corpal dalton (1)
Embed Size (px)
DESCRIPTION
corpus alienumTRANSCRIPT

LAPORAN KASUS
Corpus Alienum Kornea ec Serpihan Logam OD
Pembimbing : dr.
Disusun oleh:Dalton Ngangi
NIM : 11.2015.029
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
RS. FAMILY MEDICAL CENTER (FMC)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

BAB I
STATUS PASIEN
I. IDENTITAS
Nama : Tn.S
Umur : 33 tahun
Status : Menikah
Agama : Islam
Pekerjaan : Tukang las dan grinda
Alamat : Jl. Roda Pembangunan No.I, Bogor
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama :
Mata kanan terasa perih sejak 1 hari SMRS.
Keluhan Tambahan :
Mata kanan terasa mengganjal, merah dan berair.
Riwayat perjalanan penyakit :
Pasien datang ke RS dengan keluhan mata kanan terasa perih setelah kemasukan serpihan
percikan besi di tempat kerja 1 hari SMRS. Saat bekerja, pasien mengaku memakai alat
pelindung mata tetapi sempat dilepas pada saat ingin memeriksa hasil lasan dan pada saat
itulah serpihan logam sempat loncat. Pasien juga mengatakan bahwa mata kanannya
berasa mengganjal, merah dan berair. Pasien menyangkal adanya penglihatan kabur.
Pasien telah coba mengobati matanya dengan memakai insto tidak ada perbaikan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
a. Umum :
- Hipertensi : Tidak ada
- Kencing Manis : Tidak ada
- Asma : Tidak Ada
- Gastritis : Tidak Ada
- Alergi Obat : Tidak Ada
1

b. Mata :
- Riwayat penggunaan kacamata : (-)
- Riwayat operasi mata : (-)
- Riwayat trauma mata : (-)
Riwayat Penyakit Keluarga :
Dikeluarga tidak ada yang memiliki keluhan seperti pasien.
Riwayat Alergi & Obat:
Tidak ada
Riwayat Kebiasaan:
Merokok
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 86x/menit
Respirasi : Tidak dilakukan
Suhu : Tidak dilakukan
Kepala : Tidak dilakukan
Mulut : Tidak dilakukan
THT : Tidak dilakukan
Thoraks : Tidak dilakukan
Abdomen : Tidak dilakukan
Ekstremitas : Tidak dilakukan
KGB : Tidak dilakukan
Status Oftalmologi
KETERANGAN OKULO DEXTRA OKULO SINISTRA
2

1. VISUS (OD) (OS)
Tajam Penglihatan 1.0 1.0
Axis Visus - -
Koreksi - -
Addisi - -
Distansia Pupil - -
Kacamata Lama - -
2. KONJUNGTIVA BULBI
Hiperemis + Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Injeksi konjungtiva + Tidak ada
Injeksi siliar Tida ada Tidak ada
3. KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Bentuk Bulat Bulat
Edema - -
Infiltrat - -
Sikatrik - -
Corpus alienum + -
4. FUNDUS OKULI
Refleks fundus (+) (+)
Batas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Warna Merah kekuningan Merah kekuningan
Ekskavasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ratio Arteri: Vena 2:3 2:3
C/D ratio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
3

Makula lutea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Retina Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Eksudat (-) (-)
Perdarahan (-) (-)
Sikatriks (-) (-)
Ablasio Tidak dilakukan Tidak dilakukan
5. KAMPUS VISI
Tes Konfrontasi Lapang Lapang
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANGTidak dilakukan
V. RESUME
Pasien datang ke RS dengan keluhan mata kanan terasa perih setelah kemasukan
percikan serpihan logam di tempat kerja 1 hari SMRS. Saat bekerja, pasien mengaku
mengaku memakai alat pelindung namun sempat dilepaskan. Pasien juga mengatakan
bahwa mata kanannya berasa mengganjal, merah dan berair. Ini merupakan kejadian
kali pertama.
Dari pemeriksaan fisik, status generalis didapatkan dalam batas normal.
VI. DIAGNOSA KERJA
Ocular Dextra (OD) :
Corpus alienum kornea e.c serpihan logam OD
Ocular Sinistra (OS) :
-
VII. DIAGNOSA BANDING
Corpus alienum kornea e.c debu
4

VIII. PENATALAKSANAAN
Non-Medikamentosa
Ekestrasi Corpus alienum
Tetes Pantocain 0.5%
Needle 26G
Kapas bedah steril/ Cotton bud steril
Betadine
Zalf mata
Verband tekan
Medikamentosa
Untuk OD diberikan:
Levofloksasin 0.5%
Artificial eye drop
Edukasi
Segera datang ke dokter bila terjadi peradangan. Bila tidak ada control 1 minggu.
Menggunakan alat pelindung mata setiap saat bekerja.
Memakai obat sesuai anjuran
Tidak mengucek mata
Pola diet sehat hindari merokok
IX. PROGNOSIS
OD OS
Ad vitam : Bonam Bonam
Ad fungsionam : Bonam Bonam
Ad sanationam : Bonam Bonam
5

BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Mata merupakan salah satu panca indera yang sangat penting bagi setiap orang.
Meski mata merupakan organ yang sangat terlindung dalam orbita, mata dapat
mengalami cedera. Cedera yang dapat terjadi antara lain benda asing yang menempel di
bawah kelopak mata atas atau pada permukaan mata terutama pada kornea. Apabila
terdapat corpus alienum pada mata maka akan menyebabkan gangguan terhadap bagian-
bagian yang menyusun organ mata itu sendiri. Salah satunya akan merusak atau
mengenai konjungtiva dan kornea mata. Corpus alienum merupakan salah satu penyebab
tersering cedera pada mata yang sering mengenai sklera, konjungtiva dan kornea.
Apabila korpus alienum masuk ke dalam bola mata maka akan terjadi reaksi
infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola mata. Beratnya kerusakan pada
organ di dalam mata tergantung dari besarnya corpus alienum, kecepatan masuknya, ada
atau tidaknya proses infeksi, dan jenis bendanya sendiri.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana dampak dari masuknya corpus alienum ke dalam konjungtiva dan
kornea serta penanganannya.
1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui dampak dari masuknya corpus alienum ke dalam konjungtiva dan
kornea serta mengetahui penanganan yang diberikan pada kondisi tersebut.
1.3.2 Tujuan khusus
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai dampak dan
penanganan korpus alienum pada konjungtiva dan kornea. Tujuan dari pembuatan
makalah ini adalah untuk mengetahui corpus alienum seperti apa saja yang dapat
menyebabkan kerusakan pada konjungtiva dan kornea mata, bagaimana proses terjadinya
kerusakan tersebut, gejala apa saja yang dirasakan oleh pasien, dan bagaimana
6

penanganan yang dapat dilakukan ketika menemukan kasus corpus alienum yang
mengenai konjungtiva dan kornea mata.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi, histologi, dan fisiologi konjungtiva dan kornea
2.1.1 KonjungtivaKonjungtiva merupakan membran yang menutupi sklera dan kelopak bagian
belakang. Konjungtiva merupakan lapisan mukosa (selaput lendir) yang melapisi
palpebra bagian dalam dan sklera. Konjungtiva dibagi menjadi konjungtiva bulbi,
palpebral dan forniks. Konjungtiva bulbi melapisi bagian depan berupa lapisan tipis,
transparan, dan pembuluh darahnya tampak.1,2 Konjungtiva palpebra melapisi bagian
dalam palpebra dan melekat erat pada tarsus sehingga tidak dapat digerakkan.
Konjungtiva forniks terletak diantara konjungtiva bulbi dan palpebra, dan berada pada
forniks. Bagian forniks longgar sehingga apabila terdapat eksudat yang banyak akan
tertimbun di bawah jaringan, kelopak mata kemudian menggembung dan menutup.
Lapisan-lapisan konjungtiva dari luar ke dalam tersusun atas epitel, stroma dan
endotel. Epitel konjungtiva yang dari luar ke dalam terdiri atas epitel superfisial dan
basal. Pada lapisan epitel superfisial terdapat sel goblet yang menghasilkan musin yang
merupakan lapisan terdalam air mata. Epitel basal yang terletak di dekat limbus
mengandung pigmen. Di bagian basal sel berbentuk kuboid, makin ke permukaan
berbentuk pipih polihedral. Pada pajanan yang kronik dan kering konjungtiva bisa
mengalami keratinisasi seperti kulit. Misalnya pada pasien koma yang matanya tidak bisa
menutup, sehingga terkena paparan udara, panas, atau cahaya, dan menimbulkan suatu
keadaan yang disebut mata kering. Pada kasus ini dokter harus memberikan salep mata
yang bisa menjaga agar konjungtiva dan kornea tidak kering. Stroma konjungtiva dari
luar ke dalam terdiri atas lapisan adenoid dan lapisan fibrosa. Lapisan adenoid
mengandung jaringan limfoid sedangkan lapisan fibrosa terdiri dari jaringan ikat. Lapisan
adenoid baru tumbuh setelah usia 3 bulan, itulah sebabnya reaksi konjungtiva lebih sering
papilar daripada folikular.1
Stroma mengandung 2 jenis kelenjar yaitu yang memproduksi musin dan yang
merupakan kelenjar lakrimal tambahan. Kelenjar yang memproduksi musin terdiri dari
7

sel goblet yang terletak di lapisan epitel, terdapat di bagian inferonasal; kripte henle yang
terletak di sepertiga atas konjungtiva palpebra superior dan sepertiga bawah konjungtiva
palpebra inferior; serta kelenjar Manz yang berada disekeliling limbus, tepi kornea, dan
batas kornea konjungtiva.
Kelainan destruktif seperti pemfigoid sikatrisial bisa merusak pembentukan
musin. Musin gunanya untuk menempelkan air mata pada kornea dan konjungtiva, jadi
kalau musinnya rusak, bisa terjadi mata kering. Pemfigoid sikatrisial adalah semacam
gejala pada sindrom Steven Johnson. Sindrom ini bersifat sistemik bisa juga sampai
merusak kelenjar musin di konjungtiva. Pada inflamasi kronis terjadi peningkatan jumlah
sel goblet, secara klinis ada keluhan kalau bangun tidur mata terasa lengket.
Kelenjar lakrimal tambahan atas kelenjar Krause dan Wolfring. Kelenjar Krause
dan kelenjar Wolfring mempunyai kelenjar air mata. Kelenjar Krause terutama terdapat
pada forniks superior dan kelenjar Wolfring terdapat pada tepi atas tarsus palpebra
superior. Pembuluh darah yang ke konjungtiva berasal dari arteri siliaris anterior dan
arteri palpebralis. Saraf konjungtiva berasal dari n.oftalmikus. Pembuluh limfenya sangat
banyak.1
Gambar 2.1 Struktur Konjungtiva3
2.1.2 Kornea
Kornea merupakan dinding depan bola mata, berupa jaringan transparan dan
avaskular, dengan bentuk seperti kaca arloji. Bentuk kornea agak elips dengan diameter
horizontal 12,6 mm dan diameter vertical 11,7 mm. Jari-jari kelengkungan depan 7,84
8

mm dan jari-jari kelengkungan belakang 7 mm. Sepertiga radius tengah disebut zona
optic dan lebih cembung, sedangkan tepiannya lebih datar. Tebal kornea bagian pusat 0,6
mm dan tebal bagian tepi 1 mm. Kornea melanjutkan diri sebagai skelera ke arah
belakang, dan perbatasan antara kornea dan skelera ini disebut limbus.1
Kornea merupakan suatu lensa cembung dengan kekuatan refraksi (bias) sebesar
+43 dioptri. Kalau kornea mengalami sembab karena satu dan lain hal, maka kornea
berubah sifat menjadi seperti prisma yang dapat menguraikan cahaya sehingga penderita
akan melihat halo. Berbeda dengan skelera yang berwarna putih, kornea ini jernih.
Faktor-faktor yang menyebabkan kejernihan kornea adalah: (i) letak epitel kornea yang
tertata sangat rapi; (ii) letak serabut kolagen yang tertata sangat rapi dan padat; (iii) kadar
airnya yang konstan; dan (iv) tidak adanya pembuluh darah.
Gambar 2.2 Lapisan Kornea1
Kornea terdiri dari lima lapisan terdiri dari 3 lapisan selular (epithelium, stroma,
endothelium) dan 2 lapisan interface (membran Bowman, membran Descemet). Kornea
merupakan bangunan transparan dengan kekuatan 43,25 D atau 74% dari total 58,6D.
Kornea memiliki indeks refraksi 1.376 dan diameter berkisar antara 11-12mm. Lapisan
yang terluar adalah lapisan epitel (kira-kira 6 lapis). Lapisan ini sangat halus dan tidak
mengandung lapisan tanduk sehingga sangat peka terhadap trauma walaupun kecil.
Sebenarnya hal ini berlawanan dengan nama “kornea” yang berarti selaput tanduk.
Namun penamaan itu diberikan karena pada jenazah kornea ini putih, tidak jernih, dan
karenanya seperti selaput tanduk. Epitel kornea merupakan non-keratinizing squamos
9

layer, terdiri dari 4-6 lapis dengan ketebalan 40-50 μm dan merupakan 5% dari seluruh
ketebalan kornea. Secara embriologis, kornea berasal dari permukaan ectoderm masa
gestasi 5-6 minggu. Epitel kornea diliputi oleh tear film yang berkontak langsung dengan
epitel diproduksi oleh sel goblet konjungtiva dan berinteraksi erat dengan glikokalik sel
epitel kornea mengikuti persebaran hidrofilik tear film saat berkedip. Sel epitel kornea
bisa bertahan 7-10 hari, melewati fase involusi, apoptosis, dan deskuamasi yang
berlangsung setiap minggu. Membran basalis epitel, kira-kira 0,05 μm, terdiri atas
kolagen IV dan laminin yang disekresi oleh sel basal. Jika terjadi kerusakan epitel kornea,
level fibronektin meningkat dan proses penyembuhan berlangsung dalam waktu 6
minggu. Pada saat penyembuhan, epitel terikat dengan dasarnya, membran basalis yang
baru menjadi tidak stabil dan lemah.
Lapisan berikutnya adalah membran Bowman (lamina elastika anterior). Ini
merupakan selaput tipis yang terbentuk dari jaringan ikat fibrosa. Membran Bowman
bukan membran sesungguhnya, namun merupakan hasil kondensasi aseluler bagian
depan stroma, dengan tebal 15 μm. Jika rusak, membran Bowman tidak bisa regenerasi
dan membentuk jaringan parut. Lapisan ketiga yang terletak di sebelah dalam membran
Bowman adalah stroma. Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal, yang terdiri
atas serabut kolagen yang susunannya amat teratur dan padat. Susunan kolagen yang
demikian menyebabkan kornea avaskuler dan jernih. Secara embriologis, stroma berasal
dari migrasi neural crest pada gestasi ke 7 setelah pembentukkan endothelium primitive.
Stroma merupakan 80-85% dari seluruh ketebalan. Fiber kolagen tersusun dari
kumparan parallel yang disebut fibril. Fibril tersebut tersusun parallel berlapis-lapis atau
lamellar. Stroma terdiri 200-250 lamella. Stroma perifer lebih tebal daripada stroma
sentral. Saat terjadi edema stroma, terbentuk tonjolan asimetrik dari stroma posterior
sehingga terlihat gambaran striae yang merupakan lipatan Descemet. Fibril kolagen
stroma terdiri atas kolagen tipe I pada kompleks heterodimerik dengan kolagen tipe IV
untuk mendapatkan diameter yang dalam. Stroma dikelilingi oleh proteoglikan yang
khusus, berisi keratin sulfat atau kondroitin sulfat/ dermatan sulfat. Keratosit merupakan
sel utama dari stroma dan berperan menjaga lingkungan matriks ekstrasel serta membuat
sintesis molekul kolagen dan glikoaminoglikan, sementara itu juga membentuk matrix
metalloprotease (MMPs), untuk menjaga homeostasis stroma. Stroma anterior berisikan
sebagian besar keratosis dan “kristalin” merupakan 25-30% protein larut di dalam.
Kebanyakan keratosit pada anterior stroma berisi kristali, 25-30% protein soluble di
10

dalam sel. Kristalin bertanggungjawab menurunkan efek gelap pada cahaya dan menjaga
kejernihan kornea.
Setelah stroma, lapisan berikutnya adalah membran descemet (lamina elastika
posterior). Membran descemet terbentuk pada usia 8 minggu kehamilan. Bagian anterior
setebal 3μm dihasilkan sebelum kelahiran berupa pita yang terlihat dengan mikroskop
electron. Membran descemet yang dihasilkan setelah kelahiran tidak berpita dan
merupakan tekstur amorf ultrastruktur. Membran descemet dapat menumpuk sampai10
μm.1
Lapisan terdalam kornea adalah lapisan endotel. Lapisan ini terdiri atas satu lapis
endotel yang sel-selnya tak bisa membelah. Kalau ada endotel yang rusak, maka endotel
di sekitarnya akan mengalami hipertrofi untuk menutup defek yang ditinggalkan oleh
endotel yang rusak tadi. Endotel berperan penting dalam mengatur kadar air kornea
dengan cara mengeluarkan air dari kornea ke kamera okuli anterior dengan enzim Na+ -
K+ ATP-ase. Pada awal embryogenesis, kornea posterior segaris dengan satu lapis Krista
neuralis tertata rapi sebagai sel kuboid. Lapisan endotel kornea menjaga kejernihan
kornea merupakan satu lapis, berbentuk mosaic menyerupai honeycomb manakala
dilihat dari posterior. Saat lahir, endothelium merupakan satu lapisan setebal 10μm dan
merupakan deretan sel seragam. Pada masa dewasa, sel individual menjadi datar dan
stabil kira-kira 4μm. Sel-sel berdampingan melalui interdigitasi dan menyatu melalui
hubungan tight junctions sepanjang tepi lateral. Membran lateral endotel berisi Na+, K+
ATP-ase pump. Permukaan basal endothelium berisi hemidesmosom yang membuat
perlengketan dengan membran Descemet. Pada decade ke 2 hingga ke 8 kehidupan,
densitas sel 3000-4000 cells/m2, dan presentase sel heksagonal menurun 75% hingga
60%. Bagian sentral densitas sel endotel berkurang hingga kira-kira 0,6% per tahun pada
kornea normal. Apabila endothelial count berkurang hingga 500 cells/mm2 akan terjadi
edema kornea.
Defek epitel kornea cepat menutup dengan cara migrasi dan mitosis sel. Kornea
divaskularisasi oleh arteri siliares yang membentuk arcade. Kornea di pasok oleh
pembuluh darah halus dari tepi-tepi kornea yang di pasok dari arteri oftalmika dan cabang
dari arteri fascialis melalui cairan aquos dan tear film. Inervasinya oleh n.siliaris (cabang
nervus trigeminus). Saraf kornea sensitive untuk rasa nyeri dan dingin. Kornea
mempunyai sensitivitas 100x dibanding konjungtiva. Serabut saraf sensorik menyebar
dari saraf siliaris longus dan membentuk anyaman subepitelial. Denervasi nervus
11

Trigeminus mampu menimbulkan: lepasnya epitel dari desmosom, iregularitas dan erosi
epitel, neovaskularisasi superficial kornea, sindrom mata kering, dan defek epitel
persisten. Kornea berfungsi sebagai alat transmisi sinar sehingga berfungsi sebagai alat
refraksi (kekuatan refraksinya paling besar). Karena kornea secara normal bersifat
avaskular, maka pemberian makan kornea akan melalui air mata (terutama untuk
penyediaan oksigen), cairan aqueos, dan pembuluh darah limbus (secara difusi). Sifat
avaskular kornea penting dalam transplantasi kornea oleh resipien dari donor siapapun
tanpa memandang sifat dan perbedaan genetis.
Kornea merupakan bagian kecil dari bola mata yang sangat peka karena sifat
kejernihannya, kelengkungannya. Perubahan structural maupun bentuk kornea yang
minimal sudah menimbulkan gangguan penglihatan. Kornea merupakan salah satu bagian
alat penglihatan dengan sifat metabolisme yang sangat efisien. Berkaitan dengan
metabolisme di kornea, glukosa berasal dari difusi cairan akuos dan difusi oksigen
melalui tear film. Pasokan oksigen bagian perfier kornea berasal dari sirkulasi limbal.
Untuk menghasilkan energy guna menjaga homeostasis sel, keratosit dalam
metabolismenya lebih dominan menggunakan reaksi glikolisis.1,2
2.2 Definisi corpus alienum pada konjungtiva dan korneaCorpus alienum adalah suatu benda yang ada dalam tubuh yang seharusnya tidak
ada. Corpus alienum yang masuk ke mata itu biasanya berukuran kecil. Benda kecil
(serpihan logam atau kayu) sering melekat di daerah kelopak mata, di konjungtiva mata
atau di kornea. Biasanya benda kecil itu akan tersapu sendiri oleh kejapan mata dan
genangan air mata. Air mata akan keluar dengan sendirinya bila mata terangsang oleh
corpus alienum. Corpus alienum yang masuk ke mata dengan kecepatan tinggi akan
masuk ke bola mata dan biasanya tidak dapat keluar sendiri. Benda asing di konjungtiva
adalah benda yang dalam keadaan normal tidak dijumpai di konjungtiva. Pada umumnya
bersifat ringan, pada beberapa keadaan dapat berakibat serius terutama pada benda asing
yang bersifat asam atau basa. Corpus alienum yang tertanam di konjungtiva kelopak
mata, harus segera dikeluarkan karena dapat menggores permukaan kornea mata dan
menyebabkan peradangan kornea mata, kejadian ini diperberat dengan seringnya
seseorang mengucek-ngucek kelopak mata yang kemasukan corpus alienum tersebut.
Selain itu, corpus alienum biasanya kotor dan mengandung kuman, sehingga dapat
menyebabkan infeksi pada mata.4
12

Pada kondisi ini pengambilan corpus alienum bisa dilakukan secara langsung
dengan menggunakan kapas basah setelah sebelumnya diberikan anestesi topikal. Jika
corpus alienum tidak dapat diambil dengan kapas basah, maka dilakukan pengambilan
dengan ujung jarum ataupun magnetik probe (tergantung jenis corpus alienumnya).
Setelah pengambilan corpus alienum dapat diberikan antibiotik topikal.
2.3 Anamnesis dan pemeriksaan fisik
2.3.1 Anamnesis Anamnesis adalah wawancara yang dilakukan baik kepada pasien
(autoanamnesis) ataupun kepada keluarga pasien (alloanamnesis). Anamnesis mengenai
korpus alienum pada konjungtiva ataupun kornea dibutuhkan untuk mengetahui penyebab
serta mekanisme terjadinya cedera pada mata akibat corpus alienum yang masuk ke mata.
Hal ini dapat diketahui dari riwayat kegiatan pasien, lingkungan sekitar pasien, waktu,
tempat dan mekanisme trauma yang menyebabkan cedera pada mata. Sebagai contoh,
seorang pasien yang bekerja dengan mesin penggiling kecepatan tinggi mungkin terkena
corpus alienum intraokular yang terletak lebih profunda dibanding pasien yang sedang
bekerja di bawah mobil dan terkena serpihan logam lembut jatuh sehingga corpus
alienum terletak lebih superficial. Pada pasien dengan dugaan adanya corpus alienum di
dalam mata perlu ditanyakan:
1. Identitas pasien. Nama, alamat, pekerjaan. Dari pekerjaan pasien kita dapat
mengetahui dan memperkirakan benda yang mengenai mata pasien dan seberapa kuat
pengaruh benda tersebut terhadap mata.
2. Keluhan utama. Pada pasien dengan suspect korpus alienum pada mata datang dengan
keluhan ada yang mengganjal di dalam mata. Tanyakan pula keluhan yang dialami
sudah sejak kapan.
3. Riwayat penyakit sekarang. Tanyakan apakah keluhan disertai mata merah? Jika
merah apakah disertai rasa sakit? Tanyakan pula apakah mata pasien berair terus-
menerus dan banyak sekret yang keluar saat pasien bangun pagi. Tanyakan
sebelumnya apakah pasien mengalami trauma pada mata? Tanyakan pula kepada
pasien apakah saat melihat cahaya, terasa silau.
4. Riwayat penyakit dahulu. Tanyakan apakah dahulu juga pernah mengalami keluhan
yang sama seperti sekarang atau baru kali ini saja.
13

5. Riwayat pengobatan. Perlu menanyakan kepada pasien tentang penanganan apa saja
yang sudah dilakukan dan obat yang telah diminum sebelum pasien datang ke dokter.
Tanyakan pula apakah pasien memiliki riwayat alergi obat.
6. Untuk corpus alienum yang berada dipermukaan okular, diperlukan pemeriksaan
dengan loupe dan slit lamp. Pemeriksaan dilakukan secara teliti dimulai dari
permukaan luar kelopak, permukaan dalam kelopak dengan cara membalik kelopak
mata atas dan logam permukaan okular.1
2.3.2 Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada mata yang dilakukan pada pasien dengan cedera mata
akibat adanya korpus alienum baik pada konjungtiva dan kornea adalah:
1. Tajam penglihatan apakah normal atau menurun sebelum dan setelah korpus alienum
dikeluarkan.
2. Pemeriksaan segmen anterior untuk menilai adanya injeksi konjungtiva, injeksi silier,
apakah tampak corpus alienum pada mata, rust ring, terutama jika logam sudah
beberapa jam atau sudah beberapa hari tertanam dalam mata.
3. Adanya defek epitel yang jelas dengan penggunaan fluoresens untuk melihat apakah
ada defek pada kornea. Perhatikan apakah terdapat odem kornea disertai dengan sel
pada camera okuli anterior (flare).
4. Pada beberapa kasus, gejala tidak ada (asimptomatik) jika corpus alienum tersebut
kecil dan mengenai beberapa di bawah lapisan epitel atau permukaan konjungtiva.
Selama beberapa hari epitel tumbuh menyelimuti corpus alienum tersebut. Dan terjadi
pengurangan nyeri. Jika terdapat ulserasi, akan terjadi reaksi camera oculi anterior
yang signifikan, atau nyeri yang hebat, sehingga harus diterapi sebagai suatu infeksi.
5. Kornea diperiksa untuk mengetahui apakah terdapat benda asing pada kornea. Jika
bola mata terlihat utuh dan diduga terdapat benda asing subtarsal (ditandai dengan
abrasi atau kehilangan lapisan epitel kornea yang halus,vertikal dan linier), maka
kelopak mata atas harus dibalik. Tindakan ini akan memperlihatkan bagian dalam
kelopak dan memungkinkan identtifikasi dan pengangkatan benda asing.5
6. Benda asing di kornea harus segera dikeluarkan agar tidak terjadi kerusakan lebih
parah, karena barang asing itu dapat menimbulkan kekeruhan pada kornea. Untuk
mencari dan menentukan benda asing itu, kadang-kadang perlu dipakai lensa
pembesar, senter, dan lampu kepala.
14

2.4 Etiologi dan faktor predisposisi korpus alienum
Corpus alienum pada konjungtiva dan kornea dapat disebabkan oleh trauma minor
atau serius. Pada sebagian besar kasus, benda asing masuk ke mata secara tidak sengaja
karena menggosok mata dengan tangan yang tidak bersih. Benda asing lainnya berada di
udara sebagai partikulat dan kontak dengan mata secara acak. Benda yang masuk ke
dalam bola mata dibagi dalam beberapa kelompok, yaitu:6
1. Benda logam, seperti emas, perak, platina, timah, besi tembaga.
2. Benda bukan logam, seperti batu, kaca, bahan pakaian.
3. Benda inert, adalah benda yang terbuat dari bahan-bahan yang tidak menimbulkan
reaksi jaringan mata, jika terjadi reaksinya hanya ringan dan tidak mengganggu
fungsi mata. Contoh : emas, platina, batu, kaca, dan porselin.
4. Benda reaktif, terdiri dari benda-benda yang dapat menimbulkan reaksi jaringan mata
sehingga mengganggu fungsi mata. Contoh : timah hitam, seng, nikel, alumunium,
tembaga.
Penyebab cedera mata pada pemukaan mata adalah :6
a. Percikan kaca, besi, keramik
b. Partikel yang terbawa angin
c. Ranting pohon
d. Dan sebagainya
Beratnya kerusakan pada organ-organ di dalam bola mata tergantung dari:6
a. Besarnya corpus alienum,
b. Kecepatan masuknya,
c. Ada atau tidaknya proses infeksi,
d. Jenis bendanya.
15

Faktor predisposisi masuknya korpus alienum ke konjungtiva maupun kornea
adalah mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm pelindung atau pekerja di
bidang industri yang tidak memakai kacamata pelindung, seperti pekerja gerinda, pekerja
las, pemotong keramik.
Gambar 1. Corpus alienum pada konjungtiva tarsal atas4
Gambar 2. Corpus alienum pada kornea4
2.5 EpidemiologiCorpus alineum adalah salah satu penyebab paling sering cedera atau trauma pada
mata. Kadang-kadang, corpus alienum mungkin tidak tampak pada saat pemeriksaan,
kecuali corpus alienum tersebut telah meninggalkan abrasi kornea residual dengan rasa
sakit yang dihasilkan. Superficial corpus alineum kornea jauh lebih umum daripada
corpus alineum kornea yang profunda. Kemungkinan sebuah corpus alienum intraokular
16

harus selalu dipertimbangkan ketika pasien memiliki riwayat trauma pada mata
sebelumnya.
Mirip dengan cedera traumatis lainnya, kejadian pada laki-laki jauh lebih tinggi
dari pada wanita. Insiden puncak ditemukan dalam dekade kedua dan umumnya terjadi
pada orang yang lebih muda atau usia kurang dari 40 tahun.4
2.6 PatofisiologiCorpus alienum yang masuk ke konjungtiva mata, biasanya bersarang dilekuk
antara selaput lender kelopak mata dan bola mata, sehingga bila mata berkedip-kedip,
benda asing itu akan menggores permukaan kornea. Corpus alienum di kornea secara
umum masuk ke kategori trauma mata ringan. Corpus alienum dapat bersarang (menetap)
di epitel kornea atau stroma bila corpus alienum tersebut diproyeksikan ke arah mata
dengan kekuatan yang besar. Corpus alienum dapat merangsang timbulnya reaksi
inflamasi, mengakibatkan dilatasi pembuluh darah dan kemudian menyebabkan udem
pada kelopak mata, konjungtiva dan kornea. Sel darah putih juga dilepaskan,
mengakibatkan reaksi pada kamera okuli anterior dan terdapat infiltrate kornea. Jika tidak
dihilangkan, corpus alienum dapat menyebabkan infeksi dan nekrosis jaringan.
2.7 Manifestasi klinisPasien datang dengan keluhan adanya benda yang masuk ke dalam
konjungtiva atau matanya. Gejala yang ditimbulkan berupa rasa tidak nyaman pada mata,
nyeri, mata merah dan berair, sensasi benda asing, dan fotofobia. Apabila korpus alienum
mengenai kornea, gejala yang ditimbulkan berupa nyeri, sensasi corpus alienum,
fotofobia, mata merah dan mata berair banyak. Bila benda asing terdapat dalam kornea
maka didapatkan nyeri yang sangat hebat. Dalam pemeriksaan oftalmologi, ditemukan
visus normal atau menurun, adanya injeksi konjungtiva atau injeksi silar, terdapat corpus
alienum pada bola mata, fluorescein tes (+).6
2.8 Diagnosis kerja
Diagnosis corpus alienum dapat ditegakkan dengan:
1) Anamnesis kejadian trauma
2) Pemeriksaan tajam penglihatan kedua mata
3) Pemeriksaan dengan oftalmoskop
4) Pemeriksaan keadaan mata yang terkena trauma
Meskipun diagnosa dicurigai berdasarkan anamnesis, namun konfirmasi diagnosis
memerlukan pemeriksaan fisik yang cermat, termasuk pembalikan kelopak mata atas dan
17

bawah tiga kali. Selain itu semua pasien dengan kecurigaan adanya benda asing pada
konjungtiva ataupun kornea harus diperiksa dengan menggunakan slit-lamp untuk
mengidentifikasi, menentukan lokasi, dan mengeluarkan benda tersebut.6
2.9 Diagnosis bandingPada kejadian trauma terutama akibat corpus alienum, harus dievaluasi adanya
rupture ataupun corpus alineum intraocular. Diagnosa banding dari korpus alienum
adalah:
Abrasi kornea
Corpus alineum intraocular
Keratitis bacterial
Keratitis fungal
Konjungtivitis
2.10 Penatalaksanaan
Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan corpus alienum tersebut dari
bola mata. Bila lokasi corpus alienum berada di palpebra dan konjungtiva, kornea maka
dengan mudah dapat dilepaskan setelah pemberian anatesi lokal. Untuk
mengeluarkannya, diperlukan kapas lidi atau jarum suntik tumpul atau tajam. Arah
pengambilan, dari tengah ke tepi. Bila benda bersifat magnetik, maka dapat dikeluarkan
dengan magnet portable. Kemudian diberi antibiotik lokal, siklopegik, dan mata dibebat
dengan kassa steril dan diperban.4
Corpus alienum yang bersarang di konjungtiva kelopak mata atas dikeluarkan
dengan jalan membalikkan kelopak mata atas, lalu corpus alienum itu dikeluarkan. Cara
membalikkan kelopak mata atas adalah sebagai berikut: pasien disuruh melihat ke bawah,
lalu ibu jari, dan jari telunjuk pemeriksa menjepit bulu mata sedangkan jari telunjuk
tangan lain menekan di punggung kelopak mata. Balikkan kelopak mata itu dengan
mengangkatnya. Selama corpus alienum belum diangkat, mata pasien harus terus
diarahkan ke ujung kaki.
Corpus alienum yang kecil dapat diangkat dengan lidi kapas steril. Pada benda
yang sangat lekat pada konjungtiva mata, mata harus ditetesi setetes anestesi lokal.
Pemberian tetesan anestesi itu harus setiap 3-5 menit. Tutuplah kelopak mata dan tunggu
sampai anestesi bekerja. Balikkan kelopak mata itu. Corpus alienum yang kecil dapat
diangkat dengan ujung jarum. Sebelum kelopak mata ditutup, periksalah kembali sekali
18

lagi apakah tidak ada lagi benda lain. Bila diduga benda yang diangkat itu kotor dan
kemungkinan menimbulkan peradangan, berilah antibiotika tetes atau salep mata selam 2-
3 hari dan obat mata itu diteteskan setiap 3-4 jam.4
Penatalaksanaannya adalah dengan mengeluarkan benda asing tersebut dari
konjungtiva dengan cara:7
a. Berikan tetes mata pantokain 2% sebanyak 1-2 tetes pada mata yang terkena benda
asing.
b. Gunakan kaca pembesar (lup) dalam pengangkatan benda asing.
c. Angkat benda asing dengan menggunakan lidi kapas atau jarum suntik ukuran 23G.
d. Arah pengambilan benda asing dilakukan dari tengah ke tepi.
e. Oleskan lidi kapas yang dibubuhkan betadin pada tempat bekas benda asing.
f. Kemudian, berikan antibiotik topikal (salep atau tetes mata) seperti kloramfenikol
tetes mata, 1 gtt setiap 2 jam selama 2 hari.
Corpus alienum di kornea harus segera dikeluarkan agar tidak terjadi kerusakan
lebih parah, karena barang asing itu dapat menimbulkan kekeruhan pada kornea. Untuk
mencari dan menentukan corpus alienum itu, kadang-kadang perlu dipakai lensa
pembesar, senter, dan lampu kepala. Setelah ditentukan letak corpus alienum di kornea,
diteteskan anestesi 1-2 menit sebanyak 4-5 kali. Setelah penetesan anestesi, mata harus
ditutup terlebih dahulu agar obat anestesi bekerja.
Setiap pasien dengan benda asing di kornea dilakukan langkah-langkah
penatalaksanaan awak sebagai berikut:
Periksa tajam penglihatan sebelum dan sesudah pengangkatan
Berikan anestesi topical pada mata yang terkena
Cobalah mengeluarkan benda asing dengan irigasi NaCl 0,9% steril
Cobalah menggunakan cotton bud secara halus
Cobalah menggunakan jarum halus
Pengangkatan benda asing harus dilakukan dengan batuan slit lamp
Jika tidak berhasil segera rujuk dokter mata
Berikan antibiotik topical untuk profilaksis 4x1 hari sampai terjadi regenerasi
epitel.
Reevaluasi dalam 24 jam untuk melihat tanda-tanda infeksi dan ulkus kornea.
Untuk memudahkan pengeluaran corpus alienum itu, pasien disuruh memandang
pada satu titik. Pada anak-anak agak sukar menyuruh mata itu diam dan sering pula
19

memberontak, sehingga kadang-kadang perlu dilakukan pembiusan umum. Corpus
alienum kecil berupa serpihan logam, kaca, atau kayu yang masuk ke mata dengan
kecepatan rendah biasanya mudah di congkel dengan ujung pisau atau jarum.
Pada penatalaksanaan benda asing di intraokular, perlu diperhatikan pemberian
anti tetanus dan antibiotik.
2.11 Kriteria rujukanSeseorang dengan diagnosis korpus alienum baik pada konjungtiva ataupun
kornea diindikasikan untuk dirujuk apabila benda asing sulit dikeluarkan, visus menurun,
terbentuk formasi rust ring pada kornea, ada tanda-tanda perforasi bola mata, ada tanda
pembentukan ulkus korena seperti kabur pada dasar defek, noda pada tes fluorosens
bertahan lebih dari 72 jam, defek pada bagian sentral kornea, hifema, kerusakan kornea
difus, laserasi kornea atau sclera, oedema kelopak mata, perdarahan subkonjungtival
difus, bentuk pupil abnormal.6
2.12 Komplikasi
Komplikasi terjadi tergantung dari jumlah, ukuran, posisi, kedalaman dan efek
dari corpus alienum tersebut. Jika ukurannya besar, terletak dibagian sentral dimana
fokus cahaya pada kornea dijatuhkan, maka akan dapat mempengaruhi visus. Bila ukuran
corpus alienum tidak besar dan segera diambil lalu reaksi sekunder seperti inflamasi juga
dapat ditangani secepatnya, serta tidak menimbulkan sikatrik pada media refraksi yang
berarti, maka komplikasi jarang terjadi. Apabila tidak segera ditangani atau kerusakannya
hebat maka dapat menyebabkan:
2.12.1 Rust ring, hal ini terjadi bila : Corpus alienum berupa besi
Onset 2-4 jam pertama komplit dalam 8 jam
Dapat dibuang dengan bantuan slit lamp menggunakan jarum halus ataupun burr.
20

Gambar 2.3 Rust ring8
Gambar 2.4 Ophtalmic Burr8
2.12.2 Infeksi kornea
Dapat terjadi jika dibiarkan 2-4 hari
Menyebabkan ulkus dan jaringan parut
Hal ini memerlukan terapi antibiotic topical yang agresif dan penanganan dokter
mata lebih lanjut.
2.12.3 Perforasi bola mata
Pada trauma yang disebabkan logam atau kecepatan tinggi, atau bisa juga jika
telah terjadi ulkus yang tidak ditangani, hal ini memerlukan terapi pembedahan.
Gambar 2.5 Ulkus bakterialis kornea8
21

Selain komplikasi yang telah disebutkan dapat pula terjadi abrasi kornea,
konjungtivitis, infeksi okular dalam, dan kerusakan kornea permanen.6
2.13 Konseling dan edukasi
a. Memberitahu pasien dan keluarga agar tidak menggosok matanya sehingga tidak
memperberat lesi.
b. Menggunakan alat atau kacamata pelindung pada saat bekerja atau berkendara.
c. Apabila keluhan bertambah berat setelah dilakukan tindakan, seperti mata bertambah
merah, bengkak atau disertai dengan penurunan visus segera kontrol kembali.
d. Apabila akan dilakukan rujukan, sebelumnya diberikan edukasi kepada keluarga
pasien bahwa penanganan lebih lanjut akan dilakukan oleh dokter spesialis mata
dengan alasan tertentu seperti yang telah diterangkan di atas. Dokter spesialis mata
akan menambil benda asing menggunakan jarum halus steril, burr, alger brush, rust,
ring drill dan sebagainya, dam penggunaan alat tersebut memerlukan pengalaman dan
keahlian khusus. Dokter spesialis mata juga akan melakukan evaluasi seberapa dalam
penetrasi kornea, jika mencapai camera oculi anterior maka akan dilakukan
pengangkatan di kamar operasi dengan alat pembesar yang cukup. Anestesi adekuat
dan peralatan yang cukup.
2.14 PrognosisTrauma dalam hal ini yang disebabkan karena corpus alienum berada di
permukaan mata tanpa luka perforasi, umumnya prognosisnya baik karena benda tersebut
dapat dikeluarkan dan akibatnya sangat ringan. Pada trauma dengan luka perforasi, maka
prognosisnya tergantung pada hal-hal berikut ini. Corpus alienum inert lebih baik karena
tidak atau sedikit menimbulkan reaksi jaringan. Benda logam magnet prognosisnya lebih
baik karena pengeluarannya lebih muda (dengan magnit). OTS (Ocular trauma score)
adalah salah satu metode yang dapat membantu dokter dalam menentukan prognosis
suatu trauma mata. OTS memiliki variabel terbatas (sehingga mudah ditentukan pada saat
evaluasi awal atau operasi) dan dasar matematika untuk memberikan dokter 77%
kesempatan untuk memprediksi fungsi mata pasien secara cepat. Akses ke informasi
prognostik awal yang didapatkan dengan OTS, memungkinkan konseling yang tepat dari
dokter kepada pasien dan juga berkontribusi untuk melakukan triase dan keputusan
manajemen yang benar.1 Pada umumnya corpus alienum pada conjungtiva prognosisnya
bonam.
22

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan Corpus alienum merupakan salah satu penyebab tersering cedera pada mata yang
sering mengenai sklera, konjungtiva dan kornea. Apabila korpus alienum masuk ke dalam
bola mata maka akan terjadi reaksi infeksi yang hebat serta timbul kerusakan dari isi bola
mata. Gejala yang dikeluhkan oleh pasien adalah adanya rasa tidak nyaman pada mata,
air mata keluar berlebihan, fotofobia, dan mata merah membuat pasien datang ke dokter.
Penanganan yang tepat terhadap corpus alienum pada konjungtiva dan kornea bergantung
pada lokasi corpus alienum tersebut dan dipermudah dengan bantuan slit-lamp. Jika
corpus alienum tidak dapat dikeluarkan dengan cara irigasi ataupun dengan kapas atau
ujung jarum dan pasien mengalami penurunan visus, maka harus dikonsultasikan dengan
ahli ofthalmology.
Daftar pustaka1. Hartono, S U Suhardjo. Ilmu kesehatan mata. Edisi ke-2. Yogyakarta: Bagian Ilmu
Kesehatan Mata, Fakultas Kedokteran UGM;2012.h.2-4,12-3,262-3.
2. Ilyas S, Yulianty S R. Ilmu penyakit mata. Edisi ke-4. Jakarta: FKUI;2013.h.5-6.
3. Lang G K. Opthalmology. Germany:Thieme;2000.p.67.
4. Augsbrger J, Asbury T, Thomas M. Ocular & orbital trauma. In: Riordan-Eva P,
Whitcher JP. Vaughan & asbury’s general ophthalmology. 16th Ed. Singapore:
McGraw Hill Asia;2004.p.371-5.
5. James B, Chew C, Bron A. Lecture notes oftamologi. Edisi ke-9. Jakarta:
EMS;2006.h.178-80.
23

6. Greenberg M I. Teks-atlas kedokteran kedaruratan. Jilid-1. Jakarta:
Erlangga;2007.h.83-4.
7. Gondhowiardjo, T.D Simanjuntak, G. Panduan manajemen klinis perdami. Edisi ke-1.
Jakarta: CV Ondo;2006.h.47-8.
8. Lim Sew Ming A, Constable I J. Colour atlas of opthalmology. 3rd Ed. New York:
World Science;2011.p.134-5.
24