contoh skripsi

83
ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAS WANITA (STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION BOGOR) Oleh SRI WIDIYASTUTI H24103048 DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007

Upload: ervin-khouw

Post on 06-Aug-2015

596 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

Analisis Perhitungan Harga Pokok Tas Wanita

TRANSCRIPT

Page 1: Contoh Skripsi

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

TAS WANITA

(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION

BOGOR)

Oleh

SRI WIDIYASTUTI

H24103048

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

Page 2: Contoh Skripsi

ABSTRAK

Sri Widiyastuti. H24103048. Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection Bogor). Dibawah bimbingan Muhammad Syamsun dan Beatrice Mantoroadi.

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan pendapatan. Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya adalah sektor industri pengolahan. Salah satu subsektor industri pengolahan adalah industri kulit. Meningkatnya jumlah unit UKM di subsektor tersebut mengindikasikan bahwa UKM tidak terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi. Melalui efisiensi biaya produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi (HPP) yang tepat.

Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan UKM yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Berdasarkan studi yang telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan HPP sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Dengan demikian, perhitungan HPP yang dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Terdapat tiga tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini, yaitu (1) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan oleh LHBC; (2) menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan HPP dengan menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC; (3) mengetahui bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan HPP.

Data yang dikumpulkan meliputi data primer dari hasil wawancara dengan pihak perusahaan dan hasil pengamatan di lapangan; dan data sekunder dari laporan produksi perusahaan dan berbagai literatur. Kemudian, data dianalisis dengan metode perhitungan harga pokok produksi berbasis aktivitas (Activity Based Costing/ABC).

Berdasarkan hasil analisis, diketahui bahwa harga pokok per unit yang ditetapkan perusahaan khususnya untuk produk tas wanita model 876 A sebesar Rp 30.435 dan untuk model 858 sebesar Rp 43.725. Sedangkan perhitungan HPP dengan metode ABC menghasilkan harga pokok per unit yang lebih besar yaitu sebesar Rp 45.247,27 untuk model 876 A dan Rp 58.631,19 untuk model 858. Perbedaan tersebut disebabkan karena perhitungan HPP yang digunakan perusahaan masih sangat sederhana dan tidak mengikuti kaidah perhitungan HPP yang ada dimana biaya overhead pabrik tidak diperhitungkan secara rinci dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata. Hal tersebut tidak efektif dan efisien dalam penetapan harga pokok yang tepat. Sedangkan perhitungan HPP dengan metode ABC, biaya overhead pabrik telah dibebankan sesuai dengan pemakaian biaya yang sesungguhnya.

Page 3: Contoh Skripsi

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI

TAS WANITA

(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION

BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SRI WIDIYASTUTI

H24103048

DEPARTEMEN MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2007

Page 4: Contoh Skripsi

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

DEPARTEMEN MANAJEMEN

ANALISIS PERHITUNGAN HARGA POKOK PRODUKSI TAS WANITA

(STUDI KASUS UKM LIFERA HAND BAG COLLECTION BOGOR)

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA EKONOMI

pada Departemen Manajemen

Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Oleh

SRI WIDIYASTUTI

H24103048

Menyetujui, Mei 2007

Dr. Ir. Muhammad Syamsun M.Sc

Dosen Pembimbing I

Beatrice Mantoroadi SE, AK. MM

Dosen Pembimbing II

Mengetahui,

Dr. Ir. Jono M Munandar M.Sc Ketua Departemen

Tanggal Ujian : 31 Mei 2007 Tanggal Lulus :

Page 5: Contoh Skripsi

iv

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillah dengan rasa syukur kehadirat Allah SWT, yang dengan

rahmat dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul Analisis Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita (Studi

Kasus UKM Lifera Hand Bag Collection, Bogor) dengan baik. Skripsi ini

disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian

Bogor.

Kondisi persaingan yang semakin pesat menuntut setiap pelaku usaha

untuk dapat melakukan efisiensi biaya poduksi. Melalui efisiensi biaya produksi,

pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga harga jual yang

ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran. Efisiensi biaya

produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga pokok produksi yang

tepat. Berdasarkan hal tersebut, sudah seharusnya setiap pelaku usaha

memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Dengan demikian,

perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan secara tepat dan teliti menjadi

penting untuk dikaji.

Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak baik secara

moril maupun materiil. Pada kesempatan ini pula, penulis ingin menyampaikan

rasa terima kasih kepada :

1. My lovely family; mama, bapak, mbak Iis, mas Kardi, adikku Issye dan Andini

keponakanku yang imut dan lucu yang tak henti-hentinya memberikan doa,

kasih sayang yang tulus, pengorbanan dan dukungannya kepada penulis.

2. Bapak Dr. Ir Muhammad Syamsun M.Sc dan Ibu Beatrice Mantoroadi SE,

AK. MM sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu untuk

memberikan bimbingan, membagi ilmu, motivasi, saran dan pengarahan

kepada penulis.

3. Ibu Anggraini Sukmawati S.Pt. MM atas kesediaannya meluangkan waktu

menjadi dosen penguji dan memberikan masukan, kritik serta saran.

4. Bapak Dr. Ir Jono M.Munandar M.Sc selaku Ketua Departemen Manajemen.

Page 6: Contoh Skripsi

v

5. Bapak H. Aak Atmaja selaku pemilik Lifera Hand Bag Collection yang telah

memberikan izin kepada penulis untuk melakukan penelitian di tempat

tersebut dan mbak Fauziah serta seluruh pekerja yang telah menyumbangkan

waktu, pikiran dan informasi selama penelitian.

6. Seluruh staf pengajar dan karyawan/wati di Departemen Manajemen, FEM

IPB.

7. Gusniwan Trinandi selaku pustakawan FEM IPB yang telah banyak

direpotkan oleh penulis.

8. Keluarga Suwarjo dan Suparto yang telah banyak membantu penulis.

9. Keluarga besar di Yogyakarta, Semarang dan Jakarta.

10. Mbak Pipin SEIP 39 yang telah membagikan ilmunya kepada penulis.

11. Sahabat-sahabatku , Dian, Silva, Prita, Ranti, Gita, Yuli, Yusi, Wati, dan Yuni

untuk kebersamaan, doa dan bantuannya.

12. Rekan satu bimbingan, Ai, Made, Fandi dan Bayu untuk kerjasama dan

motivasi selama pengerjaan skripsi terutama untuk Ai yang telah banyak

memberikan semangat, dukungan dan pencerahan kepada penulis disaat

penulis menghadapi kebuntuan selama penelitian.

13. Rekan-rekan di Departemen Manajemen angkatan 40 yang selalu bersama-

sama membuat kenangan indah selama perkuliahan. Tetap semangat!!

14. Teman-teman Wisma MOBSTER; Nana, Mardi, Rini, Nita, Ina, dan

semuanya yang tidak dapat disebutkan satu persatu untuk keceriaan dan

kebersamaannya selama tiga tahun terakhir di kosan kita tercinta.

15. Semua pihak yang telah ikut membantu selama penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

skripsi ini. Oleh karena itu, kritik, saran dan masukan akan penulis terima dengan

kerendahan hati untuk hasil yang lebih baik lagi. Akhirnya, penulis berharap

semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan.

Bogor, Mei 2007

Penulis

Page 7: Contoh Skripsi

iii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Oktober 1985. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Ariyanto dan Ibu

Sri Suharti.

Riwayat pendidikan penulis dimulai pada tahun 1991 dengan memasuki

jenjang sekolah dasar di SDN Kebon Pala 02 Pagi Jakarta selama lima tahun

kemudian dilanjutkan di SDN Cisalak 2 dan lulus pada tahun 1997. Pada tahun

2000, penulis menyelesaikan pendidikan di SLTPN 2 Cimanggis dan pendidikan

lanjutan menengah keatas diselesaikan pada tahun 2003 di SMUN 98 Jakarta

dengan masuk dalam program IPA. Pada tahun yang sama penulis diterima di

Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB

(USMI) pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.

Selama mengikuti pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di

berbagai kegiatan pelatihan dan seminar yang diadakan baik di dalam kampus

maupun di luar kampus. Penulis juga mendapatkan beasiswa dari yayasan

Supersemar.

Page 8: Contoh Skripsi

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK

RIWAYAT HIDUP ………………………………………………………… iii

KATA PENGANTAR ……………………………………………………… iv

DAFTAR ISI ……………………………………………………………….. vi

DAFTAR TABEL ………………………………………………………….. viii

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………………. x

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………. xi

I. PENDAHULUAN…………………………………………………... 1 1.1. Latar Belakang............................................................................. 1 1.2. Perumusan Masalah..................................................................... 3 1.3. Tujuan Penelitian......................................................................... 4 1.4. Manfaat Penelitian....................................................................... 5 1.5. Ruang Lingkup Penelitian........................................................... 5

II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………….. 6 2.1. Usaha Kecil Menengah……………………………………….... 6 2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM).......................... 6 2.1.2. Peranan UKM dalam Perekonomian................................ 9 2.1.3. Permasalahan UKM.......................................................... 10 2.2. Konsep dan Pengertian Biaya...................................................... 12 2.3. Klasifikasi Biaya.......................................................................... 14 2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya......................................... 18 2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi................................... 19 2.6. Pengertian Activity Based Costing(ABC)……………………… 21 2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC..................................... 23 2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional………. 24 2.9. Hasil Penelitian Terdahulu…………………………………....... 25

III. METODOLOGI PENELITIAN………………………………….... 28 3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian................................................... 28 3.2. Metode Penelitian........................................................................ 30 3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian………………………........ 30 3.2.2. Jenis dan Sumber Data...................................................... 30 3.2.3. Pengumpulan Data…………………………………….... 31 3.2.4. Pengolahan dan Analisis Data.......................................... 32

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 35 4.1. Gambaran Umum Perusahaan..................................................... 35 4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha.................................... 35 4.1.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Usaha......................... 36 4.1.3. Visi dan Misi Usaha.......................................................... 37 4.1.4. Struktur Organisasi........................................................... 37

Page 9: Contoh Skripsi

vii

4.1.5. Aspek Personalia.............................................................. 39 4.1.6. Kegiatan Perusahaan......................................................... 40 4.2. Identifikasi Proses Produksi Tas Wanita UKM LHBC................ 42 4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita UKM LHBC..... 44 4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita

dengan Metode Perusahaan............................................ 44

4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode ABC........................................................

46

4.4. Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Perusahaan dengan Metode ABC................................................. 60

KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................... 63 1. Kesimpulan ............................................................................................ 63 2. Saran ...................................................................................................... 64

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66

LAMPIRAN .................................................................................................... 68

Page 10: Contoh Skripsi

viii

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil………………………………………... 8

2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur…. 14

3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional……... 25

4. Jenis dan Sumber Data………………………………………………. 30

5. Pembagian Kerja Pekerja UKM LHBC............................................... 40

6. Daftar Mesin dan Peralatan Produksi UKM LHBC............................. 41

7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 876 A dengan Metode Perusahaan..................................................................

45

8. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 858 dengan Metode Perusahaan…...……………………………………………...

46

9. Penggunaan Biaya Bahan Baku pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah)…….…………………………

47

10. Biaya Tenaga Kerja Langsung pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah).………………………………………

48

11. Ikhtisar Aktivitas…………………………………………………….. 48

12. Biaya Penggunaan Bahan Penolong pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006………………………………………….

49

13. Rincian Biaya Listrik pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006 …………………………………………………………..

50

14. Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006…………………………………….

51

15. Total Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan pada UKM LHBC Tahun 2006...........................................................................................

52

16. Biaya Penyusutan Kendaraan pada UKM LHBC Tahun 2006…….. 52

17. Jumlah Produksi Tas Wanita pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006……………………………………….................

53

18. Konsumsi Pemacu Biaya Jam Peralatan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006...…………………………………..

54

19. Konsumsi Pemacu Biaya Kilowatt Hour pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006………...…………………………..

54

20. Jumlah Kali Pembelian Bahan Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006………………………………………………………..................

55

Page 11: Contoh Skripsi

ix

No. Halaman

21. Penggunaan Sumber Daya Tidak Langsung yang timbul pada Produksi Tas Wanita UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006…………………………………………………………

55

22. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Unit yang diproduksi………………………………

56

23. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Jam Peralatan (JP).…………………………………

57

24. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Kilowatt Hour (Kwh)………………………………

57

25. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Jumlah Kali Pembelian Bahan………………………

57

26. Perhitungan Tarif Kelompok Biaya Overhead Pabrik UKM LHBC selama Bulan Mei hingga Oktober 2006……………………………..

58

27. Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Pabrik pada Masing-Masing Model Tas Wanita................................................................................

59

28. Perhitungan Harga Pokok Produksi per Unit (Rp/unit) dengan Metode ABC…………………………………………………………

59

29. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Metode Perusahaan dengan Metode ABC (Rupiah/unit)………………………………….

61

Page 12: Contoh Skripsi

x

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. ABC: Pembebanan Dua Tahap……………………………………... 22

2. Diagram Aliran Kerangka Pemikiran………………………………... 29

3. Struktur Organisasi UKM LHBC......................................................... 38

Page 13: Contoh Skripsi

xi

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman

1. Tanda Daftar Industri UKM Lifera Hand Bag Collection………… 69

2. Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah dan Besar menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005………………………. 70

3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005………………... 71

4. Daftar Pertanyaan Wawancara Penelitian…………………………. 72

Page 14: Contoh Skripsi

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dalam pembangunan ekonomi di Indonesia, peranan usaha kecil

menengah (UKM) sering dikaitkan dengan upaya-upaya pemerintah untuk

mengurangi pengangguran, mengentaskan kemiskinan dan pemerataan

pendapatan. Bagi sistem perekonomian, peranan usaha kecil dan menengah

dalam mengentaskan pengangguran sangat membantu pelaksanaan

pembangunan dari sistem perekonomian nasional karena berperan untuk

mempercepat pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan

kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam

meningkatkan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri

nasional. Oleh sebab itu, kebijakan pengembangan UKM di Indonesia sering

dianggap secara tidak langsung sebagai kebijakan penciptaan kesempatan

kerja atau kebijakan anti-kemiskinan atau kebijakan redistribusi pendapatan.

Pada masa krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia sejak tahun

1997, sebagian besar UKM tetap bertahan bahkan cenderung mengalami

peningkatan dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 3% dari tahun 1998

hingga tahun 2000. Data Menteri Negara Koperasi dan Pengusaha Kecil dan

Menengah (Menekop & PKM) menunjukkan bahwa terdapat sekitar

39.040.135 unit UKM pada tahun 2000 (Tambunan, 2002). Perkembangan

dan pertumbuhan UKM begitu pesat. Berdasarkan data dari Departemen

Koperasi, jumlah unit UKM menurut sektor ekonomi sebanyak 43.707.412

unit pada tahun 2004 dan jumlah tersebut mengalami peningkatan menjadi

44.689.588 unit pada tahun 2005. Dalam hal penyerapan tenaga kerja oleh

UKM juga mengalami peningkatan yaitu sebesar 75.490.523 orang pada

tahun 2004 meningkat menjadi 77.678.498 orang pada tahun 2005.

Kegiatan UKM meliputi berbagai sektor ekonomi, salah satunya

adalah sektor industri pengolahan. Dari data dapat diketahui bahwa jumlah

UKM sektor industri pengolahan untuk wilayah Kabupaten Bogor

mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2004 berjumlah 2.180 unit

meningkat menjadi 2.321 unit pada tahun 2005 (Depperin, 2006). Salah satu

Page 15: Contoh Skripsi

2

subsektor dari industri pengolahan adalah industri kulit. Jumlah perusahaan

dalam industri tersebut mencapai 146 unit hingga tahun 2005.

Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa walaupun peranan UKM

sebagai penyedia lapangan pekerjaan, penyerap tenaga kerja dan

peningkatan pendapatan perorangan namun usaha kecil dan menengah tidak

terlepas dari persaingan dunia usaha yang semakin pesat. Hal tersebut

merupakan akibat dari adanya globalisasi dimana semakin terbukanya pasar

di dalam negeri sehingga semakin banyak barang dan jasa yang masuk dari

luar. Persaingan usaha tidak hanya dari produk luar tetapi juga dari produk

dalam negeri sendiri. Selain itu, sebagian besar UKM juga memiliki kendala

dalam hal keuangan, salah satunya adalah perhitungan harga pokok

produksi. Para pelaku usaha biasanya tidak melakukan perhitungan harga

pokok produksi yang terinci.

Kecamatan Ciampea dikenal sebagai sentra industri kerajinan tas

kulit di Kabupaten Bogor. Sebagian besar masyarakatnya berprofesi sebagai

pengrajin tas. Sampai tahun 2005, jumlah industri kerajinan tas di wilayah

tersebut berjumlah 53 unit. Hal tersebut mengimplikasikan bahwa

persaingan usaha semakin pesat. Kondisi tersebut menuntut setiap pelaku

usaha untuk dapat melakukan efisiensi biaya produksi dimana biaya

produksi merupakan dasar bagi penetapan harga jual. Melalui efisiensi biaya

produksi, pelaku usaha akan dapat mengendalikan biaya produksi sehingga

harga jual yang ditetapkan dapat bersaing dengan produk sejenis di pasaran.

Efisiensi biaya produksi dapat dilakukan dengan cara perhitungan harga

pokok produksi yang tepat. Dengan demikian, sudah seharusnya setiap

pelaku usaha memperhatikan perhitungan harga pokok produksinya. Untuk

mengendalikannya diperlukan peremajaan bagi sistem perhitungan harga

pokok produksi dimana sistem tersebut harus mampu merefleksikan

konsumsi sumber daya dalam aktivitas produksinya sehingga sistem

perhitungan biaya produksi menjadi lebih akurat dan lebih sesuai dengan

kenyataan yang terjadi di lapangan. Sistem ini dikenal dengan nama Activity

Based Costing System (ABC System). Informasi harga pokok produksi yang

dihasilkan tersebut dapat dijadikan dasar pengambilan tindakan perbaikan

Page 16: Contoh Skripsi

3

yang diperlukan sehingga para pelaku usaha dapat menetapkan harga jual

yang lebih kompetitif.

1.2. Perumusan Masalah

Biaya overhead pabrik merupakan salah satu komponen biaya yang

akan selalu muncul dalam kegiatan produksi suatu perusahaan karena

macamnya yang banyak dan jumlahnya yang cukup besar. Hal tersebut

menyebabkan biaya overhead pabrik akan berpengaruh terhadap penetapan

harga pokok produksi yang pada akhirnya akan berpengaruh pada laba yang

akan diperoleh perusahaan. Informasi mengenai harga pokok produksi ini

akan menjadi sangat penting bagi perusahaan sebagai sarana pengendalian

biaya produksi untuk tujuan efisiensi biaya. Untuk menghasilkan

perhitungan harga pokok produksi yang tepat maka perlu didukung oleh

informasi akuntansi yang baik. Keandalan informasi yang dihasilkan

ditentukan oleh sistem akuntansi biaya yang tepat dan mencerminkan

keadaan yang sesungguhnya. Informasi tersebut dapat digunakan untuk

melakukan pengendalian terhadap biaya tidak langsung (biaya overhead

pabrik) agar tercipta suatu harga pokok produk yang akurat sebagai dasar

pengambilan tindakan perbaikan yang diperlukan sehingga para pelaku

usaha menjadi lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya.

Alokasi dengan basis aktivitas (activity based costing) mempunyai

informasi yang akurat pada penentuan konsumsi aktivitas yang berhubungan

dengan penggunaan sumber daya dalam penanganan produk yang

sesungguhnya. Dengan basis aktivitas, perusahaan lebih mampu

mengendalikan kegiatan produksi dengan penekanan hanya pada aktivitas

yang berhubungan dengan proses penciptaan nilai tambah dan konsumen

tidak perlu dibebani dengan aktivitas yang sesungguhnya kurang diperlukan.

Lifera Hand Bag Collection (LHBC) merupakan usaha kecil

menengah yang bergerak di bidang usaha kerajinan tas kulit. Dalam

menghasilkan produk yang ditujukan untuk konsumen, LHBC melakukan

proses produksi berdasarkan pesanan dan proses. Berdasarkan studi yang

telah dilakukan, LHBC belum memperhatikan perhitungan harga pokok

produksi sebagai dasar bagi penetapan harga jualnya. Penetapan harga jual

Page 17: Contoh Skripsi

4

yang ditetapkan belum mencerminkan berapa besar biaya yang dikeluarkan

untuk menghasilkan produk karena unsur biaya overhead pabrik tidak secara

rinci diperhitungkan dalam perhitungan harga pokok produksi. Penerapan

sistem perhitungan harga pokok tersebut akan menghasilkan informasi biaya

yang tidak mampu menggambarkan konsumsi sumber daya dalam proses

produksi. Dengan demikian, perhitungan harga pokok produksi yang

dilakukan secara tepat dan teliti mutlak diperlukan. Oleh karena itu, penulis

mencoba menerapkan sistem perhitungan harga pokok produksi dengan

menggunakan metode ABC untuk menghasilkan perhitungan biaya yang

lebih akurat sehingga perusahaan dapat menetapkan harga jual yang tepat

dan menjadi lebih kompetitif dalam menjalankan usahanya.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan-

permasalahan yang akan diteliti antara lain:

1. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi

berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini

dilakukan oleh LHBC ?

2. Bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok produksi dengan

menggunakan Activity Based Costing System pada LHBC ?

3. Bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan

harga pokok produksi ?

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok

produksi berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang

selama ini dilakukan oleh LHBC.

2. Menganalisis bagaimana pengalokasian dan perhitungan harga pokok

produksi dengan menggunakan Activity Based Costing System pada

LHBC.

3. Mengetahui bagaimana pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap

perhitungan harga pokok produksi.

Page 18: Contoh Skripsi

5

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan

masukan bagi berbagai pihak yang memerlukannya, diantaranya adalah:

1. Bagi perusahaan, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai

bahan pertimbangan dalam menetapkan harga jual yang tepat dengan

mengetahui biaya yang akurat melalui perhitungan harga pokok produksi

yang sesuai.

2. Bagi penulis sendiri, penelitian ini bermanfaat untuk menambah

wawasan dan memberikan gambaran nyata dari aplikasi ilmu yang telah

diperoleh selama perkuliahan.

3. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan

masukan mengenai pengalokasian biaya overhead dalam kaitannya

terhadap perhitungan harga pokok produksi dan sebagai rujukan bagi

penelitian selanjutnya.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini berfokus pada kegiatan produksi tas wanita yang dilakukan

oleh LHBC, Bogor. Selanjutnya akan dilakukan pembahasan mengenai

perhitungan terhadap harga pokok produksi tas wanita menurut metode

perhitungan harga pokok produksi yang selama ini dilakukan perusahaan

dan metode Activity Based Costing. Penelitian ini hanya membahas harga

pokok proses, tidak membahas harga pokok pesanan sehingga untuk produk

tas yang diproduksi berdasarkan pesanan tidak diteliti dalam penelitian ini.

Dalam penelitian ini, penulis membatasi penelitian pada jenis tas wanita

yang di produksi oleh perusahaan pada tahun 2006 dan model tas wanita

yang paling banyak diminati oleh konsumen yakni model 876 A dan model

858.

Page 19: Contoh Skripsi

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Usaha Kecil Menengah

2.1.1. Definisi Usaha Kecil Menengah (UKM)

Partomo dan Soejoedono (2004) menyatakan bahwa definisi

usaha kecil menengah tidak selalu sama, tergantung pada konsep

yang digunakan oleh masing-masing negara. Dalam setiap definisi

tersebut mencakup sedikitnya dua aspek yaitu aspek penyerapan

tenaga kerja dan aspek pengelompokkan perusahaan ditinjau dari

jumlah tenaga kerja yang diserap dalam gugusan/kelompok

perusahaan tersebut.

Pengertian usaha kecil menurut Keputusan Presiden RI No.99

tahun 1998 yaitu kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil

dengan bidang usaha yang secara mayoritas merupakan kegiatan

usaha kecil dan perlu dilindungi untuk mencegah dari persaingan

usaha yang tidak sehat. Usaha kecil menurut Undang-Undang RI No.

9 tahun 1995 adalah kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh

perseorangan atau rumah tangga maupun suatu badan, bertujuan

untuk memproduksi barang ataupun jasa untuk diperniagakan secara

komersial, yang mempunyai kekayaan bersih paling banyak Rp 200

juta, dan mempunyai nilai penjualan per tahun sebesar Rp 1 milyar

atau kurang.

Partomo dan Soejoedono (2004) menyatakan bahwa INPRES

No.10 tahun 1999 mendefinisikan usaha menengah adalah unit

kegiatan yang memiliki kekayaan bersih lebih besar dari Rp 200 juta

sampai maksimal Rp 10 milyar (tidak termasuk tanah dan bangunan

tempat usaha).

Mengacu pada UU No. 9 tahun 1995, kriteria usaha kecil

adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta tidak

termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.

2. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1 milyar.

Page 20: Contoh Skripsi

7

3. Milik warga Indonesia.

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang

perusahaan yang tidak dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik

langsung maupun tidak langsung dengan usaha menengah atau

usaha besar.

5. Berbentuk usaha orang perseorangan, badan usaha yang tidak

berbadan hukum, atau badan usaha yang berbadan hukum,

termasuk koperasi.

Sedangkan untuk kriteria usaha menengah adalah sebagai

berikut:

1. Untuk sektor industri, memiliki total aset paling banyak Rp 5

milyar.

2. Untuk sektor non industri, memiliki kekayaan bersih paling

banyak Rp 600 juta tidak termasuk tanah dan bangunan tempat

usaha dan memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 3

milyar.

Sesuai dengan pasal 5 UU RI No. 5 Tahun 1984, pemerintah

menetapkan batasan usaha kecil adalah sebagai berikut:

a. Bidang usaha industri yang termasuk dalam kelompok industri

kecil yaitu termasuk industri yang menggunakan keterampilan

tradisional dan industri penghasil benda seni, yang dapat

diusahakan oleh warga negara Republik Indonesia.

b. Kegiatan industri kecil yang dilakukan oleh masyarakat dari

golongan ekonomi lemah.

Batasan/kriteria usaha kecil menurut beberapa organisasi

dapat di lihat pada Tabel 1.

Page 21: Contoh Skripsi

8

Tabel 1. Batasan/Kriteria Usaha Kecil Organisasi Jenis Usaha Keterangan kriteria

Undang-Undang No.9/1995 tentang usaha kecil

Usaha Kecil a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan.

b. Omset tahunan ≤ Rp 1 milyar.

c. Dimiliki oleh orang Indonesia.

d. Independen, tidak terafiliasi dengan usaha menengah-besar.

e. Boleh berbadan hukum, boleh tidak.

Usaha Mikro Pekerja < 5 orang termasuk tenaga keluarga yang tidak dibayar.

Usaha Kecil Pekerja 5 – 9 orang

Badan Pusat Statistik

Usaha Menengah Pekerja 20 – 99 orang Usaha Kecil (UU No.9/1995)

a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan.

b. Omset tahunan ≤ Rp 1 milyar.

Menneg Koperasi & PKM

Usaha Menengah (Inpres No.10/1999)

Aset Rp 200 juta sampai Rp 10 milyar.

Bank Indonesia Usaha Mikro (SK Dir.BI No.31/24/KEP/DIR tgl 5 Mei 1998

Usaha yang dilakukan oleh masyarakat miskin atau mendekati miskin. a. Dimiliki oleh keluarga

sumber daya lokal dan teknologi sederhana.

b. Lapangan usaha mudah untuk keluar dan masuk.

Usaha Kecil (UU No.9/1995)

a. Aset ≤ Rp 200 juta di luar tanah dan bangunan.

b. Omset tahunan ≤ Rp 1 milyar.

Usaha Menengah (SK Dir.BI No.30/45/Dir/UK tgl 5 Januari 1997)

a. Aset ≤ Rp 5 milyar untuk sektor industri.

b. Aset ≤ Rp 600 juta diluar tanah dan bangunan untuk sektor non industri manufaktur.

c. Omset tahunan < Rp 3 milyar.

Bank Dunia Usaha Mikro Kecil-Menengah

a. Pekerja < 20 orang. b. Pekerja 20 – 150 orang. c. Aset ≤ US$ 500 ribu di

luar tanah dan bangunan. Sumber : www.menlh.go.id/usaha-kecil/index-view.php?sub=4

Page 22: Contoh Skripsi

9

Menurut Partomo dan Soejoedono (2004), kriteria UKM

secara umum memiliki ciri-ciri yang pada dasarnya sama yaitu

sebagai berikut:

a. Struktur organisasi yang sangat sederhana.

b. Tanpa staf yang berlebihan.

c. Pembagian kerja yang “kendur”.

d. Memiliki hierarki manajerial yang pendek

e. Aktivitas formal memiliki proporsi yang kecil dan sedikit

menggunakan proses perencanaan.

f. Kurang membedakan aset pribadi dari aset perusahaan.

2.1.2. Peranan UKM dalam perekonomian

Usaha Kecil Menengah menjalankan peran yang sangat

strategis dalam ekonomi nasional (Iwantono, 2006) diantaranya

adalah sebagai berikut:

1. Dengan jumlahnya yang sangat besar, UKM menjadi tulang

punggung perekonomian. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS,

angka proyeksi) pada tahun 2001 terdapat 40.197.611 unit usaha

dimana 40.137.773 unit atau 99,8% merupakan usaha kecil dan

57.743 unit atau 0,15% adalah usaha menengah, serta 2.095 unit

atau 0,05% merupakan usaha besar. Jika usaha kecil ditambah

usaha menengah jumlahnya mencapai lebih dari 99,9% dari total

usaha maka jumlah yang sangat besar tersebut telah menjadikan

UKM sebagai pelaku utama dalam ekonomi.

2. Dalam aneka dimensinya, UKM telah menciptakan lapangan

kerja yang luas bagi masyarakat. Pada tahun 2001 total tenaga

kerja yang diserap sektor usaha adalah 73.645.904 orang dimana

65.246.873 orang atau 88,59% diserap oleh usaha kecil,

7.992.800 orang atau 10,8% diserap oleh usaha menengah, dan

406.231 orang atau 0,55% diserap oleh usaha besar. Secara

sektoral, sektor pertanian, perdagangan, hotel, restoran dan

industri pengolahan merupakan sektor ekonomi utama penyerap

tenaga kerja.

Page 23: Contoh Skripsi

10

3. Memiliki peran dalam pembentukan produksi nasional. Pada

tahun 2000 peranan usaha kecil dalam pembentukan Produk

Domestik Bruto (PDB) menurut harga yang berlaku adalah

46,12%, usaha menengah sebesar 17,42% dan usaha besar

sebesar 36,46%. Total untuk usaha kecil dan menengah adalah

sebesar 63,54% dan sisanya 36,46% adalah usaha besar.

4. Usaha Kecil Menengah adalah pelaku ekonomi utama dalam

pelayanan kegiatan ekonomi yang berinteraksi langsung dengan

masyarakat lapisan bawah. Interaksi tersebut dicapai baik melalui

kegiatan produksi di sektor-sektor yang melibatkan rakyat

banyak seperti sektor pertanian, perdagangan, dan industri

pengolahan maupun dalam kegiatan distribusi dimana yang

bersentuhan langsung dengan konsumen akhir adalah para

pedagang eceran kecil.

5. Kegiatan ekonomi yang dilakukan oleh UKM mempunyai

implikasi langsung untuk mengurangi masalah-masalah yang

berdimensi sosial dan politik. Hal ini terbukti ketika ekonomi

Indonesia dilanda krisis pada tahun 1998, UKM telah memainkan

peran kunci dalam kegiatan produksi maupun distribusi yang

mempunyai dampak langsung untuk mengurangi masalah-

masalah sosial yang memiliki dampak politik.

2.1.3. Permasalahan UKM

Mengacu pada artikel yang dipublikasikan oleh Iwantono

(2006), permasalahan yang dihadapi oleh UKM di Indonesia sangat

bervariasi namun demikian pada pokoknya dapat dikelompokkan

dalam masalah-masalah yang berkaitan dengan hal-hal sebagai

berikut:

1. Akses pasar. Pada umumnya, UKM tidak memiliki pengetahuan

yang memadai mengenai pasar. Mereka tidak memahami dan

tidak memiliki informasi tentang pasar potensial atas barang dan

jasa yang dihasilkan. Selain itu, pelaku UKM juga tidak

memahami sifat dan perilaku konsumen pembeli hasil

Page 24: Contoh Skripsi

11

produksinya dan juga sering gagal bertransaksi dalam kegiatan

ekspor karena tidak terbiasa dengan praktek-praktek bisnis

internasional.

2. Kelemahan dalam pendanaan dan akses pada sumber

pembiayaan. Hal ini dikarenakan oleh adanya keterbatasan UKM

dalam penyediaan dukungan keuangan yang bersumber dari

internal usaha. Selain itu, sumber-sumber keuangan eksternal

baik yang berasal dari lembaga keuangan bank maupun lembaga

keuangan non bank masih belum sepenuhnya berpihak pada

UKM. Ketersediaan dana melalui berbagai kredit masih terbatas,

prosedur perolehan yang rumit dan persyaratan yang cukup

membebani seperti persyaratan aministratif dan jaminan.

3. Kelemahan dalam organisasi dan manajemen. Dalam hal ini,

sumber daya manusia yang dimiliki UKM sebagian besar

memiliki latar belakang pendidikan rendah, tidak memiliki

keterampilan manajemen dan bisnis yang memadai. Hal tersebut

mengakibatkan para pelaku UKM akan mengalami kesulitan

untuk berinteraksi dan bersaing dengan pelaku bisnis lainnya

yang memiliki keterampilan manajemen modern.

4. Kelemahan dalam kapasitas dan penguasaan teknologi. Dalam

hal ini, para pelaku UKM mengalami kesulitan dalam

menghasilkan produk yang selalu dapat mengikuti perubahan

permintaan pasar sehingga barang-barang yang dihasilkan

umumnya konvensional, kurang mengikuti perubahan model,

desain baru, pengembangan produk dan bahkan mereka tidak

menyadari pentingnya mempertahankan hak paten.

5. Kelemahan dalam membangun jaringan usaha. Networking atau

jaringan bisnis merupakan unsur baru keunggulan bersaing dan

penetrasi pasar. Kualitas SDM yang masih rendah dalam

penguasaan teknologi informasi mengakibatkan UKM pada

umumnya belum mampu membangun jaringan bisnis dan

memanfaatkan kemajuan dalam teknologi informasi. Cara-cara

Page 25: Contoh Skripsi

12

pemasaran maupun pengadaan bahan baku masih terbatas pada

cara-cara konvensional menyebabkan mereka tidak mampu

memanfaatkan potensi pasar melalui pengembangan jaringan

usaha.

2.2. Konsep dan Pengertian Biaya

Tujuan didirikannya suatu usaha adalah untuk mendapatkan

keuntungan disamping mempunyai tujuan lain yang bersifat sosial seperti

memberikan kesempatan kerja atau memenuhi suatu kebutuhan tertentu.

Dalam penetapan keuntungan yang diperoleh selama jangka waktu tertentu,

maka manajemen perlu mengetahui berapa hasil yang diperoleh dari

penjualan produksi tersebut dan biaya-biaya yang harus diperhitungkan

dalam rangka penjualan produksi yang dimaksud. Dengan demikian sebagai

suatu sistem yang melakukan proses mengubah suatu masukan menjadi

keluaran tertentu berupa produk (barang atau jasa), baik perusahaan yang

bertujuan mencari laba maupun perusahaan nirlaba harus dapat mengolah

masukan berupa sumber ekonomi secara maksimal agar menghasilkan suatu

keluaran berupa sumber ekonomi yang lain yang nilainya harus lebih tinggi

dari nilai masukannya. Sehingga perusahaan akan memiliki kemampuan

untuk berkembang dan mempertahankan eksistensinya. Alat yang dapat

digunakan dalam perhitungan nilai masukan yang dikorbankan tersebut

adalah data biaya.

Dengan demikian, informasi mengenai biaya menjadi sangat penting

bagi perusahaan karena biaya merupakan refleksi kemampuan suatu

perusahaan dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya untuk

mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Saat ini, setiap perusahaan dituntut

untuk mampu menentukan true cost untuk setiap aktivitasnya sebagai

prasyarat agar dapat menentukan nilai atau manfaat dari suatu kapabilitas

usaha (Witjaksono, 2006).

Rony (1990) mendefinisikan biaya sebagai pengorbanan yang

dilakukan untuk memperoleh suatu barang ataupun jasa yang diukur dengan

nilai uang, baik itu pengeluaran berupa uang, melalui tukar menukar ataupun

melalui pemberian jasa. Sedangkan menurut Hansen dan Mowen (2006)

Page 26: Contoh Skripsi

13

biaya merupakan uang atau nilai setara uang (cash equivalent) yang

dikorbankan untuk barang dan jasa yang diharapkan memberikan

keuntungan sekarang atau yang akan datang bagi perusahaan.

Mulyadi (1999) mengungkapkan bahwa biaya adalah pengorbanan

sumber ekonomi yang diukur dalam satuan uang, yang telah terjadi atau

kemungkinan akan terjadi untuk tujuan tertentu. Dari pernyataan tersebut

dapat disimpulkan bahwa definisi biaya mengandung empat unsur pokok,

yaitu:

1. Biaya merupakan pengorbanan sumber ekonomi.

2. Diukur dalam satuan uang.

3. Yang telah terjadi atau yang secara potensial akan terjadi

4. Pengorbanan tersebut untuk tujuan tertentu.

Jadi, biaya merupakan dasar dalam penentuan harga jual sebab suatu

tingkat harga yang tidak dapat menutup biaya akan mengakibatkan kerugian.

Sebaliknya apabila suatu tingkat harga melebihi semua biaya, baik biaya

produksi, biaya operasi, maupun biaya non operasi akan menghasilkan

keuntungan.

Kuswadi (2005) menjelaskan bahwa besarnya biaya yang

dikorbankan akan mempengaruhi perhitungan laba rugi suatu perusahaan.

Sehingga harus diketahui berapa total biaya yang terbentuk guna

menentukan harga jual produk yang bersangkutan. Terbentuknya total biaya

dan urutannya dapat dilihat pada Tabel 2.

Page 27: Contoh Skripsi

14

Tabel 2. Terbentuknya Biaya dan Urutannya pada Perusahaan Manufaktur Jenis Biaya Keterangan

Biaya bahan baku (bahan baku dan bahan penolong)

+ Biaya buruh langsung

Biaya primer (prime cost)

Biaya primer +

Biya tak langsung pabrik (overhead pabrik)

Harga pokok produksi

Harga pokok produksi +

Biaya distribusi +

Biaya penjualan +

Biaya umum & administrasi +

Biaya pinjaman

Biaya total =

Biaya primer + biaya overhead pabrik + biaya distribusi + biaya penjualan +

Biaya umum & administrasi + biaya pinjaman (beban bunga)

Sumber: Kuswadi, 2005

Dengan adanya informasi biaya memungkinkan manajemen untuk

melakukan pengelolaan alokasi berbagai sumber ekonomi untuk menjamin

dihasilkannya keluaran yang memiliki nilai ekonomis yang lebih tinggi

dibandingkan dengan nilai masukan yang dikorbankan.

2.3. Klasifikasi Biaya

Garrison dalam Ivana (2004) mengungkapkan bahwa biaya berkaitan

dengan semua tipe organisasi, non bisnis, manufaktur, eceran dan jasa.

Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya ke dalam dua

kategori yaitu biaya produksi dan biaya non produksi.

a. Biaya Produksi

Sebagian besar perusahaan manufaktur membagi biaya produksi

ke dalam tiga kategori antara lain:

1. Bahan Langsung

Bahan yang digunakan untuk menghasilkan produk jadi disebut

bahan mentah (raw material). Bahan langsung adalah bahan yang

menjadi bagian tak terpisahkan dari produk jadi dan dapat ditelusuri

secara fisik dan mudah ke produk tersebut.

Page 28: Contoh Skripsi

15

2. Tenaga Kerja Langsung

Istilah tenaga kerja langsung digunakan untuk biaya tenaga kerja

yang dapat ditelusuri dengan mudah ke produk jadi. Tenaga kerja

langsung biasanya disebut juga touch labor karena tenaga kerja

langsung melakukan kerja tangan atas produk pada saat produksi.

3. Biaya Overhead Pabrik

Biaya overhead merupakan elemen ketiga biaya manufaktur

termasuk seluruh biaya manufaktur yang tidak termasuk dalam bahan

langsung dan tenaga kerja langsung. Biaya overhead pabrik meliputi

bahan tidak langsung, tenaga kerja tidak langsung, pemeliharaan dan

perbaikan peralatan produksi, listrik, penerangan, pajak properti,

penyusutan, asuransi fasilitas-fasilitas produksi.

b. Biaya Non produksi (biaya periodik)

Pada umumnya biaya non produksi dibagi menjadi dua, yaitu:

1. Biaya Penjualan dan Pemasaran

Biaya penjualan dan pemasaran adalah biaya yang diperlukan

untuk memenuhi pesanan konsumen dan memperoleh produk atau

jasa untuk disampaikan kepada konsumen. Biaya-biaya tersebut

meliputi pengiklanan, pengiriman, perjalanan dalam rangka

penjualan, komisi penjualan, biaya gudang produk jadi.

2. Biaya Administrasi

Biaya administrasi terkait dengan biaya-biaya manajemen umum

organisasi seperti kompensasi eksekutif, akuntansi umum,

sekretariat, public relation, dan biaya sejenis yang terkait dengan

administrasi umum organisasi secara keseluruhan.

Selain itu, Mulyadi (1999) mengklasifikasikan biaya

berdasarkan:

1. Objek Pengeluaran

Objek pengeluaran merupakan penjelasan singkat objek suatu

pengeluaran. Dalam hal ini, nama objek pengeluaran merupakan

dasar penggolongan. Jika digolongkan atas dasar objek pengeluaran,

biaya untuk mengolah bahan baku menjadi produk dapat dibagi

Page 29: Contoh Skripsi

16

menjadi tiga golongan besar yaitu biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja dan biaya overhead pabrik.

2. Fungsi Pokok dalam Perusahaan

Menurut fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, biaya

dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :

a. Biaya produksi

Biaya produksi merupakan biaya-biaya yang terjadi dalam

hubungannya dengan proses pengolahan bahan baku menjadi

produk jadi, meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung dan biaya overhead pabrik.

b. Biaya pemasaran

Biaya pemasaran merupakan biaya-biaya yang terjadi untuk

melaksanakan kegiatan pemasaran produk yang meliputi biaya

iklan, biaya promosi, biaya angkutan dari gudang perusahaan ke

gudang pembeli dan biaya sampel (contoh).

c. Biaya administrasi dan umum

Biaya administrasi dan umum merupakan biaya-biaya untuk

mengkoordinasi kegiatan produksi dan pemasaran produk. Biaya

administrasi terjadi dalam hubungannya dengan penyusunan

kebijaksanaan dan pengarahan perusahaan secara keseluruhan.

Biaya-biaya tersebut seperti biaya gaji karyawan bagian

akuntansi, bagian personalia dan hubungan masyarakat.

3. Hubungan biaya dengan sesuatu yang dibiayai

Sesuatu yang dibiayai dapat berupa produk atau depertemen.

Dalam hubungannya dengan sesuatu yang dibiayai, biaya dapat

diklasifikasikan menjadi dua golongan yaitu:

a. Biaya langsung

Biaya langsung merupakan biaya yang terjadi, yang penyebab

satu-satunya adalah karena adanya sesuatu yang dibiayai. Biaya

ini dapat dengan mudah diidentifikasi dengan produk tertentu

seperti biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

Page 30: Contoh Skripsi

17

b. Biaya tidak langsung

Biaya tidak langsung adalah biaya yang terjadi tidak hanya

disebabkan oleh sesuatu yang dibiayai. Biaya ini tidak mudah

diidentifikasi dengan produk tertentu dan biasanya biaya ini

dinikmati oleh departemen-departemen lain dalam perusahaan

seperti listrik.

4. Perilakunya dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan

Dalam hubungannya dengan perubahan volume kegiatan, biaya

dapat digolongkan menjadi empat yaitu:

a. Biaya variabel

Biaya variabel merupakan biaya yang jumlah totalnya berubah

sebanding dengan perubahan volume kegiatan seperti biaya

bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung.

b. Biaya semivariabel

Biaya semivariabel adalah biaya yang berubah tidak sebanding

dengan perubahan volume kegiatan dan mengandung unsur biaya

tetap dan unsur biaya variabel.

c. Biaya semifixed

Biaya semifixed adalah biaya yang tetap untuk tingkat volume

kegiatan tertentu dan berubah dengan jumlah yang konstan pada

volume produksi tertentu.

d. Biaya tetap

Biaya tetap adalah biaya yang jumlah totalnya tetap dalam

kisaran volume kegiatan tertentu seperti gaji direktur produksi.

5. Jangka waktu manfaatnya

Atas dasar jangka waktu manfaatnya, biaya dapat dibagi menjadi

dua yaitu:

a. Pengeluaran modal yaitu biaya yang mempunyai manfaat lebih

dari satu periode akuntansi. Pada saat terjadinya, biaya ini

dibebankan sebagai harga pokok aktiva dan dibebankan dalam

tahun-tahun yang menikmati manfaatnya dengan cara

Page 31: Contoh Skripsi

18

didepresiasi, diamortisasi atau dideplesi. Contoh pengeluaran

modal adalah pengeluaran untuk pembelian aktiva tetap.

b. Pengeluaran pendapatan yaitu biaya yang hanya mempunyai

manfaat dalam periode akuntansi terjadinya pengeluaran tersebut.

Pada saat terjadinya, pengeluaran pendapatan ini dibebankan

sebagai biaya dan dipertemukan dengan pendapatan yang

diperoleh dari pengeluaran biaya tersebut. Contoh pengeluaran

pendapatan adalah biaya iklan.

2.4. Harga Pokok Produksi dan Fungsinya

Manullang dalam Ivana (2004) mendefinisikan harga pokok sebagai

jumlah biaya yang seharusnya untuk memproduksi suatu barang ditambah

biaya seharusnya lainnya hingga barang itu berada di pasar. Jadi perhitungan

harga pokok produksi adalah menghitung besarnya biaya atas pemakaian

sumber ekonomi dalam memproduksi barang dan jasa. Tujuan dilakukannya

perhitungan harga pokok adalah sebagai berikut:

1. Untuk menentukan harga jual.

2. Untuk menetapkan efisien tidaknya suatu perusahaan.

3. Untuk menentukan kebijakan dalam penjualan.

4. Sebagai pedoman dalam pembelian alat-alat perlengkapan baru.

5. Untuk perhitungan neraca.

Penentuan harga pokok produk yang benar sangat penting bagi

perusahaan dalam menjalankan usahanya. Penetapan produk yang tidak

benar akan menyebabkan kegagalan perusahaan dalam bidang usahanya.

Terdapat dua kemungkinan yang akan ditemui apabila perusahaan tidak teliti

dalam melakukan perhitungan harga pokok yaitu:

1. Harga yang diperhitungkan terlalu tinggi

Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok

sehingga harga pokok menjadi terlalu tinggi akan menimbulkan masalah

bagi perusahaan, karena harga pokok yang tinggi dapat menyebabkan

harga jual produk di pasaran menjadi mahal. Dengan harga yang tinggi

tersebut, perusahaan akan sulit dalam memasarkan hasil produksinya dan

kalah dalam persaingan bisnis dengan perusahan lain, sebab konsumen

Page 32: Contoh Skripsi

19

akan lebih memilih produk sama dengan harga yang lebih rendah dan

memiliki kualitas yang sama.

2. Harga pokok yang diperhitungkan terlalu rendah

Perusahaan yang tidak teliti dalam menghitung harga pokok produksi

yang menyebabkan harga pokok terlalu rendah dapat merugikan

perusahaan itu sendiri. Harga pokok yang rendah akan menyebabkan

harga jualnya pun menjadi rendah. Di satu sisi produsen dapat menjual

produknya dengan cepat karena harga jual yang rendah tetapi di sisi lain

hal ini dapat merugikan perusahaan karena pendapatan yang diperoleh

tidak dapat menutupi biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi.

2.5. Metode Penetapan Harga Pokok Produksi

Metode penentuan harga pokok produksi adalah cara

memperhitungkan unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi.

Menurut Mulyadi (1999) terdapat dua metode dalam memperhitungkan

unsur-unsur biaya ke dalam harga pokok produksi yaitu:

a. Metode Full Costing

Metode full costing merupakan metode penentuan harga pokok

produksi yang memperhitungkan semua unsur biaya produksi ke dalam

harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga

kerja langsung dan biaya overhead pabrik, baik yang berperilaku

variabel maupun tetap ditambah dengan biaya non produksi (biaya

pemasaran, biaya administrasi dan umum).

b. Metode Variable Costing

Metode variable costing merupakan metode penentuan harga pokok

produksi yang hanya memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku

variabel dalam harga pokok produksi yang terdiri dari biaya bahan baku,

biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik variabel

ditambah dengan biaya non produksi variabel (biaya pemasaran variabel,

biaya administrasi dan umum variabel).

Page 33: Contoh Skripsi

20

Menurut Horngren (2005), metode harga pokok terdiri dari dua

metode yaitu:

1. Volume Based Costing System

Dalam metode ini pola konsumsi input, jumlah overhead serta

overhead per unit produk dialokasikan pada masing-masing produk

berdasarkan volume dan unit. Alokasi ini kurang mencerminkan biaya

aktivitas penanganan produk yang sesungguhnya. Hal ini mengakibatkan

produk dalam jumlah besar dialokasikan biaya terlalu besar, dan

sebaliknya.

2. Activity Based Costing System

Activity Based Costing System merupakan metode penentuan harga

pokok yang menelusuri biaya atas dasar aktivitas dan kemudian ke

produknya. Alokasi ini berhubungan dengan konsumsi aktivitas dan

penanganan produk sesungguhnya. Konsep seperti ini mendorong

adanya golongan aktivitas penambah nilai dan aktivitas bukan penambah

nilai, sehingga memungkinkan untuk mengurangi aktivitas bukan

penambah nilai bahkan menghilangkannya sama sekali. Metode ini

sangat cocok untuk perusahaan yang menghasilkan macam-macam

produk.

Mulyadi (1999) mengungkapkan bahwa terdapat dua jenis penentuan

harga pokok yang timbul dalam menanggapi bagaimana proses produksi

dapat dijalankan yaitu:

1. Penentuan Harga Pokok Proses (process costing)

Pendekatan ini digunakan dalam situasi yang hanya melibatkan satu

produk tunggal yang dibuat dalam satu jangka yang lama secara

sekaligus. Pendekatan dasarnya adalah pengumpulan biaya dalam suatu

operasi atau departemen tertentu selama suatu periode penuh (bulan,

kwartal, tahun). Selanjutnya membagi biaya total tersebut oleh jumlah

satuan yang diproduksi selama periode yang bersangkutan.

Page 34: Contoh Skripsi

21

2. Penentuan Harga Pokok Pesanan (Job Order Costing)

Pendekatan ini digunakan pada situasi produksi yang menghasilkan

berbagai produk yang berbeda, pesanan berbeda, atau kumpulan

produksi yang berbeda setiap periode.

2.6. Pengertian Activity Based Costing (ABC)

Sistem perhitungan biaya berdasarkan aktivitas (Activity Based

Costing/ABC) adalah suatu metode untuk mengukur biaya dan kinerja dari

kegiatan yang terkait dengan proses dan objek biaya yang membebankan

biaya dan aktivitas-aktivitas berdasarkan besarnya pemakaian sumber daya

dan membebankan biaya pada objek biaya, seperti produk berdasarkan

pemakaian besarnya kegiatan. Metode ini merupakan salah satu cara terbaik

untuk memperbaiki sistem perhitungan biaya dengan menekankan pada

aktivitas sebagai objek biaya dasar (fundamental). Sistem ABC fokus pada

biaya tidak langsung (biaya overhead pabrik) dengan memperbaki cara

pengalokasian biaya tidak langsung ke departemen, proses, produk dan

objek biaya lainnya. Pada sistem ABC ini diperlukan suatu

pengidentifikasian berbagai aktivitas yang menyebabkan timbulnya biaya

tidak langsung.

Mulyadi (2001) mengungkapkan bahwa Activity based costing pada

dasarnya merupakan metode penetapan harga pokok produk yang ditujukan

untuk menyajikan informasi harga pokok produk secara cermat bagi

kepentingan manajemen, dengan mengukur secara cermat konsumsi sumber

daya dalam setiap aktivitas yang digunakan untuk menghasilkan produk.

Untuk mengevaluasi profitabilitas lini produksi, perlu untuk melakukan

penelusuran biaya overhead pabrik secara tepat. Meskipun demikian, karena

biaya overhead pabrik berhubungan secara tidak langsung dengan produk

akhir, maka harus ditemukan dasar yang sesuai untuk membebankan biaya

tersebut ke produk individual.

Activity based costing menitikberatkan penetapan harga pokok

produk di semua fase pembuatan produk, sejak fase desain dan

pengembangan produk sampai dengan penyerahan produk kepada

konsumen. Dengan pendekatan activity based costing, aktivitas pembuatan

Page 35: Contoh Skripsi

22

produk dibagi menjadi tiga fase yaitu fase desain dan pengembangan, fase

produksi dan fase dukungan logistik. Jika perusahaan menggunakan

pendekatan activity based costing dalam penetapan harga pokok

produksinya, full cost of product mencakup total biaya desain dan

pengembangan produk (seperti biaya desain, biaya pengujian produk), biaya

produksi (facility sustaining activity cost + product sustaining activity cost +

batch related activity cost + unit level activity cost) ditambah dengan biaya

dukungan logistik (biaya iklan, biaya distribusi, dan biaya garansi produksi)

(Mulyadi, 2001).

Dengan mengidentifikasi aktivitas dan biayanya, sistem ABC lebih

merinci penggunaan sumber daya dalam organisasi. Sistem ABC merupakan

proses pembebanan biaya dua tahap yang menekankan pada penelusuran

langsung dan penelusuran penggerak yang menekankan pada hubungan

sebab akibat. Pembebanan biaya dilakukan dengan cara menelusuri biaya

aktivitas dan kemudian produk (Hansen & Mowen, 2006). Penjelasan

mengenai pembebanan dua tahap ini dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. ABC : Pembebanan Dua Tahap

Kemampuan perusahaan mengelola kegiatan dipengaruhi oleh

ketersediaan informasi biaya yang mencerminkan konsumsi sumber daya

dalam berbagai aktivitas. Dalam sistem ABC dikenal empat aktivitas yang

Biaya sumber daya

Pembebanan Biaya Penelusuran

langsung Penelusuran

langsung

Aktivitas

Pembebanan Biaya

Penelusuran langsung Produk

Page 36: Contoh Skripsi

23

menjadi kategori umum dalam mengidentifikasi dasar alokasi biaya yang

merupakan pemacu biaya (cost driver) pada kelompok biaya berdasarkan

aktivitas, yaitu:

1. Unit level activity adalah aktivitas yang dilakukan setiap kali suatu unit

diproduksi seperti permesinan dan perakitan. Biaya aktivitas tingkat unit

bervariasi dengan jumlah unit yang diproduksi.

2. Batch related activity adalah aktivitas yang dilakukan setiap suatu batch

(kelompok) produk diproduksi seperti penanganan bahan. Biaya aktivitas

tingkat batch bervariasi dengan jumlah batch tetapi tetap terhadap

jumlah unit pada setiap batch.

3. Product sustaining activity adalah aktivitas yang dilakukan bila

diperlukan untuk mendukung berbagai produk yang diproduksi oleh

perusahaan. Aktivitas ini mengkonsumsi input yang mengembangkan

produk atau memungkinkan produk diproduksi atau dijual. Aktivitas ini

dan biayanya cenderung meningkat sejalan dengan peningkatan jenis

produk yang berbeda.

4. Facility sustaining activity adalah aktivitas yang menopang proses

umum produksi suatu pabrik. Aktivitas tersebut memberi manfaat bagi

organisasi pada beberapa tingkat, tetapi tidak memberikan manfaat untuk

setiap produk secara spesifik. Contoh dari aktivitas ini adalah

penyusutan.

2.7. Manfaat dan Keterbatasan Metode ABC

Sistem kalkulasi harga pokok ABC memiliki beberapa manfaat,

salah satunya adalah untuk membantu mengurangi distorsi yang disebabkan

oleh alokasi biaya metode konvensional (full costing dan variable costing).

Selain itu, sistem ABC juga memberikan pandangan yang jelas mengenai

bagaimana komposisi perbedaan produk, jasa dan aktivitas perusahaan yang

memberi kontribusi sampai lini yang paling dasar dalam jangka panjang.

Blocher dalam Ivana (2004) mengemukakan manfaat utama dari

sistem ABC adalah sebagai berikut:

1. ABC menyajikan biaya produk yang lebih akurat dan informatif, yang

mengarah pada pengukuran profitabilitas yang lebih akurat dan kepada

Page 37: Contoh Skripsi

24

keputusan strategik yang lebih baik tentang penentuan harga jual, lini

produk, pasar dan pengeluaran modal.

2. ABC menyajikan pengukuran yang lebih akurat tentang biaya yang

dipicu oleh adanya aktivitas, hal ini dapat membantu manajemen untuk

meningkatkan product value dan process value dengan membuat

keputusan yang lebih baik tentang desain produk, mengendalikan biaya

secara lebih baik dan membantu perkembangan proyek-proyek

peningkatan value.

3. ABC memudahkan manajer memberikan informasi tentang biaya relevan

untuk pengambilan keputusan bisnis.

Disamping memiliki beberapa manfaat, sistem ABC ini juga

memiliki keterbatasan (Blocher dalam Ivana, 2004) yaitu:

1. Alokasi. Bahkan jika data aktivitas tersedia, beberapa biaya mungkin

membutuhkan alokasi ke departemen atau produk berdasarkan ukuran

volume yang arbitrer sebab secara praktis tidak dapat ditemukan

aktivitas yang dapat menyebabkan biaya tersebut.

2. Mengabaikan biaya. Beberapa biaya yang diidentifikasi pada produk

tertentu dapat diabaikan dari analisis seperti pemasaran, advertensi, riset

dan pengembangan.

3. Pengeluaran dan waktu yang dikonsumsi. Sistem ABC sangat mahal

untuk dikembangkan dan diimplementasikan. Disamping itu juga

membutuhkan waktu yang banyak.

2.8. Perbedaan Metode ABC dengan Metode Konvensional

Tunggal (1995) menjelaskan beberapa perbedaan antara metode

Activity Based Costing (ABC) dengan metode konvensional (full costing dan

variable costing). Perbedaan tersebut antara lain:

1. ABC menggunakan aktivitas-aktivitas sebagai pemacu untuk

menentukan berapa besar setiap overhead tidak langsung dari setiap

produk mengkonsumsinya. Metode konvensional mengalokasikan biaya

overhead secara arbitrer berdasarkan satu atau dua basis alokasi yang

non representatif sehingga gagal menyerap konsumsi overhead yang

benar menurut produk individual.

Page 38: Contoh Skripsi

25

2. ABC membagi konsumsi overhead ke dalam empat kategori yaitu unit,

batch, produk dan penopang fasilitas. Sedangkan metode konvensional

membagi biaya overhead ke dalam unit. Sebagai akibatnya, ABC

mengkalkulasikan konsumsi sumber daya tidak hanya pengeluaran

operasional, sehingga ABC lebih berguna untuk pengambilan keputusan

bagi manajemen.

3. Fokus ABC adalah biaya, mutu dan faktor waktu. Sedangkan metode

konvensional memfokuskan pada kinerja keuangan jangka pendek

seperti laba.

4. ABC mempunyai kebutuhan yang jauh lebih kecil untuk analisis varian

daripada metode konvensional karena kelompok biaya dan pemacu biaya

jauh lebih akurat dan jelas. Hal ini dikarenakan ABC dapat

menggunakan biaya historis pada akhir periode untuk menghitung biaya

aktual apabila kebutuhan muncul.

Mulyadi (2001) membedakan metode ABC dengan metode

konvensional (full costing dan variable costing) berdasarkan lima aspek

yaitu tujuan, lingkup, fokus, periode dan teknologi informasi yang

digunakan. Perbedaan kedua metode tersebut dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3. Perbedaan antara Metode ABC dengan Metode Konvensional

Metode Konvensional Metode ABC Tujuan Inventory valuation Product costing Lingkup Tahap produksi

Tahap desain, tahap produksi dan tahap dukungan logistik

Fokus Biaya bahan baku, biaya tenaga kerja

langsung

Biaya overhead pabrik

Periode Periode akuntansi Daur hidup produk Teknologi informasi yang digunakan

Metode manual Komputer telekomunikasi

Sumber: Mulyadi, 2001

2.9. Hasil Penelitan Terdahulu

Ivana (2004) meneliti mengenai analisis penetapan harga pokok

produksi karkas dengan menggunakan metode Full Costing, Variable

Costing, dan Activity Based Costing pada rumah potong ayam (RPA) Asia

Page 39: Contoh Skripsi

26

Afrika, Bogor, Jawa Barat bertujuan untuk mengidentifikasi kerugian yang

dialami RPA Asia Afrika dengan menganalisis biaya produksi untuk

menghitung harga pokok produksi. Dari hasil penelitiannya, peneliti

mengungkapkan bahwa perhitungan harga pokok produksi karkas dengan

metode Full Costing akan menghasilkan harga pokok rata-rata tertinggi dan

laba kotor terendah dari ketiga metode yang digunakan sedangkan hasil

perhitungan harga pokok produksi dengan metode Variable Costing

diperoleh harga pokok rata-rata terendah dan laba kotor tertinggi dari ketiga

metode yang digunakan. Harga pokok rata-rata dan laba kotor yang

diperoleh dengan menggunakan Activity Based Costing berada diantara

metode full costing dan variable. Harga pokok yang diperoleh dengan

menggunakan metode ABC akan overcosted untuk produk yang diproduksi

dalam jumlah sedikit dan undercosted untuk produk yang di produksi dalam

jumlah banyak. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti

merekomendasikan kepada perusahaan untuk melakukan perhitungan harga

pokok produksinya dengan menggunakan metode Variable Costing dan juga

mempertimbangkan penggunaan metode ABC sebagai alternatif menghitung

harga pokok produksi karena perhitungannya benar-benar mencerminkan

konsumsi sumber daya.

Penelitian yang dilakukan oleh Hasibuan (2005) pada Unit Usaha

Pakan Ternak yaitu sebuah pabrik pakan skala menengah yang

memproduksi tiga jenis konsentrat yang terdiri dari Lactofeed, Matuken

Feed dan Matuken-18 yang mengkaji mengenai penetapan harga pokok

produksi dengan metode Activity Based Costing (ABC) bertujuan untuk

menganalisis apakah proses produksi konsentrat yang dilakukan di KPS-

Bogor sudah cukup efisien dengan menganalisis perhitungan harga pokok

produksi yang dilakukan menggunakan metode yang selama ini diterapkan

perusahaan dengan metode ABC. Dari hasil penelitiannya, peneliti

mengungkapkan bahwa untuk konsentrat jenis Lactofeed dan Matuken Feed

yang dihasilkan dalam jumlah yang besar (92-97 %), perhitungan harga

pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga pokok yang lebih

rendah daripada perhitungan harga pokok konvensional KPS-Bogor dan

Page 40: Contoh Skripsi

27

untuk jenis Matuken-18 yang diproduksi dalam jumlah yang kecil (3-8 %),

perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga

pokok yang lebih tinggi daripada perhitungan harga pokok konvensional

KPS-Bogor. Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti merekomendasikan

kepada manajemen perusahaan agar melakukan perhitungan harga pokok

produksinya dengan menggunakan metode ABC. Hal ini dikarenakan

metode ABC memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat sehingga

manajemen dapat melakukan upaya efisiensi proses produksi.

Penelitian yang dilakukan oleh Haposan (2006) pada PT. Cipta Daya

Agri Jaya sebagai perusahaan perkebunan pepaya yang meneliti mengenai

perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC bertujuan untuk

menganalisis manfaat yang dicapai melalui metode ABC dengan

membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi yang

menggunakan metode ABC dengan metode perhitungan harga pokok

produksi yang selama ini diterapkan perusahaan. Dari hasil penelitiannya,

peneliti mengungkapkan bahwa perhitungan harga pokok produksi dengan

metode ABC menghasilkan harga pokok produksi tinggi untuk produksi

dengan volume yang kecil (overcosted) dan harga pokok produksi yang

rendah untuk produk dengan volume produksi yang besar (undercosted).

Berdasarkan kesimpulan tersebut, peneliti merekomendasikan kepada

manajemen perusahaan agar melakukan perhitungan harga pokok

produksinya dengan menggunakan metode ABC. Hal ini dikarenakan

metode ABC memberikan informasi yang lebih lengkap dan akurat sehingga

manajemen dapat melakukan upaya efisiensi proses produksi.

Page 41: Contoh Skripsi

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pemahaman mengenai biaya sangat penting bagi pihak manajemen

perusahaan, karena informasi biaya dapat digunakan untuk menetapkan

harga jual. Untuk memperoleh keuntungan yang diharapkan, pihak

manajemen harus dapat menetapkan harga jual yang tepat dalam

memasarkan produknya. Penetapan harga jual tersebut terkait dengan

penetapan harga pokok produksi.

Salah satu cara untuk memperoleh informasi biaya yang akurat

adalah dengan melakukan perhitungan harga pokok produksi yang mampu

merefleksikan konsumsi sumber daya dalam aktivitas produksinya. Sistem

ini dikenal dengan nama Activity Based Costing (ABC).

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis biaya produksi yang

dikeluarkan guna menghitung harga pokok produksi tas wanita pada UKM

LHBC Bogor. Penetapan harga jual yang ditetapkan belum mencerminkan

berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk menghasilkan produk karena

unsur biaya overhead pabrik tidak secara rinci diperhitungkan dalam

perhitungan harga pokok produksi. Harga pokok produksi akan dihitung

berdasarkan metode perhitungan harga pokok produksi yang selama ini

dilakukan perusahaan, serta perhitungan harga pokok produksi dengan

menggunakan metode ABC yang mendistribusikan biaya terhadap semua

kegiatan dan aktivitas perusahaan secara terkoordinasi. Perhitungan harga

pokok produksi dengan metode ABC dilakukan dengan terlebih dahulu

mengetahui tahapan dan aktivitas produksi tas wanita. Dalam penelitian ini,

perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC, konsumsi sumber

daya hanya dikhususkan pada kegiatan dalam proses produksinya.

Hasil perhitungan dari kedua metode yang digunakan dalam

penetapan harga pokok produksi ini akan dibandingkan untuk mengetahui

pengaruh dari kedua metode tersebut terhadap perhitungan harga pokok

produksi dalam kaitannya untuk mengetahui metode mana yang paling

Page 42: Contoh Skripsi

29

efektif dan efisien bagi perusahaan. Alur pemikiran penelitian ini secara

lebih jelas telah disusun secara sistematis pada Gambar 2.

Gambar 2. Diagram Aliran Kerangka Pemikiran

Penetapan Harga Pokok Produksi yang paling efektif dan efisien

untuk perusahaan

Analisis perbandingan dan pengaruh kedua metode tersebut

terhadap perhitungan Harga Pokok Produksi

Lifera Hand Bag Collection

Identifikasi biaya-biaya produksi

Perhitungan Harga Pokok Produksi

Belum memiliki perhitungan biaya produksi yang akurat

Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan metode

perusahaan

Perhitungan Harga Pokok Produksi dengan metode ABC

a. Unit Level Activity b. Batch Level Activity c. Product Sustaining

Activity d. Facility Sustaining

Activity

Page 43: Contoh Skripsi

30

3.2. Metode Penelitian

3.2.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Lifera Hand Bag Collection yang

berlokasi di Kp. Bojong Rangkas No.25 Cikampak, Ciampea, Bogor.

Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

pertimbangan bahwa perusahaan tersebut merupakan usaha kecil

menengah (UKM) yang bergerak di bidang kerajinan tangan yang

memproduksi tas kulit imitasi dengan berbagai model, selain itu

perusahaan adalah UKM terbesar di wilayah Bojong Rangkas dan

produknya cukup dikenal oleh masyarakat khususnya oleh instansi

pemerintah. Waktu penelitian dilaksanakan selama tiga bulan yaitu

dari bulan Februari 2007 sampai April 2007.

3.2.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis dan Sumber data yang digunakan adalah data primer yang

diperoleh melalui wawancara langsung dengan pihak perusahaan dan

data sekunder yang diperoleh dari laporan produksi dan dokumen-

dokumen perusahaan serta lembaga-lembaga terkait, dan literatur

yang relevan dengan penelitian. Periode analisis yang digunakan

dalam penelitian ini adalah periode akuntansi tahun 2006 selama 6

bulan yaitu dari bulan Mei hingga Oktober. Jenis dan sumber data di

sajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data

I. Data Primer

1. Struktur organisasi

2. Kegiatan Produksi

a. Volume produksi

b. Kapasitas produksi

c. Jam tenaga kerja langsung

d. Jam kerja peralatan dan mesin

e. Biaya bahan baku dan bahan

penolong

Perusahaan

Perusahaan

Perusahaan

Perusahaan

Perusahaan

Perusahaan

Page 44: Contoh Skripsi

31

Lanjutan Tabel 4. Jenis dan Sumber Data Jenis Data Sumber Data

f. Biaya pemeliharaan mesin dan

kendaraan

g. Biaya penyusutan mesin dan peralatan

h. Aktivitas proses produksi

3. Personalia

a. Jumlah Pekerja

b. Gaji Pekerja

Perusahaan

Perusahaan

Perusahaan

Perusahaan

Perusahaan

II. Data Sekunder

1. Data laporan produksi.

2. Profil Pengusaha

3. Data Unit usaha kecil, menengah dan

besar.

4. Data Perkembangan Industri.

5. Berbagai literatur dan karya ilmiah yang

dianggap relevan dengan penelitian

a. Hasil penelitian terdahulu mengenai

penetapan harga pokok produksi.

b. Buku teks mengenai metode

penetapan harga pokok produksi

yang datanya masih relevan untuk

digunakan.

Perusahaan

Perusahaan

Depkop

Depperin

Hasil Penelitian oleh peneliti

sebelumnya

Buku teks yang relevan

dengan penelitian

3.2.3. Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, penulis melakukan riset lapangan (field

research) untuk memperoleh data-data yang diperlukan yaitu dengan

cara langsung mendatangi perusahaan dimana penulis melakukan

penelitian dan menemui pihak-pihak terkait yang dapat memberikan

data yang relevan dengan penelitian. Adapun metode yang

digunakan untuk memperoleh data dari perusahaan yang

bersangkutan adalah sebagai berikut:

1. Wawancara mendalam (indepth interview) yang dilakukan

terhadap pihak perusahaan dengan mengajukan berbagai

pertanyaan yang terkait dengan tujuan penelitian. Pemilihan

tersebut dilakukan secara sengaja (purposive) dengan

Page 45: Contoh Skripsi

32

mempertimbangkan faktor pemahaman mengenai aktivitas

produksi dan perhitungan harga pokok produksi.

2. Pengamatan (observasi) terhadap aktivitas produksi yang

dilakukan para pekerja dalam menghasilkan produk.

3. Studi literatur dengan memanfaatkan berbagai laporan dan buku-

buku penunjang yang relevan.

3.2.4. Pengolahan dan Analisis Data

Pada penelitian ini, penulis menggunakan metode penetapan

harga pokok produksi dengan sistem Activity Based Costing (ABC)

dalam menentukan harga pokok produksi. Pemilihan metode ini

didasarkan pada pertimbangan bahwa pengalokasian biaya overhead

pabrik dengan metode ABC berhubungan dengan konsumsi aktivitas

dan penanganan produk yang sesungguhnya sehingga lebih tepat dan

akurat dalam perhitungan harga pokok produksi.

Data yang telah diperoleh dalam tahap pengumpulan data

kemudian dibuat secara rinci tiap bulan dan diolah secara manual

dengan menggunakan kalkulator dan program Microsoft Excel.

Analisis data dikelompokkan menjadi analisis kuantitatif dan

analisis kualitatif. Analisis kuantitatif dilakukan pada perhitungan

harga pokok produksi dengan metode perhitungan harga pokok

produksi yang selama ini dilakukan perusahaan dan dengan

menggunakan metode ABC. Sedangkan analisis kualitatif yaitu

dengan melakukan analisis deskriptif komparatif untuk

membandingkan hasil perhitungan harga pokok produksi dengan

menggunakan metode perusahaan dan metode ABC serta melihat

perbandingan dari hasil perhitungan harga pokok produksi dengan

berdasar pada kedua metode tersebut.

1. Analisis Harga Pokok Produksi dengan Metode Perusahaan

Perhitungan harga pokok produksi tas wanita per unit yang

dilakukan perusahaan masih sangat sederhana yaitu dengan

menjumlahkan biaya bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung

Page 46: Contoh Skripsi

33

dimana perhitungan biaya-biaya tersebut disesuaikan dengan

kebutuhan untuk memproduksi satu unit tas. Biaya overhead

pabrik tidak dihitung secara rinci dan tidak disesuaikan dengan

pemakaian biaya secara nyata melainkan hanya merupakan suatu

estimasi biaya yang dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain.

Setelah mengetahui berapa harga pokok produksinya, kemudian

akan diproduksi sesuai dengan ketersedian bahan baku.

2. Analisis Harga Pokok Produksi dengan Metode ABC

Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC

diawali dengan pengidentifikasian tahapan dan aktivitas produksi

yang menghasilkan produk tas wanita. Biaya overhead pabrik

(biaya tidak langsung) yang ditimbulkan akibat dilakukannya

aktivitas tersebut meliputi biaya penggunaan bahan penolong,

biaya pembelian bahan, biaya listrik, biaya pemeliharaan mesin

dan kendaraan, biaya penyusutan mesin dan peralatan, serta biaya

penyusutan kendaraan. Pemacu biaya/cost driver (suatu kegiatan

yang menimbulkan biaya) yang dipilih untuk perhitungan

meliputi jumlah unit yang diproduksi, jam peralatan, kilowatt

hour, dan jumlah pembelian bahan.

Tunggal (1995) mengungkapkan bahwa perhitungan harga

pokok berdasar aktivitas terdiri dari dua tahap. Tahap pertama

yaitu:

1. Pengelompokkan biaya overhead pabrik ke dalam kelompok

biaya yang homogen.

2. Penentuan tarif kelompok (pool rate).

Penentuan Tarif Kelompok = terpilihyang biayapemacu Jumlah

BiayaJumlah ...(1)

Dari hasil perhitungan di atas akan diperoleh tarif per pemacu

biaya, misalnya Rp/Kwh.

Tahap kedua yaitu penelusuran masing-masing biaya overhead

pabrik ke berbagai model produk. Hal ini dilakukan dengan

menggunakan tarif kelompok (pool rate). Dengan demikian,

Page 47: Contoh Skripsi

34

biaya overhead pabrik yang dibebankan dari setiap kelompok

biaya ke setiap produk dihitung sebagai berikut :

Biaya yang dibebankan = tarif kelompok x unit pemacu biaya yang terpilih …(2)

Total biaya overhead pabrik per unit produk diperoleh

dengan pertama-tama menelusuri biaya overhead pabrik dari

kelompok ke produk individual. Total ini kemudian dibagi

dengan jumlah unit yang dihasilkan. Hasilnya adalah biaya

overhead pabrik per unit.

Keseluruhan biaya yang akan dikalkulasikan selanjutnya

dikelompokkan ke dalam:

1. Biaya langsung yang meliputi biaya bahan baku dan upah

tenaga kerja langsung.

2. Biaya overhead pabrik (biaya tidak langsung) yang meliputi

biaya penggunaan bahan penolong, biaya pembelian bahan,

biaya listrik, biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan, biaya

penyusutan mesin dan peralatan serta biaya penyusutan

kendaraan.

Page 48: Contoh Skripsi

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Perusahaan

4.1.1. Sejarah dan Perkembangan Usaha

Lifera Hand Bag Collection (LHBC) didirikan pada tahun

1974 di Kp. Bojong Rangkas, Kecamatan Ciampea, Kabupaten

Bogor sebagai usaha kecil menengah yang bergerak di bidang

kerajinan tangan yang memproduksi tas. Lifera Hand Bag Collection

dirintis oleh H. Aak Atmaja bersama istri sejak pertama kali

didirikan hingga sekarang. Pabrik dan kantor terletak berdampingan

dengan pemukiman penduduk

Pada awalnya, H. Aak mengikuti temannya yang bekerja

sebagai pengrajin tas pada sebuah industri tas di Jakarta. Pekerjaan

tersebut membuat H. Aak merasa jenuh sehingga pada tahun 1974

beliau memutuskan untuk kembali ke Bogor dan mencoba

mendirikan usaha kerajinan tas sendiri hanya dengan berbekal

pengalaman dan sebuah mesin jahit serta modal awal sebesar Rp

30.000. Seluruh kegiatan usaha dilakukan secara mandiri oleh H.

Aak dan istri yaitu mulai dari pengadaan bahan baku, mencari

pembeli hingga kegiatan pemasaran yang dilakukan secara door to

door.

Sejak tahun 1986 hingga tahun 1999 beliau mulai

memproduksi tas dimana beliau hanya menyediakan tempat produksi

dan tenaga kerja sedangkan bahan baku disediakan oleh pemesan.

Pada tahun 1990 LHBC menerima kerja sama dengan PT. Dimex

Citra Hand Bag Jakarta dalam memproduksi tas untuk memenuhi

pasar ekspor Jerman dari perusahaan penerbangan Lufthanza yang

kemudian ekspor dilanjutkan ke Inggris. Namun, kerja sama tersebut

hanya berlangsung selama satu tahun.

Pada tahun 1992 hingga tahun 1994 LHBC menjadi anak

angkat PT. Telkom WITELSAT Jakarta. Pada tahun 1993, H. Aak

mulai menyadari akan pentingnya promosi bagi kelangsungan usaha

Page 49: Contoh Skripsi

36

yang dikelolanya. Beliau memulai usaha promosinya dengan

menciptakan sebuah merek dagang. Setelah mendapatkan ide dengan

menggabungkan nama dari putri-putrinya, maka lahirlah nama merek

LIFERA.

Pada tahun 1995, LHBC melepaskan diri dari binaan Telkom

dan sejak saat itu LHBC berdiri sebagai perusahaan kecil yang

mendapatkan pesanan melalui perusahaan yang menjadi supplier

perusahaan lain. Dalam memenuhi pesanan, penentuan spesifikasi

desain dan bahan yang diinginkan dilakukan oleh supplier sedangkan

pengadaan bahan baku serta upah pekerja ditangani oleh LHBC.

Selain menerima pesanan, LHBC juga menyediakan persediaan

produk yaitu dengan membuka showroom. Pada tanggal 20 Februari

2004, LHBC ditetapkan sebagai industri kecil dengan nomor

09/05/TDI-IAIK/B/II/2004 oleh Kantor Perindustrian dan

Perdagangan Kabupaten Bogor. Berkat kegigihan dan keuletan H.

Aak, usaha yang telah dirintis sejak tahun 1974 pun masih

berlangsung dan berkembang hingga sekarang.

4.1.2. Maksud dan Tujuan Pembentukan Usaha

a. Maksud pembentukan usaha

1. Untuk mengembangkan kreatifitas yang lebih produktif.

2. Menunjang program pemerintah dengan menyalurkan bakat

dan potensi di kalangan generasi muda khususnya yang putus

sekolah dan yang mempunyai kreatifitas serta keterampilan di

bidang usaha tas.

3. Mengembangkan potensi wilayah agar laju perekonomian di

daerah khususnya desa Bojong Rangkas dapat lebih maju dan

terarah sehingga bisa dijadikan sebagai kawasan sentral

berbagai produk Home Industry.

Page 50: Contoh Skripsi

37

b. Tujuan pembentukan usaha

1. Membuka kawasan sentra industri khususnya di desa Bojong

Rangkas Kecamatan Ciampea, dengan pembinaan program

padat karya khususnya di bidang kerajinan tas.

2. Membina generasi muda agar dapat menyalurkan potensi di

bidang usaha sehingga mereka dapat menjadi pengusaha

bahkan menjadi pioneer di bidang Home Industry.

3. Mengentaskan kemiskinan dan mengurangi jumlah

pengangguran khususnya di desa Bojong Rangkas.

4.1.3. Visi dan Misi Usaha

Visi: Menjadi sentra usaha kecil menengah dan menjadi pusat

pembelajaran usaha kecil menengah khususnya di Kabupaten

Bogor.

Misi:

1. Berkomitmen untuk selalu memberikan kepuasan terhadap mitra

kerja.

2. Menumbuhkembangkan SDM yang berkualitas.

3. Membangun kemitraan yang berkelanjutan dan saling

memberikan nilai tambah.

4. Mengembangkan potensi wilayah.

5. Mengembangkan potensi ekonomi usaha kecil menengah.

4.1.4. Struktur Organisasi

Struktur organisasi LHBC dibuat untuk menggambarkan

deskripsi jabatan, sehingga dapat diketahui pembagian tugas dan

kewajiban, wewenang dan tanggung jawab serta hubungan antar

jabatan.

Lifera Hand Bag Collection dipimpin oleh H. Aak Atmaja

yang merupakan pemilik dan pendiri LHBC. Dalam pelaksanaan

operasionalnya, pimpinan dibantu oleh bagian keuangan, bagian

administrasi dan bagian unit produksi. Unit produksi terbagi menjadi

beberapa sub unit yaitu pembuatan pola, cutting (pemotongan pola),

Page 51: Contoh Skripsi

38

perakitan & penjahitan, QC, finishing, packaging dan ekspedisi.

Bagan struktur organisasi LHBC dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Struktur Organisasi UKM LHBC

Keterangan:

Staf P.S = Staf pembuatan pola sample

Staf C = Staf Cutting (pemotongan pola)

Staf P&P = Staf Perakitan & Penjahitan

Staf QC, F & P = Staf Quality Control, Finishing & Packaging

Staf Eks. = Staf Ekspedisi

Sebagai pemilik dan pendiri LHBC, pimpinan berwenang

dalam pengambilan keputusan strategis perusahaan,

bertanggungjawab terhadap keseluruhan jalannya usaha serta berhak

untuk mengawasi pelaksanaan operasional usaha. Sedangkan bagian

keuangan memiliki tugas dan wewenang untuk mengelola keuangan

usaha yaitu pada saat pembelian bahan baku, pembayaran upah

pekerja dan keperluan lainnya.

Pimpinan H. Aak Atmaja

Bagian Keuangan Yulianti

Bagian Administrasi Fauziah

Kabag Sample Moh. Nasir

Kabag Produksi Syarifudin

Staf P.S

Staf C

Staf P&P

Staf QC, F,

& P

Staf Eks.

Page 52: Contoh Skripsi

39

Tugas dan kewajiban seorang administratur adalah

menganalisa baik produksi, administrasi, keuangan dan tenaga kerja,

mengelola transaksi-transaksi yang terjadi dalam perusahaan,

membuat desain tas terbaru serta membuat laporan untuk diberikan

pada pimpinan.

Bagian pembuatan pola berfungsi dalam penyediaan pola tas

yang kemudian akan didistribusikan kepada bagian cutting

(pemotongan pola) serta bertugas dalam merencanakan bahan baku

yang baik digunakan.

Bagian cutting (pemotongan pola) bertugas untuk

memotong bahan sesuai pola yang telah dibentuk oleh bagian desain

serta bertanggung jawab dalam pendistribusian pola-pola tersebut

kepada penjahit.

Bagian perakitan & penjahitan berfungsi dalam penyediaan

barang hasil produksi sesuai kebutuhan dan keinginan pasar maupun

pemesan dengan memperhatikan standar kualitas dan mutu yang

telah disyaratkan oleh perusahaan.

Bagian pemeriksaan (quality control) barang jadi, finishing,

dan packaging bertugas untuk memeriksa dan meneliti produk jadi

sehingga sesuai dengan standar kualitas yang telah ditetapkan,

membersihkan barang jadi dan mengemas barang jadi.

Bagian ekspedisi yang bertugas dan bertanggung jawab

dalam pengadaan bahan baku dan pengiriman barang jadi kepada

supplier (pemesan).

4.1.5. Aspek Personalia

Lifera Hand Bag Collection memiliki tenaga kerja tetap

sebanyak 25 orang dan tenaga kerja tidak tetap (borongan) sekitar

200 hingga 300 orang. Tenaga kerja tidak tetap tersebut hanya

direkrut pada saat jumlah pesanan yang diterima perusahaan

mengalami kenaikan yang signifikan sehingga tidak dapat ditangani

hanya dengan mengandalkan tenaga kerja tetap dimana tenaga kerja

Page 53: Contoh Skripsi

40

tidak tetap tersebut hanya bekerja hingga seluruh pesanan yang

diterima LHBC telah selesai diproduksi.

Tenaga kerja yang dimiliki oleh LHBC berasal dari latar

belakang pendidikan yang beragam. Sebagian besar tenaga kerja

memiliki latar belakang pendidikan sebagai lulusan SD hingga

SLTA. Tidak terdapat ketentuan mengenai kualifikasi tertentu yang

harus dipenuhi oleh pekerja agar dapat bekerja pada LHBC.

Lifera menetapkan enam hari kerja dalam seminggu bagi

pekerjanya yang dimulai dari pukul 08.00 WIB sampai dengan pukul

17.00 WIB dengan waktu istirahat selama satu jam untuk makan

siang dan sholat pada pukul 12.00 WIB. Jika jumlah tas yang harus

diproduksi oleh LHBC cukup banyak, maka hal tersebut tidak

menutup kemungkinan bagi LHBC untuk memberlakukan jam kerja

lembur bagi para pekerjanya selama tiga jam yang dimulai dari

pukul 20.00 WIB hingga pukul 23.00 WIB. Sistem Upah yang

diberikan kepada para pekerja biasanya dihitung per hari dan

bervariasi antar bagian. Sistem penerimaan gaji untuk pekerja

dilakukan setiap hari sabtu. Karakteristik pekerja dapat dilihat pada

Tabel. 5.

Tabel 5. Pembagian Kerja Pekerja UKM LHBC

Bagian Jumlah (orang) Upah/Hari (Rp) Pembuatan pola 2 40.000 Cutting (pemotongan pola) 5 24.000 Perakitan & Penjahitan 7 50.000 Quality control, finishing & packaging

10 15.000

Supir 1 30.000 Jumlah 25 159.000

4.1.6. Kegiatan Perusahaan

a. Kegiatan Produksi

Produk yang dihasilkan LHBC terdiri dari dua jenis produk

yaitu produk jadi yang digunakan sebagai stok untuk memenuhi

Page 54: Contoh Skripsi

41

kebutuhan konsumen sewaktu-waktu dan produk pesanan.

Produk yang dihasilkan berupa:

1. Berbagai macam tas seperti tas wanita, tas kantor pria dan

wanita, travel bag, tas kosmetik, tas map/tas seminar.

2. Berbagai macam agenda seperti agenda organizer dan cover

book/note book.

3. Berbagai macam dompet seperti dompet pasport untuk

wanita, dompet KTP untuk pria dan dompet gantungan kunci.

Bahan baku yang dibutuhkan dalam proses produksi tas

adalah bahan kulit imitasi. Untuk menunjang proses produksi,

diperlukan juga bahan pendukung lainnya seperti bahan lapisan

dalam, aksesoris tas, bahan perekat, benang, busa, karton, dan

bahan untuk pengemasan. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam melakukan

proses produksi dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Daftar Mesin dan Peralatan produksi UKM LHBC No. Jenis Jumlah Fungsi 1. Mesin Jahit 6 merakit antar komponen yang telah

dipola 2. Mesin Cangklong 1 menjahit tas yang memiliki bentuk

bulat dimana tidak bisa dijangkau dengan mesin jahit datar

3. Mesin Seset 2 menipiskan bahan dalam tas yang tebal seperti T2 dan T3

4. Cutter 7 memotong karton, bahan luar tas, bahan dalam tas dan sebagainya

5. Plong 1 membuat lubang pada tas 6. Gunting 7 memotong bahan tas, kain lapis, busa

tipis dan sebagainya 7. Jara 2 membuat pola dan tanda sehingga

mempermudah pemotongan 8. Kuas 7 alat bantu untuk merekatkan bahan

dengan bahan lainnya menggunakan perekat

9. Alat press 1 alat yang terbuat dari besi yang dipakai untuk menipiskan bahan yang telah direkatkan dengan bahan lainnya.

10. Palu 1 mempermudah pemasangan aksesoris tas

Page 55: Contoh Skripsi

42

Lanjutan Tabel 6. Daftar Mesin dan Peralatan Produksi No. Jenis Jumlah Fungsi 11. Tang 1 mempermudah pemasangan

aksesoris tas dan mengencangkan resleting yang lolos

12. Pulpen, Spidol, cm kain dan Penggaris

Masing-masing

berjumlah 7

pembuatan desain tas, pembuatan pola, dan pemotongan pola tas yang telah dibuat

b. Kegiatan pemasaran

Pemasaran produk tas yang dilakukan LHBC terbagi menjadi

dua bentuk yaitu penjualan langsung yang dilakukan di show

room dan penjualan pesanan. Kegiatan promosi dilakukan

dengan mengikuti pameran secara aktif di berbagai daerah yang

diadakan oleh instansi pemerintah dan pada saat pameran

berlangsung, pengunjung diberikan kartu nama LHBC.

4.2. Identifikasi Proses Produksi Tas Wanita UKM LHBC

Proses produksi merupakan suatu cara atau metode dan teknik dalam

menciptakan suatu produk melalui pemanfaatan sumber daya yang tersedia

yang meliputi bahan baku, mesin dan sumber daya manusia menjadi produk

jadi. Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diidentifikasi

tahapan dan aktivitas produksi yang dilakukan LHBC dalam menghasilkan

tas wanita model 876 A dan model 858. Proses produksi yang dilakukan

oleh LHBC terbagi menjadi lima tahap produksi yaitu:

a. Tahap perencanaan

Pada tahap perencanaan, aktivitas yang dilakukan adalah

menentukan jenis dan desain produk yang diinginkan. Setelah itu

diperlukan pula perencanaan mengenai kebutuhan bahan baku dan

bahan penolong. Dari aktivitas tersebut dapat diidentifikasi biaya yang

ditimbulkan akibat penggunaan sumber daya oleh aktivitas seperti biaya

pembelian bahan, biaya penyusutan kendaraan, biaya pemeliharaan

kendaraan dan biaya penggunaan bahan penolong.

b. Tahap pembuatan pola

Pada tahap pembuatan pola, aktivitas yang dilakukan adalah

membuat pola sesuai dengan desain produk yang diinginkan. Pola dibuat

Page 56: Contoh Skripsi

43

sedetail mungkin dan diberikan penjelasan yang lengkap mengenai

ukuran, bahan yang akan dipakai, pemotongan, penyambungan maupun

penjahitannya. Pola bisa dibuat dengan menggunakan bahan karton dan

dengan alat sederhana seperti pulpen, penggaris, cm kain, jara’ dan

gunting. Dari aktivitas tersebut dapat diidentifikasi biaya yang

ditimbulkan akibat penggunaan sumber daya oleh aktivitas seperti biaya

penyusutan peralatan.

c. Tahap cutting (pemotongan pola)

Pada tahap pemotongan pola, aktivitas yang dilakukan adalah

memotong bahan-bahan yang diperlukan dengan menggunakan peralatan

yang sederhana sesuai dengan pola yang sudah dibuat. Potongan-

potongan bahan ini yang nantinya akan dirakit/dijahit. Pemotongan

bahan dilakukan setepat mungkin untuk menghindari pembuangan

bahan. Dari aktivitas tersebut, dapat diidentifikasi biaya yang

ditimbulkan akibat penggunaan sumber daya oleh aktivitas seperti biaya

penyusutan peralatan.

d. Tahap perakitan & penjahitan

Pada tahap perakitan & penjahitan, aktivitas yang dilakukan adalah

menggabungkan bagian-bagian yang sudah siap untuk menghasilkan

bentuk produk. Perakitan bahan biasanya dengan menggunakan mesin

jahit dan bisa juga menggunakan lem untuk bagian-bagian tertentu.

Pemasangan aksesoris dilakukan setelah penjahitan. Dari aktivitas

tersebut, dapat diidentifikasi biaya yang ditimbulkan akibat penggunaan

sumber daya oleh aktivitas seperti biaya penyusutan mesin dan

pemeliharaan mesin.

e. Tahap Quality Control, finishing dan packaging

Tahapan selanjutnya adalah menyortir tas wanita untuk dilakukan

kontrol terhadap kualitas produk. Tas wanita yang tidak memenuhi

standar kualitas akan dikembalikan pada bagian perakitan & penjahitan

untuk dilakukan perbaikan sedangkan tas wanita yang memenuhi standar

kualitas akan dilakukan finishing seperti pembersihan lem yang

menempel pada tas. Tahapan yang terakhir adalah mengemas produk tas

Page 57: Contoh Skripsi

44

wanita yang telah jadi dengan plastik. Dari aktivitas tersebut, dapat

diidentifikasi biaya yang ditimbulkan akibat penggunaan sumber daya

oleh aktivitas seperti biaya penggunaan bahan penolong (kemasan).

4.3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita UKM LHBC

4.3.1. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode Perusahaan

Perhitungan harga pokok produksi tas wanita per unit yang

selama ini dilakukan perusahaan masih sangat sederhana. Biaya-

biaya yang diperhitungkan dalam penetapan harga pokok produksi

meliputi biaya bahan baku, bahan penolong, upah pekerja dan biaya

overhead pabrik (biaya tidak langsung). Namun, perhitungan biaya

overhead pabrik tersebut tidak diperhitungkan secara rinci tetapi

hanya dikelompokkan ke dalam kelompok biaya lain-lain dan

merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan. Perhitungan

biaya overhead pabrik tersebut tidak disesuaikan dengan pemakaian

biaya secara nyata.

Bahan baku yang digunakan dalam proses produksi berupa

bahan kulit imitasi yang dibeli di daerah sekitar Bogor dan Jakarta.

Dalam perhitungan harga pokok produksi, biaya tenaga kerja

langsung merupakan biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk

mengupah tenaga kerja langsung yang dihitung berdasarkan hari

kerja.

Penetapan harga pokok produksi dilakukan sebelum membeli

bahan baku yang diperlukan. Harga pokok produksi dihitung dengan

terlebih dahulu mengetahui bahan-bahan yang diperlukan untuk

memproduksi satu unit tas. Selama ini perusahaan menetapkan biaya

bahan yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan bahan untuk

memproduksi satu unit tas. Biaya bahan baku yang digunakan

merupakan perhitungan dari proporsi bahan yang diperlukan untuk

memproduksi satu unit tas dikalikan dengan harga satuan bahan yang

berlaku di pasar. Penetapan harga pokok produksi ini hanya

dilakukan pada awal proses produksi sehingga jika bulan berikutnya

Page 58: Contoh Skripsi

45

akan diproduksi tas wanita dengan model yang sama, perusahaan

tidak membuat perhitungan harga pokok produksi. Perhitungan harga

pokok produksi tas wanita model 876 A dan model 858 dapat dilihat

pada Tabel 7 dan Tabel 8.

Tabel 7. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 876 A dengan Metode Perusahaan Biaya Kebutuhan

per unit Harga Pasar per satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

Bahan kanvas wash 18 cm 275 4.950Bahan spon jeruk 23 cm 275 6.325Daun Resleting 05 22 cm 5 110Kepala Resleting 05 1 pcs 600 600Bahan Saten 33 cm 50 1.650Magnet kecil 2 pcs 300 600Gesper kecil 2 pcs 500 1.000Kaki Tas 4 pcs 125 500Cat 100Bahan T2 1.200Slang 500Rotan 300Benang 800Bahan Perekat 1.000Plastik 250Stuffing 300Upah Pekerja 8.750Biaya lain-lain

Berdasarkan perkiraan perusahaan

1.500HPP per unit (Rp) 30.435

Page 59: Contoh Skripsi

46

Tabel 8. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita Model 858 dengan Metode Perusahaan

Biaya Kebutuhan per unit Harga Pasar per satuan

(Rp)

Jumlah (Rp)

Bahan Jeruk 64 cm 275 17.600 Bahan lapisan dalam 46 cm 60 2.760 Daun Resleting 05 40 cm 6 240 Kepala Resleting 05 1 pcs 600 600 Daun Resleting 03 53 cm 5 265 Kepala Resleting 03 2 pcs 100 200 Ring O 4 pcs 350 1.400 Centang 810 nkl 16 cm 35 560 Kaki Bulat 12 pcs 125 1.500 Magnet Besar 2 pcs 300 600 Gesper 2 pcs 250 500 Cat 300 Bahan T2 1.000 Karton 300 Rotan 150 Benang 1.000 Bahan Perekat 1.500 Plastik 500 Stuffing 500 Upah Pekerja 10.250 Biaya lain-lain

Berdasarkan perkiraan perusahaan

2.000 HPP per unit (Rp) 43.725

4.3.2. Perhitungan Harga Pokok Produksi Tas Wanita dengan Metode ABC

Metode ABC mencoba mengatasi masalah pembebanan biaya

overhead pabrik dengan menghitung biaya overhead pabrik yang akan

dibebankan kepada produk berdasarkan konsumsi aktivitasnya secara

nyata yang terjadi dalam proses produksi. Dalam melakukan proses

produksi, dibutuhkan sumber daya baik sumber daya langsung maupun

sumber daya tidak langsung dimana sumber daya tersebut akan

menimbulkan biaya. Biaya-biaya tersebut yang kemudian akan

dikalkulasikan dalam perhitungan harga pokok produksi. Sumber

daya-sumber daya beserta biayanya tersebut meliputi:

1. Penggunaan sumber daya dan biaya langsung

Sumber daya langsung yang digunakan dalam proses produksi

tas wanita model 876 A dan model 858 yaitu bahan baku dan

tenaga kerja langsung. Biaya yang ditimbulkan akibat penggunaan

sumber daya langsung tersebut meliputi:

Page 60: Contoh Skripsi

47

a. Biaya bahan baku

Bahan baku yang digunakan adalah bahan kulit imitasi

dimana biaya bahan baku dihitung dengan mengalikan jumlah

bahan baku yang dikeluarkan dengan harga bahan baku per unit

dalam kurun waktu satu bulan. Besarnya pemakaian biaya

bahan baku selama enam bulan pada tahun 2006 dapat dilihat

pada Tabel 9.

Tabel 9. Penggunaan Biaya Bahan Baku pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah)

Model Tas Biaya Bahan Baku 876 A 858

Bahan Baku (Rp) 1.069.200 2.499.200Produksi (unit) 216 142Biaya Bahan Baku per Unit (Rp) 4.950 17.600

Sumber: Data UKM LHBC (diolah)

b. Penggunaan tenaga kerja langsung

Tenaga kerja langsung adalah para pekerja yang terlibat

langsung dalam proses produksi tas wanita, yang meliputi

pekerja pembuatan pola, pekerja pemotongan pola, pekerja

perakitan & penjahitan serta pekerja QC, finishing &

packaging. Total biaya tenaga kerja langsung selama enam

bulan pada tahun 2006 sebesar Rp 23.850.000.

Perhitungan biaya tenaga kerja langsung diperoleh dengan

menghitung persentase produk yang dihasilkan dikalikan

dengan total biaya tenaga kerja langsung selama enam bulan

tahun 2006. Untuk memperoleh biaya tenaga kerja per unit tas,

maka total biaya pada setiap tahap produksi dibagi dengan

jumlah produksi tas tersebut. Penggunaan biaya tenaga kerja

langsung dapat dilihat pada Tabel 10.

Page 61: Contoh Skripsi

48

Tabel 10. Biaya Tenaga Kerja Langsung pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006 (Rupiah)

Model Tas Jumlah Produksi (unit)

Biaya (Rp) Biaya TKL per unit (Rp)

876 A 216 3.028.950 14.023858 142 1.991.475 14.024

Sumber: Data UKM LHBC (diolah)

Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat bahwa biaya tenaga

kerja langsung banyak terserap pada tas wanita model 876 A.

Hal ini disebabkan oleh jumlah produksi model 876 A relatif

lebih besar daripada model 858. Namun demikian, biaya tenaga

kerja langsung per unit untuk masing-masing model

dibebankan dengan jumlah biaya yang relatif sama. Hal ini

mengimplikasikan bahwa pembebanan biaya yang dilakukan

berdasarkan aktivitas akan menghasilkan biaya tenaga kerja

langsung yang adil pada setiap model tas walaupun jumlah

produksinya berbeda.

2. Penggunaan sumber daya tidak langsung

Jenis aktivitas yang timbul akibat penggunaan sumber daya

tidak langsung dapat dilihat pada Tabel 11. Jenis aktivitas tersebut

telah dikelompokkan berdasarkan hierarki aktivitas dan pemacu

biayanya.

Tabel 11. Ikhtisar Aktivitas

Hierarki Aktivitas Jenis Aktivitas Pemacu Biaya

Unit Level Activity Penggunaan Bahan Penolong JU Batch Level Activity Pembelian Bahan

Pemakaian Mesin Pemakaian Lampu Listrik

JPB Kwh Kwh

Product Sustaining Activity

Pemeliharaan Mesin Pemeliharaan Kendaraan

JU JPB

Facility Sustaining Activity

Penyusutan Mesin & Peralatan Penyusutan Kendaraan

JP JPB

Keterangan: JU = Jumlah Unit yang di produksi JP = Jam Peralatan Kwh = Kilowatt Hour JPB = Jumlah Pembelian Bahan

Page 62: Contoh Skripsi

49

Penggunaan sumber daya tidak langsung akan menimbulkan

biaya tidak langsung yaitu biaya overhead pabrik yang merupakan

biaya selain bahan langsung dan tenaga kerja langsung.

Berdasarkan Tabel 11, biaya overhead pabrik yang ditimbulkan

akibat penggunaan sumber daya tidak langsung meliputi:

a. Unit Level Activity Cost

Unit level activity cost adalah biaya aktivitas yang timbul

pada unit level activity sebagai akibat dari penggunaan sumber

daya oleh aktivitas tersebut. Aktivitas yang timbul pada level

ini adalah penggunaan bahan penolong sehingga biaya yang

ditimbulkan yaitu biaya penggunaan bahan penolong.

Bahan penolong yang digunakan dalam proses produksi tas

wanita terdiri atas bahan lapisan dalam, bahan pembantu dan

bahan kemasan. Bahan lapisan dalam adalah bahan kain yang

digunakan untuk melapisi bagian dalam tas seperti bahan

beludru, bahan saten dan lain-lain. Bahan pembantu yang

digunakan seperti aksesoris tas, bahan perekat, benang, karton

dan busa. Bahan kemasan yang digunakan adalah plastik dan

stuffing. Total biaya penggunaan bahan penolong selama enam

bulan tahun 2006 sebesar Rp 5.261.010. Penggunaan biaya

bahan penolong dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Biaya Penggunaan Bahan Penolong pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006

Model Tas Biaya Bahan Penolong (Rp) 876 A 3.156.606858 2.104.404

Total 5.261.010Sumber: Data UKM LHBC (diolah)

b. Batch Level Activity Cost

Batch level activity cost adalah biaya aktivitas yang timbul

pada batch level activity sebagai akibat dari penggunaan

sumber daya oleh aktivitas tersebut yang meliputi:

Page 63: Contoh Skripsi

50

1. Biaya pembelian bahan

Biaya pembelian bahan merupakan biaya operasional

yang dikeluarkan perusahaan yang berkaitan dengan

pengadaan bahan untuk keperluan proses produksi. Total

biaya pembelian bahan (transport) selama bulan Mei hingga

Oktober 2006 adalah sebesar Rp 2.000.000.

2. Biaya penggunaan listrik

Sumber daya tenaga yang digunakan oleh perusahaan

dalam memproduksi tas wanita adalah listrik yang dipasok

dari PLN. Sumber daya listrik digunakan untuk pemakaian

mesin dan lampu listrik dalam proses produksi. Rincian

biaya pemakaian listrik dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Rincian Biaya Listrik pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006 Jenis Nilai (Rp)

Pemakaian Mesin 424.965Pemakaian Lampu Listrik 62.625

Total 487.590

Sumber : Data UKM LHBC (diolah)

c. Product Sustaining Activity Cost

Product sustaining activity cost adalah biaya aktivitas yang

timbul pada product sustaining activity sebagai akibat dari

penggunaan sumber daya oleh aktivitas tersebut yang meliputi

biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan.

Biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan merupakan biaya

yang digunakan untuk perawatan dan perbaikan mesin dan

kendaraan serta pembelian spare part mesin dan kendaraan.

Biaya pemeliharaan mesin yang dikeluarkan seperti biaya

penggantian jarum jahit, sepatu mesin, panbel, isi dinamo,

tataban, pelumas mesin, pisau dan batu gurinda. Sedangkan

biaya pemeliharaan kendaraan yang dikeluarkan seperti biaya

penggantian ban, kampas rem, service mesin dan oli. Besarnya

Page 64: Contoh Skripsi

51

biaya pemeliharaan mesin dan kendaraan dapat dilihat pada

Tabel 14.

Tabel 14. Biaya Pemeliharaan Mesin dan Kendaraan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006

Jenis Biaya (Rp) Mesin

a. Mesin Jahit b. Mesin Seset c. Mesin Cangklong

1.032.000660.00084.000

Kendaraan a. Kijang Box b. L 300 Box

3.360.0003.380.000

Total 8.516.000

d. Facility Sustaining Activity Cost

Facility sustaining activity cost adalah biaya aktivitas yang

timbul pada facility sustaining activity sebagai akibat dari

penggunaan sumber daya oleh aktivitas tersebut yang meliputi:

1. Biaya penyusutan mesin dan peralatan

Mesin dan peralatan produksi dikenakan biaya

penyusutan. Mesin dan peralatan yang digunakan dalam

proses produksi meliputi mesin jahit, mesin seset, mesin

cangklong, palu, tang kuas, gunting, plong, alat press, jara’

dan pisau cutter. Taksiran jam mesin yang digunakan

merupakan kebijakan yang ditetapkan perusahaan.

Perhitungan nilai penyusutan diperoleh dengan

menggunakan metode jam kerja (Sembiring, 1991),

dimana:

Tarif Penyusutan = digunakan yangmesin jamtaksiran residu nilai -perolehan harga

Biaya penyusutan yang dibebankan kepada mesin dan

peralatan yang digunakan diperoleh dari perkalian antara

tarif penyusutan dengan jumlah jam pemakaian aktual.

Pemakaian jam kerja aktual bervariasi untuk masing-

masing mesin dan peralatan produksi sesuai dengan

kebutuhan penggunaannya. Total jam kerja yang digunakan

Page 65: Contoh Skripsi

52

untuk mesin jahit selama 900 jam, mesin seset dioperasikan

selama 576 jam dan mesin cangklong dioperasikan selama

192 jam. Sedangkan peralatan produksi telah digunakan

selama 750 jam.

Biaya penyusutan yang dihasilkan dari metode jam

kerja kemudian dikalikan dengan jumlah mesin dan

peralatan untuk memperoleh total biaya penyusutan mesin

dan peralatan. Total biaya penyusutan mesin dan peralatan

dapat dilihat pada Tabel 15.

Tabel 15. Total Biaya Penyusutan Mesin dan Peralatan pada UKM LHBC Tahun 2006 Jenis Biaya Penyusutan (Rp)

Mesin Jahit 534.222Mesin Seset 131.512,32Mesin Cangklong 18.994,56Peralatan produksi 177,82

Total 684.906,7 2. Biaya penyusutan kendaraan

Kendaraan yang dimiliki UKM LHBC digunakan dalam

pengadaan bahan baku. Kendaraan dikenakan biaya

penyusutan. Taksiran umur kegunaan merupakan kebijakan

yang ditetapkan perusahaan yaitu 5 tahun. Perhitungan

biaya penyusutan kendaraan diperoleh dengan

menggunakan metode garis lurus (Sembiring, 1991).

Metode Garis Lurus = kegunaanumur taksiran

residu nilai -perolehan harga

Biaya penyusutan kendaraan dapat dilihat pada Tabel 16.

Tabel 16. Biaya Penyusutan Kendaraan pada UKM LHBC Tahun 2006

Jenis Biaya Penyusutan (Rp/tahun)

Biaya Penyusutan (Rp/6 bulan)

Kijang Box 3.000.000 1.500.000L 300 Box 3.600.000 1.800.000

Total 6.600.000 3.300.000

Page 66: Contoh Skripsi

53

3. Perhitungan Pemacu Biaya

Perhitungan Pemacu biaya diperlukan untuk menentukan tarif

kelompok biaya overhead pabrik. Pemacu biaya yang akan

dihitung antara lain:

a. Jumlah unit yang diproduksi

Jumlah produksi tas wanita selama bulan Mei hingga

Oktober 2006 masih relatif sedikit, jumlah masing-masing

model dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Jumlah Produksi Tas Wanita pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006

Model Jumlah Produksi (Unit)

876 A 216

858 142

Total 358

b. Jam Peralatan (JP)

Jam peralatan adalah waktu yang digunakan dalam

pemakaian alat untuk memproduksi berbagai macam produk

LHBC. Total konsumsi jam peralatan selama enam bulan

sebesar 2418 jam dengan jumlah produksi keseluruhan sebesar

1700 unit. Selanjutnya konsumsi jam peralatan dibebankan

pada setiap jenis produk yang dihasilkan pada setiap tahap

produksi. Pembebanan konsumsi jam peralatan dapat dilakukan

dengan cara:

Konsumsi JP =nkeseluruha produksijumlah

bulan) (6 JP Total x Jumlah produksi/unit

Data konsumsi pemacu biaya jam peralatan yang digunakan

pada masing-masing model tas wanita dapat dilihat pada Tabel

18.

Page 67: Contoh Skripsi

54

Tabel 18. Konsumsi Pemacu Biaya Jam Peralatan pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006

Model Jumlah Produksi (Unit) Konsumsi JP (Jam)

876 A 216 307,23

858 142 201,97

c. Kilowatt Hour (Kwh)

Perhitungan konsumsi Kwh mesin merupakan hasil

perkalian antara daya mesin dengan jumlah jam pemakaian

mesin serta jumlah mesin tersebut. Lampu digunakan sesuai

dengan keperluan. Konsumsi Kwh lampu penerangan juga

dilakukan dengan cara yang sama. Konsumsi listrik selama

enam bulan sebesar 1.002 Kwh. Pembebanan konsumsi Kwh

pada setiap jenis produk dilakukan dengan cara:

Konsumsi Kwh =nkeseluruha produksi total

bulan) (6Kwh Total x jumlah produksi/unit

Konsumsi pemacu biaya kilowatt hour dapat dilihat pada

Tabel 19.

Tabel 19. Konsumsi Pemacu Biaya Kilowatt Hour pada UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006

Model Jumlah Produksi (Unit) Konsumsi Kwh

876 A 216 127,31

858 142 83,70

d. Jumlah Pembelian Bahan

Jumlah pembelian bahan dihitung berdasarkan berapa kali

dilakukan pembelian bahan yang diperlukan untuk

memproduksi produk. Selama bulan Mei hingga Oktober 2006,

dapat diketahui bahwa pembelian bahan yang dilakukan LHBC

sebanyak 73 kali. Jumlah pembelian bahan selama enam bulan

Page 68: Contoh Skripsi

55

tahun 2006 untuk masing-masing produk model 876 A dan

model 858 dapat dilihat pada Tabel 20.

Tabel 20. Jumlah Kali Pembelian Bahan Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006

Model Jumlah Produksi (unit)

Jumlah Kali Pembelian Bahan

876 A 216 13 x

858 142 9 x

Total 358 22 x

4. Pengelompokkan Aktivitas

Aktivitas-aktivitas yang mengkonsumsi sumber daya tidak

langsung secara bersama dalam proses produksi tas wanita dapat

dikelompokkan ke dalam satu kelompok. Biaya aktivitas yang

timbul merupakan biaya overhead bersama yang dikelompokkan

dalam satu kelompok biaya berdasarkan pemacu biayanya. Biaya

yang ditimbulkan dari aktivitas penggunaan sumber daya dan

potensial pemacu biaya dapat dilihat pada Tabel 21.

Tabel 21. Penggunaan Sumber Daya Tidak Langsung yang timbul pada Produksi Tas Wanita UKM LHBC Bulan Mei hingga Oktober Tahun 2006

Sumber Daya Tidak Langsung

Aktivitas Pemacu Biaya

Biaya Bahan Penolong Penggunaan Bahan Penolong JU Biaya Penyusutan Penyusutan M. Jahit

Penyusutan M. Seset Penyusutan M. Cangklong Penyusutan Peralatan Penyusutan Kendaraan

JP JP JP JP JPB

Biaya Listrik Pemakaian Mesin Pemakaian Lampu Listrik

Kwh Kwh

Biaya Pemeliharaan Pemeliharaan Mesin Pemeliharaan Kendaraan

JU JPB

Biaya Pembelian Bahan

Pembelian bahan (transport)

JPB

Keterangan: JU = Jumlah Unit yang di produksi JP = Jam Peralatan Kwh = Kilowatt Hour JPB = Jumlah Pembelian Bahan

Page 69: Contoh Skripsi

56

Biaya overhead pabrik tersebut memiliki pemacu biaya yang

berbeda-beda sehingga perlu dikelompokkan ke dalam satu

kelompok biaya berdasarkan pemacu biayanya masing-masing.

Setelah dikelompokkan maka biaya-biaya tersebut dibebankan

kepada masing-masing aktivitas dari tahapan produksi berdasarkan

pemacu biayanya. Pengelompokkan dan pembebanan tersebut akan

dilakukan sebagai berikut:

a. Kelompok Biaya 1

Kelompok biaya 1 merupakan kelompok biaya aktivitas

yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung

berdasarkan pada pemacu biaya jumlah unit yang diproduksi.

Pengelompokkan biaya aktivitas tersebut dapat dilihat pada

Tabel 22.

Tabel 22. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Unit yang diproduksi

Biaya Aktivitas (Rp)

Aktivitas

876 A 858 Penggunaan Bahan Penolong 3.156.606 2.104.404Pemeliharaan Mesin 225.552 148.296

Total 3.382.158 2.252.700

b. Kelompok Biaya 2

Kelompok biaya 2 merupakan kelompok biaya aktivitas

yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung

berdasarkan pada pemacu biaya jam peralatan (JP). Pemacu

biaya jam peralatan dihitung berdasarkan berapa besar

penyusutan penggunaan peralatan dan mesin yang digunakan.

Total biaya aktivitas berdasarkan pemacu biaya jam peralatan

selama bulan Mei hingga Oktober 2006 sebesar Rp 684.906,7.

Secara lengkap pemacu biaya jam peralatan ditampilkan pada

Tabel 23.

Page 70: Contoh Skripsi

57

Tabel 23. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Jam Peralatan (JP)

Aktivitas Biaya Aktivitas (Rp) Penyusutan Mesin Jahit 534.222Penyusutan Mesin Seset 131.512,32Penyusutan Mesin Cangklong 18.994,56Penyusutan Peralatan Produksi 177,82

Total 684.906,7

c. Kelompok Biaya 3

Kelompok biaya 3 merupakan kelompok biaya aktivitas

yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung

berdasarkan pada pemacu biaya kilowatt hour (Kwh).

Pengelompokkan biaya aktivitas tersebut dapat dilihat pada

Tabel 24.

Tabel 24. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Kilowatt Hour (Kwh)

Aktivitas Biaya Aktivitas (Rp) Pemakaian Mesin 424.965Pemakaian Lampu Listrik 62.625

Total 487.590

d. Kelompok Biaya 4

Kelompok biaya 4 merupakan kelompok biaya aktivitas

yang timbul akibat penggunaan sumber daya tidak langsung

berdasarkan pada pemacu biaya jumlah kali pembelian bahan.

Pengelompokkan biaya aktivitas tersebut dapat dilihat pada

Tabel 25.

Tabel 25. Pengelompokkan dan Pembebanan Biaya Overhead Pabrik Berdasar Pemacu Biaya Jumlah Kali Pembelian Bahan

Aktivitas Biaya Aktivitas (Rp) Penyusutan Kendaraan 3.300.000Pemeliharaan Kendaraan 6.740.000Pembelian Bahan (transport) 2.000.000

Total 12.040.000

Page 71: Contoh Skripsi

58

5. Menghitung Tarif Biaya

Tarif biaya overhead pabrik merupakan pembagian antara

jumlah biaya overhead pabrik yang homogen dalam satu kelompok

dengan jumlah konsumsi pemacu biayanya. Hasil pembagian

tersebut dinamakan tarif kelompok. Perhitungan tarif kelompok

biaya overhead pabrik dapat dilihat pada Tabel 26.

Tabel 26. Perhitungan Tarif Kelompok Biaya Overhead Pabrik UKM LHBC selama Bulan Mei hingga Oktober 2006

Kelompok Biaya

(1)

Nilai Biaya (Rp) (2)

Pemacu Biaya

(3)

Tarif Biaya (4) = 2:3

Kelompok 1 Model 876 A Model 858

3.382.158 2.252.700

216 JU 142 JU

Rp 15.658,14/JU Rp 15.864,08/JU

Kelompok 2 684.906,7 2418 JP Rp 283,25 /JP Kelompok 3 487.590 1.002 Kwh Rp 486,62/Kwh Kelompok 4 12.040.000 73 JPB Rp 164.931,51/JPB

6. Pengalokasian Biaya

Setelah tarif per kelompok biaya diketahui maka dilakukan

pengalokasian biaya ke masing-masing produk. Pengalokasian

dilakukan dengan mengalikan tarif kelompok biaya dan aktivitas

yang dikonsumsi oleh masing-masing produk. Perhitungan alokasi

biaya overhead pabrik ke masing-masing produk dapat dilihat pada

Tabel 27.

Page 72: Contoh Skripsi

59

Tabel 27 . Perhitungan Alokasi Biaya Overhead Pabrik pada Masing-Masing Model Tas Wanita

Keterangan Model 876 A Model 858 Kelompok Biaya 1 Model 876 A Konsumsi JU (unit) Tarif per Pemacu (Rp/unit) Jumlah Biaya (Rp) Model 858 Konsumsi JU (unit) Tarif per Pemacu (Rp/unit) Jumlah Biaya (Rp) Jumlah Biaya (Rp)

216 15.658,14 3.382.158,24 3.382.158,24

142 15.864,08 2.252.699,362.252.699,36

Kelompok Biaya 2 Konsumsi JP (jam) Tarif per Pemacu (Rp/jam) Jumlah Biaya (Rp)

307,23 283,25 87.022,90

201,97 283,25 57.208

Kelompok Biaya 3 Konsumsi Kwh (Kwh) Tarif per Pemacu (Rp/Kwh) Jumlah Biaya (Rp)

127,31 486,62 61.951,59

83,70 486,62 40.730,10

Kelompok Biaya 4 Konsumsi JPB (kali) Tarif per Pemacu (Rp/kali JPB) Jumlah Biaya (Rp)

13 164.931,51 2.144.109,63

9 164.931,51 1.484.383,60

Total Keseluruhan Biaya Kelompok (Rp) Jumlah Produksi (unit) Biaya Overhead per Unit (Rp/unit)

5.675.242,36 216 26.274,27

3.835.021,06142 27.007,19

7. Perhitungan Harga Pokok Produksi

Perhitungan harga pokok produksi dengan menggunakan

metode ABC dapat dilihat pada Tabel 28.

Tabel 28. Perhitungan Harga Pokok Produksi per Unit (Rp/unit) dengan Metode ABC

Model Bahan Baku

BTKL BOP Jumlah HPP/unit

876 A 4.950 14.023 26.274,27 45.247,27858 17.600 14.024 27.007,19 58.631,19

Harga pokok produksi per unit pada Tabel 28 diatas

merupakan hasil dari penjumlahan sumber daya langsung dengan

sumber daya tidak langsung. Sumber daya langsung yaitu biaya

Page 73: Contoh Skripsi

60

bahan baku dan biaya tenaga kerja langsung (BTKL) sedangkan

sumber daya tidak langsung yaitu biaya overhead pabrik (BOP).

Perhitungan biaya overhead pabrik dilakukan dengan

mengalokasikan biaya overhead pada masing-masing produk

berdasarkan konsumsi sumber daya dalam setiap aktivitas dengan

memperhitungkan semua pemacu biaya yang berkaitan dengan

biaya overhead yang terjadi.

Tabel 28 menunjukkan bahwa harga pokok produksi per

unit pada model 858 lebih besar daripada harga pokok produksi per

unit model 876 A. Hal ini disebabkan karena penggunaan biaya

bahan baku yang lebih besar pada model 858. Penggunaan biaya

bahan baku yang besar tersebut dikarenakan oleh kebutuhan bahan

baku yang lebih banyak untuk memproduksi satu unit tas wanita

model 858 daripada tas wanita model 876 A sehingga model

tersebut dibebankan biaya bahan baku yang lebih besar. Sedangkan

untuk biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead pabrik yang

dibebankan pada masing-masing model relatif sama dimana

perbedaan dari kedua biaya tersebut pada masing-masing model

memiliki selisih yang tidak terlalu besar.

4.4. Analisis Perbandingan Harga Pokok Produksi Antara Metode Perusahaan dengan Metode ABC

Dari hasil perhitungan harga pokok produksi dengan metode

perusahaan maupun perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC

dapat dilakukan perbandingan harga pokok produksi. Ringkasan hasil

perhitungan harga pokok produksi antara metode perusahaan dengan metode

ABC dapat dilihat pada Tabel 29.

Page 74: Contoh Skripsi

61

Tabel 29. Perbandingan Harga Pokok Produksi Menurut Metode Perusahaan dengan Metode ABC (Rupiah/unit)

HPP/unit Selisih*

Model Metode

Perusahaan

Metode ABC Nilai %

876 A 30.435 45.247,27 (14.812,27) 32,74

858 43.725 58.631,19 (14.906,19) 25,42

Keterangan: * = Selisih terhadap metode ABC

( ) = Selisih lebih tinggi dengan metode ABC

Berdasarkan informasi dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa

perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga

pokok yang lebih besar untuk semua model tas wanita. Walaupun

perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC menghasilkan harga

pokok yang lebih tinggi daripada metode perusahaan, tetapi perhitungan

harga pokok produksi dengan metode ABC telah mencerminkan sumber

daya yang digunakan dalam proses produksi dimana perhitungan tersebut

mencatat biaya produksi yang benar-benar terjadi pada setiap proses

produksi. Hal ini dapat dipahami karena metode ABC berusaha untuk

menyeimbangkan konsumsi sumber daya, biaya dan aktivitas setiap jenis

produk dengan melakukan identifikasi terhadap konsumsi sumber daya yang

sesungguhnya dalam produksi setiap model tas wanita. Dengan demikian,

informasi yang dihasilkan dari perhitungan harga pokok produksi dengan

metode ABC sangat diperlukan oleh manajemen dalam usaha peningkatan

efisiensi produksi.

Perhitungan harga pokok produksi dengan metode yang selama ini

dilakukan perusahaan menghasilkan harga pokok produksi yang rendah bila

dibandingkan dengan harga pokok produksi yang dihitung dengan metode

ABC. Hal ini dikarenakan dalam perhitungan harga pokok produksi,

perusahaan tidak melakukan perhitungan biaya overhead pabrik secara

rinci. Perhitungan biaya overhead pabrik tidak disesuaikan dengan

pemakaian biaya secara nyata melainkan hanya merupakan suatu estimasi

biaya yang dianggarkan dalam kelompok biaya lain-lain. Perhitungan harga

pokok produksi tersebut menghasilkan informasi biaya yang tidak akurat

Page 75: Contoh Skripsi

62

karena tidak mencatat semua biaya yang seharusnya dikeluarkan sehingga

produk dibebankan dengan biaya produksi yang rendah.

Perbedaan hasil perhitungan harga pokok produksi tersebut terjadi

karena adanya ketidaktepatan dalam pembebanan biaya overhead pabrik

yang dilakukan perusahaan dimana biaya overhead pabrik dibebankan

secara arbitrer ke masing-masing produk sehingga perhitungan tersebut

kurang tepat untuk menghitung harga pokok produksi karena tidak

mencerminkan konsumsi sumber daya secara lengkap dan akurat dalam

proses produksinya. Harga pokok yang lebih besar pada metode ABC

disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumber daya yang dilakukan dalam

proses produksi dibandingkan bila menggunakan metode perusahaan. Dalam

metode ABC terdapat konsumsi untuk sumber daya untuk biaya

pemeliharaan mesin dan kendaraan serta biaya penyusutan mesin dan

kendaraan karena dalam metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan

dengan proses produksi dimasukkan dalam perhitungan harga pokok

produksi.

Page 76: Contoh Skripsi

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan pada bagian terdahulu

dapat dikemukakan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan masih

sangat sederhana dan dengan menggunakan metode sendiri. Dalam

perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan, biaya

overhead pabrik tidak dialokasikan ke masing-masing produk secara rinci

dan tidak disesuaikan dengan pemakaian biaya secara nyata melainkan

hanya merupakan suatu estimasi biaya yang dianggarkan dalam kelompok

biaya lain-lain. Hal tersebut mengakibatkan harga pokok produksi yang

diperoleh tidak sesuai dengan kaidah perhitungan harga pokok produksi

yang ada.

2. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC dilakukan dengan

mengalokasikan biaya overhead pabrik ke masing-masing produk

berdasarkan konsumsi pemacu biayanya masing-masing. Berdasarkan

hasil perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC diperoleh

harga pokok produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan metode

perhitungan harga pokok produksi yang dilakukan perusahaan yaitu

sebesar 32,74% untuk model 876 A dan 25,42% untuk model 858. Hal ini

disebabkan oleh banyaknya penggunaan sumber daya yang dilakukan

dalam proses produksi dibandingkan dengan bila menggunakan metode

perusahaan karena dalam metode ABC setiap aktivitas yang berhubungan

dengan proses produksi dimasukkan dalam perhitungan harga pokok

produksi.

3. Perhitungan harga pokok produksi dengan metode perusahaan

menghasilkan harga pokok yang lebih rendah bila dibandingkan dengan

perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC. Perbedaan

tersebut terjadi karena dalam perhitungan harga pokok produksi dengan

metode perusahaan, biaya overhead pabrik tidak dibebankan ke produk

secara tepat sehingga harga pokok yang dihasilkan tidak mencerminkan

Page 77: Contoh Skripsi

64

pemakaian biaya overhead yang sesungguhnya. Sedangkan dalam

perhitungan harga pokok produksi dengan metode ABC, biaya overhead

pabrik telah dibebankan sesuai dengan pemakaian biaya yang

sesungguhnya.

4. Berdasarkan harga pokok produksi yang dihasilkan masing-masing metode

dan harga jual yang ditetapkan perusahaan, maka margin yang diperoleh

berdasarkan metode perusahaan lebih besar daripada margin yang

diperoleh berdasarkan metode ABC. Margin yang diperoleh dengan

menggunakan metode perusahaan sebesar 56,52% untuk model 876 A dan

51,42% untuk model 858. Sedangkan margin yang diperoleh dengan

menggunakan metode ABC sebesar 35,36% untuk model 876 A dan

34,85% untuk model 858. Walaupun margin yang diperoleh dengan

mengacu pada metode ABC lebih rendah daripada margin dengan metode

perusahaan tetapi dengan metode ABC semua biaya produksi yang

diperlukan dalam proses produksi sudah diperhitungkan berdasarkan

pemakaian biaya yang sesungguhnya sehingga menghasilkan harga pokok

produksi yang lebih akurat.

2. Saran

1. Pihak manajemen UKM LHBC sebaiknya meninjau kembali kebijakan

mereka mengenai metode perhitungan harga pokok produksinya.

Perusahaan sebaiknya melakukan perhitungan biaya overhead pabrik

secara rinci dalam menentukan harga pokok produksi agar harga pokok

produksi yang dihasilkan dapat lebih akurat dalam hal penggunaan biaya

produksi.

2. Metode ABC sebaiknya digunakan sebagai alternatif untuk menghitung

biaya produksi karena metode tersebut memberikan informasi biaya

produksi yang lebih lengkap dan akurat terutama dalam hal pembebanan

biaya overhead ke masing-masing produk. Sehingga berdasarkan

informasi harga pokok produksi tersebut, perusahaan dapat menetapkan

harga jual yang tepat.

Page 78: Contoh Skripsi

65

3. Jika perusahaan ingin menerapkan metode ABC dalam perhitungan harga

pokok produksinya maka perusahaan perlu melakukan pencatatan aktivitas

produksi dan biaya secara rinci dan terstruktur.

4. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai harga pokok produksi

untuk model tas atau produk lainnya yang dimiliki perusahaan.

Page 79: Contoh Skripsi

DAFTAR PUSTAKA

Dinas Perindag Kabupaten Bogor. 2006. Data Perkembangan Industri Kabupaten Bogor Tahun 2002 s/d 2006. Bogor.

Hansen, D.R dan M.M Mowen. 2006. Management Accounting. Edisi 7. Penerbit

Salemba Empat. Jakarta. Haposan, E. 2006. Analisis Penetapan Harga Pokok Produksi Pepaya (Carica

papaya) dengan metode Activity Based Costing pada PT. Cipta Daya Agri Jaya di Bogor Jawa Barat. Skripsi pada Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Hasibuan, G.H. 2005. Kajian Penetapan Harga Pokok Produksi dengan Metode

Activity Based Costing (Kasus pada Unit Usaha Pakan Ternak, Koperasi Produksi Susu dan Usaha Peternakan Bogor, Jawa Barat). Skripsi pada Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Horngren, C.T, S.M. Datar dan G. Foster. 2005. Akuntansi Biaya (Pendekatan

Manajerial). Edisi Kesebelas. PT. Indeks. Jakarta Ivana, E. 2004. Analisis Penentuan Harga Pokok Produksi Karkas dengan

menggunakan metode Full Costing, Variable Costing dan Activity Based Costing (Studi Kasus Rumah Potong Ayam (RPA) Asia Afrika, Bogor, Jawa Barat). Skripsi pada Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Iwantono, S. 2006. Pemikiran Tentang Arah Kebijakan Pemerintah dalam

Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. http://www.smecda.com/deputi7/file_infokop/Sutrisno%20Iwantono.htm. [08 Maret 2007].

Kuswadi. 2005. Meningkatkan Laba Melalui Pendekatan Akuntansi Keuangan

dan Akuntansi Biaya. PT. Elex Media Komputindo Gramedia. Jakarta. Mulyadi. 1999. Akuntansi Biaya. Edisi 5. Cetakan Ketujuh. Penerbit Aditya

Media. Yogyakarta. _______. 2001. Akuntansi Manajemen (Konsep, Manfaat & Rekayasa). Edisi 3.

Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Partomo, T.S dan A.R Soejoedono. 2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah &

Koperasi. Ghalia Indonesia. Bogor.

Page 80: Contoh Skripsi

67

Rony, H. 1990. Akuntansi Biaya (Pengantar Untuk Perencanaan dan Pengendalian Biaya Produksi). Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta.

Sembiring, Y. 1991. Pengendalian Biaya. Penerbit Pionir Jaya. Bandung. Situs Kabupaten Sidoarjo. Penyusunan Rencana Induk Pengembangan Terpadu

Usaha Kecil Menengah dan Koperasi Kabupaten Sidoarjo. http://www.sidoarjokab.go.id/subdomain/bappekab/?file=04-doc-hsl-kajian/rip-ukm.htm. [08 Maret 2007].

Situs Resmi Kementrian KUKM. Statistik Usaha Kecil dan Menengah.

http://www.depkop.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=25&itemid=43. [27 Januari 2007].

Situs Resmi Kementrian Lingkungan Hidup. 2003. Kriteria Usaha Kecil.

http://www.menlh.go.id/usaha-kecil/index-view.php?sub=4. [08 Maret 2007].

Tambunan, T. 2002. Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia (Beberapa Isu

Penting). Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Tunggal, A.W. 1995. Activity Based Costing untuk Manufakturing dan

Pemasaran. Penerbit Harvarindo. Jakarta. Witjaksono, A. 2006. Akuntansi Biaya. Edisi Pertama. Penerbit Graha Ilmu.

Yogyakarta.

Page 81: Contoh Skripsi
Page 82: Contoh Skripsi

Lampiran 2. Jumlah Unit Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005

Tahun 2004*) Tahun 2005**) Perkembangan (%)

Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha

No.

SEKTOR

Kecil (unit)

Menengah (Unit)

UKM (Unit)

Besar (Unit)

Jumlah

Kecil (unit)

Menengah (Unit)

UKM (Unit)

Besar (Unit)

Jumlah

Kecil (unit)

Menengah (Unit)

UKM (Unit)

Besar (Unit)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

25.7998.155 1.619 25.799.774 59 25.799.833 26.259.805 1.607 26.261.412 59 26.261.471 1,7895 (0,7412) 1,7893 -

2 Pertambangan dan Penggalian

209.609 733 210.342 74 210.416 195.420 684 196.104 69 196.173 (6,7693) (6,6849) (6,7690) (6,7568)

3 Industri Pengolahan 2.726.472 13.554 2.740.026 2.519 2.742.545 2.795.237 13.712 2.808.949 2.582 2.811.531 2,5221 1,1657 2,5154 2,5010

4 Listrik, Gas dan Air Bersih

4.165 432 4.597 40 4.637 4.479 465 4.944 43 4.987 7,5390 7,6389 7,5484 7,5000

5 Bangunan 153.488 8.871 162.359 192 162.551 154.181 8.911 163.092 193 163.285 0,4515 0,4509 0,4515 0,5208

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

9.899.768 24.900 9.924.668 474 9.925.142 10.172.227 25.585 10.197.812 487 10.198.299 2,7522 2,7510 2,7522 2,7426

7 Pengangkutan dan Komunikasi

2.570.322 3.136 2.573.458 151 2.573.609 2.702.552 3.297 2.705.849 159 2.706.008 5,1445 5,1339 5,1445 5,2980

8 Keuangan, Persewaan, Jasa perusahaan

29.475 6.495 35.970 317 36.287 30.661 6.757 37.418 330 37.748 4,0237 4,0339 4,0256 4,1009

9 Jasa-jasa 2.249.640 6.578 2.256.218 242 2.256.460 2.307.261 6.747 2.314.008 249 2.314.257 2,5613 2,5692 2,5614 2,8926

Jumlah 43.641.094 66.318 43.707.412 4.068 43.711.480 44.621.823 67.765 44.689.588 4.171 44.693.759 2,2473 2,1819 2,2472 2,5320

Keterangan : Angka Sementara *)

Angka Sangat Sementara **)

Page 83: Contoh Skripsi

Lampiran 3. Jumlah Penyerapan Tenaga Kerja Usaha Kecil, Menengah dan Besar Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2004-2005

Tahun 2004*) Tahun 2005**) Perkembangan (%)

Skala Usaha Skala Usaha Skala Usaha

No.

SEKTOR

Kecil (orang)

Menengah (orang)

UKM (orang)

Besar (orang)

Jumlah

Kecil (orang)

Menengah (orang)

UKM (orang)

Besar (orang)

Jumlah

Kecil (orang)

Menengah (orang)

UKM (orang)

Besar (orang)

1 Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

36.884.726 788.870 37.673.596 41.826 37.715.422 37.542.552 793.840 38.336.392 42.089 38.378.481 1,7835 0,6300 1,7593 0,6288

2 Pertambangan dan Penggalian

293.860 124.382 418.242 12.493 430.735 326.267 138.098 464.365 13.870 478.235 11,0280 11,0273 11,0278 11,0222

3 Industri Pengolahan

6.709.408 1.640.791 8.350.199 2.471.877 10.822.076 7.250.858 1.727.038 8.977.896 2.413.046 11.390.942 8.0700 5,2564 7,5172 (2,3800)

4 Listrik, Gas dan Air Bersih

5.880 80.743 86.623 8.848 95.471 5.818 79.892 85.710 8.755 94.465 (1,0544) (1,0540) (1,0540) (1,0511)

5 Bangunan 319.675 289.697 609.372 6.296 615.568 332.246 301.089 633.335 6.543 639.878 3,9324 3,9324 3,9324 3,9231

6 Perdagangan, Hotel dan Restoran

17.128.000 1.539.102 18.667.102 29.319 18.696.421 17.845.004 1.603.531 19.448.535 30.547 19.479.082 4,1862 4,1861 4,1862 4,1884

7 Pengangkutan dan Komunikasi

3.227.688 325.127 3.552.815 15.591 3.568.406 3.270.090 329.398 3.599.488 15.796 3.615.284 1,3137 1,3136 1,3137 1,3149

8 Keuangan, Persewaan, Jasa perusahaan

139.028 326.145 465.173 15.946 481.119 128.861 302.295 431.156 14.780 445.936 (7,3129) (7,3127) (7,3128) (7,3122)

9 Jasa-jasa 4.458.536 1.208.865 5.667.401 44.579 5.711.980 4.485.457 1.216.164 5.701.621 44.849 5.746.470 0,6038 0,6038 0,6038 0,6057

Jumlah 69.166.801 6.323.722 75.490.523 2.646.775 78.137.298 71.187.153 6.491.345 77.678.498 2.590.275 80.268.773 2,9210 2,6507 2,8983 (2,1347)

Keterangan : Angka Sementara *)

Angka Sangat Sementara **)