couvelaire uterus

27
Couvelaire Uterus Couvelaire uterus atau yang dikenal juga dengan uteroplacental apoplexy merupakan suatu kondisi yang mengancam jiwa di mana terjadi terlepasnya placenta akibat perdarahan yang menembus ke lapisan miometrium uterus menuju ke cavum peritoneal. Signs and Symptoms Pada uterus Couvelaire dapat dilihat secara makroskopis pada seluruh permukaan uterus terdapat bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post partum yang hebat. Patofisiologi Uterus Couvelaire merupakan sebuah fenomena yang terjadi akibat perdarahan retroplasenter. Perdarahan yang berlangsusng terus-menerus akan mengakibatkan hematoma reroplasenter akan bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya. Pencegahan Kejadian uterus Couvelaire dapat dicegah dengan melakukan tindakan

Upload: usnul

Post on 02-Jun-2017

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Couvelaire Uterus

Couvelaire Uterus

Couvelaire uterus atau yang dikenal juga dengan uteroplacental apoplexy merupakan suatu kondisi yang

mengancam jiwa di mana terjadi terlepasnya placenta akibat perdarahan yang menembus ke lapisan

miometrium uterus menuju ke cavum peritoneal.

Signs and Symptoms

Pada uterus Couvelaire dapat dilihat secara makroskopis pada seluruh permukaan uterus terdapat

bercak-bercak berwarna biru atau ungu. Uterus pada kondisi seperti ini (Uterus Couvelaire) akan terasa

sangat tegang, nyeri dan juga akan mengganggu kontraktilitas (kemampuan berkontraksi) uterus yang

sangat diperlukan pada saat setelah bayi dilahirkan sebagai akibatnya akan terjadi perdarahan post

partum yang hebat.

Patofisiologi

Uterus Couvelaire merupakan sebuah fenomena yang terjadi akibat perdarahan retroplasenter.

Perdarahan yang berlangsusng terus-menerus akan mengakibatkan hematoma reroplasenter akan

bertambah besar, sehingga sebagian dan akhirnya seluruh plasenta terlepas dari dinding uterus

Akibat kerusakan miometrium dan bekuan retroplasenter adalah pelepasan tromboplastin yang banyak

ke dalam peredaran darah ibu, sehingga berakibat pembekuan intravaskuler dimana-mana yang akan

menghabiskan sebagian besar persediaan fibrinogen. Akibatnya ibu jatuh pada keadaan

hipofibrinogenemia. Pada keadaan hipofibrinogenemia ini terjadi gangguan pembekuan darah yang

tidak hanya di uterus, tetapi juga pada alat-alat tubuh lainnya.

Pencegahan

Kejadian uterus Couvelaire dapat dicegah dengan melakukan tindakan pencegahan terhadap solusio

plasenta. Hal ini meliputi manajemen terhadap hipertensi pada kehamilan, pengobatan

penyakit ibu seperti diabetes mellitus, dan penyakit kolagen lainnya yang memiliki komplikasi terhadap

kehamilan, serta pencegahan trauma selama kehamilan; selain itu ibu juga harus menghindari

merokok atau konsumsi alkohol selama kehamilan.

Tatalaksana

Kontraksi uterus harus dirangsang dengan pemberian oksitosin. Histerektomi kadang-kadang diperlukan

pada beberapa kasus.

Page 2: Couvelaire Uterus

Vaskularisasi pada Uterus

Mekanisme Kontraksi Uterus

Kehamilan pada umumnya ditandai dengan aktivitas otot polos miometrium yang relatif tenang

(quiscence), yang memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan janin intra uterin, sampai dengan

kehamilan aterm. Menjelang persalinan otot polos uterus mulai menunjukkan aktivitas kontraksi yang

secara terkoordinasi, diselingi dengan suatu periode relaksasi, mencapai puncaknya menjelang

persalinan, dan secara berangsur menghilang pada preriode post partum. Mekanisme regulasi yang

mengatur aktivitas kontraksi miometrium selama kehamilan, persalinan dan kelahiran; sampai dengan

saat ini, masih belum jelas benar.

Transformasi keadaan miometrium yang relatif tenang selama kehamilan yang kemudian menjadi aktif

berkontraksi menjelang persalinan, secara berurutan, disebut sebagai periode aktivasi, periode stimulasi

dan periode involusi segera sesudah bayi lahir (Challis dan Lye). Transformasi ini berhubungan erat

dengan aktivitas dari beberapa protein intraseluler yang disebut sebagai contraction associated

proteins pada sel otot polos miometrium yang terdiri dari, membrane cell receptors, ionic channels, gap

junction proteins dan contractile proteins. Protein-protein ini, nampaknya segera terbentuk secara

gradual meningkat pada akhir kehamilan, umumnya setelah kehamilan 37minggu-39 minggu.

Page 3: Couvelaire Uterus

Hormon prostaglandin mempersiapkan tubuh untuk partus dengan melunakkan serviks dan menjadikan

sel-sel otot uterus lebih sensitive terhadap hormone oksitosin. Proses melahirkan dimulai dengan ada

sinyal yang diberikan oleh bayi yang ditangkap oleh ibu. Sinyal ini diterima oleh kelenjar hipofisis pada

otak dan sinyal ini merangsang sekresi dari hormone ACTH (Adeno Corticotropic Hormon). ACTH akan

merangsang korteks adrenal untuk mensekresikan hormone kortisol. Hormon kortisol inilah yang akan

merangsang untuk dimulainya proses melahirkan.

Kontraksi otot dan komponen-komponennya

Kontraksi otot terjadi akibat adanya mekanisme pergeseran dari filament-filamen aktin dan myosin yang

menyebabkan terjadinya peregangan otot. Kontraksi otot

Hubungan Kontraksi Miometrium Dengan Aktivitas Elektrik.

Dasar mekanisme kontraksi-relaksasi kontraksi uterus adalah perubahan aktivitas elektrik.

Membran plasma sel menyusun suatu barier permiabilitas terhadap beberapa molekul biologis.

Perbedaan potensial elektrik diantara membran plasma (disebut sebagai membrane potential)

dapat terjadi kerena distribusi yang relatif tidak sama beberapa ion yang terletak intra dan ekstra

sel. Hal ini disebabkan oleh karena adanya suatu biomolekul yang bermuatan negatif intraseluler

dalam jumlah besar yang tidak dapat keluar, dan adanya suatu kanal membran plasma yang selektif

yang meregulasi influks dan efluks beberapa ion seperti sodium (Na+), potassium (K+), Calsium

(Ca2+) dan chloride (Cl-). Permiabilitas kanal ion tersebut diregulasi oleh beberapa macam variasi

signal. Ion- ion bergerak melalui kanal tersebut dengan suatu arah yang ditentukan oleh perbedaan

konsentrasi diantara kedua sisi barier, dan oleh potential membrane.

Resting membrane potential ditentukan terutama oleh permiabilitas dan konsentrasi relatif Na+,

K+, dan Cl-. Konsentrasi Na+, Ca2+ dan Cl- relatif lebih tinggi ekstraseluler, sementara konsentrasi

K+ relatif lebih tinggi intraseluler. Resting membrane potential di miometrium pada umumnya

adalah –40mV s/d –50mV. Hal ini akan menjadi lebih negatif (-60 mV) selama kehamilan, dan

meningkat sampai -45 mV pada kehamilan near term.

Miometium menunjukkan perubahan ritmik membrane potential, yang disebut sebagai slow waves.

Pada threshold potential, terdapat suatu depolarisasi cepat yang dapat membangkitkan suatu

action potential pada puncak dari slow waves. Action potential ditandai dengan masuknya Ca 2+

melewati membran plasma, melalui suatu voltage –sensitive Ca2+ channels, dan mungkin pada

Page 4: Couvelaire Uterus

akhir kehamilan juga melalui suatu Na+ channels. Selama kehamilan, pola pola aktivitas elektrik

pada miometrium dari pola irregular spikes menjadi suatu regular activity. Mendekati kehamilan

aterm, action potential yang terjadi pada puncak slow wave berhubungan dengan suatu kontraksi.

Frekuensi kontraksi berhubungan dengan frekuensi dari action potential, tenaga kontraksi dengan

jumlah spikes pada action potential dan jumlah sel yang teraktivasi secara bersamaan dan durasi

kontraksi dengan durasi dari rentetan action potensial. Bersamaan dengan progresivitas persalinan,

aktivitas elektrik ini akan lebih terorganisiasi dan meningkat dalam amplitudo dan durasinya.

Komunikasi Interaseluler Melalui Gap Junction.

Koordinasi kontraksi merupakan hal kritis yang tergantung pada pembentukan gap junction. Gap

junction adalah kanal intraseluler dimana, bila terbuka, memfasilitasi komunikasi elektrik dan

metabolic diantara sel miometrium. Gap junction terdiri dari porus yang komposisinya terdiri dari

suatu protein yang dikenal sebagai connexins, yang menghubungkan interior dua sel dan

memungkinkan arus dan molekul daitas 1.000 dalton, melewati membran sel.

Paling tidak ada 3 anggota keluarga protein connexins (Ca 43, Cx45 dan Cx26) yang diduga

berhubungan dengan berbagai fase kehamilan, pada miometrium hewan coba tikus. Adanya Cx 43

pada miometrium bersammaan dengan onset persalinan telah terbukti ditemukan pada beberapa

spesies, termasuk manusia. Protein Cx26 didapatkan pada semua jaringan miometrium, kecuali

pada bagian segmen atas rahim, sedangkan prtein Cx43 didapatkan merata pada semua bagian

uterus.

Adanya Connexins (Cx 43), suatu protein 42-kD, merupakan komponen utama dari myometrial gap

junctions. Setipa gap junction mungkin terdiri dari sejumlah sampai dengan ribuan kanal dan setiap

kanal terbentuk dari suatu group dari 6 protein connexin yang simetris segaris dengan 6 protein

connexin pasangannya pada sel yang saling berhubungan.

Fungsi gap junction diregulasi oleh jumlah gap junction (structural coupling), permiabilitasnya

(functional coupling), dan kecepatan degradasinya. Onset dan kemajuan persalinan, baik pada

kehamilan aterm maupun prematur, didahului oleh suatu peningkatan cepat dan dramatis jumlah

dan ukuran gap junction,pada mammalia rendah. Pada miometrium manusia, gap junction

meningkat jumlahnya pada persalinan spontan dibandingkan dengan wanita yang tidak hamil, atau

Page 5: Couvelaire Uterus

wanita hamil yang tidak inpartu. Walaupun begitu, belum jelas, apakah gap junction juga meningkat

jumlahnya pada akhir kehamilan atau selama fase aktif persalinan.

Pada sejumlah species, progesterone nampaknya menekan jumlah dan permiabilitas gap junction.

Gap junction channels secara cepat mengalami transformasi dari open dan closed stateyang

berhubungan dengan fosforilasi protein connexins, sedangkan penelitian lain menunjukkan bahwa

cyclic adenosine monophosphate (cAMP)- dependent protein kinase berperan meregulasi fosforilasi

protein connexindan menghasilkan penutupan gap junction. Penelitian lain menunjukkan bahwa

cAMP meningkatkan ekspresi gap junction dan komunikasi interseluler pada suatu immortalized

myometrial cell line yang diderivasi dari wanita hamil aterm.

Gap junction akan secara cepat menghilang sesudah persalinan sebagai akibat dari proses

internalisasi, endositosis dan digestion, yang diiringi dengan penurunan eksitabilitas dan

kontraktilitas otot polos miometrium.

Hubungan Antara Ca2+ Dengan Kontraksi dan Protein Kontraktil.

Peningkatan Ca2+ intraseluler akan memicu kontraksi otot. Basis structural kontraksi adalah

pergerakan relatif dari molekul thick and thin filaments pada aparatus kontraktil. Walaupun

pergerakan ini serupa pada semua jaringan otot, namun beberapa gambaran dan regulasinya

adalah spesifik pada sel otot polos, seperti halnya miometrium. Pada otot polos, gambaran

sarcomere arrangement yang secara ekstensif terlihat pada otot bergaris, nampak hanya dalam

skala kecil.

Kontribusi intermdiate filaments pada cytosceletal network nampaknya untuk mempertahankan

stabilitas integritas structural dari “mini sarcomere” intraseluler. Thin filaments menyusup kedalam

suatu pita padat yang berhubungan dengan cytosceletal network, memudahkan pembangkitan

tenaga pada setiap arah dalam sel. Otot polos pada umumnya menjaga suatu “high force” dengan

kebutuhan energi yang relatif kecil, dan menunjukkan pemendekan yang lebih besar dibandingkan

otot bergaris.

Myosin merupakan protein thick filaments dari aparatus kontraktil intraseluler. Myosin otot polos

merupakan suatu protein hexamer yang terdiri dari 2 heavy chain subunits (200kD) dan 2 pasang

protein, masing-masing 20 kD dan 17 kD light chain.(gambar 4). Setiap heavy chain mempunyai

suatu kepala globuler yang berisi actin binding sites dan adenosine triphosphate (ATP) hydrolysis

activity (ATP-ase). Suatu neck region yang menghubungkan globuler head kepada setiap molekul

Page 6: Couvelaire Uterus

myosin lain, yang terdiri dari suatu long α-helical tail yang berinteraksi dengan tail dari heavy chain

subunit. Multiple myosin molecules berinteraksi melalui suatu α-helical tail dalam suatu coiled coil

rod, membentuk thick filament darimana globuler head menonjol. Thin filament disusun oleh actin

terpolimerisasi menjadi suatu double helical strand, dan suatu asociate protein. Ketika myosin head

berinteraksi dengan actin, aktivitas ATP-ase pada myosin head akan terkativasi. Energi yang

dibangkitkan sebagai hasil hidrolisis dikonservasi sebagai conformational energy yang

memungkinkan myosin head bergerak pada neck region, merubah posisi relatif dari thick dan thin

filaments. Myosin head kemudian terlepas dan dapat melekat kembali pada sisi yang lain pada actin

filament apabila kembali mengalami reaktivasi.

Interaksi actin myosin diregulasi oleh Ca2+. Pada miometrium, seperti juga otot polos yang lain,

efek dari Ca2+ dimediasi oleh suatu Ca2+ binding protein calmodulin (CaM).(fig 6.3)Kompleks Ca2+ -

CaM berikatan dan meningkatkan aktivitas dari myosin light chain kinase (MLCK) dengan suatu

mekanisme yang menurunkan aliran outo-inhibitory region dari kinase tersebut. MLCK

memfosforilasi myosin 20-kD light chain pada suatu residu serine yang spesifik didekat terminal N.

Fosforilasi myosin berhubungan dengan suatu peningkatan aktivitas acto-myosin ATP-ase dan

memfasilitasi interaksi actin-myosin dengan meningkatkan fleksibilitas dari head/neck region.

Sejumlah protein lain, mungkin ikut serta dalam regulasi pada level actin filament, seperti halnya

tropomyosin, caldesmon dan calponin. Tropomyosin dan caldesmon meningkatkan ikatan actin

terhadap myosin dan ikatan actin-myosin terhadap Ca2+-CaM. Interaksi dengan Ca2+ -CaM

mengurangi efek caldesmon dan calponin terhadap interaksi actin-myosin. Keduanya,

caldesmondan calponin menghambat aktivitas acto-myosin-ATP-ase; hambatan ini akan berbalik

oleh kompleks Ca2+ -CaM atau oleh fosforilasi suatu Ca2+-sensitive kinase. Jadi, protein-protein ini

melengkapi suatu arti regulasi interaksi actin-myosin dan aktivitas associated ATP-ase dan

berimplikasi pada regulasi dari cross bridge cycling.

Pada miometrium manusia, peningkatan tension adalah berhubungan dengan suatu peningkatan

Ca2+ dan fosforilasi myosin light cahian. Peningkatan Ca2+ mendahului fosforilasi myosin light chain

dan fosforilasi maksimal terjadi sebelum tenaga maksimal tercapai. Untuk jumlah yang sama dari

tenaga yang dibangkitkan, fosforilasi yang terjadi lebih sedikit pada miometrium pada kehamilan

akhir, dibandingkan dengan miometrium tanpa kehamilan. Ratio stress/ light chain phosphorilation

adalah 2,2 kali lebih besar pada miometrium wanita hamil. Sampai saat ini, basis fisiologis

terjadinya fenomena ini, dimana terjadi peningkatan efisiensi seperti diatas belum jelas diketahui.

Page 7: Couvelaire Uterus

Meskipun jumlah actin dan myosin meningkat persel selama kehamilan, tidak terdapat peningkatan

pergram jaringan atau per-miligram protein, dan tidak ada perbedaan pada aktivitas spesifik dari

myosin light chain kinase atau phosphatase yang melepaskan gugus fosfat. Menariknya

miometrium domba hamil juga mampu menghasilkan tenaga yang lebih besar per-stimulus tanpa

perbedaan pada fosforilasi myosin light chain, dibandingkan dengan miometrium tidak hamil,

meskipun didapatkan peningkatan isi dari myosin dan actin pergram berat basah jaringan

miometrium.

Meskipun regulasi fosforilasi myosin oleh Ca2+ mempunyai efek utama pada kontraksi otot polos,

mekanisme yang lain juga penting, sebagai contoh adalah tension increases pada miometrium, dan

otot polos yang lain, dapat terjadi sebagai respon terhadap signal eksternal tanpa suatu perubahan

membrane potential atau perubahan level Ca2+. Sensitisasi Ca2+, sebagai contoh, dengan suatu

peningkatan ratio tenaga/Ca2+ sebagai respon terhadap bahan contractant, mungkin melibatkan

peran dari intracellular signaling pathways yang meregulasi aktivitas phosphatases.

Mekanisme multiple yang berperan pada proses relaksasi meliputi, pengurangan Ca2+, inhibisi

MLCK, aktivasi phosphatases dan perubahan membrane potential. Pada miometrium manusia siklus

kontraksi/ relaksasi spontan, berhubungan dengan proses fosforilasi/ defosforilasi dari myosin light

chain dan perubahan aktivitas MLCK.

Selama suatu stretch induced contraction pada miometrium manusia, tenaga dan fosforilasi light

chain menurun, sedangkan Ca2+ tetap meningkat secara bermakna. Peningkatan Ca2+

menghasilkan suatu aktivasi dari Ca2+ -CaM –dependent kinase II, enzim yang memfosforilasi MLCK,

menghasilkan penurunan aktivitas MLCK dan menghasilkan penurunan afinitas dari Ca2+ -CaM. Jadi,

fosforilasi dari MLCK akan menurunkan sensitivitas Ca2+ (desensitisasi) dari fosforilasi myosin light

chain.

Phosphatase memainkan peran penting dalam menentukan sensitivitas dari contractile apparatus

terhadap stimuli dan perubahan Ca2+. Sejumlah phosphatase aktif melepaskan gugus phosphate

dari myosin light chain, dari MLCK, dari calponin, dan dari caldesmon. Phosphatase dapat diregulasi

oleh efek langsung pada catalytic subunit-nya atau efek pada targeting atau regulating subunit-nya.

Page 8: Couvelaire Uterus

Kontrol dari Ca2+ Intraseluler Pada Miometrium.

Konsentrasi Ca2+ ekstra seluler adalah dalam kisaran mM, sedangkan reting Ca2+ pada miometrium

adalah sekitar 100 nM – 140 nM dan dapat meningkat sampai dengan 300 nM – 800 nM selama

periode stimulasi. Suatu variasi dari kanal ion terbukti mengontrol Ca2+ entry kedalam miometrium.

Suatu L–type voltage–activated Ca2+ channels (L-VOCs) telah ditemukan pada miometrium manusia

dan aktif pada membrane potential yang fisiologis. Penelitian pada mammalia rendah menunjukkan

bahwa, densitas LVOCs meningkat selama periode kehamilan. Kanal ini sensitive terhadap kerja

dihydro pyridine dan seringkali merupakan target dari terapi tokolitik dengan agen-agen seperti

nifedipine dan ritrodrine.

Depolarisasi yang menyertai suatu action potential ditandai dengan Ca2+ entry dalam jumlah besar

melalui kanal ini. Depolarisasi pada saat yang sama, merangsang L-VOCs, walaupun Ca2+ meng-

inaktifasikan mereka. Terdapat bukti luas bahwa, kontraksi miometrium secara spontan atau oleh

suatu rangsangan, memerlukan adanya fungsi L-VOCs. Meskipun demikian terdapat data yang

menimbulkan konflik yang berhubungan dengan kemampuan contractants seperti, oksitosin, untuk

merangsang L-VOCs current.

Aktivitas dari L-VOCs dapat berkurang oleh adanya membrane hyper-polarization. Ca2+ -activated

K+ channels, teraktivasi sebagai respon terhadap peningkatan Ca2+, atau oleh rangsangan suatu

agen relaksan, dapat menggambarkan peran ini. Stimulasi tipe lain dari K+ channels akan

memberikan efek yang sama.

Ca2+ dapat pula memasuki sel melalui kanal-kanal yang terbuka sebagai respon terhadap suatu

signal yang dibangkitkan oleh pelepasan Ca2+ dari intracellular stores. Intracellular Ca2+ release –

activated channels (ICRACs)telah dapat dilakukan klonisasi pada mammalia rendah, tetapi bukti-

bukri bahwa mereka berfungsi pada miometrium nmanusia adalah secara indirek. Blokade dari

pelepasan Ca2+ intraseluler akan menghambat masuknya oxytocin-stimulated Ca2+ pada sel

miometrium. Sejak kanal-kanal ini dapat diidentifikasi dan dikarakterisasi, maka memungkinkan

untuk mentarget mereka untuk inhibisi pada kontrol kontraksi miometrium yang tidak dikehendaki.

Tipe lain dari kanal Ca2+, meliputi T (transient) –type Ca2+ channels dan non-selective cation

channels pada miometrium sudah pernah dilaporkan sebelumnya. Apakah kanal-kanal ini penting

artinya dalam hal peningkatan Ca2+ atau perubahan membrane potential, belum jelas benar.

Pelepasan Ca2+ dari intrcellular stores adalah mekanisme utama dalam hal mana Ca2+ dapat

meningkat. Beberapa agen stimulator bekerja meningkatkan Ca2+ melalui reseptor spesifik mereka.

Page 9: Couvelaire Uterus

Reseptor ini akan mengaktivasi phospholipase C (PLC) baik secara langsung maupun tak langsung.

PLC menghidrolisis phosphatidyl inositol biphosphate untuk membangkitkan inositol 1,4,5

triphosphate (IP3) dan diacyl glycerol (DAG). Inositol triphosphate, menstimulasi pelepasan Ca2+

dari intracellular stores dan diacyl glycerol mengaktivasi protein kinase C. Ada beberapa bentuk

PLC , masing-masing merangsang signal transduction pathway yang berbeda. PLCγ diaktivasi oleh

reseptor yang mempunyai aktivitas tyrosine kinase dab responsible terhadap kerja beberapa agonis

seperti, epidermal growth factor (EGF) pada miometrium. Sedangkan PLCβ isoform, diaktivasi oleh

beberapa agonis seperti oksitosin yang menstimulasi suatu heterotrimerik guanosine triphosphate

(GTP)-binding protein dari keluarga G-αq 11. Selain itu PLC-β juga distimulasi oleh subunit βγ yang

dilepas dari suatu heterotrimeric G proteins.

Regulasi dari suatu myometrial phospho-inositide turn over, nampaknya merupakan sesuatu yang

spesifik untuk species, agonis dan status hormonal. Phospho-inositide turn over dihambat oleh

aktivitas adenyl cyclase, cAMP generation dan aktivasi protein kinase A (fig. 6-3). Mekanisme ini

distimulasi oleh suatu GTP –binding protein, G-α3dan dhambat oleh G-α1. Inhibisi protein kinase A

pada phospho inositide turn over melibatkan fosforilasi beberapa komponen dari phospholipase C-

GTP binding protein pathway. Selama kehamilan, ekspresi Gα3 meningkat pada miometrium dan

functional coupling dari Gα3 terhadap adenyl cyclase meningkat, mungkin berhubungan dengan

uterine quiescence selama kehamilan; walupun demikian akan menurun pada akhir kehamilan.

Energy -dependent system dari transport Ca2+ melawan gradien konsentrasi memberikan kontribusi

pada relaksasi sel miometrium.(fig. 6-3), suatu plasma membrane ATP-driven Ca2+ pump, yang

dihambat oleh oksitosin dan sedangkan relaksan akan merangsang efluks Ca2+. Suatu Na+ -Ca2+

exchanger, juga didapatkan pada membrane plasma. Tetapi mempunyai afinitas yang lebih rendah

terhadap Ca2+ dan oleh karenanya mungkin memainkan peran yang lebih kecil pada regulasi

konsentrasi Ca2+.

Ca2+ pumps juga terdapat pada endoplasmic reticulum dan mitokondria dari sel otot polos uterus,

yang mungkin ikut berperan pada refilling inositol triphosphste –sensitive intracellular Ca2+ stores,

dan pada akhirnya mampu mencegah suatu Ca2+ overload.

Protein kinase C, suatu keluarga dari serine-threonine protein kinases, berperan penting pada

berbagai respon seluler terhadap various agonists, dan mempunyai distribusi yang luas pada

bermacam jaringan hewan mammalia. Terdapat 11 isoforms dari protein kinase C yang pernah

dilaporkan, terbagi menjadi 3 kelompok menurut cara kerjanya. Kelompok pertama, meliputi 4

Page 10: Couvelaire Uterus

isoform konvensional ( PKCα, β1, β11, dan γ) teraktivasi sebagai respon terhadap

phosphatidylserine, diacylglycerol, dan calcium. Kelompok kedua, terdiri dari 5 isoform (PKCδ, ε, θ,

η, μ), teraktivasi sebagai respon terhadap phosphatidylserine dan diacylglycerol, tetapi tidak

memerlukan calcium. Kelompok ketiga, meliputi 2 atipikal- isoform yaitu PKCζ dan PKCλ, untuk

aktivasinya hanya memerlukan phosphatidylserine.(17). Pada miometrium wanita tidak hamil

terdapat berbagai protein kinase C isozymes seperti halnya, PKC-α, γ, δ, μ, ί dan ζ; dan tetapi tidak

didapatkan isozymes sepertihalnya, PKC-β1, β2, θ, atau ε. Pada miometrium wanita hamil terdapat

keduanya, yang baik sebelum dan selama persalinan menunjukkan peningkatan jumlah yang

bermakna.

Salah satu aspek penting pada regulasi kontraksi miometrium adalah suatu fosforilasi/defosforilasi

selektif protein kontraktil intraselular miometrium, yang mengakibatkan aktivasi dan inaktivasi

protein tersebut. Fosforilasi ini dilakukan oleh suatu keluarga besar proteinkinase, yang diantaranya

adalah proteinkinase C (PKC). PKC berperan penting pada proses trans-membrane signal

transduction pada beberapa sel mammalia. Pada beberapa reseptor dan G-protein-mediated

pathways, PKC diaktivasi oleh suatu second messenger, bisa diacylglycerol maupun calcium ion.

Peranan PKC pada pada kontraksi miometrium belum jelas sepenuhnya. Pada miometrium tikus,

aktivasi PKC akan menghambat oxytocin-induced myometrial contractility. Pada miometrium

manusia, aktivasi PKC akan meningkatkan oxytocin-mediated myometrial contractility, dan secara

hipotetik diduga berperan pada suatu sustained stimulation dari aktivitas miometrium selama

preiode persalinan. Belum jelas benar mengenai berbagai jenis PKC isozymes yang mana, yang

terdapat pada miometrium manusia, yang jelas terdapat perbedaan distribusi jenis PKC isozyme

pada berbagai jaringan yang berbeda. Hal ini penting karena terdapat berbagai PKC isozyme yang

mempunyai sensitivitas yang berbeda terhadap second messenger diacylglycerol dan calcium ion.

Pada penelitian dengan menggunakan teknik western immonoblot analysis, telah dapat

diidentifikasi keduanya yaitu; calcium ion-dependent PKC dan calcium ion-independent PKC

isozymes pada jaringan miometrium.

Redistribusi dari calcium ion-dependent dan calcium ino-independent PKC isozymes dapat dideteksi

setelah suatu eksposur dengan 12-0-tetra decanoyl phorbol-13-acetate (TPA), atau oksitosin.

Oxytocin-stimulated translocation dari PKC-α, telah dapat diidentifikasi pada kultur miometrium

dengan menggunakan teknik immuno-histochemical.

Page 11: Couvelaire Uterus

Diacylglycerol dan inositol 1,4,5-triphosphate merupakan dua second messengers yang teraktivasi

dalam jumlah equimolar sesudah adanya ikatan suatu uterotonic agonists (contohnya oksitosin)

dengan suatu heptahelical G-protein coupled membrane receptors. Ketika fungsi diacylglyerol

sebagai protein kinase C activator diperlukan, suatu agonist-induced meningkatkan level

diacylglycerol akan menimbulkan efek paradoksal, bukan suatu rangsangan, melainkan suatu

inhibisi kontraksi miometrium. Keadaan ini dapat terjadi karena suatu rapid removal dari

diacylglycerol oleh berbagai enzim miometrium menurunkan availability diacylglycerol sebagai

suatu protein kinase C activator.

Diacylglycerol didegradasi oleh dua macam enzim yaitu, diacylglycerol lipase dan

diacylglycerolkinase, menghasilkan generasi monoacylglycerol dan phosphatidic acid. Berdasarkan

konversi enzimatik dari diacylglycerol menjadi monoacylglycerol and arachidonic acid, Schrey et al,

telah berhasil menunjukkan bahwa diacylglycerol lipase terdapat pada miometrium manusia.

Inhibisi degradasi diacylglycerol terbukti menghasilkan inhibitory effect yang signifikan pada

oxytocin-stimulated uterine contraction pada tikus coba yang hamil maupun tidak hamil,

menunjukkan pentingnya peran katabolisme diacylglycerol dalam pengaturan kontraksi

miometrium. Pada miometrium tikus tidak hamil, diacylglycerol kinase nampaknya berperan

penting pada degradasi diacylglycerol, yang diproduksi sebagai respon terhadap rangsangan

oksitosin; sedangkan pada miometrium tikus hamil, keduanya diacylglycerol kinase dan lipase

nampak efektif mendegradasi diacylglycerol.

Pada keadaan normal, diacylglycerol diproduksi sebagai respon terhadap rangsangan oksitosin

terhadap phosphatidyl-inositol-signaling pathways secara efisien 10

dikatabolisme oleh diacylglycerol kinase (dan diacylglycerol lipase pada tikus hamil), mencegah

feedback inhibition oleh activated protein kinase C pada kontraksi miometrium. Apabila degradasi

diacylglycerol ini dicegah, maka rangsangan oksitosin pada jaringan miometrium akan menghasilkan

akumulasi diacylglycerol, dan terjadinya suatu concentration –related inhibition dari aktivitas

kontraksi secara keseluruhan.

Page 12: Couvelaire Uterus

Penyebab HPP

4T dari Hemorrhage PostPartum antara lain : tonus, trauma, tissue, dan thrombosis.

Atonia uterus – “Tonus” : Atonia merupakan penyebab tersering dari HPP. Kontraksi uterus sangat dibutuhkan untuk proses hemostasis, dan adanya gangguan pada proses ini dapat mengakibatkan perdarahan yang signifikan. Atonia uterus merupakan salah satu penyebab perdarahan postpartum yang terjadi pada 4 jam pertama setelah bayi lahir. Faktor risikonya antara lain:

- Overdistensi dari uterus- Uterus yang kelelahan- Obstruksi uterus

Laserasi atau Hematoma – “Trauma” : Trauma pada uterus, cerviks, dan/atau vagina adalah penyebab kedua tersering yang menyebabkan perdarahan postpartum. Cedera pada jaringan ini selama atau setelah melahirkan dapat menyebabkan perdarahan yang banyak akibat peningkatan vaskularisasi selama kehamilan.

Retensio Plasenta – “Tissue” : Retensio plasenta menyebabkan gangguan terhadap kontraksi uterus. Factor-faktor risiko :

- Prematur- Prolonged partus- Multilobus plasenta- Adanya tanda dari plasenta akreta pada USG atau MRI

Gangguan Pembekuan – “Trombosis” : Pada Kala III, kontraksi dan retraksi uterus memegang peranan penting pada proses hemostasis. Namun, beberapa jam – hari setelah persalinan, endapan dari fibrin (di dalam pembuluh darah dimana plasenta melekat ke dinding uterus) memegang peranan utama. Pada periode inilah gangguan koagulasi dapat menyebabkan perdarahan postpartum. Berikut ini adalah penyebab-penyebab yang mungkin yang dapat menyebabkan gangguan koagulasi :

- disfungsi trombosit- Inherited coagulopathy- Penggunaan anti koagulan- Disseminated intravascular coagulation (DIC)- Faktor-faktor fisiologis, spt: hipokalsemia, hipotermia, dan acidemia

Page 13: Couvelaire Uterus

- Pelvic Inflammatory Diseases (PID)

I. Definisi

Inflamasi pada uterus,, tuba fallopi, dan ovarium yang mengarah ke perlukaan dengan perlengketan

pada jaringan dan organ sekitar

II. Epidemiologi

Polimikrobial, biasanya menyertai penyakit mikoplasma, flora endogenos vagina, streptokokus

aerobic, M. tuberculosis, dan STD (Sexual Transmitter Disease)seperti Chlamydia

trachomatis atau Neisseria gonorrhoeae

Kebanyakan merupakan Komplikasi dari Gonorea

Berhubungan dengan vaginosis bacterial seperti Gardnerella vaginosis, Mycoplasma

hominis, Mobiluncus spp., and other anaerobes

III. Etiologi

Infeksi asendens dari penyakit infeksi di atas

IV. Faktor resiko

Mudah tertular pada orang dengan STD terutama:

Usia muda

Pasangan seksual baru

Banyak pasangan seksual

Kurangnya penggunaan kontrasepsi yang aman

Golongan sodial ekonomi rendah

Penggunaan IUD setelah 3 minggu

Usia kehamilan terminal

V. Manifestasi Klinis

Simptom

Wanita dengan IUD asimptomatik

Nyeri abdominal kuadran bawah

Dispareunia

Page 14: Couvelaire Uterus

Perdarah vagina Abnormal

Vaginal discharge

Sign

Nyeri abdominal bawah, biasanya bilateral

Pengeluaran secret mukopurulen dan terdapat servisitis menggunakan spekulum

Nyeri pergerakan pada Serviks dan nyeri adneksa pada pemeriksaan vagina bimanual

Demam > 38oC tapi terkadang juga apreksia

Differential diagnosis

Apendisitis: tidak ada vaginal discharge,

PUD: imbalans estrogen dan progesterone sesuai dengan siklus atau di luar siklus haid

KET: peningkatan hormon HCG

Endometriosis : dispareunia

Pemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan untuk menyingkirkan:

Tes kehamilan: Pemeriksaan serum kehamilan untuk menyingkirkan KET

Swabs serviks untuk mengetahui penyebab: (+) untuk Klamidia dan Gonorea, hasil (-) masih bisa

menunjukkan PID akibat penyebab alin

↑ laju endap darah dan C-protein: menunjukkan adanya infeksi

Biopsy endometrium

o Pemeriksaan USG per vaginam dan per pelvis: untuk menyingkirkan KET usia > 6 minggu

o Kuldosintesis: untuk mengetahui bahwa perdarahan yang terjadi diakibatkan oleh

hemoperitoneum (berasal dari KET yang rupture atau kista hemoragik) yang dapat menyebabkan

sepsis pelvis (salpingitis, abses pelvis rupture, atau apendiks yang ruptur)

Laparoskopi untuk melihat langsung gambaran tuba fallopi. Pemeriksaan ini invasive sehingga bukan

merupakan pemeriksaan rutin. Untuk mendiagnosis penyakit infeksi pelvis, bila antibiotik yang

diberikan selama 48 jam tak member respon, maka dapat digunakan sebagai tindakan operatif

Urinalisis dan kultur urin untuk meng-ekslusi infeksi saluran

Catatan:

Tak ada satu pun pemeriksaan yang sensitive atau pun spesifik untuk menegakkan diagnosis penyakit

infeksi pelvis ini

Page 15: Couvelaire Uterus

Bila pasien dicurigai menderita PID maka temui dokter secepatnya untuk mencegah terjadinya

infertilitas

VI. Mekanisme

VII. Penatalaksanaan

Langkah pertama yang doter umum lakukan:

Sediakan analgesik

Bila pasien menggunakan IUD maka stop penggunaan in situ, dengan catatan pasien dapat mencegah

kehamilan meski tanpa alat kontrasepsi minimal 7 hari

Segera rujuk ke bagian genitourinaria (obgyn), untuk pasien dengan riwayat STD agar menjalani

skrining dan terapi untuk pasanagan seksual pasien

Penatalaksanaan antibiotik :

Jangan tunda pemberian antibiotic bersamaan dengan dilakukannnya pemeriksaan tambahan untuk

mengetahui diagnosis PID karena akan meningkatkan komplikasi bila lama diberikan

Gunakan antibiotic spectrum luas untuk tatalaksana C. trachomatis, N. gonorrhoeae, dan infeksi

anaerobic.

Gunakan: ceftriaxone 250 mg i.m 1x/hari + doxycycline 100 mg oral2x/hari dan metronidazole 400

mg 2x/hari selama 14 hari

Pilihan obat:

o Pasien rawat jalan:

Page 16: Couvelaire Uterus

Ceftriaxon i.m atau cefoxitin + probenecid oral 1g; ditambah doxycycline oral+ metronidazole

selama 14 hari

Ofloxacin 400 mg oral 2x/hari + metronidazole oral 400 mg 2x/hari selama 14 hari, for 14 days.

Jangan pada pasien Gonorea

o Berat:

Terapi i.v bila terdapat gejala: pireksia, abses tuba-ovarium, dan peritonitis pelvis.

Terapi inisial dengan doxycycline, ceftriaxone i.v + metronidazol i.v, setelah gejala menurun

maka ganti obat dengan menggunakan doxycycline oral danmetronidazole untuk melengkapi

terapi selama 14 hari

Terapi untuk pasangan seksual pasien

Biasanya si pria asimptomatik

Cegah koitus slama terapi dan follow up selesai.

Skrining bila ternyata pasangan mempunyai riwayat STD bila terbukti pasien pernah koitus bersama

si pria dalam jangka waktu < 6 bulan

Beri terapi terhadap infeksi Klamidia pada si pria meski dia tidak menderita Klamidia berdasarkan

hasil uji pemeriksaan tambahan

Bila terdapat Gonorea, beri terapi Gonorea.

Terapi empiris untuk pasangan yang menderita Klamidia dan Gonorea yang tidak mau di-skrining

Rujukan

Rujuk untuk terapi lebih lanjut seperti, i.v antibiotic dan atau pemeriksaan lebih lanjut bila dicurigai:

Diagnosis penyakitnya tak pasti, bila tidak dapat mengekslusi apendisitis atau KET

Simpton dan sign-nya berat

Deteriorasi kondisi klinis

Terapi oral gagal (tidak ada respon selama 3 hari)

Tidak mampu toleransi terhadap terapi oral misalnya, mual dan muntah

Hamil

Immunodeficiency (misalnya HIV , terapi imunosupresi).

Pencegahan

Kurangi penggunan IUD bila pasien menderita Klamidia dan Gonorea

Pemeriksaan terhadap wanita < 25 tahun untuk mengetahui adanya Klamidia

Antibiotic profilaktik rutin pada pengguna IUD jangan dilakukan

Page 17: Couvelaire Uterus

VIII. Prognosis

Permanen namun dapat ditatalaksana kuratif untuk mencegah kerusakkan lebih lanjut system

reproduksi

IX. Komplikasi

Infertilitas

KET

Nyeri Pelvis kronik

Perihepatitis (sindrom Fitz-Hugh-Curtis ): nyeri RUQ

Reiter’s syndrome (artritis reaktif)

Pada kehamilan: ↑kelahiran Preterm, ↑ angka penyakit penyerta maternal dan fetal

Neonatus: infeksi perinatal C. trachomatis atau N. gonorrhoeae menyebabkan ophthalmia

neonatorum dan Chlamydial pneumonitis