cdk 033 masalah anestesi

57

Upload: revliee

Post on 07-Jun-2015

6.306 views

Category:

Documents


27 download

TRANSCRIPT

Page 1: Cdk 033 Masalah Anestesi
Page 2: Cdk 033 Masalah Anestesi
Page 3: Cdk 033 Masalah Anestesi

Kemajuan ilmu kedokteran tak mungkin secepat sekarang bila pembiusan tak diketemukan. Hampir semua ca-bang ilmu kedokteran klinik kini punya sangkut paut dengan anestesi. Maka dapat dikatakan bahwa tanpa aneste-si, sarana praktek medis belumlah lengkap.

Dalam nomor ini disajikan tulisan -tulisan dari Kursus Seminggu Anestesi 11, tanggal 19 Nopember 1983, diSurabaya. Dalam garis besarnya, tulisan-tulisan tersebut terbagi dalam anestesi untuk pembedahan darurat, anes-tesi pada seksio cesaria, dan anestesi pada adenotonsilektomi.

Selain itu dimuat juga artikel menarik tentang budaya dan kesehatan, tes kehamilan, penatalaksanaan batukdarah, amebiasis dan sebagainya.

Artikel mengenai Dokter dan Pengikianan kami sajikan untuk teman-teman sejawat renungkan. Sekedar untukmembuka cakrawala baru mengenai masalah pengiklanan ini; masalah yang tak dijumpai oleh kolega -kolega kitadi jaman dulu.

Bila sejawat membaca CDK nomor ini, mungkin anda sedang menjalani puasa. Sedang sejawat yang di daerah-daerah mungkin baru menerima CDK ini setelah lebaran. Maka sebagai akhir kata, kami mengucapkan "Selamatberpuasa, Selamat berlebaran."

Redaksi

Page 4: Cdk 033 Masalah Anestesi

Artikel

Anestesi Untuk Pembedahan Darurat

dr. T.B. ZuchradiBagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran/RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung

PENDAHULUANUntuk operasi yang direncanakan secara elektif tersedia

waktu berhari-hari untuk pemeriksaan klinik dan laboratorik,serta persiapan operasinya. Teknik anestesi dapat direncakandalam keadaan tidak terburu-buru. Jalan dan luasnya operasisudah dapat direncanakan. Untuk diagnosis yang belum jelas,ahli anestesi dapat menyiapkan cara-cara anestesi untuk kebu-tuhan bedah. Dengan kata lain : waktu untuk operasi elektifterdapat di pihak ahli anestesi.

Pada bedah gawat darurat, faktor waktu yang sangat ber-harga ini tidak ada lagi. Dokter anestesi dihadapkan kepadatugas dengan waktu persiapan yang sangat singkat, mungkin1 jam atau kurang. Sehingga harus dicapai kompromi antarapendekatan ideal ; dan kondisi anestesi optimal yang dapat di-berikan untuk menunjang intervensi bedah gawat darurat ini.

Banyak bedah gawat darurat masih dapat ditangguhkan se-lama 1 jam atau lebih untuk persiapan yang lebih baik, kecuali5 keadaan ini :1. Kegawatan janin2. Perdarahan yang tidak terkendalikan3. Gangguan pernafasan yang sangat berat4. Cardiac arrest5. Emboli arterialBila keadaan umum pasien yang kurang baik, manfaat untuksegera dibedah harus dipertimbangkan terhadap resiko penang-guhan yang digunakan untuk persiapan yang lebih baik demikeuntungan pasien. Tindakan bedah darurat yang kecil dapatmembawa risiko anestesi besar yang tidak terlihat dengan jelaspada permulaan. Penilaian klinis yang baik, serta kemampuanuntuk mengenal dan mempersiapkan diri untuk situasi -situasiyang berbahaya adalah sangat berharga. Walaupun dokter anes-tesi biasanya dibantu oleh perawat anestesi untuk memeliharaperalatan dan pengadaan obat, namun ahli anestesi tetap ber-tanggung jawab agar peralatannya terpelihara dan berfungsibaik.

MASALAH -MASALAH ANESTESI UNTUK PEMBEDAHANDARURATI. Lambung berisi penuh

Aspirasi isi lambung sewaktu induksi anestesi atau sewak-tu akan sadar kembali harus sejauh mungkin dicegah.Waktu pengosongan memanjang oleh makanan berlemaktinggi (8—10 jam), gangguan emosionil, dan obat narkotik.Interval waktu makan terakhir dengan awal sakit sangatpenting sebab lambung berhenti bekerja waktu timbulnyanyeri.Hiperventilasi atau gangguan pernafasan, menyebabkan pen-derita menelan udara sehingga timbul perut kembung, yangmemudahkan regurgitasi atau muntah.Sekalipun telah dipasang maagslang, pengosongan lambungsecara lengkap melalui slang tidak dapat dijamin.Wanita dalam proses partus harus dianggap seakan-akanlambung berisi penuh.• Partus, rasa nyeri dan takut memperpanjang waktu

pengosongan lambung.• Partus yang lama menyebabkan jumlah cairan lambung

bertambah.• Isi perut terdorong ke arah kepada, menekan sfingter

kardia dan memudahkan regurgitasi atau muntah.Pasien dalam keadaan coma atau setengah sadar, mudahaspirasi. Bila akan menguras lambung maka jalan pernafas-an harus diamankan dulu dengan tube endotrakeal yangmemakai cuff. Sekalipun ada reflek batuk, hal ini tidakmenjamin perlindungan terhadap aspirasi.Teknik anestesi pasien yang dicurigai mempunyai lambungpenuh. Intubasi dalam keadaan sadar. Dilakukan Crashinduction, dengan cara seperti di bawah ini :

• Posisi Trendelenburg.I. Posisi Trendelenburg dalam, sehingga isi lambung akan tu-

run ke farings daripada ke paru-paru.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 3

Page 5: Cdk 033 Masalah Anestesi

2. Oksigenasi minimal 5 menit3. Tubokurarin 3 mg atau pankuronium 1 mg disuntikkan se-

cara intravena untuk mencegah fasikulasi yang menaikkantekanan intragastrik dan menimbulkan regurgitasi.

4. Obat induksi anestesi disuntikkan dengan cepat, diikutioleh suksinilkolin (bila tidak ada kontra indikasi).

5. Jangan diventilasi, dan pembantu harus menekan trakheasecara keras terhadap esofagus segera setelah pasien tidur.

6. Segera setelah otot lemas maka tube endoktrakheal harusdimasukkan ke dalam, dan balonnya segera ditiup.

7. Syarat penting bahwa alat pengisap disiapkan setiap saat.• Posisi anti Trendelenburg. Pasien diposisikan dalam antiTrendelenburg yang sangat, sehingga larings berada 40 cm diatas sfmgter kardiogastrik. Ikuti tindakan-tindakan (2) sampai(6) diatas tadi.

Pengobatan/terapi aspirasi. Beratnya efek aspirasi ditentu-kan oleh :1. pH cairan (makin asam makin berat pneumoninya)2. volume cairan3. partikel-partikel dari bahan aspirasi

Terapi pilihan :(a). Segera intubasi, dihisap bersih dan ventilasi.(b). Bronkhi dibilas dengan larutan garam steril, 3 - 5 cc

dan diventilasi, selanjutnya dihisap ulang sampaibersih.

(c). Antibiotika berspektrum luas(d). Bila terdapat spasme bronkhial. Beri hidrokortison

1 gr I.V; Aminofilin 240 mg dilarutkan dengan250 cc 5% D/W. Pelan-pelan secara intravena dan se-gera dihentikan bila timbul aritmia atau hipotensi.

Foto rontgen toraks dibuat segera apabila dicurigai adanyaaspirasi. Diulang 6 - 8 jam kemudian bila yang pertama ne-gatif karena ada kemungkinan terdapat delayed aspirasidan terjadinya pneumonia.

II. Hipotensi

Hipotensi adalah reduksi 30 - 35% dari tekanan darah sisto-lik normal. Sebab-sebab hipotensi :— Hipovolemia— Shock kardiogenik—Shock neurogenik— Sepsis—Hipofungsi atau kegagalan adrenal—Kekacauan metabolik (misalnya coma diabeticum).

Untuk mengetahui kelanjutan pengobatan perlu ada moni-toring1. Tekanan darah dengan cuff biasa atau lebih tepat dengan

arteria line dengan pembacaan langsung dari transduser.2. Kateter CVP : untuk mendiagnosis overload jantung kanan,

juga bermanfaat untuk digunakan sebagai pemberian cairan.3. ECG4. Temperatur : Hipotermia dan hipertermia dapat menyebab-

kan masalah-masalah intraoperatif yang serius. Ukur suhusentral di esofagus atau rektum atau membrana timpani.Kateter vesika urinaria. Output urine menunjukkan keada-

an hidrasi dan derajat aliran darah melalui ginjal. Memperta-

4 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

hankan aliran urine sebanyak 40 - 60 ml/jam akan meng-urangi kemungkinan kegagalan ginjal akut pada masa pasca-bedah. Ginjal membutuhkan minimal tekanan 80 torr untukmempertahankan derajat aliran ini. Kateter ini mengukur CVP,tekanan arteria pulmoner, tekanan pulmonary wedge (ukurandari faal jantung kiri). Dengan sedikit modifikasi dapat untukmengukur cardiac output.

Arterial line. Arterial line ini sangat berguna untuk meng-ukur tekanan darah secara terus menerus, dan mendapatkancontoh gas-gas arteri untuk evaluasi status pulmoner. Arteria-radialis dan brakhialis mudah dicapai. Sebelum kanulasi dariarteria radialis atau ulnaris, harus dilakukan dahulu Allen test.Untuk meyakinkan apakah arteria alternatif masih ,cukup, ji-ka arteria yang dikanulasi kemudian trombosis. Arterial linedapat dipelihara supaya terbuka terus dengan pembilasan ber-kala larutan 1 unit heparin per cc.

III. Kegagalan PernafasanSebab-sebab mekanik dan masalah pernafasan :1. Jalan pernafasan bagian atas(a). Trauma yang mengenai jaringan lunak dan jaringan tulang

dari muka dapat menyebabkan obstruksi mekanis dari per-nafasan. Bila ada keragu-raguan tentang kemampuan mem-pertahankan pernafasan sewaktu diinduksi, maka pasientersebut harus diintubasi sewaktu sadar.

(b). Fraktur dari bagian tengah muka berbahaya karena mung -

kin ada fraktur etmoid. Sedapat mungkin dihindari intu-basi nasal, sebab tube nasal dapat membawa infeksi ke da-lam otak. Juga ada kemungkinan bahaya tube maags-lang melalui fraktura etmoid masuk ke dalam jaringanotak.

(c). Mat pengisap yang efektif sangat penting terutama sewak-tu intubasi pasien yang mempunyai luka-luka facial atauintra-oral.

(d). Trauma muka ada kaitannya dengan trauma terhadaplarings

(e). Aspirasi korpus alienum. Pasien dewasa yang kooperatifcukup dengan anestesia topikal saja, karena lebih mudahuntuk inspeksi airway, untuk melakukan bronkhoskopidan mengurangi risiko mendorong corpus alienum lebihdalam ke trakheobronkhial.Bila dibutuhkan anestesi umum, harus disiapkan ukurantube endotrakheal. Biasanya dibutuhkan ukuran yang le-bih kecil. Harus diberikan oksigenisasi yang cukup tinggiO 2 , apabila korpus alrenum tadi menyumbat bagian bron-khus, besar.

2. Toraks dan isinya.(a). Trakhea yang sobek, kontusi pm-pm dan pneumoto-

raks adalah bahaya-bahaya maut yang ada kaitannya de-ngan trauma tumpul terhadap toraks atau luka-luka me-nembus—Tube Endotrakheal harus dimasukkan melalui sobekan

di trakhea kemudian cuffnya ditiup untuk mengaman-kan jalan pernafasan.

—Bila kontusinya berat maka tube seperti Robert Shawatau Carlens diperlukan untuk mengisolasi paru-paru

Page 6: Cdk 033 Masalah Anestesi

yang rusak, mencegah masuknya kotoran kedalam pa-ru-paru yang utuh, atau untuk mengempiskan paru-paru sewaktu proses perbaikan.

(b). Pneumotoraks.Dengan auskultasi, x-ray toraks, inspeksi gerakan pernafas-an dan berkembangnya emfisema subkutan, keluhan sesaknafas dan sianosis dari pasien dapat dibuat diagnosa pra-bedah.Intraoperatif bila terdapat nadi yang kecil, takhiaritmia, hi-poksia, compliance yang berkurang dan kemudian berkem-bangnya emfisema subkutan; semua ini menunjukkan ke-mungkinan adanya pneumotoraks. Monitoring dengan ste-toskop yang ditempelkan di kiri-kanan toraks selamaoperasi.

IV. Tamponade kardiak

Tamponade kardiak mungkin disebabkan oleh trauma ataupenyakit. Bila berat, kantong perikardial harus dikosongkansebelum pemberian anestesi. Bila terdapat tamponade, hati-hatilah dalam pemberian obat anestesi yang dapat menyebab-kan berkurangnya kontraktilitas myocard. Kontraktilitas yan g

berkurang akan membatasi cardiac output. Dapat terjadi car-diac arrest, yang dengan resusitasi biasanya akan gagal.

Dosis ketamin untuk menidurkan, atau bila perlu N 2 0amnesia atau kadang-kadang tanpa anestesi dapat dipakai un-tuk intubasi dengan menggunakan obat-obat pelemas otot.Hati-hatilah menggunakan tubokurarin karena mudah terjadihipotensi.

V. CNS (Central Nervous System)

Medula spinalisPasien dengan kerusakan akut yang menyebabkan kompresimedula spinalis di bagian leher membutuhkan posisi yang sa-ngat hati-hati. Harus ditunjang dengan penunjang leher untukmenghindari paralisis permanen.

Apabila pasien kooperatif, suruh pasien menggerakkankepala dan lehernya sampai titik dia merasa tidak enak.Ini akan memberikan informasi pada ahli anestei sampaimana dibolehkan gerakan pasien, bila pasien sudah ditidur-kan. Tiap posisi dari pasien dengan kemungkinan kerusakanmedula spinalis harus dikerjakan dengan perlahan-lahan, ha-ti-hati dan dibantu oleh cukup orang supaya lancar danmencegah tiap tekanan yang tidak perlu terhadap medulaspinalis.Suksinilkolin harus dihindari karena penggunaannya dapatmenyebabkan hiperkalemia.Bila terdapat tekanan ICP meninggi, maka obat-obatdepolarizer (suksinilkolin) hanya boleh dipakai apabiladidahului dengan sedikit obat non depolarizing (tuboku-rarin atau pankuronium).

Penyakit dan trauma intrakranial.Masalah utama yaitu untuk menghindari bertambahnya te-kanan ICP. Tekanan ICP dapat meninggi oleh :(a). Posisi kurang tepat dari pasien.

Obstruksi dari venous return akan meninggikan tekanan

CSF.(b). Fasikulasi oleh obat depolarisasi.(c). Hiperkapnia oleh karena vasodilatasi serebral.(d). Penggunaan N2 O apabila terdapat udara bebas di dalam

kotak kranial. Udara yang digunakan pada pneumoen-cephalography dapat tinggal sampai melebihi 36 jam.

(e). Pasien mengejan atau bergerak sebelum kranium terbuka.(f). Hidrasi yang berlebihan.

VI. Kedaruratan Ortopedi

Keadaan-keadaan darurat ini biasanya terbatas kepada fraxrurinfeksi akut. Biasanya tidak terdapat kelainan lain yang mem-butuhkan anestesi segera, maka operasi-operasi seperti ini da-pat ditangguhkan sampai ada kesempatan persiapan yang le-bih baik, dan untuk memperbaiki keadaan umumnya.

Kehilangan darah dalam fraktura tertutup dapat diestimasisebagai berikut :1. Fraktur dari telapak kaki dengan sedikit bengkak 250-

500 ml.2. Fraktur bagian bawah dari kaki dengan sedikit bengkak

500 - 1000 ml.3. Fraktur tungkai femur 500 - 2000 ml.4. Fraktur persendian patella sampai 2000 ml.5. Fraktur antebrakhii 500 - 750 ml.6. Fraktur humerus dan bahu sampai 2000 ml.

Mengestimasi kehilangan darah dengan adanya kerusakan-kerusakan jaringan lunak. Digunakan standar volume dari sua-tu tinju tangan laki-laki sebesar suatu volume jaringan yangrusak, maka pedoman berikut ini dapat dipakai.(a). Kurang dari 1 tinju tangan 10 - 20% dari volume darah.(b). 1 — 2 tinju tangan 20 - 40% volume darah.(c). 3 - 5 tinju tangan sampai 40% volume darah.TEKNIK-TEKNIK ANESTESI UNTUK BEDAH GAWATDARURAT

Teknik yang terbaik adalah teknik yang dikuasai denganbaik oleh ahli anestesi. Keadaan darurat bukanlah kesempatanuntuk mencoba-coba cara-cara baru.1. Untuk anestesi umum tidak ada kontra indikasi absolut.2. Anestesi konduksi baik sekali untuk operasi-operasi di le-

ngan bawah, tangan dan kaki.Ada kontra indikasi untuk anestesi regional atau spinal,yaitu :(a). Infeksi di daerah yang harus dimasuki jarum.(b). Gangguan perdarahan.(c). Hipovolemia lebih dari 20% volume darah, apabila

akan digunakan anestesi spinal atau epidural, kecualiapabila telah dikoreksi sebelum pemberian anestesi.Ini adalah bukan kontra indikasi absolut.

3. Pasien dengan lambung penuh sebaiknya diberi anestesiregional. Anestesi spinal atau epidural tidak memberikanproteksi absolut terhadap aspirasi. Regurgitasi adalah mung-kin terutama bila tidak terdapat tonus otot abdominal se-hingga mungkin tidak dapat memberikan proteksi terha-dap larings oleh batuk.

Pada pasien shock, dosis anestetikum apa saja harus jauh lebih(Bersambung ke halaman 26)

Cermin Dunia Kedokteran No. 33. 1984 5

Page 7: Cdk 033 Masalah Anestesi

Anestesi Untuk Pembedahan Darurat

dr. Eddy Rahardjo, dr. Puger Rahardjo dan dr. Hardy SulistyonoBagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga/RS dr. Soetomo, Surabaya

I. PERTIMBANGAN UMUM

Perbedaan -perbedaan pokok dari anestesi untuk pem-bedahan elektif (terencana) dengan anestesi untuk pembe-dahan darurat adalah : (1) bahaya aspirasi dari lambungyang berisi; (2) gangguan-gangguan pernafasan, hemodi-namik dan kesadaran yang tidak selalu dapat diperbaikisampai optimal; (3) terbatasnya waktu persiapan untukmencari baseline data dan perbaikan fungsi tubuh. Penun-daan pembedahan akan membahayakan jiwa atau menye-babkan kehilangan anggota badan.

Seorang dokter anestesi hams memeriksa sendiri pen-derita dan berusaha memperoleh sebanyak mungkin infor-masi tentang keadaan penderita dalam waktu pendek yangtersedia.

II. POLA KERJA PREOPERATIF

A. EVALUASI FUNGSI VITALSegera dilakukan waktu penderita datang :B — 1 : Breath = pernafasanB — 2 Bleed = hemodinamikB — 3 : Brain = otak dan kesadaran

Pada kesempatan pertama dokter penerima penderitamelakukan evaluasi cepat tanpa alat dengan pola sbb. :(lihat skema 1)

Peranan dokter anestesi dalam fase ini jelas tidak dapatdielakkan lagi, karena ketrampilannya dalam bidang sup-port nafas dan sirkulasi menjadi tumpuan keselamatanpenderita. Stabilisasi fungsi pernafasan meliputi : terapioksigen, nafas buatan, punksi pneumotoraks, intubasi en-dotrakheal atau krikotirotomi . Life support diberikantanpa menggantungkan diri pada pemeriksaan-pemerik-saan rumit yang membuang-buang waktu. Time saving islife saving. Always err on the safe side. Terlewat satupunksi tensionpneumothorax tanpa menunggu X-photodengan basil negatif, masih lebih balk dari pada terlewat

6 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

satu tension pneumothorax karena menunggu X-photodengan basil penderita cardiac arrest.

B. STABILISASI HEMODINAMIK

Bagian terbesar penderita bedah darurat mengalamigangguan hemodinamik berupa perdarahan atau fluid lossmisalnya pada : peritonitis, ileus, diare, kombusio.1. Secara umum kehilangan darah 10% dari Estimated

Blood Volume dapat ditolerir tanpa perubahan-peru-bahan yang serius (EBV dewasa 70 cc/kg BB, anak-

Page 8: Cdk 033 Masalah Anestesi

anak < 2 th 80 cc/kg BB). 1, 2 Kehilangan > 10% me-merlukan penggantian berupa Ringer Laktat. Bataspenggantian darah dengan Ringer Laktat adalah sampaikehilangan 20% EBV atau Hematokrit 28% atau He-moglobin ± 8 gr%. 1,3,4 Jumlah cairan masuk harus 2-4 x jumlah perdarahan. Cara hemodilusi begini bukan un-tuk menggantikan tempat transfusi darah, tetapi untuk :

a. Tindakan sementara, sebelum darah datang.b. Mengurangi jumlah transfusi darah sejauh transpor

oksigen masih memadai.c. Menunda pemberian transfusi darah sampai saat yang

lebih baik (misalnya : pemberian transfusi perlahan-lahan/postoperatif setelah penderita sadar, agar obser-vasi lebih baik kalau-kalau terjadi reaksi transfusi).

d. Cairan Ringer Laktat mengembalikan sequestrasi/thirdspace loss yang terjadi pada waktu perdarahan/shock.

Jumlah darah yang hilang tidak selalu dapat diukur na-mun dengan melihat akibatnya pada tubuh penderita,jumlah darah yang hilang dapat diperkirakan sbb. :

— preshock : kehilangan s/d 10%— shock ringan : kehilangan 10 - 20%. Tekanan darah

turun, nadi naik, perfusi dingin, basah, pucat.— shock sedang : kehilangan 20 - 30%. Tekanan darah

turun sampai 70 mmHg. Nadi naik sampai diatas 140.Perfusi buruk, urine berhenti.

— shock berat : kehilangan lebih dari 35% : Tekanandarah sampai tak terukur, nadi sampai tak teraba.

2. Untuk fluid lose pada kasus-kasus abdomen akut di-berikan Ringer Laktat dengan pedoman5,6

— Berkurangnya volume cairan intersisial menyebab-kan terjadinya tanda-tanda interssisial yaitu : tur-gor kulit jelek, mata cekung, ubun-ubun cekung, se-laput lendir kering.

— Berkurangnya volume plasma menyebabkan terja-dinya "tanda-tanda plasma" yaitu : takhikardia, oli-guria, hipotensi, shock.

Berdasarkan tanda-tanda itu maka perkiraan besarnya de-fisit adalah sebagai berikut :1. Tanda-tanda intersisial minimal : defisit 4% dari be-

rat badan.2. Tanda-tanda intersisial dan tanda plasma sedang : de-

fisit 7% dari berat badan.3. Tanda-tanda intersisial dan plasma berat : defisit 10%

dari berat badan.4. Shock : defisit 15% dari berat badan.Perkiraan defisit itu tidak harus tepat. Yang penting ada-lah berdasar perkiraan tersebut terapi mulai dapat dilaku-kan dan monitoring yang ketat keadaan penderita selamaterapi dilakukan.Cara terapi dan monitoring

1. Apabila defisit berat berikan 20 ml/kg Ringer Laktatatau 0,9% NaCl cepat. Jika setelah itu shock belum da-pat diatasi, ulangi lagi. Tujuan tindakan pertama iniadalah memulihkan volume darah/plasma dan meng-atasi shock.

2. Berikutnya dalam 8 jam pertama 50% dari defisit yangdiperhitungkan diberikan. 16 jam berikutnya diberikansisa 50% dari defisit. Setelah shock dapat diatasi, cair-an maintenance dapat diberikan bersama-sama denganterapi defisit.Cairan maintenance : dewasa 50 cc/kg BB dengan Nat-rium 2 - 4 mEq/lg BB; sisanya sebagai larutan dex-trosa.

3. Jika produksi urine sudah ada, kalau perlu dapat dibe-rikan Kalum 1 - 2 mEq/kg dalam 24 - 36 jam.

4. Adakan evaluasi keadaan penderita secara berkala ti-ap 4-6 jam.

5. Sebagai tanda bahwa sirkulasi dan perfusi sudah baikadalah telapak tangan atau kaki hangat, merah dan ke-ring (sebagai kebalikannya pada waktu defisit dingin,kelabu dan lembab).

6. Bila dapat dipasang CVP kateter, maka dilakukan "5-2 fluid challenge. sampai hemodinamik terbaik denganCVP yang optimal. Cara ini sangat bermanfaat pada ka-sus-kasus sulit (tua, sakit jantung dan sebagainya). 6

(lihat skema 2)

C. PENCEGAHAN ASPIRASI

Meskipun lazimnya dianut puasa 6 jam, hal ini perlu di-teliti dalam kaitan penyakit penderita. Puasa 6 jam ti-dak menjamin lambung kosong, karena adanya faktor-faktor penghambat peristaltik (nyeri, trauma, partus, nar-kotik. 1,7,8 Bila menunggu 6 jam justru memperberat pe-nyakitnya, maka waktu menunggu harus diperpendek.Contoh : — reposisi dislokasi panggul atau bahu yang

menjadi lebih sukar karena edema.— infeksi pada luka terbuka dengan konta-

minasi.—perdarahan ulang atau perdarahan yang

memburuk bila ditunggu.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 7

Page 9: Cdk 033 Masalah Anestesi

Tindakan-tindakan aktif lain untuk mencegah aspirasihendaknya dilakukan dengan atau tanpa puasa 6 jam ter-sebut.1. Pengosongan lambung dengan tube gastrik no. 20 atau

lebih besar, dihisap berkala, terakhir isap sebelum oksi-genasi preoperasi lalu dicabut sebelum induksi: Bolehdipasang lagi bila intubasi sudah berhasil masuk dancuff terpasang.Dengan pemberian nasal decongestant, Lidokain sprayke hidung dan lubrikan (KY) jelly yang water base, ma-ka pemasangan tube nasogastrik tidak mengerikan pen-derita lagi. Prognosis aspirasi tergantung juga pada vo-lume. Batas bahaya 0,5 - 0,6 cc/kg BB. 9 ' 10 Pada pende-rita ileus obstruktif, cairan yang keluar bisa berliter-liter

2. Antasid magnesium trisilikat 15 cc akan berguna me-netralisir sisa-sisa asam cairan lambung. Diberikan mi-nimal 30 menit sebelum induksi. Pemberian rutin dila-kukan pada kasus-kasus obstetrik.Antasida tidak akan menetralisir asam semua pende-rita sebab tergantung faktor-faktor mixing, volumecairan lambung, pH isi lambung. Dalam keraguan;pasang tube nasogastrik dulu, hisap sampai habis, be-ri antasida. pH dibawah 2,5 sangat buruk akibatnyapada paru-paru. l,7,811,12 Perlu dicatat bahwa benda-benda padat tidak bisa keluar lewat tube nasogastrik,Benda padat juga berbahaya pada aspirasi. Antasidesendiri bisa menyebabkan pneumonitis jika teraspi-rasi. Namun sejauh ini Mg trisilikat menurut percobaanhewan Taylor Pryse Davies cukup aman, dan pengalam-an kami juga menyokong pendapat ini. Simetidin ti-dak berguna karena obat ini hanya mengurangi produk-

8 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

si dan keasaman cairan lambung yang akan keluar.9' 1 °

D. PEMERIKSAAN LABORATORIKDasar : hemoglobin, lekosit, toraks foto, ECG.Pelengkap : v/d Bergh, SGOT, SGPT, BUN, kreatinin,

elektrolit, gas darah.Seperti lazimnya pada operasi elektif, indikasi pemerik-saan juga diubah sesuai kebutuhan dan indikasi. Seorangdewasa muda dengan fraktura kruris terbuka tanpa pe-nyulit lain tentu tak perlu toraks foto dan ECG, gas da-rah dan sebagainya.

III. ANESTESI1. PENCEGAHAN ASPIRASI 1,7,8

• Posisi head down selama trakhea tidak di intubasi. Posisihead down juga setelah trakhea di intubasi, kecuali bila adatrauma kapitis atau kenaikan tekanan intrakranial.

• Tube nasogastrik diisap bersih lalu dilepas sebelum induksi,dipasang kembali setelah intubasi dan cuff terpasang.

• Siap suction yang kuat, bekerja baik dan kateter besar.• Induksi : head up crash intubation (40€) untuk tenaga yang

sudah trampil intubasi. Penderita dengan trauma maksilo-fasial yang sukar jalan nafasnya dan berdarah terus menerusjangan memakai cara ini.Periode head up diusahakan sependek mungkin karena :

—Jarang hemodinamiknya penderita mampu bertahan padaposisi securam ini. Perfusi otak sangat terganggu.

—Tujuan utama adalah kenaikkan tekanan intragastrik olehsuksinilkolin (bisa mencapai 20 cmH 2 O).Bila fasikulasi selesai; cepat periksa relaksasi rahang, cepat

intubasi; pasang cuff; kembali head down; nafas buatan. Se-lama intubasi dan cuff belum terpasang, jangan berikan nafasbuatan kecuali intubasi gagal, segera robah head down dan berinafas buatan untuk mengatasi hipoksia. 1

Intubasi head down merupakan pilihan lainnya jika carahead up tidak dapat dilakukan. Ingat bila perlu penderita tidurmiring dulu, baru ditelentangkan waktu akan laringoskopi.Ada yang muntah dan aspirasi masif baik pada cara head downmaupun head up. Tak satupun cara yang aspiration-proof.Pada trauma maksilofasial atau kesulitan jalan nafas, pertim-bangkan intubasi sadar. Boleh spray lidokain 2% pada lidahdan farings, tetapi jangan kena plika vocalis. Diazepam 0,1-0,2 mg/kg iv dapat diberikan untuk mengurangi stres penderitadan memudahkan intubasi.2. OBAT DAN TEKNIKA. ANESTESI UMUM— Oksigenasi 10 liter/menit selama minimal 3 menit.— Pentotal 3 - 5 mg/kg BB, suksinilkoline 1 - 2 mg/kg BB

(jangan terlalu sedikit suksinilkolin). Kompresi krikoeso-fageal dilakukan saat ini. Bila terlalu pagi justru merang-sang muntah.

—Diazepam 0,2 mg/kg BB IV sebagai ganfi Pentotal bila te-kanan darah labil atau pada penderita asma bronkhiale.

—Ketamin 1 - 2 mg/kg BB pada penderita dengan shock atautrauma status III asalkan tidak ada kenaikan tekanan intra-krapial.

Page 10: Cdk 033 Masalah Anestesi

Metode prekurarisasi dapat saja digunakan asal semua cara-cara tersebut diatas tidak dikurangi/diubah.Hilangnya kesadaran akan disertai penurunan tonus simpa-tis dan hipotensi. Karena itu sedapat mungkin jangan mu-lai anestesi, bila volume replacement masih belum cukup.Salah satu cara untuk menilai adalah tilt test (Methomy D,1968). Bila penderita head up 300 ; tensi turun >10 mmHgdan nadi naik, penderita masih hipovolemik, bahkan sampai20% EBV.Lidokain spray tidak dipakai untuk plika vokalis maupuntrakhea, karena retleks protektif jalan nafas tidak bolehhilang. Kecuali pada pembedahan intrakranial.Eter sebagai obat anestesi tunggal masih merupakan pilih-an yang baik untuk operasi perut bagian bawah dan orto-pedik.Halotan disertai suplement narkotik intra vena merupakanalternatif lain, dan merupakan obat pilihan untuk torakoto-mi bila hemodinamik mengizinkan. Karena halotan menye-babkan relaksasi uterus, hati-hati dengan bahaya hemor-hagia postpartum pada Sectio Cesaria, forceps ekstraksidan lain-lain.Ketamin selain untuk induksi juga dapat dipakai sebagaiobat maintenance (IV 1⁄2 - 1 mg/kg BB tiap 10 - 15 menit).Merupakan pilihan yang baik pada keadaan dimana gang-guan hemodinamik tidak dapat diatasi sebelum/selama pem-bedahan. Kecuali untuk penderita dengan kenaikkan te-kanan intrakranial/kraniotomi, sebab ketamin menaikkantekanan intrakranial.N 2 0 -- 0 2 dipakal hanya untuk kraniotomi, dengan suple-ment narkotik, pentotal atau diazepam, droperidol. Semuadiberikan secara intra vena.Untuk torakotomi mutlak dipakai O2 100%.Relaksan dipakai dalam kombinasi dengan salah satu obatanestesi diatas. Dosisnya diatur agar tidak terjadi 100%blok supaya reversal nanti mudah. Semua kasus diberikanreversal. Prostigmin, Atropin dengan perbandingan 2 : 1 da-lam satu semprit disuntikkan IV perlahan-lahan (2 - 3 menit).Untuk kraniotomi diberikan suksinilkolin (100 mg IV pada

orang dewasa), pada waktu kepala akan dibalut dan ekstubasi.Nafas buatan diberikan perlahan - lahan, awasi kemungkinan re-gurgitasi (disini risiko aspirasi diletakkan dibawah risiko edemaotak dan herniasi otak), bila perlu dipakai tube nasofarings.

Setelah nafas spontan kembali, reversal diberikan untukmenghilangkan sisa relaksan. Siap suction yang kuat.Kecuali pada kraniotomi, maka semua ekstubasi dilakukan se-telah penderita sadar/cukup sadar untuk menjaga jalan nafas-nya dari aspirasi. Minimal bisa melakukan head lift selama 5detik setelah muscle relaxant diberi antidote.

B. ANESTESI REGIONAL

Bila teknik telah dikuasai dengan baik, anestesi regional me-rupakan pilihan yang baik. Bila dilakukan tanpa sedasi, bahayaaspirasi jauh berkurang. Flerniotomi scderhana (tenpa reseksiusus), fraktura kaki dan tangan seksio cesaria, apendektumidapat dilakukan dengan blok.

Kontra indikasi cara ini adalah hemodinamik yang tidak

stabil anemia berat dan ketidak pastian jenis dan lamanya pro-sedur pembedahan. Kenaikan tekanan intrakranial, hipertensiyang tidak diregulasi, dan kelainan anatomis tulang belakangjuga merupakan kontra indikasi.

Brachial plexus block, axillary block dan intravenous regio-nal dapat dipakai untuk operasi sampai setinggi 1⁄2 lengan atas.Spinal subaraknoid atau epidural untuk perut dibawah umbi-likus kebawah. Subarachnoid block tidak diberikan pada pen-derita yang akan dirawat jalan/segera dipulangkan karena resi-ko spinal headache. Dmikian juga supra clavicular brachialplexus block karena risiko pneumotoraks.

Untuk anestesi regional pilihan kami adalah Lidocain 1-2% untuk nerve block dan Lidokain 5% (Lidodex®) larutan hi-perbarik untuk subaraknoid.

IV. KASUS-KASUS KHUSUS

Penderita dengan penyakit - penyakit khusus sebagai pe-nyulit dari masalah bedahnya sering juga dijumpai.

1. Penyakit jantung koroner :• Usahakan oxygen demand tidak meningkat oleh infeksi,

gelisah, nyeri, eksitasi.• Usahakan perfusion pressure tidak berkurang/turun banyak

(tekanan darah stabil seperti waktu sadar ± 10 - 20 mmHg).• ECG continuous monitoring. Awasi segmen ST, arah ge-

lombang T dan timbulnya aritmia yang berbahaya.Perubahan arah dari T atau ST merupakan tanda perfusikoroner yang memburuk. Chest lead V 5 memberi informasiyang baik untuk ini semua.

2. Penyakit jantung dekompensasi :• Usahakan depresi myocard seringan tnungkin dengan meng-

hindari halotan konsentrasi tinggi.• Usahakan perfussion pressure tidak berkurang/turun ba-

nyak.Pada Mitral Stenosis yang sempit, takhikardia dapat men-

trigger dekompensasi. Usahakan nadi senormal mungkin.Pasanglah CVP kateter. Digitalisasi cepat preoperasi harus di-usahakan.

3. Diabetes Mellitus :• Periksa kadar gula darah, korelasikan dengan reduksi uri-

ne yang sedang menetes dari kateter.• Pemberian dosis insulin hendaknya err on the low side.

Hiperglikemia lebih aman daripada hipoglikemia. Kadargula darah diusahakan 150 - 200 mg%. Jangan berusahamembuat "normal"

4. Asma Bronkhiale :• Anamnesis yang teliti tentang berapa berat sakitnya. be-

rapa sering serangan, kapan terakhir serangan. obat apayang biasa dipakai.

• Berl Aminotilin IV. Kadang-kadang penambahan oradexonI ampul IV dapat banyak membantu.

• Jangan iniubasi sebelum retleks hiking. Pentotal suksinilkurang tepat disini. Kalau bisa, anestesi di dalamkan denganhalotan sampai refleks jalan nafas hiking, baru di intubasi.Ekstubasi juga dilakukan scbeluin refleks timbul lagi.Posisi head down.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1 984 9

Page 11: Cdk 033 Masalah Anestesi

10 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Page 12: Cdk 033 Masalah Anestesi

Analgesia Subaraknoid Pada Seksio Cesaria

dr. Gunawarman Basuki Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta.

PENDAHULUAN

Analgesia subaraknoid sudah lama dikenal. Pertama kali iadikemukakan oleh J Leonard Corning yang menyuntikkan ko-kain ke dalam ruangan subaraknoid pada tahun 1885. Kemu-dian Bier pertama mencoba untuk pembedahan pada tahun1899 dan Kreis melakukan tehnik ini untuk menghilangkannyeri persalinan pada tahun 1900. 1

Pada tahun 1979 di Amerika Serikat analgesia subaraknoiddan epidural adalah teknik yang sering dilakukan (62%) padatindakan seksio cesaria dan analgesia subaraknoid menjadipilihan nasional. 2 Keuntungan -keuntungannya adalah : peru-bahan fisiologi, pencegahan dan penanggulangan penyulitnyatelah diketahui dengan baik; analgesia dapat diandalkan; ste-rilitas dijamin; pengaruh terhadap bayi sangat minimal; pasiensadar sehingga dapat mengurangi kemungkinan terjadinya as-pirasi; dan tangisan bayi yang baru dilahirkan merupakan ke-nikmatan yang ditunggu oleh seorang ibu. disertai jalinan psi-kologik berupa kontak mata antara ibu dengan anak. 1 —5

Perubahan kardiovaskuler pada ibu

Yang pertama kali diblok pada analgesi subaraknoid yaituserabut saraf preganglionik otonom, yang merupakan serat sa-raf halus (serat saraf tipe B). Akibat denervasi simpatis ini akanterjadi penurunan tahanan pembuluh tepi, sehingga darah ter-tumpuk di pembuluh darah tepi karena terjadi dilatasi arte-rial, arteriol dan post-arteriol. 1 —3 Pada umumnya serabut pre-ganglionik diblok dua sampai empat segmen dikranial derma-tom sensoris yang diblok.

Besarnya perubahan kardiovaskular tergantung pada ba-nyaknya serat simpatis yang mengalami denervasi. Bila terjadihanya penurunan tahanan tepi saja, akan timbul hipotensiyang ringan. Tetapi bila disertai dengan penurunan curah jan-tung akan timbul hipotensi berat. 6

Perubahan hemodinamik pada pasien yang menjalani sek-sio cesaria dengan blok subaraknoid telah diselidiki oleh Ue-land.7 Pada posisi terlentang terjadi penurunan rata-rata tekan-

an darah dari 124/72 mmHg menjadi 67/38 mmHg; penurun-an rata-rata curah jantung 34% (dari 5400 menjadi 3560 ml/menit) dan isi sekuncup 44% (62 menjadi 35 ml). Sedangkandenyut jantung mengalami kenaikan rata-rata 17% (90 menjadi109 kali/menit). Pengaruh pengeluaran bayi terhadap hemodi-namik menunjukkan kenaikan rata-rata curah jantung 52%(2880 ml/menit) dan isi sekuncup 67% (42,2 ml); sedangkan de-nyut jantung menurun 11 kali/menit, disertai kenaikan rata-ratatekanan sistolik 21,8 mmHg, diastolik 6,3 mmHg, kenaikan te-kanan vena sentral dari 4,9 menjadi 6,75 cm H2 O. Keadaan inidisebabkan karena masuknya darah dari sirkulasi uterus ke da-lam sirkulasi utama akibat kontraksi uterus.

Menurut laporan Wollmann8 setelah induksi pada pasien

yang berbaring lateral tanpa akut hidrasi sebelumnya, tekananarteri rata-rata turun dari 89,2 ± 3,3 menjadi 64,0 ± 3,6 mm-Hg, tekanan vena sentral rata-rata turun dari 6,0 ± 0,9 menjadi2,0 ± 0,9 cm H 2 O. Setelah bayi lahir tekanan arteri rata-ratamenjadi 86,0 ± 13 mmHg dan tekanan vena sentral menjadi12,6 ± 2,0 cm H2 O (hipotensi yang telah diatasi dengan akuthidrasi memakai 1000 ml cairan dekstrosa 5% di dalam laktatatau Ringer). Pasien tersebut diblok setinggi T 2 — T 6

Hipotensi

Insidensi hipotensi (tekanan sistolik turun di bawah 100mmHg, atau penurunannya lebih dari 30 mmHg dari pada se-belum induksi) dapat mencapai 80%. 9 -12 Keadaan ini antaralain disebabkan oleh karena 6,13

Pada posisi pasien terlentang terjadi kompresi parsial atau to-tal vena kava inferior dan aorta oleh masa uterus (beratnya ku-rang lebih 6 kg). 90% pasien yang mengalami kompresi parsi-al tidak menunjukkan gejala hipotensi. Keadaan ini disebab-kan oleh mekanisme kompensasi dengan kenaikan venokons-triktor neurogenik. Sedangkan 10% sisanya dapat menderi-ta hipotensi berat (tekanan sistolik bisa sampai 70 mmHg);dan hampir 75% mengalami gangguan darah balik, sehingga cu-rah jantung berkurang sampai 50% 6,13

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 11

Page 13: Cdk 033 Masalah Anestesi

rah jantung berkurang sampai 50%.6,13

Pengaruh terhadap bayiPengaruh langsung zat analgetik lokal yang melewati sawar

uri terhadap bayi dapat diabaikan. Menurut Giasi 14 pemberi-an 75 mg lidokain secara intratekal akan menyebabkan kadarobat 0,32 mikrogram/ml di dalam darah pasien. Protein plas-ma dan eritrosit akan mengikat 70% lidokain di dalam darah.Selain itu efek uterine vaskular shunt akan menyebabkan le-bih sedikit lagi konsentrasi lidokain di dalam bayi. 13 Bonnar-dot15 melaporkan, konsentrasi morfin di dalam bayi sangatkecil bilamana diberikan secara intratekal sebanyak 1 mg mor-fin untuk mengurangi rasa nyeri karena persalinan.

Penyebab utama gangguan terhadap bayi pasca seksio cesa-ria dengan analgesia subaraknoid yaitu hipotensi yang menim-bulkan berkurangnya arus darah uterus dan hipoksia mater-nal. Besarnya efek tersebut terhadap bayi tergantung pada be-rat dan lamanya hipotensi. 1,2,3,6,13,16

Penurunan arus darah uterus akan sesuai dengan penurun-an tekanan darah rata-rata. Bila tekanan darah rata-rata turunmelebihi 31%, arus darah uterus turun sampai 17%. Sedang-kan penurunan tekanan darah rata-rata sampai 50%, akan di-sertai dengan penurunan arus darah uterus sebanyak 65%. 6

Banyak penulis melaporkan efek hipotensi terhadap bayiberupa perubahan denyut jantung, keadaan gas darah, skorApgar dan sikap neurologi bayi.

Gambaran deselerasi lambat denyut jantung bayi terjadibila tekanan sistolik mencapai 100 mmHg lebih dari 4 me-nit 6,13 bradikardia selama 10 menit, 13 atau tekanan sistolikmencapai 80 mmHg lebih dari 4 menit. 11,12,17 '

Beberapa penulis melaporkan bahwa pada pasien yangmengalami hipotensi karena analgesia subaraknoid pada tin-dakan seksio cesaria, sering dijumpai bayi dengan skor Apgaryang rendah serta interval mulai menangis yang panjang 16,18,19

Menurut Moya 10 skor Apgar yang rendah ditemukan pada ibuyang mengalami penurunan tekanan sistolik, yang mencapai90 - 100 mgHg selama 15 menit. Beberapa penyelidik menge-mukakan bahwa bayi yang baru dilahirkan sedikit lebih asi-dotik pada pasien yang mengalami hipotensi. Faktor lamanyahipotensi lebih besar pengaruhnya daripada besarnya hipo-tensi, terutama pada pasien yang menderita diabetes. 10,11,12,16

Pencegahan dan terapi hipotensiSebelum melakukan tindakan analgesia subaraknoid seha-

rusnya dilakukan evaluasi Minis volume darah pasien. Sebaik-nya tidak melakukan teknik ini kalau pasien dalam keadaanhipovolemia, atau keadaan yang menjurus hipovolemia selamapersalinan (misalnya plasenta previa), atau pasien yang meng-alami sindroma hipotensi terlentang yang manifes pada waktupersalinan. 2,3,6 Pencegahan dapat dilakukan dengan hidrasiakut, mendorong uterus kekiri, pemberian vasopresor, danpemberian oksigen.Hidrasi akut

Sebelum induksi harus dipasang infus intravena dengan ka-nula atau jarum yang besar, sehingga dapat memberikan cair-an dengan cepat. 1011,12,16,19,20 Hidrasi akut dengan mem-

12 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

berikan cairan kristaloid sebanyak 1000 - 1500 ml tidak me-nimbulkan bahaya overhidrasi; tekanan darah, denyut jantungdan nadi dalam batas-batas normal . 10,11,16,19,21 Menurut Woll-man8 pemberian cairan kristaloid sebanyak 1000 ml hanyamenaikkan tekanan vena sentral sebanyak 2 cm air dan nilai-nya masih dalam batas normal.

Akhir-akhir ini beberapa penulis menganjurkan cairan kris-taloid yang tidak mengandung dektrosa. 12,22 Karena menurutMendiola, 20 infus dekstrosa 20 g/jam atau lebih sebelum mela-hirkan menimbulkan hipoglikemia pada bayi 4 jam setelah di-lahirkan. Ini disebabkan karena pankreas bayi yang cukupumur akan menaikkan produksi insulin sebagai reaksi atasglukosa yang melewati sawar an . Kenepp 22 melaporkan bahwaterjadi asidemia laktat pada bayi yang dilahirkan yang menda-pat hidrasi akut dengan cairan dektrosa 5%. Keadaan ini di- sebabkan oleh hipotensi, insufisiensi plasenta, dan atau terjadiglikolisis dalam keadaan hipoksia.Mendorong Uterus ke kiri

Dengan mendorong uterus ke kiri paling sedikit 10° dapatdihindari bahaya kompresi vena kava inferior dan aorta, se-hingga dapat dicegah sindroma hipotensi terlentang. 1,2,3,8,23,24

Menurut Ueland7 mengubah posisi pasien dari terlentang men-jadi lateral dapat menaikkan isi sekuncup 44,1%, menurunkandenyut jantung sebanyak 4,5%, dan menaikkan curah jantung33,5%.

Maka pasien yang akan dioperasi harus dibawa pada posisimiring. Dan kalau pada observasi fungsi vital terjadi manifes-tasi sindroma hipotensi terlentang yang tidak dapat dikoreksidengan mendorong uterus ke kiri, hal ini merupakan indikasikontra tindakan analgesia regional. 2

Pemberian Vasopresor : EfedrinPencegahan dengan akut hidrasi dan mendorong uterus ke

kiri dapat mengurangi insidensi hipotensi sampai 50-60%. 11,24

Pemberian vasopresor, seperti efedrin, sering sekali dipakai un-tuk pencegahan maupun terapi hipotensi pada pasien kebidan-an 2,11,12,24,25,26 Keuntungan pemakaian efedrin ialah menaikankontraksi miokar, curah jantung, tekanan darah dampai 50%,tetapi sedikit sekali menurunkan vasokonstriksi pembulu da-rah uterus. 2,13,2 'Menurut penyelidikan Wreight. 28 efedrin da-pat melewati plasenta dan menstimulasi otak bayi sehinggamenghasilkan skor Apgar yang lebih tinggi.

Guthe25 menganjurkan pemberian efedrin 25 - 50 mg IMsebelum dilakukan induksi. Ini dapat mengurangi insidensi hi-potensi sampai 24%. Tetapi cara ini sering menimbulkan hi-pertensi postpartum karena efedrin bekerja sinergistik denganobat oksitosik. 29

Penulis lain menganjurkan pemberian efedrin cara intrave-na kalau terjadi hipotensi atau sudah terjadi penurunan tekan-an darah 10 mmHg; dosisnya 10 mg yang diulang sampai te-kanan darah kembali ke awa1. 10,12,16 Bayi yang dilahirkan de-ngan cara ini mempunyai skor Apgar sangat baik; pemeriksaanpH dan base-excessnya dalam batas normal, 10, 12,16 dan sikapneurologi bayi setelah 4 - 24 jam dilahirkan sangat baik. 16

Page 14: Cdk 033 Masalah Anestesi

TEKNIKTinggi analgesia yang diperlukan untuk seksio cesaria yaitu

setinggi dermatom toraks 4 - 6, walaupun insisi kulit hanyamencapai dermatom toraks 10. Ini untuk mengurangi mual ka-rena rangsangan peritoneum dan alat viseral. 2,3

Dosis analgetika yang diperlukan untuk mencapai ketinggi-an dermatom ini 50% - 70% daripada dosis yang diperlukan pa-da pasien yang tidak hamil. Ini disebabkan karena pembesar-an pembuluh vena di ruangan epidural menimbulkan penyem-pitan ruangan epidural dan subaraknoid. 2 Obat analgetikayang lazim dipergunakan yaitu9 :— tetrakain 6 - 10 mg, lama analgesia 11⁄2 - 2 jam— lidokain 50 - 100 mg, lama analgesia 45 - 60 menit— bupivakain 7 - 9 mg, lama analgesia 2 - 3 jam

Sprague 30 menganjurkan punksi dura dilakukan pada posi-si lateral kanan, kemudian pasien dibaringkan ke posisi semi la-teral kiri. Keuntungan cara ini yaitu dapat mencegah kompre-si aorto-caval dan memperoleh sensori analgesia yang adekuat.

Pemberian oksigen terhadap pasien sangat bermanfaat ka-rena (a) memperbaiki keadaan asam-basa bayi yang dilahir-kan, (b) dapat memperbaiki pasien dan bayi pada saat episodehipotensi, (c) sebagai preoksigenasi kalau anestesia umum di-perlukan. 11,12

Dengan menaikkan FiO 2 maka tekanan arteri oksigen (pO2 )akan meningkat. Kenaikkan pO 2 dapat diperkirakan dengankenaikan FiO 2 , menurut kaidah sebagai berikut :

Monitoring tekanan darah harus dilakukan setiap menit se-lama 20 menit setelah induksi, kemudian 5 menit sekali sela-ma analgesia. Bila terjadi penurunan tekanan sistolik 10mmHg segera diberikan 10 mg-efedrin, dapat diulangi sampaitekanan sama dengan sebelumnya, dan pemberian infus diper-cepat. 10,12,16

Sebelum dimulai operasi, tinggi analgesia harus dinilai de-ngan rangsangan nyeri. Bila analgesia kurang tinggi, meja ope-rasi diubah menjadi posisi Trendelenburg 5°, dan dinilai ting-gi analgesia setiap 30 detik sampai dermatom yang diinginkan.Jangan melakukan posisi anti Trendelenburg untuk mengatasidifusi analgetika lokal karena dapat menimbulkan penurun-an darah balik, dan akibatnya terjadi hipotensi yang berat,iskemia otak, bahkan henti jantung. 3 Desinfeksi dan penutup-

an daerah operasi dapat dilakukan bilamana tinggi dermatomanalgesia sudah mencapai toraks 6 3

PENUTUP

Demi keselamatan pasien dan bayi, pada tindakan seksiocesaria dengan analgesia subaraknoid perlu persiapan alatdan obat resusitasi yang lengkap. Indikasi kontra analgesia su-baraknoid : perdarahan antepartum, tindakan yang harus se-gera dilakukan, sindroma hipotensi terlentang yang tidak da-pat diatasi dengan perubahan posisi. Harus melakukan moni-toring yang ketat terhadap sistem kardiovaskular dan fungsivital lainnya.

KEPUSTAKAAN1. Aboulesh EA. Pain control in obstetries, JB Lippincott Comp.

Philladelphia-Toronto: 1977; 305 - 341.2. Shnider SM, Levinson G. Anesthesia for cesarean section. In Shni-

der SM, Levinson G, Eds Anesthesia for obstetric, Baltimore:The William & Wilkin Comp 1979; 254 - 275.

3. Bonica JJ. Obstetric analgesia and anesthesia, World Federationof Societies of Anaesthesiologist, Amsterdam: 1980; 162 - 173.

4. Hodgkinson R, Bhatt M, Kim SS, Grewel G, Marx GH. Neonatalneurobehavioral test following cesarean section under general andspinal anesthesia. Am J Obstet Gynecol 1978; 132 - 670.

5. Holmes HI, Jouppila R, Koivesto M, Maata L, Pihlajaniemi R, Puu-ka M, Rantakyila P. Neurologic aktivity of infants following anes-thesia for cesarean section. Anesthesiology 1978; 48 : 350.

6. Levinson G, Shnider SM. Vasopressor in obstetrics. Clin Anesth1973; 10 : 78.

7. Ueland K, Gills R, Hansen JM. Maternal cardiovascular dynamics.Am J Obstet Gynecol. 1968; 100: 42.

8. Weaver JB, Pearson JF, Rosen M. Posture and epidural block inpregnant woman at term. Anaesth. 1975; 30 : 752.

9. Datta S. Analgesia for cesarean section. In : 32 nd Annual refres-her course lectures 1981; 218A.

10. Datta S, Alper MH, Ostheimer GW, Weiss JB. Method of ephed-rine administration and nausea and hypotension during spinalanesthesia for cesarean section. Anesthesiology 1982; 56 : 68.

11. Datta S, Brown WU. Acid-base status in diabetic mothers and theirinfantsfollowing general or spinal anesthesia for cesarean section.Anesthesiology 1977; 47 : 272.

12. Datta S, Kitzmiller Jl, Naulty JS, Ostheimer GW, Weiss JB. Acid-base status of diabetic mothers and their infants following spinalanesthesia for cesarean section. Anesth Analg 1982; 61 : 662.

13. Ralston DH, Shnider SM. The fetal and neonatal effects of regio-nal anesthesia in obstetrics. Anesthesiology 1978; 48, 34.

14. Giasi RM, D'Agostino E, Covino BG. Absorption of lidocainefollowing subarachnoid and epidural administration. Anesth Analg1979;58 : 360.

15. Bonnardat JP, Mallet M, Calau JC, Millot F, Deligue. Maternal andfetal concentration of morphine after intrathecal administrationduring labour. Br J Anaesth 1982; 54 : 487.

16. Corke BC, Datta S, Ostheimer GW, Weiss JB, Alper MH. Spinalanaesthesia for caesarion section. Anaesth. 1982; 37 : 658.

17. Datta S, Alper MH, Ostheimer GW, Brown WU, Weiss JB. Effectof maternal position on epidural anesthesia for cesarion section,acid-base status, and bupicaine consentrations at delivery. Anes-thesiology 1979;50 : 205.

18. Moya F, Smith B. Clinical anesthesia for cesarean section; clini-cal and biochemical studies of effect on maternal physiology.JAMA 1962; 179 : 609.

19. Wollmann SB, Marx GF. Acute hydration for preventing of hypo-tension of spinal analgesia in parturients. Anesthesiology, 1968;29 : 374.

20. Mendiola J, Grylock LI, Scanlon JW. Effect of intrapartum ma-

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 13

Page 15: Cdk 033 Masalah Anestesi

ternal glucose infusion on the normal fetus and new born. AnesthAnalg 1982; 61 : 32.

21. Mathru M, Rao TLK, Kartha RK, Shanmaghan M. Jacobs HK. In-travenous albumin administraion for prevention of spinal hypo-tension during cesarean section. Anesth Analg 1980; 59 : 655.

22. Kenepp NB, Shelley WC, Kumar S. Dextrose hydration in cesareansection patients. Anesthesiology 1980; 53 : S304.

23. Bulky RJ, Downing JW, Brock-Utne JG, Cuerden C. Right versusleft lateral tilt for cesarian section. Br J Anaesth 1977; 49 : 1009.

24. Clark RB, Thomson DS, Thomson CH. Prevention of spinal hy-potension associated with cesarion section. Anesthesiology 1976;45 : 670.

25. Guthe K, Gill RE, Hensen JM. Prophylactic ephedrine precedingspinal anesthesia for cesarean section. Anesthesiology 1976; 45:462.

26. Shnider SM. Uterine blood flow. In : 32 nd Annual refreshercourse lectures. 1981; 107.

27. Ralston DH, Shnider SM. Effect on equipotent ephedrine, metara-

minol, mephentermine and metho xamme on uterine blood flowin pregnant ewe. Anesthesiology 1974; 40 : 354.

28. Wright RG, Robin SH, Shnider SM, Levinson G. Maternal adini-nistration of ephedrine increases fetal hearth rate and variability.In : American Society of Anesthesiologist. Annual meeting 1977;S 131.

29. Cassady GN, Moore DC Bridenbaugh LD. Post partum hyperten-sion after the use vascontrictor and oxytoxic drugs, JAMA 1960;172: 1011.

30. Sprague DH. Effects of position and uterine displa cement on spi-nal anesthesia for cesarean section. Anesthesiology 1976; 44 : 164.

31. Johnson GN, palahnink RJ, Tweed WA, Jones MV, Wade JG.Regional cerebral blood flow changes during servere fetal asphy-xia by slow partial umbilical cord compression Am J Obs Gyne-col 1979; 135 : 48.

32. Jouppilla R, Jouppilla P, Kulkka J, Hollmen A. Placental bloodflow during caesarean section under lumbar extradural analgesia.Br J Anaesth 1978; 50 : 275.

14 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Page 16: Cdk 033 Masalah Anestesi

dr. Afifi RuchiliBagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran/RS Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Anestesi Spinal pada Seksio Cesaria

PENDAHULUAN

Tahun 1973 di Inggris terdapat 50 kematian ibu. Kebanyak-an kematian ibu ini sehubungan dengan anestesi umum, 50%diantaranya karena aspirasi isi lambung.

Tabun 1980 di Inggris terdapat 29 kematian ibu dengananestesi umum, 16 orang di antaranya disebabkan aspirasi isilambung, sedangkan yang 11 orang mengalami cardiac arrestkarena kesukaran intubasi. Dengan anestesi regional ibu masihdalam keadaan sadar, refleks protektif masih ada, sehingga ke-mungkinan terjadinya aspirasi isi lambung kecil sekali. Ibu ti-dak menerima banyak macam obat dan perdarahannya lebihsedikit. Dari segi janin, anestesi regional ini bebas daripadaobat-obat yang mempunyai efek depresi terhadap janin.

Tahun 1970, menurut American College of Obstetric andGynecologists untuk Sectio caesarea elektif 50% digunakan anes-tesi spinal. Sampai tahun 1975 di klinik-klinik swasta masihbanyak digunakan anestesi spinal dibandingkan dengan anal-gesi epidural.

Di dalam tulisan ini kami melakukan anestesi spinal padapenderita-penderita yang akan dioperasi sectio caesarea denganpemikiran bahwa :— Analgesi epidural lebih banyak membutuhkan waktu dan

ketrampilan, juga adanya stimulasi alat-alat dalam yangmenimbulkan perasaan tidak enak pada waktu manipula-si (terutama manipulasi segmen bawah uterus) serta adanyakegagalan-kegagalan walaupun dilakukan oleh seorang ahli(1,4% Bromage 1954; 6% Bonica 1957).

— Sedangkan anestesi spinal lebih mudah dilakukan, onset le-bih cepat, blokade sarafnya meyakinkan, kemungkinantoksisitas tidak ada karena dosis yang rendah, dan karenaadanya blokade saraf sakral yang sempurna, perasaan tidakenak seperti pada anestesi epidural tidak ada.Teknik apapun yang dipakai, agar keadaan ibu dan anak

tetap baik. Usahakan :— mempertahankan kestabilan sistim kardiovaskuler— oksigenisasi yang cukup

— mempertahankan perfusi placenta yang cukup.Pemberian cairan pre-operatif, pencegahan aortacaval

compression (tilting, uterine displacement), oksigenisasi danpemberian efedrin merupakan hal-hal yang penting sekalidilakukan.

ANESTESI SPINAL (SUB ARACHNOID NERVE BLOCK)Anestesi spinal merupakan teknik anestesi regional yang

baik untuk tindakan-tindakan bedah, obstetrik, operasi ope-rasi bagian bawah abdomen dan ekstremitas bawah. Teknikini baik sekali bagi penderita-penderita yang mempunyai ke-lainan paru-paru, diabetes mellitus, penyakit hati yang difusdan kegagalan fungsi ginjal, sehubungan dengan gangguan me-tabolisme dan ekskresi dari obat-obatan.

Bagian motoris dan proprioseptis paling tahan terhadapblokade ini dan yang paling dulu berfungsi kembali. Sedangkansaraf otonom paling mudah terblokir dan paling belakang ber-fungsi kembali. Tingginya blokade saraf untuk otonom duadermatome lebih tinggi daripada sensoris, sedangkan untukmotoris dua-tiga segemen lebih bawah. Secara anatomis dipi-lih segemen L2 ke bawah pada penusukan oleh karena ujungbawah daripada medula spinalis setinggi L2 dan ruang intereg-mental lumbal ini relatif lebih lebar dan lebih datar dibanding-kan dengan segmen-segmen lainnya.

Lokasi interspace ini dicari dengan menghubungkan cristailiaca kiri dan kanan. Maka titik pertemuan dengan segmenlumbal merupakan processus spinosus L4 atau L4—5 interspa-ce.Ligamenta yang dilalui pada waktu penusukan yaitu :— Ligamentum supraspinosus— Ligamentum interspinosus— Ligamentum flavum

Pada orang tua biasanya terjadi kalsifikasi legamentum ter-atas, sehingga menyulitkan penusukan. Untuk mengatasi halini, kita sarankan penusukan paramedian, dimana jarum hanyamelalui otot dan fascia kemudian ligamentum flavum. Mid-

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 15

Page 17: Cdk 033 Masalah Anestesi

line approach yaitu apabila kita menusukkan jarum tepat digaris yang menghubungkan processus spinosus satu denganyang lainnya, pada sudut 800 dengan punggung. Sedangkanparamedian approach penusukan 1 jari lateral dari garisjarum diarahkan ke titik tengah pada garis median dengansudut sama dengan midline approach.

Pada penusukan mungkin yang keluar bukan liquor tapidarah, sebab di bagian anterior maupun posterior medullaspinalis terdapat sistim arteri dan vena. Apabila setelah 1 me-nit liquor yang keluar masih belum jernih sebaiknya jarum di-pindahkan ke segmen yang lain. Bila liquor tidak jernih, se-baiknya anestesi spinal ini ditunda dan dilakukan analisa dariliquor. Adapun jarum yang dipakai paling besar ukuran 22,kalau mungkin pakai jarum 23 atau 25. Makin kecil jarumyang kita pakai, makin kecil kemungkinan terjadinya sakitkepala sesudah anestesi (post spinal headache). Obat spinalanestesi yang paling menonjol adalah tetrakain dan dibukain,yang mempunyai efek kuat dan kerjanya lebih lama.

Di bagian Anestesi Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin yangada hanya xilokain 5% hiperbarik, buatan Astra dengan B.D.1,030 - 1,035. Onsetnya cepat, kurang dari 4 menit denganlama kerjanya antara 60 - 90 menit. Dosis untuk wanita ha-mil 25% - 30% lebih rendah dari wanita yang tidak hamil.Rata-rata dipakai 1,25 - 1,50 cc.Tingginya lebel anestesi tergantung dari :—Posisi penderita waktu penyuntikkan dan sesudahnya.—Tingginya segemen yang dipilih pada penusukkan, makin

ke arah kranial makin tinggi.—Volume dari obat yang disuntikkan, makin banyak makin

tinggi.— Kekuatan dan kecepatan penyuntikkan.

Hal-hal tersebut diatas dapat kita atur, tetapi ada faktor la-in di luar kemampuan kita, yaitu keinginan mengejan waktupersalinan. Apabila pada saat dimasukkan obat anestesi atau-pun segera setelah obat masuk liquor, wanita mengejan, ma-ka tinggi level anestesi akan bertambah yang kadang-kadangsangat jauh sampai th. 4, sehingga penderita akan mengalamihipotensi yang hebat dan kesukaran bernafas, bahkan sampaimenimbulkan sianosis.Pemberian Oksigen

Pada akhir kehamilan akan terjadi kenaikan alveolar venti-lation sampai 70%, untuk mengimbangi kenaikan konsumsioksigen sekitar 20% atau lebih. Hal ini mengakibatkan turun-nya pCO 2 sampai 30 - 32 mmHg. Pada persalinan hiperventi-lasi terjadi lebih hebat lagi, disebabkan rasa sakit dan konsum-si oksigen dapat naik sampai 100%. Oleh karena itu apabilaterjadi hipoventilasi baik oleh obat-obat narkotika, anestesiumum maupun lokal, maka akan mudah terjadi hipoksemiayang berat. Faktor-faktor yang menyebabkan hal ini, yaitu :— turunnya FRC sehingga kemampuan paru-paru untuk me-

nyimpan 0 2 menurun.—naiknya konsumsi oksigen—airway closure—turunnya cardiac output pada posisi supine.Maka mutlak pemberian oksigen sebelum induksi, dan selamaoperasi.

16 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Letak PenderitaKompresi dari pembuluh-pembuluh darah besar di pinggir-

an pelvis merupakan hal yang berbahaya bagi ibu dan anak.Kompresi aortokaval ini terutama terjadi apabila penderitadalam keadaan supine terlentang.

Karena perfusi plasenta sangat tergantung pada tensi, ma-ka penurunan cardiac output yang berakibat penurunan ten-si akan mengakibatkan penurunan perfusi plasenta yang me-nyebabkan terjadinya depresi fetal. Apalagi kalau seandai-nya penderita mendapat blokade simpatis oleh regional aneste-si, maka tonus vena di ekstremitas bawah makin berkurang,venous return akan lebih kurang lagi berarti cardiac outputjuga akan rendah sekali, sehingga terjadi hipotensi yang beratdan perfusi plasenta akan lebih buruk lagi.

Begitu posisi diubah menjadi letak miring, kompresi padavena cava inferior berkurang, venous return kembali normal,maka cardiac output dan tensipun akan baik kembali. Jadi,semua penderita yang akan di sectio caesarea dengan aneste-si spinal harus diletakkan miring ke kiri dengan jalan memberibantal pada bokong penderita.

Teknik Anestesi Spinal :— Infus Dextrosa/NaCl/Ringer laktat sebanyak 500 - 1500 ml.— Oksigen diberikan dengan masker 6 - 8 L/mt.— Posisi lateral merupakan posisi yang paling enak bagi pen-

derita.— Kepala memakai bantal dengan dagu menempel ke dada,

kedua tangan memegang kaki yang ditekuk sedemikian ru-pa sehingga lutut dekat ke perut penderita.

— L3 - 4 interspace ditandai, biasanya agak susah oleh karenaadanya edema jaringan.

— Skin preparation dengan betadin seluas mungkin.— Sebelum penusukan betadin yang ada dibersihkan dahulu.— Jarum 22 - 23 dapat disuntikkan langsung tanpa lokal in-

filtrasi dahulu, juga tanpa introducer dengan bevel mengha-dap ke atas.

— Kalau liquor sudah ke luar lancar dan jernih, disuntikan xy-locain 5% sebanyak 1,25 - 1,5 cc.

— Penderita diletakan terlentang, dengan bokong kanan di-beri bantal sehingga perut penderita agak miring ke kiri,tanpa posisi Trendelenburg.

— Untuk skin preparation, apabila penderita sudah operasiboleh mulai.

— Tensi penderita diukur tiap 2 - 3 menit selama 15 menitpertama, selanjutnya tiap 15 menit.

— Apabila tensi turun dibawah 100 mmHg atau turun lebihdari 20 mmHg dibanding semula, efedrin diberikan 10 - 15mgl.V.

—Setelah bayi lahir biasanya kontraksi uterus sangat baik,sehingga tidak perlu diberikan metergin IV oleh karena se-ring menimbulkan mual dan muntah-muntah yang meng-ganggu operator. Syntocinon dapat diberikan per drip.

—Setelah penderita melihat bayinya yang akan dibawa keruangan, dapat diberikan sedatif atau hipnotika.

Hasilnya— Cukup memuaskan. Bahkan ada penderita yang tadinya ge-

Page 18: Cdk 033 Masalah Anestesi

Cermin Dunia Kedokteran No. 33. 1984 1 7

Page 19: Cdk 033 Masalah Anestesi

Anestesi pada Adenotonsilektomidr. Marsudi Rasman

Bagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Pajajaran/RS. Dr. Hasan Sadikin, Bandung

Masih banyak anggapan bahwa Adenotonsilektomi hanya-lah operasi kecil yang cukup dinarkose secara "ROES". Halini mungkin karena perkembangan anestesi sendiri khusus-nya di Indonesia yang belum mampu menjangkau atau me-mang karena tidak mudah mengubah anggapan dan kebiasaanyang sudah berlangsung lama. Karena anggapan inilah, tidakjarang menyebabkan kelengahan, sehingga timbul kompli-kasi yang dapat berakibat fatal.PERSIAPAN

Persiapan yang perlu adalah1. Rutin : Hemoglobine, lekosit, urine.2. Reaksi alergi.3. Gangguan perdarahan, pembekuan.4. Pemeriksaan lain atas indikasi (Ro foto, EKG, BUN, gula

darah, elektrolit, dan sebagainya.Satu malam sebelumnya penderita harus menginap di RumahSakit dan sebelum operasi diberi obat tidur.

PREMEDIKASI

— Sulfas atropin/Skopolamin— Sedatif (Luminal, Valium, Droperidol, Phenergan)— Petidin/Morfin,yang diberikan I jam sebelum operasi.

ANESTESI

Bermacam-macam cara anestesi yang masih digunakan sampaisekarang :

1. Lokal anestesi + Tranquilizer, untuk penderita yangkoope-ratif.Keuntungan : — Komplikasi anestesi umum tidak ada.

— Perdarahan lebih sedikit.Kerugian — Penderita harus kooperatif

— Tidak enak bagi penderita.

2. Ether open dropsEter + Halolan (OMV + EMO)

1 8 Cermin Dania Kedokteran No. 33, 1984

Trilen + N2 O+ insuilasi.Keuntungan : — Cocok untuk prosedur yang singkat.

— Trauma larings kurang.Kerugian — Kemungkinan aspirasi besar.

— Waktu operasi terburu-buru, atau diterus-kan dengan insuflasi.

— Tidak dapat menggunakan diathermi.

3. Endotrakheal.Keuntungan : — Jalan napas lebih terjamin.

— Kemungkinan aspirasi kurang.— Waktu operasi tidak terburu-buru.

Kerugian — Perlu ketrampilan intubasi endotrakheal.— Komplikasi dari intubasi endotrakheal.— Ruang operasi sempit (pada orotrakheal).

Jadi masing -masing cara mempunyai keuntungan dan keru-giannya. Yang penting adalah memilih cara yang benar-benardikuasai, bukan hanya sekedar menyesuaikan dengan kebia-saan.

PERAWATAN PASCABEDAH1. Ekstuhasi dilakukan apahila aktivitas retleks telah kembali.

Terus diberikan 02 sampai sadar penuh.2. Posisi : Post Tonsillectomy Position dan sedikit Trende-

lenhurg.3. Slap sedia dengan alat pengisap.4. Monitoring tanda vital dan perdarahan.5. Begitu sadar dan tidak muntah dapat dicoba minum. Air

es dapat mengurangi rasa Sakit.6. Analgetik (non narkolik).

PERDARAHAN PASCAADENOTONSILEKTOMIKeadaan ini biasanya cukup menyulitkan karena :1. Penderita sering kembali ke kamar operasi dalam keadaan

belum sadai penuh, masih ada pengaruh anestesi yang ter-

Page 20: Cdk 033 Masalah Anestesi

dahulu.2. Kemungkinan hipovolemia, hipotensi, hipoksia sampai

shock.3. Darah di dalam mulut dan sebagian sudah tertelan. Tindak-

an pertama adalah memasang infus dengan mempertim-bangkan kemungkinan pemberian darah. Kalau ada kemung-kinan gangguan perdarahan, berilah transfusi darah segar.

KESIMPULAN1. Meskipun operasi Adentotonsilektomi dianggap sebagai

operasi kecil, anestesi harus tetap waspada dan bekerjasesuai dengan standar yang telah ditentukan.

2. Teknik anestesi hendaklah dipilih yang benar-benar dikua-sai. Intubasi endotrakheal bukan suatu keharusan.

3. Pemasangan infus sangat dianjurkan.4. Monitoring selama masa pemulihan adalah penting.5. Perdarahan pascaadenotonsilektomi menimbulkan masalah

tersendiri bagi anestesi.

KEPUSTAKAAN1. Monow WAK, Morrison JD. Anaesthesia for Eye, Nose and Throat

Surgery. 1975.2. Paparella, Shmrick. Otolaryngology, 1980; Vol III.3. Keuskamp DHG. Anesthesie en Reanimatie.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 1 9

Page 21: Cdk 033 Masalah Anestesi

Anestesi Untuk Adenotonsilektomi ( ATE )di Rumah Sakit Dr. Kariadi Semarang

dr. Witjaksono,dr. Susanto Hadi, dr. PristiwadjiBagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro/RS Dr. Kariadi, Semarang

PENDAHULUAN

Operasi adenotonsilektomi (ATE) yang kelihatannya sing-kat, sederhana dan langsung, ternyata dapat memberikan pro-blema yang besar dan mendadak berupa obstruksi jalan nafas,perdarahan dan aritmia kordis. Operasi ini tidak boleh dibi-lang operasi kecil saja, maka hanya bedah THT dan ahli anes-tesi yang terlatih yang boleh mengerjakannya.1

Tate dkk. (Inggris 1964), Alexander dkk. (Amerika Seri-kat, 1965), Roesli Thaib dan Said A Latief (1980), menunjuk-kan bahwa angka kematian pada ATE adalah ± 1 : 10.000 pen-derita. Mengingat bahwa penyebab kematian utama adalah ti-dak adekuatnya oksigenasi dan perdarahan, yang sebenarnyadapat dicegah. Maka kematian pada operasi yang sifatnya elek-tif (direncanakan) tersebut diatas adalah tragedi.1,2

ENDOTRAKHEAL ANESTESIM Roesli Thaib (1981) menyatakan : anestesi tanpa intuba-

si untuk tonsilektomi dapat dipertanggungjawabkan denganmempergunakan anestesi eter dan dilakukan oleh ahli THT danahli anestesi yang terlatih. 3

Davies (1964) dengan pengalaman 28.700 kasus, melapor-kan bahwa adenotonsilektomi pada anak-anak di bawah insuf-Iasi dietil eter itu aman. Ia menyatakan bahwa ketrampilan dankewaspadaan yang terus menerus dari ahli anestesi lebih pen-ting daripada cara anestesinya. 2

Morrow WFK (1975) menyatakan, teknik guielotine padatonsilektomi masih tetap praktis pada beberapa senter, endo-tesi endotrakheal tidak selalu perlu pada prosedur yang sing-kat. 4

Tetapi banyak ahli anestesi berpendapat, pada operasiATE sangat sukar untuk menilai secara baik dan menyeluruhtentang jalan nafas penderita tanpa tube endotrakheal di da-lamnya. Tanpa tube endotrakheal, jalan nafas menjadi sangatrawan karena perdarahan, manipulasi ahli bedah THT atau ka-rena prosedur itu sendiri. Dengan intubasi, jalan nafas penderi-ta terjamin, bantuan atau kontrol pernapasan dengan mudah

20 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

dapat dikerjakan, saturasi oksigen dapat diperbaiki, kedalamananestesi lebih mudah dikontrol, oozing berkurang.

Shalom (1964) menunjukkan bahwa 84% anak-anak yangmengalami tonsilektomi dan adenoidektomi, kehilangan da-rah sebanyak rata-rata 100 ml, dan 2/5 dari anak-anak terse-but membutuhkan penggantian cairan. 5

Penelitian Holden dan Mesher (1965) menunjukkan bahwakehilangan darah pada ATE setelah anestesi dengan halotandan eter rata-rata 128 ml, 18% dari kasus mengalami kehilang-an darah diatas 10% volume darah total. 6

Dari penelitian Elka Hardi dkk. di RS. Dr. Kariadi Sema-rang, ternyata perdarahan pada ATE dengan anestesi eter ra-ta-rata 75 ml (18,67 - 263,51 ml), 74% kurang dari 5% volumedarah total, 24% antara 5 - 10% volume darah dan hanya 2%adalah 10 - 15% volume darah. 7 Kehilangan darah 10% dari vo-lume darah total (volume darah total dihitung 75% ml/Kg ml/Kg BB), dipakai sebagai indikasi pemberian cairan infus in-travena. 4, 7 Penulis berpendapat sebaiknya cairan infus terpa-sang pada penderita yang akan mengalami ATE,untukmeng-ganti kekurangan cairan tubuh sebelum operasi (akibat puasa),selama operasi (akibat perdarahan dan trauma jaringan), se-telah operasi (akibat oozing) dan penderita tak dapat minum.Pemasangan cairan infus intravena adalah bagian dari antisi-pasi terhadap problema-problema operasi ATE. 8

KUNJUNGAN PREOPERASI DAN PREMEDIKASIPemeriksaan preoperasi umumnya dikerjakan sehari sebe-

lum operasi. Kunjungan ini dipakai untuk mempersiapkanorang tua dan penderita untuk menerima operasi tersebut,mendapatkan kontak simpatik dari anak (penderita) sehinggapemberian obat sedatip hanya diperlukan sebagai penambahsaja.

Dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaanlaboratorik standar. Anamnesis pada orang tua penderita jugameliputi riwayat gangguan perdarahan pada keluarga dan pen-derita sendiri, misalnya setelah ekstraksi gigi. Bila pada anam-

Page 22: Cdk 033 Masalah Anestesi

nesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorik (waktuperdarahan, waktu pembekuan) menunjukkan hal-hal yang me-ragukan, sebaiknya dilakukan konsultasi dengan ahli hemato-logi untuk pemeriksaan lebih lanjut. Juga ditanyakan riwayatoperasi yang lalu dan reaksi sensitivitas terhadap obat tertentu.Operasi dilakukan bila hemoglobine di atas 10 gr% atau he-matokrit di atas 28 - 30% dan tidak terdapat gangguan pembe-kuan darah. Banyak jenis obat-obat premedikasi yang dapatdigunakan pada operasi ATE. Pada anak di bawah 5 tahun di-perlukan sedasi karena sukar melakukan komunikasi dan mem-berikan pengertian pada anak tersebut. Umumnya keadaanyang ingin dicapai adalah premedikasi yang ringan saja, terma-suk penggunaan analgetik narkotik. Digunakan : diazepam0,2 mg/kg BB diberikan secara oral 4 jam sebelum operasi ber-sama sedikit air. Sulfas atropin 0,01 mg/kg BB atau beladonayang lain untuk mengurangi sekresi kelenjar jalan nafas (efekvagolitik). Petidin 0,3 - 1 mg/kg BB merupakan analgetik nar-kotik yang digunakan untuk menambah analgesi. Dengan do-sis tersebut di atas diharapkan refleks batuk dan bernafas.cepat aktif kembali setelah operasi.

INDUKSI DAN INTUBASI ENDOTRAKHEALTerdapat 2 keadaan yang berbeda pada penderita/anak se-

lama induksi.• Pada anak yang kooperatif, semua teknik (intravena atau in-

halasi) dapat diterima sehingga anestesi berjalan lancar.Induksi dapat dimulai dengan inhalasi nitrous oxide-oksi-gen dan penambahan halotan secara bertahap. Mula-mulabahan anestesi dialirkan dengan gaya berat, kemudian seca-ra hati-hati face mask ditempelkan pada muka. Intubasi di-lakukan setelah pemberian suxametonium 1 mg/kg BB.Bisa juga dengan pemberian pentotal dengan dosis mini-mal, yakni 3 - 5 mg/kg BB, suxametonium 1 mg/kg BB.

• Pada anak yang nonkooperatif induksi harus dikerjakandengan kasih sayang dan lebih bijaksana. Dapat dimulaidengan ketamin 3 mg/kg BB IM (stunning dose). Setelah ituinfus line dibuat atau inhalasi anestesi dapat dimulai. Intu-basi dapat dikerjakan pada anestesi halotane yang dalam atausetelah pemberian suxametonium.

Tube yang digunakan sebaiknya bersifat non-kinking (Ar-moured tube). Ini lebih sering dianjurkan. Balon dari tube en-dotrakheal dikembangkan secukupnya. Untuk menghindarikebocoran dan aspirasi, sebaiknya dipasang pharyngeal packdisekitar tube tersebut. Bagian kepala dari meja operasi dile-takkan pada posisi trendelenburg 30° Dengan posisi ini di-harapkan lapangan operasi menjadi lebih jelas serta pengam-bilan darah dan mukus lebih mudah.PEMELIHARAAN ANESTESI DAN PENGAWASAN.

Bagian penting pada pemeliharaan anestesi adalah saat ku-retase adenoid (adenoidektomi) dan tonsilektomi. Ini harusdilakukan pada kedalaman anestesi yang cukup sehingga ref-leks menelan dan kontraksi otot farings tidak terdapat. Kon-traksi otot farings akan mengganggu operator otot farings atauuvula dapat terpotong,pengambilan jaringan limfoid tidak ade-kkuat sehingga perdarahan hebat dapat terjadi. Untuk pemeli-haraan anestesi dapat digunakan nitrous oxide dalam oksigen

dengan penambahan halotan.Pengawasan terhadap respirasi eksternal dikerjakan lewat

penilaian gerakan balon/bag, serta gerkan toraks dan abdo-men bagian atas. Sebagian dari jari tangan/kaki perlu diperli-hatkan secara terbuka untuk menilai oksigenasi dan capilla-ry filling. Pengawasan terus menerus terhadap jantung diker-jakan dengan memasang elektrokardioskop, atau stetoskopprekordial. Tetapi dengan meraba denyut nadi radial, sering-kali didapat informasi yang cukup tentang cardiac output,denyut jantung dan tekanan darah.

PEMULIHAN ANESTESISetelah operasi, pharyngeal pack dapat diambil. Daerah fa-

rings, terutama nasofarings yang seringkali dilupakan, segeradibersihkan dari gumpalan darah dan sekret yang ada. Deb-ris yang mungkin ada di dalam trakhea dibersihkan lewat tubeendotrakheal. Kemudian diberikan oksigenasi lewat tube endo-trakheal,. Ekstubasi dikerjakan bila refleks-refleks farings se-perti refleks menelan dan refleks batuk sudah mulai timbul.Refleks-refleks tersebut akan menjaga jalan nafas penderitadari kemungkinan aspirasi.

Laringospasme adalah problema yang mungkin timbul ter-utama pada anak-anak. Karena itu sebaiknya ekstubasi diker-jakan saat penderita bernafas teratur.

Tube Orofaringeal dapat dipasang dan penderita dikirm ke-ruang pemulihan. Penderita dibaringkan dalam posisi semipro-ne atau posisi tonsil sehingga drainase sekret dan darah ke luarrongga mulut. Oksigenasi terus diberikan sampai penderita da-pat mengontrol respirasinya, dan tingkat kesadarannya penuh.Observasi yang ketat selama 2 jam dilakukan di kamar pemu-lihan, dan sebelum penderita dikeluarkan dari kamar pemulih-an, farings penderita kembali diperiksa.PERDARAHAN SETELAH ATE

Perdarahan setelah ATE adalah problema yang serius.Ini umumnya terjadi 2 jam pertama setelah operasi. Perdarah-an dapat diduga bila terlihat perdarahan lewat hidung dan mu-lut, atau refleks menelan yang terus menerus selama di kamarpemulihan. Kemunduran keadaan umum, takhikardia dan pe-nurunan tekanan darah adalah tanda obyektif pula.

Pada keadaan ini, induksi sangat dipengaruhi oleh bebe-rapa keadaan antara lain; hipovolemia dan hipotensi, efek resi-dual dari anestesi yang pertama, adanya darah dalam ronggamulut, hidung, farings, esofagus dan lambung. Dipasang tubelambung yang cukup besar untuk mengeluarkan bekuan darah.Alat pengisap (suction apparatus) yang cukup kuat disiapkan.Kalau perdarahan minimal, setelah orofarings dianggap bersih,induksi dan intubasi dikerjakan. Lebih disukai memilih anes-tasi inhalasi . Tetapi kalau menggunakan intravena, maka dosis-nya harus kecil untuk menghindari akumulasi obat didalamtubuh.BEBERAPA DATA-DATA DI RUMAH SAKIT Dr. KARIADISEMARANG

Umumnya dilakukan ± 1250 - 1500 operasi ATE/tahun dibagian THT Rumah sakit Dr. Kariadi Semarang. Selama bulanAgustus - September 1983 hanya tercatat 165 penderita. Ka-lau diperhatikan umur penderita, maka dekade ke 2 adalah ke-

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 21

Page 23: Cdk 033 Masalah Anestesi

lompok terbanyak.

Anestesi dengan trilin digunakan untuk cara Guillotinesampai Februari/Maret 1982. Karena trilen kemudian tidakdiproduksi, anestesi tanpa intubasi dengan eter kemudian di-perkenalkan/digunakan sampai November/Desember 1982.Induksi dimulai dengan pentotal intravena, kemudian dilan-jutkan anestesi eter dengan face mask sampai ke dalam aneste-si stadium III plane 2 awal, dan face mask dibuka untuk siap

dilakukan tonsilektomi cara Guillotine.Sedang untuk teknik deseksi pada ATE, anestesi umum de-

ngan intubasi endotrakheal telah lama digunakan di RS Dr. Ka-riadi Semarang.

22 Cermin Dania Kedokteran No. 33, 1984

Page 24: Cdk 033 Masalah Anestesi

Beberapa Masalah Anestesi PadaPembedahan Adenotonsilektomi

dr. M Roesli ThaibBagian Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/RSCM, Jakarta

PENDAHULUAN

Orang awam atau beberapa kalangan kedokteran lain masihberanggapan bahwa operasi Adenotonsilektomi merupakanoperasi kecil. Tetapi dari segi anestesiologi tidak ada keten-tuan mengenai anestesi "kecil", karena setiap tindakan anes-tesia selalu mengandung risiko. Risiko yang terburuk adalahkematian dimeja operasi. Berat atau ringannya risiko anestesiditentukan oleh kelainan sistemik sebelumnya, obat-obatanyang pernah didapat dan ketrampilan ahli anestesi yang ber-sangkutan.ANGKA KEMATIAN DAN KOMPLIKASI

Kematian pada pembedahan adenotonsilektomi umumnyadisebabkan oleh hal-hal yang seharusnya dapat diatasi, yaituhipoksia karena obstruksi jalan nafas dan perdarahan yang ti-dak teratasi. 1 '2 Banyak penulis mengemukakan angka kema-tian pembedahan adenotonsilektomi, seperti :

Selama tahun 1979 - 1980, Roesli Thaib dan kawan-kawantelah melakukan anestesi pada 9164 kasus adenotonsilektomidi Klinik Panti Rahardja, Jakarta. Tehnik anestesi mempergu-gunakan cara intubasi, dan teknik operasi dengan metode di-seksi. Didapatkan 1 kematian karena shock yang tak teratasi. 3

Penyulit yang bisa dijumpai : (Lihat Tabel )

OBAT PREMEDIKASI DAN ANESTETIKASulfas atropin 0.01-0.02 mg/kg, atau preparat beladona lain

harus diberikan sebagai premedikasi terutama kalau memper-gunakan eter, untuk mengurangi sekresi kelenjar jalan nafas.3 —6

Akan tetapi untuk mencegah refleks vagus diperlukan dosis2 - 3 kali lebih besar. Narkotika petidin diberikan dengan dosis

kecil, 0,5 mg/kg untuk suplemen selama anestesi terutama ka-lau mempergunakan halotan dan N 2O saja.

Untuk induksi, dapat dipergunakan obat intravena sepertitiopenton (3 - 5 mg/kg), atau ketamin (1 - 2 mg/kg), atau inha-lasi langsung dengan halotan dan N2 O. Suksinilkolin (1 - 2 mg/kg) dipergunakan untuk intubasi.

Pemeliharaan anestesia umumnya dipakai halotan dan N 2 0atau eter. Ventilasi dapat spontan atau dibantu sesuai dengankebutuhan.

JALAN NAFAS DAN LAPANGAN OPERASICara yang paling aman untuk mempertahankan jalan nafas

selama pembedahan adalah teknik intubasi endotrakheal.Kalau pipa endotrakheal dalam rongga mulut menggangguoperasi, pipa endotrakheal non-kinking yang menggunakan spi-ral dapat ditaruh pada saluran blade dari Boyle Davis mouthgag.

Ekstubasi pipa endotrakheal, dianjurkan setelah semuarefleks pulih dan penderita mulai bangun. 3 -6 Akan tetapi ha-rus kita pertimbangkan kemungkinan lepasnya ikatan lukaoperasi kalau terjadi batuk waktu ekstubasi. Karena itu dapatdibenarkan kalau selesai pembedahan pipa endotrakheal di-cabut walaupun stadium anestesia masih dalam tetapi peng-awasan penderita di kamar-pulih harus lebih ditingkatkan. 3, 7

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 23

Page 25: Cdk 033 Masalah Anestesi

PERDARAHANDari 9164 kasus adenotonsilektomi yang kami lakukan ter-

nyata perdarahan selama operasi sekitar 3 - 5% dari volume da-rah. Selalu disiapkan vena terbuka (open venous line) sepertimemasang jarum bersayap (wing needle) untuk pemberianobat-obat intravena. Perdarahan pascabedah merupakan salahsatu penyulit yang terbanyak dari kasus-kasus yang kami laku-kan.

Teknik anestesi yang berbeda turut menentukan angka ke-kerapan perdarahan pascabedah. Nikmah Rusmono membukti-kan secara statistik pada 1238 kasus adenotonsilektomi dantensilektomi di Bagian THT RS. Dr. Cipto Mangunkusumo,Jakarta (1973), bahwa teknik anestesi dengan intubasi membe-rikan penyulit perdarahan yang lebih sedikit.3,8

Pengelolaan penderita dengan perdarahan pascabedah yangperlu pengikatan dengan anestesi merupakan masalah yang ha-rus ditangani dengan sungguh-sungguh, karena kita mengha-dapi penderita dengan keadaan umum yang lembah dan akanmemburuk kalau disertai hipoksia. Penatalaksanaan anestesiasama jika menghadapi penderita dengan lambung penuh yangkemungkinan berisi bekuan darah.KOMBINASI ANAGESIA LOKAL DAN ANALGESIA-NEU-ROLEPTIK

Susman Iskandar (1979) melaporkan 37 penderita denganvariasi umur 5 - 62 tahun yang dilakukan tindakan tonsiloade-noidektomi/tonsilektomi di RS Gatot Subroto, Jakarta, de-ngan teknik analgesia lokal yang dikombinasi dengan analge-sia neuroleptik.

Analgesia lokal mempergunakan suntikan lidokain atau to-pikal, sedangkan analgesia neuroleptik mempergunakan sun-tikan droperidol (0,1 mg/kg), petidin (1 mg/kg) atau fentenil(0,002 mg/kg). Teknik operasi adalah guilotin dan penghenti-an perdarahan dilakukan hanya dengan menekan bekas lukatonsil dengan kasa. Hasilnya, 7 penderita menjadi gelisah, teta-pi operasi masih dapat diselesaikan. 9 Cara ini dapat dipertang-gungjawabkan kalau analgesia lokal yang diberikan adekuat.

RINGKASANDari segi anestesiologi, pembedahan adentonsilektomi bu-

kan merupakan anestesia kecil tetapi selalu mengandung risi-ko. Besar kecilnya risiko ditentukan oleh kondisi penderita,saran klinik atau rumah sakit, dan ketrampilan ahli anestesio-logi maupun ahli bedah

Jalan nafas yang bebas merupakan faktor yang sangat pen-ting, karena itu teknik intubasi endotrakheal merupakan teh-nik yang paling aman dan telah dibuktikan kekerapan perda-rahan pascabedah lebih kecil.

24 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Page 26: Cdk 033 Masalah Anestesi

Budaya dan Kesehatan

Bila ditanya contoh hubungan antara kebudayaan dan ke-sehatan, banyak tenaga kesehatan akan menunjukkan bagai-mana di dalam suatu masyarakat desa yang sederhana dapatbertahan cara pengobatan tertentu sesuai dengan tradisi mere-ka. Kebudayaan (kultur) dapat membentuk kebiasaan danrespons terhadap kesehatan dan penyakit dalam segala masya-rakat, tanpa memandang tingkatannya. Karena itulah pentingbagi tenaga kesehatan untuk tidak hanya mempromosikan ke-sehatan, tetapi juga membuat mereka mengerti mengenai pro-ses terjadinya suatu penyakit. Ini harus dicamkan dan dipe-lajari baik-baik oleh setiap tenaga kesehatan, demi tercapai-nya Health for all by the year 2000.

Apakah kebudayaan itu?Mungkin semua orang mengerti apa kebudayaan itu, tapi ti-

dak setiap orang dapat menjelaskannya. Kebudayaan itu, ka-tanya, adalah sikap hidup yang khas dari sekelompok indivi-du, yang dipalajari secara turun temurun. Tetapi sikap hidupini ada kalanya malah mengundang risiko bagi timbulnyasuatu penyakit.

Kebudayaan tidak dibatasi oleh suatu batasan yang sempit,tetapi mempunyai struktur-struktur yang luas, sesuai denganperkembangan dari masyarakat itu sendiri.Mata rantai antara kebudayaan dan kesehatan.

Di dalam masyarakat sederhana, kebiasaan hidup dan adatistiadat dibentuk untuk mempertahankan hidup diri sendiri,dan kelangsungan hidup suku mereka. Berbagai kebiasaandikaitkan dengan kehamilan, kelahiran, pemberian makananbayi, yang bertujuan supaya reproduksi berhasil, ibu dan bayiselamat. Dari sudut pandangan modern, tidak semua kebiasaanitu baik. Ada beberapa yang kenyataannya malah merugikan.

Kebiasaan menyusukan bayi yang lama pada beberapamasyarakat, merupakan contoh baik kebiasaan yang bertuju-an melindungi bayi. Tetapi bila air susu ibu sedikit, atau padaibu-ibu lanjut usia, tradisi budaya ini dapat menimbulkan ma-salah tersendiri. Dia berusaha menyusui bayinya, dan gagal.

Bila mereka tidak mengetahui nutrisi mana yang dibutuhkanbayi (biasanya demikian), bayi dapat mengalami malnutrisidan mudah terserang infeksi.

Menjadi sakit memang tidak diharapkan oleh semua orangapalagi penyakit-penyakit yang berat dan fatal. Masih banyakmasyarakat yang tidak mengerti bagaimana penyakit itu dapatmenyerang seseorang. Ini dapat dilihat dari sikap mereka ter-hadap penyakit itu sendiri. Ada kebiasaan dimana setiap orangsakit diisolasi dan dibiarkan saja. Kebiasaan ini mungkin dapatmencegah penularan dari penyakit-penyakit infeksi seperticacar atau TBC. Bentuk pengobatan yang diberikan biasanyahanya berdasarkan anggapan mereka sendiri tentang bagai-mana penyakit itu timbul. Kalau mereka anggap penyakit itudisebabkan oleh hal-hal yang supernatural atau magis, makadigunakan pengobatan secara tradisional. Pengobatan moderndipilih bila mereka duga penyebabnya faktor alamiah. Ini da-pat merupakan sumber konflik bagi tenaga kesehatan, bilaternyata pengobatan yang mereka pilih berlawanan denganpemikiran secara medis. Di dalam masyarakt industri modern,iatrogenic disease merupakan problema. Budaya modern me-nuntut merawat penderita di rumah sakit, padahal rumah sa-kit itulah tempat ideal bagi penyebaran kuman-kuman yangtelah resisten terhadap antibiotika.

Kebudayaan dan perubahannya.Tentu saja kebudayaan itu tidak statis, kecuali mungkin

pada masyarakat pedalaman yang terpencil. Hubungan an-tara kebudayaan dan kesehatan biasanya dipelajari pada ma-syarakat yang terisolasi di mana cara-cara hidup mereka ti-dak berubah selama beberapa generasi. Walaupun mereka me-rupakan sumber data-data biologis yang penting dan modelantropologi yang berguna, lebih penting lagi untuk memikir-kan bagaimana mengubah kebudayaan mereka itu.

Pada negara-negara di dunia ke-3, laju perkembangan inicukup cepat, dengan berkembangnya suatu masyarakat perko-taan dari masyarakat pedesaan. Ide-ide tradisional yang turun

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 25

Page 27: Cdk 033 Masalah Anestesi

temurun, sekarang telah dimodifikasi dengan pengalaman-pengalaman dan ilmu pengetahuan baru. Sikap terhadap pe-nyakit pun banyak mengalami perubahan. Kaum muda daripedesaan meninggalkan lingkungan mereka menuju ke kota.Akibatnya tradisi budaya lama di desa makin tersisih. Meski-pun lingkungan dari masyarakat kota modern dapat dikon-trol dengan teknologi, setiap individu di dalamnya adalah sub-yek daripada tuntutan-tuntutan ini, tergantung dari kemam-puannya untuk beradaptasi.

Hubungan yang selaras antara faktor budaya dan biologis,yang mungkin berkembang sebagai hasil dari faktor lingkung-an, dapat dilukiskan dengan contoh-contoh dari Papua Nuginidan Nigeria ini.

"Pig bel " , sejenis penyakit diare berat yang dapat menim-bulkan kematian, disebabkan oleh kuman Clostridium perfri-ngens type C. Penduduk Papua Nugini yang tinggal di daratantinggi biasanya sedikit makan daging. Oleh sebab itu, cende-rung untuk menderita kekurangan enzim protease dalam usus.Bila suatu perayaan tradisional diadakan, mereka makan da-ging babi dalam jumlah yang banyak, tetapi tungku tempatmasaknya tidak cukup panas untuk memasak daging itu de-ngan baik, sehingga kuman Clostridia masih dapat berkem-bang. Makanan pokok mereka yaitu kentang, mengandungtripsin inhibitor. Oleh sebab itu racun dari kuman yang seha-rusnya terurai oleh tripsin, menjadi terlindung. Tripsin inhi-bitor juga dihasilkan oleh cacing Ascaris yang banyak terda-pat pada penduduk tersebut. Kuman dapat juga berkembangdalam daging yang kurang dicernakan, dan secara bebas me-ngeluarkan racunnya.

Faktor budaya adalah perayaan tradisional; faktor lingkung-an adalah makanan pokok kentang dan cacing Ascaris; faktorbiologis adalah kuman Clostridia. Tetapi masing-masing fak-tor berhubungan satu dengan lainnya.

Wanita-wanita Hausa yang tinggal sekitar Zaria di NigeriaUtara, secara tradisi memakan garam karang selama periodenifas, untuk meningkatkan produksi air susunya. Mereka jugamenganggap hawa dingin sebagai penyebab penyakit. Olehsebab itu mereka memanasi tubuhnya paling kurang selama 40hari setelah melahirkan. Diet garam yang berlebihan dan hawapanas (baik dari api yang digunakan untuk memanasi tubuhdan dari udara yang beriklim tropis), merupakan penyebabtimbulnya kegagalan jantung.

Faktor budaya di sini adalah kebiasaan makan garam yangberlebihan dan memanasi tubuh; faktor lingkungan adalahiklim tropis; faktor biologis adalah peristiwa kelahiran; in-teraksi semua faktor-faktor itu menyebabkan timbulnya ke-gagalan jantung.

Problema dalam menganalisa perubahan kebudayaanfaktor kebudayaan itu tidak dapat diukur, meskipun akibat-nya sering-sering dapat terlihat. Contoh yang baik adalah ke-naikan tekanan darah pada penduduk yang berimigrasi kekota. Kenyataan ini tidak dapat ditentang. Tetapi apakah pe-nyebabnya? Kebudayaan? Lingkungan? atau biologis? Masihmerupakan tanda tanya.

Bilamana kebudayaan itu berubah, suatu survival dan adap-tasi yang sukses tidak hanya tergantung daripada faktor ling-

26 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

kungan dan biologis. Kemampuan untuk memodifikasi bebe-rapa segi budaya juga penting.Kebudayaan dan sistim pelayanan kesehatan.

Bila suatu bentuk pelayanan kesehatan baru diperkenalkanke dalam suatu masyarakat di mana faktor-faktor kebudayaanmasih kuat, biasanya dengan segera mereka akan menolak danmemilih cara pengobatan tradisional sendiri. Apakah merekaakan memilih cara baru atau lama, akan memberi petunjukkepada kita akan kepercayaan dan harapan pokok. Merekalambat laun akan sadar apakah cara pengobatan baru itu ber-faedah, sama sekali tidak berfaedah, atau lambat mendatang-kan manfaat. Namun mereka lebih menyukai cara-cara peng-obatan tradisional karena berhubungan erat dengan dasar ke-hidupan mereka. Maka cara baru itu digunakan secara sangatterbatas atau untuk kasus-kasus tertentu saja.

Pelayanan Kesehatan yang modern, oleh sebab itu, harusdisesuaikan dengan kebudayaan setempat. Akan sia-sia jikaingin memaksakan sekaligus cara-cara modern dan menyapusemua cara-cara tradisional. Bila tenaga kesehatan berasal darilain suku atau bangsa, sering mereka merasa asing dengan pen-duduk setempat. Ini tidak akan terjadi jika tenaga kesehatanitu berusaha mempelajari kebudayaan-kebudayaan mereka,dan menjembatani jarak yang ada di antara mereka. Dengansikap yang tidak simpatik serta tangan besi, maka jarak terse-but akan semakin lebar. Setiap masyarakat mempunyai cara-cara pengobatan tradisional. Sedikit usaha untuk mempela-jari kebudayaan mereka, akan mempermudah memberikangagasan-gagasan baru yang sebelumnya tidak mereka terima.

Pemuka-pemuka di dalam masyarakat itu harus diyakinkan,sehingga mereka dapat memberikan dukungan, dan yakinbahwa cara-cara baru tersebut bukan untuk melunturkankekuasaan mereka.

Seperti telah diuraikan di atas, pilihan pengobatan dapatmenimbulkan kesulitan. Misalnya bila pengobatan tradisionalbiasanya menggunakan cara-cara yang menyakitkan sepertimengiris-iris bagian tubuh atau dengan me manasi, penderitaakan merasa tidak puas bila diberi pil untuk diminum. Iniadalah masalah yang sering timbul, dan kegagalan cukup se-ring. Tetapi secara bertahap, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, suatu usaha yang sungguh-sungguh tentu akan men-datangkan hasil.(KRIS)

E.H.O. Parry. World Health Forum 1984; 5 : 49 - 52.

(Sambungan halaman 5)kecil, karena terdapat perubahan perfusi sehingga terdapatshunting darah ke jantung, otak, ginjal dan hepar.Apabila terdapat perbaikan dari dinamika peredaran, mung-kin dapat ditambahkan obat-obat lain untuk mempertahan-kan anestesinya.1. Pemberian obat jangan intramuskuler atau subkutan, apa-

bila pasien dalam keadaan hipotensi dan karena absorbsi-nya tidak dapat diandalkan.

2. Pemberian obat intra vena adalah jalan yang terbaik denganperubahan dosis sesuai menurut keadaan pasien.

Page 28: Cdk 033 Masalah Anestesi

Test Kehamilan Masa Kini :Sebelum Datang Haid Sudah Tahu Hamil

dr. Agus Purwadianto , Jakarta.

Biasanya seorang wanita yang akan menjadi calon ibu, barubisa tahu setelah ia tak datang haid berikutnya. "Sudah be-rapa lama telat haidnya sih ?", begitu pertanyaan utama yangmesti dijawab calon ibu tadi, baik yang dilontarkan suaminya,dokter yang memeriksanya sampai ke orang-orang yang ingintahu kepastian adanya si mungil dalam kandungannya. Perludiketahui, bahwa sebentar lagi pandangan umum tadi akan be-rubah, Kenapa ? Karena dunia kedokteran telah menemukandan sedang memasyarakatkan suatu tes kehamilan yang amatsensitif, sehingga mampu mendeteksi hormon yang berperandalam kehamilan awal 7 — 9 hari setelah pembuahan sel telurwanita oleh sel mani lelaki.

Pembuahan umumnya terjadi pada masa subur. Sel telurwanita akan keluar saat itu (ovulasi), yang pada wanita bersi-klus normal (28 - 30 hari) terjadi 14 hari sebelum haid berikut-nya. Berarti bila pembuahan terjadi saat itu, test kehamilanmutakhir mampu mendeteksi pada hari ke 21 - 23 setelah ha-ri pertama haid sebelumnya . Jadi sebelum haid berikutnya(pada hari ke 28 - 30 haid). Tak ada lagi istilah telat haid yangdihubungkan dengan kehamilan kelak.Rantai beta.

HCG (human chorionic gonadotropin) yang berperan dalamkehamilan awal pertama dihasilkan oleh trofoblast, lapisansel terluar dari sel pembuahan (zygote) yang kemudian digan-tikan oleh sel chorion dan uri (plasenta). Hormon ini dikeluar-kan lewat air seni wanita hamil dan berkadar maksimal padapagi hari untuk kian siang dan sore kian menurun dan meng-hilang. Karenanya test kehamilan mempergunakan air senipagi hari, pertama kali begitu ingin buang air kecil. Fenomenaini sudah diketahui Ascheim-Zondek sejak 51 tahun lalu keti-ka mereka menyuntikkan air seni ini ke tikus muda. Setelah100 jam mereka membedah tikus itu, menemukan pembentuk-an badan-badan kekuningan di telur tikus itu disertai bebera-pa perdarahan yang terlihat dengan mata telanjang ataupundengan mikroskop. Metode bioassay ini kemudian diikuti oleh

Friedman yang menyuntikkan air seni itu ke kelinci betinadan ditunggu 48 jam kemudian untuk melihat hal yang mina.Galli dan Mainini dengan kodok jantan dengan percobaan se-rupa menemukan fenomena keluarnya sel benih lelaki setelah3 jam.

Metode diatas, selain mesti menunggu cukup lama juga di-rasakan cukup mahal karena mesti memelihara binatang ter-lebih dulu. Hasilnya tergantung pula pada musim yang mempe-ngaruhi binatang tadi dan kadang tak tahan setelah disuntikair kencing wanita hamil. Saat melakukan test-pun mesti me-nunggu lama kehamilan antara 14 - 28 hari setelah telad haid.Jadi metode "kuno" ini kemudian ditinggalkan dengan digan-tikan oleh metode imunoassay, dengan menempatkan HCGsebagai benda asing yang sanggup bereaksi dengan zat antiyang khas.

HCG termasuk glikoprotein sehingga mempunyai daya an-tigenik tinggi. Terdiri dari polipeptida rantai alfa dan beta.Hormon lain yang mirip HCG, baik secara kimia maupun imu-nologis adaah LH (luteinizing hormone), hormon yang dihasil-kan kelenjar hipofisa otak dan berkadar maksimal disaat ovu-lasi (puncak masa subur, 2 minggu sebelum haid berikutnya).Terutama rantai beta-nya. Sehingga untuk metoda imunoassay,pengambilan air seni wanita dekat masa pembuahan (setelahlewat beberapa hari dari masa subur), bisa terjadi reaksi posi-tif semu akibat bekerjanya LH. Inilah hambatan terpentingdari penemuan test kehamilan mutakhir, karena berusahamengambil contoh bahan air seni sebelum atau pada saat haidberikutnya dimana HCG sudah bisa dideteksi, sekaligus LHmenghilang atau tak terdeteksi lagi.

Endapan dan darah domba.Boleh dikata, tes kehamilan mutakhir ini merupakan gene-

rasi kedua dari metoda imunoassay. Generasi pertama adalahkelompok reaksi seperti aglutinasi SDM (sel darah merah)langsung, hambat aglutinasi SDM, hambat aglutinasi lateks,dan sejenisnya yang kini diterapkan pada hampir semua labo-

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 27

Page 29: Cdk 033 Masalah Anestesi

ratorium klinik di negara kita. Yang paling populer adalahhambat aglutinasi SDM yang terdiri dari dua bentuk utama,cara memakai slide (kaca tipis) seperti merek Gravindex atauPregnosticon dan cara memakai tabung seperti Event Test.Kadar HCG yang bisa dideteksi cara slide sekitar 2 - 5 unitinternasional (UI)/ml yang setara dengan telat haid 7 - 14 ha-ri, sementara cara tabung jauh lebih peka karena mampu meng-interpretasi HCG sebesar 0,75 - 1 UI/ml yang setara dengantelat haid 3 hari. Namun keunggulan cara slide adalah prak-tis, mudah dilakukan dan segera bisa diketahui oleh wanitayang memeriksakan air seninya 1 - 2 menit kemudian. Namunmenginterpretasikan hasilnya perlu suatu ketajaman matakhusus yang tak setiap orang awam mengetahuinya. HCG di-temukan (jadi wanita itu hamil) bila tak terjadi aglutinasi(penggumpalan) reagensia yang dipakai, sehingga larutan cam-puran dengan air seni tadi nampak homogen tanpa endapan.Hasil negatif (tidak hamil) sebaliknya, yakni nampak endapanhalus dalam larutan tadi. Manakala dengan mata telanjangkurang bisa dilihat ada tidaknya penggumpalan, harus dili-hat di mikroskop.

Sebaliknya, metode tabung yang lebih sensitif, harus butuhwaktu 11⁄2 - 2 jam untuk membaca hasilnya, sehingga tak bisaditunggu penuh dag-dig-dug oleh wanita yang bersangkutan.Namun dalam membaca hasil testnya, lebih mudah. Hasil po-sitif menunjukkan cincin berwarna pada bagian bawah cairandalam tabung yang merupakan endapan yang kasat mata.Hal inilah yang mendorong satu merek test kehamilan dijualbebas di apotik. Kendati demikian, untuk mengatasi kemung-kinan diutak-utiknya tabung oleh wanita yang tidak sabaranini, test ini dilengkapi rak tabung yang bisa menjamin bebasgetaran, sehingga endapan mudah terbentuk (bila positif ha-mil). Perlu diketahui bahwa kedua cara diatas diilhami caraaglutinasi SDM langsung. Disini HCG sebagai antigen sengajadiserapkan ke permukaan SDM domba dan direaksikan denganzat anti yang berbentuk larutan. Kesemuanya dikembangkansejak tahun 1950-an.

Isotop.Generasi kedua imunoassay dimulai tahun 1970-an, diawali

dengan metode RIA (radioimunoassay) untuk mendeteksiHCG. Sebagian HCG di "label" dengan isotop seperti hidro-gen, karbon atau iodium. HCG berisotop ini labil sehingga mu-dah diusir oleh HCG murni, yang kemudian akan berikatandengan zat anti yang semula diikat oleh HCG berisotop. Ak-tivitas isotop ini dideteksi pada permukaan larutan dan sejajardengan kadar HCG. Tahun 1972, Vaitukaitis berhasil memur-nikan rantai beta HCG sehingga tak ada interferensi denganLH. Cara RIA ini selain bisa menganalisa HCG air seni, jugabisa HCG darah dan daya deteksinya hingga 7 - 9 hari setelahpembuahan. Cara inilah yang kelak mengubah istilah telat ha-id sebagai patokan kehamilan wanita.

Cara RIA disempurnakan dengan RRA (radioreceptorassay)yang lebih mengarah ke analisa HCG kuantitatif karena bahandari wanita yang ditest dibandingkan dengan HCG kontrol.Kadar yang terdeteksi jauh lebih kecil lagi, cuma 0,2 UI/mlserum. RRA yang memakai "badan kuning" (korpus luteum)

28 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

sapi sebagai penangkap HCG, positif (hamil) bila bahan wanitakadarnya melebihi kontrol dan sebaliknya. Bila hasilnya sama,test diulang 1 - 2 hari lagi. Test yang dikembangkan sejak1977 ini masih "diganggu" oleh adanya LH.

Perkembangan berikut ditahun 1980-an, dikedepankancara EIA (enzymeimunoassay) yang setara sensitifnya denganRIA. EIA yang memakai enzim kuda yang dilabel HCG inimampu memunculkan perubahan warna yang kemudian di-deteksi spektrofotometer. Manakala perbandingan antara ba-han dari wanita dengan kalibrator yang ada lebih besar dari1,05 berarti hamil. Sementara bila hasilnya kurang dari 0,95tidak hamil. Hasil diantara 0,95 dan 1,05 meragukan, dan ha-rus diulang 2 hari lagi bahan dari wanita yang ditest.

Kelemahan test kehamilan mutakhir ini, menjadi relatifrumit karena mempergunakan isotop dan memakan tempoyang lama daripada cara slide atau tabung yang sudah dikenal.Kecenderungan perkembangan uji kehamilan ini kini ada ti-ga pedoman, yakni : 1) menggabungkan metode RIA/RRAdengan cara slide/tabung sehingga hasilnya mudah dibaca danpraktis; 2) memakai bahan non isotop; dan 3) memakai anti-bodi monoklonal

Hamil anggur.Penggabungan RIA/RRA dengan cara slide/tabung dikabar-

kan sudah bisa dilakukan, lewat cara aglutinasi SDM pasifdalam tabung atau aglutinasi lateks dalam slide, mengahsil-kan daya deteksi HCG sebesar 0,2 UI/ml, yang kira-kira seta -

ra dengan beberapa hari menjelang haid, atau paling maksi-mal tepat di saat haid berikutnya (bila datang). Pemakaianbahan non isotop, seperti chemiluminescence akan membuatuji kehamilan jadi murah dan tanpa dihantui bahaya radioak-tif.

Yang paling mengesankan adalah penggunaan antibodimonoklonal, karena selain mampu mengeliminir interferensiLH, bisa dihasilkan dua cara sekaligus, yakni antibodi terhadaprantai alfa dan beta HCG, sehingga hasilnya lebih bisa diper-caya (tak seperti test RIA ataupun aglutinasi dimana penggu-naan zat anti dititikberatkan pada rantai beta HCG). Keunggul-an metode terakhir ini, walaupun belum dipasarkan, adalah ke-mampuannya mendeteksi HCG semungil 0,05 UI/ml dalamwaktu 35 - 60 menit, tanpa peralatan ataupun isotop yangrumit, bersifat khas dan memakai peralatan yang tahan lama.Dari sejak jaman bioassay Ascheim - Zondek 50 tahun berse-lang yang diperkirakan hanya menangkap kadar HCG 400-500 UI/ml pada wanita "telat haid" lebih dari 2 minggu, pene-muan antibodi monoklonal ini jelas merupakan revolusi.Dengan penemuan monoklonal yang mampu membawa sifatsuper khas ini, kini tengah dicoba membedakan HCG normalyang terjadi pada kehamilan biasa, dengan HCG lainnyayang dihasilkan pada mola hidatidosa (kehamilan anggur)ataupun khoriokarsinoma (kanker ganas trofoblast), kankerganas yang sering dijumpai pada wanita selain kanker rahimdan payudara. Pada kedua keadaan terakhir ini, HCG mening-kat begitu tinggi sehingga banyak test kehamilan mutakhirmenjadi kurang berguna karena sebentar saja menjadi positif.Untuk diagnosa keduanya, dipakai test Galli Mainini. Itupun

Page 30: Cdk 033 Masalah Anestesi

urine wanita yang diduga mengidapnya mesti diencerkan be-berapa ratus kali. Test kehamilan mutakhir biasanya digunakanuntuk pengawasan lanjut wanita pasca hamil anggur, agar tidakmenjadi kanker ganas trofoblast.

Menghadapi ledakan tahnologi mutakhir ini, dunia interna-sional merasa perlu mengawasi kualitas HCG yang dipakai un-tuk standar uji. Sejak 1964 para ahli sepakat menera HCG de-ngan satuan UI (unit internasional). HCG harus ditera seluruhaktivitas biologiknya, bukan hanya pada bagian-bagiannya

(seperti rantai beta saja). Jadi dalam bentuk molekulnya yangutuh, dan sempurna . Ketidakmurinian HCG dan variasi caramendapatkannya senantiasa diawasi dunia internasional, khu-susnya pada metoda bioassay yang dijadikan tolok ukur meto-de imunoassay. Tabun 1975 sudah disepakati pula bahwa se-diaan patokan internasional HCG untuk metode imunoassayditentukan sebesar 650 UI per ampul sebagai dasar kalibrasimetode bioassay (percobaan binatang).

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 29

Page 31: Cdk 033 Masalah Anestesi

Gambaran dan PenatalaksanaanBatuk Darah di Biro Pulmonologi RSMTH

dr. Amirullah RKaro Pulmonologi Rukmital dr. Mintoharjo, Jakarta

PENDAHULUAN

Batuk darah (hemoptysis) adalah ekspektorasi darah ataudahak yang bercampur darah yang berasal dari saluran nafasdibawah glotis. Batuk darah masif merupakan keadaan ga-wat dalam bidang kedokteran, dan tidak ada kegawatan pe-nyakit paru yang lebih dramatis dan mengerikan dari batukdarah masif.Batuk darah masif dapat merenggut nyawa penderita olehkarena :1. Asfiksia.2. Kehilangan darah banyak dalam waktu singkat.3. Penyebaran penyakit kebagian-bagian paru yang sehat.Di dalam kepustakaan, kriteria batuk darah masif masih ter-dapat perbedaan pada tiap sentrum Rumah Sakit, terutama da-lam hal menentukan berapa jumlah darah yang dikeluarkandalam periode waktu tertentu.Kriteria yang paling banyak dipakai ialah :1. Bila penderita batuk darah kurang lebih 600 cc dalam 24

jam, dan dalam pengamatan batuk darah tidak berhenti.2. Bila penderita batuk darah kurang dari 600 cc per 24 jam

tetapi lebih dari 250 cc per 24 jam. Kadar HB kurang dari10 gr%, sedangkan batuk darah berlangsung terus.

3. Batuk darah kurang dari 600 cc tetapi lebih dari 250 ccper 24 jam pada pemeriksaan HB lebih dari 10 gr%, daripengamatan selama 48 jam ternyata batuk darah tidak ber-henti.

Kriteria ini adalah kriteria yang juga dipergunakan di FKUI/RS Persahabatan.

BEDA BATUK DARAH (HEMOPTISIS) DENGAN MUNTAHDARAH (HEMATEMESIS)

Perlu diperhatikan apakah penderita mengalami batuk da-rah atau muntah darah. Pada beberapa penderita kadang-ka-dang dikacaukan antara batuk darah dan muntah darah. Un-

* Dibacakan pada Kongres Nasional ke III IDPI, Medan 1983.

30 Cermin Dania Kedokteran No. 33, 1984

tuk membedakannya dapat digunakan patokan sebagai beri-kut.

PATOGENESIS

Penyebab terbanyak batuk darah masif adalah tuberkulo-sis paru. Perdarahan dapat timbul karena pecahnya suatu aneu-risma pada dinding kavitas yang disebut "Rassmussens aneuris-ma ". Penyebab lain terjadinya perdarahan ialah ulserasi padadinding kavitas yang baru terbentuk dimana penuh denganjaringan granulasi yang kaya dengan pembuluh darah danjuga dapat disebabkan ulserasi pada mukosa bronkhus. Kecualituberkulosis paru, penyakit-penyakit lain yang dapat menye-babkan batuk darah masif ialah:Bronkiektasis, abses paru, kar-sinoma paru, pneumonia baktenal kadang-kadang mitral ste-nosis dan lain-lain.

PENATALAKSANAAN

1. Pembedahan2. Konservatif.

Pembedahan

Di dalam kepustakaan dikatakan, dengan terapi pembedah-an angka kematian dari batuk darah masif dapat diturunkanmenjadi 0 - 2,3%. Sayangnya tidak semua pasien dapat diberi

Page 32: Cdk 033 Masalah Anestesi

terapi pembedahan, oleh karena tidak terdapatnya fasilitasbedah toraks dan tidak semua penderita mempunyai toleransiterhadap pembedahan.

Sebelum dilakukan pembedahan harus terlebih dahuludiperiksa fungsi paru dan diketahui asal dari perdarahan (de-ngan pemeriksaan bronkoskopi). Pembedahan bisa segmentek-tomi, lobektomi, pneumonektomi.

KonservatifPenatalaksanaan batuk darah masif di Biro Pulmologi Rum-

kital dr. Mintohardjo dengan cara Konservatif. Dasar-dasarpengobatan yang diberikan sebagai berikut :

1. Mencegah penyumbatan saluran nafas.2. Memperbaiki keadaan umum penderita.3. Menghentikan perdarahan.4. Mengobati penyakit yang mendasarinya (underlying

disease).

Mencegah penywnbatan saluran nafas.Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat

diletakkan dalam posisi duduk, atau setengah duduk dan di-suruh membatukkan darah yang terasa menyumbat salurannafas. Dapat dibantu dengan pengisapan darah dari jalan na-fas dengan alat pengisap. Jangan sekali-kali disuruh menahanbatuk.

Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik,diletakkan dalam posisi tidur miring kesebelah dari mana di-duga asal perdarahan, dan sedikit trendelenburg untuk mence-gah aspirasi darah ke paru yang sehat. Kalau masih dapat pen-derita disuruh batuk bila terasa ada darah di saluran nafasyang menyumbat, sambil dilakukan pengisapan darah denganalat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang tube endotrakeal.Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perda-rahan sukar berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberi-kan Codein 10 - 20 mg. Penderita batuk darah masif biasanyagelisah dan ketakutan, sehingga kadang-kadang berusaha me-nahan batuk. Untuk menenangkan penderita dapat diberikansedatif ringan (Valium) supaya penderita lebih kooperatif.Memperbaiki Keadaan Umum Penderita.Bila perlu dapat dilakukan :— Pemberian oksigen.—Pemberian cairan untuk hidrasi.—Tranfusi darah.—Memperbaiki keseimbangan asam dan basa.Menghentikan Perdarahan.

Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan.Di dalam kepustakaan dikatakan hemoptisis rata-rata berhentidalam 7 hari. Pemberian kantongan es diatas dada, hemosta-tiks, vasopresim (Pitrissin)., ascorbic acid dikatakan khasiatnya belum jelas. Apabila ada kelainan didalam faktor - faktorpembekuan darah, lebih baik memberikan faktor tersebutdengan infus.

Di Biro Pulmologi RSAL Mintohardjo masih memberikanHemostatika (Adona & Decynone) intravena 3 - 4 x 100 mg/hari atau per oral. Walaupun khasiatnya belum jelas, palingsedikit dapat memberi ketenangan bagi pasien dan dokter

yang merawat.Mengobati penyakit -penyakit yang mendasarinya (Underly-ing disease).

Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan terse-but diatas selalu diberikan secara bersama tuberkulostatika.Kalau perlu diberikan juga antibiotika yang sesuai.DATA-DATA DARI BIRO PULMONOLOGI RSAL MINTO-HARDJO.

Data-data penderita batuk darah dan batuk darah masifyang dirawat di Biro Pulmonologi RSAL Mintohardjo selamaperiode 1 Januari 1982 sampai dengan 31 Desember 1982adalah sebagai berikut :

Batuk darah yang disebabkan oleh tuberculosis paru 88% yang dise-babkan bronkiektasis 12%.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 31

Page 33: Cdk 033 Masalah Anestesi

PEMBICARAANJumlah penderita batuk darah yang dirawat dalam periode

1 Januari 1982 s/d 31 Desember 1982 = 82 orang (26% dariseluruh penderita yang dirawat di Biro Pulmonologi RSMTH).

Jumlah penderita batuk darah masif yang dirawat 20 orang(24% dari seluruh batuk darah yang dirawat).

Penderita batuk darah/batuk darah masif umumnya masihdalam usia produktif (31 - 40 tahun). Ini sesuai dengan kepus-takaan dan sesuai dengan yang ditemukan oleh Nirwan Arif

di RS Persahabatan. Pada seri ini penderita laki-laki (67%)lebih banyak dari peilderita perempuan (33%). Ini mungkindisebabkan oleh karena lebih aktif dan lebih mudah untuk di-anjurkan masuk perawatan.

Di dalam kepustakaan dikatakan batuk darah akan berhen-ti dengan spontan dalam waktu ± 7 hari. Pada seri ini perda-rahan berhenti rata-rata antara 5 - 10 hari. Nampaknya pembe-rian hemostatika tidak banyak menolong. Angka kematian daribatuk darah masif didalam kepustakaan sebesar 32% (Nirwan Arif).Angka kematian di Biro Pulmonologi RSMTH sedikit lebihrendah 20%.KESIMPULAN• Penderita batuk darah yang dirawat di Biro Pulmonologi

RSMTH dalam periode 1 Januari 1982 s/d 31 Desember1982 sebanyak 26% dari seluruh penderita yang dirawat.24% daripadanya adalah penderita batuk darah masif.

• Umur penderita batuk darah terbanyak berkisar antara31 - 40 tahun. Seks Ratio laki-laki 67%, wanita 33%.

• Lamanya batuk darah rata-rata antara 5 - 7 hari. Pemberi-an kemostatika nampaknya tidak banyak memberikanmanfaat bila dibandingkan dengan kepustakaan.

• Angka kematian batuk darah di Biro Pulmonologi RSMTH(20%) lebih rendah dari RS Persahabatan (32%).

• Penyebab batuk darah 87% TBC paru, 13% bronkiektasis.

KEPUSTAKAAN

1. Arief N Hemoptysis Simposium Darurat Pam Jakarta; 3 - 11 - 1982.2. CRR DT. Hemoptysis Medclin Nort Amer 1954; 38 : 945 - 948.3. Hinshow. Deseases Of the Chest, 3 th Ed SAunders Co Philadel-

phia 1973;635 - 651.4. Middleton JR. Death Producing Hemoptysis In Tuberculosis. 1977;

Chest 72 : 601, 604.5. Pety TL. Intensive and Rehabilitatif Respiratory care 2 nd Ed 1974.6. Shibel EM. Respiratory Emergencies Mosby Co 1972.7. Smiddy. The Evaluation of Hemoptysis Through Bronchoscopy.

1973; Chest, 64 : 158, 162.

32 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Page 34: Cdk 033 Masalah Anestesi

dr. Ketut NgurahStaf Bagian Parasitologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, Denpasar

Penatalaksanaan Amebiasis

PENDAHULUAN 1,2

Kasus amebiasis masih sering dijumpai, baik di Minik-kli-nik maupun dalam praktek sehari-hari. Tetapi penanganannyakadangkala kurang memadai, sehingga kemungkinan akan ter-jadi komplikasi sangat besar.

Pembagian amebiasis secara klinis : (1) amebiasis asimtom-tomatik, (2) amebiasis simtomatik. Yang simtomatik dibagilagi : (a). amebiasis intestinalis, (b). amebiasis ekstraintesti-nalis. Amebiasis intestinalis bisa berupa disentri, kolitis nondi-senteri, ameboma dan apendistitis amebika. Sedangkan ame-biasis ekstraintestinalis yang paling sering adalah abses hatiamebika.

Dalam menangani amebiasis, beberapa faktor perlu diper-hatikan yakni : (1). ketelitian dalam mendiagnosis secara labo-ratorim, (2). ketepatan dalam memilih obat, dan (3). penerap-an prinsip-prinsip terapi secara benar. Jika diagnosisnya tepatdan pengobatannya memadai, kasus-kasus amebiasis dapat di-sembuhkan dengan baik.

PENATALAKSANAAN1. Diagnosis 3,4

Diagnosis amebiasis ditegakkan berdasarkan gejala -gejala kli-nis dan pemeriksaan laboratorim. Oleh karena gejala Minisamebiasis mirip penyakit-penyakit lain, diagnosis sulit ditegak-kan hanya berpedoman pada gejala klinisnya. Seperti misal-nya disenteri basiler, Crohn 's disease (regional enteritis) dankolitis ulseratif nonspesifik, gejalanya mirip amebiasis intes-tinalis akut (disenteri akut). Ameboma sering dikacaukan olehtumor-tumor di usus besar, dan abses hati amebika sering dike-lirukan oleh tumor-tumor hepar.

Karena itu, diagnosis laboratorim sangat memegang peran-an. Untuk mendiagnosis amebiasis pada dasarnya dapat diker-jakan pemeriksaan mikroskopis dari bahan tinja, aspirasi, ke-rokan maupun biopsi. Selain itu, pemeriksaan serologis juga

bisa membantu menegakkan diagnosis. Termasuk pemerik-.saan mikroskopis yaitu sediaan basah langsung, konsentrasidan pengecatan permanen. Namun, yang paling praktis danmurah adalah sediaan basah langsing.

Sedian basah langsung (direct smear) bisa dibuat dari tin-ja encer ataupun tinja padat. Untuk tinja encer dibuat sedia-an dengan larutan garam fisiologik (NaCl 0,9%). Yang dicariialah trofozoit Entameba histolytica dalam keadaan bergerak.Tanda-tandanya : gerakan aktif, progresif, ke arah tertentu(direktional), pseudopodia dan ektoplasma jernih, inti tak je-las. Ciri yang paling menyokong ialah bila ada eritrosit di da-lam sitoplasmanya dengan ukuran bervariasi, membias cahayadan berwarna kehijauan (trofozoit hematofagos). Trofozoithematofagos merupakan ciri patognomonis pada disenteri ame-bik akut. Namun harus teliti membedakannya dengan Enta-meba coli dan makrofag yang berisi eritrosit.

Pada tinja padat, pemeriksaan bisa dikerjakan dengan me-makai garam faal, tapi lebih baik menggunakan larutan lugol.Tujuannya ialah untuk menemukan kista E. histolytica.

Dalam larutan garam fisiologik, kista nampak sebagai selbulat, membias cahaya, inti tidak jelas. Jika ada badan kromo-toid, kelihatan seperti bentuk cerutu. Sedangkan dalam larut-an lugol, kista berwarna coklat kekuningan dan struktur intitampak lebih jelas.

Sebelum melakukan pemeriksaan mikroskopis, persyarat-an dalam pengambilan specimen (bahan sediaan) penting diper-hatikan. Tinja. harus ditampung dengan tempat yang bersihdan kering. Tidak kering. Tidak boleh tercampur air atau ken-cing, karena akan merusak bentuk trofozoit. Penderita yangmendapat pengobatan barium, bismuth maupun antibiotika,tinjanya harus diperiksa sebelum atau satu minggu sesudahpengobatan. Juga pemberian kaolin, antasida, magnesium-hidroksida, harus dihindari menjelang pemeriksaan.

Tinja encer (tipe disenteri) harus diperiksa secepatnya, pa-ling lambat 30 menit setelah tinja dikeluarkan, agar trofozoit

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 33

Page 35: Cdk 033 Masalah Anestesi

tidak berubah bentuk. Bila pemeriksaan terpaksa ditunda, tin-ja bisa diawetkan dengan polivinil alkohol (PVA) atau merti-olat iodin formaldehid (MIF). Kedua pengawet ini sangat baikuntuk trofozoit dan kista. Formalin 5% juga baik untuk meng-awetkan kista dalam tinja padat.

Korelasi klinis amebiasis dengan bentuk-bentuk ameba da-lam tinja penderita, perlu dipahami dalam mendiagnosis se-cara mikroskopis, yakni :a. Pembawa ameba tanpa gejala : tinja pada dan mengandung

kista. Fungsi usus normal.b. Pembawa ameba dengan gangguan perut : tinja lembek dan

mengandung ameba-ameba kecil.c. Disenteri akut : tinja encer dengan darah dan lendir tanpa

pus, mengandung ameba-ameba hematofagos.d. Amebiosis ringan atau kronis : tinja bisa padat atau lembek,

mengandung kista atau ameba-ameba kecil.Secara global, pada kasus-kasus amebiasis mungkin didapat-

kan : (a). penderita dengan tinja encer yang mengandung tro-fozoit-trofozoit hematofagos, (b) penderita dengan tinja lem-bek pada kasus ringan atau kronis, mengandung trofozoit ataukista, dan (c). penderita dengan tinja padat, asimtomatik,mengandung kista. Penderita ini disebut pembawa kista(cyst passer). Pada kasus peralihan, mungkin bentuk kista di-jumpai bersama trofozoit di dalam tinja.

Diagnosis lebih dapat dipercaya bila pada pemeriksaan di-temukan E. histolytica, baik trofozoit maupun kistanya. Jikaameba tidak ditemukan, gejala-gejala klinis dan pemeriksaanserologik bisa membantu menegakkan diagnosis terutama padaabses hati amebika.

2. Pengobatan 3—7

Tujuan pengobatan amebiasis ialah utnuk mencapat kesem-buhan baik secara Minis maupun parasitologis, dalam artigejala-gejala klinisnya hilang dan penderita bebas dari ameba.Amebiasis dengan gejala, harus diobati dengan baik, untukmembunuh trofozoit-trofozoit dalam lumen dan jaringan ser-ta mencegah komplikasinya. Begitu pula pembawa kista, ha-rus diobati untuk mencegah penularan atau kemungkinan men-jadi amebiasis akut, ataupun komplikasi ke hati.

Untuk amebiasis berat, selain obat amebisida, diperlukanpengobatan suportif yaitu pemberian cairan, elektrolit dankadang-kadang darah untuk memperbaiki keadaan umum.Pertama diberikan obat amebisida jaringan yang efektif, ke-mudian diikuti obat amebisida yang bekerja di lumen. Pema-kaian emetin masih dianjurkan karena efektif terhdap trofo-zoit dalam jaringan dan juga cepat mengatasi diarenya. Selainitu, sangat membantu pada keadaan kritis atau penderita ti-dak bisa menelan.

Pada amebiasis asimtomatik, ameba-ameba berada di lu-men usus. Yang masuk kejaringan sedikit sekali dan super-fisial sehingga tidak ada gangguan fungsi usus. Pilihan pertamaialah obat amebisida yang bekerja di lumen. Dapat pula di-tambahkan obat amebisida jaringan untuk mencegah kompli-kasi ke hati. Sedangkan amebiasis ringan diobati dengan ame-bisida yang bekerja di lumen dan jaringan. Untuk mencegahkomplikasi ke hati biasanya dipakai klorokuin.

34 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Macam-macam obat amebisida menurut tempat kerjanya :a. Amebisida bekerja langsung, terutama di lumen usus.

— derivat kuinolin : diiodohidroksikuin, iodoklorhidrok-sikuin, kiniofon.

— derivat arsenikal : karbason, asetarsol, glikobiarsol.— golongan amida : klefamid, diloksanid furoat.— alkaloid : emetin bismuth-iodid.

b. Amebisida bekerja tak langsung, di lumen usus dan din-ding usus melalui pengaruhnya terhadap bakteri. Contoh-nya : tetrasiklin, eritromisin dB.

c. Amebisida jaringan.—bekerja terutama di dinding usus dan hati : emetin, de-

hidroemetin.— bekerja terutama di hati : klorokuin.

d. Amebisida bekerja di lumen dan jaringan.Derivat-derivat nitroimidazol : niridazol, metronodazol,tinidazol, ornidazol dan seknidazol (turunan terbaru).Dalam penanganan amebiasis, efek samping obat-obat

perlu diperhatikan. Emetin dan dehidroemetin toksik terha-dapat otot jantung. Sedangkan iodoklorhidroksikuin, pemakai-annya dilarang secara resmi di berbagai negara, karena menye-babkan Subakut Mielo Optik Neuropati (SMON). Derivat-derivat nitroimidazol, khasiatnya sangat baik untuk semua je-nis amebiasis, namun akhir-akhir ini terbukti mempunyai efekkarsinogenik pada mencit dan mutagenik pada bakteri. Wa-laupun demikian, tidak perlu dikhawatirkna. Hal itu justrumenekankan kepada kita agar lebih teliti dalam mendiagnosisamebiasis dan lebih berhati-hati dalam memberikan pengobat-an.

Regimen-regimen obat untuk amebiasis menurut keadaanMinis masing-masing :a. Amebiasis asimtomatik.Pilihan utama : diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehari sela-ma 10 hari, atau diiodohidroksikuin 650 mg tiga kali sehariselama 21 hari.Alternatif : diloksanid furoat atau diiodohidroksikuin dengandosis dan waktu seperti di atas, ditambah oksitetrasiklin 250mg empat kali sehari selama 10 hari, ditambah klorokuin 500mg (garam) dua kali sehari selama 2 hari, kemudian 250 mgdua kali sehari selama 12 hari.b. Amebiasis intestinalis ringan (disenteri ringan).Pilihan utama : diloksanid furoat, ditambah oksitetrasiklindan klorokuin, dengan dosis dan waktu seperti di atas.Alternatif : metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 10hari, diikuti diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehari selama10 hari, atau diiodohidroksikuin 650 mg tiga kali sehari selama21 hari.c. Amebiasis intestinalis berat (disenteri berat)Pilihan utama : emetin 1 mg/kg SC atau IM (maksimum 65mg sehari), atau dehidroemetin 1 mg/kg SC atau IM tiap hari(maksimum 100 mg sehari). Lama pengobatan biasanya 3 - 5hari, maksimum 10 hari, ditambah diiodohidroksikuin 650mg empat kali sehari selama 21 hari, atau diloksanid furoat500 mg tiga kali sehari selama 10 hari, diikuti klorokuin 500

Page 36: Cdk 033 Masalah Anestesi

mg (garam) dua kali sehari selama 2 hari, kemudian 250 mgdua kali sehari elama 12 hari. Alternatif : metronidazol 750mg tiga kali sehari selama 10 hari, diikuti diiodohidroksikuin650 mg empat kali sehari selama 21 hari, atau diloksanidfuroat, 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari.

d. Granuloma amebika (ameboma)Pilihan utama : metronidazol, diikuti diiodohidroksikuin,atau diloksanid furoat dengan dosis dan waktu sama sepertiad c. Alternatif : emetin atau dehidroemetin, ditambah oksi-tetrasiklin dan diidohidroskuin, atau dioksanid furoat dengandosis dan waktu seperti ad c.

e. Abses hati amebikaPilihan utama : metronidazol 750 mg tiga kali sehari selama 10hari, diikuti diiodohidroksikuin 650 ng empat kali sehari se-lama 21 hari, atau diloksanid furoat 500 mg tiga kali sehariselama 10 hari, ditambah klorokuin 500 mg (garam) dua kalisehari selama 2 hari, dilanjutkan 250 mg dua kali sehari selama12 hari. Alternatif : emetin 1 mg/kg SC atau IM (maksimum65 sehari) selama 10 hari, atau dehidroemetin 1 mg/kg IM atauSC selama 10 hari (maksimum 100 mg sehari), ditambah klo-rokuin 500 mg (garam) dua kali sehari selama 2 hari, kemu-dian 250 mg dua kali sehari selama 26 hari, ditambah diiodo-hidroksikuin 650 mg tiga kali sehari selama 21 hari, atau dilok-sanid furoat 500 mg tiga kali sehari selama 10 hari.

Meskipun metronidazol efektif pada pemakaian secaratunggal, namun perlu diikuti pemberian obat yang bekerjadi lumen seperti diloksanid furoat dan diiodohidroksikuin.Belakangan ini, pemakaian seknidazol (Flagentyl) untuk ame-biasis semakin populer. Telah banyak dicoba, baik pada ame-biasis intestinalis maupun amebiasis hepatik. Nampaknya pu-nya sedikit keuntungan dibandingkan dengan metronidazol,karena seknidazol bisa diberikan dalam dosis tunggal sehariatau dua hari. Dosisnya : 2 gram dosis tunggal untuk amebia-sis intestinalis, dan 500 mg tiga kali sehari selama 5 hari padaamebiasis hepatik.

Dengan pengobatan yang memadai, prognosis amebiasisintestinalis pada umumnya baik. Tetapi kalau terjadi kompli-kasi seperti perdarahan hebat, abses otak atau abses hati yangpecah, prognosisnya menjadi buruk.

3. Pemeriksaan lanjutan (follow up) 3,4

Setelah pengobatan, pada amebiasis intestinalis perlu pe-meriksaan tinja minimal 6 kali dengan interval beberapa hari.Pemeriksaan tinja setelah pemberian urus-urus akan memberi-kan hasil lebih baik. Sesudah 3 bulan, dilakukan pemeriksaanulang tinja. Kalalu perlu dapat dikerjakan pemeriksaan endos-kopi. Pada amebiasis hepatik, selain pemeriksaan tinja juga di-lakukan pemeriksaan radiologis, dan bila fasilitas cukup, pe-meriksaan serologis sangat membantu.4. Pencegahan2 '3

Untuk mengurangi insiden amebiasis, dapat dilakukan usa-ha-usaha seperti berikut : (a). Mengobati pembawa ameba(carrier), (b). Meningkatkan kebersihan lingkungan dan indi-vidual serta kebersihan makanan dan minuman.

RINGKASANTelah dibicarakan penatalaksanaan amebiasis secara umum.

Diagnosik ditegakkan berdasarkan gejala -gejala klinis dan pe-meriksaan laboratorium. Pemeriksaan mikroskopis lebih me-megang peranan. Bila ditemukan E. histolytica, diagnosiklebih dapat dipercaya. Andaikata pemeriksaan mikroskopishasilnya tetap negatif, namun gejala klinis amat menyokong,maka pemeriksaan serologik bisa membantu menegakkan diag-nosik.

Kalau pengobatannya memadai, amebiasis pada umumnyadapat sembuh dengan baik. Prinsipnya ialah mencapai kesem-buhan baik secara klinis maupun parasitologik, artinya gejalaklinisnya hilang dan penderita bebas dari ameba. Untuk meme-nuhi tujuan ini, setelah terapi perlu dilakukan pemeriksaanlanjutan secara teliti dan disiplin.

KEPUSTAKAAN

1. Lotanio AA. Treatment of Amoebiasis. Reminders and Pitfalls.Medical Progress. 1976; Vol 3, No 2 : 13.

2. Wilcocks, Manson-Bahr. Manson's Tropical Diseases. Seventeenthed. London : The English Language Book Society and Bailliere Tin-dall 1972; 162.

3. dr. Putra RT. Amoebiasis Intestinalis. Naskah Lengkap SeminarPenyakit Tropis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FK UNUD Denpasar:4 Juni 1983; 217.

4. dr. Sutisna P dkk. Diagnosis dan Pengobatan Amoebiasis Usus.Naskah Lengkap Seminar Penyakit Tropis. Bagian Ilmu PenyakitDalam FK UNUD Denpasar: 4 Juni 1983; 94.

5. Bunnag D, Harinasuta T. Chemotherapy of Intestinal Parasites inSoutheast Asia. The Southeast Asian Journal of Tropical Medicineand Public Health. September 1981; 12, 3, 422.

6. Goldsmith RSMd DMT & H. Infectious Diseases : Protozoal. Cur-rent Medical Diagnosis & Treatment. Lange Medical Publications :1978; 862.

7. Hunter, Swartswelder, Clyde. Tropical Medicine. Fifth Ed. Phila-delphia, London-Toronto : W.B. Saunders Company 1976; 323.

RalatPada CDK No. 32/84 terdapat salah cetak sebagai berikut :Hal 56 : Kolom 1, alinea 4 baris ke-3. Dalam artikel Pengobat-an dengan kortikosteroidyang berbunyi : kortison 25 mgseharusnya : kortison 25Hal.58 : kolom 2 pada Tabel DOSIS KORTIKOSTEROIDyang berbunyi :

sindrom Ramsay-Hunt )mencegah neuralgia posher- ) 3 X 10 mg prednisonpetik pada usia lanjut )

seharusnya—sindrom Ramsay-Hunt 3 X 20 mg prednison— mencegah neuralgia posher-

petik pada usia lanjut 3 X 10 mg prednisonDemikian kesalahan diperbaiki.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 35

Page 37: Cdk 033 Masalah Anestesi

Berbagai Jenis Keracunan Yang Dirawat Pada Empat Rumah Sakit di Palembang Selama Periode 3% Tahun (Januari 1980

sampai dengan Juni 1983)

dr. Sjamsuir Munaf, dr. Syahril Aziz, dr. Jusup Chaidir, dr. Leilani F.Y.Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya, Palembang

PENDAHULUANYang dimaksud dengan keracunan (Poisoning) dalam pene-

litian ini ialah suatu keadaan penyakit akut yang diakibatkanoleh obat atau zat kimia lain yang masuk/mengenai tubuhmanusia secara berlebihan (over dosage) baik dengan sengajamaupun tidak, yang dapat membahayakan jiwa. Keracunandapat di timbulkan berbagai macam zat yang terdapat dalamlingkungan sehari-hari : seperti obat-obatan, makanan, pesti-sida dan lain-lain.

Sebab-sebab terjadinya keracunan ini dapat dibagi atas 3golongan yaitu keracunan karena kecelakaan/tidak di sengaja,keracunan karena di sengaja untuk maksud bunuh diri dan ke-racunan kriminil atau tindak kejahatan.

Untuk meningkatkan usaha dalam pencegahan maupun da-larn penanggulangan kasus-kasus keracunan serta lebih mening-katkan kewaspadaan akan bahaya penyakit -penyakit atau ke-matian perlu adanya data-data tentang keracunan, terutama diPalembang khususnya dan di Indonesia umumnya; dimana da-ta statistik tersebut di Indonsia masih kurang. 1

Insiden keracunan di beberapa rumah saint di Jakarta selamaperiode 1971-1972 dilaporkan sebesar 34 per 10.000 pende-rita yang dirawat dengan angka kematian 4,2%.1 Dari 437kasus keracunan yang dilaporkan, penyebab utama yang ter-banyak adalah jengkol dan minyak tanah di susul oleh barbi-turat dan salisilat, sedangkan pestisida menduduki tempat ke-lima. 1 Dalam penelitian dari Bagian Penyakit Dalam RumahSakit DR. Karyadi Semarang selama periode 1972 -1974 di-laporkan dari 100 penderita akibat keracunan yang dirawatterlihat bahwa penyebab utama dari keracunan adalah pesti-sida (25%), obat penenang (24%), salisilat (7%), keracunanmakanan (19%) dan zat kimia lain (26%). Latar belakangkeracunan ialah tidak di sengaja (36%), bunuh diri (64%) se-dangkan keracunan dengan tindakan kriminil tidak di dapat-kan. 2

Dalam penelitian pada dua Rumah Sakit di Medan selama 5

36 Cermin Dunia Kcdokteran No. 33, 1984

tahun (1963 - 1968) terdapat 197 kasus keracunan yang mana6 diantaranya meninggal, sedangkan penyebab yang terbanyakadalah minyak tanah (41%), jamur (16%) dan keracunan sing-kong (12%). 3

Bertitik tolak dari hal-hal diatas dan makin banyak kasus-kasus keracunan yang terjadi di Indonsia umumnya dan diPalembang khususnya maka di lakukanlah penelitian ini, un-tuk mengetahui jumlah penderita keracunan di pelbagai Ru-mah Sakit di Palembang, dan jenis racun yang digunakan.

BAHAN DAN CARA KERJAPenelitian di kerjakan secara retrospektif, pada penderi-

ta rawat di 4 Rumah Sakit di Palembang. Dari semua status pen-derita yang dirawat di setiap Rumah Sakit dipisahkan status-status penderita dengan keracunan mulai 1 Januari 1980 s/d30 Jun 1983. Data-data yang diperoleh dari status penderitakeracunan di pindahkan kedalam Kartu Data untuk kemudiandiolah secara tabulasi.

Yang di teliti ialah semua kasus-kasus keracunan, baik yangdisebabkan oleh obat-obat dalam dosis berlebihan, maupunoleh zat-zat kimia lain yang bersifat racun. Jadi dalam peneli-tian ini tidak dimasukkan reaksi -reaksi alergi, seperti shok ana-filaktik alergi terhadap makanan dan lain-lain.

Latar belakang keracunan dibedakan atas 3 bagian yaitukarena kecelakaan (tidak sengaja), ingin bunuh diri, dan tin-dak kejahatan (kriminal).

Disamping itu distribusi umur, jenis kelamin, jenis bahanpenyebab dipisahkan secara lebih terperinci.

HASI L

Jumlah penderita dengan keracunan yang dirawat di 4 ru-mah sakit selama periode 1980-1981, 1982, 1983 (6 bulan)berturut-turut adalah : 43,22,70 dan 46 dengan jumlah total181 kasus. Frekwensi keracunan adalah 13 per 10.000 pende-

Page 38: Cdk 033 Masalah Anestesi

Cermin Dunia Kedokteran No. 33. 1984 37

Page 39: Cdk 033 Masalah Anestesi

Latar belakang terjadinya keracunan yang terbanyak adalahkarena tidak kesengajaan/kecelakaan, yaitu 116 kasus (65%),selebihnya karena ingin bunuh din 65 kasus (35%) sedangkankarena tindak kriminil tidak di dapatkan.Keracunan akibat kecelakaan banyak terjadi berturut-turutadalah pada kelompok umur 0—5 tahun (30 kasus), 30 — 39tahun (22 kasus), 20 — 29 tahun (19 kasus), 10 — 19 tahun(18 kasus). Sedangkan keracunan dengan latar belakang inginbunuh diri paling banyak terjadi pada umur 20 — 29 tahun(35 kasus), umur 10 — 19 tahun (22 kasus). (Tabel 5.).

Berdasarkan jenis "poisons" yang digunakan maka terlihat bahwapestisida termasuk disini golongan karbamat (Baygon dan Star-tox) menduduki pe;sentase tertinggi (27,62%) kemudian ber-turut-turut disusul dengan keracunan bahan-bahan kimia(24,31%), jengkol (16,57%), " makanan" (15,47%), obat-obatan (14,36%) dan keracunan yang tidak jelas penyebab-nya (1,66%).

DISKUSIDari hasil penelitian ini terlihat bahwa penyebab keracun-

an yang paling banyak adalah pestisida golongan karbamat(Baygon/Startox) terutama untuk usaha bunuh diri. MenurutGoodman and Gilman penyebab keracunan yang paling se-ring adalah golongan barbiturat. 4 Darmansyah, I, dkk., 1972;dalam penelitiannya pada beberapa Rumah Sakit di Jakartaselarna periode 1971 - 1972 melaporkan bahwa jengkol danminyak tanah merupakan penyebab utama keracunan.1 Su-giri dkk., 1978, melaporkan bahwa kasus-kasus keracunanyang dirawat di Bagian Penyakit Dalam Rumah Sakit DR.Karyadi Semarang periode 1972 - 1974 ternyata pestisidadan obat penenang merupakan penyebab utama keracunan. 2

Berbeda dengan Jo Kian Tjaij dkk., 1971, yang meneliti duaRumah Sakit di Medan mengenai kasus-kasus keracunan makaterlihat sebagian besar disebabkan oleh minyak tanah dan ja-mur. 3

Melihat hasil penelitian diatas maka kemungkinan pemakai-an pestisida sebagai usaha bunuh diri pada 3 tahun ini menun-jukkan tendensi meningkat, walaupun faktor ke tidak sengaja-an juga tidak bisa dikesampingkan. Hal ini kemungkinan be-sar disebabkan karena pemakaian pestisida ini sudah sangat

38 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

meluas dan mudah didapat di mana korban mengetahui bahwapestisida golongan karbamat ini sering dipakai untuk usahabunuh diri. Penderita mungkin mengetahui dari teman, tetang-ga, media massa dan lain-lain; terutama terjadi pada dewasa-muda yang emosinya masih labil atau karena faktor sosiallainnya seperti putus cinta, tidak lulus ujian ataupun keadaankeluarga yang tidak harmonis.

Keracunan bahan kimia dan jengkol terlihat masih mendu-duki tempat kedua dan ketiga serta hampir semua kasus terse-but termasuk dalam kelompok ketidak sengajaan.

Keracunan "makanan " dan obat-obat-an menduduki urutan keempat dan ke-lima, yang mana seperti sebelumnyahamnir semua kasus termasuk dalamkelompok tidak sengaja. "Keracu-an-makanan" , mungkin karena makanan tersebut memang sudahbersifat racun atau menjadi beracunkarena pengaruh-pengaruh tertentu da-ri luar, misalnya kontaminasi Clos-tridium botulinum. Keracunan seba-gai akibat obat -obatan bila diban-dingkan dengan di Amerika Serikatyang pada tahun 1976 menunjukkansebagian besar (60%) oleh barbitu-rat, sedangkan pada penelitian ini

faktor obat -obatan tidak banyak sebagai penyebab utama ke-racunan. Mungkin ini terjadi karena umumnya obat-obathampir di dapat dari dokter atau paramedis sehingga angkakeracunan obat-obatan tidak tinggi. Adanya keracunan obatdapat karena korban mengetahui dari teman, dari obat-obatanpromosi, atau karena salah dalam cara pemakaiannya.

Umumnya keracunan obat tergolong dalam kelompok tidaksengaja. Minyak tanah dan bahan-bahan kimia lainnya umum-nya masuk dalam kelompok tidak sengaja karena kelalai-an dari korban sendiri. Kelompok tindak kejahatan tidak ditemukan dalam penelitian ini.

Di tinjau dari distribusi umur terlihat bahwa umur 20 - 29tahun dan umur 10 - 19 tahun menduduki tempat teratas,disusul oleh umur 0 - 5 tahun dan umur 30 - 39 tahun. Latarbelakang keracunan terutama karena pestisida yang tampakpada umur 20 - 29 tahun dan 10 - 19 tahun lebih banyak ke-arah kelompok bunuh diri. Sedangkan umur 30 - 39 tahundan umur 0 - 5 tahun hampir sebagian besar karena kecela-kaan. Secara keseluruhan tidak berbeda banyak dibandingkandengan penelitian di Jakarta tahun 1971 - 1972.

KESIMPULANJumlah kasus keracunan yang diternukan pada 4 Rumah

Sakit di Palembang selama periode 3½ tahun (Januari 1980 -Juni 1983) adalah 181 kasus, dimana angka rata-rata kematiankasus sebesar 6% dan frekwensi keracunan adalah 13 dari10.000 penderita yang dirawat.

Jumlah Pria dan Wanita hampir sama banyak (1:1,03).Penyebab keracunan yang terbanyak adalah pestisida

(27,62%), kemudian di susul oleh bahan-bahan kimia lainnya

Page 40: Cdk 033 Masalah Anestesi

(24,31%), jengkol (16,57%), "makanan " (15,47%), obat-obat- hatan Anak dan Bagian Ilmu Yenyakit Dalam RSU/FK. UN-an (14,36%), dan keracunan yang tidak dapat di identifikasi SRI, atas segala bantuan dan fasilitas yang di berikan kepada(1,66%). kami sehingga memungkinkan terlaksananya penelitian ini.

Keracunan akibat kecelakaan 64% dan untuk maksud bu- Tak lupa kami ucapkan juga terima kasih kepada dr. Sur-nuh diri sebanyak 36%, sedangkan keracunan untuk maksud yadi Tjekyan, DTM&H, MPH, yang telah membantu penyem-pembunuhan tidak di dapatkan. purnaan kertas kerja ini.

Hampir semua kelompok usaha bunuh diri terdapat padausia kurang dari 29 tahun dengan distribusi umur terbesar PERPUSTAKAAN

pada usia 20 - 29 tahun dengan zat racun yang digunakanumumnya adalah pestisida. Keracunan yang tidak sengaja 1. Darmansyah I, Handoko T, Sintasari M. Poisoning admissions in

Jakarta Hospitals during 1971. Obat dan Pembangunan Masyara-terdapat pada semua usia dengan distribusi umur terbesar kat Sehat, Kuat dan Cerdas, Kumpulan Naskah Konas IKAFI II,pada usia 10 - 19 tahun dengan 0 - 5 tahun yang sebagian be- Jakarta 1974, Bagian Farmakologi FKUI 1978; 469 – 481.sar disebabkan oleh bahan kimia dan "makanan" 2. Sugiri, et al. Macam-macam intoksikasi di Bagian Penyakit Dalam

Rumah Sakit DR. Karyadi 1972 - 1974. Obat dan PembangunanUCAPAN TERIMA KASIH Masyarakat Sehat, Kuat, Cerdas. Bagian Farmakologi FKUI, 1978;

Terima kasih yang sebesar - besarnya kami sampaikan kepada 452 – 455.

Direktur Rumah Sakit Umum Palembang, Direktur Rumah 3. Jo Kian Tjaij et al. Accidental oral Poisonings in two hospitals inMedan. 1971. Paediatrica Indonesia 1971; 11 : 47.

Sakit Tjekyan, Direktur Rumah Sakit AK. Gani dan Direktur 4. Goodman LS, Gilman A. The Pharmacological Basis of Therapeu-Rumah Sakit RK. Charitas dan juga pada Bagian Ilmu Kese- tics, 6th ed., New York : MacMillan Pub Co., 1980; 1607 – 1608.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 39

Page 41: Cdk 033 Masalah Anestesi

Peranan Prostaglandin Pada DuctusArteriosus

dr Dasril Daud dan dr B.J.M.Ch. PelupessyBagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin, Ujung Pandang

PENDAHULUANDuctus arteriosus seperti halnya dengan foramen ovale se-

lama masa intrauterin tetap terbuka dan merupakan strukturyang melaksanakan sirkulasi janin. Ternyata tetap terbukanyaductus arteriosus itu bukan akibat strukturnya yang pasif, te-tapi pengaruh suatu bahan yang aktif. 1,2 Bahan ini kemudiandikenal sebagai prostaglandin. Daya kerja prostaglandin padaductus arteriosus mula-mula dilaporkan oleh Coceani dan Ol-ley pada tahun 1972. Ia mempunyai daya relaksans yang po-tent terhadap ductus arteriosus baik secara invitro maupunsecara invivo. 1,3

SEGI ANATOMIS, FISIOLOGIS DAN HISTOLOGIS DUC-TUS ARTERIOSUS

Secara anatomis ductus arteriosus Botalli pada jantung janinmempunyai arti yang penting sebab menghubungkan bifurca-tio a. pulmonalis dengan aorta descenden dekat percabangana. subclavia kiri. Secara fisiologis sebagian besar darah outputventrikel kanan (90%) yang tiba dalam a. pulmonalis akanmengalir melalui ductus tersebut kedalam aorta descendens un-tuk seterusnya memperdarahi alat-alat dalam perut dan ang-gota gerak bawah. Jadi ductus ini pada masa intrauterin mem-punyai peranan penting dalam sirkulasi janin. 1,2

Dalam keadaan normal segera setelah lahir terjadi penutup-an ductus arteriosus secara fungsionil yaitu konstriksi duc-tus. Ini terjadi karena 1,3

(a) kadar prostaglandin menurun, (b) tekanan oksigen mening-kat. Dengan menurunnya kadar prostaglandin berarti dayarelaksans berkurang sampai menghilang terhadap ductus de-ngan akibat terjadi konstriksi. Karena dinding ductus mengan-dung filament-filament kontraktil yang sangat peka terhadapoksigen, maka peninggian tekanan oksigen segera setelah lahirakan menyebabkan ductus menutup. Penutupan fungsionilmenjadi sempurna pada 10 - 15 jam setelah kelahiran, sementa-ra itu penutupan secara anatomis mulai berlangsung. Prosesini berlangsung terus dan penutupan permanen tercapai ketika

40 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

bayi berumur 2 - 3 minggu. Akhirnya ductus berobliterasimenjadi ligamentum arteriosus Botalli.

Secara histologis ductus arteriosus menyerupai arteri sedang(arteri type muscularis). Berbeda dengan a. pulmonalis danaorta maka ductus arteriosus mengandung lebuh banyak sera-but otot sirkuler dan sedikit sekali serabut-serabut elastik.

Gambaran histologis ductus arteriosus dibagi dalam 4 stadium 4,5

• Stadium I : Berlangsung pada masa intrauterin. Dindingductus terdiri atas 3 lapisan, dari dalam ke luar :1). — tunika intima tipis

— lamina elastika interna yang berombak dan teratur2). tunika media :

— serabut otot— serabut elastik—sel intermediet dan perisit yang mengandung fila-ment kontraktil.

3). tunika adventitia/serosa.

• Stadium II : Mulai terjadi penutupan fungsionil :— konstriksi dinding— penebalan-penebalan kecil pada tunika intima (bantal-

an intima).

Page 42: Cdk 033 Masalah Anestesi

Prostaglandin dibagi dalam beberapa kelompok berdasar padajumlah ikatan rangkap pada sisi rantai-rantainya : Prostaglan-din E (PGE), Prostaglandin F (PGF), Prostaglandin I (PGI),Prostaglandin A (PGA) dan lain-lain.

Yang paling penting dalam mempertahankan terbukanyaductus arteriosus ialah prostaglandin E (PGE) yang berkerja

sebagai dilator yang potent. Ini dibuktikan pada penelitiantahun-tahun terakhir yaitu 2,4,6-9

— kadar prostaglandin pada janin jauh lebih tinggi daripadaneonatus

— neonatus dengan ductus arteriosus yang masih terbukamempunyai kadar prostaglandin yang lebih tinggi daripadaneonatus normal pada umur yang sama

— ternyata pemberian prostaglandin synthetase inhibitor pa-da janin menyebabkan penutupan ductus arteriosus dalamkandungan

— ductus arteriosus yang telah konstriksi dapat membukakembali setelah pemberian prostaglandin.

PGE dibentuk pada berbagai jaringan tubuh terutama paru-paru, ginjal, jantung plasenta, dan ductus arteriousus sendiri.PGE dimetabolisir dalam paru-paru (90%) oleh enzim PG de-hidrogenase dan PG reduktase. Kadar PGE sesaat sebelum la-hir ialah ‚ 1400 pg/ml. Segera setelah lahir kadarnya menurundan pada 48 - 72 jam kemudian sudah menjadi ‚ 200 pg/m1. 9

Penurunan kadar terjadi karena katabolisme PGE yang mening-kat di paru-paru yang sudah berkembang/berfungsi, dan ka-rena produksi PGE yang berkurang. Walaupun diketahui PGEsecara langsung menyebabkan vasodilatasi ductus arteriosus de-ngan jalan menghilangkan tonus dindingnya, namun mekanis-me kerjanya belum diketahui dengan pasti. Diduga PGE be-kerja pada filament -filament kontraktil yang terdapat padatunika media dinding ductus, sehingga menghambat kesang-gupan ductus untuk konstriksi. Selain itu PGE juga mengham-bat proliferasi sel fibroblast. 10 Pengaruh PGE ini tidak ber-gantung pada besarnya tekanan oksigen.7,10

PENGGUNAAN PGE DALAM KLINIKSecara normal, setelah lahir ductus arteriosus akan menutup

secara spontan. Kadang -kadang pada beberapa keadaan ductusini perlu dipertahankan tetap terbuka, misalnya pada Duc-tus dependent cardiac malformations. Disini ductus diperlu-kan untuk pengaliran darah ke sirkulasi paru-paru atau sirku-lasi sistemik sambil menanti saat untuk pembedahan.

Ductus dependent cardiac malformations dibagi dalam 2kelompok :1. Kelainan jantung bawaan dengan sirkulasi paru-paru tergan-

tung pada ductus arterious misalnya : pulmonary stenosis,pulmonary atresis, tetralogy of Fallot dan lain-lain.

2. Kelainan jantung bawaan dengan sirkulasi sistemik tergan-tung pada ductus arteriosus misalnya : coarctatio aortae,interrupsi arcus aorta, aorta stenosis dan lain-lain.

Penutupan dengan cepat ductus arteriosus pada bayi-bayi de-ngan kelainan -kelainan tersebut diatas akan mengakibatkanhipoksemia, gangguan perfusi dan asidemia progresif. Bila ke-adaan ini berlarut-larut maka akan menyebabkan kematian.Walaupun pengobatan pada bayi-bayi demikian ialah dengantindakan pembedahan, namun tidak mungkin dikerjakan sege-ra karena risiko kematian yang tinggi. Untuk mengatasi keada-an darurat tersebut dapatlah dipakai PGE. PGE merupakan di-lator yang potent yang dapat membuka kembali ductus arte-riosus yang telah konstriksi.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 41

Page 43: Cdk 033 Masalah Anestesi

Bila PGE diberikan dengan cepat maka dapat terjadi pening-gian saturasi oksigen, perbaikan perfusi perifer dan mengatasiasidemia.Pitlick 8 melaporkan bahwa pengaruh path ductus arteriosusmulai nampak 15 menit setelah pemberian PGE. Lewis7 men-jumpai perbaikan hemodinamik dan metabolik 10 menit sete-lah pemberian PGE.

Dosis PGE yang dianjurkan ialah 0.1 ug/kg BB/menit, dibe-rikan secara kateterisasi melalui intravena atau intraaorta dandi tempatkan dekat muara ductus arteriosus, kemudian dapatdilanjutkan melalui vena perifer. 7 '8,11 Pemberian PGE hanyaberhasil bila belum terjadi penutupan anatomis/permanen, se-hingga dianjurkan pemberian sedini mungkin. 2 Lewis7 mela-porkan bahwa PGE akan memberi hasil yang memuaskan bi-la diberikan pada bayi umur kurang daripada 4 hari. Ductusarteriosus dapat dipertahankan terbuka terus selama masih di-berikan PGE dan akan mengalami konstriksi kembali 1 - 2 jamsetelah pemberian PGE dihentikan. Selama 5 tahun terakhirtelah banyak digunakan PGE pada kasus kasus Ductus depen-dent cardiac malformations.

Perubahan histologis yang dapat ditemukan pada ductusarteriosus setelah pemberian PGE ialah Weakening effect be-rupa5

(a) laserasi tunika intima, (b) lamina elastika interna terputus-putus, (c) tunika media : oedem dan komponennya terpisah-pisah.Gambaran ini disebabkan oleh 2 faktor :— regangan, dan derasnya aliran darah.

PDA DAN PG SYNTHETASE INHIBITORPDA ialah ductus arteriosus yang tidak menutup setelah ke-

lahiran. Secara histologis ada 2 bentuk 4 :1. PDA dengan gambaran histologis seperti pada stadium I.

Bentuk ini hampir selalu ditemukan pada bayi-bayi pretermdengan kadar PGE yang masih tinggi.

2. PDA dengan gambaran histologis seperti pada stadium III.Pada keadaan ini terlihat adanya lamina elastika abnormalyang dinamakan lamina elastika subendothelial yaitu suatulamina elastika tambahan yang tebal mengelilingi lumen danterdapat pada permukaan tunika intima. Kelainan ini me-rupakan defek primer yang menghambat penutupan anato-mis ductus arteriosus setelah lahir. Umumnya bentuk PDAini terdapat pada bayi-bayi aterm dan disebut juga Perma-nent PDA.

Klinis, PDA disertai shunt kiri ke kanan yang besar sering-kali menyebabkan Cardiopulmonary distress. Untuk mengatasi

42 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

keadaan ini maka harus diusahakan ductus menutup. Hasil pe-nyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa PGE merupa-kan bahan yang bertanggung jawab untuk mempertahankanpembukaan ductus arteriosus pada janin dan neonatus pre-term. Sekarang telah mulai diusahakan penutupan PDA se-cara farmakologis yaitu dengan menggunakan prostaglandinsynthetase inhibitor (PG synthetase inhibitor) misalnya sali-silat, indomethacin dan lain-lain. Bahan tersebut bekerjamenghambat pembentukan PGE dengan akibat terjadi penu-tupan ductus arteriosus.

Kaplan1 melaporkan bahwa penutupan ductus arteriosuspada PDA mulai nampak ± 18 jam sejak pemberian indometha-cin. Karena PG synthetase inhibitor dapat melewati plasenta,maka salisilat atau indomethacin yang diminum oleh ibu ha-mil dapat juga menyebabkan penutupan dini ductus arteriosus(pada janin) dan konstriksi arteriole -arteriole paru-paru. Ke-adaan ini dapat menimbulkan Postnatal persistent pulmonaryhypertension. 2,3

RESPIRATORY DISTRESS DAN PDASeringkali ductus arteriosus yang sudah konstriksi terbuka

kembali pada bayi-bayi baru lahir dengan respiratory dis-tress.Hal ini disebabkan oleh 2 faktor3 : — kadar PGE meninggi,— hipoksia berat. Pada keadaan respiratory distress kadar PGEmeningkat karena katabolisme yang berkurang pada paru-parudan produksi yang meninggi. Clyman 3 dalam penyelidikannyamendapatkan bahwa kadar PGE 5 - 7 kali lebih banyak padaneonatus dengan respiratory distress daripada neonatus normalpada umur yang sama. Pada keadaan hipoksia berat filament-fi-lament kontraktil pada ductus arteriosus tidak mempunyaikesanggupan untuk konstriksi.

Telah diketahui bahwa PDA dan respiratory distress seringditemukan pada neonatus preterm. Dengan pemberian gluco-corticoid (betamethasone) pada masa prenatal dapat mence-gah/mengurangi frekwensi PDA pada bayi-bayi tersebut. 14

Ini disebabkan karena glucocorticoid :— mengurangi kepekaan jaringan ductus arteriosus terhadapPGE— mengurangi kemungkinan terjadinya respiratory distress— merangsang maturasi ductus arteriosus.

KEPUSTAKAAN

1. Kaplan S, Gaum WE, Benzing G. Pharmacologic manupulation ofthe ductus arteriosus. The Pediatric Clinics of North America1978; 25 : 898.

2. Stevenson JG. Patent ductus arteriosus. The Pediatric Clinics ofNorth America 1978; 25 : 752.

3. Clyman RI, Mauray F, Roman C, Rudolph AM and Heymann MA.Circulating prostaglandin E2 concentrations and Patent ductusarteriosus in fetal and neonatal lambs. J Pediatr 1980; 97 : 455.

4. Gittenberger AC, Erbruggen I, Moulaert A, Harinck E. The ductusarteriosus in the preterm infant : Histologic and clinical observa-tions. J Pediatr 1980; 96 : 88.

5. Gittenberger AC, Moulaert A, Harinck E, Becker Ae. Histopatho-logy of the ductus arteriosus after prostaglandin El administrationin ductus dependent cardiac anomalies. Br Heart J 1978; 40 : 215.

6. Lang P, Freed M, Rosenthal A, Castaneda AR. Nadas AS. The use

Page 44: Cdk 033 Masalah Anestesi

Cermin Dunia Kedokteran No. 33. 1984 43

Page 45: Cdk 033 Masalah Anestesi

Iklan dan Profesi Kedokteran

Kehidupan modern memungkinkan dokter berhubungan de-ngan masyarakat luas dalam berbagai cara, secara langsungmaupun tidak. Ini menyebabkan timbulnya masalah -masalahbaru, yang tidak dikenal oleh dokter- dokter di masa-masayang lalu.

Kini masyarakat umum banyak yang tertarik akan ilmu ke-dokteran. Banyak informasi medis disebarluaskan lewat mediaradio, TV, koran, majalah dan sebagainya. Ini semua menuntutagar dokter lebih berhati-hati, karena etika profesinya mengu-tuk pengildanan dan publisitas bagi dirinya sendiri. Tapi di ma-na batas-batasnya? Kode etik kedokteran di Indonesia masihsangat lemah. Cuma sedikit sekali masalah ini dibahas. Olehsebab itu mungkin ada baiknya kita menengok pada negaralain, ke Inggris, untuk melihat apa yang dibatasi di negara itu.

Berikut ini adalah lampiran laporan tahunan Ikatan DokterInggris (BMA) dalam sidangnya pada tahun 1981-1982 :Pengiklanan

(1) Kata "pengiklanan" dalan hubungannya dengan profesidokter harus diartikan dalam arti yang luas, mencakup semuacara agar seseorang itu dikenal oleh masyarakat. Ini dapat dila-kukan oleh orang itu sendiri, atau oleh orang lain, tanpa kebe-ratan dari dirinya, dengan suatu cara yang dapat kita anggapbertujuan mendapatkan pasien atau menguntungkan profesidokternya.

(2) Beberapa kebiasaan tertentu sudah demikian umum dila-kukan sehingga tidaklah dapat disebut bahwa itu untuk meng-untungkan diri sendiri. Misalnya, memasang papan nama de-ngan mencantumkan spesialisasinya. Tapi ini pun dapat disa-lahgunakan dengan memberinya berbagai tambahan serta hias-an.

Pencegahan publisitas(3) Setiap publisitas yang dilakukan oleh, atau buat, atau

dibiarkan oleh seorang dokter yang bertujuan mengiklankandiri sendiri sangatlah tidak diharapkan, tidak etis, dan berten-tangan dengan disiplin profesi.

44 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

(4) Oleh sebab itu setiap dokter praktek tidak boleh meng-ambil tindakan-tindakan aktif untuk mendapatkan publisi-tas, selain yang akan diuraikan di bawah ini. Seorang dokterharus mengambil semua tindakan untuk menghindari ataumencegah publisitas yang tak perlu, atau hanya untuk meng-untungkan dirinya sendiri sebagai dokter.

Pernyataan tanpa izin dari dokter di dalam media masa, dapat menem-patkan seorang dokter dalam situasi yang kikuk dan kritis.

Surat kabar, radio, televisi(5) Masyarakat punya minat yang sah akan kemajuan-ke-

majuan dalam ilmu dan seni kedokteran. Akan menguntung-kan bila informasi kedokteran dapat mencapai masyarakat le-wat media-media semacam itu, sebagai petunjuk umum bagiorang awam yang ingin tabu dan untuk "pendidikan kesehat-an".

(6) Perlu sangat berhati-hati dalam diskusi terbuka menge-nai teori dan pengobatan penyakit, karena dapat disalaharti-kan oleh masyarakat awam. Presentasi yang sensasional bagai-manapun juga harus dihindari. Diskusi mengenai masalah ke-

Page 46: Cdk 033 Masalah Anestesi

dokteran yang kontroversial, terutama yang berhubungan de-ngan pengobatan, lebih sesuai untuk jurnal kedokteran ataukalangan profesi.

(7) Para dokter yang punya pengetahuan yang diperlukanserta punya bakat dapat ikut serta dalam presentasi dan dis-kusi mengenai topik-topik kedokteran atau semi-kedokteranlewat media-media tersebut.

(8) Penting untuk tidak mencantumkan nama bila dokteritu membicarakan caranya pribadi mengelola suatu masalahklinik tertentu. Tradisi profesi ini harus diteruskan, untukmenghindarkan risiko tuduhan mengiklankan diri.

(9) Dokter yang ikut serta dalam presentasi dan diskusimasalah kedokteran lewat media-media tersebut harus meng-ambil segala tindakan untuk menghidarkan rujukan yang ber-sifat pujian pada apa yang telah dicapainya dalam profesi-nya. Sedapat mungkin harus dihindarkan rujukan pada namaseorang dokter yang ahli dalam oentuk pengobatan tertentu,atau ahli menggunakan alat tertentu, atau ahli melakukan ope-

Dokter tak boleh berkorespondensi dengan masyarakat awam sebagaikelanjutan dari presentasinya.

rasi tertentu. Adalah penting untuk selalu berendah hati bilamembicarakan diri sendiri dan menghormat bila membicara-kan teman sejawat. Bila keahlian seorang dokter diberikan, initak boleh ditekankan secara berlebihan- misalnya dengan hu-ruf yang besar atau tebal.

Bila tampil di depan publik, tianjurkan untuk menghubungilebih dulu ketua, atau pewawancaranya, agar berhati-hati da-lam merujuk status profesi atau apa yang telah dicapainyadalam kata-kata pendahuluannya. Ini terutama penting bilapers hadir.

(10) Dokter tak boleh berkorespondensi dengan masyara-kat awam sebagai lanjutan dari presentasinya.

(11) Banyak masalah-masalah yang tak berhubungan de-ngan, atau sangat jauh hubungannya dengan, praktek kedok-teran di mana seorang dokter punya keahlian. Tidak ada kebe-ratan bila nama dokter itu disebutkan. Tapi dalam pengumum-an atau presentasi itu tidak boleh ada hal-hal yang dapat di-anggap menguntungkan profesinya.

(12)(13) Harus dijaga agar lembaga swasta dimana dokter itu

bernaung tidak dapat diidentifikasikan dalam presentasi itu,baik secara langsung atau melalui iklan yang menyusul.

Kehadiran di depan ratu atau orang penting lainnya.(14) Bila menghadap ratu atau orang penting lainnya, se-

ring nama dokter itu disebut-sebut - misalnya dalam buletin.Ini secara tradisi dapat diterima dan tak dapat dihindarkan.Wawancara pers

(15) Seorang dokter praktikus harus sangat berhati-hatibila menyetujui wawancara pers. Perkataan yang tampaknyatak berarti dapat disalahartikan dan menjadi headline yang me-rugikan. Ini dapat mendudukkan dokter itu dalam posisiyang kikuk atau berbahaya. Dalam beberapa hal mungkinlebih baik menjanjikan pernyataan tertulis daripada wawancaralangsung. Atau, bila wawancara dilakukan juga, mintalah ke-sempatan untuk menyetujui tulisan tersebut lebih dahulu se-belum dipublikasikan.

(16) Perlu diketahui bahwa Ikatan Dokter Inggris telahmenunjuk seorang petugas humas pada setiap divisi (ikatandokter ahli). Tugasnya antara lain sebagai penghubung antaraprofesi dan masyarakat, termasuk pers, mengenai semua ma-salah yang mempengaruhi relasi profesi dan masyarakat. Jasa-nya dapat digunakan untuk kesempatan yang sesuai.

Membiarkan publisitas di pers(17) Kadang kala, dalam laporan pers, artikel, atau rubrik

sosial ("Apa & Siapa" dan sejenisnya.—Red) ada pemyataan-pernyataan yang ditulis tanpa ijin terlebih dahulu, memujiaktivitas profesi atau kesuksesan dokter-dokter. Pernyataan-pernyataan ini dapat menempatkan dokter tersebut dalam si-tuasi yang kikuk dan kritis; ini tak boleh dibiarkan berlalu be-gitu saja. Dalam kasus semacam ini dokter tersebut harus me -

ngirimkan surat protes kepada redaksi dengan catatan "Tidakuntuk Dipublikasikan", menuntut agar di masa mendatangpernyataan-pernyataan mengenai aktivitas profesinya tidakdipublikasikan tanpa persetujuan sebelumnya. Surat sepertidi atas tidak boleh diberikan pada pers awam untuk dipubli-kasikan.

Foto seorang dokter yang muncul sehubungan dengan wawancara atauartikel yang dimuat dalam pers awam mengenai masalah profesi, adalahbentuk publisitas yang sangat tidak dikehendaki.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 45

Page 47: Cdk 033 Masalah Anestesi

Reportase kejadian sosial dan pertemuan-pertemuan.(18) Biasanya tak dapat dihindari bahwa nama seorang dok-

ter ditulis dalam reportase peristiwa atau pertemuan-perte-muan. Lebih terkenal orang itu, lebih sering namanya dican-tumkan. Meskipun demikian, nama yang selalu muncul, ka-dang kala di tempat yang tak sesuai, dapat dicurigai. Ambisidapat mengaburkan naluri dan kerendahan hati.

Pemegang jabatan di masyarakat(10) Menjadi kewajiban seorang dokter untuk ikut serta

sebagai warga dalam kehidupan masyarakat, dan memegang ja-batan di masyarakat bila ia mau. Tapi penting bahwa jabatanitu tidak digunakannya sebagai alat untuk mengiklankan diri-nya sebagai dokter.Dokter kesehatan masyarakat

(20) Publisitas itu penting dalam melaksanakan tugas kese-hatan lingkungan dan tugas-tugas tertentu lainnya dari petugaskesehatan masyarakat atau orang yang memegang jabatan da-lam pelayanan masyarakat. Asalkan tidak digunakan untuk ke-pentingan pribadinya, ini diperbolehkan.Foto

(21) Foto seorang dokter yang muncul sehubungan denganwawancara atau artikel yang dimuat dalam pers awam menge-nai masalah profesi, adalah bentuk publisitas yang sangat ti-dak dikehendaki. Harus dijaga benar-benar agar foto semacamitu tidak dipublikasikan.Iklan di pers awam

(22) Penggunaan kolom advertensi di pers awam untukmempublikasikan aktivitas profesional seorang dokter tidak-lah etis-meski tidak mencantumkan nama sekalipun (misalnyamemakai PO Box). Salah satu bentuk pengiklanan demikianialah dengan memberikan pada pers, langsung atau melaluiperantara, informasi mengenai kegiatan pribadi, berlibur,penunjukkan menjadi pejabat tertentu dan sebagainya untukdipublikasikan.

Kalau dibiarkan tanpa peraturan, pengiklanan dapat menjurus sepertiini.

Contoh dari dokter senior(23) Ada suatu tugas khusus bagi dokter yang menduduki

jabatan tinggi, atau punya kekuasaan, untuk mengikuti petun-juk-petunjuk di atas, karena contoh dari mereka pasti akanmempengaruhi teman sejawat yang lain.

(24)Umum

(25) Masih ada banyak lagi cara-cara publisitas yang dapatdianggap bertentangan dengan jiwa pamflet ini. Badan ini(Ikatan Dokter) yakin bahwa dengan mengambil sikap yang te-gas melawan cara-cara publikasi yang tak diharapkan itu, iabertindak demi kepentingan umum serta profesi kedokteran.Pengiklanan oleh profesi pada umumnya pasti akan merusak-kan tradisi wibawa dan harga diri yang telah memberi profe-si kedokteran Inggris status yang tinggi itu. Oleh sebab ituIkatan ini meminta perhatian dari profesi akan bahaya-bahayacara-cara yang tidak diharapkan tersebut, dan menekankanpada setiap anggota profesi untuk menghindarinya.

46 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Page 48: Cdk 033 Masalah Anestesi

Pencegahan Penyakit Gondong"Gondong (mumps) adalah penyakit yang dapat dicegah.Mengapa setiap anak harus mengalaminya ?" tanya seorangpembicara dalam suatu konperensi 10 tahun yll. Di AmerikaSerikat vaksin gondong yang sudah dilemahkan (Jeryl-Lynnstrain) telah beredar sejak tahun 1967 dan lebih dari 4 jutadosis telah didistribusikan. Vaksin gondong tsb, diberikantersendiri atau dalam kombinasi dengan vaksin campak &rubela, mampu menghasilkan serum penolak yang memuaskan.Reaksi klinik hampir tak ada dan dapat memberikan per-lindungan atau kekebalan sampai selama 12 tahun. Di AmerikaSerikat vaksin gondong-campak-rubela diberikan secara rutinkepada anak lelaki maupun wanita pada usia 15 bulan.

Di Amerika Serikat catatan resmi mengenai gondong belumseragam. Tapi di Massachusetts kampanye vaksin gondongyang dimulai tahun 1969 menghasilkan penurunan kasussebesar 99%. Sedang di Settle King County, Washington,peningkatan pemberian vaksin pada anak prasekolah dan usiasekolah pada tahun 1976 menyebabkan penurunan insidensigondong sampai tingkat paling rendah yang pernah tercatatpada anak-anak usia 5 - 9 tahun. Secara keseluruhan, insidensipenyakit gondong di Amerika telah berkurang sebesar 90%.Penggunaan vaksin gondong dianjurkan oleh Tim PenasihatPelaksana Imunisasi Amerika Serikat terhadap semua anak,remaja, dan orang dewasa yang rentan, bila tak ada kontra-indikasi — kerentanan dianggap ada kecuali bila dokter telahmendiagnosis gondong pada individu tsb atau ada bukti ke-kebalan berdasarkan pemeriksaan laboratorium.

Haruskah vaksin gondong digunakan di Inggris ? Vaksingondong yang monovalen telah dapat diperoleh sejak tahun1971, tapi vaksin campuran belum ada, meskipun dapat di-peroleh dari Amerika Serikat. Di Inggris penyakit gondongtidak harus dilaporkan, dan insidensi maupun infektivitasnyatidak diketahui karena 40% dari kasus asimptomatik. Jarangsekali timbul korban kematian; antara tahun 1968 - 1978hanya dilaporkan 48 orang yang meninggal, 28 di antaranyaberusia lebih dari 64 tahun. Komplikasi-komplikasi gondongal meningitis (biasanya tidak parah dan sembuh sendiri),orchitis kurang lebih pada seperlima dari anak-anak setelahpubertas, dan encephalitis, yang meski lebih jarang menyertaigondong daripada penyakit-penyakit virus lain, prognosisnyalebih buruk.

Dalam penyelidikan retrospektif terhadap 2484 kasusgondong yang dirawat di rumah sakit antara tahun 1958sampai 1969, separuhnya berusia 15 tahun atau lebih. Pada22% dari kasus ini susunan saraf pusat terserang, namun ke-rusakan permanen hanya didapatkan pada 5 pasien dengankerusakan saraf ke 8 (tuli), 4 di antaranya adalah orangdewasa. Satu dari 4 pasien lelaki menderita orchitis, tapi

sequelae tak dilaporkan. Penyelidikan ini menyimpulkanbahwa secara relatif gondong merupakan penyakit enteng dandirasa tidak mendesak untuk memberikan vaksinasi kepadaseluruh penduduk.

Mungkin kita bertanya : apakah pemberian vaksin lainpada bayi dapat dibenarkan ? Mungkin gabungan vaksin me-rupakan jawabannya. Sekarang vaksin campak diberikan secararutin — meskipun tidak semua mau divaksinasi — pada usia 15bulan; ini dapat dikombinasikan dengan vaksin gondong.Kini separuh dari orang tua menyetujui pemberian vaksincampak pada bayi mereka; apakah mereka juga akan bersediamenerima vaksin gabungan ? Apakah vaksin gabungan tadijustru akan lebih populer ? Vaksin gabungan dapat juga di-berikan pada waktu masuk sekolah bagi mereka yang belumpernah menderitanya.

Secara ideal orang dewasa yang rentan harus dicari dandiberi vaksin. Tapi walaupun screening dengan hemolisis radialdapat dilakukan dengan cepat, murah, dan dapat dipercaya,belumlah realistik untuk melakukannya secara rutin. Kemung-kinan lain penggunaan vaksin ini ialah untuk melindungiindividu yang mungkin ketularan karena telah berdekatandengan penderita gondong; bagi mereka hiperimun gama-globulin tidak mengurangi kemungkinan terserang dan jugatidak mencegah timbulnya komplikasi. Namun demikiankemampuan vaksin gondong dalam keadaan tsb masih diragu-kan. Sebabnya antara lain, virus telah diekskresikan beberapahari sebelum gejala-gejala tampak, sehingga saat exposure sulitditentukan. Akhirnya, pemberian vaksinasi akan sangat ber-harga bagi kelompok orang dewasa yang rentan, pada ling-kungan terbatas, misalnya pada anggota-anggota militer.

Bagaimana kira-kira pengaruh kampanye pemberian vaksingabungan gondong-campak pada anak-anak usia 15 bulan ?Kurang percayanya masyarakat Inggris terhadap vaksin-vaksinbaru mungkin akan menyebabkan tingkat penerimaan rendah,kecuali kalau ini dapat diatasi oleh ketakutan akan orchitis(yang sebenarnya kurang beralasan). Bagaimanapun juga hasil-nya mungkin akan mengubah pola penyakit tsb, meningkatkanjumlah orang dewasa yang rentan. Di Amerika Serikat di manapenerimaan vaksin itu cukup baik, ada kecenderungan per-geseran distribusi umur penderita ke arah usia lebih tua. Bagiorang yang seronegatif, vaksin itu boleh jadi merupakananugerah. Tapi bagi penduduk pada umumnya mungkin malahkebalikannya, karena pola infeksi alamiah yang kini me-nyebabkan kekebalan 95% orang dewasa, mungkin berubah.Penyakit ini — meskipun menyakitkan—saat ini jarang yangberbahaya. Usaha pencegahan secara besar-besaran mungkinmalah meningkatkan insidensi penderita dewasa, disertai segalakesulitan, komplikasi dan bahayanya.

Br Med J 1980 ; 281 : 1231

Cermin Dunia Kedokteran No. 33. 1984 47

Page 49: Cdk 033 Masalah Anestesi

Di rumah sakit, bila diperlukan antibiotika parenteral, bebe-rapa dokter cenderung memberikannya secara intravena (IV),meskipun pemberian intramuskuler (IM) lebih mudah dan le-bih murah. Praktek ini perlu dikaji kembali. Memang ada be-berapa antibiotika dan anti-virus yang tak bisa diberikan secaraIM, misalnya vankomisin, metronidazol, amfoterisin B, vidara-bin, dan asildovir (semuanya sulit larut) serta karbenisilin dantikarsilin (dosisnya terlalu besar). Tak ada masalah dengan pre-parat di atas. Namun antibiotika yang sering diberikan, misal-nya penisilin, aminoglikosid, klindamisin, eritromisin, dan(mungkin) kloramfenikol, dapat diberikan IV maupun IM.

Ada beberapa keadaan klinik yang lebih baik memakai IV.Misalnya, kegagalan sirkulasi dapat menghambat absorbsi obatdari tempat suntikan; demikian juga diatesa hemoragik, aid-bat terbentuknya hematoma pada tempat suntikan; pada pa-sien diabetes, absorbsi obat IM biasanya jelek; pada bayi neonatus, indurasi pada tempat suntikan berkali-kali dapat meng-hambat absorbsi obat beberapa hari kemudian; dan akhirnya,ada beberapa pasien yang perlu pemberian antibiotika IV se-perti pasien dengan sepsis pascabedah. Namun secara keseluruhdapat dikatakan bahwa terapi M itu sama efektifnya. Keung-gulan nyata dari pemberian secara IV ialah tak perlu injeksiberkali-kali yang menyakitkan.

Adakah keuntungan lain? Tidak banyak penelitian yangmembandingkan kedua cara pemberian obat itu. Pada suatupenelitian, pemberian ampisilin IV maupun IM sama efektif-nya untuk pengobatan meningitis meningokokus. Pada .tahun1960-an, hasil yang memuaskan diperoleh dengan pemberianbenzilpenisilin IM pada penderita meningitis meningokokusdan pneumokokus. Di Papua Nugini suatu pendekatan barudicoba oleh Shann dan Germer. Mereka memperoleh hasilyang memuaskan pada pasien meningitis bakterialis denganpenambahan probenesid oral, di samping bensilpenisilin IMsetiap 6 jam. Dengan cara ini dosis bensilpenisilin dapat di-tekan menjadi separuhnya. Penelitian lebih lanjut diperlukanuntuk mengkonfirmasikan hasil di atas, dan untuk mengeta-hui bagaimana probenesid mempengaruhi farmakokinetikabensilpenisilin dalam otak.

Antibiotika beta-laktam dan aminoglikosid kebanyakan di-absorbsi dengan cepat dan sempurna setelah injeksi IM. Bioa-vailabilitasnya sering mencapai 90%. Bila Obat-obat tadi dibe-rikan secara IV pelan-pelan (2 - 30 menit), kadar puncak se-rum dan waktu-paruh terminalnya sama dengan yang dicapaioleh pemberian IM dengan dosis yang sama. Bila injeksi IVdipercepat (3 - 5 menit), kadar puncaknya lebih tinggi, tapiwaktu-paruh terminalnya lebih pendek. Tak jelas mana yanglebih efektif dalam pengobatan. Namun berdasarkan penga-laman, injeksi bolus, injeksi 20 - 30 menit, ataupun infus kon-tinyu, semuanya sama baiknya. Maka kita boleh menduga bah-wa pemberian IM pun juga sama baiknya. Tapi kloramfenikolmungkin suatu kekecualian. Setelah pemberian Idoramfenikolsuksinat secara IM, Dupont dkk. menemukan bahwa kadar da-lam serumnya cuma separuh dari kadar yang dicapai setelahpemberian oral dengan dosis yang sama ! Semenjak munculnyalaporan ini, kloramfenikol jarang dipakai secara IM. Namun

48 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

semua ini cuma didasarkan pada satu penelitian. Dan farmako-kinetika pemberian IV tidak dipelajari untuk dibandingkandengan yang IM. Beberapa ahli klinik terdahlu mendapatkanhasil yang cukup memuaskan dengan pemberian kloramfeni-kol IM pada meningitis Hemophilus influenzae. Maka farmako-kinetika kloramfenikol IM perlu diterliti lebih lanjut dengancara-cara modem yang kini tersedia.

Di samping menyakitkan, injeksi IM dapat mengakibatkannekrosis otot, abses, dan kontraktur. Bahaya trauma pada ner-vus sciatica telah kita kenal, sehingga kita menyuntik di kuad-ran lateral atas bokong. Komplikasi yang berbahaya, meski-pun jarang, dapat muncul akibat injeksi intraarterial (tak se-ngaja) penisilin prokain dan benzatin : oleh distribusi retro-grade, obat yang kental itu dapat masuk ke pembuluh yang men-suplai sumsum tulang belakang, menyumbat pembuluh terse-but dan mengakibatkan mielitis transversal.

Apa saja komplikasi pemberian obat secara IV? Yang palingterkenal ialah tromboflebitis kimiawi, sepsis lokal, dan septikemia. Extravasasi obat juga dapat menyebabkan kerusakanjaringan atau bahkan nekrosis. Ini ditemukan misalnya padapenyuntikan nafsilin. Untuk menghindari komplikasi tersebut

dokter dan perawat perlu berhati-hati. Jarum baja lebih baikdaripada kanula plastik; dan idealnya ia diganti setiap 48 jam.Perlengkapan lainnya sebaiknya juga diganti bersamaan denganitu.

Percobaan klinik untuk menilai manfaat antibiotika IM pa-da infeksi berat perlu dilakukan. Di negara berkembang, ka-rena kekurangan staf dan peralatan, pemberian IM mungkinmasih memadai dan dapat menyelamatkannyawa bila pemberi-an N tak memungkinkan. Pemberian IM juga berguna pada ba-yi-bayi yang venanya terlalu kecil; pada remaja korban adik-si yang venanya telah rusak. Di rumah sakit perlu kita ingatjuga bahwa pemberian IM lebih murah daripada IV. Namun ki-ta tentu saja tidak menganjurkan pemberian IM untuk semuapasien. Pasien dengan endokarditis Strep. faecalis yang dira-wat selama enam minggu tentu tak layak disuntik berkali-kalidengan injeksi IM dosis besar benzilpenisilin plus gentamisin.Namun banyak kasus infeksi berat - misalnya pneumonia, os-teomielitis, selulitis - di mana kemoterapi parenteral cuma di-perlukan sebentar saja sampai pasien siap dengan pemberianoral.

Kebanyakan antibiotika itu dapat dicampur dengan ligno-kain, untuk mengurangi nyeri injeksi. Beberapa beta -laktamyang baru - misalnya seforanid dan seftriakzon waktu paruh-nya lama: maka dapat diberikan setiap 12 jam. Seftriakzon se-kali sehari mungkin cukup efektif untuk kebanyak infeksi.

Lancet 1984; i : 660 - 2

Peptida-peptida usus & exorfin :pengendali rasa lapar ?Sejak awal mula peradaban manusia giat mencari, mengolah,dan menyantap makanan. Tapi baru akhir-akhir ini manusiameneliti dengan saksama masalah nafsu makan dan pengen-dalian intake makanan.

Pengendalian intake makanan itu amat sangat kompleks.

Page 50: Cdk 033 Masalah Anestesi

Faktor psikologik (rasa, aroma, penampilan), refleks-refleks,pusat-pusat hipotalamus, semua ikut berperan. Juga signal-sig-nal dari serabut saraf aferen vagus yang terangsang akibat dis-tensi lambung/usus, produk -produk makanan yang diabsorb-si, juga zat-zat kimia (chemical messenger) termasuk hormon-hormon saluran cerna semua ikut berperan. Dengan begitubanyak faktor, jelaslah sulit untuk meneliti satu faktor sajatanpa mempengaruhi faktor yang lain.

Pusat kontrol utama terletak di hipotalamus. Hipotalamuslateral tampaknya berhubungan dengan rasa lapar dan dorong-an untuk makan; sedang hipotalamus bagian ventromedialdengan penghambatan proses makan- " pusat rasa kenyang".Bila hipotalamus ini kita anggap sebagai satu unit, maka pe-san-pesan dapat mencapai unit ini via aliran darah atau susun-an saraf.

Bila lambung atau usus halus terisi makanan, pesan peng-hambat makan mencapai otak dan merangsang pusat rasa ke-nyang. Diduga beberapa pesan ini berupa hormon gastroin-testinal yang dilepas ke dalam darah waktu kita makan.Sebagian stimulus ini tampaknya bersifat fisik, akibat disten-si usus. Inilah sebabnya, bila sama energinya, makanan yangmekar lebih membuat kenyang daripada yang ringkas. Tapidengan volume yang sama, makanan yang berenergi lebih me-ngenyangkan daripada makanan yang tak mengandung ener-gi. Vagotomi lambung dan usus hanya mengurangi sebagianefek mengenyangkan makanan; oleh karena itu diduga faktorhormonal ikut memegang peranan dalam pengendalian rasalapar dan kenyang.

Pada tahun 1973 hormon peptida usus kolesistokinin - pan-kreozimin (yang dilepas bila makanan masuk ke usus halus)dibuktikan dapat menghambat nafsu makan bila disuntikkanpada tikus. Sejak itu banyak penelitian memberikan hasilserupa pada hewan maupun manusia. Tapi bagaimana kolesis-tokinin bekerja? Masih diperdebatkan. Sebagai hormon penge-nyang, seharusnya kolesistokinin mencapai hipotalamus.Jadi harus menembus batas otak -darah. Tapi karena otak itusebelumnya sudah mengandung sejumlah besar kolesistoki-nin, apakah masih perlu tambahan lagi? Oleh sebab itu adayang menduga bahwa hormon pengenyang itu bekerja diperifer, bukan di pusat. Ini didukung oleh beberapa peneli-tian yang menunjukkan bahwa efek mengenyangkan tadi da-pat dikurangi dengan vagotomi. Masalah lain ialah : lambungtampaknya juga mengeluarkan hormon yang mengurangi naf-su makan - tapi bukan kolesistokinin, karena zat ini tak ter-dapat di lambung. Oleh sebab itu "hormon-hormon penge-nyang" lain mungkin ikut bekerja, termasuk glukagon, soma-tostatin, bombesin. Tapi sampai kini masih belum ada buktiapakah hormon somatostatin dan bombesin tadi benar-benardilepaskan ke dalam darah bila kita makan.

Tak diragukan lagi, kolesistokinin itu secaraprimer rnerang-sang kontraksi kandung empedu dan sekresi pankreas. Tapikolesistokinin di dalam badan ini terdapat dalam berbagaibentuk yang secara kuantitatif maupun kualitatif berbeda-beda kerjanya. Untuk mengukur kadar hormon ini, ada duacara standarisasi biologik yang berbeda (unit anjing Ivy atauunit Crick, Harper, Raper). Ekivalensi kedua unit itu masihbelum jelas. Kontroversi ini dilanjutkan lagi dengan masalah :

bentuk molekul yang mana yang dilepas ke dalam darah? Be-rapa jumlahnya? Selain itu pada beberapa orang percobaan,injeksi kolesistokinin menyebabkan diare, kramp perut, ataurasa meriang. Ini efek yang tidak diharapkan, bila kita anggapbahwa hormon tadi diberikan pada dosis yang " fisiologis".

Perhatian akan kontrol hormonal atas nafsu makan kinitetap berkembang. Banyak zat kimia transmiter lain yangmungkin berperan. Maka usaha mencari satu zat tunggal pe-ngendali nafsu makan tampaknya akan sia sia. Demikian juga,meskipun ada faktor predisposisi untuk obesitas, faktor ling-kungan dan psikologik mungkin lebih berperan dalam epidemiobesitas di negara-negara makmur.

Obesitas bukanlah suatu konsekuensi yang tak dapat di-hindari dari kemakmuran. Ia memang lebih banyak terdapatpada negara yang kaya dibandingkan negara miskin. Tapi dinegara kaya, obesitas paling sering dijumpai pada golongansosio-ekonomi rendah. Dalam suatu penelitian di Amerika,30% penduduk sosio -ekonomi rendah mengalami obesitas.Sedang pada kelompok sosio -ekonomi tinggi hanya 5%.Olehsebab itu dapat dikatakan bahwa obesitas itu lebih diakibat-kan oleh faktor sosial faripada faktor metabolisme atau pe-ngendalian nafsu makan oleh hormon -hormon usus atau lain-lainnya.

Namun akhir-akhir ini beberapa penelitian menunjukkankemungkinan lain dalam hubungan antara obesitas dan pep-tida-peptida usus. Beberapa jenis makanan ternyata mengan-dung peptida yang secara biologik aktif. Beberapa di antara-nya tampaknya identik, atau mirip sekali, denganyang ditemu-kan diusus atau otak, atau kedua-duanya. Beberapa peptida itumirip sekali dengan endorfin, zat mirip morfin endogen di da-lam badan kita. Maka, dengan analogi, zat tadi disebut exor-fin. Ada yang menduga bahwa endorfin ikut menyebabkanrasa kenyang. Tapi exorfin sebaliknya, tampaknya tidak ba-nyak mempengaruhi rasa lapar/kenyang. Ia cuma memperlamawaktu transit usus halus. Waktu transit yang lama ini mung-kin menyebabkan absorbsi lebih baik dan lebih sempurna.Oleh sebab itu makanan yang mengandung exorfm mungkinlebih mudah menyebabkan obesitas dibandingkan dengan ma-kanan lain yang isoenergi.

Bila obesitas banyak dipikirkan oleh peneliti di negara ma-ju, kita justru masih harus lebih memikirkan anak-anak yangkurus. Mungkinkah penelitian tentang exorfin ini membantukita? Mungkin ada makanan -makanan tertentu yang, meski-pun isokalori, lebih banyak mengandung exorfin. Ini dapat(mungkin) mempercepat pertambahan berat badan anak-anakkurus tadi, dengan memberikan lebih banyak energi yang di-serap.

Brit Med J 1983; 287 : 1572 - 3

Untuk segala surat -surat, pergunakan alamat :

Redaksi Majalah Cermin Dunia Kedokteran P.O. Box 3105 Jakarta 10002

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 49

Page 51: Cdk 033 Masalah Anestesi

Sepasang suami istri yang telah menikah sekian tahun belumjuga dikarunia anak. Sebagai dokter dari keluarga ini, saudaratelah melakukan berbagai pemeriksaan atas pasangan terse-but dan hasilnya ialah : secara obstetrik tidak ditemukankelainan-kelainan pada si istri. Sedangkan pemeriksaan sper-ma sang suami berulang kali hasilnya azoospermia.

Kepada sang suami saudara telah mengatakan terus terangtentang keadaan dirinya.

Untuk tidak menghilangkan sama sekali harapan untukmemperoleh anak, kepada si istri, saudara memberi keterang-an bahwa kualitas sperma suaminya memang kurang baik ataulemah, dan agar bersabar berhubung pengobatannya mema-kan waktu yang cukup lama. Kebijaksanaan ini telah saudaraambil berdasarkan keyakinan bahwa tindakan tersebut palingbaik untuk keluarga ini pada saat itu.

Setelah sekian waktu berlalu si istri datang lagi kepada sau-dara dan mengatakan bahwa haidnya terlambat lebih kurang3 bulan. Pemeriksaan fundus uteri dari urin menunjukkanbahwa ibu ini hamil. Waktu sang suami mendengar tentang ke-harnilan istrinya, ia datang pada saudara dan mengatakan bah-wa tak mungkin ia ayah dari janin tersebut. Saudara melaku-kan pemeriksaan ulang atas spermanya dan hasilnya tetapazoospermia.

Si istri berani bersumpah bahwa ia hamil dari hubungandengan suaminya dan tidak pernah melakukan hubungankelamin dengan pria lain.

Nah, apa yang saudara harus lakukan sekarang????Memang dalam benak saudara telah timbul pikiran bahwa siistri mungkin telah hamil dengan pria lain, atau kehamilantersebut telah terjadi bukan sebagai hubungan badaniah,akan tetapi dengan pertolongan seorang dokter atau tenagamedis lain yang telah mengimpregnasi si istri dengan semendari seorang donor, akan tetapi saudara yakin bahwa si istrimelakukan hal ini demi keutuhan dan kebahagiaan keluarga-nya

Setelah menimbang dan memikirkan kasus ini saudara me-ngambil keputusan dan menjelaskan kepada pasangan ini sbb :— Pada dasarnya pemeriksaan sperma ialah hasil suatu mo-

ment-opname yaitu hasil pada suatu waktu tertentu saja,dan tidak tertutup kemungkinan bahwa diantara waktu duaatau lebih pemeriksaan sperma tadi si pria menghasilkansperma yang cukup berkualitas sehingga dapat membuahiovum si istri.

— Oleh karena pada saat ini belum dapat dilakukan pemerik-saan-pemeriksaan yang sempuma atas janin dalam kandung-an maka kalau si suami berkeras hati untuk menetapkanpaternitasnya, maka masih dapat dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan hematologis, serologis, atau tissue-typing bila

50 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

anak telah lahir.Dalam hati saudara berharap bahwa dengan berlalunya wak-

tu dan bila sang "ayah" nanti telah menggendong oroknyamaka moga-moga ia dapat menerima anak ini sebagai anaknyasendiri.Menurut saudara, tepatkah tindakan teman sejawat ini?

OLH

Komentar :Biasanya penyakit/kelainan seorang suami tidak boleh di-

beritahukan kepada istrinya atau sebaliknya. Masing-masingmempunyai rahasianya sendiri dan harus disimpan oleh dokter.Dalam kasus " ingin punya anak" (kinderwens) kiranya rahasiaini tidak mungkin dipertahankan lagi, karena untuk mencapaitujuannya diperlukan "kerja sama" dari kedua pihak.Suami dan istri perlu diajak konsultasi bersama dan diterang-kan arti segala pemeriksaan serta prognosisnya secara jujur,oleh karena pasien berhak akan informasi yang benar.

Dalam kasus di atas teman sejawat kita membuat kesalah-an dengan memakai "moral ganda " , yaitu kepada si suami iamengatakan yang sebenarnya, sedangkan terhadap si istri iaberbohong.Karena inilah timbul persoalan yang rumit.

Jika kemudian teman sejawat itu memberi tahu kepada sisuami, bahwa pemeriksaan spermatozoa hanya merupakansuatu moment opname saja dan tidak tertutup kemungkinania masih dapat menghamili istrinya, maka teman sejawat ituakan membuat kebohongan baru. Tindakan ini tidak dapatdianjurkan, karena ada kemungkinan membawa konsekuensihukum yang lebih berat.

Perlu dicatat bahwa untuk inseminasi buatan dengan sper-matozoa dari seorang donor, diperlukan persetujuan tertulisdari suami-istri itu.Tinjauan yuridis :1. Menurut hukum pidana

Hukum pidana kita mengikuti azas yang dituangkan da-lam Kitab Undang-undang Hukum Pidana pasal 1 ayat (1)yang berbunyi : "Tiada suatu perbuatan dapat dipidana,melainkan atas kekuatan ketentuan pidana dalam per-undang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan ituterjadi."Dalam KUH Pidana kita, saya tidak menjumpai suatu pasalyang deskripsi deliknya (delictsomschrijving) cocok dengankasus di atas. Satu-satunya pasal yang mengancamkan pi-dana bagi orang yang berbohong adalah KUH Pidana pasal

Page 52: Cdk 033 Masalah Anestesi

242, yaitu orang yang menjadi saksi/ahli dan menyatakansesuatu yang tidak benar atas sumpah dapat dituntut ka-rena melakukan sumpah palsu.

Untuk menuntut si dokter karena membocorkan rahasiasi suami kepada si istri (tanpa pengetahuan si suami) menu-rut KUH Pidana pasal 322 juga tidak mungkin, karena dok-ter itu justru mengatakan yang bukan sebenarnya kepadasi istri.

2. Menurut hukum perdataUntuk menuntut dokter itu berdasarkan Kitab Undang-

undang Hukum Perdata pasal 1365, yaitu menerbitkan ke-rugian kepada orang lain karena kesalahannya, kiranya ju-ga tidak mungkin karena jika toh timbul kerugian (perce-raian dan sebagainya) hal itu terjadi bukan karena dokteryang berbohong tadi, melainkan karena tindakan dari siistri sendiri (mungkin berzinah). Jika si istri itu tidak ber-buat apa-apa, maka tidak akan timbul kerugian.

Tuntutan terhadap " wanprestatie " menurut KUH Per-data pasal 1239 jo. pasal 1243 juga tidak tepat, oleh karenadi sini "hasilnya melebihi apa yang dijanjikan oleh dokter".

dr. Handoko TjondroputrantoLembaga Kriminologi Universitas Indonesia, Jakarta

Tinjauan dari Etika Kedokteran

Menurut hemat saya kebijaksanaan sejawat tersebut dapat di-benarkan secara etis. Pertimbangannya adalah sebagai beri-kut :1. Karena si istri berani sumpah bahwa ia hamil dari hubung-

an dengan suaminya dan tidak pernah melakukan hubung-an kelamin dengan pria lain, maka kiranya tidak ada alasandari sejawat tersebut untuk tidak mempercayainya, kecualibila dimasa yang lalu sejawat tersebut telah pernah dibo-hongi.

2. Disamping itu, kita juga tahu bahwa ilmu kedokteran bukanilmu exakta, jadi tidak ada yang pasti atau mutlak.

3. The smallest probability doesn 't mean nothing!4. Ada kemungkinan anak yang akan lahir, betul-betul akan

mdlengkapi kebahagiaan keluarga tersebut, dan mungkinlebih membahagiakan ketimbang melakukan adposi.

Demikianlah, bagaimana pendapat sejawat lain?

dr. H. Masri Rustam

Direktorat Transfusi Darah PMI,IDI Cabang Jakarta Pusat.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984. 51

Page 53: Cdk 033 Masalah Anestesi

Kebanyakan para dokter percaya bahwa pasien-pasienusia "muda" dengan Ca prostat mempunyai prognosislebih buruk. Tetapi suatu analisa dari 597 pasien di Cam-bridge menunjukkan bahwa hal ini salah. Pasien yanglebih muda mempunyai kesempatan untuk hidup lebihbaik. Five years survival di antara pasien -pasien terse-but adalah : 62& pada usia 50 - 59 tahun, sedangkan pa-da usia 70 - 79 tahun hanya 52%.

Br J Uro 1983; 55 : 529 - 93.

Sejak tahun 1971, di The Mayo Clinic telah dilakukanscreening dengan pemeriksaan foto rontgen toraks padapria yang berusia lebih dari 45 tahun dan merupakanperokok berat. Sekitar 4500 pasien diperiksa dengan si-nar X setiap 4 bulan (sedang pada kontrol setahun seka-li). Hasilnya dapat dideteksi 92 Ca paru dan pada peme-riksaan ulang, hampir semua pertumbuhan perifer dapatterlihat setelah beberapa bulan atau tahun. Ini1ah gu-nanya screening secara teratur.

Brit Med J 1983; 287 : 1382.•

Ahli penyakit kulit di Jepang menemukan cara peng-obatan vitiligo. Obatnya yaitu krim fluorouracil 5%yang dioleskan pada bercak vitiligo tersebut dan ditutuprapat. Lesi menjadi erosif, kemudian terjadi re-epitelia-lisasi dan akhirnya re-pigmentasi. 18 dari 28 pasien me-nunjukkan hasil re-pigmentasi yang sempurna atau ham-pir sempurna. Sedang 5 pasien memperoleh responyang parsiil. Boleh dicoba !

Arch Dermatol 1983;119 : 722 - 7.

•Laki-laki dengan ginekomastia idiopatik merupakan ka-sus yang sulit diobati. Tetapi dengan penggunaan krimdihidrotestosteron secara topikal selama 7 bulan, didapathasil yang cukup memuaskan.

Clin Endocrin 1983; 19 : 513 - 20

Psikoanalisis ternyata berhasil untuk mengurangi kele-bihan berat berat badan pada orang-orang gemuk.Dari 84 orang, ternyata setelah dilakukan psikoanalisisselama 3 - 7 tahun menunjukkan penurunan berat ba-dan rata-rata sebagai berkut : Setelah 33 bulan beratbadan menurun 4,5 kg. Pada 18 bulan berikutnya menu-run 9,5 kg, dan pada tahap akhir menurun lagi 11,6 kg.

Am J Psychiatry 1983; 140 : 1140 - 4

Rokok dengan kadar tar rendah ternyata menyebab-kan kanker paru-paru daripada yang kadarnya tar-nyatinggi. Perokok- perokok yang hanya mengisap rokokdengan kadar tar rendah, risiko untuk menderita kankerparu-paru 70% lebih rendah daripada perokok -perokokyang mengisap rokok dengan kadar tar tinggi. Walau-pun demikian, jumlah rokok yang diisap perhari lebihpenting daripada kadar tar itu sendiri dalam hal penga-ruhnya terhadap kanker paru

J Nat Cancer Institute 1983; 71 : 435 - 7•

Dulu mineral- mineral tidak banyak mendapat perhatian,kecuali besi dan kalsium. Kini, setelah efek litium ter-hadap depresi terbukti, banyak mineral diteliti kembali.Ternyata Mg berguna untuk menurunkan tekanan da-rah. Pasien hipertensi yang mendapat 15 mmol Mg/ha-ri tekanan darah rata- ratanya turun 18/8 mmHg untuk sis-tolik/diastolik. Diperkirakan Mg punya pengaruh ini ka-rena mengubah keseimbangan kadar K, Na dan Ca. Ke-simpulan : multimineral dan multivitamin yang bebe-rapa waktu yang lalu dicela mungkin berguna ?

Brit Med J 1983; 286 : 1847•

Apa yang terjadi bila anda melompat dari helikoptersetinggi 60 m ke dalam laut ? Kemungkinan besar :trauma berat pada dada, patah tulang iga, pneumotoraks,atau kontusio paru, serta kegagalan pernafasan. Dataini diperoleh dari penyelidikan pada orang-orang yangjatuh dari jembatan di Sidney, Australia (59 m tinggi-nya) yang dibangun tahun 1930. Sejak pembangunan-nya, 92 orang telah terjatuh dari jembatan tadi. Hanya14 yang hidup. Sebagian besar menderita cedera dadatadi.

Med J Austral 1983; i : 504•

Bukan hanya dokter Indonesia yang cukup sering di tu-duh melanggar etika. Dokter Inggris juga. Sebuah suratanonim pada british Medical Journal melaporkan prak-tek "dokter kontrak" ala Inggris. Medical representativesebuah perusahaan farmasi mengajak dokter ikut suatu"percobaan klinik". Untuk itu dokter harus menulisresep tertentu bagi pasiennya. Imbalannya £ 10 tiapresep, kontan. Konon 40 dokter mau ikut. Padahal se-cara ilmiah, percobaan tersebut sama sekali tidak ada gu-nanya. (Perusahaan farmasi Indonesia boleh meniru,nih. Mumpung peraturannya belum ketat.)

Brit Med J 1983; 302 : 423.

52 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Page 54: Cdk 033 Masalah Anestesi

SAKIT MATASekarang sedang ramai-ramainya ber-bincang soal obat-obatan (khususnyaantibiotika dan kombinasinya), makaada pembicaraan antara pasien dengandokter :Dokter : "Sakit apa ?"Pasien : "Dok, saya tidak mau di-

beri obat yang mengan-dung antibiotika."

Dokter : "Lho belum diperiksa su-dah tidak mau diberi obat.Bagaimana mau sembuh?"

Pasien : "Dok, sakit mata apa yangtidak perlu obat-obatanyang mengandung antibio-tika?"

Dokter, dengan kesal : "Sakit matakeranjang!"

dr. Ny. Elly H. BauraMalang

SUPAYA TENANGSeorang pasien harus menjalani ope-rasi. Di kamar operasi, sebelum dok-ter membiusnya, ia ditanya oleh dok-ter :"Bapak ada pesan-pesan sebelum ope-rasi dimulai"."Tidak dok. Tapi supaya team dokterini dapat tenang dalam melakukanoperasi, saya akan menulis surat wa-siat dulu."??????

SRI

SALAH DENGARSeorang pasien hamil muda datang dengan wajah murung dan lesu.+ "Dok, saya sangat khawatir dengan kehamilan saya ini ...........!"— "Memangnya kenapa ?"+ "Soalnya, sebelum ini saya pernah melahirkan anak seperti tikus sewaktu saya

mengalami keguguran di RSUP"— "Apakah ibu melihatnya sendiri ?"+ "Oh, tidak. Waktu itu saya tidak sadarkan diri. Saya dengar susternya mengatakan

itu kepada dokter di sana !"??? ............................kemudian saya terkenang masa ko-asisten di RSUP. Tatkala itu parasuster atau mahasiswa sering menyebut ukuran 'sebesar tikus' untuk janin yang lahirkarena abortus komplit. Barangkali pasien ini salah asosiasi : ' sebesar tikus' didengar-nya 'seperti tikus' .... ??!

dr. Ketut Ngurah Bag. Parasitologi FKƒ UNUD Denpasar, Bali

PENGGUNAAN ISTILAHBeberapa istilah Kedokteran sering digunakan untuk keperluan "lain " , karena memangkata-katanya enak didengar, walaupun artinya mungkin jauh berbeda dari pengguna-annya.Berikut ini ada beberapa contoh yang pernah saya temui :1. Vertigo yang kita kenal sebagai salah satu gejala gangguan keseimbangan, ternyata

juga dipergunakan oleh seorang pengusaha untuk memberi nama gantungan baju/kapstok hasil produksinya, Nama/merk lengkar gantungan baju itu adalah "vertigo-super kapstok." Mudah -mudahan saja orang yang menggantung bajunya di Vertigokapstok tidak ikut jadi Vertigo.

2. Sulfa, ternyata juga merupakan nama sebuah becak diwilayah Jakarta Selatan. Siabang becak entah dapat dari mana istilah Sulfa itu.

3. Belladona, selain yang kita kenal sehari-hari, juga adalah nama sebuah kapal lautmilik Dinas Kesehatan Kabupaten Bengkalis - Riau.

dr. Tjandra Yoga Aditama Jakarta.

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 5 3

Page 55: Cdk 033 Masalah Anestesi

KENCING SAYA MANIS, DOKSuatu hari datang seorang ibu Haji

ke PUSKESMAS, lalu saya tanyakanapa kabar bu haji ?Bu haji : Kencing saya manis, dok !Dokter : Dari mana ibu tahu bahwa

kencing ibu manis ?Bu haji : Saya rasakan dok (mak-

sudnya kencingnya dico-ba/dirasai).

Dokter : Wah .... ?Langsung saya suruh ambil urinenyadan ternyata .................REDUKSI-nyaPOSITIF +++ (tiga) . . . . bukan ma-in......................

dr. Rusdi Armin MasriePuskesmas Benteng

Indragiri Hilir - Riau

MENGAPA BARU SEKARANGSepasang suami istri datang berobatkepada seorang dokter, dan suami-nya mengeluh sebagai berikut "Dok-ter istri saya ini selalu mengigau ka-lau tidur, bahkan sejak hampir per-mulaan saya kawin limabelas tahunyang lalu."Dokter : "Tapi mengapa baru seka-

rang dibawa ke dokterpak???"

Suami : "Justru itu dok, saya bawakarena sudah sejak tigamalam ini istri saya . . . ti-dak mengigau sama sekali!Saya jadi sulit tidur."

Dokter : ?????????????

SALAH SUNTIKSeorang Dokter Muda dari FK sedang melakukan tugas kesehatan di bagian polildinikgigi. Selain terapinya, DM diharuskan dapat menentukan jenis penyakitnya (diagnose).Pada suatu hari ada pasien datang dengan keluhan gigi gerahamnya sakit. Diagnosenyagigi mati,DM : "Gigi ini perlu dicabut".Pasien : "Boleh" .DM menyuntikkan Procain Hcl di bagian kiri.Pasien : "Bibir kiri saya sudah terasa tebal".Waktu akan dicabut, DM baru sadar gigi yang sakit di kanan, lalu disuntik lagi.Pasien : "Lho ! Kena apa bibir saya terasa tebal/kesemutan seluruhnya" .DM : "??????. Biar tidak terlalu sakit !".

dr. Ny. Elly H. BauraMalang

SALAH BAWASuatu hari, datanglah seorang kakek membawa seorang bocah yang berumur kira-ki-ra 3 tahun."Dok, ini cucu saya giginya berek (karies)!"Setelah saya periksa dengan teliti, ternyata giginya tak ada yang rusak satupun."Gigi yang mana sakit, Gus?" saya bertanya kepada si bocah."Tidak sakit" , jawab si bocah sambil menggelengkan kepada.Tiba-tiba si kakek justru tampak gugup."Oh maaf, dokter! Saya tadi buru-buru ke mad. Sebenarnya anak ini tidak sakit.Saya keliru membawanya. Yang sakit sebetulnya adik kembarnya"................???????

dr. Ketut NgurahBag. Parasitologi Fakultas Kedokteran Unud, Denpasar, Bali

KEBIASAANSeorang pasien berobat ke psikiater dan mengemukakan keluhannya, "Dokter, be-

lakangan ini saya sering sukar tidur! " Setelah diadakan anamnesis dan pemeriksaan,dokter tersebut memberikan saran: "Sebelum anda tidur, coba mulai menghitung darisatu sampai sepuluh, maka berangsur-angsur anda akan tertidur pulas."

Beberapa hari kemudian pasien tersebut kembali. Dengan sedikit kaget dokter ber-tanya: "Kelihatannya keadaan saudara tidak bertambah baik.?""Ya, Dok! Setiap saya menghitung sampai delapan terpaksa saya melompat bangun.Saya seorang petinju , dok."

dr. T. Martono Medan

DIBAWA KEMANA ?Seorang ibu mengantarkan anaknya ke dokter spesialis mata dan dengan keluhansebagai berikut :"Dokter, saya heran saya perhatikan anak ini makin kabur penglihatannya."Dokter spesialis mata tersebut dengan teliti memeriksa mata anak tersebut, bahkan de-ngan alat-alat yangserba modern.Dokter : "Anak ibu mesti segera dibawa ke................." (dokter lama berfikir),Ibu : "Kemana dokter?" tanyanya camas.Dokter : "Ke . . . tukang cukur !!! Sekarang juga !!!"Ibu : "Kena apa dokter? "

Dokter : "Rambutnya menutupi matanya !" katanya dengan suara geram dan seram.SRI

54 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984

Page 56: Cdk 033 Masalah Anestesi

1. Kehilangan darah dalam fraktura tertutup dapat diperki-rakan. Fraktura femur biasanya disertai kehilangan darahsebanyak :(a) 100 - 200 m1.(b) 200 - 300 ml.(c) 250 - 400 m1.(d) 500 - 700 ml.(e) 500 - 2000 ml.

2. Untuk keadaan darurat, anestesi regional sering banyakmenolong. Yang bukan kontraindikasi untuk anestesi iniialah :(a) Lambung yang penuh.(b) Infeksi di daerah yang akan dimasuki jarum.(c) Gangguan perdarahan.(d) Hipertensi yang tak terkendalikan.(e) Bukan salah satu dari di atas.

3. Untuk mencegah bahaya aspirasi dilakukan tindakan-tin-dakan ini kecuali :(a) Puasa 6 jam.(b) Pengosongan lambung dengan pipa lambung.(c) Diberikan antasida magnesium trisilikat.(d) Bukan salah satu dari di atas.

4. Hemoptisis harus dibedakan dari hematemesis. Pada he-moptisis, terdapat tanda-tanda ini, kecuali :(a) Prodromal, rasa tidak enak di tenggorok dan ingin ba-

tuk.(b) Warna darah merah kehitaman, tidak berbuih.(c) Darah dapat bercampur dahak.(d) pH alkalis.(e) Ada riwayat penyakit jantung/paru.

5. Pada hemopstisis, tindakan yang khasiatnya jelas-jelasnyata ialah :(a) Pemberian kantong es di dada.(b) Pemberian Adonna/Decynone.(c) Penderita disuruh batuk bila ingin batuk.(d) Pemberian vitamin C.(e) Pemberian vasopresin (Pitresin)

6. Bila kita mencurigai amebiasis, penderita sering kita mintamemeriksakan tinjanya. Dalam pengambilan tinja harus di-perhatikan syarat ini , kecuali :(a) Tidak boleh tercampur air/kencing karena bentuk

trofozoit akan rusak.

(b) Penderita yang memakan antibiotika, tinjanya harusdiperiksa sebelum atau satu minggu setelah pengobat-an.

(c) Tinja encer harus diperiksa paling lambat 30 menitsetelah dikeluarkan.

(d) Pemberian antasida harus dihindari menjelang peme-riksaan.

(e) Bila tinja encer, harus dikeringkan.7. Di antara zat-zat ini, keracunan yang paling sering terjadi

di Indonsia disebabkan oleh :(a) Organoklorin.(b) Organofosfat.(c) Luminal.(d) Karbamat.(e) Racun tikus

8. Mengenai penyakit gondong, yang benar ialah :(a) Tidak dapat menyebabkan meningitis.(b) Sering menyebabkan kerusakan permanen saraf ke 2.(c) Bila saraf terserang, yang rusak permanen biasanya

saraf ke 8 (tuli).(d) Tidak dapat menyerang orang di atas 15 tahun.(e) Komplikasi orkhitis selalu disertai kemandulan.

9. Obat yang dikabarkan lebih tinggi kadar serumnya biladiberikan secara oral dibandingkan dengan IM ialah :(a) Penisilin.(b) Kloramfenikol.(c) Eritromisin.(d) Klindamisin.(e) Streptomisin.

10. Obat pada pemberian IM dapat menyebabkan mielitistransversal karena obat kental menyumbat pembuluhdarah. Contohnya ialah :(a) Penisilin prokain. (d) Antalgin.(b) Kloramfenikol. (e) CTM.(c) Streptomisin

Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984 5 5

Page 57: Cdk 033 Masalah Anestesi

APAKAH ASPARTAME SAMA SEKALI BEBAS EFFEK SAMPING ???Hasil penelitian dari the Massachusetts Institute of Technology, USA menunjukkanbahwa minuman yang mengandung pemanis sintetik, berkalori rendah, Aspartame, da-pat menyebabkan perubahan keadaan jiwa (mood) dan gangguan tidur.

Aspartame ialah dipeptida yang terdiri dari asam amino fenilalanin dan asam as-partat.

Ditemukan oleh peneliti tersebut di atas suatu kenaikkan kadar fenilalain dalamotak tikus yang telah diberi aspartame. Fenilalanin adalah zat pendahulu (precursor)untuk catecholamine, suatu zat aktif yang mempengaruhi nafsu makan, tidur dan ke-adaan jiwa. FDA dan G.D. SEARLES Co. tidak sepakat dengan penemuan ini.

OLHScience, Nov. 1983

TUKANG -TUKANG KUBUR DALAM MASYARAKAT LEBAHTelah diketahui bahwa para pekerja dalam masyarakat lebah mendapat tugas-tugaskhusus seperti membersihkan bilik-bilik dalam sarang memberi makan kepada larvae,mengolah sari bunga, menjaga keamanan dan mencari makanan.

Para entomolog kini dapat menunjukkan bahwa selain tugas-tugas yang tersebutdiatas terdapat juga pekerja-pekerja yang bertugas khusus sebagai tukang kubur bang-kai lebah.

Tugas ini ternyata termasuk penting juga, oleh karena bila tidak ada yang melaku-kannya, maka jumlah bangkai lebah yang terkumpul akan menimbun Ik. 1 liter dalamsebulan dan ini akan dapat menimbulkan penyakit serta dapat juga mendatangkan bi-natang-binatang pemakan bangkai.

Pekerja-pekerja ini dapat "mencium" teman-teman sejenisnya yang sudah matiuntuk kemudian diangkatnya dengan mandibula, menarik keluar dari sarang lalu mem-bawanya terbang sejauh 1k. 100 meter sebelum menjatuhkannya.

OLHScience. No. 1 1983

PENGOBATAN PERSISTEN ROTATOR CUFF TENDINITIS DENGAN PULSEDELECTROMAGNETIC FIELD (PEMF)

Penyebab nyeri bahu yang biasa pada orang dewasa adalah rotator cuff tendinitis.Pada kelainan ini, pemberian suntikan kortikosteroid lokal atau segala bentuk peng-obatan konservatif lainnya sering tidak bermanfaat.

Di bagian Rheumatologi Rumah Sakit Adden Brooke, Cambridge, telah dilakukanpenelitian terhadap 29 pasien dengan persisten rotator cuff tendinitis secara doubleblind controlled. Lima belas pasien (kelompok diobati) dipasangi koil dengan 50 lilitankawat tembaga pada bahu yang sakit. Koil ditempel dengan plester. Setiap kali ia di-gunakan 1 jam. Setiap hari 5 - 9 kali. Koil itu dialiri listrik dari generator berpulsa(73 ± 2 Hz). Pada 14 pasien lainnya (kelompok kontrol) koil tadi pasif, tak dialirilistrik.

Hasil penelitian membuktikan kegunaan terapi PEMF pada pasien dengan rotatorcuff tendinitis berat atau persisten, maupun lesi-lesi tendon kronik lainnya. Kemaju-an yang maksimum dicapai dalam waktu 4 minggu sejak dimulainya pengobatan.

Aliran darah ke tendon pada orang dewasa biasanya buruk, sehingga penyembuh-an terhadap lesi di tendon lambat. PEMF, dilaporkan mempercepat perbaikan tulang,regenerasi saraf, penyembuhan ulkus pada kulit, kerusakan jaringan lunak dari per-sendian dan nekrosis avaskular dari kaput femur. Sebagai tambahan, ia juga mening-katkan pembentukan jaringan kolagen. Penemuan -penemuan inilah yang digunakansebagai dasar pengobatan rotator cuff tendinitis dengan PEMF. Kini terbukti bahwamedan magnit/medan listrik itu mempengaruhi fungsi -fungsi tubuh. (KRIS)

Lancet 1984; i : 696 - 8

56 Cermin Dunia Kedokteran No. 33, 1984