contoh usulan penelitian survai
DESCRIPTION
Usulan penelitian survai terkait dengan persepsi IRTP tentang tanggal kedaluwarsaTRANSCRIPT
USULAN PENELITIAN
PERSEPSI IRTP TENTANG TANGGAL KEDALUWARSA
(Studi kasus di Kota Bogor)
Oleh
JIAN SEPTIAN
F24090046
2012
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
1
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERSEPSI IRTP TENTANG TANGGAL KEDALUWARSA
(Studi kasus di Kota Bogor)
USULAN PENELITIAN
Sebagai salah satu syarat melakukan penelitian mayor Teknologi Pangan
Pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh
JIAN SEPTIAN
F24090046
Menyetujui,
Bogor, November 2012
Dosen Pembimbing
Prof. Dr.Ir. Winiati P Rahayu MS
NIP. 195608131982012001
2
USULAN PENELITIAN
I. JUDUL
PERSEPSI IRTP TENTANG TANGGAL KEDALUWARSA
(Studi kasus di Kota Bogor)
II. PERSONALIA
1. PELAKSANA : Jian Septian/F24090046
Mahasiswa Tingkat IV Departemen Ilmu
dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian
Bogor
2. DOSEN PEMBIMBING : Prof. Dr. Ir. Winiati P Rahayu MS /
195608131982012001, Staf pengajar
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
III. LATAR BELAKANG
Mutu merupakan salah satu hal yang tidak terpisahkan dalam
pembuatan suatu produk. Hal ini disebabkan hanya produk yang
bermutulah yang dapat memenuhi kebutuhan pasar. Mutu pangan sangat
berkaitan erat dengan masalah keamanan pangan. Saat ini banyak beredar
produk pangan dalam kemasan. Berdasarkan UU No. 7 tahun 1996 tentang
Pangan pada pasal 30 ayat 1 disebutkan bahwa pemberian label pada
produk pangan yang dikemas merupakan keharusan. Berdasarkan UU No.
69 tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan pada pasal 2 ayat 2
dijelaskan bahwa label tersebut sekurang-kurangnya memuat mengenai
nama produk, daftar bahan yang digunakan, berat bersih, nama dan alamat
pihak yang memproduksi, keterangan halal dan tanggal, bulan dan tahun
kedaluwarsa.
Tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa merupakan salah satu
bagian dari label pangan. Suatu produk pangan disebut rusak apabila
3
produk tersebut telah kedaluwarsa. Syarief dan Halid (1993) menyebutkan
bahwa suatu produk pangan dapat bersifat kedaluwarsa apabila produk
tersebut telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada umumnya
produk tersebut telah menurun mutu gizinya meskipun penampakannya
masih bagus. Penurunan mutu dapat menyebabkan menurunnya tingkat
keamanan produk yang kemudian akan menyebabkan penurunan tingkat
penerimaan konsumen.
Oleh karena itu, penting untuk mengetahui persepsi IRTP terhadap
tanggal kedaluwarsa berdasarkan faktor mutu dan keamanan pangan.
IV. TUJUAN PENELITIAN
- Mengetahui persepsi IRTP tentang tanggal kedaluwarsa
- Mengetahui hubungan antara karakteristik IRTP dengan persepsinya
tentang tanggal kedaluwarsa produk pangan.
V. TEMPAT DAN WAKTU PELAKSANAAN
1. TEMPAT : IRTP di Kota Bogor
2. WAKTU : Penelitian akan dilaksanakan selama lima
Bulan, mulai bulan November 2012 sampai
bulan Maret 2013.
VI. TINJAUAN PUSTAKA
Label Pangan
Informasi tentang produk pada umumnya tertera pada label. Secara
umum label dapat didefinisikan sebagai tulisan, tag, gambar atau
pengertian lain yang tertulis, dicetak, distensil, diukir, dihias atau
dicantumkan dengan cara apapun, pemberi kesan yang terdapat pada satu
wadah atau pengemas (Wijaya, 2001). Menurut penjelasan Undang-
undang No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan pasal 30 ayat 1 dikatakan
bahwa tujuan pemberian label pada produk pangan yang dikemas, baik
menyangkut asal, keamanan, mutu, kandungan gizi, maupun keterangan
lain yang diperlukan sebelum memutuskan untuk membeli dan atau
mengkonsumsi pangan tersebut.
Menurut Wijaya (2001) kriteria penulisan label mencakup (a)
Tulisan menggunakan huruf Latin atau Arab, (b) Ditulis dengan bahasa
4
Indonesia dengan huruf latin, (c) Ditulis jelas, lengkap, mudah dibaca
(ukuran minimal 0,75 mm, dan warna kontras), (d) Tidak boleh
mencantumkan segala hal baik kata, tanda, atau gambar yang
menyesatkan, (e) Tidak boleh dicantumkan nasihat, referensi, pernyataan
dari siapa pun dengan tujuan menaikkan penjualan. Adapun isi label
mencangkup (a) Informasi yang harus dicantumkan pada label yaitu nama
makanan/nama produk, komposisi atau daftar ingredient, isi netto, nama
dan alamat pabrik/importir, nomor pendaftaran, kode produksi, tanggal
kedaluwarsa, petunjuk atau cara penggunaan, petunjuk atau cara
penyimpanan, nilai gizi, tulisan atau pernyataan khusus, (b) Pernyataan
(claim) pada label dan periklanan yaitu pernyataan tentang gizi dan
pernyataan tentang kondisi (obesitas) dan penyakit tertentu (theurapetic
claim), dan (c) Gambar pada label atau iklan.
Dalam Undang-Undang No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan
Iklan Pangan pada pasal 2 ayat 1, dikatakan bahwa setiap orang yang
memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di
dalam dan atau di kemasan pangan. Selanjutnya pada pasal 2 ayat 2
dijelaskan bahwa label sekurang-kurangnya memuat mengenai (a) nama
produk, (b) daftar bahan yang digunakan, (c) berat bersih atau isi bersih,
(d) nama dan alamat pihak yang memproduksi atau memasukkan pangan
ke dalam wilayah Indonesia, (e) keterangan tentang halal dan (f) tanggal,
bulan dan tahun kedaluwarsa. Salah satu muatan dari label adalah
keterangan waktu kedaluwarsa pangan, dimana, menurut BPOM (2004),
keterangan waktu kedaluwarsa berfungsi sebagai informasi mengenai
waktu atau tanggal yang menunjukkan suatu produk makanan masih
memenuhi syarat mutu dan keamanan untuk dikonsumsi.
Peranan label pada suatu produk sangat penting untuk memperoleh
produk yang sesuai dengan yang diinginkan konsumen. Label produk yang
dijamin kebenarannya akan memudahkan konsumen dalam menentukan
beragam produk dan susbtitusi di pasaran. Selain sebagai sarana
pendidikan pada masyarakat, label juga dapat memberikan nilai tambah
5
bagi produk. Kompetitor produk di pasaran yang semakin bertambah dapat
menjadikan label sebagai strategi yang menarik dalam pemasaran.
Meskipun dengan label pula, pihak produsen dapat secara sadar atau tidak
sadar mengelabui atau bahkan mengorbankan konsumen (Karmini &
Briawan 2004).
Regulasi Pelabelan Tanggal Kedaluwarsa
Di dalam surat keputusan Direktur Jenderal Pengawasan Obat dan
Makanan No.02240/B/SK/VII/91 Tanggal 2 Juli 1991, disebutkan bahwa
tanggal kedaluwarsa harus dicantumkan pada makanan tertentu, seperti
susu pasteurisasi, susu bubuk, makanan atau minuman yang mengandung
susu, makanan bayi dan makanan kalengan yang steril komersial. Tanggal
kedaluwarsa dapat dicantumkan pada tutup botol, bagian bawah kaleng
atau bagian atas kardus dan tempat lain yang sesuai, serta harus jelas dan
mudah dibaca. Pencantuman tanggal kedaluwarsa disertai dengan
peringatan seperti “Sebaiknya digunakan sebelum tanggal (isikan tanggal
kedaluwarsa)” atau dapat juga dicantumkan terpisah seperti “Sebaiknya
digunakan sebelum tanggal (isikan tanggal kedaluwarsa)”, yang tercantum
pada bagian bawah kaleng atau tutup botol.
Pengaturan yang lebih luas mulai diatur dengan berlakunya UU
Nomor 7 Tahun 1996 tentang Pangan yaitu pada pasal 21 (e) Tentang
Pangan Tercemar. Pasal ini menjelaskan bahwa setiap orang dilarang
mengedarkan pangan yang sudah kedaluwarsa. Selanjutnya pada Bab IV
pasal 30 ayat (1) dijelaskan bahwa setiap orang yang memproduksi atau
memasukan kedalam wilayah Indonesia pangan yang dikemas untuk
diperdagangkan wajib mencantumkan label pada, di dalam dan atau
dikemasan pangan dan pada ayat (2) dijelaskan bahwa label yang
dimaksud pada ayat (1) memuat sekurang-kurangnya keterangan mengenai
(a) nama produk, (b) daftar bahan yang digunakan, (c) berat bersih atau isi
bersih, (d) nama dan alamat yang memproduksi atau memasukan ke dalam
wilayah Indonesia, (e) keterangan tentang halal, (f) tanggal, bulan dan
tahun kedaluwarsa.
6
Di dalam Peraturan Pemerintah (PP) No. 69 Tahun 1999 Tentang
Label dan Iklan Pangan dijelaskan secara rinci mengenai bentuk format
penulisan secara rinci tanggal kedaluwarsa. Pada pasal 27, disebutkan
bahwa (1) tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa wajib dicantumkan secara
jelas pada label, (2) pencantuman tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa
dilakukan setelah pencantuman tulisan “Baik digunakan sebelum” yang
disesuaikan dengan jenis dan daya tahan pangan yang bersangkutan, (3)
dalam hal produk pangan yang kedaluwarsanya lebih dari tiga bulan,
diperbolehkan untuk hanya mencantumkan bulan dan tahun
kedaluwarsanya saja. Selanjutnya dijelaskan pula bahwa
memperdagangkan pangan yang sudah kedaluwarsa dan menukar tanggal
kedaluwarsa pangan tidak diperbolehkan. Hal ini tertuang dalam pasal 28
yang berbunyi : ”Dilarang memperdagangkan pangan yang sudah
melampaui tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa sebagaimana
dicantumkan pada label”, serta pasal 29 yang berbunyi : “Setiap orang
dilarang menukar tanggal, bulan dan tahun kedaluwarsa pangan yang
diedarkan”.
Kedaluwarsa
Syarief dan Halid (1993), kedaluwarsa adalah keadaan suatu bahan
pangan yang telah melampaui masa simpan optimumnya dan pada
umumnya bahan pangan tersebut telah menurun mutu gizinya meskipun
penampakannya masih bagus. Keterangan yang ada pada bahan pangan
khususnya keterangan waktu kedaluwarsa bukan sekedar digunakan
sebagai petunjuk kesegaran dan keamanan, melainkan juga petunjuk akan
perubahan lainnya seperti cita rasa, penampakan dan kandungan gizi.
Selain itu, keterangan waktu kedaluwarsa pun juga menunjukkan batas
waktu dimana sifat-sifat fungsional dari bahan masih dapat dipertahankan.
Sifat-sifat fungsional yang dimaksud adalah daya serap air, kemampuan
mengemulsi, kapasitas pengembangan volume, homogenitas warna, daya
buih, aktivitas enzimatik, serta fungsi lainnya yang penting dalam
pengolahan.
7
Kedaluwarsa produk pangan berbanding lurus dengan umur
simpan suatu produk pangan. Umur simpan produk pangan merupakan
selang waktu antara saat produksi hingga saat konsumsi dimana produk
berada dalam kondisi yang memuaskan pada sifat-sifat penampakan, rasa,
aroma, tekstur dan nilai gizi. Suatu produk pangan berada pada kisaran
umur simpannya apabila kualitas produk secara umum dapat diterima
untuk tujuan seperti yang diinginkan oleh konsumen dan selama bahan
pengemas masih memiliki integritas serta memproteksi isi kemasan
(Arpah, 2001).
Ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menentukan umur
simpan suatu produk pangan yaitu melalui metode konvensional dan
metode akselerasi. Sistem penentuan umur simpan dengan metode
konvensional membutuhkan waktu yang lama. Hal ini karena penetapan
waktu kedaluwarsa dilakukan dengan cara menyimpan suatu seri produk
pada kondisi normal sehari-hari sambil dilakukan pengamatan terhadap
penurunan mutunya hingga mencapai mutu kedaluwarsa. Sedangkan
metode akselerasi dilakukan dengan mengatur kondisi penyimpanan diluar
kondisi normal sehingga produk dapat lebih cepat rusak dan penentuan
umur simpan dapat dilakukan (Arpah dan Syarief, 2000).
Mutu Pangan
Menurut UU No. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, dimana mutu
pangan adalah nilai gizi yang ditentukan atas dasar kriteria keamanan
pangan, kandungan gizi dan standar perdagangan terhadap bahan
makanan, makanan dan minuman. Berdasarkan pengertian ini, dapat
diketahui bahwa keamanan pangan tidak dapat dipisahkan dari mutu
pangan. Menurut fardiaz (2003), pangan yang bermutu adalah pangan
yang mempunyai karakteristik sebagaimana pangan yang normal seperti
warna, tekstur, citarasa dan karakteristik lainnya yang tidak menyimpang
dari karakteristik yang seharusnya dimiliki oleh suatu jenis pangan.
Pangan yang bermutu harus dapat melaksanakan fungsinya secara
berulang-ulang sepanjang daur hidupnya, yang telah ditetapkan di dalam
lingkungan dan kondisi pemakaiannya. Namun, seiring dengan
8
bertambahnya umur dari suatu produk maka akan terjadi penurunan mutu
dari produk tersebut. Reaksi penurunan mutu suatu produk dapat
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain faktor intrinsik (komposisi) dan
faktor ekstrinsik (lingkungan). Akibat dari berbagai reaksi kimiawi yang
terjadi di dalam produk makanan yang bersifat akumulatif dan irreversible
selama penyimpanan, dapat menyebabkan mutu makanan tidak dapat
diterima lagi (Syarief dan Halid, 1993).
Keamanan Pangan
Menurut UU N0. 7 Tahun 1996 Tentang Pangan, keamanan
pangan adalah kondisi dan upaya yang diperlukan untuk mencegah pangan
dari kemungkinan cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan.
Wirakartakusumah (1994) menyatakan bahwa keamanan pangan
merupakan masalah yang kompleks sebagai hasil interaksi antara toksisitas
mikrobiologi, toksisitas kimiawi dan status gizi. Hal ini sangat penting dan
berkaita dimana pangan yang tidak aman akan mempengaruhi kesehatan
manusia yang pada akhirnya dapat menimbulkan masalah terhadap status
gizinya.
Keamanan pangan yang menurun pada suatu produk pangan dapat
memberikan efek keracunan pangan atau foodborne disease bagi
konsumen yang mengkonsumsi produk tersebut. Menurut Sharp dan Reilly
(2000) diacu dalam Krisnovita (2004), keracunan pangan adalah penyakit
yang disebabkan oleh infeksi atau intoksikasi akibat mengkonsumsi
makanan, minuman atau air yang telah terkontaminasi. Produk pangan
yang mempunyai tingkat keamanan yang baik adalah produk pangan yang
bebas dari cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat
mengganggu, merugikan dan membahayakan kesehatan manusia
(Hariyadi, 2007).
Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) adalah perusahaan pangan
yang memiliki tempat usaha di tempat tinggal dengan peralatan
pengolahan manual hingga semi otomatis. Berdasarkan definisi ini,
9
kebanyakan produsen pangan jajanan juga dapat dikategorikan IRTP
sehingga dapat dinilai sesuai peraturan CPPB-IRTP.
Cara Produksi Pangan yang baik (CPPB) adalah suatu pedoman
yang menjelaskan cara memproduksi pangan yang layak, bermutu dan
aman untuk dikonsumsi. CPPB merupakan salah satu faktor penting untuk
memenuhi standar mutu atau persyaratan yang ditetapkan untuk pangan
dan sangat berguna bagi kelangsungan hidup industri pangan baik yang
berskala kecil, sedang maupun berskala besar. Tujuan penerapan CPPB
pada industri baik skala besar, sedang maupun kecil adalah menghasilkan
pangan yang bermutu, aman dikonsumsi, dan sesuai dengan tuntutan
konsumen, baik domestik maupun mancanegara. CPPB menjelaskan
persyaratan-persyaratan yang harus dipenuhi tentang penanganan bahan
pangan di seluruh mata rantai produksi pangan mulai bahan baku sampai
produk akhir. Pedoman CPPB-IRT sesuai keputusan Kepala Badan POM
RI No. HK.00.05.5.1639 tanggal 30 April 2003.
Persepsi
Menurut Cohen (1981), persepsi merupakan suatu proses yang
timbul akibat adanya rangsangan yang mengenai organ sensori dari
seorang individu. Di dalam proses persepsi, seorang individu akan
menyusun dan menerjemahkan rangsangan sensori sehingga
dikembangkan suatu pengertian tersendiri akan dunia disekitarnya.
Persepsi adalah interpretasi dari sensasi, sehingga persepsi dapat juga
diartikan sebagai proses kompleks yang dipilih, disusun dan diterjemahkan
oleh individu serta merangsang panca indera untuk menghasilkan
gambaran yang mempunyai arti dan saling berhubungan (Gambar 1).
10Gambar 1. Proses terjadinya persepsi
Persepsi memiliki sifat subjektif karena setiap orang akan
memandang suatu objek atau situasi dengan cara yang berbeda-beda
(Setiadi, 2003). Persepsi dapat dipengaruhi oleh pikiran dan lingkungan
dan secara substansi berbeda dengan realitas, dengan kata lain persepsi
tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik tetapi juga rangsangan yang
berhubungan dengan lingkungan sekitar juga keadaan individu yang
bersangkutan.
Kotler (2001) mengemukakan bahwa seorang individu dapat
memiliki persepsi yang berbeda terhadap objek yang sama. Hal ini karena
pembentukan proses persepsi mengalami tiga tahap, yaitu proses perhatian
selektif, distorsi selektif dan ingatan selektif. Proses perhatian selektif
merupakan tahap penyaringan berbagai rangsangan yang diterima
individu. Distorsi selektif merupakan tahap pengubahan berbagai
informasi dalam diri individu menjadi bermakna dan diinterpretasikan
sesuai dengan konsep yang telah dimiliki oleh individu itu sendiri.
Sedangkan ingatan selektif merupakan tahap penempatan informasi
menjadi ingatan yang selalu disimpan di dalam memori individu.
Kotler (2001) mengemukakan bahwa persepsi dihasilkan atau
dipengaruhi oleh faktor eksternal (stimulus) dan faktor internal (individu).
Faktor eksternal sangat mempengaruhi persepsi suatu individu. Faktor
eksternal merupakan karakteristik fisik dari produk seperti ukuran, tekstur
dan atribut yang terdapat dalam produk. Pengaruh lingkungan merupakan
faktor di luar individu yang akan mempengaruhinya dalam melakukan
pengambilan keputusan. Sedangkan faktor internal merupakan
karakteristik seseorang, kemampuan dasar dalam proses penginderaan
serta pengalaman yang telah dimiliki sebelumnya terhadap berbagai
atribut. Faktor internal terdiri dari usia, jenis kelamin, pendidikan,
pekerjaan dan kelas sosial. Faktor internal akan menggambarkan adanya
pertukaran nilai, kebutuhan, kebiasaan maupun perilaku yang berbeda
antara suatu kelompok konsumen dengan lainnya (Mowen dan minor,
2002).
11
Persepsi produsen (IRTP) berkorelasi dengan pengetahuan dan
pengalaman yang dimiliki sebelumnya. Tingkat pendidikan yang lebih
tinggi berkaitan dengan pengetahuan yang lebih tinggi pula (Sediaoetomo,
1999). Menurut Setiadi (2003), pengetahuan yang dimiliki seseorang
merupakan unsur dari kepribadiannya dan semakin tinggi tingkat
pengetahuan seseorang maka ia akan sangat berhati-hati dalam membuat
keputusan.
Persepsi bersama-sama dengan pengetahuan membentuk
kepercayaan dan berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa konsep
kepercayaan sangat terkait dengan konsep sikap dimana persepsi yang baik
terhadap sesuatu dapat memunculkan sikap yang positif terhadap hal
tersebut. Mengacu kepada konsep tentang perilaku konsumen, maka
dibuatlah kerangka pendekatan studi berdasarkan hubungan persepsi, sikap
dan perilaku.
Keterangan :garis putus-putusmerupakan ruang lingkup penelitian
Gambar 2. Kerangka Pendekatan Studi berdasarkan hubungan antara persepsi, sikap dan perilaku
12
Faktor Internal
- Tingkat Usia
- Tingkat Pendidikan
- Status Sosial Ekonomi
Faktor Eksternal
-Sumber Informasi
Persepsi terhadap tanggal kedaluwarsa
Sikap terhadap tanggal kedaluwarsa
Perilaku terhadap tanggal kedaluwarsa
METODOLOGIA. Kerangka Pemikiran
Persepsi merupakan suatu proses, dimana seseorang menyeleksi,
mengorganisasi dan menginterpretasikan stimuli dalam gambaran yang
lebih berarti dan menyeluruh. Stimuli adalah setiap input yang ditangkap
oleh panca indera. Stimuli ini dapat berasal dari lingkungan sekitar atau
dari dalam diri individu itu sendiri. Kombinasi diantara keduanya
memberikan gambaran persepsi yang bersifat pribadi (Simamora, 2002).
Persepsi dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Faktor internal berkaitan dengan karakteristik responden
seperti jenis kelamin, usia, pekerjaan, pendidikan dan status sosial
ekonomi. Sedangkan Faktor eksternal responden berasal dari lingkungan
sekitar responden yang dapat mempengaruhi persepsinya. Oleh karena itu,
usulan penelitian ini akan meneliti hubungan antara karakteristik internal
IRTP dengan persepsi IRTP tentang tanggal kedaluwarsa produk pangan.
Karakteristik responden (faktor internal) yang diteliti adalah tingkat usia,
tingkat pendidikan, dan status sosial ekonomi. Unit analisa yang
digunakan adalah IRTP yang memproduksi pangan dalam kemasan
Persepsi produsen yang diteliti adalah persepsi IRTP tentang hal yang
berkaitan dengan tanggal kedaluwarsa. Melalui survei persepsi IRTP
tentang waktu kedaluwarsa dapat diketahui faktor-faktor internal apa saja
yang berhubungan dalam membentuk persepsi IRTP tentang tanggal
kedaluwarsa.
B. Metode Penelitian
Usulan penelitian ini merupakan penelitian survei. Penelitian
survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari suatu populasi dan
menggunakan kuisioner sebagai alat pengumpul data. Selain itu,
wawancara merupakan cara yang tepat untuk menunjang keakuratan
pengisian kuisioner terhadap responden. Tipe penelitian ini tergolong ke
dalam penelitian penjelasan (explanatory research) karena peneliti
menjelaskan hubungan antara variabel-variabel melalui pengujian hipotesa
(Singarimbun dan Effendi, 1995).
C. Tahapan Penelitian13
Penelitian ini didasarkan pada tahapan penelitian yang sesuai
dengan validitas metodologi penelitian survei (Singarimbun dan Effendi,
1995). Tahapan tersebut digambarkan pada flow chart.
Tidak
Ya
D. Metode Penentuan Sampel
Pengambilan sampel akan dilakukan secara purposive yaitu teknik
pengambilan sampel yang dilakukan secara tidak acak dan memiliki tujuan
tertentu sesuai dengan tujuan penelitian (Usman dan Akbar, 2003). Sampel
yang akan digunakan memiliki kriteria yang sesuai dengan tujuan
penelitian yaitu sampel merupakan produsen IRTP yang memproduksi
pangan dalam kemasan.
14
Mulai
Pembuatan kuisioner
Uji Coba Kuisioner
Penentuan Sampel, Teknik dan Cara Pengambilan Sampel
OkPerbaikan Kuisioner
Analisis Data
Pengumpulan Data
Tabulasi DataData Sekunder
Pembuatan Laporan
Selesai
Jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian dapat dihitung
dengan menggunakan rumus slovin (Simamora, 2002). Rumus slovin
merupakan salah satu teknik untuk menentukan jumah sampel dalam
penelitian sosial. Adapun rumus dari Slovin adalah sebagai berikut :
Keterangan :
n : ukuran sampel
N : ukuran populasi
e : Tingkat Kelonggaran 10%
E. Metode Pengelompokan Sampel
Responden yang dipilih dalam penelitian ini dikelompokkan
berdasarkan tingkat usia, tingkat pendidikan dan sosial ekonominya.
Berdasarkan tingkat usia, responden pada penelitian ini dikelompokkan ke
dalam lima kelompok, yaitu responden yang berada pada rentang usia 15
tahun hingga 25 tahun, 26 tahun hingga 35 tahun, 36 tahun hingga 45
tahun, 46 tahun hingga 55 tahun dan responden yang berusia lebih dari 55
tahun. Selain itu, responden pada penelitian ini pun dikelompokkan
menurut tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan yang dipilih sesuai
dengan kurikulum wajib belajar yakni tingkat SD, SMP, SMA dan
Sarjana. Pengelompokkan berdasarkan kategori pendidikan diharapkan
dapat diketahui hubungan antara tingkat pendidikan terhadap persepsinya
tentang tanggal kedaluarsa.
Responden pada penelitian ini pun dikelompokkan berdasarkan
status sosial ekonomi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh
Wachidah (2007), status sosial ekonomi responden dikelompokkan ke
dalam tiga kelompok yaitu rendah, menengah dan tinggi. Pengelompokkan
ini berdasarkan kriteria yaitu status kepemilikan rumah, biaya telepon
yang digunakan dan daya listrik yang dipakai. Namun pada penelitian ini
hanya berdasarkan status kepemilikan rumah dari responden yang akan
diteliti. Biaya telepon yang digunakan responden dan daya listrik yang
dipakai tidak akan berpengaruh terhadap persepsi IRTP. Hal ini sesuai
dengan pendapat Sumarwan (2003) yang mengungkapkan bahwa status 15
sosial ekonomi tidak hanya mencerminkan penghasilan tetapi juga
indikator lainnya seperti tempat tinggal.
F. Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data
primer yang dikumpulkan meliputi pengumpulan kuisioner oleh responden
secara langsung serta melalui hasil wawancara dengan responden untuk
menunjang keakuratan data kuisioner. Sedangkan data sekunder yang
digunakan pada penelitian ini meliputi pencarian data dari situs internet
mengenai Undang-undang tentang pangan dan Undang-undang tentang
Label dan Iklan pangan dan laporan beberapa instansi seperti laporan
Dinas Perdagangan dan Perindustrian Kota Bogor.
G. Pembuatan dan Uji coba Kuisioner
Pembuatan kuisioner dilakukan dengan membuat pertanyaan.
Pertanyaan yang disusun merupakan kombinasi dari pertanyaan tertutup
dan pertanyaan semi terbuka. Pertanyaan tertutup adalah pertanyaan yang
kemungkinan jawabannya sudah ditentukan terlebih dahulu dan responden
tidak diberi kesempatan memberikan jawaban lain, sedangkan pertanyaan
semi terbuka adalah pertanyaan yang jawabannya sudah tersusun tetapi
masih ada kemungkinan tambahan jawaban (Singarimbun dan Effendi,
1995).
Pertanyaan-pertanyaan pada kuisioner dikelompokkan menjadi
beberapa kelompok, yaitu pertanyaan mengenai karakteristik responden
(profil responden), pertanyaan mengenai pengetahuan tanggal
kedaluwarsa, pertanyaan mengenai perilaku dan persepsi responden.
Kuisioner yang telah disusun dilakukan uji coba terlebih dahulu sebelum
diajukan kepada responden yang sebenarnya. Tujuannya adalah untuk
memperbaiki desain kuisioner yang telah dibuat serta memberikan saran
untuk perbaikan kuisioner. Hasil uji selanjutnya dapat digunakan untuk
mengetahui apakah kuisioner yang disusun sudah layak diajukan kepada
responden sebenarnya atau belum. Apabila belum layak diajukan kepada
responden sebenarnya maka perlu diadakan perbaikan kuisioner, baik
mengenai jumlah maupun bentuk pertanyaan. Uji coba dilakukan dengan
16
cara menanyakan langsung kepada responden tentang pertanyaan yang
kurang dimengerti atau menimbulkan bias, sehingga dapat diperbaiki
berdasarkan saran dari responden tersebut.
H. Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan
menggunakan perangkat lunak komputer Statistik IBM SPSS Statistics 20
for windows. Untuk memperoleh hubungan karakteristik responden
terhadap persepsinya mengenai tanggal kadaluwarsa, digunakan uji
korelasi Spearman. Korelasi spearman digunakan untuk mencari hubungan
atau menguji signifikansi hipotesis asosiatif apabila masing-masing
variabel yang dihubungkan berbentuk ordinal dan sumber data antar
variabel tidak harus sama (sarwono, 2006).
Korelasi dapat menghasilkan angka positif atau negatif. Apabila
korelasi menghasilkan angka positif maka hubungan kedua variabel
bersifat searah seperti misalnya apabila satu variabel besar maka variabel
lainnya juga besar. Apabila korelasi menghasilkan angka negatif maka
hubungan kedua variabel bersifat tidak searah seperti misalnya apabila
satu variabel besar maka variabel lainnya kecil. Sarwono (2006)
menyebutkan bahwa angka korelasi berkisar antara 0 hingga 1, dengan
ketentuan apabila angka mendekati satu maka hubungan kedua variabel
semakin kuat dan apabila angka korelasi mendekati nol maka hubungan
kedua variabel semakin lemah. Adapun patokan angka korelasi tersebut
adalah sebagai berikut :
a. 0-0.25 : Korelasi lemah c. > 0.5-0.75 : Korelasi kuat
b. > 0.25-0.5 : korelasi cukup d. > 0.75-1 : Korelasi sangat kuat
Menurut sarwono (2006), signifikansi hubungan antara dua variabel dapat
dianalisis dengan ketentuan sebagai berikut, yaitu
a. Apabila probabilitas < 0.05 maka hubungan kedua variabel signifikan
b. Apabila probabilitas > 0.05 maka hubungan kedua variabel tidak
signifikan
17
Pada penelitian ini, digunakan uji ANOVA untuk mengetahui
hubungan perbedaan persepsi responden mengenai tanggal kadaluwarsa
antar karakteristik responden.
VII. BIAYA PENELITIAN
A. Biaya Bahan dan Alat
1. 3 RIM kertas A4 80 gram @Rp. 30.000 Rp. 90.000
2. Alat-alat tulis Rp. 100.000
3. 10 klip kertas @1000 Rp. 10.000
Jumlah Rp. 200.000
B. Biaya Operasional
1. Biaya Telepon selama penelitian Rp. 300.000
Jumlah Rp. 300.000
C. Biaya Transportasi dan Akomodasi
Transportasi ke lokasi selama 60 hari @50.000 Rp. 3.000.000
(Survei, pelaksanaan dan konsultasi)
Jumlah Rp. 3.000.000
D. Biaya Fotokopi
1. Biaya cetak/print out Rp. 500.000
2. Fotokopi kuisioner Rp. 250.000
3. Biaya tak terduga Rp. 300.000
Jumlah Rp. 1.050.000
Jumlah A+B+C+D Rp. 4.550.0000
18
VIII. JADWAL KEGIATAN
No KegiatanNovember Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Studi Pustaka
2 Mengurus Perijinan (departemen, lokasi)
3 Mencari data primer contoh (Kuisioner)
4 Mencari data primer (observasi pasar)
5 Uji Reliabilitas
6 Mencari data sekunder
7 Tabulasi data
8 Pengolahan Data statistic
9 Pembuatan laporan dan penyerahan laporan
10 Seminar Hasil
19
20