close fraktur

13
A. Pengertian. Fraktur adalah Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Sylvia Anderson Price 1985). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. (Soebroto Sapardan, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah) Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347). Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 2000 : 1138). Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543) B. Etiologi 1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang). 2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan. 3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada

Upload: rahmad-fitra

Post on 27-Sep-2015

15 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

A. Pengertian.Fraktur adalah Suatu keadaan diskontinuitas jaringan struktural pada tulang (Sylvia Anderson Price 1985). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, tulang rawan epifisis atau tulang rawan sendi. (Soebroto Sapardan, Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah)Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000 : 347).Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi (Sjamsuhidajat, 2000 : 1138).

Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa. Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak, mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 2005:543)

B. Etiologi

1. Trauma langsung/ direct trauma, yaitu apabila fraktur terjadi di tempat dimana bagian tersebut mendapat ruda paksa (misalnya benturan, pukulan yang mengakibatkan patah tulang).

2. Trauma yang tak langsung/ indirect trauma, misalnya penderita jatuh dengan lengan dalam keadaan ekstensi dapat terjadi fraktur pada pegelangan tangan.

3. Trauma ringan pun dapat menyebabkan terjadinya fraktur bila tulang itu sendiri rapuh/ ada underlying disesase dan hal ini disebut dengan fraktur patologis.

C. Insidensi

Fraktur femur mempunyai angka kejadian/ insiden yang cukup tinggi di banding dengan patah tulang jenis yang berbeda. Umumnya fraktur terjadi pada 1/3 tengah.

Deskripsi fraktur

1. Berdasarkan keadaan luka

a. Fraktur tertutup (Closed Fraktur) bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar.

b. Fraktur terbuka (Open/ Compound Fraktur) bila terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit.

2. Berdasarkan garis patah

a. Fraktur komplet, bila garis patahnya menyeberang dari satu sisi ke sisi yang lain, jadi mengenai seluruh dari korteks tulang.

b. Fraktur inkomplet, bila tidak mengenai korteks tulang pada sisi yang lain, jadi masih ada korteks tulang yang masih utuh. Hal ini seringkali terjadi pada anak-anak yang lazim di sebut dengan Greenstick Farcture.

3. Berdasarkan jumlah garis patah

a. Simple fraktur bila hanya terdapat satu garis patah.

b. Comunitive fraktur bila ada garis patah lebih dari satu dan saling berbungan/ bertemu.

c. Segmental fraktur bila garis patah lebih dari satu dan tidak saling berhubungan dengan pengertian bahwa fraktur terjadi pada tulang yang sama, misalnya fraktur yang terjadi pada 1/3 proksimal dan 1/3 distal.

4. Berdasarkan arah garis patah

a. Fraktur melintang.

b. Farktur miring.

c. Fraktur spiral.

d. Fraktur kompresi.

e. Fraktur V/ Y/ T sering pada permukaan sendi.

Beberapa hal lain yang perlu di perhatikan dalam patah tulang:

a. Mengenai sisi kanan (dextra) atau sisi kiri (sinistra) anggota gerak.

b. Lokalisasinya semua tulang di bagi menjadi 1/3 proksimal, 1/3 tengah dan 1/3 distal, kecuali kalvikula dibagi menjadi medial, tengah, lateral.

c. Dislokasi fragmen tulang:

- Undisplaced.

- Fragmen distal bersudut terhadap proksimal.

- Fragmen distal memutar.

- Kedua fragmen saling mendekat dn sejajar.

- Kedua fragmen saling menjauhi dan sumbu sejajar.

D. Tanda dan gejalanya

1. Sakit (nyeri).

2. Inspeksia. Bengkak., Deformitas.

3. Palpasi

a. Nyeri.

b. Nyeri sumbu.

c. Krepitasi.

4. Gerakan

a. Aktif (tidak bisa fungsio laesa).

b. Pasif gerakan abnormal.

E. Patofisiologi

Ketika tulang patah, periosteum dan pembuluh darah di bagian korteks, sumsum tulang dan jaringan lunak didekatnya (otot) cidera pembuluh darah ini merupakan keadaan derajat yang memerlukan pembedahan segera sebab dapat menimbulkan syok hipovolemik.

Pendarahan yang terakumulasi menimbulkan pembengkakan jaringan sekitar daerah cidera yang apabila ditekan atau digerakkan dapat timbul rasa nyeri yang hebat yang mengakibatkan syok neurogenik.

Kerusakan pada kulit dan jaringan lainnya dapat timbul oleh karena trauma atau mecuatnya fragmen tulang yang patah. Apabila kulit robek an luka memiliki hubungan dengan tulang yang patah maka dapat mengakibatkan kontaminasi sehingga resiko infeksi akan sangat besar.

Sedangkan kerusakan pada system persarafan, akan menimbulkan kehilangan sensasi yang dapat berakibat paralysis yang menetap pada fraktur juga terjadi keterbatasan gerak oleh karena fungsi pada daerah yang cidera.

F. Penatalaksanaan Pada fraktur femur tertutup

1. Dilakukan traksi dengan metode ekstensi Buck atau didahului pemakaran Thomas splint

2. Tungkai ditraksi dalam keadaan ekstensi

3. Pengobatan non-operatif / operatif. (pada anak-anak biasanya non-operatif) Pengobatan non-operatif

Dilakukan traksi skeletal, yang sering metode perkin dan metode balance skeletal traction, pada anak dibawah 3 tahun digunakan traksi kulit Bryant, sedang pada anak usia 3 13 tahun dengan traksi Russell.

1. Metode Perkin

Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibiadibor dengan steinman pin, lalu ditarik dengan tali. Paha ditopang dengan 3-4 bantal. Tarikan pertama 12 mgg lebih sampai terbentuk kalus yang cukup kuat. Sementara itu tungkai bawah dapat dilatih untuk gerakan ekstensi dan fleksi.

2. Metode Balance Skeletal Traction

Pasien tidur terlentang. Satu jari dibawah tuberositas tibiadibor dengan steinman pin. Paha ditopang dengan Thomas spint, sedang tungkai bawah lebih sampai tulangnya membentuk kalus yang cukup. Kadang-kadang untuk mempersingkat waktu rawat, setelah di traksi 8 minggu dipasang gips hemispica.

3. Traksi Kulit Bryant

Anak tidur terlentang di tempat tidur. Kedua tungkai dipasang traksi kulit kemudian ditegakkan ke atas, ditarik dengan tali yang diberi beban 1-2 kg sampai kedua bokong anak tersebut terangkat dari tempat tidur.

4. Traksi Russel

Anak tidur terlentang, dipasang plester dari batas lutut. Dipasang sling di daerah poplitea, sling dihubungkan dengan tali yang dihubungkan dengan beban penarik. Untuk persingkat waktu rawat, setelah 4 minggu di traksi, dipasang gips hemispica karena kalus yang terbentuk kuat benar.

Operatif Indikasi :

- Penanggulangan non-operatif gagal

- Fraktur multiple

- Robekannya arteri femoralis

- Fraktur patologik

- Fraktur pada orang-orang tua

Pada fraktur femur 1/3 tengah sangat baik untuk dipasang intramedullary nail. Terdapat bermacam-macam intramedullary nail untuk femur, diantara Kuntscher nail, AO nail dan interlocking nail.Operasi dapat dilakukan dengan cara terbuka atau cara tertutup. Cara terbuka yaitu dengan menyayat kulit fasia sampai ke tulang yang patah. Pen dipasang secara retrograd. Cara interlocking nail dilakukan tanpa menyayat di daerah yang patah. Pen dimasukkan melalui ujung trokanter mayor dengan bantuan image intensifier. Tulang dapat direposisi dan pen dapat masuk ke dalam fragmen bagian distal melalui guide tube. Keuntungan cara ini tidak menimbulkan bekas sayatan lebar dan perdarahan terbatas.

G. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

1) Pemeriksaan dengan sinar X (rontgen) dapat membuktikan fraktur tulang.

2) Scan tulang dapat membuktikan adanya fraktur stress.

3) arteriogram dialakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.

4) hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakana pada sisi fraktur atau organ jauh pada trauma multiple. Peningkatan jumlah SDP adalah respon stress normal setelah trauma.5) kreatinin trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk klirens ginjal.

H. Komplikasi Menurut Sylvia and Price 2001, komplikasi yang biasanya ditemukan antara lain :

a. Komplikasi Awal

1) Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi, dan pembedahan.

2) Kompartement Syndrom

Kompartement Syndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.3) Fat Embolism Syndrom

Fat Embolism Syndrom (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi, hypertensi, tachypnea, demam.4) Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan plat.

5) Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan diawali dengan adanya Volkmans Ischemia.6) Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.b. Komplikasi Dalam Waktu Lama

1) Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan supai darah ke tulang.

2) Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang. 3) Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan fraktur1. Pengkajian

a. Aktivitas dan istirahat

Keterbatasan, kehilangan fungsi pada bagian yang mengalami fraktur.

b. Sirkulasi

Peningkatan tekanan darah atau denyut nadi (akibat dari nyeri, response dari stress).Penurunan tekanan darah akibat dari kehilangan darah. Penurunan jumlah nadi pada bagian yang sakit, pemanjangan dari capilarry refill time, pucat pada bagian yang sakit.Terdapat masaa hematoma pada sisi sebelah yang sakit.

d. NeurosensoriKehilangan sensai pada bagian yang sakit, spasme otot, paraesthaesi pada bagian yang sakit.Lokal deformitas, terjadinya sudut pada tempat yang abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi, kelemahan pada bagian tertentu.

e. Kenyamanan

Nyeri yang sangat dan yang terjadi secara tiba-tiba. Hilangnya sensai nyeri akibat dari kerusakan sistem syaraf.

f. Keamanan

Laserasi kulit , perdarahan, perubahan warna.

g. Studi diagnostic

X ray : Menunjukkan secra pasti letak dan posisi dari terjadinya fraktur.Bone scan, tomography, CT/ MRI scan : Menegakan diagnosa fraktur dan mengidentifikasi lokasi jaringan lunak yang mengalami kerusakan. Ateriogram: Mungkin Jika diduga ada kerusakan pembuluh darah pada daerah yang mengalami trauma.CBC: Mungkin mengalami peningkatan dari Hct, Peningkatan WBC merupakan hal yang normal setelah mengami trauma.

Creatinine: Trauma pada otot meningkatkan pembuangan creatininke ginjal.

3. Diagnosa keperawatan dan rencana tindakana. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan diskotinuitas jaringan tulang, jaringan lunak di sekitar tulangTujuan:Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien di harapkan mampu menunjukan adanya penurunan rasa nyeri, pengendalian terhadap spasme dan cara berelaksasi.Rencana:1. Pertahankan posisi atau imobilisasi pada bagian yang terkait.2. Bantu dan tinggikan akstrimitas yang mengalami injuri.3. Monitor dan kaji karakteristik dan lokasi nyeri.4. Lakukan diskusi dengan pasien mengenai nyeri dan alternatif solusinya.5. Jelaskan pada pasien setiap akan melakukan suatu tindakan.6. Kaji kemampuan klien dalam ROM ekstrimitasnya.7. Jelaskan pada pasien beberapa tahenik yang dapat dilakukan guna mengurangi nyeri (relaksasi, distraksi dan fiksasi).

8. Kolaborasi dalam pemberian analgetik, antispamodik.9. Observasi TTV dan keluhan nyeri.

b. Perubahan pola eliminasi uri berhubungan dengan adanya batu di saluran kemih, iritasi jaringan oleh batu, mekanik obstruksi, inflamasi.Tujuan: Setelah di lakukan tindakan perawatan klien mampu melakukan eliminasi miksi secara normal, dan bebas dari tanda-tanda obstruksi.Rencana:1. Monitor intake dan output dan kaji karakteristik urine.2. Kaji pola miksi normal pasien.

3. Anjurkan pada pasien untuk meningkatkan konsumsi minum.4. Tampung semua urine dan perlu di lihat apakah ada batu yang perlu untuk di lakukan pemeriksan.5. Kaji adanya keluhan kandung kemih yang penuh, penurunan jumlah urine dan adanya periorbital/ edema dependent sebagai tanda dari terjadinya obstruksi.6. Kolaborasi dalam pemeriksaan elektrolit, Bun, serum creat, urine kultur, dan pemberian antibiotik.

7. Observasi keadaan umum pasien, status mental, perilaku dan kesadaran.

c. Resiko terjadinya gangguan keseimbangan cairan (defisit) berhubungan dengan post obstruktif deurisis, nausea vomiting.

Tujuan: Tidak terjadi gangguan keseimbangan cairan (defisit) selama di lakukan tindakan keperawatan.

Rencana:1. Monitor intake dan output cairan.

2. Kaji dan catat bila terjadi nausea vomiting.

3. Anjurkan pasien untuk minum banyak (3-4 l/hari) jika tidak ada kontra indikasi.4. Monitor tanda vital (peningkatan nadi, turgor kulit, mukosa membran, capilary refill time).

5. Kaji berat badan setiap hari jika memungkinkan.

6. Kolaborasi dalam pemberian cairan intra vena sesuai indikasi, antiemetik.7. Observasi KU pasien dan keluhan.