chitin n chitosin

26

Click here to load reader

Upload: trisna-komala

Post on 12-Aug-2015

47 views

Category:

Documents


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Chitin n Chitosin

Chitin & Chitosan

June 19th, 2010 | Author: winan08

Limbah PerikananDalam industri pembekuan udang ada dua jenis limbah. Pertama adalah limbah cair yang berupa suspensi air dan kotoran udang serta yang kedua limbah limbah padat yang berupa kepala udang. Limbah cair jika didiamkan akan menimbulkan bau tidak sedap dan akan mencemari sungai atau areal persawahan yang ada di dekatnya. Begitu juga limbah padat yang sarat akan bakteri jika didiamkan merupakan smber kontaminan yang mengganggu lingkungan. Limbah yang berbentuk cair sudah tidak bisa dimanfaatkan lagi sehingga penanganan yang terbaik adalah menggunakan waste water treatment. Lain halnya dengan limbah padat. Limbah ini masih bisa dimanfaatkan menjadi produk lanjut yang mempunyai nilai ekonomis tinggi, misalnya kitin, tepung ikan untuk pakan ternak, dan flavor udang. Limbah udang merupakan sumber yang kaya akan kitin, yaitu kurang lebih 30% dari berat kering (Purwaningsih,1995).

Limbah padat crustacea (kulit, kepala, kaki) merupakan salah satu masalah yang harus dihadapi oleh pabrik pengolahan krustacea. Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan dimanfaatkan sebagai pakan ternak atau pupuk denagn nilai yang rendah. Mengolahnya menjadi kitin atau kitosan akan memberikan nilai tambah yang cukup tinggi.Menurut Handayani (2004) bahwa salah satu permasalahan yang membuat udang kurang diminati yanitu ukuran kepala udang yang lebih besar dati badannya, sehingga bagian yang dimakan menjadi lebih kecil. Berdasarkan hal tersebut banyak sekali limbah yang terbuang, sehingga dapat menimbulkan permasalahan terutama pencemaran lingkungan. Oleh karena itu, telah bantyak dilakukan pengolahan limbah udang, diantaranya pembuatan terasi, kerupuk, dan juga diekstrak guna menghasilakn chitin dan chitosan.Sebagian besar rajungan diekspor dalam bentuk rajungan beku tanpa kepala dan kulit. Produksi rajungan yang diekspor pada tahun 1993 sebanyak 422,724 ton dalam bentuk tanpa kepala dan kulit, sedangkan yang dikonsumsi dalam negeri diperkirakan lebih banyak. Dengan demikian, jumlah hasila samping produksi yang berupa kepala, kulit, ekor, maupun kaki rajungan yang umumnya 25-50% dari berat, sangat berlimpah. Hasil samping ini, di Indonesia belum banyak digunakan sehingga hanya menjadi limbah yang mengganggu lingkungan, terutama pengaruh pada bau yang tidak sedap dan pencemaran air (kandungan BOD5, COD, dan TSS perairan di sekitar pabrik cukup tingi). Melalui pendekatan teknologi yang tepat, potensi limbah ini dapat diolah lebih lanjut menjadi polisakarida (polisaccharide), di mana di dalamnya termasuk chitin [(C8H13NO5)n], chitin ini dapat diolah lebih lanjut menjadi chitosan [(999C6H11NO4)] dan glukosamine (C6H13NO5). Ketiga produksi ini mempunyai sifat mudah terurai dan tidak mempunyai sifat beracn, sehingga sangat ramah terhadap lingkungan (Sopiah dan Prayitno,2002).

Page 2: Chitin n Chitosin

Chitin & ChitosanKhitosan merupakan bahan kimia multiguna berbentuk serat dan merupakan kopopolimer berbentuk lembaran tipis, berwarna putih atau kuning, tidak berbau. Kitosan merupakan produk diasetilasi kitin melalui proses kimia menggunakan enzim kitin diacetilase (Rismana,2001).Chitosan (CS), derivat deasetilasi dari chitin terdiri atas satuan-satuan glukosamine yang terpolimerisasi oleh rantai ß-1,4-glikosidic (Simunek et al,2006).Chitosan(poli-ß-1,4-glucosamine) disiapkan secara komersial dengan deasetilase basa kitin yang didapat dari eksoskeleton crustacea laut, chitosan mempunyai nilai pKa kiira-kira 6,3 pada nilai pH lebih rendah, molekulnya bersifat kation karena protonasi dari grup amino. Laporan selanjutna, terindikasikan bahwa ketika chitosan dilarutkan dalam garam, air suling, atau media labolatorium, menunjukkan aktivitas antimikrobial melawan srtain-strain berfilamen dari fungi, yeast, bakteri (Rhoades and Roller,2000).Menurut Hardjito (2001) bahwa karena memiliki gugus aktif yang akan berikatan denagn mikroba, maka kitosan juga mampu menghambat pertmbuhan mikroba.Menurut Rismana (2001) multiguna kitosan tidak terlepas dari sifat alaminya, sifat alami tersebut dapat dibagi menjadi dua sifat besar, yaitu sifat kimia dan sifat biologi. Sifat kimia kitosan sama denagn kitin tetapi yang khas antara lain :

Merupakan polimer poliamin berbentuk linier. Mempunyai gugus amino aktif. Mempunyai kemampuan mengikat beberapa logam.

Sifat biologi kitosan antara lain :

Bersifat biokompatibel, artinya sebagai polimer alami sifatnya tidak mempunyai akibat samping, tidak beracun, tidak dapat dicerna, mudah diuraikan oleh mikroba (biodegradable).

Dapat berikatan dengan sel mamalia dan sel mikroba secara agresif. Mampu meningkatkan pembentkan tulang. Bersifat hemostatik, fungistatik, spermisidal, antitumor, antikolesterol. Bersifat sebagai depresan pada sistem syaraf pusat. Berdasarkan kedua sifat tersebut maka kitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu

mudah dibentk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat dalam aplikasinya.

Prinsip dan Proses Pembuatan ChitinEkstraksi kitin umumnya melalui tahapan penggilingan, deproteinasi, demineralisasi, pengeringan, dan pembubukan, sedangkan kitosan diperoleh dengan penbambahan alkali kuat terhadap kitin pada suhu tinggi.Adapun teknologi pengolahan kitin dan kitosan dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu :1. Demineralisasi

Page 3: Chitin n Chitosin

Limbah cangkang udang dicuci denagn air mengalir dan dikeringkan di bawah sinar matahari sampaikering, kemudian dicuci di dalam air panas dua kali lalu direbus selama 10 menit. Tiriskan dan keringkan. Bahan yang sudah kering lalu digiling samapi menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh.Kemudian dicampur asam klorida 1N (HCl 1N) denagn perbandingan 10:1 untuk pelarut dibandingkan dengan kulit udang, lalu diaduk merata sekitar 1 jam. Biarkan sebentar, kemudian panaskan pada suhu 90oC selama 1 jam. Residu berupa padatan dicuci denagn air sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering.2. DeproteinasiLimbah udang yang telah dimineralisasi dicampur denagn larutan sodium hidroksida 3,5% (NaOH 3,5%) dengan perbandingna antara pelarut dan cangkang udang 6:1. Aduk sampai merata sekitar 1 jam. Selanjutnya biarkan sebentar, lalu dipanaskan pada suhu 90oC selama 1jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehinggadiperoleh residu padatan yang kemudian dicuci denagn air samapai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80oC selama 24 jam atau dijemur sampai kering.3. Deasetilasi kitin menjadi kitosanKitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (NaOH) 50% denagn perbandingan 20:1 (pelarut dibanding kitin). Aduk sampai merata selama 1 jam dan biarkan sekitar 30 menit, lalu dipanaskan selama 90 menit denagn suhu 140oC. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian denagn air sampai pH netral, kemudian dikeringkan denagn oven suhu 70oC selama 24jam atau dijemur sampai kering. Bentuk akhir kitosan bisa berbentuk serbuk maupun serpihan.

Kelebihan dan Kekurangan ChitosanBerdasarkan sifat-sifat biologi dan kimianya, maka khitosan mempunyai sifat fisik khas, yaitu mudah dibentuk menjadi spons, larutan, gel, pasta, membran, dan serat yang sangat bermanfaat aplikasinya. Tidak seperti serat lam lain, kitosan mempunyai sifat unik, karena memberikan daya pengikat lemak yang sanagt tinggi. Pada kondisi normal kitosan mampu menyerap 4-5 kali lemak dibandingkan serat lain (Rismana,2001).Menurut Prasetiyo (2006) dari segi ekonomi, pemanfaatan khitin dari limbah cangkang udang untuk bahan utama dan bahan pendukung dalam berbagai bidang dan industri sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah berasal dari sumberdaya lokal (local content).Khitosan merupakan polisakarida yang unik dan telah secara luas digunakan dalam bermacam aplikasi biomedis disebabkan kemudah cocokannya dengan unsur makhluk hidup, toxicitasnya rendah, mudah diuraikan, tidak bersifat imunogenik, dan sifatnya non-karsinogenik (Irawan,2007).Kelebihan dan kekurangan khitosan menurut Kusumawati (2006) bahwa karena sifatnya yang dapat menarik lemak, kitosan bnayak dibuat untuk tablet/pil penurun berat badan. Kitosan dapat menyyerap lemak dalam tubuh dengan cukup baik. Dalam kondisi optimal, kitosan dapat menyerap lemak sejumlah 4-5 kali berat kitosan. Beeberapa penelitian telah berhasil membuktikan bahwa kitosan dapat menurunkan kolesterol tanpa menimbulkan efek samping. Hanya satu saja yang harus diperhatikan, konsumsi kitosan harus tetap terkontrol, karena kitosan juga dapat menyerap mineral kalsium dan vitamin yang ada di

Page 4: Chitin n Chitosin

dalam tubuh. Selain itu, orang yang biasanya mengalami alergi terhadap makanan laut sebaiknya menghindari dari mengkonsumsi tablet/pil kitosan.

Manfaat dan Kegunaan ChitosanKitin mempunyai kegunaan yang samngat luas, tercatat sekitar 200 jenis penggunaannya, dari industri pangan, bioteknologi, farmasi, dan kedokteran, serta lingkungan. Di industri penjernihan air, kitin telah banyak dikenal sebagai bahan penjernih. Kitin juga banyak digunakan di dunia farmasi dan kosmetik, misalnya sebagai penurun kadar kolesterol darah, mempercepat penyembuhan luka, dan pelindung kulit dari kelembaban.Sifat kitosan sebagai polimer alami mempunyai sifat menghambat absorbsi lemak, penurun kolesterol, pelangsing tubuh, atau pencegahan penyakit lainnya. Kitosan bersifat tidak dapat dicernakan dan tidak diabsorbsi tubuh, sehinga lemak dan kolesterol makanan terikat menjadi bentuk non absorbsi yang tak berkalori. Sifat khas kitosan yang lain adalah kemampuannya untuk menurunkan kandungan LDL kolesterol sekaligus mendorong meningkatkan HDL kolesterol dalam serm darah. Peneliti Jepang menjuluki kitosan sebagai suatu senyawa yang menunjukkan zat hipokolesterolmik yang sanagt efektif. Dengan kata lain, kitosan mampu menurunkan tingkat kolesterol dalam serum denagn efektif dan tanpa menimbulkan efek samping (Rismana,2001).Beberapa tahun yang lkalu, chitosan dan beberapa tipe modifikasinya dilaporkan penggunaannya untuk aplikasi biomedis, seperti artificial skin, penembuh luka, anti koagulan, jahitan pada luka (suuture), obat-obatan, bahan vaksin, dan dietary fiber. Baru-baru ini, penggunaan chitosan dan derivatnya telah diterima banyak perhatian sebagai tempat penggantungan sementara untuk proses mineralisai, atau pembentukan tulang stimulin endokrin (Irawan,2007).Pada penelitian yang dilakukan Handayani (2004) menunjukkan bahwa chitin dan chitosan dap[at digunakan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat. Untuk penggunaan chitin dan chitosan sebagai bahan koagulasi pada sari buah tomat menunjukkan bahwa chitin dan chitosan dapat digunakan sebagai bahan koagulasi, ditandai denagn uji vitamin C, viscositas, pH, dan TPT yang menunjukkan hasil yang tidak berbeda jauh dengan bahan koagulasi yang umum digunakan pada sari buah tomat.Chitosan choating telah terbukti meminimalisasi oksidasi, ditunjukkan oleh angka peroksida, perubahan warna, dan jumlah mikroba pada sampel (Yingyuad et al, 2006).

Pemanfaatan Protein Hasil Isolasi Kitin Dari Limbah Kulit Udang Windu Dengan Penambahan Bekatul Sebagai Pakan Ternak

A. Latar Belakang

Setiap bahan pakan atau pakan ternak, baik yang sengaja kita berikan

kepada ternak maupun yang diperolehnya sendiri, mengandung unsur-unsur

nutrisi yang konsentrasinya sangat bervariasi, tergantung pada jenis, macam dan

Page 5: Chitin n Chitosin

keadaan bahan pakan tersebut yang secara kompak akan mempengaruhi tekstur

dan strukturnya. Unsur nutrisi yang terkandung di dalam bahan pakan secara

umum terdiri atas air, mineral, protein, lemak, karbohidrat dan vitamin

(Kartadisastra, 1997). Setelah dikonsumsi oleh ternak, setiap unsur nutrisi

berperan sesuai dengan fungsinya terhadap tubuh ternak untuk mempertahankan

hidup dan berproduksi secara normal. Jaringan hewan sendiri juga terdiri dari air,

karbohidrat, protein, lemak dan mineral. (Putro, 2004)

Tidak adanya alternatif lain dan langkanya bahan yang memenuhi syarat

sebagai sumber asam amino, protein, karbohidrat, dan lemak yang berimbang

sesuai dengan kebutuhan akan ketersediaannya, maka menjadikan pakan berbiaya

mahal sehingga akhirnya berimbas juga pada kenaikan biaya produksi (Putro,

2004). Oleh karena itu wajar bila usaha meningkatkan efisiensi didalam bidang

peternakan ditujukan pada usaha meningkatkan gizi zat-zat makanan ternak..

Kesulitan dalam memenuhi gizi dalam pakan ternak membuat ternak

mengalami kekurangan nutrien yang sesuai dengan kebutuhan merupakan faktor

yang sangat vital. Menurut Sujono (2004), guna mempertahankan kapasitas

produksi, energi dalam pakan harus dipertahankan dalam kadar tertentu, yaitu

2.800-2.900 kalori/kilogram. Kandungan protein pun harus mencapai kadar 17-

18%. Ketersedian protein dalam kulit udang windu yang cukup besar dapat

dimanfaatkan guna memenuhi sebagian kebutuhan vital pada makanan. Ternak.

Kulit udang windu mengandung protein (25%- 40%), kitin (15%-20%) dan

kalsium karbonat (45%-50%) dan diperkirakan limbah kulit krustasea dunia

mentapai sekitar 5 juta ton (kering) (Marganof, 2003). Limbah kulit udang windu

yang tidak dimanfaatkan secara tepat guna akan hanya menjadi limbah yang

meresahkan saja. Selama ini limbah tersebut dikeringkan dan dimanfaatkan

sebagai pupuk dengan nilai yang rendah (Marganof, 2003).

Proses Isolasi kitin dari kulit udang/kepiting biasanya dilakukan dalam

tiga tahap. Pertama, tahap penghilangan mineral (demineralisasi). Tahap kedua

adalah tahap penghilangan protein (deproteinasi). Tahap ini bertujuan untuk

menghilangkan protein. Biasanya dilakukan dengan menambahkan larutan

Page 6: Chitin n Chitosin

natrium hidroksida (NaOH), sambil dipanaskan pada temperatur yang tidak terlalu

tinggi. Tujuan dari pemisahan protein (deprotenisasi) adalah untuk memisahkan

sisa–sisa daging yang jumlahnya bervariasi. Tahap ketiga merupakan tahap

penghilangan warna. (Rismana, 2001). Proteinasi pada cangkang udang windu

adalah diperuntukkan untuk memisahkan atau melepaskan ikatan–ikatan antara

protein dan kitin (Hadisoemarto, 2003).

Menurut Muchtadi, Nienaber dan Susana (1995), bekatul merupakan

sumber serat pangan yang juga mengandung protein, lemak, mineral dan vitamin.

Menurut Betty (2000), kandungan vitamin yang terdapat pada bekatul antara lain

seperti tiamin, riboflavin dan niasin sedangkan kandungan mineral yang dimiliki

bekatul antara lain, seperti alumunium, kalsium, klor, besi, magnesium, mangan,

fosfor, kalium, silikon, natrium dan seng. Bekatul Merupakan hasil sisa ikutan

dari pabrik pengolahan khususnya bagian asah/slep/polish. Lebih sedikit

mengandung selaput perak dan kulit serta lebih sedikit mengandung vitamin B1,

tetapi banyak bercampur dengan pecahan-pecahan kecil lembaga beras (menir).

Oleh sebab itu masih dapat dimanfaatkan sebagai makanan manusia sehingga

agak sukar didapat.

Analisa nutrisi adalah sebesar 15% air, 14.5% protein, 48.7% lemak dan 7.0% abu

serta nilai MP adalah 70 (Scrapbook, 2006).

Dalam proses deproteinasi, protein yang akan dibuang nantinya akan

dibuang sebagai hasil limbah. Protein yang dipisahkan dari cangkang nantinya

dibuang tersebut memilki persentase yang cukup tinggi, dari pada tidak

dimanfaatkan, lebih baik digunakan untuk sesuatu yang dapat menghasilkan

manfaat. Dengan melakukan penambahan bekatul dicampur dengan protein dalam

proses isolasi protein hasil limbah udang windu didalam pembutan makanan

ternak, pemenuhan nutrisi dalam hewan ternak dapat terpenuhi.

Dengan terpenuhinya nutrisi dalam pakan ternak pertumbuhan ternak

dapat mengalami peningkatan baik dalam produksi ternak maupun dalam

peternakan sendiri dapat memiliki hasil pakan yang memenuhi nutrisi, sehingga

Page 7: Chitin n Chitosin

penulis ingin memanfaatkan protein hasil isolasi kitin dari limbah kulit udang

windu dengan penambahan bekatul sebagai pakan ternak.

B. Rumusan Masalah

Bagaimana Memanfaatkan Protein Hasil isolasi Kitin Dari Limbah Kulit

Udang Windu dengan Penambahan Bekatul Sebagai Pakan Ternak?

C. Tujuan

Mengetahui pemanfaatkan protein hasil isolasi kitin dari limbah kulit

udang windu dengan penambahan bekatul sebagai pakan ternak

D. Manfaat

1. Kebutuhan salah satu nutrisi pakan ternak tercukupi dengan adanya protein dari

hasil limbah kulit udang windu

2. Protein dengan persentae yang cukup tinggi dalam proses isolasi kitin yang

semula tidak dimanfaaatkan oleh banyak kalangan, kini dapat berguna.

E. Batasan Penulisan

Batasan karya tulis adalah penggunaan protein dengan penambahan

bekatul sebagai pakan ternak hanya kami berikan kepada unggas (Itik, ayam,

bebek dan lain-lain).

Produk Chitosan dari Limbah Perikanan yang Kaya Akan Manfaat Bagi Kesehatan Manusia Produk Chitosan dari Limbah Perikanan yang Kaya Akan ManfaatBagi Kesehatan ManusiaMuhammad Nafis Rahman (F14090119)Tingkat Persiapan BersamaBogor Agricultural University http://www.ipb.ac.id

Indonesia adalah negara yang memiliki luas laut berkisar 70% dari luas wilayah Indonesia. Hal ini tentu menjadi potensi perikanan yang besar untuk kemudian dikembangkan menjadi sesuatu yang lebih bermanfaat. Oleh karena itu tentu hasil dari

Page 8: Chitin n Chitosin

perikanan Indonesia sangat besar, sebagai contoh adalah potensi sumber daya udang sebesar 94,8 ribu ton dari 6,4 juta ton per tahun potensi sumber daya ikan laut Indonesia atau 7,5 % total stok ikan laut di dunia.            Sumber daya perikanan Indonesia yang sedemikian besar tersebut perlu adanya penanganan yang lebih maksimal agar hasil yang didapat juga lebih maksimal, saat ini produk perikanan lebih dikonsumsi dalam bentuk makanan karena memang memiliki protein yang tinggi tetapi sebenarnya produk olahan-olahan dari hasil perikanan tersebut dapat dikembangkan menjadi produk yang memiliki manfaat lebih, seperti dikembangkan untuk obat-obatan, kosmetik, sumber energi, maupun sebagai pengganti bahan baku dari pembuatan plastik. Hal tersebut telah menjadi pemikiran bersama akan pentingnya pengembangan produk olahan perikanan, sebagai contoh adalah pengembangan produk yang berasal dari limbah pengolahan udang untuk kemudian diolah menjadi produk kesehatan yakni chitosan.                 

Apakah Chitosan itu?            Chitosan adalah polisakarida linier yang merupakan produk turunan dari kitin, yaitu hasil samping dari limbah kulit kepiting, udang, dan sejenisnya. Chitosan tersusun atas β-(1-4)-terikat pada D-glucosamin (bagian deasitelisasi) dan C-acetyl-D-glucosamin (bagian asetilisasi).            Chitosan dihasilkan dari kitin yang telah dihilangkan gugus asetilnya dan menyisakan gugus amina bebas yang menjadikannya bersifat polikationik. Umumnya chitosan larut dalam pelarut asam organik seperti asam asetat serta memiliki kemampuan mengikat lipid dan lemak. Di dalam tubuh, chitosan ini juga berperan sebagai serat, yang sangat dibutuhkan dalam tubuh dalam membersihkan saluran pencernaan, menstimulisasi proses pencernaan, dan menyehatkan usus. Chitosan sendiri tidak mengandung kalori. Ketika diminum, chitosan melekatkan diri pada usus, dan mengikat lemak yang lewat di dalam usus sebelum diserap oleh darah dan akan dibuang melalui saluran pencernaan. Dengan kata lain, chitosan mampu mengurangi penyerapan lemak, selain itu olahan chitosan juga dapat dikembangkan untuk biomedis, chitosan digunakan pada pembalut luka untuk pembekuan darah yang memiliki sifat antibakteri dan mikroba. Maka tidak mengherankan jika sekarang banyak produk chitosan yang digunakan untuk kesehatan (Hardjito.2009)

            Karena chitosan terbuat dari ekstrak kulit udang atau sejenisnya dan  memiliki kemampuan sebagai suplemen pembakar lemak (fat burner).Sehngga sangat baik untuk dikonsumsi setelah makan agar pengkonsumsi chitosan ini terhindar dari obesitas disebabkan banyaknya tumpukan lemak. Selain itu, bubuk chitosan juga mempunyai kemmapuan koagulasi, misalnya apabila apabila bubuk tersebut dimasukan kedalam gelas berisi air dan minyak sawit, maka minyak tersebut akan terkoagulasi menjadi gumpalan-gumpalan. Disamping kemampuan tersebut, chitosan berfungsi sebagai antimikroba.Dari keunggulan-keunggulan  chitosan tersebut maka perkembangan dari produk olahan chitosan perlu untuk terus dilakukann, sehingga menjadi produk yang lebih mudah digunakan dan memiliki manfaat yang lebih bagi manusia, khususnya dalam bidang kesehatan, misalnya sebagai bahan suplemen bagi manusia, karena bahan suplemen makanan saat ini banyak yang membahayakan bagi tubuh manusia karena zat kimia yang

Page 9: Chitin n Chitosin

terkandung dalam obat-obatan suplemen tersebut terus akan terendap dalam tubuh manusia sehingga akan berdampak pada kestabilan fungsi organ tubuh yang terganggu dan berimplikasi pada lemahnya daya tahan tubuh karena kondisi ketidakseimbangan tersebut.Sebagai negara yang memiliki kemampuan untuk memenuhi bahan baku chitosan. sudah saatnya Indonesia terus mengembangkan produk olahan chitosan sehingga akan bermanfaat bagi kesehatan khususnya kesehatan masyarakat Indonesia dan akan menghindari penggunaan suplemen yang memiliki kandungan zat kimia yang tinggi.Hal ini yang mendorong Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan C.V. Dinar untuk terus meneliti kandungan chitosan dan memproduksi dalam skala yang besar untuk berbagai keperluan seperti penganti bahan baku plastik, maupun menjadi bahan pengawet seperti halnya formalin yang penggunaannya sangat berbahaya bagi kesehatan, untuk itu digunakanlah chitosan.Berbagai bahan obat dan suplemen (nutraceutical) yang sedang dikembangkan adalah antimikroba (pengawet), antipenuaan, antitumor/antikanker, antikolesterol, bahan kosmetik (tabir surya, pewarna alami). Untuk pengembangan produk tersebut IPB menjalin kerjasama dengan Virnginia Polytechnic Institute & State University, USA khususnya untuk penentuan struktur kimia bahan obat/suplemen. Kerjasama ini berlangsung dari 2003 hingga 2008,dan mengharapkan komersialisasi chitosan sebagai pengganti formalin dan borax dapat meningkatkan kontribusi CV. Dinar dan IPB dalam meningkatkan perekonomian nelayan serta mencerdaskan putra-putri mereka. Dalam penyediaan bahan baku IPB dan CV Dinar melibatkan ratusan nelayan yang tersebar di berbagai lokasi di Indonesia.Proses pembuatan chitosanProses pembuatan Chitosan meliputi beberapa tahapan, Proses utama dalam pembuatan "chitosan" meliputi penghilangan protein dan kandungan mineral melalui proses kimiawi yang disebut "deproteinasi" dan "demineralisasi" yang masing-masing dilakukan dengan menggunakan larutan basa dan asam.Selanjutnya, chitosan diperoleh melalui proses deasetilasi dengan cara memanaskan dalam larutan basa. Karakteristik fisiko-kimia chitosan berwarna putih dan berbentuk kristal dapat larut dalam larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya. Pelarut chitosan yang baik adalah asam asetat. Chitosan sedikit mudah larut dalam air dan mempunyai muatan positif kuat yang dapat mengikat muatan negatif dari senyawa lain serta mudah mengalami degradasi secara biologis dan hal lainnya adalah chitosan tidak beracun.Dalam uji-riset tentang pengawetan yang dilakukan oleh Departemen THP IPB didapat bahwa chitosan pada berbagai konsentrasi dilarutkan dalam asam asetat, kemudian ikan asin yang akan diawetkan dicelupkan beberapa saat dan ditiriskan. Beberapa indikator parameter daya awet hasil pengujian antara lain pertama pada keefektifan dalam mengurangi jumlah lalat yang hinggap, di mana pada konsentrasi chitosan 1,5 persen dapat mengurangi jumlah lalat secara signifikan.Manfaat olahan chitosan untuk kesehatan          Manfaat dari produk olahan chitosan jika dijadikan sebuah suplemen atau bentuk obat-obatan yang lain banyak sekali, produk-produk tersebut dapat berupa kapsul ataupun bentuk yang lain yang siap untuk dikonsumsi sebagai suplemen makanan yang sehat. Selain itu chitosan tidak memiliki efek pada penumpukan zat kimia dalam ginjal, seperti

Page 10: Chitin n Chitosin

halnya pengaruh obat-obatan kimiawi.1. Menghambat Pertumbuhan Tumor.Hasil olahan chitosan berkhasiat memperkuat kekebalan sel-sel tubuh, mengaktifkan daya hidup sel Limpa, menaikkan nilai pH cairan tubuh sehingga menciptakan lingkungan Basa, memperkuat daya serang tubuh terhadap sel kanker, meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker. Dalam riset anti tumor, ditemukan bahwa hasil olahan chitosan mempunyai daya penekan terhadap penyebaran sel tumor, sekaligus merangsang kemampuan kekebalan tubuh, mendorong tumbuhnya sel T Limphe dari pankreas. Bahaya kanker terletak pada kemungkinan peralihannya. Chitosan juga mempunyai kemampuan menempel pada molekul-molekul sel dipermukaan bagian dalam pembuluh darah. Dengan demikian mencegah sel tumor menempel pada sel permukaan bagian.2. Memperkuat Fungsi HatiHasil olahan chitosan juga dapat menekan penyerapan kolesterol oleh usus kecil sehingga menurunkan tingkat kekentalan kolesterol dalam darah, pada gilirannya mencegah penumpukan kolesterol jahat pada hati. Biasanya kalau sudah terasa tidak enak pada bagian hati, saat itu hati sudah mengalami kerusakan parah. Chitosan dapat berperan dalam menekan meningkatnya kandungan kolesterol dalam darah, mencegah penumpukan lemak hati.dalam pembuluh darah, berarti mencegah perembesan jaringan kanker ke daerah sekitar.3. Mencegah Penyakit Kencing ManisFaktor utama yang memicu terjadinya penyakit kencing manis adalah kurangnya jumlah sekresi absolut maupun sekresi relatif insulin dari pankreas sehingga menimbulkan kekacauan. Ketika tubuh dalam kondisi Basa, maka meningkat pula laju pemanfaatan insulin. Keadaan ini sekaligus akan mengatur kondisi keasaman cairan tubuh yang ditimbulkan oleh produksi asam organik berlebih karena terurainya lemak di dalam tubuh.Chitosan berdaya rekat tinggi, sehingga jumlahnya akan memadai di dalam saluran usus. Keadaan ini dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa yang ada di dalam makanan, jadi mengurangi atau menunda terjadinya nilai puncak glukosa darah, sehingga tercapai efek pencegahan penyakit kencing manis.4. Menurunkan Tekanan DarahChitosan dapat mengurangi penyerapan tubuh terhadap ion-ion khlor, di bawah pengaruh asam lambung akan terjadi muatan positif dari gen-gen ion positif yang bergabung dengan ion-ion khlor, mengurangi kekentalan ion khlor di dalam gula darah, meningkatkan fungsi pembesaran pembuluh darah, yang pada gilirannya menurunkan tekanan darah.

Manfaat Chitosan yang lain :

   1. Zat kerak (Crust) mengaktifkan sel-sel tubuh agar berfungsi menambah daya kekebalan,   2. Memperlambat penuaan,   3. Mengharmoniskan organ tubuh,   4. Memelihara hati dan mengurai racun.

Kandungan chitosan terhadap tubuh

Page 11: Chitin n Chitosin

   1. Memperkuat kekebalan sel tubuh / menambah daya kekebalan.   2. Mengaktifkan daya hidup sel limpa.   3. Menaikkan nilai PH cairan tubuh, sehingga menciptakan lingkungan basa.   4. Mengharmoniskan organ-organ tubuh.   5. Mengurangi / memusnahkan racun.   6. Mencegah cedera akibat radiasi (penyaring sinar ultraviolet).

Terhadap kanker atau tumor

   1. Memperkuat daya sel tubuh terhadap sel kanker.   2. Meningkatkan fungsi pembunuh sel kanker.   3. Berdaya menekan penyebaran sel kankerl tumor.

Terhadap Darah

   1. Menurunkan Hipertensi dan menekan penyerapan kolesterol tinggi.   2. Menstabilkan tekanan darah.

Terhaadap Hati

   1. Memperkuat fungsi & memelihara hati.

      2.   Mencegah penumpukan.

Terhadap DiabetesMemiliki daya rekat tinggi yang dapat mengurangi penyerapan usus terhadap glukosa dalam makanan dan mengurangi terjadinya nilai puncak darah, yang akhirnya dapat mencegah terjadinya kencing manis (Susilo.2008).Manfaat Chitosan dalam bahan pengawet makanan          Manfaat dari olahan chitosan banyak sekali misal hasil olahan chitosan untuk membuat bahan pengganti minyak bumi untuk membuat plastik, hal ini lebih ramah lingkungan karena plastik yang terbuat dari chitosan dapat terurai kembali dalam waktu yang relatif singkat jika dibandingkan dengan plastik dari minyak bumi sehingga tidak akan membuat pencemaran terhadap lingkungan.Manfaat Yang lain dari olahan chitosan untuk bahan pangan yang sehat adalah sebagai pengganti formalin yang sangat berbahaya jika digunakan sebagai pengawet makanan, dari sebuah penelitian yang dilakukan oleh IPB dengan menggunakan ikan asin sebagai objek pengawetan didapat bahwa Pada penelitian tahun 1 (pertama) diperoleh hasil sebagai berikut : hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstraksi limbah kulit udang dihasilkan chitosan dengan rendemen sebesar 15% bahan edible coating. Karkateristik chitosan sesuai dengan standar Protan Laboratories. Formulasi terbaik untuk pembuatan edible coating dengan chitosan 1,5%. Dari hasil organoleptik mutu hedomik, perlakuan chitosan nilai 6,6 perlakuan formalin 5,8 dan kontrol 4,9. Analisis uji organoleptik dilakukan dengan uji statistik Kruskal-Wallis dan uji lanjut multiple comparison diperoleh hasil perlakuan chitosan lebih baik dibanding dengan kontrol dan tidak berbeda nyata dengan perlakuan formalin, tetapi dari

Page 12: Chitin n Chitosin

penampakan perlakuan chitosan lebih baik dibanding perlakuan formalin. Pada uji mutu hedonik penampakan diperoleh bahwa perlakuan dengan pelapisan chitosan sampai minggu ke-8 memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan perlakuan formalin dan kontrol. Standar nilai organoleptik SNI-Ikan asin 6,5. Nilai 6,8 pada perlakuan kontrol pada minggu ke-2. Nilai 6,7 pada perlakuan formalin pada minggu ke-4 dan nilai 6,8 pada perlakuan chitosan pada minggu ke-4. Pada uji mutu hedonik rasa perlakuan pelapisan chitosan tidak berbeda nyata dengan perlakuan formalin dan kontrol sampai pada penyimpanan minggu ke-8. Pada minggu ke-4 semua perlakuan nilai 6,4. Pada uji mutu hedonik bau perlakuan pelapisan chitosan memberikan hasil yang terbaik pada minggu ke-8 dibanding dengan perlakuan formalin dan kontrol, tetapi tidak berbeda nyata pada minggu ke 2, 4 dan 6. Nilai 6,4 dan 6,1 perlakuan chitosan dan formalin pada minggu ke-4. Sedangkan 6,7 pada minggu ke-2 pada perlakuan kontrol. Pada uji mutu hedonik konsistensi perlakuan pelapisan chitosan memberikan hasil yang lebih baik dibanding dengan kontrol tetapi tidak berbeda nyata dengan formalin pada minggu ke-4 dan minggu ke-8. Pada minggu ke-8 perlakuan chitosan dan formalin nilai 6,4 dan 6,7. Sedangkan kontrol pada minggu ke-2 nilai 6,9. Pada uji Total Plat Count (TPC) bakteri, perlakuan pelapisan chitosan memberikan hasil yang lebih baik dalam menekan pertumbuhan bakteri selama penyimpanan (sampai minggu ke-8) dibanding formalin dan kontrol. Nilai masih sesuai standar SNI 1 x 105. Pada uji E.coli semua perlakuan memberikan hasil yang negatif. Pada uji kapang, perlakuan dengan pelapisan chitosan dan formalin mulai tampak ada jamur pada minggu ke-9, sedangkan pada kontrol pada minggu ke-4. Pada uji TVB, perlakuan pelapisan chitosan nilainya lebih rendah dibanding kontrol selama penyimpanan, tetapi lebih tinggi dibanding dengan perlakuan formalin. Sedangkan pada uji TBA, perlakuan chitosan mampu menekan oksidasi lemak dibanding kontrol tetapi nilai TBAnya masih diatas perlakuan formalin. Secara umum nilai TBA masih baik kurang dari 3 mg, malonaldehid/kg sample. Pada uji nilai aktvitias ari (aw), perlakuan chitosan mampu menurunkan nilai aw dan berbeda nyata dibandingkan dengan perlakuan formalin dan kontrol. Pada uji lanjut BNJ proksimat. Kadar air perlakuan formalin lebih tinggi dibanding dengan perlakuan pelapisanchitosan dan kontrol, tetapi pelapisan chitosan kadar airnya lebih tinggi dibanding dengan kontrol, tetapi 3 perlakuan nilainya masih diatas standar (kadar air 40%). Pada uji protein, perlakuan chitosan berbeda nyata dibanding dengan kontrol. Kandungan protein lebih tinggi dibanding dengan kontrol. Kandungan protein berkisar 34,61-37,64%. Pada uji kadar lemak, perlakuan formalin kandungan lemaknya tidak berbeda nyata dibanding perlakuan chitosan dan kontrol. Pada uji kadar abu perlakuan kitosan lebih tinggi dibanding dengan perlakuan formalin dan kontrol. Nilai berkisar 16,7-18,9. Daya awet ikan asin cucut dengan pemberian perlakuan chitosan selama 3 bulan dan formalin 3 bulan 2 minggu dan kontrol selama 2 bulan. Pada penelitian tahun ke 2 (dua) diperoleh hasil sebagai berikut : rendemen chitosan10% dari bahan baku rajungan. Proses ekstrasi diperoleh hasil yang optimal dengan HCI 2N. Rajungan yang diperoleh memperoleh spesifikasi sebagai berikut : kadar air 7,54%, kadar abu 0,75% derajat deasitilasi 75,42% dan kandungan Pb, Cu dan Zn tidak terdeteksi. Pada uji E.coli menunjukkan hasil negatif. Pada pembuatan edible coating (pengawet alami) formulasi terbaik dengan konsentrasi chitosan rajungan 1,5%. Pada uji nilai mutu hedonik kapang perlakuan kitosan 1,5% dan formalin 2% baru tampak adanya jamur pada minggu ke-10 dengan nilai hedonik 5,53 dan 6,87. Sedangkan pada kontrol pada minggu ke-4 sudah tampak adanya jamur, dengan

Page 13: Chitin n Chitosin

nilai hedonik 6,33. Berdasarkan uji statistik pada uji aw tidak ada perbedaan yang nyata pada semua perlakuan. Selama penyimpanan cenderung mengalami kenaikan. Uji TPC pada perlakuan kontrol nilai TPC tidak sesuai SNI-Ikan asin pada minggu ke-10 yaitu 6,4 x 105. Sedangkan pada perlakuan chitosan dan formalin nilai TPC masih sesuai dengan SNI sampai pada minggu ke-12 yaitu dengan nilai 6,6 x 104 dan 7,4 x 104. Pada uji mutu hedonik organoleptik yang meliputi penampakkan, bau, rasa dan konsistensi diperoleh hasil sesuai dengan SNI-Ikan Asin 01-2721-1992 sampai pada penyimpanan minggu ke-12. Pada uji hedonik penampakkan berdasarkan uji multiple comparison perlakuan kitosan rajungan memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Pada uji mutu hedonik bau berdasarkan uji analisis ragam tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya. Sedangkan pada uji mutu hedonik rasa berdasarkan uji statistik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata. Pada uji proksimat untuk kadar air berdasarkan uji statistik berbeda nyata dengan 2 perlakuan lainnya dan kadar airnya selama penyimpanan lebih besar dibandingkan dengan yang lainnya dengan nilai pada penyimpanan ke-12 yaitu 39,21%. Pada uji kadar abu berdasarkan uji statistik tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata diantara perlakuan yang ada dengan nilai pada semua perlakuan berkisar antara 14,73-15,1%. Pada uji kadar protein berdasarkan uji statistik memberikan pengaruh yang berbeda nyata diantara perlakuan yang ada dengan kandungan protein yang paling besar pada perlakuan chitosan dengan kisaran antara 23,21 - 37,15%. Pada uji kadar lemak berdasarkan uji statistik memberikan pengaruh yang berbeda nyata diantara perlakuan yang ada dengan kandungan yang paling rendah pada perlakuan kitosan dengan kisaran antara 0,43-0,99% selama penyimpanan (Suseno. 2006).

KesimpulanManfaat hasil olahan chitosan sebenarnya masih banyak sekali dalam bidang yang lain. sehingga perlu adanya pengembangan lebih lanjut terhadap produk ini, sehingga akan tercipta produk bermanfaat untuk kesehatan dan dalam hal lainnya. Sebagai negara yang memiliki sumber bahan baku yang besar dalam memproduksi chitosan maka Indonesia harus terus mengembangkan produk ini, agar apa yang menjadi tujuan bersama yakni terwujudnya kemandirian pangan dan menjadi negeri yang sehat aakan tewujud tanpa mengandalkan produk-produk luar negeri.

Daftar Pustaka          (Anonim).2009. Chitosan new biotechnology sanitizer. Food Review, Edisi Agustus NO 4.PT.Media Pangan Indonesia; Bogor.            (Anonim).2010. Chitosan limbah kaya manfaat. Emulsi. Edisi Januari-Februari.Emulsimagzine; Bogor(Anonim).2006. [Terhubung Berkala]. Chitosan Tingkatkan Mutu Agar-Agar Kertas Asal Garut. http://www.ipb.ac.id/id/?b=27. (13 Mei 2010).            (Anonim).2006.[Terhubunng Berkala].IPB Kerjasama CV. Dinar, Produksi Chitosan Pengganti Formalin.2006.http://www.ipb.ac.id/id/?b=12(Anonim).2006.[Terhubung Berkala]. Disinyalir Penggunaan Formalin pada Makanan Kembali Marak.2006.http://www.ipb.ac.id/?b=48bstrak

Page 14: Chitin n Chitosin

Rismayadi, Y.2003.[TerhubungBerkal]. Teknologi Stabilisasi Dimensi Kayu Dengan Senyawa Khitosan Dari Limbah Cangkang Udang. http://lppm.ipb.ac.id/lppmipb/penelitian/caripenelitian.php?status=cari.(13 Mei 2010).Suseno Heri,S.2006. [Terhubung Berkala]. Pembuatan Edible Coating dari Limbah Invertebrata Laut dan Pemanfaatannya sebagai bahan Pengawet Alami dalam Pengolahan Ikan Asin di Eretan, Indramayu. http://lppm.ipb.ac.id/lppmipb/penelitian/hasilcari.php?status=buka&id_haslit=HB/011.06/SUS/p .  (13 Mei 2010)Susilo, B.2008.[Terhubung Berkala].Suplemen Makanan Berkualitas Tinggi Mengatasi Penyakit Kencing Manis. http://jakartacity.olx.co.id/chitosan-capsules-chitin-capsules-tianshi-iid-17975022   (13 Mei 2010).Ferdiansyah, Venol.2005. [Terubung Berkala]. Pemanfaatan kitosan cangkang udang sebagai matriks penyangga pada imobilisasi enzim protease.http://e-material.perpustakaan.ipb.ac.id/skripsi/2005/C/C05vfe.pdf . ( 13 Mei 2010).Hardjito, L.209. [Terhubung Berkala]. Apakah Chitosan Itu ?.http://chitosancarragenan.com/in/produk/bahandasar. (13 Mei 2010).

Pemanfaatan Limbah Cangkang Udang Sebagai Bahan Pengawet Kayu Ramah LingkunganFiled under penelitian 9 comments

Udang adalah komoditas andalan dari sektor perikanan yang umumnya diekspor dalam bentuk beku. Potensi produksi udang di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Selama ini potensi udang Indonesia rata-rata meningkat sebesar 7,4 persen per tahun.< per persen 7,4 sebesar meningkat rata-rata Indonesia udang potensi ini Selama meningkat. terus tahun ke dari di produksi Potensi beku. bentuk dalam diekspor umumnya yang perikanan sektor andalan komoditas>

Page 15: Chitin n Chitosin

Data tahun 2001, potensi udang nasional mencapai 633.681 ton. Dengan asumsi laju peningkatan tersebut tetap, maka pada tahun 2004 potensi udang diperkirakan sebesar 785.025 ton. Dari proses pembekuan udang untuk ekspor, 60-70 persen dari berat udang menjadi limbah (bagian kulit dan kepala) sehingga diperkirakan akan dihasilkan limbah udang sebesar 510.266 ton.

Limbah sebanyak itu, jika tidak ditangani secara tepat, akan menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, karena selama ini pemanfaatan limbah cangkang udang hanya terbatas untuk pakan ternak saja seperti itik, bahkan sering dibiarkan membusuk.

Cangkang udang mengandung zat khitin sekitar 99,1 persen. Jika diproses lebih lanjut dengan melalui beberapa tahap, akan dihasilkan khitosan, yaitu:

1. Dimineralisasi

Limbah cangkang udang dicuci dengan air mengalir, dikeringkan di bawah sinar Matahari sampai kering, lalu digiling sampai menjadi serbuk ukuran 40-60 mesh. Kemudian dicampur asam klorida 1,25 N dengan perbandingan 10:1 untuk pelarut dibanding kulit udang, lalu dipanaskan pada suhu 90°C selama satu jam. Residu berupa padatan dicuci dengan air sampai pH netral dan selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu 80°C selama 24 jam.

2. Deproteinisasi

Limbah udang yang telah dimineralisasi kemudian dicampur dengan larutan sodium hidroksida 3,5 persen dengan perbandingan antara pelarut dan cangkang udang 6:1. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 90°C selama satu jam. Larutan lalu disaring dan didinginkan sehingga diperoleh residu padatan yang kemudian dicuci dengan air sampai pH netral dan dikeringkan pada suhu 80°C selama 24 jam.

3. Deasetilisasi khitin menjadi khitosan

Khitosan dibuat dengan menambahkan sodium hidroksida (60 persen) dengan perbandingan 20:1 (pelarut dibanding khitin), lalu dipanaskan selama 90 menit dengan suhu 140°C. Larutan kemudian disaring untuk mendapatkan residu berupa padatan, lalu dilakukan pencucian dengan air sampai pH netral, kemudian dikeringkan dengan oven suhu 70°C selama 24 jam.

Khitosan memiliki sifat larut dalam suatu larutan asam organik, tetapi tidak larut dalam pelarut organik lainnya seperti dimetil sulfoksida dan juga tidak larut pada pH 6,5. Sedangkan pelarut khitosan yang baik adalah asam asetat.

Pada saat ini khitosan banyak dimanfaatkan dalam bidang industri, perikanan, dan kesehatan di luar negeri, seperti untuk bahan pelapis, perekat, penstabil, serta sebagai polimer dalam bidang teknologi polimer.

Page 16: Chitin n Chitosin

Setelah khitosan diperoleh, pada dasarnya semua metode pengawetan kayu, yaitu metode pengawetan tanpa tekanan, metode pengawetan dengan tekanan, metode difusi, dan sap replacement method, bisa dipakai.

Aplikasi khitosan sebagai bahan pengawet kayu terbukti efektif untuk menghambat pertumbuhan jamur pelapuk kayu dan beberapa jenis jamur lain, seperti Fusarium oxysporum dan Rhizoctania solani, serta meningkatkan derajat proteksi kayu terhadap rayap kayu kering dan rayap tanah. Bahkan, kayu yang diawetkan dengan khitosan dengan metode perendaman teksturnya menjadi lebih halus.

Ini sesuai dengan sifat khitosan yang dapat membentuk lapisan film yang licin dan transparan. Hal tersebut menunjukkan bahwa khitosan memiliki potensi sebagah bahan finishing yang mampu meningkatkan tekstur permukaan kayu.

Untuk kayu-kayu berwarna terang, seperti nyatoh kuning, sengon, ramin, dan pinus, pengawetan dengan khitosan dapat meningkatkan penampilan kayu dalam hal warna kayu menjadi lebih terang. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh zat warna karotenoid yang terdapat pada udang. Namun, untuk mendapatkan hasil yang bagus, dalam proses pengawetan harus diperhatikan mengenai kondisi kayu, metode pengawetan, jenis bahan pengawet, perlakuan sebelum pengawetan terhadap kayu, dan konsentrasi bahan pengawet.

Dari segi lingkungan, penggunaan khitosan sebagai bahan pengawet kayu relatif aman karena sifatnya yang non toxic dan biodegradable. Sebab, selama ini bahan pengawet yang sering digunakan merupakan bahan kimia beracun yang kurang ramah lingkungan dan unbiodegradable.

Dari sisi ekonomi, pemanfaatan khitosan dari limbah cangkang udang untuk bahan pengawet kayu sangat menguntungkan karena bahan bakunya berupa limbah dan berasal dari sumber daya lokal (local content).

Untuk ekstrasi khitin dari limbah cangkang udang rendemennya sebesar 20 persen, sedangkan rendemen khitosan dari khitin yang diperoleh adalah sekitar 80 persen. Maka dari itu, dengan mengekstrak limbah cangkang udang sebanyak 510.266 ton, akan diperoleh khitosan sebesar 81.642,56 ton.

Jumlah yang sangat besar mengingat sebagian besar bahan pengawet kayu yang digunakan selama ini masih diimpor sehingga akan menghemat devisa negara. Untuk ke depannya, apabila limbah cangkang udang ini dikelola dengan teknologi yang tepat, akan menjadi alternatif bahan pengawet murah, alami, ramah lingkungan, dan bisa mendatangkan devisa negara jika diekspor ke luar negeri.

Karena pengawetan kayu dengan bahan pengawet alami, selain ramah lingkungan, juga menambah masa pakai kayu yang nantinya akan dapat menghemat penggunaan kayu secara nasional sehingga dapat mencegah terjadinya peningkatan kerusakan hutan dan membantu merealisasikan asas pelestarian hutan.

Page 17: Chitin n Chitosin

Penulis: Kurnia Wiji Prasetiyo, S.Hut., Staff Peneliti di UPT Balai Litbang Biomaterial, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Artikel ini diterbitkan di harian KOMPAS tanggal 15 Juli 2004.