brand equity teh kemasan dan pengaruhnya pada …repository.ub.ac.id/5124/1/oky heriawan.pdf ·...
Embed Size (px)
TRANSCRIPT

BRAND EQUITY TEH KEMASAN DAN PENGARUHNYA
PADA PURCHASE INTENTION
SKRIPSI
Oleh:
OKY HERIAWAN
JURUSAN SOSIAL EKONOMI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2017

LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
Judul Penelitian : Brand Equity Teh Kemasan dan Pengaruhnya pada
Purchase Intention
Nama Mahasiswa : Oky Heriawan
NIM : 135040101111171
Program Studi : Agribisnis
Menyetujui : Dwi Retnoningsih, SP.,MP.,MBA. dan Dr. Ir. Abdul
Wahib Muhaimin, MS.
Disetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Dwi Retnoningsih, SP.,MP.,MBA Dr. Ir. Abdul Wahib Muhaimin, MS.
NIP. 19820110 201504 2 001 NIP. 19561111 198601 1 002
Diketahui,
Ketua
Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian
Mangku Purnomo, SP, M.Si, Ph.D
NIP. 19770420 200501 1 001
Tanggal Persetujuan:

LEMBAR PENGESAHAN
Mengesahkan
MAJELIS PENGUJI
Penguji I Penguji II
Febriananda Faizal, SP., MP. Dr. Ir. Abdul Wahib Muhaimin, MS.
NIK. 2016078702061001 NIP. 19561111 198601 1 002
Penguji III
Dwi Retnoningsih, SP.,MP.,MBA
NIP. 19820110 201504 2 001
Tanggal Lulus:

PERNYATAAN
Saya menyatakan bahwa segala pernyataan dalam skripsi ini merupakan
hasil penelitian saya sendiri di bawah bimbingan Dwi Retnoningsih, SP., MP.,
MBA. dan Dr. Ir. Abdul Wahib Muhaimin, MS. selaku dosen pembimbing.
Skripsi ini tidak pernah diajukan untuk memperoleh gelar di perguruan tinggi
manapun dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat
yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Malang, Juni 2017
Oky Heriawan

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Ponorogo pada tanggal 06 Oktober 1995 sebagai putra
pertama dari 1 bersaudara dari Bapak Heru Nur Rohmad dan Ibu Nuryani. Penulis
menempuh pendidikan dasar di SDN Kadipaten 1 Ponorogo pada tahun 2001
sampai tahun 2007, kemudian penulis melanjutkan ke SMPN 6 Ponorogo pada
tahun 2007 dan selesai pada tahun 2010. Pada tahun 2010 sampai tahun 2013
penulis bersekolah di SMAN 1 Ponorogo. Pada tahun 2013, penulis terdaftar
sebagai mahasiswa Strata-1 Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang, Jawa Timur, melalui jalur SNMPTN.

ALHAMDULILLAH
Rasa syukur dan terima kasih saya panjatkan kepaqda Allah SWT
atas rahmat dan ridho-Nya, sehingga saya mampu menyelesaikan
jenjang Strata-1 (S1) dengan lancar dan tepat waktu.
Tidak lupa saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada kedua orang tua saya, Ayah dan Ibu, yang sudah
mendo’akan dan mendukung saya dengan penuh kasih sayang.
Terima kasih telah memotivasi saya selama ini.
Terima kasih saya ucapkan kepada dosen pembimbing saya, yang
telah membimbing dan membantu saya dalam proses
menyelesaikan penelitian ini. Terima kasih juga kepada tenaga
pengajar di Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian, FP-UB, yang telah
membantu saya selama menempuh pendidikan di FP-UB.
Terima kasih kepada Pio, yang telah membantu dan memberikan
semangat kepada saya selama ini.
Teruntuk teman-teman, saya ucapkan terima kasih banyak, telah
menemani dan berjuang bersama dalam menyelesaikan
pendidikan, mulai dari semester satu sampai semester delapan ini.

RINGKASAN
OKY HERIAWAN. 135040101111171. Brand Equity Teh Kemasan dan
Pengaruhnya pada Purchase Intention. Di bawah bimbingan Dwi
Retnoningsih dan Abdul Wahib Muhaimin.
Minum teh telah menjadi budaya bagi masyarakat Indonesia. Menurut
Agustina (2015), teh merupakan minuman favorite nomor dua di Indonesia,
setelah air mineral. Banyaknya permintaan konsumen terhadap minuman teh
kemasan, membuat banyak produsen memproduksi teh kemasan untuk memenuhi
permintaan konsumen. Hal tersebut membuat persaingan antar produsen di
kategori Ready to Drink (RTD) Tea.
Untuk dapat memenangkan persaingan tersebut, produsen teh kemasan
harus membangun brand equity yang kuat, agar meningkatkan penjualan
produknya. Saat ini, berdasarkan data dari Top Brand Award (2016), terdapat
empat merek yang bersaing ketat dalam kategori RTD Tea, yaitu Teh Botol Sosro,
Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, dan Teh Gelas. Sejak tahun 2014, nilai Top Brand
Index (TBI) Teh Botol Sosro semakin turun (pada tahun 2013 sebesar 59,5%,
pada tahun 201633,8%). Hal tersebut dikarenakan adanya pesaing, yaitu Teh
Pucuk Harum, Teh Kotak, dan Teh Gelas. Oleh karena itu, agar dapat
memenangkan pasar, setiap produsen perlu membangun brand equity dari
produknya.
Penelitian ini bertujuan untuk 1) Menganalisis brand awareness, brand
association, perceived quality, dan brand loyalty Teh Botol Sosro, Teh Pucuk
Harum, Teh Kotak dan Teh Gelas; 2) Menganalisis pengaruh brand equity
terhadap purchase intention teh kemasan.
Pendekatan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
kuantitatif, dengan metode purposive sampling dan metode non probability
sampling. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive, yaitu di
Malang Town Square, Mal Olympic Garden, dan Dinoyo Mall, pada bulan Maret-
April 2017. Jumlah sampel pada penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus dari Cooper dan Emory (1997), dan didapatkan jumlah sampel sebanyak 70
sampel. Metode pengambilan data dilakukan dengan melakukan wawancara
melalui pertanyaan tertutup, observasi, dan studi kepustakaan.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada analisis brand awareness,
Teh Pucuk Harum merupakan merek yang paling diingat pertama kali oleh 26
sampel dari 70 sampel ketika mereka akan membeli teh kemasan. Selain itu, Teh
Pucuk Harum juga dianggap oleh konsumen memiliki kualitas lebih baik
dibandingkan ketiga merek lainnya. Pada analisis brand association, Teh Kotak
menjadi yang paling banyak memiliki atribut pembentuk brand image dengan
tujuh atribut. Sementara itu, pada analisis brand loyalty, hanya merek Teh Gelas
yang segitiga loyalitasnya tidak mendekati bentuk segitiga terbalik. Hal tersebut
menunjukkan bahwa tingkat loyalitas konsumen Teh Gelas masih rendah. Analisis
Structural Equation Modeling menunjukkan bahwa brand association dan
perceived quality berpengaruh positif dan signifikan terhadap purchase intention.
Hal lain ditunjukkan oleh brand awareness dan brand loyalty yang berpengaruh
negatif dan signifikan terhadap purchase intention.

SUMMARY
OKY HERIAWAN. 135040101111171. Packaged Tea’s Brand Equity and Its
Effect on Purchase Intention. Supervised by Dwi Retnoningsih and Abdul
Wahib Muhaimin.
Drinking tea became a cultur for Indonesian. Agustina (2015) said, tea is
second favorite drink in Indonesia, after mineral water. The large number of
consumer demand for packaged tea make many producers produce packaged tea
to fulfill demand. This makes competition among producers in category Ready to
Drink (RTD) Tea.
In order to win the competition, producers must build strong brand equity,
in order to increase their product sales. Now, based on data from Top Brand
Award (2016), there are four brands that compete in RTD Tea category, they are
Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, and Teh Gelas. Since 2014, the
value of Teh Botol Sosro's Top Brand Index (TBI) has decreased (in 2013 59.5%,
and in 2016 33,8%). This is due to competitors, they are Teh Pucuk Harum, Teh
Kotak, and Teh Gelas. Therefore, in order to win the market, every manufacture
needs to build the brand equity of their products.
This study aims to 1) Analyze brand awareness, brand association,
perceived quality, and brand loyalty of Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh
Kotak, and Teh Gelas; 2) Analyze the influence of brand equity on purchase
intention of packaged tea.
The research approach used in this research is quantitative research, with
purposive sampling method and non probability sampling method. Location of
this research determined by purposive, that is in Malang Town Square, Mal
Olympic Garden, and Dinoyo Mall, from March to April 2017. The number of
samples in this study is calculated using the formula from Cooper and Emory
(1997), and got the number of samples 70 samples. Methods of data retrieval were
conducted by conducting interviews through closed questions, observations, and
literature studies.
The results of this study indicate that in the analysis of brand awareness,
Teh Pucuk Harum is the most brand remembered first by 26 samples from 70
samples when they will buy packaged tea. In addition, Teh Pucuk Harum is also
considered by consumers to have better quality than the other three brands. In the
analysis of brand association, Teh Kotak becomes the most brand that have the
attributes of shaping the brand image with seven attributes. Meanwhile, on brand
loyalty analysis, only the Tea Gelas brand whose loyalty triangle does not
approach the inverted triangle shape. This shows that the level of Teh Gelas's
consumer loyalty still low. Structural Equation Modeling analysis shows that
brand association and perceived quality have a positive and significant impact on
purchase intention. Another thing is shown by brand awareness and brand loyalty
have a negative and significant impact on purchase intention.

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, dengan mengucap syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa
ALLAH SWT, skripsi dengan judul “Brand Equity Teh Kemasan dan
Pengaruhnya pada Purchase Intention” dapat diselesaikan. Skripsi ini disusun
sebagai syarat untuk mengerjakan skripsi pada program Strata-1 (S1) di Jurusan
Sosial Ekonomi Pertanian, Program Studi Agribisnis, Fakultas Pertanian,
Universitas Brawijaya, Malang.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan adanya bantuan dari berbagai pihak.
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada:
1. Dwi Retnoningsih, SP., MP., MBA. selaku dosen pembimbing 1, atas
bimbingan, arahan, waktu dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian
proposal skripsi ini.
2. Dr. Ir. Abdul Wahib Muhaimin, MS. selaku dosen pembimbing 2, atas
bimbingan, arahan, waktu dan motivasi yang diberikan dalam penyelesaian
proposal skripsi ini.
3. Kedua orang tua penulis, Ibu Nuryani dan Bapak Heru Nur Rohman yang
paling berjasa di hidup penulis.
Penulis senantiasa menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun senantiasa
penulis harapkan, dengan iringan do’a mudah-mudahan penulisan ini bisa
bermanfaat dalam pengembangan pengetahuan dan memberikan manfaat bagi
pembaca.
Malang, Juni 2017
Oky Heriawan
NIM. 135040101111171

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................. i
SUMMARY .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iii
RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ iv
DAFTAR ISI ................................................................................................... v
DAFTAR TABEL .......................................................................................... vii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. ix
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................... 3
1.3 Batasan Masalah ............................................................................ 4
1.4 Tujuan Penelitian........................................................................... 4
1.5 Kegunaan Penelitian ...................................................................... 5
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 6
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu.......................................................... 6
2.2 Tinjauan Teknis Tentang Teh Kemasan........................................ 7
2.3 Tinjauan Teori Tentang Merek (Brand) ........................................ 9
2.3.1 Definisi Merek (Brand) ........................................................ 9
2.3.2 Fungsi Merek (Brand) .......................................................... 11
2.4 Tinjauan Teori Tentang Brand Equity ........................................... 14
2.4.1 Definisi Brand Equity........................................................... 14
2.4.2 Dimensi Brand Equity .......................................................... 14
III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN ........................................... 21
3.1 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 21
3.2 Hipotesis ........................................................................................ 24
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel........................... 25

IV. METODE PENELITIAN .................................................................. 29
4.1 Metode Penentuan Lokasi Penelitian............................................. 29
4.2 Metode Rancangan Penelitian ....................................................... 29
4.3 Metode Penentuan Sampel dan Pengambilan Sampel ................... 29
4.4 Metode Pengumpulan Data............................................................ 31
4.5 Metode Uji Instrumen .................................................................... 32
4.6 Metode Analisis Data .................................................................... 33
4.7 Pengujian Hipotesis ....................................................................... 38
V. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 39
5.1 Karakteristik Sampel ...................................................................... 39
5.2 Analisis Elemen Brand Equity ....................................................... 40
5.2.1 Analisis Brand Awareness ................................................... 40
5.2.2 Analisis Brand Association .................................................. 41
5.2.3 Analisis Perceived Quality ................................................... 42
5.2.4 Analisis Brand Loyalty ......................................................... 44
5.3 Analisis Pengaruh Brand Equity Terhadap Purchase Intention ..... 48
5.3.1 Analisis Reliabiliti ................................................................ 48
5.3.2 Parameter Model .................................................................. 49
5.3.3 Deskriptif Statistik................................................................ 51
5.3.4 Model Uji Goodness of Fit ................................................... 51
5.3.5 Uji Kelayakan untuk Model Pengukuran ............................. 53
5.3.6 Analisis Total Effect ............................................................. 55
VI. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 63
6.1 Kesimpulan ..................................................................................... 63
6.2 Saran ............................................................................................... 63
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 65
LAMPIRAN .................................................................................................... 68

DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
Teks
1 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ................................. 25
2 Karakteristik Sampel Pengonsumsi Teh Kemasan ............................ 39
3 Top of Mind Produk Teh Kemasan .................................................... 40
4 Asosiasi yang Membentuk Brand Image Teh Kemasan .................... 41
5 Hasil Pengukuran Atribut Perceived Quality Teh Kemasan ............. 43
6 Nilai Persentase Brand Loyalty pada Teh Kemasan .......................... 44
7 Hasil Analisis Reliabiliti (Cronbach’s α) dari Masing-Masing
Variabel Laten .................................................................................... 49
8 Variabel Indikator .............................................................................. 50
9 Deskriptif Statistik dari Variabel Teramati ........................................ 51
10 Hasil Uji Goodness of Fit .................................................................. 52
11 Hasil Uji Validitas.............................................................................. 53
12 Hasil dari Uji Reliabilitas................................................................... 54
13 Ringkasan Efek Langsung antar Variabel Laten ............................... 59
14 Efek Langsung dan Efek Tidak Langsung ......................................... 59
15 Total Efek........................................................................................... 60

DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
Teks
1 Angka Top Brand Index 4 Besar Produk RTD Tea ........................... 2
2 Kerangka Pemikiran Penelitian.......................................................... 23
3 Piramida Loyalitas yang baik............................................................. 34
4 Diagram Jalur Structural Equation Modeling.................................... 37
5 Grafik Skala Semantic Differential Teh Kemasan............................. 43
6 Segitiga Loyalitas Teh Botol Sosro ................................................... 45
7 Segitiga Loyalitas Teh Pucuk Harum ................................................ 46
8 Segitiga Loyalitas Teh Kotak............................................................. 47
9 Segitiga Loyalitas Teh Gelas ............................................................. 48
10 Path Diagram Hubungan antar Variabel ........................................... 50
11 Model Konseptual dari Path Diagram LISREL ................................ 55
12 Path Diagram Akhir dari Keseluruhan Model (Standardized
value).................................................................................................. 61

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
Teks
1 Hasil Uji Cochran Keempat Merek Teh Kemasan ............................ 69
2 Perhitungan Persentase Loyalitas ...................................................... 72
3 Dokumentasi Kegiatan Pengambilan Data ........................................ 73
4 Data Identitas Responden .................................................................. 74

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Minum teh telah menjadi budaya bagi sebagian besar masyarakat di
Indonesia. Teh merupakan salah satu minuman favorite bagi masyarakat
Indonesia (Kemal, 2015). Hal ini bisa dilihat dari kebiasaan masyarakat Indonesia
saat menjamu tamu, tuan rumah sering menawarkan teh sebagai minuman. Selain
itu, ketika sedang makan di warung makan atau restoran, kebanyakan orang
Indonesia akan memilih teh (terutama es teh) sebagai minumannya. Budaya
minum teh tersebut membuat permintaan dan konsumsi teh di Indonesia cukup
tinggi.
Seiring dengan perubahan gaya hidup, masyarakat cenderung memilih suatu
hal yang praktis untuk memenuhi kebutuhannya, tidak terkecuali dalam hal
minum teh (Irianto, 2007). Banyaknya sektor di industri makanan dan minuman,
pertumbuhan pangsa pasar yang cepat terjadi dalam sektor beverage atau
minuman, khususnya di kategori Ready to Drink (RTD) Tea. Menurut Agustina
(2015) konsumsi teh dalam kemasan di Indonesia mencapai 2 miliar liter atau 0,5
kg daun teh per kapita per tahun. Hal tersebut membuat banyak produsen
bermunculan untuk meningkatkan persaingan di kategori Ready to Drink (RTD)
Tea.
Meningkatnya jumlah produsen di kategori Ready to Drink (RTD) Tea juga
mengakibatkan meningkatnya persaingan di kategori tersebut. Saat ini telah
banyak produk-produk minuman teh kemasan yang ada di pasaran, diantaranya
yaitu 1) Teh Botol Sosro dan Fruit Tea dari PT. Sinar Sosro, 2) Teh Pucuk Harum
dari Mayora Indah, 3) Teh Javana dari Wings Food, 4) Teh Gelas dari Orang Tua
(OT), 5) Teh Kotak dari PT. Ultra Jaya, 6) Ichi Ocha dari PT. Indofood Asahi
Sukses Beverage, dan 7) Frestea dari Coca-Cola Bottling Indonesia. Berdasarkan
beberapa produk teh tersebut, diketahui PT. Sinar Sosro dengan produk
andalannya yaitu Teh Botol Sosro masih menjadi market leader dan juga sebagai
pionir di kategori Ready to Drink (RTD) Tea (Agustina, 2015).
Namun, dengan semakin banyaknya pesaing di kategori Ready to Drink
(RTD) Tea ini membuat Top Brand Index (TBI) mengalami penurunan. Para

2
pesaing tersebut antara lain Teh Pucuk Harum dari Mayora, Teh Kotak dari PT.
Ultra Jaya, dan Teh Gelas dari Orang Tua (OT). Hal tersebut dibuktikan dengan
data dari top brand award menunjukkan, pada tahun 2016, angka Top Brand
Index (TBI) Teh Botol Sosro berada pada nilai 33,8%, mengalami penurunan 14%
dari tahun 2015 yang berada pada nilai 47,8%. Tahun 2015, Teh Pucuk Harum
berada di posisi ke enam berdasarkan angka Top Brand Index (TBI). Tahun 2016
angka Top Brand Index (TBI) Teh Pucuk Harum meningkat 20,7% dan
mengantarkannya menduduki posisi ke dua, dengan gap index hanya terpaut 9%
dari market leader, Teh Botol Sosro. Tahun 2016, angka Top Brand Index (TBI)
Teh Kotak mengalami penurunan 1% dari tahun 2015. Angka Top Brand Index
(TBI) Teh Gelas pada tahun 2016 mengalami peningkatan 9,5% dari tahun 2015.
Angka Top Brand Index dari empat besar produk Ready to Drink Tea dapat dilihat
pada gambar 1.
Gambar 1. Angka Top Brand Index 4 Besar Produk RTD Tea
(Sumber: http://www.topbrand-award.com)
Gambar 1 menunjukkan bahwa nilai Top Brand Index dari Teh Botol Sosro
mengalami penurunan mulai dari tahun 2014 sampai tahun 2016. Nilai Top Brand
Index dari Teh Pucuk Harum mengalami peningkatan pada tahun 2015 ke tahun
2016. Peningkatan nilai Top Brand Index dari Teh Pucuk Harum terjadi secara
signifikan, dimana pada tahun 2015 nilainya sebesar 4,1% dan pada tahun 2016
nilainya menjadi 24,8%. Nilai Top Brand Index dari Teh Gelas dan Teh Kotak
mengalami fluktuasi dari tahun 2012 sampai tahun 2016.

3
Banyak produk-produk teh kemasan yang diproduksi secara massal, yang
bertujuan untuk memenuhi kebutuhan konsumen. Akan tetapi, hal tersebut justru
membuat konsumen menghadapi banyak pilihan, dan membuat konsumen sulit
untuk menentukan pilihan untuk mengkonsumsi produk teh kemasan yang dapat
memuaskannya. Dalam kondisi tersebut, produsen harus mempunyai keahlian
memelihara, meningkatkan, dan menjaga kekuatan produknya agar memiliki
brand equity. Brand Equity adalah efek diferensiasi yang positif yang dapat
diketahui dari respon konsumen terhadap barang atau jasa (Kotler dan Armstrong,
2001). Saat brand equity telah terbentuk hal tersebut bisa menjadi aset yang
sangat berharga bagi perusahaan untuk meningkatkan penjualan produknya.
Berdasarkan penelitian Dharmawan dan Nijab (2015) mengenai pengaruh
brand equity terhadap purchase intention, didapatkan hasil bahwa brand equity
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap purchase intention. Menurut Belch
(2004) purchase intention merupakan kecenderungan konsumen dalam
melakukan pembelian ulang yang berlandaskan motif pembelian dengan atribut
atau karakteristik dari merek yang dapat dipertimbangkan.
Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti merasa tertarik melakukan
penelitian mengenai brand equity dari keempat merek (brand) teh kemasan
tersebut. Karena, pada penelitian terdahulu terdapat perbandingan mengenai
brand equity dari lima top brand susu cair UHT. Untuk produk teh kemasan
hanya meneliti brand equity dari salah satu merek (brand), atau hanya
membandingkan antara dua merek (brand) saja. Oleh karena itu, peneliti
melakukan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh brand equity
terhadap purchase intention dari teh kemasan, sehingga dapat memberikan
implikasi terhadap manajerial perusahaan produsennya. Selain itu, untuk
mengetahui brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand
loyalty dari keempat merek (brand) teh kemasan.
1.2 Rumusan Masalah
Tingginya permintaan teh kemasan membuat produsen berlomba-lomba
memproduksi teh kemasan dalam jumlah besar dengan berbagai merek (brand).
Hal tersebut membuat konsumen memiliki banyak pilihan dalam mengkonsumsi
teh siap minum. Namun di sisi lain, dengan banyaknya pilihan justru membuat

4
konsumen semakin bingung menentukan pilihan teh kemasan mana yang akan
dikonsumsi. Produsen harus mampu mengetahui perilaku konsumennya, agar
merek (brand) miliknya mampu bersaing dengan merek (brand) lain. Salah satu
cara untuk mengetahui perilaku konsumen adalah dengan melakukan penelitian
mengenai brand equiy.
Semakin meningkatnya persaingan di bidang industri kategori Ready to
Drink (RTD) Tea membuat para produsen harus mampu membangun brand equity
produk-produknya agar mampu bersaing di pasaran. Brand equity yang baik
membuat suatu produk memiliki nilai lebih dari konsumen, sehingga bisa
membuat produk tersebuat menjadi market leader di kelasnya.
Elemen-elemen dari brand equity yang dapat diteliti untuk membangun
brand equity yang baik antara lain: brand awareness, brand association,
perceived quality, dan brand loyalty. Menurut Aaker (2007), keempat elemen
brand equity tersebut mampu mengintegrasikan antara sikap dan perilaku
konsumen. Jika produsen mengetahui brand awareness, brand association,
perceived quality, dan brand loyalty miliknya, maka produsen mampu membuat
strategi yang dapat menarik konsumen agar mengkonsumsi merek (brand)
miliknya.
Berdasarkan uraian tersebut, maka pertanyaan penelitian yang terdapat
dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana brand awareness, brand association, perceived quality, dan
brand loyalty Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, dan Teh
Gelas?
2. Bagaimana pengaruh brand equity terhadap purchase intention teh kemasan?
1.3 Batasan Masalah
Batasan masalah diperlukan agar penelitian tidak meluas dan menyimpang
dari tujuan penelitian. Batasan masalah dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Elemen brand equity yang digunakan dalam penelitian adalah brand
awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty.
2. Produk yang diteliti adalah empat merek (brand) teh kemasan, yaitu Teh
Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, dan Teh Gelas.

5
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, tujuan dari penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Menganalisis brand awareness, brand association, perceived quality, dan
brand loyalty Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, dan Teh Gelas.
2. Menganalisis pengaruh brand equity terhadap purchase intention teh
kemasan.
1.5 Manfaat Penelitian
1. Dengan mengetahui brand equity dari suatu produk, maka
produsen/perusahaan bisa menggunakannya sebagai acuan dalam
merencanakan strategi yang bisa diterapkan untuk bisa terus bersaing di
pasaran.
2. Sebagai referensi penelitian selanjutnya dalam mengadakan penelitian dengan
topik yang serupa.

II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Penelitian Terdahulu
Brand equity merupakan hal yang sangat berpengaruh bagi suatu produk
dalam melakukan persaingan di pasar. Produk dengan brand equity yang baik bisa
lebih diminati oleh konsumen. Hal ini dikarenakan banyaknya keuntungan yang
bisa didapatkan oleh konsumen ketika membeli produk dengan brand equity yang
baik. Keuntungan tersebut yaitu 1) produk yang dikonsumsi lebih terjamin
kualitasnya, 2) memudahkan konsumen dalam mengidentifikasi siapa produsen
dari produk yang mereka konsumsi, 3) merupakan komitmen produsen terhadap
konsumen (Keller, 2008). Oleh karena itu, saat ini produsen/perusahaan terus
mencoba meningkatkan nilai brand equity produknya agar semakin diminati oleh
konsumen.
Penelitian Dicho Pradipta, Kadarisman Hidayat, dan Sunarti (2016) dengan
judul “Pengaruh Brand Equity Terhadap Keputusan Pembelian (Survei pada
Konsumen Pembeli dan Pengguna Kartu Perdana simPATI Telkomsel di
Lingkungan Mahasiswa Jurusan Administrasi Bisnis Angkatan 2012 & 2013
Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya Malang) bertujuan untuk
mengetahui pengaruh brand equity terhadap keputusan pembelian. Metode penelitian
yang digunakan adalah penelitian penjelasan (explanatory research) dengan
pendekatan kuantitatif. Hasil dari penelitian tersebut, berdasarkan hasil uji F, nilai
Fhitung > Ftabel. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan
secara bersama-sama antara variabel bebas (brand awareness, brand associations,
perceived quality, dan brand loyalty) terhadap variabel terikatnya (keputusan
pembelian). Penelitian tersebut juga menunjukkan melalui uji t bahwa, terdapat
tiga variabel yang berpengaruh signifikan secara parsial yaitu brand associations,
perceived quality, dan brand loyalty. Sementara itu, variabel brand awareness
merupakan variabel yang tidak berpengaruh signifikan secara parsial. Hal tersebut
menunjukkan bahwa sebagian besar mahasiswa melakukan pembelian kartu
perdana simPATI karena dilihat dari asosiasi produk yang disediakan. Asosiasi
pada penelitian ini yaitu atribut-atribut beragam yang dimiliki simPATI seperti
jaringan yang cepat dan stabil, serta fitur yang tersedia lengkap.

7
Penelitian lain dengan judul “Brand Equity Susu Cair UHT dan
Pengaruhnya Pada Purchase Intention” oleh Dharmawan dan Nijab (2015)
bertujuan untuk menganalisis brand equity dari susu cair UHT Ultramilk,
Indomilk, Frisian Flag, Milo, dan Bear Brand beserta pengaruh brand equity pada
purchase intention. Data dari penelitian tersebut diolah dengan menggunakan
analisis deskriptif, uji Cochran, skala semantic differential, dan regresi linier
berganda. Penelitian tersebut menunjukkan hasil bahwa Ultramilk menjadi top of
mind dibandingkan dengan brand lainnya. Selain itu, Ultramilk memiliki brand
image yang unggul karena harga yang terjangkau, mudah diperoleh, terkenal, dan
memiliki cita rasa yang sesuai. Sedangkan pada analisis perceived quality, Bear
Brand memiliki rata-rata skor atribut kualitas yang paling baik. Brand equity
terbaik dimiliki oleh Ultramilk. Analisis regresi linier berganda menunjukkan
bahwa secara simultan brand equity berpengaruh signifikan terhadap purchase
intention susu cair UHT. Sedangkan pada pengujian secara parsial hanya dimensi
brand association dan brand loyalty yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
purchase intention.
Persamaan penelitian ini dengan dua penelitian yang telah diulas di atas
adalah dari segi tujuan, yaitu untuk mengetahui pengaruh brand equity terhadap
purchase intention. Caranya yaitu dengan menganalisis setiap elemen pada brand
equity, kemudian dilakukan analisis Structural Equation Modeling (SEM) untuk
mengetahui pengaruh secara parsial dan simultan antara elemen-elemen brand
equity terhadap purchase intention. Perbedaan antara penelitian ini dengan dua
penelitian di atas yaitu objek dan lokasi penelitian.
2.2 Tinjauan Teknis Tentang Teh Kemasan
Menurut Langking (2009), minuman teh siap minum dalam kemasan
merupakan suatu produk minuman ringan tanpa karbonasi dalam bentuk cair yang
berasal dari hasil menyeduh pucuk daun teh. Teh siap minum dalam kemasan
berwarna kuning kemerahan. Pengolahan teh siap minum dalam kemasan tanpa
melalui proses fermentasi, kemudian dikemas dalam kemasan yang praktis
sehingga siap untuk diminum.
Terdapat beberapa kemasan Ready to Drink (RTD) yang biasa digunakan
untuk kemasan produk minuman teh, yaitu botol, plastik, karton (tetrapack), dan

8
kaleng. Saat ini, produk minuman teh kemasan siap minum (Ready to Drink Tea)
sudah banyak dijual dengan berbagai merek, seperti Teh Botol Sosro, Teh Pucuk
Harum, Teh Gelas, dan Teh Kotak. Konsumen dapat dengan mudah
menemukannya di warung-warung, toko, kantin, swalayan, minimarket, sampai
supermarket besar.
Menurut Wibisono (2016), industri teh kemasan di Indonesia dimulai pada
tahun 1969. Pionir teh kemasan di Indonesia adalah Teh Botol Sosro. Awalnya,
frasa teh botol diambil dari merek terdahulu, yaitu Teh Cap Botol yang dipasarkan
sejak tahun 1940, sedangkan Sosro diambil dari keluarga pendiri merek, yaitu
Sosrodjojo. Karena praktis langsung minum, Teh Botol Sosro menjadi pilihan
konsumen.
Selama lebih dari 30 tahun Teh Botol Sosro dipasarkan tanpa adanya
ancaman serius dari pesaing. Satu-satunya pesaing Teh Botol Sosro sebelum
memasuki tahun 2000-an adalah Teh Kotak dari PT. Ultrajaya yang mulai
dipasarkan pada tahun 1979. Namun, memasuki tahun 2000-an, para produsen teh
kemasan mulai bermunculan, sehingga menyebabkan banyak merek (brand) baru
yang muncul.
Pada tahun 2002, PT. Coca-Cola Bottling Indonesia mulai memasarkan
produknya, yaitu Frestea, teh kemasan dengan berbagai varian rasa. Tahun 2008,
muncul Teh Futami, kemudian setelah itu diikuti dengan munculnya beberapa
merek (brand) lain seperti Teh Gelas dan Teh Rio. Pada tahun 2011, muncul
produk baru yaitu Teh Pucuk Harum, yang saat ini telah menduduki peringkan
kedua menurut Top Brand Index (TBI) di bawa Teh Botol Sosro. Pada tahun
2015, muncul produk teh kemasan Teh Javana.
Menurut Agustina (2015), industri teh siap minum dalam kemasan di
Indonesia masih terus tumbuh. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya
permintaan dari konsumen terhadap teh kemasan. Agustina (2015) juga
menyebutkan bahwa jumlah konsumsi teh kemasan di Indonesia mencapai 2
miliar liter. Data tersebut menjadi salah satu faktor yang menjadikan sektor Ready
to Drink (RTD) Tea ini sangat diminati oleh para produsen, sehingga saat ini
banyak bermunculan produsen-produsen teh kemasan.

9
2.3 Tinjauan Teori Tentang Merek (Brand)
2.3.1 Definisi Merek (Brand)
Brand atau merek berasal dari kata brandr yang artinya ”to burn”, bangsa
Viking memberikan tanda bakar pada hewan mereka sebagai bentuk kepemilikan
hewan peliharaan. Ada beberapa definisi yang berbeda tentang pengertian brand
atau merek. Menurut Kotler dan Amstrong (2001), merek (brand) adalah nama,
istilah, tanda, simbol, atau rancangan, atau kombinasi dari semua ini
yang dimaksudkan untuk mengidentifikasi produk atau jasa dari satu atau
kelompok penjual dan membedakannya dari produk pesaing. Pemberian merek
merupakan masalah pokok dalam strategi produk. Pemberian merek itu mahal dan
memakan waktu, serta dapat membuat produk itu berhasil atau gagal. Nama merek
yang baik dapat menambah keberhasilan yang besar pada produk.
Definisi merek menurut Keller (2008) adalah sebuah merek merupakan
lebih dari sekedar produk, karena mempunyai sebuah dimensi yang menjadi
diferensiasi dengan produk lain yang sejenis. Diferensiasi tersebut harus rasional
dan terlihat secara nyata dengan performa suatu produk dari sebuah merek atau
lebih simbolis, emosional, dan tidak kasat mata yang mewakili sebuah merek.
Berdasarkan definisi di atas, satu merek berfungsi untuk mengidentifikasikan
penjual atau perusahaan yang menghasilkan produk tertentu yang
membedakannya dengan penjual atau perusahaan lain yang memiliki nilai yang
berbeda yang pada setiap merek-nya. Merek atau brand dapat berbentuk logo,
nama, trademark atau gabungan dari keseluruhannya.
Aaker (2001) juga mengatakan merek dapat dikatakan sebagai sebuah janji
seorang penjual atau perusahaan untuk konsisten memberikan nilai, manfaat, fitur
dan kinerja tertentu bagi pembelinya. Janji tersebut harus janji yang benar dan
harus ditepati kepada pembelinya sehingga merek yang menjanjkan tersebut dapat
memberikan semua hal yang dijanjikan, dan juga memberikan nilai lebih dari janji
tersebut. Hal ini sangat penting untuk menjaga kepercayaan dan juga menjaga
image dari suatu merek.
Susanto dan Wijanarko (2004) menyatakan bahwa, merek sebagai nama
atau simbol yang diasosiasikan dengan produk atau jasa bisa menimbulkan arti
psikologis atau asosiasi. Hal ini yang membedakan produk dan merek. Produk

10
adalah sesuatu yang dibuat di pabrik, namun yang sesungguhnya yang dibeli oleh
konsumen adalah mereknya. Pada akhirnya merek bukanlah apa yang dibuat di
pabrik, tercetak pada kemasan, atau apa yang diiklankan oleh pemasar, merek
adalah apa yang ada di dalam pikiran konsumen.
Menurut Keller (2008) membangun merek yang kuat dengan ekuitas besar
memberikan manfaat yang sangat banyak pada perusahaan pemegang merek
tersebut. Peranan merek dalam membawa karakter suatu produk memberikan
dimensi lain tentang pencitraan suatu produk.
Dalam perkembangannya, brand memiliki banyak definisi. Hal ini
disebabkan karena keberagaman pandangan dari masing-masing orang. Merek
merupakan nama, istilah, tanda, simbol, desain atau kombinasi keseluruhannya,
yang ditujukan untuk mengidentifikasikan barang atau jasa yang ditawarkan
perusahaan sekaligus sebagai diferensiasi produk (Kotler dan Amstrong, 2001).
Brand merupakan sebuah citra dan pengalaman yang terdapat pada benak
konsumen terhadap apa yang didapatkannya dari dari sebuah produk dan
mengkomunikasikan manfaat yang dijanjikan produk yang diproduksi oleh
perusahaan tertentu (Keegan, 1995). Brand bukan hanya deskriptor, namun
merupakan identifier organisasi (atau orang) spesifik, market offering, atau
kombinasi diantaranya. Brand memberikan makna dan identitas pada entitas yang
direpresentasikannya (Tjiptono, 2014).
Dari beberapa pandangan tersebut, dapat disimpulkan bahwa menciptakan
merek dapat dimulai dengan menciptakan nama, istilah, tanda, simbol, desain atau
kombinasi diantaranya, yang bertujuan untuk memberikan identitas pada sebuah
produk agar terbentuk citra dan pengalaman pada diri konsumen. Kemudian
konsumen mengkomunikasikan manfaat dari brand, sehingga brand menjadi lebih
dikenal. Hal ini kemudian dapat membedakan suatu brand dari brand lain sebagai
pesaing melalui keunikan serta segala sesuatu yang dapat menambah nilai bagi
konsumen.
Tujuan dari sebuah brand membangun identitas, pemosisian, proposisi nilai,
komunikasi, serta berbagai strategi yang merefleksikan keyakinan brand adalah
demi tercapainya brand equity yang tinggi. Brand equity yang tinggi bisa

11
berimplikasi pada nilai finansial brand. Hal ini disebabkan karena brand telah
memiliki kedekatan dengan pasar dan konsumen (Andi, 2009).
2.3.2 Fungsi Merek (Brand)
Keller (2008) menyatakan bahwa merek mempunyai dua peran utama, yakni
fungsi brand bagi konsumen dan fungsi bagi produsen. Terdapat tujuh fungsi
brand bagi konsumen dan lima fungsi brand bagi perusahaan. Uraian dari masing-
masing fungsi brand bagi konsumen dan perusahaan adalah sebagai berikut:
a. Fungsi brand bagi konsumen
Pertama sebagai media untuk mengidentifikasi asal keberadaan produk
(identification of source of product). Brand membantu konsumen dalam
memberikan informasi tentang asal suatu produk, seperti korporasi asal pembuat
produk, kualitas, persepsi mengenai produk serta hal lain yang menyangkut
produk tersebut.
Kedua, sebagai bentuk pertanggungjawaban oleh produsen bagi konsumen
(assiggnement of responsibility to product maker). Penggunaan suatu produk oleh
konsumen yang dilakukan dalam jangka panjang adalah salah satu tujuan yang
ingin dicapai oleh setiap produsen produk. Brand merupakan salah satu media
penting untuk dapat mewujudkan hal tersebut. Melalui brand, pihak produsen
mempunyai tanggung jawab untuk dapat memberikan performa yang konsisten
dalam pemenuhan kebutuhan konsumen.
Ketiga, dengan adanya brand, maka dapat mengurangi risiko (risk reducer).
Dalam menentukan keputusan pembelian produk, konsumen mempunyai risiko
sebagai berikut:
1) Functional risk. Produk yang dipilih tidak dapat memberikan performa
seperti yang telah dijanjikan sebelumnya.
2) Physical risk. Produk yang ada dapat menggangu kepada fisik atau kesehatan
pengguna.
3) Financial risk. Produk yang ada tidak sesuai dengan biaya yang telah
dikeluarkan konsumen.
4) Social risk. Hasil penggunaan dari produk dapat memberikan rasa malu bagi
konsumen kepada pihak lain.
5) Phychological risk. Produk dapat mempengaruhi kondisi mental konsumen.

12
6) Time risk. Kegagalan dari performa suatu produk menghasilkan suatu
opportunity cost dalam menemukan produk lain untuk memenuhi kebutuhan
konsumen.
Keempat, meminimalisasi biaya dalam proses pengambilan keputusan
pembelian (search cost reducer). Tidak dapat dipungkiri bahwa konsumen saat ini
dipenuhi oleh berbagai macam pilihan brand dalam satu kategori jenis produk
yang sama. Brand dapat membantu konsumen dalam mengurangi biaya pencarian
terhadap alternatif pilihan yang ada.
Kelima, sebagai bentuk komitmen oleh produsen pembuat produk kepada
pengguna melalui produk yang dihasilkan (promise, bond, or pact with maker of
product). Sebuah brand memberikan suatu janji kepada konsumen, dan konsumen
bisa melihat apakah janji tersebut dapat digunakan dengan baik. Jika konsumen
dapat menerima janji yang disampaikan oleh suatu brand maka bisa terjadi sebuah
ikatan yang kuat (bond).
Keenam, brand dapat digunakan sebagai alat simbol pembeda (symbolic
device). Konsumen dapat memilih suatu brand yang sesuai dengan karakterisik
yang mereka kehendaki atau dapat disesuaikan dengan personality dari seorang
konsumen, sehingga suatu brand dapat dijadikan suatu simbol pembeda dari
pilihan kategori produk yang ada sesuai dengan pilihan konsumen
Ketujuh, brand sebagai tanda kualitas (signal of quality). Sebuah brand
yang mempunyai kualitas baik dengan otomatis mendapat kepercayaan dari
konsumen. Hal ini menjadi penting bagi konsumen sehingga dapat memberikan
rasa aman terhadap kualitas dari sebuah brand dan menjadi alasan untuk
penggunaan dalam jangka waktu yang panjang.
b. Fungsi Brand bagi perusahaan
Pertama, brand dapat membantu perusahaan tersebut mengetahui siapa
konsumen pengguna produk yang dihasilkan, perilaku pembelian, tren yang ada
dalam pembelian dalam lokasi-lokasi tertentu (identification to simplify handling
or tracing). Hal ini penting bagi produsen yang memiliki sebuah brand dalam
melakukan strategi pemasaran dan penjualan untuk menempatkan suatu brand
dalam kegiatan yang sesuai dengan konsumennya.

13
Kedua, brand juga dapat melindungi secara hukum terhadap fitur unik yang
dimiliki oleh suatu produk (legal protection aspect). Bagian ini bisa termasuk
kedalam bagian dari hak paten atau hak cipta. Sebagai salah contohnya adalah
Real Madrid CF, sebagai club sepak bola mereka melindungi bagaimana brand-
nya digunakan dalam produk lain, pihak yang berhak menggunakan brand, serta
sumber legal untuk mendapatkan produk tersebut, yang semuanya diatur dalam
penggunaan lisensi dari brand Real Madrid CF.
Ketiga, brand dapat memberikan suatu sinyal bagi konsumen terhadap
kualitas dalam memenuhi kebutuhan konsumen melalui produk ataupun services
yang digunakan (signal of quality level to satisfield customers). Sebagai contoh,
Volvo dalam mendesain sebuah mobil sangat memperhatikan level keamanan
untuk pengendara dan penumpang didalamnya. Hal ini menjadi salah satu kualitas
keunggulan Volvo yang tertanam dalam benak konsumen.
Keempat, brand dapat menjadi salah satu kenggulan kompetitif dalam
persaingan yang ada (source of competitive advantage). Brand yang kuat dalam
industri jasa perhotelan seperti Ritz Carlton adalah contoh brand yang mempunyai
kekuatan serta diferensiasi yang kuat tentang bagaimana suatu jasa perhotelan
yang menghargai konsumennya pada level yang sangat tinggi. Hal ini
membedakan dengan kompetitornya dan menjadi suatu competitive advantage.
Kelima, brand juga dapat menghasilkan pendapatan keuangan bagi
perusahaan (source of financial returns). Kita dapat melihat bagaimana peringkat
serta nilai brand yang ada dalam evaluasi yang dilakukan oleh Interbrand. Dalam
transaksi penilaian suatu perusahaan, nilai brand masuk dalam kategori intangible
asset atau good will.
Hulbert, Berthon, dan Pitt (1999) menyimpulkan bahwa fungsi identifikasi
dari merek adalah untuk membedakan produk yang dapat memenuhi kepuasan
konsumen dengan yang tidak. Perbedaan ini berguna bagi konsumen karena dapat
membantu mengenali suatu produk, mengurangi search cost dan menjamin suatu
kualitas tertentu dari produk yang dibelinya. Ditinjau dari segi produsen,
perbedaan ini memfasilitasi upaya promosi, segmentasi pasar, introduksi produk
baru, brand loyalty dan pembelian kembali dari produk yang ditawarkan
produsen.

14
2.4 Tinjauan Teori Tentang Brand Equity
2.4.1 Definisi Brand Equity
Brand equity merupakan serangkaian aset dan kewajiban yang terikat
dengan brand, nama, dan simbol yang menambah atau mengurangi nilai yang
diberikan sebuah produk atau jasa kepada perusahaan dan/atau pelanggan
perusahaan tersebut (Aaker, 2007). Pendapat tersebut memberikan makna tersirat
bahwa brand equity memiliki dua arah, yaitu dapat bernilai bagi perusahaan dan
juga pelanggan. Berdasarkan hal tersebut, penting bagi produsen untuk membuat
dan meningkatkan brand equity dari produknya, agar memberikan nilai bagi
produsen dan konsumen.
Brand equity adalah keinginan dari seseorang untuk melanjutkan konsumsi
dari suatu brand atau tidak (Keller, 2002). Brand equity juga merupakan suatu
aset yang menciptakan value bagi pelanggan dengan meningkatkan kepuasan dan
menghargai kualitas (Kertajaya, 2002). Dari kedua pendapat tersebut dapat
diketahui bahwa brand equity merupakan aset yang sangat berharga bagi
perusahaan. Brand equity menciptakan value bagi pelanggan dan berdampak pada
keputusan pelanggan untuk melanjutkan konsumsi suatu brand atau tidak.
2.4.2 Dimensi Brand Equity
Menurut Aaker (2007), mengklasifikasikan elemen-elemen brand equity
dalam empat kategori, yaitu brand awareness, brand association, percieved
quality, dan brand loyalty. Definisi dan elemen brand equity ini mengintegrasikan
dimensi sikap dan perilaku, sementara kebanyakan operasionalisasi brand equity
cenderung berfokus pada salah satu dimensi persepsi konsumen, contohnya brand
awareness, brand association, dan perceived quality, serta dimensi perilaku
konsumen, yaitu brand loyalty (kesediaan untuk membayar harga yang lebih
mahal). Berikut penjelasan secara rinci:
1. Brand Awareness (Kesadaran Merek)
Menurut Aaker (2007), kesadaran merek adalah kemampuan konsumen
untuk mengenali atau mengingat kembali bahwa suatu merek merupakan bagian
dari kategori produk tertentu. Sedangkan menurut Kartono (2007), kesadaran
merek merupakan kesanggupan seorang pembeli untuk mengenali, mengingat
kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu kategori tertentu. Berdasarkan dua

15
definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa kesadaran merek adalah suatu keadaan
dimana seorang pembeli atau konsumen sanggup mengenali dan mengingat
kembali suatu merek sebagai bagian dari suatu produk tertentu.
Peran kesadaran merek dalam brand equity tergantung pada sejumlah mana
tingkat kesadaran yang dicapai oleh suatu merek (Aaker, 2007). Menurut Aaker,
terdapat empat tingkat kesadaran merek, yaitu sebagai berikut:
a. Unaware of Brand (Tidak Menyadari Merek)
Unaware of brand adalah tingkatan terendah dalam piramida kesadaran
merek. Kondisi ini terjadi ketika konsumen tidak menyadari adanya suatu merek.
b. Brand Recognition (Pengenalan Merek)
Brand recognition adalah tingkat minimal kesadaran merek. Kondisi ini
terjadi ketika pengenalan suatu merek muncul lagi setelah dilakukan pengingatan
kembali lewat bantuan (aided recall).
c. Brand Recall (Pengingatan Kembali Terhadap Merek)
Brand recall adalah pengingatan kembali terhadap merek tanpa bantuan
(unaided recall), karena berbeda dari tugas pengenalan, sampel tidak dibantu
untuk memunculkan merek tersebut.
d. Top of Mind (Puncak Pikiran)
Top of mind merupakan merek yang disebutkan pertama kali oleh konsumen
atau yang pertama kali muncul dalam benak konsumen ketika hendak melakukan
konsumsi. Dengan kata lain, merek tersebut merupakan merek utama dari
berbagai merek yang ada dalam benak konsumen.
Peran kesadaran merek dalam membantu merek dapet dipahami dengan
mengkaji bagaimana kesadaran merek menciptakan suatu nilai (Durianto dkk,
2004). Kesadaran merek memberikan nilai melalui empat cara, yaitu:
a) Jangkar Tempat Tautan Berbagai Asosiasi
Suatu merek yang kesadarannya tinggi di benak konsumen dapat membantu
asosiasi melekat pada merek tersebut, karena daya jelajah merek tersebut menjadi
sangat tinggi di benak konsumen. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa jika
kesadaran suatu merek rendah, maka asosiasi yang diciptakan oleh pemasar bisa
sulit melekat pada merek tersebut.

16
b) Familier (Rasa Suka)
Jika kesadaran atas merek sangat tinggi, konsumen bisa sangat akrab dengan
merek tersebut, dan lama kelamaan timbul rasa suka yang tinggi terhadap merek
tersebut.
c) Substansi (Komitmen)
Kesadaran merek dapat menandakan keberadaan, komitmen, dan inti yang
sangat penting bagi suatu perusahaan. Jika kesadaran merek tinggi, kehadiran
merek bisa selalu dapat dirasakan oleh konsumen.sebuah merek dengan kesadaran
konsumen yang tinggi biasanya disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu diiklankan
secara luas, eksistensi yang sudah teruji oleh waktu, jangkauan distribusi yang
luas, dan merek tersebut dikelola dengan baik.
d) Mempertimbangkan Merek
Langkah pertama dalam suatu proses pembelian adalah menyeleksi merek-
merek yang dikenal dalam suatu kelompok untuk dipertimbangkan dan
diputuskan merek mana yang hendak dibeli. Merek dengan top of mind yang
tinggi mempunyai nilai pertimbangan yang tinggi. Jika suatu merek tidak
tersimpan dalam ingatan, merek tersebut tidak dipertimbangkan dalam benak
konsumen.
2. Brand Association (Asosiasi Merek)
Menurut Aaker (2007), asosiasi merek merupakan segala sesuatu yang
terkait dengan memori terhadap suatu merek. Menurut Simamora (2001)
menyatakan bahwa asosiasi merek adalah segala hal yang berkaitan tentang merek
dalam ingatan. Menurut Durianto dkk (2004), asosiasi merek adalah segala kesan
yang timbul di benak seseorang terkait dengan ingatannya mengenai suatu merek.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa asosiasi merek
adalah segala hal atau kesan yang ada pada benak konsumen yang berkaitan
dengan ingatannya mengenai suatu merek. Kesan-kesan terhadap suatu merek bisa
semakin meningkat dengan semakin banyaknya pengalaman konsumen dalam
mengkonsumsi atau menggunakan suatu merek, atau dengan seringnya
penampakan merek tersebut dalam stategi pemasarannya.
Umumnya, asosiasi merek terutama yang membentuk brand image-nya
menjadi pertimbangan konsumen dalam keputusan pembelian dan loyalitas pada

17
merek tersebut. Dalam prakteknya, didapati banyak sekali kemungkinan asosiasi
dan varian dari asosiasi merek yang dapat memberikan nilai bagi suatu merek,
dipandang dari sisi perusahaan maupun sisi pengguna. Berbagai nilai asosiasi
merek tersebut menurut Simamora (2001) antara lain:
a. Proses penyusunan informasi, asosiasi-asosiasi dapat membantu
mengikhtisarikan sekumpulan fakta dan spesifikasi yang mungkin sulit
diproses dan diakses para pelanggan.
b. Pembedaan, suatu asosiasi dapat memberikan landasan yang penting bagi
upaya pembedaan suatu merek dari merek lainnya.
c. Alasan untuk membeli, asosiasi merek yang berhubungan dengan atribut
produk atau manfaat bagi konsumen yang dapat membeli atau menggunakan
merek tersebut.
d. Menciptakan sikap atau perasaan positif, asosiasi mampu merangsang suatu
perasaan positif yang pada gilirannya merambat pada merek yang
bersangkutan.
e. Landasan untuk perluasan, asosiasi dapat menjadi dasar perluasan sebuah
merek dengan menciptakan kesan kesesuaian antara merek tersebut dan
produk baru perusahaan.
3. Perceived Quality (Persepsi Kualitas)
Menurut Aaker (2007), persepsi kualitas adalah penilaian pelanggan
terhadap keseluruhan kualitas atau keunggulan suatu produk. Simamora (2001)
menyatakan bahwa persepsi kualitas adalah persepsi pelanggan terhadap kualitas
atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan ditinjau dari fungsinya secara
relatif dengan produk-produk lain. Durianto dkk (2004) menyatakan bahwa
persepsi kualitas merupakan persepsi pelanggan terhadap keseluruhan kualitas
atau keunggulan suatu produk atau jasa layanan berkaitan dengan apa yang
diharapkan oleh pelanggan.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa persepsi kualitas
merupakan persepsi dari pelanggan terhadap keseluruhan kualitas atau
keunggulan dari suatu produk atau jasa layanan yang berkaitan dengan apa yang
diharapkan oleh pelanggan. Persepsi kualitas mencerminkan perasaan pelanggan
secara menyeluruh mengenai suatu merek. Untuk memahami persepsi kualitas

18
suatu merek, diperlukan pengukuran terhadap dimensi yang terkait dengan
karakteristik produk. Mengacu kepada pendapat Garvin (2005), dimensi persepsi
kualitas dibagi menjadi tujuh, yaitu:
a. Kinerja, yakni melibatkan berbagai karakteristik operasional utama.
b. Pelayanan, yakni mencerminkan kemampuan memberikan pelayanan pada
produk tersebut.
c. Ketahanan, yakni mencerminkan umur ekonomis dari produk tersebut.
d. Keandalan, yakni konsistensi dari kinerja yang dihasilkan suatu produk dari
satu pembelian ke pembelian berikutnya.
e. Karakteristik produk, yakni bagian-bagian tambahan dari produk (feature).
Penambahan ini biasanya digunakan sebagai pembeda yang penting ketika
dua merek produk terlihat hampir sama.
f. Kesesuaian dengan spesifikasi, merupakan pandangan mengenai kualitas
proses manufaktur (tidak ada cacat produk) sesuai dengan spesifikasi yang
telah ditentukan dan diuji.
g. Hasil, yakni mengarah kepada kualitas yang dirasakan, yang melibatkan enam
dimensi sebelumnya. Jika perusahaan tidak dapat menghasilkan hasil akhir
produk yang baik, maka kemungkinan produk tersebut tidak mempunyai
atribut kualitas yang penting.
4. Brand Loyalty (Loyalitas Merek)
Menurut Rangkuti (2002), loyalitas merek adalah satu ukuran kesetiaan
konsumen terhadap suatu merek. Simamora (2001) menyatakan bahwa loyalitas
merek adalah ukuran kedekatan pelanggan pada sebuah merek. Menurut Durianto
dkk (2004), loyalitas merek merupakan suatu ukuran keterkaitan seorang
pelanggan kepada sebuah merek.
Berdasarkan definisi di atas, dapat disimpulkan bahwa loyalitas merek
adalah ukuran kesetiaan, kedekatan atau keterkaitan pelanggan pada sebuah
merek. Ukuran ini mampu memberikan gambaran tentang mungkin tidaknya
seorang pelanggan beralih ke merek produk lain, terutama pada saat merek
tersebut mengalami banyak perubahan, baik menyangkut harga maupun atribut
lainnya.

19
Dalam kaitannya dengan loyalitas merek suatu produk, didapati adanya
beberapa tingkatan loyalitas merek. Masing-masing tingkatannya menunjukkan
tantangan pemasaran yang harus dihadapi sekaligus aset yang dapat dimanfaatkan.
Adapun tingkatan loyalitas merek tersebut menurut Aaker (2007) adalah sebagai
berikut:
1) Switcher (Berpindah-pindah)
Merupakan tingkatan loyalitas paling dasar. Semakin sering konsumen
berpindah dari suatu merek ke merek yang lain mengindikasikan bahwa mereka
tidak loyal, semua merek dianggap memadai. Dalam hal ini, merek memegang
peran kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling tampak dari jenis
pelanggan ini adalah mereka membeli suatu produk karena harganya murah dan
banyak konsumen lain yang membeli merek tersebut.
2) Habitual Buyer (Pembeli yang bersifat kebiasaan)
Merupakan pembeli yang tidak mengalami ketidakpuasan dalam
mengkonsumsi suatu merek produk. Tidak ada alasan yang kuat baginya untuk
membeli merek produk lain atau berpindah merek. Terutama jika peralihan itu
membutuhkan usaha, biaya, atau pengorbanan lain. Pembeli ini dalam membeli
suatu merek karena alasan kebiasaan.
3) Satisfied Buyer (Pembeli yang puas dengan biaya peralihan)
Merupakan kategori pembeli yang puas dengan merek yang dikonsumsi.
Namun pembeli ini bisa saja berpindah merek dengan menanggung biaya
peralihan (switching cost), seperti waktu, biaya atau risiko yang timbul akibat
tindakan peralihan merek tersebut. Untuk menarik minat pembeli kategori ini,
pesaing perlu mengatasi biaya peralihan yang harus ditanggung pembeli dengan
menawarkan berbagai manfaat sebagai kompensasinya.
4) Likes The Brand (Menyukai Merek)
Merupakan kategori pembeli yang sungguh-sungguh menyukai merek
tersebut. Rasa asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman
menggunakan merek tersebut sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi,
membuat pembeli kategori ini menganggap merek sebagai sahabat.

20
5) Committed Buyer (Pembeli yang berkomitmen)
Merupakan kategori pembeli yang setia. Pembeli ini mempunyai
kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Merek tersebut bahkan menjadi
sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa sebenarnya
penggunanya. Ciri yang tampak pada pembeli kategori ini adalah tindakan
pembeli untuk merekomendasikan dan mempromosikan merek yang
digunakannya kepada orang lain.

III. KERANGKA KONSEP PENELITIAN
3.1 Kerangka Pemikiran
Pasar minuman teh kemasan memiliki peluang yang cukup besar di
Indonesia. Hal ini dikarenakan teh merupakan minuman favorit nomor dua bagi
masyarakat Indonesia setelah air mineral, dengan jumlah mencapai 2 miliar liter
atau setara dengan 0,5 kg daun teh per orang per tahun (Agustina, 2015).
Tingginya tingkat konsumsi teh membuat peluang industri teh kemasan menjadi
sasaran bagi para perusahaan lokal maupun internasional untuk menjual produk
minuman teh kemasan miliknya.
Perubahan gaya hidup ke arah yang serba praktis juga menjadi salah satu
faktor yang membuka peluang bagi para produsen teh kemasan semakin banyak.
Tidak mengherankan bahwa akhir-akhir ini banyak bermunculan produk-produk
Ready to Drink (RTD) Tea dengan berbagai merek. berdasarkan data dari Top
Brand Award, terdapat empat merek unggulan dalam kategori Ready to Drink
(RTD) Tea. Empat besar merek teh tersebut dinilai berdasarkan nilai top brand
index (TBI), yaitu Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, dan Teh
Gelas. Banyaknya produsen yang ada di kategori Ready to Drink (RTD) Tea ini
membuat tingkat persaingan dalam memperebutkan pangsa pasar semakin ketat.
Banyaknya merek teh dalam kemasan menjadi suatu permasalahan, yaitu
konsumen menjadi bingung untuk menentukan pilihannya. Hal ini dikarenakan
banyaknya varian merek teh kemasan, sedangkan informasi yang diketahui
konsumen mengenai produk-produk tersebut terbatas. Selain itu, adanya perilaku
konsumen dalam melakukan kegiatan konsumsi membuat para produsen kategori
Ready to Drink (RTD) Tea harus merancang strategi agar merek mereka
mendapatkan tempat di benak konsumen. Ketika banyak produk dipasaran yang
menawarkan layanan dan kualitas produk yang hampir sama, saat itu lah brand
atau merek menjadi faktor pembedanya. Merek yang mudah diingat dan
berasosiasi dengan produk dan kualitasnya bisa mendapat tempat di benak
konsumen.
Saat ini, merek merupakan suatu elemen penting, karena sekarang
konsumen tidak hanya membeli produk, tapi juga merek. Menurut Sumarwan

22
(2003), merek adalah nama penting bagi sebuah produk atau jasa. Merek adalah
simbol dan indikator kualitas dari sebuah produk. Merek yang memiliki brand
equity atau ekuitas merek yang kuat bisa memenangkan persaingan. Berdasarkan
uraian tersebut, untuk memenangkan persaingan, perusahaan perlu mengetahui
brand equity dari produk Ready to Drink (RTD) Tea yang mereka produksi.
Karena itu, perlu diadakan penelitian mengenai brand equity produk Ready to
Drink (RTD) Tea.
Adapun elemen-elemen brand equity yang dianalisis dalam penelitian ini,
yaitu 1) brand awareness, 2) brand association, 3) perceived quality, dan 4)
brand loyalty. Brand awareness dianalisis dengan menggunakan analisis
deskriptif, karena untuk mengetahui tingkat kesadaran konsumen terhadap merek
teh kemasan dalam penelitian. Selanjutnya, brand association dianalisis dengan
menggunakan uji Cochran, karena untuk mengetahui asosiasi merek apa saja yang
dimiliki oleh masing-masing merek teh kemasan dalam penelitian. Untuk
perceived quality dianalisis dengan menggunakan skala semantic differential,
karena untuk mengetahui persepsi kualitas dari merek teh kemasan dalam
penelitian menurut konsumen. Selanjutnya, untuk menganalisis brand loyalty
digunakan piramida loyalitas dan analisis deskriptif, karena untuk mengetahui
tingkat loyalitas konsumen terhadap merek teh kemasan dalam penelitian.
Penentuan variabel serta alat analisis di atas berdasarkan penelitian
Dharmawan dan Nijab (2015) yang menyatakan bahwa brand awareness, brand
association, perceived quality, dan brand loyalty yang merupakan elemen-elemen
dari brand equity berpengaruh signifikan terhadap purchase intention. Selain itu,
penelitian lain dari Mentari (2014) menyatakan bahwa brand awareness, brand
association, dan perceived quality berpengaruh terhadap loyalitas konsumen
terhadap suatu merek.
Setelah dilakukan analisis mengenai brand awareness, brand association,
perceived quality, dan brand loyalty, kemudian dilakukan analisis pengaruh brand
equity terhadap purchase intention. Menurut Belch dan Belch (2004), purchase
intention adalah kecenderungan untuk membeli suatu produk dan/atau jasa yang
secara umum berdasarkan kesesuaian dengan motif pembelian dengan atribut atau
karakteristik suatu merek yang dapat dipertimbangkan. Untuk menganalisis

23
pengaruh brand equity terhadap purchase intention tersebut, pada penelitian ini
digunakan analisis Structural Equation Modelling (SEM). Setelah didapatkan
hasil, kemudian dapat dibuat saran (implikasi manajerial) bagaimana sebaiknya
yang harus dilakukan oleh perusahaan agar brand equity mereknya dapat lebih
baik.
Berdasarkan uraian di atas, dapat digambarkan melalui skema kerangka
pemikiran. Skema kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat pada
gambar 2.
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Penelitian
Teh
Kemasan
Perusahaan harus menciptakan brand equity yang kuat untuk
produknya agar bisa memenangkan persaingan tersebut
Analisis brand equity empat top brand teh kemasan
Brand Awareness Brand Loyalty Brand Association Perceived Quality
Purchase Intention
Implikasi manajerial
Masalah:
Pesaing semakin banyak
Potensi:
a. Variasi banyak
b. Permintaan oleh
konsumen tinggi

24
3.2 Hipotesis
Berdasarkan tujuan yang telah ditetapkan, terdapat dua hipotesis dari
penelitian ini, yaitu:
1. Diduga merek (brand) teh kemasan terbaik pada setiap elemen brand equity
(brand awareness, brand association, perceived quality, dan brand loyalty)
akan berbeda-beda.
Diduga terdapat pengaruh yang signifikan dengan nilai positif dan/atau negatif
dari brand equity teh kemasan terhadap purchase intention teh kemasan.

25
3.3 Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Tabel 1. Defini Operasional dan Pengukuran Variabel
Konsep Variabel Indikator
Variabel
Definisi Operasional
Variabel
Pengukuran Variabel
Brand
equity
Brand
awareness
Kesadaran Kesanggupan sampel
untuk mengenali atau
mengingat kembali bahwa
suatu merek merupakan
bagian dari kategori
produk tertentu.
5 = top of mind, apabila merek pertama kali diingat dibenak konsumen
4 = brand recall, apabila konsumen mampu mengingat merek (brand)
tanpa dibantu
2 = brand recognition, apabila konsumen mampu mengingat merek
(brand) dengan dibantu
1 = unaware of brand, apabila konsumen tidak menyadari adanya suatu
merek (brand)
Iklan Kemampuan suatu iklan
dalam mempengaruhi
kesadaran dan ingatan
sampel terhadap suatu
merek.
5 = sangat berpengaruh
4 = berpengaruh
2 = tidak berpengaruh
1 = sangat tidak berpengaruh
Brand
association
Kemasan
Unik Keunikan kemasan suatu
merek yang dapat menjadi
ciri khas merek tersebut.
5 = sangat unik
4 = unik
2 = tidak unik
1 = sangat tidak unik
Produsen
Terkenal Kesanggupan sampel
dalam mengenali produsen
setiap merek teh kemasan.
5 = sangat terkenal
4 = terkenal
2 = tidak terkenal
1 = sangat tidak terkenal

26
Tabel 1. (Lanjutan)
Konsep Variabel Indikator
Variabel
Definisi Operasional
Variabel
Pengukuran Variabel
Merek
Terkenal Kesanggupan sampel
dalam mengenali merek
setiap merek teh kemasan.
5 = sangat terkenal
4 = terkenal
2 = tidak terkenal
1 = sangat tidak terkenal
Menyegarkan Kesanggupan teh kemasan
dalam menghilangkan
dahaga bagi sampel setelah
produk tersebut
dikonsumsi, dan tidak
menimbulkan serik.
5 = sangat menyegarkan
4 = menyegarkan
2 = tidak menyegarkan
1 = sangat tidak menyegarkan
Perceived
quality
Rasa Enak Kesanggupan suatu merek
teh kemasan dalam
memuaskan sampel dari
segi rasa, dengan tingkat
manis pahit teh yang pas.
5 = sangat enak
4 = enak
2 = tidak enak
1 = sangat tidak enak
Varian
Kemasan Kemasan yang bervariasi
dari segi ukuran.
5 = sangat bervariasi
4 = bervariasi
2 = tidak bervariasi
1 = sangat tidak bervariasi
Komposisi
Jelas Kejelasan komposisi yang
terkandung dalam teh
kemasan, yang dapat
diketahui melalui adanya
informasi pada kemasan.
5 = sangat jelas
4 = jelas
2 = tidak jelas
1 = sangat tidak jelas

27
Tabel 1. (Lanjutan)
Konsep Variabel Indikator
Variabel
Definisi Operasional
Variabel
Pengukuran Variabel
Brand
loyalty
Loyalitas Tingkat kesetiaan sampel
terhadap suatu merek teh
kemasan.
5 = committed buyer, apabila konsumen merekomendasikan dan
mempromosikan merek (brand) kepada orang lain.
4 = likes the brand, apabila konsumen sungguh-sungguh menyukai
merek (brand)
3 = satisfied buyer, apabila konsumen puas dengan merek (brand)
namun bisa berpindah membeli merek (brand) lain
2 = habitual buyer, apabila membeli suatu merek (brand) karena alasan
kebiasaan
1 = switcher, apabila konsumen berganti-ganti dalam membeli merek
(brand)
Produk
Mudah
Ditemukan
Kemudahan suatu merek
teh kemasan untuk ditemui
oleh sampel ketika akan
melakukan pembelian.
5 = sangat mudah ditemukan, apabila merek bisa ditemukan mulai dari
toko kelontong sampai ke hypermarket.
4 = mudah ditemukan, apabila merek bisa ditemukan mulai dari
minimarket sampai ke hypermarket.
2 = tidak mudah ditemukan, apabila merek bisa ditemukan mulai dari
supermarket sampai ke hypermarket
1 = sangat tidak mudah ditemukan, apabila merek hanya bisa
ditemukan di hypermarket
Purchase
Intention
Kualitas Kesanggupan merek teh
kemasan dalam memenuhi
kebutuhan sampel.
5 = sangat baik
4 = baik
2 = tidak baik
1 = sangat tidak baik

28
Tabel 1. (Lanjutan)
Konsep Variabel Indikator
Variabel
Definisi Operasional
Variabel
Pengukuran Variabel
Harga Kesesuaian kualitas
dengan uang yang harus
dikeluarkan sampel untuk
membeli merek teh
kemasan.
5 = sangat sesuai
4 = sesuai
2 = tidak sesuai
1 = sangat tidak sesuai

IV. METODE PENELITIAN
4.1 Pendekatan Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dipilih karena fokus pada penelitian ini adalah
pengolahan data mengenai perilaku konsumen teh kemasan, yang dianalisis secara
statistik. Berdasarkan pendekatan ini, didapatkan nilai signifikansi pengaruh
variabel-variabel yang diteliti, yaitu pengaruh brand equity terhadap purchase
intention.
4.2 Metode Penentuan Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di tiga mall di Kota Malang, yaitu Malang Town
Square (Matos), Mal Olympic Garden (MOG), dan Dinoyo Mall. Penentuan
lokasi dilakukan secara purposive, dengan alasan ketiga mall tersebut merupakan
mall terbesar di Kota Malang dan ketiganya memiliki foodcourt. Selain alasan
tersebut, ketiga mall tersebut dipilih karena lokasinya strategis. Ketiga mall
tersebut merupakan lokasi yang dijadikan masyarakat Malang dan sekitarnya
sebagai tempat refreshing, sehingga di ketiga mall tersebut dapat ditemui berbagai
karakteristik sampel. Berdasarkan alasan tersebut, diharapkan sampel yang
didapat dalam penelitian ini lebih heterogen dan dapat merepresentasikan perilaku
konsumen teh kemasan masyarakat Malang dan sekitarnya. Penelitian dilakukan
pada bulan Maret hingga bulan April 2017.
4.3 Metode Penentuan Sampel
Sampel dari penelitian ini adalah pengunjung Malang Town Square, Mall
Olympic Garden, dan Dinoyo Mall yang dipilih dengan menggunakan metode
purposive sampling, yaitu sampel diambil berdasarkan kriteria yang telah
ditentukan oleh peneliti (Durianto dkk, 2004). Kriteria yang ditetapkan yaitu
sampel merupakan pengunjung Malang Town Square, Mall Olympic Garden, dan
Dinoyo Mall yang sedang atau pernah mengkonsumsi keempat merek minuman
Ready to Drink (RTD) Tea (Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, dan
Teh Gelas) minimal tiga kali dalam seminggu (salah satu merek atau

30
keempatnya), dan dalam kurun waktu tiga bulan terakhir pernah mengkonsumsi
keempat merek. Hal ini dikarenakan, sampel tersebut mampu mendeskripsikan
merek tersebut dengan lebih baik berdasarkan pada pengalaman pribadi dengan
keempat merek Ready to Drink (RTD) Tea yang pernah mereka konsumsi.
Sampel dalam penelitian ini ditentukan dengan menggunakan metode non
probability sampling, yaitu accidental sampling, karena jumlah dari populasi
tidak diketahui secara pasti, begitu juga peluang terpilihnya menjadi sampel.
Besarnya sampel dalam penelitian dihitung menggunakan rumus Cooper dan
Emory (1997) sebagai berikut:
n =
+ 1
n =
+ 1
n =
+ 1
n =
+ 1
n = 61,5 + 1
n = 62,5
Keterangan:
n = jumlah sampel
σp = kesalahan proporsi standart, yaitu 0,051. Nilai tersebut didapatkan dari
(0,1 / 1,96)
0,1 = standart error sebesar 10%
1,96 = nilai dari derajat kepercayaan sebesar 95%
p = estimasi penyebaran populasi
Perhitungan jumlah sampel menggunakan rumus Cooper dan Emory di atas
menunjukkan bahwa dengan asumsi bahwa 80% dari populasi (pengunjung ketiga
mall) memenuhi syarat sebagai sampel, didapatkan jumlah sampel minimal dalam
penelitian ini sebanyak 62,5 sampel. Besarnya toleransi kesalahan dalam data
ditetapkan sebesar 10%. Oleh karena itu jumlah sampel menjadi 70 sampel.

31
4.4 Metode Pengumpulan Data
Data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer dan data
sekunder. Uraian data primer dan data sekunder adalah sebagai berikut:
1. Data primer diperoleh dari hasil wawancara dengan kuesioner yang diisi oleh
sampel, yang merupakan pengunjung Malang Town Square, Mall Olympic
Garden, dan Dinoyo Mall. Data primer juga didapatkan melalui observasi dan
dokumentasi.
a. Wawancara
Wawancara merupakan cara pengumpulan data dengan melakukan tanya
jawab secara langsung kepada sampel (pengunjung Malang Town Square, Mall
Olympic Garden, dan Dinoyo Mall). Wawancara digunakan dengan menggunakan
kuesioner yang telah disusun sebelum peneliti masuk ke lokasi penelitian untuk
mengambil data. Data primer yang diambil dari sampel antara lain karakteristik
sampel, pendapat sampel mengenai brand awareness, brand association,
perceived quality, dan brand loyalty keempat merek (brand) teh kemasan.
Dokumentasi kegiatan wawancara dapat dilihat pada Lampiran 3.
b. Observasi
Observasi merupakan kegiatan pengamatan yang dilakukan secara langsung
di lapangan (lokasi penelitian) mengenai fenomena yang ada, yang sesuai dengan
penelitian. Data primer yang diambil dalam kegiatan ini adalah perilaku
konsumen teh kemasan yang ada di Malang Town Square, Mall Olympic Garden,
dan Dinoyo Mall, yang terlihat oleh indra penglihatan.
c. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan cara
pengumpulan dokumen-dokumen, foto, video, dan data-data yang terkait dengan
aktivitas selama penelitian dilakukan. Data primer yang diambil dalam kegiatan
dokumentasi ini adalah potret perilaku konsumen teh kemasan yang ada di
Malang Town Square, Mall Olympic Garden, dan Dinoyo Mall.
2. Data sekunder berasal dari berbagai literatur seperti buku, majalah, informasi
internet, jurnal, maupun skripsi yang relevan dengan penelitian.

32
4.5 Metode Uji Instrumen
Data dalam penelitian ini didapat melalui metode skoring. Skor yang
didapat dikelompokkan menjadi lima kelas, yaitu 1) 1,00–1,80 menunjukkan tidak
baik, 2) 1,80–2,60 menunjukkan kurang baik, 3) 2,60–3,40 menunjukkan cukup,
4) 3,40–4,20 menunjukkan baik, dan 5) 4,20–5,00 menunjukkan sangat baik.
Perhitungan rentang kelas dengan menggunakan cara sebagai berikut:
n =
n =
n =
n = 0,8
Keterangan:
n = rentang skala
N = jumlah kelas yang diinginkan
Jadi, rentang skala tiap kelas yaitu 0,8. Sehingga didapat lima kelas
penilaian, menggunakan skor paling baik pada nilai 5, dan yang tidak baik pada
nilai 1.
Agar kuesioner dalam penelitian ini dapat diandalkan untuk melakukan
pengumpulan data yang ada di lapangan, perlu dilakukan uji validitas dan uji
reliabilitas. Menurut Ghozali (2009), suatu alat ukur dikatakan valid apabila
pertanyaan dalam kuisoner tersebut mampu mengungkapkan sesuatu yang akan
diukur oleh kuesioner tersebut. Suatu alat ukur yang valid dapat menjalankan
fungsinya sebagai alat ukur dengan tepat dan akurat sesuai dengan maksud
dikenakannya tes tersebut. Fungsi dari uji reliabilitas adalah untuk mengetahui
bahwa alat ukur tersebut reliabel atau handal apabila jawaban sampel terhadap
pernyataan konsisten dari waktu ke waktu.
Berdasarkan uraian di atas, uji validitas dan reliabilitas sangat perlu untuk
dilakukan agar instrumen penelitian ini dapat diandalkan. Apabila instrumen
dalam suatu penelitian tidak dapat diandalkan, berarti data-data yang didapatkan
tidak akan mampu menggambarkan kondisi yang ada di lapangan. Instrumen
dalam penelitian ini dikatakan valid dan reliabel apabila nilai rhitung > rtabel.

33
4.6 Metode Analisis Data
Metode analisis data yang digunakan untuk menjawab masing-masing
tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
4.6.1 Tujuan 1: Menganalisis brand awareness, brand association, perceived
quality, dan brand loyalty Teh Botol Sosro, Teh Pucuk
Harum, Teh Kotak, dan Teh Gelas
a. Brand Awareness
Brand awareness berfungsi sebagai informasi mengenai seberapa jauh
seorang konsumen teh kemasan mampu mengenal dan mengingat suatu merek
(brand) sebagai bagian dari produk tertentu. Data yang diperoleh dari hasil
wawancara dijelaskan secara analisis deskriptif untuk mengetahui merek (brand)
apa yang menjadi top of mind, brand recall, brand recognition, dan unaware of
brand.
b. Brand Association
Brand association berfungsi untuk mengetahui apa saja asosiasi merek
pembentuk brand image yang dipertimbangkan oleh konsumen dalam melakukan
pembelian. Untuk menguji brand association pada penelitian ini digunakan uji
Cochran. Menurut Durianto dkk (2004), uji Cochran digunakan pada data dengan
skala pengukuran nominal atau untuk informasi dalam bentuk terpisah dua
(dikotomi), misalnya informasi “ya” dan “tidak”. Penggunaan uji Cochran ini
adalah untuk mengetahui keberadaan hubungan antara beberapa variabel.
c. Perceived Quality
Kesan kualitas tidak bisa diketahui secara objektif karena persepsi dari
masing-masing konsumen yang pernah merasakan benefit dan kualitas dari merek
teh kemasan tertentu cenderung berbeda-beda. Analisis perceived quality teh
kemasan pada penelitian ini menggunakan rentang skala untuk
mengklasifikasikan hasil rata-rata atribut dari keempat merek teh kemasan
tersebut. Rentang skala yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) 1,00-1,80
menunjukkan tidak baik; 2) 1,81-2,60 menunjukkan kurang baik; 3) 2,61-3,40
menunjukkan cukup; 4) 3,41-4,20 menunjukkan baik; 5) 4,21-5,00 menunjukkan
sangat baik.

34
d. Brand Loyalty
Elemen brand loyalty dianalisis menggunakan analisis piramida loyalitas.
Analisis piramida loyalitas digunakan untuk menganalisis loyalitas konsumen
dengan pendekatan sikap. Analisis ini terdiri dari perhitungan persentase switcher,
habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer pada
konsumen suatu merek. Semakin kecil nilai persentase switcher dan semakin
besar persentase committed buyer, semakin bagus bentuk piramidanya (piramida
terbalik), artinya semakin tinggi loyalitas konsumen terhadap merek tersebut.
Gambar 3. Piramida loyalitas yang baik
Adapun cara perhitungan nilai rata-rata dan persentase switcher, habitual
buyer, satisfied buyer, liking the brand dan committed buyer adalah sebagai
berikut:
1) Analisis switcher, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda pernah berpindah-
pindah merek teh siap minum hanya karena faktor harga?”. Jawaban “tidak
pernah” diberi bobot=1, “jarang” diberi bobot=2, “kadang-kadang” diberi
bobot=3, “sering” diberi bobot=4, “selalu” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot
dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total
setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total sampel yang
menjawab. Persentase switcher dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban
“sering” dan “selalu“, lalu dibagi dengan jumlah total sampel yang menjawab.
2) Analisis habitual buyer, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda membeli
merek teh siap minum yang Anda konsumsi sekarang karena sudah terbiasa
mengkonsumsi merek tersebut?”. Jawaban “sangat tidak setuju” diberi bobot=1,
“tidak setuju” diberi bobot=2, “ragu-ragu” diberi bobot=3, “setuju” diberi
committed buyer
liking the brand
satisfied buyer
habitual buyer
swit-
cher

35
bobot=4, “sangat setuju” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan dengan
jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot dikali
frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total sampel yang menjawab. Persentase
habitual buyer dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban “setuju” dan
“sangat setuju“, lalu dibagi dengan jumlah total sampel yang menjawab.
3) Analisis satisfied buyer, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda memperoleh
kepuasan pada merek teh siap minum yang Anda konsumsi sekarang?”. Jawaban
“sangat tidak puas” diberi bobot=1, “tidak puas” diberi bobot=2, “biasa saja”
diberi bobot=3, “puas” diberi bobot=4, “sangat puas” diberi bobot=5. Lalu setiap
bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari
total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total sampel
yang menjawab. Persentase satisfied buyer dihitung dengan menjumlahkan
frekuensi jawaban “puas” dan “sangat puas“, lalu dibagi dengan jumlah total
sampel yang menjawab.
4) Analisis liking the brand, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda menyukai
merek teh siap minum yang Anda konsumsi sekarang?”. Jawaban “sangat tidak
suka” diberi bobot=1, “tidak suka” diberi bobot=2, “biasa saja” diberi bobot=3,
“suka” diberi bobot=4, “sangat suka” diberi bobot=5. Lalu setiap bobot dikalikan
dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh dari total setiap bobot
dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total sampel yang menjawab.
Persentase liking the brand dihitung dengan menjumlahkan frekuensi jawaban
“suka” dan “sangat suka“, lalu dibagi dengan jumlah total sampel yang menjawab.
5) Analisis committed buyer, menggunakan pertanyaan “Apakah Anda pernah
mempromosikan merek teh siap minum yang Anda konsumsi sekarang?”.
Jawaban “tidak pernah” diberi bobot=1, “jarang” diberi bobot=2, “kadang-
kadang” diberi bobot=3, “sering” diberi bobot=4, “selalu” diberi bobot=5. Lalu
setiap bobot dikalikan dengan jumlah frekuensi jawaban. Nilai rata-rata diperoleh
dari total setiap bobot dikali frekuensi jawaban, dibagi dengan jumlah total sampel
yang menjawab. Persentase committed buyer dihitung dengan menjumlahkan
frekuensi jawaban “sering” dan “selalu“, lalu dibagi dengan jumlah total sampel
yang menjawab.

36
4.6.2 Tujuan 2: Menganalisis pengaruh brand equity terhadap purchase
intention teh kemasan
Terdapat lima variabel laten pada penelitian ini, yaitu brand awareness (ξ1),
brand association (ξ2), perceived quality (ξ3), brand loyalty (η1), dan purchase
intention (η2). Variabel laten brand awareness, brand association, perceived
quality, dan brand loyalty tidak dapat diukur secara langsung, tetapi dibentuk
melalui dimensi-dimensinya yang disebut sebagai variabel indikator. Variabel
indikator adalah variabel yang bisa diukur secara langsung. Variabel indikator
juga disebut pembentuk variabel laten (Alfiandi, 2015). Kelima variabel laten (ξ1,
ξ2, ξ3, η1, η2) pada penelitian ini diukur dengan 13 variabel indikator dengan
rincian sebagai berikut:
1. Variabel laten brand awareness (ξ1) dibentuk oleh variabel indikator:
a. Kesadaran (X11)
b. Iklan (X21)
2. Variabel laten brand association (ξ2) dibentuk oleh variabel indikator:
a. Kemasan unik (X32)
b. Produsen terkenal (X42)
c. Merek terkenal (X52)
d. Menyegarkan (X62)
3. Variabel laten perceived quality (ξ3) dibentuk oleh variabel indikator:
a. Rasa enak (X73)
b. Varian kemasan (X83)
c. Komposisi jelas (X93)
4. Variabel laten brand loyalty (η1) dibentuk oleh variabel indikator:
a. Loyalitas (y11)
b. Produk mudah ditemukan (y21)
5. Variabel laten purchase intention (η2) dibentuk oleh variabel indikator
a. Kualitas (y32)
b. Harga (y42)

37
Gambar 4. Diagram Jalur Structural Equation Modeling
Gambar 4 menunjukkan bahwa ξ1 (brand awareness), ξ2 (brand
association), ξ3 (perceived quality), dan η1 (brand loyalty) memberikan effect
terhadap η2 (puchase intention) yang ditandai dengan tanda panah yang menuju ke
purchase indention. X1 hingga X9, serta Y1 hingga Y4 adalah variabel indikator
yang menjelaskan masing-masing variabel laten. Variabel indikator X1 dan X2
menjelaskan variabel brand awareness. Variabel indikator X3 hingga X6
menjelaskan variabel brand association. Variabel indikator X7 hingga X9
menjelaskan variabel perceived quality. Variabel indikator Y1 dan Y2 menjelaskan
variabel brand loyalty. Variabel indikator Y3 dan Y4 menjelaskan variabel
purchase intention.
Penelitian ini ingin melihat pengaruh brand awareness (ξ1), brand
association (ξ2), perceived quality (ξ3), dan brand loyalty (η1) yang merupakan
elemen-elemen dari brand equity yang berpengaruh terhadap purchase intention
(η2). Secara skematis, diagram jalur hubungan antar variabel tersebut dapat dilihat
pada gambar 4. Setelah menetapkan jalur dengan menggunakan diagram, tahap
berikutnya adalah mengkonversikan diagram jalur ke dalam persamaan. Tahap
berikutnya dari metode Structural Equation Modeling (SEM) bisa dijelaskan
setelah dioperasikan dengan menggunakan software atau perangkat lunak
komputer. Persamaan tersebut adalah sebagai berikut:
ξ1
ξ3
ξ2
η1
η2
β
γ1
γ2
γ3
γ4 Ϛ2
Ϛ1
X1
X2
X6
X5
X3
X4
X7
X8
X9
Y1
Y2
Y3
Y4
δ1
δ2
δ3
δ4
δ5
δ6
δ7
δ8
δ9
ε4
ε3
ε2
ε1
λx11
λx21
λx32
λx42
λx52
λx62
λx73
λx83
λx93
λy11
λy21
λy32
λy42
γ5
γ6

38
η1 = γ4 ξ1 + γ5 ξ2 + γ6 ξ3 + ζ
η2 = γ1 ξ1 + γ2 ξ2 + γ3 ξ3 + βη1 + ζ
Keterangan:
η2 : Purchase intention
ξ1 : Brand awareness
ξ2 : Brand association
ξ3 : Perceived quality
η1 : Brand loyalty
γ : koefisien jalur yang menjelaskan pengaruh dari variabel A, B, C,
D ke variabel Y
ζ : error term
4.7 Pengujian Hipotesis
Menurut Santoso (2015), brand equity memiliki pengaruh pada purchase
intention. Pengujian hipotesis dalam penelitian ini didasarkan pada asumsi
bahwa:
Ho : Ada pengaruh brand equity terhadap purchase intention.
H1 : Tidak ada pengaruh brand equity terhadap purchase intention.
Hasil pengujian hipotesis:
Jika Ho > H1, maka terima Ho.
Jika Ho < H1, maka tolak Ho.

V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Sampel
Total sampel dalam penelitian ini berjumlah 70 orang. Sampel merupakan
pengunjung Malang Town Square, Mal Olympic Garden, dan Dinoyo Mall yang
sedang membeli, pengunjung yang tidak membeli namun mengonsumsi teh
kemasan minimal tiga kali dalam seminggu, serta pengunjung yang dalam tiga
bulan terakhir pernah mengonsumsi keempat merek teh kemasan (Teh Botol
Sosro, Teh Pucuk Harum, Teh Kotak, dan Teh Gelas). Karakteristik sampel yang
mengonsumsi teh kemasan di ketiga lokasi disajikan dalam Tabel 2. Data identitas
responden dapat dilihat pada Lampiran 4.
Tabel 2. Karakteristik Sampel Pengonsumsi Teh Kemasan
Karakteristik Keterangan Jumlah (orang) Persentase (%)
Jenis Kelamin Laki-laki 27 38,57
Perempuan 43 61,43
Usia 15-20 tahun 24 34,29
21-26 tahun 40 57,14
27-32 tahun 4 5,71
33-38 tahun 2 2,86
Lama Pendidikan 9-12 tahun 17 24,29
13-16 tahun 47 67,14
17-20 tahun 6 8,57
Pekerjaan Pelajar/Mahasiswa 56 80
Wiraswasta 5 7,14
Pegawai 3 4,29
Lain-lain 6 8,57
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Berdasarkan hasil wawancara, sampel dalam penelitian ini didominasi oleh
perempuan dengan persentase sebesar 61,43%. Rentan usia sampel dalam
penelitian ini didominasi oleh usia 21-26 tahun. Hal ini sama dengan hasil
penelitian Setiawan (2013) dengan judul “Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan
dan Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada Food Mall
Kota Bandung” yang menyatakan bahwa pengunjung Mall didominasi oleh
perempuan dan pengunjung berusia muda.
Lama pendidikan dari sampel didominasi antara rentan 13-16 tahun, dimana
hal tersebut berarti sampel dalam penelitian ini setidaknya telah lulus Sekolah

40
Menengah Atas (SMA) dan sedang atau telah menyelesaikan tingkat pendidikan
Strata-1 (S1). Hal ini diperkuat oleh pekerjaan dari sampel yang didominasi oleh
pelajar/mahasiswa.
5.2 Analisis Elemen Brand Equity
5.2.1 Analisis Brand Awareness
Brand Awareness merupakan kesanggupan konsumen dalam mengenali dan
mengingat suatu merek tertentu. Menurut Engel (2007), kesadaran konsumen
terhadap suatu merek dapat ditingkatkan dengan menggunakan iklan yang
kompetitif. Selain itu, iklan merupakan isyarat ekstrinsik yang dapat menunjukkan
kepada konsumen akan kualitas produk.
Terdapat empat tingkatan dalam brand awareness, yaitu top of mind, brand
recall, brand recognition, dan unaware of brand. Top of mind adalah produk yang
pertama kali diingat oleh sampel mengenai kategori produk teh kemasan. Data top
of mind produk teh kemasan dapat dilihat pada tabel 3 berikut ini:
Tabel 3. Top of Mind Produk Teh Kemasan
Merek Jumlah Sampel (orang) Persentase (%)
Teh Botol Sosro 17 24,29
Teh Pucuk Harum 26 37,14
Teh Kotak 11 15,71
Teh Gelas 16 22,86
Total 70 100
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Tabel 3 menunjukkan bahwa top of mind produk teh kemasan adalah Teh
Pucuk Harum, yaitu sebanyak 26 sampel. Hal ini menunjukkan bahwa merek Teh
Pucuk Harum merupakan merek teh kemasan yang paling diingat oleh sampel
ketika akan melakukan pembelian teh kemasan. Kemudian, merek teh kemasan
yang paling sering diingat oleh sampel setelah Teh Pucuk Harum adalah Teh
Botol Sosro, kemudian Teh Gelas, dan Teh Kotak.
Pada analisis brand recall (pengingatan kembali tanpa bantuan), merek Teh
Pucuk Harum dan Teh Kotak menjadi merek yang sering disebutkan oleh 19
sampel. Selanjutnya, merek Teh Botol Sosro disebutkan oleh 17 sampel setelah
menyebutkan merek yang pertama kali diingat. Merek Teh Gelas disebutkan oleh

41
15 sampel setelah menyebutkan merek yang pertama kali diingat. Hasil analisis
data mengenai brand recall menunjukkan bahwa, merek Teh Pucuk Harum dan
Teh Kotak sama-sama menjadi merek yang sering disebutkan oleh sampel setelah
mereka menyebutkan merek yang pertama kali diingat.
Sebanyak 40 sampel mengenali merek Teh Kotak, akan tetapi dalam proses
mengingat merek tersebut sampel masih perlu diberi bantuan. Hal tersebut
merupakan brand awareness pada tingkat brand recognition. Selanjutnya, Teh
Gelas menjadi brand recognition bagi 39 respon, Teh Botol Sosro 36 sampel, dan
Teh Pucuk Harum 25 sampel. Pada tingkat unaware of brand, tidak ada satupun
sampel yang tidak menyadari keberadaan keempat merek teh kemasan yang
dianalisis pada penelitian ini.
5.2.2 Analisis Brand Association
Asosiasi merek (brand association) adalah segala kesan yang muncul di
benak konsumen terkait dengan ingatannya mengenai suatu produk. Asosiasi
merek yang saling berhubungan akan menciptakan citra merek (brand image).
Memiliki brand image yang baik merupakan tujuan dari produsen. Karena dengan
memiliki brand image yang baik bisa memberikan daya tarik tersendiri bagi
produk atau jasa di mata konsumen. Pada penelitian ini, asosiasi merek dianalisis
menggunakan Cochran Q Test. Hasil perhitungan uji Cochran dapat dilihat pada
Lampiran 1, sedangkan perbandingan asosiasi merek dapat dilihat pada tabel 4
berikut ini:
Tabel 4. Asosiasi yang Membentuk Brand Image Teh Kemasan
Asosiasi merek
Merek teh kemasan
Teh
Botol
Sosro
Teh
Pucuk
Harum
Teh
Kotak
Teh
Gelas
Merek terkenal √ √ √ √
Produsen terkenal √ √ √ √
Kemasan unik √ √
Kesegaran √ √
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Tabel 4 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil uji Cochran, merek Teh
Pucuk Harum menjadi merek yang paling unggul dalam elemen asosiasi merek
dengan jumlah asosiasi yang paling banyak. Teh Pucuk harum memiliki keempat

42
asosiasi merek pembentuk brand image, yaitu merek terkenal, produsen terkenal,
kemasan unik, dan kesegaran. Hal ini membuat Teh Pucuk Harum menjadi satu-
satunya merek teh kemasan dalam penelitian ini yang memiliki keempat asosiasi
merek pembentuk brand image. PT. Mayora Indah Tbk. sebagai produsen Teh
Pucuk Harum mampu menciptakan kekuatan dalam asosiasi-asosiasi merek yang
membuat brand image Teh Pucuk Harum baik.
Merek Teh Botol Sosro dan Teh Kotak dianggap oleh sampel tidak memiliki
kemasan yang unik. Kemasan yang digunakan oleh Teh Botol Sosro yang terbuat
dari kaca dinilai oleh sampel justru membuat Teh Botol Sosro tidak cocok untuk
dibawa jalan. Hal tersebut ditambah lagi dengan kemasan tersebut tidak dapat
ditutup lagi, sehingga membuatnya tidak praktis. Sementara itu, kemasan Teh
Kotak yang berbentuk kotak dianggap oleh sampel tidak nyaman ketika
digenggam.
Merek Teh Botol Sosro dan Teh Gelas dianggap oleh sampel tidak
menyegarkan. Kedua merek teh kemasan tersebut dirasa oleh sampel membuat
serik di tenggorokan. Hal tersebut membuat sampel merasa kurang mendapatkan
kesegaran setelah mengonsumsi Teh Botol Sosro dan Teh Gelas.
5.2.3 Analisis Perceived Quality
Persepsi kualitas (Perceived Quality) adalah penilaian dari konsumen
terhadap keseluruhan kualitas suatu produk atau jasa dengan harapan konsumen
(Aaker, 2007). Kesan mengenai kualitas tidak bisa diterapkan secara objektif,
karena persepsi dari masing-masing konsumen yang pernah merasakan manfaat
dan kualitas dari masing-masing merek cenderung berbeda. Pada penelitian ini,
analisis perceived quality menggunakan metode Semantic Differential Scale untuk
mengklasifikasikan hasil rata-rata atribut-atribut dari keempat merek. Rentang
skala yang digunakan adalah sebagai berikut: 1) 1,00-1,80 menunjukkan tidak
baik; 2) 1,81-2,60 menunjukkan kurang baik; 3) 2,61-3,40 menunjukkan cukup; 4)
3,41-4,20 menunjukkan baik; 5) 4,21-5,00 menunjukkan sangat baik. Hasil
pengukuran atribut perceived quality masing-masing merek disajikan dalam Tabel
5.

43
Tabel 5. Hasil Pengukuran Atribut Perceived Quality Teh Kemasan
Atribuk Kualitas
Merek
Teh Botol
Sosro
Teh Pucuk
Harum
Teh Kotak Teh Gelas
Rasanya enak 4,01 3,93 3,84 3,19
Komposisi jelas 3,74 3,97 3,87 3,66
Varian Kemasan 3,83 3,81 3,76 3,71
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Hasil analisis atribut perceived quality yang tersaji dalam tabel 5
menunjukkan bahwa semua atribut kualitas Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum,
dan Teh masuk dalam kategori baik (nilai berada pada kisaran 3,41-4,20). Teh
Gelas memiliki dua atribut kualitas baik, yaitu komposisi jelas dan ukuran
bervariasi, sedangkan atribut rasanya enak masuk dalam kategori cuku, karena
nilainya berada pada kisaran 2,61-3,40. Hasil rata-rata perhitungan atribut kualitas
dari keempat merek teh kemasan dapat dilihat dalam grafik skala semantic
differential yang disajikan pada Gambar 5 berikut ini:
Gambar 5. Grafik Skala Semantic Differential Teh Kemasan
Gambar 5 menunjukkan bahwa merek Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum,
dan Teh Kotak memiliki kualitas yang sama. Hal ini dikarenakan ketiga merek
tersebut memiliki atribut kualitas yang masuk dalam kategoti baik. Kualitas Teh
Gelas, dilihat dari analisis atribut kualitas berada di bawah Teh Botol Sosro, Teh
Rasa Enak
Komposisi Jelas
Varian Kemasan
1 1,8 2,6 3,4 4,2 5
Teh Botol Sosro
Teh Pucuk Harum
Teh Kotak
Teh Gelas

44
Pucuk Harum, dan Teh Kotak. Hal ini dikarenakan salah satu atribut Teh Gelas,
yaitu Rasa Enak termasuk dalam kategori cukup (nilainya berada pada kisaran
2,61-3,40). Hal tersebut perlu mendapatkan perhatian khusus dari PT. Orang Tua
sebagai produsen Teh Gelas, agar rasa dari Teh Gelas yang dirasa oleh sampel
manis pahitnya kurang pas bisa ditingkatkan. Hal tersebut agar kualitas rasa dari
Teh Gelas menjadi lebih baik, sehingga dapat menarik konsumen.
5.2.4 Analisis Brand Loyalty
Menurut Rangkuti (2004), brand loyalty (loyalitas merek) merupakan
tingkat kesetiaan konsumen terhadap suatu merek. Menurut Vanessa (2007), salah
satu faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen adalah kemudahan dalam
mendapatkan produk/jasa. Jika konsumen merasa nyaman dengan situasi ketika
mereka melakukan transaksi dengan mudah, maka loyalitas konsumen seperti
pembelian secara teratur akan terwujud. Brand loyalty terbagi menjadi lima
tingkatan, yaitu switcher, habitual buyer, satisfied buyer, liking the brand, dan
committed buyer. Pada penelitian ini, loyalitas konsumen dianalisis menggunakan
pendekatan sikap dengan menggunakan model piramida loyalitas. Loyalitas yang
baik digambarkan berbentuk segitiga terbalik, dimana jumlah committed buyer
banyak dan semakin ke bawah jumlah switcher sedikit. Perhitungan nilai
persentase untuk piramida loyalitas masing-masing merek teh kemasan bisa
dilihat pada Lampiran 2. Nilai persentase brand loyalty untuk masing-masing
merek teh kemasan bisa dilihat pada Tabel 6 berikut:
Tabel 6. Nilai Persentase Brand Loyalty pada Teh Kemasan
Tingkatan
Persentase Loyalitas (%)
Teh Botol
Sosro
Teh Pucuk
Harum Teh Kotak Teh Gelas
Switcher 5,88 11,54 0 18,75
Habitual Buyer 5,88 15,38 18,18 25
Satisfied Buyer 17,65 7,69 27,27 18,75
Liking the Brand 47,06 26,92 36,36 18,75
Committed Buyer 23,53 38,46 18,18 18,75
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat loyalitas konsumen Teh Botol Sosro
dan Teh Kotak didominasi pada tingkat liking the brand. Hal ini berarti konsumen
Teh Botol Sosro sangat menyukai merek Teh Botol Sosro. Sementara itu,

45
konsumen Teh Pucuk Harum didominasi oleh konsumen pada tingkat committed
buyer. Hal ini berarti bahwa konsumen Teh Pucuk Harum sangat menyukai Teh
Pucuk Harum, bahkan sampai mempromosikan merek ini dengan mengajak orang
lain untuk mengkonsumsi Teh Pucuk Harum. Tingkat loyalitas konsumen Teh
Gelas didominasi oleh konsumen pada tingkat habitual buyer. Hal ini berarti
bahwa konsumen yang membeli Teh Gelas tidak mengalami kepuasan. Tidak ada
alasan yang kuat bagi konsumen untuk berpindah membeli merek selain Teh
Gelas. Terutama jika perpindahan itu membutuhkan usaha, biaya, atau
pengorbanan lain.
Hasil analisis brand loyalty dengan menggunakan pendekatan sikap
menunjukkan bahwa loyalitas konsumen yang baik dimiliki oleh konsumen merek
Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, dan Teh Kotak. Hal ini disebabkan karena
segitiga yang dihasilkan oleh ketiga merek tersebut hampir sempurna. Hal
tersebut menunjukkan bahwa produsen dari ketiga merek tersebut sudah baik
dalam membangun loyalitas konsumen dan mengelola ekuitas mereknya.
Hasil analisis brand loyalty dari Teh Gelas menunjukkan bahwa model
segitu yang dibentuk oleh loyalitas konsumen Teh Gelas tidak terbentuk
sempurna. Model yang terbentuk dari sikap loyalitas konsumen Teh Gelas justru
terlihat hampir seperti persegi panjang. Gambar segitiga loyalitas keempat merek
teh kemasan dapat dilihat pada Gambar 6 (Teh Botol Sosro), Gambar 7 (Teh
Pucuk Harum), Gambar 8 (Teh Kotak), dan Gambar 9 (Teh Gelas).
Gambar 6. Segitiga Loyalitas Teh Botol Sosro
Habitual Buyer
5,88%
Committed Buyer 23,53%
Liking the Brand 47,06%
Satisfied Buyer
17,65%
Switcher
5,88%

46
Gambar 6 menunjukkan persentase jumlah switcher dan habitual buyer
merek Teh Botol Sosro sama, yaitu sebesar 5,88%. Persentase ini semakin
meningkat pada tingkat satisfied buyer sebesar 17,65% dan liking the brand
sebesar 47,06%. Namun, pada tingkat committed buyer persentasenya menurun
menjadi 23,53%. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat loyalitas konsumen Teh
Botol Sosro sudah cukup baik. Hampir setengah dari sampel yang menjadi
pelanggan Teh Botol Sosro berada pada tingkat liking the brand, dan sedikit yang
berada pada tingkat switcher.
PT. Sinar Sosro selaku produsen Teh Botol Sosro, perlu mengembangkan
strategi agar persentase konsumen pada tingkat committed buyer semakin
meningkat. Meningkatnya persentase konsumen pada tingkat committed buyer
tersebut dapat berdampak pada menurunnya persentase konsumen pada tingkat
habitual buyer dan switcher. Apabila hal tersebut dapat tercapai, maka segitiga
yang dihasilkan oleh loyalitas konsumen akan terbentuk sempurna.
Gambar 7. Segitiga Loyalitas Teh Pucuk Harum
Gambar 7 menunjukkan, berdasarkan segitiga yang dibentuk dari
pendekatan sikap konsumen Teh Pucuk Harum, merek tersebut bisa dibilang
sudah berhasil menciptakan loyalitas konsumennya. Hal tersebut dapat dilihat dari
jumlah committed buyer dari Teh Pucuk Harum yang paling banyak dibandingkan
dengan tingkatan lainnya. Segitiga yang dibentuk hampir terbalik dengan
Committed Buyer 38,46%
Switcher
11,54%
Liking the Brand 26,92%
Satisfied Buyer
7,69%
Habitual Buyer
15,38%

47
sempurna, kecuali pada tingkat satisfied buyer (7,69%) ke habitual buyer
(15,38%) yang semakin meningkat.
PT. Mayora Indah Tbk. selaku produsen Teh Pucuk Harum perlu
mengembangkan strategi agar jumlah habitual buyer dan switcher semakin
berkurang, sehingga dapat terbentuk segitiga loyalitas yang sempurna. Salah satu
strategi yang bisa dilakukan adalah dengan meningkatkan cita rasa dari Teh Pucuk
Harum, sehingga konsumen merasa lebih puas dan menyukai Teh Pucuk Harum.
Gambar 8. Segitiga Loyalitas Teh Kotak
Gambar 8 menunjukkan bahwa segitiga loyalitas yang dibentuk dengan
pendekatan sikap konsumen Teh Kotak menunjukkan hasil yang bagus. Segitiga
tersebut hampir terbalik sempurna. Tidak adanya konsumen pada tingkat switcher
menunjukkan bahwa konsumen Teh Kotak termasuk loyal (setia). Namun
demikian, persentase konsumen pada tingkat committed buyer yang masih
tergolong rendah membuat PT. Ultra Jaya sebagai produsen Teh Kotak perlu
mengembangkan strategi pemasaran.
Salah satu strategi yang bisa diterapkan yaitu adanya peningkatan promosi.
Adanya promosi diharapkan, para konsumen yang telah menyukai Teh Kotak
mengajak konsumen lain agar mengkonsumsi Teh Kotak. Hal tersebut dapat
meningkatkan jumlah konsumen pada tingkat committed buyer, sehingga dapat
terbentuk segitiga loyalitas yang lebih baik.
Committed Buyer 18,18%
Liking the Brand 36,36%
Satisfied Buyer 27,27%
Habitual Buyer
18,18%

48
Gambar 9. Segitiga Loyalitas Teh Gelas
Gambar 9 menunjukkan segitiga loyalitas Teh Gelas merupakan segitiga
yang terbentuk kurang baik apabila dibandingkan dengan ketiga merek teh
kemasan sebelumnya. Tingkat loyalitas konsumen Teh Gelas dapat dikatakan
masih rendah. Hal tersebut terlihat dari persentase di tingkat committed buyer,
liking the brand, satisfied buyer, dan switcher yang sama, yaitu sebesar 18,75%.
Di tingkat habitual buyer, persentase loyalitas konsumen sebesar 25%.
Berdasarkan hasil segitiga loyalitas Teh Gelas yang terbentuk, dapat
diketahui bahwa konsumen Teh Gelas sebagian besar mengkonsumsi hanya
sebatas kebiasaan (habitual buyer). Hal ini perlu mendapatkan perhatian khusus
dari Orang Tua selaku produsen Teh Gelas, agar tingkat loyalitas konsumen dapat
meningkat. Salah satu caranya bisa dengan meningkatkan promosi dan
peningkatan kualitas Teh Gelas.
5.3.Analisis Pengaruh Brand Equity Terhadap Purchase Intention
Metode yang digunakan untuk mengetahui pengaruh brand equity terhadap
purchase intention pada penelitian ini yaitu metode Structural Equation Modeling
(SEM).
5.3.1 Analisis Reliabiliti
Untuk melakukan analisis reliabiliti, koefisien Cronbach’s α diperlukan
untuk mengukur masing-masing indikator dari variabel yang diamati. Hasil
perhitungan nilai Cronbach’s α dapat dilihat pada Tabel 7.
Committed Buyer
18,75%
Liking the Brand
18,75%
Satisfied Buyer
18,75%
Switcher
18,75%
Habitual Buyer
25%

49
Tabel 7. Hasil Analisis Reliabiliti (Cronbach’s α) dari Masing-Masing Variabel
Laten
Variabel Indikator Cronbach’s
α
Item to Total
Correlation
Cronbach’s α
If Item
Deleted
Purchase
Intention
Kualitas 0,427
0,276 a
Harga 0,276 a
Brand
Awareness
Kesadaran 0,8
0,666 a
Iklan 0,666 a
Brand
Association
Kemasan
0,605
0,383 0,542
Produk Terkenal 0,479 0,485
Merek Terkenal 0,485 0,488
Menyegarkan 0,284 0,637
Perceived
Quality
Rasa
0,496
0,267 0,472
Varian Ukuran 0,463 0,106
Komposisi 0,226 0,531
Brand
Loyalty
Kesetiaan
0,317
0,188 a
Kemudahan dalam
Mendapatkan 0,188
a
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
a = hasil tidak muncul pada output program
Berdasarkan hasil analisis, nilai Cronbach’s α dari variabel laten berkisar
dari yang terkecil 0,317 (brand loyalty) dan yang tertinggi 0,8 (brand awareness).
Nilai Cronbach’s α dari masing-masing variabel laten di atas lebih tinggi dari
nilai r tabel dengan signifikansi 5%, yaitu sebesar 0,235. Hal ini berarti indikator
pada masing-masing variabel laten reliabel (Widiyanto, 2012).
5.3.2 Parameter Model
Menurut Yayasan Total Sarana Edukasi (2010), parameter model adalah
unsur-unsur numerik yang merupakan acuan yang dapat menjelaskan batas-batas
atau bagian-bagian tertentu dari suatu model. Terdapat lima konsep variabel pada
penelitian ini, yaitu brand awareness, brand association, perceived quality, brand
loyalty, dan purchased intention.. Pengolahan data menggunakan aplikasi
LISREL dalam penamaan variabelnya tidak bisa lebih dari delapan karakter, oleh
karena itu digunakan singkatan.

50
Tabel 8 Variabel Indikator
Variabel Laten Simbol Variabel Indikator Simbol Singkatan
Eksogen Brand
Awareness ξ1
Kesadaran X1 Aw1
Iklan X2 Aw2
Brand
Association ξ2
Kemasan Unik X3 A1
Produsen Terkenal X4 A2
Merek Terkenal X5 A3
Menyegarkan X6 A4
Perceived
Quality ξ3
Rasa X7 Q1
Varian Kemasan X8 Q2
Komposisi X9 Q3
Endogen Brand
Loyalty η1
Loyalitas Y1 L1
Mudah Ditemukan Y2 L2
Purchase
Intention η2
Kualitas Y3 Y1
Harga Y4 Y2
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Gambar 10. Path diagram hubungan antar variabel
Gambar 10 menunjukkan path diagram yang mendeskripsikan hubungan
antara variabel laten dengan variabel laten, dan juga hubungan antara variabel
laten dengan variabel indikatornya. Hubungan tersebut bersifat rekursif, yang
berarti hubungan antar variabel-variabel tersebut hanya bersifat satu arah (Yamin
dan Kurniawan, 2009). Variabel-variabel indikator merupakan variabel yang
membentuk variabel laten. Variabel indikator diperlukan untuk menjelaskan
ξ1
ξ3
ξ2
η1
η2
β
γ1
γ2
γ3
γ4
Ϛ2
Ϛ1
X1
X2
X6
X5
X3
X4
X7
X8
X9
Y1
Y2
Y3
Y4
δ1
δ2
δ3
δ4
δ5
δ6
δ7
δ8
δ9
ε4
ε3
ε2
ε1
λx11
λx21
λx32
λx42
λx52
λx62
λx73
λx83
λx93
λy11
λy21
λy32
λy42
γ5
γ6

51
variabel laten, karena variabel laten tidak bisa dijelaskan secara langsung
(Alfiandi, 2015).
5.3.3 Deskriptif Statistik
Bagian ini berisi mengenai informasi deskriptif statistik yang meliputi
jumlah sampel, mean, standard deviasi, varian, nilai Skewness, nilai Kurtosis,
Chi-square (X2), dan p-value. Deskriptif statistik ini berfungsi untuk verifikasi
apakah memenuhi asumsi Structural Equation Modeling seperti normalitas data.
Data tersebut dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Deskriptif Statistik dari Variabel Teramati
Variabel N Mean Standard
Deviasi Variance Skewness Kurtosis X2 P-value
Y1 70 4,071 0,922 0,850 -1,173 0,866 15,033 0,001
Y2 70 3,729 1,102 1,215 -0,639 -0,937 11,858 0,003
Aw1 70 3,886 1,123 1,262 -0,779 -0,760 10,164 0,006
Aw2 70 3,886 1,123 1,262 -0,779 -0,760 10,164 0,006
A1 70 3,900 1,052 1,106 -0,873 -0,378 8,515 0,014
A2 70 4,314 0,753 0,566 -1,436 2,863 25,994 0,000
A3 70 4,443 0,715 0,511 -1,630 3,614 31,476 0,000
A4 70 3,929 1,108 1,227 -1,107 0,328 12,429 0,002
Q1 70 4,014 1,070 1,145 -0,979 -0,245 9,875 0,007
Q2 70 3,829 1,129 1,275 -0,834 -0,495 8,428 0,015
Q3 70 3,743 1,031 1,063 -1,091 -0,418 12,382 0,002
L1 70 3,071 1,255 1,575 -0,274 -0,788 4,868 0,088
L2 70 3,700 1,196 1,430 -0,595 -1,055 15,419 0,000
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Tabel 9 menunjukkan hasil analisis jumlah sampel pada penelitian sebanyak
70. Hasil dari uji X2 pada skewness dan kurtosis dari data survei menunjukkan
nilai p-value dari skewness dan kurtosis < 0,05 (kecuali pada indikator L1 dengan
p-value 0,088). Hal ini berarti sebagian besar variabel tidak terdistribusi secara
normal. Meskipun demikian, nilai kurtosis kurang dari 25, hal ini menunjukkan
bahwa metode estimasi Maximum Likelihood (ML) masih valid (Retnoningsih,
2014).
5.3.4 Model Uji Goodness of Fit
Pada bagian ini, disajikan informasi statistik dari uji Goodness of Fit dari
output LISREL untuk membuktikan apakah model dalam penelitian ini sudah fit
atau perlu untuk re-specify. Tabel 10 menunjukkan ringkasan hasil dari uji
Goodness of Fit untuk keseluruhan model pada pengulangan yang terakhir.

52
Tabel 10. Hasil uji Goodness of Fit
Goodness of Fit Measurement Hasil Output Kesimpulan
Chi-aquare (x2) statistic P-value=0,000 Not Fit
Goodness of Fit Index (GFI) 0,937 Good Fit
Root Mean Square Residual (RMR) 0,0867 Marginal Fit
Root Mean Square Error of Approximately
(RMSEA) 0,0469 Good Fit
Expected Cross-Validation Index (ECVI) 2,225
Good Fit ECVI for Saturated Model 2,6
ECVI for Independence Model 14,638
Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) 0,815 Marginal Fit
Non-Normed Fit Index (NNFI) 0,987 Good Fit
Normed Fit Index (NFI) 0,964 Good Fit
Relative Fit Index (RFI) 0,910 Good Fit
Incremental Fit Index (IFI) 0,995 Good Fit
Comparative Fit Index (CFI) 0,995 Good Fit
Normed Chi-square 1,154 Good Fit
Scaled Non-Centrality Parameter (SNCP) 0,068 Good Fit
Parsimony Normed Fit Index (PNFI) 0,383 Not Fit
Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) 0,319 Not Fit
Critical N (CN) 101,654 Not Fit
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Tabel 10 menunjukkan bahwa terdapat empat pengukuran yang tidak fit, dua
pengukuran yang marginal fit, dan 10 pengukuran yang good fit. Berdasar hasil
tersebut, dapat disimpulkan bahwa Goodness of Fit dari keseluruhan model adalah
baik. Namun demikian, hasil ini dapat diperbaiki dengan menggunakan informasi
dari Modification Index pada output LISREL.
Indikator dengan modification index tertinggi dicatat dan ditambahkan ke
dalam SIMPLIS project sebagai program tambahan dalam sintaksnya untuk
memodifikasi model. Hal ini diperlukan, karena modification index yang tinggi
menunjukkan bahwa indikator memiliki standard error yang signifikan dalam
hubungannya dengan yang lain. Hal tersebut membuat Goodness of Fit dari
keseluruhan model menjadi tidak baik.
Pada pengolahan data dengan menggunakan LISREL, model telah
dimodifikasi dengan menambahkan beberapa program dalam SIMPLIS syntax,
yang merujuk pada modification index, sampai output LISREL menunjukkan nilai
Goodness of Fit terbaik dari keseluruhan model. Modifikasi model dilakukan

53
sebanyak enam kali, sebelum akhirnya didapatkan hasil statistik model Goodness
of Fit sebagaimana tercantum pada Tabel 10.
5.3.5 Uji Kelayakan untuk Model Pengukuran
Uji kelayakan untuk model terdiri dari uji validitas dan uji reliabilitas.
A. Uji Validitas
Melalui uji validitas, indikator yang tidak valid akan dieleminasi dari model.
Indikator dikatakan valid apabila memenuhi dua syarat, yaitu:
1) t-value dari factor loading lebih dari critic value (>1,69). Nilai 1,69 tersebut
berdasarkan nilai pada t-tabel dengan signifikansi 5%.
2) Nilai standardized factor loading (SFL) lebih besar atau sama dengan 0,50
(Hair, et al., 2010). Tabel 11 menunjukkan hasil dari uji validitas untuk model
penelitian ini, berdasarkan output dari LISREL pada ulangan keenam.
Tabel 11. Hasil Uji Validitas
Variabel
Indikator
Laten Variabel Kesim-
pulan Awareness Association Quality Loyalty PurchInt
SFL t-value SFL t-value SFL t-value SFL t-value SFL t-value
Aw1 1,00 13,08 - - - - - - - - Baik
Aw2 1,00 13,08 - - - - - - - - Baik
A1 - - 0,55 6,96 - - - - - - Baik
A2 - - 0,52 2,50 - - - - - - Baik
A3 - - 0,54 4,89 - - - - - - Baik
A4 - - 0,56 3,93 - - - - - - Baik
Q1 - - - - 0,57 5,59 - - - - Baik
Q2 - - - - 0,54 7,35 - - - - Baik
Q3 - - - - 0,66 8,05 - - - - Baik
L1 - - - - - - 0,61 4,43 - - Baik
L2 - - - - - - 0,8 - - Baik
Y1 - - - - - - - - 0,58 Baik
Y2 - - - - - - - - 0,87 2,70 Baik
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai standardized factor loadings dari semua
variabel indikator lebih dari 0,50. Tanda () pada Tabel 11 menunjukkan bahwa
t-value dari variabel ditentukan oleh LISREL (default), meskipun demikian nilai
tersebut tidak diperkirakan. Nilai t-value juga menunjukkan lebih dari 1,69. Jadi,
kedua syarat uji validitas telah terpenuhi, sehingga semua variabel indikator
adalah valid dalam model penelitian ini.

54
B. Uji Reliabilitas
Terdapat dua syarat pada uji realibilitas, yaitu nilai Construct Reliability
(CR) ≥ 0,70, dan nilai Variance Extracted (VE) ≥ 0,50. Pada penelitian ini, nilai
CR dan VE dihitung secara manual, karena kedua nilai tersebut tidak muncul
secara langsung pada output LISREL. Untuk menghitung nilai CR dan VE,
digunakan rumus sebagai berikut:
CR =
VE =
Tabel 12 menampilkan hasil dari perhitungan construct reliability dan
variance extracted dari masing-masing variabel laten.
Tabel 12. Hasil dari Uji Reliabilitas
Variabel Laten Construct
Reliability (CR)
Variance
Extracted (VE) Decision
Awareness 0,99 0,99 Baik
Association 0,81 0,52 Baik
Quality 0,79 0,56 Baik
Loyalty 0,87 0,77 Baik
PurchInt 0,84 0,73 Baik
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Tabel 12 menunjukkan bahwa keseluruhan variabel laten memenuhi syarat,
dimana nilai CR harus ≥ 0,70 dan nilai VE harus ≥ 0,50 (Hair, et al., 2010).
Berdasarkan hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa keseluruhan variabel
tersebut reliabel. Karena keseluruhan variabel dalam model telah lolos uji
reliabilitas, model dalam penelitian ini dapat digambarkan seperti Gambar 11.

55
Gambar 11. Model Konseptual dari Path Diagram LISREL
Keterangan:
A : Brand Awareness A3 : Merek terkenal
B : Brand Association A4 : Menyegarkan
C : Perceived Quality Q1 : Rasa
D : Brand Loyalty Q2 : Varian kemasan
Y : Purchase Intention Q3 : Komposisi jelas
Aw1 : Kesadaran L1 : Loyalitas
Aw2 : Iklan L2 : Produk mudah ditemukan
A1 : Kemasan unik Y1 : Kualitas
A2 : Produsen terkenal Y2 : Harga
5.3.6 Analisis Total Effect
Pada bagian ini akan dilakukan analisis hipotesis berdasarkan persamaan
dari proses data oleh LISREL. Syarat pengambilan keputusan berdasarkan:
a. -1,69 < t-value < 1,69 = Terima Ho
b. t-value < -1,69 atau t-value > 1,69 = Tolak Ho
A. Analisis Persamaan Struktural 1
D = - 0.383*A + 0.436*B + 0.616*C, Errorvar.= -0.0375, R² = 1.037 (0.0885) (0.0665) (0.0725) (0,0173)
-4.333 6.558 8.501 -2,164
1. Hipotesis 1
Ho : Variabel brand awareness tidak berdampak signifikan secara langsung
terhadap variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Y
D

56
Ha : Variabel brand awareness berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Hasil: Variabel brand awareness memiliki dampak signifikan secara langsung
terhadap variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan. Akan tetapi, efek
yang dihasilkan bernilai negatif, yang ditunjukkan oleh nilai t-value (-4,333) dan
juga pada nilai parameter estimation (-0,383). Nilai estimasi sebesar (-0,383)
berarti bahwa, jika brand awareness meningkat sebesar satu satuan, maka akan
menurunkan nilai brand loyalty sebanyak 0,383 satuan, dengan asumsi tidak ada
perubahan nilai pada variabel brand association dan perceived quality.
2. Hipotesis 2
Ho : Variabel brand association tidak berdampak signifikan secara langsung
terhadap variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Ha : Variabel brand association berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Hasil: Variabel brand association memiliki dampak signifikan secara langsung
yang bernilai positif terhadap variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-value (6,558) dan juga nilai parameter estimation
(0,436). Nilai parameter 0,436 berarti jika terdapat kenaikan satu satuan pada
variabel brand association, maka akan meningkatkan nilai variabel brand loyalty
sebesar 0,436 satuan, dengan asumsi tidak ada perubahan nilai pada variabel
brand awareness dan perceived quality.
3. Hipotesis 3
Ho : Variabel perceived quality tidak berdampak signifikan secara langsung
terhadap variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Ha : Variabel perceived quality berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Hasil: Variabel perceived quality memiliki dampak signifikan secara langsung
yang bernilai positif terhadap variabel brand loyalty pada konsumen teh kemasan.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-value (8,501) dan juga nilai parameter estimation
(0,616). Nilai parameter 0,616 berarti jika terdapat kenaikan satu satuan pada
variabel perceived quality, maka akan meningkatkan nilai variabel brand loyalty

57
sebesar 0,616 satuan, dengan asumsi tidak ada perubahan nilai pada variabel
brand awareness dan brand association.
4. R2 = 1,037 berarti baik variabel brand awareness, brand association, dan
perceived quality pada konsumen teh kemasan, bersama-sama mempengaruhi
variabel brand loyalty sebesar 103,7% dan -3,75%. Sedangkan 0,05% dipengaruhi
oleh variabel lain di luar penelitian ini.
B. Analisis Persamaan Struktural 2
Y = - 1.938*D - 0.585*A + 0.909*B + 1.711*C, Errorvar.= 0.571 , R² = 0.429
(0.146) (0.127) (0.0995) (0.112) (0.0282)
-13.260 -4.623 9.137 15.271 20.281
1. Hipotesis 4
Ho : Variabel brand loyalty tidak berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Ha : Variabel brand loyalty berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Hasil: Variabel brand loyalty memiliki dampak signifikan secara langsung yang
bernilai negatif terhadap variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-value (-13,260) dan juga nilai parameter
estimation (-1,938). Nilai parameter -1,938 berarti jika terdapat kenaikan satu
satuan pada variabel brand loyalty, maka akan menurunkan nilai variabel
purchase intention sebesar 1,938 satuan, dengan asumsi tidak ada perubahan nilai
pada variabel brand awareness, brand association dan perceived quality.
2. Hipotesis 5
Ho : Variabel brand awareness tidak berdampak signifikan secara langsung
terhadap variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Ha : Variabel brand awareness berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Hasil: Variabel brand awareness memiliki dampak signifikan secara langsung
yang bernilai negatif terhadap variabel purchase intention pada konsumen teh
kemasan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-value (-4,623) dan juga nilai parameter
estimation (-0,585). Nilai parameter -0,585 berarti jika terdapat kenaikan satu
satuan pada variabel brand awareness, maka akan menurunkan nilai variabel

58
purchase intention sebesar 0,585 satuan, dengan asumsi tidak ada perubahan nilai
pada variabel brand loyalty, brand association dan perceived quality.
3. Hipotesis 6
Ho : Variabel brand association tidak berdampak signifikan secara langsung
terhadap variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Ha : Variabel brand association berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Hasil: Variabel brand association memiliki dampak signifikan secara langsung
yang bernilai positif terhadap variabel purchase intention pada konsumen teh
kemasan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-value (9,137) dan juga nilai parameter
estimation (0,909). Nilai parameter 0,909 berarti jika terdapat kenaikan satu
satuan pada variabel brand association, maka akan maningkatkan nilai variabel
purchase intention sebesar 0,909 satuan, dengan asumsi tidak ada perubahan nilai
pada variabel brand loyalty, brand awareness dan perceived quality.
4. Hipotesis 7
Ho : Variabel perceived quality tidak berdampak signifikan secara langsung
terhadap variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Ha : Variabel perceived quality berdampak signifikan secara langsung terhadap
variabel purchase intention pada konsumen teh kemasan.
Hasil: Variabel perceived quality memiliki dampak signifikan secara langsung
yang bernilai positif terhadap variabel purchase intention pada konsumen teh
kemasan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai t-value (15,271) dan juga nilai parameter
estimation (1,711). Nilai parameter 1,711 berarti jika terdapat kenaikan satu
satuan pada variabel perceived quality, maka akan maningkatkan nilai variabel
purchase intention sebesar 1,711 satuan, dengan asumsi tidak ada perubahan nilai
pada variabel brand loyalty, brand awareness dan brand association.
5. R2 = 0,429 berarti baik variabel brand loyalty, brand awareness, brand
association, dan perceived quality pada konsumen teh kemasan, bersama-sama
mempengaruhi variabel purchase intention sebesar 42,9% dan 57,1%. Hal ini
berarti model tidak dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.

59
Ringkasan persamaan struktural dan seluruh hubungan atau efek langsung
antara variabel eksogenus dengan variabel endogenus (Gamma), dan juga antar
variabel endogenus (Beta) dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Ringkasan Efek Langsung antar Variabel Laten
Beta
Variabel Laten Brand Loyalty Purchase Intention
Brand Loyalty - -
Purchase Intention -1,938 -
Gamma
Variabel Laten Brand Awareness Brand Association Perceived Quality
Brand Loyalty -0,383 0,436 0,616
Purchase
Intention -0,585 0,909 1,711
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Seluruh nilai pada Tabel 13 diambil dari output program LISREL. Seluruh
hipotesis juga telah diuji, dimana hasilnya dari seluruh variabel memiliki
pengaruh secara signifikan. Tabel 14 menunjukkan efek langsung dan efek tidak
langsung dari elemen brand equity terhadap purchase intention. Sementara itu,
Tabel 15 menunjukkan total efek dari elemen brand equity terhadap purchase
intention.
Tabel 14. Efek Langsung dan Efek Tidak Langsung
Variabel
Laten
Efek Langsung Efek Tidak Langsung Ket. Aware
ness
Associa
tion
Quali-
ty
Loyal-
ty
Aware
ness
Associa
tion
Quali-
ty
Loyal-
ty
Brand
Loyalty
-0,383 0,436 0,616 (1) 0,0885 0,0665 0,0725 (2) -4,333 6,558 8,501 (3) -0,38 0,44 0,62 (4)
Purchase
Intention
-0,585 0,909 1,711 -1,938 -0,383 0,436 0,616 (1) 0,127 0,0995 0,112 0,146 0,0885 0,0665 0,0725 (2)
-13,260 -4,623 9,137 15,271 -4,36 6,61 8,56 (3) -0,59 0,91 1,71 -1,94 -0,38 0,44 0,62 (4)
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Keterangan: (1) Non-standardized value, (2) Standard error, (3) t-value, (4) Stan-
dardized value

60
Tabel 15. Total Efek
Variabel
Laten
Efek Langsung Ket.
Awareness Association Quality Loyalty
Brand
Loyalty
-0,383 0,436 0,616 (1) 0,0885 0,0665 0,0725 (2) -4,333 6,558 8,501 (3) -0,38 0,44 0,62 (4)
Purchase
Intention
-0,968 1,345 2,327 -1,938 (1) 0,2155 0,166 0,1845 0,146 (2) -17,620 1,987 17,697 15,271 (3) -0,97 1,35 2,33 -1,94 (4)
(Sumber: Data primer diolah, 2017)
Keterangan: (1) Non-standardized value, (2) Standard error, (3) t-value, (4) Stan-
dardized value
Tabel 15 menunjukkan bahwa total efek dari variabel brand awareness dan
brand loyalty menunjukkan nilai negatif, yang berarti kedua variabel tersebut
berpengaruh signifikan namun bersifat negatif terhadap purchase intention. Pada
total efek, brand awarenss memberikan pengaruh sebesar -0,97 yang berarti
bahwa, brand awareness memberikan pengaruh negatif sebesar 97% terhadap
purchase intention. Sementara itu, brand loyalty memberikan pengaruh sebesar -
1,94 yang berarti bahwa, brand loyalty memberikan pengaruh negatif sebesar
194% terhadap purchase intention. Hal ini dikarenakan, berdasarkan hasil
wawancara dengan konsumen diketahui bahwa hal terpenting yang mempengaruhi
konsumen dalam melakukan purchase intention adalah kualitas teh kemasan.
Ketika suatu merek teh kemasan tidak bisa mempertahankan kualitasnya,
konsumen yang tadinya loyal terhadap merek tersebut akan berpindah ke merek
lain.
Hal tersebut dikuatkan dengan semakin meningkatnya kesadaran konsumen
terhadap merek teh kemasan lain yang negatif. Jika konsumen merasa kurang puas
terhadap kualitas produk, maka konsumen akan berpindah ke merek teh kemasan
lainnya. Karena saat ini, konsumen sudah semakin cerdas menentukan apa yang
akan mereka konsumsi, yaitu berdasarkan kualitas dan asosiasi suatu produk.
Selain itu pada pengaruh total, brand association memberikan pengaruh sebesar
1,35 yang berarti bahwa, brand association memberikan pengaruh positif sebesar
135% terhadap purchase intention. Sementara itu, perceived quality memberikan

61
pengaruh sebesar 2,33 yang berarti bahwa, perceived quality memberikan
pengaruh positif sebesar 233% terhadap purchase intention.
Berdasarkan hasil analisis data di atas, didapatkan model akhir keseluruhan
model seperti pada Gambar 12.
Gambar 12. Path Diagram Akhir dari Keseluruhan Model (Standardized value)
Gambar 12 menunjukkan bahwa efek langsung dari variabel brand
awareness dan brand loyalty menunjukkan nilai negatif, yang berarti kedua
variabel tersebut berpengaruh signifikan namun bersifat negatif terhadap purchase
intention. Pada pengaruh total, brand awarenss memberikan pengaruh sebesar -
0,59 yang berarti bahwa, brand awareness memberikan pengaruh negatif sebesar
59% terhadap purchase intention. Sementara itu, brand loyalty memberikan
pengaruh sebesar -1,94 yang berarti bahwa, brand loyalty memberikan pengaruh
negatif sebesar 194% terhadap purchase intention. Hal ini dikarenakan,
berdasarkan hasil wawancara dengan konsumen diketahui bahwa hal terpenting
yang mempengaruhi konsumen dalam melakukan purchase intention adalah
kualitas teh kemasan. Ketika suatu merek teh kemasan tidak bisa
mempertahankan kualitasnya, konsumen yang tadinya loyal terhadap merek
tersebut akan berpindah ke merek lain.
ξ1
ξ3
ξ2
η1
η2
-1,94
-0,59
0,91
1,71
-0,38
Ϛ2 = 0,57
Ϛ1 = -0,03
X1
X2
X6
X5
X3
X4
X7
X8
X9
Y1
Y2
Y3
Y4
0,001
0,35
0,25
0,31
0,64
0,48
0,34
0,42
0,14
0,16
0,14
0,26
1,00
1,00
0,55
0,52
0,54
0,56
0,57
0,54
0,66
0,61
0,8
0,58
0,87
0,44
0,62
0,001

62
Hal tersebut dikuatkan dengan semakin meningkatnya kesadaran konsumen
terhadap merek teh kemasan lain yang negatif. Jika konsumen merasa kurang puas
terhadap kualitas produk, maka konsumen akan berpindah ke merek teh kemasan
lainnya. Karena saat ini, konsumen sudah semakin cerdas menentukan apa yang
akan mereka konsumsi, yaitu berdasarkan kualitas dan asosiasi suatu produk.
Selain itu pada pengaruh total, brand association memberikan pengaruh sebesar
0,91 yang berarti bahwa, brand association memberikan pengaruh positif sebesar
91% terhadap purchase intention. Sementara itu, perceived quality memberikan
pengaruh sebesar 1,71 yang berarti bahwa, perceived quality memberikan
pengaruh positif sebesar 171% terhadap purchase intention.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil olah data dari 70 konsumen teh kemasan, didapatkan hasil bahwa
Teh Pucuk Harum menjadi brand pada tingkat top of mind. Hal ini menunjukkan
bahwa Teh Pucuk Harum adalah produk yang paling diingat (awareness) oleh
konsumen teh kemasan. Pada brand association, merek Teh Pucuk Harum
menjadi merek Teh yang memiliki asosiasi pembentuk brand image terbanyak
dibandingkan dengan merek teh yang lain dalam penelitian ini. Teh Pucuk Harum
memiliki asosiasi pembentuk brand image sebanyak empat asosiasi. Dari segi
kualitas, menurut sampel, Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, dan Teh Kotak
memiliki kualitas lebih baik dibandingkan dengan Teh Gelas. Hal ini ditunjukkan
oleh seluruh atribut kualitas Teh Botol Sosro, Teh Pucuk Harum, dan Teh Kotak
berada pada kelas baik, sedangkan pada Teh Gelas terdapat satu atribut yang
masuk kategori cukup, yaitu atribut rasa enak. Pada analisis loyalitas
menggunakan segitiga loyalitas, segitiga yang terbentuk oleh Teh Botol Sosro,
Teh Pucuk Harum, dan Teh Kotak menunjukkan hasil yang hampir sempurna
membentuk segitiga terbalik. Namun, segitiga loyalitas Teh Gelas menunjukkan
hasil yang kurang baik, karena tidak membentuk segitiga terbalik.
2. Berdasarkan hasil analisis Structural Equational Modeling, diketahui bahwa
brand awareness dan brand loyalty berpengaruh negatif dan signifikan terhadap
purchase intention. Sedangkan brand association dan perceived quality
berpengaruh positif dan signifikan terhadap purchase intention. Hal ini bisa
terjadi karena konsumen lebih memilih merek teh kemasan yang lebih memiliki
kualitas.
6.2 Saran
1. Berdasarkan hasil wawancara dan olah data, didapatkan hasil bahwa hal yang
mempengaruhi konsumen dalam melakukan purchase intention adalah brand
association dan perceived quality. Kedua variabel tersebut berpengaruh positif
dan signifikan terhadap purchase intention. Hal ini perlu menjadi perhatian bagi

64
para produsen untuk tetap menjaga kualitas produknya, agar konsumen tidak
kecewa dan tetap melakukan purchase intention terhadap produk mereka.
2. Bagi peneliti yang mengambil topik yang sama dengan penelitian ini, kedepannya
diharapkan pada setiap variabel laten memiliki setidaknya tiga variabel indikator.
Hal tersebut bertujuan agar kedepannya penelitian dengan topik structural
equation modelling bisa menyajikan informasi yang lebih lengkap.

DAFTAR PUSTAKA
Aaker, David A. 2007. Managing Brand Equity: Capitalizing on the Value of a.
Brand Name. The Free Press. New York.
Agustina, Dina. 2015. Orang Indonesia Minum 2 Miliar Liter Teh Kemasan
Setahun (online). http://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/201511031515
44-262-89179/orang-indonesia-minum-2-miliar-liter-teh-kemasan-setahun/.
22 Januari 2017.
Alfiandi, Indra. 2015. Variabel Indikator dalam SEM. http://indra-
alfiandi.blogspot.com. Diakses Rabu, 14Juni 2017.
Andi M. Sadat. 2009. Brand Belief Strategi Membangun Merek Berbasis
Keyakinan. Salemba Empat. Jakarta.
Belch, George E dan Belch Michael A. 2004. Advertising and promotion: An
Integrated Marketing communication Perspective. Sixth Edition. McGraw-
Hill. New York.
Budi, Wasat. 2015. Tips Membuat Skala Likert. http://kampus4u.blogspot.co.id.
Diakses Rabu, 14 Juni 2017.
Cooper, Donald R. Dan Emory, William C. 1997. Metode Penelitian Bisnis.
Erlangga. Jakarta.
Durianto, Darmadi dkk. 2004. Brand Equity Teh, Strategi Memimpin Pasar.
Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Engel, et al. 2007. Consumer Behavior (Edisi Ketujuh). Harcourt Brace College
Publisher. Orlando.
Garvin, David A. 2005. Managing Quality. The New York Press. New York.
Ghozali, Imam. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS.
UNDIP. Semarang
Hair, et al. 2010. Multivariate Data Analysis, Seventh Edition. Pearson Prentice
Hall.
Hateyaningsih. 2016. Strategi “Pucuk” Mencuri Pasar RTD Tea (online).
http://www.topbrand-award.com. Diakses 22 Januari 2017.
Hulbert, James H, Pierce Berthon, & Leyland F Pitt. 1999. Brand Management
Prognostocations. Sloan Management Review.

66
Irianto, Kus. 2007. Gizi dan Pola Hidup Sehat. Yrama Widya. Bandung.
Kartono, Adi M. 2007. Analisis Usaha Kecil dan Menengah. CV.Andi Offset.
Yogyakarta.
Keller, K.L. 2008. Strategic brand management: Building, measuring and
managing brand equity (3rd ed). Pearson International Edition-Prentice
Hall. New Jersey.
Kemal, Faizal. 2015. Minuman Favorit Orang Indonesia.
http://kumpullinfo.blogspot.co.id. Diakses Rabu, 14 Juni 2017.
Kotler, Philip dan Amstrong, Gary. 2001. Prinsip-prinsip pemasaran, Edisi
keduabelas, Jilid 1. Erlangga. Jakarta.
Langking, Jane. 2009. Analisis Ekuitas Merek (Brand Equity) Minuman Teh Hijau
Dalam Kemasan Siap Minum (Ready to Drink - Green Tea). Skripsi.
Fakultas Pertanian IPB.
Nazir, Moh. 1998. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Rangkuti, Freddy. 2004. The Power of Brand. PT. Gramedia Pustaka Utama.
Jakarta.
Retnoningsih, Dwi. 2014. Hubungan Rantai Pasok (Supply Chain Relationship)
dan Daya Saing Usaha Kecil Menengah (UKM) Sari Apel di Kota Batu.
Agrise. Volume XIV No. 1 Bulan Januari 2014.
Ristono, Dharmawan. 2015. Brand Equity Susu Cair UHT dan Pengaruhnya pada
Purchase Intention. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Jurnal Manajemen &
Agribisnis, Vol. 12 No.1, Maret 2015.
Setiawan, Ragyl Rochmad. 2013. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan dan
Kualitas Produk Terhadap Keputusan Pembelian Konsumen pada Food
Mall Kota Bandung. Universitas Pendidikan Indonesia. Bandung.
Simamora, Bilson. 2001. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan
Profitabel edisi pertama. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen. Penerbit Ghalia Indonesia. Jakarta.
Susanto, A.B. dan Wijanarko, Hilmawan. 2004. Power Branding: Membangun
Merek Unggul dan Organisasi Pendukungnya. PT Mizan Publika. Jakarta.
Tjiptono, Fandi. 2014. Branding & Brand Longevity. Penerbit Andi. Yogyakarta.
Vanessa, Gaffar. 2007. CRM dan MPR Hotel. Alfabeta. Bandung.

67
Widiyanto, Joko. 2012. SPSS for Windows. Badan Penerbit FKIP UMS.
Surakarta.
Yamin, Sofyan dan Kurniawan, Heri. 2009. SPSS Complete. Salemba Empat.
Jakarta.
Yayasan Total Sarana Edukasi (YTSE). 2010. Parameter Model. Kamus Online.
www.total.or.id. Diakses 19 Juli 2017.