studi Empiris pada BUMN dan BUMD di 133 Kota Yogyakarta). Skripsi. Universitas Negeri Yogyakarta.
Parasayu, Annisa dan Rohman. 2014. “Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhiKualias Hasil Audit Internal Studi Persepsi Aparat Intern Pemerintah Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali”. Diponegoro Journal of Accounting 3 (2):1-10.
Priyatno, Duwi, Mandiri 3Belajar Analisis Data Dengan SPSS, Yogyakarta, Mediakom, 2013.
Rana, Sentika. 2011. Pengaruh Independensi Dan Kompetensi Terhadap Kualitas Audit yang Dilaporkan.
Sekaran, Uma (2003), Research Methods For Business: A Skill Building Aproach, New York-USA: John Wiley and Sons, Inc.
Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: CV. Alfabeta.
Suharti. 2017. Pengaruh Pengalaman Kerja, Profesionalisme, Integritas Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit: Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi (Studi Pada Perwakilan BPKP Provinsi Riau). KURS. Jurnal Akuntansi, Kewirausahaan dan Bisnis, Vol. 2, No. 1 (2017)
Sunyoto, Suyanto 2011. Analisis regresi untuk uji hipotesis, Yogyakarta. Caps.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
180
Sutton, S. G. 1993. Toward an Understanding of The factors Affecting the Quality of The Audit Process. Decission Sciences. Vol. 24:88 -105.
Tri, Patricia Diana Paramita dan Agus Suprijanto. 2018. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan Etika Audiotr Sebagai Variabel Moderating Studi Pada Akuntan Publik Di Kota Semarang. Journal Of Accounting Vol.21.
Triandis, H. C. (1980). Values, Attitudes, and Interpersonal Behavior. In University of Nebraska (Lincoln campus). Dept. of Psychology. (Ed.), Nebraska Symposium on Motivation (pp. 196-259). [Lincoln, Neb.]: University of Nebraska Press.
Tuanakotta, Theodorus M. 2011. Berpikir Kritis dalam Auditing. Jakarta: Salemba Empat.
Tirtamas Wisnu Wardhani, A. A. I., dan Ida Bagus Putra Astika. 2018. Pengaruh Kompetensi, Akuntabilitas Dan Independensi Pada Kualitas Audit Dengan Etika Auditor Sebagai Variabel Moderasi (Studi Kasus Pada KAP Bali). Ejurnal Akuntansi, Universitas Udayana, Vol. 23, No. 1 (2018).
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah.
Wibowo, Arie dan Rossieta, Hilda. 2009. “Faktor-Faktor Determinasi Kualitas Audit-Suatu Studi dengan Pendekatan Earning Surprise Benchmark”. Simposium nasional Akuntansi XII, Palembang, hal. 1-34.
Wicaksono, Monot. 2015. Pengaruh Kompetensi Dan Independensi Terhadap Kualitas Audit Dengan
Etika Auditor Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Bawasda Pemerintah Daerah Di ExKaresidenan Surakarta Provinsi Jawa Tengah. Jurnal Akuntansi Dan Pajak Vol. 15
Yogi, Ni Putu Sri Harta Mimba, A.A.N.B. Dwirandra. 2016. Etika Memoderasi Pengaruh Kompetensi, Pengalaman Dan Independensi Pada Kualitas Hasil Pemeriksaan Inspektorat E-Jurnal Ekonomi dan Bisnis
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
180
PENGARUH PARTISIPASI PENYUSUNAN ANGGARAN
TERHADAP KINERJA MANAJERIAL DENGAN JOB RELEVANT
INFORMATION SEBAGAI VARIABEL MODERATING
Usman Rahman Email: [email protected]
Universitas Muslim Indonesia Makassar
Basri modding
Email: [email protected] Universitas Muslim Indonesia Makassar
Amiruddin
Email: [email protected]
Universitas Muslim Indonesia Makassar
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menguji secara empiris pengaruh partisipasi penyusunan anggaran terhadap Kinerja manajerial dengan Job Relevant Information sebagai variabel moderating. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu partisipasi penyusunan anggaran sebagai variabel bebas, dan Job Relevant Information sebagai variabel moderating, sedangkan pelaksanaan kinerja manajerial sebagai variabel terikat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif karena menekankan pada pengujian teori-teori melalui pengukuran variabel-variabel penelitian dengan dan melakukan analisis data dengan prosedur statistik. Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner kepada beberapa OPD Kabupaten Pinrang. Metode pengambilan sampel yang digunakan yaitu dengan menggunakan rumus sampling dengan sampel yang diperoleh sebanyak 176 responden. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan menggunakan uji statistik regresi berganda dan Analisis regresi moderasi dengan pendekatan residual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa partisipasi penyusunan anggaran berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Berdasarkan kriteria variabel moderating dari hasil MRA, job relevant information dalam penelitian ini merupakan variabel moderating. Job relevant information memperkuat hubungan antara partisipasi penyusunan anggaran dengan kinerja manajerial karena dilihat dari hasil uji t dan uji anova setelah memasukkan variabel interaksi, diketahui bahwa probabilitas signifikansi di atas 0,05 adalah signifikan.
Kata Kunci : Partisipasi Anggaran, Kinerja Manajerial dan Job Relevant Information.
Abstract
This study aims to determine and test empirically the influence of budgetary participation on managerial performance with Job Relevant Information as a moderating variable. The variables used in this research are the participation of budget preparation as independent variable, and Job Relevant Information as moderating variable, while the implementation of managerial performance as dependent variable. This study uses quantitative methods because it emphasizes the testing of theories through the measurement of research variables with and perform data analysis with statistical procedures. The type of data used in this study is the primary data. Primary data was obtained from the distribution of questionnaires to several OPD Kabupaten Pinrang. Sampling method used is by using the sampling formula with the sample obtained as many as 176 respondents. Hypothesis testing was done by using multiple regression statistic test and regression analysis of moderation with residual approach. The results showed that the participation of budget preparation has a positive and significant effect on managerial performance. Based on criteria of moderating variable from result of MRA, job relevant information in this research is moderating variable. Job relevant information strengthens the relationship between budgetary participation with managerial performance as seen from t test result and anova test after input interaction variable, it is known that probability significance above 0,05 is significant.
Keywords: Budgetary Participation, Managerial Performance and Job Relevant Information.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
182
1. PENDAHULUAN
Permasalahan yang biasa terjadi
pada kinerja manajerial pemerintah
daerah adalah realisasi anggaran belanja
bagi hasil pajak dan retribusi daerah
kepada pemerintah desa berupa
pencairan dana motivasi kepada
masyarakat yang diberikan secara
langsung kepada kelompok masyarakat
tanpa melalui pemerintah desa atau
masuk dalam anggaran pendapatan dan
belanja desa (Sumber: LHP BPK RI
Semester 1 hal 48, 2011).
Seperti fenomena yang terjadi di
Kabupaten Pinrang contohnya dalam
ketidak patuhan terhadap ketentuan
perundang-undangan yang
mengakibatkan 16 jumlah kasus-kasus
dengan nilai mencapai 4.000,66 juta.
Yang didalamnya mengakibatkan
kerugian daerah dengan nilai mencapai
2.146,39 juta, kekurangan penerimaan
dengan nilai 1.601,59 juta, administrasi
dengan ketidakhematan mencapai nilai
60,97 juta, ketidakefektifan dengan nilai
196,70 juta. Dengan nilai penyerahan
aset atau penyetoran ke kas negara atau
daerah atas temuan yang telah
menindaklanjuti dalam proses
pemeriksaan dengan kerugian daerah
mencapai nilai 60,30 juta, dengan
kekurangan penerimaan 1.590,09 juta.
Sehingga menyebabkan pemberian opini
wajar dengan pengecualian (qualified
opinion) dengan 6 kali berturut-turut
dari tahun 2005-2010 terhadap
Kabupaten Pinrang (Sumber: LHP BPK RI
Semester 1 hal 29, 2011).
Menurut Syamsul (2016)
Berdasarkan hasil observasi dan
pengamatan yang dilakukan dikantor
Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten
Pinrangg menunjukkan indikasi bahwa
belum nampak kesempurnaan dalam
kinerja manajerial dengan job relevant
information.
Implementasi kebijakan
manajerial, mutasi dan promosi jabatan
belum sepenuhnya dapat terwujud
karena masih terdapat kelemahan dan
kekurangan dalam pelaksanaannya.
Seharusnya konsep pola penyusunan
anggaran harus mengakomodasi dengan
baik klasifikasi jabatan dan standar
kompetensi sumber daya aparatur
sehingga berpengaruh pada pencapaian
kinerja pemerintah daerah dan individu
yang optimal. Demikian pula tuntutan
untuk menciptakan laporan kinerja
manajerial daerah yang memiliki
kapabilitas dan profesional tidak hanya
menjadi kebutuhan instansi pemerintah
daerah, tetapi juga menjadi tuntutan
masyarakat penerima pelayanan publik.
Dengan demikian dari sudut pandang
kepala dinas dan aparatur daerah, bahwa
keberhasilan pelaksanaan penyusunan
anggaran daerah terhadap manajerial
dengan job relevant information di
Kabupaten Pinrang memerlukan
perhatian khusus oleh aparatur yang
mempunyai kemampuan, pengetahuan,
dan keterampilan serta sikap prilaku
terpuji.
Pengembangan laporan
penyusunan anggaran merupakan suatu
instrumen penting yang harus dilakukan
dengan mekanisme atau tahapan-
tahapan pelaksanaan agar tujuan
penganggaran daerah dapat berjalan
dengan baik dan menghasilkan informasi
yang dapat membantu pemerintah
daerah dalam pelaporan anggaran ke
pemerintah pusat dapat tercapai serta
mengurangi penganggaran yang tidak
perlu sehingga prestasi daerah dalam
penyusunan anggaran bisa terwujud.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
183
Sebagai organisasi sektor publik,
pemerintah daerah dituntut agar
memiliki kinerja yang berorientasi pada
kepentingan masyarakat, dan
mendorong pemerintah untuk senantiasa
tanggap akan tuntutan lingkungannya,
dengan berupaya memberikan pelayanan
terbaik secara transparan dan
berkualitas serta adanya pembagian
tugas yang baik pada pemerintah
tersebut. Tuntutan yang semakin tinggi
diajukan terhadap pertanggungjawaban
yang diberikan oleh penyelenggara
negara atas kepercayaan yang
diamanatkan kepada mereka.
Peningkatan kinerja sektor publik
merupakan hal yang komprehensif
dimana setiap OPD sebagai pengguna
anggaran (badan/ dinas/ biro/ kantor)
akan menghasilkan tingkat kinerja yang
berbeda- beda sesuai dengan
kemampuan dan rasa tanggung jawab
yang mereka miliki. Dengan kata lain,
kinerja instansi pemerintah kini lebih
banyak mendapat sorotan karena sering
memonitor setiap perencanaan
pemerintah dalam satu periode.
Proses perencanaan
pembangunan daerah perlu diimbangi
oleh ketersediaan beberapa hal seperti :
kapasitas aparatur pemerintah, sumber
daya baik sumber daya manusia maupun
sumber dana. Berkaitan dengan hal ini,
maka untuk mengukur tingkat
pencapaian atas rencana yang ditetapkan
dengan sasaran yang ingin dicapai perlu
dilakukan evaluasi atas kinerja.
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004 tentang pemerintah
daerah dan Undang-Undang Nomor 33
tentang perimbangan keuangan antara
Pusat dan Daerah, berdampak pada
perubahan fundamental dalam hubungan
tata pemerintah dan hubungan keuangan
sekaligus membawa perubahan penting
dalam pengelolaan anggaran pemerintah
daerah. Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD) disusun
berdasarkan pendekatan kinerja, yaitu
suatu sistem anggaran yang
mengutamakan upaya pencapaian hasil
kerja atau output dari perencanaan
alokasi biaya yang ditetapkan.
Menurut Bastian (2006) kinerja
adalah gambaran pencapaian
pelaksanaan suatu kegiatan/ program/
kebijaksanaan dalam mewujudkan
sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi.
Secara umum, kinerja merupakan
prestasi yang dicapai oleh organisasi
dalam periode tertentu. Ukuran kinerja
suatu organisasi sangat penting, guna
evaluasi dan perencanaan masa depan.
Beberapa jenis informasi yang digunakan
dalam pengendalian disiapkan dalam
rangka menjamin bahwa pekerjaan yang
dilakukan telah dilakukan secara efektif
dan efisien. Dengan demikian mengukur
kinerja tidak hanya informasi finansial
tetapi juga informasi nonfinansial.
Kinerja pemerintah daerah adalah
gambaran mengenai tingkat pencapaian
sasaran atau tujuan sebagai penjabaran
dari visi, misi, dan strategi instansi
pemerintah daerah yang
mengindikasikan tingkat keberhasilan
atau kegagalan pelaksanaan kegiatan-
kegiatan sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi aparatur pemerintah (Gusmal,
2007).
Salah satu alat yang digunakan
manajemen dalam melakukan
perencanaan dan pengendalian jangka
pendek dalam organisasi adalah
anggaran. Anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja
yang hendak dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial, sedangkan
penganggaran adalah proses atau
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
184
metode untuk mempersiapkan suatu
anggaran. Penganggaran dalam
organisasi sektor publik merupakan
tahapan yang cukup rumit dan
mengandung nuansa politik yang tinggi.
Pada sektor swasta, anggaran
merupakan bagian dari rahasia
perusahaan yang tertutup untuk publik,
namun sebaliknya pada sektor publik
anggaran justru harus diinformasikan
kepada publik untuk dikritik,
didiskusikan, dan diberi masukan.
Anggaran sektor publik merupakan
instrumen akuntabilitas atas pengelolaan
dana publik dan pelaksanaan program-
program yang dibiayai dengan uang
publik.
Menurut Mulyadi (2001) anggaran
merupakan rencana yang dinyatakan
secara kuantitatif, diukur dalam kesatuan
moneter atau ukuran yang lain dalam
jangka waktu satu tahun. Anggaran
merupakan bentuk rencana kegiatan dari
pimpinan sampai pada karyawan tingkat
bawah. Anthony dan Govindarajan
(2005) mendefinisikan anggaran sebagai
suatu rencana dalam kuantitas yang
dinyatakan dalam satuan moneter dan
mencakup satu periode. Anggaran pada
sektor publik terkait dengan proses
penentuan jumlah alokasi dana untuk
tiap-tiap program dan aktivitas dalam
satuan moneter yang menggunakan dana
milik rakyat (Mardiasmo, 2009).
Anggaran digunakan untuk
mengendalikan biaya dan menentukan
bidang-bidang masalah dalam organisasi
tersebut dengan membandingkan hasil
kinerja yang telah di anggarkan secara
periodik. Agar anggaran itu tepat sasaran
dan sesuai dengan tujuan maka
diperlukan kerjasama yang baik antara
atasan dan bawahan, pegawai dan
pimpinan dalam penyusunan anggaran,
karena proses penyusunan anggaran
merupakan kegiatan yang penting dan
kompleks, adanya kemungkinan akan
menimbulkan dampak fungsional
terhadap sikap dan perilaku anggota
organisasi (Dedi, 2008).
Anggaran dibuat oleh kepala
daerah melalui usulan dari unit-unit
kerja yang disampaikan kepada kepala
bagian dan diusulkan kepada kepala
daerah, dan setelah itu bersama-sama
DPRD menetapkan anggaran yang dibuat
sesuai dengan Peraturan Daerah yang
berlaku. Proses anggaran daerah disusun
berdasarkan pendekatan kinerja dalam
Permendagri memuat Pedoman
Penyusunan Rancangan APBD yang
dilaksanakan oleh tim anggaran
eksekutif bersama-sama unit organisasi
perangkat daerah (unit kerja).
Dalam penyusunan rencana kerja
masing-masing program harus sudah
memuat secara rinci uraian mengenai
nama program, tujuan dan sasaran
program output yang dihasilkan, sumber
daya yang dibutuhkan, periode
pelaksanaan program, alokasi dan
indikator kerja. Seluruh program yang
telah dirancang oleh masing-masing unit
kerja, selanjutnya diserahkan kepada
Panitia Eksekutif. Panitia Eksekutif
selanjutnya menganalisis dan bila perlu
menyeleksi program-program yang akan
dijadikan rencana kerja di masing-
masing unit kerja berdasarkan program
kerja yang masuk ke Panitia Eksekutif,
selanjutnya disusun dan dirancang draf
Kebijakan Pembangunan dan Kebijakan
Anggaran Tahunan (APBD) yang
nantinya akan dibahas pihak legislatif
(Permendagri No 13 Tahun 2006).
Di samping itu pada organisasi
sektor publik, anggaran dapat digunakan
untuk menilai kinerja para pimpinan
SKPD, sehingga anggaran mampu
mempengaruhi perilaku dan kinerja
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
185
manajerial. Anggaran digunakan untuk
mengendalikan biaya dan menentukan
bidang-bidang masalah dalam organisasi
dengan membandingkan hasil kinerja
manajerial yang telah di anggarkan
secara periodik.
Anggaran yang telah disusun
memiliki fungsi yang sama dengan tujuan
organisasi yaitu sebagai perencanaan,
pengkoordinasian dan sebagai kriteria
kinerja, yaitu anggaran dipakai sebagai
suatu sistem pengendalian untuk
mengukur kinerja manajerial (Schiff &
Lewin, 1970 dalam Muthaher, 2007).
Anggaran dipandang sebagai wujud
komitmen dari budget holder (eksekutif)
kepada pemberi wewenang (legislative).
Sehingga sebagai alat pengendalian,
anggaran memberikan rencana detail
atas pendapatan dan pengeluaran
pemerintah agar pembelanjaan yang
dilakukan dapat dipertanggungjawabkan
kepada publik.
Dalam hal ini, kinerja pemerintah
daerah selaku eksekutif akan dinilai
berdasarkan pencapaian target anggaran
dan efisiensi pelaksanaan anggaran.
Kinerja manajer publik dinilai
berdasarkan berapa yang berhasil
dicapai, dikaitkan dengan anggaran yang
ditetapkan. Partisipasi adalah suatu
proses pengambilan keputusan bersama
oleh dua bagian atau lebih dimana
keputusan tersebut akan memiliki
dampak masa depan. Selain partisipasi
penyusunan anggaran yang menunjang
untuk meningkatkan kinerja pemerintah
daerah dalam melakukan perencanaan
dan pengendalian jangka pendek dalam
organisasi yaitu komitmen organisasi.
Menurut Siagian (2002) faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi kinerja
diantaranya adalah komitmen organisasi,
budaya organisasi, akuntabilitas,
kepuasan kerja dan kepemimpinan.
Komitmen organisasi adalah komitmen
yang diciptakan oleh semua komponen-
komponen individual dalam menjalankan
operasional organisasi. Tinggi rendahnya
komitmen pegawai terhadap organisasi
tempat mereka bekerja sangatlah
menentukan kinerja yang akan dicapai
oleh organisasi (Siagian:2002).
Komitmen organisasi dapat terwujud
apabila individu dalam organisasi
menjalankan hak dan kewajiban mereka
sesuai dengan tugas dan fungsinya
masing-masing dalam organisasi, karena
pencapaian tujuan organisasi merupakan
hasil kerja semua anggota organisasi
yang bersifat kolektif.
Masalah-masalah yang berkaitan
dengan hubungan partisipasi
penyusunan anggaran dan kinerja
manajerial aparatur pemerintah
merupakan masalah yang banyak
diperdebatkan, bukti empiris
memberikan hasil yang bervariasi dan
tidak konsisten. Penelitian yang
dilakukan oleh Yulia (2008) yang
melakukan penelitian pada SKPD
pemerintahan kota Padang. Hasil
penelitian tersebut menunjukkan bahwa
partisipasi penganggaran berpengaruh
signifikan positif terhadap kinerja
aparatur pemerintah daerah.
Sedangkan budaya organisasi dan
komitmen organisasi tidak
mempengaruhi hubungan partisipasi
anggaran terhadap kinerja aparat.
Penelitian Mila (2005) juga
menunjukkan pengaruh signifikan positif
antara partisipasi anggaran terhadap
kinerja manajerial pada organisasi sektor
publik. Berbeda dengan penelitian yang
dilakukan oleh Iva (2011) yang
membuktikan partisipasi anggaran tidak
berpengaruh terhadap kinerja
manajerial, sedangkan kultur organisasi
juga tidak dapat mempengaruhi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
186
hubungan partisipasi anggaran terhadap
kinerja manajer. Penelitian Arifah (2007)
melakukan penelitian pada unit SKPD di
Karisidenan Surakarta.
Hasil dari penelitian tersebut
menemukan partisipasi penyusunan
anggaran berpengaruh signifikan positif
terhadap kinerja pemerintah daerah.
Penelitian Ulupui (2005), yang
melakukan penelitian mengenai
pengaruh partisipasi anggaran, persepsi
keadilan distributif, keadilan prosedural
dan goal commitment terhadap kinerja
dinas membuktikan partisipasi
berpengaruh terhadap kinerja. Hasil
penelitian menunjukkan partisipasi
Fenomena yang terjadi di pemerintahan
kota Padang dapat dilihat dari kinerja
pemerintah kota Padang dari pencapaian
pelaksanaan kegiatan pembangunan dan
melambatnya pertumbuhan ekonomi
yang dapat dilihat dari Realisasi
pendapatan asli daerah (PAD) Kota
Padang sampai Agustus 2011, baru
mencapai 67,50 persen.
Pendapatan yang ditargetkan ke
Pemko di 2011 sebanyak Rp 1,1 triliun,
tapi hanya mampu direalisasikan per 25
Agustus 2011 sebesar Rp 797 miliar. Hal
ini disebabkan keterbatasan sumber
daya aparatur di lingkungan Pemerintah
daerah dalam pengelolaan keuangan
daerah. (Padang
Ekspres/Red/Redaksi_ILS)
Berdasarkan fenomena di atas
serta dari temuan-temuan sebelumnya
menunjukkan adanya
ketidakkonsistenan antara penelitian
satu dengan penelitian lainnya.
Ketidakkonsistenan hasil penelitian
tersebut ditengahi dengan digunakannya
pendekatan kontinjensi (contingency
approach). Pendekatan ini menyatakan
bahwa perbedaan hubungan
penganggaran partisipatif dengan kinerja
aparat pemerintah daerah disebabkan
oleh perbedaan situasi atau kondisional
(Govindarajan,1986). Partisipasi
penyusunan anggaran tidak akan secara
langsung meningkatkan kinerja tanpa
adanya dukungan faktor-faktor eksternal
dan internal yang akan meningkatkan
kinerja organisasi. Pelaksanaan
mekanisme birokrasi dalam sistem
penyusunan anggaran dalam
perkembangannya menjadi sangat
penting untuk meningkatkan kinerja
pemerintah daerah. Akan tetapi, dilihat
dari penelitian terdahulu dan fenomena
yang ada mekanisme birokrasi masih
belum mampu memperbaiki kinerja unit
kerja organisasi.
Penyusunan anggaran merupakan
suatu proses yang berbeda antara sektor
swasta dengan sektor pemerintah,
termasuk diantaranya pemerintah
daerah. Pada sektor swasta, anggaran
merupakan bagian dari rahasia
perusahaan yang tertutup untuk publik,
namun sebaliknya pada sektor
pemerintahan atau publik anggaran
justru harus diinformasikan kepada
publik untuk dikritik dan didiskusikan
dengan tujuan untuk mendapatkan
masukan. Anggaran sektor publik
merupakan instrumen akuntabilitas atas
pengelolaan dana publik dan
pelaksanaan program-program yang
dibiayai dari uang publik (Mardiasmo,
2005: 61).
Anggaran digunakan sebagai
pedoman kerja sehingga proses
penyusunannya memerlukan organisasi
anggaran yang baik, pendekatan yang
tepat, serta model-model perhitungan
besaran (simulasi) anggaran yang
mampu meningkatkan kinerja pada
seluruh jajaran manajemen dalam
organisasi. Proses penyusunan anggaran,
dapat dilakukan dengan beberapa
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
187
pendekatan yaitu topdown, bottom up
dan partisipasi (Ramadhani dan
Nasution, 2009).
Dalam sistem penganggaran top-
down, dimana rencana dan jumlah
anggaran telah ditetapkan oleh
atasan/pemegang kuasa anggaran
sehingga bawahan/pelaksana anggaran
hanya melakukan apa yang telah
ditetapkan oleh anggaran tersebut.
Penerapan sistem ini mengakibatkan
kinerja bawahan/pelaksana anggaran
menjadi tidak efektif karena target yang
diberikan terlalu menuntut namun
sumber daya yang diberikan tidak
mencukupi (overloaded).
Atasan/pemegang kuasa anggaran
kurang mengetahui potensi dan
hambatan yang dimiliki oleh
bawahan/pelaksana anggaran sehingga
memberikan target yang sangat
menuntut dibandingkan dengan
kemampuan bawahan/pelaksana
anggaran.
Oleh karena itu, entitas mulai
menerapkan sistem penganggaran yang
dapat menanggulangi masalah di atas
yakni sistem penganggaran partisipatif
(participative budgeting). Melalui sistem
ini, bawahan/pelaksana anggaran
dilibatkan dalam penyusunan anggaran
yang menyangkut subbagiannya
sehingga tercapai kesepakatan antara
atasan/pemegangkuasa anggaran dan
bawahan/pelaksana anggaran mengenai
anggaran tersebut (Omposunggu dan
Bawono, 2007).
Partisipasi penganggaran adalah
proses yang menggambarkan individu-
individuyang terlibat dalam penyusunan
anggaran dan mempunyai pengaruh
terhadap target anggaran. Partisipasi
penyusunan anggaran merupakan
pendekatan yang secara umum dapat
meningkatkan kinerja yang pada
akhirnya dapatmeningkatkan efektivitas
organisasi (Nor, 2007).
Penyusunan anggaran
secarapartisipatif diharapkan dapat
meningkatkan kinerja manajer, yaitu
ketika suatutujuan dirancang dan secara
partisipasi disetujui maka karyawan
akanmenginternalisasikan tujuan yang
ditetapkan dan memiliki rasa tanggung
jawabpribadi untuk mencapainya, karena
mereka ikut terlibat dalam
penyusunananggaran (Milani, 1975).
Manajer yang baik adalah manajer
yang menjalankan fungsi-fungsi
manajemen dengan efektif. Fungsi-fungsi
manajemen tersebut meliputi
perencanaan, investigasi,
pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan,
pemilihan staf, negosiasi, dan perwakilan
(Mahoney, et al.) dalam Handoko
(1996:34). Fungsi-fungsi manajemen ini
merupakan indikator untuk mengukur
kinerja manajerial. Kinerja manajerial
merupakan salah satu faktor yang dapat
dipakai untuk meningkatkan efektivitas
organisasi (Sumadiyah dan Susanta,
2004).
Indriantoro (1993) dan Supomo
(1998) dalam Kurnia (2010) menyatakan
bahwa kinerja manajerial dikatakan
efektif jika tujuan anggaran dapat
tercapai dan bawahan mendapatkan
kesempatan terlibat atau berpartisipasi
dalam penganggaran.Partisipasi dari
bawahan dalam penyusunan anggaran
dapat memberikan kesempatan untuk
memasukkan informasi lokal. Bawahan
dapat mengkomunikasikan atau
mengungkapkan beberapa informasi
pribadi yang dapat dimasukkan dalam
anggaran yang dipakai sebagai dasar
penilaian kinerja bila bawahan ikut serta
dalam proses penganggaran. Banyak
penelitian dibidang akuntansi
manajemen yang memperhatikan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
188
masalah partisipasi penyusunan
anggaran. Hasil-hasil penelitian belum
konsisten dan sering terjadi kontradiksi.
Penelitian Brownell & Mc Innes (1986)
menemukan bahwa terdapat hubungan
positif dan signifikan antara partisipasi
dalam penyusunan anggaran dan kinerja
manajerial. Milani (1975) dan Brownell
& Hirst (1986) menemukan bahwa
partisipasi penyusunan anggaran tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
kinerja manajerial. Para peneliti
menyimpulkan bahwa tidak ada
hubungan langsung antara partisipasi
penyusunan anggaran dan kinerja
manajerial (Gul dkk, (1995) Hapsari
(2010).
Hubungan positif dan negatif
antara partisipasi penyusunan anggaran
dengan kinerja manajerial dipengaruhi
oleh kondisi dan situasi tertentu. Hal
semacam ini dijelaskan dengan
pendekatan kontingensi (contingency
approach), di mana pendekatan ini
memberi gagasan bahwa sifat hubungan
yang ada dalam partisipasi anggaran
dengan kinerja manajerial harus sesuai
dengan aspek-aspek organisasi dan
berbeda bagi tiap situasi. Pendekatan
kontingensi mempelajari perilaku
manajerial sebagai reaksi atas sejumlah
keadaan tertentu guna menyarankan
praktek-praktek manajemen yang
dianggap paling cocok dalam rangka
usaha menghadapi situasi tertentu
(Winardi, 2000: 16).
Govindarajan (1986) dan Eker
(2008) mengatakan perlu digunakan
pendekatan kontingensi untuk
menyelesaikan berbagai perbedaan
pendapat tersebut. Pendekatan
kontingensi antara penyusunan anggaran
dengan kinerja manajerial
memungkinkan adanya variabel-variabel
lain yang dapat bertindak sebagai
variabel intervening atau moderating
yang mempengaruhi hubungan antara
partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial (Brownell, 1980).
Penelitian terdahulu banyak yang
menghubungkan partisipasi penyusunan
anggaran dengan kinerja manajerial
secara tidak langsung (faktor
kontingensi) misalnya menggunakan
komitmen tujuan, kultur organisasi,
komitmen tujuan, locus of control dan
sebagainya. Faktor kontingensi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
Job Relevant Information (JRI) sebagai
variabel moderating karena dianggap
dapat memperkuat hubungan antara
partisipasi anggaran dan kinerja
manajerial.
Informasi (information) yaitu data
yang telah diubah menjadi konteksyang
berarti dan bermanfaat bagi pengguna-
pengguna tertentu (Daft, 2006).
Informasi sangat dibutuhkan oleh
berbagai pihak. Dalam pengambilan
keputusan dibutuhkan suatu informasi.
Bila tidak ada informasi maka
pengambilan keputusan tidak dapat
dilakukan, kalaupun pengambilan
keputusan tersebut dilakukan tanpa
adanya informasi yang mendukung maka
keputusan yang diambil dapat keliru.
Baiman (1982) dan Kren (1992)
mengidentifikasi dua jenis informasi
utama dalam organisasi yaitu decision
influencing dan job relevant information
(JRI), yakni informasi yang memfasilitasi
pembuatan keputusan yangberhubungan
dengan tugas. Baiman (1982),
Yusfaningrum dan Ghozali(2005)
menambahkan bahwa JRI membantu
bawahan/pelaksana anggaran dalam
meningkatkan pilihan tindakannya
melalui informasi usaha yang berhasil
dengan baik. Kondisi ini memberikan
pemahaman yang lebih baik pada
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
189
bawahan mengenai alternatif keputusan
dan tindakan yang perlu dilakukan dalam
mencapai tujuan.
Apabila dalam perusahaan
terdapat informasi yang memfasilitasi
pembuatan keputusan yang
berhubungan dengan tugas atau job
relevant information (JRI) maka manajer
yang terlibat dalam pembuatan anggaran
akan menyusun target anggaran dengan
baik. Dengan adanya job relevant
information (JRI) manajer tidak akan
melakukan pembiasan target anggaran
guna mencapaitarget anggaran dengan
mudah namun manajer akan berusaha
mencapai target anggaran yang telah
ditetapkan sebab job relevant
information (JRI) yang ada akan
memberikan informasi-informasi
bagaimana mencapai target anggaran
dengan efektif dan efisien. Usaha untuk
mencapai target anggaran tersebut akan
mengakibatkan meningkatnya kinerja
manajer.
Organisasi pemerintah daerah
merupakan organisasi yang bergerak
dalam bidang pelayanan publik. Oleh
karena itu, kepercayaan yang diberikan
oleh masyarakat kepada penyelenggara
pemerintah harus diimbangi dengan
kinerja yang baik, sehingga pelayanan
dapat ditingkatkan secara efektif.
Penyusunan anggaran pada Dinas
di Pemerintah Kabupaten Pinrang telah
menggunakan penganggaran partisipatif.
Informasi yang didapat dari Kepala
Bagian Keuangan Dinas Perhubungan
Kabupaten Pinrang, menyebutkan bahwa
penyusunan anggaran pada SKPD
menggunakan sistem bottom up yang
dilaksanakan melalui masukan dari seksi,
bidang, sub bagian, sekretariat dan Unit
Pelaksana Teknis dengan
mempertimbangkan rencana kerja
tahunan dan rencana strategis
Penyusunan anggaran juga
memperhatikan masukan dari
masyarakat melalui Musrenbang
(Musyawarah Perencanaan
Pembangunan) kemudian dibahas
dengan Tim Anggaran Pemerintah Kota
dan setelahnya dibahas dengan DPRD
Kabupaten Pinrang. Peran manajer
dalam penyusunan anggaran sebagai
pengarah dan penyelia dari usulan-
usulan anggaran dengan harapan
anggaran dapat mencapai kinerja dan
tujuan instansi. Namun, lamanya proses
pembahasan anggaran yang disebabkan
kurang matangnya perencanaan dapat
menyebabkan tertundanya pelaksanaan
tugas manajer.
Sekretaris Dinas Ketertiban
menjelaskan juga bahwa setiap tingkatan
manajemen memiliki tugas pokok dan
fungsi (tupoksi) yang berbeda,
manajemen tingkat atas bertugas
menyampaikan visi dan misi dari
instansi, manajemen tingkat menengah
bertugas menyampaikan program-
program yang dapat menunjang visi dan
misi instansi, sedangkan manajemen
tingkat bawah memiliki tugas membuat
usulan kegiatan yang terkait dengan
program yang telah ditetapkan.
Walaupun demikian, setiap manajer
telah melakukan tugas dan fungsi pokok
seorang manajer, yaitu planning,
organizing, executing, dan controlling.
Hal ini dapat dilihat dari tugas
setiap manajer dalam mengkoordinir,
menyesuaikan, dan mencermati kegiatan
maupun program agar dapat menunjang
visi dan misi instansi. Transfer informasi
yang terjadi di setiap tingkatan
manajemen memberikan gambaran dan
pengetahuan agar manajer dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
Menurut seorang staf operasional
anggaran Dinas Kesehatan, informasi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
190
mengenai kebutuhan pelaksanaan
kegiatan dari bawahan/ unit pelaksana
terkadang terganjal oleh standar yang
telah ditetapkan Pemerintah Kota.
Sebagai contoh, kurangnya koordinasi
antara pelaksana dengan manajer
mengenai standar penggunaan listrik
yang telah ditetapkan, namun unit
pelaksana teknis membutuhkan alat
operasional maka kebijakan
penghematan pemakaian listrik harus
dilakukan di kantor Dinas Kesehatan
yang berdampak pada kinerja manajerial
tidak maksimal.
Berdasarkan uraian penjelasan
diatas, peneliti ingin mengetahui
bagaimana partisipasi penyusunan
anggaran di dinas Pemerintah Kabupaten
Sidenreng Rappang memberikan
pengaruh pada kinerja manajerial
dengan menggunakan job relevant
information sebagai variabel moderating.
Berdasarkan uraian latar belakang yang
telah dijelaskan di atas, peneliti akan
melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Partisipasi Penyusunan
Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial
Dengan Job Relevant Information Sebagai
Variabel Moderating (Studi pada Dinas
Pemerintah Kabupaten Pinrang )”.
Berdasarkan uraian latar belakang
di atas, peneliti dapat mengidentifikasi
permasalahan-permasalahan sebagai
berikut:
1. Lamanya proses pembahasan
anggaran yang disebabkan kurang
matangnya perencanaan dapat
menyebabkan kinerja manajerial
berkurang yang seharusnya
manajer sudah mendapatkan tugas
yang jelas.
2. Standar anggaran yang diberikan
dari atasan membuat manajer
membuat kebijakan yang
berdampak pada kinerja
manajerial tidak maksimal.
3. Transfer informasi terkadang tidak
tersampaikan dengan baik
dikarenakan kurangnya koordinasi
antara manajer dan pelaksana.
Berdasarkan uraian penjelasan
latar belakang dan identifikasi
masalah di atas, maka peneliti
membatasi masalah penelitian pada
pengujian pengaruh partisipasi
penyusunan anggaran terhadap
kinerja manajerial dengan
menggunakan job relevant information
sebagai variabel moderating. Objek
penelitian pada dinas di Pemerintah
Kabupaten Pinrang.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Pengharapan (Expectancy
Theory of Motivation)
Teori pengharapan atau teori
ekspektansi telah dikembangkan oleh
Levin dan Tolman (1930). Kemudian
secara sistematis dan konprehensif di
rumuskan oleh Vroom dalam bukunya
yang berjudul Work and Motivation
dalam Gitosudarmo dan Sudita (1997).
Teori ini menyatakan bahwa intensitas
kecenderungan untuk melakukan dengan
cara tertentu tergantung pada intensitas
harapan bahwa kinerja akan diikuti
dengan hasil yang pasti dan pada daya
tarik dari hasil kepada individu.
Vroom dalam Koontz, 1990
mengemukakan bahwa orang-orang
akan termotivasi untuk melakukan
hal-hal tertentu guna mencapai
tujuan apabila mereka yakin bahwa
tindakan mereka akan mengarah
pada pencapaian tujuan tersebut.
Sehubungan dengan tingkat
ekspektansi seseorang Craig C. Pinder
(1948) dalam bukunya Work
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
191
Motivation berpendapat bahwa ada
beberapa faktor yang mempengaruhi
tingkat harapan atau ekspektansi
seseorang yaitu:
a. Harga diri.
b. Keberhasilan waktu melaksanakan
tugas.
c. Bantuan yang dicapai dari seorang
supervisor dan pihak bawahan.
d. Informasi yang diperlukan untuk
melaksanakan suatu tugas
e. Bahan-bahan baik dan peralatan baik
untuk bekerja.
Sementara teori harapan
menyatakan bahwa motivasi karyawan
adalah hasil dari seberapa jauh
seseorang menginginkan imbalan
(Valence), yaitu penilaian bahwa
kemungkinan sebuah upaya akan
menyebabkan kinerja yang diharapkan
(Expectancy), dan keyakinan bahwa
kinerja akan mengakibatkan
penghargaan (Instrumentality).
Singkatnya, Valence adalah signifikansi
yang dikaitkan oleh individu tentang
hasil yang diharapkan.
Ini adalah kepuasan yang
diharapkan dan tidak aktual bahwa
seorang karyawan mengharapkan untuk
menerima setelah mencapai tujuan.
Harapan adalah keyakinan bahwa upaya
yang lebih baik akan menghasilkan
kinerja yang lebih baik. Harapan
dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti
kepemilikan keterampilan yang sesuai
untuk melakukan pekerjaan,
ketersediaan sumber daya yang tepat,
ketersediaan informasi penting dan
mendapatkan dukungan yang diperlukan
untuk menyelesaikan pekerjaan. Jadi
harapan seseorang mewakili keyakinan
seorang individu bahwa tingkat upaya
tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat
kinerja tertentu.
Dasar pemikiran teori
pengharapan adalah bahwa motivasi
ditentukan oleh hasil yang diharapkan
diproleh seseorang sebagai akibat dari
tindakannya. Oleh karena itu, teori
pengharapan memfokuskan pada tiga
hubungan yaitu : (1) Hubungan upaya-
kinerja, (2) Hubungan Kinerja-ganjaran,
(3) Hubungan ganjaran-tuuan pribadi.
2.2 Teori Penetapan Tujuan (Goal-
Setting)
Teori penetapan Tujuan (Goal
Setting) dikembangkan oleh Locke pada
tahun 1968. Teori ini menjelaskan tujuan
yang ditetapkan dengan prestasi kerja
(Kinerja). Konsep dasar teori penetapan
tujuan adalah bahwa seseorang yang
memahami tujuan (apa yang diharapkan
organisasi kepadanya) akan
mempengaruhi prilaku kepadanya.Locke
menunjukkan adanya keterkaitan antara
tujuan dan kinerja seseorang terhadap
tugas.
Dia menemukan bahwa tujuan
spesifik dan sulit menyebabkan kinerja
tugas lebih baik dari tujuan yang mudah.
Beberapa tahun setelah Locke
menerbitkan artikelnya, penelitian lain
yang dilakukan Dr. Gary Latham, yang
mempelajari efek dari penetapan tujuan
di tempat kerja. Penelitiannya
mendukung persis apa yang telah
dikemukakan oleh Locke mengenai
hubungan tak terpisahkan antara
penetapan tujuan dan kinerja. Pada
tahun 1990, Locke dan Latham
menerbitkan karya bersama mereka, ‘A
Theory of Goal Setting and Task
Performance’.
Dalam buku ini, mereka
memperkuat argumen kebutuhan untuk
menetapkan tujuan spesifik dan
sulit.Lima Prinsip Penetapkan Tujuan
yaitu :
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
192
a. Kejelasan
Tujuan harus jelas terukur, tidak
ambigu, dan ada jangka waktu tertentu
yang ditetapkan untuk penyelesaian
tugas. Manfaatnya ketika ada sedikit
kesalahpahaman dalam perilaku maka
orang masih akan tetap menghargai atau
toleran. Orang tahu apa yang diharapkan,
dan orang dapat menggunakan hasil
spesifik sebagai sumber motivasi.
b. Menantang
Salah satu karakteristik yang
paling penting dari tujuan adalah tingkat
tantangan. Orang sering termotivasi oleh
prestasi, dan mereka akan menilai tujuan
berdasarkan pentingnya sebuah
pencapaian yang telah diantisipasi.
Ketika orang tahu bahwa apa yang
mereka lakukan akan diterima dengan
baik, akan ada motivasi alami untuk
melakukan pekerjaan dengan baik.
Dengan catatan sangat penting untuk
memperhatikan keseimbangan yang
tepat antara tujuan yang menantang dan
tujuan yang realistis.
c. Komitmen
Tujuan harus dipahami agar
efektif. Karyawan lebih cenderung
memiliki tujuan jika mereka merasa
mereka adalah bagian dari penciptaan
tujuan tersebut. Gagasan manajemen
partisipatif terletak pada ide melibatkan
karyawan dalam menetapkan tujuan dan
membuat keputusan. Mendorong
karyawan untuk mengembangkan
tujuan-tujuan mereka sendiri, dan
mereka menjadi berinisiatif memperoleh
informasi tentang apa yang terjadi di
tempat lain dalam organisasi. Dengan
cara ini, mereka dapat yakin bahwa
tujuan mereka konsisten dengan visi
keseluruhan dan tujuan perusahaan.
d. Umpan balik (feedback)
Umpan balik memberikan
kesempatan untuk mengklarifikasi
harapan, menyesuaikan kesulitan
sasaran, dan mendapatkan pengakuan.
Sangat penting untuk memberikan
kesempatan benchmark atau target,
sehingga individu dapat menentukan
sendiri bagaimana mereka melakukan
tugas.
e. Kompleksitas Tugas
Faktor terakhir dalam teori
penetapan tujuan memperkenalkan dua
persyaratan lebih untuk sukses. Untuk
tujuan atau tugas yang sangat kompleks,
manajer perlu berhati-hati untuk
memastikan bahwa pekerjaan tidak
menjadi terlalu berlebihan.
Orang-orang yang bekerja dalam
peran yang kompleks mungkin sudah
memiliki motivasi tingkat tinggi. Namun,
mereka sering mendorong diri terlalu
keras jika tindakan tidak dibangun ke
dalam harapan tujuan untuk
menjelaskan kompleksitas tugas, karena
itu penting untuk memberikan orang
waktu yang cukup untuk memenuhi
tujuan atau meningkatkan kinerja.
Sediakan waktu yang cukup bagi orang
untuk berlatih atau mempelajari apa
yang diharapkan dan diperlukan untuk
sukses. Inti dari penetapan tujuan adalah
untuk memfasilitasi keberhasilan. Oleh
karena itu pastikan bahwa kondisi
sekitar tujuan tidak menyebabkan
frustrasi atau menghambat orang untuk
mencapai tujuan mereka.
Penentuan tujuan adalah sesuatu
yang diperlukan untuk kesuksesan.
Dengan pemahaman teori penetapan
tujuan, kemudian dapat secara efektif
menerapkan prinsip-prinsip untuk
tujuan yang akan ditetapkan.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
193
2.3 Kinerja Manajerial
a. Definisi Kinerja Manajerial
Manajer adalah seseorang yang bekerja dengan dan melalui orang lain
dengan mengoordinasikan kegiatan-
kegiatan pekerjaan guna mencapai
tujuan organisasi. Hal ini dapat berarti mengoordinasikan pekerjaan dari satu
kelompok atau departemen, atau dapat
berarti menyelia satu orang saja.
Pengoordinasian tersebut dapat juga
mencakup pengoordinasian kegiatan-kegiatan pekerjaan suatu tim yang terdiri
atas orang-orang dari organisasi
berbeda, seperti karyawan temporer
atau karyawan yang bekerja di pemasok dari organisasi tersebut (Arfan Ikhsan
Lubis, 2011: 46).
Malayu (2007:44) mengemukakan
bahwa manajer adalah sumber aktivitas
dan mereka harus merencanakan, mengorganisasi, mengarahkan, dan
mengendalikan semua kegiatan, agar
tujuan tercapai. Manajer harus
memberikan arah kepada perusahaan yang dipimpinnya.
Kinerja adalah gambaran
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/
program/ kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Secara umum, kinerja
merupakan prestasi yang dicapai oleh
organisasi dalam periode tertentu. (Indra
Bastian, 2006: 274) Mardiasmo (2006) mengatakan
bahwa kinerja manajerial adalah
gambaran seorang manajer mengenai
tingkat pencapaianpelaksanaan suatu
kegiatan atau program, kebijakan dalam mewujudkan sasaran, tujuanmisi, dan
visi organisasi yang tertuang dalam
strategic planning suatu organisasi.
Sedangkan menurut Mahoney (1963) dalam Nurcahyani (2010), kinerja
manajerial diartikan sebagai kinerja
individu dalam kegiatan manajerial yang
meliputi perencanaan, investigasi,
koordinasi, supervisi, pengaturan staf,
negosiasi, dan representasi.
Jadi, kinerja manajerial dapat
diartikan juga sebagai tingkat pencapaian manajer dalam
melaksanakan dengan perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, dan
pengendalian kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi.
b. Klasifikasi Manajer
Secara umum, manajer dapat
diklasifikasikan sebagai manajer tingkat
bawah, tingkat menengah, dan tingkat
atas. (Arfan Ikhsan Lubis, 2011: 46)
1) Manajer tingkat bawah (Lower
Management)
Manajer ini merupakan orang yang
menduduki posisi di tingkatan paling
bawah dan mengelola pekerjaan individu
non-manajerial yang terlibat dalam
produksi atau penciptaan produk
organisasi. Mereka sering disebut
penyelia, tetapi bisa juga disebut manajer
lini, manajer kantor, atau bahkan
mandor.
2) Manajer tingkat menengah (Middle
Management)
Manajer tingkat menengah
mencakup semua tingkatan manajemen
antara tingkatan paling rendah dengan
tingkat puncak pada organisasi tertentu.
Manajer tingkat menengah mengelola
pekerjaan para manajer lini pertama dan
mempunyai sebutan, seperti kepala
bagian atau kepala biro, pemimpin
proyek, manajer pabrik, atau manajer
divisi.
3) Manajer tingkat atas (Top
Management)
Manajer yang menduduki posisi ini
biasanya disebut manajemen puncak,
yang bertanggungjawab atas
pengambilan keputusan yang mencakup
seluruh organisasi dan menyusun
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
194
rencana serta sasaran yang akan
memengaruhi keseluruhan organisasi itu.
c. Faktor–faktor yang Mempengaruhi
Kinerja Manajerial
Ada beberapa faktor yang dapat
mempengaruhi kinerja manajerial
menurut Amstrong dan Baron (1998)
dalam Nanda Hapsari (2010), antara lain:
1) Faktor Pribadi (keahlian, kepercayaan
diri, motivasi dan komitmen)
2) Faktor Kepemimpinan (kualitas
keberanian/semangat, pedoman
pemberiansemangat pada manajer
dan pemimpin kelompok organisasi).
3) Faktor Tim/kelompok (sistem
pekerjaan dan fasilitas yang
disediakan oleh organisasi)
4) Faktor Situasional (perubahan
dan tekanan dari lingkungan
internal daneksternal).
d. Pengukuran Kinerja Manajerial
Supomo dan Indriantoro (1998)
menjelaskan, menurut teori manajemen
klasik kinerja manajerial didasarkan
pada fungsi-fungsi manajemen sebagai
berikut:
1) Perencanaan
Meliputi pemilihan strategi,
kebijakan, program, dan prosedur untuk
mencapai tujuan organisasi. Semua
tingkatan manajemen dalam struktur
organisasi melakukan perencanaan baik
tingkat bawah, menengah, maupun
manajer tingkat atas.
2) Investigasi
Laporan dari setiap manajer pada
pusat pertanggung jawaban yang
dipimpinnya menjelaskan kinerja
manajer yang bersangkutan. Untuk
menyusun laporan tersebut, manajer
melaksanakan salah satu fungsi
manajemen yaitu investigasi. Dalam hal
ini, manajemen bertugas untuk
mengumpulkan dan menyampaikan
informasi untuk catatan, laporan dan
rekening, mengukur hasil, menentukan
persediaan, dan analisa pekerjaan.
3) Koordinasi
Setiap fungsi manajerial adalah
pelaksana koordinasi. Kebutuhan akan
mensinkronisasi tindakan individu
timbul dari perbedaan dalam pendapat
mengenai bagaimana cita-cita kelompok
dapat dicapai atau bagaimana tujuan
individu atau kelompok dipadukan.
Koordinasi ini bisa dilakukan dengan
tukar menukar informasi dengan bagian
organisasi yang lain untuk mengaitkan
dan menyesuaikan program,
memberitahu departemen lain, dan
berhubungan dengan manajer lain.
4) Evaluasi
Evaluasi merupakan salah satu
fungsi pokok manajemen yang digunakan
untuk menilai dan mengukur proposal,
kinerja, penilaian pegawai, penilaian
catatan hasil, penilaian laporan
keuangan, dan pemeriksaan produk.
5) Pengawasan
Pengawasan meliputi
mengarahkan, memimpin dan
mengembangkan bawahan,
membimbing, melatih, member tugas,
dan menangani keluhan.
6) Penataan staf (Staffing)
Penataan staf merupakan suatu
proses yang terdiri dari spesifikasi
pekerjaan (job description), pergerakan
tenaga, spesifikasi pekerja, seleksi dan
penyusunan organisasi untuk
mempersiapkan dan melatih karyawan
agar melaksanakan pekerjaan dengan
baik.
7) Negosiasi
Bentuk negosiasi yang dilakukan
manajer antara lain terjadi pada saat
melakukan pembelian, penjualan atau
melakukan kontrak untuk barang dan
jasa, menghubungi pemasok, tawar
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
195
menawar dengan wakil penjual maupun
secara kelompok.
8) Perwakilan
Perwakilan adalah fungsi
manajemen untuk menghadiri pertemuan dengan perusahaan lain,
pertemuan perkumpulan bisnis, pidato
untuk acara kemasyarakatan,
pendekatan ke masyarakat, dan mempromosikan tujuan umum
perusahaan.
2.4 Partisipasi Penyusunan Anggaran
a. Teori Kontijensi
Teori kontijensi dapat digunakan
untuk menganalisis desain dan sistem
akuntansi manajemen untuk
memberikan informasi yang dapat
digunakan perusahaan untuk berbagai
macam tujuan Otley (1980) Suryanawa
(2008). Dalam partisipasi penyusunan
anggaran, penggunaan teori kontijensi
telah lama menjadi perhatian para
peneliti. Berdasarkan hasil penelitian
tersebut, maka sebuah teori kontijensi
dalam pengaruh partisipasi anggaran
terhadap kinerja aparat pemerintah
daerah.
Para peneliti di bidang akuntansi
menggunakan teori kontijensi saat
menghubungkan pengaruh partisipasi
anggaran terhadap kinerja aparat
pemerintah daerah. Pengaruh partisipasi
anggaran terhadap kinerja aparat
pemerintah daerah mempunyai faktor-
faktor kontijensi, faktor-faktor tersebut
adalah faktor kepuasan kerja. Faktor
kepuasan kerja adalah variabel
moderating, yang dapat memperkuat
atau memperlemah pengaruh partisipasi
anggaran dan kinerja aparat pemerintah
daerah. Anggaran merupakan
pernyataan mengenai estimasi kinerja
yang hendak dicapai selama periode
waktu tertentu yang dinyatakan dalam
ukuran finansial (Mardiasmo, 2009).
Lebih rinci lagi, Halim (2013: 22)
mengartikan anggaran yaitu rencana
kegiatan yang diwujudkan dalam bentuk
finansial, meliputi usulan pengeluaran
yang diperkirakan untuk suatu periode
waktu, serta usulan cara-cara memenuhi
pengeluaran tersebut. Dalam konteks
otonomi daerah dan desentralisasi,
anggaran menduduki posisi yang
penting. Proses dan metode untuk
mempersiapkan suatu anggaran disebut
dengan penganggaran. Dalam sektor
publik, penganggaran merupakan
tahapan yang cukup rumit dan penuh
dengan nuansa politik. Berbeda dengan
sektor swasta atau bisnis, anggaran
dianggap sebagai rahasia perusahaan
yang tertutup bagi publik, sedangkan
pada sektor publik anggaran dianggap
sebagai alat akuntabilitas publik di dalam
mengelola dana publik dan program-
program yang didanai dengan uang
publik sehingga anggaran pada sektor
publik justru harus diinformasikan untuk
didiskusikan secara terbuka.
Anggaran publik merupakan
kegiatan yang di representasikan dalam
bentuk rencana perolehan pendapatan
dan belanja dalam satuan moneter.
Dalam bentuk yang paling sederhana,
anggaran publik merupakan suatu
dokumen yang menggambarkan kondisi
keuangan dari suatu organisasi yang
meliputi informasi mengenai
pendapatan, belanja, dan aktivitas.
(Mardiasmo, 2009) Anggaran berisi
estimasi mengenai apa yang akan
dilakukan organisasi di masa yang akan
datang. Setiap anggaran memberikan
informasi mengenai apa yang hendak
dilakukan dalam beberapa periode yang
akan datang.
Menurut Undang-Undang (UU)
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan
Negara, menyatakan bahwa anggaran
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
196
adalah alat akuntabilitas, manajemen,
dan kebijakan ekonomi. Anggaran
sebagai instrumen kebijakan ekonomi
berfungsi untuk mewujudkan
pertumbuhan dan stabilitas
perekonomian serta pemerataan
pendapatan dalam rangka mencapai
tujuan bernegara.
Anggaran dapat diinterpretasikan
sebagai paket pernyataan perkiraan dan
penerimaan dan pengeluaran yang
diharapkan akan terjadi dalam satu atau
beberapa periode mendatang. Di dalam
tampilannya, anggaran selalu
menyertakan data penerimaan dan
pengeluaran yang terjadi di masa lalu.
Kebanyakan organisasi sektor publik
melakukan pembedaan krusial antara
tambahan modal dan penerimaan, serta
tambahan pendapatan dan pengeluaran.
(Indra Bastian, 2006: 163-164)
Anggaran merupakan suatu
rencana yang disusun secara sistematis
yang meliputi seluruh kegiatan
perusahaan dan dinyatakan dalam unit
(satuan) moneter dan berlaku untuk
jangka waktu (periode) mendatang. Dari
pengertian tersebut, dapat diketahui
bahwa anggaran merupakan hasil kerja
(output) terutama berupa taksiran-
taksiran yang akan dilaksanakan masa
mendatang. Karena anggaran merupakan
hasil kerja (output), anggaran
dituangkan dalam suatu naskah tulisan
yang disusun secara teratur dan
sistematis. Sementara itu, penganggaran
adalah proses kegiatan yang
menghasilkan anggaran tersebut sebagai
hasil kerja, serta proses kegiatan yang
berkaitan dengan pelaksanaan fungsi-
fungsi anggaran, yaitu fungsi-fungsi
pedoman kerja, alat pengoordinasian
kerja, dan alat pengawasan kerja(Arfan
Ikhsan Lubis, 2011: 226)
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa anggaran merupakan
pernyataan mengenai perkiraan rencana
kerja yang berisi penerimaan dan
pengeluaran yang disusun secara
sistematis untuk periode yang akan
datang.
b. Karakteristik Anggaran
Anggaran sektor publik menurut
(Indra Bastian, 2009 : 81) mempunyai
karakteristik sebagai berikut:
1) Anggaran dinyatakan dalam satuan
keuangan dan satuan selain keuangan.
2) Anggaran umumnya mencakup jangka
waktu tertentu, satu atau beberapa
tahun.
3) Anggaran berisi komitmen atau
kesanggupan manajemen untuk
mencapai sasaran yang ditetapkan.
4) Usulan anggaran ditelaah dan
disetujui oleh pihak yang berwenang
lebih tinggi dari penyusun anggaran.
5) Sekali disusun, anggaran hanya dapat
diubah dalam kondisi tertentu.
c. Manfaat Anggaran
Ada beberapa alasan penyebab
anggaran dianggap penting (Mardiasmo,
2009), yaitu:
1) Anggaran merupakan alat bagi
pemerintah untuk mengarahkan
pembangunan sosial-ekonomi,
menjamin kesinambungan, dan
meningkatkan kualitas hidup
masyarakat;
2) Anggaran diperlukan karena adanya
kebutuhan dan keinginan masyarakat
yang tidak terbatas dan terus
berkembang, sedangkan sumber daya
yang ada terbatas; dan
3) Anggaran diperlukan untuk
meyakinkan bahwa pemerintah telah
bertanggungjawab terhadap rakyat.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
197
d. Fungsi Anggaran
Mardiasmo (2009) dalam Abdul
Halim (2013:50-52) mengidentifikasi
beberapa fungsi anggaran dalam
manajemen sektor publik adalah sebagai
berikut:
1) Alat perencanaan;
Anggaran sektor publik dibuat
untuk merencanakan tindakan apa yang
akan dilakukan oleh pemerintah, berapa
biaya yang dibutuhkan, dan berapa hasil yang diperoleh dari belanja pemerintah
tersebut. Anggaran sebagai alat
perencanaan digunakan untuk:
a) Merumuskan tujuan serta sasaran
kebijakan agar sesuai dengan visi dan
misi yang ditetapkan.
b) Merencanakan berbagai program dan
kegiatan untuk mencapai tujuan
organisasi serta alternatif
pembiayaannya.
c) Mengalokasikan dana pada berbagai
program dan kegiatan yang telah
disusun; dan
d) Menentukan indikator kinerja dan
tingkat pencapaian strategi.
2) Alat pengendalian;
Anggaran sebagai instrumen
pengendalian digunakan untuk
menghindari adanya pengeluaran yang
terlalu besar (overspending), terlalu
rendah (underspending), salah sasaran
(missappropriation), atau adanya
penggunaan yang tidak semestinya
(misspending). Anggaran merupakan alat
untuk mengawasi kondisi keuangan dan
pelaksanaan operasional program atau
kegiatan pemerintah. Sebagai alat
pengendalian manajerial, anggaran
sektor publik digunakan untuk
meyakinkan bahwa pemerintah
mempunyai uang yang cukup untuk
memenuhi kewajibannya. Pengendalian
anggaran sektor publik dapat dilakukan
dengan empat cara, yaitu:
a) Membandingkan kinerja aktual
dengan kinerja yang dianggarkan.
b) Menghitung selisih anggaran.
c) Menemukan penyebab yang dapat
dikendalikan dan tidak dapat
dikendalikan atas suatu varians.
d) Merevisi standar biaya atau target
anggaran untuk tahun berikutnya.
3) Alat kebijakan fiskal
Melalui anggaran organisasi sektor
publik dapat menentukan arah atas
kebijakan tertentu. Anggaran sebagai alat
kebijakan fiskal pemerintah, digunakan
untuk menstabilkan ekonomi dan
mendorong pertumbuhan ekonomi.
Melalui anggaran sektor publik dapat
diketahui arah kebijakan fiskal
pemerintah, sehingga dapat dilakukan
prediksi dan estimasi ekonomi.
4) Alat politik
Pada sektor publik, anggaran
merupakan dokumen politik sebagai
bentuk komitmen eksekutif dan
kesepakatan legislatif atas penggunaan
dana publik untuk kepentingan tertentu.
Anggaran digunakan untuk memutuskan
prioritas-prioritas dan kebutuhan
keuangan terhadap prioritas tertentu.
Anggaran tidak sekedar masalah teknik,
melainkan diperlukan keterampilan
berpolitik, membangun koalisi, keahlian
bernegosiasi, dan pemahaman tentang
manajemen keuangan sektor publik yang
memadai oleh para manajer publik. Oleh
karena itu, kegagalan dalam
melaksanakan anggaran akan dapat
menjatuhkan kepemimpinan dan
kredibilitas pemerintah.
5) Alat koordinasi dan komunikasi
Melalui dokumen anggaran yang
komprehensif, sebuah bagian atau unit
kerja atau departemen yang merupakan
sub-organisasi dapat mengetahui apa
yang harus dilakukan dan apa yang akan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
198
dilakukan oleh bagian/unit kerja lainnya.
Oleh karena itu, anggara dapat
digunakan sebagai alat koordinasi dan
komunikasi antara dan seluruh bagian
dalam pemerintahan.
6) Alat penilaian kinerja
Kinerja eksekutif dinilai
berdasarkan pencapaian target anggaran,
efektivitas dan efisiensi pelaksanaan
anggaran. Kinerja manajer publik dinilai
berdasarkan berapa hasil yang dicapai
dikaitkan dengan anggaran yang telah
ditetapkan. Anggaran merupakan alat
yang efektif untuk pengendalian dan
penilaian kinerja.
7) Alat motivasi.
Anggaran dapat digunakan sebagai
alat untuk memotivasi manajer dan
stafnya agar dapat bekerja secara
ekonomis, efektif, dan efisien dalam
mencapai target dan tujuan organisasi
yang ditetapkan. Agar dapat memotivasi
pegawai, anggaran hendaknya bersifat
challenging.
8) Alat menciptakan ruang publik.
Fungsi ini hanya berlaku pada
organisasi sektor publik, karena pada
organisasi swasta anggaran merupakan
dokumen rahasia yang tertutup untuk
publik. Masyarakat dan elemen
masyarakat lainnya nonpemerintah,
seperti LSM, Perguruan Tinggi,
Organisasi Keagamaan, dan organisasi
masyarakat lainnya, harus terlibat dalam
proses penganggaran publik.
Keterlibatan mereka dapat bersifat
langsung dan tidak langsung.
Keterlibatan langsung masyarakat dalam
proses penganggaran dapat dilakukan
mulai dari proses penyusunan
perencanaan pembangunan maupun
rencana kerja pemerintah (daerah),
sedangkan keterlibatan secara tidak
langsung dapat melalui perwakilan
mereka di lembaga legislatif
(DPR/DPRD).
e. Siklus Anggaran Sektor Publik
Siklus anggaran adalah masa atau
jangka waktu mulai saat
anggarandisusun sampai dengan saat
perhitungan anggaran disahkan dengan
undang-undang.Menurut Mardiasmo
(2004) siklus anggaran meliputi empat
tahap, yaitu:
1) Tahap Persiapan Anggaran (Budget
Preparation).
Pada tahap persiapan anggaran
dilakukan taksiran pengeluaran atas
dasartaksiran pendapatan yang tersedia.
Terkait dengan masalah tersebut, yang
perludiperhatikan adalah sebelum
menyetujui taksiran pengeluaran,
hendaknya terlebihdahulu dilakukan
penaksiran pendapatan secara lebih
akurat. Selain itu, harusdisadari adanya
masalah yang cukup berbahaya jika
anggaran pendapatandiestimasi pada
saat bersamaan dengan pembuatan
keputusan tentang
anggaranpengeluaran.
2) Tahap Ratifikasi Anggaran (budget
ratification).
Pada tahap ini pimpinan eksekutif
harus mempunyai kemampuan
untukmenjawab dan memberikan
argumentasi yang rasional atas segala
pertanyaan-pertanyaan dan bantahan-
bantahan dari pihak legislatif.
3) Tahap Pelaksanaan Anggaran (budget
implementation).
Dalam tahap pelaksanaan
anggaran ini, hal terpenting yang
harusdiperhatikan manajer keuangan
publik adalah dimilikinya sistem
informasiakuntansi dan sistem
pengendalian manajemen. Manajer
keuangan publik dalamhal ini
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
199
bertanggung jawab untuk menciptakan
sistem akuntansi yang memadai
danhandal untuk perencanaan dan
pengendalian anggaran yang telah
disepakati, danbahkan dapat diandalkan
untuk tahap penyusunan anggaran
periode berikutnya.
4) Tahap Pelaporan dan Evaluasi
Anggaran
Tahap ini terkait dengan aspek
akuntabilitas. Jika tahap
implementasitelah didukung dengan
sistem akuntansi dan sistem
pengendalian manajemenyang baik,
maka diharapkan tahap budget reporting
and evaluation tidak akanmenemui
banyakmasalah.
f. Pendekatan dalam Penyusunan
Anggaran
Secara garis besar, pendekatan
dalam penyusunan anggaran dibagi
menjadi 3 kelompok, yaitu:
1) Top down approach (bersifat dari
atas-ke-bawah)
Dalam penyusunan anggaran ini,
manajemen senior menetapkan anggaran
bagi tingkat yang lebih rendah sehingga
pelaksana anggaran hanya melakukan
apa saja yang telah disusun. Tapi
pendekatan ini jarang berhasil karena
mengarah kepada kurangnya komitmen
dari sisi pembuat anggaran dan hal ini
membahayakan keberhasilan rencana
anggaran.
2) Bottom up approach (bersifat dari
bawah-ke-atas)
Pada bottom up approach,
anggaran sepenuhnya disusun oleh
bawahan dan selanjutnya diserahkan
atasan untuk mendapatkan pengesahan.
Dalam pendekatan ini, manajer tingkat
yang lebih rendah berpartisipasi dalam
menentukan besarnya anggaran.
Pendekatan dari bawah ke atas dapat
menciptakan komitmen untuk mencapai
tujuan anggaran, tetapi apabila tidak
dikendalikan dengan hati-hati dapat
menghasilkan jumlah yang sangat mudah
atau yang tidak sesuai dengan tujuan
keseluruhan perusahaan.
3) Kombinasi top down dan bottom up
Kombinasi antara kedua
pendekatan inilah yang paking efektif.
Pendekatan ini menekankan perlunya
interaksi antara atasan dan bawahan
secara bersama sama menetapkan
anggaran yang terbaik bagi perusahaan.
g. Pengertian Partisipasi Penyusunan
Anggaran
Partisipasi dalam proses
penyusunan anggaran dianggap sebagian
orangsebagai obat mujarab untuk
memenuhi kebutuhan akan harga diri
dan aktualisasidari para anggota
organisasi. Dengankata lain, pekerja dan
manajer tingkat bawah memiliki suara
dalam prosesmanajemen. Partisipasi
secara luas pada dasarnya merupakan
prosesorganisasional, di mana para
individual terlibat dan mempunyai
pengaruh dalampembuatan keputusan
yang mempunyai pengaruh secara
langsung terhadap paraindividu tersebut
(Supomo dan Indriantoro, 1998).
Partisipasi adalah suatu “proses
pengambilan keputusan bersama oleh
dua bagian atau lebih pihak dimana
keputusan tersebut akan memiliki
dampak masa depan terhadap mereka
yang membuatnya.” Arfan dan
Muhammad, (2008: 173-175)
Menurut Brownell (1982) dalam
Eka Yuda (2013) partisipasi merupakan
proses dimana individu-individu terlibat
langsung didalamnya dan mempunyai
pengaruh pada penyusunan target
anggaran yang kinerjanya akan
dievaluasi dan kemungkinan akan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
200
dihargai atas dasar pencapaian target
anggaran mereka. Jadi, partisipasi
penyusunan anggaran adalah
keterlibatan pihak – pihak secara
langsung dalam proses pengambilan
kebijakan penyusunan anggaran.
h. Manfaat Partisipasi Penyusunan
Anggaran
Manfaat dari partisipasi dalam
penyusunan anggaran menurut Arfan
Ikhsan dan Muhammad Ishak (2005:
175) adalah:
a. Partisipan menjadi terlibat secara
emosi dan bukan hanya secara tugas
dalam pekerjaan mereka. Partisipasi
dapat meningkatkan moral dan
mendorong inisiatif yang lebih besar
pada semua tingkatan manajemen.
b. Partisipasi juga berarti meningkatkan
rasa kesatuan kelompok, yang pada
gilirannya cenderung meningkatkan
kerja sama antar-anggota kelompok
dalam penetapan tujuan. Tujuan
organisasi yang dibantu
penetapannya oleh orang-orang
tersebut, kemudian akan dipandang
sebagai tujuan yang selaras dengan
tujuan pribadi mereka.
c. Partisipasi berarti juga berkaitan
dengan penurunan tekanan dan
kegelisahan yang berkaitan dengan
anggaran. Hal ini disebabkan orang
yang berpartisipasi dalam penetapan
tujuan mengetahui bahwa tujuan
tersebut wajar dan dapat dicapai.
d. Partisipasi juga dapat menurunkan
ketidakadilan yang dipandang ada
dalam alokasi sumber daya organisasi
antara subunit organisasi, serta reaksi
negatif yang dihasilkan dari persepsi
semacam itu. Manajer yang terlibat
dalam penetapan tujuan akan
memiliki pemahaman yang lebih baik
mengenai penyebab sumber daya
dialokasikan dengan cara demikian.
e. Melalui proses negosiasi dan banyak
diskusi anggaran yang terjadi dalam
rapat, manajer akan menyadari
masalah dari rekan-rekannya di unit
organisasi lainnya dan memiliki
pemahaman yang lebih baik atas
saling ketergantungan antar-
departemen. Dengan demikian,
banyak masalah potensial yang
berkaitan dengan anggaran dapat
dihindari.
i. Kendala dalam Anggaran
Partisipatif
Ikhsan dan Ishak (2005: 175)
menjelaskan bahwa anggaran partisipatif
mempunyai tiga potensi masalah, yaitu:
1) Menetapkan standar yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah. Jika
anggaran dibuat terlalu tinggi atau
ketat akan menurunkan kinerja
manajer, sebaliknya jika anggaran
dibuat terlalu mudah akan
menurunkan minat dan tantangan
bagi manajer sehingga berakibat
terhadap penurunan kinerja manajer.
2) Membuat kelonggaran dalam
anggaran (budgetary slack).
Budgetary slack muncul ketika
seorang manajer dengan sengaja
memperkirakan pendapatan terlalu
rendah atau memperkirakan biaya
terlalu tinggi.
3) Partisipasi semu
(pseudoparticipation).
Pseudoparticipation terjadi pada
perusahaan yang tidak sungguh-
sungguh dalam menerapkan
partisipasi. Manajer tingkat bawah
terpaksa menyatakan persetujuan
terhadap keputusan yang ditetapkan
oleh manajemen puncak karena
perusahaan memerlukan persetujuan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
201
mereka. Hal ini akan mengakibatkan
banyak sekali permasalahan perilaku,
antara lain: meningkatnya rasa
ketegangan bawahan, dan timbulnya
perpecahan antara manajemen
puncak dengan bawahan, seperti rasa
saling curiga. Partisipasi semu akan
terjadi kalau semakin banyak orang
yang duduk dalam komite anggaran.
j. Pengukuran Partisipasi Penyusunan
Anggaran
Pengukuran partisipasi dalam
penyusunan anggaran diukur
berdasarkan instrumen yang
dikembangkan oleh Milani (1975).
Pengukuran bertujuan untuk menilai
partisipasi manajer dalam berbagai
keputusan yang diambil oleh
perusahaan. Menurut Milani (1975)
partisipasi manajer dapat dilihat dari
beberapa aspek, yaitu:
1) Keterlibatan manajer dalam
penyusunan anggaran.
2) Wewenang manajer dalam
penyusunan anggaran dan berlakunya
anggaran.
3) Keterlibatan manajer dalam
pengawasan proses penyusunan
anggaran.
4) Keterlibatan manajer dalam tujuan
pelaksanaan anggaran pada bidang
yang dipimpin.
5) Proses penyusunan anggaran akan
menetapkan siapa yang akan
berperan dalam melaksanakan
sebagian kegiatan pencapaian sasaran
anggaran dan ditetapkan pula sumber
daya yang disediakan bagi pemegang
peran tersebut untuk memungkinkan
melaksanakan perannya. Peran
tersebut menuntut manajer untuk
bisa mengarahkan bawahan agar
bekerja dengan maksimal guna
mencapai tujuan yang ditetapkan.
2.5 Job Relevant Information
a. Pengertian Informasi
Jogiyanto (1999: 692)
mendefinisikan informasi sebagai hasil
dari pengolahan data dalam suatu bentuk
yang lebih berguna dan lebih berarti bagi
penerimanya yang menggambarkan
suatu kejadian – kejadian (event) yang
nyata (fact) yang digunakan untuk
pengambilan keputusan. Sedangkan
menurut Tata Sutabri (2005) informasi
adalah data yang telah diklasifikasikan
atau diolah atau diinterpretasikan untuk
digunakan dalam proses pengambilan
keputusan. Jadi, informasi adalah data
yang telah diolah dan memiliki arti untuk
membantu dalam proses pengambilan
keputusan.
b. Karakteristik Informasi
Organisasi-organisasi bergantung
pada informasi kualitas tinggi untuk
mengembangkan rencana strategis,
mengidentifikasikan masalah dan
berinteraksi dengan organisasi lain.
Informasi disebut berkualitas tinggi
apabila informasi tersebut memiliki
karakteristik-karakteristik yang
menjadikannya bermanfaat untuk tugas
ini. Karakteristik-karakteristik informasi
yang bermanfaat dapat dibagi menjadi
tiga kategori luas yaitu (Daft, 2006):
1) Waktu
Informasi harus ada dan tersedia
ketika dibutuhkan, up todate,
danberkaitan dengan periode waktu
yang tepat (masa lalu,sekarang atau
masadepan).
2) Isi
Informasi yang bermanfaat bebas
dari kesalahan, sesuai dengankebutuhan
pengguna, lengkap, ringkas, relevan
(yaitu informasi tersebutmeniadakan
data yang dibutuhkan), dan merupakan
ukuran kinerja yangakurat.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
202
3) Bentuk
Informasi harus tersedia dalam
bentuk yang mudah dipahami pengguna
dan dalam tingkat detail yang memenuhi
kebutuhan pengguna.Penyajiannya harus
disusun dan menggunakan kombinasi
kata, angka, dandiagram yang sangat
membantu pengguna. Selain itu,
informasi harusdisajikan dengan
menggunakan medium yang bermanfaat
(dokumen tercetak, pertunjukan video,
suara).
c. Pengertian Job Relevant
Information
Kren, (1992) mengidentifikasi dua
tipe utama dari informasi dalam
organisasi, yaitu: (1) informasi perilaku
manajer dalam pengambilan keputusan
untuk evaluasi kinerja; dan (2) informasi
untuk mengambil tindakan agar tercapai
hasil lebih baik. Berkaitan dengan hal
tersebut. Sementara Baiman, (1982)
dalam Yusfaningrum dkk. (2005)
menambahkan bahwa job relevant
information membantu bawahan dalam
meningkatkan pilihan tindakannya
melalui informasi usaha yang berhasil
dengan baik. Kondisi ini memberikan
pemahaman yang lebih baik pada
bawahan mengenai alternatif keputusan
dan tindakan yang perlu dilakukan dalam
mencapai tujuan.
Menurut Murray (1990) dalam
Rakib Husin (2010) informasi juga dapat
ditransfer dari bawahan kepada
atasannya. Hal ini menunjukkan, bahwa
ada dua keuntungan yang dapat
diperoleh dari adanya transfer informasi
dari bawahan kepada atasan yaitu:
1) atasan dapat mengembangkan
strategi yang lebih baik yang dapat
disampaikan kepada bawahan
sehingga kinerja akan meningkat
2) Dari informasi yang diberikan
bawahan kepada atasan akan
memperoleh tingkat keputusan yang
lebih baik atau lebih sesuai bagi
organisasi. Tersediannya informasi
yang berhubungan dengan tugas akan
meningkatkan perencanaan untuk
mencapai tujuan yang ditetapkan.
Bila bawahan atau pelaksana
anggaran diberi kesempatan untuk
memberikan masukan berupa informasi
yang dimilikinya kepada atasan atau
pemegang kuasa anggaran sehingga
atasan atau pemegang kuasa anggaran
akan memperoleh pemahaman yang
lebih baik tentang pengetahuan yang
relevan dengan tugas (Krisler
BornadiOmposunggu dan Icuk Rangga
Bawono, 2006).
Dapat disimpulkan bahwa job
relevant information adalah informasi
yang berkaitan dengan tugas yang dapat
membantu manajer dalam pengambilan
keputusan. Transfer informasi yang
terjadi diharapkan agar pihak yang
bersangkutan mendapat pengetahuan
yang lebih baik mengenai alternatif
keputusan dan tindakan yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan.
d. Pengukuran Job Relevant
Information
Menurut teori yang dikembangkan
oleh Kren (1992), Job
relevantinformation diukur dengan
menggunakan indikator sebagai berikut:
1) Mendapat informasi yang jelas.
Informasi harus dapat dibaca dan
dipahami dengan baik agar informasi
tersebut berguna bagi para pembuat
keputusan.
2) Mempunyai informasi yang memadai.
Informasi yang tersedia harus lengkap
dan sesuai dengan kuantitas dan
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
203
kualitas yang dibutuhkan pengguna
informasi pada waktu tertentu.
3) Memperoleh informasi yang strategik.
Informasi yang diperoleh dapat
digunakan untuk mengambil
keputusan jangka panjang dan
memberikan kontribusi bagi tujuan
organisasi.
4) Mencari informasi yang tepat.
Informasi haruslah sesuai dengan apa
yang dibutuhkan dan dapat diperoleh
pada saat yang tepat.
2.6 Penelitian Terdahulu
Penelitian ini mengambil beberapa
referensi dari penelitian terdahulu
sebagai acuan dalam melakukan
penelitian. Penelitian yang dijadikan
referensi yaitu penelitian yang relevan
dengan variabel yang digunakan pada
penelitian ini.
1. Gita Pramudya Saraswati (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh
Yogi Andrianto pada tahun 2015 dengan
judul “Analisis Pengaruh Partisipasi
Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja
Manajerial dengan Kepuasan Kerja, Job
Relevant Information dan Kepuasan Kerja
sebagai Variabel Moderating (Studi
Empiris Pada Wilayah SKPD Kota
Yogyakarta)” menggunakan 50 orang
manajer sebagai responden. Dari
penelitian tersebut diketahui bahwa
keterlibatan Kepala SKPD dan kepala
bagian di SKPD di wilayah kota
Yogyakarta dalam penyusunan anggaran
mempengaruhi kinerja manajerial.
Sedangkan job relevant information tidak
bisa berperan sebagai variabel
moderating terhadap pengaruh
partisipasi penyusunan anggaran dan
kinerja manajerial. Motivasi kerja dan
kepuasan kerja bisa berperan sebagai
variabel moderating terhadap pengaruh
partisipasi penyusunan anggaran dan
kinerja manajerial.
Kesamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Gita
(2015) adalah penggunaan variabel job
relevant information sebagai variabel
moderating. Sedangkan perbedaannya
adalah penelitian tersebut
menambahkan variabel kepuasan kerja
sebagai variabel moderating. Selain itu,
penelitian yang dilakukan Gita dilakukan
pada SKPD di wilayah Kota Yogyakarta.
2. Penelitian Febri Hendri (2015)
Penelitian yang dilakukan oleh
Febri Hendri yang berjudul “Pengaruh
Partisipasi Anggaran Terhadap
Senjangan Anggaran Dengan Komitmen
Organisasi Sebagai Variabel Moderating
(Studi Empiris Pada Pemerintahan
Daerah Kabupaten Sleman Di
Yogyakarta)” pada tahun 2015
didapatkan hasil bahwa partisipasi
dalam anggaran sangat dibutuhkan
komitmen organisasi agar tidak
terjadinya senjangan anggaran yang
begitu besar, dan senjangan anggaran
tersebut dapat diminimalisir bahkan
dihilangkan. Penelitian tersebut
menggunakan 103 karyawan sebagai
responden.
Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Febri
adalah sama-sama menggunakan
variabel partisipasi anggaran sebagai
variabel independen dan lokasi
penelitian pada pemerintahan.
Sedangkan perbedaannya, penelitian
tersebut menggunakan variabel
komitmen organisasi dan senjangan
anggaran sebagai variabelnya.
3. Penelitian Kunwafiyan Nurcahyani
(2016)
Penelitian yang dilakukan oleh Kunwafiyan Nurcahyani pada tahun
2016 dengan judul “Pengaruh Partisipasi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
204
Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial
Melalui Komitmen Organisasi Dan
Persepsi Inovasi Sebagai Variabel
Intervening”. Dari penelitian yang menggunakan 160 karyawan sebagai
respondenmenunjukkan bahwa
partisipasi anggaran berpengaruh
langsung terhadap kinerja manajerial, sedangkan partisipasi anggaran tidak
berpengaruh terhadap kinerja manajerial
melaluikomitmen organisasi dan
persepsi inovasi.
Persamaan penelitian ini dengan penelitian yang dilakukan oleh
Kunwafiyan adalah sama-sama
menggunakan variabel partisipasi
anggaran sebagai variabel independen dan kinerja manajerial sebagai variabel
dependen serta lokasi penelitian pada
sektor pemerintahan. Sedangkan
perbedaannya, penelitian tersebut
menggunakan variabel komitmen organisasidan persepsi inovasi sebagai
variabel intervening. Sedangkan
penelitian ini menggunakan variabel job
relevant information sebagai variabel moderating.
4. Penelitian Ridwan Mattola (2016)
Penelitian yang dilakukan oleh
Ridwan Mattola pada tahun 2011 yang
berjudul “Pengaruh Partisipasi Anggaran
Terhadap Kinerja dengan Locus of
Control Sebagai Variabel Moderating
(Studi Kasus pada PT Kimia Farma
Trading & Distribution Cabang Makasar)”
menggunakan 49 manajer sebagai
responden. Dari penelitian tersebut,
didapatkan hasil bahwa partisipasi
anggaran berpengaruh positif terhadap
kinerja. Locusof control berpengaruh
positif terhadap hubungan antara
partisipasianggaran dengan kinerja.
Dengan kata lain, partisipasi anggaran
yang dimoderasi oleh locus of control
berpengaruh positif terhadap kinerja.
Persamaan penelitian ini dengan
penelitian yang dilakukan oleh Ridwan
adalah sama-sama menggunakan
variabel partisipasi anggaran sebagai
variabel independen dan kinerja
manajerial sebagai variabel dependen.
Sedangkan perbedaannya, penelitian
tersebut menggunakan locus of control
sebagai variabel moderating dan objek
penelitian padaperusahaan. Sedangkan
penelitian ini menggunakan variabel job
relevant Information sebagai variabel
moderating, sedangkan objek penelitian
pada sektor pemerintahan
2.7 Kerangka Konseptual Dan
Hipotesis
a. Kerangka Konseptual
Kerangka pemikiran merupakan
penjelasan sementara terhadap gejala-
gejala yang menjadi obyek
permasalahan. Kreteria utama kerangka
pemikiran adalah alur-alur pemikiran
yang logis dalam membangun suatu
kerangka berpikir yang membuahkan
kesimpulan berupa hipotesis (Sugiono
2004:47). Dalam Penelitian ini terdapat
beberapa variabel yang digunakan di
antaranya variabel terikat adalah
variabel yang menjadi perhatian utama
dalam sebuah pengamatan (kuncoro,
2003). Pengamatan akan dapat
mendeteksikan ataupun menerangkan
variabel dalam variabel terikat beserta
perubahannya yang terjadi kemudia.
Variabel terikat dalam peneltian ini
adalah kinerja manajerial (Y).
Variabel bebas adalah variabel
yang dapat mempengaruhi perubahan
dalam variabel terikat dan mempunyai
pengaruh positif dan negative bagi
variabel terikat nantinya ( Kuncoro,
2003). Variabel bebas adalah partipasi
penyusunan anggaran (X1). Dan variabel
pemoderasi adalah variabel yang dapat
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
205
memperkuat atau memperlemah
hubungan antara variabel dependen dan
independen ( Ghozali, 2007).
Tujuan pengguanaan variabel
pemoderasi yaitu untuk melihat
pengaruh tidak langsung antar variabel
serta memperjelas hubungan variabel
independen dengan variabel dependen.
Variabel pemoderasi dalam penelitian ini
adalah Job Relevant Information.
Dalam penelitian ini, partisipasi
penyusunan anggaran dianggap mampu
atau tidak mampu menciptakan kinerja
manajerial baik secara langsung maupun
tidak langsung melalui Job Relevant
Information.
Gambar 1. Kerangka Konseptual
b. Hipotesis
Berdasarkan uraian pada tinjauan
teoritis di atas yang didukung oleh teori-
teori dan hasil penelitian, maka berikut
ini dapat digambarkan rangkaian
variabel-variabel yang akan dikaji yaitu:
1. Partisipasi Penyusunan Anggaran dan
Kinerja Manajerial.
Anggaran yang telah disusun
sebagai perencanaan dan indikator kinerja, dimana anggaran berfungsi
sebagai alat pengendalian untuk
mengukur kinerja manajer dalam
mencapai tujuan anggaran. Untuk mencegah terjadinya dampak yang
ditimbulkan dalam penyusunan
anggaran, perlu dilibatkannya manajer
bawah sehingga anggaran partisipatif
dapat meningkatkan kinerja anggota dalam organisasi.
Partisipasi penyusunan anggaran
merujuk kepada tingkat pengaruh
keterlibatan setiap individu dalam proses
perancangan anggaran. Partisipasi tersebut diartikan sebagai suatu bentuk
kerjasama yang terjadi antara atasan dan
bawahan. Dengan penyusunan anggaran
secara partisipatif diharapkan kinerja manajer akan meningkat, karena saat
tujuan atau standar yang dirancang
secara partisipatif disetujui, maka
bawahan akan memiliki tanggung jawab
pribadi untuk mencapai tujuan atau standar tersebut karena ikut serta
terlibat dalam penyusunannya.
Penelitian yang dilakukan
Yusfaningrum dan Ghozali (2005) menemukan bahwa terdapat hubungan
yang positif antara partisipasi
penyusunan anggaran dan kinerja
manajerial, semakin tinggi partisipasi
manajer dalam penyusunan anggaran, maka akan semakin tinggi pula kinerja
manajerial perusahaan.
Berdasarkan gagasan tersebut,
dapat ditarik hipotesis hubungan antara partisipasi anggaran terhadap kinerja
manajerial sebagai berikut:
Hipotesis 1 : Partisipasi penyusunan
anggaran berpengaruh positif terhadap
kinerja manajerial.
2 Partisipasi Penyusunan Anggaran, Job
Relevant Information, dan Kinerja
Manajerial.
Adanya proses partisipasi dalam
penyusunan anggaran, bawahan diberi
kesempatan untuk memberikanmasukan
kepada atasan berupa informasi yang
dimilikinya tentang tugas yang
dijalankan, sehingga atasanakan
memperoleh pemahaman yang lebih baik
tentang informasi yang berhubungan
dengan tugas (job relevant information).
Secara umum, informasiselama proses
partisipasi akan meningkatkan
kemampuan individual terhadap kinerja.
Partisipasi Penyusunan
Anggaran
Kinerja
Manajerial
Job Relevant Information
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
206
Job Relevant Information
mempengaruhikinerja karena
memberikan prediksi akurat atas kondisi
lingkungan danmemberikan seleksi yang
lebih efektif untuk melakukan tindakan
terbaik.
Kren (1992) menghubungkan hasil
penelitiannya dengan fakta bahwa Job
RelevantInformation membantu bawahan
untuk mengubah pilihantindakan
merekamelalui tindakan yang berisi
informasi, sehingga meningkatkan
kinerja.Seorang manajer yang memiliki
informasi yang akurat dan lengkap
yangberhubungan dengan tugas serta
keikutsertaannya (partisipasi)
dalampenyusunan anggaran, maka akan
meningkatkan kinerja manajerial
dalammencapai target anggaran yang
ditetapkan.
Partisipasi anggaran pada
dasarnya merupakan perwujudan dari
bentukketerlibatan para manajer dalam
penyusunan anggaran secara
keseluruhan dandiharapkan cepat
meningkatkan kinerja manajerial.
Keterlibatan bawahan dalampenyusunan
anggaran akan sangat memungkinkan
mereka untuk memberikaninformasi
yang diketahui. Dalam hal ini, bawahan
mungkin saja mengungkapkanbeberapa
informasi pribadinya yang dapat
dimasukkan dalam penetapan
anggaran.Campbell dan Gingrich (1986)
Kren (1992) menemukan bahwa JRI
berperansebagai variabel moderating
terhadap pengaruh positif antara
Partisipasi penyusunananggaran dan
kinerja manajerial.
Berdasarkan uraian penjelasan di
atas, maka gambar paradigma penelitian
yang akan digunakan pada penelitian ini,
dapat digambarkan sebagai berikut :
Dari gagasan di atas, maka
peneliti mengajukan hipotesis
mengenai hubungan ketiga variabel
tersebut dengan rumusan sebagai
berikut :
Hipotesis 2 : Job Relevant Information
memperkuat pengaruh partisipasi
anggaran terhadap kinerja manajerial
3. METODE PENELITIAN
3.1 Metode Analisis Data
a. Uji Kualitas Pengumpulan Data
Dikarenakan data diambil secara
primer dengan menggunakan kuesioner,
maka digunakan pengujian kualitas data
sebagai berikut:
1) Uji Validitas
Menurut Sugiyono (2008),
instrumen valid berarti instrumen
tersebut dapat digunakan untuk
mendapatkan data secara benar dan
teliti. Suatu skala pengukuran disebut
valid apabila skala tersebut melakukan
apa yang seharusnya dilakukan dan
mengukur apa yang seharusnya diukur.
Teknik yang digunakan untuk uji
validitas pada penelitian ini adalah
teknik korelasi product moment dari
person.
2) Uji Asumsi Klasik
a) Uji Linieritas
Uji linieritas bertujuan untuk
mengetahui apakah variabel-variabel penelitian yang digunakan mempunyai
hubungan yang linier ataukah tidak
secara signifikan. Uji ini biasanya
digunakan prasyarat dalam analisis korelasi atau regresi linier. Pengujian
dengan menggunakan Test for Linearity
dengan taraf signifikansi 0,05. Dua
variabel dikatakan mempunyai
hubungan yang linier bila signifikansinya kurang dari 0,05 (Gendro Wiyono, 2011).
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
207
b) Uji Multikolonieritas
Uji multikolinearitas merupakan
bentuk pengujian untuk asumsi dalam
analisis regresi berganda.
Multikolinearitas terjadi apabila terdapat
hubungan yang kuat antara variabel
independen dalam model regresi.
Apabila terjadi gejala multikolinearitas,
salah satu langkah untuk memperbaiki
model adalah dengan menghilangkan
variabel dari model regresi, sehingga
bisa dipilih model yang paling baik
(Purbayu Budi Santosa dan Ashari,
2005). Ada tidaknya multikolinearitas
dapat dideteksi dengan menggunakan
Pearson Correlation, dilihat dari besarnya
Toleranca Value dan Variance Inflation
Factor (VIF).
Tolerance Value dan VIF
menunjukkan setiap variabelindependen
manakah yang dijelaskan oleh variabel
independen lainnya atau dalam
pengertian sederhana setiap variabel
independen menjadi variabel dependen
(terikat). Tolerance Value mengukur
variabilitas variabel independen yang
terpilih yang tidak dijelaskan oleh
variabel independen lainnya. Jadi, nilai
tolerance yang rendah sama dengan nilai
VIF tinggi karena VIF =1/Tolerance
Value. Nilai yang umum dipakai untuk
menunjukkan adanya multikolinieritas
adalah nilai Tolerance Value ≥ 0,10 atau
sama dengan nilai VIF ≤ 10 maka tidak
terjadi multikolinieritas antar variabel
independennya (Imam Ghozali, 2006).
c) Uji Heteroskedastisitas
Heteroskedastisitas adalah suatu
kondisi apabila variabel pengganggu
mempunyai varian yang berbeda dari
satu amatan ke amatan yang lain atau
varian antara variabel dalam model tidak
konstan (Gujarati, 2003). Asumsi varian
dikatakan konstan apabila distribusi
residual tidak dipengaruhi oleh besar
kecilnya variabel independen. Dalam
regresi, salah satu asumsi yang harus
dipenuhi adalah bahwa varians dari
residual dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tidak memiliki
pola tertentu. Pola yang tidak sama ini
ditunjukkan dengan nilai yang tidak
sama varians dengan residual. Gejala
varians yang tidak sama ini disebut
dengan gejala heterokedastisitas,
sedangkan adanya gejala variansresidual
yang sama dari satu pengamatan ke
pengamatan yang lain disebut
homokedastisitas (Purbayu Budi Santosa
dan Ashari, 2005). Salah satu uji statistik
yang dapat digunakan untuk mendeteksi
ada tidaknya heterokedastisitas adalah
Uji Spearman yang mengusulkan untuk
meregres nilai absolut residual terhadap
variabel independen, dengan persmaan
regresi :
Ut = α + β Xt + vi
Jika variabel independen secara
signifikan secara statistik tidak
mempengaruhi variabel dependen, maka
tidak terdapat indikasi terjadi
heterokedastisitas. Hal ini dapat dilihat
apabila dari probabilitas signifikansinya
di atas tigkat kepercayaam 5% (Iman
Ghozali, 2006)
b. Analisis Data Deskriptif
Analisis statistik deskriptif
digunakan dalam penelitian ini
untukmemberikan gambaran atau
deskripsi mengenai variabel-variabel
penelitian yaitu: Partisipasi Penyusunan
Anggaran, Kinerja Kepala dinasial, dan
Job Relevant Information. Penelitian ini
menggunakan tabel distribusi frekuensi
yangmenunjukkan kisaran teoritis,
kisaran aktual, nilai rata-rata (mean) dan
standardeviasi (Ghozali, 2006).
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
208
c. Uji Hipotesis
1) Analisis Regresi Sederhana
Persamaan regresi sederhana
dapat digunakan untuk melakukan
prediksi seberapa tinggi hubungan
kausal satu variabel independen dengan
satu variabel dependen. Dalampenelitian
ini analisis regresi sederhana digunakan
untuk menguji pengaruh Partisipasi
Penyusunan Anggaran terhadap Kinerja
Kepala dinasial. Langkah-langkah dalam
melakukan analisis regresi sederhana
yaitu:
a) Membuat garis linier sederhana
y = β0+ β1X1+ β2X2+ β3X1 x2 + e
Keterangan :
Y : nilai yang diprekdisikan
a : konstanta atau apabila harga X = 0
b : koefisien regresi
X : nilai variabel independen
(Sugiyono, 2008)
b) Menguji signifikan uji t
Uji t dilakukan untuk menguji
signifikansi konstanta dan setiap variabel
independen akan berpengaruh terhadap
variabel dependen.
Uji t pada dasarnya menunjukkan
seberapa jauh pengaruh satu variabel
bebas secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
Jika t hitung lebih kecil daripada t tabel
dengan taraf signifikansi 5% maka
mempunyai pengaruh yang tidak
signifikan. Sebaliknya jika t hitung lebih
besar atau sama dengan t tabel pada
taraf signifikansi 5% maka mempunyai
pengaruh yang signifikan.
Hipotesis diuji dengan
menggunakan uji t untuk menguji apakah
secara terpisah variabel bebas mampu
menjelaskan variabel terikat secara baik.
Kesimpulan atas pengujian hipotesis
didasarkan pada tingkat signifikan dan
koefisien yaitu sebagai berikut :
Jika tingkat signifikan < α (0,05) dan
koefisien regresi (β) negative maka
hipotesis diterima yang berarti
tersedia cukup bukti untuk menolak
H0 pada pengujian 1,2.. atau dengan
kata lain tersedia bukti untuk
menerima H1, H2.
Jika tingkat signifikan < α (0,05) dan
koefisien regresi (β) positif maka
hipotesis ditolak dan berarti tidak
tersedia cukup bukti untuk menerima
hipotesis.
Jika tingkat signifikan > α (0,05) dan
koefisien regresi (β) negative maka
hipotesis ditolak yang berarti tidak
tersedia cukup bukti untuk menerima
hipotesis.
2) Analisis Regresi Moderasi dengan
Pendekatan Residual
Menurut Ghozali (2007:167)
pengujian variabel moderasi
menggunakan uji interaksi dan uji selisih
nilai mutlak (absolute residual)
mempunyai kecendrungan akan terjadi
multikolinearitas yang tinggi antar
variabel independen dan hal ini akan
menyalahi asumsi klasik dalam regresi
ordinary least square (OLS). Untuk
mengatasi multikolinearitas ini, maka
dikembangkanlah model lain yang
disebut uji residual Ghozali, (2007:169).
Peneliti menggunakan uji residual untuk
membuktikan apakah variabel moderasi
kemampuan manajemen merupakan
variabel moderasi atau bukan.
Fokus dalam uji residual adalah
menilai ketidakcocokan (lack of fit) yang
dihasilkan dari deviasi (penyimpangan)
dari suatu model. Ghozali, (2007:171)
hubungan linear antara variabel
independen dan variabel moderasi. Lack
of fit ditunjukkan oleh nilai residual di
dalam regresi.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
209
Pendekatan residual ini
dikemukakan oleh Dewar dan Werbel
(1979). Pendekatan ini mengasumsikan
bahwa ada banyak kemungkinan
kombinasi yang menunjukkan
kesesuaian terbaik atau konsistensi yang
ada ini disajikan dalam jalur regresi.
Kesesuaian terbaik dari masing-masing
variabel bebas (partisipasi anggaran)
dan faktor kondisional diperoleh dengan
peregresian faktor kontinjen dari
variabel bebas. Estimasi parameter
berasal dari regresi kemudian digunakan
untuk menentukan nilai faktor kontinjen
(komitmen organisasi dan job relevant
informationt) berkaitan dengan nilai
variabel bebas (persamaan 2). Apabila
kombinasi tersebut menyimpang dari
kesesuaian terbaik akan menurunkan
kualitas laporan keuangan pemerintah
daerah. Hubungan negatif dan signifikan
dari korelasi antara nilai deviasi (nilai
absolute dari seridual standardized) dari
masing-masing pasangan (masing-
masing variabel bebas dan komitmen
organisasi dan job relevant informationt)
pada kinerja manajerial pemerintah
daerah sebagai bukti mendukung
hipotesis.
Deviasi (simpangan) yaitu
ketidakcocokan variabel bebas dengan
faktor kontijen (persamaan 3,5 dan 7).
Ketidaksesuaian antara variabel bebas
dengan faktor kontijen berhubungan
negatif dengan kinerja manajerial
pemerintah daerah, artinya semakin
rendah tingkat ketidaksesuaian (deviasi)
atau dengan kata lain semakin tinggi
tingkat kesesuaian antara variabel bebas
dan faktor kontijen (komitmen
organisasi dan job relevant informationt)
akan meningkatkan kinerja manajerial
pemerintah daerah, dan begitupula
sebaliknya.
Perhitungan dengan SPSS 21 akan
diperoleh keterangan atau hasil tentang
koefisien determinasi (R2), Uji F, Uji t
untuk menjawab perumusan masalah
penelitian. berikut ini keterangan yang
berkenaan dengan hal tersebut koefisien
determinasi yaitu Setelah koefisien
korelasi diketahui, maka langkah
selanjutnya adalah menghitung koefisien
determinasi, yaitu untuk mengetahui
seberapa besar pengaruh variabel X
terhadap variabel Y. Koefisien
determinasi (R²) pada intinya mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam
menerangkan variasi variabel dependen.
4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
a. Analisis Deskriptif Variabel Kinerja
Manajerial (Y)
Analisis deskriptif jawaban
responden tetang variabel kinerja
manajerial didasarkan pada jawaban
responden atas pertanyaan-pertanyaan seperti yang terdapat dalam kuesioner
yang disebarkan pada responden. Variasi
jawaban responden untuk variabel
kinerja manajerial dapat dilihat pada tabel 14 sebagai berikut:
Tabel 14 Tanggapan responden Kinerja Manajerial (Y)
Pernyataan/indik
ator
Skor Tota
l
Rata
-rata STS TS N S SS
F % F % F % F % F %
Biasanya target
yang ditetapkan 8 4,5 11 6,3 43 24,4 109 61,9 5 2,8 620 124
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
210
mudah dicapai.
Kinerja Saya baik
pada umumnya
dinilai baik jika
anggaran yang
ditetapkan dapat
dicapai dan
dilaksanakan
22 12,5 11
7 66,5 26 14,8 7 4 4 2,3 382 76,4
Kinerja Saya baik
pada umumnya di
nilai baik jika
anggaran yang
ditetapkan dapat di
pertanggung
jawabkan
36 20,5 20 11,4 10 5,7 2 1,1 108 61,
4 854
130,
8
Untuk mengetahui
perkembangan
kinerja yang baik
pada umumnya
baik jika rencana
dan realisasi
anggaran dari tahun
ke tahun dapat
diperbandingkan.
7 4 14 8 117 66,5 38 21,6 0 0 538 107,
6
Saya berperan
dalam penentuan
tujuan, kebijakan,
rencana kegiatan
seperti
penjadwalan kerja,
penyusunan
anggaran dan
penyusunan
program.
7 4 16 9,1 14 8 103 58,5 36 20,
5 677
135,
4
Saya selalu merevisi
target anggaran
yang ditetapkan
setelah berjalan 6
bulan.
38 21,6 10
9 61,9 16 9,1 9 5,1 4 2,3 360 72
Rata-rata 19,
6
11,1
8
47,
83 17,9 37,6
21,4
1 80,6 25,36
26,1
6
14,
88
671,
83
107,
7
Sumber : Data Primer yang Diolah (2020)
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
211
Berdasarkan tabel diatas, bisa
disimpulkan bahwa pernyataan atau
indikator Biasanya target yang
ditetapkan mudah dicapai berada pada range keempat yaitu tinggi dengan skor
620. Pernyataan atau indikator Kinerja
Saya baik pada umumnya dinilai baik jika
anggaran yang ditetapkan dapat dicapai dan dilaksanakan, berada pada range
kedua yaitu rendah dengan skor 382.
Pernyataan atau indikator Kinerja Saya
baik pada umumnya di nilai baik jika
anggaran yang ditetapkan dapat di pertanggung jawabkan, berada pada
range kelima yaitu sangat tinggi dengan
skor 854. Pernyataan atau indikator
Untuk mengetahui perkembangan kinerja yang baik pada umumnya baik
jika rencana dan realisasi anggaran dari
tahun ke tahun dapat diperbandingkan,
berada pada range ketigaa yaitu cukup
tinggi dengan skor 538. Pernyataan atau indikator Saya berperan dalam
penentuan tujuan, kebijakan, rencana
kegiatan seperti penjadwalan kerja,
penyusunan anggaran dan penyusunan
program, berada pada range keempat
yaitu tinggi dengan skor 677. Dan
pernyataan atau indikator Saya selalu merevisi target anggaran yang
ditetapkan setelah berjalan 6 bulan.
berada pada range kedua yaitu rendah
dengan skor 360.
b. Hasil Uji Kualitas Data
1) Uji Validitas
Pengujian ini dilakukan dengan
cara menggunakan Corrected Item Total Corellation yaitu dengan cara
mengkorelasi skor tiap item dengan skor
totalnya, dengan jumlah responden 176
dan tingkat signifikasi 5%, butir pertanyaan kuesioner dinyatakan valid
jika rhitung> rtabel dan sebaliknya. Dari
penelitian ini diketahui bahwa rtabel
sebesar 0,148 (DF : 176 – 2 = 174). Hasil
pengujian validitas variabel dependen dan independen dari 176 sampel
responden tersebut dapat dilihat pada
tabel 15.
Tabel 15 .Hasil Pengujian Validitas Data
Variabel Item Nilai r Keterangan
I. Partisipasi Penyusunan X1.1 0. 488 Valid
Anggaran (X1) X1.2 0. 412 Valid
X1.3 0. 562 Valid
X1.4 0. 517 Valid
X1.5 0. 414 Valid
X1.6 0, 546 Valid
II. Job Relevant Information (X2) X2.1 0. 470 Valid
X2.2 0. 413 Valid
X2.3 0. 618 Valid
X2.4 0. 502 Valid
X2.5 0. 465 Valid
IV. Kinerja Manajerial(Y) Y.1 0. 544 Valid
Y.2 0. 532 Valid
Y.3 0. 605 Valid
Y.4 0. 486 Valid
Y.5 0. 344 Valid
Y.6 0. 405 Valid
Sumber : Data Primer yang Diolah SPSS (2020)
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
212
Berdasarkan tabel tersebut
menunjukkan bahwa seluruh variabel
tersebut valid karena nilai rhitung> rtabel
sehingga kuesioner pada penelitian dikatakan valid.
2) Uji Reliabilitas
Uji Reliabilitas dilakukan untuk
menunjukan seja uh mana alat
pengukuran dapat dipercaya. Secara
umum suatu variabel dikatakan
reliabilitas jika memberikan nilai
cronbach alpha> 0,6 maka kuesioner penelitian tersebut dinyatakan reliable.
Hasil pengujian reliabilitas dapat dilihat
pada tabel 16.
Tabel 16. Hasil Pengujian Reliabilitas Data
Variabel Koefisien Cronbach
Alpha Ket
Partisipasi Penyusunan Anggaran (X1)
Job Relevant Information (X2)
Kinerja Manajerial (Y)
7,158
8,268
7,216
Reliabel
Reliabel
Reliabel
Sumber : Data Primer yang Diolah SPSS (2020)
Hasil uji reliabilitas berdasarkan
tabel menunjukan bahwa seluruh
variabel Partisipasi Penyusunan
Anggaran (X1), Job Relevant Information (X2) dan Kinerja Manajerial(Y)
mempunyai nilai koefisien cronbach
alpha lebih besar dari 0,8. Dengan
demikian seluruh variabel penelitian
tersebut dinyatakan reliable dan selanjutnya dapat digunakan dalam
penelitian ini.
3) Uji Asumsi Klasik
a) Uji Normalitas
Uji normalitas data dilakukan
untuk melihat bahwa suatu data
terdistribusi secara normal atau tidak
yaitu dengan melihat Normal Probability
Plot. Uji normalitas data dilakukan
dengan menggunakan histogram
standardizet residual dan PP plot
standardizet residual. Uji normalitas
bertujuan untuk menguji variabel
dependen dan independen yaitu
partisipasi penyusunan anggaran (X1)
dan Job relevant Information (X2)
terhadap Kinerja Manajerial (Y),
keduanya memiliki distribusi normal
atau tidak. Uji normalitas dapat dilihat
pada gambar 2.
Sumber : Data Primer yang Diolah SPSS (2020)
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
213
Pada grafik normal plot pada
gambar 2 terlihat titik–titik yang
menyebar di sekitar garis diagonal, serta
penyebarannya mengikuti arah garis
diagonal. Berdasarkan hal tersebut
disimpulkan bahwa data terdistribusi
normal.
b) Uji Mulitikolonieritas
Uji multikolonieritas bertujuan
untuk menguji apakah dalam model
regresi deitemukan adanya korelasi
antara variabel bebas (independen). Jika
variabel independen saling berkorelasi,
maka variabel-variabel tidak ortogonal.
Model regresi yang baik adalah yang
bebas dari multikolonieritas. Nilai cut off yang umum dipakai untuk menunjukkan
adanya multikolonieritas adalah nilai
tolerance > 0,10 atau sama dengan nilai
VIF < 10. Berdasarkan hasil pengolahan data Variance Inflation Factor (VIF) pada
tabel menunjukkan bahwa nilai VIF < 10
sehingga dikategorikan bebas dari
multikolonieritas artinya variabel-
variabel independen ortogonal.
Tabel 17. Hasil Uji Multikolonieritas
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 2,024 ,293 6,909 ,000
X1 ,200 ,090 ,202 2,225 ,027
X2 ,352 ,082 ,393 4,318 ,000
a. Dependent Variable: Y
Sumber Data Primer 2020
Berdasarkan tabel di atas
menunjukkan semua variabel bebas
mempunyai nilai Tolerance > 0,10 dan
nilai VIF < 10, dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa kedua variabel bebas
dalam penelitian ini, tidak terjadi
multikolinieritas.
c) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedasitisitas bertujuan untuk
menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari
residual satu pengamatan ke satu
pengamatan yang lain. Jika variance dari
residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika
berbeda disebut heteroskedastisitas.
Model regresi yang baik adalah yang
homoskedastisitas atau jika tidak terjadi heteroskedastisitas. Berdasarkan hasil
pengolahan data, maka hasil scatterplot
dapat dilihat pada gambar 3 .
Gambar 3. Hasil Uji Heterokedastisitas
Sumber : Data Primer yang Diolah SPSS
(2020)
4) Pengujian Hipotesis
Koefisien Kontingensi adalah uji korelasi antara dua variabel yang
berskala data nominal. Fungsinya adalah
untuk mengetahui asosiasi atau relasi
antara dua perangkat atribut. Koefisien ini fungsinya sama dengan beberapa
jenis koefisien korelasi lainnya,
seperti koefisien korelasi phi, cramer,
lambda, uncertainty, spearman, kendall
tau, gamma, Sommer’s. Namun dalam hal ini, Kontingensi C adalah uji korelasi
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
214
yang spesifik untuk data berskala
nominal. Selain itu uji ini juga paling
sering atau lazim digunakan
dibandingkan uji koefisien korelasi data
nominal lainnya.
a) Uji Koefisien Determinasi (R2)
Tabel 19. Koefisien Determinasi (R Square)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 ,557a ,310 ,302 ,37126
a. Predictors: (Constant), X1
b. Dependent Variable: Y
Berdasarkan tabel regresi linear berganda (Model Summary) diperoleh
nilai koefisien determinasi R2 sebesar
0.310 atau 31 % menunjukan bahwa 2
variabel independen (Partisipasi
penyusunan anggaran dan Job relevant Information) secara simultan
berpengaruh terhadap variabel
dependen (Kinerja Manajerial).
b) Uji Signifikan Parsial (Uji Statistik F)
Tabel 19 Uji Signifikan Parsial
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 10,698 2 5,349 38,807 ,000b
Residual 23,846 173 ,138
Total 34,544 175
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X2, X1
Berdasarkan perhitungan dengan
menggunakan uji F diperoleh nilai Fhitung
38,807 dengan tingkat signifikan karena
probabilitas signifikansi jauh lebih kecil
dari 0,05 maka model regresi dapat
digunakan memprediksi variabel Kinerja
Manajerial(Y) atau dapat dikatakan
bahwa partisipasi penyusunan
anggaran(X1), job relevant information
(X2) berpengaruh terhadap Kinerja
Manajerial (Y). hal ini menandakan Ha
diterima dan H0 ditolak.
c) Uji Signifikan Parameter Individual
(Uji t )
Uji t menunjukan seberapa jauh
pengaruh satu variabel independen secara individual mampu memerankan
variasi variabel dependen. Jika nilai thitung
> ttabel maka variabel independen secara
individu berpengaruh terhadap variabel
dependen. Tingkat signifikan yang digunakan adalah 0.05. diketahui ttabel (df
: n-k-1 atau 176-2-1 = 173). Berdasarkan
hasil uji t diperoleh data sebagaimana
dirangkum pada tabel 15.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
215
Tabel 20. Rangkuman Hasil Pengujian Uji Statistik t
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Toleranc
e VIF
1 (Constant) 2,024 ,293 6,909 ,000
X1 ,200 ,090 ,202 2,225 ,027 ,482
2,07
4
a. Dependent Variable: Y
Sumber : Data Primer yang Diolah SPSS (2020)
Berdasarkan tabel 21 dapat dilihat
bahwa variabel partisipasi anggaran
memiliki t hitung sebesar 2,225 dengan
tingkat signifikansi sama dengan 0,27
yang lebih kecil dari 0,05, maka Ho
ditolak dan Ha diterima. Ini berarti
partisipasi anggaran berpengaruh
signifikan terhadap kinerja manajerial.
Dengan demikian hipotesis pertama yang
menyatakan partisipasi anggaran
berpengaruh terhadap kinerja manajerial
pemerintah daerah kabupaten Pinrang
terbukti. Hasil penelitian ini menujukkan
bahwa Semakin tinggi partisipasi
anggaran maka kinerja manajerial aparat
pemerintah daerah kabupaten Pinrang
juga akan semakin meningkat.
5) Hasil Uji variabel Moderating
Variabel Moderating: adalah
variabel yang mempengaruhi
(memperkuat dan memperlemah)
hubungan antara variabel independen
dengan dependen. Variabel disebut juga
sebagai variabel independen ke dua. H2:
Job relevant information berpengaruh
terhadap hubungan partisipasi anggaran
terhadap kinerja manajerial pemerintah
daerah.
Persamaan regresi (2)
menggambarkan apakah variabel job
relevant information merupakan variabel
moderasi, ditunjukkan dengan nilai
koefisien b2 kinerja manajerial
pemerintah daerah. Apabila nilai
koefisien b2 kinerja manajerial
pemerintah daerah hasilnya negatif dan
signifikan, maka dapat disimpulkan
bahwa variabel job relevant information
merupakan variabel moderasi yang
memoderasi pengaruh partisipasi
anggaran terhadap kinerja manajerial
pemerintah daerah, sebaliknya jika
koefisien b2 kinerja manajerial
pemerintah daerah hasilnya positif dan
tidak signifikan, maka variabel job
relevant information bukan merupakan
variabel moderasi.
Selanjutnya tabel hasil uji residual
persamaan regresi (2) adalah sebagai
berikut:
Tabel 21. Hasil Uji Residual Persamaan Regresi ( Uji Moderasi )
Model Summaryb
Model R R Square Adjusted R Square
Std. Error of the
Estimate
1 ,557a ,310 ,302 ,37126
a. Predictors: (Constant), Moderat, X2
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
215
b. Dependent Variable: Y
ANOVAa
Model
Sum of
Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression 10,698 2 5,349 38,807 ,000b
Residual 23,846 173 ,138
Total 34,544 175
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), Moderat, X2
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardize
d
Coefficients
T Sig.
Collinearity
Statistics
B
Std.
Error Beta
Toleranc
e VIF
1 (Constant) 2,024 ,293 6,909 ,000
X1 ,200 ,090 ,202 2,225 ,027 482 2,074
X2 ,352 ,082 ,393 4,318 ,000 ,482 2,074
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan hasil uji statistik
regresi (uji residual) yang dilakukan,
diketahui bahwa komitmen organisasi
memiliki nilai parameter positif dan
memiliki nilai signifikan senilai 2,074.
Sebuah variabel dikatakan variabel
moderasi jika memiliki koefisien yang
positif dan berpengaruh signifikan pada
tingkat 0,05, sehingga dapat disimpulkan
bahwa variabel job relevant information
merupakan variabel moderasi yang
memperkuat atau mempengaruhi
hubungan variabel partisipasi anggaran
terhadap kinerja manajerial pemerintah
daerah Kabupaten Pinrang.
Job relevant information
merupakan variabel moderasi berarti
membuktikan dan menerima hipotesis
kedua (H2) dimana interaksi antara job
relevant information dan partisipasi
anggaran akan berpengaruh terhadap
peningkatan kinerja manajerial
pemerintah daerah Kabupaten Pinrang
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian yang
menguji pengaruh partisipasi
penyusunan anggarandan job relevant
information di Kantor OPD Kabupaten
Pinrang yang telah diuraikan di atas,
maka ada beberapa hal yang dapat
dijelaskan dalam penelitian ini yaitu :
1. Pengaruh Partisipasi Penyusunan
Anggaran terhadap Kinerja
Manajerial
Uji hipotesis menunjukkan angka
signifikansi sebesar 0,000 di bawah 0,05, sehingga H1 diterima atau dengan kata
lain hipotesis pertama yang menyatakan
bahwa Partisipasi Penyusunan Anggaran
berpengaruh terhadap Kinerja Manajerial. Hal tersebut dapat dilihat
dari persamaan regresi sebagai berikut:
Y = 2,024 + 0,200X1 + 0.352X2+ e
Berdasarkan persamaan di atas
dapat dilihat nilai koefisiensi Partisipasi Penyusunan Anggaran adalah positif
yang berarti bahwa Partisipasi.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
216
Penyusunan Anggaran
berpengaruh positif terhadap Kinerja
Manajerial. Jika Partisipasi Penyusunan
Anggaran semakin tinggi, maka Kinerja Manajerial akan meningkat. Hasil
penelitian ini mendukung hasil
penelitian yang dilakukan oleh muh Basri
L (2017) dengan judul “Analisis Pengaruh Partisipasi Penyusunan
Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial
Job Relevant Information sebagai Variabel
Moderating.” Hasil dari penelitian
tersebut menunjukkan Partisipasi Penyusunan Anggaran berpengaruh
terhadap Kinerja Manajerial.
Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa terdapat pengaruh positif Partisipasi Penyusunan
Anggaran terhadap Kinerja Manajerial.
Semakin tinggi keterlibatan manajer
dalam Partisipasi Penyusunan Anggaran
maka akan meningkatkan Kinerja Manajerial. Partisipasi penyusunan
anggaran merupakan keterlibatan para
manajer dalam suatu organisasi dalam
pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam anggaran. Dengan
adanya partisipasi tersebut akan
mendorong para manajer untuk
bertanggung jawab terhadap masing-
masing tugas yang diembannya sehingga para manajer akan meningkatkan kinerja
agar mereka dapat mencapai sasaran
atau target yang telah ditetapkan dalam
anggaran. Hal ini mengindikasikan
adanya hubungan yang positif antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dengan
Kinerja Manajerial. Jadi keterlibatan
manajer dalam penyusunan anggaran
dapat berpengaruh positif dengan meningkatnya Kinerja Manajerial.
Partisipasi Penyusunan Anggaran
mempunyai peran yang cukup besar dan
mempunyai pengaruh yang kuat
terhadap Kinerja Manajerial. Berdasarkan data yang diperoleh, skor
jawaban responden pada Partisipasi
Penyusunan Anggaran paling tinggi
dalam hal pengaruh responden
tercermin dalam anggaran final/akhir.
Hal tersebut mengindikasikan adanya
partisipasi aktif yang dikarenakan organisasi pemerintah dalam hal ini OPD
Kabupaten Pinrang sungguh-sungguh
dalam menerapkan partisipasi. Manajer
tingkat bawah menyatakan mengambil andil dalam persetujuan terhadap setiap
keputusan yang ditetapkan oleh
manajemen puncak karena perusahaan
memerlukan persetujuan mereka.
Berdasarkan teori diatas, tujuan dari penelitian ini adalah bagaimana
meningkatkan kinerja manajerial sesuai
dengan visi dan misi organisasi, Seperti
yang diungkapkan oleh Kusuma, (Latham, et al, 2013:10) menemukan
bahwa teori goal-setting dalam
penetapan tujuan organisasi
berpengaruh pada kinerja pegawai
dalam organisasi publik dalam mencapai tujuan. Salah satu bentuk nyata dari
penerapan goal-setting ini adalah
anggaran. Sebuah anggaran tidak hanya
mengandung rencana dan jumlah nominal yang dibutuhkan untuk
melakukan kegiatan, tetapi juga
mengandung sasaran yang spesifik yang
ingin dicapai organisasi.
Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, temuan utama dari
goal-setting theory adalah bahwa orang
yang diberi tujuan yang spesifik, sulit
tapi dapat dicapai, memiliki kinerja yang
lebih baik dibandingkan orang-orang yang menerima tujuan yang mudah dan
spesifik atau tidak ada tujuan sama
sekali. Pada saat yang sama, seseorang
juga harus memiliki kemampuan yang cukup, menerima tujuan yang ditetapkan
dan menerima umpan balik yang
berkaitan dengan kinerja.
2. Job Relevant Information
memperkuat pengaruh Partisipasi
Penyusunan Anggaran terhadap
Kinerja Manajerial.
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
217
Berdasarkan kriteria jenis variabel
moderating, Job relevant Information
dalam penelitian ini sebagai variabel
moderator. Job Relevant Information
terbukti memoderasi hubungan antara
Partisipasi Penyusunan Anggaran
dengan Kinerja Manajerial. Job Relevant
Information meningkatkan kinerja
melalui pemberian perkiraan yang lebih
akurat mengenai lingkungan sehingga
dapat dipilih rangkaian tindakan efektif
yang terbaik. informasi yang membantu
manajer untuk meningkatkan kinerjanya
dengan informasi lebih baik. Job relevant
information menjadi jenis informasi yang
sangat penting bagi manajer untuk
meningkatkan kinerjanya.
Banyaknya Job Relevant
Information yang diberikan kepada
manajemen membuat Job Relevant
Information mampu memoderasi
keterlibatan individu atau aparat
pemerintah terkait keikutsertakannya
dalam penyusunan anggaran yang akan
mampu mendorong pegawai atau aparat
pemerintah tersebut untuk dapat
bertanggung jawab terhadap tugas yang
di kerjakannya sehingga dapat
meningkatkan kinerjanya.
5. PENUTUP
5.1 Simpulan
Penelitian ini bertujuan untuk
menguji secara empiris pengaruh
partisipasi anggaran terhadap kinerja
manajerial dengan komitmen organisasi
dan job relevant information sebagai
variabel moderating dapat diambil
kesimpulan bahwa:
1. Partisipasi anggaran berpengaruh
positif dan signifikan terhadap
kinerjamanajerial pemerintah daerah
Kabupaten Pinrang.
2. Variabel Job Relevant Informationt
sebagai variabel moderating
mempengaruhi kuat hubungan
partisipasi anggaran terhadap kinerja
manajerial
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang
telah diuraikan dalam pembahasan dan
keterbatasan yang ada dalam penelitian
ini, terdapat beberapa saran yang
diharapkan dapat menjadi bahan
pertimbangan untuk peneliti selanjutnya
dan objek penelitian yaitu :
1. Bagimanajer tingkat atas atau Kepala
bidang/bagian untuk
mempertimbangkan masukan
anggaran dari manajer tingkat
menengah dan bawah, sehingga
diharapkan kinerja manajer dapat
meningkat terutama pada saat
musrembang kecamatan.
2. Bagi para manajer lebih
meningkatkan kemampuan negosiasi
mereka dalam melakukan kontrak
dengan pihak luar. Kegiatan tersebut
akan efektif dan efisien karena
kebutuhan pada tiap-tiap bagian
adalah manajer bagian masing-
masing.
3. Bagi para manajer diharapkan lebih
meningkatkan lagi koordinasi dengan
para manajer di bidang lain, sehingga
informasi yang berkaitan dengan
tugas mampu membantu manajer
dalam pengambilan keputusan saat
penyusunan anggaran.
4. Bagi peneliti atau calon peneliti yang
lain agar menambah jumlah populasi
dan sampel, misalnya memperluas
penelitian tidak hanya di dinas
pemerintah kota namun juga
penelitian di dinas pemerintah
provinsi maupun dinas pemerintah
daerah pada daerah lain sehingga data
yang didapat lebih luas dan dapat
membandingkan antara dinas satu
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
218
dengan dinas yang lain dan
menambahkan indikator penelitian
dalam mengukur pengaruh partisipasi
penyusunan anggaran terhadap
kinerja manajerial. Dan untuk OPD
Kabupaten Pinrang diharapkan
memegang teguh kode etik
kepegawaian sebagai pekerja Negara
agar penyusunan anggaran mampu
lebih maksimal.
DAFTAR PUSTAKA
Arifah. (2014). Manajemen Keuangan Sektor Publik Problematika Penerimaan dan Pengeluaran Pemerintah (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah). Jakarta. Salemba Empat.
Arfan Ikhsan Lubis . (2011). Akuntansi Keperilakuan Edisi 2.Jakarta. Salemba Empat
Arfan Ikhsan dan Muhammad Ishak. (2008).Akuntansi Keperilakuan.Jakarta. Salemba Empat.
BambangSardjito dan Osmad Muthaher (2007).“Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Aparat Pemerintah Daerah: Budaya Organisasi Dan Komitmen Organisasi sebagai Variabel Moderating.”
Brownell, Peter. (1980). “Participation in Budgeting, Locus of Control, and Organizational Effectiveness”. Dissertation. Alfred P. Sloan School of Management. Cambridge.
Brownell, P., & Morris Mc Innes. (1986). “Budgetary Participation, Motivation, and Performance”. The Accounting Review, Vol.61, No.4, October 1986 page 587-600.
Brownell, P., & Mark Hirst. (1986). “Reliance on Accounting Information, Budgetary Participation, and Task
Uncertainty: Tests of A Three Way Interaction”. The Accounting Review, Vol.24, No.2, 1986.
Daft, Richard L. 2006. Manajemen Edisi keenam. Jakarta: Salemba Empat.
Damodar N. Gujarati. 2003. Basic Econometrics. Jakarta: Erlangga.
Deddi Noerdiawan. 2006. Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat
Eker, Melek. (2008). “The Impact Of Budget Participation on Managerial Performance Via Organizational Commitmen: A Study on The Top 500 Firm in Turkey”. Ankara Üniversitesi SBF Dergisi 64-4.
Eka Yudha Utama. (2013). “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial: Komitmen Organisasi Dan Persepsi Inovasi Sebagai Variabel Intervening (Studi Empiris Pada Satuan Kerja Instansi Vertikal Wilayah Pembayaran Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Sampit).” Tesis. Universitas Diponegoro.
Febri Hendri. (2008). “Pengaruh Partisipasi Anggaran TerhadapSenjangan Anggaran Dengan KomitmenOrganisasi Sebagai Variabel Moderating(Studi Empiris Pada Pemerintahan Daerah Kabupaten Sleman Di Yogyakarta).”Tesis. Universitas Islam Indonesia.
Gitosudarmo dan Sudita (1997) “Work and Notivation”. Jakarta
Hansen, Don R.dan Marryane M. Mowen. 2004. Akuntansi Manajemen, Edisi tujuh. Jakarta: Salemba Empat.
Harun. (2009). Reformasi Akuntansi dan Manajemen Sektor Publik di Indonesia. Jakarta. Salemba Empat
http://perilakuorganisasi.com/teori-harapan.html
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
219
http://perilakuorganisasi.com/teori-penetapan-tujuan.html
Indra Bastian.(2006).Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Jakarta.Erlangga.
Indra Bastian. (2009).Akuntansi Sektor Publik di Indonesia. Yogyakarta. BPFE
Kren, Leslie. (1992) “Budgetary Participation and Managerial Performance: The Impact of Information and Environmental Volatility” The Accounting Review Vol. 67 No. 3
Krisler Bornadi Ompusunggu dan Icuk Rangga Bawono. (2006). “Pengaruh Partisipasi Anggaran Dan Job Relevant Information (JRI) Terhadap Informasi Asimetris (Studi pada Badan Layanan Umum Universitas Negeri di Kota Purwokerto Jawa Tengah).” Jurnal Simposium Nasional 9 Padang
Kunwaviyah Nurcahyani. (2010). “Pengaruh Partisipasi AnggaranTerhadap Kinerja ManajerialMelalui Komitmen Organisasi DanPersepsi Inovasi Sebagai VariabelIntervening.” Tesis.Universitas Diponegoro.
Kurnia, Ratnawati. 2010. “Pengaruh Budgetary Goal Characteristics terhadap Kinerja Managerial dengan Budaya Paternalistik dan Komitmen Organisasi sebagai Moderating Variabel.” Ultima Accounting, Vol. 2, No.2.
Kusnasriyanti Yusfaningrum dan Imam Ghozali. (2006). “Analisis Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Melalui Komitmen Tujuan Anggaran Dan Job Relevant Information (JRI) Sebagai Variabel Intervening (Penelitian Terhadap Perusahaan Manufaktur Di Indonesia).”
Malayu S.P.Hasibuan. (2007). MANAJEMEN: Dasar, Pengertian, dan Masalah. Jakarta. Bumiaksara
Milani, Ken. (1975). “The Relationship of Participation in Budget-Setting to Industrial Supervisor Performance and Attitudes: A Field Study”. The Accounting Review. Vol. 50, No. 2 April 1975 page 274-284.
Mardiasmo. (2002). Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta : ANDI
Mulyadi dan Jhoni. 2001. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Manajemen. Yogyakarta: Aditya Media
Nanda Hapsari A.R. (2010). “Pengaruh Partisipasi Penyusunan Anggaran Terhadap Kinerja Manajerial Dengan Komitmen Organisasi Dan Locus Of Control Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus Pada PT Adhi Karya (Persero) Tbk. Divisi Kontruksi I)”. Tesis. Universitas Diponegoro. Semarang.
Nor, W. 2007. “Desentralisasi dan Gaya Kepemimpinan Sebagai Variabel Moderating dalam Hubungan Antara Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja”. Simposium Nasional Akuntansi X, hal. 1-27
Purbayu Budi Santosa dan Ashari. 2005. Analisis Statistik dengan Microsoft Excel dan SPSS. Jakarta: ANDI
Rakib Husin, Made Sudarma, Rosidi. (2010). “Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Pimpinan dengan Desentralisasi, Budget Goal Commitment dan Job Relevant Information Sebagai Variabel Moderating.”
Ramadhani dan Nasution. 2009. “Pengaruh partisipasi anggaran terhadap prestasi manajer pusat pertanggungjawaban dengan motivasi sebagai variabel mediating”. Jurnal tidak dipublikasikan. Faculty of
Invoice: Jurnal Ilmu Akuntansi p-ISSN: 2714-6359 e-ISSN: 2714-6340
Vol.2 Nomor 2 September 2020
220
Economic, University of Sumatra Utara.
Ridwan Mattola. (2011).“Pengaruh Partisipasi Anggaran Terhadap Kinerja Dengan Locus Of Control Sebagai Variabel Moderating (Studi Kasus Pada Pt Kimia Farma Trading & Distribution Cabang Makasar)” Tesis. Universitas Hasanuddin.
Siagian P. Sondang. 2002. Kiat Meningkatkan Produktivitas Kerja. Jakarta : Rineka Cipta
Sugiyono. (2010). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
________. (2009). Metode Penelitian Bisnis. Bandung: Alfabeta.
Sumadiyah dan Susanta, Sri. 2004. “Job Relevant Information dan Ketidakpastian Lingkungan dalam Hubungan Partisipasi Penyusunan Anggaran dan Kinerja Manajerial.” Simposium Nasional Akuntansi VII Bali.
Syamsul. (2016). Determinan Implementasi Kebijakan Pengembangan Sumber Daya Aparatur Pemerintah Daerah Kabupaten Sidenreng Rappang, Tesis Universitas Negri Makassar, Makassar.
T. Hani Handoko. 1996. Manajemen Perencanaan dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: PT BPFE
Winardi. (2000). Asas-asas Manajemen. Bandung: Mandar Maju.
Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Salemba Empat.
Wiyono,Gendro. 2011. Merancang Penelitian Bisnis dengan alat analisis SPSS 17.0 & Smart PLS 2.0. Edisi Pertama. Yogyakarta: YKPN.
Yogi Adrianto. (2008). “Analisis Pengaruh Partisipasi Penyusunan AnggaranTerhadap Kinerja
Manajerial Dengan KepuasanKerja, Job Relevant Information Dan KepuasanKerja Sebagai Variabel Moderating(Studi Empiris Pada Rumah Sakit Swasta Di Wilayah Kota Semarang).” Tesis. Universitas Diponegoro.
Yulia. (2013). “Pengaruh Partisipasi Penganggaran, Job Relevant Information (JRI) Dan Volatilitas Lingkungan Terhadap Kinerja Manajerial Pada Perusahaan Manufaktur”